Penetapan Jenis Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Tata Cara Pengenaan, Pemberian dan Penatausahaan Pembebasan, dan ...
Relevan terhadap
Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 11, dan Pasal 17 tidak berlaku dalam hal adanya realisasi investasi paling sedikit Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah) pada industri kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi battery electric vehicles :
setelah jangka waktu 2 (dua) tahun sejak tercapainya realisasi; atau
saat industri kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi battery electric vehicles mulai berproduksi komersial.
Dasar Pengenaan Pajak untuk kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 11, dan Pasal 17 yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sebagai berikut:
untuk kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebesar % (enam puluh enam dua per tiga persen) dari Harga Jual;
untuk kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebesar % (tujuh puluh tiga satu per tiga persen) dari Harga Jual;
untuk kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebesar 80% (delapan puluh persen) dari Harga Jual;
untuk kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebesar 80% (delapan puluh persen) dari Harga Jual;
untuk kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebesar % (delapan puluh enam dua per tiga persen) dari Harga Jual;
untuk kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebesar % (sembilan puluh tiga satu per tiga persen) dari Harga Jual; atau
untuk kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebesar % (lima puluh tiga satu per tiga persen) dari Harga Jual.
Pemberlakuan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan keputusan Menteri berdasarkan rekomendasi yang disampaikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang industri atas tercapainya besaran realisasi investasi pada mobil listrik.
Pemberlakuan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan untuk jangka waktu 2 (dua) tahun setelah adanya realisasi investasi.
Dalam hal industri melakukan percepatan produksi komersial kendaraan battery electric vehicles, Menteri dapat mempercepat pemberlakuan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berdasarkan usulan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang industri.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.02/2021 tentang Pengawasan Penerimaan Negara Bukan Pajak Mineral dan Batubara melalui Sinergi ...
Relevan terhadap
Setiap instansi yang terlibat dalam sinergi dapat memanfaatkan data hasil sinergi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Pemanfaatan data hasil sinergi untuk mendukung pelaksanaan tugas sesuai dengan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam rangka:
pengawasan dan/atau pemeriksaan penerimaan negara;
optimalisasi penerimaan negara;
pengawasan kepatuhan pemegang izin di bidang pertambangan terhadap pemenuhan kewajiban kepada negara;
pengawasan terhadap perizinan/persetujuan dalam rangka ekspor;
pengawasan terhadap industri pengolahan dan/atau pemurnian mineral dan batubara ( smelter );
bahan perumusan kebijakan di masing-masing instansi terkait; dan/atau
alasan lain berdasarkan pertimbangan Menteri.
Untuk efektivitas pengawasan PNBP mineral dan batubara, Kementerian Keuangan melakukan sinergi yang meliputi Direktorat Jenderal Anggaran, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan LNSW.
Selain sinergi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian Keuangan melakukan sinergi dengan Kementerian ESDM, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perhubungan.
Sinergi dengan Kementerian ESDM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa sinergi proses bisnis dan data perizinan pertambangan, perhitungan dan pembayaran PNBP, rencana dan realisasi atas pembelian dan penjualan, dan laporan hasil verifikasi terkait komoditas mineral dan batubara.
Sinergi dengan Kementerian Perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa sinergi proses bisnis dan data perizinan/ persetujuan dan Laporan Surveyor dalam rangka ekspor terkait komoditas mineral dan batubara.
(4a) Sinergi dengan Kementerian Perindustrian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa sinergi proses bisnis dan data industri pengolahan dan/atau pemurnian mineral dan batubara ( smelter ).
Sinergi dengan Kementerian Perhubungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa sinergi proses bisnis dan data pengangkutan/pengapalan terkait komoditas mineral dan batubara dalam rangka penerbitan surat persetujuan berlayar dan/atau surat persetujuan olah gerak.
BAB V diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Monitoring dan Evaluasi terhadap Penerima Fasilitas Tempat Penimbunan Berikat dan Penerima Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk.
Kemudahan Impor Tujuan Ekspor yang selanjutnya disingkat KITE adalah Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pembebasan, Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pengembalian, dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor untuk Industri Kecil Menengah.
Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pembebasan yang selanjutnya disebut KITE Pembebasan adalah pembebasan Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang tidak dipungut atas impor atau pemasukan barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor.
Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pengembalian yang selanjutnya disebut KITE Pengembalian adalah pengembalian Bea Masuk yang telah dibayar atas impor atau pemasukan barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor.
Kemudahan Impor Tujuan Ekspor untuk Industri Kecil Menengah yang selanjutnya disebut KITE IKM adalah kemudahan berupa pembebasan Bea Masuk, serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang tidak dipungut atas impor dan/atau pemasukan barang dan/atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan ekspor dan/atau penyerahan hasil produksi industri kecil menengah.
Barang dan Bahan Fasilitas KITE adalah barang dan bahan baku, termasuk bahan penolong dan bahan pengemas yang:
diimpor;
dimasukkan dari TPB, kawasan bebas dan/atau kawasan ekonomi khusus yang berasal dari luar daerah pabean; atau
dimasukkan dari Penerima KITE Pembebasan lainnya atau Penerima KITE IKM, dengan menggunakan fasilitas KITE, untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain untuk menjadi hasil produksi yang mempunyai nilai tambah.
Barang Berfasilitas KITE adalah:
Barang dan Bahan Fasilitas KITE;
Barang dan Bahan Fasilitas KITE yang sedang dalam proses (work in process);
Barang dan Bahan Fasilitas KITE yang telah menjadi hasil produksi; dan/atau
mesin yang diimpor atau dimasukkan dengan fasilitas KITE IKM.
Data Monitoring dan/atau Evaluasi Fasilitas TPB dan/atau Fasilitas KITE yang selanjutnya disebut Data Monev adalah dokumen kepabeanan dan/atau cukai dan dokumen lain berupa buku, catatan, laporan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, dan/atau surat yang berkaitan dengan fasilitas TPB dan/atau fasilitas KITE.
Penerima Fasilitas TPB adalah penyelenggara dan/atau pengusaha TPB yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai TPB.
Penerima Fasilitas KITE adalah badan usaha yang telah ditetapkan sebagai penerima fasilitas KITE sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai KITE.
Monitoring adalah kegiatan pemantauan, pemeriksaan, penelitian dan/atau analisis terhadap aktivitas dan catatan serta pembukuan.
Evaluasi adalah kegiatan penilaian kepatuhan dan/atau pengukuran efektivitas dari pemberian fasilitas TPB dan/atau fasilitas KITE terhadap Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE.
Pekerjaan Lapangan adalah pekerjaan dalam rangka Monitoring dan/atau Evaluasi yang dilakukan di lokasi Penerima Fasilitas TPB, Penerima Fasilitas KITE dan/atau lokasi lain yang diketahui ada kaitannya dengan kegiatan usaha Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE.
Monitoring Elektronik (electronic-Monitoring) yang selanjutnya disebut e-Monitoring adalah pelaksanaan pemeriksaan sewaktu-waktu yang dilakukan dengan pemanfaatan teknologi informasi dalam pengolahan Data Monev pada Sistem Komputer Pelayanan dan sumber lain.
Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.
Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disingkat PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah beserta perubahannya.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disebut PPnBM adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah beserta perubahannya.
Pajak Dalam Rangka Impor yang selanjutnya disingkat PDRI adalah PPN, PPnBM, dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor.
Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai.
Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer (IT Inventory) yang selanjutnya disebut IT Inventory adalah suatu sistem informasi berbasis teknologi informasi yang dirancang, dibangun, dan digunakan oleh Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE.
Kantor Wilayah yang selanjutnya disebut Kanwil adalah Kantor Wilayah di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai yang selanjutnya disingkat KPUBC adalah Kantor Pelayanan Utama di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melakukan kegiatan pengawasan dan pelayanan di bidang kepabeanan dan cukai.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu.
Pencabutan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.04/2020 tentang Insentif Tambahan untuk Perusahaan Penerima Fasilitas Kawasan Berikat dan/atau Kemu ...
Relevan terhadap
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
barang yang dimasukkan ke kawasan berikat berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.04/2020 tentang Insentif Tambahan untuk Perusahaan Penerima Fasilitas Kawasan Berikat dan/atau Kemudahan Impor Tujuan Ekspor untuk Penanganan Dampak Bencana Penyakit Virus Corona ( Corona Virus Disease 2019/COVID-19), diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kawasan berikat;
persentase pengeluaran hasil produksi kawasan berikat tahun 2022 dihitung dengan ketentuan:
untuk kawasan berikat yang berdiri pada tahun 2020, 2021, dan 2022, persentase pengeluaran hasil produksi tahun 2022 dihitung berdasarkan nilai realisasi tahun 2022;
untuk kawasan berikat yang berdiri pada tahun 2019, persentase pengeluaran hasil produksi tahun 2022 dihitung berdasarkan nilai realisasi tahun 2019 dan tahun 2022; dan
untuk kawasan berikat yang berdiri sebelum tahun 2019, persentase pengeluaran hasil produksi tahun 2022 dihitung berdasarkan nilai realisasi tahun 2019;
persetujuan yang diberikan kepada tempat penimbunan berikat untuk melakukan pelayanan mandiri berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.04/2020 tentang Insentif Tambahan untuk Perusahaan Penerima Fasilitas Kawasan Berikat dan/atau Kemudahan Impor Tujuan Ekspor untuk Penanganan Dampak Bencana Penyakit Virus Corona ( Corona Virus Disease 2019/COVID-19), dilakukan evaluasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tempat penimbunan berikat;
terhadap barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean yang telah dimasukkan oleh perusahaan kemudahan impor tujuan ekspor pembebasan atau perusahaan kemudahan impor tujuan ekspor industri kecil menengah dengan mendapatkan fasilitas tidak dipungut pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.04/2020 tentang Insentif Tambahan untuk Perusahaan Penerima Fasilitas Kawasan Berikat dan/atau Kemudahan Impor Tujuan Ekspor untuk Penanganan Dampak Bencana Penyakit Virus Corona ( Corona Virus Disease 2019/COVID-19), berlaku ketentuan sebagai berikut:
wajib dilakukan olah, rakit dan/atau pasang, kemudian diekspor paling lambat 12 (dua belas) bulan terhitung sejak dilakukan pemasukan;
wajib menyampaikan laporan realisasi ekspor atas ekspor sebagaimana dimaksud pada angka 1 paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak berakhirnya batas waktu ekspor; dan
dalam hal pemasukan barang tidak dilakukan olah, rakit dan/atau pasang kemudian diekspor sebagaimana dimaksud pada angka 1, perusahaan kemudahan impor tujuan ekspor pembebasan atau perusahaan kemudahan impor tujuan ekspor industri kecil menengah wajib melunasi pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah yang semula tidak dipungut pada saat pemasukan;
penyerahan hasil produksi perusahaan kemudahan impor tujuan ekspor pembebasan atau perusahaan kemudahan impor tujuan ekspor pengembalian ke kawasan berikat berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.04/2020 tentang Insentif Tambahan untuk Perusahaan Penerima Fasilitas Kawasan Berikat dan/atau Kemudahan Impor Tujuan Ekspor untuk Penanganan Dampak Bencana Penyakit Virus Corona ( Corona Virus Disease 2019/COVID-19) tetap dapat digunakan sebagai:
pertanggungjawaban atas barang dan/atau bahan oleh perusahaan kemudahan impor tujuan ekspor pembebasan sepanjang dilakukan dalam periode kemudahan impor tujuan ekspor pembebasan; atau
dasar pengajuan permohonan pengembalian bea masuk oleh perusahaan kemudahan impor tujuan ekspor pengembalian sepanjang dilakukan dalam periode jangka waktu ekspor dan diajukan paling lambat 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal dokumen pemberitahuan penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor (BC 2.4);
penyerahan hasil produksi perusahaan kemudahan impor tujuan ekspor pembebasan ke perusahaan kemudahan impor tujuan ekspor industri kecil menengah berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.04/2020 tentang Insentif Tambahan untuk Perusahaan Penerima Fasilitas Kawasan Berikat dan/atau Kemudahan Impor Tujuan Ekspor untuk Penanganan Dampak Bencana Penyakit Virus Corona ( Corona Virus Disease 2019/COVID-19) tetap dapat digunakan sebagai pertanggungjawaban atas barang dan/atau bahan oleh perusahaan kemudahan impor tujuan ekspor pembebasan sepanjang dilakukan dalam periode kemudahan impor tujuan ekspor pembebasan;
penjualan hasil produksi perusahaan kemudahan impor tujuan ekspor pembebasan atau perusahaan kemudahan impor tujuan ekspor industri kecil menengah ke tempat lain dalam daerah pabean berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.04/2020 tentang Insentif Tambahan untuk Perusahaan Penerima Fasilitas Kawasan Berikat dan/atau Kemudahan Impor Tujuan Ekspor untuk Penanganan Dampak Bencana Penyakit Virus Corona ( Corona Virus Disease 2019/COVID-19) tetap dapat digunakan sebagai pertanggungjawaban atas barang dan/atau bahan sepanjang dilakukan dalam periode kemudahan impor tujuan ekspor pembebasan atau periode kemudahan impor tujuan ekspor industri kecil menengah;
pertanggungjawaban yang dilakukan oleh perusahaan kemudahan impor tujuan ekspor pembebasan sebagaimana dimaksud pada huruf e, huruf f, dan huruf g, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah atas impor barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor; dan
pertanggungjawaban yang dilakukan oleh perusahaan kemudahan impor tujuan ekspor industri kecil menengah sebagaimana dimaksud pada huruf g, dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah atas impor barang dan/atau bahan, dan/atau mesin yang dilakukan oleh industri kecil dan menengah dengan tujuan diekspor.
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2022 ...
Relevan terhadap
bahwa untuk lebih mendorong daya beli masyarakat di sektor industri perumahan guna mempercepat pertumbuhan dan pemulihan ekonomi nasional, perlu menyesuaikan kembali kebijakan mengenai pajak pertambahan nilai atas penyerahan rumah tapak dan satuan rumah susun yang ditanggung pemerintah tahun anggaran 2022;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2022;
Komite Pengawas Perpajakan
Relevan terhadap
Komwasjak melaksanakan tugas membantu Menteri dalam melakukan pengawasan dan memberikan rekomendasi yang bersifat strategis terhadap kebijakan dan administrasi Perpajakan pada Badan Kebijakan Fiskal, Direktorat Jenderal Pajak, dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Pelaksanaan tugas Komwasjak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:
mendorong terwujudnya tata kelola Perpajakan yang baik;
meningkatkan kualitas kebijakan dan administrasi Perpajakan;
mendorong keadilan kebijakan dan administrasi Perpajakan; dan
meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak.
Komwasjak memiliki fungsi:
pengkajian terhadap kebijakan, sistem, dan peraturan perundang-undangan di bidang Perpajakan;
evaluasi risiko strategis terkait kebijakan dan administrasi Perpajakan;
pemberian masukan atas rencana strategis Perpajakan dan strategi pencapaiannya;
penerusan seluruh pengaduan terkait Perpajakan dan pemantauan tindak lanjut penanganan pengaduan;
komunikasi dan/atau publikasi tugas dan fungsi Komwasjak; dan
fungsi lain yang diberikan oleh Menteri atau Wakil Menteri.
Tarif Layanan Badan Layanan Umum Politeknik Manufaktur Bandung pada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi ...
Relevan terhadap
Tarif hak atas kekayaan intelektual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf m ditetapkan berdasarkan kontrak kerja sama antara Direktur Badan Layanan Umum Politeknik Manufaktur Bandung pada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dengan pihak pengguna jasa.
Pembagian royalti terkait tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai imbalan yang berasal dari penerimaan negara bukan pajak royalti paten kepada inventor.
Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Relevan terhadap
Ayat (l) Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Analisis risiko dilaksanakan dengan mempertimbangkan perilaku dan kepatuhan Wajib Pajak yang meliputi:
kepatuhan penyampaian surat pemberitahuan; dan
kepatuhan dalam melunasi Pajak terutang. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (s) Cukup ^jelas.
Ayat (1) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan "pihak ketiga" merupakan pihak- pihak di luar Pemerintah dan Pemerintah Daerah lain, misalnya akademisi, swasta, dan pihak lainnya di dalam negeri yang berkaitan dengan optimalisasi Pemungutan Pajak. Ayat (2) Huruf a Cukup ^jelas. Hurrf b Yang dimaksud dengan "pengawasan Wajib Pajak bersama" merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan bersama dengan mitra kerja sama dalam hal ini Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah lain dengan mekanisme tertentu untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak. Contoh: Fiskus melakukan permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan, pemanggilan/ kunjungan (uisif) kepada Wajib Pajak. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Cukup ^jelas. Huruf f Contoh penggunaan ^jasa layanan pembayaran ^yang disediakan oleh pihak ketiga, seperti Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE). Huruf g Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas.
Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Contoh: Wajib Pajak Restoran A terdaftar di Kabupaten C melaporkan SPTPD PBJT masa Pajak Januari 2O25 dengan Pajak terutang yang telah dibayar dan dilaporkan sebesar Rpf00.000.000,00. Pembayaran dan pelaporan Pajak dilakukan pada hari yang sama pada tanggal 11 Februari 2O25, sementara batas waktu pembayaran dan pelaporan PBJT dalam Perda Kabupaten C adalah tanggal 10 dan tanggal 15 bulan berikutnya setelah berakhirnya masa Pajak. Namun demikian, berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh fiskus daerah terdapat indikasi ketidakbenaran penghitungan Pajak terutang dalam SPTPD yang dilaporkan, sehingga terhadap Wajib Pajak dilakukan Pemeriksaan Paj ak dalam rangka menguji kepatuhan perpajakan pada bulan Maret2025. Dalam proses Pemeriksaan, Wajib Pajak tidak kooperatif, tidak bersedia memperlihatkan pembukuan, dan tidak mengizinkan pemeriksa Pajak memasuki ruangan tempat penyimpanan pembukuan Wajib Pajak. Hal tersebut menyebabkan pemeriksa Pajak tidak dapat menghitung besaran PBJT atas Makanan dan/atau Minuman terutang yang sebenarnya. Oleh karena itu, pemeriksa Pajak melakulan penghitungan Pajak terutang secara jabatan berdasarkan data yang diperoleh melalui konfirmasi data pihak ketiga dan informasi yang dikumpulkan melalui uji petik. Besaran Pajak terutang yang seharusnya menurut Kepala Daerah adalah sebesar Rp250.000.00O,00. Pemeriksaan selesai pada bulan April 2025 dan pada tanggal 2l April 2025 terbit SKPDKB untuk menetapkan kekurangan pembayaran PBJT atas Makanan dan/atau Minuman sesuai penghitungan secara jabatan oleh pemeriksa Pajak sebesar Rp15O.OOO.0OO,OO (Rp25O.OOO.OOO,OO - Rp100.000.000,00). Maka isi SKPDKB PBJT dimaksud adalah sebagai berikut:
pokok Pajak kurang bayar = Rp 1 50.000.00O,00. b. sanksi bunga = Rp9.900.000,00 (Rp 15O.O00.O0O,O0 x 2,2Vo x 3l c. sanksi kenaikan = Rp75.00O.0OO,0O (Rp 1 50.000.000,00 x 50%) d. jumlah Pajak yang masih harus dibayar dalam SKPDKB = Rp234.900.000,00 Huruf b Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas.
Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional di Bidang Keuangan Negara
Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan
Relevan terhadap
Profesi Penunjang Sektor Keuangan terdiri atas:
akuntan publik;
akuntan berpraktik;
aktuaris;
(3) (4) (5) d.
penilai publik; konsultan pajak;
notaris;
konsultan hukum;
ahli syariah jasa keuangan; dan profesi lain yang ditetapkan oleh kementerian, lembaga, atau otoritas pembina dan pengawas profesi terkait. Dalam melakukan kegiatan usaha di industri sektor keuangan, Profesi Penunjang Sektor Keuangan wajib memberikan jasa yang independen. Pembinaan dan pengawasan Profesi Penunjang Sektor Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh:
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan untuk huruf a sampai dengan huruf e;
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum untuk huruf f dan huruf g;
Otoritas Jasa Keuangan untuk huruf h; atau
kementerian, lembaga, atau otoritas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ditetapkan sebagai pembina dan pengawas Profesi Penunjang Sektor Keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf i. Kementerian, lembaga, atau otoritas lain dapat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Profesi Penunjang Sektor Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan berkoordinasi dengan kementerian, lembaga, atau otoritas sebagaimana dimaksud pada ayat (3). Untuk dapat menyediakan jasa bagi industri sektor keuangan, Profesi Penunjang Sektor Keuangan wajib:
terlebih dahulu memperoleh izin dari kementerian, lembaga, atau otoritas pembina dan pengawas profesi terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (3); dan
terdaftar pada:
(7) (1) (2) 1. Otoritas Jasa Keuangan untuk Profesi Penunjang Sektor Keuangan yang bergerak di Pasar Modal, industri perbankan, dan/atau industri keuangan non-Bank; atau
Bank Indonesia untuk Profesi Penunjang Sektor Keuangan yang bergerak di Pasar U ang, Pasar Valuta Asing, dan penyelenggara Jasa pembayaran di bawah kewenangan Bank Indonesia. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pembinaan dan pengawasan Profesi Penunjang Sektor Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a diatur dalam peraturan menteri, lembaga, atau otoritas terkait. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pendaftaran Profesi Penunjang Sektor Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b diatur dalam peraturan otoritas sektor keuangan sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing. Paragraf 3 Prof esi Pelaku U saha Sektor Keuangan