JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Dokumen Hukum
    • Peraturan
    • Monografi
    • Artikel Hukum
    • Putusan Pengadilan
  • Informasi
    • Regulasi
      • Infografis Regulasi
      • Simplifikasi Regulasi
      • Direktori Regulasi
      • Video Sosialisasi
      • Kamus Hukum
    • Informasi Penunjang
      • Tarif Bunga
      • Kurs Menteri Keuangan
      • Berita
      • Jurnal HKN
      • Statistik
  • Perihal
    • Tentang Kami
    • Struktur Organisasi
    • Anggota JDIHN
    • Prasyarat
    • Kebijakan Privasi
    • FAQ
    • Website Lama
    • Hubungi Kami
  • Situs Lama
JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Situs Lama

Filter

Jenis Dokumen Hukum
Publikasi
Status
Tajuk Entri Utama
Nomor
Tahun
Tema
Label
Tersedia Konsolidasi
Tersedia Terjemahan

FAQ
Prasyarat
Hubungi Kami
Kemenkeu Logo

Hak Cipta Kementerian Keuangan.

  • Gedung Djuanda I Lantai G Jl. Dr. Wahidin Raya No 1 Jakarta 10710
  • Email:jdih@kemenkeu.go.id
  • Situs JDIH Build No. 13088
JDIH Kemenkeu
  • Profil
  • Struktur Organisasi
  • Berita JDIH
  • Statistik
  • Situs Lama
Tautan JDIH
  • JDIH Nasional
  • Sekretariat Negara
  • Sekretariat Kabinet
  • Kemenko Perekonomian
  • Anggota Lainnya
Temukan Kami
Ditemukan 560 hasil yang relevan dengan "kepatuhan pajak dalam industri manufaktur "
Dalam 0.025 detik
Thumbnail
RETRIBUSI DAERAH | PAJAK DAERAH
PP 35 TAHUN 2023

Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

  • Ditetapkan: 16 Jun 2023
  • Diundangkan: 16 Jun 2023

Relevan terhadap

Pasal 73Tutup

Ayat (l) Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Analisis risiko dilaksanakan dengan mempertimbangkan perilaku dan kepatuhan Wajib Pajak yang meliputi:

a.

kepatuhan penyampaian surat pemberitahuan; dan

b.

kepatuhan dalam melunasi Pajak terutang. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (s) Cukup ^jelas.

Pasal 115Tutup

Ayat (1) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan "pihak ketiga" merupakan pihak- pihak di luar Pemerintah dan Pemerintah Daerah lain, misalnya akademisi, swasta, dan pihak lainnya di dalam negeri yang berkaitan dengan optimalisasi Pemungutan Pajak. Ayat (2) Huruf a Cukup ^jelas. Hurrf b Yang dimaksud dengan "pengawasan Wajib Pajak bersama" merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan bersama dengan mitra kerja sama dalam hal ini Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah lain dengan mekanisme tertentu untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak. Contoh: Fiskus melakukan permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan, pemanggilan/ kunjungan (uisif) kepada Wajib Pajak. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Cukup ^jelas. Huruf f Contoh penggunaan ^jasa layanan pembayaran ^yang disediakan oleh pihak ketiga, seperti Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE). Huruf g Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas.

Pasal 77Tutup

Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Contoh: Wajib Pajak Restoran A terdaftar di Kabupaten C melaporkan SPTPD PBJT masa Pajak Januari 2O25 dengan Pajak terutang yang telah dibayar dan dilaporkan sebesar Rpf00.000.000,00. Pembayaran dan pelaporan Pajak dilakukan pada hari yang sama pada tanggal 11 Februari 2O25, sementara batas waktu pembayaran dan pelaporan PBJT dalam Perda Kabupaten C adalah tanggal 10 dan tanggal 15 bulan berikutnya setelah berakhirnya masa Pajak. Namun demikian, berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh fiskus daerah terdapat indikasi ketidakbenaran penghitungan Pajak terutang dalam SPTPD yang dilaporkan, sehingga terhadap Wajib Pajak dilakukan Pemeriksaan Paj ak dalam rangka menguji kepatuhan perpajakan pada bulan Maret2025. Dalam proses Pemeriksaan, Wajib Pajak tidak kooperatif, tidak bersedia memperlihatkan pembukuan, dan tidak mengizinkan pemeriksa Pajak memasuki ruangan tempat penyimpanan pembukuan Wajib Pajak. Hal tersebut menyebabkan pemeriksa Pajak tidak dapat menghitung besaran PBJT atas Makanan dan/atau Minuman terutang yang sebenarnya. Oleh karena itu, pemeriksa Pajak melakulan penghitungan Pajak terutang secara jabatan berdasarkan data yang diperoleh melalui konfirmasi data pihak ketiga dan informasi yang dikumpulkan melalui uji petik. Besaran Pajak terutang yang seharusnya menurut Kepala Daerah adalah sebesar Rp250.000.00O,00. Pemeriksaan selesai pada bulan April 2025 dan pada tanggal 2l April 2025 terbit SKPDKB untuk menetapkan kekurangan pembayaran PBJT atas Makanan dan/atau Minuman sesuai penghitungan secara jabatan oleh pemeriksa Pajak sebesar Rp15O.OOO.0OO,OO (Rp25O.OOO.OOO,OO - Rp100.000.000,00). Maka isi SKPDKB PBJT dimaksud adalah sebagai berikut:

a.

pokok Pajak kurang bayar = Rp 1 50.000.00O,00. b. sanksi bunga = Rp9.900.000,00 (Rp 15O.O00.O0O,O0 x 2,2Vo x 3l c. sanksi kenaikan = Rp75.00O.0OO,0O (Rp 1 50.000.000,00 x 50%) d. jumlah Pajak yang masih harus dibayar dalam SKPDKB = Rp234.900.000,00 Huruf b Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas.

Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA | SEKTOR KEUANGAN
UU 4 TAHUN 2023

Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan

  • Ditetapkan: 12 Jan 2023
  • Diundangkan: 12 Jan 2023

Relevan terhadap

Pasal 259Tutup
(1)

Profesi Penunjang Sektor Keuangan terdiri atas:

a.

akuntan publik;

b.

akuntan berpraktik;

c.

aktuaris;

(2)

(3) (4) (5) d.

e.

penilai publik; konsultan pajak;

f.

notaris;

g.

konsultan hukum;

h.
i.

ahli syariah jasa keuangan; dan profesi lain yang ditetapkan oleh kementerian, lembaga, atau otoritas pembina dan pengawas profesi terkait. Dalam melakukan kegiatan usaha di industri sektor keuangan, Profesi Penunjang Sektor Keuangan wajib memberikan jasa yang independen. Pembinaan dan pengawasan Profesi Penunjang Sektor Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh:

a.

kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan untuk huruf a sampai dengan huruf e;

b.

kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum untuk huruf f dan huruf g;

c.

Otoritas Jasa Keuangan untuk huruf h; atau

d.

kementerian, lembaga, atau otoritas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ditetapkan sebagai pembina dan pengawas Profesi Penunjang Sektor Keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf i. Kementerian, lembaga, atau otoritas lain dapat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Profesi Penunjang Sektor Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan berkoordinasi dengan kementerian, lembaga, atau otoritas sebagaimana dimaksud pada ayat (3). Untuk dapat menyediakan jasa bagi industri sektor keuangan, Profesi Penunjang Sektor Keuangan wajib:

a.

terlebih dahulu memperoleh izin dari kementerian, lembaga, atau otoritas pembina dan pengawas profesi terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (3); dan

b.

terdaftar pada:

(6)

(7) (1) (2) 1. Otoritas Jasa Keuangan untuk Profesi Penunjang Sektor Keuangan yang bergerak di Pasar Modal, industri perbankan, dan/atau industri keuangan non-Bank; atau

2.

Bank Indonesia untuk Profesi Penunjang Sektor Keuangan yang bergerak di Pasar U ang, Pasar Valuta Asing, dan penyelenggara Jasa pembayaran di bawah kewenangan Bank Indonesia. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pembinaan dan pengawasan Profesi Penunjang Sektor Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a diatur dalam peraturan menteri, lembaga, atau otoritas terkait. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pendaftaran Profesi Penunjang Sektor Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b diatur dalam peraturan otoritas sektor keuangan sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing. Paragraf 3 Prof esi Pelaku U saha Sektor Keuangan

Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG UMUM
PMK 132 TAHUN 2023

Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional di Bidang Keuangan Negara

  • Ditetapkan: 07 Des 2023
  • Diundangkan: 11 Des 2023
Thumbnail
BIDANG PAJAK | HUKUM KEUANGAN NEGARA
PMK 157 TAHUN 2023

Tata Cara Pembebasan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis dan Peny ...

  • Ditetapkan: 27 Des 2023
  • Diundangkan: 28 Des 2023

Relevan terhadap

Pasal 15Tutup
(1)

Wajib pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 wajib menerbitkan Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

(2)

Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat:

a.

dengan menggunakan kode faktur untuk penyerahan yang diberikan pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai; dan

b.

dengan mencantumkan tambahan keterangan:

1.

"Pajak Pertambahan Nilai dibebaskan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022 (senjata, amunisi, helm antipeluru dan jaket atau rompi antipeluru, kendaraan darat khusus, radar, dan suku cadangnya)”, untuk pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan berupa senjata, amunisi, helm antipeluru dan jaket atau rompi antipeluru, kendaraan darat khusus, radar, dan suku cadangnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf a;

2.

"Pajak Pertambahan Nilai dibebaskan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022 (komponen atau bahan yang diperoleh badan usaha milik negara yang bergerak dalam industri pertahanan nasional)”, untuk pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan berupa komponen atau bahan yang diperoleh badan usaha milik negara yang bergerak dalam industri pertahanan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b;

3.

"Pajak Pertambahan Nilai dibebaskan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022 (peralatan untuk penyediaan data batas/peta/foto udara)”, untuk pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan berupa peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan untuk penyediaan data batas, peta hasil topografi, peta hasil hidrografi, dan foto udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf c; atau

4.

"Pajak Pertambahan Nilai dibebaskan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022 (jasa untuk data batas/peta/foto udara)” untuk pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan berupa jasa yang dimanfaatkan dalam rangka penyediaan data batas, peta hasil topografi, peta hasil hidrografi, dan foto udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dan mencantumkan nomor Surat Keterangan Bebas pada bagian keterangan dalam aplikasi atau sistem pembuatan Faktur Pajak yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

(3)

Dalam hal Faktur Pajak atau dokumen yang dipersamakan dengan Faktur Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), atas Impor dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis diperlakukan sebagai impor dan/atau penyerahan yang tidak dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

Pasal 12Tutup
(1)

Apabila dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak saat impor dan/atau perolehan, komponen atau bahan yang diimpor dan/atau diperoleh badan usaha milik negara yang bergerak dalam industri pertahanan nasional yang ditunjuk oleh kementerian atau lembaga pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b dan ayat (3) huruf b:

a.

digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula; atau

b.

dipindahtangankan kepada pihak lain, baik sebagian atau seluruhnya, Pajak Pertambahan Nilai yang sebelumnya dibebaskan dengan menggunakan Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) menjadi terutang dan wajib dibayar badan usaha milik negara dimaksud.

(2)

Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terutang pada saat komponen atau bahan yang diperoleh badan usaha milik negara yang bergerak dalam industri pertahanan nasional yang ditunjuk oleh kementerian atau lembaga pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b dan ayat (3) huruf b digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain baik sebagian atau seluruhnya.

(3)

Dalam hal terhadap komponen atau bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipindahtangankan hanya sebagian, Pajak Pertambahan Nilai terutang terbatas pada komponen atau bahan yang dipindahtangankan.

(4)

Tidak termasuk ruang lingkup digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain baik sebagian atau seluruhnya, yaitu pemindahtanganan oleh badan usaha milik negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a angka 4 dan huruf b angka 3 kepada wajib pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a angka 1 dan angka 2, serta huruf b angka 1 dan angka 2.

(5)

Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak komponen atau bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain baik sebagian atau seluruhnya.

(6)

Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetorkan ke kas negara dengan menggunakan surat setoran pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak berupa bukti penerimaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(7)

Atas keterlambatan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikenai sanksi administratif berupa bunga terhitung sejak saat terutang hingga dilakukannya pembayaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

(8)

Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (6), tidak dapat dikreditkan.

Pasal 6Tutup
(1)

Pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 menggunakan Surat Keterangan Bebas.

(2)

Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk setiap kali:

a.

Impor Barang Kena Pajak;

b.

penyerahan Barang Kena Pajak;

c.

penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam daerah pabean; atau

d.

pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4.

(3)

Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas Impor dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis untuk keperluan pertahanan dan/atau keamanan negara diajukan oleh wajib pajak pemohon sebagai berikut:

a.

dalam hal Impor:

1.

kementerian atau lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau keamanan negara;

2.

lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui koordinasi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan mempunyai tugas dan fungsi di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol;

3.

pihak lain yang ditunjuk oleh kementerian atau lembaga pemerintah sebagaimana dimaksud pada angka 1 atau angka 2 untuk melakukan Impor tersebut; atau

4.

badan usaha milik negara yang bergerak dalam industri pertahanan nasional yang ditunjuk oleh kementerian atau lembaga pemerintah sebagaimana dimaksud pada angka 1 atau angka 2;

b.

dalam hal penyerahan:

1.

kementerian atau lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau keamanan negara;

2.

lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui koordinasi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan mempunyai tugas dan fungsi di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol; atau

3.

badan usaha milik negara yang bergerak dalam industri pertahanan nasional yang ditunjuk oleh kementerian atau lembaga pemerintah sebagaimana dimaksud pada angka 1 atau angka 2.

(4)

Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean diajukan oleh wajib pajak pemohon sebagai berikut:

a.

kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan; atau

b.

Tentara Nasional Indonesia, dalam rangka penyediaan data batas, peta hasil topografi, peta hasil hidrografi, dan foto udara wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk mendukung pertahanan nasional.

(5)

Wajib pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) yang melakukan Impor Barang Kena Pajak, menerima penyerahan Barang Kena Pajak, menerima penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam daerah pabean atau melakukan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, harus memiliki Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebelum:

a.

pengajuan pemberitahuan pabean Impor;

b.

menerima penyerahan Barang Kena Pajak;

c.

menerima penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam daerah pabean; atau

d.

melakukan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.

(6)

Dalam hal wajib pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) telah melakukan pembayaran sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4, wajib pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) harus memiliki Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebelum penerimaan pembayaran oleh pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.

Thumbnail
PMK 119 TAHUN 2024

Perubahan ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak ...

  • Ditetapkan: 23 Des 2024
  • Diundangkan: 27 Des 2024

Relevan terhadap

Pasal 1Tutup

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan 1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang- Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.

2.

Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.

3.

Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

4.

Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya, termasuk kontrak investasi kolektif, bentuk usaha tetap, serta kantor perwakilan perusahaan asing dan kontrak investasi bersama.

5.

Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.

6.

Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN dan perubahannya.

7.

Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak yang selanjutnya disebut Pengembalian Pendahuluan adalah pengembalian kelebihan pembayaran pajak berbasis risiko hukum dan kepatuhan Wajib Pajak dalam ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C atau Pasal 17D Undang-Undang KUP, atau Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN.

8.

Wajib Pajak yang Memenuhi Kriteria Tertentu yang dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak yang selanjutnya disebut Wajib Pajak Kriteria Tertentu adalah Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C Undang-Undang KUP.

9.

Wajib Pajak yang Memenuhi Persyaratan Tertentu yang dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak yang selanjutnya disebut Wajib Pajak Persyaratan Tertentu adalah Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D Undang-Undang KUP.

10.

Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Kegiatan Tertentu dan Telah Ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah yang selanjutnya disebut dengan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah adalah Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN.

11.

Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang KUP.

12.

Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.

13.

Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak.

14.

Surat Pemberitahuan yang selanjutnya disingkat SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perpajakan.

15.

SPT Tahunan adalah SPT untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.

16.

SPT Masa adalah SPT untuk suatu Masa Pajak. 17. Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.

18.

Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar daerah pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak.

19.

Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat NTPN adalah nomor yang tertera pada bukti penerimaan negara yang diterbitkan melalui modul penerimaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perbendaharaan negara.

20.

Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak yang selanjutnya disingkat SKPPKP adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.

21.

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disingkat Kanwil DJP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Pajak.

22.

Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.

Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG BEA CUKAI
145/PMK.04/2022

Pengembalian Bea Masuk yang telah Dibayar atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang lain dengan Tujuan untuk Dieksp ...

  • Ditetapkan: 18 Okt 2022
  • Diundangkan: 21 Okt 2022

Relevan terhadap

Pasal 3Tutup
(1)

Untuk dapat ditetapkan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian, badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

a.

memiliki jenis usaha industri manufaktur dan memiliki kegiatan pengolahan, perakitan, atau pemasangan;

b.

memiliki bukti kepemilikan atau bukti penguasaan yang berlaku untuk waktu paling singkat 3 (tiga) tahun atas lokasi yang akan digunakan untuk kegiatan produksi dan penyimpanan Barang dan Bahan serta Hasil Produksi sejak permohonan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian diajukan;

c.

memiliki sistem pengendalian internal yang memadai;

d.

memiliki sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory) untuk pengelolaan barang dengan ketentuan sebagai berikut:

1.

memiliki keterkaitan dengan dokumen kepabeanan;

2.

dapat diakses secara langsung dan daring (online) oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;

3.

mampu mencatat pemasukan, pengeluaran, persediaan barang dalam proses, dan saldo barang, secara berkelanjutan, langsung, dan segera;

4.

memiliki sistem pelaporan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai sistem informasi persediaan berbasis komputer pada perusahaan yang mendapatkan fasilitas pengembalian;

5.

menggunakan kodifikasi dalam pencatatan barangnya; dan

6.

menggunakan master data yang sama dengan sistem pencatatan perusahaan; dan

e.

memiliki closed circuit television (CCTV) yang dapat diakses secara langsung dan daring (online) oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk pengawasan pemasukan, penyimpanan, dan pengeluaran Barang dan Bahan serta Hasil Produksi.

(2)

Badan usaha yang akan ditetapkan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a.

memiliki perizinan berusaha yang berlaku untuk operasional dan/atau komersial sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai perizinan berusaha berbasis risiko; dan

b.

merupakan pengusaha kena pajak.

(3)

Untuk mendapatkan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian, badan usaha harus mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha badan usaha dengan menggunakan contoh format permohonan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(4)

Permohonan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diisi secara lengkap dan dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut:

a.

isian daftar Barang dan Bahan paling sedikit memuat deskripsi 8 (delapan) digit Harmonized System Code (kode HS); dan

b.

isian daftar Hasil Produksi paling sedikit memuat deskripsi 8 (delapan) digit Harmonized System Code (kode HS).

(5)

Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan secara elektronik melalui sistem aplikasi perizinan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam kerangka online single submission.

(6)

Dalam hal terdapat gangguan operasional pada sistem aplikasi perizinan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sehingga permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis kepada Menteri melalui:

a.

Kepala Kantor Wilayah melalui Kepala Kantor Pabean; atau

b.

Kepala KPU, yang mengawasi lokasi pabrik dan/atau lokasi kegiatan usaha perusahaan.

Thumbnail
SURAT BERHARGA NEGARA | PAJAK PENGHASILAN DITANGGUNG PEMERINTAH
213/PMK.010/2021

Pajak Penghasilan Ditanggung Pemerintah atas Bunga atau Imbalan Surat Berharga Negara yang Diterbitkan di Pasar Internasional dan Penghasilan Pihak Ke ...

  • Ditetapkan: 31 Des 2021
  • Diundangkan: 31 Des 2021

Relevan terhadap

Pasal 5Tutup

Pelaporan dan pertanggungjawaban Pajak Penghasilan ditanggung pemerintah atas bunga atau imbalan surat berharga negara yang diterbitkan di pasar internasional dan penghasilan pihak ketiga atas jasa yang diberikan kepada pemerintah atau pihak lain yang mendapat penugasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam rangka penerbitan dan/atau pembelian kembali surat berharga negara di pasar internasional dilaksanakan oleh Direktorat Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan, Direktorat Jenderal Pajak selaku unit akuntansi kuasa pengguna anggaran atas belanja subsidi pajak ditanggung pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai mekanisme pelaksanaan dan pertanggungjawaban atas pajak ditanggung pemerintah.

Thumbnail
CIPTA KERJA Cipta Kerja | KAWASAN EKONOMI | CIPTA KERJA
PP 40 TAHUN 2021

Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus

  • Ditetapkan: 02 Feb 2021
  • Diundangkan: 02 Feb 2021

Relevan terhadap

Pasal 9Tutup

Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan "produksi dan pengolahan" adalah kegiatan usaha industri manufaktur dan industri pengolahan. Huruf b Yang dimaksud dengan "logistik dan distribusi" adalah kegiatan usaha yang meliputi antara lain kegiatan penyimpanan, perakitan, penyortiran, pengepakan, pendistribusian, perbaikan dan perekondisian permesinan dari dalam negeri dan dari luar negeri. Huruf c . Huruf c Huruf d Huruf e Huruf f Huruf g Huruf h Yang dimaksud dengan "riset, ekonomi digital, dan pengembangan teknologi" adalah kegiatan usaha yang meliputi antara lain kegiatan riset dan teknologi, ekonomi digital, rancangan bangunan dan rekayasa, teknologi terapan, pengembangan perangkat lunak, serta jasa di bidang teknologi informasi. Yang dimaksud dengan "pariwisata" adalah kegiatan usaha yang meliputi antara lain kegiatan usaha pariwisata untuk mendukung penyelenggaraan hiburan dan rekreasi, pertemuan, perjalanan insentif dan pameran, serta kegiatan yang terkait. Yang dimaksud dengan "pengembangan energi" adalah kegiatan usaha untuk riset dan pengembangan di bidang energi serta produksi dari energi alternatif, energi terbarukan, dan energi primer. Yang dimaksud dengan "pendidikan" adalah kegiatan usaha pendidikan formal, pendidikan vokasi dan pendidikan profesi berstandar internasional. Yang dimaksud dengan "kesehatan" adalah kegiatan usaha pelayanan kesehatan khusus dengan standar pelayanan internasional yang didukung oleh tenaga medis dan tenaga kesehatan yang terakreditasi. Kegiatan usaha kesehatan ini mencakup pula kegiatan usaha industri farmasi, industri peralatan kesehatan, serta riset dan pengembangan di bidang kesehatan. Yang dimaksud dengan "olahraga" adalah kegiatan usaha penyediaan prasarana olahraga yang bersifat komersial. Huruf i Huruf j Huruf k Cukup ^jelas Huruf I Cukup ^jelas Huruf m Yang dimaksud dengan "jasa keuangan" adalah kegiatan usaha kegiatan jasa keuangan dalam bentuk ^jasa perbankan dan/atau jasa nonperbankan. Yang dimaksud dengan "industri kreatif' adalah kegiatan usaha untuk meningkatkan nilai tambah hasil dari eksploitasi kekayaan intelektual berupa kreativitas, keahlian dan bakat individu menjadi suatu produk komersial. Kegiatan usaha industri kreatif antara lain industri content multimedia, industri teknologi komunikasi, industri kerajinan dan barang seni, serta industri fashion. Yang dimaksud dengan "ekonomi lain" adalah kegiatan usaha lain yang ditetapkan sesuai perkembangan dan kebutuhan. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas.

Pasal 83Tutup

Ayat (1) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Huruf e Huruf f Huruf g Ayat (2) Huruf a Huruf b Yang termasuk penyerahan Jasa Kena Pajak oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha kepada Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha lainnya di KEK yang sama atau KEK lainnya yaitu kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16C Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2OO9 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Cukup ^jelas. Cukup ^jelas. Proses produksi mencakup produksi langsung yang menghasilkan barang jadi, atau proses produksi tidak langsung yang menghasilkan bahan pembantu atau barang lain yang merupakan komponen barang ^jadi. Bagi KEK dengan kegiatan utamanya selain industri, barang modal termasuk peralatan, wahana rekreasi, serta alat transportasi yang digunakan selama proses pembangunan dan tahap operasionalisasi. Yang dimaksud dengan "bahan baku, bahan pembantu, dan barang lain yang diolah, dirakit dan/atau dipasang pada barang lain untuk kegiatan manufaktur, logistik, dan/atau penelitian dan pengembangan" adalah bahan dan barang yang diperlukan secara menerus guna menunjang kegiatan usahanya. Huruf c Huruf d Ayat (3) Cukup ^jelas Ayat (a) Cukup ^jelas Ayat (5) Cukup ^jelas Ayat (6) Cukup ^jelas Ayat (7) Cukup ^jelas

Pasal 79Tutup

PRES lDEN REPUBLIK INDONESIA Pasal 79 (1) Penanaman Modal yang dilakukan oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha yang telah memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 tidak dapat memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78. (21 Penanaman Modal yang dilakukan oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha yang telah memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 tidak dapat memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75. Pasal 80 Badan Usaha dalam transaksi:

a.

pengadaan tanah untuk KEK;

b.

penjualan tanah dan/atau bangunan dan/atau c. sewa tanah dan/atau bangunan di KEK, tidak dipungut Pajak Penghasilan. di KEK; Pasal 81 (1) Warga negara asing yang bekerja di KEK dan telah menjadi subjek pajak dalam negeri serta memiliki keahlian tertentu dapat diberikan fasilitas dikenai Pajak Penghasilan hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia selama 4 (empat) tahun. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau melalui Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Pasal 82 . Bagian Ketiga Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Pasal 82 Fasilitas Pajak Penghasilan selain yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini tetap dapat diberikan kepada Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan usaha di KEK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pasal 83 (1) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut atas:

a.

penyerahan Barang Kena Pajak Berwujud tertentu dari TLDDP, kawasan bebas, dan tempat penimbunan berikat kepada Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha;

b.

impor Barang Kena Pajak Berwujud tertentu ke KEK oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha;

c.

impor Barang Konsumsi ke KEK pariwisata oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha;

d.

penyerahan Barang Kena Pajak Berwujud tertentu antar Badan Usaha, antar Pelaku Usaha, atau antar Badan Usaha dengan Pelaku Usaha;

e.

penyerahan Jasa Kena Pajak dan/atau Barang Kena Pajak Tidak Berwujud termasuk jasa persewaan tanah dan/atau bangunan di KEK oleh Pelaku Usaha dan/atau Badan Usaha kepada Pelaku Usaha lainnya dan/atau Badan Usaha di KEK yang sama atau KEK lainnya;

f.

penyerahan f. penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu dan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha dari TLDDP atau selain TLDDP kepada Badan Usaha/Pelaku Usaha; dan

g.

pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam KEK oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha. (2) Barang Kena Pajak Berwujud tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf d berupa:

a.

barang modal termasuk tanah dan/atau bangunan, peralatan/mesin dan suku cadang yang diperlukan untuk proses produksi pengolahan, barang modal termasuk tanah dan/atau bangunan yang diperlukan untuk pembangunan dan/atau pengembangan KEK sesuai dengan bidang usahanya;

b.

bahan baku, bahan pembantu, dan barang lain yang ^,diolah, dirakit dan/atau dipasang pada barang lain untuk kegiatan manufaktur, logistik, dan/atau penelitian dan pengembangan;

c.

bahan baku, bahan pembantu, peralatan dan barang lain yang diperlukan bagi kegiatan yang menghasilkan jasa kena pajak dan/atau kegiatan pengembangan teknologi ; dan I atau d. barang yang diperuntukan bagi kegiatan penyimpanan, perakitan, penyortiran, pengepakan, pendistribusian, perbaikan, dan perekondisian permesinan yang digunakan bidang usaha industri manufaktur dan logistik, serta maintenance, repair and ouerhaul (MRO) untuk kapal dan pesawat terbang. (3) Jasa Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f diberikan sesuai bidang usahanya berupa:

a.

^jasa maklon;

b.

^jasa PRES lDEN REPUBLIK INDONESIA b. jasa perbaikan dan perawatan termasuk maintenance, repair and ouerhaul (MRO) untuk kapal dan pesawat terbang;

c.

jasa pengurusan transportasi terkait barang untuk tujuan ekspor;

d.

jasa konstruksi yang meliputi perencanaan, perancangan, pelaksanaan pembangunan, dan pengawasan pembangunan di KEK, termasuk konsultansi konstruksi yang meliputi pengkajian, perencanaan, dan perancangan konstruksi;

e.

^jasa teknologi dan informasi;

f.

jasa penelitian dan pengembangan;

g.

jasa persewaan alat angkut berupa persewaan pesawat udara dan/atau kapal laut untuk kegiatan penerbangan atau pelayaran internasional;

h.

jasa konsultansi bisnis dan manajemen, jasa konsultansi hukum, jasa konsultansi desain arsitektur dan interior, jasa konsultansi sumber daya manusia, jasa konsultansi keinsin5ruran, jasa konsultansi pemasaran, jasa akuntansi atau pembukuan, jasa audit laporan keuangan, dan jasa perpajakan;

i.

jasa perdagangan berupa jasa mencarikan penjual barang di dalam Daerah Pabean untuk tujuan ekspor;

j.

jasa interkoneksi, penyelenggaraan satelit, danl atau komunikasi/konektivitas data; dan

k.

jasa lainnya yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. (4) Barang Konsumsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi: a barang a. Barang Konsumsi yang diperlukan oleh Pelaku Usaha di KEK pariwisata sebagai bahan baku usaha untuk menghasilkan jasa;

b.

waktu penggunaannya relatif singkat serta akan hilang keberadaan danf atau fungsinya bila sudah dipergunakart, yang digunakan dalam proses produksi yang menghasilkan jasa; dan

c.

tidak ditujukan untuk penggunaan di luar KEK. (5) Jenis Barang Konsumsi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang dapat diberikan pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor, dicantumkan dalam daftar barang yang diusulkan oleh Administrator KEK dan ditetapkan oleh Dewan Nasional. (6) Barang Konsumsi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang diimpor, jumlahnya ditetapkan oleh Administrator KEK dengan kriteria tertentu yang ditetapkan oleh Dewan Nasional. (71 Dalam hal KEK berasal dari sebagian atau seluruh wilayah kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, penyerahan Jasa Kena Pajak dari dan ke kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai. Pasal 84 (1) Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pelaku Usaha ke TLDDP, dikenai Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

(2)

Pelaku (2) Pelaku Usaha di KEK yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pelaku Usaha ke TLDDP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib melunasi Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang pada saat impor barang atau penyerahan barang tidak dipungut pajaknya. (3) Dapat dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang berasal dari Pelaku Usaha maintenancq repair and ouerhaul (MRO) untuk kapal dan pesawat terbang di KEK sesuai dengan ketentuan peraturan perulndang-undangan. (4) Dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada pihak yang mendapat fasilitas dan kemudahan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Pasal 85 Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha di KEK wajib membuat faktur pajak pada saat penyerahan Barang dan/atau Jasa Kena Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pasal 86 Atas impor dan penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu, Jasa Kena Pajak Tertentu, dan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis diberikan fasilitas dan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pasal 87 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian fasilitas dan kemudahan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Bagian Keempat Bea Masuk, Pajak Dalam Rangka Impor, dan Cukai Paragraf 1 Umum (1) Untuk seluruh Pabean. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan KEK sebagai Kawasan Pabean diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Pasal 89 (1) Fasilitas dan kemudahan kepabeanan yang diberikan bagi Badan Usaha di KEK meliputi pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor atas impor barang modal dalam rangka pembangunan atau pengembangan KEK. (2) Fasilitas dan kemudahan kepabeanan yang diberikan bagi Pelaku Usaha di KEK yang bergerak di bidang usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) yang masih dalam tahap pembangunan atau pengembangan meliputi pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor atas impor barang modal.

Thumbnail
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA | PERUBAHAN KEDUA
UU 13 TAHUN 2022

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ...

  • Ditetapkan: 16 Jun 2022
  • Diundangkan: 16 Jun 2022

Relevan terhadap

MenimbangTutup
a.

Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan bahwa untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menjunjung tinggr hak dan kewajiban warga negara dan penduduk Indonesia, perlu menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan dalam upaya peningkatan kesejahteraan, keadilan, dan pembangunan sosial;

b.

bahwa untuk meningkatkan perekonomian yang berkelanjutan dan mendukung percepatan diperlukan strategi konsolidasi fiskal yang berfokus pada perbaikan defisit anggaran dan peningkatan rasio pajak, yang antara lain dilakukan melalui penerapan kebijakan peningkatan kinerja penerimaan pajak, reformasi administrasi perpajakan, peningkatan basis perpajakan, penciptaan sistem perpajakan yang mengedepankan prinsip keadilan dan kepastian hukum, serta peningkatan kepatuhan sukarela Wajib Pajak;

c.

bahwa untuk menerapkan strategi konsolidasi fiskal yang berfokus pada perbaikan defisit anggaran dan peningkatan rasio pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf b, diperlukan penyesuaian kebijakan di bidang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, dan cukai serta pengaturan mengenai pajak karbon dan kebijakan berupa program pengungkapan sukarela Wajib Pajak dalam 1 (satu) Undang-Undang secara komprehensif;

d.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan; Contoh 3: Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor ^4 Tahun 2009 tentang Sistem Kesehatan Daerah

Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG FISKAL
PMK 120 TAHUN 2023

Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2023 ...

  • Ditetapkan: 21 Nov 2023
  • Diundangkan: 21 Nov 2023
  • 1
  • ...
  • 4
  • 5
  • 6
  • ...
  • 56