Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan
Relevan terhadap 35 lainnya
Anggota dewan komisaris, anggota pengawas, anggota direksi, anggota pengurus, pengelola, pegawai, dan/atau pihak terafiliasi penyelenggara Usaha Jasa Pembiayaan dilarang:
membuat pencatatan palsu dalam pembukuan atau laporan keuangan dan/ a tau tan pa didukung dengan dokumen yang sah;
menghilangkan atau tidak memasukkan informasi yang benar dalam laporan kegiatan usaha dan laporan keuangan; dan SK No I 64360 A jdih.kemenkeu.go.id (2) (3) c. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, dan/atau menghilangkan suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan keuangan, dan dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha. Anggota dewan komisaris, anggota pengawas, anggota direksi, anggota pengurus, pengelola, pegawai, dan/atau pihak terafiliasi penyelenggara Usaha Jasa Pembiayaan dilarang:
meminta atau menerima suatu imbalan di luar biaya resmi, berupa uang atau barang untuk keuntungan pribadi atau keluarganya;
menjadikan orang lain mendapatkan uang muka atau fasilitas Pembiayaan dari Usaha Jasa Pembiayaan;
memberikan atau menyebabkan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas Pembiayaan pada Usaha Jasa Pembiayaan;
tidak melaksanakan langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan Usaha Jasa Pembiayaan terhadap ketentuan dalam Undang-Undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi Usaha Jasa Pembiayaan; dan
memberikan laporan, informasi, data, dan/ a tau dokumen kepada Otoritas Jasa Keuangan secara tidak benar, palsu, dan/atau menyesatkan. Pemegang saham dan/atau pihak terafiliasi Usaha Jasa Pembiayaan dilarang menyuruh anggota direksi, anggota dewan komisaris, anggota pengawas, anggota pengurus, pengelola, pegawai Usaha Jasa Pembiayaan, dan/atau pihak terafiliasi lainnya untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan yang mengakibatkan Usaha Jasa Pembiayaan tidak melaksanakan langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan Usaha Jasa Pembiayaan terhadap ketentuan dalam Undang-Undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya bagi Usaha Jasa Pembiayaan.
Ruang lingkup Usaha Jasa Pembiayaan meliputi:
kegiatan pembiayaan barang dan/atau jasa kepada masyarakat yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan;
kegiatan pembiayaan melalui penyertaan modal dan/atau pembiayaan untuk jangka waktu tertentu dalam rangka pengembangan usaha pada pasangan usaha atau debitur yang dilakukan oleh perusahaan modal ventura;
kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana pada proyek infrastruktur yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan infrastruktur;
kegiatan menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi dana dengan penerima dana dalam melakukan pendanaan baik secara konvensional maupun berdasarkan Prinsip Syariah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan internet, yang dilakukan oleh Penyelenggara Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi;
kegiatan usaha pemberian pinjaman dengan jaminan benda bergerak yang dilakukan oleh perusahaan pergadaian; dan
skema kegiatan pembiayaan lain yang diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan. Selain melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara Usaha Jasa Pembiayaan dapat melakukan kegiatan lain setelah mendapat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan. SK Nol63971A jdih.kemenkeu.go.id (3) (4) (5) (6) (1) Dalam melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, penyelenggara Usaha Jasa Pembiayaan dapat mengelola dana ventura dalam bentuk kontrak investasi bersama. Ruang lingkup usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan berdasarkan Prinsip Syariah. Tidak termasuk dalam ruang lingkup Usaha Jasa Pembiayaan berdasarkan Undang-Undang ini, merupakan kegiatan Usaha Jasa Pembiayaan yang dilakukan oleh:
badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan yang dijalankan berdasarkan undang-undang tersendiri;
perusahaan pembiayaan sekunder perumahan yang dibentuk karena penugasan khusus dari Pemerintah;
perusahaan pembiayaan infrastruktur dan/atau kegiatan pembangunan yang dibentuk karena penugasan khusus dari Pemerintah;
badan usaha milik negara yang menjalankan pembiayaan untuk membantu pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah serta koperasi; dan
setiap pihak yang memberikan pinjaman/pembiayaan kepada pihak lain dengan tidak ditujukan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus yang bertujuan untuk melakukan kegiatan usaha dengan berorientasi mencari keuntungan. Ketentuan lebih lanjut mengenai ruang lingkup Usaha Jasa Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Pengawasan terhadap penyelenggara Usaha Jasa Pembiayaan dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Dalam rangka pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara Usaha Jasa Pembiayaan wajib menyampaikan laporan bulanan, laporan keuangan tahunan dan/ a tau laporan lain secara benar kepada Otoritas Jasa Keuangan. Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan berwenang:
menyetujui atau menolak untuk memberikan izin usaha, izin pembukaan kantor cabang, izin konversi, dan izin pendirian unit usaha syariah;
mencabut izin usaha penyelenggara Usaha Jasa Pembiayaan termasuk izin atas unit usaha syariah;
melakukan pemeriksaan terhadap penyelenggara Usaha Jasa Pembiayaan dan/atau pihak terafiliasi;
melakukan penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap anggota direksi, anggota dewan komisaris, Dewan Pengawas Syariah, PSP, anggota pengurus, anggota pengawas, dan pengelola;
meminta rapat anggota untuk melakukan evaluasi kinerja pengurus, pengawas, dan pengelola;
menetapkan Pembiayaan; PSP dari penyelenggara Usaha Jasa g. menyetujui atau mencabut persetujuan suatu pihak menjadi PSP dari penyelenggara Usaha Jasa Pembiayaan;
memberikan perintah tertulis kepada penyelenggara Usaha Jasa Pembiayaan dan/atau pihak terafiliasi untuk melaksanakan kewajiban sebagai tindak lanjut dari fungsi pengawasan;
(1) (2) 1. mengenakan sanksi kepada penyelenggara U saha Jasa Pembiayaan, pemegang saham, anggota direksi, anggota dewan komisaris, Dewan Pengawas Syariah, anggota pengurus, anggota pengawas, dan/atau pengelola; dan J. melaksanakan kewenangan lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengawasan sebagaimana diatur pada ayat (1) dan kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Tata Cara Penerbitan dan Pembelian Kembali Obligasi Daerah dan Sukuk Daerah oleh Pemerintah Daerah
Relevan terhadap
Persiapan penerbitan Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) minimal meliputi:
menentukan kegiatan yang akan dibiayai melalui penerbitan Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah;
membuat kerangka acuan kegiatan;
membuat perhitungan batas maksimal Pembiayaan Utang Daerah;
membuat perhitungan rasio kemampuan keuangan Daerah untuk mengembalikan Pembiayaan Utang Daerah;
membuat perhitungan nilai bersih maksimal Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah setiap tahunnya;
menyiapkan struktur organisasi, perangkat kerja, dan sumber daya manusia unit pengelola Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4);
menentukan jenis Akad Sukuk Daerah, untuk persiapan penerbitan Sukuk Daerah sebagaimana Pasal 10 ayat (2); dan
menyiapkan BMD dan/atau objek Pembiayaan Utang Daerah yang akan menjadi dasar penerbitan Sukuk Daerah.
Kerangka acuan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disertai dengan dokumen studi kelayakan dalam hal penerbitan Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah yang melebihi sisa masa jabatan Kepala Daerah dalam rangka pembiayaan pembangunan Infrastruktur Daerah.
Dalam rangka persiapan penerbitan Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Daerah dapat menerima dukungan dari Pemerintah dan/atau lembaga lainnya.
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Obligasi Daerah adalah surat berharga berupa pengakuan utang yang diterbitkan oleh pemerintah daerah.
Sukuk Daerah adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah sebagai bukti atas bagian penyertaan aset Sukuk Daerah yang diterbitkan oleh pemerintah daerah.
Pembelian Kembali Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah adalah kegiatan pembelian Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah sebelum jatuh tempo oleh pemerintah daerah di pasar sekunder.
Aset Sukuk Daerah adalah objek pembiayaan Sukuk Daerah dan/atau barang milik daerah yang memiliki nilai ekonomis, berupa tanah dan/atau bangunan maupun selain tanah dan/atau bangunan, yang dalam rangka penerbitan Sukuk Daerah dijadikan sebagai dasar penerbitan Sukuk Daerah.
Pembiayaan Utang Daerah adalah setiap penerimaan daerah yang harus dibayar kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
Akad adalah perjanjian tertulis yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan peraturan Daerah.
Barang Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BMD adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Infrastruktur adalah fasilitas teknis, fisik, sistem, perangkat keras, dan lunak yang diperlukan untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat dan mendukung jaringan struktur agar pertumbuhan ekonomi dan sosial masyarakat dapat berjalan dengan baik.
Emiten adalah pihak yang melakukan penawaran umum. 11. Pasar Modal adalah bagian dari sistem keuangan yang berkaitan dengan kegiatan penawaran umum dan transaksi efek, pengelolaan investasi, emiten dan perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, dan lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.
Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BUMD adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh daerah.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas- batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintah Daerah adalah kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kepala Daerah adalah gubernur bagi Daerah provinsi atau bupati bagi Daerah kabupaten atau wali kota bagi Daerah kota.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
Peraturan Daerah yang selanjutnya disebut Perda atau yang disebut dengan nama lain adalah Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota.
Peraturan Kepala Daerah yang selanjutnya disebut Perkada adalah peraturan gubernur dan peraturan bupati/wali kota.
Rencana Pembangunan Tahunan Daerah yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah Daerah dan yang selanjutnya disingkat RKPD adalah dokumen perencanaan Daerah untuk periode 1 (satu) tahun.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang selanjutnya disingkat RPJMD adalah dokumen perencanaan pembangunan Daerah sebagai landasan dan pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan pembangunan 5 (lima) tahun.
Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Manajemen Aset Negara
Relevan terhadap
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, LMAN menyelenggarakan fungsi:
pelayanan pengelolaan aset kelolaan LMAN;
pelayanan pengelolaan aset konsultasi;
pelayanan pengembangan usaha, analisis pasar properti, dan pengembangan strategi bisnis;
perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring dan evaluasi atas layanan jasa analisis dan pengkajian manajemen aset konsultasi, layanan fasilitasi pertemuan pemilik aset dan mitra, kegiatan atau jasa pengelolaan aset konsultasi;
pendanaan pengadaan tanah untuk proyek strategis nasional;
penyusunan dan pendokumentasian dokumen hukum peraturan, perjanjian, dan/atau perikatan lainnya;
penanganan hukum;
pelaksanaan hubungan masyarakat, publikasi dan layanan informasi, strategi komunikasi, serta hubungan kemitraan;
koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi dan teknis kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan LMAN;
pelaksanaan pemeriksaan intern atas pelaksanaan tugas LMAN; dan
pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri Keuangan.
Tarif Layanan Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah pada Kementerian Koperasi dan Usaha Keci ...
Relevan terhadap
Tarif layanan pembiayaan dana bergulir dengan pola syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b merupakan tarif pembiayaan dana bergulir dalam bentuk imbal hasil sesuai dengan prinsip syariah.
Imbal hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk persentase nisbah (bagi hasil) dan/atau persentase margin untuk pembiayaan dana bergulir dengan pola syariah baik penyaluran tanpa melalui lembaga perantara maupun penyaluran melalui lembaga perantara.
Tarif layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tarif layanan tertinggi yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Penetapan tarif layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mempertimbangkan evaluasi tarif yang dilakukan secara periodik oleh Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah pada Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah yang paling sedikit meliputi:
kinerja penerima pembiayaan;
imbal hasil kepada debitur dan/atau anggota koperasi;
tujuan pembiayaan; dan/atau
wilayah penyaluran.
Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran tarif pembiayaan dana bergulir dengan pola syariah diatur dalam perjanjian antara Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah pada Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah dengan koperasi, pelaku usaha mikro, kecil, menengah, dan/atau Lembaga perantara.
Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling sedikit memuat:
jangka waktu pembiayaan;
pengembalian pokok pembiayaan;
pembayaran bagi hasil pembiayaan;
pembayaran jasa pembiayaan;
sanksi;
peninjauan kembali pembiayaan;
jaminan;
tingkat nisbah (bagi hasil) dan/atau margin pada debitur; dan/atau
denda.
Tata Cara Pemberian Penjaminan Pemerintah Dalam Rangka Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah
Relevan terhadap 9 lainnya
Dalam rangka pelaksanaan Penjaminan Penyelenggaraan CPP, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap:
pelaksanaan pembiayaan serta pemenuhan kewajiban Terjamin;
pelaksanaan penugasan penjaminan melalui Badan Usaha Penjaminan; dan
tingkat kelayakan kredit ( credit worthiness ) Terjamin.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko mengadakan pertemuan secara berkala dengan Terjamin dan Badan Usaha Penjaminan untuk membahas dan memberikan masukan mengenai pelaksanaan pengelolaan risiko.
Hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk bahan penyusunan laporan secara berkala dan/atau rekomendasi kepada Menteri.
Tingkat kelayakan kredit ( credit worthiness ) Terjamin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c menjadi pertimbangan utama bagi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam memberikan rekomendasi kepada Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terkait dengan kebijakan Penjaminan Pemerintah.
Kebijakan Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:
perubahan terhadap cakupan ( coverage ) Penjaminan Pemerintah dalam permohonan Penjaminan Pemerintah selanjutnya; dan/atau
kelanjutan Penjaminan Penyelenggaraan CPP.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam hal ini Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara melakukan pemantauan terhadap pengelolaan risiko yang dilakukan Terjamin sesuai dengan dokumen rencana mitigasi risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (6).
Dalam hal Badan Usaha Penjaminan mendapatkan penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), Badan Usaha Penjaminan turut melakukan pemantauan terhadap pengelolaan risiko yang dilakukan Terjamin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam hal ini Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara.
Dalam rangka pemantauan terhadap pengelolaan risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam hal ini Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara, Badan Usaha Penjaminan, dan Terjamin dapat mengadakan pertemuan secara berkala untuk membahas mengenai pelaksanaan rencana mitigasi risiko sebagaimana tertuang dalam dokumen rencana mitigasi risiko oleh Terjamin.
Terhitung sejak diterbitkannya Penjaminan Pemerintah, Terjamin wajib menyusun laporan secara triwulanan pada periode yang berakhir pada bulan Maret, Juni, September, dan Desember, yang terdiri atas:
laporan penggunaan dana dari penarikan atas Pinjaman;
laporan keuangan Terjamin secara triwulan dan tahunan yang belum diaudit ( unaudited );
laporan kemampuan bayar Terjamin, termasuk proyeksi kemungkinan terjadinya risiko gagal bayar pada Terjamin untuk 1 (satu) tahun ke depan;
laporan arus kas pada saat diperlukan berdasarkan permintaan Pemerintah dan/atau Badan Usaha Penjaminan sebelum tanggal jatuh tempo atas pembayaran Pinjaman berdasarkan perjanjian Pinjaman;
laporan pelaksanaan rencana mitigasi risiko; dan
laporan pengadaan pembiayaan lainnya.
Terjamin menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam hal ini Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara, paling lambat tanggal 20 (dua puluh) pada bulan berikutnya.
Terjamin wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit paling lambat 10 (sepuluh) hari kalender sejak diterbitkannya laporan keuangan yang telah diaudit kepada Badan Usaha Penjaminan dengan tembusan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam hal ini Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara.
Dalam hal Badan Usaha Penjaminan mendapatkan penugasan Penjaminan Pemerintah, penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan penyampaian laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) juga dilakukan oleh Terjamin kepada Badan Usaha Penjaminan.
Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal
Relevan terhadap
Dalam hal permohonan Sertifikat Halal diajukan oleh Pelaku Usaha mikro dan kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8i ayat (1), pembiayaan dapat dilakukan juga dengan:
anggaran pendapatan dan belanja daerah;
pembiayaan alternatif untuk usaha mikro dan kecil;
pembiayaan dari dana kemitraan;
bantuan hibah pemerintah atau lembaga lain;
dana bergulir; atau
sumber lain yang sah dan tidak mengikat. BAB VII LABEL HALAL DAN KETERANGAN TIDAK HALAL Bagian Kesatu Label Halal Pasal 87 (1) Pelaku Usaha wajib mencantumkan Laber Halar pada Produk yang telah mendapat Sertifikat Halal. (21 Label Halal dapat dicantumkan serama proses perpanjangan Sertifikat Halal.
Tata Cara Penyediaan, Penghitungan, Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Subsidi Listrik
Relevan terhadap
i. beban sewa kontingensi;
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan
Relevan terhadap 5 lainnya
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1633, Subdirektorat Peraturan dan Pengembangan Kebijakan Pembiayaan Infrastruktur menyelenggarakan fungsi:
pengkajian, pengembangan, dan perumusan rekomendasi kebijakan pengelolaan dukungan pemerintah dan pembiayaan infastruktur;
pelaksanaan analisis hukum dan penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan dukungan pemerintah dan pembiayaan infrastruktur;
perencanaan dan pelaksanaan kerja sama kelembagaan, dan peningkatan kapasitas di bidang pengelolaan dukungan pemerintah dan pembiayaan infrastruktur;
perencanaan, proyeksi kebutuhan, penganggaran dana dukungan pemerintah, verifikasi tagihan dan penyusunan dokumen pembayaran serta laporan keuangan dana dukungan pemerintah;
pemantauan, evaluasi, dan penyusunan rekomendasi penyelesaian masalah dalam pelaksanaan proyek kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha sesuai dengan ketentuan pemberian dukungan pemerintah;
pelaksanaan identifikasi, analisis, evaluasi dan penyusunan rekomendasi mitigasi risiko dukungan pemerintah dalam pelaksanaan proyek kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha; dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengelolaan dukungan pemerintah dan pembiayaan infrastruktur.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1622, Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur menyelenggarakan fungsi:
penyiapan perumusan kebijakan di bidang pengelolaan dukungan pemerintah dan pembiayaan infrastruktur;
pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan dukungan pemerin tah dan pem biayaan infrastruktur;
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengelolaan dukungan pemerintah dan pembiayaan infrastruktur;
pemberian bimbingan teknis, monitoring dan evaluasi di bidang pengelolaan dukungan pemerintah dan pembiayaan infrastruktur; dan
pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur.
Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur terdiri atas:
Subdirektorat Penyiapan Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha;
Subdirektorat Dukungan Pemerintah;
Subdirektorat Peraturan dan Pengembangan Kebijakan Pembiayaan Infrastruktur;
Subbagian Tata Usaha; dan
Kelompok Jabatan Fungsional.
Dukungan Pendanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bagi Pengelolaan Sampah di Daerah
Relevan terhadap
Pemerintah Pusat dapat memberikan dukungan pendanaan APBN bagi Pengelolaan Sampah di daerah.
Dukungan pendanaan APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
Belanja Pemerintah Pusat;
Transfer ke Daerah; dan/atau
Pembiayaan Anggaran.
Dukungan pendanaan APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan dengan mempertimbangkan:
kemampuan keuangan negara;
kesinambungan fiskal;
pengelolaan risiko fiskal; dan
kinerja Pemerintah Daerah dan/atau Badan Usaha.
Penerima dukungan pendanaan APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
Pemerintah Daerah; dan
Badan Usaha.
Pengelolaan Sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan pembatasan, penggunaan kembali, pemilahan, pengumpulan/daur ulang, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir/pemusnahan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.
Pengelolaan Sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan yang selanjutnya disingkat dengan PSEL adalah mesin/peralatan yang dapat mengolah sampah menjadi energi listrik dan mengurangi volume sampah dan waktu pengolahan secara signifikan melalui teknologi yang ramah lingkungan dan teruji.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau wali kota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Badan Usaha adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang menjalankan jenis usaha bersifat tetap, terus-menerus, dan didirikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, serta bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat berupa badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan usaha swasta yang berbadan hukum Indonesia.
Belanja Pemerintah Pusat adalah belanja yang dialokasikan dalam APBN kepada kementerian negara/lembaga.
Transfer ke Daerah adalah bagian dari Belanja Negara dalam rangka mendanai pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa Dana Perimbangan, Dana Insentif Daerah, Dana Otonomi Khusus, dan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yograkarta.
Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya disingkat DAK adalah dana yang bersumber dari APBN kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
Dana Insentif Daerah yang selanjutnya disingkat DID adalah dana yang bersumber dari APBN kepada daerah tertentu berdasarkan kriteria/kategori tertentu dengan tujuan untuk memberikan penghargaan atas perbaikan dan/atau pencapaian kinerja tertentu di bidang tata kelola keuangan daerah, pelayanan umum pemerintahan, pelayanan dasar publik, dan kesejahteraan masyarakat.
Pembiayaan Anggaran adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali, penerimaan kembali atas pengeluaran tahun-tahun anggaran sebelumnya, pengeluaran kembali atas penerimaan tahun-tahun anggaran sebelumnya, penggunaan saldo anggaran lebih, dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Ritel di Pasar Perdana Domestik
Relevan terhadap
Untuk dapat menjadi Mitra Distribusi, calon Mitra Distribusi harus:
menyampaikan surat permohonan menjadi Mitra Distribusi sesuai dengan kemampuan layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) kepada Direktur Pembiayaan Syariah.
memenuhi kriteria dan persyaratan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko;
menyediakan Sistem Elektronik yang memenuhi standar, dalam hal calon Mitra Distribusi mengajukan permohonan sebagai Mitra Distribusi dengan kemampuan layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a; dan
lulus seleksi sebagai Mitra Distribusi.
Surat permohonan menjadi Mitra Distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus dilengkapi dengan surat pernyataan mengenai:
kesanggupan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan;
kesediaan untuk dievaluasi oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko;
tidak sedang dalam pengawasan khusus oleh otoritas terkait atau mendapatkan sanksi administratif berupa pembatasan dan/atau pembekuan kegiatan usaha dari otoritas terkait;
kesediaan bekerja sama dengan PPE-EBUS/ Bank/Perusahaan Efek/bank kustodian bagi calon Mitra Distribusi dalam rangka membantu investor untuk pembuatan SID, rekening surat berharga, penatausahaan SBSN Ritel, dan/atau perdagangan SBSN Ritel di pasar sekunder; dan
kesediaan menandatangani perjanjian kerja.
Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani oleh direktur utama calon Mitra Distribusi atau pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku di perusahaan.
Periode pendaftaran dan penyampaian surat permohonan untuk menjadi Mitra Distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditentukan oleh Menteri dan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan terkait penerbitan SBSN Ritel.
Kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit sebagai berikut:
didirikan dan/atau beroperasi di wilayah Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
memiliki izin usaha yang masih berlaku dari otoritas terkait atau izin pelaksanaan kegiatan usaha lainnya dari Pemerintah;
memiliki pengalaman sebagai perantara, penjual, dan/atau distributor produk keuangan ritel;
memiliki layanan yang dapat diakses secara elektronik;
memiliki kemampuan untuk menjangkau Investor Ritel;
memiliki rencana kerja, strategi, dan metodologi penjualan SBSN Ritel; dan
memiliki rekam jejak kegiatan usaha yang baik.
Standar Sistem Elektronik calon Mitra Distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditentukan oleh Direktur Jenderal.
Format surat permohonan dan surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Dalam rangka penerbitan dan penjualan SBSN Ritel, dapat ditunjuk Konsultan Hukum.
Penunjukan Konsultan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan kriteria dan persyaratan yang ditentukan oleh Direktur Jenderal c.q. Direktur Pembiayaan Syariah.
Kriteria dan persyaratan calon Konsultan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) minimal memiliki:
rekan ( partner ) yang terdaftar sebagai profesi penunjang pasar modal pada otoritas di bidang pasar modal;
pengalaman dalam penyusunan dokumen hukum untuk penerbitan SBSN atau obligasi syariah dan/atau memiliki anggota tim yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam penyusunan dokumen hukum untuk penerbitan SBSN dan/atau obligasi syariah;
komitmen terhadap Pemerintah dalam pengembangan pasar SBSN;
tidak sedang menangani atau menjadi wakil dari pihak yang sedang berperkara atau bersengketa dengan Pemerintah; dan
tidak sedang mendapatkan sanksi administratif berupa pembatasan dan/atau pembekuan kegiatan usaha dari otoritas terkait.
Konsultan Hukum SBSN Ritel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk dari:
Konsultan Hukum yang telah ditetapkan oleh KPA untuk membantu penerbitan dan penjualan SBSN pada tahun anggaran yang berkenaan; atau
hasil penetapan dari calon Konsultan Hukum yang mengajukan permohonan kepada Direktur Pembiayaan Syariah untuk menjadi Konsultan Hukum SBSN Ritel.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
Perusahaan Penerbit SBSN adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan ketentuan Undang-Undang tentang Surat Berharga Syariah Negara untuk melaksanakan kegiatan penerbitan SBSN.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
SBSN Ritel adalah SBSN yang dijual oleh Pemerintah kepada investor ritel di pasar perdana domestik.
SBSN Ritel yang Dapat Diperdagangkan adalah SBSN Ritel yang dapat diperjualbelikan di pasar sekunder.
SBSN Ritel yang Tidak Dapat Diperdagangkan adalah SBSN Ritel yang tidak dapat diperjualbelikan di pasar sekunder.
Pasar Perdana Domestik adalah kegiatan penawaran dan/atau penjualan SBSN Ritel yang dilakukan untuk pertama kali di wilayah Negara Republik Indonesia.
Investor Ritel adalah individu atau orang perseorangan sebagaimana tertuang dalam memorandum informasi SBSN Ritel maupun dalam ketentuan dan persyaratan SBSN yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal adalah pimpinan unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi urusan pengelolaan pembiayaan dan risiko.
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Anggaran Pengelolaan Utang (BA 999.01) yang selanjutnya disebut KPA adalah pejabat pada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang memperoleh penugasan dari Menteri untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran utang yang berasal dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Utang.
Pejabat Pembuat Komitmen Bagian Anggaran Pengelolaan Utang (BA 999.01) dalam rangka Penjualan SBSN kepada Investor Ritel di Pasar Perdana Domestik yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh KPA untuk mengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara pengelolaan utang atas pelaksanaan penjualan SBSN.
Mitra Distribusi adalah pihak yang membantu Pemerintah dalam pemasaran, penawaran, dan/atau penjualan SBSN Ritel.
Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perbankan.
Perusahaan Efek adalah perusahaan efek sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai pasar modal yang melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin emisi efek, perantara pedagang efek, dan/atau manajer investasi.
Perusahaan Financial Technology yang selanjutnya disebut Perusahaan Fintech adalah badan hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan jasa keuangan berbasis teknologi informasi.
Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang selanjutnya disingkat PPMSE adalah pelaku usaha penyedia sarana komunikasi elektronik yang digunakan untuk transaksi perdagangan.
Perantara Pedagang Efek untuk Efek Bersifat Utang dan Sukuk yang selanjutnya disingkat PPE-EBUS adalah pihak yang melakukan kegiatan usaha jual beli efek bersifat utang dan sukuk untuk kepentingan sendiri dan/atau nasabahnya sebagaimana diatur dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai perantara pedagang efek untuk efek bersifat utang dan sukuk.
Konsultan Hukum adalah pihak yang ditunjuk untuk memberikan pendapat hukum dan membantu penyusunan dokumen hukum maupun dokumen transaksi lainnya dalam rangka penerbitan SBSN Ritel.
Aset SBSN adalah objek pembiayaan SBSN dan/atau barang milik negara yang memiliki nilai ekonomis, berupa tanah dan/atau bangunan maupun selain tanah dan/atau bangunan, yang dalam rangka penerbitan SBSN dijadikan sebagai dasar penerbitan SBSN.
Akad adalah perjanjian tertulis yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Imbalan adalah pembayaran yang dapat berupa sewa, bagi hasil atau margin, atau bentuk pembayaran lainnya sesuai dengan Akad penerbitan SBSN Ritel, yang diberikan kepada pemegang SBSN Ritel sampai dengan berakhirnya periode SBSN Ritel.
Nomor Tunggal Identitas Pemodal ( Single Investor Identification ) yang selanjutnya disebut SID adalah kode tunggal dan khusus yang diterbitkan oleh PT Kustodian Sentral Efek Indonesia selaku lembaga penyimpanan dan penyelesaian.
Pemesanan Pembelian adalah pengajuan pemesanan pembelian SBSN Ritel oleh Investor Ritel di Pasar Perdana Domestik.
Memorandum Informasi adalah informasi tertulis kepada publik mengenai penawaran SBSN Ritel yang ditujukan untuk Investor Ritel.
Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik yang disediakan oleh Kementerian Keuangan dan Mitra Distribusi.
Keadaan Kahar adalah suatu kejadian yang terjadi di luar kemampuan dan kendali manusia, tidak dapat dihindarkan, dapat berupa bencana alam, kebakaran, banjir, pemogokan umum, perang (dinyatakan atau tidak dinyatakan), pemberontakan, revolusi, makar, huru-hara, terorisme, wabah/epidemi, dan diketahui secara luas yang mengakibatkan gangguan atau kerusakan pada perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, maupun sarana pendukung teknologi informasi termasuk sumber daya yang mengoperasikan teknologi informasi.
Setelmen adalah penyelesaian transaksi dalam rangka penjualan SBSN Ritel, yang terdiri dari setelmen dana dan setelmen kepemilikan SBSN.
Hari Kerja adalah hari operasional sistem pembayaran terkait penatausahaan surat berharga negara yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia.