Usaha Kecil
Relevan terhadap 3 lainnya
Yang dimaksud dengan:
pola inti-plasma adalah hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar, yang didalamnya Usaha Menengah atau Usaha Besar bertindak sebagai inti dan Usaha Kecil selaku plasma, perusahaan ini melaksanakan pembinaan mulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis, sampai dengan pemasaran hasil produksi;
pola subkontrak adalah hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar, yang didalamnya Usaha Kecil memproduksi komponen yang diperlukan oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar sebagai bagian dari produksinya;
pola dagang umum adalah hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar, yang didalamnya Usaha Menengah atau Usaha Besar memasarkan hasil produksi Usaha Kecil atau Usaha Kecil memasok kebutuhan yang diperlukan oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar mitranya;
pola waralaba adalah hubungan kemitraan yang didalamnya pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bantuan bimbingan manajemen;
pola keagenan adalah hubungan kemitraan, yang didalamnya Usaha Kecil diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa Usaha Menengah atau Usaha Besar mitranya;
pola bentuk-bentuk lain di luar pola sebagaimana tertera dalam huruf a, b, c, d dan e pasal ini adalah pola kemitraan yang pada saat ini sudah berkembang, tetapi belum dibakukan, atau pola baru yang akan timbul di masa yang akan datang.
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini;
Usaha Menengah dan Usaha Besar adalah kegiatan ekonomi yang mempunyai kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar daripada kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan Usaha Kecil;
Pemberdayaan… 3. Pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dalam bentuk penumbuhan iklim usaha, pembinaan dan pengembangan sehingga Usaha Kecil mampu menumbuhkan dan memperkuat dirinya menjadi usaha yang tangguh dan mandiri;
Iklim usaha adalah kondisi yang diupayakan Pemerintah berupa penetapan berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan di berbagai aspek kehidupan ekonomi agar Usaha Kecil memperoleh kepastian kesempatan yang sama dan dukungan berusaha yang seluas-luasnya sehingga berkembang menjadi usaha yang tangguh dan mandiri;
Pembinaan dan pengembangan adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah dunia usaha dan masyarakat melalui pemberian bimbingan dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan Usaha Kecil agar menjadi usaha yang tangguh dan mandiri;
Pembiayaan adalah penyediaan dana oleh Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat melalui lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, atau melalui lembaga lain dalam rangka memperkuat permodalan Usaha Kecil;
Penjaminan adalah pemberian jaminan pinjaman Usaha Kecil oleh lembaga penjamin sebagai dukungan untuk memperbesar kesempatan memperoleh pembiayaan dalam rangka memperkuat permodalannya;
Kemitraan adalah kerja sama usaha antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau dengan Usaha Besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. BAB II…
Pemberdayaan Usaha Kecil bertujuan:
menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan Usaha Kecil menjadi usaha yang tangguh dan mandiri serta dapat berkembang menjadi Usaha Menengah;
meningkatkan peranan Usaha Kecil dalam pembentukan produk nasional, perluasan kesempatan kerja dan berusaha, meningkatkan ekspor, serta peningkatan dan pemerataan pendapatan untuk mewujudkan dirinya sebagai tulang punggung serta memperkukuh struktur perekonomian nasional. BAB III…
Kepelabuhanan.
Relevan terhadap
Pembangunan terminal khusus dilakukan oleh pengelola berdasarkan izin dari Menteri. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan permohonan yang harus dilengkapi dengan persyaratan:
administrasi;
teknis kepelabuhanan;
keselamatan dan keamanan pelayaran; dan
kelestarian lingkungan. (3) Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
akte pendirian perusahaan;
izin usaha pokok dari instansi terkait; ditjen Peraturan Perundang-undangan c. Nomor Pokok Wajib Pajak;
bukti penguasaan tanah;
bukti kemampuan finansial;
proposal rencana tahapan kegiatan pembangunan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang; dan
rekomendasi dari Syahbandar pada pelabuhan terdekat. (4) Persyaratan teknis kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
gambar hidrografi, topografi, dan ringkasan laporan hasil survei mengenai pasang surut dan arus;
tata letak dermaga;
perhitungan dan gambar konstruksi bangunan pokok;
hasil survei kondisi tanah;
hasil kajian keselamatan pelayaran termasuk alur- pelayaran dan kolam pelabuhan;
batas-batas rencana wilayah daratan dan perairan dilengkapi titik koordinat geografis serta rencana induk terminal khusus yang akan ditetapkan sebagai Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan tertentu; dan
kajian lingkungan. (5) Persyaratan keselamatan dan keamanan pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi:
alur-pelayaran;
kolam pelabuhan;
rencana penempatan Sarana Bantu Navigasi- Pelayaran;
rencana arus kunjungan kapal. (6) Persyaratan kelestarian lingkungan sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf d berupa studi lingkungan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup. Pasal 118 (1) Berdasarkan permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (2), Menteri melakukan penelitian atas persyaratan permohonan pembangunan Terminal Khusus dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterima permohonan secara lengkap. ditjen Peraturan Perundang-undangan (2) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terpenuhi, Menteri mengembalikan permohonan kepada pengelola untuk melengkapi persyaratan. (3) Permohonan yang dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan kembali kepada Menteri setelah persyaratan dilengkapi. (4) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) telah terpenuhi, Menteri menetapkan izin pembangunan terminal khusus. Pasal 119 Dalam melaksanakan pembangunan terminal khusus, pengelola wajib:
melaksanakan pekerjaan pembangunan terminal khusus sesuai dengan jadwal yang ditetapkan;
bertanggung jawab terhadap dampak yang timbul selama pelaksanaan pembangunan terminal khusus yang bersangkutan;
melaksanakan pekerjaan pembangunan paling lama 1 (satu) tahun sejak izin pembangunan diterbitkan;
melaporkan kegiatan pembangunan terminal khusus secara berkala kepada penyelenggara pelabuhan terdekat; dan
menaati ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 120 (1) Pengoperasian terminal khusus dilakukan setelah diperolehnya izin dari Menteri. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan permohonan dari pengelola setelah memenuhi persyaratan:
pembangunan terminal khusus telah selesai dilaksanakan sesuai dengan izin pembangunan yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (1);
keamanan, ketertiban, dan keselamatan pelayaran;
laporan pelaksanaan kajian lingkungan;
memiliki sistem dan prosedur pelayanan; dan ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 122...
tersedianya sumber daya manusia di bidang teknis pengoperasian pelabuhan yang memiliki kualifikasi dan sertifikasi. Pasal 121 (1) Berdasarkan permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (2), Menteri melakukan penelitian atas persyaratan permohonan pengoperasian terminal khusus dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterima permohonan secara lengkap. (2) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terpenuhi, Menteri mengembalikan permohonan kepada pengelola untuk melengkapi persyaratan. (3) Permohonan yang dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan kembali kepada Menteri setelah persyaratan dilengkapi. (4) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) telah terpenuhi, Menteri menetapkan izin pengoperasian terminal khusus. Pasal 121 (1) Izin pengoperasian terminal khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1) diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 dan Pasal 111.
Permohonan perpanjangan izin pengoperasian terminal khusus diajukan oleh pengelola kepada Menteri dengan melampirkan bukti pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Menteri dapat memberikan atau menolak permohonan perpanjangan izin pengoperasian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 122 Pengelola yang telah mendapatkan izin pengoperasian wajib:
bertanggung jawab sepenuhnya atas pengoperasian terminal khusus yang bersangkutan;
melaporkan kegiatan operasional setiap bulan kepada pemberi izin;
menaati ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pelayaran serta kelestarian lingkungan; dan
menaati ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi Pemerintah lainnya yang berkaitan dengan usaha pokoknya. Pasal 123 (1) Penggunaan terminal khusus untuk kepentingan umum tidak dapat dilakukan kecuali dalam keadaan darurat dengan izin Menteri. (2) Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
terjadi bencana alam atau peristiwa alam lainnya sehingga mengakibatkan tidak berfungsinya pelabuhan; atau
pada daerah yang bersangkutan tidak terdapat pelabuhan dan belum tersedia moda transportasi lain yang memadai atau pelabuhan terdekat tidak dapat melayani permintaan jasa kepelabuhanan oleh karena keterbatasan kemampuan fasilitas yang tersedia sehingga menghambat kelancaran arus barang. (3) Izin penggunaan terminal khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan apabila fasilitas yang terdapat di terminal khusus tersebut dapat menjamin keselamatan pelayaran dan pelaksanaan pelayanan jasa kepelabuhanan. (4) Penggunaan terminal khusus untuk kepentingan umum hanya bersifat sementara, dan apabila pelabuhan telah dapat berfungsi untuk melayani kepentingan umum, izin penggunaan terminal khusus untuk kepentingan umum dicabut. (5) Penggunaan terminal khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan berdasarkan kerjasama antara penyelenggara pelabuhan dengan pengelola. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 124 (1) Pengoperasian terminal khusus dilakukan sesuai dengan frekuensi kunjungan kapal, bongkar muat barang, dan naik turun penumpang. (2) Pengoperasian terminal khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditingkatkan secara terus menerus selama 24 (dua puluh empat) jam dalam 1(satu) hari atau selama waktu tertentu sesuai kebutuhan. (3) Peningkatan pengoperasian terminal khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan ketentuan:
adanya peningkatan frekuensi kunjungan kapal, bongkar muat barang, dan naik turun penumpang; dan
tersedianya fasilitas keselamatan pelayaran, kepelabuhanan, dan lalu lintas angkutan laut. Pasal 125 (1) Menteri dapat menetapkan peningkatan pelayanan operasional terminal khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 ayat (2) berdasarkan usulan dari pengelola. (2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah memenuhi persyaratan:
kesiapan kondisi alur;
kesiapan pelayanan pemanduan bagi perairan terminal khusus yang sudah ditetapkan sebagai perairan wajib pandu;
kesiapan fasilitas terminal khusus;
kesiapan gudang dan/atau fasilitas lain di luar terminal khusus;
kesiapan keamanan dan ketertiban;
kesiapan sumber daya manusia operasional sesuai kebutuhan;
kesiapan tenaga kerja bongkar muat dan naik turun penumpang atau kendaraan;
kesiapan sarana transportasi darat; dan
rekomendasi dari Syahbandar pada pelabuhan terdekat. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 126 Terminal khusus yang sudah tidak dioperasikan sesuai dengan izin yang telah diberikan:
dapat diserahkan kepada Pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota;
dikembalikan seperti keadaan semula;
diusulkan untuk perubahan status menjadi terminal khusus untuk menunjang usaha pokok yang lain; atau
dijadikan pelabuhan. Pasal 127 (1) Izin operasi terminal khusus hanya dapat dialihkan apabila usaha pokoknya dialihkan kepada pihak lain. (2) Pengalihan izin operasi terminal khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan kepada Menteri. (3) Dalam hal terjadi perubahan data pada izin operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengelola paling lama 3 (tiga) bulan setelah terjadinya perubahan wajib melaporkan kepada Menteri untuk dilakukan penyesuaian. Pasal 128 (1) Terminal khusus yang diserahkan kepada Pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 huruf a dapat berubah statusnya menjadi pelabuhan setelah memenuhi persyaratan:
sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan Nasional;
layak secara ekonomis dan teknis operasional;
membentuk atau mendirikan Badan Usaha Pelabuhan;
mendapat konsesi dari Otoritas Pelabuhan;
keamanan, ketertiban, dan keselamatan pelayaran; dan
kelestarian lingkungan. (2) Dalam hal terminal khusus berubah status menjadi pelabuhan yang diusahakan secara komersial, tanah daratan dan/atau perairan, fasilitas penahan gelombang, kolam pelabuhan, alur-pelayaran, dan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran yang dikuasai dan dimiliki oleh pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikuasai oleh negara dan diatur oleh Otoritas Pelabuhan. ditjen Peraturan Perundang-undangan (3) Pemberian konsesi dan penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara Otoritas Pelabuhan dan pengelola. Pasal 129 Terminal khusus yang diserahkan kepada Pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 huruf a penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Unit Penyelenggara Pelabuhan. Pasal 130 (1) Izin pengoperasian terminal khusus dapat dicabut apabila pemegang izin:
melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122; atau
menggunakan terminal khusus untuk melayani kepentingan umum tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (1). (2) Pencabutan izin pengoperasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui proses peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan. (3) Apabila telah dilakukan peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemegang izin terminal khusus tidak melakukan usaha perbaikan atas peringatan yang telah diberikan, izin pengoperasian terminal khusus dicabut. Pasal 131 Izin pengoperasian terminal khusus dicabut tanpa melalui proses peringatan, apabila pengelola terminal khusus yang bersangkutan:
melakukan kegiatan yang membahayakan keamanan negara; atau
memperoleh izin pengoperasian terminal khusus dengan cara tidak sah. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 132 (1) Pembinaan, pengendalian, dan pengawasan operasional terminal khusus dilaksanakan oleh Syahbandar pada pelabuhan terdekat. (2) Fungsi keselamatan di terminal khusus dilaksanakan oleh Syahbandar pada pelabuhan terdekat. Pasal 133 Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, tata cara penetapan lokasi, pemberian izin pembangunan dan izin operasi, penggunaan terminal khusus untuk kepentingan umum, peningkatan kemampuan pengoperasian, perubahan status menjadi pelabuhan, prosedur pencabutan izin terminal khusus, penyerahan terminal khusus diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Kedua Terminal Untuk Kepentingan Sendiri Pasal 134 (1) Untuk menunjang kegiatan tertentu di dalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan dapat dibangun terminal untuk kepentingan sendiri. (2) Pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri dilakukan sebagai satu kesatuan dalam penyelenggaraan pelabuhan. Pasal 135 (1) Pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri hanya dapat dilakukan setelah memperoleh persetujuan pengelolaan dari:
Menteri bagi terminal untuk kepentingan sendiri yang berlokasi di dalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan utama dan pengumpul;
gubernur bagi terminal untuk kepentingan sendiri yang berlokasi di dalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan pengumpan regional; dan ditjen Peraturan Perundang-undangan c. bupati/walikota bagi terminal untuk kepentingan sendiri yang berlokasi di dalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan pengumpan lokal. (2) Persetujuan pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan setelah memenuhi persyaratan:
data perusahaan yang meliputi akte perusahaan, Nomor Pokok Wajib Pajak, dan izin usaha pokok;
bukti kerjasama dengan penyelenggara pelabuhan;
gambar tata letak lokasi terminal untuk kepentingan sendiri dengan skala yang memadai, gambar konstruksi dermaga, dan koordinat geografis letak dermaga untuk kepentingan sendiri;
bukti penguasaan tanah;
proposal terminal untuk kepentingan sendiri;
rekomendasi dari Syahbandar pada pelabuhan setempat;
berita acara hasil peninjauan lokasi oleh tim teknis terpadu; dan
studi lingkungan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 136 (1) Untuk mendapatkan persetujuan pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri, pemohon mengajukan permohonan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (2) Persetujuan atau penolakan permohonan pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Menteri, gubenur, atau bupati/walikota paling lama 30 (tiga puluh) __ hari kerja sejak diterima permohonan secara lengkap. (3) Penolakan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disertai alasan penolakan. Pasal 137 Pengelola terminal untuk kepentingan sendiri wajib menyediakan ruangan dan sarana kerja yang memadai untuk kelancaran kegiatan pemerintahan. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 138 (1) Terminal untuk kepentingan sendiri hanya dapat dioperasikan untuk kegiatan:
lalu lintas kapal atau naik turun penumpang atau bongkar muat barang berupa bahan baku, hasil produksi, dan peralatan penunjang produksi untuk kepentingan sendiri; dan
pemerintahan, penelitian, pendidikan dan pelatihan, dan sosial. (2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus dibuktikan dengan dokumen penumpang dan/atau dokumen muatan barang. Pasal 139 (1) Penggunaan terminal untuk kepentingan sendiri selain untuk melayani kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 138 ayat (1) dapat dilakukan kegiatan untuk kepentingan umum setelah mendapat konsesi dari penyelenggara pelabuhan. (2) Konsesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah memenuhi persyaratan:
kemampuan dermaga dan fasilitas lainnya yang ada untuk memenuhi permintaan jasa kepelabuhanan;
rencana kegiatan yang dinilai dari segi keamanan, ketertiban dan keselamatan pelayaran dengan rekomendasi dari Syahbandar pada pelabuhan setempat;
upaya peningkatan pelayanan kepada pengguna jasa kepelabuhanan;
pungutan tarif jasa kepelabuhan dilakukan oleh penyelenggara pelabuhan yang bersangkutan; dan
memberlakukan ketentuan sistem dan prosedur pelayanan jasa kepelabuhanan pada pelabuhan yang bersangkutan. Pasal 140 Dalam hal terjadi bencana alam atau peristiwa lainnya yang mengakibatkan tidak berfungsinya terminal, pengelola terminal untuk kepentingan sendiri wajib memberikan pelayanan jasa kepelabuhanan untuk kepentingan umum dengan ketentuan:
pengoperasian dilakukan oleh penyelenggara pelabuhan; ditjen Peraturan Perundang-undangan b. hak dan kewajiban pengelola terminal untuk kepentingan sendiri harus terlindungi;
pelayanan jasa kepelabuhanan diberlakukan ketentuan pelayanan jasa kepelabuhanan untuk pelabuhan; dan
pungutan tarif jasa kepelabuhanan diberlakukan oleh penyelenggara pelabuhan. Pasal 141 Pengelola terminal untuk kepentingan sendiri dalam melaksanakan pengelolaan dermaga wajib:
bertanggung jawab sepenuhnya atas dampak yang ditimbulkan selama pembangunan dan pengoperasian terminal untuk kepentingan sendiri yang bersangkutan;
melaporkan kegiatan operasional terminal untuk kepentingan sendiri kepada penyelenggara pelabuhan laut secara berkala; dan
menaati ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepelabuhanan, lalu lintas angkutan di perairan, keselamatan pelayaran, pengerukan dan reklamasi, serta pengelolaan lingkungan; dan
menaati ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi pemerintah lainnya yang berkaitan dengan usaha pokoknya. Pasal 142 (1) Persetujuan pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri dicabut apabila pengelola:
melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141;
menggunakan terminal untuk kepentingan sendiri untuk melayani kepentingan umum tanpa konsesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 ayat (2). (2) Pencabutan persetujuan pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui proses peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan. (3) Apabila telah dilakukan peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pengelola terminal untuk kepentingan sendiri tidak melakukan usaha perbaikan atas peringatan yang telah diberikan, persetujuan pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri dicabut. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 143 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian persetujuan pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri diatur dengan Peraturan Menteri. BAB VII PENARIFAN Pasal 144 Setiap pelayanan jasa kepelabuhanan dikenakan tarif sesuai dengan jasa yang diberikan. Pasal 145 Besaran tarif pelayanan jasa kepelabuhanan ditetapkan berdasarkan:
kepentingan pelayanan umum;
peningkatan mutu pelayanan jasa kepelabuhanan;
kepentingan pengguna jasa;
peningkatan kelancaran pelayanan jasa;
pengembalian biaya; dan
pengembangan usaha. Pasal 146 (1) Tarif penggunaan perairan dan/atau daratan serta jasa kepelabuhanan yang diselenggarakan oleh Otoritas Pelabuhan ditetapkan oleh Otoritas Pelabuhan setelah dikonsultasikan dengan Menteri. (2) Tarif jasa kepelabuhanan yang diusahakan oleh Badan Usaha Pelabuhan ditetapkan oleh Badan Usaha Pelabuhan berdasarkan jenis, struktur, dan golongan tarif yang ditetapkan oleh Menteri dan merupakan pendapatan Badan Usaha Pelabuhan. (3) Tarif jasa kepelabuhanan bagi pelabuhan yang diusahakan secara tidak komersial oleh Pemerintah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dan merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak. ditjen Peraturan Perundang-undangan (4) Tarif jasa kepelabuhanan bagi pelabuhan yang diusahakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota ditetapkan dengan peraturan daerah dan merupakan penerimaan daerah. Pasal 147 Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, struktur, dan golongan tarif jasa kepelabuhanan, mekanisme penetapan tarif yang terkait dengan penggunaan perairan dan/atau daratan dan jasa kepelabuhanan serta tarif jasa kepelabuhanan yang diusahakan oleh Badan Usaha Pelabuhan diatur dengan Peraturan Menteri. BAB VIII PELABUHAN DAN TERMINAL KHUSUS YANG TERBUKA BAGI PERDAGANGAN LUAR NEGERI Pasal 148 (1) Untuk menunjang kelancaran perdagangan luar negeri pelabuhan utama dan terminal khusus tertentu dapat ditetapkan sebagai pelabuhan yang terbuka bagi perdagangan luar negeri. (2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas pertimbangan:
pertumbuhan dan pengembangan ekonomi nasional;
kepentingan perdagangan internasional;
kepentingan pengembangan kemampuan angkutan laut nasional;
posisi geografis yang terletak pada lintasan pelayaran internasional;
Tatanan Kepelabuhanan Nasional yang diwujudkan dalam Rencana Induk Pelabuhan Nasional;
fasilitas pelabuhan;
keamanan dan kedaulatan negara; dan
kepentingan nasional lainnya. Pasal 149 (1) Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 ayat (1) ditetapkan oleh Menteri atas usulan penyelenggara pelabuhan utama setelah memenuhi persyaratan. (2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi:
aspek ekonomi; ditjen Peraturan Perundang-undangan b. aspek keselamatan dan keamanan pelayaran;
aspek teknis fasilitas kepelabuhanan;
fasilitas kantor dan peralatan penunjang bagi instansi pemegang fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran, instansi bea cukai, imigrasi, dan karantina; dan
jenis komoditas khusus. Pasal 150 (1) Terminal khusus tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 ayat (1) ditetapkan oleh Menteri atas usulan penyelenggara pengelola terminal khusus setelah memenuhi persyaratan. (2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi:
aspek administrasi;
aspek ekonomi;
aspek keselamatan dan keamanan pelayaran;
aspek teknis fasilitas kepelabuhanan;
fasilitas kantor dan peralatan penunjang bagi instansi pemegang fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran, instansi bea cukai, imigrasi, dan karantina; dan
jenis komoditas khusus. Pasal 151 (1) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149 dan Pasal 150, Menteri melakukan penelitian atas persyaratan permohonan penetapan pelabuhan dan terminal khusus tertentu yang terbuka bagi perdagangan luar negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterima permohonan secara lengkap. (2) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terpenuhi, Menteri mengembalikan permohonan kepada penyelenggara pelabuhan dan pengelola untuk melengkapi persyaratan. (3) Permohonan yang dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan kembali kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. ditjen Peraturan Perundang-undangan (4) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) telah terpenuhi, Menteri menetapkan pelabuhan dan terminal khusus tertentu yang terbuka bagi perdagangan luar negeri. Pasal 152 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan pelabuhan dan terminal khusus tertentu yang terbuka bagi perdagangan luar negeri diatur dengan Peraturan Menteri. BAB IX SISTEM INFORMASI PELABUHAN Pasal 153 (1) Sistem informasi pelabuhan mencakup pengumpulan, pengelolaan, penganalisaan, penyimpanan, penyajian, serta penyebaran data dan informasi pelabuhan untuk:
mendukung operasional pelabuhan;
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat atau publik; dan
mendukung perumusan kebijakan di bidang kepelabuhanan. (2) Sistem informasi pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh:
Menteri untuk sistem informasi pelabuhan pada tingkat nasional;
gubernur untuk sistem informasi pelabuhan pada tingkat provinsi; dan
bupati/walikota untuk sistem informasi pelabuhan pada tingkat kabupaten/kota. (3) Pemerintah daerah menyelenggarakan sistem informasi pelabuhan sesuai dengan kewenangannya berdasarkan pedoman dan standar yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 154 Sistem informasi pelabuhan paling sedikit memuat:
kedalaman alur dan kolam pelabuhan;
kapasitas dan kondisi fasilitas pelabuhan;
arus peti kemas, barang, dan penumpang di pelabuhan;
arus lalu lintas kapal di pelabuhan;
kinerja pelabuhan; ditjen Peraturan Perundang-undangan f. operator terminal di pelabuhan;
tarif jasa kepelabuhanan; dan
Rencana Induk Pelabuhan dan/atau rencana pembangunan pelabuhan. Pasal 155 Badan Usaha Pelabuhan menyampaikan laporan bulanan kegiatan terminal kepada Otoritas Pelabuhan setiap bulan paling lambat pada tanggal 5 (lima) bulan berikutnya. Pasal 156 Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 meliputi:
arus kunjungan kapal;
arus bongkar muat peti kemas dan barang;
arus penumpang;
kinerja operasional; dan
kinerja peralatan dan fasilitas. Pasal 157 Otoritas Pelabuhan mengevaluasi laporan bulanan yang disampaikan oleh Badan Usaha Pelabuhan untuk dijadikan sebagai bahan penyusunan sistem informasi pelabuhan dan disampaikan kepada Menteri dengan tembusan kepada gubernur. Pasal 158 Unit Penyelenggara Pelabuhan wajib menyampaikan informasi kepada Menteri yang memuat paling sedikit mengenai:
kedalaman kolam pelabuhan;
arus kunjungan kapal;
arus bongkar muat peti kemas dan barang;
arus penumpang;
kinerja operasional;
kinerja peralatan dan fasilitas;
kedalaman alur; dan
perkembangan jumlah Badan Usaha Pelabuhan yang mengoperasikan terminal. Pasal 159 Menteri berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 mengolah data dan informasi untuk dijadikan sebagai bahan informasi pelabuhan kepada masyarakat. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 160 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengolahan dan laporan serta penyusunan sistem informasi pelabuhan diatur dengan Peraturan Menteri. BAB X KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 161 Pengelola kawasan industri yang memerlukan fasilitas pelabuhan wajib menyediakan lahan yang dialokasikan untuk kegiatan kepelabuhanan. Pasal 162 (1) Penyelenggaraan pelabuhan laut serta pelabuhan sungai dan danau yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan yang diusahakan secara komersial harus memenuhi ketentuan:
kegiatan pengaturan dan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan dilaksanakan oleh Otoritas Pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan;
kegiatan pemerintahan di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran dilaksanakan oleh Syahbandar; dan
kegiatan pengusahaan dilaksanakan oleh Badan Usaha Pelabuhan yang mengusahakan pelabuhan laut untuk melayani angkutan penyeberangan. (2) Penyelenggara pelabuhan laut serta pelabuhan sungai dan danau yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan yang belum diusahakan secara komersial dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis Pemerintah, Unit Pelaksana Teknis pemerintah provinsi, atau Unit Pelaksana Teknis pemerintah kabupaten/kota. Pasal 163 Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan pelabuhan laut serta pelabuhan sungai dan danau yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan diatur dengan Peraturan Menteri. ditjen Peraturan Perundang-undangan BAB XI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 164 (1) Pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku, Pemerintah, pemerintah daerah, dan Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan pelabuhan tetap menyelenggarakan kegiatan pengusahaan di pelabuhan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. (2) Dalam waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, kegiatan usaha pelabuhan yang dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan Badan Usaha Milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disesuaikan dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini. (3) Kegiatan pengusahaan di pelabuhan yang telah diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara tetap diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dimaksud . BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 165 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua peraturan perundang-undangan yang lebih rendah dari Peraturan Pemerintah ini yang mengatur mengenai kepelabuhanan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 166 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4145) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 167 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. ditjen Peraturan Perundang-undangan ditjen Peraturan Perundang-undangan Untuk... P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN I. UMUM Pelabuhan sebagai salah satu unsur dalam penyelenggaraan pelayaran memiliki peranan yang sangat penting dan strategis sehingga penyelenggaraannya dikuasasi oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka menunjang, menggerakkan, dan mendorong pencapaian tujuan nasional, dan memperkukuh ketahanan nasional. Pembinaan pelabuhan yang dilakukan oleh Pemerintah meliputi aspek pengaturan, pengendalian, dan pengawasan. Aspek pengaturan mencakup perumusan dan penentuan kebijakan umum maupun teknis operasional. Aspek pengendalian mencakup pemberian pengarahan bimbingan dalam pembangunan dan pengoperasian pelabuhan. Sedangkan aspek pengawasan dilakukan terhadap penyelenggaraan kepelabuhanan. Pembinaan kepelabuhanan dilakukan dalam satu kesatuan Tatanan Kepelabuhanan Nasional yang ditujukan untuk mewujudkan kelancaran, ketertiban, keamanan dan keselamatan pelayaran dalam pelayanan jasa kepelabuhanan, menjamin kepastian hukum dan kepastian usaha, mendorong profesionalisme pelaku ekonomi di pelabuhan, mengakomodasi teknologi angkutan, serta meningkatkan mutu pelayanan dan daya saing dengan tetap mengutamakan pelayanan kepentingan umum. Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, pengaturan untuk bidang kepelabuhanan memuat ketentuan mengenai penghapusan monopoli dalam penyelenggaran pelabuhan, pemisahan antara fungsi regulator dan operator serta memberikan peran serta pemerintah daerah dan swasta secara proporsional di dalam penyelenggaraan kepelabuhanan. ditjen Peraturan Perundang-undangan Untuk kepentingan tersebut di atas maka dalam Peraturan Pemerintah ini diatur mengenai Rencana Induk Pelabuhan Nasional, penetapan lokasi, rencana induk pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan, penyelenggaran kegiatan di pelabuhan, perizinan pembangunan dan pengoperasian pelabuhan atau terminal, terminal khusus dan terminal untuk kepentingan sendiri, penarifan, pelabuhan dan terminal khusus yang terbuka bagi perdagangan luar negeri dan sistem informasi pelabuhan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Dalam Rencana Induk Pelabuhan Nasional memuat lokasi pelabuhan yang sudah ada maupun lokasi pelabuhan yang direncanakan akan dibangun. Ayat (2) Cukup jelas. ditjen Peraturan Perundang-undangan Ayat (3) Menteri yang terkait dengan kepelabuhanan antara lain, menteri yang membidangi urusan lingkungan hidup, perikanan, perindustrian, pertambangan, dan perdagangan. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Perubahan kondisi lingkungan strategis akibat bencana adalah berubahnya perencanaan pemanfaatan kawasan yang memerlukan fasilitas pelabuhan akibat bencana. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. ditjen Peraturan Perundang-undangan Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Letak wilayah administratif memuat nama desa/kelurahan atau sebutan lain, kecamatan, kabupaten/kota, dan provinsi. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. ditjen Peraturan Perundang-undangan Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri manufaktur yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang telah memiliki Izin Usaha Industri. Huruf k Fasilitas umum lainnya antara lain tempat peribadatan, tempat rekreasi, olah raga, jalur hijau, dan kesehatan. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas . Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 31 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Keadaan darurat antara lain kapal terbakar. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Ayat (1) Cukup jelas. ditjen Peraturan Perundang-undangan Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Kegiatan pemerintahan lainnya yang bersifat tidak tetap antara lain kegiatan kehutanan dan pertambangan yang diselenggarakan oleh instansi yang berwenang dalam rangka mencegah pembalakan liar ( illegal logging ) dan penambangan liar ( illegal minning ) yang ke luar masuk melalui pelabuhan. Pasal 38 Ayat (1) Kegiatan pengaturan meliputi penetapan kebijakan di bidang kepelabuhanan. Kebijakan di bidang kepelabuhanan merupakan kebijakan umum dan teknis kepelabuhanan yang meliputi penentuan norma, standar, pedoman, kriteria, perencanaan, dan prosedur serta perizinan di bidang kepelabuhanan. Kegiatan pembinaan dilakukan dengan memperhatikan seluruh aspek pengaturan, pengendalian, dan pengawasan terhadap kegiatan pembangunan, pengoperasian, dan pengembangan pelabuhan guna mewujudkan tatanan kepelabuhanan nasional yang diarahkan untuk:
memperlancar perpindahan orang dan/atau barang secara massal dengan selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, dan nyaman;
meningkatkan penyelenggaraan kegiatan kepelabuhanan;
mengembangkan kemampuan dan peranan kepelabuhanan serta keselamatan dan keamanan pelayaran dengan menjamin tersedianya alur-pelayaran, kolam pelabuhan, dan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran yang memadai;
mencegah dan menanggulangi pencemaran yang bersumber dari kegiatan kepelabuhanan. ditjen Peraturan Perundang-undangan Huruf d... Kegiatan pengendalian meliputi pemberian arahan, bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat pengguna jasa kepelabuhanan, pendidikan dan pelatihan serta sertifikasi, dan perizinan di bidang kepelabuhanan serta petunjuk dalam melaksanakan pembangunan, operasional dan pengembangan pelabuhan. Kegiatan pengawasan meliputi:
pemantauan dan penilaian terhadap kegiatan pembangunan, pengoperasian, dan pengembangan pelabuhan; dan
tindakan korektif terhadap pelaksanaan kegiatan pembangunan, pengoperasian, dan pengembangan pelabuhan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Jaringan jalan adalah jalan akses (acces road) ke terminal. Huruf c Cukup jelas. ditjen Peraturan Perundang-undangan Huruf d Keamanan dan ketertiban secara umum di pelabuhan dijamin oleh Otoritas Pelabuhan yang dilakukan secara terpadu dan untuk itu dapat dibentuk satuan pengaman oleh Otoritas Pelabuhan, namun untuk masing-masing terminal menjadi tanggung jawab Badan Usaha Pelabuhan. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Kondisi tertentu adalah terjadinya sesuatu yang dapat menghambat pemberian pelayanan jasa kepelabuhanan yang harus segera dilakukan pemulihan dan tidak dapat menunggu pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sehingga diperlukan tindakan yang dilakukan oleh Badan Usaha Pelabuhan atau pengelola Terminal Untuk Kepentingan Sendiri seizin Otoritas Pelabuhan. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. ditjen Peraturan Perundang-undangan Ayat (4) Kondisi tertentu adalah anggaran pemerintah pada tahun anggaran berjalan tidak tersedia untuk pemeliharaan penahan gelombang, kolam pelabuhan, alur-pelayaran, dan jaringan jalan. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Cukup jelas. Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Cukup jelas. Pasal 54 Cukup jelas. Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Peraturan pemerintah tersendiri adalah peraturan pemerintah yang mengatur mengenai kenavigasian. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 58 Cukup jelas. Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 61 Cukup jelas. Pasal 62 Cukup jelas. Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64 Cukup jelas. Pasal 65 Cukup jelas. Pasal 66 Cukup jelas. Pasal 67 Cukup jelas. Pasal 68 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Jasa terkait dengan kepelabuhanan adalah kegiatan yang menunjang kelancaran operasional dan memberikan nilai tambah bagi pelabuhan antara lain perkantoran, fasilitas pariwisata dan perhotelan, instalasi air bersih, listrik dan telekomunikasi, jaringan air limbah dan sampah, pelayanan bunker, dan tempat tunggu kendaraan bermotor. __ Pasal 69 Cukup jelas. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 70 Cukup jelas. Pasal 71 Cukup jelas. Pasal 72 Cukup jelas. Pasal 73 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Keikutsertaan Badan Usaha Pelabuhan menjaga keselamatan, keamanan, dan ketertiban yang menyangkut angkutan di perairan adalah hanya terbatas di tambatan. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Pasal 74 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Huruf a Cukup jelas. ditjen Peraturan Perundang-undangan Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Sanksi adalah pengakhiran perjanjian dalam hal Badan Usaha Pelabuhan tidak melaksanakan kewajibannya termasuk kewajiban memberikan pelayanan jasa kepelabuhanan sesuai standar kinerja pelayanan yang ditetapkan oleh Otoritas Pelabuhan. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Pasal 75 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Kerjasama pemanfaatan adalah pengoperasian fasilitas pokok dan fasilitas penunjang pelabuhan oleh Badan Usaha Pelabuhan dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan negara bukan pajak dan sumber pembiayaan lainnya. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 76 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Penyewaan lahan, penyewaan gudang, dan/atau penyewaan penumpukan adalah pemanfaatan lahan tanah pelabuhan, fasilitas gudang dan fasilitas penumpukan oleh Badan Usaha Pelabuhan, Badan Usaha lainnya atau perorangan dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 77 Cukup jelas. Pasal 78 Cukup jelas. Pasal 79 Cukup jelas. Pasal 80 Cukup jelas. Pasal 81 Cukup jelas. Pasal 82 Cukup jelas. Pasal 83 Cukup jelas. Pasal 84 Cukup jelas. Pasal 85 Cukup jelas. Pasal 86 Cukup jelas. Pasal 87 Cukup jelas. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 98... Pasal 88 Ayat (1) Sisi darat antara lain berupa gudang, gedung, dan lapangan penumpukan. Ayat (2) Sisi perairan antara lain berupa dermaga, fasilitas tambat, reklamasi, dan talud. Pasal 89 Cukup jelas. Pasal 90 Cukup jelas. Pasal 91 Cukup jelas. Pasal 92 Cukup jelas. Pasal 93 Cukup jelas. Pasal 94 Cukup jelas. Pasal 95 Cukup jelas. Pasal 96 Cukup jelas. Pasal 97 Ayat (1) Pengoperasian pelabuhan dilakukan dengan mempertimbangkan kesiapan fasilitas dan sumber daya manusia operasional sesuai dengan frekuensi kunjungan kapal, bongkar muat barang, dan naik turun penumpang. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 98 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Kondisi alur antara lain kedalaman, pasang surut, dan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran . Huruf b Cukup jelas. Huruf c Fasilitas pelabuhan antara lain lampu penerangan, dermaga, gudang, dan lapangan penumpukan. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Sumber daya manusia operasional sesuai kebutuhan yaitu petugas instansi pemerintah pemegang fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran, kekarantinaan, kepabeanan dan keimigrasian. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Pasal 99 Cukup jelas. Pasal 100 Cukup jelas. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 101 Cukup jelas. Pasal 102 Cukup jelas. Pasal 103 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Melaporkan kegiatan operasional dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan teknologi informasi . Huruf c Cukup jelas. Huruf d Ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi Pemerintah lainnya antara lain ketentuan di bidang perpajakan serta bea dan cukai. Pasal 104 Cukup jelas. Pasal 105 Cukup jelas. Pasal 106 Cukup jelas. Pasal 107 Cukup jelas. Pasal 108 Cukup jelas. Pasal 109 Cukup jelas. Pasal 110 Ayat (1) Kegiatan tertentu adalah kegiatan untuk menunjang kegiatan usaha pokok yang tidak terlayani oleh pelabuhan terdekat dengan kegiatan usahanya karena sifat barang atau kegiatannya memerlukan pelayanan khusus atau karena lokasinya jauh dari pelabuhan. ditjen Peraturan Perundang-undangan Ayat (2) Huruf a Ditetapkan menjadi bagian dari pelabuhan terdekat yaitu bahwa pengaturan dan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan pengoperasian terminal khusus dilakukan oleh penyelenggara pelabuhan terdekat dan pengawasan serta pelaksanaan fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran dilaksanakan oleh Syahbandar pada pelabuhan terdekat. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Pasal 111 Huruf a Badan usaha adalah badan hukum Indonesia yang didirikan berdasarkan ketentuan hukum Republik Indonesia, termasuk anak perusahaan sesuai dengan usaha pokok yang sejenis dan pemasok bahan baku dan peralatan penunjang produksi untuk keperluan badan usaha yang bersangkutan. Kegiatan usaha pokok antara lain pertambangan, energi, kehutanan, pertanian, perikanan, industri, pariwisata, dok dan galangan kapal, penelitian, pendidikan dan pelatihan, serta sosial. Huruf b Cukup jelas. Pasal 112 Cukup jelas. Pasal 113 Cukup jelas. Pasal 114 Cukup jelas. Pasal 115 Cukup jelas. Pasal 116 Cukup jelas. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 117 Cukup jelas. Pasal 118 Cukup jelas. Pasal 119 Cukup jelas. Pasal 120 Cukup jelas. Pasal 121 Cukup jelas. Pasal 122 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. __ Huruf c Cukup jelas. Huruf d Ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi Pemerintah lainnya antara lain ketentuan di bidang pertambangan, energi, kehutanan, pertanian, perikanan, industri, pariwisata, dok dan galangan kapal, penelitian, pendidikan dan pelatihan, sosial, perpajakan, serta bea dan cukai. Pasal 123 Cukup jelas. Pasal 124 Cukup jelas. Pasal 125 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Kondisi alur antara lain kedalaman perairan, pasang surut, dan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran. ditjen Peraturan Perundang-undangan Huruf b Cukup jelas. Huruf c Fasilitas terminal khusus antara lain lampu penerangan, dermaga, gudang, dan lapangan penumpukan. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Sumber daya manusia operasional sesuai kebutuhan yaitu petugas instansi pemerintah pemegang fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran, kekarantinaan, kepabeanan dan keimigrasian. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Pasal 126 Cukup jelas. Pasal 127 Cukup jelas. Pasal 128 Cukup jelas. Pasal 129 Cukup jelas. Pasal 130 Cukup jelas. Pasal 131 Cukup jelas. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 132 Ayat (1) Pembinaan, pengendalian, dan pengawasan operasional terminal khusus dilaksanakan oleh Syahbandar pada pelabuhan terdekat dalam kaitan terhadap kegiatan yang dilakukan oleh pengelola terminal khusus antara lain menyangkut penggunaan perairan, pelayanan pandu, pelayanan jasa kepelabuhanan yang dilakukan untuk melayani pihak ketiga karena kegiatan- kegiatan tersebut merupakan kewenangan dari Pemerintah. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 133 Cukup jelas. Pasal 134 Ayat (1) Kegiatan tertentu meliputi pertambangan, energi, kehutanan, pertanian, perikanan, industri, pariwisata, dok dan galangan kapal, penelitian, pendidikan dan pelatihan, serta sosial. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 135 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Bukti kerjasama dapat berupa kerjasama pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. ditjen Peraturan Perundang-undangan Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Pasal 136 Cukup jelas. Pasal 137 Cukup jelas. Pasal 138 Cukup jelas. Pasal 139 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Fasilitas lainnya antara lain peralatan bongkar muat, gudang, akses jalan masuk, dan sumber daya manusia yang menangani. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Pasal 140 Bencana alam antara lain gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. ditjen Peraturan Perundang-undangan Peristiwa lainnya dapat berupa bencana non-alam antara lain gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit serta berupa bencana sosial yang antara lain konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat dan teror. Pasal 141 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. __ Huruf c Cukup jelas. Huruf d Ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi Pemerintah lainnya antara lain ketentuan di bidang pertambangan, energi, kehutanan, pertanian, perikanan, industri, pariwisata, dok dan galangan kapal, penelitian, pendidikan dan pelatihan, sosial, perpajakan, serta bea dan cukai. Pasal 142 Cukup jelas. Pasal 143 Cukup jelas. Pasal 144 Cukup jelas. Pasal 145 Cukup jelas. Pasal 146 Cukup jelas. Pasal 147 Cukup jelas. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 148 Ayat (1) Terminal khusus tertentu adalah terminal khusus yang dibangun dan dioperasikan untuk menunjang kegiatan usaha yang hasil produksinya untuk diekspor. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 149 Cukup jelas. Pasal 150 Cukup jelas. Pasal 151 Cukup jelas. Pasal 152 Cukup jelas. Pasal 153 Cukup jelas. Pasal 154 Cukup jelas. Pasal 155 Dalam menyampaikan laporan, Badan Usaha Pelabuhan dapat menggunakan teknologi informasi yang tersedia ( e-portnet ). Pasal 156 Cukup jelas. Pasal 157 Cukup jelas. Pasal 158 Cukup jelas. Pasal 159 Cukup jelas. Pasal 160 Cukup jelas. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 161 Cukup jelas. Pasal 162 Cukup jelas. Pasal 163 Cukup jelas. Pasal 164 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Penentuan waktu 3 (tiga) tahun dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan waktu yang cukup bagi Pemerintah merencanakan pengembangan pelabuhan dan Badan Usaha Milik Negara. Untuk keperluan pengembangan tersebut atas perintah Menteri dilakukan:
evaluasi aset Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan usaha pelabuhan; dan
audit secara menyeluruh terhadap aset Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan usaha pelabuhan. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “tetap diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara” adalah Badan Usaha Milik Negara yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1991, Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 1991, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 1991, dan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 1991, tetap menyelenggarakan kegiatan usaha di pelabuhan yang meliputi:
kegiatan yang diatur dalam Pasal 90 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;
penyediaan kolam pelabuhan sesuai dengan peruntukannya berdasarkan pelimpahan dari Pemerintah dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
pelayanan jasa pemanduan berdasarkan pelimpahan dari Pemerintah dan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
penyediaan dan pengusahaan tanah sesuai kebutuhan berdasarkan pelimpahan dari Pemerintah dan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan. ditjen Peraturan Perundang-undangan ditjen Peraturan Perundang-undangan
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEPELABUHANAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan ditjen Peraturan Perundang-undangan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi. 2. Kepelabuhanan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas kapal, penumpang dan/atau barang, keselamatan dan keamanan berlayar, tempat perpindahan intra-dan/atau antarmoda serta mendorong perekonomian nasional dan daerah dengan tetap memperhatikan tata ruang wilayah. 3. Tatanan Kepelabuhanan Nasional adalah suatu sistem kepelabuhanan yang memuat peran, fungsi, jenis, hierarki pelabuhan, Rencana Induk Pelabuhan Nasional, dan lokasi pelabuhan serta keterpaduan intra-dan antarmoda serta keterpaduan dengan sektor lainnya. 4. Pelabuhan Utama adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri dan internasional, alih muat angkutan laut dalam negeri dan internasional dalam jumlah besar, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi. 5. Pelabuhan Pengumpul adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah menengah, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi. 6. Pelabuhan Pengumpan adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah terbatas, merupakan pengumpan bagi pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan dalam provinsi. 7. Pelabuhan Laut adalah pelabuhan yang dapat digunakan untuk melayani kegiatan angkutan laut dan/atau angkutan penyeberangan yang terletak di laut atau di sungai. ditjen Peraturan Perundang-undangan 8. Pelabuhan Sungai dan Danau adalah pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan sungai dan danau yang terletak di sungai dan danau. 9. Penyelenggara Pelabuhan adalah otoritas pelabuhan atau unit penyelenggara pelabuhan. 10. Otoritas Pelabuhan ( Port Authority ) adalah lembaga pemerintah di pelabuhan sebagai otoritas yang melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan yang diusahakan secara komersial. 11. Unit Penyelenggara Pelabuhan adalah lembaga pemerintah di pelabuhan sebagai otoritas yang melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian, pengawasan kegiatan kepelabuhanan, dan pemberian pelayanan jasa kepelabuhanan untuk pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial. 12. Angkutan Laut adalah kegiatan angkutan yang menurut kegiatannya melayani kegiatan angkutan laut. 13. Angkutan Penyeberangan adalah angkutan yang berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api yang dipisahkan oleh perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya. 14. Angkutan Sungai dan Danau adalah kegiatan angkutan dengan menggunakan kapal yang dilakukan di sungai, danau, waduk, rawa, banjir kanal, dan terusan untuk mengangkut penumpang dan/atau barang yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan sungai dan danau. 15. Rencana Induk Pelabuhan Nasional adalah pengaturan ruang kepelabuhanan nasional yang memuat tentang kebijakan pelabuhan, rencana lokasi dan hierarki pelabuhan secara nasional yang merupakan pedoman dalam penetapan lokasi, pembangunan, pengoperasian, dan pengembangan pelabuhan. 16. Rencana Induk Pelabuhan adalah pengaturan ruang pelabuhan berupa peruntukan rencana tata guna tanah dan perairan di Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan. ditjen Peraturan Perundang-undangan 17. Daerah Lingkungan Kerja adalah wilayah perairan dan daratan pada pelabuhan atau terminal khusus yang digunakan secara langsung untuk kegiatan pelabuhan. 18. Daerah Lingkungan Kepentingan adalah perairan di sekeliling Daerah Lingkungan Kerja perairan pelabuhan yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan pelayaran. 19. Terminal adalah fasilitas pelabuhan yang terdiri atas kolam sandar dan tempat kapal bersandar atau tambat, tempat penumpukan, tempat menunggu dan naik turun penumpang, dan/atau tempat bongkar muat barang. 20. Terminal Khusus adalah terminal yang terletak di luar Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan yang merupakan bagian dari pelabuhan terdekat untuk melayani kepentingan sendiri sesuai dengan usaha pokoknya. 21. Terminal untuk Kepentingan Sendiri adalah terminal yang terletak di dalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan yang merupakan bagian dari pelabuhan untuk melayani kepentingan sendiri sesuai dengan usaha pokoknya. 22. Pengelola Terminal Khusus adalah badan usaha tertentu sesuai dengan usaha pokoknya. 23. Kolam Sandar adalah perairan yang merupakan bagian dari kolam pelabuhan yang digunakan untuk kepentingan operasional menyandarkan/menambatkan kapal di dermaga. 24. Kolam Pelabuhan adalah perairan di depan dermaga yang digunakan untuk kepentingan operasional sandar dan olah gerak kapal. 25. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. 26. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. ditjen Peraturan Perundang-undangan 27. Hak Pengelolaan Atas Tanah adalah hak yang diberikan kepada Pemerintah, pemerintah daerah, atau badan usaha milik negara yang dapat digunakan untuk kepentingan pihak lain. 28. Syahbandar adalah pejabat Pemerintah di pelabuhan yang diangkat oleh Menteri dan memiliki kewenangan tertinggi untuk menjalankan dan melakukan pengawasan terhadap dipenuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran. 29. Badan Usaha Pelabuhan adalah badan usaha yang kegiatan usahanya khusus di bidang pengusahaan terminal dan fasilitas pelabuhan lainnya. 30. Konsesi adalah pemberian hak oleh penyelenggara pelabuhan kepada Badan Usaha Pelabuhan untuk melakukan kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan tertentu dalam jangka waktu tertentu dan kompensasi tertentu. 31. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi. 32. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 33. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 34. Menteri adalah menteri yang membidangi urusan pelayaran. Pasal 2 Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai Tatanan Kepelabuhanan Nasional, Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan, penyelenggaraan kegiatan di pelabuhan, pembangunan dan pengoperasian pelabuhan, terminal khusus dan terminal untuk kepentingan sendiri, penarifan, pelabuhan dan terminal khusus yang terbuka bagi perdagangan luar negeri, dan sistem informasi pelabuhan. ditjen Peraturan Perundang-undangan BAB II TATANAN KEPELABUHANAN NASIONAL Bagian Kesatu Umum Pasal 3 (1) Tatanan Kepelabuhanan Nasional diwujudkan dalam rangka penyelenggaraan pelabuhan yang andal dan berkemampuan tinggi, menjamin efisiensi, dan mempunyai daya saing global untuk menunjang pembangunan nasional dan daerah yang ber-Wawasan Nusantara. (2) Tatanan Kepelabuhanan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sistem kepelabuhanan secara nasional yang menggambarkan perencanaan kepelabuhanan berdasarkan kawasan ekonomi, geografi, dan keunggulan komparatif wilayah, serta kondisi alam. (3) Tatanan Kepelabuhanan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
peran, fungsi, jenis, dan hierarki pelabuhan;
Rencana Induk Pelabuhan Nasional; dan
lokasi pelabuhan. Bagian Kedua Peran, Fungsi, Jenis dan Hierarki Pelabuhan Pasal 4 Pelabuhan memiliki peran sebagai:
simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan hierarkinya;
pintu gerbang kegiatan perekonomian;
tempat kegiatan alih moda transportasi;
penunjang kegiatan industri dan/atau perdagangan;
tempat distribusi, produksi, dan konsolidasi muatan atau barang; dan
mewujudkan Wawasan Nusantara dan kedaulatan negara. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 5 Pelabuhan berfungsi sebagai tempat kegiatan:
pemerintahan; dan
pengusahaan. Pasal 6 (1) Jenis pelabuhan terdiri atas:
pelabuhan laut; dan
pelabuhan sungai dan danau. (2) Pelabuhan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk melayani:
angkutan laut; dan/atau
angkutan penyeberangan. (3) Pelabuhan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a secara hierarki terdiri atas:
pelabuhan utama;
pelabuhan pengumpul; dan
pelabuhan pengumpan. Bagian Ketiga Rencana Induk Pelabuhan Nasional Paragraf 1 Umum Pasal 7 (1) Rencana Induk Pelabuhan Nasional yang merupakan perwujudan dari Tatanan Kepelabuhanan Nasional digunakan sebagai pedoman dalam penetapan lokasi, pembangunan, pengoperasian, pengembangan pelabuhan, dan penyusunan Rencana Induk Pelabuhan. (2) Rencana Induk Pelabuhan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kebijakan pengembangan pelabuhan secara nasional untuk jangka panjang. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 8 (1) Rencana Induk Pelabuhan Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) memuat:
kebijakan pelabuhan nasional; dan
rencana lokasi dan hierarki pelabuhan. (2) Menteri menetapkan Rencana Induk Pelabuhan Nasional untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun. (3) Dalam menetapkan Rencana Induk Pelabuhan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Menteri terlebih dahulu berkoordinasi dengan menteri yang terkait dengan kepelabuhanan. (4) Rencana Induk Pelabuhan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. (5) Dalam hal terjadi perubahan kondisi lingkungan strategis akibat bencana yang ditetapkan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Rencana Induk Pelabuhan Nasional dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Paragraf 2 Kebijakan Pelabuhan Nasional Pasal 9 Kebijakan pelabuhan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a memuat arah pengembangan pelabuhan, baik pelabuhan yang sudah ada maupun arah pembangunan pelabuhan yang baru, agar penyelenggaraan pelabuhan dapat saling bersinergi dan saling menunjang antara satu dan lainnya. Paragraf 3 Rencana Lokasi dan Hierarki Pelabuhan Pasal 10 (1) Rencana lokasi pelabuhan yang akan dibangun disusun dengan berpedoman pada kebijakan pelabuhan nasional. ditjen Peraturan Perundang-undangan (2) Rencana lokasi pelabuhan yang akan dibangun harus sesuai dengan:
rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;
potensi dan perkembangan sosial ekonomi wilayah;
potensi sumber daya alam; dan
perkembangan lingkungan strategis, baik nasional maupun internasional. Pasal 11 (1) Dalam penetapan rencana lokasi pelabuhan untuk pelabuhan utama yang digunakan untuk melayani angkutan laut selain harus sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) juga harus berpedoman pada:
kedekatan secara geografis dengan tujuan pasar internasional;
kedekatan dengan jalur pelayaran internasional;
memiliki jarak tertentu dengan pelabuhan utama lainnya;
memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang;
mampu melayani kapal dengan kapasitas tertentu;
berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang internasional; dan
volume kegiatan bongkar muat dengan jumlah tertentu. (2) Dalam penetapan rencana lokasi pelabuhan untuk pelabuhan utama yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan selain harus sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) juga harus berpedoman pada:
jaringan jalan nasional; dan/atau
jaringan jalur kereta api nasional. Pasal 12 (1) Dalam penetapan rencana lokasi pelabuhan untuk pelabuhan pengumpul yang digunakan untuk melayani angkutan laut selain harus sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) juga harus berpedoman pada: ditjen Peraturan Perundang-undangan a. kebijakan Pemerintah yang meliputi pemerataan pembangunan nasional dan meningkatkan pertumbuhan wilayah;
mempunyai jarak tertentu dengan pelabuhan pengumpul lainnya;
mempunyai jarak tertentu terhadap jalur/rute angkutan laut dalam negeri;
memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang;
berdekatan dengan pusat pertumbuhan wilayah ibukota provinsi dan kawasan pertumbuhan nasional;
mampu melayani kapal dengan kapasitas tertentu; dan
volume kegiatan bongkar muat dengan jumlah tertentu. (2) Dalam penetapan rencana lokasi pelabuhan untuk pelabuhan pengumpul yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan antarprovinsi dan/atau antarnegara selain harus sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) juga harus berpedoman pada:
jaringan jalan nasional; dan/atau
jaringan jalur kereta api nasional. Pasal 13 (1) Dalam penetapan rencana lokasi pelabuhan untuk pelabuhan pengumpan regional yang digunakan untuk melayani angkutan laut selain harus sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) juga harus berpedoman pada:
tata ruang wilayah provinsi dan pemerataan pembangunan antarprovinsi;
tata ruang wilayah kabupaten/kota serta pemerataan dan peningkatan pembangunan kabupaten/kota;
pusat pertumbuhan ekonomi daerah;
jarak dengan pelabuhan pengumpan lainnya;
luas daratan dan perairan;
pelayanan penumpang dan barang antarkabupaten/kota dan/atau antarkecamatan dalam 1 (satu) kabupaten/kota; dan
kemampuan pelabuhan dalam melayani kapal. ditjen Peraturan Perundang-undangan (2) Dalam penetapan rencana lokasi pelabuhan untuk pelabuhan pengumpan regional yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan antarkabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi selain harus sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) juga harus berpedoman pada:
jaringan jalan provinsi; dan/atau
jaringan jalur kereta api provinsi. Pasal 14 (1) Dalam penetapan rencana lokasi pelabuhan untuk pelabuhan pengumpan lokal yang digunakan untuk melayani angkutan laut selain harus sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) juga harus berpedoman pada:
tata ruang wilayah kabupaten/kota dan pemerataan serta peningkatan pembangunan kabupaten/kota;
pusat pertumbuhan ekonomi daerah;
jarak dengan pelabuhan pengumpan lainnya;
luas daratan dan perairan;
pelayanan penumpang dan barang antarkabupaten/kota dan/atau antarkecamatan dalam 1 (satu) kabupaten/kota; dan
kemampuan pelabuhan dalam melayani kapal. (2) Dalam penetapan rencana lokasi pelabuhan untuk pelabuhan pengumpan lokal yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan dalam 1 (satu) kabupaten/kota selain harus sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) juga harus berpedoman pada:
jaringan jalan kabupaten/kota; dan/atau
jaringan jalur kereta api kabupaten/kota. Pasal 15 Rencana lokasi pelabuhan sungai dan danau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b secara hierarki pelayanan angkutan sungai dan danau terdiri atas:
pelabuhan sungai dan danau yang digunakan untuk melayani angkutan sungai dan danau; dan/atau
pelabuhan sungai dan danau yang melayani angkutan penyeberangan:
antarprovinsi dan/atau antarnegara; ditjen Peraturan Perundang-undangan 2. antarkabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi; dan/atau
dalam 1 (satu) kabupaten/kota. Pasal 16 Rencana lokasi pelabuhan sungai dan danau yang digunakan untuk melayani angkutan sungai dan danau dan/atau penyeberangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 disusun dengan berpedoman pada:
kedekatan secara geografis dengan tujuan pasar nasional dan/atau internasional;
memiliki jarak tertentu dengan pelabuhan lainnya;
memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang;
mampu melayani kapal dengan kapasitas tertentu;
berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang internasional;
volume kegiatan bongkar muat dengan jumlah tertentu;
jaringan jalan yang dihubungkan; dan/atau
jaringan jalur kereta api yang dihubungkan. Bagian Keempat Lokasi Pelabuhan Pasal 17 (1) Penggunaan wilayah daratan dan perairan tertentu sebagai lokasi pelabuhan ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan Nasional. (2) Lokasi pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan. (3) Dalam penetapan oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
titik koordinat geografis lokasi pelabuhan;
nama lokasi pelabuhan; dan
letak wilayah administratif. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 18 (1) Lokasi pelabuhan ditetapkan oleh Menteri berdasarkan usulan dari Pemerintah atau pemerintah daerah.
Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi persyaratan yang terdiri atas:
Rencana Induk Pelabuhan Nasional;
rencana tata ruang wilayah provinsi;
rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;
rencana Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan;
hasil studi kelayakan mengenai:
kelayakan teknis;
kelayakan ekonomi;
kelayakan lingkungan;
pertumbuhan ekonomi dan perkembangan sosial daerah setempat;
keterpaduan intra-dan antarmoda;
adanya aksesibilitas terhadap hinterland ;
keamanan dan keselamatan pelayaran; dan
pertahanan dan keamanan. f. rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota.
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri melakukan penelitian terhadap persyaratan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan. (4) Dalam hal permohonan tidak memenuhi persyaratan, Menteri menyampaikan penolakan secara tertulis disertai dengan alasan penolakan. Pasal 19 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan lokasi pelabuhan diatur dengan Peraturan Menteri. BAB III RENCANA INDUK PELABUHAN, DAERAH LINGKUNGAN KERJA, DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN PELABUHAN Bagian Kesatu Rencana Induk Pelabuhan Pasal 20 (1) Setiap pelabuhan wajib memiliki Rencana Induk Pelabuhan. ditjen Peraturan Perundang-undangan (2) Rencana Induk Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh penyelenggara pelabuhan dengan berpedoman pada:
Rencana Induk Pelabuhan Nasional;
rencana tata ruang wilayah provinsi;
rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;
keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan lain terkait di lokasi pelabuhan;
kelayakan teknis, ekonomis, dan lingkungan; dan
keamanan dan keselamatan lalu lintas kapal. (3) Jangka waktu perencanaan di dalam Rencana Induk Pelabuhan meliputi:
jangka panjang yaitu di atas 15 (lima belas) tahun sampai dengan 20 (dua puluh) tahun;
jangka menengah yaitu di atas 10 (sepuluh) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun; dan
jangka pendek yaitu 5 (lima) tahun sampai dengan 10 (sepuluh) tahun. Pasal 21 (1) Rencana Induk Pelabuhan laut dan Rencana Induk Pelabuhan sungai dan danau meliputi rencana peruntukan wilayah daratan dan perairan. (2) Rencana peruntukan wilayah daratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan kriteria kebutuhan:
fasilitas pokok; dan
fasilitas penunjang. (3) Rencana peruntukan wilayah perairan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan kriteria kebutuhan:
fasilitas pokok; dan
fasilitas penunjang. Pasal 22 (1) Rencana peruntukan wilayah daratan untuk Rencana Induk Pelabuhan laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) disusun berdasarkan kriteria kebutuhan:
fasilitas pokok; dan
fasilitas penunjang. ditjen Peraturan Perundang-undangan (2) Fasilitas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
dermaga;
gudang lini 1;
lapangan penumpukan lini 1;
terminal penumpang;
terminal peti kemas;
terminal ro-ro;
fasilitas penampungan dan pengolahan limbah;
fasilitas bunker ;
fasilitas pemadam kebakaran;
fasilitas gudang untuk Bahan/Barang Berbahaya dan Beracun (B3); dan
fasilitas pemeliharaan dan perbaikan peralatan dan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran (SBNP). (3) Fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
kawasan perkantoran;
fasilitas pos dan telekomunikasi;
fasilitas pariwisata dan perhotelan;
instalasi air bersih, listrik, dan telekomunikasi;
jaringan jalan dan rel kereta api;
jaringan air limbah, drainase, dan sampah;
areal pengembangan pelabuhan;
tempat tunggu kendaraan bermotor;
kawasan perdagangan;
kawasan industri; dan
fasilitas umum lainnya. Pasal 23 (1) Rencana peruntukan wilayah perairan untuk Rencana Induk Pelabuhan laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) disusun berdasarkan kriteria kebutuhan:
fasilitas pokok; dan
fasilitas penunjang. (2) Fasilitas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
alur-pelayaran;
perairan tempat labuh;
kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal; ditjen Peraturan Perundang-undangan d. perairan tempat alih muat kapal;
perairan untuk kapal yang mengangkut Bahan/Barang Berbahaya dan Beracun (B3);
perairan untuk kegiatan karantina;
perairan alur penghubung intrapelabuhan;
perairan pandu; dan
perairan untuk kapal pemerintah. (3) Fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
perairan untuk pengembangan pelabuhan jangka panjang;
perairan untuk fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal;
perairan tempat uji coba kapal (percobaan berlayar);
perairan tempat kapal mati;
perairan untuk keperluan darurat; dan
perairan untuk kegiatan kepariwisataan dan perhotelan. Pasal 24 (1) Rencana peruntukan wilayah daratan untuk Rencana Induk Pelabuhan sungai dan danau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) disusun berdasarkan kriteria kebutuhan:
fasilitas pokok; dan
fasilitas penunjang. (2) Fasilitas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
dermaga;
lapangan penumpukan;
terminal penumpang;
fasilitas penampungan dan pengolahan limbah;
fasilitas bunker ;
fasilitas pemadam kebakaran; dan
fasilitas penanganan Bahan/Barang Berbahaya dan Beracun (B3). (3) Fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
perkantoran;
fasilitas pos dan telekomunikasi;
fasilitas pariwisata; ditjen Peraturan Perundang-undangan (2) Fasilitas...
instalasi air bersih, listrik, dan telekomunikasi;
jaringan jalan dan rel kereta api;
jaringan air limbah, drainase, dan sampah;
areal pengembangan pelabuhan;
tempat tunggu kendaraan bermotor;
kawasan perdagangan;
kawasan industri; dan
fasilitas umum lainnya. Pasal 25 (1) Rencana peruntukan wilayah perairan untuk Rencana Induk Pelabuhan sungai dan danau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) disusun berdasarkan kriteria kebutuhan:
fasilitas pokok; dan
fasilitas penunjang. (2) Fasilitas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
alur-pelayaran;
areal tempat labuh;
areal untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal;
areal untuk kapal yang mengangkut Bahan/Barang Berbahaya dan Beracun (B3); dan
areal untuk kapal pemerintah. (3) Fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
areal untuk pengembangan pelabuhan jangka panjang;
areal untuk fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal; dan
areal untuk keperluan darurat. Pasal 26 (1) Rencana peruntukan wilayah daratan untuk Rencana Induk Pelabuhan laut serta Rencana Induk Pelabuhan sungai dan danau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan disusun berdasarkan kriteria kebutuhan:
fasilitas pokok; dan
fasilitas penunjang. ditjen Peraturan Perundang-undangan (3) Fasilitas...
Fasilitas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
terminal penumpang;
penimbangan kendaraan bermuatan (angkutan barang);
jalan penumpang keluar/masuk kapal ( gang way );
perkantoran untuk kegiatan pemerintahan dan pelayanan jasa;
fasilitas bunker ;
instalasi air bersih, listrik, dan telekomunikasi;
akses jalan dan/atau jalur kereta api;
fasilitas pemadam kebakaran; dan
tempat tunggu (lapangan parkir) kendaraan bermotor sebelum naik ke kapal.
Fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
kawasan perkantoran untuk menunjang kelancaran pelayanan jasa kepelabuhanan;
tempat penampungan limbah;
fasilitas usaha yang menunjang kegiatan pelabuhan penyeberangan;
areal pengembangan pelabuhan; dan
fasilitas umum lainnya. Pasal 27 (1) Rencana peruntukan wilayah perairan untuk Rencana Induk Pelabuhan laut serta Rencana Induk Pelabuhan sungai dan danau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) disusun berdasarkan kriteria kebutuhan:
fasilitas pokok;
fasilitas penunjang. (2) Fasilitas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
alur-pelayaran;
fasilitas sandar kapal;
perairan tempat labuh; dan
kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal. ditjen Peraturan Perundang-undangan (3) Fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
perairan untuk pengembangan pelabuhan jangka panjang;
perairan untuk fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal;
perairan tempat uji coba kapal (percobaan berlayar);
perairan untuk keperluan darurat; dan
perairan untuk kapal pemerintah. Pasal 28 (1) Rencana Induk Pelabuhan ditetapkan oleh:
Menteri untuk pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul;
gubernur untuk pelabuhan pengumpan regional; atau
bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan lokal serta pelabuhan sungai dan danau. (2) Menteri dalam menetapkan Rencana Induk Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota mengenai kesesuaian dengan tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota. (3) Gubernur dalam menetapkan Rencana Induk Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari bupati/walikota mengenai kesesuaian dengan tata ruang wilayah kabupaten/kota. Pasal 29 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan dan penilaian Rencana Induk Pelabuhan diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Kedua Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan Pasal 30 (1) Daerah Lingkungan Kerja pelabuhan terdiri atas:
wilayah daratan;
wilayah perairan. ditjen Peraturan Perundang-undangan (2) Wilayah daratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk kegiatan fasilitas pokok dan fasilitas penunjang. (3) Wilayah perairan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan untuk kegiatan alur-pelayaran, tempat labuh, tempat alih muat antarkapal, kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal, kegiatan pemanduan, tempat perbaikan kapal, dan kegiatan lain sesuai dengan kebutuhan. Pasal 31 (1) Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan merupakan perairan pelabuhan di luar Daerah Lingkungan Kerja perairan. (2) Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk:
alur-pelayaran dari dan ke pelabuhan;
keperluan keadaan darurat;
penempatan kapal mati;
percobaan berlayar;
kegiatan pemanduan kapal;
fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal; dan
pengembangan pelabuhan jangka panjang. Pasal 32 (1) Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan ditetapkan oleh:
Menteri untuk pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul;
gubernur untuk pelabuhan pengumpan regional; atau
bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan lokal serta pelabuhan sungai dan danau. (2) Menteri dalam menetapkan Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota mengenai kesesuaian dengan tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota. ditjen Peraturan Perundang-undangan (3) Gubernur dalam menetapkan Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari bupati/walikota mengenai kesesuaian dengan tata ruang wilayah kabupaten/kota. Pasal 33 Dalam penetapan batas Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) paling sedikit memuat:
luas lahan daratan yang digunakan sebagai Daerah Lingkungan Kerja;
luas perairan yang digunakan sebagai Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan;
titik koordinat geografis sebagai batas Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan. Pasal 34 (1) Daratan dan/atau perairan yang ditetapkan sebagai Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dikuasai oleh negara dan diatur oleh penyelenggara pelabuhan. (2) Pada Daerah Lingkungan Kerja pelabuhan yang telah ditetapkan, diberikan hak pengelolaan atas tanah dan/atau penggunaan atau pemanfaatan perairan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 35 (1) Berdasarkan penetapan Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), pada Daerah Lingkungan Kerja pelabuhan, penyelenggara pelabuhan mempunyai kewajiban:
memasang tanda batas sesuai dengan batas Daerah Lingkungan Kerja daratan yang telah ditetapkan;
memasang papan pengumuman yang memuat informasi mengenai batas Daerah Lingkungan Kerja daratan pelabuhan; ditjen Peraturan Perundang-undangan c. melaksanakan pengamanan terhadap aset yang dimiliki;
menyelesaikan sertifikat hak pengelolaan atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
memasang tanda batas sesuai dengan batas Daerah Lingkungan Kerja perairan yang telah ditetapkan;
menginformasikan mengenai batas Daerah Lingkungan Kerja perairan pelabuhan kepada pelaku kegiatan kepelabuhanan;
menyediakan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran;
menyediakan dan memelihara kolam pelabuhan dan alur-pelayaran;
menjamin dan memelihara kelestarian lingkungan; dan
melaksanakan pengamanan terhadap aset yang dimiliki berupa fasilitas pelabuhan di perairan. (2) Berdasarkan penetapan Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), pada Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan, penyelenggara pelabuhan mempunyai kewajiban:
menjaga keamanan dan ketertiban;
menyediakan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran;
menyediakan dan memelihara alur-pelayaran;
memelihara kelestarian lingkungan; dan
melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap penggunaan daerah pantai. Pasal 36 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan dan penilaian Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan diatur dengan Peraturan Menteri. ditjen Peraturan Perundang-undangan BAB IV PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI PELABUHAN Bagian Kesatu Kegiatan Pemerintahan di Pelabuhan Paragraf 1 Umum Pasal 37 (1) Kegiatan pemerintahan di pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a paling sedikit meliputi fungsi:
pengaturan dan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan; dan
keselamatan dan keamanan pelayaran. (2) Selain kegiatan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada pelabuhan dapat dilakukan fungsi:
kepabeanan;
keimigrasian;
kekarantinaan; dan/atau
kegiatan pemerintahan lainnya yang bersifat tidak tetap. Pasal 38 (1) Fungsi pengaturan dan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh penyelenggara pelabuhan. (2) Penyelenggara pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
Otoritas Pelabuhan pada pelabuhan yang diusahakan secara komersial; dan
Unit Penyelenggara Pelabuhan pada pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial. (3) Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan dapat membawahi 1 (satu) atau beberapa pelabuhan. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 39 (1) Fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh Syahbandar. (2) Syahbandar dalam melaksanakan fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelaksanaan, pengawasan, dan penegakan hukum di bidang angkutan di perairan, kepelabuhanan, dan perlindungan lingkungan maritim di pelabuhan. (3) Selain melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Syahbandar membantu pelaksanaan pencarian dan penyelamatan di pelabuhan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 40 (1) Untuk melaksanakan fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) dan ayat (3) dibentuk kelembagaan Syahbandar. (2) Kelembagaan Syahbandar terdiri atas:
Kepala Syahbandar;
unsur kelaiklautan kapal;
unsur kepelautan dan laik layar; dan
unsur ketertiban dan patroli. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi dan tata kerja kelembagaan Syahbandar diatur oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan Kementerian Negara yang membidangi urusan pendayagunaan aparatur negara. Pasal 41 Fungsi kepabeanan, keimigrasian, kekarantinaan, dan/atau kegiatan pemerintahan lainnya yang bersifat tidak tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. ditjen Peraturan Perundang-undangan Paragraf 2 Otoritas Pelabuhan Pasal 42 (1) Otoritas Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) huruf a dibentuk pada pelabuhan yang diusahakan secara komersial. (2) Otoritas Pelabuhan mempunyai tugas dan tanggung jawab:
menyediakan lahan di daratan dan di perairan pelabuhan;
menyediakan dan memelihara penahan gelombang, kolam pelabuhan, alur-pelayaran, dan jaringan jalan;
menyediakan dan memelihara Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran;
menjamin keamanan dan ketertiban di pelabuhan;
menjamin dan memelihara kelestarian lingkungan di pelabuhan;
menyusun Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan;
mengusulkan tarif untuk ditetapkan Menteri, atas penggunaan perairan dan/atau daratan, dan fasilitas pelabuhan yang disediakan oleh Pemerintah serta jasa kepelabuhanan yang diselenggarakan oleh Otoritas Pelabuhan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
menjamin kelancaran arus barang. (3) Selain tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Otoritas Pelabuhan melaksanakan kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan yang diperlukan oleh pengguna jasa yang belum disediakan oleh Badan Usaha Pelabuhan. (4) Dalam kondisi tertentu pemeliharan penahan gelombang, kolam pelabuhan, alur-pelayaran, dan jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat dilaksanakan oleh Badan Usaha Pelabuhan atau pengelola terminal untuk kepentingan sendiri yang dituangkan dalam perjanjian konsesi. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 43 Otoritas Pelabuhan membiayai kegiatan operasional pelabuhan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Paragraf 3 Unit Penyelenggara Pelabuhan Pasal 44 (1) Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) huruf b dibentuk pada pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial. (2) Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada:
Menteri untuk Unit Penyelenggara Pelabuhan Pemerintah; dan
gubernur atau bupati/walikota untuk Unit Penyelenggara Pelabuhan pemerintah daerah. (3) Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melaksanakan fungsi pengaturan dan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan, mempunyai tugas dan tanggung jawab:
menyediakan dan memelihara penahan gelombang, kolam pelabuhan, dan alur-pelayaran;
menyediakan dan memelihara Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran;
menjamin keamanan dan ketertiban di pelabuhan;
menjamin dan memelihara kelestarian lingkungan di pelabuhan;
menyusun Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan;
menjamin kelancaran arus barang; dan
menyediakan fasilitas pelabuhan. (4) Dalam kondisi tertentu pemeliharaan penahan gelombang, kolam pelabuhan, dan alur-pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dapat dilaksanakan oleh pengelola terminal untuk kepentingan sendiri yang dituangkan dalam perjanjian konsesi. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 45 (1) Kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan pada pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial dilaksanakan oleh Unit Penyelenggara Pelabuhan. (2) Kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat juga dilaksanakan oleh Badan Usaha Pelabuhan setelah mendapat konsesi dari Unit Penyelenggara Pelabuhan. Paragraf 4 Aparat Penyelenggara Pelabuhan Pasal 46 Aparat penyelenggara pelabuhan terdiri atas:
aparat Otoritas Pelabuhan; dan
aparat Unit Penyelenggara Pelabuhan. Pasal 47 (1) Aparat Otoritas Pelabuhan dan aparat Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan Pegawai Negeri Sipil. (2) Aparat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki kemampuan dan kompetensi di bidang kepelabuhanan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. (3) Kemampuan dan kompetensi di bidang kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
manajemen kepelabuhanan di bidang:
perencanaan kepelabuhanan;
operasional pelabuhan; dan/atau
pemanduan. b. manajemen angkutan laut di bidang:
bongkar muat;
trayek kapal; dan/atau
operasional kapal. c. pengetahuan kontraktual/perjanjian. ditjen Peraturan Perundang-undangan (4) Kemampuan dan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dibuktikan dengan sertifikat keahlian yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepelabuhanan. Paragraf 5 Organisasi dan Tata Kerja Penyelenggara Pelabuhan Pasal 48 (1) Otoritas Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dipimpin oleh seorang kepala yang membawahi paling sedikit 3 (tiga) unsur, yaitu:
unsur perencanaan dan pembangunan;
unsur usaha kepelabuhanan; dan
unsur operasi dan pengawasan. (2) Otoritas Pelabuhan dibentuk untuk 1 (satu) atau beberapa pelabuhan. Pasal 49 (1) Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) dipimpin oleh seorang kepala yang membawahi paling sedikit 3 (tiga) unsur, yaitu:
unsur perencanaan dan pembangunan;
unsur usaha kepelabuhanan; dan
unsur operasi dan pengawasan. (2) Unit Penyelenggara Pelabuhan dibentuk untuk 1 (satu) atau beberapa pelabuhan. Pasal 50 Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi dan tata kerja Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan diatur oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan Kementerian Negara yang membidangi urusan pendayagunaan aparatur negara. ditjen Peraturan Perundang-undangan Paragraf 6 Tugas dan Tanggung Jawab Penyelenggara Pelabuhan Pasal 51 (1) Penyediaan lahan di daratan dan di perairan dalam pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf a dilakukan oleh Otoritas Pelabuhan. (2) Lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikuasai oleh negara. (3) Dalam hal di atas lahan yang diperlukan untuk pelabuhan terdapat hak atas tanah, penyediaannya dilakukan dengan cara pengadaan tanah. (4) Pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 52 Penyediaan lahan di perairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf a dilakukan sesuai kebutuhan operasional pelabuhan dan untuk menjamin keselamatan pelayaran. Pasal 53 (1) Penyediaan dan pemeliharaan penahan gelombang yang dilakukan oleh Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf b dan Pasal 44 ayat (3) huruf a dilakukan agar arus dan ketinggian gelombang tidak mengganggu kegiatan di pelabuhan. (2) Penyediaan penahan gelombang dilakukan sesuai dengan kondisi perairan. (3) Pemeliharaan penahan gelombang dilakukan secara berkala agar tetap berfungsi. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 54 (1) Penyediaan dan pemeliharaan kolam pelabuhan yang dilakukan oleh Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf b dan Pasal 44 ayat (3) huruf a dilakukan untuk kelancaran operasional atau olah gerak kapal. (2) Penyediaan kolam pelabuhan dilakukan melalui pembangunan kolam pelabuhan. (3) Pemeliharaan kolam pelabuhan dilakukan secara berkala agar tetap berfungsi. Pasal 55 (1) Penyediaan dan pemeliharaan alur-pelayaran yang dilakukan oleh Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf b dan Pasal 44 ayat (3) huruf a dilakukan agar perjalanan kapal keluar dari atau masuk ke pelabuhan berlangsung dengan lancar. (2) Penyediaan alur-pelayaran di pelabuhan dilakukan melalui pembangunan alur-pelayaran. (3) Pemeliharaan alur-pelayaran di pelabuhan dilakukan secara berkala agar tetap berfungsi. Pasal 56 (1) Selain menyediakan penahan gelombang, kolam pelabuhan, dan alur-pelayaran, Otoritas Pelabuhan wajib menyediakan dan memelihara jaringan jalan di dalam pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf b. (2) Penyediaan dan pemeliharaan jaringan jalan di dalam pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 57 Penyediaan dan pemeliharaan Sarana Bantu Navigasi- Pelayaran yang dilaksanakan oleh Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf c dan Pasal 44 ayat (3) huruf b diatur dalam Peraturan Pemerintah tersendiri. Pasal 58 (1) Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan bertanggung jawab menjamin terwujudnya keamanan dan ketertiban di pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf d dan Pasal 44 ayat (3) huruf c. (2) Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan dapat membentuk unit keamanan dan ketertiban di pelabuhan. Pasal 59 Untuk menjamin dan memelihara kelestarian lingkungan di pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf e dan Pasal 44 ayat (3) huruf d, Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan dalam setiap penyelenggaraan kegiatan di pelabuhan harus melakukan pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan. Pasal 60 Penyusunan Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf f dan Pasal 44 ayat (3) huruf e dilakukan oleh Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan untuk setiap lokasi pelabuhan yang menjadi tanggung jawabnya. Pasal 61 (1) Pengusulan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf g dilakukan oleh Otoritas Pelabuhan kepada Menteri untuk setiap pelayanan jasa kepelabuhanan yang diselenggarakannya. ditjen Peraturan Perundang-undangan (2) Pengusulan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 62 Untuk menjamin kelancaran arus barang di pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf h dan Pasal 44 ayat (3) huruf f, Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan diwajibkan:
menyusun sistem dan prosedur pelayanan jasa kepelabuhanan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri;
memelihara kelancaran dan ketertiban pelayanan kapal dan barang serta kegiatan pihak lain sesuai dengan sistem dan prosedur pelayanan jasa kepelabuhanan yang telah ditetapkan;
melakukan pengawasan terhadap kegiatan bongkar muat barang;
menerapkan teknologi sistem informasi dan komunikasi terpadu untuk kelancaran arus barang; dan
melakukan koordinasi dengan pihak terkait untuk kelancaran arus barang. Pasal 63 (1) Penyediaan fasilitas pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) huruf g pada pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial dilakukan oleh Unit Penyelenggara Pelabuhan. (2) Penyediaan dan pemeliharaan fasilitas pelabuhan dilakukan sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan. (3) Dalam penyediaan dan pemeliharaan fasilitas pelabuhan, penerapannya didasarkan pada rencana desain konstruksi untuk fasilitas pokok dan fasilitas penunjang. (4) Fasilitas pelabuhan dirancang sesuai dengan kapasitas kemampuan pelayanan sandar dan tambat di pelabuhan termasuk penggunaan jenis peralatan yang akan digunakan di pelabuhan. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 64 (1) Selain tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2), Otoritas Pelabuhan melaksanakan kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan yang diperlukan oleh pengguna jasa yang belum disediakan oleh Badan Usaha Pelabuhan. (2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelayanan kapal angkutan laut pelayaran-rakyat, pelayaran-perintis, fasilitas umum, dan fasilitas sosial. Pasal 65 (1) Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) berperan sebagai wakil Pemerintah untuk memberikan konsesi atau bentuk lainnya kepada Badan Usaha Pelabuhan untuk melakukan kegiatan pengusahaan di pelabuhan yang dituangkan dalam perjanjian. (2) Hasil konsesi yang diperoleh Otoritas Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pendapatan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Otoritas Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melaksanakan kegiatannya harus berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Pasal 66 (1) Untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2), Otoritas Pelabuhan mempunyai wewenang:
mengatur dan mengawasi penggunaan lahan daratan dan perairan pelabuhan;
mengawasi penggunaan Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan;
mengatur lalu lintas kapal ke luar masuk pelabuhan melalui pemanduan kapal; dan
menetapkan standar kinerja operasional pelayanan jasa kepelabuhanan. ditjen Peraturan Perundang-undangan (2) Penetapan standar kinerja operasional pelayanan jasa kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dievaluasi setiap tahun. Pasal 67 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyediaan, pemeliharaan, standar, dan spesifikasi teknis penahan gelombang, kolam pelabuhan, alur-pelayaran, jaringan jalan, dan tata cara penyelenggaraan keamanan dan ketertiban di pelabuhan diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Kedua Kegiatan Pengusahaan di Pelabuhan Paragraf 1 Umum Pasal 68 Kegiatan pengusahaan di pelabuhan terdiri atas:
penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang, dan barang; dan
jasa terkait dengan kepelabuhanan. Paragraf 2 Penyediaan Pelayanan Jasa Kapal, Penumpang, dan Barang Pasal 69 (1) Penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang, dan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 huruf a terdiri atas:
penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk bertambat;
penyediaan dan/atau pelayanan pengisian bahan bakar dan pelayanan air bersih;
penyediaan dan/atau pelayanan fasilitas naik turun penumpang dan/atau kendaraan;
penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk pelaksanaan kegiatan bongkar muat barang dan peti kemas; ditjen Peraturan Perundang-undangan e. penyediaan dan/atau pelayanan jasa gudang dan tempat penimbunan barang, alat bongkar muat, serta peralatan pelabuhan;
penyediaan dan/atau pelayanan jasa terminal peti kemas, curah cair, curah kering, dan ro-ro;
penyediaan dan/atau pelayanan jasa bongkar muat barang;
penyediaan dan/atau pelayanan pusat distribusi dan konsolidasi barang; dan/atau
penyediaan dan/atau pelayanan jasa penundaan kapal. (2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Badan Usaha Pelabuhan. Paragraf 3 Kegiatan Jasa Terkait Dengan Kepelabuhanan Pasal 70 (1) Penyediaan dan/atau pelayanan jasa terkait dengan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 huruf b meliputi:
penyediaan fasilitas penampungan limbah;
penyediaan depo peti kemas;
penyediaan pergudangan;
jasa pembersihan dan pemeliharaan gedung kantor;
instalasi air bersih dan listrik;
pelayanan pengisian air tawar dan minyak;
penyediaan perkantoran untuk kepentingan pengguna jasa pelabuhan;
penyediaan fasilitas gudang pendingin;
perawatan dan perbaikan kapal _; _ j. pengemasan dan pelabelan;
fumigasi dan pembersihan/perbaikan kontainer;
angkutan umum dari dan ke pelabuhan;
tempat tunggu kendaraan bermotor;
kegiatan industri tertentu;
kegiatan perdagangan;
kegiatan penyediaan tempat bermain dan rekreasi;
jasa periklanan; __ dan/atau r. perhotelan, restoran, pariwisata, pos dan telekomunikasi. ditjen Peraturan Perundang-undangan (2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang perseorangan warga negara Indonesia dan/atau badan usaha. Paragraf 4 Badan Usaha Pelabuhan Pasal 71 (1) Badan Usaha Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2) dapat melakukan kegiatan pengusahaan pada 1 (satu) atau beberapa terminal dalam 1 (satu) pelabuhan. (2) Badan Usaha Pelabuhan dalam melakukan kegiatan usahanya wajib memiliki izin usaha yang diberikan oleh:
Menteri untuk Badan Usaha Pelabuhan di pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul;
gubernur untuk Badan Usaha Pelabuhan di pelabuhan pengumpan regional; dan
bupati/walikota untuk Badan Usaha Pelabuhan di pelabuhan pengumpan lokal. (3) Izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan setelah memenuhi persyaratan:
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
berbentuk badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau perseroan terbatas yang khusus didirikan di bidang kepelabuhanan;
memiliki akte pendirian perusahaan; dan
memiliki keterangan domisili perusahaan. Pasal 72 Penetapan Badan Usaha Pelabuhan yang ditunjuk untuk melakukan kegiatan pengusahaan di pelabuhan pada pelabuhan yang berubah statusnya dari pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial menjadi pelabuhan yang diusahakan secara komersial dilakukan melalui pemberian konsesi dari Otoritas Pelabuhan. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 73 Dalam melakukan kegiatan pengusahaan di pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) Badan Usaha Pelabuhan wajib:
menyediakan dan memelihara kelayakan fasilitas pelabuhan;
memberikan pelayanan kepada pengguna jasa pelabuhan sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan oleh Pemerintah;
menjaga keamanan, keselamatan, dan ketertiban pada terminal dan fasilitas pelabuhan yang dioperasikan;
ikut menjaga keselamatan, keamanan, dan ketertiban yang menyangkut angkutan di perairan;
memelihara kelestarian lingkungan;
memenuhi kewajiban sesuai dengan konsesi dalam perjanjian; dan
mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, baik secara nasional maupun internasional. Paragraf 5 Konsesi atau Bentuk Lainnya Pasal 74 (1) Konsesi diberikan kepada Badan Usaha Pelabuhan untuk kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang, dan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) yang dituangkan dalam bentuk perjanjian. (2) Pemberian konsesi kepada Badan Usaha Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui mekanisme pelelangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Jangka waktu konsesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan pengembalian dana investasi dan keuntungan yang wajar. (4) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
lingkup pengusahaan;
masa konsesi pengusahaan;
tarif awal dan formula penyesuaian tarif; ditjen Peraturan Perundang-undangan d. hak dan kewajiban para pihak, termasuk resiko yang dipikul para pihak dimana alokasi resiko harus didasarkan pada prinsip pengalokasian resiko secara efisien dan seimbang;
standar kinerja pelayanan serta prosedur penanganan keluhan masyarakat;
sanksi dalam hal para pihak tidak memenuhi perjanjian pengusahaan;
penyelesaian sengketa;
pemutusan atau pengakhiran perjanjian pengusahaan;
sistem hukum yang berlaku terhadap perjanjian pengusahaan adalah hukum Indonesia;
keadaan kahar; dan
perubahan-perubahan. Pasal 75 (1) Dalam hal masa konsesi telah berakhir, fasilitas pelabuhan hasil konsesi beralih atau diserahkan kembali kepada penyelenggara pelabuhan. (2) Fasilitas pelabuhan yang sudah beralih kepada penyelenggara pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pengelolaannya diberikan kepada Badan Usaha Pelabuhan untuk kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang, dan barang berdasarkan kerjasama pemanfaatan melalui mekanisme pelelangan. (3) Badan Usaha Pelabuhan yang telah ditetapkan melalui mekanisme pelelangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam melaksanakan kegiatan pengusahaannya di pelabuhan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Kerjasama pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak perjanjian kerjasama pemanfaatan ditandatangani. Pasal 76 (1) Dalam kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa terkait dengan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) penyelenggara pelabuhan dapat melakukan kerjasama dengan Badan Usaha Pelabuhan dan/atau orang perseorangan warga negara Indonesia. ditjen Peraturan Perundang-undangan (2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk:
penyewaan lahan;
penyewaan gudang; dan/atau
penyewaan penumpukan. (3) Penyewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 77 Pendapatan konsesi dan kompensasi yang diterima oleh Otoritas Pelabuhan merupakan penerimaan negara yang penggunaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 78 Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pemberian dan pencabutan konsesi serta kerjasama diatur dengan Peraturan Menteri. BAB V PEMBANGUNAN DAN PENGOPERASIAN PELABUHAN Bagian Kesatu Izin Pembangunan Pelabuhan Pasal 79 Pembangunan pelabuhan hanya dapat dilakukan berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan Nasional dan Rencana Induk Pelabuhan. Pasal 80 (1) Pembangunan pelabuhan laut oleh penyelenggara pelabuhan dilakukan setelah diperolehnya izin. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh penyelenggara pelabuhan kepada:
Menteri untuk pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul; ditjen Peraturan Perundang-undangan b. gubernur untuk pelabuhan pengumpan regional; dan
bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan lokal. (3) Pengajuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan teknis kepelabuhanan dan kelestarian lingkungan. Pasal 81 (1) Pembangunan pelabuhan sungai dan danau oleh penyelenggara pelabuhan dilakukan setelah diperolehnya izin. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh penyelenggara pelabuhan kepada bupati/walikota. (3) Pengajuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan teknis kepelabuhanan dan kelestarian lingkungan. Pasal 82 (1) Persyaratan teknis kepelabuhanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (3) dan Pasal 81 ayat (3) meliputi:
studi kelayakan; dan
desain teknis. (2) Studi kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit memuat:
kelayakan teknis; dan
kelayakan ekonomis dan finansial. (3) Desain teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit memuat mengenai:
kondisi tanah;
konstruksi;
kondisi hidrooceanografi;
topografi; dan
penempatan dan konstruksi Sarana Bantu Navigasi- Pelayaran, alur-pelayaran, dan kolam pelabuhan serta tata letak dan kapasitas peralatan di pelabuhan. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 83 Persyaratan kelestarian lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (3) dan Pasal 81 ayat (3) berupa studi lingkungan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup. Pasal 84 Dalam mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (3) dan Pasal 81 ayat (3) harus disertai dokumen yang terdiri atas:
Rencana Induk Pelabuhan;
dokumen kelayakan;
dokumen desain teknis; dan
dokumen lingkungan. Pasal 85 (1) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2) dan Pasal 81 ayat (2), Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan penelitian atas persyaratan permohonan pembangunan pelabuhan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterima permohonan secara lengkap. (2) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 dan Pasal 83 belum terpenuhi, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota mengembalikan permohonan kepada penyelenggara pelabuhan untuk melengkapi persyaratan. (3) Permohonan yang dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan kembali kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (4) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) telah terpenuhi, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menetapkan izin pembangunan pelabuhan. ditjen Peraturan Perundang-undangan Pasal 86 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian izin pembangunan pelabuhan diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Kedua Pelaksanaan Pembangunan Pelabuhan Pasal 87 (1) Pembangunan pelabuhan dilakukan oleh:
Otoritas Pelabuhan untuk pelabuhan yang diusahakan secara komersial; dan
Unit Penyelenggara Pelabuhan untuk pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial. (2) Pembangunan pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dilakukan oleh Badan Usaha Pelabuhan berdasarkan konsesi atau bentuk lainnya dari Otoritas Pelabuhan. (3) Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta Badan Usaha Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam membangun pelabuhan wajib:
melaksanakan pekerjaan pembangunan pelabuhan paling lama 2 (dua) tahun sejak tanggal berlakunya izin pembangunan;
melaksanakan pekerjaan pembangunan pelabuhan sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan yang telah ditetapkan;
melaporkan pelaksanaan kegiatan pembangunan pelabuhan secara berkala kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya; dan
bertanggung jawab terhadap dampak yang timbul selama pelaksanaan pembangunan pelabuhan yang bersangkutan. Pasal 88 (1) Pembangunan fasilitas di sisi darat pelabuhan yang dilakukan berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan dapat dilakukan setelah memperoleh Izin Mendirikan Bangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. ditjen Peraturan Perundang-undangan (2) Dalam...
Pembangunan fasilitas di sisi perairan yang dilakukan berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan dapat dilakukan setelah memperoleh izin pembangunan dari Menteri. Bagian Ketiga Pengembangan Pelabuhan Pasal 89 Pengembangan pelabuhan hanya dapat dilakukan berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan Nasional dan Rencana Induk Pelabuhan. Pasal 90 (1) Pengembangan pelabuhan oleh penyelenggara pelabuhan dilakukan setelah diperolehnya izin. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh penyelenggara pelabuhan kepada:
Menteri untuk pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul;
gubernur untuk pelabuhan pengumpan regional; dan
bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan lokal serta pelabuhan sungai dan danau. Pasal 91 (1) Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (2) diberikan berdasarkan permohonan dari penyelenggara pelabuhan. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84.
Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/ Lembaga dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran. ...
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.05/2015 tentang Pedoman Penyusunan dan Penyampaian Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga ...
Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. ...
Relevan terhadap
Peraturan Presiden ini berlaku selama 3 (tiga) tahun sejak diundangkan atau apabila dipandang perlu dapat ditinjau kembali sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan keadaan yang penetapannya dengan Peraturan Presiden.
Dalam hal jangka waktu 3 (tiga) tahun terlewati dan ternyata daftar bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan yang baru belum diatur, maka Peraturan Presiden yang mengatur daftar bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan masih tetap berlaku. Pasal 4 Pemerintah wajib mempublikasikan daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan secara terbuka di area publik, baik publikasi cetak maupun elektronik yang dapat diakses dari situs pemerintah Indonesia. Pasal 5 Dengan ditetapkannya Peraturan Presiden ini, maka:
Ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Peraturan Presiden ini tidak berlaku bagi penanaman modal yang telah disetujui sebelum Peraturan Presiden ini berlaku. Penanaman modal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ini wajib dibuktikan dengan surat persetujuan penanaman modal dan perubahannya (bila ada) yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang. 2. Ketentuan Peraturan Presiden ini berlaku sepenuhnya bagi setiap perubahan atas penanaman modal yang telah disetujui dalam surat persetujuan penanaman modal dan perubahannya (kecuali perubahan komposisi pemegang saham dalam batasan prosentase maksimum kepemilikan saham asing dan domestik yang telah disetujui) yang dilakukan oleh penanam modal yang dimaksud dalam ayat (1) tersebut di atas atau perusahaan penanaman modal yang telah ada pada atau sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini. Pasal 6 Ketentuan Peraturan Presiden ini tidak mengurangi kewajiban penanam modal untuk mematuhi ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat yang berlaku untuk kegiatan penanaman modal tersebut untuk melakukan kegiatan usaha yang dikeluarkan oleh instansi teknis yang berwenang yang membawahi bidang usaha penanaman modal. Pasal 7 Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini:
Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 118 Tahun 2000 tentang Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Tertentu Bagi Penanaman Modal; dan 77 TAHUN 2007 TANGGAL: 3 Juli 2007 DAFTAR BIDANG USAHA YANG TERTUTUP UNTUK PENANAMAN MODAL NO. BIDANG USAHA KBLI SEKTOR 1 Perjudian/Kasino 92429 Kebudayaan dan Pariwisata 2 Peninggalan Sejarah dan Purbakala (candi, keraton, prasasti, petilasan, bangunan kuno,temuan bawah laut, dsb) 92323 Kebudayaan dan Pariwisata 3 Museum 92321 Kebudayaan dan Pariwisata 4 Pemukiman/Lingkungan Adat 92323 Kebudayaan dan Pariwisata 5 Monumen 92324 Kebudayaan dan Pariwisata 6 Obyek Ziarah( Tempat peribadatan, petilasan, makam, dsb) 92439 Kebudayaan dan Pariwisata 7 Pemanfaatan (pengambilan) Koral Alam 01501 Kehutanan 8 Penangkapan Spesies Ikan yang Tercantum dalam Appendix 1 CITES. 05011 Kelautan dan perikanan 9 Manajemen dan Penyelenggaraan Stasiun Monitoring Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit. 64223 Komunikasi dan Informatika 10 Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Radio dan Televisi 92131 Komunikasi dan Informatika http: //www.djpp.depkumham.go.id Bidang Usaha yang tertutup dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan non komersial seperti, penelitian dan pengembangan dan mendapat persetujuan dari sektor yang bertanggung jawab atas pembinaan bidang usaha tersebut. 77 TAHUN 2007 TANGGAL: 3 Juli 2007 DAFTAR BIDANG USAHA YANG TERBUKA DENGAN PERSYARATAN a. Dicadangkan Untuk UMKMK 11 Penyediaan dan Penyelenggaraan Terminal 63310 Perhubungan 12 Pemasangan dan Pemeliharaan Perlengkapan Jalan 45326 Perhubungan 13 Penyelengaraan dan Pengoperasian Jembatan Timbang 63390 Perhubungan 14 Penyelengaraan Pengujian Tipe Kendaraan Bermotor 63390 Perhubungan 15 Penyelenggaraan PengujianBerkala Kendaraan Bermotor 63390 Perhubungan 16 Telekomunikasi/Sarana Bantu Navigasi Pelayaran 63321 Perhubungan 17 Vessel Traffic Information System (VTIS) 63321 63322 63223 Perhubungan 18 Pemanduan Lalu Lintas Udara (ATS) Provider 63330 Perhubungan 19 Industri Bahan Kimia yang Dapat Merusak Lingkungan, seperti: Penta Chlorophenol, Dichloro Diphenyl Trichloro Elhane (DDT), Dieldrin, Chlordane, Carbon Tetra Chloride, Chloro Fluoro Carbon (CFC), Methyl Bromide, Methyl Chloroform, Halon, dan lainnya 24212 24119 Perindustrian 20 Industri Bahan Kimia Skedul-1 Konvensi Senjata Kimia (Sarin, Soman, Tabun Mustard, Levisite, Ricine, Saxitoxin, VX, dll) 24119 Perindustrian 21 Industri Minuman Mengandung Alkohol (Minuman Keras, Anggur, Dan Minuman Mengandung Malt) 15510 15520 15530 Perindustrian 22 Industri Pembuat Chlor Alkali dengan Bahan Mengandung Merkuri 24111 Perindustrian 23 Industri Siklamat Dan Sakarin 24119 Perindustrian 24 Industri Logam Dasar Bukan Besi (Timah Hitam) 27201 Perindustrian 25 Budidaya Ganja 01119 Pertanian N0 BIDANG USAHA KBLI SEKTOR 1 Pembangkit Tenaga Listrik Skala Kecil (s/d 10 MW) 40101 Energi dan Sumber Daya Mineral 2 Agen Perjalanan Wisata 63420 Kebudayaan dan Pariwisata 3 Sanggar Seni 92142 Kebudayaan dan Pariwisata 4 Usaha Jasa Pramuwisata 63430 Kebudayaan dan Pariwisata 5 Pengusahaan Hutan Tanaman Lainnya (Aren, Kemiri, Biji Asam, Bahan Baku Arang, Kayu Manis, dll) 02039 Kehutanan 6 Pengusahaan Sarang Burung Walet Di Alam 02052 Kehutanan 7 Industri Kayu Gergajian (Kapasitas Produksi sampai dengan 2000M3/Tahun 20101 Kehutanan 8 Industri Primer Pengolahan Rotan 20104 Kehutanan 9 Industri Barang Setengah Jadi Dari Kayu Bakau 20293 20294 20299 Kehutanan 10 Industri Primer Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu Lainnya (Getah Pinus, Bambu, Minyak Atsiri) 02059 Kehutanan 11 Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) dari Habitat Alam 01501 Kehutanan 12 Perikanan Tangkap Dengan Menggunakan Kapal Penangkap Ikan Berukuran Sampai Dengan 30 GT, di Wilayah Perairan Sampai Dengan 12 Mil Atau Kurang. 05011 Kelautan dan Perikanan 13 Penangkapan Ikan di Perairan Umum 05031 Kelautan dan Perikanan 14 Usaha Pengolahan Hasil Perikanan (UPI) Peragian, Fermentasi, Pereduksian/Pengekstaksian, Pengolahan Surimi dan Jelly Ikan 15129 Kelautan dan Perikanan http: //www.djpp.depkumham.go.id 15 Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK) Radio dan Televisi 92132 Komunikasi dan Informatika 16 Perusahaan Jasa Kurir/Jasa Titipan: - Kirim Mengirim Barang Cetakan - Surat Kabar - Bungkusan Kecil - Paket - Pengiriman Uang (Golongan Kecil) 64130 Komunikasi dan Informatika 17 Jasa Telekomunikasi Meliputi: - Warung Telekomunikasi - Warung Internet - Instalasi Kabel Ke Rumah dan Gedung 64314 64325 64319 Komunikasi dan Informatika 18 Jasa Konstruksi (Jasa Pelaksana Konstruksi) Golongan Kecil Excavating and Earth Moving Work Site Preparation Work For Mining Scaffolding Work 45100 45100 45243 Pekerjaan Umum Demolition Work 45100 For Multi Dwelling Buildings 45211 For Warehouse and Industrial Buildings 45213 For Commercial Buildings 45214 For Public Entertainment Buildings 45218 For Hotel, Restaurant and Similar Buildings 45217 For Educational Buildings 45216 For Health Buildings 45215 For Highway (except elevated highway) Streets Roads, Railway and Airfield Runways 45221/45222 For Bridges, Elevated Highways, Tunnels 45221/45223 For Waterways, harbor, dams, and other water works 45224 For Long Distance Pipelines, Communication and Power lines (cables) 45328 For Local Pipelines and Cables, Ancillary Work 45328 For Construction For Sports and Recreation 45218 For Stadia and Sports Grounds 45218 For Other Sport and Recreation Installation 45218 For Engineering Works n.e.c 45229 Assembly and Erection Of Prefabricated Construction 45245 Foundation Work, incl. pile driving 45241 Streets Bending and Erection (incl. welding) 45221 Gas Fitting Construction Work 45314 Fire Alarm Construction Work 45315 Burglar Alarm System Construction Work 45315 Lift and Escalator Construction Work 45316 Renting Service Related to Equipment for Construction or Demolition of Buildings or Civil Engineering Work With Operator 45500 Site Investigation Work At Construction Site Formation and Clearance Work For One and Two Dwelling Buildings 45211 Water Well Drilling 45242 Roofing and Water Proofing Concrete Work Masonry Work Other Special Trade Construction Work Heating, Ventilation and Air Conditioning Work 45317 Water Plumbing and Drain Laying Work 45311 Electrical Wiring and Fitting Work 45312 Residential Antenna Construction Work 45313 Other Electrical Construction Work 45311 Insulation Work( Electrical Wiring, Water, Heat, Sound) 45315 Fencing and Railing Construction Work 45316 Other Installation Work 45319 Other Installation Work n.e.c 45319 http: //www.djpp.depkumham.go.id Glazing Work and Window Glass Installation Work 45401 Plastering Work 45403 Painting Work 45403 Ground Floor and Wall tiling Work 45402 Other Floor Laying, Wall Covering and Wall Papering Work Wood and Metal Joinry and Carpentry Work Interior Fitting Decoration Work Ornamentation Fitting Work 45409 Other Building Completion and Finishing Work 45409 19 Jasa Bisnis/Jasa Konsultasi Konstruksi Golongan Kecil Pekerjaan umum Advisory and Pre Design Architectural Service 74210 Architectural Design Services 74210 Contract Administration Service 74210 Combined Architectural Design and Administration Service 74210 Other Architectural Service 74210 Engineering Design Service for the Construction of Foundation and Building Structures 74210 Engineering Design Service for the Construction of Civil Engineering Works 74210 Other Engineering Services during the Construction And Installation Phases 74210 Other Engineering Services 74210 Integrated Engineering and mgt Service for Water Supply and Sanitation Work Turnkey Projects 74210 Integrated engineering for the Construction of manufacturing Turnkey Projects 74210 Integrated Engineering for Other Turnkey Projects 74210 Urban Planning Service 74210 Landscape Architectural Service 74210 Composition and Purity 74210 Testing and Analysis Service 74210 Testing and Analysis of Integrated Mechanical System 74210 Technical Inspection System 74210 Other Technical Testing and Analysis Service 74210 Landscape Architectural Service 74210 20 Angkutan Orang a. Dalam Trayek - Angkutan Bis/Pedesaan 60211 60212 60213 60214 60215 Perhubungan b. Tidak Dalam Trayek - Angkutan Taksi 60221 21 Pelayaran Rakyat 61118 Perhubungan 22 Industri penggaraman/pengeringan ikan dan biota perairan lainnya dan industri pemindangan ikan dan biota perairan lainnya 15122 15125 Perindustrian 23 Industri pewarnaan benang dari serat alam maupun serat buatan menjadi benang bermotif/celup, ikat, dengan alat yang digerakan tangan 17115 Perindustrian 24 Industri Batik Tulis 17124 Perindustrian 25 Industri Pengasapan Karet 25121 Perindustrian 26 Industri perkakas tangan yang di proses secara manual atau semi mekanik untuk pertukangan dan pemotongan 28932 28933 28939 Perindustrian 27 Industri barang dari tanah liat baik yang diglasir maupun tidak diglasir untuk keperluan rumah tangga 26321 Perindustrian 28 Industri jasa pemeliharaan dan perbaikan sepeda motor kecuali yang terintegrasi dengan bidang usaha penjualan sepeda motor (agen/distributor) dan industri reparasi barang-barang keperluan pribadi dan rumah tangga. 93050 93062 93061 Perindustrian 29 Industri kerajinan yang memiliki kekayaan khas khasanah budaya daerah, nilai seni yang menggunakan bahan baku alamiah maupun imitasi 17293 20291 20292 20293 20294 20299 36921 Perindustrian http: //www.djpp.depkumham.go.id Catatan: Persyaratan beroperasi/berproduksi komersial dapat diperoleh pada sektor yang terkait dengan Bidang Usaha yang bersangkutan. b. Kemitraan 30 Industri perkakas tangan untuk pertanian yang diperlukan untuk persiapan lahan, proses produksi, pemanenan, pasca panen, dan pengolahan kecuali cangkul dan sekop. 28931 Perindustrian 31 Gula Merah 15422 Perindustrian 32 Industri makanan olahan dari biji-bijian dan umbi-umbian, sagu, melinjo dan kopra. 15494 15498 Perindustrian 33 Industri pengupasan dan pembersihan umbi-umbian. 15317 Perindustrian 34 Industri pengeringan dan pengolahan tembakau. 16001 Perindustrian 35 Budidaya padi (dengan luas kurang atau sama dengan 25 Ha) 01111 Pertanian 36 Budidaya ubi kayu (dengan luas kurang atau sama dengan 25 Ha) 01112 Pertanian 37 Budidaya jagung ( dengan luas kurang atau sama dengan 25 Ha) 01112 Pertanian 38 Budidaya tanaman pangan lainnya selain ubi kayu dan jagung dengan luas kurang atau sama dengan 25 Ha 01112 Pertanian 39 Pembibitan dan budidaya babi dengan jumlah kurang atau sama dengan 125 ekor 01221 Pertanian 40 Pembibitan dan budidaya ayam buras serta persilangannya 01223 Pertanian 41 Usaha perkebunan dengan luas kurang dari 25Ha. 01113 01114 01115 01116 01117 01118 01119 01133 01134 01135 01136 01137 01138 01139 Pertanian 42 Usaha industri pengolahan hasil perkebunan di bawah kapasitas tertentu sesuai Permentan No. 26/2007 15141 15143 15144 24294 15313 15314 15315 15318 Pertanian 43 Usaha perbenihan perkebunan dengan luas kurang dari 25Ha 01113 01114 01115 01116 01117 01118 01119 01133 01134 01135 01136 01137 01138 01139 Pertanian NO. BIDANG USAHA KBLI SEKTOR 1. Pengusahaan Kokon/Kepompong Ulat Sutera (Persuteraan Alam) 02034 Kehutanan 2. Pengusahaan Perlebahan 02039 Kehutanan 3. Pengusahaan Rotan 02031 Kehutanan 4. Pengusahaan Bambu 02039 Kehutanan 5. Pengusahaan Gaharu 02039 Kehutanan http: //www.djpp.depkumham.go.id 6. Pengusahaan Seedlak 02039 Kehutanan 7. Pengusahaan Tanaman Pangan Alternatif (Sagu) 02039 Kehutanan 8. Pengusahaan Getah Pinus 02032 Kehutanan 9. Pengusahaan Damar 02035 Kehutanan 10. Pengusahaan Getah-getahan 02039 Kehutanan 11. Pengusahaan Minyak Atsiri 02039 Kehutanan 12. Pembesaran Ikan Laut 05021 Kelautan dan Perikanan 13. Pembenihan Ikan Laut 05022 Kelautan dan Perikanan 14. Pembesaran Ikan Air Tawar 05041 Kelautan dan Perikanan 15. Pembesaran Ikan Air Payau 05042 Kelautan dan Perikanan 16. Pembenihan Ikan Air Payau 05044 Kelautan dan Perikanan 17. Pembenihan Ikan Air Tawar 05043 Kelautan dan Perikanan 18. Usaha pengolahan hasil perikanan (UPI) penggaraman/pengeringan ikan, pengasapan ikan dan pemindangan ikan 15122 15125 Kelautan dan Perikanan 19. Usaha pemasaran, distribusi hasil perikanan 51213 53213 Kelautan dan Perikanan 20 - Penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi a. Pusat layanan informasi (call centre) b. Layanan content (ring tone, sms premium, dsb) c. Jasa Nilai Tambah Teleponi Lainnya 64319 64311 64312 Komunikasi dan Informatika 21 - Penyelenggaraan Jasa Multimedia a. Akses internet (ISP) 64313 64314 Komunikasi dan Informatika 22 Industri Rokok Kretek, Rokok Putih, dan Rokok Lainnya 16002 16003 16004 Perindustrian 23 Industri pemanisan-pengasinan buah-buahan dan sayur-sayuran 15132 Perindustrian 24 Industri Makanan Olahan Dari Biji- bijian dan umbi-umbian, sagu, melinjo dan kopra 15318 15493 15495 15496 Perindustrian 25 Industri Batik Cap 17124 Perindustrian 26 Industri Pengolahan Rotan 20104 20103 Perindustrian 27 Industri Barang Jadi Kayu Bakau 20220 20293 20294 Perindustrian 28 Industri Minyak Atsiri 24294 Perindustrian 29 Industri barang dari tanah liat untuk bahan bangunan, industri barang dari kapur dan industri barang-barang dari semen 26319 26322 26323 26324 26329 26412 26413 26421 26422 26423 26429 Perindustrian 30 Industri Perhiasan dari Perak 36912 36913 Perindustrian 31 Industri kapal kayu untuk wisata bahari dan untuk penangkapan ikan termasuk peralatan dan perlengkapannya 35111 35112 Perindustrian 32 Industri alat mesin pertanian yang menggunakan teknologi madya seperti perontok padi, pemipil jagung dan traktor tangan. 29211 Perindustrian 33 Industri Kerajinan Lainnya 36915 36911 36993 36999 37200 Perindustrian 34 Industri paku mur dan baut, industri komponen dan suku cadang motor penggerak mula, industri pompa dan kompresor, industri komponen dan perlengkapan kendaraan bermotor roda dua dan tiga, industri perlengkapan sepeda dan becak. 28993 29113 29120 35912 Perindustrian http: //www.djpp.depkumham.go.id Catatan: Persyaratan beroperasi/berproduksi komersial dapat diperoleh pada sektor yang terkait dengan bidang usaha yang bersangkutan. c. Kepemilikan Modal 35922 35 Industri pengolahan susu bubuk dan susu kental manis 15201 Perindustrian 36 Kegiatan usaha pertanian, perkebunan dan perikanan di kawasan transmigrasi 013 014 050 Tenaga Kerja dan Transmigrasi NO BIDANG USAHA KBLI BATASAN KEPEMILIKAN MODAL ASING SEKTOR 1 Jasa Pengeboran Minyak dan Gas Bumi di Lepas Pantai di Luar Kawasan Indonesia Bagian Timur 11200 Maksimal 95% Energi dan Sumber Daya Mineral 2 Jasa Pengeboran Minyak dan Gas Bumi di Darat 11200 Maksimal 95% Energi dan Sumber Daya Mineral 3 Jasa Pengoperasian dan Pemeliharaan Fasilitas Migas (operating dan maintenance service) 11200 Maksimal 95% Energi dan Sumber Daya Mineral 4 Jasa Engineering Procurement Consturuction (EPC) 74140 Maksimal 95% Energi dan Sumber Daya Mineral 5 Pembangkit Tenaga Listrik 40101 Maksimal 95% Energi dan Sumber Daya Mineral 6. Transmisi Tenaga Listrik 40102 Maksimal 95% Energi dan Sumber Daya Mineral 7. Konsultasi Ketenagalistrikan 4010 Maksimal 95% Energi dan Sumber Daya Mineral 8. Pembangunan dan Pemasangan Peralatan Ketenagalistrikan 45312 Maksimal 95% Energi dan Sumber Daya Mineral 9. Pemeliharan dan Operasi Peralatan Ketenagalistrikan 4010 Maksimal 95% Energi dan Sumber Daya Mineral 10. Pengembangan Teknologi Peralatan Penyediaan Tenaga Listrik 4010 Maksimal 95% Energi dan Sumber Daya Mineral 11. Distribusi Tenaga Listrik 40103 Maksimal 95% Energi dan Sumber Daya Mineral 12. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir 40101 Maksimal 95% Energi dan Sumber Daya Mineral 13. Galeri Seni 70101 Maksimal 50% Kebudayaan dan Pariwisata 14. Gedung Pertunjukan Seni 70101 Maksimal 50% Kebudayaan dan Pariwisata 15 *) Hotel ( Bintang 1 - 2) 55115 55114 Maksimal 50% Kebudayaan dan Pariwisata 16 *) Hotel Melati 55120 Maksimal 50% Kebudayaan dan Pariwisata 17 *) Jasa Akomodasi Lainnya (Motel dan Lodging Service) 55190 Maksimal 50% Kebudayaan dan Pariwisata 18 *) Homestay/penginapan sejenis 55140 Maksimal 50% Kebudayaan dan Pariwisata 19 *) Jasa Boga/Catering 55260 Maksimal 50% Kebudayaan dan Pariwisata 20 *) SPA 93093 Maksimal 50% Kebudayaan dan Pariwisata 21 *) Ketangkasan 92424 Maksimal 50% Kebudayaan dan Pariwisata 22 *) Bar/Café/Singing Room (Karaoke) 92428 Maksimal 50% Kebudayaan dan Pariwisata 23 *) Restoran 55213 55214 Maksimal 50% Kebudayaan dan Pariwisata 24 *) Usaha Rekreasi dan Hiburan( Taman rekreasi, gelanggang renang, pemandian alam, kolam memancing, gelanggang permainan, gelanggang 92411 92412 92413 Maksimal 50% Kebudayaan dan Pariwisata http: //www.djpp.depkumham.go.id bowling, rumah bilyard, kelab malam, diskotik, panti pijat, panti mandi uap) 92414 92415 92416 92417 92418 92419 25 *) Biro Perjalanan Wisata (Inbound and Outbound Tour Operator) 63411 63412 63413 63414 63415 Maksimal 50% Kebudayaan dan Pariwisata 26 *) Professional Convention Organizer (PCO) 63440 Maksimal 50% Kebudayaan dan Pariwisata 27 *) Usaha Jasa Impresariat 63450 Maksimal 50% Kebudayaan dan Pariwisata 28 *) Pengusahaan Obyek Wisata Budaya 92322 Maksimal 50% Kebudayaan dan Pariwisata 29 *) Pengusahan Obyek Wisata Alam di Luar Kawasan Konservasi 92324 92334 Maksimal 50% Kebudayaan dan Pariwisata 30 Jasa Kehutanan Lainnya, dalam hal ini carbon trade 02049 Maksimal 50% Kehutanan 31 Pengusahaan pariwisata alam berupa pengusahaan sarana, kegiatan dan jasa ekowisata di dalam kawasan hutan 92432 92433 92434 92439 Maksimal 25% Kehutanan 32 Pengusahaan Perburuan di Taman Buru dan Blok Buru 01501 92439 Maksimal 49% Kehutanan 33 Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar 02059 01502 Maksimal 49% Kehutanan 34 Penangkaran/Budidaya Koral 01502 Maksimal 49% Kehutanan 35 Usaha Industri Farmasi - Industri Obat Jadi - Industri Bahan Baku Obat 24232 24231 Maksimal 75% Kesehatan 36 *) Hospital Services/Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Swasta (Spesialistik/Sub Spesialistik) 85113 Maksimal 65% Kesehatan 37 Clinic Specialised Medical Sevices (Klinik Kedokteran Spesialis) 85122 Maksimal 65% Kesehatan 38 Clinic Specialised Dental Services (Klinik Kedokteran Gigi Spesialis) 85123 Maksimal 65% Kesehatan 39 Jasa Pelayanan Penunjang Kesehatan (Laboratorium Klinik) 85193 Maksimal 65% Kesehatan 40 Jasa Rumah Sakit Lainnya (Klinic Rehabilitasi Mental) 85119 Maksimal 65% Kesehatan 41 Jasa Pelayanan Penunjang Kesehatan (Klinic Medical Check-up) 85193 Maksimal 65% Kesehatan 42 *) Nursing Services 85191 Maksimal 49% Kesehatan 43 *) Jasa Pelayanan Penunjang Kesehatan (Penyewaan Peralatan Medik) 85193 Maksimal 49% Kesehatan 44 Jasa pengetesan pengujiaan kaliberasi pemeliharaan dan perbaikan peralatan kesehatan. 74220 Maksimal 49% Kesehatan 45 Jasa Konsultasi Bisnis dan Manajemen (Jasa Manajemen Rumah Sakit) 74140 Maksimal 65% Kesehatan 46 Jasa Pelayanan Penunjang Kesehatan (Jasa asistensi dalam evakuasi pertolongan kesehatan dan evakuasi pasien dalam keadaan darurat) 85193 Maksimal 65% Kesehatan 47 Jasa Pelayanan Akupunktur 85191 Maksimal 49% Kesehatan 48 Sewa Guna Usaha (Leasing) 65910 Maksimal 85% Keuangan 49 Pembiayaan Non-Leasing 65921 65922 65923 65929 Maksimal 85% Keuangan 50 Modal Ventura 65930 Maksimal 85% Keuangan 51 Perusahaan Asuransi Kerugian 66030 Maksmimal 80% Keuangan 52 Perusahaan Asuransi Jiwa 66010 Maksmimal 80% Keuangan 53 Perusahaan Reasuransi 66030 Maksimal 80% Keuangan http: //www.djpp.depkumham.go.id 54 Perusahaan Pialang Asuransi 67204 Maksimal 80% Keuangan 55 Perusahan Pialang Reasuransi 66030 Maksimal 80% Keuangan 56 Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi 67202 Maksimal 80% Keuangan 57 Perusahaan Konsultan Aktuaria 67203 Maksimal 80% Keuangan 58 Perusahaan Agen Asuransi 67201 Maksimal 80% Keuangan 59 Bank Devisa 65121 Maksimal 99% Bank Indonesia 60 Bank Non Devisa 65122 Maksimal 99% Bank Indonesia 61 Bank Syariah 65123 Maksimal 99% Bank Indonesia 62 Perusahaan Pialang Pasar Uang 65999 Maksimal 99% Bank Indonesia 63 Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi a. Penyelenggaraan JaringanTetap - Lokal berbasis kabel, dengan teknologi circuit switched atau packet switched - Berbasis radio, dengan teknologi circuit switched atau packet switched 6421 64210 64210 Maksimal 49% Maksimal 49% Komunikasi dan Informatika b. Penyelenggaraan Jaringan Tetap Tertutup 64210 Maksimal 65% Komunikasi dan Informatika c. Penyelenggaraan Jaringan Bergerak - Seluler - Satelit 64222 64223 Maksimal 65% Maksimal 65% Komunikasi dan Informatika 64 Penyelenggaraan Jasa Multimedia - Jasa sistem komunikasi data - Jasa interkoneksi internet (NAP) - Jasa internet teleponi untuk keperluan publik - Jasa multimedia lainnya 64322 64321 64325 64329 Maksimal 95% Maksimal 65% Maksimal 49% Maksimal 49% Komunikasi dan Informatika 65 Pembentukan Lembaga Pengujian Perangkat Telekomunikasi(tes laboratorium) 64319 Maksimal 95% Komunikasi dan Informatika 66 Jasa Kontruksi (jasa pelaksana kontruksi) Golongan Non Kecil Excavating and earthmoving work Site Preparation work for mining Scaffolding work Demolition work For multi dwelling buildings For warehouse and industrial buildings For commercial buildings For Public entertainment buildings For hotel, restaurant and similar buildings For education buildings For health buildings For other buildings For highways (except elevated highway), streets, roads, railways and airfield runway For bridges, elevated highways, tunnels, harbor, dams and other waterworks For long distance pipelines, communication and powerlines (cables) 45100 45100 45243 45100 45211 45213 4544 45208 45217 45216 45215 45219 45221/45222 45221/45222 45328 Maksimal 55% Pekerjaan Umum 67 Jasa Konstruksi (Jasa pelaksana konstruksi) Golongan Non Kecil Site Investigation Work at Construction Streets bending and erection (icl. Welding) 45221 Maksimal 55% Pekerjaan Umum Gas fitting construction work fire alarm construction work Burglar alarm system construction work Lift and escalator construction work Renting service related to equipment for construction or demolition of buildings or civil engineering work with operator Site Investigation work at construction Site formation and clearance work For one and Two Dwelling buildings Water well drilling Roofing and Water Proofing Concrete work Masonry work 45314 45315 45315 45316 45500 45500 45211 45242 http: //www.djpp.depkumham.go.id Other special trade construction work Heating, ventilation and air conditioning work Water plumbing and drain laying work Electrical wiring and fitting work Residential antenna construction work Other electrical construction work 45317 45311 45312 45313 45311 Insulation work (electrical wiring, water, heat, sound) Fencing and railing construction work Other installation work other installation work n.e.c Glazing work and window glass installation work Plastering work Painting work Ground floor and wall tiling work Other floor laying, wall covering and wall papering work Wood and metal joinry and carpenry work Interior fitting decoration work Ornamentation fitting work Other building completion and finishing work. 45315 45316 45319 45319 45401 45403 45402 45402 45404 45409 68 Jasa Bisnis/jasa konsultasi konstruksi Golongan Non Kecil Advisory and pre design architectural service Architectural design service Contract administration service Combined architectural design and administration service Other architectural service 74210 74210 74210 74210 74210 Maksimal 55% Pekerjaan Umum Engineering design service for the construction of foundation and building structures Engineering design service for the construction of civil engineering work Other engineering service during the construction and installation phases Other engineering service during the construction Integrated engineering for transportion infrastructure turnkey projects Integrated engineering and mgt service for water supply and sanitation works turnkey projects Integrated engineering for the construction of manufacturing turnkey projects Integrated engineering for other turnkey projects Urban planning service Landscape Architectural service Composition and purity testing and analysis service of physical properties Testing and analysis of integrated mechanical and electrical systems Technical inspection systems Other technical testing and analysis service 74210 74210 74210 74210 74210 74210 74210 74210 74210 74210 74210 74210 74210 74210 69 Jasa Bisnis/Jasa Konsultasi Kontruksi Golongan Non Kecil Landscape architectural service 74210 Maksimal 55% 70 Pengusahaan Jalan Tol 45221 Maksimal 95% Pekerjaan Umum 71 Pengusahaan Air Minum 41001 Maksimal 95% Pekerjaan Umum 72 Pendidikan Dasar dan Menengah 80121 80122 80123 80221 80222 Maksimal 49% Pendidikan Nasional 73 Pendidikan Tinggi 80321 80322 Maksimal 49% Pendidikan Nasional 74 Pendidikan Non-Formal 80921 80922 80923 80929 Maksimal 49% Pendidikan Nasional 75 Jasa konsultasi bisnis dan manajemen 74140 Maksimal 49% Perdagangan 76 Penjualan langsung melalui jaringan pemasaran yang 52711 Maksimal 60% Perdagangan http: //www.djpp.depkumham.go.id dikembangkan mitra usaha (Direct Selling) 52712 52713 52714 52719 77 Angkutan Penyeberangan 61221 61222 61223 61224 61225 61226 Maksimal 49% Perhubungan 78 Angkutan Sungai dan Danau Kapal <30 GT 61211 61212 61213 61214 61215 61216 Maksimal 49% Perhubungan 79 Sarana ASDP 63322 63323 Maksimal 49% Perhubungan 80 Angkutan Barang Umum 60231 Maksimal 49% Perhubungan 81 Angkutan Barang Berbahaya 60232 Maksimal 49% Perhubungan 82 Angkutan Barang Khusus 60232 Maksimal 49% Perhubungan 83 Angkutan Barang Peti Kemas 60231 Maksimal 49% Perhubungan 84 Angkutan Barang Alat Berat 60232 Maksimal 49% Perhubungan 85 Usaha penunjang pada terminal 63310 Maksimal 49% Perhubungan 86 Angkutan Berjadwal Domestik Umum 62111 Maksimal 49% Perhubungan 87 Angkutan Udara Berjadwal Domestik Perintis 62112 Maksimal 49% Perhubungan 88 Angkutan Berjadwal Internasional 62120 Maksimal 49% Perhubungan 89 Angkutan Udara Tidak Berjadwal Domestik Umum 62201 Maksimal 49% Perhubungan 90 Angkutan Udara Tidak Berjadwal Domestik Perintis 62202 Maksimal 49% Perhubungan 91 Angkutan Udara Khusus Kegiatan Keudaraan Penyemprotan dan Penyerbukan 62311 Maksimal 49% Perhubungan 92 Angkutan Udara Khusus Kegiatan Keudaraan, Pemotretan, Survey dan Pemetaan 62312 Maksimal 49% Perhubungan 93 Angkutan Udara Khusus Olahraga 62313 Maksimal 49% Perhubungan 94 Angkutan Udara Khusus Orang Sakit (Medical Evacuation) 62314 Maksimal 49% Perhubungan 95 Angkutan Udara Khusus Pendidikan Awak Pesawat 62320 Maksimal 49% Perhubungan 96 Jasa Kebandara-udaraan 63330 Maksimal 49% Perhubungan 97 Jasa Pengurusan Transportasi 63540 Maksimal 49% Perhubungan 98 Jasa Ekspedisi Muatan Pesawat Udara 63540 Maksimal 49% Perhubungan 99 Agen Penjualan Umum (GSA) Perusahan Angkutan Udara Asing 63420 Maksimal 49% Perhubungan 100 Jasa Penunjang Langsung Kegiatan Penerbangan 63330 Maksimal 49% Perhubungan 101 Angkutan Laut Domestik 61111 61112 61113 61114 61115 61116 61117 61118 Maksimal 49% Perhubungan Internasional 61121 61122 61123 61124 61125 61126 61127 102 Bongkar Muat/BM 63100 Maksimal 49% Perhubungan 103 Penyediaan fasilitas pelabuhan (dermaga, gedung, penundaan kapal terminal peti kemas, terminal curah cair, terminal curah kering dan terminal RO-RO) 63210 63220 63290 Maksimal 49% Perhubungan 104 Penyediaan fasilitas pelabuhan berupa penampungan 63290 Maksimal 49% Perhubungan http: //www.djpp.depkumham.go.id limbah (reception facilities). 105 Jasa salvage dan/atau pekerjaan bawah Air (PBA) 00000 Maksimal 49% Perhubungan 106 Pemeliharaan dan reparasi mobil 93040 Maksimal 49% Perindustrian 107 Budidaya padi (dengan luas lebih dari 25 Ha) 01111 Maksimal 95% Pertanian 108 Budidaya jagung (dengan luas lebih dari 25 Ha) 01112 Maksimal 95% Pertanian 109 Budidaya ubi kayu (dengan luas lebih dari 25Ha) 01112 Maksimal 95% Pertanian 110 Budidaya tanaman pangan lainnya selain ubi kayu dan jagung (dengan luas lebih dari 25Ha) 01112 Maksimal 95% Pertanian 111 Usaha perbenihan/pembibitan padi dan palawija 01111 01112 Maksimal 95% Pertanian 112 Usaha perkebunan dengan luas 25Ha atau lebih, sampai luasan tertentu sesuai Permentan No. 26 Th 2007, tanpa unit pengolahan 01113 01114 01115 01116 01117 01118 01119 01133 01134 01135 01136 01137 01138 01139 Maksimal 95% Pertanian 113 Usaha industri pengolahan hasil perkebunan (dengan kapasitas sama atau melebihi kapasitas tertentu, sesuai Permentan No. 26 Th 2007) 15141 15143 15144 24294 15313 15314 15315 15318 Maksimal 95% Pertanian 114 Usaha perkebunan dengan luas 25Ha atau lebih yang terintegrasi dengan unit pengolahan dengan kapasitas sama atau melebihi kapasitas tertentu sesuai Permentan No. 26 Th 2007 15141 15143 15144 24294 15313 15314 15315 15318 Maksimal 95% Pertanian 115 Usaha industri perbenihan perkebunan dengan luas 25Ha atau lebih 01113 01114 01115 01116 01117 01118 01119 01133 01134 01135 01136 01137 01138 01139 Maksimal 95% Pertanian 116 *) Usaha perkebunan dan/atau industri pengolahan hasil kelapa sawit di atas 25Ha dan/atau di atas kapasitas tertentu sesuai Permentan No. 26 Th 2007 01134 15141 Maksimal 95% Pertanian 117 *) Industri bahan baku untuk bahan peledak (amonium nitrat) 24114 Maksimal 49% Pertahanan 118 *) Industri bahan peledak dan komponennya untuk keperluan industri (komersial) 24292 Maksimal 49% Pertahanan 119 Jasa penempatan tenaga kerja Indonesia didalam negeri (seperti pendaftaran, perekrutan, pengurusan dokumen, penampungan orientasi pra pemberangkatan, pemberangkatan, penempatan dan 74910 Maksimal 49% Tenaga Kerja dan Transmigrasi http: //www.djpp.depkumham.go.id *) Keterangan: selain persyaratan sebagaimana tersebut dalam Lampiran ini, bidang-bidang usaha tersebut masih terkait dengan persyaratan lain. Catatan: Persyaratan beroperasi/berproduksi komersial dapat diperoleh pada sektor yang terkait dengan bidang usaha yang bersangkutan. d. Lokasi Tertentu pemulangan tenaga kerja). 120 Pelatihan Kerja (Untuk memberi, memperoleh, meningkatkan serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja yang antara lain meliputi bidang kejuruan teknik dan engineering, tata niaga, bahasa, pariwisata, management, teknologi informasi, seni dan pertanian yang diarahkan untuk membekali angkatan kerja memasuki dunia kerja). 80929 Maksimal 49% Tenaga Kerja dan Transmigrasi NO BIDANG USAHA KBLI LOKASI SEKTOR 1 *) Hotel (Bintang 1 - 2) 55115 55114 Tidak bertentangan dengan PERDA Kebudayaan dan Pariwisata 2 *) Hotel Melati 55120 Tidak bertentangan dengan PERDA Kebudayaan dan Pariwisata 3 *) Jasa Akomodasi Lainnya (Motel dan Lodging Service) 55190 Tidak bertentangan dengan PERDA Kebudayaan dan Pariwisata 4 *) Homestay/penginapan sejenis 55140 Tidak bertentangan dengan PERDA Kebudayaan dan Pariwisata 5 *) Jasa Boga / Catering 55260 Tidak bertentangan dengan PERDA Kebudayaan dan Pariwisata 6 *) SPA 93093 Tidak bertentangan dengan PERDA Kebudayaan dan Pariwisata 7 *) Ketangkasan 92424 Tidak bertentangan dengan PERDA Kebudayaan dan Pariwisata 8 *) Bar/Café/Singing Room (Karaoke) 92428 Tidak bertentangan dengan PERDA Kebudayaan dan Pariwisata 9 *) Restoran 55213 55214 Tidak bertentangan dengan PERDA Kebudayaan dan Pariwisata 10 *) Usaha Rekreasi dan Hiburan (Taman rekreasi, gelanggang renang, pemandian alam, kolam memancing, gelanggang permainan, gelanggang bowling, rumah bilyard, kelab malam, diskotik, panti pijat, panti mandi uap) 92411 92412 92413 92414 92415 92416 92417 92418 92419 Tidak bertentangan dengan PERDA Kebudayaan dan Pariwisata 11 *) Biro Perjalanan Wisata (Inbound and Outbound Tour Operator) 63411 63412 63413 63414 63415 Tidak bertentangan dengan PERDA Kebudayaan dan Pariwisata 12 *) Professional Convention Organizer (PCO) 63440 Tidak bertentangan dengan PERDA Kebudayaan dan Pariwisata 13 *) Usaha Jasa Impresariat 63450 Tidak bertentangan dengan PERDA Kebudayaan dan Pariwisata 14 *) Pengusahaan Obyek Wisata Budaya 92322 92324 Tidak bertentangan dengan PERDA Kebudayaan dan Pariwisata `15 *) Hospital services/Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Swasta (Spesialistik/Sub Spesialistik) 85113 Medan dan Surabaya Kesehatan 16 *) Nursing Services 85191 Medan dan Surabaya Kesehatan 17 *) Jasa pelayanan penunjang kesehatan (Penyewaan Peralatan Medik) 85193 Ibu Kota Provinsi di Indonesia Kesehatan 18 Perdagangan skala besar Sesuai peraturan perundang- Perdagangan http: //www.djpp.depkumham.go.id e. Perizinan Khusus a. Mall b. Supermarket c. Departement Store d. Pusat Pertokoan/perbelanjaan, Hipermarket 52111 52111 52191 52111 undangan di bidang tata ruang 19 Pembibitan dan Budidaya Babi (jumlah lebih dari 125 ekor) 01221 Tidak bertentangan dengan PERDA Pertanian NO BIDANG USAHA KBLI SEKTOR KETERANGAN 1 Pertambangan Mineral Radio Aktif 12000 BATAN Mendapat rekomendasi dari BATAN dan bekerjasama dengan BATAN 2 *) Pengusahan obyek wisata alam di luar kawasan konservasi 92334 Kebudayaan dan Pariwisata Rekomendasi dari pejabat yang memiliki kewenangan wisata alam 3 Industri kayu gergajian dengan kapasitas produksi di atas 2000M3/Th 20101 Kehutanan Jaminan pasokan bahan baku berkelanjutan dan diatur sesuai dengan PP No. 6/2007 4 Industri Veneer 20214 Kehutanan Jaminan pasokan bahan baku berkelanjutan dan diatur sesuai dengan PP No. 6/2007 5 Industri Kayu Lapis 20211 Kehutanan Jaminan pasokan bahan baku berkelanjutan dan diatur sesuai dengan PP No. 6/2007 6 Industri Laminated Veneer Lumber (LVL) 20211 Kehutanan Jaminan pasokan bahan baku berkelanjutan dan diatur sesuai dengan PP No. 6/2007 7 Industri Serpih Kayu (wood chip) 20299 Kehutanan Jaminan pasokan bahan baku berkelanjutan dan diatur sesuai dengan PP No. 6/2007 8 Pengembangan Teknologi Pemanfaatan Genetik Tumbuhan dan Satwa Liar 02049 Kehutanan Pernyataan kerjasama dengan lembaga yang terakreditasi/lembaga nasional bidang litbang yang ditunjuk oleh Menteri Kehutanan 9 Usaha Perikanan Tangkap dengan menggunakan kapal penangkap ikan berukuran 100 GT dan/atau lebih besar di wilayah penangkapan ZEEI. 05011 Kelautan dan Perikanan Persyaratan dan ketentuan telah diatur sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER.17/MEN/2006 10 Unit Pelayanan Pos - Surat - Warkat Pos - Kartu Pos 64120 Komunikasi dan Informatika Hanya monopoli untuk BUMN yang lingkup usahanya di bidang pos yaitu PT. POS Indonesia 11 Produsen Narkotika (Industri farmasi) 24231 Kesehatan Izin Khusus dari Menteri Kesehatan 12 Pedagang Besar farmasi Narkotika 51900 Kesehatan Izin Khusus dari Menteri Kesehatan 13 Penyediaan dan pengusahaan pelabuhan penyeberangan 63323 Perhubungan Harus bekerjasama dengan perusahaan yang ditunjuk oleh pemerintah 14 Penyediaan dan pengusahaan pelabuhan sungai dan danau 63322 Perhubungan Harus bekerjasama dengan perusahaan yang ditunjuk oleh pemerintah 15 Industri Percetakan Khusus/Dokumen Sekuriti seperti, perangko, materai, surat berharga, paspor, dokumen kependudukan dan hologram 22140 BOTASUPAL/BIN 1) Wajib mendapat izin operasional dari BOTASUPAL/BIN 2) Wajib mendapat http: //www.djpp.depkumham.go.id *) Keterangan: selain persyaratan sebagaimana tersebut dalam Lampiran ini, Bidang-bidang Usaha tersebut masih terkait dengan persyaratan lain. rekomendasi dari Departemen Perindustrian 16 Industri Percetakan Uang 22140 BOTASUPAL/BIN 1) Wajib mendapat izinoperasional dari BOTASUPAL/BIN (Percetakan uang RI (rupiah) hanya oleh PT. Peruri) 2) Wajib mendapat rekomendasi dari Bank Indonesia 17 Industri Kertas Berharga 21013 BOTASUPAL/BIN 1)Wajib mendapat izin operasional dari BOTASUPAL/BIN 2) Wajib mendapat rekomendasi dari Departemen Perindustrian 18 Industri Tinta Khusus 24293 BOTASUPAL/BIN 1) Wajib mendapat izin operasional dari BOTASUPAL/BIN 2) Wajib mendapat rekomendasi dari Departemen Perindustrian 19 Industri Bubur Kertas (Pulp) dari kayu 21011 Perindustrian Bahan baku berasal dari chip impor atau jaminan bahan baku dari Hutan Tanaman Industri (HTI) 20 Industri rokok kretek, rokok putih dan rokok lainnya 16002 16003 16004 Perindustrian 1) Rekomendasi dari Departemen Perindustrian bahwa badan usaha tersebut merupakan pengembangan dari industri yang telah ada, atau merupakan industri rokok skala kecil yang telah dibina, atau 2) Wajib Bermitra dengan industri rokok skala kecil/menen 21 *) Industri bahan baku untuk bahan peledak (Amonium Nitrat) 24292 Pertahanan Harus bekerjasama dengan badan usaha yang mendapat rekomendasi Departemen Pertahanan 22 *) Industri bahan peledak dan komponennya untuk keperluan industri (Komersial) 24292 Pertahanan 1) Harus bekerjasama dengan badan usaha yang mendapat rekomendasi Departemen Pertahanan 2) Harus kegiatan manufacturing, sedangkan penyimpanan dan pendistribusian dilakukan oleh perusahaan yang ditunjuk pemerintah 23 *) Produksi senjata, mesiu alat peledak dan peralatan perang 29270 Pertahanan Bermitra dengan badan usaha yang mendapat rekomendasi dari Departemen Pertahanan 24 Pemanfaatan Sumber Daya Genetik Pertanian 01119 Pertanian Rekomendasi dari Menteri Pertanian berdasarkan penilaian komisi nasional 25 *) Usaha perkebunan dan/atau industri pengolahan hasil kelapa sawit di atas 25Ha dan/atau di atas kapasitas tertentu sesuai Permentan No. 26 Th 2007 01134 15141 Pertanian Rekomendasi dari Departemen Pertanian http: //www.djpp.depkumham.go.id Catatan: Persyaratan Beroperasi/Berproduksi Komersial dapat diperoleh pada sektor yang terkait dengan Bidang Usaha yang bersangkutan. f. Modal Dalam Negeri 100% NO BIDANG USAHA KBLI SEKTOR 1 Pembuatan Film 92112 Kebudayaan dan Pariwisata 2 Pembuatan sarana promosi film (iklan, poster, still, photo, slide, klise, banner, pamflet, baliho, folder, dll) 74300 Kebudayaan dan Pariwisata 3 Jasa Teknik film: - Studio pengambilan gambar - Sarana pembuatan film - Sarana penyuntingan, pengisian suara, pemberian teks, penggadaan film, dsb. 71290 Kebudayaan dan Pariwisata 4 Distribusi Film (ekspor,impor dan pengedaran) 92112 Kebudayaan dan Pariwisata 5 Penayangan: bioskop/gedung teater Film 92120 Kebudayaan dan Pariwisata 6 Studio Rekaman (Cassette, VCD, DVD,dll) 22130 Kebudayaan dan Pariwisata 7 Usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam (IUPHHK-HA) 02020 Kehutanan 8 Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air di Kawasan Hutan 02059 Kehutanan 9 Pengadaan dan Peredaran Benih dan Bibit Tanaman Hutan (ekspor dan impor benih dan bibit tanaman hutan) 02039 Kehutanan 10 Usaha perikanan tangkap dengan menggunakan kapal penangkap ikan berukuran 100 GT dan/atau lebih besar di wilayah penangkapan laut lepas 05011 Kelautan dan Perikanan 11 Perikanan tangkap dengan menggunakan kapal penangkap ikan berukuran di atas 30 GT, di wilayah perairan di atas 12 Mil 05011 Kelautan dan Perikanan 12 Penggalian Pasir Laut 14105 Kelautan dan Perikanan 13 Perdagangan Besar Farmasi 51900 Kesehatan 14 Perdagangan Besar Bahan Baku Farmasi 51900 Kesehatan 15 Usaha Industri Obat Tradisional 24234 Kesehatan 16 Clinic General Medical Services/Rumah Sakit Umum/Klinik Pengobatan Umum 85114 Kesehatan 17 Jasa pelayanan penunjang kesehatan (Ambulance Services) 85193 Kesehatan 18 Jasa Rumah Sakit Lainnya (Residential Health Services) 85119 Kesehatan 19 Praktek Perorangan Tenaga Kesehatan 85121 85122 85123 85191 85192 Kesehatan 20 Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar 85119 Kesehatan 21 Pusat/Balai Stasiun Penelitian Kesehatan 73120 Kesehatan 22 Jasa pelayanan penunjang kesehatan (Pelayanan Pest Control/Fumigasi) 85193 Kesehatan 23 Pengolahan Obat Tradisional 24234 Kesehatan 24 Rumah Bersalin Swasta 85113 Kesehatan 25 Apotik ( Praktek Profesi Apoteker) 52312 Kesehatan 26 Toko Obat/Apotik Rakyat 52313 Kesehatan 27 Dana Pensiun 66020 Keuangan 28 BPR Konvensional 65191 Bank Indonesia 29 BPR Syariah 65192 Bank Indonesia 30 Pedagang Valuta Asing 67191 Bank Indonesia 31 +) Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) 92132 Komunikasi dan Informatika 32 +) Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) 92132 Komunikasi dan Informatika 33 Perusahaan Pers 22120 Komunikasi dan Informatika 34 Jasa bisnis/jasa konsultasi kontruksi golongan Besar, Menegah, dan kecil * Advisory and consultative engineering Service * Engineering design service for industrial process and production * Engineering design service n.e.c 74210 74210 74210 Pekerjaan Umum 35 Perdagangan Eceran:
Eceran Kaki Lima;
Eceran Keliling;
Eceran di luar/selain di luar Supermarket, Department Store, Toserba dan sejenisnya d. Community Store e. Convenience Store f. Mini Market 52511 52512 52513 52514 52515 52516 52521 52522 Perdagangan http: //www.djpp.depkumham.go.id e. Eceran melalui media dan sejenisnya 52523 52524 52525 52426 52527 52528 52529 52531 52532 52533 52534 52535 52536 52537 52538 52539 52541 52542 52543 52544 52545 52546 52547 52548 52549 52551 52552 52553 52554 52555 52556 52556 52557 52559 52561 52569 52571 52572 52573 52574 52575 52576 52577 52581 52582 52583 52591 52592 52593 52594 52595 52600 52721 52722 52723 52724 52725 52726 52727 52728 52729 55250 52112 52192 52211 52512 52513 http: //www.djpp.depkumham.go.id 52514 52215 52219 52221 52222 52223 52224 52225 52226 52227 52228 52229 52311 52312 52313 52314 52315 52316 52317 52318 52319 52321 52322 52323 52324 52325 52326 52327 52328 52329 52331 52332 52333 52334 52335 52336 52337 52338 52339 52341 52342 52343 52344 52345 52346 52347 52348 52349 52351 52352 52353 52354 52359 52361 52362 52363 52364 52365 52366 52367 52368 52371 52372 52373 52374 52375 52381 http: //www.djpp.depkumham.go.id ) Keterangan: selain persyaratan sebagaimana tersebut dalam Lampiran ini, Bidang-bidang Usaha tersebut masih terkait dengan persyaratan lain. +) Lembaga Penyiaran Swasta dan Lembaga Penyiaran Berlangganan dapat melakukan penambahan dan pengembangan dalam rangka pemenuhan modal yang berasal dari modal asing, yang jumlahnya tidak lebih dari 20% (dua puluh persen) dari seluruh modal dan minimum dimiliki oleh 2 (dua) pemegang saham. 52382 52383 52384 52385 52386 52389 52391 52392 52393 52394 52395 52399 52401 52402 52403 52404 52405 52406 52409 55240 50102 50202 50302 52711 52712 52713 52714 52719 36 Perdagangan besar berdasarkan balas jasa (fee) atau kontrak(jasa keagenan/Commision Agent, Distributor) *) Distributor yang dimaksud disini adalah distributor yang dapat menjual produk sampai dengan konsumen akhir. 51100 54100 Perdagangan 37 Perdagangan besar dan Perdagangan eceran minimum beralkohol (importir, distributor, sub distributor dan pengecer ) 51220 52226 52526 Perdagangan 38 Jasa Survey Perdagangan 73110 73120 74130 74220 74990 Perdagangan 39 Broker properti/real estate atas dasar balas jasa (fee) atau kontrak 70200 Perdagangan 40 Jasa Persewaan Alat Transportasi Darat(Rental Without Operator) 71110 Perdagangan 41 Persewaan mesin lainya dan peralatannya 71210 71220 71230 71290 Perdagangan 42 Jasa kebersihan Gedung 74930 Perdagangan 43 Jasa Kebersihan 90002 Perdagangan 44 Jasa perusahaan yang tidak diklasifikasi di tempat lain 74990 Perdagangan 45 Jasa kegiatan lainnya 93010 93021 93022 Perdagangan 46 *) Produksi senjata, mesiu, alat peledak dan peralatan perang 29270 Pertahanan 47 Jasa Penempatan Tenaga Kerja Indonesia diluar negeri (proses perekrutan, pengurusan dokumen, pendidikan dan pelatihan, penampungan, persiapan pemberangkatan, pemberangkatan dan pemulangan Calon Tenaga Kerja Indonesia/CTKI) 74910 Tenaga Kerja dan Transmigrasi 48 Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh [Proses pendaftaran, perekrutan, pengurusan dokumen (antara lain perjanjian kerja), negosiasi untuk mendapatkan pekerjaan dari perusahaan pemberi kerja, memperkerjakan pekerja/buruh, seperti pekerjaan jasa cleaning service, satpam, catering dan jasa penunjang lainnya] 74910 Tenaga Kerja dan Transmigrasi http: //www.djpp.depkumham.go.id Catatan: Persyaratan beroperasi/berproduksi komersial dapat diperoleh pada sektor yang terkait dengan bidang usaha yang bersangkutan. g. Kepemilikan Modal Serta Lokasi Catatan: Persyaratan beroperasi/berproduksi komersial dapat diperoleh pada sektor yang terkait dengan Bidang Usaha yang bersangkutan. h. Perizinan Khusus dan Kepemilikan Modal NO BIDANG USAHA KBLI BATASAN KEPEMILIKAN MODAL ASING LOKASI SEKTOR 1 Hotel (Bintang 1 - 2 ) 55115 55114 Maksimal 50% Tidak bertentangan dengan PERDA Kebudayaan dan Pariwisata 2 Hotel Melati 55120 Maksimal 50% Tidak bertentangan dengan PERDA Kebudayaan dan Pariwisata 3 Jasa Akomodasi Lainnya (Motel dan Lodging Service) 55190 Maksimal 50% Tidak bertentangan dengan PERDA Kebudayaan dan Pariwisata 4 Homestay/penginapan sejenis 55140 Maksimal 50% Tidak bertentangan dengan PERDA Kebudayaan dan Pariwisata 5 Jasa Boga / Catering 55260 Maksimal 50% Tidak bertentangan dengan PERDA Kebudayaan dan Pariwisata 6 SPA 93093 Maksimal 50% Tidak bertentangan dengan PERDA Kebudayaan dan Pariwisata 7 Ketangkasan 92424 Maksimal 50% Tidak bertentangan dengan PERDA Kebudayaan dan Pariwisata 8 Bar/Café/Singing Room (Karaoke) 92428 Maksimal 50% Tidak bertentangan dengan PERDA Kebudayaan dan Pariwisata 9 Restoran 55213 55214 Maksimal 50% Tidak bertentangan dengan PERDA Kebudayaan dan Pariwisata 10 Usaha Rekreasi dan Hiburan (Taman rekreasi, gelanggang renang, pemandian alam, kolam pemancing, gelanggang permainan, gelanggang bowling, rumah bilyard, kelab malam, diskotik, panti pijat, panti mandi uap) 92411 92412 92413 92414 92415 92416 92417 92418 92419 Maksimal 50% Tidak bertentangan dengan PERDA Kebudayaan dan Pariwisata 11 Biro Perjalanan Wisata (Outbound Tour Operator) 63411 63412 63413 63414 63415 Maksimal 50% Tidak bertentangan dengan PERDA Kebudayaan dan Pariwisata 12 Professional Convention Organizer (PCO) 63440 Maksimal 50% Tidak bertentangan dengan PERDA Kebudayaan dan Pariwisata 13 Usaha Jasa Impresariat 63450 Maksimal 50% Tidak bertentangan dengan PERDA Kebudayaan dan Pariwisata 14 Pengusahaan Obyek Wisata Budaya 92322 92324 Maksimal 50% Tidak bertentangan dengan PERDA Kebudayaan dan Pariwisata 15 Hospital services/Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Swasta 85113 Maksimal 65% Medan dan Surabaya Kesehatan 16 Nursing Services 85191 Maksimal 49% Medan dan Surabaya Kesehatan 17 Jasa pelayanan penunjang kesehatan (Penyewaan Peralatan Medik) 85193 Maksimal 49% Ibukota Provinsi di Indonesia Kesehatan NO BIDANG USAHA KBLI BATASAN KEPEMILIKAN MODAL ASING SEKTOR 1 Pengusahaan Obyek Wisata Alam Diluar Kawasan Konservasi 92334 Maksimal 50% Kebudayaan dan Pariwisata 2 Industri Bahan Baku Untuk Bahan Peledak (Amonium Nitrat) 24114 Maksimal 49% Pertahanan http: //www.djpp.depkumham.go.id Catatan: Persyaratan Beroperasi/Berproduksi Komersial Dapat Diperoleh Pada Sektor yang Terkait Dengan Bidang Usaha Yang Bersangkutan. i. Modal Dalam Negeri 100% dan Perizinan Khusus LDj © 2004 ditjen pp 3. Industri Bahan Peledak dan Komponennya untuk keperluan Industri 24292 Maksimal 49% Pertahanan 4. Usaha Perkebunan dan/atau Industri Pengolahan Hasil Kelapa Sawit di atas 25Ha dan/atau diatas Kapasitas Tertentu Sesuai Dengan Permentan No. 26 Tahun 2007 01134 15141 Maksimal 95% Pertanian NO BIDANG USAHA KBLI SEKTOR 1 Produksi Senjata, Mesiu, Alat Peledak dan Peralatan Perang 29270 Pertahanan
Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006.
Perubahan Keempat atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran ata ...
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025
Relevan terhadap
Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4700 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Pengantar...……………………………………………………………... 1 1.2 Pengertian...……………………………………………………………... 3 1.3 Maksud dan Tujuan...……………………………………………...... 3 1.4 Landasan...……………………………………………………………... 3 1.5 Tata Urut...……………………………………………………………... 4 BAB II KONDISI UMUM 5 II.1 Kondisi Pada Saat Ini...……………………………………………...... 5 II.2 Tantangan...………………………………………………..................... 21 II.3 Modal Dasar...……………………………………………….................. 34 BAB III VISI DAN MISI PEMBANGUNAN NASIONAL TAHUN 2005–2025 36 BAB IV ARAH, TAHAPAN, DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG TAHUN 2005–2025 41 IV.1 Arah Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005–2025 .……….. 45 IV.1.1 Mewujudkan Masyarakat yang Berakhlak Mulia, Bermoral, Beretika, Berbudaya, dan Beradab...………………………………… 45 IV.1.2 Mewujudkan Bangsa yang Berdaya-saing....…………………….... 46 IV.1.3 Mewujudkan Indonesia yang Demokratis Berlandaskan Hukum 57 IV.1.4 Mewujudkan Indonesia yang Aman, Damai dan Bersatu...…….. 62 IV.1.5 Mewujudkan Pembangunan yang Lebih Merata dan Berkeadilan...……………………………………………………………… 65 IV.1.6 Mewujudkan Indonesia yang Asri dan Lestari...……………… 70 IV.1.7 Mewujudkan Indonesia menjadi Negara Kepulauan yang Mandiri, Maju, Kuat dan Berbasiskan Kepentingan Nasional.... 74 IV.1.8 Mewujudkan Indonesia yang Berperan Aktif dalam Pergaulan Internasional...…………………………………………………………….. 75 IV.2 Tahapan dan Skala Prioritas...………………………………………… 76 IV.2.1 RPJM ke-1 (2005–2009) .………………………………………………… 77 IV.2.2 RPJM ke-2 (2010–2014)...………………………………………………. 79 IV.2.3 RPJM ke-3 (2015–2019)...………………………………………………. 80 IV.2.4 RPJM ke-4 (2020–2024)...………………………………………………. 82 BAB V PENUTUP 84 LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN 2005–2025 BAB I PENDAHULUAN I.1 PENGANTAR 1. Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, bangsa Indonesia telah mengisi kemerdekaan selama 60 tahun sejak Proklamasi 17 Agustus 1945. Dalam era dua puluh tahun pertama setelah kemerdekaan (1945–1965), bangsa Indonesia mengalami berbagai ujian yang sangat berat. Indonesia telah berhasil mempertahankan kemerdekaan dan menegakkan kedaulatan negara. Persatuan dan kesatuan bangsa berhasil pula dipertahankan dengan meredam berbagai benih pertikaian, baik pertikaian bersenjata maupun pertikaian politik diantara sesama komponen bangsa. Pada masa itu para pemimpin bangsa berhasil menyusun rencana pembangunan nasional. Namun, suasana yang penuh ketegangan dan pertikaian telah menyebabkan rencana-rencana tersebut tidak dapat terlaksana dengan baik.
Selanjutnya pada kurun waktu 1969–1997 bangsa Indonesia berhasil menyusun rencana pembangunan nasional secara sistematis melalui tahapan lima tahunan. Pembangunan tersebut merupakan penjabaran dari Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang memberikan arah dan pedoman bagi pembangunan negara untuk mencapai cita-cita bangsa sebagaimana yang diamanatkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tahapan pembangunan yang disusun dalam masa itu telah meletakkan dasar-dasar bagi suatu proses pembangunan berkelanjutan dan berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyat, seperti tercermin dalam berbagai indikator ekonomi dan sosial. Proses pembangunan pada kurun waktu tersebut sangat berorientasi pada output dan hasil akhir. Sementara itu, proses dan terutama kualitas institusi yang mendukung dan melaksanakan tidak dikembangkan dan bahkan ditekan secara politis sehingga menjadi rentan terhadap penyalahgunaan dan tidak mampu menjalankan fungsinya secara profesional. Ketertinggalan pembangunan dalam sistem dan kelembagaan politik, hukum, dan sosial menyebabkan hasil pembangunan menjadi timpang dari sisi keadilan dan dengan sendirinya mengancam keberlanjutan proses pembangunan itu sendiri.
Pada tahun 1997 terjadi krisis moneter yang berkembang menjadi krisis multidimensi, yang selanjutnya berdampak pada perubahan (reformasi) di seluruh sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Reformasi tersebut memberikan semangat politik dan cara pandang baru sebagaimana tercermin pada perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Perubahan substansial dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang terkait dengan perencanaan pembangunan adalah a) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tidak diamanatkan lagi untuk menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN); b) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat; dan c) desentralisasi dan penguatan otonomi daerah.
Tidak adanya GBHN akan mengakibatkan tidak adanya lagi rencana pembangunan jangka panjang pada masa yang akan datang. Pemilihan secara langsung memberikan keleluasaan bagi calon Presiden dan calon Wakil Presiden untuk menyampaikan visi, misi, dan program pembangunan pada saat berkampanye. Keleluasaan tersebut berpotensi menimbulkan ketidaksinambungan pembangunan dari satu masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden ke masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden berikutnya. Desentralisasi dan penguatan otonomi daerah berpotensi mengakibatkan perencanaan pembangunan daerah tidak sinergi antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya serta antara pembangunan daerah dan pembangunan secara nasional.
Untuk itu, seluruh komponen bangsa sepakat menetapkan sistem perencanaan pembangunan melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU SPPN) yang di dalamnya diatur perencanaan jangka panjang (20 tahun), jangka menengah (5 tahun), dan pembangunan tahunan.
Belajar dari pengalaman masa lalu dengan mempertimbangkan perubahan- perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diperlukan perencanaan pembangunan jangka panjang untuk menjaga pembangunan yang berkelanjutan dalam rangka mencapai tujuan dan cita- cita bernegara sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu (1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
memajukan kesejahteraan umum;
mencerdaskan kehidupan bangsa; dan
ikut menciptakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan nasional tersebut perlu ditetapkan visi, misi, dan arah pembangunan jangka panjang Indonesia.
Berbagai pengalaman yang didapatkan selama 60 tahun mengisi kemerdekaan merupakan modal yang berharga dalam melangkah ke depan untuk menyelenggarakan pembangunan nasional secara menyeluruh, bertahap, dan berkelanjutan dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. I.2 PENGERTIAN Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional yang merupakan jabaran dari tujuan dibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam bentuk visi, misi, dan arah pembangunan nasional untuk masa 20 tahun ke depan yang mencakupi kurun waktu mulai dari tahun 2005 hingga tahun 2025. I.3 MAKSUD DAN TUJUAN Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025, selanjutnya disebut RPJP Nasional, adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional periode 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2025, ditetapkan dengan maksud memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa (pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha) di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional sesuai dengan visi, misi, dan arah pembangunan yang disepakati bersama sehingga seluruh upaya yang dilakukan oleh pelaku pembangunan bersifat sinergis, koordinatif, dan saling melengkapi satu dengan lainnya di dalam satu pola sikap dan pola tindak. I.4 LANDASAN Landasan idiil RPJP Nasional adalah Pancasila dan landasan konstitusional Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sedangkan landasan operasionalnya meliputi seluruh ketentuan peraturan perundang- undangan yang berkaitan langsung dengan pembangunan nasional, yaitu:
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VII/MPR/2001 Tentang Visi Indonesia Masa Depan;
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. I.5 TATA URUT Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005–2025 disusun dalam tata urut sebagai berikut: Bab I Pendahuluan. Bab II Kondisi Umum. Bab III Visi dan Misi Pembangunan Nasional Tahun 2005–2025. Bab IV Arah, Tahapan, dan Prioritas Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005–2025. Bab V Penutup. BAB II KONDISI UMUM II.1 KONDISI PADA SAAT INI Pembangunan nasional yang telah dilaksanakan selama ini telah menunjukkan kemajuan di berbagai bidang kehidupan masyarakat, yang meliputi bidang sosial budaya dan kehidupan beragama, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), politik, pertahanan dan keamanan, hukum dan aparatur, pembangunan wilayah dan tata ruang, penyediaan sarana dan prasarana, serta pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup. Di samping banyak kemajuan yang telah dicapai, masih banyak pula tantangan atau masalah yang belum sepenuhnya terselesaikan. Untuk itu, masih diperlukan upaya mengatasinya dalam pembangunan nasional 20 tahun ke depan. A. Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama 1. Pembangunan bidang sosial budaya dan keagamaan terkait erat dengan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia. Kondisi kehidupan masyarakat dapat tercermin pada aspek kuantitas dan struktur umur penduduk serta kualitas penduduk, seperti pendidikan, kesehatan, dan lingkungan.
Di bidang kependudukan, upaya untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk harus terus menerus dilakukan sehingga dari waktu ke waktu laju pertumbuhan penduduk telah dapat diturunkan.
Upaya untuk membangun kualitas manusia tetap menjadi perhatian penting. Sumber daya manusia (SDM) merupakan subjek dan sekaligus objek pembangunan, mencakup seluruh siklus hidup manusia sejak di dalam kandungan hinggá akhir hayat. Kualitas SDM menjadi makin baik yang, antara lain, ditandai dengan meningkatnya indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia menjadi 0,697 pada tahun 2003 ( Human Development Report , 2005). Secara rinci nilai tersebut merupakan komposit dari angka harapan hidup saat lahir (66,8 tahun), angka melek aksara penduduk usia 15 tahun ke atas (87,9 persen), angka partisipasi kasar jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi (66 persen), dan produk domestik bruto (PDB) per kapita yang dihitung berdasarkan paritas daya beli ( purchasing power parity ) sebesar US $3.361. Indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia menempati urutan ke-110 dari 177 negara.
Status kesehatan masyarakat Indonesia secara umum masih rendah dan jauh tertinggal dibandingkan dengan kesehatan masyarakat negara-negara ASEAN lainnya, yang ditandai, antara lain, dengan masih tingginya angka kematian ibu melahirkan, yaitu 307 per 100 ribu kelahiran hidup (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia/SDKI, 2002–2003), tingginya angka kematian bayi dan balita. Selain itu, gizi kurang terutama pada balita masih menjadi masalah besar dalam upaya membentuk generasi yang mandiri dan berkualitas.
Taraf pendidikan penduduk Indonesia mengalami peningkatan yang, antara lain, diukur dengan meningkatnya angka melek aksara penduduk usia 15 tahun ke atas, meningkatnya jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang telah menamatkan pendidikan jenjang SMP/MTs ke atas; meningkatnya rata-rata lama sekolah; dan meningkatnya angka partisipasi sekolah untuk semua kelompok usia. Walaupun demikian, kondisi tersebut belum memadai untuk menghadapi persaingan global yang makin ketat pada masa depan. Hal tersebut diperburuk oleh tingginya disparitas taraf pendidikan antarkelompok masyarakat, terutama antara penduduk kaya dan miskin, antara wilayah perkotaan dan perdesaan, antardaerah, dan disparitas gender.
Pemberdayaan perempuan dan anak, telah menunjukkan peningkatan yang tercermin dari peningkatan kualitas hidup perempuan dan anak, tetapi belum di semua bidang pembangunan. Di samping itu, partisipasi pemuda dalam pembangunan juga makin membaik seiring dengan budaya olahraga yang meluas di kalangan masyarakat. Taraf kesejahteraan sosial masyarakat cukup memadai sejalan dengan berbagai upaya pemberdayaan, pelayanan, rehabilitasi, dan perlindungan sosial bagi masyarakat rentan termasuk bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) dan pecandu narkotik dan obat-obat terlarang.
Pembangunan di bidang budaya sudah mengalami kemajuan yang ditandai dengan meningkatnya pemahaman terhadap keberagaman budaya, pentingnya toleransi, dan pentingnya sosialisasi penyelesaian masalah tanpa kekerasan, serta mulai berkembangnya interaksi antarbudaya. Namun, di sisi lain upaya pembangunan jatidiri bangsa Indonesia, seperti penghargaan pada nilai budaya dan bahasa, nilai solidaritas sosial, kekeluargaan, dan rasa cinta tanah air dirasakan makin memudar. Hal tersebut, disebabkan antara lain, karena belum optimalnya upaya pembentukan karakter bangsa, kurangnya keteladanan para pemimpin, lemahnya budaya patuh pada hukum, cepatnya penyerapan budaya global yang negatif, dan kurang mampunya menyerap budaya global yang lebih sesuai dengan karakter bangsa, serta ketidakmerataan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat.
Dalam bidang agama, kesadaran melaksanakan ajaran agama dalam masyarakat tampak beragam. Pada sebagian masyarakat, kehidupan beragama belum menggambarkan penghayatan dan penerapan nilai-nilai ajaran agama yang dianutnya. Kehidupan beragama pada masyarakat itu masih pada tataran simbol-simbol keagamaan dan belum pada substansi nilai-nilai ajaran agama. Akan tetapi, ada pula sebagian masyarakat yang kehidupannya sudah mendekati, bahkan sesuai dengan ajaran agama. Dengan demikian, telah tumbuh kesadaran yang kuat di kalangan pemuka agama untuk membangun harmoni sosial dan hubungan internal dan antarumat beragama yang aman, damai, dan saling menghargai. Namun, upaya membangun kerukunan intern dan antarumat beragama belum juga berhasil dengan baik, terutama di tingkat masyarakat. Ajaran agama mengenai etos kerja, penghargaan pada prestasi, dan dorongan mencapai kemajuan belum bisa diwujudkan sebagai inspirasi yang mampu menggerakkan masyarakat untuk membangun. Selain itu, pesan-pesan moral agama belum sepenuhnya dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. B. Ekonomi 1. Menjelang timbulnya krisis ekonomi pada tahun 1997, pembangunan ekonomi sesungguhnya sedang dalam optimisme yang tinggi sehubungan dengan keberhasilan pencapaian pembangunan jangka panjang pertama. Namun, berbagai upaya perwujudan sasaran pembangunan praktis terhenti akibat krisis yang melumpuhkan perekonomian nasional. Rapuhnya perekonomian di negara-negara kawasan Asia Tenggara menunjukkan bahwa pondasi ekonomi negara-negara di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia belum kuat menahan gejolak eksternal. Pertumbuhan cukup tinggi yang berhasil dipertahankan cukup lama lebih banyak didorong oleh peningkatan akumulasi modal, tenaga kerja dan pengurasan sumber daya alam daripada peningkatan dalam produktivitas perekonomian secara berkelanjutan. Dari krisis tersebut terangkat kelemahan mendasar bahwa kemajuan selama ini belum diikuti oleh peningkatan efisiensi dan perbaikan tata kelola kelembagaan ekonomi yang akhirnya meruntuhkan kepercayaan para pelaku, baik di dalam maupun di luar negeri. Oleh karena itu, di samping rentan terhadap gangguan eksternal, struktur perekonomian seperti itu akan sulit berkembang jika dihadapkan pada kondisi persaingan yang lebih ketat, baik pada pemasaran hasil produksi maupun pada peningkatan investasi, dalam era perekonomian dunia yang makin terbuka.
Krisis tahun 1997 telah meruntuhkan pondasi perekonomian nasional. Dalam kurun waktu kurang dari satu tahun nilai tukar merosot drastis mencapai sekitar Rp15.000,00 per US $ 1. Implikasinya, utang pemerintah dan swasta membengkak dan mengakibatkan permintaan agregat domestik terus menurun sampai dengan pertengahan 1998. Akibatnya, PDB mengalami kontraksi sekitar 13 persen pada tahun tersebut. Banyaknya perusahaan yang bangkrut mengakibatkan jumlah pengangguran meningkat tajam hampir tiga kali lipat, yaitu sekitar 14,1 juta orang; jumlah masyarakat miskin meningkat hampir dua kali lipat, dari sekitar 28 juta orang pada tahun 1996 menjadi sekitar 53 juta orang pada tahun 1998. Hingga tahun 2004, angka kemiskinan masih tinggi (sekitar 30 juta jiwa) dan jumlah pengangguran masih sekitar 10 juta jiwa.
Dengan berbagai program penanganan krisis yang diselenggarakan selama periode transisi politik, kondisi mulai membaik sejak tahun 2000. Perbaikan kondisi tersebut ditunjukkan dengan beberapa indikator sebagai berikut. Defisit anggaran negara turun dari 3,9 persen PDB pada tahun 1999/2000 menjadi 1,1 persen PDB pada tahun 2004, stok utang Pemerintah/PDB dapat ditekan di bawah 60 persen, dan cadangan devisa terus meningkat dalam empat tahun terakhir menjadi USD 35,4 miliar pada tahun 2004. Nilai tukar dapat distabilkan pada tingkat sekitar Rp9.000,00 per US $ 1 dan inflasi ditekan di angka sekitar 6,0 persen pada tahun 2004. Terkendalinya nilai tukar dan laju inflasi tersebut memberikan ruang gerak bagi kebijakan moneter untuk secara bertahap menurunkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Penurunan suku bunga SBI tersebut diikuti penurunan suku bunga simpanan perbankan secara signifikan, tetapi belum sepenuhnya diikuti oleh penurunan suku bunga kredit perbankan. Meskipun belum optimal, penurunan suku bunga itu telah dimanfaatkan oleh perbankan untuk melakukan restrukturisasi kredit, memperkuat struktur permodalan, dan meningkatkan penyaluran kredit, terutama yang berjangka waktu relatif pendek. Di sektor riil, kondisi yang stabil tersebut memberikan kesempatan kepada dunia usaha untuk melakukan restrukturisasi keuangan secara internal.
Berbagai kinerja di atas telah berhasil memperbaiki stabilitas ekonomi makro. Walaupun demikian, kinerja tersebut belum mampu memulihkan pertumbuhan ekonomi ke tingkat seperti sebelum krisis. Hal tersebut karena motor pertumbuhan masih mengandalkan konsumsi. Sektor produksi belum berkembang karena sejumlah permasalahan berkenaan dengan tidak kondusifnya lingkungan usaha, yang menyurutkan gairah investasi, di antaranya praktik ekonomi biaya tinggi, termasuk praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) serta berbagai aturan yang terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah. Selain itu, sulitnya pemulihan sektor investasi dan ekspor juga disebabkan oleh lemahnya daya saing nasional, terutama dengan makin ketatnya persaingan ekonomi antarnegara. Lemahnya daya saing tersebut, juga diakibatkan oleh rendahnya produktivitas SDM serta rendahnya penguasaan dan penerapan teknologi di dalam proses produksi. Permasalahan lain yang juga punya pengaruh kuat ialah terbatasnya kapasitas infrastruktur di dalam mendukung peningkatan efisiensi distribusi. Penyelesaian yang berkepanjangan dari semua permasalahan sektor riil di atas akan mengganggu kinerja kemajuan dan ketahanan perekonomian nasional, yang pada gilirannya dapat mengurangi kemandirian bangsa.
Walaupun secara bertahap berkurang, jumlah penduduk miskin masih cukup tinggi, baik di kawasan perdesaan maupun di perkotaan, terutama pada sektor pertanian dan kelautan. Oleh karena itu, kemiskinan masih menjadi perhatian penting dalam pembangunan 20 tahun yang akan datang. Luasnya wilayah dan beragamnya kondisi sosial budaya masyarakat menyebabkan masalah kemiskinan di Indonesia menjadi sangat beragam dengan sifat-sifat lokal yang kuat dan pengalaman kemiskinan yang berbeda. Masalah kemiskinan bersifat multidimensi, karena bukan hanya menyangkut ukuran pendapatan, melainkan karena juga kerentanan dan kerawanan orang atau masyarakat untuk menjadi miskin. Selain itu, kemiskinan juga menyangkut kegagalan dalam pemenuhan hak dasar dan adanya perbedaan perlakuan seseorang atau kelompok masyarakat dalam menjalani kehidupan secara bermartabat. C. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 1. Kemampuan pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan iptek mengalami peningkatan. Berbagai hasil penelitian, pengembangan, dan rekayasa teknologi telah dimanfaatkan oleh pihak industri dan masyarakat. Jumlah publikasi ilmiah terus meningkat meskipun tergolong masih sangat rendah di tingkat internasional. Hal itu mengindikasikan peningkatan kegiatan penelitian, transparansi ilmiah, dan aktivitas diseminasi hasil penelitian dan pengembangan.
Walaupun demikian, kemampuan nasional dalam penguasaan dan pemanfaatan iptek dinilai masih belum memadai untuk meningkatkan daya saing. Hal itu ditunjukan, antara lain, oleh masih rendahnya sumbangan iptek di sektor produksi, belum efektifnya mekanisme intermediasi, lemahnya sinergi kebijakan, belum berkembangnya budaya iptek di masyarakat, dan terbatasnya sumber daya iptek. D. Sarana dan Prasarana Kondisi sarana dan prasarana di Indonesia saat ini masih ditandai oleh rendahnya aksesibilitas, kualitas, ataupun cakupan pelayanan. Akibatnya, sarana dan prasarana yang ada belum sepenuhnya dapat menjadi tulang punggung bagi pembangunan sektor riil termasuk dalam rangka mendukung kebijakan ketahanan pangan di daerah, mendorong sektor produksi, serta mendukung pengembangan wilayah.
Pengembangan prasarana penampung air, seperti waduk, embung, danau, dan situ, masih belum memadai sehingga belum dapat memenuhi penyediaan air untuk berbagai kebutuhan, baik pertanian, rumah tangga, perkotaan, maupun industri terutama pada musim kering yang cenderung makin panjang di beberapa wilayah sehingga mengalami krisis air. Dukungan prasarana irigasi yang mengalami degradasi masih belum dapat diandalkan karena hanya mengandalkan sekitar 10 persen jaringan irigasi yang pasokan airnya relatif terkendali karena berasal dari bangunan- bangunan penampung air, dan sisanya hanya mengandalkan ketersediaan air di sungai. Selain itu, laju pengembangan sarana dan prasarana pengendali daya rusak air juga masih belum mampu mengimbangi laju degradasi lingkungan penyebab banjir sehingga bencana banjir masih menjadi ancaman bagi banyak wilayah. Sejalan dengan perkembangan ekonomi wilayah, banyak daerah telah mengalami defisit air permukaan, sedangkan di sisi lain konversi lahan pertanian telah mendorong perubahan fungsi prasarana irigasi sehingga perlu dilakukan penyesuaian dan pengendalian. Pada sisi pengembangan institusi pengelolaan sumber daya air, lemahnya koordinasi antarinstansi dan antardaerah otonom telah menimbulkan pola pengelolaan sumber daya air yang tidak efisien, bahkan tidak jarang saling berbenturan. Pada sisi lain, kesadaran dan partisipasi masyarakat, sebagai salah satu prasyarat terjaminnya keberlanjutan pola pengelolaan sumber daya air, masih belum mencapai tingkat yang diharapkan karena masih terbatasnya kesempatan dan kemampuan yang dimiliki.
Krisis ekonomi berdampak pada menurunnya kualitas sarana dan prasarana, terutama jalan dan perkeretaapian yang kondisinya sangat memprihatinkan. Pada tahun 2004 sekitar 46,3 persen total panjang jalan mengalami kerusakan ringan dan berat serta terdapat 32,8 persen panjang jalan kereta api yang ada sudah tidak dioperasikan lagi. Selain itu, jaringan transportasi darat dan jaringan transportasi antarpulau belum terpadu. Sebagai negara kepulauan atau maritim, masih banyak kebutuhan transportasi antarpulau yang belum terpenuhi, baik dengan pelayanan angkutan laut maupun penyeberangan. Peran armada nasional menurun, baik untuk angkutan domestik maupun internasional sehingga pada tahun 2004 masing-masing hanya mampu memenuhi 54 persen dan 3,5 persen. Padahal sesuai dengan konvensi internasional yang berlaku, armada nasional berhak atas 40 persen pangsa pasar untuk muatan ekspor-impor dan 100 persen untuk angkutan domestik. Untuk angkutan udara, dengan penerapan kebijakan multi-operator angkutan udara perusahaan penerbangan relatif mampu menyediakan pelayanan dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Di samping masalah yang disebabkan oleh krisis ekonomi, pembangunan prasarana transportasi mengalami kendala terutama yang terkait dengan keterbatasan pembiayaan pembangunan, operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana transportasi, serta rendahnya aksesibilitas pembangunan sarana dan prasarana transportasi di beberapa wilayah terpencil belum terpadunya pembangunan transportasi dan pembangunan daerah bagi kelompok masyarakat umum, sehingga penyediaan transportasi terbatas pelayanannya. Demikian pula kualitas pelayanan angkutan umum yang makin menurun, terjadi tingkat kemacetan dan polusi di beberapa kota besar yang makin parah, serta tingkat kecelakaan yang makin tinggi. Di sisi lain, peran serta swasta belum berkembang terkait dengan kelembagaan dan peraturan perundang- undangan yang belum kondusif.
Dalam era globalisasi, informasi mempunyai nilai ekonomi untuk mendorong pertumbuhan serta peningkatan daya saing bangsa. Masalah utama dalam pembangunan pos dan telematika adalah terbatasnya kapasitas, jangkauan, serta kualitas sarana dan prasarana pos dan telematika yang mengakibatkan rendahnya kemampuan masyarakat mengakses informasi. Kondisi itu menyebabkan semakin lebarnya kesenjangan digital, baik antardaerah di Indonesia maupun antara Indonesia dan negara lain. Dari sisi penyelenggara pelayanan sarana dan prasarana pos dan telematika (sisi supply ), kesenjangan digital itu disebabkan oleh (a) terbatasnya kemampuan pembiayaan operator sehingga kegiatan pemeliharaan sarana dan prasarana yang ada dan pembangunan baru terbatas; (b) belum terjadinya kompetisi yang setara dan masih tingginya hambatan masuk ( barrier to entry ) sehingga peran dan mobilisasi dana swasta belum optimal; (c) belum berkembangnya sumber dan mekanisme pembiayaan lain untuk mendanai pembangunan sarana dan prasarana pos dan telematika, seperti kerja sama pemerintah-swasta, pemerintah-masyarakat, serta swasta-masyarakat; (d) masih rendahnya optimalisasi pemanfaatan sarana dan prasarana yang ada sehingga terdapat aset nasional yang tidak digunakan ( idle ); (e) terbatasnya kemampuan adopsi dan adaptasi teknologi; (f) terbatasnya pemanfaatan industri dalam negeri sehingga ketergantungan terhadap komponen industri luar negeri masih tinggi; dan (g) masih terbatasnya industri aplikasi dan materi ( content ) yang dikembangkan oleh penyelenggara pelayanan sarana dan prasarana. Terkait dengan kemampuan masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan sarana dan prasarana dari sisi permintaan, kesenjangan digital disebabkan oleh (a) terbatasnya daya beli ( ability to pay ) masyarakat terhadap sarana dan prasarana pos dan telematika; (b) masih rendahnya kemampuan masyarakat untuk memanfaatkan dan mengembangkan teknologi informasi dan komunikasi; dan (c) terbatasnya kemampuan masyarakat untuk mengolah informasi menjadi peluang ekonomi, yaitu menjadikan sesuatu mempunyai nilai tambah ekonomi.
Di bidang sarana dan prasarana energi termasuk kelistrikan, permasalahan pokok yang dihadapi, antara lain masih besarnya kesenjangan antara pasokan dan kebutuhan energi termasuk tenaga listrik yang kondisinya makin kritis di berbagai daerah karena masih rendahnya kemampuan investasi dan pengelolaan penyediaan sarana dan prasarana energi; masih rendahnya efektivitas dan efisiensi pemanfaatan sarana dan prasarana yang sudah terpasang dalam satu dasawarsa terakhir; masih tingginya ketergantungan konsumen terhadap bahan bakar minyak; masih dominannya peralatan dan material penunjang yang harus diimpor; serta adanya regulasi-regulasi yang tidak konsisten. Pemenuhan kebutuhan energi yang tidak merata serta dihadapkan pada luasnya wilayah Indonesia yang berbentuk kepulauan dengan densitas penduduk yang bervariasi cukup menyulitkan pengembangan berbagai jenis sarana dan prasarana energi yang optimal. Hal itu juga dipengaruhi oleh lokasi potensi cadangan energi primer yang tersebar dan sebagian besar jauh dari pusat beban; keterbatasan sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi; tingginya pertumbuhan permintaan berbagai jenis energi setiap tahun; serta kondisi daya beli masyarakat yang masih rendah.
Dengan bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan perumahan hingga tahun 2020 diperkirakan mencapai lebih dari 30 juta unit sehingga kebutuhan rumah per tahun diperkirakan mencapai 1,2 juta unit. Data tahun 2004 mencatat bahwa sebanyak 4,3 juta jumlah rumah tangga belum memiliki rumah. Penyediaan air minum juga tidak mengalami kemajuan yang berarti. Berdasarkan Data Statistik Perumahan dan Permukiman Tahun 2004, jumlah penduduk (perkotaan dan pedesaan) yang mendapatkan akses pelayanan air minum perpipaan baru mencapai 18,3 persen, hanya sedikit meningkat dibandingkan dengan 10 tahun sebelumnya (14,7 persen). Demikian juga halnya dengan penanganan persampahan di kawasan perkotaan dan perdesaan baru mencapai 18,41 persen atau mencapai 40 juta jiwa, sedangkan cakupan pelayanan drainase baru melayani 124 juta jiwa. E. Politik 1. Perkembangan proses demokratisasi sejak tahun 1998 sampai dengan proses penyelenggaraan Pemilu tahun 2004 telah memberikan peluang untuk mengakhiri masa transisi demokrasi menuju arah proses konsolidasi demokrasi. Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dilaksanakan sebanyak empat kali telah mengubah dasar-dasar konsensus dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara, baik pada tataran kelembagaan negara maupun tataran masyarakat sipil . Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang kemudian memberikan ruang diterbitkannya berbagai peraturan dan perundang-undangan di bidang politik sebagai penjabarannya telah menjadi bagian penting dalam upaya merumuskan format politik baru bagi konsolidasi demokrasi. Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah secara tegas menata kembali struktur dan kewenangan lembaga-lembaga negara termasuk beberapa penyelenggaraan negara tambahan, seperti Komisi Yudisial, Komisi Pemilihan Umum, serta beberapa Komisi lainnya. Adanya penataan tersebut telah memberikan peluang ke arah terwujudnya pengawasan dan penyeimbangan ( checks and balances ) kekuasaan politik. Perubahan format politik tersebut terumuskan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD, serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Sebagai negara yang baru beberapa tahun memasuki proses demokratisasi, proses penataan kelembagaan tidak jarang menimbulkan konflik-konflik kepentingan.
Berkenaan dengan Pemilu, keberhasilan penting yang telah diraih adalah telah dilaksanakannya pemilu langsung anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung, aman, dan demokratis pada tahun 2004. Selain itu, pemilihan kepala daerah secara langsung pun sudah mampu dilaksanakan secara baik di seluruh Indonesia sejak tahun 2005. Hal itu merupakan modal awal yang penting bagi lebih berkembangnya demokrasi pada masa selanjutnya.
Perkembangan demokrasi selama ini ditandai pula dengan terumuskannya format hubungan pusat-daerah yang baru. Akan tetapi, hal itu terlihat masih berjalan pada konteks yang prosedural dan sifatnya masih belum substansial. Format yang sudah dibangun didasarkan pada Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang pada intinya lebih mendorong kemandirian daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan mengatur mengenai hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, serta hubungan antarpemerintah daerah. Dewasa ini, pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah masih mengalami berbagai permasalahan, antara lain disebabkan kurangnya koordinasi pusat-daerah dan masih belum konsistennya sejumlah peraturan perundangan, baik antardaerah maupun antara pusat dan daerah.
Perkembangan demokrasi ditandai pula dengan adanya konsensus mengenai format baru hubungan sipil-militer yang menjunjung tinggi supremasi sipil dan hubungan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) terkait dengan kewenangan dalam melaksanakan sistem pertahanan dan keamanan dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia. Meskipun demikian, format baru yang dihasilkan itu masih menghadapi persoalan mengenai pelaksanaannya yang sekadar bersifat prosedural dan harus diperjuangkan lebih lanjut agar dapat terwujud secara lebih substantif. Selanjutnya, perkembangan demokrasi yang lain adalah disahkannya Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian telah terwujud pula suatu kesepakatan nasional baru mengenai netralitas pegawai negeri sipil (PNS), TNI, dan Polri terhadap politik.
Kemajuan demokrasi terlihat pula dengan telah berkembangnya kesadaran- kesadaran terhadap hak-hak masyarakat dalam kehidupan politik, yang dalam jangka panjang diharapkan mampu menstimulasi masyarakat lebih jauh untuk makin aktif berpartisipasi dalam mengambil inisiatif bagi pengelolaan urusan-urusan publik. Kemajuan itu tidak terlepas dari berkembangnya peran partai politik, organisasi non-pemerintah dan organisasi-organisasi masyarakat sipil lainnya. Walaupun demikian, perkembangan visi dan misi partai politik ternyata belum sepenuhnya sejalan dengan perkembangan kesadaran dan dinamika kehidupan sosial politik masyarakat dan tuntutan demokratisasi. Di samping itu, kebebasan pers dan media telah jauh berkembang yang antara lain ditandai dengan adanya peran aktif pers dan media dalam menyuarakan aspirasi masyarakat dan melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Walaupun demikian, kalangan pers belum dapat mengatasi dampak dari kebebasan tersebut antara lain masih berpihak pada kepentingan industri daripada kepentingan publik yang lebih luas.
Dalam penyelenggaraan hubungan luar negeri dan perjalanan politik luar negeri, Indonesia telah melakukan banyak hal dan mencapainya dengan baik. Walaupun demikian masih banyak hal yang belum diupayakan secara optimal berdasarkan potensi dan sumber daya yang ada. Apabila tidak dikelola secara memadai, kedudukan geopolitik yang strategis dengan kekayaan sumber daya alam (SDA), populasi, dan proses demokrasi yang semakin baik sebagai keunggulan komparatif untuk membangun kepemimpinan Indonesia di tataran global justru dapat menjadi sumber kerawanan bagi kepentingan Republik Indonesia. Menumbuhkan penguatan citra Indonesia sebagai negara yang mampu memadukan aspirasi umat Islam dengan upaya konsolidasi demokrasi; memberikan perhatian yang sangat serius terhadap persatuan dan kesatuan nasional; meningkatkan penegakan hukum dan penghormatan hak asasi manusia (HAM) yang tidak diskriminatif; dan mendorong pemulihan ekonomi yang lebih menjanjikan serta perlindungan hak-hak dasar warga negara secara lebih konsisten merupakan dasar-dasar kebijakan yang terus dikembangkan. Seluruh pencapaian itu menjadi aset penting bagi pelaksanaan politik luar negeri dan penyelenggaraan hubungan luar negeri Indonesia. Di samping itu, kedudukan Indonesia sebagai negara kepulauan yang mempunyai posisi geopolitik yang strategis dengan kekayaan SDA, populasi, dan proses demokratisasi yang semakin baik merupakan kekuatan dan keunggulan komparatif sebagai potensi untuk membangun kepemimpinan Indonesia pada tataran global melalui inisiatif dan kontribusi pemikiran komitmen Indonesia pada terbentuknya tatanan hubungan internasional yang lebih adil, damai dan berimbang, serta menolak unilateralisme.
Bagi Indonesia, sebagai negara yang baru membangun demokrasi, pilihan kebijakan luar negeri tidak lagi semata-mata menyangkut perspektif luar negeri yang berdiri sendiri. Pertautan dinamika internasional dan domestik cenderung makin mewarnai proses penentuan kebijakan luar negeri. Walaupun demikian, satu hal prinsip yang tetap tidak boleh diabaikan, yakni seluruh proses perumusan kebijakan luar negeri ditujukan bagi pemenuhan kepentingan nasional Indonesia dalam berbagai bidang. Dalam rangka pelaksanaan kebijakan luar negeri yang berorientasi kepada kepentingan nasional, Indonesia berupaya untuk memperkuat kelembagaan regional di tengah kecenderungan menguatnya unilateralisme.
Dengan pesatnya perkembangan globalisasi, maka dalam mengembangkan kehidupan politik demokratis yang berlandaskan hukum, faktor perkembangan pasar dunia mendapatkan perhatian yang lebih khusus karena akan sangat memengaruhi hubungan yang dinamis antara negara dan masyarakat. Dengan demikian, selain faktor negara dan masyarakat, faktor pasar makin tidak mungkin untuk diabaikan begitu saja. F. Pertahanan Keamanan 1. Upaya pertahanan dan keamanan negara telah memberikan kontribusi bagi pembentukan NKRI dan penyelenggaraan pembangunan dalam upaya pencapaian cita-cita negara, seperti yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam perjalanan sejarah bangsa dan dalam setiap dinamika arah dan kebijakan politik negara, sistem pertahanan rakyat semesta terbukti telah menjadi sistem yang mampu menegakkan kedaulatan NKRI serta menjaga keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa.
Pada masa masyarakat dan bangsa Indonesia mengisi kemerdekaan dengan penyelenggaraan pembangunan, sistem politik telah menjadikan dwifungsi ABRI sebagai bagian dari sistem pertahanan rakyat semesta. Pada awalnya dwifungsi ABRI ini mampu menciptakan stabilitas nasional yang merupakan prasyarat pembangunan. Walaupun demikian, dalam perkembangannya pelaksanaan dwifungsi tersebut berdampak tidak menguntungkan bagi profesionalisme TNI dan Polri serta bersifat kontraproduktif bagi dinamika masyarakat keseluruhan. Pelaksanaan fungsi sosial dan politik tersebut merupakan salah satu faktor yang menyebabkan strategi, teknologi, dan pembiayaan pertahanan-keamanan tidak terarah pada pembentukan kekuatan pertahanan minimal untuk menegakkan kedaulatan NKRI serta menjaga keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa. Kemampuan TNI dalam melaksanakan fungsinya di bidang pertahanan negara sampai saat ini masih memperihatinkan. Hal itu ditandai tidak saja menyangkut kondisi alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang tidak mencukupi atau mayoritas peralatan yang usang secara umur dan teknologi, tetapi juga menyangkut sumber daya manusia dan tingkat kesejahteraannya. Di samping itu, sebagian proses pengadaan, pemeliharaan, pengoperasian, dan pemenuhan suku cadang alutsista TNI masih memiliki ketergantungan pada negara-negara lain.
Gerakan reformasi pada tahun 90-an menghendaki perubahan secara total di segala bidang penyelenggaraan negara termasuk tuntutan terhadap reposisi TNI dan Polri. Penyempurnaan terhadap reposisi dan peran TNI dan Polri dikukuhkan melalui Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selanjutnya, ketetapan MPR tersebut diperkuat lagi dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Walaupun demikian, reposisi tersebut berdampak pada adanya ketidakterkaitan penanganan masalah pertahanan dan masalah keamanan dalam negeri yang seharusnya bersama-sama dengan keamanan sosial merupakan satu kesatuan dalam keamanan nasional. Dengan demikian, reformasi di bidang pertahanan dan keamanan tidak hanya menyangkut pemisahan antara TNI dan Polri, tetapi juga mengenai penataan lebih lanjut hubungan antara keduanya secara kelembagaan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya masing- masing. G. Hukum dan Aparatur 1. Dalam era reformasi upaya perwujudan sistem hukum nasional terus dilanjutkan mencakup beberapa hal. Pertama, pembangunan substansi hukum, baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis telah mempunyai mekanisme untuk membentuk hukum nasional yang lebih baik sesuai dengan kebutuhan pembangunan dan aspirasi masyarakat, yaitu berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dengan ditetapkannya undang-undang tersebut, proses pembentukan hukum dan peraturan perundang-undangan dapat diwujudkan dengan cara dan metode yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang untuk membuat peraturan perundang-undangan serta meningkatkan koordinasi dan kelancaran proses pembentukan hukum dan peraturan perundang-undangan. Kedua, penyempurnaan struktur hukum yang lebih efektif terus dilanjutkan. Perubahan keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 membawa perubahan mendasar di bidang kekuasaan kehakiman dengan dibentuknya Mahkamah Konstitusi yang mempunyai hak menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Komisi Judisial yang akan melakukan pengawasan terhadap sikap tindak dan perilaku hakim. Peningkatan kemandirian hakim berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman membawa perubahan bagi terselenggaranya check and balances dalam penyelenggaraan negara dengan beralihnya kewenangan administratif, organisasi, dan keuangan lembaga peradilan kepada Mahkamah Agung. Peningkatan kemandirian tidak berarti lepas dari kontrol dan pengawasan. Dengan dibentuknya Komisi Judisial yang komposisi keanggotaannya cukup representatif, pengawasan dan kontrol terhadap kemandirian lembaga peradilan dan pembentukan sistem hukum nasional dapat dilakukan agar lebih berhasil guna, sehingga penyelenggaraan fungsi negara di bidang hukum dapat dilakukan secara lebih efektif dan efisien. Ketiga, pelibatan seluruh komponen masyarakat yang mempunyai kesadaran hukum tinggi untuk mendukung pembentukan sistem hukum nasional yang dicita-citakan.
Hingga saat ini, pelaksanaan program pembangunan aparatur negara masih menghadapi berbagai permasalahan dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Permasalahan tersebut, antara lain masih terjadinya praktik-praktik penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk KKN dan belum terwujudnya harapan masyarakat atas pelayanan yang cepat, murah, manusiawi, dan berkualitas. Upaya yang sungguh-sungguh untuk memberantas KKN dan meningkatkan kualitas pelayanan publik sebenarnya telah banyak dilakukan. Walaupun demikian, hasil yang dicapai belum cukup menggembirakan. Kelembagaan pemerintah, baik di pusat maupun di daerah, masih belum terlihat efektif dalam membantu pelaksanaan tugas dan sistem manajemen pemerintahan juga belum efisien dalam menghasilkan dan menggunakan sumber-sumber daya. Upaya- upaya untuk meningkatkan profesionalisme birokrasi masih belum sepenuhnya dapat teratasi mengingat keterbatasan dana pemerintah. H. Wilayah dan Tata Ruang 1. Tata ruang Indonesia saat ini dalam kondisi krisis. Krisis tata ruang terjadi karena pembangunan yang dilakukan di suatu wilayah masih sering dilakukan tanpa mengikuti rencana tata ruang, tidak mempertimbangkan keberlanjutan dan daya dukung lingkungan, serta tidak memerhatikan kerentanan wilayah terhadap terjadinya bencana alam. Keinginan untuk memperoleh keuntungan ekonomi jangka pendek seringkali menimbulkan keinginan untuk mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan sehingga menurunkan kualitas dan kuantitas sumber daya alam dan lingkungan hidup, serta memperbesar risiko timbulnya korban akibat bencana alam. Selain itu, sering terjadi konflik pemanfaatan ruang antarsektor, contohnya konflik antara kehutanan dan pertambangan. Beberapa penyebab utama terjadinya permasalahan tersebut adalah (a) belum tepatnya kompetensi sumber daya manusia dalam bidang pengelolaan penataan ruang, (b) rendahnya kualitas dari rencana tata ruang, (c) belum diacunya perundangan penataan ruang sebagai payung kebijakan pemanfaatan ruang bagi semua sektor; dan (d) lemahnya penerapan hukum berkenaan dengan pemanfaatan ruang dan penegakan hukum terhadap pelanggaran berkenaan dengan pemanfaatan ruang.
Pada umumnya masyarakat yang berada di wilayah-wilayah tertinggal masih mempunyai keterbatasan akses terhadap pelayanan sosial, ekonomi, dan politik serta terisolir dari wilayah di sekitarnya. Oleh karena itu, kesejahteraan kelompok masyarakat yang hidup di wilayah tertinggal memerlukan perhatian dan keberpihakan pembangunan yang besar dari pemerintah. Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan wilayah tertinggal, termasuk yang masih dihuni oleh komunitas adat terpencil, antara lain, (1) terbatasnya akses transportasi yang menghubungkan wilayah tertinggal dengan wilayah yang relatif lebih maju;
kepadatan penduduk relatif rendah dan tersebar;
kebanyakan wilayah-wilayah tersebut miskin sumber daya, khususnya sumber daya alam dan manusia;
belum diprioritaskannya pembangunan di wilayah tertinggal oleh pemerintah daerah karena dianggap tidak menghasilkan pendapatan asli daerah (PAD) secara langsung; dan
belum optimalnya dukungan sektor terkait untuk pengembangan wilayah-wilayah tersebut.
Banyak wilayah yang memiliki produk unggulan dan lokasi strategis di luar Pulau Jawa belum dikembangkan secara optimal. Hal itu disebabkan, antara lain (1) adanya keterbatasan informasi pasar dan teknologi untuk pengembangan produk unggulan;
belum adanya sikap profesionalisme dan kewirausahaan dari pelaku pengembangan kawasan di daerah;
belum optimalnya dukungan kebijakan nasional dan daerah yang berpihak pada petani dan pelaku usaha swasta;
belum berkembangnya infrastruktur kelembagaan yang berorientasi pada pengelolaan pengembangan usaha yang berkelanjutan dalam perekonomian daerah;
masih lemahnya koordinasi, sinergi, dan kerja sama diantara pelaku-pelaku pengembangan kawasan, baik pemerintah, swasta, lembaga nonpemerintah, dan masyarakat, serta antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, dalam upaya meningkatkan daya saing produk unggulan;
masih terbatasnya akses petani dan pelaku usaha skala kecil terhadap modal pengembangan usaha, input produksi, dukungan teknologi, dan jaringan pemasaran, dalam upaya mengembangkan peluang usaha dan kerja sama investasi;
keterbatasan jaringan prasarana dan sarana fisik dan ekonomi dalam mendukung pengembangan kawasan dan produk unggulan daerah; serta (8) belum optimalnya pemanfaatan kerangka kerja sama antarwilayah untuk mendukung peningkatan daya saing kawasan dan produk unggulan.
Wilayah perbatasan, termasuk pulau-pulau kecil terluar memiliki potensi SDA yang cukup besar serta merupakan wilayah yang sangat strategis bagi pertahanan dan keamanan negara. Walaupun demikian, pembangunan di beberapa wilayah perbatasan masih sangat jauh tertinggal dibandingkan dengan pembangunan di wilayah negara tetangga. Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di daerah tersebut umumnya jauh lebih rendah dibandingkan dengan kondisi sosial ekonomi warga negara tetangga. Permasalahan utama dari ketertinggalan pembangunan di wilayah perbatasan adalah arah kebijakan pembangunan kewilayahan yang selama ini cenderung berorientasi · inward looking · sehingga seolah-olah kawasan perbatasan hanya menjadi halaman belakang dari pembangunan negara. Akibatnya, wilayah-wilayah perbatasan dianggap bukan merupakan wilayah prioritas pembangunan oleh pemerintah pusat maupun daerah. Sementara itu, pulau-pulau kecil yang ada di Indonesia sulit berkembang terutama karena lokasinya sangat terisolasi dan sulit dijangkau, diantaranya banyak yang tidak berpenghuni atau sangat sedikit jumlah penduduknya serta belum banyak tersentuh oleh pelayanan dasar dari pemerintah.
Pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan saat ini masih sangat terpusat di pulau Jawa-Bali, sedangkan pertumbuhan kota-kota menengah dan kecil, terutama di luar Jawa, berjalan lambat dan tertinggal. Pertumbuhan perkotaan yang tidak seimbang ini ditambah dengan adanya kesenjangan pembangunan antarwilayah menimbulkan urbanisasi yang tidak terkendali. Secara fisik, hal itu ditunjukkan oleh (1) meluasnya wilayah perkotaan karena pesatnya perkembangan dan meluasnya kawasan pinggiran ( fringe-area ) terutama di kota-kota besar dan metropolitan;
meluasnya perkembangan fisik perkotaan di kawasan ‘sub-urban’ yang telah ‘mengintegrasi’ kota-kota yang lebih kecil di sekitar kota inti dan membentuk konurbasi yang tak terkendali;
meningkatnya jumlah desa- kota; dan
terjadinya reklasifikasi (perubahan daerah rural menjadi daerah urban, terutama di Jawa). Kecenderungan perkembangan semacam itu berdampak negatif terhadap perkembangan kota-kota besar dan metropolitan itu sendiri maupun kota-kota menengah dan kecil di wilayah lain.
Dampak negatif yang ditimbulkan di kota-kota besar dan metropolitan, antara lain, adalah (1) terjadinya eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam di sekitar kota-kota besar dan metropolitan untuk mendukung dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi;
terjadinya secara terus menerus konversi lahan pertanian produktif menjadi kawasan permukiman, perdagangan, dan industri;
menurunnya kualitas lingkungan fisik kawasan perkotaan akibat terjadinya perusakan lingkungan dan timbulnya polusi;
menurunnya kualitas hidup masyarakat di perkotaan karena permasalahan sosial-ekonomi, serta penurunan kualitas pelayanan kebutuhan dasar perkotaan; serta (5) tidak mandiri dan terarahnya pembangunan kota-kota baru sehingga justru menjadi tambahan beban bagi kota inti. Dampak negatif lain yang ditimbulkan terhadap kota-kota di wilayah lain, yaitu (1) tidak meratanya penyebaran penduduk perkotaan dan terjadinya ‘konsentrasi’ penduduk kota di Pulau Jawa, khususnya di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), (20 persen dari total jumlah penduduk perkotaan Indonesia tinggal di sana);
tidak optimalnya fungsi ekonomi perkotaan, terutama di kota-kota menengah dan kecil, dalam menarik investasi dan tempat penciptaan lapangan pekerjaan; dan
tidak optimalnya peranan kota dalam memfasilitasi pengembangan wilayah.
Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di perdesaan umumnya masih jauh tertinggal dibandingkan dengan yang tinggal di perkotaan. Hal itu merupakan konsekuensi dari perubahan struktur ekonomi dan proses industrialisasi, baik investasi ekonomi oleh swasta maupun pemerintah, sehingga infrastruktur dan kelembagaan cenderung terkonsentrasi di daerah perkotaan. Selain itu, kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan masih banyak yang tidak sinergis dengan kegiatan ekonomi yang dikembangkan di wilayah perdesaan. Akibatnya, peran kota yang diharapkan dapat mendorong perkembangan perdesaan justru memberikan dampak yang merugikan pertumbuhan perdesaan. I. Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup 1. Sumber daya alam dan lingkungan hidup memiliki peran ganda, yaitu sebagai modal pembangunan dan, sekaligus, sebagai penopang sistem kehidupan. Adapun jasa-jasa lingkungan meliputi keanekaragaman hayati, penyerapan karbon, pengaturan air secara alamiah, keindahan alam, dan udara bersih merupakan penopang kehidupan manusia. Hasil pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup telah mampu menyumbang 24,8 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) dan 48 persen terhadap penyerapan tenaga kerja. Namun, pengelolaan sumber daya alam tersebut masih belum berkelanjutan dan masih mengabaikan kelestarian fungsi lingkungan hidup sehingga daya dukung lingkungan menurun dan ketersediaan sumber daya alam menipis. Menurunnya daya dukung dan ketersediaan sumber daya alam juga terjadi karena kemampuan iptek yang rendah sehingga tidak mampu mengimbangi laju pertumbuhan penduduk.
Kondisi sumber daya hutan saat ini sudah pada tingkat yang sangat mengkhawatirkan akibat meningkatnya praktik pembalakan liar ( illegal logging ) dan penyelundupan kayu, meluasnya kebakaran hutan dan lahan, meningkatnya tuntutan atas lahan dan sumber daya hutan yang tidak pada tempatnya, meluasnya perambahan dan konversi hutan alam, serta meningkatnya penambangan resmi maupun tanpa izin. Tahun 2004, kerusakan hutan dan lahan di Indonesia sudah mencapai 59,2 juta hektar dengan laju deforestasi setiap tahun mencapai 1,6-2 juta hektar.
Sumber daya kelautan belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini karena beberapa hal, antara lain, (1) belum adanya penataan batas maritim;
adanya konflik dalam pemanfaatan ruang di laut;
belum adanya jaminan keamanan dan keselamatan di laut;
adanya otonomi daerah menyebabkan belum ada pemahaman yang sama terhadap pengelolaan sumber daya kelautan;
adanya keterbatasan kemampuan sumber daya manusia dalam mengelola sumber daya kelautan; dan
belum adanya dukungan riset dan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan.
Pencemaran air, udara, dan tanah juga masih belum tertangani secara tepat karena semakin pesatnya aktivitas pembangunan yang kurang memerhatikan aspek kelestarian fungsi lingkungan. Keberadaan masyarakat adat yang sangat bergantung pada sumber daya alam dan memiliki kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya alam juga belum diakui. Kearifan lokal sangat diperlukan untuk menjamin ketersediaan sumber daya alam dan kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Desentralisasi pembangunan dan otonomi daerah juga telah mengakibatkan meningkatnya konflik pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam, baik antarwilayah, antara pusat dan daerah, serta antarpenggunaan. Untuk itu, kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara tepat akan dapat mendorong perilaku masyarakat untuk menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam 20 tahun mendatang agar Indonesia tidak mengalami krisis sumber daya alam, khususnya krisis air, krisis pangan, dan krisis energi. II.2 TANTANGAN A. Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama 1. Dalam 20 tahun mendatang, Indonesia menghadapi tekanan jumlah penduduk yang makin besar. Jumlah penduduk yang pada tahun 2005 sebesar 219,9 juta orang diperkirakan meningkat mencapai sekitar 274 juta orang pada tahun 2025. Sejalan dengan itu berbagai parameter kependudukan diperkirakan akan mengalami perbaikan yang ditunjukkan dengan menurunnya angka kelahiran, meningkatnya usia harapan hidup, dan menurunnya angka kematian bayi. Meskipun demikian, pengendalian kuantitas dan laju pertumbuhan penduduk penting diperhatikan untuk menciptakan penduduk tumbuh seimbang dalam rangka mendukung terjadinya bonus demografi yang ditandai dengan jumlah penduduk usia produktif lebih besar daripada jumlah penduduk usia non-produktif. Kondisi tersebut perlu dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan kualitas SDM, daya saing, dan kesejahteraan rakyat. Di samping itu, persebaran dan mobilitas penduduk perlu pula mendapatkan perhatian sehingga ketimpangan persebaran dan kepadatan penduduk antara Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa serta antara wilayah perkotaan dan perdesaan dapat dikurangi.
Rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia yang diukur dengan indeks pembangunan manusia (IPM) mengakibatkan rendahnya produktivitas dan daya saing perekonomian nasional. Pembangunan kesehatan dan pendidikan memiliki peranan penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Di bidang kesehatan tantangan pembangunan yang dihadapi, antara lain, adalah mengurangi kesenjangan status kesehatan masyarakat dan akses terhadap pelayanan kesehatan antarwilayah, tingkat sosial ekonomi, dan gender; meningkatkan jumlah dan penyebaran tenaga kesehatan yang kurang memadai; meningkatkan akses terhadap fasilitas kesehatan; dan mengurangi beban ganda penyakit yaitu pola penyakit yang diderita oleh sebagian besar masyarakat adalah penyakit infeksi menular, namun pada waktu yang bersamaan terjadi peningkatan penyakit tidak menular serta meningkatnya penyalahgunaan narkotik dan obat-obat terlarang. Sementara itu, tantangan yang dihadapi pembangunan pendidikan adalah menyediakan pelayanan pendidikan yang berkualitas untuk meningkatkan jumlah proporsi penduduk yang menyelesaikan pendidikan dasar sampai ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, menurunkan jumlah penduduk yang buta aksara, serta menurunkan kesenjangan tingkat pendidikan yang cukup tinggi antarkelompok masyarakat, termasuk antara penduduk kaya dan penduduk miskin, antara penduduk perkotaan dan perdesaan, antara penduduk di wilayah maju dan tertinggal, dan antarjenis kelamin. Tantangan dalam pembangunan pendidikan lainnya adalah meningkatkan kualitas dan relevansi termasuk mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antardaerah, antarjenis kelamin, dan antara penduduk kaya dan miskin sehingga pembangunan pendidikan dapat berperan dalam mendorong pembangunan nasional secara menyeluruh termasuk dalam mengembangkan kebanggaan kebangsaan, akhlak mulia, kemampuan untuk hidup dalam masyarakat yang multikultur, serta meningkatkan daya saing. Pembangunan pendidikan ditantang untuk menyediakan pelayanan pendidikan sepanjang hayat untuk memanfaatkan bonus demografi.
Kualitas hidup dan peran perempuan dan anak di berbagai bidang pembangunan masih rendah. Hal itu, antara lain, ditandai oleh rendahnya angka indeks pembangunan gender (IPG) dan tingginya tindak kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi terhadap perempuan dan anak; serta kurang memadainya kesejahteraan, partisipasi dan perlindungan anak. Dengan demikian, tantangan di bidang pembangunan perempuan dan anak adalah meningkatkan kualitas dan peran perempuan di berbagai bidang pembangunan; menurunkan tindak kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi terhadap perempuan dan anak; serta meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan anak. Sementara itu, tantangan di bidang pemuda dan olahraga adalah mengoptimalkan partisipasi pemuda dalam pembangunan serta meningkatkan budaya dan prestasi olahraga. Tantangan lainnya adalah menurunkan beban permasalahan kesejahteraan sosial yang semakin beragam dan meningkat akibat terjadinya berbagai krisis sosial, seperti menipisnya nilai budaya dan agama; menurunkan ekses dan gejala sosial dampak dari disparitas kondisi sosial ekonomi masyarakat dan terjadinya bencana sosial dan bencana alam; dan meningkatkan pemenuhan kebutuhan sosial dasar masyarakat.
Derasnya arus globalisasi yang didorong oleh kemajuan teknologi komunikasi dan informasi menjadi tantangan bangsa Indonesia untuk dapat mempertahankan jati diri bangsa sekaligus memanfaatkannya untuk pengembangan toleransi terhadap keragaman budaya dan peningkatan daya saing melalui penerapan nilai-nilai Pancasila dan penyerapan nilai- nilai universal.
Pembangunan manusia pada intinya adalah pembangunan manusia seutuhnya. Tantangan yang dihadapi dalam pembangunan agama adalah mengaplikasikan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari, mewujudkan kerukunan intern dan antarumat beragama, serta memberikan rasa aman dan perlindungan dari tindak kekerasan. B. Ekonomi 1. Pembangunan ekonomi sampai saat ini, meskipun telah menghasilkan berbagai kemajuan, masih jauh dari cita-citanya untuk mewujudkan perekonomian yang tangguh dan menyejahterakan seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, tantangan besar kemajuan perekonomian 20 tahun mendatang adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan berkualitas secara berkelanjutan untuk mewujudkan secara nyata peningkatan kesejahteraan sekaligus mengurangi ketertinggalan dari bangsa-bangsa lain yang lebih maju.
Secara eksternal, tantangan tersebut dihadapkan pada situasi persaingan ekonomi antarnegara yang makin runcing akibat makin pesat dan meluasnya proses globalisasi. Basis kekuatan ekonomi yang masih banyak mengandalkan upah tenaga kerja yang murah dan ekspor bahan mentah dari eksploitasi sumber-sumber daya alam tak terbarukan, untuk masa depan perlu diubah menjadi perekonomian yang produk-produknya mengandalkan keterampilan SDM serta mengandalkan produk-produk yang bernilai tambah tinggi dan berdaya saing global sehingga ekspor bahan mentah dapat dikurangi kemudian digantikan dengan ekspor produk yang bernilai tambah tinggi dan berdaya saing global. Perkembangan ekonomi regional di kawasan Asia Timur dan Asia Selatan yang pesat dengan tumbuhnya raksasa ekonomi global di masa depan, seperti Cina dan India, merupakan salah satu fokus utama yang perlu dipertimbangkan secara cermat di dalam menyusun pengembangan struktur dan daya saing perekonomian nasional. Dengan demikian, integrasi perekonomian nasional ke dalam proses globalisasi dapat mengambil manfaat sebesar-besarnya dan sekaligus dapat meminimalkan dampak negatif yang muncul.
Secara internal, tantangan tersebut dihadapkan pada situasi pertambahan penduduk nasional yang masih relatif tinggi dan rasio penduduk usia produktif yang diperkirakan mencapai tingkat maksimal (sekitar 50 persen dari total penduduk) pada periode tahun 2020–2030. Dalam periode tersebut, angkatan kerja diperkirakan meningkat hampir dua kali lipat jumlahnya dari kondisi saat ini. Dengan komposisi pendidikan angkatan kerja yang pada tahun 2004 sekitar 50 persen berpendidikan setingkat SD, dalam 20 tahun ke depan komposisi pendidikan angkatan kerja diperkirakan akan didominasi oleh angkatan kerja yang berpendidikan setingkat SMP sampai dengan SMU. Dengan demikian, kapasitas perekonomian pada masa depan dituntut untuk mampu tumbuh dan berkembang agar mampu menyediakan tambahan lapangan kerja yang layak.
Tantangan internal yang penting lainnya adalah terlalu teraglomerasinya aktivitas perekonomian di pulau Jawa yang melebihi daya dukung optimal lingkungan hidupnya. Pada masa yang akan datang, perekonomian juga dituntut untuk mampu berkembang secara lebih proporsional di seluruh wilayah tanah air dengan mendorong perkembangan ekonomi di luar pulau Jawa, dalam rangka pemerataan pembangunan untuk mengurangi kesenjangan regional. Selain akan bermanfaat untuk menjaga keseimbangan lingkungan, terutama di pulau Jawa, hal tersebut juga akan berguna untuk memperkuat perekonomian domestik yang ditunjukkan oleh diversifikasi perekonomian sekaligus perbaikan di dalam kesempatan kerja dan berusaha sehingga pada gilirannya akan meningkatkan pemerataan pendapatan masyarakat secara nasional.
Kemajuan ekonomi perlu didukung oleh kemampuan suatu bangsa di dalam mengembangkan potensi dirinya untuk mewujudkan kemandirian. Kepentingan utama dalam pembangunan tersebut adalah mempertahankan kedaulatan perekonomian serta mengurangi ketergantungan ekonomi dari pengaruh luar, tetapi tetap berdaya saing. Dengan pemahaman itu, tantangan utama kemajuan ekonomi adalah mengembangkan aktivitas perekonomian yang didukung oleh penguasaan dan penerapan teknologi serta peningkatan produktivitas SDM, mengembangkan kelembagaan ekonomi yang efisien yang menerapkan praktik-praktik terbaik dan prinsip- prinsip pemerintahan yang baik, serta menjamin ketersediaan kebutuhan dasar dalam negeri.
Pemecahan masalah kemiskinan perlu didasarkan pada pemahaman suara masyarakat miskin dan adanya penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak dasar rakyat secara bertahap, yaitu hak sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Tantangan yang dihadapi, antara lain, yaitu kurangnya pemahaman terhadap hak-hak dasar masyarakat miskin, kurangnya keberpihakan dalam perencanaan dan penganggaran, lemahnya sinergi dan koordinasi kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, rendahnya partisipasi dan terbatasnya akses masyarakat miskin terutama perempuan dalam pengambilan keputusan baik dalam keluarga maupun masyarakat, serta keterbatasan pemahaman dalam mengembangkan potensi daerah berpenduduk miskin padahal investasi daerah miskin di pedesaan dan daerah kumuh perkotaan dalam bukti empiris dapat menghasilkan atau mengembangkan potensi bagi sentra kegiatan ekonomi. C. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Persaingan yang makin tinggi pada masa yang akan datang menuntut peningkatan kemampuan dalam penguasaan dan penerapan iptek dalam rangka menghadapi perkembangan global menuju ekonomi berbasis pengetahuan. Dalam rangka meningkatkan kemampuan iptek nasional, tantangan yang dihadapi adalah meningkatkan kontribusi iptek untuk meningkatkan kemampuan dalam memenuhi hajat hidup bangsa; menciptakan rasa aman; memenuhi kebutuhan kesehatan dasar, energi, dan pangan; memperkuat sinergi kebijakan iptek dengan kebijakan sektor lain; mengembangkan budaya iptek di kalangan masyarakat; meningkatkan komitmen bangsa terhadap pengembangan iptek; mengatasi degradasi fungsi lingkungan; mengantisipasi dan menanggulangi bencana alam; serta meningkatkan ketersediaan dan kualitas sumber daya iptek, baik SDM, sarana dan prasarana, maupun pembiayaan iptek. D. Sarana dan Prasarana 1. Pemenuhan kebutuhan penyediaan air baku di berbagai sektor kehidupan menghadapi tantangan utama, yaitu meningkatkan pasokan air baku yang ditempuh melalui pengembangan prasarana penampung air yang dapat dikelola bersama oleh masyarakat. Selain itu, pengembangan sarana dan prasarana pengendali daya rusak air harus mampu mengantisipasi perkembangan daerah-daerah permukiman dan industri baru. Intervensi sarana dan prasarana juga perlu dilakukan untuk mengurangi laju sedimentasi sejalan dengan upaya-upaya konservasi dan reboisasi terutama dengan mengembangkan bangunan-bangunan pengendali sedimen yang dapat dikelola oleh masyarakat. Pengelolaan jaringan irigasi belum diselenggarakan dengan pengutamaan peran masyarakat petani dengan dukungan penuh dari pemerintah dan pihak pengguna air irigasi. Peningkatan kemampuan kelembagaan pengelola sarana dan prasarana sumber daya air harus terus dikembangkan sesuai prinsip-prinsip pengelolaan sumber daya air terpadu ( integrated water resources management ). Upaya mempertahankan kondisi kualitas air yang ada serta pemulihan terhadap kualitas air yang telah tercemar diwujudkan melalui pendekatan pengelolaan lingkungan hidup dan penerapan teknologi.
Tantangan yang dihadapi oleh sektor transportasi pada masa yang akan datang adalah mengembangkan sistem transportasi nasional yang efisien dan efektif, terjangkau, ramah lingkungan, dan berkelanjutan. Untuk itu diperlukan peningkatan transportasi yang terpadu antarmoda dan intramoda serta selaras dengan pengembangan wilayah, mewujudkan pelayanan transportasi yang mendukung pembangunan ekonomi sosial dan budaya, serta mendukung kesatuan dan persatuan NKRI dan perwujudan negara kepulauan. Tantangan utama dalam rangka meningkatkan kapasitas sumber daya agar dapat melaksanakan pembangunan transportasi nasional adalah meningkatkan kapasitas kelembagaan dan peraturan yang kondusif, meningkatkan iklim kompetisi yang sehat, meningkatkan peran serta negara, swasta, dan masyarakat dalam pelayanan tranportasi publik, mengembangkan alternatif pembiayaan dan investasi, dan mengembangkan kapasitas sumber daya manusia dan teknologi transportasi yang tepat guna, hemat energi, dan ramah lingkungan.
Globalisasi, kemajuan teknologi, dan tuntutan kebutuhan masyarakat yang makin meningkat untuk mendapatkan akses informasi menuntut adanya penyempurnaan dalam hal penyelenggaraan pembangunan pos dan telematika. Oleh karena itu, perlu adanya integrasi antara pendidikan dengan teknologi informasi serta sektor-sektor strategis lainnya. Walaupun pembangunan pos dan telematika saat ini telah mengalami berbagai kemajuan, informasi masih merupakan barang yang dianggap mewah dan hanya dapat diakses dan dimiliki oleh sebagian kecil masyarakat. Oleh sebab itu, tantangan utama yang dihadapi dalam sektor itu adalah meningkatkan penyebaran dan pemanfaatan arus informasi dan teledensitas pelayanan pos dan telematika masyarakat pengguna jasa. Tantangan lainnya adalah konvergensi teknologi informasi dan komunikasi yang menghilangkan sekat antara telekomunikasi, teknologi informasi dan penyiaran, pendidikan dan etika moral.
Tantangan utama yang dihadapi dalam sektor energi adalah meningkatkan keandalan pasokan energi, sarana dan prasarana, serta proses dan penyalurannya untuk keperluan domestik karena belum ada kebijakan tarif lokal untuk memenuhi kebutuhan berbagai jenis energi serta sarana dan prasarananya. Di samping itu, lokasi sumber daya energi yang potensial yang sebagian besar berada di luar pulau Jawa, selama ini pengembangannya terbatas hanya untuk menyalurkan energi konvensional dari lokasi sumber daya ke pusat permintaan energi, sedangkan sarana dan prasarana energi lainnya terutama energi terbarukan masih sangat tertinggal.
Tantangan yang dihadapi untuk memenuhi kebutuhan hunian bagi masyarakat dan mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh, adalah (a) melakukan reformasi secara serentak, khususnya yang berkaitan dengan perpajakan, retribusi/biaya perizinan daerah, pertanahan dan tata ruang, sebagai upaya untuk menekan dan mengurangi harga rumah sehingga dapat meningkatkan kemampuan daya beli masyarakat; (b) menyempurnakan pola subsidi sektor perumahan yang tepat sasaran, transparan, akuntabel, dan pasti, khususnya subsidi bagi masyarakat berpendapatan rendah; (c) mendorong adanya insentif perpajakan kepada dunia usaha agar berpartisipasi secara langsung dalam penyediaan perumahan; dan (d) melakukan penguatan swadaya masyarakat dalam pembangunan rumah melalui pemberian fasilitas kredit mikro perumahan, fasilitasi untuk pemberdayaan masyarakat, dan bantuan teknis kepada kelompok masyarakat yang berswadaya dalam pembangunan rumah. Dengan demikian, penyediaan perumahan dapat diselenggarakan dengan tidak hanya mempertimbangkan kemampuan daya beli masyarakat, melainkan juga melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.
Dengan makin terbatasnya sumber dana yang dapat dimobilisasi oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pembangunan sarana dan prasarana, anggaran pemerintah akan lebih difokuskan pada penyediaan sarana dan prasarana yang secara ekonomi dan sosial bermanfaat, tetapi secara finansial kurang layak. Untuk proyek sarana dan prasarana yang layak secara finansial akan dibangun dengan memanfaatkan dana-dana masyarakat dan membuka peluang kerja sama dengan badan usaha, terutama swasta dalam rangka penyelenggaraan pembangunan sarana dan prasarana. Hal itu, merupakan tantangan yang menuntut dilakukannya berbagai penyempurnaan aturan main, terutama yang berkaitan dengan struktur industri penyediaan sarana dan prasarana serta pentingnya reformasi di sektor keuangan guna memfasilitasi kebutuhan akan dana- dana jangka panjang masyarakat yang tersimpan di berbagai lembaga keuangan. E. Politik 1. Tantangan terberat dalam kurun waktu 20 tahun mendatang dalam pembangunan politik adalah menjaga proses konsolidasi demokrasi secara berkelanjutan. Dalam menjaga momentum demokrasi tersebut, tantangan yang akan dihadapi adalah melaksanakan reformasi struktur politik, menyempurnakan proses politik, dan mengembangkan budaya politik yang lebih demokratis agar demokrasi berjalan bersamaan dan berkelanjutan sehingga sasaran tercapainya demokrasi yang bersifat prosedural dan substansial dapat tercapai. Tantangan lain yang dihadapi untuk menjaga konsolidasi demokrasi adalah perlunya menyepakati pentingnya konstitusi yang lebih demokratis. Proses perubahan yang sudah berlangsung 4 (empat) kali masih menyisakan berbagai persoalan ketidaksempurnaan dalam hal filosofi maupun substansi konstitusional, terutama dalam kaitannya dengan pelembagaan dan penerapan nilai-nilai demokrasi secara luas.
Konsolidasi demokrasi memerlukan dukungan seluruh masyarakat Indonesia yang bersatu padu dalam wadah NKRI. Tantangan utamanya adalah meneguhkan kembali makna penting persatuan nasional dengan memerhatikan berbagai keanekaragaman latar belakang dan kondisi. Hal itu meliputi aspek desentralisasi, keadilan sosial, serta sensitif politik yang belum tuntas penyelesaiannya, seperti masalah federalisme, masalah pemberlakuan syariat Islam, dan masalah hubungan negara dan agama. Tantangan lain dalam melaksanakan konsolidasi demokrasi adalah melaksanakan rekonsiliasi nasional untuk menyelesaikan dan menuntaskan persoalan-persoalan yang masih mengganjal pada masa yang lalu, seperti pelanggaran HAM berat dan tindakan-tindakan kejahatan politik yang dilakukan atas nama negara. Terkait dengan telah dirumuskannya format hubungan pusat dan daerah yang baru, tantangan ke depan adalah menciptakan hubungan pusat dengan daerah yang benar-benar mampu memadukan kepentingan dalam upaya memperkuat ikatan NKRI dan tetap menjaga berkembangnya iklim demokrasi hingga ke tingkat lokal atau dinamika di berbagai daerah 3. Tantangan lain untuk menjaga konsolidasi demokrasi adalah perlunya mereformasi birokrasi sipil dan TNI-Polri. Konsolidasi demokrasi memerlukan pelaksana kebijakan yang reformis di dalam pemerintahan dan memerlukan dukungan birokrasi yang memenuhi syarat profesionalisme, kredibilitas dan kapasitas, serta efisiensi dan efektivitas. Di samping itu, salah satu tantangan demokrasi terbesar adalah masih belum kuatnya masyarakat sipil, baik dari segi ekonomi maupun pendidikan. Oleh karena itu, dalam kurun waktu dua puluh tahun ke depan, pendidikan politik akan merupakan alat transformasi sosial menuju demokrasi. Masyarakat sipil yang kuat sangat tergantung kepada kapasitas masyarakat dalam merespon dan memahami dinamika pasar global dan pasar dalam negeri serta saling berinteraksi antara negara, masyarakat sipil, dan pasar dalam mewujudkan negara yang demokratis. Tantangan lain untuk menjaga proses konsolidasi demokrasi adalah mendorong terbangunnya partai politik yang mandiri dan memiliki kapasitas untuk melaksanakan pendidikan politik rakyat, mengagregasi dan menyalurkan aspirasi politik rakyat, serta menyeleksi pimpinan politik yang akan mengelola penyelenggaraan negara secara profesional.
Konsolidasi demokrasi akan dihadapkan pula pada tantangan bagaimana melembagakan kebebasan pers/media massa. Akses masyarakat terhadap informasi yang bebas dan terbuka, dalam banyak hal, akan lebih memudahkan kontrol atas pemenuhan kepentingan publik. Peran media massa yang bebas sangat menentukan dalam proses menemukan, mencegah, mempublikasikan berbagai bentuk penyelewengan kekuasaan dan korupsi. Tantangan lain adalah mengatasi berbagai dampak negatif perkembangan industri pers yang cenderung berpihak pada kepentingan kapitalis dan bukan mengedepankan kepentingan masyarakat luas. Keseluruhan upaya tersebut berada dalam konteks menempatkan peranan pers sebagai salah satu pilar dari perkembangan demokrasi suatu negara.
Berkenaan dengan hubungan luar negeri, tantangan dalam dua puluh tahun mendatang adalah menempatkan posisi Indonesia secara tepat atas isi-isu global dengan memanfaatkan posisi strategis Indonesia secara maksimal bagi kepentingan nasional dan merevitalisasi konsep identitas nasional dalam politik luar negeri. Selain itu, bersama negara-negara berkembang lainnya, diplomasi Indonesia juga perlu terus mendorong ke arah terciptanya tatanan ekonomi dunia yang lebih adil, meningkatnya dukungan dan peran berbagai pelaku dalam menyelenggarakan hubungan luar negeri, dan terlaksananya hubungan politik luar negeri dan diplomasi Indonesia. Sikap Pelaksanaan politik luar negeri RI yang bebas dan aktif ditujukan pula untuk mendukung upaya memperkuat peranan kelembagaan regional, terutama untuk memperjuangkan kepentingan negara-negara berkembang pada tingkat regional. Tantangan lain yang dihadapi adalah melaksanakan strategi yang tepat dalam menghadapi potensi konflik teritorial dengan negara-negara tetangga melalui upaya untuk menindaklanjuti United Nations Convention on Law of the Sea (UNCLOS) 1982 yang merupakan salah satu langkah strategis, baik dalam konteks penguatan perlindungan terhadap kedaulatan wilayah dari segi hukum internasional maupun pemanfaatan nilai-nilai ekonomi karena Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Di samping itu, kecenderungan-kecenderungan unilateralisme ke depan akan dapat menyebabkan lumpuhnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai institusi utama dalam diplomasi multilateral untuk menegakkan perdamaian dan keamanan internasional. Untuk menghindari hal tersebut, Indonesia perlu ikut menyuarakan dan memperjuangkan makna penting multilateralisme secara global dengan mengedepankan perlunya reformasi dan demokratisasi PBB menjadi tantangan yang harus diwujudkan secara konsisten dan berkelanjutan. F. Pertahanan Keamanan 1. Perubahan geopolitik internasional yang ditandai dengan memudarnya prinsip multilateralisme dan menguatnya pendekatan unilateralisme yang berdampak pada berkembangnya doktrin pertahanan pre-emptive strike akan mengubah sama sekali tataran politik internasional dan dapat menembus batas-batas yurisdiksi sebuah negara di luar kewajaran hukum internasional yang berlaku saat ini. Selain itu, menguatnya kemampuan militer negara tetangga yang secara signifikan melebihi kemampuan pertahanan Republik Indonesia telah melemahkan posisi tawar dalam ajang diplomasi internasional. Oleh karena itu, salah satu tantangan utama pembangunan kemampuan pertahanan dan keamanan yang harus diatasi pada masa mendatang adalah membangun kekuatan pertahanan yang melampaui kekuatan pertahanan minimal, sehingga disegani di kawasan regional dan internasional.
Potensi dan ancaman konflik berintensitas rendah yang didukung dengan perkembangan metode dan alat teknologi tinggi diperkirakan akan makin meningkat pada masa mendatang. Potensi dan ancaman tersebut adalah terorisme, konflik komunal, kejahatan transnasional, kejahatan terhadap kekayaan negara terutama di wilayah yurisdiksi laut Indonesia dan wilayah perbatasan, serta berkembangnya variasi tindak kriminal konvensional. Tantangan lain dalam pembangunan pertahanan dan keamanan adalah meningkatkan profesionalisme Polri seiring dengan peningkatan kesejahteraan anggotanya agar mampu melindungi dan mengayomi masyarakat, mencegah tindak kejahatan, menuntaskan tindak kriminalitas, serta meningkatkan profesionalisme TNI seiring dengan peningkatan kesejahteraan prajurit serta penguatan kapasitas lembaga intelijen dan kontra intelijen dalam rangka menciptakan keamanan nasional.
Ancaman dan gangguan bagi kedaulatan negara, keselamatan bangsa, dan keutuhan wilayah sangat terkait dengan bentang dan posisi geografis yang sangat strategis, kekayaan alam yang melimpah, serta belum tuntasnya pembangunan karakter dan kebangsaan, terutama pemahaman mengenai masalah multikulturalisme yang dapat berdampak pada munculnya gerakan separatisme dan konflik horizontal. Sementara itu, kemampuan pertahanan dan keamanan saat ini dihadapkan pada situasi kekurangan jumlah dan ketidaksiapan alutsista dan alat utama lainnya yang jika tidak dilakukan upaya percepatan penggantian, peningkatan, dan penguatan akan menyulitkan penegakkan kedaulatan negara, penyelamatan bangsa, dan penjagaan keutuhan wilayah di masa mendatang. Keadaan tersebut diperburuk oleh terjadinya kelemahan sistemik komponen cadangan dan pendukung pertahanan yang merupakan prasyarat berfungsinya sistem pertahanan semesta. Oleh karena itu, tantangan yang juga harus diatasi untuk membangun kemampuan pertahanan dan keamanan adalah meningkatkan jumlah dan kondisi alutsista TNI untuk mencapai kekuatan yang melampaui kekuatan pertahanan minimal; mengembangkan alat utama Polri, lembaga intelijen, dan kontra intelijen sesuai dengan kemajuan teknologi; dan meningkatkan kesiapan komponen cadangan dan pendukung pertahanan termasuk membangun kemampuan industri pertahanan nasional. Upaya lebih lanjut dalam pengembangan industri pertahanan nasional memerlukan dukungan berbagai kalangan agar dapat menciptakan kemandirian alutsista TNI dan alat utama (alut) Polri yang dibarengi dengan penataan lebih lanjut pola interaksi antara TNI dan Polri terkait dengan pelaksanaan tugas dan wewenangnya masing-masing.
Upaya memodernkan alutsista TNI secara bertahap terhambat oleh embargo yang dilakukan oleh beberapa negara. Kondisi itu diperparah dengan relatif rendahnya upaya pemanfaatan industri nasional dalam memenuhi kebutuhan peralatan pertahanan dan keamanan. Ketidaksesuaian di antara kebutuhan peralatan di satu sisi serta kemampuan teknis dan finansial industri nasional di sisi lain juga merupakan salah satu penyebab ketertinggalan dan ketergantungan peralatan pertahanan dan keamanan terhadap negara lain. Dengan demikian, untuk mewujudkan kemandirian dalam pembangunan pertahanan dan keamanan diperlukan industri pertahanan dan keamanan nasional yang tangguh. G. Hukum dan Aparatur 1. Tantangan ke depan di dalam mewujudkan sistem hukum nasional yang mantap adalah mewujudkan sistem hukum nasional yang menjamin tegaknya supremasi hukum dan HAM berdasarkan keadilan dan kebenaran.
Saat ini birokrasi belum mengalami perubahan mendasar. Banyak permasalahan belum terselesaikan. Permasalahan itu makin meningkat kompleksitasnya dengan desentralisasi, demokratisasi, globalisasi, dan revolusi teknologi informasi. Proses demokratisasi yang dijalankan telah membuat rakyat makin sadar akan hak dan tanggung jawabnya. Untuk itu, partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan negara termasuk dalam pengawasan terhadap birokrasi perlu terus dibangun dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang baik. Tingkat partisipasi masyarakat yang rendah akan membuat aparatur negara tidak dapat menghasilkan kebijakan pembangunan yang tepat. Kesiapan aparatur negara dalam mengantisipasi proses demokratisasi perlu dicermati agar mampu memberikan pelayanan yang dapat memenuhi aspek transparansi, akuntabilitas, dan kualitas yang prima dari kinerja organisasi publik. Globalisasi juga membawa perubahan yang mendasar pada sistem dan mekanisme pemerintahan. Revolusi teknologi dan informasi (TI) akan mempengaruhi terjadinya perubahan manajemen penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Pemanfaatan TI dalam bentuk e-government, e-procurement, e-business dan cyber law selain akan menghasilkan pelayanan publik yang lebih cepat, lebih baik, dan lebih murah, juga akan meningkatkan diterapkannya prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik. H. Wilayah dan Tata Ruang 1. Pengaturan tata ruang sesuai peruntukan merupakan tantangan pada masa yang akan datang yang harus dihadapi untuk mengatasi krisis tata ruang yang telah terjadi. Untuk itu diperlukan penataan ruang yang baik dan berada dalam satu sistem yang menjamin konsistensi antara perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian tata ruang. Penataan ruang yang baik diperlukan bagi (a) arahan lokasi kegiatan, (b) batasan kemampuan lahan, termasuk di dalamnya adalah daya dukung lingkungan dan kerentanan terhadap bencana alam, (c) efisiensi dan sinkronisasi pemanfaatan ruang dalam rangka penyelenggaraan berbagai kegiatan. Penataan ruang yang baik juga harus didukung dengan regulasi tata ruang yang searah, dalam arti tidak saling bertabrakan antarsektor, dengan tetap memerhatikan keberlanjutan dan daya dukung lingkungan, serta kerentanan wilayah terhadap terjadinya bencana.
Pengurangan kesenjangan pembangunan antarwilayah perlu dilakukan tidak hanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia, tetapi juga untuk menjaga stabilitas dan kesatuan nasional. Tujuan penting dan mendasar yang akan dicapai untuk mengurangi kesenjangan antarwilayah bukan untuk memeratakan pembangunan fisik di setiap daerah, terutama untuk mengurangi kesenjangan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat, baik di masing- masing daerah maupun antardaerah. Dalam kaitan itu, perlu diperhatikan pemanfaatan potensi dan peluang dari keunggulan sumber daya alam kelautan yang selama ini belum optimal sebagai satu kesatuan pengelolaan sumber daya alam di dalam setiap wilayah.
Sementara itu, dari sisi eksternal secara pasti persaingan global akan semakin kuat berpengaruh pada pembangunan nasional pada masa yang akan datang. Perekonomian nasional akan menjadi lebih terbuka sehingga secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan daerah-daerah di Indonesia. Sejak tahun 2003, AFTA telah diberlakukan secara bertahap di lingkup negara-negara ASEAN, dan perdagangan bebas akan berlangsung sepenuhnya mulai tahun 2008. Selanjutnya, mulai tahun 2010 perdagangan bebas di seluruh wilayah Asia Pasifik akan dilaksanakan. Dalam kaitan itu, tantangan bagi daerah-daerah ialah menyiapkan diri menghadapi pasar global untuk mendapatkan keuntungan secara maksimal sekaligus mengurangi kerugian dari persaingan global melalui pengelolaan sumber daya yang efisien dan efektif. Oleh karena itu, tantangannya ialah memanfaatkan potensi dan peluang keunggulan di masing-masing daerah dalam rangka mendukung daya saing nasional sekaligus meminimalkan dampak negatif globalisasi. I. Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup 1. Dengan menelaah kondisi sumber daya alam dan lingkungan hidup saat ini, apabila tidak diantisipasi dengan kebijakan dan tindakan yang tepat akan dihadapkan pada tiga ancaman, yaitu krisis pangan, krisis air, dan krisis energi. Ketiga krisis itu menjadi tantangan nasional jangka panjang yang perlu diwaspadai agar tidak menimbulkan dampak buruk bagi kehidupan masyarakat dan bangsa, yaitu terancamnya persatuan bangsa, meningkatnya semangat separatisme, dan menurunnya kesehatan masyarakat. Meningkatnya jumlah penduduk yang pesat menyebabkan kemampuan penyediaan pangan semakin terbatas. Hal itu disebabkan oleh meningkatnya konversi lahan sawah dan lahan pertanian produktif lainnya, rendahnya peningkatan produktivitas hasil pertanian, dan menurunnya kondisi jaringan irigasi dan prasarana irigasi. Selain itu, praktik pertanian konvensional mengancam kelestarian sumber daya alam dan keberlanjutan sistem produksi pertanian. Di lain pihak, bertambahnya kebutuhan lahan pertanian dan penggunaan lainnya akan mengancam keberadaan hutan dan terganggunya keseimbangan tata air. Memburuknya kondisi hutan akibat deforestasi yang meningkat pesat dan memburuknya penutupan lahan di wilayah hulu daerah aliran sungai menyebabkan menurunnya ketersediaan air yang mengancam turunnya debit air waduk dan sungai pada musim kemarau serta berkurangnya pasokan air untuk pertanian dan pengoperasian pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Sementara itu, kelangkaan ketersediaan energi tak terbarukan juga terus terjadi karena pola konsumsi energi masih menunjukkan ketergantungan pada sumber energi tak terbarukan. Tantangan utama dalam penyediaan energi adalah meningkatkan kemampuan produksi minyak dan gas bumi yang sekaligus memperbesar penerimaan devisa, memperbanyak infrastruktur energi untuk memudahkan layanan kepada masyarakat, serta mengurangi ketergantungan terhadap minyak dan meningkatkan kontribusi gas, batubara, serta energi terbarukan seperti biogas, biomassa, panas bumi ( geothermal ), energi matahari, arus laut, dan tenaga angin. Selain itu, terdapat kemungkinan pengembangan energi tenaga nuklir yang memerlukan penelitian mendalam tentang keamanan teknologi yang digunakan, lokasi geografis, dan risiko yang mungkin akan dihadapi.
Kemajuan dapat diperoleh dengan memanfaatkan (a) sumber daya alam daratan (seperti hutan, tambang, dan lahan untuk budidaya yang cakupannya dibatasi oleh wilayah kedaulatan negara) dan (b) sumber daya kelautan, yang tersebar di wilayah laut teritorial, zona ekonomi ekslusif sampai dengan 200 mil laut dan hak pengelolaan di wilayah laut lepas yang jaraknya dapat lebih dari 200 mil laut. Mengoptimalkan pendayagunaan sumber daya kelautan untuk perhubungan laut, perikanan, pariwisata, pertambangan, industri maritim, bangunan laut, dan jasa kelautan menjadi tantangan yang perlu dipersiapkan agar dapat menjadi tumpuan masa depan bangsa. Sumbangan sumber daya kelautan terhadap perekonomian nasional yang cukup besar merupakan urutan kedua setelah jasa-jasa. Bahkan, terdapat kecenderungan daya saing industri pada saat ini telah bergeser ke arah industri berbasis kelautan. Pembangunan kelautan pada masa mendatang memerlukan dukungan politik dan pemihakan yang nyata dari seluruh pemangku kepentingan, yang tentunya menjadi tantangan seluruh komponen bangsa.
Meningkatnya kasus pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh laju pertumbuhan penduduk yang terkonsentrasi di wilayah perkotaan, perubahan gaya hidup yang konsumtif, serta rendahnya kesadaran masyarakat perlu ditangani secara berkelanjutan. Kemajuan transportasi dan industrialisasi, pencemaran sungai dan tanah oleh industri, pertanian, dan rumah tangga memberi dampak negatif yang mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan sistem lingkungan secara keseluruhan dalam menyangga kehidupan manusia. Keberlanjutan pembangunan dalam jangka panjang juga menghadapi tantangan akan adanya perubahan iklim dan pemanasan global yang berdampak pada aktivitas dan kehidupan manusia. Sementara itu, pemanfaatan keanekaragaman hayati belum berkembang sebagaimana mestinya. Pengembangan nilai tambah kekayaan keanekaragaman hayati dapat menjadi alternatif sumber daya pembangunan yang dapat dinikmati, baik oleh generasi sekarang maupun mendatang, sehingga memerlukan berbagai penelitian, perlindungan, dan pemanfaatan secara lestari selain upaya ke arah pematenan (hak atas kekayaan intelektual/HAKI). Oleh karena itu, penyelamatan ekosistem beserta flora-fauna di dalamnya menjadi bagian integral dalam membangun daya saing Indonesia. II.3 MODAL DASAR Modal dasar pembangunan nasional adalah seluruh sumber kekuatan nasional, baik yang efektif maupun potensial, yang dimiliki dan didayagunakan bangsa Indonesia dalam pembangunan nasional.
Wilayah Indonesia, yang dideklarasikan pada tanggal 13 Desember 1957 dan diterima menjadi bagian dari hukum laut internasional (UNCLOS, 1982), menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan dengan wilayah laut terluas, jumlah pulau terbanyak, dan pantai terpanjang kedua di dunia. Letak geografis Indonesia yang berada di khatulistiwa serta di antara dua benua dan dua samudera sangat strategis bagi hubungan antarbangsa di dunia. Wilayah Indonesia yang seperti itu sangat penting disadari karena merupakan kekuatan sekaligus kelemahan dan memberikan peluang serta ancaman yang menjadi basis bagi kebijakan pembangunan di berbagai bidang, baik di bidang sosial dan budaya, ekonomi industri, wilayah, lingkungan hidup, pertahanan keamanan, maupun hukum dan aparatur negara.
Kekayaan alam dan keanekaragaman hayati yang terdapat di darat, laut, udara dan dirgantara terbatas jumlahnya sehingga pendayagunaannya harus dilakukan secara bertanggungjawab untuk kemakmuran rakyat.
Penduduk dalam jumlah besar dengan budaya sangat beragam merupakan sumber daya potensial dan produktif bagi pembangunan nasional.
Perkembangan politik yang telah melalui tahap awal reformasi telah memberikan perubahan yang mendasar bagi demokratisasi di bidang politik dan ekonomi serta desentralisasi di bidang pemerintahan dan pengelolaan pembangunan. BAB III VISI DAN MISI PEMBANGUNAN NASIONAL TAHUN 2005–2025 Berdasarkan kondisi bangsa Indonesia saat ini, tantangan yang dihadapi dalam 20 tahunan mendatang dengan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dan amanat pembangunan yang tercantum dalam Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, visi pembangunan nasional tahun 2005–2025 adalah: Visi pembangunan nasional tahun 2005–2025 itu mengarah pada pencapaian tujuan nasional, seperti tertuang dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Visi pembangunan nasional tersebut harus dapat diukur untuk dapat mengetahui tingkat kemandirian, kemajuan, keadilan dan kemakmuran yang ingin dicapai. Kemandirian adalah hakikat dari kemerdekaan, yaitu hak setiap bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri dan menentukan apa yang terbaik bagi diri bangsanya. Oleh karena itu, pembangunan, sebagai usaha untuk mengisi kemerdekaan, haruslah pula merupakan upaya membangun kemandirian. Kemandirian bukanlah kemandirian dalam keterisolasian. Kemandirian mengenal adanya kondisi saling ketergantungan yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan bermasyarakat, baik dalam suatu negara maupun bangsa. Terlebih lagi dalam era globalisasi dan perdagangan bebas ketergantungan antarbangsa semakin kuat. Kemandirian yang demikian adalah paham yang proaktif dan bukan reaktif atau defensif. Kemandirian merupakan konsep yang dinamis karena mengenali bahwa kehidupan dan kondisi saling ketergantungan senantiasa berubah, baik konstelasinya, perimbangannya, maupun nilai-nilai yang mendasari dan mempengaruhinya. Bangsa mandiri adalah bangsa yang mampu mewujudkan kehidupan sejajar dan sederajat dengan bangsa lain yang telah maju dengan mengandalkan pada kemampuan dan kekuatan sendiri. Oleh karena itu, untuk membangun kemandirian, mutlak harus dibangun kemajuan ekonomi. Kemampuan untuk berdaya saing menjadi kunci untuk mencapai kemajuan sekaligus kemandirian. Kemandirian suatu bangsa tercermin, antara lain, pada ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu memenuhi tuntutan kebutuhan dan kemajuan pembangunannya; kemandirian aparatur pemerintah dan aparatur penegak hukum dalam menjalankan tugasnya; ketergantungan pembiayaan pembangunan yang bersumber dari dalam negeri yang makin kokoh sehingga ketergantungan kepada sumber dari luar negeri menjadi kecil; dan kemampuan memenuhi sendiri kebutuhan pokok. Apabila karena sumber daya alam tidak lagi memungkinkan, kelemahan itu diimbangi dengan keunggulan lain sehingga tidak membuat ketergantungan dan kerawanan serta mempunyai daya tahan tinggi terhadap perkembangan dan gejolak ekonomi dunia. Secara lebih mendasar lagi, kemandirian sesungguhnya mencerminkan sikap seseorang atau sebuah bangsa mengenai dirinya, masyarakatnya, serta semangatnya dalam menghadapi tantangan-tantangan. Karena menyangkut sikap, kemandirian pada dasarnya adalah masalah budaya dalam arti seluas- luasnya. Sikap kemandirian harus dicerminkan dalam setiap aspek kehidupan, baik hukum, ekonomi, politik, sosial budaya, maupun pertahanan keamanan. Tingkat kemajuan suatu bangsa dinilai berdasarkan berbagai ukuran. Ditinjau dari indikator sosial, tingkat kemajuan suatu negara diukur dari kualitas sumber daya manusianya. Suatu bangsa dikatakan makin maju apabila sumber daya manusianya memiliki kepribadian bangsa, berakhlak mulia, dan berkualitas pendidikan yang tinggi. Tingginya kualitas pendidikan penduduknya ditandai oleh makin menurunnya tingkat pendidikan terendah serta meningkatnya partisipasi pendidikan dan jumlah tenaga ahli serta profesional yang dihasilkan oleh sistem pendidikan. Kemajuan suatu bangsa juga diukur berdasarkan indikator kependudukan, ada kaitan yang erat antara kemajuan suatu bangsa dengan laju pertumbuhan penduduk, termasuk derajat kesehatan . Bangsa yang sudah maju ditandai dengan laju pertumbuhan penduduk yang lebih kecil; angka harapan hidup yang lebih tinggi; dan kualitas pelayanan sosial yang lebih baik. Secara keseluruhan kualitas sumber daya manusia yang makin baik akan tercermin dalam produktivitas yang makin tinggi. Ditinjau dari tingkat perkembangan ekonomi, kemajuan suatu bangsa diukur dari tingkat kemakmurannya yang tercermin pada tingkat pendapatan dan pembagiannya. Tingginya pendapatan rata-rata dan ratanya pembagian ekonomi suatu bangsa menjadikan bangsa tersebut lebih makmur dan lebih maju. Negara yang maju pada umumnya adalah negara yang sektor industri dan sektor jasanya telah berkembang. Peran sektor industri manufaktur sebagai penggerak utama laju pertumbuhan makin meningkat, baik dalam segi penghasilan, sumbangan dalam penciptaan pendapatan nasional maupun dalam penyerapan tenaga kerja. Selain itu, dalam proses produksi berkembang keterpaduan antarsektor, terutama sektor industri, sektor pertanian, dan sektor-sektor jasa; serta pemanfaatan sumber alam yang bukan hanya ada pada pemanfaatan ruang daratan, tetapi juga ditransformasikan kepada pemanfaatan ruang kelautan secara rasional, efisien, dan berwawasan lingkungan, mengingat Indonesia sebagai negara kepulauan yang berciri nusantara. Lembaga dan pranata ekonomi telah tersusun, tertata, dan berfungsi dengan baik, sehingga mendukung perekonomian yang efisien dengan produktivitas yang tinggi. Negara yang maju umumnya adalah negara yang perekonomiannya stabil. Gejolak yang berasal dari dalam maupun luar negeri dapat diredam oleh ketahanan ekonominya. Selain memiliki berbagai indikator sosial ekonomi yang lebih baik, bangsa yang maju juga telah memiliki sistem dan kelembagaan politik, termasuk hukum yang mantap. Lembaga politik dan kemasyarakatan telah berfungsi berdasarkan aturan dasar, yaitu konstitusi yang ditetapkan oleh rakyatnya. Bangsa yang maju juga ditandai oleh adanya peran serta rakyat secara nyata dan efektif dalam segala aspek kehidupan, baik ekonomi, sosial, politik, maupun pertahanan dan keamanan. Dalam aspek politik, sejarah menunjukkan adanya keterkaitan erat antara kemajuan suatu bangsa dan sistem politik yang dianutnya. Bangsa yang maju pada umumnya menganut sistem demokrasi, yang sesuai dengan budaya dan latar belakang sejarahnya. Bangsa yang maju adalah bangsa yang hak-hak warganya, keamanannya, dan ketenteramannya terjamin dalam kehidupannya. Selain unsur-unsur tersebut, bangsa yang maju juga harus didukung dengan infrastruktur yang maju. Kemandirian dan kemajuan suatu bangsa tidak hanya dicerminkan oleh perkembangan ekonomi semata, tetapi mencakup aspek yang lebih luas. Kemandirian dan kemajuan juga tercermin dalam keseluruhan aspek kehidupan, dalam kelembagaan, pranata-pranata, dan nilai-nilai yang mendasari kehidupan politik dan sosial. Pembangunan bangsa Indonesia bukan hanya sebagai bangsa yang mandiri dan maju, melainkan juga bangsa yang adil dan makmur. Sebagai pelaksana dan penggerak pembangunan sekaligus objek pembangunan, rakyat mempunyai hak, baik dalam merencanakan, melaksanakan, maupun menikmati hasil pembangunan. Pembangunan haruslah dilaksanakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Oleh karena itu, masalah keadilan merupakan ciri yang menonjol pula dalam pembangunan nasional. Keadilan dan kemakmuran harus tercermin pada semua aspek kehidupan. Semua rakyat mempunyai kesempatan yang sama dalam meningkatkan taraf kehidupan; memperoleh lapangan pekerjaan; mendapatkan pelayanan sosial, pendidikan dan kesehatan; mengemukakan pendapat; melaksanakan hak politik; mengamankan dan mempertahankan negara; serta mendapatkan perlindungan dan kesamaan di depan hukum. Dengan demikian, bangsa adil berarti tidak ada diskriminasi dalam bentuk apapun, baik antarindividu, gender, maupun wilayah. Bangsa yang makmur adalah bangsa yang sudah terpenuhi seluruh kebutuhan hidupnya, sehingga dapat memberikan makna dan arti penting bagi bangsa-bangsa lain di dunia. Dalam mewujudkan visi pembangunan nasional tersebut ditempuh melalui 8 (delapan) misi pembangunan nasional sebagai berikut:
Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia , bermoral , beretika , berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila adalah memperkuat jati diri dan karakter bangsa melalui pendidikan yang bertujuan membentuk manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mematuhi aturan hukum, memelihara kerukunan internal dan antarumat beragama, melaksanakan interaksi antarbudaya, mengembangkan modal sosial, menerapkan nilai-nilai luhur budaya bangsa, dan memiliki kebanggaan sebagai bangsa Indonesia dalam rangka memantapkan landasan spiritual, moral, dan etika pembangunan bangsa.
Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing adalah mengedepankan pembangunan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing; meningkatkan penguasaan dan pemanfaatan iptek melalui penelitian, pengembangan, dan penerapan menuju inovasi secara berkelanjutan; membangun infrastruktur yang maju serta reformasi di bidang hukum dan aparatur negara; dan memperkuat perekonomian domestik berbasis keunggulan setiap wilayah menuju keunggulan kompetitif dengan membangun keterkaitan sistem produksi, distribusi, dan pelayanan termasuk pelayanan jasa dalam negeri.
Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum adalah memantapkan kelembagaan demokrasi yang lebih kokoh; memperkuat peran masyarakat sipil; memperkuat kualitas desentralisasi dan otonomi daerah; menjamin pengembangan media dan kebebasan media dalam mengomunikasikan kepentingan masyarakat; dan melakukan pembenahan struktur hukum dan meningkatkan budaya hukum dan menegakkan hukum secara adil, konsekuen, tidak diskriminatif, dan memihak pada rakyat kecil.
Mewujudkan Indonesia aman , damai , dan bersatu adalah membangun kekuatan TNI hingga melampui kekuatan esensial minimum serta disegani di kawasan regional dan internasional; memantapkan kemampuan dan meningkatkan profesionalisme Polri agar mampu melindungi dan mengayomi masyarakat; mencegah tindak kejahatan, dan menuntaskan tindak kriminalitas; membangun kapabilitas lembaga intelijen dan kontra- intelijen negara dalam penciptaan keamanan nasional; serta meningkatkan kesiapan komponen cadangan, komponen pendukung pertahanan dan kontribusi industri pertahanan nasional dalam sistem pertahanan semesta.
Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan adalah meningkatkan pembangunan daerah; mengurangi kesenjangan sosial secara menyeluruh, keberpihakan kepada masyarakat, kelompok dan wilayah/daerah yang masih lemah; menanggulangi kemiskinan dan pengangguran secara drastis; menyediakan akses yang sama bagi masyarakat terhadap berbagai pelayanan sosial serta sarana dan prasarana ekonomi; serta menghilangkan diskriminasi dalam berbagai aspek termasuk gender.
Mewujudkan Indonesia asri dan lestari adalah memperbaiki pengelolaan pelaksanaan pembangunan yang dapat menjaga keseimbangan antara pemanfaatan, keberlanjutan, keberadaan, dan kegunaan sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan tetap menjaga fungsi, daya dukung, dan kenyamanan dalam kehidupan pada masa kini dan masa depan, melalui pemanfaatan ruang yang serasi antara penggunaan untuk permukiman, kegiatan sosial ekonomi, dan upaya konservasi; meningkatkan pemanfaatan ekonomi sumber daya alam dan lingkungan yang berkesinambungan; memperbaiki pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk mendukung kualitas kehidupan; memberikan keindahan dan kenyamanan kehidupan; serta meningkatkan pemeliharaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai modal dasar pembangunan.
Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional adalah menumbuhkan wawasan bahari bagi masyarakat dan pemerintah agar pembangunan Indonesia berorientasi kelautan; meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang berwawasan kelautan melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan; mengelola wilayah laut nasional untuk mempertahankan kedaulatan dan kemakmuran; dan membangun ekonomi kelautan secara terpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber kekayaan laut secara berkelanjutan.
Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional adalah memantapkan diplomasi Indonesia dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional; melanjutkan komitmen Indonesia terhadap pembentukan identitas dan pemantapan integrasi internasional dan regional; dan mendorong kerja sama internasional, regional dan bilateral antarmasyarakat, antarkelompok, serta antarlembaga di berbagai bidang. BAB IV ARAH, TAHAPAN, DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG TAHUN 2005–2025 Tujuan pembangunan jangka panjang tahun 2005–2025 adalah mewujudkan bangsa yang maju, mandiri, dan adil sebagai landasan bagi tahap pembangunan berikutnya menuju masyarakat adil dan makmur dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945. Sebagai ukuran tercapainya Indonesia yang maju, mandiri, dan adil, pembangunan nasional dalam 20 tahun mendatang diarahkan pada pencapaian sasaran-sasaran pokok sebagai berikut. A. Terwujudnya masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab ditandai oleh hal-hal berikut:
Terwujudnya karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dan bermoral berdasarkan falsafah Pancasila yang dicirikan dengan watak dan perilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang beragam, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, dan berorientasi iptek.
Makin mantapnya budaya bangsa yang tercermin dalam meningkatnya peradaban, harkat, dan martabat manusia Indonesia, dan menguatnya jati diri dan kepribadian bangsa. B. Terwujudnya bangsa yang berdaya saing untuk mencapai masyarakat yang lebih makmur dan sejahtera ditunjukkan oleh hal-hal berikut:
Tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkesinambungan sehingga pendapatan perkapita pada tahun 2025 mencapai tingkat kesejahteraan setara dengan negara-negara berpenghasilan menengah, dengan tingkat pengangguran terbuka yang tidak lebih dari 5 persen dan jumlah penduduk miskin tidak lebih dari 5 persen.
Meningkatnya kualitas sumber daya manusia, termasuk peran perempuan dalam pembangunan. Secara umum peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia ditandai dengan meningkatnya indeks pembangunan manusia (IPM) dan indeks pembangunan gender (IPG), serta tercapainya penduduk tumbuh seimbang.
Terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai wilayah Indonesia. Sektor pertanian, dalam arti luas, dan pertambangan menjadi basis aktivitas ekonomi yang dikelola secara efisien sehingga menghasilkan komoditi berkualitas, industri manufaktur yang berdaya saing global, motor penggerak perekonomian, serta jasa yang perannya meningkat dengan kualitas pelayanan lebih bermutu dan berdaya saing.
Tersusunnya jaringan infrastruktur perhubungan yang andal dan terintegrasi satu sama lain. Terpenuhinya pasokan tenaga listrik yang andal dan efisien sesuai kebutuhan, termasuk hampir sepenuhnya elektrifikasi rumah tangga dan elektrifikasi perdesaan dapat terpenuhi. Terselenggaranya pelayanan pos dan telematika yang efisien dan modern guna terciptanya masyarakat informasi Indonesia. Terwujudnya konservasi sumber daya air yang mampu menjaga keberlanjutan fungsi sumber daya air.
Meningkatnya profesionalisme aparatur negara pusat dan daerah untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, bersih, berwibawa, dan bertanggung jawab, serta profesional yang mampu mendukung pembangunan nasional. C. Terwujudnya Indonesia yang demokratis , berlandaskan hukum dan berkeadilan ditunjukkan oleh hal-hal berikut:
Terciptanya supremasi hukum dan penegakkan hak-hak asasi manusia yang bersumber pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta tertatanya sistem hukum nasional yang mencerminkan kebenaran, keadilan, akomodatif, dan aspiratif. Terciptanya penegakan hukum tanpa memandang kedudukan, pangkat, dan jabatan seseorang demi supremasi hukum dan terciptanya penghormatan pada hak-hak asasi manusia.
Menciptakan landasan konstitusional untuk memperkuat kelembagaan demokrasi.
Memperkuat peran masyarakat sipil dan partai politik dalam kehidupan politik.
Memantapkan pelembagaan nilai-nilai demokrasi yang menitikberatkan pada prinsip-prinsip toleransi, non-diskriminasi, dan kemitraan.
Terwujudnya konsolidasi demokrasi pada berbagai aspek kehidupan politik yang dapat diukur dengan adanya pemerintah yang berdasarkan hukum, birokrasi yang professional dan netral, masyarakat sipil, masyarakat politik dan masyarakat ekonomi yang mandiri, serta adanya kemandirian nasional. D. Terwujudnya rasa aman dan damai bagi seluruh rakyat serta terjaganya keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kedaulatan negara dari ancaman baik dari dalam negeri maupun luar negeri ditandai oleh hal-hal berikut:
Terwujudnya keamanan nasional yang menjamin martabat kemanusiaan, keselamatan warga negara, dan keutuhan wilayah dari ancaman dan gangguan pertahanan dan keamanan, baik dari luar negeri maupun dari dalam negeri.
TNI yang profesional, komponen cadangan dan pendukung pertahanan yang kuat terutama bela negara masyarakat dengan dukungan industri pertahanan yang andal.
Polri yang profesional, partisipasi kuat masyarakat dalam bidang keamanan, intelijen, dan kontra intelijen yang efektif, serta mantapnya koordinasi antara institusi pertahanan dan keamanan. E. Terwujudnya pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan ditandai oleh hal-hal berikut:
Tingkat pembangunan yang makin merata ke seluruh wilayah diwujudkan dengan peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat, termasuk berkurangnya kesenjangan antarwilayah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kemandirian pangan dapat dipertahankan pada tingkat aman dan dalam kualitas gizi yang memadai serta tersedianya instrumen jaminan pangan untuk tingkat rumah tangga.
Terpenuhi kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat yang didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang yang berkelanjutan, efisien, dan akuntabel untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh.
Terwujudnya lingkungan perkotaan dan perdesaan yang sesuai dengan kehidupan yang baik, berkelanjutan, serta mampu memberikan nilai tambah bagi masyarakat. F. Terwujudnya Indonesia yang asri dan lestari ditandai oleh hal-hal berikut:
Membaiknya pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup yang dicerminkan oleh tetap terjaganya fungsi, daya dukung, dan kemampuan pemulihannya dalam mendukung kualitas kehidupan sosial dan ekonomi secara serasi, seimbang, dan lestari.
Terpeliharanya kekayaan keragaman jenis dan kekhasan sumber daya alam untuk mewujudkan nilai tambah, daya saing bangsa, serta modal pembangunan nasional.
Meningkatnya kesadaran, sikap mental, dan perilaku masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup untuk menjaga kenyamanan dan kualitas kehidupan. G. Terwujudnya Indonesia sebagai negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional ditandai oleh hal-hal berikut:
Terbangunnya jaringan sarana dan prasarana sebagai perekat semua pulau dan kepulauan Indonesia.
Meningkat dan menguatnya sumber daya manusia di bidang kelautan yang didukung oleh pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Menetapkan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, aset-aset, dan hal-hal yang terkait dalam kerangka pertahanan negara.
Membangun ekonomi kelautan secara terpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber kekayaan laut secara berkelanjutan.
Mengurangi dampak bencana pesisir dan pencemaran laut. H. Terwujudnya peranan Indonesia yang meningkat dalam pergaulan dunia internasional ditandai oleh hal-hal berikut:
Memperkuat dan mempromosikan identitas nasional sebagai negara demokratis dalam tatanan masyarakat internasional.
Memulihkan posisi penting Indonesia sebagai negara demokratis besar yang ditandai oleh keberhasilan diplomasi di fora internasional dalam upaya pemeliharaan keamanan nasional, integritas wilayah, dan pengamanan kekayaan sumber daya alam nasional.
Meningkatnya kepemimpinan dan kontribusi Indonesia dalam berbagai kerja sama internasional dalam rangka mewujudkan tatanan dunia yang lebih adil dan damai.
Terwujudnya kemandirian nasional dalam konstelasi global.
Meningkatnya investasi perusahaan-perusahaan Indonesia di luar negeri. Untuk mencapai tingkat kemajuan, kemandirian, serta keadilan yang diinginkan, arah pembangunan jangka panjang selama kurun waktu 20 tahun mendatang adalah sebagai berikut. IV.1 ARAH PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG TAHUN 2005–2025 IV.1.1 MEWUJUDKAN MASYARAKAT YANG BERAKHLAK MULIA, BERMORAL, BERETIKA, BERBUDAYA, DAN BERADAB Terciptanya kondisi masyarakat yang berakhlak mulia, bermoral, dan beretika sangat penting bagi terciptanya suasana kehidupan masyarakat yang penuh toleransi, tenggang rasa, dan harmonis. Di samping itu, kesadaran akan budaya memberikan arah bagi perwujudan identitas nasional yang sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya bangsa dan menciptakan iklim kondusif dan harmonis sehingga nilai-nilai kearifan lokal akan mampu merespon modernisasi secara positif dan produktif sejalan dengan nilai-nilai kebangsaan.
Pembangunan agama diarahkan untuk memantapkan fungsi dan peran agama sebagai landasan moral dan etika dalam pembangunan, membina akhlak mulia, memupuk etos kerja, menghargai prestasi, dan menjadi kekuatan pendorong guna mencapai kemajuan dalam pembangunan. Di samping itu, pembangunan agama diarahkan pula untuk meningkatkan kerukunan hidup umat beragama dengan meningkatkan rasa saling percaya dan harmonisasi antarkelompok masyarakat sehingga tercipta suasana kehidupan masyarakat yang penuh toleransi, tenggang rasa, dan harmonis.
Pembangunan dan pemantapan jati diri bangsa ditujukan untuk mewujudkan karakter bangsa dan sistem sosial yang berakar, unik, modern, dan unggul. Jati diri tersebut merupakan kombinasi antara nilai luhur bangsa, seperti religius, kebersamaan dan persatuan, serta nilai modern yang universal yang mencakup etos kerja dan prinsip tata kepemerintahan yang baik. Pembangunan jati diri bangsa tersebut dilakukan melalui transformasi, revitalisasi, dan reaktualisasi tata nilai budaya bangsa yang mempunyai potensi unggul dan menerapkan nilai modern yang membangun. Untuk memperkuat jati diri dan kebanggaan bangsa, pembangunan olah raga diarahkan pada peningkatan budaya dan prestasi olah raga.
Budaya inovatif yang berorientasi iptek terus dikembangkan agar bangsa Indonesia menguasai iptek serta mampu berjaya pada era persaingan global. Pengembangan budaya iptek tersebut dilakukan dengan meningkatkan penghargaan masyarakat terhadap iptek melalui pengembangan budaya membaca dan menulis, masyarakat pembelajar, masyarakat yang cerdas, kritis, dan kreatif dalam rangka pengembangan tradisi iptek dengan mengarahkan masyarakat dari budaya konsumtif menuju budaya produktif. Bentuk-bentuk pengungkapan kreativitas, antara lain melalui kesenian, tetap didorong untuk mewujudkan keseimbangan aspek material, spiritual, dan emosional. Pengembangan iptek serta kesenian diletakkan dalam kerangka peningkatan harkat, martabat, dan peradaban manusia. IV.1.2 MEWUJUDKAN BANGSA YANG BERDAYA-SAING Kemampuan bangsa untuk berdaya saing tinggi adalah kunci bagi tercapainya kemajuan dan kemakmuran bangsa. Daya saing yang tinggi, akan menjadikan Indonesia siap menghadapi tantangan-tantangan globalisasi dan mampu memanfaatkan peluang yang ada. Untuk memperkuat daya saing bangsa, pembangunan nasional dalam jangka panjang diarahkan untuk (a) mengedepankan pembangunan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing; (b) memperkuat perekonomian domestik berbasis keunggulan di setiap wilayah menuju keunggulan kompetitif dengan membangun keterkaitan sistem produksi, distribusi, dan pelayanan di dalam negeri; (c) meningkatkan penguasaan, pemanfaatan, dan penciptaan pengetahuan; dan (d) membangun infrastruktur yang maju; serta (e) melakukan reformasi di bidang hukum dan aparatur negara. A. Membangun Sumber Daya Manusia yang Berkualitas 1. Pembangunan sumber daya manusia memiliki peran yang sangat penting dalam mewujudkan manusia Indonesia yang maju dan mandiri sehingga mampu berdaya saing dalam era globalisasi. Dalam kaitan itu, pembangunan sumber daya manusia diarahkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang antara lain ditandai dengan meningkatnya indeks pembangunan manusia (IPM) dan indeks pembangunan gender (IPG), serta tercapainya penduduk tumbuh seimbang yang ditandai dengan angka reproduksi neto (NRR) sama dengan 1, atau angka kelahiran total (TFR) sama dengan 2,1.
Pengendalian jumlah dan laju pertumbuhan penduduk diarahkan pada peningkatan pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi yang terjangkau, bermutu dan efektif menuju terbentuknya keluarga kecil yang berkualitas. Di samping itu, penataan persebaran dan mobilitas penduduk diarahkan menuju persebaran penduduk yang lebih seimbang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan melalui pemerataan pembangunan ekonomi dan wilayah dengan memerhatikan keragaman etnis dan budaya serta pembangunan berkelanjutan. Sistem administrasi kependudukan penting pula dilakukan untuk mendukung perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di tingkat nasional dan daerah serta mendorong terakomodasinya hak penduduk dan perlindungan sosial.
Pembangunan pendidikan dan kesehatan merupakan investasi dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia sehingga penting perannya dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menurunkan tingkat kemiskinan dan pengangguran. Pembangunan pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk mendukung terwujudnya masyarakat yang berharkat, bermartabat, berakhlak mulia, dan menghargai keberagaman sehingga mampu bersaing dalam era global dengan tetap berlandaskan pada norma kehidupan masyarakat Indonesia dan tanpa diskriminasi. Komitmen pemerintah terhadap pendidikan harus tercermin pada kualitas sumber daya manusia, peningkatan kualitas ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), serta politik anggaran dan terintegrasinya seluruh pendidikan kedinasan ke dalam perguruan tinggi. Pelayanan pendidikan yang mencakup semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan. Oleh karena itu, perlu disediakan pendidikan dasar yang bermutu dan terjangkau disertai dengan pembebasan biaya pendidikan. Penyediaan pelayanan pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan sosial ekonomi Indonesia pada masa depan termasuk untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan melalui pendalaman penguasaan teknologi. Pembangunan pendidikan diarahkan pula untuk menumbuhkan kebanggaan kebangsaan, akhlak mulia, serta kemampuan peserta didik untuk hidup bersama dalam masyarakat yang beragam yang dilandasi oleh penghormatan pada hak-hak asasi manusia (HAM). Penyediaan pelayanan pendidikan sepanjang hayat sesuai perkembangan iptek perlu terus didorong untuk meningkatkan kualitas hidup dan produktivitas penduduk Indonesia termasuk untuk memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan bagi penduduk usia produktif yang jumlahnya semakin besar.
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berdasarkan perikemanusiaan, pemberdayaan dan kemandirian, adil dan merata, serta pengutamaan dan manfaat dengan perhatian khusus pada penduduk rentan, antara lain ibu, bayi, anak, manusia usia lanjut (manula), dan keluarga miskin. Pembangunan kesehatan dilaksanakan melalui peningkatan upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan yang disertai oleh peningkatan pengawasan, pemberdayaan masyarakat, dan manajemen kesehatan. Upaya tersebut dilakukan dengan memerhatikan dinamika kependudukan, epidemiologi penyakit, perubahan ekologi dan lingkungan, kemajuan iptek, serta globalisasi dan demokratisasi dengan semangat kemitraan dan kerja sama lintas sektor. Penekanan diberikan pada peningkatan perilaku dan kemandirian masyarakat serta upaya promotif dan preventif. Pembangunan nasional harus berwawasan kesehatan, yaitu setiap kebijakan publik selalu memerhatikan dampaknya terhadap kesehatan. Pembangunan dan perbaikan gizi dilaksanakan secara lintas sektor yang meliputi produksi pangan, pengolahan, distribusi, hingga konsumsi pangan tingkat rumah tangga dengan kandungan gizi yang cukup, seimbang, serta terjamin keamanannya dalam rangka mencapai status gizi yang baik.
Pembangunan pemberdayaan perempuan dan anak diarahkan pada peningkatan kualitas hidup dan peran perempuan, kesejahteraan, dan perlindungan anak di berbagai bidang pembangunan; penurunan jumlah tindak kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi terhadap perempuan dan anak; serta penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di tingkat nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender.
Pembangunan pemuda diarahkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia, pembangunan karakter kebangsaan ( nation building ) dan partisipasi pemuda di berbagai bidang pembangunan, terutama di bidang ekonomi, sosial budaya, iptek dan politik, serta memiliki wawasan kebangsaan dan beretika bangsa Indonesia. Di samping itu, pembangunan olahraga diarahkan pada peningkatan budaya olahraga dan prestasi olahraga di kalangan masyarakat. B. Memperkuat Perekonomian Domestik dengan Orientasi dan Berdaya Saing Global 7. Perekonomian dikembangkan dengan memperkuat perekonomian domestik serta berorientasi dan berdaya saing global. Untuk itu dilakukan transformasi bertahap dari perekonomian berbasis keunggulan komparatif sumber daya alam menjadi perekonomian yang berkeunggulan kompetitif. Interaksi antardaerah didorong dengan membangun keterkaitan sistem produksi, distribusi, dan pelayanan antardaerah yang kokoh. Upaya tersebut dilakukan dengan prinsip-prinsip dasar: mengelola peningkatan produktivitas nasional melalui inovasi, penguasaan, penelitian, pengembangan dan penerapan iptek menuju ekonomi berbasis pengetahuan serta kemandirian dan ketahanan bangsa secara berkelanjutan; mengelola kelembagaan ekonomi yang melaksanakan praktik terbaik dan kepemerintahan yang baik secara berkelanjutan, dan mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan.
Perekonomian dikembangkan berlandaskan prinsip demokrasi ekonomi yang memerhatikan kepentingan nasional sehingga terjamin kesempatan berusaha dan bekerja bagi seluruh masyarakat dan mendorong tercapainya penanggulangan kemiskinan. Pengelolaan kebijakan perekonomian perlu memerhatikan secara cermat dinamika globalisasi, komitmen nasional di berbagai fora perjanjian ekonomi internasional, dan kepentingan nasional dengan mengutamakan kelompok masyarakat yang masih lemah, serta menjaga kemandirian dan kedaulatan ekonomi bangsa.
Kelembagaan ekonomi dikembangkan sesuai dinamika kemajuan ekonomi dengan menerapkan prinsip-prinsip tata kelola pemerintah yang baik di dalam menyusun kerangka regulasi dan perizinan yang efisien, efektif, dan non-diskriminatif; menjaga, mengembangkan, dan melaksanakan iklim persaingan usaha secara sehat serta melindungi konsumen; mendorong pengembangan standardisasi produk dan jasa untuk meningkatkan daya saing; merumuskan strategi dan kebijakan pengembangan teknologi sesuai dengan pengembangan ekonomi nasional; dan meningkatkan daya saing usaha kecil dan menengah (UKM) di berbagai wilayah Indonesia sehingga menjadi bagian integral dari keseluruhan kegiatan ekonomi dan memperkuat basis ekonomi dalam negeri.
Peranan pemerintah yang efektif dan optimal diwujudkan sebagai fasilitator, regulator, sekaligus sebagai katalisator pembangunan di berbagai tingkat guna efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, terciptanya lingkungan usaha yang kondusif dan berdaya saing, dan terjaganya keberlangsungan mekanisme pasar.
Struktur perekonomian diperkuat dengan mendudukkan sektor industri sebagai motor penggerak yang didukung oleh kegiatan pertanian dalam arti luas, kelautan, dan pertambangan yang menghasilkan produk-produk secara efisien, modern, dan berkelanjutan serta jasa-jasa pelayanan yang efektif, yang menerapkan praktik terbaik dan ketatakelolaan yang baik agar terwujud ketahanan ekonomi yang tangguh.
Pengembangan iptek untuk ekonomi diarahkan pada peningkatan kualitas dan kemanfaatan iptek nasional dalam rangka mendukung daya saing secara global. Hal itu dilakukan melalui peningkatan, penguasaan, dan penerapan iptek secara luas dalam sistem produksi barang/jasa, pembangunan pusat-pusat keunggulan iptek, pengembangan lembaga penelitian yang handal, perwujudan sistem pengakuan terhadap hasil pertemuan dan hak atas kekayaan intelektual, pengembangan dan penerapan standar mutu, peningkatan kualitas dan kuantitas SDM iptek, peningkatan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana iptek. Berbagai langkah tersebut dilakukan untuk mendukung pembangunan ekonomi yang berbasis pengetahuan, serta pengembangan kelembagaan sebagai keterkaitan dan fungsional sistem inovasi dalam mendorong pengembangan kegiatan usaha.
Kebijakan pasar kerja diarahkan untuk mendorong terciptanya sebanyak- banyaknya lapangan kerja formal serta meningkatkan kesejahteraan pekerja informal. Pasar kerja yang fleksibel, hubungan industrial yang harmonis dengan perlindungan yang layak, keselamatan kerja yang memadai, serta terwujudnya proses penyelesaian industrial yang memuaskan semua pihak merupakan ciri-ciri pasar kerja yang diinginkan. Selain itu, pekerja diharapkan mempunyai produktivitas yang tinggi sehingga dapat bersaing serta menghasilkan nilai tambah yang tinggi dengan pengelolaan pelatihan dan pemberian dukungan bagi program- program pelatihan yang strategis untuk efektivitas dan efisiensi peningkatan kualitas tenaga kerja sebagai bagian integral dari investasi sumber daya manusia. Sebagian besar pekerja, termasuk tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri, akan dibekali dengan pengakuan kompetensi sesuai dinamika kebutuhan industri dan dinamika persaingan global.
Investasi diarahkan untuk mendukung terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi secara berkelanjutan dan berkualitas dengan mewujudkan iklim investasi yang menarik; mendorong penanaman modal asing bagi peningkatan daya saing perekonomian nasional; serta meningkatkan kapasitas infrastruktur fisik dan pendukung yang memadai. Investasi yang dikembangkan dalam rangka penyelenggaraan demokrasi ekonomi akan dipergunakan sebesar-besarnya untuk pencapaian kemakmuran bagi rakyat.
Efisiensi, modernisasi, dan nilai tambah sektor primer terutama sektor pertanian dalam arti luas, kelautan, dan pertambangan ditingkatkan agar mampu bersaing di pasar lokal dan internasional serta untuk memperkuat basis produksi secara nasional. Hal itu merupakan faktor strategis karena berkenaan dengan pembangunan perdesaan, pengentasan kemiskinan dan keterbelakangan, dan penguatan ketahanan pangan. Semua itu harus dilaksanakan secara terencana dan cermat untuk menjamin terwujudnya transformasi seluruh elemen perekonomian nasional ke arah lebih maju dan lebih kokoh pada era globalisasi.
Peningkatan efisiensi, modernisasi, dan nilai tambah pertanian dalam arti luas dan kelautan dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan nelayan dengan mengembangkan agribisnis yang dinamis dan efisien, yang melibatkan partisipasi aktif petani dan nelayan. Peningkatan itu diselenggarakan melalui revitalisasi kelembagaan pada tingkat operasional, optimalisasi sumber daya, dan pengembangan sumber daya manusia pelaku usaha agar mampu meningkatkan daya saing melalui peningkatan produktivitas serta merespon permintaan pasar dan memanfaatkan peluang usaha. Selain bermanfaat bagi peningkatan pendapatan masyarakat pedesaan pada umumnya, upaya tersebut dapat menciptakan diversifikasi perekonomian perdesaan yang pada gilirannya meningkatkan sumbangan di dalam pertumbuhan perekonomian nasional. Perhatian perlu diberikan pada upaya-upaya pengembangan kemampuan masyarakat, pengentasan kemiskinan secara terarah, serta perlindungan terhadap sistem perdagangan dan persaingan yang tidak adil.
Pembangunan industri diarahkan untuk mewujudkan industri yang berdaya saing, baik di pasar lokal maupun internasional, dan terkait dengan pengembangan industri kecil dan menengah, dengan struktur industri yang sehat dan berkeadilan serta mendorong perkembangan ekonomi di luar Pulau Jawa. Struktur industri dalam hal penguasaan usaha akan disehatkan dengan meniadakan praktik-praktik monopoli dan berbagai distorsi pasar melalui penegakan persaingan usaha yang sehat dan prinsip-prinsip pengelolaan usaha yang baik dan benar. Struktur industri dalam hal skala usaha akan diperkuat dengan menjadikan industri kecil dan menengah sebagai basis industri nasional yang sehat, sehingga mampu tumbuh dan terintegrasi dalam mata rantai pertambahan nilai dengan industri hilir dan industri berskala besar.
Dalam rangka memperkuat daya saing perekonomian secara global, sektor industri perlu dibangun guna menciptakan lingkungan usaha mikro (lokal) yang dapat merangsang tumbuhnya rumpun industri yang sehat dan kuat melalui (1) pengembangan rantai pertambahan nilai melalui diversifikasi produk (pengembangan ke hilir), pendalaman struktur ke hulunya, atau pengembangan secara menyeluruh (hulu-hilir);
penguatan hubungan antarindustri yang terkait secara horizontal termasuk industri pendukung dan industri komplemen, termasuk dengan jaringan perusahaan multinasional terkait, serta penguatan hubungan dengan kegiatan sektor primer dan jasa yang mendukungnya; dan
penyediaan berbagai infrastruktur bagi peningkatan kapasitas kolektif yang, antara lain, meliputi sarana dan prasarana fisik (transportasi, komunikasi, energi, serta sarana dan prasarana teknologi; prasarana pengukuran, standardisasi, pengujian, dan pengendalian kualitas; serta sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan tenaga kerja industri).
Jasa infrastruktur dan keuangan dikembangkan sesuai dengan kebijakan pengembangan ekonomi nasional agar mampu mendukung secara efektif peningkatan produksi dan daya saing global dengan menerapkan sistem dan standar mengelolanya sesuai dengan praktik terbaik ( the best practice ) internasional, yang mampu mendorong peningkatan ketahanan serta nilai tambah perekonomian nasional dan yang mampu mendukung kepentingan strategis di dalam pengembangan sumber daya manusia di dalam negeri yang meliputi pengembangan keprofesian, penguasaan dan pemanfaatan teknologi nasional, dan peningkatan kepentingan nasional dalam pengentasan kemiskinan dan pengembangan kegiatan perekonomian perdesaan.
Perdagangan luar negeri yang lebih menguntungkan dan mendukung perekonomian nasional agar mampu memaksimalkan manfaat sekaligus meminimalkan efek negatif dari proses integrasi dengan dinamika globalisasi. Upaya tersebut diselenggarakan melalui (a) perkuatan posisi nasional di dalam berbagai fora kerja sama perdagangan internasional (skala global, regional, bilateral, dan multilateral) untuk meningkatkan daya saing dan akses pasar ekspor nasional sekaligus mengamankan kepentingan strategis nasional dalam rangka mengentaskan kemiskinan, menurunkan tingkat pengangguran, mengembangkan perdesaan, dan melindungi aktivitas perekonomian nasional dari persaingan dan praktik perdagangan internasional yang tidak sehat, dan (b) pengembangan citra, standar produk barang dan jasa nasional yang berkualitas internasional, serta fasilitasi perdagangan internasional yang berdaya saing.
Perdagangan dalam negeri diarahkan untuk memperkokoh sistem distribusi nasional yang efisien dan efektif yang menjamin kepastian berusaha untuk mewujudkan (a) berkembangnya lembaga perdagangan yang efektif dalam perlindungan konsumen dan persaingan usaha secara sehat, (b) terintegrasinya aktivitas perekonomian nasional dan terbangunnya kesadaran penggunaan produksi dalam negeri, (c) meningkatnya perdagangan antar wilayah/daerah, dan (d) terjaminnya ketersediaan bahan pokok dan barang strategis lainnya dengan harga yang terjangkau.
Kepariwisataan dikembangkan agar mampu mendorong kegiatan ekonomi dan meningkatkan citra Indonesia, meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, serta memberikan perluasan kesempatan kerja. Pengembangan kepariwisataan memanfaatkan keragaman pesona keindahan alam dan potensi nasional sebagai wilayah wisata bahari terluas di dunia secara arif dan berkelanjutan, serta mendorong kegiatan ekonomi yang terkait dengan pengembangan budaya bangsa.
Pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) diarahkan agar menjadi pelaku ekonomi yang makin berbasis iptek dan berdaya saing dengan produk impor, khususnya dalam menyediakan barang dan jasa kebutuhan masyarakat sehingga mampu memberikan kontribusi yang signifikan dalam perubahan struktural dan memperkuat perekonomian domestik. Untuk itu, pengembangan UKM dilakukan melalui peningkatan kompetensi perkuatan kewirausahaan dan peningkatan produktivitas yang didukung dengan upaya peningkatan adaptasi terhadap kebutuhan pasar, pemanfaatan hasil inovasi dan penerapan teknologi dalam iklim usaha yang sehat. Pengembangan UKM secara nyata akan berlangsung terintegrasi dalam modernisasi agribisnis dan agroindustri, termasuk yang mendukung ketahanan pangan, serta perkuatan basis produksi dan daya saing industri melalui pengembangan rumpun industri, percepatan alih teknologi, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Sektor keuangan dikembangkan agar senantiasa memiliki kemampuan di dalam menjaga stabilitas ekonomi dan membiayai tujuan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas serta mampu memiliki daya tahan terhadap kemungkinan gejolak krisis melalui implementasi sistem jaring pengaman sektor keuangan Indonesia, peningkatan kontribusi lembaga jasa keuangan bank dan non-bank dalam pendanaan pembangunan terutama peningkatan akses pendanaan bagi keluarga miskin, baik di perdesaan maupun di perkotaan, serta peningkatan kualitas pertumbuhan perbankan nasional. Dengan demikian, setiap jenis investasi, baik jangka pendek maupun jangka panjang, akan memeroleh sumber pendanaan yang sesuai dengan karakteristik jasa keuangan. Selain itu, semakin beragamnya lembaga keuangan akan memberikan alternatif pendanaan lebih banyak bagi seluruh lapisan masyarakat.
Perbaikan pengelolaan keuangan negara bertumpu pada sistem anggaran yang transparan, bertanggung jawab, dan dapat menjamin efektivitas pemanfaatan. Dalam rangka meningkatkan kemandirian, peran pinjaman luar negeri dijaga pada tingkat yang aman. Sementara itu, sumber utama dalam negeri yang berasal dari pajak terus ditingkatkan efektivitasnya. Kepentingan utama pembiayaan pemerintah adalah penciptaan pembiayaan pembangunan yang dapat menjamin kemampuan peningkatan pelayanan publik, baik di dalam penyediaan pelayanan dasar, prasarana dan sarana fisik serta ekonomi, maupun mendukung peningkatan daya saing ekonomi. C. Penguasaan, Pengembangan, dan Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 26. Pembangunan iptek diarahkan untuk menciptakan dan menguasai ilmu pengetahuan baik ilmu pengetahuan dasar maupun terapan, serta mengembangkan ilmu sosial dan humaniora untuk menghasilkan teknologi dan memanfaatkan teknologi hasil penelitian, pengembangan, dan perekayasaan bagi kesejahteraan masyarakat, kemandirian, dan daya saing bangsa melalui peningkatan kemampuan dan kapasitas iptek yang senantiasa berpedoman pada nilai agama, nilai budaya, nilai etika, kearifan lokal, serta memerhatikan sumber daya dan kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Pembangunan iptek diarahkan untuk mendukung ketahanan pangan dan energi; penciptaan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi; penyediaan teknologi transportasi, kebutuhan teknologi pertahanan, dan teknologi kesehatan; pengembangan teknologi material maju; serta peningkatan jumlah penemuan dan pemanfaatannya dalam sektor produksi. Dukungan tersebut dilakukan melalui pengembangan sumber daya manusia iptek, peningkatan anggaran riset, pengembangan sinergi kebijakan iptek lintas sektor, perumusan agenda riset yang selaras dengan kebutuhan pasar, peningkatan sarana dan prasarana iptek, dan pengembangan mekanisme intermediasi iptek. Dukungan tersebut dimaksudkan untuk penguatan sistem inovasi dalam rangka mendorong pembangunan ekonomi yang berbasis pengetahuan. Di samping itu, diupayakan peningkatan kerja sama penelitian domestik dan internasional antarlembaga penelitian dan pengembangan (litbang), perguruan tinggi dan dunia usaha serta penumbuhan industri baru berbasis produk litbang dengan dukungan modal ventura. D. Sarana dan Prasarana yang Memadai dan Maju 28. Peran pemerintah akan lebih difokuskan pada perumusan kebijakan pembangunan sarana dan prasarana, sementara peran swasta dalam penyediaan sarana dan prasarana akan makin ditingkatkan terutama untuk proyek-proyek yang bersifat komersial. Kerja sama dengan swasta dalam pembangunan sarana dan prasarana diarahkan untuk (a) menyediakan sarana dan prasarana transportasi untuk pelayanan distribusi komoditi perdagangan dan industri serta pergerakan penumpang dan barang, baik dalam lingkup nasional maupun internasional; (b) menghilangkan kesenjangan antara pasokan dan kebutuhan serta efektivitas dan efisiensi tenaga listrik; (c) meningkatkan teledensitas pelayanan telematika masyarakat pengguna jasa; dan (d) memenuhi kebutuhan hunian bagi masyarakat dan mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh.
Pembangunan prasarana sumber daya air diarahkan untuk mewujudkan fungsi air sebagai sumber daya sosial ( social goods ) dan sumber daya ekonomi ( economic goods ) yang seimbang melalui pengelolaan yang terpadu, efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan sehingga dapat menjamin kebutuhan pokok hidup dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keseimbangan antara pasokan dan kebutuhan diwujudkan melalui pendekatan pengelolaan kebutuhan ( demand management ) yang ditujukan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan, pengonsumsian air, dan pendekatan pengelolaan pasokan ( supply management ) yang ditujukan untuk meningkatkan kapasitas dan keandalan pasokan air. Pengelolaan prasarana sumber daya air diarahkan untuk mewujudkan peningkatan keandalan layanan melalui kemitraan dengan dunia usaha tanpa membebani masyarakat, penguatan kelembagaan masyarakat, dan memerhatikan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Selain itu, pola hubungan hulu-hilir akan terus dikembangkan agar pola pengelolaan yang lebih berkeadilan dapat tercapai. Pengembangan dan penerapan sistem pemanfaatan terpadu ( conjunctive use ) antara air permukaan dan air tanah akan digalakkan terutama untuk menciptakan sinergi dan menjaga keberlanjutan ketersediaan air tanah. Pengendalian daya rusak air mengutamakan pendekatan nonkonstruksi melalui konservasi sumber daya air dan keterpaduan pengelolaan daerah aliran sungai. Peningkatan partisipasi masyarakat dan kemitraan di antara pemangku kepentingan terus diupayakan tidak hanya pada saat bencana, tetapi juga pada tahap pencegahan serta pemulihan pascabencana.
Pembangunan transportasi diarahkan untuk mendukung kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya serta lingkungan dan dikembangkan melalui pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan antardaerah; membentuk dan memperkukuh kesatuan nasional untuk memantapkan pertahanan dan keamanan nasional; serta membentuk struktur ruang dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan nasional. Untuk itu, pembangunan transportasi dilaksanakan dengan mengembangkan jaringan pelayanan secara antarmoda dan intramoda; menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penyelenggaraan transportasi yang memberikan kepastian hukum dan iklim usaha yang kondusif; mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berpartisipasi dalam penyediaan pelayanan; meningkatkan iklim kompetisi secara sehat agar dapat meningkatkan efisiensi dan memberikan alternatif bagi pengguna jasa dengan tetap mempertahankan keberpihakan pemerintah sebagai regulator terhadap pelayanan umum yang terjangkau kepada masyarakat; menyediakan pelayanan angkutan umum masal di daerah perkotaan yang didukung pelayanan pengumpan, yang aman, nyaman, tertib, terjangkau dan ramah lingkungan serta bersinergi dengan kebijakan tata guna lahan; serta meningkatkan budaya berlalu lintas yang tertib dan disiplin. Untuk pelayanan transportasi di daerah perbatasan, terpencil, dan perdesaan dikembangkan sistem transportasi perintis yang berbasis masyarakat ( community based ) dan wilayah. Untuk mendukung daya saing dan efisiensi angkutan penumpang dan barang diarahkan pada perwujudan kebijakan yang menyatukan persepsi dan langkah para pelaku penyedia jasa transportasi dalam konteks pelayanan global; mempercepat dan memperlancar pergerakan penumpang dan barang melalui perbaikan manajemen transportasi antarmoda; meningkatkan pembangunan jalan bebas hambatan pada koridor-koridor strategis; meningkatkan pangsa angkutan barang melalui kereta api, angkutan barang antarpulau, baik melalui sistem Ro-Ro maupun angkutan laut konvensional yang didukung oleh peningkatan peran armada nasional serta angkutan komoditi khusus dengan moda transportasi udara ( fresh good and high value ); mengembangkan sistem transportasi nasional yang andal dan berkemampuan tinggi yang bertumpu pada aspek keselamatan, dan keterpaduan antarmoda, antarsektor, antarwilayah, aspek sosial budaya, dan profesionalitas sumber daya manusia transportasi serta menerapkan dan mengembangkan teknologi transportasi yang tepat guna, hemat energi, dan ramah lingkungan.
Pembangunan pos dan telematika diarahkan untuk mendorong terciptanya masyarakat berbasis informasi ( knowledge-based society ) melalui penciptaan landasan kompetisi jangka panjang penyelenggaraan pos dan telematika dalam lingkungan multioperator; pengantisipasian implikasi dari konvergensi telekomunikasi, teknologi informasi, dan penyiaran, baik mengenai kelembagaan maupun peraturan termasuk yang terkait dengan isu keamanan, kerahasiaan, privasi, dan integritas informasi; penerapan hak kekayaan intelektual; peningkatan legalitas yang nantinya dapat mengakibatkan konvergensi pasar dan industri; pengoptimalan pembangunan dan pemanfaatan prasarana pos dan telematika dan prasarana nontelekomunikasi dalam penyelenggaraan telematika; penerapan konsep teknologi netral yang responsif terhadap kebutuhan pasar dan industri dengan tetap menjaga keutuhan sistem yang telah ada; peningkatan sinergi dan integrasi prasarana jaringan menuju next generation network ; peningkatan pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap potensi pemanfaatan telematika serta pemanfaatan dan pengembangan aplikasi berbasis teknologi informasi dan komunikasi; pengembangan industri dalam negeri; dan industri konten sebagai upaya penciptaan nilai tambah dari informasi.
Pembangunan sarana dan prasarana energi dan ketenagalistrikan diarahkan pada pengembangan sarana dan prasarana energi untuk meningkatkan akses dan pelayanan konsumen terhadap energi melalui (1) pengembangan kemampuan pemenuhan kebutuhan tenaga listrik nasional secara memadai dan dapat memiliki kehandalan yang tinggi melalui rehabilitasi dan repowering pembangkit yang ada serta pembangkit baru;
pengembangan sistem penyediaan tenaga listrik yang memiliki sistem tata kelembagaan yang terstruktur dengan mengoptimalkan dalam sistem dan proses pengelolaan ketenagalistrikan yang berfungsi secara efisien, produktif, dan profesional, sehingga dapat memberikan peluang yang lebih luas dan kondusif bagi investasi swasta yang terpisah dari misi sosial, serta mampu melibatkan secara luas peran pemerintah daerah, khususnya untuk wilayah nonkomersial;
pengembangan diversifikasi energi untuk pembangkit listrik yang baru terutama pada pembangkit listrik yang berbasis batubara dan gas secara terbatas dan bersifat jangka menengah agar dapat menggantikan penggunaan bahan bakar minyak dan dalam jangka panjang akan mengedepankan energi terbarukan, khususnya bioenergi, geothermal, tenaga air, tenaga angin, tenaga surya, bahkan tenaga nuklir dengan mempertimbangkan faktor keselamatan secara ketat;
pengembangan industri penunjang ketenagalistrikan nasional yang mengedepankan peningkatan kandungan lokal, pengembangan daya guna iptek yang melibatkan dunia usaha, pendidikan, pemerintah, dan masyarakat secara terintegrasi dan bersifat strategis berbasis transfer pengetahuan ( knowledge transfer ) termasuk pengembangan standarisasi produk dan sertifikasi kelistrikan nasional;
pengembangan sistem ketenagalistrikan yang berwawasan lingkungan (6) pembangunan jaringan pipanisasi BBM, kilang, depot, dan terminal transit;
pembangunan jaringan pipanisasi gas yang terintegrasi;
pembangunan sarana dan prasarana transportasi batubara dari lokasi pertambangan ke pelabuhan serta sarana dan prasarana distribusinya; serta (9) pengembangan sarana dan prasarana pembangkit panas bumi dan energi alternatif terbarukan, terutama mikrohidro dan energi surya.
Pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan melalui pendekatan tanggap kebutuhan ( demand responsive approach ) dan pendekatan terpadu dengan sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup, sumber daya air, serta kesehatan. E. Reformasi Hukum dan Birokrasi 34. Pembangunan hukum diarahkan untuk mendukung terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan; mengatur permasalahan yang berkaitan dengan ekonomi, terutama dunia usaha dan dunia industri; serta menciptakan kepastian investasi, terutama penegakan dan perlindungan hukum. Pembangunan hukum juga diarahkan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya tindak pidana korupsi serta mampu menangani dan menyelesaikan secara tuntas permasalahan yang terkait kolusi, korupsi, nepotisme (KKN). Pembangunan hukum dilaksanakan melalui pembaruan materi hukum dengan tetap memerhatikan kemajemukan tatanan hukum yang berlaku dan pengaruh globalisasi sebagai upaya untuk meningkatkan kepastian dan perlindungan hukum, penegakan hukum dan hak-hak asasi manusia (HAM), kesadaran hukum, serta pelayanan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran, ketertiban dan kesejahteraan dalam rangka penyelenggaraan negara yang makin tertib, teratur, lancar, serta berdaya saing global.
Pembangunan aparatur negara dilakukan melalui reformasi birokrasi untuk meningkatkan profesionalisme aparatur negara dan untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, di pusat maupun di daerah agar mampu mendukung keberhasilan pembangunan di bidang-bidang lainnya. IV.1.3 MEWUJUDKAN INDONESIA YANG DEMOKRATIS BERLANDASKAN HUKUM Demokratis yang berlandaskan hukum merupakan landasan penting untuk mewujudkan pembangunan Indonesia yang maju, mandiri dan adil. Demokrasi dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan pembangunan, dan memaksimalkan potensi masyarakat, serta meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam penyelenggaraan negara. Hukum pada dasarnya bertujuan untuk memastikan munculnya aspek-aspek positif dan menghambat aspek negatif kemanusiaan serta memastikan terlaksananya keadilan untuk semua warga negara tanpa memandang dan membedakan kelas sosial, ras, etnis, agama, maupun gender. Hukum yang ditaati dan diikuti akan menciptakan ketertiban dan keterjaminan hak-hak dasar masyarakat secara maksimal. Untuk mewujudkan Indonesia yang demokratis dan adil dilakukan dengan memantapkan pelembagaan demokrasi yang lebih kokoh; memperkuat peran masyarakat sipil sehingga proses pembangunan partisipatoris yang bersifat bottom up bisa berjalan; menumbuhkan masyarakat tanggap ( responsive community) yang akan mendorong semangat sukarela ( spirit of voluntarism ) yang sejalan dengan makna gotong royong; memperkuat kualitas desentralisasi dan otonomi daerah; menjamin perkembangan dan kebebasan media dalam mengomunikasikan kepentingan masyarakat; melakukan pembenahan struktur hukum dan meningkatkan budaya hukum dan menegakkan hukum secara adil, konsekuen, tidak diskriminatif, dan memihak pada rakyat kecil.
Penyempurnaan struktur politik yang dititikberatkan pada proses pelembagaan demokrasi dilakukan dengan (a) mempromosikan dan menyosialisasikan pentingnya keberadaan sebuah konstitusi yang kuat dan memiliki kredibilitas tinggi sebagai pedoman dasar bagi sebuah proses demokratisasi berkelanjutan; (b) menata hubungan antara kelembagaan politik, kelembagaan pertahanan keamanan dalam kehidupan bernegara; (c) meningkatkan kinerja lembaga-lembaga penyelenggara negara dalam menjalankan kewenangan dan fungsi-fungsi yang diberikan oleh konstitusi dan peraturan perundangan; (d) memantapkan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah serta mencegah disintegrasi wilayah dan perpecahan bangsa; (e) melaksanakan rekonsiliasi nasional secara tuntas; dan (f) menciptakan pelembagaan demokrasi lebih lanjut untuk mendukung berlangsungnya konsolidasi demokrasi secara berkelanjutan.
Penataan peran negara dan masyarakat dititikberatkan pada pembentukan kemandirian dan kedewasaan masyarakat serta pembentukan masyarakat madani yang kuat dalam bidang ekonomi dan pendidikan. Di samping itu, penataan peran negara dan masyarakat diarahkan pada penataan fungsi- fungsi yang positif dari pranata-pranata kemasyarakatan, lembaga adat, dan partai politik untuk membangun kemandirian masyarakat dalam mengelola berbagai potensi konflik sosial yang dapat merusak serta memberdayakan berbagai potensi positif masyarakat bagi pembangunan. Upaya untuk mendorong perwujudan masyarakat sipil yang kuat perlu juga memerhatikan pengaruh pasar dalam kehidupan sosial politik nasional agar tidak terjadi ekses-ekses negatif dan kesenjangan sosial yang merugikan kehidupan masyarakat.
Penataan proses politik yang dititikberatkan pada pengalokasian/ representasi kekuasaan diwujudkan dengan (a) meningkatkan secara terus menerus kualitas proses dan mekanisme seleksi publik yang lebih terbuka bagi para pejabat politik dan publik serta (b) mewujudkan komitmen politik yang tegas terhadap pentingnya kebebasan media massa serta keleluasaan berserikat, berkumpul, dan berpendapat setiap warganegara berdasarkan aspirasi politiknya masing-masing.
Pengembangan budaya politik yang dititikberatkan pada penanaman nilai- nilai demokratis diupayakan melalui (a) penciptaan kesadaran budaya dan penanaman nilai-nilai politik demokratis, terutama penghormatan nilai- nilai HAM, nilai-nilai persamaan, anti kekerasan, serta nilai-nilai toleransi, melalui berbagai wacana dan media serta (b) upaya mewujudkan berbagai wacana dialog bagi peningkatan kesadaran mengenai pentingnya memelihara persatuan bangsa.
Peningkatan peranan komunikasi dan informasi yang ditekankan pada pencerdasan masyarakat dalam kehidupan politik dilakukan dengan (a) mewujudkan kebebasan pers yang lebih mapan, terlembaga serta menjamin hak masyarakat luas untuk berpendapat dan mengontrol jalannya penyelenggaraan negara secara cerdas dan demokratis; (b) mewujudkan pemerataan informasi yang lebih besar dengan mendorong munculnya media-media massa daerah yang independen; (c) mewujudkan deregulasi yang lebih besar dalam bidang penyiaran sehingga dapat lebih menjamin pemerataan informasi secara nasional dan mencegah monopoli informasi; (d) menciptakan jaringan informasi yang bersifat interaktif antara masyarakat dan kalangan pengambil keputusan politik untuk menciptakan kebijakan yang lebih mudah dipahami masyarakat luas; (e) menciptakan jaringan teknologi informasi dan komunikasi yang mampu menghubungkan seluruh link informasi yang ada di pelosok nusantara sebagai suatu kesatuan yang mampu mengikat dan memperluas integritas bangsa; (f) memanfaatkan jaringan teknologi informasi dan komunikasi secara efektif agar mampu memberikan informasi yang lebih komprehensif kepada masyarakat internasional supaya tidak terjadi kesalahpahaman yang dapat meletakkan Indonesia pada posisi politik yang menyulitkan: serta (g) meningkatkan peran lembaga independen di bidang komunikasi dan informasi untuk lebih mendukung proses pencerdasan masyarakat dalam kehidupan politik dan perwujudan kebebasan pers yang lebih mapan.
Pembangunan hukum diarahkan pada makin terwujudnya sistem hukum nasional yang mantap bersumber pada Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yang mencakup pembangunan materi hukum, struktur hukum termasuk aparat hukum, sarana dan prasarana hukum; perwujudan masyarakat yang mempunyai kesadaran dan budaya hukum yang tinggi dalam rangka mewujudkan negara hukum; serta penciptaan kehidupan masyarakat yang adil dan demokratis. Pembangunan hukum dilaksanakan melalui pembaruan hukum dengan tetap memerhatikan kemajemukan tatanan hukum yang berlaku dan pengaruh globalisasi sebagai upaya untuk meningkatkan kepastian dan perlindungan hukum, penegakan hukum dan HAM, kesadaran hukum, serta pelayanan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran, ketertiban, dan kesejahteraan dalam rangka penyelenggaraan negara yang makin tertib dan teratur sehingga penyelenggaraan pembangunan nasional akan makin lancar.
Pembangunan materi hukum diarahkan untuk melanjutkan pembaruan produk hukum untuk menggantikan peraturan perundang-undangan warisan kolonial yang mencerminkan nilai-nilai sosial dan kepentingan masyarakat Indonesia serta mampu mendorong tumbuhnya kreativitas dan melibatkan masyarakat untuk mendukung pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional yang bersumber pada Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang mencakup perencanaan hukum, pembentukan hukum, penelitian dan pengembangan hukum. Di sisi lain, perundang-undangan yang baru juga harus mampu mengisi kekurangan/kekosongan hukum sebagai pengarah dinamika lingkungan strategis yang sangat cepat berubah. Perencanaan hukum sebagai bagian dari pembangunan materi hukum harus diselenggarakan dengan memerhatikan berbagai aspek yang memengaruhi, baik di dalam masyarakat sendiri maupun dalam pergaulan masyarakat internasional yang dilakukan secara terpadu dan meliputi semua bidang pembangunan sehingga produk hukum yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara serta dapat mengantisipasi perkembangan zaman. Pembentukan hukum diselenggarakan melalui proses terpadu dan demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta sehingga menghasilkan produk hukum beserta peraturan pelaksanaan yang dapat diaplikasikan secara efektif dengan didukung oleh penelitian dan pengembangan hukum yang didasarkan pada aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Penelitian dan pengembangan hukum diarahkan pada semua aspek kehidupan sehingga hukum nasional selalu dapat mengikuti perkembangan dan dinamika pembangunan yang sesuai dengan aspirasi masyarakat, baik kebutuhan saat ini maupun masa depan. Untuk meningkatkan kualitas penelitian dan pengembangan hukum diperlukan kerja sama dengan berbagai komponen lembaga terkait, baik di dalam maupun di luar negeri.
Pembangunan struktur hukum diarahkan untuk memantapkan dan mengefektifkan berbagai organisasi dan lembaga hukum, profesi hukum, dan badan peradilan sehingga aparatur hukum mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya secara profesional. Kualitas dan kemampuan aparatur hukum dikembangkan melalui peningkatan kualitas dan profesionalisme melalui sistem pendidikan dan pelatihan dengan kurikulum yang akomodatif terhadap setiap perkembangan pembangunan serta pengembangan sikap aparatur hukum yang menunjung tinggi kejujuran, kebenaran, keterbukaan dan keadilan, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, serta bertanggung jawab dalam bentuk perilaku yang teladan. Aparatur hukum dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya secara profesional perlu didukung oleh sarana dan prasarana hukum yang memadai serta diperbaiki kesejahteraannya agar di dalam melaksanakan tugas dan kewajiban aparatur hukum dapat berjalan dengan baik dan terhindar dari pengaruh dan intervensi pihak-pihak dalam bentuk korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Penerapan dan penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM) dilaksanakan secara tegas, lugas, profesional, dan tidak diskriminatif dengan tetap berdasarkan pada penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia (HAM), keadilan, dan kebenaran, terutama dalam penyelidikan, penyidikan, dan persidangan yang transparan dan terbuka dalam rangka mewujudkan tertib sosial dan disiplin sosial sehingga dapat mendukung pembangunan serta memantapkan stabilitas nasional yang mantap dan dinamis. Penegakan hukum dan hak-hak asasi manusia (HAM) dilakukan terhadap berbagai tindak pidana, terutama yang akibatnya dirasakan langsung oleh masyarakat luas, antara lain tindak pidana korupsi, kerusakan lingkungan, dan penyalahgunaan narkotik. Dalam rangka menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, penegakan hukum di laut secara terus-menerus harus ditingkatkan sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam perundang-undangan nasional dan hukum internasional. Pemantapan lembaga peradilan sebagai implikasi satu atap dengan lembaga Mahkamah Agung secara terus-menerus melakukan pengembangan lembaga peradilan; peningkatan kualitas dan profesionalisme hakim pada semua lingkungan peradilan; dukungan serta perbaikan sarana dan prasarana pada semua lingkungan peradilan sehingga dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap citra lembaga peradilan sebagai benteng terakhir pencari keadilan.
Peningkatan perwujudan masyarakat yang mempunyai kesadaran hukum yang tinggi terus ditingkatkan dengan lebih memberikan akses terhadap segala informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat, dan akses kepada masyarakat terhadap pelibatan dalam berbagai proses pengambilan keputusan pelaksanaan pembangunan nasional sehingga setiap anggota masyarakat menyadari dan menghayati hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Akibatnya, akan terbentuk perilaku warga negara Indonesia yang mempunyai rasa memiliki dan taat hukum. Peningkatan perwujudan masyarakat yang mempunyai kesadaran hukum yang tinggi harus didukung oleh pelayanan dan bantuan hukum dengan biaya yang terjangkau, proses yang tidak berbelit, dan penetapan putusan yang mencerminkan rasa keadilan.
Penuntasan penanggulangan penyalahgunaan kewenangan aparatur negara dicapai dengan penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik pada semua tingkat, lini pemerintahan, dan semua kegiatan; pemberian sanksi yang seberat-beratnya kepada pelaku penyalahguna kewenangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; peningkatan intensitas dan efektivitas pengawasan aparatur negara melalui pengawasan internal, pengawasan fungsional, dan pengawasan masyarakat; serta peningkatan etika birokrasi dan budaya kerja serta pengetahuan dan pemahaman para penyelenggara negara terhadap prinsip-prinsip ketatapemerintahan yang baik. IV.1.4 MEWUJUDKAN INDONESIA YANG AMAN, DAMAI DAN BERSATU Dengan potensi ancaman yang tidak ringan serta kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang beragam, bangsa dan negara Indonesia memerlukan kemampuan pertahanan negara yang kuat untuk menjamin tetap tegaknya kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Adanya gangguan keamanan dalam berbagai bentuk kejahatan dan potensi konflik horisontal akan meresahkan dan berakibat pada pudarnya rasa aman masyarakat. Terjaminnya keamanan dan adanya rasa aman bagi masyarakat merupakan syarat penting bagi terlaksananya pembangunan di berbagai bidang.
Keamanan nasional diwujudkan melalui keterpaduan pembangunan pertahanan, pembangunan keamanan dalam negeri, dan pembangunan keamanan sosial yang diselenggarakan berdasarkan kondisi geografi, demografi, sosial, dan budaya serta berwawasan nusantara.
Pembangunan pertahanan yang mencakup sistem dan strategi pertahanan, postur dan struktur pertahanan, profesionalisme TNI, pengembangan teknologi pertahanan dalam mendukung ketersediaan alutsista, komponen cadangan, dan pendukung pertahanan diarahkan pada upaya terus- menerus untuk mewujudkan kemampuan pertahanan yang melampaui kekuatan pertahanan minimal agar mampu menegakkan kedaulatan negara dan menjaga keselamatan bangsa serta keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat yang tersebar dan beragam termasuk pulau-pulau terluar, wilayah yurisdiksi laut hingga meliputi Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia dan landasan kontinen, serta ruang udara nasional. Selanjutnya, kemampuan pertahanan tersebut terus ditingkatkan agar memiliki efek penggentar yang disegani untuk mendukung posisi tawar dalam ajang diplomasi.
Sistem dan strategi pertahanan nasional secara terus menerus disempurnakan untuk mewujudkan sistem pertahanan semesta berdasarkan kapabilitas pertahanan agar secara simultan mampu mengatasi ancaman dan memiliki efek penggentar. Dalam sistem pertahanan semesta tersebut, pertahanan nasional akan didesain agar mempunyai kemampuan menangkal ancaman di wilayah terluar Indonesia dan kemampuan untuk mempertahankan wilayah daratan serta mengawasi dan melindungi wilayah yurisdiksi laut Indonesia dan ruang udara nasional.
Postur dan struktur pertahanan diarahkan untuk dapat menjawab berbagai kemungkinan tantangan, permasalahan aktual, dan pembangunan kapabilitas jangka panjang yang sesuai dengan kondisi geografis dan dinamika masyarakat. Postur dan struktur pertahanan matra darat diarahkan untuk mampu mengatasi kondisi medan dan topografis yang beragam, melakukan pergerakan cepat antarwilayah dan antarpulau dan mengatasi ancaman dengan efisien. Postur dan struktur matra laut diarahkan untuk membangun kemampuan untuk mengatasi luasnya wilayah laut nusantara di permukaan dan kedalaman dan memberikan dukungan dan kompatibilitas terhadap pergerakan matra darat dan udara. Postur dan struktur matra udara diarahkan untuk dapat mengawasi terutama ruang udara nasional dan sebagian ruang udara regional, mampu melampui kebutuhan minimal penjagaan ruang udara nasional, memulai pemanfaatan ruang angkasa, dan memberikan dukungan operasi bersama antarmatra.
Peningkatan profesionalisme Tentara Nasional Indonesia dilaksanakan dengan tetap menjaga netralitas politik dan memusatkan diri pada tugas- tugas pertahanan dalam bentuk operasi militer untuk perang maupun operasi militer selain perang melalui fokus pengembangan sumber daya manusia dan pembangunan alutsista. Sebagai komponen utama pertahanan, sumber daya manusia TNI disiapkan dengan memenuhi kecukupan jumlah personil setiap matra yang diwujudkan dalam kondisi selalu terlatih; memiliki penguasaan lapangan yang tinggi; memiliki penguasaan operasional dan perawatan peralatan perang modern; memiliki doktrin dan organisasi militer yang solid; memiliki manajemen pribadi yang baik; mampu mengemban pelaksanaan tugas kemanusiaan, tanggap terhadap kemajuan teknologi dan perkembangan sosial masyarakat; serta memiliki kompetensi dalam masa purna tugas. Peningkatan profesionalisme dari sumber daya manusia TNI tersebut dimbangi dengan meningkatkan kesejahteraan melalui kecukupan gaji, penyediaan dan fasilitasi rumah tinggal, jaminan kesehatan, peningkatan pendidikan, dan penyiapan skema asuransi masa tugas.
Peningkatan kondisi dan jumlah alutsista setiap matra dilaksanakan menurut validasi postur dan struktur pertahanan untuk dapat melampaui kebutuhan kekuatan pertahanan minimal. Pemenuhan kebutuhan alutsista dipenuhi secara bertahap sejalan dengan kemampuan keuangan negara atas dasar perkembangan teknologi, prinsip kemandirian, kemudahan interoperabilitas dan perawatan, serta aliansi strategis. Pengembangan alutsista diarahkan dengan strategi akuisisi alat teknologi tinggi dengan efek deterrence dan pemenuhan kebutuhan dasar operasional secara efektif dan efisien dengan mendayagunakan dan mengembangkan potensi dalam negeri, termasuk industri pertahanan nasional dalam prinsip keberlanjutan.
Pemantapan komponen cadangan dan pendukung pertahanan negara dalam kerangka basis strategi teknologi, dan pembiayaan terus ditingkatkan dalam proses yang bersifat kontinyu maupun terobosan. Peningkatan kemampuan komponen dukungan pertahanan tersebut meliputi penguasaan kemampuan pemanfaatan kondisi sumber daya alam dan buatan, sinkronisasi pembangunan sarana dan prasarana nasional terhadap kepentingan pertahanan, partisipasi masyarakat madani dalam penyusunan kebijakan pertahanan, komponen bela negara masyarakat, dukungan mutualisme industri pertahanan nasional secara langsung maupun kemampuan konversi industri, serta keberlanjutan pembiayaan melalui rekayasa keuangan.
Perlindungan wilayah yurisdiksi laut Indonesia ditingkatkan dalam upaya melindungi sumber daya laut bagi kemakmuran sebesar-besarnya rakyat. Perlindungan terhadap wilayah yurisdiksi laut Indonesia dilakukan dengan meningkatkan kekuatan dan kemampuan pertahanan untuk melakukan pengawasan dan penegakan hukum internasional serta meningkatkan kemampuan deteksi dan penangkalan di laut. Perlindungan wilayah yurisdiksi udara Indonesia ditingkatkan sebagai upaya untuk menjaga kedaulatan nasional secara menyeluruh dengan membangun sistem pemantauan dan deteksi nasional di wilayah udara serta meningkatkan kemampuan menangkal penerbangan illegal.
Pembangunan keamanan diarahkan untuk meningkatkan profesionalisme Polri beserta institusi terkait dengan masalah keamanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam rangka mewujudkan terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat.
Peningkatan profesionalisme Polri dicapai melalui pembangunan kompetensi pelayanan inti, perbaikan rasio polisi terhadap penduduk, pembinaan sumber daya manusia, pemenuhan kebutuhan alat utama, serta peningkatan pengawasan dan mekanisme kontrol lembaga kepolisian. Arah pengembangan organisasi dan fungsi kepolisian disesuaikan dengan perubahan kondisi lingkungan strategis faktor pengendali utamanya adalah antisipasi perkembangan karakter kewilayahan dan faktor-faktor demografis. Profesionalisme sumber daya manusia kepolisian ditingkatkan melalui penyempurnaan seleksi, perbaikan pendidikan dan pelatihan, dan pembangunan spirit of the corps . Peningkatan profesionalisme tersebut diikuti oleh peningkatan bertahap kesejahteraan aparat kepolisian melalui kenaikan penghasilan, penyediaan dan fasilitasi rumah tinggal, jaminan kesehatan, dan tunjangan purna tugas. Peran serta masyarakat dalam penciptaan keamanan masyarakat akan dibangun melalui mekanisme pemolisian masyarakat. Pemolisian masyarakat berarti masyarakat turut bertanggung jawab dan berperan aktif dalam penciptaan keamanan dan ketertiban dalam bentuk kerja sama dan kemitraan dengan polisi dalam menjaga keamanan dan ketertiban.
Peningkatan profesionalisme lembaga intelijen dan kontra intelijen dalam mendeteksi, melindungi, dan melakukan tindakan pencegahan berbagai ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan yang berpengaruh terhadap kepentingan keamanan nasional. IV.1.5 MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN YANG LEBIH MERATA DAN BERKEADILAN Pembangunan yang merata dan dapat dinikmati oleh seluruh komponen bangsa di berbagai wilayah Indonesia akan meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan, mengurangi gangguan keamanan, serta menghapuskan potensi konflik sosial untuk tercapainya Indonesia yang maju, mandiri dan adil.
Pengembangan wilayah diselenggarakan dengan memerhatikan potensi dan peluang keunggulan sumberdaya darat dan/atau laut di setiap wilayah, serta memerhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan dan daya dukung lingkungan. Tujuan utama pengembangan wilayah adalah peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat serta pemerataannya. Pelaksanaan pengembangan wilayah tersebut dilakukan secara terencana dan terintegrasi dengan semua rencana pembangunan sektor dan bidang. Rencana pembangunan dijabarkan dan disinkronisasikan ke dalam rencana tata ruang yang konsisten, baik materi maupun jangka waktunya.
Percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah strategis dan cepat tumbuh didorong sehingga dapat mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal di sekitarnya dalam suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi yang sinergis, tanpa mempertimbangkan batas wilayah administrasi, tetapi lebih ditekankan pada pertimbangan keterkaitan mata- rantai proses industri dan distribusi. Upaya itu dapat dilakukan melalui pengembangan produk unggulan daerah, serta mendorong terwujudnya koordinasi, sinkronisasi, keterpaduan dan kerja sama antarsektor, antarpemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dalam mendukung peluang berusaha dan investasi di daerah.
Keberpihakan pemerintah ditingkatkan untuk mengembangkan wilayah- wilayah tertinggal dan terpencil sehingga wilayah-wilayah tersebut dapat tumbuh dan berkembang secara lebih cepat dan dapat mengurangi ketertinggalan pembangunannya dengan daerah lain. Pendekatan pembangunan yang perlu dilakukan, selain dengan pemberdayaan masyarakat secara langsung melalui skema pemberian dana alokasi khusus, termasuk jaminan pelayanan publik dan keperintisan, perlu pula dilakukan penguatan keterkaitan kegiatan ekonomi dengan wilayah-wilayah cepat tumbuh dan strategis dalam satu ‘sistem wilayah pengembangan ekonomi’.
Wilayah-wilayah perbatasan dikembangkan dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking menjadi outward lookin g sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. Pendekatan pembangunan yang dilakukan, selain menggunakan pendekatan yang bersifat keamanan, juga diperlukan pendekatan kesejahteraan. Perhatian khusus diarahkan bagi pengembangan pulau- pulau kecil di perbatasan yang selama ini luput dari perhatian.
Pembangunan kota-kota metropolitan, besar, menengah, dan kecil diseimbangkan pertumbuhannya dengan mengacu pada sistem pembangunan perkotaan nasional. Upaya itu diperlukan untuk mencegah terjadinya pertumbuhan fisik kota yang tidak terkendali ( urban sprawl & conurbation ), seperti yang terjadi di wilayah pantura Pulau Jawa, serta untuk mengendalikan arus migrasi masuk langsung dari desa ke kota-kota besar dan metropolitan, dengan cara menciptakan kesempatan kerja, termasuk peluang usaha, di kota-kota menengah dan kecil, terutama di luar Pulau Jawa. Oleh karena itu, perlu dilakukan peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi sejak tahap awal.
Pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan dikendalikan dalam suatu sistem wilayah pembangunan metropolitan yang kompak, nyaman, efisien dalam pengelolaan, serta mempertimbangkan pembangunan yang berkelanjutan melalui (1) penerapan manajemen perkotaan yang meliputi optimasi dan pengendalian pemanfaatan ruang serta pengamanan zona penyangga di sekitar kota inti dengan penegakan hukum yang tegas dan adil, serta peningkatan peran dan fungsi kota-kota menengah dan kecil di sekitar kota inti agar kota-kota tersebut tidak hanya berfungsi sebagai kota tempat tinggal ( dormitory town ) saja, tetapi juga menjadi kota mandiri;
pengembangan kegiatan ekonomi kota yang ramah lingkungan seperti industri jasa keuangan, perbankan, asuransi, dan industri telematika serta peningkatan kemampuan keuangan daerah perkotaan; dan
perevitalan kawasan kota yang meliputi pengembalian fungsi kawasan melalui pembangunan kembali kawasan; peningkatan kualitas lingkungan fisik, sosial, budaya; serta penataan kembali pelayanan fasilitas publik, terutama pengembangan sistem transportasi masal yang terintegrasi antarmoda.
Percepatan pembangunan kota-kota kecil dan menengah ditingkatkan, terutama di luar Pulau Jawa, sehingga diharapkan dapat menjalankan perannya sebagai ‘motor penggerak’ pembangunan wilayah-wilayah di sekitarnya maupun dalam melayani kebutuhan warga kotanya. Pendekatan pembangunan yang perlu dilakukan, antara lain, memenuhi kebutuhan pelayanan dasar perkotaan sesuai dengan tipologi kota masing-masing.
Peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan dengan kegiatan ekonomi di wilayah perdesaan didorong secara sinergis (hasil produksi wilayah perdesaan merupakan backward linkages dari kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan) dalam suatu ‘sistem wilayah pengembangan ekonomi’. Peningkatan keterkaitan tersebut memerlukan adanya perluasan dan diversifikasi aktivitas ekonomi dan perdagangan (nonpertanian) di pedesaan yang terkait dengan pasar di perkotaan.
Pembangunan perdesaan didorong melalui pengembangan agroindustri padat pekerja, terutama bagi kawasan yang berbasiskan pertanian dan kelautan; peningkatan kapasitas sumber daya manusia di perdesaan khususnya dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya; pengembangan jaringan infrastruktur penunjang kegiatan produksi di kawasan perdesaan dan kota-kota kecil terdekat dalam upaya menciptakan keterkaitan fisik, sosial dan ekonomi yang saling komplementer dan saling menguntungkan; peningkatan akses informasi dan pemasaran, lembaga keuangan, kesempatan kerja, dan teknologi; pengembangan social capital dan human capital yang belum tergali potensinya sehingga kawasan perdesaan tidak semata-mata mengandalkan sumber daya alam saja; intervensi harga dan kebijakan perdagangan yang berpihak ke produk pertanian, terutama terhadap harga dan upah.
Rencana tata ruang digunakan sebagai acuan kebijakan spasial bagi pembangunan di setiap sektor, lintas sektor, maupun wilayah agar pemanfaatan ruang dapat sinergis, serasi, dan berkelanjutan. Rencana Tata Ruang Wilayah disusun secara hierarki. Dalam rangka mengoptimalkan penataan ruang perlu ditingkatkan (a) kompetensi sumber daya manusia dan kelembagaan di bidang penataan ruang, (b) kualitas rencana tata ruang, dan (c) efektivitas penerapan dan penegakan hukum dalam perencanaan, pemanfaatan, maupun pengendalian pemanfaatan ruang.
Menerapkan sistem pengelolaan pertanahan yang efisien, efektif, serta melaksanakan penegakan hukum terhadap hak atas tanah dengan menerapkan prinsip-prinsip keadilan, transparansi, dan demokrasi. Selain itu, perlu dilakukan penyempurnaan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah melalui perumusan berbagai aturan pelaksanaan land reform serta penciptaan insentif/disinsentif perpajakan yang sesuai dengan luas, lokasi, dan penggunaan tanah agar masyarakat golongan ekonomi lemah dapat lebih mudah mendapatkan hak atas tanah. Selain itu, menyempurnakan sistem hukum dan produk hukum pertanahan melalui inventarisasi dan penyempurnaan peraturan perundang-undangan pertanahan dengan mempertimbangkan aturan masyarakat adat, serta peningkatan upaya penyelesaian sengketa pertanahan baik melalui kewenangan administrasi, peradilan, maupun alternative dispute resolution . Selain itu, akan dilakukan penyempurnaan kelembagaan pertanahan sesuai dengan semangat otonomi daerah dan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, terutama yang berkaitan dengan peningkatan kapasitas sumber daya manusia bidang pertanahan di daerah.
Kapasitas pemerintah daerah terus dikembangkan melalui peningkatan kapasitas aparat pemerintah daerah, kapasitas kelembagaan pemerintah daerah, kapasitas keuangan pemerintah daerah, serta kapasitas lembaga legislatif daerah. Selain itu, pemberdayaan masyarakat akan terus dikembangkan melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan; peningkatan akses pada modal usaha dan sumber daya alam; pemberian kesempatan luas untuk menyampaikan aspirasi terhadap kebijakan dan peraturan yang menyangkut kehidupan mereka; serta peningkatan kesempatan dan kemampuan untuk mengelola usaha ekonomi produktif yang mendatangkan kemakmuran dan mengatasi kemiskinan.
Peningkatan kerja sama antardaerah akan terus ditingkatkan dalam rangka memanfaatkan keunggulan komparatif maupun kompetitif setiap daerah; menghilangkan ego pemerintah daerah yang berlebihan; serta menghindari timbulnya inefisiensi dalam pelayanan publik. Pembangunan kerja sama antardaerah melalui sistem jejaring antardaerah akan sangat bermanfaat sebagai sarana berbagi pengalaman, berbagi keuntungan dari kerja sama, maupun berbagi tanggung jawab pembiayaan secara proporsional, baik dalam pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana maupun dalam pembangunan lainnya.
Sistem ketahanan pangan diarahkan untuk menjaga ketahanan dan kemandirian pangan nasional dengan mengembangkan kemampuan produksi dalam negeri yang didukung kelembagaan ketahanan pangan yang mampu menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup di tingkat rumah tangga, baik dalam jumlah, mutu, keamanan, maupun harga yang terjangkau, yang didukung oleh sumber-sumber pangan yang beragam sesuai dengan keragaman lokal.
Koperasi yang didorong berkembang luas sesuai kebutuhan menjadi wahana yang efektif untuk meningkatkan posisi tawar dan efisiensi kolektif para anggotanya, baik produsen maupun konsumen di berbagai sektor kegiatan ekonomi sehingga menjadi gerakan ekonomi yang berperan nyata dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat. Sementara itu, pemberdayaan usaha mikro menjadi pilihan strategis untuk meningkatkan pendapatan kelompok masyarakat berpendapatan rendah dalam rangka mengurangi kesenjangan pendapatan dan kemiskinan melalui peningkatan kapasitas usaha dan ketrampilan pengelolaan usaha serta sekaligus mendorong adanya kepastian, perlindungan, dan pembinaan usaha.
Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan kesejahteraan sosial juga dilakukan dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana.
Pembangunan kesejahteraan sosial dalam rangka memberikan perlindungan pada kelompok masyarakat yang kurang beruntung disempurnakan melalui penguatan lembaga jaminan sosial yang didukung oleh peraturan-peraturan perundangan, pendanaan, serta sistem nomor induk kependudukan (NIK). Pemberian jaminan sosial dilaksanakan dengan mempertimbangkan budaya dan kelembagaan yang sudah berakar di masyarakat.
Sistem perlindungan dan jaminan sosial disusun, ditata, dan dikembangkan untuk memastikan dan memantapkan pemenuhan hak-hak rakyat akan pelayanan sosial dasar. Sistem jaminan sosial nasional (SJSN) yang sudah disempurnakan bersama sistem perlindungan sosial nasional (SPSN) yang didukung oleh peraturan perundang–undangan dan pendanaan serta sistem Nomor Induk Kependudukan (NIK) dapat memberikan perlindungan penuh kepada masyarakat luas. secara bertahap sehingga Pengembangan SPSN dan SJSN dilaksanakan dengan memperhatikan budaya dan sistem yang sudah berakar di kalangan masyarakat luas.
Pemenuhan perumahan beserta prasarana dan sarana pendukungnya diarahkan pada (1) penyelenggaraan pembangunan perumahan yang berkelanjutan, memadai, layak, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat serta didukung oleh prasarana dan sarana permukiman yang mencukupi dan berkualitas yang dikelola secara profesional, kredibel, mandiri, dan efisien;
penyelenggaraan pembangunan perumahan beserta prasarana dan sarana pendukungnya yang mandiri mampu membangkitkan potensi pembiayaan yang berasal dari masyarakat dan pasar modal, menciptakan lapangan kerja, serta meningkatkan pemerataan dan penyebaran pembangunan; dan
pembangunan pembangunan perumahan beserta prasarana dan sarana pendukungnya yang memperhatikan fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup.
Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi diarahkan pada (1) peningkatan kualitas pengelolaan aset ( asset management ) dalam penyediaan air minum dan sanitasi;
pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat;
penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan profesional; dan
penyediaan sumber-sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin.
Penanggulangan kemiskinan diarahkan pada penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak dasar rakyat secara bertahap dengan mengutamakan prinsip kesetaraan dan nondiskriminasi. Sejalan dengan proses demokratisasi, pemenuhan hak dasar rakyat diarahkan pada peningkatan pemahaman tentang pentingnya mewujudkan hak-hak dasar rakyat. Kebijakan penanggulangan kemiskinan juga diarahkan pada peningkatan mutu penyelenggaraan otonomi daerah sebagai bagian dari upaya pemenuhan hak-hak dasar masyarakat miskin. IV.1.6 MEWUJUDKAN INDONESIA YANG ASRI DAN LESTARI Sumber daya alam dan lingkungan hidup merupakan modal pembangunan nasional dan, sekaligus sebagai penopang sistem kehidupan. Sumber daya alam yang lestari akan menjamin tersedianya sumber daya yang berkelanjutan bagi pembangunan. Lingkungan hidup yang asri akan meningkatkan kualitas hidup manusia . Oleh karena itu, untuk mewujudkan Indonesia yang maju, mandiri, dan adil, sumber daya alam dan lingkungan hidup harus dikelola secara seimbang untuk menjamin keberlanjutan pembangunan nasional. Penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan di seluruh sektor dan wilayah menjadi prasyarat utama dalam pelaksanaan berbagai kegiatan pembangunan.
Mendayagunakan Sumber Daya Alam yang Terbarukan. Sumber daya alam terbarukan, baik di darat dan di laut, harus dikelola dan dimanfaatkan secara rasional, optimal, efisien, dan bertanggung jawab dengan mendayagunakan seluruh fungsi dan manfaat secara seimbang. Pengelolaan sumber daya alam terbarukan yang sudah berada dalam kondisi kritis diarahkan pada upaya untuk merehabilitasi dan memulihkan daya dukungnya yang selanjutnya diarahkan pada pemanfaatan jasa lingkungan sehingga tidak semakin merusak dan menghilangkan kemampuannya sebagai modal bagi pembangunan yang berkelanjutan. Hasil atau pendapatan yang berasal dari pemanfaatan sumber daya alam terbarukan diinvestasikan kembali guna menumbuhkembangkan upaya pemulihan, rehabilitasi, dan pencadangan untuk kepentingan generasi sekarang maupun generasi mendatang. Di samping itu, pemanfaatan sumber daya alam yang terbarukan akan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri dengan memanfaatkan sumber daya berbasis kelautan dan hasil-hasil pertanian sebagai energi alternatif.
Mengelola Sumber Daya Alam yang Tidak Terbarukan. Pengelolaan sumber daya alam tak terbarukan, seperti bahan tambang, mineral, dan sumber daya energi diarahkan untuk tidak dikonsumsi secara langsung, melainkan diperlakukan sebagai masukan, baik bahan baku maupun bahan bakar, untuk proses produksi yang dapat menghasilkan nilai tambah yang optimal di dalam negeri. Selain itu, sumber daya alam tak terbarukan pemanfaatannya harus seefisien mungkin dan menerapkan strategi memperbesar cadangan dan diarahkan untuk mendukung proses produksi di dalam negeri. Pemanfaatan sumber daya energi yang tidak terbarukan, seperti minyak dan gas bumi, terutama diarahkan untuk memenuhi kebutuhan energi yang terjangkau masyarakat di dalam negeri dan untuk mendukung industri berbasis hidrokarbon, seperti industri petrokimia, industri pupuk dalam mendukung sektor pertanian di dalam negeri. Keluarannya ( output ) diarahkan untuk dapat dijadikan sebagai modal kumulatif. Hasil atau pendapatan yang diperoleh dari kelompok sumber daya alam tersebut diarahkan untuk percepatan pertumbuhan ekonomi dengan diinvestasikan pada sektor-sektor lain yang produktif, juga untuk upaya reklamasi, konservasi, dan memperkuat pendanaan dalam pencarian sumber-sumber energi alternatif yang menjadi jembatan dari energi fosil ke energi yang terbarukan, seperti energi yang memanfaatkan nuklir dan panas bumi dan atau bahan substitusi yang terbarukan dan atau bahan substitusi yang terbarukan seperti biomassa, biogas, mikrohidro, energi matahari, arus laut, panas bumi ( geothermal ) dan tenaga angin yang ramah lingkungan. Pengembangan sumber-sumber energi alternatif itu disesuaikan dengan kondisi masyarakat dengan tetap mempertimbangkan kelestarian lingkungan. Di samping itu, pengembangan energi juga mempertimbangkan harga energi yang memperhitungkan biaya produksi, menginternalisasikan biaya lingkungan, serta mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat. Dengan demikian, pembangunan energi terus diarahkan kepada keragaman energi dan konservasi energi dengan memerhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Pengembangan energi juga dilaksanakan dengan memerhatikan komposisi penggunaan energi (diversifikasi) yang optimal bagi setiap jenis energi.
Menjaga Keamanan Ketersediaan Energi. Menjaga keamanan ketersediaan energi diarahkan untuk menyediakan energi dalam waktu yang terukur antara tingkat ketersediaan sumber- sumber energi dan tingkat kebutuhan masyarakat.
Menjaga dan Melestarikan Sumber Daya Air. Pengelolaan sumber daya air diarahkan untuk menjamin keberlanjutan daya dukungnya dengan menjaga kelestarian fungsi daerah tangkapan air dan keberadaan air tanah; mewujudkan keseimbangan antara pasokan dan kebutuhan melalui pendekatan demand management yang ditujukan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan dan konsumsi air dan pendekatan supply management yang ditujukan untuk meningkatan kapasitas dan keandalan pasokan air; serta memperkokoh kelembagaan sumber daya air untuk meningkatkan keterpaduan dan kualitas pelayanan terhadap masyarakat.
Mengembangkan Potensi Sumber Daya Kelautan. Arah pembangunan ke depan perlu memerhatikan pendayagunaan dan pengawasan wilayah laut yang sangat luas. Dengan cakupan dan prospek sumber daya kelautan yang sangat luas, arah pemanfaatannya harus dilakukan melalui pendekatan multisektor, integratif, dan komprehensif agar dapat meminimalkan konflik dan tetap menjaga kelestariannya. Di samping itu, mengingat kompleksnya permasalahan dalam pengelolaan sumber daya laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil, pendekatan keterpaduan dalam kebijakan dan perencanaan menjadi prasyarat utama dalam menjamin keberlanjutan proses ekonomi, sosial, dan lingkungan. Selain itu, kebijakan dan pengelolaan pembangunan kelautan harus merupakan keterpaduan antara sektor lautan dan daratan serta menyatu dalam strategi pembangunan nasional sehingga kekuatan darat dan laut dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan bangsa.
Meningkatkan Nilai Tambah atas Pemanfaatan Sumber Daya Alam Tropis yang Unik dan Khas. Diversifikasi produk dan inovasi pengolahan hasil sumber daya alam terus dikembangkan agar mampu menghasilkan barang dan jasa yang memiliki nilai tambah yang tinggi, termasuk untuk pengembangan mutu dan harga yang bersaing dalam merebut persaingan global. Arah ini harus menjadi acuan bagi pengembangan industri yang berbasis sumber daya alam selain tetap menekankan pada pemeliharaan sumber daya alam yang ada dan sekaligus meningkatkan kualitas dan kuantitasnya. Perhatian khusus diberikan kepada masyarakat lokal agar dapat memeroleh akses yang memadai dan menikmati hasil dari pemanfaatan sumber daya alam yang ada di wilayahnya. Dengan demikian, pembangunan pada masa yang akan datang tidak hanya berlandaskan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi semata, melainkan juga keberpihakan kepada aspek sosial dan lingkungan.
Memerhatikan dan Mengelola Keragaman Jenis Sumber Daya Alam yang Ada di Setiap Wilayah. Kebijakan pengembangan sumber daya alam yang khas pada setiap wilayah dilaksanakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, mengembangkan wilayah strategis dan cepat tumbuh, serta memperkuat kapasitas dan komitmen daerah untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Peningkatan partisipasi masyarakat akan pentingnya pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah antara lain melalui pemberdayaan terhadap berbagai institusi sosial dan ekonomi di tingkat lokal, serta pengakuan terhadap hak-hak adat dan ulayat atas sumber daya alam. Pengelolaan sumber daya alam di luar pulau Jawa, terutama di kawasan tertinggal diberikan perhatian khusus agar dapat dikembangkan potensinya untuk percepatan pembangunan wilayah, tetapi tetap mengedepankan aspek keberlanjutan bagi generasi mendatang. Untuk itu, diperlukan tata ruang wilayah yang mantap disertai penegakan agar menjadi pedoman pemanfaatan sumber daya alam yang optimal dan lestari.
Mitigasi Bencana Alam Sesuai dengan Kondisi Geologi Indonesia. Secara geografis Indonesia berada di wilayah pertemuan tiga lempeng tektonik. Kebijakan pembangunan berwawasan lingkungan memberikan ruang untuk mengembangkan kemampuan dan penerapan sistem deteksi dini serta sosialisasi dan diseminasi informasi secara dini terhadap ancaman kerawanan bencana alam kepada masyarakat. Untuk itu, perlu ditingkatkan identifikasi dan pemetaan daerah-daerah rawan bencana agar dapat diantisipasi secara dini. Hal itu dapat memberikan manfaat besar bagi masyarakat dan memberikan perlindungan terhadap manusia dan harta benda karena adanya perencanaan wilayah yang peduli/peka terhadap bencana alam.
Mengendalikan Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan. Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang. Pembangunan ekonomi diarahkan pada pemanfaatan jasa lingkungan yang ramah lingkungan sehingga tidak mempercepat terjadinya degradasi dan pencemaran lingkungan. Pemulihan dan rehabilitasi kondisi lingkungan hidup diprioritaskan pada upaya peningkatan daya dukung lingkungan dalam menunjang pembangunan berkelanjutan.
Meningkatkan Kapasitas Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. Kebijakan pengelolaan sumber daya alam perlu didukung oleh peningkatan kelembagaan pengelola sumber daya alam dan lingkungan hidup; penegakan hukum lingkungan yang adil dan tegas serta sistem politik yang kredibel dalam mengendalikan konflik; peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas; perluasan penerapan etika lingkungan; serta perkembangan asimilasi sosial budaya yang makin mantap sehinggga lingkungan dapat memberikan kenyamanan dan keindahan dalam kehidupan. Selanjutnya, cara pandang terhadap lingkungan hidup yang berwawasan etika lingkungan perlu didorong melalui internalisasi ke dalam kegiatan produksi dan konsumsi, dengan cara menanamkan nilai dan etika lingkungan dalam kehidupan sehari-hari termasuk proses pembelajaran sosial, serta pendidikan formal pada semua tingkatan.
Meningkatkan Kesadaran Masyarakat untuk Mencintai Lingkungan Hidup. Kebijakan itu diarahkan terutama bagi generasi muda sehingga tercipta sumber daya manusia yang berkualitas dan peduli terhadap isu sumber daya alam dan lingkungan hidup. Dengan demikian, pada masa yang akan datang mereka mampu berperan sebagai penggerak bagi penerapan konsep pembangunan berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari. IV.1.7 MEWUJUDKAN INDONESIA MENJADI NEGARA KEPULAUAN YANG MANDIRI, MAJU, KUAT DAN BERBASISKAN KEPENTINGAN NASIONAL Pembangunan kelautan pada masa yang akan datang diarahkan pada pola pembangunan berkelanjutan berdasarkan pengelolaan sumber daya laut berbasiskan ekosistem, yang meliputi aspek-aspek sumber daya manusia dan kelembagaan, politik, ekonomi, lingkungan hidup, sosial budaya, pertahanan keamanan, dan teknologi.
Membangkitkan wawasan dan budaya bahari, antara lain, melalui (a) pendidikan dan penyadaran masyarakat tentang kelautan yang dapat diwujudkan melalui semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan; (b) melestarikan nilai-nilai budaya serta wawasan bahari serta merevitalisasi hukum adat dan kearifan lokal di bidang kelautan; dan (c) melindungi dan menyosialisasikan peninggalan budaya bawah air melalui usaha preservasi, restorasi, dan konservasi.
Meningkatkan dan menguatkan peranan sumber daya manusia di bidang kelautan yang diwujudkan, antara lain, dengan (a) mendorong jasa pendidikan dan pelatihan yang berkualitas di bidang kelautan untuk bidang-bidang keunggulan yang diimbangi dengan ketersediaan lapangan kerja dan (b) mengembangkan standar kompetensi sumber daya manusia di bidang kelautan. Selain itu, perlu juga dilakukan peningkatan dan penguatan peranan ilmu pengetahuan dan teknologi, riset, dan pengembangan sistem informasi kelautan.
Menetapkan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, aset-aset, dan hal-hal terkait di dalamnya, termasuk kewajiban-kewajiban yang telah digariskan oleh hukum laut United Nation Convention on the Law Of Sea (UNCLOS) 1982. Indonesia telah meratifikasi UNCLOS pada tahun 1986 sehingga mempunyai kewajiban, antara lain, (a) menyelesaikan hak dan kewajiban dalam mengelola sumber daya kelautan berdasarkan ketentuan UNCLOS 1982; (b) menyelesaikan penataan batas maritim (perairan pedalaman, laut teritorial, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif, dan landas kontinen); (c) menyelesaikan batas landas kontinen di luar 200 mil laut; (d) menyampaikan laporan data nama geografis sumber daya kelautan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa. Di sisi lain, Indonesia juga perlu pengembangan dan penerapan tata kelola dan kelembagaan nasional di bidang kelautan, yang meliputi (a) pembangunan sistem hukum dan tata pemerintahan yang mendukung ke arah terwujudnya Indonesia sebagai Negara Kepulauan serta (b) pengembangan sistem koordinasi, perencanaan, monitoring, dan evaluasi.
Melakukan upaya pengamanan wilayah kedaulatan yurisdiksi dan aset Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang meliputi (a) peningkatan kinerja pertahanan dan keamanan secara terpadu di wilayah perbatasan; (b) pengembangan sistem monitoring, control, and survaillance (MCS) sebagai instrumen pengamanan sumber daya, lingkungan, dan wilayah kelautan; (c) pengoptimalan pelaksanaan pengamanan wilayah perbatasan dan pulau- pulau kecil terdepan; dan (d) peningkatan koordinasi keamanan dan penanganan pelanggaran di laut.
Mengembangkan industri kelautan secara sinergi, optimal, dan berkelanjutan yang meliputi (a) perhubungan laut; (b) industri maritim; (c) perikanan; (d) wisata bahari; (e) energi dan sumber daya mineral; (f) bangunan laut; dan (g) jasa kelautan.
Mengurangi dampak bencana pesisir dan pencemaran laut dilakukan melalui (a) pengembangan sistem mitigasi bencana; (b) pengembangan early warning system ; (c) pengembangan perencanaan nasional tanggap darurat tumpahan minyak di laut; (d) pengembangan sistem pengendalian hama laut, introduksi spesies asing, dan organisme laut yang menempel pada dinding kapal; serta (e) pengendalian dampak sisa-sisa bangunan dan aktivitas di laut.
Meningkatkan kesejahteraan keluarga miskin di kawasan pesisir dilakukan dengan mengembangkan kegiatan ekonomi produktif skala kecil yang mampu memberikan lapangan kerja lebih luas kepada keluarga miskin. IV.1.8 MEWUJUDKAN INDONESIA YANG BERPERAN AKTIF DALAM PERGAULAN INTERNASIONAL Melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial merupakan amanat konstitusi yang harus diperjuangkan secara konsisten. Sebagai negara yang besar secara geografis dan jumlah penduduk, Indonesia sesungguhnya memiliki peluang dan potensi untuk mempengaruhi dan membentuk opini internasional dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional. Dalam rangka mewujudkan Indonesia maju, mandiri, adil dan makmur, Indonesia sangat penting untuk berperan aktif dalam politik luar negeri dan kerja sama lainnya baik di tingkat regional maupun internasional, mengingat konstelasi politik dan hubungan internasional lainnya yang terus mengalami perubahan-perubahan yang sangat cepat.
Peranan hubungan luar negeri terus ditingkatkan dengan penekanankan pada proses pemberdayaan posisi Indonesia sebagai negara, termasuk peningkatan kapasitas dan integritas nasional melalui keterlibatan di organisasi-organisasi internasional, yang dilakukan melalui optimalisasi pemanfaatan diplomasi dan hubungan luar negeri dengan memaknai secara positif berbagai peluang yang menguntungkan bagi kepentingan nasional yang muncul dari perspektif baru dalam hubungan internasional yang dinamis.
Penguatan kapasitas dan kredibilitas politik luar negeri dalam rangka ikut serta menciptakan perdamaian dunia, keadilan dalam tata hubungan internasional, dan ikut berupaya mencegah timbulnya pertentangan yang terlalu tajam di antara negara-negara yang berbeda ideologi, dan sistem politik maupun kepentingan agar tidak mengancam keamanan internasional sekaligus mencegah munculnya kekuatan yang terlalu bersifat hegemonik-unilateralistik di dunia.
Peningkatan kualitas diplomasi di fora internasional dalam upaya pemeliharaan keamanan nasional, integritas wilayah, dan pengamanan kekayaan sumber daya alam, baik daratan maupun lautan, serta antisipasi terhadap berbagai isu baru dalam hubungan internasional yang akan ditangani dengan parameter utamanya adalah pencapaian secara optimal kepentingan nasional.
Peningkatan efektivitas dan perluasan fungsi jaringan kerjasama yang ada demi membangun kembali solidaritas Association of South East Asian Nation (ASEAN) di bidang politik, ekonomi, kebudayaan, dan keamanan menuju terbentuknya komunitas ASEAN yang lebih solid.
Pemeliharaan perdamaian dunia melalui upaya peningkatan saling pengertian politik dan budaya, baik antarnegara maupun antarmasyarakat dunia serta peningkatan kerja sama internasional dalam membangun tatanan hubungan dan kerja sama ekonomi internasional yang lebih seimbang.
Penguatan jaringan hubungan dan kerja sama yang produktif antar aktor- aktor negara dan aktor-aktor nonnegara yang menyelenggarakan hubungan luar negeri. IV. 2 TAHAPAN DAN SKALA PRIORITAS Untuk mencapai sasaran pokok sebagaimana dimaksud di atas, pembangunan jangka panjang membutuhkan tahapan dan skala prioritas yang akan menjadi agenda dalam rencana pembangunan jangka menengah. Tahapan dan skala prioritas yang ditetapkan mencerminkan urgensi permasalahan yang hendak diselesaikan, tanpa mengabaikan permasalahan lainnya. Oleh karena itu, tekanan skala prioritas dalam setiap tahapan berbeda-beda, tetapi semua itu harus berkesinambungan dari periode ke periode berikutnya dalam rangka mewujudkan sasaran pokok pembangunan jangka panjang. Setiap sasaran pokok dalam delapan misi pembangunan jangka panjang dapat ditetapkan prioritasnya dalam masing-masing tahapan. Prioritas masing-masing misi dapat diperas kembali menjadi prioritas utama. Prioritas utama menggambarkan makna strategis dan urgensi permasalahan. Atas dasar tersebut, tahapan dan skala prioritas utama dapat disusun sebagai berikut. IV.2.1 RPJM ke-1 (2005 – 2009) Berlandaskan pelaksanaan dan pencapaian pembangunan tahap sebelumnya, RPJM I diarahkan untuk menata kembali dan membangun Indonesia di segala bidang yang ditujukan untuk menciptakan Indonesia yang aman dan damai, yang adil dan demokratis, dan yang tingkat kesejahteraan rakyatnya meningkat. Indonesia yang aman dan damai ditandai dengan meningkatnya rasa aman dan damai serta terjaganya NKRI berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika melalui tertanganinya berbagai kerawanan dan tercapainya landasan pembangunan kemampuan pertahanan nasional, serta meningkatnya keamanan dalam negeri termasuk keamanan sosial sehingga peranan Indonesia dalam menciptakan perdamaian dunia semakin meningkat. Kondisi itu didukung oleh berkembangnya nilai baru yang positif dan produktif pada setiap aspek kehidupan dalam rangka memantapkan budaya nasional, termasuk wawasan dan budaya bahari; menguat dan meluasnya pemahaman tentang identitas nasional sebagai negara demokrasi dalam tatanan masyarakat internasional; dan meningkatnya pelestarian serta pengembangan kekayaan budaya untuk memperkokoh kedaulatan NKRI berlandaskan falsafah Pancasila. Indonesia yang adil dan demokratis ditandai dengan meningkatnya keadilan dan penegakan hukum; terciptanya landasan hukum untuk memperkuat kelembagaan demokrasi; meningkatnya kesetaraan gender di berbagai bidang pembangunan; terciptanya landasan bagi upaya penegakan supremasi hukum dan penegakan hak-hak asasi manusia yang bersumber pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan tertatanya sistem hukum nasional. Bersamaan dengan itu, pelayanan kepada masyarakat makin membaik dengan meningkatnya penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah yang tercermin dengan terjaminnya konsistensi seluruh peraturan pusat dan daerah dan tidak bertentangan dengan peraturan dan perundang-undangan yang lebih tinggi; serta tertatanya kelembagaan birokrasi dalam mendukung percepatan terwujudnya tata kepemerintahan yang baik. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat Indonesia ditandai dengan menurunnya angka pengangguran dan jumlah penduduk miskin sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas; berkurangnya kesenjangan antarwilayah, termasuk meningkatnya pengelolaan pulau-pulau kecil terdepan; meningkatnya kualitas sumber daya manusia, termasuk sumber daya manusia di bidang kelautan yang didukung oleh pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan membaiknya pengelolaan sumber daya alam dan mutu lingkungan hidup. Kondisi itu dicapai dengan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penciptaan iklim yg lebih kondusif, termasuk membaiknya infrastruktur. Percepatan pembangunan infrastruktur lebih didorong melalui peningkatan peran swasta dengan meletakkan dasar-dasar kebijakan dan regulasi serta reformasi dan restrukturisasi kelembagaan, terutama untuk sektor transportasi, energi dan kelistrikan, serta pos dan telematika. Bersamaan dengan itu dilaksanakan revitalisasi kelembagaan pusat-pusat pertumbuhan yang memiliki lokasi strategis, antara lain kawasan ekonomi khusus (KEK) dan kawasan andalan. Peningkatan kualitas sumber daya manusia, antara lain, ditandai oleh meningkatnya indeks pembangunan manusia (IPM) dan indeks pembangunan gender (IPG) yang diarahkan untuk membangun bangsa yang berkarakter cerdas, adil dan beradab, berkepribadian nasional, tangguh, kompetitif, bermoral, dan berdasarkan falsafah Pancasila yang dicirikan dengan watak dan perilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang beragama, beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berbudi luhur, toleran terhadap keberagaman, bergotong-royong, patriotik, dinamis, dan berorientasi iptek; meningkatkan kualitas dan akses masyarakat terhadap pelayanan pendidikan dan kesehatan; meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan perempuan dan anak; dan mengendalikan jumlah dan laju pertumbuhan penduduk. Bersamaan dengan hal tersebut ditingkatkan mitigasi bencana alam sesuai dengan kondisi geologi Indonesia. Pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan didukung oleh meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mencintai lingkungan hidup dan menyadari keadaan wilayah yang rawan bencana sehingga makin peduli dan antisipatif. Hal itu didukung oleh pengembangan kelembagaan dan peningkatan kapasitas di setiap tingkatan pemerintahan dalam rangka penanggulangan bencana serta diacunya rencana tata ruang secara hierarki dari tingkatan nasional, pulau, provinsi, hingga kabupaten/kota sebagai payung kebijakan spasial semua sektor dalam rangka mencegah dampak kerusakan lingkungan hidup dan meminimalkan dampak bencana. IV.2.2 RPJM ke-2 (2010 – 2014) Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan RPJM ke-1, RPJM ke-2 ditujukan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang dengan menekankan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta penguatan daya saing perekonomian. Kondisi aman dan damai di berbagai daerah Indonesia terus membaik dengan meningkatnya kemampuan dasar pertahanan dan keamanan negara yang ditandai dengan peningkatan kemampuan postur dan struktur pertahanan negara serta peningkatan kemampuan lembaga keamanan negara. Kondisi itu sejalan dengan meningkatnya kesadaran dan penegakan hukum, tercapainya konsolidasi penegakan supremasi hukum dan penegakan hak asasi manusia, serta kelanjutan penataan sistem hukum nasional. Sejalan dengan itu, kehidupan bangsa yang lebih demokratis semakin terwujud ditandai dengan membaiknya pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah serta kuatnya peran masyarakat sipil dan partai politik dalam kehidupan bangsa. Posisi penting Indonesia sebagai negara demokrasi yang besar makin meningkat dengan keberhasilan diplomasi di fora internasional dalam upaya pemeliharaan keamanan nasional, integritas wilayah, dan pengamanan kekayaan sumber daya alam nasional. Selanjutnya, kualitas pelayanan publik yang lebih murah, cepat, transparan, dan akuntabel makin meningkat yang ditandai dengan terpenuhinya standar pelayanan minimum di semua tingkatan pemerintah. Kesejahteraan rakyat terus meningkat ditunjukkan oleh membaiknya berbagai indikator pembangunan sumber daya manusia, antara lain meningkatnya pendapatan per kapita; menurunnya angka kemiskinan dan tingkat pengangguran sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas disertai dengan berkembangnya lembaga jaminan sosial; meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat yang didukung dengan pelaksanaan sistem pendidikan nasional yang mantap; meningkatnya derajat kesehatan dan status gizi masyarakat; meningkatnya kesetaraan gender; meningkatnya tumbuh kembang optimal, kesejahteraan, dan perlindungan anak; terkendalinya jumlah dan laju pertumbuhan penduduk; menurunnya kesenjangan kesejahteraan antarindividu, antarkelompok masyarakat, dan antardaerah; dipercepatnya pengembangan pusat-pusat pertumbuhan potensial di luar Jawa; serta makin mantapnya nilai-nilai baru yang positif dan produktif dalam rangka memantapkan budaya dan karakter bangsa. Daya saing perekonomian meningkat melalui penguatan industri manufaktur sejalan dengan penguatan pembangunan pertanian dan peningkatan pembangunan kelautan dan sumber daya alam lainnya sesuai potensi daerah secara terpadu serta meningkatnya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; teknologi; percepatan pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerja sama antara pemerintah dan dunia usaha; peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan; serta penataan kelembagaan ekonomi yang mendorong prakarsa masyarakat dalam kegiatan perekonomian. Kondisi itu didukung oleh pengembangan jaringan infrastruktur transportasi, serta pos dan telematika; peningkatan pemanfaatan energi terbarukan, khususnya bioenergi, panas bumi, tenaga air, tenaga angin, dan tenaga surya untuk kelistrikan; serta pengembangan sumber daya air dan pengembangan perumahan dan permukiman. Bersamaan dengan itu, industri kelautan yang meliputi perhubungan laut, industri maritim, perikanan, wisata bahari, energi dan sumber daya mineral dikembangkan secara sinergi, optimal, dan berkelanjutan. Dalam kerangka pencapaian pembangunan yang berkelanjutan, pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup makin berkembang melalui penguatan kelembagaan dan peningkatan kesadaran masyarakat yang ditandai dengan berkembangnya proses rehabilitasi dan konservasi sumber daya alam dan lingkungan hidup yang disertai dengan menguatnya partisipasi aktif masyarakat; terpeliharanya keanekaragaman hayati dan kekhasan sumber daya alam tropis lainnya yang dimanfaatkan untuk mewujudkan nilai tambah, daya saing bangsa, serta modal pembangunan nasional pada masa yang akan datang; mantapnya kelembagaan dan kapasitas antisipatif serta penanggulangan bencana di setiap tingkatan pemerintahan; serta terlaksananya pembangunan kelautan sebagai gerakan yang didukung oleh semua sektor. Kondisi itu didukung dengan meningkatnya kualitas perencanaan tata ruang serta konsistensi pemanfaatan ruang dengan mengintegrasikannya ke dalam dokumen perencanaan pembangunan terkait dan penegakan peraturan dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang. IV.2.3 RPJM ke-3 (2015 – 2019) Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan RPJM ke-2, RPJM ke-3 ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu dan teknologi yang terus meningkat. Sejalan dengan kondisi aman dan damai yang makin mantap di seluruh wilayah Indonesia, kemampuan pertahanan nasional dan keamanan dalam negeri makin menguat yang ditandai dengan terbangunnya profesionalisme institusi pertahanan dan keamanan negara serta meningkatnya kecukupan kesejahteraan prajurit serta ketersediaan alat utama sistem persenjataan TNI dan alat utama Polri melalui pemberdayaan industri pertahanan nasional. Kehidupan demokrasi bangsa makin mengakar dalam kehidupan bangsa sejalan dengan makin mantapnya pelembagaan nilai-nilai demokrasi dengan menitikberatkan pada prinsip toleransi, nondiskriminasi dan kemitraan dan semakin mantapnya pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah. Kondisi itu mendorong tercapainya penguatan kepemimpinan dan kontribusi Indonesia dalam berbagai kerja sama internasional dalam rangka mewujudkan tatanan dunia yang lebih adil dan damai dalam berbagai aspek kehidupan. Bersamaan dengan itu kesadaran dan penegakan hukum dalam berbagai aspek kehidupan berkembang makin mantap serta profesionalisme aparatur negara di pusat dan daerah makin mampu mendukung pembangunan nasional. Kesejahteraan rakyat terus membaik, meningkat sebanding dengan tingkat kesejahteraan negara-negara berpenghasilan menengah, dan merata yang didorong oleh meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang berkualitas yang disertai terwujudnya lembaga jaminan sosial. Kualitas sumber daya manusia terus membaik ditandai oleh meningkatnya kualitas dan relevansi pendidikan, termasuk yang berbasis keunggulan lokal dan didukung oleh manajemen pelayananan pendidikan yang efisien dan efektif; meningkatnya derajat kesehatan dan status gizi masyarakat; meningkatnya kesetaraan gender; meningkatnya tumbuh kembang optimal, serta kesejahteraan dan perlindungan anak; tercapainya kondisi penduduk tumbuh seimbang; dan mantapnya budaya dan karakter bangsa. Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan yang semakin mantap dicerminkan oleh terjaganya daya dukung lingkungan dan kemampuan pemulihan untuk mendukung kualitas kehidupan sosial dan ekonomi secara serasi, seimbang, dan lestari; terus membaiknya pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya alam yang diimbangi dengan upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup dan didukung oleh meningkatnya kesadaran, sikap mental, dan perilaku masyarakat; serta semakin mantapnya kelembagaan dan kapasitas penataan ruang di seluruh wilayah Indonesia. Daya saing perekonomian Indonesia semakin kuat dan kompetitif dengan semakin terpadunya industri manufaktur dengan pertanian, kelautan dan sumber daya alam lainnya secara berkelanjutan; terpenuhinya ketersediaan infrastruktur yang didukung oleh mantapnya kerja sama pemerintah dan dunia usaha, makin selarasnya pembangunan pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi dan industri serta terlaksananya penataan kelembagaan ekonomi untuk mendorong peningkatan efisiensi, produktivitas, penguasaan dan penerapan teknologi oleh masyarakat dalam kegiatan perekonomian. Ketersediaan infrastruktur yang sesuai dengan rencana tata ruang ditandai oleh berkembangnya jaringan infrastruktur transportasi; terpenuhinya pasokan tenaga listrik yang handal dan efisien sesuai kebutuhan sehingga elektrifikasi rumah tangga dan elektrifikasi perdesaan dapat tercapai, serta mulai dimanfaatkannya tenaga nuklir untuk pembangkit listrik dengan mempertimbangkan faktor keselamatan secara ketat; terselenggaranya pelayanan pos dan telematika yang efisien dan modern guna terciptanya masyarakat informasi Indonesia; terwujudnya konservasi sumber daya air yang mampu menjaga keberlanjutan fungsi sumber daya air dan pengembangan sumber daya air serta terpenuhinya penyediaan air minum untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Selain itu, pengembangan infrastruktur perdesaan akan terus dikembangkan, terutama untuk mendukung pembangunan pertanian. Sejalan dengan itu, pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan akuntabel. Kondisi itu semakin mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh. IV.2.4 RPJM ke-4 (2020 – 2024) Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan RPJM ke-3, RPJM ke-4 ditujukan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur melalui percepatan pembangunan di berbagai bidang dengan menekankan terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai wilayah yang didukung oleh SDM berkualitas dan berdaya saing. Kelembagaan politik dan hukum telah tercipta ditandai dengan terwujudnya konsolidasi demokrasi yang kokoh dalam berbagai aspek kehidupan politik serta supremasi hukum dan penegakan hak-hak asasi manusia ; terwujudnya rasa aman dan damai bagi seluruh rakyat ; serta terjaganya keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kedaulatan negara dari ancaman, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Kondisi itu didukung oleh mantapnya kemampuan pertahanan dan keamanan negara yang ditandai oleh terwujudnya TNI yang profesional dengan komponen cadangan dan pendukung pertahanan yang kuat; terwujudnya sinergi kinerja antara POLRI dan partisipasi masyarakat dalam bidang keamanan, intelijen, dan kontra intelijen yang efektif yang disertai kemampuan industri pertahanan yang handal; terwujudnya sistem hukum nasional yang mantap yang bersumber pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam mendorong supremasi hukum; terwujudnya tata kepemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa yang berdasarkan hukum, serta birokrasi yang profesional dan netral; terwujudnya masyarakat sipil, masyarakat politik, dan masyarakat ekonomi yang mandiri, serta terwujudnya kemandirian nasional dalam konstelasi gobal. Kesejahteraan masyarakat yang terus meningkat ditunjukkan oleh makin tinggi dan meratanya tingkat pendapatan masyarakat dengan jangkauan lembaga jaminan sosial yang lebih menyeluruh; mantapnya sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing, antara lain ditandai oleh meningkat dan meratanya akses, tingkat kualitas, dan relevansi pendidikan seiring dengan makin efisien dan efektifnya manajemen pelayanan pendidikan; meningkatnya kemampuan Iptek; meningkatnya derajat kesehatan dan status gizi masyarakat; meningkatnya tumbuh kembang optimal, kesejahteraan dan perlindungan anak; dan terwujudnya kesetaraan gender; bertahannya kondisi dan penduduk tumbuh seimbang. Sejalan dengan tingkat kemajuan bangsa, sumber daya manusia Indonesia diharapkan berkarakter cerdas, tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral berdasarkan falsafah Pancasila yang dicirikan dengan watak dan perilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang beragama, beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, toleran terhadap keberagaman, bergotong royong, patriotik, dinamis dan berorientasi Iptek. Kesadaran, sikap mental, dan perilaku masyarakat makin mantap dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup untuk menjaga kenyamanan dan kualitas kehidupan sehingga masyarakat mampu berperan sebagai penggerak bagi konsep pembangunan berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari. Struktur perekonomian makin maju dan kokoh ditandai dengan daya saing perekonomian yang kompetitif dan berkembangnya keterpaduan antara industri, pertanian, kelautan dan sumber daya alam, dan sektor jasa. Lembaga dan pranata ekonomi telah tersusun, tertata, serta berfungsi dengan baik. Kondisi itu didukung oleh keterkaitan antara pelayanan pendidikan, dan kemampuan Iptek yang makin maju sehingga mendorong perekonomian yang efisien dan produktivitas yang tinggi; serta berkembangnya usaha dan investasi dari perusahaan-perusahaan Indonesia di luar negeri termasuk di zona ekonomi eksklusif dan lautan bebas dalam rangka peningkatan perekonomian nasional. Sejalan dengan itu, pertumbuhan ekonomi yang semakin berkualitas dan berkesinambungan dapat dicapai sehingga pendapatan per kapita pada tahun 2025 mencapai kesejahteraan setara dengan negara-negara berpendapatan menengah dengan tingkat pengangguran terbuka dan jumlah penduduk miskin yang makin rendah. Kondisi maju dan sejahtera makin terwujud dengan terselenggaranya jaringan transportasi pos dan telematika yang andal bagi seluruh masyarakat yang menjangkau seluruh wilayah NKRI; tercapainya elektrifikasi perdesaan dan elektrifikasi rumah tangga; serta terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat yang didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan akuntabel sehingga terwujud kota tanpa permukiman kumuh. Dalam rangka memantapkan pembangunan yang berkelanjutan, keanekaragaman hayati dan kekhasan sumber daya alam terus dipelihara dan dimanfaatkan untuk terus mempertahankan nilai tambah dan daya saing bangsa serta meningkatkan modal pembangunan nasional pada masa yang akan datang. BAB V PENUTUP Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005–2025 yang berisi visi, misi, dan arah pembangunan nasional merupakan pedoman bagi pemerintah dan masyarakat di dalam penyelenggaraan pembangunan nasional 20 tahun ke depan. RPJPN ini juga menjadi acuan di dalam penyusunan RPJP Daerah dan menjadi pedoman bagi calon Presiden dan calon Wakil Presiden dalam menyusun visi, misi, dan program prioritas yang akan menjadi dasar dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) lima tahunan dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Keberhasilan pembangunan nasional dalam mewujudkan visi Indonesia yang mandiri , maju , adil , dan makmur perlu didukung oleh (1) komitmen dari kepemimpinan nasional yang kuat dan demokratis;
konsistensi kebijakan pemerintah;
keberpihakan kepada rakyat; dan
peran serta masyarakat dan dunia usaha secara aktif. ttd DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. ...
Relevan terhadap
Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4589 LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2005 TANGGAL 30 DESEMBER 2005 TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF I. Pelayanan Jasa Hukum 1. Biaya yang berkaitan dengan badan hukum :
Pengesahan akta pendirian atau persetujuan atau laporan perubahan anggaran dasar Perseroan Terbatas per akta Rp.
000,- b. Pembuatan duplikat Surat Keputusan pengesahan atau persetujuan dan laporan Perseroan Terbatas yang hilang atau rusak per akta Rp. 100.000,- c. Pengesahan akta pendirian atau perubahan anggaran dasar perkumpulan per akta Rp.
000,- d. Pembuatan duplikat Surat Keputusan pengesahan atau perubahan perkumpulan akta anggaran dasar perkumpulan yang hilang atau rusak per akta Rp.
000,- e. Pengesahan akta pendirian atau perubahan anggaran dasar yayasan per akta Rp.
000,- f. Pembuatan duplikat Surat Keputusan pengesahan atau perubahan akta anggaran dasar yayasan yang hilang atau rusak per akta Rp.
000,- g. Pengesahan badan hukum Partai Politik per pemohonan Rp.
000,- h. Pembuatan duplikat Surat Keputusan pengesahan badan hukum Partai Politik yang hilang atau rusak per pemohonan Rp.
000,- 2. Biaya yang berkaitan dengan hukum perorangan yaitu perizinan perubahan atau penambahan nama keluarga. per orang Rp.
000,- 3. Biaya yang berkaitan dengan notariat :
Pengangkatan Notaris per orang Rp. 500.000,- b. Pengangkatan Notaris Pindahan per orang Rp. 700.000,- c. Penampung protokol per orang Rp. 500.000,- 4. Legalisasi tanda tangan yang tercantum dalam dokumen. per dokumen Rp. 10.000,- 5. Pembuatan surat keterangan surat wasiat per wasiat Rp. 50.000,- 6. Biaya yang berkaitan dengan sidik jari :
Sidik jari dari pengiriman instansi-instansi per orang Rp. 1.000,- b. Pengambilan sidik jari dengan peralatan daktiloskopi per orang Rp. 15.000,- c. Permintaan sidik jari insidentil per orang Rp. 50.000,- 7. Biaya yang berkaitan dengan surat keterangan pemberitahuan perkawinan wanita WNA dengan WNI. per dokumen Rp. 50.000,- 8. Biaya pendaftaran administrasi dan pengumuman dalam Berita Negara atas permohonan pewarga- negaraan RI. per pemohonan Rp.
000,- 9. Uang pewarganegaraan /naturalisasi per pemohonan 25 % dari penghasilan rata-rata per bulan dalam SPPT tahun terakhir 10. Biaya ...
Biaya Pendaftaran Jaminan Fidusia :
untuk nilai penjaminan sampai dengan Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) per akta Rp.
000,- b. untuk nilai penjaminan di atas Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) per akta Rp.
000,- JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF 11. Biaya permohonan perubahan hal-hal yang tercantum dalam Sertifikat Jaminan Fidusia. per permohonan Rp.
000,- 12. Biaya permohonan penggantian Sertifikat Jaminan Fidusia yang rusak atau hilang :
untuk nilai penjaminan sampai dengan Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) per akta Rp. 25.000,- b. untuk nilai penjaminan di atas Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) per akta Rp.
000,- 13. Tanda terdaftar sebagai kurator dan pengangkatan per orang Rp. 250.000,- 14. Penggunaan ahli hukum warga negara asing dan perpanjangan penggunaan ahli hukum warga negara asing yang dipekerjakan pada kantor konsultan hukum Indonesia per orang Rp 250.000,- II. Penerimaan Balai Harta Peninggalan 1. Biaya yang berkaitan dengan pembuatan pencarian dan pemberian salinan surat atau berita acara ;
Pembuatan salinan surat-surat per lembar Rp. 5.000,- b. Pembuatan berita acara penyumpahan wali per berita acara ^Rp. 15.000,- c. Pembuatan berita acara kehamilan per berita acara ^Rp. 15.000,- 2. Biaya pendaftaran akta wasiat per akta Rp. 25.000,- 3. Biaya pembuatan surat keterangan waris per surat Rp. 75.000,- 4. Biaya yang berkaitan dengan penjualan dan penyelesaian budel :
Penjualan budel :
Barang tetap per budel 2,5 % dari hasil penjualan ii. Barang bergerak per budel 2,5 % dari hasil penjualan b. Penyelesaian budel solvent :
Dalam hal BHP selaku pelaksana per budel 7 % dari jumlah seluruh kekayaan d. Dalam hal BHP selaku wali pengawas per budel 3,75 % dari jumlah seluruh kekayaan dan 1.5 % dari jumlah hutang e. Dalam hal BHP selaku pelaksana dan campur tangan BHP berakhir sebelum batas waktu penyelesaian. per budel 3,5 % dari jumlah seluruh kekayaan f. Dalam hal BHP selaku wali pengawas dan campur tangan BHP berakhir sebelum waktunya. per budel 2 % dari jumlah seluruh kekayaan 5. Biaya ...
Biaya yang berkaitan dengan pengurusan harta kekayaan yang dalam pengelolaan BHP :
Dalam hal BHP selaku pelaksana per budel 1 % dari kekayaan pertahun takwim JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF b. Dalam hal BHP selaku wali pengawas per budel 0,5 % dari kekayaan pertahun takwim c. Dalam hal pengurusan oleh BHP selaku pelaksana selesai sebelum berakhirnya tahun takwim. per budel 0,35 % dari kekayaan d. Dalam hal pengurusan oleh BHP selaku wali pengawas selesai sebelum berakhirnya tahun takwim. per budel 0,25 % dari kekayaaan 6. Biaya yang berkaitan dengan penyelesaian kepailitan :
Dalam hal kepailitan berakhir dengan perdamian :
Nilai budel sampai dengan Rp. 50 miliar. per budel 4 % dari kekayaan ii. Nilai budel di atas Rp. 50 miliar per budel 2 % dari kekayaan b. Dalam hal kepailitan berakhir diluar perdamaian :
Nilai budel sampai dengan Rp. 50 miliar. per budel 8 % dari kekayaan ii. Nilai budel di atas Rp. 50 miliar per budel 4 % dari kekayaan ^ c. Dalam hal pernyataan pailit ditolak di tingkat kasasi atau Peninjauan Kembali (PK). per budel 1 % dari harta debitur apabila debitur sebag ai pemohon atau 1% dari nilai tagihan apabila kreditur sebagai pemohon ^ III. Jasa Tenaga Kerja Narapidana per orang per hari Berdasarkan kontrak, sekurang-kurangnya sama dengan UMR IV. Surat Perjalanan Republik Indonesia 1. Paspor biasa 48 halaman untuk WNI perorangan per buku Rp. 750.000,- 2. Paspor biasa 24 halaman untuk WNI perorangan per buku Rp. 300.000,- 3. Paspor RI untuk orang asing perorangan per buku Rp. 600.000,- 4. Surat perjalanan laksana paspor untuk WNI perorangan per buku Rp. 50.000,- 5. Surat perjalanan laksana paspor untuk WNI keluarga per buku Rp. 75.000,- 6. Surat perjalanan laksana paspor untuk orang asing perorangan per buku Rp.
000,- 7. Surat perjalanan laksana paspor untuk orang asing keluarga per buku Rp.
000,- 8. Perubahan surat perjalanan laksana paspor untuk WNI menjadi SPLP keluarga per buku Rp.
000,- 9. Perubahan SPLP untuk orang asing menjadi SPLP keluarga per buku Rp. 50.000,- 10. Paspor RI 48 halaman pengganti yang rusak atau hilang dan masih berlaku per buku Rp.
000.000,- 11. Pas Lintas ...
Pas lintas batas perorangan per buku Rp.
000,- 12. Pas lintas batas keluarga per buku Rp. 15.000,- 13. Paspor RI 24 halaman pengganti yang rusak atau hilang dan masih berlaku per buku Rp. 400.000,- 14. Paspor RI untuk orang asing pengganti yang rusak atau per buku 1.000.000,- JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF hilang dan masih berlaku Rp. V. Visa 1. Visa singgah per orang US $ 20,- 2. Visa kunjungan per orang US $ 45,- 3. Visa kunjungan usaha beberapa kali perjalanan dihitung per tahun per orang US $ 100,- a. Visa kunjungan saat kedatangan :
7 (tujuh ) hari per orang US $ 10,- ii. 30 (tiga puluh) hari per orang US $ 25,- b. Visa tinggal terbatas :
1 (satu) tahun per orang US $ 100,- ii. 2 (dua ) tahun per orang US $ 175,- VI. Izin Keimigrasian 1. Setiap kali perpanjangan izin kunjungan per orang Rp. 250.000,- 2. Izin tinggal terbatas :
1 (satu) tahun per orang Rp. 700.000,- b. 2 (dua ) tahun per orang Rp. 1.200.000,- 3. Perpanjangan izin tinggal terbatas per orang Rp. 700.000,- 4. Penggantian Kartu Izin Tinggal Terbatas karena rusak atau hilang dan masih berlaku per orang Rp. 1.000.000,- 5. Izin tinggal khusus keimigrasian, perpanjangan, penggantian dan penambahan masa berlakunya per orang Rp.
000,- 6. Teraan pemberian izin tinggal khusus keimigrasian, penggantian dan penambahan izin tinggal khusus keimigrasian pada kantor imigrasi per teraan Rp. 100.000,- 7. Izin Tinggal Tetap per orang Rp. 3.000.000,- 8. Perpanjangan izin tinggal tetap per orang Rp. 2.000.000,- 9. Penggantian KITAP karena rusak atau hilang. per orang Rp. 1.000.000,- VII. Izin Masuk Kembali (Re-entry Permit) 1. Untuk satu kali perjalanan per orang Rp. 200.000,- 2. Untuk beberapa kali perjalanan (6 bulan) per orang Rp. 600.000,- 3. Untuk beberapa kali perjalanan (1 tahun) per orang Rp. 1.000.000,- 4. Izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan (2 tahun) per orang Rp.
750.000,- VIII. Surat Keterangan Keimigrasian per orang Rp. 500.000,- 10. Biaya ... IX. Biaya beban :
Orang asing yang berada di wilayah Indonesia melampaui waktu tidak lebih dari 60 hari dari izin keimigrasian yang diberikan, dihitung per hari per hari US $ 20,- 2. Penanggungjawab alat angkut yang tidak per alat angkut US $ 3.000,- JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF memenuhi kewajiban melapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian X. Smart Card per orang US $ 15,- XI. Kartu Perjalanan Pebisnis Asia Pasific Economic Cooperation/APEC Busines Travel Card (ABTC) per orang US $ 200,- XII. Hak Cipta Desain Industri, Rahasia Dagang dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu 1. Biaya permohonan pendaftaran suatu ciptaan per permohonan ^Rp. 200.000,- 2. Biaya permohonan pendaftaran suatu ciptaan berupa program komputer. per permohonan Rp.
000,- 3. Biaya permohonan pencatatan pemindahan hak atas suatu ciptaan yang terdaftar dalam daftar umum ciptaan. per permohonan Rp.
000,- 4. Biaya permohonan perubahan nama dan alamat suatu ciptaan yang terdaftar dalam daftar umum ciptaan. per permohonan Rp.
000,- 5. Biaya permohonan petikan tiap pendaftaran ciptaan dalam daftar umum ciptaan. per permohonan Rp.
000,- 6. Biaya pencatatan lisensi hak cipta. per permohonan Rp.
000,- 7. Biaya pencatatan pengalihan Hak Rahasia Dagang :
Usaha Kecil per permohonan ^Rp. 200.000,- b. Non Usaha Kecil per permohonan Rp. 400.000,- 8. Pencatatan Perjanjian Lisensi Rahasia Dagang :
Usaha Kecil per permohonan ^Rp. 150.000,- b. Non Usaha Kecil per permohonan ^Rp. 250.000,- 9. Permohonan Pendaftaran Desain Industri :
Usaha Kecil per permohonan ^Rp. 300.000,- b. Non Usaha Kecil per permohonan ^Rp. 600.000,- 10. Pengajuan Keberatan atas Permohonan Desain Industri. per permohonan ^Rp. 150.000,- 11. Permintaan Petikan Daftar Umum Desain Industri. per permohonan ^Rp. 100.000,- 12. Permintaan Dokumen Prioritas Desain Industri per permohonan ^Rp. 100.000,- 13. Permintaan Salinan Sertifikat Desain Industri. per permohonan ^Rp. 100.000,- 14. Pencatatan Pengalihan Hak Desain Industri :
Usaha Kecil per permohonan ^Rp. 200.000,- b. Non Usaha Kecil per permohonan ^Rp. 400.000,- 15. Pencatatan surat Perjanjian Lisensi Desain Industri. per permohonan ^Rp. 250.000,- 16. Perubahan Nama dan atau Alamat Desain Industri :
Usaha Kecil per permohonan ^Rp. 100.000,- b. Non Usaha Kecil per permohonan ^Rp. 150.000,- 17. Pembatalan Desain Industri :
Usaha Kecil per permohonan ^Rp. 0,- b. Non Usaha Kecil per permohonan ^Rp. 200.000,- ^ 18. Permohonan ...
Permohonan Pendaftaran Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu :
Usaha Kecil per permohonan ^Rp. 400.000,- b. Non Usaha Kecil per permohonan ^Rp. 700.000,- 19. Permintaan Petikan Daftar Umum Desain Tata Letak per permohonan 200.000,- JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF Sirkuit Terpadu Rp.
Permintaan Salinan Sertifikat Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu:
Usaha Kecil per permohonan ^Rp. 100.000,- b. Non Usaha Kecil per permohonan ^Rp. 200.000,- 21. Pencatatan Pengalihan Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu :
Usaha Kecil per permohonan ^Rp. 250.000,- b. Non Usaha Kecil per permohonan ^Rp. 500.000,- 22. Pencatatan Perjanjian Lisensi Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu:
Usaha Kecil per permohonan ^Rp. 150.000,- b. Non Usaha Kecil per permohonan ^Rp. 250.000,- 23. Perubahan Nama dan atau Alamat Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu :
Usaha Kecil per permohonan ^Rp. 150.000,- b. Non Usaha Kecil per permohonan ^Rp. 250.000,- 24. Pembatalan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu :
Usaha Kecil per permohonan ^Rp. 0,- b. Non Usaha Kecil per permohonan ^Rp. 200.000,- XIII. Paten 1. Permintaan :
Permintaan paten per permohonan ^Rp. 575.000,- b. Permintaan paten sederhana per permohonan ^Rp. 125.000,- 2. Pemeriksaan Substantif :
Permintaan Paten : per permohonan ^Rp. 2.000.000,- b. Permintaan paten sederhana per permohonan ^Rp. 350.000,- 3. Tambahan biaya setiap klaim per permohonan ^Rp. 40.000,- 4. Perubahan jenis permintaan paten per permohonan ^Rp. 450.000,- 5. Permintaan banding per permohonan ^Rp. 3.000.000,- 6. Permintaan surat keterangan penemu terdaftar : per permohonan ^Rp. 1.000.000,- 7. Permintaan surat bukti hak prioritas per permohonan ^Rp. 75.000,- 8. Permintaan surat keterangan resmi untuk memperoleh contoh jasad renik. per permohonan Rp. 100.000,- 9. Permintaan pencatatan pengalihan permintaan paten. Rp. 100.000,- 10. Permintaan pencatatan pengalihan paten per paten Rp. 150.000,- 11. Permintaan pencatatan perubahan data pemohon per permintaan ^Rp. 100.000,- 12. Permintaan pencatatan perubahan pemegang paten per paten Rp. 150.000,- 13. Pendaftaran pencatatan perjanjian lisensi atau lisensi wajib per permintaan Rp.
000.000,- 14. Pendaftaran konsultan HKI per permintaan ^Rp. 5.000.000,- 15. Permintaan petikan daftar umum paten per permintaan ^Rp. 60.000,- 16. Permintaan ...
Permintaan salinan dokumen paten per lembar Rp. 5.000,- 17. Biaya penelusuran :
Permintaan atas penelusuran paten yang di umumkan di dalam negeri per subyek Rp.
000,- JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF b. Permintaan atas penelusuran paten yang di umumkan di luar negeri per subyek US $ 100,- 18. Biaya tahunan pemeliharaan paten ( tidak termasuk paten sederhana ) :
Tahun ke-1 (tahun pertama sejak tanggal penerimaan permintaan paten) :
Dasar per paten Rp. 700.000,- (2) Tambahan tiap klaim per paten Rp. 50.000,- ii. Tahun ke-2 (tahun kedua sejak tanggal penerimaan permintaan paten) :
Dasar per paten Rp. 700.000,- (2) Tambahan tiap klaim per paten Rp. 50.000,- iii. Tahun ke-3 (tahun ketiga sejak tanggal penerimaan permintaan paten) :
Dasar per paten Rp. 700.000,- (2) Tambahan tiap klaim per paten Rp. 50.000,- iv. Tahun ke-4 (tahun keempat sejak tanggal penerimaan permintaan paten) :
Dasar per paten Rp. 1.000.000,- (2) Tambahan tiap klaim per paten Rp. 100.000,- v. Tahun ke-5 (tahun kelima sejak tanggal penerimaan permintaan paten) :
Dasar per paten Rp. 1.000.000,- (2) Tambahan tiap klaim per paten Rp. 100.000,- vi. Tahun ke-6 (tahun keenam sejak tanggal penerimaan permintaan paten) :
Dasar per paten Rp. 1.500.000,- (2) Tambahan tiap klaim per paten Rp. 150.000,- vii. Tahun ke-7 (tahun ketujuh sejak tanggal penerimaan permintaan paten) :
Dasar per paten Rp. 2.000.000,- (2) Tambahan tiap klaim per paten Rp. 200.000,- viii. Tahun ke-8 (tahun kedelapan sejak tanggal penerimaan permintaan paten) :
Dasar per paten Rp. 2.000.000,- (2) Tambahan tiap klaim per paten Rp. 200.000,- ix. Tahun ke-9 (tahun kesembilan sejak tanggal penerimaan permintaan paten) :
Dasar per paten Rp. 2.500.000,- (2) Tambahan tiap klaim per paten Rp. 250.000,- x. Tahun ke-10 (tahun kesepuluh sejak tanggal penerimaan permintaan paten) :
Dasar per paten Rp. 3.500.000,- (2) Tambahan tiap klaim per paten Rp. 250.000,- xi. Tahun ...
xi. Tahun ke-11 (tahun kesebelas sejak tanggal penerimaan permintaan paten) :
Dasar per paten Rp. 5.000.000,- (2) Tambahan tiap klaim per paten Rp. 250.000,- JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF xii. Tahun ke-12 (tahun kedua belas sejak tanggal penerimaan permintaan paten) :
Dasar per paten Rp. 5.000.000,- (2) Tambahan tiap klaim per paten Rp. 250.000,- xiii. Tahun ke-13 (tahun ketiga belas sejak tanggal penerimaan permintaan paten) :
Dasar per paten Rp. 5.000.000,- (2) Tambahan tiap klaim per paten Rp. 250.000,- xiv. Tahun ke-14 (tahun keempat belas sejak tanggal penerimaan permintaan paten) :
Dasar per paten Rp. 5.000.000,- (2) Tambahan tiap klaim per paten Rp. 250.000,- xv. Tahun ke-15 (tahun kelima belas sejak tanggal penerimaan permintaan paten) :
Dasar per paten Rp. 5.000.000,- (2) Tambahan tiap klaim per paten Rp. 250.000,- xvi. Tahun ke-16 (tahun keenam belas sejak tanggal penerimaan permintaan paten) :
Dasar per paten Rp. 5.000.000,- (2) Tambahan tiap klaim per paten Rp. 250.000,- xvii. Tahun ke-17 (tahun ketujuh belas sejak tanggal penerimaan permintaan paten) :
Dasar per paten Rp. 5.000.000,- (2) Tambahan tiap klaim per paten Rp. 250.000,- xviii. Tahun ke-18 (tahun kedelapan belas sejak tanggal penerimaan permintaan paten) :
Dasar per paten Rp. 5.000.000,- (2) Tambahan tiap klaim per paten Rp. 250.000,- xix. Tahun ke-19 (tahun kesembilan belas sejak tanggal penerimaan permintaan paten) :
Dasar per paten Rp. 5.000.000,- (2) Tambahan tiap klaim per paten Rp. 250.000,- xx. Tahun ke-20 (tahun kedua puluh sejak tanggal penerimaan permintaan paten) :
Dasar per paten Rp. 5.000.000,- (2) Tambahan tiap klaim per paten Rp. 250.000,- 19. Denda keterlambatan atas pembayaran biaya tahunan pemeliharaan paten (tidak termasuk paten sederhana) per paten 2,5 % per bulan dari kewajiban yang harus dibayar 20. Biaya administrasi permintaan paten melalui Paten Cooperation Treaty (PCT) per permintaan Rp. 500.000,- 21. Biaya Tahunan Pemeliharaan Paten Sederhana :
Tahun ke-1 (tahun pertama sejak tanggal penerimaan permintaan paten) per paten Rp. 550.000,- ii. Tahun ke-2 (tahun kedua sejak tanggal penerimaan permintaan paten) per paten Rp. 550.000,- iii. Tahun ... iii. Tahun ke-3 (tahun ketiga sejak tanggal penerimaan permintaan paten) per paten Rp. 550.000,- iv. Tahun ke-4 (tahun keempat sejak tanggal penerimaan permintaan paten) per paten Rp. 550.000,- JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF v. Tahun ke-5 (tahun kelima sejak tanggal penerimaan permintaan paten) per paten Rp. 1.100.000,- vi. Tahun ke-6 (tahun keenam sejak tanggal penerimaan permintaan paten) per paten Rp. 1.650.000,- vii. Tahun ke-7 (tahun ketujuh sejak tanggal penerimaan permintaan paten) per paten Rp. 2.200.000,- viii. Tahun ke-8 (tahun kedelapan sejak tanggal penerimaan permintaan paten) per paten Rp. 2.750.000,- ix. Tahun ke-9 (tahun kesembilan sejak tanggal penerimaan permintaan paten) per paten Rp. 3.300.000,- x. Tahun ke-10 (tahun kesepuluh sejak tanggal penerimaan permintaan paten) per paten Rp.
850.000,- 22. Biaya pengumuman lebih awal sampai dengan 6 bulan Per permohonan ^Rp. 200.000,- 23. Biaya denda terhadap keterlambatan permohonan persyaratan Per permohonan Rp.
000,- 24. Biaya permohonan lisensi wajib Per permohonan ^Rp. 200.000,- XIV. Merek 1. Biaya permintaan pendaftaran merek dan permintaan perpanjangan perlindungan merek terdaftar :
Permintaan pendaftaran merek dagang atau jasa (1) 1 (satu) kelas barang dan atau jasa per permintaan ^Rp. 450.000,- (2) 2 (dua) kelas barang dan atau jasa per permintaan ^Rp. 950.000,- (3) 3 (tiga) kelas barang dan atau jasa per permintaan ^Rp. 1.500.000,- ii. Permintaan pendaftaran indikasi geografis per permintaan ^Rp. 250.000,- iii. Permintaan pendaftaran merek kolektif per permintaan ^Rp. 600.000,- iv. Permintaan perpanjangan jangka waktu perlindungan merek per permintaan Rp.
000,- v. Permintaan perpanjangan perlindungan merek kolektif per permintaan ^Rp. 750.000,- 2. Biaya pencatatan dalam daftar umum merek :
Pencatatan perubahan nama dan atau alamat pemilik merek per permintaan Rp.
000,- ii. Pencatatan pengalihan hak/penggabungan perusahaan (merger) atas merek terdaftar per permintaan Rp 375.000,- iii. Pencatatan perjanjian lisensi per permintaan ^Rp. 375.000,- iv. Pencatatan penghapusan pendaftaran merek per permintaan ^Rp. 150.000,- v. Pencatatan perubahan peraturan penggunaan merek kolektif per permintaan Rp.
000,- vi. Pencatatan pengalihan hak atas merek kolektif terdaftar per permintaan Rp.
000,- vii. Pencatatan penghapusan pendaftaran merek kolektif per permintaan ^Rp. 225.000,- 3. Biaya permintaan petikan resmi dan permintaan keterangan tertulis mengenai merek :
Permintaan petikan resmi pendaftaran merek per permintaan ^Rp. 75.000,- ii. Permintaan keterangan tertulis mengenai daftar umum merek per permintaan Rp.
000,- iii. Permintaan keterangan tertulis mengenai pertanyaan persamaan pada pokoknya suatu merek dengan merek yang sudah terdaftar per permintaan Rp. 125.000,- 4. Biaya ...
Biaya permintaan banding merek per permintaan ^Rp. 1.000.000,- 5. Biaya permintaan banding indikasi geografis per permintaan ^Rp. 1.000.000,- 6. Biaya pengajuan keberatan atas permintaan pendaftaran merek per permintaan Rp.
000,- JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF 7. Biaya permintaan petikan resmi pendaftaran indikasi geografis per permintaan Rp.
000,- 8. Biaya salinan bukti prioritas permohonan merek per permintaan ^Rp. 50.000,-