Penyusunan Rencana Penerimaan Negara Bukan Pajak, Rekonsiliasi Data dalam rangka Penghitungan Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan Pemindahbukuan Saldo ...
Relevan terhadap
Pelaksanaan rekonsiliasi data panas bumi dalam rangka penghitungan PNBP panas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Anggaran.
Direktorat Jenderal Anggaran melakukan verifikasi melalui rekonsiliasi atas data sebagai berikut:
realisasi Setoran Bagian Pemerintah;
pencadangan Reimbursement PPN;
pencadangan PBB Panas Bumi;
pencadangan penggantian Bonus Produksi; dan/atau
pencadangan pungutan lainnya yang ditanggung pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pencadangan atas Reimbursement PPN, PBB Panas Bumi, penggantian Bonus Produksi, dan penggantian pungutan- pungutan lainnya yang ditanggung pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dilaksanakan dengan mempertimbangkan pencapaian target PNBP panas bumi.
Rekonsiliasi data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Direktorat Jenderal Anggaran melalui Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan bersama Pengusaha setiap triwulan dalam rangka penghitungan PNBP panas bumi.
Pelaksanaan rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat melibatkan:
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral;
unit/instansi di lingkungan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara; dan/atau
pihak lain.
Pelaksanaan rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan setelah seluruh data dan parameter diterima secara lengkap oleh Direktorat Jenderal Anggaran.
Parameter sebagaimana dimaksud pada ayat (6) paling sedikit:
harga jual uap dan/atau harga jual listrik;
produksi uap dan/atau produksi listrik;
penjualan uap dan/atau penjualan listrik;
kapasitas terpasang;
biaya;
penghasilan bersih usaha;
nilai tukar rupiah terhadap dolar; dan
alasan kenaikan dan/atau penurunan parameter sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf f terhadap triwulan sebelumnya.
Hasil pembahasan rekonsiliasi dituangkan dalam berita acara rekonsiliasi dan ditandatangani oleh para pihak yang hadir dalam pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6).
Tata Cara Penyediaan Anggaran, Penghitungan, Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Dana Subsidi Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu dan Liquefied Petroleum ...
Relevan terhadap
Berdasarkan permintaan pembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu dan LPG Tabung 3 Kg sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), KPA BUN subsidi Jenis BBM Tertentu dan LPG Tabung 3 Kg melakukan penelitian dan verifikasi data pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (6).
Untuk data pendukung terkait volume penjualan per Jenis BBM Tertentu, penelitian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mengacu pada hasil verifikasi Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi.
Untuk data pendukung terkait volume pendistribusian LPG Tabung 3 Kg, penelitian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mengacu pada hasil verifikasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral c.q. Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi.
Hasil verifikasi Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi volume penyediaan dan pendistribusian Jenis BBM Tertentu kepada Konsumen Pengguna Jenis BBM Tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hasil verifikasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral c.q. Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi. sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi volume penyediaan dan pendistribusian LPG Tabung 3 Kg kepada Konsumen Pengguna LPG Tabung 3 Kg sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hasil verifikasi volume sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) harus disampaikan kepada KPA BUN subsidi Jenis BBM Tertentu dan LPG Tabung 3 Kg dan ditembuskan kepada Direktorat Jenderal Pajak c.q. Kantor Pelayanan Pajak Pengampu Badan Usaha setiap bulan paling lambat tanggal 18 (delapan belas) bulan berikutnya.
Dalam hal hasil verifikasi volume sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) belum diterima sampai dengan tanggal 18 (delapan belas) sebagaimana dimaksud pada ayat (6), KPA BUN subsidi Jenis BBM Tertentu dan LPG Tabung 3 Kg tidak dapat memproses penyelesaian pembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu dan LPG Tabung 3 Kg.
Dalam hal data pendukung yang disampaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (6) dianggap kurang lengkap atau tidak diyakini kebenarannya, KPA BUN subsidi Jenis BBM Tertentu dan LPG Tabung 3 Kg dapat melakukan penelitian langsung ke unit sumber data.
Dalam melakukan penelitian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPA BUN subsidi Jenis BBM Tertentu dan LPG Tabung 3 Kg dapat membentuk tim.
Pemeriksaan Pajak
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
Undang-Undang Akses Informasi Keuangan adalah Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan Menjadi Undang-Undang.
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.
Pemeriksaan Lengkap adalah Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang mencakup seluruh pos dalam Surat Pemberitahuan dan/atau Surat Pemberitahuan Objek Pajak secara mendalam.
Pemeriksaan Terfokus adalah Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang terfokus pada satu atau beberapa pos dalam Surat Pemberitahuan dan/atau Surat Pemberitahuan Objek Pajak secara mendalam.
Pemeriksaan Spesifik adalah Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan secara spesifik atas satu atau beberapa pos dalam Surat Pemberitahuan dan/atau Surat Pemberitahuan Objek Pajak, data, atau kewajiban perpajakan tertentu secara sederhana.
Pajak Penghasilan adalah pajak penghasilan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak pertambahan nilai sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pajak penjualan atas barang mewah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Bea Meterai adalah pajak atas dokumen yang pengenaannya sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai.
Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak bumi dan bangunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan selain Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
Pajak Karbon adalah pajak yang dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup.
Pajak Penjualan adalah pajak yang dipungut atas penyerahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pengusaha di dalam daerah pabean dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1951 tentang Pemungutan Pajak Penjualan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 2 Tahun 1968 tentang Perobahan/Tambahan Undang-Undang Pajak Penjualan 1951.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
Seorang Kuasa yang selanjutnya disebut Kuasa adalah seorang yang menerima surat kuasa khusus dari Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan di bidang perpajakan.
Wakil Wajib Pajak yang selanjutnya disebut Wakil adalah wakil Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan adalah bumi dan/atau bangunan yang merupakan objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkebunan, Pajak Bumi dan Bangunan sektor perhutanan, Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan minyak dan gas bumi, Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan untuk pengusahaan panas bumi, Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan mineral atau batubara, dan Pajak Bumi dan Bangunan sektor lainnya.
Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagai pemberitahuan bahwa Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dan Wajib Pajak telah terdaftar dalam sistem administrasi perpajakan Direktorat Jenderal Pajak.
Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.
Surat Pemberitahuan Objek Pajak adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan menurut ketentuan Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan yang dilampiri dengan lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Surat Pemberitahuan Objek Pajak.
Pemeriksa Pajak adalah pegawai negeri sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan Pemeriksaan.
Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak adalah tanda pengenal yang merupakan bukti bahwa orang yang namanya tercantum pada tanda pengenal tersebut sebagai Pemeriksa Pajak.
Surat Perintah Pemeriksaan adalah surat perintah untuk melakukan Pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.
Surat Pemberitahuan Pemeriksaan adalah surat pemberitahuan mengenai dilakukannya Pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode tahun pajak tersebut.
Data Elektronik adalah data berbentuk elektronik yang tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik ( electronic mail ), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi.
Penyegelan adalah tindakan menempatkan tanda segel pada tempat atau ruangan tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak termasuk media penyimpan data dan akses data yang dikelola secara elektronik dan benda lain yang digunakan atau patut diduga digunakan sebagai tempat atau alat untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen, termasuk Data Elektronik dan benda-benda lain.
Pembahasan Temuan Sementara adalah pembahasan antara Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak atas temuan sementara Pemeriksaan yang hasilnya dituangkan dalam berita acara untuk memberikan keyakinan bahwa temuan telah didasarkan pada bukti yang kuat dan berkaitan serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan adalah surat yang berisi hasil pengujian Pemeriksaan yang meliputi pos-pos yang dikoreksi, nilai koreksi, dasar koreksi, perhitungan sementara dari jumlah pokok pajak terutang, dan perhitungan sementara dari sanksi dan/atau denda administratif.
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan adalah pembahasan antara Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak atas temuan Pemeriksaan yang hasilnya dituangkan dalam berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dan berisi koreksi pokok pajak terutang dan perhitungan sanksi dan/atau denda administratif.
Tim Quality Assurance Pemeriksaan adalah tim yang dibentuk oleh Direktur Jenderal Pajak dalam rangka membahas hasil Pemeriksaan yang terbatas pada dasar hukum koreksi yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan guna menghasilkan Pemeriksaan yang berkualitas.
Laporan Hasil Pemeriksaan adalah laporan yang berisi pelaksanaan dan hasil Pemeriksaan yang disusun oleh Pemeriksa Pajak secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan Pemeriksaan.
Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir adalah laporan yang berisi penghentian Pemeriksaan tanpa adanya usulan penerbitan surat ketetapan pajak atau surat ketetapan pajak Pajak Bumi dan Bangunan.
Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
Pemeriksaan Ulang adalah Pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak yang telah diterbitkan surat ketetapan pajak atau surat ketetapan pajak Pajak Bumi dan Bangunan dari hasil Pemeriksaan sebelumnya untuk jenis pajak dan masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak yang sama.
Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan, surat ketetapan pajak nihil, atau surat ketetapan pajak lebih bayar.
Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan adalah surat ketetapan yang menentukan besarnya pokok Pajak Bumi dan Bangunan atau selisih pokok Pajak Bumi dan Bangunan, besarnya denda administratif, dan jumlah Pajak Bumi dan Bangunan yang masih harus dibayar.
Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
Unit Pelaksana Pemeriksaan adalah unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang mempunyai wewenang melaksanakan tugas dan fungsi Pemeriksaan yang menjadi kewenangan Direktur Jenderal Pajak.
Standar Pemeriksaan adalah standar yang digunakan oleh Pemeriksa Pajak sebagai acuan dalam melaksanakan Pemeriksaan.
Dukungan Pengembangan Panas Bumi Melalui Penggunaan Dana Pembiayaan Infrastruktur Sektor Panas Bumi pada Perusahaan Perseroan (Persero) PT Sarana Mult ...
Relevan terhadap
Pelaksanaan penugasan Dukungan Eksplorasi yang didasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dituangkan dalam Perjanjian Dukungan Eksplorasi.
Perjanjian Dukungan Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh:
Direktur Jenderal;
direktur jenderal pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang melaksanakan tugas dan bertanggung jawab atas perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan Panas Bumi;
kepala badan pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang melaksanakan tugas menyelenggarakan penelitian, penyelidikan, dan pelayanan di bidang Panas Bumi;
Direksi PT SMI; dan
Direksi PT GDE.
Perjanjian Dukungan Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat komitmen Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral mengenai paling kurang:
pelaksanaan Pelelangan Wilayah Kerja dengan menggunakan Data dan Informasi Panas Bumi yang telah dinyatakan layak oleh pihak independen;
pembahasan dengan Komite Bersama mengenai jadwal pelaksanaan Pelelangan Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam huruf a, yang dilakukan:
paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah hasil asesmen pihak independen menyatakan bahwa Data dan Informasi Panas Bumi memiliki kelayakan;
paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah Data dan Informasi Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam huruf a telah diserahkan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral; dan/atau
pada waktu lainnya yang ditentukan oleh Komite Bersama;
pelaksanaan koordinasi penyusunan dokumen lelang dengan Komite Bersama dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero);
dalam dokumen lelang sebagaimana dimaksud dalam huruf c, dicantumkan hal sebagai berikut:
jumlah Kompensasi Penugasan Dukungan Eksplorasi yang dibebankan kepada Badan Usaha Penerima Manfaat Dukungan Eksplorasi;
kewajiban Badan Usaha Penerima Manfaat Dukungan Eksplorasi untuk membayar jumlah Kompensasi Penugasan Dukungan Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 kepada PT SMI; dan
kewajiban Badan Usaha Penerima Manfaat Dukungan Eksplorasi untuk menandatangani Perjanjian Pembayaran Kompensasi Penugasan Dukungan Eksplorasi dengan PT SMI;
pemberian sanksi atas kegagalan atau kelalaian dalam melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam huruf d berupa penundaan penerbitan Izin Panas Bumi kepada Badan Usaha Penerima Manfaat Dukungan Eksplorasi dan/atau bentuk sanksi lainnya yang dapat diberikan berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang Panas Bumi; dan
kewajiban pembayaran harga Data dan Informasi Panas Bumi sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan mengenai Panas Bumi kepada Badan Usaha Penerima Manfaat Dukungan Eksplorasi, kecuali atas persetujuan terlebih dahulu dari Menteri setelah mendengar masukan, pertimbangan dan/atau rekomendasi dari Komite Bersama.
Perjanjian Dukungan Eksplorasi harus melampirkan rencana kerja dan anggaran biaya dalam rangka pelaksanaan Dukungan Eksplorasi yang telah disetujui oleh Komite Bersama.
Perjanjian Dukungan Eksplorasi memuat ketentuan mengenai:
status dan perlakuan aset selain Data dan Informasi Panas Bumi dari pelaksanaan Dukungan Eksplorasi oleh PT GDE; dan
tata cara penyerahan atas aset sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, kementerian, lembaga dan/atau pihak lain yang berhak atas aset tersebut.
Penugasan Dukungan Eksplorasi berlaku sejak tanggal penandatanganan Perjanjian Dukungan Eksplorasi atau tanggal lainnya yang ditetapkan dalam perjanjian tersebut sampai dengan:
tanggal penghentian Perjanjian Dukungan Eksplorasi, dalam hal terjadi risiko eksplorasi/risiko politik atau tanggal lainnya, yang seluruhnya ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan rekomendasi Komite Bersama; atau b. tanggal penyerahan Data dan Informasi Panas Bumi oleh Menteri kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.
Perjanjian Dukungan Eksplorasi yang telah ditandatangani, termasuk rencana kerja dan anggaran biaya yang dilampirkan dalam perjanjian tersebut, dapat diubah berdasarkan persetujuan dari Komite Bersama.
Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara
Relevan terhadap
Untuk mendapatkan pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (1) dan ayat (4), Perusahaan mengajukan permohonan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal, melalui Sistem OSS.
Untuk mendapatkan pembebasan Bea Masuk dan Fasilitas PDRI atas impor barang berupa barang modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (1), permohonan paling sedikit harus dilampiri dengan:
identitas perusahaan;
daftar barang modal;
salinan Perizinan Berusaha; dan
surat penetapan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan, dalam hal Perusahaan melakukan Pembangunan atau Pengembangan Industri di Daerah Mitra.
Untuk mendapatkan pembebasan Bea Masuk atas impor barang berupa barang dan bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (4), permohonan paling sedikit harus memuat:
identitas perusahaan;
salinan Perizinan Berusaha;
daftar barang dan bahan;
surat penetapan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan, dalam hal Perusahaan melakukan Pembangunan atau Pengembangan di Daerah Mitra; dan/atau
rekomendasi dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (9), dalam hal Perusahaan menggunakan mesin produksi buatan dalam negeri.
Identitas perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan ayat (3) huruf a, paling sedikit memuat keterangan berupa:
nama perusahaan;
Nomor Pokok Wajib Pajak;
alamat perusahaan; dan
nama dan jabatan penanggung jawab perusahaan.
Daftar barang modal, barang dan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dan ayat (3) huruf c paling sedikit memuat keterangan berupa:
kantor pabean tempat penyelesaian kewajiban pabean;
pelabuhan dan/atau bandar udara tempat pemasukan;
uraian jenis dan spesifikasi teknis barang;
pos tarif;
jumlah dan satuan barang;
perkiraan nilai impor; dan
negara asal atau negara muat.
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Perusahaan pembangkit listrik termasuk pembangkit listrik energi baru dan terbarukan, selain harus melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), permohonan juga harus dilampiri paling sedikit dengan:
rekomendasi berupa rencana impor barang yang telah disetujui dan ditandasahkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral; dan
salinan perjanjian jual beli tenaga listrik bagi pemegang izin usaha dalam penyediaan tenaga listrik.
Pedoman Akuntansi dan Pelaporan Aset Berupa Barang Milik Negara yang Berasal dari Perjanjian Kerja Sama/Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara ...
Relevan terhadap
Dokumen sumber yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan pencatatan oleh UAKPA BUN TK, UAKPB BUN TK, dan UAKPA PL BUN TK/UAKPB PL BUN TK mengacu kepada peraturan menteri keuangan mengenai pengelolaan BMN PKP2B, antara lain:
Dokumen perolehan BMN berupa invoice pembelian BMN;
Berita Acara Serah Terima dalam rangka pemindahtanganan BMN PKP2B;
Surat Keputusan, Berita Acara Pemusnahan, dan/atau dokumen penghapusan lainnya dalam rangka penghapusan BMN PKP2B;
Dokumen koreksi pencatatan BMN PKP2B;
Dokumen dalam rangka pencatatan akuntansi atas penatausahaan dan/atau pengelolaan BMN yaitu:
Laporan Hasil Inventarisasi dan Penilaian BMN PKP2B;
Daftar Rincian BMN PKP2B pada Kontraktor atau Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian; dan/atau
Berita Acara Serah Terima BMN PKP2B atau dokumen lain yang menyatakan bahwa BMN PKP2B telah diserahkan kepada Pemerintah.
Dokumen dalam rangka pencatatan akuntansi atas hasil pemanfaatan BMN:
Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP);
Memo penyesuaian (MP) yang didukung dengan dokumen sumber terkait, dan/atau 3. Dokumen atau sarana lain yang diperlakukan sebagai bukti penerimaan negara.
Kontraktor dan/atau Pemegang IUPK Sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian menyampaikan dokumen sumber yang dilampiri dengan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak kepada Unit Eselon II yang mempunyai kewenangan, tugas dan fungsi menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan usaha mineral dan batubara pada kementerian yang menyelenggarakan urusan energi dan sumber daya mineral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) selaku UAKPB BUN TK setiap bulan.
Unit Eselon II yang mempunyai kewenangan, tugas dan fungsi menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan usaha mineral dan batubara pada kementerian yang membidangi urusan energi dan sumber daya mineral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) menyampaikan seluruh Dokumen Sumber sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada unit yang menangani pengelolaan BMN PKP2B selaku UAKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) setiap bulanan, semesteran, dan/atau tahunan untuk penyusunan Laporan Keuangan Transaksi Khusus.
Dalam hal diperlukan, penyusunan Laporan Keuangan Transaksi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan untuk periode yang lebih pendek di luar periode semesteran dan tahunan sesuai kebutuhan.
UAKPA BUN TK, UAKPB BUN TK, dan UAKPA PL BUN TK/UAKPB PL BUN TK menatausahakan seluruh Dokumen Sumber sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk penyusunan Laporan Keuangan Transaksi Khusus.
UAKPA BUN TK, UAKPB BUN TK, dan UAKPA PL BUN TK/UAKPB PL BUN TK melakukan Verifikasi Dokumen Sumber sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Verifikasi dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan dengan memastikan kesesuaian dokumen sumber dengan laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5).
Perubahan Rincian Dana Bagi Hasil Tahun Anggaran 2023
Relevan terhadap
Perubahan rincian dana bagi hasil tahun anggaran 2023 sebesar Rp158.978.872.888.000 (seratus lima puluh delapan triliun sembilan ratus tujuh puluh delapan miliar delapan ratus tujuh puluh dua juta delapan ratus delapan puluh delapan ribu rupiah), yang terdiri atas:
dana bagi hasil pajak penghasilan Pasal 21, Pasal 25, dan Pasal 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri sebesar Rp36.317.087.674.000 (tiga puluh enam triliun tiga ratus tujuh belas miliar delapan puluh tujuh juta enam ratus tujuh puluh empat ribu rupiah);
dana bagi hasil pajak bumi dan bangunan sebesar Rp18.747.357.012.000 (delapan belas triliun tujuh ratus empat puluh tujuh miliar tiga ratus lima puluh tujuh juta dua belas ribu rupiah);
dana bagi hasil cukai hasil tembakau sebesar Rp5.865.859.917.000 (lima triliun delapan ratus enam puluh lima miliar delapan ratus lima puluh sembilan juta sembilan ratus tujuh belas ribu rupiah);
dana bagi hasil sumber daya alam minyak bumi dan gas bumi sebesar Rp20.631.010.480.000 (dua puluh triliun enam ratus tiga puluh satu miliar sepuluh juta empat ratus delapan puluh ribu rupiah);
dana bagi hasil sumber daya alam mineral dan batu bara sebesar Rp69.998.028.214.000 (enam puluh sembilan triliun sembilan ratus sembilan puluh delapan miliar dua puluh delapan juta dua ratus empat belas ribu rupiah);
dana bagi hasil sumber daya alam panas bumi sebesar Rp1.433.032.704.000 (satu triliun empat ratus tiga puluh tiga miliar tiga puluh dua juta tujuh ratus empat ribu rupiah);
dana bagi hasil sumber daya alam kehutanan sebesar Rp1.686.082.594.000 (satu triliun enam ratus delapan puluh enam miliar delapan puluh dua juta lima ratus sembilan puluh empat ribu rupiah);
dana bagi hasil sumber daya alam perikanan sebesar Rp1.095.637.785.000 (satu triliun sembilan puluh lima miliar enam ratus tiga puluh tujuh juta tujuh ratus delapan puluh lima ribu rupiah); dan
dana bagi hasil sumber daya alam perkebunan sawit sebesar Rp3.204.776.508.000 (tiga triliun dua ratus empat miliar tujuh ratus tujuh puluh enam juta lima ratus delapan ribu rupiah).
Perubahan rincian dana bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk tambahan dana bagi hasil sebesar Rp27.712.086.894.000 (dua puluh tujuh triliun tujuh ratus dua belas miliar delapan puluh enam juta delapan ratus sembilan puluh empat ribu rupiah), yang terdiri atas:
dana bagi hasil pajak penghasilan Pasal 21, Pasal 25, dan Pasal 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri sebesar Rp5.635.389.870.000 (lima triliun enam ratus tiga puluh lima miliar tiga ratus delapan puluh sembilan juta delapan ratus tujuh puluh ribu rupiah);
dana bagi hasil pajak bumi dan bangunan sebesar Rp2.769.273.286.000 (dua triliun tujuh ratus enam puluh sembilan miliar dua ratus tujuh puluh tiga juta dua ratus delapan puluh enam ribu rupiah);
dana bagi hasil cukai hasil tembakau sebesar Rp395.652.150.000 (tiga ratus sembilan puluh lima miliar enam ratus lima puluh dua juta seratus lima puluh ribu rupiah);
dana bagi hasil sumber daya alam minyak bumi dan gas bumi sebesar Rp747.473.469.000 (tujuh ratus empat puluh tujuh miliar empat ratus tujuh puluh tiga juta empat ratus enam puluh sembilan ribu rupiah);
dana bagi hasil sumber daya alam mineral dan batu bara sebesar Rp17.759.869.890.000 (tujuh belas triliun tujuh ratus lima puluh sembilan miliar delapan ratus enam puluh sembilan juta delapan ratus sembilan puluh ribu rupiah); dan
dana bagi hasil sumber daya alam panas bumi sebesar Rp404.428.229.000 (empat ratus empat miliar empat ratus dua puluh delapan juta dua ratus dua puluh sembilan ribu rupiah).
Tambahan dana bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung secara proposional terhadap kenaikan tiap jenis dana bagi hasil berdasarkan perkiraan realisasi ( outlook ) penerimaan negara tahun anggaran 2023.
Tambahan dana bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dialokasikan menurut daerah otonom provinsi dan kabupaten/kota secara proporsional berdasarkan alokasi dana bagi hasil yang diterima oleh daerah otonom provinsi dan kabupaten/kota sebelum adanya tambahan dana bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Rincian dana bagi hasil tahun anggaran 2023 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menurut daerah otonom provinsi dan kabupaten/kota tercantum dalam huruf A Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Kompensasi atas Kekurangan Penerimaan Badan Usaha Akibat Kebijakan Penetapan Harga Jual E ...
Relevan terhadap
Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau reviu perhitungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6) terdapat kekurangan penerimaan Badan Usaha akibat selisih antara harga jual eceran jenis bahan bakar minyak tertentu minyak solar ( gas oil ) dan/atau jenis bahan bakar minyak khusus penugasan berdasarkan perhitungan formula dan harga jual eceran jenis bahan bakar minyak tertentu minyak solar ( gas oil ) dan/atau jenis bahan bakar minyak khusus penugasan tidak berdasarkan perhitungan formula yang ditetapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Menteri Keuangan menetapkan kebijakan Dana Kompensasi BBM setelah berkoordinasi dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan Menteri Badan Usaha Milik Negara.
Kebijakan Dana Kompensasi BBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam surat Menteri Keuangan.
Dalam hal Menteri Keuangan menetapkan kebijakan penggantian atas kekurangan penerimaan Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka:
harga dasar yang terdapat dalam kekurangan penerimaan Badan Usaha, dibayarkan kepada Badan Usaha;
pajak pertambahan nilai yang terdapat dalam kekurangan penerimaan Badan Usaha diselesaikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai perpajakan, dan tidak dibayarkan kepada Badan Usaha; dan
pajak bahan bakar kendaraan bermotor Dana Kompensasi yang terdapat dalam kekurangan penerimaan Badan Usaha, bukan termasuk objek pajak daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perpajakan dan tidak dibayarkan kepada Badan Usaha.
Kekurangan penerimaan Badan Usaha tahun-tahun sebelumnya akan diselesaikan pembayarannya dengan mekanisme sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau reviu perhitungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6) terdapat kelebihan penerimaan Badan Usaha akibat selisih antara harga jual eceran jenis bahan bakar minyak tertentu minyak solar ( gas oil ) dan/atau jenis bahan bakar minyak khusus penugasan berdasarkan perhitungan formula dan harga jual eceran jenis bahan bakar minyak tertentu minyak solar ( gas oil ) dan/atau jenis bahan bakar minyak khusus penugasan tidak berdasarkan perhitungan formula yang ditetapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Menteri Keuangan menetapkan kebijakan atas kelebihan penerimaan Badan Usaha setelah berkoordinasi dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan Menteri Badan Usaha Milik Negara.
Kebijakan atas kelebihan penerimaan Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam surat Menteri Keuangan.
Dalam hal Menteri Keuangan menetapkan kebijakan atas kelebihan penerimaan Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Badan Usaha menyampaikan surat pemberitahuan pelaksanaan penyelesaian pajak pertambahan nilai dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor kepada KPA BUN Dana Kompensasi paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah surat Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima oleh Badan Usaha.
Surat pemberitahuan pelaksanaan penyelesaian pajak pertambahan nilai dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Kebijakan penyelesaian atas kelebihan penerimaan Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa:
pengurangan pembayaran utang Dana Kompensasi BBM tahun-tahun sebelumnya; dan/atau
penyetoran kelebihan penerimaan dari harga dasar oleh Badan Usaha ke Kas Negara.
Kebijakan penyelesaian pajak pertambahan nilai atas kelebihan penerimaan Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa:
pengurangan pembayaran utang pajak pertambahan nilai Dana Kompensasi BBM tahun-tahun sebelumnya; dan/atau
pemindahbukuan dari rekening penerimaan pajak ke rekening Kas Negara.
Dalam hal Menteri Keuangan menetapkan kebijakan atas kelebihan penerimaan Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, maka Badan Usaha melakukan penyetoran atas kelebihan penerimaan dari harga dasar paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah surat Menteri Keuangan diterima oleh Badan Usaha pada akun Penerimaan Kembali Belanja Lain-lain Tahun Anggaran yang Lalu (Kode Akun 425918).
Kelebihan penerimaan Badan Usaha tahun-tahun sebelumnya akan diselesaikan pembayarannya dengan mekanisme sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6).
Dana Kompensasi BBM terdiri atas:
Dana Kompensasi untuk jenis bahan bakar minyak tertentu minyak solar ( gas oil ); dan
Dana Kompensasi untuk jenis bahan bakar minyak khusus penugasan.
Dana Kompensasi BBM jenis bahan bakar minyak tertentu minyak solar ( gas oil ) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dihitung dengan formula sebagai berikut: DK BBM Solar = SH Solar x V Solar Keterangan: DK BBM Solar = Dana Kompensasi BBM jenis bahan bakar minyak tertentu minyak solar ( gas oil ). SH Solar = selisih antara harga jual eceran jenis bahan bakar minyak tertentu minyak solar ( gas oil ) berdasarkan perhitungan formula dan harga jual eceran jenis bahan bakar minyak tertentu minyak solar ( gas oil ) tidak berdasarkan perhitungan formula yang ditetapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. V Solar = volume bahan bakar minyak jenis bahan bakar minyak tertentu minyak solar ( gas oil ).
Dana Kompensasi BBM jenis bahan bakar minyak khusus penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dihitung dengan formula sebagai berikut: DK BBM JBKP = SH JBKP x V JBKP Keterangan: DK BBM JBKP = Dana Kompensasi BBM jenis bahan bakar minyak khusus penugasan. SH JBKP = selisih antara harga jual eceran jenis bahan bakar minyak khusus penugasan berdasarkan perhitungan formula dan harga jual eceran jenis bahan bakar minyak khusus penugasan tidak berdasarkan perhitungan formula yang ditetapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. V JBKP = volume bahan bakar minyak jenis bahan bakar minyak khusus penugasan.
Harga jual eceran jenis bahan bakar minyak tertentu minyak solar ( gas oil ) dan jenis bahan bakar khusus penugasan yang ditetapkan tidak berdasarkan perhitungan formula oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) sudah termasuk pajak pertambahan nilai dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor.
Volume jenis bahan bakar minyak tertentu minyak solar ( gas oil ) dan jenis bahan bakar khusus penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) mengacu pada hasil verifikasi yang dilakukan oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi.
Perhitungan Dana Kompensasi BBM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan berdasarkan pada hasil pemeriksaan dan/atau reviu perhitungan oleh auditor yang berwenang.
Contoh perhitungan Dana Kompensasi BBM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Politeknik Energi dan Pertambangan Bandung, dan Balai Pendidikan dan Pelati ...
Relevan terhadap 1 lainnya
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (3) dan Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, perlu menetapkan jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Politeknik Energi dan Pertambangan Bandung dan Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral belum diatur jenis dan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak berupa biaya pendaftaran seleksi masuk mahasiswa baru, uang kuliah tunggal, layanan uji batubara, dan layanan sewa peralatan dan mesin yang berasal dari Politeknik Energi dan Pertambangan Bandung dan Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Politeknik Energi dan Pertambangan Bandung, dan Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA POLITEKNIK ENERGI DAN PERTAMBANGAN BANDUNG, DAN BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TAMBANG BAWAH TANAH, KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL.
Seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Politeknik Energi dan Pertambangan Bandung dan Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral wajib disetorkan ke Kas Negara pada waktunya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan:
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. 3. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan ralryat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 5. Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas- batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 6. Urusan Pemerintahan adalah kekuasaan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden yang peiaksanaannya dilakukan oleh kementerian negara dan penyelenggara pemerintahan daerah untuk melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat. 7. Kepala Daerah adalah gubernur bagi Daerah provinsi atau bupati bagi Daerah kabupaten atau wali kota bagi Daerah kota.
Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang perpajakan dan/atau retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 9. Peraturan Daerah yang selanjutnya disebut Perda atau yang disebut dengan nama lain adalah Perda provinsi dan Perda kabupaten/ kota. 10. Peraturan Kepala Daerah yang selanjutnya disebut Perkada adalah peraturan gubernur dan bupati/wali kota. 11. Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 12. Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. 13. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenai Pajak. 14. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar Pajak, pemotong Pajak, dan pemungut Pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 15. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran Pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan. L6. Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan barang, jasa, dan/atau perizinar,. 17. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang ^" menurut peraturan perundang-undangan diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk 18. Badan...pemungut retribusi tertentu. PFIESIDEN REPUBLIK INDONESIA 18. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan usaha milik desa, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya, termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. 19. Pajak Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disingkat PKB adalah Pajak atas kepemilikan danlatau penguasaan kendaraan bermotor. 20. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disingkat BBNKB adalah Pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar-menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha. 21. Kendaraan Bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat atau kendaraan yang dioperasikan di air yang digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan. 22. Pajak Alat Berat yang selanjutnya disingkat PAB adalah Pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan alat berat. 23. Alat Berat adalah alat yang diciptakan untuk membantu pekerjaan konstruksi dan pekerjaan teknik sipil lainnya yang sifatnya berat apabila dikerjakan oleh tenaga manusia, beroperasi menggunakan motor dengan atau tanpa roda, tidak melekat secara perrnanen serta beroperasi pada area tertentu, termasuk tetapi tidak terbatas pada area konstruksi, perkebunan, kehutanan, dan pertambangan.
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang selanjutnya disingkat PBB-P2 adalah Pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan. 25. Bumi adalah permukaan Bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman. 26. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap di atas permukaan Bumi dan di bawah permukaan Bumi. 27. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang selanjutnya disingkat BPHTB adalah Pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau Bangunan. 2a. Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta Bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang pertanahan dan Bangunan. 29. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disingkat PBBKB adalah Pajak atas penggunaan bahan bakar Kendaraan Bermotor dan Alat Berat. 30. Pajak Barang dan Jasa Tertentu yang selanjutnya disingkat PBJT adalah Pajak yang dibayarkan oleh konsumen akhir atas konsumsi barang dan/atau ^jasa tertentu. 31. Makanan dan/atau Minuman adalah makanan dan/atau minuman yang disediakan, dijual dan/atau diserahkan, baik secara langsung maupun tidak langsung, atau melalui pesanan oleh restoran. 32. Tenaga Listrik adalah tenaga atau energi yang dihasilkan oleh suatu pembangkit Tenaga Listrik yang didistribusikan untuk bermacam peralatan listrik. 33. Jasa Perhotelan adalah ^jasa penyediaan akomodasi yang dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan minum, kegiatan hiburan, dan/atau fasilitas lainnya.
Jasa Parkir adalah ^jasa penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan dan/atau pelayanan memarkirkan kendaraan untuk ditempatkan di area parkir, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan Kendaraan Bermotor. 35. Jasa Kesenian dan Hiburan adalah ^jasa penyediaan atau penyelenggaraan semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, ketangkasan, rekreasi, dan/atau keramaian untuk dinikmati. 36. Pajak Reklame adalah Pajak atas penyelenggaraan reklame. 37. Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau menarik perhatian umum terhadap sesuatu. 38. Pajak Air Permukaan yang selanjutnya disingkat PAP adalah Pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan. 39. Air Permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah. 40. Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh Pemerintah. 41. Pajak Air Tanah yang selanjutnya disingkat PAT adalah Pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. 42. Air Tanah adalah air yang terdapat di dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. 43. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan yang selanjutnya disebut Pajak MBLB adalah Pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan dari sumber alam di dalam dan/atau di permukaan Bumi untuk dimanfaatkan.
Mineral 44. Mineral Bukan Logam dan Batuan yang selanjutnya disingkat MBLB adalah mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud di dalam peraturan perundang- undangan di bidang mineral dan batu bara. 45. Pajak Sarang Burung Walet adalah Pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet. 46. Burung Walet adalah satwa yang termasuk marga collocalia, yaitu collocalia fuchliap haga, collocalia ma-rina, collocalia esanlanta, dan allocalia linchi. 47. Opsen adalah pungutan tambahan Pajak menurut persentase tertentu. 48. Opsen Pajak Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disebut Opsen PKB adalah Opsen yang dikenakan oleh kabupaten/kota atas pokok PKB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 49. Opsen Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disebut Opsen BBNKB adalah Opsen yang dikenakan oleh kabupaten/ kota atas pokok BBNKB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. 50. Opsen Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan yang selanjutnya disebut Opsen Pajak MBLB adalah Opsen yang dikenakan oleh provinsi atas pokok Pajak MBLB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. 51. Nomor Pokok Wqiib Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat NPWPD adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan Daerah yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan daerahnya. 52. Nomor Objek Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat NOPD adalah nomor identitas objek Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan dengan ketentuan tertentu. PRES IOEN REPUBLIK INDONESIA 53. Nilai Jual Objek Pajak yang selanjutnya disingkat NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti. 54. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek Pajak atau Retribusi, penentuan besarnya Pajak atau Retribusi yang terutang sampai kegiatan Penagihan Pajak atau Retribusi kepada Wajib Pajak atau Wajib Retribusi serta pengawasan penyetorannya. 55. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPD adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran Pajak, objek Pajak dan/atau bukan objek Pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah. 56. Surat Pemberitahuan Objek Pajak yang selanjutnya disingkat SPOP adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data subjek dan objek PBB-P2 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan Daerah. 57. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah surat ketetapan Pajak yang menentukan besarnya ^jumlah pokok Pajak yang terutang. 58. Surat Setoran Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SSPD adalah bukti pembayaran atau penyetoran Pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas Daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Kepala Daerah. 59. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang yang selanjutnya disingkat SPPT adalah surat yang digunakan untuk memberitahukan besarnya PBB-P2 yang terutang kepada Wajib Pajak.
Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDKB adalah surat ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok Pajak, jumlah kredit Pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok Pajak, besarnya sanksi administratif, dan jumlah Pajak yang masih harus dibayar. 61. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKPDKBT adalah surat ketetapan Pajak yang menentukan tambahan atas jumlah Pajak yang telah ditetapkan. 62. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil yang selanjutnya disingkat SKPDN adalah surat ketetapan Pajak yang menentukan jumlah pokok Pajak sama besarnya dengan jumlah kredit Pajak atau Pajak tidak terutang dan tidak ada kredit Pajak. 63. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah surat ketetapan Pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran Pajak karena jumlah kredit Pajak lebih besar daripada Pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang. 64. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah surat untuk melakukan tagihan Pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda. 65. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah yang terdapat dalam SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDN, SKPDLB, STPD, SUTAT Keputusan Pembetulan, atau Surat Keputusan Keberatan. 66. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDN, SKPDLB, atau terhadap pemotongan atau Pemungutan pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak. 68. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian surat pemberitahuan atau dokumen lain yang dipersamakan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya serta kesesuaian antara surat pemberitahuan dengan SSPD. 69. Penagihan adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang Pajak dan biaya Penagihan Pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan Penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, dan menjual barang yang telah disita. 70. Penagihan Seketika dan Sekaligus adalah tindakan Penagihan pajak yang dilaksanakan oleh jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang Pajak dari semua ^jenis Pajak, masa Pajak, dan tahun Pajak. 71. Utang Pajak adalah Pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administratif berupa bunga, denda, dan/atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan Pajak atau surat sejenisnya berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah. 72. Surat Teguran adalah surat yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur Wajib Pajak atau Wajib Retribusi untuk melunasi Utang Pajak atau utang Retribusi. 73. Surat Paksa adalah surat perintah membayar Utang Pajak dan biaya Penagihan Pajak. 74. Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan Penagihan Pajak yang meliputi Penagihan Seketika dan Sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan, dan penyanderaan.
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Pajak dan Retribusi dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan Retribusi Daerah. 76. Tahun Pajak adalah jangka waktu yang lamanya I (satu) tahun kalender, kecuali apabila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender. 77. Jasa Umum adalah ^jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan. 78. Jasa Usaha adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah yang dapat bersifat mencari keuntungan karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. 79. Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. 80. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah surat ketetapan Retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok Retribusi yang terutang. 81. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKRDLB adalah surat ketetapan Retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran Retribusi karena jumlah kredit Retribusi lebih besar daripada Retribusi yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan Retribusi dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda. 83. Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD adalah sistem yang diterapkan oleh satuan kerja perangkat daerah atau unit satuan kerja perangkat daerah pada satuan kerja perangkat daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang mempunyai fleksibilitas dalam pola pengelolaan keuangan sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan daerah pada umumnya. BAB II PENGATURAN UMUM PAJAK DAN RETRIBUSI Bagian Kesatu Pajak Paragraf 1 Jenis Pajak Pasal 2 Jenis Pajak terdiri atas:
Pajak provinsi; dan
Pajak kabupaten/kota. Pasal 3 (1) Jenis Pajak provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a yang dipungut berdasarkan penetapan Kepala Daerah terdiri atas:
PKB;
BBNKB;
PAB; dan
PAP. (21 Jenis Pajak provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a yang dipungut berdasarkan penghitungan sendiri oleh Wajib Pajak terdiri atas:
PBBKB;
Pajak Rokok; dan
Opsen Pajak MBLB. (3) Jenis Pajak kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b yang dipungut berdasarkan penetapan Kepala Daerah terdiri atas:
PBB-P2;
Pajak Reklame;
PAT;
Opsen PKB; dan
Opsen BBNKB. (41 Jenis Pajak kabupaten/ kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b yang dipungut berdasarkan penghitungan sendiri oleh Wajib Paj ak terdiri atas:
BPHTB;
PBJT atas:
Makanan dan/atau Minuman;
Tenaga Listrik;
Jasa Perhotelan;
Jasa Parkir; dan
Jasa Kesenian dan Hiburan;
Pajak MBLB; dan
Pajak Sarang Burung Walet. Paragraf 2 Masa Pajak dan Tahun Pajak Pasal 4 (l) Saat terutang Pajak ditetapkan pada saat orang pribadi atau Badan telah memenuhi syarat subjektif dan objektif atas suatu jenis Pajak dalam I (satu) kurun waktu tertentu dalam masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perpajakan Daerah. (21 Masa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan Pajak yang terutang untukjenis Pajak yang dipungut berdasarkan penghitungan sendiri Wajib Pajak atau menjadi dasar bagi Kepala Daerah untuk menetapkan Pajak terutang untuk jenis Pajak yang dipungut berdasarkan penetapan Kepala Daerah. (3) Masa Pajak yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan Pajak yang terutang untuk jenis Pajak yang dipungut berdasarkan penghitungan sendiri Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan untuk jangka waktu 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain paling lama 3 (tiga) bulan kalender. (41 Tahun Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun kalender, kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai masa Pajak, Tahun Pajak, dan bagian Tahun Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Perkada. Paragraf 3 Pajak Provinsi Pasal 5 (1) Dasar pengenaan PKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a merupakan hasil perkalian nilai jual Kendaraan Bermotor dan bobot yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan Kendaraan Bermotor. l2l ^Dasar ^pengenaan ^PKB, ^khusus ^untuk ^Kendaraan Bermotor di air, ditetapkan hanya berdasarkan nilai jual Kendaraan Bermotor. (3) Saat terutang PKB ditetapkan pada saat terjadinya kepemilikan dan/atau penguasaan Kendaraan Bermotor. (4) Wilayah Pemungutan PKB yang terutang merupakan wilayah Daerah tempat Kendaraan Bermotor terdaftar. Pasal 6 (1) Dasar pengenaan BBNKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b merupakan nilai jual Kendaraan Bermotor yang ditetapkan dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan peraturan gubernur. (21 Saat terutang BBNKB ditetapkan pada saat terjadinya penyerahan pertama Kendaraan Bermotor. (3) Wilayah Pemungutan BBNKB yang terutang merupakan wilayah Daerah tempat Kendaraan Bermotor terdaftar. Pasal 7 (1) Dasar pengenaan PAB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c merupakan nilai jual Alat Berat.
Saat terutang PAB ditetapkan pada saat terjadinya kepemilikan dan/atau penguasaan Alat Berat. (3) Wilayah Pemungutan PAB yang terutang merupakan wilayah Daerah tempat penguasaan Alat Berat. Pasal 8 (l) Dasar pengenaan PAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d merupakan nilai perolehan Air Permukaan. (21 Nilai perolehan Air Permukaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah hasil perkalian antara harga dasar Air Permukaan dengan bobot Air Permukaan. (3) Besarnya nilai perolehan Air Permukaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan gubernur. (41 Saat terutang PAP ditetapkan pada saat terjadinya pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Permukaan. (5) Wilayah Pemungutan PAP yang terutang merupakan wilayah Daerah tempat Air Permukaan berada. (6) Penetapan besarnya nilai perolehan Air Permukaan yang ditetapkan dengan peraturan gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berpedoman pada ketentuan mengenai harga dasar Air Permukaan dan bobot Air Permukaan yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan ralgrat. (71 Ketentuan mengenai harga dasar Air Permukaan dan bobot Air Permukaan yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan ralryat sebagaimana dimaksud pada ayat (6), ditetapkan setelah mendapatkan pertimbangan Menteri. Pasal 9 (1) Dasar pengenaan PBBKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a merupakan nilai jual bahan bakar Kendaraan Bermotor sebelum dikenakan pajak pertambahan nilai. (21 Saat terutang PBBKB ditetapkan pada saat terjadinya penyerahan bahan bakar Kendaraan Bermotor oleh penyedia bahan bakar Kendaraan Bermotor. (3) Wilayah Pemungutan PBBKB yang terutang merupakan wilayah Daerah tempat penyerahan bahan bakar Kendaraan Bermotor kepada konsumen atau pengguna Kendaraan Bermotor. Pasal 10 (1) Dasar pengenaan Pajak Rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b merupakan cukai yang ditetapkan oleh Pemerintah terhadap rokok. (21 Saat terutang Pajak Rokok ditetapkan pada saat terjadinya Pemungutan cukai rokok terhadap pengusaha pabrik rokok atau produsen dan importir rokok yang memiliki izin berupa nomor pokok pengusaha barang kena cukai. (3) Wilayah Pemungutan Pajak Rokok merupakan wilayah kepabeanan Indonesia. Paragraf 4 Pajak Kabupaten/ Kota Pasal 12 (l) Dasar pengenaan PBB-P2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf a merupakan NJOP. (21 NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat (l) ditetapkan berdasarkan proses penilaian PBB-P2. (3) Saat terutang PBB-P2 ditetapkan pada saat terjadinya kepemilikan, penguasaan, dan/atau pemanfaatan Bumi dan/atau Bangunan. (41 Saat yang menentukan untuk menghitung PBB-P2 terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan menurut keadaan objek PBB-P2 pada tanggal 1 Januari. (5) Wilayah Pemungutan PBB-P2 yang terutang mempakan wilayah Daerah yang meliputi letak objek PBB-P2. (6) Termasuk dalam wilayah Pemungutan PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan wilayah Daerah tempat Bumi dan/atau Bangunan berikut berada:
laut pedalaman dan perairan darat serta Bangunan di atasnya; dan
Bangunan yang berada di luar laut pedalaman dan perairan darat yang konstruksi tekniknya terhubung dengan Bangunan yang berada di daratan, kecuali pipa dan kabel bawah laut. Pasal 13 (1) Dasar pengenaan PBB-P2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) ditetapkan paling rendah 207o (dua puluh persen) dan paling tinggi 100% (seratus persen) dari NJOP setelah dikurangi NJOP tidak kena pajak. (21 Besaran persentase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas kelompok objek PBB-P2 dilakukan dengan mempertimbangkan:
kenaikan NJOP hasil penilaian;
bentuk pemanfaatan objek Pajak; dan/atau
klasterisasi NJOP dalam satu wilayah kabupaten/ kota. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran persentase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Perkada. Pasal 14 (1) Dasar pengena€rn Pajak Reklame sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b merupakan nilai sewa Reklame. (21 Saat terutang Pajak Reklame ditetapkan pada saat terjadinya penyelenggaraan Reklame. (3) Wilayah Pemungutan Pajak Reklame yang terutang merupakan wilayah Daerah tempat penyelenggaraan Reklame. (41 Khusus untuk Reklame berjalan, wilayah Pemungutan Pajak Reklame yang terutang adalah wilayah Daerah tempat usaha penyelenggara Reklame terdaftar. Pasal 15 (1) Dasar pengenaan PAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf c merupakan nilai perolehan Air Tanah. (21 Nilai perolehan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah hasil perkalian antara harga air baku dengan bobot Air Tanah. (3) Nilai perolehan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam Daerah provinsi diatur dengan peraturan gubernur.
Besarnya nilai perolehan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam Daerah kabupaten/kota diatur dengan peraturan bupati/wali kota dengan berpedoman pada nilai perolehan Air Tanah yang ditetapkan oleh gubernur. (5) Saat terutang PAT ditetapkan pada saat terjadinya pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah. (6) Wilayah Pemungutan PAT yang terutang merupakan wilayah Daerah tempat pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah. (7) Penetapan besarnya nilai perolehan Air Tanah yang ditetapkan dengan peraturan gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berpedoman pada peraturan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral mengenai nilai perolehan Air Tanah. (8) Peraturan yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (7l., disusun dengan memperhatikan kebijakan kemudahan berinvestasi dan ditetapkan setelah mendapat pertimbangan dari Menteri. Pasal 16 (1) Dasar pengenaan Opsen PKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf d merupakan PKB terutang. (21 Saat terutang Opsen PKB ditetapkan pada saat terutangnya PKB. (3) Wilayah Pemungutan Opsen PKB yang terutang merupakan wilayah Daerah tempat Kendaraan Bermotor terdaftar. Pasal 17 (1) Dasar pengenaan Opsen BBNKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf e merupakan BBNKB terutang. (21 Saat terutang Opsen BBNKB ditetapkan pada saat terutangnya BBNKB. (3) Wilayah Pemungutan Opsen BBNKB yang terutang merupakan wilayah Daerah tempat Kendaraan Bermotor terdaftar. Pasal 18 (1) Dasar pengenaan BPHTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) huruf a merupakan nilai perolehan objek pajak sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Pajak dan Retribusi. (2) Saat terutang BPHTB ditetapkan pada saat terjadinya perolehan tanah dan/atau Bangunan dengan ketentuan:
pada tanggal dibuat dan ditandatanganinya perjanjian pengikatan jual beli untuk jual beli;
pada tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta untuk tukar-menukar, hibah, hibah wasiat, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, dan/atau hadiah;
pada tanggal penerima waris atau yang diberi kuasa oleh penerima waris mendaftarkan peralihan haknya ke kantor bidang pertanahan untuk waris;
pada tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap untuk putusan hakim;
pada tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak untuk pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak;
pada tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak untuk pemberian hak baru di luar pelepasan hak; dan
pada tanggal penunjukan pemenang lelang untuk lelang. (3) Dalam hal jual beli tanah dan/atau Bangunan tidak menggunakan perjanjian pengikatan jual beli sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, saat terutang BPHTB untuk jual beli adalah pada saat ditandatanganinya akta jual beli. (4) Wilayah Pemungutan BPHTB yang terutang merupakan wilayah Daerah tempat tanah dan/atau Bangunan berada. Pasal 19 (1) Dasar pengenaan PBJT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (41 huruf b merupakan jumlah yang dibayarkan oleh konsumen barang atau jasa tertentu, meliputi:
^jumlah pembayaran yang diterima oleh penyedia Makanan dan/atau Minuman untuk PBJT atas Makanan dal/ atau Minuman;
nilai jual Tenaga Listrik untuk PBJT atas Tenaga Listrik;
jumlah pembayaran kepada penyedia Jasa Perhotelan untuk PBJT atas Jasa Perhotelan;
jumlah pembayaran kepada penyedia atau penyelenggara tempat parkir dan/atau penyedia layanan memarkirkan kendaraan untuk PBJT atas Jasa Parkir; dan
jumlah pembayaran yang diterima oleh penyelenggara Jasa Kesenian dan Hiburan untuk PBJT atas Jasa Kesenian dan Hiburan.
Dalam hal pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (f) menggunakan voucer atau bentuk lain yang sejenis yang memuat nilai rupiah atau mata uang lain, dasar pengenaan PBJT ditetapkan sebesar nilai rupiah atau mata uang lainnya tersebut. (3) Dalam hal tidak terdapat pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dasar pengenaan PBJT dihitung berdasarkan harga jual barang dan jasa sejenis yang berlaku di wilayah Daerah yang bersangkutan. (4) Dalam hal Pemerintah Daerah menetapkan kebijakan pengendalian penggunaan kendaraan pribadi dan tingkat kemacetan, khusus untuk PBJT atas Jasa Parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf d, Pemerintah Daerah dapat menetapkan dasar pengenaan sebesar tarif parkir sebelum dikenakan potongan. (5) Saat terutang PBJT ditetapkan pada saat:
pembayaran atau penyerahan atas Makanan dan/atau Minuman untuk PBJT atas Makanan dan/atau Minuman;
konsumsi atau pembayaran atas Tenaga Listrik untuk PBJT atas Tenaga Listrik;
pembayaran atau penyerahan atas Jasa Perhotelan untuk PBJT atas Jasa Perhotelan;
pembayaran atau penyerahan atas jasa penyediaan tempat parkir untuk PBJT atas Jasa Parkir; dan
pembayaran atau penyerahan atas Jasa Kesenian dan Hiburan untuk PBJT atas Jasa Kesenian dan Hiburan. (6) Wilayah Pemungutan PBJT yang terutang merupakan wilayah Daerah tempat penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi barang dan jasa tertentu dilakukan. REPTTBLIK INDONESIA Pasal 20 (1) Nilai jual Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b ditetapkan untuk:
Tenaga Listrik yang berasal dari sumber lain dengan pembayaran; dan
Tenaga Listrik yang dihasilkan sendiri. (2) Nilai jual Tenaga Listrik yang ditetapkan untuk Tenaga Listrik yang berasal dari sumber lain dengan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dihitung berdasarkan:
jumlah tagihan biaya/beban tetap ditambah dengan biaya pemakaian kWh/variabel yang ditagihkan dalam rekening listrik, untuk pascabayar; dan
^jumlah pembelian Tenaga Listrik untuk prabayar. (3) Nilai jual Tenaga Listrik yang ditetapkan untuk Tenaga Listrik yang dihasilkan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dihitung berdasarkan:
kapasitas tersedia;
tingkat penggunaan listrik;
^jangka waktu pemakaian listrik; dan
harga satuan listrik yang berlaku di wilayah Daerah yang bersangkutan. (4) Nilai jual Tenaga Listrik yang ditetapkan untuk Tenaga Listrik yang berasal dari sumber lain dengan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf a dan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3), penyedia Tenaga Listrik sebagai Wajib Pajak melakukan penghitungan dan Pemungutan PBJT atas Tenaga Listrik untuk penggunaan Tenaga Listrik yang dijual atau diserahkan. Pasal 2 I (l) Dasar pengenaan Pajak MBLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) huruf c merupakan nilai jual hasil pengambilan MBLB. (2) Nilai jual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan perkalian volume atau tonase pengambilan MBLB dengan harga patokan tiap jenis MBLB. (3) Harga patokan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dihitung berdasarkan harga jual rata-rata tiap jenis MBLB pada mulut tambang yang berlaku di wilayah Daerah yang bersangkutan. (4) Harga patokan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan mineral dan batu bara. (5) Saat terutang Pajak MBLB ditetapkan pada saat terjadinya pengambilan MBLB di mulut tambang. (6) Wilayah Pemungutan Pajak MBLB yang terutang merupakan wilayah Daerah tempat pengambilan MBLB. Pasal 22 (l) Dasar pengenaan Pajak Sarang Burung Walet sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) huruf d merupakan nilai jual sarang Burung Walet. (21 Nilai jual sarang Burung Walet sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan perkalian antara harga pasaran umum sarang Burung Walet yang berlaku di Daerah yang bersangkutan dengan volume sarang Burung Walet. (3) Saat terutang Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan pada saat terjadinya pengambilan dan/atau pengusahaan sarang Burung Walet. (41 Wilayah Pemungutan Pajak Sarang Burung Walet yang terutang merupakan wilayah Daerah tempat pengambilan dan/atau pengusahaan sarang Burung Walet. K tlilrIIl INDO Paragraf 5 Bagi Hasil Pajak Provinsi Pasal 23 (l) Hasil penerimaan Pajak provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (l) dan ayat (2) sebagian diperuntukkan bagi kabupaten/kota di wilayah provinsi yang bersangkutan dengan ketentuan sebagai berikut:
hasil penerimaan PAP dibagihasilkan kepada kabupaten/kota sebesar:
soy" (lima puluh persen) jika sumber air berada pada lebih dari 1 (satu) wilayah kabupaten/kota; atau
8Oo/o (delapan puluh persen) jika sumber air berada hanya pada 1 (satu) wilayah kabupaten/ kota. b. hasil penerimaan PBBKB dibagihasilkan kepada kabupaten/ kota sebesar 70% (tujuh puluh persen); dan
hasil penerimaan Pajak Rokok dibagihasilkan kepada kabupaten/kota sebesar 70% (tujuh puluh persen). (21 Besaran bagi hasil Pajak per kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan memperhatikan aspek pemerataan dan/atau potensi antar kabupaten/ kota. (3) Besaran bagi hasil Pajak per kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dirinci dalam besaran bagi hasil Pajak per kabupaten/kota di wilayah provinsi yang bersangkutan, dengan ketentuan:
bagi hasil PAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibagi secara proporsional paling kurang berdasarkan variabel panjang sungai dan/atau luas daerah tangkapan air;
bagi hasil PBBKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dibagi secara proporsional paling rendah 70% (tujuh puluh persen) berdasarkan jumlah Kendaraan Bermotor yang terdaftar di kabupaten/kota yang bersangkutan dan selisihnya dibagi rata kepada seluruh kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan; dan
bagi hasil Pajak Rokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dibagi secara proporsional paling kurang berdasarkan variabel jumlah penduduk kabupaten/ kota di provinsi yang bersangkutan. (41 Penggunaan variabel lainnya selain variabel sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf c dalam menghitung besaran bagi hasil Pajak per kabupaten/kota diatur dengan Perda provinsi. (5) Alokasi bagi hasil Pajak per kabupaten/kota ditetapkan dengan keputusan gubernur berdasarkan Perda provinsi mengenai bagi hasil Pajak. Pasal 24 (1) Penyaluran bagi hasil Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (21 dilakukan melalui pemindahbukuan dari kas Daerah provinsi ke kas Daerah kabupaten/kota. (21 Penyaluran bagi hasil PAP dan PBBKB dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah berakhirnya ^jangka waktu yang menjadi dasar penghitungan bagi hasil Pajak. (3) Penyaluran bagi hasil Pajak Rokok dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai tata cara Pemungutan dan penyetoran Pajak Rokok. Paragraf 6 Penggunaan Hasil Penerimaan Pajak untuk Kegiatan yang Telah Ditentukan Pasal 25 (1) Hasil penerimaan PKB dan Opsen PKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dan ayat (3) huruf d, dialokasikan paling sedikit lOVo (sepuluh persen) untuk pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana transportasi umum. (21 Hasil penerimaan PBJT atas Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) huruf b angka 2, dialokasikan paling sedikit lOo/o (sepuluh persen) untuk penyediaan penerangan ^jalan umum. (3) Kegiatan penyediaan penerangan ^jalan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi penyediaan dan pemeliharaan infrastruktur penerangan jalan umum serta pembayaran biaya atas konsumsi Tenaga Listrik untuk penerangan ^jalan umum. (4) Hasil penerimaan Pajak Rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b, baik bagian ^provinsi maupun bagian kabupaten/kota, dialokasikan ^paling sedikit 50% (lima puluh persen) untuk mendanai pelayanan kesehatan untuk masyarakat dan penegakan hukum. (5) Hasil penerimaan PAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf c, dialokasikan paling sedikit ^1O% (sepuluh persen) untuk pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dalam Daerah kabupaten/kota ^yang berdampak terhadap kualitas dan kuantitas Air ^Tanah, meliputi:
penanaman pohon;
pembuatan lubang atau sumur resapan;
pelestarian hutan atau ^pepohonan; dan
pengelolaan limbah.
Dalam rangka penyelarasan kebijakan fiskal dan pemantauan atas pemenuhan kewajiban Pemerintah Daerah dalam pengalokasian hasil penerimaan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5), Pemerintah menyusun bagan akun standar dan/atau melakukan penandaan atas belanja yang didanai dari hasil penerimaan Pajak tersebut. l7l ^Dalam ^hal ^Pemerintah Daerah ^tidak ^melaksanakan kewajiban dalam pengalokasian hasil penerimaan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5), dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Retribusi Paragraf I Jenis Retribusi Pasal 26 (l) Jenis Retribusi terdiri atas:
Retribusi Jasa Umum;
Retribusi Jasa Usaha; dan
Retribusi Perizinan Tertentu. (21 Jenis, objek, dan rincian objek dari setiap Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Perda mengenai Pajak dan Retribusi. (3) Dikecualikan dari objek dari setiap Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu pelayanan jasa dan/atau perizinan yang dilakukan oleh Pemerintah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan pihak swasta. Paragraf 2 Retribusi Jasa Umum Pasal 27 (1) Jenis pelayanan yang merupakan objek Retribusi Jasa Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (ll huruf a, meliputi:
pelayanan kesehatan;
pelayanan kebersihan;
pelayanan parkir di tepi jalan umum;
pelayanan pasar; dan
pengendalian lalu lintas. (21 Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan kewenangan masing-masing sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan. (3) Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 termasuk pelayanan yang diberikan oleh BLUD. (4) Detail rincian objek atas pelayanan yang diberikan oleh BLUD sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diatur dalam Perkada sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Detail rincian objek Retribusi yang diatur dalam Perkada sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan dengan ketentuan:
tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi;
tidak menghambat iklim investasi di Daerah; dan
tidak menimbulkan ekonomi biaya tinggi.
Perkada sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Menteri, menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri, dan DPRD paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak Perkada ditetapkan. (7) Subjek Retribusi Jasa Umum merupakan orang pribadi atau Badan yang menggunakan atau menikmati pelayanan Jasa Umum. (8) Wajib Retribusi Jasa Umum merupakan orang pribadi atau Badan yang menurut peraturan perundang- undangan diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi atas pelayanan Jasa Umum. Pasal 28 Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf a merupakan pelayanan kesehatan di puskesmas, puskesmas keliling, puskesmas pembantu, balai pengobatan, rumah sakit umum daerah, dan tempat pelayanan kesehatan lainnya yang sejenis yang dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah, kecuali pelayanan administrasi. Pasal 29 (1) Pelayanan kebersihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf b merupakan pelayanan kebersihan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, meliputi:
pengambilan atau pengumpulan sampah dari sumbernya ke lokasi pembuangan sementara;
pengangkutan sampah dari sumbernya dan/atau lokasi pembuangan sementara ke lokasi pembuangan akhir sampah atau pengolahan atau pemusnahan akhir sampah;
penyediaan lokasi pembuangan atau pengolahan atau pemusnahan akhir sampah;
penyediaan dan/atau penyedotan kakus; dan
pengolahan limbah cair rumah tangga, perkantoran, dan industri. (21 Dikecualikan dari pelayanan kebersihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu pelayanan kebersihan jalan umum, taman, tempat ibadah, sosial, dan tempat umum lainnya. Pasal 30 Pelayanan parkir di tepi jalan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf c merupakan penyediaan pelayanan parkir di tepi jalan umum yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 31 Pelayanan pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf d merupakan penyediaan fasilitas pasar tradisional atau sederhana, berupa pelataran, los, dan kios yang dikelola oleh Pemerintah Daerah. Pasal 32 (1) Pengendalian lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2T ayat (1) huruf e merupakan pengendalian atas penggunaan ruas jalan tertentu, koridor tertentu, atau kawasan tertentu pada waktu tertentu oleh pengguna Kendaraan Bermotor. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian lalu lintas diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang perhubungan. Pasa.l 33 (1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Jasa Umum ditetapkan dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, aspek keadilan, dan efektivitas pengendalian atas pelayanan tersebut. (21 Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya operasional dan pemeliharaan, biaya bunga, dan biaya modal. (3) Dalam hal penetapan tarif hanya memperhatikan biaya penyediaan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penetapan tarif hanya untuk menutup sebagian biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (41 Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Jasa Umum yang diberikan oleh BLUD ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai BLUD. Paragraf 3 Retribusi Jasa Usaha Pasal 34 (1) Jenis penyediaan atau pelayanan barang dan/atau jasa yang merupakan objek Retribusi Jasa Usaha meliputi:
penyediaan tempat kegiatan usaha berupa pasar grosir, pertokoan, dan tempat kegiatan usaha lainnya;
penyediaan tempat pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan hasil hutan termasuk fasilitas lainnya dalam lingkungan tempat pelelangan;
penyediaan tempat khusus parkir di luar badan jalan;
penyediaan tempat penginapan atau pesanggrahan atau vila;
pelayanan rumah pemotongan hewan ternak;
pelayanan jasa kepelabuhanan;
pelayanan tempat rekreasi, pariwisata, dan olahraga;
pelayanan penyeberangan orang atau barang dengan menggunakan kendaraan di air;
penjualan hasil produksi usaha Pemerintah Daerah; dan
pemanfaatan aset Daerah yang tidak mengganggu penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi perangkat daerah dan/atau optimalisasi aset Daerah dengan tidak mengubah status kepemilikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (2) Penyediaan atau pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan jasa atau pelayanan yang diberikan dan kewenangan Daerah masing- masing sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk pelayanan yang diberikan oleh BLUD. (4) Detail rincian objek atas pelayanan yang diberikan oleh BLUD sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diatur dalam Perkada sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Detail rincian objek Retribusi yang diatur dalam Perkada sebagaimana dimaksud pada ayat (41 dilaksanakan dengan ketentuan:
tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi;
tidak menghambat iklim investasi di Daerah; dan
tidak menimbulkan ekonomi biaya tinggi.
Perkada sebagaimana dimaksud pada ayat (41 disampaikan kepada Menteri, menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri, dan DPRD paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak ditetapkan. (71 Subjek Retribusi Jasa Usaha mempakan orang pribadi atau Badan yang menggunakan atau menikmati pelayanan Jasa Usaha. (8) Wajib Retribusi Jasa Usaha merupakan orang pribadi atau Badan yang menurut peraturan perundang- undangan diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi atas pelayanan Jasa Usaha. Pasal 35 Penyediaan tempat kegiatan usaha berupa pasar grosir, pertokoan, dan tempat kegiatan usaha lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf a merupakan penyediaan tempat kegiatan usaha berupa fasilitas pasar grosir dan fasilitas pasar atau pertokoan yang dikontrakkan, serta tempat kegiatan usaha lainnya yang disediakan atau diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah. Pasal 36 (1) Penyediaan tempat pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan hasil hutan termasuk fasilitas lainnya dalam lingkungan tempat pelelangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat ( I ) huruf b merupakan penyediaan tempat pelelangan yang secara khusus disediakan oleh Pemerintah Daerah untuk melakukan pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan hasil hutan termasuk jasa pelelangan serta fasilitas lainnya yang disediakan di tempat pelelangan. (21 Termasuk penyediaan tempat pelelangan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) merupakan tempat yang disewa oleh Pemerintah Daerah dari pihak lain untuk dijadikan sebagai tempat pelelangan. Pasal 37 Penyediaan tempat khusus parkir di luar badan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf c merupakan penyediaan tempat khusus parkir di luar badan jalan yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah. Pasal 38 Penyediaan tempat penginapan atau pesanggrahan atau vila sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf d merupakan penyediaan tempat penginapan atau pesanggrahan atau vila yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah. Pasal 39 Pelayanan rumah pemotongan hewan ternak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf e merupakan pelayanan penyediaan fasilitas pemotongan hewan ternak termasuk pelayanan pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dan sesudah dipotong, yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah. Pasal 40 Pelayanan jasa kepelabuhanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (l) huruf f merupakan pelayanan kepelabuhanan pada pelabuhan yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah. Pasal 41 Pelayanan tempat rekreasi, pariwisata, dan olahraga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf g merupakan pelayanan tempat rekreasi, pariwisata, dan olahraga yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah. Pasal 42 Pelayanan penyeberangan orang atau barang dengan menggunakan kendaraan di air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf h merupakan pelayanan penyeberangan orang atau barang dengan menggunakan kendaraan di air yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah. Pasal 43 Penjualan hasil produksi usaha Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf i merupakan penjualan hasil produksi usaha Daerah oleh Pemerintah Daerah. Pasal 44 (1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif Retribusi Jasa Usaha untuk memperoleh keuntungan yang layak. (21 Keuntungan yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (l) merupakan keuntungan yang diperoleh apabila pelayanan Jasa Usaha tersebut dilakukan secara efisien dan berorientasi pada harga pasar. (3) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Jasa Usaha yang diberikan oleh BLUD ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai BLUD. Paragraf 4 Retribusi Perizinan Tertentu Pasal 45 (1) Jenis pelayanan pemberian izin yang merupakan objek Retribusi Perizinan Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (l) huruf c meliputi:
persetujuan Bangunan gedung;
penggunaan tenaga kerja asing; dan
pengelolaan pertambangan rakyat. (21 Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan kewenangan Daerah masing-masing sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Subjek Retribusi Perizinan Tertentu merupakan orang pribadi atau Badan yang menggunakan atau menikmati pemberian Perizinan Tertentu. (41 Wajib Retribusi Perizinan Tertentu merupakan orang pribadi atau Badan yang menurut peraturan perundang-undangan diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi atas pemberian Perizir,an Tertentu. Pasal 46 (1) Pelayanan pemberian izin persetujuan Bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) huruf a meliputi penerbitan persetujuan Bangunan gedung dan sertifikat laik fungsi oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (21 Dikecualikan dari pengenaan Retribusi atas pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) yaitu pemberian izin persetujuan Bangunan milik Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Bangunan yang memiliki fungsi keagamaan atau peribadatan. Pasal 47 (1) Pelayanan penggunaan tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) huruf b merupakan pelayanan pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing perpanjangan sesuai wilayah kerja tenaga kerja asing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penggunaan tenaga kerja asing.
Dikecualikan dari pengenaan Retribusi atas pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu penggunaan tenaga keda asing oleh instansi Pemerintah, perwakilan negara asing, badan internasional, lembaga sosial, lembaga keagamaan, dan jabatan tertentu di lembaga pendidikan. Pasal 48 (1) Pelayanan pengelolaan pertambangan ralryat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) huruf c merupakan pelayanan pembinaan dan pengawasan kepada pemegang izin pertambangan ralgrat oleh Pemerintah Daerah dalam rangka menjalankan delegasi kewenangan Pemerintah di bidang pertambangan mineral dan batu bara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (21 Pelayanan pengelolaan pertambangan rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (l) diberikan kepada:
orang perseorangan yang merupakan penduduk setempat; atau
koperasi yang anggotanya merupakan penduduk setempat. Pasal 49 (1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Perizinan Tertentu didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan. (21 Biaya penyelenggaraan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (l) meliputi biaya penerbitan dokumen izin, pengawasan, penegakan hukum, penatausahaan, dan/atau biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut.
Khusus untuk pelayanan persetujuan Bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (ll, biaya penyelenggaraan layanan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Bangunan gedung. (4) Khusus untuk pelayanan pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1), biaya penyelenggaraan pemberian izin mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penggunaan tenaga kerja asing. (5) Khusus untuk pelayanan pemberian izin pengelolaan pertambangan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1), biaya pengelolaan pertambangan ralgrat mengacu pada ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku pada kementerian di bidang energi dan sumber daya mineral. Paragraf 5 Pemanfaatan Penerimaan Retribusi Pasal 50 (1) Pemanfaatan dari penerimaan masing-masing jenis Retribusi diutamakan untuk mendanai kegiatan yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan pelayanan yang bersangkutan. (21 Pemanfaatan dari penerimaan Retribusi yang dipungut dan dikelola oleh BLUD dapat langsung digunakan untuk mendanai penyelenggaraan pelayanan BLUD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai BLUD. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanfaatan penerimaan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Perkada. >