Tata Cara Pembayaran dan Pertanggungjawaban Anggaran Penelitian atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Standar Biaya Keluaran untuk Sub Keluaran Penelitian yang selanjutnya disingkat SBK SKP adalah besaran biaya yang ditetapkan dalam 1 (satu) tahun anggaran untuk menghasilkan sub keluaran penelitian yang anggarannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Penelitian adalah kegiatan yang dilaksanakan menurut metodologi ilmiah untuk memperoleh data dan informasi yang berkaitan dengan pemahaman tentang fenomena alam dan/atau sosial, pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis, dan penarikan kesimpulan ilmiah.
Pelaksana Penelitian adalah individu/kumpulan individu meliputi pegawai Aparatur Sipil Negara/non pegawai Aparatur Sipil Negara, kementerian/lembaga/perangkat daerah, perguruan tinggi, organisasi kemasyarakatan, dan/atau badan usaha.
Penelitian Berbasis SBK SKP adalah Penelitian yang pengalokasian anggarannya ditetapkan berdasarkan SBK SKP.
Komite Penilaian Proposal Penelitian adalah sekelompok orang yang ditetapkan oleh kuasa pengguna anggaran untuk menilai kelayakan proposal Penelitian.
Komite Penilaian Keluaran Penelitian adalah sekelompok orang yang ditetapkan oleh kuasa pengguna anggaran untuk menilai kelayakan proses Penelitian, hasil Penelitian, dan keluaran Penelitian.
Reviewer Proposal Penelitian adalah seseorang atau sekelompok orang yang memiliki kompetensi yang ditetapkan oleh kuasa pengguna anggaran untuk menilai kelayakan proposal Penelitian.
Reviewer Keluaran Penelitian adalah seseorang atau sekelompok orang yang memiliki kompetensi yang ditetapkan oleh kuasa pengguna anggaran untuk menilai kelayakan proses Penelitian, hasil Penelitian, dan keluaran Penelitian.
Hasil Penelitian adalah informasi yang diperoleh dari pelaksanaan Penelitian yang dapat berupa hasil analisis data, hasil pengujian hipotesis, hasil pembuktian, dan/atau konstruksi teori/konsep, hasil rancang bangun model, dan/atau perumusan rekomendasi.
Keluaran Penelitian adalah bentuk, rupa, atau kodifikasi hasil Penelitian.
Proposal Penelitian adalah dokumen rencana Penelitian yang paling sedikit memuat latar belakang, tujuan, metode, dan jadwal Penelitian.
Kontrak Penelitian adalah perjanjian tertulis antara pejabat pembuat komitmen dengan Pelaksana Penelitian atas penyelesaian seluruh pekerjaan Penelitian dan pencapaian Keluaran Penelitian yang telah ditetapkan.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari pengguna anggaran untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada kementerian negara/lembaga yang bersangkutan.
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan pengguna anggaran/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN.
Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disebut PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh pengguna anggaran/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disebut DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang digunakan sebagai acuan pengguna anggaran dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN.
Surat Permintaan Pembayaran Langsung yang selanjutnya disebut SPP-LS adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, dalam rangka pembayaran tagihan kepada penerima hak/bendahara pengeluaran.
Surat Perintah Membayar Langsung yang selanjutnya disebut SPM-LS adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA dalam rangka pembayaran tagihan kepada penerima hak/bendahara pengeluaran.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari Bendahara Umum Negara (BUN) untuk melaksanakan sebagian fungsi kuasa BUN.
Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja yang selanjutnya disingkat SPTB adalah pernyataan tanggung jawab belanja yang diterbitkan/dibuat oleh Pelaksana Penelitian atas transaksi belanja negara.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62 Tahun 2023 tentang Perencanaan Anggaran, Pelaksanaan Anggaran, serta Akuntansi dan Pelaporan Keuang ...
Relevan terhadap
kerja dan menurunkan pengangguran (04.02) dan penyediaan uang dan barang untuk pengangguran yang memasuki usia pensiun.
No. Uraian (1) Diisi nama Kementerian/Lembaga. (2) Diisi nama unit eselon I/II sebagai penanggung jawab Program. (3) Disi nama Program sesuai dengan dokumen Renja K/L. (4) Diisi dengan Sasaran Program yang akan dicapai dalam Program. (5) Diisi indikator Kinerja Program . (6) Diisi nama Kegiatan sesuai dengan dokumen Renja K/L. (7) Diisi Sasaran Kegiatan. (8) Diisi indikator Kinerja Kegiatan. (9) Diisi nama/nomenklatur Klasifikasi Rincian Output.
hal penting yang mempengaruhi RKA-K/L, namun tidak memberikan keyakinan bahwa auditor akan mengetahui semua hal penting yang akan terungkap melalui suatu audit.
Monitoring Kinerja dan Evaluasi Kinerja atas Penggunaan Dana Bendahara Umum Negara
Relevan terhadap
Analisis untuk Evaluasi Kinerja atas aspek manfaat dilakukan dengan mengikuti kaidah-kaidah penelitian yang baku dan disesuaikan dengan kebutuhan analisis serta sumber daya yang tersedia.
Desain analisis yang dapat digunakan untuk Evaluasi Kinerja atas aspek manfaat antara lain:
membandingkan kondisi pada kelompok masyarakat yang memperoleh manfaat dengan kelompok masyarakat yang tidak memperoleh manfaat (control group);
membandingkan manfaat yang diterima antar kelompok masyarakat (comparison group); atau
membandingkan kondisi sebelum dan sesudah memperoleh manfaat (pre-post). Paragraf 4 Penyusunan Rekomendasi
Tata Cara Pemberian Penjaminan Pemerintah Dalam Rangka Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah
Relevan terhadap
Terhadap permohonan Penjaminan Pemerintah yang disampaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dilakukan evaluasi oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam hal ini Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara dengan berkoordinasi dengan unit terkait lainnya di lingkungan Kementerian Keuangan.
Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara melakukan evaluasi atas permohonan Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersama dengan Badan Usaha Penjaminan.
Dalam melakukan evaluasi bersama dengan Badan Usaha Penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara dapat meminta konfirmasi kapasitas penjaminan Badan Usaha Penjaminan.
Badan Usaha Penjaminan menyampaikan konfirmasi atas kapasitas penjaminan Badan Usaha Penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah diterimanya permintaan konfirmasi dari Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara.
Evaluasi dilakukan sejak permohonan Penjaminan Pemerintah dan seluruh lampiran yang menjadi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3), telah diterima secara lengkap dan benar oleh Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara.
Evaluasi dilakukan dengan cara:
memeriksa kelengkapan dokumen beserta seluruh lampirannya;
memeriksa informasi terkait:
peruntukan Pinjaman; dan
kelayakan penugasan Penyelenggara CPP, c. melakukan verifikasi terhadap syarat dan ketentuan (terms and conditions ) di dalam rancangan perjanjian Pinjaman; dan
dalam hal Pinjaman diperuntukkan bagi kegiatan investasi, pemeriksaan dilakukan terhadap studi kelayakan yang terdiri atas:
aspek teknis sehubungan dengan dapat tidaknya kegiatan investasi dilaksanakan dari sisi teknis;
manfaat ekonomi dari kegiatan investasi, yang dicerminkan dari manfaat langsung maupun tidak langsung kegiatan investasi terhadap masyarakat dan/atau terhadap fiskal (APBN);
manfaat keuangan yang dicerminkan oleh penurunan biaya dan/atau peningkatan laba dari Pemohon Jaminan; dan
dokumen mengenai analisis dampak lingkungan dan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara mempertimbangkan Batas Maksimal Penjaminan.
Dalam rangka pelaksanaan evaluasi, Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara dapat meminta keterangan atau penjelasan dari Pemohon Jaminan.
Dalam rangka pelaksanaan evaluasi, Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara menggunakan pinjaman Pemerintah dan/atau pinjaman BUMN yang mendapatkan Penjaminan Pemerintah sebagai pembanding untuk menilai kewajaran syarat dan ketentuan (terms and conditions ) Pinjaman yang dijamin.
Syarat dan ketentuan (terms and conditions ) yang diperbandingkan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) meliputi:
harga ( pricing ) Pinjaman;
jangka waktu Pinjaman; dan
syarat dan ketentuan (terms and conditions ) Pinjaman lainnya.
Hasil evaluasi atas permohonan Penjaminan Pemerintah dituangkan dalam berita acara evaluasi dan dilaporkan kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (11), Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko menyampaikan rekomendasi kepada Menteri untuk dapat memberikan persetujuan atau penolakan atas:
syarat dan ketentuan (terms and conditions ) perjanjian Pinjaman; dan
usulan pihak yang akan melakukan penjaminan.
Usulan pihak yang akan melakukan penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (12) huruf b terdiri atas:
Pemerintah;
Pemerintah bersama dengan Badan Usaha Penjaminan; atau
Badan Usaha Penjaminan.
Dalam hal Pinjaman yang diajukan oleh Penyelenggara CPP diberikan subsidi, tingkat suku bunga yang dikenakan oleh Pemberi Pinjaman sebelum diberikan subsidi merupakan tingkat suku bunga yang telah disetujui oleh Pemerintah berdasarkan persetujuan syarat dan ketentuan (terms and conditions ) Pinjaman.
Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional di Bidang Keuangan Negara
Tata Cara Penilaian untuk Tujuan Perpajakan
Relevan terhadap
Nilai harta berwujud, harta tidak berwujud, dan bisnis yang diperoleh dari Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) meliputi:
nilai imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan beserta penjelasannya yang berkaitan dengan harta berwujud dan harta tidak berwujud;
penghasilan dari transaksi pengalihan harta atas tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estat, dan persewaan tanah dan/atau bangunan yang dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d Undang-Undang Pajak Penghasilan;
harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang dipengaruhi hubungan istimewa yaitu jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan;
nilai perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar harta yaitu jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (2) Undang- Undang Pajak Penghasilan;
nilai perolehan atau pengalihan harta dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha yaitu jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan;
dasar pengalihan harta yaitu nilai sisa buku atau nilai yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak atau nilai pasar dari harta sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang Pajak Penghasilan;
harga perolehan atau nilai sisa buku harta berwujud yang mempengaruhi besarnya biaya penyusutan sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Pajak Penghasilan;
harga perolehan atau nilai sisa buku harta tak berwujud yang mempengaruhi besarnya biaya amortisasi sebagaimana diatur dalam Pasal 11A Undang-Undang Pajak Penghasilan;
nilai untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta utang sebagai modal sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan;
harga transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dalam melakukan perjanjian dengan Wajib Pajak dan bekerja sama dengan pihak otoritas pajak negara lain sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (3a) Undang-Undang Pajak Penghasilan;
nilai wajar aktiva apabila terjadi ketidaksesuaian unsur biaya dengan penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang Pajak Penghasilan dan Peraturan Menteri yang mengatur mengenai penilaian kembali aktiva tetap untuk tujuan perpajakan;
harga pasar wajar untuk barang kena pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan sebagaimana diatur dalam Pasal 1A ayat (1) huruf e Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
harga jual atau penggantian yang dihitung berdasarkan harga pasar wajar dalam hal dipengaruhi oleh hubungan istimewa sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
nilai kegiatan membangun sendiri sebesar jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun sendiri sebagai dasar pengenaan pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 16C Undang- Undang Pajak Pertambahan Nilai;
harga pasar atas penyerahan barang kena pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh pengusaha kena pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 16D Undang- Undang Pajak Pertambahan Nilai;
harga limit untuk penjualan barang sitaan secara lelang sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa;
nilai barang yang disita sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa; dan
harga jual untuk barang sitaan yang penjualannya dikecualikan dari penjualan secara lelang sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (2) Undang- Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dan Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai tata cara penjualan barang sitaan yang dikecualikan dari penjualan secara lelang.
Hasil Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai:
dasar penghitungan pajak terutang dalam analisis atau penelitian pemenuhan kewajiban perpajakan saat dilakukan pengawasan;
dasar penghitungan pajak terutang dalam pengujian pemenuhan kewajiban perpajakan saat dilakukan pemeriksaan;
dasar penentuan harga transfer yang wajar dalam analisis dan penentuan posisi runding saat dilakukan prosedur persetujuan bersama;
dasar penentuan harga transfer yang wajar dalam analisis dan penentuan posisi runding saat dilakukan kesepakatan harga transfer;
dasar penghitungan pajak terutang dalam keputusan pada penyelesaian keberatan;
dasar penghitungan pajak terutang dalam keputusan pada penyelesaian permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak;
dasar penentuan nilai jaminan aset berwujud, nilai barang yang disita, harga limit, dan harga jual untuk barang sitaan yang penjualannya dikecualikan dari penjualan secara lelang saat dilakukan penagihan;
dasar penghitungan kerugian pada pendapatan negara pada saat dilakukan pemeriksaan bukti permulaan; dan
dasar penghitungan dan pemulihan kerugian pada pendapatan negara pada saat dilakukan penyidikan.
Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Negara
Relevan terhadap
Perubahan RKBMN dilakukan dalam hal:
terdapat rencana revisi anggaran yang berdampak pada perubahan kebutuhan pengadaan dan/atau pemeliharaan BMN;
terdapat perubahan organisasi yang berdampak pada perubahan kebutuhan pengadaan dan/atau pemeliharaan BMN berdasarkan persetujuan menteri yang mempunyai tugas di bidang aparatur negara dan reformasi birokrasi, namun dokumen persetujuannya diterima setelah batas waktu penyampaian usulan RKBMN kepada Pengelola Barang atau setelah penetapan RKBMN Hasil Penelaahan sebelum tahun pelaksanaan RKBMN; atau c. terdapat perubahan mekanisme pemenuhan kebutuhan pengadaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, dan penghapusan BMN.
Perubahan RKBMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diusulkan oleh Pengguna Barang kepada Pengelola Barang sebelum dilakukan revisi anggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang penganggaran.
Perubahan RKBMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c diusulkan oleh Pengguna Barang kepada Pengelola Barang pada periode setelah penetapan RKBMN Hasil Penelaahan sampai dengan tahun pelaksanaan RKBMN.
Perubahan RKBMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b diusulkan oleh Pengguna Barang dengan mempertimbangkan ketersediaan dan waktu pelaksanaan anggaran.
Perubahan RKBMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diusulkan oleh Pengguna Barang dengan mempertimbangkan analisis biaya manfaat, prinsip efisiensi dan efektivitas serta keberlangsungan penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga.
Dukungan Pengembangan Panas Bumi Melalui Penggunaan Dana Pembiayaan Infrastruktur Sektor Panas Bumi pada Perusahaan Perseroan (Persero) PT Sarana Mult ...
Relevan terhadap
Pelaksanaan penugasan Dukungan Eksplorasi yang didasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dituangkan dalam Perjanjian Dukungan Eksplorasi.
Perjanjian Dukungan Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh:
Direktur Jenderal;
direktur jenderal pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang melaksanakan tugas dan bertanggung jawab atas perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan Panas Bumi;
kepala badan pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang melaksanakan tugas menyelenggarakan penelitian, penyelidikan, dan pelayanan di bidang Panas Bumi;
Direksi PT SMI; dan
Direksi PT GDE.
Perjanjian Dukungan Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat komitmen Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral mengenai paling kurang:
pelaksanaan Pelelangan Wilayah Kerja dengan menggunakan Data dan Informasi Panas Bumi yang telah dinyatakan layak oleh pihak independen;
pembahasan dengan Komite Bersama mengenai jadwal pelaksanaan Pelelangan Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam huruf a, yang dilakukan:
paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah hasil asesmen pihak independen menyatakan bahwa Data dan Informasi Panas Bumi memiliki kelayakan;
paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah Data dan Informasi Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam huruf a telah diserahkan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral; dan/atau
pada waktu lainnya yang ditentukan oleh Komite Bersama;
pelaksanaan koordinasi penyusunan dokumen lelang dengan Komite Bersama dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero);
dalam dokumen lelang sebagaimana dimaksud dalam huruf c, dicantumkan hal sebagai berikut:
jumlah Kompensasi Penugasan Dukungan Eksplorasi yang dibebankan kepada Badan Usaha Penerima Manfaat Dukungan Eksplorasi;
kewajiban Badan Usaha Penerima Manfaat Dukungan Eksplorasi untuk membayar jumlah Kompensasi Penugasan Dukungan Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 kepada PT SMI; dan
kewajiban Badan Usaha Penerima Manfaat Dukungan Eksplorasi untuk menandatangani Perjanjian Pembayaran Kompensasi Penugasan Dukungan Eksplorasi dengan PT SMI;
pemberian sanksi atas kegagalan atau kelalaian dalam melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam huruf d berupa penundaan penerbitan Izin Panas Bumi kepada Badan Usaha Penerima Manfaat Dukungan Eksplorasi dan/atau bentuk sanksi lainnya yang dapat diberikan berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang Panas Bumi; dan
kewajiban pembayaran harga Data dan Informasi Panas Bumi sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan mengenai Panas Bumi kepada Badan Usaha Penerima Manfaat Dukungan Eksplorasi, kecuali atas persetujuan terlebih dahulu dari Menteri setelah mendengar masukan, pertimbangan dan/atau rekomendasi dari Komite Bersama.
Perjanjian Dukungan Eksplorasi harus melampirkan rencana kerja dan anggaran biaya dalam rangka pelaksanaan Dukungan Eksplorasi yang telah disetujui oleh Komite Bersama.
Perjanjian Dukungan Eksplorasi memuat ketentuan mengenai:
status dan perlakuan aset selain Data dan Informasi Panas Bumi dari pelaksanaan Dukungan Eksplorasi oleh PT GDE; dan
tata cara penyerahan atas aset sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, kementerian, lembaga dan/atau pihak lain yang berhak atas aset tersebut.
Penugasan Dukungan Eksplorasi berlaku sejak tanggal penandatanganan Perjanjian Dukungan Eksplorasi atau tanggal lainnya yang ditetapkan dalam perjanjian tersebut sampai dengan:
tanggal penghentian Perjanjian Dukungan Eksplorasi, dalam hal terjadi risiko eksplorasi/risiko politik atau tanggal lainnya, yang seluruhnya ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan rekomendasi Komite Bersama; atau b. tanggal penyerahan Data dan Informasi Panas Bumi oleh Menteri kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.
Perjanjian Dukungan Eksplorasi yang telah ditandatangani, termasuk rencana kerja dan anggaran biaya yang dilampirkan dalam perjanjian tersebut, dapat diubah berdasarkan persetujuan dari Komite Bersama.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Dana Pembiayaan Infrastruktur Sektor Panas Bumi yang selanjutnya disebut Dana PISP adalah kerangka pendanaan yang dibentuk secara khusus oleh Menteri Keuangan sebagai sarana untuk mendukung terselenggaranya penyediaan infrastruktur sektor panas bumi.
Panas Bumi adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air, serta batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem panas bumi sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang Panas Bumi.
Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Badan Usaha Milik Negara.
BUMN Panas Bumi adalah BUMN yang didirikan dengan tujuan untuk melakukan pengusahaan Panas Bumi untuk pemanfaatan tidak langsung.
Badan Usaha Panas Bumi adalah badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan hukum Republik Indonesia dengan tujuan untuk melakukan pengusahaan Panas Bumi untuk pemanfaatan tidak langsung.
Badan Usaha Penerima Manfaat Dukungan Eksplorasi adalah pemenang lelang dan/atau Badan Usaha Panas Bumi yang didirikan oleh pemenang lelang, yang mendapatkan manfaat berupa ketersediaan data dan informasi Panas Bumi yang kredibel dari pelaksanaan penyediaan dukungan eksplorasi.
Dana Awal adalah dana penyertaan modal negara yang berasal dari fasilitas dana Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 232/PMK.06/2015 tentang Pelaksanaan Pengalihan Investasi Pemerintah dalam Pusat Investasi Pemerintah Menjadi Penyertaan Modal Negara pada Perusahaan Perseroan (Persero) PT Sarana Multi Infrastruktur.
Data dan Informasi Panas Bumi adalah semua fakta, petunjuk, indikasi dan informasi terkait Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan di bidang Panas Bumi.
Debitur Publik adalah BUMN Panas Bumi, BUMN di bidang energi dan/atau Badan Usaha Panas Bumi yang seluruh atau mayoritas sahamnya dimiliki oleh BUMN Panas Bumi atau BUMN di bidang energi.
Debitur Swasta adalah Badan Usaha Panas Bumi yang bukan merupakan Debitur Publik.
Dukungan Pengembangan Panas Bumi adalah salah satu bentuk fasilitas yang disediakan oleh Menteri Keuangan untuk memitigasi risiko ( de-risking facility ) yang menghambat partisipasi badan usaha dalam penyediaan infrastruktur sektor Panas Bumi.
Eksplorasi adalah rangkaian kegiatan yang meliputi penyelidikan geologi, geofisika, geokimia, pengeboran uji, dan pengeboran sumur eksplorasi yang bertujuan untuk memperoleh informasi geologi bawah permukaan guna menemukan dan mendapatkan perkiraan cadangan panas bumi sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang Panas Bumi.
Dukungan Eksplorasi adalah Dukungan Pengembangan Panas Bumi yang disediakan dalam rangka mendapatkan Data dan Informasi Panas Bumi yang diperlukan untuk penyiapan dan pelelangan wilayah kerja.
Izin Panas Bumi adalah izin untuk melakukan pengusahaan Panas Bumi untuk pemanfaatan tidak langsung pada wilayah kerja tertentu sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang Panas Bumi.
Wilayah Kerja Panas Bumi yang selanjutnya disebut Wilayah Kerja adalah wilayah dengan batas-batas koordinat tertentu yang digunakan untuk pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan di bidang Panas Bumi.
Pelelangan Wilayah Kerja adalah metode penawaran Wilayah Kerja untuk mendapatkan Pemenang Lelang sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan di bidang Panas Bumi yang dilakukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dengan menggunakan Data dan Informasi Panas Bumi yang dihasilkan dari pelaksanaan Dukungan Eksplorasi yang telah dinyatakan layak oleh pihak independen.
Pemenang Lelang adalah pihak yang ditetapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral sebagai pemenang dari Pelelangan Wilayah Kerja sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang Panas Bumi.
Kegagalan Lelang adalah kondisi ketika Pelelangan Wilayah Kerja tidak dapat dilaksanakan atau tidak dapat menghasilkan badan usaha Pemenang Lelang yang bukan merupakan akibat dari ketidaklayakan Data dan Informasi Panas Bumi yang dihasilkan dari Dukungan Eksplorasi.
Kerja Sama Pendanaan adalah kerja sama dalam rangka penyediaan Dana PISP untuk membiayai penyediaan dan pelaksanaan Dukungan Pengembangan Panas Bumi.
Kompensasi Penugasan Dukungan Eksplorasi adalah kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan mengenai penugasan khusus BUMN dalam peraturan perundang-undangan mengenai BUMN, untuk pelaksanaan Penugasan Dukungan Eksplorasi.
Kompensasi Penugasan Pembiayaan Eksplorasi adalah kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan mengenai penugasan khusus BUMN dalam peraturan perundang-undangan mengenai BUMN, untuk pelaksanaan Penugasan Pembiayaan Eksplorasi.
Pemanfaatan Tidak Langsung adalah kegiatan pengusahaan pemanfaatan Panas Bumi dengan melalui proses pengubahan energi panas dan/atau fluida menjadi energi listrik sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang Panas Bumi.
Penanggungan Risiko adalah penanggungan atas seluruh atau sebagian dari dampak terjadinya risiko terhadap kinerja dan/atau kesinambungan Dana PISP dan/atau PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero), yang berfungsi sebagai sarana pemulihan terhadap Dana PISP yang telah digunakan.
Penugasan Dukungan Eksplorasi adalah penugasan khusus sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai BUMN untuk menyediakan dan melaksanakan Dukungan Eksplorasi.
Penugasan Pembiayaan Eksplorasi adalah penugasan khusus sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai BUMN untuk menyediakan Pembiayaan Eksplorasi.
Perjanjian Dukungan Eksplorasi adalah perjanjian yang dibuat dalam rangka pelaksanaan Penugasan Dukungan Eksplorasi.
Perjanjian Kerja Sama Pendanaan adalah perjanjian yang dibuat dalam rangka pelaksanaan Kerja Sama Pendanaan.
Perjanjian Pembiayaan Eksplorasi adalah perjanjian yang dibuat dalam rangka pelaksanaan Penugasan Pembiayaan Eksplorasi.
Perjanjian Pembayaran Kompensasi Penugasan Dukungan Eksplorasi adalah perjanjian yang dibuat dalam rangka pelaksanaan pembayaran Kompensasi Penugasan Dukungan Eksplorasi.
Perjanjian Penanggungan Risiko adalah perjanjian yang dibuat dalam rangka melaksanakan Penanggungan Risiko.
Perusahaan Perseroan (Persero) PT Sarana Multi Infrastruktur yang selanjutnya disebut PT SMI adalah BUMN yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2007 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Pembiayaan Infrastruktur sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2007 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Pembiayaan Infrastruktur.
Perusahaan Perseroan (Persero) PT Geo Dipa Energi yang selanjutnya disebut PT GDE adalah BUMN yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2011 tentang Penetapan PT Geo Dipa Energi sebagai Perusahaan Perseroan (Persero) PT Geo Dipa Energi.
Perusahaan Perseroan (Persero) PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia yang selanjutnya disebut PT PII adalah BUMN yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2009 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Penjaminan Infrastruktur sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2009 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Penjaminan Infrastruktur.
Pembiayaan Eksplorasi adalah Dukungan Pengembangan Panas Bumi berupa pemberian pinjaman dan/atau bentuk pembiayaan lainnya dalam rangka penyiapan studi kelayakan.
Studi Kelayakan adalah kajian untuk memperoleh informasi secara terperinci terhadap seluruh aspek yang berkaitan untuk menentukan kelayakan teknis, ekonomis, dan lingkungan atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan Pemanfaatan Tidak Langsung yang diusulkan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang Panas Bumi.
Survei Pendahuluan adalah kegiatan yang meliputi pengumpulan, analisis dan penyajian data yang berhubungan dengan informasi kondisi geologi, geofisika dan geokimia, serta survei landaian suhu apabila diperlukan, untuk memperkirakan letak serta ada atau tidaknya sumber daya Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang Panas Bumi.
Wilayah Terbuka Panas Bumi yang selanjutnya disebut Wilayah Terbuka adalah wilayah yang diduga memiliki potensi Panas Bumi di luar batas-batas koordinat Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang Panas Bumi.
Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal adalah pejabat pimpinan tinggi madya di lingkungan Kementerian Keuangan yang menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan pembiayaan dan risiko keuangan negara.
Komite Bersama adalah komite yang dibentuk oleh Menteri untuk menunjang kelancaran pengelolaan Dana PISP dan/atau penyediaan Dukungan Pengembangan Panas Bumi.
Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara
Relevan terhadap
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENCABUTAN PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA………(3) UNTUK PENDIRIAN DAN/ATAU PEMINDAHAN KANTOR PUSAT DAN/ATAU KANTOR REGIONAL KESATU : Mencabut keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional dari: Wajib Pajak :
..……………………….. (3) NPWP :
..……………………….. (8) lokasi U usaha :
..……………………….. (9) Surat Keputusan : Keputusan Menteri Keuangan nomor………… (6) tanggal...…….. (7) Dengan pertimbangan: mulai merealisasikan pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional di Ibu Kota Nusantara melewati jangka waktu 1 (satu) tahun sejak diterbitkannya keputusan persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan; tidak memiliki minimal 2 (dua) unit afiliasi dan/atau entitas usaha yang terkait di luar Indonesia bagi subjek pajak luar negeri; tidak lagi melakukan kegiatan sebagai kantor pusat dan/atau kantor regional di Ibu Kota Nusantara; tidak menyampaikan laporan realisasi Penanaman Modal atau laporan realisasi kegiatan usaha setelah diberikan 2 (dua) kali teguran tertulis; memindahkan kantor pusat dan/atau kantor regional ke luar Ibu Kota Nusantara selama jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; dan/atau membubarkan atau memindahkan kegiatan usaha dari Wajib Pajak dan/atau grup usaha Wajib Pajak yang berada di luar Ibu Kota Nusantara ke Ibu Kota Nusantara. KEDUA : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:
Menteri Keuangan;
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal;
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara;
Kepala Badan Kebijakan Fiskal;
Direktur Jenderal Pajak;
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak………(10) 7. Kepala Kantor Pelayanan Pajak...……….. (11); dan
Wajib Pajak yang bersangkutan. Ditetapkan di...……….. (12) pada tanggal...……….. (13) a.n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, KEPALA KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK...……….. (14) ………….. (15) PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT KEPUTUSAN PENCABUTAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN UNTUK PENDIRIAN DAN/ATAU PEMINDAHAN KANTOR PUSAT DAN/ATAU KANTOR REGIONAL Nomor (1) : Diisi dengan nomor surat keputusan. Nomor (2) : Diisi dengan dasar menimbang pencabutan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional berupa:
permohonan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; atau
hasil pengawasan kepatuhan. Nomor (3) : Diisi dengan nama Wajib Pajak. Nomor (4) : Diisi dengan nomor Laporan Hasil Pemeriksaan. Nomor (5) : Diisi dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. Nomor (6) : Diisi dengan nomor surat keputusan Persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan yang dilakukan pencabutan. Nomor (7) : Diisi dengan tanggal surat keputusan persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan yang dilakukan pencabutan. Nomor (8) : Diisi dengan NPWP Wajib Pajak. Nomor (9) : Diisi dengan lokasi usaha/proyek yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional. Nomor (10) : Diisi dengan nama Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak terdaftar. Nomor (11) : Diisi dengan nama Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak terdaftar. Nomor (12) Diisi dengan tempat penetapan surat keputusan. Nomor (13) : Diisi dengan tanggal penetapan surat keputusan. Nomor (14) : Diisi dengan nama Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Ibu Kota Nusantara. Nomor (15) : Diisi dengan nama jelas pejabat penanda tangan surat keputusan. AA. CONTOH PENGHITUNGAN TAMBAHAN PENGURANGAN PENGHASILAN BRUTO ATAS KEGIATAN PRAKTIK KERJA, PEMAGANGAN, DAN/ATAU PEMBELAJARAN 1. PT DEF merupakan Wajib Pajak yang bertempat kedudukan di Ibu Kota Nusantara, melakukan kegiatan praktik kerja dan pemagangan di tempat kegiatan usaha Wajib Pajak yang berada di Ibu Kota Nusantara dengan peserta siswa-siswi dari Sekolah Menengah Kejuruan OPQ di Ibu Kota Nusantara. Kegiatan praktik kerja dan pemagangan telah dilakukan. Adapun laporan keuangan fiskal Wajib Pajak sebagai berikut: Penghasilan bruto : Rp 500.000.000,00 Biaya non-praktik kerja dan pemagangan : Rp (400.000.000,00) Biaya praktik kerja dan pemagangan : Rp (20.000.000,00) Penghasilan (rugi) neto sebelum fasilitas : Rp 80.000.000,00 Tambahan pengurangan penghasilan bruto : Rp (30.000.000,00) Penghasilan Kena Pajak : Rp 50.000.000,00 Dari laporan keuangan PT DEF diketahui biaya praktik kerja dan pemagangan yang dapat dibebankan berdasarkan penghitungan Wajib Pajak sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). Setelah dikurangkan dengan biaya praktik kerja dan pemagangan PT DEF masih memiliki penghasilan neto. Dengan demikian, tambahan pengurangan penghasilan bruto yang dapat dimanfaatkan PT DEF adalah sebesar Rp30.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) (150% x biaya praktik kerja dan pemagangan).
PT XYZ merupakan Wajib Pajak yang bertempat kedudukan di Surabaya mendapatkan fasilitas tax allowance . Pada tahun 2024, besaran fasilitas pengurangan penghasilan neto sebagai salah satu bentuk fasilitas tax allowance adalah sebesar Rp50.000.000,00. Selain mendapatkan fasilitas tax allowance , pada tahun 2024 PT XYZ melakukan kegiatan praktik kerja di tempat kegiatan usaha Wajib Pajak yang berada di Ibu Kota Nusantara dengan peserta siswa-siswi dari Sekolah Menengah Kejuruan OPQ di Ibu Kota Nusantara dan memenuhi ketentuan untuk mendapatkan fasilitas ini. Rincian penghasilan bruto, biaya, dan pemanfaatan fasilitas tax allowance adalah sebagai berikut: Penghasilan bruto : Rp 500.000.000,00) Biaya non-praktik kerja : Rp (370.000.000,00) Biaya praktik kerja : Rp (20.000.000,00) Penghasilan (rugi) neto sebelum fasilitas : Rp 110.000.000,00 Tax Allowance : Rp (50.000.000,00) Tambahan pengurangan penghasilan bruto : Rp (30.000.000,00) Penghasilan Kena Pajak : Rp 30.000.000,00) Dari laporan keuangan PT XYZ diketahui biaya praktik kerja yang dapat dibebankan berdasarkan penghitungan Wajib Pajak sebesar Rp20.000.000,00. Dengan demikian, tambahan pengurangan penghasilan bruto yang dapat dimanfaatkan PT XYZ adalah sebesar Rp30.000.000,00 (150% x biaya praktik kerja). BB. FORMAT SURAT PENYAMPAIAN LAPORAN BIAYA DAN LAPORAN RINCIAN BIAYA KEGIATAN PRAKTIK KERJA, PEMAGANGAN, DAN/ ATAU PEMBELAJARAN UNTUK PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA BERBASIS KOMPETENSI TERTENTU I. CONTOH FORMAT SURAT PENYAMPAIAN LAPORAN BIAYA Nomor :
..……. (1) Perihal : Laporan biaya kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran untuk pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi tertentu Tahun Pajak.... (2) Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak... (3) Memenuhi ketentuan dalam Pasal 87 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara, terlampir kami sampaikan laporan biaya kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran untuk pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi tertentu untuk Tahun Pajak... (2). Demikian disampaikan. ………….………….. (4) Pengurus/Kuasa, Cap Perusahaan dan Tandatangan Nama Jelas :
..……… (5) Jabatan :
..……… (6) PETUNJUK PENGISIAN SURAT PENYAMPAIAN LAPORAN BIAYA KEGIATAN PRAKTIK KERJA, PEMAGANGAN, DAN/ATAU PEMBELAJARAN UNTUK PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA BERBASIS KOMPETENSI TERTENTU Nomor (1) : Diisi dengan nomor surat penyampaian laporan biaya. Nomor (2) : Diisi dengan Tahun Pajak dilaksanakannya kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran untuk pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi tertentu. Nomor (3) : Diisi dengan nama Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. Nomor (4) : Diisi dengan tempat dan tanggal surat. Nomor (5) : Diisi dengan nama lengkap pengurus yang menandatangani surat. Nomor (6) : Diisi dengan jabatan pengurus yang menandatangani surat. II. CONTOH FORMAT LAPORAN RINCIAN BIAYA 1. Biaya Penyediaan Fasilitas Fisik Khusus Berupa Tempat Pelatihan untuk Keperluan Pelaksanaan Praktik Kerja dan/atau Pemagangan. Komersial Fiskal (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) I HARTA BERWUJUD I.1 Kelompok 1 I.1.a...…………….. I.1.a...…………….. I.2 Kelompok 2 I.2.a...…………….. I.2.b...…………….. I.3 Kelompok 3 I.4 Kelompok 4 II KELOMPOK BANGUNAN II.1 Permanen...……………. II.2 Tidak Permanen...……………. … (12)... (13) III HARTA TAK BERWUJUD III.1 Kelompok 1 III.2 Kelompok 2 III.3 Kelompok 3 III.4 Kelompok 4 III.5 Kelompok Lain-Lain … (14)... (15) … (16)... (17) TOTAL Sub Total Sub Total Kode Bulan/Tahun Perolehan Harga Perolehan (Rp) Nilai Sisa Buku Fiskal Awal Tahun (Rp) Penyusutan/ Amortisasi Fiskal Tahun ini Metode Penyusutan/ Amortisasi Jumlah Hari Pemakaian dalam Setahun Tambahan Penyusutan/Amortisasi Fiskal Tahun Ini setelah diproporsionalkan Biaya Tambahan Pengurangan Penghasilan Bruto Nomor Perjanjian Kerjasama Kelompok/Jenis Harta 2. Biaya Instruktur atau Pengajar sebagai Tenaga Pembimbing Praktik Kerja, Pemagangan, dan/atau Pembelajaran. No Nama Instruktur atau pengajar sebagai tenaga pembimbing NPWP Biaya (Rp) Nomor Perjanjian Kerja Sama (18) (19) (20) (21) (22) 1 2 … Total biaya instruktur atau pengajar sebagai tenaga pembimbing praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran … (23) 3. Biaya Honorarium, Penggantian Biaya atau Pembayaran Sejenis yang Diberikan kepada Peserta Praktik Kerja dan/atau Pemagangan. No Nama penerima honorarium, penggantian biaya, atau sejenisnya NPWP Biaya (Rp) Nomor Perjanjian Kerja Sama (24) (25) (26) (27) (28) 1 2 … Total biaya honorarium, penggantian biaya, atau pembayaran sejenis yang diberikan kepada peserta praktik kerja dan/atau pemagangan … (29) 4. Biaya Barang dan/atau Bahan untuk Keperluan Pelaksanaan Praktik Kerja, Pemagangan, dan/atau Pembelajaran. No. Uraian bahan dan/atau barang untuk keperluan pelaksanaan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran Jumlah Biaya Jumlah Biaya yang dapat dikurangkan Nomor Perjanjian Kerja Sama (30) (31) (32) (33) (34) 1 2 … Total Biaya... (35) (36) 5. Biaya Sertifikasi serta Biaya Listrik, Air, Bahan Bakar, Biaya Pemeliharaan, dan Biaya terkait lainnya untuk Keperluan Pelaksanaan Praktik Kerja dan/atau Pemagangan. No. Jenis Biaya Biaya sertifikasi serta biaya listrik, air, bahan bakar, dan biaya pemeliharaan Proporsional Pemakaian Biaya sertifikasi serta biaya listrik, air, bahan bakar (setelah diproporsionalkan) dan biaya pemeliharaan Nomor Perjanjian Kerja Sama (37) (38) (39) (40) 1. Biaya Sertifikasi 2. Listrik 3. Air 4. Bahan Bakar 5. Biaya Pemeliharaan 6. Biaya Lain-lain Total Biaya... (41)... (42) 6. Rekapitulasi Biaya dalam Penghitungan Pajak Penghasilan Badan yang Menyelenggarakan Kegiatan Praktik Kerja, Pemagangan, dan/atau Pembelajaran untuk Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi Tertentu No. Uraian Biaya yang sesungguhnya dikeluarkan Tambahan Pengurangan Penghasilan Bruto 1. Biaya penyediaan fasilitas fisik khusus berupa workshop atau tempat pelatihan sejenis lainnya terkait praktik kerja dan/atau pemagangan … (43)... (44) 2. Biaya instruktur atau pengajar sebagai tenaga pembimbing pelaksanaan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran... (45)... (46) 3. Barang dan/atau bahan untuk keperluan pelaksanaan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran... (47)... (48) 4. Honorarium, penggantian biaya, atau pembayaran sejenis yang diberikan kepada peserta praktik kerja dan/atau pemagangan... (49)... (50) 5. Biaya sertifikasi serta biaya listrik, air, dan bahan bakar untuk keperluan pelaksanaan praktik kerja dan/atau pemagangan... (51)... (52) Total... (53)... (54) PETUNJUK PENGISIAN LAPORAN BIAYA KEGIATAN PRAKTIK KERJA, PEMAGANGAN, DAN/ATAU PEMBELAJARAN UNTUK PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA BERBASIS KOMPETENSI TERTENTU Nomor 1 : Diisi dengan kode sesuai dengan urutan. Nomor 2 : Diisi per jenis harta berwujud/tidak berwujud yang dimiliki dan dipergunakan Wajib Pajak untuk kegiatan pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi yang dapat disusutkan/diamortisasi. Nomor 3 : Diisi dengan bulan dan tahun perolehan harta berwujud/tidak berwujud yang dimiliki dan dipergunakan Wajib Pajak untuk kegiatan pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi yang dapat disusutkan/diamortisasi. Nomor 4 : Diisi dengan harga perolehan harta berwujud/tidak berwujud yang dimiliki dan dipergunakan Wajib Pajak untuk kegiatan pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi yang dapat disusutkan/diamortisasi. Nomor 5 : Diisi dengan nilai sisa buku fiskal pada awal Tahun Pajak harta berwujud/tidak berwujud yang dimiliki dan dipergunakan Wajib Pajak untuk kegiatan pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi yang dapat disusutkan/diamortisasi. Nomor 6 : Diisi dengan kode metode penyusutan/amortisasi komersial harta berwujud/tidak berwujud sebagai berikut: GL : Garis Lurus JAT : Jumlah Angka Tahun SM : Saldo Menurun SMG : Saldo Menurun Ganda JJJ : Jumlah Jam Jasa JSP : Jumlah Satuan Produksi ML : Metode Lainnya Nomor 7 : Diisi dengan kode metode penyusutan/amortisasi fiskal harta berwujud/tidak berwujud sebagai berikut: GL : Garis Lurus SM : Saldo Menurun JSP : Jumlah Satuan Produksi (Amortisasi Fiskal) Nomor 8 : Diisi dengan biaya penyusutan/amortisasi fiskal Tahun Pajak pelaporan atas harta berwujud/tidak berwujud yang dimiliki dan dipergunakan Wajib Pajak untuk kegiatan pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi yang dapat disusutkan/diamortisasi. Nomor 9 : Diisi dengan jumlah pemakaian hari harta berwujud/tidak berwujud dalam setahun. Contoh : Mesin A ( teaching factory ) dalam setahun digunakan untuk kegiatan praktik kerja selama 200 (dua ratus) hari. Penulisan dalam laporan : 200/365. Nomor 10 : Diisi dengan tambahan pengurangan penghasilan bruto atas biaya penyusutan/amortisasi harta berwujud/tidak berwujud Tahun Pajak pelaporan setelah diproporsionalkan dengan jumlah hari pemakaian dalam setahun. Contoh : Mesin A (sebagaimana dimaksud dalam angka 9), biaya penyusutan Tahun Pajak pelaporan adalah Rp1.000.000,00. Proporsional biaya penyusutan (Tambahan pengurangan penghasilan bruto) : (200/365)xRp1.000.000 = Rp547.945 Nomor 11 : Diisi dengan nomor Perjanjian Kerja Sama yang berkaitan dengan penggunaan harta berwujud/tidak berwujud dimaksud. Nomor 12 : Diisi dengan jumlah total biaya penyusutan fiskal Tahun Pajak pelaporan atas harta berwujud sebagaimana dimaksud dalam angka 8. Nomor 13 : Diisi dengan jumlah total tambahan pengurangan penghasilan bruto atas biaya penyusutan harta berwujud sebagaimana dimaksud dalam Angka 10. Nomor 14 : Diisi dengan jumlah total biaya amortisasi fiskal Tahun Pajak pelaporan atas harta tidak berwujud sebagaimana dimaksud dalam angka 8. Nomor 15 : Diisi dengan jumlah total tambahan pengurangan penghasilan bruto atas biaya amortisasi harta tidak berwujud sebagaimana dimaksud dalam angka 10. Nomor 16 : Diisi dengan jumlah sebagaimana dimaksud dalam angka 12 dan angka 14. Nomor 17 : Diisi dengan jumlah sebagaimana dimaksud dalam angka 13 dan angka 15. Nomor 18 : Diisi dengan nomor sesuai dengan urutan nama instruktur atau pengajar sebagai tenaga pembimbing. Nomor 19 : Diisi dengan nama lengkap instruktur atau pengajar sebagai tenaga pembimbing praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran. Nomor 20 : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak instruktur atau pengajar sebagai tenaga pembimbing praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran. Nomor 21 : Diisi dengan jumlah penghasilan bruto yang diterima instruktur atau pengajar. Nomor 22 : Diisi dengan nomor Perjanjian Kerja Sama atas kegiatan pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi yang melibatkan tenaga pembimbing sebagaimana dimaksud. Nomor 23 : Diisi dengan jumlah total penghasilan bruto yang diterima instruktur atau pengajar sebagaimana dimaksud pada angka 21. Nomor 24 : Diisi dengan nomor sesuai dengan urutan nama penerima honorarium atau sejenisnya. Nomor 25 : Diisi dengan nama lengkap penerima honorarium, penggantian biaya, atau pembayaran sejenis. Nomor 26 : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak penerima honorarium, penggantian biaya, atau pembayaran sejenis. Nomor 27 : Diisi dengan jumlah penghasilan bruto (honorarium, penggantian biaya, atau pembayaran sejenis) yang diterima peserta praktik kerja dan/atau pemagangan atas kegiatan dimaksud. Nomor 28 : Diisi dengan nomor Perjanjian Kerja Sama atas kegiatan pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi yang melibatkan peserta praktik kerja dan/atau pemagangan atas kegiatan dimaksud. Nomor 29 : Diisi dengan jumlah total penghasilan bruto yang diterima peserta praktik kerja dan/atau pemagangan sebagaimana dimaksud pada angka 27. Nomor 30 : Diisi dengan nomor sesuai dengan urutan bahan atau barang untuk keperluan pelaksanaan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran. Nomor 31 : Diisi dengan uraian bahan atau barang untuk keperluan pelaksanaan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran. Nomor 32 : Diisi dengan jumlah biaya riil atas barang dan/atau bahan untuk keperluan pelaksanaan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran. Nomor 33 Diisi dengan tambahan pengurangan penghasilan bruto atas biaya barang dan/atau bahan untuk keperluan pelaksanaan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran. Nomor 34 : Diisi dengan nomor Perjanjian Kerja Sama atas kegiatan pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi yang terkait dengan penggunaan barang dan/atau bahan dimaksud. Nomor 35 : Diisi dengan jumlah total biaya riil atas barang dan/atau bahan untuk keperluan pelaksanaan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran sebagaimana dimaksud pada angka 32. Nomor 36 Diisi dengan jumlah total tambahan pengurangan penghasilan bruto atas biaya barang dan/atau bahan untuk keperluan pelaksanaan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran sebagaimana dimaksud pada angka 33. Nomor 37 : Diisi dengan jumlah biaya yang dikeluarkan untuk biaya sertifikasi serta biaya listrik, air, bahan bakar, dan biaya pemeliharaan untuk keperluan pelaksanaan praktik kerja dan/atau pemagangan. Nomor 38 : Diisi dengan nilai proporsional pemakaian (untuk biaya listrik, air dan bahan bakar) dalam hal tidak dapat dipisahkan antara biaya keperluan kegiatan komersial dengan kegiatan praktik kerja dan/atau pemagangan. Contoh: Biaya listrik yang dikeluarkan Wajib Pajak (untuk produksi komersial dan teaching factory ) dalam setahun sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah); nilai proporsional pemakaian listrik untuk teaching factory berdasarkan pemakaian sebesar 20% (dua puluh persen). Nomor 39 : Diisi dengan biaya listrik, air, dan bahan bakar setelah diproporsionalkan. Contoh: Biaya listrik yang dikeluarkan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 37. Biaya listrik setelah diproporsionalkan sebesar: 20% x Rp100.000.000 = Rp20.000.000. Jika biaya dapat dipisahkan maka diisi sebagaimana dimaksud pada angka 37. Untuk biaya sertifikasi dan biaya pemeliharaan tidak diproporsionalkan. Nomor 40 : Diisi dengan nomor Perjanjian Kerja Sama atas kegiatan pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi. Nomor 41 : Diisi dengan jumlah total biaya sertifikasi serta biaya listrik, air, bahan bakar, dan biaya pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada angka 37. Nomor 42 : Diisi dengan jumlah total biaya sertifikasi serta biaya listrik, air, bahan bakar, dan biaya pemeliharaan setelah diproporsionalkan sebagaimana dimaksud pada angka 39. Nomor 43 : Diisi dengan nilai sebagaimana dimaksud pada Nomor 16. Nomor 44 : Diisi dengan nilai sebagaimana dimaksud pada Nomor 17. Nomor 45 : Diisi dengan nilai sebagaimana dimaksud pada Nomor 23. Nomor 46 : Diisi dengan nilai sebagaimana dimaksud pada Nomor 23. Nomor 47 : Diisi dengan nilai sebagaimana dimaksud pada Nomor 35. Nomor 48 : Diisi dengan nilai sebagaimana dimaksud pada Nomor 36. Nomor 49 : Diisi dengan nilai sebagaimana dimaksud pada Nomor 29. Nomor 50 : Diisi dengan nilai sebagaimana dimaksud pada Nomor 29. Nomor 51 : Diisi dengan nilai sebagaimana dimaksud pada Nomor 41. Nomor 52 : Diisi dengan nilai sebagaimana dimaksud pada Nomor 42. Nomor 53 : Diisi dengan jumlah nilai Nomor 43, 45, 47, 49, dan 51. Nomor 54 : Diisi dengan jumlah nilai Nomor 44, 46, 48, 50, dan 52. CC. CONTOH PENGHITUNGAN PENGURANGAN PENGHASILAN BRUTO ATAS KEGIATAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1. PT XYZ merupakan Wajib Pajak yang bertempat kedudukan di Ibu Kota Nusantara dan memiliki pusat Penelitian dan Pengembangan (litbang) di Ibu Kota Nusantara telah menyampaikan permohonan dan telah mendapatkan pemberitahuan kesesuaian melalui Sistem OSS. PT XYZ kemudian melakukan kegiatan litbang selama 4 tahun mulai dari tahun 2024 hingga tahun 2027. Biaya kegiatan litbang di tiap tahunnya sebesar Rp100.000.000,00. Selama tahun 2024 hingga tahun 2027 PT XYZ berhak membebankan biaya litbangnya sebesar 100% dari biaya sebenarnya, yaitu sebesar Rp100.000.000,00 tiap tahunnya. Di tahun 2027, kegiatan litbang telah diselesaikan dan didaftarkan untuk memperoleh paten di kantor paten Indonesia, dengan tambahan biaya pendaftaran paten sebesar Rp20.000.000,00. Di tahun 2028, PT XYZ memperoleh paten dari kantor paten Indonesia. Dengan diperolehnya paten tersebut, PT XYZ berhak mendapat tambahan pengurangan penghasilan bruto sebesar 50% dari akumulasi biaya litbang yang telah dikeluarkan selama 4 Tahun Pajak terakhir (Tahun Pajak 2024 sampai dengan saat pendaftaran paten Tahun Pajak 2027), dengan rincian sebagai berikut: Biaya litbang tahun 2024 : Rp 100.000.000,00 Biaya litbang tahun 2025 : Rp 100.000.000,00 Biaya litbang tahun 2026 : Rp 100.000.000,00 Biaya litbang tahun 2027 : Rp 100.000.000,00 Biaya pengurusan paten tahun 2027 : Rp 20.000.000,00 Akumulasi biaya litbang yang berhak mendapat fasilitas atas pendaftaran paten : Rp 420.000.000,00 Tambahan pengurangan penghasilan bruto (50% x Rp420.000.000,00) : Rp 210.000.000,00 Tambahan pengurangan penghasilan bruto sebesar Rp210.000.000,00 dapat dibebankan sejak Tahun Pajak diperolehnya paten (Tahun Pajak 2028). PT XYZ di Tahun Pajak 2028 memiliki laporan fiskal sebagai berikut: Penghasilan bruto : Rp 1.000.000.000,00 Biaya non-penelitian dan pengembangan : Rp (400.000.000,00) Penghasilan (rugi) neto sebelum fasilitas : Rp 600.000.000,00 Tambahan pengurangan penghasilan bruto : Rp (210.000.000,00) Penghasilan Kena Pajak : Rp 390.000.000,00 Karena total tambahan pengurangan penghasilan bruto sebesar Rp210.000.000,00 lebih kecil daripada 50% dari Penghasilan Kena Pajak sebelum mendapat fasilitas (50% x Rp600.000.000,00), maka di Tahun Pajak 2028 PT XYZ berhak memanfaatkan seluruh tambahan pengurangan penghasilan bruto sebesar Rp210.000.000,00.
PT ABD merupakan Wajib Pajak yang bertempat kedudukan di Jakarta, memiliki tempat kegiatan usaha dan tempat penelitian dan pengembangan (litbang) di Ibu Kota Nusantara, telah menyampaikan permohonan dan telah mendapatkan pemberitahuan kesesuaian melalui Sistem OSS. PT ABD melakukan kegiatan litbang selama 5 tahun mulai dari tahun 2024 hingga tahun 2028. Biaya kegiatan litbang di tiap tahunnya sebesar Rp100.000.000,00. Sejak tahun 2024 sampai dengan tahun 2028 PT ABD berhak membebankan biaya litbangnya sebesar 100% dari biaya sebenarnya, yaitu sebesar Rp100.000.000,00 setiap tahunnya. Di tahun 2029, kegiatan litbang didaftarkan melalui kantor paten Indonesia dengan mengeluarkan biaya pendaftaran paten sebesar Rp20.000.000,00. Di tahun 2030, PT ABD memperoleh paten dari kantor paten Indonesia. Dengan diperolehnya paten tersebut, PT ABD berhak mendapat tambahan pengurangan penghasilan bruto sebesar 50% dari akumulasi biaya litbang yang telah dikeluarkan selama 5 Tahun Pajak terakhir (Tahun Pajak 2025 sampai dengan saat pendaftaran paten Tahun Pajak 2029), dengan rincian sebagai berikut: Biaya litbang tahun 2025 : Rp 100.000.000,00 Biaya litbang tahun 2026 : Rp 100.000.000,00 Biaya litbang tahun 2027 : Rp 100.000.000,00 Biaya litbang tahun 2028 : Rp 100.000.000,00 Biaya pengurusan paten tahun 2029 : Rp 20.000.000,00 Akumulasi biaya litbang yang berhak mendapat fasilitas atas pendaftaran paten : Rp 420.000.000,00 Tambahan pengurangan penghasilan bruto (50% x Rp420.000.000,00) : Rp 210.000.000,00 Tambahan pengurangan penghasilan bruto sebesar Rp210.000.000,00 dapat dibebankan sejak Tahun Pajak diperolehnya paten (Tahun Pajak 2029). PT. ABD di Tahun Pajak 2030 memiliki laporan fiskal sebagai berikut: Penghasilan bruto : Rp 1.000.000.000,00 Biaya non-penelitian dan pengembangan : Rp (700.000.000,00) Penghasilan (rugi) neto sebelum fasilitas : Rp 300.000.000,00 Tambahan pengurangan penghasilan bruto maksimal (50% x Rp300.000.000,00) : Rp (150.000.000,00) Penghasilan Kena Pajak : Rp 150.000.000,00 Di tahun 2030, PT ABD tidak dapat menggunakan seluruh tambahan pengurangan penghasilan bruto karena harus memenuhi ketentuan batasan pemanfaatan tambahan pengurangan paling tinggi sebesar 50% dari Penghasilan Kena Pajak sebelum mendapatkan fasilitas. PT ABD hanya berhak memanfaatkan tambahan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi sebesar Rp150.000.000,00 (50% x Rp300.000.000,00). Selisih lebih tambahan pengurangan penghasilan bruto yang tidak termanfaatkan sebesar Rp60.000.000,00 (Rp210.000.000,00- Rp150.000.000,00) dapat diperhitungkan sebagai pengurang penghasilan bruto di Tahun Pajak-Tahun Pajak berikutnya.
PT HKM merupakan Wajib Pajak yang bertempat kedudukan di Ibu Kota Nusantara dan memiliki tempat Penelitian dan Pengembangan (litbang) di Ibu Kota Nusantara, telah menyampaikan permohonan dan telah mendapatkan pemberitahuan kesesuaian melalui Sistem OSS. PT HKM melakukan kegiatan litbang selama 5 tahun sejak tahun 2024 sampai dengan tahun 2028. Biaya kegiatan litbang di setiap tahunnya sebesar Rp100.000.000,00. Sejak tahun 2024 sampai dengan tahun 2028 PT HKM berhak membebankan biaya litbangnya sebesar 100% dari biaya sebenarnya, yaitu sebesar Rp100.000.000,00 setiap tahunnya. Pada tahun 2028, kegiatan litbang telah diselesaikan dan di tahun yang sama PT HKM mulai melakukan komersialisasi atas hasil kegiatan litbangnya. Maka pada Tahun Pajak dilakukannya komersialisasi atas produk baru hasil litbang tersebut, PT HKM berhak mendapatkan tambahan pengurangan penghasilan bruto di Tahun Pajak 2028 sebesar 100% dari akumulasi biaya litbang 5 Tahun Pajak terakhir (Tahun Pajak 2024 sampai dengan saat dilakukannnya komersialisasi Tahun Pajak 2028), dengan rincian sebagai berikut: Biaya litbang tahun 2024 : Rp 100.000.000,00 Biaya litbang tahun 2025 : Rp 100.000.000,00 Biaya litbang tahun 2026 : Rp 100.000.000,00 Biaya litbang tahun 2027 : Rp 100.000.000,00 Biaya litbang tahun 2028 : Rp 100.000.000,00 Biaya litbang yang mendapat fasilitas : Rp 500.000.000,00 Tambahan pengurangan penghasilan bruto 100% x Rp500.000.000,00 : Rp 500.000.000,00 PT HKM di Tahun Pajak 2028 memiliki laporan fiskal sebagai berikut: Penghasilan bruto : Rp 1.000.000.000,00 Biaya non-penelitian dan pengembangan : Rp (400.000.000,00) Penghasilan (rugi) neto sebelum fasilitas : Rp 600.000.000,00 Tambahan pengurangan penghasilan bruto maksimal (50% x Rp600.000.000,00) : Rp (300.000.000,00) Penghasilan Kena Pajak : Rp 300.000.000,00 Di Tahun Pajak 2028, PT HKM tidak dapat menggunakan seluruh tambahan pengurangan penghasilan bruto karena harus memenuhi ketentuan batasan pemanfaatan tambahan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi sebesar 50% dari Penghasilan Kena Pajak sebelum mendapat fasilitas. PT HKM hanya berhak memanfaatkan tambahan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi sebesar Rp300.000.000,00 (50% x Rp600.000.000,00). Selisih lebih tambahan pengurangan penghasilan bruto yang belum termanfaatkan sebesar Rp200.000.000,00 (Rp500.000.000,00 – Rp300.000.000,00) dapat menjadi pengurang penghasilan bruto di Tahun Pajak-Tahun Pajak berikutnya. Di tahun 2029 PT HKM mendaftarkan litbangnya ke kantor paten Indonesia, dan mendapatkan paten di tahun 2029 dengan mengeluarkan biaya pengurusan pendaftaran paten sebesar Rp20.000.000,00 di tahun 2029. Dengan diperolehnya paten di tahun 2029, PT. HKM berhak mendapat tambahan pengurangan penghasilan bruto di Tahun Pajak 2029 sebesar 50% dari akumulasi biaya litbang selama 5 Tahun Pajak terakhir sejak komersialisasi (karena komersialisasi terjadi lebih dahulu, maka akumulasi biaya litbang dihitung untuk 5 Tahun Pajak terakhir sejak komersialisasi dilakukan) yaitu sebagai berikut: Biaya litbang tahun 2024 : Rp 100.000.000,00 Biaya litbang tahun 2025 : Rp 100.000.000,00 Biaya litbang tahun 2026 : Rp 100.000.000,00 Biaya litbang tahun 2027 : Rp 100.000.000,00 Biaya litbang tahun 2028 : Rp 100.000.000,00 Akumulasi biaya litbang yang berhak mendapat fasilitas atas pendaftaran paten : Rp 500.000.000,00 Tambahan pengurangan penghasilan bruto atas perolehan hak paten (50% x Rp500.000.000,00) : Rp 250.000.000,00 Dengan diperolehnya hak paten tersebut, maka hak tambahan pengurangan penghasilan bruto di Tahun Pajak 2029 sebesar: Tambahan pengurangan penghasilan bruto karena komersialisasi (100% x Rp500.000.000,00) : Rp 500.000.000,00 Tambahan pengurangan penghasilan bruto karena hak paten (50% x Rp500.000.000,00) : Rp 250.000.000,00 Total tambahan pengurangan penghasilan bruto : Rp 750.000.000,00 Tambahan pengurangan penghasilan bruto telah dimanfaatkan di Tahun Pajak 2028 : Rp (300.000.000,00) Sisa tambahan pengurangan penghasilan bruto dapat dimanfaatkan mulai Tahun Pajak 2029 : Rp 450.000.000,00 PT HKM di Tahun Pajak 2029 memiliki laporan fiskal sebagai berikut: Penghasilan bruto : Rp 1.200.000.000,00 Biaya non-penelitian dan pengembangan : Rp (400.000.000,00) Penghasilan (rugi) neto sebelum fasilitas : Rp 800.000.000,00 Tambahan pengurangan penghasilan bruto maksimal (50% x Rp800.000.000,00) : Rp (400.000.000,00) Penghasilan Kena Pajak : Rp 400.000.000,00 PT HKM tidak dapat menggunakan seluruh tambahan pengurangan penghasilan bruto karena harus memenuhi ketentuan batasan pemanfaatan tambahan pengurangan paling tinggi sebesar 50% dari Penghasilan Kena Pajak sebelum mendapat fasilitas. PT HKM hanya berhak memanfaatkan tambahan pengurangan penghasilan bruto sebesar Rp400.000.000,00 (50% x Rp800.000.000,00). Selisih lebih tambahan pengurangan penghasilan bruto yang belum termanfaatkan di Tahun Pajak 2029 sebesar Rp50.000.000,00 (Rp450.000.000,00 – Rp400.000.000,00) dapat dimanfaatkan sebagai pengurang penghasilan bruto di Tahun Pajak-Tahun Pajak berikutnya. DD. FORMAT PENYAMPAIAN LAPORAN BIAYA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SETIAP TAHUN PAJAK I. CONTOH FORMAT SURAT PENYAMPAIAN LAPORAN BIAYA Nomor :
..……. (1) Perihal : Laporan Biaya Penelitian dan Pengembangan Tahun Pajak.... (2) Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak... (3) Memenuhi ketentuan dalam Pasal 104 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara, terlampir kami sampaikan laporan biaya kegiatan Penelitian dan Pengembangan untuk Tahun Pajak...(2) . Demikian disampaikan. ………….………….. (4) Pengurus/Kuasa, Cap Perusahaan dan Tandatangan Nama Jelas :
..……….. (5) Jabatan :
..……….. (6) Tembusan:
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional 2. Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara PETUNJUK PENGISIAN SURAT PENYAMPAIAN LAPORAN BIAYA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Nomor (1) : Diisi dengan nomor surat pernyampaian laporan biaya. Nomor (2) : Diisi dengan tahun pajak pelaporan biaya penelitian dan pengembangan. Nomor (3) : Diisi dengan nama Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. Nomor (4) : Diisi dengan tempat dan tanggal surat. Nomor (5) : Diisi dengan nama lengkap pengurus yang menandatangani surat. Nomor (6) : Diisi dengan jabatan pengurus yang menandatangani surat. II. CONTOH FORMAT LAPORAN RINCIAN BIAYA ATAS KEGIATAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1. Biaya Aktiva Tetap a. Biaya Penyusutan dan Amortisasi atas Aktiva Tetap Untuk Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Nama Aktiva Tetap Bulan/ Tahun Perolehan Harga Perolehan (Rp) Nilai Sisa Buku Fiskal Awal Tahun (Rp) Metode Penyusutan/ Amortisasi Kelompok Harta Penyusutan/ Amortisasi Fiskal Tahun ini Pembebanan Biaya Komersial Fiskal Proposal Litbang No.:
.. (10) Proposal Litbang No.: …. Proposal Litbang No.: …. dst.
(2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (11) (11) (11) I. HARTA BERWUJUD I.1 I.2 I.3 dst. Total Depresiasi ... (12) ... (13) ... (13) ... (13) II. HARTA TIDAK BERWUJUD II.1 II.2 II.3 dst. Total Amortisasi ... (12) ... (13) ... (13) ... (13) Total Depresiasi dan Amortisasi ... (14) ... (15) ... (15) ... (15) b. Biaya Penunjang Aktiva Tetap Uraian Biaya Penunjang Aktiva Tetap Jumlah Biaya (Rp) Pembebanan Biaya Proposal Litbang No.: … (19) Proposal Litbang No.: …. Proposal Litbang No.: … dst.
(17) (18) (20) (20) (20) 1 2 3 dst. TOTAL BIAYA PERALATAN, BAHAN, DAN/ATAU BAHAN TAHUN PAJAK BERJALAN ... (21) ... (22) ... (22) ... (22) 2. Biaya Bahan dan/atau Barang Untuk Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Uraian Bahan dan/atau Barang Jumlah Biaya (Rp) Pembebanan Biaya Proposal Litbang No.: … (26) Proposal Litbang No.: …. Proposal Litbang No.: … dst.
(24) (25) (27) (27) (27) 1 2 3 dst. TOTAL BIAYA PERALATAN, BAHAN, DAN/ATAU BAHAN TAHUN PAJAK BERJALAN ... (28) ... (29) ... (29) ... (29) 3. Biaya Gaji, Honor, atau Pembayaran Sejenis yang Dibayarkan Kepada Pegawai atau Peneliti yang Dipekerjakan. Gaji, Honor, atau Pembayaran Sejenis yang dibayarkan kepada pegawai atau peneliti yang dipekerjakan Jumlah Dibebankan (Rp) Pembebanan Biaya Proposal Litbang No.: … (34) Proposal Litbang No.: …. Proposal Litbang No.: … dst. Nama Penerima NPWP Penerima (30) (31) (32) (33) (35) (35) (35) 1 2 3 dst. TOTAL BIAYA GAJI/HONOR TAHUN PAJAK BERJALAN ... (36) ... (37) ... (37) ... (37) 4. Biaya/Imbalan yang Dibayarkan terkait Kerja Sama Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Tahun Pajak Berjalan. Jenis Biaya Partner Kerja Sama Pembebanan Biaya Nama NPWP Proposal Litbang No.: … (42) Proposal Litbang No.: …. Proposal Litbang No.: … dst.
(39) (40) (41) (43) (43) (43) 1 2 3 4 dst. TOTAL BIAYA KERJA SAMA LITBANG TAHUN PAJAK BERJALAN ... (44) ... (44) ... (44) 5. Biaya Pengurusan Hak Kekayaan Intelektual Tahun Pajak Berjalan. Jenis Biaya Nama Penerima Pembayaran NPWP Penerima Pembayaran Pembebanan Biaya Proposal Litbang No.: … (49) Proposal Litbang No.: …. Proposal Litbang No.: … dst.
(46) (47) (48) (50) (50) (50) 1 2 3 dst. TOTAL BIAYA PENGURUSAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL TAHUN PAJAK BERJALAN ... (51) ... (51) ... (51) 6. Rekapitulasi Pembebanan Biaya Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Jenis Biaya Prosoposal Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Jumlah No:
.. (52) No:
.. No:
.. dst. Biaya Penyusutan dan Amortisasi ... (53) ... (54) Biaya Penunjang Aktiva Tetap... (55) … (56) Biaya Barang dan/atau Bahan ... (57) ... (58) Gaji, Honor, atau Pembayaran Sejenis yang dibayarkan kepada pegawai atau peneliti yang dipekerjakan ... (59) ... (60) Biaya atau Imbalan yang Dibayarkan terkait Kerja Sama Kegiatan Penelitian dan Pengembangan ... (61) ... (62) Biaya untuk Memperoleh Hak Kekayaan Intelektual ... (63) ... (64) Jumlah ... (65) ... (66) PETUNJUK PENGISIAN LAPORAN BIAYA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SETIAP TAHUN PAJAK Nomor (1) : Diisi dengan nomor urut. Nomor (2) : Diisi nama per jenis harta berwujud/tidak berwujud yang dimiliki dan dipergunakan Wajib Pajak untuk kegiatan penelitian dan pengembangan yang dapat disusutkan/diamortisasi. Nomor (3) : Diisi dengan bulan dan tahun perolehan harta berwujud/tidak berwujud yang dimiliki dan dipergunakan Wajib Pajak untuk kegiatan penelitian dan pengembangan yang dapat disusutkan/diamortisasi. Nomor (4) : Diisi dengan harga perolehan harta berwujud/tidak berwujud yang dimiliki dan dipergunakan Wajib Pajak untuk kegiatan penelitian dan pengembangan yang dapat disusutkan/diamortisasi. Nomor (5) : Diisi dengan nilai sisa buku fiskal pada awal Tahun Pajak harta berwujud/tidak berwujud yang dimiliki dan dipergunakan Wajib Pajak untuk penelitian dan pengembangan yang dapat disusutkan/diamortisasi. Nomor (6) : Diisi dengan kode metode penyusutan/amortisasi komersial harta berwujud/tidak berwujud sebagai berikut: GL : Garis Lurus JAT : Jumlah Angka Tahun SM : Saldo Menurun SMG : Saldo Menurun Ganda JJJ : Jumlah Jam Jasa JSP : Jumlah Satuan Produksi ML : Metode Lainnya Nomor (7) : Diisi dengan kode metode penyusutan/amortisasi fiskal harta berwujud/tidak berwujud sebagai berikut: GL : Garis Lurus SM : Saldo Menurun JSP : Jumlah Satuan Produksi (Amortisasi Fiskal) Nomor (8) : Diisi dengan kelompok harta sesuai dengan umur manfaat fiskal. Nomor (9) : Diisi dengan biaya penyusutan/amortisasi fiskal Tahun Pajak pelaporan atas harta berwujud/tidak berwujud yang dimiliki dan dipergunakan Wajib Pajak untuk penelitian dan pengembangan yang dapat disusutkan/diamortisasi. Nomor (10) : Diisi dengan nomor proposal kegiatan penelitian dan pengembangan yang berkaitan dengan penggunaan harta berwujud/tidak berwujud dimaksud. Nomor (11) : Diisi dengan nilai biaya penyusutan atau amortisasi fiskal Tahun Pajak pelaporan atas harta berwujud atau tidak berwujud yang dialokasikan ke dalam proposal sebagaimana dimaksud dalam angka 10. Dalam hal proposal lebih dari tiga, jumlah kolom disesuaikan (ditambah) ke sisi sebelah kanan. Dalam hal aktiva tetap digunakan hanya untuk satu proposal litbang, nilai di angka 11 sama dengan angka 9. Dalam hal aktiva tetap digunakan untuk beberapa proposal litbang dan tidak bisa dipisahkan, nilai sebagaimana pada angka 9 dibagi secara proporsional. Contoh: Total biaya penyusutan Mesin A yang digunakan untuk kegiatan seluruh litbang pada suatu Tahun Pajak sebesar Rp100.000.00,00, dan dalam satu tahun digunakan selama 200 hari. Penggunaan mesin A dalam satu Tahun Pajak untuk masing-masing proposal ialah: 150 hari digunakan untuk kegiatan litbang dalam Proposal-I, 25 hari untuk kegiatan litbang dalam Proposal-II, dan 25 hari untuk kegiatan litbang dalam Proposal-III. Maka dalam kolom distribusi pembebanan biaya: • Proposal-I: (150/200) x Rp100.000.000,00 = Rp75.000.000,00; • Proposal-II: (25/200) x Rp100.000.000,00 = Rp12.500.000,00; • Proposal-III: (25/200) x Rp100.000.000,00 = Rp12.500.000,00. Nomor (12) : Diisi dengan akumulasi nilai biaya penyusutan atau amortisasi fiskal Tahun Pajak pelaporan atas harta berwujud atau tidak berwujud sebagaimana dimaksud dalam angka 9. Nomor (13) : Diisi dengan akumulasi nilai biaya penyusutan atau amortisasi fiskal Tahun Pajak pelaporan atas harta berwujud atau tidak berwujud yang dialokasikan ke dalam proposal sebagaimana dimaksud dalam angka 10. Nomor (14) : Diisi dengan akumulasi sebagaimana dimaksud dalam angka 12. Nomor (15) : Diisi dengan akumulasi biaya penyusutan atau amortisasi fiskal Tahun Pajak pelaporan atas harta berwujud atau tidak berwujud yang didistribusikan ke dalam proposal sebagaimana dimaksud dalam angka 13. Nomor (16) : Diisi dengan nomor sesuai dengan urutan biaya penunjang aktiva tetap untuk keperluan pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan. Nomor (17) : Diisi dengan uraian biaya penunjang aktiva tetap untuk keperluan pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan. Nomor (18) : Diisi dengan jumlah total masing-masing uraian biaya penunjang aktiva tetap untuk keperluan pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan. Nomor (19) : Diisi dengan nomor proposal kegiatan penelitian dan pengembangan yang berkaitan dengan biaya penunjang aktiva tetap dimaksud. Nomor (20) : Diisi dengan biaya penunjang aktiva tetap yang didistribusikan ke dalam proposal sebagaimana dimaksud dalam angka 19. Dalam hal proposal lebih dari tiga, jumlah kolom disesuaikan (ditambah) ke sisi sebelah kanan. Dalam hal biaya penunjang aktiva tetap digunakan hanya untuk satu proposal litbang, nilai di angka 20 sama dengan angka 18. Dalam hal biaya penunjang aktiva tetap digunakan untuk beberapa proposal litbang, nilai sebagaimana pada angka 18 dibagi secara proporsional. Contoh: Total biaya listrik dan pemeliharaan Mesin A yang digunakan untuk kegiatan litbang pada suatu Tahun Pajak sebesar Rp100.000.00,00, dan setahun digunakan: 40% untuk kegiatan litbang dalam Proposal-I, 30% untuk kegiatan litbang dalam Proposal-II, dan 30% untuk kegiatan litbang dalam Proposal-III. Maka dalam kolom pembebanan biaya: • Proposal-I: 40% x Rp100.000.000,00 = Rp40.000.000,00; • Proposal-II: 30% x Rp100.000.000,00 = Rp30.000.000,00; • Proposal-III: 30% x Rp100.000.000,00 = Rp30.000.000,00. Nomor (21) : Diisi dengan akumulasi nilai biaya penunjang aktiva tetap sebagaimana dimaksud dalam angka 18. Nomor (22) : Diisi dengan akumulasi nilai biaya penunjang aktiva tetap yang didistribusikan ke dalam proposal sebagaimana dimaksud dalam angka 19. Nomor (23) : Diisi dengan nomor sesuai dengan urutan bahan dan/atau barang untuk keperluan pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan Nomor (24) : Diisi dengan uraian bahan dan/atau barang untuk keperluan pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan. Nomor (25) : Diisi dengan total biaya bahan dan/atau barang untuk keperluan pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan. Nomor (26) : Diisi dengan nomor proposal kegiatan penelitian dan pengembangan yang berkaitan dengan penggunaan bahan dan/atau barang dimaksud. Nomor (27) : Diisi dengan biaya bahan dan/atau barang yang didistribusikan ke dalam proposal sebagaimana dimaksud dalam angka 26. Dalam hal proposal lebih dari tiga, jumlah kolom disesuaikan (ditambah) ke sisi sebelah kanan. Dalam hal bahan dan/atau barang digunakan hanya untuk satu proposal litbang, nilai di angka 27 sama dengan angka 25. Dalam hal bahan dan/atau barang digunakan untuk beberapa proposal litbang, nilai sebagaimana pada angka 25 dibagi secara proporsional. Contoh: Total biaya bahan dan/atau barang yang digunakan untuk kegiatan litbang pada suatu Tahun Pajak sebesar Rp100.000.00,00 dan setahun digunakan: 40% untuk kegiatan litbang dalam Proposal-I, 30% untuk kegiatan litbang dalam Proposal-II, dan 30% untuk kegiatan litbang dalam Proposal-III. Maka dalam kolom pembebanan biaya: • Proposal-I: 40% x Rp100.000.000,00 = Rp40.000.000,00; • Proposal-II: 30% x Rp100.000.000,00 = Rp30.000.000,00; • Proposal-III: 30% x Rp100.000.000,00 = Rp30.000.000,00. Nomor (28) : Diisi dengan akumulasi nilai bahan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam angka 25. Nomor (29) : Diisi dengan akumulasi nilai bahan dan/atau barang yang didistribusikan ke dalam proposal sebagaimana dimaksud dalam angka 26. Nomor (30) : Diisi dengan nomor urut. Nomor (31) : Diisi dengan nama lengkap pegawai atau peneliti yang menerima gaji, honor, atau pembayaran sejenis terkait kegiatan penelitian dan pengembangan. Nomor (32) : Diisi dengan NPWP pegawai atau peneliti yang menerima gaji, honor, atau pembayaran sejenis terkait kegiatan penelitian dan pengembangan. Nomor (33) : Diisi dengan jumlah penghasilan bruto yang diterima pegawai atau peneliti. Nomor (34) : Diisi dengan nomor proposal kegiatan penelitian dan pengembangan yang berkaitan dengan pembayaran gaji, honor, atau pembayaran sejenis. Nomor (35) : Diisi dengan jumlah penghasilan bruto yang diterima pegawai atau peneliti yang didistribusikan ke dalam proposal sebagaimana dimaksud dalam angka 34. Dalam hal proposal lebih dari tiga, jumlah kolom disesuaikan (ditambah) ke sisi sebelah kanan. Dalam hal pegawai atau peneliti digunakan hanya untuk satu proposal litbang, nilai di angka 35 sama dengan angka 33. Dalam hal pegawai atau peneliti digunakan untuk beberapa proposal litbang, nilai sebagaimana pada angka 33 diatribusikan ke masing-masing proposal. Contoh: PT X menggunakan jasa Tn. A sebagai peneliti dalam kegiatan litbang PT X. Atas jasanya, Tn. A diberikan honor masing-masing untuk kegiatan litbang dalam Proposal-I sebesar Rp50.000.000,00, kegiatan litbang dalam Proposal-II sebesar Rp30.000.000,00, dan kegiatan litbang dalam Proposal-III sebesar Rp20.000.000,00. Maka dalam kolom pembebanan biaya: • Proposal-I: Rp50.000.000,00; • Proposal-II: Rp30.000.000,00; Proposal-III: Rp20.000.000,00. Nomor (36) : Diisi dengan akumulasi nilai biaya pegawai atau peneliti sebagaimana dimaksud dalam angka 33. Nomor (37) : Diisi dengan akumulasi nilai biaya pegawai atau peneliti yang didistribusikan ke dalam proposal sebagaimana dimaksud dalam angka 34. Nomor (38) : Diisi dengan nomor urut. Nomor (39) : Diisi dengan uraian jenis biaya/imbalan yang dibayarkan terkait kerja sama yang dilakukan Wajib Pajak untuk keperluan pelaksanaan penelitian dan pengembangan. Biaya yang dicantumkan merupakan imbalan yang dibayarkan kepada lembaga Penelitian dan Pengembangan dan/atau lembaga pendidikan tinggi, di Indonesia, yang dikontrak oleh Wajib Pajak untuk melakukan kegiatan Penelitian dan Pengembangan tanpa memiliki hak atas hasil dari Penelitian dan Pengembangan yang dilakukan. Nomor (40) : Diisi dengan nama lengkap nama lembaga atau institusi sebagai rekan kerja sama untuk keperluan pelaksanaan Penelitian dan Pengembangan. Nomor (41) : Diisi dengan NPWP lembaga atau institusi sebagai rekan kerja sama untuk keperluan pelaksanaan Penelitian dan Pengembangan. Nomor (42) : Diisi dengan nomor proposal kegiatan penelitian dan pengembangan yang berkaitan dengan pembayaran biaya kerja sama litbang dimaksud. Nomor (43) : Diisi dengan jumlah biaya kerja sama litbang yang dikeluarkan Wajib Pajak untuk keperluan pelaksanaan penelitian dan pengembangan untuk masing-masing proposal kegiatan. Dalam hal proposal lebih dari tiga, jumlah kolom disesuaikan (ditambah) ke sisi sebelah kanan. Nomor (44) : Diisi dengan akumulasi nilai imbalan yang dibayarkan kepada lembaga Penelitian dan Pengembangan dan/atau lembaga pendidikan tinggi, di Indonesia dalam rangka kerjasama penelitian dan pengembangan, untuk masing- masing proposal sebagaimana dimaksud dalam angka 42. Nomor (45) : Diisi dengan nomor urut. Nomor (46) : Diisi dengan uraian biaya untuk keperluan pengurusan hak kekayaan intelektual hasil kegiatan penelitian dan pengembangan. Nomor (47) : Diisi dengan nama lengkap lembaga atau institusi penerima pembayaran pengurusan hak kekayaan intelektual hasil kegiatan penelitian dan pengembangan. Nomor (48) : Diisi dengan NPWP lembaga atau institusi penerima pembayaran pengurusan hak kekayaan intelektual hasil kegiatan penelitian dan pengembangan. Nomor (49) : Diisi dengan nomor proposal kegiatan penelitian dan pengembangan. Nomor (50) : Diisi dengan jumlah biaya pengurusan hak kekayaan intelektual hasil kegiatan penelitian dan pengembangan yang dialokasikan masing-masing proposal sebagaimana dimaksud dalam angka 49. Dalam hal proposal lebih dari tiga, jumlah kolom disesuaikan (ditambah) ke sisi sebelah kanan. Nomor (51) : Diisi dengan akumulasi biaya pengurusan hak kekayaan intelektual yang dikeluarkan Wajib Pajak untuk keperluan pengurusan hak kekayaan intelektual untuk masing- masing proposal sebagaimana dimaksud dalam angka 50. Nomor (52) : Diisi dengan nomor proposal kegiatan penelitian dan pengembangan yang berkaitan dengan pembayaran biaya pengurusan hak kekayaan intelektual. Nomor (53) : Diisi dengan nilai sebagaimana dimaksud pada angka 15. Nomor (54) : Diisi dengan nilai jumlah biaya penyusutan dan amortisasi seluruh proposal. Nomor (55) : Diisi dengan nilai sebagaimana dimaksud pada angka 22. Nomor (56) : Diisi dengan nilai jumlah biaya penunjang aktiva tetap seluruh proposal. Nomor (57) : Diisi dengan nilai sebagaimana dimaksud pada angka 29. Nomor (58) : Diisi dengan nilai jumlah biaya barang dan bahan seluruh proposal. Nomor (59) : Diisi dengan nilai sebagaimana dimaksud pada angka 37. Nomor (60) : Diisi dengan nilai jumlah biaya pegawai atau peneliti seluruh proposal. Nomor (61) : Diisi dengan nilai sebagaimana dimaksud pada angka 44. Nomor (62) : Diisi dengan nilai jumlah biaya kerjasama seluruh proposal. Nomor (63) : Diisi dengan jumlah nilai sebagaimana dimaksud pada angka 51. Nomor (64) : Diisi dengan jumlah biaya pengurusan Hak Kekayaan Intelektual seluruh proposal. Nomor (65) : Diisi hasil penjumlahan nilai pada angka 53,55,57,59,61, dan 63. Nomor (66) : Diisi hasil penjumlahan nilai pada angka 54,56,58,60,62, dan 64. EE. CONTOH FORMAT SURAT PENYAMPAIAN LAPORAN PEMANFAATAN PENGURANGAN PENGHASILAN BRUTO ATAS KEGIATAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN I. CONTOH FORMAT SURAT PENYAMPAIAN LAPORAN PEMANFAATAN PENGURANGAN PENGHASILAN BRUTO Nomor :
..…….(1) Perihal : Laporan Pemanfaatan Tambahan Pengurangan Penghasilan Bruto Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Tahun Pajak....(2) Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak...(3) Memenuhi ketentuan dalam Pasal 105 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara, terlampir kami sampaikan laporan Pemanfaatan Tambahan Pengurangan Penghasilan Bruto Kegiatan Penelitian dan Pengembangan untuk Tahun Pajak....(2). Demikian disampaikan. ………….………….. 20………..(4) Pengurus/Kuasa, Cap Perusahaan dan Tanda tangan Nama Jelas :
..……(5) Jabatan :
..……(6) Tembusan: Direktur Peraturan Perpajakan II, Direktorat Jenderal Pajak PETUNJUK PENGISIAN SURAT PENYAMPAIAN LAPORAN PEMANFAATAN TAMBAHAN PENGURANGAN PENGHASILAN BRUTO KEGIATAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Nomor (1) : Diisi dengan nomor surat pernyampaian laporan biaya. Nomor (2) : Diisi dengan Tahun Pajak pelaporan biaya penelitian dan pengembangan. Nomor (3) : Diisi dengan nama Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. Nomor (4) : Diisi dengan tempat dan tanggal surat. Nomor (5) : Diisi dengan nama lengkap pengurus yang menandatangani surat. Nomor (6) : Diisi dengan jabatan pengurus yang menandatangani surat. II. CONTOH FORMAT LAPORAN PEMANFAATAN TAMBAHAN PENGURANGAN PENGHASILAN BRUTO a. Rincian Akumulasi Biaya Litbang yang Diperhitungkan Sebagai Dasar Tambahan Pengurangan Penghasilan Bruto No. Proposal Litbang Jenis Biaya Tahun Pajak Jumlah Biaya (2) (2) (2) (2) (2) (1) (3) (3) (3) (3) (3) (4) Proposal Litbang No: … Biaya Penyusutan dan Amortisasi Biaya Penunjang Aktiva Tetap Biaya Peralatan, Barang, atau Bahan Gaji, Honor, atau Pembayaran Sejenis yang dibayarkan kepada pegawai atau peneliti yang dipekerjakan Imbalan yang dibayarkan dalam rangka Kerjasama Litbang dengan Perguruan Tinggi atau Lembaga Litbang Pemerintah Biaya untuk Memperoleh Hak Kekayaan Intelektual Jumlah (5) (5) (5) (5) (5) (6) b. Rincian Perhitungan Pemanfaatan Tambahan Pengurangan Penghasilan Bruto No. Nomor Proposal Jangka Waktu Pengakuan Biaya Litbang Total Biaya (Rp) Tambahan Pengurangan Penghasilan Bruto Tahun perolehan HAKI/ Komersialisasi Persentase Tambahan Pengurangan Penghasilan Bruto Tambahan Pengurangan Penghasilan Bruto (Rp) Dari Tahun Sampai Tahun (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) 1 Proposal Litbang No: … □ Perolehan HAKI DN 50% □ Perolehan HAKI LN 50% □ Komersialisasi 100% □ Kerjasama 50% Jumlah Tambahan Pengurang Penghasilan Bruto Proposal No:
.. (15) 2 Proposal Litbang No:
.. □ Perolehan HAKI DN 50% □ Perolehan HAKI LN 50% □ Komersialisasi 100% □ Kerjasama 50% dst. Total Tambahan Pengurangan Penghasilan Bruto (16) Pemanfaatan Tambahan Pengurangan Penghasilan Bruto a. Pemanfaatan Tahun-Tahun Sebelumnya :
Tahun... (17) (18) 2) Tahun... (17) (18) 3) Tahun... (17) (18) 4) dst Total Tambahan Pengurangan Penghasilan Bruto Tahun-Tahun Sebelumnya:
b. Pemanfaatan Tahun Berjalan (20) Total Tambahan Pengurangan Penghasilan Bruto yang dimanfaatkan (21) Sisa Tambahan Pengurangan Penghasilan Bruto belum termanfaatkan (22) PETUNJUK PENGISIAN LAPORAN PEMANFAATAN PENGURANGAN PENGHASILAN BRUTO ATAS KEGIATAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Nomor (1) : Diisi dengan nomor proposal kegiatan penelitian dan pengembangan. Nomor (2) : Diisi paling lama dengan 5 (lima) Tahun Pajak terakhir sejak saat yang lebih dahulu terjadi antara pendaftaran hasil litbang ke kantor paten/kantor PVT dengan saat dilakukannya komersialisasi hasil litbang. Nomor (3) : Diisi dengan jumlah masing-masing jenis biaya yang dibebankan pada Tahun Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 2. Nomor (4) : Diisi dengan jumlah akumulasi masing-masing biaya, selama paling lama 5 (lima) Tahun Pajak terakhir. Nomor (5) : Diisi dengan jumlah akumulasi seluruh jenis biaya untuk masing-masing Tahun Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 2. Nomor (6) : Diisi dengan nilai sebagaimana dimaksud pada angka 5. Nomor (7) : Diisi dengan nomor urut. Nomor (8) : Diisi dengan nomor proposal kegiatan penelitian dan pengembangan. Nomor (9) : Diisi dengan Tahun sebagaimana dimaksud pada angka 2 kolom (tahun) pertama. Nomor (10) : Diisi dengan Tahun sebagaimana dimaksud pada angka 2 kolom (tahun) ke lima. Nomor (11) : Diisi dengan nilai sebagaimana dimaksud pada angka 6. Nomor (12) : Diisi dengan memberikan tanda checklist (√) pada kolom kotak di sebelah kiri pilihan jenis keterangan tambahan pengurangan penghasilan bruto. Tanda checklist (√) dibubuhkan di sebelah kiri jenis keterangan kegiatan yang telah dipenuhi Wajib Pajak guna mendapatkan tambahan pengurangan penghasilan bruto. Tanda checklist (√) dapat diisi lebih dari satu kotak dalam hal Wajib Pajak memanfaatkan lebih dari jenis tambahan pengurangan penghasilan bruto. Contoh: Di tahun 2025 diperoleh paten dimana litbang dilakukan dengan kerja sama dengan lembaga litbang Pemerintah, maka pada laporan Tahun Pajak 2025: − diberi checklist pada Perolehan HAKI DN dan pada kolom sebelahnya (angka 13) ditulis tahun 2025. − diberi checklist pada Kerjasama, dan kolom sebelahnya (angka 13) ditulis tahun 2025. Selanjutnya di tahun 2026 memperoleh HAKI LN dan dilakukan Komersialisasi, maka pada laporan Tahun Pajak 2026: − diberi checklist pada HAKI DN, dan pada kolom sebelahnya (Angka 13) ditulis tahun 2025. − diberi checklist pada HAKI LN, dan pada kolom sebelahnya (Angka 13) ditulis tahun 2026. − diberi checklist pada Komersialisasi, dan pada kolom sebelahnya (angka 13) ditulis tahun 2026. diberi checklist pada kerja sama, dan pada kolom sebelahnya (angka 13) ditulis tahun 2025. Nomor (13) : Diisi dengan Tahun Pajak diperolehanya hak kekayaan intelektual di dalam negeri, diperolehnya hak kekayaan intelektual di luar negeri, atau tahap komersialisasi dimulai. Nomor (14) : Diisi dengan hasil perkalian antara nilai sebagaimana dimaksud pada angka 11 dengan Persentase Tambahan Pengurangan Penghasilan Bruto. Nomor (15) : Diisi dengan hasil penjumlahan nilai sebagaimana dimaksud pada angka 14 untuk masing-masing proposal. Nomor (16) : Diisi dengan hasil penjumlahan nilai sebagaimana dimaksud pada angka 15 untuk seluruh proposal. Nomor (17) : Diisi dengan Tahun Pajak di mana Wajib Pajak telah memanfaatkan tambahan pengurangan penghasilan bruto di Tahun Pajak-Tahun Pajak sebelumnya. Dalam hal Tahun Pajak pelaporan bersangkutan merupakan Tahun Pajak pertama pemanfaatan, maka angka 17 dikosongkan. Nomor (18) : Diisi dengan nilai tambahan pengurangan penghasilan bruto yang telah dimanfaatkan Wajib Pajak untuk masing-masing Tahun Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 17. Dalam hal Tahun Pajak pelaporan bersangkutan merupakan Tahun Pajak pertama pemanfaatan, maka angka 18 dikosongkan. Nomor (19) : Diisi dengan hasil penjumlahan nilai sebagaimana dimaksud pada angka 18. Nomor (20) : Diisi dengan nilai pemanfaatan tambahan pengurangan penghasilan bruto yang dimanfaatkan Wajib Pajak pada saat Tahun Pajak Berjalan. Nilai yang diisi pada kolom ini adalah nilai yang lebih kecil antara nilai pada angka 19 dengan nilai 50% dari Penghasilan Kena Pajak sebelum fasilitas, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b. Nomor (21) : Diisi dengan hasil penjumlahan nilai sebagaimana dimaksud pada angka 19 dan angka 20. Nomor (22) : Diisi dengan hasil pengurangan nilai sebagaimana dimaksud pada angka 16 dengan angka 21. FF. CONTOH PEMBERIAN FASILITAS PENGURANGAN PENGHASILAN BRUTO ATAS PEMBERIAN SUMBANGAN DAN/ATAU BIAYA PEMBANGUNAN FASILITAS UMUM, FASILITAS SOSIAL, DAN/ATAU FASILITAS LAINNYA YANG BERSIFAT NIRLABA DI IBU KOTA NUSANTARA 1. PT A memberikan sumbangan berupa uang sebesar Rp1.000.000.000,00 untuk digunakan membangun fasilitas umum di Ibu Kota Nusantara. PT A memberikan sumbangan tersebut melalui transfer perbankan pada tanggal 4 September 2024. PT A memiliki laporan keuangan fiskal sebagai berikut: Atas sumbangan yang diberikan, PT A membebankan nilai sumbangan sebesar Rp1.000.000.000,00 dan tambahan pengurangan penghasilan bruto sebesar Rp1.000.000.000,00 (100% x nilai sumbangan) pada Tahun Pajak 2024.
PT Y ingin memberikan sumbangan di Ibu Kota Nusantara berupa pembangunan sekolah di Desa Z. Pembangunan sekolah dimulai pada 1 Agustus 2024 dan diselesaikan pada Oktober 2025. Sekolah tersebut diserahkan kepada Otorita Ibu Kota Nusantara dengan BAST tanggal 15 November 2025. PT X memiliki laporan keuangan fiskal sebagai berikut: 2024 2025 Penghasilan bruto 53.000.000.000,00 60.000.000.000,00 Biaya Non Sumbangan di IKN (42.000.000.000,00) (48.000.000.000,00) Penghasilan (rugi) neto sebelum Sumbangan di IKN 11.000.000.000,00 12.000.000.000,00 Biaya Sumbangan di IKN (2.000.000.000,00) (3.000.000.000,00) Penghasilan (rugi) neto setelah Sumbangan di IKN 9.000.000.000,00 9.000.000.000,00 Tambahan Pengurangan penghasilan bruto - (5.000.000.000,00) Penghasilan Kena Pajak 9.000.000.000,00 4.000.000.000,00 Pada tahun 2024, PT Y membebankan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan sekolah sepanjang tahun 2024 sebesar Rp2.000.000.000,00. Namun, tambahan pengurangan penghasilan bruto belum bisa dimanfaatkan karena pembangunan sekolah belum selesai dan belum ada BAST dari Otorita IKN. Pada tahun 2025, pembangunan sekolah sudah selesai dan PT Y mendapatkan BAST dari Otorita IKN. PT Y membebankan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan sekolah yang timbul pada tahun 2025 sebesar Rp3.000.000.000,00 serta memanfaatkan tambahan pengurangan penghasilan bruto atas seluruh biaya pembangunan yang telah dikeluarkan sebesar Rp5.000.000.000,00 (100% dari biaya aktual). Penghasilan bruto 53.000.000.000,00 Biaya selain sumbangan di IKN (48.000.000.000,00) Penghasilan (rugi) neto sebelum sumbangan di IKN 5.000.000.000,00 Biaya sumbangan di IKN (1.000.000.000),00 Penghasilan (rugi) neto setelah sumbangan di IKN 4.000.000.000,00 Tambahan Pengurangan penghasilan bruto (1.000.000.000),00 Penghasilan Kena Pajak 3.000.000.000,00 GG. CONTOH FORMAT SURAT PERMOHONAN FASILITAS PENGURANGAN PENGHASILAN BRUTO ATAS PEMBERIAN SUMBANGAN DAN/ATAU BIAYA PEMBANGUNAN FASILITAS UMUM, FASILITAS SOSIAL, DAN/ATAU FASILITAS LAINNYA YANG BERSIFAT NIRLABA DI IBU KOTA NUSANTARA Nomor :
.............................(1) Tanggal :
.............................(2) Lampiran :
.............................(3) Hal : Permohonan Fasilitas Pengurangan Penghasilan Bruto atas Pemberian Sumbangan dan/atau Biaya Pembangunan Fasilitas Umum, Fasilitas Sosial, dan/atau Fasilitas Lainnya yang Bersifat Nirlaba di Ibu Kota Nusantara Yth. Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 114 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara, yang bertanda tangan di bawah ini: Nama :
................................................... (4) NPWP :
................................................... (5) Alamat :
................................................... (6) Jabatan :
................................................... (7) bertindak untuk kepentingan dan atas nama: Nama Wajib Pajak :
................................................... (8) NPWP :
................................................... (9) Alamat :
................................................... (10) mengajukan permohonan untuk memperoleh dan memanfaatkan fasilitas pengurangan penghasilan bruto atas pemberian sumbangan dan/atau biaya pembangunan fasilitas umum, fasilitas sosial, dan/atau fasilitas lainnya yang bersifat nirlaba di Ibu Kota Nusantara, dengan rincian sebagai berikut: bentuk sumbangan :
...................................... (11) jenis sumbangan :
...................................... (12) nilai sumbangan :
...................................... (13) perkiraan tanggal pemberian sumbangan :
...................................... (14) Demikian permohonan ini kami sampaikan. ………….………….. (15) Pengurus/Kuasa, Cap Perusahaan dan Tanda tangan Nama Jelas :
..……….. (16) Jabatan :
..……….. (17) Tembusan:
Direktur Jenderal Pajak 2. Kepala Badan Kebijakan Fiskal PETUNJUK PENGISIAN SURAT PERMOHONAN FASILITAS PENGURANGAN PENGHASILAN BRUTO ATAS PEMBERIAN SUMBANGAN DAN/ATAU BIAYA PEMBANGUNAN FASILITAS UMUM, FASILITAS SOSIAL, DAN/ATAU FASILITAS LAINNYA YANG BERSIFAT NIRLABA DI IBU KOTA NUSANTARA Nomor 1 : Diisi dengan nomor surat permohonan. Nomor 2 : Diisi dengan tanggal permohonan. Nomor 3 : Diisi dengan jumlah lampiran yang disertakan pada Surat Permohonan menurut Wajib Pajak. Nomor 4 : Diisi dengan nama pengurus/kuasa Wajib Pajak. Nomor 5 : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak pengurus/kuasa Wajib Pajak. Nomor 6 : Diisi dengan alamat pengurus/kuasa Wajib Pajak. Nomor 7 : Diisi dengan jabatan pengurus/kuasa Wajib Pajak. Nomor 8 : Diisi dengan nama Wajib Pajak. Nomor 9 : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak. Nomor 10 : Diisi dengan alamat Wajib Pajak. Nomor 11 : Diisi dengan bentuk sumbangan yang diberikan (uang, barang, atau biaya pembangunan). Nomor 12 : Diisi dengan jenis sumbangan yang diberikan (sebutkan nama barang atau nama fasilitas umum/sosial/lainnya yang dibangun). Nomor 13 : Diisi dengan nilai sumbangan yang diberikan. Nomor 14 : Diisi dengan perkiraan tanggal pemberian sumbangan. Nomor 15 : Diisi dengan kota tempat pembuatan permohonan beserta tanggal, bulan, dan tahun pembuatan permohonan. Nomor 16 : Diisi dengan nama jelas pengurus/kuasa Wajib Pajak yang menandatangani surat. Nomor 17 : Diisi dengan jabatan pengurus/kuasa Wajib Pajak yang menandatangani surat. HH. CONTOH FORMAT PEMBERITAHUAN FASILITAS PENGURANGAN PENGHASILAN BRUTO ATAS PEMBERIAN SUMBANGAN DAN/ATAU BIAYA PEMBANGUNAN FASILITAS UMUM, FASILITAS SOSIAL, DAN/ATAU FASILITAS LAINNYA YANG BERSIFAT NIRLABA DI IBU KOTA NUSANTARA PEMBERITAHUAN FASILITAS PENGURANGAN PENGHASILAN BRUTO ATAS PEMBERIAN SUMBANGAN DAN/ATAU BIAYA PEMBANGUNAN FASILITAS UMUM, FASILITAS SOSIAL, DAN/ATAU FASILITAS LAINNYA YANG BERSIFAT NIRLABA DI IBU KOTA NUSANTARA Nomor :
.....................(1) Tanggal :
.....................(2) Pemerintah Republik Indonesia c.q. Otorita Ibu Kota Nusantara berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara jo. Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara, menyampaikan bahwa:
Wajib Pajak berikut: nama Wajib Pajak :
............................ (3) Nomor Pokok Wajib Pajak :
............................ (4) alamat :
............................ (5) telah mengajukan permohonan fasilitas pengurangan penghasilan bruto atas pemberian sumbangan dan/atau biaya pembangunan fasilitas umum, fasilitas sosial, dan/atau fasilitas lainnya yang bersifat nirlaba di Ibu Kota Nusantara dengan rincian sebagai berikut: nomor permohonan :
............................ (6) tanggal permohonan :
............................ (7) bentuk sumbangan :
............................ (8) jenis sumbangan :
............................ (9) nilai sumbangan :
............................ (10) perkiraan tanggal pemberian sumbangan :
............................ (11) 2. atas permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1, telah dilakukan penelitian dan verifikasi kesesuaian sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 117 Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024;
berdasarkan hasil penelitian dan verifikasi kesesuaian sebagaimana dimaksud pada angka 2, disampaikan bahwa permohonan Wajib Pajak dinyatakan memenuhi/tidak memenuhi: ) Persyaratan dalam Pasal 112 ayat (1) dan ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024 bbb Jangka waktu penyampaian permohonan dalam Pasal 114 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024 bb Ketentuan muatan informasi dalam Pasal 114 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024 bb Kebutuhan pengembangan Ibu Kota Nusantara 4. berdasarkan pertimbangan yang telah disampaikan pada angka 3, disampaikan bahwa Wajib Pajak dapat/tidak dapat) memberikan sumbangan sebagaimana dimaksud dalam angka 1;
Fasilitas pengurangan penghasilan bruto atas pemberian sumbangan dan/atau biaya pembangunan fasilitas umum, fasilitas sosial, dan/atau fasilitas lainnya yang bersifat nirlaba di Ibu Kota Nusantara dapat dimanfaatkan sepanjang pemberian sumbangan telah direalisasikan dan dapat dibuktikan dengan bukti realisasi pemberian sumbangan sebagaimana diatur dalam Pasal 113 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024**) Demikian disampaikan. ………..……………. (12) Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara Nama Jelas:
..…………………. (13) Tembusan: Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak...……………….. (14) Keterangan: *) coret yang tidak perlu; **) ditambahkan dalam hal Wajib Pajak dapat memberikan sumbangan sebagaimana dimaksud dalam angka 3. PETUNJUK PENGISIAN PEMBERITAHUAN FASILITAS PENGURANGAN PENGHASILAN BRUTO ATAS PEMBERIAN SUMBANGAN DAN/ATAU BIAYA PEMBANGUNAN FASILITAS UMUM, FASILITAS SOSIAL, DAN/ATAU FASILITAS LAINNYA YANG BERSIFAT NIRLABA DI IBU KOTA NUSANTARA Nomor 1 : Diisi dengan nomor pemberitahuan. Nomor 2 : Diisi dengan tanggal pemberitahuan. Nomor 3 : Diisi dengan nama Wajib Pajak. Nomor 4 : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak. Nomor 5 : Diisi dengan alamat Wajib Pajak. Nomor 6 : Diisi dengan nomor permohonan. Nomor 7 : Diisi dengan tanggal permohonan. Nomor 8 : Diisi dengan bentuk sumbangan yang diberikan (uang, barang, atau biaya pembangunan). Nomor 9 : Diisi dengan jenis sumbangan yang diberikan (sebutkan nama barang atau nama fasilitas umum/sosial/lainnya yang dibangun). Nomor 10 : Diisi dengan nilai sumbangan yang diberikan. Nomor 11 : Diisi dengan perkiraan tanggal pemberian sumbangan. Nomor 12 : Diisi dengan kota tempat pembuatan permohonan beserta tanggal, bulan, dan tahun pembuatan permohonan. Nomor 13 : Diisi dengan nama jelas Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara. Nomor 14 : Diisi dengan nama kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi wilayah Ibu Kota Nusantara. II. CONTOH SURAT PENYAMPAIAN LAPORAN PENERIMAAN SUMBANGAN DAN/ATAU BIAYA PEMBANGUNAN FASILITAS UMUM, FASILITAS SOSIAL, DAN/ATAU FASILITAS LAINNYA YANG BERSIFAT NIRLABA DI IBU KOTA NUSANTARA I. CONTOH FORMAT SURAT PENYAMPAIAN LAPORAN PENERIMAAN SUMBANGAN DAN/ATAU BIAYA PEMBANGUNAN FASILITAS UMUM, FASILITAS SOSIAL, DAN/ATAU FASILITAS LAINNYA YANG BERSIFAT NIRLABA DI IBU KOTA NUSANTARA Nomor :
..……. (1) Perihal : Laporan penerimaan sumbangan dan/atau biaya pembangunan fasilitas umum, fasilitas sosial, dan/atau fasilitas lainnya yang bersifat nirlaba di Ibu Kota Nusantara Tahun Pajak.... (2) Yth. Direktur Jenderal Pajak Memenuhi ketentuan dalam Pasal 120 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara, terlampir kami sampaikan laporan penerimaan sumbangan dan/atau biaya pembangunan fasilitas umum, fasilitas sosial, dan/atau fasilitas lainnya yang bersifat nirlaba di Ibu Kota Nusantara untuk Tahun Pajak.... (3) Demikian disampaikan. ………….………….. (4) Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara, Cap dan Tanda tangan Nama Jelas :
..……… (5) PETUNJUK PENGISIAN SURAT PENYAMPAIAN LAPORAN PENERIMAAN SUMBANGAN DAN/ATAU BIAYA PEMBANGUNAN FASILITAS UMUM, FASILITAS SOSIAL, DAN/ATAU FASILITAS LAINNYA YANG BERSIFAT NIRLABA DI IBU KOTA NUSANTARA Nomor (1) : Diisi dengan nomor surat penyampaian laporan penerimaan sumbangan dan/atau biaya pembangunan. Nomor (2) : Diisi dengan Tahun Pajak sumbangan dan/atau biaya pembangunan diserahkan. Nomor (3) : Diisi dengan Tahun Pajak sumbangan dan/atau biaya pembangunan diserahkan. Nomor (4) : Diisi dengan tempat dan tanggal surat. Nomor (5) : Diisi dengan nama jelas Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara. II. CONTOH FORMAT LAPORAN PENERIMAAN SUMBANGAN DAN/ATAU BIAYA PEMBANGUNAN FASILITAS UMUM, FASILITAS SOSIAL, DAN/ATAU FASILITAS LAINNYA YANG BERSIFAT NIRLABA DI IBU KOTA NUSANTARA LAPORAN PENERIMAAN SUMBANGAN DAN/ATAU BIAYA PEMBANGUNAN FASILITAS UMUM, FASILITAS SOSIAL, DAN/ATAU FASILITAS LAINNYA YANG BERSIFAT NIRLABA DI IBU KOTA NUSANTARA TAHUN PAJAK ... (1) No Nama dan NPWP Pemberi Sumbangan Alamat Pemberi Sumbangan Pemberitahuan Persetujuan Fasilitas Bukti Realisasi Pemberian Sumbangan Bentuk Sumbangan Nilai Sumbangan Tanggal Pemberian Sumbangan Penggunaan Sumbangan Nomor Tanggal Nomor Tanggal (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) ………….………….. (13) Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara, Cap dan Tanda tangan Nama Jelas :
..……… (14) PETUNJUK PENGISIAN LAPORAN PENERIMAAN SUMBANGAN DAN/ATAU BIAYA PEMBANGUNAN FASILITAS UMUM, FASILITAS SOSIAL, DAN/ATAU FASILITAS LAINNYA YANG BERSIFAT NIRLABA DI IBU KOTA NUSANTARA Nomor (1) : Diisi dengan Tahun Pajak sumbangan dan/atau biaya pembangunan diserahkan. Nomor (2) : Diisi dengan nomor sesuai dengan urutan. Nomor (3) : Diisi dengan nama dan NPWP pemberi sumbangan. Nomor (4) : Diisi dengan alamat pemberi sumbangan. Nomor (5) : Diisi dengan nomor pemberitahuan fasilitas pengurangan penghasilan bruto atas pemberian sumbangan dan/atau biaya pembangunan fasilitas umum, fasilitas sosial, dan/atau fasilitas lainnya yang bersifat nirlaba di Ibu Kota Nusantara Nomor (6) : Diisi dengan tanggal pemberitahuan fasilitas pengurangan penghasilan bruto atas pemberian sumbangan dan/atau biaya pembangunan fasilitas umum, fasilitas sosial, dan/atau fasilitas lainnya yang bersifat nirlaba di Ibu Kota Nusantara Nomor (7) : Diisi dengan nomor bukti transfer perbankan atau nomor berita acara serah terima yang dikeluarkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara Nomor (8) : Diisi dengan tanggal bukti transfer perbankan atau tanggal berita acara serah terima yang dikeluarkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara Nomor (9) : Diisi dengan bentuk sumbangan yang diterima. Nomor (10) : Diisi dengan nilai sumbangan yang diterima. Nomor (11) : Diisi dengan tanggal pemberian sumbangan dan/atau biaya pembangunan Nomor (12) : Diisi dengan penggunaan sumbangan dan/atau biaya pembangunan yang diberikan. Nomor (13) : Diisi dengan tempat dan tanggal surat. Nomor (14) : Diisi dengan nama jelas Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara. JJ. CONTOH SURAT PEMBERITAHUAN PEMANFAATAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH DAN BERSIFAT FINAL Nomor :
............................................................... (1) Hal : Pemberitahuan Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah dan Bersifat Final Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak ......................................... (2) Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama :
..……………………………….. (3) NPWP :
..……………………………….. (4) Jabatan :
..……………………………….. (5) bertindak selaku pengurus dari Wajib Pajak: Nama :
..……………………………….. (6) NPWP :
..……………………………….. (7) memberitahukan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 untuk Pemberi Kerja sebagai berikut: No.
Nama (9) NPWP/NITKU (10) NIB (11) Alamat (12) 1.
Demikian disampaikan.
........., ...................20.... (13) (14) ................................ (15) PETUNJUK PENGISIAN SURAT PEMBERITAHUAN PEMANFAATAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH DAN BERSIFAT FINAL Nomor (1) : Diisi dengan nomor Surat Pemberitahuan Pemanfaatan Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah dan Bersifat Final. Nomor (2) : Diisi dengan kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak pusat terdaftar. Nomor (3) : Diisi dengan nama Wajib Pajak pusat atau pengurus dari Wajib Pajak pusat (bagi Wajib Pajak badan). Nomor (4) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak pusat atau pengurus dari Wajib Pajak pusat (bagi Wajib Pajak badan). Nomor (5) : Diisi dengan jabatan pengurus dari Wajib Pajak pusat (bagi Wajib Pajak badan). Nomor (6) : Diisi dengan nama Wajib Pajak pusat. Nomor (7) : Diisi dengan NPWP Wajib Pajak pusat. Nomor (8) : Diisi dengan nomor urut. Nomor (9) : Diisi dengan nama Pemberi Kerja. Nomor (10) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU) Pemberi Kerja. Nomor (11) : Diisi dengan Nomor Induk Berusaha Pemberi Kerja. Nomor (12) : Diisi dengan alamat Pemberi Kerja. Nomor (13) : Diisi dengan tempat dan tanggal Surat Pemberitahuan Pemanfaatan Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah dan Bersifat Final. Nomor (14) : Diisi dengan tanda tangan dan cap Wajib Pajak/ Wakil Wajib Pajak/ Kuasa Wajib Pajak. Nomor (15) : Diisi dengan nama Wajib Pajak atau pengurus dari Wajib Pajak pusat (bagi Wajib Pajak badan). KK. CONTOH SURAT PERSETUJUAN/PENOLAKAN PEMANFAATAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH DAN BERSIFAT FINAL KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR PELAYANAN PAJAK ................................................... (1) Nomor :
..………………………………………..(2) Perihal : Persetujuan/Penolakan Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah dan Bersifat Final Kepada Yth. .............................................. (3) Berkenaan dengan surat pemberitahuan yang Saudara ajukan Nomor .................... (4) tanggal ...................... (5) dengan ini diberitahukan bahwa berdasarkan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024, Pemberi Kerja sebagaimana tercantum dalam tabel berikut berhak/tidak berhak untuk memanfaatkan Fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final. No.
Nama (7) NPWP/NITKU (8) NIB (9) Alamat (10) 1.
Surat keterangan ini berlaku sampai dengan tanggal… (11) Demikian kami sampaikan.
.............., ..................... 20.... (12) a.n. Direktur Jenderal Pajak Kepala Kantor ................................................ (13) Tanda Tangan ................................................ (14) Kode Verifikasi: Untuk memastikan keaslian dokumen, silahkan masukkan kode verifikasi melalui laman djponline.pajak.go.id PETUNJUK PENGISIAN SURAT PERSETUJUAN/PENOLAKAN PEMANFAATAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH DAN BERSIFAT FINAL Nomor (1) : Diisi dengan kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak berstatus pusat terdaftar. Nomor (2) : Diisi dengan nomor Surat Persetujuan Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah dan Bersifat Final. Nomor (3) : Diisi dengan nama Wajib Pajak. Nomor (4) : Diisi dengan nomor surat permohonan Surat Pemberitahuan Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah dan Bersifat Final. Nomor (5) : Diisi dengan tanggal surat pemberitahuan. Nomor (6) : Diisi dengan nomor urut. Nomor (7) : Diisi dengan nama Pemberi Kerja. Nomor (8) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU) Pemberi Kerja. Nomor (9) : Diisi dengan Nomor Induk Berusaha Pemberi Kerja. Nomor (10) : Diisi dengan alamat Pemberi Kerja. Nomor (11) : Diisi dengan tanggal akhir Tahun Pajak berakhirnya fasilitas PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan Bersifat Final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 PP 12 Tahun 2023. Nomor (12) : Diisi dengan tempat dan tanggal penerbitan Surat Persetujuan/Penolakan Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah dan Bersifat Final. Nomor (13) : Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak yang menerbitkan Surat Persetujuan/Penolakan Pemanfaatan Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah dan Bersifat Final. Nomor (14) : Diisi dengan nama kepala kantor pelayanan pajak yang menerbitkan Surat Persetujuan/Penolakn Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah dan Bersifat Final. LL. CONTOH LAPORAN REALISASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH DAN BERSIFAT FINAL LAPORAN REALISASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH DAN BERSIFAT FINAL Status Laporan Realisasi : Normal Pembetulan *) Nama Wajib Pajak Pusat :
..…………………………………….......….. (1) NPWP :
..…………………………………….......….. (2) Masa Pajak :
..………………………………………......... (3) No.
Nama Pemberi Kerja (5) NPWP/ NITKU (6) NIB (7) Alamat (8) Jumlah Pegawai (9) Jumlah Penghasilan Bruto (10) Jumlah Pajak Penghasilan
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Ibu Kota Negara bernama Nusantara yang selanjutnya disebut Ibu Kota Nusantara adalah satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus setingkat provinsi yang wilayahnya menjadi tempat kedudukan Ibu Kota Negara.
Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara yang selanjutnya disebut Otorita Ibu Kota Nusantara adalah pelaksana kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggara Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara yang selanjutnya disebut Kepala Otorita adalah kepala Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
Daerah Mitra adalah kawasan tertentu di Pulau Kalimantan yang dibentuk untuk pembangunan dan pengembangan superhub ekonomi Ibu Kota Nusantara, yang bekerja sama dengan Otorita Ibu Kota Nusantara, dan ditetapkan melalui Keputusan Kepala Otorita.
Pelaku Usaha adalah orang perseorangan atau badan usaha yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu.
Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Pajak Penghasilan adalah Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah Pajak Penghasilan yang dipotong berdasarkan ketentuan Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pusat Keuangan yang selanjutnya disebut Financial Center adalah area yang ditetapkan sebagai konsentrasi layanan jasa keuangan serta pusat pengembangan teknologi dan layanan pendukung bidang jasa keuangan.
Kegiatan Usaha Utama adalah rincian bidang usaha sebagaimana tercantum dalam perizinan usaha Wajib Pajak pada saat pengajuan permohonan fasilitas Pajak Penghasilan di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra.
Saat Mulai Beroperasi Komersial adalah saat pertama kali hasil produksi atau jasa dari Kegiatan Usaha Utama dijual atau diserahkan ke pasaran dan/atau digunakan sendiri untuk proses lebih lanjut.
Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.
Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik (o nline single submission ) yang selanjutnya disebut Sistem OSS adalah sistem elektronik terintegrasi yang dikelola dan diselenggarakan oleh lembaga OSS untuk penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko.
Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Penghasilan Bruto adalah semua penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh dari kegiatan usaha dan dari luar kegiatan usaha, setelah dikurangi dengan retur dan pengurangan penjualan serta potongan tunai dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.
Perjanjian Kerja Sama adalah perjanjian antara Wajib Pajak dengan sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah kejuruan, perguruan tinggi program diploma pada pendidikan vokasi, balai latihan kerja, atau kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan, Otorita Ibu Kota Nusantara, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota bagi perorangan yang tidak terikat hubungan kerja dengan pihak manapun, dalam rangka penyelenggaraan kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran dalam rangka pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi tertentu.
Penelitian adalah kegiatan yang dilakukan menurut metodologi ilmiah untuk memperoleh data dan informasi yang berkaitan dengan pemahaman tentang fenomena alam dan/atau sosial, pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis, dan penarikan kesimpulan ilmiah.
Pengembangan adalah kegiatan untuk peningkatan manfaat dan daya dukung ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah terbukti kebenaran dan keamanannya untuk meningkatkan fungsi dan manfaat ilmu pengetahuan dan teknologi.
Komersialisasi adalah kegiatan produksi di Indonesia dan penjualan atas barang dan/atau jasa hasil Penelitian dan Pengembangan.
Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya .
Hak Perlindungan Varietas Tanaman yang selanjutnya disebut Hak PVT adalah hak khusus yang diberikan negara kepada pemulia dan/atau pemegang hak Perlindungan Varietas Tanaman untuk menggunakan sendiri varietas hasil pemuliaannya atau memberi persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakannya selama waktu tertentu.
Kekayaan Intelektual adalah kekayaan yang timbul karena hasil olah pikir manusia yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna bagi kehidupan manusia.
Pemberi Kerja adalah orang pribadi atau badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan, atau unit, termasuk instansi pemerintah, yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan/atau pembayaran lain dengan nama atau dalam bentuk apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai.
Pegawai adalah orang pribadi yang bekerja pada Pemberi Kerja, baik sebagai pegawai tetap atau pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik secara tertulis maupun tidak tertulis, untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam jabatan atau kegiatan tertentu dengan memperoleh imbalan yang dibayarkan berdasarkan periode tertentu, penyelesaian pekerjaan, atau ketentuan lain yang ditetapkan Pemberi Kerja, termasuk orang pribadi yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah.
Pegawai Tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu sepanjang pegawai yang bersangkutan bekerja penuh ( full time ) dalam pekerjaan tersebut.
Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas yang selanjutnya disebut Pegawai Tidak Tetap adalah Pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila Pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh Pemberi Kerja.
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak pertambahan nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pajak penjualan atas barang mewah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang- Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Pembeli adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan Barang Kena Pajak dan yang membayar atau seharusnya membayar harga Barang Kena Pajak tersebut.
Penerima Jasa adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan Jasa Kena Pajak dan yang membayar atau seharusnya membayar penggantian Jasa Kena Pajak tersebut.
Surat Keterangan Tidak Dipungut yang selanjutnya disingkat SKTD adalah surat keterangan yang menyatakan bahwa Wajib Pajak memperoleh fasilitas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atas impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak strategis tertentu berdasarkan Peraturan Menteri ini.
Surat Keterangan Bebas Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disebut SKB PPnBM adalah surat keterangan yang menyatakan bahwa Wajib Pajak diberikan pengecualian melalui pembebasan dari pengenaan PPnBM atas impor atau perolehan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor.
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang- Undang Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.
Kepentingan Umum adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat yang tidak mengutamakan kepentingan di bidang keuangan.
Hibah adalah pemberian/bantuan barang secara cuma- cuma tanpa syarat pembayaran dari pemberi dan/atau pengirim tertentu kepada pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
Pihak Ketiga adalah badan usaha yang melakukan kontrak kerja sama dengan pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
Pihak Lain adalah pihak yang melakukan importasi atas penerimaan hibah kepada pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang tidak melalui pencatatan dalam anggaran pendapatan belanja negara.
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disingkat KPBPB adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan Bea Masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah dan cukai.
Sistem Indonesia National Single Window yang selanjutnya disingkat SINSW adalah sistem elektronik yang mengintegrasikan sistem dan/atau informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan, dokumen kekarantinaan, dokumen perizinan, dokumen kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan dokumen lain, yang terkait dengan ekspor dan/atau impor, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis.
Perusahaan adalah perusahaan yang melaksanakan pembangunan industri atau pengembangan industri dalam rangka Penanaman Modal dan khusus untuk Penanaman Modal Asing harus berbentuk perseroan terbatas.
Pembangunan adalah pembangunan industri berupa pendirian Perusahaan atau pabrik baru untuk menghasilkan barang dan/atau jasa.
Pengembangan Industri adalah pengembangan Perusahaan atau pabrik yang telah ada meliputi penambahan, modernisasi, rehabilitasi, dan/atau restrukturisasi dari alat-alat produksi termasuk mesin untuk tujuan peningkatan jumlah, jenis, dan/atau kualitas hasil produksi.
Fasilitas Pajak Dalam Rangka Impor yang selanjutnya disebut Fasilitas PDRI adalah kemudahan pajak berupa Pajak Pertambahan Nilai impor tidak dipungut dan pembebasan pemungutan Pajak Penghasilan dalam rangka impor.
Produk Dalam Negeri adalah barang dan jasa, termasuk rancang bangun dan perekayasaan, yang diproduksi atau dikerjakan oleh perusahaan yang berinvestasi dan berproduksi di Indonesia, menggunakan seluruh atau sebagian tenaga kerja warga negara Indonesia, dan prosesnya menggunakan bahan baku atau komponen yang seluruh atau sebagian berasal dari dalam negeri.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Tata Kelola Teknologi Informasi dan Komunikasi di Lingkungan Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Investasi TIK dilaksanakan untuk mendukung proses bisnis di lingkungan Kementerian Keuangan.
Investasi TIK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
belanja/pengeluaran barang TIK dalam rangka menjaga tingkat dan kualitas layanan; dan/atau
belanja/pengeluaran modal untuk meningkatkan kualitas layanan dan memberikan layanan baru.
Investasi TIK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh:
Unit TIK Pusat; dan
Unit TIK Eselon I atau Unit TIK Non Eselon.
Investasi TIK oleh Unit TIK Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dilaksanakan dalam mendukung:
penyelenggaraan Layanan Bersama ( Shared Services );
investasi TIK yang digunakan secara bagi pakai; dan/atau
investasi TIK yang sesuai dengan tanggung jawab Unit TIK Pusat.
Investasi TIK oleh Unit TIK Eselon I atau Unit TIK Non Eselon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dilaksanakan dalam mendukung:
investasi TIK untuk kebutuhan spesifik unit masing- masing; dan/atau
investasi TIK yang sesuai dengan tanggung jawab Unit TIK Eselon I atau Unit TIK Non Eselon.
Investasi TIK sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dilaksanakan setelah terlebih dahulu dilakukan penyusunan kajian kebutuhan untuk setiap investasi TIK.
Kajian kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) memuat di antaranya:
analisis kebutuhan organisasi;
analisis manfaat biaya, dalam hal diperlukan; dan
analisis perbandingan tolok ukur ( benchmark ) penerapan pada organisasi lain, dalam hal diperlukan.