Standar Biaya Keluaran Tahun Anggaran 2025
Relevan terhadap
Kementerian/lembaga menggunakan SBK dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga Tahun Anggaran 2025.
Penggunaan SBK bersifat batas tertinggi yang tidak dapat dilampaui.
Dalam hal kementerian/lembaga membutuhkan besaran biaya yang melampaui besaran SBK yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri ini, harus mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran.
Pelampauan besaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat disetujui dengan mempertimbangkan:
harga pasar;
prinsip ekonomis, efisien, dan efektif; dan/atau
perubahan tahapan.
Pelampauan besaran yang telah mendapat persetujuan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat ditindaklanjuti oleh kementerian/lembaga dengan melakukan revisi anggaran.
Pengawasan atas penggunaan SBK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah kementerian/lembaga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Satuan Ukur Besaran 1 2 3 4 5 27 Laporan Pengelolaan Pelayanan Publik Kementerian Keuangan 1 Laporan 200.652.000 28 Standar Mutu Layanan- ISO TIK 1 Laporan 117.180.000 4757.EBC Layanan Manajemen SDM Internal 29 Pengelolaan Jafung 1 Layanan 430.612.000 4761.FAB Sistem Informasi Pemerintahan 30 Layanan Teknologi Informasi Kemenkeu 1 Layanan 485.101.118 31 Pengembangan Super Apps Kemenkeu (PU) 1 Sistem Informasi 5.331.840.000 32 Sistem Informasi BMN dan Pengadaan 1 Modul Aplikasi 366.311.000 33 Sistem Informasi Kehumasan 1 Modul Aplikasi 129.350.000 34 Sistem Informasi Pengadilan Pajak 1 Modul Aplikasi 304.290.000 35 Sistem Informasi Peraturan Perundangan 1 Modul Aplikasi 399.570.000 015.02 Inspektorat Jenderal 4738.EBA Layanan Dukungan Manajemen Internal 36 Laporan Monitoring dan Analisis Data Temuan dan Tindak Lanjut Hasil Pengawasan 1 Laporan 4.855.424 4739.BMB Komunikasi Publik 37 Layanan Kepustakaan 1 layanan 8.946.833 4740.ABL Kebijakan Bidang Tata Kelola Pemerintahan 38 Rekomendasi Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan Unit Eselon I 1 Rekomendasi Kebijakan 54.148.250 4740.EBC Layanan Manajemen SDM Internal 39 Pengelolaan Jafung 1 Orang 522.059 4740.EBD Layanan Manajemen Kinerja Internal 40 Laporan Penilaian Integritas 1 Laporan 8.920.461 4741 EBA Layanan Dukungan Manajemen Internal 41 Rekomendasi Kepatuhan Internal 1 Layanan 16.307.000 4741.EBD Layanan Manajemen Kinerja Internal 42 Rekomendasi Hasil Pencegahan KKN 1 Rekomendasi 193.577.600 43 Rekomendasi Hasil Pengawasan Dukungan Manajemen K/L 1 Rekomendasi 1.094.016.875 44 Rekomendasi Hasil Pengawasan Kebijakan Fiskal 1 Rekomendasi 462.267.500 45 Rekomendasi Hasil Pengawasan Pengelolaan Belanja Negara 1 Rekomendasi 653.540.000 46 Rekomendasi Hasil Pengawasan Pengelolaan Penerimaan Negara 1 Rekomendasi 1.813.768.666 47 Rekomendasi Hasil Pengawasan Pengelolaan Perbendaharaan, Kekayaan Negara, dan Risiko 1 Rekomendasi 668.769.666 48 Rekomendasi Hasil Penindakan 1 Rekomendasi 740.700.000 4742.FAB Sistem Informasi Pemerintahan 49 Pemeliharaan dan Pengembangan Sistem 1 Sistem Informasi 300.615.000 6885.AAH Peraturan lainnya 50 Harmonisasi Peraturan/Kebijakan 1 peraturan 26.644.000 015.03 Ditjen Anggaran 4690.BMB Komunikasi Publik 51 Publikasi Media Elektronik 1 Media 891.722.000 4691.EBA Layanan Dukungan Manajemen Internal 52 Rekomendasi Pengelolaan Organisasi 1 Layanan 661.648.500 4692.EBA Layanan Dukungan Manajemen Internal 53 Rekomendasi Kepatuhan Internal 1 Layanan 219.762.000 4766.FAD Perencanaan dan Penganggaran 54 Nota Keuangan APBN/P 1 Dokumen 1.221.381.000
(dalam rupiah) Kode No Uraian Volume dan Satuan Ukur Besaran 1 2 3 4 5 002.02 Dewan 4397.ABL Kebijakan Bidang Tata Kelola Pemerintahan 1 Kebijakan Kerumahtanggaan DPR RI 1 Rekomendasi Kebijakan 2.051.917.466 4397.BCA Perkara Hukum Perseorangan 2 Tata Beracara dan Kode Etik MKD 1 Perkara 732.746.800 5801.ABC Kebijakan Bidang Politik 3 Program Legislasi Nasional 1 Rekomendasi Kebijakan 6.264.410.500 5801.BCB Perkara Hukum Lembaga 4 Perkara di Mahkamah Konsititusi 1 Perkara 70.298.763 5 Perkara Hukum Baik di Dalam Maupun di Luar Pengadilan oleh Tim Kuasa DPR RI 1 Perkara 223.056.333 5801.BKB Pemantauan produk 6 Laporan Hasil Pelaksanaan dan Pemantauan Tugas Baleg Lainnya 1 laporan 2.032.687.400 5802.ABA Kebijakan Bidang Ekonomi dan Keuangan 7 Kebijakan Anggaran Mitra Kerja DPR oleh Komisi 1 Rekomendasi Kebijakan 273.890.704 8 Kebijakan Pembahasan APBN 1 Rekomendasi Kebijakan 3.048.175.000 5803.ABC Kebijakan Bidang Politik 9 Kebijakan Pelaksanaan Tugas Badan Akuntabilitas Keuangan Negara 1 Rekomendasi Kebijakan 1.509.791.800 10 Kebijakan Penanganan Kasus Spesifik Perorangan Anggota/Inspeksi Mendadak 1 Rekomendasi Kebijakan 53.097.848.000 11 Kebijakan Penanganan Kasus- Kasus Spesifik oleh Komisi 1 Rekomendasi Kebijakan 2.583.036.363 12 Kebijakan Pengawasan terhadap Pelaksanaan UU dan Kebijakan Pemerintah oleh Komisi 1 Rekomendasi Kebijakan 12.997.585.636 13 Kebijakan Pengawasan terhadap Pelaksanaan UU dan Kebijakan Pemerintah oleh Panitia Khusus Non RUU 1 Rekomendasi Kebijakan 1.547.361.000 14 Kebijakan Pengawasan terhadap Pelaksanaan UU dan Kebijakan Pemerintah oleh Pimpinan DPR RI 1 Rekomendasi Kebijakan 6.055.232.750 5804.ABC Kebijakan Bidang Politik 15 Keputusan Pimpinan DPR RI 1 Rekomendasi Kebijakan 2.358.279.027 5805.AEC Kerja sama 16 Diplomasi Pengembangan Hubungan Kerjasama Luar Negeri 1 Kegiatan 522.645.552 5805.AEG Konferensi dan Event 17 Sidang/Konferensi di Dalam Negeri 1 Kegiatan 16.544.228.000 5806.BMB Komunikasi Publik 18 Rumah Aspirasi Anggota DPR 1 kegiatan 150.000.000 5807.AEA Koordinasi
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan Perseroan (Persero) di Bawah Pembinaan dan Pengawasan Menteri Keuangan ...
Relevan terhadap
Dewan Komisaris memiliki tugas:
melakukan penelaahan atas usulan rencana kerja dan anggaran TJSL BUMN Persero yang disampaikan Direksi;
memastikan pelaksanaan TJSL BUMN Persero telah sesuai dengan Rencana Kerja dan Anggaran serta kebijakan dan arahan dari RUPS; dan
menyusun dan menyampaikan laporan pengawasan pelaksanaan TJSL BUMN Persero kepada RUPS. jdih.kemenkeu.go.id jdih.kemenkeu.go.id (2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dewan Komisaris memiliki wewenang dan tanggung jawab:
memberikan pertimbangan atas usulan Rencana Kerja dan Anggaran TJSL BUMN Persero yang disampaikan Direksi sebelum disampaikan kepada RUPS;
memberikan pertimbangan atas program prioritas TJSL BUMN Persero sebelum disampaikan kepada RUPS;
memberikan tanggapan atas usulan Rencana Kerja dan Anggaran T JSL BUMN Persero yang disampaikan Direksi sebelum disampaikan kepada RUPS;
memberikan tanggapan atas laporan pelaksanaan TJSL BUMN Persero sebelum disampaikan kepada RUPS; dan
melakukan pembinaan dan pengawasan kepada BUMN Persero dalam menjalankan T JSL BUMN Persero.
Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaan tugas, wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Dewan Komisaris.
Menteri merupakan RUPS BUMN Persero.
Menteri selaku RUPS memiliki tugas melakukan pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan program TJSL BUMN Persero.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri memiliki wewenang dan tanggung jawab:
merumuskan kebijakan umum program TJSL BUMN Persero;
memberikan arahan terkait program prioritas dan anggaran TJSL BUMN Persero;
memberikan persetujuan dan pengesahan atas Rencana Kerja dan Anggaran TJSL BUMN Persero;
memberikan persetujuan dan pengesahan atas perubahan Rencana Kerja dan Anggaran TJSL BUMN Persero;
menerima laporan atas pengawasan dan/ a tau pelaksanaan TJSL BUMN Persero;
memberikan persetujuan dan pengesahan atas laporan keuangan TJSL BUMN Persero; dan
melakukan pembinaan dan pengawasan kepada BUMN Persero dalam menjalankan T JSL BUMN Persero.
Persetujuan dan pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan huruf d merupakan bagian dari persetujuan atas rencana kerja dan anggaran perusahaan BUMN Persero serta perubahannya.
Persetujuan dan pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf f merupakan bagian dari persetujuan atas laporan tahunan BUMN Persero.
Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri melimpahkan tugas dan wewenangnya kepada pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal dalam bentuk mandat.
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) DI BAWAH PEMBINAAN DAN PENGAWASAN MENTERI KEUANGAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Perusahaan Perseroan (Persero) di bawah pembinaan dan pengawasan Menteri Keuangan yang selanjutnya disebut BUMN Persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang berdasarkan peraturan perundang-undangan berada di bawah pembinaan dan pengawasan Menteri Keuangan.
Anak Perusahaan BUMN Persero adalah perseroan terbatas yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh BUMN Persero atau perseroan terbatas yang dikendalikan oleh BUMN Persero. jdih.kemenkeu.go.id jdih.kemenkeu.go.id 4. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang selanjutnya disebut TPB adalah agenda pembangunan global untuk mengakhiri kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan, dan melindungi planet melalui pencapaian 1 7 (tujuh belas) tujuan sampai Tahun 2030.
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan BUMN Persero yang selanjutnya disebut TJSL BUMN Persero adalah komitmen BUMN Persero terhadap pembangunan yang berkelanjutan dengan memberikan manfaat pada ekonomi, sosial, lingkungan, hukum dan tata kelola sesuai TPB dengan prinsip yang lebih terintegrasi, terarah, terukur dampaknya serta dapat dipertanggungjawabkan dan merupakan bagian dari pendekatan bisnis BUMN Persero.
Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Direksi adalah organ BUMN Persero yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan BUMN Persero untuk kepentingan BUMN Persero, sesuai maksud dan tujuan BUMN Persero serta mewakili BUMN Persero baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar BUMN Persero.
Dewan Komisaris adalah organ BUMN Persero yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi dalam menjalankan kegiatan pengurusan BUMN Persero.
Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disingkat RUPS adalah organ BUMN Persero yang memegang kekuasaan tertinggi dalam BUMN Persero dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi dan Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang dan/atau anggaran dasar.
Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang memiliki kewenangan, tugas, dan fungsi di bidang kekayaan negara dipisahkan.
Rencana Kerja dan Anggaran TJSL BUMN Persero adalah rencana strategis yang memuat sasaran dan tujuan TJSL BUMN Persero yang hendak dicapai.
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran
Relevan terhadap
Menteri Keuangan melakukan pengendalian dan pemantauan pelaksanaan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara. (21 Ketentuan mengenai pengendalian dan pemantauan pelaksanaan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan. Pasal 45 (1) Dalam rangka pelaksanaan pengendalian dan pemantauan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, Menteri Keuangan menugaskan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Kementerian Keuangan untuk melakukan pengawasan. (21 Ketentuan mengenai pelaksanaan pengawasan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Bagian Ketiga Pengendalian dan Pemantauan Terhadap Sinkronisasi Belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah Pasal 46 (1) Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan, dan Menteri/Pimpinan Lembaga teknis sesuai dengan kewenanga,nnya, bersama-sama melakukan pengendalian dan pemantauan atas pelaksanaan sinkronisasi belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25.
Pengendalian dan pemantauan terhadap sinkronisasi belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit terhadap dana alokasi khusus. (3) Pengendalian dan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Keempat Evaluasi Kinerja Anggaran
Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan memutakhirkan ketersediaan anggaran berdasarkan hasil pembicaraan pendahuluan rancangan APBN. (21 Berdasarkan hasil pemutakhiran ketersediaan €rnggara.n sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan arahan Presiden, Menteri Keuangan bersama-sama Menteri Perencanaan mengalokasikan anggaran menurut Program dalam rangka penyusunan ranc€rngan Pagu Anggaran K/L dengan mempertimbangkan:
hasil pembahasan pembicaraan pendahuluan r€rnca.ngan APBN; dan
Kegiatan dan Keluaran baru. (3) Pagu Anggaran K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (21 disampaikan kepada Kementerian/ Lembaga melalui surat bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan setelah disetqjui Presiden paling lambat pada akhir bulan Juni. (41 Menteri/Pimpinan lembaga melakukan pemutakhiran rancangan Renja K/L sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (5) menjadi Renja KlLberdasarkan Pagur Anggaran KIL dan RKP.
Menteri/Pimpinan Lembaga men5rusun RKA-K/L berdasarkan:
RKP;
Renja K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (4);
Pagu Anggaran K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (3); dan
standar biaya. (6) Dalam menyusun RKA-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Menteri/Pimpinan Lembaga memperhatikan:
RPJM Nasional;
KAJM;
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal; dan
Renstra KlL. (71 Untuk meningkatkan kualitas RKA-K/L, Menteri/Pimpinan Lembaga menugaskan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah untuk melakukan reviu RKA-K/L. Paragraf 3 Penelaahan RKA-K/L Berdasarkan Pagu Anggaran K/L
Harmonisasi Kebijakan Fiskal Nasional
Relevan terhadap
Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Pemantauan dan evaluasi PAD dilakukan dengan membandingkan potensi PAD dengan realisasi PAD. Mekanisme pemantauan dan evaluasi PAD dilakukan melalui evaluasi Rancangan Perda, serta pengawasan pelaksanaan aturan teknis pemungutan. Ayat (3) Kecepatan belanja Daerah dihitung dengan membandingkan realisasi bulanan terhadap anggaran. Ketepatan belanja Daerah dihitung dengan membandingkan kesesuaian standar biaya Daerah dengan standar harga satuan regional. Pemenuhan Belanja Wajib dihitung berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pen paian keluaran dan hasil dihitung dengan membandingkan output kegiatan yang didanai oleh APBD dengan target yang telah direncanakan dengan perbaikan indikator pembangunan Daerah. Ayat (a) Huruf a Jumlah SiLPA yang wajar dihitung dengan membandingkan jumlah SiLPA terhadap perkiraan kebutuhan operasional. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Ayat (5) Likuiditas Keuangan Daerah dihitung dengan membandingkan kas dan utangjangka pendek.
Tata Cara Perencanaan, Pengalokasian, Pencairan, Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Anggaran yang Bersumber dari Dana Penerimaan Negara Bukan Pajak Mi ...
Relevan terhadap
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PERENCANAAN, PENGALOKASIAN, PENCAIRAN, PERTANGGUNGJAWABAN,DANPENGAWASANANGGARAN YANG BERSUMBER DARI DANA PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK MISI PEMELIHARAAN PERDAMAIAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. 2. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang digunakan se bagai acuan Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN. 3. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme APBN. 4. Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi BUN. 5. Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran kementerian negara/lembaga. 6. Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada kemen terian negara/ lembaga yang bersangkutan. 7. Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN. 8. Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran. 9. Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menenma, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja negara dalam rangka pelaksanaan kemen terian APBN pada kantor / satuan kerja negara/lembaga pemerintah nonkementerian. 10. Bendahara Pengeluaran Pembantu yang selanjutnya disingkat BPP adalah orang yang ditunjuk untuk membantu Bendahara Pengeluaran untuk melaksanakan pembayaran kepada yang berhak guna kelancaran pelaksanaan kegiatan tertentu. 11. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan. 12. Satuan Kerja yang selanjutnya disebut Satker adalah unit organisasi lini kementerian negara/lembaga pemerintah nonkementerian atau unit organisasi Pemerintah Daerah yang melaksanakan kegiatan kementerian negara/lembaga pemerintah nonkementerian dan memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran. 13. Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku BUN, untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara. 14. Dana Misi Pemeliharaan Perdamaian yang selanjutnya disebut Dana MPP adalah dana yang diterima dari Perserikatan Bangsa Bangsa, organisasi internasional dan/ a tau organisasi regional atas pelaksanaan misi pemeliharaan perdamaian. 15. Penerimaan Negara Bukan Pajak Misi Pemeliharaan Perdamaian yang selanjutnya disingkat PNBP MPP adalah PNBP dengan jenis hak negara lainnya yang berasal dari penyetoran Dana MPP ke Kas Negara. 16. Anggaran Misi Pemeliharaan Perdamaian yang selanjutnya disebut Anggaran MPP adalah anggaran belanja dalam DIPA dengan sumber dana PNBP yang berasal dari penyetoran pendapatan dari Dana MPP yang dilakukan melalui mekanisme APBN. 1 7. Rekening Dana Misi Pemeliharaan Perdamaian yang selanjutnya disingkat RDMP adalah rekening lainnya kementerian negara/lembaga/ satuan kerja dalam rangka penampungan sementara atas penerimaan dari Perserikatan Bangsa Bangsa, organisasi internasional, dan/ a tau organisasi regional atas pengerahan pasukan pada misi pemeliharaan perdamaian. 18. Satuan Kerja Pengelola Dana Misi Pemeliharaan Perdamaian yang selanjutnya disebut Satker Pengelola Dana adalah Satker yang mengelola RDMP untuk menampung dan menyetorkan Dana MPP ke Kas Negara. 19. Satuan Kerja Pengguna Anggaran Misi Pemeliharaan Perdamaian yang selanjutnya disebut Satker Pengguna Anggaran adalah Satker yang menganggarkan dan menggunakan Anggaran MPP.
Pejabat Pengelola Dana Misi Pemeliharaan Perdamaian yang selanjutnya disebut Pejabat Pengelola Dana adalah Pejabat yang ditunjuk menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk mengelola dan menyetorkan Dana MPP. 21. Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat NTPN adalah nomor bukti transaksi penenmaan yang diterbitkan melalui Modul Penerimaan Negara. 22. Bukti Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat BPN adalah dokumen yang diterbitkan oleh Bank Persepsi/Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi atas transaksi penerimaan negara dengan teraan NTPN. 23. Pembayaran Langsung yang selanjutnya disebut Pembayaran LS adalah pembayaran yang dilakukan langsung kepada Bendahara Pengeluaran/ penerima hak lainnya atas dasar perjanjian kerja, surat keputusan, surat tugas atau surat perintah kerja lainnya melalui penerbitan surat perintah membayar langsung. 24. Tambahan Uang Persediaan untuk keperluan misi pemeliharaan perdamaian yang selanjutnya disebut TUP MPP adalah tambahan uang persediaan yang diajukan oleh Satker Pengguna Anggaran untuk membukukan Pendapatan PNBP yang berasal dari Dana MPP dan mencatat uang muka kepada Bendahara Pengeluaran Satker Pengguna Anggaran untuk kebutuhan belanja misi pemeliharaan perdamaian. 25. Surat Perintah Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPBy adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK atas nama KPA yang berguna untuk mengeluarkan uang persediaan yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran kepada pihak yang dituju. 26. Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara. 27. Surat Permintaan Pembayaran Langsung yang selanjutnya disingkat SPP-LS adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK dalam rangka pembayaran tagihan kepada penerima hak/Bendahara Pengeluaran. 28. Surat Permintaan Pembayaran Tambahan Uang Persediaan Misi Pemeliharaan Perdamaian yang selanjutnya disingkat SPP TUP MPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, yang berisi permintaan pembayaran TUP MPP. 29. Surat Permintaan Pembayaran Pertanggungjawaban Tambahan Uang Persediaan Misi Pemeliharaan Perdamaian yang selanjutnya disingkat SPP PTUP MPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, yang berisi permintaan pertanggungjawaban atas TUP MPP. 30. Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA.
Surat Perintah Membayar Langsung yang selanjutnya disingkat SPM-LS adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA dalam rangka pembayaran tagihan kepada penerima hak/Bendahara Pengeluaran. 32. Surat Perintah Membayar Tambahan Uang Persediaan Misi Pemeliharaan Perdamaian yang selanjutnya disingkat SPM TUP MPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan TUP MPP. 33. Surat Perintah Membayar Pertanggungjawaban Tambahan Uang Persediaan Misi Pemeliharaan Perdamaian yang selanjutnya disingkat SPM PTUP MPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM sebagai pertanggungjawaban atas TUP MPP yang membebani DIPA. 34. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM. 35. Sistem Informasi adalah sistem yang dibangun, dikelola, dan/atau dikembangkan oleh Kementerian Keuangan guna memfasilitasi proses perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan, pelaporan dan pertanggungjawaban, dan/atau monitoring dan evaluasi anggaran yang merupakan bagian dari sistem pengelolaan keuangan negara. 36. Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat TNI adalah komponen utama yang siap digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas pertahanan negara. 37. Menteri Pertahanan adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan. 38. Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang selanjutnya disebut Polri adalah Kepolisian Nasional yang merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. 39. Panglima TNI yang selanjutnya disebut Panglima adalah perwira tinggi militer yang memimpin TNI. 40. Kepala Polri yang selanjutnya disebut Kapolri adalah pimpinan Polri dan penanggung jawab penyelenggara fungsi kepolisian. 41. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Pasal 2 Pengelolaan Dana MPP dilaksanakan untuk menampung pendanaan misi pemeliharaan perdamaian yang dibebankan pada Perserikatan Bangsa-Bangsa, organisasi internasional, dan/ a tau organisasi regional pada lingkup TNI dan Polri. Pasal 3 Dana MPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri atas:
pendanaan atas misi pemeliharaan perdamaian yang dilaksanakan pada tahun anggaran berjalan; dan
pendanaan atas misi pemeliharaan perdamaian yang telah dilaksanakan pada tahun-tahun anggaran sebelumnya. Pasal 4 (1) Dalam rangka Pengelolaan Dana MPP dan Penggunaan Anggaran MPP, Menteri Pertahanan dan Kapolri menetapkan:
Satker Pengelola Dana; dan
Satker Pengguna Anggaran. (2) Kepala Satker Pengelola Dana bertindak secara ex- officio sebagai Pejabat Pengelola Dana. (3) Dalam hal Satker Pengelola Dana merupakan Satker Pengguna Anggaran, Menteri Pertahanan dan Kapolri menetapkan Pejabat Pengelola Dana dari Satker lain. (4) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
penetapan pada lingkup TNI dilakukan oleh Menteri Pertahanan berdasarkan usulan Panglima; dan
penetapan pada lingkup Polri dilakukan oleh Kapolri. Pasal 5 (1) Untuk pengelolaan Dana MPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Satker Pengelola Dana membuka RDMP. (2) Dalam hal telah terdapat rekening penampungan sementara yang telah didaftarkan sebagai rekening pemerintah untuk menampung Dana MPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, rekening dimaksud diakui dan digunakan sebagai RDMP sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. (3) RDMP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh Satker Pengelola Dana. (4) Satker Pengelola Dana melaksanakan Pengelolaan RDMP yang terdiri atas:
pembukaan rekening;
pengoperasian rekening;
pelaporan rekening; dan/atau
penutupan rekening. (5) Tata cara pembukaan, pengoperasian, pelaporan, dan penutupan RDMP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berpedoman pada Peraturan Menteri yang mengatur mengenai pengelolaan rekening milik Satuan Kerja lingkup kementerian negara/lembaga. BAB II PERENCANAAN KEBUTUHAN ANGGARAN MISI PEMELIHARAAN PERDAMAIAN SERTA PENYETORAN DAN IZIN PENGGUNAAN DANA PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK MISI PEMELIHARAAN PERDAMAIAN Pasal 6 (1) KPA pada Satker Pengguna Anggaran menyusun rencana kebutuhan Anggaran MPP atau penambahan kebutuhan Anggaran MPP pada tahun anggaran berjalan. (2) Rencana kebutuhan Anggaran MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan mempertimbangkan:
kebutuhan dan kemampuan penyerapan anggaran untuk keperluan pelaksanaan Anggaran MPP pada tahun anggaran berjalan; dan
kecukupan Dana MPP yang akan dilakukan penyetoran ke Kas Negara sebesar realisasi Anggaran MPP. (3) Dalam hal rencana kebutuhan Anggaran MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dalam valuta asing, disertai dengan nilai ekuivalen rupiah berdasarkan kurs tengah bank sentral. (4) KPA pada Satker Pengguna Anggaran menyampaikan rencana kebutuhan Anggaran MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri Pertahanan dan Kapolri sesuai dengan lingkup tugas masing-masing. Pasal 7 (1) Berdasarkan rencana kebutuhan Anggaran MPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4), Menteri Pertahanan dan Kapolri sesuai dengan lingkup tugas masing-masing atau pejabat yang menerima pelimpahan wewenang menerbitkan surat usulan penggunaan dana PNBP MPP. (2) Surat usulan penggunaan dana PNBP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat:
dasar hukum;
besaran tertinggi Dana MPP yang dibutuhkan dalam masing-masing valuta dengan ekuivalen rupiah berdasarkan kurs tengah bank sentral pada tanggal pembuatan surat usulan penggunaan dana PNBP MPP;
rincian keperluan misi pemeliharaan perdamaian;
penunjukan Satker Pengguna Anggaran dan Satker Pengelola Dana; dan
saldo Dana MPP. (3) Surat usulan penggunaan dana PNBP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Direktur Jenderal Anggaran. (4) Berdasarkan surat usulan penggunaan dana PNBP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal Anggaran melakukan penelitian terhadap surat usulan penggunaan dana PNBP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri menerbitkan surat persetujuan penggunaan dana PNBP MPP. (6) Surat persetujuan penggunaan dana PNBP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (5) minimal memuat:
unit pengguna PNBP MPP;
be saran persetujuan penggunaan dana PNBP MPP;
rincian keperluan misi pemeliharaan perdamaian; dan
masa berlaku persetujuan penggunaan dana PNBP MPP. (7) Dalam hal usulan penggunaan dana PNBP MPP ditolak, Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri menerbitkan surat penolakan beserta alasannya. Pasal 8 (1) Dana MPP yang ada dalam RDMP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 disetorkan ke Kas Negara sebagai PNBP MPP. (2) Penyetoran ke Kas Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit sebesar Anggaran MPP yang terealisasi pada tahun anggaran berkenaan. (3) Penyetoran ke Kas Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pejabat Pengelola Dana pada Satker Pengelola Dana. (4) Satker Pengelola Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bertindak sebagai Satker penghasil PNBP MPP. (5) PNBP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk membiayai keperluan m1s1 pemeliharaan perdamaian pada Satker Pengguna Anggaran yang terdiri atas:
pengiriman personel dan peralatan;
operasional;
perawatan personel;
pemeliharaan peralatan;
pemulangan personel dan peralatan;
penambahan atau penguatan personel dan peralatan pada m1s1 yang sedang berjalan; dan/atau
kegiatan lainnya yang terkait langsung dengan pelaksanaan MPP. (6) Kegiatan lainnya yang terkait langsung dengan pelaksanaan MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf g ditetapkan oleh Panglima pada lingkup TNI dan Kapolri pada lingkup Polri. Pasal 9 (1) Penggunaan dana PNBP MPP dilaksanakan berdasarkan surat persetujuan penggunaan dana PNBP MPP yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri. (2) Surat persetujuan penggunaan dana PNBP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk tahun anggaran berkenaan.
Surat persetujuan penggunaan dana PNBP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditinjau kembali pada tahun anggaran berkenaan dengan mempertimbangkan perubahan keperluan m1s1 pemeliharaan perdamaian. (4) Surat persetujuan penggunaan dana PNBP MPP se bagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar pengalokasian Anggaran MPP dalam DIPA. BAB III PENGALOKASIAN DAN PENCAIRAN ANGGARAN MISI PEMELIHARAAN PERDAMAIAN Bagian Kesatu Pengalokasian Anggaran Misi Pemeliharaan Perdamaian Pasal 10 (1) Anggaran MPP dialokasikan dalam DIPA Satker Pengguna Anggaran. (2) Anggaran MPP yang dialokasikan dalam DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan batas pengeluaran tertinggi yang tidak dapat dilampaui. (3) Alokasi Anggaran MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekaligus merupakan batas tertinggi pencairan anggaran belanja negara yang sumber dananya berasal dari PNBP MPP. Pasal 11 (1) Pengalokasian Anggaran MPP dan target PNBP MPP dalam DIPA dilakukan melalui mekanisme revisi anggaran dan dapat dilakukan secara bertahap sesuai proyeksi kebutuhan dan kemampuan penyerapan Anggaran MPP tahun anggaran berkenaan. (2) Pengalokasian Anggaran MPP dan target PNBP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maksimum sebesar surat persetujuan penggunaan dana PNBP MPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5). (3) Revisi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Satker Pengguna Anggaran dan Satker Pengelola Dana secara bersama-sama dengan ketentuan:
Satker Pengelola Dana melakukan pencantuman/penambahan target PNBP MPP; dan
Satker Pengguna Anggaran melakukan pencantuman/penambahan pagu belanja atas Anggaran MPP. (4) Pagu Anggaran MPP dalam DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan dalam klasifikasi rincian output yang terpisah dengan anggaran selain yang dibiayai dengan PNBP MPP. (5) Kodefikasi segmen akun untuk klasifikasi belanja dalam Anggaran MPP berpedoman pada Peraturan Menteri mengenai bagan akun standar.
Anggaran MPP tidak dapat direvisi/ dilakukan pergeseran anggaran dari dan/ a tau ke selain Anggaran MPP. (7) Revisi pergeseran antar-Anggaran MPP yang tidak menyebabkan perubahan pagu Anggaran MPP secara keseluruhan berpedoman pada Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. Pasal 12 (1) Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/ pejabat eselon I pada lingkup unit organisasi pada kementerian yang membidangi urusan pertahanan atau Polri mengajukan usulan revisi anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pelaksanaan Anggaran melalui Si stem Informasi dengan melampirkan:
surat persetujuan penggunaan dana PNBP MPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5); dan
surat pernyataan kesanggupan dari Pejabat Pengelola Dana untuk menyetor Dana MPP ke Kas Negara sebesar Anggaran MPP yang terealisasi pada tahun anggaran berkenaan. (2) Direktorat Pelaksanaan Anggaran melakukan pengujian usulan rev1s1 anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui Sistem Informasi. (3) Berdasarkan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktorat Pelaksanaan Anggaran mengesahkan Revisi Anggaran MPP melalui Sistem Informasi. (4) Dalam hal pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditolak, Direktorat Pelaksanaan Anggaran menerbitkan penolakan Revisi Anggaran MPP kepada Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/ pejabat eselon I pada lingkup unit organisasi pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau Polri beserta alasannya melalui Sistem Informasi. (5) Batas akhir penyampaian usulan revisi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pelaksanaan Anggaran yakni tanggal 15 Desember tahun anggaran berkenaan. Pasal 13 Berdasarkan pengesahan Revisi Anggaran MPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3), Direktorat Pelaksanaan Anggaran menetapkan Maksimum Pencairan PNBP Satker Pengguna Anggaran sebesar Anggaran MPP pada Sistem Informasi. Bagian Kedua Pencairan Anggaran Misi Pemeliharaan Perdamaian Pasal 14 (1) Pencairan Anggaran MPP dilakukan berdasarkan komitmen dan pengajuan tagihan kepada negara. (2) Pembuatan komitmen dan pengajuan tagihan kepada negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
untuk komitmen dalam bentuk rupiah berpedoman pada Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan; dan
untuk komitmen dalam bentuk valuta asing berpedoman pada Peraturan Menteri mengenai tata cara pembayaran perjanjian dalam valuta asing yang dananya bersumber dari rupiah murni. Pasal 15 Pembayaran atas tagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dilakukan melalui mekanisme:
Pembayaran LS; atau
TUP MPP. Bagian Ketiga Mekanisme Pembayaran Langsung Pasal 16 Mekanisme Pembayaran LS yang dibebankan dari Anggaran MPP dilaksanakan untuk pembayaran tagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 kepada penyedia barang/ jasa di dalam negeri dengan mata uang rupiah. Pasal 17 (1) Berdasarkan pengaJuan tagihan kepada negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), PPK pada Satker Pengguna Anggaran melakukan pengujian yang mengacu pada Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. (2) Terhadap pengujian atas tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah sesuai, PPK pada Satker Pengguna Anggaran menerbitkan SPP-LS dan menyampaikan kepada PPSPM. (3) Dalam hal pengujian atas tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum sesuai, PPK menolak tagihan. (4) Penerbitan SPP-LS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah Dana MPP disetorkan ke Kas Negara minimal sebesar nilai bruto SPP-LS yang dibuktikan dengan BPN. (5) Berdasarkan SPP-LS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan BPN sebagaimana dimaksud pada ayat (4), PPSPM pada Satker Pengguna Anggaran melakukan pengujian SPP-LS yang mengacu pada Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan.
Berdasarkan pengujian atas SPP-LS dan BPN sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang telah sesuai, PPSPM pada Satker Pengguna Anggaran menerbitkan SPM-LS dan menyampaikan kepada KPPN. (7) Penyampaian SPM-LS sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilampiri BPN sebagaimana dimaksud pada ayat (4). (8) Dalam hal pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) belum sesuai, PPSPM pada Satker Pengguna Anggaran menolak tagihan. (9) Penerbitan SPP-LS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan SPM-LS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) mengacu pada Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. Pasal 18 (1) KPPN melakukan pengujian SPM-LS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (6) dengan berpedoman pada Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. (2) Pengujian SPM-LS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai pengujian BPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (4). (3) Pengujian BPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi pengujian atas nominal dalam BPN yang minimal sebesar nilai bruto pada SPM-LS. (4) Dalam hal pengujian SPM-LS dan lampirannya beserta BPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) telah lengkap dan sesuai, KPPN menerbitkan SP2D LS atas beban Anggaran MPP. (5) Dalam hal pengujian SPM-LS beserta lampirannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum lengkap dan sesuai, KPPN menerbitkan penolakan SPM-LS beserta alasannya. Bagian Keempat Mekanisme Tambahan Uang Persediaan Misi Pemeliharaan Perdamaian Paragraf 1 Penerbitan Tambahan Uang Persediaan Misi Pemeliharaan Perdamaian Pasal 19 (1) Mekanisme penerbitan TUP MPP dilakukan berdasarkan surat permohonan persetujuan TUP MPP dari KPA pada Satker Pengguna Anggaran dengan memperhatikan pagu Anggaran MPP selain yang akan dibayarkan melalui mekanisme Pembayaran LS. (2) KPA Satker Pengguna Anggaran mengajukan surat permohonan persetujuan TUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada KPPN dilampiri dengan:
rincian rencana penggunaan TUP MPP; dan
surat pernyataan kesanggupan dari Pejabat Pengelola Dana untuk menyetor Dana MPP ke Kas Negara, melalui Sistem Informasi. (3) Surat permohonan persetujuan TUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuat dalam valuta asing dengan ketentuan:
Satker Pengguna Anggaran memperhatikan ketersediaan rekening Bendahara Pengeluaran untuk menerima TUP MPP dalam valuta asing; dan
dalam hal belum terdapat rekening Bendahara Pengeluaran untuk menerima TUP MPP dalam valuta asing, Satker Pengguna Anggaran membuka rekening dalam valuta asing sesuai dengan bank operasional valuta asing yang telah bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Pasal 20 (1) Berdasarkan surat permohonan persetujuan TUP MPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), KPPN melakukan pengujian terhadap:
nominal pengajuan permintaan TUP MPP agar tidak melebihi pagu Anggaran MPP yang tersedia;
tidak terdapat kekurangan penyetoran Dana MPP ke Kas Negara atas realisasi Anggaran MPP tahun anggaran sebelumnya atau tahun anggaran berjalan;
dalam hal terdapat TUP MPP yang telah diterbitkan sebelumnya, sisa TUP MPP dimaksud telah dipertanggungjawabkan paling sedikit sebesar 75% (tujuh puluh lima persen); dan
tidak terdapat lebih dari 1 (satu) TUP MPP yang belum selesai dipertanggungjawabkan seluruhnya sebelum penerbitan TUP MPP yang baru. (2) Terhadap surat permohonan persetujuan TUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah lengkap dan sesuai, KPPN menerbitkan persetujuan TUP MPP melalui Sistem Informasi. (3) Dalam hal surat permohonan persetujuan TUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum lengkap dan sesuai, KPPN menerbitkan penolakan TUP MPP beserta alasannya. (4) Persetujuan TUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diterbitkan tanpa didahului penerbitan uang persediaan. (5) Persetujuan TUP MPP yang telah diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat dalam kartu pengawasan yang terpisah dalam Sistem Informasi. Pasal 21 (1) Berdasarkan persetujuan TUP MPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2), PPK pada Satker Pengguna Anggaran menerbitkan SPP TUP MPP. (2) SPP TUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dibuat dalam valuta as1ng menggunakan ekuivalensi rupiah berdasarkan kurs tengah bank sentral yang didapatkan secara otomatis dari Sistem Informasi. (3) Penerbitan SPP TUP MPP atas persetujuan TUP MPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) dalam mata uang rupiah, dilakukan setelah Dana MPP disetorkan ke Kas Negara paling sedikit sebesar nominal persetujuan TUP MPP yang dibuktikan dengan BPN. (4) SPP TUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan BPN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada PPSPM pada Satker Pengguna Anggaran melalui Sistem Informasi. Pasal 22 (1) PPS PM pada Satker Pengguna Anggaran melakukan penelitian dan pengujian terhadap SPP TUP MPP yang disampaikan oleh PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan BPN se bagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) dalam Sistem Informasi. (2) Proses penelitian dan pengujian SPP TUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan menguji kesesuaian nominal antara SPP TUP MPP dengan persetujuan TUP MPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) dan BPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3). (3) Proses penelitian dan pengujian SPP TUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dilakukan secara elektronik berpedoman pada Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. (4) Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah sesuai, PPSPM menerbitkan SPM TUP MPP kepada KPPN dengan dilampiri BPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3). (5) Dalam hal hasil penelitian dan pengujian secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak sesuai, PPS PM menolak SPP TUP MPP. (6) SPM TUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang dibuat dalam valuta asing menggunakan ekuivalensi rupiah berdasarkan kurs tengah bank sentral yang didapatkan secara otomatis dari Sistem Informasi. Pasal 23 (1) KPPN melakukan penelitian dan pengujian SPM TUP MPP yang disampaikan oleh PPSPM dan BPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) melalui Sistem Informasi. (2) Proses penelitian dan pengujian SPM TUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan menguji kesesuaian nominal antara SPM TUP MPP dan BPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) dengan persetujuan TUP MPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2).
Proses penelitian dan pengujian SPM TUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dilakukan secara elektronik berpedoman pada Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. (4) Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah sesuai, KPPN menerbitkan SP2D TUP MPP. (5) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian dan pengujian secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak sesuai, KPPN menolak SPM TUP MPP disertai dengan alasan penolakan. (6) SP2D TUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang dibuat dalam valuta asing, menggunakan ekuivalensi rupiah berdasarkan kurs yang didapatkan secara otomatis dari Sistem Informasi. (7) Penerbitan SP2D TUP MPP dilakukan sesuai dengan prosedur standar operasional dan norma waktu SP2D TUP yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan. Paragraf 2 Pertanggungjawaban Tambahan Uang Persediaan Misi Pemeliharaan Perdamaian Pasal 24 (1) Berdasarkan pengajuan tagihan kepada negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), PPK pada Satker Pengguna Anggaran melakukan pengujian yang mengacu pada Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. (2) Berdasarkan hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah sesuai, PPK pada Satker Pengguna Anggaran menerbitkan SPBy yang disampaikan kepada Bendahara Pengeluaran/BPP. (3) Dalam hal hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak sesuai, PPK pada Satker Pengguna Anggaran menolak tagihan disertai alasan penolakan. (4) Dalam hal TUP MPP digunakan untuk uang muka, PPK pada Satker Pengguna Anggaran menerbitkan SPBy disertai dengan:
rencana pelaksanaan kegiatan/pembayaran; dan
rincian kebutuhan dana. (5) Berdasarkan SPBy yang disampaikan PPK, Bendahara Pengeluaran/BPP Satker Pengguna Anggaran melakukan pengujian yang meliputi:
penelitian kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh PPK;
pemeriksaan kebenaran atas hak tagih, meliputi:
pihak yang ditunjuk untuk menerima pembayaran;
nilai tagihan yang harus dibayar; dan
jadwal waktu pembayaran;
pengujian ketersediaan dana TUP MPP yang bersangkutan;
pemeriksaan kesesuaian pencapaian keluaran antara spesifikasi teknis yang disebutkan dalam penerimaan barang/ jasa dan spesifikasi teknis yang disebutkan dalam dokumen perjanjian/ kontrak; dan
pemeriksaan dan pengujian ketepatan penggunaan klasifikasi anggaran. (6) Terhadap SPBy yang telah memenuhi persyaratan, Bendahara Pengeluaran/BPP pada Satker Pengguna Anggaran melakukan pembayaran dengan dana TUP MPP. (7) Dalam hal SPBy tidak memenuhi persyaratan untuk dibayarkan, Bendahara Pengeluaran/BPP pada Satker Pengguna Anggaran mengembalikan tagihan/SPBy. Pasal 25 (1) Setiap BPP mengajukan pertanggungjawaban TUP MPP melalui Bendahara Pengeluaran pada Satker Pengguna Anggaran. (2) Pengajuan pertanggungjawaban TUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan SPBy dan kelengkapan berupa bukti pengeluaran yang sah. (3) Berdasarkan bukti pertanggungjawaban TUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), PPK menerbitkan SPP PTUP MPP untuk pengesahan/ pertanggungjawaban TUP MPP dan disampaikan kepada PPSPM paling lama 5 (lima) hari kerja setelah bukti dukung diterima secara lengkap dan benar. (4) SPP PTUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diajukan secara bertahap. (5) Berdasarkan SPP PTUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang telah memenuhi ketentuan pengujian formal, PPSPM pada Satker Pengguna Anggaran menerbitkan SPM PTUP MPP kepada KPPN secara elektronik menggunakan Sistem Informasi. (6) Dalam hal SPP PTUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak memenuhi ketentuan pengujian formal, PPSPM pada Satker Pengguna Anggaran menolak dan mengembalikan SPP PTUP MPP kepada PPK pada Satker Pengguna Anggaran secara elektronik melalui Sistem Informasi disertai alasan penolakan. Pasal 26 (1) KPPN melakukan penelitian dan pengujian SPM PTUP MPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (5) yang dilakukan secara elektronik mengacu pada Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. (2) Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian secara elektronik se bagaimana dimaksud pada ayat (1) telah memenuhi ketentuan, KPPN menerbitkan SP2D PTUP MPP.
SP2D PTUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dibuat dalam valuta asing, menggunakan ekuivalensi rupiah berdasarkan kurs yang didapatkan secara otomatis dari Sistem Informasi. (4) Berdasarkan SP2D PTUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Satker Pengguna Anggaran:
melakukan pencatatan SP2D pada Sistem Informasi; dan
mengajukan permintaan penyetoran Dana MPP ke Kas Negara kepada Pejabat Pengelola Dana sebesar nominal SP2D pada Sistem Informasi sebagaimana huruf a. (5) Dalam hal pencatatan SP2D sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a tidak dapat dilakukan atau menyebabkan kekurangan pagu akibat adanya selisih kurs, Satker Pengguna Anggaran melakukan revisi anggaran sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. (6) Dalam hal berdasarkan penelitian dan pengujian secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak memenuhi ketentuan, KPPN menolak SPM PTUP MPP disertai dengan alasan penolakan. (7) Penerbitan SP2D PTUP MPP dilakukan sesuai dengan prosedur standar operasional dan norma waktu SP2D PTUP yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan. Pasal 27 (1) Satker Pengguna Anggaran mempertanggungjawabkan TUP MPP paling lama 3 (tiga) bulan setelah tanggal SP2D TUP. (2) Dalam hal batas waktu 3 (tiga) bulan setelah tanggal SP2D TUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih terdapat TUP MPP yang belum dipertanggungjawabkan dan/ a tau belum disetorkan sisanya ke Kas Negara, KPA pada Satker Pengguna Anggaran dapat mengajukan surat permohonan perpanjangan waktu pertanggungjawaban TUP MPP kepada Kepala KPPN. (3) Sisa TUP MPP yang tidak habis digunakan dalam 3 (tiga) bulan setelah tanggal SP2D TUP MPP se bagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disetor ke Kas Negara dalam bentuk mata uang yang sama dengan pada saat pencairan SP2D TUP MPP. (4) Dalam hal 3 (tiga) bulan setelah tanggal SP2D TUP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) jatuh pada tahun anggaran berikutnya, penyetoran sisa TUP dilakukan sebelum tahun anggaran berakhir dengan memperhatikan norma waktu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan. (5) Dalam hal 5 (lima) hari kerja setelah berakhirnya batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih terdapat sisa dana TUP MPP yang belum dipertanggungjawabkan dan/atau belum disetorkan ke Kas Negara dan belum diajukan surat permohonan perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala KPPN menyampaikan surat pemberitahuan kepada KPA pada Satker Pengguna Anggaran. (6) Terhadap surat permohonan perpanjangan waktu pertanggungjawaban TUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala KPPN dapat memperpanjang batas waktu PTUP MPP paling lama 1 ( satu) bulan setelah batas waktu PTUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (4). (7) Dalam hal setelah 2 (dua) hari kerja setelah berakhirnya batas perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) masih terdapat sisa dana TUP MPP yang belum dipertanggungjawabkan dan/atau belum disetorkan ke Kas Negara, Kepala KPPN menyampaikan surat pemberitahuan kepada KPA pada Satker Pengguna Anggaran. (8) Dalam hal batas waktu 2 (dua) hari kerja setelah disampaikan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) belum dilakukan pertanggungjawaban dan/atau penyetoran sisa TUP MPP ke Kas Negara, Kepala KPPN memo tong be saran uang persediaan tunai rupiah murni Satker Pengguna Anggaran sebesar 25% (dua puluh lima persen) untuk periode paling singkat 1 (satu) tahun anggaran. (9) Kepala KPPN memotong besaran uang persediaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dengan cara menyampaikan surat pemberitahuan kepada KPA pada Satker Penguna Anggaran untuk memperhitungkan potongan uang persediaan dalam SPM dan/atau menyetorkan ke Kas Negara. (10) TUP MPP dianggap telah selesai dipertanggungjawabkan seluruhnya dalam hal total nominal pengeluaran dalam SP2D PTUP MPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) ditambah setoran sisa TUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sama dengan nominal SP2D TUP MPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (4). Paragraf 3 Penyelesaian Selisih Kurs Tambahan Uang Persediaan Misi Pemeliharaan Perdamaian Pasal 28 (1) Dalam hal terdapat selisih kurs pada ekuivalensi mata uang rupiah atas setoran sisa TUP MPP dalam valuta asing antara Satker dengan pembukuan KPPN, selisih kurs dicatat dengan ketentuan sebagai berikut:
dalam hal nilai mata uang rupiah atas setoran TUP MPP pada Satker nilainya kurang dari sisa TUP MPP dalam mata uang Rupiah sebagaimana tercantum dalam pembukuan KPPN, selisih kurang dalam rupiah tersebut dicatat dengan akun belanja karena rugi selisih kurs uang persediaan Satker; atau
dalam hal nilai mata uang rupiah atas setoran TUP MPP pada Satker nilainya lebih besar dari sisa TUP MPP dalam mata uang rupiah sebagaimana tercantum dalam pembukuan KPPN, selisih lebih dalam rupiah tersebut dicatat sebagai PNBP dengan akun pendapatan dari untung selisih kurs uang persediaan Satker. (2) Pengalokasian akun belanja karena rugi selisih kurs uang persediaan Satker sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. Bagian Kelima Mekanisme Penyetoran Dana Misi Pemeliharaan Perdamaian Pasal 29 (1) Pejabat Pengelola Dana menyetorkan Dana MPP ke Kas Negara sebagai PNBP MPP paling lambat:
sebelum penerbitan SPP-LS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2);
sebelum penerbitan SPP TUP MPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 untuk TUP MPP yang dimintakan dalam mata uang rupiah; dan / a tau c. 1 (satu) hari kerja setelah penerbitan SP2D PTUP MPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) untuk TUP MPP yang dimintakan dalam valuta asmg. (2) Direktur Jenderal Perbendaharaan berwenang memerintahkan Pejabat Pengelola Dana menyetorkan Dana MPP ke Kas Negara di luar waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Penyetoran Dana MPP ke Kas Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam rupiah atau valuta asing. (4) Dalam hal penyetoran ke Kas Negara dilakukan dalam valuta asing, jumlah yang disetorkan sebesar ekuivalen rupiah pada realisasi belanja atas SP2D. (5) Penyetoran Dana MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhitungkan selisih kurs yang diakibatkan atas setoran sisa TUP MPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1). (6) Kodefikasi segmen akun pendapatan pada penyetoran Dana MPP ke Kas Negara sebagai PNBP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan kode Satker Pengelola Dana dengan kode akun yang berpedoman pada Peraturan Menteri mengenai bagan akun standar. (7) Penyetoran Dana MPP ke Kas Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan melalui BPN yang telah mendapatkan NTPN. (8) Penyetoran Dana MPP ke Kas Negara berdasarkan SP2D PTUP MPP pada akhir tahun anggaran dilakukan sebelum tahun anggaran berakhir dengan berpedoman pada norma waktu penyetoran penerimaan negara pada akhir tahun anggaran yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan. (9) Terhadap TUP MPP yang belum dipertanggungjawabkan hingga 31 Desember tahun anggaran berkenaan, penyetoran Dana MPP ke Kas Negara dilakukan mendahului SP2D PTUP MPP sesuai norma waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (8) sebesar nilai TUP MPP yang belum dipertanggungjawabkan. (10) Dalam hal nilai SP2D PTUP MPP lebih besar daripada penyetoran Dana MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (9), kekurangan penyetoran disetorkan ke Kas Negara paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah SP2D PTUP MPP diterbitkan. (11) Dalam hal 2 (dua) hari kerja setelah tanggal SP2D PTUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c atau ayat (10) belum dilakukan penyetoran Dana MPP ke Kas Negara, Kepala KPPN menyampaikan surat pemberitahuan kepada Pejabat Pengelola Dana. (12) Dalam hal 1 (satu) hari kerja setelah disampaikan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (11) belum dilakukan penyetoran Dana MPP ke Kas Negara, Kepala KPPN memotong besaran uang persediaan tunai rupiah murni Satker Pengelola Dana sebesar 25% (dua puluh lima persen) sampai dengan kekurangan Dana MPP disetorkan ke Kas Negara. (13) Kepala KPPN memotong besaran uang persediaan sebagaimana dimaksud pada ayat (12) dengan cara menyampaikan surat pemberitahuan kepada KPA pada Satker Pengelola Dana untuk memperhitungkan potongan uang persediaan dalam SPM dan/atau menyetorkan ke Kas Negara. BAB IV PEMBAYARAN TAGIHAN ATAS MISI PEMELIHARAAN PERDAMAIAN DALAM KONDISI MENDESAK Pasal 30 (1) Satker Pengguna Anggaran dapat melakukan pembayaran tagihan atas komitmen dalam kondisi mendesak untuk keperluan m1s1 pemeliharaan perdamaian mendahului:
surat persetujuan penggunaan dana PNBP MPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4); dan/atau
pengesahan rev1s1 anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3). (2) Pembayaran tagihan atas komitmen dalam kondisi mendesak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam hal:
saldo Dana MPP masih tersedia minimal se besar tagihan yang harus dibayarkan; dan
alokasi Anggaran MPP belum tersedia atau tidak mencukupi untuk membayar kebutuhan mendesak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Dana MPP yang telah digunakan untuk membayar tagihan atas komitmen dalam kondisi mendesak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diperhitungkan dalam:
rencana kebutuhan Anggaran MPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1);
usulan penggunaan dana PNBP MPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1);
usulan revisi anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1); dan
surat permohonan persetujuan TUP MPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1). (4) Pengajuan usulan penggunaan dana PNBP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan revisi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dilampiri surat pernyataan Panglima pada lingkup TNI atau Kapolri pada lingkup Polri atau pejabat yang menerima pelimpahan wewenang. (5) Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) minimal memuat:
pernyataan bahwa terdapat tagihan atas komitmen dalam kondisi mendesak yang harus segera dibayarkan mendahului penerbitan persetujuan penggunaan dana PNBP MPP dan/atau pengesahan revisi Anggaran MPP; dan
nominal Dana MPP yang digunakan. (6) Dalam hal TUP MPP telah dicairkan ke Bendahara Pengeluaran Satker Pengguna Anggaran, nominal Dana MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dilakukan penggantian sesuai dengan nominal dana yang telah digunakan. (7) Usulan penggunaan dana PNBP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b diajukan kepada Direktur Jenderal Anggaran paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah pembayaran terhadap kondisi mendesak yang mendahului surat persetujuan penggunaan dana PNBP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. (8) Usulan revisi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c diajukan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pelaksanaan Anggaran paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah:
surat persetujuan penggunaan dana PNBP MPP atas usulan persetujuan penggunaan dana PNBP MPP se bagaimana dimaksud pada ayat (7) diterbitkan; atau
pembayaran terhadap kondisi mendesak yang mendahului rev1s1 anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b. (9) Pengajuan usulan penggunaan dana PNBP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan usulan revisi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (8) memperhatikan batas waktu penyampaian usulan revisi anggaran se bagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5).
Terhadap dana TUP MPP yang telah dicairkan ke Rekening Bendahara Pengeluaran Satker Pengguna Anggaran, Bendahara Pengeluaran memindahbukukan dana TUP MPP ke RDMP. (11) Pemindahbukuan dana TUP MPP ke RDMP sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dilakukan sebesar Dana MPP yang telah dibayarkan untuk pembayaran tagihan dalam kondisi mendesak sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (12) Bukti pengeluaran atas tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipertanggungjawabkan melalui mekanisme PTUP MPP sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. (13) Terhadap PTUP MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (12), berlaku ketentuan penyetoran Dana MPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29. BABV AKUNTANSI DAN PELAPORAN Pasal 31 (1) Saldo Dana MPP dicatat oleh Satker Pengelola Dana sebagai dana yang dibatasi penggunaannya. (2) Dana MPP yang disetorkan ke Kas Negara dicatat oleh Satker Pengelola Dana sebagai pendapatan PNBP. (3) Realisasi Anggaran MPP dicatat oleh Satker Pengguna Anggaran. (4) Dalam hal Penggunaan Anggaran MPP menghasilkan persediaan/aset tetap/aset lainnya, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan dan Polri:
menatausahakan persediaan/aset tetap/aset lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penatausahaan BMN; dan
menyelenggarakan akuntansi dan pelaporan atas persediaan / a set tetap / aset lainnya. (5) Penatausahaan dan penyelenggaraan akuntansi dan pelaporan atas persediaan / aset tetap / aset lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh Satker Pengguna Anggaran. (6) Perolehan persediaan/aset tetap/aset lainnya yang dibayarkan menggunakan valuta asing dengan TUP MPP dinilai dengan ekuivalen rupiah berdasarkan kurs yang didapatkan secara otomatis dari Sistem Informasi. (7) Transaksi yang berkaitan dengan pengelolaan atas saldo Dana MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Satker Pengelola Dana mengungkapkan secara memadai dalam catatan atas laporan keuangan. (8) Pencatatan dan pelaporan keuangan pada Satker Pengelola Dana dan Satker Pengguna Anggaran berpedoman pada ketentuan peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah pusat. BAB VI PENGENDALIAN DAN PEMANTAUAN Pasal 32 (1) Pengendalian dan pemantauan dilakukan terhadap:
pengelolaan Dana MPP; dan
penggunaan Anggaran MPP. (2) Pengendalian dan pemantauan terhadap pengelolaan Dana MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan terhadap:
pemenuhan komitmen pembayaran dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, organisasi internasional, dan/atau organisasi regional sesuai dengan perjanjian dengan Pemerintah Republik Indonesia;
mitigasi penggunaan Dana MPP yang tidak dilaksanakan sesuai mekanisme APBN;
mitigasi penggunaan dana MPP untuk membiayai kegiatan selain kegiatan misi pemeliharaan perdamaian; dan
kesesuaian rencana kegiatan dan pengalokasian Anggaran MPP pada DIPA. (3) Tata cara pengendalian dan pemantauan terhadap Pengelolaan Dana MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri Pertahanan atau Kapolri. (4) Pengendalian dan pemantauan terhadap penggunaan Anggaran MPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri yang mengatur mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. (5) Hasil pengendalian dan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan untuk:
memastikan pelaksanaan program dan kegiatan sesuai dengan yang direncanakan dan mencapai output yang ditetapkan;
memberikan bahan pertimbangan penyesuaian kebijakan misi pemeliharaan perdamaian tahun anggaran berjalan;
mengendalikan belanja negara; dan/atau
meningkatkan efisiensi dan efektivitas Anggaran MPP untuk keberlanjutan misi pemeliharaan perdamaian di masa yang akan datang. BAB VII PENGAWASAN ANGGARAN MISI PEMELIHARAAN PERDAMAIAN DAN DANA PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK MISI PEMELIHARAAN PERDAMAIAN Pasal 33 (1) Pengawasan Anggaran MPP dan Dana PNBP MPP dilakukan oleh:
aparat pengawasan intern pemerintah; dan/atau
Menteri;
Tata cara pelaksanaan pengawasan Anggaran MPP dan Dana PNBP MPP sebagaimana dimakasud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 34 (1) U sulan rev1s1 Anggaran MPP Tahun Anggaran 2024 untuk pertama kali diajukan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pelaksanaan Anggaran paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah Peraturan Menteri ini diundangkan. (2) Dalam hal terdapat tagihan atas komitmen untuk keperluan misi pemeliharaan perdamaian untuk Tahun Anggaran 2024 sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku dan sebelum usulan revisi Anggaran MPP Tahun Anggaran 2024 untuk pertama kali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disahkan, Satker Pengguna Anggaran dapat membayar tagihan dimaksud menggunakan Dana MPP. (3) Tata cara pembayaran tagihan atas misi pemeliharaan perdamaian dalam kondisi mendesak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 berlaku secara mutatis mutandis terhadap pembayaran tagihan atas komitmen untuk keperluan m1s1 pemeliharaan perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Ketentuan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (7) dan ayat (8) dikecualikan terhadap pembayaran tagihan atas komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (2). BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 35 Peraturan Menteri 1n1 mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Tata Cara Pembayaran Berkala Berbasis Layanan Pada Proyek Pembangunan Jalan Tol di Sumatera Tahap II
Relevan terhadap
Perencanaan dan penyiapan PBBL, serta pengalokasian anggaran dan pembayaran atas Dana PBBL merupakan kewenangan Kementerian PUPR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengawasan pelaksanaan PBBL sepanjang Masa PBBL merupakan kewenangan Kementerian PUPR sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam PPJT.
Evaluasi sehubungan dengan pelaksanaan PBBL serta pemenuhan spesifikasi keluaran ( output specification ) dan indikator kinerja ( performance indicator ) yang objektif dan terukur merupakan kewenangan Kementerian PUPR sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam PPJT.
Pemerintah mengalokasikan anggaran Dana PBBL setiap tahun selama Masa PBBL sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengalokasian anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan menggunakan bagian anggaran Kementerian PUPR.
Dalam hal Pemerintah memberikan jaminan Pemerintah dalam bentuk jaminan pinjaman dan/atau jaminan obligasi sehubungan dengan Pengusahaan Ruas Jalan Tol di Sumatera Tahap II, Masa PBBL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti masa pinjaman dan/atau obligasi yang dijamin oleh Pemerintah.
Dalam hal Masa PBBL terjadi perubahan lalu lintas harian yang lebih tinggi dari asumsi awal yang mengakibatkan pengusahaan Jalan Tol di Sumatera Tahap II menjadi layak secara ekonomi dan layak secara finansial, Kementerian PUPR dapat mengusulkan agar PBBL menjadi pengusahaan jalan tol dengan pengembalian investasi, pembayaran pinjaman, dan pemenuhan biaya operasi dan pemeliharaan berasal dari pemungutan tol kepada pengguna Jalan Tol di Sumatera Tahap II.
Perubahan model pengusahaan Jalan Tol di Sumatera Tahap II sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan berdasarkan kajian yang akan dilakukan oleh Kementerian PUPR dan direviu oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, serta setelah mendapatkan pertimbangan dari Kementerian BUMN dan Menteri.
Tata Cara Pelaksanaan Subsidi Bunga/Subsidi Margin Kredit Usaha Alat dan Mesin Pertanian
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Alat dan Mesin Pertanian yang selanjutnya disebut Alsintan adalah peralatan yang dioperasikan dengan motor penggerak ataupun tanpa motor penggerak untuk kegiatan budi daya Pertanian.
Taksi Alsintan adalah kegiatan model tata kelola usaha jasa Alsintan dengan sistem jasa sewa atau kepemilikan Alsintan, dengan dukungan pemanfaatan teknologi informasi untuk penguatan usaha/bisnis kelembagaan pengelola Alsintan.
Kredit Usaha Alat dan Mesin Pertanian yang selanjutnya disebut Kredit Alsintan adalah kredit/pembiayaan investasi yang dikhususkan untuk pembelian Alat dan Mesin Pertanian yang diusahakan sebagai Taksi Alsintan yang diberikan oleh penyalur Kredit Alsintan kepada penerima Kredit Alsintan yang memperoleh subsidi bunga dari pemerintah.
Subsidi Bunga adalah bagian bunga yang menjadi beban pemerintah sebesar selisih antara tingkat bunga yang seharusnya diterima oleh penyalur Kredit Alsintan dengan tingkat bunga yang dibebankan kepada penerima Kredit Alsintan.
Subsidi Margin adalah bagian margin yang menjadi beban pemerintah sebesar selisih antara margin yang seharusnya diterima oleh penyalur Kredit Alsintan dengan margin yang dibebankan kepada penerima Kredit Alsintan dalam skema pembiayaan syariah.
Menteri Keuangan yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Lembaga adalah organisasi nonkementerian negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab atas penggunaan anggaran pada Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.
Kuasa Pengguna Anggaran Subsidi Kredit Usaha Alat Mesin Pertanian yang selanjutnya disingkat KPA Alsintan adalah pejabat yang memperoleh kewenangan dan tanggung jawab dari PA untuk menggunakan anggaran untuk pembayaran subsidi atas Kredit Alsintan.
Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang selanjutnya disebut Komite Kebijakan adalah komite yang dibentuk oleh Presiden dengan Keputusan Presiden yang diberi kewenangan dalam memberikan arahan terhadap kebijakan program Kredit Alsintan.
Penerima Kredit Alsintan adalah pihak yang memenuhi kriteria untuk menerima Kredit Alsintan sesuai dengan Pedoman Pelaksanaan Kredit Alsintan.
Penyalur Kredit Alsintan adalah lembaga keuangan atau koperasi yang memenuhi persyaratan untuk menyalurkan Kredit Alsintan sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai pedoman pelaksanaan Kredit Alsintan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara.
Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari Bagian Anggaran BUN Belanja Subsidi.
Baki Debet adalah sisa pokok pinjaman/sisa pokok pembiayaan yang wajib dibayar kembali oleh Penerima Kredit Alsintan kepada Penyalur Kredit Alsintan.
Sistem Informasi Kredit Program yang selanjutnya disingkat SIKP adalah sistem informasi elektronik yang digunakan untuk menatausahakan dan menyediakan informasi penyaluran kredit program.
Tahun Penyaluran adalah periode penyaluran Kredit Alsintan mulai bulan Januari sampai dengan Desember berdasarkan kebijakan yang ditetapkan Komite Kebijakan.
Rencana Target Penyaluran yang selanjutnya disingkat RTP adalah rencana yang disusun oleh Penyalur Kredit Alsintan untuk menyalurkan Kredit Alsintan selama Tahun Penyaluran.
Indikasi Kebutuhan Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat IKD adalah indikasi dana untuk pemenuhan kewajiban pemerintah yang penganggarannya hanya ditampung pada bagian anggaran BUN.
Penjamin Kredit Alsintan adalah perusahaan penjaminan dan perusahaan lain yang ditunjuk untuk memberikan penjaminan Kredit Alsintan.
Penjaminan adalah kegiatan pemberian jaminan atas pemenuhan kewajiban finansial debitur Kredit Alsintan oleh Penjamin Kredit Alsintan baik berdasarkan prinsip konvensional maupun syariah.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan yang selanjutnya disingkat BPKP merupakan aparat pengawasan intern pemerintah yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara/daerah dan pembangunan nasional.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.02/2021 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Kompensasi atas K ...
Relevan terhadap
Dalam rangka penyampaian usulan penggunaan anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 9 ayat (10), KPA BUN Dana Kompensasi menyampaikan Rencana Kerja dan Anggaran Bendahara Umum Negara kepada Pemimpin PPA BUN BA 999.08 dengan dilampiri dokumen pendukung sebagai berikut:
surat Pemimpin PPA BUN BA 999.08 mengenai pemberitahuan alokasi Dana Kompensasi;
kerangka acuan kerja;
rincian anggaran belanja yang memuat jumlah Dana Kompensasi yang akan dibayarkan;
surat pernyataan bahwa telah dilakukan penelitian kelengkapan dokumen pendukung;
Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan dan/atau Laporan Hasil Reviu Perhitungan Dana Kompensasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dan/atau Aparat Pengawasan Intern Pemerintah - Kementerian Keuangan;
surat Menteri Keuangan mengenai kebijakan Dana Kompensasi; dan
hasil reviu Aparat Pengawasan Intern Pemerintah - Kementerian Keuangan atas usulan penggunaan anggaran Dana Kompensasi.
Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d disusun dan ditandatangani oleh KPA BUN Dana Kompensasi.
KPA BUN Dana Kompensasi menyusun Asersi Manajemen KPA BUN Dana Kompensasi setelah berkoordinasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara berdasarkan:
Laporan Hasil Reviu Perhitungan Dana Kompensasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2); atau
Asersi Manajemen Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf b dalam hal Laporan Hasil Reviu Perhitungan Dana Kompensasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan belum diterima sampai dengan batas waktu yang ditentukan.
Asersi Manajemen KPA BUN Dana Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
KPA BUN Dana Kompensasi menyampaikan Asersi Manajemen KPA BUN Dana Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara selaku PPA BUN BA 999.08 paling lambat tanggal 31 Januari tahun anggaran berikutnya.
Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Berdasarkan penghitungan Dana Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf b dan/atau hasil reviu awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (7), Direktorat Jenderal Anggaran meminta reviu perhitungan Dana Kompensasi 1 (satu) tahun kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
Laporan Hasil Reviu Perhitungan Dana Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Direktorat Jenderal Anggaran paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah permintaan reviu perhitungan Dana Kompensasi dan dokumen pendukung diterima secara lengkap oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
(2a) Laporan Hasil Reviu Perhitungan Dana Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Dihapus.
Dihapus.
Dihapus.
Dihapus.
Dihapus.
Di antara Pasal 19 dan Pasal 20 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 19A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
ORGANISASI Bagian Kesatu Susunan Organisasi Pasal 7 Susunan organisasi Kementerian terdiri atas: a. SekretariatJenderal; b. Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal; c. Direktorat Jenderal Anggaran; d. Direktorat Jenderal Pajak; e. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; f. DirektoratJenderal Perbendaharaan; g. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara; h. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan; i. Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko; j. Direktorat Jenderal Stabilitas dan pengembangan Sektor Keuangan; k. InspektoratJenderal; l. Badan Teknologi, Informasi, dan Intelijen Keuangan; m. Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan; n. Staf Ahli Bidang Peraturan dan penegakan Hukum pajak; o. Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak; p. StafAhli Bidang Pengawasan Pajak; q. Staf Ahli Bidang Penerimaan Negara; r. Staf Ahli Bidang Penerimaan Negara Bukan pajak; s. Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara; t. Staf Ahli Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional; u. Staf Ahli Bidang Jasa Keuangan dan pasar Modal; dan v. Staf Ahli Bidang Hukum dan Hubungan Kelembagaan. Bagian
Tata Cara Pemberian Subsidi Bunga Pinjaman dalam rangka Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah
Relevan terhadap
Berdasarkan surat Menteri c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3), Kepala Badan mengajukan rencana kebutuhan Subsidi Bunga kepada KPA Penyaluran.
KPA Penyaluran menyampaikan rencana kerja dan anggaran BUN kepada Direktur Jenderal Anggaran selaku Pemimpin Pembantu Pengguna Anggaran BUN Pengelolaan Belanja Subsidi dengan dilampiri dokumen pendukung sebagai berikut:
kerangka acuan kerja;
rincian anggaran biaya;
hasil reviu aparat pengawasan intern pemerintah;
rencana kebutuhan subsidi yang telah diusulkan oleh Kepala Badan; dan
data dukung lainnya yang relevan dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi dasar penerbitan dan/atau revisi daftar isian pelaksanaan anggaran BUN.
Penerbitan dan/atau revisi daftar isian pelaksanaan anggaran BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengacu pada ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai:
tata cara perencanaan, penelaahan, dan penetapan alokasi anggaran bagian anggaran Bendahara Umum Negara, dan pengesahan daftar isian pelaksanaan anggaran BUN; dan
tata cara revisi anggaran.