Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Saturan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2024 ...
Relevan terhadap
bahwa untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia perlu adanya upaya menstimulasi daya beli masyarakat pada sektor perumahan, untuk itu diperlukan dukungan pemerintah berupa kebijakan pemberian insentif fiskal;
bahwa dukungan pemerintah berupa kebijakan insentif fiskal di sektor perumahan pada tahun 2023 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120 Tahun 2023 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2023, perlu untuk dilanjutkan pada tahun 2024;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2024;
Kementerian Keuangan
Relevan terhadap 5 lainnya
a. perumusan kebijakan di bidang strategi malrofiskal, sektoral, pendapatan, belanja, dan pembiayaan; b. pelaksanaan kebijakan di bidang strategi malrofiskal, sektoral, pendapatan, belanja, dan pembiayaan; c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang strategi makrofiskal, sektoral, pendapatan, belanja, dan pembiayaan; d. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang strategi makrofiskal, sektoral, pendapatan, belanja, dan pembiayaan; e. pelaksanaan pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidang strategi makrofiskal, sektoral, pendapatan, belanja, dan pembiayaan; f. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal; dan g. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri. Pasal 15 (1) Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal terdiri atas Sekretariat Direktorat Jenderal dan paling banyak 6 (enam) direktorat. (2) Sekretariat Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelalsana. (3) Dalam hal tugas dan fungsi Sekretariat Direktorat Jenderal sebagai64ns dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 6 (enam) bagian. (4) Bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. (5) Dalam hal tugas dan fungsi bagian sebaqaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 4 (empat) subbagian.
Bagian Ketiga Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Pasal 12 (1) Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal berada di bawah dan bertanggung ^jawab kepada Menteri. (2) Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal dipimpin oleh Direktur Jenderal. Pasal 13 Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang strategi ekonomi dan liskal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Pasal 32 (1) Direktorat Jenderal Kekayaan Negara berada di bawah dan bertanggung ^jawab kepada Menteri. (2) Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dipimpin oleh Direktur Jenderal. Pasal 33 Direktorat Jenderal Kekayaan Negara mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan negara, penilaian, dan lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 34 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara menyelenggarakan fungsi: a. perumusan kebijakan di bidang kekayaan negara, penilaian, dan lelang; b. pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan negara, penilaian, dan lelang; c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang kekayaan negara, penilaian, dan lelang; d. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang kekayaan negara, penilaian, dan lelang; e. pelaksanaan pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidang kekayaan negara, penilaian, dan lelang; f. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal; dan g. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.
Sasaran Inflasi Tahun 2025, Tahun 2026, dan Tahun 2027
Relevan terhadap
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 21 Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pemerintah dan Bank Indonesia berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter;
bahwa koordinasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf a di antaranya dilakukan dengan menciptakan bauran kebijakan moneter dan fiskal melalui penetapan sasaran inflasi dalam 3 (tiga) tahun mendatang;
bahwa penetapan sasaran inflasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b, dilakukan untuk mencapai dan mengendalikan inflasi pada tingkat yang stabil dan rendah guna mendukung pencapaian pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan;
bahwa sasaran inflasi yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam huruf b menjadi acuan bagi penetapan dan pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Sasaran Inflasi Tahun 2025, Tahun 2026, dan Tahun 2027;
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual Nomor 19 Pengaturan Bersama
Relevan terhadap
pengelolaan kawasan ekonomi khusus dengan membentuk entitas 2 terpisah 3 CI 10. Entitas A adalah entitas pemerintah bekerja sama dengan entitas B, 4 dan entitas C, yang keduanya merupakan perseroan terbatas milik 5 pemerintah, untuk membangun dan mengelola kawasan ekonomi 6 khusus di atas tanah milik entitas A. Untuk melakukan pembangunan 7 dan pengelolaan kawasan ekonomi khusus tersebut, dilakukan 8 dengan membentuk entitas Z, sebuah badan usaha berbentuk 9 perseroan terbatas. Entitas A, B, dan C masing-masing memiliki 10 saham pada entitas Z sebesar 40 persen, 35 persen, dan 25 persen. 11 Entitas B dan C berpartisipasi dalam permodalan dengan 12 menyetorkan dana ( fresh money ) sementara entitas A berpartisipasi 13 dalam permodalan dengan memberikan hak untuk menggunakan 14 tanah tanpa pungutan sewa. Entitas Z membangun dan mengelola 15 kawasan ekonomi khusus dengan menggunakan setoran modal dari 16 pemegang saham. 17 CI 11. Anggaran dasar entitas Z menyebutkan bahwa: 18 (a) Entitas Z merupakan perseroan terbatas yang tunduk pada 19 peraturan perundang-undangan tentang perseroan terbatas. 20 (b) Pengaturan terkait pernyataan sah pengambilan keputusan 21 relevan dalam rapat umum pemegang saham dinyatakan sah 22 apabila disetujui oleh lebih dari 80 persen pemegang saham. 23 (c) Hak dan tanggung jawab pemegang saham tidak melebihi saham 24 yang dimiliki. 25 (d) Aktivitas yang memerlukan persetujuan rapat umum pemegang 26 saham. 27 (e) Modal disetor entitas Z adalah sebesar Rp1.000. 28 (f) Kepemilikan saham entitas A, B, dan C berturut-turut adalah 29 sebesar Rp400, Rp350, dan Rp250. 30 CI 12. Pada tahun pertama pengoperasian kawasan ekonomi khusus 31 diketahui terdapat laba bersih entitas Z sebesar Rp20. 32 Analisis 33 CI 13. Anggaran dasar entitas Z merupakan pengaturan yang mengikat bagi 34 entitas A, B, dan C serta entitas Z yang di dalamnya terdapat hak dan 35 kewajiban yang bersifat memaksa. Aktivitas relevan yang secara 36 signifikan mempengaruhi manfaat yang dapat dihasilkan oleh entitas 37 Z juga diatur dalam anggaran dasar. 38 CI 14. Dari pengaturan terkait pengambilan keputusan relevan dalam rapat 39 umum pemegang saham yang termuat pada anggaran dasar, secara 40 implisit dapat diketahui bahwa pengendalian atas entitas Z dipegang 41 oleh entitas A, entitas B dan entitas C karena jumlah hak kepemilikan 42 ketiganya jika digabungkan dapat memenuhi kriteria pengambilan 43
Monitoring dan Evaluasi terhadap Penerima Fasilitas Tempat Penimbunan Berikat dan Penerima Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor ...
Relevan terhadap 1 lainnya
Evaluasi makro yang dilakukan oleh Kepala Kanwil atau Kepala KPUBC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf a meliputi analisis atas:
laporan hasil Evaluasi mikro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3);
rekomendasi atas laporan hasil audit kepabeanan dan/atau Cukai;
rekomendasi dari aparat pemeriksa fungsional;
efektivitas implementasi ketentuan peraturan perundangan-undangan mengenai TPB;
dampak ekonomi dari pemberian fasilitas TPB; dan/atau
analisis atas informasi lain yang dipandang perlu berdasarkan pertimbangan Kepala Kanwil atau Kepala KPUBC.
Hasil pelaksanaan Evaluasi makro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam laporan Evaluasi makro TPB.
Laporan Evaluasi makro sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar:
usulan perubahan atau perbaikan kebijakan terkait TPB;
hasil pengukuran dampak ekonomi di wilayah pengawasannya; dan/atau
hasil evaluasi lain terkait kinerja pelayanan dan pengawasan TPB di wilayah pengawasannya.
Evaluasi makro yang dilakukan Kepala Kanwil atau Kepala KPUBC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf a meliputi analisis atas:
hasil Evaluasi mikro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3);
rekomendasi audit kepabeanan dan/atau Cukai;
rekomendasi dari aparat pemeriksa fungsional;
efektivitas implementasi peraturan; dan/atau
analisis atas informasi lain yang dipandang perlu berdasarkan pertimbangan Kepala Kanwil atau Kepala KPUBC.
Hasil pelaksanaan Evaluasi makro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam laporan Evaluasi makro KITE.
Laporan Evaluasi makro KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar:
usulan perubahan atau perbaikan kebijakan mengenai KITE;
hasil pengukuran dampak ekonomi di wilayah pengawasannya; dan/atau
hasil evaluasi lain terkait kinerja pelayanan dan pengawasan KITE di wilayah pengawasannya.
Evaluasi makro TPB yang dilakukan Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf b meliputi analisis atas:
laporan hasil Evaluasi makro TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2);
rekomendasi atas laporan hasil audit kepabeanan dan/atau Cukai;
rekomendasi dari aparat pemeriksa fungsional;
hasil evaluasi dari Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk;
dampak ekonomi dari pemberian fasilitas TPB;
efektivitas implementasi ketentuan peraturan perundangan-undangan mengenai TPB secara nasional; dan/atau
informasi lain yang dipandang perlu berdasarkan pertimbangan Direktur yang memiliki tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan.
Hasil pelaksanaan Evaluasi makro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam laporan Evaluasi makro TPB.
Laporan Evaluasi makro TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar:
perubahan atau perbaikan kebijakan terkait TPB;
hasil pengukuran dampak ekonomi fasilitas TPB secara nasional; dan/atau
hasil evaluasi lain terkait kinerja pelayanan dan pengawasan TPB secara nasional.
Piloting Pembayaran dalam rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui Platform Pembayaran Pemerintah ...
Relevan terhadap
Pengelola Platform melaksanakan monitoring dan evaluasi meliputi:
analisis pengelolaan belanja; dan
analisis perilaku pengguna.
Hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi bahan pertimbangan dalam pelaksanaan kebijakan antara lain terkait dengan:
efisiensi belanja pemerintah;
efektivitas pembayaran pemerintah; dan/atau
pelaksanaan tugas pejabat perbendaharaan.
PA/KPA melakukan monitoring dan evaluasi terhadap:
pengelolaan dan pelaksanaan belanja; dan
penyelesaian tagihan.
Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dilakukan dengan menggunakan Aplikasi DIGIT.
Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat
Relevan terhadap
Ruang lingkup Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat terdiri atas:
pendahuluan;
kebijakan pelaporan keuangan;
kebijakan akuntansi kas dan setara kas;
kebijakan akuntansi investasi;
kebijakan akuntansi piutang;
kebijakan akuntansi persediaan;
kebijakan akuntansi aset tetap;
kebijakan akuntansi perjanjian konsesi jasa;
kebijakan akuntansi properti investasi;
kebijakan akuntansi aset lainnya;
kebijakan akuntansi kewajiban/utang;
kebijakan akuntansi ekuitas;
kebijakan akuntansi pendapatan;
kebijakan akuntansi beban, belanja, dan transfer ke daerah;
kebijakan akuntansi pembiayaan;
kebijakan akuntansi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA)/Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran (SiKPA)/Saldo Anggaran Lebih (SAL);
kebijakan akuntansi transitoris; dan
kebijakan akuntansi pelaporan penanganan dampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan program pemulihan ekonomi nasional.
Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Peraturan Menteri Keuangan tentang Mekanisme Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban atas Pajak Ditanggung Pemerintah ...
Relevan terhadap
Kebijakan akuntansi dan pelaporan keuangan Belanja Subsidi Pajak DTP dan pendapatan Pajak DTP dilaksanakan sesuai dengan kebijakan akuntansi atas transaksi belanja subsidi dan pendapatan pajak ditanggung pemerintah sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
bahwa untuk memberikan stimulus perekonomian, pemerintah mengalokasikan belanja subsidi dalam rangka pemberian insentif fiskal pajak ditanggung pemerintah sebagai salah satu kebijakan fiskal;
bahwa agar pajak ditanggung pemerintah dapat ditatausahakan dan dikelola secara lebih tertib dan transparan sesuai dengan peraturan perundang- undangan, serta berdasarkan kewenangan Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menetapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, perlu mengganti Peraturan Menteri Keuangan Nomor 228/PMK.05/2010 tentang Mekanisme Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban atas Pajak Ditanggung Pemerintah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.05/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 228/PMK.05/2010 tentang Mekanisme Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban atas Pajak Ditanggung Pemerintah;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Mekanisme Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban atas Pajak Ditanggung Pemerintah;
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pajak Ditanggung Pemerintah yang selanjutnya disebut Pajak DTP adalah pajak terutang yang dibayar oleh pemerintah dengan pagu anggaran yang telah ditetapkan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang mengenai anggaran pendapatan dan belanja negara.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintah negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi BUN.
Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran kementerian/lembaga.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran kementerian/lembaga.
Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada kementerian/lembaga yang bersangkutan.
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing PPA BUN baik di kantor pusat maupun kantor daerah atau satuan kerja di kementerian/lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN.
Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.
Surat Setoran Pajak yang selanjutnya disingkat SSP adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri.
Pajak Penghasilan yang selanjutnya disingkat PPh adalah Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang PPh.
Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disingkat PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disingkat PPnBM adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang digunakan sebagai acuan PA dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN.
Belanja Subsidi Bagian Anggaran 999.07 yang selanjutnya disebut Belanja Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan pemerintah kepada perusahaan negara, lembaga pemerintah atau pihak ketiga lainnya yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan/atau jasa untuk memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh masyarakat.
Kuasa Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Kuasa BUN adalah pejabat yang diangkat oleh BUN untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan APBN dalam wilayah kerja yang ditetapkan.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disebut SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
Laporan Realisasi Anggaran yang selanjutnya disingkat LRA adalah laporan yang menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit, dan pembiayaan, serta sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode.
Laporan Operasional yang selanjutnya disingkat LO adalah laporan yang menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintah dalam 1 (satu) periode pelaporan.
Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran, yang selanjutnya disingkat UAKPA, adalah unit akuntansi instansi yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan tingkat satuan kerja.
Rekonsiliasi adalah proses pencocokan data transaksi keuangan yang diproses dengan beberapa sistem/subsistem yang berbeda berdasarkan dokumen sumber yang sama.
Laporan Keuangan yang selanjutnya disingkat LK adalah bentuk pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan APBN berupa LRA, laporan arus kas, LO, laporan perubahan saldo anggaran lebih, laporan perubahan ekuitas, neraca, dan catatan atas laporan keuangan.
Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak yang selanjutnya disingkat SPTJM adalah pernyataan yang diterbitkan/dibuat oleh KPA BUN yang memuat jaminan atau pernyataan bahwa seluruh pengeluaran telah dihitung dengan benar.
Tata Cara Penilaian untuk Tujuan Perpajakan
Relevan terhadap
Analisis data objek dan data pendukung Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c untuk menentukan nilai objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan dalam rangka penetapan Nilai Jual Objek Pajak meliputi:
analisis data permukaan bumi;
analisis data tubuh bumi; dan/atau
analisis data bangunan.
Analisis data objek dan data pendukung Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c, untuk menentukan nilai harta berwujud, harta tidak berwujud, dan bisnis meliputi:
analisis data pasar properti dan/atau analisis penggunaan tertinggi dan terbaik, untuk Penilaian untuk menentukan nilai harta berwujud; dan
analisis data makro ekonomi yang relevan dengan objek Penilaian, analisis data sektor industri, analisis laporan keuangan, analisis proyeksi laporan keuangan, dan/atau analisis data objek Penilaian, untuk Penilaian untuk menentukan nilai harta tidak berwujud dan Penilaian untuk menentukan nilai bisnis, dengan mencantumkan sumber perolehan data.
Pengumpulan data objek dan data pendukung Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b pada Penilaian untuk menentukan nilai objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan dalam rangka penetapan Nilai Jual Objek Pajak, meliputi pengumpulan:
data sebagaimana tercantum dalam surat pemberitahuan objek pajak; dan
data selain data sebagaimana dimaksud dalam huruf a, yang terdiri atas data penawaran atau transaksi properti, harga satuan upah dan bahan bangunan, harga jual komoditas hasil hutan, harga patokan hasil tambang, harga jual hasil perikanan tangkap, dan/atau harga jual hasil usaha perikanan budidaya.
Pengumpulan data objek dan data pendukung Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b pada Penilaian untuk menentukan nilai harta berwujud meliputi pengumpulan:
data umum, yang terdiri atas data sosial, data ekonomi, kebijakan pemerintah, wilayah, dan/atau lingkungan;
data permintaan dan penawaran, yang terdiri atas data penjualan objek yang sejenis, data ketersediaan jumlah properti, rencana pembangunan, data tingkat sewa, data tingkat hunian, data tingkat pendapatan masyarakat, data transaksi objek pembanding, data penawaran, dan/atau data industri terkait objek Penilaian; dan/atau
data objek Penilaian, yang terdiri atas data status kepemilikan, data transaksi atau data harga perolehan objek Penilaian, data penggunaan objek, laporan keuangan historis, data penjualan atau pendapatan, data harga sewa, biaya operasional objek, kondisi fisik, dan/atau spesifikasi objek.
Kegiatan pengumpulan data objek dan data pendukung Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b pada Penilaian untuk menentukan nilai harta tidak berwujud dan Penilaian untuk menentukan nilai bisnis meliputi pengumpulan:
data makro ekonomi, yang terdiri atas prospek perekonomian, tingkat inflasi, tingkat bunga bebas risiko, tingkat suku bunga utang, country risk premium, credit default spread, nilai tukar mata uang, produk domestik bruto, dan/atau pertumbuhan ekonomi;
data sektor industri, yang terdiri atas risiko sistematis, tingkat risiko pasar, data perusahaan pembanding, data pasar akun yang sejenis, pertumbuhan sektor industri, equity premium industri, data royalty rate industri, __ data transaksi atau penawaran harta tidak berwujud yang sejenis, __ debt equity ratio industri, data pendapatan dari industri sejenis, dan/atau data pasar instrumen keuangan yang sejenis; dan/atau
data objek Penilaian, yang dapat berupa:
data status kepemilikan, laporan keuangan historis, data penjualan atau pendapatan, kontrak perusahaan, teknologi perusahaan, sumber daya manusia, informasi keuangan prospektif, data transaksi atau data harga perolehan objek Penilaian, dokumen transaksi pemanfaatan atau penggunaan harta tidak berwujud, laporan keuangan entitas objek Penilaian dan entitas objek pembanding, dan/atau rincian biaya langsung dan tidak langsung, untuk Penilaian harta tidak berwujud; dan
laporan keuangan, ikhtisar laporan keuangan, proyeksi laporan keuangan, laporan keuangan historis, data spesifikasi aset atas akun akuntansi yang diuji kewajaran nilainya, data rincian aset perusahaan, informasi keuangan prospektif, data pendirian dan perubahan kepemilikan perusahaan, data transaksi pengalihan saham dan/atau aksi korporasi, dan/atau bukti kepemilikan instrumen keuangan, untuk Penilaian bisnis.
Data objek dan data pendukung Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) untuk Penilaian Kantor diperoleh dari data dan/atau informasi yang telah dimiliki Direktorat Jenderal Pajak.
Data objek dan data pendukung Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) untuk Penilaian Lapangan dapat diperoleh dari Wajib Pajak dan/atau pihak lain.
Skema Subsidi Resi Gudang
Relevan terhadap
Dalam hal penetapan penerima SSRG tidak sesuai dengan keabsahan Resi Gudang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dan kebijakan yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2), terhadap Subsidi Bunga/Subsidi Margin yang telah dibayarkan untuk penerima SSRG oleh Penyalur SSRG, KPA harus:
memperhitungkan pembayaran dimaksud dengan pembayaran Subsidi Bunga/Subsidi Margin pada periode berikutnya; atau
memerintahkan Penyalur SSRG untuk melakukan penyetoran ke rekening kas negara.
Penyetoran ke rekening kas negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem penerimaan negara secara elektronik.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Skema Subsidi Resi Gudang yang selanjutnya disingkat SSRG adalah kredit/pembiayaan yang diberikan oleh penyalur SSRG kepada penerima SSRG dengan jaminan/agunan berupa resi gudang dan diberikan subsidi bunga/subsidi margin dari Pemerintah.
Resi Gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang.
Petani adalah warga negara Indonesia perseorangan dan/atau beserta keluarganya yang melakukan usaha tani di bidang tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan/atau peternakan.
Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi.
Suku Bunga/Margin adalah tingkat bunga/margin yang dikenakan dalam pemberian SSRG.
Subsidi Bunga/Subsidi Margin adalah bagian bunga/margin yang menjadi beban Pemerintah sebesar selisih antara Suku Bunga/Margin yang berlaku dengan Suku Bunga/Margin yang dibebankan kepada penerima SSRG.
Badan Pengawas Sistem Resi Gudang yang selanjutnya disebut Badan Pengawas adalah unit organisasi di bawah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan yang diberi wewenang untuk melakukan pembinaan, pengaturan dan pengawasan pelaksanaan sistem Resi Gudang.
Pusat Registrasi Resi Gudang yang selanjutnya disebut Pusat Registrasi adalah badan usaha berbadan hukum yang mendapat persetujuan Badan Pengawas untuk melakukan penatausahaan Resi Gudang dan derivatif Resi Gudang, yang meliputi pencatatan, penyimpanan, pemindahbukuan kepemilikan, pembebanan hak jaminan, pelaporan serta penyediaan sistem dan jaringan informasi.
Bank adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Lembaga Keuangan Non Bank yang selanjutnya disingkat LKNB adalah badan usaha yang berupa perusahaan pembiayaan yang menyediakan pelayanan jasa keuangan, tidak termasuk pada perusahaan asuransi dan/atau dana pensiun.
Penyalur SSRG adalah Bank atau LKNB yang ditetapkan untuk menyalurkan SSRG.
Lembaga Linkage adalah lembaga berbadan hukum yang dapat meneruspinjamkan SSRG dari Penyalur SSRG kepada penerima SSRG berdasarkan perjanjian kerja sama.
Kuasa Pengguna Anggaran Belanja Subsidi Bunga/Subsidi Margin dalam rangka SSRG yang selanjutnya disebut KPA adalah pejabat yang memperoleh kewenangan dan tanggung jawab dari PA untuk menyalurkan anggaran belanja Subsidi Bunga/Subsidi Margin SSRG kepada Penyalur SSRG.
Komoditi adalah barang yang dapat disimpan di gudang dalam sistem Resi Gudang sebagaimana ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan.
Perjanjian Kerja Sama Pembiayaan yang selanjutnya disingkat PKP adalah perjanjian antara KPA dengan Penyalur SSRG.
Kredit Usaha Rakyat yang selanjutnya disingkat KUR adalah kredit/pembiayaan modal kerja dan/atau investasi kepada debitur individu/perseorangan, badan usaha dan/atau kelompok usaha yang produktif dan layak namun belum memiliki agunan tambahan atau agunan tambahan belum cukup.
Sistem Informasi Kredit Program yang selanjutnya disingkat SIKP adalah sistem informasi elektronik yang digunakan untuk menatausahakan dan menyediakan informasi penyaluran kredit program.
Sistem Informasi Resi Gudang yang selanjutnya disingkat SIRG adalah sistem informasi elektronik yang digunakan untuk menatausahakan dan menyediakan informasi Resi Gudang.