Tata Cara Revisi Anggaran
Relevan terhadap
Revisi Anggaran berupa perubahan anggaran BA BUN meliputi:
Perubahan alokasi anggaran Pembayaran Program Pengelolaan Subsidi;
Perubahan alokasi anggaran kewajiban yang timbul dari penggunaan dana Saldo Anggaran Lebih, Penarikan Pinjaman Tunai, dan/atau penerbitan SBN sebagai akibat tambahan pembiayaan;
Perubahan alokasi anggaran pembayaran bunga utang;
Perubahan alokasi anggaran pembayaran cicilan/pelunasan pokok utang;
Perubahan alokasi anggaran kewajiban penjaminan Pemerintah;
Perubahan angggaran belanja yang bersumber dari hibah, termasuk hibah yang diterushibahkan;
Perubahan anggaran belanja dalam rangka penanggulangan bencana;
Perubahan anggaran belanja yang bersumber dari pinjaman luar negeri;
Perubahan pagu anggaran transfer ke daerah dan dana desa;
Perubahan pembayaran investasi pada organisasi/lembaga keuangan internasional/badan usaha internasional sebagai akibat dari perubahan kurs;
Pergeseran anggaran dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) ke bagian anggaran Kementerian/Lembaga; dan/atau
Penambahan alokasi pembiayaan investasi pada badan layanan umum yang bersumber dari kas badan layanan umum.
Revisi Anggaran berupa pergeseran anggaran antar- subbagian dalam BA BUN meliputi:
Pembayaran Program Pengelolaan Subsidi;
Kurang salur/bayar subsidi, transfer ke daerah dan dana desa;
Pergeseran anggaran dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) untuk pemberian bantuan dan/atau hibah kepada pemerintah daerah dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
Memenuhi kekurangan alokasi anggaran untuk belanja hibah ke luar negeri sebagai akibat adanya selisih kurs;
Pergeseran anggaran pembayaran kewajiban utang sebagai dampak dari perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang;
Pemenuhan kewajiban negara sebagai akibat dari keikutsertaan sebagai anggota organisasi internasional;
Penggunaan anggaran dalam BA BUN yang belum dialokasikan dalam DIPA BUN;
Pengesahan atas pendapatan/belanja/pembiayaan anggaran untuk subbagian anggaran BA BUN yang telah dilakukan pada Tahun Anggaran sebelumnya;
Pergeseran anggaran dalam rangka pemberian hibah kepada Pemerintah Asing/Lembaga Asing dan pengesahan atas pemberian hibah kepada Pemerintah Asing/Lembaga Asing yang bersumber dari dana hasil kelolaan Lembaga Dana Kerja Sama Pembangunan Internasional;
Perubahan anggaran Program Pengelolaan Transaksi Khusus terkait pembayaran Klaim Loss Limit yang bersumber dari Cadangan Penjaminan Pemerintah; dan/atau k. Pergeseran anggaran lainnya sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penggunaan dan pergeseran anggaran pada Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08).
Revisi Anggaran berupa perubahan/pergeseran anggaran BA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan peruntukan dan mempertahankan persentase anggaran pendidikan dan anggaran kesehatan.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Revisi Anggaran adalah perubahan rincian anggaran yang telah ditetapkan berdasarkan Undang-Undang mengenai APBN dan disahkan dalam daftar isian pelaksanaan anggaran Tahun Anggaran berkenaan.
Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat Pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Lembaga adalah organisasi non-Kementerian dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran Kementerian/Lembaga.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga.
Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing PPA BUN baik di kantor pusat maupun kantor daerah atau satuan kerja di Kementerian/Lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Kuasa Bendahara Umum Negara, yang selanjutya disebut Kuasa BUN, adalah pejabat yang diangkat oleh BUN untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran dalam wilayah kerja yang ditetapkan.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang digunakan sebagai acuan PA dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN 12. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat DIPA BUN adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh KPA BUN.
DIPA Petikan adalah DIPA per satuan kerja yang dicetak secara otomatis melalui sistem, yang berisi mengenai informasi kinerja, rincian pengeluaran, rencana penarikan dana dan perkiraan penerimaan, dan catatan, yang berfungsi sebagai dasar dalam pelaksanaan kegiatan satuan kerja.
Pagu Anggaran adalah alokasi anggaran yang ditetapkan dalam DIPA untuk mendanai belanja Pemerintah Pusat dan/atau pembiayaan anggaran dalam APBN Tahun Anggaran berkenaan.
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disingkat RKA-K/L adalah dokumen rencana keuangan tahunan Kementerian/Lembaga yang disusun menurut bagian anggaran Kementerian/Lembaga.
Rencana Kerja dan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKA BUN adalah dokumen perencanaan anggaran BA BUN yang memuat rincian kebutuhan dana baik yang berbentuk anggaran belanja maupun pembiayaan untuk pemenuhan kewajiban Pemerintah Pusat dan transfer ke daerah dan dana desa tahunan yang disusun oleh KPA BUN.
Satuan Kerja yang selanjutnya disebut Satker adalah bagian dari suatu unit organisasi pada Kementerian/ Lembaga yang melaksanakan 1 (satu) atau beberapa program/kegiatan dan membebani dana APBN.
Penelaahan Revisi Anggaran yang selanjutnya disebut Penelaahan adalah forum yang diselenggarakan dalam rangka untuk menilai usulan Revisi Anggaran yang disampaikan oleh Kementerian/Lembaga atau PPA BUN.
Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut RDP BUN adalah dokumen perencanaan anggaran BA BUN yang merupakan himpunan RKA BUN.
Daftar Hasil Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disingkat DHP RKA-K/L adalah dokumen yang berisi rangkuman RKA- K/L per unit eselon I dan program dalam suatu Kementerian/Lembaga yang ditetapkan berdasarkan hasil penelaahan.
Daftar Hasil Penelaahan Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat DHP RDP BUN adalah dokumen hasil penelaahan RDP BUN yang memuat alokasi anggaran menurut unit organisasi, fungsi, dan program yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Anggaran atau pejabat yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran.
Rumusan Informasi Kinerja adalah rumusan yang ditetapkan sebagai acuan dalam pelaksanaan program dan kegiatan termasuk sasaran kinerja yang akan dicapai serta indikator sebagai alat ukur pencapaian kinerja meliputi rumusan program, hasil ( outcome ), kegiatan, keluaran ( output ), indikator kinerja utama, dan indikator kinerja kegiatan.
Program adalah penjabaran dari kebijakan sesuai dengan visi dan misi Kementerian/Lembaga yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi eselon I atau unit Kementerian/Lembaga yang berisi kegiatan untuk mencapai hasil ( outcome ) dengan indikator kinerja yang terukur.
Kegiatan adalah penjabaran dari Program yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi unit Eselon II/Satker atau penugasan tertentu Kementerian/Lembaga yang berisi komponen Kegiatan untuk mencapai keluaran ( output ) dengan indikator kinerja yang terukur.
Prioritas Nasional adalah program/kegiatan/proyek untuk pencapaian Sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional dan kebijakan Presiden lainnya.
Belanja Operasional adalah anggaran yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan sebuah Satker dalam melaksanakan tugas dan fungsinya berupa belanja pegawai operasional dan belanja barang operasional.
Pemberian Pinjaman adalah pinjaman Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Lembaga, dan/atau badan lainnya yang harus dibayar kembali dengan ketentuan dan persyaratan tertentu.
Penerusan Hibah adalah hibah yang diterima oleh Pemerintah yang diterushibahkan atau diteruspinjamkan kepada Pemerintah Daerah atau dipinjamkan kepada Badan Usaha Milik Negara sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai tata cara penerimaan hibah sepanjang diatur dalam perjanjian hibah.
Rupiah Murni Pendamping adalah dana rupiah murni yang harus disediakan Pemerintah untuk mendampingi pinjaman dan/atau hibah luar negeri.
Lanjutan Pelaksanaan Kegiatan/Proyek Pinjaman Luar Negeri dan/atau Pinjaman Dalam Negeri yang selanjutnya disebut Lanjutan Pelaksanaan Kegiatan Pinjaman adalah penggunaan kembali sisa Pagu Anggaran satu Tahun Anggaran sebelumnya yang bersumber dari pinjaman luar negeri dan/atau pinjaman dalam negeri sepanjang masih terdapat sisa alokasi komitmen pinjaman luar negeri dan/atau pinjaman dalam negeri serta masih dalam masa penarikan.
Lanjutan Pelaksanaan Kegiatan/Proyek Hibah Luar Negeri dan/atau Hibah Dalam Negeri yang selanjutnya disebut Lanjutan Pelaksanaan Kegiatan Hibah adalah penggunaan kembali sisa Pagu Anggaran satu Tahun Anggaran sebelumnya yang bersumber dari hibah luar negeri dan/atau hibah dalam negeri sepanjang masih terdapat sisa alokasi komitmen hibah luar negeri dan/atau hibah dalam negeri serta masih dalam masa penarikan.
Percepatan Pelaksanaan Kegiatan/Proyek Pinjaman Luar Negeri dan/atau Pinjaman Dalam Negeri yang selanjutnya disebut Percepatan Pelaksanaan Kegiatan Pinjaman adalah tambahan Pagu Anggaran yang berasal dari sisa komitmen pinjaman luar negeri dan/atau pinjaman dalam negeri yang belum ditarik untuk memenuhi kebutuhan pendanaan kegiatan untuk percepatan penyelesaian pekerjaan dan/atau memenuhi kebutuhan anggaran yang belum tersedia pada Tahun Anggaran berkenaan.
Percepatan Pelaksanaan Kegiatan/Proyek Hibah Luar Negeri dan/atau Hibah Dalam Negeri yang selanjutnya disebut Percepatan Pelaksanaan Kegiatan Hibah adalah tambahan Pagu Anggaran yang berasal dari sisa komitmen pinjaman luar negeri dan/atau pinjaman dalam negeri yang belum ditarik untuk memenuhi kebutuhan pendanaan kegiatan untuk percepatan penyelesaian pekerjaan dan/atau memenuhi kebutuhan anggaran yang belum tersedia pada Tahun Anggaran berkenaan.
Program Pemulihan Ekonomi Nasional yang selanjutnya disebut Program PEN adalah rangkaian kegiatan untuk pemulihan perekonomian nasional yang merupakan bagian dari kebijakan keuangan negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah untuk mempercepat penanganan pandemi Corona Virus Disease 20l9 (COVID- 19) dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi nasional.
Pengeluaran yang tidak diperkenankan ( Ineligible Expenditure ) adalah pengeluaran-pengeluaran yang tidak diperkenankan dibiayai dari dana pinjaman/hibah luar negeri karena tidak sesuai dengan naskah perjanjian pinjaman dan/atau hibah luar negeri.
Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/ Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga adalah pejabat eselon I selaku penanggung jawab Program yang memiliki alokasi anggaran (portofolio) pada bagian anggaran Kementerian/Lembaga.
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Kementerian Negara/Lembaga yang selanjutnya disingkat APIP K/L adalah Inspektorat Jenderal/Inspektorat Utama/ Inspektorat atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern yang bertanggung jawab langsung kepada menteri/pimpinan lembaga.
Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN meliputi surat utang negara dan surat berharga syariah negara.
Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN atau dapat disebut sukuk negara adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
Surat Penetapan Pergeseran anggaran belanja antar- subbagian dalam BA BUN, yang selanjutnya disingkat SPP BA BUN adalah dokumen alokasi anggaran yang ditetapkan dalam rangka pergeseran anggaran belanja antar-subbagian anggaran dalam BA BUN untuk suatu kegiatan.
Surat Penetapan Satuan Anggaran Bagian Anggaran 999.08 yang selanjutnya disingkat SP SABA 999.08 adalah dokumen alokasi anggaran yang ditetapkan untuk suatu Kegiatan, yang dilakukan pergeseran anggaran belanjanya dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) ke bagian anggaran Kementerian/Lembaga.
Sistem Aplikasi adalah sistem informasi atau aplikasi yang dibangun oleh Kementerian Keuangan untuk mendukung proses penyusunan dan penelaahan anggaran, pengesahan DIPA, dan perubahan DIPA.
Sisa Anggaran Kontraktual adalah selisih lebih antara alokasi anggaran rincian keluaran ( output ) yang tercantum dalam DIPA dengan nilai kontrak pengadaan barang/jasa untuk menghasilkan rincian keluaran ( output ) sesuai dengan volume rincian keluaran ( output ) yang ditetapkan dalam DIPA.
Sisa Anggaran Swakelola adalah selisih lebih antara alokasi anggaran rincian keluaran ( output ) yang tercantum dalam DIPA dengan realisasi anggaran untuk mencapai volume rincian keluaran ( output ) yang sudah selesai dilaksanakan.
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme APBN.
Target PNBP adalah perkiraan PNBP yang akan diterima dalam satu Tahun Anggaran.
Pagu Penggunaan Dana PNBP adalah batas tertinggi anggaran yang bersumber dari PNBP yang akan dialokasikan kepada Kementerian/Lembaga untuk tahun yang direncanakan.
Rincian Output yang selanjutnya disingkat RO adalah keluaran ( output ) Kegiatan riil yang sangat spesifik yang dihasilkan oleh unit kerja Kementerian/Lembaga yang berfokus pada isu dan/atau lokasi tertentu.
Klasifikasi Rincian Output yang selanjutnya disingkat KRO adalah kumpulan RO yang disusun dengan mengelompokkan atau mengklasifikasikan muatan RO yang sejenis/serumpun berdasarkan sektor/bidang/jenis tertentu secara sistematis.
Penyesuaian Belanja Negara adalah melakukan pengutamaan penggunaan anggaran yang disesuaikan secara otomatis ( automatic adjustment ), realokasi anggaran, pemotongan anggaran belanja negara, dan/atau pergeseran anggaran antar-Program.
Penilaian oleh Penilai Pemerintah di Lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
Relevan terhadap
Perbedaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42ayat (3) terdiri dari:
perbedaan transaksional, antara lain:
jenis dokumen, yaitu perbedaan hak kepemilikan seperti Sertipikat Hak Milik, Sertipikat Hak Guna Usaha, Sertipikat Hak Guna Bangunan, Sertipikat Hak Pakai, dan hak kepemilikan lainnya;
syarat dan jangka waktu pembiayaan, yaitu perbedaan berupa kemudahan pembiayaan yang meliputi syarat dan jangka waktu pembiayaan, seperti adanya subsidi atau bantuan pemerintah untuk pembelian properti tertentu;
kondisi penjualan, yaitu perbedaan kondisi pelaksanaan penjualan, seperti penjualan yang dilakukan secara cepat, jual-beli antara pihak yang mempunya1 hubungan tertentu, dan jual beli khusus seperti Lelang;
biaya yang harus dikeluarkan setelah pembelian ( expenditure made immediately after purchase), yaitu biaya yang seharusnya dikeluarkan oleh pembeli untuk mendapatkan penguasaan fisik objek Penilaian, seperti biaya pengosongan; dan/atau 5. kondisi pasar, dicerminkan dari data historis transaksi, seperti perbedaan waktu transaksi objek pembanding dengan tanggal Penilaian; dan
perbedaan non-transaksional, antara lain:
lokasi dan lingkungan, yaitu perbedaan letak, kondisi masyarakat sekitar, dan/atau jarak ke pusat bisnis / Central Business District ( CBD);
karakteristisk fisik, perbedaan bentuk, dimensi, elevasi, luas, kondisi, umur, desain, dan/atau spesifikasi;
peruntukan, yaitu perbedaan terkait tata ruang dan/atau peruntukan area _(zoning); _ 4. aksesibilitas, yaitu perbedaan dalam kemudahan untuk mencapai lokasi objek; dan/atau 5. fasilitas, yaitu perbedaan dalam ketersediaan jaringan listrik, jaringan air, jaringan telepon, dan fasilitas sosial.
Terhadap perbedaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan proses penyesuaian secara 2 (dua) tahap, yaitu:
penyesuaian atas perbedaan transaksional; dan
penyesuaian atas perbedaan non-transaksional.
Proses penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan cara menambahkan a tau mengurangkan dalam persentase atau jumlah dalam satuan mata uang.
Besarnya persentase atau jumlah dalam satuan mata uang dari proses penyesuaian se bagaimana dimaksud pada ayat (3) dijumlahkan untuk memperoleh jumlah penyesua1an.
Jumlah penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan untuk menentukan besarnya indikasi nilai objek Penilaian.
Indikasi nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (5) digunakan untuk mendapatkan nilai dengan cara pembobotan.
Perbedaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (3) terdiri dari:
perbedaan transaksional, antara lain;
Jems dan masa berlaku penzman, yaitu perbedaan Hak Pemanfaatan, Hak Penggunaan, Hak pemungutan hasil, Hak pengusahaan, dan Surat Keputusan penunjukan atau penetapan kawasan, izin pinjam pakai lahan, dan hak lainnya;
syarat, ketentuan dan jangka waktu pembiayaan, yaitu perbedaan berupa syarat ketentuan dan jangka waktu pada transaksi pemegang izin pengusahaan;
kondisi penjualan, yaitu perbedaan kondisi pelaksanaan penjualan, seperti antara pihak yang mempunyai penjualan hubungan tertentu;
biaya yang harus dikeluarkan setelah pembelian ( expenditure made immediately after purchase), yaitu besarnya dikeluarkan oleh biaya yang seharusnya pihak pembeli untuk mendapatkan penguasaan fisik objek Penilaian; dan/atau 5. kondisi pasar, dicerminkan berdasarkan data historis transaksi seperti perbedaan waktu transaksi objek pembanding dengan tanggal Penilaian;
perbedaan non-transaksional sumber daya alam berupa minyak bumi, gas bumi, mineral, air tanah, batu bara, energi baru, atau energi terbarukan, antara lain:
lokasi;
peruntukan area;
masa berlaku perizinan yang dimiliki;
biaya investasi yang telah dikeluarkan;
luas wilayah usaha/kerja;
perjanjian berpengaruh yang dimiliki;
tahapan eksplorasi/ produksi;
aspek teknis geologi, metalurgi, eksploitasi, dan penambangan; dan/atau
kualitas dan kuantitas sumber daya dan/ a tau cadangan;dan c. perbedaan non-transaksional sumber daya alam berupa hutan, air permukaan atau kelautan dan perikanan, an tar a lain:
lokasi;
peruntukan area;
luas wilayah kawasan;
tutupan lahan;
jenis jasa yang dihasilkan ekosistem;
sosial dan ekonomi; dan/atau
faktor lain yang berpengaruh dalam pembentukan produktivitas barang dan/atau jasa ekosistem;
Terhadap perbedaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan proses penyesuaian melalui 2 (dua) tahap, yaitu:
penyesuaian atas perbedaan transaksional; dan
penyesuaian atas perbedaan non-transaksional.
Proses penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan cara menambahkan a tau mengurangkan dalam persentase atau jumlah dalam satuan mata uang.
Besarnya persentase atau jumlah dalam satuan mata uang dari proses penyesuaian se bagaimana dimaksud pada ayat (3) dijumlahkan untuk memperoleh jumlah penyesua1an.
Jumlah penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan untuk menentukan besarnya indikasi nilai objek Penilaian.
Indikasi nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (5) digunakan untuk mendapatkan nilai dengan cara pembobotan.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.08/2018 tentang Pembelian Kembali Surat Utang Negara ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Surat Utang Negara, yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai masa berlakunya.
Surat Perbendaharaan Negara adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto.
Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto.
Menteri Keuangan, yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Keuangan Negara.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal adalah pimpinan unit eselon satu di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi urusan pengelolaan pembiayaan dan risiko.
Pihak adalah investor yang memiliki SUN baik orang perseorangan warga negara Indonesia maupun warga negara asing, lembaga negara, perusahaan atau usaha bersama baik Indonesia maupun asing di manapun mereka berkedudukan.
Bank Indonesia, yang selanjutnya disingkat BI adalah badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009.
Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Lembaga Penjamin Simpanan, yang selanjutnya disingkat LPS adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yang selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial baik Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan maupun Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Badan Usaha Milik Negara yang mendapatkan penugasan khusus dari Pemerintah dan/atau di bawah pembinaan Kementerian Keuangan, yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang mendapatkan penugasan khusus dari Pemerintah untuk dapat mengajukan penawaran penjualan SUN dan/atau yang pembinaannya berada di bawah Kementerian Keuangan.
Badan Layanan Umum di bawah pembinaan Kementerian Keuangan, yang selanjutnya disingkat BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas, yang pembinaannya berada di bawah Kementerian Keuangan.
Pemerintah Daerah adalah penyelenggara urusan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai Pemerintahan Daerah.
Dealer Utama adalah bank atau perusahaan efek yang ditunjuk oleh Menteri sebagai dealer utama sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai Dealer Utama.
Pembelian Kembali SUN adalah kegiatan pembelian kembali SUN yang dimiliki investor oleh Pemerintah di pasar sekunder sebelum jatuh tempo dengan cara tunai dan/atau penukaran.
Pembelian Kembali SUN dengan cara Tunai adalah Pembelian Kembali SUN yang penyelesaian transaksinya dilakukan dengan pembayaran secara tunai oleh Pemerintah.
Pembelian Kembali SUN dengan cara Penukaran (debt switching ) adalah Pembelian Kembali SUN yang penyelesaian transaksinya dilakukan dengan penyerahan SUN seri lain oleh Pemerintah dan apabila terdapat selisih nilai penyelesaian transaksinya, dapat dibayar tunai.
Pembelian Kembali SUN dengan metode Lelang, selanjutnya disebut Lelang Pembelian Kembali SUN adalah cara pembelian kembali SUN di pasar sekunder oleh Pemerintah sebelum jatuh tempo dengan cara tunai dan/atau penukaran, dalam suatu masa penawaran yang telah ditentukan dan diumumkan sebelumnya, melalui sistem Lelang Pembelian Kembali SUN yang disediakan oleh Pemerintah.
Pembelian Kembali SUN dengan metode Bookbuilding adalah cara pembelian kembali SUN di pasar sekunder oleh Pemerintah sebelum jatuh tempo dengan cara tunai dan/atau penukaran melalui pengumpulan pemesanan penjualan dalam suatu periode penawaran yang telah ditentukan dan diumumkan sebelumnya.
Pembelian Kembali SUN dengan metode Bilateral Buyback adalah cara pembelian kembali SUN di pasar sekunder oleh Pemerintah sebelum jatuh tempo dengan cara tunai dan/atau penukaran, dengan ketentuan dan persyaratan ( terms and conditions ) SUN sesuai kesepakatan.
Pembelian Kembali SUN dengan metode Transaksi __ SUN Secara Langsung adalah cara pembelian kembali SUN di pasar sekunder oleh Pemerintah sebelum jatuh tempo dengan cara tunai dan/atau penukaran, melalui fasilitas dealing room pada Direktorat __ Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
Peserta Lelang Pembelian Kembali SUN, yang selanjutnya disebut Peserta Lelang adalah Dealer Utama yang telah memperoleh otorisasi persetujuan mengikuti Lelang Pembelian Kembali SUN.
Penawaran Lelang Pembelian Kembali SUN, yang selanjutnya disebut Penawaran Lelang adalah pengajuan penawaran penjualan SUN oleh Peserta Lelang dengan mencantumkan seri, harga dan nominal.
Pemesanan Penjualan SUN adalah pengajuan penawaran oleh investor untuk menjual SUN kepada Pemerintah pada periode yang telah ditentukan oleh Pemerintah.
Penawaran Penjualan SUN adalah pengajuan penawaran penjualan SUN kepada Pemerintah oleh BI, OJK, LPS, BPJS, BUMN, BLU, Pemerintah Daerah dan/atau Dealer Utama.
Harga Beragam ( Multiple Price ) adalah harga yang dibayarkan oleh Pemerintah sesuai dengan harga Penawaran Lelang yang diajukan oleh masing- masing Peserta Lelang.
Setelmen adalah penyelesaian transaksi yang terdiri dari setelmen dana dan setelmen SUN.
Hari Kerja adalah hari dimana operasional sistem pembayaran diselenggarakan oleh Bank Indonesia.
Ketentuan Pasal 2 ditambahkan dua ayat yakni ayat (4) dan ayat (5), sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara.
Relevan terhadap
Bukti kemampuan finansial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf f, merupakan tanda bukti modal disetor atau pernyataan kesanggupan untuk pembiayaan pembangunan Bandar Udara.
Tanda bukti modal disetor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk Bandar Udara yang diprakarsai oleh badan hukum Indonesia ditetapkan paling sedikit sebesar 5 (lima) persen dari total perkiraan biaya pembangunan.
Pernyataan kesanggupan untuk pembiayaan pembangunan Bandar Udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk:
Bandar Udara yang pembangunannya diprakarsai oleh Pemerintah Daerah, dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; dan
Bandar Udara yang pembangunannya diprakarsai oleh badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah.
Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Relevan terhadap
Penyelenggaraan Pengelolaan Limbah 83 meliputi a. penetapan Limbah 83;
Pengurangan Limbah 83;
Penyimpanan Limbah 83;
Pengumpulan Limbah 83;
Pengangkutan Limbah 83;
Pemanfaatan Limbah 83;
Pengolahan Limbah 83;
Penimbunan Limbah 83;
Dumping (Pembuangan) Limbah 83;
pengecualian Limbah 83;
perpindahan lintas batas Limbah 83;
Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup dan pemulihan fungsi Lingkungan Hidup;
Sistem Tanggap Darurat dalam Pengelolaan Limbah 83; dan
pembiayaan. Paragraf 2 Penetapan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Pasal 276 (1) Setiap Orang yang menghasilkan Limbah 83 wajib melakukan Pengelolaan Limbah 83 yang dihasilkannya. (21 Limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan kategori bahayanya terdiri atas:
Limbah 83 kategori 1; dan , b. Limbah E}3 kategori 2. (3) Limbah E}3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan sumbernya terdiri atas:
Limbah 83 dari sumber tidak spesifik;
Limbah 83 dari 83 kedaluwarsa, 83 yang tumpah, 83 yang tidak memenuhi spesifikasi produk yang akan dibuang, dan bekas kemasan 83; dan
Limbah 83 dari sumber spesifik. (4) Limbah 83 dari sumber spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c meliputi:
Limbah 83 dari sumber spesifik umum; dan
Lirnbah R3 <iari surnber spesifik khusus. Pasal 277 Limbah IJ3 sr: bagaimana dimaksud dalarn Pasal 276 merupakarr Liinbah 83 st: baga.imana tercantum Jalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Femerintah ini. Pasal 278 (1) Dalam tral terdapat i,imbat di luar daftar l,imbah 83 sebagairrrarra lercanturn dalam Larnpiran IX Jrarrg rnerupakan bagian ticlak terpisahkair dari Pc: raturan Pemerintah ini yang terindikasi memiliki karakteristik Limbah Bl., X,lenteri walib rnelakukan qij karakter,stik urrttrk met.gtrien tifi kasi Lim'uah sebaga.i:
Lirnbah B3 itatrgori i;
I-imbah 83 kategori 2;
at.tr-l ('. Lilnbah ircnB3. (2) Karakteristik Lim'.rair ts3 sebagai.mana dimaksrrd pada ayat (1) meiiprrti:
rnuclatr rieledak;
mudah menyala;
reaktif;
infeksius;
korcsif: dan/at-a,-t f. beracun. (3) tJji !: ar: ai<teri: stik urrtrrk mengidentifit<asi Lirnbah sebagai Lirnharr B3 kategori L sebagaimana dimaksud pada a5-at (1) lruruf'a. melii>uti uji:
karaxte; 'iscitc^ rnurdeih mcledak, inudah rr: enyala, reak-ttf, irr: 'tks: rrs, d.r,r/alau korosif sesu.al dengan I)arantcter ^tiji ^Sr-'i.,agajL"r.^ ^tercantum ^dalam Larnpiran X. .., anp, merupakan oagiarr tjdak terpi: ; ahka rr rjal'l l)e;
iruran Perner irttan ini;
kalakteristit ,= .I8B- b. karaktr-'ristik beracun melalui TCLP untuk menentuk,an Limbah yarlg diuji rrrcrrriliki konsentrasi zat F,errcernar lebih besar dari konsentrasi zat pencemar pa.rla kolorn TCLP-A sebagaimana tercarrturrr'.r tlalam Larnprran Xi yang n: enrpakan bagian riclak terpisahk.an dari Peraturan Pemerintah ini; dan
karakteristik belacun melalui Uji Toksikologi LDso untuk menenturkan Linrbah yang diuji memiliki nilai U1i Toksikologi LDsc lcbih kecil dari atarr sama. dengan 50 rng/kg /lirna. puluh miligrarn per kilogram) berat badan heu,an rrji. (4) Uji karakteristik untuli mengidentifikasi Limtrair sebagai Limbah E}3 ka,tegori 2 sebagainrana dimaksud pelda ayat (i) huruf b rnelipr: t-i u; i:
karakteristil< bei-aci,ltr melalui TCILP r,rntttk rnenentukan Limbah yang cliuji rnemilihi kor:
sentrasi zaL pcncenrar lebih kecil dari atau sama dengan konsentrasr zat pencemar pada kolorn TCLP-A. dan merriliki konsentiasi zat pencemar lebih besar dari konsenrasi zat pencemar pada kolom TCLP-B sebagairnana tercantum dalane Lampiran XI yang nnerupakan bagian ridak tei'pisahkan ctari Peraturan Pemerirrtah ini;
karakleristik beracuri melahri IJji Tr: ksikologi r,Dsc untrrk menciltukan Limbah yang diuji rnerniliki nilai Uji Toksikclogr LDso leirih tresar dari 50 mg/kg ilima puh.rh miligrarn per kilogram) berat badan tre-wan rr.ii dan lebih kecii dari atau saina denlgan 5000 mglkg (iima ribu rniligrarn per kilogram) berat badalt hcwan uji;
al (.). xarakterrstik beracrrn melalui riji foksikologi sul.r- 1= onis sesuai dengari prarameter qji sebagaimana tercantum daiam L,arrrpiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Perattlran Pernerintah rni. (5) Uji karrikteristik sebagirimana, dimaksud par1a aya.t (3) dan aya t (4) dilakt rkii !1 sec--.ra bL'iltr Ltta n. PFIES IDEN REPUBLIK INDONESIA - l8'; r - Pasal 27c) (1) Dalam melakukan uji karakteristik sebagaimana drmaksttd dalam Fasal '278, Menteri menggunakan lahoratorium yang terakreditasi urrtuk masing-masing uji. {2) ^Daieun ^ha[ ^beium terdapat ^laboratoriuin ^yang ^terakreditasi sebzrgaimana dimakstrd pada ayat (1), uji karakteristik dilakr: kan dengan mengglrnakan laboratorium yang menerapkan prosedur yang telah mcrnenuhi Standar Nasional lndonesia mengenai tata cara berlatlioratorium yar,g haik. Pasal 280 (1) Menteri seteiah mendapatkan hasil uji karakteristrk sebagaimiina dirnaksud dalam Fasal 278 menugaskan tim ahli Lirnhair B3 untrik melakukan evahrasi terhadap hasil uji karakteristik. (21 Evaluasi oleh t-inr ahir i,: mbah 83 sebagaimana dinraksud pada ayat t1) rnuliputi identifikasi dan analisis terhadap:
hasil uji karakteristik Limbah;
proses l,,roduksi pada usaha da; -./aiau kcgiatan yang menghasilkan Lirnbah; dan
bahan bal<u da.nlatau bahan penolong yang digunakan dalam proses produksi. (3) Evaluasi seba.gaima.na dimaksud pada ayat (21 clilakukan paling larna 10 {sepulutr) }rari kerja sejak Menteri memberikan penutj{r.sarn. (4) Tim ahli L.inrbah 8.1 rnenyampaikan rekornendasi hnsil evajuasi kelrada Menteri paling la: na 4 fenrpat) han kerja sejak hasii evaluasi dil<etahui. (5) Rekomendasi sc'L'g-gaimana, clinraksud pada ayat (4) palir,g sedikrt rnt: mu,r.t:
iderrtitats Lirnl''ah;
dasar pertirrrbangan rekomendasi; cian c. kesimprilan hasil evaluasi i: erhadap hasil uji karakterisdii Lirnb: rl:
(6) Dalam .
Dalaur hal trasiJ evah; asi terhadap Limbah menunjukkan adanya L: arakteristik Liinhah E}3 Jang rnemenuhi ke.tentuan sebagaimana diniaksud dalam Pasal 278 alrat (3) atau ayal i4, rekomendasi tim ahli Limbah 83 rrremuat pernyataa.n bahu,a Linrbah merupakan:
l,irnl,ah t3l] kat-egori i; atau
Limbah B3 kategcru 2. (71 L\alan: hal hasil evaluasi terhadap Lirnbai: ticlak rnenurr.iukltan adanye l<; -rakteristik' Linrbah 83 : iang mernenuhi ketentr-ian sebagaimana dinraksud dalrrm Pasal 278 ayat (3i atau ayat ^(,41, rekomendasi tim ahli l,imbah B3 memuat per: rvataan bahrva l-imbah merupakan Limbah nonB3. Pasal 28i (1) Tirn ahii Lirnbah B.i sebagaimana dimaksucl dalanr Pasal 28O ayat (1) dibentuk oleh Menteri. (2) ^'lim atrii l-irnbalr 83 selragairrrana dimaksud pada ayat (l) tcrdiri atas:
ketria, b. sekretans; darr c. anggol-a. (3) Susunan tim ahii Limbah 83 sebagaimar,a dimaksud paria ayat (1) paling seriikit terdiri atas pakar di bidar; g:
toksikclogi;
kesehatan manusla;
proses indr.rsl-r i;
kirnia;
biolog,; ii; rr:
p: rka.i iriin .,rang diterrt.rrkarr oleh I\Ittr.teri.
Ketentuan Mengenai Batasan Kewajiban Bagi Perusahaan Pembiayaan di Bidang Ketenagalistrikan.
Relevan terhadap
Perusahaan pembiayaan yang didirikan untuk melakukan kegiatan pembiayaan sewa guna usaha ( financial lease ) di bidang ketenagalistrikan dapat melakukan kegiatan usaha selain kegiatan usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan.
Kegiatan usaha lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan dalam rangka mendukung pemenuhan kebutuhan ketenagalistrikan nasional.
bahwa dalam rangka pemenuhan batasan kewajiban modal sendiri dan batas waktu untuk memulai kegiatan usaha bagi perusahaan pembiayaan di bidang ketenagalistrikan, serta menindaklanjuti kebijakan Tim Restrukturisasi dan Rehabilitasi PT Perusahaan Listrik Negara yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 133 Tahun 2000 terkait dengan persetujuan skema financial lease untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Tanjung Jati B telah ditetapkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 173/KMK.O6/2002 tentang Rasio Pinjaman Terhadap Modal Sendiri dan Batas Waktu Untuk Memulai Kegiatan Usaha Bagi Perusahaan Pembiayaan Di Bidang Ketenagalistrikan;
bahwa sehubungan dengan huruf a tersebut di atas dan untuk mendukung kelanjutan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Tanjung Jati B dalam rangka pemenuhan kebutuhan ketenagalistrikan nasional melalui skema financial lease sebagaimana dinyatakan dalam Surat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor: S-207/M.EKON/08/2002, perlu dilakukan penyesuaian batasan kewajiban bagi perusahaan pembiayaan di bidang ketenagalistrikan dengan mengubah ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 173/KMK.O6/2002;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Ketentuan Mengenai Batasan Kewajiban Bagi Perusahaan Pembiayaan Di Bidang Ketenagalistrikan;
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 173/KMK.06/2002 tentang Rasio Pinjaman Terhadap Modal Sendiri Dan Batas Waktu Untuk Memulai Kegiatan Usaha Bagi Perusahaan Pembiayaan Di Bidang Ketenagalistrikan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas
Relevan terhadap
PERCEPATAN Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:
Infrastruktur Prioritas adalah infrastruktur yang berdampak signifikan terhadap perekonomian baik ditingkat pusat maupun daerah, sehingga penyediaannya diprioritaskan.
Penyediaan Infrastruktur Prioritas adalah pekerjaan konstruksi untuk membangun atau meningkatkan kemampuan Infrastruktur Prioritas, kegiatan pengelolaan Infrastruktur Prioritas dan/atau pemeliharaan Infrastruktur Prioritas dalam rangka meningkatkan kapasitas atau layanan Infrastruktur Prioritas.
Penyediaan Infrastruktur Prioritas Kerja Sama Pemerintah dan Swasta adalah Penyediaan Infrastruktur Prioritas yang didanai oleh badan usaha melalui mekanisme kerja sama antara pemerintah dan badan usaha.
Dukungan Pemerintah adalah kontribusi fiskal atau non fiskal yang diberikan oleh menteri, kepala lembaga, dan/atau kepala daerah sesuai kewenangannya masing-masing, berdasarkan peraturan perundang undangan dalam rangka meningkatkan kelayakan finansial Penyediaan Infrastruktur Prioritas Kerja sama Pemerintah dan Swasta.
Jaminan Pemerintah adalah jaminan yang diberikan kepada badan usaha dalam Penyediaan Infrastruktur Prioritas Kerja Sama Pemerintah dan Swasta sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang undangan dalam rangka Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha.
Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas yang selanjutnya disingkat KPPIP adalah komite yang dibentuk untuk mempercepat Penyediaan Infrastruktur Prioritas.
Prastudi Kelayakan adalah studi untuk menganalisa kelayakan kegiatan infrastruktur yang terdiri dari kajian awal (outline business case) dan kajian akhir (final business case).
Penanggung Jawab Program adalah menteri, kepala lembaga, kepala daerah, pimpinan badan usaha milik negara, atau pimpinan badan usaha milik daerah yang ditetapkan sebagai penanggung jawab dalam Penyediaan Infrastruktur Prioritas atau Penyediaan Infrastruktur Prioritas Kerja sama Pemerintah dan Swasta.
Transaksi Penyediaan Infrastruktur Prioritas adalah bagian dari kegiatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas yang terdiri dari perencanaan dan pelaksanaan pelelangan umum badan usaha, penetapan pemenang lelang, sampai dengan penandatanganan perJanJian Penyediaan Infrastruktur Prioritas.
Pemberian Fasilitas Pajak terhadap Barang dan Jasa yang Diperlukan dalam rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 dan Perpanjangan Pemberla ...
Relevan terhadap
bahwa sehubungan dengan dampak penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), masih tetap diperlukan kebijakan untuk melindungi kesehatan dan keselamatan jiwa masyarakat, serta melindungi sektor usaha;
bahwa untuk merespon dampak penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), masih diperlukan fasilitas pajak untuk mendukung ketersediaan barang dan jasa guna penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), serta fasilitas Pajak Penghasilan yang mendorong industri Alat Kesehatan dan/atau Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan fasilitas Pajak Penghasilan sehubungan dengan dukungan masyarakat dalam bentuk sumbangan, ketersediaan tenaga Sumber Daya Manusia di Bidang Kesehatan, dan ketersediaan harta, dalam rangka penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.03/2020 tentang Pemberian Fasilitas Pajak terhadap Barang dan Jasa yang Diperlukan dalam rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 masih belum menampung kebutuhan fasilitas perpajakan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b sehingga perlu dilakukan penggantian terhadap Peraturan Menteri Keuangan dimaksud, serta untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (8), Pasal 22 ayat (2), dan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, dan Pasal 3 ayat (18), Pasal 7 ayat (3), Pasal 8 ayat (7), dan Pasal 9 ayat (10) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2020 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan dalam rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemberian Fasilitas Pajak terhadap Barang dan Jasa yang Diperlukan dalam rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 dan Perpanjangan Pemberlakuan Fasilitas Pajak Penghasilan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2020 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
Tata Cara Pengelolaan Aset pada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Barang Milik Negara, yang selanjutnya disingkat BMN, adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Aset adalah seluruh barang milik negara yang dikelola oleh Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.
Aset Dalam Penguasaan Badan Pengusahaan, yang selanjutnya disebut Aset Dalam Penguasaan, adalah Aset dalam bentuk Hak Pengelolaan Lahan.
Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan BMN.
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, yang selanjutnya disebut Kawasan, adalah wilayah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.
Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, yang selanjutnya disebut Dewan Kawasan, adalah Dewan yang dibentuk oleh Presiden dan keanggotaannya ditetapkan Presiden dengan tugas dan wewenang menetapkan kebijakan umum, membina, mengawasi dan mengkoordinasikan kegiatan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.
Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, yang selanjutnya disebut Badan Pengusahaan, adalah lembaga/instansi pemerintah pusat yang dibentuk oleh Dewan Kawasan dengan tugas dan wewenang melaksanakan pengelolaan, pengembangan, dan pembangunan Kawasan sesuai dengan fungsi-fungsi Kawasan.
Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disingkat BLU, adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disingkat PK-BLU, adalah pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, sebagai pengecualian dari pengelolaan keuangan negara pada umumnya.
Perencanaan Kebutuhan adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan Aset untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang.
Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pengguna Barang dalam mengelola dan menatausahakan Aset yang sesuai dengan tugas dan fungsi Badan Pengusahaan.
Penilai adalah pihak yang melakukan penilaian secara independen berdasarkan kompetensi yang dimilikinya.
Penilaian adalah proses kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai atas suatu objek penilaian berupa Aset pada saat tertentu.
Pemanfaatan adalah pendayagunaan Aset yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Badan Pengusahaan dan/atau optimalisasi Aset dengan tidak mengubah status kepemilikan.
Sewa adalah pemanfaatan Aset oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai.
Pinjam Pakai adalah penyerahan penggunaan Aset Badan Pengusahaan kepada Pemerintah Daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan, dan setelah jangka waktu tersebut berakhir diserahkan kembali kepada Badan Pengusahaan.
Kerja Sama Pemanfaatan, yang selanjutnya disingkat KSP, adalah pendayagunaan Aset oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan negara bukan pajak dan sumber pembiayaan lainnya.
Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur, yang selanjutnya disingkat KSPI, adalah kerja sama antara Pemerintah dan Badan Usaha untuk kegiatan penyediaan infrastruktur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penanggung Jawab Proyek Kerjasama, yang selanjutnya disingkat PJPK, adalah Kepala Badan Pengusahaan sebagai penanggung jawab proyek kerja sama dalam rangka pelaksanaan kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Badan Usaha adalah Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, badan usaha swasta yang berbentuk Perseroan Terbatas, badan hukum asing, dan/atau koperasi.
Badan Usaha Pelaksana Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha, yang selanjutnya disebut Badan Usaha Pelaksana, adalah Perseroan Terbatas yang didirikan oleh Badan Usaha pemenang lelang atau ditunjuk langsung.
Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan Aset.
Penjualan adalah pengalihan kepemilikan Aset kepada pihak lain dengan menerima penggantian dalam bentuk uang.
Tukar Menukar adalah pengalihan kepemilikan Aset yang dilakukan antara Badan Pengusahaan dengan Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki Negara, dan Swasta, dengan menerima penggantian dalam bentuk barang, sekurang-kurangnya dengan nilai seimbang.
Hibah adalah pengalihan kepemilikan Aset dari Badan Pengusahaan kepada Pemerintah Daerah atau kepada pihak lain, tanpa memperoleh penggantian.
Penghapusan adalah tindakan menghapus Aset dari pembukuan/daftar barang dengan menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan Badan Pengusahaan dan/atau Pengelola Barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas Aset.
Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan Aset sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan dan pelaporan hasil pendataan Aset.
Penggolongan adalah kegiatan untuk menetapkan Aset secara sistematik ke dalam golongan, bidang, kelompok, sub kelompok, dan sub-sub kelompok.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan BMN.
Pihak Lain adalah pihak-pihak selain Kementerian/ Lembaga dan Pemerintah Daerah.