Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan Menjadi Undang ...
Relevan terhadap
bahwa dalam melaksanakan pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mempunyai tujuan untuk menyejahterakan dan memakmurkan seluruh rakyat Indonesia secara merata dan berkeadilan, dibutuhkan pendanaan yang bersumber dari penerimaan negara terutama yang berasal dari pajak, sehingga untuk memenuhi kebutuhan penerimaan pajak tersebut diperlukan pemberian akses yang luas bagi otoritas perpajakan untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan bagi kepentingan perpajakan;
bahwa saat ini masih terdapat keterbatasan akses bagi otoritas perpajakan Indonesia untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan yang diatur dalam undang-undang di bidang perpajakan, perbankan, perbankan syariah, dan pasar modal, serta peraturan perundang-undangan lainnya, yang dapat mengakibatkan kendala bagi otoritas perpajakan dalam penguatan basis data perpajakan untuk memenuhi kebutuhan penerimaan pajak dan menjaga keberlanjutan efektivitas kebijakan pengampunan pajak;
bahwa Indonesia telah mengikatkan diri pada perjanjian internasional di bidang perpajakan yang berkewajiban untuk memenuhi komitmen keikutsertaan dalam mengimplementasikan pertukaran informasi keuangan secara otomatis ( Automatic Exchange of Financial Account Information ) dan harus segera membentuk peraturan perundang-undangan setingkat undang-undang mengenai akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan sebelum tanggal 30 Juni 2017;
bahwa apabila Indonesia tidak segera memenuhi kewajiban sesuai batas waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam huruf c, Indonesia dinyatakan sebagai negara yang gagal untuk memenuhi komitmen pertukaran informasi keuangan secara otomatis ( fail to meet its commitment ), yang akan mengakibatkan kerugian yang signifikan bagi Indonesia, antara lain menurunnya kredibilitas Indonesia sebagai anggota G20, menurunnya kepercayaan investor, dan berpotensi terganggunya stabilitas ekonomi nasional, serta dapat menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan penempatan dana ilegal;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, dan mengingat adanya kebutuhan yang sangat mendesak untuk segera memberikan akses yang luas bagi otoritas perpajakan untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan bagi kepentingan perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan;
Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Asisten Pemeriksa Pajak
Relevan terhadap
Pengangkatan pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a merupakan pengangkatan untuk mengisi LKJF Asisten Pemeriksa Pajak yang telah ditetapkan melalui pengadaan dari calon PNS.
Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional Asisten Pemeriksa Pajak melalui pengangkatan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
berstatus PNS;
pangkat paling rendah Pengatur, golongan ruang II/c;
memiliki integritas dan moralitas yang baik;
sehat jasmani dan rohani;
berijazah paling rendah diploma tiga bidang bidang ekonomi, keuangan, hukum, administrasi publik, komunikasi, teknik yang berkaitan dengan teknologi informasi dan komunikasi, atau perpajakan;
Nilai Kinerja PNS paling sedikit bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir; dan
tidak sedang dalam proses pemeriksaan atau menjalani hukuman disiplin.
Calon PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah diangkat sebagai PNS paling lama 1 (satu) tahun wajib diangkat ke dalam Jabatan Fungsional Asisten Pemeriksa Pajak.
PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (3), paling lama 3 (tiga) tahun setelah diangkat ke dalam Jabatan Fungsional Asisten Pemeriksa Pajak harus mengikuti dan lulus pelatihan fungsional Asisten Pemeriksa Pajak yang dibuktikan dengan sertifikat.
Asisten Pemeriksa Pajak yang belum dan/atau tidak lulus pelatihan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak diberikan kenaikan jabatan.
Pangkat yang ditetapkan bagi PNS yang diangkat dalam Jabatan Fungsional Asisten Pemeriksa Pajak melalui pengangkatan pertama sama dengan pangkat yang dimiliki.
Jenjang jabatan yang ditetapkan bagi PNS yang diangkat dalam Jabatan Fungsional Asisten Pemeriksa Pajak melalui pengangkatan pertama dilaksanakan berdasarkan pangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (6).
Angka Kredit untuk pengangkatan dalam Jabatan Fungsional Asisten Pemeriksa Pajak melalui pengangkatan pertama ditetapkan sebesar 0 (nol).
Berkas usulan pengangkatan pertama dalam Jabatan Fungsional Asisten Pemeriksa Pajak terdiri atas:
fotokopi ijazah pendidikan formal terakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e yang telah dilegalisasi dan/atau surat penetapan hasil penilaian ijazah pendidikan tinggi lulusan luar negeri yang telah dilegalisasi;
fotokopi surat ketetapan calon PNS;
fotokopi surat ketetapan PNS;
surat keterangan sehat yang dinyatakan oleh dokter pada instansi pemerintah;
fotokopi SKP 1 (satu) tahun terakhir; dan
fotokopi realisasi SKP 1 (satu) tahun terakhir.
Berkas usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) disampaikan dalam format digital atau dalam dokumen tertulis.
Keputusan pengangkatan dalam Jabatan Fungsional Asisten Pemeriksa Pajak melalui pengangkatan pertama disusun menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pengangkatan melalui perpindahan dari jabatan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b merupakan pengangkatan PNS yang menduduki jabatan pimpinan tinggi, jabatan administrasi, atau jabatan fungsional lainnya ke dalam Jabatan Fungsional Asisten Pemeriksa Pajak.
Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional Asisten Pemeriksa Pajak melalui perpindahan dari jabatan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
berstatus PNS;
pangkat paling rendah Pengatur, golongan ruang II/c;
memiliki integritas dan moralitas yang baik;
sehat jasmani dan rohani;
berijazah paling rendah diploma tiga bidang ekonomi, keuangan, hukum, administrasi publik, komunikasi, teknik, perpajakan, atau ilmu sosial;
memiliki pengalaman dalam pelaksanaan tugas di bidang Pengujian Kepatuhan Perpajakan dan/atau Penegakan Hukum Perpajakan paling singkat 2 (dua) tahun;
Nilai Kinerja PNS paling rendah bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir;
berusia paling tinggi 53 (lima puluh tiga tahun);
tidak sedang dalam proses pemeriksaan atau menjalani hukuman disiplin;
tidak sedang menjalankan tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan;
tidak sedang menjalankan cuti di luar tanggungan negara; dan
mengikuti dan lulus Uji Kompetensi teknis, manajerial, dan sosial kultural sesuai SKJ yang disusun oleh Instansi Pembina.
Pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempertimbangkan LKJF Asisten Pemeriksa Pajak sesuai jenjang jabatan fungsional yang akan diduduki.
Pengalaman dalam pelaksanaan tugas di bidang Pengujian Kepatuhan Perpajakan dan/atau Penegakan Hukum Perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f meliputi:
tugas melakukan Pengujian Kepatuhan Perpajakan dan/atau Penegakan Hukum Perpajakan;
tugas di unit kerja yang berkaitan langsung dengan Pengujian Kepatuhan Perpajakan dan/atau Penegakan Hukum Perpajakan; dan/atau
tugas di unit kerja pendukung penerimaan pajak lainnya.
Pengalaman sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diperoleh dan diperhitungkan secara kumulatif dalam hal dibuktikan dengan surat keterangan tertulis yang ditandatangani oleh paling rendah pejabat administrator.
Berkas usulan pengangkatan melalui perpindahan dari jabatan lain ke dalam Jabatan Fungsional Asisten Pemeriksa Pajak paling sedikit terdiri atas:
fotokopi ijazah pendidikan formal terakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e yang telah dilegalisasi dan/atau surat penetapan hasil penilaian ijazah pendidikan tinggi lulusan luar negeri yang telah dilegalisasi;
fotokopi surat keputusan kenaikan pangkat dan golongan terakhir;
rekomendasi hasil Uji Kompetensi dan Angka Kredit;
surat keterangan sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan oleh dokter pada instansi pemerintah;
pakta integritas;
surat pernyataan kesediaan melepaskan jabatan yang diduduki pada saat diangkat sebagai Asisten Pemeriksa Pajak;
surat keterangan pengalaman paling singkat 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (5) h. fotokopi penilaian prestasi kerja PNS 2 (dua) tahun terakhir; dan
fotokopi realisasi SKP 2 (dua) tahun terakhir.
Berkas usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan dalam format digital atau dalam dokumen tertulis.
Pangkat yang ditetapkan bagi PNS yang diangkat dalam Jabatan Fungsional Asisten Pemeriksa Pajak melalui perpindahan dari jabatan lain sama dengan pangkat yang dimiliki pada saat pengusulan pengangkatan ke dalam Jabatan Fungsional Asisten Pemeriksa Pajak.
Jenjang jabatan yang ditetapkan bagi PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (8) sesuai dengan Angka Kredit yang ditetapkan oleh Pejabat yang Berwenang Menetapkan Angka Kredit.
Angka Kredit untuk pengangkatan dalam Jabatan Fungsional Asisten Pemeriksa Pajak melalui perpindahan dari jabatan lain ditetapkan sesuai Angka Kredit awal dan dapat ditambah dengan Angka Kredit yang diperoleh dari pengalaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f.
Angka Kredit yang diperoleh dari pengalaman sebagaimana dimaksud pada ayat (10) paling besar 50% (lima puluh persen) dari Angka Kredit Kumulatif untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi.
Ketentuan mengenai Angka Kredit awal sebagaimana dimaksud pada ayat (10) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Keputusan pengangkatan melalui perpindahan dari jabatan lain ke dalam Jabatan Fungsional Asisten Pemeriksa Pajak disusun menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pengujian Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ...
Relevan terhadap
• Seseorang akan menjadi otoriter; • Abuse of power (menyalahgunakan kekuasaan); • Regenerasi kepemimpinan organisasi macet; • Timbulnya kultus individu. 2) Potensi terjadinya nepotisme dan “like and dislike” dalam proses pengusulan akibat tidak adanya kepastian mekanisme pengusulan Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Pajak. 3) Terganggunya independensi hakim dalam memutus perkara dikarenakan Menteri Keuangan sebagai pihak yang mengusulkan Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Pajak, merupakan salah satu pihak/atasan salah satu pihak (dhi. Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai) dalam perkara di Pengadilan Pajak. Maka berdasarkan hal-hal tersebut, Pemerintah berpendapat sebagai berikut: A. Pengadilan Pajak Memiliki Kekhususan dan Menteri Keuangan Memiliki Pengetahuan atas Kompetensi Hakim Pengadilan Pajak 1. Sebagai sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan, pajak memiliki beberapa fungsi, yaitu: i. Fungsi Anggaran ( budgetair ) Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini utamanya diperoleh dari penerimaan pajak. ii. Fungsi mengatur ( regulerend ) Dalam mengatur pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat dilakukan melalui kebijaksanaan pajak. Sebagai contoh, dalam bidang penanaman modal. Agar menarik penanam modal, Pemerintah dapat memberikan keringanan pajak. iii. Fungsi stabilitas Terkumpulnya dana yang secara garis besar berasal dari pajak, Pemerintah dapat melaksanakan kebijakan yang dapat menstabilkan harga, sehingga inflasi dapat dikendalikan.
Presiden dan tentunya jabatan tersebut tidak selalu dijabat oleh orang yang sama sehingga kecenderungan pemilihan Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim berdasarkan “ like and dislike ” jelas tidak berdasar. Dimasukkannya Menteri Keuangan dalam proses penetapan Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Pengadilan Pajak tentu berkaitan dengan kewenangan Menteri Keuangan sebagai bendahara negara yang mengelola keuangan negara termasuk merumuskan standar, kebijakan, serta sistem dan prosedur yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD. Maka Menteri Keuangan dianggap mengetahui kompetensi Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pengadilan pajak di bidang perpajakan mengingat kebijakan pajak sering mengalami perubahan seiring dengan perkembangan ekonomi dan kondisi keuangan negara. c. Terkait dengan permohonan Para Pemohon agar Ketua dan Wakil Ketua dipilih dari dan oleh Hakim Pengadilan Pajak yang oleh Para Pemohon dianggap sebagai penyelesaian atas potensi terjadinya nepotisme dan “ like and dislike ” dalam proses pengusulan Ketua dan Wakil Ketua ( vide Perbaikan Permohonan hlm. 8), DPR RI menerangkan bahwa hal tersebut hanyalah kekhawatiran Para Pemohon yang tidak beralasan. Jika pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Pajak dari dan oleh anggota hakim pengadilan pajak seperti keinginan Para Pemohon, maka hal ini dapat mengganggu pelaksanaan tugas hakim Pengadilan Pajak dengan adanya potensi perbedaan pandangan di antara hakim Pengadilan Pajak sendiri dalam menentukan siapa yang diajukan dan dipilih sebagai Ketua Dan Wakil Pengadilan Pajak. Hal ini tentunya telah diantisipasi oleh pembentuk undang-undang dengan tidak mengatur pengangkatan Ketua Dan Wakil Ketua Pengadilan Pajak oleh anggota hakim Pengadilan Pajak itu sendiri. d. Terkait dengan permohonan Para Pemohon agar ditetapkan periodisasi/masa jabatan Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Pajak yaitu untuk 1 (satu) kali masa jabatan selama 5 (lima) tahun, DPR RI menerangkan bahwa hal tersebut bukanlah kewenangan Mahkamah Konstitusi sebagai negative legislator untuk merumuskan norma baru
Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Relevan terhadap
bahwa ketentuan mengenai besarnya penghasilan tidak kena pajak telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak;
bahwa dengan mempertimbangkan perkembangan di bidang ekonomi dan moneter serta perkembangan harga kebutuhan pokok yang semakin meningkat, perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai besarnya penghasilan tidak kena pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
bahwa dalam rangka penyesuaian terhadap besarnya penghasilan tidak kena pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf b di atas dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, Menteri Keuangan telah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada tanggal 6 April 2016 dan 11 April 2016;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (3) Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak;
Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Bidang Angkutan Kereta Api Kelas Ekonomi. ...
Relevan terhadap
Terhadap pelaksanaan kegiatan 1penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik bidang angkutan kereta api kelas ekonomi dilakukan pemeriksaan oleh pemeriksa yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada KPA, Direktur Jenderal Anggaran-Kementerian Keuangan, dan Direktur Jenderal Perbendaharaan-Kernen terian Keuangan.
Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan bahwa jumlah dana pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik bidang angkutan kereta ap1 kelas ekonomi le bih besar dari jumlah dana yang telah dibayarkan Pemerintah kepada Badan Usaha, kekurangan pembayaran tersebut dapat diusulkan untuk dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan bahwa jumlah dana pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik bidang angkutan kereta ap1 kelas ekonomi lebih kecil dari jumlah dana yang telah dibayarkan oleh Pemerintah kepada Badan Usaha, kelebihan pembayaran tersebut harus disetorkan ke Kas Negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan Perdagangan Bebas ASEAN-Hong Kong, Republik Rakyat Tiongkok ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang ya ng sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai .
Kawasan yang Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik 1 www.jdih.kemenkeu.go.id Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan cukai.
Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan, yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
Pusat Logistik Berikat yang selanjutnya disingkat PLB adalah TPB untuk menimbun barang asal luar Daerah Pabean dan/atau barang yang berasal dari tern pat lain dalam daerah pabean, dapat disertai dengan 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
Tern pat Lain Dalam Daerah Pabean yang selanjutnya disingkat TLDDP adalah Daerah Pabean selain Kawasan Be bas dan TPB.
Importir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean.
Penyelenggara/Pengusaha TPB adalah:
penyelenggara kawasan berikat;
penyelenggara kawasan berikat sekaligus pengusaha kawasan berikat;
pengusaha di kawasan berikat merangkap penyelenggara di kawasan berikat;
penyelenggara gudang berikat;
penyelenggara gudang berikat sekaligus pengusaha gudang berikat; atau
pengusaha di gudang berikat merangkap penyelenggara di gudang berikat.
Penyelenggara/Pengusaha PLB adalah:
penyelenggara PLB;
penyelenggara PLB sekaligus pengusaha PLB; atau
pengusaha di PLB merangkap penyelenggara di PLB.
Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK adalah:
Badan U saha KEK;
Pelaku Usaha di KEK; atau
Badan Usaha KEK sekaligus Pelaku Usaha di KEK.
Tarif Preferensi adalah tarif bea masuk berdasarkan Persetujuan Perdagangan Bebas ASEAN-Hong Kong, Republik Rakyat Tiongkok yang besaran tarifnya ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka Persetujuan Perdagangan Bebas ASEAN-Hong Kong, Republik Rakyat Tiongkok.
PPFTZ dengan Kode 01 yang selanjutnya disebut PPFTZ-01 ada l ah pemberitahuan pabean untuk pemasukan clan pengeluaran barang ke clan dari Kawasan Bebas, dari dan ke luar Daerah Pabean, clan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke TLDDP.
Harmonized Commodity Description and Coding System yang selanjutnya disebut Harmonized System (HS) adalah standar internasional atas sistem penamaan clan penomoran yang digunakan untuk pengklasifikasian produk perdagangan dan turunannya yang dikelola oleh World Customs Organization (WCO). 15 . Penelitian Ulang adalah penelitian kembali atas tarif dan/atau nilai pa bean yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean imper dan penelitian kembali atas tarif , harga, jenis, clan/ atau jumlah barang yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean ekspor melalui pengujian dengan data, informasi dan dokumen lain terkait.
Audit Kepabeanan adalah kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, surat yang t www.jdih.kemenkeu.go.id berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan, dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingka t SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rang ka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin) yang selanjutnya disebut Ketentuan Asal Barang adalah ketentuan khusus yang ditetapkan berdasarkan Persetujuan Perdagangan Bebas ASEAN-Hong Kong, Republik Rakyat Tiongkok untuk menentukan asal barang.
Pihak adalah Hong Kong, Republik Rakyat Tiongkok, a tau negara anggota ASEAN ya ng terikat dalam Persetujuan Perdagangan Bebas ASEAN-Hong Kong, Republik Rakyat Tiongkok.
Bahan Originating adalah bahan yang memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetuju an Perdagangan Bebas ASEAN-Hong Kong, Republik Rakyat Tiongkok.
Barang Originating ada lah barang ya ng memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Perdagangan Be bas ASEAN- Hong Kong, Republik Rakyat Tiongkok.
Bahan Non-Originating ada l ah bahan yang berasal dari non - Pihak atau bahan yang tidak memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Perdagangan Bebas ASEAN-Hong Kong, Republik Rakyat Tiongkok.
Barang Non-Originating ada l ah barang yang berasal dari non -P ihak atau barang yang tidak memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Perdagangan Bebas ASEAN- Hong Kong, Republik Rakyat Tiongkok.
Aturan Khusus Produk (Product Specific Rules) yang selanjutnya disebut PSR adalah aturan-aturan yang mennc1 mengena1:
barang yang seluruhnya diperoleh atau diproduksi di 1 (satu) Pihak (wholly obtained atau _produced); _ b. proses produksi suatu barang yang menggunakan Bahan Non-Originating, dan Bahan Non-Originating tersebut telah mengalami perubahan klasifikasi;
barang yang proses produksinya menggunakan Bahan Non-Originating yang memenuhi kriteria kandungan regional sejumlah nilai tertentu yang dinyatakan dalam persentase;
barang yang mengalami suatu proses pabrikasi atau proses operasional tertentu; atau
kombinasi dari setiap kriteria tersebut.
Surat Keterangan Asal ( Certificate of Origin) Persetujuan Perdagangan Bebas ASEAN-Hong Kong, Republik Rakyat Tiongkok yang selanjutnya disebut SKA Form AHK adalah dokumen pelengkap pabean yang diterbitkan oleh Instansi Penerbit SKA yang akan digunakan sebagai dasar pemberian Tarif Preferensi.
Overleaf Notes adalah halaman sebalik SKA Form AHK yang berisi ketentuan mengenai pengisian SKA Form AHK dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SKA FormAHK. 27. Instansi Penerbit Surat Keterangan Asal yang selanjutnya disebut Instansi Penerbit SKA adalah instansi pemerintah atau institusi yang ditunjuk pemerintah di Pihak pengekspor yang diberi kewenangan untuk menerbitkan SKA Form AHK atas barang yang akan diekspor.
Instansi Berwenang adalah instansi pemerintah atau institusi yang ditunjuk pemerintah di Pihak pengekspor yang diberikan kewenangan untuk menangani Permintaan Retroactive Check dan/ a tau Verification Visit. 29. Dokumen Pelengkap Pa bean adalah semua dokum en yang digunakan sebagai pelengkap pemberitahuan pa bean, misalnya invoice, packing list, bill of lading/ airway bill, manifest, dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan. t www.jdih.kemenkeu.go.id 30. Surat Keterangan Asal Elektronik Form D y ang selanjutnya disebut e-Form D adalah SKA Form D yang disusun sesua1 dengan e-ATIGA Form D Process Specification and Message Implementation Guideline, dan dikirim secara elektronik antar Negara Anggota .
Invoice dari Pihak Ketiga yang selanjutnya disebut Third Party Invoice adalah invoice yang diterbitkan oleh perusahaan lain yang berlokasi di pihak ketiga (Pihak atau non-Pihak) atau yang berlokasi di Pihak yang sama dengan Pihak tern pat diterbitkannya SKA Form AHK.
Movement Confirmation adalah SKA Form AHK yang diterbitkan oleh Pihak pengekspor kedua berdasarkan SKA Form AHK yang diterbitkan oleh Pihak pengekspor pertama .
Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi adalah tanggal bill of lading untuk moda pengangkutan laut, tanggal ainuay bill untuk moda pengangkutan udara, atau tanggal dokumen pengangkutan darat untuk moda pengangkutan darat.
Permintaan Retroactive Check adalah permintaan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai kepada Instansi Berwenang untuk mendapatkan informasi mengenai pemenuhan Ketentuan Asal Barang, dan/atau keabsahan SKA Form AHK.
Verification Visit adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai di Pihak penerbit SKA Form AHK untuk memperoleh data atau informasi mengenai pemenuhan Ketentuan Asal Barang, dan/atau keabsahan SKA Form AHK.
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai te mpat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang - Undang Kepabeanan .
Direktur Jenderal adalah Dir e ktur Jenderal Bea dan Cukai.
Pejabat Bea dan Cukai ada l ah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan terten tu un tuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN- Australia-Selandia Baru ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
Kawasan yang Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan cukai.
Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disebut KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan, yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
Pusat Logistik Berikat yang selanjutnya disingkat PLB adalah TPB untuk menimbun barang asal luar Daerah Pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, dapat disertai dengan __ 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang selanjutnya __ disingkat TLDDP adalah Daerah Pabean selain Kawasan Bebas dan TPB.
Importir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean.
Penyelenggara/Pengusaha TPB adalah:
penyelenggara kawasan berikat;
penyelenggara kawasan berikat sekaligus pengusaha kawasan berikat;
pengusaha di kawasan berikat merangkap penyelenggara di kawasan berikat;
penyelenggara gudang berikat;
penyelenggara gudang berikat sekaligus pengusaha gudang berikat; atau
pengusaha di gudang berikat merangkap penyelenggara di gudang berikat.
Penyelenggara/Pengusaha PLB adalah:
penyelenggara PLB;
penyelenggara PLB sekaligus pengusaha PLB; atau
pengusaha di PLB merangkap sebagai penyelenggara di PLB.
Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK adalah:
Badan Usaha KEK;
Pelaku Usaha di KEK; atau
Badan Usaha KEK sekaligus Pelaku Usaha di KEK.
Tarif Preferensi adalah tarif bea masuk berdasarkan Persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN – Australia – Selandia Baru yang besaran tarifnya ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka ASEAN– Australia–New Zealand Free Trade Area .
PPFTZ dengan Kode 01 yang selanjutnya disebut PPFTZ- 01 adalah pemberitahuan pabean untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas, dari dan ke luar Daerah Pabean, dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke TLDDP.
Harmonized Commodity Description and Coding System yang selanjutnya disebut Harmonized System (HS) adalah standar internasional atas sistem penamaan dan penomoran yang digunakan untuk pengklasifikasian produk perdagangan dan turunannya yang dikelola oleh World Customs Organization (WCO).
Penelitian Ulang adalah penelitian kembali atas tarif dan/atau nilai pabean yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean impor dan penelitian kembali atas tarif, harga, jenis, dan/atau jumlah barang yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean ekspor melalui pengujian dengan data, informasi dan dokumen lain terkait.
Audit Kepabeanan adalah kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan, dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan.
Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
Ketentuan Asal Barang __ ( Rules of Origin ) yang selanjutnya disebut Ketentuan Asal Barang adalah ketentuan khusus yang ditetapkan berdasarkan Persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN – Australia – Selandia Baru __ untuk menentukan negara asal barang.
Negara Anggota adalah negara yang menandatangani Persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN – Australia – Selandia Baru.
Bahan Originating adalah bahan yang memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN – Australia – Selandia Baru . 21. Barang Originating adalah barang yang memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN – Australia – Selandia Baru.
Bahan Non-Originating adalah bahan yang berasal dari luar Negara Anggota atau bahan yang tidak memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN – Australia – Selandia Baru . 23. Aturan Khusus Produk ( Product Specific Rules ) yang selanjutnya disebut PSR adalah aturan-aturan yang merinci mengenai:
barang yang seluruhnya diperoleh atau diproduksi di 1 (satu) Negara Anggota ( wholly obtained atau produced );
proses produksi suatu barang yang menggunakan Bahan Non-Originating, dan Bahan Non-Originating tersebut harus mengalami perubahan klasifikasi atau Change in Tariff Classification (CTC);
barang yang proses produksinya menggunakan Bahan Non-Originating yang memenuhi kriteria kandungan regional sejumlah nilai tertentu yang dinyatakan dalam persentase;
barang yang mengalami suatu proses pabrikasi atau proses operasional tertentu; atau
kombinasi dari setiap kriteria tersebut.
Instansi Penerbit Surat Keterangan Asal yang selanjutnya disebut Instansi Penerbit SKA adalah instansi pemerintah atau institusi yang ditunjuk pemerintah di Negara Anggota pengekspor yang diberi kewenangan untuk menerbitkan SKA Form AANZ atas barang yang akan diekspor.
Surat Keterangan Asal ( Certificate of Origin ) Persetujuan Pembentukan Kawasan Bebas Perdagangan Bebas ASEAN – Australia – Selandia Baru yang selanjutnya disebut SKA Form AANZ adalah dokumen pelengkap pabean yang diterbitkan oleh Instansi Penerbit SKA yang akan digunakan sebagai dasar pemberian Tarif Preferensi.
Overleaf Notes adalah halaman sebalik SKA Form AANZ yang berisi ketentuan mengenai pengisian SKA Form AANZ dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SKA Form AANZ.
Dokumen Pelengkap Pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap pemberitahuan pabean, misalnya invoice , packing list , bill of lading/ airway bill , manifest , dan dokumen lain yang dipersyaratkan.
Surat Keterangan Asal Elektronik Form D yang selanjutnya disebut e - Form D adalah SKA Form D yang disusun sesuai dengan e -ATIGA Form D Process Specification and Message Implementation Guideline , dan dikirim secara elektronik antar Negara Anggota.
Invoice dari Pihak Ketiga yang selanjutnya disebut Third- Party Invoice adalah invoice yang diterbitkan oleh perusahaan lain yang berlokasi di negara ketiga (baik Negara Anggota atau selain Negara Anggota) atau yang berlokasi di negara yang sama dengan negara tempat diterbitkannya SKA Form AANZ.
Surat Keterangan Asal Back-to-Back yang selanjutnya disebut sebagai SKA Back-to-Back adalah SKA Form AANZ yang diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor kedua berdasarkan SKA Form AANZ yang diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor pertama.
Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi adalah tanggal bill of lading untuk moda pengangkutan laut, tanggal airway bill untuk moda pengangkutan udara, atau tanggal dokumen pengangkutan darat untuk moda pengangkutan darat.
Permintaan Retroactive Check adalah permintaan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai kepada Instansi Penerbit SKA untuk mendapatkan informasi mengenai __ pemenuhan Ketentuan Asal Barang, dan/atau keabsahan SKA Form AANZ.
Verification Visit adalah kegiatan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai di Negara Anggota penerbit SKA Form AANZ untuk memperoleh data atau informasi mengenai pemenuhan Ketentuan Asal Barang, dan/atau keabsahan SKA Form AANZ.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/PMK.02/2020 tentang Tata Cara Penggunaan dan Pergeseran Anggaran pada Bagian Anggaran Bendahara Um ...
Relevan terhadap
bahwa untuk menggunakan dan melakukan pergeseran anggaran pada Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) sesuai dengan undang-undang mengenai anggaran pendapatan dan belanja negara, ketentuan Pasal 18 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, dan ketentuan Pasal 108 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Menteri Keuangan telah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/PMK.02/2020 tentang Tata Cara Penggunaan dan Pergeseran Anggaran pada Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08);
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 28 ayat (1) huruf e dan ayat (7) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2020 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2021, Pemerintah dapat melakukan penyesuaian belanja negara dalam hal perkiraan realisasi penerimaan negara tidak sesuai dengan target dan/atau adanya perkiraan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya dan/atau pengeluaran melebihi pagu yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2021, yang pelaksanaannya dilaporkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan Tahun Anggaran 2021 dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun Anggaran 2021;
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 12 Peraturan Presiden Nomor 113 Tahun 2020 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2021, dalam hal diperlukan Menteri Keuangan dapat melakukan pengelolaan keuangan negara, termasuk pengelolaan belanja negara dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau program pemulihan ekonomi nasional dengan tidak menambah besaran defisit;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/PMK.02/2020 tentang Tata Cara Penggunaan dan Pergeseran Anggaran pada Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08);
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.010/2020 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak P ...
Relevan terhadap
bahwa peningkatan penanaman modal langsung menjadi salah satu faktor penting dalam mendorong pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional melalui percepatan dan pemerataan pembangunan di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu;
bahwa untuk mendorong kemudahan berusaha guna peningkatan penanaman modal pada bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu melalui penyederhanaan mekanisme pengajuan dan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan, perlu melakukan penyesuaian terhadap mekanisme pengajuan dan pemberian fasilitas dimaksud;
bahwa mengingat beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.010/2020 tentang pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu sudah tidak sesuai lagi dengan penyederhanaan mekanisme pengajuan dan pemberian fasilitas tersebut, dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (5), Pasal 5 ayat (4), Pasal 6 ayat (3), dan Pasal 7 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu, perlu mengubah Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.010/2020 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.010/2020 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang- bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu;
Permohonan Keberatan Hak Uji Materiil Terhadap Penjelasan Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2012 tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajak ...
Relevan terhadap
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 109 dari 129 halaman. Putusan Nomor 58 P/HUM/2020 sama, yaitu berkaitan dengan investasi, pembangunan ekonomi, orientasi ekspor, dan adanya insentif perpajakan di dalamnya; c. Bahwa kehadiran investasi luar negeri melalui penanaman modal asing (PMA) sangat diharapkan untuk menopang pertumbuhan ekonomi. Bentuk penanaman modal asing dapat dibagi 3 jenis yaitu: pinjaman luar negeri ( debt ) yaitu berupa pinjaman luar negeri dilakukan oleh pemerintah, penanaman modal asing langsung berupa investasi yang dilakukan oleh perusahaan asing ke suatu negara tertentu ( foreign direct investment /FDI) dan portofolio berupa investasi yang dilakukan melalui pasar modal (Pangestu, 1995). Berbagai riset membuktikan bahwa penanaman modal asing langsung ( foreign direct investment /FDI) memberikan kontribusi positif dalam perkembangan ekonomi suatu negara. Manfaat yang dapat diharapkan oleh suatu negara dari masuknya berupa FDI berupa: (a) peningkatan lapangan pekerjaan bagi tenaga kerja lokal ( employment ), (b) alih teknologi, (c) pelatihan manajerial, dan (d) akses ke pasar internasional melalui ekspor; d. Bahwa dari sisi investor, penentuan lokasi FDI untuk menenamkan modalnya dapat dibagi atas 2 tahapan yaitu : tahap 1 memilih negara yang memiliki pasar yang besar, akses ke bahan baku, ketersediaan tenaga kerja, dan sumberdaya lainnya. Tahap berikutnya adalah investor akan mempertimbangkan berbagai aspek ekonomi dari negara tersebut berupa besaran tarif pajak, kebijakan pemerintah, dan berbagai insentif yang akan di dapatkan. Banyak negara yang memberikan insentif fiskal untuk menarik FDI ke negaranya. Salah satu insentif fiskal yang banyak digunakan negara berkembang untuk menarik FDI adalah Export Processing Zones (EPZs). Peningkatan EPZs saat ini sangat cepat. Pada tahun 1975 hanya terdapat 79 EPZs pada 25 negara, saat ini jumlah EPZs lebih dari 4.800 EPZs di seluruh dunia (UNCTAD, 2019); e. Bahwa sebagai negara berkembang, Indonesia juga menggunakan EPZs sebagai bagian reformasi ekonominya. Berdasarkan definisi Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 109
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 77 dari 129 halaman. Putusan Nomor 58 P/HUM/2020 wilayah perlu ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas; 2) Berdasarkan landasan filosofis tersebut, secara sosiologis keberadaan Kawasan Bebas diharapkan dapat: - Memberikan daya dorong yang kuat bagi kegiatan lalu lintas perdagangan internasional yang mendatangkan devisa bagi negara; - Memberikan pengaruh dan manfaat besar bagi Indonesia untuk dapat membuka lapangan kerja seluas-luasnya, meningkatkan kepariwisataan, dan penanaman modal baik asing maupun luar negeri; - Mempercepat pengembangan daerah seiring dengan perwujudan otonomi daerah maka beberapa wilayah perlu ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas; - Kebijakan nasional pembentukan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas sebagai salah satu bentuk kawasan ekonomi khusus diharapkan mampu mengatasi dampak negatif dari globalisasi ekonomi seperti meningkatnya angka pengangguran dan kemiskinan; 3) Dengan mempertimbangkan landasan filosofis dan sosiologis tersebut, adanya suatu Kawasan Bebas yang mendapatkan perlakuan secara khusus yang berbeda dengan perlakuan pada wilayah lainnya di Negara Kesatuan Republik Indonesia (Daerah Pabean), terutama yang terkait dengan pembebasan dari kewajiban pungutan/pajak pusat atas barang yang dimasukkan (diimpor) ke dalam Kawasan Bebas tersebut sebagaimana diatur secara Lex Specialis dalam Undang-Undang Nomor 36/2000 serta Undang-Undang Nomor 44/2007 merupakan suatu pilihan kebijakan yang sangat berdasar untuk diwujudkan; 4) Dalam perkembangannya, pengaturan secara khusus Kawasan Bebas Batam dengan segala keistimewaannya, di tengah-tengah Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 77
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 108 dari 129 halaman. Putusan Nomor 58 P/HUM/2020 - Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia); dan - Undang-Undang Kepabeanan sebagai satu-satunya peraturan perundang-undangan pada derajat Undang-Undang yang mengatur pengertian dan ruang lingkup Bea Masuk; f. Berdasarkan hal-hal di atas telah terbukti dan tidak terbantahkan dalil-dalil Pemohon dalam Butir C7 Permohonan a quo merupakan dalil yang mengada-ada, penuh dengan sesat tafsir, sekaligus merupakan upaya trial and error dalam memaknai Pasal 20 dengan korelasi yuridisnya terhadap Pasal 50 Undang-Undang Nomor 5/1999 yang jelas merupakan pengecualian pemberlakuan dalam Undang-Undang Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat; 7. Pemberian Fasilitas Pembebasan Bea Masuk di Kawasan Bebas Berkontribusi Positif terhadap Perekonomian Nasional; a. Bahwa dalil Pemohon yang menyatakan pembebasan Bea Masuk Anti Dumping di Kawasan Bebas telah merugikan industri dalam negeri merupakan hal yang keliru; b. Bahwa investasi asing di Indonesia saat ini menjadi isu yang hangat untuk diperdebatkan. Di satu sisi, investasi merupakan salah satu motor penggerak perekonomian yang memformulasikan potensi berbagai sumber daya menjadi kekuatan yang efektif dalam kegiatan ekonomi nasional yang produktif. Sedangkan di sisi lain pemberian insentif fiskal menjadi isu utama sebagai penarik investasi itu sendiri. Salah satu bentuk investasi yang telah dikembangkan sejak tahun 1980-an yaitu berupa pengembangan Kawasan Berikat yang dikenal dengan berbagai nama di dunia, antara lain adalah Bonded Zone, Bonded Area, Bonded Warehouse, Export Processing Zone, bahkan dalam skala lebih luas dan komprehensif telah dikembangkan menjadi Special Economic Zone. Namun demikian, pada intinya walaupun berbeda penamaan, konsep yang ditanamkan adalah Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 108