Pemeriksaan Pajak
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
Undang-Undang Akses Informasi Keuangan adalah Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan Menjadi Undang-Undang.
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.
Pemeriksaan Lengkap adalah Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang mencakup seluruh pos dalam Surat Pemberitahuan dan/atau Surat Pemberitahuan Objek Pajak secara mendalam.
Pemeriksaan Terfokus adalah Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang terfokus pada satu atau beberapa pos dalam Surat Pemberitahuan dan/atau Surat Pemberitahuan Objek Pajak secara mendalam.
Pemeriksaan Spesifik adalah Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan secara spesifik atas satu atau beberapa pos dalam Surat Pemberitahuan dan/atau Surat Pemberitahuan Objek Pajak, data, atau kewajiban perpajakan tertentu secara sederhana.
Pajak Penghasilan adalah pajak penghasilan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak pertambahan nilai sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pajak penjualan atas barang mewah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Bea Meterai adalah pajak atas dokumen yang pengenaannya sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai.
Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak bumi dan bangunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan selain Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
Pajak Karbon adalah pajak yang dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup.
Pajak Penjualan adalah pajak yang dipungut atas penyerahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pengusaha di dalam daerah pabean dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1951 tentang Pemungutan Pajak Penjualan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 2 Tahun 1968 tentang Perobahan/Tambahan Undang-Undang Pajak Penjualan 1951.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
Seorang Kuasa yang selanjutnya disebut Kuasa adalah seorang yang menerima surat kuasa khusus dari Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan di bidang perpajakan.
Wakil Wajib Pajak yang selanjutnya disebut Wakil adalah wakil Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan adalah bumi dan/atau bangunan yang merupakan objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkebunan, Pajak Bumi dan Bangunan sektor perhutanan, Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan minyak dan gas bumi, Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan untuk pengusahaan panas bumi, Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan mineral atau batubara, dan Pajak Bumi dan Bangunan sektor lainnya.
Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagai pemberitahuan bahwa Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dan Wajib Pajak telah terdaftar dalam sistem administrasi perpajakan Direktorat Jenderal Pajak.
Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.
Surat Pemberitahuan Objek Pajak adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan menurut ketentuan Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan yang dilampiri dengan lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Surat Pemberitahuan Objek Pajak.
Pemeriksa Pajak adalah pegawai negeri sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan Pemeriksaan.
Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak adalah tanda pengenal yang merupakan bukti bahwa orang yang namanya tercantum pada tanda pengenal tersebut sebagai Pemeriksa Pajak.
Surat Perintah Pemeriksaan adalah surat perintah untuk melakukan Pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.
Surat Pemberitahuan Pemeriksaan adalah surat pemberitahuan mengenai dilakukannya Pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode tahun pajak tersebut.
Data Elektronik adalah data berbentuk elektronik yang tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik ( electronic mail ), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi.
Penyegelan adalah tindakan menempatkan tanda segel pada tempat atau ruangan tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak termasuk media penyimpan data dan akses data yang dikelola secara elektronik dan benda lain yang digunakan atau patut diduga digunakan sebagai tempat atau alat untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen, termasuk Data Elektronik dan benda-benda lain.
Pembahasan Temuan Sementara adalah pembahasan antara Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak atas temuan sementara Pemeriksaan yang hasilnya dituangkan dalam berita acara untuk memberikan keyakinan bahwa temuan telah didasarkan pada bukti yang kuat dan berkaitan serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan adalah surat yang berisi hasil pengujian Pemeriksaan yang meliputi pos-pos yang dikoreksi, nilai koreksi, dasar koreksi, perhitungan sementara dari jumlah pokok pajak terutang, dan perhitungan sementara dari sanksi dan/atau denda administratif.
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan adalah pembahasan antara Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak atas temuan Pemeriksaan yang hasilnya dituangkan dalam berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dan berisi koreksi pokok pajak terutang dan perhitungan sanksi dan/atau denda administratif.
Tim Quality Assurance Pemeriksaan adalah tim yang dibentuk oleh Direktur Jenderal Pajak dalam rangka membahas hasil Pemeriksaan yang terbatas pada dasar hukum koreksi yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan guna menghasilkan Pemeriksaan yang berkualitas.
Laporan Hasil Pemeriksaan adalah laporan yang berisi pelaksanaan dan hasil Pemeriksaan yang disusun oleh Pemeriksa Pajak secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan Pemeriksaan.
Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir adalah laporan yang berisi penghentian Pemeriksaan tanpa adanya usulan penerbitan surat ketetapan pajak atau surat ketetapan pajak Pajak Bumi dan Bangunan.
Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
Pemeriksaan Ulang adalah Pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak yang telah diterbitkan surat ketetapan pajak atau surat ketetapan pajak Pajak Bumi dan Bangunan dari hasil Pemeriksaan sebelumnya untuk jenis pajak dan masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak yang sama.
Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan, surat ketetapan pajak nihil, atau surat ketetapan pajak lebih bayar.
Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan adalah surat ketetapan yang menentukan besarnya pokok Pajak Bumi dan Bangunan atau selisih pokok Pajak Bumi dan Bangunan, besarnya denda administratif, dan jumlah Pajak Bumi dan Bangunan yang masih harus dibayar.
Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
Unit Pelaksana Pemeriksaan adalah unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang mempunyai wewenang melaksanakan tugas dan fungsi Pemeriksaan yang menjadi kewenangan Direktur Jenderal Pajak.
Standar Pemeriksaan adalah standar yang digunakan oleh Pemeriksa Pajak sebagai acuan dalam melaksanakan Pemeriksaan.
Penetapan Kurang Bayar dan Lebih Bayar Dana Bagi Hasil pada Tahun 2024
Relevan terhadap 541 lainnya
DANA BAGI HASIL SAMPAI DENGAN TAHUN ANGGARAN 2023 KOTA SORONG (dalam rupiah) Uraian Dana Bagi Hasil Kurang Bayar (KB) Lebih Bayar (LB) KB s.d. TA 2022 KB TA 2023 KB s.d. TA 2023 Pembulatan KB s.d. TA 2023 LB s.d. TA 2022 LB TA 2023 LB s.d. TA 2023 Pembulatan LB s.d. TA 2023 (1) (2) (3) (4) = (2) + (3) (5) (6) (7) (8) = (6) + (7) (9) Pajak 269 20.612.855.000 20.612.855.269 20.612.856.000 5.071.848.248 - 5.071.848.248 5.071.843.000 PPh 269 629.225.000 629.225.269 629.226.000 3.996.776.961 - 3.996.776.961 3.996.776.000 PPh Pasal 21 - 404.166.000 404.166.000 404.166.000 3.996.776.961 - 3.996.776.961 3.996.776.000 PPh Pasal 25/29 269 225.059.000 225.059.269 225.060.000 - - - - PBB - 19.983.630.000 19.983.630.000 19.983.630.000 1.075.071.287 - 1.075.071.287 1.075.067.000 Bagi Rata - - - - 69.373.552 - 69.373.552 69.373.000 Bagian Daerah - 19.983.630.000 19.983.630.000 19.983.630.000 969.348.018 - 969.348.018 969.346.000 Bagian Daerah Migas - 18.649.441.000 18.649.441.000 18.649.441.000 645.034.963 - 645.034.963 645.034.000 Bagian Daerah Non Migas - 760.302.000 760.302.000 760.302.000 206.143.210 - 206.143.210 206.143.000 Bagian Daerah Panas Bumi - - - - - - - - Bagian Daerah Perhutanan - 275.905.000 275.905.000 275.905.000 - - - - Bagian Daerah Perkebunan - 199.840.000 199.840.000 199.840.000 - - - - Bagian Daerah Sektor Lainnya - 98.142.000 98.142.000 98.142.000 118.169.845 - 118.169.845 118.169.000 Biaya Pemungutan - - - - 36.349.717 - 36.349.717 36.348.000 Biaya Pemungutan Migas - - - - 24.191.501 - 24.191.501 24.191.000 Biaya Pemungutan Non Migas - - - - 7.726.370 - 7.726.370 7.726.000 Biaya Pemungutan Panas Bumi - - - - - - - - Biaya Pemungutan Perhutanan - - - - - - - - Biaya Pemungutan Perkebunan - - - - - - - - Biaya Pemungutan Sektor Lainnya - - - - 4.431.846 - 4.431.846 4.431.000 CHT - - - - - - - -
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 89 TAHUN 2024 TENTANG PENETAPAN KURANG BAYAR DAN LEBIH BAYAR DANA BAGI HASIL PADA TAHUN 2024 RINCIAN PENETAPAN KURANG BAYAR DAN LEBIH BAYAR DANA BAGI HASIL SAMPAI DENGAN TAHUN ANGGARAN 2023 PROVINSI ACEH (dalam rupiah) Uraian Dana Bagi Hasil Kurang Bayar (KB) Lebih Bayar (LB) KB s.d. TA 2022 KB TA 2023 KB s.d. TA 2023 Pembulatan KB s.d. TA 2023 LB s.d. TA 2022 LB TA 2023 LB s.d. TA 2023 Pembulatan LB s.d. TA 2023 (1) (2) (3) (4) = (2) + (3) (5) (6) (7) (8) = (6) + (7) (9) Pajak 2.448 27.210.341.000 27.210.343.448 27.210.347.000 9.495.553.201 127.094.000 9.622.647.201 9.622.643.000 PPh 179 5.152.044.000 5.152.044.179 5.152.045.000 3.468.647.249 - 3.468.647.249 3.468.647.000 PPh Pasal 21 - 4.698.494.000 4.698.494.000 4.698.494.000 3.468.647.249 - 3.468.647.249 3.468.647.000 PPh Pasal 25/29 179 453.550.000 453.550.179 453.551.000 - - - - PBB 1.402 21.533.678.000 21.533.679.402 21.533.682.000 5.864.458.917 127.094.000 5.991.552.917 5.991.549.000 Bagi Rata - - - - - - - - Bagian Daerah 785 21.533.678.000 21.533.678.785 21.533.680.000 5.629.722.953 127.094.000 5.756.816.953 5.756.815.000 Bagian Daerah Migas - 7.890.047.000 7.890.047.000 7.890.047.000 5.095.304.919 - 5.095.304.919 5.095.304.000 Bagian Daerah Non Migas 437 9.729.633.000 9.729.633.437 9.729.634.000 - - - - Bagian Daerah Panas Bumi - 3.266.000 3.266.000 3.266.000 - - - - Bagian Daerah Perhutanan - - - - 9.936.163 127.094.000 137.030.163 137.030.000 Bagian Daerah Perkebunan 348 3.582.178.000 3.582.178.348 3.582.179.000 - - - - Bagian Daerah Sektor Lainnya - 328.554.000 328.554.000 328.554.000 524.481.871 - 524.481.871 524.481.000 Biaya Pemungutan 617 - 617 2.000 234.735.964 - 234.735.964 234.734.000 Biaya Pemungutan Migas - - - - 212.398.326 - 212.398.326 212.398.000 Biaya Pemungutan Non Migas 1 - 1 1.000 - - - - Biaya Pemungutan Panas Bumi - - - - - - - - Biaya Pemungutan Perhutanan - - - - 482.963 - 482.963 482.000 Biaya Pemungutan Perkebunan 616 - 616 1.000 - - - - Biaya Pemungutan Sektor Lainnya - - - - 21.854.675 - 21.854.675 21.854.000 CHT 867 524.619.000 524.619.867 524.620.000 162.447.035 - 162.447.035 162.447.000
DANA BAGI HASIL SAMPAI DENGAN TAHUN ANGGARAN 2023 PROVINSI PAPUA SELATAN (dalam rupiah) Uraian Dana Bagi Hasil Kurang Bayar (KB) Lebih Bayar (LB) KB s.d. TA 2022 KB TA 2023 KB s.d. TA 2023 Pembulatan KB s.d. TA 2023 LB s.d. TA 2022 LB TA 2023 LB s.d. TA 2023 Pembulatan LB s.d. TA 2023 (1) (2) (3) (4) = (2) + (3) (5) (6) (7) (8) = (6) + (7) (9) Pajak - 10.039.795.000 10.039.795.000 10.039.795.000 - 1.114.701.000 1.114.701.000 1.114.701.000 PPh - 23.473.000 23.473.000 23.473.000 - 1.036.251.000 1.036.251.000 1.036.251.000 PPh Pasal 21 - - - - - 1.036.251.000 1.036.251.000 1.036.251.000 PPh Pasal 25/29 - 23.473.000 23.473.000 23.473.000 - - - - PBB - 10.016.322.000 10.016.322.000 10.016.322.000 - 78.450.000 78.450.000 78.450.000 Bagi Rata - - - - - - - - Bagian Daerah - 10.016.322.000 10.016.322.000 10.016.322.000 - 78.450.000 78.450.000 78.450.000 Bagian Daerah Migas - - - - - 78.450.000 78.450.000 78.450.000 Bagian Daerah Non Migas - 8.783.653.000 8.783.653.000 8.783.653.000 - - - - Bagian Daerah Panas Bumi - - - - - - - - Bagian Daerah Perhutanan - 19.930.000 19.930.000 19.930.000 - - - - Bagian Daerah Perkebunan - 1.076.255.000 1.076.255.000 1.076.255.000 - - - - Bagian Daerah Sektor Lainnya - 136.484.000 136.484.000 136.484.000 - - - - Biaya Pemungutan - - - - - - - - Biaya Pemungutan Migas - - - - - - - - Biaya Pemungutan Non Migas - - - - - - - - Biaya Pemungutan Panas Bumi - - - - - - - - Biaya Pemungutan Perhutanan - - - - - - - - Biaya Pemungutan Perkebunan - - - - - - - - Biaya Pemungutan Sektor Lainnya - - - - - - - - CHT - - - - - - - - SDA - 20.861.229.000 20.861.229.000 20.861.229.000 - 8.868.125.000 8.868.125.000 8.868.125.000 Migas - - - - - - - - Minyak Bumi - - - - - - - - Minyak Bumi - - - - - - - - Minyak Bumi dalam Rangka Otsus - - - - - - - - Gas Bumi - - - - - - - - Gas Bumi - - - - - - - - Gas Bumi dalam Rangka Otsus - - - - - - - - Minerba - 20.861.229.000 20.861.229.000 20.861.229.000 - - - - Landrent - 344.520.000 344.520.000 344.520.000 - - - - Royalti - 20.516.709.000 20.516.709.000 20.516.709.000 - - - - Panas Bumi - - - - - - - - Iuran Produksi - - - - - - - - Iuran Tetap - - - - - - - - Setoran Bagian Pemerintah - - - - - - - - Kehutanan - - - - - 6.756.133.000 6.756.133.000 6.756.133.000 DR - - - - - 4.375.866.000 4.375.866.000 4.375.866.000 IIUPH - - - - - 815.637.000 815.637.000 815.637.000 PSDH - - - - - 1.564.630.000 1.564.630.000 1.564.630.000 Perikanan - - - - - - - - Perkebunan Sawit - - - - - 2.111.992.000 2.111.992.000 2.111.992.000 Total - 30.901.024.000 30.901.024.000 30.901.024.000 - 9.982.826.000 9.982.826.000 9.982.826.000
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan
Relevan terhadap 4 lainnya
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 454, Subdirektorat Peraturan Pajak Pertambahan Nilai Industri menyelenggarakan fungsi:
penyiapan bahan penelaahan dan penyusunan rancangan peraturan di bidang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah di sektor industri;
penyiapan bahan dan penyusunan petunjuk pelaksanaan dan penegasan (rnling) di bidang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah di sektor industri;
penyiapan bahan dan penyusunan teknis operasional pemungutan dan restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah di sektor industri; dan d. peny1apan bahan dan penyusunan jawaban atas pertanyaan dari unit operasional dan pihak lain di bidang pemungutan dan restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah di sektor industri.
Seksi Peraturan Pajak Pertambahan Nilai Industri I mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penelaahan dan penyusunan rancangan peraturan, petunjuk pelaksanaan, penegasan (rnling), teknis operasional, serta jawaban atas pertanyaan dari unit operasional dan pihak lain mengenai Pajak Pertambahan Nilai di sektor industri pertanian dan pertambangan.
Seksi Peraturan Pajak Pertambahan Nilai Industri II mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penelaahan dan penyusunan rancangan peraturan, petunjuk pelaksanaan, penegasan (rnling), teknis operasional, serta jawaban atas pertanyaan dari unit operasional dan pihak lain mengenai Pajak Pertambahan Nilai di sektor industri otomotif dan elektronik.
Seksi Peraturan Pajak Pertambahan Nilai Industri III mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penelaahan dan penyusunan rancangan peraturan, petunjuk pelaksanaan, penegasan (ruling), teknis operasional, serta jawaban atas pertanyaan dari unit operasional dan pihak lain mengenai Pajak Pertambahan Nilai di sektor industri selain industri pertanian, pertambangan, otomotif, dan elektronik.
Seksi Potensi Sektor melakukan peny1apan Industri bahan mempunyai penelaahan tugas dan penyusunan, serta pemantauan, pengendalian, dan evaluasi teknik operasional penghitungan potensi pajak dan penyusunan rencana penerimaan di sektor industri termasuk sektor informal.
Seksi Potensi Sektor Perdagangan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penelaahan dan penyusunan, serta pemantauan, pengendalian, dan evaluasi teknik operasional penghitungan potensi pajak dan penyusunan rencana penenmaan di sektor perdagangan termasuk sektor informal.
Seksi Potensi Sektor Jasa mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penelaahan dan penyusunan, serta pemantauan, pengendalian, dan evaluasi teknik operasional penghitungan potensi pajak dan penyusunan rencana penerimaan di sektor jasa dan di sektor lainnya termasuk sektor informal.
Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ...
Relevan terhadap
Kementerian Penanaman Modal Republik Indonesia, sebanyak 30 halaman (Kasus 1). Ada beberapa catatan: 1) Negara Singapura peringkat nomor 1 (satu) PMA. Indikasi perencanaan pembangunan dan pengembangan sumber daya manusia Singapura sangat maju, padahal populasinya jauh lebih kecil dari Indonesia dan kondisi kota Singapura pada dekade 1960-an setara dengan kota Jakarta; 2) Investasi PMA pada sektor pertambangan, nilainya 3,3 kali lebih tinggi dari PMDN. Indikasi besarnya peluang perbaikan perencanaan pembangunan nasional terkait dengan program hilirisasi nasional. 3) Lima sektor investasi PMDN tertinggi yaitu: transportasi, gudang dan telekomunikasi; listrik, gas dan air; konstruksi; industri makanan; tanaman pangan, perkebunan dan peternakan. Indikasi masih besarnya ketergantungan Indonesia pada asing atas produk-produk bernilai tambah tinggi. Sekaligus menunjukkan masih besarnya peluang agar program pembangunan nasional berorientasi pada penciptaan nilai tambah tinggi. 4) Investasi PMA pada sektor listrik, gas dan air; nilainya 1,6 kali lebih tinggi dari PMDN. 5) Investasi PMA pada sektor industri logam dasar bukan mesin; nilainya 4,9 kali lebih tinggi dari PMDN. 6) Investasi PMA pada sektor industri kimia dan farmasi; nilainya 2 kali lebih tinggi dari PMDN. 7) Investasi PMA pada sektor mesin, elektronik, instrumen kedokteran, peralatan listrik, presisi, optik dan jam; nilainya 10,1 kali lebih tinggi dari PMDN. b. Minimarket Roboh, berita dikutip dari Tribunnews.com, 19 April 2022 (Kasus 2). Menunjukkan perlunya perbaikan ketatakelolaan aktivitas bangsa terkait pekerjaan jasa konstruksi. c. BUMN Setor Rp3.295 Triliun ke Negara dalam 10 Tahun, Paling Besar Pajak (Kasus 3). Berita dikutip dari Liputan 6 tanggal 8 Juli 2021. Menggambarkan kontribusi BUMN pada keuangan negara terbatas, baru sebesar 2,8% dari Produk Domestik Bruto.
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang ...
Relevan terhadap
Ayat (1) Huruf a Tujuan Penataan Ruang Wilayah nasional mencerminkan keterpaduan pembangunan antarsektor, antarwilayah, dan antarpemangku kepentingan. Kebijakan dan strategi Penataan Ruang Wilayah nasional merupakan landasan bagi pembangunan nasional yang memanfaatkan Ruang. Kebijakan dan strategi Penataan Ruang Wilayah nasional dirumuskan dengan mempertimbangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, ketersediaan data dan informasi, serta pembiayaan pembangunan. jdih.kemenkeu.go.id Kebijakan dan strategi Penataan Ruang Wilayah nasional, antara lain, dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing nasional dalam menghadapi tantangan global, serta mewujudkan wawasan nusantara dan ketahanan nasional. Huruf b Sistem perkotaan nasional dibentuk dari Kawasan Perkotaan dengan skala pelayanan yang berhierarki yang meliputi pusat kegiatan skala nasional, pusat kegiatan skala Wilayah, dan pusat kegiatan skala lokal. Pusat kegiatan tersebut didukung dan dilengkapi dengan jaringan prasarana Wilayah yang tingkat pelayanannya disesuaikan dengan hierarki kegiatan dan kebutuhan pelayanan. Sistem jaringan prasarana utama merupakan sistem primer yang dikembangkan untuk mengintegrasikan Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia selain untuk melayani kegiatan berskala nasional yang meliputi sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi dan ketenagalistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, dan sistem jaringan sumber daya air. Yang termasuk dalam sistem jaringan primer yang direncanakan adalah jaringan transportasi untuk menyediakan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) bagi lalu lintas damai sesuai dengan ketentuan hukum in ternasional. Huruf c Pola Ruang Wilayah nasional merupakan gambaran Pemanfaatan Ruang Wilayah nasional, baik untuk pemanfaatan yang berfungsi lindung maupun budi daya yang bersifat strategis nasional, yang ditinjau dari berbagai sudut pandang akan lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mendukung pencapaian tujuan pembangunan nasional. jdih.kemenkeu.go.id Kawasan Lindung nasional, antara lain, Kawasan Lindung yang secara ekologis merupakan satu ekosistem yang terletak lebih dari satu Wilayah provinsi, Kawasan Lindung yang memberikan pelindungan terhadap Kawasan bawahannya yang terletak di Wilayah provinsi lain, Kawasan Lindung yang dimaksudkan untuk melindungi warisan kebudayaan nasional, Kawasan hulu daerah aliran sungai suatu bendungan atau waduk, dan Kawasan Lindung lain yang menurut peraturan perundang-undangan pengelolaannya merupakan kewenangan Pemerintah Pusat. Kawasan Lindung nasional adalah Kawasan yang tidak diperkenankan dan/atau dibatasi pemanfaatan ruangnya dengan fungsi utama untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan, warisan budaya dan sejarah, serta untuk mengurangi dampak dari bencana alam. Kawasan Budi Daya yang mempunyai nilai strategis nasional, antara lain Kawasan yang dikembangkan untuk mendukung fungsi pertahanan dan keamanan nasional, Kawasan industri strategis, Kawasan pertambangan sumber daya alam strategis, Kawasan Perkotaan, Kawasan Metropolitan, dan Kawasan Budi Daya lain yang menurut peraturan perundang-undangan penzman dan/atau pengelolaannya merupakan kewenangan Pemerintah Pusat. Huruf d Yang termasuk Kawasan Strategis Nasional adalah Kawasan yang menurut peraturan perundang-undangan ditetapkan sebagai Kawasan khusus. jdih.kemenkeu.go.id Huruf e Indikasi program utama merupakan petunjuk yang memuat usulan program utama, perkiraan pendanaan beserta sumbernya, instansi pelaksana, dan waktu pelaksanaan dalam rangka mewujudkan Pemanfaatan Ruang yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang. Indikasi program utama merupakan acuan utama dalam penyusunan program Pemanfaatan Ruang yang merupakan kunci dalam pencapaian tujuan Penataan Ruang, serta acuan sektor dalam menyusun rencana strategis beserta besaran investasi. Indikasi program utama 5 (lima) tahunan disusun untuk jangka waktu rencana 20 (dua puluh) tahun. Huruf f Cukup jelas. Ayat (2) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional menjadi acuan bagi instansi pemerintah tingkat pusat dan daerah serta masyarakat untuk mengarahkan lokasi dan memanfaatkan Ruang dalam menyusun program pembangunan yang berkaitan dengan Pemanfaatan Ruang. Ayat (3) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional disusun untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun dengan visi yang lebih jauh ke depan yang merupakan matra spasial dari rencana pembangunan jangka panjang. Apabila jangka waktu 20 (dua puluh) tahun Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional berakhir, dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang baru, hak yang telah dimiliki Orang yang jangka waktunya melebihi jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional tetap diakui. Ayat (4) Peninjauan kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional merupakan upaya untuk melihat kesesuaian antara Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan kebutuhan pembangunan yang memperhatikan perkembangan lingkungan strategis dan dinamika internal, serta pelaksanaan Pemanfaatan Ruang. jdih.kemenkeu.go.id Hasil peninjauan kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional berisi rekomendasi tindak lanjut sebagai berikut:
perlu dilakukan revisi karena ada perubahan kebijakan nasional yang mempengaruhi Pemanfaatan Ruang akibat perkembangan teknologi dan/atau keadaan yang bersifat mendasar; atau
tidak perlu dilakukan revisi karena tidak ada perubahan kebijakan nasional yang mempengaruhi Pemanfaatan Ruang akibat perkembangan teknologi dan keadaan yang bersifat mendasar. Ayat (5) Peninjauan kembali dan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali dalam periode 5 (lima) tahun hanya apabila memenuhi syarat terjadinya perubahan lingkungan strategis. Peninjauan kembali dilakukan bukan untuk pemutihan penyimpangan Pemanfaatan Ruang. Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Ayat (6) Termasuk kebijakan nasional yang bersifat strategis antara lain pengembangan infrastruktur, pengembangan Wilayah, dan pengembangan ekonomi. Cukup jelas. Angka 12
Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara
Relevan terhadap 10 lainnya
Fasilitas yang diberikan di Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra meliputi:
Pajak Penghasilan;
Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah; dan/atau
kepabeanan.
Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang diberikan di Ibu Kota Nusantara berupa fasilitas:
pengurangan Pajak Penghasilan badan bagi Wajib Pajak badan dalam negeri;
Pajak Penghasilan atas kegiatan sektor keuangan di Financial Center ;
pengurangan Pajak Penghasilan badan atas pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional;
pengurangan Penghasilan Bruto atas penyelenggaraan kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran dalam rangka pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi tertentu;
pengurangan Penghasilan Bruto atas kegiatan Penelitian dan Pengembangan tertentu;
pengurangan Penghasilan Bruto atas sumbangan dan/atau biaya pembangunan fasilitas umum, fasilitas sosial, dan/atau fasilitas lainnya yang bersifat nirlaba;
Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final;
Pajak Penghasilan final 0% (nol persen) atas penghasilan dari peredaran bruto usaha tertentu pada usaha mikro, kecil, dan menengah; dan
pengurangan Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang diberikan di Daerah Mitra berupa fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan bagi Wajib Pajak badan dalam negeri.
Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang diberikan di Ibu Kota Nusantara berupa kemudahan perpajakan:
Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut; dan
pengecualian Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak.
Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang diberikan di Daerah Mitra berupa kemudahan perpajakan Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut.
Fasilitas kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berupa pengaturan kepabeanan meliputi:
pembebasan Bea Masuk dan Fasilitas PDRI atas impor barang oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditujukan untuk Kepentingan Umum di wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra;
pembebasan Bea Masuk dan Fasilitas PDRI atas impor barang modal untuk Pembangunan dan Pengembangan Industri di wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra; dan
pembebasan Bea Masuk atas impor barang dan bahan untuk Pembangunan dan Pengembangan Industri di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra.
Fasilitas Pajak Penghasilan atas kegiatan sektor keuangan di Financial Center sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:
pengurangan Pajak Penghasilan badan bagi Wajib Pajak badan yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center di Ibu Kota Nusantara; dan
fasilitas pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan atas penghasilan yang berasal dari investasi pada Financial Center di Ibu Kota Nusantara yang diterima atau diperoleh subjek pajak luar negeri.
Untuk memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Wajib Pajak harus memenuhi kriteria:
merupakan Wajib Pajak badan dalam negeri;
melakukan kegiatan usaha melalui kantor pusat dan/atau unit usaha yang berada di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra;
berstatus sebagai badan hukum Indonesia;
melakukan Penanaman Modal dengan nilai paling sedikit Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah); dan
melakukan Penanaman Modal:
di bidang usaha yang memiliki nilai strategis untuk mempercepat pembangunan dan pengembangan Ibu Kota Nusantara; atau
di bidang usaha infrastruktur dan layanan umum di Daerah Mitra.
Dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sahamnya dimiliki secara langsung oleh Wajib Pajak dalam negeri lainnya, selain harus memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak dalam negeri lainnya yang menjadi pemegang saham harus memiliki surat keterangan fiskal secara otomasi.
Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan Penanaman Modal berupa aktiva tetap berwujud yang memenuhi kriteria:
diperoleh Wajib Pajak dalam keadaan baru, kecuali merupakan bagian mesin peralatan yang diperlukan bagi pelaksanaan investasi pada sektor kesehatan, riset dan inovasi, dan konstruksi di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra;
diperoleh sejak tanggal Perizinan Berusaha diterbitkan oleh lembaga OSS;
diperoleh sebelum Saat Mulai Beroperasi Komersial; dan
belum pernah memperoleh:
fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3;
fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu;
fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai penghitungan penghasilan kena pajak dan pelunasan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan;
fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai penyelenggaraan kawasan ekonomi khusus; atau
fasilitas pengurangan penghasilan neto atas penanaman modal baru atau perluasan usaha pada bidang usaha tertentu yang merupakan industri padat karya sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai penghitungan penghasilan kena pajak dan pelunasan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan.
Tata cara untuk memperoleh surat keterangan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pemberian surat keterangan fiskal. Paragraf 2 Bidang Usaha dan Jangka Waktu Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan di Ibu Kota Nusantara
Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilarang:
mengimpor, membeli, atau memperoleh barang modal bukan baru, untuk realisasi Penanaman Modal yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan, kecuali barang modal bukan baru dimaksud merupakan bagian mesin peralatan yang diperlukan bagi pelaksanaan investasi pada sektor kesehatan, riset dan inovasi, dan konstruksi di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra;
menggunakan barang modal yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan selain untuk tujuan pemberian fasilitas selama jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan bagi pelaksanaan investasi di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra;
memindahtangankan barang modal yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan selama jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan, kecuali pemindahtanganan tersebut tidak menyebabkan nilai realisasi Penanaman Modal kurang dari batas nilai Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d dan:
dilakukan untuk tujuan peningkatan efisiensi; dan/atau
merupakan kewajiban yang harus dipenuhi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; atau
melakukan relokasi Penanaman Modal ke luar Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra.
Ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tidak berlaku bagi Wajib Pajak yang Kegiatan Usaha Utama melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
Cakupan larangan relokasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi relokasi dari:
Ibu Kota Nusantara ke luar Ibu Kota Nusantara;
Daerah Mitra ke Daerah Mitra Lainnya; dan
Daerah Mitra ke luar Daerah Mitra. Paragraf 9 Ketentuan Pemotongan atau Pemungutan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang Memperoleh Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra
Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan
Relevan terhadap
bahwa pengaturan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan merupakan upaya pemerintah dalam rangka memberikan kepastian hukum dan membantu pengembangan usaha pada industri pionir;
bahwa untuk mendorong kemudahan berusaha bagi industri pionir perlu dilakukan penyesuaian terhadap mekanisme pemberian dan pengajuan fasilitas bagi industri pionir;
bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.010/2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan sudah tidak sesuai lagi dengan penyederhanaan mekanisme pemberian dan pengajuan fasilitas tersebut, dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemberian Fasiltas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan;
Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak surat pemberitahuan pemeriksaan disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil dari Wajib Pajak, kuasa dari Wajib Pajak, atau pegawai dari Wajib Pajak.
Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan:
penentuan mengenai Saat Mulai Berproduksi Komersial;
pengujian jumlah nilai realisasi penanaman modal baru pada Saat Mulai Berproduksi Komersial;
pengujian jumlah nilai realisasi penanaman modal baru pada saat Wajib Pajak menyatakan telah merealisasikan seluruh rencana penanaman modal bagi Wajib Pajak yang mendapat penugasan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8;
pengujian kesesuaian realisasi dengan rencana Kegiatan Usaha Utama; dan
pengujian atas pemenuhan ketentuan mengenai saat pengajuan permohonan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1).
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, selain kegiatan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemeriksaan lapangan juga meliputi kegiatan penilaian kembali kriteria kuantitatif Industri Pionir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (14).
Dalam rangka pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Direktur Jenderal Pajak:
mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pemeriksaan; dan
dapat meminta keterangan dan/atau melibatkan tenaga ahli, kementerian pembina sektor dan/atau Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Industri Pionir adalah industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional.
Kegiatan Usaha Utama adalah bidang usaha dan jenis produksi sebagaimana tercantum dalam izin prinsip, izin investasi, pendaftaran penanaman modal, atau izin usaha Wajib Pajak pada saat pengajuan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan, termasuk perluasan dan perubahannya sepanjang termasuk dalam kriteria Industri Pionir.
Saat Mulai Berproduksi Komersial adalah saat pertama kali hasil produksi dari Kegiatan Usaha Utama dijual ke pasaran dan/atau digunakan sendiri untuk proses produksi lebih lanjut.
Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission yang selanjutnya disingkat OSS adalah perizinan berusaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/walikota kepada pelaku usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.
Lembaga Pengelola dan Penyelenggara OSS yang selanjutnya disebut Lembaga OSS adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koordinasi penanaman modal.
Peralihan Tugas Pengaturan dan Pengawasan Aset Keuangan Digital termasuk Aset Kripto serta Derivatif Keuangan ...
Relevan terhadap
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal Agar penempatannya Indonesia. Peraturan Pemerintah ini dengan dalam Lembaran Negara Republik Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 2024 PRABOWO SUBIANTO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 2024 MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, PRASEIYO HADI ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2024 TENTANG PERALIHAN TUGAS PENGATURAN DAN PENGAWASAN ASET KEUANGAN DIGITAL TERMASUK ASET KRIPTO SERTA DERIVATIF KEUANGAN I. UMUM Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (Undang-Undang PPSK) mengatur mengenai upaya Pemerintah, regulator, dan pemangku kepentingan di sektor keuangan guna peranan intermediasi sektor memperkuat resiliensi sistem keuangan nasional, serta pertumbuhan ekonomi yang kuat, inklusif, dan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Merujuk pada pengaturan dalam Pasal 3L2 ayat ^(2) Undang-Undang PPSIK yang ketentuan tuga.s pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan Aset Keuangan Digitat termasuk Aset Kripto serta Derivatif keuangan, ^yang sebelumnya diatur dan diawasi oleh Bappebti, selanjutnya dialihkan ke Otoritas Jasa Keuangan dan/atau Bank Indonesia sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Peralihan tugas pengaturan dan penga.wasan dari Bappebti kepada Otoritas Jasa Keuangan dan/atau Bank Indonesia dimaksudkan antara lain untuk:
meningkatkan daya saing dan efisiensi sektor keuangan; b, mengembangkan instrumen di sektor keuangan dan memperkuat mitigasi risiko;
meningkatlan upaya pelindungan konsumen sektor keuangan;
memperkuat wewenang, tanggung ^jawab, tugas, dan fungsi regulator sektor keuangan; PUBUX INDONESIA -2- fungsi koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, dan Bappebti; dan memperkuat ketahanan stabilitas sistem keuangan. Keseluruhan tujuan dari peralihan tugas pengaturan dan pengawasan sebagaimana tersebut di atas pada akhimya untuk mendukung penerapan prinsip terhadap aktivitas dan risiko yang sanra atau serupa diatur dengan regulasi yang setara (sane adivitg, same rish sane regulation) sehingga mendorong terciptanya kesetaraan pengaturan dan pengawasat (leuel plagins fieW), dan terciptanya keadilan (faims). Pokok pikiran dalam Peraturan Pemerintah ini antara lain memuat mengenai perathan tugas pengaturan dan pengawasan dari Bappebti kepada Otoritas Jasa Keuangan dan/atau Bank Indonesia, koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, dan Bappebti selarna proses dan setelah beralihnya tugas pengaturan dan pengawasan Aset Keuangan Drgrtal termasuk Aset Kripto serta Derivatif keuangan, dan pengaturan mengenai tim transisi. Melalui pengaturan dalam Peraturan Pemerintah ini, proses peralihan dan pelaksanaan tugas pengaturan dan pengawasan yang beralih dari Bappebti kepada Otoritas Jasa Keuangan dan/atau Bank Indonesia terhadap kegiatan Aset Keuangan Digital termasuk Aset Kripto serta Derivatif keuangan diharapkan berjalan dengan baik, sehingga memberikan dampak positif bagi pengembangan dan penguatan sektor keuangan. II. PASALDEMIPASAL Pasal 1 Cukup ^jelas. Pasal 2 Cukup ^jelas. Pasal 3 Cukup ^jelas. Pasal 4 Cukup ^jel,as. Pasal 5 Cukup ^jelas. e f. EIIFIITTIIIItrNITIf, -3- Pasal 6 Ayat (1) Koordinasi Otoritas Jasa Keuanga.n, Bank Indonesia, dan/atau Bappebti dilakukan dalam rangka pengaturan dan pengawasan setara. Koordinasi Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, dan/atau Bappebti diperlukan antara lain:
dalam rangka pembentukan peraturan lembaga untuk memberikan klarifikasi ranah kewenangan instrumen dan menghindari duplikasi pengaturan;
ketika terjadi perkembangan produk Derivatif dan terjadi persinggungan kewenangan lintas sektord lcross-anttingil, misalnya seiring dengan perkembangan pasar, terdapat produk Derivatif campuran seperti strudured ptodud; dan
dalam rangka lebih mendorong agar transaksi Derivatif dilakukan melalui mekanisme transaksi bursa dengan tduan untuk mencapai pasar yang efisien. Hurufa Contoh: Jika terdapat kontrak berjangka dengan underlqing obligasi Pemerintah yang berada dibawah kewenangan Otoritas Jasa Keuangan maka diperlukan koordinasi dengan Bank Indonesia. Hal tersebut dikarenakan Derivatif obligasi Pemerintah merupakan kontrak berjangka yang mengacu kepada yreld surat berharga negara sebagai cerminan dari suku bunga dan berada dalam kewenangan Bank Indonesia. Huruf b Contoh:
Jika terdapat transaksi Derivatif Pasar Valuta Asing ^yang pelaku pasarnya antarbank, koordinasi dilakukan antara Bank Indonesia sebagai pengawas stabilitas nilai Rupiah dan Otoritas Jasa Keuangan sebagai ^pengawas perbankan. 2. Jika terdapat transaksi Derivatif Pasar Valuta Asing ^yang pelaku pasarnya antar non-bank, koordinasi dilakukan antara Bank Indonesia sebagai pengawas stabilitas nilai Rupiah dan Otoritas Jasa Keuangan sebagai ^pengawas industri keuangan non-bank. standar REPI.TELIK INDONESIA -4- 3. Jika terdapat infrastruktur pasar yang digunakan dalam antarpasar, koordinasi Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, dan/atau diperlukan agar dapat dilakukan pengawasan dan mitigasi risiko secara terintegrasi. Huruf c Cukup ^jelas. Ayat (21 Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Pasal 7 Cukup ^jelas. Pasal 8 Cukup ^jelas. Pasd 9 Ayat (1) Salinan dokumen dan/atau data yang diserahkan oleh Bappebti kepada Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia merupakan salinan dokumen dan/atau data baik yang berbentuk fisik nraupun yang berbentuk elektronik. Ayat ^(2) Cukup ^jelas. Pasal lO Cukup ^jelas. Pasal lt Cukup ^jelas. Pasal 12 Cukup ^jelas. Pasal 13 Cukup ^jelas. Pasal 14 Cukup ^jelas. Pasal 15 Cukup ^jelas.
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersifat Volatil dan Kebutuhan Mendesak pada Badan Pengawas Tenaga Nuklir ...
Relevan terhadap
Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang bersifat volatil dan kebutuhan mendesak yang berlaku pada Badan Pengawas Tenaga Nuklir meliputi:
penerimaan yang bersifat volatil yang berasal dari:
penyelenggaraan pelatihan penyegaran bagi Petugas Proteksi Radiasi (PPR) yang bekerja pada instalasi yang memanfaatkan sumber radiasi pengion; dan
pelatihan di sektor ketenaganukliran.
kebutuhan mendesak yang berasal dari:
perizinan; dan
penerbitan ketetapan selain perizinan.
Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak kebutuhan mendesak yang berasal dari perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 1 meliputi:
pemanfaatan sumber radiasi pengion;
instalasi nuklir dan bahan nuklir;
pertambangan bahan galian nuklir; dan
pendukung sektor ketenaganukliran.
Jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang bersifat volatil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak kebutuhan mendesak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak tertentu tidak termasuk biaya transportasi dan akomodasi.
Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
Perizinan, yang meliputi:
Pemanfaatan sumber radiasi pengion: a) impor dan pengalihan zat radioaktif. b) produksi barang konsumen yang mengandung zat radioaktif; c) produksi radioisotop dan/atau radiofarmaka; d) produksi peralatan yang menggunakan zat radioaktif; e) pengelolaan limbah radioaktif f) penggunaan kedokteran nuklir yang meliputi:
kedokteran nuklir terapi; dan
kedokteran nuklir diagnostik in vivo; g) penggunaan radioterapi; h) penggunaan iradiasi dengan iradiator yang meliputi:
iradiator kategori II menggunakan pembangkit radiasi pengion;
iradiator kategori II menggunakan sumber radioaktif;
iradiator kategori III menggunakan sumber radioaktif;
iradiator kategori IV menggunakan sumber radioaktif; atau i) kalibrasi yang menggunakan sumber radiasi pengion;
pendukung sektor ketenaganukliran meliputi kegiatan: a) penunjukan lembaga uji ketenaganukliran, meliputi:
penunjukan lembaga uji kesesuaian pesawat sinar-X radiologi diagnostik dan intervensional;
penunjukan laboratorium uji bungkusan dan/atau zat radioaktif;
penunjukan laboratorium dosimetri;
penunjukan lembaga uji peralatan radiografi industri; dan
penunjukan laboratorium uji radioaktivitas lingkungan; b) penunjukan lembaga pelatihan ketenaganukliran.
penerbitan ketetapan selain perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b angka 2 meliputi:
pernyataan pembebasan untuk kegiatan pada fasilitas pemanfaatan sumber radiasi pengion;
pernyataan pembebasan fasilitas pengelolaan limbah radioaktif;
pernyataan pembebasan reaktor nuklir;
pernyataan pembebasan fasilitas penyimpanan sementara bahan bakar nuklir bekas;
pernyataan pembebasan fasilitas yang digunakan untuk pemurnian, konversi, pengayaan bahan nuklir, fabrikasi bahan bakar nuklir dan/atau pengolahan ulang bahan bakar nuklir bekas termasuk instalasi radiometalurgi;
pernyataan pembebasan penambangan bahan galian nuklir;
persetujuan, meliputi: a) evaluasi tapak instalasi nuklir; b) desain instalasi nuklir; c) modifikasi/perubahan desain fasilitas sumber radiasi pengion; d) perubahan desain instalasi nuklir; e) modifikasi instalasi nuklir; f) utilisasi instalasi nuklir; g) desain zat radioaktif; h) desain bungkusan zat radioaktif;
pelatihan penyegaran bagi Petugas Proteksi Radiasi (PPR) yang bekerja pada instalasi yang memanfaatkan sumber radiasi pengion; dan
pelatihan di sektor ketenaganukliran.
Biaya transportasi dan akomodasi untuk jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b diberlakukan untuk penyelenggaraan verifikasi lapangan dalam rangka proses penilaian perizinan.
Biaya transportasi dan akomodasi untuk jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan kepada wajib bayar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai standar biaya.
Penetapan Kurang Bayar dan Lebih Bayar Dana Bagi Hasil pada Tahun Anggaran 2023