Tata Cara Penyediaan, Penghitungan, Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Subsidi Listrik
Relevan terhadap
Impor Sementara atau Ekspor Sementara Kendaraan Bermotor Melalui Pos Pengawas Lintas Batas.
Relevan terhadap 5 lainnya
Importir dapat mengeluarkan Kendaraan Bermotor melalui Pos Pengawas Lintas Batas ke dalam daerah pabean dengan menggunakan mekanisme Impor Sementara Kendaraan Bermotor dengan ketentuan:
Kendaraan Bermotor terdaftar atau teregistrasi di negara asing;
Kendaraan Bermotor dimiliki atas nama warga negara asing;
Kendaraan Bermotor diimpor dan dikendarai oleh pemilik Kendaraan Bermotor atau kuasanya;
Kendaraan Bermotor mendapatkan persetujuan ekspor atau sejenisnya dari otoritas yang berwenang di negara asing;
Kendaraan Bermotor memiliki jumlah minimal bahan bakar saat impor sebanyak ¾ (tiga per empat) kapasitas tangki normal bahan bakar; dan
importir dan/atau Kendaraan Bermotor tidak memiliki Vehicle Declaration yang belum diselesaikan.
Dalam hal Kendaraan Bermotor diimpor oleh warga negara Indonesia yang mendapat kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, warga negara Indonesia tersebut merupakan:
permanent resident (penduduk tetap) di negara asing;
tenaga kerja di negara asing; atau
pelajar di negara asing.
Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab sepenuhnya atas bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang terutang atas Impor Sementara Kendaraan Bermotor melalui Pos Pengawas Lintas Batas.
Negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yaitu:
Malaysia dan Brunei Darussalam, dalam hal Kawasan Perbatasan berada di provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Utara;
Republik Demokratik Timor Leste, dalam hal Kawasan Perbatasan berada di provinsi Nusa Tenggara Timur; atau
Papua Nugini, dalam hal Kawasan Perbatasan berada di provinsi Papua.
Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
Kendaraan Bermotor untuk penggunaan pribadi; atau b. Kendaraan Bermotor untuk penggunaan komersial.
Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat digunakan di provinsi yang di dalamnya terdapat Pos Pengawas Lintas Batas tempat pemasukan Kendaraan Bermotor.
Untuk Kendaraan Bermotor terdaftar di Republik Demokratik Timor Leste, daerah yang di dalamnya terdapat Pos Pengawas Lintas Batas tempat pemasukan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (6) yaitu __ Pulau Timor.
Impor Sementara Kendaraan Bermotor dapat diberikan pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor dan tidak diwajibkan memenuhi ketentuan pembatasan impor, kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Kawasan Perbatasan adalah bagian dari Wilayah Negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain, dalam hal Batas Wilayah Negara di darat, Kawasan Perbatasan berada di kecamatan.
Pos Pengawas Lintas Batas yang selanjutnya disebut Pos Pengawas Lintas Batas adalah tempat yang ditunjuk pada perbatasan wilayah negara untuk memberitahukan dan menyelesaikan kewajiban pabean terhadap barang yang dibawa melalui lintas batas negara.
Kendaraan Bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas rel.
Impor Sementara Kendaraan Bermotor adalah pemasukan Kendaraan Bermotor ke dalam daerah pabean melalui Pos Pengawas Lintas Batas yang benar- benar dimaksudkan untuk diekspor kembali dalam jangka waktu tertentu.
Ekspor Sementara Kendaraan Bermotor adalah ekspor yang dimaksudkan untuk diimpor kembali dalam jangka waktu tertentu atas kendaraan bermotor melalui Pos Pengawas Lintas Batas.
Kendaraan Bermotor untuk Penggunaan Pribadi adalah Kendaraan Bermotor yang semata-mata digunakan oleh orang yang bersangkutan yang tidak termasuk Kendaraan Bermotor untuk penggunaan komersial.
Kendaraan Bermotor untuk Penggunaan Komersial adalah Kendaraan Bermotor yang digunakan untuk pengangkutan orang dengan memungut bayaran atau pengangkutan barang komersial dan industri, baik dengan memungut bayaran atau tidak.
Pemberitahuan Kendaraan Bermotor ( Vehicle Declaration ) yang Melalui Pos Pengawas Lintas Batas yang selanjutnya disebut dengan Vehicle Declaration adalah pemberitahuan pabean yang digunakan saat:
impor sementara dan sekaligus digunakan saat diekspor kembali; atau
ekspor dan sekaligus digunakan saat impor kembali, sekaligus sebagai jaminan tertulis atas bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang terutang atas Kendaraan Bermotor melalui Pos Pengawas Lintas Batas.
Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh kantor pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
Hari adalah hari kalender.
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang- Undang Kepabeanan.
Untuk dapat mengeluarkan Kendaraan Bermotor ke luar daerah pabean melalui Pos Pengawas Lintas Batas, eksportir wajib menyampaikan pemberitahuan pabean ekspor atas Kendaraan Bermotor kepada Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk di Pos Pengawas Lintas Batas tempat pengeluaran.
Pengeluaran Kendaraan Bermotor ke luar daerah pabean melalui Pos Pengawas Lintas Batas Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan dengan Vehicle Declaration. (3) Penyampaian Vehicle Declaration sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui SKP.
Dalam hal SKP belum diterapkan atau mengalami gangguan, penyampaian Vehicle Declaration sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara manual.
Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai Berupa Kendaraan Bermotor dalam Bentuk Jadi (Completely Built Up) ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.
Kendaraan Bermotor adalah alat transportasi atau kendaraan yang digerakan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas rel, di laut maupun di udara.
Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang- Undang Kepabeanan.
Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea Dan Cukai.
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
Data Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disebut Data adalah elemen data Impor Kendaraan Bermotor.
Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah sistem integrasi seluruh layanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada semua Pengguna Jasa yang bersifat publik dan berbasis web .
Data A adalah Data Kendaraan Bermotor yang telah diselesaikan kewajiban kepabeanannya dengan melunasi bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor.
Data B adalah Data Kendaraan Bermotor yang pada saat impor mendapat pembebasan, keringanan , atau penangguhan pembayaran bea masuk dan/atau mendapat pembebasan pajak dalam rangka impor.
Data C adalah Data B yang telah diselesaikan kewajiban kepabeanannya dengan melunasi bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor.
Pengeluaran barang impor yang diimpor untuk dipakai berupa Kendaraan Bermotor dalam bentuk jadi ( completely built up ) dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang dipersamakan sebagai Kawasan Pabean dilakukan dengan menggunakan pemberitahuan pabean impor.
Jenis Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu:
tractor head atau Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Sub Pos 8701.20 Buku Tarif Kepabeanan Indonesia;
mobil bus atau Kendaraan Bermotor roda empat atau lebih untuk penumpang 10 (sepuluh) orang atau lebih sebagaimana dimaksud dalam Pos. 87.02 __ Buku Tarif Kepabeanan Indonesia;
mobil penumpang atau Kendaraan Bermotor roda empat atau lebih untuk penumpang kurang dari 10 (sepuluh) orang sebagaimana dimaksud dalam Pos. 87.03 __ Buku Tarif Kepabeanan Indonesia;
mobil barang atau Kendaraan Bermotor roda empat atau lebih untuk pengangkutan barang sebagaimana dimaksud dalam Pos. 87.04 Buku Tarif Kepabeanan Indonesia;
Kendaraan Bermotor khusus atau Kendaraan Bermotor selain yang terutama dirancang untuk pengangkutan orang atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pos. 87.05 __ Buku Tarif Kepabeanan Indonesia; dan
sepeda motor atau Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pos. 87.11 Buku Tarif Kepabeanan Indonesia.
Pemberitahuan pabean impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk Kendaraan Bermotor yang:
wajib membayar bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor yang terutang; atau
mendapat pembebasan, keringanan, atau penangguhan bea masuk dan/atau mendapat pembebasan pajak dalam rangka impor.
Pengisian kolom uraian barang dalam pemberitahuan pabean impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
jenis;
tipe;
merek;
tahun pembuatan;
nomor rangka;
nomor mesin; dan
kapasitas silinder.
Tata cara pengisian uraian barang i mpor Kendaraan Bermotor dalam pemberitahuan pabean impor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ke dalam aplikasi pemberitahuan pabean impor tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menyampaikan Data C kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia secara elektronik melalui Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang meliputi:
nama pemilik Kendaraan Bermotor;
alamat;
jenis Kendaraan Bermotor;
merek dan tipe;
tahun pembuatan;
nomor rangka;
nomor mesin;
kapasitas silinder;
nomor dan tanggal Formulir B;
tanda nomor Kendaraan Bermotor;
nomor dan tanggal Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cukai dan/atau Pajak (SPPBMCP) pada saat pelunasan bea masuk;
nomor dan tanggal Keputusan Menteri Keuangan mengenai pelunasan bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor; dan
nomor dan tanggal bukti penerimaan negara.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menyampaikan Data C yang telah direkam dalam SKP pada Kantor Pabean kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia secara elektronik melalui Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Dalam hal Data C sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pencetakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam bentuk formulir, disebut menjadi Formulir C.
Formulir C sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai surat keterangan pengimporan Kendaraan Bermotor yang telah dipindahtangankan dan sebelumnya memperoleh fasilitas kepabeanan.
Bentuk Formulir C sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.010/2021 tentang Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Penyerahan Barang Kena Pajak yang ...
Relevan terhadap 3 lainnya
bahwa untuk tetap menjaga antusiasme dan mempertahankan daya beli masyarakat di sektor industri kendaraan bermotor guna mendorong dan mempercepat pemulihan ekonomi nasional, perlu dilakukan penyesuaian kebijakan di bidang perpajakan mengenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor tertentu yang ditanggung Pemerintah tahun anggaran 2021;
bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.010/2021 tentang Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah berupa Kendaraan Bermotor Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2021 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77/PMK.010/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.010/2021 tentang Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah berupa Kendaraan Bermotor Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2021 belum dapat menampung kebutuhan penyesuaian kebijakan di bidang perpajakan sehingga perlu diubah;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.010/2021 tentang Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah berupa Kendaraan Bermotor Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2021;
Faktur Pajak yang telah dibuat atas penyerahan kendaraan bermotor tertentu untuk Masa Pajak September 2021 dengan menggunakan besaran PPnBM yang ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c, ayat (2) huruf b, dan ayat (3) huruf b Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.010/2021 tentang Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah berupa Kendaraan Bermotor Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2021 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77/PMK.010/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.010/2021 tentang Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah berupa Kendaraan Bermotor Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2021, dilakukan penggantian Faktur Pajak.
PPnBM dan/atau kelebihan Pajak Pertambahan Nilai yang telah dipungut atas penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikembalikan oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pemungutan.
Pada saat Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2019 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2019 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah mulai berlaku, pemberian fasilitas PPnBM yang terutang atas penyerahan kendaraan bermotor tertentu ditanggung oleh Pemerintah untuk tahun anggaran 2021 berdasarkan pengelompokan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 masih berlaku sampai dengan berakhirnya pemberian fasilitas berdasarkan Peraturan Menteri ini.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2020 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan ...
Penetapan Jenis Barang Kena Pajak Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Tata Cara Pengecualian Pengenaan Pajak ...
Relevan terhadap 1 lainnya
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2020 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penetapan Jenis Barang Kena Pajak Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Tata Cara Pengecualian Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.010/2017 tentang Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 362) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.010/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.010/2017 tentang Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 640), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah ...
Relevan terhadap 7 lainnya
Lingkup pengaturan dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi:
Barang Kena Pajak berupa kendaraan bermotor yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah; dan
Barang Kena Pajak berupa kendaraan bermotor yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
KeLoinpok kendaraan bermotor yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Penjualan atas ^- Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b merupakan:
kendaraan bermotor -v*ang digunakan untuk kendaraan ambulan, kendaraan jenazah, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan tahanan, kendaraan angkutan umum;
kendaraan yang digunakan untuk tujuan protokoler kenegaraan;
kendaraa.n bermotor angkutan orang untuk 10 (sepuluh) sampai dengan 15 (lima belas) orang termasuk pengemudi, . ^dengan ^motor bakar nyala kompresi ^(diesel ^atau ^semi ^diesel) dengan semua kapasitas isi silinder sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 14. Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27,Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, dan Pasal 36 yang digunakan untuk kendaraan dinas Tentara Nasional Indonesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia;
kendaraan bermotor yang digunakan untuk keperluan patroli Tentara Nasional Indonesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang ...
Relevan terhadap
Uji berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b wajib dilakukan bagi mobil penumpang umum, mobil bus, mobil barang, kereta gandengan, dan kereta tempelan yang dioperasikan di Jalan.
Pengujian berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan:
pemeriksaan dan pengujian fisik Kendaraan Bermotor; dan
pengesahan hasil uji.
Kegiatan pemeriksaan dan pengujian fisik Kendaraan Bermotor se bagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilaksanakan oleh:
unit pelaksana pengujian Pemerintah Daerah kabupaten/kota sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat;
unit pelaksana agen tunggal pemegang merek yang mendapat Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat; atau jdih.kemenkeu.go.id c. unit pelaksana pengujian swasta mendapatkan Perizinan Berusaha Pemerintah Pusat. yang dari
Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
Relevan terhadap 7 lainnya
Dasar pengenaan PKB adalah hasil perkalian antara 2 (dua) unsur pokok, yaitu:
nilai jual Kendaraan Bermotor; dan
bobot yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan Kendaraan Bermotor.
Dasar pengenaan PKB, khusus untuk Kendaraan Bermotor di air, ditetapkan hanya berdasarkan nilai jual Kendaraan Bermotor.
Nilai jual Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (2) ditentukan berdasarkan harga pasaran umum atas suatu Kendaraan Bermotor.
Nilai jual Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan berdasarkan harga pasaran umum pada minggu pertama bulan Desember Tahun Pajak sebelumnya.
Harga pasaran umum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari berbagai sumber data yang akurat.
Dalam hal harga pasaran umum suatu Kendaraan Bermotor tidak diketahui, nilai jual Kendaraan Bermotor dapat ditentukan berdasarkan sebagian atau seluruh faktor-faktor:
harga Kendaraan Bermotor dengan isi silinder dan/atau satuan tenaga yang sama;
penggunaan Kendaraan Bermotor untuk umum atau pribadi;
harga Kendaraan Bermotor dengan merek Kendaraan Bermotor yang sama;
harga Kendaraan Bermotor dengan tahun pembuatan Kendaraan Bermotor yang sama;
harga Kendaraan Bermotor dengan pembuat Kendaraan Bermotor;
harga Kendaraan Bermotor dengan Kendaraan Bermotor sejenis; dan
harga Kendaraan Bermotor berdasarkan dokumen pemberitahuan impor barang.
Bobot sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dinyatakan dalam koefisien, dengan ketentuan sebagai berikut:
koefisien sama dengan 1 (satu) berarti kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan oleh penggunaan Kendaraan Bermotor tersebut dianggap masih dalam batas toleransi; dan
koefisien lebih besar dari 1 (satu) berarti kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan oleh penggunaan Kendaraan Bermotor tersebut dianggap melewati batas toleransi. (8) Bobot sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dihitung berdasarkan faktor-faktor:
Tekanan gandar, yang dibedakan atas dasar jumlah sumbu/as, roda, dan berat Kendaraan Bermotor;
jenis bahan bakar Kendaraan Bermotor, yang dibedakan menurut bahan bakar bensin, diesel, atau jenis bahan bakar lainnya Selain bahan bakar berbasis energi terbarukan; dan
jenis, penggunaan, tahun pembuatan, dan ciri-ciri mesin Kendaraan Bermotor yang dibedakan berdasarkan isi silinder.
Dasar pengenaan PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan dalam suatu tabel yang ditetapkan dengan ketentuan:
untuk Kendaraan Bermotor baru ditetapkan dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri setelah mendapat pertimbangan dari Menteri; dan
untuk selain Kendaraan Bermotor baru ditetapkan dengan peraturan gubernur berdasarkan peraturan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dengan memperhatikan penyusutan nilai jual Kendaraan Bermotor dan bobot sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b. (10)Dasar pengenaan PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (9) ditinjau kembali paling lama setiap 3 (tiga) tahun dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian. Pasa1 10 (1) Tarif PKB ditetapkan sebagai berikut:
untuk kepemilikan dan/atau penguasaan Kendaraan Bermotor pertama, ditetapkan paling tinggi I,2Vo (satu koma dua persen); dan
untuk kepemilikan dan/atau penguasaan Kendaraan Bermotor kedua dan seterusnya, dapat ditetapkan secara progresif paling tinggi sebesar 60% (enam persen).
Khusus untuk Daerah yang setingkat dengan Daerah provinsi yang tidak terbagi dalam Daerah kabupaten/kota otonom, tarif PKB ditetapkan sebagai berikut:
untuk kepemilikan dan/atau penguasaan Kendaraan Bermotor pertama paling tinggi sebesar 2Yo (dua persen); dan
untuk kepemilikan dan/atau penguasaan Kendaraan Bermotor kedua dan seterusnya, dapat ditetapkan secara progresif paling tinggi sebesar l0% (sepuluh persen).
Tarif PKB atas kepemilikan dan/atau penguasaan Kendaraan Bermotor yang digunakan untuk angkutan umum, angkutan karyawan, angkutan sekolah, ambulans, pemadam kebakaran, sosial keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah, ditetapkan paling tinggi 0,5% (nol koma lima persen).
Kepemilikan Kendaraan Bermotor didasarkan atas nama, nomor induk kependudukan, dan/atau alamat yang sama.
Tarif PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) ditetapkan dengan Perda.
Besaran pokok PKB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan PKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (9) dengan tarif PKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5).
PKB yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat Kendaraan Bermotor terdaftar.
PKB dikenakan untuk 12 (dua belas) bulan berturut- turut terhitung sejak tanggal pendaftaran Kendaraan Bermotor. Paragraf 3 BBNKB Pasal 12 (1) Objek BBNKB adalah penyerahan pertama atas Kendaraan Bermotor. (2) Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Kendaraan Bermotor yang wajib didaftarkan di wilayah provinsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Yang dikecualikan dari objek BBNKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penyerahan atas:
kereta api;
Kendaraan Bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara;
Kendaraan Bermotor kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dengan asas timbal balik, dan lembaga internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari Pemerintah;
Kendaraan Bermotor berbasis energi terbarukan; dan
Kendaraan Bermotor lainnya yang ditetapkan dengan Perda.
Termasuk penyerahan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pemasukan Kendaraan Bermotor dari luar negeri untuk dipakai secara tetap di Indonesia, kecuali:
untuk diperdagangkan;
untuk dikeluarkan kembali dari wilayah kepabeanan Indonesia; dan
digunakan untuk pameran, objek penelitian, contoh, dan kegiatan olahraga bertaraf internasional. (5) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dan huruf c tidak berlaku apabila selama 12 (dua belas) bulan berturut-turut Kendaraan Bermotor tidak dikeluarkan kembali dari wilayah kepabeanan Indonesia. Pasal 13 (1) Subjek Pajak BBNKB adalah orang pribadi atau Badan yang menerima penyerahan Kendaraan Bermotor. (2) Wajib Pajak BBNKB adalah orang pribadi atau Badan yang menerima penyerahan Kendaraan Bermotor. Pasal 14 Dasar pengenaan BBNKB adalah nilai jual Kendaraan Bermotor yang ditetapkan dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan peraturan gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (9). Pasal 15 (1) Tarif BBNKB ditetapkan paling tinggi sebesar l2%o (dua belas persen). (2) Khusus untuk Daerah yang setingkat dengan Daerah provinsi yang tidak terbagi dalam Daerah kabupaten/kota otonom, tarif BBNKB ditetapkan paling tinggi sebesar 2Oo/o (dua puluh persen).
Tarif BBNKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21 ditetapkan dengan Perda. Pasal 16 (1) Besaran pokok BBNKB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan BBNKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal L4 dengan tarif BBNKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3). (2) BBNKB yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat Kendaraan Bermotor terdaftar. (3) Pembayaran BBNKB dilakukan sebelum pendaftaran Kendaraan Bermotor. (4) Bukti pembayaran BBNKB menjadi persyaratan dalam pendaftaran Kendaraan Bermotor baru sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 4 PAB Pasal 17 (1) Objek PAB adalah kepemilikan dan/atau penguasaan Alat Berat. (2) Yang dikecualikan dari objek PAB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kepemilikan dan/atau penguasaan atas:
Alat Berat yang dimiliki dan/atau dikuasai Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia;
Alat Berat yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dengan asas timbal balik dan lembaga internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari Pemerintah; dan
kepemilikan dan/atau penguasaan Alat Berat lainrlya yang diatur dalam Perda. Pasal 18 (1) Subjek PAB adalah orang pribadi atau Badan yang memiliki dan/atau menguasai AIat Berat. (2) Wajib PAB adalah orang pribadi atau Badan yang memiliki dan/atau menguasai Alat Berat. Pasal 19 (1) Dasar pengenaan PAB adalah nilai jual Alat Berat. (2) Nilai jual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan harga rata-rata pasaran umum Alat Berat yang bersangkutan. (3) Harga rata-rata pasaran umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan berdasarkan harga rata-rata yang diperoleh dari berbagai sumber data yang akurat pada minggu pertama bulan Desember Tahun Pajak sebelumnya.
Penetapan dasar pengenaan PAB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri setelah mendapat pertimbangan dari Menteri. (5) Dasar pengenaan PAB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau kembali paling lama setiap 3 (tiga) tahun dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian. Pasal 20 (1) Tarif PAB ditetapkan paling tinggi sebesar 0,2% (nol koma dua persen).
Tarif PAB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Perda. Pasal 2 1 (1) Besaran pokok PAB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan PAB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4) dengan tarif PAB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (21. (2) PAB yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat penguasaan Alat Berat. Pasal 22 (1) PAB untuk kepemilikan dan/atau penguasaan Alat Berat terutang terhitung sejak Wajib Pajak diakui secara sah memiliki dan/atau menguasai Alat Berat. (2) PAB untuk kepemilikan dan/atau penguasaan AIat Berat dikenakan untuk setiap jangka waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut. (3) PAB untuk kepemilikan dan/atau penguasaan Alat Berat dibayar sekaligus di muka. (4) Dalam hal terjadi keadaan kahar yang mengakibatkan penggunaan Alat Berat belum sampai 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (21, Wajib Pajak dapat mengajukan restitusi atas PAB yang sudah dibayar untuk porsi jangka waktu yang belum dilalui.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan peraturan gubernur. Paragraf 5 PBBKB
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
terhadap hak dan kewajiban Wajib Pajak dan Wajib Retribusi yang belum diselesaikan sebelum Undang- Undang ini diundangkan, penyelesaiannya dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak dan Retribusi yang ditetapkan sebelum berlakunya Undang-Undang ini;
Perda mengenai Pajak dan Retribusi yang disusun berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah masih tetap berlaku paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal diundangkannya Undang-Undang ini;
khusus ketentuan mengenai Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, bagi hasil Pajak Kendaraan Bermotor, dan bagi hasil Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dalam Perda yang disusun berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah masih tetap berlaku sampai dengan 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkannya Undang-Undang ini;
dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c tidak dapat dipenuhi, ketentuan mengenai Pajak dan Retribusi mengikuti ketentuan berdasarkan Undang-Undang ini;
penerapan DAU sesuai dengan ketentuan dalam Undang- Undang ini tidak boleh mengakibatkan penurunan alokasi DAU per daerah paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak diberlakukannya ketentuan mengenai alokasi DAU berdasarkan Undang-Undang ini; dan
ketentuan mengenai DBH sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2O2l tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2OOl tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua, dinyatakan tetap berlaku selama tidak diatur lain dalam Undang-Undang ini.
Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersifat Volatil dan Kebutuhan Mendesak yang Berlaku pada Kementerian Perhubungan ...
Relevan terhadap
Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Perhubungan meliputi:
Bersifat volatil, terdiri atas:
Uji Tipe Kendaraan Lengkap;
Uji Tipe Landasan;
Uji Sampel Kendaraan Lengkap; dan
Uji Sampel Landasan, pada Jasa Transportasi Darat.
Kebutuhan mendesak, terdiri atas:
Penerbitan Sertifikat Uji Tipe (SUT) pada Jasa Transportasi Darat;
Penelitian dan Pengesahan Rancang Bangun Kendaraan Bermotor pada Jasa Transportasi Darat;
Penyediaan Ruang Promosi pada Sistem Elektronik ( Digital Platform ) di Lingkungan Kementerian Perhubungan; dan
Biaya Penggunaan Prasarana Perkeretaapian pada Jasa Transportasi Perkeretaapian.
Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b angka 1 dan angka 2, tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.