Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.06/2020 tentang Investasi Pemerintah dalam rangka Program Pemulihan Ekonomi Nasional ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Program Pemulihan Ekonomi Nasional yang selanjutnya disebut Program PEN adalah rangkaian kegiatan untuk pemulihan perekonomian nasional yang merupakan bagian dari kebijakan keuangan negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah untuk mempercepat penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi nasional.
Investasi Pemerintah dalam rangka Program PEN yang selanjutnya disebut Investasi Pemerintah PEN adalah penempatan sejumlah dana dan/atau aset keuangan dalam jangka panjang untuk investasi dalam bentuk saham, surat utang, dan/atau investasi langsung guna memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah yang ditetapkan dengan undang- undang.
Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia yang selanjutnya disingkat LPEI adalah Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
Lembaga adalah badan selain BUMN yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk menjalankan kegiatan usaha.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Menteri Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disebut Menteri BUMN adalah menteri yang membidangi urusan BUMN.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi pengelolaan kekayaan negara.
Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing PPA BUN baik di kantor pusat maupun kantor daerah atau satuan kerja di Kementerian Negara/Lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Penerima Investasi adalah BUMN dan/atau Lembaga yang kegiatan usahanya terdampak oleh pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Pelaksana Investasi adalah BUMN atau LPEI yang ditugaskan oleh Menteri untuk melaksanakan Investasi Pemerintah PEN.
Perjanjian Pelaksanaan Investasi adalah kesepakatan tertulis untuk melaksanakan Investasi Pemerintah PEN antara Menteri atau pejabat yang yang diberi kuasa dengan Direksi BUMN atau Direktur Eksekutif/Direktur Pelaksana LPEI selaku Pelaksana Investasi.
Komite Pemantauan yang selanjutnya disebut Komite adalah organ yang dibentuk untuk melaksanakan fungsi pemantauan dan evaluasi dalam pelaksanaan Investasi Pemerintah PEN.
Rekening Investasi Pemerintah PEN yang selanjutnya disingkat RIPPEN merupakan Rekening Pengelolaan dana investasi Pemerintah dalam rangka program pemulihan ekonomi nasional yang merupakan bagian dari rekening Bendahara Umum Negara.
Dana Cadangan Investasi Pemerintah PEN adalah dana yang disisihkan dalam RIPPEN untuk menampung kebutuhan pelaksanaan Investasi Pemerintah PEN bagi penerima Investasi yang tidak dapat dibebankan dalam satu tahun anggaran.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disingkat DIPA BUN adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh KPA BUN.
Surat Perintah Membayar, yang selanjutnya disingkat SPM, adalah dokumen yang diterbitkan/digunakan oleh PA/KPA atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan dana yang bersumber dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran atau dokumen lain yang dipersamakan.
Di antara Pasal 17 dan Pasal 18 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 17A yang berbunyi sebagai berikut:
Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam Rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Diasease 2019 (C ...
Relevan terhadap
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Menteri, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan, merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi pelaksanaan Program PEN, termasuk penetapan prioritas bidang usaha atau sektor yang terdampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Penetapan prioritas bidang usaha atau sektor yang terdampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melibatkan menteri/pimpinan lembaga pemerintah non kementerian pembina usaha atau sektor terkait.
Sebelum menetapkan kebijakan dan strategi pelaksanaan Program PEN, Menteri melaporkan kepada Presiden kebijakan dan strategi pelaksanaan Program PEN, termasuk prioritas bidang usaha atau sektor yang terdampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam rapat kabinet guna mendapatkan arahan Presiden.
Rapat kabinet sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat menyertakan Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan untuk memberikan pandangan dan pertimbangan sesuai dengan tugas dan kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Rapat kabinet sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat menyertakan lembaga penegak hukum dan/atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan untuk membantu terjaganya tata kelola yang baik dalam pelaksanaan Program PEN.
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
Program Pemulihan Ekonomi Nasional yang selanjutnya disebut Program PEN adalah rangkaian kegiatan untuk pemulihan perekonomian nasional yang merupakan bagian dari kebijakan keuangan negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah untuk mempercepat penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi nasional.
Penyertaan Modal Negara yang selanjutnya disingkat PMN adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau penetapan cadangan perusahaan atau sumber lain untuk dijadikan sebagai modal Badan Usaha Milik Negara dan/atau perseroan terbatas lainnya, dan dikelola secara korporasi.
Penempatan Dana adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah dengan menempatkan sejumlah dana pada bank umum tertentu dengan bunga tertentu.
Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau aset keuangan dalam jangka panjang untuk investasi dalam bentuk saham, surat utang, dan/atau investasi langsung guna memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.
Penjaminan adalah kegiatan pemberian jaminan oleh penjamin atas pemenuhan kewajiban finansial terjamin kepada penerima jaminan.
Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Perkoperasian.
Pelaku Usaha adalah pelaku usaha di sektor riil dan sektor keuangan yang meliputi Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah, Usaha Besar, dan Koperasi yang kegiatan usahanya terdampak oleh pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Bank Peserta adalah bank yang menerima Penempatan Dana Pemerintah dan menyediakan dana penyangga likuiditas bagi Bank Pelaksana yang membutuhkan dana penyangga likuiditas setelah melakukan restrukturisasi kredit/pembiayaan dan/atau memberikan tambahan kredit/pembiayaan modal kerja dan/atau tambahan kredit/pembiayaan bagi Bank Perkreditan Rakyat/Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dan perusahaan pembiayaan yang melakukan restrukturisasi kredit/pembiayaan dan/atau memberikan tambahan kredit/pembiayaan modal kerja.
Bank Pelaksana adalah bank umum konvensional dan bank umum syariah yang menerapkan kebijakan restrukturisasi kredit/pembiayaan dan/atau memberikan tambahan kredit/pembiayaan modal kerja dan/atau tambahan kredit/pembiayaan bagi Bank Perkreditan Rakyat/Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dan perusahaan pembiayaan yang melakukan restrukturisasi kredit/pembiayaan dan/atau memberikan tambahan kredit/pembiayaan modal kerja.
Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN adalah surat utang negara (SUN) dan surat berharga syariah negara (SBSN).
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga pengatur dan pengawas sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan.
Program PEN bertujuan untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi para Pelaku Usaha dalam menjalankan usahanya.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.04/2021 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor berdasarkan Persetujuan a ...
Relevan terhadap
Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/ Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, yang melakukan importasi dengan menggunakan skema e-Form JIEPA, wajib mencantumkan:
kode fasilitas Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi secara benar; dan
nomor dan tanggal e-Form JIEPA secara benar pada:
Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di TPB;
pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di PLB;
PPFTZ-01 pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean; atau
pemberitahuan pabean pemasukan barang ke KEK dari luar Daerah Pabean.
Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dipenuhi, Importir, Penyelenggara/ Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK dikecualikan dari kewajiban penyerahan lembar asli SKA Form JIEPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
Dalam hal SKP belum tersedia, terjadi gangguan, atau kegagalan sistem, Pejabat Bea dan Cukai meminta hasil cetak atau pindaian e-Form JIEPA kepada lmportir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK.
Hasil cetak atau pindaian e-Form JIEPA sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wajib disampaikan dengan merujuk ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Importir wajib:
dihapus;
mencantumkan kode fasilitas Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi pada Pemberitahuan Impor Barang (PIB) secara benar; dan
mencantumkan nomor referensi dan tanggal SKA Form JIEPA pada Pemberitahuan Impor Barang (PIB) secara benar.
Dihapus.
Dihapus.
Dihapus.
Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Penyelenggara/Pengusaha TPB wajib:
dihapus;
dihapus;
mencantumkan kode fasilitas Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi pada pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di TPB secara benar; dan
mencantumkan nomor referensi dan tanggal SKA Form JIEPA pada pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di TPB secara benar.
Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Penyelenggara/Pengusaha PLB wajib:
dihapus;
dihapus; __ c. mencantumkan kode fasilitas Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi pada pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di PLB secara benar; dan
mencantumkan nomor referensi dan tanggal SKA Form JIEPA pada pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di PLB secara benar.
Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, pengusaha di __ Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, wajib:
dihapus;
mencantumkan kode fasilitas Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi pada PPFTZ-01 pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean secara benar; dan
mencantumkan nomor referensi dan tanggal SKA Form JIEPA pada PPFTZ-01 pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean secara benar.
Dihapus.
Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, wajib:
dihapus;
dihapus;
mencantumkan kode fasilitas Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi pada PPKEK pemasukan barang ke KEK dari luar Daerah Pabean secara benar; dan
mencantumkan nomor referensi dan tanggal SKA Form JIEPA pada PPKEK pemasukan barang ke KEK dari luar Daerah Pabean secara benar.
Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, menyerahkan Dokumen Pelengkap Pabean dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Dalam hal penyerahan dokumen secara elektronik telah tersedia dalam SKP, Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dapat diserahkan secara elektronik.
Lembar asli SKA Form JIEPA yang disampaikan oleh Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, meliputi:
lembar asli dari SKA Form JIEPA atas barang yang diimpor;
lembar asli SKA Form JIEPA ISSUED RETROACTIVELY , dalam hal SKA Form JIEPA diterbitkan lebih dari 3 (tiga) hari sejak Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi;
lembar asli SKA Form JIEPA baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dalam hal SKA Form JIEPA asli hilang atau rusak; atau
lembar asli SKA Form JIEPA sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, atau huruf c, yang telah dikoreksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4).
SKA Form JIEPA yang disampaikan oleh Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/ Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, harus masih berlaku pada saat:
Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
pemberitahuan pabean impor barang __ untuk ditimbun di TPB;
pemberitahuan pabean pemasukan barang impor untuk ditimbun di PLB;
PPFTZ-01 pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean; atau
PPKEK pemasukan barang ke KEK dari luar Daerah Pabean, mendapat nomor pendaftaran dari Kantor Pabean.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
Kawasan yang Ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan cukai.
Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan, yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
Pusat Logistik Berikat yang selanjutnya disingkat PLB adalah TPB untuk menimbun barang asal luar Daerah Pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam Daerah Pabean, dapat disertai dengan __ 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang selanjutnya __ disingkat TLDDP adalah Daerah Pabean selain Kawasan Bebas dan TPB.
Importir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean.
Penyelenggara/Pengusaha TPB adalah:
penyelenggara kawasan berikat;
penyelenggara kawasan berikat sekaligus pengusaha kawasan berikat;
pengusaha di kawasan berikat merangkap penyelenggara di kawasan berikat;
penyelenggara gudang berikat;
penyelenggara gudang berikat sekaligus pengusaha gudang berikat; atau
pengusaha di gudang berikat merangkap penyelenggara di gudang berikat.
Penyelenggara/Pengusaha PLB adalah:
penyelenggara PLB;
penyelenggara PLB sekaligus pengusaha PLB; atau
pengusaha di PLB merangkap sebagai penyelenggara di PLB.
Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK adalah:
Badan Usaha KEK; atau
Pelaku Usaha di KEK.
dihapus.
Tarif Preferensi adalah tarif bea masuk berdasarkan Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi __ yang besarannya ditetapkan dalam Peraturan Menteri mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi.
PPFTZ dengan Kode 01 yang selanjutnya disebut PPFTZ-01 adalah pemberitahuan pabean untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas, dari dan ke luar Daerah Pabean, dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke TLDDP.
12a. Pemberitahuan Pabean Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat PPKEK adalah pemberitahuan pabean untuk kegiatan pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari KEK.
Harmonized Commodity Description and Coding System yang selanjutnya disebut Harmonized System (HS) adalah standar internasional atas sistem penamaan dan penomoran yang digunakan untuk pengklasifikasian produk perdagangan dan turunannya yang dikelola oleh World Customs Organization (WCO).
Penelitian Ulang adalah penelitian kembali atas tarif dan/atau nilai pabean yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean impor dan penelitian kembali atas tarif, harga, jenis, dan/atau jumlah barang yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean ekspor melalui pengujian dengan data, informasi, dan dokumen lain terkait yang dilakukan di Kantor Pusat, Kantor Wilayah, atau Kantor Pelayanan Utama oleh pejabat bea dan cukai.
Audit Kepabeanan adalah kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan, dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan.
Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
Ketentuan Asal Barang __ ( Rules of Origin ) yang selanjutnya disebut Ketentuan Asal Barang adalah ketentuan khusus yang ditetapkan berdasarkan Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi untuk menentukan negara asal barang . 19. Negara Anggota adalah negara yang menandatangani Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi.
Bahan Originating adalah bahan yang memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi.
Barang Originating adalah barang yang memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi.
Bahan Non-Originating adalah bahan yang berasal dari luar Negara Anggota atau bahan yang tidak memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi.
Aturan Khusus Produk ( Product Specific Rules ) yang selanjutnya disebut PSR adalah aturan-aturan yang merinci mengenai:
barang yang proses produksinya menggunakan Bahan Non-Originating , dan Bahan Non- originating tersebut harus mengalami perubahan klasifikasi atau Change in Tariff Classification (CTC);
barang yang proses produksinya menggunakan Bahan Non-Originating yang memenuhi kriteria kandungan bilateral sejumlah nilai tertentu yang dinyatakan dalam persentase;
barang yang mengalami suatu proses pabrikasi atau proses operasional tertentu; atau
kombinasi dari setiap kriteria tersebut.
Instansi Penerbit Surat Keterangan Asal yang selanjutnya disebut Instansi Penerbit SKA adalah instansi pemerintah atau institusi yang ditunjuk pemerintah di Negara Anggota pengekspor dan diberi kewenangan untuk menerbitkan SKA Form JIEPA atas barang yang akan diekspor.
Surat Keterangan Asal ( Certificate of Origin ) Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi yang selanjutnya disebut SKA Form JIEPA adalah dokumen pelengkap pabean yang diterbitkan oleh Instansi Penerbit SKA yang akan digunakan sebagai dasar pemberian Tarif Preferensi.
Dihapus. 27. Dokumen Pelengkap Pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap pemberitahuan pabean, misalnya invoice, packing list, bill of lading/ airway bill, manifest , dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan.
Surat Keterangan Asal Elektronik Form JIEPA yang selanjutnya disebut e-Form JIEPA adalah SKA Form JIEPA yang disusun berdasarkan panduan dan spesifikasi yang disepakati oleh Negara Anggota dan dikirim secara elektronik ke negara penerima.
Non-Party Invoice adalah invoice yang diterbitkan oleh perusahaan lain yang berlokasi di negara ketiga (selain Negara Anggota).
Dihapus. 31. Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi adalah tanggal bill of lading untuk moda pengangkutan laut, tanggal airway bill untuk moda pengangkutan udara, atau tanggal dokumen pengangkutan darat untuk moda pengangkutan darat.
Permintaan Retroactive Check adalah permintaan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai kepada Instansi Penerbit SKA untuk mendapatkan informasi mengenai __ pemenuhan Ketentuan __ Asal Barang dan/atau keabsahan SKA Form JIEPA.
Verification Visit adalah kegiatan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai di negara penerbit SKA Form JIEPA untuk memperoleh data atau informasi mengenai pemenuhan Ketentuan Asal Barang, dan/atau keabsahan SKA Form JIEPA.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
Pembiayaan Proyek melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara
Relevan terhadap
Ayat (1) Penerusan SBSN tersebut dimaksudkan untuk mendorong peningkatan kapasitas pendanaan Penerima Penerusan SBSN dalam mendukung percepatan pembangunan khususnya dalam penyediaan infrastruktur, mendukung pengembangan investasi dan kerja sama ekonomi, serta untuk penguatan terhadap pelaksanaan kebijakan strategis Pemerintah lainnya. Penggunaan dana APBN dalam Penerusan SBSN ini dialokasikan sebagai pengeluaran pembiayaan yang dapat dilakukan paling banyak sebesar alokasi yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat dalam APBN. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Margin dalam Penerusan SBSN tersebut merupakan tambahan kewajiban pembayaran, di luar pembayaran pokok/ nominal pembiayaan, yang dibebankan kepada Penerima Penerusan SBSN berdasarkan Perjanjian Penerusan SBSN. Tata cara pembayaran dan mekanisme perhitungan besaran margin tersebut dilakukan dengan mengikuti ketentuan kesesuaian syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 26 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Hurufb Yang dimaksud dengan "Proyek tidak dalam status bermasalah" yaitu tidak dalam status bermasalah baik secara hukum maupun teknis konstruksi. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "Proyek tidak dalam status bermasalah" yaitu tidak dalam status bermasalah baik secara hukum, teknis konstruksi, maupun teknis operasional pemanfaatannya. Huruf c Audit dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dan/atau pihak yang berwenang untuk memastikan nilai investasi dan status permasalahan Proyek baik terkait aspek hukum, teknis konstruksi, maupun operasional pemanfaatannya. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Ayat (1) Penggunaan dana APBN dalam rangka Penerusan SBSN kepada BUMN melalui pemberian pmJaman dan/atau lnvestasi Pemerintah dialokasikan sebagai pengeluaran pembiayaan yang merupakan sumber investasi yang dapat dilakukan paling banyak sebesar alokasi yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat dalam APBN. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Huruf a Investasi langsung dalam bentuk pemberian pmJaman, terbatas hanya dapat digunakan untuk melakukan pembiayaan dalam rangka pelaksanaan Proyek/kegiatan pada BUMN itu sendiri. Hurufb Yang dimaksud dengan "kerja sama investasi" termasuk antara lain penyertaan pembiayaan berdasarkan pembagian atas basil usaha profit/ revenue sharing. Huruf c Bentuk investasi langsung lainnya merupakan investasi yang bersifat non permanen. Ayat (5) BUMN yang ditunjuk oleh Menteri sebagai operator investasi Pemerintah merupakan BUMN yang ditunjuk atau ditetapkan sebagai pelaksana fungsi operasional dari kegiatan Investasi Pemerintah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas.
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
Proyek adalah kegiatan yang merupakan bagian dari program yang dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga clan/ atau Penerima Penerusan Surat Berharga Syariah Negara, yang pembiayaannya bersumber dari penerbitan Surat Berharga Syariah Negara dalam Anggaran Pendapatan clan Belanja Negara.
Surat Berharga Syariah Negara selanjutnya disingkat SBSN adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Perusahaan Penerbit SBSN adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara untuk melaksanakan kegiatan penerbitan SBSN. jdih.kemenkeu.go.id 5.
Pemrakarsa Proyek adalah Kementerian/Lembaga dan/atau penerima penerusan SBSN yang menyampaikan usulan Proyek. Daftar Prioritas Proyek SBSN yang selanjutnya disingkat DPP SBSN adalah daftar Proyek yang layak dan siap berdasarkan penilaian Menteri Perencanaan untuk diusulkan pembiayaannya melalui SBSN pada tahun anggaran tertentu kepada Menteri. Penerusan SBSN adalah pembiayaan yang bersumber dari penerbitan SBSN yang diberikan oleh Pemerintah kepada penerima Penerusan SBSN, yang diperuntukkan untuk penyelenggaraan Proyek dan harus dibayar kembali oleh penerima Penerusan SBSN sesuai dengan ketentuan peraturan perundangĀ undangan. Penerima Penerusan SBSN adalah Pemerintah Daerah atau Badan Usaha Milik Negara yang menerima pembiayaan dari Pemerintah yang dananya bersumber dari penerbitan SBSN, untuk penyelenggaraan Proyek. Perjanjian Penerusan SBSN adalah kesepakatan tertulis yang dilakukan antara Pemerintah dan Penerima Penerusan SBSN. Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau aset keuangan dalam jangka panjang untuk investasi dalam bentuk saham, surat utang, dan/atau investasi langsung guna memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/ a tau manfaat lainnya. Pembiayaan Terintegrasi adalah Proyek yang pembiayaannya menjadi satu kesatuan dengan sumber pendanaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. jdih.kemenkeu.go.id 12.
Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha yang selanjutnya disingkat KPBU adalah kerjasama antara Pemerintah dan Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha dengan memperhatikan pembagian risiko diantara para pihak. Kerjasama Pemerintah Daerah dan Badan Usaha yang selanjutnya disingkat KPDBU adalah kerjasama antara Pemerintah Daerah dan Badan U saha dalam penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha dengan memperhatikan pembagian risiko di an tara para pihak. Pinjaman Daerah adalah pembiayaan utang daerah yang diikat dalam suatu perjanjian pinjaman dan bukan dalam bentuk surat berharga, yang mengakibatkan daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bemilai uang dari pihak lain, sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali. Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha milik negara sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai BUMN. Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BUMD adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Daerah. jdih.kemenkeu.go.id 17.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam UndangĀ Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. Lembaga adalah organisasi non Kementerian dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan UndangĀ Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya. Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan Kementerian/ Lembaga yang bersangkutan. Kepala Daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Menteri Keuangan yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang selanjutnya disebut Menteri Perencanaan adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional. jdih.kemenkeu.go.id 25.
(2) (3) (1) (2) (3) Menteri Dalam Negeri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang pemerintahan dalam negeri.
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang ...
Relevan terhadap 67 lainnya
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "dalam hal tertentu" adalah dalam hal barang yang dibutuhkan oleh Pelaku Usaha berupa Barang modal bukan baru yang belum dapat dipenuhi dari sumber dalam negeri sehingga perlu diimpor dalam rangka proses produksi industri untuk tujuan pengembangan Ekspor, peningkatan daya saing, efisiensi usaha, investasi dan relokasi industri, pembangunan infrastruktur, dan/atau diekspor kembali. jdih.kemenkeu.go.id REPUBUK INDONESIA - 150 - Selain itu, dalam hal terjadi bencana alam dibutuhkan Barang atau peralatan dalam kondisi tidak baru dalam rangka pemulihan dan pembangunan kembali sebagai akibat bencana alam serta Barang bukan baru untuk keperluan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (3) Cukup jelas. Angka 16
Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak Pelaku Usaha menerima pemberitahuan putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (4), Pelaku Usaha wajib melaksanakan putusan terse but dan menyampaikan laporan pelaksanaannya kepada Komisi.
Pelaku Usaha dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Niaga selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut. (3) Pelaku Usaha yang tidak mengajukan keberatan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dianggap menerima putusan Komisi. jdih.kemenkeu.go.id (4) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak dijalankan oleh Pelaku Usaha, Komisi menyerahkan putusan tersebut kepada penyidik untuk dilakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku. (5) Putusan Komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan bukti permulaan yang cukup bagi penyidik untuk melakukan penyidikan.
Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri Tunai
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Pinjaman Luar Negeri Tunai yang selanjutnya disebut Pinjaman Tunai adalah pinjaman luar negeri dalam bentuk devisa dan/atau rupiah yang digunakan untuk pembiayaan defisit APBN dan pengelolaan portofolio utang.
Pinjaman Program adalah Pinjaman Tunai yang penarikannya mensyaratkan dipenuhinya kondisi tertentu yang disepakati kedua belah pihak yaitu Pemerintah dan pemberi pinjaman, di antaranya matriks kebijakan, dilaksanakannya kegiatan tertentu, atau untuk mengganti kembali pendanaan kegiatan tertentu yang telah dilaksanakan.
Pinjaman Siaga adalah Pinjaman Tunai yang dipersiapkan untuk siap ditarik pada saat diperlukan oleh Pemerintah berdasarkan kesepakatan Pemerintah dan pemberi pinjaman.
Pinjaman Tunai Komersial adalah Pinjaman Tunai yang bersumber dari lembaga keuangan asing, lembaga keuangan nasional, dan lembaga non-keuangan asing yang berdomisili dan melakukan kegiatan usaha di luar wilayah Negara Republik Indonesia dengan persyaratan yang berlaku di pasar keuangan internasional.
Kreditor Multilateral adalah lembaga keuangan internasional yang beranggotakan beberapa negara, yang memberikan pinjaman kepada Pemerintah.
Kreditor Bilateral adalah pemerintah negara asing atau lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah negara asing atau lembaga yang bertindak untuk pemerintah negara asing yang memberikan pinjaman kepada Pemerintah.
Kreditor Swasta Asing yang selanjutnya disingkat KSA adalah lembaga keuangan asing, lembaga keuangan nasional, dan lembaga non-keuangan asing yang berdomisili dan melakukan kegiatan usaha di luar wilayah Negara Republik Indonesia yang memberikan pinjaman kepada Pemerintah berdasarkan perjanjian pinjaman tanpa jaminan dari lembaga penjamin kredit ekspor.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal adalah pimpinan unit eselon satu di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi urusan pengelolaan pembiayaan dan risiko.
Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah adalah strategi pengelolaan utang jangka menengah dalam jangka waktu 3 (tiga) sampai dengan 5 (lima) tahun.
Strategi Pembiayaan Tahunan Melalui Utang adalah strategi pembiayaan APBN melalui utang secara tahunan.
Kementerian/Lembaga Penanggung Jawab Pinjaman Tunai adalah kementerian/lembaga negara yang menjadi penanggung jawab dan/atau koordinator atas penyiapan, pelaksanaan, dan pelaporan Pinjaman Tunai.
Daftar Potensi Pinjaman Tunai yang selanjutnya disebut Daftar Potensi adalah daftar yang memuat potensi nilai komitmen, rencana penarikan, jenis, dan sumber Pinjaman Tunai.
Tata Cara Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam Rangka Pelaksanaan Program Pemulihan E ...
Relevan terhadap 4 lainnya
b ahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam Rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.08/2020 tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional;
bahwa guna memenuhi tuntutan kebutuhan dan perkembangan hukum penjaminan pemerintah untuk pelaku usaha korporasi, maka Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.08/2020 tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional perlu disempurnakan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.08/2020 tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam Rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional;
Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), diberikan terhadap kewajiban finansial atas Pinjaman modal kerja yang diterima oleh Pelaku Usaha.
Kewajiban finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi tunggakan pokok Pinjaman dan/atau bunga/imbalan sehubungan dengan Pinjaman modal kerja sebagaimana tercantum dalam perjanjian penjaminan/sertifikat penjaminan.
Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan untuk Pinjaman modal kerja baru atau tambahan Pinjaman modal kerja dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional.
(3a) Dalam hal terdapat restrukturisasi Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penjaminan atas Pinjaman yang direstrukturisasi dapat diberikan sepanjang tidak menambah Nilai Penjaminan.
Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan menghasilkan devisa, menghemat devisa dalam negeri, meningkatkan kapasitas produksi nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan, dan/atau mempekerjakan tenaga kerja minimal 100 (seratus) orang.
(4a) Dalam hal Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk dalam kategori sektor yang ditetapkan melalui surat Menteri, jumlah tenaga kerja sebagaimana yang dipersyaratkan pada ayat (4) minimal berjumlah 50 (lima puluh) orang.
Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam perjanjian kerja sama antara Penjamin dan Penerima Jaminan.
Tata cara pemberian Penjaminan Pemerintah kepada Pelaku Usaha dengan kategori sebagaimana dimaksud pada ayat (4), tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Ketentuan ayat (2) Pasal 8 diubah dan ditambahkan satu ayat yakni ayat (3) sehingga Pasal 8 berbunyi sebagai berikut:
Tata Cara Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam rangka Pelaksanaan Program Pemulihan E ...
Relevan terhadap 5 lainnya
Kebijakan Penjaminan Pemerintah berpedoman pada hasil rumusan dan ketetapan kebijakan dan strategi pelaksanaan Program PEN oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Menteri, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional dalam rangka mendukung kebijakan keuangan negara untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi nasional.
Dalam perumusan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat mengusulkan masukan mengenai:
sektor-sektor yang diprioritaskan untuk diberikan Pinjaman modal kerja;
pagu total penyaluran Pinjaman modal kerja yang akan mendapat Penjaminan Pemerintah;
pagu tertinggi anggaran pelaksanaan Penjaminan Pemerintah;
plafon Pinjaman setiap Pelaku Usaha yang mendapat Penjaminan Pemerintah; dan/atau
porsi Pinjaman modal kerja yang dijamin.
Dalam mengusulkan masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang terkait dengan data perbankan, Menteri melakukan koordinasi dengan OJK.
Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), diberikan terhadap kewajiban finansial atas Pinjaman modal kerja yang diterima oleh Pelaku Usaha.
Kewajiban finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi tunggakan pokok pinjaman dan/atau bunga/imbalan sehubungan dengan Pinjaman modal kerja sebagaimana disepakati dalam perjanjian Pinjaman.
Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan untuk Pinjaman modal kerja baru atau tambahan Pinjaman modal kerja dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional.
Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan pelaku usaha yang melakukan kegiatan menghasilkan devisa, menghemat devisa dalam negeri, meningkatkan kapasitas produksi nasional dan/atau memiliki karyawan minimal 300 (tiga ratus) orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam perjanjian kerja sama antara Penjamin dan Penerima Jaminan.
Tata cara pemberian Penjaminan Pemerintah kepada Pelaku Usaha dengan kategori sebagaimana dimaksud pada ayat (4), tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Tata Cara Investasi Pemerintah
Relevan terhadap 2 lainnya
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), KIP melakukan penilaian terhadap kelayakan BLU menjadi OIP setelah berkoordinasi dengan unit eselon II pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang pembinaan badan layanan umum.
Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit terhadap:
ketersediaan dana;
kinerja keuangan dan layanan BLU;
mandat dan/atau kebutuhan BLU untuk melakukan investasi jangka panjang;
tujuan investasi jangka panjang;
pelaksanaan investasi jangka pendek yang telah dilakukan;
rencana dan strategi investasi jangka panjang terutama profil kekayaan dan kewajiban serta durasi kekayaan dan kewajiban;
rencana kebutuhan kas untuk pengembangan layanan BLU; dan
rencana kesiapan atas investasi jangka panjang.
Berdasarkan hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KIP menyampaikan rekomendasi penetapan BLU sebagai OIP kepada Menteri.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Menteri Keuangan yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi BUN.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Kuasa BUN Pusat adalah Direktur Jenderal.
Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau aset keuangan dalam jangka panjang untuk investasi dalam bentuk saham, surat utang, dan/atau investasi langsung guna memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.
Komite Investasi Pemerintah yang selanjutnya disingkat KIP adalah lembaga yang dibentuk untuk melaksanakan fungsi supervisi dalam pengelolaan Investasi Pemerintah.
Operator Investasi Pemerintah yang selanjutnya disingkat OIP adalah pelaksana fungsi operasional yang ditunjuk atau ditetapkan oleh Menteri.
Pinjaman adalah setiap pembiayaan melalui utang yang diikat oleh suatu perjanjian pinjaman dan tidak berbentuk surat berharga, yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu.
Divestasi adalah penjualan surat berharga dan/atau pelepasan hak kepemilikan pemerintah baik sebagian atau keseluruhan kepada pihak lain.
Pernyataan Kebijakan Investasi Pemerintah yang selanjutnya disingkat PKIP adalah dokumen yang disusun oleh KIP yang berisi pedoman umum antara lain mengenai pengelolaan investasi yang mencakup perencanaan, pemilihan, dan alokasi, atas sumber daya dan risiko.
Kementerian Negara/Lembaga adalah kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian negara/Lembaga negara.
Badan Layanan Umum yang selanjutnya disingkat BLU adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Badan Hukum Lainnya yang selanjutnya disingkat BHL adalah badan hukum yang diatur tersendiri dengan undang-undang.
Badan Usaha adalah BUMN, badan usaha milik daerah, badan usaha swasta yang berbentuk perseroan terbatas, badan hukum asing, atau koperasi.
Perjanjian Investasi adalah kesepakatan tertulis untuk melakukan Investasi Pemerintah antara Menteri selaku BUN atau pejabat yang ditunjuk dengan pimpinan BUMN dan/atau BHL selaku OIP.
Rekening Investasi BUN yang selanjutnya disingkat RIBUN adalah rekening tempat penampungan dana dan/atau imbal hasil Investasi Pemerintah.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, yang memperoleh kewenangan sebagai Kuasa BUN.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kewenangan dan tanggung jawab dari pengguna anggaran untuk menggunakan anggaran Investasi Pemerintah.
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh pengguna anggaran/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara.
Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh pengguna anggaran/KPA untuk melakukan pengujian atas surat permintaan pembayaran dan menerbitkan surat perintah membayar.
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan/ digunakan oleh pengguna anggaran/KPA/PPK sebagai dasar penerbitan surat perintah membayar.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan/digunakan oleh pengguna anggaran/KPA/PPSPM untuk mencairkan alokasi dana Investasi Pemerintah.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat dengan SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara berdasarkan SPM.
Surat Pernyataan Tanggung Jawab Pengeluaran Pembiayaan Investasi Pemerintah yang selanjutnya disebut SPTPP-IP adalah pernyataan tanggung jawab penyaluran dana yang diterbitkan/dibuat oleh KPA/PPK atas transaksi pengeluaran Investasi Pemerintah.
Nilai Wajar Efek adalah nilai pasar efek yang diperoleh dari transaksi efek yang dilakukan oleh para pelaku pasar efek bukan karena paksaan atau likuidasi.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disebut DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang digunakan sebagai acuan pengguna anggaran dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN.
Manajer Investasi adalah pihak yang kegiatan usahanya mengelola portofolio efek untuk para nasabah atau mengelola portofolio investasi kolektif untuk sekelompok nasabah, kecuali perusahaan asuransi, dana pensiun, dan bank yang melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bank Kustodian adalah pihak yang memberikan jasa penitipan efek dan harta lain yang berkaitan dengan efek serta jasa lain, termasuk menerima dividen, bunga, dan hak-hak lain, menyelesaikan transaksi efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya.
BLU menyusun rencana jangka panjang dan menengah atas Investasi Pemerintah berdasarkan kebijakan umum dan rencana strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) setelah ditetapkan sebagai OIP.
Berdasarkan rencana jangka panjang dan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan PKIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2), BLU menyusun rencana investasi tahunan.
Rencana jangka panjang dan menengah investasi BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan rencana investasi tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mencerminkan kebijakan dan strategi Investasi Pemerintah.
Rencana investasi tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
rencana komposisi jenis investasi;
perkiraan tingkat hasil investasi untuk setiap jenis investasi; dan
pertimbangan yang mendasari rencana komposisi jenis investasi.
Penyusunan rencana jangka panjang dan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan rencana investasi tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan memperhatikan paling sedikit:
kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi BLU; dan
kemampuan BLU untuk mengelola dana.
Rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditandatangani oleh pimpinan BLU setelah berkoordinasi dengan dewan pengawas pada BLU.
BLU menyampaikan rencana investasi tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada KIP, setelah mendapat persetujuan unit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf d.
Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan