Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Kebutuhan Mendesak atas Pelayanan Penerbitan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang Berla ...
Relevan terhadap
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara.
Rencana Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RTR adalah hasil perencanaan tata ruang.
Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi kabupaten/kota.
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang selanjutnya disingkat KKPR adalah kesesuaian antara rencana kegiatan pemanfaatan ruang dengan RTR.
Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang selanjutnya disingkat KKKPR adalah dokumen yang menyatakan kesesuaian antara rencana kegiatan pemanfaatan ruang dengan RDTR.
Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang selanjutnya disingkat PKKPR adalah dokumen yang menyatakan kesesuaian antara rencana kegiatan pemanfaatan ruang dengan RTR selain RDTR.
Rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang selanjutnya disingkat RKKPR adalah dokumen yang menyatakan kesesuaian rencana kegiatan pemanfaatan ruang yang didasarkan pada kebijakan nasional yang bersifat strategis dan belum diatur dalam RTR dengan mempertimbangkan asas dan tujuan penyelenggaraan penataan ruang.
Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.
Kegiatan Berusaha adalah kegiatan pemanfaatan ruang yang memerlukan Perizinan Berusaha.
Kegiatan yang Bersifat Strategis Nasional adalah kegiatan pemanfaatan ruang yang memiliki sifat strategis untuk peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah, serta mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan negara yang ditetapkan sebagai kebijakan Pemerintah Pusat melalui peraturan perundang- undangan.
Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Indeks Jenis Usaha adalah nilai pengali tarif PNBP yang dibedakan berdasarkan jenis usaha permohonan KKPR untuk mengakomodir variasi intensitas pemanfaatan ruang berdasarkan jenis usaha.
Indeks Daerah adalah nilai pengali tarif PNBP yang dibedakan berdasarkan lokasi objek permohonan KKPR untuk mengakomodir variasi intensitas pemanfaatan ruang serta dampak yang akan ditimbulkan di skala kabupaten/kota.
Luas Lahan adalah luasan lahan permohonan KKPR dalam satuan Hektar.
Usaha Mikro dan Kecil yang selanjutnya disingkat UMK adalah usaha mikro dan usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Subbagian Hukum Kekayaan Negara I mempunyai tugas melakukan penelitian/penelaahan legal drafting rancangan peraturan perundang-undangan yang bersifat pengaturan atau penetapan berikut pemrosesannya dan penelitian/penelaahan aspek yuridis masalah hukum dan/atau pemberian pertimbangan hukum dalam rangka penyelesaian masalah hukum, terkait dengan bidang kekayaan negara yang meliputi barang milik negara pada kementerian/lembaga pemerintah non kementerian dan lembaga lainnya serta kekayaan negara tertentu yang berasal dari perjanjian/kontrak dan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, termasuk barang yang berasal dari kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, mineral, batubara, panas bumi dan energi baru terbarukan, aset eks Pertamina, barang yang diperoleh/dirampas berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, barang gratifikasi yang diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, serta barang sitaan pada Kejaksaan Agung, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan aparat penegak hukum lain.
Subbagian Hukum Kekayaan Negara II mempunyai tugas melakukan penelitian/penelaahan legal drafting rancangan peraturan perundang-undangan yang bersifat pengaturan atau penetapan berikut pemrosesannya dan penelitian/penelaahan aspek yuridis masalah hukum dan/atau pemberian pertimbangan hukum dalam rangka penyelesaian masalah hukum, terkait dengan bidang kekayaan negara yang meliputi kekayaan negara yang dipisahkan, termasuk penyertaan modal negara berikut perubahannya pada badan usaha milik negara, badan hukum pendidikan, lembaga penyiaran publik, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, lembaga keuangan internasional, Lembaga Penjamin Simpanan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, perseroan terbatas lain yang terdapat kepemilikan negara, investasi jangka panjang permanen, yayasan dan badan hukum/badan usaha lain serta usaha kecil, mikro, dan menengah.
Subbagian Hukum Kekayaan Negara III mempunyai tugas melakukan penelitian/penelaahan legal drafting rancangan peraturan perundang-undangan yang bersifat pengaturan atau penetapan berikut pemrosesannya dan penelitian/penelaahan aspek yuridis masalah hukum dan/atau pemberian pertimbangan hukum dalam rangka penyelesaian masalah hukum, terkait dengan bidang piutang negara dan lelang, dan kekayaan negara tertentu yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis dan sebagai pelaksanaan peraturan perundang- undangan, termasuk aset bekas milik asing/tionghoa, aset eks Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias, barang yang berasal dari benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam, barang eks tegahan kepabeanan dan cukai, serta aset eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional dan aset eks bank dalam likuidasi yang pengelolaannya dilakukan oleh Kementerian.
Subbagian Hukum Pengadaan dan Informasi Hukum mempunyai tugas melakukan penelitian/penelaahan legal drafting rancangan peraturan perundang-undangan yang bersifat pengaturan atau penetapan berikut pemrosesannya, dan penelitian/penelaahan aspek yuridis masalah hukum dan/atau pemberian pertimbangan hukum dalam rangka penyelesaian masalah hukum, terkait dengan bidang pengadaan barang/jasa di lingkungan Kementerian termasuk perjanjiannya, serta mempunyai tugas melakukan penyebarluasan regulasi (diseminasi) yang telah diundangkan, pengelolaan dan pembinaan jaringan dokumentasi dan informasi hukum Kementerian, pengelolaan perpustakaan hukum, dan pengundangan Peraturan Menteri di Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum dan Berita Negara Republik Indonesia.
Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara
Relevan terhadap 2 lainnya
Fasilitas yang diberikan di Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra meliputi:
Pajak Penghasilan;
Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah; dan/atau
kepabeanan.
Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang diberikan di Ibu Kota Nusantara berupa fasilitas:
pengurangan Pajak Penghasilan badan bagi Wajib Pajak badan dalam negeri;
Pajak Penghasilan atas kegiatan sektor keuangan di Financial Center ;
pengurangan Pajak Penghasilan badan atas pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional;
pengurangan Penghasilan Bruto atas penyelenggaraan kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran dalam rangka pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi tertentu;
pengurangan Penghasilan Bruto atas kegiatan Penelitian dan Pengembangan tertentu;
pengurangan Penghasilan Bruto atas sumbangan dan/atau biaya pembangunan fasilitas umum, fasilitas sosial, dan/atau fasilitas lainnya yang bersifat nirlaba;
Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final;
Pajak Penghasilan final 0% (nol persen) atas penghasilan dari peredaran bruto usaha tertentu pada usaha mikro, kecil, dan menengah; dan
pengurangan Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang diberikan di Daerah Mitra berupa fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan bagi Wajib Pajak badan dalam negeri.
Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang diberikan di Ibu Kota Nusantara berupa kemudahan perpajakan:
Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut; dan
pengecualian Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak.
Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang diberikan di Daerah Mitra berupa kemudahan perpajakan Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut.
Fasilitas kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berupa pengaturan kepabeanan meliputi:
pembebasan Bea Masuk dan Fasilitas PDRI atas impor barang oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditujukan untuk Kepentingan Umum di wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra;
pembebasan Bea Masuk dan Fasilitas PDRI atas impor barang modal untuk Pembangunan dan Pengembangan Industri di wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra; dan
pembebasan Bea Masuk atas impor barang dan bahan untuk Pembangunan dan Pengembangan Industri di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra.
Fasilitas Pajak Penghasilan atas kegiatan sektor keuangan di Financial Center sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:
pengurangan Pajak Penghasilan badan bagi Wajib Pajak badan yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center di Ibu Kota Nusantara; dan
fasilitas pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan atas penghasilan yang berasal dari investasi pada Financial Center di Ibu Kota Nusantara yang diterima atau diperoleh subjek pajak luar negeri.
Wajib Pajak dalam negeri tidak termasuk bentuk usaha tetap yang melakukan Penanaman Modal di Ibu Kota Nusantara dengan nilai kurang dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan memenuhi persyaratan tertentu dapat dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif sebesar 0% (nol persen) dalam jangka waktu tertentu.
Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai atas penghasilan dari peredaran bruto usaha sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak yang diterima atau diperoleh pada lokasi usaha yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara.
Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk penghasilan:
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan berbentuk persekutuan komanditer atau firma yang dibentuk oleh beberapa Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki keahlian khusus menyerahkan jasa sejenis dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;
dari jasa yang dilakukan selain di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau dimanfaatkan oleh pengguna jasa yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan selain di wilayah Ibu Kota Nusantara;
yang telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan tersendiri, kecuali penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan final sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu; dan
yang dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan.
Penghasilan dari peredaran bruto usaha yang diterima atau diperoleh pada lokasi usaha yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi penghasilan dari kegiatan industri dan/atau penyerahan barang dan/atau jasa yang dilakukan di wilayah Ibu Kota Nusantara.
Persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
bertempat tinggal atau bertempat kedudukan, dan/atau memiliki cabang di wilayah Ibu Kota Nusantara;
melakukan kegiatan usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara;
terdaftar sebagai Wajib Pajak di kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi wilayah Ibu Kota Nusantara atau memiliki identitas perpajakan di tempat kegiatan usaha yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara;
telah melakukan Penanaman Modal di wilayah Ibu Kota Nusantara, serta memiliki kualifikasi usaha mikro, kecil, dan menengah yang diterbitkan oleh instansi berwenang; dan
telah mengajukan permohonan untuk memanfaatkan fasilitas Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 3 (tiga) bulan sejak Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada huruf d dan mendapatkan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Dalam hal Wajib Pajak memiliki lebih dari 1 (satu) tempat usaha atau cabang yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara, penentuan batasan:
nilai Penanaman Modal di Ibu Kota Nusantara kurang dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
bagian peredaran bruto usaha sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditentukan berdasarkan gunggungan dari seluruh lokasi tempat kegiatan usaha atau cabang Wajib Pajak yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara.
Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sejak tanggal persetujuan pemberian fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf e sampai dengan tahun 2035.
Wajib Pajak yang memanfaatkan fasilitas Pajak Penghasilan bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib:
menyelenggarakan pembukuan secara terpisah, bagi Wajib Pajak yang diwajibkan menyelenggarakan pembukuan; atau
melakukan pencatatan secara terpisah, bagi Wajib Pajak yang tidak diwajibkan menyelenggarakan pembukuan, antara penghasilan yang mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penghasilan yang tidak mendapatkan fasilitas dimaksud.
Dalam hal pada saat melakukan pembukuan terpisah sebagaimana dimaksud pada ayat (8) terdapat biaya bersama yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka penghitungan besarnya penghasilan kena pajak, pembebanan biaya bersama dialokasikan secara proporsional. Paragraf 2 Tata Cara Penerapan, Permohonan, dan Penerbitan Surat Persetujuan
Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran 2021 dalam rangka Mendukung Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Da ...
Relevan terhadap
DID digunakan untuk:
bidang pendidikan termasuk digitalisasi pelayanan pendidikan;
bidang kesehatan termasuk untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 ( COVID -19), sarana prasarana kesehatan, dan digitalisasi pelayanan kesehatan;
penguatan perekonomian Daerah termasuk pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah, industri kecil, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat; dan/atau
perlindungan sosial.
Penggunaan DID sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat digunakan untuk mendanai:
honorarium; dan
perjalanan dinas.
Penggunaan DID untuk bidang kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari alokasi DID setiap Daerah.
Dalam hal Pemerintah Daerah menganggarkan penggunaan DID tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), DID tidak disalurkan.
Dalam hal pada Tahun Anggaran 2021, terdapat sisa DID dan DID Tambahan Tahun Anggaran 2020 pada Rekening Kas Umum Daerah, Pemerintah Daerah menganggarkan kembali dalam APBD Tahun Anggaran 2021 sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sisa DID dan DID Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) digunakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.08/2012 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara dengan Cara Bookbuildin ...
Relevan terhadap
Kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, c, dan g, dikecualikan dalam hal penerbitan dan penjualan SBSN dengan skema investasi sosial ( socially responsible based investment). (2) SBSN dengan skema investasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
sukuk untuk investasi lembaga pengelola dana wakaf, hibah, dan dana filantropi lain; dan
sukuk untuk investasi lembaga pengelola keuangan mikro, koperasi, dan usaha mikro, kecil, dan menengah.
Perusahaan Fintek hanya dapat melaksanakan penawaran dan/atau penjualan SBSN dengan cara Bookbuilding dengan skema investasi sosial (socially responsible based investment). 6. Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga -berbunyi sebagai berikut:
Pelaksanaan Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 ( Covid-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Per ...
Relevan terhadap
Dukungan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c digunakan untuk:
subsidi pajak;
fasilitas bea masuk;
stimulus KUR; dan/atau
stimulus lainnya.
Kementerian/Lembaga yang dapat mengusulkan untuk penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf d, adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Kementerian/Lembaga yang dapat mengusulkan untuk penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian dan/atau Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Kementerian/Lembaga yang dapat mengusulkan untuk penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koperasi usaha mikro, kecil, dan menengah.
Kementerian/Lembaga selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dapat mengusulkan untuk penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4).
Dalam hal usulan Kementerian/Lembaga tersebut disetujui oleh Menteri Keuangan, maka akan dilakukan pergeseran anggaran dari BA BUN ke bagian anggaran Kementerian/Lembaga terkait atau penerbitan DIPA BUN.
Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Dalam Negeri
Relevan terhadap
Terhadap jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf f berupa jasa pelayanan akses pemanfaatan data dan dokumen kependudukan bagi:
instansi pemerintah, badan penyelenggara jaminan sosial, koperasi, usaha mikro dan kecil dikenakan tarif sebesar Rp0,00 (nol rupiah); dan
operator telekomunikasi dikenakan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini untuk 2 (dua) tahun pertama sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku.
(2) (3) (4)
Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perund ...
Relevan terhadap
Sayangnya, revisi ini meninggalkan sejumlah masalah. Pertama , dari segi proses, pembahasan yang dilakukan DPR bersama pemerintah minim partisipasi publik. Padahal, salah satu amar putusan Mahkamah Konstitusi tadi menegaskan akan pentingnya partisipasi publik. Dalam putusannya, Mahkamah menegaskan bahwa partisipasi publik dalam pembentukan undang-undang harus dilakukan dengan lebih bermakna. Tapi, sejak pembahasan rancangan perubahan UU PPP dimulai pada 7 April 2022, tidak terlihat ruang partisipasi publik sebagaimana yang dimaksudkan Mahkamah. Pembahasannya memang disiarkan secara langsung melalui kanal TV Parlemen dan YouTube DPR. Tapi hal itu hanya bersifat memberikan informasi, tanpa ruang bagi publik untuk berpartisipasi. Dalam konteks ini, asas keterbukaan memang dijalankan, tapi tidak dengan sungguh-sungguh, karena tanpa partisipasi bagi masyarakat untuk memberikan masukan. Kedua , masalah materi muatan. DPR bersama pemerintah gagal menangkap momentum revisi UU PPP ini sebagai sarana untuk mengatasi persoalan peraturan perundang-undangan. Sebagaimana catatan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), terdapat lima persoalan peraturan perundang-undangan yang dialami Indonesia, yakni perencanaan legislasi yang tidak sinkron dengan perencanaan pembangunan, materi muatan yang tidak sesuai dengan bentuk peraturan, adanya kondisi hiper-regulasi, masih lemahnya pelaksanaan pemantauan dan eksekusi rekomendasi dari hasil evaluasi peraturan perundang- undangan, serta kelembagaan pembentuk peraturan perundang- undangan yang bekerja parsial. Dari kelima permasalahan tersebut, pemerintah dan DPR terkesan hanya berfokus pada persoalan hiper-regulasi, yang seolah-olah dapat diselesaikan dengan ketentuan tambahan tentang metode omnibus law. Padahal penggunaan metode omnibus dalam penyusunan undang- undang terbukti tidak menyelesaikan masalah hiper-regulasi. Undang- Undang Cipta Kerja, misalnya, justru melahirkan puluhan peraturan pelaksana baru. Selain itu, undang-undang ini tidak mengurangi jumlah undang-undang, melainkan hanya mengubah sebagian ketentuan dalam 79 undang-undang, yang sebagian materinya yang lain masih berlaku di undang-undang asalnya. Selain melahirkan peraturan turunan yang banyak, Cipta Kerja melahirkan tumpang-tindih pengaturan baru. Misalnya, Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menyebutkan bahwa setiap pemegang izin usaha di kawasan hutan lindung wajib bekerja sama dengan koperasi. Sementara itu, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan tidak ada kewajiban tersebut, meski di Pasal 139 terdapat 14 kewajiban pemegang izin berusaha di kawasan hutan lindung. Ketiga , revisi UU PPP terkesan hanya untuk memberikan legitimasi terhadap Cipta Kerja. Hal itu setidaknya terlihat dari dua materi perubahannya, yakni akomodasi terhadap penggunaan omnibus law dan memberikan pembenaran terhadap perbaikan rancangan undang-undang yang telah disahkan.
Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah ...
Relevan terhadap
bahwa dalam rangka percepatan pengembangan akses pembiayaan untuk meningkatkan pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah, perlu dilakukan perubahan pelaksanaan kebijakan pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu menetapkan Keputusan Presiden tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
Ketentuan mengenai imbal jasa penjaminan, subsidi bunga, dan fasilitas lainnya untuk pelaksanaan kebijakan pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan dengan memperhatikan kebijakan yang ditetapkan oleh Komite Kebijakan.
Dana Insentif Daerah untuk Penghargaan Kinerja Tahun Berjalan pada Tahun 2022 dan Penggunaan Sisa Dana Insentif Daerah Tahun Anggaran 2020, Sisa Dana ...
Relevan terhadap
Dalam rangka monitoring penggunaan sisa DID pada Tahun Anggaran 2022, Pemerintah Daerah yang masih memiliki sisa DID Tahun Anggaran 2020, sisa DID tambahan Tahun Anggaran 2020, dan/atau sisa DID Tahun Anggaran 2021 pada rekening kas umum daerah, wajib menyampaikan:
laporan rencana penggunaan dan laporan realisasi penyerapan sisa DID Tahun Anggaran 2020;
laporan rencana penggunaan dan laporan realisasi penyerapan sisa DID tambahan Tahun Anggaran 2020; dan/atau
laporan rencana penggunaan dan laporan realisasi penyerapan sisa DID Tahun Anggaran 2021.
Sisa DID sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk:
bidang pendidikan termasuk digitalisasi pelayanan pendidikan;
bidang kesehatan termasuk untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), sarana prasarana kesehatan, dan digitalisasi pelayanan kesehatan;
penguatan perekonomian daerah termasuk pemberdayaan usaha mikro kecil dan menengah, industri kecil, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat; dan/atau
perlindungan sosial.
Sisa DID sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat digunakan untuk mendanai:
gaji, tambahan penghasilan, dan honorarium; dan
perjalanan dinas.
Laporan rencana penggunaan dan laporan realisasi penyerapan sisa DID sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat tanggal 31 Desember 2022.
DID Kinerja Tahun Berjalan digunakan untuk mendukung percepatan pemulihan ekonomi di daerah.
Percepatan pemulihan ekonomi di daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain melalui:
perlindungan sosial, seperti bantuan sosial;
dukungan dunia usaha terutama usaha mikro, kecil, dan menengah; dan/atau
upaya penurunan tingkat inflasi, dengan memperhatikan pengarusutamaan gender dan pemberdayaan perempuan serta penyandang disabilitas.
DID Kinerja Tahun Berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat digunakan untuk mendanai:
gaji, tambahan penghasilan, dan honorarium; dan
perjalanan dinas.
Kepala Daerah bertanggung jawab dalam penggunaan DID Kinerja Tahun Berjalan yang dilaksanakan secara optimal di tahun 2022.
Pertanggungjawaban atas penggunaan DID Kinerja Tahun Berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan dalam laporan rencana penggunaan dan laporan realisasi penyerapan sampai dengan akhir tahun.
Laporan rencana penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan paling lambat akhir bulan Oktober tahun 2022.
Laporan realisasi penyerapan sampai dengan akhir tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan paling lambat bulan Juni tahun berikutnya.
Dalam hal laporan rencana penggunaan dan laporan realisasi penyerapan DID Kinerja Tahun Berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak disampaikan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7), maka dilakukan penundaan penyaluran Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil.
Penundaan penyaluran Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil sebagaimaan dimaksud pada ayat (8) ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan.