Penambahan Investasi Pemerintah Republik Indonesia pada Lembaga Keuangan Internasional Tahun Anggaran 2018. ...
Relevan terhadap
Pelaksanaan penambahan Investasi Pemerintah pada LKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dilakukan oleh Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral, Badan Kebijakan Fiskal, selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Bendahara Umum Negara (BUN) pengelolaan Investasi Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Batera ...
Relevan terhadap
bahwa untuk mendorong kebijakan pemerintah dalam melakukan peralihan dari penggunaan energi fosil ke energi listrik dan meningkatkan minat beli masyarakat atas kendaraan bermotor listrik berbasis baterai guna mendukung program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai tahun 2024, perlu dukungan pemerintah berupa kebijakan pemberian insentif fiskal;
bahwa dukungan pemerintah berupa kebijakan insentif fiskal tahun 2023 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38 Tahun 2023 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Bus Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2023 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38 Tahun 2023 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Bus Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2023, perlu dilanjutkan dengan kebijakan pemberian fasilitas berupa pajak pertambahan nilai atas penyerahan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai roda empat tertentu dan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai bus tertentu yang ditanggung pemerintah untuk tahun anggaran 2024;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Bus Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2024;
Sasaran Inflasi Tahun 2025, Tahun 2026, dan Tahun 2027
Relevan terhadap
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 21 Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pemerintah dan Bank Indonesia berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter;
bahwa koordinasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf a di antaranya dilakukan dengan menciptakan bauran kebijakan moneter dan fiskal melalui penetapan sasaran inflasi dalam 3 (tiga) tahun mendatang;
bahwa penetapan sasaran inflasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b, dilakukan untuk mencapai dan mengendalikan inflasi pada tingkat yang stabil dan rendah guna mendukung pencapaian pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan;
bahwa sasaran inflasi yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam huruf b menjadi acuan bagi penetapan dan pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Sasaran Inflasi Tahun 2025, Tahun 2026, dan Tahun 2027;
Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
Relevan terhadap
Ayat (1) Menteri sebagai perwakilan pemilik modal Perum menetapkan kebijakan pengembangan Perum yang bertujuan menetapkan arah dalam mencapai tujuan perusahaan baik menyangkut kebUakan investasi, pembiayaan usaha, sumber pembiayaannya, penggunaan basil usaha perusahaan, dan kebijakan pengembangan lainnya. Mengingat Dewan Pengawas akan mengawasi pelaksanaan kebijakan tersebut, usulan Direksi Perum kepada Menteri harus didahului dengan persetujuan dari Dewan Pengawas. Angka 74 Menteri sangat berkepentingan dengan modal negara yang tertanam dalam Perum untuk dapat dikembangkan. Untuk itu masalah investasi, pembiayaan, serta pemanfaatan basil usaha Perum perlu diarahkan dengan jelas dalam suatu kebijakan pengembangan perusahaan. Dalam rangka memberikan persetujuan atas usul Direksi Perum tersebut, Menteri dapat mengadakan pembicaraan hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan sektoral. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.
Negara Republik Indonesia memiliki saham seri A Dwiwarna dengan hak istimewa pada Holding Investasi, Holding Operasional, dan BUMN.
Kepemilikan saham seri A Dwiwarna dengan hak istimewa yang dimiliki Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang BUMN.
Saham seri A Dwiwarna dengan hak istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki hak- hak istimewa paling sedikit sebagai berikut:
hak untuk menyetujui dalam RUPS;
hak untuk mengusulkan agenda RUPS;
hak untuk meminta dan mengakses data dan dokumen perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
hak untuk menetapkan pedoman/kebijakan strategis dalam bidang:
akuntansi dan keuangan;
pengembangan dan investasi;
operasional dan pengadaan barang dan/atau jasa;
informasi teknologi;
sumber daya manusia;
manaJemen risiko dan pengawasan internal;
h~kum dan kepatuhan;
program tanggung jawab sosial dan lingkungan; dan
program environmental, social, and governance (ESG);
hak untuk mengangkat dan memberhentikan Direksi dan Dewan Komisaris atas persetujuan Presiden; dan
hak lain yang ditetapkan dalam anggaran dasar.
Ketentuan lebih lanjut mengenai hak istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Menteri selaku wakil Pemerintah Pusat dengan persetujuan Presiden berwenang:
menetapkan arah kebijakan umum BUMN;
menetapkan kebijakan tata kelola BUMN;
menetapkan peta jalan BUMN dan menyampaikan kepada alat kelengkapan DPR RI yang membidangi BUMN;
mengatur dan memberikan penugasan kepada BUMN;
mengatur tata cara dan isi pokok indikator kinerja utama;
menetapkan kriteria hapus buku dan hapus tagih atas Aset BUMN;
membentuk BUMN;
menyetujui Restrukturisasi BUMN termasuk Penggabungan, Pele buran, Pengambilalihan, dan Pemisahan;
mengesahkan dan mengonsultasikan kepada alat kelengkapan DPR RI yang membidangi BUMN atas rencana kerja dan anggaran perusahaan Holding Investasi dan Holding Operasional; J. melakukan pemeriksaan terhadap BUMN;
mengusulkan rencana Privatisasi kepada komite privatisasi; dan
melaksanakan kewenangan lain yang ditetapkan oleh Presiden.
Perubahan ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak ...
Relevan terhadap
Pendahuluan Kelebihan Pajak untuk Pajak Penghasilan Badan
Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan
Relevan terhadap 8 lainnya
Dalam rangka pengembangan Keuangan Berkelanjutan, Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, dan Bank Indonesia melakukan:
koordinasi dalam menyusun dan menetapkan strategi, kebijakan, dan program Keuangan Berkelanjutan;
optimalisasi dukungan kebijakan fiskal, mikroprudensial, moneter, sistem pembayaran, dan makroprudensial;
pengembangan basis data dan infrastruktur pendukung pelaksanaan Keuangan Berkelanjutan; dan
koordinasi dalam menyusun taksonomi berkelanjutan.
Ketentuan mengenai taksonomi berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ayat (1) Penerapan Keuangan Berkelanjutan juga mencakup pembiayaan transisi untuk proyek yang melakukan peralihan a tau transformasi dari kegiatan yang menghasilkan emisi karbon tinggi menuju pada kegiatan yang lebih ramah lingkungan. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Pengembangan produk, transaksi, dan jasa Keuangan Berkelanjutan mencakup pengembangan skema pembiayaan campuran (blended.finance). Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Yang dimaksud dengan "otoritas sektor keuangan" adalah Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Pasa1223 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Hurufb Kementerian Keuangan berperan dalam menyusun dan menetapkan instrumen kebijakan fiskal yang mendukung pengembangan Keuangan Berkelanjutan. Otoritas Jasa Keuangan berperan dalam mengawasi dan meningkatkan kinerja sektor jasa keuangan dalam mengembangkan Keuangan Berkelanjutan. Bank Indonesia berperan dalam mendukung pelaksanaan Keuangan Berkelanjutan demi menjaga stabilitas ekonomi dan keuangan dari ancaman dampak perubahan iklim. Huruf c Infrastruktur pendukung pelaksanaan Keuangan Berkelanjutan di antaranya meliputi verifikasi, sertifikasi, pengembangan kompetensi profesi terkait, pengembangan standar laporan keberlanjutan, dan lembaga pemeringkat surat berharga. Verifikasi atas kriteria dan standar hijau/berkelanjutan dari sebuah produk dan/atau jasa Keuangan Berkelanjutan harus dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan investor pada produk dan/atau jasa pembiayaan kegiatan berkelanjutan dan pembiayaan transisi yang dikeluarkan oleh PUSK. Sertifikasi atas kapasitas/kecakapan seseorang dalam menilai dan memverifikasi apakah sebuah produk dan/atau jasa pembiayaan telah dapat dinilai sebagai produk dan/ a tau jasa Keuangan Berkelanjutan perlu dikembangkan untuk meningkatkan kepercayaan investor atas hasil dari penilaian dan verifikasi. Pengembangan kompetensi profesi terkait di antaranya mencakup pemberian pengetahuan mengenai Keuangan Berkelanjutan pada profesi yang ada (akuntan, penilai, dan aktuaria). Pengembangan kompetensi profesi khusus yang berkaitan dengan produk dan/atau jasa pembiayaan kegiatan berkelanjutan dan pembiayaan transisi perlu dipertimbangkan oleh Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, dan Bank Indonesia. Huruf d Cukup jelas. Ayat (2) SK Nol63814A jdih.kemenkeu.go.id
Ayat(l) Huruf a Pengaturan makroprudensial dilakukan di antaranya dengan menggunakan instrumen kebijakan untuk mendorong:
tingkat pertumbuhan pembiayaan domestik yang seimbang, berkualitas, dan berkelanjutan;
tingkat risiko sistemik yang terjaga; dan
tingkat pembiayaan inklusi ekonomi, Inklusi Keuangan, dan Keuangan Berkelanjutan. Huruf b Pengawasan makroprudensial dilakukan melalui surveilans makroprudensial terhadap sistem keuangan dan/atau pemeriksaan terhadap perbankan dan/atau pihak lainnya untuk memastikan pelaksanaan kebijakan makroprudensial. Dalam rangka pemeriksaan terhadap perbankan, Bank Indonesia berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan. Dalam rangka pengawasan makroprudensial, Bank Indonesia melakukan pengenaan sanksi administratif atas pelanggaran terhadap pengaturan makroprudensial. Huruf c Pengaturan dan pengembangan pembiayaan inklusif dan Keuangan Berkelanjutan dilakukan melalui kebijakan keuangan inklusif dan kebijakan untuk mendukung pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, serta target inklusif lainnya, berkoordinasi dengan kementerian/lembaga dan otoritas terkait. Huruf d Penyediaan dana dalam rangka menjalankan fungsi lender of the last resorl dilakukan di antaranya melalui penyediaan dana pinjaman likuiditas jangka pendek atau pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan Prinsip Syariah. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Angka 23 Cukup jelas. Angka 24
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum
Relevan terhadap 8 lainnya
BAB XI KEBIJAKAN AKUNTANSI INVESTASI JANGKA PANJANG BLU A. Definisi dan Jenis Investasi Jangka Panjang BLU Investasi Jangka Panjang BLU merupakan investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki selama lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan persetujuan Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) dalam rangka penugasan sesuai karakteristik BLU. Dana yang digunakan untuk perolehan investasi jangka panjang BLU dapat berasal dari saldo Kas dan Bank BLU yang telah disahkan dan merupakan dana yang membentuk surplus operasional BLU. Penggunaan saldo kas BLU dalam rangka investasi jangka panjang berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penggunaan saldo kas pada BLU untuk investasi pemerintah pada Bagian Anggaran (BA) BUN Pengelolaan Investasi. Investasi Jangka Panjang BLU terdiri dari:
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 12 BAB II SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN BLU...….. 16 BAB III KEBIJAKAN AKUNTANSI PENDAPATAN BLU...….................... 50 BAB IV KEBIJAKAN AKUNTANSI BEBAN DAN BELANJA BLU............. 63 BAB V KEBIJAKAN AKUNTANSI KAS DAN SETARA KAS YANG DIKELOLA BLU...…................................................................ 77 BAB VI KEBIJAKAN AKUNTANSI PERSEDIAAN BLU...…..................... 87 BAB VII KEBIJAKAN AKUNTANSI PIUTANG BLU...…............................ 93 BAB VIII KEBIJAKAN AKUNTANSI ASET TETAP BLU ............................. 104 BAB IX KEBIJAKAN AKUNTANSI PROPERTI INVESTASI BLU...……… 116 BAB X KEBIJAKAN AKUNTANSI INVESTASI JANGKA PENDEK BLU ... 125 BAB XI KEBIJAKAN AKUNTANSI INVESTASI JANGKA PANJANG BLU 129 BAB XII KEBIJAKAN AKUNTANSI ASET LAINNYA BLU...…................... 137 BAB XIII KEBIJAKAN AKUNTANSI HIBAH BLU ..................................... 149 BAB XIV KEBIJAKAN AKUNTANSI KEWAJIBAN BLU ............................. 155 BAB XV KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERUBAHAN STATUS BLU .…. 164 BAB XVI KEBIJAKAN KONSOLIDASIAN LAPORAN KEUANGAN BLU UNTUK PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN TINGKAT 168
Platform Digital Sinergi Kebijakan Fiskal Nasional
Relevan terhadap 19 lainnya
b. pengelolaan TKD; dan
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2024 TENTANG PLATFORM DIGITAL SINERGI KEBIJAKAN FISKAL NASIONAL MANUAL PLATFORM DIGITAL SINERGI KEBIJAKAN FISKAL NASIONAL A. PENDAHULUAN Sebagai upaya mewujudkan pemerataan layanan publik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di seluruh pelosok Indonesia, telah ditetapkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD) yang menyempurnakan implementasi hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan. UU HKPD berlandaskan pada 4 (empat) pilar utama, yaitu: mengembangkan sistem pajak dan retribusi daerah, meminimalkan ketimpangan, mendorong peningkatan kualitas belanja Daerah, serta harmonisasi kebijakan fiskal antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah. Harmonisasi kebijakan fiskal antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Kebijakan Fiskal Nasional (PP HKFN). PP HKFN memperkuat harmonisasi kebijakan fiskal nasional melalui pelaksanaan pembiayaan utang daerah, penyelenggaraan dana abadi Daerah, dan pelaksanaan sinergi pendanaan, dan pelaksanaan sinergi kebijakan fiskal nasional dalam kerangka Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) yang didukung dengan platform digital. Sejalan dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik ( Good Governance ), akuntabilitas, dan transparansi di era digital, pemanfaatan platform digital tercantum dalam UU HKPD dan PP HKFN dimana Pemerintah membangun sistem informasi pembangunan daerah, pengelolaan keuangan daerah, dan informasi lainnya melalui platform digital yang terinterkoneksi dengan sistem informasi konsolidasi kebijakan fiskal nasional yang dilaksanakan dalam bentuk Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) secara nasional dan digitalisasi pengelolaan HKPD. Dalam rangka sinergi kebijakan fiskal nasional, Menteri melalui Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menyelenggarakan Platform Digital Sinergi Kebijakan Fiskal Nasional dan berkoordinasi dengan kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah, serta Pemerintah Desa. Untuk memperkuat platform digital sinergi kebijakan fiskal nasional, Peraturan Menteri ini disusun sebagai ketentuan teknis Platform Digital Sinergi Kebijakan Fiskal Nasional (Platform Digital SKFN) dengan mengedepankan aspek-aspek pemerintahan digital ( digital government ), pemerintahan terbuka ( open government public ) serta pemanfaatan platform digital yang didukung data dan informasi digital yang digunakan untuk implementasi harmonisasi kebijakan fiskal nasional dan implementasi kebijakan HKPD. Pengaturan dalam Peraturan Menteri ini juga untuk menyempurnakan pengaturan yang berlaku mengenai penyelenggaraan SIKD dan tata cara penyampaian data dan informasi. Manual Platform Digital SKFN sebagai Lampiran Peraturan Menteri ini disusun sebagai pedoman dalam implementasi Platform Digital SKFN yang
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 32 dan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Kebijakan Fiskal Nasional, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Platform Digital Sinergi Kebijakan Fiskal Nasional;
Standar Biaya Keluaran Tahun Anggaran 2025
Relevan terhadap 6 lainnya
Ukur Besaran 1 2 3 4 5 19 Rekomendasi Kebijakan Pengelolaan DAS dan Konservasi SDA 1 Rekomendasi Kebijakan 733.334.000 20 Rekomendasi Kebijakan Pengelolaan Perubahan Iklim dan Kebencanaan 1 Rekomendasi Kebijakan 766.667.000 21 Rekomendasi Kebijakan Pengelolaan Sampah dan Limbah 1 Rekomendasi Kebijakan 733.334.000 22 Rekomendasi Kebijakan Pengendalian Program Prioritas Nasional Bidang Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan 1 Rekomendasi Kebijakan 3.100.000.000 5996.ABV Kebijakan Bidang Kehutanan 23 Rekomendasi Kebijakan Pengelolaan Produk Kehutanan dan Jasa Lingkungan 1 Rekomendasi Kebijakan 666.666.666 24 Rekomendasi Kebijakan Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan 1 Rekomendasi Kebijakan 575.000.000 6002.ABA Kebijakan Bidang Ekonomi dan Keuangan 25 Rekomendasi Kebijakan Akses Permodalan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 1 Rekomendasi Kebijakan 675.000.000 26 Rekomendasi Kebijakan Kekayaan Intelektual Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 1 Rekomendasi Kebijakan 675.000.000 27 Rekomendasi Kebijakan Pengembangan Ekonomi Kreatif 1 Rekomendasi Kebijakan 808.333.333 28 Rekomendasi Kebijakan Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan 1 Rekomendasi Kebijakan 800.450.000 29 Rekomendasi Kebijakan Pengendalian Program Prioritas Nasional Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 1 Rekomendasi Kebijakan 3.198.650.000 30 Rekomendasi Kebijakan Sumber Daya Manusia Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 1 Rekomendasi Kebijakan 675.000.000 6008.ABB Kebijakan Bidang Investasi dan Perdagangan 31 Rekomendasi Kebijakan Investasi Bidang Jasa 1 Rekomendasi Kebijakan 683.333.333 32 Rekomendasi Kebijakan Investasi Strategis 1 Rekomendasi Kebijakan 700.000.000 33 Rekomendasi Kebijakan Kerja Sama Investasi Pemerintah dan Badan Usaha 1 Rekomendasi Kebijakan 633.333.333 34 Rekomendasi Kebijakan Pengendalian Program Prioritas Nasional Bidang Investasi dan Pertambangan 1 Rekomendasi Kebijakan 1.316.667.000 35 Rekomendasi Kebijakan Strategi dan Kebijakan Percepatan Investasi 1 Rekomendasi Kebijakan 1.000.000.000 6008.ABI Kebijakan Bidang Energi dan Sumber Daya Alam 36 Rekomendasi Kebijakan Pertambangan 1 Rekomendasi Kebijakan 716.667.000
Ukur Besaran 1 2 3 4 5 35 Jejaring Destinasi Pariwisata di Wilayah Destinasi II yang Dikembangkan 1 kegiatan 500.000.000 4316.QDC Fasilitasi dan Pembinaan Masyarakat 36 Fasilitasi Peningkatan Kapasitas SDM Pengelola Destinasi di Wilayah Destinasi II 1 Orang 10.000.000 4318.AFA Norma, Standard, Prosedur dan Kriteria 37 Penyusunan NSPK Industri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 1 NSPK 166.666.666 4318.BDI Fasilitasi dan Pembinaan Industri 38 Fasilitasi dan Pembinaan Industri Pariwisata Berkelanjutan 1 Industri 131.086.800 4318.FAB Sistem Informasi Pemerintahan 39 Pengembangan Dashboard Industri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 1 Sistem Informasi 300.000.000 4318.QDG Fasilitasi dan Pembinaan UMKM 40 Fasilitasi Literasi Bisnis Untuk UMKM 1 UMKM 12.666.666 4319.ABB Kebijakan Bidang Investasi dan Perdagangan 41 Rekomendasi Kebijakan Investasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 1 Rekomendasi Kebijakan 382.900.000 4320.BDG Fasilitasi dan Pembinaan UMKM 42 Fasilitasi Literasi Keuangan Akses Pembiayaan Bagi Pelaku Usaha Parekraf 1 UMKM 4.166.666 4321.PDC Sertifikasi Produk 43 Kekayaan Intelektual Yang Dikomersialisasikan 1 produk 672.036.400 4321.QDC Fasilitasi dan Pembinaan Masyarakat 44 Pelaku Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif Yang Mendapat Fasilitasi Konsultasi Hak Kekayaan Intelektual 1 Orang 9.295.238 4323.AEE Kemitraan 45 Kemitraan Pemasaran - Co Branding Wonderful Indonesia 1 Kesepakatan 7.380.290.000 4323.AEH Promosi 46 Pembuatan Film Promosi Destinasi Super Prioritas 1 promosi 4.000.000.000 4323.AFA Norma, Standard, Prosedur dan Kriteria 47 Brand Monitoring Pariwisata Indonesia 1 NSPK 800.000.000 48 NSPK Pengembangan Komunikasi Pemasaranasi Pemasaran 1 NSPK 500.000.000 49 Strategi Komunikasi Pemasaran Terpadu 1 Pedoman 1.100.000.000 4323.PEH Promosi 50 Publikasi 1 promosi 6.685.744.000 4324.AEH Promosi 51 Promosi Terpadu Desa Wisata 1 promosi 500.000.000 4324.AFA Norma, Standard, Prosedur dan Kriteria 52 Strategi Pemasaran Pariwisata Nusantara 1 NSPK 500.000.000 4324.PEH Promosi
Satuan Ukur Besaran 1 2 3 4 5 246 Rekomendasi di Bidang Kekayaan Negara Dipisahkan 1 Rekomendasi Kebijakan 51.593.200 247 Rekomendasi Evaluasi Pelaksanaan Penggantian Biaya dan Margin Investasi Pemerintah PEN 1 Rekomendasi Kebijakan 12.553.000 248 Rekomendasi Pelaksanaan Tugas dan Fungsi PPA BUN BA 999.03 (Pengelolaan Investasi Pemerintah) 1 Rekomendasi Kebijakan 40.447.000 249 Rekomendasi Pengembangan Penyusunan Net Portfolio Value Investasi Pemerintah 1 Rekomendasi Kebijakan 108.740.000 4800.FAH Pengelolaan Keuangan Negara 250 Laporan Barang Milik Negara 1 Laporan 43.745.000 251 LK BA BUN Transaksi Khusus (999.99) 1 Laporan 57.504.250 4801.ACD Perizinan Lembaga 252 Perizinan Balai Lelang 1 Ketetapan 14.000.000 4801.ACE Perizinan Profesi 253 Perizinan Pejabat Lelang Kelas II 1 Orang 2.913.250 6612.FAH Pengelolaan Keuangan Negara 254 LK BA BUN Investasi Pemerintah (999.03) 1 Laporan 45.290.000 015.11 Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan 4681.BMB Komunikasi Publik 255 Corpu TV 1 Volume 7.224.000 4683.ABA Kebijakan Bidang Ekonomi dan Keuangan 256 Kajian Akademis BPPK 1 Kajian 25.000.000 4683.DCF Pelatihan Bidang Ekonomi dan Keuangan 257 Alat Uji 1 Kegiatan 97.505.000 258 Karyasiswa Beasiswa 1 Orang 560.905.634 259 Manajemen Pengetahuan 1 Kegiatan 1.380.000 260 Pembelajaran Digital 1 Orang 57.531 261 Pembelajaran Klasikal 1 Orang 4.101.704 262 Program dan Materi pembelajaran 1 Kegiatan 6.250.000 263 Sertifikasi Kompetensi 1 Orang 1.024.390 4683.EBA Layanan Dukungan Manajemen Internal 264 Learning Organization 1 Laporan 1.534.476.000 265 Rekomendasi Perencanaan Pelatihan 1 Rekomendasi 1.404.140.000 4684.DBA Pendidikan Tinggi 266 Mahasiswa Pendidikan Program Diploma Keuangan 1 Mahasiswa 7.226.091 267 Pendidikan dan Pelatihan Kerja Sama 1 Orang 6.086.779 268 Penerimaan Mahasiswa Baru 1 Orang 668.480 269 Program Pengabdian Masyarakat 1 Kegiatan 22.256.600 4687.FAB Sistem Informasi Pemerintahan 270 Kemenkeu Learning Center (KLC) 1 Sistem Informasi 2.000.000.000 015.12 Badan Kebijakan Fiskal 4674.BMB Komunikasi Publik 271 Publikasi Media Cetak 1 Volume 22.013.333 272 Publikasi Media Elektronik 1 Media 36.660.000 273 Publikasi Media Website 1 Media 71.330.000 4762.ABA Kebijakan Bidang Ekonomi dan Keuangan 274 Rekomendasi Kebijakan Posisi Indonesia pada Pertemuan Internasional Perubahan Iklim, G20, OECD, dan Multilateral 1 Rekomendasi Kebijakan 315.553.200 275 Rekomendasi Posisi Indonesia pada Pertemuan Internasional dalam Sektor Keuangan 1 Rekomendasi Kebijakan 375.000.000
Insentif Fiskal untuk Penghargaan Kinerja Tahun Berjalan pada Tahun Anggaran 2023
Relevan terhadap
Penghitungan pagu provinsi, kabupaten, dan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b dihitung dengan menggunakan rumus: jumlah daerah terbaik provinsi/kabupaten/kota X pagu Insentif Fiskal inflasi daerah per periode jumlah daerah terbaik provinsi + jumlah daerah terbaik kabupaten + jumlah daerah terbaik kota (2) Nilai kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) sampai dengan ayat (4) dilakukan standardisasi nilai dengan menggunakan rumus: XS i = X i - min X 0,3 + 1 maks - min Keterangan: XS i = nilai standar provinsi/kabupaten/kota Min = nilai terkecil provinsi/kabupaten/kota Maks = nilai terbesar provinsi/kabupaten/kota (3) Penentuan alokasi Insentif Fiskal Kinerja Tahun Berjalan untuk kelompok kategori kinerja dalam rangka pengendalian inflasi daerah per daerah provinsi/kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c dihitung dengan menggunakan rumus: nilai XS i X pagu per daerah provinsi/kabupaten/kota nilai total XS Keterangan: XS i = nilai standar provinsi/kabupaten/kota a. pengendalian inflasi;
penurunan stunting;
peningkatan investasi; dan
penurunan kemiskinan.
Insentif Fiskal Kinerja Tahun Berjalan sebagaimana dimaksud pada (1) tidak dapat digunakan untuk mendanai:
gaji, tambahan penghasilan, dan honorarium; dan
perjalanan dinas.