Pengelolaan Transfer ke Daerah dalam rangka Otonomi Khusus
Relevan terhadap 5 lainnya
Gubernur menyusun RAP berdasarkan hasil Musrenbang Otsus dengan berpedoman pada rencana induk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 yang diintegrasikan dengan RPJMD serta ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan penerimaan dalam rangka Otonomi Khusus Provinsi Aceh dan dengan memperhatikan pagu TKD untuk penerimaan dalam rangka Otonomi Khusus Provinsi Aceh tahun anggaran sebelumnya.
Gubernur menyampaikan RAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan kementerian/lembaga terkait.
RAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi RAP yang bersumber dari:
Tambahan DBH Migas Otsus Provinsi Aceh; dan
Dana Otonomi Khusus.
RAP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a terdiri atas:
RAP Program dan Kegiatan pembangunan pendidikan di Provinsi Aceh; dan
RAP Program dan Kegiatan yang dialokasikan untuk membiayai Program dan Kegiatan strategis Pemerintah Aceh.
RAP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terdiri atas:
RAP Program dan Kegiatan bersama antara provinsi dan kabupaten/kota untuk belanja jaminan kesehatan, beasiswa, bantuan yatim dan fakir miskin, rumah layak huni, serta Program dan Kegiatan lain yang ditentukan oleh gubernur dan sesuai ketentuan penggunaan Dana Otonomi Khusus dalam Undang Undang tentang Pemerintahan Aceh; dan
RAP Program dan Kegiatan pembangunan Aceh.
RAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan hasil evaluasi atas RAP kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (6) serta RAP kabupaten/kota yang telah sesuai dengan hasil evaluasi.
RAP yang disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat:
target Hasil outcome ;
Program;
target Keluaran strategis;
aktivitas utama;
sumber pendanaan;
Kegiatan pembangunan infrastruktur fisik/nonfisik;
indikator target Keluaran sub Kegiatan meliputi volume dan satuan;
pagu alokasi Kegiatan;
lokasi Kegiatan;
titik koordinat lokasi Kegiatan;
organisasi Perangkat Daerah yang melaksanakan;
Kegiatan pendukung/terkait langsung layanan publik;
penerima manfaat;
penandaan (tagging) Program dan Kegiatan bersama;
penandaan (tagging) sinergi sumber pendanaan lain;
penandaan (tagging) Kegiatan tahun jamak multiyears ; dan
tanggal pelaksanaan Kegiatan.
RAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan dokumen pendukung berupa kerangka acuan kerja dan rencana anggaran dan biaya.
Dalam hal kegiatan dalam RAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Kegiatan pembangunan infrastruktur fisik, RAP dilampiri juga dengan dokumen pendukung pembangunan infrastruktur fisik seperti rancang bangun rinci, studi kelayakan, dokumen kesiapan lahan, dan/atau dokumen lain yang relevan. Paragraf 4 Penilaian Rencana Anggaran dan Program Penggunaan Penerimaan dalam rangka Otonomi Khusus
Gubernur melakukan evaluasi atas RAP yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus yang telah ditentukan penggunaannya dengan berbasis Kinerja pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5) huruf c dan RAP yang bersumber dari DTI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5) huruf d.
Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
kesesuaian antara usulan Program dengan rencana aksi 5 (lima) tahunan RIPPP dan rancangan RKPD dengan memperhatikan hasil Musrenbang Otsus;
kesesuaian usulan Program dengan kewenangan kabupaten/kota;
sinergi usulan rencana Program dan Kegiatan kabupaten/kota dengan rencana Program dan Kegiatan provinsi;
kewajaran nilai Program dan Kegiatan;
asas efisiensi dan efektivitas;
hasil pemantauan dan evaluasi TKD untuk penerimaan dalam rangka Otonomi Khusus Provinsi Papua;
sinergi dengan RAP yang bersumber dari Tambahan DBH Migas Otsus Provinsi Papua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5) huruf a dan RAP yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus yang bersifat umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5) huruf b; dan
Kegiatan yang tidak dapat dibiayai oleh TKD untuk penerimaan dalam rangka Otonomi Khusus Provinsi Papua.
Sinergi usulan rencana Program dan Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi sinergi Program dan Kegiatan dalam kebijakan prioritas Program strategis bersama.
Kebijakan prioritas program strategis bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan Program dan Kegiatan strategis yang berdampak langsung kepada masyarakat Papua terutama OAP dan membutuhkan koordinasi dan harmonisasi di dalam pengelolaannya berdasarkan kesepakatan antara gubernur dan bupati/wali kota yang dapat didelegasikan kepada sekretaris Daerah provinsi dan sekretaris Daerah kabupaten/kota.
Kesepakatan atas kebijakan prioritas program strategis bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) minimal memuat:
pemetaan Program dan Kegiatan strategis bersama berdasarkan masing-masing kewenangan provinsi/kabupaten/kota;
Program dan Kegiatan strategis bersama mendukung percepatan pembangunan Papua sesuai dengan RIPPP dan rencana aksi 5 (lima) tahunan;
kebutuhan pendanaan untuk masing-masing Program dan Kegiatan strategis bersama yang menjadi tanggung jawab provinsi dan masing-masing kabupaten/kota;
mekanisme pendanaan atas pelaksanaan Program dan Kegiatan strategis bersama; dan
kesediaan pemotongan Dana Otonomi Khusus dalam hal salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban.
Kesepakatan atas kebijakan prioritas program strategis bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani bersama oleh Pemerintah Daerah provinsi dan kabupaten/kota.
Dalam hal Pemerintah Daerah kabupaten/kota tidak memenuhi kewajiban sebagaimana telah dituangkan dalam berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Pemerintah Daerah provinsi dapat mengusulkan pemotongan TKD untuk penerimaan dalam rangka Otonomi Khusus.
Evaluasi terhadap sinergi RAP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g dilaksanakan dengan memperhatikan kesesuaian antara RAP yang bersumber dari Tambahan DBH Migas Otsus Provinsi Papua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5) huruf a dan RAP yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus yang bersifat umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5) huruf b dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah gubernur menerima RAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5).
Hasil atas evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara dalam format yang tercantum dalam Lampiran huruf b yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini dan ditandatangani oleh sekretaris Daerah/kepala organisasi Perangkat Daerah yang membidangi perencanaan pembangunan Daerah di provinsi dan sekretaris Daerah/kepala organisasi Perangkat Daerah yang membidangi perencanaan pembangunan Daerah di kabupaten/kota.
Dalam hal berdasarkan hasil atas evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9) terdapat kesepakatan perbaikan atas RAP, bupati/wali kota melakukan perbaikan RAP berdasarkan hasil evaluasi.
Perbaikan RAP sebagaimana dimaksud pada ayat (10) disampaikan kembali oleh bupati/wali kota kepada gubernur.
Gubernur melakukan reviu atas perbaikan RAP sebagaimana dimaksud pada ayat (11) paling lama 5 (lima) hari kerja setelah menerima perbaikan RAP dari bupati/wali kota.
Dalam hal perbaikan RAP yang disampaikan oleh bupati/wali kota masih belum sesuai dengan kesepakatan perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (10), bupati/wali kota menyampaikan kembali perbaikan RAP kepada gubernur.
Dalam hal evaluasi tidak dilakukan oleh gubernur sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan/atau ayat (12), usulan Kegiatan yang tercantum dalam RAP yang disampaikan oleh bupati/wali kota dinyatakan sesuai.
Dokumen berupa:
berita acara dan RAP provinsi atau perbaikannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (7) huruf a; dan
hasil evaluasi dan RAP kabupaten/kota atau perbaikannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (7) huruf b, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari penyempurnaan rancangan akhir RKPD oleh Pemerintah Daerah sebelum ditetapkan menjadi Peraturan Kepala Daerah.
RKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi pedoman dalam pelaksanaan kebijakan umum anggaran dan prioritas plafon anggaran sementara di lingkup Pemerintah Daerah.
Kebijakan umum anggaran dan prioritas plafon anggaran sementara yang disepakati oleh Pemerintah Daerah dan DPRP/DPRK menjadi dasar penyusunan rencana kerja dan anggaran satuan kerja Perangkat Daerah yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan penggunaan penerimaan dalam rangka Otonomi Khusus.
Kebijakan umum anggaran dan prioritas plafon anggaran sementara yang disepakati oleh Pemerintah Daerah dan DPRP/DPRK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi pedoman penyusunan Rancangan APBD Pemerintah Daerah. Paragraf 6 Penyesuaian dan Penyampaian Penyesuaian Rencana Anggaran dan Program Penggunaan Penerimaan dalam rangka Otonomi Khusus
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual Nomor 18 Pendapatan dari Transaksi Nonpertukaran ...
Relevan terhadap
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (Paragraf 58) 1 PI 14 Pemerintah mengenakan bea perolehan hak atas tanah dan/atau 2 bangunan atas perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan 3 diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi 4 atau badan. Tarif bea perolehan hak atas tanah dan bangunan 5 ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen) dari dasar 6 pengenaan pajak. Tarif dan dasar pengenaan bea perolehan hak atas 7 tanah dan/atau bangunan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. 8 PI 15 Pemerintah mengendalikan sumber daya ketika peristiwa kena pajak 9 terjadi, yaitu atas perbuatan atau peristiwa hukum yang 10 mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh 11 orang pribadi atau badan selama periode pelaporan. Pemerintah 12 mengakui aset dan pendapatan dalam laporan keuangan bertujuan 13 umum pada periode pelaporan dimana peristiwa kena pajak 14 berlangsung. 15 Pajak atas Jasa Parkir (Paragraf 59) 16 PI 16 Pemerintah daerah mengenakan pajak atas seluruh penyelenggaraan 17 tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan 18 dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, 19 termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. 20 Pemerintah menetapkan batas tarif pajak parkir tertinggi dari dasar 21 pengenaan pajak. Tarif dan dasar pengenaan pajak parkir ditetapkan 22 dengan Peraturan Daerah. 23 PI 17 Pemerintah mengendalikan sumber daya ketika peristiwa kena pajak 24 terjadi, yaitu atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan 25 selama periode pelaporan. Pemerintah mengakui aset dan pendapatan 26 dalam laporan keuangan bertujuan umum pada periode pelaporan 27 dimana peristiwa kena pajak berlangsung. 28 Penerimaan di Muka atas Pajak (Paragraf 60) 29 PI 18 Wajib pajak dapat mengajukan banding terhadap jumlah pajak yang 30 tidak disetujui atau melakukan pembayaran terhadap jumlah pajak 31 yang tidak disetujui. Pembayaran oleh wajib pajak yang dilakukan 32 untuk menghindari sanksi pada saat terbit putusan banding 33 keberatan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan 34 perundangan. 35 PI 19 Sumber daya yang diterima dari pembayaran wajib pajak sebelum 36 terjadinya peristiwa kena pajak adalah penerimaan di muka atas 37 pajak. Aliran masuk sumber daya yang belum memenuhi persyaratan 38 peristiwa kena pajak belum memenuhi kriteria pengakuan 39 pendapatan perpajakan. 40 Hibah Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah (Paragraf 92-96) 41 PI 20 Pemerintah pusat memberikan hibah sebesar Rp100 juta kepada 42 pemerintah daerah untuk membantu memulihkan kondisi sosial 43 perekonomian pemerintah daerah tersebut. Pemerintah daerah 44 tersebut berdasarkan konstitusi diharuskan melakukan berbagai 45 program sosial, namun tidak memiliki sumber daya yang memadai 46 untuk menjalankan semua program tersebut tanpa bantuan. Tidak 47 ada persyaratan yang melekat pada hibah. 48
Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2022
Relevan terhadap
Menetapkan Rancangan Peraturan Pemerintah sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Presiden ini sebagai Program Penlrusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2022. Program Pen5rusunan Peraturan Pemerintah sebagaimana drmaksud dalam Diktum KESATU ditetapkan untuk jangka waktu I (satu) tahun. Pemrakarsa nrelaporkan perkembangan realisasi pen5rusuna.n Rancangan Peraturan Pemerintah sebagaimarra dimaksud dalam Diktum KESATU setlap triwulan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. KEEMPAT KELIMA Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia melakukan verifikasi dan evaluasi atas laporan perkembangan realisasi penJrusunan Rancangan Peraturan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA untuk selanjutnya dilaporkan kepada Presiden. Keputusan Presiden ditetapkan. ini mulai berlaku pada tanggal Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3O Desember'2021 JOKO WIDODO ttd LAMPIRAN NOMOR 22 TAHUN 2021 1'ENTANG PROGRAM PENYUSUNAN PERATURAN PEMERINTAH TAHUN 2022 NO JUDUL Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2Ol2 tentang Jual Beli Tenaga Listrik Lintas Negara DASAR PEMBENTUKAN POKOK MATERI MUATAN PEMRAKARSA 1 2
Standar Biaya Keluaran Tahun Anggaran 2024
Relevan terhadap
SBK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 meliputi:
SBK Umum; dan
SBK Khusus.
SBK Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan SBK yang berlaku untuk beberapa/seluruh kementerian/lembaga yang dikelompokkan sebagai berikut:
SBK perencanaan dan penganggaran;
SBK laporan kinerja;
SBK pendidikan dan pelatihan;
SBK audit kinerja;
SBK rancangan standar nasional Indonesia 3 (tiga);
SBK pemantauan dan evaluasi;
SBK riset dan inovasi;
SBK peraturan menteri/pimpinan lembaga;
SBK Peraturan Presiden;
SBK Peraturan Pemerintah;
SBK rancangan Undang-Undang;
SBK sosialisasi;
SBK kehumasan dan informasi;
SBK layanan barang milik negara;
SBK layanan bantuan hukum; dan
SBK penilaian kompetensi manajerial dan sosial kultural.
SBK Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan SBK yang berlaku untuk 1 (satu) kementerian/lembaga tertentu.
Platform Digital Sinergi Kebijakan Fiskal Nasional
Relevan terhadap
Informasi Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a minimal memuat informasi pada siklus:
perencanaan;
penganggaran;
pelaksanaan;
penatausahaan;
pelaporan; dan
pertanggungjawaban.
Informasi Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal terdiri atas:
rancangan kebijakan umum anggaran dan rancangan prioritas plafon anggaran sementara;
kebijakan umum anggaran dan prioritas plafon anggaran sementara yang telah disepakati bersama antara Kepala Daerah dan dewan perwakilan rakyat Daerah;
rancangan APBD;
APBD;
perubahan APBD;
laporan data bulanan, terdiri atas:
perkiraan belanja operasi, belanja modal, transfer hasil pendapatan, dan transfer bantuan keuangan;
laporan posisi kas;
realisasi APBD bulanan; dan
daftar transaksi harian/rekapitulasi transaksi harian;
laporan realisasi APBD semester I; dan
laporan keuangan Pemerintah Daerah, terdiri atas:
laporan realisasi anggaran;
neraca;
laporan operasional;
laporan arus kas;
laporan perubahan saldo anggaran lebih;
laporan perubahan ekuitas; dan
catatan atas laporan keuangan.
Informasi Kinerja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b minimal memuat:
data dan informasi kinerja APBD;
data dan informasi kinerja TKD; dan
Data Transaksi Pemda.
Informasi lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf c minimal memuat:
laporan penggunaan dana TKD;
data non-Keuangan Daerah;
data dan/atau informasi terkait Desa; dan
data yang dibutuhkan oleh Pemerintah dalam rangka melaksanakan program nasional.
Pemberdayaan Lembaga Jasa Keuangan dan Pelaksanaan Kemudahan dan/atau Bantuan Pembiayaan dalam Sistem Pembiayaan Perumahan dan Kawasan Permukiman ...
Relevan terhadap
Pengendalian dilakukan dalam rangka memastikan tercapainya tujuan penyaluran kemudahan dan/atau bantuan pembiayaan.
Pengendalian atas pelaksanaan penyaluran kemudahan dan/atau bantuan pembiayaan perumahan dilakukan melalui pengendalian intern dan pengendalian ekstern.
Menteri, gubernur, dan bupati/walikota melakukan pengendalian pelaksanaan Kemudahan dan/atau Bantuan Pembiayaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap LPKP Pelaksana.
Pengendalian pelaksanaan kemudahan dan/atau bantuan pembiayaan dilakukan melalui pemantauan, evaluasi, pemeriksaan, pengawasan dan pelaporan, serta tindak turun tangan.
Pengendalian pelaksanaan kemudahan dan/atau bantuan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mencakup kinerja keuangan dan kinerja program.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian terhadap LPKP Pelaksana diatur dengan Peraturan Menteri.
Pembiayaan sekunder perumahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dilakukan oleh perusahaan pembiayaan sekunder perumahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perusahaan pembiayaan sekunder perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat:
melakukan sekuritisasi terhadap aset kredit pemilikan rumah untuk MBR yang mendapatkan kemudahan dan/atau bantuan pembiayaan perolehan rumah; dan/atau
memberikan fasilitas pinjaman.
Hasil sekuritisasi aset sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sepenuhnya diperuntukkan keberlanjutan fasilitas pembiayaan perolehan rumah untuk MBR.
Fasilitas pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan kepada penyalur kredit atau penyalur pembiayaan untuk mendukung program pemerintah bagi masyarakat yang mendapatkan kemudahan dan/atau bantuan pembiayaan perumahan sesuai peraturan perundang-undangan.
Pengelolaan Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional Untuk Pemerintah Daerah
Relevan terhadap
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap Pinjaman PEN Daerah dan Pinjaman Daerah dalam rangka mendukung Program PEN yang dananya bersumber dari selain Pemerintah.
Berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menyampaikan laporan secara semesteran kepada Menteri Keuangan.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat
Relevan terhadap
bahwa sehubungan dengan perkembangan proses bisnis pengelolaan keuangan negara, evaluasi atas pelaksanaan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan Pemerintah Pusat, dan penerapan sistem aplikasi terintegrasi untuk seluruh modul pada seluruh kementerian negara/lembaga yang berdampak pada proses bisnis rekonsiliasi, perlu mengganti Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.05/2013 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215/PMK.05/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.05/2013 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat;
bahwa sehubungan dengan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan dengan memperhatikan bahwa rekonsiliasi data laporan keuangan merupakan bagian dari sistem akuntansi dan pelaporan keuangan, serta selaras dengan program simplifikasi regulasi, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat;
Kemudahan Proyek Strategis Nasional
Relevan terhadap
Kemudahan dalam pelaksanaan Proyek Strategis Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Menteri melakukan:
koordinasi perencanaan dan penganggaran antar kementerian, lembaga, Pemerintah Daerah, Badan Usaha, dan/atau pihak lainnya dengan lingkup tugas dan fungsi berkaitan dengan upaya percepatan penyediaan Proyek Strategis Nasional;
penetapan strategi dan kebijakan dalam rangka percepatan Proyek Strategis Nasional;
penJrusunan prioritas Proyek Strategis Nasional;
fasilitasi penyiapan Proyek Strategis Nasional; e f o b h 1 pemantauan dan pengendalian pelaksanaan strategi dan kebijakan dalam rangka percepatan penyediaan Proyek Strategis Nasional; fasilitasi peningkatan kapasitas aparatur dan kelembagaan terkait dengan penyediaan proyek Strategis Nasional; fasilitasi penyelesaian permasalahan dalam perizinan Berusaha dan pengadaan tanah bagi Proyek Strategis Nasional; koordinasi Nasional; optimasi pemanfaatan Proyek Strategis koordinasi penetapan strategi kebijakan dan persetujuan atas penanganan dampak sosial yang diajukan oleh menteri/kepala lembaga, gubernur, dan bupati/wali kota; evaluasi dan pembinaan pelaksanaan Panel Konsultan dan Panel Badan Usaha yang dibentuk oleh kementerian/lembaga; koordinasi perencanaan, pengembangan, dan penetapan skema aiternatif pembiayaan untuk proyek Strategis Nasional; dan/atau pelaporan perkembangan pelaksanaan proyek Strategis Nasional kepada Presiden.