Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit pada Kementerian Keuangan ...
Relevan terhadap
Tarif Pungutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dikenakan kepada:
pelaku usaha perkebunan kelapa sawit yang melakukan ekspor komoditas perkebunan kelapa sawit, crude palm oil , dan/atau turunannya;
pelaku usaha industri berbahan baku hasil perkebunan kelapa sawit; dan
eksportir atas komoditas perkebunan kelapa sawit dan/atau produk turunannya.
Tarif Pungutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 yang dikenakan kepada pelaku usaha dan eksportir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayar dalam mata uang Rupiah dengan nilai kurs yang berlaku pada saat pembayaran.
Nilai kurs sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengacu pada nilai kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai nilai kurs sebagai dasar pelunasan bea masuk, pajak pertambahan nilai barang dan jasa, pajak penjualan atas barang mewah, bea keluar, dan pajak penghasilan.
Tata cara pengenaan Tarif Pungutan diatur oleh Direktur Utama Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit pada Kementerian Keuangan.
Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Barang Hasil Pertanian Tertentu
Relevan terhadap
Badan usaha industri yang melakukan pengolahan barang hasil pertanian, perkebunan, dan kehutanan yang memperoleh barang hasil pertanian tertentu dari Pengusaha Kena Pajak yang dalam penyerahannya menggunakan besaran tertentu untuk memungut dan menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditunjuk sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
Penilaian Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
Relevan terhadap
NJOP Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf a merupakan hasil perkalian antara total luas areal objek pajak dengan NJOP Bumi per meter persegi.
NJOP Bumi per meter persegi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas objek pajak berupa tanah merupakan hasil konversi NIR per meter persegi yang diperoleh dari proses penilaian tanah ke dalam klasifikasi NJOP Bumi.
NJOP Bumi per meter persegi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas objek pajak berupa areal perairan pedalaman untuk:
usaha bidang perikanan berupa areal pembudidayaan ikan adalah sebesar nilai jual pengganti; dan
kepentingan pelabuhan, industri, lapangan golf serta tempat rekreasi adalah sebesar nilai jual yang ditentukan berdasarkan korelasi garis lurus ke samping dengan klasifikasi NJOP permukaan bumi berupa tanah di sekitarnya.
Ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi NJOP Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan peraturan Kepala Daerah.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2023 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor dan Ekspor Barang Kiriman ...
Relevan terhadap
bahwa ketentuan kepabeanan, cukai, dan pajak atas impor dan ekspor barang kiriman telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2023 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor dan Ekspor Barang Kiriman;
bahwa untuk melaksanakan kebijakan terkait dengan pengawasan impor dan ekspor barang kiriman dalam rangka melindungi industri dalam negeri, sehingga pemberlakuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2023 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor dan Ekspor Barang Kiriman perlu diubah;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2023 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor dan Ekspor Barang Kiriman;
Tata Cara Penilaian untuk Tujuan Perpajakan
Relevan terhadap
Pengumpulan data objek dan data pendukung Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b pada Penilaian untuk menentukan nilai objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan dalam rangka penetapan Nilai Jual Objek Pajak, meliputi pengumpulan:
data sebagaimana tercantum dalam surat pemberitahuan objek pajak; dan
data selain data sebagaimana dimaksud dalam huruf a, yang terdiri atas data penawaran atau transaksi properti, harga satuan upah dan bahan bangunan, harga jual komoditas hasil hutan, harga patokan hasil tambang, harga jual hasil perikanan tangkap, dan/atau harga jual hasil usaha perikanan budidaya.
Pengumpulan data objek dan data pendukung Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b pada Penilaian untuk menentukan nilai harta berwujud meliputi pengumpulan:
data umum, yang terdiri atas data sosial, data ekonomi, kebijakan pemerintah, wilayah, dan/atau lingkungan;
data permintaan dan penawaran, yang terdiri atas data penjualan objek yang sejenis, data ketersediaan jumlah properti, rencana pembangunan, data tingkat sewa, data tingkat hunian, data tingkat pendapatan masyarakat, data transaksi objek pembanding, data penawaran, dan/atau data industri terkait objek Penilaian; dan/atau
data objek Penilaian, yang terdiri atas data status kepemilikan, data transaksi atau data harga perolehan objek Penilaian, data penggunaan objek, laporan keuangan historis, data penjualan atau pendapatan, data harga sewa, biaya operasional objek, kondisi fisik, dan/atau spesifikasi objek.
Kegiatan pengumpulan data objek dan data pendukung Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b pada Penilaian untuk menentukan nilai harta tidak berwujud dan Penilaian untuk menentukan nilai bisnis meliputi pengumpulan:
data makro ekonomi, yang terdiri atas prospek perekonomian, tingkat inflasi, tingkat bunga bebas risiko, tingkat suku bunga utang, country risk premium, credit default spread, nilai tukar mata uang, produk domestik bruto, dan/atau pertumbuhan ekonomi;
data sektor industri, yang terdiri atas risiko sistematis, tingkat risiko pasar, data perusahaan pembanding, data pasar akun yang sejenis, pertumbuhan sektor industri, equity premium industri, data royalty rate industri, __ data transaksi atau penawaran harta tidak berwujud yang sejenis, __ debt equity ratio industri, data pendapatan dari industri sejenis, dan/atau data pasar instrumen keuangan yang sejenis; dan/atau
data objek Penilaian, yang dapat berupa:
data status kepemilikan, laporan keuangan historis, data penjualan atau pendapatan, kontrak perusahaan, teknologi perusahaan, sumber daya manusia, informasi keuangan prospektif, data transaksi atau data harga perolehan objek Penilaian, dokumen transaksi pemanfaatan atau penggunaan harta tidak berwujud, laporan keuangan entitas objek Penilaian dan entitas objek pembanding, dan/atau rincian biaya langsung dan tidak langsung, untuk Penilaian harta tidak berwujud; dan
laporan keuangan, ikhtisar laporan keuangan, proyeksi laporan keuangan, laporan keuangan historis, data spesifikasi aset atas akun akuntansi yang diuji kewajaran nilainya, data rincian aset perusahaan, informasi keuangan prospektif, data pendirian dan perubahan kepemilikan perusahaan, data transaksi pengalihan saham dan/atau aksi korporasi, dan/atau bukti kepemilikan instrumen keuangan, untuk Penilaian bisnis.
Data objek dan data pendukung Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) untuk Penilaian Kantor diperoleh dari data dan/atau informasi yang telah dimiliki Direktorat Jenderal Pajak.
Data objek dan data pendukung Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) untuk Penilaian Lapangan dapat diperoleh dari Wajib Pajak dan/atau pihak lain.
Analisis data objek dan data pendukung Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c untuk menentukan nilai objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan dalam rangka penetapan Nilai Jual Objek Pajak meliputi:
analisis data permukaan bumi;
analisis data tubuh bumi; dan/atau
analisis data bangunan.
Analisis data objek dan data pendukung Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c, untuk menentukan nilai harta berwujud, harta tidak berwujud, dan bisnis meliputi:
analisis data pasar properti dan/atau analisis penggunaan tertinggi dan terbaik, untuk Penilaian untuk menentukan nilai harta berwujud; dan
analisis data makro ekonomi yang relevan dengan objek Penilaian, analisis data sektor industri, analisis laporan keuangan, analisis proyeksi laporan keuangan, dan/atau analisis data objek Penilaian, untuk Penilaian untuk menentukan nilai harta tidak berwujud dan Penilaian untuk menentukan nilai bisnis, dengan mencantumkan sumber perolehan data.
Tata Laksana Audit Kepabeanan dan Audit Cukai
Relevan terhadap
Diisi dengan nomor kodifikasi tagihan berdasarkan daftar kodifikasi yang merupakan bagian tak terpisahkan dari lampiran ini. Apabila dalam satu dokumen pabean terdapat lebih dari satu jenis temuan maka kodifikasi yang dituliskan adalah atas temuan yang paling dominan. Nomor (42) : Diisi dengan ringkasan uraian terjadinya temuan pelanggaran sesuai kodifikasi. Nomor (43) : Diisi dengan jumlah kekurangan atau kelebihan dalam mata uang rupiah sesuai jenis penerimaan. Nomor (44) : Diisi dengan jumlah kekurangan atau kelebihan dalam mata uang rupiah atas jenis penerimaan lainnya. Nomor (45) : Diisi dengan total kekurangan atau kelebihan bea masuk, bea keluar, cukai, dan/atau pajak dalam rangka impor, dan/atau denda, dan/atau bunga, dan/atau sanksi administrasi dan/atau denda. Nomor (46) : Diisi dengan hal-hal yang perlu ditambahkan oleh Tim Audit. Nomor (47) : Diisi dengan NPWP atau identitas lainnya. Nomor (48) : Diisi dengan NPPBKC atau NPP atau NPPPJK/NIPER atau lainnya (jika ada). Nomor (49) : Diisi dengan nomor dan tanggal Pengukuhan sebagai pengusaha kena pajak (jika ada). Nomor (50) : Diisi dengan Kelompok Lapangan Usaha (KLU) yang ditetapkan oleh Dirktur Jenderal Pajak. Hal ini dapat dilihat pada SPT Masa PPN atau SPT Tahunan. Nomor (51) : Diisi dengan jenis industri sesuai dengan kelompok industri Auditee . Nomor (52) : Diisi dengan nama Auditee. Nomor (53) : Diisi dengan alamat kantor. Nomor (54) : Diisi dengan nomor telelpon atau faks kantor (jika ada). Nomor (55) : Diisi dengan alamat pabrik (jika ada). Nomor (56) : Diisi dengan nomor telelpon atau faks pabrik (jika ada). Nomor (57) : Diisi dengan E-mail Auditee. Nomor (58) : Diisi dengan nomor dan tahun akte pendirian yang pertama. Nomor (59) : Diisi dengan notaris pertama. Nomor (60) : Diisi dengan kota tempat notaris yang mengesahkan. Nomor (61) : Diisi dengan surat keputusan Menkumham (jika ada). Dalam hal perusahaan berbentuk CV atau perseorangan maka diisi dengan nompo dan tanggal pengesahan dari pengadilan negeri setempat. Nomor (62) : Diisi dengan nomor dan tahun akte perubahan terakhir sebelum surat tugas Audit ditandatangani. Nomor (63) : Diiisi dengan notaris akte perubahan terakhir sebelum surat tugas Audit ditandatangani. Nomor (64) : Diisi dengan kota tempat notaris yang mengesahkan sebelum surat tugas Audit ditandatangani. Nomor (65) : Diisi dengan surat keputusan Menkumham yang terakhir sebelum surat tugas Audit ditandatangani (jika ada). Dalam hal perusahaan berbentuk CV atau perseorangan maka diisi dengan nomor dan tanggal pengesahan dari pengadilan negeri setempat. Nomor (66) : Diisi dengan nomor dan tanggal SIUPP terakhir sebelum surat tugas ditandatangani. Nomor (67) : Diisi dengan nomor dan tanggal TDP terakhir sebelum surat tugas ditandatangani.
NOTA DINAS PEMBERITAHUAN PENGHENTIAN AUDIT Nomor (1) : Diisi kop surat kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan Audit. Nomor (2) : Diisi nomor nota dinas. Nomor (3) : Diisi dengan : 1. Direktur Audit dalam hal audit dilaksanakan oleh Tim Audit pada Kantor Wilayah/Kantor Pelayanan Utama. 2. Direktur Kepatuhan Internal dan/atau Direktur Penindakan dan Penyidikan dan/atau Direktur teknis terkait. 3. Diisi dengan Kepala Kantor Wilayah dan/atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang mengawasi perusahaan yang diaudit dalam hal Audit dilaksanakan oleh Tim Audit pada Direktorat Audit. 4. Kepala KPPBC yang mengawasi perusahaan yang diaudit. Nomor (4) : Diisi dengan Direktur Audit Kepabeanan dan Cukai, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama. Nomor (5) : Diisi jumlah lampiran nota dinas. Nomor (6) : Diisi tanggal nota dinas. Nomor (7) : Diisi nomor dan tanggal surat tugas/ perintah. Nomor (8) : Diisi nama perusahaan yang diaudit. Nomor (9) : Diisi Nomor Pokok Wajib Pajak perusahaan yang diaudit. Nomor (10) : Diisi alamat perusahaan yang diaudit. Nomor (11) : Diisi periode Audit. Nomor (12) : Diisi nomor dan tanggal LPA yang menjadi dasar penerbitan nota dinas. Nomor (13) : Diisi nama dan tanda tangan pejabat penerbit surat tugas.
Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Manajemen Aset Negara
Relevan terhadap
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Direktorat Keuangan dan Dukungan Organisasi menyelenggarakan fungsi:
penyusunan dokumen perencanaan anggaran, rencana bisnis dan anggaran, serta proposal penerimaan negara bukan pajak;
penyusunan rencana strategis;
penyusunan dan pengelolaan daftar isian pelaksanaan anggaran LMAN;
pelaksanaan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan;
pelaksanaan penatausahaan aset kelolaan, dan pengelolaan basis data aset kelolaan;
pengelolaan dana yang bersumber dari bagian anggaran pembiayaan investasi pemerintah berikut hasil pengelolaannya;
pengelolaan perbendaharaan;
pengelolaan barang milik negara, kerumahtanggaan, dan teknologi informasi;
pengelolaan pengadaan barang dan/atau jasa;
pelaksanaan keprotokoleran;
pengelolaan sumber daya manusia dan pembinaan mental;
pengembangan organisasi dan tata laksana; dan
pelaksanaan penerapan manajemen risiko dan pengelolaan kepatuhan internal.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.010/2021 tentang Penetapan Jenis Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang M ...
Relevan terhadap
Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 11, dan Pasal 17 tidak berlaku dalam hal adanya realisasi investasi paling sedikit Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah) pada industri kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi battery electric vehicles :
setelah jangka waktu 2 (dua) tahun sejak tercapainya realisasi; atau
saat industri kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi battery electric vehicles mulai berproduksi komersial.
Dasar Pengenaan Pajak untuk kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 11, dan Pasal 17 yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sebagai berikut:
untuk kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebesar % (enam puluh enam dua per tiga persen) dari Harga Jual;
untuk kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebesar % (tujuh puluh tiga satu per tiga persen) dari Harga Jual;
untuk kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebesar 80% (delapan puluh persen) dari Harga Jual;
untuk kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebesar 80% (delapan puluh persen) dari Harga Jual;
untuk kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebesar % (delapan puluh enam dua per tiga persen) dari Harga Jual;
untuk kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebesar % (sembilan puluh tiga satu per tiga persen) dari Harga Jual; atau
untuk kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebesar % (lima puluh tiga satu per tiga persen) dari Harga Jual.
Pemberlakuan Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan keputusan Menteri berdasarkan rekomendasi yang disampaikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian atas tercapainya besaran realisasi investasi pada mobil listrik.
Pemberlakuan Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan untuk jangka waktu 2 (dua) tahun setelah adanya realisasi investasi.
Dalam hal industri melakukan percepatan produksi komersial kendaraan battery electric vehicles, Menteri dapat mempercepat pemberlakuan Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berdasarkan usulan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian.
Ketentuan ayat (1) Pasal 31 diubah sehingga Pasal 31 berbunyi sebagai berikut:
Penetapan Tarif Bea Masuk Melalui User Specific Duty Free Scheme Dalam Rangka Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Ind ...
Relevan terhadap
Untuk dapat menggunakan BM USDFS IKCEPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), User mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Direktur.
User sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), harus berstatus sebagai importir mitra utama kepabeanan atau importir authorized economic operator. (3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara elektronik melalui SINSW.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan dengan melampirkan dokumen berupa:
SKVI USDFS IKCEPA dan lampirannya;
data teknis dari manufaktur negara pengekspor yang tercantum dalam Mill Certificate atau Inspection Certificate atau Letter of Statement atau drawing sheet ; dan
Izin Usaha Industri yang memuat informasi mengenai data kapasitas produksi terpasang.
Dalam hal dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah tersedia dalam SINSW, User tidak perlu menyampaikan kembali dokumen lampiran tersebut.
Dalam hal sistem aplikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum dapat diterapkan atau terdapat gangguan operasional pada SINSW, permohonan disampaikan secara tertulis dalam bentuk salinan cetak ( hardcopy ).
Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (6), disampaikan kepada Menteri melalui Direktur dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Bahan Baku yang diimpor dengan USDFS IKCEPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 harus digunakan seluruhnya untuk kegiatan produksi oleh User.
Apabila Bahan Baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7:
tidak digunakan untuk kegiatan produksi oleh User; atau
tidak digunakan untuk kegiatan produksi oleh User dan akan dipindahtangankan, harus mendapatkan surat keterangan verifikasi Bahan Baku Sisa dan/atau Barang Sisa yang telah ditandasahkan oleh pejabat yang ditunjuk oleh menteri yang menyelenggarkan urusan pemerintahan di bidang perindustrian.
Terhadap Bahan Baku yang telah mendapatkan surat keterangan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dibayar bea masuk dan pajak dalam rangka impornya berdasarkan tarif yang berlaku umum (Most Favoured Nation).
Bahan Baku Sisa dan/atau Barang Sisa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi kriteria:
Bahan Baku dalam bentuk gulungan, lembaran, atau bentuk lainnya sesuai dengan kondisi pada saat importasi yang belum mengalami proses lebih lanjut;
Bahan Baku yang telah dilakukan kegiatan produksi namun belum dijual atau dipindahtangankan kepada industri penggerak;
Bahan Baku yang cacat (defect); dan/atau
Bahan Baku yang sudah melalui proses produksi (galvanizing, annealing, atau drawing), namun tidak diterima oleh industri penggerak.
Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-7/BC/2021 Tentang Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Tempat ...
Relevan terhadap
Kode 29 untuk fasilitas Pertamina Kode 30 untuk fasilitas Pembangunan atau pengembangan Industri non PMA/PMDN Kode 31 untuk fasilitas Barang reimpor yang tidak mendapatkan fasilitas KITE Kode 32 untuk fasilitas Barang yang semula diekspor untuk pengerjaan proyek, pameran dan pengemasan Kode 33 untuk fasilitas Berasal dari Toko Bebas Bea Kode 34 untuk fasilitas Berasal dari Entreport Tujuan Pameran Kode 35 untuk fasilitas Impor Sementara Kode 36 untuk fasilitas AIDA Kode 50 untuk fasilitas Keterangan Karantina Kode 51 untuk fasilitas Keterangan Kesehatan / POM Kode 52 untuk fasilitas Keterangan Pajak Kode 53 untuk fasilitas Keterangan lainnya (selain 50 s.d 52) Kode 54 untuk fasilitas Preferensi Tarif Importasi Asean-China (ACFTA) Kode 55 untuk fasilitas Preferensi Tarif Importasi Asean-Korea (AKFTA) Kode 56 untuk fasilitas Preferensi Tarif Indonesia-Japan (IJ-EPA) Kode 57 untuk fasilitas Preferensi Tarif Importasi Asean-India Kode 58 untuk fasilitas Preferensi Tarif Asean-Australia-New Zealand (AANZFTA) Kode 59 untuk fasilitas Preferensi Tarif Indonesia Pakistan FTA Kode 70 untuk fasilitas Pembebasan Bea Masuk barang dan bahan untuk pembangunan dan pengembangan industri dalam rangka penanaman modal Kode 71 untuk fasilitas Pembebasan Bea Masuk barang dan bahan dalam rangka pembangunan dan pengembangan industri untuk jangka waktu tertentu Kode 99 untuk fasilitas Terdapat beberapa fasilitas/ pemenuhan peryaratan impor untuk 1 dokumen Dalam hal terdapat jenis fasilitas preferensi tarif yang baru, kode fasilitas menyesuaikan dengan ketentuan terbaru. Contoh: 17. Fasilitas Impor : Fasilitas ACFTA Nomor 99/KL/2014 22/1/2014 2. Surat Keputusan/Dokumen Lainnya Diisi dengan nomor dan tanggal dokumen/surat keputusan yang menjadi persyaratan pengajuan pemberitahuan pabean BC 2.5. Dalam hal dokumen lainnya lebih dari satu, maka pengisian selanjutnya dilakukan pada Lembar Lampiran Dokumen Pelengkap Pabean. Kode 217 untuk dokumen Packing List Kode 343 untuk dokumen Shiping Order Kode 380 untuk dokumen Invoice Kode 383 untuk dokumen SSTB Kode 410 untuk dokumen Surat Sanggup Bayar / SSB 54