JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Dokumen Hukum
    • Peraturan
    • Monografi
    • Artikel Hukum
    • Putusan Pengadilan
  • Informasi
    • Regulasi
      • Infografis Regulasi
      • Simplifikasi Regulasi
      • Direktori Regulasi
      • Video Sosialisasi
      • Kamus Hukum
    • Informasi Penunjang
      • Tarif Bunga
      • Kurs Menteri Keuangan
      • Berita
      • Jurnal HKN
      • Statistik
  • Perihal
    • Tentang Kami
    • Struktur Organisasi
    • Anggota JDIHN
    • Prasyarat
    • Kebijakan Privasi
    • FAQ
    • Website Lama
    • Hubungi Kami
  • Situs Lama
JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Situs Lama

Filter

Jenis Dokumen Hukum
Publikasi
Status
Tajuk Entri Utama
Nomor
Tahun
Tema
Label
Tersedia Konsolidasi
Tersedia Terjemahan

FAQ
Prasyarat
Hubungi Kami
Kemenkeu Logo

Hak Cipta Kementerian Keuangan.

  • Gedung Djuanda I Lantai G Jl. Dr. Wahidin Raya No 1 Jakarta 10710
  • Email:jdih@kemenkeu.go.id
  • Situs JDIH Build No. 13088
JDIH Kemenkeu
  • Profil
  • Struktur Organisasi
  • Berita JDIH
  • Statistik
  • Situs Lama
Tautan JDIH
  • JDIH Nasional
  • Sekretariat Negara
  • Sekretariat Kabinet
  • Kemenko Perekonomian
  • Anggota Lainnya
Temukan Kami
Ditemukan 560 hasil yang relevan dengan "kepatuhan pajak dalam industri manufaktur "
Dalam 0.012 detik
Thumbnail
BIDANG UMUM | HUKUM KEUANGAN NEGARA
PMK 35 TAHUN 2024

Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Manajemen Aset Negara

  • Ditetapkan: 29 Mei 2024
  • Diundangkan: 06 Jun 2024

Relevan terhadap

Pasal 7Tutup

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Direktorat Keuangan dan Dukungan Organisasi menyelenggarakan fungsi:

a.

penyusunan dokumen perencanaan anggaran, rencana bisnis dan anggaran, serta proposal penerimaan negara bukan pajak;

b.

penyusunan rencana strategis;

c.

penyusunan dan pengelolaan daftar isian pelaksanaan anggaran LMAN;

d.

pelaksanaan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan;

e.

pelaksanaan penatausahaan aset kelolaan, dan pengelolaan basis data aset kelolaan;

f.

pengelolaan dana yang bersumber dari bagian anggaran pembiayaan investasi pemerintah berikut hasil pengelolaannya;

g.

pengelolaan perbendaharaan;

h.

pengelolaan barang milik negara, kerumahtanggaan, dan teknologi informasi;

i.

pengelolaan pengadaan barang dan/atau jasa;

j.

pelaksanaan keprotokoleran;

k.

pengelolaan sumber daya manusia dan pembinaan mental;

l.

pengembangan organisasi dan tata laksana; dan

m.

pelaksanaan penerapan manajemen risiko dan pengelolaan kepatuhan internal.

Thumbnail
BIDANG FISKAL | HUKUM KEUANGAN NEGARA
42/PMK.010/2022

Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.010/2021 tentang Penetapan Jenis Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang M ...

  • Ditetapkan: 30 Mar 2022
  • Diundangkan: 30 Mar 2022

Relevan terhadap

Pasal 18Tutup
(1)

Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 11, dan Pasal 17 tidak berlaku dalam hal adanya realisasi investasi paling sedikit Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah) pada industri kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi battery electric vehicles :

a.

setelah jangka waktu 2 (dua) tahun sejak tercapainya realisasi; atau

b.

saat industri kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi battery electric vehicles mulai berproduksi komersial.

(2)

Dasar Pengenaan Pajak untuk kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 11, dan Pasal 17 yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sebagai berikut:

a.

untuk kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebesar % (enam puluh enam dua per tiga persen) dari Harga Jual;

b.

untuk kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebesar % (tujuh puluh tiga satu per tiga persen) dari Harga Jual;

c.

untuk kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebesar 80% (delapan puluh persen) dari Harga Jual;

d.

untuk kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebesar 80% (delapan puluh persen) dari Harga Jual;

e.

untuk kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebesar % (delapan puluh enam dua per tiga persen) dari Harga Jual;

f.

untuk kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebesar % (sembilan puluh tiga satu per tiga persen) dari Harga Jual; atau

g.

untuk kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebesar % (lima puluh tiga satu per tiga persen) dari Harga Jual.

(3)

Pemberlakuan Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan keputusan Menteri berdasarkan rekomendasi yang disampaikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian atas tercapainya besaran realisasi investasi pada mobil listrik.

(4)

Pemberlakuan Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan untuk jangka waktu 2 (dua) tahun setelah adanya realisasi investasi.

(5)

Dalam hal industri melakukan percepatan produksi komersial kendaraan battery electric vehicles, Menteri dapat mempercepat pemberlakuan Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berdasarkan usulan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian.

2.

Ketentuan ayat (1) Pasal 31 diubah sehingga Pasal 31 berbunyi sebagai berikut:

Thumbnail
HIMPUNAN PERATURAN
PER-30/BC/2024

Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-7/BC/2021 Tentang Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Tempat ...

  • Ditetapkan: 31 Des 2024
  • Diundangkan: 31 Des 2024

Relevan terhadap

Halaman 49Tutup

Kode 29 untuk fasilitas Pertamina Kode 30 untuk fasilitas Pembangunan atau pengembangan Industri non PMA/PMDN Kode 31 untuk fasilitas Barang reimpor yang tidak mendapatkan fasilitas KITE Kode 32 untuk fasilitas Barang yang semula diekspor untuk pengerjaan proyek, pameran dan pengemasan Kode 33 untuk fasilitas Berasal dari Toko Bebas Bea Kode 34 untuk fasilitas Berasal dari Entreport Tujuan Pameran Kode 35 untuk fasilitas Impor Sementara Kode 36 untuk fasilitas AIDA Kode 50 untuk fasilitas Keterangan Karantina Kode 51 untuk fasilitas Keterangan Kesehatan / POM Kode 52 untuk fasilitas Keterangan Pajak Kode 53 untuk fasilitas Keterangan lainnya (selain 50 s.d 52) Kode 54 untuk fasilitas Preferensi Tarif Importasi Asean-China (ACFTA) Kode 55 untuk fasilitas Preferensi Tarif Importasi Asean-Korea (AKFTA) Kode 56 untuk fasilitas Preferensi Tarif Indonesia-Japan (IJ-EPA) Kode 57 untuk fasilitas Preferensi Tarif Importasi Asean-India Kode 58 untuk fasilitas Preferensi Tarif Asean-Australia-New Zealand (AANZFTA) Kode 59 untuk fasilitas Preferensi Tarif Indonesia Pakistan FTA Kode 70 untuk fasilitas Pembebasan Bea Masuk barang dan bahan untuk pembangunan dan pengembangan industri dalam rangka penanaman modal Kode 71 untuk fasilitas Pembebasan Bea Masuk barang dan bahan dalam rangka pembangunan dan pengembangan industri untuk jangka waktu tertentu Kode 99 untuk fasilitas Terdapat beberapa fasilitas/ pemenuhan peryaratan impor untuk 1 dokumen Dalam hal terdapat jenis fasilitas preferensi tarif yang baru, kode fasilitas menyesuaikan dengan ketentuan terbaru. Contoh: 17. Fasilitas Impor : Fasilitas ACFTA Nomor 99/KL/2014 22/1/2014 2. Surat Keputusan/Dokumen Lainnya Diisi dengan nomor dan tanggal dokumen/surat keputusan yang menjadi persyaratan pengajuan pemberitahuan pabean BC 2.5. Dalam hal dokumen lainnya lebih dari satu, maka pengisian selanjutnya dilakukan pada Lembar Lampiran Dokumen Pelengkap Pabean. Kode 217 untuk dokumen Packing List Kode 343 untuk dokumen Shiping Order Kode 380 untuk dokumen Invoice Kode 383 untuk dokumen SSTB Kode 410 untuk dokumen Surat Sanggup Bayar / SSB 54

Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG FISKAL
141/PMK.010/2021

Penetapan Jenis Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Tata Cara Pengenaan, Pemberian dan Penatausahaan Pembebasan, dan ...

  • Ditetapkan: 07 Okt 2021
  • Diundangkan: 13 Okt 2021

Relevan terhadap

Pasal 18Tutup
(1)

Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 11, dan Pasal 17 tidak berlaku dalam hal adanya realisasi investasi paling sedikit Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah) pada industri kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi battery electric vehicles :

a.

setelah jangka waktu 2 (dua) tahun sejak tercapainya realisasi; atau

b.

saat industri kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi battery electric vehicles mulai berproduksi komersial.

(2)

Dasar Pengenaan Pajak untuk kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 11, dan Pasal 17 yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sebagai berikut:

a.

untuk kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebesar % (enam puluh enam dua per tiga persen) dari Harga Jual;

b.

untuk kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebesar % (tujuh puluh tiga satu per tiga persen) dari Harga Jual;

c.

untuk kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebesar 80% (delapan puluh persen) dari Harga Jual;

d.

untuk kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebesar 80% (delapan puluh persen) dari Harga Jual;

e.

untuk kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebesar % (delapan puluh enam dua per tiga persen) dari Harga Jual;

f.

untuk kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebesar % (sembilan puluh tiga satu per tiga persen) dari Harga Jual; atau

g.

untuk kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebesar % (lima puluh tiga satu per tiga persen) dari Harga Jual.

(3)

Pemberlakuan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan keputusan Menteri berdasarkan rekomendasi yang disampaikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang industri atas tercapainya besaran realisasi investasi pada mobil listrik.

(4)

Pemberlakuan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan untuk jangka waktu 2 (dua) tahun setelah adanya realisasi investasi.

(5)

Dalam hal industri melakukan percepatan produksi komersial kendaraan battery electric vehicles, Menteri dapat mempercepat pemberlakuan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berdasarkan usulan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang industri.

Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG ANGGARAN
PMK 43 TAHUN 2023

Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.02/2021 tentang Pengawasan Penerimaan Negara Bukan Pajak Mineral dan Batubara melalui Sinergi ...

  • Ditetapkan: 26 Apr 2023
  • Diundangkan: 27 Apr 2023

Relevan terhadap

Pasal 13Tutup
(1)

Setiap instansi yang terlibat dalam sinergi dapat memanfaatkan data hasil sinergi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas sesuai dengan kewenangan masing-masing.

(2)

Pemanfaatan data hasil sinergi untuk mendukung pelaksanaan tugas sesuai dengan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam rangka:

a.

pengawasan dan/atau pemeriksaan penerimaan negara;

b.

optimalisasi penerimaan negara;

c.

pengawasan kepatuhan pemegang izin di bidang pertambangan terhadap pemenuhan kewajiban kepada negara;

d.

pengawasan terhadap perizinan/persetujuan dalam rangka ekspor;

e.

pengawasan terhadap industri pengolahan dan/atau pemurnian mineral dan batubara ( smelter );

f.

bahan perumusan kebijakan di masing-masing instansi terkait; dan/atau

g.

alasan lain berdasarkan pertimbangan Menteri.

Pasal 3Tutup
(1)

Untuk efektivitas pengawasan PNBP mineral dan batubara, Kementerian Keuangan melakukan sinergi yang meliputi Direktorat Jenderal Anggaran, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan LNSW.

(2)

Selain sinergi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian Keuangan melakukan sinergi dengan Kementerian ESDM, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perhubungan.

(3)

Sinergi dengan Kementerian ESDM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa sinergi proses bisnis dan data perizinan pertambangan, perhitungan dan pembayaran PNBP, rencana dan realisasi atas pembelian dan penjualan, dan laporan hasil verifikasi terkait komoditas mineral dan batubara.

(4)

Sinergi dengan Kementerian Perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa sinergi proses bisnis dan data perizinan/ persetujuan dan Laporan Surveyor dalam rangka ekspor terkait komoditas mineral dan batubara.

(4a) Sinergi dengan Kementerian Perindustrian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa sinergi proses bisnis dan data industri pengolahan dan/atau pemurnian mineral dan batubara ( smelter ).

(5)

Sinergi dengan Kementerian Perhubungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa sinergi proses bisnis dan data pengangkutan/pengapalan terkait komoditas mineral dan batubara dalam rangka penerbitan surat persetujuan berlayar dan/atau surat persetujuan olah gerak.

3.

BAB V diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Thumbnail
PENGUSAHA PENERIMA FASILITAS KITE | MONITORING
216/PMK.04/2022

Monitoring dan Evaluasi terhadap Penerima Fasilitas Tempat Penimbunan Berikat dan Penerima Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor ...

  • Ditetapkan: 29 Des 2022
  • Diundangkan: 30 Des 2022

Relevan terhadap

Pasal 1Tutup

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.

Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk.

2.

Kemudahan Impor Tujuan Ekspor yang selanjutnya disingkat KITE adalah Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pembebasan, Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pengembalian, dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor untuk Industri Kecil Menengah.

3.

Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pembebasan yang selanjutnya disebut KITE Pembebasan adalah pembebasan Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang tidak dipungut atas impor atau pemasukan barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor.

4.

Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pengembalian yang selanjutnya disebut KITE Pengembalian adalah pengembalian Bea Masuk yang telah dibayar atas impor atau pemasukan barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor.

5.

Kemudahan Impor Tujuan Ekspor untuk Industri Kecil Menengah yang selanjutnya disebut KITE IKM adalah kemudahan berupa pembebasan Bea Masuk, serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang tidak dipungut atas impor dan/atau pemasukan barang dan/atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan ekspor dan/atau penyerahan hasil produksi industri kecil menengah.

6.

Barang dan Bahan Fasilitas KITE adalah barang dan bahan baku, termasuk bahan penolong dan bahan pengemas yang:

a.

diimpor;

b.

dimasukkan dari TPB, kawasan bebas dan/atau kawasan ekonomi khusus yang berasal dari luar daerah pabean; atau

c.

dimasukkan dari Penerima KITE Pembebasan lainnya atau Penerima KITE IKM, dengan menggunakan fasilitas KITE, untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain untuk menjadi hasil produksi yang mempunyai nilai tambah.

7.

Barang Berfasilitas KITE adalah:

a.

Barang dan Bahan Fasilitas KITE;

b.

Barang dan Bahan Fasilitas KITE yang sedang dalam proses (work in process);

c.

Barang dan Bahan Fasilitas KITE yang telah menjadi hasil produksi; dan/atau

d.

mesin yang diimpor atau dimasukkan dengan fasilitas KITE IKM.

8.

Data Monitoring dan/atau Evaluasi Fasilitas TPB dan/atau Fasilitas KITE yang selanjutnya disebut Data Monev adalah dokumen kepabeanan dan/atau cukai dan dokumen lain berupa buku, catatan, laporan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, dan/atau surat yang berkaitan dengan fasilitas TPB dan/atau fasilitas KITE.

9.

Penerima Fasilitas TPB adalah penyelenggara dan/atau pengusaha TPB yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai TPB.

10.

Penerima Fasilitas KITE adalah badan usaha yang telah ditetapkan sebagai penerima fasilitas KITE sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai KITE.

11.

Monitoring adalah kegiatan pemantauan, pemeriksaan, penelitian dan/atau analisis terhadap aktivitas dan catatan serta pembukuan.

12.

Evaluasi adalah kegiatan penilaian kepatuhan dan/atau pengukuran efektivitas dari pemberian fasilitas TPB dan/atau fasilitas KITE terhadap Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE.

13.

Pekerjaan Lapangan adalah pekerjaan dalam rangka Monitoring dan/atau Evaluasi yang dilakukan di lokasi Penerima Fasilitas TPB, Penerima Fasilitas KITE dan/atau lokasi lain yang diketahui ada kaitannya dengan kegiatan usaha Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE.

14.

Monitoring Elektronik (electronic-Monitoring) yang selanjutnya disebut e-Monitoring adalah pelaksanaan pemeriksaan sewaktu-waktu yang dilakukan dengan pemanfaatan teknologi informasi dalam pengolahan Data Monev pada Sistem Komputer Pelayanan dan sumber lain.

15.

Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.

16.

Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disingkat PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah beserta perubahannya.

17.

Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disebut PPnBM adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah beserta perubahannya.

18.

Pajak Dalam Rangka Impor yang selanjutnya disingkat PDRI adalah PPN, PPnBM, dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor.

19.

Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai.

20.

Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.

21.

Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer (IT Inventory) yang selanjutnya disebut IT Inventory adalah suatu sistem informasi berbasis teknologi informasi yang dirancang, dibangun, dan digunakan oleh Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE.

22.

Kantor Wilayah yang selanjutnya disebut Kanwil adalah Kantor Wilayah di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

23.

Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai yang selanjutnya disingkat KPUBC adalah Kantor Pelayanan Utama di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

24.

Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melakukan kegiatan pengawasan dan pelayanan di bidang kepabeanan dan cukai.

25.

Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.

26.

Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

27.

Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu.

Thumbnail
HIMPUNAN PERATURAN | BIDANG BEA CUKAI
INS-1/BC/2025

Mekanisme Penetapan Parameter Targeting Berdasarkan Manajemen Risiko Dalam Rangka Pelayanan dan Pengawasan Impor Barang Kiriman ...

  • Ditetapkan: 29 Apr 2025
  • Diundangkan: 29 Apr 2025

Relevan terhadap

Halaman 1Tutup

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI INSTRUKSI NOMOR INS-1/BC/2025 TENTANG MEKANISME PENETAPAN PARAMETER TARGETING BERDASARKAN MANAJEMEN RISIKO DALAM RANGKA PELAYANAN DAN PENGAWASAN IMPOR BARANG KIRIMAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Dalam rangka melaksanakan: a. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan; b. Undang-undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan; c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2023 Tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor dan Ekspor Barang Kiriman sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 4 Tahun 2025 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2023 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor dan Ekspor Barang Kiriman; d. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-31/BC/2018 tentang Sistem Kepatuhan Pengguna Jasa Kepabeanan dan Cukai; e. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-8/BC/2024 tentang Tata Laksana Pengawasan di Bidang Kepabeanan dan Cukai; dan f. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-02/BC/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Impor Barang Kiriman sebagaimana telah diubah dengan PER-14/BC/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER- 02/BC/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Impor Barang Kiriman; serta dalam rangka optimalisasi kegiatan pengawasan impor barang kiriman, dengan ini memberikan instruksi Kepada : 1. Para Pejabat Eselon II di lingkungan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai 2. Para Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai 3. Para Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai 4. Para Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai

Thumbnail
COVID-19 Covid-19 | COVID 19 DAN PEN Covid 19 dan PEN | HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG BEA CUKAI
96/PMK.04/2022

Pencabutan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.04/2020 tentang Insentif Tambahan untuk Perusahaan Penerima Fasilitas Kawasan Berikat dan/atau Kemu ...

  • Ditetapkan: 08 Jun 2022
  • Diundangkan: 13 Jun 2022

Relevan terhadap

Pasal 2Tutup
(1)

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

a.

barang yang dimasukkan ke kawasan berikat berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.04/2020 tentang Insentif Tambahan untuk Perusahaan Penerima Fasilitas Kawasan Berikat dan/atau Kemudahan Impor Tujuan Ekspor untuk Penanganan Dampak Bencana Penyakit Virus Corona ( Corona Virus Disease 2019/COVID-19), diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kawasan berikat;

b.

persentase pengeluaran hasil produksi kawasan berikat tahun 2022 dihitung dengan ketentuan:

1.

untuk kawasan berikat yang berdiri pada tahun 2020, 2021, dan 2022, persentase pengeluaran hasil produksi tahun 2022 dihitung berdasarkan nilai realisasi tahun 2022;

2.

untuk kawasan berikat yang berdiri pada tahun 2019, persentase pengeluaran hasil produksi tahun 2022 dihitung berdasarkan nilai realisasi tahun 2019 dan tahun 2022; dan

3.

untuk kawasan berikat yang berdiri sebelum tahun 2019, persentase pengeluaran hasil produksi tahun 2022 dihitung berdasarkan nilai realisasi tahun 2019;

c.

persetujuan yang diberikan kepada tempat penimbunan berikat untuk melakukan pelayanan mandiri berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.04/2020 tentang Insentif Tambahan untuk Perusahaan Penerima Fasilitas Kawasan Berikat dan/atau Kemudahan Impor Tujuan Ekspor untuk Penanganan Dampak Bencana Penyakit Virus Corona ( Corona Virus Disease 2019/COVID-19), dilakukan evaluasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tempat penimbunan berikat;

d.

terhadap barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean yang telah dimasukkan oleh perusahaan kemudahan impor tujuan ekspor pembebasan atau perusahaan kemudahan impor tujuan ekspor industri kecil menengah dengan mendapatkan fasilitas tidak dipungut pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.04/2020 tentang Insentif Tambahan untuk Perusahaan Penerima Fasilitas Kawasan Berikat dan/atau Kemudahan Impor Tujuan Ekspor untuk Penanganan Dampak Bencana Penyakit Virus Corona ( Corona Virus Disease 2019/COVID-19), berlaku ketentuan sebagai berikut:

1.

wajib dilakukan olah, rakit dan/atau pasang, kemudian diekspor paling lambat 12 (dua belas) bulan terhitung sejak dilakukan pemasukan;

2.

wajib menyampaikan laporan realisasi ekspor atas ekspor sebagaimana dimaksud pada angka 1 paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak berakhirnya batas waktu ekspor; dan

3.

dalam hal pemasukan barang tidak dilakukan olah, rakit dan/atau pasang kemudian diekspor sebagaimana dimaksud pada angka 1, perusahaan kemudahan impor tujuan ekspor pembebasan atau perusahaan kemudahan impor tujuan ekspor industri kecil menengah wajib melunasi pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah yang semula tidak dipungut pada saat pemasukan;

e.

penyerahan hasil produksi perusahaan kemudahan impor tujuan ekspor pembebasan atau perusahaan kemudahan impor tujuan ekspor pengembalian ke kawasan berikat berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.04/2020 tentang Insentif Tambahan untuk Perusahaan Penerima Fasilitas Kawasan Berikat dan/atau Kemudahan Impor Tujuan Ekspor untuk Penanganan Dampak Bencana Penyakit Virus Corona ( Corona Virus Disease 2019/COVID-19) tetap dapat digunakan sebagai:

1.

pertanggungjawaban atas barang dan/atau bahan oleh perusahaan kemudahan impor tujuan ekspor pembebasan sepanjang dilakukan dalam periode kemudahan impor tujuan ekspor pembebasan; atau

2.

dasar pengajuan permohonan pengembalian bea masuk oleh perusahaan kemudahan impor tujuan ekspor pengembalian sepanjang dilakukan dalam periode jangka waktu ekspor dan diajukan paling lambat 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal dokumen pemberitahuan penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor (BC 2.4);

f.

penyerahan hasil produksi perusahaan kemudahan impor tujuan ekspor pembebasan ke perusahaan kemudahan impor tujuan ekspor industri kecil menengah berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.04/2020 tentang Insentif Tambahan untuk Perusahaan Penerima Fasilitas Kawasan Berikat dan/atau Kemudahan Impor Tujuan Ekspor untuk Penanganan Dampak Bencana Penyakit Virus Corona ( Corona Virus Disease 2019/COVID-19) tetap dapat digunakan sebagai pertanggungjawaban atas barang dan/atau bahan oleh perusahaan kemudahan impor tujuan ekspor pembebasan sepanjang dilakukan dalam periode kemudahan impor tujuan ekspor pembebasan;

g.

penjualan hasil produksi perusahaan kemudahan impor tujuan ekspor pembebasan atau perusahaan kemudahan impor tujuan ekspor industri kecil menengah ke tempat lain dalam daerah pabean berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.04/2020 tentang Insentif Tambahan untuk Perusahaan Penerima Fasilitas Kawasan Berikat dan/atau Kemudahan Impor Tujuan Ekspor untuk Penanganan Dampak Bencana Penyakit Virus Corona ( Corona Virus Disease 2019/COVID-19) tetap dapat digunakan sebagai pertanggungjawaban atas barang dan/atau bahan sepanjang dilakukan dalam periode kemudahan impor tujuan ekspor pembebasan atau periode kemudahan impor tujuan ekspor industri kecil menengah;

h.

pertanggungjawaban yang dilakukan oleh perusahaan kemudahan impor tujuan ekspor pembebasan sebagaimana dimaksud pada huruf e, huruf f, dan huruf g, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah atas impor barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor; dan

i.

pertanggungjawaban yang dilakukan oleh perusahaan kemudahan impor tujuan ekspor industri kecil menengah sebagaimana dimaksud pada huruf g, dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah atas impor barang dan/atau bahan, dan/atau mesin yang dilakukan oleh industri kecil dan menengah dengan tujuan diekspor.

(2)

Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.

Thumbnail
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI | DITANGGUNG PEMERINTAH
6/PMK.010/2022

Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2022 ...

  • Ditetapkan: 02 Feb 2022
  • Diundangkan: 02 Feb 2022

Relevan terhadap

MenimbangTutup
a.

bahwa untuk lebih mendorong daya beli masyarakat di sektor industri perumahan guna mempercepat pertumbuhan dan pemulihan ekonomi nasional, perlu menyesuaikan kembali kebijakan mengenai pajak pertambahan nilai atas penyerahan rumah tapak dan satuan rumah susun yang ditanggung pemerintah tahun anggaran 2022;

b.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2022;

Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG LAIN-LAIN
2/PMK.09/2023

Komite Pengawas Perpajakan

  • Ditetapkan: 16 Jan 2023
  • Diundangkan: 17 Jan 2023

Relevan terhadap

Pasal 4Tutup
(1)

Komwasjak melaksanakan tugas membantu Menteri dalam melakukan pengawasan dan memberikan rekomendasi yang bersifat strategis terhadap kebijakan dan administrasi Perpajakan pada Badan Kebijakan Fiskal, Direktorat Jenderal Pajak, dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

(2)

Pelaksanaan tugas Komwasjak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:

a.

mendorong terwujudnya tata kelola Perpajakan yang baik;

b.

meningkatkan kualitas kebijakan dan administrasi Perpajakan;

c.

mendorong keadilan kebijakan dan administrasi Perpajakan; dan

d.

meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak.

(3)

Komwasjak memiliki fungsi:

a.

pengkajian terhadap kebijakan, sistem, dan peraturan perundang-undangan di bidang Perpajakan;

b.

evaluasi risiko strategis terkait kebijakan dan administrasi Perpajakan;

c.

pemberian masukan atas rencana strategis Perpajakan dan strategi pencapaiannya;

d.

penerusan seluruh pengaduan terkait Perpajakan dan pemantauan tindak lanjut penanganan pengaduan;

e.

komunikasi dan/atau publikasi tugas dan fungsi Komwasjak; dan

f.

fungsi lain yang diberikan oleh Menteri atau Wakil Menteri.

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4
  • 5
  • ...
  • 56