Pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 [Pasal 2 ayat (1) huruf a angka 1, angka 2, angka 3, Pasal 27 dan Pasal 28] ...
Relevan terhadap
_Pada saat peraturan pemerintah pengganti undang-undang ini mulai berlaku: _ 1. ketentuan jangka waktu yang diatur dalam Pasal 11 ayat (21, Pasal 17b ayat (1), Pasal 25 ayat (3), Pasal 26 ayat (1), dan Pasal 36 ayat (1c) Undang- Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 32621 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2oo9 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik 15 Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik _Indonesia Nomor 49991); _ 2. Pasal 55 ayat (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Lndonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan undang-undang nomor 6 tahun 2009 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang Nomor 2 tahun 2008 tentang perubahan kedua atas undang-undang Nomor 23 tahun l999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2009 Nomor _7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 49621; _ 3. Pasal 12 ayat (3) beserta penjelasannya, Pasal 15 ayat (5), Pasal 22 ayat (3), Pasal 23 ayat (1), Pasal 27 ayat (3), dan Pasal 28 ayat (3) dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2003 nomor 47, Tambahan _Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4286); _ 4. Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2oo4 nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor _4355); _ 5. Pasal 22 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 44201 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 7 tahun 2009 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang- undang Nomor 3 tahun 2008 tentang perubahan atas Undang- Undang Nomor 24 tahun 2oo4 tentang Lembaga Penjamin Simpanan menjadi Undang-Undang (lembaran negara Republik Indonesia tahun 2009 _Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 49631; _ 6. Pasal 27 ayat (1) beserta penjelasannya, Pasal 36, Pasal 83, dan Pasal 107 ayat (2) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran _Negara Republik Indonesia Nomor 4438; _ 7. Pasal 171 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan _Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); _ 8. Pasal 72 ayat (2) beserta penjelasannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 _Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495); _ 9. Pasal 316 dan Pasal 317 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara _Republik Indonesia Nomor 5679; _ 10. Pasal 177 huruf c angka 2, pasal 180 ayat (6), dan Pasal 182 Undang- Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan 16 Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 5568) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 181, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor _6396); _ 11. Pasal 20 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 70, Tambahan Lembaran _Negara Republik Indonesia Nomor 5872); dan _ 12. Pasal 11 ayat (22), Pasal 40, Pasal 42, dan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2019 tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 198, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6410), Dinyatakan tidak berlaku sepanjang berkaitan dengan kebijakan keuangan negara untuk penanganan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-I9) dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang ini. 19. Bahwa berdasarkan pasal-pasal dalam Perppu a quo dan dihubungkan dengan hak konstitusional para Pemohon perseorangan adalah WNI pembayar pajak ( tax payer ) jelas terdapat hubungan sebab akibat terkait dengan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang salah satu sumbernya adalah pajak, sehingga ketika akan diubah seharusnya melalui mekanisme sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (1) UUD 1945, serta memperhatikan hak-hak perseorangan WNI para Pembayar pajak khususnya dalam hal ini para Pemohon. Oleh karena itu, menurut para Pemohon, para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) dengan kerugian Konstitusional untuk mengajukan pengujian Pasal 2 ayat (1) huruf 'a' angka 1, angka 2, dan angka 3, dan Pasal 27 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Perpu Nomor 1 Tahun 2020 terhadap __ Pasal 22 ayat (1), Pasal 23 ayat (1), dan Pasal 23A, Pasal 23E ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 2 7 ayat (2), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945. __ Alasan Permohonan Pengujian A. Pendahuluan Memasuki 3 bulan penanganan Covid-19 di Indonesia, beragam respon lintas kalangan telah memberikan pengaruh penting dalam tindakan hukum pemerintah. Disaat yang bersamaan, beragam instrumen hukum telah 17 digunakan dalam merespon keadaan bahaya darurat kesehatan ini. Dalam bidang Hukum Tata Negara, tidak hanya dipahami bahwa konstitusi hanya akan mengatur berjalannya negara dalam keadaan normal, namun juga akan mengatur bagaimana negara dalam keadaan darurat. Hal yang menarik adalah instrumen hukum dalam keadaan darurat tidak hanya hukum darurat itu sendiri (baca: Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) melainkan juga berbagai macam Undang-Undang lain yang dimaksudkan untuk merespon keadaan darurat. Khusus keadaan darurat kesehatan. Instrumen hukum yang tersedia jelas adalah UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Kekarantinaan Kesehatan sendiri adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat. Karantina Kesehatan sendiri dimaksudkan untuk merespon Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. Kedaruratan Kesehatan masyarakat sendiri adalah kejadian kesehatan masyarakat yang bersifat luar biasa dengan ditandai penyebaran penyakit menular dan/atau kejadian yang disebabkan oleh radiasi nuklir, pencemaran biologi, kontaminasi kimia, bioterorisme, dan pangan yang menimbulkan bahaya kesehatan dan berpotensi menyebar lintas wilayah atau lintas negara. Pada tanggal 31 Maret 2020, Presiden telah menetapkan keadaan darurat kesehatan masyarakat melalui Kepres Nomor 11 Tahun 2020. Selain itu, pemerintah juga menerbitkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Dan/Atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional Dan/Atau Stabilitas Sistem Keuangan. Selain itu Pemerintah menerbitkan PP Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Para Pemohon setidak-tidaknya mempersoalkan Perpu Nomor 1 Tahun 2020 terhadap tiga hal, yaitu pertama , Pasal 2 ayat (1) huruf ‘a’ angka 1, 2, dan angka 3 Perppu No 1 Tahun 2020 Bertentangan dengan Pasal 23 ayat (1), (2), dan ayat (3) UUD 1945. Pasal-Pasal tersebut secara umum menurut para pemohon menegasikan makna kedaulatan rakyat dalam hakikat public revenue 18 and expenditure APBN. Kedua, Pasal 27 Perpu Nomor 1 Tahun 2020 bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 23, Pasal 23A, Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945. Pasal 27 Perpu Nomor 1 Tahun 2020 menurut para Pemohon telah menciptakan kekuasaan yang melampaui batas dengan cara menjaminkan imunitas bagi para pejabat keuangan dan ini bertentangan dengan prinsip negara hukum dan hak konstitusional pemohon atas kepastian hukum yang adil. Ketiga , Pasal 28 Perppu No 1 Tahun 2020 bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 22 Ayat (1) juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU- VII/2009, Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Bahwa pada Pasal 28 Perppu No 1 Tahun 2020, terdapat 12 undang-undang yang beberapa ketentuan yang terdapat di dalamnya dinyatakan tidak berlaku sepanjang terkait dengan kebijakan yang ditentukan dalam Perpu Nomor. 1 Tahun 2020 tersebut. Ke-12 undang-undang tersebut masih tetap ada dan berlaku, tetapi sebagian ketentuan pasal-pasal yang terdapat di dalamnya dinyatakan tidak berlaku sepanjang berkaitan dengan kebijakan keuangan negara untuk penanganan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-I9) dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang ini. Artinya, dengan Perpu ini, ketentuan pasal-pasal yang tersebut dalam ke-12 undang- undang itu ditangguhkan atau dikesampingkan berlakunya untuk sementara waktu, hingga tujuan tercapai atau krisis Covid-19 dinyatakan sudah berakhir. Ketentuan ini jelas bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU- VII/2009 yang telah menentukan syarat objektif untuk melahirkan perppu. Guna memperluas khazanah, maka diuraikan komparasi kebijakan hukum dalam penanggulangan Covid-19 di berbagai negara yang menurut berapa media internasional dianggap berhasil dan tanggap dalam menanggulangi Covid-19. Dalam konteks ini perbandingan yang dimaksud adalah apakah negara tersebut menggunakan (menerapkan) keadaan dan/atau hukum darurat atau justru mengoptimalisasikan instrumen hukum yang telah ada. Taiwan Sejak tanggal 31 Desember 2019, Pusat Pengendalian Penyakit Taiwan (CDC) telah melaporkan Peraturan Kesehatan Internasional (IHR) di bawah 19 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan sejak saat itu, Taiwan sudah memprakarsai langkah-langkah pencegahan epidemi COVID-19. Hingga tanggal 19 April 2020, banyak mendorong penggunaan hukum darurat, semacam perppu di Indonesia, sesuai dengan Pasal 2 (3) dari Artikel Tambahan dari Konstitusi Republik Tiongkok Taiwan yang berbunyi: " The president may, by resolution of the Executive Yuan Council, issue emergency decrees and take all necessary measures to avert imminent danger affecting the security of the State or of the people or to cope with any serious financial or economic crisis, the restrictions in Article 43 of the Constitution notwithstanding. However, such decrees shall, within ten days of issuance, be presented to the Legislative Yuan for ratification. Shoulsd the Legislative Yuan withhold ratification, the said emergency decrees shall forthwith cease to be valid.” Namun, hingga saat ini Taiwan masih belum memberlakukan dan menerbitkan keadaan dan hukum darurat. Hal ini ditenggarai oleh tiga alasan, Pertama, Taiwan telah belajar dari pengalaman buruk penanganan SARS tahun 2002, pada masa itu Taiwan menerbitkan UU Darurat Sars yang diberlakukan dari tanggal 15 Maret 2003 hingga 31 Desember 2004. Sejak saat itu kemudian Taiwan memiliki undang-undang pengendalian penyakit menular ( Communicable Disease Control Act ). Undang-Undang ini telah beberapa kali diamandemen dan terakhir tahun 2019, segala macam tindakan kedaruratan kesehatan serta prosedurnya diatur lengkap. Kedua , di tepatnya 13: 56 pada 25 Februari 2020, Parlemen Taiwan telah mengeluarkan Undang-Undang untuk Tindakan Pencegahan, Pertolongan dan Revitalisasi untuk Corona Virus Dieses -19 (selanjutnya disebut UU-Covid 19). Interval antara berlakunya dan diundangkan hanya memakan waktu sekitar 2 jam. Undang-undang ini berlaku mulai 15 Januari 2020 hingga 30 Juni 2021. Setelah tanggal kedaluwarsanya, jangka waktu Undang-Undang ini dapat diperpanjang dengan persetujuan Parlemen. Meskipun tidak ada batasan waktu untuk perpanjangan, UU tersebut tidak mungkin diperpanjang dari pengalaman dalam mengimplementasikan UU SARS. Dalam hal prosedur legislatif dan efektivitas peraturan, Undang-Undang Khusus COVID-19 memiliki efek yang setara dengan penerbitan keputusan darurat. Ketiga, terdapat penafsiran Mahkamah Konstitusi Taiwan dalam Putusan No JY 2002 No. 543, yang menyatakan: “penerapan hukum darurat harus bersifat sontak segera dan detil sehingga tanpa butuh dukungan peraturan tambahan yang bersifat petunjuk teknis.” Selain itu, Mahkamah Konstitusi 20 Taiwan menegaskan bahwa diperlukan adanya ratifikasi parlemen sebelum hukum darurat tersebut dinyatakan berlaku. Jerman Hingga medio April 2020, 120,000 kasus Covid-19 melanda Jerman. Sedari awal Pandemi Covid-19 menerpa perdebatan muncul tentang apakah keadaan darurat dapat diumumkan untuk digunakan. Sesungguhnya Konstitusi federal Jerman ( Grundgesetz ) telah mengatur dan menyediakan pengaturan mengenai kekuasaan dalam keadaan darurat di beberapa pasal seperti Pasal 12a III-VI, 53a, 57a, 87a, 91, dan Pasal 115a. Meskipun tersedia instrumen tersebut, namun sejarah kelam penggunaan kekuasaan darurat menurut konstitusi di Jerman tidak dapat dihindari. Khususnya apa yang pernah terjadi merujuk kepada insiden penggunaan kekuasaan darurat menurut Pasal 48 Konstitusi Weimar pada kasus Kebakaran Reichstag (gedung parlemen) pada tahun 1933. Pada masa itu, Hitler meyakinkan Presiden Von Hindenburg untuk menggunakan Pasal 48 Konstitusi Weimar, yang memberikan kekuasaan diktator presiden kepada Hitler membuat undang-undang untuk semua negara teritorial Jerman. Hitler dan kabinet dengan cepat membuat Keputusan yang lebih permanen dan luas untuk Perlindungan Rakyat dan Negara (dikenal sebagai Keputusan Kebakaran Reichstag ), yang menangguhkan hak untuk berkumpul, kebebasan pers, kebebasan berbicara, dan perlindungan konstitusional lainnya. Apabila merujuk kepada kekuasaan darurat di Jerman menurut Pasal 91 Konstitusi Jerman, maka hanya keadaan darurat internal hanya dapat dideklarasikan apabila “order to avert an imminent danger to the existence or free democratic basic order of the Federation or of a Land”. Kondisi Covid-19 jelas tidak termasuk keadaan mengancam demokrasi, sehingga hingga saat ini tidak ada hukum darurat semacam perppu di Indonesia yang diterbitkan. Namun, meskipun persyaratan untuk deklarasi keadaan darurat internal tidak terpenuhi sebagaimana Pasal 91 Konstitusi Federal Jerman, saat ini Bundeswehr (militer Federal) dikerahkan di 14 dari 16 Länder . Sebagai bagian dari misi sipil, Bundeswehr membantu para dokter, staf perawat, dan peralatan medis yang dibutuhkan. Misi ini didasarkan pada Pasal 35 ayat 1 Konstitusi Federal Jerman yang mengatur tata administrasi dan segala bantuannya dalam keadaaan bencana yang mewajibkan semua federal dan otoritas pertahanan 21 untuk memberikan bantuan administrasi, hukum dan pertanahan. Oleh karena itu, semua otoritas Federasi serta Länder dapat meminta Bundeswehr untuk dukungan teknis-logistik, yang Länder dibutuhkan. Menurut beberapa ahli, saat ini Bundeswehr sedang menjalankan misi terbesarnya sejak didirikan pada tahun 1955. Namun, Artikel 35 ayat (1) Konstitusi Jerman tidak mencakup misi bersenjata, sehingga, bahkan pada masa Covid-19, kompetensi Bundeswehr terbatas. Jerman tidak melahirkan hukum darurat, namun parlemen tetap bekerja seperti biasa dan melahirkan ketentuan-ketentuan yang dimaksudkan untuk melindungi dampak ekonomi Covid-19 seperti penambahkan Pasal 240 dalam Pembukaan KUHPER ( Einführungsgesetz zum Bürgerlichen Gesetzbuche ) Jerman. Pasal ini memuat ketentuan untuk melindungi penyewa yang tidak bisa lagi membayar sewa karena krisis. Secara bersamaan, Bundestag (Parlemen Federal) mengadopsi paket bantuan terbesar dalam sejarah Jerman. Selain itu untuk membangun perlindungan bagi karyawan, wiraswasta dan bisnis dengan menerbitkan bantuan pinjaman baru dengan total sekitar 156 miliar Euro . Korea Selatan Korea Selatan dihitung sebagai salah satu negara yang "sangat terpukul" oleh penyebaran Covid-19 yang muncul dari Wuhan, Cina. Menurut data terbaru Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea (KCDC), medio akhir Maret 2020, Korea Selatan telah melaporkan lebih dari 8.900 kasus dan 111 kematian. Namun sejak tanggal 3 Maret 2020, Presiden Korea merasa tidak perlu menetapkan keadaan darurat atau kekuasaan darurat. Tindakan yang justru diambil adalah menunjuk Tim Penanggulangan Bencana dan Keselamatan ( Central Disaster and Safety Countermeasure Headquarters ), dan dukungan dari fasilitas militer cukup untuk mengamankan tempat tidur untuk pasien yang dikonfirmasi Covid-19. Apabila merujuk kepada Konstitusi Korea Selatan, maka dapat dipahami bahwa ada dua jenis keadaan darurat menurut Pasal 76 Konstitusi Korea Selatan dan produk hukumnya yaitu "perintah keuangan darurat" (Pasal 76 (1) Konstitusi Korea Selatan) dan "perintah darurat" (Pasal 76 (2) Korea Selatan) selengkapnya berbunyi sebagai berikut: Art. 76 (1) Konstitusi Korea Selatan: “In time of internal turmoil, external menace, natural calamity or a grave financial or economic crisis […] the President may take in respect to them the minimum necessary financial and economic actions or issue orders having the effect of 22 Act, […] only when […] there is no time to await the convocation of the National Assembly.” : Art. 76 (2) hanya akan diadopsi dalam situasi berikut: “In case of major hostilities affecting national security […] the President may issue orders […] only when […] it is impossible to convene the National Assembly.” Saat ini beberapa regulasi yang berlaku di Korea terkait penangan Covid- 19 antara lain:
UU Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular, 2. UU Pengelolaan Bencana dan Keselamatan, 3. UU Kekarantinaan, 4. UU Kesehatan Masyarakat Daerah, dan 5. UU Pencegahan Acquired Immunodeficiency Syndrome (UU AIDS) UU Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular ( Infectious Disease Control and Prevention Act (IDCPA), No. 14286, diubah pada 2 Desember 2016 dalam bahasa Inggris, dan versi terbaru di Korea, yang telah diamandemen pada 4 Maret 2020) adalah undang-undang paling relevan yang berlaku mengenai wabah COVID-19 yang meledak di Korea Selatan. IDCPA memberikan pemerintah sarana yang sangat spesifik untuk mendistribusikan sumber daya dan memobilisasi dan merangsang berbagai pelaku di seluruh masyarakat dalam upaya untuk memerangi penyebaran penyakit menular. UU lahir dari keterpukulan Korea Selatan akibat mewabahnya penyakit Middle East Respiratory Syndrome (MERS) Tahun 2015 lalu. Pada pokoknya UU ini bahkan mengatur konsekuesni ekonomi yang timbul akibat mewabahnya suatu penyakit. Kanada Hingga saat ini, kanada belum menyatakan keadaan darurat federal dalam hal merujuk kepada UU Darurat Tahun 1985. Setidaknya ada 4 alasan: Pertama, kesehatan adalah yurisdiksi provinsi dalam sistem federal Kanada, dan provinsi telah menggunakan wewenang hukum mereka untuk memaksakan keadaan darurat tingkat provinsi yang hanya bervariasi dalam detail kecil. Kedua, UU federal mengenai Karantina Kesehatan tahun 2005 sudah memberikan kekuasaan darurat yang luas kepada pemerintah. Pada tanggal 25 Maret 2020 Menteri Kesehatan Kanada mengumumkan Perintah Darurat di 23 bawah UU yang mengharuskan setiap orang yang memasuki Kanada melalui udara, laut atau darat diwajibkan mengisolasi diri selama 14 hari untuk memastikan apakah mereka memiliki gejala Covid-19. Hukuman pelanggaran ketentuan tersebut adalah denda hingga $ 750.000 dan/atau penjara hingga enam bulan. Hukuman meningkat bagi siapa saja yang dengan sengaja atau sembrono menyebabkan risiko kematian yang akan segera terjadi atau cedera tubuh yang serius terhadap orang lain yang bertentangan dengan Undang- undang atau peraturan yang dibuat di bawahnya. Ketiga, ada faktor budaya yang berperan. Kanada memiliki sistem kesehatan masyarakat yang berfungsi dengan baik. Tingkat kepercayaan pada para ahli kesehatan masyarakat, sehingga bahkan para perdana menteri provinsi yang telah menggoda dalam beberapa tahun terakhir dengan politik populis gaya Trump namun kehendak tersebut akhirnya diurungkan, Kanada banyak belajar dari pengalaman mereka dalam menghadapi SARS di tahun 2002. Keempat, struktur yuridis __ UU Darurat, dipahami dalam konteks politik dan hukumnya, yang harus membuat pemerintah federal ragu untuk menerapkannya. Pembukaan Undang-Undang ini mencerminkan fakta bahwa undang-undang itu diberlakukan tiga tahun setelah Charter of Rights and Freedoms menjadi bagian dari tatanan konstitusional Kanada: AND WHEREAS the Governor in Council, in taking such special temporary measures, would be subject to the Canadian Charter of Rights and Freedoms … and must have regard to the International Covenant on Civil and Political Rights , particularly with respect to those fundamental rights that are not to be limited or abridged even in a national emergency Undang-Undang ini tidak hanya tunduk pada komitmen penghormatan terhadap hak domestik dan internasional Kanada, tetapi Bagian 3 menetapkan bahwa 'darurat nasional' dapat dinyatakan hanya jika ada 'situasi darurat dan kritis yang bersifat sementara yang: (a) sangat membahayakan kehidupan, kesehatan atau keselamatan warga Kanada dan memiliki proporsi atau sifat seperti melebihi kapasitas atau wewenang provinsi untuk menghadapinya, atau 24 (b) secara serius mengancam kemampuan Pemerintah federal kanada untuk menjaga kedaulatan, keamanan dan integritas wilayah dan itu tidak dapat secara efektif ditangani berdasarkan hukum Kanada lainnya. Jika keadaan darurat diumumkan, maka menjadi 'Keadaan Darurat Kesehatan Masyarakat' yang berakhir pada akhir sembilan puluh hari kecuali jika diteruskan sesuai dengan Undang-Undang. Bagian 8 (3) (a) menyatakan bahwa wewenang berdasarkan Undang-Undang ini akan dilaksanakan atau dilakukan:
dengan cara yang tidak mengganggu kemampuan provinsi mana pun untuk mengambil tindakan, berdasarkan Undang-undang parlemen di Provinsi, dan b. dengan pandangan untuk mencapai tindakan secara bersama-sama dengan masing-masing provinsi. Bagian 10 mengatur bahwa Parlemen dapat mencabut deklarasi darurat kesejahteraan publik. Bagian 58 mensyaratkan bahwa penjelasan tentang alasan deklarasi, termasuk konsultasi dengan provinsi (diamanatkan oleh Bagian 14), harus diletakkan di depan kedua Gedung Parlemen dalam waktu tujuh hari duduk dari deklarasi, sementara Bagian 59 mengizinkan sejumlah kecil anggota dari salah satu DPR mengajukan mosi agar deklarasi dicabut. Bagian 62 mensyaratkan bahwa komite bersama dibentuk untuk meninjau 'kinerja tugas dan fungsi sesuai dengan deklarasi darurat'. Singkatnya, UU Keadaan Darurat di Kanada tidak dipilih sebagai instrumen hukum dikarenakan prinsipnya tidak memberikan “kekebalan hukum” dan secara politis dikarenakan pengaturannya yang sangat ketat, lalu keharusan tidak melanggar piagam hak asasi manusia. Selain itu, bagaimana bagi pemerintah Kanada bagaimana konstruksi hukum darurat ketika Parlemen dan pengadilan tidak mampu beroperasi sebagaimana mestinya Bahkan upaya pemerintah federal untuk mengusulkan adanya undang-undang memberikan kekuasaan kepada pemerintah untuk membelanjakan, meminjam, dan pajak tanpa persetujuan Parlemen sampai Desember 2021, urung dilakukan dikarenakan resistensi parlemen yang tinggi di Kanada. Selandia Baru Lain halnya dengan yang terjadi di Selandia Baru, dalam menanggulangi Covid 19. Keadaan darurat nasional telah dinyatakan pada jam 12: 21 PM pada 25 tanggal 25 Maret 2020. Sebelum berbicara mengenai hukum darurat di Selandia baru, maka penting untuk diketahui bahwa di Selandia Baru memiliki panduan (non regulasi) mengenai sistem deteksi darurat Covid-19 berjenjang. Sistem ini memiliki 4 Jenjang (level) yaitu jenjang persiapan (level 1), jenjang meminimalisir (level 2), jenjang pelarangan (level 3) dan jenjang penguncian (level 4). Setiap jenjang ini memiliki dampak dan jangkauan peran pemerintah dalam penanggulangan Covid-19. Sejak Jam 11: 59 PM, 27 April 2020, Pemerintah Selandia Baru telah menetapkan jenjang pelarangan (level 3). Kembali kepada keadaan darurat sebagaimana diuraikan diatas, Ketentuan Keadaan darurat nasional diatur dalam UU Manajemen Pertahanan Sipil Darurat tahun 2002 ( Civil Defence Emergency Management Act 2002). Pasal 8 ayat (1) dan (2) UU UU Manajemen Pertahanan Sipil Darurat mengatur bahwa Perdana Menteri menunjuk Direktur Pertahanan Sipil Darurat yang bertugas untuk mengoordinasikan respons nasional, serta memungkinkannya untuk mengerahkan berbagai arahan darurat dan kekuatan permintaan (yang belum digunakan). Menurut UU Manajemen Pertahan Sipil Darurat Tahun 2002, Keadaan darurat ini perlu diperbarui setiap 7 hari tetapi telah diperbarui sekali dan diharapkan akan berulang kali untuk periode yang signifikan. Sejauh ini keadaan darurat telah terus diperpanjang selama pertama pada 9: 27am tanggal 31 Maret 2020, kedua kalinya pada 9: 25am tanggal 2 April 2020, ketiga kalinya pada 12: 21pm tanggal 8 April 2020, keempat kalinya pada 12: 21pm tanggal 15 April 2020, kelima kalinya, pada 12: 21pm tanggal 22 April 2020, keenam kalinya pada 12: 21pm tanggal 29 April 2020 hingga akan diperpanjang untuk ketujuh kalinya pada 12: 21 pm pada hari Rabu 6 Mei 2020 kecuali dinyatakan sebaliknya. Di saat penerapan UU Manajemen Pertahanan Sipil Darurat tahun 2002, penanggulangan Covid-19 juga dilakukan penerapan UU Kesiapan Penanggulangan Epidemi Tahun 2006 ( Epidemic Preparedness Act 2006). Penggunaan instrumen hukum ini memiliki sejumlah konsekuensi: (a) petugas medis kesehatan diberdayakan untuk menggunakan berbagai kekuasaan darurat khusus; (b) menteri dapat mengaktifkan (dan telah mengaktifkan) sejumlah ketentuan darurat spesifik yang tersebar di seluruh undang-undang jaminan sosial, imigrasi, hukuman dan pembebasan bersyarat; dan (c) menteri dapat mengeluarkan pemberitahuan untuk 'memodifikasi' persyaratan atau 26 pembatasan kekuasaan yang telah diatur dalam undang-undang. Kekuasaan ini merupakan Konvensi kekuasaan Henry VIII, namun sejauh ini hanya diminta sekali. Hal ini disebabkan tradisi waspada terhadap penggunaannya. Berdasarkan Pasal 70 huruf m UU Kesehatan Tahun 1956 sesungguhnya telah mengatur mengenai kewenangan Menteri Kesehatan untuk langsung me- “ lockdown ”. Kewenangan ini termasuk didalamnya mengkarantina tempat- tempat strategis dan vital seperti pertokoan, tempat ibadah, sekolah, namun dikecualikan pengadilan. Bahkan terkait dengan Pasal 70 UU Kesehatan, Polisi diberikan kewenangan khusus berdasarkan Pasal 71A UU Kesehatan dan Pasal 91 UU Manajemen Pertahanan Sipil Darurat untuk membantu, meminta dan mengarahkan dalam penanggulangan darurat kesehatan. Dalam merespon persoalan, ekonomi, Selandia Baru mengeluarkan beberapa kebijakan seperti pertama, stimulus dunia usaha dan kesejahteraan masyarakat senilai $12 Milyar; kedua, Rancangan UU APBN-P yang membolehkan penambahan anggaran penganan Covid-19 senilai $52 Milyar; dan (c) amandemen beberapa perundang-undangan dibidang kesejahteraan seperti sewa-menyewa, keuangan pusat dan daerah, pendidikan and Informasi Publik, untuk mengatasi beberapa masalah mendesak yang disebabkan oleh gangguan Covid-19. Berdasarkan uraian diatas, maka disimpulkan bahwa pada umumnya tidak terdapat negara yang dinyatakan berhasil menggunakan instrumen hukum daruratnya. WHO melalui artikel resminya yang berjudul “ How to budget for COVID-19 response? a rapid scan of budgetary mechanisms in highly affected countries ” penulis, Hélène Barroy, Ding Wang, Claudia Pescetto, and Joseph Kutzin. Mengemukakan bahwa every country must develop specific processes for allocating budget funds to the response . Selanjutnya rekomendasi yang diusulkan antara lain adalah: 1. Using existing budgetary flexibility and exceptional spending procedures to fund first measures 2. Accelerating revision of finance laws to secure a budget for the response through expenditure earmarkin 3. Releasing public funds to frontline service providers timely and facilitating expenditure tracking 27 Berdasarkan rekomendasi yang diusulkan tersebut, diakhir kesimpulannya artikel tersebut menyebutkan Ensuring an appropriate balance between flexibility and accountability is relevant now more than ever under these exceptional circumstances. Governments and legislature need to ensure sufficient budgetary funds, by reprogramming existing spending and earmarking additional funds. Apabila merujuk kepada instrumen hukum yang ada, maka semuanya telah memadai. Apabila menghendaki fleksibilitas untuk merespon dampak Covid-19, maka Pasal 27 ayat (3), dan ayat (4) UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara telah menentukan:
Penyesuaian APBN dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama DPR dengan Pemerintah Pusat dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBN tahun anggaran yang bersangkutan apabila terjadi:
Perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asusmsi yang digunakan dalam APBN;
Perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal;
Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran antar unit, organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanjan;
Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan;
Dalam keadaan darurat Pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rencana perubahan APBN dan/atau disampaikan dalam Laporan Realisasi Anggaran; Opsi yang diambil melalui Pasal 2 Perpu Nomor 1 Tahun 2020 jelas bertentangan dengan hak konstitusional para pemohon melalui DPR untuk membahas setiap rupiah dalam APBN sebagai representasi kedaulatan rakyat. apalagi kemudian, instrumen hukum yang ada saat ini yaitu adalah UU No 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana masih berlaku dan dapat dioptimalkan. Disaat yang bersamaan kehadiran Pasal 27 dan 28 Perpu Nomor 1 Tahun 2020 telah menunjukan bahwa adanya hak imunitas dan pengenyampingan hukum yang berlaku, ini berdampak kepada dilanggarnya hak konstitusionalitas para Pemohon khususnya Pasal 27 dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Oleh karena itu, selanjutnya dijelaskan secara detil alasan-alasan hukum sebagaimana diurai diatas sebagai berikut: 28 B. Pasal 2 ayat (1) huruf a angka 1, angka 2, angka 3 Perpu Nomor 1 Tahun 2020 bertentangan dengan Pasal 23 dan Pasal 23A UUD 1945 1. Bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara Dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pendemi Corona Virus Disease 2019 (Covid- 19) Dan/Atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional Dan/Atau Stabilitas Sistem Keuangan, dimaksudkan untuk menanggulangi dampak Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang menurut pandangan Pemerintah telah menciptakan keadaan ‘kegentingan yang memaksa’ terhadap 2 (dua) segi kehidupan sekaligus, yakni dalam hal keselamatan Jiwa Warga Negara dan Perekonomian Nasional. Akan tetapi secara materi muatan, Perpu Nomor 1 Tahun 2020 secara spesifik hanya memuat tentang berbagai kebijakan dalam rangka penyelamatan perekonomian Negara, yang secara garis besar terbagi dalam 2 (dua) bentuk, yakni Kebijakan Keuangan Negara disatu sisi dan Stabilitas Sistem Keuangan disisi yang lain;
Bahwa salah satu Kebijakan Keuangan Negara yang diatur dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2020, adalah memberikan kewenangan bagi pemerintah untuk menetapkan batasan defisit anggaran melampaui 3% (tiga persen) Produk Domestik Bruto (PDB) sampai dengan tahun anggaran 2022, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) huruf ‘a’ angka 1, 2, dan angka 3: (1) Dalam rangka pelaksanaan kebijakan keuangan negara sebagaimana _dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), Pemerintah berwenang: _ a. Menetapkan batasan defisit anggaran, dengan ketentuan sebagai _berikut: _ 1. Melampaui 3% (tiga persen) dari Produk Domestik Bruto (PDB) selama masa penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID- 19) dan/atau untuk menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan paling _lama samapai dengan berakhirnya Tahun Anggaran 2022; _ 2. Sejak Tahun Anggaran 2023 besaran defisit akan kembali menjadi paling tinggi sebesar 3% (tiga persen) dari Produk Domestik Bruto (PDB); dan , 3. Penyesuaian besaran defisit sebagaimana dimaksud pada angka 1 menjadi sebagaimana dimaksud pada angka 2 dilakukan secara bertahap. 29 3. Bahwa ketentuan dalam Pasal 2 ayat (1) huruf ‘a’ angka 1, 2, dan angka 3 di atas, adalah bertentangan dengan Pasal 23 ayat (1), (2) dan ayat (3) UUD 1945 yang menentukan: Pasal 23 (1) Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang- undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk _sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; _ (2) Rancangan anggaran undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan _Perwakilan Daerah; _ (3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu. 4. Bahwa sudah menjadi communis opinion doctorum , hakikat atau falsafah Keuangan Publik/Anggaran Negara adalah Kedaulatan. Pandangan yang demikian di antaranya dikemukakan oleh Rene Stroum, ‘The constitutional right which a nation possesses to authorize public revenue and expenditures does not originates from the fact that the members of the nation contribute the payments. This right is based on a loftier idea. The idea of sovereignty’ . Pandangan ini menerangkan bahwa kewenangan negara untuk menetapkan anggaran pendapatan dan belanja bukan semata-mata berangkat dari fakta bahwa masyarakat memiliki kontribusi dengan melakukan pembayaran pajak kepada negara, melainkan berangkat dari hal/idea yang lebih tinggi, yang disebut kedaulatan. Pandangan demikian juga diamini dan dirujuk oleh Prof. Arifin P. Soeria Atmadja, yang mengemukakan bahwa hakikat public revenue and expenditure APBN adalah kedaulatan, bukan yang lain. Apabila yang berdaulat adalah raja, maka rajalah yang berhak sepenuhnya untuk menetapkan APBN, sebaliknya jika rakyat yang berdaulat, maka rakyatlah yang berhak menetapkan APBN;
Bahwa sejak Negara Indonesia didirikan oleh para Pendiri Bangsa dan memiliki sebuah konstitusi, sejak itu pula kita mengakui bahwa yang berdaulat adalah rakyat, menurut Pasal (1) ayat (2) UUD 1945 sebelum amandemen. Hal ini bahkan semakin dipertegas dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 setelah amandemen yang menentukan ‘Kedaulatan berada di 30 tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar’ . Ketentuan ini merupakan penegasan tentang kedaulatan rakyat dan sekaligus menjadi salah satu asas fundamental dalam hukum tata negara. Jika dalam lapangan politik kedaulatan rakyat sering didengungkan dengan adagium ‘dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’ , maka dalam konteks anggaran negara, kedaulatan rakyat itu dapat juga didengungkan dengan adagium ‘dari mana sumber uang (pendapatan) dan untuk apa uang digunakan (belanja) harus dilakukan dengan persetujuan rakyat’ ;
Bahwa kedaulatan rakyat terhadap anggaran negara ini selengkapnya dirumuskan dalam Pasal 23 ayat (1), (2) dan ayat (3) UUD 1945, sebagaimana telah dikutip dalam uraian angka ‘4’ di atas. Dalam Pasal a quo, kedaulatan rakyat terhadap anggaran negara ini dikonstruksikan menjadi 3 (tiga) bentuk: Pertama, APBN harus ditetapkan dengan Undang- Undang, bukan jenis Peraturan Perundang-Undangan yang lain; Kedua, APBN harus mendapatkan persetujuan DPR; Kedua, Undang-Undang APBN bersifat periodik (ditetapkan setiap satu tahun);
Bahwa Pasal 2 ayat (1) huruf ‘a’ angka 1, 2, dan angka 3 Perpu Nomor 1 Tahun 2020 memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menetapkan batas defisit dengan dua ketentuan: Pertama, membuka batasan defisit di atas 3% dari Pendapatan Domestik Brotu (PDB) tanpa batas maksimal; dan , Kedua, pemberlakukan batas defisi di atas 3% dari Pendapatan Domestik Brotu (PDB) sampai dengan tahun anggaran 2022;
Bahwa sekilas materi muatan dalam Pasal 2 ayat (1) huruf ‘a’ angka 1, 2, dan angka 3 Perpu Nomor 1 Tahun 2020 tidak mengatur tentang APBN secara langsung. Akan tetapi jika diselami lebih dalam, pengaturan yang demikian sejatinya telah menjangkau ‘jantungnya’ APBN, karena defisit itu sendiri merupakan selisih kurang dari akumulasi seluruh rencana Pendapatan ( revenue ) dan rencana Pengeluaran ( expenditure );
Bahwa pentingnya pos defisit tidak bisa dilepaskan dari perkembangan format postur Undang-Undang APBN, khususnya setelah pengalaman krisis di penghujung tahun 90-an. Sejak APBN Tahun Anggaran 2000, format postur APBN dari yang sebelumnya disusun dalam bentuk T-account diubah menjadi format I-account . Format ini diterapkan untuk menggantikan dan sekaligus sebagai kritik terhadap berbagai kelemahan dari format dan 31 prinsip APBN pada masa Orde Baru. Sebagaimana diketahui, format postur APBN pada masa Orde Baru hanya terdiri dari ‘Rencana Penerimaan/Pendapatan’ dan ‘Rencana Pengeluaran/Belanja’, yang dalam penyusunannya menekankan prinsip ‘berimbang’. Dengan format dan prinsip demikian, penyusunan APBN diupayakan untuk menyeimbangkan antara pos penerimaan dan pos pengeluaran. Mengingat orientasi kebijakan Orde Baru yang menekankan pada konsep pembangunan ( developmentalism ), sering kali penerimaan dalam negeri tidak mencukupi pengeluaran negara/pengeluaran negara lebih besar dari seluruh penerimaan dalam negeri. Maka, dengan prinsip ‘berimbang’, selisih kurang antara penerimaan dan pengeluaran negara tersebut, kemudian dibuat berimbang (sama) melalui ‘pinjaman luar ngeri’. Artinya, prinsip ‘berimbang’ menjadi dasar bagi pemerintah untuk melakukan pinjaman luar negeri, dengan tujuan menyeimbangkan jumlah antara penerimaan dan pengeluaran;
Bahwa format dan prinsip yang demikian ternyata dalam sejarah APBN di Indonesia, justru menjadi sumber rentannya APBN terhadap terpaan krisis, khususnya pengalaman krisis ekonomi Indonesia di penghujung kekuasaan Orde Baru. Hal ini dikarenakan format dan prinsip APBN tersebut mengandalkan penerimaan pembangunan yang berasal dari luar negeri. Konsekuensi yang terjadi pada APBN adalah meleburnya pinjaman yang digunakan untuk menutup defisit dalam pos penerimaan, sehingga menjadi tidak jelas, mana sumber daya dan dana yang serta-merta menjadi hak milik negara dan mana sumber dana yang harus dikembalikan. Yang dapat diketahui dari format dan prinsip APBN yang demikian, adalah setiap tahun APBN harus mengeluarkan sejumlah dana untuk membayar cicilan utang luar negeri, baik pokok pinjaman maupun bunganya;
Bahwa pengalaman APBN dengan format dan prinsip pada masa Orde Baru, mendorong format/postur APBN kemudian diubah, tepatnya dalam RAPBN tahun anggaran 2000/2001, dari yang sebelumnya menggunakan format T-account menjadi format I-account . Dengan format I-account , postur APBN mengalami pengelompokkan kembali (reklasifikasi) pos-pos pendapatan dan belanja, termasuk pemisahan secara tegas terhadap beberapa komponen pembiayaan anggaran yang selama ini dimasukan 32 kedalam pos-pos pendapatan dan belanja negara. Maka jika dalam format postur APBN masa Orde Baru APBN hanya terdiri dari pos ‘penerimaan’ dan ‘pengeluaran, maka format postur APBN yang terbaru terdiri atas:
Pendapatan;
Belanja;
Keseimbangan Primer;
Surplu/Defisit Anggaran; dan , (5) Pembiayaan;
Bahwa format I-account menjadikan APBN berbasis kinerja, yang konsekuensinya adalah anggaran dapat disusun secara defisit atau surplus, bukan disusun untuk mencapai keseimbangan antara penerimaan dan pengeluaran sebagaimana dalam format T-account . Dengan format yang baru, dimaksudkan untuk meningkatkan akuntabilitas, efisiensi, dan transparansi dalam penyusunan dan pelaksanaan APBN. Hal ini menjadi demikian penting, terutama ketika APBN disusun secara defisit. Pos defisit/surplus menceminkan selisih antara akumulasi pendapatan dan belanja. Manakala dalam penyusunan APBN total pendapatan lebih besar dari pada total pos belanja, maka yang terjadi adalah surplus anggaran. Sebaliknya, jika dalam penyusunan APBN total pos pendapatan lebih kecil dari pada total pos belanja, maka yang terjadi adalah anggaran defisit. Ketika anggaran defisit, maka disinilah fungsi pos pembiayaan untuk menutup defisit anggaran tersebut;
Bahwa pos defisit dalam APBN memiliki posisi yang penting, sebagai alat untuk mengendalikan agar selisih kurang antara total pendapatan dan belanja tidak terlalu besar. Untuk menghindari telalu besarnya selisih kurang antara total pendapatan dan belanja, maka ditentukan bahwa batas maksimal defisit adalah 3% terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Hal ini sebagaimana ditentukan dalam penjelasan Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara: “Defisit anggaran dimaksud dibatasi maksimal 3% dari Produk Domestik Bruto. Jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari Produk Domestik Bruto.” Artinya, walaupun Pemerintah dimungkinkan untuk menyusun anggaran secara defisit, akan tetapi besaran defisit tersebut tidak bisa dibuat terlalu besar, tetapi ada batasannya, yakni maksimal 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Batasan ini ditentukan agar pos pembiayaan yang akan digunakan dalam menutupi defisit juga tidak semakin membesar, baik yang bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri; __ 33 14. Bahwa uraian di atas menunjukkan pos defisit yang dibatasi maksimal 3% PDB, sejatinya memiliki posisi yang sama penting dengan pos pendapatan dan pos belanja dalam APBN dengan format I-account . Kedaulatan rakyat terhadap anggaran Negara memiliki nilai yang sama dalam seluruh pos APBN, baik dalam Pos Pendapatan, Pos Belanja, Pos Keseimbangan Primer, Pos Surplu/Defisit Anggaran, dan Pos Pembiayaan. Dalam UU APBN dengan format I-account , pos defisit memiliki posisi yang sangat penting karena beberapa alasan: Pertama, pos defisit mencerminkan selisih kurang antara total seluruh pendapatan dan total seluruh belanja belanja. Sehingga, setiap perubahan pada pos defisit secara langsung seluruh pos dalam APBN, baik Pendapatan, Belanja, Keseimbangan Primer, pos defisit itu sendiri, termasuk pos pembiayaan; Kedua, pos defisit menjadi alat kendali agar selisih kurang antara total seluruh pendapatan dan total seluruh belanja tidak terlalu besar. Apabila selisih kurang antara total seluruh pendapatan dan total seluruh belanja tidak terlalu besar, maka pos pembiayaan juga tidak akan membengkak, terutama pembiayaan terutama yang berasal dari luar negeri. yang dikemudian hari akan menjadi beban bagi APBN di tahun-tahun selanjutnya;
Bahwa berdasarkan alasan tentang pentingnya posisi pos defisit dalam sebuah UU APBN dalam format I-account , maka menjadi jelas bahwa norma dalam Pasal 2 ayat (1) huruf ‘a’ angka 1, 2, dan angka 3 Perpu Nomor 1 Tahun 2020, telah melegitimasi sebuah Perppu untuk mengatur materi muatan APBN yang seharusnya diatur dalam sebuah Undang-Undang, sebagaimana amanat Pasal 23 ayat (1) UUD 1945;
Dibukanya keran defisit di atas 3% dalam Pasal 2 ayat (1) huruf ‘a’ angka 1, 2, dan angka 3 Perpu Nomor 1 Tahun 2020, akan berimplikasi pada berubahnya hampir seluruh Pos dalam Undang-Undang APBN Tahun Anggaran 2020, terutama Pos Belanja, Pos Keseimbangan Primer, Pos Defisit itu sendiri, dan yang terpenting adalah Pos Pembiayaan. Terlebih ketentuan tentang batas defisit ini tidak hanya mengingat UU APBN Tahun Anggaran 2020, melainkan menjangkau UU APBN Tahun Anggaran 2021 dan UU APBN Tahun Anggaran 2022;
Bahwa terhadap UU APBN Tahun Anggaran 2021 dan UU APBN Tahun Anggaran 2022, walaupun produk hukumnya belum ditetapkan, akan tetapi 34 berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf ‘a’ angka 1, 2, dan angka 3 Perppu Nomor 1 Tahun 2020, maka dapat dipastikan bahwa seluruh Pos dalam APBN Tahun Anggaran dua tahun kedapan dengan sendirinya terikat pada ketentuan tentang batasan defisit di atas 3% yang tanpa batas maksimal itu;
Bahwa hal ini secara terang menjelaskan bahwa norma dalam Pasal 2 ayat (1) huruf ‘a’ angka 1, 2, dan angka 3 Perpu Nomor 1 Tahun 2020 secara langsung telah menyusup masuk kedalam materi muatan Undang-Undang APBN, setidaknya untuk 3 (tiga) Tahun Anggaran, dan karenanya adalah jells dan nyata bertentangan dengan Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 yang mengharuskan APBN ditetapkan dalam sebuah Undang-Undang, bukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
Bahwa disamping APBN harus ditetapkan dalam sebuah Undang-Undang dan bukan PERPPU, APBN menurut Pasal 23 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 harus mendapatkan persetujuan DPR, sebagai bentuk kedaualatan rakyat terhadap setiap rupiah yang ada dalam APBN. Persetujuan DPR bersifat mutlak dan tidak bisa dikesampingkan dengan alasan apapun;
Bahwa demikian pentingnya persetujuan DPR, disebabkan hak anggaran ( budget ) itu sendiri merupakan milik DPR. Itulah sebabnya, dalam penyusunan UU APBN, posisi DPR adalah lebih kuat dan lebih menentukan dari pada Pemerintah. Lebih kuatnya posisi DPR, bahkan ditegaskan dalam Pasal 23 ayat (3) UUD 1945, bahwa apabila DPR tidak menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang APBN yang diajukan oleh Pemerintah, maka Pemerintah tidak punya pilihan lain, selain menggunakan UU APBN tahun sebelumnya. Hal ini merupakan konsekuensi dari prinsip kedaualatn rakyat yang sejak awal telah ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945;
Bahwa dalam ilmu hukum tata negara, persetujuan DPR terhadap UU APBN merupakan sebuah otorisasi (kuasa) yang diberikan kepada pemerintah untuk melakukan pembelanjaan sejumlah uang yang ditentukan dalam UU APBN, serta mencari pendapatan untuk melakukan belanja tersebut. Persetujuan DPR sebagai sebuah otorisasi (kuasa) juga dikemukakan oleh Molenaar, bahwa sebagian besar sarjana hukum di Perancis dan Jerman mengatakan bahwa peretujuan DPR adalah kuasa. Dalam sejarah ketatanegaraan RI, ada keterangan rsmi dari pemerintah yang menyatakan bahwa persetujuan DPR dianggap sebagai ‘kuasa’; 35 22. Persetujuan DPR terhadap UU APBN merupakan sebuah otorisasi (kuasa) menurut Pasal 23 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945, perlu didudukkan dalam kaitannya dengan pelaksanaan APBN. Dalam hal ini dipahami bahwa sebagai sebuah otorisasi (kuasa), maka pemerintah memiliki kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban terhadap pelaksanaan UU APBN itu sendiri;
Bahwa norma dalam Pasal 2 ayat (1) huruf ‘a’ angka 1, 2, dan angka 3 Perppu Nomor 1 Tahun 2020 telah menjadikan Persetujuan DPR yang menurut Pasal 23 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 bersifat mutlak , berubah menjadi bersifat relatif . Hal ini disebabkan beberapa alasan:
Pasal 2 ayat (1) Perppu Nomor 1 Tahun 2020 dirumuskan dengan menggunakan frasa ‘Dalam rangka pelaksanaan kebijakan keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), Pemerintah berwenang’ . Digunakannya frasa ‘pemerintah berwenang’, bermakna bahwa kekuasaan untuk menetapkan batasan defisit anggaran sebagai salah satu pos anggaran yang esensial dalam sisitem APBN dengan format I-account , telah diambil alih menjadi kewenangan eksekutif. Hal ini secara jelas telah mengambil hak mutlak milik DPR oleh cabang kekuasaan eksekutif;
Terhadap UU APBN Tahun Anggaran 2020. Bahwa UU APBN TA 2020 yang telah ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2019 tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020 dan telah disetujui oleh DPR justru dimentahkan. Sebagaimana telah dikemukakan pada point ‘17’ alasan permohonan, bahwa dibukanya batas defisit di atas 3% berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf ‘a’ angka 1, 2, dan angka 3 Perpu Nomor 1 Tahun 2020, akan berimplikasi pada berubahnya hampir seluruh Pos dalam Undang- Undang APBN Tahun Anggaran 2020, terutama Pos Belanja, Pos Keseimbangan Primer, Pos Defisit itu sendiri, dan Pos Pembiayaan. Artinya, dengan berlakunya Pasal 2 ayat (1) huruf ‘a’ angka 1, 2, dan angka 3 Perpu Nomor 1 Tahun 2020, secara terang dan jelas bertentangan dengan Pasal 23 ayat (2) dan ayat (3), karena telah merubah arti penting persetujuan DPR terhadap UU APBN yang bersifat ‘mutak’ menjadi bersifat ‘relatif’; 36 c. Terhadap UU APBN Tahun Anggaran 2021 dan UU APBN Tahun Anggaran 2022. Sebagaimana diketahui, bahwa kedua UU APBN Aanggaran 2021 dan 2022 belum ada prodak hukumnya. Akan tetapi berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf ‘a’ angka 1, 2, dan angka 3 Perppu Nomor 1 Tahun 2020, kedua UU APBN yang masih berstatus ius constituendum , dalam penyusunannya dikemudian hari akan terikat pada norma Pasal 2 ayat (1) huruf ‘a’ angka 1, angka 2, dan angka 3 Perppu Nomor 1 Tahun 2020, yang secara langsung mempengaruhi seluruh pos anggaran pada APBN. Dengan demikian, persetujuan DPR yang dimaksudkan bersifat ‘mutlak’ menurut Pasal 23 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945, jelas dilanggar dan dicederai oleh Pasal 2 ayat (1) huruf ‘a’ angka 1, 2, dan angka 3 Perppu No. 1 Tahun 2020.
Bahwa seluruh uraian di atas secara terang dan jelas menunjukkan bahwa norma dalam Pasal 2 ayat (1) huruf ‘a’ angka 1, 2, dan angka 3 Perpu Nomor 1 Tahun 2020 adalah bertentangan dengan Pasal 23 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945, dan karenanya adalah beralasan hukum untuk dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi;
Bahwa di samping harus ditetapkan dengan sebuah Undang-Undang dan mendaptakan persetujuan DPR, berdasarkan Pasal 23 ayat (1), (2) dan ayat (3) UUD 1945 meneguhkan bahwa UU APBN memiliki karakter atau ‘periodik’, sebuah hal yang membedakannya dengan Undang-Undang lain pada umumnya. Dalam kaitanya dengan hal tersebut, Goedhart mendefiniskan anggaran Negara sebagai; ‘keseluruhan undang-undang yang ditetapkan secara periodik , yang memberikan kekuasaan eksekutif untuk melaksanakan pengeluaran mengenai periode tertentu dan menunjukkan alat pembiayaan yang diperlukan untuk menutup pengeluaran tersebut’ . Pandangan Goedhart di atas, menegaskan bahwa unsur periodic merupakan unsur yang terdapat pada seluruh anggaran Negara;
Bahwa unsur Periodik dimaksud terkandung dalam keseluruhan Pasal 23 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UUD 1945. Dalam ayat (1) ditentukan bahwa APBN ditetapkan setiap tahun (periodik) dengan Undang-Undang, artinya ada sifat periodik. Selanjutnya dalam ayat (2) dan ayat (3) secara berturut- turut menentukan bahwa UU APBN harus mendapatkan persetujuan DPR, dan apabila terjadi kondisi di mana DPR tidak menyetujui UU APBN, maka 37 pemerintah harus menggunakan UU APBN tahun sebelumnya. Pasal 23 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 ini semakin meneguhkan unsur ‘periodik’ dalam UU APBN, dimana ada masa berlaku APBN setiap satu tahun;
Bahwa norma dalam Pasal 2 ayat (1) huruf ‘a’ angka 1, angka 2, dan angka 3 Perppu Nomor 1 Tahun 2020 secara jelas menggugurkan karakter periodik dari UU APBN yang diamanatkan oleh Pasal 23 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UUD 1945. Hal ini dikarenakan dibukanya batasan defisit di atas 3% terhadap PDB, dalam Pasal a quo , adalah diberlakukan terhadap 3 (tiga) Tahun Anggaran sekaligus, artinya mengikat dan menjangkau tiga Undang-Undang APBN sekaligus. Hal yang demikian jelas menihilkan arti penting unsur periodik Undang-Undang APBN yang harus ditetapkan setiap satu tahun;
Bahwa berasarkan uraian di atas, adalah jelas bahwa norma dalam Pasal 2 ayat (1) huruf ‘a’ angka 1, angka 2, dan angka 3 Perppu Nomor 1 Tahun 2020 adalah bertentangan dengan Pasal 23 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UUD 1945 karena 3 (tiga) alasan utama yang telah diuraikan sebelumnya, yakni: Pertama, APBN harus ditetapkan dalam jenis Peraturan Perundang- Undangn yang bernama Undang-Undang, bukan yang lain, termasuk bukan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; Kedua, Undang- Undang APBN harus mendapatkan persetujuan DPR, dan persetujuan DPR bersifat mutlak sebagai pengenjawantahan kedaulatan rakyat terhadap anggaran Negara; dan , ketiga, Undang-Undang APBN memiliki unsur periodik, yakni harus ditetapkan setiap satu tahun;
Bahwa mengacu pada tiga kriteria dari Undang-Undang APBN sebagai amanat Pasal 23 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UUD 1945 ini, maka menjadi jelas dan terang bahwa pemberian kewenangan bagi pemerintah untuk menetapkan batas defisit anggaran di atas 3% terhadap PDB berdasarkan;
Bahwa disamping bertentangan dengan Pasal 23 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UUD 1945, Pasal 2 ayat (1) huruf ‘a’ angka (1), angka (2), dan angka (3) Perppu No. 1 Tahun 2020 berkenaan dengan Kebijakan Keuangan Negara tidak memiliki urgensi dan alasan hukum yang kuat, karena Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara telah mengatur mekanisme pelaksanan APBN dalam keadaan tidak normal atau darurat, tanpa perlu mengeluarkan Perppu yang memang sama sekali tidak dikenal 38 dalam rezim penyusunan Anggaran Negara/Keuangan Publik. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menentukan:
Penyesuaian APBN dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama DPR dengan Pemerintah Pusat dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBN tahun anggaran yang bersangkutan apabila terjadi:
Perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asusmsi yang digunakan dalam APBN;
Perubahan pokok-pokok kebijakan fiscal;
Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran antar unit, organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanjan;
Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan;
Dalam keadaan darurat Pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rencana perubahan APBN dan/atau disampaikan dalam Laporan Realisasi Anggaran;
Bahwa berdasarkan ketentuan diatas, rezim perundang-undangan di bidang Keuangan Negara telah menyediakan 2 (dua) mekanisme luar biasa dalam pelaksanaan APBN dengan tetap memperhatikan prinsip kedaulatan rakyat yang menjadi esensi Anggaran Negara/Keuangan Publik. Mekanisme atau skema tersebut adalah sebagai berikut: Pertama, adalah melalui skema Undang-Undang APBNP (Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Perubahan) manakala terjadi keadaan sebagaimana disebutkan dalam huruf ‘a’ sampai dengan huruf ‘d’ Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Keuangan Negara. Skema ini memberikan jalan bagi Pemerintah untuk melakukan Perubahan Undang-Undang APBN dalam periode yang sama, denga ketentuan bahwa setiap perubahan harus terlebih dahulu mendapatkan Persetujuan DPR sebelum dilaksanakan, artinya pemerintah diberikan peluang untuk melakukan perubahan dalam tahun anggaran berjalan, tanpa mengesampingkan kedaulatan sebagai 39 esensi anggaran negara yang diamanatkan oleh Pasal 23 ayat (2) dan (3) UUD 1945, dan sifat periodik (setiap tahun) Undang-Undang APBN yang diatur dalam Pasal 23 ayat (1) UUD 1945; Kedua, adalah skema yang digunakan dalam keadaan darurat. Dalam skema ini Pemerintah dalam melakukan pergeseran anggaran, termasuk melakukan Belanja (Pengeluaran) untuk keperluan yang tidak ada pagu anggarannya dalam Undang-Undang APBN periode yang sedang berjalan. Belanja (Pengeluaran) dalam skema darurat ini dapat dilakukan tanpa perlu mendapat persetujuan DPR terlebih dahulu, dengan ketentuan dipersyaratkan adanya keadaan darurat yang mengancam Keselamatan Jiwa atau Keutuhan Negara, seperti Darurat Kesehatan akibat virus Covid- 19 yang saat ini dihadapi Indonesia. Persetujuan DPR dapat dimintakan setelah realisasi anggaran dilakukan, untuk kemudian dituangkan dalam Undang-Undang APBN Perubahan dan/atau dilaporkan dalam Laporan Realisasi Anggaran.
Kedua skema Pelaksanaan APBN dalam Undang-Undang Keuangan Negara ini sejatinya dapat menjadi pilihan pemerintah dalam menghadapi kemungkinan permasalahan perekonomian sebagai akibat dari wabah Virus Covid-19. Terlebih berbagai kebijakan keuangan negara yang diatur dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2020 seperti pergeseran anggaran antar unit, antar organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja, serta penggunaan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya untuk pembiayaan anggaran yang berjalan, telah diakomodasi oleh Undang-Undang Keuangan Negara;
Satu-satunya yang tidak diakomodir dalam skema ini adalah tentang membuka kemungkinan defisit yang tinggi. Hal ini patut dicurigai sebagai agenda politik anggaran yang disusupkan, agar Pemerintah mendapatkan legitimasi hukum untuk berakrobat dalam menyususn Anggaran Negara sampai 3 tahun kedepan, khususnya sebagai legitimasi untuk menambah jumlah pinjaman luar negeri yang dianggap sebagai jalan paling rasional untuk melakukan pemulihan ekonomi pasca wabah Covid-19, dengan konsekuensi APBN kita dimasa yang akan datang semakin tergerus dan terbebani untuk melunasi pinjaman luar negeri Indonesia yang semakin membengkak. Terlebih dalam Pasal 27 Perppu Nomor 1 Tahun 2020 memuat ketentuan yang seolah menciptakan pelindung atau imunitas bagi 40 pelaksanaan Perpu untuk kebal dari segala perbuatan melanggar hukum, dan tidak dapat dituntut, baik secara perdata, pidana, bahkan tidak bisa diperkarakan di PTUN;
Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009, menyebut ada tiga syarat sebagai parameter adanya “kegentingan yang memaksa” bagi Presiden untuk menetapkan Perppu, yaitu: Pertama , Adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang; Kedua, Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai; Ketiga , Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan;
Bahwa dari uraian poin sebelumnya menunjukan bahwa dari tiga hal tersebut tidak terpenuhi dengan keluarnya Perpu Nomor 1 tahun 2020. Sebab yang dibahas dalam Perppu itu adalah tentang masalah keuangan dan anggaran negara. Sementara Anggaran Negara sudah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Undang-Undang APBN tidak boleh di Perppu, bukan hanya tidak boleh, tetapi haram, dan hanya boleh direvisi dengan melalui APBN Perubahan. Sehingga alasan Covid-19 menjadi alasan kekosongan hukum karena tidak ada prosedur hukum, juga tidak terpenuhi. hadirnya Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan yang sangat jelas dan terang untuk dijadikan sebagai dasar hukum dalam mengambil kebijakan penanganan wabah Covid-19. Alasan mendesak pun tidak terpenuhi dalam perppu ini. Sebab DPR masih bersidang, belum memasuki masa reses, bahkan sampai hari ini masih membahas Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja dan pemindahan Ibukota Negara. Artinya Pemegang Kekuasaan pembentuk undang-Undang masih berfungsi dalam menjalankan tugasnya;
Bahwa berdasarkan uraian di atas, maka disimpulkan bahwa ketentuan dalam Pasal 1 dan Pasal 2 Perpu Nomor 1 Tahun 2020, disamping secara terang dan jelas bertentangan dengan Pasal 23 ayat (1), (2), dan ayat (3) UUD 1945, juga tidak memiliki urgensi kegentingan yang memaksa sebagai 41 prasyarat penerbitkan sebuah Perppu sebagaimana Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009. C. Pasal 27 Perpu Nomor 1 Tahun 2020 Bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 23, Pasal 23A, Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.
Bahwa Pasal 27 Perpu Nomor 1 Tahun 2020 pada pokoknya mengatur imunitas antara lain sebagai berikut: Pasal 27 (1) Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merrrpakan kerugian negara.
Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perrrndang- undangan.
Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara.
Bahwa merujuk kepada Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menegaskan bahwa “Indonesia adalah negara hukum”. Salah satu aspek makna negara hukum adalah adanya pembatasan kekuasaan. Adanya pembatasan kekuasaan Negara dan organ-organ Negara dilakukan dengan cara menerapkan prinsip pembagian kekuasaan secara vertikal atau pemisahan kekuasaan secara horizontal. Sesuai dengan hukum besi kekuasaan, setiap kekuasaan pasti memiliki kecenderungan untuk berkembang menjadi sewenang- wenang, seperti dikemukakan oleh Lord Acton: “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely” . Karena itu, kekuasaan selalu harus dibatasi dengan cara memisah-misahkan kekuasaan ke dalam cabang- cabang yang bersifat ‘checks and balances’ dalam kedudukan yang sederajat dan saling mengimbangi dan mengendalikan satu sama lain. Pembatasan kekuasaan juga dilakukan dengan membagi-bagi kekuasaan 42 ke dalam beberapa organ yang tersusun secara vertical. Dengan begitu, kekuasaan tidak tersentralisasi dan terkonsentrasi dalam satu organ atau satu tangan yang memungkinkan terjadinya kesewenang-wenangan.
Bahwa Pasal 27 pada pokoknya mengatur mengenai hak imunnitas. Hak imunitas atau yang dikenal sebagai Sovereign Immunity merupakan turunan dari asumsi kekuasaan klasik di era Common Law yaitu raja tidak dapat salah ( King can do no wrong ). Prinsip klasik ini sudah muncul sejak Raja Edward I, yang berbunyi bahwa The Crown of England has not been sueable unless it has specifically consented to suit . Prinsip ini bertentangan dengan maxim utama dalam negara hukum yaitu: no one, not even the government, is above the law . Konsep Imunitas sendiri bahkan menurut Erwin Chemerinsky dalam karyanya yang berjudul “Against Sovereign Immunity” (Stanford Law Review, Vol 53 No 1201, 2001) dinyatakan olehnya bukan merupakan prinsip yang sesuai dengan konstitusionalisme. Bahkan menurutnya, konsep imunitas harus dianggap bukan sebagai prinsip hukum. hal ini sesungguhnya bersesuaian dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, Pasal 27 dan Pasal 28D (1) UUD 1945 yang menentukan bahwa kedudukan setiap orang sama dihadapan hukum. berdasarkan communis opinio doctorum mengenai konsep immunitas yang tidak memiliki basis konstitusional yang jelas dan bertentangan dengan prinsip-prinsip konstitusionalisme maka Pasal 27 Perpu Nomor 1 Tahun 2020 bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, Pasal 27 dan Pasal 28D (1) UUD 1945.
Bahwa Pasal 27 ayat 1 yang memungkinkan terjadinya potensi tindak pidana korupsi. Karena dalam pasal itu disebutkan biaya yang dikeluarkan pemerintah selama penanganan pandemi Covid-19 termasuk di dalamnya kebijakan bidang perpajakan keuangan daerah dan pemulihan ekonomi nasional bukan merupakan kerugian negara. Ketentuan ini juga bertentangan dengan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang menyatakan: ‘ Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda 43 paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)’. ayat (2) disebutkan ‘Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan’. Selanjutnya, dalam ayat (2) dijelaskan “yang dimaksud dengan ‘keadaan tertentu’ dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku , pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter. ” Ketentuan ini menunjukan bahwa tindak pidana korupsi dalam keadaan bahaya justru mengalami pemberatan bahkan hukuman mati, namun Pasal 27 Perppu Nomor 1 Tahun 2020 justru mengeyampingkan dan mengimunitaskan pejabat-pejabat tertentu.
Bahwa dalam upaya penagakkan hukum, terdapat Maxim Lucius Calpurnius Piso Caesoninus (43 SM) yang menyatakan bahwa “Fiat justitia ruat coelum” yang artinya tegakkan keadilan walaupun langit akan runtuh. Adagium tersebut dapat dimaknai bahwa dalam kondisi apapun hukum harus menjunjung tinggi kebenaran yang bernalar (orthos logos) dan keadilan, sehingga tidak ada kejadian atau kondisi apapun yang mentolerir ketidakadilan ada dalam rongga-rongga hukum. Ketentuan Pasal 27 Perpu Nomor 1 Tahun 2020 memuat suatu rumusan norma yang menjadikan penegakkan hukum tidaklah adil. Sebab di dalam ketentuan Pasal 27 mengandung rumusan norma yang memberikan perlindungan bagi mereka yang berlaku tidak adil atau melakukan sesuatu yang dapat merugikan bangsa dan Negara. Konstruksi yang demikian ini jelas Pasal 27 Perpu Nomor 1 Tahun 2020 bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, Pasal 27 dan Pasal 28D (1) UUD 1945.
Bahwa apabila merujuk kepada pasal 23E ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan ” Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri” ; selain itua apabila merujuk kepada Pasal 23E ayat (2) UUD 1945 yang menentukan “ hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan 44 Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya” maka apabila merujuk kepada Pasal 27 Perppu Nomor 1 Tahun 2020 menujukan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang diberi amanat oleh UUD untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara tidak dapat melakukan melaksanakan pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara dan secara otomatis DPR tidak dapat mengawasi penggunaan anggaran tersebut. Oleh karena itu jelas Pasal 27 Perpu Nomor 1 Tahun 2020 ini selain melahirkan kebijakan yang berpotensi merugikan negara juga berpotensi melahirkan kebijakan ekonomi yang otoriter, sehingga pasal 27 Perpu Nomor 1 Tahun 2020 bertentangan dengan Pasal 23E ayat (2) UUD 1945.
Bahwa Pasal 27 Perpu Nomor 1 Tahun 2020 memiliki isi dan makna yang serupa dengan Pasal 29 Perppu Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan yang berbunyi “Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, dan/atau pihak yang melaksanakan tugas sesuai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini tidak dapat dihukum karena telah mengambil keputusan atau kebijakan yang sejalan dengan tugas dan wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini”. Pada saat yang sama Perpu Nomor 4 Tahun 2008 juga dianggap memberi wewenang di sangat luar batas kepada Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam menetapkan status bank bermasalah dan penanganannya. KSSK hanya terdiri dari Menteri Keuangan sebagai ketua dan Gubernur BI sebagai anggota. Selain itu, kekuasaan yang sangat mutlak ada pada Menteri Keuangan. Karena kalau terjadi selisih pendapat antara Menteri Keuangan sebagai ketua KSSK dengan anggota KSSK yang lain, maka Menteri Keuangan dapat menetapkan keputusan sendiri. Perpu Nomor 4 Tahun 2008 juga dianggap memberi wewenang absolut kepada KSSK untuk menghilangkan fungsi dan wewenang DPR terkait keuangan negara. Karena Menteri Keuangan dapat mengeluarkan uang negara atas nama krisis tanpa minta persetujuan DPR. Padahal kewenangan DPR itu telah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Akhirnya Dari 10 fraksi yang mengikuti Rapat Paripurna Pada Desember 2008, hanya 4 fraksi yang menyetujui RUU JPSK jadi undang- undang. Fraksi itu adalah Fraksi Demokrat, Fraksi Partai Persatuan 45 Pembangunan (FPPP), Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) dan Fraksi Partai Damai Sejahtera (FPDS). Sisanya, Fraksi Partai Golongkan Karya (F- Golkar), Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP), Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB), Fraksi Partai Amanat nasional (FPAN), Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi (FBPD) dan Fraksi Bintang Reformasi (FBR), menolak RUU tersebut menjadi undang-undang. Sekarang terbukti keputusan DPR ketika itu ternyata tepat. Dana pinjaman likuiditas yang diberikan kepada Bank Century ternyata bermasalah. Merugikan keuangan negara. Karena Perppu Nomor 4 Tahun 2008 tidak disahkan, maka tidak ada pihak yang kebal hukum. Beberapa pihak yang terlibat merugikan keuangan negara diproses secara hukum. Pengadilan menyatakan mereka bersalah, baik dari Bank Century maupun Bank Indonesia.
Bahwa sebagaimana terurai diatas bahwa pemberian hak imunitas sebagaimana dalam Pasal 29 Perpu Nomor 4 Tahun 2008 yang kemudian kembali diadopsi dalam Pasal 27 Perpu Nomor 1 Tahun 2020 berpotensi terjadinya penyalahgunaan wewenang. Selain kasus century yang pernah terjadi, maka kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia pada masa krisis ekonomi tahun 1998 merupakan contoh kelam dari penyalahgunaan keadaan darurat. Ketika itu, Bank Indonesia dikuras untuk menyehatkan perbankan yang katanya mengalami rush tetapi kenyataannya cuma modus dari para pemilik bank untuk mendapatkan dana segar untuk menyelamatkan grup usahanya. Berdasarkan hal tersebut maka konstruksi yang demikian ini jelas Pasal 27 Perpu Nomor 1 Tahun 2020 bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, Pasal 27 dan Pasal 28D (1) UUD 1945.
Bahwa berdasarkan uraian di atas, maka disimpulkan bahwa ketentuan dalam Pasal 27 Perpu Nomor 1 Tahun 2020 bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, Pasal 27 dan Pasal 28D (1) UUD 1945. D. Pasal 28 Perpu Nomor 1 Tahun 2020 bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU- VII/2009 dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Bahwa Pemerintah, dalam hal ini Presiden memiliki hak konstitusional sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 untuk menerbitkan Perpu Nomor 1 Tahun 2020 dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa; 46 2. Bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No 138/PUU- VII/2009, dalam pertimbangan Mahkamah pada halaman 19, telah memberikan kriteria diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dan Mahkamah telah berpendapat tiga syarat diperlukan adanya suatu Perpu adalah syarat adanya kegentingan yang memaksa sebagaimana dimaksud oleh Pasal 22 ayat (1) UUD 1945, apabila:
Adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang;
Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai;
Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama, sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan;
Bahwa Pembentukan Perpu sebagaimana ditentukan dalam Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 dibolehkan ketika negara sedang menghadapi keadaan kegentingan yang memaksa. Namun demikian, hal ihwal kegentingan yang memaksa dalam menetapkan Perpu Nomor 1 Tahun 2020 tidak memiliki arah yang jelas, yaitu apakah hal ihwal kegentingan yang memaksa tersebut terkait dengan ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan atau hal ihwal kegentingan yang memaksa tersebut adalah penanganan pandemi Covid-19; Muatan materi Perppu Nomor 1 Tahun 2020 terdiri dari 6 bab, tetapi tidak ada satu bab pun terkait dengan penanganan Pandemi Covid-19: Bab I. Ruang Lingkup Bab II. Kebijakan Keuangan Negara yang terdiri dari (1) Penganggaran dan Pembiayaan (2) Kebijakan di Bidang Keuangan Daerah (3) Kebijakan di bidang Perpajakan (4) Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (5) Pelaksanaan Kebijakan Keuangan Negara (6) Pelaporan _Bab III. Kebijakan Stabilitas Sistem Keuangan, terdiri dari: _ (1) Kebijakan Stabilitas Sistem Keuangan 47 (2) Kewenangan dan Pelaksanaan Kebijakan oleh Bank Indonesia (3) Kewenangan dan Pelaksanaan Kebijakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (4) Kewenangan dan Pelaksanaan Kebijakan oleh Otoritas Jasa Keuangan (5) Kewenangan dan Pelaksanaan Kebijakan oleh Pemerintah Bab IV. Ketentuan Sanksi Bab V. Ketentuan Penutup. 4. Bahwa Pasal 28 Perpu Nomor 1 Tahun 2020 justru memuat ketentuan yang menyatakan tidak berlakunya 12 Undang-Undang sepanjang terkait dengan kebijakan yang ditentukan dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2020 tersebut. Ke- 12 Undang-Undang tersebut masih tetap ada dan berlaku, namun sebagian ketentuan pasal-pasal yang terdapat di dalamnya dinyatakan tidak berlaku sepanjang berkaitan dengan kebijakan keuangan negara untuk penanganan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang ini. Artinya, dengan Perpu ini, ketentuan pasal- pasal yang tersebut dalam ke-12 Undang-Undang itu ditangguhkan atau dikesampingkan berlakunya untuk sementara waktu, hingga tujuan tercapai atau krisis Covid-19 dinyatakan sudah berakhir.
Bahwa 12 ketentuan itu antara lain:
ketentuan jangka waktu yang diatur dalam Pasal 11 ayat (21), Pasal 17b ayat (1), Pasal 25 ayat (3), Pasal 26 ayat (1), dan Pasal 36 ayat (1c) Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 32621 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 49991); 48 b. Pasal 55 ayat (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 2 tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2009 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 49621;
Pasal 12 ayat (3) beserta penjelasannya, Pasal 15 ayat (5), Pasal 22 ayat (3), Pasal 23 ayat (1), Pasal 27 ayat (3), dan Pasal 28 ayat (3) dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4286);
Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2oo4 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
Pasal 22 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 44201 sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan Menjadi Undang-Undang (lembaran negara Republik Indonesia tahun 2009 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 49631;
Pasal 27 ayat (1) beserta penjelasannya, Pasal 36, Pasal 83, dan Pasal 107 ayat (2) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438; 49 g. Pasal 171 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
Pasal 72 ayat (2) beserta penjelasannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495);
Pasal 316 dan Pasal 317 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679;
Pasal 177 huruf c angka 2, pasal 180 ayat (6), dan Pasal 182 Undang- Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 181, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6396);
Pasal 20 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5872); dan
Pasal 11 ayat (22), Pasal 40, Pasal 42, dan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2019 tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja 50 Negara Tahun Anggaran 2020 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 198, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6410).
Bahwa apabila merujuk kepada pengenyampingan yang ke-12 yaitu penangguhan untuk Undang-Undang APBN, maka ketentuan ini identik dengan perubahan anggaran, yang menyangkut kewenangan DPR untuk menyatakan setuju atau tidaknya. Presiden tidak boleh secara sepihak menentukan sendiri perubahan anggaran itu, hanya karena ada keadaan kegentingan yang memaksa yang ditafsirkan sendiri secara sepihak oleh Presiden. Pasal 28 Perpu Nomor 1 Tahun 2020 menyatakan menangguhkan berlakunya 11 Undang-Undang untuk sementara waktu keadaan darurat Covid-19, dan sekaligus mengubah 1 Undang-Undang, yaitu Undang-Undang tentang APBN Tahun Anggaran 2020. Ketentuan ini jelas bertentangan dengan Pasal 23 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UUD 1945, juga tidak memiliki urgensi kegentingan yang memaksa sebagai prasyarat penerbitkan sebuah Perppu sebagaimana Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009.
Bahwa Pasal 28 Perpu Nomor 1 Tahun 2020 jelas menerapkan prinsip metode Omnibus. Apabila merujuk kepada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU- VII/2009 tidak memenuhi tiga unsur dan khususnya unsur “ Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum , atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai”; Undang-Undang yang telah ada saat ini sudah mumpuni untuk menyelesaikan persoalan darurat yang dihadapi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan, Undang-Undang No 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, dan Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Hal ini sesungguhnya sejalan dengan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Penetapan Darurat Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 ( Covid-19 ). Maka apabila lahirnya Pasal 28 Perpu Nomor 1 Tahun 2020 yang justru menentukan pengeyampingan (tidak berlakunya) Undang-Undang tertentu, jelas bertentangan dengan Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU- VII/2009. 51 8. Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 22 ayat (1) UUD 1945, Presiden berwenang menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Namun, Perpu Nomor 1 Tahun 2020 ini ditetapkan hanya dengan mengingat ketentuan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Artinya, Perpu Nomor 1 Tahun 2020 berada dalam rezim hukum dalam keadaan biasa, bukan rezim hukum keadaan darurat atau keadaan bahaya sebagaimana dimaksud oleh Pasal 12 UUD 1945. Bahkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Karantina Kesehatan, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana juga sama sekali tidak dikaitkan dengan atau dalam rangka pelaksanaan Pasal 12 UUD 1945 itu. Artinya, meskipun materi yang diaturkan berkenaan dengan pengggulangan bencana dan mengenai keadaan darurat kesehatan, tetapi tetap saja keduanya ditetapkan tidak dalam konteks kondisi negara dalam keadaan darurat bahaya sebagaimana sudah ditentukan dalam Pasal 12 UUD 1945. Oleh karena itu lahirnya Pasal 28 Perpu Nomor 1 Tahun 2020 yang justru menentukan pengeyampingan (tidak berlakunya) Undang-Undang tertentu, jelas bertentangan dengan Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU- VII/2009.
Apabila merujuk kepada prinsip hukum Islam Mengenai masalah batasan darurat yang memperbolehkan sesuatu yang diharamkan ini dikalangan para ulama ahli fiqh dan beberapa pendapat yang maknanya tidak jauh berbeda antara satu dan lainnya di antaranya sebagai berikut:
Menurut ulama dari mazhab Hanafi, makna darurat yang menyangkut rasa lapar ialah seandainya seseorang tidak mau mengkonsumsi barang yang diharamkan dikhawatirkan ia bisa meninggal dunia atau setidaknya ada anggota tubuh yang menjadi cacat. Seseorang yang dipaksa akan dibunuh atau dipotong salah satu anggota tubuhnya apabila ia tidak mau memakan atau meminum sesuatu yang di haramkan, itu berarti ia sedang dalam keadaan darurat yang memperbolehkan ia memakan bangkai, karena ia mengkhawatirkan nyawanya atau salah satu anggota tubuhnya. (Abdul Rosyad Sidiq, Fiqh Darurat, Jakarta, Pustaka Azzam, 2001. hal. 31). Dan berdasarkan syariat ia berdosa kalau memang ia tahu bahwa hal itu 52 sebenarnya bisa menggugurkan keharaman. Tetapi kalau memang ia tidak tahu bahwa hal itu merupakan keringanan baginya, ia masih bisa diharapkan tidak berdosa soalnya ia bermaksud menegakkan kebenaran syariat dengan cara tetap menjaga diri untuk tidak mau melanggar keharaman menurut anggapannya. Keharaman menjadi gugur kalau memang pemaksaannya disertai dengan ancaman yang beresiko sangat menyakitkan tetapi kalau ancamanannya tidak terlalu berat seperti hanya akan ditahan selama setahun atau dihukum dengan di ikat namun masih tetap diberi jatah makan dan minum itu berarti ia masih punya pilihan artinya ia tidak sedang dalam keadaan darurat. Firman Allah Swt dalam surat al- Baqarah: 173, Maka barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya serta tidak melampaui batas maka tiada dosa baginya . Melihat ayat di atas, tidak semua keterpaksaan itu membolehkan yang haram, namun keterpaksaan itu dibatasi dengan keterpaksaan yang benar- benar tiada jalan lain kecuali hanya melakukan itu dalam kondisi ini maka semua haram dapat diperbolehkan memakainya, misalkan seorang di hutan tiada makanan sama sekali kecuali ada babi hutan dan bila ia tidak makan menjadi mati, maka babi hutan itu boleh dimakan sebatas keperluannya.
Menurut ulama dari mazhab Maliki, darurat yang memperbolehkan mengkonsumsi sesuatu yang diharamkan ialah rasa takut akan keselamatan nyawa baik berdasarkan keyakinan atau sekadar dugaan namun ada juga yang berpendapat darurat ialah menjaga jiwa dari kematian atau dari bahaya yang sangat berat, menurut pendapat di atas hal itu tidak disyaratkan harus menunggu sampai benar-benar menjelang kematian, atau sudah dalam keadaan sakaratul maut , karena makan dalam keadaan seperti itu sudah tidak ada gunanya lagi.
Menurut ulama mazhab Syafi’i, sesungguhnya rasa lapar yang teramat sangat itu tidak cukup hanya diatasi dengan memakan bangkai dan sebagainya, seperti halnya ulama-ulama mazhab lain mereka semua sepakat tidak wajib harus menunggu sampai kematian itu sebentar lagi datang. Karena pada saat-saat kritis seperti itu tidak ada gunanya makan bahkan pada sampai batas seperti itu tidak dihalalkan makan karena ia memang tidak ada gunanya. Mereka juga sepakat bahwa seseorang 53 diperbolehkan makan kalau ia mengkhawatirkan dirinya bisa kelaparan, atau tidak kuat berjalan, atau kuat naik kendaraan atau terpisah dari rombongannya atau tersesat dan lain sebagainya, kalau sampai ia tidak makan kekhawatiran seseorang terhadap munculnya penyakit yang menakutkan adalah sama seperti kekhawatiran datangnya kematian, sekalipun ia merasa takut selama sakit.
Menurut para ulama dari mazhab Hambali, darurat yang memperbolehkan seseorang memakan sesuatu yang diharamkan adalah yang membuatnya merasa khawatir dan akan mati kalau sampai ia tidak memakannya. Sedangkan menurut Imam Ahmad, apabila seseorang hanya karena tidak mau makan barang yang haram merasa khawatir dirinya bisa kelaparan atau takut tidak kuat berjalan sehingga terpisah dari rombongannya atau tidak kuat naik kendaraan maka ia harus memakannya tanpa dibatasi waktu tertentu. (Abdul Rosyad Sidiq, Fiqh Darurat, Jakarta, Pustaka Azzam, 2001. hal. 34) Tiada keharaman bagi darurat dan tiada kemakmuran bagi kebutuhan . __ (Abdul Rosyad Sidiq, Fiqh Darurat, Jakarta, Pustaka Azzam, 2001. hal. 35). Apabila dua mafsadat bertentangan, maka perhatikan mana yang lebih besar madaratnya dengan memilih yang lebih ringan madaratnya . __ Dari pendapat di atas yang menerangkan tentang batasan atau kriteria darurat yang memperbolehkan seseorang memakan sesuatu yang haram mempunyai pengertian yang mirip. Jadi seperti yang dikatakan oleh Imam Hambali, dharurat ialahlah posisi seseorang yang sudah berada dalam batasan maksimal dan tidak ada alternatif lain jika ia tidak mau mengkonsumsi yang dilarang agama ia bisa mati atau hampir mati. (Muhlis Usman, Kaidah-kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah, Jakarta, Raja Grafindo Persada, cet. Ke-4, 2002, hal. 134). Atau dikhawatirkan salah satu anggota tubuhnya bisa celaka. Pada dasarnya hal itu karena sesuatu yang diharamkan itu tidak boleh dilakukan dan diterjang kecuali karena ada alasan darurat. Darurat itu pun punya standar sendiri apabila seseorang sampai pada batas yang apabila ia tidak mau mengkonsumsi sesuatu yang diharamkan oleh agama ia bisa mati atau hampir mati. Maka itu artinya ia sudah berada pada batas puncak darurat yang berarti ia boleh memakan sesuatu yang diharamkan. 54 Bahwa apabila merujuk lahirnya Perpu Nomor 1 Tahun 2020 khususnya berkenaan dengan lahirnya Pasal 28 Perpu Nomor 1 Tahun 2020 yang mengeyampingkan 12 Undang-Undang sekaligus tidak memenuhi keadaan darurat dikarenakan Pasal 28 justru seolah menyatakan tidak ada instrumen hukum sebagai tidak ada alternatif lain dan dalam kondisi maksimal. Padahal instrumen __ hukum yang ada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana serta Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 telah mengakomodir segala kehendak yang dimaksud dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2020.
Bahwa berdasarkan uraian diatas jelas telah Pasal 28 Perpu Nomor 1 Tahun 2020 telah membuat Presiden berlebihan yang berpotensi berkembang menjadi kekuasaan absolut dan sewenang-wenang namun berlindung dari kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) UUD 1945. Potensi constitutional dictactorship dalam bentuknya yang negatif akan lebih muncul apabila bentuk pengabaian prinsip-prinsip negara hukum disampingkan dibandingkan merespon keadaan darurat kesehatan dengan mengunakan instrumen hukum yang telah ada yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana serta Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.
Bahwa berdasarkan uraian diatas, Para Pemohon beranggapan pola constitutional dictactorship dapat dihindari apabila beranggapan Pasal 28 Perppu Nomor 1 Tahun 2020 bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 22 Ayat (1) UUD 1945 juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU- VII/2009 dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Petitum Berdasarkan uraian-uraian sebagaimana disebutkan di atas, izinkanlah para Pemohon meminta kepada yang mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang memeriksa dan mengadili permohonan ini untuk memutuskan hal-hal sebagai berikut:
Menerima dan mengabulkan Permohonan para Pemohon untuk Seluruhnya; 55 2. Menyatakan Pasal 2 ayat (1) huruf ‘a’ angka 1, 2, dan angka 3, Pasal 27 dan Pasal 28 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara Dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Dan/Atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 8), bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. atau Jika Majelis Hakim Konstitusi Republik Indonesia mempunyai keputusan lain, mohon putusan yang seadil-adilnya, ex aequo et bono. [2.2] Menimbang bahwa untuk mendukung dalilnya, para Pemohon telah mengajukan alat bukti surat/tulisan yang diberi tanda bukti P-1 sampai dengan bukti P-26 sebagai berikut:
Bukti P-1 : KTP M. Sirajuddin Syamsuddin;
Bukti P-2 : KTP dan NPWP Prof. Dr. Sri Edi Swasono;
Bukti P-3 : KTP dan NPWP Prof. Dr. HM. Amien Rais, MA;
Bukti P-4 : KTP dan NPWP Marwan Batubara;
Bukti P-5 : KTP dan NPWP M. Hatta Taliwang;
Bukti P-6 : KTP dan NPWP Taufan Maulamin;
Bukti P-7 : KTP dan NPWP Dr. Syamsulbalda, SE., MM., MBA;
Bukti P-8 : KTP dan NPWP Abdurrahman Syebubakar;
Bukti P-9 : KTP dan NPWP M. Ramli Kamidin;
Bukti P-10 : KTP dan NPWP Dr. H. MS. Kaban, S.E., M.Si.;
Bukti P-11 : KTP Darmayanto;
Bukti P-12 : KTP dan NPWP Ir. Gunawan Adji, M.Sc.;
Bukti P-13 : KTP Indra Wardhana;
Bukti P-14 : KTP dan NPWP Abdullah Hehamahua; 56 15. Bukti P-15 : KTP dan NPWP Adhie M. Masardi;
Bukti P-16 : KTP Agus Muhammad Mahsum;
Bukti P-17 : KTP dan NPWP Dr. Ahmad Redi, S.H., M.H.;
Bukti P-18 : KTP Bambang Soetedjo;
Bukti P-19 : KTP Dr. Ma’mun Murod;
Bukti P-20 : KTP dan NPWP Ir. Indra Adil;
Bukti P-21 : KTP dan NPWP Masri Sitanggang, Dr., Ir., MP.;
Bukti P-22 : KTP dan NPWP Ir. Sayuti Asyathri;
Bukti P-23 : KTP dan NPWP Muslim Arbi;
Bukti P-24 : KTP dan NPWP Roosalina Berlian;
Bukti P-25 : Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional Dan/Atau Stabilitas Sistem Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 8) 26. Bukti P-26 : Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. [2.3] Menimbang bahwa terhadap permohonan para Pemohon tersebut, Presiden diwakili Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan keterangan secara lisan dalam persidangan 20 Mei 2020 yang pada pokoknya mengemukakan bahwa:
Dalam Rapat Paripurna ke-15 Masa Sidang III Tahun Sidang 2019-2020, pada Selasa, 12 Mei 2020, DPR memberikan persetujuan terhadap RUU tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2020 Menjadi Undang-Undang;
Presiden, pada 16 Mei 2020, menetapkan (menandatangani) RUU tersebut dan selanjutnya diundangkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia pada 18 Mei 2020 sebagai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam 57 Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 134, dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6516). Untuk mendukung keterangannya, Presiden/Pemerintah menyerahkan dokumen berupa surat dari Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia Nomor B-184/Kemensetneg/D-1/HK.00.02/05/2020, bertanggal 18 Mei 2020 perihal “Permohonan Pengundangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia”, yang ditujukan kepada Menteri Hukum dan HAM up Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM. [2.4] Menimbang bahwa untuk mempersingkat uraian dalam putusan ini, segala sesuatu yang terjadi di persidangan cukup ditunjuk dalam Berita Acara Persidangan, yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan putusan ini.
PERTIMBANGAN HUKUM Kewenangan Mahkamah [3.1] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945), Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226, selanjutnya disebut UU MK), dan Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076), Mahkamah berwenang, antara lain, mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD 1945; [3.2] Menimbang bahwa oleh karena permohonan para Pemohon adalah pengujian konstitusionalitas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang 58 Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara Dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Dan/Atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional Dan/Atau Stabilitas Sistem Keuangan (selanjutnya disebut Perpu 1/2020) terhadap UUD 1945 maka Mahkamah perlu mengutip kembali Putusan Nomor 138/PUU-VII/2009, bertanggal 8 Februari 2010, sebagaimana telah dipertimbangkan pula dalam Putusan Nomor 1-2/PUU-XII/2014, bertanggal 13 Februari 2014. Mahkamah dalam Putusan Nomor 138/PUU-VII/2009 yang dalam pertimbangannya, antara lain, pada paragraf [3.13] menyatakan, “...Perpu _melahirkan norma hukum dan sebagai norma hukum baru akan dapat menimbulkan: _ (a) status hukum baru, (b) hubungan hukum baru, dan (c) akibat hukum baru. Norma hukum tersebut lahir sejak Perpu disahkan dan nasib dari norma hukum tersebut tergantung kepada persetujuan DPR untuk menerima atau menolak norma hukum Perpu, namun demikian sebelum adanya pendapat DPR untuk menolak atau menyetujui Perpu, norma hukum tersebut adalah sah dan berlaku seperti Undang- Undang. Oleh karena dapat menimbulkan norma hukum yang kekuatan mengikatnya sama dengan Undang-Undang maka terhadap norma yang terdapat dalam Perpu tersebut Mahkamah dapat menguji apakah bertentangan secara materiil dengan UUD 1945. Dengan demikian Mahkamah berwenang untuk menguji Perpu terhadap UUD 1945 sebelum adanya penolakan atau persetujuan oleh DPR, dan setelah adanya persetujuan DPR karena Perpu tersebut telah menjadi Undang- Undang”. [3.3] Menimbang bahwa oleh karena permohonan yang diajukan dalam permohonan a quo adalah pengujian konstitusionalitas Perpu 1/2020 yang pada saat pengajuan permohonan dan pada sidang pertama Mahkamah dengan agenda pemeriksaan pendahuluan, Perpu 1/2020 belum disetujui atau tidak disetujui oleh DPR maka Mahkamah berwenang untuk menguji Perpu 1/2020. Kedudukan Hukum para Pemohon [3.4] Menimbang bahwa berkenaan dengan pengujian konstitusionalitas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu), oleh karena Mahkamah telah berpendapat bahwa Mahkamah berwenang menguji konstitusionalitas Perpu maka ketentuan tentang kedudukan hukum para Pemohon dalam pengujian 59 konstitusionalitas undang-undang juga berlaku dalam pengujian konstitusionalitas Perpu; [3.5] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK beserta Penjelasannya, yang dapat mengajukan permohonan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 adalah mereka yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya yang diberikan oleh UUD 1945 dirugikan oleh berlakunya suatu undang-undang, yaitu:
perorangan warga negara Indonesia (termasuk kelompok orang yang mempunyai kepentingan sama);
kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;
badan hukum publik atau privat; atau
lembaga negara; Dengan demikian, Pemohon dalam pengujian undang-undang, in casu Perpu, terhadap UUD 1945 harus menjelaskan terlebih dahulu:
kedudukannya sebagai para Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK;
ada tidaknya kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional yang diberikan oleh UUD 1945 yang diakibatkan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian dalam kedudukan sebagaimana dimaksud pada huruf a; [3.6] Menimbang bahwa Mahkamah sejak Putusan Nomor 006/PUU-III/2005 tanggal 31 Mei 2005 dan Putusan Nomor 11/PUU-V/2007 tanggal 20 September 2007 serta putusan-putusan selanjutnya, telah berpendirian bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK harus memenuhi 5 (lima) syarat, yaitu:
adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional para Pemohon yang diberikan oleh UUD 1945;
hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut oleh para Pemohon dianggap dirugikan oleh berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian; 60 c. kerugian konstitusional tersebut harus bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;
adanya hubungan sebab-akibat antara kerugian dimaksud dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian;
adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, maka kerugian konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi; [3.7] Menimbang bahwa berdasarkan uraian ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU MK dan syarat-syarat kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana diuraikan di atas, selanjutnya Mahkamah akan mempertimbangkan kedudukan hukum para Pemohon sebagai berikut:
Bahwa norma Perpu 1/2020 yang dimohonkan pengujian konstitusionalitasnya oleh para Pemohon dalam permohonan a quo adalah Pasal 2 ayat (1) huruf a angka 1, angka 2, dan angka 3; Pasal 27; dan Pasal 28 yang menyatakan: Pasal 2 ayat (1) huruf a angka 1, angka 2, dan angka 3 Dalam rangka pelaksanaan kebijakan keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (4), Pemerintah berwenang untuk:
menetapkan batasan defisit anggaran, dengan ketentuan sebagai berikut:
melampaui 3% (tiga persen) dari Produk Domestik Bruto (PDB) selama masa penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau untuk menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan paling lama sampai dengan berakhirnya Tahun Anggaran 2022;
sejak Tahun Anggaran 2023 besaran defisit akan kembali menjadi paling tinggi sebesar 3% (tiga persen) dari Produk Domestik Bruto (PDB); dan
penyesuaian besaran defisit sebagaimana dimaksud pada angka 1 menjadi sebagaimana dimaksud pada angka 2 dilakukan secara bertahap.
Pelaksanaan Pemantauan dan Evaluasi Transfer Ke Daerah yang Penggunaannya Sudah Ditentukan.
Uji Materi Pasal 77 UU No 19 Tahun 2003 tentang BUMN terhadap UUD 1945
Relevan terhadap
1. Terhadap materi, muatan, ayat, pasal dan/atau bagian dalam Undang- _Undang yang telah diuji, tidak dapat dimohonkan kembali; _ 2. Terlepas dari ketentuan ayat (1) di atas, permohonan pengujian UU terhadap muatan ayat, pasal dan/atau bagian yang sama dengan perkara yang pernah diputus oleh Mahkamah dapat dimohonkan pengujian kembali dengan syarat-syarat konstitusionalitasnya yang menjadi alasan permohonan yang bersangkutan berbeda. 13. Bahwa sebelumnya terhadap Pasal 77 UU BUMN 19/2003 pernah diajukan Uji Materiil yang telah diputus oleh Mahkamah Konstitusi dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 58/PUU-VI/2008. Berdasarkan hal tersebut, maka Pemohon terlebih dahulu akan menguraikan apakah materi, muatan, ayat, pasal dan/atau bagian dalam undang-undang Pasal 77 UU BUMN 19/2003 telah diperiksa dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 58/PUU-VI/2008 dan Pemohon akan menjelaskan perbedaan Uji Materiil 6 Pemohon dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 58/PUU-VI/2008 sebagai berikut: Permohonan Uji Materiil dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 58/PUU-VI/2008 Bahwa Pemohon dalam Permohonan Nomor 58/PUU-VI/2008 meminta: “ Menyatakan bahwa materi muatan Pasal 1 angka 11 angka 12 serta bagian BAB VII Restrukturisasi dan Privatisasi yang terdiri dari Pasal 72 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Pasal 73, Pasal 74 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 75, Pasal 76 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 77, Pasal 78, Pasal 79 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Pasal 80 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Pasal 81, Pasal 82, Pasal 83, Pasal 84, Pasal 85 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 86 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4297) bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Alasan Pemohon dalam Permohonan Nomor 58/PUU-VI/2008 menyatakan Pasal 77 bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang- _Undang Dasar Negara Republik Indonesia pada pokoknya menyatakan: _ “Pemohon menolak privatisasi dan ketentuan Pasal 77 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 ini adalah ketentuan pemanis dan penggembira saja karena kelak ketentuan peraturan perundang-undangan mengizinkan dilakukan privatisasi” Bahwa Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 58/PUU-VI/2008, Mahkamah Konstitusi menyatakan Permohonan Pemohon tidak dapat diterima; Bahwa dengan Permohonan Pemohon Nomor 58/PUU-VI/2008 dinyatakan tidak dapat diterima oleh Mahkamah Konstitusi, maka materi, muatan, ayat, pasal dan/atau bagian dalam Pasal 77 UU BUMN 19/2003 belum pernah diperiksa dan di putus dalam Putusan Mahkamah Konstitusi. Bahwa berdasarkan hal tersebut maka Pasal 77 UU BUMN 19/2003 dapat dimohonkan kembali untuk dilakukan uji materiil pada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia melalui Permohonan a quo ; Bahwa selanjutnya dalam permohonan a quo, Pemohon hanya melakukan pengujian terhadap norma Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN 19/2003; Bahwa dalam permohonan a quo, Pemohon memiliki legal standing untuk mengajukan uji materiil Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN 19/2003 terhadap Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 7 sebagaimana akan dijabarkan oleh Pemohon di bawah pada bagian Legal Standing Pemohon; Bahwa Pemohon dalam Permohonan a quo memiliki alasan-alasan hukum yang berbeda, yang pada pokoknya menyatakan bahwa Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN inkonstitusional dengan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang __ larangan privatisasi dalam Pasal 77 huruf c dan d hanya diberlakukan secara limitatif terhadap Persero dan tidak diberlakukan juga terhadap Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero. Bahwa pada dasarnya Pemohon tidak menolak privatisasi sebagaimana didalilkan Pemohon sebelumnya dalam Permohonan Nomor 58/PUU-VI/2008. Bahwa dalam permohonan a quo yang dipermasalahkan pemohon adalah dapat tidaknya dilakukan privatisasi terhadap “ Persero dan Perusahaan Milik Persero/Anak Perusahaan Persero” yang bergerak disektor tertentu yang berkaitan dengan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf c UU BUMN 19/2003 dan bergerak di bidang usaha sumber daya alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf d UU BUMN 19/2003; __ 14. Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka materi, muatan, ayat, pasal dan/atau bagian dalam Pasal 77 UU BUMN 19/2003 belum pernah diperiksa dan di putus dalam Putusan Mahkamah Konstitusi, sehingga permohonan a quo tidaklah bersifat ne bis in idem terhadap permohonan sebelumnya (Permohonan Nomor 58/PUU-VI/2008). Bahwa selain tidak bersifat ne bis in idem, dalam Permohonan a quo baik Pemohonnya, alasan, subtansi maupun pokok permohonan (petitum) berbeda, dengan demikian permohonan a quo sudah sepatutnya diperiksa oleh Mahkamah Konstitusi. II. KEDUDUKAN HUKUM DAN KEPENTINGAN HUKUM PEMOHON 1. Bahwa dalam hukum acara perdata yang berlaku, dinyatakan hanya orang yang mempunyai kepentingan hukum saja, yaitu orang yang merasa hak- haknya dilanggar oleh orang lain, yang dapat mengajukan gugatan (asas tiada gugatan tanpa kepentingan hukum atau zonder belang geen rechttingen ), artinya “hanya orang yang mempunyai kepentingan hukum saja”, yaitu orang yang merasa hak-haknya dilanggar oleh orang lain, yang dapat mengajukan gugatan, termasuk juga permohonan; 8 2. Bahwa dalam perkembangannya, ternyata ketentuan dan atau asas tersebut tidak berlaku mutlak berkaitan dengan diakuinya hak orang atau lembaga tertentu untuk mengajukan gugatan, termasuk juga permohonan, dengan mengatasnamakan kepentingan publik, yang dalam doktrin hukum universal dikenal sebagai Organization Standing (Legal Standing) ;
Doktrin Organization Standing ( Legal Standing ) ternyata tidak hanya dikenal dalam doktrin akan tetapi juga telah diadopsi dalam peraturan perundangan di Indonesia, seperti Undang-Undang Mahkamah Agung RI, Undang- Undang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Lingkungan Hidup, Undang-Undang Kehutanan, Undang-undang Jasa Konstruksi dan doktrin Organization Standing ( Legal Standing ) juga telah menjadi preseden tetap dalam praktek peradilan di Indonesia;
Bahwa walaupun begitu, tidak semua organisasi dapat bertindak mewakili kepentingan umum/publik. Akan tetapi, hanya organisasi yang memenuhi persyaratan tertentu, sebagaimana ditentukan dalam berbagai peraturan perundangan maupun yurisprudensi, yaitu berbentuk badan hukum atau kelompok masyarakat dan organisasi tersebut telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya;
Bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU- III/2005 tanggal 31 Mei 2005 dan Putusan Nomor 11/PUU-V/2007 tanggal 20 September 2007 serta putusan-putusan selanjutnya, Mahkamah Konstitusi telah berpendirian bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK harus memenuhi 5 (lima) syarat, yaitu: a. adanya hak konstitusional Pemohon yang diberikan oleh UUD 1945. b. bahwa hak konstitusional Pemohon tersebut dianggap oleh Pemohon telah dirugikan oleh undang-undang yang diuji. c. bahwa kerugian konstitusional Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidak-tidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar (logis) dapat dipastikan akan terjadi. d. adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan untuk diuji. b. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan tersebut maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan tidak lagi terjadi. 9 6. Bahwa Pemohon adalah Serikat Pekerja yang telah tercatat di Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Administrasi Jakarta Pusat dengan Bukti Pencatatan Nomor 260/I/N/IV/2003, tertanggal 9 April 2003; ( Vide Bukti P-1);
Bahwa Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (selanjutnya disebut FSPPB) diwakili oleh Arie Gumilar selaku Presiden FSPPB berdasarkan Surat Keputusan Musyawarah Nasional Nomor Kpts-06MUNAS- VI/FSPPB/2018. Bahwa Presiden FSPPB memiliki kewenangan untuk mewakili Organisasi dalam beracara di Pengadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (3) Anggaran Dasar Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB). ( Vide Bukti P-2 ) yang menyatakan: Pasal 18 ayat (3) “Presiden FSPPB memiliki kewenangan untuk mewakili Organisasi dalam beracara di Pengadilan” 8. Bahwa Pemohon merupakan perwakilan dari Lembaga atau Badan atau Organisasi yang mempunyai kepedulian perlindungan terhadap para Pekerja PT Pertamina (Persero) dan oleh karenanya bertindak untuk kepentingan pekerja PT Pertamina (Persero);
Bahwa bentuk dari Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu dalam Pasal 3 Anggaran Dasar Pendirian Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) Perubahan ke 6 tanggal 16 Januari 2015 disebutkan: “ FSPBB berbentuk FEDERASI yang menghimpun dan terbuka bagi serikat pekerja-serikat pekerja di lingkungan PERTAMINA termasuk Anak Perusahaan yang memenuhi syarat-syarat dan ketentuan yang diatur dalam Anggaran Rumah Tangga. 10. Bahwa tugas dan peranan Pemohon dalam melaksanakan kegiatan- kegiatan penegakan hak-hak pekerja sangat jelas dapat dilihat dalam tugas pendirian Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Anggaran Dasar Pendirian Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) Perubahan ke 6 tanggal 16 Januari 2015, yaitu: 1) Untuk memperjuangkan, melindungi, membela hak dan kepentingan _anggota beserta keluarganya; _ 10 2) Meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan pekerja beserta _keluarganya; dan _ 3) Menjaga kelangsungan Bisnis dan eksistensi perusahaan. 4) Memperjuangkan kedaulatan Energi Nasional. 11. Bahwa dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut UU BUMN 19/2003) hanya mengatur secara tegas mengenai larangan Perusahaan Persero untuk di Privatisasi yaitu Perusahaan Persero yang bidang usahanya disebutkan dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN 19/2003;
Bahwa faktanya Anak Perusahaan dari Perusahaan Persero tersebut hanya berbentuk Perseroan Terbatas biasa, sehingga tidak terikat pada ketentuan Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN 19/2003. Hal tersebut tentunya membuka peluang/berpotensi dapat diprivatisasinya Anak Perusahaan dari Perusahaan Persero tersebut, padahal Anak Perusahaan tersebut memiliki kegiatan di bidang usaha yang berkaitan dengan bidang usaha Induk Perusahaannya yang notabene Induk Perusahaannya dilarang diprivatisasi karena bidang usahanya termasuk yang disebutkan dalam Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN 19/2003;
Bahwa PT Pertamina (Persero) merupakan Perusahaan Persero sebagaimana dimaksud dalam UU BUMN 19/2003. Bahwa berdasarkan Keputusan Menteri BUMN selaku RUPS tanggal 24 November 2016 tentang Perubahan Anggaran Dasar Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pertamina yang dinyatakan pada akta No. 27 tanggal 19 Desember 2016 dinyatakan, bahwa PT Pertamina Persero memiliki kegiatan usaha di bidang penyelenggaraan usaha energi, yaitu minyak dan gas bumi, energi baru dan terbarukan, serta kegiatan lain yang terkait atau menunjang kegiatan usaha di bidang energi, yaitu minyak dan gas bumi, energi baru dan terbarukan tersebut serta pengembangan optimalisasi sumber daya yang dimiliki perusahaan;
Bahwa dengan demikian PT Pertamina Persero termasuk dalam Perusahaan Persero yang dilarang untuk diprivatisasi berdasarkan Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN 19/2003 yaitu: 11 c. Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang _berkaitan dengan kepentingan masyarakat; dan _ d. Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi. 15. Bahwa saat ini PT Pertamina Persero telah memiliki Anak-Anak Perusahaan yang menunjang kegiatan usaha PT Pertamina Persero sebagai induk Perusahaannya di bidang energi, yaitu minyak dan gas bumi, energi baru dan terbarukan;
Bahwa akibat tidak diaturnya anak perusahaan persero/perusahaan milik Persero dalam ketentuan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN 19/2003 menyebabkan celah hukum dan ketidakpastian hukum untuk dilakukannya privatisasi/pelepasan seluruh saham ke pihak perorangan/swasta terhadap Perusahaan Milik Persero/Anak Perusahaan Persero yang bergerak di bidang usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d sehingga Pemohon dirugikan Hak Konstitusionalnya yaitu:
Negara berpotensi nyata kehilangan hak menguasai cabang-cabang produksi penting bagi negara, menguasai hajat hidup orang banyak dan sumber daya alam termasuk sumber daya alam minyak dan gasnya sebagaimana diamanatkan Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Bahwa dalam hal ini kedaulatan Energi Nasional menjadi terancam sehingga hak konstitusional Pemohon sangat berpotensi nyata dirugikan dan harus diperjuangkan oleh Pemohon sebagaimana telah di atur dalam anggaran dasar FSPPB.
Berpotensi nyata Sumber Daya Alam tidak ditujukan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat termasuk namun tidak terbatas pada para pekerja Pertamina sebagaimana diamanatkan Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 karena Negara kehilangan hak menguasai sumber daya alam akibat diperbolehkannya pelepasan seluruh saham kepada pihak swasta/perorangan anak perusahaan BUMN yang mengelola sumber daya alam.
Menjadi ancaman terhadap kelangsungan bisnis dan eksistensi dari PT. Pertamina Persero maupun Anak-Anak Perusahaannya akibat potensi nyata terjadinya privatisasi dan/atau pelepasan seluruh saham anak- 12 anak perusahaan ke pihak perorangan/swasta. Bahwa seharusnya anak perusahaan persero yang bergerak di bidang usaha pengelolaan sumber daya alam dan cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan Masyarakat dilarang untuk di privatisasi.
Berpotensi nyata para pekerja pada anak-anak perusahaan Pertamina kehilangan statusnya sebagai pekerja BUMN dan menjadi pekerja swasta biasa akibat pelepasan seluruh saham anak perusahan PT. Pertamina Persero kepada pihak swasta/perorangan.
Kualitas hidup dan kesejahteraan para pekerja pada Perusahaan Grup PT. Pertamina Persero dan/atau BUMN beserta keluarganya akan tidak terjamin apabila anak-anak perusahaan PT. Pertamina Persero/BUMN tidak dikontrol dengan baik oleh Negara.
Berpotensi dilakukannya Pemutusan Hubungan Kerja terhadap para pekerja anak-anak perusahaan Pertamina akibat pelepasan seluruh saham/sebagian besar saham anak-anak perusahaan Pertamina kepada Pihak Swasta/Perorangan, hal ini sangat beralasan mengingat dalam pasal 163 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan memungkinkan perusahaan/ pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja karena adanya perubahan kepemilikan saham perusahaan. Bahwa hal tersebut di atas tentunya merupakan salah satu tugas dan tanggung jawab bagi Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) untuk memperjuangkan, melindungi, membela hak dan kepentingan anggota dan atau pekerja, meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan pekerja beserta keluarganya, menjaga kelangsungan bisnis dan eksistensi Perusahaan dan memperjuangkan kedaulatan Energi Nasional sebagaimana dinyatakan dalam Anggaran Dasar Pendirian Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB);
Bahwa terkait dengan tujuan pendirian Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 7 angka (3) Anggaran Dasar Pendirian Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) Perubahan ke-Lima Tahun 2011, maka Pemohon sangat berkepentingan untuk mengajukan Uji Materil ke Mahkamah Konstitusi 13 sebagai akibat dari adanya ketidakpastian hukum dalam ketentuan Pasal 77 huruf c dan d Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara;
Bahwa selama ini secara nyata, Pemohon telah pula memperjuangkan kepentingan hukumnya sebagaimana dinyatakan dalam AD/ART baik itu melalui gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial terkait hak dan kepentingan para Pekerja yang menjadi anggotanya, termasuk pula telah pernah mengajukan gugatan Judicial Review tentang Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang telah diputus oleh Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor: 37/PUU-IX/2011 dan gugatan Judicial Review Tentang Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi yang telah diputus oleh Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 65/PUU-X/2012;
Bahwa berdasarkan uraian di atas, jelas Pemohon telah memenuhi kualitas maupun kapasitas sebagai Pemohon pengujian Pasal 77 huruf c dan d Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara. III. ALASAN-ALASAN PERMOHONAN Bahwa Pasal 77 huruf c dan d Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara inkonstitusional dengan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang larangan privatisasi dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d hanya diberlakukan secara limitatif terhadap Persero dan tidak diberlakukan juga terhadap __ Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero. A. Pasal 77 huruf c dan huruf d Bertentangan Dengan Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang larangan privatisasi dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d hanya diberlakukan secara limitatif terhadap Persero dan tidak diberlakukan juga terhadap __ Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero. 14 1. Bahwa Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan: 2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. 2. Bahwa sesuai dengan konsep Penguasaan Negara di dalam pertimbangan hukum putusan Mahkamah Konstitusi perkara Undang- Undang Minyak dan Gas dan Undang-Undang Ketenagalistrikan menafsirkan mengenai “hak menguasai negara/HMN” bukan dalam makna negara memiliki, tetapi dalam pengertian bahwa negara merumuskan kebijakan (beleid) , melakukan pengaturan (regelendaad) , melakukan pengurusan (bestuurdaad) , melakukan pengelolaan (beheersdaad) , dan melakukan pengawasan (toezichthoudendaad) yang semuanya ditujukan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat;
Bahwa salah satu fungsi dari Hak Menguasai Negara adalah pengelolaan, yang mana fungsi pengelolaan tersebut dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara, hal tersebut sesuai dengan pendapat Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor: 3/PUU-VIII/2010 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil terhadap Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyatakan bahwa: “ Fungsi pengelolaan dilakukan melalui mekanisme pemilikan saham dan/atau melalui keterlibatan langsung badan usaha milik negara, termasuk di dalamnya badan usaha milik daerah atau badan hukum milik negara/daerah sebagai instrumen kelembagaan di mana pemerintah mendayagunakan kekuasaannya atas sumber-sumber kekayaan itu untuk digunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Demikian pula fungsi pengawasan oleh negara dilakukan oleh negara c.q. pemerintah dalam rangka mengawasi dan mengendalikan agar pelaksanaan penguasaan oleh negara atas kekayaan alam atas bumi, air, dan kekayaan alam benar-benar digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat; ” 4. Bahwa sebagai bentuk implementasi Hak Menguasai Negara untuk mengelola cabang-cabang produksi yang penting dalam Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, maka pada tanggal 19 Juni 2003 15 Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan dan mengesahkan Undang-Undang Nomor Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, yang tercatat dalam Lembaran Negara Nomor 70 Tahun 2003;
Bahwa filosofi dibentuknya Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN 19/2003 adalah menjaga supaya Negara tidak kehilangan “hak menguasai negara/HMN” dalam melakukan pengelolaan (beheersdaad) terhadap Cabang-Cabang Produksi yang penting bagi Negara, menguasai hajat hidup orang banyak dan sumber daya alam yang semuanya ditujukan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat;
Bahwa maksud dan tujuan pendirian BUMN yang tercantum dalam Pasal 2 UU BUMN 19/2003 adalah:
Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional b. Mengejar keuntungan;
Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak;
Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi e. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat.
Bahwa di dalam Pasal 77 UU BUMN 19/2003 Negara telah mengatur mengenai Persero yang tidak dapat di privatisasi yaitu: a. Persero yang bidang usahanya berdasarkan ketentuan peraturan _perundang-undangan hanya boleh dikelola oleh BUMN; _ b. Persero yang bergerak di sektor usaha yang berkaitan dengan _pertahanan dan keamanan negara; _ c. Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang _berkaitan dengan kepentingan masyarakat; _ d. Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi. 8. Bahwa yang dimaksud dengan Perusahaan Perseroan yang selanjutnya disebut Persero berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU BUMN 19/2003 adalah: 16 “ BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.” 9. Bahwa selanjutnya yang dimaksud dengan Privatisasi berdasarkan Pasal 1 angka 12 UU BUMN 19/2003 adalah: “penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya , kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat.” 10. Bahwa sejalan dengan berjalannya waktu, persaingan usaha dalam bidang perekonomian global semakin ketat, untuk itu Pemerintah Republik Indonesia memiliki strategi untuk menguatkan daya saing, peningkatan nilai, perluasan jaringan usaha dan kemandirian pengelolaan Badan Usaha Milik Negara yaitu dengan membentuk perusahaan induk BUMN/Perusahaan Grup/ Holding Company . Bahwa dengan demikian saat ini Persero yang dilarang untuk di privatisasi berdasarkan ketentuan dalam Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN 19/2003 telah berkembang menjadi sebuah Perusahaan Grup/ Holding Company bukan hanya sekedar sebuah Perusahaan Perseroan tunggal, Perusahaan-Perusahaan Persero pada saat ini telah memiliki anak-anak perusahaan bahkan cucu perusahaan (Perusahaan milik PT. Persero) ; __ 11. Bahwa Perusahaan Grup/ Holding Company menurut pendapat ahli dapat diartikan sebagai berikut: Menurut Raajimakers, perusahaan kelompok atau group company secara umum dapat diberi pengertian sebagai suatu susunan dari perusahaan- perusahaan yang secara yuridis tetap mandiri dan yang satu dengan yang lain merupakan suatu kesatuan ekonomi yang dipimpin oleh suatu perusahaan induk. Menurut Prof. Emmy Pangaribuan, S.H. perusahaan grup/konsern adalah suatu gabungan atau susunan dari perusahaan-perusahaan yang secara yuridis mandiri, yang terkait satu dengan yang lain begitu erat sehingga membentuk suatu kesatuan ekonomi yang tunduk pada suatu pimpinan dari suatu perusahaan induk sebagai sentral. Menurut Ray August, holding company adalah perusahaan yang dimiliki oleh induk perusahaan atau beberapa induk perusahaan yang bertugas untuk mengawasi, mengoordinasi, dan mengendalikan kegiatan usaha anak-anak perusahaannya. __ 17 12. Bahwa berdasarkan pengertian mengenai Perusahaan Grup dari para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa, perusahaan grup/ holding company /konsern merupakan suatu gabungan dari perusahaan- perusahaan yang masing- masing mandiri secara yuridis, memiliki hubungan yang erat, memiliki hubungan ekonomi antara yang satu dengan yang lain, dimana induk perusahaan mengawasi, mengoordinasi, dan mengendalikan kegiatan usaha anak-anak perusahaannya;
Bahwa pengertian Anak Perusahaan dari Perusahaan Persero dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor: PER-03/MBU/2012 Tentang Pedoman Pengangkatan Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris Anak Perusahaan Badan Usaha Milik Negara yaitu: “ Anak Perusahaan BUMN, yang selanjutnya disebut Anak Perusahaan adalah perseroan terbatas yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh BUMN atau perseroan terbatas yang dikendalikan oleh BUMN.” Bahwa dengan demikian Anak Perusahaan dari Perusahaan Persero tersebut bukanlah suatu Perusahaan Persero, melainkan Perseroan Terbatas biasa;
Bahwa apabila melihat penjelasan dalam Pasal 2A ayat (7) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Penyertaan Dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas disebutkan bahwa: “ Anak Perusahaan BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) _diperlakukan sama dengan BUMN untuk hal sebagai berikut: _ a. Mendapatkan penugasan Pemerintah atau melaksanakan _pelayanan umum; dan/atau _ b. Mendapatkan kebijakan khusus negara dan/atau Pemerintah, termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam dengan perlakuan tertentu sebagaimana diberlakukan bagi BUMN. __ __ __ 18 Penjelasan Pasal 2A ayat (7) Yang termasuk dalam perlakukan yang sama dalam kebijakan khusus negara da/atau pemerintah antara lain terkait dengan proses dan bentuk perizinan, hak untuk memperoleh HPL, kegiatan perluasan lahan dan/atau keikutsertaan dalam kegiatan-kegiatan kenegaraan atau pemerintah yang melibatkan BUMN. __ 15. Bahwa untuk memberi gambaran kepada Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Pemohon akan memberikan ilustrasi mengenai pembentukan holding dan subholding yang terjadi pada PT. Pertamina Persero dengan uraian-uraian sebagai berikut:
1 Bahwa Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Melalui Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pertamina, menerbitkan Surat Keputusan Nomor: SK- 198/MBU/06/2020 tanggal 12 Juni 2020 tentang Pemberhentian, Perubahan Nomenklatur Jabatan, Pengalihan Tugas, dan Pengangkatan Anggota-Anggota Direksi Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pertamina. Melalui SK tersebut diatas ditetapkan beberapa hal yakni; Mengubah nomenklatur jabatan anggota- anggota Direksi Perusahaan Perseroan Persero) PT Pertamina. Delapan direktur dalam organisasi pertamina sebelumnya dibubarkan, selanjutnya digabungkan ke dalam tiga direktorat yakni direktur penunjang bisnis, Direktur Logistik dan lnfrastruktur, serta Direktur Strategi, Portofolio, dan Pengembangan Usaha 2.1 Bahwa Kebijakan Menteri BUMN tersebut ditindaklanjuti berdasarkan SK Direktur Utama Pertamina nomor Kpts- 18/C00000/2020-S0 yang salah satu keputusanya adalah membentuk dan menetapkan sub Holding anak perusahaan PT pertamina Persero yang terdiri dari 1) sub holding upstream ; yang akan digambarkan sebagai berikut: 19 atau lebih sederhananya seperti bagian di bawah ini 3.1 Bahwa Dari dua bagan di atas terlihat bahwa yang dijadikan Sub Holding adalah Seluruh Bisnis Inti Pertamina dari Hulu ke Hilir, dari Eksplorasi hingga Pemasaran, jadi core business Pertamina menjadi Anak Perusahaan Pertamina. Bahwa saat ini struktur Perusahaan Grup PT. Pertamina (Persero) dapat digambarkan sebagai berikut sebagai berikut. 20 21 4.1 Bahwa apabila melihat Struktur Perusahaan Grup PT Pertamina (PERSERO), anak-anak perusahaan PT Pertamina (PERSERO) yaitu PT Pertamina EP, PT Pertamina Hulu Energi, PT. Pertamina Geothermal Energy, PT Pertamina Drilling, PT PGN, dsb melakukan pengelolaan sumber daya alam, dimana kegiatan usaha tersebut merupakan kegiatan usaha yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN 19/2003.
Bahwa berdasarkan ilustrasi pada PT Pertamina (Persero) tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa anak-anak perusahaan dari perusahaan persero yang berbentuk Perseroan Terbatas biasa oleh Pemerintah Republik Indonesia terbukti diberikan izin untuk melaksanakan pelayanan umum dan/atau pengelolaan sumber daya alam, dimana kegiatan usaha tersebut merupakan kegiatan usaha yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN 19/2003 yaitu:
Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu _yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat; dan _ d. Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan dilarang untuk diprivatisasi 17. Bahwa pembentukan Perusahaan Grup/ Holding Company pada dasarnya dilakukan sebagai strategi untuk menguatkan daya saing, peningkatan nilai, perluasan jaringan usaha dan kemandirian pengelolaan Badan Usaha Milik Negara;
Bahwa hal tersebut di atas hanya dapat dilakukan apabila Induk Perusahaan yaitu PT Persero menguasai seluruh/sebagian besar saham dari anak-anak perusahaannya/Perusahaan milik PT Persero tersebut, sehingga Induk Perusahaan yaitu PT Persero sebagai implementasi Negara mampu untuk melakukan pengelolaan terhadap Anak-Anak Perusahaan/Perusahaan milik Persero yang bidang usahanya mengelola cabang-cabang produksi yang penting dan sumber daya alam negara;
Bahwa Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN 19/2003 secara limitatif hanya mengatur secara tegas Persero yang tidak dapat di privatisasi, namun tidak mengatur secara tegas mengenai Perusahaan Milik 22 Persero/Anak Perusahaan Persero yang memiliki kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 UU BUMN 19/2003;
Bahwa apabila larangan privatisasi dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN 19/2003 hanya diberlakukan secara limitatif terhadap Persero dan tidak diberlakukan juga terhadap __ Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero, maka akan berpotensi terjadinya Privatisasi bahkan hilangnya eksistensi terhadap Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan dari Persero, karena Anak Perusahaan dari Perusahaan Persero tersebut bukanlah suatu Perusahaan Persero, melainkan Perseroan Terbatas biasa. Anak Perusahaan persero tidak diatur pada UU BUMN 19/2003;
Bahwa privatisasi PT Pertamina (Persero) melalui anak perusahaanya dengan terlebih dahulu membentuk sub holding dan mengalihkan core business /bisnis inti pertamina dari hulu ke hilir kepada sub holding akan menghambat usaha PT Pertamina persero untuk mendapatkan prioritas dalam memperoleh usaha kerja sesuai Pasal 5 ayat (4) dan ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 Tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi menyatakan ayat 4 Dalam hal PT Pertamina (Persero) mengajukan permohonan kepada Menteri untuk mendapatkan Wilayah Kerja terbuka tertentu, Menteri dapat menyetujui permohonan tersebut dengan mempertimbangkan program kerja, kemampuan teknis dan keuangan PT. Pertamina (Persero) sepanjang saham PT. Pertamina (Persero) 100% (seratus per seratus) dimiliki oleh Negara. ayat 5 PT Pertamina (Persero) sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak dapat mengajukan permohonan untuk wilayah kerja yang telah ditawarkan. 22. Bahwa berdasarkan ketentuan dalam Pasal 5 ayat (4) dan ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 Tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, PT Pertamina (Persero) seharusnya tidak diperbolehkan untuk melepaskan saham ke publik/swasta/perorangan, sebab apabila sahamnya tidak seratus persen milik negara maka PT. 23 Pertamina Persero tidak akan bisa lagi untuk mendapatkan wilayah kerja terbuka tertentu;
Bahwa ketentuan dalam Pasal 5 ayat (4) dan ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 Tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, yang menyatakan bahwa PT Pertamina (Persero) hanya dapat mengajukan permohonan untuk mendapatkan wilayah kerja apabila sahamnya masih 100% dimiliki negara merupakan bentuk pelaksanaan amanat Pasal 33 UUD 1945 yang menyatakan cabang- cabang produksi yang penting dan sumber daya alam harus dikuasai oleh negara sepenuhnya, tidak dibagi-bagi dengan swasta/perorangan, dengan tujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Bahwa hal tersebut telah sejalan dengan pendapat Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung dalam putusannya yang menyatakan:
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 36/PUU-X/2012 yang menyatakan bahwa Wilayah Kerja-Wilayah Kerja migas hanya boleh dikelola oleh BUMN sebagai wujud penguasaan negara. Hal ini merupakan perwujudan dari amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 di mana negara melalui Pemerintah dan DPR, berkuasa untuk membuat kebijakan, mengurus, mengatur, mengelola dan mengawasi. Mahkamah Konstitusi menegaskan, khusus untuk aspek pengelolaan, penguasaan negara tersebut dijalankan oleh pemerintah melalui BUMN.
Putusan Mahkamah Agung dalam Putusan Nomor 69 P/HUM/2018 yang menyatakan bahwa pemberian pengelolaan wilayah kerja Migas yang akan berakhir kontrak kerjasamanya, BUMN sebagai perwujudan penguasaan negara in casu PT Pertamina (Persero) harus didahulukan ( voorerecht ) sepenuhnya untuk mengelola sumber daya energi Migas tersebut;
Bahwa Minyak dan Gas Bumi merupakan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, hal tersebut dapat dilihat dalam ketentuan peraturan perundang-undangan diantaranya yaitu: 24 a. Bagian menimbang huruf b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi menyatakan : “ bahwa minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan yang dikuasai oleh negara serta merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup orang banyak dan mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional sehingga pengelolaannya harus dapat secara maksimal memberikan _kemakmuran dan kesejahteraan rakyat; _ b. Daftar Lampiran Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 Tentang Bidang Usaha yang terbuka dan tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal disebutkan bahwa “Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral masuk dalam kategori terbuka dengan persyaratan” bukan bidang usaha yang terbuka. Bahwa minyak dan gas bumi merupakan cabang produksi yang penting bagi negara dalam peraturan perundang-undangan telah dikuatkan dengan penafsiran dari Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 36/PUU-X/2012 tersebut di atas;
Bahwa dengan demikian seharusnya PT Pertamina Persero maupun anak-anak perusahaan/perusahaan milik PT Pertamina (Persero) tidak dapat di privatisasi karena mengelola cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak yaitu minyak dan gas;
Bahwa sebagaimana telah Pemohon jelaskan sebelumnya di atas, saat ini seluruh Bisnis Inti (core business) Pertamina dari Hulu ke Hilir, dari Eksplorasi hingga Pemasaran telah dilimpahkan kepada Sub Holding/ anak perusahaan dari PT Pertamina Persero yang notabene anak perusahaan PT Pertamina Persero tersebut hanya berbentu Perseroan Terbatas biasa, bukan PT Persero, selain itu dapat disimpulkan pula bahwa Bisnis Inti (core bisnis) PT Pertamina tersebut telah dilakukan secara terpisah/tidak terintegrasi oleh badan usaha yang berbeda yang tentunya ini adalah UNBUNDLING PERTAMINA. Dengan terpecahnya sistem integrasi Pertamina karena sektor intinya menjadi 25 Anak Perusahaan maka berpotensi menyebabkan masalah-masalah yang akan timbul dari tidak terintegrasinya pengelolaan minyak dan gas bumi;
Bahwa masalah-masalah yang akan timbul dengan dilakukannya unbundling pada Badan Usaha Milik Negara/Persero yang mengelola cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak diantaranya adalah:
Potensi nyata untuk dilakukan pelepasan seluruh atau sebagai besar saham anak-anak perusahaan BUMN/Persero yang mengelola cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak kepada pihak swasta/perorangan (Privatisasi). Bahwa hal tersebut tentunya berpotensi menghilangkan Hak Menguasai Negara untuk melakukan pengelolaan langsung terhadap cabang-cabang produksi yang penting bagi negara.
Potensi nyata menjadi persaingan bisnis antar sektor usaha pada badan usaha yang berbeda. Bahwa masalah-masalah tersebut tentunya akan membuat BUMN/Persero yang mengelola cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak menjadi terpuruk dan sangat berpotensi menyebabkan Negara Kehilangan Hak Menguasai yaitu kewenangan untuk melakukan pengelolaan _(beheersdaad); _ __ 28. Bahwa sebenarnya Mahkamah Konstitusi pernah memutus perkara yang berkaitan dengan pilihan bundling ataukah unbundling dalam penyediaan listrik di Indonesia. Pada Putusan Nomor 001-021-022/PUU-I/2003, bertanggal 15 Desember 2004, Mahkamah Konstitusi dalam putusannya menyatakan bahwa Sistem unbundling dalam restrukturisasi usaha listrik justru tidak menguntungkan dan tidak selalu efisien dan malah menjadi beban berat bagi negara, sehingga oleh karenanya Mahkamah berpendapat bahwa hal tersebut bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945;
Bahwa selain itu Pembentukan sub holding anak perusahaan persero maupun unbundling inilah yang mejadi celah hukum dan tidak adanya kepastian hukum untuk anak-anak perusahaan Persero termasuk namun 26 tidak terbatas pada anak-anak perusahaan PT Pertamina Persero untuk dilakukan privatisasi, karena dengan terbentuknya sub holding dan/atau unbundling maka terbukalah peluang dari anak-anak perusahaan/perusahaan milik Persero untuk melantai di bursa, sebagaimana yang telah terjadi dengan Perusahaan Gas Negara (PGN);
Bukan tanpa dasar, terbukti dengan secara terbuka Menteri Badan Usaha Milik Negara (Erick Thohir) melalui berbagai media menyatakan target khusus yang dibebankan pada jajaran direksi baru Pertamina yakni satu atau dua anak usaha Pertamina harus mampu melakukan Initial Public Offering (IPO) dalam dua tahun ke depan;
Bahwa pelepasan saham anak perusahaan PT Pertamian persero sama halnya dengan perdagangan organ tubuh manusia. Bahwa bila di ilustrasikan dengan utuh terhadap Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN 19/2003 ibarat seekor sapi betina yang dilarang di jual untuk menjaga dan menjamin pasokan susu bagi pemiliknya, tentunya sapi itu harus sehat dan utuh agar bisa menghasilkan susu dan sapi itu haruslah tetap milik si empunya sapi agar susunya bisa dinikmati yang punya sapi. Namun bila dikaitkan dengan pembentukan sub hoding PT Pertamina, si sapi itu di potong-potong di mana sebagian organ tubuhnya di jual ke orang lain;
Bahwa siasat pelepasan saham kepada swasta/perorangan terhadap anak-anak perusahaan PT Pertamina Persero dapat diibaratkan halnya dengan pencuri sepeda motor yang kemudian menjual terpisah bagian- bagian dari motor tersebut kepada orang lain. Bahwa mencuri dan menjual motor curian kepada orang lain merupakan tindak pidana, namun untuk menyiasatinya agar tidak ketahuan maka pencuri tersebut menjual terpisah bagian-bagian dari sepeda motor tersebut hingga habis tidak tersisa;
Bahwa menurut hemat Pemohon anak-anak perusahaan/perusahaan milik PT Persero seharusnya diperlakukan sama dengan Induk Perusahaannya yaitu PT Persero, sebab antara Induk Perusahaannya yaitu PT Persero dengan anak-anak perusahaannya/Perusahaan milik Persero sama-sama memiliki keterkaitan bidang usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN 19/2003 27 sehingga seharusnya baik Induk Perusahaan (PT Persero) maupun anak-anak perusahaanya/Perusahaan milik PT Persero tidak dapat diprivatisasi;
Bahwa dengan demikian akibat seluruh dan/atau sebagian besar saham Anak-Anak Perusahaan/perusahaan milik PT Persero dimiliki oleh swasta/perorangan akibat dari tindakan privatisasi Anak Perusahaan Perseroan akan menimbulkan kerugian konstitusional bagi Pemohon dan Negara yaitu, berpotensi nyata menyebabkan Negara tidak lagi memiliki kewenangan untuk melakukan pengelolaan (beheersdaad) terhadap anak perusahaan/perusahaan milik Persero yang memiliki bidang usaha mengelola cabang-cabang produksi yang penting dan sumber daya alam negara, hal tersebut disebabkan karena sebagian besar saham/seluruh saham Anak-Anak Perusahaan/Perusahaan Persero telah dimiliki oleh swasta dan/atau perorangan;
Bahwa yang menjadi keberatan Pemohon sehingga Pemohon merasa dirugikan hak konstitusionalnya dengan diberlakukannya Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN 19/2003 sepanjang larangan privatisasi dalam Pasal 77 huruf c dan d hanya diberlakukan secara limitatif terhadap Persero dan tidak diberlakukan juga terhadap __ Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero adalah apabila anak-anak Perusahaan/Perusahaan milik PT Persero yang dilarang untuk diprivatisasi berdasarkan Pasal 77 huruf c dan d dapat di privatisasi dengan melepas saham ke publik/swasta/perorangan;
Bahwa dengan demikian apabila larangan privatisasi dalam Pasal 77 huruf c dan d hanya diberlakukan secara limitatif terhadap Persero dan tidak diberlakukan juga terhadap __ Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero , maka __ tidak menutup kemungkinan Anak Perusahaan Perseroan/Perusahaan milik Persero tersebut seluruh dan/atau sebagian besar sahamnya dapat dikuasai oleh swasta/perorangan akibat dari tindakan privatisasi Anak Perusahaan Perseroan;
Bahwa terhadap penerapan Pasal 77 huruf c dan d Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik berpotensi 28 menyebabkan kerugian yang nyata bagi rakyat dan Negara apabila larangan privatisasi dalam Pasal 77 huruf c dan d hanya diberlakukan secara limitatif terhadap Persero dan tidak diberlakukan juga terhadap __ Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero akan menyebabkan Negara kehilangan “hak menguasai negara/HMN” dalam melakukan pengelolaan (beheersdaad) yang menyebabkan pihak swasta dan/atau perorangan dapat menguasai dan/atau mengelola c abang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang . Hal tersebut tentunya sangat bertentangan dengan amanat Konstitusi dalam Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; B. Pasal 77 huruf c dan huruf d Bertentangan Dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang larangan privatisasi dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d hanya diberlakukan secara limitatif terhadap Persero dan tidak diberlakukan juga terhadap __ Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero.
Bahwa Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan: 3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. 39. Bahwa prinsip sebesar-besarnya kemakmuran rakyat telah mendapatkan penafsiran dari Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor: 3/PUU- VIII/2010 tentang uji materiil Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, telah membuat tolak ukur pengelolaan kekayaan alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, antara lain: _1. Kemanfaatan sumber daya alam bagi rakyat; _ _2. Tingkat kemerataan sumber daya alam bagi rakyat; _ 3. Tingkat partisipasi rakyat dalam menentukan manfaat sumber daya _alam; _ 4. Penghormatan terhadap hak rakyat yang bersifat turun-temurun dalam memanfaatkan sumber daya alam. 40. Bahwa tujuan utama dibentuknya BUMN adalah untuk mencari keuntungan dan menyediakan barang dan jasa yang bermutu tinggi bagi 29 sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana tersirat dalam Pasal 2 UU BUMN 19/2003;
Bahwa selain itu tujuan awal dibentuknya PT. Pertamina Persero dapat dilihat dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minjak dan Gas Bumi Negara yaitu: Pasal 5 “Tudjuan Perusahaan adalah membangun dan melaksanakan pengusahaan minjak dan gas bumi dalam arti seluas-luasnja untuk sebesar-besar kemakmuran Rakjat dan Negara serta mentjiptakan Ketahanan Nasional.” 42. Bahwa selain itu berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 Tentang Energi menyatakan; “dalam rangka mendukung pembangunan nasional berkelanjutan dan meningkatkan ketahanan energi nasional, maka sumber daya energi fosil, panas bumi, hidro skala besar, dan sumber energi nuklir dikuasai negara dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” .
Bahwa untuk memberi gambaran kepada Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Pemohon akan memberikan ilustrasi mengenai proses bisnis Pertamina yakni pengolahan energy utamanya Migas dari hulu ke hilir hingga dapat dinikmati oleh masyarakat Indonesia yang selama ini dilaksanakan oleh Perusahaan Grup/ Holding PT. Pertamina Persero sebagai berikut: A. Bisnis pertamina terintegrasi hulu ke hilir 30 Secara sederhana, proses bisnis Pertamina dapat dilihat pada gambar berikut: Kedudukan/bisnis Pertamina yang secara terintegrasi dapat menjamin security of supply dalam penyediaan pemenuhan energy negeri yang menopang ketahanan energy. Dengan integrasi bisnis hulu ke hilir, maka jalur koordinasi perusahaan menjadi sangat jelas dan gamblang dalam satu kesatuan PT Pertamina (Persero) sebagai representative Negara. Kedudukan/bisnis Pertamina yang secara terintegrasi dapat menjamin security of supply dalam penyediaan pemenuhan energi negeri yang menopang ketahanan energi. Dengan integrasi bisnis hulu ke hilir, maka jalur koordinasi perusahaan menjadi sangat jelas dan gamblang dalam satu kesatuan PT Pertamina (Persero) sebagai representative Negara. Adapun secara ringkas beginilah penjesalan masing-masing proses bisnis tersebut: 31 a. Hulu / Eksplorasi / Upstream Proses penyediaan energi terutama migas dimulai dari penyediaan minyak mentah yang akan diolah menjadi produk jadi maupun antara. Minyak mentah tersebut menjadi bahan baku dalam penyediaan produk tersebut. Proses penyediaan minyak mentah dalam perut bumi Indonesia dimulai dengan tahapan eksplorasi. Tahapan ini adalah pencarian minyak Bumi melalui suatu kajian panjang yang melibatkan beberapa bidang kajian kebumian dan ilmu eksak. Untuk kajian dasar, riset dilakukan oleh para geologis, yaitu orang-orang yang menguasai ilmu kebumian yang mencari lokasi hidrokarbon/minyak dan gas yang dapat diproduksi. Tahapan-tahapannya adalah: • Survey – Penilaian – Development : Menemukan volume hidrokarbon baru dengan demikian menggantikan volume yang sedang diproduksi atau dengan kata lain adalah proses penemuan ladang minyak baru hingga tahapan layak dan dapat diproduksi termasuk penyediaan sarana dan fasilitas produksi (pompa angguk, pemisahan impurities dan air, pipanisasi dan pertangkian). • Produksi: Setelah sebuah area yang sudah dinyatakan layak produksi dari hasil survey dan kajian. Dalam proses produksi tersebut, minyak dalam perut bumi “diangkat” dari sumur ke permukaan melalui fasilitas pengangkatan yang kemudian melalui proses pemisahan dari impurities dan air sehingga didapatkan minyak bumi yang sesuai spesifikasi migas yang ditampung ke dalam Tangki. • Distribusi Migas Setelah tahapan penyimpanan dalam tangki tersebut, maka dilakukan pendistribusian minyak mentah tersebut ke proses pengolahan melalu media transportasi. Adapun media pendistribusian ke kilang/pengolahan dapat melalui pipanisasi dan atau kapal tangker. Lokasi dari ekplorasi dan produksi minyak mentah dapat di daratan ( onshore ) atau laut lepas ( offshore ). Adapun pemenuhan minyak mentah Indonesia berasal dari Domestik maupun impor. Gambaran porsi produksi Minyak Mentah domestik sbb: 32 o 56.7% produksi Pertamina menjadi porsi perusahaan o 52.55% dari total produksi hulu diolah di kilang Pertamina b. Pengolahan/Kilang/ Refinery Kilang minyak adalah pabrik/fasilitas industri yang mengolah minyak mentah menjadi produk petroleum yang bisa langsung digunakan maupun produk-produk lain yang menjadi bahan baku bagi industri petrokimia. Adapun kebutuhan pengolahan Minyak mentah yang diolah di Kilang Pertamina berasal dari Domestik (baik Penugasan Pemerintah atau 3 ^rd Party) sebesar 56% dan Import sebesar 44%. (data tahun 2016) PT Pertamina (Persero) memiliki terdapat 6 kilang/Refinery Minyak dan Petrokimia yaitu:
Refinery Unit – II Dumai 2) Refinery Unit – III Plaju 3) Refinery Unit – IV Cilacap 33 4) Refinery Unit – V Balikpapan 5) Refinery Unit – VI Balongan 6) Refinery Unit – VII Sorong Serta beberapa kilang lain yaitu Cepu, Mundu, dan TPPI Tuban. Setelah melalui tahapan eksplorasi di Upstream, minyak __ mentah disalurkan baik via pipa maupun kapal tangker ke kilang-kilang yang dimiliki Pertamina. Minyak mentah tersebut diolah melalui beberapa tahapan yaitu pemisahan berdasarkan titik didih, pemisahaan secara konversi, dan pemisahan terhadap impurities sehingga dihasilkan produk jadi yang bisa langsung dipakai atau produk antara yang menjadi bahan baku industry petrokimia. Adapun produk tersebut diantaranya Solar, Premium, Pertamax, Pertalite, Dexlite, avtur, kerosene, LPG, serta produk Petrokimia seperti Propylene, Aspal, Lube Base (pelumas), Paraxylene, Benzene, dsb. Semua produk tersebut akan ditampung terlebih dahulu dalam tangki sebelum disalurkan ke costumer (baik Industri maupun end user /masyarakat).
Pemasaran/ Marketing & Trading Proses bisnis integrasi Pertamina selanjutnya adalah Pemasaran/ Marketing & Trading . Setelah minyak mentah/ crude oil diolah menjadi produk jadi di kilang Pertamina, maka dilakukan tahapan selanjutnya yaitu penyaluran kepada pelanggan baik industry maupun masyarakat. Proses tersebut dilakukan oleh fungsi Pemasaran. Produk dari kilang akan disalurkan ke Pemasaran melalui Depot BBM dan LPG atau langsung ke Industri melalui perpipaan maupun kapal tangker. Produk jadi tersebut akan ditambung di depot-depot seluruh seantero Indonesia dari Sabang sampai Merauke. 34 ALUR DISTRIBUSI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) DAN LPG Berdasarkan alur distribusi BBM dan LPG tersebut Pertamina memastikan ketersediaan BBM dan LPG seluruh Indonesia via darat, laut, dan udara. Adapun total kebutuhan produk BBM dan LPG secara konsolidasi sebesar 60% berasal dari Kilang Sendiri dan 40% berasal dari impor. (data tahun 2016).
Distribusi/Transportasi & Perkapalan Proses bisnis Pertamina yang tidak kalah penting adalah jaminan tersampainya minyak mentah dari Eksplorasi & Produksi maupun Impor menuju Kilang Pertamina serta tersalurkannya produk kilang ke Pemasaran yang kemudian didistribusikan ke Industri dan end user . Keunggulannya proses integrasi bisnis Pertamina dari Hulu ke Hilir adalah jaminan tersebut dikelola oleh Negara yang diwakili oleh Pertamina termasuk proses distribusinya. Peran perkapalan/ shipping Pertamina inilah yang sangat penting. Dengan geografis Indonesia yang 70%nya adalah perairan, maka peran perkapalan sangat besar dalam proses distribusi. Shipping sangat berperan dalam supply chain Pertamina. Peran kapal dalam menghubungkan satu pulau dengan pulau lainnya sangat berdampak besar terhadap aktivitas perekonomian Indonesia. Hal yang tidak kalah penting, kapal berperan menstimulus pertumbuhan ekonomi 35 daerah tertinggal sehingga mampu memperkecil adanya gap antara kawasan berkembang dengan kawasan tertinggal Seperti yang tergambar pada gambar di atas terlihat bahwa transportasi via kapal dimulai dari proses hulu/ upstream sampai dengan ke depot- depot Pertamina. Sejatinya lingkup kerja Shipping sangatlah kompleks, namun apabila disederhanakan dapat mencakup beberapa aspek sebagai berikut: o Luasnya wilayah operasi distribusi energi yang dilayani terbentang dari Sabang sampai Merauke. Bahkan sejak 2015, Shipping mendapat amanah dalam pengangkutan kargo impor FOB dari wilayah Regional maupun Internasional. o Kapal yang dioperasikan cukup banyak dan beragam ukuran. Sampai dengan akhir 2015, Shipping mengoperasikan lebih dari 200 kapal mulai dari ukuran 1000 DWT sampai dengan 300.000 DWT. o Karakteristik pelabuhan yang berbeda sehingga beragam kendala dan hambatan yang dihadapi akan berbeda untuk masing-masing pelabuhan. Tercatat saat ini terdapat lebih dari 100 pelabuhan khusus 36 (pelsus) yang terletak di ratusan pulau di seluruh pelosok tanah air baik di kilang, depot, maupun sumur minyak. o Besarnya volum dan jenis kargo yang diangkut, dimana setiap kargo memiliki karakteristik dan penanganan yang berbeda. Kargo yang diangkut meliputi: minyak mentah, premium, kerosene, solar, avtur, avigas, pertamax, pertamax plus, LPG, lube base, paraxylene, asphalt, fame, sampai minyak bakar. o Kondisi perairan yang meliputi laut dan sungai. Seringkali pengangkutan yang melewati sungai tidak bisa diprediksi karena adanya luapan, banjir, maupun surut yang mengharuskan kapal menunggu agar bisa kembali berlayar. Selain itu terdapat beberapa rute dengan berbagi peringatan karena adanya indikasi perompakan, pencurian sampai separatism. o Tuntutan operasional akibat minimnya infrastruktur yang mengakibatkan kapal harus dapat dioperasikan sebagai tanki timbun atau floating storage serta kegiatan Ship to Ship transfer. Selain dengan kapal, pendistribusian produk BBM dan LPG di daratan melalui perpipaan dan mobil-mobil tangki yang menghubungkan tiap-tiap wilayah Indonesia mulai dari kota sampai daerah terpencil.
Bahwa sebelumnya seluruh Bisnis Inti Pertamina dari Hulu ke Hilir, dari Eksplorasi hingga Pemasaran sebagaimana disebutkan di atas dikelola langsung oleh PT Pertamina Persero sebagai Holding sedangkan anak- anak perusahaan berperan membantu proses bisnis tersebut, namun saat ini seluruh Bisnis Inti Pertamina dari Hulu ke Hilir, dari Eksplorasi hingga Pemasaran telah dilakukan secara terpisah ( Unbundling ) oleh badan usaha yang berbeda dengan membentuk Sub Holding;
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya mengenai undbundling Mahkamah Konstitusi pernah memutus perkara yang berkaitan dengan pilihan bundling ataukah unbundling dalam penyediaan listrik di Indonesia. Pada Putusan Nomor 001-021-022/PUU-I/2003, bertanggal 15 Desember 2004, Mahkamah Konstitusi membatalkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan secara keseluruhan. Pokok permohonan para Pemohon dalam perkara tersebut pada 37 dasarnya menyangkut kompetisi dalam kegiatan usaha ketenagalistrikan yang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan dilakukan secara terpisah ( unbundling ) oleh badan usaha yang berbeda. Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa ketentuan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 yang memerintahkan sistem pemisahan/pemecahan usaha ketenagalistrikan ( unbundling system ) dengan pelaku usaha yang berbeda akan semakin membuat terpuruk BUMN yang akan bermuara kepada tidak terjaminnya pasokan listrik kepada semua lapisan masyarakat, baik yang bersifat komersial maupun non-komersial. Dengan demikian akan merugikan masyarakat, bangsa dan negara. Sistem unbundling dalam restrukturisasi usaha listrik justru tidak menguntungkan dan tidak selalu efisien dan malah menjadi beban berat bagi negara, sehingga oleh karenanya Mahkamah berpendapat bahwa hal tersebut bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945;
Bahwa selain itu dengan dibentuknya Perusahaan Grup BUMN/ Holding BUMN dan/atau unbundling tidak menutup kemungkinan Anak Perusahaan Perseroan/Perusahaan milik Persero yang bidang usahanya mengelola sumber daya alam tersebut, seluruh dan/atau sebagian besar sahamnya dapat dikuasai oleh swasta/perorangan akibat dari tindakan privatisasi Anak Perusahaan Perseroan, apabila larangan privatisasi dalam Pasal 77 huruf c dan d hanya diberlakukan secara limitatif terhadap Persero dan tidak diberlakukan juga terhadap __ Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero;
Bahwa sama seperti halnya dalam ketenagalistrikan, PT Pertamina Persero yang mengelola sumber daya alam minyak dan gas bumi cepat atau lambat akan berbagi kekuasaan dengan swasta dalam seluruh rantai usaha mereka. Mulai dari hulu, pengolahan, ritel, hingga pasar keuangan. Bahwa Hal tersebut jelas sangat berdampak bagi masyarakat luas, yang mana apabila Pertamina menjadi perusahaan go public dengan mekanisme IPO, maka berpotensi dikuasainya asset negara oleh Swasta (Swastanisasi). Dampak secara gamblang, apakah penentuan harga BBM dan LPG akan seperti sekarang dimana penentuannya murni untuk kepentingan Negara? Tentu berpotensi juga mendengarkan suara 38 sang pemilik saham lainnya dalam Perusahaan nantinya yang menuntut Perusahaan untuk untung-seuntungnya tanpa memikirkan kemampuan daya beli masyarakat. Harga berpotensi naik dan tentunya berdampak pada sektor kehidupan lainnya;
Bahwa selain itu seharusnya seluruh keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari anak perusahaan/perusahaan milik PT Persero dari hasil mengelola cabang-cabang produksi yang penting dan sumber daya alam Negara diberikan seluruhnya kepada Negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, namun akibat adanya potensi dilakukannya privatisasi terhadap anak perusahaan/perusahaan milik PT Persero maka keuntungan dari anak perusahaan/perusahaan milik PT Persero menjadi tidak sepenuhnya diberikan kepada Negara tetapi diberikan juga untuk pihak swasta/perorangan yang memiliki saham pada anak perusahaan/perusahaan milik PT Persero;
Bahkan yang paling mengkhawatirkan akibat potensi dilakukannya privatisasi terhadap anak perusahaan/perusahaan milik PT Persero yang mengelola cabang-cabang produksi yang penting dan sumber daya alam negara adalah seluruh saham milik anak perusahaan tersebut dilepas seluruhnya kepada pihak swasta/perorangan, sehingga hasil pengelolaan cabang-cabang produksi yang penting dan sumber daya alam negara tersebut hanya dinikmati oleh pihak swasta dan/atau perorangan;
Bahwa seharusnya Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 seharusnya “DIKUASAI OLEH NEGARA” untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” __ 51. Bahwa c abang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak serta Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya tidak boleh dikuasai dan/atau dikelola oleh pihak swasta maupun perorangan untuk keuntungan dan _kemakmuran pihak swasta maupun orang perorangan; _ 52. Bahwa logika sederhana terhadap penerapan Pasal 77 huruf c dan d Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik 39 Negara adalah adanya potensi kerugian yang nyata bagi rakyat dan Negara apabila larangan privatisasi dalam Pasal 77 huruf c dan d hanya diberlakukan secara limitatif terhadap Persero dan tidak diberlakukan juga terhadap __ Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero, akan menyebabkan Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya __ bukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang tentunya sangat bertentangan dengan amanat Konstitusi dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. IV. PETITUM Berdasarkan urain diatas dapat disimpulkan bahwa Bahwa Pasal 77 huruf c dan d Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara Bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang larangan privatisasi dalam Pasal 77 huruf c dan d hanya diberlakukan secara limitatif terhadap Persero dan tidak diberlakukan juga terhadap __ Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero karena berpotensi mengakibatkan negara kehilangan hak menguasai negara yaitu mengelola cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dan sumber daya alam diperuntukan tidak sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat; DALAM POKOK PERKARA 1. Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon;
Menyatakan Pasal 77 huruf c dan d Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang larangan privatisasi dalam Pasal 77 huruf c dan d hanya diberlakukan secara limitatif terhadap Persero dan tidak diberlakukan juga terhadap __ Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero;
Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. [2.2] Menimbang bahwa untuk membuktikan dalilnya, para Pemohon telah mengajukan alat bukti surat/tulisan dan video yang diberi tanda bukti P-1 sampai dengan bukti P-39 sebagai berikut: 40 1. Bukti P-1 : Fotokopi Tanda Bukti Pencatatan Nomor 260/I/N/IV/2003 tanggal 9 April 2003; ,2. Bukti P-2 : Fotokopi Keputusan Musyawarah Nasional Nomor: Kpts- 04/MUNAS-VI/FSPPB/2018 tentang Perubahan Ke-Tujuh Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB);
Bukti P-3 : Fotokopi Keputusan Musyawarah Nasional Nomor Kpts- 06/MUNAS-VI/FSPPB/2018 tentang Penetapan Presiden FSPPB Periode 2018-2021;
Bukti P-4 : Fotokopi Surat Keputusan Nomor 001/KU.FSPPB/IV/2018 Tentang Susunan Pengurus Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) Periode 2018 – 2021;
Bukti P-5 : Fotokopi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Amandemen I sampai dengan Amandemen IV);
Bukti P-6 : Fotokopi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara;
Bukti P-7 : Fotokopi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara;
Bukti P-8 : Fotokopi Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-03/MBU/2012 tentang Pedoman Pengangkatan Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris Anak Perusahaan Badan Usaha Milik Negara;
Bukti P-9 : Fotokopi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan Dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara dam Perseroan Terbatas;
Bukti P-10 : Fotokopi Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Selaku Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Pertamina Nomor SK- 198/MBU/06/2020 tentang Pemberhentian, Perubahan Nomenklatur Jabatan, Pengalihan Tugas dan Pengangkatan Anggota-Anggota Direksi Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Pertamina, tanggal 12 Juni 2020;
Bukti P-11 : Fotokopi Surat Keputusan Direksi Pertamina (PERSERO) Nomor Kpts-18/C00000/2020-SO tentang Struktur Organisasi Dasar PT. Pertamina (PERSERO), tanggal 12 Juni 2020; 41 12. Bukti P-12 : Fotokopi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 58/PUU- VI/2008;
Bukti P-13 : Hasil cetak berita dengan judul “Dirut Pertamina Bantah Soal Isu Privatisasi Lewat Subholding Migas.” https: //tirto.id/dirut-pertamina-bantah-soal-isu-privatisasi- lewat-subholding-migas-fMhi diunduh pada tanggal 13 Juli 2020;
Bukti P-14 : Hasil cetak berita dengan judul “Rencana Dan Target IPO Anak Usaha Pertamina Yang Ditolak DPR.” https: //katadata.co.id/berita/2020/06/30/rencana-dan- target-ipo-anak-usaha-pertamina-yang-ditolak-dpr diunduh pada tanggal 13 Juli 2020;
Bukti P-15 : Fotokopi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi;
Bukri P-16 : Fotokopi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 69 P/HUM/2018 mengenai Permohonan Hak Uji Materiil terhadap: “Pasal 2 Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak Dan Gas Bumi Yang Akan Berakhir Kontrak Kerjasamanya”;
Bukti P-17 : Fotokopi Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal;
Bukti P-18 : Fotokopi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi;
Bukti P-19 : Fotokopi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi;
Bukti P-20 : Fotokopi Kajian Hukum terhadap Rencana Restrukturisasi Pertamina dan IPO oleh Sub-Holding Pertamina tanggal 16 Juni 2020 yang dibuat oleh Melli Darsa & Co.;
Bukti P-21 : Hasil cetak berita pada halaman Tribun News dengan judul “Fraksi PKS DPR Minta Pemerintah Kaji Ulang IPO Subholding Pertamina”; 42 Sumber: https: //www.tribunnews.com/nasional/2020/08/06/fraksi- pks-dpr-minta-pemerintah-kaji-ulang-ipo-subholding- pertamina Diunduh pada tanggal 12 Agustus 2020;
Bukti P-22 : Hasil cetak berita pada halaman Kompas.com dengan judul “Soal IPO Anak Perusahaan, Ini Alasannya Kata Dirut Pertamina”. Sumber: https: //money.kompas.com/read/2020/07/27/090800226/s oal-ipo-anak-perusahaan-ini-alasannya-kata-dirut- pertamina Diunduh pada tanggal 12 Agustus 2020;
Bukti P-23 : Hasil cetak berita pada halaman CNBC Indonesia dengan judul “Erick Minta IPO 2 Anak Usaha, Begini Bocoran Pertamina”. Sumber: https: //www.cnbcindonesia.com/market/20200630071548 -17-168927/erick-minta-ipo-2-anak-usaha-begini- bocoran-pertamina Diunduh pada tanggal 12 Agustus 2020;
Bukti P-24 : Hasil cetak berita pada halaman iNews.id dengan judul: “Pertamina akan Privatisasi 2 Anak Usaha” Sumber: https: //www.inews.id/finance/bisnis/pertamina-akan- privatisasi-2-anak-usaha Diunduh pada tanggal 12 Agustus 2020;
Bukti P-25 : Hasil cetak berita pada halaman Opini Indonesia dengan judul: “Melawan Rencana Initial Public Offering (IPO) Anak Usaha Pertamina (1)”Sumber: https: //opiniindonesia.com/2020/07/09/melawan-rencana- ipo-anak-usaha-pertamina-1/ Diunduh pada tanggal 18 Agustus 2020;
Bukti P-26 : Hasil cetak berita pada halaman Kontan.co.id dengan judul: “Pengamat: IPO Pertamina Bakal Berdampak Pada Kemampuan Subsidi dan Inti Bisnis” 43 Sumber: https: //industri.kontan.co.id/news/pengamat-ipo- pertamina-bakal-berdampak-pada-kemampuan-subsidi- dan-inti-bisnis Diunduh pada tanggal 14 Agustus 2020;
Bukti P-27 : Hasil cetak berita pada halaman Republika.co.id dengan judul: “Serikat Pekerja dan Pengamat Tanggapi Rencana IPO Pertamina” Sumber: https: //republika.co.id/berita/qf63qo320/serikat-pekerja- dan-pengamat-tanggapi-rencana-ipo-pertamina Diunduh pada tanggal 18 Agustus 2020;
Bukti P-28 : Hasil cetak berita pada halaman Sindo News dengan judul: “Rocky Gerung: IPO Subholding Pertamina Ibarat Perdagangan Organ Tubuh” Sumber: https: //nasional.sindonews.com/read/135408/12/rocky- gerung-ipo-subholding-pertamina-ibarat-perdagangan- organ-tubuh-1597594124 Diunduh pada tanggal 18 Agustus 2020;
Bukti P-29A : Video dari Akun YouTube “Bensin Kita”, dipublikasi pada tanggal 13 Juni 2020 dengan judul: “Target Menteri BUMN Usai Merombak Struktur Direksi PT. Pertamina”. Sumber: https: //www.youtube.com/watch?v=fvag6W__ms0 Diunduh pada tanggal 12 Agustus 2020; Bukti P-29B : Video dari Akun Youtube CNN Indonesia yang dipublikasikan Pada 10 Maret 2019 dengan judul: “IPO 9 Anak Usaha BUMN”. Sumber: https: //www.youtube.com/watch?v=ILk6OcAZ-Rs Diunduh pada tanggal 18 Agustus 2020;
Bukti P-30 : Hasil cetak Berita pada halaman Tribun News dengan judul: “Pengamat Nilai IPO Pertamina Berpengaruh pada Kemampuan Subsidi dan Inti Bisnis” 44 Sumber: https: //www.tribunnews.com/bisnis/2020/08/16/pengamat -nilai-ipo-pertamina-berpengaruh-pada-kemampuan- subsidi-dan-inti-bisnis?page=2 Diunduh pada tanggal 18 Agustus 2020;
Bukti P-31 : Fotokopi Surat Keputusan No. Kpts-29/C00000/2016-S0 tentang Proses Bisnis Pertamina, tertanggal 2 Agustus 2016;
Bukti P-32 : Hasil cetak Berita pada halaman Tirto.id dengan judul: “Kemelut Saham Garuda Indonesia yang Masih Terpuruk Sejak IPO”. Sumber: https: //tirto.id/kemelut-saham-garuda-indonesia-yang- masih-terpuruk-sejak-ipo-em51 Diunduh pada tanggal 14 Agustus 2020;
Bukti P-33 : Hasil cetak Berita pada halaman Bisnis.com dengan judul: “Usai PHK 677 Karyawan, Saham Indosat (ISAT) Anjlok”. Sumber: https: //market.bisnis.com/read/20200217/7/1202260/usai- phk-677-karyawan-saham-indosat-isat- anjlok#: ~: text=Saham%20Indosat%20sempat%20jeblos %205,level%20Rp1.985%20per%20saham.&text=Bisnis. com%2C%20JAKARTA%20%2D%20Saham,17%2F2%2 F2020 ). Diunduh pada tanggal 14 Agustus 2020;
Bukti P-34 : Hasil cetak Berita pada halaman website Bigalpha.id dengan judul: “Saham KRAS, Kian Jauh Tinggalkan Harga IPO”. Sumber: https: //bigalpha.id/news/saham-kras-kian-jauh-tinggalkan- harga-ipo Diunduh pada tanggal 14 Agustus 2020;
Bukti P-35 : Hasil cetak Artikel pada halaman Hukum Online dengan judul: “MK: Praktik Unbundling Penyediaan Listrik Harus Dikontrol Negara”. 45 Sumber: https: //www.hukumonline.com/berita/baca/lt58523f42c82 60/mk--praktik-iunbundling-i-penyediaan-listrik-harus- dikontrol-negara/ Diunduh pada tanggal 12 Agustus 2020;
Bukti P-36 : Fotokopi Jurnal Konstitusi dengan judul “Inkonstitusional Sistem Unbundling dalam Usaha Penyediaan Listrik” yang dituliskan oleh Jefri Porkonanta Tarigan Sumber: https: //media.neliti.com/media/publications/238262- inkonstitusionalitas-sistem-unbundling-d-450a4d64.pdf Diunduh pada tanggal 12 Agustus 2020.
Bukti P-37 : Hasil cetak Berita pada halaman Berita Satu dengan judul: “PGN: Kebijakan “Unbundling” Dorong Kenaikan Harga Gas”. https: //www.beritasatu.com/ekonomi/138872-pgn- kebijakan-unbundling-dorong-kenaikan-harga-gas Diunduh pada tanggal 12 Agustus 2020;
Bukti P-38 : Fotokopi Keterangan Ahli Gunawan dalam Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Miik Negara di Mahkamah Konstitusi;
Bukti P-39 : Fotokopi Keterangan Ahli Marwan Batubara tentang Menyoal Rencana IPO Sub-Holding Pertamina. Selain itu untuk mendukung permohonannya Pemohon juga mengajukan dua orang ahli bernama Prof. Dr. Juajir Sumardi, S.H., M.H., dan Dr. Kurtubi, S.E., M.Sp., M.Sc. yang masing-masing didengarkan keterangannya dalam persidangan Mahkamah tanggal 23 November 2020 dan 14 Desember 2020, serta saksi bernama drg. Ugan Gandar yang didengarkan keterangannya dalam persidangan Mahkamah tanggal 22 April 2021. Pemohon juga menyampaikan keterangan tertulis ahli Gunawan dan Dr. Marwan Batubara yang dijadikan bukti (bukti P-38 dan bukti P-39) dan keterangan tertulis saksi Ir. Faisal Yusra SH., MM., QIA., CFrA yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut: 46 Ahli Pemohon 1. Prof. Dr. Juajir Sumardi, S.H., M.H. A. DASAR HUKUM 1. Surat dari Advokat dan Asisten Advokat Janses E. Sihaloho, S.H., dan Imelda, S.H., berkantor pada SIHALOHO & CO. LAW FIRM yang berkedudukan hukum (domisili) di Gedung Menara Hijau, 5 ^th __ Floor Suite 501B, Jalan M.T. Haryono __ Kav. 33 Jakarta Selatan 12770, selaku kuasa hukum Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), tanggal surat 06 Oktober 2020 Perihal Daftar Pertanyaan Terkait dengan Pengujian Materiil Pasal 77 huruf c dan d Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara terhadap UUD 1945. 2. Surat Penugasan Ketua Pusat Studi Hukum Ekonomi dan Pembangunan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Nomor 017/PUSHEP-FHUH/X/22020 Tertanggal 14 Oktober 2020. __ B. PETA KASUS Bahwa berdasarkan surat dari Advokat dan Asisten Advokat Janses E. Sihaloho, S.H., dan Imelda, S.H., berkantor pada SIHALOHO & CO. LAW FIRM yang berkedudukan hukum (domisili) di Gedung Menara Hijau, 5 ^th Floor Suite 501B, Jalan M.T. Haryono Kav. 33 Jakarta Selatan 12770, selaku kuasa hukum Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), tanggal surat 06 Oktober 2020 Perihal Daftar Pertanyaan Terkait dengan Pengujian Materiil Pasal 77 huruf c dan d Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara terhadap UUD 1945, maka dapat dikemukakan garis besar peta kasus dalam kaitannya dengan Uji Materi Pasal 77 huruf c dan huruf d Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara terhadap UUD-1945 adalah sebagai berikut:
Bahwa pada tanggal 12 Juni 2020 Pertamina melakukan restrukturisasi Holding dengan disertai pembentukan subholding-subholding.
Bahwa sebelum pembentukan subholding pada tanggal 12 Juni 2020, Struktur Organisasi perusahaan PT. Pertamina (Persero) terdiri dari 10 Direktorat yaitu:
Direktorat Hulu;
Direktorat Pengolahan; 47 c. Direktorat Pemasaran Korporat;
Direktorat Pemasaran Retail;
Direktorat Keuangan;
Direktorat SDM;
Direktorat Logistik, Supply Chain dan Infrastruktur;
Direktorat Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia;
Direktorat Perancanaan Investasi dan Manajemen Risiko;
Direktorat Manajemen Aset. Dengan demikian, sebelum pembentukan Sub-holding pada tanggal 12 Juni 2020 maka Struktur Direksi yang berada dalam lingkup PT. Pertamina (Persero) adalah sebanyak 11 orang, termasuk Direktur Utama.
Dengan dilakukannya restrukturisasi Organisasi dan/kelembagaan PT. Pertamina (Persero) menjadi Holding Pertamina yang disertai dengan pembentukan Subholding-Subholding pada tanggal 12 Juni 2020, maka struktur Organisasi/Kelembagaan Badan Hukum PT. Pertamina (Persero) sejak terbentuknya Holding Pertamina telah berkonsekuensi terjadinya perubahan struktur Direktorat yang ada pada PT. Pertamina (Persero) yang semula terdiriri dari 10 Direktorat diperkecil menjadi 5 Direktorat saja yaitu:
Direktorat Strategi, Portofolio dan Pengembangan Usaha.
Direktorat Keuangan.
Direktorat Sumber Daya Manusia.
Direktorat Logistik & Infrastruktur.
Direktorat Penunjang Bisnis. Dengan demikian, setelah dibentuknya Holding Pertamina maka jumlah Direksi yang berada dalam lingkup PT. Pertamina (Persero) menjadi 6 orang termasuk Direktur Utama.
Adapun Subholding-Subholding baru yang dibentuk bersamaan dengan dilakukannya restrukturisasi Holding Pertamina adalah sebagai berikut:
PT. Pertamina Hulu Energi (PHE) sebagai Subholding Hulu (Upstream). PHE akan menjadi induk dari PT. Pertamina EP (PEP), PT. Pertamina EP Cepu (PEPC), PT. Pertamina Hulu Indonesia (PHI) dan PT. Pertamina Hulu Rokan (PHR). 48 b. PT. Patra Niaga (Patra Niaga) sebagai Subholding Pemasaran ( Commercial & Trading ). Patra Niaga akan menjalankan bisnis yang dulunya dijalankan oleh 3 __ Direktorat di Holding lama ( Direktorat Pemasaran Korporat, Direktorat Pemasaran Retail, Direktorat Logistik, Supply Chain dan Infrastruktur).
PT. Kilang Pertamina Internasional (KPI) sebagai Subholding Kilang dan Petrokimia ( Refinery & Petrochemical ). KPI akan menjalankan bisnis yang dulunya dijalankan oleh 2 Direktorat di Holding Pertamina sebelumnya yaitu Direktorat Pengolahan dan Direktorat Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia.
PT. Pertamina Power Indonesia (PPI) sebagai subholding Listrik dan Energi Baru & Terbarukan ( Power & New and Renewable Energy ). Yang akan masuk menjadi anak perusahaan dari PPI adalah PT. Pertamina Geothermal Energi (PGE).
PT. Perusahaan Gas Negara sebagai Subholding Gas ( ikut diumumkan sebagai Subholding Gas meskipun lebih dahulu sudah terbentuk sebagai Subholding Gas ). Bahwa pembentukan Subholding-Subholding menurut pertimbangan pihak Pemerintah dan Direksi PT. Pertamina (Persero) dimaksudkan untuk tujuan yang sebagai berikut:
Membangun organisasi yang lean, agile and efficient (ramping, lincah dan efisien).
Meningkatkan o perational excellence , meningkatkan daya saing, mengembangkan kapabilitas best-in-class dalam industrinya.
Mempercepat pengembangan bisnis saat ini dan bisnis baru.
Meningkatkan fleksibilitas partnership dan pendanaan.
Memperbaharui organisasi, talenta dan mindset selaras dengan sebuah perusahaan energi world-class .
Memenuhi mandat lokomotif pengembangan sosial guna mencapai kedaulatan energi. Praktis dengan struktur organisasi Holding Pertamina yang baru ini maka PT. Pertamina (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengalami perubahan sangat fundamental dari Operation Holding menjadi Investment Holding yang sama sekali tanpa melakukan kegiatan operasi apapun. 49 Konsultan yang dipercaya oleh PT. Pertamina (Persero) dalam proses pendirian Holding Pertamina dan pembentukan Subholding-Subholding yang berada dalam struktur Holding Pertamina adalah PricewaterhouseCoopers (PwC), sebuah Konsultan Management/Akuntan Publik Amerika. Untuk pembuatan kajian hukum maka kajian tersebut dibuat oleh Melli Darsa & Co., Advocates and Legal Consultants Indonesia yang berafiliasi dengan PwC. PwC terlibat sejak persiapan hingga proses pembentukan subholding, bahkan masih terlibat dalam proses sosialiasi dan pengorganisasian subholding hingga sekarang ini. C. ISU HUKUM Berdasarkan peta kasus serta akibat hukum dan bisnis yang dimungkinkan dari pembentukan Subholding-Subholding Pertamina sebagaimana diuraikan diatas, maka issu hukum yang perlu untuk dicermati dalam kaitannya dengan uji materi Pasal 77 huruf c dan huruf d dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dapat dikemukakan sebagai berikut:
Bagaimanakah hakikat dan prinsip “Dikuasai Negara” yang terdapat di dalam Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 apabila dikaitkan dengan tujuan PT Pertamina (Persero) sebagai Perusahaan BUMN? 2. Apakah hakikat yang mendasari diberlakukannya ketentuan Pasal 77 huruf c dan huruf d Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara bila dikaitkan dengan kedudukan PT Pertamina (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara? 3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap PT. Pertamina (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara yang mengelola sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak untuk sebesar-besarnya kemamumaran rakyat sebagaimana yang diamanahkan di dalam Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 4. Apakah pembentukan subholding-subholding yang dilakukan oleh PT. Pertamina (Persero) tersebut sesuai dan sejalan dengan amanah UUD 1945 yang terkandung di dalam Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945? 50 D. PENDAPAT HUKUM/KETERANGAN AHLI D.1 Hakikat Prinsip “Dikuasai Negara” yang terdapat di dalam Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 dikaitkan dengan tujuan PT Pertamina (Persero) sebagai Perusahaan BUMN Tafsir terhadap prinsip “penguasaan oleh negara” dalam Pasal 33 UUD 1945 pertama kali dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan MK 001-021- 022/PUU-I/2003 tentang Pengujian Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi terhadap Undang-Undang Dasar. Dalam putusan a quo , frasa “dikuasai oleh negara” diterjemahkan melalui uraian sebagai berikut: “Konsepsi penguasaan oleh negara merupakan konsepsi hukum publik yang berkaitan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dianut dalam UUD 1945, baik di bidang politik (demokrasi politik) maupun ekonomi (demokrasi ekonomi). Dalam paham kedaulatan rakyat itu, rakyatlah yang diakui sebagai sumber, pemilik, dan sekaligus pemegang kekuasaan tertinggi dalam kehidupan bernegara, sesuai dengan doktrin “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Dalam pengertian kekuasaan tertinggi tersebut tercakup pula pengertian pemilikan publik oleh rakyat secara kolektif. Bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalam wilayah hukum negara pada hakikatnya adalah milik publik seluruh rakyat secara kolektif yang dimandatkan kepada negara untuk menguasainya guna dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran bersama. Karena itu, Pasal 33 ayat (3) menentukan “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Bahwa jika pengertian “dikuasai oleh negara” hanya diartikan sebagai pemilikan dalam arti perdata (privat), maka hal dimaksud tidak mencukupi dalam menggunakan penguasaan itu untuk mencapai tujuan “sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”, yang dengan demikian berarti amanat untuk “memajukan kesejahteraan umum” dan “mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” dalam Pembukaan UUD 1945 tidak mungkin diwujudkan. Namun demikian, konsepsi kepemilikan perdata itu sendiri harus diakui sebagai salah satu konsekuensi logis penguasaan oleh negara yang mencakup juga pengertian kepemilikan publik oleh kolektivitas rakyat atas sumber-sumber kekayaan dimaksud. Pengertian “dikuasai oleh negara” juga tidak dapat diartikan hanya sebatas sebagai hak untuk mengatur, karena hal demikian sudah dengan sendirinya melekat dalam fungsi-fungsi negara tanpa harus disebut secara khusus dalam undang undang dasar. Sekiranya pun Pasal 33 tidak tercantum dalam UUD 1945, sebagaimana lazimnya di banyak negara yang menganut paham ekonomi liberal yang tidak mengatur norma-norma dasar perekonomian dalam konstitusinya, sudah dengan 51 sendirinya negara berwenang melakukan fungsi pengaturan. Karena itu, pengertian “dikuasai oleh negara” tidak mungkin direduksi menjadi hanya kewenangan negara untuk mengatur perekonomian saja. Dengan demikian, baik pandangan yang mengartikan penguasaan oleh negara identik dengan pemilikan dalam konsepsi perdata maupun pandangan yang menafsirkan pengertian penguasaan oleh negara itu hanya sebatas kewenangan pengaturan oleh negara, keduanya ditolak oleh Mahkamah. Argumentasi tersebut menunjukkan bahwa pengertian dalam frasa “penguasaan oleh negara” merupakan konsepsi hukum publik. Konsepsi ini terkait dengan prinsip daulat rakyat yang dianut dalam UUD 1945, baik di bidang politik (demokrasi politik) maupun ekonomi (demokrasi ekonomi). Bila, pengertian “dikuasai oleh negara” hanya dimaknai sebagai kepemilikan dalam arti perdata (privat), maka hal dimaksud tidak mencukupi dalam menggunakan penguasaan itu untuk mencapai tujuan “sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”, terlebih lagi “memajukan kesejahteraan umum” dan “mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Atas dasar tersebut, Mahkamah Konstitusi memberikan penafsiran terhadap frasa ini. Lebih lanjut, berikut penjelasan MK terhadap prinsip penguasaan oleh negara. Bahwa berdasarkan uraian tersebut, pengertian “dikuasai oleh negara” haruslah diartikan mencakup makna penguasaan oleh negara dalam arti luas yang bersumber dan diturunkan dari konsepsi kedaulatan rakyat Indonesia atas segala sumber kekayaan “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya”, termasuk pula di dalamnya pengertian kepemilikan publik oleh kolektivitas rakyat atas sumber-sumber kekayaan dimaksud. Rakyat secara kolektif itu dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan mandat kepada negara untuk mengadakan kebijakan (beleid) dan Tindakan pengurusan (bestuursdaad),pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad),dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk __ tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Perkembangan selanjutnya terkait dengan prinsip “penguasaan oleh negara” dapat dilihat dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi terhadap Undang-Undang Dasar. Dalam putusan tersebut, Mahkamah Konstitusi merumuskan bahwa untuk mewujudkan tujuan penguasaan negara yaitu “sebesar- besarya kemakmuran rakyat”, jika keempat bentuk penguasaan oleh negara tidak dimaknai sebagai satu kesatuan tindakan, maka harus dimaknai secara bertingkat berdasarkan efektifitasnya untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 52 Menurut Mahkamah Konstitusi, bentuk “penguasaan oleh negara” diberi peringkat berdasarkan kemampuan negara menghadirkan kemakmuran rakyat. Peringkat pertama dan yang paling penting dari bentuk penguasaan oleh negara adalah melakukan pengelolaan secara langsung atas sumber daya alam. Penguasaan negara pada peringkat kedua adalah negara membuat kebijakan dan pengurusan guna mencapai tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Adapun peringkat terakhir dari bentuk penguasaan negara adalah negara melaksanakan fungsi pengaturan dan pengawasan. Dari konstruksi pemaknaan secara berjenjang tersebut, memperlihatkan upaya Mahkamah Konstitusi menafsirkan Pasal 33 UUD 1945 secara komprehensif, sehingga tujuan penguasaan negara, “untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” dapat termanifestasikan dengan baik. Dalam kaitannya dengan tujuan PT. Pertamina (Persero) sebagai perusahaan BUMN, maka dapat dikatakan bahwa prinsip “penguasaan negara” dalam peringkat pertama yaitu melakukan pengelolaan secara langsung atas sumber daya alam minyak dan gas bumi (serta sumber daya energi lainnya) dilakukan dan/atau diwakili oleh PT. Pertamina (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara. Agar pengelolaan minyak dan gas bumi serta sumber daya energi lainnya dapat memberikan konstribusi bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat sebagaimana yang diamanahkan di dalam UUD-1945 dan sesuai dengan tafsir prinsip “penguasaan negara” atas sumber daya alam yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi, maka pengelolaan minyak dan gas bumi serta sumber daya energi lainnya yang dilakukan oleh PT. Pertamina (Persero) sebagai wakil negara dalam kapasitas negara sebagai Iure Gestionis (negara sebagai entrepreneur ) haruslah diarahkan untuk memberikan pendapatan yang optimal bagi negara dalam rangka mewujudkan tujuan negara yaitu mengupayakan kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia. Pada hakikatnya pendirian PT. Pertamina (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara secara konstitusional merupakan perwujudan dari pelaksanaan fungsi negara dalam pengelolaan sumber daya alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, dalam operasionalisasi pengelolaan sumber daya alam di bidang minyak dan gas bumi serta sumber energi lainnya, maka PT. Pertamina (Persero) harus dapat menjadi “ agent of development” di satu sisi, dan di sisi lain 53 juga harus menjadi “ agent of profit ” bagi negara. Hal ini sesuai dengan tujuan pendirian badan usaha milik negara dalam bentuk persero yang di atur di dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara yang menegaskan sebagai berikut: _Maksud dan tujuan pendirian Persero adalah: _ a. menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing _kuat; _ b. mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan. Berdasarkan tujuan pendirian Badan Usaha Milik Negara dalam bentuk Persero sebagaimana yang ditegaskan di dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, maka sebagai konsekuensi logis adalah PT. Pertamina (Persero) dituntut untuk dapat memberikan konstribusi keuntungan yang maksimal sebagai salah satu sumber pendapatan Negara. Untuk itu, setiap kebijakan yang dilakukan oleh Direksi PT. Pertamina (Persero) yang berpotensi untuk mengurangi dan/atau menghilangkan keuntungan yang dapat diperoleh PT. Pertamina (Persero) sebagai BUMN merupakan kebijakan yang bertentangan dengan amanah konstitusi (UUD-1945) dan melanggar prinsip “penguasaan negara” atas sumber daya alam sesuai dengan tafsir yang diberikan oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Demikian pula kebijakan Direksi PT. Pertamina (Persero) yang menghilangkan dan/atau mengurangi otoritas dan/atau posisi dominan negara dalam menentukan arah kebijakan dalam proses pengelolaan sumber daya minyak dan gas bumi serta sumber daya energi lainnya merupakan suatu kebijakan yang bertentangan dengan UUD-1945. D.2 Hakikat yang Terkandung di dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara bila dikaitkan dengan kedudukan PT Pertamina (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara Pasal 77 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara mengatur sebagai berikut: _Persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah: _ a. Persero yang bidang usahanya berdasarkan ketentuan peraturan _perundang- undangan hanya boleh dikelola oleh BUMN; _ b. Persero yang bergerak di sektor usaha yang berkaitan dengan pertahanan _dan keamanan negara; _ 54 c. Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan _kepentingan masyarakat; _ d. Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi. Hakikat yang terkandung di dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d Undang- Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara sebagaimana dikemukakan di atas menurut pendapat ahli merupakan pelembagaan kembali adanya kehendak negara untuk menjabarkan prinsip “dikuasai negara” yang terdapat pada Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD-1945 terhadap pengelolaan negara atas sumber daya alam. Dalam kaitan ini, negara menyadari bahwa Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat, serta Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, sejatinya merupakan penjabaran dari adanya fungsi dan peran negara untuk merealisasikan prinsip “penguasaan negara” terhadap cabang-cabang produksi yang penting bagi negara serta terhadap sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak sebagaimana yang diamanahkan di dalam UUD-1945. Untuk itulah BUMN dalam bentuk Persero yang menjalankan kegiatan yang termasuk dalam muatan Pasal 77 huruf c dan huruf d Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dilarang untuk diprivatisasi, karena negara hendak menjalankan amanah untuk mewujudkan prinsip “penguasaan negara” demi untuk mencapai sebesar- besar kemakmuran rakyat. Adanya larangan untuk melakukan privatisasi terhadap Persero tertentu sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d UU No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN, menurut pendapat ahli mengandung maksud agar Persero yang menjalankan tugas dan fungsi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN tersebut dapat melakukan pengelolaan sumber daya alam sepenunya secara optimal agar dapat memberikan konstribusi sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, Persero tersebut dituntut untuk melakukan kegiatan pengelolaan sumber daya alam secara efisien dan efektif untuk memperoleh keuntungan optimal yang dimungkinkan dalam pengelolaan sumber daya alam yang pada analisis akhir akan berkonstribusi untuk meningkatkan pendapatan negara. 55 PT. Pertamina (Persero) yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2003 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina) menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) yang menjalankan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, secara mutatis mutandis merupakan Persero yang tidak dapat dilakukan privatisasi. Oleh karena itu, dalam menjalankan kegiatannya dituntut untuk mendapatkan keuntungan sehingga kebijakan yang dilakukan oleh Direksi haruslah diarahkan pada kebijakan yang mendorong terjadinya maksimalisasi produksi untuk meningkatkan keuntungan perusahaan yang menjadi salah satu sumber pendapatan negara. Sebagai konsekuensi dari adanya tujuan Persero adalah untuk mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan sebagaimana yang diatur di __ dalam Pasal 12 UU No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, maka kebijakan Direksi PT. Pertamina (Persero) yang membangun dan/atau mendirikan Subholding-Subholding Pertamina dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT) yang secara kelembagaan menjadi badan hukum yang terpisah dari PT. Pertamina (Persero) sebagai BUMN, maka kebijakan tersebut berpotensi mengurangi dan/atau menghilangkan keuntungan bagi PT. Pertamina (Persero) sebagai representasi negara dalam menjalankan fungsi pengelolaan sumber daya alam untuk sebesar- besar kemakmuran rakyat, dan sekaligus mengurangi posisi “penguasaan negara” atas pengelolaan cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak serta penguasaan negara atas bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. D.3 Perlindungan Hukum terhadap PT. Pertamina (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara yang Mengelola Sumber Daya Alam yang Menguasai Hajat Hidup Orang Banyak Di dalam Pembukaan UUD-1945 ditegaskan bahwa salah satu tujuan dari pembentukan Negara Republik Indonesia adalah “ melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpa darah Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum” . Tujuan ini mengharuskan negara yang diwakili oleh __ pemerintah harus menyelenggaraan pengelolaan sumber daya alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat serta melakukan penguasaan terhadap cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang. 56 Oleh karena minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak, maka cabang produksi minyak dan gas bumi merupakan cabang produksi yang penting bagi negara. Untuk itu, pengelolaan minyak dan gas bumi yang dilakukan oleh PT. Pertamina (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara menjadi sangat krusial dan strategis, sehingga negara wajib untuk memberikan perlindungan hukum terhadap pengelolaan sumber daya minyak dan gas bumi yang diselenggarakan oleh PT. Pertamina (Persero). Kedudukan PT. Pertamina (Persero) dalam pengusahaan dan/atau pengelolaan minyak dan gas bumi pada hakikatnya adalah perwujudan dari adanya peran negara sebagai “entrepreneur” yang menjalankan fungsi pengelolaan sumber daya alam untuk mewujudkan tujuan negara dalam mensejahterakan rakyatnya. Oleh karena itu, berdasarkan tafsir tentang prinsip “penguasaan negara” yang terdapat di dalam Pasal 33 Ayat (2) dan Ayat (3) UUD-1945 yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi, maka makna penguasaan negara tersebut harus lebih diutamakan pada Tindakan negara dalam melakukan pengelolaan untuk mewujudkan kemakmuran dan/atau kesejahteraan rakyat. Bung Hatta dalam beberapa buku dan pidatonya mengemukakan bahwa bangunan ekonomi Indonesia diformasikan seperti Piramida yang di dalamnya terdapat 3 (tiga) pelaku utama ekonomi Indonesia yaitu: Negara, Swasta, dan Koperasi. Menurutnya, Negara membangun dari atas ke bawah, Koperasi membangun dari bawah ke atas, sedangkan Swasta melakukan pembangunan di medan pertengahan. Negara dalam melakukan pembangunan ekonomi dapat diwakilkan kepada BUMN dan BUMD dan melakukan pembangunan untuk bidang- bidang ekonomi yang besar-besar, khususnya yang menguasai hajat hidup orang banyak. Oleh karena kedudukan BUMN merupakan wakil negara dalam kapasitasnya sebagai “ Iure Gestionis ” atau negara sebagai pelaku bisnis (sesuai dengan fungsi dan peran negara sebagai “ entrepreneur” berdasarkan Mix Economic Theory yang dikemukakan oleh Wolfgang Friedman), maka kedudukan PT. Pertamina (Persero) sebagai salah satu BUMN yang menyelenggarakan pengelolaan sumber daya alam minyak dan gas bumi wajib untuk mendapat perlakuan khusus dari pemerintah. Perlakuan khusus tersebut termanifestasikan dalam bentuk ketentuan hukum tentang adanya larangan untuk melakukan privatisasi terhadap Persero yang mengelola sumber daya alam tertentu. 57 Perlakuan khusus ( special treatment ) Pemerintah atas PT. Pertamina (Persero) merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh Pemerintah agar cabang produksi yang dikelola dan/atau dijalankan oleh PT. Pertamina (Persero) dapat secara maksimal memberikan konstribusi pendapat yang optimal bagi negara sehingga Pemerintah dapat merealisasikan amanat untuk mensejahterakan rakyat sesuai dengan UUD-1945. Untuk itu, negara harus mempertahankan posisi dominan yang dimilikinya dalam mengarahkan kebijakan direksi PT. Pertamina (Persero). Menurut pandangan ahli, salah satu wujud dari upaya mempertahankan posisi dominan negara sesuai dengan prinsip “penguasaan negara atas sumber daya alam” berdasarkan UUD-1945 adalah menjaga dan mempertahankan keutuhan pengelolaan sumber daya minyak dan gas bumi secara terintegrasi yang selama ini dilakukan oleh PT. Pertamina (Persero), serta mencegah terjadinya praktik pemecahan/pemisahan pengelolaan minyak dan gas bumi ( unbundling ) sehingga pengelolaan minyak dan gas bumi yang dilakukan oleh PT. Pertamina (Persero) tidak lagi secara terintegrasi dan membuka ruang bagi timbulnya kerugian dan/atau berkurangnya pendapatan negara yang diperoleh dari keuntungan PT. Pertamina (Persero). D.4 Pembentukan Subhold ing-Subholding yang Dilakukan oleh PT. Pertamina (Persero) Tidak Sejalan dengan Amanah UUD 1945 dan Hakikat Prinsip Penguasaan Negara yang terkandung di dalam Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD-1945 Jimly Asshiddiqie menjelaskan terdapat 12 prinsip pokok negara hukum, yang salah satunya adalah negara hukum berfungsi sebagai Sarana Mewujudkan Tujuan Kesejahteraan (Welfare Rechtsstaat ), sebagaimana dikemukakan sebagai berikut: “Hukum adalah sarana untuk mencapai tujuan yang diidealkan bersama. Cita- cita hukum itu sendiri, baik yang dilembagakan melalui gagasan negara demokrasi (democracy) maupun yang diwujudkan melalaui gagasan negara hukum (nomocrasy) dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan umum. Bahkan sebagaimana cita-cita nasional Indonesia yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945, tujuan bangsa Indonesia bernegara adalah dalam rangka melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social. Negara Hukum berfungsi sebagai sarana untuk mewujudkan dan mencapai keempat tujuan negara Indonesia tersebut. Dengan demikian, pembangunan negara Indonesia tidak akan terjebak menjadi sekedar „rule-driven‟, melainkan tetap „mission driven‟, tetapi „mission driven‟ yang tetap didasarkan atas aturan.” 58 (sumber: http: //www.jimly.com/pemikiran/view/11 ) Berkaitan dengan Negara Kesejahteraan, maka menurut Bagir Manan selain menjaga keamanan dan ketertiban juga sebagai pemikul utama tanggung jawab mewujudkan keadilan sosial, kesejahteraan umum dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan ciri Negara hukum kesejahteraan menurut Bachsan Mustafa adalah:
Corak Negara adalah Welfare State yaitu Negara yang mengutamakan kepentingan rakyat;
Negara ikut campur dalam semua lapangan kehidupan masyarakat;
Ekonomi liberal telah diganti dengan sistem ekonomi yang lebih dipimpin oleh pemerintah pusat tugas dari welfare state yaitu menyelenggarakan kepentingan umum;
Tugas Negara adalah menjaga keamanan dalam arti luas, yaitu keamanan di segala lapangan kehidupan masyarakat Jika kita melihat substansi yang terkandung di dalam Pembukaan UUD-1945 dan Batang Tubuhnya, maka tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia telah menegaskan dirinya sebagai Negara Hukum yang bertujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk mewujudkan tujuan negara dalam memajukan kesejahteraan umum, maka menurut hukum internasional negara memiliki kedaulatan permanen terhadap sumber daya alamnya ( permanent sovereignty over natural resources ). Masyarakat Internasional mengakui bahwa setiap negara memiliki kedaulatan permanen terhadap sumberdaya alamnya. Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Nomor 1803 (XVII) tanggal 14 Desember 1962, secara tegas memberikan kedaulatan permanen terhadap negara atas sumberdaya alamnya. Hal ini sesuai pula dengan apa yang diamanatkan di dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menegaskan bahwa “bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Oleh karena kedudukan “pengelolaan minyak dan gas bumi” sebagai wujud dari peran negara dalam pengusahaan atas sumber daya alam, maka hal tersebut 59 menjadi salah satu atribut kedaulatan negara ( permanent sovereignty over natural resources ), maka secara mutatis mutandis sesuai dengan hakikat dari suatu __ kedaulatan negara, pengelolaan minyak dan gas bumi tersebut menjadi bersifat tunggal, asli, dan tidak dapat dibagi-bagi . Sehingga pengelolaannya __ oleh PT. Pertamina (Persero) harus dilakukan secara terintegrasi mulai dari sector hulu hingga hilir agar hakikat kedaulatan negara terhadap sumber daya alamnya tetap terjaga dan negara dapat dengan mudah mengarahkan kebijakan BUMN kearah penguasaan negara atas sumber daya alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sebagaimana yang diamanatkan oleh UUD 1945. Kebijakan Direksi yang telah melakukan pembentukan Subholding Hulu yaitu dengan memposisikan PT PHE menjadi Holding (Induk Perusahaan) dari PT. Pertamina EP (PEP), PT Pertamina EP Cepu (PEPC), PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI) dan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), yang selama ini posisi PEP, PEPC, PHI dan PHR langsung dibawah Direktur Hulu Pertamina sehingga secara langsung berada dalam pengendalian langsung dari PT Pertamina (Persero), kini pembentukan Sub-Holding PT PHE telah memutus posisi dominan dan/atau pengendalian secara langsung PT Pertamina (Persero) sebagai BUMN terhadap PT Pertamina EP (PEP), PT Pertamina EP Cepu (PEPC), PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI) dan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) yang telah menjadi anak perusahaan dari PT PHE. Struktur Subholding PHE seperti ini membuka peluang terjadinya go public ( initial public offering-IPO ) atas anak-anak perusahaan tersebut. Praktik pembentukan Subholding ini jelas menjadi strategi untuk menghindarkan larangan privatisasi PT. Pertamina (Persero) sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 77 huruf c dan huruf d Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara. Demikian pula pembentukan Subholding Refinery & Petrochemical PT. Kilang Pertamina Internasional (KPI) dan Subholding Pemasaran PT Pertamina Patra Niaga (Patra Niaga), telah mendudukan PT KPI sebagai Subholding Kilang dan PT Patra Niaga sebagai Subholding pemasaran dan trading yang dulunya dijalankan oleh Direktorat Pengolahan dan Direktorat Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia dari PT Pertamina (Persero). Hal ini berpotensi menimbulkan kerawanan dalam pengelolaan minyak dan gas bumi yang diamanahkan negara kepada PT. Pertamina (Persero) sebagai representasi negara dalam menjalankan fungsi negara sebagai “ enterpreneur ” untuk melaksanakan amanat Pasal 33 ayat (3) UUD-1945. 60 Pembentukan Patra Niaga sebagai Subholding Pemasaran ( Commercial & Trading ) yang menjalankan bisnis yang dulunya dijalankan oleh 3 Direktorat __ dalam struktur organisasi PT Pertamina (Persero) yaitu Direktorat Pemasaran Korporat, Direktorat Pemasaran Retail, Direktorat Logistik, Supply Chain dan Infrastruktur, yang sebelumnya berasal dari 1 Direktorat yang bernama Direktorat Pemasaran & Niaga secara praktis telah menghilangkan fungsi “penguasaan negara” atas pengelolaan sektor hilir minyak dan gas bumi yang selama ini berada dalam struktur PT. Pertamina (Persero) sebagai BUMN sehingga negara masih dapat melakukan kontrol secara langsung terhadap kebijakan bisnis retail atas minyak dan gas bumi yang menguasai hajat hidup orang banyak. Potensi kerawanan dalam pengelolaan minyak dan gas bumi yang dapat menimbulkan kesulitan bagi negara ke depannya dapat dikemukakan contoh sebagai berikut: Subholding Refinery & Petrochemical (KPI) menjual Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Subholding Commercial & Trading/Pemasaran yaitu PT Patra Niaga yang tentunya harus menjual BBM dengan harga pasar. Oleh karena PT KPI dikenakan pajak penjualan maka tidak mungkin PT KPI menjual produk dibawah harga keekonomian sehingga akan berpengaruh juga pada harga jual BBM yang dijual oleh PT Patra Niaga kepada masyarakat sebagai konsekuensi bisnis yang harus mengambil keuntungan. Kondisi tersebut membuka peluang bagi PT Patra Niaga untuk melakukan Impor BBM supaya dapat harga lebih murah, dari pada membeli ke PT KPI dengan harga mahal. Demikian pula jika harga crude oil produk Subholding Hulu (PT PHE) mahal maka PT KPI tidak akan membeli crude oil ke PT PHE atau anak perusahaannya, cukup impor saja crude yang lebih murah yang dapat mengakibatkan kilang milik PT KPI yang jadi asset terbesar PT Pertamina (Persero) selama ini menjadi nganggur dan tidak dapat berproduksi. Selain itu, PT KPI terbebani pembangunan proyek kilang yang luar biasa besarnya (cost center) sehingga berkonsekuensi pada kinerja keuangan PT KPI yang dapat dipastikan mengalami kesulitan sehingga keinginan untuk membangun kemitraan dan/atau kerja sama dalam pembangunan kilang akan mengalami hambatan. Sangat berbeda jikalau produksi dan pemasaran masih berada dalam satu body/entitas seperti dulu di Holding PT Pertamina (Persero) maka akan lebih mudah untuk mencari mitra kerja sama dalam proses pembangunan kilang. Dengan demikian pembentukan subholding Pertamina ini sangat jelas mempermainkan masa depan 61 PT Pertamina (Persero) sebagai BUMN yang berada dalam pengendalian langsung oleh negara. Sehubungan dengan substansi Pasal 77 huruf c dan huruf d Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara yang menegaskan hanya Perusahaan Persero saja yang tidak dapat privatisasi (dalam hal ini hanya PT. Pertamina (Persero) saja yang tidak dapat diprivatisasi), sedangkan pasal tersebut tidak mengatur larangan privatisasi terhadap anak perusahaan (subholding- subholding Pertamina yang berbentuk Perseroan Terbatas dan bukan BUMN Persero) maka jelaslah pembentukan Subholding-Subholding yang dilakukan oleh Direksi PT. Pertamina (Persero) dapat mengakibatkan hal-hal sebagai berikut:
Negara kehilangan status BUMN pada Subholding dan anak perusahaannya yang tidak berstatus sebagai Persero atau BUMN sehingga membuka peluang untuk melakukan initial public offering ( go public ) karena tidak dilarang berdasarkan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN.
Dengan status hukum bukan sebagai Persero (BUMN) karena sahamnya tidak lagi dimiliki oleh Negara, maka Subholding dan anak-anak perusahaan yang dibentuk tidak lagi berada dalam kekuasaan dan kontrol negara secara langsung, sehingga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menjadi kehilangan kompetensinya untuk melakukan pemeriksaan terhadap Subholding dan anak- anak perusahaannya yang tidak berstatus sebagai BUMN.
Dengan tidak adanya saham negara pada Subholding dan anak-anak perusahaannya yang dibentuk maka pengelolaan minyak dan gas bumi sebagai cabang produksi yang penting bagi negara menjadi tidak sepenuhnya berada dalam kekuasaan negara (negara kehilangan control langsung). Hal ini tidak sesuai dengan amanat yang terkandung di dalam Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945, dan menjadikan kedaulatan energi nasional menjadi terancam.
Pembentukan Subholding dan anak-anak perusahaan menjadi ancaman terhadap kelangsungan bisnis dan eksistensi dari PT Pertamina (Persero) sebagai BUMN, karena Subholding dan Anak-Anak Perusahaan yang dibentuk sebenarnya merupakan praktik “Unbundling” terhadap PT Pertamina (Persero) sebagai BUMN yang secara konstitusional diamanahkan untuk menjalankan 62 fungsi “enterpreneur” dari negara dalam kapasitas sebagai negara hukum yang bertanaggungjawab untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya.
Dengan adanya pembentukan Subholding dan anak-anak perusahaan maka berkonsekuensi pada kualitas hidup dan kesejahteraan bagi Pegawai atau karyawan PT Pertamina (Persero) sebagai BUMN beserta keluarganya akan tidak terjamin karena negara menjadi kehilangan kontrol langsung atas Subholding dan anak-anak perusahannya sebagai konsekuensi negara tidak lagi sebagai pemegang saham pada Subholding dan anak-anak perusahaannya.
Sumber daya minyak dan gas bumi sebagai sumber daya alam yang strategis dan menguasai hajat hidup orang banyak yang seharusnya dikuasai Negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat berpotensi tidak terwujud, karena dengan pembentukan Subholding beserta anak-anak perusahaan dari Subholding Pertamina maka minyak dan gas bumi menjadi dikelola oleh Subholding dan anak-anak perusahaan yang tidak berstatus sebagai Persero (BUMN). Hal ini telah meniadakan penguasaan oleh negara c.q. Pemerintah sebagai penentu utama kebijakan usaha dalam cabang produksi yang penting bagi negara dan/atau menguasai hajat hidup orang banyak. 7. Bahwa penerapan Pasal 77 huruf c dan huruf d Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara berpotensi meniadakan penguasaan oleh negara c.q. Pemerintah sebagai penentu utama kebijakan usaha dalam cabang produksi yang penting bagi negara dan/atau menguasai hajat hidup orang banyak, __ serta berpotensi menimbulkan kerugian __ yang nyata bagi rakyat dan Negara apabila frasa “ Persero” tidak diartikan sebagai keseluruhan entity perusahaan yaitu “Persero beserta Anak Perusahaan Persero” sehingga dapat menyebabkan Bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya __ bukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat __ yang tentunya sangat bertentangan dengan amanat Konstitusi dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. E . PENUTUP Demikian pokok-pokok pikiran ini dibuat untuk memenuhi permintaan kuasa hukum pemohon uji materi Pasal 77 hurut c dan huruf d Undang-Undang 63 Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara terhadap Undang- Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Semoga pokok-pokok pikiran ini dapat menjadi bahan bagi Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi dalam memutus perkara yang diajukan kepadanya. Semoha Tuhan Yang Maha Esa memberikan keberkahan dan hidayah-Nya kepada kita semua untuk menegakkan amanah UUD 1945 dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dr. Kurtubi, S.E., M.Sp., M.Sc. Acuan konstitusi dari tata kelola migas berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Dari sisi hulu bahwa bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipakai untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Artinya cadangan minyak dan gas yang ada di perut bumi harus dikuasai negara dan dipakai untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan dari sisi hilir, cabang produksi penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara. Ahli berpendapat sektor migas ini sangat penting, sehingga diatur oleh Konstitusi dari hulu sampai hilir, karena kekayaan alam lainnya tidak ada yang diatur dari hulu sampai hilir. Karena itu struktur pengelolaannya harus dalam struktur teori ekonomi mikro sebagai bentuk monopoli alamiah. Monopoli alamiah jauh lebih efisien daripada bentuk struktur persaingan pasar. Hal ini karena yang hendak dipenuhi adalah adalah kebutuhan bahan bakar minyak seluruh rakyat Indonesia, sehingga skalanya sangat besar. Berbeda dengan air yang bersifat renewable , tapi minyak nonrenewable , sehingga harus dikuasai negara dari hulu ke hilir. Selain itu juga harus ada pengaturan mengenai cadangan minyak di perut bumi yang dimiliki oleh negara. Sektor hulu artinya mencari dan menghasilkan minyak mendah, mengeksplorasi, dan eksploitasi. Lalu minyak mentah dialirkan ke kilang minyak, untuk diubah menyadi BBM, untuk selanjutnya dialirkan dan diangkut sampai ke SPBU, sampai ke konsumen akhir. Oleh karena itu makna Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) ini harus terintegrasi, menyatu di bawah satu perusahaan dari hulu sampai hilir, sehingga memperkecil biaya. Jika penguasaan minyak dalam satu perusahaan dari hulu ke hilir maka akan mudah untuk melakukan proses dari hulu ke hilir. Sedangkan jika perusahaan minya unbundling , berbeda perusahaan, dari hulu sampai ke hilir maka dari hulu ke hilir 64 harus ada trust action cost , atau biaya antar segmen, berapa harga minyak mentah dan sebagainya. Dengan perusahaan minyak yang terintegrasi maka tidak ada biaya segmen hulu dan hilir, sehingga perusahaan negara yang mengelola migas statusnya menjadi natural monopoly . Di mana natural monopoly sangat efisien sehingga memaksimumkan pengelolaan migas sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dalam rangka menglola migas bermanfaat bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat, negara harus membentuk perusahaan negara, sehingga penguasaan migas ada di tangan pemerintah. Pertamina yang terintegrasi secara vertical dan economies of skill sangat besar, apapun statusnya holding, subholdinng, atau cucu perusahaan, tetapi mengelola hulu-hilir sesuai amanah konstitusi sehingga menjadi natural monopoly . Konsep monopoli demikian bukan berarti perusahaan asing dan nasional tidak boleh masuk berinvestasi dan berkontrak dengan pertamina. Namun Pertamina mewakili negara memegang kuasa pertambangan. Dengan konsep ini seluruh Indonesia yang berhak menambang migas hanya negara. Investor bisa datang membawa dana untuk mencari minyak tapi dia berkontrak dengan perusahan negara yaitu Pertamina. Diakui di dunia bahwa Indonesia sebagai negara paling efisien dalam menarik investasi migas dan ditiru oleh banyak negara. Namun sejak UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas disahkan atas desakan IMF, sistem yang telah ada menjadi rusak. Kuasa pertambangan dari Pertamina dipindahkan ke pemerintah/ESDM. Lalu pemerintah yang berkontrak dengan investor. Pemerintah menjadi sejajar menempatkan diri dengan perusahaan asing dan swasta nasional. Punya hak dankewajiban yang sama dalam kontrak. Izin untuk implementasi dan contradicted sharing contract oleh para kontraktor izinnya diurus sendiri-sendiri. Akibatnya setelah UU Migas disahkan, investasi eksplorasi anjlok, tidak ada penimbun cadangan baru. Produksi hanya mengandalkan lapangan tua dari gudang ke gudang. UU Migas selama 20 tahun telah menyebabkan industry migas nasional menjadi terpuruk. Pertamina tidak lagi dihargai di dunia migas internasional. Sebelum UU Migas disahkan Pertamina yang memegang kuasa pertambangan tidak membutuhkan uang satu sen pun dari APBN, pembiayaan untuk membangun LNG Plant di Arun dan LNG Plant di Bontang dibiayai oleh bank karena memang pertamina dipercaya. 65 Pertamina meskipun dalam bentuk PT (Persero) tetap diberikan tugas oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan BBM nasional. Namun menurut ahli alasan privatisasi agar Pertamina bisa mendapat sumber pendanaan adalah alasan yang tidak tepat karena Pertamina bisa membuat sumber pendanaan dengan dana mulus dari bank-bank internasional jika pertamina memegang kuasa pertambangan. Privatisasi anak perusahaan Pertamina adalah salah Langkah, karena walaupun statusnya subholding namun tetap dia mencari dan memproduksi minyak mentah kekayaan perut bumi yang seharusnya dikuasai negara untuk memenuhi kebutuhan BBM. Jika ada kepemilikan saham oleh siapa pun dalam bentuk anak perusahaan tetapi substansinya adalah mengusahakan hulu sampai hilir migas maka berpotensi mengurangi penerimaan negara yang berasal dari keuntungan perusahaan minyak sehingga menyebabkan tidak tercapainya sebesar-besar kemakmuran rakyat. Jadi natural monopoly akan dirusak jika Pertamina substansi pekerjaan usahanya diprivatisasi baik hulu, tengah maupun hilir. Hal ini menyebabkan tidak terpenuhinya Pertamina sebagai natural monopoly . Karena itu status monopoli alamiah Pertamina dalam mengelola kekayaan hulu sampai ke cabang produksi penting BBM tidak boleh dijual tidak boleh diprivatisasi. Ahli menghimbau pemerintah untuk tidak menjual asset negara dalam bentuk saham-saham yang perusasahaan yang mengelola kekayaan migas dari hulu sampai hilir. Larangan terhadap privatisasi untuk perusahaan yang mengurus migas nasional, larangan dua-duanya, baik dalam status sebagai PT Persero ataupun sebagai anak perusahaan atau sebagau induk persudahaan. Ahli melihat pemerintah memiliki strategi untuk meloloskan privatisasinya dengan mengubah PT Persero yang ada itu, dengan anak perusahaan, jadi holding menjadi subholding. Menurut ahli hal ini tidak benar karena pada akhirnya akan memprivatisasi kegiatan dari hulu sampai ke hilir industry migas nasional yang menurut Konstitusi seharusnya dikuasai oleh negara. Menurut Ahli jika Pertamina diprivatisasi siapa yang akan memenuhi keutuhan BBM masyarakat dari Sabang sampai Merauke. Jika Pertamina diprivatisasi maka stakeholder pemilik perusahaan akan keberatan jika ada kerugian yang terjadi seperti BBM satu harga seperti yang saat ini diterapkan. Monopoli alami yang terjadi sebelum UU migas di sektor hulu adalah dengan tetap mengundang investor, namun tetap melalui Pertamina sebagai pemegang 66 kuasa pertambangan. Sedangkan di sisi hilir pemerintah mengeluarkan kebijakan harga meskipun siapapun bisa membuka SPBU. Harga BBM adalah kewenangan pemerintah bukan Pertamina. Jika ada perbaikan UU, Ahli menyarankan agar dihidupkan lagi kuasa pertambangan, karena sistem perijinan tidak perlu berbelit-belit. Kembalikan kuasa pertambangan ke tangan Pertamina, BP Migas yang sekarang menjadi SKK Migas. Ahli setuju dilakukan IPO sepanjang niatnya baik, jadi perusahaan tidak dijual tapi IPO, tetap ada kewajiban-kewajiban perusahaan IPO yang harus dilakukan, mengeluarkan laporan keuangan sesuai dengan ketentuan pasar modal. Hal ini justru bisa menghindari Pertamina dari ajang korupsi.
Gunawan Pertamina (Persero) adalah perwujudan dari pengertian pengelolaan secara langsung dari penguasaan negara dalam cabang produksi minyak dan gas sebagaimana pendapat Mahkamah Konstitusi. Disebutkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara Nomor 36/PUU-X/2012 bahwa: Di dalam pengertian penguasaan itu tercakup pula pengertian kepemilikan perdata sebagai instrumen untuk mempertahankan tingkat penguasaan oleh Negara, c.q. Pemerintah, dalam pengelolaan cabang-cabang produksi minyak dan gas bumi. Dengan demikian, konsepsi kepemilikan privat oleh negara atas saham dalam badan-badan usaha yang menyangkut cabang- cabang produksi yang penting bagi negara dan/atau menguasai hajat hidup orang banyak tidak dapat didikotomikan atau dialternatifkan dengan konsepsi pengaturan oleh negara. Keduanya bersifat kumulatif dan tercakup dalam pengertian penguasaan oleh negara. Oleh sebab itu, negara tidak berwenang mengatur atau menentukan aturan yang melarang dirinya sendiri untuk memiliki saham dalam suatu badan usaha yang menyangkut cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan/atau menguasai hajat hidup orang banyak sebagai instrumen atau cara negara mempertahankan penguasaan atas sumber-sumber kekayaan dimaksud untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menimbang bahwa dalam rangka mencapai tujuan sebesar-besar kemakmuran rakyat, kelima peranan negara/pemerintah dalam pengertian penguasaan negara, jika tidak dimaknai sebagai satu kesatuan tindakan, harus dimaknai secara bertingkat berdasarkan efektifitasnya untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Mahkamah, bentuk penguasaan negara peringkat pertama dan yang paling penting adalah negara melakukan pengelolaan secara langsung atas sumber daya alam, sehingga negara mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari pengelolaan sumber daya alam. Penguasaan negara pada peringkat kedua adalah negara membuat kebijakan dan pengurusan, dan fungsi negara dalam peringkat ketiga adalah fungsi pengaturan dan pengawasan. 67 Sepanjang negara memiliki kemampuan baik modal, teknologi, dan manajemen dalam mengelola sumber daya alam maka negara harus memilih untuk melakukan pengelolaan secara langsung atas sumber daya alam. Dengan pengelolaan secara langsung, dipastikan seluruh hasil dan keuntungan yang diperoleh akan masuk menjadi keuntungan negara yang secara tidak langsung akan membawa manfaat lebih besar bagi rakyat. Pengelolaan langsung yang dimaksud di sini, baik dalam bentuk pengelolaan langsung oleh negara (organ negara) melalui Badan Usaha Milik Negara. Pada sisi lain, jika negara menyerahkan pengelolaan sumber daya alam untuk dikelola oleh perusahaan swasta atau badan hukum lain di luar negara, keuntungan bagi negara akan terbagi sehingga manfaat bagi rakyat juga akan berkurang. Dari pengertian pengelolaan secara langsung sebagaimana pendapat Mahkamah Konstitusi tersebut di atas, yang perlu digarisbawahi yaitu: Pertama , tercakup pula pengertian kepemilikan perdata sebagai __ instrumen untuk mempertahankan tingkat penguasaan oleh Negara, c.q. Pemerintah, dalam pengelolaan cabang-cabang produksi minyak dan gas bumi. Kedua . Kepemilikan saham dalam suatu badan usaha yang menyangkut __ cabang- cabang produksi yang penting bagi negara dan/atau menguasai hajat hidup orang banyak sebagai instrumen atau cara negara mempertahankan penguasaan atas sumber-sumber kekayaan dimaksud untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ketiga . bentuk penguasaan negara peringkat pertama dan yang paling __ penting adalah negara melakukan pengelolaan secara langsung atas sumber daya alam, sehingga negara mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari pengelolaan sumber daya alam. Keempat . Dengan pengelolaan secara langsung, dipastikan seluruh hasil __ dan keuntungan yang diperoleh akan masuk menjadi keuntungan negara yang secara tidak langsung akan membawa manfaat lebih besar bagi rakyat. Pada sisi lain, jika negara menyerahkan pengelolaan sumber daya alam untuk dikelola oleh perusahaan swasta atau badan hukum lain di luar negara, keuntungan bagi negara akan terbagi sehingga manfaat bagi rakyat juga akan berkurang. PT Pertamina (Persero) adalah bentuk dari pengelolaan langsung oleh negara (organ negara) melalui Badan Usaha Milik Negara sebagaimana pendapat Mahkamah Konstitusi sebagaimana tersebut di atas dalam pengelolaan cabang produksi minyak dan gas bumi PT Pertamina (Persero) dalam kenyataan sejarah dan berdasarkan ketentuan perundang-undangan di Indonesia, bergerak dalam 68 usaha minyak dan gas bumi sejak eksplorasi, dan eksploitasi, pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, hingga penjualan atau niaga. Pertamina dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1968 tentang Pendirian Perusahaan Negara Pertambangan Minjak dan Gas Bumi Nasional (P.N. Pertamina). Pertamina merupakan peleburan dari Perusahaan Negara Pertambangan Minyak Indonesia dan Perusahaan Negara Pertambangan Minyak Nasional. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 kemudian memberikan landasan kerja baru guna meningkatkan kemampuan dan menjamin usaha-usaha lebih lanjut bagi Pertamina. Berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Pertamina menjadi Perseroan. Berdasarkan Pasal 72 (1) UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut UU BUMN), restrukturisasi perusahaan BUMN dilakukan dengan maksud untuk menyehatkan BUMN agar dapat beroperasi secara efisien, transparan, dan profesional. Adapun salah satu tujuan restrukturisasi sebagaimana diatur dalam Pasal 72 (2) d UU BUMN adalah memudahkan pelaksanaan privatisasi. Pasal 77 UU BUMN telah memberikan batasan BUMN yang tidak dapat diprivatisasi. Persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah:
Persero yang bidang usahanya berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan hanya boleh dikelola oleh BUMN;
Persero yang bergerak di sektor usaha yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara;
Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat;
Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi Pertamina (Persero) adalah BUMN yang memenuhi kriteria tidak dapat diprivatisasi sebagaimana diatur dalam Pasal 77 UU BUMN. Pertama , Pertamina (Persero), bergerak di sektor usaha minyak dan gas bumi __ yang memiliki kaitan dengan pertahanan dan keamanan negara; 69 Kedua , Pertamina (Persero) bergerak di sektor tertentu yaitu minyak dan gas __ bumi, yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan pertambangan, pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan penjualan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat yaitu jaminan dari pemerintah dalam hal ketersediaan dan jaminan harga minyak dan gas bumi yang tidak berdasarkan mekanisme pasar; Ketiga , Pertamina (Persero) bergerak di bidang usaha sumber daya alam __ minyak dan gas bumi yang secara tegas berdasarkan UU Migas harus di bawah Penguasaan Negara melalui pengelolaan secara langsung. Pertamina (Persero) bergerak dari hulu dan hilir usaha minyak dan gas bumi secara terintegrasi. Oleh karenanya pembatasan privatisasi tidak hanya di BUMN Persero, tapi juga di anak perusahaan persero yang bergerak di hulu dan hilir usaha minyak dan gas bumi. Sebagai BUMN, Pertamina (Persero), bergerak secara terintegrasi dari hulu ke hilir usaha minyak dan gas bumi, hal tersebut mempersyaratkan bahwa pembentukan holding dan sub holding Pertamina (Persero) tidak boleh menjadikan usaha minyak dan gas bumi yang dilakukan Pertamina (Persero) menjadi sistem usaha minyak dan gas bumi yang terpisah sehingga potensial menghambat tujuan dari penguasaan negara atas minyak dan gas bumi. Oleh karenanya pembatasan privatisasi tidak hanya di BUMN Persero, tapi juga di anak perusahaan persero. Mahkamah Konstitusi dalam putusan Undang-Undang Ketenagalistrikan (Putusan Nomor 001-021-022/PUU-I/2003 dalam pengujian UU No. 20 Tahun 2002 dan Putusan Nomor 001-021-022/PUU-I/2003 dalam pengujian UU No. 30 Tahun 2009) menolak sistem unbundling dalam usaha ketenagalistrikan dan kaitannya dengan Perusahaan Listrik Negara (Pesero) sebagai BUMN. Dalam kasus usaha minyak dan gas bumi, serta kaitannya dengan Pertamina (Persero), bahwa upaya restrukturisasi Pertamina (Persero) melalui pembentukan holding dan subholding haruslah dicegah menjadi praktik unbundling dalam usaha minyak dan gas bumi. Pertamina lahir sebagai perusahaan negara dari peleburan perusahan-perusahan minyak nasional, sehingga menjadi ironi sejarah bila restrukturisasi Pertamina (Persero) justru malah melemahkan peran negara dan memecah Pertamina. 70 4. Dr. Marwan Batubara Pada prinsipnya kami mendukung upaya FSPPB melakukan JR terhadap Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN No.19/2003 kepada MK. JR terhadap ketentuan UU tersebut perlu dan mendesak dilakukan terutama karena Pasal 77 huruf c dan UU BUMN No.19/2003 tidak cukup komprehensif menjelaskan bahwa anak-anak dan cucu perusahaan Pertamina termasuk dalam kategori badan usaha dalam lingkup sebuah BUMN yang dilarang diprivatisasi sesuai konstitusi. Di sisi lain, rencana privatsiasi anak-anak usaha Pertamina telah dinyatakan secara terbuka, baik oleh Menteri BUMN Erick Thohir maupun Dirut Pertamina Nicke Widyawati (12/6/2020). Rencana tesebut akan dijalankan oleh pemerintah dengan sangat confident, terutama karena yakin dapat memanfaatkan celah hukum yang “tersedia” dalam ketentuan Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN No.19/2003. Keyakinan bahkan semakin bertambah dengan menjadikan privatisasi PGN dan Elnusa sebagai rujukan. Padahal menurut hemat kami baik induk, anak maupun cucu perusahaan sebuah BUMN yang menjalankan fungsi penguasaan negara dan menyangkut hajat hidup orang banyak sesuai Pasal 33 UUD 1945, merupakan satu kesatuan usaha yang tidak boleh diprivatisasi. Karena itu, upaya optimal perlu dilakukan agar ketentuan Pasal 77 huruf c dan d tersebut dapat diperjelas dan dirubah sedemikian rupa oleh MK, sehingga tidak menjadi multi tafsir dan diselewengkan oleh penyelenggara negara yang sangat bernafsu melakukan privatisasi anak-anak usaha Pertamina. MK perlu segera membuat keputusan agar rencana IPO oleh pemerintah yang melanggar konstitusi dan merugikan rakyat tersebut dapat segera dicegah dan dihentikan. Hal-hal yang menjadi argumentasi kita sebagai anak bangsa untuk menghambat rencana privatisasi tersebut akan diuraikan lebih lanjut dalam tulisan berikut.
Ketentuan Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN No.19/2003 Dikaitkan dengan PT Pertamina Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN No.19/2003 berbunyi sebagai berikut: _Persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah: _ 71 (c). Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan _kepentingan masyarakat; _ (d). Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi . Menurut Pasal 33 UUD 1945 Pertamina merupakan BUMN yang mendapat mandat dari negara untuk menjalankan fungsi pengelolaan sumber daya alam (SDA), termasuk minyak, gas dan panas bumi, guna memperoleh manfaat bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dua aspek penting dalam ayat (2) dan ayat (3) Pasal 33 UUD 1945 adalah:
penguasaan negara, dan dengan penguasaan negara tersebut akan dicapai:
sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sejak berdirinya Pertamina pada Agustus 1968 dan diperkuat pula dengan dibentuknya UU No. 8/1971, bangsa dan pemerintah Indonesia sudah mengenal fungsi dan peran Pertamina sebagai badan usaha milik negara (BUMN) yang mengelola bisnis sektor hilir minyak dan gas (migas) guna melayani kebutuhan publik atau masyarakat. Pada saat yang sama, Pertamina menjalankan pula fungsi dan peran sisi hulu migas guna mengeksploitasi SDA migas milik negara, agar bermanfaat bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sesuai fungsi dan peran sebagai pengelola usaha hilir migas, maka tak dapat disangkal Pertamina merupakan organ negara berupa BUMN yang bertugas melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat. Oleh sebab itu, sesuai Pasal 77 huruf c di atas, sangat jelas ditetapkan bahwa Pertamina tidak dapat diprivatisasi karena fungsinya menjalankan kegiatan usaha yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat, yakni kepentingan untuk memenuhi kebutuhan minyak/BBM dan gas. Pada sisi hulu, Pertamina berperan pula mengelola bisnis berupa kegiatan eksploitasi SDA migas negara. Tujuannya adalah agar dengan pengelolaan tersebut diperoleh manfaat bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pasal 77 huruf (d) UU BUMN No.19/2003 dengan gamblang menyatakan BUMN-lah yang menjalankan kegiatan usaha di bidang SDA tersebut dan dilarang untuk diprivatisasi. Ada dua aspek konstitusional yang sangat penting dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN No.19/2003 yang mendesak diklarifikasi, yaitu kegiatan berkaitan 72 dengan a) kepentingan masyarakat dan b) kegiatan usaha SDA. Kedua aspek usaha tersebut memperoleh jaminan dan perlindungan khusus dalam konstitusi untuk dijalankan secara khusus pula tanpa boleh diprivatisasi. Artinya, sepanjang menyangkut kegiatan kepentingan masyarakat dan kegiatan pengelolaan SDA, maka hanya BUMN yang 100% sahamnya dimiliki negara-lah yang berhak melakukannya. Sepanjang objek dalam kedua kegiatan usaha di atas masih utuh berada dalam satu kesatuan usaha Pertamina sebagai induk, maka kami meyakini Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN No.19/2003 tidak bermasalah secara konstitusional. Namun jika sebagian dari objek kegiatan tersebut dipisahkan dari Pertamina untuk dijalankan oleh subjek badan usaha lain, maka Pasal 77 huruf c dan d harus dilengkapi dengan penjelasan atau dirubah sedemikian rupa agar tidak terjadi multi tafsir yang berujung pada pelanggaran terhadap konstitusi. Orientasi dan objek penting yang mendapat jaminan konstitusi untuk dikelola 100% oleh BUMN (artinya tidak boleh diprivatisasi) sebagai subjek adalah kegiatan kepentingan masyarakat dan kegiatan eksploitasi SDA. Subjek pengelola dan kedua objek kegiatan tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak boleh dipisahkan. Sepanjang menyangkut dua kegiatan kepentingan masyarakat dan eksploitasi SDA, maka pengelolanya hanyalah BUMN yang 100% sahamnya dimiliki nagara. Jika salah satu dari objek kegiatan tersebut melibatkan subjek yang bukan BUMN, maka dapat dinyatakan telah terjadi pelanggaran terhadap konstitusi, Pasal 33 UUD 1945. Sejalan dengan hal-hal yang diuraikan di atas, demi optimasi dan efektivitas manajemen pengelolaan bisnis, Pertamina bisa saja melakukan perubahan organisasi, termasuk membentuk sejumlah sub-holding atau anak-anak usaha. Selama ini pun Pertamina telah memiliki puluhan anak-anak dan cucu-cucu usaha. Namun, perubahan dan pembentukan sub-holding tersebut harusnya bukan direkayasa dan dimaksudkan untuk memuluskan jalan bagi terlaksananya rencana privatisasi. Apalagi jika hal tersebut dijalankan karena adanya motif perburuan rente dan dominasi oligarki pengusas-pengusaha. Karena itu, dapat dirangkum 2 hal penting. Pertama berdasarkan ketentuan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BMUN No. 19/2003 yang berlaku saat ini, karena subjek pelaku dan objek kegiatan dijamin oleh konstitusi sebagai satu kesatuan yang utuh, maka privatisasi anak atau cucu usaha tidak boleh dilakukan, karena 73 melanggar konstitusi. Kedua, guna mencegah moral hazard dan terjadinya privatisasi melalui IPO anak atau cucu usaha, maka MK dituntut untuk segera merubah atau memberi penjelasan tambahan atas Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN No. 19/2003, guna melidungi dan mengamankan kepentingan rakyat memperoleh manfaat tersbesar dari kegiatan usaha yang dikelola oleh Pertamina.
Pembentukan Holding dan Subholding untuk Privatisasi Seperti diuraikan di atas, guna mencapai efisiensi, optimasi dan efektivitas sebagai induk Holding BUMN Migas, Pertamina dapat saja melakukan perubahan organisasi dan aksi-aksi korporasi, termasuk melakukan konsolidasi bisnis, divestasi, sinergi, strategic partnership , dan lain-lain. Dalam hal ini, langkah pembentukan sub-holding dan privatisasi dapat saja perlu dilakukan. Namun, sepanjang menyangkut core business yang merupakan bagian utama dari rantai bisnis Pertamina, aksi-aksi korporasi tersebut tetap dan harus berpegang kepada konstitusi. Pembentukan berbagai sub-holding dapat didukung guna mencapai target-target manajemen korporasi, tapi tidak untuk memenuhi kepentingan segelintir orang atau kelompok yang ingin mendapat keuntungan bisnis dari rantai bisnis Pertamina melalui proses privatisasi atau IPO. Jika tujuan pembentukan sub-holding dilakukan untuk melapangkan jalan bagi terjadinya privatisasi anak-anak usaha Pertamina, terutama pada sektor kegiatan yang menyangkut kepentingan publik dan pengelolaan SDA, maka kami menyatakan penolakan. Alasan terpenting penolakan karena migas adalah sektor strategis menyangkut hidup rayat yang harus dikuasai negara melalui pengelolaan oleh BUMN seperti diuraikan pada Bagian 1 di atas. Hal ini bukan saja telah menjadi tekad dan amanat pendiri bangsa, terutama Bung Karno dan Bung Hatta, tetapi juga telah diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi No. 36/2012 dan No. 85/2013. Alasan lain adalah bahwa para investor asing dan pengusaha liberal-kapitalis sangat berminat memperoleh manfaat besar dari sejumlah mata rantai bisnis sektor migas yang menguntungkan. Untuk itu, bekerjasama dengan oknum-oknum penguasa oligarkis, mereka biasanya menyiapkan kebijakan, aturan dan upaya sedemikian rupa, sehingga sebagian saham dari mata rantai bisnis yang menguntungkan tersebut dapat dikuasai. Caranya adalah melalui skema IPO seperti telah dicanangkan oleh Menteri BUMN Erick Thohir untuk dapat terwujud dalam 2 tahun ke depan. 74 Kesimpulannya, sepanjang dilakukan untuk perbaikan pengeloaan dan peningkatan kinerja bisnis korporasi, kami dapat menerima pembentukan sub- holding oleh Pertamina. Namun, jika pembentukan sub-holding tersebut terutama dimaksudkan untuk membuka jalan bagi terwujudnya privatisasi anak-anak usaha yang eksistensinya diatur dan dijamin oleh Pasal 33 UUD 1945, maka kami dengan tegas menyatakan penolakan.
Perlindungan hukum terhadap Pertamina dalam Mengelola SDA Sesuai Pasal 33 UDD 1945 Pengaruh dan intervensi penguasa dan pihak asing sangat menentukan dalam pengelolaan sektor migas dan energi di Indonesia. Hal ini salah satunya dapat ditelusuri dari pembentukan perundang-undangan sektor tersebut sejak Indonesia merdeka hingga sekarang. Pengaruh tersebut tentu saja dirasakan dampaknya oleh Pertamina. Padahal agar Pertamina dapat mengelola sektor migas sesuai konstitusi, maka UU Migas baru harus segera ditetapkan. Salah satu peraturan yang dapat dianggap konsisten dengan Pasal 33 UUD 1945 adalah UU No. 8/1971 tentang Pertambangan Migas Negara. Namun karena adanya penyelewengan oleh oknum-oknum penyelenggara negara pada era orde baru, UU yang sudah baik tersebut tidak berjalan optimal. Di sisi lain, karena kuatnya kepentingan asing untuk dapat mengambil manfaat dari sektor migas nasional, UU No. 8/1971 merupakan salah satu dari sejumlah UU yang harus direvisi sebagai syarat dikucurkannya pinjaman IMF dan BD kepada pemerintah Indonesia menghadapi krisis moneter 1997-1998. Maka lahirlah UU Migas No. 22/2001 yang berisi ketentuan liberal dan pro swasta/asing dan tidak sejalan dengan Pasal 33 UUD 1945. Setelah Indonesia bebas dari kewajiban utang kepada IMF dan BD, terbuka kesempatan untuk melakukan revisi terhadap UU Migas No. 22/2001. Revisi ini menjadi semakin mendesak setelah ditetapkannya Putusan MK No. 36/2012 atas Judicial Review UU Migas No. 22/2001 pada awal 2012. Di sisi lain, sebelumnya sebagai salah satu rekomendasi Pansus BBM DPR RI (periode 2004-2009) adalah UU Migas pun harus direvisi. Karena itu, DPR pun telah menyiapkan draft RUU Migas pada tahun 2009. Ternyata setelah lebih dari 10 tahun, UU Migas baru pengganti UU No. 22/2001 tak kunjung ditetapkan. DPR sebagai initiator RUU Migas dan juga pemerintah, tidak 75 merasa penting untuk segera menyelesaikan RUU tersebut. Penyelenggara negara merasa telah cukup nyaman untuk tetap menggunakan UU Migas yang merupakan produk pro swasta/asing dan pro oligarki tersebut. Penyelenggara negara pun tidak merasa penting untuk melindungi Pertamina sebagai pengemban tugas konstitusional pengelolaan migas nasional melalui pembentukan UU Migas baru tersebut. Artinya, sebagai salah satu landasan hukum yang akan melindungi Pertamina menjalankan pengelolaan migas sesuai Pasal 33 UUD 1945 tampaknya justru terkendala oleh sikap DPR dan pemerintah yang lebih memilih kondisi status quo . Dengan demikian, agenda-agenda oligarkis yang bernuansa moral hazard dapat berjalan seperti biasa tanpa hambatan. Cara atau mekanisme lain yang dapat dilakukan untuk melindungi Pertamina mengemban tugas konstitusionalnya adalah dengan melakukan perbaikan dan meningkatkan penerapan prinsip good corporate governance (GCG). Seperti disampaikan oleh Erick Thohir pada 12 Juni 2020, IPO diperlukan untuk meraih governance yang lebih baik. Kata Erick, Pertamina perlu IPO-kan 1-2 sub-holding sebagai bagian dari transparansi dan kejelasan akuntabilitas. Namun kami yakin IPO bukan satu-satunya jalan untuk meraih GCG. Banyak cara meningkatkan GCG di Pertamina tanpa harus IPO. Salah satu yang terpenting adalah menjadikan Pertamina sebagai non-listed public company (NLPC). NPLC adalah pola dimana Pertamina menjadi perusahan terdaftar di bursa (BEI), namun tidak ada (1% pun) saham yang dijual. Dengan terdaftar di BEI, Pertamina menjadi perusahaan terbuka yang diawasi publik, namun pemilikan negara di Pertamina tetap 100%. Sehingga, BUMN dapat dikelola sesuai konstitusi, saham 100% milik negara, dan tanpa prospek negara menjadi minoritas seperti halnya terjadi pada privatisasi PT Indosat. Salah satu aspek penting dalam GCG adalah bagaimana mengendalikan dan mencegah intervensi pejabat pemerintah terhadap BUMN sebagaimana terjadi selama ini. Faktanya, selama ini Pertamina telah menjadi korban kebijakan pemerintah yang merugikan keuangan korporasi, misalnya terkait harga untuk kebijakan harga crude domestic , penerapan signature bonus Blok Rokan, kebijakan harga BBM, kebijakan subsids LPG 3kg, dan lain-lain. Terkait crude domestik, signature bonus dan lapangan migas luar negeri, Pertamina harus mengeluarkan dana bernilai triliun Rp, sebagai beban biaya operasi 76 “tambahan”. Sedangkan terkait harga BBM, sejak April 2017 hingga Desember 2019, Pertamina harus menanggung beban public service obligation (PSO) lebih dahulu sekitar Rp 95 triliun yang hingga Mei 2020 belum dilunasi. Akibat beban PSO, kondisi keuangan dan cash flow perusahaan terganggu, sehingga Pertamina harus menerbitkan obligasi. Akibat kebijakan pemerintah yang melanggar UU dan prinsip GCG di atas, minimal Pertamina harus menanggung beban:
biaya “tambahan” puluhan triliun Rp dan, (2) beban bunga obligasi akibat tugas PSO yang nilainya juga puluhan triliun Rp. Beban kerugian tersebut bisa bertambah jika credit rating Pertamina turun akibat pemerintah melanggar GCG. Bahkan Pertamina bisa mengalami gagal bayar atau default atas utang jatuh tempo tahun 2020 ini, jika pemerintah tidak segera melunasi piutang Pertamina tersebut. Artinya, yang lebih mendesak dilakukan adalah penegakan GCG oleh pajabat pemerintah dibanding IPO untuk perbaikan GCG. Terbukti, karena pejabat pemerintah bermasalah, meskipun telah menjadi perusahaan terbuka (telah IPO), GCG tetap dilanggar seperti pada kasus Laporan Keuangan Garuda 2018-2019, kasus Krakatau Steel atau kasus Jiwasraya. Seperti diungkap manajemen Pertamina pada RDPU dengan Komisi VII DPR (29/6/2020), Pertamina perlu melakukan IPO karena membutuhkan dana yang sangat besar. Namun di sisi lain, uraian di atas menunjukkan bahwa keuangan Pertamina bermasalah akibat kebijakan intervensi dan kesewenang-wenangan pemerintah. Artinya, jika akhirnya IPO terlaksana, maka salah sebab tergadainya sebagian saham milik negara di Pertamina adalah sikap pemerintah yang menjadikan Pertamina sebagai sapi perah, serta sekaligus melanggar UU yang berlaku dan prinsip-prinsip GCG. Jika kita kembali merujuk pernyataan Erick Thohir, maka IPO bukanlah cara yang tepat untuk meraih transparansi dan akuntabilitas. Bahkan melakukan IPO saja seperti diuraikan pada Bagian 1 dan Bagian 2 di atas, sudah merupakan pelanggaran konstitusi. Tetapi yang paling relevan dan mendesak untuk perbaikan GCG adalah menertibkan dan mengendalikan pejabat tertinggi di istana negara dan sejumlah menteri di beberapa kementrian yang justru membuat kebijakan bermasalah dan melanggar aturan, sehingga secara faktual telah merugikan negara 77 dan keuangan korporasi. Sejalan dengan itu, Erick pun perlu segera menjadikan Pertamina (juga PLN) sebagai non-listed public company . Sebagai rangkuman dapat dinyatakan bahwa guna melindungi Pertamina menjalankan tugas-tugasnya mengelola sektor migas nasional sesuai Pasal 33 UUD 1945, maka langkah terpenting dan mendesak adalah meminta pemerintah membuat kebijakan terhadap Pertamina yang pro rakyat, konsisten dengan peraturan, mematuhi prinsip-prinsip GCG, dan menghilangkan sikap otoriter semau gue yang menjadikan Pertamina sebagai sapi perah bagi kepentingan politik dan oligarki kekuasaan. Selanjutnya, DPR dan Pemerintah harus segera menuntaskan pembentukan UU Migas baru yang telah direncanakan sejak 2009 yang lalu, dimana salah aspek penting dalam UU baru tersebut adalah jaminan pengelolaan migas harus sesuai prinsip penguasaan negara sesuai konstitusi. Dalam hal ini UU Migas baru tersebut harus bersifat khusus, lex specialist terhadap Pertamina. Terakhir, karena mendesaknya aspek GCG, pemerintah perlu segera menerbitkan peraturan khusus tentang peran dan fungsi Pertamina sebagai non-listed public company (NLPC). Prinsip-prinsip NPLC tersebut, kelak dapat pula dituangkan dalam UU Migas baru.
Rencana Unbundling Bisnis Pertamina Kami memahami secara umum ada beberapa tujuan sebuah perusahaan melakukan IPO, seperti: a) mendapatkan akses pendanaan murah, b) akses dana jangka panjang, c) memperoleh citra yang baik, d) meningkatkan nilai perusahaan dan e) memperoleh insentif pajak. Namun untuk itu, mata rantai dalam rantai bisnis atau anak usaha yang paling menguntungkanlah ( cream de la cream ) yang biasanya dijual terlebih dahulu. Jika dilihat dari sisi lain, seandainya profitabiitas dan prospek bisnis anak usaha yang akan dijual tersebut tidak jelas, tentu tidak akan ada investor yang berminat. Sebaliknya, dengan melepas atau “mempreteli” satu per satu mata rantai bisnis yang menguntungkan dari BUMN/Pertamina sesuai skenario kapitalis-liberal, atau dikenal juga dengan istilah unbundling, maka lambat laun sebagian besar anak-anak usaha Pertamina yang profitable akan terjual. Sehingga Pertamina kelak hanya akan “menikmati” bisnis ampas yang kurang menguntungkan atau malah merugikan. Sedangkan keuntungan terbesar dari mata rantai bisnisnya kelak akan lebih dinikmati asing atau para pengusaha kapitalis-liberal. 78 Padahal jika semua mata rantai dalam lini bisnisnya berjalan utuh secara “bundled”, maka seluruh keuntungan bisnis Pertamina akan dinikmati semua rakyat sesuai Pasal 33 UUD 1945. Selain itu, Pertamina dapat pula melakukan fungsi- fungsi strategis negara secara optimal, terutama melakukan fungsi cross-subsidy antar wilayah dan antar konsumen. Dalam hal ini Pertamina dapat membangun infrastruktur dan menyediakan pelayanan ke seluruh wilayah negara guna mengurangi kesenjangan menuju pemerataan berkeadilan. Salah satu contoh ironis yang dilakukan pemerintahan pro-asing pro-kapitalis- liberal saat ini adalah membiarkan SPBU-SPBU asing/swasta berbisnis di kota-kota besar di Indonesia, sementara Pertamina wajib menyediakan BBM hingga pelosok negeri dengan beban biaya sangat besar. Dengan bisnisnya dibiarkan digerogoti asing, maka kemampuan Pertamina melakukan cross subsidy semakin berkurang, sehingga sebagian dana untuk penyediaan pelayanan tersebut malah harus ditanggung APBN. Kami tidak anti modal asing dan dapat saja menerima skema IPO agar BUMN dapat memperoleh dana/modal. Namun jika modal dan citra diperoleh dengan melanggar konstitusi, serta mengorbankan kedaulatan dan prinsip-prinsip strategis negara yang bernilai “kualitatif”, maka hal tersebut harus ditolak. Selain itu, jika aspek moral hazard dan nuansa perburuan rente seputar IPO dan proses IPO ikut diperhitungkan, maka keuntungan “kuantitatif” akses dana murah dan dana jangka yang diperoleh melalui skema IPO pun justru akan sirna. Tegaknya kedaulatan, berjalannya konstitusi, terjaganya ketahanan energi dan meratanya pembangunan melalui cross-subsidy oleh BUMN yang dikelola tanpa IPO, tidak layak diperbandingkan dengan keuntungan akses dana murah yang diperoleh dari melakukan IPO. Keuntungan nilai dana murah yang diperoleh dari IPO sangat minim jika dibandingkan dengan besarnya manfaat strategis yang diperoleh jika BUMN dikelola sesuai konstitusi tanpa IPO. Salah faktor yang sangat merugikan adalah bahwa dengan IPO, profit yang dapat diraih akan berkurang sesuai berapa persen besar saham yang dijual. Faktor lain, sebagai pelaksana tugas perintisan dan pembangunan daerah, lambat laun BUMN akan kehilangan kemampuan cross-subsidy karena anak-anak usaha yang menguntungkan ( cream de la cream ) akan segera dijual, sehingga menyisakan anak-anak usaha yang kurang profitable . 79 Saksi Pemohon 1. drg. Ugan Gandar Bahwa PT. Pertamina (Persero) mendapatkan keistimewaan dari Negara untuk mendapatkan wilayah kerja terbuka tertentu melalui penunjukan langsung. Bahwa syarat untuk mendapatkan wilayah kerja tersebut, salah satunya yang terpenting adalah saham PT. Pertamina ( Persero) harus 100% dimiliki oleh Negara. Bahwa apabila saham PT. Pertamina (Persero) tidak lagi 100% dimiliki oleh negara karena dilakukan Initial Public Offering (IPO), maka akan menghambat usaha PT Pertamina (Persero) untuk memperoleh wilayah kerja terbuka tertentu, sebagaimana telah diatur dalam Pasal 5 ayat (4) dan ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 Tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi menyatakan: Ayat 4 Dalam hal PT Pertamina (Persero) mengajukan permohonan kepada Menteri untuk mendapatkan Wilayah Kerja terbuka tertentu, Menteri dapat menyetujui permohonan tersebut dengan mempertimbangkan program kerja, kemampuan teknis dan keuangan PT. Pertamina (Persero) sepanjang saham PT. Pertamina (Persero) 100% (seratus per seratus) dimiliki oleh Negara. __ Ayat 5 PT. Pertamina (Persero) sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak dapat mengajukan permohonan untuk wilayah kerja yang telah ditawarkan. __ Bahwa dengan PT. Pertamina ( Persero) menjadi prioritas untuk mendapatkan wilayah kerja terbuka tertentu karena sahamnya 100% dimiliki oleh Negara, maka sudah seharusnya anak perusahaan PT. Pertamina Persero/Perusahaan Milik PT. Pertamina ( Persero ) yang ditunjuk Pertamina untuk mengelola wilayah kerja terbuka tertentu tersebut sahamnya harus 100% milik PT. Pertamina ( Persero) atau dengan kata lain harus tetap 100% dikuasai oleh Negara. Bahwa sudah sepatutnya Negara mengontrol 100% wilayah kerja yang dikelola oleh PT. Pertamina ( Persero ) maupun anak perusahaan/perusahaan milik PT. Pertamina ( Persero ) hasil dari penunjukkan langsung pada wilayah kerja tersebut. Bahwa hal tersebut tentunya berbeda apabila yang dijual hanyalah Participating Interest (PI) atas suatu ladang minyak dan gas hasil tunjuk langsung ke Pertamina, hal tersebut diperbolehkan dan sudah lazim dilakukan karena yang berkurang hanya 80 Partisipasing Interest-nya saja, bukan porsi kepemilikan saham dalam PT. Pertamina (Persero) maupun anak perusahaan milik PT. Pertamina Persero. Bahwa Saham perusahaan pengelola wilayah kerja hulu migas yang boleh dijual ke bursa itu hanya perusahaan yang mendapatkan wilayah kerja dari BP Migas / SKK Migas melalui prinsip-prinsip komersial /persaingan bebas.
KENAPA BISNIS PERTAMINA HARUS TERINTEGRASI Pertamina (Persero) adalah Perusahaan saat ini bisnisnya meliputi usahan minyak dari hulu sampai ke Hilir. Ada beberapa hal pentingnya kenapa Bisnis Pertamina ini harus terintegrasi dan tidak terpecah pecah. Antara lain:
Jika suatu saat ada krisis yang mengakibatkan harga minyak mentah jatuh maka jika pertamina ini menjadi satu kesatuan utuh maka akan sangat membantu untuk saling menutupi kerugian yang terjadi antar lini bisnis. Bisnis hulu rugi tetapi bisnis hilir untung sehingga saling menutupi.
Begitupun juga sebaliknya jika harga Crude naik dan karena kebijakan pemerintah yang tidak ingin rakyat indonesia semakin terbebani sehingga harga BBM harus ditahan tidak boleh naik maka Bisnis Hilir yang rugi tetapi bisnis Hulu yang untung. Sehingga bisa saling menutupi.
Akan sangat merugikan keuangan negara karena potensi jika Harga ICP lebih tinggi dibandingkan harga MOPS maka Refinery Pertamina (jika sudah IPO) tentunya akan memilih membeli Produk yang lebih murah.
Jika semua lini bisnis terpecah pecah seperti Hulu, Shipping, Pengolahan dan Pemasaran terpecah pecah dan saham sudah dikuasi oleh Swasta. Maka yang terjadi adalah setiap entitas tidak peduli dengan entitas lain. Hal ini akan sangat berbahaya bagi keberlangsungan penyaluran energi ke pelosok negeri. Karena semuanya akan berusaha mengambil profit Contoh :
Dari Pemasaran akan berusaha hanya akan melayani daerah daerah yang dianggap profitable. Untuk daerah 3T yang secara feasibility tidak masuk tidak akan dilayani. Sehingga rawan mengakibatkan kerusuhan karena langkanya BBM. Atau tersedia BBM dengan harga yang cukup tinggi 2. Dari pemasaran hanya akan mengambil supply BBM dari supplier yang murah. Jika harga COGS Refinery yang sudah IPO lebih mahal dari 81 harga MOPS untuk landed Cost nya maka tentu produk Refinery akan ditinggalkan oleh Pertamina. Dan hal ini bisa mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi Refinery. Bisa Collaps. Dan Chain efeknya tentu akan sangat Besar. Bisnis Kilang Tutup, PHK Masal, Rekanan Bangkrut, dan Pengangguran massive akan terjadi.
Dari sisi refinery tentunya juga akan begitu hanya akan mencari Supplier Crude yang murah dan menguntungkan. Jika harga ICP lebih mahal dibandingkan harga Crude di pasaran luar negeri dan perhitungan landed cost sampai di Refinery lebih murah tentunya Crude Dalam negeri jadi tidak terserap dan pendapatan negara menjadi berkurang.
Dari sisi Perkapalan. Jika lini ini terpisah dan berdiri sendiri maka tentunya akan berusaha sebesar besarnya dan kurang mau take risk. Di cuaca yang sangat buruk dan diujung negeri ada lokasi yang BBM kritis karena Sense of Nasionalitynya sudah berkurang maka Bisnis Perkapalan hanya akan mementingkan dirinya sendiri. Jadi bodo amat sama krisis energi di Ujung negeri. Yang penting bisnis lancar.
Dan yang paling paling bahaya adalah seperti chart berikut : Dengan kondisi diatas maka Hulu akan ambil Profit , Shipping ambil Profit, Refinery ambil Profit Maka yang terjadi adalah harga BBM dari Customer akan sangat mahal, Belum lagi adanya Tax disetiap Transaksi BBM karena sudah beda entitas. Yang akan terjadi nanti bisa seperti ini Dengan kondisi diatas sudah terlihat siapa yang diuntungkan dan siapa yang akan dirugikan sehingga implementasi dari Pasal 33 Undang-Undang Dasar tidak dapat direalisasikan dan hanya konteks semata. Singapore (minyak jadi) Minyak jadi Shippin g Pemasaran Hulu Pengolahan Shippin g Shippin g Pemasaran 82 2. PERTAMINA TIDAK TERINTEGRASI APAKAH BERDAMPAK DENGANIMPLEMENTASI DARI PASAL 33 UNDANG – UNDANG DASAR 1945 Atas apa yang telah diuraikan diatas maka secara langsung dan tidak langsung akan berdampak kepada tujuan dari implementasi Pasal 33 Undang – Undang Dasar 1945 dimana salah satu isi dari pasal tersebut yaitu cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara, dan Bumi, air dan kekayaan alam didalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat tidak akan pernah tercapai sehingga cita-cita dari “the Founding Fathers” akan menjadi mimpi dan tidak pernah terealisasi. Dilain sisi dengan dibentuknya Pertamina sebagai salah satu BUMN memiliki tujuan untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dengan memperhatikan dari perkembangan zaman dimana pelayanan (service) serta kemajuan tekhnologi Informasi yang serba digital harus diselaraskan dan diimplementasi guna bisa bersaing 3. PERTAMINA (HOLDING DAN SUBHOLDING) BERENCANA AKAN DIMILIKI OLEH SWASTA BAGAIMANA DENGAN KEDAULATAN DAN KETAHANAN ENERGI Kedaulatan dan ketahanan merupakan kunci penting dalam sebuah negara. Kemampuan bangsa untuk menetapkan kebijakan, mengawasi pelaksanaan serta memastikan jaminan ketersediaan energi merupakan arti dari kedaulatan dan selaras dengan tujuan berdirinya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dimana kepemilikan saham masih dimiliki oleh negara yaitu Pertamina. Bilamana kepemilikan atas saham dari holding maupun sub holding Pertamina dialihkan atau dimiliki oleh swasta maka patut diduga kemampuan negara yang diwakili oleh Kementerian BUMN atau ESDM sebagai pemegang saham dalam membuat sebuah kebijakan akan tidak semata – mata berorientasi untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat tetapi akan berpotensi terjadinya intervensi dari pemegang saham lain atau swasta.Seperti diketahui bersama kebijakan 1 harga BBM yang saat ini terjadi karena kepemilikan sahamnya masih 100% negara dan belum dibentuknya holding dan subholding Pertamina. Dibentuknya holding dan subholding Pertamina bisa kemungkinan kebijakan 1 harga BBM akan ditiadakan atau dicabut dimana pemilik saham bukan seluruhnya negara melainkan ada kepemilikan swasta , sedangkan kita ketahui bersama bila kepemilikan saham 83 dimiliki pihak swasta atas saham subholding Pertamina patut diduga hanya menginginkan keuntungan semata, sehingga yang dirugikan adalah rakyat.
Ir. Faisal Yusra SH., MM., QIA., CFrA Minyak dan Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat maupun fasa gas, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi. Di dalam definisi ini terkandung makna Minyak dan Gas Bumi (Migas) adalah proses yang menyeluruh mencakup kegiatan hulu dan hilir secara terintegrasi untuk mendapatkan nilai tambah yang optimal. Dalam konteks Indonesia, optimalisasi pengelolaan migas akan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sehingga wajib dikuasai oleh negara sesuai Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3). Pengelolaan bisnis migas yang seimbang antara pengelolaan sektor hulu dan hilir migas menjadi kebijakan strategis yang diimplementasikan oleh berbagai perusahaan migas besar dunia. Merger/penggabungan perusahaan migas dunia seperti BP dan AMOCO, Total, Fina dan Elf, Exxon dengan Mobil, maupun Conoco dan Philips adalah dalam rangka mencapai tujuan optimalisasi keuntungan bisnis dengan menyeimbangkan volume/kapasitas bisnis Hulu dan Hilir Perusahaan. Dalam hal harga minyak mentah dunia turun, maka sektor hilirnya dioptimalkan produksinya sebagai sektor yang menghasilkan kentungan perusahaan. Pada situasi ini, akan menimbulkan permasalahan kinerja bagi perusahaan yang hanya bergerak di sektor hulu saja. Demikian pula sebaliknya, ketika harga minyak mentah naik tinggi, maka perusahaan akan bertahan karena sektor hulu akan menjadi tulang punggung dalam menghasilkan revenue maupun keuntungan. Pada situasi ini, akan menimbulkan permasalahan kinerja bagi perusahaan yang hanya bergerak di sektor hilir saja. Dengan penguasaan dan pengelolaan hulu migas Pertamina sekitar 200 – 300 ribu barrel per hari yang amat timpang dengan penguasaan dan pengelolaan sektor hilir sekitar 1.6 – 1.7 juta barrel per hari, maka pemisahan (unbundling) 84 pengelolaan sektor hulu dan hilir Pertamina menjadi entitas bisnis perusahaan yang berdiri sendiri maka akan menimbulkan potensi masalah kinerja bisnis bagi Pertamina, dan pada gilirannya akan mengganggu kontribusinya sebagai penghasil devisa strategis bagi negara. Ketika harga minyak mentah dunia naik sangat tinggi, biaya operasi perusahaan sektor hilir akan mengalami tekanan karena adanya berbagai situasi seperti kebijakan pemerintah untuk tidak menaikkan harga atau menetapkan harga tidak dengan nilai keekonomian, sementara sektor hulu tidak dapat membantu dalam bentuk subsidi silang karena sudah menjadi entitas bisnis yang terpisah dan berdiri sendiri. Karakteristik bisnis yang terintegrasi (bundling) sektor hulu dan hilir telah disusun menjadi suatu proses bisnis yang dijadikan pedoman pengelolaan bisnis dengan menegaskan di dalam SK Direksi Pertamina Nomor Kpts.-29/C00000/2016- S0 tanggl 2 Agustus 2016 bahwa pengelolaan sektor hulu (explore, exploit, and produce hydrocarbone, and geothermal) dan sektor hilir (refine and produce fuel, nonfuel, an new & renewable energi, market dan sell produce and service) adalah bisnis inti (core processes) yang tentunya wajib dikelola sendiri dalam satu entitas bisnis. Di dalam surat keputusan tersebut juga diatur tentang kegiatan penunjang (support) yang dikategorikan dalam dua fungsi proses yaitu proses kritikal dan proses pendukung. Penyusunan proses bisnis disusun dengan memperhatikan best practise dari American Productivity and Quality Center (APQC) dan disesuaikan dengan karateristik bisnis Pertamina yang mencakup bisnis minyak, gas, geothermal serta energi baru dan terbarukan. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) yang menegaskan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Konsep penguasaan dimaksud dimaknai dengan dimiliki atau dikuasai, dikelola dan dikendalikan secara oleh negara melalui perusahaan milik negara yakni Pertamina sehingga negara dapat memberikan penugasan apapun termasuk pelayanan penyediaan BBM dengan harga terjangkau dalam rangka memberikan kemakmuran bagi rakyat. Dengan adanya penugasan tersebut dan Pertamina yang 100% sahamnya dimiliki negara maka negara memberikan keistimewaan (privilage) seperti yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 Pasal 5 ayat (4) yang 85 berbunyi: Dalam hal PT Pertamina (Persero) mengajukan permohonan kepada Menteri untuk mendapatkan Wilayah Kerja terbuka tertentu, Menteri dapat menyetujui permohonan tersebut dengan mempertimbangkan program kerja, kemarnpuan teknis dan keuangan PT Pertamina (Persero) dan sepanjang saham PT Pertamina (Persero) 100% (seratus per seratus) dimiliki oleh Negara. Dalam hal perusahaan pengelolaan migas Pertamina tidak lagi 100% milik negara maka keistimewaan yang ada akan dicabut maka semua proses akan berjalan sebagai bisnis swasta murni dan berpotensi menimbulkan ketidakpastian bisnis. Demikian pula dalam hal pengelolaan bisnis migas Indonesia diselenggarakan oleh entitas bisnis yang terpisah-pisah (hulu dan hilir) dalam bentuk masing-masing perseroan terbatas maka akan menimbulkan kesulitan dalam pengaturan penyediaan BBM dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat karena tidak adanya mekanisme subsidi silang seperti yang dapat dilakukan oleh perusahaan yang terintegrasi. Program BBM Satu Harga dulunya diawali dengan adanya keuntungan Pertamina yang didominasi oleh keuntungan sektor hulu yang disisihkan dan menjadi kompensasi harga BBM di daerah terdepan, terpencil dan tertinggal yang disamakan dengan Pulau Jawa. Oleh karena sektor hulu dan hilir Pertamina di dalam satu pengelolaan keuangan di PT Pertamina (Persero) tentunya pengurangan pendapatan akibat BBM Satu Harga tidak menjadikan kondisi keuangan perusahaan menjadi buruk. Lain halnya apabila setiap bisnis migas Pertamina dalam bentuk perusahaan yang berdiri sendiri dan tidak 100% milik negara tentunya kebijakan subsidi silang dimaksud tidak dapat dilakukan dan perusahaan yang mengelolanya (Pemasaran/Ritail/Sektor Hilir) tidak akan bersedia menanggung kerugian sebagai kinerja perusahaan. Dengan demikian, program BBM Satu Harga tentunya akan terganggu. Bila hal ini terjadi, maka amanat penyelenggaraan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi yang berasaskan ekonomi kerakyatan, keterpaduan, manfaat, keadilan, keseimbangan, pemerataan, kemakmuran bersama dan kesejahteraan rakyat banyak, keamanan, keselamatan, dan kepastian hukum serta berwawasan lingkungan bagi rakyat Indonesia tidak akan tercapai. [2.3] Menimbang bahwa terhadap permohonan para Pemohon tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat telah menyampaikan keterangan bertanggal 8 Juni 2021 86 yang diterima Kepaniteraan Mahkamah pada 10 Juni 2021 yang pada pokoknya sebagai berikut: I. KETENTUAN UU BUMN YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN TERHADAP UUD NRI TAHUN 1945 Dalam permohonan a quo , Pemohon __ mengajukan pengujian materiil terhadap Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN yang berketentuan sebagai berikut: Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN _Persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah: _ c. Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan _dengan kepentingan masyarakat; _ d. Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi. Pemohon mengemukakan bahwa ketentuan Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN dianggap bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD NRI Tahun 1945 yang berketentuan sebagai berikut: Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pemohon menyatakan kerugian konstitusionalnya yang pada intinya adalah:
Bahwa ketentuan Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN membuka peluang/berpotensi dapat diprivatisasinya anak perusahaan dari perusahaan persero tersebut yang hanya berbentuk perseroan terbatas biasa, padahal anak perusahaan tersebut memiliki kegiatan di bidang usaha yang berkaitan dengan bidang usaha induk perusahaannya yang notabene induk perusahaannya dilarang diprivatisasi karena bidang usahanya termasuk yang disebutkan dalam Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN ( vide Perbaikan Permohonan hal. 9).
Bahwa akibat tidak diaturnya anak perusahaan persero/perusahaan milik persero dalam ketentuan Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN. Pemohon dirugikan hak konstitusionalnya yaitu ( vide Perbaikan Permohonan hal. 11): 87 a. Negara berpotensi nyata kehilangan hak menguasai cabang-cabang produksi penting bagi negara, menguasai hajat hidup orang banyak dan sumber daya alam termasuk sumber daya alam minyak dan gasnya sebagaimana diamanatkan Pasal 33 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945. Bahwa dalam hal ini kedaulatan energi nasional menjadi terancam sehingga hak konstitusional Pemohon sangat berpotensi nyata dirugikan dan harus diperjuangkan oleh Pemohon sebagaimana telah diatur dalam anggaran dasar FSPPB.
Berpotensi nyata sumber daya alam tidak ditujukan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat termasuk namun tidak terbatas pada para pekerja pertamina sebagaimana diamanatkan Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 karena negara kehilangan hak menguasai sumber daya alam akibat diperbolehkannya swasta/perorangan anak perusahaan BUMN yang mengelola sumber daya alam.
Menjadi ancaman terhadap kelangsungan bisnis dan eksistensi dari PT. Pertamina Persero maupun anak-anak perusahaannya akibat potensi terjadinya privatisasi, yang seharusnya dilarang untuk di privatisasi karena bergerak di bidang usaha pengelolaan sumber daya alam dan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan masyarakat.
Berpotensi nyata para pekerja pada anak-anak perusahaan Pertamina kehilangan statusnya sebagai pekerja BUMN dan menjadi pekerja swasta biasa akibat pelepasan seluruh saham anak perusahaan PT Pertamina Persero kepada pihak swasta/perorangan.
Kualitas hidup dan kesejahteraan pegawai perusahaan grup PT Pertamina Persero/BUMN beserta keluarganya akan tidak terjamin apabila anak-anak perusahaan PT Pertamina Persero/BUMN tidak dikontrol dengan baik oleh negara.
Berpotensi dilakukannya Pemutusan Hubungan Kerja terhadap para pekerja anak-anak perusahaan Pertamina akibat pelepasan seluruh saham/sebagian besar saham anak-anak perusahaan Pertamina kepada pihak swasta/perorangan, hal ini sangat beralasan mengingat dalam Pasal 163 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memungkinkan perusahaan/pengusaha 88 melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap peekrja karena adanya perubahan kepemilikan saham perusahaan. Bahwa Pemohon dalam petitumnya memohon sebagai berikut:
Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon;
Menyatakan Pasal 77 huruf c dan d Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang larangan privatisasi dalam Pasal 77 huruf c dan d hanya diberlakukan secara limitatif terhadap Persero dan tidak diberlakukan juga terhadap Perusahaan milik Persero/Anak Persero;
Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Jika yang mulia Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia memiliki pandangan lain, mohon putusan yang seadil-adilnya ( ex aequo et bono ). II. KETERANGAN DPR A. KEDUDUKAN HUKUM ( LEGAL STANDING ) PEMOHON Terhadap kedudukan hukum ( legal standing ) Pemohon, DPR berpandangan berdasarkan 5 (lima) batasan kerugian konstitusional yang timbul karena berlakunya suatu undang-undang sebagaimana dinyatakan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 011/PUU-V/2007 sebagai berikut:
Terkait adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh UUD NRI Tahun 1945 Bahwa Pemohon mendalilkan memiliki hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI Tahun 1945. DPR menerangkan bahwa Pasal a quo justru telah mencerminkan pemenuhan kewajiban negara sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 karena adanya larangan bagi persero untuk dapat diprivatisasi, salah satunya adalah persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam. Larangan tersebut menunjukkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran 89 rakyat. Selain itu ketentuan dalam Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 tidak mengatur terkait dengan hak konstitusional, melainkan mengatur mengenai kewajiban negara dalam menguasai bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan untuk cabang-cabang produksi yang penting tersebut dikuasai oleh negara. Oleh karena itu tidak terdapat hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon dalam ketentuan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 dan tidak tepat untuk dijadikan batu uji dalam Permohonan a quo .
Terkait adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional yang dianggap oleh Pemohon telah dirugikan oleh berlakunya suatu undang-undang Terkait dengan doktrin organizational legal standing yang didalilkan oleh Pemohon, DPR berpandangan bahwa tidak semua organisasi dapat bertindak mewakili kepentingan anggotanya untuk beracara di pengadilan, khususnya di pengadilan Mahkamah Konstitusi. Bahwa ketentuan Pasal 87 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial menyatakan bahwa Serikat pekerja/serikat buruh dan organisasi pengusaha dapat bertindak sebagai kuasa hukum untuk beracara di Pengadilan Hubungan Industrial untuk mewakili anggotanya dan ketentuan Pasal 25 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh menyatakan bahwa Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan berhak mewakili pekerja/buruh dalam menyelesaikan perselisihan industrial. Berdasarkan ketentuan- ketentuan tersebut, maka organizational legal standing yang diberikan kepada Pemohon sebagai federasi serikat pekerja adalah terkait dengan penyelesaian perselisihan industrial, termasuk untuk beracara di pengadilan hubungan industrial, dan bukan untuk mengajukan Permohonan a quo di Mahkamah Konstitusi yang sama sekali tidak berkaitan dengan perselisihan hubungan industrial. Selain itu DPR menerangkan bahwa berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, terkait dengan anak 90 perusahaan BUMN memang tidak tunduk pada ketentuan dalam UU BUMN melainkan tunduk pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, hal tersebut dikarenakan saham untuk anak perusahaan BUMN merupakan milik BUMN dan bukan milik negara karena pada hakekatnya penyertaan modal tersebut merupakan kekayaan negara yang sudah dipisahkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, berbeda dengan induk perusahaannya yang merupakan BUMN. Berdasarkan uraian tersebut, maka ketentuan Pasal UU a quo sama sekali tidak melanggar hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon.
Terkait adanya kerugian hak konstitusional yang bersifat spesifik dan aktual, atau setidak-tidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi Bahwa Pemohon mendalilkan mengalami kerugian yang pada intinya ketentuan Pasal a quo yang tidak mengatur terkait dengan anak perusahaan persero membuka peluang bagi anak perusahaan untuk diprivatisasi sehingga akan menghilangkan kekuasaan negara untuk menguasai sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak. Terhadap dalil Pemohon tersebut, DPR menerangkan bahwa Pemohon adalah federasi serikat pekerja yang mempunyai kepedulian perlindungan terhadap para pekerja PT Pertamina (Persero) dan oleh karenanya bertindak untuk kepentingan pekerja PT Pertamina (Persero) ( vide Perbaikan Permohonan hal. 9). Oleh karenanya seharusnya Pemohon dalam Permohonan a quo menguraikan adanya kerugian konstitusional yang dialami langsung oleh pekerja PT Pertamina (Persero) untuk kemudian menjadi dasar diajukannya Permohonan a quo . Namun dalam permohonannya, Pemohon hanya menguraikan kekhawatirannya terhadap hilangnya hak menguasai negara dalam melakukan pengelolaan yang menyebabkan pihak swasta dan/atau perorangan dapat menguasai dan/atau mengelola anak perusahaan PT Pertamina (Persero) tanpa mencerminkan adanya kerugian yang ditimbulkan dari berlakunya Pasal a quo terhadap kesejahteraan pekerja. 91 Oleh karena tidak ada pertautan langsung antara kerugian yang didalilkan oleh Pemohon dengan tugas dan peranan Pemohon untuk melaksanakan kegiatan penegakan hak-hak pekerja PT Pertamina (Persero), maka sudah dapat dipastikan tidak ada satupun kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi.
Terkait adanya hubungan sebab akibat ( causal verband ) antara kerugian hak konstitusional dengan undang-undang yang dimohonkan pengujian Bahwa sebagaimana telah dikemukakan pada angka 1, 2, dan 3, berlakunya ketentuan Pasal a quo sama sekali tidak menimbulkan kerugian terhadap hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang bersifat spesifik, aktual, maupun potensial. Kerugian yang didalilkan oleh Pemohon tidak memiliki hubungan sebab-akibat dengan ketentuan Pasal a quo UU BUMN.
Terkait adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, maka kerugian hak konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi Bahwa karena tidak ada hubungan sebab akibat ( causal verband ) maka sudah dapat dipastikan bahwa pengujian a quo tidak akan berdampak apa pun pada Pemohon. Dengan demikian menjadi tidak relevan lagi bagi Mahkamah Konsitusi untuk memeriksa dan memutus permohonan a quo , karena Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) sehingga sudah sepatutnya Mahkamah Konstitusi tidak mempertimbangkan pokok perkara. Bahwa terkait dengan kepentingan hukum Pemohon, DPR memberikan pandangan senada dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22/PUU- XIV/2016 yang diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari tanggal 15 Juni 2016, yang pada pertimbangan hukum [3.5.2] Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa menurut Mahkamah: 92 ...Dalam asas hukum dikenal ketentuan umum bahwa tiada kepentingan maka tiada gugatan yang dalam bahasa Perancis dikenal dengan point d’interest, point d’action dan dalam bahasa Belanda dikenal dengan zonder belang geen rechtsingang. Hal tersebut sama dengan prinsip yang terdapat dalam Reglement op de Rechtsvordering (Rv) khususnya Pasal 102 yang menganut ketentuan bahwa “tiada gugatan tanpa hubungan hukum“ (no action without legal connection). __ Berdasarkan pada hal-hal yang telah disampaikan tersebut DPR berpandangan bahwa Pemohon secara keseluruhan tidak memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU Mahkamah Konstitusi dan penjelasannya, serta tidak memenuhi persyaratan kerugian konstitusional yang ditentukan dalam putusan Mahkamah Konstitusi terdahulu. Selain itu, Pemohon dalam permohonan a quo tidak menguraikan secara konkrit mengenai hak dan/atau kewenangan konstitusionaInya yang dianggap dirugikan atas berlakunya ketentuan yang dimohonkan untuk diuji, sehingga sudah sepatutnya Mahkamah tidak mempertimbangkan pokok perkara karenanya permohonan Pemohon dinyatakan tidak dapat diterima. Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, terhadap kedudukan hukum ( legal standing ) Pemohon, DPR menyerahkan sepenuhnya kepada Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi untuk mempertimbangkan dan menilai apakah Pemohon memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi dan Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 006/PUU- III/2005 dan Putusan perkara Nomor 011/PUU-V/2007 mengenai parameter kerugian konstitusional. B. PANDANGAN UMUM DPR 1. Sesuai dengan angka IV Penjelasan Umum UU BUMN yang menyatakan: “ Peningkatan efisiensi dan produktifitas BUMN harus dilakukan melalui langkah-langkah restrukturisasi dan privatisasi. Restrukturisasi sektoral dilakukan untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif sehingga tercapai efisiensi dan pelayanan yang optimal. Sedangkan restrukturisasi perusahaan yang meliputi penataan kembali bentuk badan usaha, kegiatan usaha, organisasi, manajemen, dan keuangan. Privatisasi bukan semata-mata dimaknai sebagai penjualan perusahaan, melainkan menjadi alat dan cara pembenahan BUMN untuk mencapai beberapa sasaran 93 sekaligus, termasuk didalamnya adalah peningkatan kinerja dan nilai tambah perusahaan, perbaikan struktur keuangan dan manajemen, penciptaan struktur industri yang sehat dan kompetitif, pemberdayaan BUMN yang mampu bersaing dan berorientasi global, penyebaran kepemilikan oleh publik serta pengembangan pasar modal domestik. Dengan dilakukannya privatisasi BUMN, bukan berarti kendali atau kedaulatan negara atas BUMN yang bersangkutan menjadi berkurang atau hilang karena sebagaimana dinyatakan di atas, negara tetap menjalankan fungsi penguasaan melalui regulasi sektoral dimana BUMN yang diprivatisasi melaksanakan kegiatan usahanya. ” 2. Bahwa memajukan kesejahteraan bagi seluruh rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yang diatur lebih rinci dalam Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 merupakan tugas konstitusional bagi seluruh komponen bangsa. Khususnya ayat (2) dan ayat (3) yang membangun logika bernegara yaitu negara melakukan penguasaan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan atas bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sehingga berdasarkan hal tersebut dirasa perlu untuk meningkatkan penguasaan seluruh kekuatan ekonomi nasional baik melalui regulasi sektoral maupun kepemilikan negara terhadap unit-unit usaha tertentu dengan maksud memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Bahwa konsepsi “dikuasai oleh negara” sebagaimana termuat dalam Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 telah ditafsirkan oleh Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 01- 021-022/PUU-I/2003 mengenai pengujian UU Nomor 20 Tahun 2002 dan 02/PUU-I/2003 mengenai pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Minyak dan Gas Bumi, tanggal 1 Desember 2004, yang memaknai bahwa penguasaan negara tersebut adalah sesuatu yang lebih tinggi atau lebih luas daripada pemilikan dalam konsepsi hukum perdata.
Salah satu bentuk restrukturisasi perusahaan dilakukan melalui pembentukan holding BUMN, yaitu mengalihkan kepemilikan negara pada satu atau beberapa BUMN menjadi tambahan modal saham negara pada satu BUMN lainnya, sehingga BUMN tersebut menjadi 94 holding (induk). Sebagaimana dinyatakan dalam pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 001-021-022/PUU-I/2003 yang pada intinya menyatakan cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, sehingga oleh karenanya menurut pasal 33 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 harus tetap dikuasai oleh negara, dalam arti harus dikelola oleh negara melalui perusahaan negara yang didanai oleh pemerintah (negara) atau dengan kemitraan bersama swasta nasional atau asing yang menyertakan dana pinjaman dari dalam dan luar negeri atau dengan melibatkan modal swasta nasional/asing dengan sistem kemitraan yang baik dan saling menguntungkan dan demi efisiensi BUMN sebagai holding company dapat berbagi tugas dengan BUMN lainnya atau BUMD. Oleh karenanya __ pembentukan holding company adalah salah satu bentuk penguatan BUMN dengan bersinergi dengan BUMN lainnya, sehingga tidak lagi membebani APBN. Namun demikian, pembentukan holding tetap harus ditetapkan dengan peraturan pemerintah ( vide Pasal 2A jo. Pasal 3 PP 44/2005 jo. PP 72/2016) C. KETERANGAN DPR TERHADAP POKOK PERMOHONAN 1. Dalam permohonannya Pemohon mendalilkan bahwa anak-anak perusahaan/perusahaan milik PT. Persero seharusnya diperlakukan sama dengan Induk Perusahaannya yaitu PT. Persero, sebab antara induk perusahaannya dengan anak-anak perusahaannya/perusahaan milik Persero sama-sama memiliki keterkaitan bidang usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal a quo sehingga seharusnya sama- sama tidak dapat diprivatisasi ( vide Perbaikan Permohonan hal. 25 poin 33). Terhadap dalil tersebut DPR menerangkan sebagai berikut:
Bahwa merujuk pada ketentuan dalam Pasal 1 angka 1 UU BUMN yang mendefinisikan BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Selanjutnya Pasal 1 angka 2 UU BUMN mendefinisikan Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu 95 persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
Sedangkan definisi anak perusahaan BUMN dapat dilihat dalam Keputusan Presiden Nomor 122 Tahun 2011 tentang Tim Kebijakan Privatisasi BUMN dan Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor Per- 03/MBU/2012 tentang Pedoman Pengangkatan Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris Anak Perusahaan Badan Usaha Milik Negara. Dalam peraturan tersebut menyatakan bahwa anak perusahaan BUMN adalah perseroan terbatas yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh BUMN atau perseroan terbatas yang dikendalikan oleh BUMN.
Terlebih lagi dalam Pasal 4 ayat (2) UU BUMN menyatakan bahwa setiap penyertaan modal negara dalam rangka pendirian BUMN atau perseroan terbatas yang dananya berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Sedangkan pendirian anak perusahaan BUMN yang merupakan perseroan terbatas tunduk kepada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UU PT) dan tidak ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Berdasarkan uraian di atas, maka terdapat perbedaan fundamental terkait dengan kepemilikan saham, kendali perseroan, dan pendirian perseroan antara BUMN dengan anak perusahaan BUMN. Oleh karena itu jelas terlihat bahwa BUMN dan anak perusahaan BUMN tidak dapat dipersamakan dan dalil Pemohon yang menyatakan seharusnya baik induk perusahaan maupun anak perusahan yang memiliki keterkaitan bidang usaha sebagaimana diatur dalam Pasal a quo harus diperlakukan sama adalah tidak beralasan menurut hukum.
In casu dalam Perkara a quo, saham PT Pertamina (Persero) dimiliki oleh Negara, sedangkan saham Anak perusahaan PT Pertamina (Persero) merupakan saham milik PT Pertamina (Persero). Perbedaan subyek pemilik saham tersebut mengakibatkan perbedaan pemberlakuan hukum antara BUMN 96 Persero (dalam hal ini PT Pertamina (Persero)) dengan Anak Perusahaannya, yaitu untuk Persero berlaku ketentuan mengenai BUMN dan Perseroan Terbatas sedangkan untuk Anak Perusahaannya berlaku ketentuan mengenai Perseroan Terbatas.
Penegasan bahwa anak perusahaan BUMN bukanlah BUMN juga terlihat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan permohonan uji materril Nomor 01/PHPU-PRES/XVII/2019, dimana dalam pertimbangan hukum Majelis halaman 1936 menyatakan sebagai berikut: “Bahwa modal atau saham Bank BNI Syariah dimiliki oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk dan PT BNI Life Insurance (bukti PT-20). Adapun komposisi pemegang saham Bank Syariah Mandiri adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dan PT Mandiri Sekuritas (bukti PT-21). Dengan demikian, oleh karena tidak ada modal atau saham dari negara yang bersifat langsung yang jumlahnya sebagian besar dimiliki oleh negara maka kedua bank tersebut tidak dapat didefinisikan sebagai BUMN, melainkan berstatus anak perusahaan BUMN karena didirikan melalui penyertaan saham yang dimiliki oleh BUMN atau dengan kata lain modal atau saham kedua bank tersebut sebagian besar dimiliki oleh BUMN.” 2. Terhadap dalil Pemohon yang mengutip ketentuan Pasal 2A ayat (7) PP 72/2016) dan menyimpulkan bahwa anak-anak perusahaan PT. Pertamina (Persero) yang meskipun berbentuk perseroan terbatas, namun diberikan izin untuk melaksanakan pelayanan umum dan/atau pengelolaan sumber daya alam, sehingga anak perusahaan BUMN tersebut dapat diperlakukan sama dengan BUMN ( vide Perbaikan Permohonan hal. 20), DPR memberikan penjelasan sebagai berikut:
Bahwa berdasarkan Penjelasan Umum UU BUMN menyatakan peningkatan efisiensi dan produktivitas BUMN harus dilakukan melalui restrukturisasi dan privatisasi. Salah satu bentuk restrukturisasi perusahaan dilakukan melalui pembentukan holding BUMN, yaitu mengalihkan kepemilikan negara pada satu atau beberapa BUMN menjadi tambahan modal saham negara pada satu BUMN lainnya, sehingga BUMN tersebut menjadi holding (induk).
Bahwa PP 72/2016 merupakan ketentuan untuk mendukung salah satu strategi Pemerintah dalam pembentukan perusahaan induk 97 BUMN, yaitu dengan melakukan Penyertaan Modal Negara yang bersumber dari pergeseran saham milik negara pada BUMN dan/atau Perseroan Terbatas tertentu kepada BUMN dan/atau Perseroan Terbatas lainnya.
Pada sektor migas, pembentukan holding dilakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2018 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pertamina (selanjutnya disebut PP 6/2018) dimana Negara melakukan pengalihan ( inbreng ) saham dari PT. Perusahaan Gas Negara (Persero), Tbk. ke PT. Pertamina (Persero). Berdasarkan ketentuan tersebut, maka status PT Perusahaan Gas Negara, Tbk. berubah dari persero menjadi perseroan terbatas yang tunduk sepenuhnya pada UU PT ( vide Pasal 4 huruf a PP 6/2018).
Dengan terjadinya pengalihan ( inbreng ) saham tersebut, PT. Pertamina (Persero) melakukan restrukturisasi anak perusahaan dengan pengelompokan anak perusahaan ( sub-holding ) pada enam bidang, yaitu:
PT Pertamina Hulu Energi sebegai Sub-Holding Upstream ;
PT Kilang Pertamina Internasional sebagai Sub-Holding Refinery & Petrochemical ;
PT Pertamina Patra Niaga sebagai Sub-Holding Commercial & Trading ;
PT Pertamina Power Indonesia sebagai Sub-Holding Power, New & Renewable Energy ;
PT Perusahaan Gas Negara, Tbk. sebagai Sub-Holding Gas; dan 6) PT Pertamina International Shipping sebagai Shipping Company .
Setelah dilakukannya restrukturisasi tersebut maka PT. Perusahaan Gas Negara, Tbk. yang sebelumnya merupakan BUMN berubah menjadi anak perusahaan PT Pertamina (Persero) dan memiliki kedudukan yang sejajar dengan perusahaan sub-holding atau anak perusahaan lainnya. Namun meskipun demikian, PT Perusahaan 98 Gas Negara, Tbk. memilki karakteristik yang berbeda dengan perusahaan sub-holding lainnya berdasarkan PP 6/2018 jo . PP 72/2016, yaitu:
Negara melakukan kontrol terhadap PT Perusahaan Gas Negara, Tbk. dengan kepemilikan saham Seri A Dwi Warna (Pasal 3 PP 6/2018) dengan hak istimewa yang diatur dalam anggaran dasar ( vide Pasal 2A ayat (2) dan Penjelasannya PP 72/2016).
PT Perusahaan Gas Negara, Tbk. sebagai anak perusahaan BUMN diperlakukan sama dengan BUMN untuk hal sebagai berikut: (Pasal 2A ayat (7) dan Penjelasannya PP 72/2016) a) mendapatkan penugasan Pemerintah atau melaksanakan pelayanan umum; dan/atau b) mendapatkan kebijakan khusus negara dan/atau Pemerintah, termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam dengan perlakuan tertentu sebagaimana diberlakukan bagi BUMN, antara lain terkait dengan proses dan bentuk perizinan, hak untuk memperoleh HPL, kegiatan perluasan lahan dan/atau keikutsertaan dalam kegiatan-kegiatan kenegaraan atau pemerintahan yang melibatkan BUMN.
Berdasarkan uraian di atas, maka dari keenam anak perusahaan atau sub-holding PT Pertamina (Persero), perlakuan yang sama dengan BUMN hanya diberikan kepada PT Perusahaan Gas Negara, Tbk. dan perlakuan yang sama tersebut tidak termasuk larangan privatisasi sebagaimana diatur dalam Pasal a quo . Oleh karena itu Pemohon tidak dapat menjadikan ketentuan Pasal 2A ayat (7) PP 72/2016 dan Penjelasannya sebagai dasar bahwa seluruh anak perusahaan Persero diperlakukan sama dengan Persero terkait dengan larangan privatisasi dalam ketentuan Pasal a quo . Menyamakan hal yang berbeda dan membedakan hal yang sama adalah sama saja dengan ketidakadilan. Mengutip pendapat Bagir Manan yang menyatakan bahwa: “ Ada adagium lama yang diketahui oleh setiap ahli hukum yang mengatakan, “Menyamakan sesuatu yang berbeda atau tidak sama, sama tidak adilnya dengan membedakan yang sama.” 99 Dengan bahasa yang lebih mudah, dalam keadaan tertentu membedakan atau unequal treatment itu, justru merupakan syarat dan cara mewujudkan keadilan, sebaliknya dalam keadaan tertentu membuat segala sesuatu serba sama sedangkan didapati berbagai perbedaan juga akan menimbulkan dan melukai rasa keadilan. Kalau demikian, apakah ada syarat objektif agar suatu perbedaan atau unequal itu menjadi syarat untuk mewujudkan keadilan. (Vide Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-X/2012: hlm.57). 3. Terkait dalil Pemohon yang pada intinya menyatakan bahwa pembentukan sub-holding anak perusahaan persero merupakan celah hukum dan tidak adanya kepastian hukum untuk anak-anak perusahaan persero termasuk namun tidak terbatas pada anak-anak perusahaan PT. Pertamina (Persero) untuk dilakukan privatisasi melalui initial public offering (IPO) ( vide Perbaikan Permohonan hal. 24), DPR menerangkan sebagai berikut:
Privatisasi dalam praktiknya memang dimungkinkan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan tetap memperhatikan persyaratan-persyaratan tertentu untuk dapat melakukan privatisasi. Privatisasi sendiri bertujuan untuk dapat mengoptimalkan produktifitas dan efisiensi dari suatu BUMN. Namun peraturan perundang-undangan juga mengatur pengecualian terhadap persero yang tidak dapat diprivatisasi, dan cara serta prosedur privatisasi. Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya bahwa anak perusahaan BUMN tidaklah tunduk pada ketentuan dalam UU BUMN, sehingga memang privatisasi terhadap anak perusahaan BUMN dimungkinkan terjadi karena pada prinsipnya bisnis inti perusahaan yang bergerak di sektor sumber daya alam harus tetap berada pada induknya dan tidak dikendalikan oleh anak perusahaan. Sehingga anggapan Pemohon yang menyatakan apabila anak perusahaan PT Pertamina (Persero) akan menjadi perusahaan go public melalui mekanisme IPO maka akan berpotensi dikuasainya aset negara oleh swasta adalah tidak tepat. Karena peraturan perundang-undangan sudah mengatur secara jelas terkait dengan persero yang dapat dan tidak dapat diprivatisasi. 100 b. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Direktur Utama PT Pertamina (Persero) dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR pada tanggal 22 Juni 2020 yang menyampaikan bahwa rencana pelepasan sebagian saham anak usaha melalui mekanisme IPO bukan upaya privatisasi. Hal itu karena IPO dilakukan oleh anak perusahaan Pertamina sehingga hanya berdampak pada pengelolaan aset. Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa pengelolaan aset yang dimaksud adalah aset dalam Wilayah Kerja (WK) minyak dan gas tetap dimiliki oleh negara namun yang diserahkan adalah hak pengelolaan. Setelah jangka waktu pengelolaan WK yang disepakati selesai, aset itu akan dikembalikan ke negara.
Bahwa kepemilikan negara di Pertamina tidak akan berkurang dalam IPO tersebut. Hal itu karena yang menggelar IPO adalah anak usaha atau sub-holding . Rencana IPO sub-holding , dinilai tidak melanggar aturan, karena yang diatur dalam UU BUMN adalah Pertamina sebagai induknya, begitu juga di UU PT bahwa aksi korporasi IPO adalah hal wajar dan jamak dilakukan oleh badan usaha, termasuk BUMN, misalnya PT Waskita Beton serta PT Presisi yang juga go public . Beberapa anak perusahaan Pertamina pun sudah go public sejak lama, seperti PT Elnusa, Tbk., PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia, Tbk., bahkan salah satu sub- holding Pertamina yaitu PT Perusahaan Gas Negara, Tbk. sudah go public . Rencana IPO sub-holding Pertamina justru sesuai dengan kebutuhan Pertamina sebagai holding , karena BUMN itu harus mengembangkan perusahaan.
Adapun terkait dengan rencana PT Pertamina (Persero) untuk melakukan divestasi saham pada 2 (dua) anak perusahaannya melalui IPO, hal tersebut tentu bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat. Terlebih dalam peraturan perundang-undangan tidak ada ketentuan yang melarang BUMN untuk melakukan divestasi saham pada anak perusahaan BUMN. 101 e. Bahwa IPO akan mendatangkan keuntungan yaitu adanya transparansi dan memberikan kesempatan yang sama bagi semua pihak untuk ikut membeli saham BUMN, termasuk investor asing. Pihak manajemen perusahaan harus melakukan full disclosure atas kinerja yang telah dilakukannya agar masyarakat mengetahui dan dapat mengambil kebijakan berkaitan dengan kepemilikannya atas perusahaan tersebut dan nantinya akan berpengaruh terhadap harga saham yang bersangkutan. ( vide Indra Bastian. 2002. Privatisasi di Indonesia: Teori dan Implementasi . Jakarta, hal.172- 173) 4. Terhadap dalil Pemohon yang menganggap penerapan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN akan menyebabkan Negara kehilangan “hak menguasai negara/HMN” dalam melakukan pengelolaan ( beheersdaad ) karena menyebabkan pihak swasta dan/atau perorangan dapat menguasai dan/atau mengelola cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak ( vide Perbaikan Permohonan hal. 26), DPR memberikan penjelasan sebagai berikut:
Bahwa konsepsi “dikuasai oleh negara” sebagaimana termuat dalam Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 telah ditafsirkan oleh Mahkamah Konstitusi merupakan sesuatu yang lebih luas daripada pemilikan dalam konsepsi hukum perdata, dimana tercakup pula pengertian kepemilikan publik rakyat secara kolektif. Dalam Putusan Nomor 001-021-022/PUU-I/2003 Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa: “...pengertian dikuasai oleh negara dalam Pasal 33 UUD 1945 mengandung pengertian yang lebih tinggi atau lebih luas daripada pemilikan dalam konsepsi hukum perdata. Konsepsi penguasaan oleh negara merupakan konsepsi hukum publik yang berkaitan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dianut dalam UUD 1945, baik dibidang politik (demokrasi politik) maupun ekonomi (demokrasi ekonomi). Dalam paham kedaulatan rakyat itu, rakyatlah yang diakui sebagai sumber, pemilik dan sekaligus pemegang kekuasaan tertinggi dalam kehidupan bernegara, sesuai dengan doktrin “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Dalam pengertian tersebut, tercakup pula pengertian kepemilikan publik oleh rakyat secara kolektif.” 102 b. Lebih lanjut Mahkamah Konstitusi menguraikan bahwa kepemilikan publik oleh rakyat secara kolektif dikonstruksikan oleh UUD NRI Tahun 1945 dengan memberikan mandat kepada negara untuk melakukan 5 (lima) hal, yaitu:
mengadakan kebijakan ( beleid );
tindakan pengurusan ( bestuursdaad ) dilakukan oleh pemerintah dengan kewenangannya untuk mengeluarkan dan mencabut fasilitas perizinan, lisensi, dan konsesi;
pengaturan ( regelendaad ) dilakukan melalui kewenangan legislasi oleh DPR bersama dengan Pemerintah, dan regulasi oleh Pemerintah;
pengelolaan ( beheersdaad ) dilakukan melalui mekanisme pemilikan saham dan/atau keterlibatan langsung dalam manajemen BUMN; dan
pengawasan ( toezichthoudensdaad ) dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka mengawasi dan mengendalikan agar pelaksanaan penguasaan oleh negara atas cabang produksi yang penting dan/atau yang menguasai hajat hidup orang banyak dimaksud benar-benar dilakukan untuk sebesar- besarnya kemakmuran seluruh rakyat.
Berdasarkan uraian mengenai konsepsi “dikuasai oleh negara” di atas, maka meskipun pemaknaan Pasal a quo tidak mencakup anak perusahaan Persero, hal tersebut tidak mengurangi kelima fungsi negara dalam menguasai cabang produksi yang penting dan/atau yang menguasai hajat hidup orang banyak. Terlebih dalam fungsi pengelolaan ( beheersdaad ) yang dikhawatirkan Pemohon akan hilang dengan dilakukannya privatisasi terhadap anak perusahaan Persero, perlu DPR tegaskan bahwa jikapun terdapat penjualan saham anak perusahaan Persero, maka saham yang dijual tersebut merupakan milik Persero dan bukan milik Negara. Sedangkan Mahkamah Konstitusi telah menguraikan bahwa fungsi pengelolaan ( beheersdaad ) dilakukan melalui mekanisme pemilikan saham di dalam BUMN, bukan saham di dalam anak perusahaan BUMN. Oleh karena itu pemaknaan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN 103 yang tidak mencakup anak perusahaan Persero tidak akan menyebabkan Negara kehilangan “hak menguasai negara/HMN”.
Jikapun Pemohon merujuk anak perusahaan Persero kepada PT Perusahaan Gas Negara, Tbk. yang sebelumnya merupakan BUMN, DPR menjelaskan bahwa Negara masih memiliki saham dwiwarna dengan hak istimewa yang ditetapkan dalam anggaran dasar. Hak istimewa tersebut menyebabkan Negara masih memiliki kontrol terhadap PT Perusahaan Gas Negara, Tbk. meskipun telah tidak lagi berstatus sebagai BUMN ( vide Pasal 3 PP 6/2018). Hal ini selaras dengan pendapat Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa penguasaan negara dalam arti privat tidak mutlak selalu harus 100% asalkan Negara tetap menjadi penentu kebijakan dalam dalam badan usaha yang bersangkutan. Dalam Putusan Nomor 001-021-022/PUU-I/2003 Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa: “...penguasaan dalam arti pemilikan privat itu juga harus dipahami bersifat relatif dalam arti tidak mutlak selalu harus 100%, asalkan penguasaan oleh negara c.q. Pemerintah atas pengelolaan sumber-sumber kekayaan dimaksud tetap terpelihara sebagaimana mestinya. Meskipun Pemerintah hanya memiliki saham mayoritas relatif, asalkan tetap menentukan dalam proses pengambilan keputusan atas penentuan kebijakan dalam badan usaha yang bersangkutan, maka divestasi ataupun privatisasi atas kepemilikan saham Pemerintah dalam badan usaha milik negara yang bersangkutan tidak dapat dianggap bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945. Dengan demikian, Mahkamah berpendapat, ketentuan Pasal 33 UUD 1945 tidaklah menolak privatisasi, sepanjang privatisasi itu tidak meniadakan penguasaan negara c.q Pemerintah, untuk menjadi penentu utama kebijakan usaha dalam cabang produksi yang penting bagi negara dan/atau menguasai hajat hidup orang banyak” 5. Terkait dengan dalil Pemohon yang menyatakan bahwa anak perusahaan PT Pertamina (Persero) tidak dapat diprivatisasi, DPR menerangkan sebagai berikut:
Bahwa definisi dari privatisasi berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 12 UU BUMN adalah “Penjualan saham persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai dari perusahaan, memperbesar manfaat bagi 104 negara dan masyarakat, serta memperluas kepemilikan saham oleh masyarakat”. Adapun maksud privatisasi adalah memperluas kepemilikan masyarakat atas persero, meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan, menciptakan struktur keuangan dan manajemen keuangan yang baik/kuat, menciptakan struktur industri yang sehat dan kompetitif, menciptakan persero yang berdaya saing dan menumbuhkan iklim usaha ekonomi makro dan kapasitas pasar. Bahwa tujuan dari privatisasi itu sendiri adalah dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat. Privatisasi dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, dan kewajaran.
Bahwa BUMN merupakan kepanjangan tangan dari negara dalam menjalankan sebagian dari fungsi negara untuk mencapai tujuan negara, salah satunya yaitu memajukan kesejahteraan umum. Dari perspektif permodalan, sebagian atau seluruh modal BUMN berasal dari keuangan negara maka BUMN tidak dapat sepenuhnya dianggap sebagai badan hukum privat. Sedangkan arti dari privatisasi itu sendiri dapat dimaknai sebagai suatu proses pengalihan kepemilikan yang semula milik umum (publik) menjadi milik pribadi (privat). Berdasarkan hal tersebut maka yang diprivatisasi adalah yang semula perusahaan publik, yaitu BUMN, menjadi privat atau dimiliki sebagian oleh swasta.
Bahwa istilah privatisasi tidak dapat digunakan untuk pengalihan kepemilikan saham anak perusahaan BUMN karena anak perusahan BUMN sejak semula sudah bersifat privat dengan modal yang tidak berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan melainkan berasal dari kekayaan BUMN induknya. Sehingga jika Pemohon mendalilkan untuk anak perusahaan BUMN dimasukan pemaknaannya ke dalam Pasal a quo adalah tidak tepat karena pasal tersebut memang ditujukan untuk perusahaan publik yaitu BUMN, dan bukan ditujukan untuk anak perusahaan BUMN yang berstatus sebagai perseroan terbatas (perusahaan privat). 105 d. Bahwa ketentuan Pasal 76 ayat (1) UU BUMN menyatakan bahwa persero yang dapat diprivatisasi harus sekurang-kurangnya memenuhi kriteria industri/sektor usahanya kompetitif yang kemudian dijelaskan bahwa sektor tersebut tidak semata-mata dikhususkan untuk BUMN. Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi menyatakan bahwa kegiatan usaha hulu (yang mencakup eksplorasi dan eksploitasi) dan kegiatan usaha hilir (yang mencakup pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan niaga) dapat dilaksanakan oleh BUMN, BUMD, koperasi usaha kecil, dan badan usaha swasta. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka sektor kegiatan usaha minyak dan gas bumi tidak semata-mata dikhususkan untuk BUMN dan bahkan terbuka untuk dilaksanakan oleh badan usaha swasta.
Bahwa hal tersebut juga diperkuat oleh pertimbangan Mahkamah Konstitusi atas pengujian UU Migas pada halaman 110 dan halaman 111 butir 3.17 Putusan MK Nomor 36/PUU-X/2012 yang pada intinya menurut Mahkamah __ Pasal 9 UU Migas dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada perusahaan nasional baik Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi, usaha kecil, badan usaha swasta untuk berpartispasi dalam kegiatan usaha minyak dan gas bumi.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 76 ayat (2) UU BUMN, terhadap BUMN/Persero yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan untuk dipertahankan dan BUMN/Persero yang melaksanakan penugasan Pemerintah, tetap dapat melakukan pemisahan sebagian asetnya untuk dijadikan anak perusahaan, dan selanjutnya anak perusahaan tersebut dapat dilakukan penjualan sahamnya. Jelas bahwa UU BUMN telah membolehkan BUMN Persero yang bergerak di bidang usaha yang penting bagi Negara, untuk membentuk anak perusahaan yang selanjutnya saham dapat dijual. Bagaimana nilai suatu anak perusahaan bagi induknya, merupakan suatu hal yang dari waktu ke waktu berpotensi berubah, sesuai dengan kajian usaha terhadap anak perusahaan. Sehingga, sangat tidak logis apabila suatu 106 BUMN yang mengemban peran Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 wajib mempertahankan seluruh anak perusahaannya, apabila berdasarkan perkembangan zaman perlu melakukan restrukturisasi anak-anak perusahaannya termasuk dengan penjualan saham anak-anak perusahaan.
Meskipun dalam permohonannya Pemohon menyatakan terdapat perbedaan uji materiil yang diajukan oleh Pemohon dengan uji materiil yang telah diputus sebelumnya oleh Mahkamah Konstitusi sebagaimana dapat dilihat dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 58/PUU-VI/2008 sehingga tidak bersifat nebis in idem , DPR menerangkan bahwa dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 58/PUU-VI/2008 tersebut tegas bahwa Mahkamah menyatakan ketentuan dalam Pasal 77 tidaklah bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945, dimana privatisasi itu sendiri memang tidak dilarang sepanjang berkesesuaian dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait dengan hal tersebut. Terlebih lagi ketentuan dalam Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 tidaklah menolak privatisasi sepanjang privatisasi tersebut tidak meniadakan penguasaan negara c.q Pemerintah, oleh karena itu maka Mahkamah tidak boleh terjebak dengan menerima dan mengabulkan pengujian norma dari sebuah undang-undang apabila akan berakibat berubahnya pendirian Mahkamah dalam putusan sebelumnya tanpa adanya argumen yang kuat untuk mengubah pendirian mahkamah.
Bahwa terkait dengan uraian argumentasi Pemohon (Posita), Pemohon tidak konsisten dalam memberikan dasar uraian kerugian yang sedang dialami atau kerugian yang berpotensi dialami oleh Pemohon. Dalam awal uraian permohonannya, Pemohon menguraikan mengenai adanya potensi pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja pada anak-anak perusahaan PT Pertamina (Persero), tetapi uraian tersebut tidak diperkuat dengan argumentasi yang dibangun lebih lanjut, sedangkan dalam uraian selanjutnya Pemohon malah lebih banyak menguraikan mengenai potensi hilangnya hak menguasai negara yang sama sekali tidak dikaitkan dengan potensi pemutusan hubungan kerja, berkurangnya kualitas hidup, dan kesejahteraan pekerja pada anak 107 perusahaan PT Pertamina (Persero) yang sedang diperjuangkan oleh Pemohon sebagai federasi serikat pekerja. C. RISALAH UU BUMN 1. Keterangan Menteri Badan Usaha Milik Negara Mewakili Pemerintah Mengenai Rancangan Undang-Undang Tentang Badan Usaha Milik Negara (Jakarta, 2 Juli 2002) (pdf. hlm. 143. Page 121) ..... Untuk kedepan, program privatisasi perlu diarahkan dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham BUMN dan perlu dilandaskan pada suatu Undang-Undang yaitu dimasukan dalam Undang-Undang BUMN. Privatisasi juga dilaksanakan dengan pertimbangan strategis bahwa asas kemanfaatan lebih diutamakan dari pada asas kepemilikan. Dalam kenyataannya, Persero yang telah diprivatisasi memberikan manfaat yang jauh lebih besar daripada Persero yang belum diprivatisasi, baik dalam bentuk pembayaran pajak kepada negara, deviden maupun dalam penyerapan tenaga kerja. Dengan dilakukan privatisasi Persero, bukan berarti kendali atau kedaulatan negara menjadi berkurang atau hilang, negara tetap memegang kendali melalui regulasi sektoral. __ Sidang Dewan yang terhormat, __ Dalam Undang-Undang ini tidak dilakukan pembahasan khusus mengenai makna Pasal 33 UUD 1945 dimana ditentukan antara lain adanya penguasaan kekayaan alam yang akan dimanfaarkan setinggi- tingginya untuk kemakmuran rakyat. Walaupun penguasaan tidak harus selalu berarti hanya sebagai pemilikan, tetapi juga termasuk di dalamnya penguasaan melalui regulasi. Pada dasarnya kegiatan BUMN maupun badan usaha milik swasta adalah sama yaitu dalam upaya mengoptimalkan manfaat sumber daya yang kita miliki bagi kepentingan rakyat banyak. Namun demikian penafsiran terhadap Pasal 33 UUD 1945 tersebut sepenuhnya merupakan kewenangan MPR. 2. Jawaban Pemerintah Atas Pemandangan Umum DPR-RI Mengenai Rancangan Undang-Undang Tentang Badan Usaha Milik Negara, Tanggal 18 November 2002 (pdf hlm 273, Page 212) .......... 14. menanggapi pertanyaan mengenai program dan kebijakan pemerintah agar masyarakat dalam negeri memperoleh kesempatan lebih besar untuk memiliki saham BUMN dan syarat-syarat apa saja yang ditentukan dan harus dijamin perusahaan asing pembeli saham BUMN bagi terciptanya peningkatan kinerja, nilai tambah dan peningkatan manfaat BUMN tanpa adanya PHK dan kenaikan harga _barang dan jasa dikemudian hari, kiranya dapat kami sampaikan bahwa: _ 108 a. kami sependapat bahwa masyarakat/invenstor dalam negeri harus diberikan kesempatan yang lebih besar untuk ikut serta dalam kepemilikan saham BUMN. Namun karena IPO bersifat terbuka, maka siapa saja termasuk investor asing dapat membeli saham BUMN. Disamping itu, apabila kapasitas pasar dalam negeri tidak dapat menampung, maka diundanglah invenstor asing, karena selain alasan daya serap pasar, Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional yang terikat dalam berbagai kesepakatan seperti GATT, WTO, dan AFTA, tidak dapat melakukan proteksi atau diskriminasi terhadap invenstor asing. b. sebagaimana telah kami kemukan bahwa privatisasi BUMN, baik melaui IPO maupun Strategic Sales dilaksanakan secara terbuka. Dalam hal privatisasi melalui strategic sales dilakukan melaui tender terbuka (open bidding) disertai dengan persyaratan tertentu yang harus dimiliki/dipenuhi oleh strategic partner, seperti modal, teknologi dan expertise. Dalam kenyataannya, hal-hal yang stategis tersebut yang diperlukan oleh perusahaan, kebetulan dimiliki oleh investor asing. __ Disamping itu, dalam rangka mengamankan kepentingan Pemerintah di masa yang akan datang. Maka untuk itu perlu dilakukan hal-hal yang sifatnya melindungi kepentingan pemerintah (ring fencing). Pemerintah harus tetap juga memperhatikan perlindungan terhadap kepentingan karyawan dan stakeholders lainnya maupun hal-hal yang berkaitan dengan transfer of technology. Hal-hal tersebut biasanya dicantumkan dalam shareholders agreement dan atau share and purchase agreement. Dengan privatisasi terbukti bahwa kinerja perusahaan meningkat, kontribusi perusahaan terhadap negara seperti pajak dan dividen pun meningkat, demikiran pula kesejahteraan karyawan, daya serap terhadap terhadap tenaga kerja meningkat setelah diprivatisasi. Peningkatan kinerja tersebut karena perusahaan dikelola secara efisien dan prinsip-prinsip Good Corporate Governance benar-benar diterapkan sehingga dengan demikian, privatisasi dapat dirasakan manfaat oleh seluruh masyarakat. 3. Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Pakar Ekonomi Prof. Dr. Didik J. Rachbini, Drs. Revrisond Baswir SE. MBA, dan Faisal Basri, SE, MA. Rapat Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara Menjadi Undang-Undang tanggal 13 Juni 2002 (Pdf hlm 568, Page 426) Pakar (Revrison Baswir) ........ Bagi saya memang begini kalau saya mencoba belajar yang saya gali habis-habisan itu adalah antara lain tulisan-tulisannya Bung Hatta, sebagaimana beliau dulu mencoba menjabarkan Pasal 33 ayat 1,2,3 109 dan seterusnya gitu, dan memang dari penjelasan-penjelasan Bung Hatta dan hampir semua artikel Beliau. Beliau mengatakan bahwa yang dimaksud dengan dikuasai oleh negara tidak berarti negara itu sendiri berusaha, berkali-kali di tegaskan, tidak berarti negara itu sendiri terjun ke dalam dunia bisnis tidak gitu, yang dimaksud dengan dikuasai oleh negara itu adalah negara mengatur, adapun operasi kegiatannya dapat diserahkan kepada badan lain, bisa berbentuk swasta bisa berbentuk BUMN, jadi BUMN itu hanya soal kepemilikan saham bukan soal apakah itu negara yang berbisnis gitu, ga harus begitu. Jadi, sahamnya di miliki seperti tadi dijelaskan oleh Mas Didik ya, sahamnya di miliki oleh negara tetapi dia di pisahkan dari pemerintahan ya, dipisahkan dari pemerintahan lalu di kelola secara independen bahkan dalam satu BUMN pun yang itu bisa dilakukan gitu, andaikata misalnya dilakukan kontrakting out dalam pengelolaan manajemen, manajemennya di serahkan ke swasta sahamnya tetap di miliki oleh negara gitu, dan saya sebeneranya kalau bicara mengenai pengelolaan BUMN dalam konteks Undang-Undang BUMN mungkin tidak secara langsung berkaitan dengan usulan privatisasi ya tapi BUMN secara keseluruhan. 4. Rapat Kerja Senin 14 April 2003 Pukul 11.10 Anggota Fraksi Reformasi (Ir.Afni Achmad) (hal. 804 pdf, hal. 217 file rapat) “Saya mendukung pernyataan Pak Barliana tadi, tetapi saya ingatkan bahwa inipun terkait nanti kepada proses Privatisasi Pak. Jadi Kalimat- kalimat “menguasai dan dimiliki” itu nanti akan turun di dalam proses pembahasan tentang Privatisasi. Apa artinya, artinya berarti kita sudah sepakat yang kita katakana BUMN adalah yang dimiliki secara penuh atau yang sebagaian besar kita miliki. Oleh sebab itu berarti yang hanya pemilikan kita kecil itu sama sekali tidak berkuasa dalam konteks kepemilikan. Oleh sebab itu mari kita hubugan dengan Pasal 33 “menguasai hajat hidup orang banyak”ini proses Pak di dalam Privatisasi tadi. Jadi ini hati- hati konteks kepemilikan dan penguasaan di dalam saham dan konteks semangat Pasal 33 soal hajat hidup orang banyak.” 5. Rapat Panja Selasa 15 April 2003 Pukul 11.10 Anggota Fraksi Partai Golkar (H. Ariady Achmad, B.Ac) (hal. 1062 pdf, hal. 476 file rapat) “F-PG ini ada tiga poin yang secara substansi sampaikan perubahannya itu pada.” __ __ __ 110 _“Persero yang tidak boleh diprivatisasi adalah: _ a. Persero yang bergerak dalam industry pengolahan sumber daya alam yang produknya merupakan hajat hidup orang banyak dan terkait langsung dengan perekonomian nasional b. Persero yang dinyatakan sehat dan berkinerja baik serta sedang memberikan kontribusi yang nyata pada penerimaan negara.” III. PETITUM DPR Bahwa berdasarkan keterangan tersebut di atas, DPR memohon agar kiranya, Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Konstitusi memberikan amar putusan sebagai berikut:
Menyatakan bahwa Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum ( legal standing ) sehingga permohonan a quo harus dinyatakan tidak dapat diterima ( niet ontvankelijk verklaard );
Menolak permohonan a quo untuk seluruhnya;
Menerima keterangan DPR secara keseluruhan;
Menyatakan bahwa Pasal 77 huruf c dan d Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297) tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tetap memiliki kekuatan hukum mengikat. Apabila Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya ( ex aequo et bono ). [2.4] Menimbang bahwa terhadap permohonan Pemohon tersebut, Presiden telah memberikan keterangan dalam persidangan tanggal 14 Oktober 2020 yang dilengkapi dengan keterangan tertulis yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah tanggal 12 Oktober 2020, serta tambahan keterangan tertulis bertanggal yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah tanggal 11 Desember 2020 yang pada pokoknya sebagai berikut: I. POKOK PERMOHONAN PEMOHON Bahwa ketentuan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN menurut Pemohon bertentangan dengan ketentuan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI 1945 sepanjang larangan privatisasi dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d hanya 111 diberlakukan secara limitatif terhadap Persero dan tidak diberlakukan juga terhadap Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero dengan alasan sebagai berikut:
Apabila larangan privatisasi dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN hanya diberlakukan secara limitatif terhadap Persero dan tidak diberlakukan juga terhadap Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero, maka akan berpotensi terjadinya privatisasi bahkan hilangnya eksistensi terhadap Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero, karena Anak Perusahaan dari Perusahaan Persero tersebut bukanlah suatu Perusahaan Persero melainkan Perseroan Terbatas biasa. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero tersebut seluruh dan/atau sebagian besar sahamnya dapat dikuasai oleh swasta/perorangan akibat dari tindakan privatisasi Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero.
Ketentuan dalam Pasal 5 ayat (4) dan ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (selanjutnya disebut PP 35/2004), yang menyatakan bahwa PT Pertamina (Persero) hanya dapat mengajukan permohonan untuk mendapatkan wilayah kerja apabila sahamnya masih 100% (seratus persen) dimiliki negara merupakan bentuk pelaksanaan amanat Pasal 33 UUD 1945 yang menyatakan cabang-cabang produksi yang penting dan sumber daya alam harus dikuasai oleh negara sepenuhnya, tidak dibagi-bagi dengan swasta/ perorangan, dengan tujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Telah terjadi unbundling Pertamina karena seluruh bisnis inti ( core business ) dari hulu ke hilir, dari eksplorasi hingga pemasaran, telah dilakukan secara terpisah/tidak terintegrasi oleh sub holding /anak perusahaan yang berbeda- beda dari PT Pertamina (Persero) yang merupakan Perseroan Terbatas Biasa. Unbundling pada BUMN yang mengelola cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak berpotensi untuk dilakukan pelepasan seluruh atau sebagian besar saham anak-anak perusahaan BUMN tersebut kepada swasta/perorangan (privatisasi) di mana hal tersebut berpotensi menghilangkan hak menguasai negara. Selain itu, berpotensi juga menjadi persaingan bisnis antar sektor usaha badan usaha yang berbeda. 112 II. KEDUDUKAN HUKUM ( LEGAL STANDING ) PEMOHON Bahwa Pasal 51 ayat (1) UU MK telah jelas mengatur Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang, yang meliputi:
Perorangan Warga Negara Indonesia;
Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang;
Badan hukum publik atau privat; atau
Lembaga Negara. Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut, agar Pemohon memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) untuk mengajukan suatu permohonan uji materiil Undang-Undang terhadap UUD 1945, maka harus dibuktikan bahwa:
Pemohon memenuhi kualifikasi untuk mengajukan permohonan sesuai dengan ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU MK; dan
Hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon dirugikan akibat berlakunya Undang-Undang yang diuji. Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 006/PUU-III/2005 dan Putusan Nomor 010/PUU-III/2005 telah berpendapat bahwa kerugian konstitusional yang timbul karena berlakunya suatu Undang-Undang menurut Pasal 51 ayat (1) UU MK harus memenuhi 5 (lima) syarat kumulatif, yaitu:
Adanya hak konstitusional Pemohon yang diberikan oleh UUD 1945;
Adanya hak konstitusional Pemohon tersebut dianggap oleh Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-Undang yang diuji;
Kerugian konstitusional Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidak-tidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;
Adanya hubungan sebab akibat ( causal verband ) antara kerugian dan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan untuk diuji; dan
Adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi. Dalam perkara a quo ini, ijinkan Pemerintah memberikan tanggapan terhadap kedudukan hukum ( legal standing) Pemohon yaitu bahwa menurut Pemerintah, 113 Pemohon dalam hal ini tidak dalam posisi dirugikan, dikurangi, atau setidak- tidaknya dihalang-halangi hak konstitusionalnya dengan keberlakuan ketentuan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN dengan alasan sebagai berikut:
Tidak ada hak konstitusional Pemohon yang dirugikan atas berlakunya ketentuan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN dengan alasan sebagai berikut:
Pemohon mempunyai hak konstitusional sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI 1945, bahwa Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI 1945 pada intinya mengatur hak menguasai negara atas cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dan hak menguasai negara atas bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya yang dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;
Tetapi Pemohon dalam permohonan a quo mendalilkan bahwa kerugian hak konstitusional Pemohon karena keberlakuan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN bahwa perusahaan Pemohon yang merupakan Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero (BUMN) yang bergerak di usaha pengelolaan sumber daya alam minyak dan gas bumi (selanjutnya disebut migas) terancam diprivatisasi. Sedangkan Pemohon berharap dengan dimasukkannya perusahaan Pemohon yang merupakan Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero ke dalam ketentuan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN akan mengakibatkan perusahaan Pemohon tidak dapat dilakukan privatisasi.
Bentuk penguasaan negara dalam ketentuan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI 1945 diamanatkan agar dilakukan melalui penguasaan negara secara langsung atau dengan cara membentuk BUMN. Sedangkan Pemohon dalam permohonannya justru berusaha menambah norma yang pada intinya menjadikan perusahaan Pemohon yang merupakan Perseroan Terbatas (karena merupakan Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero) menjadi diperlakukan sama dengan BUMN dalam hal tidak dapat diprivatisasi. Hal ini menunjukkan bahwa fokus atau kekhawatiran utama yang didalilkan oleh Pemohon adalah “agar Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero tidak 114 dapat diprivatisasi” dan bukan pada usaha melindungi hak menguasai negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI 1945.
Antara kerugian yang didalilkan oleh Pemohon dengan keberlakuan ketentuan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN tidak mempunyai hubungan sebab akibat ( causal verband ) karena ketentuan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI 1945 mengamanatkan hak menguasai ada di tangan negara yang kemudian diimplementasikan ke dalam pembentukan BUMN, sedangkan perusahaan Pemohon bukanlah BUMN karena merupakan Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero yang tunduk pada pengaturan mengenai Perseroan Terbatas.
Kerugian konstitusional yang didalilkan oleh Pemohon tidak bersifat spesifik dengan alasan bahwa di satu sisi Pemohon menggunakan ketentuan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI 1945 dalam mendasarkan hak konstitusionalnya dirugikan karena ketentuan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN yang dianggap akan meniadakan hak menguasai negara, namun dalam permohonannya berulang kali Pemohon menyampaikan bahwa dirinya khawatir perusahaan tempat dirinya bekerja diprivatisasi. Sehingga patut dipertanyakan apakah kerugian Pemohon terkait dengan potensi ketiadaan hak menguasai negara atau kekhawatiran perusahaan Pemohon akan diprivatisasi? 4. Terkait dengan kerugian Pemohon dalam mendapatkan kualitas hidup dan kesejahteraan Pemohon atas berlakunya ketentuan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN, hal tersebut hanyalah merupakan dalil kerugian Pemohon yang tidak berdasar, dengan alasan sebagai berikut:
Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 tidak diperuntukkan untuk menjamin kualitas hidup dan kesejahteraan Pemohon. Bahwa Pemohon tidak menjadikan sebagai batu uji Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan “ Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan ”, sehingga tidak relevan keberlakuan ketentuan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN menyebabkan kualitas hidup dan kesejahteraan pegawai Perusahaan Grup PT Pertamina (Persero)/BUMN beserta keluarganya akan tidak 115 terjamin apabila anak-anak perusahaan PT Pertamina (Persero)/BUMN tidak dikontrol dengan baik oleh Negara.
Penjualan saham anak perusahaan kepada pihak lain bukan merupakan privatisasi, karena yang dijual adalah saham anak perusahaan, bukan saham Persero. Hal ini sesuai dengan Pasal 1 angka 12 UU BUMN yang menyatakan: “ Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat ”.
Kelangsungan bisnis dan eksistensi PT Pertamina (Persero) tidak terancam. Penjualan saham anak perusahaan PT Pertamina (Persero) harus didasarkan pada perhitungan/kajian bisnis yang bertujuan meningkatkan kemampuan/kinerja dan nilai perusahaan, dalam hal ini anak perusahaan, yang pada akhirnya mendukung kinerja PT Pertamina (Persero). Penjualan saham anak perusahaan PT Pertamina (Persero) harus dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perseroan terbatas dan peraturan perundang- undangan lainnya termasuk di bidang ketenagakerjaan.
Penjualan saham anak perusahaan tidak menyebabkan kemakmuran hanya untuk sebesar-besarnya kemakmuran swasta/perorangan. Kemakmuran harus diartikan secara luas, tidak terbatas pada keuntungan yang diperoleh perusahaan dalam hal ini Anak Perusahaan dan PT Pertamina (Persero) saja, namun kemakmuran yang dirasakan oleh masyarakat melalui antara lain penerimaan pajak, ketersediaan barang dan jasa di bidang migas. Seandainya dilakukan penjualan saham anak perusahaan yang telah melalui perhitungan/kajian bisnis yang bertujuan meningkatkan kemampuan/kinerja dan nilai anak perusahaan serta mendukung kinerja PT Pertamina (Persero), maka kegiatan PT Pertamina (Persero) dan anak perusahaannya secara langsung dan tidak langsung akan meningkatkan kemakmuran bagi karyawan dan masyarakat, bukan hanya swasta atau perorangan. 116 5. Dalam menguraikan kerugian terhadap hak konstitusionalnya di atas, Pemohon hanya mendasarinya dengan kekhawatiran dan asumsi yang tidak berdasar. Meskipun Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 006/PUU-III/2005 dan Putusan Nomor 010/PUU-III/2005 telah berpendapat bahwa kerugian konstitusional yang timbul karena berlakunya suatu Undang-Undang menurut Pasal 51 ayat (1) UU MK salah satunya adalah “ kerugian konstitusional Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidak-tidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi ”, namun bukan berarti syarat kerugian tersebut dapat terpenuhi dengan mendasarkannya hanya pada kekhawatiran dan asumsi yang tak berdasar. Berdasarkan hal tersebut di atas, Pemerintah berpendapat Pemohon dalam permohonan ini tidak memenuhi kualifikasi sebagai pihak yang memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) sebagaimana ditentukan dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011, maupun berdasarkan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi terdahulu ( vide Putusan Nomor: 006/PUU-III/2005 dan Putusan Nomor 11/PUU-V/2007). Oleh karena itu, menurut Pemerintah adalah tepat dan beralasan dan sudah sepatutnyalah jika Ketua dan Majelis Hakim Konstitusi secara bijaksana menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). __ Namun demikian Pemerintah dalam hal ini menyerahkan sepenuhnya kepada Yang Mulia Ketua/Majelis Hakim Konstitusi yang memeriksa perkara a quo untuk mempertimbangkan dan menilai apakah Pemohon memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) atau tidak. III. KETERANGAN PEMERINTAH ATAS MATERI PERMOHONAN YANG DIMOHONKAN UNTUK DIUJI Sebelum Pemerintah menyampaikan keterangan terkait norma materi muatan yang dimohonkan untuk diuji oleh Pemohon, Pemerintah terlebih dahulu menyampaikan landasan filosofis UU BUMN sebagai berikut: 117 Sesuai dengan angka IV Penjelasan Umum UU BUMN yang menyatakan: “ Untuk dapat mengoptimalkan perannya dan mampu mempertahankan keberadaannya dalam perkembangan ekonomi dunia yang semakin terbuka dan kompetitif, BUMN perlu menumbuhkan budaya korporasi dan profesionalisme antara lain melalui pembenahan pengurusan dan pengawasannya. Pengurusan dan pengawasan BUMN harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip tata-kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Peningkatan efisiensi dan produktifitas BUMN harus dilakukan melalui langkah-langkah restrukturisasi dan privatisasi. Restrukturisasi sektoral dilakukan untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif sehingga tercapai efisiensi dan pelayanan yang optimal. Sedangkan restrukturisasi perusahaan yang meliputi penataan kembali bentuk badan usaha, kegiatan usaha, organisasi, manajemen, dan keuangan. Privatisasi bukan semata- mata dimaknai sebagai penjualan perusahaan, melainkan menjadi alat dan cara pembenahan BUMN untuk mencapai beberapa sasaran sekaligus, termasuk didalamnya adalah peningkatan kinerja dan nilai tambah perusahaan, perbaikan struktur keuangan dan manajemen, penciptaan struktur industri yang sehat dan kompetitif, pemberdayaan BUMN yang mampu bersaing dan berorientasi global, penyebaran kepemilikan oleh publik serta pengembangan pasar modal domestik. Dengan dilakukannya privatisasi BUMN, bukan berarti kendali atau kedaulatan negara atas BUMN yang bersangkutan menjadi berkurang atau hilang karena sebagaimana dinyatakan di atas, negara tetap menjalankan fungsi penguasaan melalui regulasi sektoral dimana BUMN yang diprivatisasi melaksanakan kegiatan usahanya. ” Berdasarkan angka IV Penjelasan Umum UU BUMN tersebut di atas, sebagai upaya untuk meningkatkan efisiensi dan produktifitas BUMN, dapat dilakukan restrukturisasi dan privatisasi. Salah satu bentuk restrukturisasi perusahaan dilakukan melalui pembentukan holding BUMN, yaitu mengalihkan kepemilikan negara pada satu atau beberapa BUMN menjadi tambahan modal saham negara pada satu BUMN lainnya, sehingga BUMN tersebut menjadi holding (induk). Sebagaimana dinyatakan dalam pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 001-021-022/PUU-I/2003 yang menyatakan sebagai berikut: “ Menimbang bahwa Mahkamah berpendapat pembuat undang-undang juga menilai bahwa tenaga listrik hingga saat ini masih merupakan cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, sehingga oleh karenanya menurut Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 harus tetap dikuasai oleh negara, dalam arti harus dikelola oleh negara melalui perusahaan negara yang didanai oleh pemerintah (negara) atau dengan kemitraan bersama swasta nasional atau asing yang menyertakan dana pinjaman dari dalam dan luar negeri atau dengan melibatkan modal swasta nasional/asing dengan sistem kemitraan yang baik dan saling menguntungkan. Hal ini berarti bahwa hanya BUMN yang boleh mengelola 118 usaha tenaga listrik, sedangkan perusahaan swasta nasional atau asing hanya ikut serta apabila diajak kerjasama oleh BUMN, baik dengan kemitraan, penyertaan saham, pinjaman modal dan lain-lain. Persoalannya adalah apakah yang dimaksud dengan perusahaan negara pengelola tenaga listrik hanyalah BUMN, dalam hal ini PLN, ataukah bisa dibagi dengan perusahaan negara yang lain, bahkan dengan perusahaan daerah (BUMD) sesuai dengan semangat otonomi daerah? Mahkamah berpendapat, jika PLN memang masih mampu dan bisa lebih efisien, tidak ada salahnya jika tugas itu tetap diberikan kepada PLN, tetapi jika tidak, dapat juga berbagi tugas dengan BUMN lainnya atau BUMD dengan PLN sebagai “holding company”. ” Berdasarkan pertimbangan Mahkamah Konstitusi tersebut di atas, maka pembentukan holding company adalah salah satu bentuk penguatan BUMN, khususnya dalam rangka melaksanakan penugasan yang diberikan oleh Pemerintah kepada BUMN selaku agen pembangunan ( agent of development), dimana penguatan BUMN tersebut dapat mempergunakan potensi BUMN lain dengan bersinergi, sehingga tidak lagi membebani APBN. Mengingat untuk pembentukan holding merupakan pengalihan saham milik negara pada BUMN lain (kekayaan negara yang sudah dipisahkan), sehingga tidak lagi membebani APBN atau tidak ada lagi pemisahan kekayaan negara dari APBN, maka untuk melakukan pembentukan holding tidak lagi dilakukan melalui mekanisme APBN. Namun demikian, pembentukan holding tetap harus melalui kajian Pemerintah dan ditetapkan melalui PP (Pasal 2A, Pasal 3 PP 44/2005 jo . PP 72/2016). Sedangkan privatisasi semata-mata bukan dimaknai sebagai penjualan perusahaan, melainkan alat dan cara pembenahan BUMN dengan kepesertaan modal mitra strategis atau investor lainnya, termasuk investor finansial, manajemen dan/atau karyawan BUMN. Namun demikian tidak semua BUMN dapat diprivatisasi. Privatisasi menurut ketentuan Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005 tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) (selanjutnya disebut PP 33/2005) diartikan sebagai penjualan saham persero baik sebagian atau seluruhnya kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi masyarakat serta memperluas kepemilikan saham oleh masyarakat. 119 BUMN yang akan diprivatisasi haruslah dipastikan tidak termasuk dalam BUMN yang dilarang privatisasinya oleh ketentuan peraturan perundangan-undangan sektoral, (yaitu peraturan perundang-undangan yang mengatur kegiatan usaha yang dilakukan oleh BUMN yang bersangkutan). Peraturan perundang- undangan sektoral tersebut tentunya ditetapkan berdasarkan kewenangan Pemerintah (Menteri Teknis/Sektoral dalam hal berbentuk PP atau Peraturan Menteri), atau berdasarkan kesepakatan antara Pemerintah dengan DPR selaku pembuat Undang-Undang. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa Menteri BUMN tidak dapat dengan semena-mena menetapkan privatisasi suatu BUMN. Pasal 77 UU BUMN mengatur bahwa: “ _Persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah: _ a. Persero yang bidang usahanya berdasarkan ketentuan peraturan _perundang-undangan hanya boleh dikelola oleh BUMN; _ b. Persero yang bergerak di sektor usaha yang berkaitan dengan _pertahanan dan keamanan negara; _ c. Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang _berkaitan dengan kepentingan masyarakat; _ d. Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi. ” Sehubungan dengan dalil Pemohon dalam permohonannya, Pemerintah memberikan tanggapan sebagai berikut:
Terhadap dalil Pemohon yang menyatakan apabila larangan privatisasi dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN hanya diberlakukan secara limitatif terhadap Persero dan tidak diberlakukan juga terhadap Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero, maka akan berpotensi terjadinya privatisasi bahkan hilangnya eksistensi terhadap Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero, karena Anak Perusahaan dari Perusahaan Persero tersebut bukanlah suatu Perusahaan Persero melainkan Perseroan Terbatas biasa. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero tersebut seluruh dan/atau sebagian besar sahamnya dapat dikuasai oleh swasta/perorangan akibat dari tindakan privatisasi Perusahaan milik Persero/Anak Perusahaan Persero, Pemerintah memberikan keterangan sebagai berikut: 120 Privatisasi Tidak Dilakukan Terhadap Anak Perusahaan a. Penjualan saham anak perusahaan kepada pihak lain bukan merupakan privatisasi, karena yang dijual adalah saham anak perusahaan, bukan saham Persero . Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 12 UU BUMN yang menyatakan: “ Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat ”. Mengenai definisi dari Persero dapat dilihat dari ketentuan Pasal 1 angka 2 UU BUMN yang menyatakan: “ Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan .” Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat dipahami bahwa PT Pertamina (Persero) merupakan BUMN Persero karena seluruh sahamnya dimiliki oleh Negara, sedangkan anak perusahaan PT Pertamina (Persero) bukanlah BUMN Persero, karena paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya tidak dimiliki oleh Negara. Saham PT Pertamina (Persero) dimiliki oleh Negara, sedangkan saham Anak perusahaan PT Pertamina (Persero) merupakan saham milik PT Pertamina (Persero). Perbedaan subyek pemilik saham tersebut mengakibatkan perbedaan pemberlakuan hukum antara BUMN Persero (dalam hal ini PT Pertamina (Persero)) dengan Anak Perusahaannya, yaitu untuk Persero berlaku ketentuan mengenai BUMN dan Perseroan Terbatas sedangkan untuk Anak Perusahaannya berlaku ketentuan mengenai Perseroan Terbatas. Pemohon juga telah menyadari bahwa anak perusahaan PT Pertamina (Persero) bukanlah BUMN Persero. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa penjualan saham BUMN Persero disebut privatisasi yang tunduk dalam ketentuan UU BUMN dan 121 Perseroan Terbatas, sedangkan penjualan saham anak perusahaannya tunduk pada ketentuan di bidang perseroan terbatas. Penegasan bahwa anak perusahaan BUMN bukan merupakan BUMN juga dapat dilihat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan permohonan uji materiil Nomor 01/PHPU- PRES/XVII/2019, dimana dalam pertimbangan hukum Majelis halaman 1936 menyatakan sebagai berikut: Bahwa Pasal 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) mendefinisikan BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Berdasarkan definisi tersebut maka untuk dapat mengetahui apakah Bank BNI Syariah dan Bank Syariah Mandiri merupakan BUMN atau bukan salah satunya adalah dengan cara mengetahui komposisi modal _atau saham dari kedua bank tersebut; _ Bahwa modal atau saham Bank BNI Syariah dimiliki oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk dan PT BNI Life Insurance (bukti PT-20). Adapun komposisi pemegang saham Bank Syariah Mandiri adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dan PT Mandiri Sekuritas (bukti PT-21). Dengan demikian, oleh karena tidak ada modal atau saham dari negara yang bersifat langsung yang jumlahnya sebagian besar dimiliki oleh negara maka kedua bank tersebut tidak dapat didefinisikan sebagai BUMN, melainkan berstatus anak perusahaan BUMN karena didirikan melalui penyertaan saham yang dimiliki oleh BUMN atau dengan kata lain modal atau saham kedua bank tersebut sebagian besar dimiliki _oleh BUMN; _ Pelaksanaan Penguasaan Negara Tidak Dilakukan oleh Anak Perusahaan BUMN/Persero a. Penguasaan negara terhadap cabang-cabang yang penting oleh negara dilakukan oleh negara dan/atau BUMN, bukan oleh anak perusahaan .
Penguasaan cabang-cabang yang penting oleh Negara, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (selanjutnya disebut UU Migas) yang pada intinya menyatakan bahwa sektor migas sebagai sumber daya alam strategis dikuasasi oleh negara, diselenggarakan oleh Pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan dengan membentuk Badan Pelaksana. 122 Konstitusionalitas ketentuan dimaksud juga telah dikuatkan oleh Mahkamah Konstitusi melalui pertimbangan majelis pada halaman 223 dan 224 butir 2 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 002/PUU- I/2003 yang menyatakan: “ Pemohon mendalilkan bahwa pengertian Kuasa Pertambangan dalam Pasal 1 angka 5 undang-undang a quo yang hanya mencakup kegiatan eksplorasi dan eksploitasi, sementara kegiatan pemurnian/pengilangan, pengangkutan, dan penjualan bahan bakar minyak tidak termasuk di dalamnya, bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945. Menurut Pemohon, ketentuan Pasal 1 angka 5 tersebut telah meniadakan penguasaan oleh negara atas cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak. Terhadap dalil Pemohon ini, Mahkamah berpendapat, untuk menilai ada tidaknya penguasaan oleh negara, pasal dimaksud tidak dapat dinilai secara berdiri sendiri melainkan harus dihubungkan dengan pasal-pasal lain secara sistematis. Pasal 1 angka 5 undang- undang a quo yang berbunyi, “Kuasa Pertambangan adalah wewenang yang diberikan Negara kepada Pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi”, hanyalah memberikan pengertian tentang Kuasa Pertambangan dan sama sekali belum menggambarkan implementasi pengertian “dikuasai oleh negara” dalam Pasal 33 UUD 1945. Lagipula, dalam hubungannya dengan minyak dan gas bumi, yang juga harus dinilai adalah bahwa tujuan penguasaan oleh negara itu, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, bukanlah untuk penguasaan an sich melainkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, dalam memeriksa dalil Pemohon ini, Mahkamah harus mempertimbangkan secara sistematis konteks pengertian Kuasa Pertambangan dimaksud tatkala diimplementasikan dalam pasal- pasal lain dari undang-undang a quo. Jika pengertian Kuasa Pertambangan dimaksud dihubungkan dengan ketentuan Pasal 4 ayat (1), (2), (3), Pasal 6 ayat (1), (2), dan Pasal 7 ayat (1) _tampak jelas hal-hal sebagai berikut: _ - _bahwa minyak dan gas bumi dikuasai oleh negara; _ - penyelenggara penguasaan oleh negara dimaksud adalah _Pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan; _ - Pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan membentuk Badan Pelaksana, yaitu suatu badan yang dibentuk untuk melakukan pengendalian Kegiatan Usaha _Hulu di bidang minyak dan gas bumi (Pasal 1 angka 23); _ - Pelaksanaan kegiatan usaha eksplorasi dan eksploitasi (Kegiatan Usaha Hulu) dilaksanakan dan dikendalikan melalui Kontrak Kerja Sama, yaitu Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi yang lebih menguntungkan Negara dan 123 hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran _rakyat (Pasal 1 angka 19); _ - Kontrak Kerja Sama dimaksud, paling sedikit harus memuat persyaratan: (a) kepemilikan sumber daya alam tetap di tangan Pemerintah sampai pada titik penyerahan (yaitu titik penjualan minyak atau gas bumi); (b) pengendalian manajemen operasi berada pada Badan Pelaksana; (c) modal dan risiko ditanggung Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap. Yang dimaksud “pengendalian manajemen operasi” menurut Penjelasan Pasal 6 ayat (2) adalah pemberian persetujuan atas rencana kerja dan anggaran, rencana pengembangan lapangan, serta pengawasan _terhadap realisasi dari rencana tersebut; _ - Pelaksanaan kegiatan pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan niaga (Kegiatan Usaha Hilir) dilaksanakan _dengan Izin Usaha; _ Uraian di atas menunjukkan bahwa semua unsur yang terkandung dalam pengertian “penguasaan oleh negara”, yaitu mengatur (regelen), mengurus (bestuuren), mengelola (beheeren), dan mengawasi (toezichthouden) masih tetap berada di tangan Pemerintah, sebagai penyelenggara “penguasaan oleh negara” dimaksud, atau badan-badan yang dibentuk untuk tujuan itu. Oleh karena itu, Mahkamah berpendapat, dalil Pemohon harus dinyatakan tidak beralasan dan karenanya harus ditolak .” 2) Penguasaan cabang-cabang yang penting oleh BUMN, hal ini sesuai dengan Pertimbangan Majelis Hakim halaman 110 dan 111 butir 3.17 pada Nomor 36/PUU-X/2012 “Posisi BUMN [3.17] Menimbang bahwa Pemohon mendalilkan Pasal 9 UU Migas sepanjang kata “dapat” bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945. Menurut Pemohon, ketentuan tersebut menunjukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) hanya menjadi salah satu pemain saja dalam pengelolaan Migas, dan BUMN harus bersaing di negaranya sendiri untuk dapat mengelola Migas. Menurut Mahkamah Pasal 9 UU Migas a quo dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada perusahaan nasional baik Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi, usaha kecil, badan usaha swasta untuk berpartispasi dalam kegiatan usaha minyak dan gas bumi. Mahkamah dalam putusan Nomor 002/PUU-I/2003, tanggal 21 Desember 2004 telah mempertimbangkan, antara lain, “.... harus mendahulukan (voorrecht) Badan Usaha Milik Negara. Karena itu, Mahkamah menyarankan agar jaminan hak mendahulukan dimaksud diatur dalam Peraturan Pemerintah sebagaimana mestinya”. Lagi pula dengan dinyatakan bahwa semua ketentuan mengenai BP Migas dalam Undang-Undang a quo bertentangan 124 dengan konstitusi sebagaimana dipertimbangan dalam paragraf [3.13.1] sampai dengan paragraf [3.13.5], maka posisi BUMN menjadi sangat strategis karena akan mendapatkan hak pengelolaan dari Pemerintah dalam bentuk izin pengelolaan atau bentuk lainnya dalam usaha hulu Migas. Dengan demikian, anggapan Pemohon bahwa BUMN harus bersaing di negaranya sendiri merupakan dalil yang tidak tepat. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, menurut Mahkamah, dalil _Pemohon tersebut tidak beralasan menurut hukum;
”_ BUMN/Persero Yang Dapat Diprivatisasi dan BUMN/Persero Yang Tidak Dapat Diprivatisasi a. Bahwa salah satu titik berat permohonan Pemohon menurut Pemerintah adalah pada dapat atau tidaknya suatu BUMN diprivatisasi. Untuk memahami dan membedakan mana BUMN yang dapat diprivatisasi dan mana BUMN yang tidak dapat diprivatisasi, Pemerintah merasa perlu untuk menjelaskan ketentuan Pasal 76 dan Pasal 77 UU BUMN yang menyatakan sebagai berikut: Pasal 76 (1) Persero yang dapat diprivatisasi harus sekurang-kurangnya _memenuhi kriteria: _ _a. industri/sektor usahanya kompetitif; atau _ b. industri/sektor usaha yang unsur teknologinya cepat berubah. (2) Sebagian aset atau kegiatan dari Persero yang melaksanakan kewajiban pelayanan umum dan/atau yang berdasarkan Undang-undang kegiatan usahanya harus dilakukan oleh BUMN, dapat dipisahkan untuk dijadikan penyertaan dalam pendirian perusahaan untuk selanjutnya apabila diperlukan dapat diprivatisasi. Penjelasan ayat (1) Yang dimaksud dengan industri/sektor usaha kompetitif adalah industri/sektor usaha yang pada dasarnya dapat diusahakan oleh siapa saja, baik BUMN maupun swasta. Dengan kata lain tidak ada peraturan perundang-undangan (kebijakan sektoral) yang melarang swasta melakukan kegiatan di sektor tersebut, atau tegasnya sektor tersebut tidak semata-mata dikhususkan untuk BUMN. Yang dimaksud dengan industri/sektor usaha yang unsur teknologi cepat berubah adalah industri/sektor usaha kompetitif dengan ciri utama terjadinya perubahan teknologi yang sangat cepat dan memerlukan investasi yang sangat besar untuk mengganti teknologinya. __ 125 Pasal 77 _Persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah: _ a. Persero yang bidang usahanya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya boleh dikelola oleh _BUMN; _ b. Persero yang bergerak di sektor usaha yang berkaitan dengan _pertahanan dan keamanan negara; _ c. Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu _yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat; _ d. Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan dilarang untuk diprivatisasi. b. Dari ketentuan tersebut, maka sangat jelas bahwa UU BUMN telah memahami pentingnya penguasaan negara melalui BUMN untuk melaksanakan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI 1945 yang menyatakan: Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI 1945 (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. c. Untuk itu, BUMN/Persero yang dapat diprivatisasi haruslah BUMN/Persero yang industri/sektor usahanya kompetitif atau industri/sektor usaha yang unsur teknologinya cepat berubah. Industri/sektor usaha kompetitif adalah yang pada dasarnya dapat diusahakan oleh siapa saja, baik BUMN maupun swasta, atau dengan kata lain tidak ada peraturan perundang-undangan (kebijakan sektoral) yang melarang swasta melakukan kegiatan di sektor tersebut, atau tegasnya sektor tersebut tidak semata-mata dikhususkan untuk BUMN. Yang dimaksud dengan industri/sektor usaha yang unsur teknologi cepat berubah adalah industri/sektor usaha kompetitif dengan ciri utama terjadinya perubahan teknologi yang sangat cepat dan memerlukan investasi yang sangat besar untuk mengganti teknologinya. 126 d. Penafsiran atas sektor mana yang wajib untuk mempertahankan keberadaan BUMN di dalamnya, diserahkan kepada peraturan perundang-undangan sektoral itu sendiri. Hal itu didasari pemahaman bahwa tidak semua sektor usaha merupakan sektor yang strategis untuk dikuasai oleh Negara melalui BUMN, dan dari waktu ke waktu senantiasa terjadi perubahan. Di samping itu, dipahami pula kepentingan negara untuk mempertahankan BUMN yang melaksanakan penugasan Pemerintah. Hal ini terlihat sangat tegas diatur dalam Pasal 77 UU BUMN e. Bahwa karena Pasal 76 ayat (1) UU BUMN merujuk kepada Undang- Undang sektoral, maka Pemerintah dalam hal ini akan merujuk pada UU Migas sesuai dengan sektor usaha dari perusahaan Pemohon bekerja. Berikut ini ketentuan UU Migas yang menjadi rujukan Pemerintah: Pasal 1 angka 17 dan angka 18 UU Migas _Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: _ 17. Badan Usaha adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang menjalankan jenis usaha bersifat tetap, terus-menerus dan didirikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara _Kesatuan Republik Indonesia; _ 18. Bentuk Usaha Tetap adalah badan usaha yang didirikan dan berbadan hukum di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan kegiatan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan wajib mematuhi peraturan _perundang-undangan yang berlaku di Republik Indonesia; _ Pasal 5 UU Migas _Kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi terdiri atas: _ _1. Kegiatan Usaha Hulu yang mencakup: _ _a. Eksplorasi; _ b. Eksploitasi. _2. Kegiatan Usaha Hilir yang mencakup: _ _a. Pengolahan; _ _b. Pengangkutan; _ _c. Penyimpanan; _ d. Niaga. 127 Pasal 9 UU Migas (1) Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 1 dan angka 2 dapat dilaksanakan _oleh: _ _a. badan usaha milik negara; _ _b. badan usaha milik daerah; _ _c. koperasi; _ d. badan usaha swasta. (2) Bentuk Usaha Tetap hanya dapat melaksanakan Kegiatan Usaha Hulu. f. Berdasarkan ketentuan Pasal 5 dan Pasal 9 UU Migas di atas, kegiatan usaha migas bukan merupakan sektor usaha yang semata-mata dikhususkan untuk BUMN saja, sehingga sektor usaha migas termasuk ke dalam sektor usaha kompetitif sebagaimana diatur di dalam ketentuan Pasal 76 ayat (1) UU BUMN beserta penjelasannya, karena ada badan usaha lainnya yang dapat ikut serta melaksanakannya.
Bahwa hal tersebut juga diperkuat oleh pertimbangan Mahkamah Konstitusi atas pengujian UU Migas pada halaman 110 dan halaman 111 butir 3.17 Putusan MK Nomor 36/PUU-X/2012 sebagai berikut: [3.17] Menimbang bahwa Pemohon mendalilkan Pasal 9 UU Migas sepanjang kata “dapat” bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945. Menurut Pemohon, ketentuan tersebut menunjukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) hanya menjadi salah satu pemain saja dalam pengelolaan Migas, dan BUMN harus bersaing di negaranya sendiri untuk dapat mengelola Migas. Menurut Mahkamah Pasal 9 UU Migas a quo dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada perusahaan nasional baik Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi, usaha kecil, badan usaha swasta untuk berpartispasi dalam kegiatan usaha minyak dan gas bumi. Mahkamah dalam putusan Nomor 002/PUU-I/2003, tanggal 21 Desember 2004 telah mempertimbangkan, antara lain, “.... harus mendahulukan (voorrecht) Badan Usaha Milik Negara. Karena itu, Mahkamah menyarankan agar jaminan hak mendahulukan dimaksud diatur dalam Peraturan Pemerintah sebagaimana mestinya”. Lagi pula dengan dinyatakan bahwa semua ketentuan mengenai BP Migas dalam Undang-Undang a quo bertentangan dengan konstitusi sebagaimana dipertimbangan dalam paragraf [3.13.1] sampai dengan paragraf [3.13.5], maka posisi BUMN menjadi sangat strategis karena akan mendapatkan hak pengelolaan dari Pemerintah dalam bentuk izin pengelolaan atau bentuk lainnya dalam usaha hulu Migas. Dengan demikian, anggapan Pemohon 128 bahwa BUMN harus bersaing di negaranya sendiri merupakan dalil yang tidak tepat. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, menurut Mahkamah, dalil Pemohon tersebut tidak beralasan menurut hukum. Terhadap anak perusahaan BUMN/Persero dapat dilakukan penjualan saham h. Sesuai dengan ketentuan Pasal 76 ayat (2) UU BUMN, terhadap BUMN/Persero yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan untuk dipertahankan dan BUMN/Persero yang melaksanakan penugasan Pemerintah, tetap dapat melakukan pemisahan sebagian asetnya untuk dijadikan anak perusahaan, dan selanjutnya anak perusahaan tersebut dapat dilakukan penjualan sahamnya. Jelas bahwa UU BUMN telah membolehkan BUMN Persero yang bergerak di bidang usaha yang penting bagi Negara, untuk membentuk anak perusahaan yang selanjutnya saham dapat dijual. Selanjutnya, dapat kami sampaikan pula bahwa PT Pertamina (Persero) memiliki anak perusahaan yang sebelumnya merupakan BUMN, yaitu PT Perusahaan Gas Negara Tbk (“PT PGN Tbk”). Negara masih memiliki saham seri A dwiwarna pada PT PGN Tbk. Berdasarkan Pasal 2A ayat (7) PP No.72 Tahun 2016, terhadap PT PGN Tbk masih terdapat perlakuan khusus, yaitu masih dapat diberikan penugasan oleh pemerintah dan mengelola sumber daya alam dengan perlakuan tertentu sebagaimana diberlakukan bagi BUMN. Di samping itu, PT Pertamina (Persero) memiliki anak perusahaan:
yang berasal dari pemisahan unit/aset PT Pertamina (Persero), 2) yang didirikan untuk melaksanakan tugas yang berdasarkan ketentuan harus dilaksanakan oleh entitas usaha tersendiri.
yang merupakan perusahaan baru lainnya yang didirikan untuk mendukung usaha PT Pertamina (Persero). Bagaimana nilai suatu anak perusahaan bagi induknya, merupakan suatu hal yang dari waktu ke waktu berpotensi berubah, sesuai dengan kajian usaha terhadap anak perusahaan . Sehingga, sangat tidak logis apabila suatu BUMN yang mengemban peran Pasal 33 UUD 1945 wajib 129 mempertahankan seluruh anak perusahaannya, apabila berdasarkan perkembangan zaman perlu melakukan restrukturisasi anak-anak perusahaannya termasuk dengan penjualan saham anak-anak perusahaan. Dalam sejarahnya, PT Pertamina (Persero) pernah melakukan penjualan saham anak perusahaannya, yaitu PT Elnusa, pada tahun 2008 melalui IPO. Setelah melakukan IPO terjadi peningkatan revenue selama 3 tahun berturut-turut sampai tahun 2011. Kemudian pada periode tahun 2011 – 2019 Elnusa tetap mampu membukukan pertumbuhan pendapatan dari Rp. 4.7 trilliun hingga Rp. 8.3 Trilliun dengan Laju Pertumbuhan Majemuk Tahunan (Compound Annual Growth Rate/CAGR) sebesar 7.5%. Bahkan dalam situasi ekonomi makro yang tidak stabil akibat pandemi di tahun 2020, PT Elnusa, Tbk masih mampu membagikan deviden kepada pemegang saham.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa BUMN/Persero yang merupakan induk dari perusahaan tempat Pemohon bekerja pada dasarnya merupakan BUMN yang bergerak dalam industri/usaha yang kompetitif sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 76 ayat (1) UU BUMN. Sehingga menjadi tidak relevan lagi ketika Pemohon menginginkan tambahan norma ke dalam ketentuan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN namun pada kenyataannya dirinya masuk dalam cakupan ketentuan Pasal 76 ayat (1) UU BUMN. Dengan demikian, dapat Pemerintah simpulkan bahwa ketentuan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN tidak dapat dan tidak diperlukan untuk diberlakukan terhadap penjualan saham anak perusahaan.
Terhadap dalil Pemohon yang menyatakan ketentuan dalam Pasal 5 ayat (4) dan ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (selanjutnya disebut PP 35/2004), yang menyatakan bahwa PT Pertamina (Persero) hanya dapat mengajukan permohonan untuk mendapatkan wilayah kerja apabila sahamnya masih 100% (seratus persen) dimiliki negara merupakan bentuk pelaksanaan amanat Pasal 33 UUD 1945 yang menyatakan cabang-cabang produksi yang penting dan sumber daya alam harus dikuasai oleh negara 130 sepenuhnya, tidak dibagi-bagi dengan swasta/perorangan, dengan tujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, Pemerintah memberikan keterangan sebagai berikut:
PT Pertamina (Persero) adalah BUMN yang 100% (seratus persen) sahamnya dimiliki oleh Negara. Apabila dikaitkan dengan ketentuan Pasal 5 ayat (4) dan ayat (5) PP 35/2004, maka tidak terdapat kendala dari sudut kepemilikan negara pada PT Pertamina (Persero) untuk mengajukan permohonan wilayah kerja kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Ketidakberlakuan Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN terhadap anak perusahaan PT Pertamina (Persero) tidak ada sangkut pautnya dengan syarat yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4) dan ayat (5) PP 35/2004.
Bahwa apabila PT Pertamina (Persero) mendapatkan wilayah kerja berdasarkan Pasal 5 ayat (4) dan ayat (5) PP 35/2004, dan dalam perjalanannya PT Pertamina (Persero) melakukan penjualan saham anak perusahaannya, hal ini tidak dapat dikatakan mengabaikan Pasal 33 UUD 1945, sehingga tidak boleh dibagi-bagi kepada swasta/perorangan. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa Penguasaan terhadap usaha migas dilakukan oleh Negara secara langsung dan dilakukan melalui BUMN, dalam hal ini PT Pertamina (Persero). Selanjutnya, Pasal 9 UU Migas dan Pertimbangan Majelis Hakim halaman 110 dan 111 butir 3.17 pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012 pada intinya menyatakan bahwa dalam bidang minyak dan gas bumi terbuka kesempatan bagi BUMN, badan usaha milik daerah, koperasi, dan badan usaha milik swasta. PT Pertamina (Persero) sebagai BUMN mendapat perlakuan diutamakan sebagai wujud penguasaan Negara dalam bidang migas. Di samping itu, apabila dilakukan penjualan saham anak perusahaan PT Pertamina (Persero), maka harus dilakukan berdasarkan kajian untuk meningkatkan kinerja anak perusahaan yang pada akhirnya meningkatkan kinerja PT Pertamina (Persero). Berdasarkan penjelasan tersebut Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN tidak dapat diberlakukan terhadap anak perusahaan PT Pertamina (Persero) dengan maksud menghalangi partisipasi swasta/perorangan. UU BUMN 131 menyerahkan sepenuhnya pengaturan mengenai partisipasi masyarakat dalam suatu bidang usaha untuk diatur dalam peraturan perundang- undangan yang mengatur bidang usaha tersebut.
Terhadap dalil Pemohon yang menyatakan telah terjadi unbundling Pertamina karena seluruh bisnis inti ( core business ) dari hulu ke hilir, dari eksplorasi hingga pemasaran, telah dilakukan secara terpisah/tidak terintegrasi oleh sub holding /anak perusahaan yang berbeda-beda dari PT Pertamina (Persero) yang merupakan Perseroan Terbatas Biasa. Unbundling pada BUMN yang mengelola cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak berpotensi untuk dilakukan pelepasan seluruh atau sebagian besar saham anak-anak perusahaan BUMN tersebut kepada swasta/perorangan (privatisasi) dimana hal tersebut berpotensi menghilangkan hak menguasai negara. Selain itu, berpotensi juga menjadi persaingan bisnis antar sektor usaha badan usaha yang berbeda, Pemerintah memberikan keterangan sebagai berikut:
Pemerintah memahami konsepsi penguasaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 UUD 1945, dan telah ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 002/PUU-I/2003, khususnya dalam Pertimbangan Majelis Hakim butir 2 halaman 223 dan 224 yang telah kami sampaikan di atas, yang pada intinya menyatakan “ bahwa semua unsur yang terkandung dalam pengertian “penguasaan oleh negara”, yaitu mengatur (regelen), mengurus (bestuuren), mengelola (beheeren), dan mengawasi (toezichthouden) masih tetap berada di tangan Pemerintah, sebagai penyelenggara “penguasaan oleh negara” dimaksud, atau badan-badan yang dibentuk untuk tujuan itu ”.
Bahwa yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) adalah melakukan restrukturisasi melalui pembentukan anak perusahaan sebagai sub holding , yaitu: Gas Subholding (PT PGN Tbk), Upstream Subholding (PT Pertamina Hulu Energi), Refinery & Petrochemical Subholding (PT Kilang Pertamina International), Power & NRE Subholding (PT Pertamina Power Indonesia), dan Commercial & Trading Subholding (PT Patra Niaga). Di samping itu, bisnis perkapalan akan dijalankan PT Pertamina International Shipping. Restrukturisasi ini bertujuan menjadi untuk meningkatkan efektivitas perusahaan. 132 PT Pertamina (Persero) apabila melakukan penjualan saham pada anak perusahaan, dalam hal ini subholding yang merupakan pendukung core business -nya, maka harus dilakukan berdasarkan kajian untuk meningkatkan kinerja anak perusahaan yang pada akhirnya meningkatkan kinerja PT Pertamina (Persero) dalam pelaksanaan kegiatan usaha pengelolaan migas.
Bahwa mengenai penguasaan Negara di bidang migas, kembali kami menegaskan bahwa hal tersebut dilakukan secara langsung oleh Negara dan dilakukan oleh Negara melalui BUMN, dalam hal ini oleh PT Pertamina (Persero), bukan dilakukan melalui anak perusahaan PT Pertamina (Persero). Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya bahwa Pasal 9 UU Migas dan Pertimbangan Majelis Hakim halaman 110 dan 111 butir 3.17 pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012 pada intinya menyatakan bahwa dalam bidang minyak dan gas bumi terbuka kesempatan bagi BUMN, badan usaha milik daerah, koperasi, dan badan usaha milik swasta. PT Pertamina (Persero) sebagai BUMN mendapat perlakuan diutamakan sebagai wujud penguasaan Negara dalam bidang migas. Berdasarkan penjelasan tersebut, Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN tidak dapat diberlakukan terhadap anak perusahaan PT Pertamina (Persero) dengan maksud menghalangi partisipasi swasta/perorangan. UU BUMN menyerahkan sepenuhnya pengaturan mengenai partisipasi masyarakat atau penguasaan negara dalam suatu bidang usaha untuk diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur bidang usaha tersebut. IV. PETITUM Berdasarkan penjelasan dan argumentasi tersebut di atas, Pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua/Majelis Hakim Konstitusi Republik Indonesia yang memeriksa, mengadili dan memutus permohonan pengujian ( constitusional review ) ketentuan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN terhadap UUD 1945, dapat memberikan putusan sebagai berikut: __ 1. Menyatakan bahwa Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum ( legal standing ); 133 2. Menolak permohonan pengujian Pemohon untuk seluruhnya atau setidak- tidaknya menyatakan permohonan pengujian Pemohon tidak dapat diterima ( niet onvankelijk verklaard );
Menerima Keterangan Presiden secara keseluruhan;
Menyatakan ketentuan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945, atau dalam hal Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi di Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang bijaksana dan yang seadil-adilnya ( ex aequo et bono ). KETERANGAN TAMBAHAN PRESIDEN I. Pertanyaan Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi Dr. Suhartoyo, S.H., M.H.
Terkait dengan salah satu kriteria Persero yang dapat diprivatisasi yaitu “industri atau sektor usahanya kompetitif” dan keterangan Pemerintah yang menyatakan Pemohon bekerja pada Perseroan yang kompetitif, mohon dijelaskan apakah sisi kompetitinya ada di induk perusahaan atau di anak perusahaan? Karena Pemohon dalam permohonannya mewakili pederasi. Penjelasan/Tanggapan:
Mengenai Pasal 76 ayat (1) huruf a UU BUMN yang menyatakan Persero yang dapat diprivatisasi harus sekurang-kurangnya memenuhi kriteria industri/sektor usahanya kompetitif, dapat kami sampaikan bahwa sesuai dengan Penjelasan Pasal 76 ayat (1) UU BUMN dinyatakan: “Yang dimaksud dengan industri/sektor usaha kompetitif adalah industri/sektor usaha yang pada dasarnya dapat diusahakan oleh siapa saja, baik BUMN maupun swasta. Dengan kata lain tidak ada peraturan perunsang-undangan (kebijakan sektoral) yang melarang swasta melakukan kegiatan di sektor tersebut, atau tegasnya sektor tersebut tidak semata-mata dikhususkan untuk BUMN. Yang dimaksud dengan industri/sektor usaha yang unsur teknologi cepat berubah adalah industri/sektor usaha kompetitif dengan ciri utama terjadinya perubahan teknologi yang sangat cepat dan memerlukan investasi yang sangat besar untuk mengganti teknologinya.” b. Selanjutnya, Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (selanjutnya disebut UU Migas) menyatakan: 134 “(1) Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasl 5 angka 1 dan angka 2 dapat dilaksanakan oleh:
Badan usaha milik negara;
Badan udaha milik daerah;
Koperasi;
Badan usaha swasta.” Berdasarkan ketentuan Pasal 76 ayat (1) huruf a UU BUMN dan Pasal 9 ayat (1) UU Migas, maka sisi kompetitifnya berada baik pada induk perusahaan maupun anak perusahaan, karena dalam industri/sektor usaha tersebut undang-undang sektoral telah membuka kesempatan kepada badan usaha lain untuk melakukan kegiatan usaha bersama-sama dengan BUMN. Namun demikian, Pasal 76 ayat (1) huruf a UU BUMN merupakan ketentuan yang hanya berlaku terhadap Persero.
Mengenai Federasi, mohon dijelaskan federasi apakah di level serikat yang mewakili setiap anak perusahaan atau di level sekumpulan anak perusahaan yang membentuk serikat yang kemudian di atasnya ada federasi? Penjelasan/Tanggapan: Federasi Serikar Pekerja Pertamina Bersatu pada dasarnya bukanlah wadah organisasi yang secara langsung menaungi pekerja PT Pertamina (Persero) dan perusahaan milik/anak perusahaan PT Pertamina (Persero), melainkan wadah yang menaungi serikat-serikat para pekerja, sehingga tidak memiliki hubungan hukum secara langsung dengan para pekerja. Para pekerja memiliki hubungan hukum secara langsung dengan serikat pekerja (yang merupakan anggota FSPPB/Pemohon) bukan dengan FSPPB itu sendiri. Selain itu, dalam perkara ini Pemohon menyampaikan permohonan uji materiil terhadap Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN yang tidak berlaku bagi anak perusahaan, sehingga timbul kekhawatiran anak perusahaan PT Pertamina (Persero) diprivatisasi. Dengan demikian, menurut Pemerintah Pemohon mencoba mengklaim mewakili kepentingan pekerja dari perusahaan milik/anak perusahaan PT Pertamina (Persero), yaitu adanya kekhawatiran terjadinya privatisasi terhadap anak-anak perusahaan PT Pertamina (Persero). Mengenai legal standing Pemohon, seperti telah kami sampaikan dalam Keterangan Presiden dalam siding tanggal 14 Oktober 2020 bahwa kerugian 135 konstitusional yang didalilkan oleh Pemohon menggunakan ketentuan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI 1945 dalam mendasarkan hak konstitusionalnya dirugikan karena ketentuan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN yang dianggap akan meniadakan hak menguasai negara, namun dalam permohonannya berulang kali Pemohon menyampaikan bahwa dirinya khawatir anak perusahaan PT Pertamina (Persero) diprivatisasi. Sehingga patut dipertanyakan apakah kerugian Pemohon terkait dengan potensi ketiadaan hak menguasai negara atau kekhawatiran anak perusahaan PT Pertamina (Persero) akan diprivatisasi. Apabila kekhawatiran privatisasi anak perusahaan PT Pertamina (Persero) dalam perkara ini dimohonkan bukan oleh pegawai/karyawan anak perusahaan yang bersangkutan atau yang mewakilinya, maka legal standing Pemohon sudah seharusnya dipertanyakan, Selanjutnya, terkait hal ini kami menyerahkan sepenuhnya kepada Yang Mulia Majelis Hakim untuk mempertimbangkan dan memutuskan. II. Pertanyaan Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi Prof. Arief Hidayat, S.H., M.S. Ada perbedaan penguasaan negara kepada perusahaan induk dan penguasaan negara terhadap anak perusahaan. Mohon dijelaskan dalam kasus-kasus atau dalam contoh-contoh bagaimana negara menguasai anak-anak perusahaan yang ada pada BUMN di Indonesia. Penjelasan/Tanggapan Pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 001- 021-022/PUU-I/2003 halaman 334 menyatakan: “Menimbang bahwa berdasarkan rangkaian pendapat dan uraian di atas, maka dengan demikian, perkataan “dikuasai oleh negara” haruslah diartikan mencakup makna penguasaan oleh negara dalam arti luas yang bersumber dan berasal dari konsepsi kedaulatan rakyat Indonesia atas segala sumber kekayaan “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya”, termasuk pula di dalamnya pengertian kepemilikan publik oleh kolektivitas rakyat atas sumber-sumber kekayaan dimaksud. Rakyat secara kolektif itu dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan mandat kepada negara untuk mengadakan kebijakan (beleid) dan Tindakan pengurusan ( bestuurdaad ), pengaturan ( regelendaad ), pengelolaan ( beheersdaad ) dan pengawasan ( toezichthoundensdaad ) untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Fungsi pengurusan ( bestuursdaad ) oleh negara dilakukan oleh pemerintah dengan kewenangannya untuk mengeluarkan dan mencabut 136 fasilitas perizinan ( vergunning ), lisensi ( licentie ), dan konsesi ( concessie ). Fungsi pengaturan oleh negara ( regelendaad ) dilakukan melalui mekanisme pemilikan saham ( share-holding ) dan/atau melalui keterlibatan langsung dalam manajemen Badan Usaha Milik Negara atau Badan Hukum Milik Negara sebagai instrumen kelembagaan melalui mana negara c.q. Pemerintah mendayagunakan penguasaannya atas sumber-sumber kekayaan itu untuk digunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Demikian pula fungsi pengawasan oleh negara ( toezichthoudensdaad ) dilakukan oleh negara c.q. Pemerintah dalam rangka mengawasi dan mengendalikan agar pelaksanaan penguasaan oleh negara atas cabang produksi yang penting dan/atau yang menguasai hajat hidup orang banyak dimaksud benar-benar dilakukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran seluruh rakyat.” Berdasarkan pertimbangan tersebut:
Fungsi pengurusan (bestuursdaad) oleh negara dilakukan oleh pemerintah dengan kewenangannya untuk mengeluarkan dan mencabut fasilitas perizinan ( vergunning ), lisensi ( licentie ), dan konsesi ( concessive );
Fungsi pengaturan oleh negara ( regelendaad ) dilakukan melalui kewenangan legislasi oleh DPR bersama dengan Pemerintah;
Fungsi regulasi oleh Pemerintah (eksekutif);
Fungsi pengelolaan ( beheersdaad ) dilakukan melalui mekanisme pemilikan saham ( share-holding ) dan/atau melalui keterlibatan langsung dalam manajemen Badan Usaha Milik Negara atau Badan Hukum Milik Negara sebagai instrument kelembagaan melalui mana negara c.q. Pemerintah mendayagunakan penguasaannya atas sumber-sumber kekayaan itu untuk digunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; dan
Fungsi pengawasan oleh negara (toezichthoudensdaad) dilakukan oleh negara c.q. Pemerintah dalam rangka mengawasi dan mengendalikan agar pelaksanaan penguasaan oleh negara atas cabang produksi yang penting dan/atau yang menguasasi hajat hidup orang banyak dimaksud benar-benar dilakukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dapat disimpulkan bahwa terhadap anak perusahaan BUMN, penguasaan negara dalam sektor usaha tetap dilakukan oleh negara melalui fungsi pengurusan ( bestuursdaad ), fungsi pengaturan ( regelandaad ), fungsi regulasi, dan fungsi pengawasan ( toezichthodensdaad ). Fungsi-fungsi ini dilakukan antara lain melalui peraturan perundang-undangan, perizinan dan pengawasan langsung oleh Lembaga dan/atau otoritas negara. Hal ini juga telah disampaikan 137 oleh Pihak Terkait, PT Pertamina (Persero) dalam keterangannya tanggal 9 November 2020 pada angka 37 yaitu bahwa dalam sektor penguasaan migas, SKK MIgas melakukan regulasi dan pengawasan pengelolaan usaha migas walaupun badan usaha regulasi dan pengawasan pengelolaan usaha migas walaupun badan usaha yang melakukan usaha di bidang migas adalah BUMN, anak perusahaan BUMN, BUMD, koperasi, dan badan usaha swasta, sehingga penguasaan negara tetap dapat dilakukan. Bahwa fungsi pengelolaan ( beheersdaad ) dilakukan melalui mekanisme pemilikan saham ( share-holding ) tidak dapat dilakukan secara langsung oleh negara kepada anak perusahaan PT Pertaminan (Persero), mengingat pemilikan saham pada anak perusahaan dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) secara langsung, bukan oleh negara. Terhadap anak perusahaan BUMN, kepentingan Pemerintah dilakukan melalui BUMN induknya yang dilakukan dengan tunduk sepenuhnya pada mekanisme hukum korporasi. Sesuai dengan mekanisme korporasi, Menteri BUMN sebagai wakil Pemerintah selaku RUPS/Pemegang Saham BUMN Persero, memiliki kewenangan untuk memberikan persetujuan terhadap rencana Direksi BUMN Persero untuk melakukan restrukturisasi anak perusahaan BUMN Persero. Kewenangan tersebut diatur dalam anggaran dasar BUMN Persero yang mewajibkan adanya persetujuan RUPS antara lain terhadap tindakan:
Mendirikan anak perusahaan;
Melakukan penyertaan modal pada perseroan lain;
Melepaskan penyertaan pada anak perusahaan;
Melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, pemisahan dan pembubaran anak perusahaan. Di samping itu, terhadap BUMN yang dijadikan anak perusahaan BUMN lain (misalnya PT PGN Tbk., PT Aneka Tambang Tbk, PT Bukti Asam Tbk, PT Timah Tbk, PT Perkebunan Nusantara I, II, IV s.d. XIV), Pemerintah masih melakukan penguasaan secara langsung atas saham minoritas yang memiliki hak istimewa (dalam anggaran dasar disebut saham minoritas yang memiliki hak istimewa (dalam anggaran dasar disebut saham seri A dwi warna). Hak istimewa tersebut 138 diatur dalam anggaran dasar anak perusahaan eks BUMN tersebut. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas, Pasal 2A ayat (2) dan Penjelasannya yang menyatakan:
Dalam hal kekayaan negara berupa saham milik negara pada BUMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN lain sehingga Sebagian besar saham dimiliki oleh BUMN lain, maka BUMN tersebut menjadi anak perusahaan BUMN dengan ketentuan negara wajib memiliki saham dengan hak istimewa yang diatur dalam anggaran dasar. Penjelasan Pasal 2A ayat (2): “Yang dimaksud dengan hak istimewa yang diatur dalam anggaran dasar antara lain hak untuk menyetujui:
Pengangkatan anggota Direksi dan anggota Komisaris;
Perubahan anggaran dasar;
Perubahan struktur kepemilikan saham;
Penggabungan, peleburan, pemisahan, dan pembubaran, serta pengambilalihan perusahaan oleh perusahaan lain.” Terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016, khususnya Pasal 2A tersebut di atas, Mahkamah Agung telah memberikan Putusan Nomor 21P/HUM/2017 atas permohonan judicial review yang diajukan oleh Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI), Yayasan Re-Ide Indonesia, Dr. Ahmad Redi, S.H., M.H., Dr. Suparji, S.H., M.H., dan Dr. M. Alfan Alfian, M. Dalam Putusannya tersebut Mahkamah Agung menyatakan bahwa holdingisasi tidaklah sama dengan privatisasi karena privatisasi bertujuan salah satunya adalah memperluas kepemilikan masyarakat, namun dalam holdingisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2A ayat (2) kepemilikan saham mayoritas masih di tangan negara melalui BUMN induk dan dalam prakteknya holdingisasi beberapa BUMN pernah dilakukan pemerintah terhadap beberapa BUMN yang sejenis. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dapat kami tegaskan bahwa terhadap anak perusahaan BUMN, penguasaan negara dalam sektor usaha tetap dilakukan oleh Negara melalui fungsi pengurusan ( bestuursdaad ), fungsi pengaturan ( regelendaad ), fungsi regulasi, dan fungsi pengawasan ( toezichthoudensdaad ). Sedangkan penguasaan melalui pengelolaan ( beheersdaad ) terhadap anak 139 perusahaan BUMN tidak lagi dilakukan secara mutlak, namun dilakukan melalui mekanisme korporasi, tang tetap memperhatikan eksistensi anak perusahaan tersebut. III. Pertanyaan Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi Prof. Dr. Saldi Isra, S.H., MPA.
Apa kriteria sebuah anak perusahaan yang karena perkembangan jaman perlu dilakukan restrukturisasi atau perlu melakukan langkah lain? 2. Apakah di anak-anak perusahaan PT Pertamina (Persero) telah diklasifikasikan menurut cabang-cabang produksi yang penting? Sehingga berdasarkan pengklasifikasian tersebut dapat dipilih pilihan kebijakan yang dapat diambil. Penjelasan/Tanggapan: Sebagaimana telah disampaikan dalam keterangan sebelumnya, pada saat ini PT Pertamina (Persero) melakukan restrukturisasi melalui pembentukan anak perusahaan sebagai subholding , yaitu: Gas Subholding (PT PGN Tbk), Upstream Subholding (PT Pertamina Hulu Energi), Refinery & Petrochemical Subholding (PT Kilang Pertamina International), Power & NRE Subholding (PT Pertamina Power Indonesia), dan Commercial & Trading Subholding (PT Patra Niaga). Di samping itu, pembentukan subholding tersebut juga dilakukan untuk memfokuskan pengelolaan terhadap perusahaan-perusahaan yang didirikan khusus untuk memenuhi amanah peraturan perundang-undangan di bidang migas yang mengatur kegiatan tertentu harus dilakukan oleh suatu entitas usaha tersendiri. Bahwa PT Pertamina (Persero) berkepentingan untuk menjaga eksistensi anak- anak perusahaannya. Seiring dengan perkembangan dalam kegiatan usaha masing-masing subholding sebagai anak perusahaan PT Pertamina (Persero), tidak tertutup kemungkinan diperlukan restrukturisasi perusahaan. Restrukturisasi tersebut harus dilandaskan pada kajian bahwa restrukturisasi dilakukan untuk meningkatkan kinerja anak perusahaan. Dengan peningjatan kinerja anak perusahaan tersebut, diharapkan pada akhirnya meningkatkan kinerja PT Pertamina (Persero) dalam pelaksanaan kegiatan usaha pengelolaan migas. Restrukturusisasi ini dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-Undang 140 Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UU PT). Beberapa hal yang tentunya menjadi pertimbangan sebuah perusahaan melakukan restrukturisasi antara lain dikarenakan adanya tujuan untuk pemenuhan terhadap kewajiban sesuai undang-undang (misalnya restrukturisasi anak perusahaan yang bergerak pada kegiatan usaha hulu yang diwajibkan oleh undang-undang); penambahan modal/pendanaan untuk ekspansi bisnis baik pendanaan jangka Panjang ataupun jangka pendek, meningkatkan/memperbaiki citra perusahaan/anak perusahaan, meningkatkan nilai perusahaan/anak perusahaan secara keseluruhan, kepentingan insentif pajak, dan sebagainya. Dapat kami tambahkan bahwa berdasarkan ketentuan anggaran dasar PT Pertamina (Persero), penjualan saham anak perusahaan PT Pertamina (Persero) harus dimuat dalam RKAP yang disahkan oleh Menteri BUMN selaku Rapat Umum Pemegang Saham. Dengan demikian, restrukturisasi anak perusahaan PT Pertamina (Persero) tersebut didasarkan atas kajian bisnis yang matang yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja anak perusahaan yang pada akhirnya meningkatkan kinerja PT Pertamina (Persero). Dapat kami tambahkan juga bahwa Kementerian BUMN mengelompokkan BUMN berdasarkan kegiatan usahanya. Selanjutnya, masing-masing BUMN memiliki anak-anak perusahaan yang kegiatan usahanya mendukung BUMN induknya. Sebagai contoh, pada tahun 2011 PT Pelayaran Bahtera Adhiguna direstrukturisasi menjadi anak perusahaan PT PLN (Persero). Hal ini dimaksudkan untuk mendukung kinerja PT PLN (Persero) melalui transportasi batubara sebagai salah satu sumber energi yang digunakan oleh PT PLN (Persero) serta sekaligus mempertahankan kelangsungan bisnis PT Pelayaran Bahtera Adhiguna. IV. Pertanyaan Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi Prof. Dr. Aswanto, S.H., M.Si., DFM. Agar dapat disediakan data akurat mengenai apakah ada anak Persero atau anak perusahaan yang sahamnya 100% (serratus persen) atau lebih dari 50% (lima puluh persen) dimiliki oleh swasta? Apabila Pertamina saja harus 100% 141 (seratus persen) sahamnya dimiliki oleh negara untuk mendapatkan penambahan wilayah kerja berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (4) dan ayat (5) PP 35/2004, bagaimana dengan anak perusahaan? Penjelasan/Tanggapan: Sebagaimana telah kami sampaikan dalam Keterangan Presiden sebelumnya, bahwa terhadap PT Elnusa, anak perusahaan PT Pertamina (Persero), telah dilakukan penjualan saham. Dapat kami informasikan bahwa saat ini PT Pertamina (Persero) memiliki saham sebesar 41,10% dan Dana Pensiun Pertamina memiliki 14,9% dan sisanya sebesar 44% dimiliki oleh publik. PT Elnusa bergerak di bidang jasa hulu migas dan melakukan investasi saham pada anak perusahaan dan perusahaan joint venture baik di industri migas hulu maupun hilir. PT Elnusa Tbk berdasarkan laporan keuangan 3 tahun terakhir yang telah diaudit memperoleh keuntungan dan memberikan deviden kepada PT Pertamina (Persero) (pemilik 41,1% saham) sebagai berikut: TB 2017 TB 2018 TB 2019 Dividen ELSA (juta IDR) 37.701 69.078 89.119 Laba Bersih ELSA (juta IDR) 247.140 276.314 356.474 Dividen Payout Ratio 15% 25% 25% Dividen yang diterima Pertamina (saham 41,1%) (dalam juta IDR) 15.236 28.391 36.628 Beberapa data mengenai anak perusahaan BUMN lain yang dilakukan penjualan saham: PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), penjualan (divestasi) sahamnya dimulai tahun 2001. Saat ini kepemilikan sahamnya adalah PT Telkom (Persero) sebesar 65% dan Singtel sebesar 35%. 142 TB 2015 (Rp miliar) TB 2016 (Rp miliar) TB 2017 (Rp miliar) TB 2018 (Rp miliar) TB 2019 (Rp miliar) Laba 22.338 28.194 30.395 25.536 25.798 Dividen 20.104 26.785 28.875 24.259 25.153 PT Wika Beton Tbk., penjualan sahamnya melalui pasar modal (IPO) dilakukan bulan April 2014. Saat ini susunan kepemilikan sahamnya adalah PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., sebesar 60%, Koperasi Karya Mitra Satya (KKMS) sebesar 5,9%, Yayasan Wijaya Karya sebesar 0,99%, dan publik sebesar 33,11%. (Rp miliar) TB 2011 TB 2012 TB 2013 TB 2014 TB 2015 TB 2016 TB 2018 TB 2019 TB 2020 Laba 144,42 179,37 241,21 322,4 171,78 282,15 340,46 486,64 510,71 Dividen 36,83 50,55 62,63 20 98,56 52,19 81,72 101,14 145,92 PT PP Properti, Tbk, penjualan sahamnya melalui pasar modal (IPO) dilakukan semester I 2015. Saat ini susunan kepemilikan sahamnya adalah PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk sebesar 64,96%, YKPP sebesar 0,06%, dan publik sebesar 34,98%. TB 2014 TB 2015 TB 2016 TB 2017 TB 2018 TB 2019 Laba 106.120 300.325 365.382 444.679 471.257 342.695 Dividen - 60.065 73.076 88.935 94.251 34.269 Mengenai penguasaan negara terhadap cabang-cabang yang penting bagi negara, dapat kami sampaikan Kembali bahwa penguasaan negara melalui fungsi pengelolaan (beheersdaad) dilakukan melalui mekanisme pemilikan saham negara pada BUMN atau Badan Hukum Milik Negara, bukan pemilikan saham BUMN pada anak perusahaan. Hal ini sesuai dengan Pertimbangan 143 Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 001-021-022/PUU- I/2003 halaman 334 yang menyatakan: “… fungsi pengelolaan ( beheersdaad ) dilakukan melalui mekanisme pemilikan saham ( share-holding ) dan/atau melalui keterlibatan langsung dalam manajemen Badan Usaha Milik Negara atau Badan Hukum Milik Negara sebagai instrument kelembagaan melalui mana negara c.q. Pemerintah mendayagunakan penguasaaannya atas sumber-sumber kekayaan itu untuk digunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat…” Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa anak perusahaan bukan salah satu bentuk penguasaan negara dalam fungsi pengelolaan ( beheersdaad ). Penguasaan negara terhadap cabang-cabang yang penting bagi negara tertap dilakukan melalui fungsi regulasi, dan fungsi pengawasan ( toezichthoudensdaad ). Namun demikian, Pemerintah tetap berusaha melakukan penguasaan terhadap anak-anak perusahaan BUMN melalui mekanisme korporasi, yaitu berdasarkan ketentuan anggaran dasar BUMN induknya dan anggaran dasar anak perusahaan yang terdapat saham seri A dwiwarna, termasuk memperhatikan eksistensi anak-anak perusahaan tersebut. Terhadap anak-anak perusahaan PT Pertamina (Persero) restrukturisasi akan dilakukan apabila berdasarkan kajian terdapat tujuan untuk pemenuhan terhadap kewajiban sesuai undang-undang (misalnya restrukturisasi anak perusahaan yang bergerak pada kegiatan usaha hulu yang diwajibkan oleh undang-undang); penambahan modal/pendanaan untuk ekspansi bisnis baik pendanaan jangka Panjang ataupun jangka pendek, meningkatkan/memperbaiki citra perusahaan/anak perusahaan, meningkatkan nilai perusahaan/anak perusahaan secara keseluruhan, kepentingan insentif pajak, dan sebagainnya. Pemerintah tetap akan memperhatikan kelangsungan anak-anak perusahaan melalui mekanisme korporasi sebagaimana telah kami sampaikan di atas, yaitu:
Berdasarkan ketentuan anggaran dasar BUMN induknya yang antara lain mengatur kewajiban mendapatkan persetujuan RUPS untuk melakukan:
Mendirikan anak perusahaan;
Melakukan penyertaan modal pada perseroan lain; 144 3) Melepaskan penyertaan pada anak perusahaan;
Melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, pemisahan dan pembubaran anak perusahaan.
Anggaran dasar anak perusahaan yang terdapat seri A dwiwarna, yang mengatur hak istimewa Pemegang Saham seri A dwiwarna untuk menyetujui:
Pengangkatan anggota Direksi dan anggota Komisaris;
Perubahan anggaran dasar;
Perubahan struktur kepemilikan saham;
Penggabungan, peleburan, pemisahan, dan pembubaran, serta pengambilalihan perusahaan oleh perusahaan lain.” Mengenai Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (selanjutnya disebut PP 35/2004), khususnya Pasal 5 ayat (4) dan ayat (5);
Penawaran Wilayah Kerja kepada Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dilakukan oleh Menteri.
Dalam pelaksanaan penawaran Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Menteri melakukan koordinasi dengan Badan Pelaksana.
Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dapat mengajukan permohona kepada Menteri untuk mendapatkan Wilayah Kerja.
Dalam hal PT Pertamina (Persero) mengajukan permohonan kepada Menteri untuk mendapatkan Wilayah Kerja terbuka tertentu, Menteri dapat menyetujui permojhonan tersebut dengan mempertimbangkan program kerja, kemampuan teknis dan keuangan PT Pertamina (Persero) dan sepanjang saham PT Pertamina (Persero) 100% (seratur per serratus) dimiliki oleh negara.
PT Pertamina (Persero) sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), tidak dapat mengajukan permohonan untuk wilayah kerja yang telah ditawarkan.” Pada dasarnya proses penunjukan untuk wilayah kerja dilakukan melalui seleksi/pelelangan yang terbuka bagi seluruh badan usaha migas. Namun demikian, berdasarkan ketentuan PP 35/2004, diatur perlakuan khusus bagi PT Pertamina (Persero) untuk mendapatkan wilayah kerja terbuka melalui penunjukan langsung. Ketentuan khusus tersebut tidak berlaku terhadap anak perusahaan PT Pertamina (Persero), sehingga dalam mendapatkan wilayah kerja, anak 145 perusahaan tersebut mempunyai mekanisme yang sama dengan badan usaha lainnya (BUMD, koperasi dan swasta). Apabila dilakukan penjualan saham anak perusahaan PT Pertamina (Persero), hal tersebut tidak mengubah mekanisme perolehan wilayah kerja oleh anak perusahaan yang bersangkutan. V. Pertanyaan Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi Dr. Wahiduddin Adams., S.H., M.A. Mohon agar ditambahkan dalam keterangan tambahan mengenai petitum yang dimonta oleh Pemohon yaitu ketentuan Pasal 77 huruf c dan huruf d diberi persyaratan mengikat sepanjanng larangan provatisasi diberlakukan secara limitative terhadap Persero dan tidak diberlakukan terhadap perusahaan milik persero. Dalam positanya Pemohon menyatakan kekhawatiran akibat potensi dilakukannya privatisasi terhadap anak perusahaan, artinya perusahaan milik PT (persero) yang mengelola cabang-cabang produksi yang penting dan sumber daya alam negara adalah seluruh saham milik anak perusahaan tersebut dilepas secara seluruhnya kepada pihak swasta/perorangan, sehingga hasil pengelolaan cabang-cabang produksi yang penting dan sumber daya alam negara tersebut hanya dinikmati oleh pihak swasta dan/atau perseorangan. Penjelasan/Tanggapan:
Mengenai kekhawatiran akibat potensi dilakukannya privatisasi terhadap anak perusahaan, artinya perusahaan milik PT Pertamina (Persero) yang mengelola cabang-cabang produksi yang penting dan sumber daya alam negara adalah seluruh saham milik anak perusahaan tersebut dilepas secara seluruhnya kepada pihak swasta/perorangan: Dapat kami sampaikan Kembali bahwa sesuai dengan pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 001-021-022/PUU- I/2003 halaman 334, pada intinya menyatakan penguasaan negara terhadap cabang-cabang yang penting bagi negara dilakukan melalui pemilikan saham pada BUMN/BHMN sebagai fungsi pengelolaan ( beheersdaad ), melalui fungsi pengurusan ( bestuursdaad ), pengaturan ( regelendaad ), dan/atau pengawasan ( toezichthoudensdaad ). Dalam hal migas sebagaimana diatur dalam UU Migas, penguasaan negara dalam bidang migas dilakukan melalui: 146 - Penyelenggaraan oleh Pemerintah sebagai pemegang kuasa pertambahan sesuai Pasal 4 ayat (2) UU MIgas. - Pemerintah bertanggung jawab atas pengaturan dan pengawasan kegiatan usaha ketersediaan dan kelancaran pendistribusian BBM sesuai Pasal 8 ayat (4) UU Migas. - Pengusahaan oleh badan usaha milik negara bersama-sama dengan badan usaha lainnya sesuai Pasal 9 UU Migas. Dapat kami sampaikan Kembali bahwa terhdap anak-anak perusahaan PT Pertamina (Persero), restrukturisasi akan dilakukan apabila berdasarkan kajina terdapat tujuan untuk pemenuhan terhadap kewajiban sesuai undang- undang (misalnya restrukturisasi anak perusahana yang bergerak pada kegiatan usaha hulu yang diwajibkan oleh undang-undang); penambahan modal/pendanaan untuk ekspansi bisnis baik pendanaan jangka Panjang ataupun jangka pendek, meningkatkan/memperbaiki citra perusahaan/anak perusahaan, meningkatkan nilai perusahaan/anak perusahaan secara keseluruhan, kepentingan insentif pajak, dan sebagainya. Dengan demikian, walaupun terhadap anak-anak perusahaan PT Pertamina (Persero) tidak lagi memenuhi kriteria definisi penguasaan negara )beheersdaad) sebagaimana dimaksud dalam pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 001-021-022/PUU-I/2003 halaman 334, namun demikian Pemerintah tetap melakukan penguasaan melalui mekasnisme korporasi, dan apabila dilakukan restrukturisasi maka harus berdasarkan kajian untuk meningkatkan konerja anak peprusahaan itu sendiri dan/atau PT Pertamina (Persero).
Mengenai kekhawatiran hasil pengelolaan cabang-cabang produksi yang penting dan sumber daya alam negara tersebut hanya dinikmati oleh pihak swasta dan/atau perorangan: Bahwa kinerja anak perusahaan PT Pertamina (Persero) dimaksudkan untuk menunjang kinerja PT Pertamina (Persero). Apabila suatu saat terjadi restrukturisasi anak perusahaan, maka restrukturusisasi tersebut harus memberikan kontribusi bagi anak perusahaan itu sendiri, dan juga bagi PT Pertamina (Persero). Bahwa apabila suatu saat restrukturisasi dilakukan melalui penjualan saham anak perusahaan, maka penjualan saham anak 147 perusahaan tersebut juga harus berdasarkan kajian bahwa penjualan saham itu akan meningkatkan kinerja anak perusahaan dan kinerja PT Pertamina (Persero) meningkat, maka pengelolaan usaha-usaha tersebut akan dinikmati oleh negara, PT Pertamina (Persero), anak perusahaan itu sendiri, karyawan, investor/mitra, swasta, dan seluruh pihak yang terkait dengan kegiatan usaha tersebut, serta masyarakat yang menikmati barang/jasanya. Sebagaimana telah kami sampaikan mengenai kinerja PT Elnusa Tbk., berdasarkan laporan keuangan 3 tahun terakhir telah memperoleh keuntungan dan memberikan dividen kepada PT Pertamina (Persero) (pemilik 41,1% saham) sebagai berikut: TB 2017 TB 2018 TB 2019 Dividen ELSA (juta IDR) 37.701 69.078 89.119 Laba Bersih ELSA (juta IDR) 247.140 276.314 356.474 Dividen Payout Ratio 15% 25% 25% Dividen yang diterima Pertamina (saham 41,1%) (dalam juta IDR) 15.236 28.391 36.628 Dengan demikian, apabila dilakukan restrukturisasi anak-anak perusahaan, hasilnya diharapkan untuk dapat dinikmati oleh negara, PT Pertamina (Persero), anak perusahaan itu sendiri, karyawan, investor/mitra, swasta, dan seluruh pihak yang terkait dengan kegiatan usaha tersebut, serta masyarakat yang menikmati barang/jasanya. VI. Pertanyaan Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum.
Mohon agar diperjelas apa yang dimaksud dengan Persero yang bergerak di sektor tertentu? Apakah kriterianya? Sektor-sektor mana yang dimaksud dengan sektor tertentu itu? Apakah itu terkait dengan penguasaaan sebesar- 148 besarnya tadi atau ada kriteria lain yang kemudian oleh pemerintah diberi tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu pula di situ? Penjelasan/Tanggapan: Pasal 77 huruf c UU BUMN menyatakan: “Persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah:
Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertenti yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat; ” Bahwa salah satu maksud dan tujuan Persero adalah mengejar keuntungan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b UU BUMN. Namun demikian, dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (1) huruf b UU BUMN dinyatakan: “Meskipun maksud dan tujuan Persero adalah untuk mengejar keuntungan, namun dalam hal-hal tertentu untuk melakukan pelayanan umum, Persero dapat diberikan tugas khusus dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat. Dengan demikian, penugasan pemerintah harus disertai dengan pembiayaannya (kompensasi) berdasarkan perhitungan bisnis atau komersial, sedangkan untuk Perum yang tujuannya menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan umum, dalam pelaksanaannya harus memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.” Persero yang diberi tugas sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (1), yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat, inilah yang tidak dapat diprivatisasi berdasarkan Pasal 77 huruf c UU BUMN. Lebih lanjut, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005 tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) (selanjutnya disebut PP 33/2005) dalam Pasal 9 huruf c dan Penjelasannya dinyatakan:
Pengujian materil Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan dan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang RI No. 15 Tah ...
Relevan terhadap
ayat (2). 52 Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004, standar pemeriksaan merupakan patokan untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Standar pemeriksaan terdiri dari standar umum, standar pelaksanaan, dan standar pelaporan pemeriksaan yang wajib dipedomani oleh BPK dan/atau pemeriksa. Dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, BPK telah menyusun standar pemeriksaan pertama kali pada tahun 1995 yang disebut Standar Audit Pemerintahan (SAP). Seiring dengan perubahan UUD Negara RI 1945 dan peraturan perundang-undangan di bidang pemeriksaan, pada Tahun 2007 BPK menyusun standar pemeriksaan dengan nama Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN). Setelah hampir 10 (sepuluh tahun) digunakan sebagai standar pemeriksaan, SPKN 2007 dinilai tidak sesuai lagi dengan perkembangan standar audit internasional, nasional, maupun tuntutan kebutuhan yang berkembang. Oleh karena itu, SPKN 2007 telah dilakukan penyempurnaan. Perkembangan standar pemeriksaan internasional kini mengarah kepada perubahan dari berbasis pengaturan detail ( rule-based standards ) ke pengaturan berbasis prinsip (principle-based standards ). Perkembangan pada tingkat organisasi badan pemeriksa sedunia, INTOSAI telah menerbitkan International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) untuk menjadi referensi pengembangan standar bagi anggota INTOSAI. Khusus untuk pemeriksaan keuangan, INTOSAI mengadopsi keseluruhan International Standards on Auditing (ISA) yang diterbitkan oleh International Federation of Accountants (IFAC). Seiring dengan perkembangan standar internasional tersebut, Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) Tahun 2001 yang diberlakukan dalam SPKN 2007, juga mengalami perubahan dengan mengadopsi ISA. Pada awal 2017, saat BPK genap berusia 70 tahun, BPK berhasil menyelesaikan penyempurnaan SPKN 2007 yang selanjutnya ditetapkan menjadi Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2017. Sejak diundangkannya Peraturan BPK ini, SPKN mengikat BPK maupun pihak lain yang melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Dengan SPKN ini, diharapkan hasil pemeriksaan keuangan negara dapat lebih berkualitas. Jika dibandingkan, SPKN 2007 memiliki delapan lampiran, sedangkan hanya terdapat empat lampiran yang tercantum di dalam SPKN 2017. Rincian detail lampiran SPKN 2007 terdiri dari: 53 1) Lampiran I : Pendahuluan Standar Pemeriksaan 2) Lampiran II : Pernyataan Standar Pemeriksaan 01 (Standar Umum) 3) Lampiran III : Pernyataan Standar Pemeriksaan 02 (Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan) 4) Lampiran IV : Pernyataan Standar Pemeriksaan 03 (Standar Pelaporan Pemeriksaan Keuangan) 5) Lampiran V : Pernyataan Standar Pemeriksaan 04 (Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja) 6) Lampiran VI : Pernyataan Standar Pemeriksaan 05 (Standar Pelaporan Pemeriksaan Kinerja) 7) Lampiran VII : Pernyataan Standar Pemeriksaan 06 (Standar Pelaksanaan Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu) 8) Lampiran VIII : Pernyataan Standar Pemeriksaan 07 (Standar Pelaporan Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu) Sedangkan lampiran SPKN 2017 mencakup:
Lampiran I : Kerangka Konseptual Pemeriksaan 2) Lampiran II : PSP 100 – Standar Umum 3) Lampiran III : PSP 200 – Standar Pelaksanaan Pemeriksaan 4) Lampiran IV : PSP 300 - Standar Pelaporan Pemeriksaan. SPKN 2017 tidak melakukan pemisahan antara standar pelaksanaan dan standar pelaporan untuk pemeriksaan keuangan, kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Hal ini karena sesungguhnya ketiga varian pemeriksaan tersebut saling terkait satu dengan yang lain dan tak dapat dipisahkan sebagai suatu sistem pemeriksaan keuangan negara. SPKN berisi persyaratan pemeriksa, mutu pelaksanaan pemeriksaan, dan persyaratan laporan pemeriksaan. Keberadaan isi SPKN tersebut menjadi ukuran mutu pemeriksaan keuangan negara. SPKN dilaksanakan dengan sebuah mekanisme kerja yang terdiri dari pengumpulan bukti, data, pengujian bukti secara objektif. Hal ini dilakukan guna mewujudkan prinsip akuntabilitas publik dalam rangka mendapatkan sebuah hasil yakni meningkatkan kredibilitas dan validitas informasi yang dilaporkan. Hasil ini akan membawa manfaat berupa:
peningkatan mutu pengelolaan;
pemenuhan tanggung jawab keuangan negara; dan 54 3. pengambilan keputusan, yakni dalam melakukan audit laporan keuangan, auditor harus tunduk pada standar pemeriksaan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, dapat digarisbawahi bahwa guna melakukan audit atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, standar yang telah ditentukan adalah Standar Pemeriksaan Keuangan Negara yang ditetapkan dengan Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2017. Guna melakukan pemeriksaan atas penggunaan keuangan negara, SPKN 2017 memberlakukan tiga standar, yaitu standar umum, standar pelaksanaan, dan standar pelaporan. Dalam salah satu dalilnya, para Pemohon juga mempertanyakan K/L yang telah memperoleh status WTP namun tetap dikenakan PDTT (contoh: KPK). Para Pemohon mendalilkan hal ini menyebabkan PDTT potensial dijadikan alat abuse of power oleh BPK, yang dapat menghambat proses pengawasan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara sehingga merugikan warganegara. Apakah hal ini dapat dijadikan dasar untuk menyatakan adanya kerugian konstitusional yang spesifik? Menurut pendapat ahli hal itu lebih merupakan asumsi, bukan fakta dan tidak ditemukan dalam tujuan maupun celah dalam desain pengaturan norma hukum mengenai penggunaan kewenangan PDTT. Sebaliknya, selama ini PDTT justru dinilai banyak membantu penegak hukum untuk membuktikan terjadi/tidak-nya tindak pidana korupsi (Pengalaman penulis sebagai ahli di berbagai penanganan kasus korupsi oleh para penegak hukum sebagaimana juga terlampir dalam biodata ahli juga menunjukkan hal tersebut). Terkait dengan status WTP yang masih dimungkinkan dilakukannya PDTT, hal itu harus dikaitkan dengan karakteristik dari pemeriksaan keuangan negara, pemeriksaan kinerja dan PDTT. Predikat WTP yang diberikan BPK atas laporan keuangan suatu institusi hanya sebagai tanda, bahwa proses yang disusunnya telah sesuai standar akuntansi yang berlaku. Maka, predikat WTP memang tidak digunakan sebagai jaminan bahwa sebuah lembaga pemerintah bersih dari korupsi atau terjadi pemborosan dalam menyusun anggaran. Predikat yang diberikan BPK memang tak bisa menjadi ukuran suatu lembaga bebas korupsi. Tetapi, predikat itu hanya mencerminkan 4 (empat) hal, yakni pertama , laporan keuangan lembaga yang diperiksa telah sesuai standar akuntansi; kedua , sudah terdapat cukup bukti dalam laporan keuangan; ketiga , telah terdapat sistem pengendalian internal, dan keempat , pengelolaan keuangan negara telah sesuai dengan undang-undang. 55 Selain itu, dalam beberapa kasus tidak semua kasus korupsi akan berpengaruh terhadap laporan keuangan. Misalnya, dalam kasus suap (gratifikasi). Dana suap seringkali berasal dari “kantong/rekening pribadi” pihak penyuap, sehingga bisa jadi tidak/belum terdeteksi oleh BPK. Hal ini juga tidak selalu berpengaruh terhadap laporan keuangan yang disajikan dan diperiksa oleh BPK. Lain halnya, jika dana yang dipergunakan untuk menyuap bersumber dari kas negara/daerah, karena akan berpengaruh terhadap hasil laporan keuangan yang dibuat, sehingga akan membuat BPK lebih mudah dalam mendeteksinya melalui PDTT. Jadi, dapat disimpulkan bahwa hasil laporan audit BPK yang menyatakan opini WTP dapat menggambarkan bahwa tidak adanya tindak pidana korupsi tidak sepenuhnya tepat, karena WTP didapatkan dari hasil pemeriksaan keuangan yang tujuannya adalah untuk mengetahui dan menguji kewajaran suatu laporan keuangan yang dibatasi oleh materi yang diperiksa, standar yang digunakan dan waktu pemeriksaan. Hal itu bukan dimaksudkan untuk menguji apakah ada/tidaknya tindak pidana korupsi. Guna mengetahui ada atau tidaknya tindak pidana korupsi memerlukan jenis pemeriksaan yang berbeda selain pemeriksaan laporan keuangan, yaitu pemeriksaan investigasi atau pemeriksaan forensik yang termasuk dalam kategori Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT). Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemeriksaan keuangan ini dilakukan oleh BPK dalam rangka memberikan pernyataan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah. Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi, serta pemeriksaan atas aspek efektivitas yang lazim dilakukan bagian kepentingan manajemen oleh aparat pengawasan intern pemerintah. Pasal 23E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan BPK untuk melaksanakan pemeriksaan kinerja pengelolaan keuangan negara. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengidentifikasikan hal- hal yang perlu menjadi perhatian lembaga perwakilan. Adapun untuk pemerintah, pemeriksaan kinerja dimaksudkan agar kegiatan yang dibiayai dengan keuangan negara/daerah diselenggarakan secara ekonomis dan efisien, serta memenuhi sasarannya secara efektif. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu, adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan 56 keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam pemeriksaan tujuan tertentu ini adalah pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan dengan keuangan dan pemeriksaan investigatif. Pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksudkan di atas didasarkan pada suatu standar pemeriksaan. Standar dimaksud disusun oleh BPK dengan mempertimbangkan standar di lingkungan profesi audit secara internasional. Sebelum standar dimaksud ditetapkan, BPK mengkonsultasikannya dengan pihak pemerintah dan organisasi profesi di bidang pemeriksaan. Standar Pemeriksaan menurut Pasal 1 angka 13 UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK adalah patokan untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang meliputi standar umum, standar pelaksanaan pemeriksaan, dan standar pelaporan yang wajib dipedomani oleh BPK dan/atau pemeriksa. Upaya untuk mencegah terjadinya abuse of power adalah adanya standar operasional prosedur yang dalam Hukum Administrasi Negara termasuk dalam kategori Hukum Acara Non Sengketa (niet contentieus processrecht ) yang diatur dalam bentuk Standar pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN). Dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 hal itu dikategorikan sebagai Standar Operasional Prosedur ( vide Pasal 49). Hal itu menyebabkan tidak memadainya dasar untuk menyatakan adanya kerugian konstitusional yang spesifik, jika asumsi yang digunakan bahwa PDTT potensial digunakan sebagai alat untuk melakukan abuse of power tanpa adanya dukungan data dan riset yang secara representatif mampu menunjukkan bahwa PDTT memang secara faktual cenderung digunakan sebagai alat untuk melakukan abuse of power oleh auditor BPK. Justru sebaliknya, PDTT merupakan instrumen yang efektif untuk membantu penegak hukum dalam mengungkap terjadinya tindak pidana korupsi yang menimbulkan merugikan keuangan negara yang kini menjadi persyaratan mutlak untuk melakukan penegakan hukum di bidang tindak pidana korupsi pasca lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 25/PUU-XIV/2016 Dalam melaksanakan PDTT, sebelum mengambil simpulan berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan, pemeriksa harus mendasarkan pada bukti-bukti yang cukup, kompeten dan relevan. Hal ini dimaksudkan agar pemeriksa tidak mengambil simpulan secara sewenang-wenang. Kriteria bukti pemeriksaan dalam PDTT tersebut dijelaskan sebagai berikut:
Cukup Bukti, yaitu harus cukup untuk mendukung simpulan pemeriksaan. Dalam menentukan kecukupan suatu bukti, Pemeriksa harus yakin bahwa bukti yang cukup tersebut dapat memberikan 57 keyakinan seseorang bahwa simpulan telah valid. Apabila dimungkinkan, metode statistik bisa digunakan untuk menentukan kecukupan bukti pemeriksaan;
Kompeten Bukti dianggap kompeten apabila bukti tersebut valid, dapat diandalkan, dan konsisten dengan fakta. Dalam menilai kompetensi suatu bukti, Pemeriksa harus mempertimbangkan beberapa faktor seperti keakuratan, keyakinan, ketepatan waktu, dan keaslian bukti tersebut; dan
Relevan. Bukti dikatakan relevan apabila bukti tersebut memiliki hubungan yang logis dan memiliki arti penting bagi simpulan pemeriksaan yang bersangkutan (Lampiran Keputusan BPK- RI Nomor: 2/K/I-XIII.2/I/2009 Tanggal : 27 Februari 2009); Sebagai komparasi, praktik PDTT juga dilaksanakan di beberapa negara lain melalui kewenangan yang dimiliki oleh lembaga-lembaga audit di beberapa negara. Misalnya, kewenangan dari Government Accountability Office (GAO) di AS yang juga diberikan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan investigatif sebagai lembaga pemerintah cabang legislatif yang menyediakan jasa audit, evaluasi dan investigasi untuk Kongres Amerika Serikat. GAO diberikan kewenangan untuk melaksanakan audit atas permintaan congressional committees , subcommittees, atau anggota Congress . Salah satu tugas GAO adalah melakukan investigasi atas tuduhan illegal and improper activities , sama dengan kewenangan BPK untuk melakukan audit investigatif. PDTT juga ditemukan di Singapura, yaitu Special Audits , yang dilakukan oleh Auditor General’s Office (AGO). AGO melaksanakan pemeriksaan terhadap laporan keuangan pemerintah, yang dilaksanakan setiap tahun ( annually ). Selain pemeriksaan terhadap laporan keuangan, AGO juga diberikan kewenangan untuk melakukan audit khusus ( selective audits ) untuk memeriksa kepatuhan public agencies terhadap peraturan perundangundangan dan special audits atas permintaan dari Parlemen. Perlu dijelaskan sekilas proses pemeriksaan yang secara normatif dilaksanakan oleh BPK baik berupa pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja dan PDTT. Penentuan objek pemeriksaan, perencanaan dan pelaksanaan pemeriksaan, penentuan waktu dan metode pemeriksaan, serta penyusunan dan penyajian laporan pemeriksaan dilakukan secara bebas dan mandiri oleh BPK. PDTT dapat bersifat pemeriksaan ( examination ), reviu ( review ), dan prosedur yang disepakati ( agreed-upon procedures ) untuk menerbitkan komunikasi tertulis yang menyatakan suatu simpulan tentang keandalan asersi 58 yang menjadi tanggung jawab pihak lain. Sasaran pemeriksaan dengan tujuan tertentu, dapat mencakup antara lain pemeriksaan atas hal-hal lain di bidang keuangan, pemeriksaan investigatif, dan pemeriksaan atas sistem pengendalian intern pemerintah. Dalam merencanakan tugas pemeriksaan, BPK memperhatikan permintaan, saran, dan pendapat lembaga perwakilan. Selanjutnya, guna membahas permintaan, saran, dan pendapat tersebut, BPK atau lembaga perwakilan dapat mengadakan pertemuan konsultasi. Masih dalam kaitannya dengan perencanaan tugas pemeriksaan tersebut, BPK dapat mempertimbangkan informasi dari pemerintah, bank sentral, dan masyarakat. Dalam menyelenggarakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, BPK dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah. Guna keperluan tersebut, laporan hasil pemeriksaan intern pemerintah wajib disampaikan kepada BPK. Sehubungan dengan pelaksanaan tugas pemeriksaannya, BPK dapat menggunakan pemeriksa dan/atau tenaga ahli dari luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK. Kewenangan BPK dalam melaksanakan tugas pemeriksaan tersebut meliputi:
meminta dokumen yang wajib disampaikan oleh pejabat atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
mengakses semua data yang disimpan di berbagai media, aset, lokasi, dan segala jenis barang atau dokumen dalam penguasaan atau kendali dari entitas yang menjadi objek pemeriksaan atau entitas lain yang dipandang perlu dalam pelaksanaan tugas pemeriksaannya;
melakukan penyegelan tempat penyimpanan uang, barang, dan dokumen pengelolaan keuangan negara;
meminta keterangan kepada seseorang;
memotret, merekam dan/atau mengambil sampel sebagai alat bantu pemeriksaan. Penentuan objek pemeriksaan, perencanaan dan pelaksanaan pemeriksaan, penentuan waktu dan metode pemeriksaan, serta penyusunan dan penyajian laporan pemeriksaan dilakukan secara bebas dan mandiri oleh BPK. Pemeriksa yang bertugas atas nama BPK harus menyusun laporan hasil pemeriksaan setelah pemeriksaan selesai dilakukan. Jika diperlukan, pemeriksa dapat menyusun laporan interim pemeriksaan. Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah memuat opini. Laporan hasil pemeriksaan atas kinerja memuat temuan, kesimpulan, dan rekomendasi. Laporan hasil 59 pemeriksaan dengan tujuan tertentu memuat kesimpulan. Tanggapan pejabat pemerintah yang bertanggung jawab atas temuan, kesimpulan, dan rekomendasi pemeriksa, dimuat atau dilampirkan pada laporan hasil pemeriksaan. Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat disampaikan oleh BPK kepada DPR dan DPD selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari pemerintah pusat. Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah disampaikan oleh BPK kepada DPRD selambat- lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari pemerintah daerah. Laporan hasil pemeriksaan tersebut disampaikan pula kepada Presiden/ gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Laporan hasil pemeriksaan kinerja disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD sesuai dengan kewenangannya. Laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD sesuai dengan kewenangannya. Laporan hasil pemeriksaan tersebut disampaikan pula kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Tata cara penyampaian laporan hasil pemeriksaan tersebut diatur bersama oleh BPK dan lembaga perwakilan sesuai dengan kewenangannya. Laporan hasil pemeriksaan yang telah disampaikan kepada lembaga perwakilan, dinyatakan terbuka untuk umum. Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud tidak termasuk laporan yang memuat rahasia negara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan. Pejabat wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK tentang tindak lanjut atas rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan. Jawaban atau penjelasan tersebut disampaikan kepada BPK selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah laporan hasil pemeriksaan diterima. BPK memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan tersebut. Pejabat yang diketahui tidak melaksanakan kewajiban itu dapat dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang kepegawaian. BPK memberitahukan hasil pemantauan tindak lanjut tersebut kepada lembaga perwakilan dalam hasil pemeriksaan semester. Lembaga perwakilan menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK dengan melakukan pembahasan sesuai dengan kewenangannya. DPR/DPRD meminta penjelasan kepada BPK dalam rangka menindaklanjuti hasil pemeriksaan. DPR/DPRD dapat 60 meminta BPK untuk melakukan pemeriksaan lanjutan. DPR/DPRD dapat meminta Pemerintah untuk melakukan tindak lanjut hasil pemeriksaan tersebut. PDTT sesungguhnya didasarkan atas filosofi dalam pengelolaan keuangan negara. Landasan filosofi dari PDTT adalah untuk mewujudkan kepastian hukum dan kepatuhan dalam penggunaan keuangan negara agar dapat mencegah maupun memulihkan terjadinya kerugian negara. PDTT bertujuan untuk memberikan kesimpulan sesuai dengan pemeriksaan yang ditetapkan (Lampiran 1 Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2017 Kerangka Konseptual angka 18). PDTT diperlukan BPK untuk memastikan terwujudnya tanggung jawab dalam pengelolaan keuangan negara sebagaimana diatur pada Pasal 23E ayat (1) UUD Negara RI 1945 yang wujud pemeriksaannya bisa berupa pemeriksaan kepatuhan dan pemeriksaan investigatif (Lampiran 1 Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2017 Kerangka Konseptual butir 18). Hal yang lebih penting lagi, eksistensi PDTT tersebut sangat urgen untuk mematuhi dan mengefektifkan implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 25/PUU-XIV/2016 yang pada intinya dalam salah satu butir pertimbangannya menyatakan bahwa konsep kerugian negara harus diletakkan dalam konstruksi kerugian yang bersifat aktual (actual loss) bukan lagi kerugian potensial (potential loss ) yang didasarkan atas hasil temuan instansi yang berwenang atau akuntan publik yang ditunjuk (vide Bab Pertimbangan Hukum butir 3.10.6). Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa kewenangan PDTT BPK harus diletakkan dalam desain yang sinergis-komprehensif terhadap urgensi untuk mewujudkan akurasi, validitas, dan kredibilitas pemeriksaan keuangan negara sebagai konsekuensi dari pengelolaan dan tanggung jawab tentang Keuangan Negara sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 23E UUD Negara RI 1945 dalam memberikan jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum bagi warga negara di Indonesia sebagai negara hukum. Dalam hukum terdapat adagium , in eo, quod plus sit, semper inest et minus (di dalam apa yang “lebih” selalu terkandung apa yang “kurang”). PDTT sebagai suatu varian pemeriksaan yang lebih mendalam selalu diperlukan, jika apa yang dilakukan melalui pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja ternyata dinilai masih kurang untuk mencapai tujuan pemeriksaan. Peraturan perundang-undangan ( wet/regeling ) maupun peraturan kebijakan ( beleidsregel ) yang berkaitan dengan PDTT, sesungguhnya telah memberikan konsiderasi dan eksplanasi yang memadai mengenai legitimasi, urgensi, dan signifikansi PDTT 61 sebagai salah satu varian dari rangkaian pemeriksaan keuangan dan kinerja yang tak terpisahkan serta saling melengkapi. Odia restringi et favores convenit ampliari (patutlah mempersempit semua yang merugikan dan memperluas semua yang menguntungkan). Tak ada alasan untuk mempersempit ruang lingkup pemeriksaan keuangan negara dengan menghilangkan PDTT, jika PDTT ternyata lebih besar keuntungannya bagi pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara di negara kita.
Dr. Binsar Hamonangan Simanjuntak Ak, MBA. Pemohon dalam permohonan pengujian ini pada pokoknya menyatakan alasan kerugian konstitusional pemeriksaan dengan tujuan tertentu disebabkan:
kewenangan BPK melaksanakan pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah inkonstitusional karena tidak sesuai dengan wewenang konstitusional dalam UUD NRI 1945;
frasa “tujuan tertentu” tidak memiliki kejelasan tujuan dan kejelasan rumusan, sehingga tidak mencerminkan asas kepastian hukum, sehingga mengakibatkan potensi abuse of power oleh BPK;
sering kali institusi pemerintah sudah mendapatkan status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) namun tetap dilakukan PDTT. Menjawab argumen permohonan tersebut, izinkan saya mengawalinya dengan menjelaskan adanya teori keagenan ( agency theory ) dalam ilmu manajemen. Teori ini menjelaskan adanya kesenjangan ekspektasi ( expectation gap ) antara manajemen dan pemilik. Untuk mengurangi kesenjangan ekspektasi ini, kedua belah pihak sepakat untuk mempergunakan jasa pemeriksa untuk memberikan nilai tambah atas kredibilitas laporan manajemen dengan diaudit oleh suatu pemeriksa independen. Teori tersebut apabila dikaitkan dengan sistem dalam tata negara Republik Indonesia, khususnya dalam pemeriksaan keuangan negara, Pasal 23E ayat (1) UUD NRI 1945 mengatur:
Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.
Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya. 62 Pasal 23E UUD NRI 1945 ditindaklanjuti dengan UU Nomor 15 Tahun 2004 Pasal 2 ayat (1) yang menyatakan lingkup pemeriksaan keuangan negara meliputi pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara dan pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan negara. Untuk melaksanakan tugas pemeriksaan keuangan negara, Pasal 4 UU Nomor 15 tahun 2004 menyatakan tiga jenis pemeriksaan keuangan negara yaitu pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Diatur pula pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan, pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek efektivitas; dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan yang tidak termasuk dalam pemeriksaan keuangan maupun pemeriksaan kinerja. Dalam penjelasan Pasal 4 ayat (4) UU ini menyebutkan pemeriksaan dengan tujuan tertentu meliputi antara lain pemeriksaan atas hal-hal lain di bidang keuangan, pemeriksaan investigatif, dan pemeriksaan atas sistem pengendalian intern pemerintah. Selanjutnya UU Nomor 15 Tahun 2006 Pasal 6 ayat (3) UU Nomor 15 Tahun 2006 menyebut hal yang sama terkait jenis pemeriksaan BPK yaitu pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Perlu dijelaskan pada dasarnya pemeriksaan keuangan merupakan pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak yang kompeten dan independen dan dimaksudkan untuk memberikan keyakinan yang memadai apakah laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan standar akuntansi, dalam hal ini jika menyangkut keuangan negara, standar akuntansi yang digunakan adalah Standar Akuntansi Pemerintah. Hasil yang diberikan pemeriksaan keuangan adalah Opini atau pendapat Pemeriksa, dari Wajar Tanpa Pengecualian, Wajar Dengan Pengecualian, Tidak Wajar, dan Tidak Memberikan Pendapat. Untuk memberikan opini ini, Pemeriksa memastikan terpenuhinya empat kriteria dalam pemberian opini pada pemeriksaan keuangan, yaitu:
kesesuaian terhadap Standar Akuntansi Pemerintah, 2. pengungkapan yang cukup, 3. kepatuhan terhadap peraturan, dan;
keandalan Sistem Pengendalian Intern. 63 Dalam melaksanakan tugas wewenangnya tersebut, pemeriksa harus memastikan penugasan sudah didasarkan pada standar pemeriksaan, yang dalam kaitan dengan keuangan Negara, standar pemeriksaan yang digunakan adalah Standar Pemeriksaan Keuangan Negara seperti diamanatkan dalam Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2017. Sementara itu, pemeriksaan kinerja merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk memberikan keyakinan tujuan telah dicapai secara efektif, efisien, dan ekonomis (3E). Ada beberapa nama atau istilah lain dari Pemeriksaan Kinerja, misalnya Pemeriksaan Operasional, Pemeriksaan Manajemen ( management audit ), atau pemeriksaan/audit value for money . Pemeriksaan kinerja akan menghasilkan kesimpulan yang berupa temuan perbandingan antara kondisi atau fakta dibandingkan dengan kriteria, dan rekomendasi untuk memperbaiki temuan tersebut. Dengan demikian, bila rekomendasi ini dipenuhi, tujuan/program/kegiatan pemerintah akan tercapai secara efektif, efisien, dan ekonomis. Pemeriksaan kinerja juga harus dilakukan oleh pihak yang kompeten dan independen dan pemeriksaan harus didasarkan pada standar, yaitu Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Selain kedua jenis pemeriksaan tersebut, dalam sektor publik atau pemerintahan terdapat beberapa jenis pemeriksaan yang dilakukan dalam rangka untuk memberikan keyakinan atas asersi atau pernyataan/representasi dari pihak manajemen. Jenis pemeriksaan yang lain tersebut adalah pemeriksaan investigatif, pemeriksaan ketaatan ( compliance ), pemeriksaan teknologi informasi, pemeriksaan pajak, dan berbagai pemeriksaan khusus untuk memenuhi permintaan pemangku kepentingan ( stakeholder ). Misalnya, pemeriksaan khusus atas pendapatan negara, pemeriksaan khusus atas subsidi, pemeriksaan khusus atas kewajaran tarif jalan tol atau tarif listrik, pemeriksaan khusus atas kewajaran atas pekerjaan tambah kurang dari kontraktor, pemeriksaan khusus atas kewajaran denda bunga, pemeriksaan khusus atas divestasi atau investasi pemerintah, pemeriksaan khusus untuk perhitungan kerugian negara dan berbagai jenis pemeriksaan khusus lainnya. Terkait dengan penugasan yang harus dilakukan BPK dalam melakukan pemeriksaan keuangan negara, dalam hal ini memeriksa pengelolaan keuangan negara dan pertanggungjawaban keuangan negara, sesuai dengan amanat UU Nomor 15 Tahun 2006 Pasal 11 menyatakan, 64 _BPK dapat memberikan: _ a. pendapat kepada DPR, DPD, DPRD, Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah, Lembaga Negara Lain, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan, dan lembaga atau _badan lain, yang diperlukan karena sifat pekerjaannya; _ b. pertimbangan atas penyelesaian kerugian negara/daerah yang ditetapkan _oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah; dan/atau _ c. keterangan ahli dalam proses peradilan mengenai kerugian negara/daerah. Selanjutnya, penjelasan Pasal 11 (a) UU No 15 Tahun 2006 tentang BPK menyebutkan Pendapat yang diberikan BPK termasuk perbaikan di bidang pendapatan, pengeluaran, pinjaman, privatisasi, likuidasi, merger, akuisisi, penyertaan modal pemerintah, penjaminan pemerintah, dan bidang lain yang berkaitan dengan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Pasal 11 UU Nomor 15 Tahun 2006 ini cukup kuat untuk menjelaskan bahwa pemeriksa kemungkinan akan menghadapi berbagai penugasan yang pelaksanaannya tidak semata mata hanya menggunakan dua jenis pemeriksaan yaitu pemeriksaan keuangan dan/atau pemeriksaan kinerja. Dengan kata lain, merujuk ke Pasal 11 UU Nomor 15 Tahun 20116, pemberian pendapat ke berbagai stakeholders BPK tidak dapat hanya dilaksanakan dengan dua jenis pemeriksaan yaitu pemeriksaan keuangan atau pemeriksaan kinerja, namun harus digunakan satu jenis pemeriksaan lagi yaitu pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Untuk itu, pengaturan adanya jenis pemeriksaan dengan tujuan tertentu seperti yang diamanatkan dalam Pasal 4 UU Nomor 15 Tahun 2004 dan Pasal 6 UU Nomor 15 Tahun 2006 adalah sudah tepat. Selanjutnya, sama seperti pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja, maka pemeriksaan dengan tujuan tertentu harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen serta dilaksanakan berdasarkan standar pemeriksaan, dalam hal ini adalah Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Berdasarkan uraian di atas, pemeriksaan dengan tujuan tertentu menurut hemat saya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari tugas dan wewenang BPK guna memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Apabila BPK dibatasi hanya melakukan dua jenis pemeriksaan, yaitu pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja, kuat dugaan saya sebagian hak konstitusional rakyat dalam rangka menjamin keuangan negara untuk sebesar- besar kemakmuran rakyat sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (1) UUD NRI 1945 akan tercerabut. Hal ini disebabkan pemeriksaan keuangan dan 65 pemeriksaan kinerja masing-masing sudah mempunyai tujuan tersendiri, padahal masih banyak kebutuhan informasi yang benar, kredibel, dan objektif yang dibutuhkan oleh konstituen tapi tidak bisa terlayani oleh pemeriksaan keuangan atau pemeriksaan kinerja. Sebaliknya, optimalisasi pemeriksaan melalui pemeriksaan dengan tujuan tertentu justru akan memberikan informasi yang andal dan teruji setelah dilakukan pemeriksaan tersebut. Sebagai suatu contoh, salah satu bentuk pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan investigatif guna memperkuat bukti pendukung guna memberikan keyakinan yang memadai adanya dugaan perbuatan tindak pidana korupsi dan/atau kelalaian. Bentuk lain dari PDTT misalnya adalah PDTT dalam rangka untuk menentukan berapa harga perolehan yang objektif atas satu aset negara yang akan di divestasi. Bentuk PDTT lain misalnya adalah penentuan tarif jalan tol, atau penentuan harga pokok bahan baku untuk memproduksi secara masal barang yang menjadi kebutuhan publik. Masih banyak lagi contoh PDTT lainnya yang tentunya publik atau konstituen akan kesulitan memperoleh manfaat dari informasi yang andal dan kredibel serta meyakinkan seandainya jenis pemeriksaan PDTT dihapus dari konstitusi. Berkaitan dengan kemungkinan akan adanya potensi abuse of power karena tidak ada kejelasan tujuan dan kejelasan rumusan, sehingga tidak mencerminkan kepastian hukum pada pemeriksaan dengan tujuan tertentu, menurut pendapat saya adalah tidak tepat apabila telah dibaca keseluruhan norma UU Nomor 15 Tahun 2004 secara utuh, khususnya Pasal 5 UU Nomor 15 Tahun 2004 yang mengatur semua pemeriksaan, termasuk pemeriksaan dengan tujuan tertentu, dilaksanakan berdasarkan standar pemeriksaan, kode etik, dan sistem kendali mutu. Secara tujuan, pemeriksaan yang dilakukan BPK, baik pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, maupun pemeriksaan dengan tujuan tertentu mempunyai kejelasan tujuan, yaitu memberikan keyakinan yang memadai atas berbagai asersi yang diberikan oleh manajemen (dalam hal ini pemerintah) yang dilaksanakan secara independen, serta disampaikan kepada lembaga yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Secara rumusan dan potensi penyalahgunaan wewenang ( abuse of power ), pelaksanaan pemeriksaan dilakukan berdasarkan standar pemeriksaan. Hal demikian menunjukkan pemeriksaan dengan tujuan tertentu bukanlah 66 pemeriksaan yang dilakukan tanpa rumusan jelas dan tanpa adanya alasan. Standar Pemeriksaan yang disusun BPK juga tidak dilakukan sendiri, tetapi juga berkonsultasi dengan Pemerintah sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (2) UU Nomor 15 Tahun 2004. Dalam Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2017 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara , Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu bertujuan untuk memberikan simpulan atas suatu hal yang diperiksa. Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu dapat bersifat: eksaminasi ( examination ), reviu ( review ), atau prosedur yang disepakati ( agreed-upon procedures ). Pemeriksaan dengan tujuan tertentu meliputi, antara lain, pemeriksaan atas hal-hal lain di bidang keuangan, pemeriksaan investigatif, dan pemeriksaan atas sistem pengendalian intern. Apabila pemeriksa melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu berdasarkan permintaan, BPK harus memastikan melalui komunikasi tertulis yang memadai mengenai sifat pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah telah sesuai dengan permintaan. Diaturnya Standar Pemeriksaan Keuangan Negara merupakan pedoman yang wajib dan harus diikuti dalam melakukan pemeriksaan, khususnya pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Artinya, standar tersebut merupakan rambu- rambu yang jelas dan tegas harus diikuti agar potensi abuse of power tersebut diminimalisasi sekecil mungkin. Rambu-rambu tersebut juga diikuti dengan kepatuhan terhadap kode etik pemeriksa sebagaimana diatur dalam Peraturan BPK Nomor 4 Tahun 2018, dan kemudian juga hasil pemeriksaan BPK harus didasari sistem kendali mutu hasil pemeriksaan seperti diatur dalam Keputusan BPK No 15 Tahun 2015. Berbagai upaya harus dilakukan untuk memastikan semua pemeriksa melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan standar pemeriksaan, kode etik, dan sistem kendali mutu. Hal ini untuk mencegah adanya abuse of power tadi. Hal ini mulai dari pembekalan kompetisi bagi para pemeriksa, reviu berjenjang, sampai kepada pemeriksaan intern yang dilakukan oleh Inspektorat Utama BPK. Dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara, pemeriksa harus dilakukan oleh orang yang kompeten, independen, dan dilaksanakan secara cermat profesi ( due professional care ). Selain itu, dalam Standar Pelaporan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu, ada keharusan untuk melampirkan tanggapan dari pihak yang diperiksa atas simpulan dari pemeriksa atas hasil 67 pemeriksaan tersebut. Dalam PSP Nomor 300 tentang Standar Pelaporan SPKN dinyatakan Pemeriksa harus memperoleh tanggapan tertulis atas hasil pemeriksaan dari pihak yang bertanggung jawab. Namun demikian, terkait dengan kerahasiaan informasi, dalam PDTT dalam bentuk pemeriksaan investigatif, Pemeriksa tidak meminta tanggapan. Menurut saya adanya kesempatan untuk memberikan dan melampirkan tanggapan dari pihak yang diperiksa merupakan suatu ruang yang memberikan keseimbangan hak bagi pemeriksa dan entitas yang diperiksa, sehingga pemeriksa tidak dapat dengan semena-mena membuat suatu kesimpulan PDTT. Selain internal BPK, secara eksternal BPK sudah lazim ada check and balance , antara lain, pengawasan dari DPR atas kinerja BPK maupun juga masukan dari masyarakat atas hasil pemeriksaan BPK. Khusus masukan dari masyarakat, UU Nomor 15 Tahun 2016 mengamanatkan dibentuknya Majelis Kehormatan Kode Etik untuk memproses masukan dari masyarakat, di mana susunan Majelis Kehormatan Kode Etik ini terdiri dari unsur dari luar BPK dan unsur dari dalam BPK. Terakhir, untuk instrumen pencegahan abuse of power adalah keharusan laporan keuangan BPK diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) yang independen, dan bisnis proses BPK dilakukan peer review oleh sesama supreme audit dari negara lain. Berkaitan dengan dalil permohonan mengenai institusi pemerintah sudah mendapatkan status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), tetapi juga dilakukan PDTT. Terhadap hal tersebut perlu ditegaskan kembali tujuan pemeriksaan keuangan adalah untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa laporan keuangan pemerintah telah disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah. Dengan demikian, pemeriksaan keuangan tidak ditujukan untuk memberikan keyakinan atas dugaan tindak pidana atau kelalaian atau permintaan spesifik pemangku kepentingan untuk meminta BPK melakukan PDTT. Sedangkan PDTT bertujuan memberi informasi khusus berdasarkan kriteria dan biasanya dilakukan dengan langkah atau prosedur pemeriksaan yang detil dan spesifik atas informasi yang didalami, PDTT dapat dilakukan atas inisiatif BPK dan dapat juga atas permintaan dari eksternal BPK, Dengan demikian, dari segi tujuan dan prosedurnya sudah berbeda satu sama lainnya. 68 Satu hal lagi perbedaan antara kedua jenis pemeriksaan tersebut adalah bukti yang diperoleh dan dianalisis. Dalam pemeriksaan keuangan, bukti dilakukan secara uji petik ( sampling ) dan bukan dari keseluruhan total populasi. Dengan demikian, dalam pemeriksaan keuangan, pemeriksa akan memastikan tidak ada deviasi yang signifikan atau material yang dapat memengaruhi pertimbangan pemeriksa dalam memberikan opini terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan. Sedangkan dalam PDTT, terutama dalam PDTT investigatif, pengumpulan bukti dilakukan secara mendalam dan intensif untuk memastikan terjadinya kerugian negara. Hal yang sama juga berlaku buat PDTT non investigatif dengan mempertimbangkan biaya dan manfaat. Patut juga diingat dalam pemeriksaan keuangan, pemeriksa harus mewaspadai apabila terjadi dugaan fraud , namun sekali lagi pemeriksaan tidak dirancang secara khusus untuk mengungkapkan terjadinya fraud . Oleh sebab itu, pemeriksaan yang khusus untuk menyimpulkan ada tidaknya fraud atau kelalaian dilakukan dengan pemeriksaan investigatif sebagai salah satu bentuk dalam pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Terkait kemungkinan adanya dugaan kecurangan ditemui pemeriksa dalam keuangan maupun dalam pemeriksaan kinerja, tidak serta-merta pemeriksa akan melaksanakan pemeriksaan investigatif. Penanggungjawab tim pemeriksaan menurut praktik yang lazim akan memberi catatan agar dugaan terjadinya fraud ini didalami, dan penelitian awal dalam rangka pendalaman dilakukan oleh tim pemeriksa lain yang berbeda dengan tim yang sedang melaksanakan pemeriksaan keuangan atau pemeriksaan kinerja. Sedangkan pemeriksaan keuangan atau pemeriksaan kinerja tetap dilanjutkan sampai penugasan selesai. Temuan pemeriksaan yang mengandung indikasi awal kecurangan disajikan dalam LHP tanpa menjelaskan secara mendetail dugaan kecurangan tersebut. Namun Pemeriksa lebih menitikberatkan penjelasannya kepada dampak temuan tersebut terhadap hal pokok/informasi hal pokok sesuai tujuan pemeriksaan (PSP Nomor 300 par 14 Standar Pelaporan dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara) Ditegaskan dalam PSP 100 par 24 Standar Umum dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara bahwa PDTT dalam bentuk pemeriksaan investigatif hanya dilakukan ketika terdapat predikasi yang memadai. Predikasi dapat berasal dari temuan pemeriksaan selain PDTT dalam bentuk pemeriksaan investigatif, informasi pihak internal maupun eksternal BPK. Temuan atau 69 informasi tersebut harus diuji kelayakannya sebelum bisa diterima sebagai predikasi . Menurut praktik yang lazim, keputusan untuk melakukan pemeriksaan investigatif dilakukan setelah melalui proses yang cermat ( due process ). Tim yang yang ditunjuk akan melakukan penelitian awal tentang SIABIDIBA (5 W dan I H) dari kasus yang diteliti (baik yang berasal dari temuan awal pemeriksaan keuangan atau pemeriksaan kinerja, maupun permintaan eksternal). Selanjutnya, setiap tahap harus dilalui berdasarkan pedoman pemeriksaan investigatif, termasuk expose internal dan eksternal (dengan aparat penegak hukum terkait), dan setiap tahapan harus dilandasi SPKN, kode etik, dan sistem kendali mutu. Dengan demikian, dapat digaris bawahi sekali lagi perbedaan antara pemeriksaan keuangan dan PDTT, yaitu pemeriksaan keuangan bertujuan memastikan laporan keuangan yang disajikan dapat dipercaya dan andal sesuai standar akuntansi pemerintah. Sedangkan PDTT investigatif adalah pemeriksaan yang mendalam dengan mengumpulkan seluruh bukti yang terkait untuk memberi keyakinan kuat terjadinya fraud dan sekaligus menyajikan dugaan besarnya kerugian negara. Hasil investigasi ini selanjutnya akan dilakukan penyelidikan dan penyidikan oleh aparat penegak hukum. Sedangkan PDTT non investigatif seperti PDTT atas kelaikan suatu proyek, denda keterlambatan, penetapan dan penyaluran subsidi, bantuan sosial, divestasi atau investasi, dan lain-lain merupakan pemeriksaan yang mendalam baik atas inisiatif BPK namun lebih banyak atas permintaan dari stakeholders . Sehingga tidak heran apabila ada satu entitas yang sudah mendapat opini WTP dalam pemeriksaan keuangan namun dilakukan juga PDTT. Berdasarkan uraian di atas, izinkan saya memberikan empat simpulan dalam keterangan ahli ini, yaitu:
pemeriksaan dengan tujuan tertentu yang dilakukan BPK merupakan bagian dari kewenangan konstitusional BPK sebagaimana diatur dalam Pasal 23E ayat (1) UUD NRI 1945 guna memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
frasa “pemeriksaan dengan tujuan tertentu” memiliki kejelasan tujuan dan kejelasan rumusan yang mengandung kepastian hukum dengan diaturnya pelaksanaan pemeriksaan berdasarkan standar pemeriksaan keuangan negara yang disusun BPK dengan berkonsultasi dengan pemerintah, 70 sehingga BPK dan/atau pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan dengan tujuan tertentu harus dan wajib menggunakan standar tersebut sebagai pedoman dan rambu dalam melaksanakan pemeriksaan, sehingga tujuan dan rumusan pemeriksaan yang dilaksanakan nyata dan pasti berdasarkan standar pemeriksaan tersebut;
agar pemeriksaan dengan tujuan tertentu dapat minimalisasi potensi abuse of power, wewenang pemeriksaan harus berpedoman pada standar pemeriksaan, pelaksanaannya pun terdapat sistem kendali mutu, dan juga adanya kode etik pemeriksa dalam hal kemungkinan terjadinya penyimpangan yang dilakukan pemeriksa;
mengenai institusi pemerintah sudah mendapatkan status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) namun tetap dilakukan PDTT, hal demikian disebabkan perbedaan atas tujuan, prosedur, dan substansi hasil pemeriksaan. Pemeriksaan keuangan yang melahirkan opini antara lain WTP berbeda dalam tujuan, prosedur, dan substansinya dengan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Saksi: Sumiyati - Bahwa pemeriksaan dengan tujuan tertentu dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan juga Rancangan Undang-Undang BPK, yaitu adanya permintaan dari institusi di luar BPK seperti yang didiskusikan dan disepakati oleh pemerintah secara bersama-sama dengan DPR dan BPK RI; - Bahwa dalam melaksanakan pemeriksaan keuangan negara, BPK RI tidak hanya melaksanakan pemeriksaan dan pemeriksaan kinerja. Namun sebagai lembaga pemeriksa keuangan tertinggi di Indonesia atau dikenal dengan nama Supreme Audit Institutions , BPK dapat melaksanakan pemeriksaan karena ditemukannya suatu permasalahan dalam pemeriksaan keuangan dan/atau pemeriksaan kinerja yang perlu didalami lebih lanjut, ataupun adanya permintaan dari eksternal di luar BPK. Adapun permasalahan yang perlu pemeriksaan lebih lanjut atau permintaan pemeriksaan dari institusi lain, dapat berupa indikasi adanya kerugian negara, kecurangan, atau fraud , dan juga hal- hal lain yang terkait dengan keuangan negara. Dengan memperhatikan berbagai jenis pemeriksaan yang terkait dengan keuangan negara, maka 71 disepakati bersama oleh DPR, Pemerintah, dan BPK RI, tidak digunakan suatu istilah atau jenis pemeriksaan tertentu, namun digunakan nama generik, yaitu pemeriksaan dengan tujuan tertentu, dalam huruf kecil, agar BPK sebagai lembaga pemeriksa tertinggi dapat menjalankan mandat yang diterimanya. - Selain hal tersebut, dalam praktik pemeriksaan rumusan pemeriksaan dengan tujuan tertentu dipilih mengingat dalam international best practice , jenis-jenis pemeriksaan selalu berkembang mengikuti dinamika organisasi atau lingkungan di mana lembaga pemeriksa itu berada. Oleh karena itu, dipilih suatu rumusan yang tidak kaku. Namun demikian, untuk menjaga tata kelola pemeriksaan dengan tujuan tertentu, tetap harus berpedoman pada standar pemeriksaan yang ditetapkan oleh BPK setelah dikonsultasikan kepada Pemerintah. - Untuk mencegah terjadinya abuse of power , Pemerintah dan DPR sepakat untuk menetapkan norma hukum yang mengatur bahwa pemeriksaan dilaksanakan berdasarkan standar pemeriksaan. Standar pemeriksaan yang sekarang diberi nama Standar Pemeriksaan Keuangan Negara atau disingkat SPKN, ditetapkan oleh BPK setelah berkonsultasi dengan Pemerintah. - Kemudian, di Undang-Undang BPK juga menetapkan bahwa BPK harus mempunyai majelis kehormatan kode etik. - Sehubungan dengan adanya intitusi pemerintah yang sudah mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian atau WTP, namun tetap dilakukan PDTT, saksi dapat terangkan sebagai berikut. - Opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan, bukan kebenaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Laporan keuangan mendapatkan opini WTP jika pemeriksa yakin bahwa tidak terdapat hal yang material yang dapat memengaruhi kewajaran penyajian laporan keuangan. - Bahwa opini WTP ini sesuai dengan yang disepakati, dimasukkan di dalam undang-undang bahwa itu merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan, yang kriterianya dituangkan juga di dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004. Ini juga didiskusikan dan dihasilkan kriteria secara bersama-sama pada saat dilakukan pembahasan RUU tersebut. 72 - Bahwa saat itu didiskusikan dan dipertanyakan kenapa ada pemeriksaan kinerja? pemeriksaan kinerja dilakukan karena keuangan negara setiap tahunnya dituangkan dalam Undang-Undang APBN, maka pemeriksaan atas pelaksanaan APBN juga didasarkan pada kinerja. Oleh karena itu, dirumuskan pemeriksaan kinerja. - Bahwa kemudian masih ada hal-hal lain yang terkait dengan keuangan negara, namun bukan pemeriksaan keuangan dan bukan pemeriksaan kinerja. Akhirnya, dicarikan varian pemeriksaan yang bisa menampung kebutuhan pemeriksaan tersebut karena bisa muncul dari pemeriksaan BPK sendiri, dan bisa juga berasal dari permintaan apakah lembaga negara lainnya seperti pemerintah atau BPK, atau juga bisa berasal dari pemerintah daerah atau ada informasi yang masuk ke BPK. Mengingat bahwa pemeriksaan atau penugasan permintaan ini bisa berbagai macam, maka akhirnya disepakati bersama, dicarikan rumpunnya. Itulah yang dimasukkan di dalam pemeriksaan dengan tujuan tertentu. - Kemudian inilah kenapa akhirnya muncul bahwa untuk pemeriksaan tujuan tertentu di sini bisa untuk hal-hal yang terkait dengan keuangan. Di situ ada pemeriksaan investigasi atau ada penugasan yang lainnya. Hal tersebutlah yang disepakati. Namun, tetap di dalam menjalankan pemeriksaan mengacu pada standar pemeriksaan yang ditetapkan oleh BPK, namun tetap harus berkonsultasi dengan pemerintah pada saat perumusan standar pemeriksaan tersebut. - Bahwa pada saat itu juga didiskusikan dan dibahas mengenai apabila pada saat BPK menjalankan tugas sebagai pemeriksa keuangan negara ternyata menemukan hal-hal yang ternyata di situ bukan kasus di bidang keuangan negara, misalkan ada kasus pidana kemudian bagaimana langkah yang harus dilakukan oleh BPK. Dari situ akhirnya disepakati bahwa dalam hal diketemukan adanya kasus di luar keuangan negara seperti pidana, maka BPK harus segera melaporkan kasus ini kepada instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. [2.4] Menimbang bahwa terhadap permohonan para Pemohon, DPR menyampaikan keterangan lisan di depan persidangan pada tanggal 26 November 2019 dan juga telah menyerahkan keterangan tertulis dan keterangan tertulis 73 tambahan beserta lampirannya yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut: I. Ketentuan UU BPK dan __ UU PPTKN yang Dimohonkan Pengujian Materil Terhadap UUD NRI Tahun 1945 Dalam permohonan a quo , para Pemohon __ mengajukan pengujian materiil terhadap Pasal 6 ayat (3) UU BPK dan Pasal 4 ayat (1) UU PPTKN sepanjang frasa “dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu” yang berketentuan sebagai berikut: Pasal 6 ayat (3) UU BPK “Pemeriksaan BPK mencakup pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu” Pasal 4 ayat (1) UU PPTKN “Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri atas pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, __ dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu” __ Para Pemohon dalam petitumnya memohon agar Pasal 6 ayat (3) UU BPK dan Pasal 4 ayat (1) UU PPTKN terhadap frasa “dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu” diputus bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dengan alasan bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 23E ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang berketentuan: Pasal 1 ayat (3) “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Pasal 23E ayat (1) “Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.” Pasal 28D ayat (1) “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” __ __ __ __ __ __ 74 II. Keterangan DPR RI A. Kedudukan Hukum ( legal standing ) Para Pemohon Terkait kedudukan hukum ( legal standing ) para Pemohon dalam pengujian UU a quo secara materiil, DPR RI memberikan pandangan dengan berdasarkan 5 (lima) batasan kerugian konstitusional sebagai berikut:
Adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional para Pemohon yang diberikan oleh UUD NRI Tahun 1945 Bahwa Pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 yang dijadikan batu uji oleh para Pemohon tidak mengatur mengenai hak dan/atau kewenangan konstitusional melainkan menegaskan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Selain itu Pasal 23E ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang juga dijadikan batu uji oleh Para Pemohon tidak mengatur mengenai hak dan/atau kewenangan konstitusional melainkan mengatur mengenai tugas Badan Pemeriksa Keuangan. Oleh karena itu para Pemohon tidak memiliki hak dan/atau kewenangan konstitusional karena para Pemohon tidak memberikan argumentasi dan tidak membuktikan adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut sebagaimana yang dijamin dalam pasal-pasal a quo UUD NRI Tahun 1945 sebagai batu uji dalam pengujian UU a quo .
Bahwa hak dan/atau kewenangan konstitusional para Pemohon tersebut dianggap oleh para Pemohon telah dirugikan oleh suatu undang-undang yang diuji Pasal-pasal a quo mengatur mengenai tugas BPK yang merupakan penjabaran dari ketentuan 23E ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, sehingga memberikan kepastian hukum terhadap pengaturan mengenai tugas BPK. Dalam hal ini para Pemohon yang berstatus sebagai Dosen dan Mahasiswa tidak dirugikan hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya, karena tidak terdapat korelasi antara ketentuan pasal-pasal a quo dengan para Pemohon yang bukan Anggota BPK atau pihak yang terdampak dengan berlakunya pasal- pasal a quo. Oleh karena itu tidak ada hak dan/atau kewenangan konstitusional para Pemohon yang dirugikan dengan berlakunya ketentuan pasal-pasal a quo . 75 c. Bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional para Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) merupakan salah satu penguatan terhadap BPK dalam upaya meningkatkan efektifitas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Kerugian yang didalilkan para Pemohon terkait dengan anggapan bahwa pengaturan PDTT tidak sesuai dengan pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki oleh para Pemohon sesungguhnya bukanlah kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional, melainkan asumsi para Pemohon tanpa ada dasar argumentasi yang jelas. Selain itu dalil yang disampaikan para Pemohon yang menyatakan pelaksanaan PDTT berpotensi disalahgunakan oleh oknum BPK ( vide perbaikan permohonan hal 24), adalah asumsi para Pemohon yang tidak ada pertautannya dengan profesi para Pemohon sebagai Dosen ataupun mahasiswa. Oleh karena itu tidak ada kerugian yang bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi.
Adanya hubungan sebab akibat ( causal verband ) antara kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional dengan undang-undang yang dimohonkan pengujian Sebagaimana yang telah diuraikan oleh DPR RI dalam poin a, b, c, tersebut di atas, kerugian yang didalilkan oleh para Pemohon bukan merupakan kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional para Pemohon yang dijamin oleh UUD NRI Tahun 1945. Seharusnya para Pemohon perlu untuk mempelajari dan memahami mengenai sistem ketatanegaraan dan perundang-undangan di Indonesia untuk dapat melaksanakan tugasnya sebagai Dosen Hukum Tata Negara dan mahasiswa dengan baik, khususnya mengenai tugas BPK berdasarkan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu sudah dapat dipastikan tidak ada hubungan sebab akibat ( causal verband) antara kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional yang didalilkan oleh para Pemohon dengan ketentuan pasal-pasal a quo . 76 e. Adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, maka kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi Bahwa karena tidak ada hubungan sebab akibat ( causal verband) maka sudah dapat dipastikan bahwa pengujian ketentuan pasal-pasal a quo tidak akan berdampak apa pun pada para Pemohon. Dengan demikian menjadi tidak relevan lagi bagi Mahkamah Konsitusi untuk memeriksa dan memutus permohonan a quo , karena para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) sehingga sudah sepatutnya Mahkamah Konstitusi tidak mempertimbangkan pokok permohonan para Pemohon. Dengan demikian, PDTT yang mensyaratkan bahwa objek pemeriksaannya adalah lembaga negara bukan orang perorangan, tanpa menihilkan peran mahasiswa dan dosen atau PDTT yang mendasarkan pada objek yang berkaitan dengan keuangan atau objek atau pihak yang berkaitan dengan keuangan negara. Oleh karenanya tidak ada kerugian konstitusional karena para Pemohon tidak secara spesifik menguraikan kerugian konstitusionalnya maupun juga hubungan sebab-akibat antara kerugian yang didalilkan oleh para Pemohon dengan ketentuan pasal- pasal a quo . Sebagai dosen, tugas dosen adalah mentransformasikan, membimbing, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan. Begitupun halnya dengan Pemohon sebagai mahasiswa yang berkewajiban menuntut ilmu, seharusnya tidak mengajukan permohonan ini ke Mahkamah Konstitusi, melainkan dilakukan kajian lebih lanjut sebagai objek riset, skripsi, tesis bahkan disertasi. DPR RI berpandangan seharusnya mekanisme pengujian materiil undang-undang terhadap UUD NRI Tahun 1945 diajukan oleh pihak yang benar-benar memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) sebagai pihak yang memiliki genuinitas. Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, terhadap kedudukan hukum ( legal standing ) para Pemohon, DPR RI menyerahkan sepenuhnya kepada Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi untuk mempertimbangkan dan menilai apakah Para Pemohon memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 51 ayat (1) Undang- Undang tentang Mahkamah Konstitusi dan Putusan Mahkamah Konstitusi 77 Perkara Nomor 006/PUU-III/2005 dan Putusan perkara Nomor 011/PUU- V/2007 mengenai parameter kerugian konstitusional. B. Pengujian Materiil Pasal-Pasal a quo UU BPK dan UU PPTKN Terhadap UUD NRI Tahun 1945 Terhadap pengujian materiil yang diajukan oleh Para Pemohon, DPR RI memberikan keterangan terkait dengan frasa “..dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu” atau PDTT dalam ketentuan Pasal 6 ayat (3) UU BPK dan Pasal 4 ayat (1) UU PPTKN sebagai berikut:
Keuangan negara merupakan salah satu unsur pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan negara dan mempunyai manfaat yang sangat penting guna mewujudkan tujuan negara sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945. Para pembentuk UUD NRI Tahun 1945 menyadari bahwa pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab Pemerintah tentang keuangan negara merupakan kewajiban yang berat, sehingga perlu dibentuk suatu lembaga pemeriksa keuangan negara yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah. Dengan adanya ketentuan Pasal 23E UUD NRI Tahun 1945, telah memperkokoh keberadaan dan kedudukan BPK sebagai satu lembaga negara yang bebas dan mandiri dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab pemerintah tentang keuangan negara. Kemandirian dan kebebasan dari ketergantungan kepada Pemerintah dalam hal kelembagaan, pemeriksaan, dan pelaporan sangat diperlukan oleh BPK agar dapat melaksanakan tugas sebagaimana yang diamanatkan oleh Pasal 23E UUD NRI Tahun 1945. Oleh karena itu, berdasarkan ketentuan Pasal 23G ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang memberikan delegasi kepada pembentuk undang-undang untuk mengatur lebih lanjut mengenai BPK dalam suatu undang-undang, maka dibentuklah UU BPK.
Tugas BPK sebagaimana ketentuan Pasal 23E ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 telah dijabarkan dalam ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU BPK yang menyatakan “ BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha 78 Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan Negara ”.
Bahwa pembentukan UU PPTKN dan UU BPK memiliki materi muatan yang saling terkait. RUU tentang PPTKN lahir karena memiliki materi muatan yang saling terkait dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UU Keuangan Negara), Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (UU Perbendaharaan Negara), dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (UU BPK Lama) ( vide Risalah Rapat Kerja RUU tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, rapat ke-2, rapat kerja ke-1 dengan Menteri Keuangan pada hari Senin tanggal 9 Februari 2004 hal. 9).
Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (3) UU BPK dan Pasal 4 ayat (1) UU PPTKN, tugas BPK dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara mencakup:
Pemeriksaan keuangan;
Pemeriksaan kinerja; dan
Pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
Sesuai dengan risalah RUU tentang PPTKN, BPK bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara meliputi pemeriksaan atas laporan keuangan dan pemeriksaan atas hal-hal yang berkaitan dengan keuangan, pemeriksaan kinerja meliputi aspek ekonomis, efisiensi, dan efektifitas, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu yang meliputi pemeriksaan di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja ( vide Risalah Rapat Kerja RUU tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, rapat ke-5, rapat kerja ke-4 dengan Menteri Keuangan pada hari Selasa tanggal 17 Februari 2004, hal 24).
Ketentuan Pasal 4 ayat (4) UU PPTKN menyatakan bahwa pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan yang tidak termasuk dalam pemeriksaan keuangan dan kinerja. Dalam penjelasannya dinyatakan bahwa pemeriksaan dengan tujuan tertentu meliputi antara lain pemeriksaan atas hal-hal lain di bidang keuangan, pemeriksaan investigatif, dan pemeriksaan atas sistem pengendalian 79 intern pemerintah yang dalam pelaksanaannya, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 6 ayat (2) UU BPK, dilakukan berdasarkan UU PPTKN.
Berdasarkan __ Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang tertuang dalam Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2017, PDTT bertujuan untuk memberikan kesimpulan sesuai dengan tujuan pemeriksaan yang ditetapkan. PDTT dapat berbentuk pemeriksaan kepatuhan dan pemerikaan investigatif. Tujuan PDTT dalam bentuk pemeriksaan kepatuhan adalah untuk menilai apakah hal pokok yang diperiksa sesuai (patuh) dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, tujuan PDTT dalam bentuk pemeriksaan investigatif adalah untuk mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana.
Terhadap dalil para Pemohon yang pada intinya menyatakan bahwa tugas PDTT tidak sesuai dengan Pasal 23E UUD NRI Tahun 1945 karena secara gramatikal kewenangan BPK adalah pemeriksaan keuangan dan pemeriksaaan kinerja saja ( vide perbaikan permohonan hal 26), DPR RI memberikan keterangan sebagai berikut:
Berdasarkan Pasal 1 angka 5 dan angka 6 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan disebutkan bahwa Wewenang adalah hak yang dimiliki oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Sedangkan yang dimaksud dengan Kewenangan adalah kekuasaan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk bertindak dalam ranah hukum publik. Adanya kewenangan yang dimiliki oleh suatu lembaga atau pejabat negara adalah untuk pelaksanaan tugas dan fungsinya.
Dalam pelaksanaan tugas berdasarkan Pasal 6 ayat (1) dan ayat (3) UU BPK, BPK memiliki kewenangan yang diatur dalam Pasal 9 hingga Pasal 11 UU BPK. Bahwa berdasarkan Pasal 12 UU BPK, ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan wewenang tersebut diatur dengan Peraturan BPK. Oleh karena itu, pemahaman para Pemohon yang menganggap ketentuan dalam 80 Pasal 23E ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 sebagai “kewenangan” BPK adalah opini yang keliru karena PDTT adalah cakupan, ruang lingkup, dan menjadi bagian daripada tugas BPK.
Frasa tujuan tertentu bersifat teknis yang tidak dapat dijelaskan secara rinci, karena tujuan tertentu adalah tujuan-tujuan yang spesifik yang bersifat khusus dan bersifat mendasar. PDTT tidak bertentangan dengan Pasal 23 UUD NRI Tahun 1946 karena semakin memperkuat peran tujuan audit dalam rangka mengamankan keuangan negara dengan melakukan pendalaman terhadap aspek tertentu di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja.
Makna konstitusionalitas pada dasarnya tidak hanya terbatas pada apa yang tertulis dalam naskah undang-undang dasar. Untuk menafsirkan, menilai atau menguji konstitusionalitas suatu undang- undang terdapat empat indikator penilai, yaitu:
Naskah undang-undang dasar yang resmi dan tertulis;
Dokumen-dokumen tertulis yang terkait erat dengan naskah undang-undang dasar, seperti risalah-risalah;
Nilai-nilai konstitusi yang dalam praktik ketatanegaraan telah dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari keharusan dan kebiasaan dalam penyelenggaraan kegiatan bernegara; dan 4) Nilai-nilai yang hidup dalam kesadaran kognitif rakyat serta kenyataan perilaku politik dan hukum warga negara yang dianggap sebagai kebiasaan dan keharusan yang ideal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, penafsiran merupakan proses di mana pengadilan mencari kepastian pengertian mengenai peraturan tertentu dari suatu undang-undang. Penafsiran merupakan upaya melalui pengadilan untuk mencari kepastian mengenai apa sesungguhnya yang menjadi kehendak pembentuk undang-undang ( vide Jimly Asshiddiqie, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang , dalam Laporan Hasil Penelitian Penafsiran Konstitusi dalam Pengujian Undang-Undang Terhadap Undang-Undang Dasar, Pusat 81 Penelitian, Pengkajian Perkara dan Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi, Tahun 2016, hal. 12). __ e. Bahwa tiga bentuk penafsiran konstitusi adalah penafsiran historis ( original intent ), penafsiran doktrinal (tekstual dan gramatikal), dan penafsiran responsif. Penafsiran yang seharusnya dihindari adalah cara pendekatan tekstual dari bunyi undang-undang yang secara kaku ( rigid ) tidak dapat mengantisipasi dan menyesuaikan diri dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat. ( vide Robert C. Post dan Achmad Sodiki, dalam Laporan Hasil Penelitian Penafsiran Konstitusi dalam Pengujian Undang-Undang Terhadap Undang-Undang Dasar, Pusat Penelitian, Pengkajian Perkara dan Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi, Tahun 2016, halaman 10 dan 11).
Bahwa berdasarkan Risalah RUU PPTKN, salah satu contoh pemeriksaan jenis tertentu adalah dalam hal terjadi pencemaran lingkungan, pemeriksa keuangan harus mencari dan mengidentifikasi penyebab dan akibat yang ditimbulkan dari pencemaran serta biaya yang harus dikeluarkan oleh Negara. Oleh karena itu, hanya terdapat 3 (tiga) jenis pemeriksaan, yaitu finance audit , performance audit , dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Bahwa selain itu BPK juga dapat melakukan PDTT sebagai pemeriksaan lanjutan dari pemeriksaan sebelumnya (pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja) atau menindaklanjuti permintaan dari Aparat Penegak Hukum dalam rangka proses peradilan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (4), Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 13 UU PPTKN ( vide Rapat Kerja RUU PPTKN Rapat ke-5, Rapat Kerja ke-4 dengan Pemerintah, tanggal 17 Februari 2004).
Oleh karena itu dalil Para Pemohon yang pada intinya menyatakan bahwa tugas PDTT tidak sesuai dengan Pasal 23E UUD NRI Tahun 1945 adalah opini yang tidak berdasar.
Tugas yang diberikan kepada BPK berdasarkan Pasal 23E UUD NRI Tahun 1945 dijabarkan lebih lanjut dalam UU BPK yang merupakan amanat dari Pasal 23G ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang 82 menyatakan bahwa “ Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur dengan Undang-Undang ”. Ketentuan tersebut merupakan delegasi kewenangan terbuka ( open legal policy ) kepada pembentuk undang-undang untuk mengatur lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan dalam UU BPK, termasuk mengenai cakupan tugas yang diberikan kepada BPK.
DPR RI memberikan keterangan bahwa MK tidak pernah membatalkan undang-undang atau sebagian isinya, jikalau norma tersebut merupakan delegasi kewenangan terbuka yang dapat ditentukan sebagai legal policy oleh pembentuk undang-undang, sebagaimana terdapat dalam Pendapat Mahkamah pada point [3.17] Putusan MK Nomor 51-52-59/PUU-VI/2008 yang menyatakan: “..Menimbang bahwa Mahkamah dalam fungsinya sebagai pengawal konstitusi tidak mungkin untuk membatalkan undang- undang atau sebagian isinya, jikalau norma tersebut merupakan delegasi kewenangan terbuka yang dapat ditentukan sebagai legal policy oleh pembentuk undang-undang. Meskipun seandainya isi suatu undang-undang dinilai buruk, seperti halnya ketentuan presidential threshold dan pemisahan jadwal Pemilu dalam perkara a quo , Mahkamah tetap tidak dapat membatalkannya, sebab yang dinilai buruk tidak selalu berarti inkonstitusional, kecuali kalau produk legal policy tersebut jelas-jelas melanggar moralitas, rasionalitas dan ketidakadilan yang intolerable . Pandangan hukum yang demikian sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 010/PUU-III/2005 bertanggal 31 Mei 2005 yang menyatakan sepanjang pilihan kebijakan tidak merupakan hal yang melampaui kewenangan pembentuk undang- undang, tidak merupakan penyalahgunaan kewenangan, serta tidak nyata-nyata bertentangan dengan UUD 1945, maka pilihan kebijakan demikian tidak dapat dibatalkan oleh Mahkamah”.
Bahwa open legal policy pembentuk undang-undang yang memberikan tugas kepada BPK yang mencakup salah satunya adalah PDTT ke dalam UU a quo , terbukti telah memberikan manfaat bagi bangsa dan negara karena dapat mengidentifikasi dan mendeteksi kerugian keuangan negara yang terjadi. DPR RI menegaskan bahwa pelaksanaan PDTT tidak bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 karena PDTT tidak diterapkan secara diskriminatif. Pelaksanaan PDTT dilakukan terhadap objek pemeriksaan yang telah diduga terjadi penyalahgunaan keuangan negara, atau ada, atau timbulnya data baru, sehingga dibutuhkan untuk segera diperiksa berdasarkan 83 kewenangan auditor atau terkait dengan permintaan resmi dari DPR RI. Berikut adalah beberapa contoh konkret PDTT yang telah dilakukan oleh BPK:
Berdasarkan Surat DPR RI Nomor KD 01/8104/DPR-RI/X/2010 tanggal 26 Oktober 2010 dan Surat DPR RI Nomor PW 01/4220/DPR-RI/V/2011 tanggal 25 Mei 2011, BPK telah melakukan PDTT atas sektor hulu listrik serta program percepatan pembangkit berbahan bakar batu bara pada PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) (PT. PLN). Dalam laporannya, BPK menemukan penyimpangan yang berpotensi melanggar hukum dan merugikan negara yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait. Khusus di sektor energi primer, penyimpangan tersebut mengakibatkan PT. PLN mengalami kerugian Rp 17.900.681,34 juta (tujuh belas triliun sembilan ratus miliar enam ratus delapan puluh satu koma tiga puluh empat juta rupiah) pada tahun 2009, dan Rp 19.698.224,77 juta (sembilan belas triliun enam ratus sembilan puluh delapan miliar dua ratus dua puluh empat koma tujuh puluh tujuh juta rupiah) pada tahun 2010 ( vide Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu Sektor Hulu Listrik pada PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero), Auditorat Keuangan Negara VII Nomor: 30/Auditama VII/PDTT/09/2011 tanggal 16 September 2011);
Panitia Khusus (Pansus) DPR RI atas kasus PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero) (PT. Pelindo II) meminta BPK untuk melakukan audit investigasi/PDTT terhadap sejumlah kejanggalan yang ditemukan oleh Pansus DPR RI. Nilai indikasi kerugian negara berasal dari kekurangan upfront fee yang seharusnya diterima oleh PT. Pelindo II dari perpanjangan perjanjian kerja sama pengelolaan dan pengoperasian PT. Jakarta International Container Terminal (JICT), antara PT. Pelindo II dan PT. Hutchinson Port Holding (HPH) berindikasi merugikan negara sebesar Rp 4,08 triliun (empat koma delapan triliun rupiah) ( vide Warta BPK Edisi 07-Vol. VII-Juli 2017, hal 6-15); 84 c. Berdasarkan permintaan DPR RI melalui Surat DPR Nomor PW/5487/DPRRI/IX/2009 tanggal 1 September 2009 perihal Audit Investigatif/Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu Terhadap Bank Century, BPK melakukan audit investigatif/PDTT terhadap PT. Bank Century, Tbk. (Bank Century) ( vide BPK Serahkan Hasil Pemeriksaan Bank Century Ke DPR, 23 November 2009, http: //www.bpk.go.id/news/bpk-serahkan-hasil-pemeriksaan-bank- century-ke-dpr). Hasil pemeriksaan telah diserahkan kepada DPR RI pada tanggal 23 November 2009 yang mengungkap sembilan temuan yang dilakukan pendalaman melalui PDTT lanjutan, tetapi hingga saat ini perkara tersebut masih ditangani oleh KPK dan kami tidak mengetahui perkembangan selanjutnya.
Berdasarkan Surat Ketua DPR RI Nomor: PW.01/3177/DPR RI/IV/2011, tanggal 6 April 2011 yang meminta BPK untuk melakukan pemeriksaan lanjutan dilakukan audit investigatif/PDTT terhadap kasus Bank Century. Hasil pemeriksaan menemukan bahwa terdapat penyaluran penyertaan modal sementara (PMS) kepada Bank Century oleh komite koordinasi (KK) yang kelembagaanya belum dibentuk berdasarkan undang-undang, sehingga penyaluran PMS tersebut tidak memiliki dasar hukum. Total PMS sejumlah Rp. 6.762,36 miliar (enam triliun tujuh ratus enam puluh dua koma tiga puluh enam miliar rupiah) ( vide BPK RI Menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigasi Lanjutan atas Kasus PT Bank Century, Tbk., Siaran Pers Badan Pemeriksa Keuangan ( online ), 23 Desember 2011, https: //www.bpk.go.id/assets/files/storage/2013/12/file_storage_138 6755982.pdf).
Bahwa terkait dalil para Pemohon yang mempertanyakan mengapa ada lembaga negara yang sudah mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian, tetapi tetap dikenakan PDTT, DPR RI memberikan keterangan sebagai berikut: 85 a. Pendapat para Pemohon tersebut menunjukkan kekurangpahaman atau ketidaktahuan para Pemohon terhadap pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh BPK. Opini BPK merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang disesuaikan dengan standar akutansi pemerintahan (SAP), kepatuhan terhadap peraturan perundang- undangan dan efektifitas sistem pengendalian intern.
Terdapat empat jenis opini yang dapat diberikan oleh BPK, yakni:
opini wajar tanpa pengecualian ( unqualified opinion );
opini wajar dengan pengecualian ( qualified opinion );
opini tidak wajar ( adversed opinion ); dan pernyataan menolak memberikan opini ( disclaimer of opinion ). Makna opini WTP diberikan kepada suatu instansi adalah bahwa laporan keuangan instansi tersebut telah disajikan secara wajar tanpa pengecualian berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.
WTP sebagai opini dari BPK bukanlah menjadi jaminan pasti bahwa tidak terdapat pelanggaran pengelolaan keuangan Negara pada lembaga dimaksud, karena yang dinilai hanyalah apakah laporan keuangan sudah disusun dengan wajar selanjutnya dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). Opini WTP merupakan pernyataan mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan dan tidak menutup kemungkinan untuk dilakukannya PDTT terhadap instansi tersebut.
Sesuai amanat Pasal 23E ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, kepada BPK untuk melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang mencakup seluruh unsur keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dalam rangka melakukan pemeriksaan atas seluruh unsur keuangan negara tersebut, terdapat tiga jenis pemeriksaan yang dilakukan BPK, yaitu pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, maupun PDTT. Masing-masing jenis pemeriksaan tersebut memiliki tujuan 86 yang berbeda-beda. PDTT adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus di luar Pemeriksaan Keuangan dan Pemeriksaan Kinerja. Termasuk dalam PDTT ini adalah pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan dengan keuangan dan pemeriksaan investigatif yang memuat kesimpulan.
PDTT dapat berupa Pemeriksaan Kepatuhan dan Pemeriksaan Investigatif sebagaimana praktik yang lazim di dunia internasional yang biasa dikenal dengan nama Compliance Audit dan Investigative Audit . Pemeriksaan Kepatuhan merupakan ciri khas dari sektor publik yang membedakannya dengan sektor privat. Pemeriksaan tersebut dilakukan untuk mengevaluasi secara lebih mendalam kepatuhan manajemen sektor publik dalam mengelola sumber daya yang dipercayakan kepadanya, yang mungkin tidak dapat diungkap saat Pemeriksaan Keuangan. Sedangkan Pemeriksaan Investigatif dilakukan untuk mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana.
Pemerik saan Keuangan dan PDTT memiliki perbedaan tujuan yang berdampak pada perbedaan metode, ruang lingkup, dan fokus kedua pemeriksaan tersebut. Sebagaimana disampaikan sebelumnya, kedua jenis pemeriksaan tersebut merupakan bagian dari pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Sebagai contoh, Pemeriksaan Keuangan memeriksa kewajaran penyajian pertanggungjawaban seluruh penerimaan dan pengeluaran APBN/APBD. Sedangkan PDTT sudah difokuskan pada aspek tertentu, misalnya atas PNBP, belanja barang dan jasa, atau manajemen aset.
Dengan adanya PDTT, BPK berhasil mengungkap banyak kasus penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara, baik di lingkungan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dinas-dinas, maupun di lingkungan BUMN. Apabila menghilangkan kewenangan PDTT maka menjadi celah hukum untuk melemahkan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang oleh pembentuk undang-undang, dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan akuntabel. 87 13. DPR RI sebagai lembaga yang mewakili atau merepresentasikan rakyat Indonesia berkepentingan untuk meminta BPK melakukan PDTT berupa pemeriksaan investigatif untuk menyelamatkan keuangan negara sebagai akibat dari perilaku koruptif agar dapat dikembalikan ke kas negara. Hasil PDTT kemudian diproses lebih lanjut melalui upaya hukum untuk dilakukan pemulihan atau pengembalian kerugian negara kepada negara dan para pihak terkait untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Kepentingan DPR RI sebagai repesentasi kepentingan rakyat tersebut merupakan salah satu pelaksanaan dari fungsi pengawasan DPR RI sebagaimana dijamin dan sejalan dengan Konstitusi dalam rangka memastikan bahwa keuangan negara telah dikelola secara transparan, akuntabel, bertanggung jawab, dan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia ( vide Pasal 23 UUD NRI Tahun 1945, Pasal 21 ayat (3) UU PPTKN, Pasal 162 ayat (2) Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2014 jo Peraturan DPR RI Nomor 2 Tahun 2018 tentang Tata Tertib). Dengan demikian, DPR RI dapat mengetahui sejauh mana penyimpangan yang terjadi dan besar kerugian negara melalui PDTT yang berbentuk pemeriksaan investigatif. C. Risalah Pembahasan Pasal a quo UU BPK dan UU PPTKN Selain pandangan secara konstitusional, teoritis, dan yuridis, sebagaimana telah diuraikan di atas, DPR RI melampirkan risalah pembahasan UU BPK dan UU PPTKN sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari keterangan DPR RI ini. III. Petitum DPR RI Bahwa berdasarkan keterangan tersebut di atas, DPR RI memohon agar kiranya, Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi memberikan amar putusan sebagai berikut:
Menolak permohonan a quo untuk seluruhnya atau setidak-setidaknya menyatakan permohonan a quo tidak dapat diterima;
Menerima keterangan DPR RI secara keseluruhan;
Menyatakan bahwa frasa “ dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu ” dalam Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (Lembaran Negara Republik 88 Indonesia Tahun 2006 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4654), tidak bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 23E ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tetap memiliki kekuatan hukum mengikat;
Menyatakan bahwa frasa “ dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu ” dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400), tidak bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 23E ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tetap memiliki kekuatan hukum mengikat. Apabila Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya ( ex aequo et bono ). Keterangan Tambahan Dewan Perwakilan Rakyat I. Kedudukan Hukum ( legal standing ) Terhadap kedudukan hukum Para Pemohon, DPR RI memberikan keterangan tambahan sebagai berikut: Terhadap para Pemohon yang berprofesi sebagai dosen dan mahasiswa di Fakultas Hukum dan aktivis organisasi Mahutama, DPR RI berpandangan bahwa para Pemohon tidak menjelaskan pertautan antara profesi para Pemohon dengan frasa “dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu” (PDTT) dalam UU a quo yang merupakan cakupan tugas BPK. Dalam hal ini para Pemohon tidak dirugikan hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya, karena tidak terdapat pertautan antara ketentuan pasal-pasal a quo dengan para Pemohon yang bukan Anggota BPK dan juga bukan sebagai pihak yang terdampak atas tugas PDTT yang dilakukan oleh BPK . Bahwa para Pemohon sebagai pendidik profesional dan ilmuwan memiliki tugas untuk mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, serta sebagai anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran seharusnya menggali lebih jauh mengenai pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab 89 keuangan negara dengan lebih komprehensif dan tidak secara parsial. Sebagai sivitas akademika, jika para Pemohon kurang memahami mengenai pemeriksaan dan pengelolaan tanggung jawab keuangan negara, dalam hal ini mengenai PDTT, maka seharusnya terlebih dahulu para Pemohon meminta keterangan dan berdiskusi dengan lembaga negara yang memiliki tugas untuk melaksanakan PDTT, yaitu BPK. Jika para Pemohon telah memperoleh pemahaman secara mendalam mengenai pelaksanaan PDTT, maka justru dapat menunjang profesi para Pemohon sebagai sivitas akademika yang berilmu. Bahwa hak para Pemohon untuk memperoleh pendidikan dan mempunyai kebebasan berpikir, serta untuk menyatakan pikiran dan sikap, tidak terhambat dengan adanya tugas BPK untuk melakukan PDTT. Bahwa kalaupun para Pemohon mengalami kesulitan untuk memahami dasar konstitusionalitas tugas PDTT dimaksud, maka hal tersebut tidak memiliki hubungan sebab akibat antara keberlakuan Pasal 6 ayat (3) UU BPK dan Pasal 4 ayat (1) UU Pemeriksaan Keuangan Negara dengan kerugian konstitusional yang didalilkan Para Pemohon. Hal tersebut sesuai dengan pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi dalam Putusan MK Nomor 74/PUU-XVI/2018 yang menyatakan: “ … jika pun benar Para Pemohon memiliki hak konstitusional, quod non, kerugian dimaksud tidak memiliki hubungan sebab akibat secara potensial apalagi secara faktual dan aktual oleh berlakunya ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf z dan Penjelasan Pasal 74 UU 8/2010 karena selaku pengajar atau dosen, Pemohon III dan Pemohon IV tetap dapat mengajar di bidangnya masing-masing dan tetap dapat memberikan kontribusi dalam proses perubahan peraturan perundang-undangan, terlebih lagi kerugian yang didalilkan oleh Pemohon III dan Pemohon IV tidak bersifat spesifik (khusus ). “ Bahwa jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang dijadikan batu uji oleh para Pemohon juga tidak memiliki relevansi dengan ketentuan pasal a quo UU BPK dan UU PPTKN apabila dihubungkan dengan profesi para Pemohon. Ketentuan pasal-pasal a quo merupakan penjabaran dari ketentuan Pasal 23E ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, sehingga justru memberikan kepastian hukum terhadap pengaturan mengenai tugas BPK untuk memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara. 90 Bahwa berdasarkan uraian tersebut, maka nyata-nyata terlihat bahwa para Pemohon tidak memilki kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional yang bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi yang diakibatkan dari keberlakuan pasal-pasal a quo UU BPK dan UU PPTKN. Selain itu ketentuan pasal-pasal a quo UU BPK dan UU PPTKN juga tidak memiliki hubungan sebab akibat akibat ( causal verband ) dengan kerugian yang didalilkan oleh para Pemohon. Oleh karena itu maka sudah dapat dipastikan bahwa pengujian ketentuan pasal-pasal a quo tidak akan berdampak apa pun pada para Pemohon. Dengan demikian menjadi tidak relevan lagi bagi Mahkamah Konsitusi untuk memeriksa dan memutus permohonan a quo , karena para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) sehingga sudah sepatutnya Mahkamah Konstitusi tidak mempertimbangkan pokok permohonan Para Pemohon. __ II. Pengujian Materiil UU BPK dan UU PPTKN Terhadap pengujian materiil UU BPK dan UU PPTKN, DPR RI memberikan keterangan tambahan sebagai berikut: A. Bahwa secara filosofis pembentukan mengenai UU BPK dan UU PPTKN diuraikan sebagai berikut:
Bahwa untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat, maka diperlukan pengelolaan keuangan negara yang diselenggarakan secara profesional, independen, terbuka, dan bertanggung jawab. Mengingat pentingnya hal tersebut maka dalam Bab VIII dan Bab VIIIA UUD NRI Tahun 1945 telah diatur prinsip-prinsip dasar pengelolaan keuangan Negara. Sebagai suatu konstitusi yang bersifat filosofis prinsip-prinsip dasar, UUD NRI Tahun 1945 hanya menetapkan secara eksplisit aturan-aturan pokok mengenai pengelolaan keuangan negara yang meliputi salah satunya pemeriksaan tanggung jawab keuangan negara. Selanjutnya, UUD NRI Tahun 1945 mendelegasikan pengaturan penyelenggaraan aturan pokok tersebut ke dalam undang-undang. 91 2. Begitu pentingnya akuntabilitas dalam penyelengaraan pemerintahan, sehingga perlu membentuk undang-undang yang mengatur mengenai ketentuan pokok keuangan negara, perbendaharaan negara, dan pelaksanaan pemeriksaan oleh unsur pengawasan eksternal instansi pemerintah agar jelas cakupan keuangan negara yang diawasi dan tanggung jawab masing-masing pengelola yang terlibat dalam pengelolaan keuangan negara. Bahwa dalam upaya untuk mewujudkan sistem pengelolaan fiskal yang berkesinambungan ( sustainable ) sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam UUD NRI Tahun 1945 dan asas umum yang berlaku secara universal dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, diperlukan pemeriksaan oleh satu badan pemeriksa keuangan yang bebas dan mandiri, terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 23E UUD NRI Tahun 1945. Dengan telah dibentuknya UU BPK dan UU PPTKN, maka BPK memiliki landasan operasional yang memadai dalam melaksanakan tugasnya memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilaksanakan oleh instansi pemerintahan. B. Bahwa terkait dalil para Pemohon yang mempertanyakan mengapa ada lembaga negara yang sudah diperiksa oleh BPK dan mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP), tetapi tetap berpotensi untuk dilakukan pemeriksaaan kembali oleh BPK dengan dilakukannya PDTT, DPR RI memberikan keterangan tambahan sebagai berikut:
Pendapat para Pemohon tersebut menunjukkan kekurangpahaman atau ketidaktahuan para Pemohon terhadap pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh BPK. Opini BPK merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang disesuaikan dengan standar akutansi pemerintahan (SAP), kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan efektifitas sistem pengendalian intern.
Terdapat empat jenis opini yang dapat diberikan oleh BPK terhadap instansi yang menjadi objek pemeriksaan, yakni:
opini wajar tanpa 92 pengecualian (unqualified opinion) ;
opini wajar dengan pengecualian (qualified opinion) ;
opini tidak wajar (adversed opinion) ; dan pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion) . Makna opini WTP yang diberikan kepada suatu instansi adalah bahwa laporan keuangan instansi tersebut telah disajikan secara wajar tanpa pengecualian berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.
WTP sebagai opini dari BPK bukanlah jaminan pasti bahwa tidak terdapat pelanggaran pengelolaan keuangan negara pada lembaga yang diperiksa, karena yang dinilai hanyalah apakah laporan keuangan sudah disusun dengan wajar, selanjutnya oleh BPK dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). Opini WTP merupakan pernyataan mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan dan tidak menutup kemungkinan untuk dilakukannya pemeriksaan lanjutan terhadap instansi tersebut, jika ditemukan adanya indikasi-indikasi pengelolaan keuangan negara yang menimbulkan kerugian negara dan/atau unsur pidana.
Sesuai amanat Pasal 23E ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 kepada BPK untuk melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang meliputi seluruh unsur keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dalam rangka melakukan pemeriksaan atas seluruh unsur keuangan negara tersebut, terdapat tiga jenis pemeriksaan yang dilakukan BPK, yaitu pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan PDTT yang memiliki tujuan dan hasil yang berbeda-beda. PDTT adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus di luar Pemeriksaan Keuangan dan Pemeriksaan Kinerja. Termasuk dalam PDTT ini adalah pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan dengan keuangan dan pemeriksaan investigatif yang memuat kesimpulan. Berdasarkan ketentuan Pasal 16 UU PPTKN, hasil PDTT memuat kesimpulan bukan opini, temuan maupun rekomendasi. 93 5. PDTT dapat berupa Pemeriksaan Kepatuhan dan Pemeriksaan Investigatif sebagaimana praktik yang lazim secara internasional yang dikenal dengan nama Compliance Audit (pemeriksaan kepatuhan) dan Investigative Audit (pemeriksaan investigatif). Pemeriksaan kepatuhan dilakukan untuk memperoleh keyakinan yang memadai terhadap laporan keuangan yang bebas dari kesalahan penyajian. Sesuai dengan SPKN, BPK melakukan pengujian kepatuhan pemerintah pusat terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, kecurangan dan ketidakpatuhan yang berpengaruh langsung serta memeriksa kesesuaian material terhadap penyajian laporan keuangan. Namun pemeriksaan yang dilakukan BPK atas laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) tidak dirancang khusus untuk menyatakan pendapat atas kepatuhan terhadap seluruh peraturan perundang-undangan. Pemeriksaan kepatuhan merupakan ciri khas dari sektor publik yang membedakannya dengan sektor privat. Pemeriksaan tersebut dilakukan untuk mengevaluasi secara lebih mendalam atas kepatuhan manajemen dalam mengelola sumber daya yang dipercayakan kepadanya, yang tidak dapat dicakup saat Pemeriksaan Keuangan. Sedangkan Pemeriksaan Investigatif dilakukan untuk mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana, yang dilakukan atas inisiatif BPK berdasarkan hasil pemeriksaan sebelumnya atau atas permintaan dari instansi berwenang dan/atau lembaga perwakilan. Apabila dari hasil PDTT BPK menyimpulkan adanya unsur pidana, maka BPK melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pemeriksaan Keuangan dan PDTT memiliki perbedaan tujuan yang berakibat pada perbedaan metode, ruang lingkup, dan fokus kedua pemeriksaan tersebut. Sebagaimana disampaikan sebelumnya, kedua jenis pemeriksaan tersebut merupakan bagian dari pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Sebagai contoh, Pemeriksaan Keuangan memeriksa kewajaran penyajian pertanggungjawaban seluruh penerimaan dan pengeluaran 94 APBN/APBD. Sedangkan PDTT sudah difokuskan pada aspek tertentu, misalnya atas PNBP, belanja barang dan jasa, atau manajemen aset.
Bahwa meskipun BPK telah memberikan opini WTP, namun PDTT atas inisiatif BPK tetap dapat dilaksanakan. Hal tersebut dapat disimulasikan sebagai berikut: • Sebelum memberikan opini, BPK melakukan asersi untuk menguji pernyataan manajemen. Misalnya manajemen menyatakan memiliki piutang sebesar Rp 100 juta (seratus juta rupiah) kepada Pihak X, kemudian BPK melakukan pengujian kesesuaian dengan dokumen- dokumen dan ditemukan bahwa nilai piutang tersebut benar adanya sebesar Rp 100 juta. Oleh karena itu, BPK memberikan opini WTP karena penyajian laporan keuangan telah sesuai dengan bukti-bukti. • Namun mengenai kebijakan pemberian piutang tersebut kepada Pihak X apakah sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau tidak, maka BPK dapat melakukan PDTT berupa pemeriksaan kepatuhan.
Dengan adanya PDTT, BPK berhasil mengungkap banyak kasus penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara, baik di lingkungan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dinas-dinas, maupun di lingkungan BUMN. Apabila cakupan tugas PDTT yang dimiliki BPK tidak ada, maka menjadi celah hukum untuk melemahkan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang diamanatkan oleh pembentuk undang-undang, dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan akuntabel. Dengan demikian, terhadap para Pemohon yang mempertanyakan mengapa ada lembaga negara yang sudah diperiksa oleh BPK dan mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP), tetapi tetap berpotensi untuk dilakukan pemeriksaaan kembali oleh BPK dengan dilakukannya PDTT, berdasarkan uraian angka 1 sampai dengan angka 8, hal tersebut dilakukan dalam rangka pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dapat dilakukan mengingat pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja dan PDTT memiliki ruang lingkup yang berbeda dan mekanisme yang tidak sama. 95 C. Terhadap dalil Para Pemohon yang menyatakan PDTT mengakibatkan potensi adanya abuse of power oleh BPK, DPR RI memberikan keterangan tambahan bahwa:
Sesuai dengan kewenangan BPK yang dinyatakan dalam Pasal 9 UU BPK, BPK memiliki kewenangan untuk menentukan objek pemeriksaan, merencanakan, dan melaksanakan pemeriksaan, menentukan waktu dan metode pemeriksaan, serta menyusun dan menyajikan laporan pemeriksaan. Kewenangan ini merupakan wujud independensi BPK sebagai lembaga eksternal audit pemerintah.
Bahwa seluruh pemeriksaan oleh BPK, termasuk PDTT, telah diatur secara ketat pelaksanaannya dengan standar pemeriksaan melalui SPKN yang mengacu pada The Generally Accepted Government Auditing Standards (GAGAS). SPKN yang berlaku pada saat ini ditetapkan oleh Ketua BPK melalui Peraturan BPK RI Nomor 1 Tahun 2017 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Selain itu terdapat Peraturan BPK Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan dan Peraturan BPK Nomor 5 Tahun 2018 tentang Majelis Kehormatan Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan. Oleh karena itu, kekhawatiran Para Pemohon mengenai adanya potensi abuse of power dalam pelaksanaan pemeriksaan adalah hal yang tidak berdasar.
Pemeriksaan oleh BPK merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari fungsi pengawasan atas kinerja pemerintahan secara umum, yang dalam hal ini memang menjadi kewenangan DPR RI sebagai wujud keterwakilan politik rakyat dalam kekuasaan negara. Namun demikian, justru karena fungsi pengawasan oleh DPR RI bersifat politis, struktur dan pembagian kekuasaan dalam UUD NRI Tahun 1945 menempatkan BPK, sebagai lembaga yang bebas dan mandiri, yang melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara secara lebih teknis. Karena sifatnya yang teknis, semua jenis pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK baik atas permintaan oleh DPR RI/DPRD atau atas inisiatif BPK sendiri, haruslah dapat dipertanggungjawabkan secara profesional sesuai 96 dengan keilmuan, standar, maupun peraturan-perundangan sebagai dasar hukumnya.
Bahwa permintaan dari DPR RI/DPRD adalah salah satu sumber informasi awal untuk melakukan PDTT, namun tidak menjadi satu- satunya sumber. Hal-hal yang sedang menjadi sorotan publik (ramai di media massa), hasil pemeriksaan sebelumnya, renstra pemerintah, serta amanat undang-undang, juga menjadi pertimbangan BPK ketika memutuskan untuk memeriksa suatu objek. Semua sumber tersebut tentunya tidak serta-merta diputuskan untuk diperiksa tanpa terlebih dulu dilaksanakan suatu kajian awal, terutama apabila yang dimintakan adalah PDTT investigatif.
Kewenangan BPK melakukan PDTT sudah sejalan dengan praktik- praktik yang ada di BPK negara lain. Contoh BPK di negara-negara lain yang melakukan compliance audit (PDTT) sebagai jenis pemeriksaan selain pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja antara lain: SAI European Union , SAI Bulgary , SAI Croatia , SAI Cyprus , SAI Denmark , SAI Estonia , SAI Hungary , SAI Italy , SAI Spain , dan SAI Poland .
Bahwa standar pemeriksaan yang dijadikan rujukan BPK dalam PBPK 1/2017 telah mengadopsi International Standards on Auditing (ISA). Selain itu, BPK sebagai bagian dari organisasi badan pemeriksaan keuangan sedunia yang bernama International Organization of Supreme Audit Institutions (INTOSAI), dalam melaksanakan pemeriksaan juga mengacu pada perkembangan standar pemeriksaan, termasuk International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) yang ditetapkan oleh INTOSAI. Dengan adanya acuan standar pemeriksaan yang sama oleh seluruh anggota INTOSAI, memungkinkan untuk dilakukan telaah atas sistem pengendalian mutu BPK oleh Supreme Audit Institution (SAI) negara lain yang menjadi anggota INTOSAI guna menjamin bahwa mutu pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara oleh BPK telah sesuai dengan standar. Hal ini diatur dalam Pasal 33 ayat (1) UU BPK. 97 7. Penyusunan standar pemeriksaan internasional saat ini berubah dari berbasis pengaturan __ detail ( rule based standards ) menjadi berbasis prinsip ( principle based standards) yang dimaksudkan salah satunya agar SPKN lebih fleksibel dalam mengakomodir perubahan- perubahan aturan maupun best practices profesi pemeriksa di dunia, sehingga SPKN yang diberlakukan akan dapat digunakan dalam jangka waktu yang lebih lama __ dan tidak perlu terlalu sering berubah. Dengan demikian, terhadap para Pemohon yang menyatakan PDTT mengakibatkan potensi adanya abuse of power oleh BPK, sebagaimana uraian angka 1 sampai dengan angka 7, maka hal tersebut akan sulit dilakukan oleh pemeriksa BPK dengan adanya peraturan-peraturan yang harus diikuti bagi BPK dalam melaksanakan pemeriksanaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sehingga dalil potensi adanya abuse of power tersebut tidaklah beralasan. D. Mengenai frasa “dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu” dalam Pasal 6 ayat (3) UU 15/2006 dan Pasal 4 ayat (1) UU 15/2004 yang didalilkan oleh Para Pemohon tidak sesuai dengan original intent Pasal 23E ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, DPR RI memberikan keterangan tambahan sebagai berikut:
Pembahasan mengenai perubahan BPK itu sudah dimulai sejak Sidang Umum MPR Tahun 1999, namun tidak selesai. Pembahasan rancangan materi perubahan kedua dimulai dalam rapat Badan Pekerja MPR-RI pada akhir tahun 1999, yang diteruskan pembahasannya dalam Panitia Ad Hoc (PAH) I BP-MPR. Banyak hal telah disepakati, namun sampai dengan hasil pembahasan dibawa ke Rapat Paripurna Sidang Tahunan MPR-RI Tahun 2000, ternyata mengenai BPK ini belum dapat diputuskan. Pembahasan mengenai ketentuan BPK baru dapat diselesaikan dalam Sidang MPR RI Tahun 2001, yang menyepakati pengaturan tentang ketentuan BPK sebagai bagian dari Perubahan Ketiga UUD NRI Tahun 1945, dalam suatu Bab tersendiri, yaitu Bab VIIIA, yang terdiri dari 3 (tiga) pasal yaitu Pasal 23E, Pasal 23F dan Pasal 23G. Argumentasi para Pemohon mengenai original intent Pasal 23E ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 sebagaimana dimuat dalam permohonannya, hanya mengacu pada 98 pembahasan Perubahan Pertama UUD NRI Tahun 1945 yang dilakukan pada tahun 1999, tanpa memperhatikan pembahasan- pembahasan untuk Perubahan UUD NRI Tahun 1945 selanjutnya.
Pendapat-pendapat individual yang berkembang selama berlangsungnya proses perubahan UUD NRI Tahun 1945, yang sebagian dirujuk oleh Para Pemohon, tidaklah dapat dikatakan sebagai original intent Pasal 23E ayat (1) UUD NRI Tahun 1945. Hal ini sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU- XVII/2019 yang menyatakan bahwa: “ Original intent adalah pendapat terakhir yang disepakati, terlepas dari bagaimana kesepakatan itu diperoleh. Lagi pula, secara akademik maupun praktik, original intent tidak selalu dapat dijadikan rujukan yang tepat dalam menafsirkan konstitusi jika konstitusi diharapkan senantiasa mampu menjawab kebutuhan zaman. Sebab, rujukan kepada original intent tidak boleh mengesampingkan tiga aspek penting dalam penafsiran konstitusi, yaitu konstitusi sebagai kesatuan (unity of the constitution), koherensi praktis (practical coherence), dan keberlakuan yang tepat (appropriate working) dari suatu norma konstitusi. ” 3. Berdasarkan Risalah Pembahasan Sidang-Sidang MPR diketahui bahwa penguatan dan pemberdayaan BPK sesuai tuntutan dan harapan masyarakat dilakukan melalui beberapa hal, antara lain:
penegasan kedudukan BPK yang bebas dan mandiri atau terlepas dari pengaruh lembaga tinggi negara lainnya dalam melakukan tugasnya;
penegasan BPK sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa keuangan negara (eksternal);
Perluasan ruang lingkup obyek yang diperiksa, yaitu tidak hanya meliputi keuangan negara yang dikelola Pemerintah dalam APBN, namun meliputi pula keuangan negara yang pengelolaannya dipisahkan dari APBN; dan
Perluasan tugas BPK, dalam konteks proses pengelolaan keuangan negara yang diperiksa, dari yang semula hanya memeriksa tanggung jawab keuangan negara ditambah menjadi ‘memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara’. Sehingga BPK tidak sekedar melakukan pemeriksaan atas penyajian laporan keuangan saja, akan tetapi memeriksa seluruh aspek dan proses pengelolaan keuangan negara, termasuk memeriksa keselarasan kebijakan pemerintah dengan arah kebijakan 99 yang ditetapkan dalam Undang-Undang dan dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi dan mewujudkan sistem pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel. Upaya penguatan dan pemberdayaaan BPK tersebut, menghasilkan rumusan perubahan ketentuan tentang BPK dalam UUD NRI Tahun 1945, termasuk yang termuat dalam Pasal 23E ayat (1) yang menentukan “ Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri .” 4. Penegasan pelaksanaan pemeriksaan BPK secara bebas dan mandiri tersebut sejalan dengan Section 5 “ The Lima Declaration of Guidelines on Auditing Precepts ” yang berbunyi sebagai berikut: Section 5. Independence of Supreme Audit Institutions 1. Supreme Audit Institutions can accomplish their tasks objectively and effectively only if they are independent of the audited entity and are protected against outside influence. 2. Although state institutions cannot be absolutely independent because they are part of the state as a whole, Supreme Audit Institutions shall have the functional and organisational independence required to accomplish their tasks. 3. The establishment of Supreme Audit Institutions and the necessary degree of their independence shall be laid down in the Constitution; details may be set out in legislation. Dengan demikian, dalil para Pemohon yang menyatakan bahwa frasa “dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu” dalam ketentuan a quo tidak sesuai dengan original intent Pasal 23E ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, merupakan pernyataan yang tidak beralasan dan telah mengabaikan semangat yang justru merupakan original intent dari Pasal 23E ayat UUD NRI Tahun 1945, yang menghendaki BPK sebagai satu-satunya lembaga negara yang bertugas memeriksa seluruh sistem keuangan negara secara bebas dan mandiri, dengan tetap memperhatikan kaidah keilmuan di bidang pemeriksaan keuangan atau audit . E. Bahwa terhadap pertanyaan Yang Mulia Hakim Konstitusi Suhartoyo yang pada intinya menanyakan kepada DPR RI dan BPK mengenai nomenklatur PDTT yang abstrak, tidak konkret, dan mengapa nomenklatur tersebut tidak diubah menjadi pemeriksaan 100 investigatif, DPR RI memberikan keterangan tambahan sebagai berikut:
PDTT meliputi pemeriksaan kepatuhan dan pemeriksan invetigatif. Meskipun baik pemeriksaan kepatuhan dan pemeriksaan investigatif menghasilkan kesimpulan, namun keduanya memiliki tujuan yang berbeda.
Tujuan PDTT dalam bentuk pemeriksaan kepatuhan adalah untuk menilai apakah hal pokok yang diperiksa sesuai (patuh) dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam PDTT dengan bentuk pemeriksaan kepatuhan, apabila pemeriksa mengidentifikasi adanya pertentangan antara beberapa sumber kriteria yang digunakan, pemeriksa harus menganalisis konsekuensi dari adanya pertentangan tersebut. Materialitas juga dipertimbangkan dalam penentuan topik dan kriteria pemeriksaan.
Tujuan PDTT dalam bentuk pemeriksaan investigatif adalah untuk mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana. PDTT dalam bentuk pemeriksaan investigatif ini hanya dilakukan ketika terdapat predikasi yang memadai. Predikasi adalah keseluruhan dari peristiwa, keadaan pada saat peristiwa itu, dan segala hal yang terkait atau berkaitan yang dapat membawa seseorang yang memiliki akal sehat, profesional, dan memiliki tingkat kehati-hatian, untuk yakin bahwa fraud telah, sedang, atau akan terjadi (PBPK 1/2017 PSP 100 angka 5 huruf v). Sumber predikasi dapat berasal dari temuan pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, maupun pemeriksaan kepatuhan, dan informasi pihak internal maupun eksternal BPK. Dengan merujuk pada cakupan dalam PDTT tersebut, maka jelas bahwa PDTT tidak hanya berupa pemeriksaan investigatif namun juga terdapat pemeriksaan kepatuhan. Pemeriksaan kepatuhan tidak dapat disamaartikan dengan pemeriksaan investigatif karena memiliki tujuan, metode, dan ruang lingkup yang berbeda. Oleh karena itu, DPR RI memberikan keterangan bahwa nomenklatur PDTT dalam pasal-pasal a quo UU BPK dan UU PPTKN tidak dapat diganti dengan nomenklatur pemeriksaan investigatif. 101 F. Bahwa Terhadap Permintaan Yang Mulia Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih atas Risalah Pembahasan RUU BPK dan RUU PPTKN, DPR RI Memberikan Lampiran Risalah Pembahasan RUU BPK dan RUU PPTKN Secara Lengkap Sebagai Lampiran yang tidak Terpisahkan dari keterangan tambahan Ini. III. Petitum DPR RI Bahwa berdasarkan keterangan tambahan tersebut, DPR RI memohon agar kiranya, Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi memberikan amar putusan sebagai berikut:
Menolak permohonan a quo untuk seluruhnya atau setidak-setidaknya menyatakan permohonan a quo tidak dapat diterima;
Menerima keterangan DPR RI secara keseluruhan;
Menyatakan bahwa frasa “ dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu ” dalam Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4654), tidak bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 23E ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tetap memiliki kekuatan hukum mengikat;
Menyatakan bahwa frasa “ dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu ” dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400), tidak bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 23E ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tetap memiliki kekuatan hukum mengikat. Apabila Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya ( ex aequo et bono ). [2.5] Menimbang bahwa terhadap permohonan para Pemohon, Pihak Terkait Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyampaikan keterangan lisan di depan persidangan pada tanggal 26 November 2019 dan juga telah menyerahkan 102 keterangan tertulis beserta lampirannya yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut: A. Legal Standing Dalam permohonan yang diajukan kepada Mahkamah Konstitusi, Pemohon menyatakan mengalami kerugian konstitusional yang bersifat potensial pasti atas eksistensi frasa "dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu" dalam ketentuan norma a quo dengan alasan antara lain sebagai berikut:
Pasca diundangkannya UU 15/2004, terdapat penambahan kewenangan BPK yakni kewenangan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (selanjutnya disebut PDTT) yang tidak termasuk dalam Pemeriksaan Keuangan dan Pemeriksaan Kinerja. Kewenangan tersebut dimasukkan dalam UU 15/2006 sehingga inkonstitusional karena tidak sesuai dengan wewenang yang diberikan oleh Pasal 23E ayat (1) UUD 1945. Penambahan kewenangan PDTT menyebabkan timbulnya kerugian konstitusional bagi Pemohon I dan Pemohon II dalam menjalankan tugasnya sebagai akademisi saat harus menjelaskan konstitusionalitas, maksud, dan tujuan PDTT pada saat dilakukan PDTT terhadap suatu lembaga negara padahal lembaga negara itu sudah mendapatkan status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dan kerugian konstitusionalitas bagi Pemohon III selaku mahasiswa yang mendapatkan penjelasan terkait kedudukan PDTT.
Berdasarkan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang balk dan asas kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 5 huruf a dan huruf f serta Pasal 6 huruf i Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (selanjutnya disingkat UU 12/2011), frasa 'pemeriksaan dengan tujuan tertentu' tidak memiliki kejelasan tujuan dan tidak memiliki kejelasan rumusan; Terhadap alasan-alasan permohonan di atas, BPK berpendapat, sebagai berikut:
Sebagai dosen dan mahasiswa, Pemohon tidak menjelaskan secara spesifik kerugian konstitusional sebagai akibat berlakunya norma a quo, karena tidak ada penjelasan mengenai hubungan sebab akibat (causal verband) antara norma a quo dengan kerugian konstitusional Pemohon dalam memberikan penjelasan dan memahami PDTT. 103 Dalam hal, yaitu seorang pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Sebagai sivitas akademika, pertanyaan-pertanyaan yang timbul mengenai suatu permasalahan, dalam hal ini mengenai PDTT, seyogyanya dijadikan bahan untuk melakukan suatu penelitian. Untuk mendukung hal tersebut, BPK terbuka untuk memberikan penjelasan mengenai PDTT termasuk mengenai standar yang digunakan.
Dalil Pemohon yang menyatakan bahwa rumusan PDTT dalam UU 15/2006 tidak memiliki kejelasan tujuan dan tidak memiliki kejelasan rumusan, sehingga tidak mencerminkan asas kepastian hukum sesuai dengan teknik pembuatan peraturan perundang-undangan dalam UU 12/2011, bukan merupakan masalah konstitusionalitas norma PDTT, namun merupakan hal yang terkait dengan teknik legal drafting sehingga bukan merupakan ranah Mahkamah Konstitusi untuk mengujinya. Dengan demikian, Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum atau legal standing untuk mengajukan permohonan pengujian atas Pasal-Pasal a quo. Oleh karena itu, sudah sepatutnya Mahkamah Konstitusi menyatakan tidak dapat menerima Permohonan a quo. Namun demikian, BPK tetap menyerahkan sepenuhnya kepada Majelis Hakim untuk menilai apakah Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing). Apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat untuk menerima Permohonan a quo, perkenankan BPK menyampaikan penjelasan atas materi perkara sebagaimana dalam bagian di bawah ini. B. Keterangan BPK atas Pokok Permohonan Pemohon Terhadap frasa "dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu" dalam ketentuan a quo yang dimohonkan untuk diuji oleh Pemohon, BPK berpendapat bahwa ketentuan tersebut memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan BPK, dengan penjelasan yang akan disampaikan dalam 4 (empat) bagian pokok, yakni pertama penjelasan tentang PDTT dalam pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, kedua penjelasan tentang pengaturan mengenai PDTT dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara 104 (SPKN), ketiga penjelasan tentang original intent perumusan Pasal 23E ayat (1) UUD 1945, dan keempat __ penjelasan tentang Konstitusionalitas Norma PDTT dalam UU 15/2004 dan UU 15/2006.
PDTT dalam Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Terkait dengan pelaksanaan PDTT, Pemohon mempermasalahkan hal-hal berikut:
Pemohon mempertanyakan dasar konstitusional kewenangan PDTT yang dimiliki BPK karena seringkali terhadap instansi Pemerintah yang sudah berkali-kali mendapatkan status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) masih juga dilakukan PDTT.
Pemohon menyatakan bahwa secara normatif BPK dapat melaksanakan PDTT apabila ada permintaan dari DPR/DPRD untuk melakukan pemeriksaan lanjutan berdasarkan ketentuan Pasal 21 ayat (3) UU 15/2004 yang menyatakan, "DPR/DPRD dapat meminta BPK untuk melakukan pemeriksaan lanjutan." c. Pemohon berpendapat bahwa permintaan DPR/DPRD untuk melakukan pemeriksaan lanjutan dengan menggunakan pilihan PDTT, sangat memiliki tendensi politik dan dapat dijadikan sebagai instrumen yang berpotensi disalahgunakan (abuse of power) karena tidak adanya kejelasan terkait tentang pelaksanaan PDTT dalam UU 15/2004 dan UU 15/2006 dibandingkan dengan jenis pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) UU 15/2004. Selain itu, ketidakjelasan instrumen wewenang yang diberikan kepada BPK dalam melaksanakan PDTT akan menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil dan dapat berpotensi disalahgunakan oleh "oknum" BPK dalam melaksanakan tugasnya. Terhadap dalil Pemohon tersebut, dapat diberikan keterangan sebagai berikut:
Hubungan Opini atas Laporan Keuangan dengan PDTT 1) Sesuai ketentuan Pasal 23E ayat (1) UUD 1945, BPK diamanatkan untuk melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Pemeriksaan tersebut mencakup seluruh unsur keuangan negara 105 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Dalam rangka melakukan pemeriksaan atas seluruh unsur keuangan negara tersebut, terdapat tiga jenis pemeriksaan yang dilakukan BPK, yaitu pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, maupun PDTT. Masing-masing jenis pemeriksaan tersebut memiliki tujuan yang berbeda- beda, yaitu: a) Pemeriksaan Keuangan, merupakan pemeriksaan atas Laporan Keuangan (LK) yang dilakukan dalam rangka menilai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam LK Pemerintah. Laporan pemeriksaan ini memuat opini atas LK. b) Pemeriksaan Kinerja, ditujukan untuk memastikan bahwa kegiatan yang dibiayai dengan keuangan negara/daerah diselenggarakan secara ekonomis dan efisien, serta memenuhi sasarannya secara efektif. Laporan pemeriksaan ini memuat temuan, kesimpulan, dan rekomendasi. c) PDTT adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus di Iuar Pemeriksaan Keuangan dan Pemeriksaan Kinerja. Termasuk dalam PDTT ini adalah pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan dengan keuangan dan pemeriksaan investigatif. Laporan pemeriksaan ini memuat kesimpulan.
Opini dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas LK Pemerintah merupakan pernyataan mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam LK. Terdapat empat jenis opini yang dapat diberikan Pemeriksa, yakni:
opini wajar tanpa pengecualian _(unqualified opinion); _ (2) opini wajar dengan pengecualian _(qualified opinion); _ (3) opini tidak wajar _(adversed opinion); _ dan (4) pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion). Makna opini WTP diberikan kepada suatu instansi adalah bahwa LK instansi tersebut telah disajikan secara wajar tanpa pengecualian berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.
PDTT dapat berupa Pemeriksaan Kepatuhan dan Pemeriksaan Investigatif sebagaimana praktik yang lazim di dunia internasional yang biasa dikenal dengan nama Compliance Audit dan Investigative Audit. Pemeriksaan Kepatuhan merupakan ciri khas dari sektor publik yang membedakannya 106 dengan sektor privat. Pemeriksaan tersebut dilakukan untuk mengevaluasi secara lebih mendalam kepatuhan manajemen sektor publik dalam mengelola sumber daya yang dipercayakan kepadanya, yang mungkin tidak dapat di- cover saat Pemeriksaan Keuangan. Sedangkan Pemeriksaan Investigatif dilakukan untuk mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana.
Pemeriksaan Keuangan dan PDTT memiliki perbedaan tujuan yang berakibat pada perbedaan metode, ruang lingkup, dan fokus kedua pemeriksaan tersebut. Sebagaimana disampaikan sebelumnya, kedua jenis pemeriksaan tersebut merupakan bagian dari pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Sebagai contoh, Pemeriksaan Keuangan memeriksa kewajaran penyajian pertanggungjawaban seluruh penerimaan dan pengeluaran APBN/APBD. Sedangkan PDTT sudah difokuskan pada aspek tertentu, misalnya atas PNBP, belanja barang dan jasa, atau manajemen aset.
Diberikannya opini WTP atas LK suatu instansi tidak menutup kemungkinan untuk dilakukannya PDTT terhadap instansi tersebut, apabila dari hasil Pemeriksaan Keuangan atau dari hasil Pemeriksaan Kinerja terdapat hal yang menurut BPK perlu untuk diperiksa lebih lanjut, termasuk untuk mengungkap adanya kerugian negara. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalil Pemohon yang mempermasalahkan perolehan opini WTP oleh suatu instansi dengan dilaksanakannya PDTT atas instansi tersebut, adalah hal yang tidak relevan.
PDTT Berdasarkan Permintaan 1) Selain pelaksanaan PDTT yang diinisiasi oleh BPK, PDTT juga dapat dilakukan berdasarkan adanya permintaan dari lembaga perwakilan maupun aparat penegak hukum, serta amanat dari undang-undang. Sebagai contoh: a) PDTT atas Pengadaan Alat Kesehatan pada Pemerintah Kota Tangerang Selatan dan Pada Pemerintah Provinsi Banten, dilakukan atas permintaan dari KPK; b) PDTT terkait pembangunan P3SON Hambalang, dilakukan berdasarkan permintaan dari DPR; c) PDTTterkait PT Pelindo, dilakukan berdasarkan permintaan DPR; 107 d) PDTT terkait PT Bank Century, dilakukan berdasarkan permintaan DPR dan KPK; dan e) PDTT atas Laporan Pertanggungjawaban Bantuan Keuangan Partai Politik, dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011.
Sesuai dengan kewenangan BPK yang dinyatakan dalam Pasal 9 UU 15/2006, BPK memiliki kewenangan untuk menentukan objek pemeriksaan, merencanakan, dan melaksanakan pemeriksaan, menentukan waktu dan metode pemeriksaan, serta menyusun dan menyajikan laporan pemeriksaan. Kewenangan ini merupakan wujud independensi BPK sebagai lembaga eksternal audit pemerintah. Permintaan dari DPR menjadi salah satu sumber informasi awal untuk melakukan PDTT, namun tidak menjadi satu-satunya sumber. Hal-hal yang sedang menjadi sorotan publik (ramai di media massa), hasil pemeriksaan sebelumnya, renstra pemerintah, serta amanat undang-undang, juga menjadi pertimbangan BPK ketika memutuskan untuk memeriksa suatu objek. Semua sumber tersebut tentunya tidak serta merta diputuskan untuk diperiksa tanpa terlebih dulu dilaksanakan suatu kajian awal, terutama apabila yang dimintakan adalah PDTT investigatif. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalil Pemohon yang menyatakan bahwa PDTT hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan lembaga perwakilan, tidak berdasar.
Potensi Abuse of Power dalam Pelaksanaan PDTT oleh BPK Terhadap dalil Pemohon yang menyatakan bahwa PDTT sangat memiliki tendensi politik dan dapat dijadikan sebagai instrumen yang berpotensi disalahgunakan (abuse of power), dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pemeriksaan oleh BPK merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari fungsi pengawasan atas kinerja pemerintahan secara umum, yang dalam hal ini memang menjadi domain DPR sebagai wujud keterwakilan politik rakyat dalam kekuasaan negara. Namun demikian, justru karena fungsi pengawasan oleh DPR bersifat politis, struktur dan pembagian kekuasaan dalam UUD 1945 menempatkan BPK, sebagai lembaga yang bebas dan mandiri, yang melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab 108 keuangan negara secara lebih teknis. Karena sifatnya yang teknis, semua jenis pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK baik atas permintaan oleh DPR/DPRD atau atas inisiatif BPK sendiri, haruslah dapat dipertanggungjawabkan secara profesional sesuai dengan keilmuan, standar, maupun peraturan-perundangan sebagai batu ujinya.
Kewenangan BPK melakukan PDTT sudah sejalan dengan praktik-praktik yang ada di BPK negara lain. Contoh BPK di negara-negara lain yang melakukan compliance audit (PDTT) sebagai jenis pemeriksaan selain pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja antara lain: SAI European Union, SAI Bulgary, SAI Croatia, SAI Cyprus, SAI Denmark, SAI Estonia, SAI Hungary, SAI Italy, SAI Spain, dan SAI Poland. 3) Perihal kekhawatiran Pemohon mengenai adanya potensi abuse of power dalam pelaksanaan pemeriksaan, sebenarnya sudah cukup diantisipasi dengan adanya Peraturan BPK tentang SPKN, dan peraturan perundang- undangan lain yang mengatur konsekuensi atas penyalahgunaan kewenangan, antara lain Peraturan BPK Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan dan Peraturan BPK Nomor 5 Tahun 2018 tentang Majelis Kehormatan Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan. __ Dengan demikian, potensi abuse of power yang menjadi kekhawatiran Pemohon sebenarnya bukan merupakan permasalahan konstitusionalitas, melainkan permasalahan yang dapat timbul dalam penerapan norma, sehingga tidak tepat apabila hal tersebut menjadi materi yang dimohonkan untuk diuji oleh Mahkamah Konstitusi.
PDTT dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara Pemohon mendalilkan bahwa keberadaan kewenangan PDTT dalam ketentuan norma a quo menimbulkan ketidakpastian hukum karena Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (selanjutnya disingkat PBPK 1/2007) yang secara rigid mengatur teknis pelaksanaan PDTT, telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Sedangkan Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2017 (selanjutnya disingkat PBPK 1/2017) yang merupakan Peraturan pengganti dari PBPK 1/2007, dalam lampirannya tidak lagi memasukkan tentang standar PDTT. Terhadap dalil Pemohon tersebut, dapat diberikan keterangan sebagai berikut:
Dalam melaksanakan tugas dan mewujudkan kemandiriannya, BPK 109 diwajibkan menyusun standar pemeriksaan keuangan negara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 31 UU 15/2006 dan Pasal 5 UU 15/2004. Standar pemeriksaan merupakan patokan untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang meliputi standar umum, standar pelaksanaan pemeriksaan, dan standar pelaporan yang wajib dipedomani oleh BPK dan/atau pemeriksa. (vide Pasal 1 angka 13 UU 15/2006).
Standar pemeriksaan yang dipergunakan oleh BPK saat ini adalah Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (selanjutnya disingkat SPKN) yang ditetapkan melalui PBPK 1/2017, yang merupakan penyempurnaan standar pemeriksaan sebelumnya, yaitu PBPK 1/2007. Penyempurnaan standar pemeriksaan dilakukan secara berkesinambungan sesuai kebutuhan pelaksanaan pemeriksaan BPK, dengan memperhatikan perkembangan teori pemeriksaan, dinamika masyarakat yang menuntut adanya transparansi dan akuntabilitas, serta kebutuhan akan hasil pemeriksaan yang bernilai tambah.
Penyusunan PBPK 1/2007 dilakukan dengan menggunakan referensi utama The Generally Accepted Government Auditing Standards (GAGAS) Tahun 2003 yang telah direvisi sebanyak dua kali, terakhir pada tahun 2011. PBPK 1/2007 digunakan secara bersama-sama dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) Tahun 2001 yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), khususnya mengenai Pernyataan Standar Audit (PSA) tentang audit keuangan dan perikatan atestasi, kecuali diatur lain dalam PBPK 1/2007.
Standar pemeriksaan yang dijadikan rujukan PBPK 1/2007 mengalami perubahan, dalam hal ini SPAP diubah dengan mengadopsi International Standards on Auditing (ISA). Selain itu, BPK sebagai bagian dari organisasi badan pemeriksaan keuangan sedunia yang bernama International Organization of Supreme Audit Institutions (INTOSAI), dalam melaksanakan pemeriksaan juga harus mengacu pada perkembangan standar pemeriksaan, termasuk International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) yang ditetapkan INTOSAI. Dengan adanya acuan standar pemeriksaan yang sama oleh seluruh anggota INTOSAI, memungkinkan untuk dilakukan telaah atas sistem pengendalian mutu BPK oleh Supreme Audit Institution (SAI) negara lain yang menjadi anggota INTOSAI guna menjamin bahwa mutu pemeriksaan pengelolaan dan 110 tanggung jawab keuangan negara oleh BPK telah sesuai dengan standar. Hal ini diatur dalam Pasal 33 ayat (1) UU 15/2006.
Perkembangan standar pemeriksaan internasional saat ini berubah dari berbasis pengaturan detail (rule based standards) menjadi berbasis prinsip (principle based standards). Hal ini diadaptasi oleh BPK dalam pendekatan pengaturan pada PBPK 1/2017 sehingga berdampak pada sistematika pengaturannya. Penyusunan standar yang bersifat principle based salah satunya dimaksudkan agar SPKN lebih fleksibel dalam mengakomodir perubahan-perubahan aturan maupun best practices di dunia profesi pemeriksa, sehingga SPKN akan lebih bersifat long lasting dan tidak perlu terlalu sering berubah.
Perbedaan sistematika dan pendekatan pada PBPK 1/2017 bukan berarti menghilangkan PDTT dari jenis pemeriksaan BPK, namun hanya menyederhanakan penyajian lampiran. PBPK 1/2007 terdiri dari 8 (delapan) lampiran yang mencakup: (vide PBPK 1/2007) 1) Pendahuluan Standar Pemeriksaan;
PSP 01 Standar Umum;
PSP 02 Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan;
PSP 03 Standar Pelaporan Pemeriksaan Keuangan;
PSP 04 Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja;
PSP 05 Standar Pelaporan Pemeriksaan Kinerja;
PSP 06 Standar Pelaksanaan Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu; dan
PSP 07 Standar Pelaporan Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu. Sedangkan PBPK 1/2017 terdiri atas 4 (empat) lampiran, yaitu: (vide PBPK 1/2017) 1) Kerangka Konseptual Kerangka konseptual menjadi acuan bagi pengembangan standar itu sendiri. Dalam hal terdapat permasalahan yang belum diatur dalam standar pemeriksaan, maka pemeriksa mengacu pada kerangka konseptual.
PSP Nomor 100 tentang Standar Umum Standar umum merupakan dasar penerapan standar pelaksanaan dan standar pelaporan secara efektif. Standar umum berlaku untuk semua jenis pemeriksaan, baik pemeriksaan keuangan, kinerja, maupun PDTT. 111 3) PSP Nomor 200 tentang Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Standar Pelaksanaan Pemeriksaan disusun untuk memberikan panduan bagi pemeriksa agar: (a) dapat merencanakan pemeriksaan yang berkualitas dan dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif; dan (b) merancang dan melaksanakan prosedur pemeriksaan untuk memperoleh bukti yang cukup dan tepat. PDTT diatur dalam PSP Nomor 200, sebagai contoh, dalam Paragraf 8 huruf e yang menyatakan bahwa tujuan PDTT dalam bentuk pemeriksaan kepatuhan adalah untuk menilai apakah hal pokok yang diperiksa telah sesuai (patuh) dengan ketentuan perundang-undangan. Sedangkan tujuan PDTT dalam bentuk pemeriksaan investigatif adalah untuk mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana.
PSP Nomor 300 tentang Standar Pelaporan Pemeriksaan. Standar Pelaporan Pemeriksaan disusun untuk memberikan panduan bagi pemeriksa agar dapat: (a) merumuskan suatu kesimpulan hasil pemeriksaan berdasarkan evaluasi atas bukti pemeriksaan yang diperoleh; dan (b) mengomunikasikan hasil pemeriksaan kepada pihak-pihak yang terkait. PSP 300 pada paragraf A13 menyatakan: pada PDTT kepatuhan, unsur temuan yang harus ada adalah kondisi, kriteria, dan akibat. Dari semua penjelasan PSP tersebut, jelas bahwa PDTT tetap diatur dalam SPKN sesuai porsinya, sehingga dapat disimpulkan bahwa PBPK 1/2017 tidak menghilangkan PDTT. SPKN yang diatur dalam PBPK 1/2017 menganut principle based standard sehingga struktur penyajiannya berdasarkan Iangkah- Iangkah pemeriksaan, bukan lagi berdasarkan jenis pemeriksaan. Walaupun PDTT tidak dapat terbaca secara Iangsung pada judul/subjudul/heading, secara substansi PDTT tetap ada dalam PBPK 1/2017 dan bahkan dipertegas mengenai bentuknya. Berdasarkan seluruh uraian tersebut, pernyataan Pemohon bahwa keberadaan kewenangan PDTT dalam ketentuan norma a quo menimbulkan ketidakpastian hukum karena berubahnya Peraturan BPK tentang SPKN, yang menurut Pemohon tidak lagi memuat mengenai PDTT, tidak berdasar dan tidak dapat diterima. 112 3. Original Intent Perumusan Pasal 23E ayat (1) UUD 1945 Bahwa terhadap frasa "dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu" dalam Pasal 6 ayat (3) UU 15/2006 dan Pasal 4 ayat (1) UU 15/2004 yang didalilkan oleh Pemohon tidak sesuai dengan original intent Pasal 23E ayat (1) UUD 1945, dapat diberikan keterangan sebagai berikut:
Penafsiran konstitusi melalui pendekatan original intent harus melihat tujuan para penyusun konstitusi itu sendiri dari berbagai sumber, termasuk pandangan framers of constitution (penyusun konstitusi). Gagasan untuk mengubah ketentuan tentang BPK melalui perubahan UUD 1945 didorong oleh kehendak untuk memperkuat dan memberdayakan Lembaga-lembaga Tinggi Negara, termasuk BPK.
Pembahasan mengenai perubahan BPK itu sendiri sudah dimulai sejak Sidang Umum MPR Tahun 1999, namun tidak selesai. Pembahasan rancangan materi perubahan kedua dimulai dalam rapat Badan Pekerja MPR- RI pada akhir tahun 1999, yang diteruskan pembahasannya dalam Panitia Ad Hoc (PAH) I BP-MPR. Banyak hal telah disepakati, namun sampai dengan hasil pembahasan dibawa ke Rapat Paripurna Sidang Tahunan MPR-RI Tahun 2000, ternyata mengenai BPK ini belum dapat diputuskan. Pembahasan mengenai ketentuan BPK baru dapat diselesaikan dalam Sidang MPR RI Tahun 2001, yang menyepakati pengaturan tentang ketentuan BPK sebagai bagian dari Perubahan Ketiga UUD 1945, dalam suatu Bab tersendiri, yaitu Bab VIIIA, yang terdiri dari 3 (tiga) pasal yaitu Pasal 23E, Pasal 23F dan Pasal 23G. Argumentasi Pemohon mengenai original intent Pasal 23E ayat (1) UUD 1945 sebagaimana dimuat dalam permohonannya, hanya mengacu pada pembahasan Perubahan Pertama UUD 1945 yang dilakukan pada tahun 1999, tanpa memperhatikan pembahasan-pembahasan untuk Perubahan UUD 1945 selanjutnya.
Pendapat-pendapat individual yang berkembang selama berlangsungnya proses perubahan UUD 1945, yang sebagian dirujuk oleh Pemohon, tidaklah dapat dikatakan sebagai original intent Pasal 23E ayat (1) UUD 1945. Hal ini sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-XVII/2019 yang menyatakan bahwa: "Original intent adalah pendapat terakhir yang disepakati, terlepas dari bagaimana kesepakatan itu diperoleh. Lagi pula, secara akademik 113 maupun praktik, original intent tidak selalu dapat dijadikan rujukan yang tepat dalam menafsirkan konstitusi jika konstitusi diharapkan senantiasa mampu menjawab kebutuhan zaman. Sebab, rujukan kepada original intent tidak boleh mengesampingkan tiga aspek penting dalam penafsiran konstitusi, yaitu konstitusi sebagai kesatuan (unity of the constitution), koherensi praktis (practical coherence), dan keberlakuan yang tepat (appropriate working) dari suatu norma konstitusi." d. Berdasarkan Risalah Pembahasan Sidang-Sidang MPR diketahui bahwa penguatan dan pemberdayaan BPK sesuai tuntutan dan harapan masyarakat dilakukan melalui beberapa hal, antara lain:
penegasan kedudukan BPK yang bebas dan mandiri atau terlepas dari pengaruh lembaga tinggi negara lainnya dalam melakukan tugasnya;
penegasan BPK sebagai satu- satunya lembaga pemeriksa keuangan negara (eksternal);
Perluasan ruang lingkup objek yang diperiksa, yaitu tidak hanya meliputi keuangan negara yang dikelola Pemerintah dalam APBN, namun meliputi pula keuangan negara yang pengelolaannya dipisahkan dari APBN; dan
Perluasan tugas BPK, dalam konteks proses pengelolaan keuangan negara yang diperiksa, dari yang semula hanya memeriksa tanggung jawab keuangan negara ditambah menjadi 'memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara'. Sehingga BPK tidak sekedar melakukan pemeriksaan atas penyajian laporan keuangan saja, akan tetapi memeriksa seluruh aspek dan proses pengelolaan keuangan negara, termasuk yang ditujukan untuk memeriksa kesepadanan kebijakan pemerintah dengan arah kebijakan yang ditetapkan dalam Undang-Undang dan dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi, dalam rangka mewujudkan sistem pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel. Upaya penguatan dan pemberdayaaan BPK tersebut, menghasikan rumusan perubahan ketentuan tentang BPK dalam UUD, termasuk yang termuat dalam Pasal 23E ayat (1) yang menentukan "Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.". Penegasan pelaksanaan pemeriksaan BPK secara bebas dan mandiri tersebut sejalan dengan Section 5 "The Lima Declaration of Guidelines on Auditing Precepts" yang berbunyi sebagai berikut: Section 5. Independence of Supreme Audit Institutions 1. Supreme Audit Institutions can accomplish their tasks objectively and effectively only if they are independent of the audited entity and are 114 protected against outside influence. 2. Although state institutions cannot be absolutely independent because they are part of the state as a whole, Supreme Audit Institutions shall have the functional and organisational independence required to accomplish their tasks. 3. The establishment of Supreme Audit Institutions and the necessary _degree of their independence shall be laid down in the Constitution; _ details may be set out in legislation. e. Bahwa menurut Andi Matalatta dan Jakob Tobing, perumus perubahan UUD 1945, dalam diskusi terbatas dengan BPK pads tanggal 19 November 2019, penguatan dan pemberdayaan BPK dilakukan dalam kerangka checks and balances. Selanjutnya Andi Mattalatta menyatakan, check and balances tersebut antara lain terwujud dalam rumusan Pasal 23E ayat (3) UUD 1945 yang menentukan hasil pemeriksaan BPK ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang. Hal ini berarti bahwa stakeholder BPK bukan hanya lembaga perwakilan yang berdasarkan Pasal 23E ayat (2) UUD 1945 secara rutin menerima hasil pemeriksaan keuangan, namun juga badan/lembaga negara, yang berdasarkan undang-undang diamanatkan untuk menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK, termasuk aparat penegak hukum, apabila hasil pemeriksaan BPK mengungkap adanya hal-hal yang perlu dilakukan proses penegakan hukum lebih lanjut. Hasil pemeriksaan BPK yang mengungkap hal tersebut disimpulkan melalui PDTT. Dengan demikian, dalil Pemohon yang menyatakan bahwa frasa "dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu" dalam ketentuan a quo tidak sesuai dengan original intent Pasal 23E ayat (1) UUD 1945, merupakan pernyataan yang tidak beralasan dan telah mengabaikan semangat yang justru merupakan original intent dari Pasal 23E ayat (1) UUD 1945, yang menghendaki BPK sebagai satu-satunya lembaga negara yang bertugas memeriksa seluruh sistem keuangan negara secara bebas dan mandiri, dengan tetap memperhatikan kaidah keilmuan di bidang auditing.
Konstitusionalitas Norma PDTT dalam UU 15/2004 dan UU 15/2006 Terhadap konstitusionalitas norma PDTT dalam Pasal 6 ayat (3) UU 15/2006 dan Pasal 4 ayat (1) UU 15/2004 yang dipermasalahkan oleh Pemohon, dapat diberikan keterangan sebagai berikut:
Penafsiran gramatikal yang disebut juga metode penafsiran objektif merupakan cara penafsiran untuk mengetahui makna ketentuan undang- 115 undang dengan menguraikannya menurut bahasa, susunan kata, atau bunyinya. Pasal 23E ayat (1) UUD 1945 menyebutkan "Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri". Dalil Pemohon yang menyatakan bahwa basis kewenangan konstitusional BPK adalah pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara , yang apabila dimaknai secara tekstual gramatikal maka makna dari frasa "pengelolaan dan tanggung jawab tentang Keuangan Negara", yang menjadi wewenang konstitusional BPK adalah kewenangan pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja, menurut kami tidak tepat, tidak memiliki landasan hukum yang jelas, dan merupakan persoalan penafsiran subjektif dari Pemohon, BUKAN persoalan konstitusionalitas ketentuan undang-undang. Jika Pemohon konsisten dengan penafsiran gramatikal, seharusnya frasa "... memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara ..." diartikan sebagai "memeriksa pengelolaan keuangan negara" dan "memeriksa tanggung jawab keuangan negara", BUKAN ditafsirkan sebagai pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Dengan demikian patut dipertanyakan metode penafsiran tekstual gramatikal yang dimaksud Pemohon.
Terhadap dalil Pemohon yang menyatakan bahwa frasa "... dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu" inkonstitusional karena telah memperluas kewenangan konstitusional yang telah diberikan secara eksplisit dan limitatif oleh UUD 1945, dengan merujuk pada rumusan mengenai wewenang Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY) dalam UUD 1945, BPK berpendapat bahwa dalil Pemohon tersebut tidak tepat dengan penjelasan sebagai berikut:
Pemaknaan Pemohon mengenai PDTT sebagai perluasan kewenangan konstitusional BPK dengan memperbandingkan antara rumusan ketentuan mengenai wewenang BPK dalam Pasal 23E ayat (1) UUD 1945 dengan ketentuan mengenai wewenang MA, MK, dan KY dalam Pasal 24A, 24B, dan 24C UUD 1945 adalah tidak tepat. Wewenang suatu lembaga negara tidak seluruhnya harus diatur dalam konstitusi, namun dapat pula diamanatkan untuk diatur dalam undang- undang, sebagaimana pemikiran/pandangan Prof. Jimly Asshiddiqie 116 mengenai fungsi lembaga/organ, yang menerangkan bahwa dalam UUD 1945 terdapat organ atau lembaga yang nama serta wewenangnya disebut secara eksplisit dan ada pula organ atau lembaga yang wewenangnya sama sekali tidak atau belum disebut secara implisit maupun eksplisit, namun akan diatur dengan peraturan yang Iebih rendah." 2) Pemaknaan Pemohon bahwa PDTT merupakan bentuk wewenang yang inkonstitusional karena tidak dinyatakan secara eksplisit juga merupakan sebuah kekeliruan karena PDTT, sebagaimana halnya pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja yang juga tidak disebut secara eksplisit dalam Pasal 23E ayat (1) UUD 1945, merupakan jenis pemeriksaan, yang pengaturannya memang sudah sepatutnya dilakukan dalam undang-undang dan bukan dalam Undang-Undang Dasar.
Terhadap dalil Pemohon yang mempertanyakan konstitusionalitas PDTT karena penjelasan tentang PDTT tidak diatur dalam UU 15/2006, yang merupakan UU Organik, namun diatur dalam Penjelasan UU 15/2004 (yang merupakan tindak lanjut dari UU 17/2003 dan UU 1/2004), BPK berpendapat bahwa dalil Pemohon tersebut tidak berdasar dengan penjelasan sebagai berikut:
Undang-undang organik adalah undang-undang yang secara eksplisit diperintahkan pembentukannya oleh Undang-Undang Dasar sebagaimana dikemukakan oleh Ahli sebagai berikut: a) Prof. Soehino (ahli hukum tata negara): "Undang-undang organik adalah undang-undang yang dibentuk untuk melaksanakan secara langsung perintah dari ketentuan undang- undang dasar. " b) Prof. Maria Farida Indrati Soeprapto: "Undang-undang organik adalah undang-undang yang substansinya merupakan penjabaran langsung dari delegasi pengaturan yang disebut secara eksplisit dalam UUD 1945." Sementara dalam Black's Law Dictionary disebutkan bahwa Organic Law adalah: "the fundamental law, or constitution, of a state or nation, written or unwritten; that law or system of laws or principles which defines and establishes the organization of its government." 117 Dengan demikian, undang-undang organik dapat diartikan sebagai Pertama, undang-undang yang dibentuk untuk melaksanakan perintah Undang-Undang Dasar yang disebutkan secara tegas; Kedua, undang- undang yang mengatur segala ketentuan yang berhubungan dengan keorganisasian negara.
Pengaturan mengenai kelembagaan serta wewenang suatu lembaga dalam undang-undang yang berbeda, tidak melulu dalam undang-undang organik, merupakan hal yang lazim dalam pembentukan peraturan perundangundangan di Indonesia, sebagai contoh: a) Komisi Pemberantasan Korupsi diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana terakhir telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, sementara mengenai kewenangannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. b) Kepolisian Republik Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, sementara pengaturan kewenangannya diatur antara lain dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. c) Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019. Pengaturan mengenai kewenangan DPR diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, termasuk dalam UU 15/2004 yang menentukan DPR dapat meminta BPK untuk melakukan pemeriksaan (vide Pasal 21 ayat (3) UU 15/2004) dan DPR dapat meminta Pemerintah untuk melakukan tindak lanjut pemeriksaan (vide Pasal 21 ayat (4) UU 15/2004).
Ketentuan mengenai kelembagaan BPK diatur dalam UU 15/2006, sedangkan mengenai pelaksanaan pemeriksaan BPK diatur dalam UU 15/2004. Hal ini sesuai ketentuan Pasal 6 ayat (2) UU 15/2006, yang menentukan bahwa pemeriksaan BPK, termasuk di dalamnya PDTT, 118 dilakukan berdasarkan undang-undang tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Ketentuan mengenai pemeriksaan BPK ditegaskan pula dalam undang- undang selain UU 15/2004 dan UU 15/2006, sebagai contoh: a) Pasal 34A Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, yang menyatakan bahwa: "Partai politik wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran yang bersumber dari bantuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf c kepada Badan Pemeriksa Keuangan secara berkala 1 (satu) tahun sekali untuk diaudit paling lambat 1 (satu) bulan setelah tahun anggaran berakhir." b) Pasal 71 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara yang menentukan: "Badan Pemeriksa Keuangan berwenang melakukan pemeriksaan terhadap BUMN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan." c) Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang yang menentukan: "Untuk menjamin akuntabilitas pelaksanaan Pencetakan, Pengeluaran, dan Pemusnahan Rupiah, Badan Pemeriksa Keuangan melakukan audit secara periodik." Dengan demikian berdasarkan uraian di atas, pernyataan Pemohon bahwa frasa "dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu" dalam Pasal 6 ayat (3) UU 15/2006 dan Pasal 4 ayat (1) UU 15/2004 inkonstitusional adalah pernyataan yang tidak memiliki dasar pembenar. C. Manfaat PDTT dan Implikasi Dihapuskannya Kewenangan BPK untuk Melakukan PDTT 1. Untuk negara demokrasi seperti Indonesia yang saat ini masih menghadapi perjuangan berat untuk memberantas korupsi, tidak dapat kita pungkiri bahwa PDTT menjadi alat yang sangat penting untuk turut membantu pemerintah dalam memerangi korupsi. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan menjadi syarat utama untuk dapat mencapai kinerja pemerintahan yang baik. 119 Segitiga maturitas organisasi yang disusun oleh Government Accountability Office (GAO) membagi peran SAI ke dalam tiga level yaitu: a) oversight, yang ditujukan untuk (1) mendorong upaya pemberantasan korupsi;
meningkatkan transparansi;
menjamin terlaksananya akuntabilitas; dan
meningkatkan ekonomi, efisiensi, etika, nilai keadilan, dan keefektifan; b) insight, yang ditujukan untuk mendalami kebijakan dan masalah publik; dan c) foresight, yang ditujukan untuk membantu masyarakat dan pengambilan keputusan untuk memilih alternatif masa depan. 2. Fakta bahwa Indeks Persepsi Korupsi Indonesia pada angka 38 (skala 0- 100, dengan 100 menunjukkan nilai terbaik), menempatkan Indonesia pada peringkat 4 di tingkat Asean (urutan 1-3 adalah Singapura (85), Brunei (63), Malaysia (47)) dan menempatkan Indonesia pada urutan 89 dari 180 negara di dunia, menunjukkan bahwa Indonesia masih membutuhkan PDTT. Fungsi oversight masih sangat dibutuhkan oleh Indonesia. Namun demikian BPK jugs tetap menjalankan fungsi insight dan foresight-nya melalui pemeriksaan kinerja.
Manfaat lain dari pelaksanaan PDTT adalah terkait dengan subsidi pemerintah dan kepatuhan BUMN sebagai pengelola kekayaan negara yang dipisahkan. Hasil pemeriksaan BPK atas penghitungan dan pembayaran subsidi pemerintah kepada BUMN selama tahun 2016 sampai dengan 2019 adalah sebesar Rp16,25 Triliun. Apabila BPK tidak melakukan pemeriksaan kepatuhan, maka besarnya subsidi yang dibayar selama 4 tahun terakhir akan melebihi dari jumlah tersebut. Selain itu, dari hasil PDTT kepatuhan yang dilakukan oleh BPK selama tahun 2016 sampai dengan Semester 12019, ditemukan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang dapat mengakibatkan kerugian negara, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan sebesar Rp64,13 triliun. Terhadap sebagian dari temuan tersebut telah ada upaya pengembalian ke kas negara oleh pihak yang bertanggung jawab.
Dihapuskannya norma a quo akan berdampak pada implementasi ketentuan dalam undang-undang lain yang disusun oleh negara, untuk menjamin agar 120 tata kelola keuangan negara dapat dijalankan dengan balk oleh para penyelenggara negara. Beberapa ketentuan yang terpengaruh sebagai konsekuensi jika frasa "dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu" dalam Pasal 6 ayat (3) UU 15/2006 dan Pasal 4 ayat (1) UU 15/2004 dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, antara lain: Penjelasan Pasal 4 ayat (4) UU 15/2004 "Pemeriksaan dengan tujuan tertentu meliputi antara lain pemeriksaan atas hal-hal lain di bidang keuangan, pemeriksaan investigatif, dan pemeriksaan atas sistem pengendalian intern pemerintah." Pasal 13 UU 15/2004 "Pemeriksa dapat melaksanakan pemeriksaan investigatif guna mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana." Pasal 21 ayat (3) UU 15/2004 "DPR/DPRD dapat meminta BPK untuk melakukan pemeriksaan lanjutan." Penjelasan: "Pemeriksaan lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat berupa pemeriksaan hal-hal yang berkaitan dengan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu." Pasal 32 ayat (1) UU 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 "Dalam hal penyidik menemukan dan berpendapat bahwa satu atau lebih unsur tindak pidana korupsi tidak terdapat cukup bukti, sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka penyidik segera menyerahkan berkas perkara hasil pen yidikan tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara untuk dilakukan gugatan perdata atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk mengajukan gugatan. Penjelasan: Yang dimaksud dengan "secara nyata telah ada kerugian keuangan negara" adalah kerugian yang sudah dapat dihitung jumlahnya berdasarkan hasil temuan instansi yang berwenang atau akuntan publik yang ditunjuk. Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 _"Portal Politik berkewajiban untuk: _ i. menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan yang bersumber dari dana bantuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah secara berkala 1 (satu) tahun sekali kepada Pemerintah setelah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan; " 121 Berdasarkan seluruh uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa PDTT diperlukan sebagai audit tools untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel. Dihapuskannya norma a quo justru akan menimbulkan celah dalam mewujudkan pengelolaan tersebut, antara lain tidak adanya alat untuk mendeteksi penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara sebagai pendukung upaya pemberantasan tindak pidana korupsi dan pengembalian kerugian negara. D. Petitum Berdasarkan keterangan tersebut di atas, menurut BPK tidak terdapat alasan yang tepat untuk menyatakan bahwa ketentuan Pasal 6 ayat (3) UU 15/2006 dan Pasal 4 ayat (1) UU 15/2004, inkonstitusional atau bertentangan dengan UUD 1945. BPK memohon kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi agar berkenan memberikan Putusan sebagai berikut:
Menerima Keterangan BPK secara keseluruhan;
Menyatakan Pasal 6 ayat (3) UU 15/2006 dan Pasal 4 ayat (1) UU 15/2004 tidak bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 23E ayat (1) UUD 1945;
Menyatakan tidak ada hak konstitusional Pemohon yang dirugikan dengan berlakunya UU 15/2006 dan UU 15/2004.
Menyatakan permohonan Pemohon seluruhnya ditolak atau setidak- tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). Namun demikian apabila Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang bijaksana dan seadil-adilnya (ex aequo et bono). Keterangan Tambahan Pihak Terkait: Dalam beberapa sidang pemeriksaan, Yang Mulia Majelis Hakim mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat kami sampaikan sebagai berikut: __ Pertama , pertanyaan dari Yang Mulia Hakim Wahiduddin Adams: Dalam Keterangan BPK disampaikan bahwa PDTT diperlukan sebagai audit tools untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel. Dihapuskannya norma a quo akan menimbulkan celah, antara lain, tidak adanya alat untuk mendeteksi penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara sebagai pendukung upaya pemberantasan tindak pidana 122 korupsi dan pengembalian keuangan negara. Jika norma a quo dihilangkan, bagaimana implikasinya terhadap hasil audit laporan keuangan atau general audit sebagai bukti hukum? Untuk pertanyaan tersebut dapat kami jelaskan bahwa dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara, pengelolaan keuangan negara harus diselenggarakan secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam UUD 1945. Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu dilakukan pemeriksaan oleh BPK terhadap pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK mencakup seluruh unsur keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (selanjutnya disingkat UU 17/2003). Dalam Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2017 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (selanjutnya disingkat PBPK 1/2017) antara lain dijelaskan bahwa pengelolaan keuangan negara meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban. Pemerintah wajib melaksanakan pengelolaan keuangan negara secara tertib, taat pada peraturan perundang- undangan, efisien, ekonomis, efektif, dan transparan, dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Hal inilah yang disebut sebagai tanggung jawab keuangan negara. Terdapat tiga jenis pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK, yaitu Pemeriksaan Keuangan, Pemeriksaan Kinerja, dan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT). Hal mendasar yang membedakan ketiga jenis pemeriksaan tersebut adalah tujuannya. Pemeriksaan Keuangan bertujuan memberikan pernyataan opini tentang kewajaran informasi yang disajikan dalam Laporan Keuangan (LK) Pemerintah. Pemeriksaan Kinerja bertujuan untuk memastikan bahwa kegiatan yang dibiayai dengan keuangan negara diselenggarakan secara ekonomis dan efisien, serta memenuhi sasarannya secara efektif. PDTT dilakukan dengan tujuan khusus, di luar kedua jenis pemeriksaan yang lain. Perbedaan tujuan antara Pemeriksaan Keuangan dan PDTT berakibat pada perbedaan metode, ruang lingkup, dan fokus kedua pemeriksaan tersebut. Salah satu contoh yang dapat menunjukkan perbedaan kedua jenis pemeriksaan tersebut adalah, Pemeriksaan Keuangan memeriksa kewajaran penyajian pertanggungjawaban seluruh penerimaan dan pengeluaran APBN/APBD. Sementara PDTT sudah difokuskan pada aspek tertentu, misalnya atas PNBP, belanja barang dan jasa, atau manajemen aset. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas LK Pemerintah memuat opini, yaitu pernyataan mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam LK. 123 Sedangkan Laporan Hasil PDTT memuat kesimpulan, yaitu simpulan atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan (Pemeriksaan Kepatuhan) dan mengenai ada tidaknya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau adanya unsur pidana dalam pengelolaan keuangan negara (Pemeriksaan Investigatif). Mengacu pada SPKN, dalam Pemeriksaan Keuangan harus diidentifikasi risiko kecurangan dan dinilai risiko adanya ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang disebabkan oleh kecurangan ( fraud ) dan/atau ketidakpatuhan ( abuse ). Meskipun demikian, selalu ada kemungkinan bahwa fraud dan abuse tidak terdeteksi dalam Pemeriksaan Keuangan akibat kompleksitas permasalahan tersebut. Oleh karena itu, diperlukan PDTT untuk memastikan bahwa kecurangan dan ketidakpatuhan tersebut tidak luput dari pemeriksaan. Dalam praktiknya LHP BPK sering digunakan sebagai alat bukti hukum dalam penanganan perkara-perkara, baik pidana, perdata, maupun tata usaha negara. Kewenangan untuk menentukan dapat tidaknya suatu LHP BPK digunakan sebagai alat bukti hukum sepenuhnya merupakan kewenangan dari penyidik dan majelis hakim. LHP atas LK Pemerintah dan Laporan Hasil PDTT bukan merupakan dua hal yang harus dipertentangkan. LHP atas LK Pemerintah merupakan produk dari Pemeriksaan yang tidak didesain untuk mendalami substansi tertentu, tetapi untuk menilai kewajaran penyajian LK. Sehingga dalam hal LHP atas LK akan dijadikan sebagai alat bukti hukum dalam suatu masalah/kasus tertentu, pada umumnya masih membutuhkan pendalaman lebih lanjut untuk mengungkap fakta yang diperlukan dalam pembuktian hukum. Sementara itu LHP PDTT merupakan produk dari Pemeriksaan yang sudah didesain dari awal untuk mendalami masalah tertentu. Sehingga ketika dari PDTT ditemukan adanya kecurangan ( fraud ) atau ketidakpatuhan yang berimplikasi terhadap keuangan negara, LHP PDTT dapat langsung ditindaklanjuti dan dipergunakan sebagai alat bukti. Dengan demikian, jika norma a quo dihilangkan, maka apabila dari hasil Pemeriksaan atas LK ditemukan adanya hal-hal yang perlu pendalaman, maka BPK tidak memiliki audit tools untuk melakukan hal tersebut. Selanjutnya, pertanyaan dari Yang Mulia Hakim I Dewa Gede Palguna. Pertanyaan pertama: WTP adalah opini setelah pemeriksaan keuangan. Pengertian “pemeriksaan” adalah sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 angka 6 UU 15/2004, yaitu proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai 124 pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Opini dikeluarkan sudah berdasarkan standar pemeriksaan. Kalau sudah begitu mengapa masih diperlukan PDTT? Apakah ada kekurangcermatan analisis saat menghasilkan WTP? Atas pertanyaan tersebut, dapat kami berikan penjelasan sebagai berikut: Sesuai dengan tujuannya, pemeriksaan keuangan dimaksudkan untuk memberikan opini atas kewajaran penyajian LK dengan menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi dalam LK. Dalam pemeriksaan atas laporan keuangan ini, BPK menguji apakah asersi atau pernyataan manajemen yang termuat dalam LK entitas telah sesuai dengan standar (SAP). Secara metodologi, asersi yang diuji meliputi beberapa hal:
Asersi tentang keberadaan atau keterjadian ( existence or occurance ), yang berhubungan dengan apakah aktiva atau uang entitas ada pada tanggal tertentu dan apakah transaksi yang dicatat telah terjadi selama periode tertentu.
Asersi tentang kelengkapan ( completeness ), yang berhubungan dengan apakah semua transaksi dan akun yang seharusnya disajikan dalam LK telah dicantumkan di dalamnya.
Asersi tentang hak dan kewajiban ( rights and obligations ), yang berhubungan dengan apakah aktiva merupakan hak entitas dan utang merupakan kewajiban perusahaan pada tanggal tertentu.
Asersi tentang penilaian atau alokasi ( valuation and allocation ), yang berhubungan dengan apakah komponen-komponen aktiva, kewajiban, pendapatan, dan biaya sudah dicantumkan dalam LK pada jumlah yang semestinya.
Asersi tentang penyajian dan pengungkapan ( presentation and disclosure ), yang berhubungan dengan apakah komponen-komponen tertentu LK diklasifikasikan, dijelaskan, dan diungkapkan semestinya. Sebagai ilustrasi, untuk memastikan bahwa pengadaan aset oleh suatu entitas, berupa sebuah gedung telah dicatat secara wajar dalam LK, maka akan dilakukan pemeriksaan atas beberapa hal, yaitu:
apakah secara fisik gedung tersebut ada/nyata ( existance ), (2) apakah pengadaan didukung oleh dokumen yang sah seperti kontrak, kuitansi, berita acara fisik, sertipikat ( completeness, right and obligation ) dan dokumen yang terkait nilai perolehannya ( valuation ), serta (3) apakah pengadaan diungkap secara jelas dan memadai dalam LK, baik terkait lokasi, status, luas, jumlah lantai, dan peruntukan ( disclosure ). Jika hal-hal tersebut telah disajikan dalam LK oleh entitas sesuai dengan pedoman atau standar akuntansi keuangan yang berlaku serta tidak ada 125 kesalahan saji yang sifatnya material, maka atas LK tersebut BPK memberikan opini wajar tanpa pengecualian. Namun apakah entitas tersebut dapat dinyatakan telah patuh terhadap ketentuan pengadaan barang dan jasa? Apakah proses pengadaan gedung tersebut telah dilaksanakan secara fair dan tidak ada unsur persekongkolan? Atau apakah proses penganggaran gedung tersebut dilaksanakan sesuai ketentuan yang ada? LK tidak memberikan informasi- informasi yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Di sinilah diperlukan kehadiran PDTT, yaitu untuk mendalami persoalan substansi masalah yang terjadi beserta sebab dan akibat dengan analisis yang lebih dalam. Dari PDTT dihasilkan laporan yang memuat kesimpulan berupa penilaian mengenai kepatuhan pengadaan aset tersebut terhadap peraturan perundang-undangan, melalui PDTT dalam bentuk compliance audit , atau mengenai ada tidaknya indikasi kerugian negara dan atau penyimpangan yang berindikasi pidana, melalui pemeriksaan investigatif. Penjelasan dan ilustrasi mengenai Pemeriksaan Keuangan dan PDTT tersebut sekaligus dapat meluruskan adanya persepsi yang kurang tepat mengenai issue ketidakcermatan dalam melakukan pemeriksaan keuangan dengan dilakukannya PDTT, khususnya PDTT yang dilakukan berdasarkan rencana pemeriksaan BPK. Dalam hal ini, diberikannya opini WTP atas LK suatu instansi tidak menutup kemungkinan untuk dilakukannya PDTT terhadap instansi tersebut, apabila dari hasil Pemeriksaan Keuangan terdapat hal yang menurut BPK perlu untuk diperiksa lebih lanjut, karena tidak dapat dilakukan dengan menggunakan metode dan standar pemeriksaan LK, dengan waktu yang telah dibatasi pelaksanaannya dengan UU 15/2004. Batas waktu pelaksanaan pemeriksaan keuangan diatur dalam Pasal 17 UU 15/2004, yaitu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterimanya laporan keuangan unaudited dari Pemerintah. Dengan demikian, pendalaman atas substansi yang terjadi pada LK seharusnya tidak dapat dilakukan dengan pemeriksaan atas LK. Pemeriksaan LK pada saat ini menggunakan pendekatan Risk-Based Audit , yaitu Audit Berbasis Risiko dengan menggunakan sampling, yaitu pemeriksaan yang memberikan fokus perhatian pada area-area berisiko tinggi karena berbagai keterbatasan yang dihadapi oleh pemeriksa. Penilaian risiko tersebut dilakukan pada tingkat entitas, siklus, kemudian diturunkan pada tingkat akun sehingga pemeriksaan dapat dilaksanakan dengan lebih efektif dan efisien. Pertanyaan kedua: __ Independensi BPK sudah menjadi universal principal. Dalam Lima Declaration ditentukan “The establishment of supreme audit institution and necessary degree of their independence, shall be laid down in the constitution. Detail may 126 be set out in legislation.” Persoalan yang dipersoalkan oleh Pemohon sekarang, ‘whether the detail is against the constitutional or not?’ Dalam hal ini, untuk PDTT atas inisiatif BPK, apakah ada syarat subyektif dan syarat obyektif? Untuk pertanyaan tersebut, ijinkan kami memberikan penjelasan sebagai berikut: Pengaturan mengenai PDTT dalam UU 15/2004, UU 15/2006, dan yang kemudian diatur lebih lanjut dalam PBPK 1/2017 merupakan penjabaran dari cita- cita diadakannya BPK sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa keuangan negara. PDTT bukan merupakan satu jenis pemeriksaan yang hanya dikenal di Indonesia. Pengaturan mengenai PDTT dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip universal dan praktik internasional yang dipedomani oleh SAI negara lain. BPK mengadopsi standar di lingkungan profesi audit secara internasional yang dikeluarkan oleh INTOSAI yaitu ISSAI 12: The Value and Benefits of Supreme Audit Institutions (SAIs) – making a difference to the lives of citizens , yang menetapkan 12 prinsip. Dalam prinsip 2 ISSAI 12 ditentukan bahwa SAI atau BPK: PRINCIPLE 2: Carrying out audits to ensure that government and public sector entities are held accountable for their stewardship over, and use of, public resources 1. SAIs should, in accordance with their mandates and applicable _professional standards, conduct any or all of the following: _ _a. Audits of financial and, where relevant, non-financial information; _ _b. Performance audits; _ c. Audits of compliance with the applicable authority. 2. SAIs may also, in accordance with their mandates, perform other types of work, for example judicial review or investigation into the use of public resources or matters where the public interest is at stake. 3. SAIs should respond appropriately, in accordance with their mandates, to the risks of financial impropriety, fraud and corruption. 4. SAIs should submit audit reports, in accordance with their mandates, to the legislature or any other responsible public body, as appropriate. Hal ini berarti fungsi BPK dalam praktiknya di dunia internasional luas dan tidak terbatas hanya pada pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja saja, tetapi termasuk juga pemeriksaan kepatuhan sebagaimana dimuat dalam Prinsip 2 butir 1 c. Selain itu, BPK pun bisa mendapatkan penugasan-penugasan lain seperti di Prinsip 2 butir 2 dan butir 3 dinyatakan bahwa BPK bisa melakukan judicial review (penetapan kerugian negara) or investigation , respond appropriately to the risk of financial impropriety (ketidakpatutan), fraud (kecurangan), and corruption (korupsi). International best practice tersebut terwujud dalam UU 15/2004, UU 15/2006, dan PBPK 1/2017 yang mengatur hal-hal sebagai berikut:
Adopsi pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, pemeriksaan kepatuhan, dan pemeriksaan investigatif. 127 UU 15/2004: Pasal 4 ayat (1): Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri atas pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Pasal 13: Pemeriksa dapat melaksanakan pemeriksaan investigatif guna mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana. Penjelasan Umum bagian B 3. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu, adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam pemeriksaan tujuan tertentu ini adalah pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan dengan keuangan dan pemeriksaan investigatif. Pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksudkan di atas didasarkan pada suatu standar pemeriksaan. Standar dimaksud disusun oleh BPK dengan mempertimbangkan standar di lingkungan profesi audit secara internasional. Peraturan BPK No. 1 tahun 2017 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara, dalam Kerangka Konseptual Pemeriksaan, paragraf 18. 18. Jenis pemeriksaan keuangan negara meliputi pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan PDTT. Tujuan suatu pemeriksaan menentukan jenis pemeriksaan. Pemeriksaan keuangan bertujuan untuk memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan. Tujuan pemeriksaan kinerja adalah memberikan kesimpulan atas aspek ekonomi, efisiensi dan/atau efektivitas pengelolaan keuangan negara, serta memberikan rekomendasi untuk memperbaiki aspek tersebut. PDTT bertujuan untuk memberikan kesimpulan sesuai dengan tujuan pemeriksaan yang ditetapkan. PDTT dapat berbentuk pemeriksaan kepatuhan dan pemeriksaan investigatif. 2. Adopsi penetapan jumlah kerugian negara UU 15/2006, Pasal 10 ayat (1): BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara. Pelaksanaan semua pemeriksaan dan penugasan-penugasan di atas akan dilakukan oleh BPK sesuai dengan tujuannya, yaitu: 128 1. Guna memberikan opini atas LK Pemerintah Pusat/Daerah sesuai UU 17/2003, BPK melakukan pemeriksaan keuangan;
Apabila BPK melihat ada permasalahan ekonomis, efisiensi, dan efektivitas dalam penyelenggaraan negara, maka BPK akan melakukan pemeriksaan kinerja. Contohnya: BPK telah melaksanakan pemeriksaan kinerja atas efektivitas penanganan perkara pengujian undang-undang di MK dan Pemeriksaan Kinerja atas Pengelolaan Fungsi Penindakan Tindak Pidana Korupsi Tahun 2009 s.d. 2011 di KPK.
Apabila BPK melihat ada permasalahan misalnya terkait pelaksanaan kontrak antara Pemerintah RI dan PT Freeport Indonesia, maka BPK melaksanakan pemeriksaan kepatuhan terhadap kontrak tersebut.
Apabila DPR melihat ada permasalahan seperti masalah di Bank Century, maka DPR meminta BPK melakukan pemeriksaan investigatif kasus Bank Century.
Apabila Aparat Penegak Hukum seperti KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan meminta BPK untuk melakukan investigatif dan perhitungan kerugian negara, maka BPK melaksanakan pemeriksaan investigatif dan perhitungan negara, misalnya untuk kasus Hambalang dan PT Asuransi Jiwasraya. Berdasarkan penjelasan tersebut, dalam tataran UU maupun Peraturan BPK yang mengatur mengenai standar pemeriksaan, sangat jelas tidak ada persoalan ketidaksesuaian atau pertentangan antara norma PDTT yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan tersebut dengan norma yang diatur dalam Konstitusi. Dalam konteks pelaksanaan PDTT yang dilakukan berdasarkan rencana pemeriksaan BPK sendiri, dapat kami sampaikan bahwa dilakukannya PDTT tidak dilakukan tanpa terlebih dahulu dilakukan analisa yang memadai. Dalam tataran peraturan yang berlaku internal di lingkungan BPK, yaitu dalam panduan pemeriksaan telah diatur bahwa Program Pemeriksaan memuat antara lain alasan pemeriksaan sebagai dasar BPK untuk melakukan pemeriksaan (Paragraf 27 Bab II Perencanaan Pemeriksaan, Pedoman Manajemen Pemeriksaan (KBPK 5/2015)). Alasan pemeriksaan antara lain adalah hal-hal yang menjadi perhatian publik, prioritas utama Pemerintah, analisa BPK atas tren hasil pemeriksaan BPK beberapa tahun sebelumnya, dan hasil pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah. Selain itu, dalam Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan diatur bahwa sebelum melaksanakan PDTT, Pemeriksa harus menjunjung tinggi etika dan objektivitas. Pemeriksa harus berhati-hati untuk tetap bersikap objektif sehingga temuan dan kesimpulan tidak memihak, objektif dalam memilih tujuan pemeriksaan, mengidentifikasi kriteria, dan memastikan bahwa komunikasi dengan pemangku 129 kepentingan tidak mempengaruhi objektivitas BPK. Pemeriksa juga harus mempertimbangkan risiko adanya ketidakpatuhan material sebagai berikut:
kompleksitas ketentuan peraturan perundang-undangan;
kerawanan terjadinya ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang- undangan;
jangka waktu entitas/hal pokok yang diperiksa telah menjadi subjek yang harus patuh terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan; Yang dimaksud dengan jangka waktu entitas yang diperiksa telah menjadi subjek yang harus patuh terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan adalah berapa lama entitas sudah terikat dengan peraturan perundang-undangan. Misalnya, ada peraturan baru tentang kewajiban mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20% sesuai amandemen UUD. Tapi, Pemerintah pada awalnya sempat hanya menganggarkan sebesar 6%, risiko ketidakpatuhan entitas menjadi tinggi untuk aturan-aturan yang baru ditetapkan. Yang dimaksud dengan hal pokok adalah hal yang diperiksa, misalnya: belanja pendidikan, belanja pegawai, infrastruktur, dan PNBP.
kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan pada tahun- tahun sebelumnya;
dampak potensial ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang- undangan bagi hal pokok yang diperiksa;
tingkat pertimbangan yang digunakan entitas dalam mematuhi peraturan; dan
hasil penilaian risiko pemeriksaan sebelumnya. Pertanyaan ketiga: __ Bagaimana mencegah penyalahgunaan PDTT oleh auditor? (Pencegahan yang sifatnya built-in dalam SOP/Standar Pemeriksaan) Terhadap pertanyaan tersebut, dapat kami sampaikan hal-hal sebagai berikut: Dalam Standar Pemeriksaan BPK diatur mengenai pengendalian mutu pemeriksaan. Pengendalian mutu dilakukan dengan tujuan memastikan bahwa pemeriksaan telah dilakukan dengan mematuhi standar profesi, peraturan yang berlaku, dan LHP yang diterbitkan telah sesuai dengan kondisinya. Pengendalian mutu akan menjamin bahwa seluruh tahapan pemeriksaan dilaksanakan tepat waktu, komprehensif, terdokumentasi memadai, dilaksanakan, dan di -review oleh Pemeriksa yang kompeten secara berjenjang (BAB I Huruf H angka 27 Pedoman Manajemen Pemeriksaan Tahun 2015). Sistem Pengendalian Mutu (SPM) BPK mencakup supervisi, reviu berjenjang, monitoring, dan konsultasi selama proses pemeriksaan. Dengan demikian, pengendalian mutu pemeriksaan BPK telah terintegrasi dalam setiap tahap pemeriksaan melalui penerapan SPM. 130 Untuk menjamin mutu pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK, sesuai Pasal 33 UU 15/2006, BPK ditelaah oleh badan pemeriksa keuangan negara lain yang menjadi anggota organisasi pemeriksa keuangan sedunia yang kompeten. Peer review terhadap BPK RI telah dilakukan beberapa kali, yaitu pada tahun 2004 oleh SAI New Zealand ( Office of the Auditor-General of New Zealand ), tahun 2009 oleh SAI Belanda ( Algemene Rekenkamer ), tahun 2014 oleh SAI Polandia ( Supreme Audit of Poland ), dan tahun 2019 oleh gabungan SAI yang terdiri dari SAI Polandia, SAI Norwegia ( Office of the Auditor General of Norway ), dan SAI Estonia ( The National Audit Office of Estonia ). Secara umum hal-hal yang diperiksa dalam peer review terhadap BPK RI meliputi aspek kelembagaan dan aspek pemeriksaan. PDTT secara khusus dibahas dalam peer review yang dilaksanakan pada tahun 2009, 2014, dan 2019. Dalam BPK Peer Review Report Tahun 2009 antara lain dinyatakan sebagai berikut: “We found that the Special Purpose Audit Manual complies with international standards and applicable laws and regulations...” “However, we found that the manual does not adequately clarify what type of audit should be used when. Owing to the amount of information the manual contains it is also difficult to obtain a clear understanding of the procedural differences between the three types of special purpose audit. We recommend that the manual be restructured to provide planning, fieldwork and reporting information by type of special purpose audit in separate chapters .” Kemudian dalam Peer Review Tahun 2014 rekomendasi terkait PDTT adalah: “Special purpose audits can be a convenient form to integrate various types of audits. It should not be reduced to compliance or fact sheets: systemic and performance conclusions and recommendations should be applied everywhere, where needed and useful.” Menindaklanjuti rekomendasi dari hasil kedua peer review tersebut, BPK melakukan penyempurnaan atas Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) dengan menetapkan Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2017 yang dipergunakan pula sebagai standar PDTT. Selain itu, BPK juga menyusun pedoman internal bagi para Pemeriksa BPK dalam melakukan PDTT, yang terdiri atas:
Keputusan BPK Nomor 9/K/I-XIII.2/12/2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Investigatif dan Penghitungan Kerugian Negara, tanggal 29 Desember 2015; serta b. Keputusan BPK Nomor 3/K/I-XIII.2/5/2018 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Kepatuhan, tanggal 11 Mei 2018. 131 Hasil peer review yang __ terakhir pada tahun 2019 memberikan review yang sangat baik kepada BPK, sebagai berikut: - “As for the BPK’s compliance audit, it can be generally assesses as of high quality”. (Peer Review Report, Executive Summary) - When analysing the sampled compliance audits, the Reviewer found that materiality was mostly assessed by using the value concept – by scoring different observations and, at the end, giving an average score. ( Peer Review Report, Domain B: Internal Governance and Ethics ) __ - On the basis of the sample of compliance audits analysed by the Reviewer it can be stated that the audit teams are composed of persons with different backgrounds, both in auditing and in specific areas, such as road construction and engineering. If audit teams lack certain expertise, experienced experts are hired.” ( Peer Review Report, Domain C: Audit Quality and Reporting ) __ Selain itu, untuk mengatur perilaku pemeriksa, BPK telah mempunyai Kode Etik yang diatur dalam Peraturan BPK Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan dan Peraturan BPK Nomor 5 Tahun 2018 tentang Majelis Kehormatan Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan. Upaya lain untuk menghindari abuse of power adalah dengan menerapkan rotasi pemeriksa secara reguler yang mempertimbangkan kompetensi dan beban tugas yang diemban . Sebagai bentuk checks and balances , LHP PDTT disampaikan kepada Lembaga Perwakilan, pemerintah, dan/atau aparat penegak hukum. Hal ini menandakan bahwa PDTT yang dilakukan BPK akuntabel atau dapat dipertanggungjawabkan. __ Pertanyaan dari Yang Mulia Hakim Enny Nurbaningsih Pertanyaan pertama: _Dalam Penjelasan UU 15/2004: _ “Pemeriksaan dengan tujuan tertentu, adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja.” Bagaimana penjelasan mengenai “tujuan tertentu” dan “tujuan khusus” dalam perdebatan penyusunan ketentuan tersebut? Dalam risalah pembahasan yang dibahas adalah pasal dalam batang tubuh dan penjelasan pasalnya, yaitu dalam Pasal 4 ayat (4) UU 15/2004 yang menyatakan bahwa pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan yang tidak termasuk dalam pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Selanjutnya dalam penjelasannya dinyatakan, pemeriksaan dengan tujuan tertentu meliputi antara lain pemeriksaan atas hal-hal lain di bidang keuangan, pemeriksaan investigatif, dan pemeriksaan atas sistem pengendalian intern pemerintah. 132 Kata “khusus” termuat dalam Penjelasan Umum UU 15/2004 yang tidak secara khusus dibahas dalam pembahasan RUU tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Dalam Penjelasan Umum dinyatakan bahwa PDTT adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam pemeriksaan tujuan tertentu ini adalah pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan dengan keuangan dan pemeriksaan investigatif. Dengan demikian, kata “khusus” dalam Penjelasan Umum UU 15/2004 harus dimaknai sesuai dengan Pasal 4 ayat (4) UU 15/2004. Pertanyaan kedua: __ Apakah ketiga jenis pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK satu sama lain berurutan/berkelindan? Untuk pertanyaan tersebut, dapat sampaikan bahwa: Tiga jenis pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK tidak harus dilakukan secara berurutan. Pada saat yang bersamaan BPK dapat melakukan lebih dari satu jenis pemeriksaan, misalnya Pemeriksaan LK dan Pemeriksaan Kinerja atau Pemeriksaan Kinerja dan PDTT. Namun, bisa juga dilakukan sebagai sebuah pemeriksaan lanjutan, terutama untuk PDTT. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, PDTT sebagai pemeriksaan lanjutan dari pemeriksaan sebelumnya dilakukan apabila terdapat permasalahan yang ditemukan dalam pemeriksaan sebelumnya (keuangan atau kinerja), namun tidak dapat diperdalam dengan mempergunakan metode pemeriksaan keuangan atau kinerja tersebut. Selain sebagai sebuah pemeriksaan lanjutan, PDTT juga bisa dilakukan berdasarkan permintaan dari DPR atau APH, serta berdasarkan rencana pemeriksaan BPK, contohnya PDTT atas entitas berbentuk BUMN yang menurut Undang-Undang, LK-nya diperiksa oleh Akuntan Publik. Penyusunan rencana pemeriksaan dilakukan oleh BPK dengan mempertimbangkan isu pengelolaan keuangan negara yang menjadi perhatian publik, prioritas utama pemerintah, analisa BPK atas tren hasil pemeriksaan BPK beberapa tahun sebelumnya, dan hasil pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah. Pertanyaan ketiga: WTP bukan merupakan indikator penentu. Bagaimana dalam praktik suatu lembaga sudah mendapat opini WTP tapi masih dilakukan PDTT terhadap lembaga tersebut? Apakah PDTT bisa dilakukan tanpa Pemeriksaan Keuangan dan Pemeriksaan Kinerja? 133 Sebagaimana penjelasan sebelumnya, WTP atau lebih jelasnya Wajar Tanpa Pengecualian, adalah salah satu jenis opini yang dapat diberikan oleh Pemeriksa atas suatu LK untuk menyatakan bahwa kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan tersebut telah sesuai dengan kriteria. Adapun kriteria yang dimaksud untuk pemberian opini ini sesuai penjelasan Pasal 16 ayat (1) UU 15/2004 adalah: kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, kecukupan pengungkapan ( adequate disclosures ), kepatuhan terhadap peraturan perundang- undangan, dan efektivitas sistem pengendalian intern. Hal tersebut dapat dimaknai bahwa baik WTP maupun ketiga jenis opini lain yang diberikan oleh Pemeriksa terhadap suatu LK merupakan indikator penentu atas kualitas suatu LK dalam hal kewajaran penyajian informasi keuangannya sesuai dengan standar. Mengulang penjelasan kami sebelumnya, berdasarkan UU 15/2004 dan UU 15/2006, terdapat tiga jenis pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK, yaitu Pemeriksaan Keuangan, Pemeriksaan Kinerja, dan PDTT. Perbedaan mendasar dari ketiga jenis pemeriksaan tersebut adalah pada tujuannya. Tujuan Pemeriksaan Keuangan adalah sebagaimana telah dijelaskan di atas, dengan cara menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi dalam LK. Pemeriksaan Kinerja adalah untuk memastikan bahwa kegiatan yang dibiayai dengan keuangan negara diselenggarakan secara ekonomis dan efisien, serta memenuhi sasarannya secara efektif, sedangkan PDTT dilakukan dengan tujuan khusus, di luar kedua jenis pemeriksaan yang lain. Perbedaan tujuan antara Pemeriksaan Keuangan dan PDTT berakibat pada perbedaan metode, ruang lingkup, dan fokus kedua pemeriksaan tersebut. Salah satu contohnya adalah pemeriksaan yang dilakukan atas suatu instansi. Untuk menilai kewajaran penyajian pertanggungjawaban seluruh penerimaan dan pengeluaran APBN, dilakukan Pemeriksaan atas LK. Sementara untuk memeriksa secara lebih fokus pada suatu aspek tertentu dalam APBN, dilakukan PDTT. Yang dimaksud dengan aspek tertentu misalnya PNBP, belanja barang dan jasa, atau manajemen aset. Merujuk pada penjelasan kami sebelumnya, diberikannya opini WTP atas LK suatu instansi tidak menutup kemungkinan untuk dilakukannya PDTT terhadap instansi tersebut. Sebagai tambahan contoh, pada saat pemeriksaan LK ditemukan ada ketekoran kas. Atas hal tersebut bendahara telah membuat Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM) yang dicatat sebagai piutang lain- lain dalam LK dan diungkapkan dalam catatan akuntansi. Secara kewajaran LK, hal ini tidak akan mempengaruhi opini, sehingga instansi tersebut dapat memperoleh opini WTP atas kewajaran penyajian LK-nya. Namun demikian, untuk mengetahui penyebab terjadinya ketekoran kas tersebut harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut melalui PDTT. Harapannya, dengan metode, ruang 134 lingkup, dan fokus pemeriksaan yang berbeda, yaitu soal ketekoran kas, maka akan dapat diperoleh kesimpulan yang lebih jelas mengenai permasalahan tersebut. Contoh di atas memberikan gambaran PDTT sebagai pemeriksaan lanjutan dari pemeriksaan atas suatu LK karena adanya masalah ketekoran kas yang tidak dapat diperdalam dengan menggunakan metode pemeriksaan keuangan. Namun demikian, sesungguhnya tiga jenis pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK tidak harus dilakukan secara berurutan. Selain melakukan PDTT sebagai pemeriksaan lanjutan, BPK dapat melakukan lebih dari satu jenis pemeriksaan pada saat yang bersamaan. Contohnya, Pemeriksaan LK dan Pemeriksaan Kinerja atau Pemeriksaan Kinerja dan PDTT. Selain sebagai sebuah pemeriksaan lanjutan, PDTT juga bisa dilakukan berdasarkan permintaan dari DPR atau APH, serta berdasarkan rencana pemeriksaan BPK. Penyusunan rencana pemeriksaan dilakukan oleh BPK dengan mempertimbangkan isu pengelolaan keuangan negara yang menjadi perhatian publik, prioritas utama pemerintah, analisa BPK atas tren hasil pemeriksaan BPK beberapa tahun sebelumnya, dan hasil pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah. Pertanyaan keempat: PDTT bisa dilakukan atas inisiatif BPK dan atas permintaan. Dalam praktik seberapa besar jumlah PDTT yang berdasarkan inisiatif BPK dan yang berdasarkan permintaan dari luar? Inisiatif BPK untuk melakukan PDTT dituangkan dalam Rencana Kerja Pemeriksaan (RKP). PDTT yang dilakukan berdasarkan RKP BPK merupakan wujud kemandirian BPK sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 23E ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 2 UU 15/2006. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 6 dan Penjelasan Umum UU 15/2004, yang menyatakan sebagai berikut: Pasal 6: “Penentuan objek pemeriksaan, perencanaan dan pelaksanaan pemeriksaan, penentuan waktu dan metode pemeriksaan, serta penyusunan dan penyajian laporan pemeriksaan dilakukan secara bebas dan mandiri oleh BPK.” Penjelasan Umum Huruf C.: __ “BPK memiliki kebebasan dan kemandirian dalam ketiga tahap pemeriksaan, yakni perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil pemeriksaan. Kebebasan dalam tahap perencanaan mencakup kebebasan dalam menentukan obyek yang akan diperiksa, kecuali pemeriksaan yang obyeknya telah diatur tersendiri dalam undang-undang, atau pemeriksaan berdasarkan permintaan khusus dari lembaga perwakilan.” 135 Berdasarkan data dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, rekapitulasi LHP PDTT BPK yang dilakukan berdasarkan RKP tahunan BPK adalah sebagai berikut: Tahun Jumlah LHP PDTT Total Nilai Penyetoran Selama Proses Pemeriksaan (Rp Juta) Permasalahan Nilai (Rp Juta) RKP 2017 237 3.562 31.704.063,34 80.924,90 2018 286 3.601 10.149.932,92 406.128,47 Semester I 2019 37 734 4.811.962,12 314.927,79 Total 560 7.897 46.665.958,38 801.981,16 Mengacu pada tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa sejak tahun 2017 hingga semester I 2019 telah dilakukan 560 PDTT. Dalam pemeriksaan tersebut telah diungkap 7.897 permasalahan senilai total Rp46.665.958,38 juta. Permasalahan yang diungkap terdiri atas permasalahan SPI, ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, serta temuan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan. Selama proses pemeriksaan, telah dilakukan penyetoran senilai total Rp801.981,16 juta. Selain PDTT yang dilakukan berdasarkan RKP tersebut, BPK juga melakukan PDTT dalam bentuk Pemeriksaan Investigatif (PI) dan Penghitungan Kerugian Negara (PKN) berdasarkan permintaan lembaga perwakilan dan aparat penegak hukum. Pelaksanaan PI dan PKN dalam periode tahun 2017-2019 adalah sebagai berikut: Pemeriksaan Investigatif Tahun 2017 s.d. 2019 Tahun Jumlah LHP Nilai Temuan - Nilai Indikasi Kerugian (Rp) Tindak Lanjut 2017 Perminta an DPR 1 4.081.122.000.000,00 Sudah dimanfaatkan dalam proses penyidikan Perminta an APH (Kepolisi an) 2 68.700.452.556,18 1 LHP (dengan nilai indikasi kerugian Rp21.622.309.000) sudah dimanfaatkan dalam proses penyelidikan dan 1 lainnya (dengan nilai indikasi kerugian Rp47.078.143.556) dalam proses penyidikan Total 3 4.149.822.452.556,18 2018 Perminta an DPR 3 3.631.373.059.942,79 1 LHP (dengan nilai indikasi kerugian Rp1.032.751.449.287) sudah dimanfaatkan dalam proses penyelidikan dan 2 lainnya (dengan nilai indikasi kerugian Rp2.598.621.610.655) dalam proses penyidikan Permintaan APH 549.543.386.637,88 3 LHP (dengan nilai indikasi kerugian Rp50.400.643.908) 136 sudah dimanfaatkan dalam proses penyelidikan dan 6 lainnya (dengan nilai indikasi kerugian Rp499.142.742.729) dalam proses penyidikan - KPK 1 36.694.669.638,00 - Kepolisi an 7 447.184.716.999,88 - Kejaksa an 1 65.664.000.000,00 Total 12 4.180.916.446.580,67 2019 Rencana BPK 2 40.874.981.615,79 Telah dimanfaatkan di tahap penyelidikan Permintaan APH 332.348.240.712,52 Telah dimanfaatkan di tahap penyelidikan - KPK 1 27.385.018.874,00 - Kepolisi an 4 304.963.221.838,52 Total 7 373.223.222.328,10 TOTAL PI 22 8.703.962.121.464,95 Penghitungan Kerugian Negara Tahun 2017 s.d. 2019 Tahun Jumlah LHP Nilai Temuan – Nilai Kerugian (Rp) Tindak Lanjut 2017 - KPK 3 4.611.355.944.853,54 71 LHP (dengan nilai kerugian Rp6.556.425.377.602,65) kasusnya sudah dinyatakan P-21 dan 10 LHP (dengan nilai kerugian Rp94.052.491.336,97) sudah dimanfaatkan di tahap penyidikan - Kepoli sian 48 1.314.535.900.601,39 - Kejaks aan 30 724.586.023.484,69 Total 81 6.650.477.868.939,62 2018 - KPK 2 56.913.570.320,38 61 LHP (dengan nilai kerugian Rp3.225.093.290.692,67) kasusnya sudah dinyatakan P-21 dan 24 LHP (dengan nilai kerugian Rp307.608.435.651,55) sudah dimanfaatkan di tahap penyidikan - Kepolisi an 53 949.712.119.133,24 - Kejaksa an 30 2.526.076.036.890,60 Total 85 3.532.701.726.344,22 2019 - KPK 4 221.402.459.924,98 8 LHP (dengan nilai kerugian Rp780.752.165.635,12) kasusnya sudah dinyatakan P-21 dan 57 LHP (dengan nilai kerugian Rp965.904.120.416,25) sudah dimanfaatkan di tahap penyidikan - Kepolisi an 41 612.078.830.056,73 - Kejaksa an 20 913.174.996.069,66 Total 65 1.746.656.286.051,37 TOTAL PKN 231 11.929.835.881.335,20 137 Dalam kurun tahun 2017-2019, nilai indikasi kerugian yang berhasil diungkap dalam Pemeriksaan Investigatif adalah sebesar Rp8.703.962.121.464,95. Sementara dari PKN, dapat diungkap nilai kerugian negara sebesar Rp11.929.835.881.335,20. Hasil dari PI dan PKN berupa LHP telah ditindaklanjuti dengan proses penegakan hukum oleh APH, baik berupa penyelidikan maupun penyidikan. Selain pengembalian kerugian negara, dari PDTT dapat dilakukan penghematan uang negara melalui mekanisme koreksi subsidi dan koreksi cost recovery dengan data dalam tabel berikut ini: Tahun Koreksi Subsidi Berdasarkan Tahun IHPS (Rp juta) Koreksi Cost Recovery (Rp juta) Total (Rp juta) 2017 2.083.448,63 13.408.146,93 15.491.595,56 2018 2.875.039,51 2.041.700,31 4.916.739,82 Semester I 2019 8.778.654,38 118.016,54 8.896.670,92 Total 13.737.142,52 15.567.863,78 29.305.006,30 Dari data tersebut diketahui bahwa dalam kurun waktu tahun 2017 sampai dengan Semester I 2019, jumlah uang negara yang telah dihemat melalui mekanisme koreksi subsidi adalah sebesar Rp13.737.142,52 juta. Sementara mekanisme koreksi cost recovery telah menghemat uang negara sebesar Rp15.567.863,78 juta. Dengan demikian, total uang negara yang telah dihemat adalah sebesar Rp29.305.006,30 juta. Pertanyaan kelima: Apakah yang dilakukan atas inisiatif BPK adalah untuk PDTT yang belum dilakukan pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja? Karena apa? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, dapat kami sampaikan bahwa sumber pelaksanaan PDTT dapat berasal dari adanya permintaan dari lembaga perwakilan atau APH dan dapat berasal dari rencana pemeriksaan BPK (inisiatif). Rencana pemeriksan tersebut merupakan bentuk kemandirian BPK dalam menentukan objek pemeriksaan. Penyusunan rencana pemeriksaan oleh BPK dilakukan dengan mempertimbangkan antara lain informasi dari LHP sebelumnya (pemeriksaan lanjutan), isu pengelolaan keuangan negara yang menjadi perhatian publik, prioritas utama pemerintah, analisa BPK atas tren hasil pemeriksaan BPK beberapa tahun sebelumnya, dan hasil pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah. 138 Selanjutnya, pertanyaan dari Yang Mulia Hakim Suhartoyo Pertanyaan pertama: Ini persoalan nomenklatur. Sesungguhnya mengenai PDTT investigatif sudah clear. Hanya persoalannya, apakah tepat bila “rumah”-nya adalah PDTT? Terhadap pertanyaan tersebut dapat kami sampaikan bahwa menurut pendapat kami, tidak ada persoalan nomenklatur dalam perkara uji materi ini. Sebagaimana praktik di dunia internasional yang telah kami sampaikan, selain Pemeriksaan Keuangan dan Pemeriksaan Kinerja juga terdapat Pemeriksaan Kepatuhan dan Pemeriksaan Investigatif. Pemeriksaan Kepatuhan dan Pemeriksaan Investigatif inilah yang dalam UU 15/2004 dan UU 15/2006 disebut sebagai PDTT. Sehingga terminologi PDTT sudah sangat clear diatur dalam kedua UU tersebut. Sejalan dengan hal tersebut, dalam SPKN juga disebutkan bahwa PDTT dapat berbentuk pemeriksaan kepatuhan dan pemeriksaan investigatif. Tujuan pemeriksaan kepatuhan adalah untuk menilai apakah hal pokok ( subject matter ) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (yang digunakan sebagai kriteria). Tujuan pemeriksaan investigatif adalah mengungkap ada tidaknya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana pada pengelolaan keuangan negara. Pertanyaan kedua: Selebihnya selain investigatif, apa yang menjadi substansi PDTT? Kalau tidak clear kenapa tidak diubah menjadi “pemeriksaan investigatif”? Kalau nomenklatur PDTT diubah menjadi jenis pemeriksaan investigatif, apakah kewenangan-kewenangan pemeriksaan yang lain selain investigatif ter-cover atau tidak? Hal ini penting supaya ketentuan tersebut dapat dirapikan MK tanpa mengurangi kewenangan, supaya tidak bias dan supaya tidak ada tarik-menarik antara WTP dan PDTT. Izinkan kami menyampaikan kembali mengenai substansi atau bentuk PDTT yang berupa pemeriksaan kepatuhan dan pemeriksaan investigatif. Meskipun baik pemeriksaan kepatuhan dan pemeriksaan investigatif menghasilkan kesimpulan, namun keduanya mempunyai tujuan yang berbeda. Tujuan PDTT dalam bentuk pemeriksaan kepatuhan adalah untuk menilai apakah hal pokok yang diperiksa sesuai (patuh) dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Aspek pemeriksaan kepatuhan dapat berupa regularity (ketaatan pada kriteria formal, seperti peraturan perundangan dan perjanjian yang relevan) dan/atau propriety (ketaatan pada prinsip umum pelaksanaan tata kelola 139 keuangan yang baik dan perilaku pejabat publik). Lembaga sektor publik dituntut untuk transparan dan akuntabel serta melaksanakan tata kelola dengan baik dalam mengelola dana yang dihimpun dari masyarakat. Masyarakat tidak dapat serta merta mempercayai mutlak pejabat sektor publik dalam memenuhi tanggung jawabnya. Di sinilah pemeriksaan kepatuhan memerankan pola dalam meyakini prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan tata kelola yang baik. Tujuan PDTT dalam bentuk pemeriksaan investigatif adalah untuk mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana. PDTT dalam bentuk pemeriksaan investigatif ini hanya dilakukan ketika terdapat predikasi yang memadai. Predikasi adalah keseluruhan dari peristiwa, keadaan pada saat peristiwa itu, dan segala hal yang terkait atau berkaitan yang dapat membawa seseorang yang memiliki akal sehat, profesional, dan memiliki tingkat kehati-hatian, untuk yakin bahwa fraud telah, sedang atau akan terjadi (PBPK 1/2017 PSP 100 angka 5 huruf v). Sumber predikasi dapat berasal dari temuan pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, maupun pemeriksaan kepatuhan, dan informasi pihak internal maupun eksternal BPK. Sehingga jika PDTT dirapikan hanya menjadi pemeriksaan investigatif, maka substansi PDTT kepatuhan untuk meyakini kesesuaian kegiatan manajemen terhadap peraturan perundang-undangan seperti pengadaan barang dan jasa, pemberian subsidi, dan manajemen aset tidak dapat dilakukan. Pertanyaan ketiga: __ Tadi dijelaskan bahwa ada perbedaan metode dan ruang lingkup. Ini maksudnya seperti apa? Dalam Pelaksanaan Tugasnya BPK dapat melakukan pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja dan PDTT. Pemeriksaan Keuangan adalah pemeriksaan atas LK yang bertujuan untuk memberikan opini atas kewajaran informasi yang disajikan dalam LK berdasarkan standar yang digunakan dalam penyusunan LK. Dalam pemeriksaan keuangan, objek pemeriksaan adalah LK. Kriteria yang digunakan sebagai dasar pemberian opini adalah standar yang digunakan dalam penyusunan LK. Contohnya untuk LK pemerintah pusat, standar yang digunakan adalah Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) yang berbasis akrual sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah. Sedangkan dalam pemeriksaan atas LK Bank Indonesia kriteria yang digunakan adalah standar akuntansi yang berlaku bagi Bank Indonesia yang disebut Kebijakan Akuntansi Keuangan Bank Indonesia. Hasil dari pemeriksaan LK adalah opini BPK atas kewajaran penyajian LK yang disusun oleh masing-masing entitas sesuai standar yang berlaku. 140 PDTT adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus di luar Pemeriksaan Keuangan dan Pemeriksaan Kinerja. Termasuk dalam PDTT ini adalah pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan dengan keuangan dan pemeriksaan investigatif. Laporan pemeriksaan ini memuat kesimpulan. PDTT sudah difokuskan pada aspek tertentu, misalnya atas PNBP, belanja barang dan jasa, manajemen aset, atau kepastian terhadap kontrak/perjanjian. Diberikannya opini WTP atas LK suatu instansi tidak menutup kemungkinan untuk dilakukannya PDTT terhadap instansi tersebut, apabila dari hasil Pemeriksaan Keuangan atau dari hasil Pemeriksaan Kinerja terdapat hal yang menurut BPK perlu untuk diperiksa lebih lanjut, termasuk untuk mengungkap adanya kerugian negara. _Kemudian, pertanyaan dari Yang Mulia Hakim Arief Hidayat, sebagai berikut: _ Dalam Permohonan dinyatakan bahwa terdapat ketidakpastian dan berpotensi disalahgunakan. Secara normatif sudah clear bahwa instrumen itu diperlukan. PDTT yang dilakukan berdasarkan undang-undang dan atas permintaan bisa dimengerti. Tetapi yang atas inisiatif BPK bisa menjadi “pedang bermata dua”. Makna terdalam dari pertanyaan Pemohon itulah yang belum terjawab memang ada di tataran implementasi bisa disalahgunakan. Jadi secara potensial bisa disalahgunakan oleh BPK atau oknum BPK. Bagaimana kontrol terhadap penggunaan yang inisiatif? Mahkamah bisa merapikan tanpa merugikan hak konstitusional warga dan lembaga yang diperiksa. Misalnya saja harus diartikan bahwa yang dinamakan PDTT hanya atas permintaan undang-undang atau lembaga lain. Sehingga yang atas inisiatif BPK itu kita hapuskan. Jelaskan apakah selama ini sudah aman-aman saja atau masih mengandung potensi disalahgunakan? Majelis Hakim telah memiliki pemahaman yang sama mengenai “PDTT yang dilakukan berdasarkan undang-undang dan PDTT atas permintaan lembaga perwakilan atau APH”. Izinkan kami selanjutnya menjelaskan PDTT yang dalam Keterangan BPK sebelumnya disebut dengan ‘inisiatif’. PDTT tersebut kami maksudkan untuk menjelaskan mengenai pelaksanaan PDTT yang bersumber dari Rencana Kerja Pemeriksaan (RKP) BPK. RKP merupakan bentuk kemandirian BPK dalam menentukan objek pemeriksaan sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi. Penyusunan rencana pemeriksaan oleh BPK dilakukan dengan mempertimbangkan antara lain informasi dari LHP sebelumnya (pemeriksaan lanjutan), isu pengelolaan keuangan negara yang menjadi perhatian publik, prioritas utama pemerintah, analisa BPK atas tren hasil pemeriksaan BPK beberapa tahun sebelumnya, dan hasil pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah. Hal ini sejalan dengan yang telah kami jelaskan 141 pada bagian sebelumnya dalam keterangan tambahan yang menyatakan perlunya Pemeriksa mempertimbangkan risiko adanya ketidakpatuhan. Terkait dengan adanya potensi penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan PDTT, dalam Standar Pemeriksaan BPK diatur mengenai pengendalian mutu pemeriksaan. Sistem pengendalian mutu BPK mencakup supervisi, reviu berjenjang, monitoring, dan konsultasi selama proses pemeriksaan. Sistem pengendalian itu yang mengendalikan Tim Pemeriksa yang melaksanakan PDTT. Selain itu, sistem pengendalian mutu BPK ditelaah secara internal oleh BPK dan secara berkala ditelaah oleh badan pemeriksa keuangan negara lain yang menjadi anggota organisasi pemeriksa keuangan sedunia ( International Organization of Supreme Audit Institutions /INTOSAI). Penelaahan dapat dilakukan oleh BPK negara lain sesuai ketentuan Pasal 33 UU 15/2006, tentunya karena pelaksanaan pemeriksaan sampai dengan laporan hasil PDTT juga telah mengacu pada standar dan best practices yang berlaku secara internasional dan mendapat predikat sangat baik (sebagaimana telah dijelaskan dalam jawaban atas pertanyaan Majelis Hakim sebelumnya). Selain itu, terkait dengan potensi penyalahgunaan wewenang, BPK telah menegakkan Kode Etik yang diatur dalam Peraturan BPK Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kode Etik BPK dan Peraturan BPK Nomor 5 Tahun 2018 tentang Majelis Kehormatan Kode Etik BPK. Upaya lain untuk menghindari abuse of power adalah dengan menerapkan rotasi Pemeriksa secara reguler yang mempertimbangkan kompetensi dan beban tugas yang diemban. Sehingga, secara keseluruhan berdasarkan uraian tersebut, pelaksanaan PDTT dapat berjalan dengan aman dan tidak menjadi “pedang bermata dua”, baik yang atas amanat undang-undang, permintaan lembaga perwakilan dan APH serta atas perencanaan pemeriksaan oleh BPK. Selama ini pelaksanaan PDTT sudah sesuai dengan prosedur/standar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta berkontribusi positif dalam perbaikan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Kami justru mengkhawatirkan apabila ada perubahan (dalam arti ‘dirapikan’) rumusan atau makna PDTT dalam norma a quo, maka akan dapat menjadikan pemeriksaan di Indonesia berbeda dengan negara-negara lain yang berlaku secara universal. Selain itu pembatasan PDTT hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan lembaga perwakilan dan APH, maka BPK dapat dijadikan sebagai “alat” kepentingan pihak-pihak tertentu yang berpotensi menciderai mekanisme checks and balances serta menciderai independensi BPK. 142 Selain itu, Pihak Terkait menghadirkan satu orang ahli bernama Andi Mattalatta, SH., M.Hum. yang didengar keterangannya di depan persidangan pada tanggal 18 Februari 2020, serta menyerahkan keterangan tertulisnya yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut: Ahli: Andi Mattalatta, SH., M.Hum. Pemohon dalam perkara ini mempersoalkan atau mempertanyakan konstitusionalitas kewenangan BPK melakukan PDTT sebagaimana dimaksud karena tidak sesuai dengan original intent Pasal 23E ayat 1 UUD 1945. Sesuai dengan posisi saya sebagai anggota Badan Pekerja MPR RI yang membahas perubahan Undang-Undang Dasar 1945 mulai tahun 1999 sampai dengan tahun 2002, maka keterangan yang akan saya sampaikan di sidang yang mulia ini akan terbatas pada pemahaman saya yang bersumber pada perkembangan pemikiran dan suasana pembahasan perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Dari perkembangan pemikiran dan suasana pembahasan itu mudah- mudahan kita dapat menarik kesimpulan atau pemahaman bahwa semangat perubahan Undang-Undang Dasar telah ditindaklanjuti secara tepat dalam menerbitkan ketentuan lanjutannya berupa ketentuan perundang-undangan yang dilakukan oleh pembuat undang undang. Pemahaman akan perkembangan pemikiran dan semangat perubahan Undang-Undang Dasar itu dengan sendirinya juga bisa berguna untuk dijadikan tolok ukur untuk menilai apakah ketentuan lanjutan yang ada dalam Undang-Undang sesuai dengan semangat Undang- Undang Dasar sehingga dianggap konstitusional atau tidak. Seperti diketahui bersama bahwa semangat utama perubahan Undang- Undang Dasar yang dilakukan dalam kurun waktu tahun 1999 sampai dengan tahun 2002 dimaksudkan agar tercipta pengelolaan negara di semua aspek kehidupan yang menjamin arah terwujudnya cita cita nasional yang termuat dalam alenia 4 Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu "melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksaakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial". Masing-masing aspek kehidupan itu dirumuskan prinsip prinsip pencapaiannya dalam pasal-pasal. Ada aspek kehidupan yang hanya 143 mencantumkan prinsip pencapaiannya tanpa menyebut secara eksplisit institusi penanggung jawabnya, karena penyelenggaraannya melibatkan berbagai institusi kenegaraan. Ada pula aspek kehidupan selain menyebut prinsip pengelolaannya juga menyebut institusi penanggung jawabnya karena dianggap strategis sehingga perlu kepastian konstitusionalnya. Aspek kehidupan yang hanya menyebut prinsip pengelolaannya misalnya aspek pengelolaan keuangan negara harus dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 23 ayat (1)). Aspek perekonomian, prinsipnya disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan (Pasal 33 ayat (1)) yang penyelenggaraannya berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional (Pasal 33 ayat (4)). Aspek pengelolaan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak serta pengelolaan bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 33 ayat (2) dan (3)) dan beberapa contoh lainnya yang tidak kami sebutkan rinci di sini. Pada bagian lain ada pula aspek kehidupan yang selain disebut prinsip pengelolaannya juga disebut institusi penanggung jawabnya karena dianggap strategis dalam kehidupan berbangsa dan benegara sekaligus menegaskan tidak adanya institusi lain selain yang disebutkan dalam Undang-Undang Dasar. Rumusan seperti ini antara lain, untuk menjamin pelaksanaan pengelolaan keuangan negara secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 23, maka diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara (Pasal 23E ayat (1)). Aspek Peradilan dilaksanakan oleh pemangku kekuasaan kehakiman yaitu Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya dan sebuah Mahkamah Konstitusi dengan prinsip kerja yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (Pasal 24). Aspek pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik 144 Indonesia sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung (Pasal 30 ayat (2)). Prinsip-prinsip pengelolaan berbagai aspek kehidupan yang diungkapkan di atas haruslah menjiwai rumusan norma-norma lanjutan dalam ketentuan perundang-undangan di bawah Undang Undang Dasar serta menjamin kemudahan perwujudannya dalam implementasi. Bukan justru sebaliknya mempersulit implementasinya. Setelah mengungkapkan beberapa prinsip muatan dalam Perubahan Undang-Undang Dasar, kini perkenankan saya fokus pada materi perkara yang sedang dipermasalahkan dalam perkara ini yaitu apakah kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan untuk melakukan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu memiliki pijakan konstitusi sehingga konstitusional atau tidak. Dalam Undang-Undang Dasar hasil perubahan, tidak ada lagi Lembaga Negara yang memegang dan melaksanakan kewenangannya tanpa pembatasan atau kontrol termasuk Lembaga Majelis Permusyawaratan yang sebelumnya memiliki kekuasaan tak terbatas sesuai penjelasan Undang-Undang Dasar sebelum perubahan. Sekarang Majelis Permusyawaratan Rakyat, kewenangannya hanya yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar. Pembatasan kewenangan dan prinsip pengawasan dalam bentuk checks and balances ini merupakan salah satu wujud semangat pengelolaan negara modern yang dianut oleh Undang- Undang Dasar kita. Lembaga Komisi Yudisial misalnya diciptakan untuk menjadi salah satu alat kontrol dunia peradilan dengan kewenangan mengusulkan hakim agung dan kewenangan lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Lembaga Pemerintahan Daerah diperkuat untuk mencegah lahirnya sentralisasi pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang majemuk. Lembaga Dewan Perwakilan Daerah dibentuk untuk menjadi mitra kerja Dewan Perwakilan Rakyat untuk fungsi legislasi dan pengawasan bidang-bidang pemerintahan tertentu. Demikian juga dengan Badan Pemeriksa Keuangan yang tadinya penempatannya dalam Undang-Undang Dasar hanya merupakan salah satu ayat dari pasal keuangan sehingga menggambarkan bahwa fungsi pengawasan dan pemeriksaan dalam pengelolaan keuangan negara bukanlah hal yang penting. Searah dengan semangat pengelolaan keuangan negara yang pelaksanaanya harus terbuka dan bertanggungjawab yang diamanatkan oleh perubahan Undang- 145 Undang Dasar maka institusi pengawas dan pemeriksanyapun, dalam hal ini Badan Pemeriksa Keuangan, harus pula ditingkatkan posisi dan perannya. Peningkatan posisi dan peran Badan Pemeriksa Keuangan itu oleh Undang- Undang Dasar dimaksudkan agar ada jaminan bahwa pengelolaan keuangan negara dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat. Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam pembahasan perubahan Undang- Undang Dasar yang dimulai sejak tahun 1999 telah membahas seluruh materi, termasuk di dalamnya pembahasan tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Namun demikian, karena keterbatasan waktu yang dikaitkan dengan sekuen materi maka rumusan baru tentang Badan Pemeriksa Keuangan dan yang berkaitan dengannya baru dapat disepakati pada tahun sidang 2001 setelah melalui pembahasan selama tiga tahun masa sidang. Lamanya pembahasan tentang Badan Pemeriksa Keuangan menunjukkan betapa Majelis Permusyawaratan Rakyat yang membahas perubahan Undang-Undang Dasar memberi perhatian yang sangat serius tentang fungsi dan peran Badan Pemeriksa Keuangan dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara agar betul-betul untuk sebesar-besamya kemakmuran rakyat. Semangat untuk meningkatkan fungsi dan peran pemeriksaan pengelolaan keuangan negara mungkin juga dipengaruhi oleh banyaknya kebocoran dan beratnya beban keuangan negara yang harus ditanggung akibat pengelolaan keuangan negara yang tidak prudent saat itu. Peningkatan posisi, fungsi dan peran Badan Pemeriksa Keuangan dalam pengelolaan keuangan negara yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara RI 1945 diwujudkan dalam:
Penempatannya dalam sebuah bab tersendiri. Sebelum perubahan Undang-Undang Dasar penempatan Badan Pemeriksa Keuangan merupakan bagian dari hal keuangan negara dengan menempatkannya sebagai salah satu ayat dalam bab dan pasal tentang keuangan. Penempatan yang demikian ini seolah-olah urusan pemeriksaan keuangan negara bukan hal yang teramat penting. Berangkat dari pemikiran dan semangat keterbukaan pengelolaan keuangan negara dan semangat untuk melahirkan tata kelola pemerintahan yang bersih maka saat itu fungsi pemeriksaan dan pengawasan menjadi penting sehingga institusi yang bertanggungjawab di bidang ini harus juga ditingkatkan bobot kehadirannya. 146 Dengan pertimbangan itu maka Badan Pemeriksa Keuangan oleh Undang- Undang Dasar ditempatkan dalam bab tersendiri terpisah dari bab tentang Keuangan. Dengan Bab tersendiri itu maka kehadiran Badan Pemeriksa Keuangan dan fungsinya menyinari dan menyemangati seluruh aspek kehidupan yang diatur dalam Undang-Undang Dasar.
Penegasan kedudukan BPK yang bebas dan mandiri dalam melaksanakan tugasnya. Sebagai sebuah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugasnya disadari akan banyak kepentingan yang mengitarinya, maka sejak awal perubahan Undang-Undang Dasar sudah membentenginya dengan kebebasan dari intervensi cabang kekuasaan lain. Bahkan dalam perubahan Undang-Undang Dasar mengamanatkan dukungan sumber daya untuk BPK agar mandiri dalam rnelaksanakan tugasnya. Suatu norma yang tidak ada sebelum perubahan Undang-Undang Dasar.
Penegasan bahwa BPK merupakan satu-satunya lembaga negara pemeriksa keuangan negara. Hal ini mengandung makna bahwa lembaga tunggal di luar cabang kekuasaan eksekutif ini konsekwensinya juga memangku kewenangan tunggal dalam merumuskan sistem dan mekanisme pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Dalam hal ini tentu termasuk pemeriksaan yang bersifat rutin dan umum terhadap laporan keuangan lembaga-lembaga negara dan pemerintahan lainnya serta pemeriksaan yang bersifat khusus sesuai kaidah-kaidah pemeriksaan pengelolaan keuangan negara.
Hasil pemeriksaan ditujukan tidak terbatas pada lembaga perwakilan. Sebagaimana diketahui bersama bahwa sebelum perubahan Undang-Undang Dasar, hasil pemeriksaan BPK itu diberikan ke Dewan Perwakilan Rakyat. Selanjutnya bergantung Dewan Perwakilan Rakyat apakah akan menjadikannya bahan pengambilan keputusan atau perumusan kebijakan politik di DPR atau tidak. Tidak mengherankan bila saat itu ada yang menyandingkan posisi BPK sebagai alat bantu DPR dan posisi DPA sebagai alat bantu semata dari Presiden. Dengan semangat membangun akuntabilitas pengelolaan keuangan negara maka perubahan Undang-Undang Dasar tidak hanya mengarahkan hasil pemeriksaan itu diberikan ke lembaga perwakilan 147 tetapi juga ke badan lain sesuai Undang-Undang disertai kewajiban untuk menindaklanjutinya (pasal 23E ayat (3)). Dari pesan Undang-Undang Dasar ini tersirat pengertian bahwa ada pemeriksaan rutin yang sifatnya mandatory yang disampaikan ke lembaga perwakilan dan ada juga pemeriksaan ad hoc yang sifatnya tidak mandatory . Pemeriksaan rutin merupakan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang menjadi kewenangan dan tanggung jawab presiden sebagai kepala pemerintahan dalam bentuk laporan keuangan dalam waktu tertentu untuk menilai apakah sudah sesuai dengan kaidah-kaidah akuntansi. Pada masa sekarang kita mengenal kesesuaian dengan kaidah akuntansi sebagai kewajaran laporan keuangan. Sedang pemeriksaan ad hoc atau tidak rutin merupakan pemeriksaan untuk menilai penggunaan dan atau pengelolaan keuangan negara apakah dilaksanakan secara efisien dan efektif, sesuai dengan aturan perundang-undangan, dan tidak ada penyimpangan. Pemeriksaan rutin sifatnya mandatory atau wajib sudah ditentukan oleh undang-undang, sedang pemeriksaan ad hoc atau tidak rutin merupakan pemeriksaan atas kegiatan atau program yang berasal dari insiatif Badan Pemeriksa Keuangan sesuai kewenangannya atau bisa merupakan permintaan lembaga perwakilan, penegak hukum, serta lembaga lain dan atau masukan masyarakat. Pada perkembangannya, pemeriksaan demikian dinyatakan oleh pembuat undang-undang sebagai pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Dengan frasa "hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti" maka BPK diberi pula kewenangan untuk memantau tindak lanjut pemeriksaan itu yang dilakukan oleh lembaga perwakilan maupun badan lainnya.
Pengembangan tugas BPK menyangkut proses pengelolaan keuangan negara yang diperiksa. Semula sebelum perubahan Undang-Undang Dasar, cakupan pemeriksaan hanya menyangkut tanggung jawab keuangan negara, berkembang setelah perubahan Undang-Undang Dasar menjadi memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan negara merupakan pemeriksaan atas laporan keuangan yang dibuat pemerintah. Dengan demikian setelah perubahan Undang-Undang Dasar, Badan Pemeriksa Keuangan tidak sekedar memeriksa laporan keuangan yang 148 disajikan, tetapi juga memeriksa seluruh aspek pengelolaan keuangan negara, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pelaporannya. Jika di masa lalu, pemeriksaan hanya bersifat post audit atau memeriksa laporan keuangan, maka pada waktu pembahasan perubahan Undang-undang Dasar, Badan Pekerja MPR menyepakati bahwa Badan Pemeriksa Keuangan juga memeriksa sejak proses anggaran dibuat atau dikenal dengan preaudit. Maksudnya agar Badan Pemeriksa Keuangan tidak hanya memeriksa setelah kerugian terjadi, namun bisa mencegah kerugian terjadi. Setelah perubahan Undang-Undang Dasar, pemeriksaan BPK tidak hanya menilai kesesuaiannya dengan kaidah akuntansi, namun termasuk memeriksa kesepadanan kebijakan pemerintah dengan arah kebijakan yang ditetapkan dalam Undang-Undang dalam rangka mewujudkan sistem pengelolaan keuangan negara yang terbuka dan bertanggungjawab.
Peningkatan kedudukan, fungsi, dan tugas BPK dalam kerangka menciptakan check and balances antar lembaga negara. Lembaga-lembaga sebagaimana ditetapkan dalam perubahan UUD 1945 diatur kewenangannya dalam rangka checks and balances (saling mengawasi dan mengimbangi) sepanjang diperlukan. Oleh karena itu semua lembaga negara dimaksud memiliki kedudukan yang sejajar dalam melaksanakan fungsinya masing-masing. BPK disebut sebagai pemegang kekuasaan auditif, merupakan lembaga negara yang bebas dan mandiri, serta memiliki fungsi yang telah diperluas pula. Fungsi BPK meliputi “memeriksa” pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara dari semua lembaga yang menggunakan uang APBN maupun APBD, BUMN/BUMD, dan lain-lain badan, dalam pengertian keuangan negara. Kebebasan dan kemandirian BPK tidak lepas dari keterkaitannya dengan fungsi DPR di bidang legislasi, anggaran, dan pengawasan. Demikian halnya dengan fungsi Presiden di bidang legislasi dan eksekutif. Misalnya dalam pembuatan UU Tentang BPK, UU Tentang Keuangan Negara, UU Tentang Perbendaharaan Negara, UU Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara termasuk penyusunan RUU-APBN oleh Presiden kemudian dibahas dengan DPR untuk mendapatkan persetujuan bersama menjadi UU. Di dalam UU APBN tersebut termasuk berapa anggaran belanja yang dibutuhkan BPK. Bagaimana penggunaan 149 anggaran BPK di tahun sebelumnya dan keperluan pembiayaan kegiatan BPK di tahun anggaran yang bersangkutan. Semua itu berpengaruh pula pada kelancaran kerja BPK dalam mengimplementasi ketentuan dalam UUD 1945. Dengan demikian tidak ada lembaga negara yang bebas sebebasnya atau mandiri tanpa keterkaitan dengan fungsi lembaga lainnya. Demikian halnya hubungan BPK dengan DPD. Walaupun DPD tidak sepenuhnya melaksanakan fungsi seperti halnya DPR, namun DPD juga ikut mengawasi BPK. Melalui mekanisme check and balances tersebut, pembahasan perubahan UUD 1945 sudah memperhitungkan pencegahan suatu lembaga negara melakukan abuse of power dengan memanfaatkan kewenangan yang diberikan. Jika ada abuse of power pasti ada lembaga negara yang lain yang akan mecegah atau mengoreksinya. Demikianlah, sebagai negara hukum yang demokratis, semua lembaga negara melaksanakan fungsi dan tugasnya atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peraturan perundang-undangan dimaksud harus mengatur terselenggaranya mekanisme checks and balances antarlembaga negara serta menjamin kemajuan hak asasi manusia dan peradilan yang bebas. Terkait kekuasaan auditif yang dilaksanakan oleh BPK, peraturan perundang- undangan kemudian mengatur ketentuan pemeriksaan harus dilaksanakan berdasar standar pemeriksaan dan pedoman pemeriksaan lainnya yang mengacu pada standar pemeriksaan yang berlaku umum, harus berdasarkan kode etik, ada pengawasan internal di BPK sendiri, pekerjaan BPK harus di- review oleh pihak lain yaitu BPK negara lain, dan ada pengawasan dari DPR dan DPD. Semua aturan ini untuk mencegah tindakan semena-mena atau terjadinya abuse of power oleh BPK dalam melaksanakan kewenangannya. Apalagi dalam situasi keterbukaan informasi publik sekarang ini sangat sulit bagi lembaga publik untuk lepas dari kontrol atau pemantauan masyarakat. Saya sebagai anggota Badan Pekerja yang turut membahas perubahan UUD 1945 menilai hal-hal yang diatur dalam peraturan perundang-undangan telah sejalan dengan maksud dan substansi yang diatur dalam perubahan UUD.
Undang-Undang Dasar sudah barang tentu hanya memuat kaidah-kaidah dasar tentang sesuatu hal. Tidaklah mungkin urusan-urusan tekhnis seperti jenis pemeriksaan diatur dalam Undang-Undang Dasar. Selain karena sifatnya 150 teknis tentu juga Undang-Undang Dasar memberi ruang pengembangan sistem pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara itu sesuai kaidah-kaidah ilmu pengetahuan dan praktik sehari-hari. Untuk mengakomodir itu dirumuskanlah norma yang memungkinkan pengembangan yang sesuai dengan arahan Undang-Undang Dasar. Rumusan itu dimuat dalam Pasal 23G ayat 2 yang berbunyi: “Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur dengan Undang-Undang.” Sebagai akhir penjelasan ini saya ingin menegaskan hal-hal sebagai berikut:
Sesuai dengan prinsip-prinsip perubahan Undang-Undang Dasar dan pintu pengembangan yang disiapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam pasal 23G ayat 2, maka lahirlah Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan yang di dalam kedua Undang-Undang itu mengatur tentang kewenangan BPK untuk melakukan Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu.
Kehadiran kewenangan BPK untuk melakukan Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu adalah konstitusional karena merupakan bagian dari semangat penguatan fungsi BPK yang diemban dalam perubahan Undang-Undang Dasar yang pengaturannya diperintahkan oleh pasal 23G ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945. PDTT bersama dengan pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja yang diatur dalam kedua UU tersebut kesemuanya dalam rangka untuk melaksanakan tugas dan fungsi BPK guna memastikan pengelolaan keuangan negara dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Demikianlah keterangan dari seorang pelaku perubahan Undang-Undang Dasar yang dilaksanakan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sejak tahun 1999 sampai dengan tahun sidang 2002. [2.6] Menimbang bahwa Presiden dan Pihak Terkait BPK menyerahkan kesimpulan yang masing-masing diterima Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 24 Februari 2020 yang pada pokoknya Presiden dan Pihak Terkait BPK tetap pada pendiriannya; 151 [2.7] Menimbang bahwa untuk mempersingkat uraian dalam putusan ini, segala sesuatu yang terjadi di persidangan cukup ditunjuk dalam Berita Acara Persidangan, yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan putusan ini.
PERTIMBANGAN HUKUM Kewenangan Mahkamah [3.1] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 216, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6554, selanjutnya disebut UU MK), Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076), Mahkamah berwenang, antara lain, mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang- Undang terhadap UUD 1945; [3.2] Menimbang bahwa oleh karena permohonan Pemohon adalah permohonan untuk menguji konstitusionalitas norma undang-undang, in casu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 4654, selanjutnya disebut UU 15/2006) dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400, selanjutnya disebut UU 15/2004) terhadap UUD 1945, maka Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo ; Kedudukan Hukum Pemohon [3.3] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK beserta Penjelasannya, yang dapat mengajukan permohonan pengujian undang-undang 152 terhadap UUD 1945 adalah mereka yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya yang diberikan oleh UUD 1945 dirugikan oleh berlakunya suatu Undang-Undang, yaitu:
perorangan warga negara Indonesia (termasuk kelompok orang yang mempunyai kepentingan sama);
kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;
badan hukum publik atau privat; atau
lembaga negara; Dengan demikian, Pemohon dalam pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 harus menjelaskan terlebih dahulu:
kedudukannya sebagai para Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK;
ada tidaknya kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional yang diberikan oleh UUD 1945 yang diakibatkan oleh berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian dalam kedudukan sebagaimana dimaksud pada huruf a; [3.4] Menimbang bahwa Mahkamah sejak Putusan Nomor 006/PUU-III/2005 tanggal 31 Mei 2005 dan Putusan Nomor 11/PUU-V/2007 tanggal 20 September 2007 serta putusan-putusan selanjutnya, telah berpendirian bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK harus memenuhi 5 (lima) syarat, yaitu:
adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional para Pemohon yang diberikan oleh UUD 1945;
hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut oleh para Pemohon dianggap dirugikan oleh berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian;
kerugian konstitusional tersebut harus bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;
adanya hubungan sebab-akibat antara kerugian dimaksud dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian;
adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, maka kerugian konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi; 153 [3.5] Menimbang bahwa berdasarkan uraian ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU MK dan syarat-syarat kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana diuraikan di atas, selanjutnya Mahkamah akan mempertimbangkan kedudukan hukum para Pemohon sebagai berikut:
Bahwa norma undang-undang yang dimohonkan pengujiannnya dalam permohonan a quo adalah Pasal 6 ayat (3) UU 15/2006 dan Pasal 4 ayat (1) UU 15/2004 yang rumusannya masing-masing adalah sebagai berikut:
Pasal 6 ayat (3) UU 15/2006: Pemeriksaan BPK mencakup pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
Pasal 4 ayat (1) UU 15/2004: Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri atas pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
Bahwa para Pemohon dalam kualifikasinya sebagai perseorangan warga negara Indonesia masing-masing menerangkan sebagai berikut:
Pemohon I, Ibnu Sina Chandranegara , adalah pembayar pajak yang berprofesi sebagai dosen di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta yang mengajar mata kuliah Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (vide bukti P-4 sampai dengan Bukti P-6) yang juga aktif dalam organisasi Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah (MAHUTAMA) yang menjabat sebagai Divisi Riset, Jurnal dan Publikasi Ilmiah (vide Bukti P-12).
Pemohon II, Auliya Khasanofa, adalah pembayar pajak yang berprofesi sebagai dosen di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Tangerang yang mengajar mata kuliah Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (vide bukti P-7 sampai dengan bukti P-9) yang juga aktif dalam organisasi Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah (MAHUTAMA) yang menjabat sebagai Sekretaris Jenderal (vide bukti P-12).
Pemohon III, Kexia Goutama, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara (vide bukti P-10 sampai dengan bukti P-11).
Bahwa para Pemohon yang menganggap hak konstitusionalnya dijamin dan dilindungi oleh Pasal 28C ayat (2) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 berpotensi dirugikan oleh berlakunya norma Undang-Undang yang 154 dimohonkan pengujian dengan argumentasi yang pada pokoknya sebagai berikut:
Bahwa menurut Pemohon I dan Pemohon II wewenang konstitusional Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 23E ayat (1) UUD 1945 adalah untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Hal tersebut haruslah dimaknai secara terbatas hanya mencakup pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja sebagaimana kewenangan utama BPK yang diberikan oleh undang-undang. Artinya tidak dapat dilakukan penambahan kewenangan di luar dari wewenang yang diberikan oleh UUD 1945. Namun dalam perjalanannya pasca diundangkannya UU 15/2004, terdapat penambahan kewenangan yang diberikan kepada BPK yakni kewenangan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (selanjutnya disebut PDTT) di mana kewenangan PDTT tersebut adalah kewenangan yang tidak termasuk dalam Pemeriksaan Keuangan dan Pemeriksaan Kinerja (vide Pasal 4 ayat (4) dan Penjelasan Umum huruf B angka 3 UU 15/2004). Kemudian kewenangan tersebut dimasukan ke dalam UU 15/2006 yang secara konstitusional kewenangan tersebut inkonstitusional karena tidak sesuai dengan wewenang konstitusional yang diberikan oleh Pasal 23E ayat (1) UUD 1945.
Bahwa frasa “tujuan tertentu” dalam Pasal 6 ayat (3) UU 15/2006 dan Pasal 4 ayat (1) UU 15/2004 tidak memiliki kejelasan tujuan dan tidak memiliki kejelasan rumusan, sehingga tidak mencerminkan asas kepastian hukum yang seharusnya dipenuhi suatu materi muatan peraturan perundang- undangan. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya potensi abuse of power yang dapat disalahgunakan oleh institusi BPK dalam melaksanakan kewenangannya terhadap seluruh lembaga negara dalam menjalankan roda pemerintahan, sehingga potensi tersebut dapat menghambat jalannya proses pengawasan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Apabila hal tersebut terjadi, maka setiap tidak berjalannya fungsi pemerintahan maka yang paling dirugikan adalah warga negara. Inilah yang kemudian menyebabkan timbulnya kerugian konstitusional bagi Pemohon I dan Pemohon II karena mengalami kesulitan dalam menjalankan tugasnya sebagai akademisi saat harus menjelaskan terkait konstitusionalitas PDTT serta maksud dan tujuan PDTT kepada publik maupun kepada Mahasiswa 155 di tempat mereka mengajar pada saat ada peristiwa PDTT kepada suatu instansi/lembaga padahal instansi/lembaga tersebut sudah mendapatkan Status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) saat sebelumnya dilakukan pemeriksaan keuangan maupun pemeriksaan kinerja.
Bahwa menurut Pemohon I dan Pemohon II jika dalam penyelenggaraan negara terjadi penyimpangan pelaksanaan tugas dan kewenangan dari lembaga-lembaga negara, maka warga negara adalah pihak yang paling dirugikan. Karena ketidakberfungsian lembaga negara dengan baik menyebabkan sia-sianya amanat/penyerahan kedaulatan yang diberikan rakyat kepada organ-organ negara;
Bahwa menurut Pemohon III dengan adanya PDTT dalam sistem pemeriksaan yang berada di BPK sangat merugikan Pemohon III, karena Pemohon III mengalami kesulitan dalam memahami kedudukan PDTT akibat masuknya PDTT dalam ketentuan norma a quo namun setelah dipelajari lebih lanjut tidak ada penjelasan yang dapat memberikan pemahaman yang komprehensif berkenaan dengan PDTT. [3.6] Menimbang bahwa setelah Mahkamah memeriksa secara cermat uraian para Pemohon dalam menjelaskan kedudukan hukumnya, khususnya berkenaan dengan kerugian hak konstitusional yang didalilkan, ternyata bahwa dalil kerugian hak konstitusional dimaksud berkait erat dengan pokok permohonan. Oleh karena itu perihal kedudukan hukum para Pemohon baru dapat diketahui apabila Mahkamah terlebih dahulu memeriksa pokok permohonan. Dengan demikian, Mahkamah akan mempertimbangkan kedudukan hukum para Pemohon tersebut bersama-sama dengan pokok permohonan. [3.7] Menimbang bahwa oleh karena Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo dan kedudukan hukum para Pemohon akan dipertimbangkan bersama-sama dengan pokok permohonan, maka selanjutnya Mahkamah akan mempertimbangkan pokok permohonan. Pokok Permohonan [3.8] Menimbang bahwa dalam mendalilkan inkonstitusionalitas Pasal 4 ayat (1) UU 15/2004 dan Pasal 6 ayat (3) UU 15/2006, para Pemohon mengemukakan 156 argumentasi sebagaimana selengkapnya telah dimuat dalam bagian Duduk Perkara yang pada pokoknya sebagai berikut:
Bahwa para Pemohon membuka argumentasi dalam dalil permohonannya dengan terlebih dahulu menguraikan secara ringkas mengenai kewenangan BPK yaitu memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan Lembaga atau badan lainnya yang mengelola keuangan negara beserta dasar hukum kewenangannya;
Bahwa selanjutnya para Pemohon menguraikan mengenai kewenangan BPK dalam hal melakukan PDTT sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (3) UU 15/2006 dan Pasal 4 ayat (1) UU 15/2004 yang menurut para Pemohon memiliki tendensi politik dan dapat dijadikan sebagai instrumen yang berpotensi disalahgunakan karena tidak adanya kejelasan terkait tentang pelaksanaan PDTT sehingga akan menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil dan dapat berpotensi disalahgunakan oleh “oknum” BPK dalam melaksanakan tugasnya.
Bahwa menurut para Pemohon kewenangan PDTT yang dimiliki oleh BPK sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 6 ayat (3) UU 15/2006 dan Pasal 4 ayat (1) UU 15/2004 merupakan kewenangan pemeriksaan di luar __ pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja __ sebagaimana dinyatakan dalam huruf B angka 3 pada bagian Penjelasan UU 15/2004 bertentangan dengan Pasal 23E ayat (1) UUD 1945 karena merupakan bentuk penambahan kewenangan yang telah diatur secara limitatif dalam ketentuan norma Pasal 23E ayat (1) UUD 1945. Selain itu, ketentuan mengenai PDTT juga bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 karena tidak memberikan kepastian hukum sebagaimana menjadi prinsip utama dalam negara hukum (Pasal 1 ayat (3) UUD 1945) karena tidak memiliki kejelasan makna PDTT maupun ketentuan yang menjadi batasan dapat dilakukannya PDTT terhadap institusi/lembaga atas pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara.
Bahwa berdasarkan dalil para Pemohon tersebut, para Pemohon memohon kepada Mahkamah agar frasa “dan Pemeriksaan dengan tujuan tertentu” __ dalam Pasal 6 ayat (3) UU 15/2006 dan dalam Pasal 4 ayat (1) UU 15/2004 dinyatakan bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. 157 [3.9] Menimbang bahwa untuk mendukung permohonannya, para Pemohon telah mengajukan alat bukti surat/tulisan yang diberi tanda bukti P-1 sampai dengan bukti P-12 sebagaimana termuat lengkap pada bagian Duduk Perkara. [3.10] Menimbang bahwa terhadap permohonan a quo DPR telah mengajukan keterangan DPR yang disampaikan dalam persidangan pada tanggal 26 November 2019 dan juga menyerahkan keterangan tertulis dan keterangan tertulis tambahan beserta lampirannya yang diterima di Kepaniteraan pada tanggal tanggal 27 Januari 2020 (sebagaimana selengkapnya termuat dalam bagian Duduk Perkara). [3.11] Menimbang bahwa terhadap permohonan a quo Presiden telah mengajukan keterangan Presiden yang disampaikan dalam persidangan pada tanggal 11 November 2019 dan juga menyerahkan keterangan tertulis dan keterangan tertulis tambahan yang masing-masing diterima di Kepaniteraan pada tanggal 15 November 2019 dan tanggal 23 Januari 2020, serta mengajukan dua orang ahli yang bernama Dr. W. Riawan Tjandra, SH., M.Hum., dan Dr. Binsar Hamonangan Simanjuntak, Ak., MBA., serta saksi yang bernama Sumiyati (sebagaimana selengkapnya termuat dalam bagian Duduk Perkara). [3.12] Menimbang bahwa terhadap permohonan a quo Pihak Terkait Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah mengajukan keterangan yang disampaikan dalam persidangan pada tanggal 26 November 2019 dan juga menyerahkan keterangan tertulis dan keterangan tertulis tambahan beserta lampirannya yang masing-masing diterima di Kepaniteraan pada tanggal 26 November 2019, tanggal 14 Februari 2020 dan tanggal 18 Februari 2020, serta mengajukan ahli yang bernama Andi Mattalatta, SH., M.Hum. (sebagaimana selengkapnya termuat dalam bagian Duduk Perkara). [3.13] Menimbang bahwa setelah membaca secara saksama argumentasi yang dikemukakan dalam permohonan para Pemohon serta memeriksa bukti-bukti yang diajukan, masalah konstitusional yang harus dipertimbangkan Mahkamah adalah apakah benar PDTT sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 ayat (3) UU 15/2006 dan dalam Pasal 4 ayat (1) UU 15/2004 tidak memberikan kepastian hukum yang adil, sebagaimana didalilkan oleh para Pemohon, terutama apabila 158 dilekatkan dalam konteks memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana termaktub dalam Pasal 23E ayat (1) UUD 1945. [3.14] Menimbang bahwa sebelum mempertimbangkan lebih jauh persoalan dimaksud, Mahkamah terlebih dahulu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: [3.14.1] Bahwa sebagai hukum dasar, UUD 1945 telah mengatur sedemikian rupa tujuan yang hendak dicapai dengan membentuk negara Indonesia. Dalam hal ini, Alinea IV Pembukaan UUD 1945 antara lain menyatakan bahwa membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Guna mencapai tujuan dimaksud, keuangan negara merupakan salah satu faktor penting yang diatur dalam UUD 1945. Berkenaan dengan hal itu, Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 menyatakan, “Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Karena itu, salah satu perwujudan dari tata kelola pemerintahan yang baik, termasuk pengelolaan keuangan negara, adalah pelaksanaan pembangunan yang tepat sasaran dan memberikan dampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat. Dalam mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang terbuka dan bertanggung jawab guna sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, diperlukan pengelolaan keuangan negara yang profesional, terbuka dan bertanggung jawab agar tidak terjadi penyimpangan yang merugikan keuangan negara. Berangkat dari hal tersebut, kehadiran lembaga pemeriksa keuangan negara menjadi sebuah keniscayaan. Sebagaimana halnya hukum dasar negara- negara yang menempatkan makna penting pengelolaan keuangan negara yang terbuka dan akuntabel, UUD 1945 pun telah mengatur keberadaan badan pemeriksa keuangan yang bebas dan mandiri, serta terlepas dari pengaruh kekuasaan lainnya yang berlaku secara universal dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. 159 [3.14.2] Bahwa aturan pokok yang mengatur mengenai perlunya dibentuk Badan Pemeriksa Keuangan untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara serta untuk mewujudkan pengelolaan negara yang tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, ekonomis, efisien, efektif, dan transparan, serta bertanggung jawab, Pasal 23E ayat (1) UUD 1945 menyatakan, “Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri”. Ihwal pengelolaan dimaksud, diktum menimbang huruf a UU 15/2004 menyatakan bahwa untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan negara, keuangan negara wajib dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, ekonomis, efisien, efektif, dan transparan, serta bertanggung jawab dengan memerhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Lebih lanjut, untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara sebagaimana dimaksud, perlu dilakukan pemeriksaan berdasarkan standar pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang bebas dan mandiri. Tidak hanya dalam UU 15/2004, semangat yang sama dipertegas kembali dalam diktum menimbang huruf a dan huruf b UU 15/2006 yang menyatakan:
bahwa keuangan negara merupakan salah satu unsur pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan negara dan mempunyai manfaat yang sangat penting guna mewujudkan tujuan negara untuk mencapai masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa untuk tercapainya tujuan negara sebagaimana dimaksud pada huruf a, pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara memerlukan suatu lembaga pemeriksa yang bebas, mandiri, dan profesional untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. [3.14.3] Bahwa dari aturan tersebut sudah jelas tujuan utama dari dibentuknya BPK adalah untuk meningkatkan manfaat hasil pemeriksaan dalam rangka untuk mendorong pengelolaan keuangan negara guna mencapai tujuan negara dengan melakukan pemeriksaan yang berkualitas melalui proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional sesuai standar pemeriksaan untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Artinya, BPK merupakan garda terdepan dalam mengawasi pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara dengan mengawal jalannya 160 keuangan negara dan menutup kemungkinan terjadinya korupsi dan penyalahgunaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara (vide Pasal 6 UU 15/2006). [3.14.4] Bahwa sebagaimana diatur dalam UU 15/2004, luas lingkup pemeriksaan BPK meliputi pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara dan pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan, sedangkan pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek efektifitas. Adapun PDTT adalah pemeriksaan yang tidak termasuk dalam pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja (vide Pasal 4 ayat (1) UU 15/2004 dan Pasal 6 ayat (3) UU 15/2006); [3.14.5] Bahwa apabila diletakkan dalam konteks pemeriksaan tanggung jawab pengelolaan keuangan negara, PDTT berupa pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan dengan kepatuhan dan pemeriksaan investigatif. Pemeriksaan kepatuhan dilakukan untuk mengevaluasi secara lebih mendalam kepatuhan manajemen sektor publik dalam mengelola sumber daya yang dipercayakan kepadanya, yang belum diketahui dan tidak tercakup saat pemeriksaan keuangan. Adapun pemeriksaan investigatif dilakukan untuk mengungkap adanya indikasi kerugian negara. Dengan demikian, kewenangan PDTT dimaksudkan memberi ruang kepada BPK untuk melakukan pemeriksaan secara lebih menyeluruh dan mendalam terhadap pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara, yang mungkin belum ditemukan adanya kesalahan dan penyimpangan keuangan negara melalui pemeriksaan keuangan, yang dikenal dengan pemeriksaan atas Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (LKKL), Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) maupun melalui Pemeriksaan Kinerja. Melalui PDTT, BPK antara lain dapat melakukan pemeriksaan investigatif guna mengungkap adanya indikasi kerugian negara dan/atau bahkan unsur pidana. 161 [3.15] Menimbang bahwa berdasarkan uraian di atas, merujuk Penjelasan UU 15/2004, “pemeriksaan dengan tujuan tertentu” (PDTT), adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam pemeriksaan tujuan tertentu ini adalah pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan dengan keuangan dan pemeriksaan investigatif. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu ini dapat dilakukan untuk memperjelas pembuktian ada atau tidaknya penyalahgunaan keuangan negara atau tindak pidana korupsi guna menelisik kemungkinan adanya kerugian keuangan negara ( state loss ), maka dalam batas penalaran yang wajar, PDTT menjadi lebih fleksibel. Karena, tidak ada kriteria yang jelas dan transparan yang dapat diketahui oleh institusi/lembaga yang diperiksa, dibandingkan dengan “pemeriksaan keuangan” dan “pemeriksaan kinerja” . Oleh karenanya, menjadi dapat dipahami jika terdapat pandangan bahwa fleksibilitas tersebut membuka ruang kemungkinan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan ( abuse of power ) oleh BPK dalam melaksanakan tugasnya. Kemungkinan tersebut pun dikemukakan para Pemohon dalam permohonan a quo . Terlebih lagi, ditambahkan para Pemohon, terdapat fakta sejumlah instansi yang telah mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP) masih memungkinkan dilakukan PDTT. Kemungkinan tersebut dapat terjadi karena opini WTP dimaksud hanyalah mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah dengan mempertimbangkan aspek kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), kecukupan pengungkapan sesuai dengan pengungkapan yang diatur dalam SAP, kepatuhan terhadap peraturan perundang- undangan, dan efektivitas sistem pengendalian internal. Artinya, WTP bukanlah menjadi predikat pasti bahwa tidak terdapat pelanggaran pengelolaan keuangan negara pada institusi/lembaga dimaksud, karena yang dinilai hanyalah apakah laporan keuangan sudah disusun dengan wajar. Oleh karena itu pemberian opini WTP atas laporan keuangan kepada suatu institusi/lembaga tidak menutup kemungkinan dilakukannya PDTT terhadap institusi/lembaga tersebut apabila dari hasil pemeriksaan keuangan atau dari hasil pemeriksaan kinerja terdapat hal yang menurut BPK perlu untuk diperiksa lebih lanjut termasuk untuk mengungkap adanya kerugian negara. 162 [3.16] Menimbang bahwa kemungkinan sebagaimana dikemukakan di atas pun telah disadari oleh pembentuk undang-undang, sehingga untuk melakukan PDTT, BPK diwajibkan menyusun standar pemeriksaan keuangan negara sebagaimana diatur dalam Pasal 31 UU 15/2006 dan Pasal 5 UU 15/2004. Standar pemeriksaan yang dipergunakan oleh BPK saat ini adalah Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang ditetapkan melalui Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 1 Tahun 2017 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (PBPK 1/2017). Penyempurnaan standar pemeriksaan dilakukan secara berkesinambungan sesuai kebutuhan pelaksanaan pemeriksaan BPK, dengan memerhatikan perkembangan teori pemeriksaan, dinamika masyarakat yang menuntut adanya transparansi dan akuntabilitas, serta kebutuhan akan hasil pemeriksaan yang bernilai tambah. Namun demikian, karena PDTT merupakan pemeriksaan khusus yang diperlukan jika ditemukan adanya indikasi terjadinya kerugian negara dengan tujuan pemeriksaan untuk menemukan fakta dan bukti adanya indikasi terjadinya kerugian negara, maka standar pemeriksaan sebagaimana dikemukakan di atas dirasakan masih belum cukup. Dalam hal ini, untuk mencegah kemungkinan penyalahgunaan wewenang ( abuse of power ) atau kesalahan dalam menggunakan wewenang ( misuse of power ) dalam pengelolaan keuangan negara, Mahkamah perlu menekankan bahwa kemungkinan untuk bisa dilakukannya PDTT terhadap suatu institusi/lembaga harus didasarkan pada keputusan BPK sebagai suatu lembaga dan tidak diputuskan oleh orang per orang baik oleh auditor maupun oleh seorang anggota BPK tetapi melalui mekanisme yang harus diputuskan oleh BPK sebagai suatu lembaga yang bersifat kolektif kolegial. Terlebih lagi, putusan secara institusional tersebut harus diambil untuk PDTT bagi institusi/lembaga yang telah diberikan status opini WTP oleh BPK. Dengan keputusan demikian, pada satu sisi, BPK menjadi lebih berhati-hati dalam memberikan status opini WTP dan, di sisi lain, status opini tertinggi tersebut tidak mudah tergerus oleh hasil pemeriksaan PDTT yang dilakukan sebagai kelanjutan dari pemeriksaan sebelumnya. Sehingga dengan demikian, sebagai salah satu bentuk pemeriksaan yang dimiliki BPK dapat dilaksanakan untuk memeriksa pengelolaan tanggung jawab tentang keuangan negara sesuai dengan amanat Pasal 23E ayat (1) UUD 1945. 163 [3.17] Menimbang bahwa setelah Mahkamah mempertimbangkan keberadaan PDTT sebagai salah satu bentuk pemeriksaan pengelolaan tanggung jawab keuangan negara dan sebelum sampai pada kesimpulan, dikarenakan kerugian hak konstitusional para Pemohon belum ditentukan sebagaimana diuraikan pada Paragraf [3.6] dan Paragraf [3.7] di atas, maka berdasarkan pertimbangan Mahkamah terhadap substansi atau norma undang-undang yang dimohonkan pengujian, sebagaimana diuraikan pada Paragraf [3.14] sampai dengan Paragraf [3.16] di atas, Mahkamah terlebih dahulu akan mempertimbangkan kedudukan hukum para Pemohon dalam kualifikasinya sebagai perseorangan warga negara Indonesia yang berprofesi sebagai dosen pada perguruan tinggi (Pemohon I dan Pemohon II) dan bergabung dalam organisasi Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah (MAHUTAMA), serta yang berstatus sebagai mahasiswa (Pemohon III) apakah menderita kerugian hak konstitusional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 UU MK. Terhadap kedudukan hukum para Pemohon tersebut Mahkamah mempertimbangkan sebagai berikut: [3.17.1] Bahwa sebagaimana pertimbangan Mahkamah di atas, yang menjadi lingkup pemeriksaan BPK adalah pemeriksaan keuangan negara meliputi pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara dan pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu dalam rangka mengawal jalannya keuangan negara dan menutup kemungkinan terjadinya korupsi dan penyalahgunaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara (vide UU 15/2004 dan UU 15/2006). Apabila dilihat dari ruang lingkup pemeriksaan BPK tersebut sudah jelas adalah institusi/lembaga yang mengelola keuangan negara yaitu Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. Sedangkan, bila dilihat dari profesi/status para Pemohon yaitu dosen pada 164 perguruan tinggi dan mahasiswa yang tidak berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara yang merupakan ruang lingkup pemeriksaan BPK sehingga tidak terdapat hubungan sebab akibat ( causal verband ) antara anggapan kerugian konstitusional para Pemohon yang berprofesi/berstatus sebagai dosen pada perguruan tinggi dan mahasiswa dengan berlakunya Pasal 4 ayat (1) UU 15/2004 dan Pasal 6 ayat (3) UU 15/2006 yang dimohonkan pengujian. Sementara itu berkaitan dengan Pemohon I dan Pemohon II yang menerangkan dirinya sebagai pembayar pajak, menurut Mahkamah, hal tersebut justru PDTT memberikan perlindungan kepada Pemohon I dan Pemohon II sebagai pembayar pajak dan hal ini semakin menguatkan bahwa tidak ada hubungan kausalitas antara anggapan kerugian konstitusionalitas yang didalilkan Pemohon I dan Pemohon II dengan berlakunya norma a quo. [3.17.2] Bahwa dari uraian tersebut di atas, menurut Mahkamah, yang nyata- nyata maupun potensial dirugikan oleh berlakunya norma undang-undang yang dimohonkan pengujian adalah institusi/lembaga yang melaksanakan pengelolaan keuangan negara sebagai ruang lingkup pemeriksaan BPK. Dengan demikian, dalam kualifikasi para Pemohon sebagai dosen perguruan tinggi dan Mahasiswa, Mahkamah berpendapat para Pemohon tidak mengalami kerugian hak konstitusional sehingga para Pemohon dalam kualifikasi ini, tidak mempunyai kedudukan hukum dalam permohonan a quo . [3.18] Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut di atas Mahkamah berpendapat para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Seandainyapun para Pemohon memiliki kedudukan hukum, quod non , telah ternyata bahwa norma Undang-Undang yang dimohonkan pengujiannya masih diperlukan untuk melaksanakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagai upaya untuk menjaga agar hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK dapat dipertanggungjawabkan menurut peraturan perundang-undangan secara tepat dan benar. Oleh karena itu permohonan para Pemohon tidak beralasan menurut hukum. 165 4. KONKLUSI Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah berkesimpulan: [4.1] Mahkamah berwenang untuk mengadili permohonan _a quo; _ [4.2] Para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo ; [4.3] Andai pun para Pemohon memiliki kedudukan hukum quod non , permohonan para Pemohon tidak beralasan menurut hukum. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 216, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6554), dan Undang- Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076);
AMAR PUTUSAN Mengadili: Menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima. Demikian diputus dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh sembilan Hakim Konstitusi yaitu Anwar Usman, selaku Ketua merangkap Anggota, Aswanto, Arief Hidayat, Saldi Isra, Manahan M.P. Sitompul, Daniel Yusmic P. Foekh, Enny Nurbaningsih, Suhartoyo, dan Wahiduddin Adams, masing-masing sebagai Anggota, pada hari Senin , tanggal dua belas , bulan Oktober , tahun dua ribu dua puluh , yang diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Senin , tanggal dua puluh enam , bulan Oktober , tahun dua ribu dua puluh , selesai diucapkan pukul 11.21 WIB , oleh sembilan Hakim Konstitusi yaitu Anwar Usman, selaku Ketua merangkap Anggota, Aswanto, Arief Hidayat, Saldi Isra, Manahan M.P. Sitompul, Daniel Yusmic P. Foekh, Enny Nurbaningsih, 166 Suhartoyo, dan Wahiduddin Adams, masing-masing sebagai Anggota, dengan dibantu oleh Saiful Anwar sebagai Panitera Pengganti, dengan dihadiri oleh para Pemohon, Dewan Perwakilan Rakyat atau yang mewakili, Presiden atau yang mewakili, dan Pihak Terkait atau yang mewakili. KETUA, ttd. Anwar Usman ANGGOTA-ANGGOTA, ttd. Aswanto ttd. Arief Hidayat ttd. Saldi Isra ttd. Manahan M.P. Sitompul ttd. Daniel Yusmic P. Foekh ttd. Enny Nurbaningsih ttd. Suhartoyo ttd. Wahiduddin Adams PANITERA PENGGANTI, ttd. Saiful Anwar
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.02/2016 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2017. ...
Relevan terhadap
Peraturan Menteri m1 rnulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap . · orang mengetahuinya, memerin tahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 15 Juni 201 7 Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 Juni 2017 MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. WIDODO EKATJAHJANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 NOMOR 854 I ARIF BI@AR 0 YUWON fP 912199703100 / NO.
HONORARIUM TIM PENYUSUNAN JURNAL/BULETIN/MAJALAH/PENGELOLA WEBSITE 1.9. 1 H o no ra .r i u m Tim Penyusun.an .Jurnal a. Penanggung Jawab b. Reclaktur c. Penyunting/Editor cl. Desain Grafis e. Fotografer f. Sekret.ariat g ^. Pembuat artikel 19.2 Honorarium Tim Pcnyusunan Buletin/Majalah a. Pena.nggung Jawa.b b. R.cdak t u r c. Penyunting/Editor d. Desain Grafis e. Fot o graf e r f. Sekreta.ria.t.
Pembuat art. i ke l 19.3 H o no ra .r i u m Tim Pengelola Website a. Penanggung Jawab b. Redaktur c. Editor cl. WebAdmin e. Web Developer f. Pem bua.t. Art.i.kel 20. HONORARIUM PENYELENGGARA SlDANG/KONFEIĭENSJ lNTERNASIONAL/KONFERENSl TINGKAT MENTER!, SENIOR OFFICIAL MEETING (BlLATERAL/REGlONAL/MULTlLATERAL), WORKSHOP/ SEMINAR/ SOSIALISASI/ SARASEHAN BERSKALA INTERNASIONAL 20 . .1. Honorarium Penyelenggara Sidang/Konfercnsi lntcrnasional/Konferensi Tingkat M en te ri , Senior Official Meeting (Bilateral/Regional/Multilateral) a. Pengara.h b. Penanggung ,Jawab c. Ke t. u a /W a k i l Ket.ua.
Kctua Delegasi e. Tim Asistcnsi f. Anggota D el ega si Republik fndonesia g. Koordinator h. K e t ua Bidang i. Sekretaris j. Anggota Panitia.
Liaison Officer (LO) l. Staf Pendukung S A T U A N B ES AR A N (3) (4) OB Rp2 . .l00.000 OB Rp2.400.000 OB Rp2.600.000 OB Rp2.800.000 OB R p 3 20 . 00 0 OB Rp400.000 OB R p 4 80 . 0 00 OK Rp400.000 OB Rp2.500.000 OB Rp2.250.000 OB Rp2.000.000 OB Rpl.750.000 OB Rp l .500.000 OB Rpl.500.000 OB Rpl.500.000 OB Rpl.250.000 OB Rpl..000.000 OB Rp850.000 OB Rp750.000 OB Rp750.000 OB Rp750.000 OB Rp700.000 OB Rp650.000 OB R p 6 00 . 0 0 0 OB RpS00.000 OB Rp500.000 OB Rp500.000 OB Rp450.000 OB Rp400.000 OB Rp350.000 OB Rp300.000 OB R p 3 00. 0 00 OB Rp500.000 OB Rp450.000 OB R p 2 5 0. 0 00 OB R p 220. 0 00 Oter Rp500.000 Oter Rp400.000 Oter Rp300.000 Oter Rpl80.000 Oter Rpl.80.000 O te r Rpl.50.000 Halaman Rp200.000 Oter Rp400.000 Oter Rp300.000 Oter Hp250.000 Oter Rp180.000 Ote1· Rp180.000 Of.er RplS0.000 Hal a.man Rpl00.000 OB RpS00.000 OB Rp450.000 OB Rp400.000 OB Rp350.000 OB Rp300.000 Hal am an RpI00.000 OK Rp2.600.000 O K Rp2.400.000 OK Rp2.200.000 OK Rp2.200.000 OK Rp2.200.000 OK Rp2.000.000 OK Rp2.000.000 OK Rpl .600.000 OK Rpl.600.000 O K Rp 1.400.000 OK Rpl.400.000 O K Rnl..200.000 URAIAN SATUAN BESARAN (2) (3) (4) 20.2 Honorarium Penyelenggara Worksh o p / Seminar/ Sosialisasi/ Sarasehan Berskala Internasional a. Pengarah OK Rp 1 . 1 00.000 b. Penanggung Jawab OK Rp l .000.000 c. Ketua/Wakil Ketua OK Rp900.000 d. Ketua Delegasi OK Rp900.000 e. Tim Asistensi OK Rp900.000 f. Anggota Delegasi Republik Indonesia OK RpB00.000 g. Koordinator OK Rp800.000 h. Ketua Bidang OK Rp600.000 i. Sekretaris OK Rp600.000 j. Anggota Panitia OK Rp500.000 k. Liaison Officer (LO) OK Rp500.000 1. Staf Pendukung OK Rp400.000 2 1 . HONORARIUM PENYELENGGARA UJIAN DAN VAKASI 2 1 . 1 Tingkat Pendidikan Dasar a. Penyusunan/pembuatan bahan ujian Naskah / Pelaj aran Rp 1 50.000 b. Pengawas ujian OH Rp240.000 c. Pemeriksaan hasil ujian Siswa/Mata Ujian Rp5.000 2 1 .2 Tingkat Pendidikan Menengah a. Penyusunan/pembuatan bahan u jian Naskah/Pelajaran Rpl90.000 b. Pengawas ujian OH Rp270.000 c. Pemeriksaan hasil u jian Siswa/Mata Ujian Rp7.500 2 1 .3 Tingkat Pendidikan Tinggi a. Diploma I/II/III/IV dan Strata 1 (Sl) 1) Penyusunan/pembuatan bahan u jian Naskah/Pelajaran Rp250.000 2) Pengawas ujian OH Rp290.000 3) Pemeriksaan Hasil U jian Mahasiswa/Mata Ujian Rp l0.000 4) Penguji Tugas Akhir/Skripsi Orang/Mahasiswa Rp250.000 5) Pengawas Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri Orang/Mata Uji Rp290.000 6) Penguji Ujian Keterampilan pada Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri Peserta Rp75.000 b. Strata 2 {S2) 1) Penyusunan/pembuatan bahan ujian Naskah/Pela jaran Rp260.000 2) Pengawas ujian OH Rp300.000 3) Pemeriksaan Hasil Uiian Mahasiswa/Mata Ujian Rp 1 5.000 4) Penguji Tesis Orang/Mahasiswa Rp350.000 c. Strata 3 (S3) 1) Penyusunan/pembuatan bahan ujian Naskah/Pela jaran Rp280.000 2) Pengawas ujian OH Rp300.000 3) Pemeriksaan Hasil Ujian Mahasiswa/Mata U jian Rp20.000 4) Penguji Disertasi Orang/Mahasiswa Rp500.000 22. HONORARIUM PENULISAN BUTIR SOAL TINGKAT NASIONAL 22. 1 Honorarium Penyusunan Butir Soal Tingkat Nasional Per Butir Soal Rpl 00.000 22.2 Honorarium Telaah Butir Soal Tingkat Nasional a. Telaah Materi Soal Per Butir Soal Rp45.000 b. Telaah Bahasa Soal Per Butir Soal Rp20.000 23. HONORARIUM PENYELENGGARAAN KEGIATAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN (DIKLAT) 23. 1 Honorarium Penceramah OJP Rp 1 .000.000 23.2 Honorarium Pengajar yang berasal dari luar satuan kerja penyelenggara OJP Rp300.000 23.3 Honorarium Pengajar yang berasal dari dalam satuan ker ja penyelenggara OJP Rp200.000 23.4 Honorarium Penyusunan Modul Dildat Per Modul Rp5.000.000 23.5 Honorarium Panitia Penyelenggara Kegiatan Diklat a. Lama Diklat s.d. 5 hari: l) Penanggung Jawab OK Rp450.000 2) Ketua/Wakil ketua OK Rp400.000 3) Sekretaris OK Rp300.000 4) Anggota OK Rp300.000 b. Lama Diklat 6 s.d. 30 hari:
Penanggung Jawab OK Rp675.000 2) Ketua/Wakil ketua OK Rp600.000 3) Sekretaris OK Rp450.000 4) Anggota OK Rp450.000 c. Lama Diklat lebih dari 30 hari: l) Penanggung Jawab OK Rp900.000 2) Ketua/Wakil ketua OK RpB00.000 3) Sekretaris OK Rp600.000 4) Anggota OK Rp600.000 24. ^SATUAN BIA YA UANG MAKAN BAGI PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA 24. 1 Golongan I dan II OH Rp35.000 24.2 Golongan III OH Rp37.000 24.3 Golongan IV OH Rp41 .000 25. ^SATUAN BIA YA UANG LEMBUR DAN UANG MAKAN LEMBUR BAGI PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA 25. 1 Uang Lembur a. Golongan I OJ Rp l3.000 b. Golongan II OJ Rp l7.000 c. Golongan III OJ Rp20.000 d. Golongan IV OJ Rp25.000 f.1#1,/ NO. URA I A N SA TUAN BESA RAN f ^l) (2) (:
(4) 25.2 Ua.ng Ma.kan Lemlmr a. Golongan I clan II OH Rp35.000 b. Golongan ill OH Rp37.000 c. Golongan N OH Rp4 1 .000 26. SATUAN BlAYA UANG LEMBUR DAN UANG MAKAN LEMBUR BAGI PEGAWAI NON APARATUR SlP I L NEGARA, SATPAM, PENGEMUDI, PETUGAS KEBERSIHAN, DAN PRAMUBAKTI 26. l Pegawai Non Apani.tur Sipil Negara a. Uang Lembur O.J Rp20.000 b. Uang Makan Lembur OH Rp3 1 .000 26.2 Satpam, Pengemudi, Petugas Kebersihan, dan Pramubakti a. Uan g L e m b u r OJ Rpl.3.000 b. (Jang Makan Lembur OH Rp30.000 27. SATUAN BlAYA UANG SAKU RAPAT DI DALAM KANTOR 27. 1 Golongan l clan 11 Orang/Kali Rp300.000 27.2 Golongan lII Orang/Kali Rp350.000 27.3 Golongan IV Orang/Kali Rp400.000 28. SATUAN BIA YA UJ\NG SAKU PEMERIKSA DALAM LOKASI PERKANTORi\N YA N G SAMA OH Rp2 1 0.000 29. SATUAN BIAYA PENGEPAKAN DAN ANGKUTAN BARANG PERJALANAN DINAS PINDAH DALAM NEGERI 29. 1 Kereta api a. Pengepakan dan Penggudangan m ^a Rp75.000 b. Angkutan k m / m 3 Sesuai tarif berlaku 29.2 Truk a. Pengepakan clan Penggudangan m ^·l Rp60.000 b. Angkuta.r1 krn/m ^3 Rp•lOO 29.3 Angkutan Laut/Sungai a. Pengepakan dan Penggudangan 11 ^1·1 Rp60.000 b. Angkutan km/m ^3 Rp400 c. Angkutan Laut/Sungai m ^: i Sesuai tarif berlaku 30. SATUAN BIAYA BANTUAN BfAYA PENDID!KAN ANAK ( B B P A ) PADA PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI 30.1 Sekolah Dasar Per Tahun $ 8,580 30.2 Sekolah Menengah Pert.ama Per Tahun $ 1 0,940 30.3 Sekolah Menengah Atas Per Tahun $ 13,560 30.4 Pcrguruan Ti n ggi Per Tahun $ 1 4 840 ¨· www.jdih.kemenkeu.go.id 3 1 . HONORARIUM SATPAM, PENGEMUDI, PETUGAS KEBERSIHAN, DAN PRAMUBAKTI NO. PROVINSI (1) (2) 1 . ACEH 2 . SUMATERA UTARA 3. R I A U 4. KEPULAUAN RIAU 5. J A M B I 6. SUMATERA BARAT 7. SUMATERA SELATAN 8 . LAMPUNG 9 . BENGKULU 1 0 . BANGI<A BELITUNG 1 1 . B A N T E N SATUAN ( ^3 ) SATPAM DAN PENGEMUDT (4) PETUGAS KEBERSIHAN DAN PRAMUBAKTI ( ^5 ) 0 B.... ...... .. ................ .. . ...........8P.. 1 . . :
4.?..9..:
9..9..Q........ ... . ........ ....... .. 8P.?..:
J.7..9..:
9.Q.Q. OB Rp2 . 2 1 6.000 Rp2.014.000 OB Rp2.340.000 Rp2. 130.000 OB OB OB OB OB Rp2.39 1 .000 Rp2. 170.000 Rp2.040.000 Rp2.427 .000 Rp2.000.000 Rp2 . 1 73.000 Rpl .970.000 Rp l .850.000 Rp2.206.000 Rp l .820.000 OB Rp l .900.000 Rp l .730.000 OB Rp2.568 .000 Rp2.334.000 OB Rp2.340.000 Rp2. 130.000 ,._ .......... ___ .... _ .•.. -.................. ...... -.... ··-······-··--··--········--··----··· ---··--··----··-··-··--··----··--··-··-.. ----·····-------··--- ....................... ...................... ---··--····-··-····-··---····----····-··-······················-.. ·· 12. JAWA BARAT 13. D.K.I. JAKARTA 14. JAWA TENGAH 1 5. D.I. YOGYAKARTA 1 6. JAWA TIMUR 17. B A L I 1 8. NUSA TENGGARA BARAT 19. NUSA TENGGARA TIMUR 20. KALIMANTAN BA.RAT 2 1 . KALIMANTAN TENGAH 22. KAL.l.MANTAN S.ELATAN 23. KALIMANTAN TIMUR 24. KALIMANTAN UTA.RA 25. SULAWESI UTARA 26. GORONTALO 27. SULAWESI BA.RAT.... ... . ........................... . ...... 28. SULAWESI SELATAN 29. SULAWESI TENGAH 30. SULAWESI TENGGARA 3 1. MALUKU 32. MALUKU UTARA 33. P A P U A OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB Rp3.220.000 Rp3.390.000 Rp2.063.000 Rp 1 .870.000 Rp3.308.000 ····················-·····-······ Rp2. 100.000 Rp l . 870.000 Rp l . 870.000 Rp 1 .984.000 Rp2. 5 1 l .000 Rp2.35 1 .000 Rp2.483.000 Rp2.700.000 Rp2.62 6.000 Rp l .978.000 Rp2.090.000 Rp2.451 .000 Rp2 . 1 40.000 Rp2.03 1 .000 Rp2.028.000 Rp2 . 1 50.000 Rp2.650.000 Rp2.930.000 Rp3.080.000 Rp l .875.000 Rp l .700.000 Rp3.007.000 Rp l .9 1 0.000 Rp 1.700.000 Rp l . 700.000 Rp 1 .803.000 Rp2.282.000 Rp2. 137.000 Rp2.257.000 Rp2.450.000 Rp2.387.000 Rp l .798.000 Rp l .900.000 Rp2.228.000 Rp 1. .940.000 Rp l .846.000 Rp l .843.000 Rp l .950.000 Rp2.400.000 P(j; vl 32. SATUAN BIAYA UANG H ARIAN PERJALANAN DI.NAS DALAM NEGERI DAN UANG REPRESENTASI 32. 1 Uang Harian Pe1jalanan Dinas Dalam Negeri DALAM KOTA NO. PRO VIN SI SA TUAN LUAR KOTA LEBIH DARI 8 DlKLAT (1) 8. LAMPUNG 9. BENGKULU 10. BANGKA BELITUNG 11. B A N T E N 12. JAWA BARAT 13. D.K.I. JAKARTA 14. JAWA TENGAH 1 5. D.I. YOGYAKARTA 16. JAWA TIMUR 17. B A L I . .. ......... ··························· · ············································-····· (2) 18. NUSA TENGGARA BARAT 19. NUSA TENGGARA TIMUR 20. KALIMANTAN BARAT 21. KALIMANTAN TENGAH 22. KALIMANTAN SELATAN 23. KALIMANTAN TIMUR NO.
l.
2 Ua.ng Representa.si URAIAN (2) PEJABAT NEGARA , .......... . ........ . ..... 2. PEJABAT ESELON I 3. PEJABAT ESELON II (DELAPAN) JAM (3) (4) (5) OH Rp370.000 OH Rp370.000 OH Rp380.000 OH Rp380.000 OH Rp380.000 OH Rp380.000 OH Rp410.000 OH Rp370.000 ····················· ·······- OH Rp430.000 OH Rp530.000 OH Rp370.000.... ................. . ........... ..... w .... OH Rp420.000 OH Rp410.000 OH Rp480.000 ·········-········-·-···-····- ······-··-··· ·············· ··-·····-······-·-··--··-····-·--·····-······· - OH Rp440.000 OH OH OH OH OH OH OH ................................. OH OH OH OH SATUAN . . Rp430.000 Rp380.000 Rp360.000 ............ ............... ӂ .... Rp380.000 Rp430.000 Rp370.000 Rp380.000 ..................... Ӂ ...... ... Rp380.000 Rp430.000 Rp580.000 ............. '········· .. .. Rp480.000 LUAR KOTA Rp170.000 Rpl50.000 Rp150.000 Rp150.000 Rp170.000 Rp230.000 Rp190.000 DALAM KOTA LEBIH DARI 8 (DELAPAN) JAM (3) (4) ( ^5) OH Rp250.000 Rp.1.25.000 OH Rp200.000 Rp l00.000 OH Rpl50.000 Rp75.000 (6) 33. SATUAN BIAYA UANG HARIAN PERJALANAN DINAS LUAR NEGERI NO. NEGARA (l) (2) AMERTKA UTARA ··-.. ·-··· A; : ; ; erTkᑭ .. sᑬ .. rii<a: t ·---.. ·····-.. ··-·· .. -·.--.. - kan: ada.... . ....... . .. · ........... µ··········""••¶········· ......············ A M E Rfi{i\ ··· s · E L A1 · A: N . ^........ . ···· 3: ·· A1 ¸ ge . 1 1 ti !i · a ····· .. · ····· 4 · : ·· ve11e: Z1ie.Ia .... . · !f . . ^. l3ra: Z'i: C .. · ^··· 6 ^· : ^·· ^·c11i: ff .. . . · ·· ·i ··· KoIOffi: l)ia .............. . ···· s · : ·· : reiu ····················· · ·· · 9. s1iil 1 a : n 1 e ·········· ·· ·· icf ·· E1U1 · a: a 0 1 : ····· - ···· · ....... Ӏ"'"" ................. . .. " . . /\ l\Hi' DllE A , TENGAH .. ff: ^. . Mexico · -: 1 2 · ·· Kuba ') : '' . : ' . · I P a nam a · Tf . . Xlisfria...... ·· · is · : ·· 13 · e; 1 g : ia: ······ · ·· · i <.; : · : reia: r1 · d 3 ········· ···· · · :
+r· · : r: ; ----i.:
r.!: i-:
JP.: "# ........ .. .... fSf" ·s·wi'SS.......... . . ^....... . ^. ·····--·········n·········· E. ^R ^0: ^P ^A ^.\ ^J ^1 ^' ^A ^R ^A ^'·········· . .. · · 2 cf · : 6 enma: rk ··· ·· ···· ·· ··· 2 · f.. F i 11 ia 11 dia: ····· ..... . . · 2 C Norwegia ··· 2 '3 ·· swedi'a. . . ················ ·· · 24. . . . 1.: J. . i: l: !.3:
. . ຆ.1.:
1?1?.r..i.*.3...... . ················· 'iil of>A' . . s'JfaATArᑸf....... . · ·· 2 · 5 · : ··· t.% ^Q .ri.i.'. ^: : H.i: iiY.Ei : : ^: : : ^: : : : : : : : ············ .. · ^·· 26: ·· 15..ᑮ:
ᑯ§l.ᑰᑯ ........27. Spanyol ··· i tL .. \Tun: a 11 c ····· · · . . 29 .. : ·· iiaiia ······· 30. Portugal ··· ff:
.. serbla ··············· ···· · EROPATIMUR · ^·· 3 ( 5 · : · · Ruma.nia · j · 7 · : ·· Rusia ... 33 · : · · siovaida: ·· · ·· · ··· · · · ... 3 · 9 · : ··· i5 1; : ; ; 1 n: ·a ·········· ···· ,..... . ............... ... . . AF'RIKA TIMUR ·· 42 · : ·· i.t..!.i.9. id .. -. . ^.. : ·· : -. : : ····· -. ··· : : · ··· 4 · i ^. ^. ^. . I.ᑱᑲ1.?Y.ᑳ . ^... . ^.. . . 44. Mᑴ:
g9.: ᑵ.ᑶᑳ1.ᑷ .... ^. . ··· 45 · : · . . Tanzania ··· 4<f . zi'mhabw · e ···· · · · · · ··· 4 · ; T . . iVi ( ; · a: ill bi· k ······· · ·· · ········ ................ AF RiKA ··· s ELATA f f .... ...... . · 48: ·· NailliGia ....... ·· 4 · 9 · : ·· 1\r d k a.... s . eia . ta · n: · ········· SATUAN A B (3) (4) (5) OH 578 OH 447 OH 534 OH 557 OH 4 ^36 OH 4 1 5 OH 436 OH 4 ^59 OH 398 OH 385 OH 493 OH 4 ^()6 OH 414 OH 504 OH 466 OH 5 1 2 OH 447 OH 463 OH 636 . .... ...... . .... .. .........ri .... OH 567 OH 453 OH 621 OH 466 OH 792 OH 456 OH 555 OH 457 GO LONGAN c (6) 513 440 404 368 402 351 388 344 341 291 3 16 270 323 276 347 320 295 252 273 242 366 324 305 26 1 342 306 453 3 18 4 1 9 282 464 382 4 1 5 285 4 16 272 570 403 491 343 409 354 559 389 436 342 774 583 420 334 506 406 413 287 (dalam US$) D (7) 382 307 349 343 241 222 254 276 207 24f' 323 22 1 27 1 317 281 381 285 271 401 301 3 3 386 341 582 333 405 286 OH . ...... ························· 4 fa .. ······································· 3 79 ·· ······················· ··········· 24?f l ······························································ I 241 OH ················· 7 · 6'.: f ' OH 425 OH 417 OH 406 OH 618 OH 485 OH 461 OH 416 OH 556 OH 437 OH 485 OH 361 OH 384 ··················· 6 fr .. ···································· · ·· 446 ··· 382 242 375 326 367 320 526 447 438 390 415 360 381 313 512 407 394 341 436 375 313 292 317 237 . . ········ ···· 08 ················· . ···············' 3 · 5 · 3 ·........ . ················' 29 '5 221 427 241 288 284 367 345 019 : r1 4( )6 ƫ\1)3 Β j 1 291 231 193 OH ·············· 3 g 4 ·· ................. . .. .. .. .............. . 3'1'7 . . , ......................................... 2 .'' .. 3 " .... 7 ., ... , ............................................... , .............. 1 225 181 218 OH 296 ......... .. 24 · 4 ·.. 182 . ··············· 0 1 !"··· .. ········ . .. ················ ························ ·3 ^5 ^()"' · ^···················· 29 ^0 .. ·· I ··· .........•.......•..•..•.............. 2 ····· 4 ···· 4 ········ l ········································· .. ··············:
:
... I OH ················· fa · s · ................... .................. 2 ^. sT · 248 247 · · ············ oi! ......... · .............. 3 ^99 ^·.. ·· ·········" 329..., .......................................... 2 ..... 6 ; . 5 264 OH 405 334 268 233 OH 380 313 253 251 NO. NEGARA 11\ (2) IAFRIKA UTARA ... 50: ^·· 1A11aza.ir ···5·f·· Mesir . ^. 52: ^·· Ma.roko --53·: · Tunisia ···54: ·· Sudan : : : .§.»$: ຂ L ^ibva f\s ^iX··: s·f\ii·; f"·· : : : ɾ.ɯ: ^:
^· -_ Ai.·i.FHʆ·l.i. ·: : : : : : : : : ···· . 57. Bahrain ····ss·ɰ·· t1ak........ · ······················ ............ ,.... . ...... . .. 5 ^. ɼ ^f· \T 0r: <l ^· ɱ1n: 1a:
k ^li: w· a ^: it: ^····· ··6··r Liha: n: c; ·il········ 62. ^oa: t: a: ; : : ··· · ... 6.; f· A: 1: a: b··s·t: [riah..... . .....64. ^Turid·····...^. . ^....65. r>; ; ; L ^· ·A: : r ^·ʀ1b·· E ^n.; ra: E ^···· · 66. ^Yaillɻ1····· · ···61: ·· »$: ɿ.: <lTXrabiɲ: : : : : ····· 68. .ŷŸesultana!.1...9..man 13. ^k01: ea: ··u: 1: a: : r·a: ·· ........... . ... . ... . . 1\s ^' I ^l\···sit1/\TAN ....... . ·· ··· ^:
. ·Ź I: ^· : : _.n : : ź d ^: : ii 1 ^.: · a ^·Ż ż J Ž ƀ· ^·--ž··: : . ^·: ·: · ^· . . ···· . ... 7K ..
.... , : F r F>aidsian ^· · ^··· ... 7·3·: ··· s·: rii anka ...... · ... 79 ^· : ^· ^Ii.an........ · ...... As'iX"r"iNGAlf···· 80. ·02he"ld8·t: a: ·;
.... . 81. k ^W: a: kh8·t: a: n: ··...... ^........ . ... . .............. . .. .
. ....... Xsi"kf>Xsifrik ..... . 92. A ^li.s"t"i: a: iia: ··· ... ···93·ɳ·· ·3·; ; ; ia: i1·2f1a: ··I3·a: r: t_1·········· ···9·4·: · "K; ,1fe.2fr»ilE"8ai: {l······ ·· ... 9ɽr_-_ .?ɷP.ii.. ·:
. r. ɴ E i . fi fɹ i..":
^-.· : ^····· : ^·· ^· ^·· ..... 96. [Fſii - 22 - (dalam US$) GOLONGAN SATUAN A B c D (3) (4) (5) (6) (7) 308 287 303 235 251 192 241 187 282 2.10 254 189 OH ....... 4.9..?. . .. ... . ...... . . ^. .
....
...... . .... .. .................. . ........ . .. 4$.: '.J.:
.. . .. . .. . ........ . .. .
. .......... . .... . ........ . .... . ........ . ...... . ກ .. $}3. . . 1 ........... . .. . . ^.. ^. ^. ^. ^.. ^.. .. ^. ^. . ^.. ^. ^. ^.. ^. ^. ^.. ^. ^. ^.. ^... ^3 .: : ... 6: : .4 . . :
... 1 OH 416 294...................................'..2 .'.2..?... 214 OH ·······················4·47··· .......... ·····················°3·2·5.. 253 1......... . ........... .. ....... ^. ...... . .. ...... 2 ... ^. . 3 ...... l ·····i OH . .. .................. .. . 406 ^. ..... ................ ... 292 ^··· 236 225 OH ·456··· . .. 325 296 ^i .............. . ...... . ............... . ...... : 2 : : : .: ):
4 .: : : .. . .. i . ^. .. 9.: ᑨ . .............. . .. . , ., . .......................... )357 ^" .. ^. ^. ^. ^. ^. ^...... ^.. ^. ^.. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^.. ^..... 267 207 l 6 OH.................. . . 38.6.... . ........ .. ........ . ······ʁ2'76.. . .... ········: : ···: ·:
. : ·: · . . : : : : ·: ຄx: i ...................... .. ... ...... .. . .. ...... .. 1: : .. 9 : : .6 .: : ...i OH 358 257 200 196 0 H ··· ·+5.-·.- . . ^. ................. ^... . ^. ....... ʄfr ^· 4 ^·· . ^............ ^...... '.?. . ᑩ ^?.... 1 ... . ^. ^.. ^. . ^..... .. ^. ^. ^.... ^. ^.... . ^. . .. ^. ^.. ^. ^. ^.. ^. . ^..... 2 ... ^.. 5 :
... 3 ·' ^·· ·· I OH . ...... . .. ..... . ...... . .. ...... ........... . ...... '..i:
ᑫ.2... 323 302 .............................................. 3 ..... 0 ...... 1 ..... • ................... 6}: (..... ............... 35,3 241 197 196 ....... ····················0: r: r····· 4so ········"33T .................................. 259 ^···i .............................................. 2 ···· : ^· 5 '··· . ··1 ·······I OH ·············4iɺf ... . ........ ............. '.: 2 ^° 9 ^· '.: f ^. .................. .......... 2 ^· 4 ^· 9 ^.. 247 . ..................... 68 ... .. ·················aff ............................ 68 ..... . ·· ····················aif ... · · ········ ········air··· ' ..................... Oif'" OH OH 378 ^. 472 42 49< . . ......., .... , .......................... , .. ,., .................. 1 ·····················ɵfas .. ·············· ... ·· · · · ······ ·····261 ... · . .. , .................... -: 3 ^. 26 ^. .............. '., .. ............. 287 ^. 303 ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. , ...... ....................... '.fo ^. 2 ^"'.......................... -: : 3 ^. 26 ^" ... ^. ^.. ^. ^. ^.. ^. ^. ^. ^. ^.. ^. ^. ^. ^. ^... ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^.. ^... ^. ^.. ^.. ^. : i9T ^. 321 300 ' ............... , .. , ...... 385 ^··· 226 173 172 ' ........................ jj ^. g ^"· .. ^. ^"' 196 ^.... ^.. ^. ^. ^. ^. ^. ^... ..... ^. ^. ^. ^..... ^. ^..... ^. ^.. ^. i6 ^. 7 ^'"I················· .. ·································.·· 6 ·····6 ····· .. I .. ·············4: : : E i ^............................. 329 ^·· . ......... . ................ 327 ^· : 2s .... ·······················j· 4 3··· . .. ...................... 26 ^" 3 ^'" 182 i . .. ........ . .. ........ ...... . ... . ..... . .. . ... .. ... ҿ . ^. ^: 8 ^: : : , .. : 1 ^:
....i 380 ' ......................... 242 ^··· ............. . ················ 20 ' 9" .99 421 ' ' ................. ,."3i2" .............. ,., ..................... 2 ^· 43 ^···l···························"""'············· : ^······· 1 ··.·· 7 ·······I 392 352 287 254 456 420 334 333 ···-68 ···············-·-·······-···4 i ^" 2 ^" ···-········-·····-····-··-·····- · ·ilif ^. ······2·22.. . .................. "2.ᑪfi ... ········0i1 ··············-· -··-······ ···--···-···-·······-ɶfao.. ······-···--·--3·6x· ········---····--··-·-···· ·27·9.. ········216··· ..... ...................... cm 394 ·2·62··· ·············· ·····2i9" ··········2Tɸf ············oif ·· ·············-···--·······-·········-··- 392 ··ʅi1·s··· · 211 · ............... 2oi .. ... . ...... ·········off'...... 368 ·····················2·s0'.. .. 197 ............... i9K....... ··········oH ...................................... ..... j ^.ʂfr).. . 262............ . .. 2 ^. 62 ^·· ... . ................... ......... i96 .. ......... ........... 68'"" ......············383·· " . ' ..... ············2·65·· .......... , . ... ··················2·04·· . .................. i9 ^. 6 ^"' OH . .. . ....... . ......... . ... . .. OH OH ................. oif ... · ^· ········· ·········O'}i····· ......... .................... ow .. ····· ·······08 ......... . . OH ............... j74 ^··· .. . .. ···························25K·......... f9 ^· 7 ^... . 196 ' ^················ 296 ^·· .............. ············"'2·23·" 197 1 96 392 ··················j·5·if . ... , .......... 22 ^· Æ ^f .. ' .................. i96 ^". 636 ^·········· ^. ^.. ^. ^.. ^. ^. ^. ^. ^........ ^. ^. ^.. ^. ^. ^. s ^i 3s ^·· .................................... 394 .. · 451 ^· ········ ·············3·6s ... · · ······· .. ··2·7·3·· ·· ................................................. 4 ··· . ^·· 2 ···· . · s ·······•· · · .......................... 387 ^: ·· · ^............ 2 ^. 76 ... ........ ·· · .. 520 . ......... . .. . ... . .... . .. . ^. .. . 47K ^. ... 319 363 329 221 ' ........... j ^. gj ^"' · ·········276" . ............. 2 ^· 24 ^··· ·······25Æf 179 34. SATUAN BIAYA PENGINAPAN PERJALANAN DINAS DALAM NEGER.I NO. PROVlNSI (1) (2) 1 . ACEH 2. SUMATERA UTARA 3. R I A U 4. KEPULAUAN RIAU 5. J A B I ........ , .. _, ........... -....... , ...... '?..:
.... . ǃ ^UMATERA BARAT 7. SUMATERA SELATAN 8. LAMPUNG................................ - ........ . 9. BENGKULU 1 0. BANGKA BELITUNG ll. B A N T E N 12. JAWA BARAT 13. D.K.I. JAKARTA 14. JAWA TENGAH 1 5. D.I. YOGYAKARTA I······"·'"''""' ''''' '' 16. JAWA TIMUR 1 7. B A L I 18. NUSA TENGGARA BARAT 19. NUSA TENGGARA TIMUR 20. KALIMANTAN BARAT 21 . KALIMANTAN TENGAH 22. KALIMANTAN SELATAN , .... 2ᑤi . ^. 'i(ALIMANTAN TIMUR , . . ^. . 2 · 4 · :
.. . KALIMANTAN UTARA "''25'ᑣ" SULAWESI UTARA 26. GORONTALO 27. SULAWESI BARAT 28. SULAWESI SELATAN ,, . .... .. .......... . ...... 29. SULAWESI TENGAH 30. SULAWESI TEN OGARA 31 . MALUKU 32. MALUKU UTARA 33. P A P U A 34. PAPD'A.... B'iij · AT ...... . '!'ARIF HOTEL PEJABAT PEJABAT PEJABAT NEGARA/ NEGARA ESELON III PEJABAT GOLONGAN . LAINNYA/ ESELON IV/ PEJABAT PEJABAT /GO LONGAN GOLONGAN III I/II ESELON I ESELON II IV SATUAN (3) (4 ^) (5 ^) (6) ( ^7) (8) OH . .. .............. . . B: P.'.: i:
:
'.: i: ?..9.:
9.9.9. .......... 1.3P.ᑟ.:
. ?.ᑞ.?..:
9.9.Q . .. ..... 13: P. .. 1. .. :
9.??..:
9.90 ... .......... 1.3P?...?.:
9.9..9 . .. ........ 1.3P?...?..:
9.9..9.. OH..... . .... . . gP.'i.: Ï.?._9.:
QQQ . ...... _ .. 8P...1. . . :
?. .. ! .. IJ.:
.9. .Q. . Rp87 . .. . .... .. .. .... J3: P.?.!.9..:
9.9..Q . .............. 8.P.?..!.9.:
9.Q.Q 0 H.... .. .. . gP. . . :
??..9 .:
9.9.9. ...... . B.PL.?..9.9.:
99.Q. 1.... .. .. . ϓ.ϔl: '..: ϕ . . :
9 '.. . '.: '. . : '. . :
........... ................ R P . ?. 9. . :
?. .?.. !?. :
9..9.9. ......... gP} . . :
.?.?.:
9.9.Q. .. . ..... J.3. P.. ?..1.:
9..:
9..9 .9. . ... ........... : J3: P?..-.?. .. :
9.9..9.... . .........gP?..-.?..:
9.9..9.. 0 H .... . . 1.3P..:
9..9 .9..: Q.QQ_ .......... B: P...1. .. :
?..Q9..:
9..9. .Q . ................. 8-Pᑠ.ᑡ.? .. : Q.<?.9..._ .. . .. . . ^....J.3: 1?.?Q.9..:
9..9..9.. .. ............. g l?.§.Q-9.:
9..9.Q OH........ . .....gP.§..:
'.??..?..:
9..9.Q.... . . 8PL?.?..9.:
9.9.9............13: 1? .. 1. . . :
.1.J.?..:
9..9.Q........ . ...... . 81?.?.'.?.9.:
.99..9 . .. ........ 1.31?.?.'.?..9.:
9.9..9.. OH................ 8P±.:
?..?..9.:
9..9............. R.: P...1. . . :
?..?.?..:
9..9 .9. . ................ gP.?.. ?..?.:
9..9.. 9 . .............. 8.P.!.Q.9.:
9..99. .. ......... 8.P.!.9..9 .:
9.9..9. OH....... .. 8.P.?. . . :
?. .. <5. .9. :
9.. Q.9. .......... 8£.!.:
?.8.?..:
Q_Q .... 8 1?..? .?. ?..:
9..9 .Q . ................ RP±.Q.9.:
9.9...Q ... RP±_Q.9..:
99.9. OH..... .... . ..... .RPÐ.: }.9.9..:
9.9..9 . ............... J3P.. 2.?.?..:
9..9.Q ................ 8PÏ.9.9.:
9.9.Q ............ gP . ?..?..9 . :
9 9 9. _........ . .. 8.P .?..<?.9. :
9 9 9. OH.......... . 8.P'.3..:
Ĺ.-.? .. :
9.9..9......... . 13P..J. .. . :
?.?.?..:
9.9..Q .......... 81?) .. :
9.?.-.:
9 .9. Q . .. ....... . . 13 .P. '.: 1:
. Q . :
?.?..?..:
9..9.Q...... .. . . 8P.L.?.. ?..?.:
9.Q9.. .. ........ 8P...1. . . :
9.9.9..:
9..9 .Q "" .......... 8P.?... 1. . . ?. .. :
99..9. " ........... RP.?...1. .. ?.:
9.9..9.. OH ....... . .. . .... . . BP?..:
.?..9.9..:
9.9..Q........ . l3P...1. . . :
?.. ?.9.. :
9..9 .9......... . .....8P.?..9.9..:
9.9.Q .............. B: P. ?. .?..9. . :
9 .9 .Q 0 H . ........... 8.P.?..:
!.?..9..:
9.9.Q ......... 8P.!.:
ij?..9.:
9.QQ. .. ............... 13: 1?.?..s.>.8.:
9.9.Q . ............... 8P?...1. .9. .. :
9.9..9.. ... .. ...... 8P.?...1...Q.:
9.9..Q . OH .. . ... . .... . RP±.:
. .?..9..:
99.9. . .......... gP...1. . . :
±.?9..:
9..9. .9. . ................. g_PĶ.±.?. .. :
9.9.Q . . 8.P.'.: 1: §.9.:
9.9.9. . ........... gP.±.?.. 9.:
9..9.9 OH..... B: P..:
?.9..9. .:
9..9.Q ......... BPL.?..?..?..:
9.9.Q . ......... 8.P..1. .. :
9..!.?.:
9..9. ^. 9. ................ RP?.?..?. .. :
99..9. ............. R P .?.. ?..?. . :
99..9.. OH.... . .... . 13.P.'.: i:
:
9...9. :
9..9.9. ......... 8P} .. : _?..?. 9.:
9.9.9. . ....... J.SP.}:
:
.9.£?.9..:
9..9..Q . .. . . 8P!?..?.?..:
9..9. Q .. ...... 8P!?.?..;
.:
9.9...9. o H .. . ... .....8P.:
?..?..9..:
.9.. .. ....... J3P...1. .. &.9.. :
9..9 9............. ... . ^. 1.SP.?..?.9.:
99.. 9.. .. ............. g_P.Ï).9.:
9..9.Q ............... 13P.ÏJ.9.:
9..9.9. OH Ro3.SOO.O.O.Q.... ... BP.!.:
Ï.Ï.±.:
99.Q . .......... J3: P. . . 1. .. :
9..9 .Q ................8 P. ?. .? 9. . . :
99..9. . OH oo........ l3P. .. L:
9..9. .Q ................. 1.3P?..-.?.:
99..Q . ................ B: P.? !?.. 9 . :
9 . 9 Q 0 H.... 8.P.?. .. :
'-1:
9.: 3-.?. .. ĴQQ.9. ... .. ....... RP?..-.?. .. :
9.9..9..... . . RP..1. .. :
9..99..... .. ...... .. . 8.P.§ .. !J. . 9. .:
9..9..Q . .. ......... ?..r.: i:
.. . ...... . .....8P.:
.9......... 1.3.P.?.. :
1:
.9. .9. :
9..9. .Q...... .. ... . . 8P?..9.:
9.9.Q ........... . . 13.P..§..9.:
.9.9.. o H.......g.P.± .. :
9..9 .:
. !.?..?.:
9.9.Q.... . .. . .. . 8P. . . 1. . . :
9..9 .9. ............... 1.3P.?..?.?. .. :
9.9..9 . ... .. ...... 8P.?..?.?.:
9.9..9.. OH ................ . 81?..:
Q9.Q ............... 8.J?.. ?..9..9.. : OH ...... ....... 8.P. ?. . . :
9..9. .Q .......... 1.3.P.!.:
?J..?..9.:
9..9..Q. ................ 13: P.. ?. . ?. ?. . :
9.9. .9............. . .. . 8P ?. . ?. .9. . :
9.9..9..... .... .. .. 1.SP ?. .?. .9. . :
?..?..9.:
99..Q .......... RP .. 1. . . :
9.<?.Q . ............... B: P.'.: i:
?.. ?. . :
9.9..9. ... ...... R P.9..9.. :
9..9. .Q .... .... .. g P . ?. .9. . :
9.9 . Q.... . 8 P?.. ?. .9. :
9.9..9. OH ...... : J3: P.. 8.:
9.9..9.......... 13P...1. . . :
9..9. .Q .. ..... 1.SP..! .. :
9.9..9. ..............ᑜ P . ? . ?. . 9 . :
9.. Q .Q 0 H.... ... . .. 8.P. . . :
9..9..9.. . .. ... BP.!.:
.9..9. Q ............... l.3:
9..9 ........... 8P.} . . :
'.?. . ?. . ᑝ . :
9..99.. .......... . 13: P . ?. ?. ?.. :
9..99. . ..... 8PL.?..Ò.9.:
9.9.9 . ................. 8P..?..?.9. .:
9..9..Q .. ...... . ...... . l.SP..?.9. .. :
9.9..9.. OH.... ... . . gPÒ.:
?..Ñ.9. .. '..9.Q.Q..........8P.ᑦ.:
9..ᑧ?.:
9.9.9. . ... . ... . ... . gP.§..?..9. .:
9..99. OH Rp2.750.000 Rpl .863.000 Rp950.000 Rp600.000 Rp600.000 35. SATUAN BIAYA RAPAT/PERTEMUAN DI LUAR KANTOR 35. 1 Paket Kegiatan Rapat/Pertemuan di Luar Kantor a. Mented dan Setingkat Menteri NO. PROVINSI (1) (2) 1. ACEH ·····2:
^.. ·sUtviAi'ERA··· ^ut A: RA··· . 3 . ^... ^. "1f ^f A ^·u · ^······ ·· ^· ···· ^4 ·: ^.... RE" ^f5tJ L ^AD AN ...... R ^IAlT"······ ······K .. .. SA""ivftfc···· . ·····rr···· ·suMATERA·····BARAT ....... ^. ········; f"""" ·suMATERA"····sELATAN········· ·······s·:
... LA: M?DN'cf ..... 9 . ^. ^. ^. ^. "!3ttN'dkDLU ................................................... . ..... iO": ···· "i3A: 'N.cfkA"····13"f.i: Lfi'DNcf········· ^. 1 1 . . i3 . . A .. N ^···r··E··· N ^"····· ......................... .
JAWA····BARAT····· . ......... . ........... .. . ... J?..:
. . . ^fi: -I<"I: ····JAkAR: i'iC .... .
^JAWA···i'Ei'-idAH ......... .. . ···T=c·· ·D": t: ··vooY: Ai<: i\R: t(···· ···· .. "iEC. JAWA····ri"MDif ....... . . ^. . ^. ii ^": ··· ^!fA""LT·· ···· .................... ............ .. """'is·:
N'tfsA "'f'ENd'CiJ\RA"'""'Eif\Rfi.: t""""" . """"i9·: ···· f,fiJsA"""f'E'N'd'df\RA"""""i'ftvfUR: """""" .. ····: 2'0':
. · · KAf.I 'MA: N'tl\N' · ···· B A: RA.'f" ............ 2T . RAIItviAffr: ; t;
If "°fEN.dA: H .......... ƄEi·:
kA: L't'MAI'Ytl\ff····sftLA'i'A"i'f ..... . SATUAN HALF DAY FULLDAY FULL BOARD {3) (4) 15) (6\ OP Rp340.000 Rp465.000 Rpl . 19 1.000 ................... ......................... oP····· ... : : : : : : : : .: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : gP.3: ?: ƃL99: 9 : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : Ji?Ź+.§: : 9: 99: : : : : : : : : : : : : : : : : : : 8P.I?.: §.9.:
: 9:
.. ..... ........................ Q ^p···· · Rp265.000.... .. .. .... . .......... .. f.3: P.: 1:
Q9..:
9..9.Q. .. Rp930.000 · ^· · ^. . ^. . ^.. . ^.. . ^. . ^... . ^.. . ^. · ·······or. ^.... ·: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : gP.3f9: : : 99:
..... .. ................. . 8P.. : I:
}.?..:
9..9.9. . .. . :
. :
:
^. : : : : : : : : : : : : ƅP.ź: ?9.:
9:
^9........... .......................... Qp...... . ......... ........................ gP.9.?.:
9..9. .9. ......... ............. I.3: P.. : 1: }.?..:
9..9..9............... I.3: PŊ.?..9.:
9..9. .Q . ... . ^. ·· ^···· · ^··· · ^·· ......... "Q'p"'""" ............ ........... ^. ............ gP.. ^9 .?.'..QQ.9. .......................... 8P.. ;
.7.?:
9.99. . .................... 8P.?.l.s.'.9..:
9..9..Q .. .............. ......................... O ^r...... . ........ ........................ ^g PŐ.?..7..:
9..9 .Q .......................... 8P.. ?.±;
.:
9.9..9. .. . ........... RP.l.:
:
. !.A±:
9.9..9.. ... .......................... Qp.......
........ - ·---··---·· · ·· g EŻ .?..9:
.9. .. Q.Q.... . ............ . .....ᑛP.. 4:
9..9.:
9-9..9. ........... . .. ...... ᑛP ?. . ᑧ .9. . :
9.9..9................ ·-··-····-·-·op .................... .......................... 8.P.7..9.. .:
9.9..9 ........ . .............. ŋP.; 3-9..9 .:
9.9.Q .................. .B.P.}:
:
9.4:
?..:
9.9.. .9. : ^· . . ·: ··:
:
i: ż·······-·· .. : gP..: 3,. ᑚ.?..:
9.9.Q . .......... . .... ^. .. .. ..... RP.?..Q.9.:
.9.9.. .9. . ................. .B.P}:
:
.?..9. .?..:
.9. 9..9 OP........ ...... ............. . .. . .. . ...... ... . : gP: t:
4:
?.:
.9.9..9. ........................ RP?..!..1.:
:
9..99. . .................. RP}:
:
9.. 4:
.:
.9.9..Q OP ........ .............. . .................... .8.P?..A.?..:
9..9.9. ....................... 8P.: 1:
?.?..:
9.9.9. . ................ 8.P}:
: }f>.9..:
.9 .9.Q . OP . .................... . ..................... : R: P.?.A.: 3, .. :
9.9..9. .......................... RP.Ō.4: X.:
9..99.. .. ............... RP?..J.9.. 9.:
.9 .99.. OP........ .. . ..... .. . . 8-Pō?..9.:
Q.9.9. ......................... RP.;
.?.?..:
.9.9................... RP.!.:
9.. Y9.:
9.9..9.
........................ ........................ Qp............. ...... ........................."3: P?..?..9..:
9..9 .9. ..... ..... ........ 8P: 1:
?.?..:
9.Q9. . ................ I.3:
PL.1..'.?.?.:
.9.99. .......... ........................ or····· ...... RPŽ.?.?..:
9.9..9. Rp470'.000 R p l.625 . 000 · · · · ·········· ^. ^. . ^. ^. ^...... ^. ^. . ^. ^. . ^. ^. ^. ^.. oF>······: : .:
.......... . ................ ..... I.3: P.?.}.9.:
9.9.Q · . . · . . :
· . . · . . · . . :
· . . · . . · . . · . ^. · . ^. :
· . · . . :
^· . . · . . · . . · . . · . . · . . · . . · . . · . . :
· _ R R : __ · · . . ·.·_P P . . ^. ^: · . ^. ·. · ƿ - ǀ - - . · : 9 s _ . _ . _ · ^· _ 0 5 : __ · ·. · . ^· .. '. ^. ^:
0 0 · _ . : _ · ^· _ ^. 0 0 . · . .
. :
0 0 · _ · _ · _ · · . . : ^: : : : ^: ^: : : .: : ^: ^: : : J ^P. I ^: ?z: ^q ^: ^: ^: 9 ^CJ.: ^9 . .............. ()p""'.... . ................... .. . ...... 8P.ǂ.7.9..:
9.9..9. .., R p l.090.000 ···· ·················· ^· ····o ^f5 .. ^. .. ·· Rp29o.ooo Rp45o.ooo : : : : : : : : : : : : : : : : : .: žP.LI3+: : 9.: 9:
. .. ............ ........................ O ^IJ"" .. ·.:
... ... .. . .................. . . ^..... . :
: ^gP.ſ §: 9: : : 9: ¢9 . . · . . · . . · . · . · . · . . :
· . · . _ : _ · . . · . :
· . · . . : _ ^: _ · . . ·._: _· . .
.
. .
. .
: _ ·...^§...
...
.
. . P P _.: ·.... ^..
ǁ _: _: _ · . . : 9 _7 _ ^: _: .- g _ ^: _ . ..
^.. .
.
:
·_g _ .
. . .
...^.. g _ .. _ .. _ ^.: g _ . . : _ ^· ^. .
.... ^. . ^. ^.. ^. ^..... ^. ^. ^. ^. ^.. 8P.<: l . §. .9.. . :
9.. .9.9. . .... ........................ Qi)"" ^" "' .............. .......................... R: ^P.Y .<;
9 ^.:
9 .9..9. .......................... 8P.2?.9..:
9.9..9 . .. .............. .......................... ()15'.....
.......... .......................... RP..??..:
9.9.Q ........................ "3: P1Y.?..:
9.9..Q ................... 8P..l. .. :
. 1..9..9. .:
9.9..9. . 23 . ^. kALIMAf: ff)\ ff"""'irfiVi ^u R· ^· ··· ^" ". . ^.... 2·4·:
kA: i: t'MAN.i'Aff.... t f f A R A ...... . 25 . . "suLAWEs'i"""'utJ\RA"'"'""""""'"" .............. . ........................ o: p·····................... ........ . .. ...... ... .. . 8P.: ?,.1..9.:
9.9..9 .......................... .8P1X.9..:
9.9..9. .. ....................... RP.A'.: !.9..:
99.9.. .. . ... . ... ·· ^· · ^· · ^· ·· ^· ·: : ···: : ·: : : : : : : : : : : : : : .. : : : : : : : : : : : : : ¢.>.!=>.: : : : : ·.... ........ .. ..................... }ŏp: ?,.Q.9.:
9.9..9 ........................ gP1X.9..:
9.9..9. .. .. ............... 8P.2?..9.:
99.9 . . ^.... '.2'6·: ··· d6R.'6"N'T'ALO .. ^.. . 27. ^suLAWitsf"""BARAt••••• ... ·····2·3·: · .. SULAWEsf""'skIAtAI'f""""' ..... 2·9·:
suLAWEsf""fE'N'dJ.Jf""""""'"' ... """""3'()': ^. "sULAWtt sr··TENGGARA' ^" '" ^" ... Xi':
MAW'Kff' ..... . ... "3·2·:
.. MA: LD'KU"...UfARA ........... · ····: fa . . :
i5 . . A...i3 .. 't ^T A . ^... ... ^. 34 .
i'>A ^r D ^A ... . "I3A ^RAY .... . OP...^..... ...... ....... ... . . ^..... ...... . . RP...9.:
9.9..9 . .......................... 8-P.1.1..?.'..9.Q.Q .................. 8P..1. .. :
. 1...9.:
99.9.............. . ......... OP ^....... .. ........................ RP?..?..?..:
9.9.9. . ......................... 8P.'.l:
9.9.:
9..9.9 .............. Rr.J .. : ^.9.?.. 9.:
9.QQ..... ^. .. ^. . . ^.. . ^....... . .... . ....... op ^···· ^. .. . .............. . .... . ...... ... . ...... . RP?..?..9 .:
9.QQ . ... .................. "3: P1?..Q.:
9.9.9 ...................... 81?..2.1..9.:
99..Q. . ................... ....................... OP ^.......
.. RP..9.:
9.99. .......................... "3: P1?..9.. .:
9.9..9. R p l . 453.000 ... ·: · ... : ^·· : : .. : ^· : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : ¢.>.?: : : : : : .... ................................ I.3:
9.99. .......................... "3: P.1?..9 .. :
9.9..9.. : : : : ·: : : ^· : : : : : : : : : ƀP.I: Ɓ3: $.: Ƃ:
9.9.9.. · . · . ·.·.·. ·.·.· . . ··.·.· . . ··.·.·.·.·.·.· . · .....· . . · . R R . ^· . ^· . ^· . · _ PP . ^..... 4 4 . ^· . · . ^- ^. . ; _ .. ·. ^· . ^5 . ^· . ^· . ^· . ^· . :
. .g .. _· . · . o . ^o . ^· . ^· . ^· . ^̨ . ^· . · . ^· . · Rp9,7,o.'..ooo .. . .......... ......................... OP ^..... . ........... .......................... I.3: P: ?,..1..9.:
9.9.9.. .: : : .: : .: : : : : : : : : : : JP.:
99.9:
........ ^. ............ OP ^··· : : : : : : ...... ........................... . ...... ^. 8P.. : ?,.?..9.:
9.9.Q .......................... 8.P.?...?.:
9.9..9. ... ^. ............... 1.SP..1. .. :
9.9..Q.... .... ....... . ....... OP..... ..... .. ........................ 8P.. ;
.}.9.:
9.9Q ....................... gP±?.9.:
99..9. ................. "P ^. .1. . . :
4:
99..9.. OP Rp31 0.000 Rn450.000 Rnl .275.000 b. Pᑹjabat Eselon I dan II NO. PROVINS! (1) (2) 1. ACEH ...... '.i: '" . ·: : 'fuMATERA····urARA······· .. · ^· ····"3 ^: ···· ^· · ^R: T ^A · ^u · ^· ··· ^. ·······4:
... kitfitJLAuAN'······RiAff···· ... ...... s·: ···· sA·"Ivf"Ifr··········· "ts·: ··· . ·sUMATERA·····BARA'f ········?": ······ sUKii' krERA·····s"EtATAN ...... ·······s·:
. ···· LAM: P0: Ncf··· . ······ɉ»: ······ .BENGK0Lff··· 1 o. ^.i3A: NdKA·····sitLIT0NG ......
..... U . ^: ^·i.3-·A·N···; 'fjfff····· 12 . ^.. J'A\VK····sARA: t······ .. : : : : : II ^. . t5J<: : r ^···· J'Ak ^AkT: i\ .......... . 14 . ^.. J ' ^AwA .... TENG"f"f'C ... ^. .... "i"S":
. t5: I .. V6d'YAI<AkfA" ........... . ······1K .... JAwA····fiMUR ...... 17 . ^. . ^tfAT: ·1··· ..... """"is·: ···· "i'msA"."fENGGARA"""8ARAT·······"·· ..... i9'ᑙ . 'i'HJSA·····rENGGARA'••··rnvraR ··················-·····-······-······ 20 . ^.. I< ^A.LfMA.NTAN······spJAT...... .. ···········-····-·······-·-·· ·····: : ff . .. kALfiVfANTAN .... 't'it"NdAff" .......... . 22. ^kALi'.M'Ai\iT.AN······s"i': tI'A'tA: i'f" ....... . 23. ^.KA Lf ^MANTAN····TI"rvftfif " ^•• " 24. K ^A Lf'.M ^'AN T ^A f ^f··u f ^A Ri ^f···· """2!5': " . ·suLAWE·scutARA····· ... . ····2"6":
d6R6NfAL6 ....... . .... ; 2/i:
SULAW'itsr··BAAAT······ .. .... ; i8': ^. SULAW'itsr···s: EIAiA ^f f"•• ·· .. 2 ^· 9 ^· : · suLAWitsr ^· ·,nrnaA1r ^· ·· . ^. · ^···· 3 ^· 0': ^. stJLA\VitsT"YE: : NddAfA" ^·· ·....... Xi": ^. iVfA: WRff ... - 25 - SATUAN HALFDAY FULLDA Y FULLBOARD OP Rp300.000 Rp400.000 Rpl.075.000 .. ········: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : g¦: : : : .. . ···· : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : . :
:
ȶ R :
:
:
:
: . PP ȷ . :
2 . 2 2 :
:
:
: _ i 3 :
:
: _ :
:
ȸ o s _ : : . :
: _ :
:
:
:
g o : _ : _ : _ : _g o·. :
. :
: _ : _ g o :
:
:
:
. : . :
..
. . · . . · . . · : _ :
.
· .
· : : : : : : : : : : : : : ȹȺȻ: ɋȼ: : : §§§ : : : : : : : : : : : : : : : : : ·: : .:
ɏȽ: §§'.§§§ · · ········ ......................... 6r>...... . .. . .. . :
^. : ^: : ^: : ^: : : : : ^gI?.j: k 0 ^: : .uBi 9 ^: : : ........... : : : ^: : : ^: : ^: : E1?t.: l: cr: 0 ^:
C?.Q.Q ......... ^. . ............ 8P .. Ĉ.t?.Q:
9.99.. _ .......... .l.ĉP?.. ?.Q.:
9.9..Q .6P .... .. . .................. . ... . ... . .. .. . ......1.3-P.-.?.Ċ .. :
9.Q.9 .......................... 8P.?.!.9.:
Q.Q.9. o P................ . ...................... 3-P.-.ċ.?. .. :
9.9.9. OP .. ... ............. .. .. . .. . .. .. ...... .. .. l.3: P-.?..?.:
9..99..... ........ ·························6:
9.Q.9.... . .. . ... . .. . ........... RP?.??.:
9.99..... .. ....... . ...... . .... . RP§..7.; : i.:
Q.9.9. .. ^. .. ^. .. ^. ... ^. . ^.. .. ^. .. ^. .... ^. . ^. . ^.. . ^.. .. 6P ^.. . ............. .......................... l.3: P.?..9.?.:
9..9.9. 0 P.... . ... . ...... ............. .. ..... .. . .. l.3: P.?..?..?.:
9.Q.9 ......................... 8Pt: l: §.:
9..9.Q. ....... . ........ 8P?..§?.:
9.Q.Q .......................... 8P:
'.?Q.:
9..9.Q..... ................... . . I.SPm.'.?.Q.:
. 9.99.. . ......................................... 6P ^....... Rp433. ooo ... . .. ...... . .. . .........8P§..!.Q.:
.9 .99.. . ................................ 6fi ^···· .. : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : t,§; , n: ^j : o: : : 99: 9 . ..................... 8P?..9.m.:
. 9..9.9.. . ........ ........................ 6P.... ... . .. .... ... . ...... . .. . .......... ......... l.3: P?....9:
.9.Q.9......... .RP:
9..9.Q ....................... 8P9..?.?.:
99..9 ... ................... I.3P.:
9.9.Q ....................... RP.9..?.?.:
.9 .9.9. . . ^............................................... 6P ^...... . ........ ......................... l.3: : i . . : ^. 9 ^9..9. . ^........ I.3P.:
9..9..9. .................. RP..1.:
:
..9Q.:
9..99................. ·························6P....... .. ....... ··-···-················l.3: P .. ?..?.9.:
9..9. .9. ... . ..... I.3P...?..9. .:
9.9..9. . ................ I.3P..1.:
:
:
9..99.. . ^..... . ^... 6P ···- ^- · ... ^.. .. ^....... .. . ^.. _ .. vgP2?..9.:
9.9.9.. ................. RP..1.:
:
9..9 .9 . ................... : ·: Ⱦ ^· : ^· : ·ȿ¸: : : ·¸: ·9..P. . ....... . ...... .. .... . ....... . .. . .. .. ....... . ... l.3: P?..? ^. .9.. ^:
9.9.9.. OP . ....... . ........... . ... . ............. . ...... . l.3: P-.?.. .:
9.Q.9 .......................... 8P.i.9Ď.:
99.9. OP .. . .. .. ... . .. . .. ............. .. .. .. . J3: P.;
9Q.9 .......................... RP.?.?Q.:
9.9.9. ........................ BP.9..?.9.:
9.. 9. ^. 9.. OP.... . ... .. ........^... ^. ^.. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^... : B.: P?..?.?.:
9..9.Q ........................ RP?.?.?.:
.9.9 9. . .............. : ^: ·· : : : : ^: : : ^: ··: : : ^· : ^·····: ·: : '3?.}=>. ^: : : : ^: ·: · .B: P?..?..9.. :
.9.Q.9 ....................... RP.. ?.?.9.:
.9.9 9.. OP . . 1.<: Pp.!.?.:
9.99.. . .......... gP?..5.()'..Q().Q Rp870 . 000 ....... OP Rp215 . 000 ɀp315.000 : ·· : : -.·· : : : : : 8P.t: 9Ɏ: §: : : 99.9 . ............ .............. : : : : : : : : : : : g¡ . . : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : Ɂ R : : : : ; ǎ ; 2 : : : ^: 4 +.ɂ s : : : : : . ^. : g o ^_ : : : : Ƀ o : : : g o : : : : ^·: Ʉ ^: : : ^: : : .. . :
: : : : : : : : : : : ¢£: ¤: g: : g¥: g· ^··· · ^· ······ ^··· · ^· ·R: !fɅɆ ^· ɇ ^· : ^· §gg . · ^· · ····· ·: ·: ^· ···: : ·: ····: ··: : : : : <>.Ɉ: : : : ·: ·fJ ........... . .. : : : : : : : : qr.rs: $.:
: 99: 9 ^· : ^: : : : ^: : ^: : : ^: : ^: : ^: : : : 8P. ^: : Ɍ: : : : 9x: ^: : 99: 9 ^:
.................. . ................ ..<?.!>....... : : : : : : : : : : ·: : : : ........ .. .. .. ... . ...... . . I.3: P.. p: : z: : : 99g· : : : : : : .................... 3-P.?..?..9.:
9.Q.9 . ....... . .. . .. . .. . .. 8P..§.Q.9.:
99..Q . OP ..........1.3:
9.Q.9........... ... .....RP..1. . . :
99..9. . ... "3"ɊX:
MJi.: WRff ... tffA R: A..... .. .... ɍ3"3·:
P".A . ^.. tt u ··A····· ... . 3 ^4 . ^. ^pfi: -J: iiJ: A: ᑘ.... . B A R ^. A T ........... ^. .. .... . ................... ^....o:
9.9.Q ......................... 3-P.4.?..9.: : .99..Q . ............. : : ^·· : : : ^···· : : : : : : : : : : : : : : : : : : : ^: : : ^···· : : : : : ^· ·: ^· : : : : : : <>.?.: : : ^:
9.Q .................. RP .. 1. .. :
9.?.. ? . :
9 9..Q OP Rp254.000 Ro385.000 Rn l .063.000 c. Pej abat Eselon III Kebawah NO. P ^RO VIN SI (1) (2\ SATUAN HALF DAY FULLDA Y FULLBOARD (3\ 1 ^4 \ (5) (6\ 1. ACEH OP Rp300.000 Rp330.000 Rp750.000 ······2:
... stfM'ATERA .... UTARA'·····........... . .. .. . . ^.
........^..................... . .. . . b'P . .. . .. ..... . ....... ^. .... ... .............. Rpf7·irooo ....................... Rp2 ^'7s · ^: · ^ooo .............. . ^. R ^p 5 ^.tfoj5 66 ...... 3' ^:
R ^TA ^.. U ^........ . .............. ......................... O ^P .... . · ^· ·············· ...................... Riii8'5':
666 .... ^. .................. R ^J) 2 ^4 5j' ^5 66 · ^· ·········· ^· ····· ^· ···R ^ps . ^ˢ 3 ^3: 666 ·······ʾ· : · . . : : : . : ¥.: : : Y.: A ..... kfAff.... ....... .. .. . .................... g ^. ʿ······· : : : : ƙƙ: : ƙ ·-·------˫P}.ˀ.ˁ:
... : : : : : : ˂: ˃˄ô: : : : : : : : ôˬ˥Ji˦: t - : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : g: : .g: gg ·······tc ·· ·su!VlA.tERA··-·i3A: RA'f ···········-····-·-···-·····- ········--·······-···--···-·--··--····--· .. ·op-·-···- Rpl73 ^.ooo Rp24o.ooo ···· · ··········-··-···· k iJ .. 6·63·: 060 ······ .. ; : ; -: ····· ·su!VlA.r'.ERA·····sktA1':
'.f'r·.... · · · ·· ·· ^·· · ^·· ··· ^· · · ^·· · ^·· · ^···· · · ^·6r ······················ ···················· ^· ·· ^· ·Rii2is·: 66o · . ^. :
· . ^. · . ^. · . . :
. ^. :
: ^_· .
· . ^. :
· . ^. · . ^. :
· .. · .
:
· . ^. · .
· . ^. · .
· . ^. :
· . ^. · .
RR : ^_· . ^. : _ ^:
^r P · ^· . ^. · .
:
^2 2 . ^. · . . · . . · . ^. · .
17 · . ^. . ^: · . ^. :
0 0 · .. · . ^.- . . ^. . ^. :
^. _ ^:
^00. : _:
·.-.. 0 0 : ^· . ^.-_ .-_.-.00 :
·.-.-.· : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : RP.,: : rn: ; 9: 99 ...... 3·: ·· . LA: !Viru: Ncf···.... . .. ........................ or· ..................... ........................ R ^j) 2 ^i 6 ^:
... ....... . ........... . 1.3P.?..'±9..:
9.9.9 . ....... sf .. . trn: -r·GKDLff··· ............... : ·····: ·: : : : : : ·: ·: : : : : ···: : : : : ·: : : : : : ·: ··: : : ˪?.: ? ........................................ Rp'i9'4 .. 666 Rp260 000 Rp775 000 .... i6:
... . BA: Nd'KA ... 'IfEiITUNG........ OP : : : : : : ^· : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : gpõ˅: §.: : : 99: 9 : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : 8P.º: : rn: \̧: ^9. ̬5.: ^. ^. ^. ^. ^.... ^.. ^. ^. ^. ^..
^...
. . ^.. Rp7'3ˆ{666 .. ^. ii .. ·13·'1"ffifjfff ^. . ^............................. ....................... OP . . .. . ..... . ....... . ..................... . . 8P#.?.. ? . :
99..9........... . .. . ........ . .. . F.P.G.'.?.9..:
9.9.9. : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : 8P.7.: $.9:
: 99: ·····i2·: ·· JAwx····sARA: t . .....· .......... . ............... ..... . ......... ...................... ........ . : ·: ···: ·: : : : ·: : : ····: · : : : ··: : ··: ·: ···: : : ·· . . 3sy:
...... ....... . ... . ............. . .. . ....... gPH.G.9..:
99..9 Rp29 ^o.ooo ......... . ............. .. l.3P?..'.?. 9.:
9..9. 9 . ..... i ^3·:
. fi': KL . ^.. ^. Ji\kARTA ^.. . ^.. OP Rp30o.ooo .......................... R1); : f66j)'66 Rp764.000 .... i4·: ···· JAwx····r1fi·d'Afr ......... · · · · · ··· ···· ·························op.... ·.......... .. . .. ... ............. ....... .. kiJTS·1: 060 ··························R: µ2·63·: ·600 ......................... R: ])6·1·5: ·6a6 .... i'S':
. t5T."V6GYAKARTA..... .. . ............ ....................... o'J: i .. . . ·: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : ·: : : : : : : : : ˇˈ; : ˉ: : : : gg: g : : ········"······•"••"R: l)3i6: ·6oo ················ . ^. . . ^. ^. ^. ^. Rp7'56: 6oo ·····ˊ·˩·: ···:
«75f.[.: : : frfyiutf....... ···· .: : ·.: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : g : ¬: : : : : . . ............................... RiJ: faO': ·oO'o ··· ············: ·: : : : : : g: : : g: gg : : : : : : : : : ·: : : : : : : : ˋ·˭ˌ: ˡˣ: : : §: gg ·····is·: · ^· ·· ^· Nus·x····11t'NGGARA .. 'BA.RAT ^.. . ^. . ^.... . ................ ......................... 6F.>.: : : ^· : : .:
..... ^. ......... ··- : ^: : : : : : : ˍ: : : ) R : : < : : : P P.: 2 õ : 4 ˎ : 09ˏ. ·: 09_ 00 ) 0 : : : : ... Rp426: ·6a6 .................. R: p7'55': 'Cfoo ·····i9·: ·· wusii· ····11rn88ARA·····rtiV1UR oP ··R: µ326: ·606 ^...... . ^.......... . ^.. Fi: r7·26: ·006 20 ^. ^·· R ^A.It'MANrAN····fixkf\r···············- ^·······································-······ op ···R: iJ2.s6ː6oo ·········-·-···-···-·R: : p2·66: -606' ···Fi: µ6·2<5:
. 006 ·····2i:
... RAU'MANTAN"'.ftt'Nt}Aff "'............. : : ·: : ·: ··: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : ··: ·····9: ?: : : : : : ··: : .................... .....
...
. :
. ·.- .. :
ö _ .. .: _ ·.- _p P : : . ·.-.. :
2 _ 1 .
. . .. . ..
̦ . .
.. . ..
· ˑ . .. ...... . .. . :
.. . g......
..
..
g .: · . .. . .. .. g . .. . ·. : _· ........................... Rp3.46': ·ofo ········· .. ···········Fi'f)i7·s·: 6'66 ..... 22·: ··· RALi'MANTAN···'SELAfAN.......... OP .............................. -... : : : : : ^: : : : : : : : : : : : ^· : : : : : Jfr).˒§$.385.9 : : : : : : : : : : ····: : : : : : : : : : : Riiz: 99: : : 9: 99:
... 23 ^· : ^··· kALIMANTAN·····TfMU ^R. . ^.. . ^.. . .................. : ^· : : : ^: : ^: : : : ^: : ^: : ^: : ^· : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : 9.)3.: : : : : .......... . ......................... . .....gPH.9.9.:
99.9 ........................ ..8P;
.9.9.:
9.. QQ ......................... BP?..!?.9..:
9..9.9. .... 2 4·: ·· kALiMANTAN"•'UfARA····· OP..... .. . ... . .....^.... ^. ^. ^. ^... ^. ^.. ^.... ^. gP}.?..9.:
99.9. ... .................. RP.'.?.?.9.:
9.9.9 ........................ l.3P: ?..?.9..:
9.9.Q . .... 25·:
. sULAWifsftJ'tARA....... ................... . .. .... ..... 6P...... Rp183. ^ooo Rp ^2 7 ^o . ^ooo Rp737. ^ooo : : : : : : : .: ©&&WIf. ¯: RAt . .....·· .: : . .-: : .: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : .g˓· .. . .. .... . : : : : : : : : ·: : ·: : : : : : : : : : : : : : : : Ib: : : §g§ : : : : : : : : : : : : : : : : : ·: : : : : : ˔˕ˤ: ˖: g: : : gg§ : : : : : : : : : ·: : : ·: -.: : : : ·: : : I]g§ : : : : ˗l··: g: t1: l: : : : ³´1£JC : : ......
....... : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : 0 §.rr: : : : · : · : · . ··· · · : : · · · .- · ·· . · .·.:
: : .. : : _:
. : : _ :
.
. : : .. :
. · .: _ .. . · . : : .·: · : ·· · : : .. :
. · .: : .. :
. . : : . . :
. . :
:
: : .. . : : .. . : ö R : : .. :
: _:
. · P˘ . :
. · .:
: 2 _·1 1 · ... :
. : : _. ˙9 · .• :
. :
.. . :
2 s 5 . :
· . :
. : : : .. g o .. : : _ : ···g o : : .. :
. -.: : o g .:
. : : ·· · · . : · . : ·_: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : ˚ R : : : : : P g: ˛ 2 : : : s s. : : : : 0o ÷: : .: : o ÷0ot : o t : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : R R ˜r ˝ : ˞ 6 : : : : ˟ s : : : : ˠ s : : : : : : .: : 0ot g o : : : : go : : : : : ..... : fo: ^. 'S ^UtA\VEsT"·; i' E ^Nd.dARA . ^. .. ^................ . . ····3i':
MAIDRiT..................... ........... or: > Rp253.ooo ····················Rp3-˨fo: o66 ·······················Ri).769·: ·666 ..... 32·:
MALDkff··u'rARA.""' ... . ......... ···············0: r······ : : .. : : : : : : : . : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : 8i?.I$..: : : . 9: Q9 .................. Ri)2'2K: '66o ··························Rp'66·9·: ·066' ···'3· ^3' : ··· ^t" A·· ^p ·· ^·a ·· ^x ··· ^· · ^· · ^· · ···· ·· ... · ................ ail ^······ Rp225. ooo : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : fi.: P.?.: º:
3B5.:
^. ^. ^.. ^.. ^. ^. ^. ^. ^.. ^.. ^...... ^. ^. ^.... ^kii ' ^if f ^i. 066 3 ^4 . r ^Aru: : a: or ·············· ·························'R]J˧fft'G566 Ro320.ooo ·········· ·············R: 1; ·75·0·: ·060 NO. 3 5.2 Uang Harian Kegiatan Rapat/Pertemuan di Luar Kantor PROVINS I SATUAN FULLBOARD DI LUAR KOTA FU LLBOARD DI DALAM KOTA FULLDAY / H ALFDAY DI DALAM KOTA (1) (2) ( ^3 ) ( ^4 ) (5) (6) 1. ACEH OH ......................... .. . gP .. ᑕ . . V .9.. :
.9..9.9.. .. ................... gP..W.9.9..:
.9..9.9.. Rp85. 000 .......... b · ^'$'tXM: AtÃM"'.'.'.I J. T.A... ... ^. ........................... ^.......... OH Rp130 000 RpllO 000 ............. ................... R ^p'9L : " ''666 ......... ?., .. ..
RIA.Y................................................. . .. . oH Rp1so̥ooo Rp100: 000 : : : = : JXJlYKg ... : : : : : : : : ; : ....... f ^Aň ·[ǓN ......R.IAU........... .. .. ........... gǁ .
...: : .: : .. : : : : : .. : : · : ·: : : : .: : : R ơ p Ƣ: : 1 f 2 ƣ: 0Ƥ:
ƥ ·o Ʀ: o g oƧ: · ................. ·: : .: ·: ƹ·{}g: : ggg. Rp95 ooo .......... '5....§.Y.M.ATJ.?.9 ...... J?. ARA: T.............. oH ·.....................R: r; Io6': ·6o6 ....................... . ..... . . R: r; ·ss· : ·66o · : : ^: : : : ^: { ^. ^2 ^X ^tf t v NJ : ^:
.... ?ᑾ. ^ᑗATAN............ g....'.' . ^. .'.'.'.'.'.'.'.'.'.':
: ^· : : ^: : : : : ·: ƴ.'.f§.'§.' ƶ.§§.§ ....................... _.ƿ{ǖ·'§.':
'.§ §§ •.•.•.• . ^.. . ^.. . ^. . ^. . ^:
. :
. •.•. :
. :
. ^.. . ^.
. :
. ^..
^.. . ^.
^. . .
. ^. . ^. . :
. ^•. :
. :
. ^. . ^. . . ^. . ^. . ^.. :
. :
. '.R R R .• - . ^.. .. ^. .. ^. •.: ƨ P · ····: ^· . ^: Ʃ9 · ^· ······: · . . ƪ s •.•.• . ^.. . :
. '....^... : ^o . o o : ^· ·· ^· : ····· · ·g o ·.···-· ^· ····· ^g o · . ^" · ·· ^· : · ··· ^· .......... 9..:
...... I3. . ᑖN Q.KY. 1 Y...... . ... . .. . ^. . ^....... .. 6if.... . . ^..... . .............. . . RiJI3· ^6 : · ^o t.8? .... .. .. .. . ......... . .. . .. .. .. . .. ... .. . .. 8 P.II.9. ·. :
·9.9·9_ ..... J.9.:
... . . BAN.9:
K.A ...... l?..ᑖ.J.'.f.Y.N.Q........... . OH . .......... .. ...... g.P .. [.?..9..:
.9.9. .9. .. RP}J..9..:
.99..9. Rp95.000 ...... J . . L.... I.?....h....N . . I...l.?....N........ .. .................................................... ... ................. Qtf.._ .. . ........ ,,_ .. . ....... . _ ....... RP.X.Y.9. .. :
.9..9-Q. __ , .. , .......... RP..!..9..9 .. :
.9.9 .9.. : '"'.... ... ...... . Rp·s·Ƶ: ro 6 6 it Z: i I iiir W·.... : g; : =: l!tig\·§ : : = l!U§: §E§ : : : : \l!HI&ii .... J.? . . :
..... ]) :
L .. .YQQY.AKAR.T.A......... . .. .. . ............... .9.: E: i ................ ........................ 8P } :
.4:
. . :
9..99 .. . .... . .............. ^. . 8P} ^. J.?. . . :
9..99. Rp 100. 000 ...... I6:
... JAWA. ... TIMY..R............ OH Rp140.000 Rpll5.000 : : : : : : : : : : .:
: : : .: : : : : .: : .: : .: 8P.Iq: 9: : : 9: 9: 9: 1 7. B A L.J . ................................... . .. .............. ..................... ^OH . ................ . .. . RpI6'6': 'C566 ........................ Rp'f3'5' : ·6o6 Rp 115. 000 ........ t.lj . . :
.... Ǐ.tt$.A"":
. .f ¢.·Nj.§.njAǍ . .... . .. . : !f&QI . .. . .. . .... . .
....
. ....
...: : ·"" " .:
: : ·: " : ": ": g .. ǀ . . """": ·:
. : : : : : .. : : .: : ·:
: : . . :
:
: : : : : : ·ķJ. 4:
: : .ggg .: : .... ·: : : : : : : .:
·: : : ·ƷJJ.$.: : ·ggg .. .. . ".: · · " · .. · " · "· ..... . .... .. . ·.": ·: ··· : ·· "· ··· : ·:
. :
.. :
. : · .
.. .. :
. · ." · "· ·ƫ ·· · " · " · "·" · R .Ƭ .· .. ·· ·: · ··: · .P J .. :
. · . .. · . o9 o .. · .. .. :
: ··· "o s s .· . : ·_ ": ··· "· - ƭ.· . . · . . oo o . . :
. · . .. .. :
. · . g o ·. ":
. · ."· . . :
. g o .·." · " · "·": · ... b. ^o · ^.. ^.. KA1IM.AN: T.AN ...... I.?.ARAT.. ........ . .. ... ..Qt!..... ....................... . ...... BP.E3.9.:
.9. 9..9. ...... b .. L.... .. KA.!M.A.:
.9.9. .9. Rp85.000 Ji !LllMNOf !PQ ^· -·· ·- ··V-[B W; ·-·: R-SiTtiUf llK -- ^· ƲƳ i!t! !: =: ": #$!%i&'() ....... ᑔ .. '? . . :
..... Q.QR.Q.NT.!.\19.................. .............. .9.!.i................. . .. ....... BP.! . . Z.9.:
.9..9..9 . ............ ...... gP.U..9.:
9..9.9 Rp9 5. 000 : _t:
. • i*U!Uti!i :
.... ·: : !=·: : ,=·: ·ii tlf! ·-·ltf : ; *; 11[+ ..9..9 .9.. Rp85.000 ....... ; ?.,2. MAI.: -.Y..I.<l.T. ...... Y..'.IAB!.. OH Rp 130.000 Rp 110.000 ......... . " " ........... Rp'9"fro60 ....... !: ®: Pcif iARAT .. .........g.......... . ... . .. .................... . ƮƯf ^· ư.g.: Ʊ·§g.... .. : : : : : : : : : : : : : : : RS: g: T: : : g: g§" ........................... RSH·T: : : §"g§" 36. SATUAN BIAYA TIKET PERJALANAN Dl.NAS PINDAH LUAR NEGERI (ONE W AY) NO. PERWAKILAN SATUAN (1) (2) (3\ JAKARTA - PERWAKILAN Pu.blished .Bu.si ness (4) (5) First (6\ fdalam US$ PERWAKILAN - JAKARTA Pu.blL c; hed .Busi ness (7) (8) First (9) , .......... 1..... ·.... . ... . , .. A..... . b...u.... ·.... . . n ..... h . ... .. . a . .... b ...... i .. .. .... . ........ ................ . .. . ............. .............. . . ,9E¥!.1..!.¦'.'l: §i..... . ........... .....J>. . . ᐴ.?.9.. .................. ?. . . ᐹ.9. ?..9. 3,790 ............ J:
. ?.ļg............. . ... .. . ?...?..?..Q . ...... . .. . .. . ....... ?.:
?..?..Q. 2.... . . !.?ÂJ.¥........ . .. 9!.¨1.!.l.¦¨1.©........ 3 '4.2.2 · · ·- ............. ᐶ . .. . .'±.2..... ... ?. .. . '±.!.2..... .. ? . .'...2 . ................ . ... . ?. .. ᑁ.?..?. . ..................... ?. ... '± .. .2. 3. Ad dis Ababa........9.. Š1: 1: ?..Ū/.D1: 1:
:
..... ....... ........... Ũ.ũ.4-} .. ..................... .'.9. . . ?9............. ...... . .. '±.ĵ .. ?.?9. ................... J.!.?.?9.......... . ........... .!.?.?9. . ... ...... ...... '±.&?.9..
_ ...... 4.... · .. .. .. ..... _ .. 111 . .: : . A .... ;
:
l:
. ϑ . . 12: ϒ .....e :
. . : : . . r · ..... .
. ..
...
.. . · .. ·· ._ .. _ -......... .... . _ .. _ .. __________ .... __ 1_9.!.ᇏJ. !S.ᑇ1.!__ ··--- -L'!__Q . ·-- .. .. -'!LᑆQQ _ .. . .. . .. __ (: iL<!_ᑅ..?. ------ ?. . §.J:
Q..... . _ ....._ .. . ±1.?.?..9..... ........... __ (:
?.?7..§_ 5. Amman...... 9!.¨J?:
f.¦¥1.®......................... 1. . .. . ?.'±.9 . ........ . ...... .. . ... ?...?..?..2.............. . .. . b>..?..?....... ........... . . J....?.?..?. .................... Q>..?..0..9 . ...... .. . ...... ᑂ.>.2.?. .. . 6. 7. 8. , .. A.... . m.......s..... . t . . e . ... .. r . .. . <l.... a .. ... m .............. . ........... ... . ........................ . ....... . ..... . . 1.9.TūŴ?.g/.D51..i.... . ..................... .'.9..<?.9......... . ...... . . '±.>.?..7.9. .......... ....... ?..>..?.?9. . ....... ... . ......... ?....'.!. .?.9. .................... '±.'..!. .?.9. . ................... ?.* . .?..1..'±. Ankara ....... .9..!.:
: ?.. l.!.R1.L ... .................. .J.1.?. .. ?9................. ?..1.?9.9.. .............. .>.?9.9. .................. .J.&?.9. ..................... ?..&'?.9. . .................... .?.. Q.9.. Antananarivo ...... 9.!.¨!,1.g/¦¨1.©..................... . .... 5 .. . ?...9........ . ........ ?...?. . .9. . ...... . .. 7..!: ?.?..9. ..................... b.!.?. . . .9......... ........... . .. ?>.?.0..9.......... .. .. ... 7.. ! . ?. .? .9. , .......... 9.......·........ . ,A ...... s.... t.... an . .. .. . .. . a ........ . .. ........... .. . .. . .. .. . ........... . ........................................,.9.E.?..o/.!S.1.i...... . .. .. .... . ...... ... 7Lc . . '?.9. . .................. '±..?..?9. ................. ?.<??.9. . ..................... l: )?Q.......... . ...... . . '± . .. 1.. . .................. ?.?.?.9.. , ..... }.9. .. '...... f.._thena .... . .Q:
: 5?..g/.!S.51..i. .... . ..................... .' 8.'.?.9. . .............. . .. . '±.'.??9. ...................... ?..7J.Q9. ...................... ?..'.?..?9. . ...... .............. . .'J .. '?..9..................... +.?..L.9. . .... ..:
..:
. .:
......1?..ᐼ1.?..9.ᐼ1.ᐽ ... ᐾ-ᐿᑀ . . : 1?..<:
µ´: ¶´: 1: : 1 :
................9.E!.1.g./.¦º:
L.... 540 663 969 530 657 957 12. Baghdad ..... 9.!.¥1,!.g./.¦ª.1.©............... .........1. .. !7..9.. . .. . .. . ... .........}_,ggg . ................ ᑂ...?.?.9. . ............... J. .• ?. . ?.. ?. . ..................... ?!.9..9..9. . .............. . . 7>..?..0..9. , ..... ii.... . . si................. . 9. Ì 13.!:
g / . D i 1.i. ... .. ................. }.ᑌ.?..'±?.... . ..... . ... . ... . .'J..9.? . .. ...... .. .. '± .. }.?? ..................... ?.!.??.? .................... 6.!.'±Q.'±........ ... ...... . . '±.?.} .. ?.? .
.... ...1..'.±.:
... 1?..ᑍ?..gᑎᑏ?..ᑐ...... ........ 1. . . ?.:
..... .f.:
.c: _ij_i.?..L.......... 9£¥1: : 1: g/¦«¬........ 660 924 . . ...... .. . . } ·?.9.. 550 730........ ....... . } . .. . ᑃ.?.. ?. ...... 9.E.c; t,?g.f.¦ª-1.©......... . ......... . . c . . 9.+. - ................. ... +.+.?...... .. . .......... ?.!.9.?.. ? . .............. ..... 1. .... 2.'±.9..... . .......... . . ... +. .'±................ ?.! .. . ?. .9.. ..... J.?. . . :
..... ?ᑓiru.t.................................................... .9!.: i 1. :
. + / . 1.S 1. L ..... ..................... ..1.¥..'± .?9...... 2,890.... . ...... ... . !?. . .. 3..? .. 3. .. .. . .1.: LL?.Q ..................... . .. } . .Q.Q ......... '± . >. . ? .9..9. .. ....... E . . '..... ?4.?.6l3.:
...... . ...... .Q:
: R?.g/_1.Ķ.R1..i. ..... .................... 6.1.9..<2.? ..................... '±.1.?..?.?. ............... ..?.. 1 .. ?.?.1................. .......1 . . ?.?.? .................... '±1.?..?. '±............. ...... ?. . .. . . . ?.'.± 1.... . ... 1.... . s.... . · .......... B ..... e ...... r.... u..... n.... .. . .. .......... .. . ..... ...... .. . .. . .. ...... ....... ...... .... . ...... .... . ... ...... .. . . , 9.E¥£1.!.¦«®........ . . :
............... ?. . .. . ?. .. ?.9 . ..................... 7 . . 1.,.?..9 . ..................... 7..1.,.9.9. . ..................... 3. .. . ?..?..9. . ..................... ?_,.9.?..9...................... . ?. .> . ᑃ . .9. , ....... 1.... . . 9 .....·.... . . 1.B ...... e..... r . .. n ............................................................................................. 1 Q :
: A ? . $. / .D ᑍ 1. . G ..... ................. ?..?.3.9.9. ................... '±.? .. ?.?.Q . ............ . ... . ?..>.±.?9. .................... 6.'..?.?.9. .................. 5 . .. . ?.?.Q . .................. ?.!.'±.?.<?.. 2 o.... !.?.?..S.?..j.i---···........ . 9.lik1..g/.!S.'3.:
L .. .................... ?,.9.?..1. . ............... }}.'..?..4 .. ? . ........... . ...!..'±,?.?.? .. ........ .......... . . ?..1..9.?.?. .............. }.9, __ ?.?.Q . ............. . J .'± . .. . ?..?.1. ..
...... 3.: !.:
..... . 1?. E as ili a ....... 2..3.:
..... . I.?.1³atislava 23. Brussel 24. Bucharest 25.... . 1?.?²¥p³´.µ ..... , ....... ?..?..:
..... .J.3.uenos Aires 27. Cairo 28. Canberra............. .............. . ...... 29 . .. . Cape Town 30. Caracas 31.... _s;
¶!·.¼g.?. ..... ..
....... 7..:
. .. C<?.lombo , ...... . .:
.....P.alrnr ...... 9.E¹!.1.g./.!,»¨1.1........................... .... . . .9. . .................... 7. .. ..1.:
?..?.. .. ...... ...1..9..>.?.. .i. . ................... ? ... ?..?..?.. . ................ Ŭ.9..1.?. .'±. . .............. ..!..! .. !. .'±.?. .... 9.E¨?g/¦¨U 3..?..9..?.. . ..... ;
.. 1.!?.. .?. . .. ............... ?...7..9.9.. ................... ?..!.9.. 7..?. ... . .. . ...... . ......?.!.?.ᐰ?.......... ...... ?....7..9. .9.. ...... . 9.!ŭ13.: ?..g/.ů.5!.i... .. ..................... .1.?7.9.. . .. .............. ?..1.?'.±.'?.. .. ................... !..'.?.9. ...................... .'..?.<29.................... ?. ... ?'.±.?. ..................... ?. .... ?..1. . . 3. . ...... 9.E¥£1.g./.¦'.'1:
i....... . ................... 3. . .. . ,.? . . . . .................... i>.. .?..Q. .. . .............. ?.?..?..?..9.. ..................... 3..&.?.9.. ..................... ?...!. ?.9. .. . ............... .?..!.?..?..9.. ... 9!.¨?..!.¦½1.® . . 1..?..?..?9.. . .. ±.ᑊ.i.2. . ...... ?.:
.?..?..9.. . .. ····-··· .....3. . .. . ?..?..9. ...... . ........... ?.1.š9.9.. .!..!.0..?..9.. ....... .9.E.c.1: ?..+!..1.S.c.: l}................ . .........'...?..9..9. . ... ...... . ...........?.. ! . . ?.. 9. .9............... J.<2...?..9. 9..................... ?.ᑄ.?..9.9....................... 7..1.?..9.9............ J.?., .. § .9. .9 .9.!.l3.: ?..€.; /. !S1; 1:
L... . ................. ?.,?!...... ......i?.± .. ? ···- ...... .. '± ... . ?±.!....... ........... ?. . .. . Q..9 9. .............. ?.. 1.?.T?...... ........ '±.1 .. ?.9..Q ..... 9..£¥£1.g./¦«®.... . .. ................... 3. .... -.,.9. .. ............. 3. .. . ?. .. Ů.'±...... ..... ?. . . !.'±.?.9. . .................. ...1. .!.?..?.9...................... ? .. . ?.. .?.. ........ . .. . ........ . ?.?. . .?.. ?. . .9.:
: AJ1..B/.I.'3.:
L....................... '± . .. }.Ţ- .. .............. i.?.:
2.9............. ?..'.?.'±? ......... ........... .. ?.?? ..................... '± .. } .. ?} ............... . .. . ?. . .. . ?..?'± .... .9.:
: i?..g/.!S.i1.i.......................... '±....9. ..?.3....... ...... . ....... . .7..1.?. .. ?..ţ .................. 1. . . i.&.9..9...................... i.1.'±.1. . . ?. . .. ............ 1..9..?..1. . . ?.3.. . .............. .:
. . 4.1:
... ? 9. .Q ...... 9.E¨!.1.g.f.!¨1.®..... . .................... ?. . .. . '.!..?. . . !.. .............. ?. . .. . ?..'±.?.................... ?.>..ķ.'±.?.. .. ................... ?.2.?..6.?.. . .................... ?.>.?. . . .?.................. ?. ... ?. . ?. .9. .. .. 9..¯.£.l?,g/¦ª.1.®.... . .. . .......... J.?..9.?..9.......... . .. . ... . J.?..?.?..9.. .. . ...... 4 . .' . ?. . ?. .9 . .. 880 ..... . ............... L.?..9........ . ...... . . J. . . >.?....9_ ..... . 9.:
: 5?..$./.!S.'3.:
L........................ .'.Ű.?. . .<?..... .............. ?..'..?'±9. .................. .. . . ?.'..?.<?. ...................... ... .Q?.9. . ..................... ?..&?.9..................... ?. . .. . ?..<?..
....... ?'.±.:
..... .1.?¯·!llascus ...... 9E º : !.1.g/¦¥1.1........ ................. J . .. . !..i.9. .. . ........... ?..?...1.:
?.9.......... . .......... ..'±.>..1.:
?.9 . ....... . ...... . .. . . J . . 1.?...1. :
$./.ÎÏ!i. ...... ..................... 1..... P.?.... . .... . .....J.'.7.9.? .. .............. ?. . & ? . ? ... ... 971......... . .. . ...... . . . .. . ?9..... ............. 8.!..9 .. ?} .. , ....... 3.... . 1 .....· ....... . , .. D..... . a .... v .. .. . .. a.... o.... . ......... l . . t .. Y " . .......... ... . .. ................ . ...................... ...........,9.E¥?.: g/¦«i....... . 890 ....... ... . ......J. ... '±ű.9. .,700 860 . ....... .. . .....J. .. . . ?..?..9.. .. ... ....... J..!.?..?..9. ,. ..... ??.:
.... .P.ᐸ?. .. !.i.13.:
'3.: &........... . ..... 9.Eª.J?.:
/.¦¨g..... . .. .............. . .. .Q.?..9.. .. .. . ..... . ...... . ± .. . ?.. .2..... .. . ..........?..1.?..?..9. ..................... Ľ.!. ?.. ?..9. . ........ . ..... b .. - - - .9.......... . .. . .... !. ...?. . ± 39. D h a k a ...... . Q:
: AH?.$./.1.S:
1:
.G..... . . 830 ...... . . J...3. .. l.?..... .. . ...... . . J.ĸ .. ?. ? 9. 770 ................ . . J.'.3..:
.. ? . ................... J.>.'±.?..?. .
....... 4..... . . o.... . ·.... ..
. .
1 •• 6 ... . .. .. .
... . .
..................... . .. · . . · .. · . ................ . ...................... . ....... ...... .......... . .. .. ........... . ,.9.:
: '3.: ?.Jà/.!S.Ï1.L.... . ................. ?.,±3...9 .. ..................??..9. .................... .>J.Ų..9..... ............. .. ?..>.?.?.9. .................... ?.. &99...... .......... ... 9.9..9. . ...... 9.!.¨£1.&!.¦¨1.®..... . ....... ......... }.?..'±.?..9 . . 3' 131......... . .. . ±.!.?.?.9 . .. ............... 1. . .. . '±.?..9. . ................... .?.!.9. .. . ........... ?.!.?..?. .. . 41. Doha .• . n.... . .. u ...... b ...... a .. . . i.... . .............. .. . .......... . ....................... .. . ........... .. ............. . ,.9l: : J:
m1..g/.q.: : J:
L... . .. ....... . .... J..?..9. . .. ... ... ...... ະiji6...
............. ?.,±?..9. .. ............. ...1.,±?..9.. . .................. Ť.,.?.. ?.Q............ . ?.'..?.+ .. ?. . ..... .9.T.u: i:
g/..'3.:
L.... . .................... ?.$.?.±9.. . .................... ?.1.?.?..9. ...... . ...... .?..'?.?..9. ..................... ?.?.?.?..9....................... '±.1.?. .. ?.9.. . .. ................ ? ... ᑃ . . 1..9. 42. 43. Frankfurt ....... '.±.'±.:
..... .9.: i:
c.1: ?..+/1.:
?..0 ...... . 4.Ļ.... . . -¸¨¾¿?ÁE.g ...... 46. Hanoi ...... 9E¨r.: i:
/.!.¨1.1...... 990 .......... ......... } . .. .?.. ?.9 . .. ................ 3. .. . ?..9.9.. .. . .. ............... . ᐵ . .. .9.?.9.. . ................ L!.?. .?. .. . ..... 3. ... . ?..9. . ..... 9.!.¨1.!.g./¦ª.1.L... .. ................ ± . .. .:
. . 9.?. ...... . ... .... ? ... .?..?........... . .... .. . ?.!.? .. (-) . .................... ± .. . ?.?..?. . .................. ?.'. .?.?........... .... ?. .. ! . ?. . ?.. ?. . .. .... . 9..-,?..+!..!S.1.L..... . .. . .. 880 . .. ..................:
.. "?.?.?. . .......... ..... }.'.ᐺᐻ?....... 870 950 .................. ...1.:
.. 3. . ? 9. . , ........ 4 .. . . 7.... . . · ....... . . H ....... a.... r .....a . .. ... r . . e.... ...... . ................... ........... .. . .. . ...................... .............. . , 9.E¨r.: i:
/.¦¨1.L....................... ?. . . !.9 .. ?.9....... .. ...... ?. .. ?.9.9...... ............ ?.! 1. ?. .9. .................... 3..1.?..?.9...... ............. ?...?. ?..9. ........ . ...... <?..1.?...1.:
.?..?..9.. . ... 7. ... !.9..9........ ? .. . ?..9..9.. . .. 6,55 2 . ...............?. .. !.9..9.. , ....... ť.?..:
... . . ±.².lsinki ....... . 9.ľf3.: : 1:
./.1.S: RĹi. ...... ................... ?..> . . ?. ?...9 . ... .. . ......... '±.!.!..' ±.?.. .. . ............ .?..!..1. . . ?9....................... ? .... ?.:
..9. ..................... .!..?9.9. . ... ............ :
?. ... .:
..99.
........ 5 .....o.... . ·........ . . H ...... o.......c ... . . h ...... i . .. .. . . M..... . i .. n ...... h............. ............... . ............. . ................ . . ,S?.:
: i?..€.J.np-iI.i... ... 590 750 . ............... .:
.>. c . . ?9.. 660 840 . .............. .9. . ! ..9. . ,. ...... ?.! . . :
..... . ᑑ?..J: !.gᑒ?..1.!.&....... ······ 9..£¨1?: &.!.¦«©..... . 980.......J . . :
'± .. .9.... . ...........J . . !.?..6.9. . . 890.... ...... .. . .....J . . :
?..9..9. . ................. 3?. . . .?..9.. , ........ s .... 2.......· . .. . .. . .. H ...... o . .. . . u.... . s.... t .. . o ..... n.... .. . ...... ..... . .......... . ...... . .............. . .......... . .......... .....,.9..: 1: AJ1..B/.CA1..i.. ..... .................... @...9..1..9. .................... ' . ᑿ.9.. ± 9. . .. 8,530 ....... ...... .. . .. . J.>.?..?.9................... ?.>..1..?...9......... . ..... ?..'J . . ?.Q.
Islamabad .Q:
:
: ?..S./J..1.L... ..± . . 1.?.±9. ................ ?.>.??9.. ...... 3,070 ............. ....... J.1.??9. ...................... ?.1.7.Ŀ..9. . ....... ......... .?-..9..Q. 54. Istanbul .. . .. . 9.E¨!.1.&.!.!¨1.!........ .............. J.•?..?..? . .... ........... 4 . . !.?.?..'±. .. ........... 4. .. 1'1"4 .. ........... . .. . . J ... ?..: 1:
?. . ................. Ŧ.!. .?.9..................5.:
. . ?. . 9 . 5 5.... . .. r·: ·ii·--i..........
. .. .9.E¨?gL¦° l±- . .. . ___.... _ !2?.9 . ....... _ .. ___ ĺ?2.9. --Ҿ ....... .. ᑈ'±.? ᑉ °-· .. . ... -...... _J .... ?..0..9.. .. ............ -... 2.2.?.ZQ...--.. .. _...'± ... L?Q 56. Jenewa 57. Johor B a . hr u 58. Kaboul 59. Karachi ....... .9.E'3.: ?..g /.!S.ir.i... ... . ..... ?..' . . 1. . . '?.7..... . ... .. ........ 0. . .. 7.±9. .. ................ ?.....9?.9..... .. . ........... .. ... 1..7.Q . .................... 0. . .. . ?±.9.. ...... ........ ?.. .. 9..1...Q. ...... 9.E'.'l: !.1...l.: TS1: i:
!....... . . 326 628........ . l .... ?..i.?. . . 521 640 1 .718 ...... 9E¥?g/¦¨1.©...... . .................... 3. . . 1.ᑋ.?..9.. .. ............... 4 .... ?. .9.. ........... ?.!. ?..?.. .. ................... ... ?..'±.?...................... 3. .. !.?..9..9..... ............. ? . .....?..?.. ...... Q¢c.1!:
g/.£¤1..i.. .... ............... .J.1.3..?9.. ....... .. ....... ¡.'.'±7..9. . .. . ............ ?. ... 7.: , ........ 6.... o ...... . · .. . .....Kh...........a .....r ..... t.· . . o .... u ..... m ................................. ......................... .................,9.£¥J: 0 rang/ Kali.............. .....3. . . !.?.?...... . ...... ? . . !.i.?..+. .. . .. ............. ? .. . '±.?..?.. ..................... ?. .. !.?..9..?.. . ................... ? ... ?..9.. ?.. .. . ............ ?..!.ŧ.9.?. 61. Kiev 62. Kopenha!!en o-; ·; ; ·i'Kii"" 2,060 3,635 8,275 1.,980 4,599 6,720 NO. PERWAKILAN SATUAN 11) (2) 13) JAKARTA - PERWAKILAN Published Business 14) (5) First 16) ldalam US$ PERWAKILAN - JAKARTA PubUshed Business (7) 18) First (9) 63. Kota Kinabalu . ...... . ...... 9.ÒÐlil: ?..g/.æ.13.: !L.. 450 684 828 420 684 948 ...... ?. .. 1.: _ !u ᑽ.'.3.:
..J.: 1: : : !.!: 1P1: : 1r ...... ... .. _ .. . ... ..... .. .........._ 9._ᒇ: !: ᒘlᐢ.liJ:
l.i... _. ·----·----- J · () _ <?. . 527.... .... ...... ......... . .. . '? .. ?..'?.. .................. 450 527 686 65.... . . ᒉ: l:
1: ᐧ?.ᐨ1: ?.K............ .9.!.Ç1: ?.&.f.:
<.: ÈÉ........ .. 530 890.... . ........... . .. .. . .. . ?. .9. .9.. ^. . 470 770................. .. } .. ! . . ?. .?.. 66. Ku wait . .. ............ . 9.:
Ïê1..g/..1.s.'3.:
.i... ......................... ..1..1 .. ??..9......... . ....... .. . ?..1.: ?'.9.. 3, 1 10 ....................... 1.:
:
.... ^Ēima ... ................ . 9.ÑÏ?.$/.1.5.Ï!L .. ...................... .?.?.?.?.. . .. .. .. ......... ?..1.T' .. ?.............. . . I . . ?..!.: ?} . . ?........ .......... . . 5.&?..?......... .............. I.?..9..?..9.............. . J.?..&.?. .
....... ?.?..:
... . . ^ėis ab on . ... . ...........<: ?.!.Ç1: ?.&./.:
<.: Çg .......... . ^. . ^. .. ...... . ..J . .. . !...9. . ........... ....... ?).?..?..9. .................... ?.? .. ! .. !........ .. . .. . .......} .... ?. . ^ᐗ .9............. .. . ..... ?. . > . .! . ?. .?.. .................. .. . ?. . ? . ?. . . ! . 69. London 9.á'3.: ?.&/.ä.'3.: ÞL.. . ............... .'.?.?..9. .................... ?..!.} .. ??............ 1 ^. .. 9..?.JJ.9. ............... ?..?..9..?.9. ................... '±.?..?..?..9. . .................... ?.?..9..K.9.. , ...... 7.9 .. :
.... ?..͚ ... !.\1:
1.g..1.͛.͚............................ . 9.Ñ'3.: ?.g/.é.l3.: ÞL.... .............. . } . . 1 . .?.. ? .?. . .................. !.§.?..?. ................ 5 . .. i: ?.? .................. ...! . .. §: ?.?.... . ........ .. . . . .. . ?.?..?......... .... . 1 ?} . ' . 71 . Mad.rid...... ...... .<?.!.Ç1: : 1: &/ÊÇ1.Ë..... .. ................. ? . . !.?..9..?.. .. .................. ' .. &1.:
'±...................... ?..f.'±..1.:
'±..... ...... . ........... ? . !.9. ?..9. , ....... ?..?..:
......r.vranama.... ..........<?.!.Ç!1.&./.:
<.: Ç1.Ë ...................... . } . .. .7..7.. 7.. .. . ... . ... .. ...... . ? . .. . ?..9..?. . ................... ?..>.?..?..?. . ................... 2 .. ?.. .?. ..................... : ?tK.9.. ?. ..................... ?. . q . ?. ?. . ?. . 7 ^3. Manila .9.Ò: Ï.g/.å.'3.: íi...... 670 1 ,240........ .......... . . J.1 .. ?: ?.9.. .. . 650.................. . J .. : ?.9.9. . .. .............. J.?.?.?..9.. I·.... . ?.: 1:
:
.... .!:
¯: P..1!.·?.. ......... ............. ?!.Ç?g/..J.<.: i=.':
Ë . ... . ................. ?..'..! .. !...................... s.>7'64..... . .......... ?..'.?..?..?...... ..... •.... ?.!..?..?.................. . cd.?..!.?.. .. ..... ... .... '?..!.'±.?.!. 7 5. Marseille................. .<'.?.!.'.3.:
g./.:
<.: '.3.:
Ë............. .. . .. . ...... : ?>. .. |.9..9 .................... i.x.9..?..?......... .............. ?.. >.7.9.9 . ..................... ?2.?..?..9 . ..................... i.x.9.?..?. . ................... ?. >. . ?. . ?. .9. 7 6. Melbourne .9.:
ÏÓÔ.g/.f.S: Ï1..i. .. ... .................... J . .. ?.?..9.. . .. ....... ?..1.?...9. .9. .. .................. .... .. ?.: ? .................... J.&?..9....................?..&:
.. :
.................... .' . . :
. . ?..?. .
..... .!.. ?...'..... ᐞᐟ.ᐠ!.ᐡ9....ᐥᐦ.f: Y............ .................. 9.Ñ13.: ?.€.; /1.5.Ï.i............................ ?.1.?.9.9.. .. . ...... ?..1.2 .. ?9. . .. ............... I.1 . . ??.?. . ............. .... L1: 1:
?..9. .................. ?..!.: 1: ?.9. ................. ?..1.: 1:
?.?.. 78. Moskow .. . .. .. . .. .<'.?.!.'.3.: 1?: &./.:
<.: ÈÉ......... . .................. . ? . . !. . . !..9................. . .. . .i ... ?..?..9.............. . ?.!.?..9..9. . ..................... ? . .. . ?..?..9. . ..................... i.?.?..9.9. . ...................... ?. ?. . ?. . ?. .9. ...... !.?. . . :
... D.r.?.. ?..AY.. ..... . .... ................ . 9.£'3.: Õ1..Ö/.1.Sc.1:
L. .. .. ................ ...1. ."?..9..9. ............. . ?..... ?..9..9. ... .............. 0..:
.?..9..9..... .......... .... ğ.!..?..9..9................. ?. .... ?. .9. .9............... . :
. ?. .9. .9. . 8 0. Muscat....................................... .. ..... . <: ?.£Ï?..gL.!S.1..i. ............. } . . ?.?..?9...... .......... .?.1.±.?...9..... .. .. .. '±1?...9. . ... ....... . _.... . ?..1. 9. .. ?..9...... ............... .1 .. J..9..................... . '± . .. . ?.?...9. .
....... ?: : .. :
..... . ᐝ. ^a iro b ^i . ...... . ...... ...... .9.EÇi:
1.&./.:
<.: Ç1.Ë.... . ........... .........}.>..?..?.9. . ..................... i?..?..9..9. . ...................... ?....}.?..?. . ..................... ?..... . !..9.. .................. 5 .> ..1.:
?. .9..................... . ?. .> . ?. .9. .9.
New Delhi .<?.!.ÇJ?: g/;
<.: Ç1.i..... . ........... . .. .. . 9 . . !.?.9..9. . ................... ᐍ . ...?. 9..9..... . .... . .......... . ? .. ?.9..9....... . ........ . J. .. ?.9..9. . ........ ... . 3. .. . ?..9..9. .. ............. ? . >. ?. .9. .9.. , ....... ?.. . . :
.... . ᐌ ew Yor ^k . .. .. . . 9.Ò: Ï.g/..1.Sl3.:
.i. . ....................... ?..1 . . ? ^Ė: ? . 7, 19 5 ............... . .. . ?..1..QT .. . ................. .?..:
i: ?.?. .. . .......... ...... . . ! . .. : ?.?.. ?................ . .. . . ?..!.} . . ?..?.
Noumea . ......... .<?.. Ó: 1: : .g./.1.Si=.':
i....................... ..J .. !.?..?..9..... ........... ' . . &9.?.. .. ................ 5.>.?...?.................... ..J . . !.?..?.?..................... ?.&9..?.. .. .................. ±.>.?. . . L.?.. 8 5 . Osaka. . ..... ................................ ... .. .... .<?.!.'.3.:
.g/;
<.: '.3.:
É....................... . .>.?..?.9.................... ᐍ . .>.9..±.9............ ? . .>.?.. ?..9.. .. ....... J . . !} . . ?.. 9.. 2, 1 49 .......... . . ᐍ .... ?. ?. . ?. . 86. Oslo 9.E×.g/.Î'3.: !i. .. . .. ....... . .. . .. . ....... .1.3.?.?. . ................... ?..& .. ? . ................ .....?. . .. . ?.TQ.................} .. ?: ?.9..... . .. . .. . .. . .. . . ?..&L? .................... ?. . :
&./.:
<.: Ç1.É........ . ...... . .........?.!.?..?. . . !.......... ...... ...... ?. ... .±.?......... . .. .. . . J.9. .. . .9..7.. . .. . ...... .. ..........?. . . !..?..?. . .............. .J..9..?.?..±.?. . .. . .......... . .J..w.x.?..?..: 1:
8 9 . Paramaribo.............9.:
Ï1.?..Ö/.1.13.:
L... .. ................... ?. . .. ' . . ?9. ..................... ?.1 . . ?.?..?............ ..1. . . ?..'..?.±.9. ..................... ?..:
?..? .?. ..................... !.?..?..?. .. ?. .. ............ J.?..'.3..?.9.. 9 0. Paris .................. . .. . 9.ÑÏ?.€.; /.1.5.Ï1.L.... . .....................?..1J .. ?..?. .................... .1.: ?.?..9..... ............ !.1.±.ᐋ .. ?......... ........... .. .?..?...: ?.?. . ..................... '±.r..9.7.. 9 . ..................... ?.r.'.3.. , ...... ?.} .. :
..... . : F.'.Ì.ÛÇ!:
Í........... 9E.E.l: 1?: &./.:
<.: Èi.... ... 460 613 7 ^34 436 613 734 92. Perth QÑ×.&./.1.s.Ø1.L...... 790...J. .. }..9.9. . ............. . .. ŷ ?.. ?. . ?.} 970 . .. . ......... ... . ..1 ^. .?.''.7.} . ...... .......... . . ᐤ.:
.?..?.9.. 93. Phnom Penh........ . .. .. <: ?.El3.: ?.gL.!5.Ï1.L... . 730 .. ................ J. . . J.?.9. ................ J.1.?.i.9.. 800............. .. J . .. 3..9.? . ................. J ?. i . ? .9 . 9 4.....?.?.1.:
!:
. D.?.1.:
EF?Y...... . .. ................. .<?.!.Ô: ?gl.: µ Ç1.i.......... .................... . . '.?..9..9. .................... : ?.>.'±..1.:
!. ..................... 3..,.?..?..!. .. .................. } . . .'±.?.?.. .. ................... 3 . . !.?..Ġ:
!................. . ?. . ! .9. . '±.9. 9 5. Praha .<?.!.Î&./.ÊÇ1.Ë..... . ................ ᐐ . .. . ?..9..9............. . ...... . .. §. . .. ±.9..9...... .J.? .. . ?..?..7. ................... ?. .. .9..±.?. . ........... .. ģ.2.?..!. ............. J .. ' >. . ?..9.. ᐤ . 9 6. Pretoria............ . . <: ?.Ò: Ï.€.; /.ÎÏ1..i.. ... . .................. ?. .. .?.' !... ?.................. . . ±.1.: ?.?..9. . .................... ?. ... : ?.?..?. ..................... ?..1.7.9.Ĥ........ . ...... .....5?.} .. ? }........ . .. .......... . ?. !. } ..9 ' .
...... ?..!..:
... . .l?Y.?.1.1.: â.Ø?.&....... . ... . ........ 2.1.: Ç?ll; /;
<.: Ç1.i....... .. .................. . .. . ?..?..9............... : ?.?.?..?..9. ................... i.1.9.±.9.. . .................... y.?..9..9.. . ............. .... ?.L.9.. ?. Q. ...... .............i . x ?..9. 9 . ....... ?.ᐘ.:
..... .9.: i: : t .i.ᐮ?............................. 2!.Ç1.Ö/.;
<.: Çg""" ...................... ?:
.9..?.': 1:
.. . ............ ?.!.?..3.9. . ............... J.ᐔ . .. . ': 1:
?..9 . ..................... ? :
.9.': 1:
9 . .................... ?.z.': 1:
': 1:
9.. 99. Rabat........ .<: ?.:
Ï1.Ô.g/.1 ^. S: Ï1..i. ..... ...................... ?..&?.9 ..................... .... ?3..9 ..................... ?. . .. 3..?..?...................... . ?..:
.?.}..9......... ........... . . ~.?..?.?.9 . ..................... ?..&?.9. 1 0 0. . . ƑY. 13.: x ? ......... . ................. 9.EÏ?.€.; /.: ES.Ï1..i........ . ...................... 1. . .1..?. ?..9 .................... ?..1.: 1:
?..9..... . ................ . ?. . .. ?.?..9. . ................. ... . . 1. .. 1.?.J.9. ................... ?..1..9 .?..9. .................... ?. . 1 . ?. ?. .9. . 1 0 1 . Roma......... ... . .9.!.Ç1: ?.&./.:
<.: '.3.:
É................ ...... . . ? . . !.?..9..9. . ..................... ?..,.9..9..9............. . ?. . . ,.?..Q.9. .................... ? .. ! . ?. .9. .9. .......... . .. . ...... .. ?. .>.9..9. .9...... . .. ........... . . ? .> . ?..9. .9.. 1 02. San Francisco 9.Ù.Ïê1..&./.Î'3.:
.i...... .. ................. ...1.:
1.§.±?.. .. . ......... .' . . ?.?.? . ..................... ?.>.?. .. ?.M.......................e.:
?.?.9. . ................... '± . .. : ?.?} .. .................... ?.:
.?.. . . ?. 1 03. . ^s c: tri. . l3.: '. . Ç .............. <: ?.:
ÏÒ:
f?./.1.S.l3.: !i ......... ................. J.&?.9 ....... 9-.! . .9..?.9 1.?. . .9 ........ ...1. .?..?. . . .9................ .. .. . .?.2.?.±.9 ...................... . r. ? i .9. . .. ...1.:
9.± . . :
.. . ?..Õ?.: !ËÇg.Ï)........ . .. ............ 9.!.Ç?g./.ÊÇ1.i...... . ................. '?..?..9..9. . ................... ?. .>.?..9..9. . ..................... !..'.9..!.9....................... .?.?.?..9. ..................... ?. ?..9..?..9. .... .............. ?..'.?..?..9. .
...!. .9.?. .. :
.. . ?.%aj$Y.?............. ....... .<?.!.Î&.!.:
<.: Ð.Y........ .............. . . b . . !?..±.9. . .................. ?....?..9..9..... .......... . ?. . .. ?..9..9. . .................. ?. .. !.7..9.9....... ........... ?2.9..?.. .. . ..... ᐏ ... ?. . ?. .9. 1 06. Seoul .9.EÏ?..g /.!S.c.i:
L ...... ....... ............1. .1..Q?.9.. ............. 1. .. •.?.?.± . .. ................ !....?.i?. . . 860.... . .. . .......... .J . .. ±.?.9................... J .... ? . ? .9. . l ^07. . ^? 1.:
Ç?!l;
!:
Ñ!...... . ............. .<?.!.Ç?&.!.:
<.: Ñ:
Ë ....... ................... } . .' .. Ħ.?..?.. .. .. .. ...... J . . ,.?.'±.±................... ? . . x.9. . . .?......... .. . ...... . J . .'.9 .. 1.:
9.. . ... ...... . ...... . . } .. !.?..'±.?.. .. .. .......... : ?.&ĥ.?.. 1 08. SinēapĔ!.ĕ........... .<?.!.ÇÒ1.f./.:
<.: '.3.:
i........ 322 5 ?. . . ·--·-·-··...-........ ?..=1-7 .......... ?.SO 534 647 1 og. ^· s ; · fiŶ ^· · gÒÌÏ?.g!.Îc.i: !i.......................... ...1. .1.??.9. .. .. ............ ?. . .. ?: i:
9.. .. .. ........ ?. . .. : ?}..9. ..................... ! ... ?..?.9. ............... . .!.i.?.9 . ........... .. ?. ... ġ . ?. . ? . ........ 1-..Q:
. .. .. ᐎ .. <: ?.ᐛ g ᐜ h .. I' ......... . - ....... .. -. .. ....... _ .. . ...... ...... .... . .... .9.!.ᐙ - ᐚs..L.!5.i . .... .. __ .. ______..... . ?2.. 12 .... -........ }.!.. 12 .. ! .. 9. .. . ... __ . ...1. . 1 . ᐑ - w .9 ____ . __ . .. . .. . . ᐯoo !.!.9..ᐯ.9 .......... _ . ... .! . . z.ᐑ .. 9..9 .. .. ...1. ..1. . .!. ^:
... ? ^t()ckholm . ...... .<?.!.'.3.: 1: ?.&./.:
<.: Ç1.É ... ............ . .. .. .. . .. . . ? .. !.?..±.9. . .. ............... i.!.'±.9.............. . . ?. . . !.?..7..9. . ..................... ?. . .>..?..9................... '.>.ħ.9.. . .................... ?.>.?..?..?.. 1 1 ^2. Suva........ 9.ÚÏë1..€.; /.1.Sc.i:
.i... . ...................... . . ?..'.?..?.9 ................... ±.'.!....9........ .. . .........?..'.9..?..9 ................ ?'.±.?.9. ...................... ±.'.?...9 .9. .. ................. ? . !. . ?± .9. . .. JJ.?.:
... .?.Y.1.͛Y... .... . .. . ......... . 9.ÑÏ?.t?.1.1.5.Ï1..i.. ................. ...1. . .. . ?.i.9. .. . .............. ?..' . . ?..?..9...... ........... ?..? .. ?.?..9 ...................... !.1: 1: ..9. . .. .................. ?..r.?.?. .. ? . .. . ................?..1.?....! .. . ....!. ..!.ᐗ . . :
. ^. }ashkent ............ .?.!.Ç1?: &.l.:
<.: Ç1.i......... ......... . ...... . . Á . . !.?..?.?................... .?..,.?..).9. . ....... ........ (.>.?..9..9. . .................... ' .. !.8.?..9. .. ................ ?. . .. . ?..?.):
... ......... . ?..2 .. ! .9. 1 1 5. Tawau ..?.ÑØ.1-1:
&/.1.s.Ø1.i..... 450 890 1 ,370 420 940 ................ ! .:
±. ?.9. . 1 1 6. Teheran......... .......... . <: ?.Û.Ï.g/.ã.Ï1.L.......... .... ..1. .. 1.?.9..9.................. . . L...?...9. .9 . ................. '±.1.3..9.9. .................... !..&9.9 ................... .!..?.9..9 .................... '±."±.9.9. l l 7. I.?.1.sY..?........... . ...................................... .. ........................ 2!.Õ!.1: Ù./.ÊÇ1.!............ , ... _.... '1..z.9.!.9.. . .......... _ .. .. .. (1.1..? .. !.9.. .. ... -........... ? . .>..1.:
9.. .. ....... '1. . .>..1.:
?..9. . .................... ?..?...1.:
'±.9. . .. .............. : ? . .. ?. .. ᐓ.Q. 1 18. Toronto .<?.EÎ&./.:
<.: ×ØÉ ... .. .................... J.>..?..'.!..9....................?.!...?. . .. ................ ?. .. . ?..7..9. . .. .............. .J . . !.?..?..9...... . .. . ...... .. . .. . ?.'.?..?..9. . .................... .7. 2. ': 1:
9.. 1 19 . . Ú1.): iP?.JÉ........... .. .......... . 9.ÒÜÏ.S./.ì13.: Ý.i. .... .. ................... ?.1.??..9................... ?..": ??..9.. .. .. ......... ?..&?9.......... ...... ...... . ?....i.?9. . ................. ..? . .. . ? . . 7.. 9................... .. .. . .. : 1: ±.9.. 12 0. Tunis 2!.Ç?&/}Èi. ...... .. ................ ?. . .>.9..?..?...... . ... ...... . ... M.N?..9.9. . .................... M.L.O.?..9.. ................... ?.. ! .9 . ?. .?.................. . ?. . ! .9 . . L . ?..... .......... . ... ?. . > . ?. . ? .9. , . . J . ?. .L'....Y.. ancouver .. .......... 2!.'.3.: !1.g/:
<.: '.3.:
É... ... .. ............... .J . . ,.?..?..9....... .......... : ?.!.'±.?..9..... .............. ± .. . ?. .. !..9.. .. ................ J .... ?..?..9. ................... ?..>.?..9.9. .................... '.! . . !.?.?.. . 1 22. V a nimo ... . <: ?.1.:
ÏÓ!.g/.f.S: Ï1..i... ... .. .............. 1.: ?...... . .. . .. ...... ?..1 .. ?.?.i . ................... ...1.:
1.?..9.: 1: ?. .. . .......... ?..&?c. , ... J.:
..^Y. 8: ^tican . .... . . 9.Ñ13.: ?.€.; /.: , .. }.?.᎙:
...^Yientiane ..........<?.!.ÇJ?: g/:
<.: Ç1.L...... 900.... .. . .....J . .>.?..?..9.................J).?..?..Q. ... 920...................J ... .9..?..!. .. ...... . .J. .! .?. .9. .9.. 1 25. Warsawa Orang/Kali ...... . .. . . 0.Ģ.i.9.?................. . .. . ..3..9..9 ..................... . .. . ?.9..9................... . .. . J..9..... .. . ...... . .. . . '.7 . .. .9.: J: N........ .. /!.} .. ?. 1 26. Washington 6; ͜;
.. 2,436 6,090 9,020 2,3 1 0 6, 143 7 ^,8 75 NO . PERWAKILAN SATUAN (1.) (2) (3) JAKARTA - PERWAKILAN Published Business (4) (5) First (6) ldalam US$ PERWAKILAN - JAKARTA Published Business (7) (8) First (9) 1 2 7 . . JKL.1.M?.. NO?..1?.:
...... . ........... ....... . 9.Í: §l: ?._gl.î(: l: ßi........ 2' 130............. ....... 9.?.: ?..9. ........ .......... ?..?.7..7..9. . .. . ........ . ........ . ͝.' . . ?..?..9.. ········........ .. . ?..!.: 1:
?..9. .......... ......... ?.!.?..?..9.. 128. JPe..13-: ___ ·-····---·--·---·-·---- . ..... . ..... . ...... . ... . _ ^9ra E.ts .. L.1.S. ᒖi. ___ -·-·---Q.J.R .. 2-Q........ . _ 3. ^,2 QQ . . ________ .?..1 .. S_TQ. ---·---··-U.! .. ᑅ . . .9.. ·-·-·--·-·· .;
!..?..<.9.. .. . ... 5,92 . .9. . 1 2 9. Windhoek....<?.!.'.3.: ᐇ./.!.S'.3.:
ᐈ...... . .... ............... =.?.?..!?..?.. ...... . ......... ?..?.?. . . ͝.9.. . ... .. . .... ?.?.2.?..?.. . .................. =.?.;
?..>. . ..................... ?..?.; -@.2.................... ?..2.'.!?.. 1 3 o...Xᐉ!.!: ᐊ.?..?..10:
........... . ..... ....... Q1.1'1:
.+/.2i3.:
.i........ .. . 15o 9 50.......... ....... . . J.ᐆ .. ᐵ.9.9..... .. 150 9 50 . .......... ...... ...1.:
?.}.9.9.. 131. Z a gr e b Orang/Kali 4,344 6,750 7, 125 4,802 8,82 1 8,004 3 ^7. ^SATUAN BIAYA OPERASIONAL KHUSUS KEPALA PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUARNEGERI NO. PERWAKILAN RI (l) ᐅ) AMERI.Ƹ UT !..Rf.\ D..A: N. ... J'N..G.A.H.. ....... . 1 . New York (Konsulat Jenderal Republik Indonesia 2 . Ottawa 3. New York (Perutusan Tetap Republik Indonesia) 4. San Fransisco.... .... . ...... ........... . ...................... . ..... . ........... . ... ..... .
................. 5..... . · ...............• : ".Y'.3.:
21.:
: !gg!?..1.?.:
............. .
................ 6.... .. ·...············ • *?.+ ... !\ 1.?.: g % · · ¼ · ᐃ ········ .. .
................ 1 . .... . ·......... . ....... . q?..<: 3-: g?. ..... . 8. Houston 9. Toronto • ····································· • 10. Vancouver 1 1 . Mexico lty AMERIKA SELATAN DAN KARIBIA 1 2 . Buoenos Aires 1 3 .
. . ..... !Paramaribo 1 4. Brazilia 1 5 . I Caracas 1 6. Havana 1 7. ?..?. g?.!p .... . ... .. . . 1 8. . ....... "9.:
1: ?:
#$§l: g?. .... ͙.¼ ... s=.:
?. . ¼ ········· .......... . 19. Lima 20. ········ oຯT ··········· 2 1 . Panama ··············-······..... . EROPA TENGAH DAN TIMUR 22. .J?.¼gg§l:
͙ ....... . 23. Bucharest 2 4. . ....... . ?..: t?.: 9: &P%.?..' .......... . 25. Moskow 26. IPraha 27. Sofia 28. Wa.rsawa 29. 1i.K .. . ... i ... e ..... v ......................................................................................................................................................................... 1 3 ^0 . Bratislava 3 ^1 . ........ . 3.6g !: : 7.1?. ..... . 3 2....... . . & ຩJ. Y. ?. ..... . EROPABARAT 33. Stockholm 34. Helsinski 3 ^5. Roma 3 ^6. Vatikan 3 7. Frankurt 3 ^8. Bern 3 ^9. Berlin 40. Brussels 4 1 . .P. .. ᐄ1.?.:
.. !i.6§l: K .. . ... . ........... . 42. !Geneva SA TUAN (3 ^) OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT fdalam US$) BE SARAN (4) 60,000 . ........... o9.,..99..9.. 60,000 ..................... '±.§.,..Q.9..9..
. .............. ?.9.?..99..9. ................. ?.9.?.. 9. .9.Q ............. '±?..i.. 9. .9.Q. ............ : 1:
?..?.. 9. .9.9.. .... .......... 5.?..?.9.9.. 9. .
............................................................... '±?..,.Q.9.9. . .. .. .. . n.9.?..9..9.Q ... ............... o.9.?..9.9.9..
. . ... ............ ........... ...1.:
. ?..?.. 9. .99.. ................... o.9.?.. 9. .99.. 15,000 1 ., 100 . . ............... o.9.?.. 9. .9.9.. .............. J.?..?.. 9. .9.9....... . .. J .. ?..?..9.9.9.. 1 5,000 · ····· ············ is".'(5 . 00 ' ., 10 .................. Ƙ.?..?..9..99..... .. ...... .....J§?..9.QQ.
. .. . ... . . .9..1..9..99.. 17, 100 1 ., 10 .. ............. .'.?..:
.9.9 .9..
......... . ....... m.9.>..9.9. .9.
. ............... l .. § . ^, ..Q. 9 .9..
......... . ......... ... l .. ?. . .. 9...9.9.. . ............ .. ?..,..9.9 .9. OT ............. m .Q . , . 9.9 .9. . OT ................... . . m.Q'...9.9 .9. OT.... . .. . .... . ......... '±.§., . .9..Q.9. OT......... . . J.<.,. . Q.9..9. OT ................. '±.§.,..Q..9.9. OT ......................................... m .Q .' .9..9. .9. . OT............. ?..Q., . .9..Q.9.. OT....... ....... ?..9 ... 9.. 9..Q OT 60,000 oT · ·............ . ··· · ·· ioo · : oo6 ··--···-··--··-·--·---··--···---·-·---·· • ······-·-·-·-··-.. --·······--···-··--···-····-··"··· ........ . .. .. . ..... . ....... . ....................... .......... . .......... . . :
..... . ............, 43. !i.61.??: !?4.5K.............................. OT ·5,000 44. London 45 .
. . .... . !Paris 46. Vienna 4 7. . .... . S2.?.P¼.1: ?:
0.: §l: B.. ?. ................... . · ······ 4 · 3 · ··· Madrid OT OT OT OT OT . . ........... ?9.i..9.9.9 ................. .. ?9..?..9.Q.Q ............ ?9..?..9..9.9.. . ...... p..9.?..9..9.9. 3 ^0,000 NO.
Tananaravie 59. Dakkar 60. Nairobi 6 1 . Harare 62. Windhoek 63. Pretoria 64. Cape Town 6 5. .M..6P.1: : : 1: !.<?. ...... . ASIA SELATAN DAN TENGAH • ····································• 66. Mumbai 67. Colombo 68. Dhaka 69 . Islamabad 70. Kaboul 7 1 . Karachi 72. New Delhi 73. Teheran...................... . - . .....7 4. Tashkent 7 5.
....... 'ii ̣ ^1; ; : · ····· .... .
Astana ASIA TIMUR DAN PASIFIK 77. . !i? !Y?; ̤?.̭: : g ···· · ·· · .... . . 78. Osaka 79 · ........ . RY?..1.?: K.Y-!.1.: K ............ .. . 80. Seoul 8 1........ . ^!Tokyo 82. Phnom Penh.... . .. . .. . .......... . ..................83. p'-?.\·i·· (·gg ................................................................................................................................................ I •............ ^8 ...... 4 . . .. . .. · ............ • .9.: 1: : 1:
<: l: g๔ຶ?.๕................ . ...... 85. Canberra - 32 - SATUAN (3) OT OT OT ··········· ········· --0 r - · ·· OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT . ............... .. .............. . .. . .. . .. . .................. -.... . OT OT OT (dalam US$) BESARAN (4) .. ................. Z.9.!..9.9. .9.. .................. }.9}.9.9..9..
....... Ɨ.! . .'.99. .9.......... Z.9..1..9. .9.9. ............... X.9.,,.9..99. .. ........... Y.9.?..99.9.. .
....... J.?.?..9..9.9...... ...... . l . . ?...i .99..9. ...... . ............. ?..9..๘.9.9.9..
.......... J.?.?.9.9..Q . ................. J .. ?.. ?. 9.9..9. ..
........................ ?..9..?..999.. . .................... 1-.?..,,.Q.9.9. ..
. ........... 1. .. ?. 2 .9. .9. . 9................ ?..9.?..9.. 9. ^. 9. ............. Y.9.?..9.9.Q . . ....... 1. ... ?. . ? _ 9. . Q .Q . ....... . ...... ?..9 ?..9.9.9.......... . .. .. . ...................... . .....1- . . !?..?..9.Q.9.. . ............. L?..?..9.9. ^. 9..
. .. . .............. . ?..9..?..9..9..9..
........... .J.?..?..9 . 9..Q ........๖ .9.. ?..9.9 9.. .
............ ͘.9.. ?.9.9.9.. . ...... ͘.9.. ?.9.9..9. . ........... ๗.9.. ?..9..9.9.
. . .......... . } .. ?. ?..9. . Q .Q . .. . .. . . . 1 .?. 9 . Q .Q OT ..... ..... - 2 § ,..Q Q Q. OT............. . .. . .. §.9..;
.Q.9. Q. OT........ . J . . ?...'.Q.9. 9. OT .. ............ : J: ?. . -'..Q.9. 9. OT . ...... . §.9._1..Q.Q Q. OT . ...... -.Q.,..Q.99 . OT.......... .. . . : 1:
§..1..Q.Q Q. OT ............ ?. .9. . 1..Q Q .9. OT ............... § .9. . 1.9. 9 9 . 86. Noumea OT . .......... J . ?. 1..9.9. .9. . 8 7. . ..... . )Y9:
1.?:
*Y....... . . OT.... . . §.9.. .1..Q.Q .9.. 88. . .. . '.Y..*g+.1.?: g!?..1.?:
..................OT ....... - .9.. . 1..Q.Q .9. . 8 9 · .R.<?.E! ... M..<?.T ,.+.1?.Y..................... OT.......-.9.. .1..9.9. .9.. 90. Darwin ................... .. .......................... ^OT .......................................... ...... . .............. .. ... . .... . .................. . =1:
?._1..9. 9..9. . 9 1 . Melbourne OT......... =1:
?i..9.. 9.9. 92. Vanimo OT ......... . . J.H.1.. 9.9.. 9.. 93. !Perth OT 45,000 9 ^4 . ········ 1 ^Dnu · · · ················· or -··· · ··· ·········· · 36 : : : . .9.
........ 1.?..๚ຉ!: g๛?.: 97 ^. ^........ .P..Y.§1: ?. .... g,!Y.................. ... OT......... 1. . . ?.?..Q.Q.9.. 98. Hanoi OT........ . ...1. .?.?..99.9.. . 99. Kota Kinabalu OT ............... Ð .9. . ?. 9 .9. .9.. 1 00 . .. . .. ๒ 1: : : 1: §l!§.l . .. .: £: : i?.: ຫP.P.1: : : 1: ............... OT ........... ? .9. ?. .9. .9. .Q . 1 0 1 . Manila OT . ....... . : ': 1: : .?..?..9..9..9.. 1 02. Penamr OT 30,000 NO. PERWAKILAN RI (1) 1 03. "" ' :
๑1.!.g๏!: J:
...... . 1 0 ^4 . ..... . ?..์.; : i.gc: ,t: pํ£๎ ...... ... . """ 1 05. Vientiane 1 06. "" ' .1.?.่้๊็.<: ': !.:
. . . !- .. 1.?.§l: g/ §l: !1........... . 1 0 ^7 . Ho Chi Minh (dalam US$) SATUAN BESARAN (3) (4) OT . ............ ......... . ........ .. ................... . ....... .. . ...... .. . .. . .. .......... ...... . <.9..1..9.9 .9. OT . ... . .... . .. . .. . ..... . .. ?.Q.1..Q Q.9.. OT .. ..................................... . .. .......................................................... ..... J . ?.1..9..Q . 9 . OT .............. ........... ...... . ......... . .................. ............... ....................... . . : 1:
? . .. .9.9.9.
. . ....... ·········-······ ······· ·· .. ··-·· · ·················-··· ···········-······-·-·····-···-·-··- ···························--·······-··········- ·-··-·-······--· ^OT.... . . ___ ... ..... .. . __ .. .......... ...... ... . .... .. . ...... -...... . ......... .. ......... ?..9._1..9.9.9 . 1 08. " " .?.gJ: ?.: gຌ-๐-§1:
.....1 09. Johor Bahru 1 1 O . .. .. .1.9: : 1:
<; h: i!.1.: K . .. . .. 1 1 1..... . ?..l.?:
§-:
?:
gl.1.:
§lL... . 1 1 2 . .Tawau TIMUR TENGAH 1 13. Khartoum 1 1 ^4.... . . !._1.gi.-T+....... . 1 1 5. Tunisia 1 1 6 . Rabbat 1 1 7. .....IT.i.: P.?..!:
.. ..... " " 1 1 8. .J.?§: gJ:
:
9:
๋9:
..... 1 1 9. Cairo OT _..... . ............................ . ... . ...... . ...... . ............... . .. . ..... . .. . .......... . .. . ..... . .. . ..... . ......?..9.1..Q.Q.9. OT ..................... . . ?.9..1.9.9.9. OT . .................. .. ...... .. ...... ...... : 1:
?2..Q .Q.9.
. ...................................... . .. .................................. o.......^T ...................................... . .................... : t:
?2..Q .Q.9. OT 30,000 ----------------------------.. ------- 1 ................ --. ...... . ....... .. , ____ ,, .. . ,........... . .............. . ..................... . ... . ....... . ....... . . , . .. .. .. ............. .< ...... . ... . ........ . OT ........ . ..........J .. ?..?..9.99. OT . .. . ... . .. . ......... .J.?..?..9.9.9.. OT . ....... ..... ................... ..................... .. .. .... ............. ........ .. .......... =.?..i..9.9.9. OT ....... ........ .1.:
?..?..9.9..9.. OT . ............ ....... . . Ƙ .. ?..?..9.9.9.. OT.... . ...... .. ... . .. Ƙ .. ?..?..9.9.9.
... ................................................. ............ ........... .. .......................................................... .... .................... ........ OT . ....... . .............. . t: J:
?..'-.9.9.9.
Damascus 1 2 1 . Jeddah 122. Sana'a 123. Kuwait 1 2 ^4 . Abu Dhabi 1 25. Amman .. ^. ..... Ei6 · ᐁ · .. ^8iY§l: _g ີ- ..... . ......... Ez-7·ᐂ. ^. Beirut ...... T2'Ef...... . Doha 1 29. Dubai ........ i ' 3 · 6 ' :
....... Muscat 1 3 1 . Manama OT.... . ..... . ..... . ... . .................. . ................... .................... . ....... . ............... .. . .. . .. }..9.,..Q.Q_Q OT _......... ......... . .. .. . .. . .. . .............. . .. . .. . .. . ...................... . ................... . .. . .. ......... . ?..Q.?..Q. Q.Q. OT .. ..J . . ?..1..Q .Q.9. .......... ......... ......................... ..Q ^T .......... ............... . ....... ..... .............. . ........... ... . ; ?..91..QQQ OT ..... . . ?. . .9.1.Q.Q . 9.. OT ........ .. ......... B.92.Q.Q.9. OT ....i.?19..9.Q OT .................. . . J.?..1..9..9.Q . ... .QI...................... . ........ -.......................... . .......................................... .. ;
.9_1_QQQ_ OT ?9.19.QQ OT .. . ............. . }.92.QQ.Q. OT ........ . ... . ... . ... ........ . ...... . .. .. .................. ^.... . ... . .. . ...... . _ .......... ...... . ........ . .. . .. . ...... ... ; .- " www.jdih.kemenkeu.go.id 38. SATUAN BIAYA MAKANAN PENAMBAH DAYA TAHAN TUBUH NO. P ^R O ^VINS! (1) (2) 1 . ACEH 2. SUMATERA UTARA 3. R I A U 4. KEPULAUAN RIAU :
........... ..................5. J A M B I 6. SUMATERA BARAT 7. SUMATERA SELATAN 8. LAMPUNG . ............ . ....... .. . .......... . ...... . 9. BENGKULU 10. BANGKA BELITUNG ...... . ................. . ....... 1 1 . B A N T E N 12. JAWA BARAT 13. D.K.I. JAKARTA ..... .................. . ,........14. JAWA TENGAH 1 5. D.I. YOGYAKARTA 1 6. JAWA TIMUR 17. B A L I 1 8. NUSA TENGGARA BARAT 1 9. NUSA TENGGARA TIMUR SATUAN BE SARAN (3) (4) OH ... .. .......... . .. .. . ................ . ...... .. ....... . .. . ................................. 8.P..7.8 .. :
. 9.9.9.. OH .. ...... ...... ...... . .. . ....... ...... . .......... .. ...... ............................ ........... 1.31?...K.?..:
9.. .9..9.. 0 H . ....... ...... . ................... .. . ...... .. . .... . ...... . ...... ....... ..... ... . .. . .........1.31?...K.L .. :
9.9..Q OH..................... .. ................ .. .................. 8.1.?..7 .. ?.:
.9.9.. Q 0 H .............. ....... .......... ... . .......... .............. . .. . . 1.31?...K .. ?..:
99..9 . 0 H ...... ........................................ . .. .. . .. . ................ .. .. .................... . 8.1.?..7 .. ?..:
.9.9.Q. •...................................... o ....... . ^H . . ................. . .................... . ... ^. ^................... . .. . ............. . .. .. .. ...... ...... .. .....1.3P..! .. ?..:
99..Q. ·····-·····--····--·-····- ···-·-·-··-····--······-··-·· 2 . !i . . _..... . .. . .. . . -.... . ............................................... 8.P..7 .. ?..:
.9.9.9. OH ..... . .......... . ....... . .... . ...... ... . ... . ........... .. . .......... . ... . .... . ... . ...........OP..K . . ไ . . :
9.9.9.. o ^H.... .. . ........... . ...... . ...... .. . .. ....... . ...... )SP...K .. ?..:
9..9..9 OH...................... . ............. . .............. . ...... 8.1.?.}: ?.:
.9.9.Q. OH .......... ... . ....... .. . ........................ ...... . .. . .......... . .......... . .......... . .. OP} . . L .. :
9.9..9. 0 H ...... . ...... . ... ...... . .................... . .. .... .. ..........8.1.?..7.?..:
.9.9.. Q. OH ..... ................... . .. ......... . ..... . ... . ... . .... . . 1.3P..! .. L.:
9.9..Q. OH ................ .......... ....... .. .. . .. .............. .. .. ........... ................... . ... .. . 8.1.?..7 .. ?.:
.9.9.Q. 0 H ....... ...... .. .............. . ...... . ...... ... . .............. MP..K .. ?. .. :
9.. .9..Q. OH .. . ... . ....... . ... .................. . .... . ............... .................. .......... . .. . .. . . 8.P..7.8 .. :
.9.9.9. 0 H......... .. . .......... ............................ . .............. . .............. .............8.P..7.: --:
.9.9.Q. OH . ..... . .... ..... ........................... -.. ·······----··-·--·······---·-·-····--·-·-·---··--·---··-·-·-·--···- -··--···-·····--····--·······-··-·-·--····-·-··-·- ........................................... 1.3 1?.. .K.-L . . :
9.9.9.. 2 0. KALIMANTAN BARA T OH . .. . .. ............................................... .. . ...... . ...... .. ...... .............. . . 8.P..7.?..:
.9.9.9.. 2 1 . KALIMANTAN TENGAH OH ......... ............ . ...... .... . .......... . .. . .. .................... ....... . ........... . .. 1.31?...! .. ?. . . :
9.9.. .Q . ..... 3.3.:
... -ƉLIMANTAN SELATAN OH.... .. . ... .. . ... . .. ....... ........ . ........ .. . .. . .................. . ...... . .. . ...............8.1.?.L?.:
.9.9.Q . 23. KALIMANTAN TIMUR 24. KALIMANTAN UTARA 25. SULAWESI UTARA 26. GORONTALO •...................................... o........ ^H ............................................ •............................................................. 1.3P..K .. L .. :
9.9..9.. OH..... . .... . .. . ........ ..... .. . ...... .......... ....... . 8.P.} .. ?.:
.9.9.. Q. 0 H.... . ........... . .... . ... .. ... . ...... ...... . ...... ....... . 8.P..7.?..:
.9.9.9.. OH ................ . ..... . ....... ...... . ....... .. .. ......... . . MPLL.:
9..9 .9 .. 27. SULAWESI BARAT OH . ........... . ........... . .. . .......... . ....... .. .. . .......................................... 8.P..7 .. ?..:
.9.9.9.. . ๅๆ . . '. ... ^_?. ^ULAWESI SELATAN OH ...... . .. ...... ............. .............. ...... . ...... ............... . .. ...... ................ MP.. .! . . ?.1. .. :
9..9..9 . 29. SULAWESI TENGAH OH . . ....... . ........ .. . ...... .. . ...... ........................... .. . ........................... ;
P.} . . ? .. :
.9.9.9. 30. SULAWESI TENGGARA OH.... ... .. .......... . ... ........... . ...................... . .. ...... .. . ...... .. . .. . . MP...! .. L .. :
9..9. .9.. 3 1 . MALUKU OH..... . ......... ........ . .......... . ................ ... . 8.P.<..9 .:
.9.9.9.. 1 .... . . 3 . . .. 2 . .....· ······ ,M ....... A ....... L ..... . u . .. .... . K . ...... u ............... u.... . .. T ..... A ........ RA ....................................................................................................................................................................... . ...................................... o . .... . . H ..................... . .. . .. . .. ...... .............. . ................................ 8.P.9.9 .. :
.9.9.9.. 33. P A P U A OH ...... ................... ............ .. .. .. ... . .. .. . .. .. . .................. . ............. . . MP.. N.? .. :
9.. .9..Q. 34. PAPUA BARAT OH Rp25.000 Ai . (h]- www.jdih.kemenkeu.go.id 39. SATUAN BIAYA SEWA KENDARAAN 39. 1 Sewa Kendaraan ^P elaksanaan Kegiatan Ins ^i dent ^i l NO. PROVINS! SA TUAN RODA 4 RODA 6/BUS SEDANG RODA 6/BUS BES AR 1 1) l'J.I 13\ f4\ (5) (6\ , ......... 1..... .... . . 11 . . A..... ^c ... . ... E ....... H ................................................................................................................................................ , ....................... P ..... e ..... r ........ h .... a ...... r .... i ..... ...... . .. . .. ...................... . .. 13.P!.?..?.:
9.9.9. . .............. 13.P.'.?. .:
?.?..?. .. :
9.9.9. .............. 13: P.?..:
. ?.7..9..:
9.9.9. 2. SUMATERA UTARA 3. R I A U 4. KE ^P ULAUAN RIAU 1 ......................5. J A M B I 6. SUMATERA BARAT 7. SUMATERA SELATAN 8. LAM ^P UNG Per hari .. ... . .. . ................... . .. . 81?.. ?.?..?..:
9..9.9 . ............. 13: P.Õ.:
?..?..9 .:
9.9.Q .. . ....... . 13P'.?. .. '..?.'.?..9 .. :
9..9..9. Per hari .. . .. . ............................. . .. . . 13: P.?..7..?..:
.9.9.9. . .......... 13: Pf.:
; ?.?..f.:
9.9.9 . .............. 8P; ?..:
g.?..?..:
9.9..9. Per hari.... . ........ . ............ .. . .. . . 13 .P?..89..:
9.9.Q ............ 13 .P?.. :
..1. .. §.9.:
9..9.9. . ...... .. . .. 13: P..:
?..?.9.:
9.9..9. Per hari . . .. ... . ................. .. . ......... . . 13.P?... Õ.9..:
9.9.Q . ............. 13.P?..:
. '±.Ô.?. .. :
9..9. Q .. . ..... . ..... J.3P . È.:
. '.?. . ?. .9 . :
.9 .9..9.. ........ -........ ฿-เแ . . hari .... !3: P.!..9. 9. _:
. :
?.9..9..:
. 9..Q.9 . ............. 13.P.. Ô . . :
9 .. ?.9..:
9.9..9. Per hari........ . .............. . .. . ... 13: P.?..?.. ?..:
9.9..9.. . ............ . 8PL.?..?..?.:
:
9..9.9 . .............. !3: PÂ .. :
7.. 9..9..:
9.9..9. Per hari .................. . ..................... 13.P.!.9.9..:
9.9..9. . .. ........ B.: P.?..:
?..9.9..:
9..9.9.. .. ........... :
3: P.?..:
. l?..?..9.. :
.9 .9..9. i .... . .. ^9 ...... ·.... .. . .. B ...... E ...... N ....... G ........ K .. . ... u.... . . ^L . .... . u..... . .. . .............. . ......... . ...... . .............. . ...... ............... ........... . ....................... ...... , ....................... P ...... e .... r ...... h ....... a ...... ri......................... 1 .... . ............. 8P T 1. . 9. . :
9 9..9............... 8 P ?. .. : . Â . . ?.:
9.9.9. .......... J3PÔ.:
!7.? .. :
9..9. 9. 1 . .... . ^1 ..... 0.... ^· . .......B ....... A .. .. . N .... . . u.... . .. KA .................. B ...... E ... . . 1 . .. .. . . 1 . ^T ...... u .... . .. ^N.... .. u..... ... . ....... ...... .. . ...... . ........... . ..... . ........... .. ........ ... . ...... ............... . .... .. .. . . ^P ...... e .... r ...... h ...... a ...... r .. i .. . .. . .......... .. . ..... . , ................... 8P?..'.?..?.:
.9.9.9. .............. 8Pf.:
9..?..9.:
9..9.9 . .............. 13: P?..}.?9..:
9.9..9. i .. . .. ^1 ..... 1 . . ... · .... i ,. ^B ......... A .......... N ....... T ......... E ......... N ................................................................................................................................................. P ..... e ..... r ....... h .... a ...... ri .. . ...... . ................. . .. ..... . .. . ..... .. 13.P.7..9.9..:
9.9.9.. .. ........... 13 ^. P?..:
.9.9.. ?>. .. :
9..9. Q ... ...... :
3: P..0. . :
.9 }..9 . :
.9 . 9 .9. 12 :
.. . ใ!: '! ! J : · . .. . - ^A R}\ !......... ... -.............. .. ............ -................... .. .................... ິ- . . ື: โ--- . . - ...... -·---...-.. !3: P _?.. .. '±.:
.9..QQ_.... -....... 1.3.P?...:
.?.9.. :
. 9..9.9 .. ......... .. 1.3P.?. . :
.9 . '.?.9.. :
9 .9 . Q 13. D.K.I. JAKARTA 14. JAWA TENGA ^H 1 5. D.I. YOGYAKARTA 1 6. JAWA TIMUR 1 7. B A L I 18. NUSA TENGGARA BARAT 19. NUSA TENGGARA TIMUR 1 ................... ......20. KALIMANTAN BARAT P ^e r ^hari ........ . ................ . .... . . 13: P.?..1...9. .:
.9.9.9. ...... . ...... 13: P . . 1. .. :
? . ?. .9. :
9.9..9 . Per hari . ................. . .. 8P.?.:
9.9.:
9.9..9. .............. 13: PL.?9..9.:
9.9.9.. .. .......... 1.3.P ? .. :
?? 9. :
9.9..9 . Per hari........ .......... ...... . ... . ... . . 1-3:
P.7.?..?.:
9.99. ............. 13P. .. Ã.:
?..?..9..:
9..9.Q . .......... . .. :
3: P.?..:
.. 1. . . ?..9..:
9.9..9. Per hari .. . .. . ..... . ......................... . .. . 13: P.?..9.9 .. :
9.9.9....... . .. . .. .. 13:
12.1. . . :
?..?..'±.:
. 9.9.9. ............. 1.3.Pf.:
h.f.9.:
9..99.. Per hari ......... ..... ... 13: PT?..9.:
.9.9.9. ............. 8P.f.:
?..79..:
.9.9.9. . ............ 13: 1?.?. .. :
9..9. Q . Per hari ............ _.... JP..'.!?.9..:
9.9..9........ . .. .. . .8P.'.?..:
. '.?..7.. 9. .. :
9.. 9..9..... .. .. .. . ... : I.3: P.. ?..:
.9. Ö.9 :
. 9 .9.9. Per hari .. . .......... ....... ............. 8PÅ.9.9..:
9.9.Q .............. g P.?.. :
?..?.9. .. :
9 .9. Q........ ... . 13: P..?. . :
f. . '± . 9 . :
9.9 .9. Per hari . ... .. ................... :
3: P.7.?..?.:
.9.9.9. . ............. 13: Pf.:
.!.9..9.:
9..9.9. . ............ 13 P. ?. .. :
;
.Ù.9..:
9.9.Q.
... ^2 ...... 1...... · ... 1 _ ^KA ........... L.... . 1 ... . M ....... A ...... N ...... T . .....A ..... . N ........... T ...... E ..... N ...... G ..... A ....... H ............................................ . ........ . ...... . ^.... . 1.... ....... . ...... . ... ^P ..... e ..... r . .....11 .. .....^a ..... r .... i ......... .......... 1 ...... ............. :
3: P?. . : i:
. :
.9.9. Q..... . . g P 9 . :
f §. .9 . :
.9 .9 Q........ . _ gp ?. . : 9.9 .:
9.9. .Q 22. KALIMANTAN SELATAN 23. KALIMANTAN TIMUR 1 ............. , . ... ., •••• . • • 24. KALIMANTAN UTARA 25. SULAWESI UTARA Per hari ....... .. . ..........gP.Tl..9..:
9.9..9 . ............. gP.×.:
.?.!?..9 .. :
9.9. ............ :
3: P.?..:
.. 1. .. ? .9. :
.9 .9 .9.. Per hari ......... . 13: P..1.:
:
.9.!.:
? .. :
9..9..9. .......... 8 P . ᏽ . :
f.9 .9 . :
.9 .9.9............. . . 13. P ; ?. :
?. . ?. . 9. . :
.9 ..1. . . Ô.:
.9 .9..9. . ...... ...... . 8Pf.:
. 1. . . ?.9.:
.9.9.9 . .............. 8.P.. ?. .. :
?. .. '?.9..:
9.9..9.. Per hari ........ ...................... 13.P ?..9 9..:
9.9.9. . ... ......... g .P? . :
9 . ?. .9. .. :
9..9..9. .......... . ... 13: P.Ô.:
: 1: '?..9.:
9.9.9.
... ^2 ...... 6 ...... · . .. . . ^G ..... . . ^o . ...... R . .....o ... . .. ^N ...... T ..... A ...... L .. .. . . o .. . ..... . .. .. ... . .... . ............ . ... . ............... . .. . ...... . .... ....... .. ......................... . .. . .. . .... . , ........................ P ..... e .... r ...._ .. h _ .... a ...... r ^i .. . ...... . .............. . . , .... ............... !3: P?.. :
.9.:
9..99..... . ... . .....13 P . . ᏻ.:
?..§.9 .. :
9..9.9. .......... . . : I.3: P..Ô.:
9..Ö.9..:
.9 .9..9. 27.
SULAWESI BARAT Per hari .................. ...................... 8P7 .. 1. .. Q.:
9.9..9. . ............ GPH.:
'.?.?..?..:
9..9.9 . ...... . ...... . 1.3.P ?. .. :
Q.'.?.9..:
9.9..9. SULAWESI SELATAN Per hari .... . ... . ... . ....... . 13P.7.9.9..:
9.9..9. ..........gP.?..:
}99 . . :
.9 . '.?..9 :
.9 .9. 9 1 ................................................................................................................................................................... . 1 ....................................................................... ..... .
SULAWESI TENGA ^H 1 .. . ........ . ... 11.................. . ............................... . ... .................. . .. . .................. ... . ........................ . ........ . ......... . ........ . .. . .. . .. . , ....................... P ..... e .... r ...... h ...... a ^r ......... i .......... . .......... . , .............. . .. 8P.7.79..:
9.9..9 . .............. gP.Ä.:
?..?..9..:
9.9.Q .. . ..... 13: P.È.:
..1. .?..9.:
.9.9.9. 30. SULAWESI TENGGARA 3 1 . MALUKU 32. MALUKU UTARA 33. ^P A ^P U A 34. PAPUA BARAT Per hari ... . ......... ...................... l3: P. ?.. 7.9. :
.9.9. 9. .... . ...... . .. : I.3:
9..?.9.:
.9.9.9. ........... : gp; ?.J . . ?. .9.: Per hari......................... 13: P..?..?..9.. :
.9 .9.9............ . .. 8P.f.:
T9..9.:
Q.9.9. .. ............ 8P?. . . :
9.9..9. Per had ...... .......... ...................... !3:
.Æ .. 1..9. . . :
9 .9..9. ............ 13: P .Ô . :
. ?. . ?. .9 . :
.9 .9 .9. Per hari Per hari .... 1.3.P...! .:
9.Ç.?.:
9.9.Q ...... .. . ... 1.3.PÔ.:
9..9..9. ... ....... ÚP.: i:
:
9.9..9. Rp980.000 Rp3.240.000 Rp4.2 10.000 39.2 Sewa Kendaraan Operasional Pejabat NO. PRO VIN SI SATUAN BE SARAN (1) (2) (3) (4) 39.2. 1 PEJABAT ESELON I Per bulan Rp l 7.660.000 39.2.2 PEJABAT ESELON II 39.2.2. 1 ACEH Per bulan Rp14. 180.000 39.2.2.2 SUMATERA UTARA Per bulan Rpl3.880.000 39.2.2.3 R I A U Per bulan '.p 13. 730.000 39.2.2.4 KEPULAUAN RIAU Per bulan '.p 15.000.000 39.2.2.5 J A M B I Per bulan Ñp13.500.000 39.2.2.6 SUMATERA BARAT Per bulan .pl3.650.000 39.2.2.7 SUMATERA SELATAN Per bulan .p13.500.000 39.2.2.8 LAMPUNG Per bulan Rpl3.430.000 39.2.2.9 BENGKULU Per bulan Rpl3.500.000 39.2.2. 10 ^BANGKA BELITUNG Per bulan Rpl2.750.000 39.2.2. 1 1 ^. B A N T E N Per bulan Rpl3.950.000 39.2.2. 12 ^JAWA BARAT Per bulan Rp 13. 950.000 39.2.2. 13 ^D.K.I. JAKARTA Per bulan Rp13.250.000 39.2.2. 14 ^JAWA TENGAH Per bulan Rp 13. 950.000 39.2.2. 15 ^DJ. YOGYAKARTA Per bulan Rpl4.030.000 39.2.2. 16 ^JAWA TIMUR Per bulan Rp13.430.000 39.2.2. 17 ^B A L I Per bulan Rpl3.500.000 39.2.2. 18 ^NUSA TENGGARA BARAT Per bulan Rp13.650.000 39.2.2. 19 ^NUSA TENGGARA TIMUR Per bulan Òp14.850.000 39.2.2.20 ^KALIMANTAN BARAT Per bulan Rpl4.030.000 39.2.2.21 ^KALIMANTAN TENGAH Per bulan Rpl4. 140.000 39.2.2.22 ^KALIMANTAN SELATAN Per bulan Rp14.030.000 39.2.2.23 ^KALIMANTAN TIMUR Per bulan Rpl4.030.000 39.2.2.24 ^KALIMANTAN UTARA Per bulan Rp14.030.000 39.2.2.25 ^SULAWESI UTARA Per bulan Rp 5.000.000 39.2.2.26 ^GORONTALO Per bulan Óp 5.000.000 39.2.2.27 ^SULAWESI BARAT Per bulan Rpl3.580.000 39.2.2.28 ^SULAWESI SELATAN Per bulan Rpl3.580.000 39.2.2.29 ^SULAWESI TENGAH Per bulan Rp14.400.000 39.2.2.30 ^SULAWESI TENGGARA Per bulan Rpl4.030.000 39.2.2.31 ^MALUKU Per bulan Rp14.480.000 39.2.2.32 ^MALUKU UTARA Per bulan Rp14.400.000 39.2.2.33 ^P A P U A Per bulan Rp 14.850.000 39.2.2.34 ^PAPUA BARAT Per bulan Rp14.780.000 39.3 Sewa Kendaraan Operasional Kantor dan/atau Lapangan NO. P ^R O VIN SI 1 . ACEH 2 . SUMATERA UTARA 3. R I A U . .. .. . .. . ..........................
KEPULAUAN RIAU 5. J A M B I 6. SUMATERA BARAT . . ........ . ........ . ....... . . 7. SUMATERA SELATAN 8. LAMPUNG 9. BENGKULU 1 0. BANGKA BELITUNG 1 1 . B A N T E N 1 2. JAWA BARAT 13. D.K.I. JAKARTA 14. JAWA TENGAH SATUAN PICK UP M IN IBUS (31 (41 15) DOU BLE GARD AN Per bulan . .. ...... .. . . 1.3.P.?.:
. µ.9.2 .. :
.9.2.9. .. ..... 1.3.P.?. .. :
. ?..1.9..:
.2.9.. 9...... . !: 3P... ²...?. . . :
. ¨.?..2 .. :
.9.2.2 .. Per bulan.... . . J.3: P.'?. .. :
9.. ?. . 9 .. :
2..9 .9.... . 1.3.P} .. ?. . . :
2.?..9.:
9..9. .9. Per bulan .... . ....... . 1.3.P.? .. :
. ©.?..9.. .:
.9.2.2 ...... .....8.P .. ?..:
.2.9. 9.. .:
.9 .9..9. ...... 8P.}...? . . :
.9.9..9.. .:
.9.9..9.. Per bulan.... . .. ....... J.3: P.?. .. : J.?..9.:
9.. .9.2 ............ J.3: P . ?. .. :
.. ?.2.:
9.. .9.9 . .. . ... 8P . . F . . '?..:
. ª .. «.9.:
9.. .9.9. Per bulan ........ 1.3.P.?. .. :
. ?..?..9.. .:
.9.2.9........ .. . 1.3.P.?. .. :
. .?..9..:
.9.2.9 ......J.3P.J .. '±.:
. ?.. ?. .9. .:
.9. 9. 9 . . Per bulan . ...... J.3: P.?..:
¼.?..9.:
9...9 .9 ............ J.3: P.'?..:
. . ª .. ?..2.:
.2..9 .9.... ... I.3.P .. F . . ̖.:
.?. . . ?.9.:
.9..9. .9 . Per bulan ............ 1.3.P. : ?. .. :
. ?..?.9. .. :
.2.9.9.. . .... ...... 1.3.P .. ?.:
. ?.?.9..:
.9.9..9 ...... !3P... ².'±.:
?..?..9. .:
.2.9.9.. Per bulan......... .. . . 8P.?..:
7.?...2. :
9...9 .Q .... . . 8P.?..:
?. .. ?.2.:
9...9 .9. ^Rp 14. 780.000 Per bulan .. .... . .. .. . . : l3: P .. ? .. :
. ©.?..9. . . :
. 9.9.9.. ............ : l3: P..? . . :
. อ.?..9.. .:
.9.9.9.. .. ... 8P.} .. '±.:
. ?..?..9. .. :
.9.9.9.. Per bulan . ...... 8P.?..:
³.?..9.:
9.. .9.Q ... 8P.'?. . . · . . ·.?..2.:
9...9 .9. .. .... : l3: P .. F . . ?.: J . . ?.9 .. :
9.. .9.9. Per bulan.......... 8.P. : ?. .. :
. L.9..9. .. :
.9.2.9.. ........... 1.3.P.: ?. .. :
. '?..?..9.. .:
.9.9..9. ...... 8P. . . ² .. '±.:
. L.?..9. .. :
.9.0 0 Per bulan............ J.3: P.?..:
'±.9.9..:
9...9 .2 .. ..... J.3: P.?.:
. ?.?..9..:
9..9 .9..... . . 1.3.P . . F .. L . :
'±.? .9 . :
9.. .9 .2. Per bulan ....... . ....... 8.P.?. . . :
. ?..?...9 .:
.9. 2.9.......... 1.3.P .?. .:
. ?..?..2 .. :
.9.9.9.. . . J.3PJ .. '±.:
. ?..?...9 :
.9.9.. 9.. Per bulan........ 8P.?..:
??..2.:
9...9 .2. ........ J.3P.?. . . :
? .. ?.2.:
9..9 .9 ... . . 1.3: P..¶.º.:
. ?. . . ¨.2.:
2..9 .9 . ..... ̙.?.:
.. . ?. . ^I . ^Y OG YAKART A ... . . R.E . . ี ึ!.§1: 1: : 1............... 1.3.P.: ?. . . :
. '?..?..2 .. :
.9.2.9...... ...... . 8.P.: ?. . . :
?.?.9.. .:
.2.2.9.. .... !3P.².'±.:
?..³.9.. :
.2.9.9. --̘ .. ̗:
. .. !.!: : '!.!:
.... .. !.̚.̛̜̝-------------- .. ........ .. ... ........ . .... . .. . .......... . ..... . .. !CລE.... !? .. สห .. Ᏽ .. .. .......... . . ຮP..: ?..:
. ?ิ9.. :
.9 .. 9.9.. ..... .. ...... 812.?.: §. . . ะ..Q.:
.2..QQ.......8P.J.'± .. :
. ´¸.2 .. :
9.9..Q .. 1 7. B A L I ......... .. . ...... . ........ . ..... 1 8. NUSA TENGGARA BARAT 19. NUSA TENGGARA TIMUR 20. KALIMANTAN BARAT 2 1 . KALIMANTAN TENGAH 22 . KALIMANTAN SELATAN 23. KALIMANTAN TIMUR 24. KALIMANTAN UTARA 25. SULAWESI UTARA 26. GORONTALO 27. SULAWESI BARAT 28. SULAWESI SELATAN 29. SULAWESI TENGAH 30. SULAWESI TENGGARA 3 1 . MALUKU 32. MALUKU UTARA 33. P A P U A 1 ...................... .... . 34. PAPUA BARAT .Rฮฯ . .. 1?.ู!ฺ. .. .... ....... 8P.?. . . :
L . . ·.9.:
9...9 .9 ........ 8P.'?..:
9...9 .9.:
9...9 9 .... . 'P . . F.า .. :
».·9.:
9.. .9.9. Per bulan .. .... ....... I.3.P . . ?.:
.9 . . ?...9. :
.9 .9..9 ... ....... 1.3.P . . ?..:
³.?...9.:
9.9..9...... . 1.3.P . . ª .. ? .:
.9.9 ..9 . . :
.9 .9...9 Per bulan.... .... 8P.?...J .?...9 . . :
9...9.9 . .. ...... . . J.3: P.7..:
?. .. ?..9. :
9...9.9 .. . ... 1.3.P ... F . . '?..:
. ª.?..9 .. :
9...9 . 9 . ... !'.!- 1?..!.......... . ..... ®P.?.:
?. .. 29..:
.9 .9.9.. ... .. ....... 1.3.P. .. ?.:
§.?..9.. :
.9 .9.9. ....... 8P.J...?. .. :
. ¨ . ?.. 9.. . :
.9.9. 9.. . Per bulan....... . ..... . J.3: P.?..:
?. .. ?.9.:
.9. .. Q.Q..... ...... . J.3: P.'?. . . '..?.?.9.:
9...9 .9 .. . .... 1.3.P .. F .. ?..:
. ?. .. «.9 .. :
9 .. 9.9. Per bulan ......... ..... 1.3.P.?.:
.2.9..9. ......... I.3.P.?. .. :
.9.9.9... ^Rp 1 5.380.000 .?..?...9. :
9..99 . .. ... gP. ?. .:
M..99.:
9.9.9 .... ... gP.ื .. ?.:
ุ.; ?..9 . . :
9.. 9..9. Per bulan . .. .. ...... 1.3: P. .. ?.. :
.9 .9..9. ........... . 1.3: P.7.:
. ³.9..9. .:
.9.9.9. . .. .. .. 1.3: P.J .. ? . . :
. ³.·..9.:
.9. 9..9.. Per bulan..............J.3:
?. .. ?.9.:
9..99 . ........... J.3:
. ?..99.:
9..9.9 ....... 1.3: .?..9 . . '..9.. .9.9. Per bulan .. . ...... . ..... : l3: P..7.:
. ?.?..9. .. :
.9 .9.9.. . Rp 7.43 0. 00 0.... . . 8 P... N.?. .. :
. ?.?. .9.. .: Per bulan . .. . .. . J.3: P.?. .. : J .. ?..9.:
.9...9 .9 ........... J.3: P.?. . . :
?.. ?..9.:
..99.9 . ...... 1.3: P. . . F .. ? .. :
.9 9. .9 Per bulan........... .. . 1.3.P.. ?.:
. ษ . . ?..9. .:
.9.9.9.. .... .... 1.3.P.?.:
??...9:
.9.?. .9. . . :
.9. 9..9 Per bulan . ....... ......J.3:
7.?.9.:
9...9 .2 ............ J.3:
?..?..9.:
9..9. 9.... . . 1.3.P.¹ .. ?. .. :
?.?.9.:
9...9 9. Per bulan..... ...... 1.3.P.. . . ?.:
. (.9..9 .:
.?.. ?..9. .:
.9.9..9....... 1.3: P.L?.:
. ¬.9..9. .:
?.. ;
ั . . ?.9. .. :
.9.9.9. Per bulan ........ ... .. . 1.3:
P..7.:
. ?..?..9. .. :
. 9.9 .9... Rp 6. 83 0. 00 0 .. . ... !3P. ^} .. ?.:
. ?..?. ^. 9. .. :
??.9.:
..9.9.:
9...9 .9.......1.3.P . . E.:
?.?..2.: Per bulan Rp8.480.000 Rp7. 130.000 Rpl 7.330.000 /ศ' 40. SATUAN BIAYA PENGADAAN KENDARAAN DINAS NO.
........ ·-·········· ··· · ········-··-····"····-······- ················--·· . . ··---······-····· . ........ ·--··-······-·· SULAWESI TENGGARA MALUKU MALUKU UT ARA ·--·---·-··-·-··--o .. p--··-q----·--·--r·--··-··--·--··-·------··----··-·-··----·s·-· . . ---[----·--·-- P ^A P ^U A P ^A P ^UA BARAT SATUAN (3) Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit -·····-- ·······-··-·······-·-·-··--·····-··-···--· Unit Unit Unit Unit . ........ _ ..... ............ . ,......... ...... . .. ...... ... . ...... ....... . Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit ···-"-··· .... ·--··- ················-···· ..... Unit Unit Unit .,_,,. __________ ·t·-··--·-------·--u- Unit Unit BE SARAN (4) .......................... )P?..9.*.:
. ?.'..?..9. :
9..9..9. Rp5 1 5.263.000 Rp5 13.709.000 Rp450. 790.000 Rp484.095.000 Rp47 1 .6 1 5.000 Rp482.074.000 Rp5 1 5.263.000 Rp500. 494. 000 Rp482.96 1 .000 Rp482.286.000 Rp462.063.000 Rp49 1 .745.000 Rp503.860.000 Rp444.496.000 ·-·-·······- ···-··-······-··-··-·-··········-···········-···-········-··-······· Rp488.645.000 Rp4 72.468. 000 Rp48 l .803.000 Rp488. 1 69.000 Rp5 19.889.000 Rp475.9 1 7.000 Rp526.588.000 Rp486.306.000 Rp523. 750.000 Rp523. 750.000 Rp478.289.000 Rp5 1 6.850.000 Rp428.632.000 Rp5 1 3.850.000 Rp526.400.000 ·····-········-................ . . _...,.... Rp48 1 .3 1 6.000 Rp449. 526.000 Rp449 . 526.000 ,, __ ,, __ ,.,,,]•••••"--·•-""''"'"'">'••••-•-•^•••""''"-"°'""'"'''""''-"'•-••»•., Rp537.9 13.000 Rp535.075.000 40.2 Kendaraan Operasional Kantor dan/atau Lapangan Roda 4 (Empat) NO. PROVINS I SATUAN (1) (2) (3) PICK U P M I N IBUS (4) (5) DOU BLE G ARD AN (6) 1 . ACEH Unit . ... . .................. 13P?.?.?..:
?..7..?.. :
9.99. .......... 131?..9.7.} .. :
?..?3. .. '.9.9.Q . .... .....BP.!?. .. 1. .. ?. .. :
?.9.?.:
9.9..9. 2. S UMATERA UTARA Unit.... . ........... . ...... . . J.3: P.?.<?..!.:
.??.?..:
9..9. .Q.... . ...... ZP?..9. ?..:
9.. ?.9.:
9..9.9. . .......... : 13P: : : 1 : ?.. ?..:
.'?.9.:
9..9..9.
R I A u...... ................... . .......... . . Y. ^ni t .. .. 13P?.?..2.:
. U.?.:
?.99. ... # J ? .?.<?.T'.) . . ᑢL.9.99........... 1.3: 1?.. .?.. . . :
?3..9. .. '..99..9.. KEPULAUAN RIAU Unit . ...... .. . .. .. ....... . . J.3: P.??..? .. '..?..3..9. .:
9..9. .Q........... : 13P.Ꮺi.Ꮻ:
. 9..2.?..:
9..9.Q ... .... : 13P: 1:
?..:
ļ.?..9.:
9.9.Q. s. J.· .. 1:
. .. . ฤ .. ฦ--ว ............. - ... -.............. _........ . . - . .......... . ... . _____ ... ...... ·-·· · ·--·-··---· ·---··-··Y..ĽľĿ·-·- .. ___ .B.P.. ? _ ŀ.9.: !:
.Q.9.Q . .. . _ . .. . B.P.?..?..Ꮹ .. :
Ꮳ .. Ꮲ . .9.:
.9.9.Q .......... 131?..'.'.!.7..?.: '.?.Q:
.92.9.. , _ .. ล .. :
.... . Ł. ร ł .1:
._1. ࢇ - -- ย:
:
ม ·· · ·-- . . --·- .. ...... .. .. . .... -·-·---·-·----- --..._____ ._ .. . __ g2: Ʃt ... . . ... ._}3EᏲJ.Ᏻ _: §Q6..:
QOO .. . _: 13P._3. . . 3..?.:
i?..! . .: Q.9 _ Q . .. _ .. J3P: t- . . ?..Ᏸ:
±7..Ᏹ:
9..9 .Q ........ 7.... . · . .... . . s .....u ...... M .. ^...... A . ^.. . T ...... E . ^..... RA .............. . s . .. . . E ... .. . 1 . .. _ . . A _ ... T ..... A ....... N ............................................ .. ....................................................... . .... ............ Y.!.1.!! ^. . ^. . ........... 13P.'.?). ?..'. ?.?. :
9..9.9. . .. P.: ?,?.?.:
?..3..9.:
9.. 9..9.... . .. : 13 P. . '.1: ?.. ?.: ? . 3..9. .:
9 . 9Q 8. LAMPUNG Unit........................ J3P?J..?.. :
. C>..?..?..:
99.Q ........... J3P9?) .. :
. 1..Q9.: QQ.Q. ......... J3P.Ꮵ .?.. Ꮶ . . :
?.: ?,.Q.:
.9.9..9. . 9. BEN GKULU Un i . ! ...... ....... ........... !3.P.'.?.??..:
.. 1. J.?:
. ?..9.Q .$P?..?.9..:
?.??.:
9..9. 9......... 8J?: J-.!.?.:
?.9.9: Q.9.Q.
... . 1.... o .....· .....^. ^. . s .. . . ^A . ^. .... N ...... G ...... K ....... A .. ^. ...... B . .. ... E ..... 1 .. .. . . n.......u ....... N . .. . G .....' ............................................................................. ^. ........................... , .. ............ .Y..1.+.t........................... 8P?.9.?.:
ǡ.9.'.1:
:
9..9.9 . ...... . ... 13P9.9.9.:
??.9.:
.9.QQ ......... 13P'.'.!. 7.. .:
?.: ?,9..:
.99.Q 1 1. B A N T E N 12. JAWA BARAT 13. D.K.I. ,JAKARTA .14. JAWA TENGAH 15. D.I. YOGYAKARTA 1 6. JAWA TIMUR 17. B A L I 18. NUSA TENGGARA BARAT 19. NUSA TENGGARA TIMUR 20. KALIMANTAN BARAT 2 1. KALIMANTAN TENGAH 22. KALJMANTAN SE LAT AN 23. KALIMANTAN TIMUR 24. KALIMANTAN UTARA 25. SULAWESI UTARA 26. GO RO NT ALO 27. SULAWESI BARAT 28. SULAWESI SELATAN ..................... ···················-··········· 29. SULAWESI TENGAH 30. SULAWESI TENGGARA 3 1. MALUKU 32. MALUKU UTARA . ... . .. .. ........... . . 33. P A P U A 34. PAPUA BARAT 40.3 Kendaraan Operasional. Bus NO un ^i t.............. ........... !3.P.?..9..?.:
..?.?.. :
9..9. .9 .......... !3P?..?.!..:
} J .. .:
9.9.9 ....... !3P..Ᏼ6..9.: }.!..9.: 5?.9..9.. Unit...... .. ........ 13P?.?.?.:
?.?..? :
?.9.9. ............ 13P9.?..?..:
?.'.1: ?..:
9.9.2. .. ......... 13P.?..3.. :
. 1..?.2 .. :
9..9.9. un ^i t ................... . .. . BP.?...9.. :
3.. ?..'.'.!:
:
9..9 .9 . .......... !3P?.. 3.?.:
. ?..'.'.!..: 5?.9.9. ......... 8P.: 7: T!..:
'.'.!:
?..?..:
9.9.9. Unit............. . ... . 13P.?.9..?..:
? . . 1. . . ?.:
9..9.9. ........ BP.. ?.1..9.:
7..3. ? .. :
9.9.2 . ..... .. 13P.?.?..:
?.3..9. :
.9.9.9.. u ^ni t...... .. . ......... .P.. ?..1. .. ?:
.1.9..:
9.9.9. . ......... gP..3. T!.. :
?..?..9.: 5?.9..9 ......... 8P..?'.'.!:
?.:
?..?..7.. :
9.9..9 Unit.... . .. ...... . ......... 1.3: P? .. 1..?: ?..9.?..:
9..9..9. ........... 13P9 .. 1. . . 3..:
7.?.) .. :
99.Q. .......... 13P?..?.: ?..3.9..:
.99.9.. Unit.............. .. .. . .... J3P.?..9?..:
.. ?.9.. :
9.9.9 . .......... gP?.. ?5?.:
.'.'.!:
?.:
9.9.Q .......... : f3: P.'.±.7..?.:
3..?..9.:
9.9.Q. Unit . ........ .... . .......... 1.3: P?.?.?..:
.. 1. . . ?. .. :
9.<.?9. ............ 13P.. ?..9..?..:
Ń . . ?9.:
.Q9.9. . ......... 13P.'.'.1:
'.!..0. :
.?..?9..'..Q9.9. Unit.................. ... . .. . . . P.?.?.L.ǧ?.?. :
9..9 .9.... .. .....ŊP..0..?..?..:
9..?.?.:
9.9.9 .......... l.3: 1?.±?.. ?..:
0.0..9..:
9.9.9.. Unit..... ........ . .......... 1.3: P?.?.9..:
9..? ^. Q.:
9..<.?9. ............ 13 .P.. 9..'.'.1:
9 . . :
99.9.. .:
9..9. . ... . .. . ... 13 . P.. . ? Ꮽ .. :
?. .1. .9.. . :
9.9 . Un ^i t ......... . ...............13.P.'.?3..0. .. : iᏬ.?..:
9..9..Q ............ .f3: P3..Ꮷ?..:
! .. ?. . . 1. . . :
9.9.9 ......... P.± ?.l.. :
?. . !..9.:
9..9..9 Unit . .................... . .. 1.3: P.?.?.9.:
9.?.9.:
9.9.Q........ .. .. 13.P.. ?..'.'.1:
?.:
9..99..:
99..9. .......... 13.P.. '.'.1:
?.9 .. :
?..!:
9..'..99.9.. Unit.... . .. . .. .. ........... ... 13P.? ..9. :
9..?.9:
9.9..Q..... ...... .£3: 1?..3. .?.:
9..9 .9.:
9.9.9 .......... 1.3: 1?.: 7: ?..?.:
?..: ń . .9.:
9..9.Q. Unit . .. . .................... 1.3: P.?.'.?.9.:
9.?..Q.:
9.C?Q ............ 13.P.?..'.'.1: Ǥ .. :
9.'?.9.:
.Q.9.9........... . . Ꮾ.P.Ꮿ.?Ꮽ .. :
?..!:
9..'..9.9.9.. Un ^i t ...... . .......... ......... 13P.?.?..?. .. :
?.?.?.:
9..9. .9 ........... 1.3: P.0...Ǣ.:
?.?.?..:
9.9.9.... ...... 1.3:
P.±?..ᑡ.:
. ?. .. 1..9.:
9.9.Q. Unit ....... ..... . .......... 1.3: P.?.?.'.'.1:
:
9.?.9..:
9.9..9 ............ 13.P.?.?..?.:
?..7..?. :
.9..99. . .......... 13.P.[.?.±.:
?. .. ?9 .. '..9.. 9.Q. ··················-······ ··-···- ..... 1: !: !?:
Ņt····-····-· ...... -... .13.P.?.±: _ ņ_±L..Q. 9.9 . .. ...... .. .: !3J2.Ꮸ.?.?..:
. Ꮸ.?..? .:
9.9.-9 . ...... }sP.±?..?..:
?..?..9.:
9.99.. Unit ........... ····-······1.3: P?_!?.?Ň.?..ň.'!.:
.9.QQ .. -....... 13.P.?..7-7_:
?!?.9.. .:
9.9..Q. ........... 13 . P.'.± ?. ?. . :
?...9.. :
.9..9.9. . u n ^.i t .. . ....... . .......... .13.P.?.?.9..:
.9..9.ʼn.:
9..9.9............. 13 .P. Ꮴ . . ?..?.:
ǣ.?...:
9..9 .Q ........... Ō.P.: 7: ?..[.:
?..?..9 .:
9..9.9. Unit ............ . .......... 1.3: P?.1..?.:
·ǥ .. ?..?.. :
9.9.. Q. . .......... 8.P.?..'!: : : 1:
:
?.?9...:
9.. 9.9. ......... .13.P.'.'.1:
?.'i:
. :
?.?. 9 . :
9.. 9 . 9 . Unit . ............. . ... .... ... 13J?..?±?..:
9.?.?..:
9..9.Q . ........... 13P..0..!5..?..:
ŋ?.9.:
9..9.Q ......... ZP..?.9. ?..:
?.?..9.:
9..9 ^. Q unit.... . ........ . .......... 13 P?..:
:
:
?..9.?.:
.9..99. ............ 8.P.?.?.'.1:
:
?.'.1: ?.. .:
99..9. ........... 13.P!?.9.Ǧ .. :
?.0..9. .:
9.9.. Q . Unit .. . ....... ...... . ........ 13.P.. ?..<?.'.±.:
.0..?.. ?..:
9..9. Q ............ 1: 3: P.0. .. ?.?.. :
?...9.:
9.9Q .......... 1: 3: P?.?..'.'.1:
: }.?.1.9.:
9.9.9. Un ^i t Rp266.027.000 Rp386. 1 0 1 .000 Rp560.900.000 URAIAN SATUAN BESARAN (2) (3) (4) •............................. u .. .. .. n.... . i .. . t ..............................• ·········Rp.3.66ᐷ942: l566 •............................. u .. .. . n .. ... i...t...................... . .. . .. . . · ··· ··· · · ·R: iJ7is · : · ; is·: ; L·C5aO , .............. ^. .............. u . . :
.. n ___ ,_i __ t _, . .... . .. .......... .. . ...... . 1 · ภ-...P.I) . '. ຑ.-.'.:
?.?.§; '.B.'.C>.
4 Kendaraan Operasional Kantor dan/atau Lapangan Roda 2 (Dua) NO. PROVINS! f l ) (2) 1 . ACEH 2. SUMATERA UTARA 3 . R I A U 4. KEPULAUAN RIAU . .......... ..... .. ... . .... .. . .. .. ,_, 5. J A M B I SA TUAN OPERASIONAL LAPAN GAN (3) (4) (5) Unit .. .. . .. . ........ . ... . ... ... . .. . ...... . .. 8P.Ꮰ.?:
;
.?.Q.:
.9.9Q . .. . ... . .. 8 PᏟ.?. .. :
Ꮯ.?. . . :
9.9..9.. Unit........ . ............... 13: Pฟ.?..:
77.?. . . :
9..9.9. .. . ......... 13: P.?..?.:
?..9.9..:
9..9..9. Unit............ . .. . ...... ...... . . gP.'.?..?..:
. ?..?.9.:
.9 .9.9 . ...... . ... . .. gP.¨.; ?..:
. :
.ã.9.:
.9.9..9.
. ··········.... ..... ························-··- ·········.... ......... .. Y.: E.!!..... . .. gP.©.ª.:
. ?. . . ä.; 3-.:
9.9..9. ... . ...... _gpé-ê.:
.9 .9.1. .. :
.9.9..9 . Unit . ........ . ...... ............. . ..... . .. 13: P®.?.:
¨ .. ?..9.. .:
9..9.9. .......... 13: P.?.?.:
?; ?..9.. .:
9..9..9. •········ ^6 ······ ··· ....•.. s.... . u ........ M ········· ^A ······ ^T ······ ^E ······ ^RA ·················· ^B ······· ^A ······ ^RA ············ ^T ·······································································································································l····························u ······ ^n ······· ^i ···· ^t ····························I.... ...... ......gP?..?.:
?..7.?..:
.9 9.9. . ....... .. ... gP.?..?..:
. ?.9.9.:
9..9.9. 7. SUMATE.RA SELATAN Unit.......... . .................. gP.© .. ?..:
. ?..?.9.:
.9.9...9 . ............. gp; ?.; ?:
.:
.ã.9.:
.9.9. .9. 8. LAMPUNG ···········-········-·--·····-···--·-·······--··-.... ...... . ....... ... . . -.. Y..? J! .. . . -................. ................... 13: P..å..!5-.:
æ§.9 .. :
9.. .9.Q ............... 13: P..ë-ç-.: ã4:
'2.: '2.9.9 . . 9 . BENGKULU Unit ...... ................... 13: P.°.!?.:
¨ . . ?.9..:
9..9.9.. .............. 13: P.;
.?.:
?..å.?.:
9..9.9. , .. J.?..:
.. ^_ ^1.3 ^ANGKA BELITUNG Unit............. . .. . ...... . ....... : RP.Ꮰ.?:
;
. . ?.9:
.9.9.Q .. ...... .... . : RP.Ꮱ.;
.. :
ã'.i.:
9..:
9.9..9. •..... 1 ...... 1..... · .... j l· ^B ········· ^A ·········· ^N ········· ^T ········ ^E ·········· ^N ··········································································································································································· 1····························u ······· ^n ······· 1 · .. t .............................•................... 8 Pè.ã.:
9..1.:
9.:
9..9..9 .............. 13: P.?.J .. :
è.?..9.:
9..9.9. . . 1. ^· . . ป :
... -!_ J: '!!.. 12 . ... . . f!>.f: พ..T.. ..... . ........................... .................................................... ......................................... Unit ... 13: P.บ:
.:
. Q . . 1. .. ¨ . . :
9.9.Q .13: P.?. .. ä.:
è.?. . 9..:
9 . 9.9.. 13. D.K.I. JAKARTA 14. JAWA TENGAH 1 5. D.I. YOGYAKARTA 1 6. JAWA TIMUR 17. B A L I 1 8. NUSA TENGGARA BARAT 19. NUSA TENGGARA TIMUR 20. KA.LIMANTAN BARAT 2 1 . KALIMANTAN TENGAH 22. KALIMANTAN SELATAN 23. KALIMANTAN TIMUR 24. KALIMANTAN UTARA . ... . .. . .. . .... . .... . .. . ............ . .. . .. ............ 25. SULAWESI UTARA.... . .......... . .. .. . . - .. . .....26. GORONTALO 27. SULAWESI BARAT 28. SULAWESI SELATAN 29. SULAWESI TENGAH 30. SULAWESI TENGGARA 3 1 . MALUKU 32. MALUKU UTARA 33. P A P U A 34. PAPUA BARAT Unit . ... .. . ............. gP.'.?.ª.:
. 9 .. 1..?..:
.9 .9..9 . ............ : RP.;
.?.:
.. 1..9..9.:
.9 .9.9. Unit...____ ..}3J?.? _ Ꮮ.:
. ?...!:
? .. :
9.9. .9 . ... _ ..... . . 8P.?.ธ..: น§ . .9..:
9_Q.Q. Unit ......... . .. .. . . 13: P.®.'.7..:
?..1 ^. . . ?. . . :
9..9.9. ............... 13: P.?..?..:
: i: ?... 1. .. :
:
. ?. .. 1..?..:
.9 9.9. . ........... gP.ฝ.?..:
. ?. 9 ?. . :
.9..9 .9. . Unit............... . .............. gP..© .. ?..:
.?..7.?..:
.9..9..9. . ............. gP.. ; ?.?..:
.?..9..9.:
.9. .9.. .9. Unit . ................ ............ Rp25.775.000 . .......... . ... J3: P..7.:
. 1. . . å.: ?.:
9..9.9.. Unit......... . .. gP.. Ꮰ.?.: ?.7..?. .:
.9 .9.9. .......... . gP.?.?..:
.?.?..:
.:
.9.9. .9. Unit ... .. .. . .... . ......... gP.© .. ?..:
. ?.è.?.:
.9 .9.9........... !3P.;
.'?..:
.?..7..9.:
.9 .9.9. Unit ........... . ............... . . gP.®.¯.:
?..©.¨ . . :
9..9.9.. .... Rp37.750.000 Unit Unit Unit Unit Unit ........ ................ _gpè?.:
?..å.? .. :
9.9.Q ............... 13: P.;
.?.:
?7.9..:
9..9.Q ................. gP.«.?..:
. ?«.?..:
.9..9.9 . ... ........ ¬P.¨ .. ?..:
.?..7.9. .:
.9..9.9.
............... 13: P.?. .. : ?è.?. .. :
9..9.9 ........... 13: P.?..?.:
?..?..9.. .:
9.9.9.
3: P..å.?.:
?..å.?. .. :
9..9..9.. ............... 13: P.?..?.:
?..7..'2.: ••••••••••••••• • • •• •••••••• !3P. « .7.. :
. ?.?..9:
.9 .9..9.. • H• •O g p ;
7.. :
.7. .: ?.9 . :
.9. 9. .9 Unit ............... J3: P®.¯.:
?.!: .:
9..9..9.. .... ...... 1.3P.?.}.: ?.??.© . . : Unit...... ...... . J3: P..'.i.:
:
?. .. ᏻ.ᏼ . . :
9..9.Q .............. J3: P.¨.«.:
4:
.9..9.9. .........g P. ;
.7. .:
.?.. ?.9.:
.9 .9..9. Unit . ........ . ...... .8P.Ꮰ7. .. :
?. . . ?..9:
.9. .9.... . ... . . 1.3: P.?..'.!. . . :
7.. : ?.9.: Unit..................... . ...... 8Pè.7.. :
?...9 .9.. .:
9..9.9. ............. 13: P.;
.?. .. :
?.?..9.: Unit . .................. . ... . 13: P.'.?..T:
?..9.9.:
.9..9...9..... . ....... gP.;
. ?..ì..9. :
. 9.9.9 . ... ........ gP.:
.©.:
9 . .7...9. .:
9..9.Q. Unit Rp28.388.000 Rp39.9 1 0.000 41. SATUAN BIAYA PENGADAAN PAKAIAN DINAS PAKAJAN D.!NAS SATUAN PAKAIAN DINAS PEGAWA1/ DOKTER PERA WAT NO. PROVINSl I l l (2) 131 ( ^4) (5) PAKAIAN SERAGAM MAHASISWA/ TAR UNA f6l PAKAIAN KERJA PENGEMUDI /PETUGAS KEBERS!HAN/ PRAMUBAKTI (7) PAKAIAN KERJA SATPAM (8) 1. ACEH Stel ....... ................. J.3P!..E.J .?..:
9.9..9. . ...... ........... J.3P?.?..9..:
9.9.9. ................... .. 8P?..9..:
9.9.9. . ..................... J.3P.f>..9..:
9..9. 9. ........... 8P..1. . . :
. ž.ſ..:
9..9..9.. 2. SUMATERA UTARA.... ..................... . §. Ώ.y !................ ..........JP.§.P.:
9.9..Q . .................. J<.P.!J..?..?..:
9.9.Q . ..... ......... ..J<.P..!:
9.:
9.9.Q ................. J<.P..9.:
9.9.Q . .. ....... . gP. .??.:
.9.9.
......3 . .. .. · ......1H.......1 ... . . A ·······U ··································································································i········· .?.t.i: !.1... ..................... 8P.?..1..?.:
9.9..9. ..................... BP.§.9.9..:
9.9..9. ...................... gP..?.?.:
9.9.9. ....................... ƎP..?.:
9..9. ....... J<P.1.:
?..ƀ.9..:
9.9.Q 4. KEPULAUAN RIAU . .................. ... .................... ............ §.!.<: !..... . ........ P .. ?..!.?..:
9.9..9.. ..P..6. .. ?.:
9..9. .9 . ....................... P.!5..f:
?..:
9.9..9..... .. . ............... . !3: P.§J.?..:
9.9.9. . ............ P..1. .. :
!.?.!5..:
9.9..9.
,J A M B I........ . ........ §.t./.J.. .......... .. .............. gP.?. .. 1..?.:
9.9.. 9. ....................... g.l?..?..?.!J..:
9.9..9. ....................... gP.§.?.?.:
9.9..9. ....................... gP.: : i.?..?.:
9.9..9. ............. gP .. 1..:
.1. ?..!'.i.:
9.9.Q.
SUMAT.ERA BA RAT . ..... . ....... . ...... . +!,!.... .... ............. .... !3: P..!..'.7. .?..:
9.9..9..................... 8P.0..?..?..:
99.9 ..................... 8P.0.'.?.?..:
9.. 9Q . .................. PP.0..1. .. p.:
9.99 ............. 8P..1. . . :
Ą.?..?..:
9..9.9. , ...... ?..:
... . . Ꮤ ^UMATERA SE LAT AN ............ .. . ...... : ':
),.L . ........................ . 8P..?§.9..:
9.9..9. . .... . ............ . .....8P..§.'.2.. ?..:
9..9..9......... . ........... 8P.?..??.:
9.9..9. . ....................... 8P.§.9..'.2.. .:
9..9..9...... . ...... . . 8P. . . l..:
9.9.9..:
99..9.
LAMPUNG Stel........... .. . .. . .. . . : ƁP.?.§9..:
9.9..9.. ............. f.SP!J..f:
?..:
9..9.9 . .. ................... !3: P: ?..f:
?..:
9.9.9. ............... !3P.§: '.3.f: i:
99.Q ... ... ƂPl ^. .:
ƃ}}.:
9..9..
... . . 9 . .. . . •.... . 1.B ..... E . . ' .. N . .. . .. o...' .. K . .. . . v .. · . .. . L .....u.................... .. .. . .......... . .............. . ...... ...... . .. ............ . . , ........... l?.!.yl....... . .. ..... J*P§.!.?..:
9.9..9 . .. ......... .. J+P?.?..?.:
9.9.9. . ......... .. . J*P.: ?.?.?..:
.9. .Q ... . .......... . . JP.'.1: ?..9. :
9.99......... . . J*P.t . . 1..'.2..!5..:
9.9.9.
BANG KA BELITUNG......... ..................§.t.i: !.l.... ...... . .. ....... . .........8 P.?..9.: ?..:
9.9.9. .. ............. BP..?..? . . ?..:
9.9.9. .. . ... . .. . ............ . 8P..§§?.:
9.9..9..... . .................BP..?. .. 1..?.:
:
.9.9. . .......... 8P..1..:
?..!:
9.:
9..9. 9.. 1 1 . B A N T E N . . ^...... . ^............ §.-: <: !..... . .... .. ......... PP.f:
f:
?..:
9.9..Q . .. . ............... . 8P?..?..?..:
9.9..9 . .. ....... ...... Ε1?.1 . .T§.:
9.9..Q ....................... 8.J?.1 .. !:
9.:
9..9.9.. . ........ P.}:
:
9.9..9. .:
9.9.Q 1 2 . JA WA BARAT.... . ...... . §.tΓ.l.. ...... . .............. ....... gP.§.?.: ?..:
9.9 . 9. . ........... . ... . .. . . gp_§.9.9.:
9.9.9. .. .. . ........ gP..?.§.:
9.9.9. ....................... g P..'.2.. ?. . :
.9 .9 . .. . ............. . .. R P.?J.7. !'.i . :
..... 1 . . ?..:
.. ^_D.K.I. JAKARTA .. . ............... ?!..!........ .................. 8P.f>.Ƅ.?.. :
9.9..Q ....................... PP.0.7..9. .:
99.Q ..................... 8P.0.0.9.:
9.9Q .. ................... RP.§.2.9..:
9..9. Q .. ......... 8P..l. . . :
?.9.9..:
9.9..9.
JAWA TENGAH...............§.*<: : .1.... . .. ..... ... ........ 8.P..§.9.9..:
9..9..9. . ....................... 13P.'.i:
?..?..:
9..9..9........ ....... ....... . gP...?..: ?.:
.9.9..9. . ... . ...................gP..?..?..?..:
.9.9. . ................. . . RP.?.9..9.:
9.9..9.. 1 .... . 1...s .....· . .. l·D ········r. ······y ·····o ·····G ····'··y ····A ·····KA ··········R ····T ·····A ··························································J...........ΐ!.yΑ......... . .. .... ..... l.SP.: ?..?..9..:
9.9..9 . ....................... l.SP.?..!.?..:
9.9.9 . ...................... !3Pq.?..:
9.9..9.... . .. ....... . .. ...!3P.9.:
9...<?.9..C>........ . . !: P..?..§.: ?..:
9.9..9. l 6. J A WA TIMUR............ . . ?!.!..... . .......... !3: P.!..? .?..:
9.9..9. . .............. . .. .....RP.'.±.?.9..:
9..9. .9..1 •••••••••••••• • ••••• R P. 9. .9. :
9.9.9. . ............ ,P.1. .. :
9..+? . . :
.9..Q 17. B A L I . ........... ........... ?.t..1... .... . ........ 8P.?...1. .9. .. Ί9.9.9..... . ... 13.P..':
?.9..ƅ().9.Q................. gP.'.i:
9.9..:
9..9.9. . .. ··········--··8.P..'.?.2 .9. .. · . . 0..9.9. . ..........gP. . . 1..:
9..f:
; i_:
9..9. 9.. 1 8 . NUSA TENGGARA BARAT ................ ... . ......... §.!: !!. !........................ RP?.L?..:
9.9.Q ....................... RP.: ?..9.9.. :
9.9..9 . ...................... RP.?..9..:
9.9.9. . ....................... RPi.9.:
9..9. 9..... . ...... . . ĆP} .. J.?..: ?..:
.9.9. l·····l ····9 ···· ·····l·N ·····l ···J ···S ····A ········T ·····E ······N ·····G ·····G ·····A ·····R ·····A ········T ·····r . . M . .. . ... l . . m.... . .. ·..................... . .. . 1 ^. ^. ^. ^. ^. ^.. ^. ^. ^.. §.+,!l...................... J3P.!d: '1:
:
9.9.9. ....................... 13.P.?..d?..:
9..9..Q .................... J3P..?..?.?..: Q.9.. Q ...................... 13P.'1..9. .:
.9.9. ......... gP.}Jf.?..:
9.9Q.
KALIMANTAN BARAT ...... ... . .. . +!..!................ .. . .. . .. . .. . gP.?..!}.:
9.9..9. . ..................... RP.0.q.?..:
9.9.Q ....................... RP.?..6..?..:
9.9.9. . ....................... 8P.: ?..!.9..:
9..9. 9. . .......... gP..1. .. }. ? . ?. . :
.:
9.9..9.... . ........... . ... . . gP.?..?. ?. .:
.9..9. . .. ................. J3P..?..!5..:
9..9..Q ....................... J3P...': 1: Q.:
.9..9.. . ............... RP?.?..?..:
9.99.. ,._ ?. . Ꮣ .: , ᒝ.L.!Ꮪ.Ꮫ: T'.'.': Ꮬ ......Ã.ÇÈ!: Ä-·-··--·-···· ........... §..!.. ··- ....... ____ 8r..?..l"Ό.:
.0.9. .9. . . ... .. .. .... . .. ^. . . 8P.6 ^2 S.QQ .. Q --···-··-·······!5E§.?.9-:
9..9Q ··--···· .. ····ÅBE?..§.9.Æ0..9.9.. ...... . _.... 8P.l.:
. I.±.§.:
.._ ^KALIMANTAN TIMUR............ .. . . §.!/! ..... . .. ................ PP.?..!.?..:
9.9..9 . .. .................. RP..?..Ɔ.?..:
9.9.9. ............ ........ RP.!5..?.Ƈ.:
9.9.9. . ............... ....... !S: P.: '1: ?..p.:
9.9.Q .............. ąP.1 ^. .J?..!5..:
9.9.9.
... 2.... 4..... · .... i.K.... A.... . . L ... 1....rv.... . 1 . . A ······N ······T ·····A ······ N ·········U ······T ····A ·····RA ··················································l···········§.t.i: !.1...... . ................. 8P..?. . . 1..?.:
9.9..9......... ........... . . J3P..?..?.!5..:
9..9.9. .. . ... . .......... . . 8P.§.?.?.:
9.9.9. . ....................... gP.. .?..ƈ.:
9.9..9.. ........ .......... RP.29..9.:
9.9.9..
SULAWl.SI UTARA.... .. . ...... . ?0: f!.l ........ ...... ...... .........81?.TƉ}.:
9.Q.9. . ... ................ .RP.!5..T?..:
9.9.Q . ....................... RP.§.§..9..:
9.9..9. ....................... J.3P§q.?..:
9.99 . .. . ..... RP} .. J.?..9. .:
.9.9. , .... Ꮦ.?.:
. _ (_} ^ORONTALO.... .......... . §.1: ,:
1....... . ................. 8P.?..1..0.:
9..9..9. ....................... 8P.§..1..?..:
.9.9. .................... gP.. .§.9..:
9..9.9.. ....................... J3P..ć.9..:
.9.9. . ............ 8P).J'.??.:
9.9Q. 2 7. S ULAWESI BARA T........... . .............§Ꮭ.9.1........................ gP.!..<.?..:
9.9.9. . .. . .............. 8P.'.±.f:
?..:
9..9. .Q . .. ................ RP.: '1:
9..9..:
99.9. . ...................... 812.;
.;
9..:
9..9. 9..... .. ...... 8P.. l. . . :
9..?..1.:
9..9.Q .9..9.9. . .......... . . 13P..?..'.! :
9.9..9. ................ 13P..Ꮧ.?.. §:
9.9..9. .............. ... J3P..?.?..9 :
9..9..9. . ... ......... I.SeƋ.Ɗ}.:
S ULAWESI TENGAH................ . .. . . §t.i: !l........... ....... . f.5.P.. !.1..§.:
9..9.. Q ...................... gP...?.?.:
.9.9................... 13.P....9.:
9..YΎ.:
SULAWESI TENGGARA Ste!.... ......P.?..!.9.:
9.9. . .9............. . RP.:
9..9..9. ·-··- ... .. . ...... RP.: '1:
.9..9.:
9..9. . .9.......... RP?.5.J..9.: 3 1 . MALUKU.... . ............... . . §.t.0.f:
9.9.9. ....................... g P.. ?.. § .:
... 3.... 2..... . ·...I ·M ····· ^· ·A ····.L ·····u ······K ······u ·········u ·····T ······ A .. ·...R ······A ····························································I . ..... . ... ?.!i:
9.9.9 ... ....... RP.1. .. : ?..9.9. :
.9..9. 33. P A P U A.......... . ... . §.)-.l...... . .......... .13.P.2.;
9.Q.9. . ...... . .. ...... f.5.P.§..1.. ;
.:
9.9..9. . ... .... f.5.P.}.:
9.. 99.. 34. PAPUA BAR A T Ste! I<p875.000 I<p775.000 Rp603.000 I<p553. 000 Rp l .625.000 PENJELASAN STANDAR BIAYA MASUKAN TAHUN ANGGARAN 2017 YANG BERFUNGSI SEBAGAI BATAS TERTINGGI 1. Honorarium Penanggung Jawab Pengelola Keuangan Honorarium diberikan kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Penguji Tagihan dan Penandatangan Surat Perintah Membayar, Bendahara Pengeluaran, dan Staf Pengelola Keuangan/Bendahara Pengeluaran Pembantu/Petugas Pengelola Administrasi Belanja Pegawai (PPABP) selaku penanggung jawab pengelola keuangan. Honorarium Penanggung Jawab Pengelola Keuangan pada setiap satuan kerja, diberikan berdasarkan besaran pagu yang dikelola Penanggung Jawab Pengelola Keuangan untuk setiap Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), dengan ketentuan sebagai berikut:
Kepada Penanggungjawab Pengelola Keuangan yang mengelola lebih dari 1 (satu) DIPA, dapat diberikan honorarium dimaksud sesuai dengan jumlah DIPA yang dikelola dengan besaran didasarkan pagu dana yang dikelola pada masing-masing DIPA. Alokasi honorarium tersebut dibebankan pada masing-masing DIPA.
Untuk membantu PPK dalam pelaksanaan administrasi belanja pegawai di lingkungan satuan kerja, KPA dapat menunjuk PPABP. Besaran honorarium PPABP diberikan mengacu pada honorarium Staf Pengelola Keuangan sesuai dengan pagu belanja pegawai yang dikelolanya.
Ketentuan Jumlah Staf Pengelola Keuangan (SPK) diatur sebagai berikut: 1 ) Jumlah SPK yang membantu KPA: a) KPA yang merangkap sebagai PPK dan tan pa dibantu oleh PPK lainnya, jumlah SPK paling banyak 6 (enam) orang, termasuk PPABP. b) KPA yang dibantu oleh satu atau beberapa PPK, jumlah SPK paling banyak 3 (tiga) orang termasuk PPABP.
Jumlah Keseluruhan SPK yang membantu PPK dalam 1 (satu) KPA tidak melebihi 2 (dua) kali dari jumlah PPK.
Jumlah SPK untuk PPK yang digabungkan diatur sebagai berikut: a) jumlah SPK tidak boleh melampaui sebelum penggabungan; b) besaran honorarium SPK didasarkan pada jumlah pagu yang dikelola SPK; dan c) dalam hal penggabungan PPK dilaksanakan tahun anggaran sebelumnya, maka jumlah SPK paling banyak sejumlah SPK tahun sebelumnya.
Jumlah keseluruhan alokasi dana untuk honorarium penanggung jawab pengelola keuangan dalam 1 (satu) tahun anggaran paling banyak 1 0% ( sepuluh persen) dari pagu yang dikelola.
Dalam hal Bendahara Pengeluaran telah diberikan tunjangan fungsional bendahara, maka yang bersangkutan tidak diberikan honorarium dimaksud. Cata tan: Honorarium penanggung jawab pengelola keuangan dapat diberikan kepada pengelola kegiatan yang secara langsung mengelola dan melaksanakan kegiatan yang anggarannya bersumber dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA BUN) dengan ketentuan alokasi honorarium dimaksud berasal dari pagu Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-K/L) berkenaan.
Honorarium Penanggung Jawab Pengelola Keuangan pada Satuan Kerja yang Khusus Mengelola Belanja Pegawai Honorarium yang diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) /Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang ditunjuk untuk melakukan pengelolaan belanja pegawai pada Kementerian Negara/Lembaga/ satuan kerja sesuai surat keputusan pejabat yang berwenang. 3 . Honorarium Pengadaan Barang/Jasa a. Honorarium Pejabat Pengadaan Barang/Jasa Honorarium diberikan kepada seseorang yang diangkat oleh Pengguna Anggaran (PA)/Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai Pejabat Pengadaan Barang/Jasa untuk melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa melalui penunjukkan langsung/pengadaan langsung sesuai dengan ketentuan yang berlaku. b . Honorarium Panitia Pengadaan Barang/Jasa clan Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (ULP) Honorarium diberikan kepada seseorang yang diangkat oleh PA/ KPA menjadi Panitia Pengadaan Barang/Jasa atau Kelompok Kerja ULP untuk melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa sesuai dengan ketentuan yang berlaku. c . Honorarium Pengguna Anggaran Honorarium diberikan kepada Pengguna Anggaran dalam hal: 1 ) melakukan penetapan pemenang atas pelelangan atau penyedia pada penunjukkan langsung untuk paket pengadaan barang/ konstruksi/jasa lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku; a tau 2) menetapkan pemenang pada seleksi atau penyedia pada penunjukkan langsung untuk paket pengadaan jasa konsultansi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Catatan: Dalam hal Pejabat Pengadaan Barang/Jasa atau anggota Panitia Pengadaan Barang/Jasa dan Kelompok Kerja ULP telah menerima tunjangan fungsional pengelola pengadaan barang/jasa, maka tidak diberikan honorarium dimaksud. 4 . Honorarium Perangkat Unit Layanan Pengadaan (ULP) Honorarium diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang diberi tugas tambahan sebagai perangkat pada ULP. Yang dimaksud dengan ULP adalah unit yang struktur organ1sasmya dilekatkan pada unit organisasi yang sudah ada. Dalam hal ULP sudah merupakan struktur organisasi tersendiri dan perangkat ULP telah diberikan remunerasi sesuai ketentuan yang berlaku, maka perangkat ULP tidak diberikan honorarium.
Honorarium Penerima Hasil Pekerjaan Honorarium diberikan kepada panitia/ pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA yang bertugas memeriksa dan menerima hasil pekerjaan.
Honorarium Pengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Honorarium diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang diberi tugas oleh pejabat yang berwenang untuk mengelola PNBP fungsional dengari ketentuan sebagai berikut:
Jumlah petugas penerima PNBP atau anggota paling banyak 5 (lima) orang;
Jumlah alokasi dana untuk honorarium Pengelola PNBP dalam 1 (satu) tahun paling tinggi sebesar 1 0% (sepuluh persen) dari target pagu penerimaan PNBP fungsional; clan c. Dalam hal bendahara penerimaan telah menenma tunjangan fungsional bendahara, maka yang bersangkutan tidak diberikan honorarium dimaksud. 7 . Honorarium Pengelola Sistem Akuntansi Instansi (SAI) Honorarium diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang diberi tugas melakukan pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pada Kementerian Negara/Lembaga sesuai dengan unit akuntansi masing-masing, baik yang dikelola secara prosedur manual maupun terkomputerisasi. SAI terdiri dari Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) dan SIMAK-BMN (Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara) . Ketentuan mengenai jumlah pengelola SAI adalah sebagai berikut:
ditetapkan atas dasar Keputusan Menteri, paling banyak 7 (tujuh) orang; dan b . ditetapkan bukan atas dasar Keputusan Menteri, paling banyak 6 (enam) orang. Cata tan: Kementerian Negara/ Lembaga tidak diperkenankan memberlakukan satuan biaya Honorarium Tim Pelaksana Kegiatan dalam pengelolaan SAL 8 . Honorarium Pengurus/ Penyimpan Barang Milik Negara Honorarium diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI di lingkungan Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang yang melaksanakan tugas rutin selaku pengurus/ penyimpan barang berdasarkan surat keputusan Pengguna Barang. Jumlah pejabat/pegawai yang dapat diberikan honorarium selaku pengurus/ penyimpan barang milik negara paling banyak 4 (empat) orang pada tingkat Pengguna Barang dan 2 (dua) orang pada tingkat Kuasa Pengguna Barang. 9 . Honorarium Kelebihan Jam Perekayasaan Honorarium atas kelebihan jam kerja yang diberikan kepada fungsional perekayasa yang diberi tugas berdasarkan surat perintah dari pejabat yang berwenang melakukan perekayasaan, paling banyak 4 (empat) jam sehari, dengan tidak diberikan uang lembur dan uang makan lembur. 1 0. Honorarium Penunjang Penelitian/ Perekayasaan Honorarium diberikan kepada seseorang yang diberi tugas untuk menunjang kegiatan penelitian/perekayasaan yang dilakukan oleh fungsional peneliti/ perekayasa sebagai pembantu peneliti/ perekayasa, koordinator peneliti/ perekayasa, sekretariat peneliti/ perekayasa, pengolah data, petugas survei, pembantu lapangan berdasarkan surat perintah pejabat yang berwenang. Dalam hal pembantu peneliti/perekayasa berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil, maka peneliti/perekayasa dimaksud tidak diberikan uang lembur dan uang makan lembur. Cata tan:
Dalam hal penelitian/ perekayasaan dilakukan bersama-sama dengan Pegawai Negeri Sipil (non fungsional peneliti/ perekayasa) , kepada Pegawai Negeri Sipil (non fungsional peneliti/ perekayasa) atas penugasan penelitian yang dilakukan di luar jam kerja normal diberikan honorarium paling tinggi sebesar 85% (delapan puluh lima persen) dari honorarium kelebihan jam perekayasaan untuk perekayasa pertama serta tidak diberikan uang lembur dan uang makan lembur.
Khusus honorarium pembantu lapangan, dalam hal ketentuan mengenai upah harian minimum di suatu wilayah lebih tinggi daripada satuan biaya dalam Peraturan Menteri ini, maka satuan biaya ini dapat dilampaui mengacu pada ketentuan tersebut. 3 . Honorarium penunJang penelitian/perekayasaan diberikan secara selektif dengan mempertimbangkan prinsip efisiensi dan efektifitas. 1 1 . Honorarium Komite Penilaian dan/atau Reviewer Proposal dan Komite Penilaian dan/atau Reviewer Keluaran Penelitian Honorarium diberikan kepada Komite Penilaian dan/atau Reviewer Proposal dan Komite Penilaian dan/atau Reviewer Keluaran Penelitian yang dibentuk dan ditetapkan oleh Penyelenggara Penelitian sebelum tahapan pelaksanaan penilaian penelitian. Komite Penilaian dan/atau Reviewer Proposal dan Komite Penilaian dan/atau Reviewer Keluaran Peneli tian memiliki mas a kerj a terten tu un tuk mem berikan penilaian pada penelitian yang bersifat khusus/penugasan dan/atau penelitian kompetisi. Cata tan: Ketentuan lebih lanjut terkait dengan Komite Penilaian dan/atau Reviewer Proposal dan Ko mite Penilaian dan / a tau Reviewer Keluaran Penelitian berpedoman pada Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mengenai Pedoman Pembentukan Komite Penilaian dan/atau Reviewer dan Tata Cara Pelaksanaan Penilaian Penelitian dengan Menggunakan Standar Biaya Keluaran. 1 2 . Honorarium N arasum ber / Pem bah as/ Moderator/ Pem ba wa Acara/ Panitia 1 2 . 1 Honorarium Narasumber / Pembahas Honorarium yang diberikan kepada Pejabat Negara/ Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang memberikan informasi/pengetahuan dalam kegiatan Seminar/ Rapat/ Sosialisasi/ Diseminasi/Bimbingan Teknis/ Workshop/ Sarasehan/ Simposium/ Lokakarya/ Focus Group Discussion/Kegiatan Sejenis yang dilaksanakan baik di dalam negeri maupun di luar negeri, tidak termasuk untuk kegiatan diklat/ pelatihan. Cata tan: 1 . Satuan Jam yang digunakan dalam pemberian honorarium narasumber/pembahas adalah 60 (enam puluh) menit baik dilakukan secara panel maupun individual. 2 . Honorarium narasumber/pembahas dapat diberikan dengan ketentuan:
narasumber / pembahas berasal dari luar unit organ1sas1 eselon I penyelenggara; dan/atau b . narasumber / pembahas berasal dari dalam unit organisasi eselon I penyelenggara sepanjang peserta yang menjadi sasaran utama kegiatan berasal dari luar unit organisasi eselon I penyelenggara/ masyarakat. 1 2 .2 Honorarium Moderator Honorarium yang diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan tugas sebagai moderator pada kegiatan Seminar/ Ra pat/ Sosialisasi/ Diseminasi/ Bimbingan Teknis/ Workshop/ Sarasehan/ Simposium/ Lokakarya/ Focus Group Discussion/Kegiatan Sejenis yang dilaksanakan baik di dalam negeri maupun di luar negeri, tidak termasuk untuk kegiatan diklat/ pelatihan. Cata tan: Honorarium Moderator dapat diberikan dengan ketentuan: 1 . moderator berasal dari luar unit organ1sas1 eselon I penyelenggara; dan/atau 2 . moderator berasal dari dalam unit organisasi eselon I penyelenggara sepanjang peserta yang menjadi sasaran utama kegiatan berasal dari luar unit organ1sas1 eselon I penyelenggara/ masyarakat. 1 2 . 3 Honorarium Pembawa Acara Honorarium yang diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan tugas memandu acara dalam kegiatan Seminar/ Ra pat/ Sosialisasi/ Diseminasi/ Bimbingan Teknis / Workshop/ Sarasehan / Simposium/ Lokakarya/ Focus Group Discussion/Kegiatan Sejenis yang dihadiri oleh Menteri/ Pejabat Setingkat dengan peserta kegiatan minimal 300 (tiga ratus) orang clan sepanJang dihadiri lintas unit eselon I /Kementerian Negara/Lembaga lainnya/ masyarakat. 1 2.4 Honorarium Panitia Honorarium yang diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang diberi tugas oleh pejabat yang berwenang sebagai panitia atas pelaksanaan kegiatan Seminar/ Ra pat/ Sosialisasi/ Diseminasi/ Bimbingan Teknis / Workshop/ Sarasehan/ Simposium/ Lokakarya/ Focus Group Discussion/ Kegiatan Sejenis sepanjang peserta yang menjadi sasaran utama kegiatan berasal dari luar lingkup unit eselon I penyelenggara / Kernen terian Negara/Lembaga lainnya/ masyarakat. Dalam hal pelaksanaan kegiatan Seminar / Rapat/ Sosialisasi/ Diseminasi/ Bimbingan Teknis / Workshop/ Sarasehan/ Simposium/ Lokakarya/ Focus Group Discussion/Kegiatan Sejenis memerlukan tambahan panitia yang berasal dari non Pegawai Aparatur Sipil Negara harus dilakukan secara selektif dengan mempertimbangkan urgensi, dengan besaran honorarium mengacu pada besaran honorarium untuk anggota panitia. Jumlah panitia yang dapat diberikan honorarium maksimal 1 0% (sepuluh persen) dari jumlah peserta dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas. Dalam hal jumlah peserta kurang dari 40 (empat puluh) orang, jumlah panitia yang dapat diberikan honorarium paling banyak 4 (empat) orang. 1 3 . Honorarium Pemberi Keterangan Ahli/ Saksi Ahli dan Beracara a. Honorarium Pemberi Keterangan Ahli/ Saksi Ahli Honorarium diberikan kepada Pejabat Negara/Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang diberi tugas menghadiri dan memberikan informasi/ keterangan sesuai dengan keahlian di bidang tugasnya yang diperlukan dalam tingkat penyidikan dan/atau persidangan di pengadilan. Dalam hal instansi yang mengundang/ memanggil pemberi keterangan ahli/ saksi ahli tidak memberikan honorarium dimaksud, instansi peng1nm pemberi keterangan ahli/ saksi ahli dapat memberikan honorarium dimaksud.
Honorarium Beracara Honorarium diberikan kepada Pejabat Negara/ Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang diberi tugas untuk beracara mewakili instansi pemerin tah dalam persidangan pengadilan sepan j ang merupakan tugas tambahan dan tidak duplikasi dengan pemberian gaji dan tunjangan kinerja. 1 4 . Honorarium Penyelenggaraan Kegiatan Pendidikan Pada Lingkup Pendidikan Tinggi Honorarium yang diberikan untuk pelaksanaan tugas tambahan/ tugas khusus tertentu, penyelenggara kegiatan akademik dan kemahasiswaan serta penugasan lain dalam rangka penyelenggaraan kegiatan pendidikan pada lingkup pendidikan tinggi. Penerapan pemberian honorarium dimaksud harus berpedoman pada ketentuan sebagai berikut:
Sumber pembiayaan satuan biaya Kegiatan Pendidikan pada Perguruan Tinggi berasal dari PNBP.
Dalam hal terdapat kekhususan maka untuk keperluan dimaksud dapat menggunakan sumber pendanaan lain sesuai ketentuan yang berlaku.
Besaran satuan biaya dimaksud harus ditetapkan oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga/ Pimpinan Perguruan Tinggi sesuai kemampuan keuangan perguruan tinggi bersangkutan.
Terhadap satuan biaya honorarium dosen/ pegawai yang diberi tugas tambahan/ tugas khusus tertentu sebagaimana dimaksud pada poin 14. 1 , jabatan dimaksud harus telah ditetapkan dalam struktur organisasi dan tata kerja oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara sesuai ketentuan yang berlaku.
Dalam hal fakultas tidak memiliki jurusan, maka standar honorarium ketua dan sekretaris prodi dapat menggunakan standar honorarium ketua dan sekretaris jurusan sebagaimana dimaksud f. Terhadap satuan biaya honorarium dosen yang menyelenggarakan kegiatan akademik dan kemahasiswaan sebagaimana dimaksud pada poin 14.2, berlaku untuk penugasan yang melampaui perhitungan Beban Kerja Dosen (BKD) yang menjadi tugas wajib dosen tetap pada perguruan tinggi yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Terhadap satuan biaya lain-lain sebagaimana dimaksud pada poin 1 4 . 3 . a sampai dengan 14.3.f, berlaku bagi dosen dari luar perguruan tinggi yang bersangkutan atau non dosen.
HonorÚrium Pengembangan Bahan Ajar pada poin 14.3.p diberikan kepada Penyusun Rancangan Mata Kuliah dan Bahan Ajar serta Penelaah Bahan Ajar baik yang berbahasa Indonesia maupun yang berbahasa asing pada perguruan tinggi negeri yang hanya menyelenggarakan pendidikan tinggi jarak jauh modus tunggal (sing le mode) . i . Khusus untuk Honorarium Penyusunan Rancangan Mata Kuliah dan Bahan Ajar pada poin 14.3 .p. 1 ) dan 14.3.p.2) di atas diperuntukkan bagi penyusunan rancangan mata kuliah baru atau penyempurnaan rancangan mata kuliah lama dengan persentase penyempurnaan substansi paling sedikit 20% ( dua puluh persen) . J . Honorarium Pengembangan dan Pelaksanaan Tutorial pada pom 14.3.q diberikan kepada penyusun/ penulis Garis Besar Program Media (GBPM) Tutorial, Naskah Tutorial melalui Media, dan Kit Tutorial Tatap Muka serta Tutor pada perguruan tinggi negeri yang hanya menyelenggarakan pendidikan tinggi jarak jauh modus tunggal (single mode) .
Honorarium Pengembangan Bahan Ujian dan Pelaksanaan Ujian pada poin 14.3.r diberikan kepada penyusun/ penulis Kisi-Kisi Soal, Soal Objektif dan Uraian Input Bank Soal, dan Soal Ujian Komprehensif (Tugas Akhir Program) , serta pelaksana ujian yang terdiri dari Pengawas Tempat Ujian Luar Negeri dan Penguji Tugas Akhir Program Magister pada perguruan tinggi negeri yang hanya menyelenggarakan pendidikan tinggi jarak jauh modus tunggal (sing le mode) .
Untuk pegajar non dosen, penyetaraannya diatur oleh masmg masing perguruan tinggi.
Penerapan satuan biaya dimaksud tidak diperkenankan adanya duplikasi dengan pembayaran gaji dan tunjangan kinerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan berlaku.
Penerapan satuan biaya Kegiatan Pendidikan pada Perguruan Tinggi harus tetap mempertimbangkan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara, yaitu tertib, taat pada peraturan perundang undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. 1 5. Honorarium Penyuluh Non Pegawai Negeri Sipil Honorarium diberikan sebagai pengganti upah kerja kepada Non Pegawai Negeri Sipil yang diangkat untuk melakukan penyuluhan berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang. Dalam hal ketentuan mengenai upah minimum di suatu wilayah lebih tinggi dari pada satuan biaya dalam Peraturan Menteri ini, satuan biaya ini dapat dilampaui dan mengacu pada peraturan yang mengatur tentang Upah Minimum Provinsi (UMP) dengan ketentuan:
Lulusan SLTA diberikan setinggi-tingginya sesuai UMP setempat.
Sarjana Muda/DI/DII/ DIII diberikan setinggi-tingginya 1 14% (seratus empat belas persen) dari UMP setempat.
Sarjana diberikan setinggi-tingginya 1 24% (seratus dua puluh empat persen) dari UMP setempat.
Master (82) diberikan setinggi-tingginya 1 33% (seratus tiga puluh tiga persen) dari UMP setempat. 1 6 . Satuan Biaya Operasional Penyuluh Biaya Operasional Penyuluh (BOP) adalah satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya bantuan transportasi bagi para Pegawai Aparatur Sipil Negara sebagai penyuluh dalam rangka mengunjungi daerah binaannya sebagaimana dimaksud pada Undang Undang Nomor 1 6 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. 1 7 . Honorarium Rohaniwan Honorarium yang diberikan kepada seseorang yang ditugaskan oleh pejabat yang berwenang sebagai rohaniwan dalam pengambilan sumpah jabatan.
Honorarium Tim Pelaksana Kegiatan dan Sekretariat Tim Pelaksana Kegiatan 18.1 Honorarium Tim Pelaksana Kegiatan Honorarium yang diberikan kepada seseorang yang berdasarkan Surat Keputusan Presiden/ Menteri/ Pejabat Setingkat Menteri/ Pejabat Eselon I/KPA diangkat dalam suatu tim pelaksana kegiatan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu. Ketentuan pembentukan tim yang dapat diberikan honorarium adalah sebagai berikut:
mempunyai keluaran (out put) jelas dan terukur;
bersifat koordinatif yang mengharuskan untuk mengikutsertakan Eselon I/Kementerian Negara/Lembaga/ Instansi Pemerin tah lainnya;
bersifat temporer, pelaksanaannya perlu diprioritaskan;
merupakan perangkapan fu ^ri gsi atau tugas tertentu kepada pejabat negara/pegawai Aparatur Sipil Negara di samping tugas pokoknya sehari-hari; dan
dilakukan secara selektif, ef ektif, dan efisien. Terhadap tim pelaksana kegiatan yang dibentuk berdasarkan keputusan Gubernur dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat di daerah dan sumber pendanaan dari APBN maka besaran honorarium yang diberikan disetarakan dengan honorarium tim pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan oleh Menteri/ Pejabat Setingkat Menteri.
2 Honorarium Sekretariat Tim Pelaksana Kegiatan Honorarium yang diberikan kepada seseorang yang diberi tugas melaksanakan kegiatan administratif untuk menunjang kegiatan tim pelaksana kegiatan. Sekretariat Tim Pelaksana Kegiatan merupakan bagian tidak terpisahkan dari tim pelaksana kegiatan. Sekretariat tim pelaksana kegiatan hanya dapat dibentuk untuk menunjang tim pelaksana kegiatan yang ditetapkan oleh Presiden/ Menteri. Jumlah sekretariat tim pelaksana kegiatan diatur sebagai berikut:
paling banyak 1 0 (sepuluh) orang untuk tim pelaksana kegiatan yang ditetapkan oleh Presiden; atau
paling banyak 7 (tujuh) orang untuk tim pelaksana kegiatan yang ditetapkan oleh Menteri/ Pejabat Setingkat Menteri. Cata tan: 1 . Dalam hal tim pelaksana kegiatan telah terbentuk selama 3 (tiga) tahun berturut-turut, Kementerian Negara/ Lembaga melakukan evaluasi terhadap urgensi dan efektifitas keberadaan tim dimaksud untuk dipertimbangkan menjadi tugas dan fungsi suatu unit organisasi.
Kementerian Negara/ Lembaga dalam hal melaksanakan ketentuan Standar Biaya Masukan agar melakukan langkah langkah efisiensi anggaran dengan melakukan pembatasan dan pengendalian pemberian honorarium tim pelaksana kegiatan, dengan ketentuan sebagai berikut:
Tim yang keanggotaannya berasal dari lin tas eselon I dalam 1 (satu) Kementerian Negara/Lembaga. Pengaturan batasan jumlah tim yang dapat diberikan honorarium bagi Pejabat Negara, Pejabat Eselon I, Pejabat Eselon II, Pejabat Eselon III, Pejabat Eselon IV, pelaksana, dan pejabat fungsional pada tim dimaksud dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: Klasifikasi No Jabatan I II III 1 . Pejabat Negara, Eselon I, 2 3 4 dan Eselon II 2 . Pejabat Eselon III 3 4 5 3 . Pejabat Eselon IV, pelaksana, dan pejabat 5 6 7 fungsional Keterangan: Penjelasan mengenai klasifikasi pengaturan jumlah honorarium yang diterima sebagaimana dimaksud di atas adalah se bagai beriku t: Klasifikasi I Kementerian Negara/ Lembaga yang telah menenma tunjangan kinerja sesuai dengan peraturan perundang undangan mengenai tunjangan kinerja dengan tunjangan kinerja pada kelas jabatan tertinggi lebih besar atau sama dengan Rp40 .000.000 (empat puluh juta rupiah) . Klasifikasi II Klasifikasi III Kementerian Negara/ Lembaga yang telah menenma tunjangan kinerja sesuai dengan peraturan perundang undangan mengenai tunjangan kinerja dengan tunjangan kinerja pada kelas j abatan tertinggi le bih besar a tau sama dengan Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah) Rp40 . 000. 000 rupiah) . dan (em pat kurang puluh dari ju ta Kementerian Negara/Lembaga yang telah menenma tunjangan kinerja sesuai dengan peraturan perundang undangan mengenai tunjangan kinerja dengan tunjangan kinerja pada kelas jabatan tertinggi kurang dari Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah) a tau belum menenma tunjangan kinerja.
Tim yang keanggotaannya berasal dari lintas Kementerian Negara/Lembaga. 1 ) Tim yang keanggotaannya berasal dari lintas Kementerian Negara/ Lembaga yang ditetapkan oleh Pejabat Eselon I atau KPA. Pengaturan batasan jumlah tim yang dapat diberikan honorarium bagi Pejabat Negara, Pejabat Eselon I, Pejabat Eselon II, Pejabat Eselon III, Pejabat Eselon IV, pelaksana, clan pejabat fungsional pada tim dimaksud mengacu pada butir 2 . a. di atas.
Tim yang keanggotaannya berasal dari lintas Kementerian Negara/ Lembaga yang ditetapkan oleh Presiden, Menteri/ Pimpinan Lembaga atau pejabat yang diberikan kewenangan oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga. Penetapan tim oleh pejabat yang diberikan kewenangan oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga dilaksanakan setelah pembentukan tim tersebut mendapat persetujuan Menteri/ Pimpinan Lembaga. Pemberian honorarium bagi tim yang ditetapkan oleh Presiden, Menteri/ Pimpinan Lembaga atau pejabat yang diberikan kewenangan oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga dikecualikan dari ketentuan butir 2.a. di atas. 1 9 . Honorarium Tim Penyusunan Jurnal/Buletin/Majalah/ Pengelola Website 1 9 . 1 Honorarium Tim Penyusunan Jurnal Honorarium tim penyusunan jurnal dapat diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI clan Pegawai Non Aparatur Sipil Negara yang diberi tugas untuk menyusun dan menerbitkan jurnal berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang. Unsur sekretariat adalah pembantu umum, pelaksana clan yang sejenis, clan tidak berupa struktur organisasi tersendiri. Dalam hal diperlukan, dalam menyusun jurnal nasional/ internasional dapat diberikan honorarium kepada mitra bestari (peer review) sebesar Rp l .500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah) . 1 9 . 2 Honorarium Tim Penyusunan Buletin/ Majalah Honorarium tim penyusunan buletin/ majalah dapat diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang diberi tugas untuk menyusun dan menerbitkan buletin/majalah, berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang. Majalah adalah terbitan berkala yang isinya berbagai liputan jurnalistik, pandangan tentang topik aktual yang patut diketahui pembaca. Buletin adalah media cetak berupa selebaran atau majalah berisi warta singkat atau pernyataan tertulis yang diterbitkan secara periodik yang ditujukan untuk lembaga atau kelompok profesi tertentu. 1 9 . 3 Honorarium Tim Pengelola Website Honorarium tim pengelola website dapat diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang diberi tugas untuk mengelola website, berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang. Website yang dimaksud disini adalah yang dikelola oleh unit eselon I/ setara. Dalam hal website yang dikelola oleh unit vertikal setingkat eselon II di daerah maka kepada pengelola website tersebut dapat diberikan honorarium tim pengelola website.
Honorarium Penyelenggara Sidang/ Konferensi Internasional/ Konferensi Tingkat Menteri, Senior Of ficial Meeting (Bilateral/ Regional/ Multilateral), Berskala In ternasional Workshop/ Seminar/ Sosialisasi/ Sarasehan 20. 1 Honorarium Penyelenggara Konferensi Tingkat Menteri, Regional/ Multilateral) Sidang/ Konferensi Internasional/ Senior O f ficial Meeting (Bilateral/ Honorarium penyelenggara sidang/ko ^ri ferensi internasional, konferensi tingkat menteri, senwr of ficial meeting (bilateral/ regional/ multilateral) dapat diberikan kepada Pejabat Negara/Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI penyelenggara kegiatan sidang/konferensi yang dihadiri/ pesertanya pejabat setingkat menteri atau senwr of ficial berdasarkan surat keputusan pejabat berwenang.
2 Honorarium Penyelenggara Workshop/ Seminar/ Sosialisasi/ Sarasehan Berskala Internasional Honorarium penyelenggara workshop/ seminar/ sosialisasi/ sarasehan berskala internasional dapat diberikan kepada Pejabat Negara/ Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI penyelenggara kegiatan workshop/ seminar/ sosialisasi/ sarasehan berskala internasional, berdasarkan surat keputusan dari pejabat berwenang. Cata tan: Kepada panitia/ penyelenggara dapat diberikan uang harian perjalanan dinas dan/atau uang harian paket meeting sesuai surat perintah perjalanan dinas yang diterbitkan pejabat yang berwenang. 2 1 . Honorarium Penyelenggara Ujian dan Vakasi Honorarium Penyelenggaraan Ujian dan Vakasi merupakan imbalan bagi penyusun naskah ujian, pengawas ujian, penguji atau pemeriksa hasil ujian pada pendidikan tingkat dasar, menengah, dan tinggi. Satuan biaya pengawas ujian sudah termasuk uang transpor. Pemberian honorarium penyusun naskah ujian, penguji atau pemeriksa hasil ujian kepada guru/ dosen diberikan atas kelebihan be ban kerja guru/ dosen dalam penyusunan naskah UJian, pengujian atau pemeriksaan hasil ujian yang ditetapkan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pada tingkat pendidikan dasar dan menengah, honorarium pemeriksaan hasil ujian tidak diberikan untuk penyelenggaraan ujian yang bersifat latihan dan ujian lokal. Sementara untuk tingkat pendidikan tinggi, honorarium pemeriksaan hasil ujian dapat diberikan untuk ujian masuk penerimaan mahasiswa baru, ujian tengah semester, ujian akhir semester, dan ujian akhir baik untuk ujian yang bersifat tertulis maupun praktik.
Honorarium Penulisan Butir Soal Tingkat Nasional 22. 1 Honorarium Penyusunan Butir Soal Tingkat Nasional Honorarium yang diberikan kepada guru, dosen atau pakar sesuai bidang yang dibutuhkan dengan kepakarannya (baik Pegawai Negeri Sipil maupun Non Pegawai Negeri Sipil) untuk proses penyusunan soal yang digunakan pada penilaian tingkat nasional, meliputi soal yang bersifat penilaian akademik, seperti soal ujian berstandar nasional, soal ujian nasional, soal yang mengukur literasi untuk survei nasional, soal tes kompetensi akademik guru, soal Calon Pegawai Negeri Sipil, dan soal untuk penilaian non akademik seperti soal tes bakat, tes minat, soal yang mengukur kecenderungan perilaku, soal tes kompetensi guru yang non akademik, soal tes asesmen pegawai, soal kompetensi managerial kepala sekolah. Honorarium Penyusunan Butir Soal Tingkat Nasional diberikan berdasarkan penugasan oleh unit kerja yang mempunyai tugas atau fungsi untuk melakukan penulisan soal tingkat nasional sesuai dengan peraturan yang berlaku.
2 Honorarium Telaah Butir Soal Tingkat Nasional Honorarium yang diberikan kepada guru, dosen atau pakar sesuai bidang yang dibutuhkan dengan kepakarannya (baik Pegawai Negeri Sipil maupun Non Pegawai Negeri Sipil) untuk proses telaah soal yang digunakan pada penilaian tingkat nasional, meliputi soal yang bersifat penilaian akademik, seperti soal ujian berstandar nasional, soal ujian nasional, soal yang mengukur literasi untuk survei nasional, soal tes kompetensi akademik guru, soal akademik Calon Pegawai Negeri Sipil, dan soal untuk penilaian non akademik seperti soal tes bakat, tes minat, soal yang mengukur kecenderungan perilaku, soal tes kompetensi guru yang non akademik, soal tes asesmen pegawai, soal kompetensi managerial kepala sekolah, soal non akademik Calon Pegawai Negeri Sipil. Honorarium Telaah Butir Soal Tingkat Nasional diberikan berdasarkan penugasan oleh unit kerja yang mempunyai tugas atau fungsi untuk melakukan telaah soal tingkat nasional sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Honorarium Penyelenggaraan Kegiatan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) 23. 1 Honorarium Penceramah Honorarium penceramah dapat diberikan kepada Pejabat Negara/ Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang memberikan wawasan pengetahuan dan/atau sharing ex perience sesuai dengan keahliannya kepada peserta diklat pada kegiatan pendidikan dan pelatihan dengan ketentuan sebagai berikut:
berasal dari luar unit organisasi eselon I penyelenggara;
berasal dari dalam organisasi eselon I penyelenggara sepanjang peserta diklat yang menjadi sasaran utama kegiatan berasal dari luar unit organisasi eselon I penyelenggara/masyarakat; dan c. khusus untuk Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI, honorarium tersebut digunakan untuk kegiatan pengajaran diklat yang materi diklatnya diampu oleh Pejabat Eselon II ke atas / setara.
2 Honorarium Pengajar yang berasal dari luar satuan kerja penyelenggara Honorarium dapat diberikan kepada pengajar yang berasal dari luar satuan kerja penyelenggara sepanjang kebutuhan penga J ar tidak terpenuhi dari satuan kerja penyelenggara. 23 . 3 Honorarium Pengajar yang berasal dari dalam satuan kerja penyelenggara Honorarium dapat diberikan kepada pengajar yang berasal dari dalam satuan kerja penyelenggara baik widyaiswara maupun pegawai lainnya. Bagi widyaiswara, honorarium diberikan atas kelebihan jumlah minimal jam tatap muka. Ketentuan jumlah minimal tatap muka mengacu pada ketentuan yang berlaku.
4 Honorarium Penyusunan Modul Diklat Honorarium penyusunan Modul Diklat dapat diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang diberi tugas untuk menyusun modul untuk pelaksanaan diklat berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang. Pemberian honorarium dimaksud berpedoman pada ketentuan sebagai berikut:
Bagi widyaiswara, honorarium dimaksud diberikan atas kelebihan beban kerja wajib widyaiswara sesuai ketentuan yang berlaku.
Satuan biaya ini cliperuntukkan bagi penyusunan moclul cliklat baru atau penyempurnaan moclul cliklat lama clengan persentase penyempurnaan substansi moclul cliklat paling seclikit 20% (clua puluh persen) .
5 Honorarium Panitia Penyelenggaraan Kegiatan Diklat Honorarium clapat cliberikan kepacla panitia penyelenggara cliklat yang melaksanakan fungsi tata usaha cliklat, evaluator, clan fasilitator kunjungan serta hal-hal lain yang menunJang penyelenggaraan cliklat berjalan clengan baik clengan ketentuan sebagai berikut:
merupakan tugas tambahan/ perangkapan fungsi bagi yang bersangkutan;
clilakukan secara selektif clengan mempertimbangkan urgensinya; clan c. jumlah panitia yang clapat cliberikan honorarium maksimal 1 0% ( sepuluh persen) clari jumlah peserta clengan mempertimbangkan efisiensi clan efektivitas pelaksanaan. Dalam hal jumlah peserta kurang clari 40 (empat puluh) orang, maka jumlah panitia yang clapat cliberikan honorarium paling banyak 4 (empat) orang. Catatan: Jam pelajaran yang cligunakan untuk kegiatan penyelenggaraan cliklat aclalah 45 (em pat puluh lima) menit.
Satuan Biaya Uang Makan Bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara Satuan biaya uang makan Pegawai Aparatur Sipil Negara merupakan satuan biaya yang cligunakan untuk perencanaan kebutuhan uang makan pegawai yang clihitung berclasarkan jumlah hari kerja.
Satuan Biaya Uang Lembur clan Uang Makan Lembur bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara a. Uang Lembur Uang lembur merupakan kompensasi bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara yang melakukan kerja lembur berclasarkan surat perintah clari pejabat yang berwenang.
Uang Makan Lembur Uang makan lembur diperuntukan bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara setelah bekerja lembur paling kurang 2 (dua) jam secara berturut-turut dan diberikan maksimal 1 (satu) kali per hari.
Satuan Biaya Uang Lembur dan Uang Makan Lembur bagi Pegawai Non Aparatur Sipil Negara, Satpam, Pengemudi, Petugas Kebersihan, dan Pramubakti a. Uang Lembur Uang lembur merupakan kompensasi bagi Pegawai Non Aparatur Sipil Negara yang melaksanakan tugas rutin kementerian negara/ lembaga, Satpam, Pengemudi, Petugas Kebersihan, dan Pramubakti yang melakukan kerja lembur berdasarkan surat perintah dari pejabat yang berwenang.
Uang Makan Lembur Uang makan lembur diperuntukan bagi Pegawai Non Aparatur Sipil Negara yang melaksanakan tugas rutin kementerian negara/lembaga, Satpam, Pengemudi, Petugas Kebersihan, dan Pramubakti setelah bekerja lembur paling kurang 2 (dua) jam secara berturut-turut dan diberikan maksimal 1 (satu) kali per hari. Cata tan: Satuan Pengaman, Pengemudi, Petugas Kebersihan, dan Pramubakti sebagaimana dimaksud tidak termasuk Satuan Pengaman, Pengemudi, Petugas Kebersihan, dan Pramubakti yang melakukan perjanjian kerja/ kontrak dengan pihak penyedia tenaga alih daya (outsourcing) .
Satuan Biaya Uang Saku Rapat Di Dalam Kantor Uang saku rapat di dalam kantor merupakan kompensasi bagi seseorang yang melakukan kegiatan ,rapat yang dilaksanakan di dalam kantor di luar jam kerja pada hari kerja. Uang saku rapat di dalam kantor dapat dibayarkan sepanjang rapat di dalam kantor memenuhi ketentuan se bagai beriku t:
dihadiri peserta dari eselon II lainnya/ eselon I lainnya/ Kementerian Negara/ Lembaga lainnya/Instansi Pemerintah/ masyarakat; dan
dilaksanakan minimal 3 (tiga) jam di luar jam kerja pada hari kerja. Cata tan: 1 . Satuan biaya uang saku rapat di dalam kantor belum termasuk konsumsi rapat. 2 . Terhadap peserta rapat tidak diberikan uang lembur clan uang makan lembur. 3 . Bagi peserta yang berasal dari luar unit penyelenggara dapat diberikan uang transpor sepanjang kriteria pemberian uang transpor terpenuhi.
Satuan Biaya Uang Saku Pemeriksa Dalam Lokasi Perkantoran Yang Sama Satuan biaya uang saku pemeriksa dalam lokasi perkantoran yang sama merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya kompensasi kepada aparat fungsional pemeriksa (auditor) berdasarkan surat perintah pejabat yang berwenang yang diberi tugas untuk melakukan pengawasan internal dalam lokasi perkantoran yang sama clan dilaksanakan lebih dari 8 (delapan) jam. Terhadap aparat fungsional pemeriksa (auditor) tersebut tidak diberikan uang makan, uang lembur clan uang makan lembur. 29 . Satuan Biaya Pengepakan dan Angkutan Barang Perjalanan Dinas Pindah Dalam Negeri Satuan biaya pengepakan clan angkutan barang perjalanan dinas pindah dalam negeri merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pengepakan clan angkutan barang pindahan yang diberikan kepada pejabat negara/pegawai Aparatur Sipil Negara yang dipindahtugaskan berdasarkan Surat Keputusan pejabat yang berwenang. Satuan biaya ini merupakan bantuan yang diberikan pemerintah kepada pejabat negara/ pegawai Aparatur Sipil Negara yang berkenaan. Satuan biaya ini sudah termasuk ongkos tukang, pengadaan bahan-bahan, biaya bongkar muat, clan biaya angkutan barang dari tempat asal sampai dengan tujuan.
Satuan Biaya Bantuan Biaya Pendidikan Anak (BBPA) pada Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri Satuan Biaya Bantuan Biaya Pendidikan Anak (BBPA) pada Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri adalah satuan biaya untuk bantuan biaya pendidikan anak-anak Pejabat Dinas Luar Negeri/ Home Staf f / Atase Teknis/ Atase Pertahanan yang bekerja pada Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri. Pemberian Bantuan Biaya Pendidikan Anak (BBPA) pada Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri dilaksanakan dengan ketentuan se bagai beriku t: 1 . BBPA digunakan untuk membiayai biaya pendidikan formal mulai sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi dan tidak termasuk program pasca sarJana. 2 . Diberikan untuk anak-anak Pejabat Dinas Luar Negeri/ Home Sta f f / Atase Teknis/ Atase Pertahanan yang bekerja pada Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri, yang bersekolah pada pendidikan formal mulai sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi dan tidak termasuk program pasca sarjana. 3 . Diberikan untuk anak-anak yang termasuk dalam tunjangan keluarga dan bersekolah di lokasi yang sama dengan tempat bekerja orang tuanya (negara akreditasi-lokasi perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri tempat orang tuanya bertugas) .
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 3 (tiga) dikecualikan bagi:
anak-anak Pejabat Dinas Luar Negeri/ Home Sta f f / Atase Teknis/ Atase Pertahanan yang bekerja pada Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri pada negara yang termasuk dalam perwakilan rawan dan/atau berbahaya; dan
anak-anak dari Pejabat Dinas Luar Negeri/ Home Sta f f / Atase Teknis/ Atase Pertahanan yang dimutasikan antar perwakilan (cross posting) . 5 . Perwakilan Republik Indonesia yang termasuk dalam daerah rawan dan/atau berbahaya dan Pejabat Dinas Luar Negeri/ Home Sta f f / Atase Teknis / Atase Pertahanan yang dimutasikan an tar perwakilan (cross posting) sebagaimana dimaksud pada angka 4 ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri. 6 . Alokasi anggaran untuk BBPA sudah termasuk dalam pagu anggaran Kementerian Negara/ Lembaga. 7 . Penggunaan Satuan Biaya BBPA mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri. 8 . Pemberian BBPA dilakukan dengan menerapkan pnns1p efisien, efektif, transparan, dan bertanggung jawab. 3 1 . Honorarium Satpam, Pengemudi, Petugas Kebersihan, dan Pramubakti Honorarium yang diberikan hanya kepada non pegawai Aparatur Sipil Negara yang ditunjuk untuk melakukan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai satpam, pengemudi, petugas kebersihan, dan pramubakti, berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang/ kon trak kerj a. Cata tan: 1 . untuk satpam, pengemudi, petugas kebersihan, dan pramubakti dengan melalui jasa pihak ketiga/ diborongkan alokasi honorarium dapat ditambah paling banyak sebesar 1 5% (lima belas persen) dari satuan biaya, besaran tersebut tidak termasuk seragam dan perlengkapan.
dalam satu tahun anggaran, dapat dialokasikan tambahan honorarium sebanyak 1 (satu) bulan sebagai tunjangan hari raya keagamaan. 3 . dalam hal ketentuan mengenai upah minimum di suatu wilayah lebih tinggi dari pada satuan biaya dalam Peraturan Menteri ini, maka satuan biaya ini dapat dilampaui mengacu pada ketentuan tersebut.
Satuan Biaya Uang Harian Perjalanan Dinas Dalam Negeri dan Uang Represen tasi Satuan biaya uang harian perjalanan dinas dalam negeri merupakan penggantian biaya keperluan sehari-hari Pejabat Negara/Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI/ Pihak Lain dalam menjalankan perintah perjalanan dinas di dalam negeri. Uang representasi hanya diberikan kepada pejabat negara (ketua/wakil ketua dan anggota lembaga tinggi negara, Menteri serta setingkat Menteri), pejabat eselon I dan pejabat eselon II yang melaksanakan perjalanan dinas jabatan dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi yang rnelekat pada jabatan sebagairnana diatur dalarn Peraturan Menteri Keuangan rnengenai perjalanan dinas dalarn negeri bagi pejabat negara, pegawai negeri, dan pegawai tidak tetap. Uang harian diklat diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang diberikan tugas untuk rnengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan di dalarn kota yang rnelebihi 8 (delapan) jarn atau diselenggarakan di luar kota.
Satuan Biaya Uang Harian Perjalanan Dinas Luar Negeri Satuan Biaya Uang Perjalanan Dinas Luar Negeri rnerupakan penggantian biaya keperluan sehari-hari Pejabat Negara/ Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI/ Pihak Lain dalarn rnenjalankan perintah perjalanan dinas di luar negeri yang dapat digunakan untuk uang rnakan, transpor lokal, uang saku, dan uang penginapan. Besaran uang harian untuk negara yang tidak tercanturn dalarn Larnpiran Peraturan Menteri ini, rnerujuk pada besaran uang harian pada negara dirnana Perwakilan Republik Indonesia bersangkutan berkedudukan. Contoh: Uang harian bagi pejabat/pegawai yang rnelaksanakan perjalanan dinas ke negara Uganda, besarannya rnerujuk pada uang harian negara Kenya.
Satuan Biaya Penginapan Perjalanan Dinas Dalam Negeri Satuan biaya penginapan perjalanan dinas dalarn negeri merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya menginap dalarn rangka pelaksanaan perj alanan dinas dalarn negeri. Dalarn pelaksanaannya, rnekanisrne pertanggungjawaban disesuaikan dengan bukti pengeluaran yang sah.
Satuan Biaya Rapat/Perternuan di Luar Kantor 35. l Paket Kegiatan Rapat/ Perternuan di Luar Kantor Satuan biaya paket kegiatan rapat/ pertemuan di luar kantor merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya kegiatan rapat/pertemuan yang diselenggarakan di luar kantor dalarn rangka penyelesaian pekerjaan yang perlu dilakukan secara intensif dan bersifat koordinatif yang sekurang kurangnya melibatkan peserta dari eselon I lainnya/ masyarakat. Satuan biaya paket kegiatan rapat/ pertemuan di luar kantor menurut pesertanya terbagi dalam 3 (tiga) jenis, yaitu:
Kegiatan rapat/pertemuan di luar kantor pejabat Menteri/ setingkat Menteri adalah kegiatan rapat/ pertemuan yang melibatkan pejabat Menteri/ setingkat Menteri;
Kegiatan rapat/ pertemuan di luar kantor pejabat eselon I / eselon II adalah kegiatan rapat/ pertemuan yang melibatkan pejabat eselon I / eselon II/yang disetarakan;
Kegiatan rapat/ pertemuan di luar kantor pejabat eselon III adalah kegiatan rapat/pertemuan yang melibatkan pejabat eselon III/yang disetarakan. Satuan biaya paket kegiatan rapat/ pertemuan di luar kantor menurut lama penyelenggaraan terbagi dalam 3 (tiga) jenis yaitu:
Paket Fullboard Satuan biaya paket fullboard disediakan untuk paket kegiatan rapat/ pertemuan yang diselenggarakan di luar kantor sehari penuh dan menginap.
Paket Fullday Satuan biaya paket fullday disediakan untuk paket kegiatan rapat/pertemuan yang diselenggarakan di luar kantor minimal 8 (delapan) jam tanpa menginap.
Paket Half day Satuan biaya paket halfday disediakan untuk paket kegiatan rapat/pertemuan yang diselenggarakan di luar kantor minimal 5 (lima) jam tanpa menginap. Cata tan: 1 . Akomodasi paket fullboard diatur sebagai berikut:
Untuk pejabat eselon II ke atas, akomodasi 1 (satu) kamar untuk 1 (satu) orang.
Untuk pejabat eselon III ke bawah, akomodasi 1 (satu) kamar untuk 2 (dua) orang. 2 . Satuan biaya paket fullboard m1 digunakan untuk penghitungan biaya paket rapat fullboard per peserta dengan akomodasi 1 (satu) kamar untuk 2 (dua) orang. Sedangkan besaran indeks satuan biaya paket fullboard untuk pejabat Eselon II ke atas sebagaimana dimaksud pada butir l .a) dapat diberikan sebesar 1 ,5 (satu setengah) kali dari satuan biaya paket fullboard sebagaimana tercantum dalam Peraturan Men teri ini. 3 . Kegiatan rapat/pertemuan di luar kantor dalam rangka penyelesaian pekerj aan yang dilakukan secara in tens if harus menggunakan satuan biaya ini.
Dalam rangka efisiensi anggaran untuk kegiatan rapat, PA/ KPA agar selektif dalam melaksanakan rapat/pertemuan di luar kantor (fullboard, fullday, dan half day) dan mengutamakan penggunaan fasilitas milik negara.
2 Uang Harian Kegiatan Rapat/ Pertemuan di Luar Kantor Uang Harian Kegiatan Rapat/Pertemuan di Luar Kantor merupakan satuan biaya yang digunakan untuk pengalokasian uang harian kegiatan fullboard di luar kota, kegiatan fullboard dan kegiatan fullday / half day di dalam kota kepada peserta dan panitia kegiatan rapat/ pertemuan yang diselenggarakan di luar kantor. Cata tan: Kepada pani tia (karena faktor transportasi dan / ata u guna mempersiapkan pelaksanaan kegiatan dan penyelesaian pertanggungjawaban) dan kepada peserta (karena faktor transportasi) yang memerlukan waktu tambahan untuk berangkat/ pulang di luar waktu pelaksanaan kegiatan, dapat dialokasikan biaya penginapan dan uang harian perjalanan dinas sesuai ketentuan yang berlaku, untuk 1 (satu) hari sebelum dan/atau 1 (satu) hari sesudah pelaksanaan kegiatan.
Satuan Biaya Tiket Perjalanan Dinas Pindah Luar Negeri (One Way) Satuan biaya tiket perjalanan dinas pindah luar negeri merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pembelian tiket pesawat udara perjalanan dinas pindah dan diberikan untuk satu kali jalan (one way) . Satuan biaya tiket termasuk biaya asuransi, tidak termasuk air port tax serta biaya retribusi lainnya. Satuan biaya ini diberikan kepada Pejabat Negara/Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI dan keluarga yang sah berdasarkan surat keputusan pindah dari pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang digunakan untuk melaksanakan perintah pindah dari perwakilan Republik Indonesia di luar negeri atau se baliknya. Catatan: Un tuk biaya tiket perj alanan dinas pindah an tar perwakilan (cross-posting) mengikuti ketentuan sebagai berikut: 1 . besaran biaya tiket perjalanan dinas pindah antar perwakilan (cross-posting) dapat dilakukan sesuai dengan informasi yang diperoleh dari perusahaan travel dan ditetapkan oleh KPA/PPK; 2 . penetapan be saran biaya tiket perj alanan dinas pindah an tar perwakilan (cross-posting) tersebut agar tetap memperhatikan prinsip-prinsip efisiensi, efektifitas, dan kewajaran serta kemampuan keuangan negara.
Satuan Biaya Operasional Khusus Kepala Perwakilan Republik Indonesia Di Luar Negeri Satuan Biaya Operasional Khusus Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri adalah dana operasional yang digunakan untuk menunjang pelaksanaan m1s1 khusus Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri dan bukan merupakan tambahan penghasilan.
Satuan Biaya Makanan Penambah Daya Tahan Tubuh Satuan biaya makanan penambah daya tahan tubuh merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pengadaan makanan/ minuman bergizi yang dapat menambah/ meningkatkan/ mempertahankan daya tahan tubuh Pegawai Aparatur Sipil Negara yang diberi tugas melaksanakan pekerjaan tugas dan fungsi kantor yang dapat memberikan dampak buruk bagi kesehatan pegawai dimaksud. 39 . Satuan Biaya Sewa Kendaraan a. Sewa Kendaraan Pelaksanaan Kegiatan Insidentil Satuan biaya sewa kendaraan pelaksanaan kegiatan insidentil merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya sewa kendaraan roda 4 (empat) , roda 6 (enam) /bus sedang, clan roda 6 (enam) /bus besar untuk kegiatan yang sifatnya insidentil (tidak bersifat terus - menerus) . Satuan biaya ini diperuntukan bagi: 1 ) Pejabat Negara yang melakukan perjalanan dinas dalam negeri di tempat tujuan; atau
Pelaksanaan kegiatan yang membutuhkan mobilitas tinggi, berskala besar, clan tidak tersedia kendaraan dinas serta dilakukan secara selektif clan efisien. Satuan biaya sewa kendaraan sudah termasuk bahan bakar clan pengemudi.
Sewa Kendaraan Operasional Pejabat/ Operasional Kantor dan/atau Lapangan Satuan biaya sewa kendaraan operasional pejabat/ operasional kantor clan/ atau lapangan merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya sewa kendaraan roda 4 (empat) yang difungsikan sebagai kendaraan dinas kantor sebagai pengganti pengadaan kendaraan melalui pembelian. Dalam pelaksanaannya, sebelum melakukan perjanjian sewa, satuan kerja penyewa wajib melakukan pemeriksaan bahwa penyedia barang menjamin bahwa kondisi kendaraan yang disewa selalu siap pakai (termasuk pemeliharaan rutin clan menyediakan pengganti apabila kendaraan tidak berfungsi se bagaimana mestinya) , oleh karenanya atas kendaraan dimaksud tidak dapat dialokasikan biaya pemeliharaan. Cata tan: 1 . Penggunaan satuan biaya sewa kendaraan operasional pejabat/ operasional kantor clan/ atau lapangan ini dimaksudkan sebagai upaya untuk melakukan langkah-langkah efektifitas penggunaan anggaran, sehingga fungsinya sebagai pengganti atas pengadaan kendaraan melalui pembelian, dengan tetap menjadi bagian dari rencana kebutuhan untuk penyecliaan pengaclaan kenclaraan pejabat/ operasional kantor.
Satuan biaya sewa kenclaraan operasional pejabat/ operasional kantor clan/ atau lapangan clapat cliperuntukan bagi satuan kerja yang belum memiliki kenclaraan pejabat/ operasional kantor clalam rangka menunjang pelaksanaan tugas fungsi.
Mekanisme sewa kenclaraan operasional pejabat/ operasional kantor clan/ atau lapangan mengikuti ketentuan pengaclaan barang/jasa yang berlaku.
Satuan Biaya Pengaclaan Kenclaraan Dinas Satuan biaya pengaclaan kenclaraan clinas merupakan satuan biaya yang cligunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pengaclaan kenclaraan operasional bagi pejabat, operasional kantor, clan/ atau lapangan serta bus melalui pembelian guna menunjang pelaksanaan tugas clan fungsi Kementerian Negara/Lembaga. Bagi satuan kerja baru yang suclah acla ketetapan dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, pengadaan kenclaraan clinasnya clilakukan secara bertahap sesuai dana yang terseclia. Dalam hal kebutuhan kenclaraan operasional telah dipenuhi melalui mekanisme sewa kendaraan, maka pengadaan melalui pembelian tidak di per kenankan lagi. 4 1 . Satuan Biaya Pengaclaan Pakaian Dinas Satuan biaya pengaclaan pakaian clinas merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pengadaan pakaian dinas termasuk ongkos jahit yang meliputi:
Satuan Biaya Pakaian Dinas Dokter Satuan biaya pakaian clinas dokter diperuntukan bagi dokter yang bekerja di instansi pemerintah dan diberikan paling banyak 1 ( satu) potong jas per tahun yang penyediaannya dilaksanakan secara selektif.
Satuan Biaya Pakaian Dinas Perawat Satuan biaya pakaian dinas perawat diperuntukan bagi perawat yang bekerja di instansi pemerintah dan diberikan paling banyak 2 (dua) stel pakaian per tahun yang penyediaannya dilaksanakan secara selektif.
Satuan Biaya Pakaian Dinas Pegawai Satuan biaya pakaian dinas pegawai diperuntukan bagi pegawai dan diberikan paling banyak 2 (dua) stel per tahun yang penyediaannya dilaksanakan secara selektif, dengan ketentuan sebagai berikut: 1 ) harus ada ketentuan yang ditetapkan oleh Presiden pada awal pembentukan satuan kerja mengenai kewa jiban penggunaan pakaian dinas pegawai; dan
dalam hal satuan kerja yang pada awal pembentukannya tidak terdapat ketentuan yang mewajibkan penggunaan pakaian dinas pegawai, biaya pakaian dinas pegawai dapat dialokasikan setelah memiliki ijin prinsip dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Satuan Biaya Pakaian Seragam Mahasiswa/Taruna Satuan biaya pakaian seragam mahasiswa/taruna diperuntukan bagi mahasiswa/ taruna pada pendidikan kedinasan di bawah Kementerian Negara/ Lembaga tertentu dan diberikan paling banyak 2 (dua) stel per tahun yang penyediaannya dilaksanakan secara selektif, dengan ketentuan sebagai berikut: 1 ) harus ada ketentuan yang ditetapkan oleh Presiden pada awal pembentukan satuan kerja mengenai kewajiban penggunaan pakaian seragam mahasiswa/ taruna; dan
dalam hal satuan kerja yang pada awal pembentukannya tidak terdapat ketentuan yang mewajibkan penggunaan pakaian seragam mahasiswa/ taruna, biaya pakaian seragam mahasiswa/ taruna dapat dialokasikan setelah memiliki IJm prinsip dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Satuan Biaya Pakaian Kerja Pengemudi, Petugas Kebersihan, dan Pramubakti Satuan biaya pakaian kerja pengemudi, petugas kebersihan, dan pramubakti diperuntukan bagi pengemudi, petugas kebersihan, dan pramubakti yang diangkat berdasarkan surat keputusan KPA, dan dapat diberikan paling banyak 2 (dua) stel per tahun.
Satuan Biaya Pakaian Kerja Satpam Satuan biaya pakaian kerja satpam diperuntukan bagi satpam, sudah termasuk perlengkapannya (sepatu, baju PDL, kopel, ikat pinggang, tali kurt dan peluit, kaos kaki, topi, kaos security, dan atribut lainnya) dan dapat diberikan paling banyak 2 (dua) stel per tahun. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI LAMPIRAN II PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 / PMK.02 / 20 1 7 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 33/ PMK.02 / 20 1 6 TENTANG STANDAR BIAYA MASUKAN TAHUN ANGGARAN 20 1 7 STANDAR BIAYA MASUKAN TAHUN ANGGARAN 20 1 7 YANG BERFUNGSI SEBAGAI ESTIMASI 1 . SATUAN BIAYA TRANSPORTASI DARAT DARI IBUKOTA PROVINS! KE KOTA/ KABUPATEN DALAM PROVINSI YANG SAMA (ONE W AY) NO. IBUKOTA PROVINSI KOTA/KABUPATEN TUJUAN SA TUAN BE SARAN ACEH 1 Banda Aceh Kab. Aceh Barat Orang/Kali Rp275.000 2 Banda Aceh Kab. Aceh Barat Daya Orang/Kali Rp298.000 3 Banda Aceh Kab. Aceh Besar Orang/Kali Rp 183.000 4 Banda Aceh Kab. Aceh Jaya Orang/Kali Rp238.000 5 Banda Aceh Kab. Aceh Selatan Orang/Kali Rp325.000 6 Banda Aceh Kab. Aceh Singkil Orang/Kali Rp420.000 7 Banda Aceh Kab. Aceh Tamiang Orang/Kali Rp3 1 5.000 8 Banda Aceh Kab. Aceh Tengah Orang/Kali Rp293.000 9 Banda Aceh Kab. Aceh Tenggara Orang/Kali Rp460.000 1 0 Banda Aceh Kab. Aceh Timur Orang/Kali Rp289.000 1 1 Banda Aceh Kab. Aceh Utara Orang/Kali Rp270.000 12 Banda Aceh Kab. Bener Meriah OrangLKali Rp278.000 13 Banda Aceh Kab. Bireuen Orang/Kali Rp220.000 14 Banda Aceh Kab. Gayo Lues Orang/Kali Rp370.000 1 5 Banda Aceh Kab. Nagan Raya Orang/Kali Rp275.000 1 6 Banda Aceh Kab. Pidie Orang/Kali Rp 190.000 1 7 Banda Aceh Kab. Pi die J aya Orang/Kali Rp205.000 1 8 Banda Aceh Kota Langsa Orang/Kali Rp30 1 .000 19 Banda Aceh Kota Lhokseumawe Orang/Kali Rp240.000 20 Banda Aceh Kota Subulussalam OrangLKali Rp400.000 SUMATERA UTARA 2 1 l l\Jf ,,rl a..-. Kab. Asahan OrangLKali Rp259.000 22 l l\Jf,,, rlqn Kab. Batubara · Orang/ Kali Rp225.000 23 1 1\Jfprl a..-. Kab. Dairi OrangLKali Rp270.000 24 1 1!fprl a..-. Kab. Deli Serdang · Orang/ Kali Rp 186.000 25 1 1!f.: >rlqn Kab. Humbang Hasundutan OrangLKali Rp300.000 26 1 1\Jf,,, rlqn Kab. Karo Orang/Kali Rp200.000 27 1\Jf ,,,.: i .,. ..., Kab. Labuhan Batu Orang/Kali Rp287.000 28 l\Jfprl a ..-. Kab. Labuhan Batu Selatan Orang/Kali Rp360.000 29 l\Jfprla..-. Kab. Labuhan Batu Utara OrangLKali Rp300.000 30 1\Jf <>rla..-. Kab. Langkat Orang/Kali Rp 186.000 3 1 l\Jfprla..-. Kab. Mandailing Orang/Kali Rp420.000 32 Medan Kab. Mandailing Natal Orang/Kali Rp420.000 33 Medan Kab. Padang Lawas Orang/Kali Rp420.000 34 Medan Kab. Padang Lawas Utara Orane: /Kali Rp420.000 NO. IBUKOTA PROVINSI KOTA/KABUPATEN TUJUAN SATUAN BE SARAN 3 ^5 Medan ··········3K······· MedϷa: n: ······· 37 ^····· ·Ѝx; ; cia: n················· 3 8 · ···· ·11"ecia: 11······· · 3 9 ······ ·rvredϸa11····· ··· · 40 ······ ·rvrc; a·an······· 41 ······ M: edail···· 42 Medan 43 Medan 44 Medan 45 ······ rvre.c: l"a11··········· 46 ······ Me.da: 11······ .......... '.47 . Medan • ............................•. -8.J..A ... V. ...... . 48 .P.13<.?.: P.:
l: : > .2.fl: : l:
........... . 49 Pekanbaru s ^o .: P.<: : .k?.: P.. 9..f3 ^. .JJ: J.:
.... 51 Pekanbaru 52 Pekanbaru · . · : : : .: : .. $ϓ: : : : : : : · :
P.ϼk.ϔD.ϕfii.}i": : · : ····· . 54 P... B.: §1: : 1:
.l.?.?.:
: : Y. ..... . ··········5·5 .......P.B.:
:
Ꮞ?:
l.?.?.!..l.:
.... . ··········5·6 ..... .P<: '!.i.f?.J.:
J: P.9.: J.J: ! ..... . Kab. Pakpak Bharat ····································-····-····.... . .. . .. ...... .. .9.F. J: : 1. g/.J.: <.:
1.L . . _ Rp300.000 ············· : Kah: ····saffio.si"r·- . . ···························........ . ............. .. . ...... ...... ........ . ....... .9.: t:
T . ^. !.1. ^g. l.. ^^. 13.: E · ·················· ········ ················R: µ33o-: -<5o"i5 · ············· " K a 1J ·····s·; ; r: a: a: n·; ; : ···13ecia·; ; : ai··········· . ^. . ^. ............. . ^..... ........... .9E ^.13.:
J: : i. g ^f . ^^.'3.: g_ ^········· ··············· · · · ···················: rʄJ? ·2·60ς·6ao ................. · .. · ... · . · . ^· . · .. · . ·· . · . · . ·:
-ƴik: ---ƵƶƷ Ƹ =ƹ ƺ 1 ƻ - Ƽ =; ƽ - ƾ ""."." . .. ."........ Orang/Kali ^........ ···········································Rp·2·6·4·: ·066 . ........................ ................................ ................................................................ . ... :
: : : .: : : gtǗ): ƲƳf .: : . :
:
. . :
: : : .: : .. : : .:
. : : : : : .: : .:
: : .... : : .. : : : : : : σp p · .: : τυ: ϳ: φ: ggg ... . ......· . ^· . · . · . ^·χ . · . · . ^· . · . ^· . ·:
. · . ^· . ^·· . ^ψ . · . ^· . ^· . ·· .. ·:
· . · . · . ·ω. · . ^r..... ·:
· . ^· . · . ·P P . . · . ^· . ·:
...... . n . ^i __ } __ ·. ·ϊ. · . ^·· . ^· .. ·.ϋ . ^· ^.. ...... ' . ^u _r _ ^. . · . ^· . ·e .. i .. n .a.r . · .. ·· .. g ... a . ·_a _ ^. _ ^· . ^·· · ^h · ^·· . ^· . . ·. ··········· .......... . ····· . · : : : : : : : .: 9 : ό:
ii./.Ϻ.ϻff . · · .. . · : · . · ._: __ :
: __ : _ .: __ · _: _:
_ · . · : _: _ .. _ ... __ : _.:
__ : _:
.. .. ..: _. __ . _.: __ : .: .: _: R R . _ .: _...P P . . _: _.33 . _: .: 3 0 ·.·. ·.· · .o o ..: .:
_.: .: o o .. . . · _ : _o o .·· .. : : _oo .: _: _:
Kab. Toba Samosir ..... . ......... . ........ . ...........9 ^. : t:
U ^. 1Vg.f: f5: aj ^i .. : !S.?.!.<3.:
..: 1:
. /.!..1.J 0.i........... ············-····-·····-······ ...... . ............ 923@!..1- .'ef?./..45!6 ......... ............................................ 8P. }:
!3...9 .:
.9.9.9.. Kota Pematang Siantar Orang/Kali Rp225.000 · ····· ··· ········································ I<oia: ···siba"ilia················································ ·· : : : ··· .: : : : : · : : : : : : : : : : : : ···· :
: : : : : : : : @: : 9_ABg/CAK: : ····· ······ ································_Rf>34"S": ·o"0 " 6 ....... :
.. _:
: _: : _: : _: .:
: _: _:
· . _: _: _: _: _: _: _: _ · _- _K K: _: : _ · .: _: _ · o o _: _:
: _: _t t . · . . : _ · a · .a .: _: _: _ · . . : _ · T ._1' _ . _: _: _: _e a : _ · .: _b:
ύ _: _: _ · _: 1 ._i .1 : _ώ _1 :
: i . . g i.1 _ · .: _T g _ · _ · _ · _ : _: _1 · _: _ s n . . · . . : _ : _: _: _ Ϗ _ :
g tϐ _ - 1 · . ϑ · . · · · i · : · . · . · . · . · . · . · . ·· . · . ········ . ....... .. .. .. . .................. ............ .9.: t:
?. ·!.1._g/Ѐ.9.:
ϒ .... .... : · .. · : : · : ·· .: ·······························Rj)28"S": "C56"6" - ϐ -............... . ...... .. . .. .9.i.()!.1. M . . : £5:
:
ᏉᏊ-.... . .. ··············· : ·····: : : : · : : : : 1.3P.: ϴ: ¢I: · 9 · 99 . .............. K?.-1?..:
.. . !.r.:
4.r.?.:
gi.ri..B.ili.r........ . ...................................... .............. .9.F. P:
gf. 1.i......... . .......... . .. ....... . .. : : ·· : : · : · : · : ·· }{i?.ϖ?·gj?.: 9·9:
.. ........................ : !S.'3.: ?..:
.. . 1..!..1. xŸżgŹi. .. . 1.: i1:
Ꮢ1:
.............. . ........... ..9<5B:
&./..!<.: ?: 7L.... Rp3 l 5. 000 .. ... .. .. ........... K.9.: 1?..:
.. K?..1.P. P.?.T.... . ..................... ......... .9.F. P: g/J.: <.:
li. ..... .. · : ·· : ·· : · : : : : : · : ··· : : : : ·· : · : · : : : : : · : · : · : : : ·· ϗi?.Ў·99: : : 99: 9 · : !S9:
:
.JS1: : 1 .# ; 9?. ... ?..i.!£s..i.!.1.ฏ..... . .. ··············· ... ... . ... .?.Ɩf:
ฐ?: ฑ/I<.ฒ!i... Rp300. 000 ...................... K?.:
? . . '. . .PᏏ.1§1:
,?.: '>Y.?.: P., ... . .... . ........ .. .9E!.1.gf..?: W.i..... ···· ·········· ····· .......... ···· ······ ··Rr)22·5·: ·006 . ........................ K?.:
? .. :
. B9.k?.:
.. tI.m.r... ........ . ...... .9.E.?:
/ g/: £5: ?:
1.! ... ^···· · .. · :
:
^· :
:
:
. :
... :
· : : ^· : : : : : : : : .: : .R J3 p P.: 3 Ϙ : 2 $: 29: _ :
o9: o § o q .... Kf: 1: P.:
. .R.9k: ?.!! .. .tI.Y.: !.1: : l _ ....._______________________ ..... . ..... ______ .9.!: ?:
J: : 1. g/.J.: <.: â-!.i. .. . .......... .. ···················- I<.?.: P.:
...§J.Ꮕ ·······-·····-·-···-···-·····-··-·-·-···-···- __ _.9._i: _² g/.J.: <.: ?.: ã.L . ············································Rp356: ·oo" c i .... ................... K2.t.?:
. P..g_i.: g_?: L. . .. ..................... ...9..: t:
?: !.1._g/..^.9.: !i........ . . ·······························: -· - _ ·: : .: · .··: -P..4.9.9.:
: : .9.ЌiQ. . • .............................•. li..P.. Y.ᏍA.V.A.N.... . RI..A.Y .......... . 57 Tanjung Pinang •·K ······a · ^····b ········· ···B ······ ^. i ···n ·······t···a ·····n ··········································································································l·············O ······· ^r ···a ·····n ······ g ····· ^/ ····· ^K ······a ····h ·········· ·········•··············· . .... . .... . .... 8.P.A.?.?..:
.9.9.9. J A M B I 58..... . "Jan1EC""""'""""" ... . .. ..... J5: ?.:
?.:
... ?.?:
6.?:
P:
gh.?: F.7...... ... . ..... . .... ... .9.. r..?:
8gl.!?.: 1-L . .... .... . ............. . ..... . ........ ..... Rpi7"S"": ·c i' o6 59 ...... "Jaill : i; r ^·. . ........... JS.c.i: P.:
. 1.?..XEJ ^. g<?. ^.. ... ^.......... ..O o......r r .. . a a .. ..J n ^Jg g / / . . . K K ..... a a } l .1 1 :
.... . ... ............................ :
. · :
. · .----- ^ _ R R ..... Pp ) 3 ^_. _ _"1 2 :
: : ^·0 5 .. · .ϙ .
. . oo _" ._o o . ··o o :
:
. . ...... 60 ······ Ja.mbi""·· ·· Kab. Kerinci 61 . .. Jaffib"C: · . .-.-.: · ............................ ····· .. .......... .. .. . .... .. . .. . - :
: · :
: · : : .: · .: : · .: · . · .-.-.-.: · · .I.5.E:
· _)0.. Є: iit.1. gb.: ϵ ················--·····-·--···-···-·········- . .. ............... .. . ........... "Orang/KaIC" ..... . ...... . .. . . Rp26i5: "666 62 Jambi Kab. Muaro Jambi ... . ...... .. . .. :
. : : : : : : : 9.: ຺ູ ?iZ: ถทH......... Rpl 70.o ^" OO 63 Jambi · · ·········· K ab····s· a: r 0 1 an: g: u: n····· · Orang/Kali.... . ... .................. ........ . ... Rp ^· 2 ^· ; : fr ^· 606 : : : : : : J: ưƱr: : : . :
· . ··· . · . · _: · _ · '.'.: _: _: _ · _: : _: : : _ . . K: K U a _: _ : _ : : b b Ζ : _ _ : _ :
_ : _ :
_ : _ , T T _: r _ . _: _ : __ : e ' _ :
_ : _ : _ : b n . 1 . '. 1 _ : _ : __ Ϛ 0 · . : _ . u _ u _:
_: _ :
_ :
_: 1 _ ϛ Љ_3Њ--k.: : : _ : ʐtF:
· _- _-····· . ··· .. · Ϝ-ϝ-: _: .: : : __ .. : _ : _: : _: _: _:
. : _: : : : §.t.: Ͼ-- Ђ: Ϟϟf :
. : _: · : · : _ · ·············· .. .... ·.: : .. : : : .. : · : ʎ I·Ϡ: : : : gg: ϶: ······ ··; s6 .... ·· Jaັnbi"" . ···· · . ....... . .... . .. .. . .... . .9t.9.: Pg ^l i<:
?.:
1t.. ·· ·: : .: : gP.: ?.: $І?.: : : 9.<i9 ........ ?.?.. .. . J ^_ ϯpϹl?.ϡ...... .. . ................................ l.S.<?.Ꮖ.?: -YZ-]g?.: [ .P.f: : ! !.VX ^. h ^. ... .............. .9..r.. .1.Ꮠ_g./: £5: §:
Ꮡ................... ............ .. . 8.P.?..9..?. . . '..9..9..9. 68 ?.99.: 9?..<....... . . 69 ͕ą-͖ą.?..ณ . .... . 70 ... . ͕ą - ͖ -- < ········ 7 1 ...... ?.'3.:
9:
'3.:
!.:
' ........ . . 72 ...... :
=>.'3.:
9 .'3.:
: Ϣ····· 73.......ź§l:
c.1: !.1..Ż ........ . 7 4 .'3.:
(.): 12$.. .. ....... . 75 Padang 76 tฌญฎl.i"i"."" . """" _" 77 Padang 78 : : : : : : i.=>.4.l.?i: : : .:
........ . 79..... P.?.: 9: ?.: P: K ..... . 8 ^0 Padang 81 : : : .: : · RļϣļЃ: ; : ; .: : : : : · : · : : : : ········ .. . 8 ^2 ..... . ?.?:
g ^_ §t.pg········ 8 ^3.......P13.:
<:
?:
K ......... . ......... ?1. . ......?§.9.?.: ᏇK .... .
................ Kab. Agam . ........ .9.: : .'3.: ?.ຎ.!.!S.'3.:
1.ช ...................... 8.1?..?..?..Ì.:
9..9.Q . .......... 1.1.: >. .. .?..1.: 1:
i: i: Ɩ:
i:
ą.ดƖາxi: i:
........... ........ . ........... .?.:
Ϥ_.: ,: _g; /..!S.i: i: !L. ..... ............... .................... 8.r..?..Ì.9.. .'..9..9.Q Kab. Lima Puluh Kota..... . ............... .9.E.ϰ: 1: _g; /.. !S.Ł ϱ---······ ........ . 8.P..? .?.§.:
9..9.Q ............... 4'.3.: !?..:
... P.585!1.> .. P.59: 5:
Il: 5!..1- . ................... . ·················· .. . ....... 9.. <=.1:
1..'ef?./..45!6............... . .... .......... 8.P.?.9.B.:
.99..9 Kab. Pasaman . .. . .............. . .?.E5!.1..'ef?.D5;
i......... . .. . ................. . .... . ...... ......... . 8.P.?.?..9.:
.9.9.9. Kab. Pasaman Barat......... .9E.1.1.: ຏ.!..ซ.1'!: : 1.i..... . ...... . ...... . .. ............... . .. . ...... . . 8.P..?..?..9. .. '..9.9..9. Kab Pesisir Selatan..... . .. ..9<5!1..'ef?./..45!6 . ...... . ....... . ....... . ........ . ...... . .. . . 8.J?.?..9 .?..:
. 9.9.9. Kab. Sijunjung Orang/Kali "Rp225.000 ·· · ·· Kah": ··s010i<···················· ··· · · · · · · · · ····· ········· ··· ··· ··· ··· ··· .... _ _ ..._. _. _. . ... · .: : ··: ··: : 9.:
ϥЁ.iZRL: ···· · · .................. .... .. . ..._ϦP.-?.I.9.:
. 9.9.9. Kab. Solok Selatan.......... . ... .9.1: : .4?,: g; /K:
498 Rp250.000 ···· · ················· kabϧ··ra:
f1.ai1.t5atar······ ·............. . ...... .................. .. ................. .. ^.9. E.?.: !.1.. g.f...'3.: !t. ^..... . ···· ············· ········RiJ·2: : fo·: 600 · ······················ : · : · : : : : : R9·tϲ: : i:
Ϩ1ff :
fogiic : ··· : ········ ···................ . .. .. .9..r..?:
^g f.I.S?: Ji. . . · · · · ·· : ·· :
3P.: ?I$: · : : ϽЋg9 Kota Padang Panjang............. .9.E9?.B./..!S.'3.: =L.... Rp210.000 · ······ ····· ko.ta .. r>.aria: m: ·a: n·· ................ . ...... ... . .... . ....... · o /Kal. ············ R ···2"0"6 .. 666 · · ································· ·k0"t"a: "I; · a: : Y a ^kli ffi ^1Jli"t1 ······· · ^· · · · ^·· · ^··· · ^·· · ^······· · ^······ ·· ^·· · ^··············-··· ·············· ^..r.. ?: !.g ···· ... . ....... . i. ········· ·························· · ············· · P ...... . ...... '. .............. · ................ ............... .. ... ................... .9.1.: §1:
1: g/.I,<:
ϩF ^_ .... ... . .......... .. .................... R .13: p l?.2Ϫ 2 1 ^····· 5 Ì .. :
0 9..0 Q.O Q ·············· 1<: aia sawahiu.nto . ··· .......... .. . ... . .. . .......... .. . 9.F. J: : 1. g/. 1.L. ·············· I<0ia:
. ·s010k········ .. . ......... .... . ......... . .... ...9.E?: !.1..g.l..(.13.: JL... ... ················ ·········· . . _. : : : : : : .: : ตv..I9.:
: : .9."9..9.:
...... ...... .......... ...... ........... . ...... .. . .................... . ................... . .. . .. . ............ . .. . .. ...... .. . SUMATERA SELATAN .. : : : : : : : · :
· . . : _: _.: : : : ..: _: _: 0 9 _: .: _: _r r : .: _ a a ϫ _: _: _: _: n_n : _ · _: _: _: _g g . "/ / : _ : . . _ K: K. . : .: _._a. a : .: _:
_ 1 1 ._: _ 1 1 ; _: _: _ : . : _: _ ...... · · ······ ······ · · ·························RpЈXcfaϬ666 ····· ········ · · ······· ···········Rr; sis·: ·000 ··········s·s ······ : Paieffihan: g ···················· ········································ I<a: h: ···13a: n: : y u·asi·i1·························· iV •••• i - : !=: =====-: ; : i!H "# $ % g: ===: == ........... . ^. .. .. ^. ......... .9E.?.: !.1.J?;
/. ).<3.: !L.. . ............ Ri)2.56: 666 ............ ..9T?.: !.g.!.!\13.:
i.. . .... Rp·2·3K.660 ........ 89.......P..Gl:
1.f: : : .1.1.?: 1?..?:
K.................... ............. ?.:
. M: i: : t. (i. . . l.3..13.:
1.?:
": l: : : >.i.!.1.:
... .. . 9 ^0 . ...... ?.?: lA!.!.1..1?.BCK....... Kah,.... MY.: (å---æa': Y.§1: (........... . ......... QF.§1:
: i: g/. 1.L................... ······. ··· .. ·· . · . ··. · . · . · . · .·. · . · .· · .-- . ·ϭ ··· · · · · . · . · ·P P . .. 3_2 .-.· _ - 2 3 _ .. _ . . _...... Ϯ .---· · . · . · .. .:
." _g _: _ · . .. _b _ .. _: • . .. g _ . . _ . . ..·.... .. ........................... .9.F. äg/. 1..L .. 9 1 Palembang Kab. Musi Rawas Utara Orang/Kali Rp325.000 NO. IBUKOTA PROVINS! 92 Palembang 93 ! PalPmh: : : in e; 94 Palembang 95 Palembang 96 Palembang 97 Palembang 98 Palembang 99 Palembang LAMPUNG 1 00 Bandar LamEung 1 0 1 Bandar Lampung 1 02 Bandar Lam2ung 1 03 Bandar Lampung 1 04 Bandar Lampung 1 05 Bandar Lam2ung 1 06 Bandar Lam2ung 1 07 Bandar Lam12ung 1 08 Bandar Lampung 1 09 Bandar LamEung 1 10 Bandar Lam2ung 1 1 1 Bandar Lampung 1 12 Bandar Lam12ung 1 13 Bandar Lam2ung IBENGKULU 1 14 ! Ro"' aln 1h 1 1 1 5 i Rpn rrln 1l11 1 16 ! Rpn aln 1l 1 17 ·. . 1 - 1 18 r-. )JϏ 1 1 1 1 1 1 9 Bengkulu 120 r-. Έ!.. 1 1 1 1 - 1 2 1 D Ή-1<. : h1 122 ,--. ; ; -l,.- , h 1 BANGKA BELITUNG 123 Pangkalpinang 124 Pangkalpinang 125 Pangkal2inang 126 Pangkalpinang BANTEN 127 erang 128 Serang 129 Serang 130 Serang 1 3 1 Serang 132 Serang !JAWA BARAT 133 Bandung 134 Bandung 135 Bandung 136 Bandung 137 Bandung 138 Bandung 139 Bandung 140 . ,.... . : : : . 141 ! R: : : in rl11 n P' 142 Bandung 143 Ran rl1 1 n a 144 R a n rl1 1 n a 145 Bandung 146 B <> n r h 1 n p- 147 Bandung - 76 - KOTA/KABUPATEN TUJUAN Kab. 0 gan Ilir Kab. Ogan Komering Ulu Kab. Ogan Komering Ulu Selatan Kab. Ogan Komering Ulu Timur Kab. Pali Kota Lubuk Linggau Kota •agar Alam Kota Prabumulih Kab. LamEung Barat Kab. LamEung Selatan Kab. Lampung Tengah Kab. LamEung Timur Kab. Lampung Utara Kab. Mesuji Kab. Pesawaran Kab. Pesisir Barat Kab. Pringsewu Kab. Tanggamus Kab. Tulang Bawang Kab. Tulang Bawang Barat Kab. Way Kanan Kota Metro Kab. Bengkulu Selatan Kab. Bengkulu Tengah Kab. ^Rpn nlr11l1 1 Utara Kah. Kaur Kab l<pn: : : ih i: : : in a Kab. Lebong Kab. Mukomuko Kab. Rejang Lebong Kab. Seluma Kab. ^Ra n _: : : lra Kab. Bangka Barat Kab. Bangka Sela tan Kab. Bangka Tengah Kab. Lebak Kab. Fì 1 1 Cf - - Kab. ì - - Kota Cilegon Kota Tangerang Kota Tangerang Selatan Kab. Bandung Kab. Bandung Barat Kab. Ciamis Kab. Cianjur Kab. Garut Kab. Indramayu Kab. Karawang Kab KllnlT c<>n Kab. Majalengka Kab. Pangadaran Kab Purwakarta Kab. Subang Kab. Sukabumi Kab. Sumedang Kab. Tasikmalaya SA TUAN BE SARAN Orang/Kali Rp205.000 Orang/Kali Rp248.000 Orang/Kali Rp250.000 Orang/Kali Rp245.000 · Orang/ Kali Rp265.000 Orang/Kali Rp290.000 Orang/Kali Rp280.000 Orang/Kali Rp205.000 Orang/Kali Rp270.000 Orang/Kali Rp234.000 Orang[ Kali Rp246.000 Orang[ Kali Rp246.000 Orang/Kali Rp252.000 Orang/Kali Rp276.000 Orang/Kali Rp2 16.000 Orang/Kali Rp200.000 Orang/Kali Rp222.000 Orang/Kali Rp240.000 Orang[ Kali Rp252.000 Orang/Kali Rp267.000 Orang/Kali Rp270.000 Orang/Kali Rp234.000 Orang/Kali Rp275 .000 Orang/Kali Rp 185 000 Orang/Kali Rp250.000 . Orang/ Kali Rp308.000 Orang/Kali Rp238.000 Orang/Kali Rp300.000 Orang/Kali Rp338.000 Orang/Kali Rp250.000 Orang/Kali Rp225.000 Orang/Kali Rp250.000 Orang/Kali Rp275.000 Orang/Kali Rp275.000 Orang/Kali Rp250.000 Orang/Kali Rp 190.000 Orang/Kali Rp l 75.000 Orang/Kali Rp 180.000 Orang/Kali Rp l 70.000 Orang/Kali Rp2 1 5.000 Orang/Kali Rp230.000 Orang/Kali Rp 1 83.000 Orang/Kali Rp 1 83.000 . Orang/ Kali Rp245.000 Orang/Kali Rp2 15.000 Orang/Kali Rp243.000 Orang/Kali Rp275.000 Orang/Kali Rp248.000 Orang/Kali Rp275.000 Orang/Kali Rp235.000 Orang/Kali Rp283.000 Orang/Kali Rp2 18.000 Orang/Kali Rp208.000 Orang/Kali Rp245.000 Orang/Kali Rp230.000 Orang/Kali Rp245.000 NO. IBUKOTA PROVINSI KOTA/KABUPATEN TUJUAN SATUAN BESARAN 14 ^8.... 1.?.9!.1..9: 1: : !?: g ...... . 149 .. . J.:
3..Ꮘr..1 .9:
i: : t. !.l: K ........ . 1 5 ^0 . .. . 1.?..': '.!.l:
9.\1.1.?K ... . 1 5 ^1..... E.3..Ꮒ.1!.9: \1.!?:
K .... . 1 5 ^2...Ç.': l:
1.àÈá.!.1.K .... . 1 5 ^3.... . !: ?.ƕ1.:
.9.: 1: : .1.?: ..... . 1 54.... !: ?.Æ!.1..?.:
É?: g_ ..... . 1 55 ^Semarang 1 56 .?.)?.: 1:
: : : : : 1:
?: , ........ . 15 7 ... . ? . !?. Æ !. : : 1: !.1......... . : ·: : : x§·s ... . ?.*!.!1.?.: !.+.i.: : K. .. . 1 59.... §`!.?: atbl?JL. 1 6 ^0 .... . ?. c . : t?.. ad. <=l: g····· 1 6 1 . .. . . ?..c.: t? ^. .ad.'3.: !.: 1K ... . 1 6 ^2 .?.): l!l: !: : : : : 1:
: 1:
, ..... . 1 6 ^3 ?..c.: t?..ad.c.i:
:
: g ...... . 1 64 . .. . . ?.Ꮌ.1.!1.ᎽE?.: : J: : l. g ........ . 1 65 .... - Ꮌ . 1.!.:
. E.'3.: : J: : l .g . .. .....1 66 ... ?.!.?.!.!.1.L . . 1 67 l?._m-ng 1 6 ^8...f?.*gi.,: r: : §l: -K. ... . 1 69.... . ?..: ?.: 1:
'3.: : 1:
;
?:
€L .. . 1 70 .§.c.!.1:
: eE.b.1.?: g ...... . . 1 71 ... .?..?.!..!!:
........ . .. ""__"""f.7..2.... §.$.1.!.1.?.: T.: : l: %?:
K ... . 1 7 3 .?.;
1.:
1..<:
1=>?.. ? .. ... . 1 7 4 .. . ?...1.?: ?: j!.8-: !?: g ..... . 175 .?.!.!.1: !: : 1.?:
........ . 176.... ?..: ?.: 1:
E; !l: >L ... . 1 77 ?.: 1!.1.T?. .... . . 1 7 ^8.... ?.: ?.?: §: : 1:
;
?: K .. . 1 79 ... . ?.. Ë!.1:
: a E Æ J:
JL . . 1 ^80 ?.. Ì!!.1..13.: : 1:
Æ1.?:
Ê ....... . 1 ^8 1 ^S e ^maxang .... .......... .. Ï?.t..Æ...f.?..t3.: !?: JᎺ.. Orang/Kali Rp283.000 . ... ........... .................... ........... .9.. !§:
..1.?.. 4!7.'3.:
i. . .............. ·······--·········-··-·····-······--·-····· : : ...... : : .. Η · Θ:
.. 9.:
i.fi.ZRL:
.............. ·· ·········...· .P.-?§$."3?.9.9................... /?..!.. .. J.:
3.?g?.E.. . .......... ................ . ......................... ......... .9.E'!.l: g/J.: <.: (1.&........ . .......... ............... }3P..?..?..?.:
.9..9. Kata ^C imahi . .............. .. . 9!.: §l: !.Sf.1.: \§l.Ꮅi.............................. ...... . ......... !3: P.].?.^.:
9..9.9. , .. K . ...... a.... . t ... a.......c.... . . i ... r .... e .... b.... . 0.... . 11.... . .. ....... ... ..................... .. ...... . .. . .. .. . .......................................... ...... . .. . , .......... ..9!.ãJ?:
!.Ïå-Ñ-Ð ............................................ .8.P?.7.. 9.:
9..9..9 : : : : .: · .:
: : · Ko ta Depok ............ ..2!.8-: : ΙΚ: g / Kag1. ............ ··········-···········- ...... .. .. .. .. dP..?.?..e . . '..9.9..9. . Kata Sukabumi . ........ ........... ..2E. ě Λ.?: g ./..χ-i.............. ............................... ...... . gP..'.?. .'.?..?. . . '..9.9.Q Kab. Banjarnegara Orang/ Kali........ 1.3P..'.?. .?.9..'..9.9.9.. ...................... ບ.i3.:
?..:
..l.:
3.: : 1: !!.Y.. Μ1.?.dΝ-······....... . .... ......... ..91.: : Æ1.: 1:
Ê/.ÏÆ!.i............................ .................. !3: 1?.'.?.?..?..:
9..9..9. Kab. Batang.... .. 9.. EÆ?.gDÆÑi. Rp240.000 ······························ kah: ··13i0ra············................. . ........ . 9E§.l.i.: : g/F. :
·· : ·· : · : · : : · : ·.·· : : · .:
· : : ···· : ·· : · : ···: : : : : r.ii Ξ?..93?.: 9:
....................... !SÆl.?..:
.. I.?..'?.Y?..1.Æ!L...... . . 9Tbk1.:
s.!.!Sc.i: : h1.. . ....... ᒊJ?.Ꮉ'.+.9.:
9..9.9.
^K ...... a ..... b.... . . · . .. .. B.... .. r . .. . e .... b ..... e ..... s..... . ................... .......... ........... . ........................................... . ..............^..... . ...... 9E.c.1: jkg/.1.S.ii................ !3: P.'.?..?.?. .. :
9 . 9 .9. ................ IKab Cilacao ·-··-··-..<?.E.c.i:
:
:
/.. 1.S.Ě-······· ........ gP. :
?. . ?. .9. . :
9 .9. 9. Kab. Demak . .... ......... ..9£Æ1.?:
&/.ÏÆ!: Ò..... . ................ : P.¢.£.9..:
9.9..9. . ............... -Ïç?..:
..9.E.?.?.?.g_d1.?:
............. .......... ..9E.l3.: ?.g./.. 1.S.i...... . ......... 13P..?... . .. ..9.9.Q . . ··············· .1-: \.1?..:
. . Ꮏ?.P.ᏀE...... . ... ............ .9.Ο.?.:
?: g/.1.S.13.: }Ě.......... . ... . ............... gP..?.'.+..9.. .'..9.9.9. . ............. 1.S?.:
1: ?.:
... /0E?.:
J: ?:
.J: ?: Y.. .E.......... . ............ . .......... 9.E<: l: ?.f$../.. <: l: }Ꮑ.... . ....... gP'.?..e.9.'..9.9.9. , . ^K ...... a ..... b . .....·.... . ^K ...... e ..... b ..... u . .....^n . ... 1...e.... . 1 . . 1 . ... .. . ........... ...... . .. . ........... ...................................... .. . .............. . . , .......... ..9ÓÆ1?: Þ/.Ïä}Ô.. . .. ......... ...................... 1312'.?.?..9.:
9.9..Q. Kab. Kendal Orang/Kali Rp230.000 1 1 _ K :
:
^a = 1 _b : : .. ·:
.... K : : .: : .:
^a =_ ^t : : .e : : .. n : : .:
................................... . ...... . ...... ......................................... . .... .... .. . . 1 . .. . ... . .. . . :
9i.·.iigZKL · .: · ··-· ··········· _ -··: ·:
Er_""$."9-ĺ_-9 ·9_9_ . ··········· Kab. Kudus .............9.. : 1:
¨: t?:
8.J.¤¨1.¥ . ......... ..................... . ................ 81?.'.?.?. .. ?. . :
9.9 .9 . ... ·················· ¸δ: Χ .. :
. :
v.1.. e : g Ꮄ . 1. Æ ?.g.... . Kab. Pati . ..... . . 9.. E.?.: J: ?:
/..bc_L.. .. . .131?..?. .'.+.9.. .:
9.9.9....... ........... 9.£Æ1?:
Ê/.ÏÆÑÕ.... Rp240. 000 . ........ .. ··········-·--··------_ ---·-· i.5̆_-: , ·5: >Π.J.. ƫ. fori.iP.." : ·· .· . . ··_-······· .......... . 9..Ꮋ?.: : r.: ig/J.S JL. . . · . ···"") Ρ P. + $. . . :
99·9_ . ..................... ຍ-.1?..:
... !!1.-1.: : ...................... ..2.C>?.. l.1.: D1..... . ..... . ... 1.3P¢.?..9.:
.9..9..9 .. ·············· ෴1.S.ມ1?. .. :
.. ?.t:
1.!!i?. .. &!3.:
.... . . ·-··---·······-·---·--·--······-······-··-··-· ····-···-.9.El3.: ς?: !./..1.SƢ ....... g P.'.?. . ?..9. . :
9 .9. Q........................... ÏÆ-1?.:
...?.J?.......... ...... ........ ..9.. !.ÆJ?:
&!.ÏÆ!L. . ......... . 8P.?.?..9:
9..9.Q ....... ..... .I.\f: l: ?.:
. !3: ß!?.?Æ!! ^. .&... . .... .. . ... . ........ ..9.. .ÖÆ: i: : _gf.!S: : : i: ×L..... 1.3: P.. ¢?..9.:
9 ^. 9.9 . ................ !S'.'1: ?.:
. . F;
1.?.:
G:
HI?? . ......... . ··········........ .?- -!!!S.1" . .................... . ... !3: P. ` ¦ .9 :
9..9. . 9 . ................. ... -<=?..:
?!.;
J: ?:
..... .......... . ... 9. : r: : ; Ζ:
g f . 1. L . ........................... . !3: P ¢ ?..9 :
9 .9..9................... ÏÆ?.:
... ?.ฉ.1.จ?.!:
.l3.: !.J?.......... ............. ......... ..9.. .1.*): i: : .g/J.: <.: c: i:
+............. 13 .P.'.? .. ?..9 :
9.9.9 .i: K .:
... ·.a ...... b . .. .. •.... . T ... . . e ... :
υg"" al ···················································································································•···········..9.. Σd!.1,g/.¸dαL.. . ...................... . ............... 8Pd .. ?.9.:
9..9.9. ··: ·: · 5·_·?·. ·: ·: · . · . ^$·π-i.-i.-!i..... . _ ^. _ ·: : : · ^············· ......................... -d?..:
... !).: t?..*.J: ?: S+1.!..g.................. ............ .9E.l3.: ?.BJ..1.S.ΤL.......... . ............. gP..'.?..: 1:
9..:
9.9..9. ........ ..... !SÆ?.:
.. !Y.. ?.?.?..gÝE!....... ........... . ..... g>@: r:
g!.A?-µ........ 13 .P§ .. ?. .9. . :
9.9. .9 . . }.?..... ?..`!.1:
:
ad.c.i: ?.g ..... . 1 ^8 4 .. . ?..c.f?:
: : : : 1 :
'3.: ?.JL. 1 ^8 5 ?.. !.?.!.1?: .. 1 ^8 6 ?.Ë!.1:
: Æ1.ÍÆ!.1..S. ....... . 1 ^8 7 . .. . ?.t: !1.?: : : l : Ꮎc.1: : 1?: S. .... . . 1 ^88 .?.; ?J.@: ALB ...... . Kab. Wonosobo.....................9.. !.6.1: 1?.:
/..1.Sbgi,............ ............................. !3: P.'.?..f9..:
99..9 . ..... ... 1.S?..Ꮈ: : : l:
. . Υěgγ!. c.i:
:
: tL..... .... . ...... ........... .9E.c.i:
:
: g ./..¸βΦ-········ . ....... . . 13P.?.. '.+..9. .:
9..9..9............... .... !S?.ØÆ ?..1.&1.?:
.......... . ............... .. ..9.. !.ÆJ?: _gDÆ!i.... . ....... 13.P`a?..:
9..9.9 . ...... .. . Ù.?!Æ ... ?.ÚÆ!æ.gÆ ....... . ........ 9.. !ÍÆ!J:
g/.Ïc: i: !L.. . ....... 131?.§.¦.?.:
9.9..9. ,. ^K.......^o.... ^t .... a..... . . s.... . i.:
..ff.......a.... . k.... . a .....r.... t .. . . a.... . .... . .............. . .......... .. ............... .. . . -................................. 1 . . •... .. 9..tb:
i1.S./.1.Sb:
h1..... . .. .... . ...... gJ?..'.?.'.+..?.:
99..9 Ko ta : gal . .?: 1'-1: K:
B/!SE.i............ !3: P § . ?. 9 :
9.9.9 . 19 ^0.... .X?.g: yÆÑÎÆ: r: : !Æ .... . ............ ..... . :
ri.d1?. . . :
. S:
â.J: : 1.: 1: : 1. J?: K.ÏÛÈ: 1: : 1. Ü........ . ..... .9.E.8-: !1._g./...c.i: !i. . ^............... . .............. hP.. .. !..9.:
9.99. 191.... Y..?. .l'.?.Y.. ຟ1.<.. :
:
t..c..t ............... ...... .... . ············· : Æ.1?..:
... 1: : 1: : !?..12 P. !: ?..g_<: }_ Orang/Kali . ........... 13.P.. eJ.9..:
9..9.9. 1 9 ^2 y ?͔͔.!: : i:
..... .. . 1_ ^K ······ ^a ····· ^b ··········...s.... . . 1 . .. e . .. . m . .....^· .. _ ^a ····· ^n ··················································'·······················································•·········...?..ฆ.<: 1: ພ1.: ง./.!': l!.L........ ................. hJ?..'.?. .9..!. . . '..9.9..9. Si\wA···r..tJ0.98.: : : : : : .:
: : : : ··----··--_-··············· . 19 ^3...§.Ꮓ.r..?.: P. .?.: Y ^Ꮔ .......... ················ kah: ····13·an: gf8Ii·11······· ..... "i94 ···· .$..t: : ᏄP.9.-Y".l . ....... . · · ^.. .":
: : ·""".": ·.-.-.-.: · · K Ψ · a ^f.. b Ω-Ϊ . ^'.: · :
" B $.o §.: njj}ri.: d _ ^. .. o ."jw _"iio .Ϋs .il o _"ii. ..... ... . 19 5 ?..i: : t. E: t?.ïY.. 13.:
......... . ..... "i9·6······ Surabaya · ·····"i97 ··· ·su·1: ·a: ha: Ya····· ··· :
: : ..: t:
: -- : : . : IJ tŸ ǟǠ: : : : · ··:
···· .. ..... · ··· ·· ·············· icaiJΰ··a: ; esiiζ·· · · ············· K: ah: ···J"embe·1: ······ · ..... :
. :
-:
: : · : : . : · : : : : : : : · - : : : : : t.- : ii . . : : · : : --: : : · ·: · · ·· . : ·· .. ········ . 200 .....?..i: : i: : r.: à1.?.ñY.<; l;
......... . ·············· : IS,Ꮘ1?...'. ... ᒈ: 1:
?:
: ᒆ5!3.:
0.: 8 ......... . .. . 20 1. Surabaya ·······ηfr52····· ·su: ά: ·a: ha: y: a: ········· · ....... .-.. Ưg: r:
· : _ : : : : : : : : g t ; ƫ Ƭ: f ƭ : ; l. F ·: : · · .
........ ...... ......_--····: ·.-: ··: : . .-.-.-.-.-.-.-- Ʈǐ8 - rggg orang/ Kali ·······································Rii"2.'.: is·: "Oo6 - R : iSTi[I!: - . ......... · . . ·· . · · •---!!!1- ggg . ....... 9..i: : .<3.:
1.1.: g/.J.: <.: aj_t__........ Rr2"t5T.666 . ..... ............ 9. : r: : §l . . Ά ? .. g f.: §l .. !L...... ........... ·······........ . .......... Rpฅis"3··: "6 66 .. ..9.i.: : gg/.J.: <.: JL ....... . . ·················· ··· · ···················Rr; 24·5·: ·00"0 Orang/Kali ···············Rp2"5°: : f o66 ···: ··: · : : : : ·: ·: : : : : : ·: : : : ·0 0: ·: : : : : r r : έa a : : : : n n : : : : . ή : / : z: K ga a ί: : . 1 ·f.1 1 : ; : : · : : · ··· · ·········································Rp-ρ2°8"5:
666 '!=.
........ . ....... .. R ^ili"43j566 NO. IBUKOTA PROVINSI KOTA ^/ KABUPATEN TUJUAN SA TUAN BE SARAN 206 .... ?.ЛМт1.?.: : 1: Y.. у...... Kab. Pasurnan .............. . .... . .................... ...... ....... . ........ . .......... . ...... . .. . .. .9..ෲ: 1෯ຖ./..T.s. ෮:
........ Rp228.000 207 ... . ?. : i: : t E.E.l: ?..l: l: Y.,.................................... .I:
<: i: ?..:
. f..<?. !.1.<?.E<?. g<_: >................. . .................. ............. Q ^r.: ѐ.J?: g f.I. ^lL ... . _ ^, ^. ^. ^............... ^. ^.... ^.
............. Rp.'..i s's'Нci66 208 Surabaya Kab. Sampang Orang/Kali ....................................... Rp2:
=f?5': '6cfr5 ....... 209· :
·$.i.fr.' b..ђY..: -.:
·· · ....... · ... . .................. . .... . ...... . .... . ............... . .. kah: ···s1d0·ru: JO· ·....... ._ .....·.-.....
.. ._ .......... . '.'.'.
.. '..'.:
· . · . -.-. .. . . :
. ·:
·.·:
: : ·: ·:
... : : .·.: : .·: : .·: ·: : -.·:
·:
. ......-.-:
-:
ࢊ.i /෦ajL'.'........ ......................... ....... . .... : Rµ2їrn-: -c5a'6 ...... 2 i6 ... §ăr.: §1: 1: ??.J.?.:
. .... ·...^· ...... ......... · ......... kat·: ··sit: uhoilcio.... .. ........ ............ ^. 9E?.: !.1.gf.F.?.:
L . .......... . .................... .
^.... ^. ^. ^.. : Rp'.is·s·: O'oo ..... О ^· П ^· ч ^.... ^·²··: : : ... . ^· ..... · . ^. .. ·:
: : : .: : . : : ^· : : : ǘt: : : : ǔr.J: Ǜǜ .: : . . : . · : ^· .. ·· ... . ...... . ......... giР: С·kТl · · · ·· ^· ..
.
... ^.
.
.
.....
.
.
. ..
.
.
.
. .. ..
........
Ʃƪ·; Ǖ·.:
g·gg ...... ᒒff 3 : ·: ·§: ii: УÉ: Ź : цY ....... Kab. Tub an ......................................................... ....... : ·: : ·: ·: ·: : : : · : : .. : ·: : .. :
. 9iŸg/Фif .·. : · : · : ·: · · · : · " · ·· · · · ··: · : ·: · · · ··: · · · ·· · ·· · · ·· · : · : ···· · · : ·: · : · ··: · : ·· · : · ···· · · : · · · : ·· · · · · ·: · ······ · · · · R R ". · ·· · ·· ·P P ..
:
:
2 2 . . · . · .:
: 4 4 : · · · : ·: · : ·s 5 ··· ·• · ·· · .. :
:
· 0 o · : · : ·: · · · a 0 · ·: · · · · · : · 0 0 · .
.
•. · 214 .... . ХăT1: 'l.l.?.?.W.?.:
..... . .......................... . !s.1: 'l.1?..'. . . T.ᎭJ\l:
1.1_gᎩᎬ!.1K .. .. .. .... . .................. ....... . ............ . .. ^..... . ... ..... .. . 9.: t:
13-.1.: l g/JS.Ꮜl ^.Ꮚ 2 15...e: i: : t t.: §1:
?ᒑY....... Kota Batu........ ........9J: : .?.: PM.ᒙl: ll ! ... . .. . ...... ............. . ...... . .. . .. .. ..... ᎥP?ᎦᎧ.'..9.9..9. 21 6 ... . ?: i: : t.!:
<: l: ?. .l: l: Y....... Kota Blitar ............................................ ....... . ...... ... ..... ........... ..9T?.: P: ^gf . ^I ј}.i..... Rp255.000 21 7 ... . ?.: i: : tE.13.:
l? .13.: Y....... . .......... : ^· : : : ^· : : : : : ^· : : : : : : ^· : : : : : : : : ^· : : : ^· : : . K J.{0 ?._t i.: a É: : : SK : : : : : : e gj d ; : 9 1 ^.: r Ÿ ^1 : : Цgfrg Orang/ Kali .... .......................................... Rpżiѕii5': ' 660 21 s . .. . . §ю'.r.: .l.?.?.: Y.?.:
...... ·....... . ... . .. . .. ...... 'Orani/: KaiC ^. ^. ^.. ........ ^. ^. ^. ^. ^..... ^. ^. ^. ^. ^... ^. ^. ^.... ^. ^.......... : R r; 23· 5·: ·006 219 .... . §ăr.: §1: 1?.ыY....... . ·.... . ..... . ..... . ... . ........... . .. . ·k0ta .. M: adhiil ^.. . : ^· . ^· : : ... . .. : ^. : : : : : .: : ^· : : ^· : : ^: : : : : : ^: : : ^·: : .: : : : .: : : : . ^:
. ·: : : : ·:
.. ·:
... : : : : : .. : : : : : : : : : : : : : : ^· : : : : : : : : S?'i.: ·P.: iz: Rtr ^:
: · · ........ : RiJ ^· 24·5·: ·66 ^0 220 Surabaya ...... 'K: 0ta .. M ^a i ^a ng ^..... orang/Kali ·· ^.......................................... Rp.'.i żi s ^. : ^6 66 ... . 22 1 :
.' $µ ^· i.ÉFєi·: : ·· ^· ........... ^. .. . .. . ........ . .... . .. . .................. . ... . ... . : : .: : ^· :
?%i.:
M.?J?Js.&i.'2.: : : ............. . ...... .. .. . .....^. .. . ....................
. ............... : : .:
:
:
:
:
¢>.i.Ч·g/Ш0.C.:
... .. .......... ... . ...... .. . ·. ^· .·. · . .. . ·. ^· .·. · . ...... .. . · . ·.· .. · . .. . ^. :
:
. .. . :
.. : Щ · · · : · · ^·· · ·· · P f> . '.: · 2 · 2 · · · · · · · · · ; · · · · · : · Ъ ·· ·:
. .. : : . ^· .. g... · . :
·· · g · ^: · · . ^· . ^· . g . : : . ^. . :
. 222 . .. . ?*t+.1?.§l: Yt=.l............. ................................... ^Y .<?.Z§l .. P.: t:
9.l??.1.Ы!.1.-gg2. ............................................................................. . . ^.... .. ^9 1.: 1.?: £/.1.: <.: 1.L . B A L I 223....P.. DE1.P.?.:
E.c.1T..... ............. . ...... . ........ ·----:
-.-. · --:
-. ·gO'_:
'.' .' ?... R.ii.iJ;
s. · .. .. . .............. . ...................... . ... ....... . .. .. .... ........
....... .
'.'...'.' ....... Q:
: ͏J?:
gf.; £.͏.Y.
. ......... : Ri)is·s .. : ·666 224 . P.D.1.1.: P?.:
E.a.:
r.:
. .... . Kab. Bangli ... ................................................ ..................... ............ .91.: §l: : r.i: g/Êaj. ^Ь ......... ......................................... Rp ^ѓi'.is ·: ·oo ^6 ..... ·225 ... P..ф!.3: P..i: >.Э..... ... · ..................... . .... ........... . .. . .... .. ... . . :
. : : · _' 1 Ю 5a a · :
· :
·.b · Ź : : · '.·: : .B 0 ·: : ·.'.t 1-; i a ·. ) n Я1 Y .. а a ·: б r i i·: : : ·: : · . .. .. . ................................................................ ........... 9..r.: в:
: ig/ш.§1:
i . ......... ......................................... Rp26·s: ·oo6 226 .... P.&!3:
I?.<: : 1 : ?..(...... . .. ...... ............ 9t.?.: : r.:
g.f..Ꮛ.?.:
1.Ꮚ ^. ^. ^. ^. ^... ^. ^.... .. ^. ^. ^..... . ^. ^.. ^. .. ....... . ^.... j: p'.i: iёS: -66 ^6 221.... P..ᎰPP.£.l: : 3.Ꮁ:
:
..... · ^.. .............................. kab ' ^:
. 'Jeill 'h1: ·a: na:
........... .................... ..... ... ................ . ...... . ^c?.:
:
i: !Ꭾgl . ^Ꭿ§lJ! ^........ ^. ^. ^. ^... ^. ^... ^. ^.. ^. ^. ^. ^.... ^. ^. ^. ^.. ^. ^.. ^. ^.. ^. ^.... ^.. ^. : R ^r; 2·1 · ^0: e500 228 .. . PD.FP?.:
E.13.:
G........
. .... ...... .. .... : ^·:
: : .: : : : .:
.. :
: : : .: : : : : : : . љb. ^: : .: : .Ri.Érigњ ^· гi.!i ......................................... ^. . ... ................ ............. Qr.: §1:
?: g ^/ J.: <.: ^aj L: : ^· · .... .. . .. ... . ..... ... . . Rp263': oob' ...... '.?.'.?..?.>. ... P.DP.: P.?.:
13..13.:
: : . ....... ... . ....... .. . ... .. ...... ........... ................. .. . ... . .. . .. ... . .. .. . . , ^Ka b ^. Ta b ^anan .. . .. . .................... .... .............. ..... .... Q:
: .!1: g/. ^Ê ?.: 1L . .. .... : : ^· : ·: ^·· : : ... ^........ : : : ^· :
.. :
. : ^· : ^· дpźź ^· $.: ^· 99·9 ^· NUSA TENGGARA BARAT "' "........... . ....... . .... . 230 M_ata..1: §.l.!!1.. ............... . .. . .... .......... .. . Kab. Lombok Ba.rat.... . ^. . ^. ... . ......... ^. . .. . ^.. .. . .. .. _ .. . .. .. ......... ..9E.§.l_!?: g/.I,.-.i...J.3: P.'..?.9 .9.:
9.9.9.. 231 Mataram .. ..... :
. : : ^· :
. : : : ͓: : : : : : : : ෳ: : : : : ͓ : 1 е ^· a жb b ·: : : : .: : : : : L з o?, . i,n 1n : : : : : t b ·:
: : 0 ?.·и k <. : : : T ' f.'1 й m:
1.i . g u ^ r jj Orang ^/ Kali Rp2 10. 000 ...... '.2'3 ^2..... Mataram " - ...... . ....................... . .. _' ......... .. .. ..
.. .... . .......... 9..iෛນ.i.J.'J: {i .. . .. ..... . .... .... . .... ^..
. ...... . ........ ...... . .... : ^· : ^· : ^· : ^· : : : ·: ^· : f; J?..4.9.'_: _'.9.: ¢ _'¢ NUSA TENGGARA TIMUR , ........ 2 ..... 3 ..... 3 .
..
^.... ^.
.1: : 1. P.?.$........ .. . .. . ........ .. . .... ........... .. . [ . . K ..... a ..... b ........... B ..... e ....... l ^. u .................................................................................................................... .
. . ^·.: ·: : . ^: : «?iLMi./.NL!L:
^.. . ^..... 234 m'.L.=l.P..l!1.qL. .. . ..... .... ..... . mn.1?. . . :
.. ᒟ.Pᏺ: l?:
K...... . ................... ............. 9.E3g./..7.1/ ....... .. 235 .1.So.P.l1?: &..... Kab. Timor Tengah Selatan .. .. . ............... . ......... .9..6'.3-: ?.:
/..9./ ..... .. 236 ./ P._!: J:
....................... . . :
·.·.·.· .. . . ^........·.·.·:
·.·.·.· .. .. . .. . '.:
^'i<: t; .. . TiOP·Q ^· . . Tො·gෝh ... ut·ᎳᎲᎳ.. ............ . ......... .9.pl1?: q/.1.l!r ....... ..
1.: : 1. M.1.: \ .. Ꭰ Ꭱ I f.: ! Ꭲ L .. !?.-: L .. . _____ ., .....
..... _ ...... . -.... · .. -· . . ·-·---·-·-............ ·-----· ··-·-·-----к---·-·-·- .. ·· ---·-··· .............. -...... ...... . ... .. . ...... .. ..
... . ... ¯J?; ?.?.?.:
9.9..9............ !3P.. .. ?. . . :
9..9..9................. ᎥP.}.§ .. :
9..9.Q.... .............. J.3: P?7..?. .:
9..9. . 237 Pontianak .................. . !S.1?..'. . . ?.Ꭺ1.1.: gᎫ§l: YᎩ.!lK...... ....... . .. . ................ . .. ....... . ........... . .... . . 9.E.13.: !.˶.8./. щ.§:
.... Rp270.000 23 8 .c.: : .c: : . .. .. ...... .. . .. ......... . .... ... ...... .......... . .. .. ....... . ....... ... .. . ^....,. ^Ê <: : 1: 1?.:
.. 1.: <.:
?.: P: L.)?.I: (. J: : l .1:
.... . ................. ........ ..9r.: EIg./.H.1:
1.i.... . ... ...... · .............. · · . ^.. . ^.......... Rpss ^· 6л·666 239 Y.c.i: P..:
.. . Ꭳ.ᒐY9..J: ?K.Y. Ꭴ .c.i: : r.: ?.:
...... .... . ...... .................. . ................. . ... . .. . ......... . ... ..9:
: i: : i: 1: i: g /ÊF .... ..... ..................................... iir; ·ss·ci': cioo 240 Pontianak . ... . ......... ....... .. J.?.: !?..:
... 15&).?.: P§l:
1.1.: K....... .. ......... ............ Q ^E ^ьэ g/. ^J.: <.: ?.:
i .... ^···· .......... · .... ............. R p55(5: 'oo ^6 241 Pontianak Kab. Landak Orang/Kali .... .. .................................. Rp27cfo66 242 ^.... ·F>0·nt'i ^a n ^· a: 1< ^.......... · · · .......... ·kab .. :
^. ·rvieia; ; c ^... ··· ·........ . ... . .. a .. · ^: a: il i / ka: tc· .. ........................................ : Rp·4·3'6 ^': ·6 ^00 243 ^.... Pont'i ^a n ^. ai( ^..... .. Kab. Mempawah .. :
^· : : : ^:
. . : : : : : : : : : : ·.9. fa . !ig.Z: RX.L : : · · · · · ^.......... . : RJ).'.2'36: 666 244 ^... ·P'0 ^il ti'at1 ^a i( ^...... · · · ............................. kah: · ·saffita·s..... .... ...... orang/ Kali . . · .. ................. ................ . : Ri)3oojfo6 245 ^... : P011d'an ^a k ^.......... Kab. sanggau .... ........................... .... ...... ._ ^. : ·: : ·: : .:
. ·: ^: : ^· · ._ .. _.
.. . ..._..9i.എ g/K.. aif............................ : Ri): fo ^: foo'ci . ^..... 24 ^· 5 ^... ^. : P01i: ti ^a nak ^... . ............................. I<aiJ·: ··sei{aciali ...... .. . ............ .9.t: : ?.: : r.: ig l.G.1: 1:
n...... · .. ............ Rp34·3·: 000 24 7 Pontianak ............................................... . !s.?.: 1?:
.. §i.P.: м1.?: K............... ... ^. .. ...... . ^. 9..t.:
?.:
CDg/ F.?.Ji. . ^......... Rp·3 ^· 9'2·: ·60'6 248 Pontianak........... . ...... . .. . .. . ......I:
f9.. Z?.:
.. §Ż. ^· н?: gо?.: Y.1.. §l:
0.K.... .. ......... .Q:
: .пi. ^. g/.!5.§.lŻ .. . .. ......... .. ......... . .. . .. . ...... ... .. . .. . .. .. .... . .
.... .. . · . . : : ... 1.3.P ^· Q .. ේຸ{_'Q.Q.Q. KALIMANTAN TENGAH 249 . .. . 1.: >.(.1.)1: ?:
1.)*4Y3................ Kab. Barito Selatan.... . .. .. .. .........9.pl!.': 250 .: t=.'l1..s!.:
.1.<.: llY.l..... .. Kab. Barito Timur . .. . .. . .... . ............... . ..9.E8.:
45gf.1.s.aj/.... . .. .. : I.3: P.. Ą.Ą.Ą .. :
9..9. 251.... . 1.: >.t: : 1: ?:
uvlpw'.3-:
.......... . . Kab. Bari to Utara .......... .9.!: : l!.l: Z./.1-Sxy:
...... ... .. .. .. .................... 1.3: P.?.:
9.9..Q 2 52 . .. . : t=.'l1..13.: ? .1.<.: l:
".8.: : Y l..... ......... .. .................. . 1.s.lz.:
.. 9:
1.:
{!1..u ... ෩.8.:
෪.............. ............ .9..r..c.i:
r.J.1..1.S.c.i: !L...................... ෞP.Ą9.9. . . : 253 . .. . 1.: >.; ; :
!'.(1.)SY.+... . ... . +)l: : > .:
... : CS.13.:
P ^/ ; ; :
0......... . .. ......... Qpl!.':
l$./.r.<.:
l1.r................ 1.312. ͎ . ! . ? : , ... ?..?.4 Palangkaraya Kab. Katingan .. . ..................... . ... .. .9.El3:
1?: ъ./..IS'3.:
. i .. Rp250.000 2 55.... 1.: >.ข!: : 1: E1..l$.ฃƕกคƕ......... . .. . ...................... !.13.:
l: : > .:
... 1.s.?!.| ".:
l}i.?.: ~!.1?:
. . 1.?.l!.l..................... ..9l!1.q!.ml1.!.................. 1.3P.෧෨.?.:
9.?..9.. 256 ... 1.: >.'3.: !'.(*+:
,x.c.i:
... !S.?.!.'3.: ,):
-?./0 . . !.l!:
'?.: E...... ...... ............... ............ -9pl1?: &!.m.1..i......................................... &r.. !.".?.:
9.. .?.. 9. . 257 Palangkaraya Kab. Lamandau . ......... . . ?.1.: ෫͑1: : 1:
i?./.͒͑෬෭..... Rp525.000 258 12.i: l:
125!3.:
r; ; : : Y ).... . .... .................... 1 Ka.......1/23!5. ... ෟ.13:
. .. . .......... ......... 9..r.. 2/JS.aj/.... .. ...... P.. .͐.:
9..?..9 259 Palangkaraya Kab. Pulau Pisau .. . 9.рCl: я.Is./.r<.: х1с. . ' ^Rp250.000 260 ?..'3.:
1.'.(*+:
'."1X.'3.:
..... ........ .. ........ ............... +)l: : > .:
... F; E'?.: Y.. '3.:
1: ?:
................ ......... ..9pl!.1: Z./.1.Sl1..i. ......... ........................... ...... !<: P?..ෙ .. # .:
9.. .?..9.. , ........ 2..... . 6 . ... . 1 ............ p..... ai....... a .... n ...... g ..... k ..... a .. . .. 1...·.a .... . Y ...... a ..................................................................... ,Kab. Sukamara..... . ^. . .... . .. . .. ..?.: 1: ?..(/..r,<,: i:
.i....... . Rp525.000 NO. IBUKOTA PROVINS! KOTA/KABUPATEN TUJUAN SA TUAN BE SARAN KALIMANTAN SELATAN 262 J?jr.P...?..1.1 ....... ··················································· 1<:
iJ·: ·· l3aiailgan ··········orai1g/Kaic· ..... .........."iiJ? .2.3.o_·: -c5g_·o.· ....... .'?..!........ I.?E1.!.JEFi.P..?.:
?G.1?:
................................... :
. : : .:
:
. :
:
:
: : : .: : : : : : : : : . . JAI.: ; .: : J. .HJDi: : : : : : : : : .: : : : : : .: : ...................................... ............................................. ........... ..9E.'3.: P..gi. .. t<ສK.: : ........ . ...... . .. . ...... .. . ............ . ........ : 12} . . 7.9. .. :
_ .... .... - -.................... _ .... .. .. _.... ᐢ.c:
i: !=> ..:
. .E3ᒛrtᐣ.<? . .. ᒜᑺ!_.................. ....... .. -·-···-·--·--···· . .. . _ .... Qᎌ l3.: : l ᎍ glᎎᎏ . . L.... .. .. . .. ........ ,. ..................... RJ2.2.9.9..'.2().9. 2 65 . λ.?.:
1:
: J§.lE.1?: ?:
9.:
¹.ip ___ .. . .. . ......... ................. ................. K8: P.:
... :
I.: t:
1.1: J.: --ᎊᎋ1: ?.g'3.:
i . .. >.ç.1.?è§l:
1?:
..... . ............... C?..r.i.: i: g/K§ll.L........................ . ............ . I{P.2.9.0.:
.9..0.. 266 !3..?.:
1:
1: P.: J:
89j_p __ ............ .... . .................... J?: P.:
. f: I11: 1 . . S1: J.:
1.1.: gξ.T.ĜP.:
g13.: b:
......... . ......9!'a.J: lg/.; K,: §l!i..................... .........RP¶.1.2.:
0.90 ...... ..?.......I3.?.: !1l§T!!.1.El:
?4.1:
-. .......... ... . .. .. ...... ........... ......... ....... : I\El:
1.J. .. '. .. :
I.: U.\l . . >i:
t.1?: g§l} . ... Y..!f:
1᎖᎗-?.:
..... ................ .9Ea11g./. .13.-1.i ......... ................................. __ Rp2, 1_8 __ : _()Q_O ....... *.§.?..... .. . . J.?6p.j§!E!!.l.§.l: ?i..1.1.:
............................... . K§.l:
? .. '. .. .T.13.: P.13.: [9..1.1.: K... . .. ............ .9.t.13.:
J: l g/0.a.)i ........... ................................... .P.?./.: t .. '..9.9.9. 2.<5.9. ...... . J?..º.1.1.JτT.1?: ?.§l:
¹.i.!J:
-:
l?..:
. .IEl:
!:
. §1:
...I.?..: t:
᎑ bu.... ... ............. . .. . ... ................ ........ .. ...... .. . .. . .....9.:
: §.l.1.1.:
gf.!5.?.!.L...B.: P.;
.99.:
9.9.9 . ... . ¶.79. ...... ᎘.f: : l .1.:
i.ᑼ.1.:
P.:
13.: §liP....... . ..................... :
r5.8.l?..:
...!1: ?: ?!:
... I.:
aut ....... . ...........Q.r./g/.: !<,0!L. ......... ......................................... 1.3.P2.9..0..:
9.9..9 . ........ ᏽ.?...!. ........ . 1.?5J6.!.1.!:
?.:
: : J}.1.1.:
............................. ....... . 1.5.?.:
?....T..?.: P᐀!l...... . ..... 9E?.-P.g/..?.:
1i..... .... . ... . .. . .......... .. ..................... . .. . . ·l?...1. ?.?. .. :
9 . 9 .9.. '.2.7.'.?....... I.?61.!.l671.!:
?: ?.}.J: ?:
..... .. .. .. .. ... .......... .K9..t.?:
. l.?..?:
J?...i.?:
i: : .l?.».r.ĝ........ . .. ...... . ........... 9.1.:
?:
J?..g.f. +.?:
1.i................................................. 1.3P.?..?..?..:
.9.9.9. Kf..(i.MANtA.i.f:
ti.MːJ.: g: : : : : ···:
.. . kah: ···" K11t·ʱ ··Bara: E···· ······ · ··························· ····· · ··········: ·····: : : ·: : : : : : : : : ·: : : ·: : : ·C?i.ABfi/CA1L : : ·: : : : : ··: ·: : ··: : ····: : : ·: : ·: : ·: : : ·: : ˓wp: : ·: ·ʲgg: : g.gg 273 Samarinda 214 ··· ·saill ·aa11·d.·a·· ·· 21 s ·· · ·saffiad; 1<lʰ····· 276 Samarinda 211 ·· ·sa: ffia: 1: 111a·a: ·········· ........................ . K.1.?.. - -.t.i. .. §l: : t.:
9.: !.1..g.i: : .................................................. ........... ..9.r.9.:
ng./.If.1.i . .........Kab. Kutai Timur Orang/Kali ············ ······ ·········R····i : ·3g(f(i66 21 s ··· ·s·ail1a: 1: 1n: ·C: fa: ····· · · 2fi9 ···· s·a:
a: riiicia: ····· ·· ············· ˕!·: ····˟-aill···Pas·e·r···utar·a: ··············· · ........ · ..... .' ... .'.:
. · · : : · : : : · : · : : · : ·: · : g 0 : : : .. _. :
r r !: a a " n # : θ g .' j 1 : ·· .. k K . .. $ a a % t 1 : : 1 ; : ··· :
. .-.. . . ······················ ············· 3 ʳ-; g·: ·§g.g. ................................... ·.·.·.· ... ·.·.·. ·.·.·.·.·.·.·.·.··: 1<:
.!_ ·:
·13.˛Hii iJ_.P.-.g_... .. ............. ·························· · · ········· ············ ······ ······ ···············Rr.; s·so-: ·066 .................... . Kg.t.?.:
.. I.?..᎒!.1..᎓9.:
1.: K...........: : : : .:
: : .: 9: £iiii.ປ.# :
:
: : : : . . : : : .-.. : ·:
.... : ·:
: : . . :
·: : ·:
: : .:
·: : .:
'.P.: @: 99: : : AiQ.9. -·-······---.... ...... . ...... -...... ........... ....... .. .......... . .... ... ..... . _ .. ___________ ----· -·--------- ----·--···-·-------------·---· -·---- ----··----.............................. ... ,.... .... . ................. . ............. .. .. .. . .. . ... . ................ . . _ .. ___ , SULAWESI UTARA 2so ManοC: io . . ...... .......... . ......... I.5.a.:
ᎉ.:
. B.()l.86!1K.1.'1.Q!lgQ1: ?:
c.I«: >.:
............. . ................... : : : .: : .:
:
:
i.9.: Bg/}<Ai{·: -_ ·· ··· ······ ··················Ri)25o.cib"O" i . &: ·: ·.· ··· ........... ···························· -¸ˠʴ···ʵ-ʶ-˚: -¹--ʷ; -¹ʸʹʺʻ-; ···ˎf; -1:
:
....... :
. : : : .: : : : : : : .8.:
: : : g Ƨ.ƨ: : i1: : : .: : : : : .. · : : .. : : · :
. : : : : ._.: : : . . : · : · · : : : : : _. : : ·:
: : : . : .. : : : R · P P ¸: 3 l . o $: ·o ¹:
:
o º·o Á: o » 283 ··· Ma.ilact0········ · ···· ·--ʼ- --Д- ි-ී.'.$.'?.Iέ. ii.i._._I1..?i. i..ii..?..'.'.'.i lf.i·:
-:
............ C?. :
: 0 1.1.: gl . !5.ᒁ.:
i . 284 ··· ivian.acfO········ Kab. Minahasa orang/Kali ········· ··········································R"{)is6·: ·o66 285 ··· ·11 a: 1ˍa·C: l0······ ·········· kah: ····i\ii fi1ahasa··se.iata: : n···· ············0: rang/kaii ······ ···································: Rp.isO": oo6 286 ··· rv1a: ·11a: Ci0····· ···· · ····· ··········· ··········· ···· 1<: a: i: ; : ···: Mii1aEa·s·a: · i'e.ngg·a: : ra···· : : : -. .:
. : · .· .·.-: : .··: : .:
: : ·: : : : ·: : .:
: : .: : .: : 0 0 .. : : : r r . : : a a : : . : n 1 : · 1 __ : g g . / / K K . : : .: : a al _ j 1 1 : ; : : ·:
· · ·· · ·· · · · ····· ·· ·· · ····· ··· · ·R.iJ-ibo: ·o-00 2s1 ··· !iaila<la......... · ·························· K: ahʽ···11i; iaha·s·a·"lTtara················· ··· ......................................... R: i)Tis··: «5oo 288 · · M: an·a·cia····· · ·· ····: ····:
:
: · : ··.: : : !{: g ! . : : K.? .i Iil 9. #: !g" _ :
:
:
: : : · ·· · · ............ :
:
: : .. : : · .. :
.Éig/_¸?.: I.C:
.....· · · ··· ···· ·· · · ·· · ···Rp2 50 : ·ooo 2s9 ··· 11a: n·a: <l0············ !<ot.» .. .!9..1.!1.2!19..1.!...... . ........... 9.. .r.J?: g/J<.: <:
tl.i.. ··········: RiJI?g·: : 99·9_ .. ...................... ·G°oR°ONii\i6···· . . 2 90 ···· d·0: r0·nt.aio······ .. ·Ka.b. Boalemo. ····· .............................. ·-·······--·····-····-······........... ........... .9.T?.1.1.: g/ I.?.!i.
. . .. . ··· ··· ..................... ··············R: r4Iˑf666 ······29·T · "Gorontaio····· Kab. Gorontalo orang/Kali ···········································Rp.T9c fcio6 · ··· -˙2"92······ "G0·; 0n: tai0········ · ................................................................... 1.1 .<ab : ····r>ai1uwat: 0··········· ···· ··· ··· ···· · ······ ·· · ··· ·· ·········· ········ ·· ·· · · · · . ... ... .. ...9..¹ºJig/i.S. » 1. ( .. . . .... ·· . ....... . .ෑP. .6..1..$ _ : · _ 0 9.9 .. ... .... ·suL,1\wEsC .. i3A: Ri\T"····· . . 293 .M?.: ᎐.: i:
tJ': : 1 ...... . ................................... • . .13.: P.:
... M.î:
Je.!1..ì.... . ....... .9r.9.:
: ig/ I<.§l:
li. ........... R: j; )'.i4o: 606 ˝z-94······ .M§l!.P: 1: 1J\1......... Kab. Mamasa........Or.aJ?:
gf.K.?.:
i.... . .... :
. ··.·: ··: : ·.·:
: ·: : ·ʾP P ·:
ʿgS· : ·ˀˁg 29 5 .....M-.º.1Iι: σJ\1:
...... . .... ... . !5.E! - .1.? .. '. ... : M.º.l!:
: t: ljĝ .. T.íéêgh....................... .9.r.§l: ng . f..?-1.i ... . 296 Mamuju Kab. Mamuju utara Orang/Kali ············Rpi76": ·66o 291 ..._. · .TY: fo!P..i:
f . ..._ ......_..... ····· · .............. . . _..... _. -.?.;
-: ··· ?·0 1·ewaii···rvran<l.ar ............................................... ............ .... . ... _ ....¢.fr.¼_½_g/t<Jf_... _ ... _ ._ ................................._. _ .. _. ...) 3 .ii?. .. . §. . 9.: . 9._9..9 . SULAWESI SELATAN : Ƣ: : ƣƤƥ: $.: : Ʀ:
©: : : "E==: : =: : : ·: =: : : : : : : : : : : ===: : ==: R;
t: !#ii %=: : : : : : ==: : : ==: =: : : =: : : : : : ==: : : =: : =: =: : : : ='t.!: : 1: 2 ( : : : : : · : =: : : : : : : ·: : : : : =: : : : : .. ƞƟ: : x: Ơ; : ¢: 6-ơ ..... ..3.9.9 Mal<:
:
¹.κ_ar. ... . .................... i.<:
al?.:
:
9 . . ½.91 ···· ·Makassar ··· · . . .......... . .......... ..... . . : K.?:
1: >.:
. . I3: i:
!: i: kt: !.1.1.: !? ?.:
......... . .. ............... ... .. . ................... ........... .9r.. f:
J: ?: g/ l:
i: Iᎈ.......... .. RP¶.¼9.:
99 302 ··· ·Makas·s·a: r·· ··· . . ......... . .. -.1.?.:
. ᎔.r: : i .i: : .. Js?.: ᎕K.......... . .......... ..Qt.?.: !.1.g.f... c.i: E............ .................................. . 1.3P.¾5o. ooo 303 Makas.μ».r.................. . Kab. Gowa ................................................. Orang/Kali Rp 175.000 304 Maka ssar . ...... .... . .. . §I: ?.:
} ຐ.-ຜ.P.<?.1.1.:
t.?...... ...... . ......... . ....... .. .. . Qු-͍_g/i<͍.i.{ ຒ.... ..... .. . ........... .... · ................... ) .. ˂ p ·˞·· o.-: · 9-_9· 9 305 ···· Makas.sai: ······· ·· Kab. Luwu orang/Kali Rp35o.ooo 306 ··· ·11 a: 1<a8·˃·˔········· · ················ : Ka-s·: ··Lu˗1··riffi˘1: r· ··· ·········· orang/Kai1···· ·········R:
; 3is·: oo6 ... :
1g : r : : .· - /: : i: : )* : : : .: · · -¸˄i; -˅---ˢˣ;
Y..!.ˆra :
. .. ·: : : · ·: : ··: : ·: : .: : g: trt˒f 4r : : : ··: : · ········ ······ · ··: : : ·: ··: ··: : : : .. : : · : : : · 5 : f-: + : ˇ: : : g¢ˋ 309 Malrnssar................... §l:
1: >.:
. . .l?.i!J.FE!-.PK............ ...... ....... .. ................... .9.r.l: : li.1g /: K.ë.L. . ...... _Rp2_3<?.: 0()0 3J o ··· ·Makas·s·a: r········......... . .................§1:
1: >.:
--659.:
11.r..7J?..K.8.?.: PP?.: J?: K.... . ............. ............ 9.. i.: : ?.: J?: g/.¿?.:
1i. ......... ................ ........ ....... R.r.'.2.3.0.:
9.o.o. 3 1 1 ··· lViai<as·s·ar····· · ...... . . K.1.?.:
. . . S'.i.!.1..i. f: l: L. . .. ......... ............. 9!.?:
ng./.K:
i:
i.......... . .. R.: P..¾.3..5.:
9.9.9. 312 Makassar Kab. Soppeng Orang/Kali Rp235.000 3 13 ··· .M.aka·s-sar ···-·- ·i<a: s .. :
. ·-rai<a: 1a: r, ·-······-···--·-······ . . .....¾....¿... . ..._ÀÁ-Â.-.-.-Ã:
-·gi?.X$·9-: _-9.- 9:
C5. 314 ··· ·Makas·s·a: 1: ····· Kab. Tanatoraja Orang/Kali Rp35o.ooo ······ˈ·i·ˉ _ . .. -- : : 0: -( ···· · ˡ: ---: · · .. ..... ......... ._. g. 1 : , - ;
. ˏ: n·:
-.-.--.·. -·· . ......................... ....... ..... .... . ....... . .. .. .. .. . ...... ƙƚ-ƛ-Ɯg-.: -Ɲ g-g : ·: H$% i.: : : ---.... _ ................. . .. . : : : : : : : : ·: : : : : : : : . ·g9"f.ˌ)=?.J-P. ·o.: : : ·: : : : ·: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : ·: : : ·: : : : : .... . -........................ ....... : : QiriiZ: ຳC . ........ ...... ...... ... . . · . . :
.. ···: ·: : ·.P.-3.}:
ˊ: QQ.(5 3_18 Malrnssar Kota ParĜ: : -.J?..νre.... .. . ......... 9.. .r.1.?: g/:
<<:
tl.L . .1.3P.1.'.??.: NO. IBUKOTA PROVINSI KOTA ^/ KABUPATEN TUJUAN SA TUAN BE SARAN SULAWESI TENGAH .·:
·:
·.·· Ƙ· · . :
·: ··· .
. ...
. . .
...l u .. u ..
. . . ..
..
. . ..
..
..
..
....
.
..
.
.
. . . . ..
. . . ...
..
.
..
.....
.....
.
. . ..
. .....
. . ..
.
..
..
...
. ...
.
; ; : : .": e : ! .. : : : : ............................. ...... .............. .......... ........... ........ . . : : : : : : : : . . : : : : : : : : : .. : : : · : · : : : : : '§. tg: : i: : : ; {f : : : .: · : : : : .«»»«»»««««» .
.
: : : : ... : : : : ... :
. :
: : : .. : : : : : . . : : ǝǞ.r Ǒ: ǒ:
...... 3 ^. 2"1" . . Pa ^l u -!J ...:
}4.2!.: ': : : §l: IL . _____ . ____________________ ___ ..Q!.. gL፻.ᒔi.. .... _. --------- ... ....... ... .. }3J?.፼_QQQ5? --- 3 .. 22·- Palu 38.l?..:
. . M..<?.t.: <?.bc.i. ... Y.l.<: i: T.......... .91.: §1:
?: g/.35L........... . ... .. ....... ......... 8.P.;
.?9..:
9..9.9. 323 ^... Palu l.P.:
... !'. ?.?: : gLM..<: >.: i: -!9.J: ?:
... ..9.d§.l: gg/.e?.JL.... . ..
^. ^.. . ^. ^. ^. ^. ^. ^.. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. . .
. . . . .. . . 8.P. Ꭸ . . ?9..:
.99..9 . .. .. 3.24 .. . .
. Palu Kab. Poso...... ....... .9.!:
:
: ig/J: f?.:
Ž .
^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. .
. . ............
.. ...... .. . .. . . : 8P..: Z. .?..9..:
99.Q 325 ^.... Pa ^l u .ál'.l:
? . . '. ... §JgL...... Orang ^/ Kali Rp219.000 3 2 6 .... Palu .?.: P.:
..T.qi.<?..ᎁ.1?.?..: Y.:
.ᎀ . .. ...... .............. .................. ...... .. .
^. ^. ^.. ^. ^. ^. ^..
ƞƟ-Ơ·: : ơ: ·: : : «.'.'.'Ƣ:
'9.i ƣ.: Ƥ. g /i.?.H.'.': : ··-:
:
: : ·:
·: ^:
«·: : «: : : ^: : : : .. ^. :
. : : : . ^: ··········· ^Rp·3 ·4·()'ƥ· ^6 6p 327 ^... Palu Kab. Toli-To ^l i.........
............... Qdfgg/.e§.IE.... .. .............. ᒅ.P.'.2J . . ©.:
9..9.9. SULAWESI TENGGARA 328 Kendari ·· ......................................... .....kab'፺...8offii; ^a : 11 ^a :
... . 329 ^. . ^. ·: K'eiid'a.ri..... · ^... ...... ......... ..... ka: h:
. ^. . I< ^0 1 ^a : 1<: a: · 330 ^. ^. ^. i< e ilCi' ^a ·1: c· ^- -. ^.......................................................... ka: h: --·'Koiaka .. r ^i ffi ^: ur· . ........... .. . .. . .... . ..
.. .. .
.
.... .
.... .
.
.
....... . ..............
. . . 331 Kendari Kab. Kolaka Utara 332 Kendari...Kab. Konawe · . ^. ^. ^. ^.. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^.. ^. ^. ^. ^. ^. ^. .
.. . .. ... . .. . ......
^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^.. ^. ^. ^. ^. ^.. ^. ^...... . ....... 6rang/kaff·.... . .....
. Rp·3·s ^- sj566 .
. :
. : : : <><>«: <>:
. : ^<>: : . : ^: : ^. : ^: : .Qi.#g/k.aj{ . . ^.
. .
.
. . .
. . . . . . . . ..
...
. . .
.....
.
.... Rp371fo66 ......................................... .... .. ..9.d§l: gg ^f .e?.U . . ^.. ^.. ·: : : · ..................................... Rf)3ckf666 . ^. ............... ........... 9.i: : . :
: ig/I: f .?.: Jt... ^. ........................... .... Rr42s: ·oo6 333.... . keil<lari"" ...
. 334 ^. ^. ^. keilᒕiarf' ....· . ^. orang ^/ Kali · · "R: J).366: 666 · ...................... 'Ka: t; ·: ·--k0n: aƦe--·s·Ƨia·t·a·n ......... .... · · · ·· · · : : : : : : : : : : ·: : : : : .:
«: : . « ·: : : : . « ·: _ 9 .ii!J:
i. ZI <ƨ} I ... : : : .·: ---- ......................................... Rr·3·0K'660 .. . ............ .9!.f!.1.g/.ef1.L . ^... . ........................... : ·:
^. : ^- -: : : : : : 8.P.Ʃ9.¢.: : : 99 ^: 9: Kab. Konawe Utara M: 'AiUi{U .Tir/'i: A.. .
·B: : ·.C?.G$FE: : .. ƪ9ft.Kƫ: ·: · : ·: ^· : ·=-·: · : · : · Ƭ: ·=ƭ=ƾ Ʈ: ^· : : =·= = Kij; )i! !ii.h. i i3ilii £= == Ư = = +~ += ǀ=ƿ9i_ifi: ZœI : ·ư+: Ʊ =: ~: ·Ʋ: ·Ƴƴ+ +ƵƶƷ: ·Ƹ: : : : jf?: $EU2: 9ǁQ· 336 Sofifi .
^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^... .
..... . .
. .13.: P.:
. . . : Ei.ᎂᎃ.J: !l.?..1.?:
ᎄE.ᎂ .
.T4.J: ?: g§l.h................... ............ Q!.?.1,?: g/.ecL..... . ...... .......... .... .......... .. .. . 8.P..ª .. :
9.9.9..:
9..9.9. 33 7 Sofifi I.P:
. . : Ei?.J.!1.1.: §l.h:
er.ᎅ...'.U.J: !l----.... .. . ....... ............................... ^. .. .. ......... .9d?.P,g/.I.<,: ?.: F.......... . . ^.......... .
. . . . .. . .....
.
.
. 8.P.! . . :
¢.«.9.:
9..9.9. 338 Sofif ^i Kab. Halmahera Utara .. ... . .
... . .. . ....... . .. . .9E.:
: ig/..J:
?.: JL ....... ..................... ............... ¬P.. ®.9.9.:
.9.9..9. P A P U A................ .
..... . . 339 . .. ᎆ.ᎂYᎇP: t: : t Eᎂ ..... . 340 Ꮆ: §lY.'3.: P.: 1: : Ꮇ!. §l .... .. . 341.... '.: !?.Y..?.: P: µr.: ?. .... . PAPUA . . Eii\ R/\T ... ...
342 ^. ^.
·Ma: n: ·01a: d ... ^. 343 .
. i.1.t: an01; ; ; a: rr .. 344 Manokwari ... ^· .. .. . ... kቾ: -t; : . . · ^reiui .. ri ^·i 11f11·ilc.. . ................... : »: : : : ·: : : : ·: : ·: : : : : : : : : : : : : : : ^: Qi. !"iizg!n. ^: : : : : . . :
.. .. ... · · · ............... : ^· : : ^· : : .: : : : ·8.222: 9: : : 2: 9: 9· · . ^. · ^· . ^. .. ^. ..... ^. ...... I<a: h:
... M ^an: 0 ^: k: w a:
c ^s · e 1a· f ail.. ^.
. .......... ........... .9.*.:
: igf. I:
?.: J.L.. .. . Rp7 so. ooo ······: ·: : ·: ·: : : : : : : : : : : ·!'; : .: J.· gg!ii./ii.t.":
: : : #..... . .....-............................ ............. 9E.. ^g l.ћ-1.Ž : : : : .: : : : : : : : ·: ·: : : : : : : .: : J.P.-.D: @: $.:
: : : 9: §9..
SATUAN BIAYA TRANSPORTASI DARI DKI JAKARTA KE KOTA ^/ KABUPATEN SEKI.TAR NO. IBUKOTA PROVINS! KOTA ^/ KABUPATEN TUJUAN SATUAN BESARAN 1 Jakarta Kota Bekasi . ...... .9E..1.1.: g/..ᒂ.?J.. L Rp284.000 2 Jakarta . .. ................. .?.: PP§: !.P.:
..?..+.,?.: -L.... ...... . ................. ^. ..... ......... .9!.?.g: i: g/ecL.....^. . ^. R: p·2·s·4·: ·066 3 Jakarta...........
... I.?.: PP§l: !.: t?:
..?.9.g<?.!......... . ....... . ... ^. .. ^. .. ^. .. ^.. ............ 9d ^?.:
^i.: i: g ^f .e ^?.:
.L...
.....
....
......... .
..
. . .. . . Rp366: ·oo6 4 Jakarta Kot.a Bogor Orang/Kali ....
... R1): : fo6: ·006 . ^.............. 5 . ^.............. . ^. J.... . a .....1 . . <:
... a ...... r . .. . t .. a ...... .
^. ^.. ^. ^. ^. ^.. ^. ^.. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^.
. • : C?.:
$: : . . ......... _............................. : : : ƹ:
i ƺrifi.Z: ƻƽH: : : : : · . ^. · ^: : .. .................................. Rp·: : i7 ^' 5Ƽ666 6 3ai<art ^a : ^. . ^. .. Ko ta Tangerang Orang ^/ Kali · . ^... . Rp.'.2"8'6": ·666 9 J'akarta Kepulauan Seribu Orang ^/ Ka ^l i Rp428.000 NO. URAIAN SATUAN B E S A R AN (ll (2) (3) (4) 3 . SATUAN B IA Y A TRAN SPOR KE G I A TA N DALAM KABUPATEN/KOTA PERGJ PULANG (PP) Orang/Kali RplS0.000 4. SATUAN BlAYA PEMELIHARAAN SAlzANA KANTOR 4. 1 Inventaris Kantor Pegawai/Tahun Rp80.000 4.2 Personal Com puter / Notebook Unit/Tahun Rp730.000 4.3 Printer U n i t / T a hu n Rp690.000 4.4 AC S plit U ni t /T a hu n Rp61 0.000 4.5 Genset lebih kecil dari SO KV A Unit/Tahun .Rp7. l 90.000 4.6 Genset 75 KVA Uni t /T ahu n Rp8.640.000 4 . 7 Gens et 1 0 0 K V A Unit/Tahun Rpl0. 150.000 4.8 Genset 125 KVA Unit/Tahun Hp l 0 . 7 8 0 . 000 4.9 Genset 1 50 KVA Unit/Tahun Rp 1 3.260.000 4. 1 0 Genset 175 KVA Unit/Tahun Rp 14.81 0.000 4. 1 1 Genset 200 KVA U n i t / T ah u n Rp l S.850.000 4 . 1 2 Genset 250 KV A Unit/Tahun Rp 1 6.790.000 4. 1 3 Genset 275 KVA Unit/Ta.bun Rp l7.760.000 4. 1 4 Genset 300 KV A Unit/Ta.bun Rp20.960.000 4 . 1 5 Genset 3 5 0 KVA Unit/Tahun Rp22 .960.000 4. 1 6 Gensel 450 KVA Unit/Tahun Rp25.620.000 4. 1 7 Gensel 5 0 0 KVA Unit/Tahun Rp3 l. 770.000 5. SATUAN BIAYA PENERJEMAHAN DAN PENGETIKAN 5. 1 Dari Bahasa Asing ke Bahasa Indonesia atau Sebaliknya a. Bahasa fng gris Halaman .Jadi Rp l 52.000 b. Bahasa Jepang Halaman Jadi Rp238.000 c. Bahasa Mandarin HaJaman ,fa.di Rp238.000 d. Bahasa Belanda Halaman Jadi Rp238.000 e. Bahasa Francis Halaman Jadi Rp l 76.000 f. Bahasa Jerman Halaman Jadi Hp 1 76.000 g. Bahasa Asing Lainnya Halaman Jadi Rp238.000 5.2 Dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Daerah/Bahasa Lokal atau Sebaliknya Halaman Jadi Rp l 20.000 6. SATUAN BlAYA BANTUAN BEASISWA PROGRAM GELAR/NON GELAR DALAM NEGERf 6. 1 Program Diploma I, Ill, dan Diploma IV/Strata l a. Biaya Hidu p dan Biaya Opcrasional - Diploma I dan Diploma Ill OT Rp 1 6.070. 000 - Diploma IV dan Strata 1 OT Rp l 7.0 1 0.000 b. U a n g Buku cl a n Referensi - Diploma I OT Rp 1 .330.000 - Diploma III OT Rp l . 590.000 - Diploma IV dan Strata l OT Rp l .850.000 6.2 Program Strata 2/SP- 1 dan Strata 3/SP-2 a. Biaya Hidup dan Biaya Operasional - Strata 2 dan Spesialis 1 OT Rp20.690.000 - Strata 3 dan S p e sia li s 2 OT Rp2 1 .320.000 b. Uang Buku dan R eferen s i - Strata 2 dan S p es i alis 1 OT Rp2 . 120.000 - Strata 3 dan Spesialis 2 OT Rp2.380.000 7. SATUAN BIAYA SEWA MESIN FOTOKOPI 7. 1 Mesin Fotokopi Analog Unit/ Bulan Rp3.800.000 7.2 Mcsin Fotokopi Digital U n it / Bul a n RpS.000.000 8. HONORARAmUM NARASUMBER/PEMBAHAS PAKAR/PRAKTISI/PROFESIONAL 8. 1 Kegiatan Di Dalam Negeri OJ Rp 1 . 700.000 8.2 Kegiatan Di Luar Negerl a. ^Narasumber Kelas A OH $ 330 b. ^Narasumber ^Kelas ^B OH $ 275 c. ^Narasumber Kelas ^C OH $ 220 9. SATUAN BIAYA PENGADAAN BAHAN MAKANAN 9. 1 Pengadaan Bahan Makanan untuk Narapidana NO. PRO VIN SI ( ^1 ) ( ^2 ) RAYON I 1 B A N T E N ................... ¼f.. W ^A BARAT 3 D.K.l. JAKARTA ..... ፸ .. . .. . . ¼J:
v-f A TENGAH ........ ?. ...... . p.I. YOGYAKARTA 6 JAWA TIMUR ,. .... .?. . .... . . ŭ.J.\ ^MPUNG DAERAH KHUSUS RAYON I RAYON II 8 ACEH 9 SUMATERA UTARA 1 0 _ R I A U 1 l. KEPULAUAN RIAU 1 2 . I J A M B I .. ^. J} ......?..Y.MATERA BARA T 1 4 SUMATERA SELATAN 1 5 BENGKULU 1 6 BANGI<A BELITUNG 1 7 . B A L I 1 8 NUSA TENGGARA BARAT 19 NUSA TENGGARA TIMUR 20 KALIMANTAN BARAT 2 1 KALIMANTAN TENGAH 22 I<ALIMANTAN SELATAN 23 KALIMANTAN TIMUR ... '..?. . ^ᐗ .... ^!<ALIMANTAN UTARA DAERAH KHUSUS RAYON II RAYON III 25 GORONTALO 26 SULAW.: ESI .lJ'.fAR.:
i:
... ... . 27 SULAWESI BARAT 28 SULAWESI SELATAN 29 SULAWESI TENGAH , ..... ; ?..9. . ^. ^.. ^§.YLAWESI TENGGARA 3 1 MALUKU 32 MALUKU UTARA 33 .. P A P U A 34 PAPUA BARAT........................ ^. . . DAERAH KHUSUS RAYON III SATUAN BESARAN (3) (4) OH Rp14.000 0 H .. . ...... ............... . . 8.P..± .. '!..:
99..Q . 0 H . .. .. ................... . ..... ............. . .............. .J3: P..! .'!..:
9..9.Q. OH...... . .. ..... . . !3: P..µ.'.±.:
9.9.Q .
........................................... 0 . .. . 1 •• H..................... ... ............... .. .....^.......... . .. ...... ...... . .. . .. . .. , .................................... ' ................. 8.P..1. . . '.± .. :
99..9 . OH ....... .. .. . 8.P..µ'!..:
9..Q OH.... ....... . ... ......... ........... ..... .............................. .. .. . ......... ... . ............... 8.P..µ.'!..:
99..9. OH........ . .....g.P..² .. ?..:
.9 .9.Q OH........... 8.P²?..:
9.9. , ........................................... 0 .. .. 1 . . H ............................................... ............ .. ................ ......... ..... .. 8.P..± .. ³.:
9.9..Q OH ... . .... !3: P..± .. ?. . . :
9.9..Q . . ............... ............... .. ·•······································-· O ····· iH ·················································• .. . .. . . !3: P .. ± .. § .. :
99..Q. OH........ .J3: P..1 ^. .?.:
9.9..9. OH . .......... ................ !3: P..± .. ?. .. :
9.9Q . OH ....... . ......... .. . 8P.².?:
9..9.9. 0 H ... . .. .. .. . . 8.P.´.?. .. :
9.9..Q.
..... ............................ • .. ... .. .. ....... . .............. ......... . ... o .....H ................................................. . ..................................... . ... . ........... ........... 8PJ.?..:
.9.9..9. OH ......... .....8.P.µ.?..:
9..9. .9. OH .8.P.µ.?. .. :
9..9. Q OH . .. .. gP.².?..:
9.9.9. 0 H .......... ............... . . gPJ .. ?..:
9.9.9. OH........ .... . g.P}-..?..:
.9 .9..9. . OH . ...... JSPJ . . ?..:
.9.9.9. OH . ...... . ....... . ...... ........ ..........g.PJ .. ?..:
.9.9.9. OH ...... .... 1.3: P.².?..:
.9 .9..9. OH.................... . 1-3:
P.²¶.:
9.9..9. OH OH OH .............................................................................. o..... . ^H ............................................... .. OH OH OH OH OH H OH . . .1.3: P. . . µ.7.. .:
9..9.9 ... .. . gp_².7..:
.9.9.9.
.... ' ' ....... g.P.}:
7..:
.9.9.
........... g.P.. .1:
.?. :
.9.99. ' . .. 8.P..1.:
7.:
9.9.9.
...... g.P.E.: ' ........ 13.P.፹.?.:
.......... . ............ .1.3:
... .......... . .......... Rp l 7.000 .. ............ g.P..E.:
9..9.9. Rp22.000 9.2 Pengadaan Bahan Makanan untuk Operasi Pasukan/Latihan Pra Tugas/Latihan Pasukan Lainnya Bagi Anggota Polri/TNI, Dikma/Taruna/Karbol/Kadet Bagi Anggota Polri/TNI, Diklat Lainnya Bagi Kemhan/ Anggota Polri/TN!, Anggota yang Sakit Bagi Kemhan/ Anggota Polri/TNI, Tahanan Anggota Polri/TNI, dan Jaga Kawa! Bagi Kemhan/ Anggota Polri/TNI NO. PROVINS! (2) 1. ACEH 2. SUMATERA UTARA 3. R I A U SA TUAN OH OPERAS! PASUICAN/LATIHAN PRA TUGAS/ LATIHAN PASUKAN LAINNYA Rp83.000 DIKMA TARUNA/ DIKLAT LAINNYA ANGGOTA TAHANAN JAGA KAWAL KARBOL/ YANG SAKIT !CADET 7 Rp83.000 Rp87.000 Rp32.000 NO.
3 . 4 .
-- 6.
-- 8. -- 9 . 1 0. 1 1 .
1 5 . 1 6 .
1 8.
20 . 2 1 .
3 1 .
33 .
3 4. 5 . 6 .
8 . 9 . 1 0 . 1 1 . 1 2 . 1 3 .
1 5 . 1 6. 1 7 1 8 . 1 9 . 2 0 . 2 1 .
3 1 .
1 .
6 Pengadaan Bahan Makanan untuk Mahasiswa/Siswa Sipil dan Mahasiswa Militer/ Semi Militer di Lingkup Sekolah Kedinasan PRO VIN SI ( ^2) ACEH SATUAN ( ^3) MAHASISWA/ SISWA SIPIL DI LINGKUP MAHASISWA MILITER/ SEMI MILITER DI SEKOLAH LINGKUP SEKOLAH KEDINASAN KEDINASAN (4) 15) 0 H ...... . ....... . ............................ . ......... 8.P...:
.9..9. .9...... . ......... . ..... . ...................... 8.P.?.7.:
.9..9. .Q. 2 . SUMATERA UTARA •·····················• ··································································································································· ····································································•·························· Q ······· H ·······························t ·· . ....... . ................. . 8P.9.. .. :
9..9..9._ ............................................. 8P..7..:
9..9..9. 3 . IR I A U , .................................................................. . .................... . ........... . ................................................................................................... , .. . ........................ o ... . . > . . ^H ... . .. ................ . ........ , .................................... 8P.?. .. :
9..9.Q . .................................................. 8P.. ?.7..:
KEPULAUAN RIAU . • ^........................................................................................................................................................................................................... , ........................... 0 ....... H .... .. . ... . ........ . .......... . . , ...... . ..... .......... .8P.Ú'..?.:
.9.9..9. ............................... ...... ...... J3: P: '?.7.:
9..9..9. 5 . J A M B I 6. SUMATERA BARAT 7. SUMATERA SELATAN 8. LAMPUNG 9. BENGKULU 1 0. BANGKA BELITUNG 1 1 . B A N T E N 1 2 . JAWA BARAT OH ... . .. ...... .... . ...................... ...... .8P.Ú.Û:
.9.9 .9. ........................................... à.P..7..:
.9.9 .9.. 0 H .. .. ....... ...... . .... . ... . ....... 8P.?. .. :
9..9..9. ............................................... 8P.?7..:
9..9.9.. OH . . ............ ................................. .81?..Ú.'..?.:
.9..9.Q ... ... ............... ............ .8P: '?..7..:
9..9.9. 0 H . ............... . ............. . .. .81?..ÚÛ.:
.9..9.9. . .............................. .............. .8P?..7..:
.9.9. .9.. 0 H ....... . .. . .... ................................. 8P.?. .. :
9..9.9.. .............................................. 8P.. ?7...:
9.9..9. 0 ^H ... . .... ........... . .............................8P.Ú?..:
.9..9.9. ....................................... . . 0.P/.7..:
.9..9 .9.. 0 H . . .. .. .. ...... . ... ....... . .......... : P.Ú.9.:
.9..9..9. ... . ........ .8P.Ú.=1:
:
. 9.. .9.9. 0 H .. .. . .. . .... . ...... . .. . .. 8P.?.9.. .:
.9.9..9.. . .......... .................... . .......... . ...... . . 8P. . . ± . . :
9.9.9.. 1 3 . D . K.I. JAKARTA • ...... ....... . ..... . . ^. ....... ...... . .. ............................ . .... ... ...... .................................. . ...... . .......... . .......... . ........ . ..... . ... . ..... . .... . .. .. . ... . .... . ........ . ..................... . ... .. 1.... ........... . .. . .... . .... 0 . . .. . .. H .. .. .. ... . ............ . .... . .. . 1 ... . .. ... ........... .... .. . .... 13: P. Þ..9 :
99..9 .........ᒍP . =1: : .9. .9 .9. . 14 . JAWA TENGAH 1 5. D.I. YOGYAKARTA 1 6. JAWA TIMUR 1 7 . B A L I 1 8 . NUSA TENGGARA BARAT 1 9 . NUSA TENGGARA TIMUR 20. KALIMANTAN BARAT 2 1 . KALIMANTAN TENGAH 0 H . ............ . .. . .. . ....... . .8P.Ú..9.:
.9..9...9. ........................................ .. . .8P. / . =1:
:
.9..9 .9. . 0 H ...... .... . .. . .. . ...... ... . . 8P.?9.:
.9.9.9.. .. . ...... . ............ . ... . ... . ............... . . 8P.?.±:
..9.9.. .9. 0 H ..... .......... ... ........8P.Ú..9.:
.99...9 . ... ... . ................... ....... .81?.. '!:
9..9.Q 0 H . ... . .. . .. . ...................... .8P.Ú.?..:
99..9.... . ...... . ... . ···········.... . .. . .... .8P.'.±.Û.:
.9.9 .9. 0 H............... ............ 8P.9..?..:
.99.9. . ................................ ............... 8P.±Û .. :
9.9..9. . ....... g͌............. . ...................... 8P.. ? .:
.9.9.9 .... . ........ . ... .. . .............. ... . 8.P'.±.Û:
.99..9 o H................. ............ .8P.Ú.?..:
.9.9..9 . ............................. ............... .8P.'.±.L..9..9.9.. . 0 H ..... ... . ... . ....... . ...... .. . 8P.9.?..:
.9.9.9.. .. ................................. ....... 8P.± . . ! . . :
9.9.9.. 22. KALIMANTAN SELATAN 1 ................. . . 11 . ........ . .. ............. ... .. .. . . --···· .. -···-- .. ····-·-····-·············-· ···· .... ·-······ ... -· ......................................... ........... , ................... ැ͌ ----·····---···· ... .. .... . .. .. ... _ ............ .. 81?..Ú .. f?..:
.9.9.Q Rp 1 . 000 23 . KALIMANTAN TIMUR . . ............. . .. ... . . ^.. .. . o ........ H ..... ............ . .. . .. ....... .. . ......... . ....... . .. ...... .. ...... .8P.Ú.?..:
.9.. 9..9. ... . ........ .8P'.±.} .. :
.9.9 .9.. . 24. KALIMANTAN UTARA . . ............. ....................... ......................... ා . ຊ- --·········..... . ...... .. . ......... 81?.9..?..:
.9.9.9.. ............ .. . .. . ... . ..................... . .. 8P± . . ! .. :
9.9..9. 25. SULAWESI UTARA OH .. . ............. ....... 8P??. :
9.9.9.. Rp4 1 .000 1 . .. • ......•. 11 . .. ............ . .. . .. . ..................... . ..... . .. . ....... . ..................... . .... .... .... .. ...... . .... . ..... . .. . ........... . ........ . .. .... . .................................. . .. . .................. . ... . ...... .......... . ........ ..................................
GORONTALO 27. SULAWESI BARAT 28. SULAWESI SELATAN 29. SULAWESI TENGAH 30. SULAWESI TENGGARA 3 1 . MALUKU 32. MALUKU UTARA 33. P A P U A 34. PAPUA BARAT · ·····················-··· .. ···- ........... ,_ ....... . ...... . OH OH OH OH OH OH OH OH ·····-···········-··--·-··--······-·-···-·-·-·· OH . . ..... ... .. ..... .8P.Ú?..:
.9..9.9. .. . ....... .8PÝ ^. L..9..9. 9..
................... B.P.?.? .. :
.9.9.9.. ... .. ........ 8P.. ± .. ! . . :
9.9...9.
..... 8P.?.?:
9..9.9..1 . ..... . .. . ............................ . ....... . . R .. . .. ΅. ,,, P...^4 ....... 1 .... . ·...^0 ..... 0 ....... 0 .....• . . .............................. 81?..Ú .. ?..:
.9.9...9. . .... ....................... ........... .8P.±L..9.9.9.
................ 81?...? .?..:
.9.9.9.. . .. . ............................. ..... 8P± .. !.:
.9.9..9 .
............... ............... 8P?.?.:
9.9..9.. ....... ... ......... . .......... 8P±. .. :
9.9.. .9 ..9.9..9. . .. Rp<!..'.±.: _000 Rp44.000 .......... .8PÝ ^. Û.:
.9.9. 9.. .
....... ............ B.P±.?. .. :
9.9.9. Rp48.000 NO .
9.7 Pengadaan Bahan Makanan untuk Rescue Team PRO VIN SI SATUAN ( ^2 ) (3) BE SARAN (4) 1 . ACEH OH .......... . ... . ...... . ...... . .. .............. . ....... . ... . ... . .. . ......... . ... . .. . .. . .. . 8P.?.7..:
9..9.9. 2 . SUMATERA UTARA OH Rp37.000 --- ̐ - ̑ .. :
..... 8. ... . ... .. .. _ .. ...... .. . _ .. ___ ^_ ____ ········-····--···---·····-· .. _ ___ _ .. . ... . .. .... .. ..... -·-·-···-.. ·---······ ··-···-··-·-- ......... . ...... .. ........._. . ........... ·-·····-·····QH .... -·-····-···-···-··· :
... : · .. · _:
. ·· - ̒ - · .. : : : ..... :
· ... .. ̓.̔--̕---.. -.... :
. Ų r · $ :
ų t.Ŵ.Q.Q . . Q 4. KEPULAUAN RIAU OH . .. . ........ . ........................... . .... . ... ... . gP.? . .7.. :
.9.9 .9..
SUMATERA SELATAN OH...... . ... . .. . ... . .. . .......... ·········································· ............... gP.?..7. .. :
.9.9..Q 8. LAMPUNG 0 H ······························· ................... . .................. . .. . ............ . .. . ... 81??.7..:
.9..9..9. 9. BENGKULU 0 H ............ . .... . .. . ............. . ......... . .................. . ... . .. ... .. . ...... . ...... .. gP.? . . 7.. .:
9.9..9.. 0 H ······························· ........ . .................... .. . ... . ........ . .......... . . _gl?..!..:
9..9.9. 1 0 . BANGKA BELITUNG ,....... . ...... . ... . ........ ....... q---uv-------------------------------------r----- O _ H _______ ΄ __ ______ .. gpi:
9.Q 1 1 . B A N T E N 1 2 . 1 3 . 1 4. 1 5. 1 6. JAWA BARAT 1····································································································································································································································· ····· i····································O ········H ············································i························································· _gP.?.'±:
.9..9.. D.K.I. JAKARTA JAWA TENGAH D.I. YOGYAKARTA JAWA TIMUR 0 H .. . ..... . ....... . ........ . .. . ................ . ....... . .... . .............. . ........... . gP .. S.±:
9..9..9.. 0 H ... . .......... ... . ..... . ............. . ................. gP.? .. '± . . :
9..9..Q. 0 H . ..... . ... . ... . ............. . .. ...... .. ... .. . ............... . ......... . ......... ... ..... ... gP.?.±.:
9.9..9.. 0 H . ...................... . ........ .. .............. . ..... . ... gP. ? .'± . . :
9.9.. 9 l ^·········· · ^······ · ^·· ll ^······························· · ^························· · ^········································· · ^················· · ^····················· · ^·········· · ^················· · ^··················· · ^·········································· r ^······ · ^······················· · ^·· · ^··· · ^········· · ^···················· · ^················ 1 17. , . ...... .. . .. .. . ..... . .. .. 18. 1 9. B A L I '"'" . NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR 0 H ..... .. .. . .......................... . ... . ..... . ........ . ................. . ... . ......... . gP.±.T .. :
9.9..9.. 0 H ................................ ............................................................. gP. ± s . . :
9..9.Q. 1 ••••••••••••••••••••• 11 ........................................................................................................................................................................................................................................................................................................................ ... .
KALIMANTAN BARAT 2 1 . KALIMANTAN TENGAH 22 . KALIMANTAN SELATAN OH tp4 1 .000 0 H ........... . ..... . .. . ......... . .......................................................... gP.± .. .. . :
.9..9..9. OH ............ . ... . .. . ...... . .............. ...... . .. . . gl?±.W .. :
99..9. ••.•••.•••••••••••••••• 11 ........................................................................................................................................................................................................................................ . .............................................................................. .. , i ............... . ... . ..... 11................ . ..... . ....... . ................ . .. . .. . .. . ........... . .. . .............. . ............... . .. . ......... . ............. .. ..... . .............................................................................. . ...... . ·········t·····································O ········H ········································1 . ............ ... .... .............. . .. . gP.± .. !...:
.9..9.Q 23. KALIMANTAN TIMUR •·······················I'················································································································································································································································ • ····································O ········H ·································· . ...... , ... ... .. ... ... ............. . ...... gP..'± .. W.:
9..9..9.. 24. KALIMANTAN UTARA 25. SULAWESI UTARA 0 H ·························· ..... ..... . ............. . .......... . ................... . .. . ...... ຘ.P.±. . . :
9.9..9.. 0 H . .. . .............. . ........ . ... ... . .. . ................... . .................... . ..... . .. . ... gP.± .. W.:
9.9..9.. 26. GO RO NT ALO : .............. . .. . .......... . 27. SULAWESI BARAT OH . ....... . ......... . ......... . ............ . .. . .. . _gP.±.!.:
9..9..9. l ^-··································································· · ^········ · ^···································································· · ^·················································································· ·11· ··· ········· .. ······················································· ·····1 28. SULAWESI SELATAN 29. SULAWESI TENGAH OH Rp4 1 .000 0 H . ............ . ................... . ............... . .. . ......... . .. . ........ . ... . .. .. ........8P.± .. W .. :
9..9.9.. 30. SULAWESI TENGGARA •················································································································································································································································1t····································O ·········H ··········································1 . .... . .......... . ..... . ............... . .. . ... .. . gP.± .. ! ... :
.9..9..9. 3 1 . MALUKU 0 H .... . ....... . ..... . ...... . ................... . ........... . ... . ...... .. ................. . .... gP.±.X .. : i ...................... 11.............................................................................................................................................................................................................................. ·1·····································0 ·········H ······························· · 1 ·•··•·••·••·•··•························ ................. gP. ± . :
9.9. .9. 32. MALUKU UTARA 0 H ................ .......... . .... ........................ . .. .. ........ . .. . .. . .. .. .. . ......... . gl?.'±.?.. :
.9.. .Q.9.. 33. P A P U A 1 .......................... ..... 34. PAPUA BARAT OH Rp48.000 Mfwf 10. SATUAN BIAYA KONSUMSI TAHANAN/DETENI NO. P ^R O ^VINS! (1) (2) 1 . ACEH 2. SUMATERA UTARA SATUAN BE SARAN (3) (4) OH ........... . ............ . .. ... ............... . .. . ...... . . 8.P±.; ?.:
.9. 9..9.. 0 ^H...... . .................. . ........ ... . ....... .......... .... . ...... . 8.P±} .. :
. 9.9..9. 3. R I A U.................. ... . ...... .. ..... . .. . .. . ....... . ... . ............. . . _ ...... ...... ....... ....... . .. .. . ... .................. .......... .. .. ....... .. . .. . . ̌.̍ .... .......... . ............... .. .......... . .. ... . ............... .. ... .. .................... 8.P?. .. ?.:
.9 .9..9. 0 ^H . ........... . .. . .. . ..... . ...... .. . ......... ........ ............ ......... . .....8.P? ^. .. ?..:
.9 .9..9. 4. KEPULAUAN RIAU I•·• .................... .... . . 5. J A M B I ...................................... ......................... 0 ^H .. .. ..... . .. . .......... ................... .. ......................................... 8.P.; ?.; ?.:
.9 .9.9.
....... ^6 ....... · ......... ^ . . s ......u ....... . M ......... A ..... T ....... E ....... RA ...................... B ........ A ........ RA ............. T .................. .................... . .... . ...... ............ ....... . .... . .... . .... ...... . ........ . ... . .. . ....... . .. ................. . ......... . ... . .. . .. . . ,, ............................... o ...... . . ^H . .... . ........... . ................ . I . ........ ................ .......... . ······· · ·· · . .P.?.?.:
9...9..9 ..
^........ B....... · . .. . .... ^. . .. L ..... A ........ M .......... P .. .. .... u ....... N...... . . G ........................................................................................................................................................................................................... .
................................ o.......H ... . ..................... . ........... .. ........ ...... ....... . ............ . ............ . ............. . .. 8.P: ?. .. ?. .. :
9.9..9.
........ 9...... · .. . .... . ^. ^B ........ E ....... N ........ G ........ K . ... . .. . u . ...... ^L ... . .. u..................... . ..... . .... . .. . .. . ... .. .................................................. . ........................ . .... . ............ . ................... . ..................... . ...... . ...... ... . . , ................................ o ....... ^H ....... . ..... . ..... . ................. , ................................. ............... ...... .P.?.? .. :
9...9.9. ..
BANGKA BELITUNG OH......... . ... . ...... . ... . ....... . ...... . ............. . .... . . l<: P.9.?..:
9...9. .Q 1 1 . B A N T E N ................................. o........ ^H . .. . ... . ....... . .. . ..... . ............ . ......... . ... . .......... . ..... . .. . ............ . ........... ... 8.P.; ?.?.:
.9..9.9. 12. JAWA BARAT , ................................ o.... .... H .. .. .. . ... . ..... . ..... ............. . ....... . ..... . ........... . ................ ........ . .......... 8.P±.9.:
9.9.9.. 13. D.K.I. JAKARTA OH ............ ... .......... ..... . ........... . ........... . ...... .. . ...... ............ ........ 8.P±; ? .. :
.9.9.9.. 14. JAWA TENGAH OH ............. . ............. ............................ ........ . . 8.P.?. .. ?. :
. 9 . 9 9. . 15. D.I. YOGYAKARTA OH .... ............... . ............... .. ... .P.?./.:
.් . . :
9..9.9 ..
B A L I OH . .......... . .. . .... . .. . .... . ... . ................... . .. .. ..................... RP.9..? .. :
.9. . 9.9.. 1 8. NUSA TENGGARA B.A ̩!. ...... ................................ . ........................... ... ..................... -̎.̏............................ .. ............................ l<:
P; ?. ?... :
.9..9 .9. ..
..... ^1 ..... 9...... ·..... ^1 .. ^N . . ..... u ....... s ... . .. ^A .............. T ...... E ...... N ......... G ....... G ........ A ...... RA ..................... T ..... r .. . .. M...... . . u.... .....^R ....... . ...... . ......................... . ........ . .. . ...... ...... .. ... . ... . ............................ .. ....................... . .... . .. . .. . .. . ..... . .... o .......... ^H ........... . .. ................ . .. . ... . ... . .. . ............. ....... . .............. . ....... ... QE?.?...:
.9..9.9 20. KALIMANTAN BARAT OH .................. . ..... ....................... ....... . .. . .. . .. . .. . ..... . . 8.P.?. . . ?..:
.9..9..9. 2 1 . KALIMANTAN TENGAH OH . . .. . ... . ..................... .. . .... ... . ... ....... . ....... 8.P?..?.:
9.9..9.. 1........ ...... . 11 .. ...... ........ . ... . .. . ............ . ................. . ....... . .. . ...... . .. .. ....... . ..... . ............. ........... ...... . .. . .......... . ................ . .. . .. . .. . ... . ............... .. . ...... ................. . .. . . ll .... . ................................ ... .............. . .....
KALIMANTAN SELATAN OH ..... . ..... .. . .. ..... .......... . ... ...... ........ .. ................... J.3: P±.9.:
9.9.Q. 23. KALIMANTAN TIMUR OH . .. . .......... . .. . .. . ............ . ............................... 8.P.?..?..:
9.Q.9.. 24. KALIMANTAN UTARA OH ... . .... . ...... .. P.P?. ?. .. :
9..9.9. 25. SULAWESI UTARA ....... . ........ ................. . . 26. GORONTALO 27. SULAWESI BARAT 28. SULAWESI SELATAN 29. SULAWESI TENGAH 30. SULAWESI TENGGARA 3 1 . MALUKU 32. MALUKU UTARA 33. P A P U A 1- ...................... •••• ••••• 34. PAPUA BARAT OH Rp39.000 1............ .... . .. . ...... . .....0 .. ....... H . . ...... . .. . .. . ..... . ...............1......... .. .. . ......... ..................... ........ PE?..? .. :
.9..9.9. 0 ^H.... ........... . ....... . .... . ......... . .......... .. . ... .. . .. . .. .P.: J:
?. .. :
9..9. .. Q. OH ...... .. ............ . 8.P.?..9. .:
.9.9.9.. OH OH OH OH OH OH ..... .......................... 8.P. n .. ?. . :
. . .. ........ ........... 8.P?.. ?:
... ...................... 8.P±; ?.:
. .. .. ................... 8.P.o.o.:
.... ......... . ............................................. .E0.?. .. :
9.9..9. . Rp56.000 1 1 . SATUAN BIAYA KONSUMSI RAPAT· NO. PROVINS! (1) (2) 1 1 . 1 RAPAT KOORDINASI TINGKAT MENTERI/ESELON I/SETARA 1 1 .2 RAPAT BIASA 1 1 ACEH 1 1 .2.2 SUMATERA UTARA 1 1 .2.3 R I A U 1 1 .2.4 KEPULAUAN RIAU 1 1 .2.5 J A M B I 1 1 .2.6 SUMATERA BARAT 1 1 .2.7 SUMATERA SELATAN 1 1 .2.8 LAMPUNG 1 1 .2.9 BENGKULU 1 1 .2. 1 0 ^BANGKA BELITUNG 1 1 . 2. 1 1 ^B A N T E N 1 1 .2. 1 2 ^JAWA BARAT 1 1 . 2. 1 3 ^D.K.I. JAKARTA 1 1 .2. 14 ^JAWA' TENGAH 1 1 .2. 1 5 ^D.I. YOGYAKARTA 1 1 .2. 1 6 ^JAWA TIMUR 1 1 .2. 1 7 ^B A L I 1 1 .2. 1 8 ^NUSA TENGGARA BARAT 1 1 .2. 19 ^NUSA TENGGARA TIMUR 1 1 .2.20 ^KALIMANTAN BARAT 1 1 .2 . 2 1 ^KALIMANTAN TENGAH 1 1 .2.22 ^KALIMANTAN SELATAN 1 1 .2.23 ^KALIMANTAN TIMUR 1 1 .2.24 ^KALIMANTAN UTARA 1 1 .2.25 ^SULAWESI UTARA 1 1 .2.26 ^GO RO NT ALO 1 1 .2.27 ^SULAWESI BARAT 1 1 .2.28 ^SULAWESI SELATAN 1 1 .2.29 ^SULAWESI TENGAH 1 1 .2.30 ^SULAWESI TENGGARA 1 1 .2.3 1 ^MALUKU 1 1 .2.32 ^MALUKU UTARA 1 1 .2.33 ^P A P U A 1 1 .2.34 ^PAPUA BARAT - 90 - SATUAN MAKAN KUDAPAN (SNACK) (3) (4) (5) Orang/Kali Rp l l0.000 Rp49.000 Orang/Kali Rp48.000 Rp l 5.000 Orang/Kali Rp46.000 Rp l3.000 Orang/Kali Rp40.000 Rp l 5.000 Orang/Kali Rp4 1 .000 Rp25.000 Orang/Kali Rp39.000 Rp 17.000 Orang/Kali Rp44.000 Rp 1 6.000 Orang/Kali Rp46.000 Rp l 7.000 Orang/Kali Rp40.000 Rp20.000 Orang/Kali Rp44.000 Rp l 6.000 Orang/Kali Rp40.000 Rp l8.000 Orang/Kali Rp48.000 Rp 19.000 Orang/Kali Rp45.000 Rp 18.000 Orang/Kali Rp47.000 Ro2 1 .000 Orang/Kali Rp38.000 Rp l 5.000 Orang/Kali Rp36.000 Rp l4.000 Orang/Kali Rp44.000 Rp l8.000 Orang/Kali Rp44.000 Rp l7.000 Orang/Kali Rp4 1 . 000 Rp l 7.000 Orang/Kali Rp4 1 .000 Rp2 1 .000 Orang/Kali Rp42.000 Rp l 6.000 Orang/Kali Rp40.000 Rp lS.000 Orang/Kali Rp45.000 Rp 1 5.000 Orang/Kali Rp42.000 Rp20.000 Orang/Kali Rp42.000 Rp 1 6.000 Orang/Kali Rp44.000 Rp2 1 .000 Orang/Kali Rp44.000 Rp 14.000 Orang/Kali Rp47.000 Rp20.000 Orang/Kali Rp48.000 Rp l9.000 Orang/Kali Rp4 1 .000 Rp l 7.000 Orang/Kali Rp42.000 Rp20.000 Orang/Kali Rp47.000 Rp l 9.000 Orang/Kali Rp63.000 Rp23.000 Orang/Kali Rp60.000 Rp3 1 . 000 Orang/Kali Rp62.000 Rp25.000 12. SATUAN BIAYA KEPERLUAN SEHARI-HARI PERKANTORAN DI DALAM NEGERI NO. PROVINS I !I 1. ACEH 2. SUMATERA UTARA 3. R I A U 4. KEPULAUAN RIAU 5. J A M B I 6. SUMATERA BARAT 7. SUMATERA SELA.TAN 8. LAMPUNG 9. BENGKULU 10. BANGKA BELITUNG 1 1 . B A N T E N 12. JAWA BARAT . ............ ......... .
D.K.l. JAKARTA MEMILIKI SAMPAI DENGAN 40 PEGAWAI SATUAN BESARAN (3) (4) Satker/Tahun Rp60.870.000 SatŽe¯/Tahun. .. ............. : R.: P?..9 .:
'.?..9.. :
.9..9..9. Satker /Tahun .. ... . ...... . .. . .. .....: R.: P .. ?..9.:
9.9.9..... හළ.ຨJ.!ah1:
ෆ: 1:
... .. . ............. . gP.f?.." : ?}.9.:
Satker /Ta.hun ... ....................... g.P.?..?..:
. ?..9.9.:
9.9..Q Satker /Ta ^h un . ....... ......... . ...... . .. : R.: P.?9..:
9.'.?..9. .. :
9..9.9. Satker/Tahun ........ ... . .. gP.. ?..9.:
9..u.9.:
9.9..9.......Satker /Tahun .. .......... .. . ...... . 13: P.?.?.} .. ?.Q.:
9.9.9. Satker /Ta ^h un.......... . .. .. . : R.: P?.9. .. :
9.'.?..9. :
9.9.9. Satker/Tahun........... . J.3: P.?..?. . . :
?.9.9.:
9 .9.. Q ... ž.y®.r ^. !.T.ſ. ^h un . ......................13:
P..f?..9..:
. ?..7..9.:
9...9. .. 9.. Satker /Tahun ....................... . . : R.: P?.9..:
: : !. '.± .Q.:
9.9..9.. Satker/Tahun............ . .. ..... . . 13: P.§.9..:
'.±'.±.9.:
9.9.9. . .. . 14. JAWA TENGAH Satker/Tahun.... . ....... .......... J3: P.f?..9.:
?..7.. Q.:
9.9.Q . . 15. D.I. YOGYAKARTA Satker/Tahun .. .
....... . ......... ......£3.P?.9..:
: ±.: ±.9. .. :
9..9..9 . ..
. ... ! .. ?. . :
..^!.ƀWA TIMUR Satker /Tahun............ . .. . ... ...... 1.3: P.§9.:
'.±.'.1:
Q.:
9.9.Q . .. , ...... 1 .. 7 ...... ·.... ,. ^B ,. ...... A ......... L . .....1 ....................................................................... ........................................................... 1 ...... ^?. Ƌ ^ƌy -Ɓ.J: ^/! Ɖ ^ƍ Ǝ?. ........... ........... . . 1.3: P .. f?..!.:
፶፷..Q: -99..Q 18. NUSA TENGGARA BARAT Satker/Tahun ...... . .. . ......... ..... J.: 3: P?9..:
'.±.'.±.9. .. :
9..9.Q 19. NUSA TENGGARA TIMUR Satker/Tahun........ .. . ...... . ...... 13:
P.§.9.: '.±.y. Q .:
9.9.Q . .. 20. KALIMANTAN BARAT Satker /Tahun.... ......... . J.: 3: P?.9.: : ±'.±9. . . :
9..9.Q ... ?..ස:
:
... ^: ƊƂ - ^ƃ : ^!ƈA . ^NTAN TENGAH .. ....................... . ........... . ^Ƅ -Ɛ!: ^ƒ ƅ¯ ^/! Ɣ ^Ə Ɔ-n.... ....... .. ... ... . ....... J.: 3: P.?..s.1..:
. ? ..9.. Q .:
9.9.Q 22. KALIMANTAN SELATAN 23. KALIMANTAN TIMUR 24. KALIMANTAN UTARA 25. SULAWESI UTARA 26. GORONTALO 27. SULAWESI BARAT 28. SULAWESI SELATAN 29. SULAWESI TENGAH 30. 3: 0if\w ^lisT"; rENGGAI{A"""' 31. MALUKU 32. MALUKU UTARA Satker /Tahun........ . ........... . .. 13: J?..?.9..:
9.?..9..:
9.9..Q ... Satker /Tahun.... .... . .... . ..........: R.: P?.9..: : : .1:
: ± .9 .. :
9..9.9.. .. Satker /Tahun.... . .. . ..............1: 3: P?9..:
: : !.: ±9..:
9.9. Satker /Tahun . ............... .. . .. . g ^. P.?.v. :
.1.:
. Ľ.9.:
9..9. .9...... Satker /Tahun ...................... . .. .1: 3: P?.9.:
.?..?.. 9. .. :
9..9.9.... . . Satker/Tahun........ .. . ....... gP.ľ.7. :
9.. ?. .9. .. :
9.9.9. . .. ... . Satker /Ta.hun.................... . ... . g.P.. ?..9. :
. ?..?..9..:
.9. .9.. .Q Satker /Tahun.......... .. .. . ...... : R.: P?.9.:
9.. '.?..9.. :
.9..9..9.. Satker/Tahun . ... . ........ . . gP.?..9.. :
'.±.'.1:
9..:
9.9.Q . .. .............................. ..... S..Ƈy®.:
.f.T.Ɠun .... g.P.f?.: !.:
'± .?...9 .:
9.9..Q Satker /Tahun ......... . ... . .... . ..... . : R.: Pf?.'±.:
: ±?.9. .. :
9..9..9.. MEMILIKI LEBIH DARI 40 PEGAWAI SATUAN BESARAN 151 r6l OT Rpl.530.000 OT ............. . . gP..1. .. :
. ?.x . .9.:
99.Q OT........... . ... . ...... . ..... . ............. . 1.3: P. . . Ä.:
. ? .. 1 ^. ..9..:
.9 9.Q OT . ..... .....gp!..:
??.9:
9..9. Q OT .. . ...... ....... J.: 3: P..1.:
. :
: : .1:
፲.9. . . :
9.9.Q. OT . ................ . J3: E.1. . . :
. ? .. 1...9.. .:
99.9. . . OT............... . .. .. . ........... .1: 3: P1. ·?.J.9.:
9.9..Q OT............... : R.: P.= .. :
'.±.?.9. . . :
9..9. .9.. OT.... .. ...... . gP}.:
. ? x ..9:
9.9.Q OT............. J.: 3: E.1..:
ᐐ.?.9:
9..9.9.
..... QI.......................................... .8P .. L?..?..9. .. :
9.9.9.. OT.... . .. .... . ... . .f3: J?.} .. :
. ?.?.. 9 .:
9.9..Q. OT.... . .. . ... . ..........................1: 3: PL.?..'.?..9.:
9.9.9.. OT . .......... .... ...... . ..... gP}.: ?.;
.9 . . :
9..9..9.. OT...... gP..1. .. :
. ?.?..9.:
.9.. 9..Q OT.... . ........... . ...............f3: P.".:
?..'.?..9. .. :
9..9..9.. OT t.9ŀ99..Q. OT......... . ..... J3: P.. 1. .. :
. ?.v.9.:
9.9..Q OT ........ ........ ....... . ............ .. .8P.= .. :
?..፵.9 .. :
9..9. Q . OT .. ............ gp} :
99.9.. OT.... .. . g.l?. . . Ä.:
.9.9.Q OT .. . ........... . .... .. ................ .f3: PJ. .. :
?.} . .9. .. : OT.............. .. . .. . ...... . .. gP.} .. :
?.u.9.:
9.9.Q OT....... .. ...... g.P.1 ^. .:
. ?Ń.9.:
9.9.Q OT ... .. . .. .. .. . .. ................ ፱: PJ. . . :
?..? .9. .. :
?.ń ^. 9.:
9...9. .Q. OT.... . .. .. . ........... ............ . J3: P} :
. '.1:
w.9.: OT.... ....... . ..... . J.: 3: P . . 1. . . :
. f?.9..9. .. :
. ?.1... 9 .:
9.9.Q. OT........ .. . .. . : R.: PL:
?.'.?..9. :
9.9.9.. OT.... ................ ....... . ....... J3P.= .. :
?..'.?..9. .. : OT ....... . .. . .. . gJ?.):
. ?..?..9.:
9.99.. 33. P A P U A Satker /Tahun . .. ................. J.: 3: P.7.'.. w:
Ŀ.7..9. .:
9..9.. .Q,.... . ............ ...... .... . ^. o.... .. T.... .......... ................ . 1 . ........ . ... . J.: 3: P.= .. :
?..?..9. .. :
9..9.9. 34. PAPUA BARAT Satker /Tahun Rp67.630.000 OT Rp 1. 700.000 1 3 . SATUAN BIAYA PENGGANTIAN INVENTARIS LAMA DAN/ATAU PEMBELIAN INVENTARIS UNTUK PEGAWAI BARU NO . PRO VIN SI SATUAN BE SARAN (1) (2) (3) (4) 1 . ACEH Pegawai/Tahun Rp l . 7 5 5 . 00 0 2 . SUMATERA UTARA Pegawai/Tahun Rp l . 66 0 . 000 3 . R I A U Pegawai/Tahun RJ2 1 . 67 1 . 00 0 4 . KEPULAUAN RIAU Pegawai/Tahun Rp l . 65 0 . 000 5 . J A M B I Pegawai/Tahun Rp l . 702 . 000 6. SUMATERA BARAT Pegawai/Tahun Rp l . 692. 000 7 . SUMATERA SELATAN Pegawai/Tahun Rp l . 67 1 . 00 0 8 . LAM PUNG Pegawai/Tahun Rp l . 67 1 . 00 0 -- 9 . BENGKULU Pegawai/Tahun Rp l . 66 0 . 000 1 0 . BANGKA BELITUNG Pegawai/Tahun Rp l . 63 9 . 000 1 1 . B A N T E N Pegawai/Tahun Rp l . 67 1 . 00 0 1 2 . JAWA BARAT Pegawai/Tahun Rp 1 . 6 6 0 . 000 -- 1 3 . D . K. I . JAKARTA Pegawai/Tahun Rp l . 692 . 00 0 1 4 . JAWA TENGAH Pegawai/Tahun Rp l . 75 5 . 000 1 5 . D .I . YOGYAKARTA Pegawai/Tahun Rp l . 745 . 000 1 6 . JAWA TIMUR Pegawai/Tahun Rp l . 67 1 . 000 1 7. B A L I Pegawai/Tahun Rp l . 755 . 000 1 8 . NUSA TENGGARA BARAT Pegawai/Tahun Rp l . 692 . 000 1 9 . NUSA TENGGARA TIMUR Pegawai/Tahun Rp l . 6 1 8 . 00 0 2 0 . KALIMANTAN BARAT Pegawai/Tahun Rp l . 65 0 . 00 0 2 1 . KALIMANTAN TENGAH Pegawai/Tahun Rp l . 734. 000 22 . KALIMANTAN SELATAN Pegawai/Tahun Rp l . 660. 000 23 . KALIMANTAN TIMUR Pegawai/Tahun Rp l . 63 9 . 000 24. KALIMANTAN UTARA Pegawai/Tahun Rp 1 . 639 . 000 2 5 . SULAWESI UTARA Pegawai/Tahun Rp l . 62 8 . 00 0 2 6 . G O RO NT ALO Pegawai/Tahun Rp l . 607. 000 27. SULAWESI BARAT Pegawai/Tahun Rp l . 565 . 00 0 2 8 . SULAWESI SELATAN Pegawai/Tahun Rp l . 702 . 000 29. SULAWESI TENGAH Pegawai/Tahun Rp l . 62 8 . 000 30. SULAWESI TENGGARA Pegawai/Tahun Rp l . 724. 000 3 1 . MALUKU Pegawai/Tahun Rp l . 798 . 00 0 3 2 . MALUKU UTARA Pegawai/Tahun Rp l . 85 0 . 000 33. P A P U A Pegawai/Tahun Rp2 . 072 . 00 0 34. PAPUA BARAT Pegawai/Tahun Rp l . 9 5 6 . 00 0 14. SATUAN BIAYA PEMELIHARAAN DAN OPERASIONAL KENDARAAN DINAS 14. 1 Kendaraan Dinas Pejabat NO P ^R O VIN SI SATUAN BE SARAN (1) (2) (3) (4) .... 1 ...... 4 ....... ^. .... 1 .......· .. ^1 ............................. , P ^EJABAT NE G ^ARA .... . .... .. .. .......... . .. ... . ........................... . .... . ..... . 1!..1.:
: _!./..!_1hu, n .. . ............ . ... . ... . . J.3. P.͗.ำ.:
?..9...9. .:
9..9...9. .
... 1 ...... 4 ...... . · .. . i . .. . .. ... .. 2 .................................. P ...... EJ . ........... A .... . ... B ....... A ....... T .......... E ....... s ..... . . E ........ L . . .... o ....... N .......... . . r .... . .. . .......... .. ... . ......... .. ....... . ... . ....... ..... . ................ . .... . ........ .. ... . ............................L1.:
: Q.Y!M1.:
?.!1 ....... ................... . .......... !3E=1:
.9..9..9 .. :
.9.. 9..9.. 14. 1 .3 P ^EJABAT ESEL O ^N II , .... 1 .... 4 ...... .. · . . ^1 . ......... 3 ... . .... ·...1 .. . .. . .
..
......
. .
.
...
. , 1 . ^A ............... Ƈ ^E ........ H.... . .. . ...... . ........ . .. . .............. . ... . ... . .. . ... . .. . .......... . .. . .. . ............ . ................. . .. ................. . ............... . ... . .... .. .... ........... . .............. .. .. , ............ Y..t../. T.. ව.hශෂ....... . : : : : ·: ···: : ·: : ·.:
: : : ·: : : : ·: : : .: : : .: ··"P.#·$: : '.?: §: 9: : .9: 9: 9:
.... 1 .... 4 ....... ^. ... 1 . ........... 3 .. . ... · .. ^2 .. ......................s ....... u....... . M ......... A ........ T ....... E ........ RA.................... u.... . .. . T ..... A ......... RA ..... . ..................... . ............. .. ....... . .. . .... .. . ..... . ............ . .. . ............... . ........................ . ........ . ..... . . Y . .!.?:
R.Y!Tl11: : 11. ...... . ....... ......................... . .. .. . gP. ? .? .. :
L . . 9. . . :
.9..99.
.... 1 .... 4 ....... · . .. . i . ......... 3 ....... · .. ^3 ......................... R . ........r ....... ^A .. ..... . .. . . u............. . .......... . ......... . ............. . ............ . ..... . .... . ... .. .... . ... .. .. . .. ...... . .. ............. . ....... .. . ...... . ... . ........... .. .. . ............. . ... . .... . ........ .. ..... . . !: !.!.?: N.Y!M1:
: S!1 ............. ..................... ...... 1.31?.?.? ^. :
. !?.?.9. .. :
.9..9..9.. 14. 1 . 3. 4 KE P ^U LAU AN RIA U .. . ............ 1!..1.:
: c ( ! Ā hun.... ........ . .............. . ........... . gP. .. ?..:
; ?.. .9 .. :
9...9. .9.. 14. 1 . 3. 5 J A M B I .. . ......... . ............ .. ........... !: !.!.1.: Y!.hun .............. ............................ 8P .. ? . :
; ?. . ͗ .9 . :
9...9.9. .
.... 1 .... 4 .. . ..... · ... i . ... . .. .. .. ^3 . .. . ... ·.... ^6 ......................s ....... u ..... .. M ......... A ......... T ........ E ...... RA .................... B ........ A ........ RA ............ T .... . ...... . ............ . .. . ....... . ....... .. ....... . ....... .. . .. . .......... .. . ................ . ........ . .. . .... . .................Y..1.:
: ±.Y!²1.2°³1.:
... ............................ J.3P.?.?. .. :
.. .2.9 .. :
.9..9.9..
.... 1 .... 4 ....... ^. ... 1 . .......... 3 . . .....· .. 1.... ........ . ........... s ...... . u....... ^M ......... A ....... T ....... E ........ RA ............. . ... . ... s ...... ^E ..... . .. L ..... A ....... T ...... A ......... N .. . ...... . ........... . ............... . ... . ............. . ... . .... . ...................... .. ................... .. . ... . . Y..1.:
: ®.Y!¯1.:
ª?. .............. ................. .... ..... l.3P. ? .? .. :
. ?.?..9.. .:
.9.. 9..9..
.... 1 .... 4 ...... · ... . . i . ... .. .. ^3..... . . · . .. s .. .. . .......... .. ....... L ..... A ........ M ......... P ... . . u . ........ N ....... G.... .......... .. . .................. ...... . .. . ........ . ... . .................. . ........ ....... ........ . .. . ... . ........... . .... . ............ . .. .. ................ .......... ... . .... L?.PY!MJ: i:
i? ............. . ....... ... . .. . 1.3P?«. 6 7 0. 000 .... 1 ...... 4 . . .....· ... ^1 ..... . . · .. 3 . . .... . · . . 9 ........................ B ....... E ....... N ......... G ...... K........u . .. . ..... L ..... u .... . .. . ... .. . .. . .. ........ . ... . .. ................ . ...... . ........... . .... . ....... . ......... . .. . .................. . .... . ................ . ...... .................... .............. !: !..1.:
: _YTf.g.1.:
:
....... . ................................. gP; ?. . . ?..:
?..9..:
9..9.. 9. .
... 1 ..... 4 .. . ... . . · ... ^1 . ... . .. · .. 3 ....... ^. .... 1 ..... 0 ................. B ....... A ....... N ....... G ......... K ^A ..................... B ......... E ........ L .. .. . . n ..... . .. .. u........ ^N ........ G ................................................................................................................ , . ... ....... lJ1.:
: ƈ!/.!.Āh ^un . ........ ................ . ............. . 1.3.P..1 .. ?. . : ? ?..9. . :
9..9...9. . 14 . 1 . 3 . 1 1 B A N T E N.......... ...................... ...... ..Y..1.:
:
®Y.!´1.:
ª³1.:
... .. ....... ............. 1.3P.9..? .. :
.'±.ฬ..9. . . :
.9..9..9..
... 1 ..... 4 ....... · ..... i . ....... 3 . ...... · ... . ^1 ..... 2 ................ J ...... A ..... . . w ... . ....... A .............. B ....... A ...... RA ................ T ... . .... . ... . ........... . ........ . ..................................... .. . ............................ . .. . ........ . ........... .. ....... . ....... . , ............ Y.. !.1:
PU/.!MV?,!.1:
.. . ....... . ......... .. ....... .. . .. gl?.?.?.:
. ??.9. .. :
.9.. 9..9..
.. 1 ...... 4 ....... ^. ... 1 . ........ 3 ...... . · . .. . . 1 .... 3.... ............ n......... · . ... K ............ L.......... . .. J . .... . A ....... KA ............. R ....... T ........ A . .. . ..... . .. . .................. .......... ...... . .. . .............. .... . ........... ... . ...... . ........ . .... . ...... . ........... . .. . ..... , . ........ ... !: !.1.?.: dY.!..'.":
:
.1.:
:
. . .. ...................... ..... .. . ..... . . gP.; ?..?._]}9..:
9.9...9. 14. 1 .3. 14 JAWA TENGAH . ........... . .......... ... ....... . .............. ... . ... . ... .. . .......... .. . .......... .... . ...... . ..... !: !..1.:
: _!/!.`?:
1.:
:
............ .............................. gP.1.?.:
. ?..?.9.. .:
. 9. .9...9. . • .. ^1 ..... 4 ....... · .. .. 1 ....... ^. ... 3 .... . .. ·..... 1 ...... s..... . ...... . .. D ........ .I ....... · . ... . . Y ... . .. .. o ....... ^G ........ Y ....... A....... KA .. . ... . .... . ... R ...... T ...... A ................................................................................................................................ ........... lJ re_! !.!.`h UJ:
....... ..... . .. ... . 1.3P.; ?. . . ?.:
?. .. ?..9..:
9..9.. 9.
1 .3 . 1 6 JAWA TIMUR . _un..¬.!/!¯hun ............. . .......................... gP.? ? .. :
. ?.}..9. :
.9..9..9. 14. 1 .3 . 17 B A L I . . .. ...... Y. !.1:
̊. ! .!. ! ` h. ?.?. . ...... . ............................... 1.3:
P..?.?. .. :
. ?..?..9 .. :
.9. 9..9.. ..... ...... !: !..r.:
_Y!..fh?.............. gp; ?.?.:
.9.. .9:
9.9...9............ ................................................ .................................................................................................................................................................................................................. . , 14. 1 .3. 1 8 NUSA TENGGARA BARAT ... 1 ...... 4 ........... 1 ...... · . . 3 ............. 1 .... 9 ................. N ....... u . ...... . . s . .. .. .. A ............ T ....... E ....... N ......... G ....... G ......... A ..... RA ..................... T ....... I ... M .......... u.... ..... R ............ . ... .. .. . ........................ . ...... . ... . .. . ..... . .. . ...... .. . ... . .. . .. ..... . !: !..r.:
_Y!.`i.1.:
:
...... . ......... .......... gP.; ?. .. 7..:
.?.?..9..:
.9..9.. .9.
1 .3.20 KALIMANTAN BARAT Uni!JT13.hun ............................. . 1.3.p38.750.000 ..... 1 ..... 4 ....... · .. ^1 ....... · .. ^3 .. . .. . . · . . 2 ......... 1 ................ KA ............. L ....... 1 .. ^M ......... A ........ N ....... T ...... A ....... N ............... T ...... E ........ N ........ G ....... A ......... H ..... . .......... .. ...... . .... . .......................................... . ..... . .......... . ....... , . ............ L!.?:
i..!/.!M?.: ?.!.1-:
.......... .. .. ......... ............ 1.31?.; ?..?.:
. ?..?..9. .. :
.9. .9.9.. 14. 1 . 3 .2 2 KALIMANT AN SELA TAN ...... "lJ.1?: ර. /.!Ɔh ^u J: ?:
.............. ..................... ... gl?.?.?.:
¦ .. ?..9. .. :
.9..9.9.. .. 1 ̇ .. :
.. ̈ . . . . ̉ .:
:
.... .. . ... .................. ...... . .. . ... . .... J.3.P..?. . . ?..:
. ?. . . f?...9. . :
.9.9..9. .
1 . 3. 24 KALIMANT AN UT ARA.... . ...... . !: !.?._!./.!.`f-.1.:
:
.. .. .... .. .. . gP.?. .. ?.:
.?.?. . .9.:
.9. . .9.Q.... .................. . ............................ . .. . ............... .... .. .. . ............... . ... . ............... . .................. . .... . .. . ...... . .............. . .. . ..... . ....... . .......... . ........ . ............. .. ............. .................. .... .. ........ . . , ..... 1 ..... 4 ..... . · ... ^1 ...... · .. . . 3 ....... · . . 2 ...... . s .... . .. . ........ s . .... u .. . .....^L ....... A ....... w ........ . . E .. . ... s ....... ^I . .. . ...... u ........ T ...... A ........ RA . . .. . .. ... . ... . ............. .............. . ......... ........................... . ...... .............. . .. ............ . .............. .... . ... L?.. i..!./!M1.:
?.!.1-:
................................. !31?.?.?.: '±.? ^. 9.. .:
.9..9..9.. 14. 1 .3.26 GO ^R O ^NTAL O ...... : cJ..!.?:
i.Y. !§ª!.1.:
...... ................................ 1.31?.9.?.:
.. ?..9 .. :
.9..9.Q. 14. 1 .3.27 SULAWESI BARAT ..... "lJ1.:
:
N.O/..!M9.: 1'.1: !.1.:
................ ..... J3: P.?7. .. :
. .?.9. .. :
1 .3.28 SULAWESI SELATAN....... . ...... ... .............. . . !: !..1.?.: _!./.!.`fh.1.:
:
.... ................. ............. J.3P?. .. ?.:
?.. ; ?...9. :
9..9.. .9. 14. 1 .3.29 SULAWESI TENGAH.... . ....... .... ....... . ....... . ... . ....... . ..... . . !: !.!.1.: _.Y.!.`.1.2.1.:
:
......... . .. ... ........... I3: P. .. ?.:
. 9...9. .9.. 14. 1 .3.30 SULAWESI TENGGARA ..... .. . : cJ.!.?:
P!/.!M1.:
?.!.1.:
..... .. . ....................... !31?.?.¨ .. :
. ?. . '± .9. .. :
1 . 3 . 3 1 MALUKU . . Y 1.:
:
i.Y .!M1.:
?.!.?:
©.'±.9. .. :
.9..9.9.. 14. 1 .3.32 MALUKU .UTARA Un . N !J ^T M h ^u J: l . ........... .................. ... . !3:
.?.?.9. . . :
9..9.9.. 14. 1 . 3. 3 3 p A p u A .... . ............ ............. !: !..1.:
: _Y!..ab.1.?.:
.9.9..9. . 14. 1 .3.34 P ^A P ^UA BARAT Unit/Tahun Rp38.840.000 14.2 Kendaraan Dinas Operasional NO. PROVINS I (1) (2) 13. D.K.I. JAKARTA 1 4. JAWA TENGAH 15. D.I. YOGYAKARTA 1 6. JAWA TIMUR 19. NUSA TENGGARA TIMUR 2 1. KALIMANTAN TENGAH 22. KALIMANTAN SELATAN 23. KALIMANTAN TIMUR t ········ ............ .......24. KALIMANTAN UTARA 25. SULAWESI UTARA 26. GORONTALO 27. SULAWESI BARAT [ ... ... .. . ....... .... .. , ... ,.,,,..... ............... . · ···········-····.... . . -...... .. ..... . . ,...,. .. ,, .. ........ .. 28. SULAWESI SELA TAN 29. SULAWESI TENGAH 30. SULAWESI TENGGARA 3 1 . MALUKU 32. MALUKU UTARA 33. P A P U A . .. . ................ . . ,, . . , .......... . 34. PAPUA BARAT - 94 - SATUAN RODA EMPAT (3) (4) DOU BLE GARD AN (5) RODA DUA (6) 1.4.3 Operasional dalam Lingkungan Kantor, Roda 6, Roda 6 Khusus Tahanan Kejaksaan, dan S peed Boat NO. URAIAN SA TUAN BES ARAN (1) (2) (3) (4) , ....... L...... 0r..?. : : .4.0.i.?.: : 1..l: l: 5 .... 6.45-71.? . .. : 8-1.1.: ; 1.1: : : : : : ¥f.c; l: ?....͒.f: l: ?..!?:
... .... . ....... . ............................... ......... Y..%".!f.T#J: : .$.3: ?:
..... . .... ... gP.?. :
.?..§.9.:
9.9.9.. •...... : 2 . .... . · .... . .. 1.R ....... o . ... ct .... . a ... . · .... 6 ............................................................................................................................................................................................................................................................................................... , ....... . Y. ].!YT.<: 1: !1:
a!:
..... ...... _ g p Ô _ T :
. !.፰.9..:
99.9. I .... . .. 3 : : .. : · ...... . i:
1 R ... :
o .Ų .. ct.... :
:
..... 6 ..•..... K:
. :
.. h ..... u...... . s .. . . u . .. .. . . s .. ' .......... = ... . . · .. J. ··· a. ····· u ······ a. · .• · . . u . ·.- ....... v ፯ .. . e . . 1 · 1 __ 1: '.8.=_ : s . . ᒗl-ᒋL . . 1:
..... . .............. ..... . .................... .. ................................. . .. . .... . .... . ............................................. . ... . .... . ........... 1 . .. . Y.].i.^./T._!.1:
9.9.9.. 4. Speed Boat Unit/Tahun Rp20.240.000 NO.
1 4.4 Kendaraan Dinas Operasional Patroli Jalan Raya (PJR) PRO VIN SI SA TUAN (2) (3) PJR RODA EMPAT ^PJR RODA DUA PJR RODA DUA (s 250 CC) (፤ 750 CC) (4) (5) (6) l . I A CEH .......... Y..1:
:
!./.!.u?. 1: : 1. .1:
:
. ......................... 8P.?.?. .. '..?.?.. Q.:
9.. 9.Q .......... :
P..!.9 .. :
?..?..9.: 9-.9..9.. . ......... 8P.: '±.?.:
9.. ?..9. :
.9.9.9. , ....... ፦.:
..... _ ?, UMATERA UTARA ................... . .. . .. . ................. . .. . ........... . ...................... .. . .. : r!.ƛ?.ƖY!.ƜƝ?.: i: 1: !.1. ......... .................... 8P!..? .:
'.?.9.. .'..Q.Q.Q . ......... gP.! .. ?..:
. ፡ . . ?9..:
9.9.9. . ........ !3: 1?..: 't..;
.:
.?..: 't..9..:
9..9.9. , ...... ?.:
.....13. ^I A U ... . ........ . ........ . ... . .............. . ...... . ......... . ... . .. . ........................ . ... : r!.?..i.Y.!i?..1: : 1. q?. ....... .. . ........... . 8P. .?..?..:
9.. 9.9.. .:
9.9..9 . ...... 8P..1. .. ?..:
?.?.9.:
9..9.9. ........ ƨ.P.: 't...:
.: : 5. . . 1...9.:
9.9..9 4. KEPULAUAN RIAU Unit/Tahun .. . ........... ...... .. .. J3P.!..?.:
?. ?..9. .'..Q.Q.Q . .......... 8P.! .. ?..:
. ?..?..9..:
9.9.9. . ...... .. . . 8.P.L.9.:
.?.. ?..9.:
9..9. .Q , ....... ?.:
. .. .. : ! .. ^A M B ^I .. . ....... . .. .. . ...... . ... .. ... ....... . .......... . ............ . .. . ............... ................. . .............. . .. . : r!.1:
: !%/.T&: i: : t .1:
:
.... ................... 8: P. ?. 7.:
' . .9 . :
999 R 19.3 10.000.... ^gP: '± . ^'±:
^¬} .9 ^..:
9..9.9 6. SUMATERA BARAT ........ . : r!..1:
:
w./.!.u-1: : 1. ... .. .......... ........ x.P'.!.7.:
.'.?.?.9.:
999.. 0.000.... . ... . . J3: P.'±.f?..:
?.?..9..:
9.9.Q 7. SUMATERA SELATAN .....Y..?.i..Y!.x1: : 1. ?. ..... ... ... . . !3: P ?. ? . :
! . r .9 . :
9.. 9 Q 80.000.... . ... :
P..©.ª:
±?.9.. .:
9.9.Q 8. LAMPUN G .... ....... ......... ................ ........... ............. .... ...... ......... : r!.!.1.jn/.!.?..1: : 1. !.1............... ........... . .. J3P !.. '?. .:
;
.: 't..9. .. :
9.9.Q . ...... . ... 8.P..J.. .. ?. :
? ?9 . :
9 .9.9...... . ..... 8P. : '! . . :
. .9 .9 . :
9..9. 9 9. BEN G KULU..... .. .. : r!.!.1.j!f.!.: i: 1:
?:
..... ........... . ... . ...... 8P?..?..J.?.9.:
.9.9.9..... ...... 8P..1. .. ?. . :
?..9. 9.. :
9 . 9 .9. . .. . ......1.3 P.± . ᑻ. :
. ? .?..Q . :
9..9. 9. 1.0. BANG KA BELITUNG.... ............ ... . ......... . .. ........................ .. . .......... . .. . .. ...... . : Y..1: 1v-wl.!.u:
: '..1.: 1:
..... ... ... _!3: P.7.?..:
?..v.9.:
9..9. .Q .........}P..!.?. .. :
7..9.9.:
.9.9.Q. -···-····8P.: '±.! .. :
'.±.'.?.9..:
9.9.9. 1 1 . B A N T E N........ . . Y..1: : 1 .i..Y!.u 1: : 1. .1: : 1. ..... ................... . 8.P'.!.?..:
.?.. a.9.:
9..9. 9. . .......... :
P..! .. ?.:
?..?..9.:
.9 .9..9. . ... ..... 8P.: '±.9..:
?...9..:
9.9.9 .
^. . }.፨.:
.. ! AW A BARA T................... . ...... . ......... . .. . .. .................... . ..... .. ...... . ... . .... ... . .. : r!.k?.j!f.!.ir?.1: : 1. k?. ..... ............ .... 8P!..?.:
?..?..9.:
9.9.9. . .......... 8P..1..?.:
??..9.:
9..9..9. ......... !3: P.L.9...:
?.'±.9..:
9..9.Q 13. D. K.I. JAKARTA .... . .. . : r!.!.1.j!/!.i?..1:
!.1. ...... . ... . ..... . .... . .. . . 8P!..'?..:
?9.. 9.:
9.9..9....... 8P..1. .. ?..:
?..9.9.:
9..9..9. . ..... ¯.P. : '! . . :
.9. . ?. . 9 :
9..9. .Q . 14. JAWA TENGAH ........ l.: t?.i.!nom?1.?:
..... .............. .8P.!..?. : =}. 9. .'..Q.Q.Q ...... J.3P.1..=.: !.?.9..:
9..9..9. .... .. 13P. '.± ?.. :
?!°5. .9 :
99 .Q 15. D .I. ^YOGYAKART A .. . .. ....... . ..... . ......... .. .... . .. . ..... . .............. . ... . .. ........ : r!..1.:
v..f.!: : 3.: x-1:
:
....... ............... . .. . . ƤP.?..?..:
: '±a.9..:
9.9..9. .. . ....... 13.PJ.?. .. :
?..1 ^. . .9..:
.9 .9..Q .......... J3: P: '±.?..:
?..9.. 9.:
9.9..9. 1 6. JAW A TIM UR .........Y..1:
:
i..Y!.u.1: : 1. ..... .................... !3: P.7..?..:
. ! .. .9.:
9..9. Q ....... . . !3: P..!.?..:
?..9..9..:
.9 .9..Q . .........8P.: '±.ƞ.:
9.?..9. .:
9.9.9. 1 ^7. B A L I . ....... . . : r!.!.1.ය: !: !..! 13.:
1?..1: : 1. !.1. .................... . .. . .. 8P.?..:
?..9..9. .:
9.9.9. . .......... 8.P.ơ.9.:
.. ? .9. . :
9..9. .9. . 18. NU SA TEN GGARA BARA T........ .. .. ...... .......... : r!.?.j!/!.i?.?1.?:
....... . .................... .J3P7..'.!.. :
. !.?. .9. .. :
9.9.9 . .......... 8P..1....:
.9.9..9. .......... : f3: P.L.?..:
...9.:
9..9. Q. 1 9. NUSA TENGGARA TIMUR . .... .. : Y.1: : 1.!(.f.!&)-1:
:
.... . ..... . .. . .. . .. . .. J.3: P.7.?.:
.'.?..J.. .Q.:
9.. 9Q ......... 8P..!? . . :
?. . . !.9.. :
.9.99........... gP.'±..J...: ?.'...f?. Q.:
9.9.9. 20. KALIMANTAN BARAT . ....... . : Y..1:
vY.!ux~-1: : 1 . ........ ..................... ᒄ.P?..?...'..፴.፳.9.:
9.. 9.9 ......... ᒌP.}?.l . . :
. 1 ^. .. ±.9.:
.9 .9.9. . .. ...... 8.P: '±: '±.:
?.?..9. .:
9.9.9.. 2 1 . KALIMANTAN TENG AH ..... . Y..y: 1-Y.Tux: i: : t z{---··· .. ......I3: P.s.9.:
?..t.9.:
9.. 9.9. ...... !3: P.w.9.. :
r.7..9.:
9.. .9.9 ...... l3: P.፭.፮.:
9.?..9.. :
9.9.Q 22. KALIMANTAN SELA TAN . . .. .. . .. . : r!.!.1.jn/.!.i1.:
.1: : 1. !.1. .. ...... . ... . .. . ..... . ...... J3P.?!..:
?.. : 't..9. .:
9..9.9 . .......... !3.P..1:
. ?..:
« .. ?9..:
9..9..9 . .. . .. . .. . . !3.P..: '!.?..:
.?..?..9..:
9..9.9. . 23. KALIMANT AN TIMUR .. . ...... : c: !.?.jY!.?.?1.?:
..... .. . ... . ........ . ..... 8P7.7..:
9.?..9.:
.9.9.9 . ......... 8P.! . . ?..:
?..?.Q:
.9.9.9. ........ I3: P.'.±.፧.:
. ?...9.:
9..9.Q. ···-Ɵ-Ɨ.:
... ƥƦ1\Ƙ.IƧ-ƣ!.'1.T.Ƣ---···Ʃ: LT.ƙ RA.... .. .. ·······················-·······- .: Y..|i..tf..T.u1.: 1~?....... ···················-·13: P.. 7.?..:
. ። . .!.. 9.:
9..9. .9......... _.8P..!.?. .. :
7...9.:
.9 .9..9. . ........ .8P.±.'.?.: ƚ?.. 9. .. :
9.9..9. 25. SULAWESI UTARA....... ..: r!.1: : 1.i. .Y.!.ux~-1:
:
..... ..................... 8.P.7.. ?..:
.?...9..:
9..9. 9......... !3: P..!.?..:
?..?..9.:
.9..9.Q . ....... . .J3P: '±.Ơ .. :
9 .. l?.9. .. :
9..9..9.. 2 6. GO RO NT ALO.......: r!.k?.j!./.!.is: 1: : 1 .t?................ . ...... .8.P!..? :
?.?.9.. .:
9..9.Q . ....... .8.P.! .. ?..:
?.?...9 :
9..9.9.. . ..... . . !3: P.L.;
.. :
'.??..9..:
9.. 9.Q. 2 7. SULAWESI BARA T .. . ..... : r!.!.1.j!/!.i?..1: : 1. ?........ . .................. 8P .'.!.. :
?.. ?..9..:
9..9..9. . ....... 8P..1. . .7..:
?!..9.:
9.9.9. ......... 13: P.?. ?. . '. . ?.?. .9 :
9..Q.Q ... . .8p}?..:
.7..7..9.:
9...9 .Q. 13:
P.: 1}.:
?.?..Q .:
9..9.9. , .... ፦.?..:
... - ᐾ ULA WESI TEN GAH.... ..... .. . : Y..1:
v.w./.!ux-1:
:
....... ...................... ®.P.7..?..:
.9.9.9.:
9.. 99. ........... 13.P.} . . ?.l .. :
'.± .. ፣ . .9..:
9..9..9. . ........ J3: P: '±.?..:
: 't ^. .'.?.9.. .:
9..9..9.. ፥.9:
? . 1J LA WESI TENGGARA........... . ......... . .. . Y . .1: : 1 .i..Y!.ux1: : 1. .y} ..... ..................... 8P.?.. ?.:
a; ?..Q.:
9..9. .Q ......... .8P.!.?. .. :
?..1..9.:
9..9..9. ......... 8P.: J:
?..:
'.?..9. .9. .. '..9..9..9. 3 1 . MALUKU....... .......... : r!.!.1.pYT.13.: h?..1: : 1. !.1.. .. . .. . .................... l3: P .?.?. .:
.9..9..:
9.9.9. . ......... : 1:
P . . 1. . . ?..:
?.. .!.9..:
9.9.9. . ......... 13: P.. '.±.?...'. .9..?..9..:
9.9..9. 32. MALUKU UT ARA ...... . .. . .. .......... : r!.?.j!f.!.l3.: J.:
: i: 1: !.1.......... . ........ . ...... . 8P.7..?..:
?. .. 1..9.:
.9.9.9. . ........ 8.P.! . . ?..:
. ! .. ?.9..:
9..9..9. ......... .8P.±.?..:
..±.9.:
9.. .9.Q 33. p A p u A ...... .. . : r!..J?: vYT.ux1: : 1. .1.?..... . .... . ............ . B1J..?..?. .:
. ?.2.9.:
9..9.9. ......... 8P..1..?. .. :
2.9.9.:
.9..9..9...... .....8.P: '±.?.:
9.. 9.9.. .:
9..9..9. 34. PAPUA BARAT Unit/Tahun Rp77.690.000 Rp l 9.640.000 Rp46.680.000 14.5 Operasional Kendaraan Dinas Untuk Pengadaan Dari Sewa NO. URAIAN SATUAN BES ARAN (1) (2) (3) (4) i.... . .. . 1 : : .: · ...... . , I P ...... e .. j: : '.. a ...... b .... . a ..... t ..... E ...... s . .. .. e ... . 1...0 . ... n ........ r .......................................................................................................................................................................................................................................................... 1 . ........ Y..!.1..፩!/T፫፪!.1.............. . ... gP.?.9.. :
9.. .9..9. 2. ^_ _ I Pejabat Eselon II ....... . .. Y!.1.i!IT1'1: !?: ፬1.!.1......... .. . ... I3: P..?.:
.9.9.9.:
9.. .99. 3. Operasional Kantor dan/atau Lapangan Unit/Tahun Rp25.000.000 15. SATUAN BIAYA PEMELIHARAAN GEDUNG / BANGUNAN DALAM NEGERI HALAMAN NO. PROV.INS.I SA TUAN GED UNG GEDUNG TIDAK GEDUNG / BERTINGKAT BERTINGKAT BANGUNAN KANTO.R (1) (2) (3) (4) ( ^5 ) (6) .......... 1 ... . . · .......•. A ........ c ...... ^E .. . ^.... H .............................. ^. .................................................... ^......................................................................... • ^m 2 /tah ^un ................... 8P .. 1. . .7.9..:
9..9..9............. .......... ~P. .. 1. . . ! . .. 1..:
.9 .?.9. . .... .. ......... ..... i.:
P.. . . 1...9...:
9..9. .?.. . .. ······· ······ . ················ ·---"/.! ¸-¹ -:
..................... +P..,.7..? .. :
9..9.9.. ........ ...... . .. . 1.3.P|.}?. .. :
9..9..9. .. .... . ' .. ....... 1.3P.. |.9..:
9.9..9. . 2. SUMATERA UTARA 3. R I A U ·· ^·· ·· ^·· · ^· ·······-·--······ ^· ·· m2 ^/tahun .. . ........... .... . .. . . !3: 1?.. .፟.፠.?..:
9.9.9.....1.31.2..|.=1:
9.. .:
9..9.?. ' ^.p 1 .000 •........ 4.... . . · ........•. K ....... E . ^..... P ... . . u.......^L ...... A..... . . u.... .... A ....... N . . .......... . ^R . ...... 1 ... . ^A . ... .. . u .......... . ...... .............. ......... .. .. .. . ....... . .. .......... . .. .... .. .... . .. . ...... ^· . ^· . ^· . ^· .·.- ... · .• ··; ?/"t̪--.... ....... .. ...... 8P.~.9.. .:
. 9.99. . .......................... P..1 ^. . . ?.?..:
9.9..?.. ........... ~P. . .. | .. :
.9.9. .Q . ........................ +.P.}_Q . . :
9..Q .. C2 : p 1 .000 ................... 1.3P..ෘJ.͎ .. :
.9.9................. 1.3P...|.9.:
9.9..2 . .. ........................ 13.P..ම?..:
.9..9..?.. . ......... E. . .9..:
9..?..9.. . Àp 1 5.000 Rp 1 .000 ........ ...... ..................................... 1-3.E_l:
๓.?.:
2.9..9.. Rp 0. 000 JAWA BARAT . ....... ...... ...... . ...... 1.3Pඹ.?..:
.9..9.Q . ............................ ~P.. ...9. .:
9.. .9..9_ 13. D.K.I. JAKARTA ... .. .......................................... ..13.P..|-.?. .. :
9..9..9._ . ....... 13P. . . |J.:
.9..9..Q. 14. JAWA TENGAH . ....... ··; ̄27t: ; h̰........ Rp 15-s.6"6o Rp87.000 Rp l0.000 -: - Q · · _`: o a: RTA -· : : ===-=-=: == · - = m D 1 ; 1t t ¤ : a = J h = u & : 1 : 1 · : = · =: = K - Ɨ R = P P L i 1 . . M 7 7 N = 3 7 = - . - - 6 0 = 0 o O 0 o °: : =: : I : ----]^- l= > 1 7. B A L I............ . ... .... 1.3P . . 1.. .. | . . :
.9. 2..?...... ........... ~P.. ...9. .:
9..9..9..
iE: bc: N FX: Y Z · : : : : : : : m C I B / ^: t ^A ru a ^@ h ? ^P u >: n ^= < . : : = ; = R ^: ; P · 9 2 f Ɩ 0 ^8 4 ^7 : : .0 ° i 0 ° i6 o · •: • · ; : : J: GHI .••.
: : `^la 2 1. KALIMANTAN TENGAH Rp134.0.9.0 . .......... .... . J.3P.. .|.L.9..Q_?._ 22. KALIMANTAN SELA TAN . . ^. ^.. . ^. ^. ^. ^. ^.. . ^. 1 m · ^: ¥¦ -/ /t t · ^: : a §h h ·: ·_: ·u u : : : : ··n· ¨-- ··: ·····: ·: ·: ···: -.-.··8P.i"7: ©-.·Q·Q: Q . ....... . ......:
. 1.3.P. ..9..: _9._9.Q : : J ^. 0 1 . . 0 0 0 0 0 0 23. KALIMANTAN TIMUR.......... .............8P..1..?.:
.Q.Q.Q .............. ....... P.. ..!..7. :
9.. 9. ^. 9. .•.............................. ' .... .. ' .. P ..................................... • 24. KALIMANTAN UTARA ·························· ··; 2/t=lf; ·.......... . ...... . .. . .. :
3: 1?...,.§.?. .. :
99.9. . ................ . ....... 1.3.P.. .| . .!..!..:
.9._?..... . ..... ..... . ........ . . J.3P... 1...Q.:
9..9.9.. · ^···2 · ^5 ·· ^: · ^· · ^· ^.S U LAWESI UT ARA ... ^. ... ^. .. · · ຢ; ; · 2/t ඳh : ; ; . ............. : .P .. ፝ . . '.!7.:
.9..99. . ...... . ...... ... . .. . ...... J.3P...1. .. | . . ?..:
.9.. 9..?. . ............................. P....9. .:
9..9..9..
GORONTALO ....... . ··; 2/t¶ª; ·· . .
........... . 8P..ᏸ.?.ᏹ.:
.9.9..Q. Rp 1 1.000 ........ ...... පP.ඵ.බ.:
9.. .9._9. 27 ^. SULAWESI BA R AT ·; ; ; 2/t=h̃¹ . .
.... ........... :
3: P./.. 9.?..:
.9..9.9.. ........ . .. . ......... . .. : J3P..?..?..:
9..9.Q Rp1 1..000 28. SULAWESI SELA TAN ··; ·2"/t; h®« ^- ........... .. . ... . .. . .8P..1..?.፞.:
.9.9 .Q . .. ........... .. . .......... J.3P..1. .. | .. ?..:
.9. 9..Q..... ......... ອP. . . .9.. .:
9.. .9..9._ , .... 2 ^. s»: ^· ·· ^· ·suiA WESI TENG AH . . .... ··; 2; -t: ·¬hª; · ..... . ... .. . ...... . : 8: P..1..... --. - -:
9..9.9. . ...... . ........... PJ.ූ.?.:
9.. .9..9.. ...... .......... 1.3P.. L| .. :
.9 .9..Q. ·· ^···fr)·: ··· ^. ^S ^ULAWESI TEN GGARA . ^. ..... ···· ^· ···· ^· · ^··· ·· ^· · ·-̆2/t; h-̅-............. ....... . :
3: P..භ.?J:
9.9..9. . .. .. .. ........... . .....1.3.P.J..?:
9.9._?........... . J.3PJ..Q.:
. 9.?.9. 3 1. • MAL U KU ·; ; ; 2"/t iµ®; ; ^..................... 8P..9.. . :
.9 .9 9 ... ................ P...1....1.-.. :
.9. 2..9................... i.:
P..1.:
͐ . . :
?.9..9_ , . ^.. . ^. 3 .2°:
... . MA LUKU UTARA ···························· ··; 2/t=hf¹ ....... .... . .....: I.3: P.1.. 9.. .. :
9.9.9. . .. . ................ . 1.3.P. .. | .. }.7..:
9..9..9.. ......... J.3P... |..:
9..9..9. . l····3·i A ^p u A . . ii?-¯/i.°±²-i³. ^· :
............. J3.P.!.".2.:
.9.9 .9..... .. . ....... . ...... . . 1.3P....?.:
.9.9. 9. .............. ~E.1. . .7... :
9..9.9.. 34. PAPUA BARAT m ´ /tahun Rp514.000 Rp38 l.OOO Rp23.000 1 6. SATUAN BIAYA SEWA GEDUNG PERTEMUAN NO. PROVINS! (1) (2) SATUAN BESARAN (3) (4) ............ 1 ..... · .. . .....^. . . A .. . ... c ....... ^E ........ H ................................................................................... ^. ..................................................................................................................................................... P ..... e ..... r ....... h ........ a .... r ..... i ................ ....... . .. . ^. .......... . ................ . ... . ...... . . MP..N .. ?.: ?.ඪ?'.9..99.. 2. SUMA TERA UT ARA Per hari ... . ........................... . ..... . ........... .. . ....... . ... .. . .. .. ]P.e.f .. :
7..?.9.:
999 3. R I A U Per hari Rp9 . 1 18.000 .......... 4 ......· ..... . ... ^. ^ . . K.... .. . E..... . ... P . .... u........ . L ..... A ...... . u..... . . ^A ...... N ................ R ....... I ... A ..... . . u.... . ...... . ...... . .. . ... . ..... . ... . ..................... ...... .. .. . ...... ...... .. ...... . ........ . .. . ...... . ........................... . .. ^. f . ^....... . ^. . ^. . ^..... . . ^. . ^. ^. ^.. ^P ...... e ..... r ......... h ..... a ...... r ..... i ....... . ...... ...... . ..... ^. . ...... ... . ... . .. ........... .. ......... .. .. . ....... . ... . . ]P ?. .:
. ?=1:
g. :
9.9..9.. 5 . J A M B I Per hari Rp 1 .250.000 6. ථ.Y.ද.ງ!.ධ.න .. 13.!.\ຈ!................................................................................... ............................ .. .. ?.˿̀·-·́̂ .. .. .. .... ....... . ............... ...... . .. . ..... . ............... ... . .. .. . E.!. .. 7.. :
. ?..?.9. .. :
9..9. .. 9. .
......... 1 . ....... · ....... . .. s ....... u.... ... ^M ........ A ....... T ....... E ...... RA . ...... . ... . ..... . ... s .... . .. E ....... L ...... A ..... T ....... A ....... N .......................................................................................................................... ll""""""'""""""'' ^p "'"' ^e """ r .. . ... . . h ...... ar ......... i ................ ........... . .......... . ................... . .......... . .......... . ຬP.J .. O:
?..O.?.:
9..99.. , ... _ .. s _ . _ 9 . .. L _ A _ M P _ U __ N G ______ ... ___________________ ... ______ ώ _____ P __ er __ h _ a _ r _ i __ ...... _ : ----- .. . ----.. ɺɻo.þ9þ.000 9. BENGKULU Per hari.... ....... ............ . .. . .. . .. . .. . ......... . .. . .... . ͊P.?. .. :
Ɠ . . ?.9.:
9.9..Q. . ... ... ඩ.9. .. :
.... . 1.:
3..ඬ!.'!.0..ත .....1-?...!.: ජ.!.Y.ඣ.0.......................... ................. .. ...................... ........................ ^Per hari.... . ........... .......... .... ]P.?. .. : } .. ඨ .. ?..:
.?..9..^ 1 1 . B A N T E N 1 2. JAWA BARAT 13. D.K.I. JAKARTA 14. JAWA TENGAH Per hari : p l 0.450.000 Per hari . ....... .. . ...... ........... ...... . ............... . ... . ........... . .. . .... . !3.P.. O.?..:
P.?..L.:
9..9.9. Per hari . .. . .. ......................... . .. . ..... . ............... . MP..Q.?..:
?..P.S.:
9..9..9. Per hari . . ...... . ........ ........ .... . .................. ..................... .. ]P . . Ɣ.ට .. :
.. Ɣ . Ɠ . ?. . :
9 .9.? . 1 5 . D J . YOGYAKARTA , ............................................................................................................................................................................................................................................................ , ........................... P ....... e .... r ......... h ...... a ...... r .... i . ................ . .. . ...... , .................................................... ]P. .. ඥ.?.. :
. ?.=1:
?.. :
9.9..?.. 1 6. JAWA TIMUR Per hari Rp l2.625.000 ......................... ............................................................................................................................................................................................................................................................................................................................. . ............................................ " ' ' ' . .... . ... . ............ .. ................ . 17. B A L I 1 8 . NUSA TENGGARA BARAT 19. NUSA TENGGARA TIMUR 20 . KALIMANTAN BARAT . ... . .. . ... . ....... . ..... ..... 2 1 . KALIMANTAN TENGAH 22. KALIMANTAN SELATAN 23. KALIMANTAN TIMUR 24 . KALIMANTAN UTARA Per hari ɼp 5.000.000 Per hari ...... .. . .... . ............... . ..... ...... .. .................. ........ . ...... ... I.3.P?..:
O.?.9. . . :
9.9.. 9.. Per hari . .. ... . .................. . ................... . ..........]P.?..:
. ?..9.?..:
9.9..9.. Per hari .. . ............... ...... ........... . ... . ........................ . ... ͊P.ඦ.9.. .:
. ?..?. . . ?..:
.?. ?..9.. Per hari . ........ . ........... . .. . ........... . ......... .. . ...... ... . ..... . ]P?..: ?. . .?.. ?.. :
99.9.. Per hari ...... .... ...... . .. .. ................................................. I.3.P..!...9.:
?. . . !. .. 9..:
9..9 9.. Per hari........ . ................ . .......................... . . ວE.!. . .9..:
?..?..R .. '.ggg Per hari Rp9.625.000 . ...... .. ...... . ......... . .. . ......... . ......... . .......... . .. .. ........... . ........ . .......... . ................. . ..... .. ....... . .. . .............. . .................................. . .. . ........... . ......... . .... . .. . ... . ....... . .............................. . ............ . ....... . .... . .............. . ....... . ........... . ... . ........... . .. . .. . , . ....... . ................... .... . .. . ..... .. ... .. . .... . .. ........ . .. . ... . ... . ....... . ............ . ........... . .. . . 25. SULAWESI UTARA Per hari . .... ............ . ........... . ......... ............ . .... . ........ ]P .. Ɣ . . ?. .. :
. _.9.?..:
.?..9..9.. 26. GORONTALO , ........................ , ......................................................................................................................................................... ^. ............................................................................ , ........................... P ....... e.... ^r .. . ... . .. . h ..... a ...... r ..... i .. .. .... ... . ...... . .. . .... , .......................................................... `P.?. .. :
. Ɠ.?. .. ?. :
.9 .9..9..
SULAWESI BARAT 28. SULAWESI SELATAN .. ,,......... . ............... . 29. SULAWESI TENGAH • .... . ...... .. ............ .. P ... ^. .... e ... r . ........ h ..... ar .......... i ... .. .. . ....... . ............... ......... .. .. .. ... . ............... . ................. . .. . TET:
. ?.9.. 9. .. :
.9..9.. Per hari .. . ...... .. .... . ........ . .. . ... . .................. . UP.!...9.:
L9. .. ඤ . . :
.9.9.. Per hari .. .. . .. . .. . .. . .. . .. ....... .... ........ aP.bc-.. c=1: =1:
:
9.9.?.
SULAWESI TENGGARA Per hari ɽp 1 .2 50.000 3 1 . MA ඡ: L.1. . චY. ............ .. .. .. ........................... ................................... .. .. ...................... }Cණ!. .. . ຝ._ ^ri ....... . ...... . .. .. . .. . ....... . ... . .. . ........ ...... .. .. .. . .... . .................. ]P.d_:
99.9 .. :
. 9..9..9. .
...... 3 ....... 2 ... . ... · .... . ^ ... M ....... A ........ L ..... u ..... . .. . K.... . . u .............. u.......^T ...... A ........ RA ........................... ^. ............................................................................................................................... , ............................. P ....... e .... ^r ....... h ...... ar .......... i .. .. .... . ... . ............... , ........................................................ TEL.:
9..9..9. .. :
9.. 9..9.. 33. P A P U A 34. PAPUA BARAT .9..9..9. .. :
9.9..?. Per hari Rp 18.350.000 1 7 . SATUAN BIAYA TAKSI PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI NO. PROVINSI SATUAN BE SARAN (1) (2) 1 . ACEH 2 . SUMATERA UTARA (3) (4) .......... .2.; <!1.. g./..=.!.> ....... .. ........................................................ '.; ; ; P..... . ^1 ... ^. .. 2..... . .. 3.... . . · .. .. .. ^0 ...... 0 ........ 0 ...... .
................... ....... 01.: ?.:
$. ^/ Kali Rp232 . 000 1.......... .. 3 .. .
.... · . ........ . ^. . . R . ^......
.... r . ... . .. . A...... ...... u . ^.... ................ ^. ....... ^. ... ^.. ............ ^. .. ^... .... ^. ........... ^. . ^. ....... ^. ... ^. ....... ^....... ... ^......... .... ^.. .................... ^.................... ........ ^. .. ^. ........ ^.. .. ^. ... ^.................. .... 1 .... .. .... ^.Q E ^§l: <g/..F.?:
. . .... . ^. . .....
..
. . .. ^.
....... .. .. ... .
. ...... .......... ^81?. . ^? .=. ^'. ..9..Q.Q 4 . KEPULAUAN RIAU 5 . J A M B I 6. SUMATERA BARAT ................................................ ............................................. .. ..... 9.E?: Rg./...P[-!Q ... . .. ................ ....... . : gP...!}.!..:
9.9..9.
................... ^. .. ......... .«2. ^= E-<g/..?.?:
.> ^..... .. .. ...... . .. .......... .. . .. . ........ . .. 8 1?.
. 2 .. =.?... :
.9.9.Q ..................... ............ .2E><g./... =!.?.... . .. .................. . .. . ................. .. . . 3.P. .. 2 . . ?. . 9. .. '.. . 9. . 9..9.. 7. SUMATERA SELATAN ...................... ............. 9.. A-><.€.l.B.?: !L.... .. . .............................................. . 3E.2 .. ?. . ?. . '. ..9. 9 .9. . 8 . LAMPUNG 9 . BENGKULU 1 0 . BANGKA BELITUNG ···············-·············· · ..................... .............. «2E9: Rg[P?.: !Q ..... . .. . ...... . ......... . ...... . .. . ............. . .. . . 8P . . ! . . ?..!.:
9.9..9. .
............. 9.E><-g/..B.=!.?........ . ................ 3E.4..9.?. . . :
.9.9..Q. .......................................................................................... ... ...... 2E§: Rg.!._S_TJ .. i...... -.. ... .. .............................. 8P..1 .9 . . :
Q . Q.Q .. · ... ^.. .. ^. . 1 ........ 1 ...... • ...... 1 ^_ _ ^B .... ^. .. ^. ... A .. ^. .. ^. .. ^.. ... N .. ^. ... ^. ..... T .... ^.. ..... E ... .. ... . .. . N .. ^.
.
. ....
. . .
.
. . . . . ..
..
...
. . ..
.....
.. . .
. ..
..
..
. . . .
.....
.
..
. ......
.
..
. ^. ..
. . . . .... . .
.
..
. . ...
. . ...
.
.....
..
. . . ..
. . .......
....
.. . .
. . . .. ..
...
...
....
.. ...Q=9: <g/..?9:
. ... . ........... ˾E?.?.?.'.Q9Q.
........ 1 ....... 2 ..... . · ...... . 1 .. J..... . A.... ... w .. . .. . .. . .. ^A ................. B ......... A ........ RA .............. T.................. . .............. .. ........... . .. . ........ . .............. . ..... . .... . ... . ... .. ........ . .. . .. . ............. . .. . ... . ...... . ............ . .. ...... . ........ .. .. .....QE.9: Rg/K?.: !U ..... . ..................... .. .. ...... .... 8P...! .. 4: Q.:
9.Q.Q. 1 ......... . 1.... . 3......... · .. . ... ^1...D.... ...... · . . K.... . ... .r.... . .. . . ·........ . . J.... . A ......... KA ................. R ....... T ...... A............. . ... . ..... ................ . ..... . ......... . ... . ......... . .......... . ...... . .............. ......... ....................... . ....... .. ..... . . 1 ...... . ..... QE.9: <g/..??:
1..>.....
.............. +E?.}.?.:
. 9.9..9. 1 4 . JAWA TENGAH . ....... . .. QE.9: <g/..?:
. ^. . ... . .......... .. . ............ ...... . .... ...... . 8P..7.?..:
.9..Q.Q_ 1 5 . D . I . YOG YAKART A . ... . ......... ... . ...... ......... Qt.?.: P.: g/.K.?.JL..... . .. ............ 8..P.JJ.? . . :
. 9.9.9. 1 6. JAW A TIMUR..... . ........ . ............... . 2T>!.:
.8../.. =! L ,.... . ........ .... 1-3:
P...2 . . ?..?. . . '...Q.Q.Q. 1 7 . 1 . . B ............ A ............. L........ . . r ................ . ................ ........................... . ...... . .. . .. . ................................ . ....... . ............ ^. .......................... ............ . .......... . .. .. ..... . ..... . ^...... . 1 ...... . ... . .. 9.E<.1.?:
8../..?E!.@ ...... ......... . ........... ............. . ...... . . 'P....˺ . .. !? . . ˹ . . ˻.9..9..9. .. 1 8 . NUSA TENGGARA BARAT....... . .... QE<: r?:
g./..=_lG......... .. .............. (P..) .. *+ . . '.. _9._9 ^0 ......... 1.......9.... . .. . . ·.......
. ^N .......... u ......... s.... . . A ................ T ....... E ......... N .. . ..... a .......... a........ ^A ......... RA ........................ T........ r . .. . M .... . .....u ....... . . ^R............ . ... . .......... .. . ... . ..... . ............. . ............... . .. . ..................... . ...... ..2E9: Ag./..?EBC ...... .......................... . .............. 3P....5 9. .. 9 . :
. !}}...:
9.9.Q.
..... ^. .. 2 ....... 1.... .. . · ..........KA ................ L ...... . r .. . M ............ A ........ N . .. . .. . r . ......^A ........ N ................. T ...... E ........ N .......... a.... . .. . A ........ H.... ............... . .............................. ..................... ......... ......... ...... . ^.............. ^..... . . QE<: r?:
g[=_ID...... .......................... . .......... 'P...*.9,.'.. ggg 2 2 . KALIMANTAN SELA TAN............... . .............. . ...9TVRg./..K?:
1.L.... .. ............... 8. P... ! .. ?. . . ˸ . . :
9.9..9. l ........ 2 .... ^. .. 3..... . ·..........^KA ................. L . .... . 1.... M......... . . A........N .. ...... T ...... A . ....... . . N ..... . .. . .. .. . T.... . .. . . 1 .. . . M ........... u .. ... . .. .. . R.... . . ^......... . ....... .................. . ....... . ....... . .. .................. .. . ........ .. . .... . ...... .. . .. . .. . .. .. .. . . 1 . .. .. . ... . Q!.: §: !.?: g/W§:
!X ................................... ....... - P!.34. 000 24 . KALIMANTAN UTARA .2.!:
F!l.: _g./..??:
!@......... . ^...... . .... . .................... ^.
. . J3J?.?.˼.:
Q.Q.Q 2 5 . SULAWESI UT ARA ...... . .... QE.§: Rg./.. .PT1.Y........ . ... ..... : gP. __ !} . . ?. .. :
9.Q..9.
........ 2 ....... 6 .. . ... ·........ .. a ......... o ...... . .. R........ o ...... ... N ......... T ...... A . ........ L .. . .. . . o.... . ^. .. .. .. . ...... ....... ..... .. .. ....... . .................. . ............ ... . ..... . ...... .............. .. . ... ..................... . .. . ... . .. . ...... ................ ....... 1......... 2E<: r?:
g.!..=.!.D............ . .. ...... . .................... . (P..).og'.. gqo 1 ...... ^2........ 1 . ...... · .. . .... ^1 . . . s . .... . u......... . L ...... A .. .. .. . ... w .. .. ...... . E . .... . .. s........ 1.... . .. . .. . B ......... A ......... RA ................. T . .... . ........... .. .. . .. . .......... . ..... . ...... . .... ... . .. . ....... ........... .. . ... .. ... . ...... . ... . ................. . ....... . .. . ................ ...9t.§: Rg.l.PZ!Y .......... . ............ . .. . ...... . ....... . ... 8P?.?..?..:
9.9.Q. 1 . ....... 2...... . s.......· ......... . s.... ... u....... . . L ...... A ... . ......w.... . .....^E . .. . ...... s.... . . r . ... . ...... . s......... E ......... L ....... A ...... . . r..... . ^A ......... N............................................ . ............ . .. . ... . ............. . .. ....... . .. . ..... . ...... . ................. . ... ..9.E.<g/..F.@1..>......... . .............. >E.?.=.?. .. :
.9..9.Q. 1 ..... . . ^2 .. . .. . .. 9.... .....·........ . s........ u ........ 1 .... . . ^A........ . . w . .... . ... . E .... . .. . .. s.... . . 1 . ........... T ........ E ........ N . .... .. .. . o.... . . ^. .. A ........ H ... . .. . ..... . .. . .. . .. . ... . ................. .. . .............. . .. . ....... ..... . ................... .......... . ................. . ^........... . . 2E>!.:
.8.l.=!.?........ . ..................... 1-3:
P.?..˽.:
9.9..9.
....... 3 ....... . o .. . .....· .........s . ...... . u.......... 1.... . . A........ w............ ^E........ s.... . .. . 1 . ...... .. . .. . T ........ E ....... N.... .. . .. o .......... o........A ........ RA .......... ...... . .. ................ ... . .......... . ...................... ..... . .. . ............................... . ...... .. .......9E?:
<gl.?:
.A....... . ............ . 8.P. . . ! . . ?.? . . :
9.9.9. 3 1 . MAL UKU......... . . 9.E.>!.:
g/.@?:
.? ..... ...................... ....... @.1.?.?..=.9 . . :
.9. . 9..Q 3 2 . MALUKU UTARA ... . ...... . ......... .............9.E.V.: t?:
/..KTg........ .. .............. 8P ... ! .. . ?. .. ?. . . :
^...... 3 ......... 3 .. . .. .. ·.... ...... P .......... A ........... P . .. . ....... . u......... ... A........ ............. . .. . ........... . ....................... ^.
... . ........ . ..... . . ^........... .. .. ....... . ... .. .......... .. .. . .. .. .. . .... . ..... ..Q.BC<g/.D?:
.A ..... .............................. ... . .. 8.P..'.± }}:
PAPUA BARAT Orang/Kali Rp 1 82 . 000 18. SATUAN BIAYA TIKET PESAWAT PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI PERGI PULANG (PP) KOTA SATUAN BIAYA TIKET N0. 1-- ASAL TU JUAN BISNIS EKONOMI (1) (2) (3) (4) (5) 1 . JAKARTA AMBON........ ...... ...... . .......... .. . .RPI.; ?. .. '..; ?.?.?.:
.9.Q...... . ........................ . RP7..:
9?.L.QQQ 2 . JAKARTA BALIKPAPAN . .......... BP.7:
ඟJ..:
99.Q........................8.PÕ:
7..9.7..:
.9.9.Q 3. JAKARTA BANDA ACEH................. gP'.!..:
.?.!-.:
9.9.Q . ..............................gP1.:
49.ඞ.:
.9 . 9.Q 4. JAKARTA ... ... ............ ..... .J?ANDAR LAMPUNG Rp2.407. () 00 ............................... R. P ^l ^ :
?. } . :
9.9. Q 5 . JAKARTA B.ANJAR.MA.SIN .
.
.. · . . :
.. ·:
R.p: $: ; ·j.$..j.J?.:
Q . .............................BP.'.?..:
.99..?. .. :
9 .9. Q . 6. JAKARTA BA TAM . .. . .. .. .......... 8.P.4.:
.§.§.7...:
9.9.. Q.... . .......... . ............... .. . . 8.P; ? .. :
§.§.§.:
.9.9.9. 7 . JAKARTA BENGKULU.... .. . .. ... . ... . .RP.1 .. : }.§.'! .. :
9.9.Q.................. . .. ........... BPî .. :
. f: ?./.L..Q.9.9.
JAKARTA BIAK ............................... . ...... ..................................... .. ........ ...... . R: PX4:
.?..:
9.9.Q . .. . ........... ...... . ........... .. RP.7..:
.?..19.:
.9.9.9. 9. JAKARTA DENPASAR............. ............... .. .........................RP.?..: ; ?..9.?..:
9.9.9..... .. ........... .. . .......... . RP?. . . : / .. '?a . . :
.99.. Q 1 O . JAKARTA .............
. . . G6R.Oi\i,TA˶Q.... .............................. . .................. .. . ..........R.P.7...:
×.0.J.:
9.9.9. .................................. RP1J3.. '.?.4.:
.9.9Q 1 1 .
......... JAKARTA... ............ . :
!h..M l?..L........................ . ......................... .............. ............... BP.4.:
.99..!=? .. :
.9.9.9 . .. . ............ ...... ....... BP.Ö.:
19.9.:
.9.9.Q. 1 2 . JAKARTA JAYAPURA.... ........... . .. . ...... .. .
. ...... . ..............BP.H .. :
. ?. . 9. . ? . :
.9 . 9 . 9..................... . .. . ...... RP. ? . :
J.. 9. ; ?. . :
JAKARTA YOGYAKAʅTA........ . ...... .. . ....... ..........................RE'! .. JQ.7..:
.9.9.Q............. . .....................BP.'.? .. :
'.? .. §? .. :
.9.9.9. 14. JAKARTA KENDARI . .................. . .. . .......... . .............. .. . . B.P7..:
?..?..§:
.9 .9Q ............................... 8.P.'!.:
. % . . §Ɨ.:
9..9.Q 1 5 . JAKARTA KU PANG.......BP9. .. :
. 4J}.:
.9.9.Q . .............. .. . ...... . ...... . . B.P.?..:
.9.§ .. LQ.9.9. 1 6. JAKARTA MAKASSAR . .............. . ... ........... . ...... .. . .. .....B.P.7.:
.1.'!.'! .. :
9.9.Q. .............. ............. !3:
P?. . . :
? .. '.?.9. .. :
.9.9.9. 1 7. JAKARTA MALANG........ ............... ...... . ............ .. RP.'!.'. .. ?.9.. 9.. :
9..9.Q ........................... . .....BP.'.?.:
. 9.2?..:
. 9 . 9 .9 . 1 8 . JAKARTA MA ^MU ʃ.Y........ .. ........... BP.7.. .:
. '.? .. 2.?..:
. 9.9.9 . ... ......................... ..RP.1.:
.?.?.7.:
9.9.Q. 1 9 . JAKARTA MANADO..... . ...... . .. ........................ .. . .. . B.P..! .. 9:
. ?.Ɨ.1 . . :
9.9.Q ................................. RP. § . . J .9. ,. :
^. 9 .9.9 . .. . / 9.:
.... :
: : : : : ˷.J.: f.'i{ARTA...... . . MANOJS..Y.!.A.RL ....................................... ... Rp !. 6. 22 6 .g9_o.... ...... BP. ... !.9 .. :
. ?. . . '.?.1..:
.9.9 ^. 9. 2 .1 . JAKARTA MATARAM........................ . ...... .......... ..RP.?.: }J..9.:
.9 .9.9 . .............................. 8P.; ?. .. '..; ?.; ?..9 .. '..9.QQ 22. JAKARTA............. ........ M.: E: P.h.N................. . ....................... ...... ...... . ... ... BP7:
'.? .. ?..Ø.:
. 9.9.9................. . .. . . BP; ?.:
. §.9.$..:
9.9.9 23. JAKARTA PADANG................ ..................... B.P.?..:
?}.9 .. :
9.9 ^. 9................. .. . .... ....... . . RP; ? . . :
. 9..?. . . '.?.:
.9.9.9.
JAKARTA PALANG KARA YA........ . ....................... . .....................8P4.:
2.? .. 4.:
.9 .9.9. ... .. . ...... ........ 8.P.'.?..:
.9..?.4.:
9.9.9 2 5. JAKARTA PALEM..b.N:
Q.......-......................... . ............................... B: P .. i . . :
. ?§J .. :
.9 .9.9.................. . ..... . .... 8.P.'.?. :
. ×.§.$. .. '. . 9. Q . 9 . 2 6. JAKARTA PALU.... .. BP.9..:
; ?..1.?.:
9.9.9. .......... ... .............. 8 .P?.J J .. i.:
.9.9.Q ...... '.?.?..:
. . ... . .. _...:
J. ^AKARTA............ . ... _ .. .................. _ . .. · ^· · ^·- · ·- . .. . .. . J!: .N.Q .- . . : P!R'!Atr.9 ___ . .. . . -. ····----····--·-·- .R P.. ; ? .=. 1.J..( _ :
9.Q ·-· · ···· · ·· · ·- · ·····--- R P ; ? . :
..J..;
. . 2.:
.9.9.9. 2 8. JAKARTA PEKANBARU . .. ...... BP.?.:
. ?..?.?..:
.9 .9.9. ...... ... _......... . 8.P.; ?..:
.9J..§.:
9.9.9. 29. . ....... 'JAKARTA"""".... .. . .. PONTIANAK ............ B.P'!.:
0..?..0. .. '..9.9.9. ............... .. . .. . ...... . BP./ .. :
.7...§ .L..9.9..9. 30. JAKARTA SEMARANG Rp3.86 1 .000 Rp2 . 1 82 .000 3 1 . JAKARTA . .... .................... ....... ........ ... . ^SOLO ........................ .......... ^. ..... ^. . ^. ..... ._ ..... . RP .. . ˳_- ˴ -.f{§ . .. f':
·c>.̱i.9 '' .-.-...- .. · . .-.. --..- . .............. . RP.+-_-; · ) -. 4* . . 35·9·).
JAKARTA SURABAYA Rp5.466.000 Rp2.674.000 3 3 .
......... . JAKARTA............ . . TERNATE............ .......... .. . ...... : : .. :
: ˵P..El. .. 3?.9I: : k: ik: i 9 . .............................. :
8P.§.: : : : §..§4..: : .n?: 9: 9 34. JAKARTA TIMIKA Rp l3.830.000 Rp7.487. 000 35. AMBON DENPASAK.. ... . ..... . ....... . .. .. ·· ^· : ^· : : : : : : .: : _RP.?.: _: 9: l:
Ji9: 9:
^: : ^· .· ^: ^· ^: : . ^: : : · : : : : · : · : : .. _: : ·: : : : 8.P.{ . 4fI; : 9: 9: 9: 3 6. AMBO N JAYAPURA................ .8.P.'!..:
±; ?..'!.:
9.9.9..................... ...... .. BP.1 . . J . . 9.ඝ . . :
.9.9.9. 37. AMBON KENDARI.....RP4:
?'.?.4.:
.9 .9Q ......... .. . ... 81?'.?..:
?..?.§.:
9.9.9. 3 8. AM BON MAKA § .. §.A.R..... . ........... RP.9..:
.9.'.?..'.?..:
.9. 9.9. ... ..... . ........ ..8.P.0.. :
.'!.? .. ? . . :
9.9.9. 39. AMBON MANOKW.f!3:
... ....... ...... B.P.?..J..7. 7..:
9.9.Q.... ........... R.P0. .. :
9 .. '.?.7:
.9.9.Q.
AMBON ...................................^PALU.... . . R.P§.'. .. 1..'!. 9:
9.9.9..... . .. . .. . .. . ................. BPï.:
. ?...9 ?.:
.9.9.9. 4 1 . AMBO N SORO N..G:
....... ..... ..RP?. . . :
. 9..; ?.7.:
. 9.9.Q. ......... ....................... B.P. '.?. . :
. '.?.? .7.. :
. 9 . 9 . Q 42. AMBON SURABAYA RpS.803.000 Rp4.845.000 : : ±Er°APAN""" ^. ^.
.
. . fusxTfc · E}f ······ . . · ^- · ^·""" . . .. . ...... . . _. .. . :
: : .·ǂǃDŽ{Dž: _.: : .dž:
LJ:
Lj . . ƕ . ^.
)-*: §. : : : ...... :
...... : : ..... :
:
. : : : : : : .+.,---: : .±.../:
: '..:
§.§ ...
BALIKPJ.\PAN. .. . BATAM ........ ...... RPJ9.:
; ?.?..4:
.9 .9.9. .......... . ........ R: P?. :
?. 9 . § '.. Q .9. Q 46. BALI KP APAN D ENPASAR..... . .... BP.J..9 .:
7..; ?._2 . . '..9.9 ^. 9 .. .... .. . ................... RP? .. :
. §.±§ .. :
.9.9.Q. 47. BALIKPAPAN JAYAPURA Rp l9.07 1 .000 Rp l 0.086.000 48. BALIKPAPAN _ .... . .....X.9.QY.A.Kl\B: T.A.. . .. ^. .. ^. .... ^... .. ^. .. . ^....... ..... ^. : ·: : : : .. : : : : : RP2.m:
§: §: 2: : .: 9:
:
: : : .: : : : : .: : : : : : : : _: : : 'f.{p{: z: 4: 2: ; : 9: 9: 9:
BALIKPAPAN MAKASSAR.... . ........ B.P..! . . '.?. . . '..2.2.'! .. :
9.9.9............ ........... !3:
P§.J ... ?..9.:
.9.9.9. 50. BALIKPAPAN .............................. MANADQ.................. ......... RPJ..§:
79.b.:
99...... .8.P.7.:
/.9.?:
.9.9.Q 5 1 . BALIKf.'.J.\PAN............. ....... MEDAN........ . .................. ....... . 8.PJ.a.:
. 1.2.; ?.:
.9.9.9................ .................. ..R.P.§.J .. ±.9.:
9.9.9. 52. BALIKPAPAN PADANG..... .......... B.P..J.9 .. :
9..1'.? . . :
9.9.Q..... .. ..... !3:
P.? . . : }.§.2 .. :
^. 9.9 ^. 9. 53. BALII.<.; : P!.\PAN........... .... .... PALEMBAN.9.......B.P.9. . . :
'!'!.§ . . :
9.9.9........................ .....R.P±.:
7.'!.9. .. :
.9.9.Q 54. BALIK. f> !,\PAN... . ........... . . PEKANBARY..... . ...... . RPJ . ..9.:
. 9. .. 2.2.:
. 9.9.Q............. .. . .........BP?.:
'.?; ?..:
.9.9.9. 55. BAL{?.APA.: N.......... ......... SEMARANG.... . .. BP.2.:
±.4§:
.9 .9.. .9 .. . ................ .. 8.P.4 :
§.7.4: : .9. 9 9 . 5 6. BALI KP AP AN SO LO . ..................... . ... .. .................... B.P..9..'..'!.±.? . . :
9.9.9. ...... .......... . ... RP±.:
?J; ?. .. :
.9.9 ^. 9. 5 7. BALI KP AP AN .. ........ ........... §.Y.RA)?._AY.1-. _........ .. . ....... . .. . .... . .... .. . .. . ...... . ............ BP J .QJ? .. ?.9..:
. 9.9.9. ..RP.?.:
JJ . . ; ?._ .. ..9.9.9. 58. BALIKPAPAN.... TIMIKA.... ...... . BPf. .. $:
. 4.9.?..:
. 9.9.9................. . ...... BP.9..:
±?.:
.9.9.Q. 59. BAN.. P..A...AG$B............ . .. . .. . DENPASAR............. . ............... ............. .. B P.J..9.:
§.; ?..? .. :
9.9.9. ...... . ..................BP.? .. :
. '.?.7.2 .. :
.9.9.9. 60. BANDA ACEH JAYAPURA Rp l9. 1 67.000 Rp l 0.7 1 7.000 6 1 . BANDA ACEH '"' ' ' 'Y o ' GYAKARTA' "" ' "' ' " . ............ . ................ .............'io'9: "76s·: ·ooo .. . ............ . ...... ...... . .. Rp · 5: · 33 '()" 666 KOTA SATUAN BIAYA TIKET NO. 1-- TU JUAN BISNIS EKONOMI ASAL (1) (2) (3) (4) (5) 62. BANDA ACEH MAKASSAR................ .. ............ ............ ... B.: PL . . :
. 7.§.9.:
.9.9.9. ... .. ......... BP.'?..:
.7.? .. % . . :
.9.9.9. 63. BA N P.. A...A.9ƒ!.: I... ............. MAN ADO . ................. ......... ............ B P L ?. . :
. 7 . 2 . ? . :
.9 . 9 . 9 . .......... . R.P. 7 . :
. ?.1. . ` . ? . : 99 . 9 . .... 9.4...:
.... . .. 1?.AN.P..A...A.G.ග.H............... PQ NT.JAN.AK...... .. " .R.P.9..:
.9..9..9:
9.9. ... .. ....... B P?..:
§.4..9:
9.9.9 65. BANDA ACEH SEMARANG.... RP.9. .. :
. ?.?.9:
9.9.9 ........ ...... .. . . 'P?.: (9?.:
99.9. 66. BANDA ACEH SOLO.......BP. 2 .. :
. ?.0..9.:
.9 .9.9. ... . ...... .B.P.?..:
.4.4.4.:
.9.9.Q. 67. BANDA ACEH SURABAYA Rp l 0.985.000...........BP.?. .. :
7.4.4..:
.9.9.9. 68. BANDA ACEH TIMIKA ·: : ... . ·: : . .. : : ·: : .. : ·: · :
-: : . .. . :
:
. : ·: : : : : "fiJ?.: : =: : § .. : ·$.: >?.: 4: : .'Q.Q.<i' · : ..
......
..... ..R.P.J.9:
9.7..9 . . :
9..9.9 ..
BANDAR LAMPUNG BALIKPAPAN........ . R: P.?.:
J'.?..2.:
. 9.9.9...........
.... . ...... . ..........8.P.4.:
. . L'.? . ?.J. . :
. '""" "iiA: i\iD'A'rfi: : A'J\1 'ii u f: : fo '""" BANDA ACEH .
....B.P.? . . :
5.5?..:
9..9.9 ............ BP.1:
7.<?..9.:
.9.9.9 7 1 . BANDAR LAMPUNG BANJARMASIN.... .. . ..8.P.? . . : J.9..?. .. :
9.9. ..... . .. .......... 8 .P; ?..:
. : l J . . '.? . . :
.9.9.9. 72. BANDAR LAMP..Y.. N.9........ . . BATAM..... .BP. ?. .. :
. §.4..9.:
. 9.9.9..... . ........ .BP.?..:
. 0...f:
. ?.:
9.9.9. 73. BANDAR LAMP,Y.N.9.:
...... . BIAK . ...... ...... . ............... .. ..........BP .. HJ...ፚ . . 9. . . :
. 9.9.9.... . ......... BP.7.:
. 4 . § 7 . :
.9. Q. 74. BANDAR LAMf>.Q.N..9.:
...... DENPASAR ....... B.P.?.:
.?.?..9 . . :
9..9..9. .. .................... .......... .BP; ?. .. :
. ?.4.7 .. :
.9.9.9. 7 5 . BANDAR LAM PUNG JAYAPURA.......................... . ................. . . BPJ.4..:
. ?. .. ?. . ? . :
.9 .9.9................B.P. ? . :
.9. 9. . 7 . :
. 9.9. Q. 7 6............ . BANIS ' ; ,\R .. 'LAM,:
f,'.Qf.{Q.: : : : Y Q.Q.YA.,RTA. . ........ . .. . ...... ...... ...... ... . _.... . . _.... . ..... F.: P.?. . . J . . ?.?.:
.9.9.9 ....... .. ........... B.P.: ?..:
.7. ?.9.:
.9.9..9. .
. .
...
. . · -; : ; ; ; · 7 · ····· · 7 8 ..
.
.
· . . · · . · . · . . · . . .
· . · . · .
.......BANDAR LAMP.TJ..N..9.:
.......... KENDARI........RP.§.:
.?..§.4 .. :
9..9.9.. .. .....BP.4 .. :
4.§.'.? .. :
.9.9.Q · r , BANDAR LAM,P,V,,NQ .... . MAKASSAR .. . .. . B.: P.§.J§J.:
9..99..... .. ......... 8 .P.1 J . . ?..L .. 9 QQ 79 . BANDAR LAMPUNG MALANG.......BP.?. .. :
. ?.2.4.:
.9 .9.9. ... .. ......... 8.P.0..:
L; ?..4.:
.9.. 99. 80 . .......... . . BANiil'i .... L AM·P·uN 'G ............... .. ... MAN ADO.... ......................... . ... ...... ...... . .R: PJJ . . J . . 9..9. .. :
.9..9.9 .... .. .. ...... .BP.?. .. :
?...9.?. .. :
. 9..9.9. 8 1 . BANDAR LAMPUNG MATABA.M __ ._ ... _... .. .... . ...... ....................... Rp6.246.000 . .. . BP; ?. .. :
. ?. .. '.? .. ?..:
.9.9.9. 8 2............ BANfiAR"'i=1\MPD'Nd""'" MEDAN ..... ·: j5 { P. .. 7:
3˫-79' '3?..99' ' .ˬ:
....... . .BP.4J .. ?..9.:
.9.9.9. 83. BANDAR LAMPUNG PADANG Rp6.439.000........ 8.P? . . }.(3,.Q.-. .9.9.9. 84.......... EfAN'iSAR.LA.MPUN.G .............. PALANGKARA YA ....
............ ... . .... . ...... . . : : : : .: : .tfrJ..$' 3J..4 . zj?.: Q.Q. :
:
. . · . . ....... .BP.$ .. :
4..9.L .. 9..9.9.
BANDAR LAMPUNG PALEMBANG . ...... . BP1 .. :
. 9 . . ?. . .. L.9.9.9. ... .. ....... .BP.`.:
.7.<?..9.:
.9.9.9. 86. BANDAR LAMPUNG PEKANBARU..... . .BP.?..:
. 1 .?. .. :
.9.9.9. ... . ...... . .B .P. 0. . :
. 4 . ; ?. . ; ?. . :
.9. .9.9. 8 7. BANDAR LAMPU..N.9.:
. ..... . . PO_l'fl'J.A.NA.1.5.......... ..... B.P.?..:
.; 3,.§9 .. :
9.. 9.9.. ......... . ....... BP.$.:
. '.?. .'.?...9 .:
. 9.9.9 88. BANDAR LAMPUNG SEMARANG ......BP4.:
?.t.9.9.9. .......... RP.:
.?.§.$.:
.9.9.9. 89 . .. .. .... . . BAND ' AR . 'LAMPUN 'd ' "" " ' SOLO.... . RP.1 . . :
. 9 .. ? . . LQ.9.9........ . ...... . ... ...... . ...... . .R.P. a .. :
. ?.`4.:
9.9.9. 9 0. BAND AR LAMPY..N..9.:
.............. .. ..... 2-.V . .R.!..!?. .A.Y..A. ............... . . ..................................... 8.P.§.: ; 3,4§:
9.9..9...... .. . BP.; 3, . . : J.... ;
. . :
.9..9 .9. 9 1 . BANDAR LAMPUNG TIMIKA . ............................ .. ....... . ..B.: PJ.9. . . :
99 .. ? .. :
9.9 . . 9..... . .... .. ....... BP.7..:
4..?..?..:
.9.9.9 92. BANDUNG BATAM ....... .. R: P.?..:
. ă .. ?.2.:
. 9.9.9.................. . . BP . 9. . :
? . ? . ?. .. :
9.. 9. .9. 93. BANDUNG DENPASAR . .. . . B.P.?..:
?.59.:
9..9. .9 .. . ......... RP; ?..:
.. ?.ĝ.:
.9.9.9 94. BANDUNG JAKARTA ...... . . R: P.` . . :
9.. 9.1 .. :
9..9. 9.. ... . ........ .BP.L.4.7..? .:
.9.9.9. 9 5. BANDUNG J AMBI .. ....... . ............................. .. . ....... ...R. P.?..:
.9.9.'?..:
. 9.9.9.............B.P. ` . :
1.'?..2 . :
. J
. 2 : 9 . 9 9 . 97. BANDUNG PADANG...... . .R.P.§.J .. 5.9. .. :.9.9.9.. ... .. ........ BP.; ?. .. :
. ?...9 §.:
. 9.9.9 98. BANDUNG PALEMBANG Rp4.385.000 Rp2. 63 l .OOO 99. BANDUNG PAN.Q.ÿ.1' .. . P.I.NA_tf..Q_ ................. .... - .............. .. Rf.)4: ˭9·9:
....... ...... RJ?.: ˰.z: ˱: $.: ˲9: ̮?.: ¢J.: 1 00. BANDUNG PEKANBARU.........8.P.§.: §.?.§ .. :
9.9..9.. . ...... ......... .8.P.;
. . :
.7..9.1.. . . :
.9.9.9. 1 O 1 . BAND UNG SEMARANG........... .B.: P.9. .. :
9.?.7.:
9.9.9..... ........ BPL9 .. ?..7 . :
.9 .9...9 . 1 02 . BANDUNG SOLO........BP?. .. :
. §.4..7..:
.9.9.9...... ......... BP; ? ... :
: ?.. 9. . ? . :
9 . 9 .9.. 1 03. BANDUNG SURABAYA..... .. B.P.4.:
?.5.1.:
9.9..9. .... .. . .... .RP.; ?.:
?. .. ?..?.:
.9.9.9. 1 04. BANDUNG . . T.!.: \N.Y.. ඛ9...PA..12!.: ... ...RP.1 . . :
1.9..9. . . :
9.. 9. ........ ..RP .. :
. ?. .. ?..?. . . :
.9.9.9. 105. BANJARMASIN BANDA ACEH............ . ....................... . ... . . BP .. 1... 9.:
.7.9..Ġ.:
. 9.99. ......... .. .. . .B.P.'?..:
9..
.:
.9.. 9.9. 1 06. BANJARMASIN . . BATAM . Rp8.407.000..... -.-........ BP.1.:
. ?. . 7. ?.:
. 9. 9 . Q . 1 07.......... BANJAR'iVI".Asi'N ' " __.... .,. __ , __ --B'IA K . . -·-·-·--·--....................... -... .
.
... ..
.. :
-.-.= .. .....
_: -..-..-6:
-.-.7.8.8.l?I§:
:
: §.?'9r.-9.-9: 9·.... ........ .BP.? .. :
7.4.9. . . :
9.9.9 . .. 'i'bEL.... .....BANJARMASIN .. DENPASAR..... . .BP.?.:
. 7.9. .:
.9. 9.9. ..............B.P. 4 .:
2 . ` . 9 . :
9.9.9. 1 09. BANJARMASIN.. JAYAPURA .. . ...... . .. . ...... . ....................... . .BP.E.:
. . ፚ . . ?.?.:
. 9.9.9. ... .. .......... .R..P.2.:
. ? . ?. 9. . :
9 .9.. 9.. 1 1 0. BANJARMASIN YOGYA.: £<!.R.I.!..............B.P.7.:
.7.`? . . :
9..99..... .. .. ....... .BP.1.:
9.'.?. .. '.?..:
.9.9.9. 1 1 1 . BANJARMASIN MEDAN Rp l0.546.000 .. . .. . . BP.?.:
'! J ..'.?..:
9.9..9.. 1 12. . . B A NJA RMASIN PADANG ...... .. ....... ...... ........ ............ .. .......... ................ Rp9.: 66t: L666 ...... . .. ......... B.P.1.:
?.1.'.?.:
.9.9.9. 1 1 3. BANJARMASiff"" . . PAijirJi'BANG .... . .. . .... . :
8.P..'?.> +.. 9. . . $. . .. : : ·9: 9'?.'. ...... ....... .BP.4.:
9 .. .. . . :
. 9.9 .. 9 .. 1 14. BANJ ARMA SUɾ.......... PEKAJ{l3!..R.Y.......... . ...... ...B.: P. 2 .. :
4.9. .. :
9.9.9. ...... .. .... .BP.1 .. :
. §.9.f?.:
9.9.9. 1 1 6. BANJARMASi1\f' .. SOLO . .. _ ....'8p_?':
. 4 ^· ɿ·§ ^· _ : '9'g · Q. · ....... ........ .BP1.:
. ?..§ .. ?. . . : 1 1 8 . BANJARMAS I N . .. . .... . -. .... : ---_· .. TIMIKA . .. .......... . ........ . .. . ................... . .... gJ?.I:
§..ˮ_ '_4°.Z: _' _-: : .9: 9 .9:
...... ....... B.P.?.:
.. E.:
9.9.9. 1 19. BATAM BANDA ACEH .......... . .......... . .. ...... . ............ .BP.) .. .9 .. :
4.Ğ.9 .. :
2.?..§ . . :
. 9.9.Q. 1 2 1 . BA TAM . . JAYAPURA . .............. .............. .. ........... . . gp· I_ g?.'_: _'7.' § .. ˯': : .·9·99.· ... ... .. . ......... .R.P.9.:
.9.9..9.. 12 2. BAT AM.......................................... ........ . Y.Q.9.: Y.A. , .R. T.A..... ... .. ............... _..... . ... . ... ... ...... . ....... . . BP . . ? .. :
. ?. .. 7.9 .. :
. 2 . ; ?. . ?. . :
. 9 .9..9.. 1 2 3 . BATAM ... MAKAE)Sf..R........ ...... .. ................... ........................ .B.PJ .. 9.:
.:
9.9.. 9........................8.P.?.:
ğ}.7 . . :
.9.9.9. 1 24. BATAM MANADO Rp 13.4 13 .000.... .BP?.:
1 . . § . '..?. :
.9 .9.9 .
BATAM MEDAN .......... . .................. ...... . .. ........ RoT6f'i9': : Rn5.3 1 6.000 KOTA SATUAN BIA YA TIKET N0. 1-- TU JUAN BISNIS EKONOMI ASAL (1) (2) (3) (4) (5) 126. BATAM PADANG......................... ...... ......................... .. .. .. . .......... . BP.§.:
. 9..?.?.:
.9 .9.Q.... . .......... . ...... ........ ...... .RP.1.: §.1.9.:
9.9.9.. 1 27. BATAM PALEMBANG ....... ... . .......... ...................... ......BP!.. .J .. 1.!?..:
.9.9.9 . ................................. .R.P.?.:
. 9..; ?..9.:
9.9.9.. 1 28. BATAM.... PƒIY\Nl.?.!..8Y....................... ... . .. . ........... . .. . .. ....... . .. . .. .RP.§].9.. 7..:
9.. 99.... .................... . BP.4:
. !?.9.. 2 .. :
.9.9.9 1 29 . BATAM PONTIANAK ........ BP?.:
. ?9.1:
999 .............................. .RP.1.: ; 3..?J..f?.:
9.9.9 130. BATAM SEMARANG................. . ............ ................... . ...... ......8P7... J . . 1.?.:
.9 .9Q . ...... ...........................8P.0 .. :
. ?.3..9 . . L.9.9.9.
J.; ?.J .. :
. ..... . BATAM SO LO......... ... ........... ............... R.P.7.:
. 1.1.? .. :
9.9.9. ................................. BP1 .. :
.9.9.9..:
.9.9..9. 1 3 2 . BAT AM S. URAJ?.A.Y.A... ......... ..................... .. ...... ... ... .RP.?.3. .. :
9.9.9.:
.99..9 ................................. .8.P.4.: ?...9 9.:
.9.9.9 13 3. BAT AM TI.JVIIM........... ............................................ ........................... .8P..1 . . ?.:
.. 1.J..9. . . :
.9 .9Q .. . ....... .. ........ .... . .........RP.?.:
?.; ?J...'..9.9..9.. 1 34. BENGKULU PALEMBANG ................................. ........................... RP:
§99. .. :
.99.Q ................................. BP.ı . . :
?.9.; ?. .. :
.9 .9.9. 1 3 5 . BIAK BALIKPAPAN............. . .. .. . .................. .........................RPI.?.3. .. :
?... .. :
.99.Q ................................. .8.P9. .. :
.9. .9.9 . 136. BIAK BANDA ACEH.............................................. .. . .8P.J§.:
.7.J..§..:
.9 .9.9.... ........... ..............B.P..1...9. : J:
.9. t9.9.Q 1 37. BIAK · · · · · · · - · · ···.... BATAM.... ....... ................................ .......... .. ..................... .BP. .. 1. .. ?.:
. ? .? : ?.: 9 .9 . 9.... .. ... . ...................... . .8 P . ? & 9 . 1 :
9.. 9. Q 13 8 . BIAK D ENPASAR.... . .. . ...... .. . .. .... .......... ... . .............. ............... BEJ.? .. :
7.. ; ?.9. .. :
9.99................... ............ .. .. BP.? .. :
. 9. .. 9. . . !?..:
.9..9.9. 1 3 9 . BIAK JAYAPURA................. .................... .....BP; ?. . . :
. ?. . . 1. . . ?..:
.9.9.9 . ................... .......... . .BP..: ?..L.9.9.9. 140. BIAK ..Y.Q.QY.A.M.13-T.A................ . ...... .R: PL !?. .. : _9..1.§..:
.9.9.9. .RP.§.: J . .9.L9.9.. Q 1 4 1 . BIAK MANADO.... .. ............... . .. ............ ...... . . RE.! ... ! . . :
7.}1.:
9.9..9. ............................... .R.P.?..: }.!?.}.:
.9.9.Q 1 4 2. BIAK MEDAN..................... .. . ........ . .......... . . RPJ..?. .. :
1.7.. ; ?.:
.99.Q. ......... ................. .BP.9..:
4..9..? .. :
.9.9.Q 1 43 . BIAK PADANG . .. . ........... ...... . ...... . .......... .. . .8P.1 .. ?.:
. 9. .?.'.?..:
.9 9Q . ................................. .8.P.?..:
.7.§.:
9.9.9. 144. BIAK PALEMBANG Rp l S.424.000..... . ............. . ...... ...... ... .R: P.? .. :
.. 1. . .9..§.:
.9..9.9. 145. BIJ!.f....................................... .. . . PE Kf.\ . N . 1.? . A .R. Q ... .......... . .....: : . : : : : : : : : : : : : : : : . : : : : : . : : : : . : : . :
: : : : : . .-: · · · : : : : : 8J?.I{: L §. }3.j.{i9:
........ . .........................BP.§ . . :
7 . . ፘU . . :
.9.9.9.. 146. BIAK PONTIANAK.... . .. . ....... . .... .......... .... ..........BP..L!?..:
. ?..7..? :
Q................. .. ........... ... . RP.§.:
. ?.?..?..:
9.9.9. 1 4 7. BIAK SURABAYA Rp 12. 7 82. 000 ...... . .. . ....... ...... B: P.7..:
.9..?..L..9.Q.9. 148. BIAK TI.MIR.A......· . . : : ··: : : : : : .-: : : : ·: : : .:
. . :
: : .:
.. : : : : : : : .. : : : : : .-.: : .:
. 8J?.: ?L§.: ¢J.. §:
. : QQ.Q . ......................... . .BP.9 .. :
4.4.4..:
.9..9.9. 149 . DENPASAR JAYAPURA..................... ...... .. . .. . . BP .. 1..L . . §§.9.:
99.9 ................................. R.P.?.:
?.1.9 .. :
9.9.9. 1 50. DENPASAR KUPANG . .............. . .... . . BP?.:
.9..2.L.9.9.9 . .... ......... .......... .B.P..:
2.?. .. :
9.99. 1 5 1 . DENPASAR MAKASSAR...
.............................. .......... .. . .R.P.'.±.: J..§; ? .. :
.99..9......... . ................. .BP.F .. :
. ?.'.?. ... LQQQ. 1 52 . DENPASAR MANADO . ...... . ........... . .. ...... . .. . BP!.. .:
.??..1..:
9.9.Q . ................................ .-8.P.1: ??:
9.9.Q. 1 53. DENPASAR MATARAM...... . .. .. .f.SP .. L.?4..9.:
.9.9.9 . ................................. B.P.1...:
.; ?..9..9.:
9.9.9. 1 54. D ENPAS!.\R ..... .... .................. .. .. . ..................... . .M.ƒP.AJ\t..._ . ... . .... . .. . .... . ............. .BEJ.9.:
§.2.:
9..99. . .8.P?. .. :
. ?.!?. .. §.:
.9.9.9 1 5 5 . D ENPASAR PADANG......... ... . .. . ....... ...................... . ..RP.9..:
9.1.2 .. :
9.9..9...................... . ......... .BP.'.± .. :
. ?.? .. ?.:
.9.9.9. 1 5 6. D ENP ASAR PALAN G KA.RAY f.\ .. . ........ .. . ........................ . ...... ....... .8P.§..:
. ?.?..7 . :
.9.9.9 . ............................. BP.1.:
9..9.9..:
9.9.9. 1 5 7. D ENP ASAR PALEMBANG............. ... . ...... . .. ........ . J.SP.7..: §1J..:
9..9 9............. . ........ ...... . BP.4..:
. '.?.7 § :
.9..9.Q 1 5 8. D ENPASAR PEKANBARU........ .R P .9..:
9.9..; ?.:
9.9.Q. .. .. ...................... .BP.1 .. :
9.. 4..'.? .. :
.9.9.9. 1 5 9 . D E N.: PA.§.AR-...... .... .... . PQN'I'.I.. A: N: AK....... . ................. ........................... BP.'.L.9..9..9.:
.9.9.9 . .... ............................. R P. 1:
7.. ; ? .? . :
9.9.9. 1 60. DENPASAR TIMIKA ...... . ...................BP .. 1...9.:
..1.49:
.9.9.9 . ..... .................. .BP.§J . . .9. . . :
9.9.9. 1 6 1 . JAMBI BALIÿ: P!..RAN................ ........... R.P.7..:
7.; ?..9 . . :
9..9.9. . .... ..................... .BP.1.:
4.9.7... :
.9.9.9 1 62 . JAMBI BANJARMASIN.... ....... .. .......... . .............BP.7.:
. ?.9..9.:
.9.9.Q ..... .......... .......... BP'!.: J.9.; ?..:
9.9.9. 1 63. J AMBI D EN f'. A §. A. 8....... -............. . ................ .............................. .BP.7... :
.7.?. .. ?. .. :
.9.9.9. . ....... BP.1.:
1.; ?..9..:
9.9.9. 1 64. JAMBI YOGYAKARTA ........ .....BP.?..:
?..§.9. . . :
.99.Q .... ......................... B: P.9. .. :
. !?. . . ?. . .. 1...:
.9.QQ. 1 6 5. ... ʀ!.\MJ.?L. KUPAN G............ . .RPJJ..:
; ?.1 .. :
.999..........................8.P.9 .. :
.9.7..?.:
.9..9.9. 1 66. JAMBI MAKASSAR.... ....... .. .. l.3:
P.9..:
. ?..?..9. .. :
.9..9 . 9. ... . ....... BP.1.:
9..?..:
9.9.9. 1 6 7. J AMBI MALAN G ............ .B.P.7..:
9.9.J .. :
9..9 9.. ... . ... ................ B: P.; ?. .. :
.9.9.Q 1 68. JAMBI MANADO.........RPI. .. :
7.9. 7..:
9.9.9......... . BP.9 .. :
9..9..7.. :
.9.9.9. 169. JAMBI PALANGKARAY.: !.. ... . ... .. . ....... 8.. P.7... :
11.1:
999......... .............R: P.1.J..9..; ?..:
9.9.Q 1 70. JAMBI PONTIANAK ···-····-· . . -·········l --" · -··--· · B . E §. ..: §. 7. . ̯LQ 9 . 9 . -···"·-- · ··...........RP.: J: '.9.J..t.9.Q-9.
. .. i · 7 - 1 · · ˪ ^, ·-·- . .. . ʁiAʄ/iBI __ . . .,, . .....,. __ .,,···-,,··- .. -····· m .. -- SEMAAA· N·G N--n--o· ....... . ... . . R.P.?..IJ.ij..--Ĵ.9.9.9.. . .............. ................. . . 8.-P.Ñ .. :
i.7..9 . . ύ . .9..9.Q. 172. JAMBI SOLO............ . . BP?.:
4..'.? . . § . . : ?.:
9.9.9. 1 73. JAMBI SURABAYA........ . ... . .. . . BP.7.. .:
. § .. § . . ?.:
. 99.9 . ....... ......... BP.; ?:
.9.J.. ? .. :
9.9.Q 1 74....J: !.\Y.APY.J3A........ ................ . .. .. ..... . YOG YAK.A.RT!................ . .. . ..... BPJ.; ?.:
.7.1.:
9......... . ...... . ...........RP.7.:
9.9...9.:
.9.9.9 1 75 . JAYAPURA MANADO............BP'.?.$.:
J.9.9.:
.9 .9.9 . ... .................... RP} ".: #.E?.?.:
. 9..?. .. ă . . :
.9.9.9. ... . .......... .R.P..1... 9:
9.9 . 9. 1 77. JAY AP URA PADANG......... ...RP.I.7.:
; ?..§J.:
9.9.Q................ .......... ...... . .8.P?.J. . . :
. ?. .. ă . .7.. :
.9 .9.9. 1 78. JAYAPURA P A%.MJ.?.AN.9.... .................... ...RP.J.?.&7.9. . . :
9..99. ..... .. . .......... BP§ . . :
?J. .7. :
.9.9.9 1 79 . JAY A.: R.Q.B: !.................. .. .. . .... .. .... PEKANBARU......... .BP..1..7.. .:
4..?.?.:
.9 .9.9.... .................. .....BP.2:
; ?..§.9.:
9.. 9.9. 1 80. J A YAPlf.: RA.... PONTIANJ.ʂ........... .. . ........... .8PJ.§'.9.͉.͉ . . :
9.9Q. ... .........R:
9.9.9 1 8 1 . JAYAPURA TIMIKA............RP.; ?. . . :
f?. . . !..? . . :
9.9.Q. ............. ........ ..BP.Ò .. : Ò .. ?.9. .. :
.9.9.9. 182. YOG Y A, ) <:
A R'J'b.. ......................... . ... D ENP ASAR.... BP.?. . . :
.9.9.9 . ... .......................... BP..:
1.§J.: ?..§.:
.9.9.9. .... . .................... .8P.;
.. :
9.9Q 1 84. YOG YAKART A M A . N .!.\P. . Q......... . ....... BEI.9.: ?..? .. :
9.9.9.. .... . .. ............... .BP..? . . :
7... '.?. . . '.?. . . :
.9.9..9. 185. YOGYAKARTA MEDAN......... BP.2.:
.9. 9.Q .................................. .8P.1:
.7.. 7.9.:
. 9 .. §9.:
.9 .9.9..... ................ R.P.1.:
.9.9.9 .. :
9.9.9. 1 8 7. YOG Y ;
'.±.?..9..'..9.9.9.......................... .. R.P.9. . . : }.?.9.:
.9.9.9 18 8 . YOG YA.19\R.I!........................ ..... . PEKANBAR: Y............ .. .. . .RP.§.:
9. .. :
.99.9........... . ................. 8.. P.1 .. :
99.Q 189. YOGYAKARTA PONTIANAK Rn6.9 10.000 Rn3.840.000 KOTA ASAL TU JUAN (1) (2) (3) (4) (5) 190. Y 0 G Y AKART A TIMI: KA........... ........ . ........ ........... ............. R.P..1 .. L.?. 9. .4..:
.9 .9.9 .............................. .R: P.7..:
.9.; ?..§.:
9.9.9. 191. KENDARI BANDA ACEH Rp12.953.000 Rp7.102.000 19 2. KEN DARI BATAM ·.···.···.··········.-: ·.·.·········: ·····.·: : : ·······.: ··: : ···.·.······.·.···.·.: ·· . .. ·: ··.-: ·.-: ·.-·····.·.: ·.:
-·····_R.P..I.9: : ··$. . . §.§.:
··vB:
...Q.· · ... .. . :
.. . .. .. . : : ·.·: ·.···:
. RJ?.·$·w.-§$ . itx-i.°Q·Q· 193. KENDARI DENPASAR.......... ........ . ........................... . .. . ... .. .. R.P.?:
4.?..?.:
999........ .......... . gP.ń: 7; ?:
99.9. 194. KE ND ARI Y OGYAKART A . ...... .......... . .......... .......................... .1.3: P.?. .. : J . . '.? . . 9 . . :
.9 .9.Q . .. . ............................ . .8.P.4..:
.7. 9.?.:
9.9.9. 195. KENDARI PADANG .. .................... ..... ...... . .. . ....... .8.P.g...LJ .. ?.?..:
9.9..9..... ..................... BP.!?..:
7..'.?.'.? .. :
.9.9..Q 196. KENDARI PALEMBANG . ............................. . ... RP.. 2.'. .. Ei.?.9..:
9..9.Q . ..............BP? .. J..9] .. :
.9.9.Q 197. KENDARI ...... . fÍÎJ'IBARU . ....................... ... ....................... .......... ..I3: P.1 . . L .. '.? . . '.?..9.:
.9..9.9 . ... ............................ .8.P. ?. :
7.7. § . :
9..9. . 9 . 198. KENDARI SEMARANG . ........ 8.P.9..: ??..9..:
9.9.Q........ . ......... ............ .. RP!?. .. :
9..]7.:
.9.9.Q. 199. KENDARI SQL.Q.... ....................................................... . ............. RP.9. . . '. .. ? . .?.9. . . :
.9.. 9.9. ....... . ....... .. .. . ............... . 1-S: P. .?.:
..l.'?.'?.:
.9. 9 .Q . 200. KENDARI SURABAYA.... . ........................... .. ...... .......... . BP.J..LJ.9.?.:
9.9.9 . .. ................. .......... 8.P.?. . :
. 4.. § . §. :
. 9 . 9..9.. 201. KENDARI TIMIKA .. ....... ................. ........ . ........ . ...... . ....... . ............ BP.l .. ?..:
9.?.?.:
.9.9.Q........ . .......... . ...... . .. B.P.Ņ:
.7.. 9.§:
9.9.. 202. KUPANG JAYAPURA . .. . ................................. ................ ............. . . 8.P.J . . 4..: ).§§.:
9.9.9. .......................... ...... .8.P.§ .. : J.9.?.:
.9..9. .9. 2 0 3. KUPAN G Y OG YAKARTA . ... . .. .............. .. .......... ............. . .......... 13:
P.7.. :
. ?.4..§.:
9.9.Q ... ..... . ............. .8.P.4. .. J.§. .. :
9.9.9. 2 04. KU PANG . .... . .............. ^. ................ ..... ^M i.?-I&.ÏÏ!\1.3:
..... . .. . .......... .................. ........ BP.?.. .:
. 9..?.7..:
.9 .9.9 . ........... .............. B.P.4..:
?JJ. .. :
9.9..9. 205. KUPANG MANADO.... ...8.P JJ. .. :
?.4..§ .. :
9.99. .. ...... ................ . R.P.§J.19.:
.99.Q 206. KUPANG SURABAYA . ............ . ................BP.§:
74.9. .. :
9.9..Q . ........ ................... R.P.y .. :
.T'.? .. Û.:
.9.9.Q 207. MAK.AS SAR BIAK............ . .. . .......... ............ BP?. .. :
1.2.?.:
.9.9.9..... . .... ......... . .............B.P.4..:
2.?.L.9.9.9. 208. MAKASSAR JAYAPURA......... . ....... . ... ........... . ..........................8.P.J..9.: J.9.}.:
9.9.Q.... . ......... . ...... BP!?. .. :
7?7:
.9.9.9. 209. MAK.f.$.?.A.R.................. KENP..AR..I. . .......... . ................ . ...... . ............... . .. .. ...... .. .. ................... . .RP..:
. ? .. ?.ұ .. :
9...9. 9. . ......... .B: P.J..:
7?. . . 9..:
.9.9.9 2 .1.0. MAKASSAR MANADO........ .. . .......... .. .............. ............. . ........... BP.?.:
. ?..7.:
. 9.9.9. ... ..... . ......... .RP..:
9..9.9. .. :
9.9.9. 211. MAKASSAR TIMIKA . .. . ........... . ............... . .............. . J.3: PJJ.:
7ņ-:
.9. Q ................................. F.: P.Ei: ?.§7.:
.QQQ 212. MALANG BALIKPAPAN............... 8.P..g..9..: J.9.§ .. :
.9.9.9. RpS.134.000 213. MALANG BANDA ACEH . ...... .. ................ .. . .......... ..... ... .......... . .. BP.J..9 .:
.9..9.9. :
:
-.:
-.:
: : ..... . ... . .... : ·.·.: : ·.:
.. 8.P_ . $._; : z.§ . . $..·;
MALANG BANJARMASIN........ . .. . ........ . ..... . .. BP.?.J .. §l .. :
.9.9.9.... . ...... ...... . .. . .... . . BP.4.:
4..9.7.:
.9.9.9. 215. M.AL.Al'l"Q BATAM ............... . ... .. . .. . ...... . ............. ... . ........ ...................BP.7:
.9.9. ............ .................. RP4 .. : }.LL..Q.9..9 216. MALAN G BIAK............ . .. . ... ....... . ... . .. . .. .. . . B.P..1.§.:
9§7.:
.9.99.. ................................. RP.Es.: 4§_:
9.9.9. 217. MALANG JAYAPURA......... . .BP.l.9.:
?..?§.:
9.9.. .. :
9..9.9. 2 18. MA1: : tA N.9............................... . .... .......... Ҷҹ-NP.!.R-1...... .. ..... .............................. ...................... B.P . J..9.: ?_; ? __ :
9 .9. 9 ................. .............. RP? .. :
1.?..7. .:
.9.9..9.. . 219. MALANG MAKASSAR . .. . .BPJ.9.:
9.9.Q ... . ............... . . BP.?.:
.. l.?..§.:
.9.9.9.......... .......... . ...... . . -8.P.§ .. })J. . . :
9..?.§:
9.9.Q . ....... .. . ....... ........ . . BP.§J:
.9.9.9. 222. MALANG PADANG....... . ....... . ............ . .. . .................... . ........... ....... .. ........ BP.§ . . :
: lJ . . § .. :
9.9. ................ ......... BP.4.:
. : ?..? .. ?:
. 9.9.9 . ............................. l.3:
4..9.7.:
.7.§?..'.9.9.9. 22 5. MALf\N.Q PÐ!V.Bf.\RQ.. . ....... ............... ........... .............. .. ........... .8.P.§ .. :
1 ?. . 9. . . :
.9..9..9.. . 226. MALANG TIMIKA.... ...... ... . .... . ........ ............ . .. . ........ . ....... . ...... .... . ..........l.3: P..1? . . :
. ?...T? .:
.99.9 .............................. RP.? . . :
4..?.L.9.9.9. 2..Ӏ..7 .:
......MAN!\P.9 .. IYI..ҷ l?AN.................. . .... ............................... . ....... ........................ .1.3:
. ?..?...:
9.9.9..... ....... ... . .................B.P.7.: _ ; ?. J .?. . . :
9.J.'.? .. :
9.9.9. ....................... .. . .. . RP.9 .. :
9.9.Q 229 . . ^M,ANAP.9. . ^..... . .................. ............ P.AEMBANG.... .. ....... . ............................... . ...... l.3: PJ.:
99.Q . .............. .. ..RP.?.:
9..Ā . .?.:
..9. 9...9. 231. MAN ADO PONTIANAK.......... . ....... . .... . .. ....................... . ...........8.P.J..C.:
?..§.; ?. . . :
9.9..9. . ................................ RP..§ .. :
?..9. . . § .. :
9 ^. 9. ^. 9.. . 23 2. MAN ADO......... ............................ . ....... $.__MAR.A!': T G.... .RPJ.:
?..Q.4. .. :
.9.9.9........RP.?. . . :
? .. ?...l .. :
.9..9. Q . 233. MANADO SOLO ........... .8PJ.'.? . . : ?. .9.4. .:
.9.9.9 . .............. .............. B P . ?. . : 9 . 9 9. : 9 9 .9.. 2 3 4. . ........ .MANAJ?.9 . ...... . . --- ·· ··· · ·- ·· - · ·- · --- · ·- · ·· · · · ·- · ._ ...... ?Y . MJ? .. AY.A................ _ ....... . ...... B.P.2:
. 9..?.: 7 ... : .2 . . :
9.. .9.. 235. MAN,_AP.. Q . . TIMIKA . .....RPJ .. ? . . : J§.ҳ.:
9.9..9. ........................ ..RP? . . :
.9.9.9. 237. MATARAM BANP.f\ A.PE.I.:
........... . .... . ...... . ...... ........ ..........BPI.9.:
§.4..§.:
.9.9.9 . ........ ................ BP.9.: '.?4..? . . :
9 .9.9. 238. MATARAM BANJA,RM,AS_IN ............. .... .. .BP.§: §.9; ?. .. :
99.Q .................. .........BP.4.:
§.$§:
9.9.. Q 2 3 9. MAT ARAM BAT AM.....J.: 3:
P.§:
. 4..§.L: Q.9.9............ .......... .... . . l.<P4.:
:
?..9.?.:
9.9..9. 240. MATA,Rf.\M ..... BIAK ....... . ............................. BP.1..1 .. :
. ? .. ?. . . '.?.:
.99.9 ................... ... RP. ?:
§4..9 .. :
9.. 9. .9. 241 . MATARAM JAY AP URA.................R.P.1.} .. :
9.?.. h . . :
.9.9.Q . ......................... .BP.7.. .:
.9..9.Q 242. MATf\RA.M ..... Y ^OG Y ^AKARTA ........ . ... . .............. . ................ . .......... . BP.4. .. :
4..E .. :
9.9.9. ..... . ...... ...... .. . ....... . .. . . BP.Ă .. :
7.?.J.:
.9..99. 2 43. MAT ҴҵM........ MAK1\SS!\R.... . ..... ............. .BP1.:
. 9.9.9.:
.9.. 9.9. 244. MATARAM MANADO . .. . ........ .. . . 8.P.§.:
7J7.:
9.9.Q .. ............................ R.P'!:
7.: '.?.?:
.9.9..9. 245. ^. ....... MATRAiJ(_: : : ··············· MEDAN .. . .... . .............. . R.P.I..9 .. :
9.9..9. .. · · ^· · ^···· ·...........JP..?. .. :
. <?..yE.:
9..9..9. . 246. MATARAM PADANG ....... .......... .. .. ... .. ........... . ... . ....... .. . .. ...... BP.9. .. :
.9.9.9. ....... ..................B.P. 1 . :
§. . § . 7. :
.9. 9 .9. 2 4 7. M,A 'IAR!.: \M..... . . ^. . . P ALEM,BA,N Q.... ... .BP.7.:
. ?..?..LQQQ ... .. . ..... . .RP.4.: .4.§.:
9..9.9. 2 4 8. MAT A.RA.M. .................... PE.Kl.l'JJ?!\R.Y.. ........ . .......... R.P.9 . . J.9. .. :
9.9.9.. . .......... . ........... ..RP.4. .. :
9...9. 9. .. :
.9..9.9.. . 249. MATARAM PONTIANAK ... . .......... . ....... BP.§.:
.9.9J:
.9 .9Q ....... . ............R P.1 :
?' .9. ? . :
P..-:
.?.'.? . . 9. . . :
9.Q.Q....... . .. . ............. .8.P.'.? .. :
. ?. . J . :
.9. 9.9. 251. ME.PAN..... BAND.A-A9E.. B.. ........... ......................... ....... ........... B.P.;
.9..9. .9.. . ................ ...... .. . .. . . R.P.'.? .. J . . 9. . . Ň.: 2 5 2. M.EI?.AN...... . .. . .. MAK!? $.AҸ........ . ..... ...................... .RP.J..'.? .. :
9.9.9....... . .......... .RP.?. .. :
. ă.7] .. :
.9.9..9.. . 253. MEDAN PONTIANAK Rp9.733.000 RPS.230.000 KOTA S ^A T ^UAN BIA Y ^A T ^IKET ASAL T ^U J ^UAN BISNIS EKONOMI (1) (2) (3) (4) (5) 2 54. MEDAN SEMARANG . .. . ........ . .. . .......... . .................... ...... ...... . .. . ...... . .. . .. . ....... J.3: P..9. .. :
. '.?§.1.:
.9.9.9 .................................. .R.P.1 . :
. ? . 9.. ? . :
. 9.9.Q. 255. MEDAN SOLO..... ................ ............. .. .. .. . .. . .. . ..................... . ... ............ . .. . .... . ...... . .......... . B P.. 9. .. :
. '.? . . ?..4.:
.9 .9.Q .................................. .R.P.1:
.$.?.§ .. :
9.9.9. . . . ?.<?. .. :
... MEDAN ......................... .. . .. . .. . ... . ....... . .. . ... ....... f.? Y. RA.l.?..AY.b.... . .. ...... . .. . ........... . .. . .. . ........... . ................... . . R.P.J.9..'..799.:
99 ... .......... ...... ....... . . R.P.?J.'.?..4.:
9.9.9 . b.?.?..:
...... M%.Q ^A. I: '!.............. . .. . TIMIKA .. .. ..... .................................. ...... . .. ............ ... ......................RP.J?.:
8?.?:
.9 99..... . .......... . .. . ........... . RP.9..'..1.e?.:
9.9.9. 258. PADANG MAKASSAR.... . ......... . .. . .............. . ... ...... ........ . .. .. .. . ......... .....RP. . . Ö..9.:
. 27..1.:
.9.9.9 . ................................... .8.P. §. :
. 1 .9. b . :
9 . 9.9. 2 5 9. PADANG....... ....................... .......... P.9.J'i'.I!A.NA.: E<:
... . ....... ......... . ............... ............. .. . .. . .. .. .................. . . 8.P.§..:
J.9..; ?. .. :
9.9.9. . .. . .. ...... . ...... . .. .......... BP.: 1±.:
4.09.:
.9.9..9. 260. PADANG .. . ............ ....... . ............... .. . ....... $%.MA.1.3: !\N.9......... . .. . .. . ..... .. ... . .......... . .............................. . ...... . .. .. .RP.7.:
.7..4..4. .. :
9.9.9. .......... .. . ....... . .RP.Ù .. :
.. '.? .. ?..:
.9.9.9 2 61. PADANG SO LO ................................................................................ ................................. .R P. 7 . :
.7..1.1.:
.9.9.9 . .................................. BP..4.:
.9.?.?..:
.9.9.9. 262. PADANG SURABAYA.................................. . .. . ........................ . J.3:
P.9..:
J.9.9..:
9..9. ........ ................. .RP.1.:
?.f: ?.4..:
.9.9.Q. 263. PADANG T ^I M ^IKA ...... . .................... 8P..IJ .. ? .. :
7...! . . $ . . :
9.9.Q....... .. . .. ...... .. . .. . ....... . . BP§ .. :
. f: ?..?..?.:
.9.9.9. 264 . ..... . .. . .?..Al: ANQJ9.\RA.Y.1. BANDA ACEH .. . .. ...... . ................... .. .. .......... . ...... .....BPJ9.:
. ?..1.<?..:
.9.9Q.... . .. ............... . .. .. . B.P.9..:
9.&.&-:
.9.9.9 265. PALANG KARA Y ^A BATAM ...................................................................... ..... ... ......... . B P ? :
J. § . L. 9 .9 . 9..................................8.P . 1 :
. ?. .7. § :
.9. 9 . Q 2 66. PALAN G KARA YA .......................... ........ .Y..9..Q.X.A.MRT A ........... . ... . .. . ..... . .. . .. . ........... . ........... . .............. B.P.7...:
4..7..7.. .:
9.9.9..... . .....................BP.4. .. :
.9.'.? .. '.?.:
.9.9..Q. 2 6 7. P ALANG KARA Y ^A MATARAM.......... . .................. . .. . ..... . ........ . .. . .. ...... ...... ............. ...... BP.?..:
. ?..?..7..:
.9.9.9. . ............ ............ B.P.1.:
.?.$.$.:
.9.9.Q 2 68. P ALAN G KARA YA. . .......... . ....... .......... . ..... . M%.QA. ^N ........ .......................... ......................... . ... ..R: P..Ö.9.:
. 0.9 ^. 9.:
.9 .9.9 ................... 8.P.?..:
. 4.J .. & . :
. 9. 9. . 9. 2 69. P ALAN G KARA YA PADANG . .......................................... . .. ...... ...... ... . .. . .. . ............... .. B.P.$.:
.7..§.9..:
9.9.9. . .............. . ........ .BP.4. .. :
. f: ?.4.'.? . . :
.9.9..9. 2 7 o......... .P.A1A.N..QMR.A.Y.A ........................... ....... PA.1.MJ.?.A.NG.......... . .. . ...... . ...................... . ............ ..... .RP.7.:
&.!?&.:
9.9.9 .. ........................... .RP.1 . . :
.9 Ý.Ú .. :
.9.9.9. 2 71. . ......... P.Al: A.I.':
.Q.J.A) YA........ . PEKANBARU . ...... ......... . .. . ..................... ...... ... . ....................... BP..? .. :
. ?.9..?..:
.9 .9.9 . ................................... l.3:
P.4..:
.9.9..9.:
.9.9.9. 272. PALANGKARAYA SEMARANG................... ...... ............. .. .. . .. ........ . ................. . ...... . ...8.P. 7.:
.; ?.!?.; ? . . :
9.. .9.9..... .. . ....................... .BP.; ?. .. :
. 9..4..7.. :
.9.9.Q. 2 73. PALANGKARJ\X!.. .......... . ........... ....... . .. ... .. .. §Q!.: '.Q...................... .... .. ........... . ...... ... . ...... .......... .. . .........Rp7_:
Ñ_§_2. 000.... .... . ...... . ... . ...............BP.4. .. :
9.?..0.:
.9..9.Q. 27 4. PALANG KARA Y ^A SURA BAY A..... ...... . .. .. . .. .............. .................... . ...............................RP.?.:
. 2.2 .. §.:
.9.QQ . ....... ....... . ............. . .... . 8 P .4. . :
. '.? .$ . ?. . :
.9.9Q 275. PALEMBANG BALIKPAPAN ............ . ........ .. ...... . ........................... . ...... .. . . 8.P.9..:
?9..1:
9.9.Q........ . ................. . . RP?..:
).'.?..9 :
9..9.Q 276. PALEMBANG M A . Kf\ § . S. A R .... ................... .................... ................................ l.3:
P.9. .. :
4..9.9 .. :
9.99 ................................ BP.1.:
.7..?J. . :
.9 . 9 . 9 . 277. PALEMBANG PONTIANAK . .. . ............... ........................ . ............... . .......... . .. .....B.P.9.:
. 9..?.?..:
.9.9.9 .................................. B.P.?.:
.$.4..9.:
.9.9.9. 278. PALEMBANG SEMARANG.... .... . ..................... . .. . .................... .. . .. .. . .............. BP.9..:
. '.? . . ?.§.:
.9 .99 ... ..................... B.P.?.:
. ?.9.§ .. :
QQ. 279. PALEMBANG SOLO......................... ... . ............... . ........ ...... . .. .............. . ................... 1.3:
P.9.: &; ?.?.:
9.9.Q............ .. . . BP}.:
4..4..:
.9.9.9 280. PALEMBANG SURABAYA ....... .. .... .. ............ . .... ...... ...... ...... . .. . ............. . .. . BP..7.. .:
. §.2.9.:
.9 .9.Q......... . .... .. .. . .... . .. . ...... ij.P.Ĵ:
74.4:
.9.9.9. 281. PALEMBANG TIMIKA.... .................. ...... . ................................. . ..................... .......BP..4 .. ?. . . :
. × . . rn.:
.9 .9.9 . ............................ .... 8.P.?..:
.9.7.. 9 .. :
9.9.9. 282. PALU.... ............ . .. . .........M.A.Me.$.A.B_........ . ....... ..... . .. .... . ........ .. .. ..... ................... . ........ .. B.P_'± .. :
&.?.?.:
.9.9.Q .... BP.× . . :
. ?. . .7...?..:
. 9. ^. 9.9. · · |is ' 3· · : ·· · !.... . ... ppj)j...... POSO ........ . .. . ...... .. .... ... . .. . .. . .. ............... ...... . ...... ...... . ...... . ... .. . ... .. .. . ...... ...... . .l.SPJ. .. :
9.9.9. ........ ....... ... . ............BP.L.4..Ҳ .. Ø.:
PALU SORO ^NG ...... .......... ........................... . ... . .... . ....... .. .......... .......... ... ... . .. BP?.:
. ?.7.?:
. 9.9.9 .. . .. ....... . .......... . .. .....B.P.?:
.?.?..? .. :
9.9.9. 285. PALU S ^U R ^ABA Y ^A ...... ..... . .. .. ... ...... ........ . ... .. ..... ............ . ......... ........ . . B.P.§:
.??..$.:
9.9.Q........ ........ . .. . ......... . . BP}.:
. ?..§ .. ? .. :
9..9.9. 286. PALU TO ^LI -TO ^LI.... . ...... ... . .......... . ...... .................. . ................. . .......... .RP.; ?.:
9..4..LQ.9.9. . ...... .. . ... . ........ . . BP.J.:
9.J.?.:
.9..9.9. 28 7. PANG KAL PIN ANG Bf\J.rn: pA.f>.A.N . ........................................... ............................... 8P.9. . . :
.9.?. . . ?. . . :
.9.?J . . :
. 9 . 9 . 9 . 288. PANGKAL PINANQ:
.9.. 2 J.. :
.9.9.9 . ............................... B.P.?:
. 9.J..!?. .. :
9.9. 9. 289. PANGKAL PINANG BATAM .................. . .. .. .. . .......... ...... .. .... . ....... ... . .............. ....................... .. . B.P.? .. :
?.. ?.9. .. :
9.9.9. .. . ...... .. .. .. ........ . .. .... .. BP( . . :
.9.9.9.. 290. PANGKAL PINANG YO ^G Y ^AKA RT ^A ... . ........ . .. . .. . ... . .......... . .. . ........... .......... .. .....RP.?.:
.9.9.9.... . .. ...... .. . .. .. . .. . .. 8.P.?.:
.&.§'.? .. :
?.?.? .. :
9.9.9. .. ; ?.9.. .. :
. . PANG KAL PIN ANG....... M ^AN ADO................ ... ............. ....... . ............... . .. ...... ...... ................ ..8.P.J..&.:
9.9..7...'..9.9.9 . ............. ......... . ....... . .. JS.P..§ .. :
PANGKAL PINAl\J.9:
...... .. MEDAN........ ............................................ . .. ........... . .RP.$ .. :
?..$$.:
.9.9.Q. .......... ..... .... BP.4.:
. §..!?. .. :
. :
.9..9.9. ... '.?.9.1.:
.. ..... ^P . ^A N.QK!. .. .?.J.I.':
. ? .. ; ?..7.:
. 9.9.9 .................................. B.P.?.:
?..$.?.:
9.9.9. . .............................. B.P.? . . :
. '.? .. 0.'.? .. :
.9. ^. 9..9.. 2 9 6. p ANQ.KAL Pil\IA.N.9:
. P.ķĵ.N.ĶA.R.Y ................................................ ............... ..R.P.7.. .:
; ?..9. . . L:
9.Q.9. ............................... ..BP.? .. :
. Ҭ .. ;
..PANGKAL PINAN.G:
.. . . PONTIANAK . .. .................... . .................. . ................... . . BP§.:
'.?.7.. 9.:
.9 .9.9........ . .. . ........ ...8.P.?.:
7..??.:
9.9.Q ... b2?.:
.. . ........ . Pb-N.9.KA.1 .. EJ.NA.NQ ______________ ...... §zMA.J.3: !{9: -... ··-···- .. -·-- .......... _ . .. __ . .. .. -........ _ .. _.8P.§J3-.f_2.:
9.Q.Q ........... .RP: '.? .. :
PANGKAL PINAN.9:
........ SO ^L O.......... ... . ............... ... . .. . .. . .. . ........ . ........ .. . .. . ... . .. .. . ....................... .. ...... . ... .RP.?.:
?..Ү.9. .. :
9.9.Q ... ......... ... . ............ BP}:
. ү.'.?. . . 9.:
. 9.9.9 . .. ...................... . ....... B.P.;
.?..'.?.?.:
.9.9.9. 301. PEKANBARU PONTIANAK............ ....................... ............................... .BP..?.:
.9.9.9.... .. .................. .. . .... B.P.4.:
9.9.9. .. .. . .. . ....... ........... ....._Bp: ?, . . :
.9 ^. 9..9.. 303. PEKANBARU SO ^L O................................................................................ ....... . .. ........ .RP..7.:
9.9.9 . .............................. R.P.4 J .. 1..Ұ .. '..9.9.9. 3 04. PEKANBARU S.U.:
RA.ҽ.A.YA....... . ................................................................ BP.9.:
. '.? . . 4.I.:
.9.9.9............ . .... . .......... .. ......8.P.4.:
9.9.9. 3 0 5. PEKANBARU T ^IMIKA............ ... . ........................ ........ ..8.P.J.§.:
7.. 7..L.9.9.9. ................................ BP.§ .. :
.7.?.9. .. :
.9.9..9.. 306. POùJ!ANA.I< . M ^AKA SS ^A R . .. . ....... . ......................... . ...... . ....... .. ... . ........ . ......... .RP.9.:
9.J..?. .. :
9.9.9......... . ... . ............... ... . . BP.?. .. : Ü.4J:
.9..9..9. . ... 0.9.7.. :
.. .. . . ^P O NT_L'..N. AK.... S.. *M.A.8!..N..9:
.9.9.9 . ................................... 8 .P . ? . :
.7.. ?. . ? . :
9 ^. 9.Q ................................ .BP}.:
9..9. 1.:
9.9.9. ................................. BP.4.:
'.?..9.4.:
.?.9..? .. :
9.9.9. 3 11. S ^E M ^A R ^ANG MAKAS .$.AR... ............................................. ... ............BP.9.. :
1.9..§.:
.9.9.Q.... ........ . .................... 8.P.1.:
.7..9.§:
.9.9.9. 312. so LO MA.M?.$.A.R................ . ....... ... . .. ... .... .. . ................................. ... . . 8.P.9. .. :
4..§.§ .. '..9.9.9. .. ...................... .....BP.1J?.4..?. .. :
.9.9..9.. 313. S ^U R ^ABA Y ^A DENPASAR.... ... . .......................... . ....... .. . ......... ... . ....... .. . . BP?. . . J . . 2.?.:
.9..9.Q Rpl.979.000 314. S ^U R ^ABA Y ^A J ^A Y ^APU R ^A ..... . .. . ............ .......... .. . ................ . ....... . .... . .. .. ..... .BP...!.× .. :
9..7..?.:
. 9..9.9.. ·· · ········· ^· ········Rp7: ·23_f666 315. S ^U R ^ABA Y ^A M ^AKA SS ^A R.... ... . .. . .... . .......... . .. . ............. . .......... . ...... . .. ............. . .B.P.? . . : ?. .. f?. .. :
9.9.9..... .. ....... . ............ ...... . BP?. .. :
4..Ø .. Ø.:
S ^U RA ^BA Y ^A T ^I M ^IKA R nl 1.295.000 Rn6.589.000 19. SATUAN BIAYA TIKET PESAWAT PERJALANA N DINAS LUAR NEGERI PERGI PULAN G (PP) NO. KOTA (1) (2) ........................................ A MERIKA UTARA 1........ . .. . ,s; ,1.:
:
Ҟ.ľg.? .......... . 2. H ouston 3 · .Ҕ?..ҕ .. . !\1.'.!.Bt.1..ŀ.Ł ................ . 4. New York 5. Ottawa 6. San Fransisco 7. Toronto 8. Vancouver 9. . ..... . Y.'.'.§.: Ł.1.:
: ҥ i.: !.g!.?.i.: !. .............. . A MERI KA SELATA N........ . ........... ....... .. .. ...... . .. . (dalam US$) BESARAN EKSEKUTIF BISNIS EKONOMI (3) (4) (5) . .......... .?.' .. !..?.?.... .. . ................ ............... .. .... . ..... ?..&?..*... ................. ..................... ? . '. . ? . ? ? .. ........ }.Ҿ..' . . '?..?....... . .. ................... . ........... '?..'.'.±.?.!........ ............. . ?.t??. ..
... .............. ... . .. . .. . .. . .......... .. . .. . 1 ..... 1 ..... :
' .. 4 ............. 1 .. .....1.... .......... . ... . ...... .....? . .. . ?...?.... ...... .. .. ........ ?.:
. ¢.'.±. ... . '101 '179..... . ......... }'..?.?..?................... ) . . ?..'.¢ .. '?..?..... ........ ..... ........ . .............. ?..'..?..?.'.±.... . .. . .......................... =1:
,..Q.?? .. . ......... # . . ?..i..=1:
?..?.... ' 13 8........ ... ...... .. ................... .... . ?.? .. ?..?.?.:
.......... J . . ) . . :
. 7.!?..9.. ......... .. ............ ?.' .. ?.'?..=1:
. . ...................... ?. . . ' .. ?..9. . . ) .. . . 10' 902 ...... ................ . ........... .7.i.=1: ?.?. . ... ................................. ҏ.? . . ? ?... !... .. .. """"'i5'6i5'6' .. .. ...................................... ?. . .. . . ? .. ?..Һ............................. ?.:
. ?..?.9 .. . .
: J?.sig?..!ҫ..................I.?.. ,_?.?.?....... ................. ... ?,,.'.±?..?............ ... ... ?'..?..I?. .. 11. Brazilia...... . .. . . *.?.>..?.? .. ғ... 1 , 18......... ...... .... . ?..?. .. ?.!...'? .. 12. Boenos Aires . ... ....... .. . ?.?..?..9.9.9 .... ....... ......................... # ..§.,?,.9..9. .............................. .. #..Q ,, .=1:
9..9...13. Caracas.......... ..................... .. .. ................................ ..... ....................... 3,128 ....... .. ...... }.3,8_? . . ?.... .......... . . ?.?..?...?. ... . 14. R.§1: ҍ .. ҩҪ!: t}?.?...................... . ........................... ........ ...... .............................. .. . ................................. }.!?.1..9. J,.. .. ......... . ........ .. .... .. .. .............. ...... ?..i.=1:
. ļ=1:
.......... .T,_??.: ?. 1 s......... һ.§.:
'.!.!.Җ.§l: g?. .. . . Ҧ.£ . .. . g.1.: ?: gŀ. ................................. ..... .... .. ................................... ¢J.l3.Z.=1:
....... .. ... . ...... .. .. .. ........ . ... .......... .....L?..?..?.?.?..... s, 900 16. .QҤ.ң.!.?......... . .. .. .... . ...................... $.?..,.?.%.?......... .. ........................... ) .. '?..' .. ?..?.?. .............. ........ .......... .. ...... . .. """i'2"j"2'7"" 17. Lima . ... . ... ...... .. ............... . ................. ?..?..?.?..?.... ......................... .. .... . . ?. . ?. . ? . ?.. ?.............. .. . .............. .......... ?. ..i. .9. . ? . ? .. . . • .... . .. .. .. , . ...... .. .. . _ . ........... ...... .. .. .. ................ . ....... .. . ....... ...... .. .................. . .. . .. . _ .. ........... . -........ -...... . .............. -................... - ................... -.......................... ______ , ................ _ . .. . , _ ...... ........ . _.... _ .................................. ...................... . .................................................. -................................. 1 A MERIKA TENGAH 18..... M: җxi'c;
..c.it: Y .................
. ....... f>¡1¡Ҙ¡ . .. Citv ........... . EROPA BARAT . ........ ..! . . Ҋ...ҝ.?..Ľ.Ľ... .... . ... ............ .. ............. T.Қ?.?.. L....... ........ '.?.?..?..?.? .. . .................................. ...*.: i:
, .. ?..Q.Ҽ..... ...) .. ҉ . .'.?.?.?. . ............... . ............................. ?.. '..?..?. . . ?. ... .. ..... J .. ҈!...?. S?..Ļ...................... 5.ґ .. Ҍ9. .. ?_ '19 5 21. Vief1.:
:
................................ ... . ...... . ................... .................. .. ............... !.9.? .. ?..Ҝ.9..... 4, 177 . ..... . .............. .... . : ?, .1_; ?._§.7. .. . 22. Brussels 10,713 5,994 3,870 .......... 2-3 . . :
.......... ·Niar.seilies........ ............... ... .. .. . ......... . .. .. . ........ ---------.. -·..... . _______ - --- .. -------.=I-.?-.?<?.=• --=>-·-----··--·----.=-.-.-.$-; 9•?.•4".·• .. _ ............ .... .. ...... ., .. -.-.---.=-.-.-.-; §.iL ............ 2.ӂi':
...... . . Paris........ . . }..9 .... 7..?.=1:
... ....... .. ................................. ?.i..9.. ? . . ?..... . .. ..... ?..:
'.?'.?} .. .. 25. Berlin . .. .. . .....: Ғ9 .. '.Ļ.7..7.... , 126 ...... . ..... . .. . .. ?..?..?. .. ?..?? .... . 26. Bern 27. Bonn 28. H amburg 29. Geneva 30. Amsterdam 31. Den Haag 32. Frankfurt EROPA UTARA .............. 3 ...... 3 .. . ... . . · ....... . ...... . s;
?.P.£.ҧJ.: ?:
Ҩg-£i.: !. ............ . 34. H elsinki...... . .. .......... ...... .............. . .
Stockholm 36. London 37. Oslo EROPA SELATA N 3 8. .?.ľҟ-ҢJĿY.? .... . 39 . ....... Ҡ§l: gҡĿ? ........ . 40. Athens 41. Lisbon 4 2. ·...·Ma'dricf .......... ..
....... . ....... J}.:
'.±.7.?...... . ..... . ...... .. ..... ?.i.?T?.. . .. . ... . =1:
?.?..?. .. ? .. ......... J..9? . . ?..=1:
?........... .. ......... ??..9.?.?.... . ... . ................ ?...7.?.? .. .. 9,938 7,639 ,108 ..................................................... 8 ...... , ..... 1 .... 6 ......... 6 ................................. ?. ?. . ?.. 7..9............. . .. . ... . . '.± .'.. ? .'.?.'.?.... ... ........ ?.i..} . . ?....... .......... . ....... . ... ?.&?..?... ....... . .. . ..... .... . .. .. ?.,,.?.?.L.
............... ? .. '..Ҏ . .. ) . . '?..... . .. . ... . ................................. ?. .. ?.?. . . ? . . ?..... .......................?.?.. ?. . ?..L.............. ?..:
.?..?.9..... ......... . ................ . ....... '.±.i.9..?. . .7.......... }.i..9.?..қ .. .
................. .?..?.. .. ?..... . .. .. ........................... =1:
'.. .9... .. .
............ }.9. .. '.9. .. ?..?..... .. . .... . .. ............. ?..' .. ? . . ?. . . ).... . .
...... .. ...................... .'..?.1. .. $.?..... .... . ............... .. .. ............ Ґ.i. .. ? .9.. ?......... ........ #...ҙ.'.=1: }.9.... .......... . ...... ...... . .. .. .. . ...... T i. . ? ? .................. ļ.?. . . ?.?.'?.... .... . .. . ....... '.±.2.7.?. .....
............ . .. . ... ...... ?..?..'.±.?.?. .. . . ,153 . ... .......... =1:
?..9..=1:
. ҋ.
....... $$ .. , 7..7.? ... , ............................................................... o' . .. . 1 .... 2 ........ 9........ t .............. ... ? i. 9.. ?.?..... ......... # . . ?.?..?..?..=1:
.................................................................. :
. ........... *.±.'..+ .. $ .. L. ... .............. ..?...'. . . ?.?. .. ?......... ............ J.?.9.=1:
. * ......................... .'..?..9. .................... =1:
?.. =1:
?....................... 9 . . &?.?. .. . 10,393 4,767 3,631 (dalam US$) BESARAN NO. KOTA EKSEKUTIF BISNIS EKONOMI (1) (2) (3) (4) (5) 86. Dubai 4,207 ' 1, ASIA TENGAH 87. Tashkent ' ^17 ' 3 ' 88. Astana 13,661 12,089 ' 89. Baku 13,234 8,556 ,281 ASIA TIMUR 90. 'RP111nP' ,, 9 2,140 1,623 91. Hongkong 3,028 ' 1,25 92. Osaka 3,204 2,686 1, 93. Tokyo 3,734 ' ' 94. Pyongyang 4,040 2,220 1, 95. Seoul 3,233 2,966 1, 3 96. Shanghai ,122 2, 49 ' 97. Guangzhou ,122 2,749 1, ASIA SELATAN 98. Kaboul 6,307 ,90 ' 99. Teheran 5,800 4,600 ' 100. Colombo 3,119 2, 1, 101. haka 3,063 ' 1, 102. Islamabad 5,482 ' ' 1 103. Karachi 4,226 ' ' 1 104. New Delhi 3,500 2,500 1,500 105. Mumbai 3,063 ' 1, ASIA TENGGARA 106. Bandar Seri Bagawan 1,628 1,147 919 107. R: : ino-1.rnlr ' 1,155 823 108. Davao .ty ' ' ' 1 109. Dilli 747 491 350 110. Hanoi 1, 1, ,3 1, 111. H Chi Minh 1,6 1, 1,2 112. J Bahru ,195 911 525 113. Kata Kinabalu 1,894 1,427 694 114. Kuala Lumpur ,158 659 585 115. K11r: h1no- 2,659 1, 00 364 116. M: : inil& 2,453 1, 14 1,150 117. Penang 918 766 545 118. Phnom Penh 2,202 ,9 1 1, ___Ll.9 ---'- ^Singapore 991 673 40: 1 120. Vientiane 2,274 2,025 1,420 121. IYangon 1,468 1,212 1,053 122. Tawau 1, 1, 694 123 Songkhla 2,344 1, 155 823 (dalam US$) BESARAN NO. KOTA EKSEKUTIF BISNIS EKONOMI (1) (2) (3) (4) (5) ASIA PASIFIK 12!-" ..........g _?.: !l:
1?..¡Era ............................. .. . .. ....... §.1 .. ;
..9.i... 6,30 ............................. ʋ?. .. ? . .9..9. .. . 12 4. Darwin ..... . ........... . ........ . ............. . ..... .. <?..1.?.?.?..... .. . .......................... ................ : 1:
1 .. ?..9.9.... . ............... ................ . ...... . ......... 9-.?..ʎ .. ?i. .. . 125. Melbourne ....... . ............... . .. . .......... ....... '.±1?. . . ?..? ... ............................................. $-'.?..% .. '+... . ................................ ; ?. . . !?..ʍ ... . 129. • .. s .. .. ... u .. . ... . v .. . .. a ......................................................................................................................................................... • ..................................... ...... &.; ?.1?.?.§.... . ............................ ............ 11 .. 1.?I... . .................................... ʌ.?. . . ?.?.Q .. . 13 0. ..... : ; y L֮ucy . .. . ... . ............... . ............ ........ . .... : J:
1..?..B.2... . .. ............................... : J:
1.B_}.7__.................................. B.?..§.?..'.!.. .. . 13 1 . V animo................... . ... . .. . .... . .... . ..... ... ..... ; ?..1.9. . . ʊ . . ?.... . ............................................. B.1..7.. '.±.9......... . ... .......... ............. . B . ?. . ; ?. . ?. . 9 . .. . 132. Wellington 11,750 9 ^, 8 ^30 4,120 20. SATUAN BlAYA P: ENYELENGGARAAN PERWAKILAN REPUB: LlK INDONESIA Dl LU.AR NEGKRI 20.1 ATK, Langganan Koran/Majalah, Lampu, Pengamanan Sendiri, Kantong Diplomatik, Jamuan (dalam US$) NO. KOTA ATK (OT} Langganan Koran/ Majalah (Ekslempar/ Bulan) Lampu (Buah) Pengamanan Sendiri (OB) Kan tong Diplomatik (kg} Jamuan (OH) (1) (2) 1.... . ... . .......... . .. ... .. ... . ,AMERIKA UTARA 1 . ........9..1:
-.8.P ..... . . 2. Houston.......... ........... . , 3. ....... . . !: '..<?.֣ .. . . 1.\ִ:
gl'.:
1.ů.֫...... ... ..
1 4 ) (5) ............ !:
. !.|.?..?........... J.1.H.H.9 ...•................................. · . · . · . · . · . · . · . · . - .. - ... 3 ^· . · . · . Ț . · . ^1 .. · . · . · . · . · .• . ......... J2yz?. ... 1 .•..•..•.........•...•..•..................... 3 ..... 8 ....... • (6) (7) 1 8........ '.?.2 .. ?.?.: 2-.... . ...................................... 9 6 18............ . .......... . . H.1.?..?.L. .. . 94 1 8 ...................... °'.: ±֥.?... .. 96 1 8 ) 4 . New York (Konsulat Jenderal l,299 20 2,30 8 101 91 89 91 96 Republik Indonesia) 5 New York (Perutusa .n Tetap Republik Indonesia) .1,299 2,30 8 0 96 , ............... 6 ... · .. · ... .. ........., ^Ottawa 1 ^•......•..•. 7 ......· .. . ........... s.§.n x/11 ^. .l3..i0-?. ............... . 8 ^. Toronto . .......................... ..... . : ·· · ... i . ; "3 ^· 07 ^·· 1 ^. . ^.. . . ^. . .. ... ..... .. . ... .. ........ . .. .. ....... 4 .. _ ...... .. .. .. .. . .. . .. .. .. .. .. .... H9..... ..... . .J.1.?.I.?..?..... 10 6 ....... . .. l 00 .............. ^. ............................................ J..t?..?û... 4 0 . ! . . ֝ ... ········-······ .. . ........ . . H.?.I .. ֨.?3-.... 101 . 96 . ........... ֞ .. &C?.?... 4 2 . 2 0.... . ... . ......... . . N.'.°.?. .. ū... . l 0 6 1 00 9. Vancouver..........J. .. . ?. .9..7.. ... 4 ^2 20..... ........ . ........ . .... 8.? . . ?..?.ŭ.......10 6 100 ........... 1-.9.:
. ... .....W.\ : ; ; .hi!:
ge2.1]-···-···-·-···· · - · · · · · · - ·- ·· ·- · ·· - -· - - - · - ·- -·- · - ___ ....1.1..:
?.3 42 1 8 ···-···^1._z`.... . . ·· · ^··· · ······ ··········· 9 · 9· ^··· ·· :
....... . -................ '.?.;
. AMERIKA SELATAN 11. ^· · ^·· · · 1 i3·ʅgʆ.tʇ··· .. ·· ....
...... Brnzilia 13. Boenos Aires 1 4 . Caracas 1 5 . Paramaribo 1 6 . ...... . . §.a.1.1..b.i..cg2...֬1.ů ... 9.. !1..i..1.֭....... .... ... . .. . .. . 3 ........... !.>.1..?.? .............................................................. . 1 8 4 ^7 22 4 0 ·· is ............... : ֡ .. ?.: '.': 7§. .. . J ..........................................................• ....... J . .. . ?..9.9. ................................................................ . 5 ^6 ........... 8 . .. . 1..7..? ............................................................. . 27 33 ......... } .. . ?..L?.. 9.......... ........... .. . ............. ..................... . .. . ... 1 1 6 37 .......... .J. .. 1 .. 1.?.. H .................................................................. . 1 8 ,1 5 0 96 91 2,.195 1 65 1 88 2,200 1 5 0 200 .. .. . ....................... ;
. ?֦.9.Ŭ ... 1 42 134 .............................. J . . !.: & .. ?. .9 . .. 85 8 0 1, 777 ^·································· · ^···9·5· .. 90 17 . Quito 1 8...... Lima 32 15 1,1 0 81 7 7 ............ 8....<?.9..1. ....•.............................................................. 1.................... . ....... . .. . ... . . 1 .................. ......................... :
................. . ........................................................ . ............................................ 1 35 1 7 1,262 89 85 ........ J.1.9.?.J?. .. , ......... ...... .. ...... ... . ........... ............. . ......... , ..................................... 1.... .... . .... . ...... ............ . ...... ... .< •••• c .... c •...• c ... 1 ............................................. :
. Ƈ..... . 1 ........ . .. .. . ..... .. . ...... . ... . . ƈ .. . '.: '. ... I AMERIKA TENG.AH 19 . ...... . M.d?:
.'?.? . . 9!Y. ... . 20. Havana 2 .1 · .. ?.§ln.': 1:
1?:
.': 1:
.. g}: !Y. EROPA BARAT l··········2·····2····· . ··········· v ^1· ț · ££Ȝ: ······· 23 .
..... Brw: ; sel 24 . 1\11 Ɖ IP 2 5 .
..... Paris 35 .. ........... 1.?..?:
?:
.?:
.9. .. 1 ................................................................................................ . 33 1 6 . ...!:
. r.9.: ?.§_ . ..... .. . .......... . ... .. ....... . .... .. ...... . ....... .. .. .. 1• . .. ...... . .. .. .................. . ... . .. 1 ............ !.?.??..?..
.....1.?..2±7 ... 2,022 .................... ʂ.;
C: iʃʄ .. ^.- . ······ .
..... ..1..>z.1..9. .. 264 259 269 269 2 54 22 22 23 23 22 ........... ........ ?.!.??..'.!.. .. 90 . ......................... !.?..?.?1. .... 88...··· ^· · ^· ^· ^·· ·-·· · ··· - · · · ֜. & ֛ . ?....1 56 ·· · ^······-·······-·····-······ . ............... ?-.. .. .'.!..?. ?. .. 132 . ....................... }.l,?:
.Q 129 ······ ..................... ?:
.? .. N?.ŭ . . 134 ......................... '.?. .• .9..7.?. ... 134 . .................. ??.?.?..?. . . 127 . . . 26 . ······ Berlin 2 7 . Bern 28 .
.....i3 · Ȥ£; ········· ............. ................... ..... .... H .. . ?..9.. ?. ... ..................................... . ^334 33 5 ,ü . . ?..§. ... 1 66 29...... . . ֩l'-1:
1: !1.: 1?.1?.:
r.: g ......... . 30. Geneva 31. AP.J.ý.t.þr: <:
i.9.: : 1:
.......3 2. Frankfurt 33 . .. .....P.Ů1.?:
.. l.i'.3.: ֶK ....... . EROPA UTARA •································• 34..... . 9..?P.Ů1.?: !1..§l: S.֪.ֳ:
......... . 35. Helsinski . ... } 6. Stockh()ȝ.1.!1 ..................... ........... ^. ........................ . 37 . London 38. ······ 6Ȟiȥ· · · · · ········· .
.......... 1..1.?}..9 .. . 25 4 22 . ...................... '.?.&2.9 ... 127 2 5 7 ........... 1. .. '.z.?:
.z............ . ......... . ... . ............... . ..... . ...... . .. . .. . 22 . ............ H.i..?.1.?. 1 8 334 28 . .................... ...... ?:
.. ?.. ?.. ?..?. ... 1 66................... ?:
.!.?..9..?. .... 1 . .. . ...... . ..... . .. . .. ....... . .. . .......................... 1 254 ............ 1..?.?.1..9.. ................................................................ . 22 ................... ?.i.֧.2.9 ... 127 2 54 22 ................ . ... ?:
. ?. ?. ?. . ?. . .. 127 · · ····· ........ .J..>.?. . . 1..9............... ..... . ........... . .. . .. ........... . ........ .. ... . 2 54 ........ J .. !.?. . . 1...9 .. 1 ............................................................• 22 . ............ ?:
.?..??1..9. 127 ........... ?:
.! .. 1. .. 1..?. .. 28 1 24................... '.?..'.?.: '.':
.?.0.: ±9. .. . 259 22............. . ....... ... ?:
.. . ?..?.?.... . 213 . ..................... .?.?._: !:
. . ·-····-·····-····-??:
... ........................... ....... ;
1.?.l.Z?.... 209 28 0 25 . .. ............. ...... ?.?.?±?... 250 . ······· · ^·········· · ^·"3 ii .. 2 6............ .. . .. . ...... N .•. ?..?.. ?... 2 5 6 85 83 79 103 101 105 10 5 99 130 99 100 130 99 99 99 110 101 99 259 1 2 1 1 ... .... . ....... . ............· .. ·. ·· . i.iE?..Rȟ: o': !,.P!:
: ': 'A...'.': cȑ."'i.: Ȓ .: : T '.: : tJ.ȓ- ''T'.L!}.i: l.T · · ···· - · - ·· -· · · · ··-- · -··- ·· - ···· ·· - · · · · ' ·· · -- ·- · · ....................... ··--·-·-···-·-·· .... ·--· ^- .. ···-··········-·•-----·--·-············· ........................... 11-····-······-·········- ... . .. . .. . .... . .. .. . ........... _ .. .. . ........ . ...... ............... 1 39.... . .. ?..cE.JfY.?....... . ........... 1..?..1 ^. .. ?.?.. 1 4 5 1 8 2,232 108 ....... 59:
....... . : Z.:
9.: gȧȦ·Ƞ·······....... ...!:
.. _.?..?.... 4 09 20 2.232 11 7 1 5 0 4 1 . Athens .....J . .. . ?:
?-.. 9... 158 20................... . ....... ?:
. .. .?.7.. .?. .. 1 . .. . ..... . .. . .. . ... ............ . .. . ... . 1 ...... 1_ .. 8 ..... .. 1 ...... .. . ..... .. ................. .. 9 ....... 1 .......• 4 ^2. Lisabon . .... ... . ....... .. ....... .. . ..... : !.?.. .?:
.9 ... i........ .. ......... . .. .......... . .. . .. . .... 1 ...... 6 ...... 1 .. .. .. 1 20 . .... . ........... ?:
.. . 7.. °.?:
............................................ 1 ... 2 ...... 1 ......................................... 9 .... 3 . ....... 1 4 ^3. Madrid . .. . ......J. .. . _.7..9.... 1 65 · 21 .. . ....... . .. . . ?:
.?.?; ?.?:
.... 1...... . ......... ...... .. .............. . . 1 ...... 2 .. :
. 3 .......................................... 9 ..... 5.,..... . 44 . Rome 1,45 0 200 45 ........ . .. ...... .....?-.. .!?..9..9 .. . ........ ..... ....... . .................. 1 ... 5 ... ' .. 0 ................................... 1 ..... 2 ..... 5.... .. . 1 45..... . ?ȡ.?gtȢȣ· · ······· ····· . · . : : : .: : : : .: x;
ʈ: $..?.: : . 1 51 2 o ·.......... . ...... J...7..֢.?...... . ................... .. ...... .. ....... . . ^1 ..... 1 . ... 8 ......................................... 9 ..... o ....... , 4 ^6. Vatican ... .. ... . ....! . .. . ?._.9... 177 22 ..
. . .. . .. ........... ..... ?:
/±?? .... , ............................................. 8 .. . · . . 6 ....... , ............................ 1 .... 0 ...... 2 ....... , EROPA TIMU R 4 ^7. Bratislava ·········· 4 · s · : ···· ··· "I3liC: ilare · ; ; ; · E ........ .. · · · ........... ..1...!.?:
.?: 1 9 1,86 7 96 . 99 86 NO. K O T A ATK (OT) Langganan Koran/ Majalah (Ekslempar / Bulan) Lampu (Bu ah) Pengamanan Se n d i r i (OB) Kan tong Diplomatik (kg) dalam US$) J a m u a n (OH) Ill Ȍ ral (4) (5) (6) 49 . .......... K ...... i .. e.... v ....................................................................................................................... . ........... 8 . ?. . ւ . ? N .. . .. 169 22............ .. . .. ! . . ?.?..?..?. .. . 50. M""Ɖ·Ɗm ........ . . !.?..'.±.'.±.Ŭ... . .. . ... 247 25 ..... . .... ........ . .. .. .. .... . .'.?.1.'.!._99.... .. . .. ... . .......... . ........... . ... ................. . , ......... si.... . .. . Prague .... J . . "pp9... .. 148 19........ .. . ..................+2§.9.1 ...................................................... 1 52.... Sofia.......J.?.??.Q..................... 48..... 19 ................. ? ' 9 . ?. . ?..... .... . .... . ................. . ...... ...... ...... ...... .. ,1 . ...... . ............... ..... . .... .. . ...... . . 1 53 . Warsaw ......... 1. . . ?.'.'.1:
'.'.1:
?. . .. , ........................................... 1 .... 7 .. ' .. 4 . ... . .. . , · 19 . .. .......... . .. . .. . ֤.1.;
§N.... 1.... . ................. ................ . ......... . ...... . 11.... ... .. ...... ...... .. . .. . ... . ............. . 1 ......... 54· : · ..... ·u·:
. · : ť·; ; ·: : : : · : : : · · .. :
.. . .. _____ : 3±և .. '±... 292 ʁ-------- Q .. .. .. ___________ 1 .. ֆ.?.J .... 1 . . ___ .......... .. ... . -.... cc...:
......... 11.... _,,,, ______ ,, .. ƈ .... Ƈ ... 1 IAFRIKA BARAT 55. lnȍ,1r1n: n· 56 ... : : .. IAbuia ................................. AFRIKA TIMUR 57 Addis Ababa..... . .. ........... . .. . . 58. Nairobi 59. Antanana.rive.... . .. ,......... ....... .. ...... ....... . " 60. Dar Es Salaam 61 . ·Ŧ.· . .. ii֗Ū: Ū: """' ..
. . AFRIKA SELATAN . ............ ............................. ........ . ..................... . .. . 62. Windhoek 63 . .......9ֱ.P.ֈ...T.s֑i-֒ .............. . . 64 ·.... . . 29.P.3P.: 456: t?7EK...... . 65.... . .. . -ַP\l.!9. .......... . 66. Pretoria ...... ..!.?.?.79 ... . ........... !.2.?!?.J.. .. . . 148 6.................. . .. . ... ?.!.'.=1:
1 ............................. . . J.i .. ֊......... ...... . . 12 ... .. ... ?. .. !.?..?..?. ... ,..... . ......... .. .. . ...... ............. . ..... ......... . , . ................ .. . .......... . ................
.......................... -.... .. ........ ?..1..Q .. ?..։ . ...... . ... .. ....... ... . .. . ...... .. ...... ...... 1 .... 3 .. . . · 2 ........ , .............................. 5..... . . 1.... . ............ ... ũ.!9.7.9. .... , ...................................................... 11 ................................. :
..:
... .. .
. ...... <.?..=9..9.... 5................. . .......... ?..1.'?.?i., .................................................................................................... .
......... ?..?..9.. ?.?... 5 .... . ...... .. .. . .. J.'..?..?..?....1............. . .. . ............. .. ... . .................. . 11 ...... . ..................... ............. .. . 1 ......... ..!.?..?.'?.?.. ... 128 5.... . ..............J . . !.?..?..9 ... 1...... . .... . .......... ....... . ........ . ...............11 .... . .. . .. .. . .............. .... . .............1 .. ........ ?. . . ! .9.. ?. . ?. ... 136 s............... . ........ .. . .. } .. 1 . ?.?....................... . ......... . .. ...... . .. . .. . .......... . ,f ...................................... :
.....
. ........ ?. . .. . =.'-1:
L....139 1 . ......... . .. . .... . ... . .. . ... . s...... 1 .................... ?. ?. . ? . փ 9...., ....................................................... 11 ............................................. .
......... ?..!..'.±.!?..֖ .. ...... ...... -........................ 1.. 60 6 ,,,,,,_,, ,,.... ...... ...... ...... . .? . . t??.9 . .. + .. .. .... . ... ................ .......... ......... .............. ....................... . ... . .. .. . ......
. ...... ?..1.k.?.?.... .. 150 1 ........................... 1 ... 0 . ......1..................k!..l9.9. . ................................................................................................... .
........ ?. . .. ?..9.. ?.... 149 6 ......... ...... . .... . 1. .. 1.?m.? ... 1 .. .. ...... . ......... . .............. . ............... ..... 11........ ........ . .... . ........ .......... ..... 1 ......... ?..?..'.?.?..?.. .. 150 10.... . ...... ........ ?.?..9..9..9. ... , ...................................................... 11 .. .. ........ . ....... . .. . ...... .. . .. . ....... . . 1 , ............................. 111 A ...... F ..... R .... I .. . . K . .. .. . A ....... . .. U..... . T ... ' . . A.... .. R...... A ......................................................................... ,.............. . .. ...... ...... .. .. .. . ...... .. .. .............. .. .. .... .. .............. .. ...... ...... .... . ... ............ ................. . .. .. .... . ....... .......... ............... . ............................ .....f .......................................... .
........ . 6: : : ' .. 7:
..:
......... ,l: A ... : : .k.Q.i:
e: -: : : rs: : . . : : : ...................................................................................................... 1 ........ . =.?..<;
9.... 140 6 1 .,815 68. Cairo . . J.֙.֚.??.... . 7.... . .... ..........} . .1 . . ?.?..?...i ........................................... . . 69 ... : : .. IKharcvurn........J . . '.?..?..9. ... .. 151 1..... .. .. . .. . .... . .. . .. . .. . .. 7 . .. .. .. J ...... . ...... ........ ..... . .. . ......֓.?.ŨŨ.֔ .. . . 1......................... .. . ...... . ......... .. .. .........11.......................... . .... . ........... . 1 70. Rabbat.... . .. . . 8.,֟?..9. .. .. 138 6.......... . J..!?..?..7. . . 1........ . .. . .. ... . .................... .. . .......... . . 11 .. . ........ .... . ................. . ...... . .. . 1 11 .
. .. . .. rʔ: i; ʀii... . ... J.?..?..?..9.... 132 6 ...... . ................ . . ?.,.!.?L .. 1 ...... .......... . ...... . ..................... ...... . . 1 72 .
.... . 1Tu1rn·m.1 ...... . J .. !. ?. . ?. . ?. ... 130........... ...... .. ... . .. .. . ... ... . .. .. . .. . .. .. }.?.: ?..!.ũ ............................................ : : : ...... . :
....., !ASIA BARAT 73 .Man8: 1t1._a.... ...... J . .. . ?..9p... 423 5 1.278 194 52 74. B a ghda d ...... ..J.?..?.."9.... 421 5.... ...... . .. . .. . 4:
..; ?.9.9... 194 51 75 .
. .. . . ·4 .. ; ·ŧŨũ: ; : ; "Ū'""'"'"" 1, 170 5 928 ....................................... 1""7 """7"""1'""""""""""''"'"'"" "","7"""'1 76 .
. .. . !Kuwait :
. : : : "): : : : : : i.fʕJ.:
' .. : : ..... 363........ ............... . ...... . s....... 1,469 1...... . .......... . ........ . ...... . ... 1 ...... 6 . ... . 1.......11.... .............................4 ...... 4.... . . 1 77 .
... . . 1 Be i ru t ....... J.1.;
@.9.......399 s . . ...... . · .. i: 574·· . 183 48 78 .
.. . ... I Doha.... . .. . ... 1. . .> . . 8.?..9... ........385 5 .. . ..............!.1..?.l .. ? . .. . .. ........... . .............. . ... .
.
.
.
.......i ...
.
. 77 ..
. .
....
.
.
.
. . .
· _ · 1 ..
. . :
. . ........... :
. .......... :
........ ɿ . .
. : ": "4""" · "7. """": : 79 .
.....
8n>.·§·LI?.: §L.13..9. 0............. .. .......... .. . .................. ... ....... .... . ....... . ........ . ...... l ....... ! .. .. ?..?..9.... ...... . 381 5 ·......... . . 1.?..7.. ?..... , ...................................... 1...1.... . s . ...... , ............................... 4 ..... 6 ....... , 80. ······ AnJ,.. ..,rn . ... . J.?..?.'.?9.... . . 399 5.... ................ : ?..t?..'.!..!.. . . , ...................................... 1.... . s..... 3..... . ,f............ .... . .. . .... . ...... 4 ...... 8 . ... . . 1 81 .
..... 1Abu Dhabi.... . . J .. 1}.7..9.. .. 408 5 ·..... . ...... . .. . .. J . . 1օ . . ?.9. . .. 1............ . ...... . .................... . 1 ... 8 ...... 1 . .....1..... . ..... . .. .. .............. . .. 4...· .. 9 ....... 1 ......... 32·:
. . .. . . Sana· a ....... .....!..!.. EQ_ ·---·--·-- . . -֎..'!-֏... 5 ___ ,. .... -.... -.... ֍/: l: ?..: 1'.L.1. __.... .. . ........................1..... 1 . . · .. 1 ...... 1...... _ .......... . _ ...... .. 4.· 5 ....... , 83. T..> rlrl: : ih . . .... J . .. . '.?.?9.......376 5 ........ . ...... . .. }..!.?.; ?.'.±........... . ................... . ........ . 1.... . 1 ......3 ....................................... 4.... · .. 6 ....... .
IM,,NȎȏȐ ...... . .. 1. . . !.E.9.. .. .. . 394 6.... ................. ք . . ?..'.l: ?.?. . . , ...................................... 1 ...... 8 ... :
. 1 ................... . ............ .. . .....s ..... o ....... .
... . .. IRivadh .. . ..!?.7'.?..<?.. . . 376 7 ........... ....... ! . . }7.. ?. . . 1.............. .. ...... .......... .. . . 1 .... 7.' ... 3 ...... 1 ............................... 4 ... . ·...6.... . 1 86. ······· r<'Ƌ""""',,1 ....... . J . .. k-n.9.. ... 399 5 · .... . .. ?..?.?..'.!..?....... .. . .................. . ................ 1 .. . . s . .. . . 3 .................................... . .. 4 ..... 8 ........ , 87. -ū· Dubai.......1. . . 1.E.9. . 408 s .... . .. . ..................... J,.'.??9.., ...................................... 1.... s.:
. • . . 1.... . ....... . .. . ....................... 4 .... 9:
..... , ................. !ASIA TENGAH 88. l'l'ac-h kPnt 89.... . !Astana 90..... . lBaku !ASIA TIMUR 91.
.... . i Beiiing 92. 1T-lAn"1'"'1nO' 93...... Osaka 94. : ·: : : · iTokvo 9 5........ . 1.Y.?.?..ֲ:
.1:
1.: Jt......... . 96. Seoul 97. . ..... ֕.1:
.9.:
:
gl.1.: §l. ..... 9 8. . .... 9.: ʐ.': 1: !.1.g,z.; _1:
.ʑ>.i:
..... . ASIA SE LATAN 99. Kab֘; tir··· ..
....... J.?..?..o.9... ... 381 1 ...... . ...... ....... . ...... . . 5 . ... .. . . 1 ........... . ....... . ....... ........... 2 ..... ,' .. 2 .... 4 ..... 4 ....... 1· ........... . ...... .. 2: ·2·44· :
. ·.·: : Ŭ: : .· .. ··: "·.-ŭ: : .·:
··Ů.-.-.·: : ů4.··: ··6·"""·. '.
....... }.:
.?..89. ...... . ......................... . ....... ... . . 4 ....... 1 .... 2 ...... i . ........... . ........ . .........5...... 1 ........ . ...... .. ...1. ?. . . 1. . . ?..9. .. . , .............................. 1.... ·...1 . .... s ..... o . ... . . , ................................ 4 ....... 6 ...... , ....... J.?.;
?..9. ... .. ............... ... . .......... . ...... . ... . 4 .... 3.... • .. . 9 ..................................... 6.......1 · .1..J..Q. 35 1 ............................... 1 ....... 0 ..... 3 ...... s....... 6 ....... .J.?..?..?.9.... ....... 346.... .
.
. .
..
.
.
..... · ......
....
.
. ...... .
. ..
..... 6 .. ... .. . .. .. ....................................... 2 ..... : L,2 .. :
. 3c.. Ű .. 3 ................................................. 4 ..... ·. 7 . . .....J..... . ... . .. . .. .... . ........... . 4 ...... 4 ...... .
..... ...! .. 1.֠.7.9.... ....... 346 6 .. . ...... ... . ...... . ...... . .. ?..1..! .. ??..... 1 . ........ ...... . .......... . ...... . .......... 4 . .. . . ·. 1 . .... . . 1 . .... .. ......... ............. . .. . 4 ...... s.... .. 1 .... >.?.? .. 79........... .. . .. ........ . -.............. 3 79 6 . . -............... -............... ?....9..?..?. . .. . .. . .. . ... . ........ .. ............. . ...... ... .. s.... . 1 ...... +....... ... . .. . .. . ..... . ...... .. 4 ...... 8 ...... 1 1.1.? . . ?9... 379 6 .; ?i.'.!..?..9. . . , ............................................. s:
... 1 ...... , ............................... 4.... ·.s ........ .
........ .! . .'.?.ְ.?.... . . 365 6.................. . J.?. .'.±..., ........................................... 4.... · .. 9 ........................................ 4 ...... 7 ...... .
........ !.1..'.?.79.... .. 361 6.................... : ?..!.?..$.'.!. . .. 1 ............................................ 4 ..... 9.... . . jf .. . .. . ... . ... . ... . .............. 4...· . . 6 ....... , ....... J.?..?. "9.. .... 346 6.................. .!.!.; ?,; ? . . 1 ........................................... 4 . .. · . . 7 .. .... 1......... . ... ........... . .. ... .. 4 .... 4........ 1 .. ..... ..1.:
?.?..?..9........ . 346 6 .................. ?..?..?ű.?. ................................................ 4.... . 1 .............. . ......... . ...............4 ...... 4 ...... 1 1 ,120 50 6 ......... i}jֹi's· 65 89 1dalam. US$) NO. K OTA (1) (2) ATK (OT) (3) Langganan Koran/ Majalah (Ekslempar / Bulan) (4) Lampu (Buah) (5) Pengamanan Sendiri (OB) (6) Kan tong Diplomatik (kg) (7) Jamuan (OH) (8) 8 0 110 100 . Teheran 1, 64 0 , .............................................. 6.... a....... . , .............................. 1 ....... 1 . .. ...... .. . .. . .. .... . ..... . . ŧ.&?.9...1 .. .. . ...... . .................... . ............ ......... , ............................................ 1 1o1. ^···· c010ƌh0············ · ·········· ······ . . .-. -.-.-.-.-.-.-.I.5.?..9 :
-. 44 5 . ................. . .. . .... . ...... .. ն . . 1. ± 2 . ?. . . 1 ....................................................... 1 .............................................• 5 ^7 78 5 ^8 79 10 2 . Dhaka .... . .... 1. .. !.E.9... 45 5 ....... . .. . ....... .. . . 1..i .. ?..?.չ . .. 1 ..................................................... ,, ............................................ 1 10 3 . Islamabad ...... .. . !.,,.'.??.9.... 45 5 .
. . ..... . .................... . . "! .. 1..'.1: } .. 5 ^8 79 5 ^8 79 10 4 ^. Karachi .....J . . 1.?..'.?..9. ... 45 5 ^·........ . ........ ^. ........ . .. . .. : ո .. i .. ?.± ^?. .. •····· ^· ················································•i···· ....................................... ^. 1 5 ^9 8 1 10 5 ^. New Delhi 1,1 7 0 4 ^6 5 . ···--·-·----ƛ1}ƍ .. ?_1 . .. ........ .. ............ ... _ .. .. .... ............... 1 ..... ........................ - ..... .. .... , 10 6. rvruպac .............. _ ....................... _________________ --#-$%-&TT?.-.<?.:
4 ^6 s.... ... . ..............Ɯ&?..?J. ... , ......................................................• , ............................................ 1 5 ^9 81 ASIA TENGGARA 75 8 3 l 01. : : : ?Ǝ: : Ɵ: Ƣ; T.:
: §: ƣl.I: : f.: 3-Ơ: Ə ^ƤƐơ: : : : : : . ^: : : ····· ····· ·· · ..... J.?..1..ֵ?.9....t···......... ...... .... .. ..................... . . 4 . ... 1.·.... ... , .............................. s .. . .. . . 1 . ^.. . ^..... .. . ^. . .. ... . ^. . .. . ...... . .... ^. .. . 1 .... ,,. 3 ..... s .... ' .. o..... . . 1 ...... ................................................. +·····················-·····················I 75 83 108 . ... !?.վ.Si.<.:
?.!........... .J..!.1.7.9. . . , .............................................. 4 ...... 1 . ...... 1 .. . .... . .. . .......... . .. . .... s ....... 1 ...... . .. .. . ........ . 1./:
!?.9. .. , ...................................................... 1, . ... . .... . ....... . .... .. .. . ... . ............ .. 1 75 83 10 9.... 1.?.ָY.1: 1: ?. ... g.i.սY.......... ..... ŧ . . !1..7..9. 4 ^7 5 982 ,........ ......... . .. . ..................... .. .. . .... ... ....... ....... .. . .............. . .. . ........ 73 8 1 l l 0. Hanoi .. .....} . . ?.} . .?.9..... 4 ^6 5.................. . ............ }..t.1..7..?J. . .. -1 .........••..• .••••.••.••.•.......•.............•..•.•.. . , ...•...........•..••....•••.•.•..•..••..•••.. 1 111. ^···· 1i; ···cb: T ^. M ^iili1·········· .. ··· ·· . .... . . J._, __ E.9... 4 ^6 s .... . .. . .. . ... . .... . ........... . . i..?..?.: ?.?. .. . 65 8 1 6 0 66 11 2 . ····· JoiƝ0·1: ··i3·; ; ; : hƑƒ ^············· ···· ... . .J.,,. _.?.9.... 37 971 ^·······················································ll············································I l.1 3 . Kota Kinabalu.... . J.?.}:
.?9..... 37 4 . ... . ........................ . . ŦJ..9.?..?! .. . 6 0 66 62 68 11 4 ^. Kuala Lumpur.... . . J.!.? . . 1..9.... 38 4 ·.... ....... . ... . ... ..... J.i .. '.?..?.ռ . .. i· ^················ · ^·····································•i············································• 11 s ^. . ... ·M¬; ; -iiƓ···...................... . .......... .. .. . ........ 1..,,} . .?9... 4 1 s..................... ..!:
. '.9..?..?. .. • ....................................................... • · 5 6 0 l l 6. .... .1.'..տ?..֯.1.1.JL....... . ......... 1..1..!:
7..9. .. 3 7 4...... ·······........ . 1.i.1..?.. ?. ........................... ····························I 62 83 66 69 . ........ . 117. Phnom Penh ....... .J..! . . 1..7 9.... 39 4 .
............... . ............. '.?..i.9.? . . ?. .. , ....................................................... 1 11 8. SingȨpore........ ... . 1.-'} . .?9..... 4 ^9 5 . . ....... ?. . . >.?! . . շ . .Z. .. -1······-······················-····-·······-·-····,•·······-····································• 78 87 75 11 9 . Vientiane .. J.!..?!9. 4 ^7 5.... ................ Ŧ!..?.?..?. . . , ................ . ....... . ................ .. .. . . 83 74 1 2 0 . Yangon ....... .. ) . .>.! <?.... 46 5 98 1 •·······················································• 1 2 1 . · :
: -. ɽ-.?.. ɾikFE...--____.... . ..!..?.... ?.9.... 4 ^7 s .... . .. . ..................... . ...1.:
1.«.?..9. ... , ...................................................... • 82....... . .. .. . .. 75 83 . . 6 0 1 22 ^. Kuching . .. . ... .. .. . !.1.. !.?...9. .. 37 4 .... .... . ...... . .. . .. .. ........ ....1. J..?.?. . .1-... , ....................................................... , ...... 123': ·ɹɺ- f: ; a......................................... ................................................................ . .... . } . ^• J?..9... 37 4 .... . .. .. . ...... ...... ........ ...... !.!..H.'.?..!. .. , ........................................................• 66 ASIA PASIFIK .124 . Canberra. 1 25 . ^····· i5¬1: ; fn······ ···· 1 26. Melbourne 1 27. Noumea 1. 28 . Perth 6 0 66.... . 1 23 92 ....... .J. . .. ?..?..9... 6 0 ...... 2 9 ............................ ?..1 . . 1. . . ?.Ɣ·-·1························································1············································1 ............................................ 1. . . !.'.?..'.?.9. .. . , .............................................. 5 .... a .........• · 6 .......... ջ.?..?. ^? ? . .. . , .....................................................•............................................• 1 23 92 1 23 92 ... J.1.'.?.?9. . . , ............................................... s .... 2....... . , .· ... · . ^· . · . · .............. ...... . .. 6.... .. . 1 ..... . ................. . ...... ?.!?..?..?. ..•.................................................... , ........................................... ^• 1 33 67 12 3 9 ù ......... }.1..?.?.9... 5 5 ,ú 6 . .. . .. . ... . .................. . ... ƕ.!.?..«.Ɩ····t··································"··················t············································I 1, 22 0 'L. 6 2 ,568 - ^. -.- ^. -ր.·.12.2.·; _ ^·ց. - ^.-.-. - ^. rorf'Moresbv . .. . ...... . ...... ^.. .. ^. ^. ^. ^. . ········ · · 1 3 o. . ...
§ Y. ^4..ii- ^ʒ)L ^.: : : .... ._ ................ ^. ... ^. ... ^. . ^.. .. . b ...................... Ɨ-- ^- Ƙƙ.'.'.'.'.].'.;
2.2.'!I° . ^· 5 ^0 t ··································T; Mz·•········· .............................. , ...•• :
;
.. .,, . .. ...... . ............. ......... . ; , ... ƅ:
... , ........ ..!.1..!..9... 5 ^2 E . ......... ...... ........... . ........ j'J()(j" 1 3 1 . Vanimo ········1'3·2·ƚ· --- \v.Ii..foi.!. · ʓ----............. . .. . .. ....... i."3.3: Suva ······T34·: ······· biiiC............... . . r , , I ȋ I 1, 22 0 5 ^0 E ........ . .... . ............ 6.ij>i·t······································: : .:
. :
:
... ii ................................ :
.. : : : : . ... , ' 2 3 ' )...... . .. .. . . ......--I;
.ɻɼL s 2 ........_.L?..+cL, . ... .. ............. . .... . ............ . : : - .. Ɔ:
: : . ... 11 ........•.................•.... : c· . . : : : : .... 1 ............ ·· .................. ······· . -.· : : : - . ·: 3:
^: -.1.-$.. ƞ.: : · : :
._: ^: : ^: : : ^:
^: : : ^: : : · . ^: : . ^: : : . ^: : ^: : : ^: : : 1: -.t.4.i :
: ^l······················································ll·············································I 1 4 86 7 88 20.2 Pemeliln1raan, Pengadaan Inventaris Kantor, Pakaian Sopir/Satpam, Sewa Ke n d a r aan , dan Konsumsi Rapat Pemeliharaan NO. K 0 T A Kendaraan 8,528 ·· 3 · ; "3 · s x· · ···················s·; ·520·· · ^· · ^·········· · ^····· · ^··· . ^: ^··· . · .- . · .. · . ^. ·.·.·.··.:
. .-. ^· .:
^· .·.-. ^· .· ..
^.
^:
.... ^.. . ^.. ^.. ^.. ..
^:
.. .. .. ... ^. . . ɳ.-;
?..s.i. :
.-.-.- 9,408 . . ................... . .... . .
.
. .. .
^. .. . ^. . .. .. .. . .
.. . · . · .- . . հ .. . · . .. .. . .. . .... . .. .. ............... .. ?; · 9_0,_:
"_" .. 9,408 ... ^. ................................................... ........... ^.. ............................ ·?.; +@: ^:
· .. ..... .............. ...................... E?.!.?.. ?.: L ................... Atv1,J3: R.. l>fl:
. S..!LȘA,Tf.J\l .... Gcdung (m2/Tahun) 10.... . . :
.?.g?.Ȉ.a.. ...... 8,529 63 11. .. .. B r.azilia..... .................. i"6)5: : i9.. . ........ ······················· ifa .. 1 ^2. 13.<>.Ȁ.'1.(lȁ .. '.\ɮ-ɯ<l .............................................................. • . ·..... ... .. .. .. .. ^.. . .... ^. .. )).o .9.." ....... ..1..3..:
..... Caracas.............. . ... . ... 9..?.'1-9.. ^6 .. 7,562 1 ^5 . ... .. .. .. . . s.·ɰii..ɲg.".".<: I.".".<: : : h 1.ɱ· . .-. .... .. ^. ^. ^. . ...... . . կ . .. . ^. .. . .... .. .. . .. . .. . .. .. .... . ձ..." .. 13."; ·ճ-ղ . .- . , .. · .............................. . 16. 9: t: i: ǷǸ?. ................................... .!?.?..1.9. .. ... Fl..:
. . . _L ^i .1l1.8:
.. .
. .......... ......... J!:
f: <.9.J.: fl:
J?.'.\gǶ T ........ Ȕ..1. .. :
... Y.. i.i:
Ȇȇ!.l.1:
... 13,692 22.....J?.r.uȉ.Ȋ.<: 1:
.... . .... ·· . ...... .......... .. . . i.3">i3·4·· 23. M arseilles ····································· : : : : : · : · : : : : · : · :
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : ·.: : : : ·ɷ?ɸ?.sX: : ·· 24. Paris ........ '.2..ǵ.: Berlin 26. 27. 28. 29. 30. 31. Frankfurt ............. ...... . .. .. . .. ..3.?:
...D ^e _n . . Ha.a.: g .... EROPA UTAR.A ...... . .... . ... ..................... . .... . ........... ............ 3..? .'..... . C ^o pe,r: ih,a.g ^n .... 34 . ......t!.l i,1-····· 35. Stockholm "' " . '.................... ..... 36.:
. ^_Lo11.c!on . . 37. O ^sl o .... .... .......... hǹC>?.1.\ ... ǺhL.!\Tt\ǻ ... 3 ^8...... մ-"յ:
£0.SY.O. .... . ....... Ǽ.9..:
....1: 1 gȂ: șl:
.... . ...... Ǵ9 ...... . . 1..t.1:
Ȗ.1.1.13 ..... . 41. Lisbon ··· · ·4·2: ·· ··· : i-.1adricC. 43. Rome 44. : sɴ·ɵgi; ʖr: : : ······· 45 . ... .Y. ȃȄ!.i.ȅ1: 1:
1:
.. EFWPATIMUR 46. ^. . B; : ; _{ ^. ti·la ................ ......... . .. . . 4 7. Bucharest.... . .... . ... . ...... ...... 4.8:
.. 49. Mo ^s cow.................. . ............ !5.9.'...... 1'.: r: ǽ{Ǿǿ .... .... . 5L...Sofia ........ ?.2.:
13,434 ...... ................. Tf ^i"76 ...
.. . ........ "jj )fr · 3 ·· .. .. .............. . ......... : : : : .: : x§_; x±t.:
63 Pengadaan Inventaris Kantor (OT) dalam USS Sewa Kendaraan Pakaian (hari) So p ir I i- --- ....- -'- ....., ....- -- --1 Konsumsi S a tparn R a p a t (Stel) Sedan Bus Mobil (OK) Box 361 . ...... ····3·45· · · · · ··· ·· · ·· · · 3 · 6 T 361 336 9 327 · · ^·· · ·· · · · · · ^··2 6 ^· 4 ·· 350 418 46 . ........... <)""".... . .. .. . . ·····- ···· 3c; 7 ··· ··············· ·; i{iT 500 s oo · · · · · · ·· · · · · ·· · · 5 0 0 · · ............. ··········· 5 · 3 · .. 15 ^. . .. . .. .. .... .. ^.. ^ . ^+ ^- ^.- . ^, ^.-- · . ^: _so " b _" " . .. ....... 5"00" ............. s o o.
"86o"" . ····· . . " ^"""6oci........ .. .... ..... io . 12 775 ·· · · · · ·· · ·· 4 5(5 " .............. "39i" " ... . ......... 466"" ... ······519·· 69 9 616............. . . 29'0" 250 ........ . ...... ȗ: frfr)'' 370 ^.. ^. ^. ^.. ^. ^.. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^... ^... 4'1"'' 9 9 . .. .. · ···32 4 · ..... ·······26 "( ······ · ·······3·5o" 413 .. · · · · · 4 · ('>""" 755 695 ·· · ···· · · · ·· · ·· · 5 · -32· · · 702.... . ...... . . 835 ···················7ɶfr· 353 781 330 ......................... 63i"" . 309 ··················· ..... 53·1 .. · · · · · · · ··· · · · · · "3 · 0 9 ·· 631 309 ·· · · · · · ·· · · ····· · · ··· · ···c·S"Sf ·············337·· ... . ···············"3"1"5"" 259 223 318.... . ......., . 293 ········· ·· ······ 300 "· ··· .. ··. 300 352 242 262 265 287 250 314 472 275 275 596 3 ^87 275 ............ "3.sa·· 353 .6. ^4 .s...876 596 ············ao6·· 585 791 · ·· · · · · · · · ··· ··50 2 · · 814 717 ····959 . .. · · · ··· 5 · 13 5 ··· 510 577 654 505 ················5·05··· . . . 800 · · · · · ·· · ·· · · ··5 /i"(; · · .............. 663"" ................ 6.ifo""" 710 54 50 49 50 . ......... ..... .. 6 ^o """ ·············································+-·····················-·······+ ········· ifs ·· · · · ·· 2 · 52 · · · 250 663 ! · · ·· · · · · ·· ··· · · · · · · · · · · ··· ··· ··· · ! ................. """3"1"5"" ·············; 2"59·· .•..................................•............. ....... 304_ 251 ·············7"io · . . ····· 5.fr; "" Pemeliharaan Pengadaan Pakaian Sewa Kendarnan (hari) dala.rn USS NO. K 0 TA Kendaraan dinas (Unit/ lnventaris Sopir/ i--------' ^Konsumsi Ra pat (OK) (l) ( ' ) . ... ƌ13.IƝ<.!....13-.ǣl.: ǤI/...Ǣ .......... ..
...... 9..L.... . . YJ.: Ɨ1:
9.b.<: >.l':
ls ..... . 62 . .....Qi;
P.^ .. Tc.>DZY!.1. ........................ . ...... 63':
... . 0..0..1.ǭ8.:
1.!1.Ǯ13..ǯ.l!ǰK ... . ........ <?.Ƌ.:
... . ¥. . H P.: ti:
<: > ...... . ....... ?.Ɖ ...... . . ?.r.^.t.9.r..i .8.:
...... . Gedung (nl/Tahun) Kantor Satpam (OT) (St el) Sedan 500 . . """""'3'50" .. . .. . ............. ƈ . . 1..0. .. 304 ' ^""""" 2 ' 5 ' 1 ' Bus .. /.: -ii Rii<'A . . u'f.i-\R.A ... . ..
. . ........... . §.'9,': · :
^· : : : 'i.J.iii.'i.i.' ^. '.'.'.'.'".' ^. '.'' 67. Cairo .. """"""ii5; 7'6'6"' ............................... · .......... T2·; ·09i' ................................................... ... 342 ^. ^.. ^. ^.. ^.. ^... ^. ^. ^. 2.i3'T ^.
....... '329"' . .. .... "; i"i i'. .......... j5-: ^ ......
.. . · fSf.t ^a r,t9tƕƖ1.1. ... . ........ §?..:
. . .. . -ƒƓ1?.1?.a.: Ɣ .... .......................... .. . 70. : ri:
ro.H .. ..... ^. ..... ^. . ... ?...:
.... ?.\ǩ1.1..iǪ.i.'3.:
....
.. : : : fr Manama 73 ^.
... ·safih<la<l .... . . ·7; : r .... p; ; 11i: n ^· ǥǦ ........... . . : : : : : .: ?.: Ĩ: ĩ. ···· "Ku·ǡit . .. ........... .. . ................................... . ^. ....... 7 0 . ^. ^. ^. ^. ^. ^s· e1: ; ; 1:
. ...... ·ff ^. ^. ^. ^. ^. ooha.... . .... ............ "78·:
.... Da ^m ascus ........ ,7'9·:
.... . x1; ; : a .........
...... ^. Ɗ ^9.:
.. . .. p; l)·; ; . . 611 ^i.·i: ; -r ......... s 1.... . . · sa - Ia ^; a .. ^................ ifa·:
... · Jecicia11 ........ ..
Muscat ........ 34 ^· : ^..... · R: iY: a ^. cii ^...... ^.......... 8 ^. iC.... . i's.'tĪi; b..L.''_' .... .'.'.''.'.'.'.?.. ^Ħ·: ^.. ^. ^. ^. ^Dubai . /..ƍ.! 0. . .. ±ġ. Ģ .Q.f.( ..... ^. ......... ^. ...
. .. ^..... . iff:
^. .
T ^a.Ƙ . ^!1.1.ƙ .ƚ-1ƛ!.... . . ^. .... 8·s·:
^.... A ^st ana : : : : .: : : ĥ?.:
... . ƎƏ1.ƐƑl ........
...................... .-.f8·: ·!........ .. ·.................................. .. . ..... . ·· ······'io·; is·4·· ............................................... ... .. ................. i.'9.A. 1..'.?. .' ..... ^. .. ^. ... ^. .......................................... .
. · ...... . ... .
. . i' ^i ): ; 60 ..
. . ............................................. . .................................. 1 '"'""'3()'1' 248 .. ......... """'2137'" . ""'""'23'6"' """""'"'"" ''.2' 75 " . "'"'284. .. ..... "'2'34'' ................................ ?!.:
$" . 503 . . '""""566" 404 401 275.... ""ii)fo'O'' ... ................................................ .................................. . " ^" "'""""" 1"6 ) 5 ' 22 " . . 3'67" .. . .. ..
.. ....
..
.. .
. .. .-... ·.-2·50.·.- "' """ ^9 ǧ 9 ^i 6 ^' , .. ' ..... · . . · .................................... , ................................. 1. 346 275 · · . ...... .....io',s.8 ^9............................. 474 . . · · ·.... 3so.. · · · ... . .. . . 2.7"5". .. .. ^.... ........... . ^. ^.................. . ^... .' . ! § ;
. ģ- Ĥ - ^? -.....
. ................. 4.fa" . . "'"'""' '3 ' 67 " ...... .. ...... . ...... .... ....
.... ??.if .......... '.2'8'5'" 10,399 453 363 275 350 . : ^· : : : .... . .. : : j"C5,; _ħ$.9.": ^·.... ...... . . "'"'; i'74" 3 ^8 0 ^.. ^. .. ... ^. '""'27'5'. . "'"3'50" .
. ...... ..1.).1..1..0..Ǭ... 4 ^' 84 ^"' ^. 38 ^9.............. . 275" """""'""35'6' ] 0' 154 442 '"""'"'354'" .... "'"""'.2'5'6.... . '"""""' 30 0 " ......... ...'.'.'.'.'.'.'.'.'5"9 .;
?.?.I...........44-7" 35 ^9 . .. . ... . ... . . ,ifs...... . ...... '3sc5' 10, 766 . .. ....... . .. . ...... .. . .. . Dzi(jg"' .. ...... . .. . .. . 3 ^. 7 ^' 6 ^" . .. ^... ^. ^.. ^. ^"" i ^ii" 35Ci" .............. : 1'0; 27·7" ^· "" ^2 ' ^; 7'5' " 534 . ...... .. ... .-.x . ĭ_; _s..?.9.' " . """"'""'.2 75 " "'" 35 ( )" 11,133 2.7.?. .................. ?.. ^5 . ^0 ............ A.S..It.TI.r.v.1.Y.l/ ............................................................. , 90. Beijing .. ·9i.......8; ; ; .; : gk.o.Ǩg ....... .. · ..... . 9. '.2': ' . .. .. . ·osaic ........ ...... . ....... 93·:
... Tokyo ........ ..
.... . b ī ' ?.'Ĭ&5;
b..ii. ' .'.'.'.'.'.' ^"" ................. A'SiA...sF.iLl'f.f\i\i .... ........ Ɯ)8': "'"' .K:
iJ.9'Z .r.-.-.-..
. ...... . .. .. . .. ..
...... 9 · 9 · :
......T ^ehcr an ..... io'if . .. . c0T0dz'G'0 ..... ...... i ^oi ':
.. ^. oh: ai(a...· · ·...io2'... 1si; ; ; : r!; ǫ1J'aci"" · .. ..... .. 55· 97 63 72 .. . ............. 72" .. .. ""''"'28i ""'2'8i """""9'"' 287 134 """]'3'4.' 63 63 """' 9 ' ""'" 29"i- ' ................... 9 .. ........... . """'.2'9'4" 137 137 ........ : fo'i'" 1 40 301 301 . . "'"'"'2'9'4" . .. """"'"""'" 2 9 4 " . ^.. '""""'i'ii'i' ' . ........... . ....... . ...... ...... ... 240 . . " ''i"i2'' ............... . ...... .. . ...... .. . .
...... . ....... . . 2 ^4 6 ^" ^'''""'""' ] ^" i: 2' ^" 240 112 3 J 4 J 46 '"'"'5' ^ifa"' · · .. . .. . . '3'o'i'.. .. ........ "140 ·..... .......... . · s3·9 · .. "'""2i;
^. . ^. ^. . ^... ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^.. ^. ^. ^....... ^..... . . • ^.. .. .................. 3 ^. oi. ^.. ^· ^.. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^. ^.. ^'i"fr>............ ·5·3·9 .. . ....... .. ""': i4'(>".... . ... i i'2 . .....""43o' 112 430 Mobil Box (11 Pcmeliharaan NO. K 0 TA Kendaraan G ed un g Halaman dinas (Unit/ (m 2 /Tahun) (m ^2 / Tahunl Ta ^h un) (1) (2) (0) {4) {!: >) ASIA PASIFIK Pengadaan Pakaian lnventaris S opir / Kantor Satpam (OT) (Ste!) (b) ( /) dalarn USS) Sewa Kendarnan (hari) i----.--.---f Konsumsi Sedan Bus (8) (9) Mobil Box (10) Rap at (OK) ( J l) ..... 'i2s·: ^·· canbe ^· i: r; : ^······ · ·················· ·····················9)535· 12 ) 334 ^·············2·cfo··· ··················c; 00"· ·:
· . · . · . ^· . ^:
· . · . · . ^- . ^"3Ņļ"3·· · . ^: : : ·: ·.-.-·; ,·?Ofi.."." 29 12 ^4 . ^... "j)Ľľ-ĿŇň"j"; ; ···· . ......... .. .. ^......... ..... ... . .. .. ..... .. .. ^. . ... ?." ;
"$.." ? .: ŀ ^· . .-•····································7····2······•················· .. ···········)····•························ ·334 .. ·············i"s·6·· ... ............ 6 ^66 923·· 2,883 :
. ..... . ......... : · . · .-.-.............
. . 2 ... .... 9 _ """ ... : ······i2s·: ····· TY.reiG·01: 1·Ł; 1·; : ; ····· 9,585 12 334 156 600 923 ·········2·; ·sa: 3"· 29 ·····126·: ·· Nou; nea······ · · · ·· · ·· ················ ················"1"0·; "3"59· 12 ················ ······"36T ·· ·······"iess·· ·················c; 43 ··············99f · .........łJT.:
: ·····························4····s······· 121. ^··· P ^e rt h............ ... . ..... ........ .. . ......... .... . ........... ...... .. .. _ . .. . . .. . ^.... _ ....._ . . . _ .. _ . ^ . ^ ... _ . ^. . ^ ?..";
"?..." §.·: : ; 3 334 ^··············i"s K ^········ ·········efo· o ^.. 92 ^3 2,88 ^3 •............................ 2.... 9 ...... ^• ······i2tc: : .. ??.Ǘǘ...fyl.?.Ǟǟ-Ǡ-?.Y....... . .................... ?..i.?..<?.<: >... 3 2 ^1 149 51 s ············· s"B "s·· : : : : : : : : : : ?.: ; : zĠt.: : •............................ 2 ... . s ......• ....... i29ǖ . .. . ǚYǛ.·ǜǝY........ . ................. ?.?..?.?..!?... ; 9 ·························334·· ················is·6· ················600· 92 ^3 .. ... .. ^'.?&?. .? .. ^. , ............................ 2 ... 9 ..... ^. , 13 ^0 . Vanimo 9,197 A 321 149 575 923 2 , 7 6 7 +···························2 . ... s ...... , : : : : : ^: ?. ^I: : : ^Wi.fffrj ii.t.9: Ń: : : : : ^····· · · · · ...................... ^. <i; ^·5· 3 ^5·· : ; 334..... . ... ... .. J..!'&.
. .. 600 ^"· 92"3 ... .......... ; ; x; · 33 3 ^·· 132. Suva ·····3·; ·907·· '· . .. . .. . .......... . .... .. : fiT 145 ··················5w· : : : : : : : : : : : : : : : §: $?.: : ········2; 679·· •.......................... ,2., .. 1..... . 1 : . ··.·xʼnI .:
P.mc: : ···· .. . .. ·: : . ···: : : · .: ·· ... :
. :
:
: : : .: : : : .... .: <=E:
F5.T:
7B 9 : ·: : : . ^: : : .: : · :
· .. : : : : : · .?xņ · . ^........................... Ef . ................... . ........ . · .-ń?.: : ................ ?.??. . ^....... . ^.... . .... Ǚ;
........................... . 2 . .. . 1 ..... ^• PENJELASAN STANDAR BIAYA MASUKAN TAHUN ANGGARAN 2017 YANG BERFUNGSI SEBAGAI ESTIMASI 1. Satuan Biaya Transportasi Darat dari Ibukota Provinsi ke Kota/Kabupaten dalam Provinsi yang Sama (One Way) Satuan Biaya Transportasi Darat dari Ibukota Provinsi ke Kota/Kabupaten dalam Provinsi yang Sama merupakan satuan biaya untuk perencanaan kebutuhan biaya transportasi darat bagi Pejabat Negara/Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI/pihak lain dari tempat kedudukan di Ibukota Provinsi ke tempat tujuan di Kota/Kabupaten tujuan dalam satu Provinsi yang sama atau sebaliknya dalam rangka pelaksanaan perjalanan dinas dalam negeri. Cata tan: Dalam hal Satuan Biaya Transportasi Darat dari Ibukota Provinsi ke suatu Kota/Kabupaten dalam Provinsi yang Sama belum tercantum dalam Lampiran Peraturan dimaksud mengacu pada mempertimbangkan prms1p kegiatan. Menteri ini, harga pasar efisiensi dan maka biaya transportasi (at cost) dengan tetap ef ektifi tas pelaksanaan 2. Satuan Biaya Transportasi dari DKI Jakarta ke Kota/Kabupaten Sekitar (One Way) Satuan Biaya Transportasi dari DKI Jakarta ke Kota/Kabupaten Sekitar merupakan satuan biaya untuk perencanaan kebutuhan biaya transportasi bagi Pejabat Negara/Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI/pihak lain dari tempat kedudukan di DKI Jakarta ke tempat tujuan di Kota/Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota/Kabupaten Bekasi, Kota/Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kepulauan Seribu atau sebaliknya dalam rangka pelaksanaan perjalanan dinas dalam negeri.
Satuan Biaya Transpor Kegiatan Dalam Kabupaten/Kota Pergi Pulang (PP) Satuan biaya transpor kegiatan dalam kabupaten/kota merupakan satuan biaya untuk perencanaan kebutuhan biaya transportasi Pejabat Negara/Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI/pihak lain dalam melakukan kegiatan/pekerjaan di luar kantor dalam batas wilayah suatu kabupaten/kota (pergi pulang) yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas kantor/instansi dengan ketentuan tidak menggunakan kendaraan dinas. Satuan biaya transpor kegiatan dalam kabupaten/kota tidak dapat diberikan kepada Pejabat Negara/Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI/pihak lain yang melakukan kegiatan dalam komplek perkantoran yang sama. Cata tan:
Untuk kegiatan dalam kabupaten/kota yang memerlukan biaya melebihi satuan biaya yang ditetapkan (termasuk moda transportasi udara dan/atau air) dapat diberikan secara at cost.
Dalam hal instansi/unit penyelenggara tidak memberikan satuan biaya transpor kegiatan dalam kabupaten/kota, instansi/unit pengirim dapat memberikan satuan biaya transpor kegiatan dalam kabupaten/kota.
Khusus Provinsi DKI Jakarta, yang dimaksud kabupaten/kota adalah meliputi kesatuan wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Barat, dan Jakarta Selatan.
Satuan Biaya Pemeliharaan Sarana Kantor Satuan biaya pemeliharaan sarana kantor merupakan satuan biaya pemeliharaan yang digunakan untuk mempertahankan barang inventaris kantor (yang digunakan langsung oleh pegawai, khususnya meja dan kursi), personal computer/ notebook) printer) AC split) dan genset agar berada dalam kondisi normal (beroperasi dengan baik). Un tuk biaya pemeliharaan genset belum termasuk kebutuhan bahan bakar minyak.
Satuan Biaya Penerjemahan dan Pengetikan Satuan biaya penerjemahan dan pengetikan merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya penerjemahan dan pengetikan dari naskah asli ke dalam bahasa yang diinginkan.
Satuan Biaya Bantuan Beasiswa Program Gelar/Non Gelar Dalam Negeri Satuan biaya bantuan beasiswa program gelar/non gelar dalam negeri merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya bantuan mahasiswa program gelar/non gelar dalam negeri bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang ditugaskan untuk melanjutkan pendidikan Diploma I, Diploma III, Diploma IV atau Strata 1 (S 1), dan pendidikan Pasca Sarjana (Strata 2 (S2) atau Strata 3 (S3)) yang terdiri dari biaya hidup dan operasional, uang buku dan referensi. Biaya pelaksanaan pendidikan ditanggung oleh Pemerintah secara at cost sedangkan untuk biaya riset program dapat dialokasikan bantuan biaya riset sesuai kemampuan keuangan Kementerian Negara/Lembaga . . mas1ng-masmg.
Satuan Biaya Sewa Mesin Fotokopi Satuan biaya sewa mesin fotokopi merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya sewa mesin fotokopi analog dan/atau mesin fotokopi digital, untuk menunjang pelaksanaan operasional kantor. Satuan biaya ini sudah termasuk toner dan biaya perawatan untuk pencetakan sampai dengan 6.000 (enam ribu) lem bar/ bulan.
Honorarium Narasumber /Pembahas Pakar /Praktisi/Profesional Merupakan kebutuhan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan honorarium narasumber / pembahas pakar / praktisi/ prof esional yang mem punyai keahlian / profesionalisme dalam ilmu/ bidang tertentu dalam kegiatan seminar/ rapat/ sosialisasi/ diseminasi/ workshop/ sarasehan/ simposium/lokakarya/ focus group discussion /kegiatan sejenis yang diselenggarakan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Untuk kegiatan yang diselenggarakan di luar negeri, narasumber / pembahas dikelompokkan sebagai berikut: Narasumber /Pembahas Narasumber /Pembahas Pakar /Praktisi/ Kelas A N arasumber / Pembahas Kelas B Profesional yang disetarakan dengan Menteri, ketua dan wakil ketua lembaga negara. Narasumber /Pembahas Pakar /Praktisi/ Profesional yang disetarakan dengan duta besar luar biasa dan berkuasa penuh, duta besar yang menjabat kepala perwakilan, pegawai negeri Gal. IV/ c ke atas, perwira N arasumber / Pembahas Kelas C - 117 - tinggi Anggota Polri/TNI, dan anggota lembaga negara. N arasum ber / Pem bah as Pakar / Praktisi / Prof esional yang disetarakan dengan pegawai negeri Gol. III/ c sampai dengan IV / b dan perwira menengah Anggota Polri/TNI.
Satuan Biaya Pengadaan Bahan Makanan Satuan biaya pengadaan bahan makanan merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pengadaan bahan makanan dan diberikan untuk:
1 Pengadaan Bahan Makanan untuk Narapidana Satuan biaya pengadaan bahan makanan diberikan pada Narapidana. Pengaturan daerah khusus untuk pengadaan bahan makanan narapidana pada masing-masing rayon mengacu pada Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
2 Pengadaan Bahan Makanan untuk Operasi Pasukan/Latihan Pra Tugas/Latihan Pasukan Lainnya Bagi Anggota Polri/TNI, Dikma Taruna/Karbol/Kadet Bagi Anggota Polri/TNI, Diklat Lainnya Bagi Kemhan/ Anggota Polri/TNI, Anggota yang Sakit Bagi Kemhan/ Anggota Polri/TNI, Tahanan Anggota Polri/TNI, dan Jaga Kawal Bagi Kemhan/ Anggota Polri/TNI a. Operasi pasukan adalah kegiatan terencana yang dilaksanakan oleh satuan Polri/TNI dengan sasaran, waktu, tempat dan dukungan logistik yang telah ditetapkan sebelumnya melalui perencanan terinci dalam rangka melaksanakan tugas Operasi Militer Perang/ Operasi Militer Selain Perang untuk mempertahankan serta melindungi wilayah negara dan bangsa serta kepentingan lainnya dari berbagai bentuk ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan baik dari dalam maupun luar negeri. Latihan pra tugas / latihan pasukan lainnya adalah kegiatan terencana dalam rangka kesiapan pelaksanaan operasi berupa latihan yang terdiri dari teori dan praktek dengan sasaran, waktu, ternpat dan dukungan logistik yang telah ditetapkan sebelurnnya rnelalui perencanan terinci.
Dikrna/Taruna/Karbol/Kadet ad al ah pendidikan untuk rnernbentuk prajurit siswa rnenjadi prajurit, yang diternpuh rnelalui pendidikan dasar golongan pangkat, dengan tujuan agar rnerniliki tingkat kepribadian, kernarnpuan intelektual, dan jasrnani sesuai dengan peranan dan golongan pangkatnya Perwira.
Diklat lainnya bagi Kernhan/ Anggota Polri/TNI adalah adalah pendidikan untuk rnernbentuk prajurit siswa/pelajar rnenjadi prajurit, yang diternpuh rnelalui pendidikan dasar golongan pangkat, dengan tujuan agar rnerniliki tingkat kepribadian, kernarnpuan intelektual, dan jasrnani sesuai dengan peranan dan golongan pangkatnya Bintara/Tarntarna serta pendidikan yang dilakukan untuk rneningkatkan kernarnpuan/ketrarnpilan anggota.
Anggota yang sakit adalah Kernhan/ Anggota Polri/TNI dan keluarganya yang dirawat/ sakit (pasien).
Tahanan adalah Anggota Polri/TNI yang ditahan karena pelanggaran disiplin.
Jaga kawal adalah adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk rnenJaga kesatrian/ satuan secara terus rnenerus dengan kekuatan dan ternpat tertentu sesuai dengan kebutuhan di rnasing-kesatrian/ satuan.
3 Pengadaan Bahan Makanan Untuk Pasien Rurnah Sakit dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) a. Pengadaan Bahan Makanan Pasien Rurnah Sakit adalah pengadaan bahan rnakanan yang diberikan kepada pasien rurnah sakit pernerintah.
Pengadaan Bahan Makanan bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dalarn Panti Sosial/ Rurnah Perlindungan Sosial adalah pengadaan bahan rnakanan yang diberikan kepada Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang rnendapatkan pelayanan/ perlindungan/ rehabilitasi sosial di dalarn Panti Sosial/Rurnah Perlindungan Sosial.
4 Pengadaan Bahan Makanan Untuk Keluarga Penjaga Menara Suar (PMS), Petugas Pengamatan Laut, ABK Cadangan pada Kapal Negara, ABK Aktif pada Kapal Negara, clan Petugas Stasiun Radio Pantai (SROP) clan Vessel Traffic Information Service (VTIS) a. Keluarga Penjaga Menara Suar (PMS) adalah keluarga petugas penjaga menara suar yang ikut serta mendampingi petugas penjaga menara suar di lokasi tempat bertugas. Satuan biaya pengadaan bahan makanan untuk keluarga penjaga menara suar diberikan kepada istri/ suami dan anak (maksimal 2 anak) petugas penjaga menara suar.
Petugas pengamatan laut adalah petugas yang melaksanakan survey hidrografi pada alur pelayaran serta melakukan evaluasi alur dan perlintasan serta memonitoring pelaksanaan Sarana Bantuan Navigasi Pelayaran (SBNP).
ABK Cadangan pada Kapal Negara adalah awak kapal negara kenavigasian yang siaga untuk ditempatkan pada kapal negara kenavigasian pada saat sandar dan bertolak serta bongkar muat.
ABK Aktif pada Kapal Negara adalah awak kapal negara kenavigasian yang ditempatkan dan bekerja di kapal negara kenavigasian pada posisi tertentu pada saat berlayar.
Petugas Stasiun Radio Pantai (SROP) dan Vessel Traffic Information Service (VTIS) adalah petugas yang mengoperasikan peralatan di SROP dan VTIS.
5 Pengadaan Bahan Makanan untuk Petugas Bengkel dan Galangan Kapal Kenavigasian, Petugas Pabrik Gas Aga untuk Lampu Suar, Penjaga Menara Suar (PMS), clan Kelompok Tenaga Kesehatan Kerja Pelayaran a. Petugas bengkel dan galangan kapal kenavigasian adalah petugas yang memperbaiki dan merawat sarana prasarana kenavigasian di bengkel navigasi dan memperbaiki serta merawat kapal negara kena vigasian di galangan navigasi.
Petugas pabrik gas aga untuk lampu suar adalah petugas yang bekerja di pabrik gas aga di Balai Teknologi Keselamatan Pelayaran (BTKP), gas aga digunakan sebagai bahan bakar bagi lampu-lampu menara suar.
Penjaga Menara Suar (PMS) adalah petugas yang menjaga dan merawat menara suar agar dapat berfungsi dengan baik.
Kelompok tenaga kesehatan kerja pelayaran adalah petugas kesehatan yang bertugas memeriksa kondisi kesehatan para awak kapal pada saat pengurusan sertifikasi kepelautan.
6 Pengadaan Bahan Makanan untuk Mahasiswa/Siswa Sipil dan Mahasiswa Militer / Semi Militer di Lingkup Sekolah Kedinasan a. mahasiswa/ siswa · sipil ( seperti mahasiswa pada Sekolah Tinggi Perikanan, Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial); dan
mahasiswa/ siswa militer /semi militer (seperti mahasiswa Akademi TNI/ Akpol, mahasiswa Penerbangan, mahasiswa Institut Pemerintahan Dalam Negeri). Cata tan: Untuk Mahasiswa/ Siswa Sipil dan Mahasiswa Militer / Semi Militer di Lingkup Sekolah Kedinasan yang memiliki kualifikasi khusus dan dananya bersumber dari PNBP dapat diberikan estimasi untuk perencanaan kebutuhan biaya pengadaan bahan makanan sebesar Rp55.000,00 (lima puluh lima ribu rupiah).
7 Pengadaan Bahan Makanan untuk Rescue Team Pengadaan Bahan Makanan untuk Rescue Team adalah pengadaan bahan makanan yang diberikan kepada Rescue Team pada saat melaksanakan tugasnya (misal: penanganan bencana).
Satuan Biaya Konsumsi Tahanan/Deteni Satuan biaya konsumsi tahanan/ deteni merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pengadaan paket makanan tahanan/ deteni, diberikan untuk tahanan/ deteni yang antara lain berada pada rumah tahanan Kejaksaan, Kepolisian, Badan Narkotika Nasional (BNN), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Satuan Biaya Konsumsi Rapat Satuan biaya konsumsi rapat merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pengadaan makan dan kudapan termasuk minuman untuk rapat/pertemuan baik untuk rapat koordinasi tingkat menteri/ eselon I/ setara maupun untuk rapat biasa. Rapat koordinasi tingkat menteri/ eselon I/ setara adalah rapat koordinasi yang pesertanya menteri/ eselon I/pejabat yang setara.
Satuan Biaya Keperluan Sehari-hari Perkantoran di Dalam Negeri Satuan biaya keperluan sehari-hari perkantoran di dalam negeri merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya keperluan sehari-hari perkantoran berupa barang habis pakai yang secara langsung menunjang penyelenggaraan operasional dan untuk memenuhi kebutuhan minimal agar suatu kantor dapat memberikan pelayanan secara optimal, terdiri atas: alat tulis kantor (ATK), barang cetak, alat-alat rumah tangga, langganan surat kabar/berita/majalah, dan air minum pegawai.
Satuan Biaya Penggantian Inventaris Lama dan/atau Pembelian Inventaris untuk Pegawai Baru Satuan biaya penggantian inventaris lama dan/atau pembelian inventaris untuk pegawai baru merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya penggantian inventaris lama dan/atau pembelian inventaris bagi pegawai baru. Penggantian inventaris lama digunakan untuk penggantian meja dan kursi pegawai, pengalokasiannya maksimal 10% (sepuluh persen) dari jumlah pegawai, sedangkan pembelian inventaris bagi pegawai baru disesuaikan dengan kebutuhan.
Satuan Biaya Pemeliharaan dan Operasional Kendaraan Dinas Satuan biaya pemeliharaan dan operasional kendaraan dinas merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pemeliharaan dan operasional kendaraan dinas yang digunakan untuk mempertahankan kendaraan dinas agar tetap dalam kondisi normal dan siap pakai sesuai dengan peruntukkannya. Satuan biaya terse but sudah termasuk biaya bahan bakar namun belum termasuk biaya pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) yang besarannya mengacu pada ketentuan yang berlaku. Cata tan:
Yang dimaksud kendaraan operasional dalam lingkungan kantor adalah kendaraan yang digunakan hanya terbatas dalam lingkungan kantor. Contoh: Golf car/ sej enisnya yang digunakan untuk mengantar tamu kenegaraan.
Khusus untuk kendaraan dinas yang pengadaannya bersumber dari sewa, satuan biaya operasional tersebut hanya diperuntukkan untuk bahan bakar.
Satuan biaya ini tidak diperuntukkan bagi:
kendaraan yang rusak berat yang memerlukan biaya pemeliharaan besar dan untuk selanjutnya harus dihapuskan dari daftar inventaris; dan/atau
pemeliharaan kendaraan yang bersifat rekondisi dan/atau overhaul.
Satuan Biaya Pemeliharaan Gedung/Bangunan Dalam Negeri Satuan biaya pemeliharaan gedung/bangunan dalam negeri merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pemeliharaan rutin gedung/bangunan di dalam negeri dengan maksud menjaga/mempertahankan gedung dan bangunan kantor di dalam negeri agar tetap dalam kondisi semula atau perbaikan dengan tingkat kerusakan kurang dari atau sama dengan 2% (dua persen), tidak termasuk untuk pemeliharaan gedung/ bangunan di dalam negeri yang memiliki spesifikasi khusus berdasarkan ketentuan yang berlaku. Satuan biaya pemeliharaan gedung/bangunan dalam negeri dialokasikan untuk:
gedung/bangunan milik negara; dan/atau
gedung/ bangunan milik pihak lain yang disewa dan/atau dipinjam oleh pengguna barang dan dalam perjanjian diatur tentang adanya kewajiban bagi pengguna barang untuk melakukan pemeliharaan.
Satuan Biaya Sewa Gedung Pertemuan Satuan biaya sewa gedung pertemuan merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya sewa gedung pertemuan untuk pelaksanaan kegiatan di luar kantor antara lain rapat koordinasi, sosialisasi, seleksi/ ujian masuk pegawm, dan kegiatan lain sejenis. Gedung pertemuan adalah gedung yang biasa digunakan untuk pertemuan dengan kapasitas lebih dari 300 (tiga ratus) orang, sudah termasuk sewa meja, kursi, sound system, dan fasilitas gedung pertemuan lainnya.
Satuan Biaya Taksi Perjalanan Dinas Dalam Negeri Satuan biaya taksi perjalanan dinas dalam negeri merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya satu kali perjalanan taksi dari kantor tempat kedudukan menUJU bandara/pelabuhan/terminal/ stasiun keberangkatan atau dari bandara/ pelabuhan/ terminal/ stasiun kedatangan menu Ju tempat tujuan di kota bandara/ pelabuhan/ terminal/ stasiun kedatangan dan se baliknya. Contoh penghitungan alokasi biaya taksi: Seorang pejabat/pegawai negeri melakukan perjalanan dinas jabatan dari Jakarta ke Medan, maka alokasi biaya taksinya sebagai berikut:
Berangkat 1) satuan biaya taksi dari tempat kedudukan di Jakarta ke Bandara Soekarno-Hatta; dan
satuan biaya taksi dari Bandara Kualanamu (Sumut) ke tempat tujuan (hotel/penginapan/kantor) di Medan.
Kembali 1) satuan biaya taksi dari hotel/penginapan (Medan) ke Bandara Kualanamu (Sumut); dan
satuan biaya taksi dari Bandara Soekarno-Hatta ke tempat kedudukan (Jakarta).
Satuan Biaya Tiket Pesawat Perjalanan Dinas Dalam Negeri Pergi Pulang (PP) Satuan biaya tiket pesawat perj alanan dinas dalam negeri adalah satuan biaya untuk pembelian tiket pesawat udara pergi pulang (PP) dari bandara keberangkatan suatu kota ke bandara kota tujuan dalam perencanaan anggaran. Satuan biaya tiket termasuk biaya asuransi, tidak termasuk airport tax dan biaya retribusi lainnya. Dalam pelaksanaan anggaran, satuan biaya tiket perjalanan dinas dalam negeri menggunakan metode at cost ( sesuai pengeluaran).
Satuan Biaya Tiket Pesawat Perjalanan Dinas Luar Negeri Pergi Pulang (PP) Satuan biaya tiket pesawat perjalanan dinas luar negeri pergi pulang (PP) merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pembelian tiket pesawat udara dari bandara di Jakarta ke berbagai bandara kota tujuan di luar negeri pergi pulang (PP). Satuan biaya tiket termasuk biaya asuransi, tidak termasuk airport tax clan biaya retribusi lainnya. Perjalanan dinas luar negeri dengan lama perjalanan melebihi 8 (delapan) jam penerbangan (tidak termasuk waktu transit), bagi pejabat Eselon III ke atas/fungsional yang setara dapat menggunakan kelas bisnis. Dalam pelaksanaan anggaran, satuan biaya tiket perjalanan dinas luar negeri menggunakan metode at cost ( sesuai pengeluaran).
Satuan Biaya Penyelenggaraan Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri Satuan biaya penyelenggaraan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya penyelenggaraan operasional perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, berupa:
1 ATK, Langganan Koran/Majalah, Lampu, Pengamanan Sendiri, Kantong Diplomatik, Jamuan a. ATK merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai pengadaan kebutuhan alat tulis (misal: kertas, ballpoint, clan amplop) yang alokasinya dikaitkan dengan jumlah pegawai.
Langganan koran/majalah merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai pengadaan media cetak.
Lampu merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai pengadaan penerangan di dalam gedung clan halaman kantor perwakilan.
Pengamanan sendiri merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai tenaga kerja yang ditunjuk untuk melakukan kegiatan pengamanan di kantor perwakilan clan wisma.
Kantong diplomatik merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai pengiriman dokumen diplomatik.
Jamuan merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai kegiatan jamuan tamu diplomatik yang dilaksanakan di luar kantor.
2 Pemeliharaan, Pengadaan Inventaris Kantor, Pakaian Sopir / Satpam, Sewa Kendaraan, dan Konsumsi Rapat a. Pemeliharaan kendaraan dinas merupakan satuan biaya yang digunakan untuk mempertahankan kendaraan dinas perwakilan Republik Indonesia di luar negeri agar tetap dalam kondisi siap pakai sesuai dengan peruntukkannya, termasuk biaya bahan bakar. Catatan: Untuk negara yang mempunyai 4 (empat) musim, satuan biaya tersebut sudah termasuk biaya penggantian ban salju. Dalam hal terdapat peraturan dari negara setempat yang mewajibkan asuransi kendaraan, biaya asuransi kendaraan dapat dialokasikan sesuai kebutuhan riil dan dilengkapi dengan data dukung yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pemeliharaan gedung merupakan satuan biaya yang digunakan untuk pemeliharaan rutin gedung/bangunan kantor/wisma perwakilan Republik Indonesia di luar negen dengan maksuduuntuk menjaga/mempertahankan gedung/bangunan kantor / wisma perwakilan Republik Indonesia di luar negeri agar tetap dalam kondisi semula atau perbaikan dengan tingkat kerusakan kurang dari atau sama dengan 2% (dua persen). Satuan biaya pemeliharaan gedung/bangunan kantor/wisma perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dialokasikan untuk:
gedung/bangunan milik negara; dan/atau
gedung/bangunan milik pihak lain (selain pemerintah Republik Indonesia) yang disewa dan/atau dipinjam oleh pengguna barang dan dalam perjanjian diatur tentang adanya kewajiban bagi pengguna barang untuk melakukan pemeliharaan.
Pemeliharaan halaman merupakan satuan biaya yang digunakan untuk pemeliharaan rutin halaman gedung/bangunan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. Cata tan: Untuk perwakilan Republik Indonesia mempunyai 4 (empat) musim dapat di negara dialokasikan yang biaya pemeliharaan tambahan di luar gedung untuk fasilitas umum apabila ada ketentuan pemeliharaan dari negara yang bersangkutan sesuai dengan kebutuhan riil clan dilengkapi oleh data dukung yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pengadaan inventaris kantor merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai pengadaan meja dan kursi pegawai pada perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. Pengalokasiannya maksimal 10% ( sepuluh persen) dari jumlah pegawai (home stafjJ, sedangkan pembelian inventaris bagi pegawai baru disesuaikan dengan kebutuhan.
Pakaian sopir / satpam merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai pengadaan pakaian dinas harian sopir / satpam pada perwakilan Republik Indonesia di luar negen.
Sewa kendaraan sedan, bus, dan mobil box merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai kebutuhan biaya sewa kendaraan sedan, bus dengan kapasitas 32 (tiga puluh dua) penumpang selama 8 (delapan) jam, dan mobil box untuk kegiatan yang sifatnya insidentil dan dilakukan secara selektif serta efisien. Satuan biaya sewa tersebut sudah termasuk biaya bahan bakar dan pengemudi.
Konsumsi rapat merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai kebutuhan biaya pengadaan konsumsi rapat biasa yang diselenggarakan di kantor, dimana di dalamnya sudah termasuk makan dan kudapan. Catatan Umum:
Kementerian Negara/Lembaga dalam melaksanakan ketentuan standar biaya masukan agar melakukan langkah-langkah efisiensi anggaran sebagai berikut: a) pembatasan dan pengendalian biaya perjalanan dinas; b) pembatasan dan pengendalian biaya rapat di luar kantor; c) penerapan sewa kendaraan operasional sebagai salah satu alternatif penyediaan kendaraan operasional; d) pembatasan dan pengendalian pemberian honorarium tim pelaksana kegiatan; dan e) lebih mengutamakan penggunaan produk dalam negeri.
Untuk satuan biaya pemeliharaan dan operasional kendaraan dinas, pemeliharaan sarana kan tor, penggan tian inven taris lama dan / ata u pembelian inventaris untuk pegawai baru, pengadaan bahan makanan, konsumsi rapat, pengadaan kendaraan operasional bus, sewa mesm fotokopi, sewa komputer perkantoran, sewa kendaraan dinas, pemeliharaan gedung/bangunan dalam negeri, sewa kendaraan, pengadaan kendaraan operasional kantor dan/atau lapangan roda 2 (dua), pengadaan operasional kantor dan/atau lapangan roda 4 (empat), dan pengadaan pakaian dinas, pada beberapa kabupaten diberikan toleransi pengusulan satuan biaya melebihi ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Menteri ini sehingga menjadi sebagai berikut: No.
Provinsi Sumatera Utara Sumatera Barat Kepulauan Riau Ka bu paten Toba Samosir Samo sir Nias Utara Labuhan Batu Sela tan Kep. Mentawai Na tuna Kep. Anambas 132% 141% 141% 143% 184% 133% 146% Toleransi dari Satuan biaya Provinsi Sumut dari Satuan biaya Provinsi Sum bar dari Satuan biaya Provinsi Kepulauan Riau No Provinsi Kabupaten Toleransi 4. Kalimantan Ke ta pang 150% dari Satuan Barat biaya Provinsi Kalbar 5. Kalimantan Kutai 138% dari Satuan Timur Kartanegara biaya Provinsi Kaltim 6. Kalimantan Tana Tidung 190% dari Satuan Utara biaya Provinsi Kaltara 7. Maluku Maluku 142% dari Satuan Tenggara biaya Provinsi Kep. Aru 144% Maluku Maluku 158% Tenggara Barat Buru Selatan 164% Tu al 168% Maluku Barat 189% Daya 8. Papua Tolikara 231% dari Satuan Asmat 131% biaya Dogiyai 138% Provinsi Papua Sarmi 144% Jayawijaya 147% Merauke 148% Nduga 189% Lanny Jaya 213% Peg. Bintang 228% Yalimo 230% Puncak Jaya 244% Intan Jaya 258% Puncak 271% Membrano 237% Tengah 9. Papua Barat May brat 153% dari Satuan Fak-Fak 151% biaya Provinsi Raja Ampat 147% Papua Barat Tambraw 175% Pengertian Istilah:
OJ b. OH c. OB d. OT e. OP f. OK g. OR h. Oter 1. OJP - 129 - Orang/Jam Orang/ Hari Orang/Bulan Orang/Tahun Orang/ Paket Orang/ Kegiatan Orang/ Responden Orang/ Terbitan Orang/Jam Pelajaran MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI ,i) www.jdih.kemenkeu.go.id
Standar Reviu atas Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53 /PMK.02 /2014 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2015. ...
Relevan terhadap
PERATURAN MENTER! KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 53/ PMK.02 / 20 1 4 TENTANG STANDAR BIAYA MASUKAN TAHUN ANGGARAN 20 15. Pasall Beberapa ketentuan dalam Peraturan · Menteri Keuangan Nomor 53/ PMK.02/20 1 4 · tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 20 1 5, diubah sebagai berikut: 1 . Angka 3 mengenai Honorarium Pengadaan Barang/ Jasa, angka 5 mengenai Honorarium Penerima Hasil Pekerjaan, angka 6 mengenai Honorarium Pengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) , angka 1 8 mengenai Vakasi dan Honorarium Penyelenggara Ujian, angka 1 9 mengenai Honorarium Pengajar Diklat, angka 20 mengenai Satuan Biaya Uang Makan Pegawai Negeri Sipil dan angka 2 1 mengenai Satuan Biaya Uang Lembur dan Uang Makan Lembur sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/ PMK. 02 / 20 1 4, diubah sehingga menjadi sebagai berikut:
HONORARIUM PENGADAAN BARANG/JASA NO URAl AN SATUAN BIAYA TA 2015 (1) (2) (3) (4) 3 HONORARIUM PENGADAAN BARANG/JASA 3.1 Pejabat Pengadaan BarangfJasa OB Rp680.000 3.2 Panitia Pengadaan Barang dan Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Konstruksi) a. Nilai pagu pengadaan sampai dengan Per Paket Rp680.000 Rp200 juta b. Nilai pagu pengadaan di · atas O P Rp850.000 Rp200 juta s.d. RpSOO juta c. Nilai pagil pengadaan di atas OP Rpl.020.000 RpSOO juta s.d. Rpl miliar d. Nilai pagu pengadaan di atas OP Rpl.270.000 Rpl miliar s.d. Rp2,5 miliar e. .Nilai pagu pengadaan di at as OP Rpl.520.000 Rp2,5 miliar s.d. RpS miliar f. Nilai pagu pengadaan di atas OP Rpl.780.000 RpS miliar s.d. RplO miliar g. Nilai pagu pengadaan di atas OP Rp2.120.000 RplO miliar s.d. Rp25 miliar NO (1} 3.3 MENTER! KEUANGAN - 3 - URAl AN (2} h. Nilai pagu pengadaan di Rp25 miliar s.d. Rp50 miliar i. Nilai pagu pengadaan di Rp50 miliar s.d. Rp75 miliar j. Nilai pagu pengadaan di Rp75 miliar s.d. RplOO miliar k. Nilai pagu pengadaan di RplOO miliar s.d. Rp250 miliar l. Nilai pagu pengadaan di Rp250 miliar s.d. Rp500 miliar m. Nilai pagu pengadaan di Rp500 miliar s.d. Rp750 miliar n. Nilai pagu pengadaan di Rp750 miliar s.d. Rpl triliun 0. Nilai pagu pengadaan di Rpl triliun atas atas atas atas · atas atas atas atas Panitia Pengadaan Barang dan Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Non Konstruksi) a. Nilai pagu pengadaan sampai dengan Rp200 juta b. Nilai pagu pengadaan di atas Rp200 juta s.d. Rp500 juta c. Nilai pagu pengadaan di atas Rp500 juta s.d. Rpl miliar d. Nilai pagu pengadaan di atas Rpl miliar s.d. Rp2,5 miliar e. Nilai pagu pengadaan di atas Rp2,5 miliar s.d. Rp5 miliar f. Nilai pagu pengadaan di atas Rp5 miliar s.d. RplO miliar g. Nilai pagu pengadaan di atas RplO miliar s.d. Rp25 miliar h. Nilai pagu pengadaan di atas Rp25 miliar s.d. RpSO miliar i. Nilai pagu pengadaan di atas RpSO miliar s.d. Rp75 miliar j. Nilai pagu pengadaan di atas Rp75 miliar s.d. RplOO miliar k. Nilai pagu pengadaan di atas RplOO miliar s.d. Rp250 miliar l. Nilai pagu pengadaan di atas Rp250 miliar s.d. RpSOO miliar m. Nilai pagu pengadaan di atas Rp500 miliar s.d. Rp750 miliar 11. Nilai pagu pengadaan di atas Rp750 miliar s.d. Rpl triliun 0. Nilai pagu pengadaan di atas Rpl triliun SATUAN BIAYA TA 2015 (3} (4} OP Rp2.450.000 OP Rp2.790.000 OP Rp3.130.000 OP Rp3.580.000 OP Rp4.030.000 OP Rp4.490.000 OP Rp4.940.000 OP Rp5.560.000 Per Paket Rp760.000 OP Rp760.000 OP Rp920.000 OP Rpl.l40.000 OP Rpl.370.000 OP Rpl.600.000 or · Rp l.910.000 OP Rp2.210.000 OP Rp2.520.000 OP Rp2.820.000 OP Rp3.230.000 OP Rp3.640.000 OP Rp4.040.000 OP Rp4.450.000 OP RpS.OlO.OOO NO (1) 3.4 MENTER ! KEUANGAN REPUBLIK I NDOf\JESIA - 4 - URAl AN (2) Panitia Pengadaan Jasa dan Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Non Konstruksi) a. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi s.d RpSO juta b. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi di atas RpSO juta s.d. Rp100 juta c. Nilai pagu pengadaan jasa ·lainnya s.d. RplOO juta d. : Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi / j asa lainnya di atas Rp100 juta s.d. Rp250 juta e. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/ j asa lainnya di at as Rp250 juta s.d. RpSOO juta f. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansijjasa lainnya di atas RpSOO juta s.d. Rp1 miliar g. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/ j as a lainnya di atas Rp1 miliar s.d. Rp2,5 miliar h. Nilai . pagu pengadaan jasa konsultansijjasa lainnya di atas Rp2,5 miliar s.d. RpS miliar i. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansijjasa lainnya di atas RpS miliar s.d. Rp10 miliar j. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/ jasa lainnya di atas Rp10 miliar s.d. Rp25 miliar k. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/ jasa lainnya di at as Rp25 miliar s.d. RpSO miliar 1. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/ jasa lainnya di atas RpSO miliar s.d. Rp75 miliar m. Niiai pagu pengadaan jasa konsultansijjasa lainnya di atas Rp75 miliar s.d. Rp100 miliar 11. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/ jasa lainnya di atas Rp100 miliar s.d. Rp250 miliar 0. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/ jasa lainnya di atas Rp250 miliaT s.d. RpSOO miliar p. Nilai p a gu perigadaan jasa konsultansijjasa lainnya di atas RpSOO miliar s.d. Rp750 miliar q. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansijjasa lainnya di atas Rp750 miliar s.d. Rp1 triliun r. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansijjasa lainnya di atas Rp1 triliun SATUAN BIAYA TA 2015 (3) (4) Per Paket Rp450.000 OP Rp450.000 Per Paket Rp450.000 OP Rp480.000 OP Rp600.000 OP Rp720.000 OP Rp910.000 OP Rp 1.090.000 OP Rpl.270.000 OP Rp 1.510.000 OP Rpl.750.000 OP Rpl.990.000 OP Rp2.230.000 OP Rp2.560.000 OP Rp2.880.000 OP Rp3.200.000 OP Rp3.520.000 OP Rp3. 960.000 NO (1) 3.5 MENTER! KEUANGAN - 5 - URAl AN (2) Pengguna Anggaran 3.5.1 Pengadaan BarangjJasa (Konstruksi) a. Nilai pagu pengadaan di atas RplOO miliar s.d. Rp250 miliar b. Nilai pagu pengadaan di atas Rp250 miliar s.d. Rp500 miliar c. Nilai pagu pengadaan di atas Rp500 miliar s.d. Rp750 miliar d. Nilai pagu pengadaan di atas Rp750 miliar s.d. Rpl triliun e. Nilai pagu · pengadaan di atas Rpl triliun 3.5.2 Pengadaan Barang (Non Konstruksi) a. Nilai pagu pengadaan di atas RplOO miliar s.d. Rp250 miliar b. Nilai pagu pengadaan di atas Rp250 miliar s.d. Rp500 miliar c. Nilai pagu pengadaan di atas Rp500 miliar s.d. Rp750 miliar d. Nilai pagu pengadaan di atas Rp750 miliar s.d. Rpl triliun e. Nilai pagu pengadaan di atas Rpl triliun 3.5.3 Pengadaan Jasa (Non Konstruksi) a. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/jasa lainnya di atas RplO miliar s.d. Rp25 miliar b. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansijjasa lainnya di atas Rp25 miliar s.d. Rp50 miliar c. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/jasa lainnya di atas Rp50 miliar s.d. Rp75 miliar d. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansijjasa lainnya di atas Rp75 miliar s.d. RplOO miliar e. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/jasa lainnya di atas RplOO miliar s.d. Rp250 miliar f. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/jasa lainnya di atas Rp250 miliar s.d. Rp500 miliar g. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansijjasa lainnya di atas Rp500 miliar s.d. Rp750 miliar h. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/jasa lainnya di atas Rp750 miliar s.d. Rpl triliun i. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/jasa lainnya di atas Rp 1 triliun SATUAN BIAYA TA 2015 (3) (4) OP Rp3.580.000 OP Rp4.030.000 OP Rp4.490.000 OP Rp4.940.000 OP Rp5.560.000 OP Rp3.230.000 OP Rp3.640.000 OP Rp4.040.000 OP Rp4.450.000 OP Rp5.010.000 OP Rpl.510.000 OP Rpl.750.000 OP Rpl.990.000 OP Rp2.230.000 OP Rp2.560.000 OP Rp2.880.000 OP Rp3.200.000 OP Rp3.520.000 OP Rp3.960.000 MENT E R I KEUANGAN 5. HONORARIUM PENERIMA HASIL PEKERJAAN NO URAIAN SATUAN BIAYA TA 2015 (1) (2) (3) (4) 5 HONORARIUM PENERIMA HASIL PEKERJAAN 5.1 Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan/ OB Rp 420.000 Pengadaan BarangfJasa 5.2 Panitia Penerima Hasil Pekerjaan/ Pengadaan BarangfJasa a. Nilai pagu pekerjaa.n/pengadaan s.d. Per Paket Rp420.000 Rp200 juta b. Nilai pagu pekeDaanfpengadaan OP Rp520.000 di atas Rp200 juta s.d. Rp500 juta c. Nilai pagu pekeaan/pengadaan OP Rp620.000 di atas Rp500 juta s.d. Rp1 miliar d. Nilai pagu pekeaan/pengadaan OP Rp770.000 di atas Rp1 miliar s.d. Rp2,5 miliar e. Nilai pagu pekeaanlpengadaru1 OP Rp910.000 di atas Rp2,5 . miliar s.d. Rp5 miliar f. Nilai pagu pekeaanlpengadaan OP Rpl.060.000 di atas Rp5 miliar s.d. Rp10 miliar g. Nilai pagu pekerjaanlpengadaan OP Rpl.260.000 di ai: as Rp10 miliar s.d. Rp25 miliar h. Nilai pagu pekeDaanlpengadaan OP Rp1.450.000 di atas Rp25 miliar s.d. Rp50 miliar i. Nilai pagu pekerjaanlpengadaan OP Rp 1.650.000 di atas Rp50 miliar s.d. Rp75 i: niliar j. Nila.i pagu pekerj aru1 I pengadaan OP Rp 1.840.000 di atas Rp75 miliar s.d. Rp100 miliar k. Nilai pagu pekeaanlpengadaan OP Rp2.100.000 di atas Rp100 miliar s.d. Rp250 miliru· 1. Nila.i pagu pekerjaanlpengadaan OP Rp2.370.000 di atas Rp250 miliar s.d. Rp500 miliar m. Nila.i pagu pekerj aan I pengadaan OP Rp2.630.000 di atas Rp500 miliar s.d. Rp750 miliar n. Nilai pagu pekeaanlpengadaan OP Rp2.890.000 di atas Rp750 miliar S.d. Rp1 triliun 0. Nilai pagu pekerjaan I pengadaan di OP Rp3.250.000 atas Rp 1 triliun 6. HONORARIUM PENGELOLA . PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) NO URAl AN SATUAN BIAYA TA 2015 (1) (2) (3) (4) 6 HONORARIUM PENGELOLA PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) 6.1 Pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara a tau Atasan Langsung Benda.hara a. Nilai pagu dana s.d. Rp100 juta OB Rp420.000 NO (1) 6.2 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 7 - URAl AN (2) b. Nilai pagu dana di atas RplOO juta s.d. Rp250 juta c. Nilai pagu dana di atas Rp250 juta s.d. RpSOO juta d. Nilai pagu dana di atas RpSOO juta s.d. Rpl miliar e. Nilai pagu dana di atas Rp 1 miliar s.d. Rp2,5 miliar f. Nilai pagu dana di atas Rp2,5 miliar s.d. RpS miliar g. Nilai pagu dana di atas RpS miliar s.d. RplO miliar h. Nilai pagu dana di atas RplO miliar s.d. Rp25 miliar i. Nilai pagu dana di atas Rp25 miliar s.d. RpSO miliar j. Nilai pagu dana di atas RpSO miliar s.d. Rp75 miliar k. Nilai pagu dana di atas Rp75 miliar s.d. RplOO miliar 1. Nilai pagu dana di atas Rp 100 miliar s.d. Rp250 miliar m. Nilai pagu dana di atas Rp250 miliar s.d. RpSOO miliar n. Nilai pagu dana di atas RpSOO miliar s.d. Rp750 miliar 0. Nilai pagu dana di atas Rp750 miliar s.d. Rpl triliun p. Nilai pagu dana di atas Rpl triliun Bendahara Penerimaan a. Nilai pagu dana s.d. RplOO juta b. Nilai pagu dana di atas RplOO juta s.d. Rp250 juta c. Nilai pagu dana di atas Rp250 juta s.d. RpSOO juta d. Nilai pagu dana di atas Rp500 juta s.d. Rpl miliar e. Nilai pagu dana di atas Rpl miliar s.d. Rp2,5 miliar f. Nilai pa gu dana di atas Rp2,5 miliar s.d. Rp5 miliar g. Nilai pagu dana di atas Rp5 miliar s.d. RplO miliar h. Nilai pagu dana di atas RplO miliar s.d. Rp25 miliar i. Nilai pagu dana di atas Rp25 miliar s.d. RpSO miliar SATUAN BIAYA TA 2015 (3) (4) OB Rp510.000 OB Rp610.000 OB Rp700.000 OB Rp890.000 OB Rp 1.070.000 OB Rp1.260.000 OB Rp 1. 540. 000 OB Rp1.820.000 OB Rp2.100.000 OB Rp2.380.000 OB Rp2.760.000 OB Rp3.130.000 OB Rp3.500.000 OB Rp3.880.000 OB Rp4.620.000 OB' Rp340.000 OB Rp420.000 OB RpSOO.OOO OB Rp570.000 OB Rp730.000 OB Rp880.000 OB Rp 1.030.000 OB Rp1.260.000 OB Rpl.490.000 NO ( ^1 ) 6.3 MENTER I KEUANGAN R EPUBLI K I NDON ESIA - 8 - URAIAN (2) j. Nilai pagu dana di atas RpSO miliar s.d. Rp75 miliar k. Nilai pagu dana di atas Rp75 miliar s.d. Rp100 miliar 1. Nilai pagu dana di atas Rp 1 00 miliar s.d. Rp250 miliar m. Nilai pagu dana di atas Rp250 miliar s.d. Rp500 miliar n. Nilai pagu dana di atas RpSOO miliar s.d. Rp750 miliar 0. Nilai pagu dana di atas Rp750 miliar s.d. Rp 1 triliun p. Nilai pagu dana di atas Rp 1 triliun Petugas Penerima PNBP atau Anggota a. Nilai pagu dana s.d. Rp100 juta b. Nilai pagu dana di atas Rp100 juta s.d. Rp250 juta c. Nilai pagu dana di atas Rp250 juta s.d. RpSOO juta d. Nilai pagu dana di atas Rp500 juta s.d. Rp1 miliar e. Nilai pagu dana di atas Rp1 miliar s.d. Rp2,5 miliar f. Nilai pagu dana di atas Rp2,5 miliar s.d. Rp5 miliar g. Nilai pagu dana di atas Rp5 miliar s.d. Rp10 miliar h. Nilai pagu dana di atas Rp 10 miliax s.d. Rp25 miliar i. Nilai pagu dana di atas Rp25 miliar s.d. Rp50 miliar j. Nilai pagu dana di atas Rp50 miliar s.d. Rp75 miliar k. Nilai pagu dana di atas Rp75 miliar s.d. RplOO miliar 1. Nilai pagu dana di atas Rp100 miliar s.d. Rp250 miliar m. Nilai pagu dana di atas Rp250 miliar s.d. RpSOO miliar n. Nilai pagu dana di atas Rp500 miliar s.d. Rp750 miliar 0. Nilai pagu dana di atas Rp750 miliar s.d. Rp1 triliun p. Nilai pagu dana di atas Rp 1 triliun SATUAN BIAYA TA 2015 (3) (4) OB Rp l .720.000 OB Rpl.950.000 OB Rp2.260.000 OB Rp2.560.000 OB Rp2.870.000 OB Rp3.170.000 OB Rp3.790.000 OB Rp260.000 OB Rp310.000 OB . ^. Rp370.000 OB Rp430.000 OB -Rp540.000 OB Rp660.000 OB Rp770.000 OB Rp940.000 OB Rp 1.110.000 OB Rpl.280.000 OB Rp 1.450. 000 OB Rpl.680.000 OB Rpl.910.000 OB Rp2.140.000 OB Rp2.370.000 OB Rp2:
000 MENTERI KEUANGAN 18. VAKASI DAN HONORARIUM PENYELENGGARA UJIAN NO URAIAN SATUAN BIAYA TA 2015 (1) (2) (3) (4) 1 ^8 VAKASI DAN HONORARIUM PENYELENGGARA UJIAN 18.1 Vakasi a. Pendidikan Dasar Pemeriksaan basil Ujian Siswa/ Rp5.000 Mata Ujian b. Pendidikan Menengah Pemeriksaan basil Ujian Siswa/ Rp7.500 Mata Ujian c. Pendidikan Tinggi 1) Diploma I/II/III/IV dan Strata 1 (S1) a) Penguji Ujian Keterampilan Peserta Rp75.000 pada Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri b) Pemeriksaan basil Ujian Mabasiswa/ Rp10.000 Mata Ujian c) Penguji Tugas Akbir / Skripsi Orang/ Rp150.000 Mahasiswa 2) Strata 2 (S2) a) Pemeriksaan basil Ujian Mahasiswa/ Rp15.000 Mata Ujian b) Penguji Tesis Orang/ Rp250.000 Mahasiswa 3) Strata 3 (S3) a) Pemeril{saan basil Ujian Mahasiswa/ Rp20.000 Mata Ujian. b) Penguji Disertasi Orang f. Rp350.000 Mahasiswa 18.2 Honorarium Penyelenggara Ujian a. Pendidikan Dasar 1) Penyusunan/pembuatan bahan Naskah/ Rp150.000 Ujian Pelajaran 2) Pengawas Ujian OH Rp240.000 b. Pendidikan Menengah 1) Penyusunanfpembuatan bahan Naskah/ Rp190.000 Ujian Pelajaran 2) Pengawas Ujian O H Rp270.000 c. Pendidikan Tinggi 1) Diploma I/II/III/IV dan Strata 1 (S1) a) Pengawas Ujian Masuk Mata Uji Rp290.000 Perguruan Tinggi Negeri NO ( ^1 ) MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 0 - URAl AN (2) b) Penyusunanfpembuatan bahan Ujian c) Pengawas Ujian 2) Strata 2 a) Penyusunanfpembuatan bahan Ujian b) Pengawas Ujian 3) Strata 3 (S3) a) Penyusunan/ pembuatan bahan Ujian b) Pengawas Ujian SATUAN (3) Naskah/ Mata Kuliah OH Naskah/ Mata Kuliah OH Naskah/ Mata Kuliah OH 19. HONORARIUM PENYELENGGARAAN DIKLAT NO URAIAN SATUAN (1) ( ^2 ) (3) 19 HONORARIUM PENYELENGGARAA N DIKLAT 19.1 Penceramah OJP 19.2 Pengajar yang berasal dari dalam satker OJP penyelenggara 19.3 Pengajar yang berasal dari luar satker OJP penyelenggara BIAYA TA 2015 (4) Rp250.000 Rp290.000 Rp260.000 Rp300.000 Rp280.000 Rp300.000 BIAYA TA 2015 (4) Rpl.OOO.OOO Rp200.000 Rp300.000 20. SATUAN BIAYA UANG MAKAN PEGAWAI NEGERI SIPIL NO URAIAN SATUAN BIAYA TA 2015 (1) (2) (3) (4) 20 SATUAN BIAYA UANG MAKAN PEGAWAI NEGERI SIPIL a. Golongan I dan II OH Rp3 0 . 000 b. Golongan III OH Rp32.000 c. Golongan IV OH Rp36.000 MENTERI I<EUANGAN REPUBLII< 11\JDONESIA - 1 1 - 21. SATUAN BIAYA UANG LEMBUR DAN UANG MAKAN LEMBUR URAIAN SATUAN BIAYA TA NO 2015 (11 (21 (31 (41 21 SATUAN BIAYA UANG LEMBUR DAN UANG MAKAN LEMBUR 21.1 Uang Lembur a. Golongan I OJ Rp10.000 b. Golohgan II OJ Rp13.000 c. Golongan III OJ Rpl7.000 d. Golongan IV OJ Rp20.000 21.2 Uang Makan Lembur a. Golongan I dan II OH Rp30.000 b. Golongan III OH Rp32.000 c. Golongan IV OH Rp36.000 2 . Menambah 1 (satu) angka dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/ PMK.02 / 20 1 4 yakni angka 36 mengenai Satuan Biaya Bantuan Biaya Pendidikan Anak (BBPA) pada Perwakilan RI di Luar Negeri sehingga berbunyi sebagai berikut:
SATUAN BIAYA BANTUAN BIAYA PENDIDIKAN ANAK (BBPA) PADA PERWAKILAN RI DI LUAR NEGERI NO URAl AN SATUAN BIAYA TA 2015 (1) (2) (3) (4) 36 SATUAN BIAYA BANTUAN BIAYA PENDIDIKAN ANAK (BBPA ) PADA PERWAKILAN RI DI LUAR NEGERI 36.1 Sekolah Dasar Per Tahun US$8,580 36. 2 Sekolah Menengah Pertama Per Tahun US$10,940 36.3 Sekolah Menengah Atas Per Tahun US$13,560 36.4 Perguruan Tinggi Per Tahun ·. US$14,840 MENTER! K E UANGAN R EPUBLIK INDONESIA - 1 2 - 3. Angka 1 mengenai Honorarium Penanggung Jawab Pengelola Keuangan, angka 6 mengenai Honorarium Pengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), angka 1 1 mengenai Honorarium N arasumber I Pembahas I Moderator I Pembawa AcaraiPanitia, angka 1 5 · mengenai Honorarium Tim Pelaksana Kegiatan dan Sekretariat Tim Pelaksana Kegiatan, angka 1 9 mengenai Honorarium Pengajar Diklat, angka 22 mengenai Satuan Biaya Uang Saku Rapat di Dalam Kantor, angka 25 mengena1 Honorarium Satpam, Pengemudi, Petugas Kebersihan dan Pramubakti, dan angka 29 mengenai Satuan Biaya RapatiPertemuan di Luar Kantor dalam Penjelasan Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 20 1 5 yang Berfungsi Sebagai Batas Tertinggi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53I PMK.02 I 20 1 4 diubah sehingga menjadi sebagai berikut:
H ^o norarium Penanggung Jawab Pengelola Keuangan Honorarium yang diberikan kepada Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen, Pejabat Penguji Tagihan dan Penandatangan SPM, Bendahara Pengeluaran, dan Staf Pengelola KeuanganiBendahara Pengeluaran PembantuiPetugas Pengelola Administrasi Belanja Pegawai. Honorarium Pengelola Keuangan pada setiap satuan kerja, diberikan berdasarkan besaran pagu yang dikelola untuk setiap DIPA, dengan ketentuan sebagai berikut:
Kepada Penanggungjawab Pengelola Keuangan yang mengelola lebih dari 1 (satu) DIPA, dap<?-t diberikan honorarium sesuai dengan jumlah DIPA yang dikelola dengan besaran sesuai dengan pagu dana yang dikelola pada masing-masing DIPA. Honorarium tersebut dibebankan pada masing'"" masing DIPA.
Untuk membantu Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pelaksanaan administrasi belanja pegawai di lingkungan satuan kerja, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dapat menunjuk Petugas Pengelola Administrasi Belanja Pegawai (PPABP) . Besaran honorarium PPABP diberikan mengacu pada honorarium Staf Pengelola Keuangan sesuai dengan pagu belanja pegawai yang dikelolanya.
Pengaturan Jumlah Staf Pengelola Keuangan (SPK) adalah sebagai berikut: MENTERI KEUANGAN 1 ) Jumlah SPK yang membantu KPA: a) KPA yang merangkap sebagai PPK, jumlah SPK paling banyak 6 (enam) orang, termasuk PPABP. b) KPA yang dibantu oleh satu atau beberapa PPK, jumlah SPK paling banyak 3 (tiga) orang termasuk PPABP.
Jumlah Keseluruhan SPK yang membantu PPK dalam satu KPA tidak melebihi 2 (dua) kali dari jumlah PPK.
Jumlah SPK untuk PPK yang digabungkan di atur sebagai berikut: a) jumlah SPK tidak boleh melampaui sebelum penggabungan; b) . besaran honorarium SPK sesuai dengan jumlah pagu yang dikelola staf; dan c) dalam hal penggabungan PPK dilaksanakan tahun anggaran sebelumnya, maka jumlah SPK paling banyak sejumlah SPK tahun sebelumnya.
Jumlah keseluruhan alokasi dana untuk honorarium pengelola keuangan dalam 1 ( satu) tahun paling ban yak 1 0% ( sepuluh persen) dari pagu yang dikelola.
Dalam hal Bendahara Pengeluaran telah diberikan tunjangan fungsional bendahara, maka yang bersangkutan tidak diberikan honorarium. Catatan: Honorarium ini diperuntukkan juga bagi pengelola kegiatan yang secara langsung mengelola dan melaksanakan kegiatan yang anggarannya bersumber dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA BUN) , dengan ketentuan bahwa alokasi honorarium untuk pengelola keuangan dimaksud berasal dari pagu RKA -K/ L Kementerian Negaraj Lembaga berkenaan.
Honorarium Pengelola. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Honorarium diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil NegarajTNI/ Polri yang diberi tugas oleh pejabat yang berwenang untuk mengelola PNBP fungsional dengan ketentuan sebagai berikut:
Jumlah petugas penerima PNBP atau anggota paling banyak 5 (lima) orang; MENTER! KEUANGAN REPUBLII< INDONESIA - 14 - b. Jumlah alokasi dana untuk honorarium Pengelola PNBP dalam 1 (satu) tahun paling tinggi sebesar 1 0% ( sepuluh persen) dari target pagu · penerimaan PNBP fungsional; dan
Dalam hal bendahara penerimaan telah menerima tunjangan fungsional bendahara, maka yang bersangkutan tidak diberikan honorarium. II. Honorarium Narasumber /Pembahas/Moderator I Pembawa Acara/Panitia 1 1 .1 Honorarium Narasumber I Pembahas Honorarium narasumber j pembahas dapat diberikan kepada Aparatur Sipil NegarajTNI / Polri yang memberikan informasi/ pengetahuan kepada pegawai negeri lainnya/ masyarakat dalam kegiatan Seminar/ Rapat Koordinasi/ Sosialisasi/ Diseminasi/ Bimbingan Teknis/ Workshopj Rapat Kerjaj Sarasehan/ Simposium/ Lokakarya/ Focus Group DiscussionjKegiatan Sejenis, tidak termasuk untuk kegiatan diklat/ pelatihan. Catatan:
Satuan jam yang digunakan untuk kegiatan Seminar/ Rap at Koordinasi/ Sosialisasi/ Diseminasi/Bimbingan Teknis/ Workshop/ Rapat Kerjaj Sarasehanj Simposium/ Lokakarya/ Focus Group Discussion/ Kegiatan Sejenis adalah 60 (enam puluh) menit. 2 . Honorarium narasumberjpembahas dapat diberikan kepada narasumber j pembahas dengan ketentuan:
berasal dari luar lingkup unit eselon I penyelenggara; dan/atau
berasal dari lingkup unit eselon I penyelenggara sepanjang peserta yang menjadi sasaran · utama kegiatan berasal dari luar lingkup unit eselon I penyelenggara/ masyarakat. 1 1 . 2 Honorarium Moderator Honorarium yang diberikan kepada seseorang · yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang untuk · melaksanakan tugas sebagai moderator pada kegiatan Seminar I Rapat Koordinasi/ Sosialisasi/ Diseminasi/ Bimbingan Teknis/ Workshopj Rapat Kerjaj Sarasehanj Simposiumj Lokakaryaj Focus Group DiscussionjKegiatan Sejenis. MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 5 - Catatan: Honorarium Moderator dapat diberikan dengan ketentuan: 1 .. berasal dari luar lingkup unit eselon I penyelenggara;
atau 2 . berasal dari lingkup unit eselon I penyelenggara sepanjang peserta yang menjadi sasaran utama kegiatan berasal dari luar lingkup unit eselon I penyelenggara/ masyarakat. 1 1 .3 Honorarium Pembawa Acara Honorarium yang diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/TNI/ Polri yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan tugas memandu acara dalam kegiatan Seminar/ Rapat Koordinasi/ Sosialisasi/ Diseminasi/ Bimbingan Teknis/ Works h opj Rapat Kerj a/ Sarasehan I Sim posium / Lokakarya / Focus Group DiscussionjKegiatan Sejenis yang dihadiri oleh Menteri/ Pejabat Setingkat dengan ^. peserta kegiatan minimal 300 (tiga ratus) orang dan sepanjang dihadiri lintas unit eselon I/ Kementerian N egara/ Lembaga/ masyarakat. 1 1 .4 Honorarium Panitia Honorarium yang diberikan kepada seseorang yang diberi tugas oleh pejabat yang berwenang sebagai panitia atas pelaksanaan kegiatan Seminar/ Rapat Koordinasi / Sosialisasi / Diseminasi/ Bimbingan Teknis/ WorkshopjRapat Kerj a/ Sarasehan / Sim posium / Lokakarya / Focus Group Discussion sepanjang peserta yang menjadi sasaran utama kegiatan berasal dari luar lingkup unit eselon I penyelenggara/ masyarakat. Dalam hal pelaksanaan kegiatan Seminar I Rapat Koordinasi / Sosialisasi / Diseminasi / Bim bing an Teknis/ WorkshopjRapat KerjajSarasehan/ Simposium/ Lokakarya/ Focus Group Discussion memerlukan tambahan panitia yang berasal dari non Pegawai Negeri Sipil harus dilakukan secara selektif dengan mempertimbangkan urgens1, dengan besaran honorarium mengacu pada besaran honorarium untuk anggota panitia. Jumlah panitia yang dapat diberikan honorarium maksimal 1 0% (sepuluh persen) dari jumlah peserta dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas. M ENTER I KEUANGAN REPUBLIK I NDON ESIA - 1 6 - 1 1 . 5 Narasumber Kegiatan di LU: ar Negeri Satuan biaya yang diberikan kepada narasumber WNI Non Pegawai Aparatur Sipil Negara/TNI/ Polri untuk kegiatan Workshop I Seminar/ Sosialisasi/ Sarasehan yang diselenggarakan di luar negeri. Narasumber Kelas A Narasumber Kelas B Narasumber Kelas C Narasumber Non Pegawai Aparatur Sipil Negara/TNI/ Polri yang disetarakan dengan Menteri, ketua dan wakil ketua lembaga negara. Narasumber Non Pegawai Aparatur Sipil Negara/TNI/ Polri yang disetarakan dengan duta besar luar biasa dan berkuasa penuh, duta besar yang menjabat kepala perwakilan, pegawai negeri Gol IV/ c ke atas, perwira tinggi TNI/ Polri, anggota lembaga negara. Pegawai Sipil yang Narasumber Non Aparatur Negara/TNI/ Polri disetarakan dengan Gol III/ c IV/ b dan menengah . . pegawm negen sampai dengan perw1ra TNI/ Polri.
Honorarium Tim Pelaksana Kegia ^t an dan Sekretariat Tim Pelaksana Kegiatan 1 5 . 1 Honorarium Tim Pelaksana Kegiatan Honorarium yang diberikan kepada seseorang yang berdasarkan Surat Keputusan Presiden/ Menteri/ Pejabat Setingkat Menteri/ Pejabat Eselon I/ KPA diangkat dalam suatu tim pelaksana kegiatan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu. Terhadap tim pelaksana kegiatan yang dibentuk ^. berdasarkan keputusan Gubernur dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat di daerah dan sumber pendanaan dari APBN maka besaran honorarium yang diberikan disetarakan dengan honorarium tim pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan oleh Menteri/ Pejabat Setingkat Menteri. MENTER ! KEUANGAN R EPUBLIK INDON ESIA - 1 7 - Ketentuan pembentukan tim adalah sebagai berikut:
mempunym keluaran (output) jelas dan terukur;
bersifat koordinatif yang mengharuskan untuk mengiku tsertakan Kernen terian N egara / Lembaga Eselon I/ Lainnya;
bersifat temporer, pelaksanaannya perlu diprioritaskan;
merupakan perangkapan fungsi . atau tugas tertentu kepada pejabat negara/ pegawai negeri disamping tugas pokoknya sehari-hari; dan
dilakukan secara selektif, efektif, dan efisien. 1 5.2 Honorarium Sekretariat Tim Pelaksana Kegiatan Honorarium yang diberikan kepada seseorang yang diberi tugas untuk melaksanakan kegiatan administratif yang berfungsi untuk menunjang kegiatan tim pelaksana kegiatan. Sekretariat Tim Pelaksana Kegiatan merupakan bagian .tidak terpisahkan dari tim pelaksana kegiatan. Sekretariat tim pelaksana kegiatan hanya diperuntukkan untuk menunjang tim pelaksana kegiatan yang ditetapkan oleh Presiden/ Menteri. Jumlah sekretariat tim pelaksana kegiatan sebagai berikut:
paling banyak 1 0 (sepuluh) orang untuk tim sekretariat yang mendukung tim pelaksana kegiatan yang ditetapkan oleh Presiden; dan
paling banyak 7 (tujuh) orang untuk tim sekretariat yang mendukung tirri pelaksana yang ditetapkan oleh Menteri/Pejabat Setingkat Menteri. Catatan:
Dalam hal tim telah terbentuk selama 3 (tiga) tahun berturut-turut, Kementerian Negara/ Lembaga melakukan evaluasi terhadap urgensi dan efektifitas keberadaan tim untuk dipertimbangkan menjadi tugas dan fungsi suatu unit organisasi.
Kementerian Negara/ Lembaga dalam melaksanakan ketentuan Standar Biaya Masukan agar melakukan langkah -langkah efisiensi anggaran dengan mela: kukan pembatasan dan pengendalian pemberian honorarium tim pelaksana kegiatan sebagai berikut: MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 8 - a. Tim yang ditetapkan oleh Pejabat Eselon I/ KPA diperuntukkan bagi tim yang lintas eselon I dalam 1 (satu) Kementerian Negara/ Lembaga. Pengaturan jumlah honorarium yang diterima bagi Pejabat Negara, Pejabat Eselon I, Pejabat Eselon II, Pejabat Eselon III, Pejabat Eselon IV, pelaksana, dan pejabat fungsional, dilaksanakan dengan keten tuan se bagai berikut: No Pejabat/ Pegawai · KLASIFIKASI 1 . 2 . 3 . Pejabat Negara, Eselon I , dan Eselon II Pejabat Eselort III Pejabat Eselon IV, pelaksana, dan pejabat fungsional I 2 3 5 II III 3 4 4 5 6 7 Keterangan: 1 . Batasan klas ^l. fikasi pengaturan jumlah honorarium yang diterima sebagaimana dimaksud di atas adalah sebagai berikut: Klasifikasi I Kementerian Negara/ Klasifikasi II Lembaga yang telah · menerima tunjangan kinerja sesum dengan peraturan perundang - undangan mengenm tunjangan kinerja dengan tunjangan kinerja pada kelas jabatan tertingginya lebih besar atau sama dengan Rp40.000. 000 (empat puluh juta rupiah) . Kementerian Negara/ Lem bag a yang telah menenma tunjangan kinerja sesum dengan peraturan perundang- undangan mengenai tunjangan kinerja dengan tunjangan kinerja pada kelas jabatan tertingginya lebih besar atau sama MENTER! KEUANGAN - 1 9 - Klasifikasi III dengan Rp25.000 . 000 (dua puluh lima juta rupiah) dan kurang dari Rp40 . 000. 000 (empat puluh juta rupiah) . Kementerian Negara/ Lembaga yang telah menenma tunjangan kinerja sesuai dengan peraturan perundang- undangan mengenm tunjangan kinerja dengC: m tunjangan kinerja pada kelas jabatan tertingginya kurang dari Rp25,000. 000 (dua puluh lima juta rupiah) atau belum menenma tunjangan kinerja.
Dalam hal tim yang lintas eselon I dalam 1 (satu) Kementerian Negara/ Lembaga ditetapkan oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga, maka besaran honorarium yang diberikan tetap mengacu pada besaran honorarium tim pelaksana kegiatan yang ditetapkan oleh Pejabat Eselon I dan mengikuti ketentuan pembatasan sebagaimana angka 1 di atas.
Tim yang ditetapkan oleh Presiden, Menteri/ Pimpinan Lembaga atau pejabat yang diberikan kewenangan oleh Menter,ij Pimpinan Lembaga diperuntukkan bagi tim. yang lintas Kementerian Negara/ Lembaga. Penetapan tim oleh pejabat yang diberikan kewenangan oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga dilaksanakan setelah pem ben tukan tim terse but mendapat persetujuan Menteri/ Pimpinan Lembaga. Pemberian honorarium bagi tim yang ditetapkan oleh Presiden, Menteri/ Pimpinan Lembaga atau pejabat yang diberikan kewenangan oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga dikecualikan atas ketentuan huruf a di atas. MENTER ! K EUANGAN R EPUBLIK INDO N ESIA 19. Honorarium Penyelenggaraan Diklat 1 9 . 1 Penceramah Honorarium penceramah dapat diberikan kepada Pejabat Negara/ Pegawai Aparatur Sipil Negara/TNI/ Polri/Praktisi yang memberikan wawasan pengetahuan dan/atau sharing ex perience sesuai dengan keahliannya kepada peserta diklat pada kegiatan pendidikan dan pelatihan dengan ketentuan sebagai berikut:
berasal dari . luar lingkup unit eselon I penyelenggara;
berasal dari lingkup unit eselon I penyelenggara sepanjang peserta yang menjadi sasaran utama kegiatan berasal dari luar lingkup unit eselon I penyelenggara/ masyarakat; dan
khusus untuk Pegawai Aparatur Sipil Negara/TNI/ Polri, honorarium tersebut dipergunakan untuk kegiatan pengajaran diklat yang materi diklatnya diampu oleh Pejabat Eselon II ke atas/ setara. 1 9 . 2 Pengajar dari dalam unit satker penyelenggara Honorarium dapat diberikan kepada pengajar yang berasal dari dalam unit satker penyelenggara baik widyaiswara maupun pegawai lainnya. Bagi widyaiswara, honorarium diberikan atas kelebihan jumlah minimal jam tatap muka. Ketentuan jumlah minimal tatap muka mengacu pada ketentuan yang berlaku. 1 9 . 3 Pengajar dari luar unit satker penyelengara Honorarium dapat diberikan kepada pengajar yang berasal dari luar unit satker penyelenggara. Unit satker penyelenggara diklat dapat mengundang pengajar dari luar unit satker penyelenggara sepanjang kebutuhan pengajar tidak terpenuhi dari unit satker penyelenggara. Catatan: 1 . Jam pelajaran yang digunakan untuk kegiatan penyelenggaran diklat adalah 45 (empat puluh lima) menit: 2 . Dalam hal diperlukan, kepanitiaan penyelenggaraan diklat dapat dibentuk dan diberikan honorarium dengan ketentuan sebagai berikut: {' pW www.jdih.kemenkeu.go.id MENTERI I<EUANGAN R EPUBLII< INDONES IA - 2 1 - a. kepanitiaan diperuntukkan dengan fungsi menatausahakan diklat, evaluator, dan fasilitator kunjungan serta hal-hal lain yang menunjang terselenggaranya diklat dengan baik;
merupakan tugas tambahanjperangkapan fungsi bagi yang bersangkutan;
dilakukan secara selektif dengan rriempertimbangkan urgensinya;
besaran honorarium mengacu pada satuan biaya honorarium panit1a sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I angka 1 1 .4; dan
jumlah panitia yang dapat diberikan honorarium maksimal 1 0% ( sepuluh per sen) dari jumlah peserta dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas. '22. Satuan Biaya Uang Saku Rapat di Dalam Kantor Uang saku rapat di dalam kantor merupakan kompensasi bagi seseorang yang melakukan kegiatan rapat yang dilaksanakan di dalam kantor sebagai pengganti atas pelaksanaan sebagian kegiatan rapatjpertemuan di luar kantor (fullboard) fullday) dan halfday). Uang saku rapat di dalam kantor dapat dibayarkan sepanjang · rapat di dalam kantor memenuhi ketentuan sebagai berikut:
dihadiri peserta dari eselon II lainnya/ eselon I Lainnya/ Kementerian Negara/ Lembaga Lainnya/ masyarakat;
dilaksanakan minimal 3 (tiga) jam di luar jam kerja pada hari kerja; dan
tidak diberikan uang lembur dan uang makan lembur. Catatan:
Satuan biaya uang saku rapat di dalam kantor belum termasuk konsumsi rapat.
Bagi peserta yang berasal dari luar unit penyelenggara dapat diberikan uang transpor dalam kabupatenj kota sepanjang kriteria pemberian uang transpor dalam kabupatenjkota terpenuhi.
Dalarri rangka efisiensi anggaran untuk kegiatan rapat, PA/ KPA agar menempuh langkah-langkah untuk membatasi pelaksanaan rapatjpertemuan di luar kantor (fullboard) fullday) dan halfday) dengan cara mengalihkannya dengan rapat di dalam kantor. M ENTER ! KEUANGAN 25.Honorarium Satpam, Pengemudi, Petugas Kebersihan, dan Pramubakti Honorarium yang diberikan hanya kepada non pegawai negeri yang ditunjuk untuk melakukan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai satpam, pengemudi, petugas kebersihan dan pramubakti, berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenangj kontrak kerja, dengan ketentuan sebagai berikut:
untuk satpam, pengemudi, petugas . kebersihan, dan pramubakti dengan melalui jasa pihak ketigajdiborongkan, alokasi honorarium dapat ditambah paling banyak sebesar 1 5% (lima belas persen) dari satuan biaya, besaran tersebut tidak termasuk seragam dan perlengkapan.
dalam satu tahun anggaran, dapat dialokasikan tambahan honorarium sebanyak satu bulan sebagai tunjangan hari raya keagamaan.
dalam hal ketentuan mengenai upah minimum di suatu wilayah lebih tinggi dari pada satuan biaya dalam Peraturan Menteri ini, maka satuan biaya ini dapat dilampaui mengacu pada ketentuan tersebut.
dalam rangka pelaksanaan kewajiban pemberi kerja untuk membayar iuranj premi jaminan sosial, maka atas Honorarium Satpam, Pengemudi, Petugas Kebersihan, dan Pramubakti/upah minimum di suatu wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf c dapat ditambahkan iuranj premi jaminan sosial sesuai ketentuan yang berlaku.
Satuan Biaya Rapat/Pertemuan di Luar kantor 29. 1 Uang Harian Paket Fullboard di Luar Kota, Paket Fullboard dan Fulldayj Halfday di Dalam Kota Uang Harian Paket Fullboard di Luar Kota, Paket Fullboard dan Fulldayj Halfday di Dalam Kota merupakan satuan biaya yang digunakan untuk pengalokasian Uang Harian Paket Fullboard di Luar Kota, Paket Fullboard dan Fulldayj Halfday di Dalam Kota kepada peserta dan panitia kegiatan rapat/ pertemuan yang diselenggarakan di luar kantor sebagaimana dimaksud dalam satuan biaya paket kegiatan rapatjpertemuan paket fullboard di luar kota serta kegiatan rapat/ pertemuan yang diselenggarakan ^· di luar kantor sebagaimana dimaksud dalam satuan biaya paket kegiatan rapatj pertemuan paket fullboard dan fullday/ halfday di dalam kota. M ENTER I KEUANGAN R E P UBLIK I N D O N ESIA Catatan: Dalam rangka perencanaan penganggaran, kepada panitia (karena faktor transportasi dan/atau guna mempersiapkan pelaksanaan kegiatan dan penyelesaian pertanggungjawaban) dan peserta (karena faktor transportasi) memerlukan waktu tambahan untuk berangkat/ pulang di luar waktu · pelaksanaan kegiatan dapat dialokasikan biaya penginapan dan uang harian perjalanan dinas sesuai ketentuan yang berlaku, untuk 1 ^· (satu) hari sebelum dan/atau 1 (satu) hari sesudah pelaksanaan kegiatan. 29 .2 Paket Kegiatan Rapatj Pertemuan di Luar Kantor Satuan biaya paket kegiatan rapat/ pertemuan di luar kantor merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya kegiatan rapat/ pertemuan yang diselenggarakan di luar kantor dalam rangka penyelesaian. pekerjaan yang perlu dilakukan secara intensif. Kegiatan rapatjpertemuan di luar kantor dapat dilaksanakan sepanjang pelaksanaan rapat membutuhkan koordinasi dengan unit/ instansi lainnya sekurang-kurangnya dihadiri peserta dari eselon I lainnya/ masyarakat. Satuan biaya paket kegiatan rapatj pertemuan di luar kantor menurut peserta kegiatan terbagi dalam 3 (tiga) jenis:
Kegiatan rapatj pertemuan pejabat Menteri/ setingkat kegiatan rapat/ pertemuan paling sedikit 1 (satu) Menteri/ setingkat Menteri; di luar kan tor Menteri adalah yang dihadiri orang pejabat b. Kegiatan rapatjpertemuan di luar kantor pejabat eselon I/ eselon II yang dihadiri paling sedikit 1 (satu) orang pejabat eselon I / eselon II;
Kegiatan rapatjpertemuan di luar kantOr pejabat eselon III yang dihadiri paling sedikit 1 (satu) orang pejabat eselon III. Satuan biaya paket kegiatan rapat/ pertemuan di luar kantor menurut lama penyelenggaraan terbagi dalam 3 (tiga) jenis: MEI'JTERI KEUANGAN R E PUBLI K INDONES IA - 24 - a. Paket Fullboard Satuan biaya paket fullboard disediakan untuk paket · kegiatan rapat yang diselenggarakan di luar kantor sehari penuh dan bermalam/ menginap.
Paket Fullday Satuan biaya paket fullday disediakan untuk kegiatan rapatjpertemuan yang dilakukan di luar kantor minimal 8 (delapan) jam tanpa mengmap.
Paket Halfday Satuan biaya paket halfday disediakan untuk paket kegiatan rapatj pertemuan yang dilakukan di luar kantor selama setengah sehari minimal 5 (lima) jam. Catatan:
Dalam hal rapatjpertemuan di luar kantor dilakukan secara bersama-sama, hotel untuk seluruh peserta rapat dapat menggunakan hotel yang sama.
Akomodasi paket fullboard diatur sebagai berikut: Pejabat eselon II ke atas Pejabat eselon III = ke bawah 1 (satu) kamar untuk 1 (satu) orang 1 (satu) kamar untuk 2 (dua) orang c. Satuan biaya paket fullboard ini digunakan untuk penghitungan biaya pe; tket rapat fullboard per peserta dengan akomodasi 1 (satu) kamar untuk 2 (dua) orang. Sedangkan besaran indeks satuan biaya paket fullboard untuk pejabat Eselon II ke atas sebagaimana dimaksud pada huruf b dapat diberikan sebesar 1 , 5 (satu setengah) kali dari satuan biaya paket fullboard sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri ini .
Kegiatan yang diselenggarakan secara fullboard dapat dilaksanakan, baik di dalam kota maupun di luar kota 1 ) Kegiatan yang diselenggarakan di luar kota, alokasi pada RKA-K/ L terdiri atas: biaya transportasi yang diberikan secara at cost, indeks paket pertemuan fullboard, dan uang harian paket fullboard di luar kota. MENTER ! KEUANGAN R EP UBLIK I N D O N ES IA - 25 - 2) Pada kegiatah yang diselenggarakan di dalam kota, alokasi pada RKA-K/ L terdiri atas: indeks paket pertemuan (full board/ fullday/ halfday), uang saku dan biaya transportasi dalam kota.
Kegiatan rapatj pertemuan luar kantor dalam rangka penyelesaian pekerjaan yang dilakukan secara intensif harus menggunakan indeks satuan biaya tersebut di atas.
Dalam rangka efisiensi anggaran untuk kegiatan rapat, PA/ KPA agar melaksanakan rapatj pertemuan di luar kantor (f ullboard, fullday dan halfday) secara selektif dan apabila dimungkinkan kegiatan tersebut dapat dilaksanakan di dalam kantor.
Khusus untuk kegiatan rapat koordinasi internal eselon I yang harus dilaksanakan di luar kantor dan tidak me: inungkinkan untuk mengikutsertakan eselon I lain, maka kegiatan tersebut dapat menggunakan ketentuan satuan biaya ini sepanjang telah mendapat persetujuan dari Pejabat Eselon I pemegang portofolio program dan dilakukan secara selektif serta harus dapat dipertanggungjawabkan urgens1 pelaksanaannya.
Pelaksanaan kegiatan rapatj pertemuan di luar kantor hendaknya lebih mengutamakan fasilitas milik negara. 4 . Menambah 1 (satu) angka dalam Penjelasan Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 20 1 5 Yang Berfungsi Sebagai Batas Tertinggi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53 / PMK.02 /20 1 4, yakni angka 36 mengenai Satuan Biaya Bantuan Biaya Pendidikan Anak (BBPA) pada Perwakilan RI di Luar Negeri sehingga berbunyi sebagai berikut:
Bantuan Biaya Pendidikan Anak (BBPA) pada Perwakilan RI di Luar Negeri Satuan Biaya Bantuan Biaya Pendidikan Anak (BBPA) pada Perwakilan RI di Luar Negeri adalah satuan biaya untuk bantuan biaya pendidikan anak -anak Pejabat Dinas Luar Negeri/ Home Sta f f / Atase Teknis/ Atase Pertahanan yang bekerja pada Perwakilan RI di Luar Negeri. M ENTER ! KEUANGAN R EPUBLIK INDONES IA - 26 - Pemberian Bantuan Biaya Pendidikan Anak (BBPA) pada Perwakilan RI di Luar N egeri dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: 1 . BBPA digunakan untuk membiayai tuition fee. 2 . Diberikan untuk anak-anak Pejabat Dinas Luar Negeri/ Home Sta f f/ Atase Teknis/ Atase Pertahanan yang bekerja pada Perwakilan RI di Luar Negeri, yang bersekolah pada pendidikan formal mulai sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi dan tidak termasuk program pasca sarj ana.
Diberikan untuk anak-anak yang termasuk dalam tunjangan keluarga dan bersekolah di lokasi yang sama dengan tempat bekerja orang tuanya (negara akreditasi-lokasi perwakilan RI di Luar Negeri tempat orang tuanya bertugas) .
Ketentuan se bagaimana dimaksud pad a angka 3 dikecualikan bagi:
anak-anak Pejabat Dinas Luar Negeri/ Home Sta f f/ Atase Teknis/ Atase Pertahanan yang bekerja pada Perwakilan RI di Luar Negeri pada negara yang termasuk dalam perwakilan rawan dan/atau berbahaya; dan
anak..: anak dari Pejabat Dinas Luar Negeri/ Home Sta f f/ Atase Teknis/ Atase Pertahanan yang dimutasikan an tar perwakilan (cross posting) .
Perwakilan RI yang termasuk dalam daerah rawan dan/atau berbahaya dan Pejabat Dinas Luar Negeri/ Home Staf f/ Atase Teknis/ Atase Pertahanan yang dimutasikan antar perwakilan (cross posting) sebagaimana dimaksud pada angka 4. ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri.
Alokasi anggaran untuk BBPA sudah termasuk dalam pagu anggaran Kernen terian N egara/ Lembaga.
Penggunaan Satuan Biaya BBPA mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri. 8 . Pemberian BBPA dilakukan dengan menerapkan prinsip efisien, efektif, transparan dan bertanggung jawab.
Angka 9.4.2 mengenai Petugas Bengkel dan Galangan Kapal Kenɞvigasian, · Petugas Pabrik Gas Aga untuk Lampu Suar, PenJaga Menara Suar (PMS), Kelompok Tenaga Kesehatan Kerja Pelayaran, Rescue Team dan angka 1 7 mengenai Satuan Biaya Taksi Pe1jalanan Dinas Dalam Negeri sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/ PMK.02 /20 1 4, diubah sehingga menjadi sebagai berikut:
I M E NTER I KEUANGAN R EP U BLIK I N D O N ES IA 9.4.2 Petugas Bengkel dan Galangan Kapal Kenavigasian, Petugas Pabrik Gas Aga Untuk Lampu Suar, Penjaga Menara Suar (PMS), Keloinpok Tenaga Kesehatan Kerja Pelayaran (dalam rupiah) PETUGAS PETUGAS KELOM POK BENGKEL DAN PABRIK PENJAGA TENAGA NO PROVINSI SATUAN GALANG AN GAS AGA M ENARA KESEHATA* UNTUK KAPAL LAM PU SUAR (PMS) KERJA KENAVIGASIAN SUAR PELAYARAN ( ^1 ) (2) (3) (4) (5) . (6) ( ^7 ) 1. ACEH OH 32.000 32.000 32.000 32.000 2. SUMATERA OH 32.000 32.000 32.000 32.000 UTARA 3. R I A U OH 32.000 32.000 32.000 32.000 4. KEPULAUAN OH 32.000 32.000 32.000 32.000 RIAU 5. J A M B I OH 32.000 32.000 32.000 32.000 6. SUMATERA OH 32.000 32.000 32.000 32.000 BARAT 7. SUMATERA OH 32.000 32.000 32.000 32.000 SELATAN 8. LAMPUNG OH 32.000 32.000 32.000 32.000 9. BENGKULU OH 32.000 32.000 32.000 32.000 10. BANGKA OH 32.000 32.000 32.000 32.000 BELITUNG 11. B A N T E N OH 30.000 30.000 30.000 30.000 12. JAWA BARAT OH 30.000 30.000 30.000 30.000 13. D.K.I. OH 30.000 30.000 30.000 30.000 JAKARTA 14. JAWA OH 30.000 30.000 3 0.000 30.000 TENGAH 15. D.I. OH 30.000 30.000 30.000 30.000 YOGYAKARTA 16. JAWA TIMUR OH 30.000 30.000 30.000 30.000 17. B A L I OH 38.000 38.000 38.000 38.000 NUSA 18. TENGGARA OH 38.000 38.000 38.000 38.000 BARAT NUSA 19. TENGGARA OH 38.000 38.000 38.000 38.000 TIMUR 20. KALIMANTAN OH 36.000 36.000 36.000 36.000 BARAT 21. KALIMANTAN OH 36.000 36.000 36.000 36.000 TENGAH NO (1) 22.
3 1 .
M ENTER I KEUANGAN R E P U B LII< INDONES IA - 28 - PROVINSI SATUAN (2) (3) KALIMANTAN OH SELATAN KALIMANTAN OH TIMUR KALIMANTAN OH UTARA SULAWESI OH UTARA GORONTALO OH SULAWESI OH BARAT SULAWESI OH SELATAN SULAWESI OH TENGAH SULAWESI OH TENGGARA MALUKU OH MALUKU OH UTARA P A P U A OH PAPUA BARAT OH PETUGAS BENGKEL DAN GALANG AN KAPAL KENAVIGASIAN (4) 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 38.000 38.000 44.000 44.000 PETUGAS KELOM POK PABRIK PENJAGA TENAGA GAS AGA M ENARA KESEHATA+ UNTUK LAM PU SUAR (PMS) KERJA SUAR PELAYARAN (5) (6) (7) 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 38.000 38.000 38.000 38.000 38.000 38.000 44.000 44.000 44.000 44.000 44.000 44.000 17. SATUAN BIAYA TAKSI PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI · (dalam rupiah) NO. PROVINSI SATUAN BIAYA TA 20 1 5 (1) (2) (3) (4) 1 . ACEH Orang/ Kali 120.000 2. SUMATERA UTARA Orang/ Kali 232. 000 3 . R I A U Orangj Kali 75. 000 4. KEPULAUAN RIAU Orang/ Kali 120.000 5. J A M B I Orang/ Kali 120. 000 6. SUMATERA BARAT Orangj Kali 190.000 7. SUMATERA SELATAN Orang/ Kali 125.000 8. LAMPUNG Orang/ Kali 145. 000 9. BENGKULU Orangj Kali 95.000 NO.
2 1 .
3 1 . 32 .
MENTER I KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 29 - PROVINSI ( ^2 ) BANGKA BELITUNG B A N T E N JAWA BARAT D.K.I. JAKARTA JAWA TENGAH D.I. YOGYAKARTA JAWA TIMUR B A L I NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN TENGAH KALIMANTAN SELATAN KALIMANTAN TIMUR KALIMANTAN UTARA SULAWESI UTARA GORONTALO SULAWESI BARAT SULAWESI SELATAN SULAWESI TENGAH SULAWESI TENGGARA MALUKU MALUKU UTARA P A P U A PAPUA BARAT (dalam rupiah) SATUAN BIAYA TA 20 1 5 (3) ( ^4 ^) Orang/ Kali 90.000 Orangj Kali 306 . 000 Orangj Kali 140. 000 Orang/ Kali 1 70. 000 Orangj Kali 75 .000 Orang/ Kali 94. 000 Orang/ Kali 1 48 . 000 Orangj Kali 1 50 . 000 Orang/ Kali 2 1 3 . 000 Orang/ Kali 80. 000 Orangj Kali 1 07. 000 Orang/ Kali 90.000 Orang/ Kali 1 00. 000 Orangj Kali 40 1 . 000 Orang/ Kali 75. 000 Orang/ Kali 1 1 0. 000 Orangj Kali 200. 000 Orangj Kali 2 1 7 . 000 Orang/ Kali 145.000 Orang/ Kali 75. 000 Orang/ Kali 1 3 1 . 000 Orang/ Kali 2 1 0.000 Orangj Kali 1 74 . 000 Orangj Kali 355.000 Orangj Kali 145.000 6. Catatan Umum dalam Penjelasan Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 20 1 5 Yang Berfungsi Sebagai Estimasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/ PMK.02 / 20 1 4 diubah sehingga menjadi sebagai berikut: Catatan Umum: 1 ) Kementerian Negaraj Lembaga dalam melaksanakan ketentuan standar biaya masukan agar melakukan langkah-langkah efisiensi anggaran sebagai berikut: a) pembatasan dan pengendalian biaya perjalanan dinas; b) pembatasan dan pengendalian biaya rapat di luar kantor; I .. !VW www.jdih.kemenkeu.go.id M ENTE R I KEUANGAN c) penerapan sewa kendaraan operasional sebagai salah satu alternatif penyediaan kendaraan operasional; d) pembatasan dan pengendalian pemberian honorarium tim pelaksana kegiatan; dan e) lebih mengutamakan penggunaan produk dalam negen.
Satuan biaya yang terdapat dalam. Peraturan Menteri ini sudah termasuk pajak.
Satuan biaya diklat pimpinan struktural dan diklat prajabatan mengacu pada · Peraturan Pemerintah mengenai jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada lembaga administrasi negara.
Untuk satuan biaya pemeliharaan dan operasional kendaraan dinas, pemeliharaan sarana kantor, penggantian inventaris lama dan/atau pembelian inventaris untuk pegawai baru, pengadaan bahan makanan, konsumsi rapat, pengadaan kendaraan operasional bus, sewa mesin fotokopi, sewa kendaraan dinas, pemeliharaan gedungj bangunan dalam negeri, sewa kendaraan, pengadaan kendaraan roda 2 (dua) dan operasional kantor dan/atau lapangan, pengadaan operasional kantor dan/atau lapangan (roda 4) , dan pengadaan pakaian dinas dan/atau kerja, pada beberapa kabupaten diberikan toleransi pengusulan satuan biaya melebihi ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Menteri ini sehingga menjadi sebagai berikut: No. Provinsi Kabupaten Toleransi 1 . Sumatera Toba Samosir 1 3 1 % dari Utara Samosir 1 37% Satuan . biaya Nias Utara 1 4 1 % Provinsi Labuan Batu 1 43% Sumut Selatan 2 . Sumatera Kep. 1 84% dari Bar at Mentawai Satuan biaya Provinsi Sum bar 3 . Kalimantan Ketapang 1 50% dari Bar at Satuan biaya Provinsi Kalbar No. 4 .
M ENTER I KEUANGAN R EPUBLU< INDONESIA - 3 1 - Provinsi Kabupaten Kalimantan Kutai Timur Kartanegara Tanah Tidung Maluku Seram Bagian Timur Maluku Tenggara Kep. Aru · Malukli Tenggara Bar at Buru Selatan Tual Maluku Barat Day a Papua Tolikara As mat Dogiyai Sarmi Jayawijaya Merauke Nduga Lanny Jaya Peg. Bintang Yalimo Puncak Jaya Intan Jaya Puncak Membrane Tengah Papua Barat May brat Fak-Fak Raja Ampat Tambraw Toleransi 1 38% dari Satuan 1 90% biaya Provinsi Kaltim 1 34% dari Satuan 1 42% biaya Provinsi 1 44% Maluku 1 58% 1 64% 1 68% 1 89% 23 1 % dari Satuan 1 3 1 % biaya 1 38% Provinsi Papua 144% 1 47% 1 48% 1 89% 2 1 3% 228% 230% 244% 258% 27 1 % 237% 1 5 1% Satuan 1 47% biaya Provinsi 1 47% Papua · Barat 1 75% ( www.jdih.kemenkeu.go.id MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 32 - Pengertian Istilah a. OJ Orang/Jam b. OH Orang/ Hari c . OB Orang/Bulan d. OT OrangjTahun e. OP Orang/ Paket f. OK Orang/ Kegiatan g. OR Orang/ Responde h. Oter Orang/ Ter bi tan 1 . OJP Orang/ Jam Pelajaran
Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/ Lembaga dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran. ...
Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2016.
Relevan terhadap
Peraturari Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang ni.engetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 26 Maret 2015 MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. BAMBANG P. S. BRODJONEGORO Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 26 Maret 201 ^5 MENTER! HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. LAOLY BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 455 NO (1) 1 LAMPIRAN I PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 /PMK. 02I201 ^5 TENTANG STANDAR B!AYA MASUKAN TAHUN ANGGARAN 2016 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA STANDAR BIAYA MASUKAN TAHUN ANGGARAN 2016 YANG BERFUNGSI SEBAGAI BATAS TERTINGGI URAIAN SA TUAN BJAYA TA 2016 (2) (3) (4) HONORARIUM PENANGGUNG JAWAB PENGELOLA KEUANGAN 1.1 Kuasa Pengguna Anggaran a. Nilai pagu dana s.d. RplOO juta OB Rp500.000 b. Nilai pagu dana di atas RplOO juta s.d. Rp250 juta OB Rp610.000 c. Nilai pagu dana di atas Rp250 juta s.d. Rp500 juta OB Rp720.000 d. Nilai pagu dana di atas Rp500 ju ta s.d. Rpl miliar OB Rp830.000 e. Nilai pagu dana di atas Rpl miliar s.d. Rp2,5 miliar OB Rp970.000 f. Nilai pagu dana di atas Rp2,5 miliar s.d. Rp5 miliar OB Rpl.110.000 g. Nilai pagu dana di atas Rp5 miliar s.d. RplO miliar OB Rpl.250.000 h. Nilai pagu dana di atas RplO miliar s.d. Rp25 miliar OB Rpl.580.000 i. Nilai pagu dana di atas Rp25 miliar s.d. Rp50 miliar OB Rpl.910.000 j. Nilai pagu dana di atas Rp50 miliar s.d. Rp75 miliar OB Rp2.250.000 k. Nilai pagu dana di atas Rp75 miliar s.d. RplOO miliar OB Rp2.580.000 I. Nilai pagu dana di atas RplOO miliar s.d. Rp250 miliar OB Rp3.080.000 m. Nilai pagu dana di atas Rp250 miliar s.d. Rp500 miliar OB Rp3.580.000 n. Nilai pagu dana di atas Rp500 miliar s.d. Rp750 miliar OB Rp4.080.000 o. Nilai pagu dana di atas Rp750 miliar s.d. Rpl triliun OB Rp4.580.000 p. Nilai pagu dana di atas Rpl triliun OB Rp5.580.000 1.2 Pejabat Pembuat Komitmen a. Nilai pagu dana s.d. RplOO juta OB Rp480.000 b. Nilai pagu dana di atas RplOO juta s.d. Rp250 juta OB Rp590.000 c. Nilai pagu dana di atas Rp250 juta s.d. Rp500 juta OB Rp700.000 d. Nilai pagu dana di atas Rp500 juta s.d. Rpl miliar OB Rp800.000 e. Nilai pagu dana di atas Rpl miliar s.d. Rp2,5 miliar OB Rp940.000 f. Nilai pagu dana di atas Rp2,5 miliar s.d. Rp5 miliar OB Rpl.070.000 g. Nilai pagu dana di atas Rp5 miliar s.d. RplO miliar OB Rpl.210.000 h. Nilai pa g u dana di atas RplO miliar s.d. Rp25 miliar OB Rpl.530.000 i. Nilai pagu dana di atas Rp25 miliar s.d. Rp50 miliar OB Rpl.850.000 j. Nilai pagu dana di atas Rp50 miliar s.d. Rp75 miliar OB Rp2.170.000 k. Nilai pagu dana di atas Rp75 miliar s.d. RplOO miliar OB Rp2.490.000 I. Nilai pagu dana di atas RplOO miliar s.d. Rp250 miliar OB Rp2.980.000 m. Nilai pagu dana di atas Rp250 miliar s.d. Rp500 miliar OB Rp3.460.000 n. Nilai pagu dana di atas Rp500 miliar s.d. Rp750 miliar OB Rp3.940.000 0. Nilai pagu dana di atas Rp750 miliar s.d. Rpl triliun OB Rp4.430.000 p. Nilai pagu dana di atas Rpl triliun OB Rp5.390.000 1.3 Pejabat Penguji Tagihan dan Penandatangan Surat Perintah Membayar a. Nilai pagu dana s.d. Rp 100 ju ta OB Rp400.000 b. Nilai pagu dana di atas Rp 100 ju ta s.d. Rp250 ju ta OB Rp480.000 c. Nilai pagu dana di atas Rp250 juta s.d. Rp500 juta OB Rp570.000 d. Nilai pagu dana di atas Rp500 juta s.d. Rpl miliar OB Rp660.000 e. Nilai pagu dana di atas Rpl miliar s.d. Rp2,5 miliar OB Rp770.000 f. Nilai pagu dana di atas Rp2,5 miliar s.d. Rp5 miliar OB Rp880.000 g. Nilai pagu dana di atas Rp5 miliar s.d. RplO miliar OB Rp990.000 h. Nilai pagu dana di atas RplO miliar s.d. Rp25 miliar OB Rpl.250.000 i. Nilai pagu dana di atas Rp25 miliar s.d. Rp50 miliar OB Rpl.520.000 j. Nilai pagu dana di atas Rp50 miliar s.d. Rp75 miliar OB Rpl.780.000 k. Nilai pagu dana di atas Rp75 miliar s.d. RplOO miliar OB Rp2.040.000 l. Nilai pagu dana di atas R p lOO miliar s.d. Rp250 miliar OB Rp2.440.000 m. Nilai pagu dana di atas Rp250 miliar s.d. Rp500 miliar OB Rp2.830.000 n. Nilai pagu dana di atas Rp500 miliar s.d. Rp750 miliar OB Rp3.230.000 o. Nilai pagu dana di atas Rp750 miliar s.d. Rpl triliun OB Rp3.620.000 p. Nilai pagu dana di atas Rpl triliun OB Rp4.420.000 1.4 Bendahara Pengeluaran a. Nilai pagu dana s.d. RplOO juta OB Rp340.000 b, Nilai pagu dana di atas RplOO juta s.d. Rp250 juta OB Rp420.000 c. Nilai pagu dana di atas Rp250 juta s.d. Rp500 juta OB Rp500.000 d. Nilai pagu dana di atas Rp500 juta s.d. Rpl miliar OB Rp570.000 e. Nilai pagu dana di atas Rpl miliar s.d. Rp2,5 miliar OB Rp670.000 NO (1) f. Nilai pagu dana di atas g. Nilai pagu dana di atas h. Nilai pagu dana di atas i. Nilai pagu dana di atas j. Nilai pagu dana di atas k. Nilai pagu dana di atas I. Nilai pagu dana di atas m. Nilai pagu dana di atas n. Nilai pagu dana di atas 0. Nilai pagu dan a di atas p. Nilai pagu dana di atas URAIAN (2) MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 2 - Rp2,5 miliar s.d. Rp5 miliar Rp5 miliar s.d. RplO miliar RplO miliar s.d. Rp25 miliar Rp25 miliar s.d. Rp50 miliar Rp50 miliar s.d. Rp75 miliar Rp75 miliar s.d. RplOO miliar RplOO miliar s.d. Rp250 miliar Rp250 miliar s.d. Rp500 miliar Rp500 miliar s.d. Rp750 milia.r Rp750 miliar s.d. Rpl triliun Rpl triliun 1.5 Staf Pengelola Keuangan/Bendahara Pengeluaran Pembantu/Petugas Pengelola Adminstrasi Belanja Pegawai a. Nilai pagu dana s.d. RplOO juta b. Nilai pagu dana di atas RplOO juta s.d. Rp250 juta c. Nilai pagu dana di atas Rp250 juta s.d. Rp500 juta d. Nilai pagu dana di atas Rp500 juta s.d. Rpl miliar e. Nilai pagu dana di atas Rpl miliar s.d. Rp2,5 miliar f. Nilai pagu dana di atas Rp2,5 miliar s.d. Rp5 miliar g. Nilai pagu dana di atas Rp5 miliar s.d. RplO miliar h. Nilai pagu dana di atas RplO miliar s.d. Rp25 miliar i. Nilai pagu dana di atas Rp25 miliar s.d. Rp50 miliar j. Nilai pagu dana di atas Rp50 miliar s.d. Rp75 miliar k. Nilai pagu dana di atas Rp75 miliar s.d. RplOO miliar I. Nilai pagu dana di atas RplOO miliar s.d. Rp250 miliar m. Nilai pagu dana di atas Rp250 miliar s.d. Rp500 miliar 11. Nilai pagu dana di atas Rp500 miliar s.d. Rp750 miliar o. Nilai pagu dana di atas Rp750 miliar s.d. Rpl triliun p. Nilai pagu dana di atas Rpl t.riliun 2 HONORARIUM PENANGGUNG JAWAB PENGELOLA KEUANGAN PADA SATKER YANG KHUSUS MENGELOLA BELANJA PEGAWAI 2.1 Atasan Langsung Pemegang Kas/KPA a. Nilai pagu dana s.d Rp25 miliar b. Nilai pagu dana di atas Rp25 miliar s.d. Rp50 miliar c. Nilai pagu dana di atas Rp50 miliar s.d. RplOO miliar d. Nilai pagu dana di atas RplOO miliar s.d. Rp200 miliar e. Nilai pagu dana di atas Rp 200 miliar 2.2 Pemegang Kas/Bendahara a. Nilai pagu dana s.d Rp25 miliar b. Nilai pagu dana di atas Rp25 miliar s.d. Rp50 miliar c. Nilai pagu dana di atas Rp50 miliar s.d. RplOO miliar d. Nilai pagu dana di atas RplOO miliar s.d. Rp200 miliar e. Nilai pagu dana di atas Rp200 miliar 2.3 Juru Bayar/Staf a. Nilai pagu dana s.d Rp25 miliar b. Nilai pagu dana di atas Rp25 miliar s.d. Rp50 miliar c. Nilai pagu dana di atas Rp50 miliar s.d. RplOO miliar d. Nilai pagu dana di atas RplOO miliar s.d. Rp200 miliar e. Nilai pagu da.na di atas Rp 200 miliar 3 HONORARIUM PENGADAAN BARANG/JASA 3.1 Pejabat Pengadaan Barang/ Jasa 3.2 Panitia Pengadaan Barang clan Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Konstruksi) a. Nilai pagu pengadaan sampai dengan Rp200 juta b. Nilai pagu pengadaan di atas Rp200 juta s.d. Rp500 juta c. Nilai pagu pengadaan di atas Rp500 juta s.d. Rpl miliar d. Nilai pagu pengadaan di atas Rpl miliar s.d. Rp2,5 miliar e. Nilai pagu pengadaan di atas Rp2,5 miliar s.d. Rp5 miliar f. Nilai pagu pengadaan di atas Rp5 miliar s.d. RplO miliar g. Nilai pagu pengadaan di atas RplO miliar s.d. Rp25 miliar h. Nilai pagu pengadaan di atas Rp25 miliar s.d. Rp50 miliar i. Nilai pagu pengadaan di atas Rp50 miliar s.d. Rp75 miliar j. Nilai pagu pengadaan di atas Rp75 miliar s.d. RplOO miliar SA TUAN (3) OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB Per Paket OP OP OP OP OP OP OP OP OP BIAYA TA 2016 14) Rp770.000 Rp860.000 Rpl.090.000 Rpl.320.000 Rp 1. 550. 000 Rpl.780.000 Rp2.120.000 Rp2.470.000 Rp2.810.000 Rp3.160.000 Rp3.840.000 Rp260.000 Rp310.000 Rp370.000 Rp430.000 Rp500.000 Rp570.000 Rp640.000 Rp810.000 Rp980.000 Rpl.150.000 Rpl.330.000 Rpl.580.000 Rpl.840.000 Rp2.090.000 Rp2.350.000 Rp2.860.000 Rp350.000 Rp460.000 Rp580.000 Rp690.000 Rp810.000 Rp250.000 Rp330.000 Rp410.000 Rp490.000 Rp570.000 Rp200.000 Rp270.000 Rp340.000 Rp410.000 Rp470.000 Rp680.000 Rp680.000 Rp850.000 Rpl.020.000 Rpl.270.000 Rpl.520.000 Rpl.780.000 Rp2.120.000 Rp2.450.000 Rp2.790.000 Rp3.130.000 MENTERI KEUANGAN NO URAIAN (1) (2) k. Nilai pagu pengadaan di atas RplOO miliar s.d. Rp250 miliar I. Nilai pagu pengadaan di atas Rp250 miliar s.d. Rp500 miliar m. Nilai pagu pengadaan di atas Rp500 miliar s.d. Rp750 miliar n. Nilai pagu pengadaan di atas Rp750 miliar s.d. Rpl triliun o. Nilai pagu pengadaan di atas Rpl triliun 3.3 Panitia Pengadaan Barang dan Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Non Konstruksi) a. Nilai pagu pengadaan sampai dengan Rp200 juta b. Nilai pagu pengadaan di atas Rp200 ju ta s.d. Rp500 ju ta c. Nilai pagu pengadaan di atas Rp500 juta s.d. Rpl miliar d. Nilai pagu pengadaan di atas Rpl miliar s.d. Rp2,5 miliar e. Nilai pagu pengadaan di atas Rp2,5 miliar s.d. Rp5 miliar f. Nilai pagu pengadaan di atas Rp5 miliar s.d. RplO miliar g. Nilai pagu pengadaan di atas RplO miliar s.d. Rp25 miliar h. Nilai pagu pengadaan di atas Rp25 miliar s.d. Rp50 miliar i. Nilai pagu pengadaan di atas Rp50 miliar s.d. Rp75 miliar j. Nilai pagu pengadaan di atas Rp75 miliar s.d. RplOO miliar k. Nilai pagu pengadaan di atas RplOO miliar s.d. Rp250 miliar l. Nilai pagu pengadaan di atas Rp250 miliar s.d. Rp500 miliar m. Nilai pagu pe11gadaan di atas Rp500 miliar s.d. Rp750 miliar 11. Nilai pagu pengadaan di atas Rp750 miliar s.d. Rpl triliun o. Nilai pagu pengadaan di atas Rpl triliun 3.4 Panitia Pengadaan Jasa dan Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Non Konstruksi) a. Nilai pagu pengadaan jasa ko11sultansi s.d Rp50 juta b. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi di atas Rp50 juta s.d. RplOO juta c. Nilai pagu pengadaan jasa lainnya s.d. RplOO ju ta d. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/jasa lainnya di atas RplOO ju ta s.d. Rp250juta e. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/jasa lainnya di atas Rp250 ju ta s.d. Rp500 ju ta f. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/jasa lainnya di atas Rp500 ju ta s.d. Rpl miliar· g. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/jasa lainnya di atas Rpl miliar s.d. Rp2,5 miliar h. Nilai pagu pengadaan jasa ko11sultansi/jasa lain11ya di atas Rp2,5 miliar s.d. Rp5 miliar i. Nilai pagu pe11gadaa11 jasa ko11sultansi/jasa lai11nya di atas Rp5 miliar s.d. RplO miliar j. Nilai pagu pengadaan jasa ko11sultansi/jasa lain11ya di atas RplO miliar s.d. Rp25 miliar k. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/jasa lainnya di atas Rp25 miliar s.d. Rp50 miliar I. Nilai pagu pengadaan jasa ko11sulta11si/jasa lai11nya Rp75 miliar m. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/jasa lai1111ya RplOO miliar 11. Nilai pagu pengadaan jasa ko11sultansi/jasa Iainnya Rp250 miliar o. Nilai pagu pengadaan jasa ko11sultansi/jasa lainnya Rp500 miliar p. Nilai pagu pengadaa11 jasa konsultansi/jasa lainnya Rp750 milia.r q. Nilai pagu pengadaa.n jasa konsultansi/jasa Jainnya Rpl triliun r. Nilai pagu pengadaa.n jasa konsultansi/jasa lainnya 3.5 Pengguna Anggaran 3.5.1 Pengadaan Barang/Jasa (Konstruksi) di atas Rp50 miliar s.d. di atas Rp75 miliar s.d. di atas RplOO miliar s.d. di atas Rp250 miliar s.d. di atas Rp500 miliar s.d. di atas Rp750 miliar s.d. di atas Rpl triliun a. Nilai pagu pe11gadaan di atas RplOO mi!iar s.d. Rp250 miliar b. Nilai pagu pengadaan di atas Rp250 miliar s.d. Rp500 miliar c. Nilai pagu pengadaan di atas Rp500 miliar s.d. Rp750 miliar d. Nilai pagu pengadaa.n di atas Rp750 miliar s.d. Rpl triliun e. Nilai pagu pengadaan di atas Rp l triliun 3.5.2 Pengadaan Barang (Non Konstruksi) a. Nilai pagu pengadaan di atas RplOO miliar s.d. Rp250 miliar b. Nilai pagu pengadaan di atas Rp250 miliar s.d. Rp500 miliar c. Nilai pagu pengadaan di atas Rp500 miliar s.d. Rp750 miliar d. Nilai pagu pengadaan di atas Rp750 miliar s.d. Rp 1 triliun e. Nilai pagu pengadaan di atas Rp 1 triliun SA TUAN BIAYA TA 2016 (3) (4) OP Rp3.580.000 OP Rp4.030.000 OP Rp4.490.000 OP Rp4.940.000 OP Rp5.560.000 Per Paket Rp760.000 OP Rp760.000 OP Rp920.000 OP Rpl.140.000 OP Rpl.370.000 OP Rpl.600.000 OP Rpl.910.000 OP Rp2.210.000 OP Rp2.520.000 OP Rp2.820.000 OP Rp3.230.000 OP Rp3.640.000 OP Rp4.040.000 OP Rp4.450.000 OP Rp5.010.000 Per Paket Rp450.000 OP Rp450.000 Per Paket Rp450.000 OP Rp480.000 OP Rp600.000 OP Rp720.000 OP Rp910.000 OP Rpl.090.000 OP Rpl.270.000 OP Rpl.510.000 OP Rpl.750.000 OP Rpl.990.000 OP Rp2.230.000 OP Rp2.560.000 OP Rp2.880.000 OP Rp3.200.000 OP Rp3.520.000 OP Rp3.960.000 OP Rp3.580.000 OP Rp4.030.000 OP Rp4.490.000 OP Rp4.940.000 OP Rp5.560.000 OP Rp3.230.000 OP Rp3.640.000 OP Rp4.040.000 OP Rp4.450.000 OP Rp5.010.000 !_ A www.jdih.kemenkeu.go.id NO (1) URAIAN (2) MENTERI KEUANGAN - 4 - 3.5.3 Pengadaan Jasa {Non Konstruksi) a. Nilai pagu pengadaanjasa konsultansi/ jasa lainnya di atas RplO miliar s.d. Rp25 miliar b. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/jasa lainnya di atas Rp25 miliar s.d. Rp50 miliar c. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/jasa lainnya di atas Rp50 miliar s.d. Rp75 miliar d. Nilai pagu pengaclaan jasa konsultansi/jasa lainnya di atas Rp75 miliar s.cl. RplOO miliar e. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/jasa lainnya di atas RplOO miliar s.d. Rp250 miliar f. Nilai pagu pengadaan jasa konsulta.nsi/jasa lainnya di atas Rp250 miliar s.d. Rp500 miliar g. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/jasa lainnya di atas Rp500 miliar s.d. Rp750 miliar h. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/jasa lainnya di atas Rp750 miliar s.d. Rpl triliun i. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/ jasa lainnya di atas Rpl triliun 4 HONORARIUM PERANGKAT UNIT LAYANAN PENGADAAN (ULP) 4.1 Kepala ULP 4.2 Sekretaris/Staf Pendukung ULP 5 HONORARIUM PENERIMA HASIL PEKERJAAN 5.1 Pejabat Penerima Hasil Peker jaan/Pengadaan Barang/Jasa 5.2 Panitia Penerima Hasil Peker jaan/Pengadaan Barang/Jasa a. Nilai pagu peke1jaan/pengadaan s.d. Rp200 juta b. Nilai pagu peke1jaan/pengadaan di atas Rp200 juta s.d. Rp500 juta c. Nilai pagu pekerjaan/pengadaan di atas Rp500 juta s.d. Rpl miliar d. Nilai pagu pekerjaan/pengadaan di atas Rpl miliar s.d. Rp2,5 miliar e. Nilai pagu pekerjaan/pengadaan di atas Rp2,5 miliar s.d. Rp5 miliar f. Nilai pagu pekerjaan/pengadaan di atas Rp5 miliar s.d. RplO miliar g. Nilai pagu pekerjaan/pengadaan di atas RplO miliar s.d. Rp25 miliar h. Nilai pagu peker jaan/pengadaan di atas Rp25 miliar s.d. Rp50 miliar i. Nilai pagu pekerjaan/pengadaan di atas Rp50 miliar s.d. Rp75 miliar j. Nilai pagu pekerjaa.n/pengadaan di atas Rp75 miliar s.d. RplOO miliar k. Nilai pagu pekerjaan/pengadaan di atas RplOO miliar s.d. Rp250 miliar l. Nilai pagu pekerjaan/pengadaan di atas Rp250 miliar s.d. Rp500 miliar m. Nilai pagu pekerjaan/pengadaan di a ^t as Rp500 miliar s.d. Rp750 miliar n. Nilai pagu pekerjaan/pengadaan di atas Rp750 miliar s.d. Rpl triliun o. Nilai pagu peke1jaan/pengadaan di atas Rpl triliun 6 HONORARIUM PENGELOLA PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) 6.1 Pejabat yang Bertugas Mela.kukan Pemungutan Penerimaan Negara atau Atasan Langsung a. Nilai pagu dana s.d. RplOO juta b. Nilai pagu dana di atas RplOO juta s.d. Rp250 juta c. Nilai pagu dana di atas Rp250 juta s.d. Rp500 juta cl. Nilai pagu clana di atas e. Nilai pagu dana di atas f. Nilai pagu dana di atas g. Nilai pagu dana di atas h. Nilai pagu clana di atas i. Nilai pagu dana di atas j. Nilai pagu dana di atas k. Nilai pagu dana di atas l. Nilai pagu dana di atas m. Nilai pagu dana di atas n. Nilai pagu dana di atas 0. Nilai pagu dana di atas p. Nilai pagu clana di atas 6.2 Benda.hara Penerimaan Rp500 ju ta s.cl. Rp 1 miliar Rpl miliar s.d. Rp2,5 miliar Rp2,5 miliar s.d. Rp5 miliar Rp5 miliar s.cl. RplO miliar RplO miliar s.d. Rp25 miliar Rp25 miliar s.d. Rp50 miliar Rp50 miliar s.d. Rp75 miliar Rp75 miliar s.d. RplOO miliar RplOO miliar s.cl. Rp250 miliar Rp250 miliar s.d. Rp500 milial' Rp500 miliar s.d. Rp750 miliar Rp750 miliar s.d. Rpl tl'iliun Rpl triliun a. Nilai pagu dana s.cl. RplOO juta b. Nilai pagu dana di atas RplOO juta s.d. Rp250 juta c. Nilai pagu dana di atas Rp250 juta s.d. Rp500 juta d. Nilai pagu clana di atas Rp500 juta s.d. Rpl milial' e. Nilai pagu dana di atas Rpl miliar s.cl. Rp2,5 miliar SATUAN (3) OP OP OP OP OP OP OP OP OP OB OB OB Per Paket OP OP OP OP OP OP OP OP OP OP OP OP OP OP OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB BIAYA TA 2016 (4) Rpl.510.000 Rpl.750.000 Rpl.990.000 Rp2.230.000 Rp2.560.000 Rp2.880.000 Rp3.200.000 Rp3.520.000 Rp3.960.000 Rpl.000.000 Rp750.000 Rp420.000 Rp420.000 Rp520.000 Rp620.000 Rp770.000 Rp910.000 Rpl.060.000 Rpl.260.000 Rpl.450.000 Rpl.650.000 Rpl.840.000 Rp2.100.000 Rp2.370.000 Rp2.630.000 Rp2.890.000 Rp3.250.000 Rp420.000 Rp510.000 Rp610.000 Rp700.000 Rp890.000 Rpl.070.000 Rpl.260.000 Rpl.540.000 Rpl.820.000 Rp2.100.000 Rp2.380.000 Rp2.760.000 Rp3.130.000 Rp3.500.000 Rp3.880.000 Rp4.620.000 Rp340.000 Rp420.000 Rp500.000 Rp570.000 Rp730.000 NO (1) MENTERI KEUANGAN URAIAN (2) f. Nilai pagu dana di atas Rp2,5 miliar s.d. Rp5 miliar g. Nilai pagu dana di atas Rp5 miliar s.d. RplO miliar h. Nilai pagu dana di atas RplO miliar s.d. Rp25 miliar i. Nilai pagu dana di atas Rp25 miliar s.d. Rp50 miliar j. Nilai pagu dana di atas Rp50 miliar s.d. Rp75 miliar k. Nilai pagu dana di atas Rp75 mi!iar s.d. RplOO miliar I. Nilai pagu dana di atas RplOO miliar s.d. Rp250 miliar m. Nilai pagu dana di atas Rp250 miliar s.d. Rp500 miliar n. Nilai pagu dana di atas Rp500 miliar s.d. Rp750 miliar o. Nilai pagu dana di atas Rp750 miliar s.d. Rpl triliun p. Nilai pagu dana di atas Rpl triliun 6.3 Petugas Penerimaan PNBP atau Anggota a. Nilai pagu dana s.d. RplOO juta b. Nilai pagu dana di atas RplOO juta s.d. Rp250 juta c. Nilai pagu dana di atas Rp250 juta s.d. Rp500 juta d. Nilai pagu dana di atas Rp500 juta s.d. Rpl miliar e. Nilai pagu dana di atas Rpl miliar s.d. Rp2,5 miliar f. Nilai pagu dana di atas Rp2,5 miliar s.d. Rp5 miliar g. Nilai pagu dana di atas Rp5 miliar s.d. RplO miliar h. Nilai pagu dana di atas RplO miliar s.d. Rp25 miliar i. Nilai pagu dana di atas Rp25 miliar s.d. Rp50 miliar j. Nilai pagu dana di atas Rp50 miliar s.d. Rp75 miliar k. Nilai pagu dana di atas Rp75 miliar s.d. RplOO miliar I. Nilai pagu dana di atas RplOO miliar s.d. Rp250 miliar m. Nilai pagu dana di atas Rp250 miliar s.d. Rp500 miliar n. Nilai pagu dana di atas Rp500 miliar s.d. Rp750 miliar 0. Nilai pagu dana di atas Rp750 miliar s.d. Rpl triliun p. Nilai pagu dana di atas Rpl triliun - 5 - 7 HONORARIUM PENGELOLA SISTEM AKUNTANSI INSTANSI (SAi) 7.1 Unit Akuntansi Pengguna Anggaran/Barang Tingkat Kementerian Negara/Lembaga (UAPA/UAPB) yang ditetapkan atas Dasar Keputusan Menteri a. Pengarah b. Penanggung Jawab c. Koordinator d. Ketua/Wakil Ketua e. Anggota/ Petugas 7.2 Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran/Barang Tingkat Eselon I (UAPPA-El/UAPB-El) yang ditetapkan atas Dasar SK Eselon I a. Penanggung Jawab b. Koordinator c. Ketua/Wakil Ketua d. Anggota/Petugas 7.3 Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran/Barang Tingkat Wilayah (UAPPA-W /UAPB-W) yang ditetapkan atas Dasar SK Eselon I a. Penanggung Jawab b. Koordinator c. Ketua/Wakil Ketua d. Anggota/Petugas 7.4 Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran/Barang Tingkat Satuan Kerja (UAKPA/UAKPB) yang ditetapkan atas Dasar SK Eselon II atau Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran/Barang Wilayah atau Koordinator Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Wilayah a. Penanggung Jawab b. Koordinator c. Ketua/Wakil Ketua d. Anggota/Petugas 8 HONORARIUM PENGURUS/PENYIMPAN BARANG MILIK NEGARA 8.1 Tingkat Pengguna Barang 8.2 Tingkat Kuasa Pengguna Barang 9 HONORARIUM KELEBIHAN JAM PEREKAYASAAN 9.1 Perekayasa Utama 9.2 Perekayasa Madya 9.3 Perekayasa Muda 9.4 .Perekayasa Pertama SA TUAN (3) OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OJ OJ OJ OJ BIAYA TA 2016 (4) Rp880.000 Rpl.030.000 Rpl.260.000 Rpl.490.000 Rpl.720.000 Rpl.950.000 Rp2.260.000 Rp2.560.000 Rp2.870.000 Rp3. l 70.000 Rp3.790.000 Rp260.000 Rp310.000 Rp370.000 Rp430.000 Rp540.000 Rp660.000 Rp770.000 Rp940.000 Rpl.110.000 Rpl.280.000 Rpl.450.000 Rpl.680.000 Rpl.910.000 Rp2.140.000 Rp2.370.000 Rp2.820.000 Rp700.000 Rp600.000 Rp500.000 Rp400.000 Rp350.000 Rp450.000 Rp400.000 Rp350.000 Rp300.000 Rp300.000 Rp250.000 Rp200.000 Rpl50.000 Rp300.000 Rp250.000 Rp200.000 Rpl50.000 Rp400.000 Rp300.000 Rp60.000 Rp50.000 Rp40.000 Rp35.000 /MV' www.jdih.kemenkeu.go.id MENTERI KEUANGAN NO URAIAN (1) (2) 10 HONORARIUM PENUNJANG PENELITIAN/PEREKAYASAAN 10.l Pembantu Peneliti/Perekayasa 10.2 Koordinator Peneliti/ Perekayasa 10.3 Sekretariat Peneliti/Perekayasa 10.4 Pengolah Data 10.5 Petugas Smvey 10.6 Pembantu Lapangan 11 HONORARIUM NARASUMBER/PEMBAHAS/MODERATOR/PEMBAWA ACARA/PANITIA 11.1 Honorarium Narasumber/Pembahas:
Menteri/Pƫjabat Setingkat Menteri/Pe jabat Negara Lrunnya/yang disetarakan b. Pejabat Eselon I/yang disetarakan c. Pejabat Eselon II/yang disetarakan d. Pejabat Eselon III ke bawah/yang disetarakan 11.2 Honorarium Moderator 11.3 Honorarium Pembawa Acara 11.4 Honorarium Panitia a. Penanggung Jawab b. Ketua/Wakil ketua c. Sekretaris d. Anggota 11.5 Narasumber Kegiatan Di Luar Negeri a. Narasumber Kelas A b. Narasumber Kelas B c. Narasumber Kelas C 12 HONORARIUM PENYULUH PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA 12.1 SLTA 12.2 Sarjana Muda 12.3 Sarjana 12.4 Master (82) 13 SATUAN BIAYA OPERASIONAL PENYULUH 13.l Wilavah Ba.rat 13.2 Wilavah Tengah 13.3 Wilavah Timur 14 HONORARIUM ROHANIWAN 15 HONORARIUM TIM PELAKSANA KEGIATAN DAN SEKRETARIAT TIM PELAKSANA KEGIATAN 15.1 Honorarium Tim Pelalrnana Kegiatan 15.1.1 Yang Ditetapkan Oleh Presiden a. Pengaral1 b. Penanggung Jawab c. Koordinator/Ketua d. Wakil Ketua e. Sekretaris f. Anggota 15.1.2 Yang Ditetapkan Oleh Menteri/Pejabat Setingkat Menteri a. Pengarah b. Penanggung Jawab c. Ketua d. Wald! Ketua e. Sekretaris f. Anggota 15.1.3 Yang Ditetapkan Oleh Pejabat Eselon I a. Pengarah b. Penanggung Jawab c. Ketua d. Wakil Ketua e. Sekretaris f. Anggota 15.1.4 Yang Ditetapkan Oleh KPA a. Pengarah b. Penanggung Jawab c. Ketua d. Wakil Ketua e. Sekretaris f. Anggota SA TUAN BIAYA TA 2016 (3) (4) OJ Rp25.000 OB Rp420.000 OB Rp300.000 Penelitian/ Rpl.540.000 Perekayasaan OR Rp8.000 OH Rp80.000 OJ Rpl.700.000 OJ Rpl.400.000 OJ Rpl.000.000 OJ Rp900.000 Orang/Kali Rp700.000 OK Rp400.000 OK Rp450.000 OK Rp400.000 OK Rp300.000 OK Rp300.000 OH $330 OH $275 OH $220 OB Rp2.100.000 OB Rp2.400.000 OB Rp2.600.000 OB Rp2.800.000 OB Rp320.000 OB Rp400.000 OB Rp480.000 OK Rp400.000 OB Rp2.500.000 OB Rp2.250.000 OB Rp2.000.000 OB Rpl.750.000 OB Rpl.500.000 OB Rpl.500.000 OB Rpl.500.000 OB Rpl.250.000 OB Rpl.000.000 OB Rp850.000 OB Rp750.000 OB Rp750.000 OB Rp750.000 OB Rp700.000 OB Rp650.000 OB Rp600.000 OB Rp500.000 OB Rp500.000 OB Rp500.000 OB Rp450.000 OB Rp400.000 OB Rp350.000 OB Rp300.000 OB Rp300.000 NO (ll 16 17 18 URAJAN (2) 15.2 Honorarium Sekretariat Tim Pelaksana Kegiatan 15.2.1 Yang Ditetapkan Oleh Presiden a. Ketua/Wakil ketua b. Anggota 15.2.2 Yang Ditetapkan Oleh Menteri a. Ketua/Wakil ketua b. Anggota MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 7 - HONORARIUM TIM PENYUSUNAN JURNAL/BULETIN/MAJALAH/PENGELOLA WEBSITE 16.1 Honorarium Tim Penyusunan Jurnal a. Penanggung Jawab b. Redaktur c. Penyunting/ Editor d. Desain Grafis e. Fotografer f. Sekretariat g. Pembuat artikel 16.2 Honorarium Tim Penyusunan Buletin/Majalah a. Penanggung Jawab b. Redaktur c. Penyunting/Editor d. Desain Grafis e. Fotografer f. Sekretariat g. Pembuat artikel 16.3 Honorarium Tim Pengelola Website a. Penanggung Jawab b. Redaktur c. Editor d. WebAdmin e. Web Deueloper f. Pembuat Artikel HONORARIUM PENYELENGGARA SIDANG/KONFERENSI INTERNASIONAL-KONFERENSI TINGKAT MENTER!, SENIOR OFFICIAL MEETING (BILATERAL/REGIONAL /MULTILATERALj, WORKSHOP /SEMINAR/SOSIALISASl/SARASEHAN BERSKALA INTERNASIONAL 17.1 Honorarium Penyelenggara Sidang/Konferensi Internasional, Konferensi Tingkat Menteri, Senior Official Meeting (Bilateral/Regional/Multilateral) a. Pengarah b. Penanggung Jawab c. Ketua/Waldl Ketua d. Ketua Delegasi e. Tim Asistensi f. Anggota Delegasi RI g. Koordinator h. Ketua Bidang i. Sekretaris j. Anggota Panitia k. Liasion Officer (LO) I. Staf Pend ukung 17.2 Honorarium Penyelenggara Workshop /Seminar/Sosialisasi/Sarasehan Berskala Internasional a. Pengarah b. Penanggung Jawab c. Ketua/Waldl Ketua d. Ketua Delegasi e. Tim Asistensi f. Anggota Delegasi RI g. Koordinator h. Ketua Bidang i. Sekretaris j. Anggota Panitia k. Liasion Officer (LO) I. Staf Pendukung HONORARIUM PENYELENGGARA UJIAN DAN VAKASI 18.1 Tingkat Pendidikan Dasar a. Penyusunan/pembuatan bahan ujian b. Pengawas ujian c. Pemeriksaan hasil u jian SA TUAN BIAYA TA 2016 (3) (4) OB Rp500.000 OB Rp450.000 OB Rp250.000 OB Rp220.000 Oter Rp500.000 Oter Rp400.000 Oter Rp300.000 Oter Rpl80.000 Oter Rpl80.000 Oter Rpl50.000 Halaman Rp200.000 Oter Rp400.000 Oter Rp300.000 Oter Rp250.000 Oter Rpl80.000 Oter Rpl80.000 Oter Rpl50.000 Hal am an Rpl00.000 OB Rp500.000 OB Rp450.000 OB Rp400.000 OB Rp350.000 OB Rp300.000 Halaman Rpl00.000 OK Rp2.600.000 OK Rp2.400.000 OK Rp2.200.000 OK Rp2.200.000 OK Rp2.200.000 OK Rp2.000.000 OK Rp2.000.000 OK Rpl.600.000 OK Rpl.600.000 OK Rpl.400.000 OK Rpl.400.000 OK Rpl.200.000 OK Rpl.100.000 OK Rpl.000.000 OK Rp900.000 OK Rp900.000 OK Rp900.000 OK Rp800.000 OK Rp800.000 OK Rp600.000 OK Rp600.000 OK Rp500.000 OK Rp500.000 OK Rp400.000 Naskah/Pelajaran Rpl50.000 OH Rp240.000 Siswa/Mata Ujian Rp5.000 MENTER! KEUANGAN NO URAIAN (1) (2) ·18.2 Tingkat Pendidikan Menengah a. Penyusunan/pembuatan bal1an ujian b. Pengawas ujian c. Pemeriksaan hasil ujian 18.3 Tingkat Pendidikan Tinggi a. Diploma !/II/III/IV dan Strata 1 (Sl) 1) Penyusunan/pembuatan bahan ujian 2) Pengawas ujiam 3) Pemeriksaan Basil Ujian 4) Penguji Tugas Akhir/Skripsi - 8 - 5) Pengawas Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri 6) Penguji Ujian Keterampilan pada Ujian Masuk Perguruan Tinggi Nege1i b. Strata 2 (S2) 1) Penyusunan/pembuatan bahan ujian 2) Pengawas ujian 3) Pemeriksaan Hasil Ujian 4) Penguji Tesis c. Strata 3 (S3) 1) Penyusunan/pembuatan ballan ujian 2) Pengawas ujian 3) Pemeriksaan Hasil Ujian 4) Penguji Disertasi 19 HONORARIUM PENYELENGGARAAN KEGIATAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN (DIKLAT) 19. 1 Penceramah 19.2 Pengajar yang berasal dari luar satker penyelenggara 19.3 Pengajar yang berasal dari dalam satker penyelenggara 20 SATUAN BIAYA UANG MAKAN APARATUR SIPIL NEGARA 20.1 Golongan I dan II 20.2 Golongan III 20.3 Golongan IV 21 SATUAN BIAVA UANG LEMBUR DAN UANG MAKAN LEMBUR 21.l Uang Lembur a. Golongan I b. Golongan II c. Golongan lil d. Golongan IV 21.2 Uang Makan Lembur a. Golongan I dan II b. Golongan III c. Golongan IV 22 SATUAN BIAVA UANG SAKU RAPAT DI DALAM KANTOR 23 SATUAN BIAYA UANG SAKU PEMERIKSA DALAM LOKASI PERKANTORAN YANG SAMA 24 SATUAN BIAYA PENGEPAKAN DAN ANGKUTAN BARANG PERJALANAN DINAS PINDAH DALAM NEGERI 24. 1 Kereta api a. Pengepal<an dan Penggudangan b. Angkutan 24.2 Truk a. Pengepakan dan Penggudangan b. Anglcutan 24.3 Angkutan Laut/ Sungai a. Pengepakan dan Penggudangan b. Anglcutan c. Angkutan Laut/Sungai 25 SATUAN BIAVA BANTUAN BIAVA PENDIDIKAN ANAK (BBPA) PADA PERWAKILAN RI DI LUAR NEGERI 25. l Sekolah Dasar 25.2 Sekolall Menengah Pertama 25.3 Sekolall Menengah Atas 25.4 Perguruan Tinggi SATUAN (3) Naskah/Pelajaran OH Siswa/Mata Ujian Naskah/Mata Kuliah OH Mahasiswa/Mata Ujian Orang/Mahasiswa Orang/Mata Uji Peserta Naskah/Mata Kuliah OH Mahasiswa/Mata Ujian Orang/ Mahasiswa Naskah/Mata Kuliah OH Mahasiswa/Mata Ujian Orang/ Mahasiswa OJP OJP OJP OH OH OH OJ OJ OJ OJ OH Off OH Orang/Kali OH m3 km/m3 m3 km/m3 m3 km/m3 m3 Per Tahun Per Tahun Per Tahun PerTahun BIAVA TA 2016 (4) Rpl90.000 Rp270.000 Rp7.500 Rp250.000 Rp290.000 Rpl0.000 Rp250.000 Rp290.000 Rp75.000 Rp260.000 Rp300.000 RplS.000 Rp350.000 Rp280.000 Rp300.000 Rp20.000 Rp500.000 Rpl.000.000 Rp300.000 Rp200.000 Rp30.000 Rp32.000 Rp36.000 Rpl3.000 Rpl 7.000 Rp20.000 Rp25.000 Rp30.000 Rp32; 000 Rp36.000 Rp300.000 Rpl00.000 Rp75.000 Sesuai tarif berlaku Rp60.000 Rp400 Rp60.000 Rp400 Sesuai tarif berlaku $ 8,580 $ 10,940 $ 13,560 $ 14 840 MENTERI KEUANGAN 26 HONORARIUM SATPAM, PENGEMUDI, PETUGAS KEBERSIHAN, DAN PRAMUBAKTI NO PRO VIN SI SA TUAN (1) (2) (3) 1 . ^ACEH OB 2. SUMATERA UTARA OB 3. R I A U OB 4. KEPULAUAN RIAU OB 5. J A M B I OB SATPAM DAN PENGEMUDI (4) (dalam rupiah) PETUGAS KEBERSIHAN DAN PRAMUBAKTI ( ^5 ) 2.380.000 2.170.000 1.870.000 1.700.000 2.340.000 2.130.000 2.100.000 1.9 10.000 2.170.000 1.970.000 ---- ---- ·------------------------ -- ------ --·-------··-·---··- -----·····---··---··---- 6. SUMATERA BARAT OB 2.040.000 1.850.000 ----11 ---- -------··-·--·-··-·······--··----- --- ··-·- - -· - - · - - · ·· ·-------·-·- --- ·-··----·---- -···· ··- ·-·-·---· · · ---· · ·- · ·- · ·· -----·- ··-··· · ·- -·- · - - -· - - - - · -·-- - -- - - 7. SUMATERA SELATAN OB 2.330.000 2.120.000 8. LAMPUNG OB 2.000.000 1.820.000 9. BENGKULU OB 1.900.000 1.730.000 10. BANGKA BELITUNG OB 1 1 . B A N T E N OB 12. JAWA BARAT OB 13. D.IC.I. JAKARTA OB 14. JAWA TENGAH OB 15. D.I. YOGYAKARTA OB 16. JAWA TIMUR OB 17. B A L I OB 18. NUSA TENGGARA BARAT OB 19. NUSA TENGGARA TIMUR OB 20. KALIMANTAN BARAT OB 21. KALIMANTAN TENGAH OB 22. KALIMANTAN SELATAN OB 23. KALIMANTAN TIMUR OB 24. KALIMANTAN UTARA OB 25. SULAWESI UTARA OB 26. GORONTALO OB 27. SULAWESI BARAT OB 28. SULAWESI SELATAN OB 29. SULAWESI TENGAH OB 30. SULAWESI TENGGARA OB 31. MALUKU 32. MALUKU UTARA 33. P A P U A 34. PAPUA BARAT OB OB OB OB 2.340.000 2.130.000 2.340.000 2. 130.000 3.220.000 2.930.000 3.390.000 3.080.000 1.870.000 1.700.000 1 .870.000 1.700.000 2.670.000 2. 100. 000 1.870.000 1.870.000 1.970.000 2.400.000 2.130.000 2.380.000 2.700.000 2.400.000 1.870.000 2.090.000 2.340.000 2.140.000 2.020.000 1.870.000 2.150.000 2.120.000 2.430.000 1.9 1 0.000 1.700.000 1.700.000 1. 790.000 2.180.000 1.930.000 2. 170.000 2.450.000 2.180.000 1.700.000 1.900.000 2.130.000 1.940.000 1.840.000 1.700.000 1.950.000 1. 920.000 ..... -· · . ·-·-· - ·-· - - . --- · · - · -- · ··-··-·· --·-···· 2.530.000 2.300.000 MENTERI KEUANGAN 27 SATUAN BIAYA UANG HARIAN PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI DAN UANG REPRESENTASI NO ( ^1 ) 27.l Uang Harian Pe1jalanan Dinas Dalam Negeri PROVINS! SA TUAN (2) (3) DALAM KOTA LUAR KOTA LEBIH DARI 8 (DELAPAN) JAM (4) ( ^5 ) (dalam rupiah) DIKLAT (6) 1. ACEH OH 360.000 140.000 110.000 2. SUMATERA UTARA OH 370.000 150.000 110.000 ' 1 +, - . / 0 1 2 3- 1 - - 1 - - 1 - 3. R I A U OH 370.000 150.000 110.000 4. KEPULAUAN RIAU 5. J A M B I 6. SUMATERA BARAT 7. SUMATERA SELATAN 8. LAMPUNG 9. BENGKULU 10. BANGl(A BELITUNG 11. B A N T E N 12. JAWA BARAT 13. D.I<:
I. JAl(ARTA 14. JAWA TENGAH 15. D.l. YOGYAI(ARTA 16. JAWA TIMUR 17. B A L I 18. NUSA TENGGARA BARAT 19. NUSA TENGGARA TIMUR 20. I(ALIMANTAN BARAT 21. I(ALIMANTAN TENGAH 22. I(ALIMANTAN SELATAN 23. J(ALIMANTAN TIMUR 24. l(ALIMANTAN UTARA 25. SULAWESI UTARA 26. GORONTALO 27. SULAWESI BARAT 28. SULAWESI SELATAN 29. SULAWESI TENGAH 30. SULAWESI TENGGARA 31. MALUKU 32. MALUKU UTARA 33. P A P U A -34-,- f>i\ ? uA' - 81\Rf\f -- -- - - 27.2 Vang Representasi NO ( ^1 ) 1. ---- 2.
PEJABAT NEGARA - - - - - - - - ^--- - - -- ·· · - ^- · · - - - - - · PEJABAT ESELON I PEJABAT ESELON II URAIAN (2) ·-- --·...- -------- . ·-·- -- - --- ^· - -- - OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH SA TUAN (3) 01-I · · - · - - ·· OH OH 370.000 150.000 110.000 370.000 150.000 110.000 380.000 150.000 110.000 380.000 150.000 110.000 380.000 150.000 110.000 1 () *- 1 -Â Ã- 1 380.000 150.000 110.000 410.000 370.000 430.000 530.000 370.000 420.000 410.000 480.000 440.000 430.000 380.000 360.000 380.000 430.000 430.000 370.000 370.000 410.000 430.000 370.000 380.000 380.000 430.000 580.000 480.000 LUAR KOTA (4) 250.000 . .. .. . .. ·- · · 200.000 150.000 160.000 150.000 170.000 210.000 150.000 170.000 160.000 190.000 180.000 170.000 150.000 140.000 150.000 170.000 170.000 150.000 150.000 160.000 170.000 150.000 150.000 150.000 170.000 230.000 190.000 (dalam rupiah) DALAM KOTA LEBIH DARI 8 (DELAPAN) JAM --·- · · . ( ^5 ) 125.000 .. ...... ... . ..
000 - 75.000 120.000 110.000 130.000 160.000 110.000 130.000 120.000 140.000 130.000 130.000 110.000 110.000 110.000 130.000 130.000 110.000 110.000 120.000 130.000 110.000 110.000 110.000 130.000 170.000 140.000 MENTERI KEUANGAN 28 SATUAN BIAVA UANG HARIAN PERJALANAN DINAS LUAR NEGERI NO NEGARA SATUAN A (1) (2) ( ^3 ) (4) AMERIKA UTARA 1. Amerika Serikat OH 578 2 . Kanada OH 447 AMERIKA SELATAN 3. Argentina OH 534 4. Venezuela OH 557 5. Brazil OH 436 6. Chile OH 415 7. Columbia OH 436 8. Peru OH 459 9 . Suriname OH 398 10. Ekuador OH 385 AMERIKA TENGAH 1 1. Mexico OH 493 1 2 . Kuba OH 406 13. Panama OH 414 EROPA BARAT 14. Austria OH 504 15. Belgia OH 466 16. Perancis OH 512 17. Rep. Federasi Jerman OH 447 18. Belanda OH 463 19. Swiss OH 636 EROPA UTARA 20. Denmark OH 567 21. Finlandia OH 453 22. Norwegia OH 621 23. Swedia OH 466 24. Kerajaan Inggris OH 792 EROPA SELATAN 25. Bosnia Herzegovina OH 456 26. Kroasia OH 555 27. Spanyol OH 457 28. Yunani OH 422 29. Italia OH 702 30. Portugal OH 425 31. Serbia OH 417 (dalam US$) GO LONGAN B c D (5) (6) ( ^7 ) 513 440 382 404 368 307 402 351 349 388 344 343 341 291 241 3 16 270 222 323 276 254 347 320 276 295 252 207 273 242 241 366 324 323 305 26 1 22 1 342 306 271 453 3 18 317 419 282 281 464 382 381 415 285 285 416 272 271 570 403 40 1 491 343 301 409 354 3 1 3 559 389 386 436 342 34 1 774 583 582 420 334 333 506 406 405 413 287 286 379 242 241 637 446 427 382 242 241 375 326 288 NO NEGARA (1) (2) EROPA TIMUR 32. Bulgaria 33. Czech 34. Hongaria 35. Polandia 36. Rumania 37. Rusia 38. Slovakia 39. Ukraina AFRIKA BARAT 40. Nigeria 4 1 . Senegal -- AFRIKA TIMUR 42 . Ethio12ia 43. Kenya 44. Madagaskar 45. Tanzania 46. Zimbabwe 47. Mozambique AFRIKA SELATAN 48. Namibia 49. Afrika Selatan AFRIKA UTARA 50. Aljazair 5 1 . Mesir 52. Maroko 53. Tunisia 54. Sudan 55. Libya ASIA BARAT 56. Azerbaijan 57. Bahrain 58. Irak 59. Yordania 60. Kuwait 6 1 . Lib anon 62. Qatar 63. Arab Suriah 64. Turki 65. Pst. Arab Emirat 66. Yaman 67. Saudi Arabia 68. Kesultanan Oman MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 2 - SATUAN A ( ^3 ^) ( ^4 ^) OH 406 OH 6 1 8 OH 485 OH 46 1 OH 416 OH 556 OH 437 OH 485 OH 36 1 OH 384 OH 358 OH 384 OH 296 OH 350 OH 328 OH 399 OH 405 OH 380 OH 342 OH 409 OH 304 OH 293 OH 342 OH 308 OH 498 OH 416 OH 447 OH 406 OH 456 OH 357 OH 386 OH 358 OH 456 OH 459 OH 353 OH 450 OH 4 1 3 (dalam US$) GO LONGAN B c D (5) (6) (7) 367 320 284 526 447 367 438 390 345 4 1 5 360 3 19 38 1 3 1 3 277 5 1 2 407 406 394 341 303 436 375 33 1 3 1 3 292 29 1 3 1 7 237 2 3 1 295 22 1 193 3 17 237 225 244 182 1 8 1 290 244 2 1 8 28 1 248 247 329 265 264 334 268 233 3 1 3 253 2 5 1 308 287 286 303 235 2 1 1 25 1 192 1 9 1 241 187 1 86 282 2 1 0 184 254 1 89 165 459 365 364 294 228 2 1 4 325 253 23 1 292 236 225 325 296 294 267 207 1 86 276 2 1 5 1 96 257 200 196 364 283 253 323 302 301 241 197 196 33 1 269 25 1 292 247 249 NO NEGARA ( ^1 ) ( ^2 ) ASIA TIMUR 69. Rep.Rakyat Cina 70. Hongkong 71. Jepang 72. Korea Selatan 73. Korea Utara ASIA SELATAN 74. Afganistan 75. Bangladesh 76. India 77. Paldstan 78. Srilanka 79. Iran ASIA TENGAH 80. Uzbekistan 81. Kazal{hstan ASIA TENGGARA 82. Philipina 83. Singapura 84. Malaysia 85. Thailand 86 . Myanmar 87. Laos 88. Vietnam 89. Brunei Darussalam 90. Kamboja 91. Timor Leste ASIA PASIFIK 92. Australia 93. Selandia Baru 94. Kaledonia Baru 95. Pa2ua Nugini 96 . FHji MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 13 - SATUAN A ( ^3 ) (4) OH 378 OH 472 OH 519 OH 421 OH 494 OH 385 OH 339 OH 422 OH 343 OH 380 OH 421 OH 392 OH 456 OH 412 OH 530 OH 394 OH 392 OH 368 OH 380 OH 383 OH 374 OH 296 OH 392 OH 636 OH 451 OH 425 OH 520 OH 363 (dalam US$) GO LONGAN B c D ( ^5 ) (6) ( ^7 ) 238 207 206 320 287 286 303 262 261 326 297 296 321 300 278 226 173 172 196 167 166 329 327 325 203 182 181 242 209 199 312 243 217 352 287 254 420 334 333 278 222 221 363 279 276 262 219 218 275 211 201 250 197 196 262 202 196 265 204 196 256 197 196 223 197 196 354 229 196 585 394 393 308 278 276 387 276 224 476 319 259 329 221 179 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 4 - 29 SATUAN BIAYA PENGINAPAN PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI (dalam rupiah) TARIF HOTEL PEJABAT NO. PROVINS! SA TUAN NEGARA/ PEJABAT ESELON I (1) (2) (3) (4) PEJABAT NEGARA LAINNYA/ PEJABAT ESELON II (5) PEJABAT ESELON III PEJABAT ESELON IV/ /GOLONGAN GOLONGAN III IV (6) (7) GOLONGAN l/ll (8) 1 . ACEH OH 4.420.000 1.300.000 850.000 450.000 400.000 -- · --- · --- - · · - · - - · - - - -· -· -- - · ··-- · - - - - - - · · - - -·-· ··- -- · · -·-··- - -·-- - - -.... . . ·---·- - - · · · - - - ---- - ------- - - ··--· - ---·-- · - - - - - · --- ··--- · -- - - - · - - - - ----- - _ 2_ _ Ƹ l!__ ƹ _ A _ T_ ER _ ƺ.ƻǎ_R_ A ------ ____ S?.f: ! _ _ __ _ _ _ __ '!: 2̞()cQQ() _ _ _ , _ _i,; 2J_4..:
Q().Q, _ .. .. ?9.̜.0_QQ_ _ _ _ Cj_l.Q.: ,{)Q_Q , _ _ _ _ _ 3_1_()0QQQ_ 3. R I A U OH 3.820.000 1 .200.000 868.000 450.000 380.000 ·---· --- -- ---- ·----- -- - - - - · - - - · - - - - - -- · · - · ---·-- -- · ------- -··--·--·- - · -·· · ·-- - - ·· · - -· · · - - ·--- . - --- - ·- - - - - - - · - · · --·- ·-------- ·----· 4. KEPULAUAN RIAU __ OH __ . ___ _4..̠.!: ?.:
QQQ_ ____ __ _ ! ̖()Q , <; J _ ()Q _ ------̤̥Q,QQ()_ - - -· __ 5}D ^. OO _ Q _ _ _ _ ^280 ,QQQ 5. J A M B I OH 4.000.000 1 .200.000 740.000 400.000 290.000 - - --·----------·------ - ------ - - -- - - --- -· -- - - - -- - - · - - --·-- - · - -- ·- - - -- -- · · ·- ---· · · · -- · - - -- -- -· ·· ···· . ..... - -· - - - -- - ·· ··-·-··· ··· - - · ·- - · 6. SUMATERA BARAT OH 4.240.000 1 . 160.000 890.000 520.000 3 10.000 - - - ----·--·---------- - - - - - - ----- - - -·· - ---· ------ ---·----------...- · · ·----·-· -··· · . .. · · - · · · · · · ····-- ·- ·-· · - · ·- · · · -· ·· · · · - ··· ···-··· · · - · - · - · ·· - · · · · - -··-· ·--··· .... .. --·-·····--- 7. SUMATERA SELATAN OH 4.680.000 1 .250.000 630.000 560.000 340.000 -- · ------·-·-- - - - · - - · - - · - - --· --···---- · - · - ··· - ·····- - - - · -···---· ^. · · · ------ . - - · · · ---· - · - · - --·.... · ·-·- .
LAMPUNG OH ... }._9(j0.()_QQ , . . _ __ ^. ! ·: 3()Q. OOO . 790.000 - - - - - · - · --· - -·--· · · · · · · - · -·-- - - - -- · - 400.000 360.000 9. BENGKULU _ _ ____ c: l!f. ___ _ _ _ _ LüO _Q ^. _QQ Q. _ __ _ _ __ _ ?2. 0.:
. ()_ ()Q. _ __ , _ __7 _2()"()()() ,, _ _ ,?(j(): ()Q.O _ ____ 309.:
,()QQ !.2.: _ J: '0. ^NGl 0 ^BEL JJ' ^UNG ______ -̙!: f _ _ _ __ _ _ }.. ^3 ; 3 ^5 cQ()Q . __ l_,?_5.().:
()()Q.... ___ _ _ 8- ^50 "- ^0 () ^0 _ _ _ _ _ _ _ "t()()c_O Q() __ __ _ __ ____ : 3()(),()()(). 1 1 _ . ^B _ Ƽ_!'i_'!: __ E_ N _______ __ _ _ _ ___ ()!: ! _ _ __ ------ý: ^8 .!Q,()Q_Q _ __ ____ 1 , '!̕Q : Q . Q() . _ __ §()_ (),() ^00 _ _ _ ^_ (j ^4 Q,OOO _ ___ , __ _ : 1_0 9 ,()()() _ _ 1 _ 2 _ . ^J _ A _ W ƽ . _ B _ A _ R _ A _ T _ _ _ _ _ _ _ ___ 01-! _ _ _ ---þ,7- ^00 .()QQ ___ l!.̝Q.()()() _ _____ _ !3QQ, () Q9 _ _ _ _ __ _ 5.Q,QQQ __ _ , _...i§9.:
QQO _ __ 1_ ̔ ƾJ(L.JAKARTA _ ___ _ _ _ _ _ _ <2!: 1 _ _ _ _ __ , _ 8-J . ̓() , ()()() _ _ __ _ _ _1: _ ^4 <: )Q ^. OO() 14. JAWA TENGAH OH 4. 1 50.000 1 .480.000 --·--- -----------·---·--------· - - - - --·- ·---- ·-----·· ·---·-··-··--·---·· ---·--- -···-···-··--·---·-··--- - · · · - - 15. D.I. YOGYAKARTA OH 4.700.000 1.350.000 - - - ----- ·-----·-------·--·--- · - - · --·····- - · · ·--··· --- - -...·· •·· · · · · - · · · · ··· - ·--- · - - - ·- - · -··· - · · · · · · ·· · · · · 16. JAWA TIMUR OH 4.400.000 1 .370.000 --- ---·· ·-------· ---·-·---- ---·-···- - . . · · · · · ---·· -·- - · - - - · - - ···--····· - ·· -· · · ··--· . · · - - · - ····-·· -·---···- · -·-·· -· . - . . ^. -·· 17. B A L I OH 4.890.000 1 . 8 10.000 -- --- -----------·--------· -----· .... . - · ---- -·-·-·-- - · - -·· ·--········ · - · · ·- ·----···-·----- · · · · - · · · ··--·-· 18. NUSA TENGGARA BARAT OH 3.500.000 1 .760.000 870.000 . . · ····-·-· -· -.... . - .
000 --· ·-··· · - - · · · -...- · ··-- 8 10.000 6 10.000 400.000 450.000 360.000 - - ··· · · · ·-·· - · - .. · ·- · -· - · · - ·- - · · - · ·· 630.000 460.000 · · ^·· -· ^· - - --· - · - - · - · . ··-- - - - - -...
000 ':
^5 (J.: (; !Q_Q _ . .. ^. ^. : 33 (),Q()() 990.000 9 10.000 660.000 ·- -·· · -- - - -· - -·- - · . . ^. . ... . . ------ - - · · - - ·--·--- ·----·-------· 800.000 580. 000 360.000 . ·- · · · --- · - · - · -·· -----·--·--·-··-- ···- J·- ̭_l!-̚ ̛- ^TENG Q_ ^A _ R _ A _ _ Tl _ lv!ƿǀ . -- - _ _ ,SJJ:
.._ _ _ ____ ;
()()().: ,.Q()O. _____ , _ _ !: ()?(),()()() 75(),0QO_ . ...... . 5. _ ̒()Jl()() _ _ ____ _ ; : l().Q,()Q_Q.
KALIMANTAN BARAT ·- -Ji __ - -- ----.·'IQ(). O _ QQ . --·---!.: ÿ: 3 ^0 ,()()(). ... _ _ <: )()(),Q()() _ _ _ _ _ _ ^4 ; 3_Q ^. Q_()() _ _____ ^_ l?D Ā O()() 2 1 . KAL!MANTAN TENGAH OH 3.000.000 1 . 560.000 ... · · ·· ···· · · - · · · 750.000 560.000 350.000 . . . -· - - - .. - - - - - - · - · · - ········-· ·-· · - - · --·-----···· ·- -̗̘ _ K A L _ I M _ A _ NT _ ǁ _ SE ǂ TAI'!_ ___ __ _ S?..': : !. __ _____ : !,,_?5..Q.Q() _ O _ 1 .680.000 _ _ ___ 8-ā0,()()0 _ __ , _ __ 5 4: (): _ 0()(), ____ _ }<: )Q,()()Q _ ^2 _ 3 _ . K A[, I ^MAN _ T A _ N _]' _ IM _ Uǃ - · - -- · - - - __ ()J: I _ ___ _ , __ 4.,Q()Q,()()() _ _ __ ___ ^. 1.:
. ?.Cj.Q,() ^00 -- - --Ă,?Q,()()O __ __ __ _ _ _ C)5(),Q.Q_Q_ · · · · ·-·-· _: l̟Q.Q()Q 24. KALIMANTAN UTARA OH 4.000.000 1 .750.000 -·---- ·--·-····--- ^· --- - -····-------·-·- -·-· -- · · · - - . . ·- · - · · ···- ·- .. - - ·-· · · · · -· - · · · -··· - · · · · · - · ---- · . .... .
SULAWESI UTARA OH 3.200.000 1 . 560.000 -- --------- ---- ----- - ·--···- · - ·--·--· -·-- · - - · ·· · · · - - ---- - -- - - · ·· · - - · - · · ·· - - · 26. GORONTALO OH 1 .320.000 1 . 1 50.000 ---- · - · - - ----------- --··-·--- -----·----·-·--·-· - · - · - ------------ - ·---- - - · · - · · 27. SULAWESI BARAT OH 1 .260.000 1 . 030.000 ---·- ----·----·------·---·------- -·- ·-·-· · - · · · ---·-- -·- - · ·-----··- . .. -- · -· - -· · -- - · - -- - · - · · - · - - · -·· · · 620.000 400.000 350.000 690.000 550.000 370.000 ··------ - - · - - - - - -...- - · · - - - - - · -·--· - - ---- ------ - ···--- - ---- 550.000 400.000 ·----··-·--·· ^. . · -·.... . · - ^- · · · ··-- -·· · ^- 260.000 - · · - --- - - · ·· ·-··· - - 28. SULAWESI SELATAN ______ _ _ 9_1: : ! _ _ ____ '! ._ ̑ _ Q , QQQ _ _ ______ ^1 :
ăQ ^. O()() _ _____ ^_ _ .8 1.Q,O_()() _ _ _ _ _ __ 5.13_(),_D.Q() - -- - -- ̐̏ . _()_Q_Q _ - ̎ S! :
DŽDž ^L džLJLj S I ! # S'.$f: l __ · - - -- - OH 2.030.000 , _ 1 .300.000 900.000 5?0._()Q(). _ ^. ^. . .. }ąQ.O_D() 30. SULAWESI TENGGARA OH 1 .850.000 1 . 1 00.000 600.000 450.000 420.000 ·-- -----·--·----- - - ----- ------- · · -·-· · · ·--·-· --- - - - · ·-··-· -· ... - · · - · · · · - - · - ·--- .. ·-- ·· ···· -- - · . - -.... . . ----- - · . . --····- - - . ^. -· . ^. ··̫-··-- - · ·· · · · - ····-·-· _1.!.: _ !: "ALl]ljNJ-- ------- ---- ---- ____ .<2._J:
____ _ __ __ _ 3_:
QO_Q._OQO _ __ _ _ _1 ,(): 3(),._0_QO. 32 .
!J.()O 740.000 580.000 4 1 0.000 ···· - - ' -·-- ---- · ·.... ·-- --- . . ^. .. ^. . - ^.. · - · · - ^- - · · ·- - -- -- ^- -· ·- 600. 000 480.000 380.000 .. . . - · - - - · -·-· . · - ·-- - -- · - ·····--·--·· ---· - · - · · · · .lL ̡̢̣ ---------- . . _ ? _ ': ' ____ __ ____ ; 2 _,,S_Q,O _ ()Q. - -- -: ?.?Q"9()() _ _ _ _ __ _ _ '!,(j() , O Q Q . ·--.... .. _: 1§0.()QQ _ __ .. . : !.Q , _Q _ O () 34. PAPUA BARAT OH 2.750.000 1 .490.000 760.000 500.000 370.000 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 5 - 30 SATUAN BIAVA RAPAT/ PERTEMUAN DI LUAR KANTOR 30.1 Paket Kegiatan Rapat/Pertemuan di Luar Kantor a. Menteri/Setingkat Menteri NO. PRO VIN SI SATUAN Ill (2) (3) 1. ACEH OP --̍: _ § _ u _ M _ 1?- _ 1-'. l?͌ _ _ : cn: Ǖ -- - -- - -- - · · - _ . - - - -- - · --··- _ _ _ _ ___ _ _ Qy _ ___ _ _ 3 . R I A U OP 4. KEPULAUAN RIAU OP 5. J A M B I OP 6. SUMATERA BARAT OP 7. SUMATERA SELATAN OP 8. LAMPUNG OP -·---··· · - - - - - -·-------·-· ----· ·-- -·· -·- · - - -----· ··· - - ·- · - · ·· · - - - · ·- · · ·· · - · · · - · · - - - -· -· ·- - -· ······-----·--· - - - - ·-· 9 . BENGKULU 10. BANGIV\ BELITUNG 11. B A N T E N 12. JAWA BARAT 13. D.K.I. JAIV\RTA OP OP OP OP OP 14. JAWA TENGAH OP ---- ----····---------··-----·----·--·--·--·--·----- - - - - -·--· ---· ---··- · - ····- -- - - - ······ -·· - - ·--··-- - - . ··-··-·· .
D.I. YOGYAKARTA OP 16. JAWA TIMUR 17. B A L I 18. NUSA TENGGARA BARAT 19. NUSA TENGGARA TIMUR 20. IV\LIMANTAN BARAT - -· - · - - ···---· · ·-·- - ---· - ---· - · - - - - ···- - - - - - - · - -- · · · · - - -·-· · · · ·-· · - ··- - · - · · · - - - - · - · - 2 1 . IV\LIMANTAN TENGAH 2 2 . IV\LIMANTAN SELATAN 23. IV\LIMANTAN TIMUR 24. IV\LIMANTAN UTARA 25. SULAWESI UTARA 26. GORONTALO -----· ·------------·---·---·--·-· 27. SULAWESI BARAT 28. SULAWESI SELATAN 29. SULAWESI TENGAH 30. SULAWESI TENGGARA 3 1 . MALUKU 3 2 . MALUKU UTARA --·-- -- ---- - ·· - · ···--··-·· ·-·· · - · - 33. P A P U A 34. PAPUA BARAT OP OP OP OP OP OP OP OP OP OP OP OP OP OP OP OP OP OP OP (dalam rupiah) H ALFDA Y FULLDA Y FULLBOARD 14) 15) 16) 340.000 465.000 1.035.000 280.000 540.000 1.350.000 ' . . - - - - · -.. - · . --- - · . · - - - - - - -·-- - · ···- - · -· - · --·- - -- ·---·-·- . --·---- ----·-·-·· 265.000 400.000 930.000 270.000 425.000 930.000 265.000 415.000 950.000 . · · - · · · - - · · ·· -·· · · ···· -- · - - · ·- - ··- -··- -· -·· 265.000 375.000 990.000 330.000 510.000 955.000 280.000 400.000 980.000 . .... . . - · - · -···· . . -- -·--· ·· ···---- ··-···.... · · · - ··- ······ - -- · - - - -- ·- --- . ·--·- . ·---·-···- · ·· - 270. 000 390.000 1.045.000 345.000 500.000 1.305.000 405.000 510.000 1.040.000 ......... -- ....
000 485.000 1. 160.000 510.000 600.000 2 . 100.000 1»- -)- 1 -+ , - 1 260.000 355.000 1.020.000 · -· · · - - · ·- . -· · · ·-·-·· - - - - ·· - · - · - · ·- · · - - - - - · · - - - - - - · - · - - - ·-·-- · · -- · · ·' - · · - · · · · · · - - · · 350.000 485.000 1 . 125.000 340.000 470.000 1.300.000 510.000 580.000 1.870.000 370.000 290.000 280.000 290.000 265.000 3 10.000 300.000 290.000 255.000 250.000 270.000 285.000 270.000 310.000 330.000 320.000 310.000 595.000 450.000 390.000 · - · . . - ·- . ·--- -··· - 470.000 425.000 480.000 -·-··- · · - - · ·- . ·-- · - - ·--· - - 480.000 415.000 400.000 420.000 450.000 450.000 415.000 450.000 525.000 460.000 450.000 1.090.000 1.040.000 980.000 970.000 1. 100.000 940.000 · - -··-· - · ·-·- - · · ·-·· . . ·-·- - · . .
000 1. 120.000 990.000 910.000 1.240.000 980.000 970.000 1.040.000 1.020.000 1. 120.000 1.020.000 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 6 - b. Pejabat Eselon I & II NO. PROVINS! SATUAN (1) (2) (3) 1. ACEH OP 2 . SUMATERA UTARA OP (dalam rupiah) HALFDA Y FULLDA Y FULLBOARD (4) (5) (6) 300.000 400.000 860.000 - - -·-·- - ----· - - - · · · - - - · -- · - - - - - · -- - - - - - - - - - - ·- --- - --- - - - - - ---- ------·-- - - ---- 240.000 365.000 800.000 3. R I A U OP 225.000 335.000 690.000 4. KEPULAUAN RIAU OP 230.000 360.000 790.000 ---- -------- ··------ - - ---- ---- - ------ - - ------ ----- -- ---· - ------ ·-·-··------·--- ------- 5. J A M B I OP 225.000 350.000 780.000 6. SUMATERA BARAT OP 7. SUMATERA SELATAN OP 8. LAMPUNG OP 9. BENGKULU OP 10. BANGI<A BELITUNG OP 11. B A N T E N OP 12 . JAWA BARAT OP 13 . D.K.I. JAI<ARTA OP 14. JAWA TENGAH OP 15. D.I. YOGYAI<ARTA OP 225.000 260.000 240.000 230.000 305.000 365.000 310.000 380.000 · · -· · · - - - · - · · - · · - -..... - . -· 220.000 250.000 310.000 820.000 350.000 785.000 335.000 810.000 325.000 875.000 400.000 850.000 445.000 420.000 450.000 290.000 405.000 820.000 920.000 920.000 740.000 770.000 16. JAWA TIMUR OP 260.000 405.000 770.000 - --- ---·---- - ----------- ---- - --- ----- - . . - ··--· ----------- - - --- - - -- - - - · - -·-··-· ··--·--· - - ·-····· -· · ------ ··· - ···-· · · · • · · · . ....... · · -- - -- · · -·--- --- - - · -··· --····--·· - · - -·· -·-· · · · - --· 17. B A L I OP 370.000 490.000 1.500.000 18. NUSA TENGGARA BARAT OP 330.000 530.000 930.000 19. NUSA TENGGARA TIMUR 20. KALIMANTAN BARAT 21. I<ALIMANTAN TENGAH 22. I<ALIMANTAN SELATAN 23. I<ALIMANTAN TIMUR 24. I<ALIMANTAN UTARA 25. SULAWESI UTARA OP OP OP OP OP OP OP 26. GORONTALO OP 27. SULAWESI BARAT OP 250.000 385.000 240.000 325.000 250.000 405.000 225.000 360.000 . . - ·.... ......-· - 270.000 365.000 250.000 350.000 250.000 350.000 870.000 810.000 800.000 930.000 770.000 750.000 870.000 215.000 315.000 820.000 210.000 355.000 690.000 _? _ 8 __: _ ͍!: 1_͎ A y.' ͏͐͑ _ EL _ A _ T _ A l'l° ________ _ _ _ _ _ _ _ _____ _ _ _ __ QP _ _ _ _ . ·-- ·· _ __ _ _ 23 () : 9()() _ _ 385.000 1.000.000 29. SULAWESI TENGAH OP 245.000 30. SULAWESI TENGGARA OP 31. MALUKU OP 32 . MALUKU UTARA OP 33. P A P U A OP 34. PAPUA BARAT OP 230.000 250.000 - · . -- · · ·· - · - · - ·........ . ...... - . .
000 280.000 250.000 385.000 810.000 350.000 800.000 385.000 870.000 . . - - - · - - - - - - . --· ------ . .......... . . -.... . ... . . - - .
000 850.000 395.000 870.000 385.000 850.000 .
Pejabat Eselon III Kebawah NO. PROVINSI ( l) ( ^2 ) 1 . ACEH 2. SUMATERA UTARA 3. R I A U 4. KEPULAUAN RIAU 5. J A M B I 6. SUMATERA BARAT 7. SUMA TERA SELATAN 8. LAM PUNG 9. BENGKULU 10. BANGKA BELITUNG 1 1 . B A N T E N 1 2 . JAWA BARAT 13. D.K.I. JAKARTA 14. JAWA TENGAH 1 5 . D.I. YOGYAKARTA 16. JAWA TIMUR 1 7 . B A L I 18. NUSA TENGGARA BARAT 19. NUSA TENGGARA TIMUR 20. KALIMANTAN BARAT 2 1 . KALIMANTAN TENGAH 22. KALIMANTAN SELATAN 23. KALIMANTAN TIMUR 24. KALIMANTAN UTARA 25. SULAWESI UTARA 26. GORONTALO 27. SULAWESI BARAT 28. SULAWESI SELATAN 29. SULAWESI TENGAH 30. SULAWESI TENGGARA 3 1 . MALUKU 32. MALUKU UTARA 33. P A P U A 34. PAPUA BARAT MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 7 - SATUAN H ALFDA Y {3) {4) OP 260.000 OP 175.000 OP 185.000 OP 180.000 OP 135: 000 OP 1 50.000 OP 2 1 5.000 OP 195.000 OP 190.000 OP 265 .000 OP 275.000 OP 230.000 OP 280.000 OP 1 50.000 OP 2 10.000 OP 2 10.000 OP 280.000 OP 280.000 OP 2 10.000 OP 200.000 OP 2 10.000 OP 185.000 OP 200.000 OP 1 70.000 OP 170.000 OP 175.000 OP 1 70.000 OP 190.000 OP 205 .000 OP 190.000 OP 205.000 OP 135.000 OP 180.000 OP 2 10.000 (dalam rupiah) FULLDA Y FU LLBOARD (5) (6) 330.000 690.000 275.000 540.000 245.000 520.000 250.000 625.000 285.000 6 10.000 240.000 530.000 270.000 6 1 5.000 270.000 640.000 260.000 705.000 3 10.000 650.000 320.000 600.000 290.000 720.000 360.000 750.000 2 10.000 540.000 3 1 0.000 600.000 340.000 600.000 420.000 1 .000.000 420.000 750.000 320.000 700.000 260.000 620.000 340.000 620.000 295.000 700.000 300.000 600.000 280.000 550.000 270.000 700.000 250.000 650.000 290.000 5 10.000 320.000 750.000 320.000 590.000 280.000 550.000 320.000 700.000 180.000 535.000 330.000 650.000 320.000 600.000 No.
1 1 . 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
2 1 . 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 3 1 . 32. 33. 34. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 8 - 30.2 Uang Harian Kegiatan Rapat/ Pertemuan di Luar Kantor PROVINSI FULLBOARD FULLBOARD SATUAN DI LUAR DI DALAM KOTA KOTA (2) (3) (4) (5) ACEH OH 120.000 100.000 SUMATERA UT ARA OH 130.000 1 10.000 R I A U OH 130.000 100.000 KEPULAUAN RIAU OH 130.000 1 10.000 J A M E I OH 130.000 1 10.000 SUMATERA BARAT OH 120.000 100.000 SUMATERA SELATAN OH 120.000 100.000 LAMPUNG OH 130.000 1 10.000 BENGKULU OH 130.000 1 10.000 BANGKA BELITUNG OH 130.000 1 10.000 B A N T E N OH 120.000 100.000 JAWA BARAT OH 150.000 1 25.000 D.K.I. JAKARTA OH 180.000 150.000 JAWA TENGAH OH 130.000 1 10.000 D.I. YOGYAKARTA OH 140.000 1 1 5.000 JAWA TIMUR OH 140.000 1 15.000 B A L I OH 160.000 135.000 NUSA TENGGARA BARAT OH 150.000 125.000 NUSA TENGGARA TIMUR OH 140.000 1 15.000 KALIMANTAN BARAT OH 130.000 1 10.000 KALIMANTAN TENGAH OH 120.000 100.000 KALIMANTAN SELATAN OH 130.000 1 10.000 KALIMANTAN TIMUR OH 150.000 125.000 KALIMANTAN UTARA OH 150.000 125.000 SULAWESI UTARA OH 130.000 1 10.000 GO RO NT ALO OH 130.000 1 10.000 SULAWESI BARAT OH 120.000 100.000 SULAWESI SELATAN OH 150.000 125.000 SULAWESI TENGAH OH 130.000 1 10.000 SULAWESI TENGGARA OH 130.000 1 10.000 MALUKU OH 120.000 100.000 MALUKU UTARA OH 130.000 1 10.000 P A P U A OH 200.000 170.000 PAPUA BARAT OH 160.000 135.000 (dalam rupiah) FULLDA Y / HALFDA Y DI DALAM KOTA (6) 85.000 95.000 85.000 95.000 95.000 85.000 85.000 95.000 95.000 95.000 85.000 105.000 130.000 95.000 100.000 100.000 1 15.000 105.000 100.000 95.000 85.000 95.000 105.000 105.000 95.000 95.000 85.000 105.000 95.000 95.000 85.000 95.000 140.000 1 15.000 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 9 - 3 1 SATUAN BIAYA TIKET PERJALANAN DINAS PINDAH LUAR NEGERI (ONE W AY) NO. PERWAKILAN SATUAN (1) (2) ( ^3) 1 . Abu Dhabi Orang/Kali 2 . Abuja Orang/Kali 4. Alger Orang/ Kali 5. Amman Orang/Kali JAKARTA - PERWAKILAN Published Business (4) (5) 1 , 1 50 3,060 3,400 5,240 2,22 1 3,080 · -- ^. . ^· - ·- · · -·- ··· · -- ^· - - - ^- - -- - ^· · First (6) 3,790 8,4 10 -B-'9.?() 3,490 4,300 6,437 1 ,840 3,970 4,662 ldalam US$ PERWAKILAN - JAKARTA Published Business First (7) (8) (9) 1 , 140 3,270 3,790 3,220 6,278 8,4 10 2,6 10 4,370 6,976 1 ,860 2,730 4,08 1 2,4 13 3,750 5,4 10 2,306 3,670 6, 162 . ··- ^- - - - - - · ^· · - · - - -· - - - - - --- - - · -- - - - . · ·---- ^- -· -- ^- - · ^- - ^. - ^- - - ^--- . ..... .....- ^· · - -- ····----- . ----·-- ·- . .. . -·-----·- _ 7 _ .l A _ n _ k_ ar _ a _ _ _ _ _ _ _ _ l _ O _ r _ a n --'g = / _ K _ al _ i _ · _ 1 _ _ _ 1-'- ,8 _ 6 _ 0 1 _ _ _ 2 --'- ,8 _ 0 _ 0 _ 1 _ _ _ 3 --' , _ 8_ 0_ 0 1 _ _ _ 1 ͒ ,8 _ 90 2,660 3, 700 _ 8 _ .1 An _ tan _ an _ ar _ i _ v_ o _ _ _ _ _ 1_ 0 _ r_ an _ g ͓ / _ K _ al 1 _ · _ 1 _ _ _ 4 ,2 _ 1 _ 0 _ 1 _ _ _ 5 _ ,_ 7_ 30 1 _ _ _ 7 _ ,2 _ 6 _ 0 _ 1 _ _ ͔ 4,2 10 5,730 7,820 9. _ ՕՖքօ _ _ _ __ _ _ _ _ _ _ _ __ ^ ___ _ _ ^Q_i: : MI ali _ __ } ^ , ^1 _ 6_() 4,960 8,090 3. ^,6 6.() 4,2 12 8,650 - - - - - - - ^· ^ · · · - -.... - ^- ---- - -·- ^- -- - - - - - --- 10. Athena Orang/Kali 3,820 4,830 9, 120 2,850 3, 160 8, 1 20 1 1 . B.S Begawan Orang/Kali 540 663 969 530 657 957 _ _ !_ Ց: _ _ I?-զէ liը-թ<: !_ ___________ ^_ __ _ ____ .<2E_ɒ LI!31L _ ___ _ _ l,7()ՙ ___ _ _ _ ^3,ooo 4,620 1 ,879 3,000 3,930 . . ··- ·· - ···- - - · - .. ---- - _ ____ _ _ ,, _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 13. Baku Orang/Kali 1 ,949 3, 106 4, 163 1 ,838 3,424 4, 163 14. Bangkok Orang/Kali 660 924 1 ,220 550 730 1 ,376 J ̞ _ : _ _ ^͕ <? ^Ͳji ͖͗-- -- --------- - ----- _ Q ^r ai: i ^g (I<_ i __ _ 9͘0 _ _ 1 ,712 _ _ _ 2,ͮYf76 1 ,040 _ _ _ l ,7p 2,076 16. Beirut Orang/Kali 1 ,460 2,890 5,232 1 , 130 3, 100 4,900 - - - - 1 - - Ǡ - - 1- - - ǡ -1 17. Beograd Orang/Kali 3,005 4,836 7,56 1 3,598 4,784 8, 164 -Ք: _ _ _ ^13- ͙͚ ^ll ͛ __ __ _ _ ^_ _ _ _ _ _ _ __ _ _ _ _ Qtaii_L_- ъ - ___ - - - ̟'̠} _ O 3 ,360 ___ 7-, _ 3.()() _ _ __ __ ՞'-՟?Q __ _ _ __ ՚: C>?() _ _ _ __ ^?,3. _ ^3() 19. Bern Orang/Kali 2,300 4,850 9,450 3,590 4,850 9,450 20. Bogota Orarig/Kali 5,08 1 1 1 ,823 14,388 6,056 10,890 14,65 1 --- 1 ^------- 1 ^----- 1 ---- 1 ---- 1 ---- 1 ---- - -ձ1:
.: _ _ ^J?E a ^s͜li ͝ --- _ _ _ _ _ _ __ _ _ _ _ _ _ __ _ _ _ QաբմL_Iգՠi__ _ _ __ _ _ ^1 ͞ ^3. _ ^10 _ _ __ _ ^?, _ ^128 10, 934 ----- ^- ͟'-5͠͡ 10,734 1 1 ,347 · ^· -- ^· ·- ^· - - ---- ·· · ^· - - - - ^· · ^·· ^- ·· · ·-· ^· · · - 22. Bratislava Orang/Kali 2,0 1 8 3,539 5,700 2,075 3,539 5,700 -- - Ǣ - - 1 - - ǣ - - 1 23. Brussel Orang/Kali 3,370 5,346 24. 25. !=.J1: : 1 .<: '.!1͢ s!__ _ _ _ _____ _ _ _ ____ ^Q ͣ ^ͭ/I!31i _ _ _ _________ ?,3.?! -- - - - ̡'̢ ? _ O Budapest Orang/ Kali 26. Buenos Aires Orang/Kali 28. Canberra Orang/Kali 29. Cape Town Orang/Kali 1 ,620 4,340 4,900 7,500 2,287 - ·.... . . - . . 2, 130 4, 128 3,542 2,9 14 4,220 7,820 6,880 ..... . ... ·· - - -- 3,500 2,8 10 5,346 8,6 1 2 3,790 7,290 - ·--- --·--· ·- ·- ------· - · - · · - · ... - · 6,880 2,670 3,500 7,390 10,500 5,500 7,800 1 2,500 4,94 1 2,203 2,676 4,530 3,420 1 ,520 3,935 6,375 8,349 3,979 4, 1 5 1 9,694 · ξ- --- 1 --- -- ^1 ---- 1 3 --2.: _ Cara __<: '.ͤ-------- - 9.: : '.3n_j Kali _ - -- - - - ̣̤ O. !̥ - - -- ̦' - ̧ 3 ̨ _ _ _ _ _ !՝,8 Q() _ _ _ _ _ _ Ւ,4J'.3 _ _ _ _ }(l,l??_ ___ l_Փ:
?.QO. 3 1 . Chicago Orang/Kali 2,46 1 5,248 6, 146 2,236 5,5 1 2 6,820 32. Colombo Orang/Kali 1 ,050 1 ,950 2,250 880 1 , 150 1,810 __ ?-- pa15 ------------------- Q ̩̪̯l_I( '.3} i _ _ 3,230 6,540 9,620 3,030 -- -----ͥ'?8_0 9,520 34. Damascus Orang/Kali 1 ,740 3, 120 4, 120 1 ,6 1 0 3,030 4,420 _ 35. Dar Es Salaam Orang/Kali 2,930 4, 130 6,590 2,330 3, 140 6,420 ---դ-()ե-- J?arͦi: i __ _ _ _ _ __ ____ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ (?r3!1_ͧ/I(ͨi 1 , 125 1 ,703 2,063 97 1 _ _ _ _ 1,70? 3, 1 2 1 37. Davao City Orang/Kali 890 1 ,430 1 ,700 860 1 ,290 1 ,620 38. Den Haag Orang/Kali 3,060 4,930 6,590 2,790 4, 130 7,7 14 __ 3?: _ _ !? - ̫̬a _ _ _ ____ _ _ _ __ _ _ _ _ Qͩ; ; ui-ͪJ'ͫ<ali 830 1 ,2 13 1 ,630 770 _ _ l ,?lͬ _ __ - - - ̭ ,46 _ ̮ 40. Dili Orang/Kali 2,420 2,950 3, 1 20 2,320 2,600 3,000 4 1 . Doha Orang/Kali 1 ,460 2,390 4,220 1 ,490 2,730 3,82 1 42. Dubai Orang/Kali 1 ,470 2, 1 10 5,470 1 ,490 2,730 5,5 19 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 20 - ldalam US$ JAKARTA - PERWAKILAN PERWAKILAN - JAKARTA NO. PERW AIGLAN SATUAN Published Business First Published Business First Ill 121 (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 43. Frankfurt Orang/Kali 3,340 3,650 7,390 3,350 4,360 8,3 10 _ ± 9 _ uՍ(.5ՎhoՏ----- --------- -- Qպ_E_nѺL - _ _ __ _ ?Q - ---- ----- Կ?Հ - - - - - ԥ ' <?Q ---- --- Իo-g _ _ ____ L{) 3 ________ 2 , 9-g 45. Hamburg Orang/Kali 4, 108 5,397 7,8 13 4,952 6,399 9,255 46. Hanoi Orang/Kali 880 1 ,070 1 ,240 870 950 1 ,250 - - --- Ե? : ___ ___ !: !̰ 8: : 1: _ e _ _ _ __ _ __ _ _ _ ___ _ <?!ͳlnͱ{Kaḻ 3,0 10 3,700 _ _ _ ? , 1 8 () 2,950 3,780 6,8 10 48. Havana Orang/Kali 3,500 6,550 7, 100 3,500 6,550 7, 100 49. Helsinki Orang/Kali 2,530 4,745 7, 180 2,6 10 3,700 8, 100 _ 2 0 : _ __ !: ! <?!?: ̲̳ ^i _1: _- -------- ---------- - <: )!_f:
: 1: g [̴̵̶- ^i __ ^ - - - ____ : 5 _ () _ _ ^__!() - ---- -- ^1 , 160 - --- _ _ _ 6. !? _ () --- - -- ------ԹԺQ ____ _ l}Է_Զ_Q 5 1 . Hongkong Orang/Kali 980 1 ,4 10 1 ,630 890 1 ,700 2, 120 52. Houston Orang/Kali 2,0 10 4,040 8,530 1 ,970 5, 190 S, 180 ____ 52 ^Isl ̷- ̸IJ̹ ^d ___ __ ________ _ Qi: ԩ15{I£i __ _ __ _ _ _ ! , () _ ___ _ _ _ -- - ' - 3-__() - - ---- - '()?: q _ _ __ ^) ^, _ ^3 ^ ^Q ______ ^2 _, !g _ _ _ _ }.ԭ() 54. Istanbul Orang/Kali 1 ,859 2,974 4, 1 14 1 ,842 3,390 4, 150 55. Jeddah Orang/Kali 1 ,770 2,890 4,460 1 ,630 2,270 4, 160 ---ց---- '.!Շ12.Aւ --------- ------- - ̺8.?IS( ^I ̻̼̽ - Ա. IE: )? _ _ _ -ո,?Q _ _ _ ?,Q _ 6 () 2 , 1 70 - ---- ,!') () 7,0 10 57. Johar Bahru Orang/Kali 300 49 1 609 250 49 1 7 1 5 58. Kaboul Orang/Kali 2,480 2,930 3,325 2,245 2,600 3, 166 _ _ §Ԯԯ- ͵a ^c ̾ ^i _ _ ______ _ __ __ _ ___ ^ <?: ̿15 ^/ _̀́ ^i _ _ ___ _ _ 1 , ^6 _() _ 2, ?() _ _ _ _ ___ : ? ^3 _ () _ ____ __ ^1 , 1 90 __ _ _ _ _ } : ^9 () _ _ ___ _ _ _ ___ ^2 ].() 60. Khartoum Orang/Kali 2,400 3,606 5,260 2,400 2,770 4,090 6 1 . Kiev Orang/Kali 2,973 3,498 6,427 2,802 3,208 6,409 -- :
. - _!ՈՉE.A!.: 1: 1ՊՋՌi: _ _ _____ _ _ _ _ _ _ 9: ͂ ^g LIS8: !̓ _ 2,06 () _ __ _ 3,635 8,215 1 ,980 _ _ __ ____ ^Բ,:
Գ? __ _ ___ _ 6, 7_ 2 () 63. Kata Kinabalu Orang/Kali 450 684 828 420 684 948 64. Kuala Lumpur Orang/Kali 360 527 686 450 527 686 -Ԭ? _: __ IS: : c_l1iՃis __ _______ ___ ___ ___ ___ 9.. : ՁisL!<ՂL .. ___ ___ _ ____ __ _ _ _ 5 g _ _ _ ____ __ _ _ 8- _ ?() --- - - ---- - , - ()O Ԩ?() ___ __ _ __ __ _ _!__?Q __ __ __ _ _ __ l _ , ?Q 66. Kuwait Orang/Kali 1 ,630 2,240 3, 1 10 1,710 2, 130 3,0 15 67. Lima Orang/Kali 4,789 8,735 12,2 17 4,875 8,063 12,828 _ _ 6 _ ֆև 9_1: 1 _ _ _ _________ 9: րisi!Sտi- __ 1 ,740 2,970 5,7 1 1 1 ,740 3, 1 20 5,94 1 ·--------·- ··-· - - - · · ·--- - - --· -- · ---··· · - . .. . · · - · - -· ·· · · - · ·---- · - - · - - - - - · · - - -·- ·--- - - · ·--· - - · - ·-- - - - - - 69. London Orang/Kali 3,350 8, 189 10,330 2,080 4,770 7,030 70. Los Angeles Orang/Kali 1 ,765 3,825 4,427 1 ,826 3,876 4,8 14 ___ _ ?Ԫ·- ̈́.: : i-ir .!ͅ-------- -------- -- -- - _ 9.r _ _ is / I S L- --- - - - - -- ", ? _ O? - --- - Ԧ? _ 1 __ __ _ _ ? !4 1 () _ ___ 2, ? () }&! _ ___ _ _ --- ԧ 0 _ 8-() 72. Manama Orang/Kali 73. Manila Orang/Kali 74. ͆'.W-!_o _________ __ ___ ____ _ ____ _ _ __ _ _ () ^rang / ^Kali _ 75. Marseille Orang/Kali 1 ,777 670 3,3 1 1 2, 100 2,208 1,240 5,764 4,059 76. Melbourne Orang/Kali 1 ,350 2,300 ___ ?? ___ · _ Ͱ_J5iC: : ? _ _ gԫ!,Y _ _ _ _ __ _ _ _ _ _ _ ________ _ Q: ͇͈_LI͉8: 1_i _ _ _ - - - - - -- - ,8-gO _ _ _ _ !')}(j() 78. Moskow Orang/Kali 2,3 10 79. Mumbai Orang/Kali 1 ,500 4,890 2,500 5,258 1 ,620 6,688 7,300 3, 162 1 ,736 650 3,388 2,690 1 ,350 2, 105 5,258 1 ,200 1 ,380 4,972 6,457 · · · · -- -- - - ······-···- . - - -·----·· ·- ···-···· · - - 4,059 7,880 2,6 1 1 3, 162 - - - ! )5 _ 8- - - -ժ, ^4 ?() ---- ---- -իլ6-2 - - -- 9,458 6,500 2,680 3,500 1,500 4,900 2,500 5,650 3,500 ---չ_2Ը _ ԼԽ-1>.C: Ծ! __ _ _ __________ _ _ _ _ Q_i: g{Kali _ ___ _ _ _ l,_9 0 __ _ __ ?,Ր?O ____ ___ 4, ?!')() _ _ __ : 2 , () 60 - --- -} _ ^l _ Q --- ---- -- ՄՅ?ՆQ 8 1 . Nairobi Orang/Kali 3,270 4,000 5,492 3, 130 4, 190 5,500 82. New Delhi Orang/Kali 1 ,500 2,500 3,500 1 ,500 2,500 3,500 ---1 ---- 1 ---- 1 83. New York <: )ri1n15/I\ali __ Orang/Kali 2,542 4,726 8,07 1 2,425 4,943 8, 123 - · - - - · - · - - ·· - ·· - -- - · - · · · - - - 84. Noumea 1 ,960 3,809 4,6 12 1 ,259 3,809 4,6 12 85. Osaka Orang/Kali 1,250 _ _ _ 8 q_Դ!?. _ _ _ _ ___ __________ _ _ _ __ _ Qr͊15/K͋i - _ 3,239 87. Ottawa Orang/Kali 2, 100 2,040 2,620 1 , 190 2, 149 2,563 - ---- 1 ---- 1 ---- 1 ----- 1 3,8 18 - 5,870 3,320 3,8 18 5,740 3,480 . . - - · · -·· - - ·...·· · · - -· · - - - - - · · --· · · · -· --·----- 5,570 2,630 4,250 6,449 NO. PERWAKILAN SATUAN (1) (2) (3) 88. Panama City Orang/Kali MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 2 1 - JAKARTA - PERWAKILAN Published Business First (4) (5) (6) 5,23 1 7,390 10,307 12,540 (dalam US$ PERWAKILAN - JAKARTA Published Business (7) (81 5,379 7,397 First (9) 12,394 12,280 Ӻ?.:
_ .!: ar@ariAB--------------- ·- Q_r: a.n. 15-/IԖ: Ui _ _ ??̝IS<? - - - 7,59!?. - - -- · - · - · - · · · .. .
Paris Orang/Kali 2, 153 3,290 7,4 1 2 2, 129 4,070 7,4 12 91. Penang Orang/Kali 460 613 734 436 6 1 3 734 92. Perth _____________ Qʹ!5-L.IS8-: 1_i_ _ _ _ _ _ __ !'!.°- l?l()Q _ _ _ _ _ 2-,5̆1 _ 970 - · - _ __ l,B4: ! _ ___ __ 2,f>?Q 93. Phnom Penh Orang/Kali 730 1 , 130 1 ,340 800 1 ,206 1 ,460 94. Port Moresby Orang/Kali 1,500 2,4 17 2,927 1 ,493 2,6 1 7 3,040 -Ӹ- Pra12_̅------------- 2r: ___ an ԙL.!Ԛԛi. _ _ ______ : i_,3gg --- --՛՜.<?-2 __ ___ !§!ԇԈZ _ ____ _ 6 ,Q±?. _____ 1_ 2-,762 _ __ !; i_,__(: i_(): ? 96. Pretoria Orang/Kali 2,779 4,220 5,257 97. Pyongyang Orang/Kali 1 ,660 2,220 4,040 __ ? C Quito __ _ _____________ ___ <?LԉLISԊԋ- _ __ _ _ 6!()()LJ: _ __ _____ _ _ f>,!?3() _ __ 1̇,42-<? 99. Rabat Orang/Kali 2,830 3,520 6,285 100. Riyadh Orang/Kali 1,580 2,450 2,870 2,704 4, 1 5 1 5,104 1 ,500 2,050 4,600 5,040 6,440 14,240 - -- - · - ·· - - · - - · · -· - · - - · - · -·-· - - --· - - - - - ·---· 2,9 10 3,680 5,690 1 ,530 2,070 2,990 _ _ l()l.: ___ B£1!!: Ԥ- -- ---------- ----- Qr_Dl!\E_i _ _ _ ____ __ 2-,ӽ()0. __ ___ !?.,()()() _ _ _ (5 ! _ 5 <?() _ _ _ _ __ ?,!?_ ()() ___ --- -Ԍ·<?()() ______ ?2!?9-9 102. San Francisco Orang/Kali 1 ,843 3,565 5,758 1 ,730 4,29 1 5,758 103. Sana'a Orang/Kali 1 ,880 3,060 3,9 10 1 ,5 1 0 2,940 3,840 _ _ 1-0."I-.: _ san_1: : iag ̈-------- --- --- - <?r: FL-Li _ _ _ _ _ _ _ _ i,8̉<J. _ 6,800 7,o7o 3,520 · · - - - ӷ , .Q.Ӷ_c> ____ ___ _ (),?Ԑ() 105. Sarajevo Orang/Kali 3,840 5,800 8,600 3,700 5,703 9,260 106. Seoul Orang/Kali 1 ,090 1 ,280 1 ,743 860 1 ,3 10 1 ,650 l<?I: ___ Sh̊ghai _ _ _________ Qr: anն[!ԗԘ_i_ ___ _ 1 , 196 l: ?LJ: 'f _ _ 2,<J.l'.! _ __ __ l _ , ()1- _ 0 _ __ __ ___ l _ , ?LJ: 5 _ _ _ __ ?, ԍ_Ԏ() 108. Singapura Orang/Kali 322 534 647 350 534 647 109. Sofia Orang/Kali 1 ,930 3,340 6,2 10 1 ,250 3,450 5,978 _ __!!2: ___ Son̋khla _______ _ 0-: '.ll ԟ/ԡԢԠ--- _ _ _ _ - ӻ() .Q _ _ _ _ _ l : _ 9-!Q _ _ _ _ _ _ _ 1 , _ 2-2- _ () _ _ _ _ _ ?_()() ______ 1- _ , _()() _ __ _ _ l:
'.?:
Q 1 1 1 . Stockholm Orang/Kali 2,840 4,405 6,970 2,360 4,405 6,256 1 1 2. Suva !}Ӽ: - ӿyԁi: iԀy _ _ _ _ _ _ _ - - - --- --- ---- 1 14. Tashkent Orang/Kali 9!a.n.lIEl.l i -- - Orang/Kali 2,380 4,7 10 - - _ _ },!JtJ: () _ _ _ _ _ _ _ 2,2-ͯ() 3,672 3,930 5,060 2,680 4,900 2,460 1 ,420 3,380 4,300 2,393 3,56 1 5,940 2,6 ,1! 5,7 10 1 1 5. Tawau Orang/Kali 450 890 1 ,370 420 940 1 ,480 _ !} _ () _: ___ ! eȟ̍̎------- _ _ _ __ Q_Ԝԝ/5-/_1- <Ԟ!- _ _ _ __ _ !.: ?()() _ _ _ _ _; 3-() _() n 7. Tokyo Orang/Kali 1 ,070 1 ,570 2, 140 1 , 1 90 2 , 1 40 2,520 1 18. Toronto Orang/Kali 1,970 3,390 7,270 1 ,990 3,420 7,740 _UJ ..:
_ Tr!ȑ E_ _____________ _ _ Qrկ/]հ Ԅ-- _ __ _ _ _ 2-·?ԏ_o _ _ _ 3,2-3-Q __ _ _ 5,660 _ _ __ _ 2-: 4: ()9. _ _ _ _ __ -1Ԃԃ!() _ _ _ ___ : i: : 4̐ 0 _ 1 2 _ 0 _ . _ 1 T _ u_ n_ is _ _ _ _ _ _ _ _ 1_ 0 _ r_ an ̑ g = / _ K _ al 1 _ · 1 _ _ _ 3 ̒ ,0 _ 9 _ 8 _ 1 _ _ _ 4 ̓ , 2 00 1 _ _ _ 4 ̔ ,8 _ 9 _ 01 _ _ _ 3 ̕ ,0 _ 9 _ 8 _ 1 _ _ _ 5 ̖ , 0_ 18 _ 1 _ _ _ 5 ̗ ,6 _ 7 _ 01 1 _ 2 _ 1 _ . _ 1 _ V _ an _ C _ ou _ v _ e _ r _ _ _ _ _ _ 1 0 _ r_ an , g = / _ K _ al _ 1 _ · _ 1 _ _ _ 1 ̘ , 9 _ 8 _ 0 _ 1 _ _ _ 2 ̙ , 4 ____: _ 20 _: ___ 1 _ _ _ 4 ̚ ,3 : ___: 1 : ___: 0 _ 1 _ _ ___: c l ,890 3,800 4, 190 i2̛: ___ ԣռ_i_IE:
ս ---------- Q:
.l?: l!SճL _ _ _ _ _ _ _ I_,9()4. _ __ _ __ _ _ _ 2, 192 _ _ _ _ 2-A!?..4. _ _ _ _ _ _i. º _ ?()4. ___ -ԅ? Ԇ.: 93 ____ ___ 2- , _ 6. _ !?.4.
Vatican Orang/Kali 1,890 4,749 5,978 1 24. Vientiane Orang/Kali 900 1 ,250 1 ,380 1 ,890 920 3,8 19 4,480 1 ,057 1 ,600 !.. 2-!?: ___ ԑԒ-ԓ Ԕԕ§l _______ _ _ _ _ _ gփ-l?: l!Ӿi _ _ _ _ },409 4?2()0 , _ 4,800 3, l l_Q --- - - - ӵ ,__ ()4. _ ? _ _ __ _ _ _ _ '4,__? 1-§ 1 26. Washington Orang/Kali 2,436 6,090 9,020 2,3 10 6,143 7,875 - - - -1- - - - - 1- - - -'--- -l- - -'--- - 1- - : ___ - 1 1 27. Wellington Orang/Kali 2, 130 4,360 5,770 1 ,990 5,470 5,980 -ӹ??.: __ GiHI-- ------- ----- ---·- - - -·· 9.EJK/KEt!i _ _ 129. Windhoek Orang/Kali 130. Yangoon Orang/Kali 13 1 . Zagreb Orang/Kali -- 2!4 10 3,755 750 4,344 3,200 6,550 6,8 10 9,088 950 1 , 100 6,750 20,522 2,320 - · · - _ ...... 3,382 750 4,802 }c.6_59. - ----- -̜,9_ 2Q 6,320 8,778 950 1 , 100 8,82 1 17,0 15 MENTERI KEUANGAN REP U BLIK INDONESIA - 22 - 32 SATUAN BIAYA OPERASIONAL KHUSUS KEPALA PERWAKILAN RI DI LUAR NEGERI PERWAKILAN RI SATUAN (1) (2) AMERIKA UTARA & TENGAH l . New York KJRI 2. Ottawa 3. New York PTRI 4. San Fransisco (3) OT OT OT OT --·----- ·---·----·- - ---· ------ - - ··---· . ·-·---- - - - - - - - - - - ··--···- ·-----·-- - · - ---··-----··- --- - 5. Washington 6. Los Angeles _ _ 7_ · _ _ gӲӳc: Ӵg ----- --- - - - -- - - --- - - -- - - - - - - - --- - - - - 8. Houston 9. Toronto 10. Vancouver AMERIKA SELATAN & KARIBIA 12. Boenos Aires --- - ·-·- ··- . ____________ . __ ___ _ _ _ _ _ _ _ _ -- - - - - · · - · ···- · - - - - - - - - ······ -- - ---· ·• - - ---- - · - - · 13. Paramaribo 14. Brazilia 15. Caracas 16. Havana 17. Bogota 19. Lima 20. Quito 2 1 . Panama EROPA TENGAH & TIMUR ____ ??_. _ _ BC: : <: )_g!: c! _ _ _ _ __ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ _ 23. Bucharest 24. Budapest 25. Moscow --·-- ·-- ·----- ---···· · · -- --- -- - - - - - - --· -·· - - · · - - · - - · - - · - · · - · ·- 26. Praque . . ·- ·- - - - --- . . OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT 27. Sofia OT 28. Warsaw OT ----------· ---··-· - - · . ·- -----···---·-·---- - - - . - · ·- ·-··- -·.... . · · · ··-- . - - . ··· - -· . .. . . - . - · · - · .. ··- · ·· · ----· · - . . - - ··· 29. Kiev OT 30. Bratislava OT _ _ _ }) _ . __ -ӫջ_gӬӭ!? _ ____________ __ _ __ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ _ __ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ OT _ _____ _ _ _ 32. Sarajevo OT (dalam US$) BIAYA TA 20 16 (4) --- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -- - - - -- - ___ _ ?_9 _ , gQ () 60,000 60,000 - - - --- -- - -- - - - - - - - - --- -- - - - -- -- ө - Ө , Q_Q Q 60,000 60,000 ---- - -- -- - ---- - - - ---- v-5-?()Q_Q 45,000 45,000 45,000 - · - - - - - - - - _ _ _ }Q,()O_Q - - - - - . - ---- - - -- - · - ----- - - - - --- - - - -- -- - - _ }() ^, () ^O Q 15,000 30,000 15,QQO 1 5,000 30,000 .. .. . .. - - - - - - - - - - --- - - - - - - - -- - - - - _ _ ^1 §.!Q_Q() 15,000 1 5,000 1 5,000 - . --- ^-- - ^}§,QQQ 18,000 18,000 _ _ _ _ _ _ ӯ_q,OO() 17,000 15,000 - - - - - - . . - - -- _ _ _ ?ӪQQQ 30,000 15,000 · - - . - - - - - - - -- -- - - - _ ^ }Ӯ,_D()Q 15,000 PERWAKILAN RI (1) EROPA BARAT 33. Stockholm 34. Helsinski (2) MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 23 - SATUAN (3) OT OT (dalam US$) BIAYA TA 20 16 (4) 30,000 ----- ----- - - - ------··- - - -- - ---···----·-·---- ·-- - ··- - · - - - - - - · -· - --·-·------ -· - ---------- - - ---- - - ............. · - - -·...-·...- - - · -· - -· --·· }.Q ,Q_QQ 45,000 35. Rome 36. Vatican 37. Frankurt OT OT 18,000 OT . ....... · · · · · - . - w ^5 "QQQ 38. Bern OT 30,000 39. Berlin OT 60,000 --Ӥ.<?..:
.. _ §¨ ©ª_ el _ s ___ __ _ _ -··- -· - · ···· - · ·· · · ····-· - · · · · · ·· ·· ·-··· · _ __ QT ____ _ ...... .... ... ... ... . .. . ... _ .......· · - · · - · -· - - - - ------ӧg.!.Q_QQ 4 1 . Den Haag OT . 60,000 42. Geneva OT 100,000 __ =': }: _ _ £1.ӥյP1: !վg_ _ _ . .. _ . . · · ·- - ·.... .. _ .................^OT _ __ . _ _ . . ___ . . _ . . __ ___ 1D&Q.9 44. London OT 60,000 45. Paris OT 60,000 -- ӣ§ H -- Yi ̌ - ̋ - ^n ̊ - - - - - - - - ·---- - · - - · · ·· · - - -- · · - · - · -··· - -...___ _ __ 9 _ ! ........ . - - · ·· · · · ·· · ·...· · ·· · · - · · - · __ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ ?.9.1.0.9.Q 47. Copenhagen OT 30,000 48. Madrid OT 30,000 ___ 49: _ _ .<2!Ӧ-- --- - ·- · -- ---· - - ··- - ·.... - - - .... - · - - · · - - · - - · - · · · - _ _ ()! _ __ _ - . ................. . . · - · · · · - · · · · · · ·-· · - · · · · - -· · - · --· - · - ___ }(),Q.9Q 50. Marseilles OT 30,000 5 1 . Lisabon OT 2 1 ,000 52. Athena ..... ····· - ···· - ··· · _ · - - - ·- · - _ __ _ . . ____ .<?.T. - -- · ·· ·····............ . .. .... . . _ __ .. . · · · · ·-··.... . . _ _ _ 39 ^,000 53. Ankara 54. Istanbul AF RI KA 55. Addis Ababa 56. Dar Es Salaam OT 30,000 OT 30,000 OT 1 5,000 OT ------- --- ------------------------- -·---------- -· --·- · - --- - - - · - -- ·- --- · · - - - - -- ------ - - --·- -·-........ -· - -- - - - · - _ _ }: !?,Q.QQ 30,000 57. Abuja 58. Tananaravie 59. Dakkar --- - --- ---- - - -- - - - - -- - --------------------- - -------- - - - - - - -·-·· - -· --- · - - - ---- - - - 60. Nairobi 6 1 . Harare 62. Windhoek ----- --- -- --- - - - - - - - -----· · - - - · - - · - · -···-- . - - · · 63. Pretoria 64. Cape Town _ _ __ 6x: _ .rviap11_t() . ................ . OT OT 1 5,000 -·- . - _ _ Q!.... · · -· · · · -...··- · · - ·- - ··· - · · . ·· - ·-· -- ·....... _ ! ?.!.Q()_Q OT OT OT OT OT OT 30,000 18,000 . . - . .. --·- . . · · - · · - - ···- - · }_5,000 30,000 30,000 1 5,QOO PERWAKILAN RI (1) (2) ASIA SELATAN & TENGAH 66. Mumbai 67. Colombo 68. Dhaka MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 24 - SATUAN (3) OT OT OT (dalam US$) BIAYA TA 20 16 (4) 30,000 15,000 1 5,000 69. Islamabad OT 30,000 - · ------ -----·------·---- - -------·---·---·--·----·--·-- · - - - - - -·---··-·--·-·--·- · - · - - · ·--- · - - - - - - · -·-·-······ -·· -··-·· · . - - . -·--· - ---·-··-·-·---···-····--· ·-------· -- - - -·-- 70. Kaboul OT 1 5,000 7 1 . Karachi OT 30,000 72. New Delhi OT 30,000 73. Teheran OT 74. Tashkent OT 75. Baku OT -·----- ----- - -- - --------·-- - --·-------- - ·---· · ·· - - - - ----------· ··- ·--------- --- · - · - · - · ·· --· · --········- -- .
Astana OT ASIA TIMUR & PASIFIK · · ----- - - · · ···- · -··· - . .. . . · · · · · - · · · · · · - - · - · · · · - · · - · - · - · · · · ·...-- -- · · - · ·'-· · ·· -· · ··· · -........· - - - · - · · 77. Hongkong 78. Osaka OT OT __ _ ?: Ә'._ __ !: Y <? E. g _ y ̉̈g _ _ _ _ ·--·· · - - · - ····- - - . - - - - - - - · · - · - _ _ __ __ _ 01.: _ __ .
Seoul OT 8 1 . Tokyo OT ....-·-----·· -- - - -.... 30,000 30,000 ... - · - ... . · - · - - - · - · - . . - - - · · · · · · · - · - __ _ _ _ }§,O.Q.Q 24,000 -.... .. . . 45,000 60,000 . - - - - . · - - - - - J§ ^,0 0.9 45,000 60,000 _ 8 _ 2 _ . _ JC«E_o _ m _ _ әӚ-ӛ!1 -. . -- - · - · - · · · _ _ _ _______________ - · - --·- __ QI _ _ _ _ _ _ _ _ . . _ _ _ _ ___ _ __ _ . .. __ _ _ - - - - ---- - - - - - - - -- - - - - - -ӗg ¹ _ Q_Q _ Q 83. Beijing OT 45,000 84. Guangzhou OT 30,000 --- ӝӞӟ-- Ӗ '.: i- _ n U ̇i: - ̆ a _ _ _ _ _ __ _ _ _ __ _ _ _ _ _ _ _ __ _ _ _ _ _ __ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ q'f _ _ _ _ ····- - - - - --- --- - - ----- ()9,999 86. Noumea OT 15,000 87. Sydney OT 60,000 _ §? _ _ . _ !"ell!¬_ gtl!- _ __ _ _ _ _ _ _ _ __ . _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ __ _ __ _ _ OT _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ _ _ _ _ _ _ _ _ - -- -- -· - - -- -- -- ӕ _ Q,QQQ 89. Port Moresby OT 30,000 90. Darwin OT 45,000 --y-1: _ _ _ iyt_e!b()l11:
1: _ ®----·--- _ _ ____ _ ____ __ _ __ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ O: : I' _ _ _ _........ _ _ __ ___.... . _ .. . __ _ _ _ _ _ _ _ __ _ _ _ ---ӠӡӢQOO 92. Vanimo 93. Perth 94. Dilli - ··- - · - - · - - - · -- - · . · · · -...... - - - - . · · · - · .
Suva 96. Bangkok ___ ?J : _ _ _ P.§1: ".'Ӝ<?. <; '.Ӕ!Y ------ - · - - - - - - - ······ --- - -- - ---- -- 98. Hanoi 99. Ko ta Kinabalu 100. Kuala Lumpur OT OT OT OT OT OT OT OT OT 1 5,000 45,000 30,000 15,000 45,000 . .....- - · · - · - · - - . - - - - · - - · - · · J? _ , _ Q_QQ 15,000 30,000 60,000 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 25 - (dalam US$) PERWAKILAN RI SATUAN BIAYA TA 20 16 (1) (2) (3) (4) 1 0 1 . Manila OT 45,000 102 . Penang OT 30,000 OT - - - - ӍQ - ӌ _ : __ y ^an g<?- ------ -- _ __ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 30,000 . - · · - --· -·-- · - - · -- - - · · -· -· -· ---··--·-·---·-- 104. Singapore OT 60, 000 105. Vientiane OT 1 5,000 _ _ _ !Q.L ¯ ^a °<: J: -±1=.§ erL!3-1?: g: ; t\V8: ²---- _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ ()'!' __ _ _ _ _ _ _ _ _____ __ _ _ _ _ _ --- - · · - - - - - - - -- - - -- - - - ±§,Q() _ Q 30,000 107. Ho Chi Minh OT 108. Songkhla OT 30,000 _ lQӎ ': !³´ or _ _ ? µ _ ^hru _ _ _ _ _ _ _ __ ___ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ _ Q'I' _ _ _ _ _ _ __ _ ___ _ _ _ _ _ _ _ _ __ _ __ _ _ _ _ __ _ __ ___ _ ____ _ _ _ __ _ ---.9.!QQ() 1 10. Kuching OT 45,000 1 1 1 . Shanghai OT 45,000 ___ ! _ _ 1_z.: _ !խ-ծ -- ----------- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - _ _ _ ?! _ _ _ _ _ ___ __ _ - - - - - - -- --- - - - --- ----- - - - - -- -- - - -- - - ---- ----- ӋQ , QQQ TIMUR TENGAH 1 13. Khartoum OT - -- -- ---- -------------- · · - - -- - - - - - ·· - - - · -·-· - - · ··--- -·- ·--·-·----- - - --· --·----- - . -·---- ··· -· ·-- - - -- -- - -- ---- ----- -- - ______ _ ! _ ӊ _ ? 9().Q 1 14. Algiers OT 1 1 5. Tunisia OT 1 16. Rabbat OT 1 17. 1 18. 1 19. 120. 1 2 1 . Tripoli Baghdad Cairo Damascus Jeddah 122. Sana'a ·------ - -· · - - · - ·- -· - · · - · · -- -- - - -- - - - - - --· · - · · · - -- · - - · - · -·-...- · · · · ·-··- · · - · - · ·----· · -· - · - - OT OT OT OT OT OT 1 5,000 1 5,000 - - - - -- - - - - _ _ _ )?,OQ() 1 5,000 1 5,000 - -- - -- - - - - -- -- -- - - · - -- - - - --- _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ _ '±'.5-!()Q() 30,000 60,000 - - - -- - _ _ J?1()9Q 123. Kuwait OT 30,000 124. Abu Dhabi OT 30,000 --ӑӒ§-ӓ-- ӏIEӐ_c: t _ I?: ________ _____ ___ _ _ _ __ _ _ _ _ __ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ __ QT _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ ___ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ _ _ ___ __ _ _ 3-9190.Q 126. Riyadh OT 45,000 127. Beirut OT 1 5,000 l?? _: _ _ _ Dol]. a ______ ____ ___ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ ____ _ _ _ _ _ _ __ _ _____ _ _ _ _ QI _ _ _ _ _ ___ _ _ ___ __ _ _ _ ___ _ _ _ _ _ ___ _ __ _ _ _ ___ _ __ ____ __ _ _ _____ _ _ _ _ _____ }Q _ ¸ Q_Q() 129. Dubai 130. Muscat 1 3 1 . Manama OT OT OT 30,000 30,000 - -- - - - - - --- - -- - - - _ _ _ __ _ _ _ _ _ __ _ 37,000 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 26 - 33 SATUAN BIAYA MAKANAN PENAMBAH DAYA TAHAN TUBUH NO. PROVINS I SATUAN (1) (2) (3) 1 . ACEH OH 2. SUMATERA UTARA OH 3. R I A U OH (dalam rupiah) BIAYA TA 2016 (4) 19.000 1 9.000 19.000 4. KEPULAUAN RIAU OH 19.000 5. J A M B I _ _ _ O _ H _ _ _ , _ _ _ _ _ _ 1 8 .o _ o _ o _ , 6. SUMATERA BARAT OH 1 8.000 --· - -------·---- - - ---· - -- - - - · - - · · --·- - - - - -- - - -- - · - - - - - · - - - · - -·- · -- - --· - - ----· ---- -·--·-------- --· - - - - - - - - - - - - - . . - --- - - -·-··· · 7. SUMATERA SELATAN OH 8. LAMPUNG OH 9. BENGKULU OH --- --------- - - ------- - - · -·---·-· - ----- · ·· - - - · · ·-- - - - - · - - -- - - · - · - - - -- -- - - - - - - - -- - · - - ·--- - -... 1 0. BANGl(A BELITUNG OH 1 1 . B A N T E N OH 12. JAWA BARAT OH 13. D.K.I. JAJ(ARTA OH 14. JAWA TENGAH OH 1 5 . D.I. YOGYAI(ARTA OH ---·-- - -- -- ·- · - - · - - - -------- - - --- --- - - - - - · - --- - - - · · - -· - -- --- - · - - · · - - - -------- - - - - 16. JAWA TIMUR OH 1 7. B A L I OH 1 8. NUSA TENGGARA BARAT OH 19. NUSA TENGGARA TIMUR OH 20. I(ALIMANTAN BARAT OH 18.000 1 8.000 1 8.000 1 8.000 19.000 19.000 19.000 19.000 19.000 19.000 19.000 19.000 19.000 19.000 2 1 . I(ALIMANTAN TENGAH OH 1 8.000 ----- - - -- ·· - - - - - - - - -----· -· · · - - - · - - --· - - - - ---- · - ---- - - - -- - ------ · - ·- - - - - - -- -...
KALIMANTAN SELATAN 23. I(ALIMANTAN TIMUR 24. I(ALIMANTAN UTARA 25. SULAWESI UTARA 26. GORONTALO 27. SULAWESI BARAT 28. SULAWESI SELATAN 29. SULAWESI TENGAH 30. SULAWESI TENGGARA 3 1 . MALUKU 32. MALUKU UTARA 33. P A P U A 34. PAPUA BARAT OH 1 8.000 OH 19.000 OH 19.000 OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH ..... .....· · · · · - - ·...- - - - 19.000 1 9.000 1 8.000 19. 000 1 8.000 19.000 - · .- - · -- · - · · - · · - -·- - -- - . - - - · · · ·- · -·- 20.000 22.000 25.000 25.000 34 SATUAN BIAYA SEWA KENDARAA N MENTERI KEUANGAN 34. 1 Sewa Kendaraan Pelaksanaan Kegiatan Insidentil NO PROVINS! SA TUAN RODA 4 I l l lǟI f ^3 l 141 1 . ACEH Per hari 770.000 2. SUMA TERA UT ARA Per hari 7 10.000 3 . R I A U Per hari 790.000 4. KEPULAUAN RIAU Per hari 820.000 5. J A M B I Per hari 7 10.000 6. SUMATERA BARAT Per hari 700.000 7. SUMATERA SELATAN Per hari 700.000 8. LAMPUNG Per hari 700.000 9. BENGKULU Per hari 710.000 10. BANGKA BELITUNG Per hari 770.000 1 1 . B A N T E N Per hari 700.000 12. JAWA BARAT Per hari 7 10.000 13. D.K.I. JAKARTA Per hari 7 10.000 14. JAWA TENGAH Per hari 700.000 15. D.I. YOGYAKARTA Per hari 7 10.000 16. JAWA TIMUR Per hari 700.000 17. B A L I Per hari 790.000 18. NUSA TENGGARA BARAT Per hari 790.000 19. NUSA TENGGARA TIMUR Per hari 800.000 20. KALIMANTAN BARAT Per hari 780.000 2 1 . KALIMANTAN TENG.AH Per hari 820.000 22. KALIMANTAN SELATAN Per hari 7 10.000 23. KALIMANTAN TIMUR Per hari 810.000 24. KALIMANTAN UT.ARA Per hari 8 10.000 25. SULAWESI UTARA Per hari 800.000 26. GO RO NT ALO Per hari 740.000 27. SULAWESI BARAT Per hari 7 1 0.000 28. SULAWESI SELATAN Per hari 700.000 29. SULAWESI TENGAH Per hari 770.000 30. SULAWESI TENGGARA Per hari 770.000 3 1 . MALUKU Per hari 890.000 32. MALUKU UT.ARA Per hari 900.000 33. P A P U A Per hari 1 . 025.000 34. PAPUA BARAT Per hari 980.000 (dalam rupiah) RODA 6/BUS RODA 6/ BUS SEDANG BESAR (51 ( ^6 1 2 . 100.000 3.670.000 1 .950.000 2.920.000 2 . 160.000 3 . 1 50.000 2 . 160.000 3.560.000 1 . 950.000 3.250.000 1 .900.000 3.050.000 1 .950.000 3.700.000 1 . 840.000 2.920.000 1 . 950.000 3.020.000 2 .050.000 3 . 1 50.000 1 . 840.000 2 .920.000 2.050.000 3.020.000 1 .950.000 3 .020.000 1 . 900.000 2.920.000 1 . 950.000 3 . 150.000 1 .900.000 2.920.000 2 .270.000 3.020.000 2 .270.000 3.020.000 2.380.000 3.240.000 2 . 100.000 3 .350.000 2.600.000 3.700.000 1 .950.000 3 . 1 50.000 2.200.000 3.560.000 2 . 160.000 3 .560.000 2.050.000 3.460.000 1 . 950.000 3.020.000 1 . 950.000 3.020.000 2 .300.000 3.020.000 1 . 950.000 3 . 1 50.000 2 .050.000 3 . 1 50.000 2.700.000 3.780.000 2.810.000 3 .890.000 3.780.000 4.860.000 3 .240.000 4.2 10.000 NO MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 28 - 34.2 Sewa Kendaraan Operasional Pejabat PRO VIN SI (dalam rupiah) SATUAN BIAYA TA 20 1 6 I l l f2l 131 14\ 34 ӂ . _ 1 ____ l' EJABA 'f _ _ E !? HLO_ I'! J _ _ __ ____ _ _ _ ____ _ _ __ _ ___ __ __ _ _ _ · ----- _ _ -Ӄӄ!' _J: l u ! In _ _ _ _ _____ _ _ _ _ - Ӂ? ..: _66 Q : Q_Q O _ 3 4 . 2 . 2 __ PJ KLM A: ! E§NOQ - P _ _ II _ _ __ _ - - - · -- -- - _ _ _ · · - - · · 3 4 . 2 . 2 . 1 ACEH 34.2 . 2 . 2 SUMATERA UTARA 34. 2 . 2 . 3 R I A U 3 4 . 2 . 2 . 4 KEPULAUAN RIAU 3 4 . 2 . 2 . 5 J A M B I 34 . 2 . 2 . 6 SUMATERA BARAT 34. 2 . 2 . 7 SUMATERA SELATAN 34. 2 . 2 . 8 LAM PUNG 34. 2 . 2 . 9 BENGKULU 3 4 . 2 .2 . 1 0 BANGI(A BELITUNG 34 . 2 . 2 . 1 1 B A N T E N 34.2 . 2 . 1 2 JAWA BARAT 34.2 . 2 . 1 3 D.K.I. JAI(ARTA 3 4 . 2 . 2 . 1 4 JAWA TENGAH : lӀҿ _: _'.2 ^. 1 5 - PQRoZ[ I0: X1: - - - -- ·-·-- · - · - - - - · - - - -· - · - - - - · - - - - - - - - - · -- - · · - 34.2 . 2 . 1 6 JAWA TIMUR 34 . 2 . 2 . 1 7 B A L I 34. 2 . 2 . 1 8 NUSA TENGGARA BARAT 3 4 . 2 . 2 . 1 9 NUSA TENGGARA TIMUR 3 4 . 2 . 2 . 2 0 KALIMANTAN BARAT - Per bulan Per bulan Per bulan Per bulan Per bulan Per bulan Per bulan Per bulan Per bulan Per bulan Per bulan Per bulan Per bulan Per bulan Per bulan Per bulan Per bulan Per bulan 1 4 . 1 80 . 000 1 3 . 880. 000 1 3 . 73 0 . 000 1 5 . 000. 000 1 3 . 500.000 1 3 . 650. 000 1 3 . 500. 000 1 3 . 43 0 . 000 1 3 . 500. 000 ··· - . . - · - - - · - - - · · · - - · - 1 2 . 750 . 000 1 3 . 9 5 0 . 000 1 3 . 9 50 . 000 -- ---- - - - - - - ---- 1 3 . 2 50 . 000 1 3 . 9 5 0 . 000 1 4 . 030. 000 1 3 .430. 000 1 3 . 500. 000 1 3 .650. 000 - - - · · · ···- . . · - - · · · · -· · - -- - - -- -· - - - - - - - · . . ·· · - · · - -- · -- Per bulan 1 4 . 850. 000 Per bulan 1 4 . 030. 000 Ӆ ӆӇӈ: _?_Ӊ-- Y!ST!,L_l'-I _ _ !O!'! _ G _ A _ N -- _ __ _ _ _ ___ ______ ···- - - - - · - · - - · --·· · · · - _ _ _ _ __ J: =><: : _ r_bulQl]. _ __ _ _ __ __ __ J4: )Ҿ _0 . QQ _ Q 3 4 . 2 . 2 . 22 I(ALIMANTAN SELATAN Per bulan 1 4 . 030. 000 3 4 . 2 . 2 . 23 KALIMANTAN TIMUR 34 . 2 . 2 .24 KALIMANTAN UTARA 34. 2 . 2 . 25 SULAWESI UTARA 34 . 2 . 2 . 26 GORONTALO 34 . 2 . 2 . 27 SULAWESI BARAT -·- -- - - · - - - - --- ·- - - · - - ---- - - -- ·· ·- -· ···· - - - · -- - -- - - -- - - - -- · -- - - - --- - - - - - · - · - - - - - ··· · 34. 2 . 2 .28 SULAWESI SELATAN 34 . 2 . 2 .29 SULAWESI TENGAH 34. 2 . 2 . 30 SULAWESI TENGGARA 34.2 . 2 . 3 1 MALUKU 34. 2 . 2 . 32 MALUKU UTARA 34 . 2 . 2 .33 P A P U A · - - --·-···- · -·- · - - - . ·-- ·-··--- .. ·-··-·· . ·- .... - - · · · · . . · - ·· .. 34 . 2 . 2 . 34 PAPUA BARAT Per bulan Per bulan Per bulan Per bulan Per bulan 1 4 . 030. 000 1 4 . 030. 000 1 5 . 00 0 . 000 1 5 . 00 0 . 000 1 3 . 580.000 · --- . - · · ---·--· --·-·..... . - -· · ·· - · .. - - - · . -- · ··- - - Per bulan 1 3 . 580. 000 Per bulan 1 4 . 400. 000 Per bulan 1 4 . 0 3 0 . 000 -· · - - - - - · · ·-·--·-· · -····- . - . · - · ----- - · · · · · - · . . - · - Per bulan 1 4 . 480. 000 Per bulan Per bulan Per bulan 1 4 . 400. 000 1 4 . 850 . 000 1 4 . 780.000 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 29 - 34.3 Sewa Kendaraan Operasional Kantor dan/atau Lapangan (dalam rupiah) NO PROVINSI SA TUAN PICK UP M I N IBUS DOU BLE GARD AN rn 121 (3) 14\ 15) 16\ ___ l . _ Ãg _EH _ _ _ _ _ ___ _ - ·· · · - · --- _ _EÄr __ l: >_l1Ĵ -- _ _ § _,_3 ()9..: () 0 9 _ _ _ _ _ Ei , ? 3 () · ()()() _ _ _ J _ ? ..:
. 23 () , Q_Q()___ -- ҹ Ҽ-!-ҽ----- - --- - - ···· · · · - - - - _ F'̫!.1: Jl11̃- - 5. <: )˿() . () 00_ - _ __ 6.000.000 15.000.000 1 6 . 1 30.000 14.780.000 -Һ·-- ! Ҹ"(J L "': l}ҷ _ Ҷ _ RI ҵT} _ _ _ _ _ ____ _ _ ___ F'('!J: ".Pl11̄-- __ 'i'J 3 _ () , () _0 ( ) _ _ _ _ _ ? _. ˾ 50. ()Q() 5. J A M B I Per bulan 5.850.000 5.930.000 · - -·-·- ---· - · · · - · · ··----·-· 5.930.000 14.850.000 6. SUMATERA BARAT Per bulan Per bulan . ·- · · · - - ·· · . . 6 . 1 50.000 5.850.000 · - - · --··-· ··--·-··· ... .. ... · -- · - - . -·- -.--· - - · ·--- · - · · · · - -··-· - - - - - -- - - - - 7. SUMATERA SELATAN 5.550.000 - - - - - - -- -- - - - - - - - - --- - - -- - - - --- - - - - - - - - 8. LAMPUNG Per bulan 5.780.000 14.780.000 5.850.000 14.780.000 ------ ··----··· - - · - · - · · -· · · -- - · · · · - - · · - - · -· · · - ··-- - - · - - ·-·· - ···-........ . .. - ··--·· -- --·-··· · .
BENGKULU Per bulan 5 . S)̬_G.: ()9()_ -- - _ : 5- ,_ ^93 () , ^0 ()() _ - _ 1 _ ˽ _ .? _ §() , _ ^0 Q_Q_ -- ---- ·--------·-·---- - -···---- - - · · ·-- ----- - - - · · ·--- - - ----- Per bulan 6.230.000 6 .380.000 15.l ; )Q . () OO 10. BANGKA BELITUNG 1 1 . B A N T E N Per bulan . . _ _ _ _ ?.4: 0(),()0_9 _ _ _ ^5.6 J ^0.000 _ __ _ _ 1 ¸ ^.4 _ ^8 ()_ ^.00 () _ !2һ !!'b - )3},շ'!: _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __!'er_b _u)Å- .. _ _ 5 , ˼ _ Q ( ) , ()O() _ _ : 5-: <5_7 0. ()()() __ _ 1 4. _: !139- c QQQ _ 13. D.K.I. JAKARTA Per bulan 5.660.000 6.690.000 14.770.000 14. JAWA TENGAH Per bulan -- --·-------· --·--- - - - - - -·· -··--· · - -· --·--··- .
D.I. YOGYAKARTA Per bulan _ _ ˸ U ? ^3 () , ()()() _ -̅: 13: 5-(),()()() _ _ J̀§ ́()..: O _ O O 5.630.000 - - - 5, .f?: 5-Q . () 00 _ _ 1_4 ..: _ ˻˺9 ..: 99_() --··--- · - ·- · -- -· - · - - -- -- --- - - - · · - -· ·-- - - - - - - - · · · · - · · - · · · · - - - - - -- ···--·· · · - . 1 6 . JAWA TIMUR Per bulan 5.630.000 --·-- -·--··-··· ·· ·--··------- . ·--· · - - · - · - -- - - · · - - - · - - · - -- - · · - · · · · · · - · - - - · - - - - ····-- 17. B A L I Per bulan ---···--·· - · - - - - - ··- - · - · · - -- - · -·· - - - - · ·· -- - ^- --- - . ---·· - ··· - · · - · --· - . · · · - ·-· - · · - · · 18. NUSA TENGGARA BARAT Per bulan - ·-· ---- - ---· ·-·-···-·----·--·------·---- - -· · - - · ·--·· --·--·------ - 19. NUSA TENGGARA TIMUR Per bulan 5.930.000 6.080.000 7. 130.000 --- - - · ·- --------- - -·-·--····· - - · - · - - - · ----·- · ·-·- · · - - ··· · · - - · · ··· -- - - - - · - - - --- ·· ·· ·-· - · ·- · -· · -...
KALIMANTAN BARAT Per bulan 6.380.000 2 1 . KALIMANTAN TENGAH Per bulan 6.750.000 - - - ----------- - - - --·-·--·--·--- - - -- - · - · -- - · - - - - - - - · · · - · - ·· --· - · -·- - · ···· - - · ---· - ··- ·· ·· 22. KALIMANTAN SELATAN Per bulan 6.720.000 ---··- --·-···-·---··-·-·---- - - - · - · · ···- · ·· - -- · - -- - · - ··--- · - - · · · · - · · · · · · ·· · · ---- - - · - - - · · · · · - --· · ·- · - · · 23. KALIMANTAN TIMUR Per bulan 6.380.000 --·- -------- --- - -- - -·· - --- --···-· .. -----·· --···-··-- - - - - -·-·- · ·· · · · · - 24. KALIMANTAN UTARA Per bulan 6.380.000 25. SULAWESI UTARA 26. GORONTALO Per bulan Per bulan 7.350.000 7.280.000 5.850.000 14.630.000 6.000.000 14.930.000 6.230.000 15.000.000 7.350.000 16. 130.000 6.530.000 15.230.000 6.680.000 6.530.000 7.200.000 7.200.000 --- - - - -· - - · - · · · · - - - - ··· · · - ·-· · · · 7.500.000 7.430.000 15.530.000 15.380.000 15.230.000 15.230.000 16.280.000 16.280.000 27. SULAWESI BARAT Per bulan 6. 150.000 5.890.000 - . - · ·· · - · · · · - · . - - - · . . · · - - - · · - · . - .. I ·· .. - . 15.080.000 15.080.000 ----·--·- - - .. · ·· - · · . --· - - · · - · · · - · -· ··- · - · · - - - · - - -·--· ---·- 28. SULAWESI SELATAN 29. SULAWESI TENGAH Per bulan Per bulan 6 . 1 50.000 6.750.000 5.890.000 6.980.000 15.680.000 30. SULAWESI TENGGARA Per bulan 6.900.000 _ _ _ _ 6 : ˹ 8 () ,0 ()_Q -- l_S.,299:
. ()() 0 3 1 . MALUKU Per bulan 8 . 1 80.000 - - · - - - -- · ----· ·-······- · · · ·-· · · ----· · - - · · · · ··----- · ·- ·--- · - - - · - - --··- ··· - - - ·· · - - · - · ··...- - - · - - · · · 32 . MALUKU UTARA 33. P A P U A - · ·- - - - - · - - · -- ... . - - -·· -·--- 34. PAPUA BARAT Per bulan Per bulan Per bulan 7.880.000 · · ·· -- · - - · .. . · · · - · -· · ·· · - 8.630.000 8.480.000 6.830.000 17.250.000 6.830.000 7.200.000 - · ·- ·--·-· · · - ·.... . - - 7. 130.000 16.880.000 . ·-· -··-·-...· - -- l 7 .630.000 17.330.000 ( AW www.jdih.kemenkeu.go.id MENTERI KEUANGAN 35 SATUAN BIAYA PENGADAAN KENDARAAN DINAS 35. 1 Kendaraan Dinas Pejabat NO PROVINS! (1) ( ^2 ^ ) 35. 1 . 1 PEJABAT ESELON I 35. 1 .2 PEJABAT ESELON II 35. 1.2. l ACEH - - ---- - -- - -·---- 35. 1 .2.2 SUMA TERA UT ARA 35. 1 .2.3 R I A U 35. 1 .2.4 KEPULAUAN RIAU SA TUAN 13) Unit Unit - ··----- - - - -· Unit Unit Unit (dalam rupiah) BIAYA TA 20 16 - · ----- 14) 702. 970.000 4 12.2 10.000 4 1 7 .870.000 4 12.210.000 4 1 1 .080.000 - - --- - - - - ----- - --- - -·-·---· 35. 1 .2.5 J A M B I Unit 4 12.2 10.000 35. 1 .2.6 SUMATERA BARAT Unit 4 1 7.870.000 35. 1 .2.7 SUMA TERA SELA TAN Unit 4 12.2 10.000 ---- - · ---·---- - --- - -- - ----------·--------· -- ^- --···-· - · · - - - --· - - - - - -- --- - - - - 35. 1 .2.8 LAMPUNG Unit 4 12.2 10.000 35. 1 .2.9 BENGKULU Unit 4 12.2 10.000 35. 1.2. 10 BANGI\A BELITUNG Unit 4 12.2 10.000 - ---- - - - - - - - ---- 35. 1 .2. 1 1 35. 1.2. 12 35. 1 .2. 13 35. 1 .2. 14 35. 1.2. 1 5 35. 1 .2. 16 35. 1 .2. 17 35. 1.2. 18 35. 1 .2. 19 --- 35. 1 .2.20 35. 1 .2.2 1 35. 1 .2.22 B A N T E N Unit JAWA BARAT Unit D.K.I. JAI\ARTA Unit ·-- - --------- -- - - ·--·--·-·--·- --·-··· - - · ·- · -·- - -- - - JAWA TENG AH D.I. YOGYAKARTA JAWA TIMUR - - - B A L I NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR --- - --- - ------ KALIMANTAN BARAT I\ALIMANTAN TENGAH I\ALIMANTAN SELATAN Unit Unit Unit . -- - ----- ·-- - · · · ·----- - · Unit Unit Unit - -- - --- - - --- - - - - - ---- - - Unit Unit Unit - · -------- - ------------ -- -- -- · ··---- - - - 35. 1 .2.23 35. 1 .2.24 35. 1 .2.25 35. 1 .2.26 35. 1 .2.27 35. 1 .2.28 35. 1 .2.29 35. 1 .2.30 35. 1 .2.3 1 --- - - 35. 1 .2.32 35. 1 .2.33 35. 1 .2.34 KALIMANTAN TIMUR Unit I\ALIMANTAN UTARA Unit SULAWESI UT ARA Unit ---- -- ---------- - ------------------ -- --·-- ---· · · · - · ·· · ·----- GO RO NT ALO Unit SULAWESI BARAT Unit SULAWESI SELA TAN Unit - ----- -- - - ----- SULAWESI TENG AH SULAWESI TENGGARA MALUKU - - -- - - - - - - - - - - - - - - - - - ----- - ---- - - MALUKU UT ARA P A P U A PAPUA BARAT Unit Unit Unit - - -- --- - - - - - -- Unit Unit Unit 409.940.000 409. 940.000 409. 940.000 ---------------- 4 1 1 .080.000 4 1 1.080.000 4 1 1 .080.000 -·-- - --------- 4 17.870.000 4 17.870.000 4 17.870.000 ·---- - -·---·--- ------- 4 19.000.000 42 1 .270.000 4 19.000.000 ----- - ---- - - 4 19.000.000 4 19.000.000 4 19.000.000 ----- --- - --·-·· ···---------- 42 1 .270.000 4 1 1 .080.000 4 1 1 .080.000 - -- - ----·----- 42 1 .270.000 42 1 .270.000 425.800.000 - - -- - - - - -·-·-- ·------ 425.800.000 430.330.000 428.060.000 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 31 - 35.2 Kendaraan Operasional Kantor dan/atau Lapangan Roda 4 (Empat) NO PROVINS! SA TUAN I 1l I?\ 131 1. ACEH Unit 2. SUMATERA UTARA Unit 3. R I A U Unit 4. KEPULAUAN RIAU Unit PICK UP 741 207.290.000 209.220.000 - --- -------· ---· - - - 207 .290.000 204.200.000 (daiam rupiah MINIBUS DOUBLE GARDAN . 151 lt)i 306.890.000 472.230.000 308.020.000 473.360.000 · - - - - · - - - - - - - -- ·- - - - - - · - ^- - --·-· ^· ^- ^- ^- ^- ^- ^- - - ^- -- ^- - ^- ^ - ^- 306.890.000 472.230.000 302.360.000 468.830.000 5. J A M B I _ _ ___ -- - - - ----- --- ---- - · _ ^_ _ ^_ Q11 i ^t _____ _ __ _ _ ^20 ?,2_ ^9 (?,QQ.Q. _ _ __ _ - - ˴ () ^6 _ ^. _ ^8 9.(): Q OO _ _____ : !I 2,; i; 3Q; Q ()Q 6. SUMATERA BARAT 7. SUMATERA SELATAN 8. LAMPUNG ·-- ---------------------- - · - - ----- --·----·· --- - - 9. BENGKULU 10. BANGl(A BELITUNG Unit Unit Unit Unit Unit 209.220.000 308.020.000 207.290.000 306.890.000 _ __ ___ _ 2_0?c 2_9.C>,()O O _ __306.890.000 207.290.000 306.890.000 207.290.000 306.890.000 473.360.000 472.230.000 472.230.000 - - - -- ·--- - - - - - - - - - - - · - - --·-- - - 472.230.000 472.230.000 !!-:
_ !3 ^A Ƈ 1: _ ƈ·------------------- ----·------ ---- -- ---· ˳ I1 } t _ , ___ ^ ____ 2_()2_§ ^10 c ^00 () _ _ , _ _ _ _ 2_9._·'.!0.Q: ()() _O _ _ _ _ _ '.'}˶˷:
lJ() .(){)Q 12. JAWA BARAT Unit 202.610.000 296.700.000 463 . 1 70.000 13. D.K.I. JAICARTA Unit 202.6 10.000 296.700.000 463 . 1 70.000 14. JAWA TENGAH Unit 204.200.000 302.360.000 468.830.000 · - - - - -- ----- - ------- - - - - - - - - · - · - - ·-- - ---- - - - -· - - - - - ---- - - - - - - -- --- - -- - - ---- - - - ------- . . - - - · - · · · - ·· ·- -- --· - - - - - - - - - · · · · · - · - - ··-··- ·- -· · - · · - - - -· · · -- -- · - ·-- ^- - - - -- 1 5. 0.1. YOGYAICARTA Unit 204.200.000 302.360.000 468.830.000 16. JAWA TIMUR Unit 204.200.000 302.360.000 468.830.000 -˵!· !3--Ӱ-ӱL________ __ _ _ _ _ _ _ _ _ _U!l!L _ . . _ 2Q9.220.ooo 308.020.000 473.360.000 . · -- .. · · ··-· - · ··-· - - · ·...
NUSA TENGGARA BARAT Unit 209.220.000 308.020.000 473.360.000 Ɖ 1 Ɗ 9 Ƌ ._._N : : : _ U ƌ S ƍ A T _: _ E = N Ǝ ^G =-= G = A = R = A : _: _ T _: _ IM = U -=-:
.: R _ _ _ _ _ _ _ _ , _ _ _ U Ə ^n Ɛ 1 Ƒ · ^t _ _ ^, _ _ : : : _ 20 ƒ 9 Ɠ . Ɣ 2 ƕ 20 Ɩ .Ɨ o Ƙ oƙ o, _ _ ƚ 3 ƛ 0 Ɯ 8 Ɲ .0 ƞ 2 Ɵ 0 Ơ .o ơ o ==- o , _ _ 4 Ƣ 7 ƣ 3 Ƥ .3 ƥ 6 Ʀ 0 Ƨ .0 ƨ 0 Ʃ 0 ƪ1 3 2: ƫƬ ^L ! ˲ _ N T_A- -ƭ ^ARA !. _ __ ___ -· - - · - ------ - - - _ _ !: !Ʈ ^i ! _ __ _ _ _ 2_2(),Q2__Q()OO _ __ __ -: ±.,QQ(),.Q()Q _____ 'f J 2Ư ^1 (),()9 _ 0 _ 2 1 . KALIMANTAN TENGAH Unit 224.020.000 344.260.000 494.870.000 22. ICALIMANTAN SELATAN Unit 220.020.000 342.000.000 492.6 10.000 23. 10,ư !ƱƲt: l! AƳ'.1: !ƴƵƶ----- _____ _ _ ^-- - ^--- -- ^--- ·- - ^_ _ ^Q!J: it ^_ _ _ 220,92().()00 __ _ _ .}: '}2_,()00.()0() __ _ _ _ 4_9_Ʒ.6 }().90() 24. ICALIMANTAN UTARA 25. SULAWESI UTARA 26. GORONTALO 27. SULAWESI BARAT 28. SULAWESI SELATAN 29. SULAWESI TENGAH -- ····--·--·----·· -------·-------··--· - · - 30. SULAWESI TENGGARA 3 1 . MALUKU Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit 220.020.000 342.000.000 492.6 10.000 220.020.000 342.000.000 492.610.000 204.200.000 204.200.000 224.020.000 224.020.000 23 1 .000.000 302.360.000 468.830.000 302.360.000 468.830.000 344.260.000 494.870.000 · · · · ·- - ··-- · · · · - · -··· ·· · · - · ·-- -· · · · --- - · · -·-· . · ···· . . • .
260.000 494.870.000 353.320.000 503.930.000 32. MALUKU UTARA Unit 23 1 .000.000 353.320.000 503.930.000 33. P A P U A 34. PAPUA BARAT 35.3 Kendaraan Operasional Bus NO. I ll 1 . Roda 4 dan/atau Bus Kecil 2. Roda 6 dan/atau Bus Sedang Unit 239. 150.000 Unit 233.970.000 URAIAN {2) ·-·-· -- · -- - - - - - · --· ·· · ·-· -·- - -- · · -- ··· ·-·-· ·- - - - 357.850.000 508.460.000 355.590.000 506.200.000 (dalam rupiah) SA TUAN BIAVA TA 2016 { ^3 ) (4) Unit 360.942.000 Unit 563.360.000 Unit 1 . 138.896.000 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 32 - 35.4 Kendaraan Operasional Kantor dan/atau Lapangan Roda 2 (Dua) NO PROVINS! SA TUAN I ll ǝl Ǟ 1. ACEH Unit 2. SUMATERA UTARA Unit - -- · ---- ------ -- - - ·-··-·-· - -·- · ··-·· ·-· -·-· · -------- - -- -- - --- -·-· ----- · · -· · - · 3. R I A U Unit 4. KEPULAUAN RIAU Unit 5. J A M B I Unit ---- ----- · -·-··-- · · - ··-- _ ^_ . . _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 6. SUMATERA BARAT Unit 7. SUMATERA SELATAN Unit 8. LAMPUNG Unit __ , ___ -· - -----····--···--· - · .. ^. ... -- - - - - - - - · · · · - - · - · - · - -· - · · - - · - ---- - -- 9. BENGKULU Unit 10. BANGKA BELITUNG Unit 1 1 . B A N T E N Unit -- - - ---------- - - - - - -- - - - - - -- - - - - - -- -- - -- - -- - - - - - -- - - - 1 2 . JAWA BARAT 13. D.ICI. JAKARTA 14. JAWA TENGAH 15. D.I. YOGYAKARTA 16. JAWA TIMUR 17. B A L I --·-- ----- - ------· - ---·--·-- -- - 18. NUSA TENGGARA BARAT 19. NUSA TENGGARA TIMUR 20. KALIMANTAN BARAT 2 1 . KALIMANTAN TENGAH 22. KALIMANTAN SELATAN 23. KALIMANTAN TIMUR 24. KALIMANTAN UTA.RA 25. SULAWESI UTARA 26. GORONTALO 27. SULAWESI BA.RAT 28. SULAWESI SELATAN Unit Unit Unit ·· -- --··--·-- ·---- - -----··· . -· - · · - - · · ··· Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit 29. SULAWESI TENGAH Unit (dalam rupiah) OPERASIONAL LAPAN GAN 141 151 20.280.000 33.440.000 20.280.000 19.690.000 20.280.000 ·· · ··-· · -- ^·· - - - ^- - ^· · ^- --- 33.440.000 32.360.000 33.440.000 20.620.000 35.600.000 20.280.000 33.440.000 - · - f!(.) ^. ®13.0.·.0. ^0 _ ^0 _ _ _ _ __ }¯·-4: 4: ^0 ,9(.)Q 20.280.000 33.440.000 20.280.000 33.440.000 19. 2 1 0.000 3 1 .280.000 . . .. ^. ^. ^. ^. . ..... ^.. ------ - - - · -· · · · - ·-- ·- ··--· - -- - - - 19.2 10.000 19.210.000 19.690.000 19.690.000 19.690.000 20.620.000 20.620.000 20.620.000 2 1 .220.000 22.040.000 2 1 . 220.000 2 1 .220.000 2 1 .220.000 2 1 .220.000 22.040.000 19.690.000 19.690.000 22.040.000 . . · - . · · - · · - --·- 3 1 .280.000 3 1 .280.000 32.360.000 . --· --------- · ----- ^· · ····--- 32.360.000 32.360.000 35.600.000 35.600.000 35.600.000 36.670.000 37.750.000 36.670.000 36.670.000 36.670.000 36.670.000 37.750.000 32.360.000 32.360.000 37.750.000 30. SULAWESI TENGGARA Unit 22.040.000 37.750.000 3 1 . MALUKU Unit 22.320.000 38.830.000 Ҳҳ- i'l'.11.\l: '.l: : '. Ҵ(l!_ ^UTARA _ _ _ · -· · · _ _ _ _ _ _ _ · · - · · · · ·-· · · ··· - - - - - - _ _ Unit 22,320.000 _ _ _ 3°: 83_(.): _QO _O _ _ 3 _ 3 _ . _ , _ P _ A _ P _ U _ A _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ , _ _ ___: U :
: : n : : : i t : : ___ _ _ , _ _ ___: 2 :
: : 3 c:
.:
5 : : _: 5 : _: 0 c: _ .o : : _: o : _: __ o 42.070.000 34. ^P A ^P UA BARAT Unit 22.7 10.000 39.910.000 MENTERI KEUANGAN 36 SATUAN BIAYA PENGADAAN PAKAIAN DINAS PAKAIAN DINAS PAKAIAN DINAS PEGAWAI/ NO PROVINS! SA TUAN DOKTER PERA WAT Ill (2) (31 (4) 75\ 1 . ACEH Ste! 6 10.000 460.000 2. SU MATERA UT ARA Ste! 650.000 500.000 3. R I A U Ste! 650.000 500.000 4. KEPULAUAN RIAU Ste! 650.000 500.000 5. J A M B I Ste! 650.000 500.000 6. SUMATERA BARAT Ste! 650.000 500.000 7. SUMATERA SELATAN Ste! 650.000 500.000 8. LAMPUNG Ste! 600.000 450.000 9. BENGKULU Ste! 650.000 500.000 10. BANGl(A BELITUNG Ste! 650.000 500.000 1 1 . B A N T E N Ste! 530.000 430.000 12. JAWA BARAT Ste! 500.000 400.000 13. D.ICI. JAl\ARTA Ste! 680.000 590.000 14. JAWA TENGAH Ste! 600.000 450.000 15. D.l. YOGYAl<ARTA Ste! 520.000 4 10.000 16. JAWA TIMUR Ste! 6 10.000 460.000 17. B A L I Ste! 6 10.000 460.000 18. NUSA TENGGARA BARAT Ste! 650.000 500.000 19. NUSA TENGGARA TIMUR Ste! 660.000 550.000 20. I\ALIMANTAN BARAT Ste! 650.000 500.000 2 1 . KALIMANTAN TENGAH Ste! 650.000 500.000 22. l\ALIMANTAN SELATAN Stet 650.000 500.000 23. KALIMANTAN TIMUR Stet 650.000 500.000 24. I<ALIMANTAN UTARA Stet 650.000 500.000 25. SULAWESI UTARA Ste! 6 10.000 460.000 26. GO RO NT ALO Ste! 650.000 500.000 27. SULAWESI BARAT Ste! 6 1 0.000 460.000 28. SULAWESI SELATAN Stet 6 10.000 460.000 29. SULAWESI TENGAH Ste! 6 10.000 460.000 30. SULAWESI TENGGARA Ste! 6 10.000 460.000 3 1 . MALUKU Ste! 660.000 550.000 32. MALUKU UTARA Ste! 660.000 550.000 33. P A P U A Ste! 750.000 650.000 34. PAPUA BARAT Ste! 700.000 620.000 ldalam runiahl PAKAIAN PAKAIAN KERJA PENGEMUDI PAKAIAN SERAGAM /PETUGAS KERJA MAHASISWA/ KEBERSIHAN / SATPAM TARUNA PRAMUBAKTI (6) (7) (81 400.000 460.000 980.000 450.000 440.000 930.000 450.000 440.000 1.000.000 450.000 440.000 940.000 450.000 440.000 900.000 450.000 500.000 900.000 450.000 440.000 1.000.000 380.000 450.000 970.000 450.000 440.000 900.000 450.000 440.000 1 .000.000 380.000 360.000 800.000 350.000 340.000 780.000 530.000 590.000 1 .200.000 380.000 360.000 800.000 360.000 350.000 790.000 400.000 390.000 850.000 400.000 390.000 850.000 450.000 440.000 900.000 500.000 490.000 950.000 450.000 500.000 900.000 450.000 440.000 900.000 450.000 440.000 900.000 450.000 440.000 900.000 450.000 440.000 900.000 400.000 500.000 920.000 450.000 440.000 900.000 400.000 390.000 850.000 400.000 390.000 9 10.000 400.000 390.000 850.000 400.000 390.000 850.000 500.000 490.000 1 . 1 00.000 500.000 490.000 1 .200.000 600.000 590.000 1 .400.000 550.000 540.000 1 .300.000 MENTERI KEUANGAN PENJELASAN STANDAR BIAYA MASUKAN TAHUN ANGGARAN 20 1 6 YANG BERFUNGSI SEBAGAI BATAS TERTINGGI 1 . Honorarium Penanggung Jawab Pengelola Keuangan Honorarium yang diberikan kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) , Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) , Pejabat Penguji Tagihan dan Penandatangan Surat Perintah Membayar, Bendahara Pengeluaran, dan Staf Pengelola Keuangan/ Bendahara Pengeluaran Pembantu/ Petugas Pengelola Administrasi Belanja Pegawai (PPABP) . Honorarium Penanggung Jawab Pengelola Keuangan pada setiap satuan kerja, diberikan berdasarkan besaran pagu yang dikelola Penanggung Jawab Pengelola Keuangan untuk setiap Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) , dengan ketentuan sebagai berikut:
Kepada Penanggungjawab Pengelola Keuangan yang mengelola lebih dari 1 (satu) DIPA, dapat diberikan honorarium dimaksud sesuai dengan jumlah DIPA yang dikelola dengan besaran didasarkan pagu dana yang dikelola pada masing-masing DIPA. Alokasi honorarium tersebut dibebankan pada masing-masing DIPA.
Untuk membantu PPK dalam pelaksanaan administrasi belanja pegawai di lingkungan satuan kerja, KPA dapat menunjuk PPABP. Besaran honorarium PPABP diberikan mengacu pada honorarium Staf Pengelola Keuangan sesuai dengan pagu belanja pegawai yang dikelolanya.
Ketentuan Jumlah Staf Pengelola Keuangan (SPK) diatur sebagai berikut:
Jumlah SPK yang membantu KPA: a) KPA yang merangkap sebagai PPK, jumlah SPK paling banyak 6 (enam) orang, termasuk PPABP. b) KPA yang dibantu oleh satu atau beberapa PPK, jumlah SPK paling banyak 3 (tiga) orang termasuk PPABP.
Jumlah Keseluruhan SPK yang membantu PPK dalam 1 (satu) KPA tidak melebihi 2 (dua) kali dari jumlah PPK.
Jumlah SPK untuk PPK yang digabungkan diatur sebagai berikut: a) jumlah SPK tidak boleh melampaui sebelum penggabungan; b) besaran honorarium SPK didasarkan pada jumlah pagu yang dikelola SPK; c) dalam hal penggabungan PPK dilaksanakan tahun anggaran sebelumnya, maka jumlah SPK paling banyak sejumlah SPK tahun sebelumnya; MENTERI KEUANGAN d. jumlah keseluruhan alokasi dana untuk honorarium penanggung jawab pengelola keuangan dalam 1 (satu) tahun anggaran paling banyak 1 0% ( sepuluh persen) dari pagu yang dikelola; dan
dalam hal Bendahara Pengeluaran telah diberikan tunjangan fungsional bendahara, maka yang bersangkutan tidak diberikan honorarium dimaksud. Cata tan: Honorarium penanggung jawab pengelola keuangan dapat diberikan kepada pengelola kegiatan yang secara langsung mengelola dan melaksanakan kegiatan yang anggarannya bersumber dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA BUN) , dengan ketentuan alokasi honorarium dimaksud berasal dari pagu Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/ Lembaga (RKA-K/ L) berkenaan.
Honorarium Penanggung Jawab Pengelola Keuangan pada Satker yang Khusus Mengelola Belanja Pegawai Honorarium yang diberikan kepada pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang ditunjuk untuk melakukan pengelolaan belanja pegawai pada Kementerian Negara/ Lembaga/ satuan kerja sesuai surat keputusan pejabat yang berwenang.
Honorarium Pengadaan Barang/Jasa a. Honorarium Pejabat Pengadaan Barang/Jasa Honorarium diberikan kepada seseorang yang diangkat oleh Pengguna Anggaran (PA) / Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai Pejabat Pengadaan Barang/ Jasa untuk melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa melalui penunjukan langsung/pengadaan langsung sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Honorarium Panitia Pengadaan Barang/Jasa dan Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (ULP) Honorarium diberikan kepada seseorang yang diangkat oleh PA/ KPA menjadi Panitia Pengadaan Barang/Jasa atau Kelompok Kerja ULP untuk melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Cata tan: Dalam hal anggota kelompok kerja pada ULP telah menerima tunjangan profesi, maka kepada anggota kelompok kerja tersebut tidak diberikan honorarium dimaksud. MENTERI KEUANGAN c . Honorarium Pengguna Anggaran Honorarium diberikan kepada Pengguna Anggaran dalam hal:
melakukan penetapan pemenang atas pelelangan a tau penyedia pada penunjukan langsung untuk paket pengadaan barang/ konstruksi/jasa lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku; a tau (2) menetapkan pemenang pada seleksi atau penyedia pada penunjukkan langsung untuk paket pengadaan jasa konsultansi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Honorarium Perangkat Unit Layanan Pengadaan (ULP) Honorarium yang diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang diberi tugas tambahan sebagai perangkat pada ULP. Yang dimaksud dengan ULP sebagaimana tersebut di atas adalah unit yang struktur organisasinya dilekatkan pada unit organisasi yang sudah ada. Dalam hal ULP sudah merupakan struktur organisasi tersendiri dan perangkat ULP telah diberikan remunerasi sesuai ketentuan yang berlaku, maka perangkat ULP tidak diberikan honorarium dimaksud. 5 . Honorarium Penerima Hasil Pekerjaan Honorarium diberikan kepada panitia/pejabat yang ditetapkan oleh PA/ KPA yang bertugas memeriksa dan menerima hasil pekerjaan.
Honorarium Pengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Honorarium diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang diberi tugas oleh pejabat yang berwenang untuk mengelola PNBP fungsional dengan ketentuan sebagai berikut:
Jumlah petugas penerima PNBP atau anggota paling banyak 5 (lima) orang;
Jumlah alokasi dana untuk honorarium Pengelola PNBP dalam 1 (satu) tahun paling tinggi sebesar 1 0% (sepuluh persen) dari target pagu penerimaan PNBP fungsional; dan
Dalam hal bendahara penerimaan telah menerima tunjangan fungsional bendahara, maka yang bersangkutan tidak diberikan honorarium dimaksud. MENTERI KEUANGAN 7. Honorarium Pengelola Sistem Akuntansi Instansi (SAi) Honorarium diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang diberi tugas melakukan pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pada Kementerian Negara/ Lembaga sesuai dengan unit akuntansi masing-masing, baik yang dikelola secara prosedur manual maupun terkomputerisasi. SAI terdiri dari Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) dan Sistem Akuntansi Barang Milik Negara (SABMN) . Ketentuan mengenai jumlah pengelola SAI adalah sebagai berikut:
ditetapkan atas dasar Keputusan Menteri paling banyak 7 (tujuh) orang; dan
ditetapkan bukan atas dasar Keputusan Menteri paling banyak 6 (enam) orang. Cata tan: Kernen terian satuan biaya SAL Negara/ Lembaga tidak diperkenankan memberlakukan Honorarium Tim Pelaksana Kegiatan dalam pengelolaan 8 . Honorarium Pengurus/Penyimpan Barang Milik Negara Honorarium yang diberikan kepada ,Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI di lingkungan Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang yang melaksanakan tugas rutin selaku pengurus/penyimpan barang berdasarkan surat keputusan Pengguna Barang. Jumlah pejabat/pegawai yang dapat diberikan honorarium selaku pengurus/penyimpan barang milik negara paling banyak 4 (empat) orang pada tingkat Pengguna Barang dan 2 (dua) orang pada tingkat Kuasa Pengguna Barang.
Honorarium Kelebihan Jam Perekayasaan Honorarium atas kelebihan jam kerja yang diberikan kepada fungsional perekayasa yang diberi tugas berdasarkan surat perintah dari pejabat yang berwenang untuk melakukan perekayasaan, paling banyak 4 (empat) jam sehari, dengan tidak diberikan uang lembur dan uang makan lembur. MENTERI KEUANGAN 10. Honorarium Penunjang Penelitian/Perekayasaan Honorarium yang diberikan kepada seseorang yang diberi tugas untuk menunjang kegiatan penelitian/ perekayasaan yang dilakukan oleh fungsional peneliti/perekayasa sebagai pembantu peneliti/perekayasa, koordinator peneliti/ perekayasa, sekretariat peneliti/ perekayasa, pengolah data, petugas survei, pembantu lapangan berdasarkan surat perintah pejabat yang berwenang. Dalam hal pembantu peneliti/perekayasa sebagaimana tersebut di atas berstatus sebagai pegawai negeri sipil, maka peneliti/perekayasa dimaksud tidak diberikan uang lembur dan uang makan lembur. Cata tan: 1 . Dalam hal penelitian/perekayasaan dilakukan bersama-sama dengan pegawai negeri sipil (non fungsional peneliti/ perekayasa) , kepada pegawai negeri sipil (non fungsional peneliti/perekayasa) atas penugasan penelitian yang dilakukan di luar jam kerja normal diberikan honorarium paling tinggi sebesar 85% (delapan puluh lima persen) dari honorarium kelebihan jam perekayasaan untuk perekayasa pertama serta tidak diberikan uang lembur dan uang makan lembur. 2 . Khusus honorarium pembantu lapangan, dalam hal ketentuan mengenai upah harian minimum di suatu wilayah lebih tinggi daripada satuan biaya dalam Peraturan Menteri ini, maka satuan biaya ini dapat dilampaui mengacu pada ketentuan tersebut. 3 . Honorarium penunjang penelitian/perekayasaan diberikan secara selektif dengan mempertimbangkan prinsip efisiensi dan efektifitas. 1 1 . Honorarium Narasumber/Pembahas/Moderator/Pembawa Acara/ Panitia 1 1 . 1 Honorarium Narasumber / Pembahas Honorarium yang diberikan kepada Pejabat Negara/ Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang memberikan informasi/pengetahuan dalam kegiatan Seminar/ Rapat Koordinasi/ Sosialisasi/ Diseminasi/Bimbingan Teknis/ Workshop/ Rapat Kerja/ Sarasehan/ Simposium/ Lokakarya/ Focus Group Discussion/ Kegiatan Sejenis, tidak termasuk untuk kegiatan diklat/pelatihan. Cata tan: 1 . Satuan jam yang digunakan untuk kegiatan Seminar/Rapat Koordinasi / Sosialisasi / Diseminasi / Bim bing an Teknis / Workshop/ Ra pat Kerja/ Sarasehan/ Simposium/ Lokakarya/ Focus Group Discussion/ Kegiatan Sejenis adalah 60 (enam puluh) menit. MENTERI KEUANGAN 2 . Honorarium narasumber/pembahas dapat diberikan dengan ketentuan:
berasal dari luar lingkup unit eselon I penyelenggara; dan/atau
berasal dari lingkup unit eselon I penyelenggara sepanjang peserta yang menjadi sasaran utama kegiatan berasal dari luar lingkup unit eselon I penyelenggara/ masyarakat. 1 1 .2 Honorarium Moderator Honorarium yang diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan tugas sebagai moderator pada kegiatan Seminar/ Ra pat Koordinasi/ Sosialisasi/ Diseminasi/ Bimbingan Teknis/ Workshop/ Rapat Kerja/ Sarasehan/ Simposium/ Lokakarya/ Focus Group Discussion/Kegiatan Sejenis. Cata tan: Honorarium Moderator dapat diberikan dengan ketentuan:
berasal dari luar lingkup unit eselon I penyelenggara; atau
berasal dari lingkup unit eselon I penyelenggara sepanjang peserta yang menjadi sasaran utama kegiatan berasal dari luar lingkup unit eselon I penyelenggara/ masyarakat. 1 1 .3 Honorarium Pembawa Acara Honorarium yang diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan tugas memandu acara dalam kegiatan Seminar/ Ra pat Koordinasi/ Sosialisasi/ Diseminasi/ Bimbingan Teknis/ Workshop/Rapat Kerja/ Sarasehan/ Simposium/ Lokakarya/ Focus Group Discussion/ Kegiatan Sejenis yang dihadiri oleh Menteri/ Pejabat Setingkat dengan peserta kegiatan minimal 300 (tiga ratus) orang dan sepanjang dihadiri lintas unit eselon I/ Kementerian Negara/ Lembaga lainnya/masyarakat. 1 1 .4 Honorarium Panitia Honorarium yang diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang diberi tugas oleh pejabat yang berwenang sebagai panitia atas pelaksanaan kegiatan Seminar/ Rapa t Koordinasi / Sosialisasi / Diseminasi / Bim bing an Teknis / Workshop/Rapat Kerja/ Sarasehan/ Simposium/ Lokakarya/ Focus Group Discussion/ Kegiatan Sejenis sepanjang peserta yang menjadi sasaran utama kegiatan berasal dari luar lingkup unit eselon I penyelenggara/ Kernen terian Negara/ Lem bag a lainnya/ masyarakat. MENTER! KEUANGAN /· Dalam hal pelaksanaan kegiatan Seminar/ Rapat Koordinasi/ Sosialisasi/ Diseminasi/Bimbingan Teknis/ Workshop/ Rapat Kerja/ Sarasehan/ Simposium/ Lokakarya/ Focus Group Discussion/ Kegiatan Sejenis memerlukan tambahan panitia yang berasal dari non Pegawai Aparatur Sipil Negara harus dilakukan secara selektif dengan mempertimbangkan urgensi, dengan besaran honorarium mengacu pada besaran honorarium untuk anggota panitia. Jumlah panitia yang dapat diberikan honorarium maksimal 1 0% (sepuluh persen) dari jumlah peserta dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas. 1 1 . 5 Narasumber Kegiatan di Luar Negeri Satuan biaya yang diberikan kepada narasumber Warga Negara Indonesia Non Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI untuk kegiatan Workshop/ Seminar/ Sosialisasi/ Sarasehan yang diselenggarakan di luar negeri. Narasumber Kelas A Narasumber Kelas B Narasumber Kelas C Narasumber Non Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang disetarakan dengan Menteri, ketua dan wakil ketua lembaga negara. Narasumber Non Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang disetarakan dengan duta besar luar biasa dan berkuasa penuh, duta besar yang menjabat kepala perwakilan, pegawai negeri Gol IV/ c ke atas, perwira tinggi Anggota Polri/TNI, dan anggota lembaga negara. Narasumber Non Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang disetarakan dengan pegawai negeri Gol III/ c . sampai dengan IV / b dan perwira menengah Anggota Polri/TNI.
Honorarium Penyuluh Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja Honorarium diberikan sebagai pengganti upah kerja kepada Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang diangkat untuk melakukan penyuluhan berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang. Dalam hal ketentuan mengenai upah minimum di suatu wilayah lebih tinggi dari pada satuan biaya dalam Peraturan Menteri ini, maka: / MENTERI KEUANGAN a. satuan biaya ini dapat dilampaui dan mengacu pada Peraturan yang mengatur tentang Upah Minimum Propinsi (UMP) .
pemberlakuan satuan biaya Honorarium Penyuluh Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang didasarkan atas Peraturan yang mengatur tentang UMP berlaku ketentuan: 1 ) SLTA diberikan setinggi-tingginya sesuai UMP setempat.
Sarjana Muda/ DI/ DII/ DIII diberikan setinggi-tingginya 1 14% ( seratus em pat belas persen) dari UMP setempat.
Sarjana diberikan setinggi-tingginya 1 24% (seratus dua puluh empat persen) dari UMP setempat.
Master (82) diberikan setinggi-tingginya 1 33% (seratus tiga puluh tiga persen) dari UMP setempat. Dalam rangka pelaksanaan kewajiban pemberi kerja untuk membayar iuran/premi jaminan sosial, maka atas satuan biaya/upah minimum dimaksud dapat ditambahkan iuran/premi jaminan sosial sesuai ketentuan yang berlaku. 1 3 Satuan Biaya Operasional Penyuluh Biaya Operasional Penyuluh (BOP) adalah satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya bantuan transportasi bagi para Pegawai Aparatur Sipil Negara sebagai penyuluh dalam rangka mengunjungi daerah binaannya sebagaimana dimaksud pada Undang Undang Nomor 1 6 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. 1 4. Honorarium Rohaniwan Honorarium yang diberikan kepada seseorang yang ditugaskan oleh pejabat yang berwenang sebagai rohaniwan pada saat pengambilan sumpah jabatan. 1 5 . Honorarium Tim Pelaksana Kegiatan dan Sekretariat Tim Pelaksana Kegiatan 1 5 . 1 Honorarium Tim Pelaksana Kegiatan Honorarium yang diberikan kepada seseorang yang berdasarkan Surat Keputusan Presiden/ Menteri/ Pejabat Setingkat Menteri/ Pejabat Eselon I/ KPA diangkat dalam suatu tim pelaksana kegiatan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu. Terhadap tim pelaksana kegiatan yang dibentuk berdasarkan keputusan Gubernur dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat di daerah dan sumber pendanaan dari APBN maka besaran honorarium yang diberikan disetarakan dengan honorarium tim pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan oleh Menteri/ Pejabat Setingkat Menteri. MENTERI KEUANGAN Ketentuan pembentukan tim adalah sebagai berikut:
mempunyai keluaran (out put) jelas dan terukur;
bersifat koordinatif yang mengharuskan untuk mengikutsertakan Eselon I/ Kementerian Negara/ Lembaga lainnya;
bersifat temporer, pelaksanaannya perlu diprioritaskan;
merupakan perangkapan fungsi atau tugas tertentu kepada pejabat negara/pegawai Aparatur Sipil Negara disamping tugas pokoknya sehari-hari; dan
dilakukan secara selektif, efektif, dan efisien. 1 5. 2 Honorarium Sekretariat Tim Pelaksana Kegiatan Honorarium yang diberikan kepada seseorang yang diberi tugas untuk melaksanakan kegiatan administratif yang berfungsi untuk menunjang kegiatan tim pelaksana kegiatan. Sekretariat Tim Pelaksana Kegiatan merupakan bagian tidak terpisahkan dari tim pelaksana kegiatan. Sekretariat tim pelaksana kegiatan hanya dapat dibentuk untuk menunjang tim pelaksana kegiatan yang ditetapkan oleh Presiden/Menteri. Jumlah sekretariat tim pelaksana kegiatan sebagai berikut:
paling banyak 1 0 (sepuluh) orang untuk tim sekretariat yang mendukung tim pelaksana kegiatan yang ditetapkan oleh Presiden; atau
paling banyak 7 (tujuh) orang untuk tim sekretariat yang mendukung tim pelaksana yang ditetapkan oleh Menteri/ Pejabat Setingkat Menteri. Cata tan: 1 . Dalam hal tim telah terbentuk selama 3 (tiga) tahun berturut-turut, Kementerian Negara/ Lembaga melakukan evaluasi terhadap urgensi dan efektifitas keberadaan tim untuk dipertimbangkan menjadi tugas dan fungsi suatu unit organisasi. 2 . Kementerian Negara/ Lembaga dalam melaksanakan ketentuan Standar Biaya Masukan agar melakukan langkah-langkah efisiensi anggaran dengan melakukan pembatasan dan pengendalian pemberian honorarium tim pelaksana kegiatan, dengan ketentuan sebagai berikut:
Tim yang ditetapkan oleh Pejabat Eselon I/ KPA diperuntukkan bagi tim yang lintas eselon I dalam 1 (satu) Kementerian Negara/ Lembaga. Pengaturan jumlah honorarium yang diterima bagi Pejabat Negara, Pejabat Eselon I, Pejabat Eselon II, Pejabat Eselon III, Pejabat Eselon IV, pelaksana, dan pejabat fungsional, dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: / MENTERI KEUANGAN No Pejabat/ Pegawai Klasifikasi I II III 1 . Pejabat Negara, Eselon I, clan 2 3 4 Eselon II 2 . Pejabat Eselon III 3 4 5 3 . Pejabat Eselon IV, pelaksana, 5 6 7 dan pejabat fungsional Keterangan: 1 . Batasan klasifikasi pengaturan jumlah honorarium yang diterima sebagaimana dimaksud di atas adalah sebagai berikut: Klasifikasi I Kementerian Negara/ Lembaga yang telah menerima tunjangan kinerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan : rpengenai tunjangan kinerja dengan tunjangan kinerja pada kelas jabatan tertingginya lebih besar atau sama dengan Rp40.000.000 (empat puluh juta rupiah) . Klasifikasi II Klasifikasi III Kementerian Negara/ Lembaga yang telah menerima tunjangan kinerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai tunjangan kinerja dengan tunjangan kinerja pada kelas jabatan tertingginya lebih besar atau sama dengan Rp25. 000.000 (dua puluh lima juta rupiah) dan kurang dari Rp40.000.000 (empat puluh juta rupiah) . Kementerian Negara/ Lembaga yang telah menerima tunjangan kinerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai tunjangan kinerja dengan tunjangan kinerja pada kelas jabatan tertingginya kurang dari Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah) atau belum menerima tunjangan kinerja. 2 . Dalam hal tim yang lintas eselon I dalam 1 (satu) Kementerian Negara/ Lembaga ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga, maka besaran honorarium yang diberikan tetap mengacu pada besaran honorarium tim pelaksana kegiatan yang ditetapkan oleh Pejabat Eselon I dan mengikuti ketentuan pembatasan sebagaimana dimaksud pada angka 1 di atas. MENTERI KEUANGAN b. Tim yang ditetapkan oleh Presiden, Menteri/ Pimpinan Lembaga atau pejabat yang diberikan kewenangan oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga diperuntukkan bagi tim yang lintas Kementerian Negara/ Lembaga. Penetapan tim oleh pejabat yang diberikan kewenangan oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga dilaksanakan setelah pembentukan tim tersebut mendapat persetujuan Menteri/Pimpinan Lembaga. Pemberian honorarium bagi tim yang ditetapkan oleh Presiden, Menteri/ Pimpinan Lembaga atau pejabat yang diberikan kewenangan oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga dikecualikan atas ketentuan huruf a di atas.
Honorarium Tim Penyusunan Jurnal/Buletin/Majalah/Pengelola Website 16. 1 Honorarium Tim Penyusunan Jurnal Honorarium tim penyusunan jurnal dapat diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang diberi tugas untuk menyusun dan menerbitkan jurnal berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang. Unsur sekretariat adalah pembantu umum, pelaksana dan yang sejenis, dan tidak berupa struktur organisasi tersendiri. Cata tan: Dalam hal diperlukan, untuk jurnal internasional dapat diberikan honorarium kepada mitra bestari (peer review) sebesar Rp l . 500. 000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah) . 1 6. 2 Honorarium Tim Penyusunan Buletin/ Majalah Honorarium tim penyusunan buletin/ majalah dapat diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang diberi tugas untuk menyusun dan menerbitkan buletin/ majalah, berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang. Majalah adalah terbitan berkala yang isinya berbagai liputan jurnalistik, pandangan tentang topik aktual yang patut diketahui pembaca. Buletin adalah media cetak berupa selebaran atau majalah berisi warta singkat atau pernyataan tertulis yang diterbitkan secara periodik yang ditujukan untuk lembaga atau kelompok profesi tertentu. MENTERI KEUANGAN 1 6.3 Honorarium Tim Pengelola Website Honorarium tim pengelola website dapat diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang diberi tugas untuk mengelola website, berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang. Website yang dimaksud disini adalah yang dikelola oleh unit eselon I/ setara. Dalam hal website yang dikelola oleh unit vertikal setingkat eselon II di daerah maka kepada pengelola website tersebut dapat diberikan honorarium tim pengelola website. 1 7. Honorarium Penyelenggara Sidang/Konferensi lnternasional- Konferensi Tingkat Menteri, Senior O f ficial Meeting (Bilateral/ Regional/Multilateral), Workshop/ Seminar I Sosialisasi/ Sarasehan Berskala Internasional 1 7. 1 Honorarium Penyelenggara Konferensi Tingkat Menteri, Regional/ Multilateral) Si dang/ Konferensi In ternasional, Senior O f ficial Meeting (Bilateral/ Honorarium penyelenggara sidang/ konferensi in ternasional, konferensi tingkat menteri, senior of ficial meeting (bilateral/ regional/multilateral) dapat diberikan kepada Pejabat Negara/Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI penyelenggara kegiatan sidang/konferensi yang dihadiri/ pesertanya pejabat setingkat menteri atau senzor of ficial berdasarkan surat keputusan pejabat berwenang. 1 7.2 Honorarium Penyelenggara Workshop/ Seminar/ Sosialisasi/ Sarasehan Berskala Internasional Honorarium penyelenggara workshop/ seminar/ sosialisasi/ sarasehan berskala internasional dapat diberikan kepada Pejabat Negara/ Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI penyelenggara kegiatan workshop/ seminar/ sosialisasi/ sarasehan berskala internasional, berdasarkan surat keputusan dari pejabat berwenang. 1 8 . Honorarium Penyelenggara Ujian dan Vakasi Honorarium Penyelenggaraan Ujian dan Vakasi merupakan imbalan bagi penyusun naskah ujian, pengawas ujian, penguji atau pemeriksa hasil ujian pada pendidikan tingkat dasar, menengah, dan tinggi. Satuan biaya pengawas ujian sudah termasuk uang transpor. Pemberian honorarium penyusun naskah ujian, penguji atau pemeriksa hasil ujian kepada guru/ dosen diberikan atas kelebihan be ban kerja guru/ dosen dalam penyusunan naskah ujian, pengujian atau pemeriksaan hasil ujian yang ditetapkan sesuai dengan peraturan yang berlaku. MENTER! KEUANGAN Pada tingkat pendidikan dasar dan menengah, honorarium pemeriksaan hasil ujian tidak diberikan untuk penyelenggaraan ujian yang bersifat latihan dan ujian lokal. Sementara untuk tingkat pendidikan tinggi, honorarium pemeriksaan hasil ujian dapat diberikan untuk ujian masuk penerimaan mahasiswa baru, ujian tengah semester, ujian akhir semester dan ujian akhir, baik untuk ujian yang bersifat tertulis maupun praktik.
Honorarium Penyelenggaraan Kegiatan Pendidikan dan Pelatihan (Diktat) 1 9 . 1 Penceramah Honorarium penceramah dapat diberikan kepada Pejabat Negara/ Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI/ Praktisi yang memberikan wawasan pengetahuan dan/atau sharing ex perience sesuai dengan keahliannya kepada peserta diklat pada kegiatan pendidikan dan pelatihan dengan ketentuan sebagai berikut:
berasal dari luar lingkup unit eselon I penyelenggara;
berasal dari lingkup unit eselon I penyelenggara sepanjang peserta diklat yang menjadi sasaran utama kegiatan berasal dari luar lingkup unit eselon I penyelenggara/ masyarakat; dan
khusus untuk Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI, honorarium tersebut digunakan untuk kegiatan pengajaran diklat yang materi diklatnya diampu oleh Pejabat Esekm II ke atas/ setara. · 1 9 . 2 Pengajar yang berasal dari luar satker penyelenggara Honorarium dapat diberikan kepada pengajar yang berasal dari luar unit satker penyelenggara sepanjang kebutuhan pengaJar tidak terpenuhi dari unit satker penyelenggara. 1 9 . 3 Pengaj ar yang berasal dari dalam satker penyelengara Honorarium dapat diberikan kepada pengajar yang berasal dari dalam unit satker penyelenggara baik widyaiswara maupun pegawai lainnya. Bagi widyaiswara, honorarium diberikan atas kelebihan jumlah minimal jam tatap muka. Ketentuan jumlah minimal tatap muka mengacu pada ketentuan yang berlaku. Cata tan: 1 . Jam pelajaran yang digunakan untuk kegiatan penyelenggaraan diklat adalah 45 (empat puluh lima) menit. 2 . Dalam hal diperlukan, kepanitiaan penyelenggaraan diklat dapat dibentuk dan diberikan honorarium dengan ketentuan sebagai berikut: MENTERI KEUANGAN a. kepanitiaan diperuntukkan dengan fungsi menatausahakan diklat, evaluator, dan fasilitator kunjungan serta hal-hal lain yang menunjang terselenggaranya diklat dengan baik;
merupakan tugas tambahan/perangkapan fungsi bagi yang bersangku tan; c . dilakukan secara selektif dengan mempertimbangkan urgensinya;
besaran honorarium mengacu pada satuan biaya honorarium panitia sebagaimana dimaksud dalam lampiran I angka 1 1 .4; dan e . jumlah panitia yang dapat diberikan honorarium maksimal 1 0% (sepuluh persen) dari jumlah peserta dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas.
Satuan Biaya Uang Makan Aparatur Sipil Negara Satuan biaya uang makan Aparatur Sipil Negara merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan uang makan pegawai yang dihitung berdasarkan jumlah hari kerja. 2 1 . Satuan Biaya Uang Lembur dan Uang Makan Lembur a. Uang Lembur Uang lembur merupakan kompensasi bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara yang melakukan kerja lembur berdasarkan surat perintah dari pejabat yang berwenang.
Uang Makan Lembur Uang makan lembur diperuntukkan bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara setelah bekerja lembur paling kurang 2 (dua) jam secara berturut-turut dan diberikan maksimal 1 (satu) kali per hari. Cata tan: Satuan biaya ini dapat diperuntukkan bagi Satpam, Pengemudi, Petugas Kebersihan dan Pramubakti yang melakukan perikatan langsung dengan satker dengan ketentuan besaran uang lembur dan uang makan lembur mengacu pada tarif terendah satuan biaya ini.
Satuan Biaya Uang Saku Rapat Di Dalam Kantor Uang saku rapat di dalam kantor merupakan kompensasi bagi seseorang yang melakukan kegiatan rapat yang dilaksanakan di dalam kantor. Uang saku rapat di dalam kantor dapat dibayarkan sepanjang rapat di dalam kantor memenuhi ketentuan sebagai berikut:
dihadiri peserta dari eselon II lainnya/ eselon I lainnya/ Kementerian Negara/ Lembaga lainnya/masyarakat; dan
dilaksanakan minimal 3 (tiga) jam di luar jam kerja pada hari kerja. Cata tan: MENTERI KEUANGAN a. Satuan biaya uang· saku rapat di dalam kantor belum termasuk konsumsi rapat.
Terhadap peserta rapat tidak diberikan uang lembur dan uang makan lembur.
Bagi peserta yang berasal dari luar unit penyelenggara dapat diberikan uang transpor sepanjang kriteria pemberian uang transpor terpenuhi.
Satuan Biaya Uang Saku Pemeriksa Dalam Lokasi Perkantoran Yang Sama Satuan biaya uang saku pemeriksa dalam lokasi perkantoran yang sama merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya kompensasi kepada aparat fungsional pemeriksa (auditor) berdasarkan surat perintah pejabat yang berwenang yang diberi tugas untuk melakukan pengawasan internal dalam lokasi perkantoran yang sama dan dilaksanakan lebih dari 8 (delapan) jam. Terhadap aparat fungsional pemeriksa (auditor) tersebut tidak diberikan uang makan, uang lembur dan uang makan lembur.
Satuan Biaya Pengepakan dan Angkutan Barang Perjalanan Dinas Pindah Dalam Negeri Satuan biaya pengepakan dan angkutan barang perjalanan dinas pindah dalam negeri merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pengepakan dan angkutan barang pindahan yang diberikan kepada pejabat negara/pegawai Aparatur Sipil Negara yang dipindahtugaskan berdasarkan Surat Keputusan pejabat yang berwenang. Satuan biaya ini merupakan bantuan yang diberikan pemerintah kepada pejabat negara/pegawai Aparatur Sipil Negara yang berkenaan. Satuan biaya ini sudah termasuk ongkos tukang, pengadaan bahan-bahan, biaya bongkar muat, dan biaya angkutan barang dari tempat asal sampai dengan tujuan.
Bantuan Biaya Pendidikan Anak (BBPA) pada Perwakilan RI di Luar Negeri Satuan Biaya Bantuan Biaya Pendidikan Anak (BBPA) pada Perwakilan RI di Luar Negeri adalah satuan biaya untuk bantuan biaya pendidikan anak-anak Pejabat Dinas Luar Negeri/ Home Sta f f/ Atase Teknis/ Atase Pertahanan yang bekerja pada Perwakilan RI di Luar Negeri. MENTERI KEUANGAN Pemberian Bantuan Biaya Pendidikan Anak (BBPA) pada Perwakilan RI di Luar Negeri dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: 1 . BBPA digunakan untuk membiayai tuition f ee. 2 . Diberikan untuk anak-anak Pejabat Dinas Luar Negeri/ Home Staf f/Atase Teknis/ Atase Pertahanan yang bekerja pada Perwakilan RI di Luar Negeri, yang bersekolah pada pendidikan formal mulai sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi dan tidak termasuk program pasca sarJ ana. 3 . Diberikan untuk anak-anak yang termasuk dalam tunjangan keluarga dan bersekolah di lokasi yang sama dengan tempat bekerja orang tuanya (negara akreditasi-lokasi perwakilan RI di Luar Negeri tempat orang tuanya bertugas) .
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 3 (tiga) dikecualikan bagi:
anak-anak Pejabat Dinas Luar Negeri/ Home Sta f f / Atase Teknis/ Atase Pertahanan yang bekerja pada Perwakilan RI di Luar Negeri pada negara yang termasuk dalam perwakilan rawan dan/atau berbahaya; dan
anak-anak dari Pejabat Dinas Luar Negeri/ Home Sta f f/ Atase Teknis/ Atase Pertahanan yang dimutasikan antar perwakilan (cross posting) .
Perwakilan RI yang termasuk dalam daerah rawan dan/atau berbahaya dan Pejabat Dinas Luar Negeri/ Home Sta f f / Atase Teknis/ Atase Pertahanan yang dimutasikan antar perwakilan (cross posting) sebagaimana dimaksud pada angka 4 ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri.
Alokasi anggaran untuk BBPA sudah termasuk dalam pagu anggaran Kernen terian Negara/ Lembaga.
Penggunaan Satuan Biaya BBPA mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri.
Pemberian BBPA dilakukan dengan menerapkan prinsip efisien, efektif, transparan dan bertanggung jawab.
Honorarium Pramubakti Satpam, Pengemudi, Petugas Kebersihan dan Honorarium yang diberikan hanya kepada non pegawai Aparatur Sipil Negara yang ditunjuk untuk melakukan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai satpam, pengemudi, petugas kebersihan dan pramubakti, berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang/ kontrak kerja. Cata tan: MENTERI KEUANGAN a. untuk satpam, pengemudi, petugas kebersihan, dan pramubakti dengan melalui jasa pihak ketiga/ diborongkan, alokasi honorarium dapat ditambah paling banyak sebesar 1 5% (lima belas persen) dari satuan biaya, besaran tersebut tidak termasuk seragam dan perlengkapan.
dalam satu tahun anggaran, dapat dialokasikan tambahan honorarium sebanyak satu bulan sebagai tunjangan hari raya keagamaan.
dalam hal ketentuan mengenai upah minimum di suatu wilayah lebih tinggi dari pada satuan biaya dalam Peraturan Menteri ini, maka satuan biaya ini dapat dilampaui mengacu pada ketentuan tersebut.
dalam rangka pelaksanaan kewajiban pemberi kerja untuk membayar iuran/ premi jaminan sosial, maka atas honorarium satpam, pengemudi, petugas kebersihan, dan pramubakti satuan biaya/upah minimum di suatu wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf c dapat ditambahkan iuran/premi jaminan sosial sesuai ketentuan yang berlaku.
Satuan Biaya Uang Harian Perjalanan Dinas Dalam Negeri Dan Uang Representasi Satuan biaya uang harian perjalanan dinas dalam negeri merupakan penggantian biaya keperluan, sehari-hari Pejabat Negara/Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI/ Pihak Lain dalam menjalankan perintah perjalanan dinas di dalam negeri. Uang representasi hanya diberikan kepada pejabat negara (ketua/wakil ketua dan anggota lembaga tinggi negara, Menteri serta setingkat Menteri) , pejabat eselon I dan pejabat eselon II yang melaksanakan perjalanan dinas jabatan dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi yang melekat pada jabatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai perjalanan dinas dalam negeri. Uang harian diklat diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang diberikan tugas untuk mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan di dalam kota yang melebihi 8 (delapan) jam atau diselenggarakan di luar kota.
Satuan Biaya Uang Harian Perjalanan Dinas Luar Negeri Satuan Biaya Uang Perjalanan Dinas Luar Negeri merupakan penggantian biaya keperluan sehari-hari Pejabat Negara/ Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI/Pihak Lain dalam menjalankan perintah perjalanan dinas di luar negeri yang dapat digunakan untuk uang makan, transpor lokal, uang saku, dan uang penginapan. MENTERI KEUANGAN Besaran uang harian bagi negara yang tidak tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini, merujuk pada besaran uang harian negara dimana Perwakilan RI bersangkutan berkedudukan. Contoh: Uang harian bagi pejabat/ pegawai yang melaksanakan perjalanan dinas ke negara Uganda, besarannya merujuk pada uang harian negara Kenya.
Satuan Biaya Penginapan Perjalanan Dinas Dalam Negeri Satuan biaya penginapan perjalanan dinas dalam negeri merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya menginap dalam rangka pelaksanaan perjalanan dinas dalam negeri. Dalam pelaksanaannya, mekanisme pertanggungjawaban disesuaikan dengan bukti pengeluaran yang sah.
Satuan Biaya Rapat/Pertemuan di Luar Kantor 30. 1 Paket Kegiatan Rapat/ Pertemuan di Luar Kantor Satuan biaya paket kegiatan rapat/pertemuan di luar kantor merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya kegiatan rapat/pertemuan yang diselenggarakan di luar kantor dalam rangka penyelesaian pekerjaan yang perlu dilakukan secara intensif dan bersifat koordinatif yang sekurang kurangnya melibatkan peserta dari eselon I lainnya/masyarakat. Satuan biaya paket kegiatan rapat/ pertemuan di luar kantor menurut pesertanya terbagi dalam 3 (tiga) jenis, yaitu:
Kegiatan rapat/pertemuan di luar kantor pejabat Menteri/ setingkat Menteri adalah kegiatan rapat/pertemuan yang melibatkan paling sedikit 1 (satu) orang pejabat Menteri/ setingkat Menteri;
Kegiatan rapat/pertemuan di luar kantor pejabat eselon I/ eselon II adalah kegiatan rapat/ pertemuan yang melibatkan paling sedikit 1 (satu) orang pejabat eselon I/ eselon II/yang disetarakan;
Kegiatan rapat/pertemuan di luar kantor pejabat eselon III adalah kegiatan rapat/ pertemuan yang melibatkan paling sedikit 1 (satu) orang pejabat eselon III/ yang disetarakan. Satuan biaya paket kegiatan rapat/ pertemuan di luar kantor menurut lama penyelenggaraan terbagi dalam 3 (tiga) jenis yaitu:
Paket Fullboard Satuan biaya paket fullboard disediakan untuk paket kegiatan rapat/pertemuan yang diselenggarakan di luar kantor sehari penuh dan menginap.
Paket Fullday MENTERI KEUANGAN Satuan biaya paket fullday disediakan untuk paket kegiatan rapat/ pertemuan yang diselenggarakan di luar kantor minimal 8 (delapan) jam tanpa menginap.
Paket Half day Satuan biaya paket halfday disediakan untuk paket kegiatan rapat/pertemuan yang diselenggarakan di luar kantor minimal 5 (lima) jam tanpa menginap. Cata tan:
Akomodasi paket fu l lboard diatur sebagai berikut:
Untuk pejabat eselon II ke atas, akomodasi 1 (satu) kamar untuk 1 (satu) orang.
Untuk pejabat eselon III ke bawah, akomodasi 1 (satu) kamar untuk 2 (dua) orang.
Satuan biaya paket fullboard im digunakan untuk penghitungan biaya paket rapat fullboard per peserta dengan akomodasi 1 (satu) kamar untuk 2 (dua) orang. Sedangkan besaran indeks satuan biaya paket fullboard untuk pejabat Eselon II ke atas sebagaimana dimaksud pada butir a. 1 ) dapat diberikan sebesar 1 ,5 (satu setengah) kali dari satuan biaya paket fullboard sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri ini.
Kegiatan rapat/pertemuan luar kantor dalam rangka penyelesaian pekerjaan yang dilakukan secara intensif harus menggunakan satuan biaya ini.
Dalam rangka efisiensi anggaran untuk kegiatan rapat, PA/ KPA agar melaksanakan rapat/pertemuan di luar kantor (fullboard, fullday, dan halfday) secara selektif dengan mengutamakan penggunaan fasilitas milik negara.
Khusus untuk kegiatan rapat koordinasi internal eselon I yang harus dilaksanakan di luar kantor dan tidak memungkinkan untuk mengikutsertakan eselon I lain, maka kegiatan tersebut menggunakan ketentuan satuan biaya ini sepanjang telah mendapat persetujuan dari Pejabat Eselon I pemegang portofolio program dan dilakukan secara selektif serta harus dipertanggungjawabkan urgensi pelaksanaannya. MENTERI KEUANGAN 30.2 Uang Harian Kegiatan Rapat/ Pertemuan di Luar Kantor Uang Harian Kegiatan Rapat/ Pertemuan di Luar Kantor merupakan satuan biaya yang digunakan untuk pengalokasian uang harian kegiatan fullboard di luar kota, kegiatan f ullboard dan kegiatan fullday/ half day di dalam kota kepada peserta dan panitia kegiatan rapat/pertemuan yang diselenggarakan di luar kantor. · Cata tan: Kepada panitia (karena faktor transportasi dan/atau guna mempersiapkan pelaksanaan kegiatan dan penyelesaian pertanggungjawaban) dan kepada peserta (karena faktor transportasi) yang memerlukan waktu tambahan untuk berangkat/ pulang di luar waktu pelaksanaan kegiatan, dapat dialokasikan biaya penginapan dan uang harian perjalanan dinas sesuai ketentuan yang berlaku, untuk 1 (satu) hari sebelum dan/atau 1 (satu) hari sesudah pelaksanaan kegiatan. 3 1 . Satuan Biaya Tiket Perjalanan Dinas Pindah Luar Negeri (One Way) Satuan biaya tiket perjalanan dinas pindah luar negeri merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pembelian tiket pesawat udara perjalanan dinas pindah dan diberikan untuk satu kali jalan (one way) . Satuan biaya tiket termasuk biaya asuransi, tidak termasuk air port tax serta biaya retribusi lainnya. Satuan biaya ini diberikan kepada Pejabat Negara/ Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI clan keluarga yang sah berdasarkan surat keputusan pindah dari pejabat yang berwenang sesuai ketentlian peraturan perundang-undangan yang digunakan untuk melaksanakan perintah pindah dari perwakilan RI di luar negeri atau sebaliknya. Cata tan: Untuk biaya tiket perjalanan dinas pindah antar perwakilan (cross-posting) mengikuti ketentuan sebagai berikut:
besaran biaya tiket perjalanan dinas pindah antar perwakilan (cross-posting) dapat dilakukan sesuai dengan informasi yang diperoleh dari perusahaan travel dan ditetapkan oleh KPA/PPK;
penetapan besaran biaya tiket perjalanan dinas pindah antar perwakilan (cross-posting) tersebut agar tetap memperhatikan prinsip prinsip efisiensi, efektifitas, dan kewajaran serta kemampuan keuangan negara. I MENTERI KEUANGAN 32. Satuan Biaya Operasional Khusus Kepala Perwakilan RI Di Luar Negeri Satuan Biaya Operasional Khusus Kepala Perwakilan RI di Luar Negeri adalah dana operasional yang digunakan untuk menunjang pelaksanaan misi khusus Kepala Perwakilan RI di Luar Negeri dan bukan merupakan tam bah an penghasilan.
Satuan Biaya Makanan Penambah Daya Tahan Tubuh Satuan biaya makanan penambah daya tahan tubuh merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pengadaan makanan/ minuman bergizi yang dapat menambah/ meningkatkan/ mempertahankan daya tahan tubuh Pegawai Aparatur Sipil Negara yang diberi tugas melaksanakan pekerjaan tugas dan fungsi kantor yang dapat memberikan dampak buruk bagi kesehatan pegawai dimaksud.
Satuan Biaya Sewa Kendaraan a. Sewa Kendaraan Pelaksanaan Kegiatan Insidentil Satuan biaya sewa kendaraaan pelaksanaan kegiatan insidentil merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya sewa kendaraan roda 4 (empat) , roda 6 (enam) / bus sedang, dan roda 6 (enam) / bus besar untuk kegiatan yang sifatnya insidentil (tidak bersifat terus - menerus) . Satuan biaya ini diperuntukkan bagi:
Pejabat Negara yang melakukan perjalanan dinas dalam negeri di tempat tujuan; atau
Pelaksanaan kegiatan yang membutuhkan mobilitas tinggi, berskala besar, dan tidak tersedia kendaraan dinas serta dilakukan secara selektif dan efisien. Satuan biaya sewa kendaraan sudah termasuk bahan bakar dan pengemudi.
Satuan Biaya Sewa Kendaraan Operasional Pejabat/ Operasional Kantor dan/atau Lapangan Satuan biaya sewa kendaraan operasional pejabat/ operasional kantor dan/atau lapangan merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya sewa kendaraan roda 4 (empat) , yang difungsikan sebagai kendaraan dinas kantor sebagai pengganti pengadaan kendaraan melalui pembelian. ,. MENTERI KEUANGAN Dalam pelaksanaannya, sebelum melakukan perjanjian sewa, satker penyewa wajib melakukan pemeriksaan bahwa penyedia barang menjamin bahwa kondisi kendaraan yang disewa selalu siap pakai (termasuk pemeliharaan rutin dan menyediakan pengganti apabila kendaraan tidak berfungsi sebagaimana mestinya) , oleh karenanya atas kendaraan dimaksud tidak dapat dialokasikan biaya pemeliharaan. Cata tan: 1 . Penggunaan satuan biaya sewa kendaraan operasional pejabat/ operasional kantor dan/atau lapangan ini dimaksudkan sebagai upaya untuk melakukan langkah-langkah efektifitas penggunaan anggaran, sehingga fungsinya sebagai pengganti atas pengadaan kendaraan melalui pembelian, dengan tetap menjadi bagian dari rencana kebutuhan untuk penyediaan pengadaan kendaraan pejabat/ operasional kantor. 2 . Satuan biaya sewa kendaraan operasional pejabat/ operasional kantor dan/atau lapangan dapat diperuntukkan bagi satuan kerja yang belum memiliki kendaraan pejabat/ operasional kantor dalam rangka menunjang pelaksanaan tugas fungsi. 3 . Mekanisme sewa kendaraan operasional pejabat/ operasional kantor dan/atau lapangan mengikuti ketentuan pengadaan barang/jasa yang berlaku.
Satuan Biaya Pengadaan Kendaraan Dinas Satuan biaya pengadaan kendaraan dinas merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pengadaan kendaraan operasional bagi pejabat, operasional kantor dan/atau lapangan serta bus melalui pembelian guna menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Negara/Lembaga. Bagi satker baru yang sudah ada ketetapan dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, pengadaan kendaraan dinasnya dilakukan secara bertahap sesuai dana yang tersedia. Dalam hal kebutuhan kendaraan operasional telah dipenuhi melalui mekanisme sewa kendaraan, maka pengadaan melalui pembelian tidak diperkenankan lagi.
Satuan Biaya Pengadaan Pakaian Dinas Satuan biaya pengadaan pakaian dinas merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pengadaan pakaian dinas termasuk ongkos jahit dan atributnya yang meliputi: MENTERI KEUANGAN a. Satuan Biaya Pakaian Dinas Dokter Satuan biaya pakaian dinas dokter diperuntukkan bagi dokter yang bekerja di instansi pemerintah dan diberikan paling banyak 1 (satu) potong jas per tahun yang penyediaannya dilaksanakan secara selektif.
Satuan Biaya Pakaian Dinas Perawat Satuan biaya pakaian dinas perawat diperuntukkan bagi perawat yang bekerja di instansi pemerintah dan diberikan paling banyak 2 (dua) stel pakaian per tahun yang penyediaannya dilaksanakan secara selektif.
Satuan Biaya Pakaian Dinas Pegawai Satuan biaya pakaian dinas pegawai diperuntukkan bagi pegawai dan diberikan paling banyak 2 (dua) stel per tahun yang penyediaannya dilaksanakan secara selektif, dengan ketentuan sebagai berikut:
harus ada ketentuan yang ditetapkan oleh Presiden pada awal pembentukan satker mengenai kewajiban penggunaan pakaian dinas pegawai; dan
dalam hal satker yang pada awal pembentukannya tidak terdapat ketentuan yang mewajibkan penggunaan pakaian dinas pegawai, biaya pakaian dinas pegawai dapat dialokasikan setelah memiliki ijin prinsip dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Satuan Biaya Pakaian Seragam Mahasiswa/Taruna Satuan biaya pakaian seragam mahasiswa/ taruna diperuntukkan bagi mahasiswa/ taruna pada pendidikan kedinasan di bawah Kementerian Negara/ Lembaga tertentu dan diberikan paling banyak 2 (dua) stel per tahun yang penyediaannya dilaksanakan secara selektif, dengan ketentuan sebagai berikut:
harus ada ketentuan yang ditetapkan oleh Presiden pada awal pembentukan satker mengenai kewajiban penggunaan pakaian seragam mahasiswa/ taruna; dan
dalam hal satker yang pada awal pembentukannya tidak terdapat ketentuan yang mewajibkan penggunaan pakaian seragam mahasiswa/taruna, biaya pakaian seragam mahasiswa/ taruna dapat dialokasikan setelah memiliki ijin prinsip dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA e. Satuan Biaya Pakaian Kerja Pengemudi, Petugas Kebersihan, dan Pramubakti Satuan biaya pakaian kerja pengemudi, petugas kebersihan, dan pramubakti diperuntukkan bagi pengemudi, petugas kebersihan, dan pramubakti yang diangkat berdasarkan surat keputusan KPA, dan dapat diberikan paling banyak 2 (dua) stel per tahun.
Satuan Biaya Pakaian Kerja Satpam Satuan biaya pakaian kerja satpam diperuntukkan bagi satpam, sudah termasuk perlengkapannya (sepatu, baju PDL, kopel, ikat pinggang, tali kurt dan peluit, kaos kaki, topi, kaos security, dan atribut lainnya) dan dapat diberikan paling banyak 2 (dua) stel per tahun. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. BAMBANG P. S. BRODJONEGORO LAMP!RAN ll PERATURAN / ENTER ! KEUA IJ GAN REPUBL ! K INDONESIA 9M: 65 PMK.02!2015 TENTANG STANDAR B!AYA MASUKAN TAHUN ANGGARAN 2016 MENTER I KEUANGAN REP U B L I K I N DON ESIA STANDAR BIAYA MASUKAN TAHUN ANGGARAN 2016 YANG BERFUNGSI SEBAGAI ESTIMASI (dalam rupiah) NO URAIAN SATUAN BIAYA TA 2016 (1) (2) (3) (4) 1 SATUAN BIAYA UANG TRANSPOR KEGIATAN DALAM KABUPATEN/KOTA Orang/Kali 150.000 2 SATUAN BIAYA DIKLAT PIMPINAN/STRUKTURAL 2.1 Diklat Pimpinan Tk. II Peserta/ Angkatan 30.261.000 2.2 Diklat Pimpinan Tk. Ill Peserta/ Angkatan 22.125.000 2.3 Diklat Pimpinan Tk. IV Peserta/ Angkatan 20.230.000 3 SATUAN BIAYA LATIHAN PRAJABATAN 3.1 Golongan I dan Golongan II Peserta/ Angkatan 4.470.000 3.2 Golongan Ill Pesertaj Angkatan 5.545.000 4 SATUAN BIAYA PEMELIHARAA N SARANA KANTOR 4.1 Inventaris Kantor Pegawai/Tahun 80.000 4.2 Personal Computer/ Notebook Unit/Tahun 730.000 4.3 Printer Unit/Tahun 690.000 4.4 ACSplit Unit/Tahun 610.000 4.5 Genset lebih kecil dari 50 KVA Unit/Tahun 7.190.000 4.6 Genset 75 KVA Unit/Tahun 8.640.000 4.7 Genset 100 KVA Unit/Tahun 10.150.000 4.8 Genset 125 KVA Unit/Tahun 10.780.000 4.9 Genset 150 KV A Unit/Tahun 13.260.000 4.10 Genset 175 KVA Unit/Tahun 14.810.000 4.11 Genset 200 KVA Unit/Tahun 15.850.000 4.12 Genset 250 KVA Unit/Tahun 16.790.000 4.13 Genset 275 KVA Unit/Tahun 17.760.000 4.14 Genset 300 KVA Unit/Tahun 20.960.000 4.15 Genset 350 KVA Unit/Tahun 22.960.000 4.16 Genset 450 KV A Unit/Tahun 25.620.000 4.17 Genset 500 KV A Unit/Tahun 31.770.000 5 SATUAN BIAYA PENERJEMAHAN DAN PENGETIKAN 5.1 Dari Bahasa Asing ke Bahasa Indonesia a tau Sebalilmya a. Bahasa Inggris Halaman Jadi 152.000 b. Bahasa Jepang Halaman Jadi 238.000 c. Bahasa Mandarin Halaman Jadi 238.000 d. Bahasa Belanda Halaman Jadi 238.000 e. Bahasa Prancis Halaman Jadi 173.000 f. Bahasa Jerman Halaman Jadi 173.000 g. Bahasa Asing Lainnya Halaman Jadi 238.000 5.2 Dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Daerah/Bahasa Lokal atau Sebaliknya Halaman Jadi 120.000 6 SATUAN BIAYA BANTUAN BEASISWA PROGRAM GELAR/NON GELAR DALAM NEGERI 6.1 Program Diploma I, III, dan Diploma IV /Strata 1 a. Biaya Hid up dan Biaya Operasional - Diploma I dan Diploma III OT 16.070.000 - Diploma IV dan Strata 1 OT 17.010.000 b. Uang Buku dan Referensi -Diploma I OT 1.330.000 - Diploma Ill OT 1.590.000 - Diploma IV dan Strata 1 OT 1.850.000 NO (1) 7 8 6.2 MENTER I KEUANGAN REP U B L I K I N DONES IA - 2 - URAIAN (2) Program Strata 2 /SP-1 dan Strata 3/SP-2 a. Biaya Hidup dan Biaya Operasional - Strata 2 dan Spesialis 1 - Strata 3 dan Spesialis 2 b. Uang Buku dan Referensi - Strata 2 dan Spesialis 1 - Strata 3 dan Spesialis 2 SATUAN BIAYA SEWA MESIN FOTOKOPI 7.1 Mesin Fotokopi Analog 7.2 Mesin Fotokopi Digital HONORARIUM NARASUMBER/PEMBAHAS (PAKAR/PRAKTISI/PROFESIONAL) (dalam rupiah) SATUAN BIAYA TA 2016 (3) ( ^4 ) OT 20.690.000 OT 2 1 .320.000 OT 2.1 20.000 OT 2.380.000 Unit/Bulan 3.800.000 Unit/Bulan 5.000.000 OJ 1.700.000 MENTER ! KEUANGAN REP U B L I K I N DONES IA - 3 - 9 SATUAN BIAYA PENGADAAN BAHAN MAKANAN 9.1 Pengadaan Bahan Makanan untuk Narapidana NO PROVINSI 1 -· 1 2 3 4 5 6 - ^-- ^- - 7 8 9 1 0 1 1 -- -- 12 1 3 14 15 1 6 17 1 8 1 9 2 0 2 1 22 23 - - -- 24 25 26 27 28 29 30 -- 3 1 32 33 34 . . RAYON ! .. ·· · ^- -- ^· ^· ^ · ^· ^· ^- ^· - · ·· · · ^· ^ · · B A N T E N JAWA BARAT D.K.l. JAKARTA - - - - - - - - - - - --- - - - - - -- - JAWA TENGAH D. !. YOGYAKARTA JAWA TIMUR ( ^2 ) --.... ··- ·· · --··· · . .. . · · · ^·-- - --- -- -· - ·----- - - --- - -- · . · ^·· · - · · · · - · · · · · · ·-- LAMPUNG DAERAH KHUSUS RAYON I RAYON II ACEH SUMATERA R I A U KEPULAUAN J A M B I SUMATERA SUMATERA ------ - - · ^·........ . .. BENGKULU UTARA R!AU BARAT SELATAN BANGKA BELITUNG B A L I . . - · · . .
. - --··- ....... NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR KALIMANTAN BARAT . ...... ... KALIMANTAN KALIMANTAN KALIMANTAN ·· - -- - -- - - KALIMANTAN TENGAH SELATAN TIMUR UTARA DAERAH KHUSUS RAYON II RAYON III GORONTALO SULAWESI UTARA · · · · · · - SULAWESI BARAT SULAWESI SELATAN SULAWESI TENGAH SULAWESI TENGGARA MALUKU MALUKU UTARA · ·· ^· · · ^· · · ^·- · ·-· - · P A P U A PAPUA BARAT DAERAH KHUSUS RAYON III . .
.
. . .
... · · ·- - . . .....
. ..
. · · ^· · - ^---- - -· ·· · · . . .
-- - - . . -... - · · . . .. ·· · ····-··· .. SATUAN ( ^3 \ ...
...... OH OH OH -- -- - -- - - -..... . ···· - ^- ^· ·· - - · - - - - - -- - - - -- --- · ^· -- -- - - -·- ·- · -· OH OH OH · -· - --- . . OH OH OH OH OH OH OH OH OH .... · ·· -· --- · ^-- - ----- · --- - · -- ^- - - ·· · ^· OH OH OH OH OH OH · · ^- · ^· - ^- - ^-----· · . . ·.... .. . . • . . · ··- · · . - - -·· ·- ^· - ^·· ^· ^- ... .
... OH OH OH OH OH OH OH OH 01 - 1 OH OH OH OH OH OH OH - -·· · .. -· -· · - ·· · . . -· ( dalam rupiah ) BIAYA TA 2016 . .. ( ^4 ) - - - - · -- - - - ^-- -- · ^· · · ^· -........ . . - - - - - - - - - - ..... - - - - ^- ^- ^- ^- 1 4.000 14.000 14.000 1 4.000 14.000 14.000 . .. · ·-· · ^- . .
000 1 8.000 15.000 15.000 15.000 15.000 ............· - ^· · · · · - · · - · . ... - · ....
000 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000 . . · · · · ·· · · · · ^··- . - .. -· . ...... . ·· · ^·· ^- 15.000 1 9.000 17.000 17.000 ·-· ·· 1 7.000 17.000 17.000 1 7.000 17.000 17.000 1 7.000 17.000 22.000 MENTER ! KEUANGAN 9.2 Pengadaan Bahan Makanan untuk Operasi Pasukan dan Latihan Pra Tugas Operasi Bagi Anggota Polri/TNI, Dikma Bagi Anggota Polri/TNI, Diklat LainnyajPra Tugas Operasi Bagi Anggota Polri/TNI, Anggota yang Sakit Bagi Anggota PolrijTNI, dan Tahanan Anggota PolrijTN I OPERAS I PASUKAN DAN SATUAN LATIHAN PRA NO PROVINSI TUGAS OPERAS! BAGI ANGGOTA POLRI/TNI 1 12 3 4 1. ACEH OH 45.000 2. SUMATERA UTARA OH 45.000 3. RIA U OH 45.000 4. KEPULAUAN RIAU OH 45.000 - · --- 5. J A MB ! OH 45.000 6. SUMATERA BARAT OH 45.000 7. SUMATERA SELATAN OH 45.000 DIKMABAGI ANGGOTA POLRI/TNI 5 36.000 --- --- .
000 36.000 36.000 DIKLAT LAINNYA/PRA TUGAS OPERAS! BAGI ANGGOTA POLRI/TNI 6 36.000 • __ 4 __________ 36.000 36.000 36.000 --------- ------ -- ---- - ^- ^ -- 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 (dalam rupiah) ANGGOTA YANG SAKIT TAHANAN BAGI ANGGOTA ANGGOTA POLRI/TNI POLRI/TNI 7 8 32.000 27.000 ------- -- - --- - - 32.000 27.000 32.000 27.000 32.000 27.000 ------- 32.000 27.000 32.000 27.000 32.000 27.000 -- - ·-- - - -- -- - · - ---- -- - - - ---- - - ^- - --- - --- - - - - -- - -- ----y6.0QQ. - - ---- - - - - - - - - ----- · ^·- -· - ·- - - -- - -- - --· - - --- ---- - - 8. LAMPUNG 9. BENGKULU 10. BANGKA BELITUNG 11. B A N T E N 12. JAWA BARAT 13. D.K.I. JAKARTA -- 14. JAWA TENGAH 15. D.!. YOGYAKARTA 16. JAWA TIMUR -- 17. B A LI 18. NUSA TENGGARA BARAT 19. NUSA TENGGARA TIMUR 20. KALIMANTAN BARAT 21. KALIMANTAN TENGAH 22. KALIMANTAN SELATAN -- 23. KALIMANTAN TIMUR 24. KALIMANTAN UTARA 25. SULAWESI UTARA -- 26. GORONTALO 27. SULAWESI BARAT 28. SULAWESI SELATAN -- 29. SULAWESI TENGAH 30. SULAWESI TENGGARA 31. MALUKU · ^-- 32. MALUKU UTARA 33. P A P U A 34. PAPUA BARAT OH 45.000 36.000 OH 45.000 36.000 OH 45.000 36.000 --- ---- ----- - ----- - - - ---- - - - - - - -- OH 42.000 34.000 OH 42 .000 34.000 OH 42.000 __ }'±: Q_Q.Q ---- ----- · OH 42.000 34.000 OH 42.000 34.000 OH 42.000 34.000 - -- --- - - ------- ---- - - OH 52.000 42.000 OH 52.000 42 .000 OH 52.000 42.000 ------ - OH 51.000 41.000 OH 51.000 41.000 OH 51.000 41.000 --- ------ ---- --- - - - - ------- - ---- - - OH 51.000 41.000 OH 51.000 41.000 OH 51.000 41.000 ------ ---- ----- --------- - -- OH 51.000 41.000 OH 51.000 41.000 OH 51.000 41.000 ·--- -· ---- ^- - - -- - - OH 51.000 41.000 OH 51.000 41.000 OH 52.000 42 .000 36.000 36.000 36.000 ------- - ---------- - 34.000 34.000 34.000 ---------- ---- - 34.000 34.000 34.000 - --- -- - --------·· ----- ---------- 42.000 42.000 42.000 -- -------------· 41.000 41.000 41.000 - ^-- - ^-- -· --·-- 41.000 41.000 41.000 -- - ------------- · ^·---- 41.000 41.000 41.000 -- ---- - ----- ----·-·· 41.000 41.000 42.000 32.000 27.000 32.000 27.000 32.000 27.000 ------ - - ---- - - - - - 30.000 25.000 30.000 25.000 30.000 25.000 - ------ - --- -- · - 30.000 25.000 30.000 25.000 30.000 25.000 ------------ - ------ - -----· 37.000 31.000 37.000 31.000 37.000 31.000 ------ 36.000 30.000 36.000 30.000 36.000 30.000 · - ---- -- --- ^- - - ---- -- ----·- 36.000 30.000 36.000 30.000 36.000 30.000 -- ^--- -· - --- --- - 36.000 30.000 36.000 30.000 36.000 30.000 ----- -- 36.000 30.000 36.000 30.000 37.000 31.000 ---- - -- - --- - - --- - --------- - - - - - - - - --------------··· ·--- --- - ------- ---- ---- - OH 52 .000 42.000 42.000 37.000 31.000 01-1 60.000 48.000 48.000 42.000 35.000 OH 60.000 48.000 48.000 42.000 35.000 NO (1) 1 . 2 .
MENTER I KEUANGAN REP U B L I K I N DONES IA - 5 - 9.3 Pengadaan Bahan Makanan untuk Pasien Rumah Sakit dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) PROVINSI SATUAN (2) ( ^3 ) ACEH OH SUMATERA UTARA OH R I A U OH KEPULAUAN RIAU OH ·--- J A M B I OH SUMATERA BARAT OH SUMATERA SELATAN OH PASIEN RUMAH SAKIT (4) 32.000 32.000 32.000 32.000 --- - -- - ·-- 32.000 32.000 32.000 (dalam rupiah) PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL (PMKS) (5) 27.000 - ---··--- - ------- 27.000 27.000 27.000 ---- -------- 27.000 27.000 27.000 --· --- -- --- - --- ---- - ------ - 8. LAMPUNG 9. BENGKULU 10. BANGKA BELITUNG -- 1 1 . B A N T E N 12. JAWA BARAT 13. D.K.I. JAKARTA -- 14.
-- 20. 2 1 .
-- 23.
-- 26.
-- 32.
JAWA TENGAH D.I. YOGYAKARTA JAWA TIMUR B A L I NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN TENGAH KALIMANTAN SELATAN KALIMANTAN TIMUR KALIMANTAN UTARA SULAWESI UTARA - -------- - ---- GORONTALO SULAWESI BARAT --- SULAWESI SELATAN SULAWESI TENGAH SULAWESI TENGGARA MALUKU ---------- - - - --------- MALUKU UTARA P A P U A PAPUABARAT OH OH OH OH OH OH OH OH OH ·--- - ----· OH OH OH ---- OH OH OH · - · OH OH OH ---- - OH OH OH OH OH OH ··· ·------ --· ·-···-- - - OH OH OH 32.000 32.000 32.000 --------· 30.000 30.000 30.000 ··- 30.000 30.000 30.000 - ---- - ----- - · ·· · - --- - - 38.000 38.000 38.000 ---Ӹ- - --- 36.000 36.000 36.000 ------------ 36.000 36.000 36.000 ---------------- 36.000 36.000 36.000 ------ 36.000 36.000 38.000 27.000 27.000 27.000 -- -· 25.000 25.000 25.000 --- 25.000 25.000 25.000 ---- - --- --------- - ------- 32.000 32.000 32.000 ------- - - 30.000 30.000 30.000 ---- - ----- 30.000 30.000 30.000 -------- - ---- - -- 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 32.000 -------------------- · · -· ----------------- 38.000 32.000 44.000 37.000 44.000 37.000 MENTER I KEUANGAN REP U B L I K I N DONES IA - 6 - 9.4 Pengadaan Bahan Makanan untuk Keluarga Penjaga Menara Suar (PMS), Petugas Pengamatan Laut, ABK Cadangan pad a Kapal Negara, ABK Aktif pada Kapal Negara, dan Petugas SROP dan VTIS (dalam rupiah) KELUARGA PETUGAS ABK ABK AKTIF PETUGAS SRO P PENJAGA CADANGAN PADA KAPAL NO PROVINSI SATUAN PENGAMATAN PADA KAPAL DANVTIS MENARASUAR 1 (2) 1. ACEH 2. SUMATERA UTARA 3. Rl A U ---· --- - - - ------- -- - - -.......---·· -· - - - · 4.
--··- 7.
----- · 13.
--- - · - · 22.
--- - ··· 25.
-----· 28.
--- - - - 31.
000 17.000 17.000 - 17.000 22.000 22.000 22.000 20.000 20.000 - · · · · -- .
000 20.000 20.000 ... - 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000 . ...... . .
000 22.000 25. 000 - · - 25.000 ·-· .. LAUT 5 27.000 27.000 27.000 .....
000 27.000 27.000 - . ^•. ----·-- ---· - · · ···-· · - -- · ·· - 27.000 27.000 27.000 ·· ·· - - . .
000 25.000 25.000 ..... ......
000 25.000 25.000 25.000 32.000 32.000 32.000 30.000 30.000 - -- - - - · · · · ·- - 30.000 30.000 30.000 · · --- - - - 30.000 30.000 30.000 - -- - - 30.000 30.000 30.000 - - - -- - -- - -- - 32.000 32.000 37.000 - - - - - 37.000 NEGARA 6 27.000 27.000 27.000 -· 27.000 27.000 27. 000 27.000 27.000 27.000 - · · · · 27.000 25.000 I . 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 32.000 32.000 32.000 30.000 30.000 · · ·---·· 30.000 30.000 30.000 . .
000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 --.... .
000 32.000 37.000 37.000 NEGARA . . - - - - - . . - - -- · - 7 32.000 32.000 32.000 32.000 32.000 32.000 32.000 32.000 32.000 32.000 30.000 30.000 30. 000 30.000 30.000 30.000 38.000 38.000 38.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 38.000 38.000 44.000 44.000 8 .. .. --- - - · -- 32.000 32.000 32.000 · · · · · · - - ·- - -- --- - 32.000 32.000 32.000 ....- . .. . ·-· - - · · - - · - ···-· - . -· . ---- · · ·-........
. . - - - - ... ·- - · · ·· · · 32.000 32.000 32.000 . .. . - - 32.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 38.000 38.000 38.000 36.000 36.000 --·· - · - ------- --- - -·- - --- 36 .000 36.000 36.000 . . -- -· · · · · - - - . - - - - - - - - .
. - ------·· 36.000 36. 000 36.000 -- - - - 36.000 36.000 36.000 ---- 38.000 38.000 44.000 - - - - - - - ------ - - -- - · · -- 44.000 MENTER I KEUANGAN REP U BLI K I N DONES IA - 7 - 9.5 Pengadaan Bahan Makanan untuk Petugas Bengkel dan Galangan Kapal Kenavigasian, Petugas Pabrik Gas Aga untuk Lampu Suar, Penjaga Menara Suar (PMS), dan Kelompok Tenaga Kesehatan Kerja Pelayaran NO PROVINSI Ill (2) 1. ACEH ----·- · ·.... ............ . .
SUMATERA UTARA 3. R I A U 4. KEPULAUAN RIAU -- --- - - ------ - -...... -...- - ·- -- - · - -- - - - - - - --- 5.
·- ----- 8.
--- 11.
···------- 17. J A MB I SUMATERA BARAT SUMATERA SELATAN . ---.... --·-· -- --· .. LAMPUNG BENGKULU BANGI(A BELITUNG -- - ------·- - ---··-··· . .. ·· · ·-····----- B A N T E N JAWA BARAT D.K.I. JAI(ARTA -------------------- -------··· . .. . - JAWA TENGAH D.I. YOGYAI(ARTA JAWA TIMUR -· ··--· - ---- -- ···· B A L I - -- .
. . - ···· ·-· -- ····· · · ..... - 18. NUSA TENGGARA BARAT 19. NUSA TENGGARA TIMUR ----· -- ... · ·······-- ... ...... . • ..•. ···· · 20.
·--· ....
---·-·-· 26. 2 7 .
I(ALIMANTAN BARAT I(ALIMANTAN TENGAH I (ALIMANTAN SELATAN · · --·- ...... ··- ^· --- .. ....... . ·-·-- · -- I(ALIMANTAN TIMUR I(ALIMANTAN UTARA SULAWESI UTARA ......... .
. - - - - · · --- · -- - -............ .. _, _............. GORONTALO SULAWESI BARAT SULAWESI SELATAN -----·- .. ·---· _, __________ .......... . ... . .....
..... . ......
SULAWESI TENGAH SULAWESI TENGGARA MALUKU I · · · ·........ MALUKU UTARA P A P U A PAPUA BARAT . . . SATUAN . . .
...- ( ^3 ) OH OH OH OH · · -· OH OH OH OH OH OH .. OH OH OH · · -... OH OH OH - OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH . - . . --· . .
. PETUGAS BENGKEL DAN GALANG AN KAPAL KENAVIGASIAN 141 32.000 32.000 32.000 32.000 . . - - - - - -- 32.000 32.000 32.000 32.000 32.000 32.000 -- ------ -· . . . - · - - . - .
. ·- - · - . - . .
000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 38.000 38.000 38.000 36.000 36.000 36.000 ....
000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 38.000 38.000 44.000 44.000 PETUGAS PABRIK GAS AGA UNTUK LAMPU .. · ·· - - - - - - I - . . .... .. .. · - · . · -- · · - . -· ... . - · - - - - SUAR 1 5 \ 32.000 32.000 32.000 32.000 . . .
000 32.000 32.000 32.000 32.000 32.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 38.000 38.000 38.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 38.000 38.000 44.000 44.000 . . . (dalam rupiah) KELOMPOK PENJAGA TENAGA MENARA KESEHATAN SUAR (PMS) KERJA . .
32.000 32.000 32.000 32.000 ..... ...
000 32.000 32.000 32.000 32.000 32.000 30.000 30.000 30.000 . .
000 30.000 30.000 38.000 38.000 38.000 PELAYARAN · - 17\ 32.000 . . --- --- --- - - · - · - ·- - --- ^- -- 32.000 32.000 32.000 ·····--·--··· · · · · ·- · · · · · - - · · · - - -· - --· ·- · ---·· -- ·-····-- 32.000 32.000 32.000 32.000 32.000 32.000 ----· - - - --- - -- - - --- 30.000 30.000 30.000 · ······· - · · ·· - - - ----- · 30.000 30.000 30.000 ---· ·· -- -------- 38.000 38.000 38.000 ·---- - - -- . . -·-·------------ ··-· ·· ·-··· -- - . . .
. .
000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 38.000 38.000 44.000 44.000 ·-- __ , . __ 36.000 36.000 36.000 -- -- - -· -- 36.000 36.000 36.000 .. - -- · · -- --- ·-- . -· . ....
000 36.000 36.000 ·-·- - ·------·-- 36.000 36.000 38.000 - · _, ________ _ 38.000 44.000 44.000 M E NTER I KEUANGAN R E P U B L I K I N DON ESIA - 8 - 9.6 Pengadaan B ahan Makanan untuk Mahasiswa/ Siswa Sipil dan Mahasiswa Militer/ Semi Militer di Lingkup Sekolah Kedinasan NO (1) 1 . -- - - - - 2.
-··-·-·· 5. 6 .
9 .
·---- - - 1 1.
1 6. --··· ·-· 17.
2 1.
-- - · · · 23.
PROVINSI 12) ACEH · · - --- · · ·· . . -· SUMATERA UTARA R I A U KEPULAUAN RIAU ·· · · · - - · -- - - · - · - - - - -- - - - - - - -·· ·..... ... - -- - ··· · ·- · - ^..... J A M B ! SUMATERA SUMATERA . . - - - - - -- - - ---· · · · - · · LAMPUNG BENGKULU BARAT SELATAN BANGJ(A BELITUNG ..... - · -- - -- - - - B A N T E N JAWA BARAT 0.1(.1. JA!(ARTA . . .
. -- - -- - - - .. . . · · --- - · ·- - ··· - - . - - . - - - - ·---- · - - ··--··· -· ---· ----· - ·· · - ··· ·· ·· · -··· ··· JAWA TEN GAI-l 0.1. YOGYAI(ARTA JAWA TIMUR ·--·· ·· --· - .. . B A L I NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR ·· -- - - -·· ·· ···· . . - ·· · J(ALIMANTAN J(AL!MANTAN J(AL!MANTAN - · - · · · · - - - . - · · · · ·· · · -· · I(AL!MANTAN J(AL!MANTAN BARAT TEN GAI-l SELATAN -· TIMUR UTARA SULAWESI UTARA . . · · - · · · - · ӷ....
. - ----····-· ·· . . --- -- - ---·· ·· . . --· -· - - · · - 26. -- 27.
3 1. · · ·-··· 32.
GORONTALO SULAWESI SULAWESI ·-- · ···-· · · · -· -· · SULAWESI SULAWESI MALUKU BARAT SELATAN . . . TEN GAI-l TENGGARA MALUKU UTARA PAPUA PAPUA BARAT ..
... · · · -···-... SATUAN ( ^3 OI-l ··- ·· · OI-l OI-l OI-l ----- -· -- - - . OI-l OI-l OI-l . . - - - - . . · - - · OI-l OI-l OI-l OI-l OH OI-l - - - - -- - -- - ---- - -- - · ·····----· -· · OI-l OH OI-l · · · · ·- ·· OI-l OI-l OI-l · ·· · · · · ·· - -- ··- . . OI-l OI-l OI-l OH OI-l OI-l - - - -- -· OI-l OI-l OI-l -- - OI-l OH 01-I · · · ·· - - OI-l 01-1 OI-l . . ·· - -- ··-··- ·· . . MAHASISWA/ SISWA SIPIL . - · · 4 32.000 32.000 32. 000 32.000 32.000 32.000 32.000 32.000 32.000 32.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 38.000 38.000 38.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 38. 000 38.000 44.000 44. 000 (dalam rupiai1) MAHASISWA MILITER/ SEMI MILITER - . 5 37.000 37.000 37.000 37.000 . .. - · · ---- 37.000 37. 000 37. 000 37.000 37.000 37.000 34.000 34.000 34. 000 ---- - - -- - - · · ·· ··•· · · - - - · - -.... .... . ·· ·-· · · ·· · - - · ··- ·- ·· -· ···· - - .
.
000 34.000 34.000 42.000 42. 000 42 .000 4 1 . 000 4 1 .000 4 1 .000 4 1 .000 4 1.000 4 1 .000 4 1.000 4 1 .000 4 1 .000 4 1 .000 4 1 . 000 42.000 42.000 48.000 48. 000 MENTER I KEUANGAN 9.7 Pengadaan. Bahan Makanan untuk Rescue Team NO PROVINSI { 1\ 1. ACEH 2. SUMATERA UTARA 3. R I A U -- -- - - --- - - - - - --- - - - . - . ..
KEPULAUAN RIAU -- ·-·· ··- .
J A M B I 6. SUMATERA BARAT 7. SUMATERA SELATAN - - -- - - --- - - 8 . LAMPUNG ---····· - - -····· · - - - -- - - - - - --- - --- · -···· - -- - · · · · -- -· -- -- 9. BENGKULU 10. BANGI{A BELITUNG 1 1. B A N T E N 12. JAWA BARAT 13. D.K.I. JAKARTA - - - - ---- .. . - · -------- · · - - - - -- · ·· · .. . .
JAWA TENGAH 15. D.I. YOGYAKARTA 16. JAWA TIMUR · ·- ... - I · · .
B A L I 18. NUSA TENGGARA BARAT 19. NUSA TENGGARA TIMUR 20. l{ALIMANTAN BARAT --- -·--·· ·· - - - - - --- ...... . - -- --·...---- · · · · · ---- - -- - - - - - - -- --·...· -- ------- 2 1 . l{ALIMANTAN TENGAH 22. · ·· ··--·- 23.
3 1.
I{ALIMANTAN SELATAN - - ---·.... . l{ALIMANTAN TIMUR KALIMANTAN UTARA SULAWESI UTARA GORONTALO SULAWESI BARAT SULAWESI SELATAN - ····· - SULAWESI TENGAH SULAWESI TENGGARA MALUKU MALUKU UTARA P A P U A PAPUA BARAT SATUAN ( ^3 \ OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OI-l OH OH OH OH OH OH .... (dalam rupiah) BIAYA TA 2016 (4) 37.000 37.000 37.000 37.000 37.000 37.000 37.000 37.000 37.000 37.000 34.000 34.000 34.000 34.000 34.000 34.000 42.000 42.000 42.000 4 1.000 - ----- -- - - - .. - - - - 4 1.000 4 1.000 4 1.000 4 1.000 . . -- ......... ..... . 4 1.000 41.000 4 1 .000 4 1.000 4 1.000 4 1.000 42.000 42.000 48.000 48.000 M ENTE R ! KEUANGAN REPU BLI K I NDON ESIA 10 SATUAN BIAYA KONSUMSI TAHANAN NO PROVINSI (1\ 1.
·- 13.
-- · · · · · ·- 16.
····· - -· 19.
·-· . .
··•· ··· · - 25.
· - · 31.
ACEH SUMATERA UTARA R I A U . -·· ·---ü .. ..... -- ··- . .. · - · KEPULAUAN RIAU J A M B I SUMATERA SUMATERA LAMPUNG BENGKULU ·---· - - ·· ···---- - BARAT . . . - - - SELATAN BANGKA BELITUNG B A N T E N JAWA BARAT . . . D.K.I. JAKARTA JAWA TENGAH D.I. YOGYAKARTA - -- - - · · · · · - - · JAWA B A L I . -· · - TIMUR . . ..... (2} . . ·- ..
--· -·-··-··· ·--·· • · NUSA TENGGARA BARAT ·· ··- ··.... · · · ···· ··-···· - · · · NUSA TENGGARA TIMUR KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN TENGAH ·· ···· ·· · · . -- - --- ·····-...- -- ···- · ··· · - · · ·· · · ···· ·- -- ----· - -- - - - · ·-···· KALIMANTAN SELATAN KALIMANTAN TIMUR KALIMANTAN UTARA SULAWESI UTARA GORONTALO SULAWESI BARAT SULAWESI SELATAN SULAWESI TENGAI-I . .. .
. - -- SULAWESI TENGGARA - · MALUKU MALUKU UTARA P A P U A ·· - PAPUABARAT .
^. . -.... - ^·- · · · · · - · - - ·---- . ^.
. ^. .... .• · -· .. · · · · · · - - -· -· ···· . . ····- · · · ------ - --- - · · · · ·- - ·---·-··· ---- - . · ··-·-····· · -·- . ..
. --· ···· ····--- · ·· -·-- . . ·---·· --· .... . ^. . .. · ·-- · --·-··- ___ , ______ SATUAN -· · · · · ·· -· · · 131 OH OH OH OH OH OH OH OH OI-I OH OH OH OH OH OH OI-I OI-I OH OH OH OH . - ·· OH OH OH OI-I OH OH OH OH OH OH OH OH or - r . . . . .
. . ( dalam ru pial1) BIAYA TA 2016 · · -· · ·· . . .
.
...· ···-- ( ^4 ) . ^. . · -- - ··· ·· 43.000 41.000 36.000 35.000 33.000 39.000 39.000 36.000 39.000 36.000 39.000 40.000 42.000 33.000 32.000 39.000 39.000 37.000 37.000 38.000 36.000 .........··-· · · · ....
.
. . ^. ^......... .
000 38.000 38.000 39.000 38.000 41.000 41.000 36.000 36.000 42.000 49.000 55.000 . .. . ^. .. ^.
000 MENTER I KEUANGAN REP U BLI K I N DONES IA 11. SATUAN BIAYA KONSUMSI RAPAT NO PROVINSI (1\ ( ^2 1 1 . 1 RAPAT KOORDINASI TINGKAT - 1 1 - SATUAN 13) Orang/Kali MAKAN 14) 1 10.000 (dalam rupiah) KUDAPAN (SNACK) 5 49.000 - -- -------- µE..J'i : £E¶I(E; SE·()N I/Sl!?'f,'\¸ __ _ _ _ _ _ ^ ^ _ _ _ !L_ĉ-- - _ RAPAT BIASA __ _ 1 1.2. 1 ACEH 1 1 .2.2 SUMATERA UTARA 1 1.2.3 R I A U 1 1 .2.4 KEPULAUAN RIAU 1 1 .2.5 J A M B I !1,?,() ____ ¹l!!'A__f_ Eº »¼Ù- _ 1 1 .2.7 SUMATERA SELATAN 1 1 .2.8 LAMPUNG 1 1.2.9 BENGKULU 1 1 .2. 10 BANGICA BELITUNG 1 1 .2. 1 1 B A N T E N 1 1,½. 1-¾ J_t: WA B¿RAT .. 1 1 .2. 13 D.K.I. JAICARTA 1 1 .2. 14 ^JAWA TENGAH 1 1 .2. 15 ^D.I. YOGYAICARTA 1 1 .2. 16 ^JAWA TIMUR 1 1 .2. 17 ^B A L I · - · U_: ?} ^_ l3_ l'Jl!ð_A _ ! ^E L'T ^GGA À--Át: ò'I' 1 1 .2. 19 ^NUSA TENGGARA TIMUR 1 1 .2.20 ICALIMANTAN BARAT _ ^1 !: ÂÃ ^2 !__ IÄ ^IM Å ^NTA Æ - ^T ÇÈc: 'Ø_H __ _ _ _ _ 1 1 .2.22 ^ICALIMANTAN SELATAN 1 1 .2.23 1 1 .2.24 · - ·· · · - ·· · - · . 1 1 .2.25 1 1 .2.26 1 1 .2.27 ·· ·· · - 1 1 .2.28 1 1 .2.29 ICALIMANTAN TIMUR ICALIMANTAN UTARA SULAWESI UTARA GORONTALO SULAWESI BARAT - - SULAWESI SELATAN SULAWESI TENGAH 1 1 .2.30 ^SULAWESI TENGGARA - . ^...... ^. Orang/Kali Orang/Kali _ _ _ Qr: ang/Kali _ Orang/Kali Orang/Kali . - __ Q_ ^r : ln ^g /!Õa,Ii___ Orang/Kali Orang/Kali _ _ .. Orang/Kali .. Orang/Kali Orang/Kali _ _ _ __ OrangjKali _ Orang/Kali Orang/Kali _____ Orang/Kali Orang/Kali Orang/Kali _ Orang/Kali Orang/Kali Orang/Kali _ _ _ __ Orang/ Kali ....
. . ^- - - - Orang/Kali Orang/Kali _ ^_ Orang/Kali ^_ · · Ӷ ^..... .
.
000 46.000 40.000 41 .000 39.000 44.000 .. . .
.... -· ·-· - 46.000 40.000 44.000 40.000 44.000 45.000 47.000 37.000 36.000 44.000 44.000 4 1 .000 4 1 .000 42.000 40.000 45.000 42.000 42.000 - -···· · - ·· ---· 15.000 13.000 15.000 20.000 17.000 16.000 17.000 18.000 16.000 18.000 15.000 14.000 18.000 13.000 13.000 15.000 17.000 17.000 2 1 .000 16.000 15.000 14.000 17.000 16.000 44.000 Orang/Kali 18.000 44.000 Orang/Kali 14.000 47.000 . . . ^. __ Orang/Kali _ 16.000 45.000 Orang/Kali 15.000 4 1 .000 Orang/Kali 15.000 _ _ _ ___ Orang/Kali . . _ _ _ _ 42.000 _ _ _ _ 20.000 1 1 .2.3 1 ^MALUKU Orang/Kali 47.000 19.000 1 c 1 É 1 Ê .2 Ë - Ì 3 Í 2 Î 1_ M A L _ U __ K u __ u _ T _ A _ RA __ _ __________ 1_0ran: ċgL/Kali 11 _ __ __ Ï 5 Ö7.ooo_ 1 _ __ __ Ð 2 Ñ 0 Ò .o Ó o Ô o _1 1 1_c?.33 ï f.!' ^U A _ . __ _ Orang/Kall 60.000 3 1 .000 1 1 .2.34 ^PAPUA BARAT Orang/Kali 57.000 25.000 MENTER I KEUANGAN 12 SATUAN BIAYA KEPERLUAN SEHARI-HARI PERKANTORAN Dl DALAM NEGERI NO 1 1 . -- -- 2 .
--- - -- ·- 8.
----- - - 17. -- 18.
--···-- 20. 2 1 . PROVINSI ACEH -- ^- -·-·-· · - ....^. ^ . ^. . SUMATERA R I A U KEPULAUAN · ^·- . 12 UTARA RIAU - - - - - - -- - - - - - - - - - - - . · · - J A M B ! SUMATERA BARAT SUMATERA SELATAN . ^. ^. ^. - - -- - --- - . - . . ^. ·· - LAMPUNG BENGKULU . . BANG!(A BELITUNG . ...... B A N T E N JAWA BARAT 0.!(. ! . JAKARTA ........... . - - --- - - · - --·- - · JAWA TENGAH D . ! . YOGYA!(ARTA JAWA TIMUR - - - - . ^.. . ^. . ^. ----· · · - · · · . ^· · · ^- ^· · . · · · · - · · · -... B A L I NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR · · - · · · · ·- - - -· KALIMANTAN !(AL!MANTAN . . . - - BARAT TENGAH · · · - ····· 22. !(AL!MANTAN SELATAN . ... · - .. ^· - - - -- - ^- ^-- - - - - . ^. . - - - · · · MEMILIKI SAMPAI DENGAN 40 PEGAWAI SATUAN (3) . Satker/Tahun _ Satker /Tahun Satl{er /Tahun Satl{er /Tahun · · · - - - ····· -· · SatkerjTahun Satker jTahun Satker /Tahun · ^· · - -.... Satker /Tahun Satker /Tahun SatkerjTahun . . Satker/Tahun SatkerjTahun Satker /Tahun -- ^- - - · . -- - ^- - ^- - - ·· · - Satl{er /Tahun Satl{er /Tahun Satker/Tahun ··-· - -- - Satl{er /Tahun Satker/Tahun Satker/Tahun Satl{er /Tahun Satl{er /Tahun Satl{er /Tahun BIAYA TA 2016 (4) 60.870. 000 60.020.000 60.020.000 6 1 .7 10.000 59.600.000 60. 020.000 60. 020.000 59. 170.000 60.020.000 59 .600.000 . . .
870.000 60.440.000 60.440.000 - · · - ·· · 60.870.000 60.440 .000 60.440.000 .. . . 6 1 .290.000 60.440.000 60.440. 000 -- - - · 60.440.000 59.600.000 60.020.000 - ^- ^-- ^- ^- ^- - - ---- . .. . ···· ·· - · ··· - · · ^· - , . _ _ __ _ _ _ _ _ · - -----...· ^· · · -.... . .........^. . · - - - 23.
· · - · -· · · · 26.
3 1 . - - ------ 32.
!(AL!MANTAN TIMUR KALIMANTAN UTARA SULAWESI · ^· · ^·- -- - ---- - · - ·· · UTARA . . . GORONTALO SULAWESI BARAT SULAWESI SELATAN . . . ^. SULAWESI TENGAH SULAWESI TENGGARA MALUKU . . ^--- - ^- - -- · - - - - - - - - MALUKU UTARA P A P U A PAPUA BARAT --·-· - - -.... ӵ......... . Satker /Tahun Satker/Tahun Satker /Tahun .... Satker /Tahun Satl{er /Tahun Satker/Tahun . · · ^- SatkerjTahun Satl{er / Tahun Satl{er /Tahun -· Satker /Tahun Satker/Tahun Satl{er /Tahun 60.440.000 60.440 .000 62. 130. 000 60. 870.000 57.060.000 60.870.000 60.020.000 60.440 .000 64.460. 000 64.460.000 73.970. 000 67.630.000 . .
. (dalam rupiah) MEMILIKI LEBIH DARI 40 PEGAWAI SATUAN . . . - 15) OT .. · - · OT OT OT . .......... . OT OT OT OT OT OT OT OT OT ..... OT OT OT .. - . ^.. . .. . OT OT OT . . . OT OT OT . . . - -- - - - OT OT OT . ^- - - · · ·· OT OT OT OT OT OT ..... OT OT OT BIAYA TA 2016 16) 1 . 530. 000 ....- -- . - · - ---. ---- 1 . 5 10 . 000 1 . 5 1 0 .000 1 . 550 .000 - - -- - - - ^- - - - - - - -- - - 1 . 490.000 1.510.000 1 . 5 10.000 · · · · · - - --- - - . . ^. --· ^- - - ^· - - · ^· ^- ^- ^- ^- ^- ^- - -- - ^- . .. - - ^- ^ - - - - - - - -- - - - - - - - . ^. . ^. . - ·-· - · · 1 . 480.000 1 .5 10.000 1 . 490.000 1 . 530.000 1 . 520.000 1 . 520.000 - · · · · · · · - · · ·· ..... - - - -- 1 . 530.000 1 . 520.000 1 . 520. 000 ·- - · · 1 . 540.000 1 . 520. 000 1 . 520.000 · · · · · - · · . 1 . 520. 000 1 . 490.000 1 . 510.000 1 . 520.000 1 . 520.000 1 . 560.000 . .. . . · · ·· · · ·· · -· ···· 1 . 530. 000 1 . 430.000 1 . 530. 000 . ... . -·· ·· - 1 . 510.000 1 . 520.000 1 .620.000 1 . 620.000 1 . 850. 000 1 . 700.000 MENTER I KEUANGAN REP U BL I K I N DONES IA - 1 3 - 13 SATUAN BIAYA PENGGANTIAN INVENTARIS LAMA DAN/ATAU PEMBELIAN INVENTARIS UNTUK PEGAWAI BARU NO.
1 .
·- --- 3 . 4 . 5. · - - · · · 6 .
· - - · · -· ··· 9. 1 0 . 1 1 . · · · - · · · ·· · · 1 2 . 1 3 . 1 4 . - - - - - . . 1 5. 1 6 . 1 7 . PROVINSI (2) ACEH SUMATERA UTARA ---Ӵ - - - - ·· · · - - - - . R I A U ..........- - KEPULAUAN RIAU J A M B I -- - - - - - - - - - . ·· · · · ·...--- -· · · SUMATERA BARAT SUMATERA SELATAN LAMPUNG · · · -·............ . - - - - - BENGKULU BANGKA BELITUNG B A N T E N -- - · ·· · - - JAWA BARAT D.K.I. JAKARTA JAWA TENGAH - -·- - ---· · · · · D.I. YOGYAKARTA JAWA TIMUR B A L I . . . · -- - - ·- · · · - · - - -- - - - -· - --· - - . - - - - - - .. . . · · · · • .. ... .. . ... .... _...- - - - ·- . · - ·-· · ···· -- - ·· · - · - · - - - - - - - - · · - 1 8. NUSA TENGGARA BARAT 1 9 . NUSA TENGGARA TIMUR -- 20. - - - - - - - - 2 1 .
---- - - -· 24.
3 1 .
KALIMANTAN KALIMANTAN KALIMANTAN KALIMANTAN BARAT - - -- - . . · · - · TENGAH SELATAN TIMUR - - ----- - --·- ------· ·····- · · - - - · --·- · · · - ·· - - · · - - - · · -- -- ·- - ---·-- · KALIMANTAN UTARA SULAWESI UTARA GORONTALO - · - . · · - · SULAWESI BARAT SULAWESI SELATAN SULAWESI TENGAH - - - SULAWESI TENGGARA MALUKU MALUKU UTARA P A P U A PAPUA BARAT - - - - . - - - - -- · - - - - - - - - - - - - - - - - · - · · · - - - - - - · · · ·· - · - · - · · · - · ···· · - - - --· · - - · - · · - - · · - · -·- -· · - - - - - · ·-·---- SATUAN (3) Pegawai/Tahun · - -- __ _ }='hgijki{].'a}11111 Pegawai/Tahun Pegawai/Tahun Pegawai/Tahun -·· - · - - - -·· · · -....
... ·- - - - - · · · -· - - - - - - - -- - ....... _ ...... Pegawai/Tahun PegawaijTahun Pegawai/Tahun - - PegawaijTahun Pegawai/Tahun PegawaijTahun PegawaijTahun Pegawai/Tahun Pegawai/Tahun Pegawai/Tahun Pegawai/Tahun Pegawai/Tahun .... PegawaijTahun Pegawai/Tahun Pegawai/Tahun Pegawai/Tahun Pegawai/Tahun PegawaijTahun PegawaijTahun Pegawai/Tahun Pegawai/Tahun · - - - - - - · · · - . . - - - - - - - -- - - - PegawaijTahun Pegawai/Tahun Pegawai/Tahun Pegawai/Tahun Pegawai/Tahun Pegawai/Tahun PegawaijTahun Pegawai/Tahun - - - (dalam rupiah) BIAYA TA 2016 - - . - ·-··- ··· ·- · · · ··- · ·· (4) 1 .660.000 1 . 570.000 ·· · · · - · - - - - - · - ····---- 1 . 580.000 1 . 560. 000 1 .6 1 0. 000 - - - --- 1 .600.000 1 . 580.000 1 . 580.000 -- 1 . 570.000 1 . 550.000 1 . 580.000 - - - 1 . 570.000 1 .600. 000 1 . 660. 000 . - - - 1 .650.000 1 . 580. 000 1 .660. 000 . . . - - - .. - - - - - 1 .600.000 1 . 530. 000 1 . 560. 000 . .....· - · - - - - - - 1 .640. 000 1 . 570. 000 1 . 550. 000 -- - - · - --- - . . ...... . - - - -- 1 . 550. 000 1 . 540. 000 1 . 520.000 . . - · -· 1 .480.000 1 . 6 1 0.000 1 . 540.000 . . . 1 .630.000 1 . 700. 000 1 . 750. 000 1 .960.000 1 . 850. 000 MENTER I KEUANGAN REP U B L I K I N DONES IA - 14 - 14 SATUAN BIAYA PEMELIHARAAN DAN OPERASIONAL KENDARAAN DINAS 14. 1 Kendaraan Dinas Pejabat NO. PROVINSI (1) (2) 14. 1 . 1 PEJABAT NEGARA 14. 1 . 2 PEJABAT ESELON I 14. 1 . 3 PEJABAT ESELON II 14. 1 .3 . 1 ACEH 14. 1 .3.2 SUMATERA UTARA 14. 1 .3.3 R I A U 14. 1 .3.4 KEPULAUAN RIAU --- 14. 1 .3.5 J A M B I 14. 1 .3.6 SUMATERA BARAT 14. 1 . 3.7 SUMATERA SELATAN 14. 1 .3.8 LAMPUNG 14. 1 .3.9 BENGKULU 14. 1 .3. 1 0 BANGKA BELITUNG 14. 1 . 3 . 1 1 B A N T E N 14. 1 . 3 . 1 2 JAWA BARAT 14. 1 .3. 1 3 D.K.I. JAKARTA ---- ---·-- · SATUAN (3) UnitjTahun . · - - - - -------- Unit/Tahun Unit/Tahun . ·- -- -- -- --- - - - Unit/Tahun Unit/Tahun UnitjTahun (dalam rupiah) BIAYA TA 20 16 (4) 4 1 .900.000 ·- 40.000.000 39.850.000 38.420.000 38.530.000 38.280.000 -·-- - ---------- - - - - - - - - ---- - -- Unit/Tahun 39.240.000 Unit/Tahun 39 . 190.000 UnitjTahun 38.550. 000 Unit/Tahun 38.670.000 UnitjTahun 38.580.000 UnitjTahun 38.250.000 - - -- -- - - --- - - - --- - - --- - -- - -- - --- - -- - Unit/Tahun 38.4 10.000 UnitjTahun 38.330.000 38.730.000 --- _ _ l! ^ni !/_ Ta!: t_M---- _ 14. 1 .3 . 14 14. 1 .3. 1 5 14. 1 . 3 . 1 6 14. 1 .3. 1 7 14. 1 .3. 18 14. 1 .3 . 19 14. 1 .3 .20 14. 1 . 3.2 1 14. 1 .3.22 14. 1 .3.23 14. 1 .3.24 14. 1 .3.25 14. 1 .3 .26 14. 1 .3.27 14. 1 .3.28 14. 1 .3.29 14. 1 .3.30 1 4. 1 . 3 . 3 1 14. 1 .3.32 14. 1 .3.33 14. 1 .3.34 JAWA TENGAH D.I. YOGYAKARTA JAWA TIMUR - - - --- ---- B A L I NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN TENGAH KALIMANTAN SELATAN Unit/Tahun UnitjTahun Unit/Tahun ··-- - -------------------------------- - · Unit/Tahun UnitjTahun Unit/Tahun ---------- - ----- UnitjTahun UnitjTahun UnitjTahun - --· - ^- ^ ---- .- - - - - - - - - - ------- KALIMANTAN TIMUR Unit/Tahun KALIMANTAN UTARA UnitjTahun SULAWESI UTARA Unit/Tahun ---------- - ------ - - ------ - - - -- . - - · ------ ---·-···-- ------ GORONTALO Unit/Tahun SULAWESI BARAT Unit/Tahun SULAWESI SELATAN UnitjTahun -------------- - ------ - --- - ---- -·· - ---- - - - - -- - -- -- - ---- -······ - ... - .. - -- ----- - -· SULAWESI TENGAH UnitjTahun SULAWESI TENGGARA UnitjTahun MALUKU Unit/Tahun ----- - - ------------ - -- - -- - - - - - - - - - - ----- --· - - ---- - -- - - - ··- - - ---- - - . - -- MALUKU UTARA Unit/Tahun P A P U A UnitjTahun PAPUA BARAT Unit/Tahun 39.950.000 39.950.000 38.6 1 0.000 · · · · ·- ^--- ^- ^- ^- ^-- ^- ^--- 39.950.000 39. 100.000 37.980.000 - - 38.750.000 38.990.000 38.990.000 -------- - 38. 560. 000 38.560.000 38.480.000 · - ----------- -- - - -- --- - ---· 3 8 . 1 50 . 000 37. 180.000 38.630.000 - - - - - - - - - - -- --- - - - - - - -- ----- 39.050.000 39 .540.000 39. 140.000 · - --- - - - --- - - - · -- --------- --- 38.230.000 38.770.000 38.840. 000 14. 2 Kendaraan Dinas Operasional NO. PROVINSI (1) (2) 1 . ACEH 2. SUMATERA UTARA 3. R I A U 4. KEPULAUAN RIAU 5. J A M B I 6. SUMATERA BARAT 7. SUMATERA SELATAN 8. LAMPUNG 9. BENGKULU -- - 10. BANGKA BELITUNG 11. B A N T E N 12. JAWA BARAT 13. D.K.I. JAKARTA 14. JAWA TENGAH 15. D.I. YOGYAKARTA --- - --- - -- - ---------------- - 16. JAWA TIMUR 17. B A L I 18. NUSA TENGGARA BARAT -- 19. NUSA TENGGARA TIMUR 20. KALIMANTAN BARAT 21. KALIMANTAN TENGAH 22. KALIMANTAN SELATAN 23. KALIMANTAN TIMUR 24. KALIMANTAN UTARA - - -- - - 25. SULAWESI UTARA 26. GORONTALO 27. SULAWESI BARAT 28. SULAWESI SELATAN 29. SULAWESI TENGAH 30. SULAWESI TENGGARA 31. MALUKU 32. MALUKU UTARA 33. P A P U A M ENTE R I KEUANGAN R E P U BLI K I N DO N ESIA - 15 - SATUAN RODA EMPAT (3) (4) Unit/Tahun 34.620.000 Unit/Tahun 33.470.000 Unit/Tahun 33.560.000 DOU BLE GARDAN (5) 37.640.000 36.070.000 36.210.000 - ---------- - - · · · - ·- - · - · - . - - - ------- - Unit/Tahun Unit/Tahun Unit/Tahun Unit/Tahun Unit/Tahun Unit/Tahun 33.350.000 34.130.000 34.100.000 . - ·----- --- - 33.580.000 33.670.000 33 .600.000 · - - ----- - -- - ----- Unit/Tahun 33.330.000 Unit/Tahun 33.410.000 Unit/Tahun 33.350.000 35.930.000 36.970.000 36.930.000 · - ---- 36.200.000 36.330.000 36.230.000 ------- - --- -- - 35.860.000 36.090.000 35.990.000 (dalam rupiah) RODA DUA ( ^6 ) 3.930.000 3.700.000 3.670.000 3. 570.000 3.810.000 3.850.000 3.670.000 3.700.000 3.680.000 --------- 3.610.000 3. 580.000 3.560.000 -- - ----- -- - - ------ - ------- ---- -- - --·· - --- - --- - - - --- - - -·- - ---- . Unit/Tahun Unit/Tahun _ Unit/VW ñ': 1 : ? _ _ Unit/Tahun Unit/Tahun Unit/Tahun _ Unit/Tahun Unit/Tahun Unit/Tahun ---------- Unit/Tahun Unit/Tahun Unit/Tahun Unit/Tahun Unit/Tahun Unit/Tahun ---- - --------- Unit/Tahun Unit/Tahun Unit/Tahun Unit/Tahun Unit/Tahun Unit/Tahun 33.650.000 34.880.000 34.680.000 - ------- - - - - - ---- - -· - - - · --- · 33.600.000 35.210.000 34.060.000 --- - ---------- ---- 33.140.000 34.160.000 35.710.000 -- · · - - - - ---· - - -- - ·- ···· · · - 34.380.000 34.010.000 33.660.000 -- - ----- - ----- - ---- 33.930.000 33.670.000 32.470.000 -- -- - -----· ----------- 33.630.000 34.450.000 34.880.000 ---- - -------------- 34. 560.000 33.750.000 34.260.000 36.450.000 3.640.000 38.050.000 3.950.000 37.780.000 3.910.000 -- - --- ··-· - - -- - - - - - · - - ------ ------ - -- - ----- -- - 36.280.000 3.650.000 38.400.000 4.110.000 36.810.000 3.810.000 ·---- - -- - 35.550.000 3.580.000 36.360.000 3.760.000 38.290.000 4.150.000 --- - - - ---- - --- - -------- 36.620.000 3.800.000 36.130.000 3.700.000 35.680.000 3.620.000 - ---· · - - ------ - ------- - - · --------- 36.060.000 35.690.000 34.690.000 - --- -- -- - - - - - -- - - - - --- -- - 36.320.000 36.660.000 37.210.000 - - - ----- - - - - - - 36.730.000 35.740.000 36.310.000 3.710.000 3.670.000 3.360.000 3.640.000 3.840.000 3.940.000 3.940.000 3.760.000 4.000.000 - - -- -- - ---- - - - --- ------ . --- - ·-· - ·-···--·· · · --- - - · · · ··-··· ···-··-· - - - -- --- - - - - 34. PAPUA BARAT Unit/Tahun 34.300.000 36.390.000 3.920.000 14.3 Operasional dalam Lingkungan Kantor, Roda 6, Roda 6 Khusus Tahanan Kejaksaan, dan S peed Boat (dalam rupiah) No. Uraian Satuan Biaya TA 20 16 (1) (2) ( ^3 ) (4) 1. Operasional dalam Lingkungan Kantor Unit/Tahun 9.750.000 2. Roda 6 Unit/Tahun 37.110.000 3. Roda 6 Khusus Tahanan Kejaksaan ___ !: !EST/_ TUh_u_l1 __ 40.760.000 - - -- --- - - --·-- - - - - - · - --- -- -- ---· - - - - - . - -· --- - ·--· · · · ---- - - - - . .. - -- - - - . - - - -- .......... .. -- ------- 4. S peed Boat Unit/Tahun 20.240.000 MENTER I KEUANGAN REP U B L I K I N DONES IA - 16 - 14.4 Kendaraan Dinas Operasional Patroli Jalan Raya (PJR) NO. PROVINSI (1) (2) SATUAN (3) PJR RODA EMPAT (4) PJR RODA DUA (: ; 250 CC) (5) (dalam rupiah) PJR RODA DUA (} 750 CC) (6) 1 . ACEH Unit/Tahun 78.370.000 g h i j k l -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- - 1- -- -- m -- -- -- 1 9 .680.000 47.080.000 _ _ ^2. _ _ ó-î M- í T ìë Y T J\ RA.... .. . . _ ^_ _ _ . t! " ê ! /! ^n .. . 75.920.000 18.960.000 43.840.000 .............· - · · · · ·-........ · · ··· · · · · · · - · · · · 3. R I A U Unit/Talmn 76.090.000 18.890.000 42 . 5 1 0 .000 __ 4 _ . _ 1_ K _ E _ P _ U _ L _ A _ U _ A _ N __ R _ I A ___ U __ __ __ __ __ __ __ _ 1 _ __ U _ n _ it ~ / _ T _ al _ "l _ u_ n __ 1 __ 7 _ 5 _ . _ 6_ 50 _ . _ 0 _ 0 _ 0 1 18.580.00 0 1 _ _ 4 n 0 o . ^7 p 5 q 0 r . s 00 t 0 u 1 - -- é 8 ù -rvf _ ^B _I _ _ . _ _ ^Un ^è ^t/ _ 'f.ah ^u _ ^n 77.330.000 1 9 . 3 10.000 _ 44. 9; 3()-Q()() 6. SUMATERA BARAT UnitjTahun 77.250.000 1 9.450.000 46.750.000 42.480.000 7. SUMATERA SELATAN UnitjTahun 76 . 1 30.000 18.880.000 8. LAMPUNG ....· - .. - . - - ·......... 9 . BENGKULU 10. BANGKA BELITUNG 1 1 . B A N T E N Unit/Tal-: 1un Unit/Tahun Unit/Tahun Unit/T ç un __ 1 2 . JAWA BARAT Unit/Tahun 13. D.K.I. JAKARTA Unit/Tahun 14. J ÷\Y TENGAH . . _ . _...Unit/Talmn 15. D.I. YOGYAKARTA Unit/Tahun 76.340.000 1 8 .960.000 76. 1 80.000 18.900.000 75.620.000 18.700.000 75.790.000 18.580.000 ... . .
650.000 18.530.000 42.900.000 42.570.000 4 1 .420.000 40.820.000.... · - · · · · · ·· · · · · · ·· -- ···-· 40.540.000 76.300.000 18.800.000 42.060.000 78. 9 10.000 19.750.000 47.550.000 78.490.000 1 9 . 6 1 0.000 46.700.000 1 6 . JAWA TIMUR Unit/Tahun 76. 1 90.000 18.800.000 -- Ɩ¡-- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -l- -- -- Ɨ -- -- --l-- Ƙ ƙ ƚ ƛ¡ ---- 42.050.000 17. B A L I Unit/Tahun 79.630.000 20.250.000 5 1 .490.000 45.930.000 --· - - - - - - · ·- · · · · · -- - - · - · · ·-·-.... ...... ... - - · . . - -.... . .. . -- 18. NUSA TENGGARA BARAT Unit/Talmn 77. 1 60.000 19.3 1 0.000 19. NUSA TENGGARA TIMUR Unit/Tahun 75.2 10.000 18.6 1 0.000 4 1 .760.000 20. KALIMANTAN BARAT 2 1 . KALIMANTAN TENGAH 22. KALIMANTAN SELATAN 23. KALIMANTAN TIMUR Unit/Tahun Unit/Talmn Unit/Tahun 77.390.000 1 9 . 1 40.000 44.860.000 80.690.000 20.370.000 52.090.000 77.840.000 1 9 .280.000 45.680.000 Unit/Tahun 77.060.000 18.980.000 43.890.000 _ 2 _ 4 _ . _ 1_ K __ A L _ IM _ A __ N_ TA __ N __ U _ T _ A _ RA __ __ __ __ __ __ __ _ 1 __ _ U _ n _ it / _ T _ al _ "l _ u_ n __ 1 __ 7 _ 6 _ . _ 3_ 10 _ . _ 0_ 0 _ 0 _ __ 1 = ô8·720-00 1 _ _ 4 v 2 w - x 37 y 0 z - { 00 | 0 } 1 25. SULAWESI UTARA Unit/Tahun 76.890.000 18.990.000 43.960.000 _ _?6: _ 9(? RONTALO _ _ Unit/Tahun 76.330.000 18.880.000 _43 .2?().0QO 27. SULAWESI BARAT Unit/Tahun 73.760.000 17.9 1 0.000 36.890.000 28. SULAWESI SELATAN Unit/Tahun 76 .260.000 18.770.000 4 1 .870.000 29. SULAWESI TENGAH Unit/Tahun 78.000.000 19.4 1 0.000 46 .420.000...- - . .
SULAWESI TENGGARA Unit/Tahun 78.920.00: : ..: 0:
1 ^_....c1:
.: c9-'- .7'-1:
.: 0:
.:
00.:
.0:
1 _ _ 4 _ 8 _ .2 _ 0 _ 0 _ .0 _ 0 _ 0 _ 1 _ 3 _ 1 _ . _ 1 _ M _ A _ L _ U _ K _ U __ __ __ __________ 1 _ __ u _ n _ it / _ T _ ah __ u_ n __ 1 __ 7 --' 8 _ ._ 23 ~ _ o _ .-'- o _ oo 1 ---'19.7 g10.oo 1 _ _ 4 7 .0 8 0 · oo o 1 32. MALUKU UTARA Unit/Tahun 76. 5 1 0.000 1 9 . 160.000 43 .940.000 33. P A P U A UnitjTahun 34. PAPUA BARAT Unit/Tahun 77.590.000 1 9 .900.000 48.090.000 77.690.000 19.640.000 46.680.000 14.5 Operasional Kendaraan Dinas Untuk Pengadaan Dari Sewa No.
1 . 2 . - ···-· . 3 . Pejabat Eselon I Pejabat Eselon II.... ·· ·- -· - - ·· · · · · - Uraian (2) ...... . Operasional Kantor dan/ a tau Lapangan (dalam rupiah) Satuan Biaya TA 20 1 6 (3) (4) Unit/Tal-: 1un 30.000.000 UnitjTahun 27.000.000 · · ·· - - . -- - - ---- ·- - Unit/Tahun 25.000.000 MENTER I KEUANGAN REPUBLI K I N DONES IA - 17 - 1 5 SATUAN BIAYA PEMELIHARAAN GEDUNG/ BANGUNAN DALAM NEGERI (dalam rupiah) NO. PROVINSI SATUAN GEDUNG GEDUNG TIDAK HALAMAN GEDUNG/ BANG UN AN KANTOR BERTINGKAT BERTINGKAT (1) (2) 1 . ACEH - ------ - ·-- m---· - - -----· - · - - - - - - - --- - - - ···· -...- 2. SUMATERA UTARA 3. R I A U 4. KEPULAUAN RIAU - - - - -- - - -- - ^- - --- - ^- -.........•.... . - - - - - . . - - - 5. J A M B I 6 . SUMATERA BARAT 7. SUMATERA SELATAN ( ^3 ) ( ^4 ) - - -- - -- - 1?2/tí"': l_!l_ - ^- - -- - 170.000 m2 jtahun 178.000 m2 jtahun 188.000 m2 jtahun 209.000 - - - - ---- I - - m2 /tahun 18 1.000 m2 jtahun 157.000 m2 jtahtm 187.000 (5) (6) 13 1.000 1 0.000 133.000 10.000 140.000 1 1 .000 156.000 1 1.000.... . · · · · - · · · ·· · · · · · - · · · · - - · 134.000 10.000 107.000 1 0.000 1 26.000 1 1.000 8. LAMPUNG m2 jtahun 186.000 1 12.000 10.000 9. BENGKULU m2 jtahun 163.000 99.000 10.000 - -- l l -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- - l - & -- -- -1 - -- -- -= -- --- -- ------ -- ---æ-()_: _ J?Aø(}!0 _ f3 ELI 'f U å G m2jtahun 182.000 1 1. B A N T E N 1 2. JAWA BARAT 13. D.K.I. JAKARTA ··--·-- ------ - --- - -- --- · · · · · · · · - · · . -- - -- 14. JAWA TENGAH 15. D.l. YOGYAKARTA m2 jtahun 177.000 m2 jtahun 156.000 rr? jtahun 179.000 __ m2 jtahun 155.000 1 15.000 126.000 89.000 133.000 87.000 87.000 1 1 .000 10.000 10.000 1 1.000 - -- - -- - · · · · - -.... - · · · · - - ·· · · - - .
000 10.000 m2 jtahun 151 .000 --1 -------- 1 -------- 1 m2 jtah1: m _ 173.000 16. JAWA TIMUR 17. B A L I 1 8. NUSA TENGGARA BARAT 19. NUSA TENGGARA TIMUR 20. KALIMANTAN BARAT 2 1. KALIMANTAN TENGAH 22. KALIMANTAN SELATAN 23. KALIMANTAN TIMUR 24. KALIMANTAN UTARA 25. SULAWESI UTARA m2 jtahun 177.000 m2 jtalmn 195.000 m2 jtahu11 178.000 m2 jtahun 178.000 m2 jtahun 204.000 m2 jtahun 175.000 m2 jtahun 188.000 m2 jtahun 188.000 J?2/ tahun _ _ 177.000 26. GORONTALO m2 jtahun 169.000 27. SULAWESI BARAT m2 jtal mn 193.000 1- -- r l-- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- - 1' ( ) *1 28. SULAWESI SELATAN m2 /tahun 165.000 29. SULAWESI TENGAH 30. SULAWESI TENGGARA 3 1. MALUKU m2 jtalmn 195.000 m2 jtal1un 17 1.000 m2/talmn 202.000 128.000 10.000 - - ---- ·- · ·· - - · - ------ - - · · ··- ···· ·-- - 13 1.000 10.000 134.000 10.000 1 16.000 1 0.000 1 16.000 1 0.000 130.000 1 1.000 1 -------- 1 120.000 1 1 .000 . .. ^. · - 177.000 10.000 177.000 1 0.000 10 1.000 10.000 · - · · ·· · - . .. - - - - 1 1 1 .000 14.000 143.000 1 1.000 1 -------- 1 1 19.000 1 0.000 145.000 1 1 .000 125.000 10.000 14 1.000 14.000 32. MALUKU UTARA m2 jtahun 205.000 137.000 14.000 1 ---- ----- 1 -------- 1 33. P A P U A m2jtalmn 399.000 227.000 14.000 --- 11 ----------------- 1 2 1 -------- 1 -------- - 34. PAPUA BARAT m jtalmn 514.000 38 1 .000 1 9.000 MENTER I KEUANGAN 16 SATUAN BIAYA SEWA GEDUNG PERTEMUAN NO. PROVINSI SATUAN (1) 1 . --··· · · ·-- 2 . 3 .
· ·-· 5.
-- 7. ---·- · · ·· - 8. 9 . 1 0 . ·· -- 1 1 . 1 2 . 1 3. ACEH · · ·-····- ... . ---····-·· - · - .. SUMATERA R I A U KEPULAUAN - - - · ·· . - - - · - J A M B I - SUMATERA · ·· · ···- · · · · · · · · · · · - UTARA RIAU . · - · BARAT (2) . . . - -.... . . SUMATERA SELATAN ....- · - ·-· . LAMPUNG BENGKULU -.... - · . BANGI<A BELITUNG - - · · · --... B A N T E N JAWA BARAT D.K.I. JAI<ARTA . . .
... - - - - - --· ··· - · · ....... · · · · · - - . - -- -........ .. . .. . · · · ·· 1 4 . 1 5. 1 6 . · · · · - · 17. 1 8 . 1 9 . - · · · · ·- · 20. 2 1 .
--- - - - 23.
-- 28. · - · - - - 29.
3 1 . - 32. 3 3 .
JAWA TENGAH D.I. YOGYAI<ARTA JAWA TIMUR ..... . B A L I NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR ···- · - · · · · - · · · · · - · · · I<ALIMANTAN I<ALIMANTAN .. . .. . . - BARAT TENGAH . . . I<ALIMANTAN SELATAN ··· · · · · · · - . . - - - I<ALIMANTAN TIMUR I<ALIMANTAN UTARA SULAWESI .. .. . · · · · · · · · · - UTARA GORONTALO SULAWESI BARAT SULAWESI SELATAN - · . .. -- · · - - - . - · · · ·· · - - - ·.... - - · · · · · · · · SULAWESI TENGAH SULAWESI TENGGARA MALUKU ·- . . MALUKU UTARA P A P U A PAPUA BARAT -.... - - · · - - . . · ·· ·-·· . . ...... ···-- - · - · · - - -· - - - · · - ·-··· - · - ·- · · - . - --- -- - - - - . . - · · - - -·-·· · - - · · · · - · - (3) Per hari · -...-· Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari . . - - .. .
.
. . - . · ··-··· (dalam rupiah) BIAYA TA 2016 (4) · - - · · - · · · - - · . . . · · - - ^· - - · · - --- - - . ·- · · --· - - ·· . . . 8 . 500. 000 ....- - ·· - -- -- - - ------ 1 1 . 000. 000 9. 1 1 8.000 7.843.000 - - --- - - - 1 1 .250. 000 1 7 . 620.000 1 2 . 325.000 1 0. 000. 000 8.250.000 7. 300. 000 · · ·· · · · - 8 . 360.000 1 8 . 750.000 2 1 .875. 000 - - · · ·-- --- - - · ····· · 1 3 . 1 25. 000 1 2 . 5 1 6 .000 1 0. 1 00. 000 ..... . . - - 1 5. 000.000 9.250.000 8.705.000 . - - - - - - - - 8 .750. 000 9. 375. 000 8. 750.000 - · 8.475. 000 7. 700.000 1 8.400. 000 · · · - · · 8. 875.000 7.200.000 1 0. 500. 000 - · · · · - ·- 1 0.675. 000 9.000. 000 8. 000. 000 · · · ·· · · · - 8.000. 000 1 5. 000. 000 1 8 .350.000 MENTER I KEUANGAN REPU BLI K I N DONES IA 17 SATUAN BIAYA TAKSI PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI NO . PROVINSI (1) (2) 1 . ACEH - - ^- -- - - ^- - - ^- - · - - · · · · · 2. 3. 4. 5 . 6 . 7 . 8 . 9.
1 1 . 12. 13. 14. 1 5 . 16. - - - - - - - - - - - 17. 18. 19.
.......
2 1 . 22. · ^· · ·· ^· - · ·· · 23. 24. 25. -- - - - - · · - 26. 27. 28. 29. 30. 3 1 . - - 32. 33. 34. SUMATERA UTARA R I A U KEPULAUAN RIAU - - - · -·· · ···· - J A M B I - -· SUMATERA BARAT SUMATERA SELATAN ....- - - · ^· ^· · - ·· - - · LAMPUNG BENGKULU BANGI(A BELITUNG B A N T E N JAWA BARAT D . K . I . JAI<ARTA JAWA TENGAH D . I . YOGYAI<ARTA JAWA TIMUR . . . . - -- - - - - - - - - - B A L I - - . ----· NUSA TENGGARA NUSA TENGGARA . . . . ·· -·· · ·· . BARAT TIMUR - - - I<ALIMANTAN BARAT I<ALIMANTAN I<ALIMANTAN - - - - . I<ALIMANTAN I<ALIMANTAN TENGAH SELATAN TIMUR UTARA SULAWESI UTARA · · · · · · · · · . - - - ^- GORONTALO SULAWESI BARAT SULAWESI SELATAN - - - - - SULAWESI TENGAH SULAWESI TENGGARA MALUKU -- MALUKU UTARA P A P U A PAPUA BARAT . · · - · · ·· - - - - - -- - · · · · · · ·- · · ·- .. SATUAN ( ^3 ) Orang/Kali Orang[Kali Orang/Kali - -- ^Orang/Kali _ Orang[Kali Orang/Kali __ __ Qrang/Kali Orang/Kali Orang/Kali - - - - - ^Orang/Kali Orang/Kali Orang/Kali -- - · · · · · · · -· · - · _ Orang/Kali - - - - -- - - - · · · · · - - - ·- · · - - -- - - ·· ·· · - · · · · · - · · ··· - · · . . .. ^-- -- - -- --· -· · -· --- - · - - · - - . . .. · - --- - - ---- · · · ·-· . . Orang/Kali Orang/Kali _ _ Orang/Kali Orang/Kali Orang/Kali Orang/Kali Orang[Kali Orang/Kali Orang/Kali Orang/Kali Orang/Kali - - ^Orang/Kali - - Orang[Kali Orang/Kali _ ^OrangjKali Orang/Kali Orang/Kali Orang/Kali _ _ Orang/Kali Orang[Kali Orang/Kali (dalam rupiah) BIAYA TA 20 1 6 ..... - - -- - · · - · - - .... (4 ^) - - ^120.000 - · ^- 232.000 75.000 120.000 120.000 190.000 125.000 ..... .
. · - ·- 145.000 95.000 90.000 306.000 1 40.000 1 70.000 75.000 94.000 1 48.000 . . . - -.... . . 1 50.000 2 13 .000 80.000 1 07.000 90.000 1 00.000 80.000 75.000 1 10.000 ....
000 2 1 7.000 145.000 75.000 1 3 1 .000 2 1 0.000 174.000 355.000 1 45.000 MENTER I KEUANGAN REP U B L I K I N DONES IA 1 8 SATUAN BIAYA TIKET PESAWAT PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI (PP) (dalam rupiah) NO KOTA SATUAN BIAYA TIKET ASAL TUJUAN BISNIS EKONOMI I l l 1 2 1 1 3 ) ( ^4 ) 1 5 ) 1 . JAKARTA AMBON 1 3 .285.000 7.08 1 .000 2. JAKARTA BALIKPAPAN 7.4 1 2 . 000 3 . 797. 000 3 . JAKARTA BANDA ACEH 7 . 5 1 9 . 000 4.492. 000 4. JAKARTA BANDAR LAMPUNG 2 . 407. 000 1 . 583 . 000 5. JAKARTA BANJARMASIN 5.252 . 000 2 . 995.000 6. JAKARTA BAT AM 4.867.000 2 . 888.000 7. JAKARTA BENGKULU 4.364.000 2 . 62 1 . 000 8. JAKARTA BIAK 1 4.065.000 7. 5 1 9 .000 9 . JAKARTA DENPASAR 5.305.000 3.262.000 1 0 . JAKARTA GORONTALO 7.23 1 . 000 4.824. 000 1 1 . JAKARTA JAMB I 4.065.000 2 . 460. 000 1 2 . JAKARTA JAYAPURA 1 4. 568. 000 8 . 1 93 . 000 1 3 . JAKARTA JOGJAKARTA 4. 1 07 . 000 2.268.000 1 4. JAKARTA KENDARI 7. 658.000 4. 1 82 . 000 1 5. JAKARTA KUPANG 9 . 4 1 3 . 000 5.08 1 . 000 1 6 . JAKARTA MAKASSAR 7.444.000 3 . 829. 000 1 7 . JAKARTA MALANG 4 . 599. 000 2 . 695.000 1 8 . JAKARTA MAMUJU 7 . 295.000 4.867.000 1 9 . JAKARTA MAN ADO 1 0 . 824. 000 5. 1 02 . 000 20. JAKARTA MANOKWARI 1 6 . 22 6 . 000 1 0 . 824.000 2 1 . JAKARTA MATARAM 5.3 1 6 . 000 3 . 230. 000 22. JAKARTA ME DAN 7. 2 52 . 000 3 . 808. 000 23. JAKARTA PADANG 5 . 530.000 2.952.000 24. JAKARTA PALANGKARAYA 4.984. 000 2 .984. 000 25. JAKARTA PALEMBANG 3 . 8 6 1 . 000 2.268.000 2 6 . JAKARTA PALU 9 . 348 . 000 5. 1 1 3 . 000 27. JAKARTA PANGKAL PINANG 3 . 4 1 2 . 000 2 . 1 39 . 000 28. JAKARTA PEKANBARU 5. 583. 000 3 . 0 1 6 . 000 29. JAKARTA PONTIANAK 4.353.000 2 . 78 1 . 000 30. JAKARTA SEMARANG 3 . 8 6 1 . 000 2 . 1 82 . 000 3 1 . JAKARTA SOLO 3 .86 1 . 000 2 . 342 . 000 32. JAKARTA SURABAYA 5.466.000 2 . 674. 000 33. JAKARTA TERN ATE 1 0 . 00 1 . 000 6 . 664. 000 34. JAKARTA TIMIKA 1 3 . 830.000 7.487. 000 35. AMBON DENPASAR 8.054.000 4.47 1 . 000 3 6 . AMBON JAYAPURA 7.434. 000 4. 1 6 1 . 000 37. AMBON KENDARI 4.824. 000 2 . 856.000 38. AMBON MAKASSAR 6 . 022.000 3 . 455. 000 39. AMBON MANOKWARI 5. 1 77 . 000 3 . 027.000 40. AMBON PALU 6. 1 40 . 000 3 . 508 . 000 4 1 . AMBON SORONG 3 . 637. 000 2 . 257.000 42. AMBON SURABAYA 8 . 803 . 000 4.845.000 43 . AMBON TERN ATE 4.022. 000 2 . 449 . 000 44. BALIKPAPAN BANDA ACEH 1 2 . 739. 000 6 . 749 . 000 45. BALIKPAPAN BAT AM 1 0 . 354.000 5.305.000 NO ASAL I l l (2) 46. BALIKPAPAN 47. BALIKPAPAN 48. BALIKPAPAN 49 . BALIKPAPAN 50. BALIKPAPAN 5 1 . BALIKPAPAN 52. BALIKPAPAN 53. BALIKPAPAN 54. BALIKPAPAN 55. BALIKPAPAN 56. BALIKPAPAN 57. BALIKPAPAN 58. BALIKPAPAN 59. BANDA ACEH 60. BANDA ACEH 6 1 . BANDA ACEH 62. BANDA ACEH 63. BANDA ACEH 64. BANDA ACEH 65. BANDA ACEH 6 6 . BANDA ACEH 67. BANDA ACEH 68. BANDA ACEH 69. BANDAR LAMPUNG 70. BANDAR LAMPUNG 7 1 . BANDAR LAMPUNG 72 . BANDAR LAMPUNG 73. BANDAR LAMPUNG 74. BANDAR LAMPUNG 75. BANDAR LAMPUNG 76. BANDAR LAMPUNG 77. BANDAR LAMPUNG 78. BANDAR LAMPUNG 79 . BANDAR LAMPUNG 80. BANDAR LAMPUNG 8 1 . BANDAR LAMPUNG 82. BANDAR LAMPUNG 83. BANDAR LAMPUNG -- 84. BANDAR LAMPUNG 85. BANDAR LAMPUNG 8 6 . BANDAR LAMPUNG 87. BANDAR LAMPUNG 88. BANDAR LAMPUNG 8 9 . BANDAR LAMPUNG 90. BANDAR LAMPUNG 9 1 . BANDAR LAMPUNG MENTER ! KEUANGAN REP U BLI K I N DONES IA - 2 1 - KOTA TUJUAN (3) DENPASAR JAYAPURA JOGJAKARTA MAKASSAR MAN ADO ME DAN PADANG PALEMBANG PEKANBARU SEMARANG SOLO SURABAYA TIMIKA DENPASAR JAYAPURA JOGJAKARTA MAKASSAR MAN ADO PONTIANAK SEMARANG S OLO SURABAYA TIMIKA BALIKPAPAN BANDA ACEH BANJARMASIN BAT AM BIAK DENPASAR JAYAPURA JOGJAKARTA KENDARI MAKASSAR MALANG MAN ADO MATARAM ME DAN PADANG PALANGKARAYA PALEMBANG PEKANBARU PONTIANAK SEMARANG SOLO SURABAYA TIMII(A (dalam rupiah) SATUAN BIAYA TIKET BISNIS EKONOMI (4) (5) 1 0 . 739.000 5. 648. 000 1 9 . 07 1 . 000 1 0 . 08 6 . 000 9 . 669 . 000 4.749 . 000 1 2 . 664. 000 6 . 1 50 . 000 1 5. 702.000 7.295. 000 1 2 . 493. 000 6 . 1 40.000 1 0 . 942 . 000 5.369. 000 9 . 445. 000 4.749. 000 1 0 . 99 6 . 000 5.423. 000 9 . 445. 000 4. 674. 000 9 . 445. 000 4.8 1 3 .000 1 0 . 889 . 000 5. 1 1 3 . 000 1 8 . 408 .000 9 . 445.000 1 0 . 835.000 6 .279 . 000 1 9 . 1 67 . 000 1 0 . 7 1 7. 000 9 . 765.000 5.380.000 1 2 . 760. 000 6 . 78 1 . 000 1 5 . 798.000 7.92 6 . 000 9.990 . 000 5. 840. 000 9 . 530. 000 5.305. 000 9 . 530. 000 5.444.000 1 0 . 985.000 5 . 744. 000 1 8 . 504. 000 1 0 . 076. 000 8 . 1 29 . 000 4. 1 29 . 000 8 . 225. 000 4.760. 000 6 . 1 93 . 000 3 . 4 1 2 . 000 5.840.000 3 . 3 1 6 . 000 14. 1 1 9 . 000 7.487. 000 6 . 2 3 6 . 000 3 . 647 . 000 1 4. 568.000 8 . 097.000 5. 1 55. 000 2 . 760.000 8.354. 000 4.482.000 8 . 1 6 1 . 000 4. 1 6 1 . 000 5 . 594. 000 3 . 1 34. 000 1 1 . 1 9 9 . 000 5.305. 000 6 . 246. 000 3 . 62 6 . 000 7. 979 . 000 4. 1 50 . 000 6 . 439.000 3 .380. 000 5. 947. 000 3 . 40 1 . 000 4.93 1 . 000 2 . 760. 000 6 . 482. 000 3 . 433.000 5.380. 000 3 .220 . 000 4.93 1 . 000 2 . 685. 000 4.93 1 .000 2 . 824.000 6 . 3 8 6 . 000 3 . 1 23 . 000 -·-- 1 3 .905.000 7.455.000 NO ASAL I l l (2) 92. BANDUNG 93. BANDUNG 94. BANDUNG 95. BANDUNG 9 6 . BANDUNG 97. BANDUNG 98. BANDUNG 99. BANDUNG 1 00 . BANDUNG 1 0 1 . BANDUNG 1 02 . BANDUNG 1 03 . BANDUNG 1 04. BANDUNG 1 05. BANJARMASIN 1 0 6 . BANJARMASIN 1 07 . BANJARMASIN 1 08 . BANJARMASIN 1 09 . BANJARMASIN 1 1 0 . BANJARMASIN 1 1 1 . BANJARMASIN 1 1 2 . BANJARMASIN 1 1 3 . BANJARMASIN 1 1 4. BANJARMASIN 1 1 5. BANJARMASIN 1 1 6 . BANJARMASIN 1 1 7. BANJARMASIN 1 1 8 . BANJARMASIN 1 1 9 . BAT AM 120. BAT AM 1 2 1 . BAT AM 1 22 . BAT AM 1 2 3 . BAT AM 1 24. BAT AM 1 2 5 . BAT AM 1 2 6 . BAT AM 127. BAT AM 1 28 . BAT AM 1 2 9 . BAT AM 1 30 . BAT AM 1 3 1 . BAT AM 1 3 2 . BAT AM 1 3 3 . BAT AM 1 34. BENGKULU 1 35. BIAK 1 3 6 . BIAK 1 37. BIAK 1 38 . BIAK MENTERI KEUANGAN REP U BLI K I N DONES IA - 22 - KOTA TUJUAN ( ^3 ) BAT AM DENPASAR JAKARTA JAMB I JOGJAKARTA PADANG PALEMBANG PANGKAL PINANG PEKANBARU SEMARANG SOLO SURABAYA TANJUNG PANDAN BANDA ACEH BAT AM BIAK DENPASAR JAYAPURA JOGJAKARTA ME DAN PADANG PALEMBANG PEKANBARU SEMARANG SOLO SURABAYA TIMIKA BANDA ACEH DENPASAR JAYAPURA JOGJAKARTA MAKASSAR MAN AD O ME DAN PADANG PALEMBANG PEKANBARU PONTIANAK SEMARANG SOLO SURABAYA TIMIKA PALEMBANG BALIKPAPAN BANDA ACEH BAT AM DENPASAR (dalam rupiah) SATUAN BIAYA TIKET BISNIS EKONOMI ( ^4 ) ( ^5 ) 6 .289 . 000 3 . 583. 000 5 . 62 6 . 000 3 .252. 000 2 . 064.000 1 .476 . 000 5.006. 000 2 . 94 1 . 000 3 . 3 6 9 . 000 2 . 1 29 . 000 6 . 1 29 . 000 3 . 508.000 4.385.000 2 . 63 1 . 000 4. 599 . 000 2 . 738.000 6 . 525. 000 3 . 70 1 . 000 3 . 027.000 1 . 957. 000 3 . 647. 000 2 .268.000 4.824. 000 2 . 856. 000 4.439 .000 2 . 663 . 000 1 0 . 792. 000 6 . 022.000 8 . 407.000 4. 578. 000 1 6 . 68 6 . 000 8 . 749. 000 8 . 792.000 4.920. 000 1 7 . 1 3 5.000 9 . 359 . 000 7 . 723 . 000 4. 022 . 000 1 0 . 546. 000 5 . 4 1 2 . 000 9 . 006.000 4. 642 . 000 7.498 . 000 4. 022 . 000 9 . 049 . 000 4.696.000 7.498. 000 3.958.000 7.498. 000 4.097.000 8 . 942 . 000 4.385.000 1 6 .472. 000 8 . 7 1 7 . 000 1 0 . 439 . 000 5.936.000 8 . 450. 000 4.824.000 1 6 . 782. 000 9.263.000 7. 370. 000 3.936.000 1 0 .375.000 5.337.000 1 3 . 4 1 3 . 000 6 . 482. 000 1 0 . 1 93 . 000 5.3 1 6 . 000 8 . 6 53 . 000 4 . 546 . 000 7. 1 45.000 3.936.000 8 . 707. 000 4 . 599. 000 7. 594. 000 4.396 . 000 7. 1 45.000 3 . 8 6 1 . 000 7. 1 45.000 4. 000. 000 8 . 600.000 4.300.000 1 6 . 1 1 9 .000 8 . 62 1 . 000 2 . 899 . 000 1 .893 . 000 1 8 . 622 . 000 9 . 477. 000 1 8 . 7 1 8 . 000 1 0 . 1 08 . 000 1 6 .333.000 8 . 664. 000 1 6 . 729.000 8.995.000 NO ASAL (1) ( ^2 ) 1 3 9 . BIAK 1 40. BIAK 1 4 1 . BIAK 1 42 . BIAK 1 43 . BIAK 1 44. BIAK 1 45. BIAK 1 4 6 . BIAK 1 47. BIAK 1 48 . BIAK 1 49 . DENPASAR 1 50 . DENPASAR 1 5 1 . DENPASAR 1 52 . DENPASAR 1 53 . DENPASAR 1 54. DENPASAR 1 55 . DENPASAR 1 56 . DENPASAR 1 57 . DENPASAR 1 58 . DENPASAR 1 59 . DENPASAR 1 60. DENPASAR 1 6 1 . JAMB I 1 62 . JAMB I 1 63 . JAMB I 1 64. JAMB I 1 65 . JAMB I 1 66 . JAMB I 1 67 . JAMBI 1 68 . JAMB I 1 69 . JAMB I 1 70 . JAMB I 1 7 1 . JAMB I 1 72 . JAMB I 1 73 . JAMB I 1 74. JAYAPURA 1 75. JAYAPURA 1 7 6 . J A Y A PU RA 1 77. JAYAPURA 1 78 . JAYAPURA 1 79 . JAYAPURA 1 80 . JAYAPURA 1 8 1 . JAYAPURA 1 82 . JOGJAKARTA 1 83 . JOGJAKARTA 1 84. JOGJAKARTA 1 85. JOGJAKARTA MENTER I KEUANGAN REP U B L I K I N DONES IA - 23 - KOTA TUJUAN ( ^3 \ JAYAPURA JOGJAKARTA MAN AD O ME DAN PADANG PALEMBANG PEKANBARU PONTIANAK SURABAYA TIMIKA JAYAPURA KUPANG MAKASSAR MAN ADO MATARAM ME DAN PADANG PALANGKARAYA PALEMBANG PEKANBARU PONTIANAK TIMIKA BALIKPAPAN BANJARMASIN DENPASAR JOGJAKARTA KUPANG MAKASSAR MALANG MAN AD O PALANGKARAYA PONTIANAK SEMARANG SOLO SURABAYA JOGJAKARTA MAN ADO ME DAN PADANG PALEMBANG PEKANBARU PONTIANAK TIMIKA DENPASAR MAKASSAR MAN AD O ME DAN (dalam rupiah) SATUAN BIAYA TIKET BISNIS EKONOMI (4) 15\ 3 . 6 1 5 . 000 2 . 32 1 . 000 1 5 . 648 . 000 8 . 1 08 . 000 1 1 . 734. 000 6 . 353 .000 1 8 . 472. 000 9 . 498. 000 1 6 . 932 . 000 8 . 728. 000 1 5. 424. 000 8 . 1 08 . 000 1 6 .985. 000 8 . 78 1 . 000 1 5. 873. 000 8 . 568. 000 1 2 . 782.000 7 . 08 1 . 000 5.808.000 3 . 444.000 1 1 . 680 . 000 6 . 845. 000 5 . 09 1 . 000 2 . 952 . 000 4. 1 82 . 000 2 . 63 1 . 000 7.85 1 . 000 4.278. 000 1 . 840. 000 1 . 390. 000 1 0 . 589. 000 5. 658. 000 9 . 049 . 000 4.888.000 8 . 557. 000 4. 909. 000 7 . 54 1 . 000 4.278 . 000 9 . 092. 000 4.942 . 000 7.990.000 4. 738 . 000 1 0 . 1 40 . 000 6 . 1 29 . 000 7 . 733. 000 4.407. 000 7. 690. 000 4. 1 93 . 000 7 . 733 . 000 4.439. 000 6 . 6 53 . 000 3 . 55 1 . 000 1 1 .434. 000 6 . 075.000 --- -- 9 . 659 . 000 4.952 . 000 7 . 09 1 . 000 3.925.000 1 2 . 707. 000 6 . 097. 000 7.444.000 4. 1 93 . 000 6 . 878.000 4. 0 1 1 . 000 6 . 428. 000 3 . 476 . 000 6 . 428.000 3 . 6 1 5 . 000 7.883. 000 3 . 9 1 5. 000 1 3 .274. 000 7. 690.000 22. 1 09 . 000 1 1 .263. 000 1 8 . 932. 000 1 0 . 097.000 1 7.38 1 . 000 9 . 327.000 1 5.873 . 000 8 . 7 1 7. 000 1 7.43 5 . 000 9 .380. 000 1 6 .322 . 000 9 . 1 77 . 000 3 . 6 1 5. 000 2 . 289. 000 3 . 8 6 1 . 000 2 . 48 1 . 000 6 . 52 5 . 000 3 . 893 . 000 1 0 . 53 6 . 000 5. 722 . 000 9 . 5 1 9 . 000 4. 770. 000 NO ASAL (1) (2) 1 8 6 . JOGJAKARTA 1 87. JOGJAKARTA 1 88 . JOGJAKARTA 1 89 . JOGJAKARTA 190. JOGJAKARTA 1 9 1 . KENDARI 1 9 2. KENDARI 1 9 3 . KENDARI 1 94. KENDARI 1 9 5 . KENDARI 1 9 6 . KENDARI 197. KENDARI 198. KENDARI 1 9 9. KENDARI 200. KENDARI 20 1 . KENDARI 202. KUPANG 203. KUPANG 204. KUPANG 205. KUPANG 206. KUPANG 207. MAKASSAR 208. MAKASSAR 209. MAKASSAR 2 1 0. MAKASSAR 2 1 1 . MAKASSAR 2 1 2 . MALANG 2 1 3 . MALANG 2 1 4. MALANG 2 1 5. MALANG 2 1 6 . MALANG 2 1 7. MALANG 2 1 8 . MALANG 2 1 9 . MALANG 220. MALANG 22 1 . MALANG 222. MALANG 223 . MALANG 224. MALANG -- 225. MALANG 226. MALANG 227. MAN ADO 228. MAN ADO 229. MAN AD O 230. MAN AD O 23 1 . MAN ADO MENTER I KEUANGAN REP U B L I K I N DONES IA - 24 - KOTA TUJUAN (3) PADANG PALEMBANG PEKANBARU PONTIANAK TIMIKA BANDA ACEH BAT AM DENPASAR JOGJAKARTA PADANG PALEMBANG PEKANBARU SEMARANG SOLO SURABAYA TIMIKA JAYAPURA JOGJAKARTA MAKASSAR MAN ADO SURABAYA BIAK JAYAPURA KENDARI MAN ADO TIMIKA BALIKPAPAN BANDA ACEH BANJARMASIN BAT AM BIAK JAYAPURA KENDARI MAKASSAR MAN ADO ME DAN PADANG PALANGKARAYA PALEMBANG PEKANBARU TIMIKA ME DAN PADANG PALEMBANG PEKANBARU PONTIANAK (dalam rupiah) SATUAN BIAYA TIKET BISNIS EKONOMI ( ^4 ) ( ^5 ) 7.969.000 4.000.000 6 . 460.000 3 . 380.000 8 . 022.000 4.054.000 6 . 9 1 0 . 000 3 . 840 . 000 1 1 . 894. 000 7.038.000 1 2 . 9 53 . 000 7. 1 02 . 000 1 0 . 568. 000 5 . 6 58 . 000 5.455.000 3 .273.000 8 . 1 29 . 000 4.70 6 . 000 1 1 . 1 67.000 5 .722.000 9 . 6 59. 000 5. 1 02 . 000 1 1 .220.000 5 .776 . 000 9 . 6 59 . 000 5 .027. 000 9 . 6 59 . 000 5. 1 6 6. 000 1 1 . 1 03 . 000 5.46 6 . 000 1 8 . 633.000 9 . 798.000 14.386.000 8. 1 08 . 000 7.348. 000 4. 1 82 . 000 7. 637. 000 4.3 1 1 . 000 1 1 . 648. 000 6 . 1 40 . 000 6 . 749 . 000 3 . 722. 000 8 . 493. 000 4.93 1 . 000 1 0 . 1 93 . 000 5 . 787. 000 2 . 663.000 1 . 78 6 . 000 5.327.000 2.909 . 000 1 1 . 72 3 . 000 6 . 567. 000 1 0 . 1 08 . 000 5. 1 34. 000 1 0 . 204.000 5.765.000 8 . 1 6 1 . 000 4.407. 000 7.8 1 9 . 000 4. 3 1 1 . 000 1 6 . 087. 000 8 . 482.000 1 6 . 53 6 . 000 9 . 092.000 1 0 . 322.000 5.487.000 1 0 . 1 29 . 000 5. 1 6 6 . 000 1 3 . 1 67.000 6 .3 1 1 . 000 9 . 9 58 . 000 5 . 1 45. 000 8 . 4 1 8 . 000 4.385.000 7. 9 1 5 . 000 4.407.000 6 . 899 . 000 3 . 765.000 8.46 1 . 000 4.439.000 1 5. 873 . 000 8 . 46 1 . 000 1 5 . 552. 000 7.3 1 6 . 000 14.0 1 2 . 000 6 . 546. 000 1 2 . 504. 000 5.926.000 -- 14.055.000 6. 599. 000 1 2 . 9 53 . 000 6.396.000 NO ASAL ( ^1 ) ( ^2 ) 232. MAN ADO 233 . MAN ADO 234. MAN ADO 235. MAN ADO 2 3 6. MATARAM 237. MATARAM 238. MATARAM 239. MATARAM 240. MATARAM 24 1 . MATARAM 242. MATARAM 243. MATARAM 244. MATARAM 245. MATARAM 246 . MATARAM 247. MATARAM 248. MATARAM 249 . MATARAM 250. MATARAM 25 1 . ME DAN 252. ME DAN 253. ME DAN 2 54. ME DAN 255. ME DAN 256. ME DAN 257. ME DAN 258. PADANG 259. PADANG 260. PADANG 2 6 1 . PADANG 262. PADANG 263. PADANG 264. PALANGKARAYA 265. PALANGKARAYA 2 6 6 . PALANGKARAYA 267. PALANGKARAYA 268. PALANGI{.ARA Y A 269. PALANG l{.ARA Y A -- 27 0 . PALANGI{.ARA Y A 27 1 . PALANGI{.ARA Y A 272. PALAN Gl{.ARA Y A 273 . PALANGI{.ARA Y A 274. PALANGI{.ARA Y A 275. PALEMBANG 276. PALEMBANG 277. PALEMBANG MENTER I KEUANGAN REP U BL I K I N DONES IA - 25 - KOTA TUJUAN ( ^3 ) SEMARANG SOLO SURABAYA ··ӳ TIMIKA BALIKPAPAN BANDA ACEH BANJARMASIN BAT AM BIAK JAYAPURA JOGJAKARTA MAK.ASSAR MAN AD O ME DAN PADANG PALEMBANG PEKANBARU PONTIANAK SURABAYA BANDA ACEH MAKASSAR PONTIANAK SEMARANG SOLO SURABAYA TIMIKA MAKASSAR PONTIANAK SEMARANG SOLO SURABAYA TIMII{.A BANDA ACEH BAT AM JO GJAKARTA MATARAM ME DAN PADANG PALEMBANG PEI{.ANBARU SEMARANG SOLO SURABAYA BALIKPAPAN MAI{.ASSAR PONTIANAK (dalam rupiah) SATUAN BIAYA TIKET BISNIS EKONOMI 1 4 ) (5) 1 2 . 504.000 5.85 1 . 000 1 2 . 504. 000 5.990. 000 9 . 937.000 5.262 . 000 1 6 . 1 83 . 000 8 . 995. 000 1 0 .750 . 000 5. 6 1 5 . 000 1 0 . 846.000 6.246 . 000 8 . 803 . 000 4. 888 . 000 8.46 1 . 000 4.803 . 000 1 1 . 552 . 000 6 . 546 . 000 1 3 . 092.000 7.327.000 • 4.4 1 7 .000 2 . 78 1 . 000 4.7 1 7. 000 2 . 909.000 8 . 7 1 7 . 000 4. 738 . 000 1 0 . 600.000 5. 637. 000 9.060.000 4.867.000 7 . 5 5 1 . 000 4.246 . 000 9 . 102 . 000 4.909 . 000 8 . 00 1 . 000 4.706. 000 3 . 829 . 000 2 . 32 1 . 000 3 .466 . 000 2 . 1 93 .000 1 2 . 5 1 4. 000 6 . 1 72 . 000 9 . 733.000 5.230. 000 9 . 284.000 4.696.000 9 . 284. 000 4.835.000 1 0 . 739 . 000 5. 1 34.000 1 8 . 258. 000 9 . 455.000 1 0. 974.000 5.402 . 000 8 . 1 93 . 000 4.460.000 7. 744. 000 3 . 925.000 7.744.000 4.065.000 9 . 1 99 . 000 4.364.000 1 6 . 7 1 8 . 000 8 . 685. 000 1 0 . 546. 000 6 . 022.000 8 . 1 6 1 . 000 4 .578. 000 7.477.000 4.022 . 000 8 . 557. 000 4. 888. 000 1 0 . 300.000 5.4 1 2 . 000 8 . 760. 000 4. 642 . 000 7 . 2 52 . 000 4.022 . 000 8 . 803. 000 4.696.000 7.252 . 000 3 . 947. 000 - 7.252 . 000 4.08 6 . 000 8 . 69 6 . 000 4.385. 000 9 . 894.000 5.220. 000 9.466.000 4.78 1 . 000 6 . 685. 000 3 . 840.000 NO ASAL (1) ( ^2 ) 278. PALEMBANG 279 . PALEMBANG 280. PALEMBANG 28 1 . PALEMBANG 282 . PALU 283 . PALU 284. PALU 285. PALU 286. PALU 287. PANGKAL PINANG 288. PANGKAL PINANG 289 . PANGKAL PINANG 290. PANGKAL PINANG 29 1 . PANGKAL PINANG 292 . PANGKAL PINANG 293. PANGKAL PINANG 294. PANGKAL PINANG 295. PANGKAL PINANG 296. PANGKAL PINANG 297. PANGKAL PINANG 298. PANGKAL PINANG 299. PANGKAL PINANG 300. PANGKAL PINANG 30 1 . PEKANBARU 302. PEKANBARU 303. PEKANBARU 304. PEKANBARU 305. PEKANBARU 306. PONT JANAK 307. PONTIANAK 308. PONTIANAK 309 . PONTIANAK 3 1 0 . PONTIANAK 3 1 1 . SEMARANG 3 1 2 . SOLO 3 1 3 . SURABAYA 3 1 4. SURABAYA 3 1 5. SURABAYA 3 1 6 . SURABAYA MENTER I KEUANGAN REPU BL I K I N DONES IA - 26 - KOTA TUJUAN ( ^3 ) SEMARANG SOLO SURABAYA TIMIKA MAKASSAR PO SO SORONG SURABAYA TOLl-TOLl BALIKPAPAN BANJARMASIN BAT AM JO GJAKARTA MAKASSAR MAN ADO ME DAN PADANG PALEMBANG PEKANBARU PONTIANAK SEMARANG SOLO SURABAYA PONTIANAK SEMARANG SOLO SURABAYA TIMIKA MAKASSAR SEMARANG SOLO SURABAYA TIMIKA MAKASSAR MAKASSAR DENPASAR JAYAPURA MAKASSAR TIMIKA (dalam rupiah) SATUAN BIAYA TIKET BISNIS EKONOMI ( ^4 ) ( ^5 ) 6 .236 . 000 3 . 305.000 6 . 2 3 6 . 000 3 . 444. 000 7 . 690.000 3 . 744. 000 1 5. 2 1 0 . 000 8.076.000 4.268. 000 2 . 578. 000 1 .957.000 1 .423.000 6 . 878.000 3 . 883.000 6 . 878.000 3 . 883 . 000 2 . 94 1 . 000 1 .9 1 5 . 000 9 . 038 . 000 4 . 63 1 . 000 7.09 1 . 000 3 . 9 1 5 . 000 6 . 739. 000 3 . 8 1 8 . 000 6 . 06 5 . 000 3.262.000 9 . 060. 000 4.663.000 1 2 . 097.000 5.808.000 8. 888. 000 4. 653 . 000 7.337. 000 3 .883 . 000 5.829 . 000 3.262.000 7.39 1 . 000 3.936.000 6 . 279 . 000 3 . 733.000 5 . 829.000 3 . 1 87.000 5 . 829 . 000 3.326.000 ӯ·- ^· - 7. 284. 000 3 . 62 6 . 000 8 . 247. 000 4. 5 1 4.000 7.797.000 3 . 979 . 000 7 . 797. 000 4. 1 1 8 . 000 9 . 24 1 . 000 4.407. 000 1 6 .77 1 . 000 8 . 739.000 9 . 9 1 5 . 000 5.24 1 . 000 6 . 685. 000 3 . 765.000 6 . 685. 000 3.904.000 8 . 1 40 . 000 4.204.000 1 5. 6 59 . 000 8 . 535.000 9.466.000 4.706 . 000 9.466.000 4. 845. 000 3 . 1 9 8 . 000 1 . 979. 000 1 2 . 675.000 7.23 1 .000 5.936. 000 3 . 433.000 1 1 .295.000 6 . 589. 000 MENTE R I KEUANGAN REP U BLIK I N DONES IA - 27 - 19 SATUAN BIAYA TIKET PESAWAT PERJALANAN DINAS LUAR NEGERI (PP) (dalam US$) BIAYA TAHUN 20 16 NO. KOTA (1) (2) AMERIKA UTARA 1 . <; : hica,g<?_ 2. Houston - - - -- - · · ---· - · · · 3. l,-9S J\JJ. ^geles .
New York 5. Ottawa 6. San Fran. sis co 7. Toronto 8. Vancouver . - Ӳ- - - - - 9. yv ashington EKSEKUTIF (3) - ^- -- ^· ·· · - 1_2,_!33 . . ...... - · - - · -- -- --· ^1 A ^,6 B?. 1 1 ,4 1 1 15, 1 0 1 12,266 13,438 1 1 ,750..... 1(),902 15, 150 AMERIKA SELATAN 10. Bogota 1 1 . Brazilia 12. Boenos Aires 13. Caracas 14. Paramaribo ...... .
Santiago d e Chile ....-- - ··· . --- - · 16. Quito 17. Lima --- ӱ - ....^ .
. 18,399 16,393 23,000 23, 128 15,0 18 2 1 ,874 17,325 8,263 AMERIKA TENGAH 18. Mexico City 19. Havana 20. Panama City .. - - -- ---- 2 1 . 22. 23. 24. 25. 26 . 27. 28.
. 29 . 30. 3 1 . 32. EROPA BARAT Vienna Brussels Marseilles Paris Berlin Bern Bonn Hamburg Geneva Amsterdam Den Haag Frankfurt · · - . . - · · ·· - · · - ·· · - ^·· ·· · · · · ··· · ·· · · · · - 1 1 ,822 14,702 15,532 10,520 10,7 13 10,850 10,724 10,277 1 1 ,478 . 10,945 9,938 8, 166 8,2 16 8,2 16 7,660 BISNIS (4) 6,89 1 . .. .. . . 6,4C7 5,925 6 , 179 6,924 7, 138 8,564 7,458 8,652 9,426 1 1 ,5 18 1 5,300 1 3,837 9,494 15,539 16,269 8,263 7,83 1 1 1 ,223 9,306 4, 177 5,994 5,074 6,085 6, 126 6,778 5,023 7,639 5,370 5,898 5,898 4,037 EKONOMI (5) -â-'.IJ.ã . --ä'.?.9.1_ 3,D42 3,83E 4,08F 2,987 3,20 1 ...... - _} ,'!-7.7 G,930 7,7 13 5,97.() 10,400.... . .. - - ---· - ·· 6,825 . . 7,35_3 8,90() _ 12,J27 5,()38 3,966 _7,3_X-Y 6, 195 3,H57 3,87.0 . . 3,54_1 3,33 1 3,959 4,355 3,753 . I, lOS. 4,3_33 },33 1 3,33 1 1 ,065 NO. KOTA (1) (2) EROPA UTARA 33. Copenhagen 34. Helsinski 35. Stockholm 36. London 37. Oslo EROPA SELATAN 38. Sarajevo 39. Zagreb 40. Athens 4 1 . Lisbon 42. Madrid 43. Rome 44. Beograd 45. Vatican EROPA TIMUR 46. Bratislava --- 47. Bucharest 48. Kiev 49. Moscow 50. Praque 5 1 . Sofia 52. Warsawa 53. Budapest AFRIKA BARAT 54. , Daldcar 55. Ahuja AFRIKA TIMUR 56. Addis Ababa 57. Nairobi 58. An tananarive --- 59. Dar Es Salaam 60. Harare AFRIKA SELATAN 6 1 . Windhoek 62. Cape Town 63. Johannes burg 64. Maputo --- 6 5 . Pretoria MENTER I KEUANGAN REP U B L I K I N DONES IA - 28 - (dalam US$) BIAYA TAHUN 20 16 EKSEKUTIF BISNIS EKONOMI (3) (4) (5) 9,696 4,920 3,730 10,023 5,93 1 3,68 1 9,9 17 5,506 3,433 1 1 ,4 10 7,293 4, 153 9,856 4,773 4,049 1 1 ,778 7, 129 6,033 16,974 10, 177 5, 182 14,9 1 1 9,256 8,04 1 9,309 4,746 3,383 10,393 4,767 3,63 1 10,000 6,000 4,500 10,3 18 6,404 5,564 10,000 6,000 4,500 7, 125 4,423 3,842 8,839 4,982 4, 1 13 10,860 6,029 5, 193 9,537 7,206 5, 143 19,3 1 8 1 1 ,848 6,748 7,473 6,346 3,6 12 10,777 5,052 3,447 8,839 5,979 2 , 1 87 12,900 9,848 8,555 10,28 1 7,848 6,8 18 7,700 5,808 5,552 8,732 7,966 6,08 1 1 1 ,779 9,000 8,282 8,947 6,599 5,733 1 1 , 1 18 10,600 5,747 1 8,24 1 1 1 ,774 7,5 10 17, 182 9,703 8,429 12,943 9,802 7,2 16 1 1 ,255 8,524 6,275 12,943 9,802 7,2 16 - NO. KOTA (1) (2) AFRIKA UTARA 66. Algiers 67. Cairo 68. Khartoum 69. Rabbat 70. Tripoli 7 1 . Tunisia ASIA BARAT 72. Manama 73 . Baghdad 74. Amman 75. Kuwait 76. Beirut 77. Doha 78. Damascus 79. Ankara 80. Abu Dhabi 8 1 . Sanaa 82. Jeddah 83. Muscat 84. Riyadh 85. Istanbul 86. Dubai ASIA TENGAH 87. Tashkent 88. Astana 89. Suva ASIA TIMUR 90. Beijing 9 1 . Hongkong 92. Osalm 93. Tokyo 94. Pyongyang 9 5 . Seoul 96. _Shanghai 97. Guangzhou MENTER I KEUANGAN REP U BLI K I N DONES IA - 29 - (dalam US$) BIAYA TAHUN 20 16 EKSEKUTIF BISNIS EKONOMI (3) (4) (5) 9,536 6,593 5,7 10 8,683 7, 122 4,483 5,904 4,507 3,9 15 8,9 10 7,72 1 5,665 6,55 1 5,706 4,975 9,4 19 5,0 1 8 3,6 19 6,573 6, 1 54 4,827 5,433 4, 148 3,545 7,56 1 6,43 1 3,545 6,77 1 4,273 3, 1 10 7,703 4,490 3,730 5,2 16 3,639 2,745 8,684 5,390 3,325 9,449 6,643 3,58 1 5,283 4,976 2,727 8,205 5,878 3,679 6,446 3,785 3,32 1 6,469 5, 1 56 3,727 5,359 3,5 1 0 3,000 1 1 ,06 1 4,435 2,467 4,207 4,207 1 ,920 13,6 1 7 8,453 7,343 13,66 1 12,089 8,962 4,244 4,244 4,244 - ------ 2,595 2, 140 1 ,623 3,028 2,633 1 ,257 3,204 2,686 1 ,864 3,734 2,675 1 ,835 4,040 2,220 1 ,660 3,233 2,966 1 ,737 3 , 1 2 2 2 , 7 4 9 1 , 304 - 3 , 1 22 2,749 1 ,304 NO. KOTA (1) (2) ASIA SELATAN 98. Kaboul 99. Teheran 100. Colombo 1 0 1 . Dhaka 102. Islamabad 103. Karachi 104. New Delhi 105. Mumbai ASIA TENGGARA 106. Bru1dar Seri Bagawru1 107. Bangkok 108. Davao City 109. Hanoi 1 10. Ho Chi Minh 1 1 1 . J ohor Bal1ru 1 12. Kota Kinabalu 1 13. Kuala Lumpur 1 14. Mru1ila 1 15. Penang 1 16. Phnom Penh 1 17. Singapore 1 18. Vientiane 1 19. Yangon 120. Tawau 12 1 . Songkhla ASIA PASIFIK 122. Canberra 123. Darwin 124. Melbourne 125. Noumea 126. Perth 127. Port Moresby 128. Sydney 129. Vanimo 130. Wellington 1 3 1 . Baku '• MENTER I KEUANGAN REP U B L I K I N DONES IA - 30 - (dalam US$) BIAYA TAHUN 20 16 EKSEKUTIF BISNIS EKONOMI (3) (4) (5) 6,307 3,905 3,208 5,800 4,600 3,200 3, 1 19 2,562 1 ,628 3,063 2,4 1 7 1 ,092 5,482 3,333 2,50 1 4,226 3,633 2,32 1 3,500 2,500 1 ,500 3,063 2,4 1 7 1 ,092 1 ,628 1 , 147 9 19 2,344 1 , 155 823 2,757 2,558 1 ,64 1 1 ,833 1 ,833 1 ,656 1 ,677 1 ,503 1 ,235 1 , 195 9 1 1 525 1 ,894 1 ,427 694 1 , 158 659 585 2,453 1 ,6 14 1 , 150 9 1 8 766 545 2,202 1 ,981 1 ,627 99 1 673 403 2.274 2.025 1.420 1 ,468 1 ,2 12 1 ,053 1 ,894 1 ,427 694 2,344 1 , 155 823 6,304 6,304 2,500 6,689 4,900 3,964 4,886 3,814 2,858 6,940 5,9 17 1 ,9 16 5,77 1 1 ,80 1 1 ,525 8,252 17,090 13,835 4,629 4,237 2,557 3,3 18 2,740 2,380 1 1 ,750 9,830 4, 120 1 3 ,234 8,556 2,28 1 MENTERI KEUANGAN REP U BL I K I N DONES IA - 3 1 - 20 SATUAN BIAYA PENYELENGGARAAN PERWAKILAN Rl Dl LUAR NEGERI 20. 1 ATK, Langganan Koran/Majalah, Lampu, Pengamanan Sendiri, Kantong Diplomatik, NO (1) 1.
... .....
....
. . · · - · · · · · - · · ATK (OT) (3) 1 ,297 1,220 1 ,295 . . ^1 ,29 ^2 1 ,299 1 ,307 1 ,369 1 ,307 1 ,307 1 ,333 . .. 1 , 185 1 ,478 1 ,500 1 , 1 75 1 , 1 70 1 , 1 72 1 ,0 01 -- .. 1 ,099 1 ,220 1 ,220 1 ,038 1 ,985 - · · 1 ,947 2,022 2,022 ·- - 1 ,9 1 0 2,509 1 ,9 1 0 1,929 2,509 1 ,9 1 0 - · 1 ,9 1 0 1 ,9 1 0 - · Langganan Koran/ Majalah (Ekslempa.rj Bulan) (4) - - - - - -- - . · · - - - · 38 37 38 4 1 40 42 40 42 42 42 · ·· - 38 47 40 56 .. ... ... . .. - - - - · 33 37 32 - - - - - - · · · · · · · - 35 - · · - - - - - - - - · · - ----- - - - -- . 35 35 33 264 259 269 269 - - - - - ··- --·-···· --· · · 254 334 254 257 334 254 . . 254 254 Lampu (Buah) (5) 18 18 -· 1 8 20 19 20 19 20 20 18 . . . 1 8 22 15 27 16 1 8 15 1 7 17 16 16 22 22 23 23 · · · - . 22 33 22 22 28 22 22 22 Pengamanan - - · - - Sendiri (OB) (6) 2,574 2,52 1 3,488 . . 2,3 QĈ 2,308 1 ,963 2, 1 89 3,39 1 1 ,553 2,978 1 , 150 2, 195 2,200 2,403 1 , 150 1 ,777 1 , 150 1 ,262 2,657 1 ,69 1 2,836 2,776 .... 3, 120 2,373 3,076 2,799 5,368 2,690 2,7 1 7 2,776 2,690 2,799 2,690 - Kantong Diplomatik (kg) (7) 96 94 96 1 0 1 · ··· -· - · . ·· ·- -- - ^- 1 0 1 106 1 0 1 106 106 99 . . - · .
....
45 . 46. ····- - -- - - · 47. -·· · 48 . 49. 50. -- - 5 1 . 52.
• .
K 0 T A (2) EROPA UTARA Copenhagen Helsinski Stockholm .... . . London Oslo - - -- - - EROPA SELATAN Sarajevo Zagreb ..... Athens Lisa bon Madrid ..... -...- Rome Beograd Vatican EROPA TIMUR Bratislava --·- · - Bucharest Kiev Moscow Praque Sofia Warsaw Budapest AFRIKA BARAT Dald{ar Abuja . - - ··· · - - · · AFRIKA TIMUR Addis Ababa Nairobi An tananarive Dar Es Salaam Harare · · • ·· · · · - - · · - AFRIKA SELATAN Windhoek Cape Town Johannesburg Maputo Pretoria . . . - . - .
...
. ---- 94. 95. 96. 97. 98. ·--.... K 0 T A - · - - - - - .. . ·· · · · · - - - - (2) AFRIKA UTARA Algiers Cairo · - · · · · · - - · · · · Khartoum Rabbat Tripoli Tunisia ASIA BARAT .... - · · - - - - - .. - - - - - ^- Manama Baghdad Amman Kuwait Beirut Doha ·· · · · · · - · Damascus Ankara Abu Dhabi Sana' a Jeddah Muscat Riyadh Istanbul Dubai - - - - · ---- . . ····· · ·-··· ASIA TENGAH Tashkent As tan a Balm . . . -------- - - - - -- -- ASIA TIMUR Beijing Hongkong Osalm Tokyo Pyongyang Seoul Shru1ghai Guangzhou . . ......
........
........ - · · ··· . .. .
. - · - · - - · ·· · - - .
. . -- - · · - · ··--- · · · · . - - --..... .. - - ... . MENTER I KEUANGAN REP U BL I K I N DONES IA ATK (OT) (3) 1 ,220 1 ,2 9. 9 1 ,220 1 ,220 1 ,220 1 ,299 1 ,202 1 ,220 1 , 170 1 , 170 1 ,220 1 , 120 1 ,220 1 ,220 1 , 170 1 , 170 1 ,220 1 , 170 1 ,220 1 ,220 1 , 170 1 ,220 1 ,220 1 ,220 1 ,220 1 ,270 1 ,270 1 ,270 1 ,220 1 ,270 1 ,220 1 ,220 - 33 - Langganan Koran/ Majalah (Ekslemparj Bulan) (4) 140 157 1 5 1 138 132 130 - -- - - - - -- · - · · · - - - - - -- --- · - ·- -- - - - - . - - - - - -· - - - - · ^-....
. - - · - - ·· - · . - ^--- ^- ^- ----·- · . · - · · . - - - · -· - - · . . ... -· . .
....... _ _ 423 42 1 385 363 399 385 38 1 399 408 372 376 394 - - 376 399 408 38 1 4 1 2 439 346 346 379 379 365 36 1 346 346 Lampu (Buah) (5) 6 7 7 6 6 6 5 5 5 5 5 5 5 5 5 . . . 5 5 6 7 5 5 5 5 6 - - - - - 6 6 6 6 6 6 6 6 Pengamanan Sendiri (OB) (6) 1 , 8 1 5 1 ,658 1 ,449 1 ,557 2 , 1 5 1 1 ,2 1 2 1 ,278 4,300 928 1 ,469 1 ,574 1 , 5 1 5 1 ,575 2 , 547 1 ,250 1 ,464 1 ,534 1 ,469 1 , 1 73 2,547 1 ,250 2,244 1 , 1 50 1 ,035 2,233 2 , 1 67 - 2 ,055 3 ,450 1 ,324 2,524 2,233 2,233 Kantong Diplomatik (kg) (7) 139 155 1 50 137 13 1 - - 129 ..... . . -· · - · · ·- - - . . . -·· - ·-· ···· ··· - · · · - 194 1 94 177 1 67 183 177 175 183 187 ..... . 1 7 1 173 1 8 1 173 183 1 87 2 . 244 1 . 1 50 1 .035 47 47 . . . 5 1 5 1 49 49 47 47 (dalam US$) Jamuan (OH) (8) - - 40 39 ···· - · · 40 40 40 - - - . -..., _ _ __ -- - ------ - · 40 . - - - - - 52 5 1 47 --- ·........ . 44 48 47.... · · · · · · · · · - · · 46 48 49 · · · - . . -- -- - - -.... . 45 46 50 - - --- - --· -··· · - · ·- 46 48 49 · · · · - - · -.... . . - - - - ...._ __ __ _ _ _ · · · · - - 46 · - ····- · 46 46 44 45 48 48 47 46 44 44 NO (1) ·- - - . .
1 0 1 . K 0 T A (2) ASIA SELATAN · · · · - · · Kaboul Teheran Colombo - - - - - - - - --· . . - - - ----- ---Ӱ- - --.... . .. - - . .
. .. . . 1 1 8. 1 1 9 . 1 2 0 . - - - - - 12 1 . 122. 123. -- -- - · 124. -- - - - - - 125. 126. 127. - -- - - - - 128.
1 ^29.
1 3 1 . 132. - - - - 133. 134.
. . Dhalm Islamabad Karachi - - - - - - - - - - - - - - - - New Delhi Mumbai - - - - - - ^. ... . ASIA TENGGARA Bandar Seri Bagawan Bangkok ··· ·- - - ·· . Davao City Hanoi Ho Chi Minh · ^· · ^- - · Johor Bahru Kota Kinabalu Ku<tla Lumpur Manila Penang Phnom Penh Singapore Vientiane Yangon Songkhla Kuching Tawau ASIA PASIFIK Canberra Darwin Melbourne Noumea . . . Perth Port Morsby . · - Sydney Vanimo Wellington Suva Dilli .....
. - - -- - - · . .
. .
.
..... . . - .
...... . .....
.
. . MENTER I KEUANGAN REP U BL I K I N DONES IA ATK (OT) (3) 1 , 120 1 ,640 1 , 170 · ·· ·- 1 , 170 1 ,220 1 ,220 1 , 170 1 , 170 1 , 170 1 , 170 - - 1 , 170 1 , 170 1 , 170 1 , 170 1 , 170 1 ,2 10 1 , 170 1 , 170 1 , 170 1 , 170 1 ,220 1 ,220 1 , 170 1 , 170 1 , 170 1 ,250 1 ,220 1 ,220 3,520 1 ,220 1 .220 . . . 1 ,220 1 ,220 1 ,220 1 , 134 1 , 1 58 - 34 - Langganan Koran/ Majalah (Ekslempar I Bulan) (4) 50 62 44 . .. ^. ·- 45 45 45 46 46 · - 47 47 47 46 46 . . ^. . . ^. ^. ^ . ^. ^ . . · · · - - · ^- ^· - - . - - - - - - -...- - - - - .......... ~ .. - - - - .
.. 37 37 38 47 37 39 49 47 46 47 37 37 60 52 52 56 · ---- - - - - ----·- . ^. . ^. ^. - 52 · -- · - · · - - · ·- · - -- - . . so 52 50 52 . . · ·- 48 49 ·-·· · -.... - · ·- -- - ^· - Lampu (Bual1) (5) 6 7 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 5 4 4 5 5 5 5 4 4 29 6 6 6 6 6 ·· ···- - 6 6 - 6 5 5 - Pengamanan ....
.. · · ^· -·· · . . Sencliri (OB) (6) 1 ,945 1 ,850 1 ,495 1 , 553 2 , 1 4 1 1 ,546 2 ,329 2 ,329 1 ,350 1 ,480 982 1 , 179 1 ,265 97 1 2,089 1 ,263 1 ,052 1 , 6 78 2 ,035 2 , 9 1 7 2,362 98 1 1 ,480 1 ,22 1 1 ,22 1 - · 2 , 1 59 2,568 2 ,568 . ^3,248 2 ,568 1 ,64T 3 , 160 642 1 ,840 1 ,7 1 0 1 ,747 · ·· - · Kantong Diplomatik (kg) (7) · ^·-· . · ·· - -...^. . . ^. .. 65 80 57 . . - - - - - 58 58 58 59 59 75 75 - · . 75 73 65 60 60 62 . .• .. - . • . .
^. . - - - - 7 5 60 62 - · 78 75 74 75 60 60 123 123 123 133 --- . - ·... 123 · · ·· ··--- - ^· - -- __ ua. 123 1 1 8 123 1 14 1 1 7 · · · · · ·- ·· · - · · (dalam US$) I Jamuan (OH) (8) ...... . - - - - 89 1 1 0 78 . .. --- - --·--· - - 79 79 79 .. •. ........ 8 1 8 1 · · · · - · · - · - · - · 83 83 . - - - - - -- - ---- -· - ^-- - .
. ^. · ·· -- - ^-- 83 8 1 8 1 . - - - -- 66 66 68 . . - - ·· - ·· ·· · - -- --.. - - 83 66 69 - . - - - - - . ... - 87 83 82 -- - - - - - 83 66 66 . . . · · ·· - - - -· · · 92 · - - ^- - --- - - - ·· · - -· - -- · - - · -·- · · -· 92 92 67 -- . · - - 92 - - -- _ ___ !32 . · ·- -· 92 89 92 86 88 - · - -·-·- - ·· ·- · · ^- MENTER I KEUANGAN 20.2 Pemeliharaan, Pengadaan Inventaris Kantor, Pakaian SopirjSatpam, Sewa Kendaraan, dan Konsumsi Rapat -· NO K 0 T A (1) (2) AMERIKA UTARA 1 . _ ^fhicago · ^- 2 . 3. 4 . 5. 6 . 7 . 8 .
. . - -· ^· -·· 9 . Houston Los Angeles New York Ottawa San Fransisco Toronto Vancouver Washington - · - AMERIKA SELATAN · · · · ·· · 1 0 . 1 1 . 1 2 . 1 3 . 1 4 . 1 5 . Bogota Brazilia Boenos Aires - - . -· . - Caracas Paramaribo - - .. - - - - - · · - · · · - .
..• s_ϣnti<go d_e _ _g]lil": _ __ ·· ^· ·- · ^· - . . 1 6 . Quito 17. Lima -- · · · ··- · · - · - - - - ^- -- - · . ^. . -·····- · · 1 8 . 1 9 . -· ··· - 20. · · · · · - --- 2 1 . 22. 23. · · - - · - ·· · · -· 24. 25. 26. - · ·· · - · · · · 27. 28. 29. · · ·· · · · ------- -- 30. 3 1 . 32. · · · · -...... .
. .
. ···· - 38. 39. 40.
... 4 1 . 42. 43. 44. AMERIKA TENGAH Mexico Ci!; y Havana ...... .. Panama Cit y ERO PA BARAT · - · Vienna Brussels Marseilles Paris Berlin Bern Bonn Hamburg Geneva - . Amsterdam Frankfurt Den Haag . - ··- - - - - - .. · · - · ^- - ·· -- - · · ...................... . . - - ^- ^- ^- ^- ^- ^--......... · - -- .. - ^- -- ERO PA UTARA Copenhagen · · · - · - · ·· .. Helsinski Stockholm London -·- Oslo ERO PA SELATAN Sarajevo Zagreb Athens Lisbon Madrid Rome Beograd . . . · ·· - · · - - - · - - - - - - - - - - - . . .
.... - - -- - . · - 45. Vatican --- Kendaraan din as (Unit/ Tahun\ (3) 8,528 8,353 8,520 8,995 9,408 9,003 9,408 9,408 8,77 1 8,529 10,639 8,500 9,496 7,562 8,44 1 · - · 7,2 1 0 7,9 1 3 - 8,00 1 7,825 7,500 1 3,692 1 3,434 _ 1 w,95 1 1 3,95 1 1 3 , 1 76 24,268 .... 1 3 , 1 76 1 3,308 1 7,309 - · 1 3 , 1 76 1 3 , 1 76 13, 1 76 14,597 13,434 13, 1 76 13,563 16, 147 1 1 ' 1 09 1 7,730 1 2 , 1 42 1 2 ,40 1 1 2,659 14,500 1 2,09 1 13,563 Pemeliharaan Gedung (m ^2 /Tahun) (4) · - . . . · · ·- 82 80 82 82 72 86 72 72 84 63 63 80 80 63 63 63 63 72 72 72 80 72 80 - . 80 72 80 80 73 80 72 72 72 80 72 80 80 80 72 72 7 2 7 2 7 2 85 75 72 Halaman (m ^2 / Tahun) ·· · - (5) 9 9 9 9 · - 9 1 0 9 9 1 3 . .. ^. - - - - - - 9 9 1 5 1 2 9 9 ..... . . · · - - ·- 9 9 - - - ^- ^- -- -- ...... - 9 9 9 · - · · · - · · 9 9 9.... . - - - - - - - ^- ^- ^- - ^- ^- -· · 9 9 18 9 9 9 ---·· 9 9 9 . ^. ^.
. - ^- ^- ^- ^- ^- - 9 ·· · · · · · 9 9 9 9 9 9 9 9 9 20 Pengadaan Inventaris Kantor (OT) (6) . . · - - ·· · · - - - - - - - . . . -· ·· - - · . - · - - . - . - - · 695 681 695 733 767 734 767 767 7 1 5 695 867 1 ,500 775 6 1 6 688 588 645 - ·· - 652 638 609 760 745 774 774 73 1 960 73 1 738 960 73 1 73 1 73 1 8 1 0 745 73 1 753 896 6 1 6 667 674 688 702 1 , 500 - - - · - - - - 9 671 9 753 Pakaian Sopir/ Satpam (Stel) (7) 327 320 326 345 36 1 345 36 1 36 1 336 327 797 500 450 290 324 . . . 276 303 307 300 287 708 695 722 722 682 895 682 689 895 682 682 682 755 695 682 702 835 302 326 330 337 344 500 - --- 329 368 Sewa Kendaraan Sedan (8) 306 300 306 307 29 1 323 29 1 29 1 3 1 5 264 500 500 39 1 250 26 1 · ^· · ^- .• . 223 245 - - - 275 275 232 300 293 304 304 287 43 1 287 290 377 287 287 287 - 3 1 8 293 300 300 352 - - - - ^- 242 262 - 265 275 276 400 286 295 (hari) Mobil Bus Box (9) ( 1 0) 408 4 1 8 400 409 408 4 1 7 409 44 1 350 46 1 43 1 44 1 350 46 1 350 46 1 · - 420 429 .... - . . ·· - - ^- - 350 800 800 466 350 350 350 384 . . . 392 383 350 608 596 6 1 9 6 1 9 585 _ 1_, 1 36 585 59 1 768 . . ^.. 585 585 585 648 596 585 602 7 1 7 493 533 539 550 562 750 537 602 4 1 8 600 600 6 19 370 4 1 3 - - - - - - 353 387 392 383 366 · · · · · · ·· -· · · ·· · 82 1 806 837 · ^·· · ·-· - - -- ^- - - 837 790 _ 1 ,308 _ 790 798 - --· ^1 ,x08 790 790 790 876 · - · 806 79 1 8 1 4 969 · - 667 72 1 729 - ^- 744 760 950 · - 726 8 1 4 dalam US$) Konsumsi Rap at (OK) ( 1 1 ) 47 ..... 46 47 49 5 1 50 5 1 5 1 - - - - - - - ^- 48 · · ·--- - ..• 46 58 70 · ^··· - -- - - ..... - 69 4 1 46 · · · - . . ...... . . · - · 39 43 · - -- -- · - ·-- · · · - · - ^- - - - - 44 43 4 1 - ^--- · .. 5 1 50 52 - ---- - - -- - ------ · · · 52 49 99 . -·- - - -- · -· · · 49 49 64 ---- - - - 49 49 49 . . ... . . - . 54 · -·- - · · · 50 4 9 50 6 0 - - - · · · · - · 4 1 70 45 - - - - - · - - - ^· · - - - 46 47 75 - - -- - - - - 45 50 NO K O T A (1) (2) EROPA TIMUR 46. Bratislava Kenclaraan din as (Unit/ Tahun\ (3) MENTER ! KEUANGAN REP U B L I K I N DONES IA - 36 - Pemeliharaan Geclung (m ^2 /Tahun) (4) Halaman (m2/ Tahun) (5) Pengaclaan lnventaris Kantor (OT) (6) dalam US$ Sewa Kenclaraan Pakaian (hari) Konsumsi Sopir/ 1---.-----1 Rapat Satpam Mobil (OK) (Stel) Sedan Bus Box (7) (8) (9) ( 1 0) ( 1 1 ) 13, 1 7_6 7 2 - - 9 73 1 3 5 8 2 8 7 5 8 5 79 1 - - 4 9 4 7 . Bucharest 1 1 ,496 72 9 638 ' 3 1 2 250 5 1 0 690 43 - _ _ - _ : ʫ - 6 ʬ : ʭ E 5 ʮ -o ʯ e ʰ ʱ c _ o _ w _ _ _ _ __ _ _ _ _ _ __ _ _ __ _ _ __ - _ - _ _ _ - _ - __ - _ _ -l ---- : 01- l -----; = õ ---- l -----=; 7- l --- I -- -- ʲ ! ʳ 4 ʴ ; -r - -- -6 ʵ 5 3 ʶ : -r-- ʷ ; ʸ : ʹ 2 - 1 - _ - _ -- - - _ ʺ ; = 1 -1 50. Prague 1 1 ,367 72 9 631 309 275 505 682 42 __ 5 ʻ 1 ʼ - -- I ʽ S ʾ o f ʿ i a ˀ -- -- -- -- -- -- -- -- - l- -- ˁ 1 ˂ 1 ˃ ,3 ˄ 6 ˅ 7 ˆ l - -- -- -- - 7 ˇ 2 ˈ l- -- -- ˉ 0 1 __ __ __ 6 ˊ 3 ˋ 1 ˌ 1 _ __ _ 3 ˍ 0 ˎ 9 ˏ µ- -- ː 2 ˑ 7 ˒ 5 1 _ __ ˓ 5 ˔ 0 ˕ 5 1 _ __ ˖ 6 ˗ 8 ˘ 2 1 _ __ __ _ 4 ˙ 2 ˚ 1 52. _ _ Warsaw .. . - .. 1 1 ,367 72 63 1 309 596 800 682 48 53. Budapest--------- l ^---12,4 Ɓ01 1 _ __ __ __ ˛ 7 ˜ 2 ˝ - l -----9 1 _ __ __ ˞ 6 ˟ 88 ˠ 1 --337 1 _ __ ˡ 3 ˢ 8 ˣ 7 1 _ __ _ 5 ˤ 9 ˥ 6 ö1 _ __ __ 7 _ 4 4 _ 1 _ __ __ __ 46 ˦ 1 AFRIKA BARAT . · - · ^· ·- -- - · . ·- · · -...··· ^· · · - - · · - - · - -- ˧ 54 ˨ - ˩ F D ˪ a ˫ k ˬ k ˭ a ˮ r __ __ __ __ __ __ __ __ _ l-- ˯ 1 ˰ 2 ˱ · ˲ 4 ˳ 7 ˴ 9 - l- -- -- -- ˵ 7 = 2 ˶ 1- -- -- ˷ 9 ˸ ^1- -- -- ÷ 3 ˹ 5 ˺ 3 - l -- ˻ 2 ˼ 0 ˽ 4 l----275 ż ˾---63 1 ___ ˿ 1 ̀ 5 ́ 3 1 _ __ __ ̂ 4 ̃ 3_1 55. Abuja 12,234 72 9 349 200 275 650 1 50 42 . . -· ·· - -- -·.......· · - · - - .. , , _ ^. . . - . -- · AFRIKA TIMUR 56. Addis Ababa 57. Nairobi . . ·---· - ·-- -.... ^- -· ^-- 58. Antananarive 59. Dar Es Salaam 60. Harare AFRIKA SELATA N 1 1 , 1 33 13,756 1 1 ' 133 1 0,766 1 1 ,500 72 68 63 72 63 9 9 9 9 9 3 1 5 3 1 5 3 1 5 304 325 259 252 259 2 5 1 268 275 250 250 275 250 7 1 0 663 7 1 0 686 733 · -- - - 7 1 0 663 7 1 0 686 733 8 8 - - - -- - · - · · - · · · 8 8 8 8 6 1 . Windhoek _ _ _ _ _ _ _ _ 1 1 ,745 _ . . 76 _ 9 1 __ 332 273 475 350 · - 844 62. Cape Town 1 3,457 90 1 1 608 3 1 3 343 350 857 1 2 __ 6 ̄ 3 ̅ - ̆ µµ ̇ J ̈ o ̉ h = an ̊ ^n ̋ ^e ̌ s ̍ b ̎ u ̏ r ̐ g __ __ __ __ __ __ _ 1 _ __ ̑ 1 ̒ 2 ̓ ,3 ̔ ^8 ̕ 0 ø ^I ^- -- -- -- ̖ 8 = 2 ùI- -- -- ̗ 1 ̘ 1 1 _ __ __ ̙ s ̚ o ̛ o _ 1 _ __ ̜ 3 ̝ S ̞ 0 1 _ __ ̟ 3 ̠ 1 ̡ 6 _ 1 __ ̢ 2 ̣ 5 ̤ 7 _ 1 _ __ ̥ 7 ̦ 8 ̧ 8 1 _ __ __ ̨ 1 ̩ 1_1 6 'f . _ _ Maputo _ _ _ _ _ . ^ 1 2 ,650 79 1 0 357 295 323 274 _ __ ^806 ___ _ _ _ ? 1 __ ̪ 6 ̫ 5- ̬ F P ̭ r ̮ et = o ̯ n = · ^a ̰ -- -- -- -- -- -- -- - ^l ^·---12·3 ʪ80 1 _ __ __ __ ̱ 8 ̲ 2 ú1 _ __ __ ¶ 1 ̳ 1 ̴ 1 _ __ __ ̵ s ̶ o̷ o_1 _ __ ̸ 3 ̹ 5 ̺ 0 1 _ __ ̻ 3 ̼ 1 ̽ 6 ú1 _ __ _ 2 û 6 ̾ 7 ̿ 1 _ __ ̀ 7 ́ 8 ͂ 8_1 _ __ __ ̓ 1 ̈́ 1 AFRIKA UTARA 66. ͅ ͆ ie ͇ r ͈ s __ __ __ __ __ __ __ __ __ 1 __ __ ͉ 1 ͊ 0 ͋ ,7 ͌ 6 ü 6 1 _ __ __ __ _ 7 ͍ 2 ͎ l ----g l ----304 1 _ __ _ 2 û 5 ͏ 1 ͐ l ----27s 1 _ __ ͑ 3 ü 5 ͒ 0 _ 1 _ __ ͓ 1 ͔ 5 ͕ 0 ͖ 1 _ __ __ __ 4 ͗ 7 1 67. Cairo 1 2 ,09 1 70 10 342 281 278 333 1 57 52 68. Khartoum . . _ _ . ___ ___ __ _ _ - · - - 1 1 ,623 72 9 329 271 275 350 1 5 1 . - - · _ 50 69. Rabbat 1 0,644 72 9 30 1 248 275 350 1 50 46 __ 7 ͘ 0 ͙ . __ 1 1 ͚ T ͛ ri ͜ ·P ͝ ' o = li __ __ __ __ __ __ __ __ __ _ 1 _ __ ¶ 1 ͞ 0 ͟ ·͠ 1 5 ͡ 4 ͢ l -----72 l ----9 1 _ __ __ -= 2 ͣ 87 ͤ l --236 1 _ __ ͥ 2 ͦ 75 _ ͧ l ---350 1 _ __ ¶ 1 ͨ 5 ͩ 0 ͪ1 _ __ __ ͫ 4 _ 4 1 .. 7_1 , _ Tunisia · - ·-·· _ _ 1 0,4 1 8 72 .. . 9 .. . . _ 284 234 275 400 1 50 _ _ so ASIA BARAT _ 7 2 : _ _ Manama _ _ ^ -· -· 1 1 ,560 _ 74 - - - · _ ^9 503 404 227 359 1 54 _ _ _ __ 34 __ 7 ͬ 3 ͭ - ý F B ͮ a ͯ g c h = cl Ͱ a ͱ c1 __ __ __ __ __ __ __ __ _ 1 _ __ Ͳ 1 ͳ 1 ʹ · ͵ s Ͷ oo ͷ l -- -- -- 7 2 ͺ l ----9 1 _ __ __ _ s ͻ o ͼ o ͽ ^1 _ __ ; 4 Ϳ 0 1 _ 1 _ __ 2 7 s_1 _ __ ΄ 3 ΅ s Ά o 1 __ __ _ 1 Sþ o ÿ ^1 _ __ __ · 5 Έ 0 Ή ^1 74. Amman 1 0,522 63 9 458 367 250 300 125 3 1 _ _ ^7 5.... ^ISuwait - · - - ^· 9,9 1 0 7 2 9 431 346 2 7 5 350 _ 1 50 . . _ _ _ 29 76. Beirut 1 ^0,889 72 9 474 380 275 350 1 ^50 32 77. Ί D o = h Ό a _ ___________ 1 __ __ 1 0 ? , Ύ 5 Ώ 2 : : _ 2 l -- -- -- ΐ 5 Α 5 Β õ ----9 1 _ __ __ Γ 4 Δ 5 = 8_1 _ __ Ε 3 = 6 Ζ 7 1 -- -- Η 2 Θ 2- Ι 5_1 _ __ Κ 2 Λ 8 Μ 5_1 _ __ Ν 1 Ξ 0 Ο 0_1 _ __ __ Π 3 Ρ 1 _1 ?: ^il· Damascus _ _ _ __ _ . . 1 0,399 72 .. _ _ . 9 453 363 275 350 1 50 __ _ __ _ _ _3 1 79. Ankara 1 0,889 72 9 474 380 275 350 1 50 32 80. Abu Dhabi 1 1 , 133 72 9 484 389 275 350 1 50 33 8 1 . Sana'a .. _ _ _ _ _ _ __ _ 1 0, 1 54 .. 63 _ _ _ 9 _ _ _ _ 442 354 -- -- -= 2 5 -=- o -I - -- -, 3 Σ 0 : -: 0 : - I- -- -,- 1 2 þ 5 ÿ1 - - __ - ___ - - ____ - _ __ -, 3 : -: 0 Τ 1 _ 8 _ 2 _ . _ Jeclclah 1 0,277 72 9 447 359 275 350 1 50 30 Υ 8 Φ 3 Χ . __ 1 1 Ψ M Ω u Ϊ s Ϋ c ά a έ t __ __ __ __ __ __ __ __ _ 1 _ __ ή 1 ί 0 ΰ ,7 α 6 β 6 γ l - -- -- -- δ 7 ε 2 ùl - -- -- ζ 9 _ 1 _____ 4 _ 6 9 1 _ __ __ 3 7 η 6_1 _ __ __ 2 _ 1 _ 1 _ 1 __ __ 3 Ā 5 Ā o ö1 _ __ θ 1 ι 5κ o_1 _ __ __ λ 32 μ 1 _ _ 8 ^4 ^ : _ J3: iy ^a clh . .. .. . _ _ _ _ _ _ 1 0 ^, 277 - · · · 72 __ _ _ 10 447 448 275 534 _ _ 1 50 _ _ _ __ _30 3 ο 8 :
.: 0 c.. 1 _ __ _: 2 : : ..: 5 : - I- -- --: : - 3 π 50 øI-- ρ 1 ς 5 -': ' 0-I- -- -- ÷ 3 --=- 2-I __ 8 σ 6 τ - ý F D υ l φ t b χ a = i __ __ __ __ __ __ __ __ __ _ 1 _ __ ψ 1 ω 1 ϊ , ϋ 1 ό 33 ύ l -----72 l ----9 l ----484 1 _ __ ώ 3 Ϗ 8 ϐ 9 ϑ l- -- ϒ 2 ϓ 7 ϔ 5 1 __ __ ϕ 35 ϖ 0 ā1-- --= 1 ϗ 5 Ϙ 0 _ 1 _ __ __ ϙ 3 Ϛ 3 _ 1 - - - : : A : : = S -= IA :
.: _: T :
: : E :
: N .:
.. G : : .: AH = -- -- -- -- -- --I -- -- -,-, --,- AI-- -- -- -- - -I-- -- -- -- ! I-- -- -- -- -- 1 -- -- - -- -- -- - - 1 1 -- -- -- -1 ------ 1 ----- - _ 8 _ 7 _ . _ Tashkent 1 0 ,39 .:
, 9 _ 1 _ __ __ __ _ 6 =- 3 ϛ l ----9=-+---4:
.: 53_ 1 _ __ _ 3Ϝ c 6 : : .: 3 :
.. ___ .....= 2 :
: : 5 c: : 0_1 _ __ ϝ 3 : : .: 0 :
.: 0 Ϟ 1 _ __ ϟ 1 2 =- 5 ā1 _ __ __ __ 3 =- l =-1 88._ _ Astana _ __ _ ___ . . _ .. 1 1 ,256 63 9 490 393 250 300 125 33 89. Baku 1 1 , 9_ 9_ 0_1 _ __ __ __ _ 6 Ϡ 3 ϡ l ----9 l-----5-=2- =2_ 1 _ __ _ 4 : 1 :
.: 9 _1 _ __ __: 2 :
.: 5_0 _ ---3:
.: 0:
: 0: : 1 2 =- 5 =- l ----35_ 1 NO (1) 90.
. -- 9 1 . 92. 93. - ^- - -- - - · -·· 94. 95. 96. · · · --- - ---- - ·· 97.
. ^. . .
. .. - -- -- 98. 99. 1 00. 1 0 1 . 102. 1 03. . - -· -· 1 04. 105. 1 06 . 1 07. .. . ^. · · - ^· · · 1 08. 1 09. 1 1 0. 1 1 2 . 1 1 3. 1 1 3. - - - · ^· · ·-·· 1 14. 1 1 5. 1 1 6.
^. . ^. .
. - - - - 1 1 7. 1 1 8. 1 1 9. 120. 1 2 1 . 122. 1 23. 124. 125. 1 26 . 127. 128. 129. · · - . ·- . ___ ,.
K 0 T A (2) ASIA TIMUR Beijing Hongkong Osaka !.Ċ!cy() . ^--- - ^- ^- -- ^- · · ·- · - --- ...... · · - - .. . ··- · - - - - Pyongyang Seoul : : lhanghai Guangzhou ASIA SELATAN · - - - · - ^- Kaboul Teheran Colombo . . .
...· - - - -- · Dhaka Islamabad Karachi - -- - - - New Delhi Mumbai . .. - -- ^·.... ^. . ^. . ·· · - - ASIA TENGGARA Bandar Seri Bagawan ?angkok . . - · --- ·- . . .
.
. ^. ^. . ^. . Davao City Hanoi Ho Chi Minh Johor Bahru - - - ^- - .
. - - - . ^. ^. ^. ^. ^. Kota Kinabalu Kuala Lump!lr - - - ^- - - - - - . .. . - ^· - Manila Penang Phnom Penh · · ^· · · · - · · - - - - - - -.... ^. . - - - Singapore Vientiane Ya_ngon Songkhla Kuching Taw au ·· · · - -··· · -· · · ^· • · - . .
.
. . . ^.....
. Darwin Melbourne Noumea · ^· -...· ^· ^ · · ^· · - - ^· · ^· · · Perth Port Moresby Sydney - · ^· · · · ^· · · - - Vanimo . . 1 3 1 . Wellington 132. Suva 1 33. Dilli Kendaraan dinas (Unit/ Tahunl (3) 9,905 9,905 10,863 1 0,863 1 0,437 1 0,33 1 9,905 9,905 9, 197 1 1 ,400 8, 132 8,229 8,229 8,229 8,423 8,423 8,6 1 7 8,6 1 7 8,6 1 7 8,423 8,423 7,500 7,500 7,500 . . .
...8,6 1 7 7,500 7, 164 9,004 8,6 1 7 8,520 8,6 1 7 7,500 7,500 9,585 9,585 9,585 1 0,359 . . 9,585 9,200 9, 585 9, 197 9,585 8,907 9 , 1 0 1 MENTER I KEUANGAN REP U B L I K I N DONES IA Pemeliharaan Gedung (m ^2 /Tahun) (4) . ^. . .
. . .
. ^.. - . 72 80 80 80 72 80 72 72 55 97 63 63 72 72 63 63 63 63 63 63 63 63 63 63 63 63 72 78 72 72 63 63 63 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 - 37 - Halaman (m ^2 / Tahun) (5) 9 . · - 9 9 9 9 9 9 9 9 1 2 9 ...... 9 9 9 -....
.. . - ^· ..
· -·· · ^-·· · 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 - - - -- - - ·--· 9 9 9 9 9 9 - - · ·· . ^. . 9 · - - ^· 9 9 9 . . • . ^- - · · 9 9 9 · · ^· · · · - . . -· ^· . 9 9 9 9 Pengadaan Inventaris Kantor · ^· · · · · ^· - · - - - ^- . . (OT) (6) 37 1 371 407 407 39 1· 387 37 1 37 1 32 1 400 284 287 287 287 294 294 30 1 301 30 1 294 294 240 240 240 301 240 250 3 1 4 3 0 1 297 301 240 240 334 334 334 36 1 334 32 1 334 32 1 334 3 1 1 3 1 8 Pakaian Sopir/ Satpam . . - (Stel) (7) 397 397 436 436 4 1 9 4 1 4 397 397 149 1 80 1 32 134 1 34 134 137 137 140 140 140 137 137 1 1 2 1 1 2 1 1 2 140 1 12 1 1 6 146 140 138 140 1 1 2 1 1 2 200 1 56 1 56 168 1 56 149 1 56 149 1 56 145 1 48 Sewa Kendaraan Sedan (8) 44 1 44 1 484 484 465 460 44 1 44 1 575 7 1 0 509 · - - . 5 1 5 - 5 1 5 5 1 5 527 527 539 539 539 527 527 430 430 430 539 430 448 · - 563 539 533 539 430 430 . . ^. 600 600 600 648 600 575 600 575 600 557 569 (hari) Mobil Bus Box (9) ( 1 0 ) 397 309 . . 400 309 436 339 436 339 .....
4 1 9 326 4 1 4 322 397 309 397 309 - ^- · - ^· · · · ^· - ^· · 885 2,767 1 , 100 2,563 783 2 , 'f 4 () · · ^· · · · · - ^· - · 792 2,475 792 2 ,475 792 2 ,475 . . 8 1 1 2,534 8 1 1 2,534 829 2,592 829 . ^. ^2,592 829 2,592 8 1 1 2,534 8 1 1 2,534 · ^· - 662 2,068 662 2,068 662 2 ,068 · ·- 829 2,592 662 2,068 690 . 2 , 1 Ϣ_5 867 2,708 829 2,592 820 2,563 829 2,592 662 2,068 662 2, 9 68 . - - - . ·- · . - 923 . . - - - ^2, ^? ^83 923 2,883 923 2,883 997 3, 1 16_ 923 2,883 885 2,767 923 2,883 . . . 923 2,767 923 2,883 857 2,679 876 2,737 dalam US$) Konsumsi Rap at (OK) ( 1 1 ) 20 20 22 22 - - - - - - - 2 1 2 1 20 . - - - - - - · .. . 20 - - -- - - - - - ^- . ^. - .. 28 35 25 - - - - - - - -- - - - - 25 25 25 25 25 26 26 --- -- - - - - - - - 26 25 25 2 1 2 1 2 1 - - - - - -·- · · · -· - ^· . . . 26 2 1 22 27 26 26 - ·· · -· 26 2 1 2 1 - - ··· · - -- ·· · . ^. . 29 - - - ------- - - ·· 29 29 45 . ^- -- - ·-- - -- ..... 29 28 29 . . . 28 29 27 27 MENTER I KEUANGAN REP U B L I K I N DONES IA PENJELASAN STANDAR BIAYA MASUKAN TAHUN ANGGARAN 20 16 YANG BERFUNGSI SEBAGAI ESTIMASI 1 . Satuan Biaya Uang Transpor Kegiatan Dalam Kabupaten/Kota Satuan biaya uang transpor kegiatan dalam kabupatenjkota merupakan satuan biaya untuk perencanaan kebutuhan transportasi Pejabat Negara/ Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI/ pihak lain dalam melakukan kegiatanj pekerjaan di luar kantor yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas kantorjinstansi dengan ketentuan masih dalam batas wilayah suatu kabupatenjkota (pergi pulang) dan tidak menggunakan kendaraan dinas. Satuan biaya uang transpor kegiatan dalam kabupatenjkota tidak dapat diberikan kepada Pejabat Negaraj Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI/pihak lain yang melakukan kegiatan dalam komplek perkantoran yang sama. Catatan:
Untuk kegiatan dalam kabupatenjkota yang memerlukan biaya melebihi satuan biaya yang ditetapkan (termasuk moda transportasi udara dan/atau air) dapat diberikan secara at cost.
Satuan biaya uang transpor kegiatan dalam kabupatenj kota dapat dibebankan pada anggaran unit penyelenggara kegiatan atau anggaran satker pegawai berkenaan sepanjang tidak terjadi duplikasi anggaran.
Khusus Provinsi DKI Jakarta, yang dimaksud kabupatenjkota adalah meliputi kesatuan wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Barat, dan Jakarta Selatan. 2 . Satuan Biaya Diktat Pimpinan/Struktural Satuan biaya diklat pimpinan/ struktural merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya diklat penjenjangan bagi pejabatjpegawai yang akanj telah menduduki jabatan tertentu. Satuan biaya ini sudah termasuk biaya observasi lapangan, namun belum termasuk biaya perjalanan dinas peserta.
Satuan Biaya Latihan Prajabatan Satuan biaya latihan prajabatan merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya latihan prajabatan bagi calon Pegawai Negeri Sipil sebagai syarat untuk diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Satuan biaya ini sudah termasuk biaya observasi lapangan, namun belum termasuk biaya perjalanan dinas peserta. MENTER I KEUANGAN R E P U BLI K I N DONESIA - 39 - 4. Satuan Biaya Pemeliharaan Sarana Kantor Satuan biaya pemeliharaan sarana kantor merupakan satuan biaya pemeliharaan yang digunakan untuk mempertahankan barang inventaris kantor (yang digunakan langsung oleh pegawai, khususnya meja dan kursi) , personal computer/notebook, printer, ac split, dan genset agar berada dalam kondisi normal (beroperasi dengan baik) . Untuk biaya pemeliharaan genset belum termasuk kebutuhan bahan bakar minyak.
Satuan Biaya Penerjemahan dan Pengetikan Satuan biaya penerjemahan dan pengetikan merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya penerjemahan dan pengetikan dari naskah asli ke dalam bahasa yang diinginkan.
Satuan Biaya Bantuan Beasiswa Program Gelar/Non Gelar Dalam Negeri Satuan biaya bantuan beasiswa program gelar / non gelar dalam negeri merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya bantuan mahasiswa program gelarjnon gelar dalam negeri bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang ditugaskan untuk melanjutkan pendidikan Diploma I, Diploma III, Diploma IV atau Strata 1 (satu) , dan pendidikan Pasca Sarjana (Strata 2 (dua) atau Strata 3 (tiga) yang terdiri dari biaya hidup dan operasional, uang buku dan referensi. Biaya pelaksanaan pendidikan ditanggung oleh Pemerintah secara at cost sedangkan untuk biaya riset program dapat dialokasikan bantuan biaya riset sesuai kemampuan keuangan Kementerian Negara/ Lembaga masmg masmg.
Satuan Biaya Sewa Me sin Fotokopi Satuan biaya sewa mesin fotokopi merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya sewa mesin fotokopi analog dan/ a tau me sin fotokopi digital} untuk menunjang pelaksanaan operasional kantor. Satuan biaya ini sudah termasuk toner dan biaya perawatan untuk pencetakan sampai dengan 10.000 (sepuluh ribu) lembar /bulan.
Honorarium Narasumber/Pembahas (Pakar/Praktisi/Profesional) Honorarium narasumber j pembahas (Pakar / Praktisi/ Profesional) merupakan satuan biaya yang diperuntukkan bagi Non Pejabat Negara/Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang mempunyai keahlianjpengalamanjprofesionalisme tertentu dalam ilmuj bidang tertentu untuk kegiatan seminar jrapat koordinasi/ sosialisasi/ diseminasi/ workshop j rapat kerja/ sarasehan/ simposiumjlokakarya/ f ocus group discussionjkegiatan sejenis. M ENTE R I KEUANGAN R E P U B L I K I N DONESIA 9. Satuan Biaya Pengadaan Bahan Makanan Satuan l?iaya pengadaan bahan makanan merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pengadaan bahan makanan, dan diberikan untuk:
1 Pengadaan Bahan Makanan untuk Narapidana Satuan biaya pengadaan bahan makanan diberikan pada Narapidana. Pengaturan daerah khusus untuk pengadaan bahan makanan narapidana pada masing-masing rayon mengacu pada peraturan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Man usia.
2 Pengadaan Bahan Makanan untuk Operasi Pasukan dan Latihan Pra Tugas Operasi Bagi Anggota Polri/TNI, Dikma Bagi Anggota Polri/TNI, Diklat Lainnya/ Pra Tugas Operasi Bagi Anggota Polri/TNI, Anggota yang Sakit Bagi Anggota Polri/TNI, dan Tahanan Anggota Polri/TNI a. Operasi pasukan adalah serangkaian tindakan pasukan dalam rangka pencegahan, penanggulangan, penindakan terhadap gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) , serta penanganan bencana yang diselenggarakan dalam kurun waktu, sasaran, cara bertindak, pelibatan kekuatan, dan dukungan sumber daya tertentu oleh beberapa fungsi pasukan dalam bentuk satuan tugas (satgas) .
Latihan pra tugas operasi adalah pelatihan berupa teori dan praktek dalam rangka kesiapan sebelum pelaksanaan operasi pasukan.
Dikma adalah pendidikan pertama dari peserta umum yang dididik untuk menjadi Anggota Polri/TNI.
Diklat lainnya/ pra tugas operasi adalah pendidikan latihan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan Anggota Polri/TNI.
Anggota yang sakit adalah Anggota Polri/TNI dan keluarganya yang dirawat/ sakit (pasien) .
Tahanan Anggota Polri/TNI adalah Anggota Polri/TNI yang ditahan karena melanggar disiplin. · 9.3 Pengadaan Bahan Makanan Untuk Pasien Rumah Sakit dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) a. Pengadaan Bahan Makanan Pasien Rumah Sakit adalah pengadaan bahan makanan yang diberikan kepada pasien rumah sakit pemerintah. MENTERI KEUANGAN REP U B L I K I N DONES IA b. Pengadaan Bahan Makanan bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dalam Panti Sosialj Rumah Perlindungan Sosial adalah pengadaan bahan makanan yang diberikan kepada Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang mendapatkan pelayananjperlintlungan/ rehabilitasi sosial di dalam Panti Sosial/ Rumah Perlindungan Sosial.
4 Pengadaan Bahan Makanan Untuk Keluarga Penjaga Menara Suar (PMS) , Petugas Pengamatan Laut, ABK Cadangan Pada Kapal Negara, ABK Aktif Pada Kapal Negara, dan Petugas SROP dan VTIS a. Keluarga Penjaga Menara Suar (PMS) adalah keluarga petugas penjaga menara suar yang ikut serta mendampingi petugas penjaga menara suar di lokasi tempat bertugas. Satuan biaya pengadaan bahan makanan untuk keluarga penjaga menara suar diberikan kepada istri/ suami dan anak (maksimal 2 anak) petugas penjaga menara suar.
Petugas pengamatan laut adalah petugas yang melaksanakan survey hidrografi pada alur pelayaran serta melakukan evaluasi alur dan perlintasan serta memonitoring pelaksanaan Sarana Bantuan Navigasi Pelayaran (SBNP) . c . ABK Cadangan Kapal Negara adalah awak kapal negara kenavigasian yang siaga untuk ditempatkan pada kapal negara kenavigasian pada saat sandar dan bertolak serta bongkar muat.
ABK Aktif Kapal Negara adalah awak kapal negara kenavigasian yang ditempatkan dan bekerja di kapal negara kenavigasian pada posisi tertentu pada saat berlayar.
Petugas Stasiun Radio Pantai (SROP) dan Vessel Tra f fic Infonnation Service (VTIS) adalah petugas yang mengoperasikan peralatan di SROP dan VTIS. 9 . 5 Pengadaan Bahan Makanan Untuk Petugas Bengkel dan Galangan Kapal Kenavigasian, Petugas Pabrik Gas Aga Untuk Lampu Suar, Penjaga Menara Suar (PMS) , dan Kelompok Tenaga Kesehatan Kerja Pelayaran a. Petugas bengkel dan galangan kapal kenavigasian adalah petugas yang memperbaiki dan merawat sarana prasarana kenavigasian di bengkel navigasi dan memperbaiki serta merawat kapal negara kenavigasian di galangan navigasi. MENTERI KEUANGAN b. Petugas pabrik gas aga untuk lampu suar adalah petugas yang bekerja di pabrik gas aga di Balai Teknologi Keselamatan Pelayaran (BTKP) , gas aga digunakan sebagai bahan bakar bagi lampu-lampu menara suar.
Penjaga Menara Suar (PMS) adalah petugas yang menjaga dan merawat menara suar agar dapat berfungsi dengan baik.
Kelompok tenaga kesehatan kerja pelayaran adalah petugas kesehatan yang bertugas memeriksa kondisi kesehatan para awak kapal pada saat pengurusan sertifikasi kepelautan. 9 . 6 Pengadaan Bahan Makanan untuk Mahasiswa/ Siswa Sipil dan Mahasiswa Militer j Semi Militer di Lingkup Sekolah Kedinasan a. mahasiswaj siswa sipil ( seperti mahasiswa pad a Sekolah Tinggi Perikanan, Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial, Akademi Migas) ; dan
mahasiswaj siswa militer j semi militer (seperti mahasiswa Akademi TNI/ Akpol, mahasiswa Penerbangan, mahasiswa Institut Pemerintahan Dalam Negeri) . 9 . 7 Pengadaan Bahan Makanan Rescue Team Pengadaan Bahan Makanan Rescue Team adalah pengadaan bahan makanan yang diberikan kepada Rescue Team pada saat melaksanakan tugasnya (misal: penangan bene ana) . 1 0. Satuan Biaya Konsumsi Tahanan Satuan biaya konsumsi tahanan merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pengadaan paket makanan tahanan, diberikan untuk tahanan yang antara lain berada pada rumah tahanan Kejaksaan, Kepolisian, Badan Narkotika Nasional (BNN) , dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) . 1 1 . Satuan Biaya Konsumsi Rapat Satuan biaya konsumsi rapat merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pengadaan makan dan kudapan termasuk minuman untuk rapatjpertemuan baik untuk rapat koordinasi tingkat Menteri/ eselon I/ setara maupun untuk rapat biasa. Rapat koordinasi tingkat Menteri/ eselon I/ setara adalah rapat koordinasi yang pesertanya Menteri/ eselon I/pejabat yang setara. M ENTE R I KEUANGAN R E P U B L I K I N DONESIA 1 2 . Satuan Biaya Keperluan Sehari-hari Perkantoran di Dalam Negeri Satuan biaya keperluan sehari-hari perkantoran di dalam negeri merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya keperluan sehari-hari perkantoran berupa barang habis pakai yang secara langsung menunjang penyelenggaraan operasional dan untuk memenuhi kebutuhan minimal agar suatu kantor dapat memberikan pelayanan· secm·a optimal, terdiri atas: alat tulis kantor (ATK) , barang cetak, alat-alat rumah tangga, langganan surat kabarj beritajmajalah, dan air minum pegawai. 1 3 . Satuan Biaya Penggantian Inventaris Lama dan/ a tau Pembelian Inventaris untuk Pegawai Baru Satuan biaya penggantian inventaris merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya penggantian inventaris lama dan/atau pembelian inventaris bagi pegawai baru. Penggantian inventaris lama digunakan untuk penggantian meja dan kursi pegawai, pengalokasiannya maksimal 10% (sepuluh persen) dari jumlah pegawai, sedangkan pembelian inventaris bagi pegawai baru disesuaikan dengan kebutuhan.
Satuan Biaya Pemeliharaan dan Operasional Kendaraan Dinas Satuan biaya pemeliharaan dan operasional kendaraan dinas merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pemeliharaan dan operasional kendaraan dinas yang digunakan untuk mempertahankan kendaraan dinas agar tetap dalam kondisi normal dan siap pakai sesuai dengan peruntukannya. Satuan biaya ini termasuk biaya bahan bakar. Satuan biaya tersebut belum termasuk biaya pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) yang besarannya mengacu pada ketentuan yang berlaku. Catatan:
Yang dimaksud kendaraan adalah kendaraan yang lingkungan kan tor. Contoh: operasional dalam lingkungan kan tor digunakan hanya terbatas dalam Golf car/sejenisnya yang digunakan untuk mengantar tamu kenegaraan.
Khusus untuk operasional kendaraan dinas yang pengadaannya bersumber dari sewa, satuan biaya tersebut hanya diperuntukkan untuk bahan bakar. M ENTE R I KEUANGAN R E P UBLI K I N DON ESIA 3 . Satuan biaya ini tidak diperuntukan bagi:
kendaraan yang rusak berat yang memerlukan biaya pemeliharaan besar dan untuk selanjutnya harus dihapuskan dari daftar inventaris; dan/atau
pemeliharaan kendaraan yang bersifat rekondisi dan/atau overhaul. 1 5 . Satuan Biaya Pemeliharaan Gedung/Bangunan Dalam Negeri Satuan biaya digunakan untuk pemeliharaan rutin gedung/ bangunan di dalam negeri dengan maksud menjagaj mempertahankan gedung dan bangunan kantor di dalam negeri agar tetap dalam kondisi semula atau perbaikan dengan tingkat kerusakan kurang dari atau sama dengan 2% (dua persen), tidak termasuk untuk pemeliharaan gedungj bangunan di dalam negeri yang memiliki spesifikasi khusus berdasarkan ketentuan yang berlaku. Satuan biaya pemeliharaan gedungj bangunan dalam negen dialokasikan un tuk:
gedungj bangunan milik negara; dan/atau
gedungj bangunan milik pihak lain yang disewa dan/atau dipinjam oleh pengguna barang dan dalam perjanjian diatur tentang adanya kewajiban bagi pengguna barang untuk melakukan pemeliharaan.
Satuan Biaya Sewa Gedung Pertemuan Satuan biaya sewa gedung pertemuan merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya sewa gedung pertemuan untuk pelaksanaan kegiatan di luar kantor antara lain rapat koordinasi, sosialisasi, seleksijujian masuk pegawai, dan kegiatan lain sejenis. Gedung pertemuan adalah gedung yang biasa digunakan untuk pertemuan dengan kapasitas lebih dari 300 (tiga ratus) orang, sudah termasuk sewa meja, kursi, sound system, dan fasilitas gedung pertemuan lainnya. 1 7. Satuan Biaya Taksi Perjalanan Dinas Dalam Negeri Satuan biaya taksi perjalanan dinas dalam negeri merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya tarif satu kali perjalanan taksi dari kantor tempat kedudukan menuju bandara/ pelabuhanj terminal/ stasiun keberangkatan atau dari bandarajpelabuhanj terminal/ stasiun kedatangan menuju tempat tujuan di kota bandarajpelabuhan/ terminalj stasiun kedatangan dan sebaliknya. Catatan: M ENTE R I KEUANGAN R E P U BLIK I N DONESIA Contoh penghitungan alokasi biaya taksi: Seorang pejabatjpegawai negeri melakukan perjalanan dinas jabatan dari Jakarta ke Medan, maka alokasi biaya taksi sebagai berikut:
Berangkat a) biaya taksi dari tempat kedudukan di Jakarta ke Bandara Soekarno-Hatta; dan b) biaya taksi dari Bandara Kualanamu (Sumut) ke tempat tujuan (hotelj penginapanj kantor) di Medan.
Kembali a) biaya taksi dari hotel/ penginapan (Medan) ke Bandara Kualanamu (Sumut) ; dan b) biaya taksi dari Bandara Soekarno-Hatta ke tempat kedudukan (Jakarta) . 1 8 . Satuan Biaya Tiket Pesawat Perjalanan Dinas Dalam Negeri (PP) Satuan biaya tiket pesawat perjalanan dinas dalam negeri adalah satuan biaya untuk pembelian tiket pesawat udara Pergi Pulang (PP) dari bandara keberangkatan suatu kota ke bandara kota tujuan dalam perencanaan anggaran. Satuan biaya tiket termasuk biaya asuransi, tidak termasuk air port tax serta biaya retribusi lainnya. Dalam pelaksanaan anggaran, satuan biaya tiket perjalanan dinas dalam negeri menggunakan metode at cost ( sesuai pengeluaran) .
Satuan Biaya Tiket Pesawat Perjalanan Dinas Luar Negeri (PP) Satuan biaya tiket pesawat perjalanan dinas luar negeri (PP) merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pembelian tiket pesawat udara dari bandara di Jakarta ke berbagai bandara kota tujuan di luar negeri Pergi Pulang (PP) . Satuan biaya tiket termasuk biaya asuransi, tidak ten; nasuk airport tax serta biaya retribusi lainnya. Perjalanan dinas luar negeri dengan lama perjalanan melebihi 8 (delapan) jam penerbangan (tidak termasuk waktu transit) , bagi pejabat Eselon III ke atasjfungsional yang setara dapat menggunakan kelas bisnis. Dalam pelaksanaan anggaran, satuan biaya tiket perjalanan dinas dalam negeri menggunakan metode at cost ( sesuai pengeluaran) . M ENTER I KEUANGAN R E P U B L I K I N DONES IA 20. Satuan Biaya Penyelenggaraan Perwakilan RI di Luar Negeri Satuan biaya penyelenggaraan perwakilan RI di luar negeri merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya penyelenggaraan operasional perwakilan RI di luar negeri, berupa:
1 ATK, Langganan Koranj Majalah, Lampu, Pengamanan Sendiri, Kantong Diplomatik, Jamuan a. ATK, merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai pengadaan kebutuhan alat tulis (misal: kertas, ballpoint, dan amplop) yang alokasinya dikaitkan dengan jumlah pegawai.
Langganan koranj majalah, merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai pengadaan media cetak. c. Lampu, merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai pengadaan penerangan di dalam gedung dan halaman kantor perwakilan.
Pengamanan sendiri, merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai tenaga kerja yang ditunjuk untuk melakukan kegiatan pengamanan di kantor perwakilan dan wisma.
Kantong diplomatik, merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai peng1nman dokumen diplomatik.
Jamuan, merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai kegiatan jamuan tamu diplomatik yang dilaksanakan di luar kantor.
2 Pemeliharaan, Pengadaan Inventaris Kantor, Pakaian Sopir j Satpam, Sewa Kendaraan, dan Konsumsi Rapat a. Pemeliharaan kendaraan dinas, merupakan satuan biaya yang digunakan untuk mempertahankan kendaraan dinas perwakilan RI di luar negeri agar tetap dalam kondisi siap pakai sesuai dengan peruntukannya, termasuk biaya bah an bakar. Catatan: Untuk negara yang mempunyai 4 (empat) musim, satuan biaya tersebut sudah termasuk biaya penggantian ban salju. Dalam hal terdapat peraturan dari negara setempat yang mewajibkan asuransi kendaraan, biaya asuransi kendaraan dapat dialokasikan sesuai kebutuhan riil dan dilengkapi dengan data dukung yang dapat di pertanggungj a wa bkan. M ENTE R ! KEUANGAN R E P U B L I K I N DO N ESIA b. Pemeliharaan gedung, merupakan satuan biaya yang digunakan untuk pemeliharaan rutin gedungjbangunan kantor jwisma perwakilan RI di luar negeri dengan maksud untuk menjagajmempertahankan gedungjbangunan kantor/ wisma perwakilan RI di luar negeri agar tetap dalam kondisi semula atau perbaikan dengan tingkat kerusakan kurang dari atau sama dengan 2% (dua persen) . Satuan biaya pemeliharaan gedungj bangunan kantor j wisma perwakilan RI di luar negeri dialokasikan untuk: 1 . gedungjbangunan milik negara; dan/atau 2 . gedungj bangunan milik pihak lain (selain pemerintah RI) yang disewa dan/ a tau dipinjam oleh pengguna barang dan dalam perjanjian diatur tentang adanya kewajiban bagi pengguna barang untuk melakukan pemeliharaan.
Pemeliharaan halaman, merupakan satuan biaya yang digunakan untuk pemeliharaan rutin halaman gedung/ bangunan perwakilan RI di luar negeri. Catatan: Untuk perwakilan RI di negara yang mempunyai 4 (empat) musim dapat dialokasikan biaya pemeliharaan tambahan di luar gedung untuk fasilitas umum apabila ada ketentuan pemeliharaan dari negara yang bersangkutan sesuai dengan kebutuhan riil dan dilengkapi oleh data dukung yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pengadaan inventaris kantor, merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai pengadaan meja dan kursi pegawai pada perwakilan RI di luar negeri. Pengalokasiannya maksimal 10% (sepuluh persen) dari jumlah pegawai (home staff) dan minimal untuk 1 (satu) pegawai, sedangkan pembelian inventaris bagi pegawai baru disesuaikan dengan kebutuhan.
Pakaian sopir / satpam, merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai pengadaan pakaian dinas harian sopir / satpam pada perwakilan RI di luar negeri.
Sewa kendaraan sedan, bus, dan mobil box, merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai kebutuhan biaya sewa kendaraan sedan, bus dengan kapasitas 32 (tiga puluh dua) penumpang selama 8 (delapan) jam, dan mobil box untuk kegiatan yang sifatnya insidentil dan dilakukan secara selektif serta efisien. Satuan biaya sewa tersebut sudah termasuk biaya bahan bakar dan pengemudi.
Konsumsi rapat, merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai kebutuhan biaya pengadaan konsumsi rapat biasa yang diselenggarakan di kantor, dimana di dalamnya sudah termasuk makan dan kudapan. Catatan Umum: M ENTER ! f<EUANGAN R E P U B L i f< I N DONESIA 1) Kementerian Negara/ Lembaga dalam melaksanakan ketentuan standar biaya masukan agar melakukan langkah-langkah efisiensi anggaran sebagai berikut: a) pembatasan dan pengendalian biaya perjalanan dinas; b) pembatasan dan pengendalian biaya rapat di luar kantor; c) penerapan sewa kendaraan operasional sebagai salah satu alternatif penyediaan kendaraan operasional; d) pembatasan dan pengendalian pemberian honorarium tim kegiatan; dan e) lebih mengutamakan pelaksana penggunaan produk dalam negeri.
Satuan biaya yang terdapat dalam Peraturan Menteri ini sudah termasuk pajak.
Satuan biaya diklat pimpinan struktural dan diklat prajabatan mengacu pada Peraturan Pemerintah mengenai jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Lembaga Administrasi Negara.
Untuk satuan biaya pemeliharaan dan operasional kendaraan dinas, pemeliharaan sarana kantor, penggantian inventaris lama dan/atau pembelian inventaris untuk pegawai baru, pengadaan bahan makanan, konsumsi rapat, pengadaan kendaraan operasional bus, sewa mesin fotokopi, sewa kendaraan dinas,pemeliharaan gedungj bangunan dalam negeri, sewa kendaraan, pengadaan kendaraan roda 2 (dua) dan operasional kantor dan/ a tau lapangan, pengadaan operasional kantor dan/atau lapangan roda 4 (empat) , dan pengadaan pakaian dinas danj atau kerja, pada beberapa kabupaten diberikan toleransi pengusulan satuan biaya melebihi ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Menteri ini sehingga menjadi sebagai berikut: No Provinsi Kabupaten Toleransi 1 . Sumatera Toba 1 3 1 % dari Satuan biaya Utara Samosir 1 3 7% Provinsi Sumut Nias Utara 1 4 1 % Labuan 1 43% Batu Selatan 2. Sumatera Kep. 1 84% dari Satuan biaya Bar at Mentawai Provinsi Sumbar 3 . Kalimantan Ketapang 1 50% dari Satuan biaya Bar at Provinsi Kalbar 4. Kalimantan Timur 5. Maluku 6. Papua 7 . Papua Bar at M ENTE R I KEUANGAN R E P U B L I K I N DON ESIA - 49 - Kutai 1 38% Kartanegara Tanah Tidung 1 90% Seram Bagian 1 34% Timur Maluku 1 42% Tenggara Kep. Aru 1 44% Maluku 1 58% Tenggara Bar at Buru Selatan 1 64% Tual 1 68% Maluku Barat 1 89% Day a Tolikara 23 1 % Asmat 1 3 1 % Dogiyai 1 38% Sarmi 1 44% Jayawijaya 1 47% Merauke 1 48% Nduga 1 89% Lanny Jaya 2 1 3% Peg. Bintang 228% Yalimo 230% Puncak Jaya 244% Intan Jaya 258% Puncak 27 1 % Membrana 237% Tengah May brat 1 5 1 % Fak-Fak 1 47% Raja Ampat 1 47% Tambraw 1 75% dari Satuan biaya Provinsi Kaltim dari Satuan biaya Provinsi Maluku dari Satuan biaya Provinsi Papua dari Satuan biaya Provinsi Papua Barat MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 50 - Pengertian Istilah:
OJ b. OH c. OB d. OT e. OP f. OK g. OR h. Oter 1. OJP Orang/Jam Orang/ Hari Orang/ Bulan Orang/Tahun Orang/ Paket ' · OrangjKegiatan Orang/ Responden Orang/Terbitan Orang/ Jam Pelajaran MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. BAMBANG P. 8 . BRODJONEGORO -< NTERIAN