JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Dokumen Hukum
    • Peraturan
    • Monografi
    • Artikel Hukum
    • Putusan Pengadilan
  • Informasi
    • Regulasi
      • Infografis Regulasi
      • Simplifikasi Regulasi
      • Direktori Regulasi
      • Video Sosialisasi
      • Kamus Hukum
    • Informasi Penunjang
      • Tarif Bunga
      • Kurs Menteri Keuangan
      • Berita
      • Jurnal HKN
      • Statistik
  • Perihal
    • Tentang Kami
    • Struktur Organisasi
    • Anggota JDIHN
    • Prasyarat
    • Kebijakan Privasi
    • FAQ
    • Website Lama
    • Hubungi Kami
  • Situs Lama
JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Situs Lama

Filter

Jenis Dokumen Hukum
Publikasi
Status
Tajuk Entri Utama
Nomor
Tahun
Tema
Label
Tersedia Konsolidasi
Tersedia Terjemahan

FAQ
Prasyarat
Hubungi Kami
Kemenkeu Logo

Hak Cipta Kementerian Keuangan.

  • Gedung Djuanda I Lantai G Jl. Dr. Wahidin Raya No 1 Jakarta 10710
  • Email:jdih@kemenkeu.go.id
  • Situs JDIH Build No. 12763
JDIH Kemenkeu
  • Profil
  • Struktur Organisasi
  • Berita JDIH
  • Statistik
  • Situs Lama
Tautan JDIH
  • JDIH Nasional
  • Sekretariat Negara
  • Sekretariat Kabinet
  • Kemenko Perekonomian
  • Anggota Lainnya
Temukan Kami
Ditemukan 659 hasil yang relevan dengan "insentif pajak untuk pemulihan ekonomi "
Dalam 0.015 detik
Thumbnail
Tidak Berlaku
COVID-19 Covid-19 | COVID 19 DAN PEN Covid 19 dan PEN | HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG PAJAK
143/PMK.03/2020

Pemberian Fasilitas Pajak terhadap Barang dan Jasa yang Diperlukan dalam rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 dan Perpanjangan Pemberla ...

  • Ditetapkan: 01 Okt 2020
  • Diundangkan: 01 Okt 2020

Relevan terhadap

Pasal 2Tutup
(1)

Insentif PPN diberikan kepada:

a.

Pihak Tertentu atas impor atau perolehan Barang Kena Pajak, perolehan Jasa Kena Pajak, dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;

b.

Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat atas impor atau perolehan bahan baku vaksin dan/atau obat untuk penanganan Corona Virus Disease 2019 __ (COVID-19); dan

c.

Wajib Pajak yang memperoleh vaksin dan/atau obat untuk penanganan Corona Virus Disease 2019 __ (COVID-19) dari Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat sebagaimana dimaksud pada huruf b, yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 __ (COVID-19) sejak Masa Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak Desember 2020.

(2)

Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:

a.

Badan/Instansi Pemerintah;

b.

Rumah Sakit; atau

c.

Pihak Lain.

(3)

Barang Kena Pajak yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 __ (COVID- 19) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:

a.

obat-obatan;

b.

vaksin;

c.

peralatan laboratorium;

d.

peralatan pendeteksi;

e.

peralatan pelindung diri;

f.

peralatan untuk perawatan pasien; dan/atau

g.

peralatan pendukung lainnya yang dinyatakan oleh Pihak Tertentu untuk keperluan penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 __ (COVID-19).

(4)

Jasa Kena Pajak yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 __ (COVID- 19) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:

a.

jasa konstruksi;

b.

jasa konsultasi, teknik, dan manajemen;

c.

jasa persewaan; dan/atau

d.

jasa pendukung lainnya yang dinyatakan oleh Pihak Tertentu untuk keperluan penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 __ (COVID-19) .

(5)

PPN yang terutang atas:

a.

impor Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) oleh Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak dipungut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b.

penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) oleh Pengusaha Kena Pajak kepada Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditanggung pemerintah; dan

c.

pemanfaatan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean oleh Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditanggung pemerintah.

d.

impor bahan baku untuk produksi vaksin dan/atau obat untuk penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) oleh Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat, ditanggung pemerintah;

e.

penyerahan bahan baku untuk produksi vaksin dan/atau obat untuk penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) oleh Pengusaha Kena Pajak kepada Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat, ditanggung pemerintah;

f.

penyerahan vaksin dan/atau obat untuk penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) oleh Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat, ditanggung pemerintah.

(6)

Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, termasuk juga penyerahan berupa pemberian cuma- cuma.

(7)

Dalam hal Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan impor Barang Kena Pajak yang digunakan untuk kegiatan pemanfaatan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, impor Barang Kena Pajak tersebut tidak dikenai PPN sepanjang Pihak Tertentu dimaksud memiliki SKJLN sebelum melakukan impor, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

(8)

Insentif PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dan huruf c bagi Pihak Lain diberikan jika:

a.

perolehan Barang Kena Pajak, perolehan Jasa Kena Pajak, dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, selanjutnya akan diserahkan kepada Badan/Instansi Pemerintah dan/atau Rumah Sakit untuk keperluan penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) tanpa mendapat imbalan/kompensasi; dan

b.

perolehan Barang Kena Pajak, perolehan Jasa Kena Pajak, dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean tersebut tidak dipergunakan untuk pemakaian sendiri.

(9)

Insentif PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf d dan huruf e, diberikan setelah Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat memperoleh surat rekomendasi dari BNPB, yang paling sedikit memuat keterangan:

a.

identitas Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat;

b.

identitas Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan atau pihak pemasok yang berada di luar Daerah Pabean;

c.

nama dan jumlah barang; dan

d.

pernyataan bahwa perolehan bahan baku yang akan diimpor atau diperoleh merupakan bahan baku untuk produksi vaksin dan/atau obat untuk penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), (10) Surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9) berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2020.

Pasal 1Tutup

Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:

1.

Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN, adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

2.

Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPh, adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

3.

Pajak Pertambahan Nilai, yang selanjutnya disingkat PPN, adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN.

4.

Pajak Penghasilan, yang selanjutnya disingkat PPh, adalah Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPh.

5.

Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

6.

Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.

7.

Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.

8.

Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.

9.

Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.

10.

Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

11.

Surat Keterangan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, yang selanjutnya disebut SKJLN, adalah surat keterangan yang menyatakan bahwa Wajib Pajak melakukan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.

12.

Kantor Pelayanan Pajak, yang selanjutnya disebut KPP, adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.

13.

Pihak Tertentu adalah pihak yang menerima insentif perpajakan.

14.

Badan/Instansi Pemerintah adalah badan/instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah, yang melakukan penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 __ (COVID- 19).

15.

Rumah Sakit adalah rumah sakit yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan, Kepala Daerah/Dinas Kesehatan Tingkat I, atau Kepala Daerah/Dinas Kesehatan Tingkat II sebagai rumah sakit rujukan untuk penanganan pasien pandemi Corona Virus Disease 2019 __ (COVID-19).

16.

Pihak Lain adalah pihak selain Badan/Instansi Pemerintah atau Rumah Sakit yang ditunjuk oleh Badan/Instansi Pemerintah atau Rumah Sakit untuk membantu penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 __ (COVID-19).

17.

Pihak Ketiga adalah pihak yang bertransaksi dengan Badan/Instansi Pemerintah, Rumah Sakit atau Pihak Lain untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 __ (COVID-19).

18.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana, yang selanjutnya disingkat BNPB adalah lembaga pemerintah nonkementerian sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang tentang penanggulangan bencana.

19.

Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat adalah Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang memproduksi vaksin dan/atau obat untuk penanganan Corona Virus Disease 2019 __ (COVID-19).

Thumbnail
Tidak Berlaku
DANA DESA Dana Desa | COVID-19 Covid-19 | HUKUM KEUANGAN NEGARA | COVID-19
35/PMK.07/2020

Pengelolaan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran 2020 dalam Rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Menghad ...

  • Ditetapkan: 16 Apr 2020
  • Diundangkan: 16 Apr 2020

Relevan terhadap

Pasal 42Tutup
(1)

Sepanjang tidak diatur khusus dalam Peraturan Menteri ini, ketentuan mengenai pengelolaan TKDD dilaksanakan berdasarkan:

a.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Fisik;

b.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Otonomi Khusus;

c.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Insentif Daerah;

d.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 205/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Desa;

e.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 221/PMK.07/2019 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi;

f.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.07/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Nonfisik;

g.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.07/2020 tentang Pengelolaan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta;

h.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 19/PMK.07/2020 tentang Penyaluran dan Penggunaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Dana Insentif Daerah Tahun Anggaran 2020 dalam Rangka Penanggulangan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19); dan

i.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 6/KM.7/2020 tentang Penyaluran DAK Fisik Bidang Kesehatan dan Dana BOK Dalam Rangka Pencegahan dan/atau Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

(2)

Ketentuan mengenai:

a.

rincian alokasi DBH Pajak Tahun Anggaran 2020 dan DBH Sumber Daya Alam Tahun Anggaran 2020 menurut daerah provinsi/kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1);

b.

rincian alokasi DAU menurut daerah provinsi/kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1);

c.

rincian alokasi DAK Fisik per jenis/bidang/subbidang menurut daerah provinsi/kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a;

d.

rincian alokasi DAK Nonfisik per jenis menurut daerah provinsi/kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10;

e.

rincian alokasi Dana Insentif Daerah menurut daerah provinsi/kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1);

f.

rincian Dana Desa menurut daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1);

g.

format Surat Pernyataan Penggunaan Sisa DBH Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3);

h.

format laporan penyesuaian APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) huruf a;

i.

format Laporan Kinerja Bidang Kesehatan untuk pencegahan dan/atau penanganan COVID-19 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (6) huruf a;

j.

format Laporan Bantuan Sosial untuk pemberian bantuan sosial dan/atau ekonomi kepada masyarakat yang terdampak COVID-19 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (6) huruf b; dan

k.

format laporan realisasi pembayaran Dana BOK Tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1), tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Thumbnail
Tidak Berlaku
BIDANG ANGGARAN | HUKUM KEUANGAN NEGARA
127/PMK.02/2020

Tata Cara Penggunaan dan Pergeseran Anggaran pada Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) ...

  • Ditetapkan: 14 Sep 2020
  • Diundangkan: 15 Sep 2020

Relevan terhadap

Pasal 8Tutup

Penggunaan anggaran BA 999.08 jenis belanja lain-lain pos pengeluaran lainnya di luar pos cadangan keperluan mendesak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf b digunakan untuk antara lain:

1.

penyediaan cadangan anggaran untuk keperluan tertentu antara lain cadangan risiko fiskal, cadangan stabilitasi harga pangan dan ketahanan pangan, cadangan beras Pemerintah, dan cadangan lainnya;

2.

penyediaan anggaran untuk memenuhi mandatory spending sesuai dengan peraturan perundang-undangan yakni penyesuaian anggaran pendidikan dan anggaran kesehatan; dan/atau

3.

penyediaan anggaran dalam rangka mendukung program pemulihan ekonomi nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan antara lain berupa:

a.

intervensi penanggulangan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);

b.

Jaring Pengaman Sosial ( Social Safety Net ); dan/atau

c.

dukungan industri, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai pelaksanaan kebijakan keuangan negara untuk penangangan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan.

Pasal 17Tutup
(1)

Berdasarkan persetujuan Menteri Keuangan atas usulan penggunaan anggaran BA 999.08 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2), Pemimpin PPA BUN BA 999.08 menyampaikan:

a.

usul pergeseran anggaran dari BA 999.08 ke BA K/L;

b.

usul pergeseran anggaran antar subbagian anggaran dalam BA BUN; atau

c.

usul penerbitan DIPA BUN; kepada Direktur Jenderal Anggaran, paling lambat 1 (satu) hari kerja terhitung sejak izin penggunaan dari Menteri Keuangan telah didisposisi oleh Direktorat Jenderal Anggaran.

(2)

Usul pergeseran anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:

a.

persetujuan Menteri Keuangan atas usulan penggunaan anggaran BA 999.08;

b.

rekapitulasi data penerima SP SABA 999.08 untuk bagian anggaran kementerian/Lembaga yang terdiri atas data unit/program/satuan kerja per provinsi, dalam hal usul pergeseran anggaran dari BA 999.08 ke BA K/L; dan

c.

hasil penelaahan bersama atas tambahan anggaran yang diusulkan.

(3)

Berdasarkan persetujuan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2), dan usulan Pemimpin PPA BUN BA 999.08 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri Keuangan menerbitkan:

a.

SP SABA 999.08;

b.

SPP BA BUN; dan/atau

c.

DIPA BUN. sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan, paling lambat 1 (satu) hari kerja terhitung sejak usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima dari Pemimpin PPA BUN BA 999.08.

(4)

SP SABA 999.08 dan SPP BA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b disusun sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III dan Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(5)

Proses Revisi Anggaran mulai dari usulan penggunaan anggaran BA 999.08 didisposisi oleh Menteri Keuangan atau tembusan surat usulan dimaksud diterima oleh Direktorat Jenderal Anggaran sampai dengan diterbitkannya SP SABA 999.08, SPP BA BUN, dan/atau DIPA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang berkaitan dengan Program Pemulihan Ekonomi Nasional, diselesaikan paling lama 7 (tujuh) hari kerja.

(6)

Proses Revisi Anggaran mulai dari usulan penggunaan anggaran BA 999.08 didisposisi oleh Menteri Keuangan atau tembusan surat usulan dimaksud diterima oleh Direktorat Jenderal Anggaran sampai dengan diterbitkannya SP SABA 999.08, SPP BA BUN, dan/atau DIPA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (3), yang tidak berkaitan dengan Program Pemulihan Ekonomi Nasional diselesaikan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja.

Pasal 14Tutup
(1)

Dalam hal usulan penggunaan anggaran BA 999.08 dari menteri/pimpinan lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 berkaitan dengan Program Pemulihan Ekonomi Nasional, penelaahan usulan penggunaan anggaran BA 999.08 dikoordinasikan oleh Mitra K/L pengusul, paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah surat usulan penggunaan anggaran BA 999.08 didisposisi oleh Menteri Keuangan atau tembusannya diterima oleh Direktur Jenderal Anggaran.

(2)

Penelaahan usulan penggunaan anggaran BA 999.08 dimaksud difokuskan pada:

a.

kelengkapan dokumen pendukung;

b.

latar belakang dan dasar hukum yang mendasari pengalokasian anggaran;

c.

target dan sasaran atas kegiatan yang diusulkan;

d.

kesesuaian anggaran dan kepatutan anggaran sesuai dengan standar biaya dan standar akuntansi untuk mencapai efisiensi anggaran; dan

e.

kesesuaian kegiatan yang diusulkan dengan kebijakan pengalokasian anggaran pada BA 999.08.

(3)

Dalam hal berdasarkan hasil penelaahan usulan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdapat kekurangan data pendukung, kementerian negara/lembaga menyampaikan kekurangan dokumen pendukung paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah penelaahan dilakukan.

(4)

Hasil penelaahan usulan penggunaan anggaran BA 999.08 dituangkan dalam Berita Acara yang disusun sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Thumbnail
BARANG IMPOR | JENIS DAN TARIF
203/PMK.04/2021

Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan Preferensi Perdagangan antar Negara-Negara Anggota D-8 ...

  • Ditetapkan: 29 Des 2021
  • Diundangkan: 29 Des 2021

Relevan terhadap

Pasal 1Tutup

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.

Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.

2.

Kawasan yang Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan cukai.

3.

Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.

4.

Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan, yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.

5.

Pusat Logistik Berikat yang selanjutnya disingkat PLB adalah TPB untuk menimbun barang asal luar Daerah Pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam Daerah Pabean, dapat disertai dengan __ 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.

6.

Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang selanjutnya __ disingkat TLDDP adalah Daerah Pabean selain Kawasan Bebas dan TPB.

7.

Importir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean.

8.

Penyelenggara/Pengusaha TPB adalah:

a.

penyelenggara kawasan berikat;

b.

penyelenggara kawasan berikat sekaligus pengusaha kawasan berikat;

c.

pengusaha di kawasan berikat merangkap penyelenggara di kawasan berikat;

d.

penyelenggara gudang berikat;

e.

penyelenggara gudang berikat sekaligus pengusaha gudang berikat; atau

f.

pengusaha di gudang berikat merangkap penyelenggara di gudang berikat.

9.

Penyelenggara/Pengusaha PLB adalah:

a.

penyelenggara PLB;

b.

penyelenggara PLB sekaligus pengusaha PLB; atau

c.

pengusaha di PLB merangkap penyelenggara di PLB.

10.

Badan Usaha/ Pelaku Usaha KEK adalah:

a.

Badan Usaha KEK;

b.

Pelaku Usaha di KEK; atau

c.

Badan Usaha KEK sekaligus Pelaku Usaha di KEK.

11.

Developing Eight yang selanjutnya disingkat D-8 adalah perhimpunan beberapa negara yang didirikan berdasarkan Deklarasi Istanbul pada tanggal 15 Juni 1997 yang terdiri dari Bangladesh, Indonesia, Iran, Malaysia, Mesir, Nigeria, Pakistan, dan Turki . __ 12. Tarif Preferensi adalah tarif bea masuk berdasarkan Persetujuan Preferensi Perdagangan antar Negara-Negara Anggota D-8 yang besarannya ditetapkan dalam Peraturan Menteri mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka Persetujuan Preferensi Perdagangan antar Negara-Negara Anggota D-8.

13.

PPFTZ dengan Kode 01 yang selanjutnya disebut PPFTZ- 01 adalah pemberitahuan pabean untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas dari dan ke luar Daerah Pabean, dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke TLDDP.

14.

Pemberitahuan Pabean Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat PPKEK adalah pemberitahuan pabean untuk kegiatan pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari KEK.

15.

Harmonized Commodity Description and Coding System yang selanjutnya disebut Harmonized System (HS) adalah standar internasional atas sistem penamaan dan penomoran yang digunakan untuk pengklasifikasian produk perdagangan dan turunannya yang dikelola oleh World Customs Organization (WCO).

16.

Penelitian Ulang adalah penelitian kembali atas tarif dan/atau nilai pabean yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean impor dan penelitian kembali atas tarif, harga, jenis, dan/atau jumlah barang yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean ekspor melalui pengujian dengan data, informasi dan dokumen lain terkait.

17.

Audit Kepabeanan adalah kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan, dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.

18.

Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan.

19.

Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.

20.

Ketentuan Asal Barang __ ( Rules of Origin ) yang selanjutnya disebut Ketentuan Asal Barang adalah ketentuan khusus yang ditetapkan berdasarkan Persetujuan Preferensi Perdagangan antar Negara-Negara Anggota D-8 untuk menentukan negara asal barang.

21.

Negara Anggota adalah negara yang menandatangani Persetujuan Preferensi Perdagangan antar Negara-Negara Anggota D-8 . 22. Bahan Originating adalah bahan yang memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Preferensi Perdagangan antar Negara-Negara Anggota D- 8.

23.

Barang Originating adalah barang yang memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Preferensi Perdagangan antar Negara-Negara Anggota D- 8.

24.

Bahan Non-Originating adalah bahan yang berasal dari selain Negara Anggota atau bahan yang tidak memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Preferensi Perdagangan antar Negara-Negara Anggota D- 8.

25.

Barang Non-Originating adalah barang yang berasal dari selain Negara Anggota atau barang yang tidak memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Preferensi Perdagangan antar Negara-Negara Anggota D- 8.

26.

Instansi Penerbit Surat Keterangan Asal yang selanjutnya disebut Instansi Penerbit SKA adalah instansi pemerintah atau institusi yang ditunjuk pemerintah di Negara Anggota pengekspor yang diberi kewenangan untuk menerbitkan SKA Form D-8 atas barang yang akan diekspor.

27.

Surat Keterangan Asal ( Certificate of Origin ) Persetujuan Preferensi Perdagangan antar Negara-Negara Anggota D-8 yang selanjutnya disebut SKA Form D-8 adalah dokumen pelengkap pabean yang diterbitkan oleh Instansi Penerbit SKA yang akan digunakan sebagai dasar pemberian Tarif Preferensi.

28.

Overleaf Notes adalah halaman sebalik SKA Form D-8 yang berisi ketentuan mengenai pengisian SKA Form D-8.

29.

Dokumen Pelengkap Pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap pemberitahuan pabean, misalnya invoice , packing list , bill of lading/ airway bill , manifest dan dokumen lain yang dipersyaratkan.

30.

Surat Keterangan Asal Elektronik Form D yang selanjutnya disebut e-Form D adalah SKA Form D yang disusun sesuai dengan e -ATIGA Form D Process Specification and Message Implementation Guideline, dan dikirim secara elektronik antar Negara Anggota.

31.

Invoice dari Negara Ketiga __ yang selanjutnya disebut Third Country Invoice adalah invoice yang diterbitkan oleh perusahaan lain yang berlokasi di negara ketiga (selain Negara Anggota).

32.

Surat Keterangan Asal Back - to - Back yang selanjutnya disebut SKA Back-to-Back adalah SKA yang diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor kedua atau berikutnya berdasarkan SKA yang diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor sebelumnya.

33.

Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi adalah tanggal bill of lading untuk moda pengangkutan laut, tanggal airway bill untuk moda pengangkutan udara, atau tanggal dokumen pengangkutan darat untuk moda pengangkutan darat.

34.

Permintaan Verifikasi adalah permintaan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai kepada Instansi Penerbit SKA untuk mendapatkan informasi mengenai __ pemenuhan __ Ketentuan Asal Barang dan/atau keabsahan SKA Form D-8.

35.

Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.

36.

Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

37.

Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.

Thumbnail
PENGESAHAN | PAJAK BERGANDA
PERPRES 76 TAHUN 2019

Pengesahan Persetujuan Antara Republik Indonesia dan Republik Tajikistan Mengenai Penghindaran Pajak Berganda dan Pencegahan Pengelakan Pajak atas Pen ...

    Thumbnail
    PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI | HUKUM KEUANGAN NEGARA
    39/PUU-XX/2022

    Pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ...

      Relevan terhadap

      Halaman 4Tutup

      Publikasi pemindahan ibukota terhenti karena Indonesia mengalami pandemic covid 19 kurang lebih 2 tahun. Begitu pandemic covid 19 melandai, Presiden melanjutkan kembali program pemindahan ibukota negara ke Kalimantan Timur dengan mengajukan RUU ibukota negara ke DPR tanggal 29 September 2021 walaupun diketahuinya kondisi bangsa dan negara masih mengalami beban berat dan baru memulai pemulihan ekonomi dan sosial, serta masih banyak hal - hal yang lebih prioritas untuk dilaksanakan. Tampakmya Presiden sebelum akhir masa jabatannya ingin membuat sejarah dengan memindahkan ibukota negara (pernyataan Presiden bahwa peringatan 17 Agustus 2024 dilaksanakan di ibukota negara yang baru). Keinginan Presiden ini sudah dapat dipastikan akan mendapat persetujuan parlemen/ DPR mengingat anggota DPR/Partai mayoritas pendukung pemerintah sehingga proses pembentukkannya dapat dinilai formalitas. Pemohon yudicial review ini bukan tidak suka kepada Presiden, justru berharap agar Presiden dapat memimpin bangsa dan negara ini dengan sukses sampai akhir masa jabatannya. Beliau terhindar dari resiko buruk yang dapat terjadi sebagai dampak perpindahan ibukota negara ini dan pemimpin bangsa negara yang akan datang tidak menanggung beban berat yang saya sebutkan dalam alasan materil Secara Materiil Alasan yudicial review yang tidak menguraikan pasal demi pasal, namun dari substansi Undang-Undang No. 3 Tahun 2022, sebagai berikut: 1. Kondisi bangsa dan negara masih menghadapi pandemi covid-19 yang telah banyak membawa korban jiwa hingga ratusan ribu orang meninggal dan jutaan orang dirawat dirumah sakit serta membawa dampak buruk berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Kini berkembang varian baru omicron yang menurut para ahli kesehatan dinilai lebih cepat penularannya dan mempunyai gejala ringan. Untuk mengatasi covid 19 dan dampaknya memerlukan biaya yang besar dan tindakan yang prioritas. Kondisi covid 19 di Indonesia tanggal 1 Maret 2022 terpapar 5.589.176 sembuh 4.981.302 meninggal dunia 148.660 (sumber TV One tanggal 01 Maret 2022). 2. Utang pemerintah kini mencapai Rp.7.000 triliun/tanggal 28 Februari 2022 (Berita Kompas TV tanggal 21 April 2022) serta kewajiban membayar bunga

      Thumbnail
      PENYELENGGARAAN | HUNIAN RUMAH SUSUN
      PP 13 TAHUN 2021

      Penyelenggaraan Rumah Susun

      • Ditetapkan: 02 Feb 2021
      • Diundangkan: 02 Feb 2021
      Thumbnail
      PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG | HUKUM KEUANGAN NEGARA
      4 P/HUM/2021

      Permohonan Keberatan Hak Uji Materiil Terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Di ...

        Relevan terhadap 2 lainnya

        Halaman 36Tutup

        ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 36 dari 43 halaman. Putusan Nomor 4 P/HUM/2021 pelaku UMKM yang belum siap melaksanakan pembukuan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 3. Hilangnya Kesempatan Wajib Pajak UMKM untuk Mempersiapkan Dirinya Memasuki Sektor Ekonomi Formal; Perlu dipahami bahwa kebijakan ini berlaku sementara dan merupakan kebijakan yang memberi keistimewaan ( affirmative action ) pada UMKM agar memperoleh peluang yang setara dengan kelompok usaha lain. Adapun jangka waktu pemberlakuan PP Nomor 23/2018, yaitu:  7 tahun bagi WP Orang Pribadi;  4 tahun bagi WP Badan berbentuk Koperasi, CV, atau Firma;  3 tahun bagi WP Badan berbentuk Perseroan Terbatas (PT); Melalui kebijakan ini, pemerintah berharap UMKM mendapatkan waktu yang cukup untuk mempersiapkan dirinya memasuki sektor ekonomi formal dan berkontribusi terhadap penerimaan negara. Oleh karena itu, penghapusannya justru akan menghambat pelaku UMKM dalam mengembangkan usahanya; 4. Adanya Kekosongan Hukum; Pencabutan PP Nomor 23/2018 juga akan berakibat pada kekosongan hukum karena tidak adanya aturan pelaksana bagi ketentuan Pasal 4 ayat (2) khususnya untuk penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dengan peredaran bruto tertentu. Kekosongan pengaturan ini akan menimbulkan ketidakpastian hukum bagi para pelaku UMKM; 5. Hilangnya Kesempatan Wajib Pajak untuk Mendapatkan Insentif Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 (PMK 86/2020); Bahwa pandemi Corona Virus Disease 2019 merupakan bencana nasional yang mempengaruhi stabilitas ekonomi dan produktivitas masyarakat sebagai pekerja maupun pelaku usaha sehingga perlu dilakukan upaya pengaturan pemberian insentif pajak untuk mendukung penanggulangan dampak Corona Virus Disease 2019. Adapun Wajib Pajak yang berhak mendapatkan insentif tersebut termasuk di dalamnya bagi pelaku usaha yang tunduk kepada PP Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 36

        Halaman 18Tutup

        ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 18 dari 43 halaman. Putusan Nomor 4 P/HUM/2021 7. Berdasarkan kondisi tersebut, maka perlu memberikan stimulus kepada masyarakat khususnya pelaku UMKM untuk memiliki kepatuhan sukarela dengan adanya penentuan tarif rendah dan penyederhanaan administrasi perpajakan dengan tarif PPh final sebagaimana dalam PP Nomor 46/2013. Berlakunya PP Nomor 46/2013 tersebut dalam perjalanannya mendapatkan masukan dari berbagai pihak terutama terkait beberapa hal, yaitu: a. PP Nomor 46/2013 bersifat mandatory sehingga dianggap kurang mencerminkan keadilan bagi Wajib Pajak; b. tarif yang masih relatif tinggi; c. tidak ada batas waktu pemberlakuan; 8. Masukan dari berbagai pihak tersebut oleh Pemerintah dievaluasi dan selanjutnya dilakukan penyesuaian terhadap PP Nomor 46/2013 dengan menerbitkan PP Nomor 23/2018 yang memberikan kemudahan dan lebih berkeadilan kepada Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu untuk jangka waktu tertentu. Beberapa hal yang diperbaiki dalam PP Nomor 23/2018 antara lain: a. PP Nomor 23/2018 bersifat opsional/pilihan,sehingga Wajib Pajak dapat memilih untuk dikenakan pajak menggunakan tarif umum Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang PPh atau menggunakan tarif final Pasal 2 ayat (2) PP Nomor 23/2018; b. tarif diturunkan menjadi 0,5%; c. ada batas waktu pemberlakuan yaitu 7 (tujuh) tahun untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (vide Pasal 5 ayat (1) huruf a PP Nomor23/2018); Perubahan ini lebih memberikan keadilan dan kepastian hukum, serta diharapkan lebih mendorongperan serta masyarakat dalam kegiatan ekonomi formal; 9. Ketentuan pada Nomor 23/2018 ini menerapkan model presumptive regime dalam perpajakan yaitu metode pemajakan berbasis perkiraan. Presumptive regime merupakan suatu bentuk pendekatan pengenaan pajak yang diterapkan dalam ekonomi yang pelaku usahanya masih Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18

        Halaman 37Tutup

        ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 37 dari 43 halaman. Putusan Nomor 4 P/HUM/2021 23/2018. Sebagaimana diatur dalam Bab III Pasal 5 ayat (3) dan (4) PMK 86/2020, maka PPh Final bagi Wajib Pajak yang menggunakan mekanisme PP 23/2018 akan ditanggung pemerintah dan tidak diperhitungkan sebagai penghasilan yang dikenakan pajak. Oleh karena itu, dengan dihapusnya PP 23/2018 akan berakibat pada hilangnya kesempatan Wajib Pajak UMKM khususnya yang terdampak pandemi untuk memanfaatkan insentif pajak dari pemerintah; KESIMPULAN Bahwa berdasarkan uraian dalil-dalil Termohon sebagaimana telah dijelaskan di atas, Termohon menyimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Terbukti bahwa Pemohon tidak memiliki atau tidak dapat membuktikan legal standing -nya; 2. Bahwa seluruh dalil-dalil Pemohon sudah sepatutnya ditolak oleh Yang Mulia Majelis Hakim Agung pada Mahkamah Agung yang memeriksa perkara a quo karena Permohonan Pemohon sama sekali tidak beralasan tidak berdasar ketentuan perundang-undangan yang berlaku; M a k a : Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, cukup beralasan apabila Termohon mohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim Agung pada Mahkamah Agung yang memeriksa, mengadili, dan memutus Permohonan Hak Uji Materil a quo untuk menjatuhkan putusan dengan amar yang menyatakan: 1. Menyatakan menolak Permohonan Hak Uji Materiil dari Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan bahwa Pemohon tidak memiliki atau tidak dapat membuktikan Legal Standing nya _; _ 3. Menyatakan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2018 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan; 4. Menyatakan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2018 Tentang Pajak Penghasilan Atas Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 37

        Thumbnail
        HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG BEA CUKAI
        81/PMK.04/2022

        Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.04/2020 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan ...

        • Ditetapkan: 17 Mei 2022
        • Diundangkan: 17 Mei 2022

        Relevan terhadap

        Pasal 1Tutup

        Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

        1.

        Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.

        2.

        Kawasan yang Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan cukai.

        3.

        Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.

        4.

        Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan, yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.

        5.

        Pusat Logistik Berikat yang selanjutnya disingkat PLB adalah TPB untuk menimbun barang asal luar Daerah Pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam Daerah Pabean, dapat disertai dengan 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.

        6.

        Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang selanjutnya disingkat TLDDP adalah Daerah Pabean selain Kawasan Bebas dan TPB.

        7.

        Importir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean.

        8.

        Penyelenggara/Pengusaha TPB adalah:

        a.

        penyelenggara kawasan berikat;

        b.

        penyelenggara kawasan berikat sekaligus pengusaha kawasan berikat;

        c.

        pengusaha di kawasan berikat merangkap penyelenggara di kawasan berikat;

        d.

        penyelenggara gudang berikat;

        e.

        penyelenggara gudang berikat sekaligus pengusaha gudang berikat; atau

        f.

        pengusaha di gudang berikat merangkap penyelenggara di gudang berikat.

        9.

        Penyelenggara/Pengusaha PLB adalah:

        a.

        penyelenggara PLB;

        b.

        penyelenggara PLB sekaligus pengusaha PLB; atau c. pengusaha di PLB merangkap sebagai penyelenggara di PLB.

        10.

        Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK adalah:

        a.

        Badan Usaha KEK;

        b.

        Pelaku Usaha KEK; atau

        c.

        Badan Usaha KEK sekaligus Pelaku Usaha di KEK.

        11.

        Tarif Preferensi adalah tarif bea masuk berdasarkan Persetujuan Perdagangan Barang ASEAN yang besarnya ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka ASEAN Trade in Goods Agreement .

        12.

        PPFTZ dengan Kode 01 yang selanjutnya disebut PPFTZ-01 adalah pemberitahuan pabean untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas, dari dan ke luar Daerah Pabean, dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke TLDDP.

        13.

        Harmonized Commodity Description and Coding System yang selanjutnya disebut Harmonized System (HS) adalah standar internasional atas sistem penamaan dan penomoran yang digunakan untuk pengklasifikasian produk perdagangan dan turunannya yang dikelola oleh World Customs Organization (WCO).

        14.

        Penelitian Ulang adalah penelitian kembali atas tarif dan/atau nilai pabean yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean impor dan penelitian kembali atas tarif, harga, jenis, dan/atau jumlah barang yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean ekspor melalui pengujian dengan data, informasi dan dokumen lain terkait.

        15.

        Audit Kepabeanan adalah kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan, dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.

        16.

        Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan.

        17.

        Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.

        18.

        Ketentuan Asal Barang ( Rules of Origin ) yang selanjutnya disebut Ketentuan Asal Barang adalah ketentuan khusus yang ditetapkan berdasarkan Persetujuan Perdagangan Barang ASEAN untuk menentukan negara asal barang.

        19.

        Negara Anggota adalah negara yang menandatangani Persetujuan Perdagangan Barang ASEAN.

        20.

        Barang Originating adalah barang yang memenuhi Ketentuan Asal Barang sesuai dengan Persetujuan Perdagangan Barang ASEAN.

        21.

        Bahan Non - Originating adalah bahan yang berasal dari luar Negara Anggota atau bahan yang tidak memenuhi Ketentuan Asal Barang sesuai dengan Persetujuan Perdagangan Barang ASEAN.

        22.

        Aturan Khusus Produk ( Product Specific Rules ) yang selanjutnya disebut PSR adalah aturan yang merinci mengenai:

        a.

        barang yang seluruhnya diperoleh atau diproduksi di 1 (satu) Negara Anggota ( wholly obtained atau produced );

        b.

        proses produksi suatu barang yang menggunakan Bahan Non - Originating , dan Bahan Non - Originating tersebut harus mengalami perubahan klasifikasi atau Change in Tariff Classification (CTC);

        c.

        barang yang proses produksinya menggunakan Bahan Non - Originating yang memenuhi kriteria kandungan regional sejumlah nilai tertentu yang dinyatakan dalam persentase;

        d.

        barang yang mengalami suatu proses pabrikasi atau proses operasional tertentu; atau

        e.

        kombinasi dari setiap kriteria tersebut.

        23.

        Bukti Asal Barang ( Proof of Origin ) adalah dokumen pelengkap pabean yang diterbitkan oleh instansi penerbit surat keterangan asal dan/atau eksportir bersertifikat yang akan digunakan sebagai dasar pemberian Tarif Preferensi.

        24.

        Surat Keterangan Asal ( Certificate of Origin ) Persetujuan Perdagangan Barang ASEAN yang selanjutnya disebut SKA Form D adalah Bukti Asal Barang yang diterbitkan oleh instansi penerbit surat keterangan asal yang akan digunakan sebagai dasar pemberian Tarif Preferensi.

        25.

        Overleaf Notes adalah halaman sebalik SKA Form D yang berisi ketentuan mengenai pengisian SKA Form D dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SKA Form D.

        26.

        Surat Keterangan Asal Elektronik ( Electronic Certificate of Origin ) Form D yang selanjutnya disebut e - Form D adalah SKA Form D yang disusun sesuai dengan e -ATIGA Form D Process Specification and Message Implementation Guideline , dan dikirim secara elektronik antar Negara Anggota.

        27.

        ASEAN Wide Self Certification yang selanjutnya disebut Sertifikasi Mandiri adalah skema pernyataan asal barang yang diterbitkan oleh eksportir bersertifikat dalam bentuk invoice atau dalam bentuk dokumen komersial billing statement , delivery order , atau packing list , yang akan digunakan sebagai dasar pemberian Tarif Preferensi.

        28.

        Deklarasi Asal Barang ( Origin Declaration ) yang selanjutnya disingkat DAB adalah Bukti Asal Barang yang berisi pernyataan asal barang dan dibuat oleh eksportir bersertifikat yang akan digunakan sebagai dasar pemberian Tarif Preferensi.

        29.

        Memorandum of Undestanding among the Governments of the Participating Member States of the Association of South-East Asian Nations (ASEAN) on the Second Pilot Project for the Implementation of a Regional Self - Certification System yang selanjutnya disebut MoU 2 ^nd SCPP adalah Nota Kesepahaman antara Negara Anggota yang berpartisipasi dalam pilot project kedua sistem Sertifikasi Mandiri skema ATIGA.

        30.

        Invoice Declaration adalah pernyataan dari eksportir bersertifikat dalam skema MoU 2 ^nd SCPP yang menyatakan bahwa barang di dalam invoice dapat diberikan Tarif Preferensi.

        31.

        Instansi Penerbit Surat Keterangan Asal yang selanjutnya disebut Instansi Penerbit SKA adalah instansi pemerintah atau institusi yang ditunjuk pemerintah di Negara Anggota pengekspor yang diberi kewenangan untuk menerbitkan SKA Form D atas barang yang akan diekspor.

        32.

        Otoritas yang Berwenang adalah instansi pemerintah atau institusi yang ditunjuk pemerintah di Negara Anggota pengekspor yang diberi kewenangan untuk melakukan sertifikasi eksportir menjadi eksportir bersertifikat.

        33.

        Eksportir Bersertifikat ( Certified Exporter ) adalah eksportir yang telah disertifikasi oleh Otoritas yang Berwenang dan berhak untuk menerbitkan Deklarasi Asal Barang.

        34.

        Dokumen Pelengkap Pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap pemberitahan pabean, misalnya invoice , packing list , bill of lading / airway bill , manifest , dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan.

        35.

        Invoice dari Negara Ketiga yang selanjutnya disebut Third Country Invoice adalah invoice yang diterbitkan oleh perusahaan lain yang berlokasi di negara ketiga (baik Negara Anggota atau selain Negara Anggota) atau yang berlokasi di negara yang sama dengan negara tempat diterbitkannya SKA Form D atau DAB.

        36.

        Surat Keterangan Asal Back - to - Back dan/atau Deklarasi Asal Barang Back - to - Back yang selanjutnya disebut SKA Back - to - Back dan/atau DAB Back - to - Back adalah SKA Form D dan/atau DAB yang diterbitkan di Negara Anggota pengekspor kedua berdasarkan satu atau lebih SKA Form D dan/atau DAB yang diterbitkan di Negara Anggota pengekspor pertama.

        37.

        Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi adalah tanggal bill of lading untuk moda pengangkutan laut, tanggal airway bill untuk moda pengangkutan udara, atau tanggal dokumen pengangkutan darat untuk moda pengangkutan darat.

        38.

        Permintaan Retroactive Check adalah permintaan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai kepada Instansi Penerbit SKA dan/atau Otoritas yang Berwenang untuk mendapatkan informasi mengenai pemenuhan Ketentuan Asal Barang dan/atau keabsahan Bukti Asal Barang.

        39.

        Verification Visit adalah kegiatan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai di Negara Anggota penerbit Bukti Asal Barang untuk memperoleh data atau informasi mengenai pemenuhan Ketentuan Asal Barang dan/atau keabsahan Bukti Asal Barang.

        39a. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.

        40.

        Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

        41.

        Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.

        2.

        Ketentuan huruf d Pasal 6 diubah, sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai berikut:

        Thumbnail
        Tidak Berlaku
        HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG ANGGARAN
        199/PMK.02/2021

        Tata Cara Revisi Anggaran

        • Ditetapkan: 24 Des 2021
        • Diundangkan: 27 Des 2021

        Relevan terhadap

        Pasal 21Tutup
        (1)

        Revisi Anggaran terkait kegiatan/proyek yang bersumber dari hibah luar negeri dan/atau hibah dalam negeri dapat diikuti dengan perubahan rincian dan/atau perubahan Rupiah Murni Pendamping.

        (2)

        Dalam hal alokasi kegiatan/proyek yang bersumber dari hibah luar negeri dan/atau hibah dalam negeri tidak memerlukan lagi Rupiah Murni Pendamping, dana Rupiah Murni Pendamping yang telah dialokasikan untuk kegiatan/proyek dalam DIPA Tahun Anggaran berkenaan yang berlebih dapat digunakan/direalokasi untuk mendanai Rupiah Murni Pendamping pada kegiatan/proyek yang tercantum dalam DIPA Tahun Anggaran berkenaan.

        (3)

        Dalam hal seluruh kebutuhan Rupiah Murni Pendamping untuk kegiatan/proyek hibah luar negeri dan/atau hibah dalam negeri dalam DIPA Tahun Anggaran berkenaan telah terpenuhi, dana Rupiah Murni Pendamping yang berlebih dapat digunakan/direalokasi untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau pemulihan ekonomi nasional atas dampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

        Pasal 19Tutup
        (1)

        Revisi Anggaran terkait kegiatan/proyek yang bersumber dari pinjaman luar negeri dapat diikuti dengan perubahan rincian dan/atau perubahan Rupiah Murni Pendamping.

        (2)

        Dalam hal alokasi kegiatan/proyek yang bersumber dari pinjaman luar negeri tidak memerlukan lagi Rupiah Murni Pendamping, dana Rupiah Murni Pendamping yang telah dialokasikan untuk kegiatan/proyek dalam DIPA Tahun Anggaran berkenaan yang berlebih dapat digunakan/direalokasi untuk mendanai Rupiah Murni Pendamping pada kegiatan/proyek pinjaman luar negeri yang tercantum dalam DIPA Tahun Anggaran berkenaan.

        (3)

        Dalam hal seluruh kebutuhan Rupiah Murni Pendamping untuk kegiatan/proyek pinjaman luar negeri dalam DIPA Tahun Anggaran berkenaan telah terpenuhi, dana Rupiah Murni Pendamping yang berlebih dapat digunakan/direalokasi untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau pemulihan ekonomi nasional atas dampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

        (4)

        Dalam hal Revisi Anggaran terkait dengan lanjutan pelaksanaan kegiatan/proyek tahun lalu yang bersumber dari pinjaman luar negeri, usulan Revisi Anggaran dapat disertai dengan Revisi Anggaran terkait dengan lanjutan Rupiah Murni Pendamping dalam DIPA Tahun Anggaran sebelumnya yang tidak terserap untuk pembayaran uang muka kontrak kegiatan/proyek yang dibiayai dari pinjaman luar negeri sepanjang diatur dalam Undang- Undang mengenai APBN Tahun Anggaran berkenaan.

        (5)

        Revisi lanjutan Rupiah Murni Pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan dalam hal perjanjian pinjaman luar negeri ditandatangani paling lambat tanggal 31 Desember Tahun Anggaran sebelumnya.

        Pasal 6Tutup
        (1)

        Penetapan Revisi Anggaran merupakan kewenangan dari Direktorat Jenderal Anggaran, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, atau KPA.

        (2)

        Direktorat Jenderal Anggaran berwenang menetapkan usulan Revisi Anggaran yang memerlukan Penelaahan, dan/atau Revisi Anggaran berupa pengesahan.

        (3)

        Direktorat Jenderal Perbendaharaan berwenang menetapkan usulan Revisi Anggaran berupa pengesahan.

        (4)

        KPA berwenang menetapkan revisi Petunjuk Operasional Kegiatan berupa pergeseran anggaran dalam 1 (satu) KRO, 1 (satu) Kegiatan, dan 1 (satu) Satker, sepanjang tidak mengakibatkan perubahan volume RO, jenis belanja, dan sumber dana.

        (5)

        Penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan terhadap:

        a.

        Penerapan kebijakan efisiensi belanja negara, berupa penilaian atas relevansi antara Kegiatan, KRO, RO termasuk volumenya, dan akun dengan alokasi anggarannya.

        b.

        Penerapan kebijakan efektivitas belanja negara yang meliputi:

        1.

        relevansi akun/detail dengan RO berdasarkan pendekatan kerangka berpikir logis;

        2.

        relevansi antara KRO/RO dengan sasaran Kegiatan dan sasaran Program; dan

        3.

        kesesuaian pencapaian sasaran RKA-K/L dengan rencana kerja Kementerian/Lembaga, dan Rencana Kerja Pemerintah.

        (6)

        Revisi Anggaran berupa pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku untuk proses revisi antara lain:

        a.

        Penyediaan alokasi belanja modal atas pengadaan tanah dalam rangka proyek strategis nasional yang dilakukan oleh Lembaga Manajemen Aset Negara yang dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pendanaan pengadaan tanah bagi proyek strategis nasional oleh Lembaga Manajemen Aset Negara;

        b.

        Penyediaan alokasi anggaran pengeluaran pembiayaan dalam rangka pengesahan atas penggunaan dana cadangan investasi Pemerintah dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai investasi Pemerintah dalam rangka pemulihan ekonomi nasional;

        c.

        Perubahan anggaran pada DIPA Kementerian/Lembaga berupa pergeseran anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) ke bagian anggaran Kementerian/Lembaga beserta revisi administrasi berupa pencantuman pada catatan halaman IV.B DIPA;

        d.

        Revisi Anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Hibah (BA 999.02) dalam rangka pengesahan atas pemberian hibah kepada Pemerintah Asing/Lembaga Asing yang bersumber dari dana hasil kelolaan Lembaga Dana Kerja Sama Pembangunan Internasional; dan/atau

        e.

        Revisi administrasi berupa pembukaan blokir karena dokumen sebagai dasar pengalokasian anggaran telah dilengkapi.

        (7)

        Dalam hal usulan Revisi Anggaran memuat substansi yang meliputi kewenangan Direktorat Pelaksanaan Anggaran - Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan Kantor Wilayah - Direktorat Jenderal Perbendaharaan, proses penetapannya dilakukan oleh Direktorat Pelaksanaan Anggaran - Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

        (8)

        Dalam hal usulan Revisi Anggaran memuat substansi yang meliputi kewenangan Direktorat Jenderal Anggaran dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan, proses penetapannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Anggaran.

        (9)

        Rincian pembagian kewenangan penetapan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

        • 1
        • ...
        • 25
        • 26
        • 27
        • ...
        • 66