Dana Insentif Daerah untuk Penghargaan Kinerja Tahun Berjalan Periode Kedua pada Tahun 2022
Relevan terhadap
DID Kinerja Tahun Berjalan Periode Kedua digunakan untuk mendukung percepatan pemulihan ekonomi di daerah.
Percepatan pemulihan ekonomi di daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan untuk:
perlindungan sosial, seperti bantuan sosial;
dukungan dunia usaha terutama usaha mikro, kecil, dan menengah; dan/atau
upaya penurunan tingkat inflasi, dengan memperhatikan pengarusutamaan gender dan pemberdayaan perempuan serta penyandang disabilitas.
DID Kinerja Tahun Berjalan Periode Kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat digunakan untuk mendanai:
gaji, tambahan penghasilan, dan honorarium; dan
perjalanan dinas.
Kepala Daerah bertanggung jawab dalam penggunaan DID Kinerja Tahun Berjalan Periode Kedua yang dilaksanakan secara optimal di tahun 2022.
Pertanggungjawaban atas penggunaan DID Kinerja Tahun Berjalan Periode Kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan dalam laporan rencana penggunaan DID Kinerja Tahun Berjalan Periode Kedua dan laporan realisasi penyerapan DID Kinerja Tahun Berjalan Periode Kedua.
Laporan rencana penggunaan DID Kinerja Tahun Berjalan Periode Kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan paling lambat akhir bulan November tahun 2022.
Laporan realisasi penyerapan DID Kinerja Tahun Berjalan Periode Kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan paling lambat bulan Juni tahun berikutnya.
Dalam hal laporan rencana penggunaan DID Kinerja Tahun Berjalan Periode Kedua dan laporan realisasi penyerapan DID Kinerja Tahun Berjalan Periode Kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak disampaikan, dilakukan penundaan penyaluran Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil.
Penundaan penyaluran Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (8) ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan.
Tata Cara Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam Rangka Pelaksanaan Program Pemulihan E ...
Relevan terhadap 3 lainnya
b ahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam Rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.08/2020 tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional;
bahwa guna memenuhi tuntutan kebutuhan dan perkembangan hukum penjaminan pemerintah untuk pelaku usaha korporasi, maka Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.08/2020 tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional perlu disempurnakan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.08/2020 tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam Rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional;
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 98/PMK.08/2020 TENTANG TATA CARA PENJAMINAN PEMERINTAH UNTUK PELAKU USAHA KORPORASI MELALUI BADAN USAHA PENJAMINAN YANG DITUNJUK DALAM RANGKA PELAKSANAAN PROGRAM PEMULIHAN EKONOMI NASIONAL.
Pengelolaan Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional Untuk Pemerintah Daerah
Relevan terhadap 1 lainnya
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15B ayat (8) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 ( COVID -19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengelolaan Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional untuk Pemerintah Daerah;
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGELOLAAN PINJAMAN PEMULIHAN EKONOMI NASIONAL UNTUK PEMERINTAH DAERAH.
Penempatan Dana Dalam Rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional
Relevan terhadap 2 lainnya
bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 64/PMK.05/2020 tentang Penempatan Dana dalam rangka Program Pemulihan Ekonomi Nasional, perlu dilakukan penyempurnaan untuk mendukung pelaksanaan modalitas penempatan dana dalam rangka Program Pemulihan Ekonomi Nasional agar lebih optimal;
bahwa penyempurnaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan dengan menggunakan skema penempatan sejumlah dana pada bank umum mitra sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.05/2020 tentang Penempatan Uang Negara pada Bank Umum dalam rangka Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID- 19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penempatan Dana dalam rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional;
Bank Umum yang menjadi Bank Umum Mitra sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus memenuhi kriteria paling sedikit:
memiliki izin usaha yang masih berlaku sebagai Bank Umum;
mempunyai kegiatan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia dan mayoritas pemilik saham/modal adalah Negara, Pemerintah Daerah, Badan Hukum Indonesia, dan/atau Warga Negara Indonesia;
memiliki tingkat kesehatan minimal komposit 3 (tiga) yang telah diverifikasi oleh Otoritas Jasa Keuangan; dan
melaksanakan kegiatan bisnis perbankan yang mendukung percepatan pemulihan ekonomi nasional, berupa:
ekspansi kredit kepada debitur Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah, Koperasi, debitur non- UMKM, dan/atau korporasi dalam rangka pemulihan ekonomi nasional; dan/atau
pemberian dukungan pembiayaan kepada lembaga keuangan untuk melakukan ekspansi kredit kepada debitur Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah, Koperasi, debitur non-UMKM, dan/atau korporasi dalam rangka pemulihan ekonomi nasional.
Penempatan uang negara pada bank umum mitra yang telah dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.05/2020 tentang Penempatan Uang Negara pada Bank Umum dalam rangka Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 658):
merupakan penempatan dana dalam rangka Program PEN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26B Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID- 19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6514) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor, 43 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia NomoR 6542);
sebagai bagian dari Penempatan Dana sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini;
tetap dapat dilanjutkan sampai dengan berakhirnya jangka waktu penempatan uang negara dimaksud; dan
dilakukan reklasifikasi pencatatan menjadi Penempatan Dana berdasarkan Program PEN sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
Tata Cara Penerbitan dan Pembelian Kembali Obligasi Daerah dan Sukuk Daerah oleh Pemerintah Daerah
Relevan terhadap
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2025
Relevan terhadap
untuk ekonomi a, dukungan penjaminan dalam rangka Penyediaan Infrastruktur Nasional; b. dukungan penjaminan pada program ekonomi nasional; c. penugasan penyediaan pembiayaan infrastruktur daerah kepada Badan Usaha Milik Negara; dan/atau d. pemberian ^jaminan Pemerintah dalam rangka penyelenggaraan cadangan pangan Pemerintah. (21 Dukungan penjaminan dalam rangka Penyediaan Infrastruktur Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas: a. pemberian ^jaminan Pemerintah Pusat untuk percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional; b. pemberian jaminan Pemerintah untuk pelaksanaan pembangunan infrastruktur dalam proyek kerja sama Pemerintah dengan badan usaha; c. pemberian dan pelaksanaan ^jaminan Pemerintah atas pembiayaan infrastruktur melalui pinjaman langsung dari lembaga keuangan internasional kepada Badan Usaha Milik Negara; dan/atau d. pemberian jaminan Pemerintah untuk percepatan pembangunan infrastruktur infrastruktur jalan tol, infrastruktur transportasi penyediaan air minum. perkeretaapian, serta (3) Dukungan penjaminan pada program pemulihan ekonomi nasional sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1) huruf b terdiri atas: Pemerintah yang dilakukan secara langsung oleh pemerintah dalam rangka pelaksanaan pftrgram nasional; dan/atau a.
Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Mekanisme pembayaran pengeluaran belanja transaksi khusus atas klaim kewajiban dan/atau penggantian biaya yang timbul dari pelaksanaan kewajiban penjaminan untuk program penjaminan pemulihan ekonomi nasional dilaksanakan melalui pemindahbukuan dana cadangan penjaminan ke rekening kas umum negara dan diperlakukan sebagai penerimaan pembiayaan. dana cadangan penjaminan dijadikan sebagai dasar pagu belanja transaksi khusus dalam penyusunan daftar isian pelaksanaan anggaran. Ayat (8) Cukup ^jelas. Ayat (9) Cukup ^jelas. Ayat (10) Penempatan dana cadangan ke dalam instrumen investasi Pemerintah dimaksudkan dalam rangka optimalisasi dana cadangan. Ayat (11) Cukup ^jelas. Pasal 39 Ayat (l) Penyesuaian pembayaran bunga utang dan pengeluaran cicilan pokok utang dengan kebutuhan realisasi pada tahun anggaran berjalan, antara lain dapat disebabkan oleh: 1. Kondisi ekonomi makro yang tidak sesuai dengan kondisi yang diperktakan pada saat penyusunan APBN Perubahan dan/atau laporan realisasi pelaksanaan APBN Semester Pertama Tahun Anggaran 2025; 2. Dampak dari restrukturisasi utang dalam rangka pengelolaan portofolio utang; 3. Dampak dari percepatan penarikan pinjaman; 4. Dampak dari transaksi Lindung Nilai atas pembayaran bunga utang dan pengeluaran cicilan pokok utang; dan/atau
a. DBH; b. DAU; c. DAK; d. Dana Otonomi Khusus; e. Dana Keistimewaan; dan f. Dana Desa. (3) Anggaran TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (l) termasuk alokasi untuk Dana Insentif Fiskal. (4) Ketentuan mengenai rincian anggaran TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden. Pasal L0 (1) DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat l2l huruf a direncanakan sebesar Rpl92.2al.743.134.OOO,OO (seratus sembilan puluh dua triliun dua ratus delapan puluh satu miliar tqiuh ratus empat puluh tiga juta seratus ^: ga puluh empat ribu rupiah), yang terdiri atas: a. DBH pajak; b. DBH sumber daya alam; c. DBH lainnya berupa DBH perkebunan sawit; dan d. kurangbayarDBH. (21 DBH pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf a terdiri atas: a. pajak penghasilan; b. pajak bumi dan bangunan; dan c. cukai hasil tembakau. (3) DBH sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf b terdiri atas: a. kehutanan; b. mineral dan batubara; c. minyak bumi dan gas bumi;
Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2022 ...
Relevan terhadap
bahwa untuk lebih mendorong daya beli masyarakat di sektor industri perumahan guna mempercepat pertumbuhan dan pemulihan ekonomi nasional, perlu menyesuaikan kembali kebijakan mengenai pajak pertambahan nilai atas penyerahan rumah tapak dan satuan rumah susun yang ditanggung pemerintah tahun anggaran 2022;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2022;
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan rumah tapak dan/atau satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 wajib membuat:
Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan
laporan realisasi PPN ditanggung Pemerintah.
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus diisi secara lengkap dan benar, termasuk identitas pembeli berupa:
nama pembeli; dan
nomor pokok wajib pajak atau nomor induk kependudukan.
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilengkapi informasi berupa kode identitas rumah pada pengisian kolom nama barang.
Faktur Pajak atas penyerahan rumah tapak dan satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang mendapatkan insentif PPN ditanggung Pemerintah sebesar 50% (lima puluh persen) dari PPN yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, dibuat dengan menerbitkan 2 (dua) buah Faktur Pajak, terdiri atas:
Faktur Pajak dengan kode transaksi 01 (nol satu) untuk bagian 50% (lima puluh persen) Harga Jual yang tidak mendapatkan insentif PPN ditanggung Pemerintah; dan
Faktur Pajak dengan kode transaksi 07 (nol tujuh) untuk bagian 50% (lima puluh persen) Harga Jual yang mendapatkan insentif PPN ditanggung Pemerintah.
Faktur Pajak atas penyerahan rumah tapak dan satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang mendapatkan insentif PPN ditanggung Pemerintah sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari PPN yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, dibuat dengan menerbitkan 2 (dua) buah Faktur Pajak, terdiri atas:
Faktur Pajak dengan kode transaksi 01 (nol satu) untuk bagian 75% (tujuh puluh lima persen) Harga Jual yang tidak mendapatkan insentif PPN ditanggung Pemerintah; dan
Faktur Pajak dengan kode transaksi 07 (nol tujuh) untuk bagian 25% (dua puluh lima persen) Harga Jual yang mendapatkan insentif PPN ditanggung Pemerintah.
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus diberikan keterangan “PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKSEKUSI PMK NOMOR …/PMK.010/2022”.
Dalam hal keterangan "PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKSEKUSI PMK NOMOR.../PMK.010/2022" sebagaimana dimaksud pada ayat (6) belum tersedia dalam aplikasi pembuatan Faktur Pajak, Pengusaha Kena Pajak dapat melakukan pembaharuan atas keterangan yang dapat dicantumkan di Faktur Pajak melalui aplikasi dimaksud.
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilaporkan dalam surat pemberitahuan masa PPN oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan rumah tapak dan/atau satuan rumah susun, merupakan laporan realisasi PPN ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
Pelaporan dan pembetulan surat pemberitahuan masa PPN Januari 2022 sampai dengan September 2022 dapat diperlakukan sebagai laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sepanjang disampaikan paling lambat 31 Oktober 2022.
PPN terutang atas penyerahan rumah tapak dan satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak ditanggung Pemerintah dalam hal:
Pengusaha Kena Pajak tidak melakukan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2);
penyerahannya dilakukan sebelum bulan Maret 2021 atau setelah berakhirnya periode pemberian insentif PPN ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
rumah tapak atau satuan rumah susun dipindahtangankan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak penyerahan;
penyerahannya tidak menggunakan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (6);
Pengusaha Kena Pajak tidak melaporkan laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan/atau f. Pengusaha Kena Pajak tidak mendaftarkan berita acara serah terima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf e berlaku untuk penyerahan rumah tapak dan/atau satuan rumah susun yang dilakukan terhitung sejak bulan Januari 2022 sampai dengan bulan September 2022.
Atas penyerahan rumah tapak dan/atau satuan rumah susun sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dikenai PPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Kepala kantor pelayanan pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak dapat menagih PPN yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, jika diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan:
pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) tidak dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak;
objek yang diserahkan bukan merupakan rumah tapak atau satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4;
perolehan lebih dari satu unit yang mendapatkan insentif PPN ditanggung Pemerintah yang dilakukan oleh satu orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan telah memanfaatkan insentif PPN ditanggung Pemerintah tahun anggaran 2022;
perolehan tidak dilakukan oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6;
Masa Pajak tidak sesuai dengan periode Masa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
penyerahan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), ayat (6), dan/atau ayat (7);
dilakukan pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (10) huruf c; dan/atau
berita acara serah terima untuk penyerahan rumah tapak dan/atau satuan rumah susun yang dilakukan terhitung sejak bulan Januari 2022 sampai dengan bulan September 2022 tidak didaftarkan dalam aplikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3).
Pedoman Pengawasan Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Vir ...
Relevan terhadap
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 25 ayat (7) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional dan guna penerapan ketentuan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Menteri Keuangan berwenang menyusun pedoman Pengawasan dan penjagaan kualitas Pengawasan intern atas pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pedoman Pengawasan Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional;
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMULIHAN EKONOMI NASIONAL DALAM RANGKA MENDUKUNG KEBIJAKAN KEUANGAN NEGARA UNTUK PENANGANAN PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19) DAN/ATAU MENGHADAPI ANCAMAN YANG MEMBAHAYAKAN PEREKONOMIAN NASIONAL DAN/ATAU STABILITAS SISTEM KEUANGAN SERTA PENYELAMATAN EKONOMI NASIONAL.
Pengelolaan Insentif Fiskal Tahun Anggaran 2024 untuk Penghargaan Kinerja Tahun Sebelumnya
Relevan terhadap
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGELOLAAN INSENTIF FISKAL TAHUN ANGGARAN 2024 UNTUK PENGHARGAAN KINERJA TAHUN SEBELUMNYA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas- batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. 4. Kepala Daerah adalah gubernur bagi Daerah provinsi atau bupati bagi Daerah kabupaten atau wali kota bagi Daerah kota. 5. Daerah Tertinggal adalah Daerah kabupaten yang wilayah serta masyarakatnya kurang berkembang dibandingkan dengan Daerah lain dalam skala nasional. 6. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. 7. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang. selanjutnya disingkat APED adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan peraturan Daerah. 8. Transfer ke Daerah yang selanjutnya disingkat TKD adalah dana yang bersumber dari APBN dan merupakan bagian dari belanja negara yang dialokasikan dan disalurkan jdih.kemenkeu.go.id mendanai penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. 9. Insentif Fiskal adalah dana yang bersumber dari APBN yang diberikan kepada Daerah atas pencapaian Kinerja berdasarkan kriteria tertentu berupa perbaikan dan/atau pencapaian Kinerja pemerintahan daerah antara lain pengelolaan keuangan daerah, pelayanan umum pemerintahan, pelayanan dasar, dukungan terhadap kebijakan strategis nasional, dan/atau pelaksanaan kebijakan fiskal nasional. 10. Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara. 11. Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran kementerian negara/lembaga. 12. Rencana Kerja dan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKA BUN adalah dokumen rencana keuangan tahunan dari BUN yang memuat rincian kegiatan, anggaran, dan target kinerja dari pembantu pengguna anggaran BUN, yang disusun menurut BA BUN. 13. Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggungjawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN. 14. Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing PPA BUN baik di kantor pusat maupun kantor Daerah atau satuan kerja di kementerian negara/lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN. 15. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat DIPA BUN adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh KPA BUN. 16. Indikasi Kebutuhan Dana Transfer ke Daerah yang selanjutnya disebut Indikasi Kebutuhan Dana TKD adalah indikasi dana yang perlu dianggarkan dalam rangka pelaksanaan TKD. 17. Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku BUN untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral. 18. Rekening Kas Umum Daerah yang selanjutnya disingkat RKUD adalah rekening tempat penyimpanan uang Daerah yang ditentukan oleh Kepala Daerah untuk menampung seluruh penerimaan Daerah dan membayar seluruh pengeluaran Daerah pada bank yang ditetapkan. 19. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. jdih.kemenkeu.go.id 20. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat J enderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan. 21. Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat pembuat komitmen, yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara. 22. Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat penandatangan surat perintah membayar untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA. 23. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM. 24. Verifikasi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan dan kesesuaian formil dokumen persyaratan penyaluran Insentif Fiskal. 25. Administrator Pusat adalah pegawai negeri sipil yang bertugas untuk melakukan penelitian terhadap persyaratan penyaluran Insentif Fiskal. 26. Administrator Daerah adalah aparatur sipil negara Daerah yang ditugaskan untuk mengelola, menyusun, dan menyampaikan persyaratan penyaluran Insentif Fiskal. Pasal 2 Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi pengelolaan Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya. BAB II PEJABAT PERBENDAHARAAN NEGARA PENGELOLAAN INSENTIF FISKAL Pasal 3 (1) Dalam rangka pengelolaan Insentif Fiskal, Menteri selaku Pengguna Anggaran BUN Pengelola TKD menetapkan:
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai pemimpin PPA BUN Pengelola TKD;
Direktur Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagai KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan;
Kepala KPPN sebagai KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan; dan
Direktur Pelaksanaan Anggaran sebagai koordinator KPA BUN Penyaluran TKD. (2) Kepala KPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan Kepala KPPN yang wilayah kerjanya meliputi Daerah provinsi/kabupaten/kota penerima alokasi Insentif Fiskal. jdih.kemenkeu.go.id (3) Dalam ha! pejabat yang ditetapkan sebagai KPA BUN Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berhalangan, Menteri menunjuk Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai pelaksana tugas KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan. (4) Dalam ha! pejabat yang ditetapkan sebagai KPA BUN Penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berhalangan, Menteri menunjuk pejabat pelaksana tugas/pelaksana harian Kepala KPPN sebagai pelaksana tugas KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan. (5) Keadaan berhalangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), merupakan suatu keadaan yang menyebabkan pejabat definitifyang ditetapkan sebagai KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan/atau KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c:
tidak terisi dan menimbulkan lowongan jabatan. b. masih terisi namun pejabat definitif yang ditetapkan sebagai KPA BUN tidak dapat melaksanakan tugas. (6) Pejabat pelaksana tugas KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan Pejabat pelaksana tugas KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), memiliki kewenangan dan tanggung jawab yang sama dengan KPA definitif. (7) Penunjukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berakhir dalam ha! Direktur Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan/atau Kepala KPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c telah terisi kembali oleh pejabat definitif atau dapat melaksanakan tugas kembali sebagai KPABUN. (8) Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD dapat mengusulkan penggantian KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan. (9) Penggantian KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) ditetapkan dengan Keputusan Menteri. jdih.kemenkeu.go.id (1) (2) Pasal 4 KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
mengajukan usulan Indikasi Kebutuhan Dana TKD untuk Insentif Fiskal kepada pemimpin PPA BUN Pengelola TKD yang dilengkapi dengan dokumen pendukung;
menyusun RKA BUN TKD untuk Insentif Fiskal beserta dokumen pendukung yang berasal dari pihak terkait;
menyampaikan RKA BUN TKD untuk Insentif Fiskal beserta dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf b kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan untuk direviu;
menandatangani RKA BUN TKD untuk Insentif Fiskal yang telah direviu oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan dan menyampaikannya kepada pemimpin PPA BUN Pengelola TKD; menyusun DIPA BUN TKD untuk Insentif Fiskal; dan menyusun dan menyampaikan rekomendasi penyaluran dan/atau penundaan Insentif Fiskal e. f. kepada KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan melalui koordinator KPA BUN Penyaluran TKD. KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
menetapkan pejabat pembuat komitmen dan pejabat penandatangan SPM;
menyusun proyeksi penyaluran dan rencana penarikan dana TKD untuk Insentif Fiskal;
mengawasi penatausahaan dokumen dan transaksi yang berkaitan dengan pelaksanaan penyaluran Insentif Fiskal;
menyusun dan menyampaikan laporan keuangan atas penyaluran Insentif Fiskal kepada PPA BUN Pengelola TKD melalui koordinator KPA BUN Penyaluran TKD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
melakukan verifikasi terhadap rekomendasi BUN Pengelola Khusus, dan f. penyaluran Insentif Fiskal dari KPA Dana Desa, Insentif, Otonomi Keistimewaan; melaksanakan penyaluran InsentifFiskal berdasarkan rekomendasi penyaluran dari KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
menyusun dan menyampaikan laporan realisasi penyaluran Insentif Fiskal kepada PPA BUN Pengelola TKD melalui koordinator KPA BUN Penyaluran TKD jdih.kemenkeu.go.id menggunakan aplikasi online monitoring sistem perbendaharaan dan anggaran negara; dan
melakukan pengisian dan menyampaikan capaian kinerja penyaluran Insentif Fiskal melalui aplikasi sistem monitoring dan evaluasi kinerja terpadu BUN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (3) Koordinator KPA BUN Penyaluran TKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
menyusun dan menyampaikan laporan realisasi penyaluran Insentif Fiskal kepada PPA BUN Pengelola TKD melalui aplikasi online monitoring sistem perbendaharaan dan anggaran negara;
menyusun proyeksi penyaluran Insentif Fiskal sampai dengan akhir tahun berdasarkan rekapitulasi laporan dari KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan melalui aplikasi cash planning _information network; _ dan c. menyusun dan menyampaikan konsolidasi laporan keuangan atas pelaksanaan anggaran kepada PPA BUN Pengelola TKD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 5 Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD, KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan, KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan, serta koordinator KPA BUN Penyaluran TKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) tidak bertanggung jawab atas penggunaan Insentif Fiskal oleh Pemerintah Daerah. BAB III PENGANGGARAN Pasal 6 (1) KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan mengusulkan Indikasi Kebutuhan Dana TKD untuk Insentif Fiskal kepada pemimpin PPA BUN Pengelola TKD. (2) Indikasi Kebutuhan Dana TKD untuk Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan memperhatikan:
perkembangan dana insentif daerah dan/atau Insentif Fiskal dalam 3 (tiga) tahun terakhir;
arah kebijakan Insentif Fiskal; dan/atau
kemampuan keuangan negara. (3) Berdasarkan usulan Indikasi Kebutuhan Dana TKD untuk Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD menyusun Indikasi Kebutuhan Dana TKD untuk Insentif Fiskal. (4) Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD menyampaikan Indikasi Kebutuhan Dana TKD sebagaimana dimaksud pada ayat jdih.kemenkeu.go.id (2) kepada Direktur Jenderal Anggaran paling lambat bulan Februari tahun anggaran sebelumnya. (5) Penyusunan dan penyampaian Indikasi Kebutuhan Dana TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) berdasarkan Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. (6) Menteri menetapkan pagu indikatif Insentif Fiskal dengan mempertimbangkan Indikasi Kebutuhan Dana TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (3). BAB IV PENGALOKASIAN Pasal 7 (1) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penghitungan alokasi Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya berdasarkan pagu indikatif Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6). (2) Penghitungan alokasi Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan penilaian kinerja Daerah. (3) Penilaian kinerja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada:
nilai peningkatan kinerja; dan / a tau b. nilai capaian kinerja tahun terakhir. (4) Alokasi Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibagikan kepada Daerah yang berkinerja baik. Pasal 8 Pengalokasian Insentif Fiskal setiap Daerah untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) berdasarkan:
klaster Daerah;
kriteria utama; dan
kategori kinerja. Pasal 9 (1) Klaster Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a terdiri atas:
klaster A, merupakan Daerah dengan kapasitas fiskal sangat tinggi dan tinggi menurut provinsi/kabupaten/kota, dan tidak termasuk kategori Daerah Tertinggal;
klaster B, merupakan Daerah dengan kapasitas fiskal sedang menurut provinsi/kabupaten/kota, dan tidak termasuk kategori Daerah Tertinggal;
klaster C, merupakan Daerah dengan kapasitas fiskal rendah dan sangat rendah menurut provinsi/kabupaten/kota, dan tidak termasuk kategori Daerah Tertinggal; dan jdih.kemenkeu.go.id d. klaster D, merupakan Daerah dengan kategori Daerah Tertinggal. (2) Kapasitas fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c sesuai Peraturan Menteri mengenai kapasitas fiskal Daerah. (3) Daerah Tertinggal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d sesuai Peraturan Presiden mengenai Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2020-2024. Pasal 10 (1) Kriteria utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b diatur dengan ketentuan:
klaster A menggunakan indikator:
opini wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan Pemerintah Daerah 5 (lima) tahun terakhir; dan
ketepatan waktu atas penetapan Peraturan Daerah mengenai APBD dalam 1 (satu) tahun terakhir. b. klaster B menggunakan indikator:
opini wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan Pemerintah Daerah untuk 2 (dua) tahun terakhir; dan
ketepatan waktu atas penetapan Peraturan Daerah mengenai APBD, dalam 1 (satu) tahun terakhir. c. klaster C menggunakan indikator ketepatan waktu atas penetapan Peraturan Daerah mengenai APBD, dalam 1 (satu) tahun terakhir. d. klaster D tidak menggunakan kriteria utama. (2) Ketepatan waktu atas penetapan Peraturan Daerah mengenai APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 2, huruf b angka 2, dan huruf c paling lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya. Pasal 11 (1) Kategori kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c terdiri atas:
kinerja pengelolaan keuangan pemerintah;
kinerja pelayanan dasar;
kinerja dukungan terhadap fokus kebijakan nasional; dan
kinerja sinergi kebijakan pemerintah. (2) Kategori kinerja pengelolaan keuangan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas variabel:
tingkat kemandirian Daerah yang didasarkan pada perbandingan realisasi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap produk domestik regional bruto non minyak dan gas bumi;
interkoneksi sistem informasi keuangan daerah; dan
sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintahan. (3) Kategori kinerja pelayanan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas variabel: jdih.kemenkeu.go.id a. bayi dibawah 2 (dua) tahun yang mendapat imunisasi lengkap;
indeks standar pelayanan minimal pendidikan;
akses sanitasi layak;
pengelolaan air minum;
penurunan tingkat pengangguran terbuka; dan
indeks pembangunan manusia. (4) Kategori kinerja dukungan terhadap fokus kebijakan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas variabel:
penurunan prevalensi _stunting; _ b. penurunan presentase penduduk miskin; dan
pengendalian inflasi daerah. (5) Kategori kinerja sinergi kebijakan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, terdiri atas:
kelompok inovasi, meliputi variabel:
inovasi Daerah;
inovasi pelayanan publik; dan
pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan;
kelompok pelayanan, meliputi variabel:
penghargaan pembangunan daerah;
pelayanan terpadu satu pintu dan percepatan pelaksanaan berusaha; dan
percepatan dan perluasan digitalisasi daerah; dan
kelompok integritas meliputi variabel tingkat persepsi korupsi. Pasal 12 (1) Data indikator opini wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a angka 1 dan huruf b angka 1 bersumber dari Badan Pemeriksa Keuangan. (2) Data:
indikator penetapan Peraturan Daerah mengenai APBD tepat waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a angka 2, huruf b angka 2, dan huruf c; dan
realisasi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a bersumber dari Kementerian Keuangan. (3) Data interkoneksi sistem informasi keuangan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b merupakan hasil penilaian dari Kementerian Keuangan. (4) Data:
produk domestik regional bruto non minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a;
akses sanitasi layak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf c;
penurunan tingkat pengangguran terbuka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf e;
indeks pembangunan manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf f; dan jdih.kemenkeu.go.id e. penurunan persentase penduduk miskin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) buruf b, bersumber dari Badan Pusat Statistik. (5) Data sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) buruf c dan data inovasi pelayanan publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) buruf a angka 2 merupakan basil penilaian dari Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. (6) Data bayi di bawah 2 (dua) tabun yang mendapat imunisasi lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) buruf a dan penurunan prevalensi stunting sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) buruf a bersumber dari Kementerian Kesebatan. (7) Data indeks standar pelayanan minimal pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) buruf b merupakan basil penilaian dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi. (8) Data pengelolaan air minum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) buruf d merupakan basil penilaian dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. (9) Data pengendalian inflasi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) buruf c merupakan basil penilaian Tim Pengendali Inflasi Daerab dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. (10) Data inovasi Daerab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) buruf a angka 1 merupakan basil penilaian dari Kementerian Dalam Negeri. (11) Data pengelolaan lingkungan bidup dan kebutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) buruf a angka 3 merupakan basil penilaian dari Kementerian Kebutanan dan Lingkungan Hidup. (12) Data pengbargaan pembangunan Daerab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) buruf b angka 1 merupakan basil penilaian dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. (13) Data pelayanan terpadu satu pintu dan percepatan pelaksanaan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) buruf b angka 2 merupakan basil penilaian dari Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal. (14) Data tingkat persepsi korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) buruf c merupakan basil survei penilaian integritas dari Komisi Pemberantasan Korupsi.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2024
Relevan terhadap 1 lainnya
Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk mengelola anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah untuk:
penugasan Percepatan Pembangunan Infrastruktur Nasional;
dukungan penjaminan pada program Pemulihan Ekonomi Nasional;
penugasan penyediaan pembiayaan infrastruktur daerah kepada Sadan Usaha Milik Negara; dan/atau
pemberian jaminan Pemerintah dalam rangka penyelenggaraan cadangan pangan Pemerintah.
Penugasan Percepatan Pembangunan Infrastruktur Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
pemberian jaminan Pemerintah Pusat untuk percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional;
pemberian jaminan Pemerintah untuk pelaksanaan pembangunan infrastruktur dalam proyek kerja sama Pemerintah dengan badan usaha;
pemberian dan pelaksanaan jaminan Pemerintah atas pembiayaan infrastruktur melalui pinjaman langsung dari lembaga keuangan internasional kepada Sadan Usaha Milik Negara; dan/atau
pemberian jaminan Pemerintah untuk percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan, infrastruktur jalan tol, infrastruktur transportasi perkeretaapian, serta penyediaan air minum. jdih.kemenkeu.go.id (3) Dukungan penjaminan pada program Pemulihan Ekonomi Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
penjaminan Pemerintah yang dilakukan secara langsung oleh pemerintah dalam rangka pelaksanaan program Pemulihan Ekonomi Nasional; dan/atau
penjaminan Pemerintah melalui badan usaha penjaminan yang ditunjuk dalam rangka pelaksanaan program Pemulihan Ekonomi Nasional.
Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf d, diakumulasikan ke dalam rekening dana cadangan penjaminan Pemerintah dan Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diakumulasikan ke dalam rekening dana jaminan penugasan pembiayaan infrastruktur daerah yang dibuka di Bank Indonesia.
Dana yang telah diakumulasikan dalam rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan untuk pembayaran kewajiban penJamman Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada tahun anggaran berjalan dan/atau tahun anggaran berikutnya.
Dana dalam rekening dana cadangan penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan untuk pembayaran kewajiban penjaminan Pemerintah antarprogram pemberian penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, ayat (2), dan ayat (3).
Dalam hal terjadi tagihan pembayaran kewajiban penjaminan dan/atau penggantian biaya yang timbul dari pelaksanaan kewajiban penjaminan untuk dukungan penjaminan program Pemulihan Ekonomi Nasional yang bersumber dari Dana Cadangan Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Pemerintah melakukan pembayaran melalui Bagian Anggaran 999. 99 (Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Transaksi Khusus). jdih.kemenkeu.go.id (8) Pembayaran melalui Bagian Anggaran 999. 99 (Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Transaksi Khusus) sebagaimana dimaksud pada ayat (7), merupakan pengeluaran belanja transaksi khusus yang belum dialokasikan dan/ a tau melebihi alokasi yang telah ditetapkan dalam APBN dan/atau APBN Perubahan pada tahun anggaran berjalan.
Dana dalam rekening dana jaminan penugasan pembiayaan infrastruktur daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan untuk pembayaran atas penugasan penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c.
Dana yang telah diakumulasikan ke dalam rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat ditempatkan ke dalam instrumen investasi Pemerintah.
Penggunaan anggaran Kewajiban Penjaminan dan penggunaan dana cadangan penjaminan Pemerintah atau dana jaminan . penugasan pembiayaan infrastruktur daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), ayat (9), dan ayat (10) dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Segala kebijakan yang telah dilakukan di bidang keuangan negara oleh pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah untuk penanganan pandemi Corona Vin.ts Di.sease 2019 dan pemulihan ekonomi nasional beserta hak dan kewajiban yang ditimbulkan sebelum berlakunya ketentuan mengenai penetapan berakhirnya status pandemi Corona Vin.ts Disease 2019 di Indonesia, dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan terpenuhinya hak dan kewajiban tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Pendapatan Negara adalah hak Pemerintah Pusat yang diakui sebagai penambah kekayaan bersih yang terdiri atas Penerimaan Perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan Penerimaan Hibah.
Penerimaan Perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri atas pendapatan pajak dalam negeri dan pendapatan pajak perdagangan internasional.
Pendapatan Pajak Dalam Negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan pajak penghasilan, pendapatan pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, pendapatan pajak bumi dan bangunan, pendapatan cukai, dan pendapatan pajak lainnya.
Pendapatan Pajak Perdagangan Intemasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan bea masuk dan pendapatan bea keluar.
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh Negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara.
Penerimaan Hi bah adalah semua penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, jasa, dan/atau surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali dan yang tidak mengikat, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. jdih.kemenkeu.go.id 8. Belanja Negara adalah kewajiban Pemerintah Pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih yang terdiri atas belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah.
Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk menjalankan fungsi kepemerintahan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembangunan nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara.
Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi adalah belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan kepada kementerian/lembaga dan Bendahara Umum Negara.
Belanja Pemerintah Pusat Menurut Program adalah belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan untuk mencapai hasil (outcome) tertentu pada Bagian Anggaran kementerian/lembaga dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.
Program Pengelolaan Subsidi adalah pemberian dukungan dalam bentuk pengalokasian anggaran kepada perusahaan negara, lembaga pemerintah, atau pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menyediakan barang atau jasa yang bersifat strategis atau menguasai hajat hid up orang banyak, dan/ a tau disalurkan langsung kepada penerima manfaat, sesuai kemampuan keuangan negara.
Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Urusan Pemerintahan adalah kekuasaan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden yang pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian dan penyelenggara Pemerintahan Daerah untuk melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat.
Transfer ke Daerah yang selanjutnya disingkat TKD adalah dana yang bersumber dari APBN dan merupakan bagian dari belanja negara yang dialokasikan dan disalurkan kepada Daerah untuk dikelola oleh Daerah dalam rangka mendanai penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. jdih.kemenkeu.go.id 16. Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah bagian dari TKO yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam APBN dan kinerja tertentu, yang dibagikan kepada Daerah penghasil dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara Pemerintah dan Daerah, serta kepada Daerah lain nonpenghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan/atau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah.
Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah bagian dari TKO yang dialokasikan dengan tujuan mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan dan layanan publik antardaerah.
Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya disingkat OAK adalah bagian dari TKO yang dialokasikan dengan tujuan untuk mendanai program, kegiatan, dan/atau kebijakan tertentu yang menjadi prioritas nasional dan membantu operasionalisasi layanan publik, yang penggunaannya telah ditentukan oleh Pemerintah.
Dana Otonomi Khusus adalah bagian dari TKO yang dialokasikan kepada Daerah tertentu untuk mendanai pelaksanaan otonomi khusus sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang mengenai otonomi khusus.
Dana Tambahan lnfrastruktur Dalam Rangka Otonomi Khusus bagi provinsi-provinsi di wilayah Papua yang selanjutnya disingkat DTI adalah dana tambahan dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus yang besarannya ditetapkan antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat yang diberikan berdasarkan usulan Provinsi pada setiap tahun anggaran yang ditujukan untuk pendanaan pembangunan infrastruktur perhubungan, energi listrik, air bersih, telekomunikasi, dan sanitasi lingkungan.
Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta yang selanjutnya disebut Dana Keistimewaan adalah bagian dari TKO yang dialokasikan untuk mendukung urusan keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang mengenai keistimewaan Yogyakarta.
Dana Desa adalah bagian dari TKO yang diperuntukkan bagi desa dengan tujuan untuk mendukung pendanaan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. jdih.kemenkeu.go.id 23. Insentif Fiskal adalah dana yang bersumber dari APBN yang diberikan kepada Daerah atas pencapaian kinerja berdasarkan kriteria tertentu berupa perbaikan dan/atau pencapaian kinerja pemerintah daerah dapat berupa pengelolaan keuangan daerah, pelayanan um um pemerintahan, dan pelayanan dasar yang mendukung kebijakan strategis nasional dan/ a tau pelaksanaan kebijakan fiskal nasional.
Pembiayaan Anggaran adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali, penerimaan kembali atas pengeluaran pembiayaan tahun-tahun anggaran sebelumnya, pengeluaran kembali atas penerimaan pembiayaan tahun- tahun anggaran sebelumnya, penggunaan saldo anggaran lebih, dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran yang selanjutnya disebut SiLPA adalah selisih lebih antara realisasi pendapatan dan belanja, serta penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dalam APBN selama satu periode pelaporan.
Saldo Anggaran Lebih yang selanjutnya disingkat SAL adalah akumulasi neto dari SiLPA dan Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran tahun-tahun anggaran yang lalu dan tahun anggaran yang bersangkutan setelah ditutup, di tam bah/ dikurangi dengan koreksi pembukuan.
Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN meliputi surat utang negara dan surat berharga syariah negara.
Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya.
Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN atau dapat disebut sukuk negara adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. jdih.kemenkeu.go.id 30. Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Penyertaan Modal Negara yang selanjutnya disingkat PMN adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan sebagai modal Perusahaan Negara dan/atau Perseroan Terbatas lainnya serta Lembaga/Badan Lainnya, yang pengelolaannya dilakukan secara korporasi.
Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau aset keuangan dalam jangka panjang untuk investasi dalam bentuk saham, surat utang, dan/atau investasi langsung guna memperoleh manfaat ekonomi, dan/atau sosial, dan/atau manfaat lainnya bagi sebesar- besamya kemakmuran rakyat.
Dana Bergulir adalah dana yang dikelola oleh Badan Layanan Umum tertentu untuk dipinjamkan dan digulirkan kepada masyarakat/lembaga dengan tujuan untuk meningkatkan ekonomi rakyat dan tujuan lainnya.
Pinjaman Dalam Negeri adalah setiap pinjaman oleh Pemerintah yang diperoleh dari pemberi pinjaman dalam negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu, sesuai dengan masa berlakunya.
Kewajiban Penjaminan adalah kewajiban yang menjadi beban Pemerintah akibat pemberian jaminan kepada kementerian/lembaga, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan pelaku usaha dalam program pemulihan ekonomi nasional, dalam hal kementerian/lembaga, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan pelaku usaha dalam program pemulihan ekonomi nasional, dimaksud tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada kreditur dan/atau badan usaha sesuai perjanjian pinjaman atau perjanjian kerja sama.
Pinjaman Luar Negeri Neto adalah semua pembiayaan yang berasal dari penarikan pinjaman luar negeri yang terdiri atas pinjaman tunai dan pinjaman kegiatan dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri.
Pinjaman Tunai adalah pinjaman luar negeri dalam bentuk devisa dan/atau rupiah yang digunakan untuk pembiayaan defisit APBN dan pengelolaan portofolio utang. jdih.kemenkeu.go.id 38. Pinjaman Kegiatan adalah pmJaman luar negeri yang digunakan untuk pembiayaan kegiatan tertentu kementerian/lembaga, pinjaman yang diteruspinjamkan kepada pemerintah daerah dan/atau Badan Usaha Milik Negara, dan pinjaman yang diterushibahkan kepada pemerintah daerah.
Pemberian Pinjaman adalah pinjaman Pemerintah Pusat kepada pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara, Lembaga, dan/atau badan lainnya yang harus dibayar kembali dengan ketentuan dan persyaratan tertentu.
Anggaran Pendidikan adalah alokasi anggaran pendidikan melalui kementerian/lembaga dan nonkementerian/lembaga, alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah, dan alokasi anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan, termasuk gaji pendidik, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah, tetapi tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan.
Persentase Anggaran Pendidikan adalah perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja negara pada saat Undang-Undang mengenai APBN ditetapkan.
Tahun Anggaran 2024 adalah masa 1 (satu) tahun terhitung mulai dari tanggal 1 Januari 2024 sampai dengan tanggal 31 Desember 2024.