Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Menteri Keuangan sebagai Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam Kepemilikan Kekayaan Negara yang Dipisahkan ...
Relevan terhadap
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, ketentuan terkait dengan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) yang diatur dalam:
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 766/KMK.04/1992 tentang Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan Bagian Pemerintah, Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pungutan-Pungutan Lainnya atas Hasil Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi untuk Pembangkitan Energi/Listrik sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.02/2017 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 766/KMK.04/1992 tentang Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan Bagian Pemerintah, Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pungutan- Pungutan Lainnya atas Hasil Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi untuk Pembangkitan Energi/Listrik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 919);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224/PMK.08/2011 tentang Tata Cara Pemantauan dan Evaluasi atas Pinjaman dan Hibah kepada Pemerintah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 853) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 180/PMK.08/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224/PMK.08/2011 tentang Tata Cara Pemantauan dan Evaluasi atas Pinjaman dan Hibah kepada Pemerintah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1122);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 173/PMK.02/2013 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Bidang Angkutan Laut untuk Penumpang Kelas Ekonomi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1419);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.02/2014 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Bidang Pers (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 946);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 260/PMK.05/2014 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Lainnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2044) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 219/PMK.05/2016 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Lainnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 2141);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10/PMK.09/2015 tentang Standar Reviu atas Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 42);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.02/2015 tentang Tata Cara Perhitungan, Penyediaan, Pencairan dan Pertanggungjawaban Dana Belanja Pensiun yang Dilaksanakan PT Taspen (Persero) dan PT Asabri (Persero) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 613);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.02/2015 tentang Tata Cara Penyediaan Anggaran, Perhitungan, Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Dana Subsidi Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 657) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 169/PMK.02/2021 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.02/2015 tentang Tata Cara Penyediaan Anggaran, Perhitungan, Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Dana Subsidi Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1300);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 216/PMK.05/2015 tentang Tata Cara Penyusunan dan Penyampaian Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1816) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 221/PMK.05/2016 tentang Tata Cara Penyusunan dan Penyampaian Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 2157);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.05/2015 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2054) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/PMK.05/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.05/2015 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1347);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.02/2016 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan dan Subsidi Bunga Kredit Perumahan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 340) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10/PMK.02/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.02/2016 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan dan Subsidi Bunga Kredit Perumahan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 110);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.02/2016 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Subsidi Pupuk (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 641);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.02/2016 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Bantuan Operasional Layanan Pos Universal (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 756) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.02/2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.02/2016 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Bantuan Operasional Layanan Pos Universal (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 787);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.02/2016 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Bidang Angkutan Kereta Api Kelas Ekonomi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 758);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 246/PMK.06/2016 tentang Penatausahaan Kekayaan Negara Dipisahkan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 16);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.05/2017 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Utang Pemerintah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1601);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.05/2017 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pengelolaan Pemberian Pinjaman (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1704);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 180/PMK.05/2017 tentang Tata Cara Pelaksanaan Subsidi Bunga/Subsidi Marjin untuk Kredit Usaha Rakyat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1705);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.02/2017 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Ongkos Angkut Beras Pegawai Negeri Sipil Distrik Pedalaman Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1709);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.02/2017 tentang Tata Cara Pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Hasil Pengelolaan Kekayaan Negara yang Dipisahkan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1772);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.02/2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Penelaahan, Penetapan Alokasi Anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1775) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.02/2020 tentang Tata Cara Perencanaan, Penelaahan, Penetapan Alokasi Anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 808);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan Hibah dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1969);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.05/2018 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1008);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 169/PMK.05/2018 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Investasi Pemerintah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1719);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.09/2019 tentang Pedoman Penerapan, Penilaian, dan Reviu Pengendalian Intern atas Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 193);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 88/PMK.02/2019 Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Cadangan Beras Pemerintah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 657) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.02/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 88/PMK.02/2019 Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Cadangan Beras Pemerintah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 867);
aa. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Otonomi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1148) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 233/PMK.07/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Otonomi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1681);
bb. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.07/2020 tentang Pengelolaan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 205);
cc. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 25/PMK.05/2020 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penganggaran, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Kartu PraKerja (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 287);
dd. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 46/PMK.07/2020 tentang Pengelolaan Hibah dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dalam rangka Penanganan Pandemi COVID-19 dan Dampak Akibat Pandemi COVID-19 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 443);
ee. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.07/2020 tentang Pengelolaan Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional untuk Pemerintah Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 880) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.07/2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.07/2020 tentang Pengelolaan Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional untuk Pemerintah Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 482);
ff. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/PMK.02/2020 tentang Tata Cara Penggunaan dan Pergeseran Anggaran pada Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1034) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.02/2021 tentang Tata Cara Penggunaan dan Pergeseran Anggaran pada Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 201);
gg. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.02/2020 tentang Tata Cara Penyediaan, Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Bantuan Pembayaran Tagihan Listrik Perusahaan Negara (Persero) PT PLN bagi Pelanggan Golongan Industri, Bisnis, dan Sosial dalam rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1054);
hh. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 207/PMK.07/2020 tentang Tata Cara Penundaan Penyaluran Dana Transfer Umum atas Pemenuhan Kewajiban Pemerintah Daerah untuk Mengalokasikan Belanja Wajib (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1560);
ii. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 41/PMK.07/2021 tentang Tata Cara Penundaan dan/atau Pemotongan Dana Perimbangan terhadap Daerah yang Tidak Memenuhi Alokasi Dana Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 446);
jj. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 113/PMK.02/2021 tentang Tata Cara Penyusunan Usulan, Evaluasi Usulan, dan Penetapan Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 970);
kk. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.07/2021 tentang Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Non Fisik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1032);
ll. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.05/2021 tentang Tata Cara Pemberian Subsidi Bunga/Subsidi Margin dalam rangka Mendukung Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1198);
mm. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 155/PMK.02/2021 tentang Tata Cara Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1235);
nn. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.02/2021 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Kompensasi atas Kekurangan Penerimaan Badan Usaha Akibat Kebijakan Penetapan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dan Tarif Tenaga Listrik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1277);
oo. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.07/2021 tentang Pengelolaan Dana Insentif Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1282);
pp. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.05/2021 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Belanja Subsidi dan Belanja Lain-lain (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1333);
qq. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.07/2021 tentang Pengelolaan Dana Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1424);
rr. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.07/2021 tentang Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Fisik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1402);
ss. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.05/2021 tentang Sistem Akuntansi Hibah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1454);
tt. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 204/PMK.02/2021 tentang Evaluasi Kinerja Anggaran atas Penggunaan Dana Bendahara Umum Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1468);
uu. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 206/PMK.02/2021 tentang Petunjuk Teknis Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan, Keringanan, dan Pengembalian Penerimaan Negara Bukan Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1470);
vv. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215/PMK.07/2021 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1513); dan
ww. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 216/PMK.07/2021 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan dan Dana Reboisasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1514), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini.
Tata Cara Penjaminan Pemerintah Melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam Rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional ...
Relevan terhadap 2 lainnya
Kebijakan Penjaminan Pemerintah berpedoman pada hasil rumusan dan ketetapan kebijakan dan strategi pelaksanaan Program PEN oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Menteri, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenm pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional dalam rangka mendukung kebijakan keuangan negara untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi nasional.
Dalam perumusan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat mengusulkan masukan mengena1:
sektor-sektor yang diprioritaskan untuk diberikan Pinjaman modal kerja;
pagu total penyaluran Pinjaman modal kerja yang akan mendapat Penjaminan Pemerintah;
pagu tertinggi anggaran pelaksanaan Penjaminan Pemerintah;
plafon Pinjaman setiap Pelaku Usaha yang mendapat Penjaminan Pemerintah; dan/atau
porsi Pinjaman modal kerja yang dijamin.
Dalam mengusulkan masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang terkait dengan data perbankan, Menteri melakukan koordinasi dengan OJK.
Penjaminan Program PEN diberikan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
kemampuan keuangan negara;
mendukung Pelaku Usaha;
men ' erapkan kaidah-kaidah kebijakan yang penuh kehati-hatian, serta tata kelola yang baik, transparan;
tidak menimbulkan moral _hazard; _ dan e. pembagian biaya dan risiko antar pemangku kepentingan sesuai tugas dan kewenangan masing- masing.
Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran Badan Layanan Umum
Relevan terhadap
Pemimpin BLU melakukan penyesuaian atas RBA yang merupakan bagian dari RKA - K / L sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 menjadi RBA Definitif setelah Peraturan Presiden mengenai Rincian Anggaran Belanja Pemerintah ditetapkan dengan memperhatikan arah indikator kinerja { Key Performance Indicator ) BLU yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan .
Penetapan arah indikator kinerja ( Key Performance , Indicator ) BLU memperhatikan paling sedikit meliputi : a . tema dan fokus anggaran pendapatan dan belanja negara ; b . kebijakan Pemerintah ; dan/atau c . pemenuhan layanan dasar ( kesehatan , pendidikan , dan perumahan ) , pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Menengah ( UMKM ) , dan pengentasan kemiskinan .
RBA Definitif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Pemimpin BLU dan Dewan Pengawas , serta disetujui Menteri / Pimpinan Lembaga .
Dalam hal BLU tidak memiliki Dewan Pengawas , RBA Definitif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Pemimpin BLU dan pejabat yang ditunjuk Menteri / Pimpinan Lembaga , serta disetujui Menteri / Pimpinan Lembaga .
Menteri / Pimpinan Lembaga dapat melimpahkan kewenangan untuk memberikan persetujuan terhadap RBA Definitif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) .
Pemimpin Definitif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri Keuangan c . q . Direktur Jenderal Perbendaharaan paling lambat minggu kedua bulan Januari tahun pelaksanaan RBA . menyampaikan BLU RBA (7) RBA Definitif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan dasar dalam melakukan aktivitas / kegiatan BLU .
RBA Definitif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan juga sebagai acuan dalam menyusun DIPA Petikan BLU .
Kementerian Keuangan c . q Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan analisis terhadap RBA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 .
Analisis RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan aspek paling sedikit meliputi : a . produktivitas , paling sedikit meliputi perbandingan antara hasil yang dicapai ( output ) dengan sumber daya yang digunakan ( input ) , peningkatan kualitas dan kuantitas layanan , target pendapatan , serta rasio sumber daya manusia ; b . efisiensi , paling sedikit meliputi kebijakan untuk mengoptimalkan belanja dibandingkan dengan output layanan , proporsi pendapatan operasional dan belanja operasional , serta proporsi per jenis belanja ; c . inovasi , paling sedikit meliputi adanya ide / gagasan untuk meningkatkan layanan utama dan penunjang , optimalisasi aset , penggunaan teknologi informasi , serta modernisasi BLU ; dan d . keselarasan / kesesuaian , paling sedikit meliputi kesesuaian dengan RSB , kesesuaian dengan indikator kinerja ( Key Performance Indicator ) BLU , dan prioritas pembangunan .
Dalam melakukan analisis RBA , Direktorat Jenderal Perbendaharaan dapat melibatkan Direktorat Jenderal Anggaran , Kementerian Negara / Lembaga , dan BLU . Hasil analisis RBA memuat paling sedikit meliputi : a . besaran target penerimaan negara bukan pajak BLU ; b . besaran rencana belanja ; dan c . informasi kesesuaian indikator kinerja ( Key Performance Indicator ) BLU dengan RSB dan prioritas pembangunan .
Hasil analisis RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Direktorat Jenderal Anggaran , Kementerian Negara / Lembaga , dan BLU .
Hasil analisis RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dijadikan sebagai dasar penyusunan alokasi anggaran (4) Of BLU termasuk penentuan target penerimaan negara bukan pajak BLU .
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan . Ditetapkan di Jakarta pada tanggal DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN , 2022 11 Feloruarl ANTO ^ ° f LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR PERBENDAHARAAN NOMOR PER - p / PB / 2022 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN BADAN LAYANAN UMUM JENDERAL FORMAT RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN BADAN LAYANAN UMUM TAHUN ANGGARAN 20 XX ••• RINGKASAN EKSEKUTIF Memuat uraian ringkas mengenai kinerja layanan dan keuangan BLU tahun berjalan dan kinerja tahun RBA ( 20 XX ) yang hendak dicapai , termasuk asumsi - asumsi penting yang digunakan , serta faktor - faktor internal dan eksternal yang akan mempengaruhi pencapaian target kinerja BLU . Pada bagian ini juga memuat penjelasan secara singkat adanya upaya produktivitas , efisiensi , inovasi , dan keselarasan / kesesuaian pada kinerja BLU tahun RBA . BAB I PENDAHULUAN 1 . Umum a . Penjelasan singkat mengenai landasan hukum keberadaan BLU . b . Layanan dan/atau karakteristik kegiatan BLU . 2 . Visi dan Misi BLU a . Visi dan misi BLU . b . Gambaran umum kondisi BLU di masa mendatang . c . Upaya yang akan dilakukan BLU dal am mencapai visi dan misi , mencakup uraian produk / jasa yang akan diberikan , sasaran pasar , dan kesanggupan meningkatkan mutu layanan . d . Budaya kerja organisasi yang diterapkan BLU . 3 . Susunan Pejabat Pengelola dan Dewan Pengawas BLU Memuat susunan dan uraian tugas Pejabat Pengelola dan Dewan Pengawas BLU . BAB II RENCANA KINERJA BLU 1 . Gambaran Kondisi BLU TA 20 XX a . Faktor yang mempengaruhi Antara lain dapat menggunakan asumsi makro dan asumsi mikro yang relevan . b . Kondisi internal BLU . Antara lain kondisi keuangan , layanan , indikator kinerja utama , dan Sumber Day a Manusia ( SDM ) . c . Kondisi eksternal BLU . BLU melakukan analisis atas kondisi internal dan eksternal , kekuatan , kelemahan , peluang , dan tantangan . 2 . Rencana Kinerja Layanan BLU Memuat informasi kinerja layanan TA 20 XX - 2 ( target dan realisasi saat penyusunan RBA ditambah prognosa sampai dengan akhir tahun ) , TA 20 XX - 1 ( target ) , dan TA 20 XX ( target ) . 3 . Rencana Kinerja Keuangan Tabel yang harus disajikan adalah : Rincian pendapatan per unit kerja . Memuat informasi pendapatan per unit kerja TA 20 XX - 2 ( target dan realisasi saat penyusunan RBA ditambah prognosa sampai dengan akhir tahun ) , TA 20 XX - 1 ( target ) , dan TA 20 XX ( target ) . Rincian belanja per unit kerja . Memuat informasi belanja per unit kerja TA 20 XX - 2 ( target dan realisasi saat penyusunan RBA ditambah prognosa sampai dengan akhir tahun ) , TA 20 XX - 1 ( target ) , dan TA 20 XX ( target ) . Kebutuhan BLU merupakan pagu belanja yang dirinci menurut program , kegiatan , dan klasifikasi rincian output . Rincian pengelolaan dana khusus ( jika ada ) . Memuat informasi pengelolaan dana khusus TA 20 XX - 2 ( target dan realisasi saat penyusunan RBA ditambah prognosa sampai dengan akhir tahun ) , TA 20 XX - 1 ( target ) , dan TA 20 XX ( target ) . ° r Pendapatan dan belanja agregat . Memuat informasi pendapatan dan belanja agregat TA 20 XX - 2 ( target dan realisasi saatpenyusunan RBA ditambah prognosa sampai dengan akhir tahun ) TA 20 XX - 1 ( target ) , dan TA 20 XX ( target ) . Estimasi saldo akhir TA 20 XX - 1 dan saldo awal TA 20 XX . Termasuk rencana penggunaanya . Perhitungan beban layanan per unit kerja TA 20 XX . Prakiraan maju ( 20 XX + 1 ) 1 ) Prakiraan maju pendapatan BLU . 2 ) Prakiraan maju belanja BLU . ( menggunakan basis kas dan akrual ) Rencana kebutuhan Rupiah Murni APBN Ambang batas belanja BLU . 4 . Informasi lainnya yang perlu disampaikan dan/atau mendapatan perhatian , antara lain : a . Rencana inovasi . b . Rencana program efisiensi . c . Rencana saving pendanaan untuk kegiatan / aktivitas yang direncanakan tahun - tahun berikutnya . d . Rencana KSO / KSM pada BLU . e . Rencana penetapan / perubahan tarif . f . Rencana penetapan / perubahan remunerasi . g . Rencana pengelolaan SDM . h . Rencana kerja untuk mencapai target . i . Informasi lainnya untuk strategi pencapaian target . BAB III PENUTUP 1 . Analisis Menjelaskan analisis yang mendukung bahwa muatan perencanaan dalam RBA ini telah mendorong terlaksananya aspek - aspek paling sedikit : a . Produktivitas ( antara lain membandingkan hasil yang dicapai ( output ) dengan sumber daya yang digunakan ( input ) , peningkatan kualitas dan kuantitas layanan , target pendapatan , serta rasio SDM ) . b . Efisiensi ( antara lain kebijakan untuk mengoptimalkan belanja dibandingkan dengan output layanan , proporsi pendapatan operasional dan belanja operasional , serta proporsi per jenis belanja ) . c . Inovasi ( antara lain ide / gagasan untuk peningkatan __ ^layanan utama __ ^dan ^penunjang layanan , optimalisasi aset , penggunaan teknologi __ ^informasi ^, ^serta ^modemisasi BLU ) . d . Keselarasan / kesesuaian ( antara lain dengan RSB , arah indikator kinerja ( KPI ) , dan prioritas pembangunan , serta kebijakan fiskal ) . 2 . Simpulan LAMPIRAN Analisis yang dilakukan oleh BLU dalam ^muatan ^RBA ^menjadi ^informasi ^untuk mendukung analisis RBA yang dilakukan ^oleh ^Kementerian ^Keuangan ^c ^. ^q ^. Direktorat Jenderal Perbendaharaan ^. ^Adapun ^gambaran ^contoh ^ilustrasi ^dalam analisis RBA adalah sebagai ^berikut ^: Analisis Produktivitas , Efisiensi ^, ^Inovasi ^, ^dan ^Keselarasan / ^Kesesuaian a . Produktivitas ( antara lain membandingkan __ ^hasil ^yang ^dicapai ^( ^output ^) ^dengan ^sumber ^daya yang digunakan ( input ) , peningkatan __ ^kualitas ^dan ^kuantitas ^layanan ^, ^target pendapatan , serta rasio SDM ^) . Contoh ( namun tidak terbatas pada ^) ^: 1 ) Rasio Output Layanan dengan ^SDM ^( ^ROLSDM ^) Jumlah output layanan ROLSDM = Jumlah SDM BLU Contoh output layanan : jumlah pasien , jumlah mahasiswa , jumlah pengunjung , dll ( sesuai layanan BLU ) . Interpretasi : semakin besar nilai maka semakin produktif . 2 ) Rasio Pendapatan dengan SDM ( RPSDM ) RPSDM = Pendapatan BLU Jumlah SDM BLU Interpretasi : semakin besar nilai maka semakin produktif . 3 ) Peningkatan Jumlah Output Layanan ( PJOL ) PJOL = PJOL TA ( X ) - PJOL TA ( X - l ) Interpretasi : nilai positif maka semakin produktif . 4 ) Peningkatan Kualitas Layanan ( PKL ) PKL = PKL TA ( x ) - PKL TA ( x - l ) Kualitas layanan = dapat menggunakan data IKM Interpretasi : nilai positif maka semakin produktif . 5 ) Target Output Layanan ( TOL ) TOL = Target Output Layanan Realisasi Output Layanan TA x - 1 atau 2 Interpretasi : nilai > 1 maka semakin produktif / menantang / realistis . 6 ) Target Pendapatan ( TP ) TP = Target pendapatan BLU Realisasi Pendapatan TA x - 1 atau 2 Interpretasi : nilai > 1 maka semakin produktif / menan tang / realistis . Catatan : Penggunaan perhitungan di atas tidak mengenyampingkan penggunaan perhitungan produktivitas berdasarkan literatur akademis . Dalam interpretasi dapat menggunakan standar ( jika ada ) , nilai rasio tahun sebelumnya , atau suatu patokan lain yang relevan . b . Efisiensi ( antara lain kebijakan untuk mengoptimalkan belanja dibandingkan dengan output layanan , proporsi pendapatan operasional dan belanja operasional , serta proporsi per jenis belanja ) . Contoh ( namun tidak terbatas pada ) : 1 ) Rasio Belanja dengan Output Layanan ( RBOL ) RBOL = Belanja = dapat menggunakan belanja operasional , belanja total , atau belanja lain sesuai kebutuhan analisis ) . Interpretasi : semakin kecil nilai maka semakin efisien . 2 ) Rasio belanja operasional dengan pendapatan operasional ( BOPO ) BOPO = Belanja Jumlah Layanan Belanja Operasional Pendapatan Operasional Interpretasi : semakin kecil nilai maka semakin efisien . 3 ) Rasio belanja xxx dengan total belanja Contoh : belanja pegawai / remunerasi . Catatan : Penggunaan perhitungan di atas tidak mengenyampingkan penggunaan perhitungan efisiensi berdasarkan literatur akademis . Dalam interpretasi dapat menggunakan standar ( jika ada ) , nilai rasio tahun sebelumnya , atau suatu patokan lain yang relevan . c . Inovasi ( antara lain ide / gagasan untuk peningkatan layanan utama dan penunjang layanan , optimalisasi aset , penggunaan IT , serta modemisasi BLU ) . < V Inovasi tidak terbatas pada hal - hal yang bersifat IT atau sesuatu dengan konsep besar / rumit . d . Keselarasan / kesesuaian ( antara lain dengan RSB , arah indikator kinerja , dan prioritas pembangunan ) . Contoh ( namun tidak terbatas pada ) : a . Jenis layanan yang diberikan oleh BLU telah sesuai dengan tugas dan fungsi BLU sesuai dengan peraturan / regulasi yang mengatur mengenai layanan BLU . b . Target kinerja BLU antara lain selaras dengan dengan RPJMN , prioritas pembangunan nasional , RSB , dan kebijakan nasional lainnya . Analisis Aspek Keuangan Contoh : Uraian No 2022 ( prognosa ) 1.000 . 000 2023 ( proyeksi ) Saldo awal 1 . 1.000 . 000 Belanja BLU 2 . 2.000 . 000 2.000 . 000 Pengeluaran pembiayaan 3 .
000 . 000 Pendapatan BLU 800.000 4 . Penerimaan pembiayaan 5 .
000 Kebutuhan Rupiah Murni APBN 1.200 . 000 6 . Keterangan : BLU sedang menyusun RBA BLU TA 2023 : • Diproyeksikan terdapat saldo awal 1.000 . 000 , yang berasal dari perhitungan saldo akhir RBA TA 2022 , dan akan digunakan 600.000 untuk belanja peralatan dan mesin ( terdapat sisa 400.000 ) . • Direncanakan belanja sebesar 2.000 . 000 . • Direncanakan pendapatan 1.000 . 000 . Akan digunakan 900.000 . • Rencana saving dana untuk tahun berikutnya sebesar 500.000 ( dari sisa saldo awal 400.000 dan sisa pendapatan 100.000 ) untuk keperluan belanja gedung dan bangunan ( akan menjadi saldo akhir TA 2023 dan saldo awal TA 2024 ) . • Berdasar rencana tersebut , BLU membutuhkan Rupiah Murni APBN sebesar 500.000 ( belanja 2.000 . 000 - penggunaan saldo awal 600.000 - pendapatan yang digunakan 900.000 ) . ERAL PERBENDAHARAAN , DIREKT W % & HI , t \ HjjCfpANTOj ^ as U 1 WA & LAMPIRAN II PERATURAN DIREKTUR PERBENDAHARAAN NOMOR PER - 2 / ^PB / ^2022 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN BADAN LAYANAN UMUM JENDERAL FORMAT IKHTISAR RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN Target Pendapatan / Penerimaan Pembiayaan Menurut Program dan Kegiatan Tahun Anggaran 20 xx Program / Kegiatan / Sumber Pendapatan Kode Target 9.999 . 999 Program ( memuat uraian Program ) xxx . xx . xx Kegiatan [ memuat uraian Kegiatan ) 9.999 . 999 xxxx Sumber Pendapatan : [ diisi sesuai kebutuhan ) 9.999 . 999 Pendapatan Jasa Layanan Umum 9.999 . 999 9.999 . 999 xxxxxx Pendapatan Hibah BLU 9.999 . 999 9.999 . 999 xxxxxx Pendapatan Hasil Keijasama BLU 9.999 . 999 9.999 . 999 xxxxxx 9.999 . 999 Pendapatan BLU Lainnya 9.999 . 999 xxxxxx Jumlah Pendapatan 9.999 . 999 Sumber Penerimaan Pembiayaan : __ ^[ diisi sesuai kebutuhan ) 9.999 . 999 Pinjaman jangka pendek 9.999 . 999 9.999 . 999 xxxxxx Pinjaman jangka panjang 9.999 . 999 9.999 . 999 xxxxxx Penerimaan kembali / ^penjuaian inveslasi ^jangka ^panjang ^ BLU 9.999 . 999 9.999 . 999 xxxxxx 9.999 . 999 Jumlah Penerimaan Pembiayaan Belanja / Pengeluaran Pembiayaan menurut Program dan Kegiatan Tahun Anggaran 20 XX Target / Volume Satuan Alokasi * ) Unit Kcrja Penanggung Jawab Uraian Program / 1 KU Program / Kegiatan / ^IKK / ^KRO / Sumber Dana Kode Belanja Modal Pengeluaran Pembiayaan Belanja Pegawai Belanja Barang Bantuan Sosial 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 Program xxx . xx . xx 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 IKU Program 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 Kegiatan Xxxx 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 IKK Unit...9.999 . 999 9.999 . 999 99 sat 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 KRO xxxx . xx 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 1 . RM 2 . RMP 3 . PNBP 4 . BLU 9.999 . 999 99 sat Unit ... 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 KRO xxxx . xx 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 1 . RM 2 . RMP 3 . PNBP 4 . BLU 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 JUMLAH SUMBER DANA :
999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 RM 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 RMP 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 PNBP 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 BLU 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 A . TA Berjalan 9.999 . 999 9.999 , 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 B . Saldo Kas 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 PLN 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 HLN 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 PDN 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 HDN Keterangan : detail sampai dengan jenis belanja DIREKTURJENDERAL ^PERBENDAHARAAN ^, £ * : 2 s LW * = c * < 2 % &
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.07/2019 tentang Standar dan Uji Kompetensi serta Pengembangan Kompetensi Jabatan Fungsional Ana ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Analis Keuangan Pusat dan Daerah yang selanjutnya disingkat AKPD adalah pegawai negeri sipil yang diberikan tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melaksanakan analisis keuangan pusat dan daerah dalam lingkungan instansi pusat dan daerah.
Jabatan Fungsional Analis Keuangan Pusat dan Daerah yang selanjutnya disebut Jabatan Fungsional AKPD adalah jabatan fungsional yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melaksanakan analisis keuangan pusat dan daerah dalam lingkungan instansi pusat dan daerah.
Instansi Pembina Jabatan Fungsional AKPD yang selanjutnya disebut Instansi Pembina adalah unit Eselon I di Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang alokasi dan pengelolaan dana perimbangan dan transfer ke daerah lainnya, dan pajak daerah dan retribusi daerah.
Instansi Pusat adalah kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, kesekretariatan lembaga negara, dan kesekretariatan lembaga nonstruktural.
Instansi Daerah adalah perangkat daerah provinsi dan perangkat daerah kabupaten/kota yang meliputi sekretariat daerah, sekretariat dewan perwakilan rakyat daerah, dinas/badan daerah, dan lembaga teknis daerah.
Kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang harus dipenuhi oleh pegawai negeri sipil untuk menjalankan fungsi dan tugas jabatan secara efisien dan efektif.
Kompetensi Teknis adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan yang spesifik berkaitan dengan bidang teknis jabatan.
Kompetensi Manajerial adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan untuk memimpin dan/atau mengelola unit organisasi.
Kompetensi Sosial Kultural adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan terkait dengan pengalaman berinteraksi dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan budaya, perilaku, wawasan kebangsaan, etika, nilai-nilai, moral, emosi, dan prinsip, yang harus dipenuhi oleh setiap pemegang jabatan untuk memperoleh hasil kerja sesuai dengan peran, fungsi, dan jabatan.
Kamus Kompetensi adalah kumpulan Kompetensi yang meliputi nama Kompetensi, definisi Kompetensi, deskripsi, dan tingkat kecakapan Kompetensi serta indikator perilaku.
Standar Kompetensi Jabatan Fungsional AKPD adalah kemampuan minimal yang harus dimiliki oleh seorang AKPD untuk dapat melaksanakan tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya secara profesional, efektif, dan efisien.
Uji Kompetensi Jabatan Fungsional AKPD adalah suatu proses penilaian dengan melibatkan beragam teknik evaluasi, metode, dan alat ukur dengan tujuan untuk mengetahui kesesuaian antara Kompetensi peserta dengan Standar Kompetensi Jabatan Fungsional AKPD.
Tim Uji Kompetensi adalah tim yang ditunjuk untuk menyelenggarakan Uji Kompetensi.
Pengembangan Kompetensi AKPD adalah proses peningkatan Kompetensi melalui pendidikan dan pembelajaran yang dilakukan dengan cara mengintegrasikan berbagai metode dan sumber untuk mendukung pencapaian target kerja.
Pendidikan adalah suatu proses belajar mengajar dalam bidang pengetahuan, keterampilan, dan sikap profesional yang dilaksanakan oleh lembaga pendidikan yang telah diakreditasi oleh lembaga yang berwenang.
Pembelajaran adalah mekanisme transfer ilmu dan pengetahuan, peningkatan keterampilan, serta pembentukan sikap dan perilaku dalam rangka pengembangan sumber daya manusia yang dilakukan dengan cara mengintegrasikan berbagai metode dan sumber untuk mendukung pencapaian target kinerja organisasi.
Pembelajaran Klasikal adalah proses Pembelajaran melalui tatap muka antara pengajar dan peserta di dalam kelas yang sama.
Pembelajaran Non Klasikal adalah proses Pembelajaran yang tidak dilakukan dalam kelas yang sama.
Pelatihan Fungsional adalah pelatihan yang memberikan pengetahuan dan/atau penguasaan keterampilan di bidang tugas yang terkait dengan jabatan fungsional sehingga mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara profesional.
Pelatihan Teknis adalah Pendidikan yang diberikan dalam rangka meningkatkan kompetensi teknis Jabatan Fungsional AKPD sesuai dengan bidang tugasnya.
Job Person Match (Kesesuaian Pekerjaan dengan Kompetensi Seseorang) __ yang selanjutnya disingkat JPM adalah kesesuaian Kompetensi Manajerial dan Kompetensi Sosial Kultural yang dimiliki pegawai negeri sipil dengan kompetensi jabatan yang dipersyaratkan.
Ketentuan ayat (3) Pasal 11 diubah dan ditambahkan tiga ayat yakni ayat (4), ayat (5), dan ayat (6), sehingga Pasal 11 berbunyi sebagai berikut:
Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Relevan terhadap
Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri melakukan pengawasan pelaksanaan Perda mengenai Pajak dan Retribusi dan/atau peraturan pelaksanaannya yartg berpotensi:
bertentangan dengan kepentingan umum;
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi;
tidak sesuai dengan kebijakan fiskal nasional; dan/atau
menghambat ekosistem investasi dan kemudahan dalam berusaha. Pasal 130 (l) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 dilakukan berdasarkan:
laporan hasil pemantauan;
laporan masyarakat;
pemberitaan media;
kunjungan lapangan;
analisis perkembangan realisasi Pajak dan Retribusi; dan/atau
sumber informasi lainnya. (21 Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129, menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri berkoordinasi dengan kementerian/lembaga teknis terkait dan/atau Pemerintah Daerah terkait.
Dalam hal berdasarkan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 terdapat pelanggaran dan/atau ketidaksesuaian, Menteri merekomendasikan perubahan atas Perda mengenai Pajak dan Retribusi dan/atau peraturan pelaksanaannya kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri. (41 Dalam hal terjadi pelanggaran dan/atau ketidaksesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menghasilkan pungutan atau dengan sebutan lain yang dipungut oleh Kepala Daerah diluar yang diatur dalam Undang-Undang mengenai Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Kepala Daerah wajib menghentikan pungutan berdasarkan rekomendasi menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri. (5) Atas hasil pungutan atau dengan sebutan lain yang dipungut oleh Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4), wajib disetorkan seluruhnya ke kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 131 (l) Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri menyampaikan surat pemberitahuan kepada Kepala Daerah berdasarkan rekomendasi Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal f 30 ayat (3), paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal surat rekomendasi diterima. (21 Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
pelanggaran dan/atau ketidaksesuaian Perda mengenai Pajak dan Retribusi dan/atau peraturan pelaksanaannya;
rekomendasi perubahan Perda mengenai Pajak dan Retribusi dan/atau peraturan pelaksanaannya; dan
rekomendasi penghentian Pemungutan Paj ak dan/atau Retribusi.
Kepala Daerah wajib melakukan perubahan Perda mengenai Pajak dan Retribusi dan/atau peraturan pelaksanaannya berdasarkan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan diterima. (41 Dalam hal Kepala Daerah tidak melakukan perubahan Perda mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri menyampaikan rekomendasi kepada Menteri untuk memberikan sanksi kepada Kepala Daerah. (5) Perubahan Perda mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib disampaikan kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal penetapan Perda mengenai Pajak dan Retribusi. Paragraf 5 Sanksi Administratif Terkait Evaluasi Raperda dan Evaluasi Perda
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan kelebihan pembayaran PKB yang disebabkan oleh keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat ^(9) dan/atau kelebihan pembayaran BBNKB kepada gubernur, pengembalian kelebihan pembayaran PKB dan/atau BBNKB termasuk memperhitungkan pengembalian kelebihan pembayaran Opsen PKB dan/atau Opsen BBNKB. (21 Dalam hal permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (l ) disetujui, gubernur menerbitkan SKPDLB PKB dan/atau SKPDLB BBNKB dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 105. (3) Salinan SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat ^(2) disampaikan kepada bupati/wali kota, pada hari penerbitan atau paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat ^(2) diterbitkan. (4) Gubernur mengembalikan kelebihan pembayaran PKB dan Opsen PKB, atau BBNKB dan Opsen BBNKB kepada Wajib Pajak berdasarkan SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ^paling lama 2 ^(dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB. Paragraf 5 Pengembalian Kelebihan Pembayaran Opsen Pajak MBLB Pasal 111 (1) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan kelebihan pembayaran Pajak MBLB kepada bupati/wali kota, pengembalian kelebihan pembayaran Pajak MBLB termasuk memperhitungkan pengembalian kelebihan pembayaran Opsen Pajak MBLB. (21 Dalam hal permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, bupati/wali kota menerbitkan SKPDLB Pajak MBLB dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal lO5. (3) Salinan SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada gubernur, paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan. (4) Gubernur menerbitkan SKPDLB Opsen Pajak MBLB berdasarkan SKPDLB Pajak MBLB, pada hari penerbitan atau paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak salinan SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat ^(3) diterima. (5) Gubernur dan bupati/wali kota mengembalikan kelebihan pembayaran Pajak MBLB dan Opsen Pajak MBLB kepada Wajib Pajak berdasarkan SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (41, paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB. Paragraf 6 Sinergi Pemungutan Opsen Pasal 112 (1) Dalam rangka optimalisasi penerimaan:
PKB dan Opsen PKB; dan
BBNKB dan Opsen BBNKB, Pemerintah Daerah provinsi bersinergi dengan Pemerintah Daerah kabupaten/kota. (21 Dalam rangka optimalisasi penerimaan Pajak MBLB dan Opsen Pajak MBLB, Pemerintah Daerah kabupaten/kota bersinergi dengan Pemerintah Daerah provinsi. (3) Sinergi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berupa sinergi pendanaan untuk biaya yang muncul dalam Pemungutan PKB, Opsen PKB, BBNKB, Opsen BBNKB, Pajak MBLB, dan Opsen Pajak MBLB, atau bentuk sinergi lainnya. Pasal 113 (1) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemungutan Opsen PKB dan Opsen BBNKB dan bentuk sinergi antara provinsi dan kabupaten/kota dalam implementasi kebijakan yang berdampak pada Pemungutan PKB, Opsen PKB, BBNKB, dan Opsen BBNKB, diatur dalam Perkada provinsi di wilayah kabupaten / kota tersebut berada. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemungutan Opsen Pajak MBLB dan bentuk sinergi antara kabupaten/kota dan provinsi dalam implementasi kebijakan ^yang berdampak pada Pemungutan Pajak MBLB dan Opsen Pajak MBLB, diatur dalam Perkada kabupaten/kota di dalam wilayah provinsi. Paragraf 7 Rekonsiliasi Pajak Pasal I 14 (1) Kepala Daerah pada provinsi yang bersangkutan, dan bank tempat pembayaran PKB, BBNKB, dan ^Pajak MBLB melakukan rekonsiliasi data ^penerimaan ^PKB, BBNKB, dan Pajak MBLB serta Opsen PKB, Opsen BBNKB, dan Opsen Pajak MBLB setiap triwulan. REPIIBLIK INDONESIA (2) Rekonsiliasi data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mencocokkan:
SKPD atau SPTPD;
SSPD;
rekening koran bank; dan
dokumen penyelesaian kekurangan pembayaran Pajak dan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak. Bagian Kedua Puluh Tiga Kerja Sama Optimalisasi Pemungutan Pajak dan Pemanfaatan Data Paragraf 1 Kerja Sama Optimalisasi Pemungutan Pajak Pasal 115 (l) Dalam upaya mengoptimalkan penerimaan Pajak, Pemerintah Daerah dapat melaksanakan kerja sama optimalisasi Pemungutan Pajak dengan:
Pemerintah;
Pemerintah Daerah lain; dan/atau
pihak ketiga. (21 Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (l) meliputi:
pertukaran dan/atau pemanfaatan data dan/atau informasi perpajakan, perizinan, serta data dan/atau informasi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
pengawasan Wajib Pajak bersama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
pemanfaatan program atau kegiatan ^peningkatan pelayanan kepada masyarakat, khususnya di bidang perpajakan;
pendampingan dan dukungan kapasitas di bidang perpajakan;
peningkatan pengetahuan dan kemampuan aparatur atau sumber daya manusia di bidang perpajakan;
penggunaan jasa layanan pembayaran oleh pihak ketiga; dan
kegiatan lainnya yang dipandang perlu untuk dilaksanakan dengan didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik serta saling menguntungkan. (3) Kerja sama yang dapat dilaksanakan bersama dengan Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b meliputi bentuk kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf e dan/atau huruf g. (41 Kerja sama yang dapat dilaksanakan bersama dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi bentuk kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c sampai dengan huruf ^g. Pasal 116 (1) Pemerintah Daerah dapat:
mengajukan penawaran kerja sama kepada pihak yang dituju sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 ayat (l ); dan
menerima penawaran kerja sama dari pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 ayat (l). (21 Kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 ayat (21 dituangkan dalam dokumen perjanjian kerja sama atau dokumen lain yang disepakati para pihak.
Khusus untuk bentuk kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 ayat (2) huruf a, dokumen perjanjian kerja sama ditetapkan oleh Kepala Daerah bersama mitra kerja sama. (4) Dokumen perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit mengatur ketentuan mengenai:
subjek kerja sama;
maksud dan tujuan;
ruang lingkup;
hak dan kewajiban para pihak yang terlibat;
^jangka waktu perjanjian;
sumber pembiayaan;
penyelesaian perselisihan;
sanksi;
korespondensi; dan
perubahan. Paragraf 2 Penghimpunan Data dan/atau Informasi Elektronik dalam Pemungutan Pajak Pasal 117 (1) Dalam rangka optimalisasi Pemungutan Pajak, Pemerintah Daerah dapat meminta data dan/atau informasi kepada pelaku usaha penyedia sarana komunikasi elektronik yang digunakan untuk transaksi perdagangan. (2) Data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa data dan/atau informasi yang berkaitan dengan orang pribadi atau Badan yang terdaftar dan memiliki peredaran usaha. BAB IV PAJAK DAN RETRIBUSI DALAM RANGKA MENDUKUNG KEMUDAHAN BERUSAHA DAN BERINVESTASI SERTA EVALUASI RAPERDA DAN PERDA PAJAK DAN RETRIBUSI Bagian Kesatu Pajak dan Retribusi dalam rangka Mendukung Kemudahan Berusaha dan Berinvestasi Paragraf 1 Penyesuaian Tarif Pajak dan Retribusi Pasal 118 (l) Pemerintah sesuai dengan program prioritas nasional dapat melakukan penyesuaian tarif Pajak dan/atau Retribusi yang telah ditetapkan dalam Perda mengenai Pajak dan/atau Retribusi. (2) Program prioritas nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa proyek strategis nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undan gan. (3) Penyesuaian tarif Pajak dan/atau Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (l) ditetapkan dengan Peraturan Presiden. (4) Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit mengatur:
proyek strategis nasional yang mendapat fasilitas penyesuaian tarif;
jenis Pajak dan/atau Retribusi yang akan disesuaikan;
besaran penyesuaian tarif;
mulai berlakunya penyesuaian tarif;
^jangka waktu penyesuaian tarif; dan
Daerah yang melakukan penyesuaian tarif. Pasal 119 (1) Penyesuaian tarif Pajak dan/atau Retribusi untuk program prioritas nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 dikoordinasikan oleh menteri yang mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian bidang perekonomian. (21 Penyesuaian tarif Pajak dan/atau Retribusi untuk program prioritas nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (l) diusulkan oleh menteri yang mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian bidang perekonomian kepada Presiden setelah mendapat pertimbangan dari Menteri. Paragraf 2 Pelaksanaan Pemantauan Penyesuaian Tarif Pajak dan Retribusi Pasal 120 (1) Pemerintah Daerah melaksanakan Pemungutan Pajak dan/atau Retribusi mengikuti besaran tarif yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (3). (21 Kementerian/lembaga teknis terkait melakukan pemantauan atas pelaksanaan Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (4). (3) Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 disampaikan kepada Menteri.
Dalam hal jangka waktu penyesuaian tarif Pajak dan/atau Retribusi yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (3) berakhir, tarif yang ditetapkan dalam Perda mengenai Pajak dan/atau Retribusi dapat diberlakukan kembali. Bagian Kedua Evaluasi dan Pengawasan Pajak dan Retribusi Paragraf I Evaluasi Rancangan Perda Provinsi mengenai Pajak dan Retribusi Pasal 121 (1) Rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi yang telah disetujui bersama oleh DPRD provinsi dan gubernur sebelum ditetapkan wajib disampaikan kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal persetujuan. (21 Rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan gubemur melalui surat permohonan evaluasi dengan melampirkan paling sedikit:
latar belakang dan penjelasan paling sedikit memuat:
dasar pertimbangan penetapan tarif Pajak dan Retribusi;
proyeksi penerimaan Pajak dan Retribusi berdasarkan potensi; dan
dampak terhadap kemudahan berusaha, dan b. berita acara/naskah persetujuan bersama antara DPRD provinsi dan gubernur. REPIJBUK INDONESIA Pasal 122 (1) Evaluasi rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri. (21 Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri melakukan evaluasi terhadap rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 12 (dua belas) hari kerja terhitung sejak tanggal rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi diterima secara lengkap. (3) Evaluasi terhadap r€rncangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi oleh menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menguji kesesuaian antara rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi dengan Undang-Undang mengenai Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, kepentingan umum, dan/atau peraturan perundang-undangan lain yang lebih tinggi. (41 Evaluasi terhadap rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menguji kesesuaian antara rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi dengan kebijakan fiskal nasional. (5) Menteri menyampaikan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri. (6) Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri melakukan sinkronisasi antara hasil evaluasi rancangErn Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi yang disampaikan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan hasil evaluasi oleh menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3). -to2- (71 Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri menyampaikan hasil evaluasi yang telah disinkronisasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada gubernur, paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal surat hasil evaluasi Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterima, dengan tembusan kepada Menteri. (8) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat berupa persetujuan atau penolakan. (9) Dalam hal hasil evaluasi berupa persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 123 (1) Hasil evaluasi berupa penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 ayat (8), disertai dengan alasan penolakan dan rekomendasi perbaikan, dan ditindaklanjuti oleh gubernur bersama DPRD provinsi dengan memperbaiki rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi sesuai dengan rekomendasi perbaikan. (21 Rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kembali kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal surat hasil evaluasi diterima oleh gubernur. (3) Dalam hal rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (21 telah sesuai dengan rekomendasi perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. I Paragraf 2 Evaluasi Rancangan Perda Kabupaten/ Kota mengenai Pajak dan Retribusi Pasal 124 (1) Rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi yang telah disetujui bersama oleh DPRD kabupaten/kota dan bupati/wali kota sebelum ditetapkan wajib disampaikan kepada gubernur, menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri, dan Menteri paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal persetujuan. (21 Rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (l) disampaikan bupati/wali kota melalui surat permohonan evaluasi dengan melampirkan paling sedikit:
latar belakang dan penjelasan paling sedikit memuat:
dasar pertimbangan penetapan tarif Pajak dan Retribusi;
proyeksi penerimaan Pajak dan Retribusi berdasarkan potensi; dan
dampak terhadap kemudahan berusaha, dan b. berita acara/naskah persetujuan bersama antara DPRD kabupaten/kota dan bupati/wali kota. Pasal 125 (1) Evaluasi rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi dilakukan oleh gubernur, menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri, dan Menteri. -to4- (21 Gubernur, menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri, dan Menteri melakukan evaluasi terhadap rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling larna 12 (dua belas) hari keg'a terhitung sejak tanggal rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi diterima secara lengkap. (3) Evaluasi terhadap rancangan Perda kabupaten/ kota mengenai Pajak dan Retribusi oleh gubernur dan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menguji kesesuaian antara rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi dengan Undang-Undang mengenai Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, kepentingan umum, dan/atau peraturan perundang-undangan lain yang lebih tinggi. (4) Evaluasi terhadap rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menguji kesesuaian antara rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi dengan kebijakan fiskal nasional. (5) Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri menyampaikan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (41 kepada gubernur. (6) Gubernur melakukan sinkronisasi antara hasil evaluasi rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi yang disampaikan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dengan hasil evaluasi oleh gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (3). a, PIT*{FTiII REPI.'BLIK INDONESIA (71 Gubernur menyampaikan hasil evaluasi yang telah disinkronisasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada bupati/wali kota, paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal surat hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterima, dengan tembusan kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri. (8) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat berupa persetqjuan atau penolakan. (9) Dalam ha1 hasil evaluasi berupa persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 126 (1) Hasil evaluasi bempa penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 ayat (8), disertai alasan penolakan dan rekomendasi perbaikan, dan ditindaklanjuti oleh bupati/wali kota bersama DPRD kabupaten/ kota dengan memperbaiki rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi sesuai dengan rekomendasi perbaikan. (21 Rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (l) disampaikan kembali kepada gubernur, menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri, dan Menteri paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal surat hasil evaluasi diterima oleh bupati/wali kota. (3) Dalam hal rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (21 telah sesuai dengan rekomendasi perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 3 Evaluasi Perda mengenai Pajak dan Retribusi Pasal 127 (1) Kepala Daerah wajib menyampaikan Perda mengenai Pajak dan Retribusi yang telah ditetapkan kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal ditetapkan. (21 Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri melakukan evaluasi atas Perda mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Evaluasi terhadap Perda mengenai Pajak dan Retribusi oleh menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menguji kesesuaian antara Perda mengenai Pajak dan Retribusi dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum. (4) Evaluasi terhadap Perda mengenai Pajak dan Retribusi oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menguji kesesuaian antara Perda mengenai Pajak dan Retribusi dengan kebijakan fiskal nasional. (5) Dalam hal berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (41, Perda mengenai Pajak dan Retribusi bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dan/atau kebijakan fiskal nasional, Menteri merekomendasikan untuk dilakukan perubahan atas Perda mengenai Pajak dan Retribusi kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri paling lama 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal Perda mengenai Pajak dan Retribusi diterima. -to7- Pasal 128 (1) Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri menyampaikan surat pemberitahuan kepada Kepala Daerah dengan tembusan kepada Menteri berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 ayat (5), paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal surat rekomendasi diterima. (21 Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
pelanggaran dan/atau ketidaksesuaian Perda mengenai Pajak dan Retribusi;
rekomendasi perubahan Perda mengenai Pajak dan Retribusi; dan
rekomendasi penghentian Pemungutan Pajak dan/atau Retribusi. (3) Kepala Daerah wajib melakukan perubahan Perda mengenai Pajak dan Retribusi berdasarkan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam ^jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan diterima. (41 Dalam hal Kepala Daerah tidak melakukan perubahan Perda mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri menyampaikan rekomendasi kepada Menteri untuk memberikan sanksi kepada Kepala Daerah. (5) Perubahan Perda mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib disampaikan kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal penetapan Perda mengenai Pajak dan Retribusi. Paragraf 4 Pengawasan Pelaksanaan Perda mengenai Pajak dan Retribusi
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 231/PMK.03/2019 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, Pengukuhan dan ...
Relevan terhadap
bahwa untuk mendukung penggunaan produk dalam negeri, serta mendorong transparansi dan efisiensi belanja Instansi Pemerintah, perlu diberikan kemudahan dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan bagi wajib pajak dan/atau pengusaha kena pajak sebagai penyedia barang dan/atau jasa dan bagi pihak lain yang terlibat langsung atau memfasilitasi transaksi sehubungan dengan pengadaan melalui sistem informasi pengadaan pemerintah;
bahwa untuk mendukung gerakan nasional nontunai, perlu dilakukan penyesuaian ketentuan mengenai pemungutan pajak bagi Instansi Pemerintah Pusat, Instansi Pemerintah Daerah, dan Instansi Pemerintah Desa yang melakukan belanja dengan menggunakan kartu kredit pemerintah;
bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 231/PMK.03/2019 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, serta Pemotongan dan/atau Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak bagi Instansi Pemerintah belum mengatur kebijakan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b sehingga perlu diubah;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (3c), Pasal 9 ayat (1), dan Pasal 44E ayat (2) huruf a Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Pasal 21 ayat (8) dan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, dan Pasal 16A ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 231/PMK.03/2019 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, serta Pemotongan dan/atau Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak bagi Instansi Pemerintah;
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPh adalah Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan beserta perubahannya.
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah beserta perubahannya.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disingkat NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
Pengusaha Kena Pajak yang selanjutnya disingkat PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang- Undang PPN.
Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat tanda tangan elektronik dan identitas yang menunjukan status subjek hukum para pihak dalam transaksi elektronik yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak atau penyelenggara sertifikasi elektronik.
Pajak Penghasilan yang selanjutnya disingkat PPh adalah Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPh.
PPh Pasal 4 ayat (2) adalah PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh.
PPh Pasal 15 adalah PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Undang-Undang PPh.
PPh Pasal 21 adalah PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang PPh.
PPh Pasal 22 adalah PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang PPh.
PPh Pasal 23 adalah PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Undang-Undang PPh.
PPh Pasal 26 adalah PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Undang-Undang PPh.
Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disingkat PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disingkat PPnBM adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN.
Instansi Pemerintah adalah instansi pemerintah pusat, instansi pemerintah daerah, dan instansi pemerintah desa, yang melaksanakan kegiatan pemerintahan serta memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran.
Instansi Pemerintah Pusat adalah satuan kerja pada kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, kesekretariatan lembaga negara, dan kesekretariatan lembaga nonstruktural, termasuk badan layanan umum, selaku pengguna anggaran pendapatan dan belanja negara yang wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan sesuai standar akuntansi pemerintahan.
Instansi Pemerintah Daerah adalah satuan kerja perangkat daerah provinsi dan satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota, termasuk badan layanan umum daerah, selaku pengguna anggaran pendapatan dan belanja daerah yang wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan sesuai standar akuntansi pemerintahan.
Instansi Pemerintah Desa adalah unit organisasi penyelenggara pemerintahan desa selaku pengguna anggaran pendapatan dan belanja desa yang wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan sesuai standar akuntansi pemerintahan.
Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan yang selanjutnya disingkat KP2KP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala KPP Pratama.
Bukti Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat BPN adalah dokumen yang diterbitkan oleh bank/pos persepsi atas transaksi penerimaan negara dengan teraan nomor transaksi penerimaan negara dan nomor transaksi bank/nomor transaksi pos sebagai sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan surat setoran.
PKP Rekanan Pemerintah adalah PKP yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Instansi Pemerintah.
PKP Instansi Pemerintah adalah Instansi Pemerintah yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
Badan Layanan Umum/Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLU/BLUD adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas, dengan pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menetapkan praktik bisnis yang sehat.
Surat Keterangan Wajib Pajak dikenai PPh atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang selanjutnya disebut Surat Keterangan adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak yang menerangkan bahwa Wajib Pajak dikenai PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai PPh atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu.
Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah yang selanjutnya disebut Sistem Informasi Pengadaan adalah sistem informasi yang digunakan untuk melakukan atau memfasilitasi pengadaan barang dan/atau jasa Instansi Pemerintah melalui penyelenggara perdagangan melalui sarana elektronik.
Marketplace Pengadaan Barang dan/atau Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Marketplace Pengadaan adalah penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik yang memiliki sarana perdagangan melalui sistem elektronik yang digunakan sebagai wadah bagi rekanan pemerintah untuk memberikan penawaran barang dan/atau jasa kepada Instansi Pemerintah.
Ritel Daring Pengadaan Barang dan/atau Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Ritel Daring Pengadaan adalah penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik yang memiliki sarana perdagangan melalui sistem elektronik yang digunakan sendiri untuk memberikan penawaran barang dan/atau jasa kepada Instansi Pemerintah.
Pihak Lain adalah Marketplace Pengadaan atau Ritel Daring Pengadaan yang terlibat langsung atau memfasilitasi transaksi antarpihak yang bertransaksi melalui Sistem Informasi Pengadaan, yang telah ditetapkan oleh kepala lembaga pemerintah yang bertugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan pengadaan barang dan/atau jasa pemerintah atau yang telah ditetapkan oleh pejabat Instansi Pemerintah yang bertugas untuk membuat pedoman pengadaan barang dan/atau jasa.
Uang Persediaan adalah uang muka kerja dalam jumlah tertentu yang diberikan kepada bendahara pengeluaran untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari Instansi Pemerintah atau membiayai pengeluaran yang menurut sifat dan tujuannya tidak mungkin dilakukan melalui mekanisme pembayaran langsung.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Ketentuan Pasal 3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Dukungan Pengembangan Panas Bumi Melalui Penggunaan Dana Pembiayaan Infrastruktur Sektor Panas Bumi pada Perusahaan Perseroan (Persero) PT Sarana Mult ...
Relevan terhadap
Dana PISP digunakan untuk:
mendanai dan/atau membiayai penyediaan Dukungan Pengembangan Panas Bumi;
mendanai kegiatan untuk mendukung peningkatan kinerja pengelolaan Dana PISP dan efektivitas penyediaan Dukungan Pengembangan Panas Bumi serta pengembangan ilmu pengetahuan dan kebijakan publik, terutama di bidang Panas Bumi;
melakukan kegiatan investasi perbendaharaan ( treasury investment activities ); dan
mendanai kegiatan PT SMI lainnya berdasarkan persetujuan Menteri.
Penggunaan Dana PISP untuk kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan rencana pengelolaan yang penyusunannya diselaraskan dengan penyusunan rencana kerja dan anggaran perusahaan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan dan penggunaan Dana PISP ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan. Paragraf 2 Rekening dan Pembukuan
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Dana Pembiayaan Infrastruktur Sektor Panas Bumi yang selanjutnya disebut Dana PISP adalah kerangka pendanaan yang dibentuk secara khusus oleh Menteri Keuangan sebagai sarana untuk mendukung terselenggaranya penyediaan infrastruktur sektor panas bumi.
Panas Bumi adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air, serta batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem panas bumi sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang Panas Bumi.
Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Badan Usaha Milik Negara.
BUMN Panas Bumi adalah BUMN yang didirikan dengan tujuan untuk melakukan pengusahaan Panas Bumi untuk pemanfaatan tidak langsung.
Badan Usaha Panas Bumi adalah badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan hukum Republik Indonesia dengan tujuan untuk melakukan pengusahaan Panas Bumi untuk pemanfaatan tidak langsung.
Badan Usaha Penerima Manfaat Dukungan Eksplorasi adalah pemenang lelang dan/atau Badan Usaha Panas Bumi yang didirikan oleh pemenang lelang, yang mendapatkan manfaat berupa ketersediaan data dan informasi Panas Bumi yang kredibel dari pelaksanaan penyediaan dukungan eksplorasi.
Dana Awal adalah dana penyertaan modal negara yang berasal dari fasilitas dana Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 232/PMK.06/2015 tentang Pelaksanaan Pengalihan Investasi Pemerintah dalam Pusat Investasi Pemerintah Menjadi Penyertaan Modal Negara pada Perusahaan Perseroan (Persero) PT Sarana Multi Infrastruktur.
Data dan Informasi Panas Bumi adalah semua fakta, petunjuk, indikasi dan informasi terkait Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan di bidang Panas Bumi.
Debitur Publik adalah BUMN Panas Bumi, BUMN di bidang energi dan/atau Badan Usaha Panas Bumi yang seluruh atau mayoritas sahamnya dimiliki oleh BUMN Panas Bumi atau BUMN di bidang energi.
Debitur Swasta adalah Badan Usaha Panas Bumi yang bukan merupakan Debitur Publik.
Dukungan Pengembangan Panas Bumi adalah salah satu bentuk fasilitas yang disediakan oleh Menteri Keuangan untuk memitigasi risiko ( de-risking facility ) yang menghambat partisipasi badan usaha dalam penyediaan infrastruktur sektor Panas Bumi.
Eksplorasi adalah rangkaian kegiatan yang meliputi penyelidikan geologi, geofisika, geokimia, pengeboran uji, dan pengeboran sumur eksplorasi yang bertujuan untuk memperoleh informasi geologi bawah permukaan guna menemukan dan mendapatkan perkiraan cadangan panas bumi sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang Panas Bumi.
Dukungan Eksplorasi adalah Dukungan Pengembangan Panas Bumi yang disediakan dalam rangka mendapatkan Data dan Informasi Panas Bumi yang diperlukan untuk penyiapan dan pelelangan wilayah kerja.
Izin Panas Bumi adalah izin untuk melakukan pengusahaan Panas Bumi untuk pemanfaatan tidak langsung pada wilayah kerja tertentu sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang Panas Bumi.
Wilayah Kerja Panas Bumi yang selanjutnya disebut Wilayah Kerja adalah wilayah dengan batas-batas koordinat tertentu yang digunakan untuk pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan di bidang Panas Bumi.
Pelelangan Wilayah Kerja adalah metode penawaran Wilayah Kerja untuk mendapatkan Pemenang Lelang sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan di bidang Panas Bumi yang dilakukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dengan menggunakan Data dan Informasi Panas Bumi yang dihasilkan dari pelaksanaan Dukungan Eksplorasi yang telah dinyatakan layak oleh pihak independen.
Pemenang Lelang adalah pihak yang ditetapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral sebagai pemenang dari Pelelangan Wilayah Kerja sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang Panas Bumi.
Kegagalan Lelang adalah kondisi ketika Pelelangan Wilayah Kerja tidak dapat dilaksanakan atau tidak dapat menghasilkan badan usaha Pemenang Lelang yang bukan merupakan akibat dari ketidaklayakan Data dan Informasi Panas Bumi yang dihasilkan dari Dukungan Eksplorasi.
Kerja Sama Pendanaan adalah kerja sama dalam rangka penyediaan Dana PISP untuk membiayai penyediaan dan pelaksanaan Dukungan Pengembangan Panas Bumi.
Kompensasi Penugasan Dukungan Eksplorasi adalah kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan mengenai penugasan khusus BUMN dalam peraturan perundang-undangan mengenai BUMN, untuk pelaksanaan Penugasan Dukungan Eksplorasi.
Kompensasi Penugasan Pembiayaan Eksplorasi adalah kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan mengenai penugasan khusus BUMN dalam peraturan perundang-undangan mengenai BUMN, untuk pelaksanaan Penugasan Pembiayaan Eksplorasi.
Pemanfaatan Tidak Langsung adalah kegiatan pengusahaan pemanfaatan Panas Bumi dengan melalui proses pengubahan energi panas dan/atau fluida menjadi energi listrik sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang Panas Bumi.
Penanggungan Risiko adalah penanggungan atas seluruh atau sebagian dari dampak terjadinya risiko terhadap kinerja dan/atau kesinambungan Dana PISP dan/atau PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero), yang berfungsi sebagai sarana pemulihan terhadap Dana PISP yang telah digunakan.
Penugasan Dukungan Eksplorasi adalah penugasan khusus sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai BUMN untuk menyediakan dan melaksanakan Dukungan Eksplorasi.
Penugasan Pembiayaan Eksplorasi adalah penugasan khusus sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai BUMN untuk menyediakan Pembiayaan Eksplorasi.
Perjanjian Dukungan Eksplorasi adalah perjanjian yang dibuat dalam rangka pelaksanaan Penugasan Dukungan Eksplorasi.
Perjanjian Kerja Sama Pendanaan adalah perjanjian yang dibuat dalam rangka pelaksanaan Kerja Sama Pendanaan.
Perjanjian Pembiayaan Eksplorasi adalah perjanjian yang dibuat dalam rangka pelaksanaan Penugasan Pembiayaan Eksplorasi.
Perjanjian Pembayaran Kompensasi Penugasan Dukungan Eksplorasi adalah perjanjian yang dibuat dalam rangka pelaksanaan pembayaran Kompensasi Penugasan Dukungan Eksplorasi.
Perjanjian Penanggungan Risiko adalah perjanjian yang dibuat dalam rangka melaksanakan Penanggungan Risiko.
Perusahaan Perseroan (Persero) PT Sarana Multi Infrastruktur yang selanjutnya disebut PT SMI adalah BUMN yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2007 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Pembiayaan Infrastruktur sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2007 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Pembiayaan Infrastruktur.
Perusahaan Perseroan (Persero) PT Geo Dipa Energi yang selanjutnya disebut PT GDE adalah BUMN yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2011 tentang Penetapan PT Geo Dipa Energi sebagai Perusahaan Perseroan (Persero) PT Geo Dipa Energi.
Perusahaan Perseroan (Persero) PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia yang selanjutnya disebut PT PII adalah BUMN yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2009 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Penjaminan Infrastruktur sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2009 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Penjaminan Infrastruktur.
Pembiayaan Eksplorasi adalah Dukungan Pengembangan Panas Bumi berupa pemberian pinjaman dan/atau bentuk pembiayaan lainnya dalam rangka penyiapan studi kelayakan.
Studi Kelayakan adalah kajian untuk memperoleh informasi secara terperinci terhadap seluruh aspek yang berkaitan untuk menentukan kelayakan teknis, ekonomis, dan lingkungan atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan Pemanfaatan Tidak Langsung yang diusulkan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang Panas Bumi.
Survei Pendahuluan adalah kegiatan yang meliputi pengumpulan, analisis dan penyajian data yang berhubungan dengan informasi kondisi geologi, geofisika dan geokimia, serta survei landaian suhu apabila diperlukan, untuk memperkirakan letak serta ada atau tidaknya sumber daya Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang Panas Bumi.
Wilayah Terbuka Panas Bumi yang selanjutnya disebut Wilayah Terbuka adalah wilayah yang diduga memiliki potensi Panas Bumi di luar batas-batas koordinat Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang Panas Bumi.
Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal adalah pejabat pimpinan tinggi madya di lingkungan Kementerian Keuangan yang menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan pembiayaan dan risiko keuangan negara.
Komite Bersama adalah komite yang dibentuk oleh Menteri untuk menunjang kelancaran pengelolaan Dana PISP dan/atau penyediaan Dukungan Pengembangan Panas Bumi.
Pelaksanaan penugasan Dukungan Eksplorasi yang didasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dituangkan dalam Perjanjian Dukungan Eksplorasi.
Perjanjian Dukungan Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh:
Direktur Jenderal;
direktur jenderal pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang melaksanakan tugas dan bertanggung jawab atas perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan Panas Bumi;
kepala badan pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang melaksanakan tugas menyelenggarakan penelitian, penyelidikan, dan pelayanan di bidang Panas Bumi;
Direksi PT SMI; dan
Direksi PT GDE.
Perjanjian Dukungan Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat komitmen Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral mengenai paling kurang:
pelaksanaan Pelelangan Wilayah Kerja dengan menggunakan Data dan Informasi Panas Bumi yang telah dinyatakan layak oleh pihak independen;
pembahasan dengan Komite Bersama mengenai jadwal pelaksanaan Pelelangan Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam huruf a, yang dilakukan:
paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah hasil asesmen pihak independen menyatakan bahwa Data dan Informasi Panas Bumi memiliki kelayakan;
paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah Data dan Informasi Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam huruf a telah diserahkan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral; dan/atau
pada waktu lainnya yang ditentukan oleh Komite Bersama;
pelaksanaan koordinasi penyusunan dokumen lelang dengan Komite Bersama dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero);
dalam dokumen lelang sebagaimana dimaksud dalam huruf c, dicantumkan hal sebagai berikut:
jumlah Kompensasi Penugasan Dukungan Eksplorasi yang dibebankan kepada Badan Usaha Penerima Manfaat Dukungan Eksplorasi;
kewajiban Badan Usaha Penerima Manfaat Dukungan Eksplorasi untuk membayar jumlah Kompensasi Penugasan Dukungan Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 kepada PT SMI; dan
kewajiban Badan Usaha Penerima Manfaat Dukungan Eksplorasi untuk menandatangani Perjanjian Pembayaran Kompensasi Penugasan Dukungan Eksplorasi dengan PT SMI;
pemberian sanksi atas kegagalan atau kelalaian dalam melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam huruf d berupa penundaan penerbitan Izin Panas Bumi kepada Badan Usaha Penerima Manfaat Dukungan Eksplorasi dan/atau bentuk sanksi lainnya yang dapat diberikan berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang Panas Bumi; dan
kewajiban pembayaran harga Data dan Informasi Panas Bumi sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan mengenai Panas Bumi kepada Badan Usaha Penerima Manfaat Dukungan Eksplorasi, kecuali atas persetujuan terlebih dahulu dari Menteri setelah mendengar masukan, pertimbangan dan/atau rekomendasi dari Komite Bersama.
Perjanjian Dukungan Eksplorasi harus melampirkan rencana kerja dan anggaran biaya dalam rangka pelaksanaan Dukungan Eksplorasi yang telah disetujui oleh Komite Bersama.
Perjanjian Dukungan Eksplorasi memuat ketentuan mengenai:
status dan perlakuan aset selain Data dan Informasi Panas Bumi dari pelaksanaan Dukungan Eksplorasi oleh PT GDE; dan
tata cara penyerahan atas aset sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, kementerian, lembaga dan/atau pihak lain yang berhak atas aset tersebut.
Penugasan Dukungan Eksplorasi berlaku sejak tanggal penandatanganan Perjanjian Dukungan Eksplorasi atau tanggal lainnya yang ditetapkan dalam perjanjian tersebut sampai dengan:
tanggal penghentian Perjanjian Dukungan Eksplorasi, dalam hal terjadi risiko eksplorasi/risiko politik atau tanggal lainnya, yang seluruhnya ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan rekomendasi Komite Bersama; atau b. tanggal penyerahan Data dan Informasi Panas Bumi oleh Menteri kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.
Perjanjian Dukungan Eksplorasi yang telah ditandatangani, termasuk rencana kerja dan anggaran biaya yang dilampirkan dalam perjanjian tersebut, dapat diubah berdasarkan persetujuan dari Komite Bersama.
Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Negara
Relevan terhadap
Menteri Keuangan selaku Pengelola Barang bertugas:
melakukan penelitian atas usulan RKBMN;
melakukan penelaahan atas usulan RKBMN;
melakukan penelitian atas Usulan Perubahan RKBMN;
melakukan penelaahan atas Usulan Perubahan RKBMN; dan
melakukan tugas lainnya di bidang Perencanaan Kebutuhan BMN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Keuangan selaku Pengelola Barang berwenang dan bertanggung jawab untuk:
memberikan persetujuan atas usulan RKBMN;
memberikan persetujuan atas Usulan Perubahan RKBMN;
menandatangani RKBMN Hasil Penelahaan; dan
melakukan kewenangan lainnya di bidang Perencanaan Kebutuhan BMN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tugas Menteri Keuangan selaku Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh:
Direktur Jenderal; dan
pejabat struktural di lingkungan Direktorat Jenderal.
Kewenangan Menteri Keuangan selaku Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilimpahkan kepada:
Direktur Jenderal dalam bentuk subdelegasi; dan
pejabat struktural di lingkungan Direktorat Jenderal yang mempunyai tugas melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang BMN dalam bentuk mandat.
Kewenangan subdelegasi pada Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dilimpahkan dalam bentuk mandat kepada pejabat struktural di lingkungan Direktorat Jenderal.
Pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur pelimpahan kewenangan Menteri Keuangan dalam bentuk mandat kepada pejabat struktural di lingkungan Kementerian Keuangan.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan BMN.
Pengguna Barang adalah Menteri/Pimpinan Lembaga yang bertanggung jawab atas penggunaan BMN pada Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.
Kuasa Pengguna Barang adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh Pengguna Barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Kementerian Negara/Lembaga yang selanjutnya disingkat APIP K/L adalah Inspektorat Jenderal/Inspektorat Utama/Inspektorat atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri/Pimpinan Lembaga.
Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Lembaga adalah organisasi non Kementerian Negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan BMN.
Direktorat Jenderal adalah unit organisasi eselon I pada Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan BMN.
Perencanaan Kebutuhan BMN adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan BMN untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang.
Rencana Kebutuhan BMN yang selanjutnya disingkat RKBMN adalah dokumen perencanaan BMN untuk periode 1 (satu) tahun.
RKBMN Hasil Penelaahan adalah RKBMN yang telah ditelaah dan ditandatangani oleh Pengelola Barang dan Pengguna Barang.
Usulan Perubahan RKBMN adalah dokumen RKBMN Hasil Penelaahan yang diusulkan untuk dilakukan perubahan.
Rencana Strategis Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disebut Renstra-K/L adalah dokumen perencanaan Kementerian/Lembaga untuk periode 5 (lima) tahun.
Standar Barang adalah spesifikasi barang yang ditetapkan sebagai acuan perhitungan pengadaan dan penggunaan BMN dalam Perencanaan Kebutuhan Kementerian/Lembaga.
Standar Kebutuhan adalah satuan jumlah barang yang dibutuhkan sebagai acuan perhitungan pengadaan dan penggunaan BMN dalam Perencanaan Kebutuhan Kementerian/Lembaga.
Daftar Hasil Pemeliharaan BMN adalah dokumen yang memuat informasi mengenai pemeliharaan dalam 1 (satu) tahun anggaran atas BMN yang berada di dalam penguasaan Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang.
Daftar Barang adalah daftar yang memuat data BMN.
Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Sewa Ruangan atau Bangunan kepada Pedagang Eceran yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2021 ...
Relevan terhadap
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6485);
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98); __ 8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.02/2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Penelaahan, dan Penetapan Alokasi Anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara, dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1775) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.02/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.02/2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Penelaahan, dan Penetapan Alokasi Anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara, dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 808); __ 9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1745); __ 10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/PMK.02/2020 tentang Tata Cara Penggunaan dan Pergeseran Anggaran pada Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1034) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan __ Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.02/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/PMK.02/2020 tentang Tata Cara Penggunaan dan Pergeseran Anggaran pada Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 201); __ 11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 208/PMK.02/2020 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2021 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1561); __
Jabatan Fungsional Analis Kebijakan di Lingkungan Kementerian Keuangan
Relevan terhadap 7 lainnya
bahwa untuk meningkatkan profesionalisme, pilihan pengembangan karier, serta efektivitas dan kinerja organisasi, khususnya pada unit kerja di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas melaksanakan analisis, perumusan, dan penetapan aturan atau kebijakan, perlu menggunakan Jabatan Fungsional Analis Kebijakan di lingkungan Kementerian Keuangan;
bahwa pengaturan pelaksaanaan penggunaan Jabatan Fungsional Analis Kebijakan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bersama Kepala Lembaga Administrasi Negara dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 16 Tahun 2014 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2013 tentang Jabatan Fungsional Analis Kebijakan dan Angka Kreditnya, belum dapat mengakomodir kebutuhan terkait penggunaan Jabatan Fungsional Analis Kebijakan di lingkungan Kementerian Keuangan;
bahwa sehubungan dengan huruf a dan huruf b, perlu menyusun pengaturan lebih lanjut terkait dengan tata kelola, pembinaan, pelaksanaan tugas, mekanisme kerja, penilaian kinerja, dan standar kompetensi Jabatan Fungsional Analis Kebijakan;
bahwa melalui surat Nomor 2075/D.1.4/JFT.06 tanggal 25 Mei 2018, Lembaga Administrasi Negara selaku Instansi Pembina Jabatan Fungsional Analis Kebijakan telah memberikan persetujuan penyusunan pengaturan penggunaan jabatan fungsional Analis Kebijakan di lingkungan kementerian keuangan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Jabatan Fungsional Analis Kebijakan di Lingkungan Kementerian Keuangan;
Kode etik Analis Kebijakan di lingkungan Kementerian Keuangan mengacu pada kode etik Analis Kebijakan yang ditetapkan oleh organisasi profesi Analis Kebijakan dan kode etik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Keuangan.