Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi ...
Relevan terhadap
Pasal II 1. Terhadap kontrak yang ditandatangani sebelum peraturan Pemerintah ini diundangkan berlaku ketentuan sebagai berikut:
untuk pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak sebelum berlakunya Peraturan pemerintah ini, pengenaan Pajak Penghasilan dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nornor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Peraturan pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi;
untuk pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak terhitung sejak Peraturan pemerintah ini berlaku, pengenaan Pajak penghasilan dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. 2. Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berraku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaa,n dari Peraturan pemerintah Nomor 5l rahun 2008 tentang Pajak penghasilan atas penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indcnesia 1^'ahun 2008 Nomor 109, Tarnbahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nornor 4881) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan penrerintah Nomor 40 Tahun 2oo9 tentang Perubahan atas Peraturan pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak penghasilan atas penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2oag Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nonror 5014), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan pemerintah ini. 3. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku diundangkan. pada tanggal Agar Agar setiap pengundangan penempatannya Indonesia. orang mengetahuinya, memerintahkan Peraturan Pemerintah ini dengan dalam Lembaran Negara Republik Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 21 Februari 2022 JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 21 Februari 2022 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. LAOLY PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2022 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 51 TAHUN 2OO8 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI Umum Pada sebagian besar negara berkembang, upaya meningkatkan kapasitas dan kapabilitas konstruksi merupakan hal yang sangat perlu dilakukan, termasuk upaya meningkatkan efisiensi biaya, waktu, dan kualitas pekerjaan konstruksi. Sektor konstruksi ^juga memiliki peran yang penting dalam menciptakan lapangan kerja, mendorong investasi, serta mendukung mobilitas barang dan ^jasa. Dalam rangka meningkatkan iklim usaha konstruksi yang lebih kondusif, maka diperlukan dukungan kebijakan administrasi perpajakan yang berpihak pada sektor konstruksi. Corona Virus Disease 2Ol9 (COVID-19) yang telah ditetapkan sebagai pandemik oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization), telah berdampak pada kemerosotan aktivitas sosial, ekonomi, dan kehidupan masyarakat di Indonesia, termasuk sektor konstruksi sebagai pelaku usaha ekonomi. Oleh karena itu, perlu adanya intervensi Pemerintah melalui penyesuaian ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi sebagaimana teiah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2OO9 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi, berupa penyesuaian tarif Pajak Penghasilan final atas Jasa Konstruksi. Dengan penyesuaian tarif Pajak Penghasilan final atas Jasa Konstruksi, Pemerintah berharap kebijakan ini dapat membantu sektor konstruksi dalam menghadapi dampak pandemik COVID-19 sehingga keberlangsungan proses bisnis dari hulu ke hilir tetap terjaga. Kebijakan penerapan tarif Pajak Penghasilan final atas Jasa Konstruksi pada prinsipnya ditujukan dalam rangka kemudahan dan kesederhanaan para pelaku usaha sektor konstruksi untuk melakukan kewajiban perpajakannya. Namun, dengan mempertimbangkan asas keadilan dan kesetaraan maka kebijakan penerapan pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final perlu dilakukan evaluasi dalam kurun waktu tertentu. Hasil evaluasi tersebut dapat berupa pemberlakuan pengenaan Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan umum Undang-Undang pajak penghasilan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Angka 1
Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan, dan Cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus
Relevan terhadap 37 lainnya
Hasil Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) terdiri atas temuan:
jumlah nilai realisasi Penanaman Modal di KEK pada Saat Mulai Berproduksi Komersial paling sedikit Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar Rupiah) bagi Badan Usaha;
jumlah nilai realisasi Penanaman Modal di KEK pada Saat Mulai Berproduksi Komersial kurang dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar Rupiah) bagi Badan Usaha;
jumlah nilai realisasi Penanaman Modal pada Saat Mulai Berproduksi Komersial dalam batas minimal nilai rencana Penanaman Modal yang menjadi dasar pemberian jangka waktu pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) bagi Pelaku Usaha yang mengajukan permohonan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a;
jumlah nilai realisasi penanaman modal baru pada Saat Mulai Berproduksi Komersial bagi Pelaku Usaha yang mengajukan permohonan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a:
kurang dari batas minimal nilai rencana Penanaman Modal baru yang menjadi dasar pemberian jangka waktu fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2); dan
lebih dari atau sama dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar Rupiah);
jumlah nilai realisasi Penanaman Modal pada Saat Mulai Berproduksi Komersial kurang dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar Rupiah) bagi Pelaku Usaha yang mengajukan permohonan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a;
kesesuaian antara realisasi dengan rencana Kegiatan Usaha Utama;
ketidaksesuaian antara realisasi dengan rencana Kegiatan Usaha Utama;
Pelaku Usaha memenuhi komitmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3);
Pelaku Usaha tidak memenuhi komitmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3);
Pelaku Usaha memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4);
Pelaku Usaha tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4);
Badan Usaha atau Pelaku Usaha belum mulai berproduksi komersial;
Badan Usaha atau Pelaku Usaha telah berproduksi komersial pada saat pengajuan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a atau fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b; dan/atau
Badan Usaha atau Pelaku Usaha, wakil dari Badan Usaha atau Pelaku Usaha, atau kuasa dari Badan Usaha atau Pelaku Usaha yang dilakukan pemeriksaan menyatakan menolak untuk dilakukan pemeriksaan.
Badan Usaha yang telah memperoleh keputusan pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), wajib menyampaikan laporan berupa realisasi Penanaman Modal sejak tahun pajak Saat Mulai Berproduksi Komersial sampai dengan jangka waktu pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan di KEK berakhir kepada Direktur Jenderal Pajak dan Kepala Badan Kebijakan Fiskal setiap 1 (satu) tahun pajak.
Pelaku Usaha yang telah memperoleh keputusan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), wajib menyampaikan laporan berupa:
laporan realisasi nilai Penanaman Modal sejak diterima keputusan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan di KEK sampai dengan Saat Mulai Berproduksi Komersial; dan
laporan realisasi produksi sejak tahun pajak Saat Mulai Berproduksi Komersial sampai dengan jangka waktu pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan di KEK berakhir, setiap 1 (satu) tahun pajak kepada Direktur Jenderal Pajak dan Kepala Badan Kebijakan Fiskal.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), disampaikan dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran Huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.
Dalam hal Badan Usaha atau Pelaku Usaha:
tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2); atau
menyampaikan laporan namun tidak memenuhi contoh format yang tercantum dalam Lampiran Huruf B, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat teguran kepada Badan Usaha atau Pelaku Usaha.
Dalam hal setelah jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan kepada Badan Usaha atau Pelaku Usaha, wakil dari Badan Usaha atau Pelaku Usaha, kuasa dari Badan Usaha atau Pelaku Usaha, Badan Usaha atau Pelaku Usaha menyampaikan laporan namun tidak memenuhi contoh format yang tercantum dalam Lampiran Huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini, Badan Usaha atau Pelaku Usaha dapat diusulkan pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Paragraf 10 Larangan Bagi Badan Usaha dan Pelaku Usaha yang Telah Memperoleh Fasilitas Pajak Penghasilan
Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a dan huruf f terpenuhi bagi Badan Usaha, atau Pasal 14 huruf c, huruf f, dan huruf h terpenuhi bagi Pelaku Usaha yang mengajukan permohonan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, Menteri menetapkan keputusan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan yang memuat:
tanggal Saat Mulai Berproduksi Komersial;
kesesuaian antara realisasi dengan rencana Kegiatan Usaha Utama; dan
jumlah nilai realisasi Penanaman Modal di KEK pada Saat Mulai Berproduksi Komersial bagi Badan Usaha atau Pelaku Usaha.
Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b dan huruf f terpenuhi bagi Badan Usaha, Menteri menetapkan keputusan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan yang memuat:
tanggal Saat Mulai Berproduksi Komersial;
kesesuaian antara realisasi dengan rencana Kegiatan Usaha Utama;
jumlah nilai realisasi Penanaman Modal di KEK pada Saat Mulai Berproduksi Komersial bagi Badan Usaha; dan
ketentuan kewajiban merealisasikan Penanaman Modal paling sedikit Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar Rupiah) dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak Saat Mulai Berproduksi Komersial.
Badan Usaha yang memperoleh keputusan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat memanfaatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sejak Saat Mulai Berproduksi Komersial.
Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf d, huruf f, dan huruf h terpenuhi bagi Pelaku Usaha yang mengajukan permohonan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, Menteri menetapkan keputusan penyesuaian jangka waktu dan penetapan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan bagi Pelaku Usaha yang memuat:
penyesuaian jangka waktu pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
tanggal Saat Mulai Berproduksi Komersial;
jumlah nilai realisasi Penanaman Modal pada Saat Mulai Berproduksi Komersial; dan
kesesuaian antara realisasi dengan rencana Kegiatan Usaha Utama.
Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf j terpenuhi, Menteri menetapkan keputusan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b yang memuat:
tanggal Saat Mulai Berproduksi Komersial;
pemenuhan ketentuan melakukan kegiatan usaha di KEK; dan
jumlah nilai Aktiva Tetap Berwujud yang menjadi dasar penghitungan fasilitas pengurangan penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a.
Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf l terpenuhi, Menteri menerbitkan surat yang menyatakan bahwa Badan Usaha atau Pelaku Usaha belum berproduksi komersial dan Badan Usaha atau Pelaku Usaha dapat mengajukan kembali permohonan penetapan Saat Mulai Berproduksi Komersial.
Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf n terpenuhi, Menteri menerbitkan surat yang menyatakan bahwa permohonan Badan Usaha atau Pelaku Usaha tidak dapat diproses atau tidak dapat dipertimbangkan.
Penetapan keputusan pemanfaatan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (5), keputusan penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), serta penerbitan surat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7) dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Pajak untuk dan atas nama Menteri. Paragraf 9 Kewajiban Badan Usaha dan Pelaku Usaha yang Telah Memperoleh Fasilitas Pajak Penghasilan
Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pelaksana Otorita Borobudur Pada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ...
Relevan terhadap
Tarif layanan sewa lahan kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a terdiri atas:
tarif kompensasi dasar;
tarif bagi hasil; dan
tarif service charge .
Tarif kompensasi dasar dan tarif bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Tarif kompensasi dasar dan tarif bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan terhadap salah satu tarif yang menghasilkan nilai pendapatan yang lebih tinggi.
Tarif bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dikenakan kepada pengguna layanan mulai tahun keenam sejak kontrak kerjasama disepakati.
Pengenaan tarif kompensasi dasar dan tarif bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan paling sedikit meliputi biaya investasi, tujuan penggunaan lahan, lokasi lahan, masa tenggang ( grace period ), jangka waktu sewa, tingkat utilisasi, skala pelaku usaha, keberpihakan, dan/atau tarif kompetitor setempat.
Kriteria, besaran tarif, dan tata cara penetapan tarif layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Utama Badan Layanan Umum Badan Pelaksana Otorita Borobudur pada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus
Relevan terhadap 7 lainnya
kepentingan KEK dapat pengawasan, sebagian atau ditetapkan sebagai Kawasan (3) Fasilitas (3) Fasilitas dan kemudahan kepabeanan dan cukai yang diberikan bagi Pelaku Usaha di KEK yang bergerak di bidang usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) yang telah menyelesaikan tahap pembangunan atau pengembangan meliputi:
pembebasan Bea Masuk untuk Barang Konsumsi dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor di KEK pariwisata;
penangguhan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor; dan/atau
pembebasan cukai, sepanjang barang tersebut merupakan bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai. (41 Ketentuan pemberian fasilitas dan kemudahan berupa pembebasan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian fasilitas dan kemudahan kepabeanan dan cukai diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Pasal 90 Pemasukan barang ke lokasi Pelaku Usaha di KEK berasal dari:
luar Daerah Pabean;
Pelaku Usaha pada KEK lainnya;
tempat penimbunan berikat di luar KEK;
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas; dan/atau
TLDDP. Pasal 9 1 Pasal 9 1 (1) Pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke KEK oleh Pelaku Usaha di KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 huruf a, menggunakan pemberitahuan pabean impor dan diberikan fasilitas dan kemudahan berupa:
penangguhan atau pembebasan Bea Masuk;
pembebasan cukai, sepanjang barang tersebut merupakan bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai; dan f atau c. tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor. (2\ Pemasukan barang ke Pelaku Usaha di KEK dari lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 huruf b sampai dengan huruf d menggunakan pemberitahuan pabean dan diberikan fasilitas dan kemudahan berupa:
penangguhan atau pembebasan Bea Masuk;
pembebasan cukai, sepanjang barang tersebut merupakan bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai; dan/atau
tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor. (3) Pemasukan barang ke Pelaku Usaha di KEK dari lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 huruf e, menggunakan pemberitahuan pabean, dan diberikan fasilitas dan kemudahan berupa:
pembebasan cukai, sepanjang barang tersebut merupakan bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai; dan/atau
tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Ketentuan mengenai tata cara pengawasan dan pemberian fasilitas dan kemudahan atas pemasukan barang ke Pelaku Usaha di KEK diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Pasal 92 (1) Impor Barang Konsumsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) huruf c ke KEK pariwisata diberikan fasilitas:
bagi Barang Konsumsi yang bukan barang kena cukai diberikan fasilitas pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor;
bagi Barang Konsumsi yang berupa barang kena cukai dikenakan cukai dan diberikan fasilitas pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor. (2) Barang Konsumsi asal impor hanya dapat dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean dalam hal status KEK dicabut dan tetap melunasi Bea Masuk, Pajak Dalam Rangka Impor, dan/atau cukai bagi barang kena cukai. Paragraf 2 Perpindahan Barang Antar Pelaku Usaha di dalam KEK Pasal 93 (1) Perpindahan barang antar Pelaku Usaha di KEK diberikan fasilitas dan kemudahan berupa:
penangguhan atau pembebasan Bea Masuk; pembebasan cukai, sepanjang barang tersebut merupakan bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai; b c. tidak c. tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor; dan/atau
tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. (21 Ketentuan mengenai tata cara pengawasan dan pemberian fasilitas dan kemudahan atas perpindahan barang antar Pelaku Usaha di dalam KEK diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Paragraf 3 Pengeluaran Barang dari KEK
PRES lDEN REPUBLIK INDONESIA Pasal 79 (1) Penanaman Modal yang dilakukan oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha yang telah memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 tidak dapat memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78. (21 Penanaman Modal yang dilakukan oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha yang telah memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 tidak dapat memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75. Pasal 80 Badan Usaha dalam transaksi:
pengadaan tanah untuk KEK;
penjualan tanah dan/atau bangunan dan/atau c. sewa tanah dan/atau bangunan di KEK, tidak dipungut Pajak Penghasilan. di KEK; Pasal 81 (1) Warga negara asing yang bekerja di KEK dan telah menjadi subjek pajak dalam negeri serta memiliki keahlian tertentu dapat diberikan fasilitas dikenai Pajak Penghasilan hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia selama 4 (empat) tahun. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau melalui Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Pasal 82 . Bagian Ketiga Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Pasal 82 Fasilitas Pajak Penghasilan selain yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini tetap dapat diberikan kepada Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan usaha di KEK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pasal 83 (1) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut atas:
penyerahan Barang Kena Pajak Berwujud tertentu dari TLDDP, kawasan bebas, dan tempat penimbunan berikat kepada Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha;
impor Barang Kena Pajak Berwujud tertentu ke KEK oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha;
impor Barang Konsumsi ke KEK pariwisata oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha;
penyerahan Barang Kena Pajak Berwujud tertentu antar Badan Usaha, antar Pelaku Usaha, atau antar Badan Usaha dengan Pelaku Usaha;
penyerahan Jasa Kena Pajak dan/atau Barang Kena Pajak Tidak Berwujud termasuk jasa persewaan tanah dan/atau bangunan di KEK oleh Pelaku Usaha dan/atau Badan Usaha kepada Pelaku Usaha lainnya dan/atau Badan Usaha di KEK yang sama atau KEK lainnya;
penyerahan f. penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu dan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha dari TLDDP atau selain TLDDP kepada Badan Usaha/Pelaku Usaha; dan
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam KEK oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha. (2) Barang Kena Pajak Berwujud tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf d berupa:
barang modal termasuk tanah dan/atau bangunan, peralatan/mesin dan suku cadang yang diperlukan untuk proses produksi pengolahan, barang modal termasuk tanah dan/atau bangunan yang diperlukan untuk pembangunan dan/atau pengembangan KEK sesuai dengan bidang usahanya;
bahan baku, bahan pembantu, dan barang lain yang ^,diolah, dirakit dan/atau dipasang pada barang lain untuk kegiatan manufaktur, logistik, dan/atau penelitian dan pengembangan;
bahan baku, bahan pembantu, peralatan dan barang lain yang diperlukan bagi kegiatan yang menghasilkan jasa kena pajak dan/atau kegiatan pengembangan teknologi ; dan I atau d. barang yang diperuntukan bagi kegiatan penyimpanan, perakitan, penyortiran, pengepakan, pendistribusian, perbaikan, dan perekondisian permesinan yang digunakan bidang usaha industri manufaktur dan logistik, serta maintenance, repair and ouerhaul (MRO) untuk kapal dan pesawat terbang. (3) Jasa Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f diberikan sesuai bidang usahanya berupa:
^jasa maklon;
^jasa PRES lDEN REPUBLIK INDONESIA b. jasa perbaikan dan perawatan termasuk maintenance, repair and ouerhaul (MRO) untuk kapal dan pesawat terbang;
jasa pengurusan transportasi terkait barang untuk tujuan ekspor;
jasa konstruksi yang meliputi perencanaan, perancangan, pelaksanaan pembangunan, dan pengawasan pembangunan di KEK, termasuk konsultansi konstruksi yang meliputi pengkajian, perencanaan, dan perancangan konstruksi;
^jasa teknologi dan informasi;
jasa penelitian dan pengembangan;
jasa persewaan alat angkut berupa persewaan pesawat udara dan/atau kapal laut untuk kegiatan penerbangan atau pelayaran internasional;
jasa konsultansi bisnis dan manajemen, jasa konsultansi hukum, jasa konsultansi desain arsitektur dan interior, jasa konsultansi sumber daya manusia, jasa konsultansi keinsin5ruran, jasa konsultansi pemasaran, jasa akuntansi atau pembukuan, jasa audit laporan keuangan, dan jasa perpajakan;
jasa perdagangan berupa jasa mencarikan penjual barang di dalam Daerah Pabean untuk tujuan ekspor;
jasa interkoneksi, penyelenggaraan satelit, danl atau komunikasi/konektivitas data; dan
jasa lainnya yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. (4) Barang Konsumsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi: a barang a. Barang Konsumsi yang diperlukan oleh Pelaku Usaha di KEK pariwisata sebagai bahan baku usaha untuk menghasilkan jasa;
waktu penggunaannya relatif singkat serta akan hilang keberadaan danf atau fungsinya bila sudah dipergunakart, yang digunakan dalam proses produksi yang menghasilkan jasa; dan
tidak ditujukan untuk penggunaan di luar KEK. (5) Jenis Barang Konsumsi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang dapat diberikan pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor, dicantumkan dalam daftar barang yang diusulkan oleh Administrator KEK dan ditetapkan oleh Dewan Nasional. (6) Barang Konsumsi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang diimpor, jumlahnya ditetapkan oleh Administrator KEK dengan kriteria tertentu yang ditetapkan oleh Dewan Nasional. (71 Dalam hal KEK berasal dari sebagian atau seluruh wilayah kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, penyerahan Jasa Kena Pajak dari dan ke kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai. Pasal 84 (1) Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pelaku Usaha ke TLDDP, dikenai Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pelaku (2) Pelaku Usaha di KEK yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pelaku Usaha ke TLDDP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib melunasi Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang pada saat impor barang atau penyerahan barang tidak dipungut pajaknya. (3) Dapat dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang berasal dari Pelaku Usaha maintenancq repair and ouerhaul (MRO) untuk kapal dan pesawat terbang di KEK sesuai dengan ketentuan peraturan perulndang-undangan. (4) Dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada pihak yang mendapat fasilitas dan kemudahan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Pasal 85 Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha di KEK wajib membuat faktur pajak pada saat penyerahan Barang dan/atau Jasa Kena Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pasal 86 Atas impor dan penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu, Jasa Kena Pajak Tertentu, dan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis diberikan fasilitas dan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pasal 87 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian fasilitas dan kemudahan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Bagian Keempat Bea Masuk, Pajak Dalam Rangka Impor, dan Cukai Paragraf 1 Umum (1) Untuk seluruh Pabean. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan KEK sebagai Kawasan Pabean diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Pasal 89 (1) Fasilitas dan kemudahan kepabeanan yang diberikan bagi Badan Usaha di KEK meliputi pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor atas impor barang modal dalam rangka pembangunan atau pengembangan KEK. (2) Fasilitas dan kemudahan kepabeanan yang diberikan bagi Pelaku Usaha di KEK yang bergerak di bidang usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) yang masih dalam tahap pembangunan atau pengembangan meliputi pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor atas impor barang modal.
Barang dari Pelaku Usaha di KEK dapat dikeluarkan ke:
luar Daerah Pabean;
Pelaku Usaha pada KEK lainnya;
tempat penimbunan berikat di luar KEK;
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas; dan/atau
TLDDP. Pasal 95 (1) Pengeluaran barang oleh Pelaku Usaha di KEK keluar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 huruf a menggunakan pemberitahuan pabean dan berlaku ketentuan kepabeanan di bidang ekspor. (2) Pengeluaran barang oleh Pelaku Usaha di KEK yang ditujukan ke lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 huruf b sampai dengan huruf d menggunakan pemberitahuan pabean, dan berlaku ketentuan sebagai berikut:
Bea Masuk, Pajak Dalam Rangka Impor, dan/atau cukai mengikuti fasilitas yang berlaku di tempat tujuan; dan/atau PFIES IDEN REPUBLIK INDONESIA b. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah mengikuti fasilitas yang berlaku di tempat tujuan. (3) Pengeluaran barang oleh Pelaku Usaha di KEK yang ditujukan ke lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 huruf e dengan tujuan impor untuk dipakai menggunakan pemberitahuan pabean dan:
dipungut Bea Masuk;
dilunasi cukainya untuk barang kena cukai;
dikenakan Pajak Dalam Rangka Impor; dan/atau
dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. (4) Pengeluaran barang oleh Pelaku Usaha di KEK yang bidang usahanya maintenancq repair and ouerhaul (MRO) untuk kapal dan pesawat terbang yang ditujukan ke lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 huruf e dengan tujuan impor untuk dipakai menggunakan pemberitahuan pabean dan dapat diberikan:
pembebasan, keringanan atau penurunan tarif Bea Masuk;
tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor; dan
tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (5) Atas penyerahan Barang Kena Pajak dari KEK ke TLDDP, terutang Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Barang (6) Barang hasil produksi Pelaku Usaha di KEK yang dikeluarkan dari KEK ke TLDDP dilengkapi dengan dokumen pendukung dan surat keterangan mengenai nilai kandungan lokal yang diterbitkan oleh instansi penerbit surat keterangan asal di KEK. (7) Besarnya tarif Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dikenakan sebesar Oo/o (nol persen) sepanjang barang hasil produksi Pelaku Usaha di KEK memiliki nilai kandungan lokal paling sedikit 4O%o (empat puluh persen). (8) Ketentuan mengenai tata cara pengawasan dan pemberian fasilitas atas pengeluaran barang dari KEK diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Pasal 96 Untuk menjamin kelancaran arus barang dari dan ke KEK, Administrator KEK dapat ditetapkan untuk melakukan kegiatan pelayanan kepabeanan mandiri berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Bagian Kelima Tambahan Fasilitas Perpajakan di KEK Pariwisata Pasal 97 (1) Pelaku usaha di KEK Pariwisata diberikan fasilitas kepabeanan danf atau cukai atas pemasukan barang modal dan/atau bahan baku usaha bagi kegiatan:
penyediaan akomodasi;
pusat pertemuan dan konferensi;
marina dan/atau dermaga khusus kapal wisata;
bandara khusus wisata;
^jasa transportasi wisata;
pengembangan resortdan hunian; PFIES lDEN REPUBLIK INDONESIA g. jasa makanan dan minuman;
pusat perbelanjaan;
pusat hiburan dan rekreasi;
pusat edukasi dan/atau pelatihan;
pusat dan sarana olahraga;
pusat kesehatan;
pusat perawatan lanjut usia (retirement center); dan/atau
kegiatan lain yang mendukung pariwisata yang ditetapkan oleh Dewan Nasional. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian fasilitas kepabeanan dan/atau cukai di KEK Pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Bentuk dan Tata Cara Penyampaian Laporan serta Daftar Wajib Pajak dalam rangka Pemenuhan Persyaratan Penurunan Tarif Pajak Penghasilan bagi Wajib Paja ...
Relevan terhadap
Tarif Pajak Penghasilan yang diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap sebesar:
22% (dua puluh dua persen) yang berlaku pada Tahun Pajak 2020 dan Tahun Pajak 2021; dan
22% (dua puluh dua persen) yang mulai berlaku pada Tahun Pajak 2022, sesuai dengan ketentuan Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal dalam Negeri Kelas Ekonomi yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2025 ...
Relevan terhadap
NILAI DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS PENYERAHAN JASA ANGKUTAN UDARA NIAGA BERJADWAL DALAM NEGERI KELAS EKONOMI Petunjuk Pengisian Daftar Rincian Transaksi Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah atas Penyerahan Jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi sebagai berikut: Nomor 1 : Diisi nama Badan Usaha Angkutan Udara. Nomor 2 : Diisi alamat Badan Usaha Angkutan Udara. Nomor 3 : Diisi nomor pokok wajib pajak Badan Usaha Angkutan Udara. Nomor 4 : Diisi bulan pembuatan/penerbitan Dokumen Tertentu yang Kedudukannya Dipersamakan dengan Faktur Pajak (Tiket) yang menjadi bagian dari pelaporan Surat Pemberitahuan Masa PPN bagi Pengusaha Kena Pajak. Nomor 5 : Diisi nomor urut. Nomor 6 : Diisi booking reference yaitu nomor reservasi unik atau nomor pemesanan yang dikeluarkan oleh Badan Usaha Angkutan Udara. Nomor 7 : Diisi tanggal pembelian Tiket oleh penerima jasa yang tertera pada booking reference . Nomor 8 : Diisi tanggal penerbangan oleh penerima jasa yang tertera pada booking reference . Nomor 9 : Diisi dasar pengenaan pajak yaitu nilai Penggantian yang tertera pada Dokumen Tertentu yang Kedudukannya Dipersamakan dengan Faktur Pajak (Tiket). Nomor 10 : Diisi PPN yang terutang yang dihitung dengan cara mengalikan tarif 12% (dua belas persen) dengan dasar pengenaan pajak berupa nilai lain yaitu sebesar 11/12 (sebelas per dua belas) dari Penggantian sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 Tahun 2024 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor Barang Kena Pajak, Penyerahan Barang Kena Pajak, Penyerahan Jasa Kena Pajak, Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean, dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean.
Sebagai bagian dari pelaporan PPN yang terutang ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (2) huruf b angka 3, Badan Usaha Angkutan Udara selaku Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi wajib membuat daftar rincian transaksi PPN ditanggung Pemerintah atas penyerahan jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi.
Daftar rincian transaksi PPN ditanggung Pemerintah atas penyerahan jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi memuat:
nama, alamat, dan nomor pokok wajib pajak Badan Usaha Angkutan Udara;
bulan penerbitan Tiket oleh Badan Usaha Angkutan Udara;
booking reference Tiket;
tanggal pembelian Tiket oleh penerima jasa;
tanggal penerbangan oleh penerima jasa;
dasar pengenaan pajak yaitu nilai Penggantian yang tertera pada Tiket;
PPN terutang;
PPN terutang yang dipungut kepada penerima jasa; dan
PPN terutang yang ditanggung Pemerintah.
Waktu penyampaian daftar rincian transaksi PPN ditanggung Pemerintah atas penyerahan jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi disesuaikan dengan Masa Pajak penyampaian Surat Pemberitahuan Masa PPN bagi Pengusaha Kena Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Daftar rincian transaksi PPN ditanggung Pemerintah atas penyerahan jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara elektronik melalui laman yang disediakan Direktorat Jenderal Pajak.
Daftar rincian transaksi PPN ditanggung Pemerintah atas penyerahan jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan paling lambat tanggal 30 Juni 2025.
Contoh format daftar rincian transaksi PPN ditanggung Pemerintah atas penyerahan jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN adalah Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disingkat PPN adalah pajak pertambahan nilai sebagaimana diatur dalam Undang-Undang PPN.
Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenai pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang PPN.
Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang PPN.
Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi adalah kegiatan angkutan udara niaga berjadwal untuk melayani angkutan penumpang dari satu bandar udara ke bandar udara lain di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk kelas ekonomi.
Badan Usaha Angkutan Udara adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas atau koperasi, yang kegiatan utamanya mengoperasikan pesawat udara untuk digunakan mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos dengan memungut pembayaran.
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
Surat Pemberitahuan Masa PPN adalah surat pemberitahuan untuk suatu masa pajak PPN.
Tiket adalah dokumen berbentuk cetak, melalui proses elektronik, atau bentuk lainnya, yang merupakan salah satu alat bukti adanya perjanjian angkutan udara antara penumpang dan pengangkut, dan hak penumpang untuk menggunakan pesawat udara atau diangkut dengan pesawat udara.
Dokumen Tertentu yang Kedudukannya Dipersamakan dengan Faktur Pajak adalah Tiket, tagihan surat muatan udara ( airway bill ), atau delivery bill , yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri.
Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor barang kena pajak tidak berwujud, tetapi tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh penerima jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat barang kena pajak tidak berwujud karena pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan beserta perubahannya.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Neraca Komoditas
Relevan terhadap
Setelah menerima usulan kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) atau mengakses usulan kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4), kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas dapat melakukan verifikasi berdasarkan manajemen risiko.
Hasil dari verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat rincian data dan informasi mengenai:
profil perusahaan;
data produksi untuk Pelaku Usaha manufaktur;
data Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong;
data distribusi;
data dokumen syarat/ data khusus; dan/atau
kesimpulan hasil verifikasi.
Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi standar SNANK.
Pelaksanaan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh:
unit kerja pada kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas;
dinas daerah yang menangani komoditas terkait; atau
lem baga pelaksana verifikasi independen. jdih.kemenkeu.go.id (5) Pelaksana verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditunjuk oleh menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelaksanaan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a clan huruf b dibiayai dari:
anggaran pendapatan dan belanja negara; atau
Pelaku Usaha, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pelaksanaan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c dibiayai oleh Pelaku Usaha yang dibayarkan kepada lembaga pelaksana verifikasi independen.
Biaya verifikasi yang dibebankan kepada Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b yang dibayarkan kepada unit kerja pada kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas merupakan penerimaan negara bukan pajak yang mengacu pada peraturan perundang-undangan mengenai penerimaan negara bukan pajak.
Dalam hal Pelaku Usaha mengajukan usulan kebutuhan untuk 2 (dua) atau lebih komoditas, verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan oleh 1 (satu) pelaksana verifikasi.
Usulan kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) memuat rincian data dan informasi mengena1:
nomor induk berusaha;
perizinan berusaha;
kapasitas terpakai; jdih.kemenkeu.go.id d. rencana produksi;
realisasi produksi sebelumnya;
rencana Impor;
realisasi Impor sebelumnya;
rencana penjualan domestik;
realisasi penjualan domestik sebelumnya; J. rencana Ekspor;
realisasi Ekspor sebelumnya; dan/atau I. pemenuhan kewajiban/komitmen.
Nomor induk berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan bukti registrasi/ pendaftaran Pelaku U saha untuk melakukan kegiatan usaha dan sebagai identitas bagi Pelaku Usaha dalam pelaksanaan kegiatan usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko.
Perizinan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kapasitas terpakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1} huruf c memuat keterangan mengenai klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia dan kapasitas.
Rencana produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan realisasi produksi sebelurnnya sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) huruf e rnemuat keterangan mengenai:
pos tarif/kode _Harmonized System; _ b. jenis/ spesifikasi teknis;
uraian barang;
d. standar rnutu; dan
jurnlah/volume. jdih.kemenkeu.go.id (6) Rencana Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dan realisasi Impor sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g memuat keterangan mengena1:
pas tarif/kode _Harmonized System; _ b. jenis/ spesifikasi teknis;
uraian barang;
standar mutu;
jumlah/volume;
negara asal dan pelabuhan muat;
pelabuhan tujuan; dan/atau
waktu pemasukan.
Rencana penjualan domestik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h dan realisasi penjualan domestik sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i memuat keterangan mengenai:
jenis produk;
jenis/ spesifikasi teknis;
uraian barang;
jumlah produkjadi; dan/atau
pembeli.
Rencana Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j dan realisasi Ekspor sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k memuat keterangan mengena1:
pos tarif/kode _Harmonized System; _ b. jenis/ spesifikasi teknis;
uraian barang;
standar mutu; dan
jumlah/volume.
Pemenuhan kewajiban/komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf 1 merupakan kewajiban/komitmen yang harus dipenuhi Pelaku Usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai penyelenggaraan penzman berusaha berbasis risiko. jdih.kemenkeu.go.id (10) Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (8) dicantumkan dalam Persetujuan Ekspor, Persetujuan Impor, pemberitahuan pabean Ekspor, dan pemberitahuan pabean Impor.
Pengajuan permohonan usulan kebutuhan dilakukan paling lambat bulan September pada tahun sebelum masa berlaku Neraca Komoditas.
Pelaksanaan penerbitan Persetujuan Eksper dan Persetujuan Imper berdasarkan Neraca Kemeditas dikecualikan bagi kemeditas yang belum tersedia Neraca Komoditasnya.
Terhadap kemeditas yang belum tersedia Neraca Kemoditasnya, penerbitan perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan usaha berupa rekomendasi Eksper dan Impor dilakukan melalui SNANK dalam hal:
sistem pelayanan penzman berusaha untuk menunjang kegiatan usaha kementerian/lembaga pemerintah nenkementerian pembina sektor komoditas telah terintegrasi dengan atau disediakan oleh SNANK; dan
kementerian/lembaga pemerintah nenkementerian pembina sektor komoditas menyediakan data ref erensi perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan usaha yang mencakup norma, standar, persyaratan, dan kriteria sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang penyelenggaraan penzman berusaha berbasis risiko dalam SNANK.
Penerbitan rekemendasi Ekspor dan Imper sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan usulan kebutuhan dari Pelaku Usaha yang meliputi data dan informasi mengenai:
barang yang Neraca Komeditasnya belum tersedia; dan jdih.kemenkeu.go.id b. persyaratan atas barang yang Neraca Komoditasnya belum tersedia yang tertuang dalam norma, standar, persyaratan, dan kriteria perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan usaha berupa rekomendasi Ekspor dan Impor sebagaimana diatur dalam peraturan perundang- undangan mengenai penyelenggaraan penz1nan berusaha berbasis risiko.
Dalam hal Neraca Komoditas belum tersedia, penerbitan Persetujuan Ekspor dan Persetujuan Impor dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan data yang tersedia melalui SNANK. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP
Kebijakan Dasar Pembiayaan Ekspor Nasional
Relevan terhadap
Aspek pelaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (l) merupakan Pelaku Ekspor yang meliputi:
usaha mikro, kecil, dan menengah;
usaha menengah berorientasi Ekspor;
koperasi; dan
pelaku usaha lainnya. Pasal 6 (1) PEN mendorong pengembangan usaha Pelaku Ekspor yang ada dan menghasilkan Pelaku Ekspor yang baru. (2) Prinsip mengenal nasabah diterapkan kepada Pelaku Ekspor yang akan menggunakan PEN sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 7 (1) Usaha mikro, kecil, dan menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a rnerupakan usaha mikro, kecil, dan menengah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Usaha (2) Usaha menengah berorientasi Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b adalah pelaku usaha yang memiliki penjualan tahunan lebih besar dari Rp5O.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) sampai dengan Rp500.0O0.OOO.OOO,0O (lima ratus miliar rupiah). (3) Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c merupakan koperasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Perkoperasian. (4) Pelaku usaha lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d merupakan pelaku usaha yang memiliki penjualan tahunan lebih besar dari Rp50O.O00.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) selain koperasi. (5) Nilai nominal penjualan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dan ayat (4) dapat diubah sesuai dengan perkembangan perekonomian. (6) Ketentuan mengenai perubahan nilai nominal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 8 PEN yang ditujukan kepada Pelaku Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a, huruf b, dan huruf c dapat dilaksanakan melalui:
pembiayaan langsung;
pembiayaan inti plasma;
pembiayaan kepada Lembaga Jasa Keuangan yang memberikan pembiayaan kepada Pelaku Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a, huruf b, dan huruf c;
pembiayaan xepada jaringan rantai suplai/pasok (supply chain financing) ; dan/atau
skema pembiayaan, penjaminan, dan asuransi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 2 Pembiayaan Ekspor Nasional pada Aspek Produk Pasal 9 (1) Aspek produk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) berupa barang danlertzru jasa.
Produk (21 Produk berupa barang sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) meliputi barang konsumsi dan barang produksi. (3) Produk berupa jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disuplai dengan cara:
pasokan lintas batas (cross border supplg);
konsumsi di luar negeri (consumption abroad);
keberadaan komersial (commercial presence); atau
perpindahan manusia /mouement of natural persons). Pasal 10 (1) PEN mendorong Ekspor produk industri prioritas dan industri potensial. (21 Kriteria produk industri prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Kriteria produk industri potensial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan koordinasi dengan kementerian yang melaksanakan urusan pemerintahan di bidang industri. Paragraf 3 Pembiayaan Ekspor Nasional pada Aspek Pasar Pasal 1 1 (1) Aspek pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dapat berupa pasar tradisional dan pasar nontradisional. (2) Kriteria pasar tradisional dan pasar nontradisional ditentukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan. Bagian Ketiga Pembiayaan Ekspor Nasional Dalam Rangka Menghemat Devisa Pasal 12 PEN dalam rangka menghemat devisa dilakukan melalui pembiayaan, penjaminan, dan asuransi serta kebijakan lain bagi industri dan penyedia ^jasa lrang menghasllkan bahan baku dan ^jasa yang scbelumnya ciiimpor. Ragian Bagian Keempat Pembiayaan Ekspor Nasional Dalam Rangka Meningkatkan Kapasitas Produksi Nasional Pasal 13 PEN dalam rangka meningkatkan kapasitas produksi nasional dilakukan melalui pembiayaan, penjaminan. dan asuransi serta kebijakan lain dalam pengembangan industri pengolahan dan penyedia jasa di dalam negeri untuk menghasilkan barang dan/atau ^jasa berorientasi Ekspor. Bagian Kelima Pelaksanaan Arah Strategi Pembiayaan Ekspor Nasional Pasal 14 Dalam melaksanakan arah strategi PEN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3:
Menteri melakukan monitoring dan evaluasi serta dapat berkoordinasi dengan pemangku kepentingan;
LPEI melaksanakan langkah mitigasi risiko dan prinsip tata kelola yang baik.
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersifat Volatil dan Kebutuhan Mendesak Bidang Pendidikan dan Pelatihan di Lingkungan Ke ...
Relevan terhadap
Dengan pertimbangan tertentu, tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dapat dikenakan tarif sampai dengan Rp0,00 (nol rupiah) atau 0% (nol persen).
Pertimbangan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain berupa:
kegiatan sosial;
kegiatan keagamaan;
kegiatan kenegaraan;
keadaan di luar kemampuan wajib bayar;
kondisi kahar;
masyarakat tidak mampu;
mahasiswa/pelajar;
instansi pemerintah; dan
usaha mikro, kecil dan menengah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran, persyaratan, dan tata cara pengenaan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara
Relevan terhadap 23 lainnya
Wajib Pajak dalam negeri tidak termasuk bentuk usaha tetap yang melakukan Penanaman Modal di Ibu Kota Nusantara dengan nilai kurang dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan memenuhi persyaratan tertentu dapat dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif sebesar 0% (nol persen) dalam jangka waktu tertentu.
Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai atas penghasilan dari peredaran bruto usaha sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak yang diterima atau diperoleh pada lokasi usaha yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara.
Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk penghasilan:
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan berbentuk persekutuan komanditer atau firma yang dibentuk oleh beberapa Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki keahlian khusus menyerahkan jasa sejenis dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;
dari jasa yang dilakukan selain di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau dimanfaatkan oleh pengguna jasa yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan selain di wilayah Ibu Kota Nusantara;
yang telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan tersendiri, kecuali penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan final sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu; dan
yang dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan.
Penghasilan dari peredaran bruto usaha yang diterima atau diperoleh pada lokasi usaha yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi penghasilan dari kegiatan industri dan/atau penyerahan barang dan/atau jasa yang dilakukan di wilayah Ibu Kota Nusantara.
Persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
bertempat tinggal atau bertempat kedudukan, dan/atau memiliki cabang di wilayah Ibu Kota Nusantara;
melakukan kegiatan usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara;
terdaftar sebagai Wajib Pajak di kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi wilayah Ibu Kota Nusantara atau memiliki identitas perpajakan di tempat kegiatan usaha yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara;
telah melakukan Penanaman Modal di wilayah Ibu Kota Nusantara, serta memiliki kualifikasi usaha mikro, kecil, dan menengah yang diterbitkan oleh instansi berwenang; dan
telah mengajukan permohonan untuk memanfaatkan fasilitas Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 3 (tiga) bulan sejak Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada huruf d dan mendapatkan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Dalam hal Wajib Pajak memiliki lebih dari 1 (satu) tempat usaha atau cabang yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara, penentuan batasan:
nilai Penanaman Modal di Ibu Kota Nusantara kurang dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
bagian peredaran bruto usaha sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditentukan berdasarkan gunggungan dari seluruh lokasi tempat kegiatan usaha atau cabang Wajib Pajak yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara.
Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sejak tanggal persetujuan pemberian fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf e sampai dengan tahun 2035.
Wajib Pajak yang memanfaatkan fasilitas Pajak Penghasilan bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib:
menyelenggarakan pembukuan secara terpisah, bagi Wajib Pajak yang diwajibkan menyelenggarakan pembukuan; atau
melakukan pencatatan secara terpisah, bagi Wajib Pajak yang tidak diwajibkan menyelenggarakan pembukuan, antara penghasilan yang mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penghasilan yang tidak mendapatkan fasilitas dimaksud.
Dalam hal pada saat melakukan pembukuan terpisah sebagaimana dimaksud pada ayat (8) terdapat biaya bersama yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka penghitungan besarnya penghasilan kena pajak, pembebanan biaya bersama dialokasikan secara proporsional. Paragraf 2 Tata Cara Penerapan, Permohonan, dan Penerbitan Surat Persetujuan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2006;
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara;
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor...…….(5)..........; Memperhatikan :
...……(6)………;
...……(7)………;
...……(8)………;
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2006;
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara;
Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara;
...……………dst Memperhatikan :
...……(3)………;
...……………dst;