Pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2012 te ...
Relevan terhadap
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Pemerintah berpendapat bahwa para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) untuk mengajukan permohonan pengujian ini. Oleh karenanya, Pemerintah mohon agar Mahkamah Konstitusi secara bijaksana menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima. Meskipun Pemerintah berpendapat bahwa permohonan para Pemohon seharusnya tidak dapat diterima karena para Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum, namun Pemerintah akan tetap memberikan penjelasan dan keterangan mengenai pokok materi pengujian Undang-Undang yang dimohonkan. PENJELASAN ATAS PASAL 7 AYAT (6A) UU APBN-P 2012 Sebagaimana telah disampaikan di atas, bahwa peningkatan alokasi anggaran subsidi BBM dan LPG tersebut dimaksudkan agar harga jual eceran BBM bersubsidi (premium, solar, minyak tanah) dan LPG tabung 3 kg tetap terkendali, sehingga Pemerintah dapat menjaga stabilitas harga dan mencegah inflasi yang sangat tinggi, serta pertumbuhan ekonomi yang tetap dinamis dan stabilitas ekonomi makro yang tetap terjaga. Namun dengan perkembangan harga minyak mentah dunia yang lonjakannya sangat tinggi dan sangat jauh di atas asumsi dalam APBN 2012, akan mendorong tingginya kebutuhan subsidi BBM dan mempersempit ruang fiskal Pemerintah untuk melaksanakan program-program yang lebih bermanfaat terhadap masyarakat banyak. Kenaikan harga ICP dan depresiasi nilai tukar rupiah pada tahun 2012 diperkirakan akan mendorong defisit secara sangat substansial menjadi di atas 3 persen terhadap PDB, yang apabila bila tidak disesuaikan, akan melanggar UU Keuangan Negara. Di samping itu, mengingat sangat sulitnya untuk memprediksi perkembangan kondisi perekonomian global maupun nasional, maka dalam keadaan tertentu, khususnya dalam hal harga rata-rata minyak mentah Indonesia ( Indonesian Crude Price/ICP ) mengalami kenaikan yang sangat tajam, terhadap harga BBM bersubsidi sudah selayaknya harus dilakukan penyesuaian pula. Harga rata-rata ICP tersebut menjadi indikator atau asumsi makro utama bagi Pemerintah untuk menaikkan atau menurunkan harga BBM. Dapat Pemerintah sampaikan bahwa apabila harga rata-rata ICP mengalami kenaikan, maka akan berpotensi menambah jumlah anggaran subsidi BBM dalam APBN. Dengan diperlukannya tambahan subsidi BBM yang sangat besar tersebut,
d. Pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang adil dan berkelanjutan. Seperti yang tertuang baik dalam akta maupun dalam AD/ART Pemohon VII telah secara rutin melakukan berbagai kegiatan bersama-sama dengan nelayan, baik dalam kegiatan pendidikan, advokasi, maupun kampanye yang betujuan untuk merubah kebijakan agar berpihak pada nelayan; Bahwa dengan adanya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012, visi misi dan tujuan Pemohon VII agar rakyat berdaulat mengelola sumber daya perikanan secara adil dan berkelanjutan, terhalangi dan juga berpotensi menghambat perjuangan keadilan kelautan dan perikanan. Bahwa selain itu, keberadaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 menghambat upaya penguatan nelayan dan masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil agar memperoleh perlindungan dan kesejahteraan hidup yang layak dari Pemerintah. Salah satu bentuk advokasi kebijakan publik adalah judicial riview, untuk itu Pemohon VII memandang perlu untuk melakukan uji materiil Undang-Undang a quo di Mahkamah Konstitusi; C.2. PEMOHON PERORANGAN 8) Dani Setiawan Bahwa Pemohon VIII adalah warga negara perseorangan yang berprofesi sebagai pekerja sosial dan peneliti lepas yang selama ini aktif melakukan kerja-kerja advokasi dalam bidang anggaran dan utang bagi kemakmuran rakyat. Bahwa dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012
Uji materiil Pasal 4, Pasal 8, Pasal 10, dan Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang PUPN terhadap Pasal 24D ayat (1) dan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 ...
Relevan terhadap
hutangnya tidak mau melunasi sebagaimana mestinya kepada Panitya Urusan Piutang Negara. Adapun pasal-pasal dalam UUD 1945 yang dijadikan batu uji adalah: Pasal 28D ayat (1): (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian _hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum; _ Pasal 33 ayat (4): (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. [3.11] Menimbang bahwa para Pemohon pada pokoknya mendalilkan Pasal 4, Pasal 8, Pasal 10 dan Pasal 12 ayat (1) UU 49/1960 mengandung ketidakpastian hukum yang merugikan hak-hak konstitusional para Pemohon dan bertentangan dengan UUD 1945. Para Pemohon selaku Debitur PT. Bank Negara Indonesia Tbk., pada saat terjadi suatu keadaan yang merupakan peristiwa di luar kekuasaan (force majeure), yaitu terjadinya krisis moneter tidak mendapatkan fasilitas berupa pemberian keringanan kewajiban pembayaran termasuk pemotongan utang ( hair cut ). Faktanya, debitur-debitur bermasalah yang tidak kooperatif, yang menyelesaikan kreditnya melalui Lembaga BPPN dan debitur Bank Swasta (Non BUMN) ternyata telah menikmati pengurangan utang pokok ( hair cut) hingga mencapai di atas 50% dari utang pokoknya, sedangkan para Pemohon yang direstrukturisasi kreditnya melalui Panitia Urusan Piutang Negara ternyata utang pokoknya semakin bertambah besar. Adanya perbedaan perlakuan tersebut karena masih diberlakukannya pasal-pasal UU 49/1960 terhadap Bankir para Pemohon selaku Bank BUMN. Oleh karena itu, menurut para Pemohon pasal- pasal a quo bertentangan dengan prinsip kepastian hukum yang adil dan prinsip ekonomi yang dijamin oleh konstitusi; [3.12] Menimbang bahwa untuk membuktikan dalil-dalilnya, para Pemohon telah mengajukan alat bukti surat atau tulisan yang diberi tanda bukti P-1 sampai dengan bukti P-50, serta ahli yaitu Prof. Erman Rajagukguk, SH., LLM., Ph.D., yang memberi keterangan di bawah sumpah dalam persidangan tanggal 18
Agung Tahun 2006, PP 33/2006, maka yang disebut piutang BUMN yang dalam hal ini Bank Negara Indonesia adalah piutang perseroan terbatas BUMN atau piutang swasta yang dibedakan dengan piutang negara atau piutang publik; Klasifikasi utang atau piutang BUMN adalah piutang dari perseroan, sehingga mekanismenya adalah mengikuti mekanisme perseroan dalam hal ini mekanisme perseroan dapat melakukan restrukturisasi baik dalam berbentuk pola hair cut , konversi, maupun rescheduling . Dengan demikian, secara jelas diungkapkan bahwa utang yang dikatakan bersifat diskriminatif oleh para Pemohon, menurut ahli tidak diskriminatif karena piutang perbankan BUMN dapat dilakukan pola pengelolaannya melalui mekanisme perseroan. Selain itu, dengan piutang perbankan swasta lainnya juga dilakukan melalui mekanisme perseroan; Panitia Urusan Piutang Negara dalam UU 49/1960 masih diperlukan keberadaannya karena adanya piutang negara dan piutang swasta yang dalam hal ini adalah piutang negara berasal daripada piutang yang berasal dari instansi pemerintah maupun piutang instansi pemerintah yang lainnya, sehingga apabila panitia urusan piutang negara tidak eksis, maka terdapat kevakuman atau kekosongan hukum dalam melakukan pengelolaan yang disebut piutang negara atau piutang yang berasal dari instansi Pemerintah. [3.14] Menimbang bahwa terhadap permohonan para Pemohon, Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyampaikan keterangan lisan ataupun keterangan tertulis; Pendapat Mahkamah [3.15] Menimbang bahwa isu konstitusional dalam permohonan a quo adalah apakah kewenangan Panitia Urusan Piutang Negara (selanjutnya disebut PUPN) untuk mengurus piutang Bank BUMN yang tidak dapat melakukan restrukturisasi hutang atas piutang para debitur Bank BUMN dalam pasal-pasal yang dimohonkan pengujian sebagaimana tersebut di atas adalah bertentangan dengan konstitusi? [3.16] Menimbang bahwa menurut UU 49/1960, piutang negara atau piutang badan-badan swasta yang dibentuk negara yang adanya dan besarnya telah pasti menurut hukum yang tidak tertagih, dilimpahkan penyelesaiannya kepada PUPN
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003, dan Surat Fatwa Mahkamah Agung Tahun 2006, PP Nomor 33 Tahun 2006, maka yang disebut piutang BUMN yang dalam hal ini BNI adalah piutang perseroan terbatas BUMN atau piutang swasta yang dibedakan dengan piutang negara atau piutang publik; Bahwa klasifikasi utang atau piutang BUMN adalah piutang dari perseroan, sehingga mekanismenya adalah mengikuti mekanisme perseroan dalam hal ini mekanisme perseroan dapat melakukan restrukturisasi baik dalam berbentuk pola hair cut , maupun konversi, maupun rescheduling . Dengan demikian secara jelas diungkapkan bahwa utang yang dikatakan bersifat diskriminatif oleh para Pemohon, dalam hal ini menurut pendapat ahli tidak diskriminatif karena piutang perbankan, BUMN dapat dilakukan pola pengelolaannya melalui mekanisme perseroan. Di samping itu, dengan piutang perbankan yang swasta lainnya juga dilakukan melalui mekanisme perseroan karena menurut teori transformasi maupun teori badan hukum yang bersangkutan; Bahwa menurut ahli, panitia urusan piutang negara dalam Undang-Undang 49 Prp 1960 masih diperlukan keberadaannya karena adanya piutang negara dan piutang swasta yang di dalam hal ini piutang negara berasal daripada piutang yang berasal dari instansi pemerintah maupun piutang instansi pemerintah yang lainnya. Dalam hal ini, seperti BLU itu masih ada piutang yang memerlukan suatu eksistensi badan hukum untuk pengelolaannya. Yang dalam hal ini adalah panitia urusan piutang negara, sehingga apabila panitia urusan piutang negara ini tidak eksis lagi, maka terdapat vakum atau kekosongan hukum di dalam melakukan pengelolaan yang disebut piutang negara atau piutang yang berasal dari instansi pemerintah; Dengan demikian, maka piutang negara atau modal PT BUMN tersebut yang semula berasal dari publik telah dipisahkan dalam bentuk saham ke dalam kekayaan perseroan terbatas yang selanjutnya, perseroan terbatas mempunyai tujuan untuk mendapatkan keuntungan maupun tujuan-tujuan khusus lainnya yang dibedakan dari badan hukum publik atau badan hukum negara. Badan hukum negara bertujuan untuk memberikan jasa dan kemanfaatan kepada masyarakat dan hal ini misalnya, badan layanan
Tata Cara Pengadaan dan Penerusan Pinjaman dalam Negeri oleh Pemerintah.
Penggunaan Proyek Sebagai Dasar Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara.
Relevan terhadap
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang menyampaikan pemberitahuan kepada Menteri mengenai berakhirnya masa penggunaan Proyek sebagai dasar penerbitan SBSN dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Anggaran dan Direktur Jenderal Kekayaan Negara pada saat SBSN jatuh tempo.
Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri Keuangan menyampaikan pemberitahuan mengenai berakhirnya masa penggunaan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kementerian/Lembaga yang proyeknya dijadikan sebagai dasar penerbitan SBSN.
Menteri menetapkan Daftar Proyek yang digunakan sebagai dasar penerbitan SBSN yang antara lain meliputi nama Kementerian/Lembaga, jenis, jumlah, dan lokasi Proyek, dengan mencantumkan nilai keseluruhan Proyek paling kurang sebesar nilai nominal SBSN yang diterbitkan.
Penetapan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang atas nama Menteri, dengan salinan kepada Direktur Jenderal Anggaran dan Direktur Jenderal Kekayaan Negara.
Penetapan Proyek sebagai dasar penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada setiap kali penerbitan SBSN.
Pelaksanaan Piloting Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara.
Relevan terhadap
Wajib Pajak/Wajib Setor/Wajib Bayar/Pemberi PHLN/ investor/kontraktor/debitur menyetor atau membayar kewajibannya melalui rekening milik BUN yang terdapat pada BI.
BI menyampaikan rekening koran atas rekening milik BUN beserta ADK yang berisi transaksi penerimaan negara kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q Direktorat Pengelolaan Kas Negara.
Atas transaksi penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q Direktorat Pengelolaan Kas Negara melakukan penatausahaan penerimaan negara melalui SPAN.
Dalam hal terdapat penerimaan negara yang belum dapat dilakukan pencatatan ke dalam akun pendapatan yang sesuai dan/atau Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q Direktorat Pengelolaan Kas Negara tidak memiliki kewenangan untuk menentukan pembagian penerimaan negara, penerimaan negara tersebut dicatat sebagai pendapatan yang ditangguhkan.
Terhadap pendapatan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), selanjutnya dilakukan reklasifikasi oleh pihak yang berwenang melalui aplikasi SPAN.
Pihak yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) adalah Direktorat Jenderal Anggaran, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, atau Direktorat Jenderal Perbendaharaan, sesuai kewenangannya. Paragraf 3 Penerimaan Negara Melalui Bank/Pos Persepsi
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PELAKSANAAN PILOTING SISTEM PERBENDAHARAAN DAN ANGGARAN NEGARA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Sistem Perbendaharaaan dan Anggaran Negara, yang selanjutnya disingkat SPAN adalah sistem terintegrasi seluruh proses yang terkait dengan pengelolaan APBN yang meliputi modul penganggaran, modul komitmen, modul pembayaran, modul penerimaan, modul kas, dan modul akuntansi dan pelaporan.
Piloting SPAN adalah serangkaian kegiatan untuk menerapkan/mengoperasikan SPAN dengan menggunakan sumber daya manusia, bisnis proses, infrastruktur dan tehnologi SPAN pada unit-unit yang ditunjuk/terbatas untuk memastikan SPAN dapat diterapkan/dioperasikan secara menyeluruh.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari Bendahara Umum Negara (BUN) untuk melaksanakan sebagian fungsi Kuasa BUN.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah Dokumen Pelaksanaan Anggaran yang digunakan sebagai acuan Pengguna Anggaran dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN.
Rencana Kerja Anggaran Kementerian Negara/Lembaga yang selanjutnya disingkat RKA-K/L adalah dokumen keuangan tahunan Kementerian Negara/Lembaga yang disusun menurut Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.
Rencana Dana Pengeluaran BUN yang selanjutnya disingkat RDP-BUN adalah rencara kerja dan anggaran Bagian Anggaran BUN yang memuat rincian kebutuhan dana baik yang berbentuk anggaran belanja maupun pembiayaan dalam rangka pemenuhan kewajiban pemerintah pusat dan transfer kepada daerah yang pengelolaannya dikuasakan oleh Presiden kepada Menteri Keuangan.
Modul Penganggaran adalah bagian dari SPAN yang melaksanakan fungsi-fungsi penganggaran yang meliputi perencanaan anggaran, penyusunan anggaran, pembahasan anggaran dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, penetapan alokasi anggaran, penyusunan Rancangan APBN-Perubahan, revisi anggaran, dan monitoring dan evaluasi kinerja anggaran.
Modul Komitmen adalah bagian dari SPAN yang melaksanakan fungsi- fungsi pengelolaan data supplier dan data kontrak yang meliputi pendaftaran, perekaman, validasi, perubahan, penggunaan, dan pembatalan data supplier /kontrak, termasuk penerbitan dan penyampaian Nomor Register Supplier /Nomor Register Kontrak/informasi penolakan pendaftaran data supplier atau data kontrak.
Modul Pembayaran adalah bagian dari SPAN yang melaksanakan fungsi-fungsi pelaksanaan pembayaran atas beban APBN dan/atau pengesahan pendapatan dan belanja yang meliputi penerbitan SP2D, penerbitan warkat dan bilyet giro, penerbitan surat pengesahan pendapatan dan belanja, penerbitan aplikasi penarikan dana, dan penerbitan Surat Kuasa Pembebanan Letter of Credit (SKP-LC).
Modul Penerimaan adalah bagian dari SPAN yang melaksanakan fungsi-fungsi penatausahaan transaksi penerimaan negara yang diterima melalui Rekening Milik BUN di Bank Indonesia, melalui Bank/Pos Persepsi, serta melalui potongan Surat Perintah Membayar atau pengesahan pendapatan dan belanja oleh KPPN.
Modul Kas adalah bagian dari SPAN yang melaksanakan fungsi-fungsi pengaturan rekening milik BUN, perencanaan kas, pemindahbukuan dana, rekonsiliasi bank, dan pelaporan manajerial.
Modul Akuntansi Dan Pelaporan adalah bagian dari SPAN yang melaksanakan fungsi-fungsi penyusunan laporan keuangan sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan APBN yang meliputi pemutakhiran data Bagan Akun Standar, konversi data transaksi keuangan, koreksi data transaksi keuangan, penyesuaian sisa pagu, jurnal penyesuaian, rekonsiliasi data, dan laporan keuangan.
Satuan Kerja yang selanjutnya disebut Satker adalah unit organisasi lini Kementerian Negara/Lembaga atau unit organisasi Pemerintah Daerah yang melaksanakan kegiatan Kementerian Negara/Lembaga dan memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran.
Kuasa Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Kuasa BUN adalah pejabat yang diangkat oleh BUN untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan APBN dalam wilayah kerja yang ditetapkan.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanaan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN.
Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disebut PP-SPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh PP-SPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA atau dokumen yang dipersamakan.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disebut SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
Retur SP2D adalah penolakan/pengembalian atas pemindahbukuan dan/atau transfer pencairan APBN dari Bank/Kantor Pos Penerima kepada Bank/Kantor Pos Pengirim.
Surat Permintaan Pembayaran Retur yang selanjutnya disebut SPP Retur adalah dokumen yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN di Daerah yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara berdasarkan surat ralat dari Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga 25. Surat Perintah Membayar Retur yang selanjutnya disebut SPM Retur adalah dokumen yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN di Daerah berdasarkan SPP Retur untuk mencairkan dana yang bersumber dari penerimaan Retur SP2D.
Surat Perintah Pencairan Dana Retur yang selanjutnya disebut SP2D Retur adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN di Daerah berdasarkan SPM Retur untuk pengeluaran non anggaran.
Arsip Data Komputer yang selanjutnya disingkat ADK adalah arsip data dalam bentuk softcopy yang disimpan dalam media penyimpanan digital.
Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri yang selanjutnya disebut PHLN, adalah pinjaman dan/atau hibah luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah.
Konversi adalah proses pengubahan format data transaksi keuangan pada ADK menjadi data yang dapat diterima oleh SPAN melalui aplikasi konversi.
Sisa Kredit Anggaran adalah nilai pagu anggaran dikurangi nilai pencadangan kontrak yang telah didaftarkan dan realisasi anggaran. 31. Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disebut NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. 32. Supplier adalah pihak yang berhak menerima pembayaran atas beban APBN. 33. Data Supplier adalah informasi terkait dengan pihak yang berhak menerima pembayaran atas beban APBN yang memuat paling kurang informasi pokok, informasi lokasi, dan informasi rekening. 34. Kontrak adalah perjanjian tertulis antara PPK dengan penyedia barang/jasa atau pelaksana swakelola. 35. Data kontrak adalah informasi terkait dengan perjanjian tertulis antara PPK dengan penyedia barang/jasa atau pelaksana swakelola. 36. Kontrak tahun tunggal adalah kontrak yang pelaksanaan pekerjaannya mengikat dana anggaran selama masa 1 (satu) tahun anggaran. 37. Kontrak tahun jamak adalah kontrak yang pelaksanaan pekerjaannya untuk masa lebih dari 1 (satu) tahun anggaran atas beban anggaran.
Komitmen tahunan kontrak tahun jamak adalah komitmen tahun tunggal sebagai bagian dari kontrak tahun jamak. 39. Bank Indonesia yang selanjutnya disebut BI adalah bank sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang mengenai Bank Indonesia. 40. Bank Operasional I Pusat yang selanjutnya disebut BO I Pusat adalah bank operasional mitra Kuasa BUN Pusat yang merupakan bank pusat dari BO I dan tempat dibuka Rekening Pengeluaran Kuasa BUN Pusat SPAN, Rekening Pengeluaran Kuasa BUN Pusat Non SPAN, Rekening Pengeluaran Kuasa BUN Pusat Gaji, Rekening Retur Bank Operasional I Pusat SPAN, dan Rekening Retur Bank Operasional I Pusat Gaji. 41. Bank Operasional II yang selanjutnya disebut BO II adalah bank operasional mitra Kuasa BUN di Daerah yang menyalurkan dana APBN untuk pengeluaran gaji bulanan. 42. Bank Operasional III yang selanjutnya disebut BO III adalah bank operasional mitra Kuasa BUN di Daerah yang menyalurkan dan/atau memindahbukukan Dana Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan per Kabupaten/Kota berdasarkan SP2D dan Surat Perintah Transfer (SPT).
Badan Layanan Umum yang selanjutnya disingkat BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Surat Perintah Pengesahan Pendapatan dan Belanja BLU yang selanjutnya disebut SP3B BLU adalah surat perintah yang diterbitkan oleh PP-SPM pada Satker BLU untuk dan atas nama KPA, kepada Kuasa BUN untuk mengesahkan pendapatan dan/atau belanja Satker BLU yang sumber dananya berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak yang digunakan langsung.
Surat Pengesahan Pendapatan dan Belanja BLU yang selanjutnya disebut SP2B BLU adalah surat yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk mengesahkan pendapatan dan/atau belanja Satker BLU berdasarkan SP3B BLU.
Surat Perintah Pengesahan Hibah Langsung yang selanjutnya disebut SP2HL adalah surat yang diterbitkan oleh PA/KPA atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mengesahkan pembukuan hibah langsung dan/atau belanja yang bersumber dari hibah langsung.
Surat Pengesahan Hibah Langsung yang selanjutnya disingkat SPHL adalah surat yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk mengesahkan Pendapatan Hibah Langsung dan/atau belanja yang bersumber dari hibah langsung.
Surat Perintah Pengesahan Pengembalian Hibah Langsung yang selanjutnya disingkat SP4HL adalah surat yang diterbitkan oleh PA/KPA atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mengesahkan pembukuan pengembalian saldo Pendapatan Hibah Langsung kepada Pemberi Hibah.
Surat Pengesahan Pengembalian Pendapatan Hibah Langsung yang selanjutnya disingkat SP3HL adalah surat yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk mengesahkan pengembalian hibah langsung kepada Pemberi Hibah.
Persetujuan Memo Pencatatan Hibah Langsung Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga yang selanjutnya disebut Persetujuan MPHL-BJS adalah surat yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN Daerah sebagai persetujuan untuk mencatat Pendapatan Hibah Langsung bentuk barang/jasa/surat berharga dan belanja barang untuk pencatatan persediaan dari hibah, belanja modal untuk pencatatan aset tetap/aset lainnya dari hibah, dan pengeluaran pembiayaan untuk pencatatan surat berharga dari hibah.
Surat Permintaan Penerbitan Aplikasi Penarikan Dana Pembayaran Langsung/Rekening Khusus/Pembiayaan Pendahuluan, yang selanjutnya disingkat SPP APD-PL/Reksus/PP, adalah dokumen yang ditandatangani oleh PA/KPA sebagai dasar bagi Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q Direktorat Pengelolaan Kas Negara atau KPPN dalam mengajukan permintaan pembayaran kepada Pemberi PHLN.
Aplikasi Penarikan Dana Pembayaran Langsung, yang selanjutnya disingkat APD-PL adalah aplikasi penarikan dana yang diterbitkan oleh KPPN kepada Pemberi PHLN untuk membayar langsung kepada rekanan/pihak yang dituju.
Aplikasi Penarikan Dana Rekening Khusus yang selanjutnya disebut APD-Reksus adalah aplikasi penarikan dana yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q Direktorat Pengelolaan Kas Negara kepada Pemberi PHLN untuk menarik Initial Deposit atau penggantian dana yang telah membebani Reksus atau Dana Talangan.
Aplikasi Penarikan Dana Pembiayaan Pendahuluan yang selanjutnya disingkat APD-PP adalah aplikasi penarikan dana yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan/ KPPN untuk mengganti pengeluaran atas kegiatan yang pembiayaannya terlebih dahulu membebani Rekening BUN/Rekening KUN atau rekening yang ditunjuk.
Letter of Credit yang selanjutnya disingkat L/C adalah janji tertulis dari bank penerbit L/C ( issuing bank ) yang bertindak atas permintaan pemohon ( applicant ) atau atas namanya sendiri untuk melakukan pembayaran kepada pihak ketiga atau eksportir atau kuasa eksportir (pihak yang ditunjuk oleh beneficiary/supplier ) sepanjang memenuhi persyaratan L/C.
Surat Pemintaan Penerbitan Surat Kuasa Pembebanan L/C yang selanjutnya disingkat SPP SKP-L/C adalah dokumen yang ditandatangani oleh PA/KPA sebagai dasar bagi KPPN yang ditunjuk untuk menerbitkan Surat Kuasa Pembebanan atas penarikan PHLN melalui mekanisme L/C.
Surat Kuasa Pembebanan L/C yang selanjutnya disingkat SKP-L/C adalah surat kuasa yang diterbitkan oleh KPPN yang ditunjuk atas nama Menteri Keuangan kepada Bank Indonesia atau Bank untuk melaksanakan penarikan PHLN melalui L/C.
Surat Perintah Pembukuan/Pengesahan yang selanjutnya disingkat SP3 adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN, yang fungsinya dipersamakan sebagai SPM/SP2D, kepada BI dan Satker untuk dibukukan/disahkan sebagai penerimaan dan pengeluaran dalam APBN atas realisasi penarikan PHLN melalui tata cara PL, dan/atau L/C.
Surat Perintah Pembukuan Penarikan PHLN yang selanjutnya disingkat SP4HLN adalah dokumen yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang yang memuat informasi mengenai pencairan PHLN dan informasi penganggaran.
Notice of Disbursement atau dokumen yang dipersamakan yang selanjutnya disingkat NoD adalah dokumen yang menunjukkan bahwa Pemberi PHLN telah melakukan pencairan PHLN yang antara lain memuat informasi PHLN, nama proyek, jumlah uang yang telah ditarik ( disbursed ), cara penarikan, dan tanggal transaksi penarikan yang digunakan sebagai dokumen sumber pencatatan penerimaan pembiayaan dan/atau pendapatan hibah.
Executing Agency adalah Kementerian Negara/Lembaga yang menjadi penanggung jawab secara keseluruhan atas pelaksanaan kegiatan.
Rekonsiliasi adalah proses pencocokan data transaksi keuangan yang diproses dengan beberapa sistem/subsistem yang berbeda berdasarkan dokumen sumber yang sama.
Surat Perintah Transfer yang selanjutnya disingkat SPT adalah Surat Perintah yang diterbitkan oleh Direktorat Pengelolaan Kas Negara atau KPPN untuk pemindahbukuan dana antar Rekening Milik BUN.
Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disebut Rekening KUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku BUN untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada Bank Sentral.
Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disebut NTPN adalah nomor yang tertera pada bukti penerimaan negara yang diterbitkan melalui Modul Penerimaan Negara.
Modul Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat MPN adalah modul penerimaan yang memuat serangkaian prosedur mulai dari penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan yang berhubungan dengan penerimaan negara dan ber- interface dengan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara.
Unit Akuntansi Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat UAPA adalah unit akuntansi instansi pada tingkat Kementerian Negara/Lembaga (Pengguna Anggaran) yang melakukan kegiatan penggabungan laporan, baik laporan keuangan maupun barang seluruh UAPPA-E1 yang berada di bawahnya.
Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Eselon 1 yang selanjutnya disebut UAPPA-E1 adalah unit akuntansi instansi yang melakukan kegiatan penggabungan laporan, baik keuangan maupun barang seluruh UAPPA-W yang berada di wilayah kerjanya serta UAKPA yang langsung berada di bawahnya.
Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Wilayah yang selanjutnya disebut UAPPA-W adalah unit akuntansi instansi yang melakukan kegiatan penggabungan laporan, baik keuangan maupun barang seluruh UAKPA yang berada dalam wilayah kerjanya.
Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut UAKPA adalah unit akuntansi instansi yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan tingkat Satker.
Dokumen Elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirim, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektro-magnetik, optikal atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara atau gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Keadaan kahar ( force majeure ) adalah suatu keadaan di luar kehendak, kendali dan kemampuan pengelola sistem elektronik SPAN seperti terjadinya bencana alam, kebakaran, pemogokan umum, perang (dinyatakan atau tidak dinyatakan), pemberontakan, revolusi, makar, huru-hara, terorisme, sabotase, termasuk kebijakan pemerintah yang mengakibatkan sistem elektronik SPAN tidak berfungsi.
Business Continuity Plan adalah pengelolaan proses kelangsungan kegiatan pada saat keadaan darurat dengan tujuan untuk melindungi sistem informasi, memastikan kegiatan dan layanan, dan memastikan pemulihan yang tepat.
Nama Rekening adalah nama yang terdaftar dalam rekening koran bank untuk suatu nomor rekening tertentu.
Bagan Akun Standar yang selanjutnya disebut BAS adalah daftar klasifikasi yang disusun secara sistematis sebagai pedoman dalam perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan anggaran serta pelaporan keuangan pemerintah.
Akun adalah suatu daftar perkiraan buku besar yang ditetapkan dan disusun secara sistematis untuk memudahkan perencanaan, pelaksanaan anggaran, serta pertanggungjawaban dan pelaporan keuangan pemerintah pusat.
Uji materiil terhadap PP 72 tahun 2014 tentang penambahan penyertaan modal negara RI ke dalam modal saham perusahaan perseroan PTPN III bertentangan d ...
Relevan terhadap
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 22 dari 32 halaman Putusan Nomor 67 P/HUM/2014 tidaknyadinyatakan tidak dapat diterima ( niet onvankelijk verklraad ); __ III. LANDASAN FILOSOFIS TERBITNYA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 72TAHUN 2014 TENTANG PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL NEGARA REPUBLIK INDONESIA KE DALAM MODAL SAHAM PERUSAHAANPERSEROAN (PERSERO) PT PERKEBUNAN / NUSANTARA III Bahwa diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2014 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam ModalSaham Perusahaan Persero (Persero) PT Perkebunan Nusantara III didasarkan pada pokok-pokok pikiran, yaitu : 1. Restrukturisasi BUMN Perkebunan yang djlakukan Pemerintah pada tahun 1996 telah menghasilkan perkembangan yang cukup berarti bagi BUMN Perkebunan dan memberikan kontribusi bagi Negara, baik dalam bentuk dividen, penyediaan lapangan kerja, maupun pengembangan wilayah yang cukup berarti. Namun seiring dengan dinamika perubahan lingkungan dan kebutuhan daya saing global, perkembangan kinerja BUMN Perkebunan masih belum mampu menunjukkan daya saingnya, baik dari aspek skala usaha maupun kualitas pengelolaan. Hal tersebut ditandai dengan kinerja BUMN Perkebunan secara keseluruhan yang belum optimal, yaitu tercermin dari profitabilitas dan likuiditas yang masih rendah, solvabilitas menurun, pertumbuhan hutang lebih tinggi dari pertumbuhan aktiva yang berdampak pada struktur modal, produksi dan produktivitas dibawah norma standar, serta perluasan areal dan pengembangan usaha berjalan lambat. Bahkan beberapa diantaranya memiliki struktur modal yang tidak solvable, kondisi modal kerja dengan tingkatlikuiditas yang tidak sehat serta rendahnya kemampuan menghimpun dana dari operasi maupun dana dari luar. 2. Dengan semakin ketatnya persaingan bisnis balk dalam lingkup global maupun regional apalagi dengan mulai berlakunya MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) BUMN Perkebunan harus mampu menjadi perusahaan yang mempunyai daya saing global, tumbuh secara berke\anjutan, dan memberikan kontribusi optimal bagi pembangunan nasional. Di masa depan BUMN Perkebunan diharapkan mampu menjadi pelaku bisnis perkebunan dengan skalaglobal yang mampu bersaing dengan pemain besar perkebunan di dunia dan sekaligus menjadi pendorong pem-bangunanmaupun pemerataan pembangunan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22
Pedoman Akuntansi dan Pelaporan Aset Berupa Barang Milik Negara yang Berasal Dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama. ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Kontraktor Kontrak Kerja Sama, yang selanjutnya disingkat KKKS, adalah Badan Usaha atau Bentuk Badan Usaha Tetap yang diberikan wewenang untuk melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi pada suatu wilayah kerja berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Pemerintah.
Barang Milik Negara, yang selanjutnya disingkat BMN, adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Barang yang menjadi milik/kekayaan negara yang berasal dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama, yang selanjutnya disebut Barang Milik Negara, adalah seluruh barang dan peralatan yang diperoleh atau dibeli Kontraktor Kontrak Kerja Sama dan yang secara langsung digunakan dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi.
Unit Pengendali Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut Unit Pengendali, adalah unit yang dibentuk oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi.
Dokumen Sumber adalah dokumen yang berhubungan dengan transaksi keuangan yang digunakan sebagai sumber atau bukti untuk menghasilkan data akuntansi.
Laporan Realisasi Anggaran adalah laporan yang menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit dan pembiayaan, sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode.
Neraca adalah laporan yang menyajikan informasi posisi keuangan pemerintah yaitu aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu.
Laporan Operasional adalah laporan yang menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dalam satu periode pelaporan.
Laporan Perubahan Ekuitas adalah laporan yang menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) adalah laporan yang menyajikan informasi tentang penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, laporan operasional, laporan perubahan ekuitas, dan laporan perubahan Saldo Anggaran Lebih serta pengungkapan lainnya yang diperlukan dalam rangka penyajian yang wajar.
Placed Into Service , yang selanjutnya disingkat PIS, adalah kondisi sebuah barang yang diadakan oleh KKKS telah siap/sudah digunakan untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi.
Penilaian adalah proses kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai atas suatu objek penilaian berupa BMN pada saat tertentu.
Nilai Wajar adalah estimasi harga yang akan diterima dari penjualan aset atau dibayarkan untuk penyelesaian kewajiban antara pelaku pasar yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar pada tanggal Penilaian.
Unit Akuntansi Kuasa Pengelola Barang Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disingkat UAKPLB-BUN, adalah unit akuntansi yang diberi kewenangan untuk mengurus/menatausahakan/mengelola Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaan Bendahara Umum Negara Pengelola Barang.
Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disingkat UAKPA-BUN, adalah unit akuntansi yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan tingkat satuan kerja pada Bendahara Umum Negara atas pengelolaan Barang Milik Negara yang berasal dari KKKS.
Arsip Data Komputer, yang selanjutnya disingkat ADK, adalah arsip data yang disimpan dalam media penyimpanan data digital yang dapat digunakan untuk memindahkan data dari suatu komputer ke komputer lainnya secara elektronis.
Verifikasi adalah kegiatan memeriksa kelengkapan Dokumen Sumber secara formal yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan pencatatan aset.
Material Persediaan (MP) adalah barang/peralatan yang diadakan untuk disimpan, dirawat, dan dicatat menurut aturan pergudangan sebelum digunakan untuk kegiatan operasi KKKS.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 257 /PMK.02/2014 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2015. ...
Relevan terhadap
Dalam hal terdapat pagu minus terkait pembayaran gaji dan tunjangan yang melekat pada gaji untuk Tahun Anggaran 2015, pagu minus tersebut harus diselesaikan melalui mekanisme revisi DIPA.
Penyelesaian pagu minus melalui mekanisme revisi DIPA Tahun Anggaran 2015 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penyesuaian administratif. MENTERI KEUANGAN . REPUBLIK INDONESIA (3) Penyelesaian pagu minus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
selisih minus dipenuhi melalui pergeseran anggaran dari sisa anggaran pada Satker yang bersangkutan dalam satu Program;
dalam hal s1sa anggaran pada Satker yang bersangkutan tidak mencukupi, selisih minus dipenuhi melalui pergeseran anggaran antar Satker dalam satu Program;
dalam hal selisih minus tidak dapat dipenuhi melalui pergeseran anggaran antar Satker dalam satu Program, selisih minus dipenuhi melalui pergeseran anggaran antar Program dalam satu bagian anggaran; dan/atau
dalam hal selisih minus tidak dapat dipenuhi melalui pergeseran anggaran antar Program dalam satu bagian anggaran, selisih minus dipenuhi melalui BA 999. 08. · (4) Mekanisme penyelesaian pagu minus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan dengan ketentuan mengikuti tata cara pengajuan Revisi Anggaran pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59.
(4a)Mekanisme penyelesaian pagu minus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, apabila berada dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda, diajukan kepada Direktorat Jenderal Anggaran, dengan ketentuan mengikuti tata cara pengajuan revisi angaran pada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud pada Pasal 55.
Mekanisme penyelesaian pagu mmus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan huruf d diajukan kepada Direktur Jenderal Anggaran dengan ketentuan mengikuti tata cara pengajuan Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55.
Batas akhir penyelesaian pagu minus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai langkah-langkah akhir Tahun Anggaran 2015. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 33 - 29. Angka 2 mengenai Mekanisme Penyelesaian Revisi Anggaran BA BUN sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan Nomor 257 /PMK. 02/2014 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2015 diubah sehingga menjadi sebagai berikut:
Mekanisme Penyelesaian Revisi Anggaran BA BUN • Surat usulan revisi anggaran; • Data dan dokum en pendukung. • Surat usulan revisi anggaran; • Data dan dokumen endukun 2 APIP K/L • Mereviu surat usulan revisi anggaran dan kelengkapan dokumen pendukung; 4 DJA • Meneliti surat usulan revisi anggaran dan kelengkapan dokumen pendukung N y • Pencetakan Surat penolaka 4(; --- revisi anggaran. ----.) DHPRDP .. revisi, dilampiri • Kode digital stamp • O '"- - p - en - g - es - a - h a _ n _ . +- . _ · _ P _ e - ng - e - sa - h - an _ r _ e - vi - si _. ; notifikasi sis tem yang baru. Keterangan: BUN Revisi 1. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) menyiapkan usulan Revisi Anggaran untuk direviu oleh APIP K/L dalam hal usulan Revisi Anggaran membutuhkan reviu APIP K/L.
Reviu yang dilakukan APIP K/L yaitu dengan melakukan verifikasi atas kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan serta kepatuhan dalam penerapan kaidah-kaidah penganggaran.
Setelah usulan Revisi Anggaran direviu oleh APIP K/L, KPA menyiapkan usulan-usulan Revisi Anggaran dan melengkapi dokumen pendukung kepada PPA BUN untuk disampaikan kepada DJA. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 34 - 4. DJA meneliti surat usulan Revisi Anggaran dan kelengkapan dokumen pendukung.
Dalam hal:
Dokumen pendukung tidak lengkap; atau
Penelaahan Revisi Anggaran ditolak, DJA akan menetapkan Surat Penolakan Revisi Anggaran dan menyatnpaikannya kepada PPA BUN.
DJA melakukan penelaahan dengan PPA BUN Untuk usulan Revisi Anggaran yang memerlukan penelaahan.
Dalam hal penelaahan atau penelitian kelengkapan Revisi Anggran telah sesuai, DJA akan menetapkan DHP RDP BUN Revisi sebagai dasar penerbitan DIPA BUN Revisi.
Berdasarkan DHP RDP BUN Revisi, DJA akan mengunggah ADK RDP BUN-DIPA Revisi untuk memperbarui database.
Se ^t elah database di - upload , server akan memberikan notifikasi persetujuan revisi dan menerbitkan kode digital stamp baru.
DJA menerbitkan surat pengesahan revisi yang dilampiri notifikasi sistem.
PPA BUN/KPA BUN menerima persetujuan revisi dari DJA dan melaksanakan kegiatan sesuai persetujuan revisi.
Angka Romawi II mengenai Perubahan atau Pergeseran Rincian Anggaran Dalam Hal Pagu Anggaran Tetap sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI Peraturan Menteri Keuangan Nomor 257 /PMK. 02/2014 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2015 diubah sehingga menjadi sebagai berikut: MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 35 - II. PERUBAHAN ATAU PERGESERAN RINCIAN ANGGARAN DALAM HAL PAGU ANGGARAN TETAP A. Lingku p dan Kewenangan Revisi Anggaran 1. Pergeseran anggaran Pasal 5 dalam 1 (satu) Keluaran ayat (3) (Output), 1 (satu) huruf a pengesahan " Kegiatan dan 1 (satu) Satker.
Pergeseran anggaran Pasal 5 antar Keluaran (Output), ayat (3) pengesahan " 1 (satu) Kegiatan dan 1 hurufb (satu) Satker.
Pergeseran anggaran Pasal 5 dalam Keluaran (Output) ayat (3) yang sama, Kegiatan hurufc yang sama, dan antar Satker dalam 1 (satu) pengesahan " wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Pergeseran anggaran Pasal 5 dalam Keluaran (Output) ayat (3) yang sama, Kegiatan hurufd yang sama, dan antar Satker dalam wilayah Pengesahan " kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda.
Pergeseran anggaran Pasal 5 antar Keluaran (Output), ayat (3) Kegiatan yang sama, dan hurufe antar Satker dalam 1 pengesahan " (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Dire ^k torat Jenderal Perbendaharaan.
Pergeseran anggaran Pasal 5 antar Keluaran (Output), ayat (3) Kegiatan yang sama, dan huruf f antar Satker dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat " Jenderal Pengesahan Perbendaharaan yang berbeda.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 36 - Pergeseran anggaran Pasal 5 antar Kegiatan dalam 1 ayat (3) (satu) Satker. hurufg Pergeseran anggaran Pasal 5 antar Kegiatan dan antar ayat (3) Satker dalam 1 (satu) huruf wilayah kerja Kantor h Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Pergeseran anggaran Pasal 5 antar Kegiatan dan antar ayat (3) Satker dalam wilayah huruf i kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda. Pergeseran anggaran Pasal 5 an tarlokasi dan/atau ayat (3) antarkewenangan untuk hurufj kegiatan dalam rangka tu gas pembantuan, urusan bersama, dan/ a tau dekonsentrasi. Penghapusan/perubahan Pas al ca ta tan dalam halaman 30 IV DIPA. Penambahan dan/atau Pas al perubahan car a 31 penarikan PHLN/PHDN termasuk Penerusan Pinjaman. Pergeseran anggaran Pas al dalam rangka 32 penyelesaian putusan pengadilan yang tel ah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht). Penggunaan dana Pasal Keluaran (Output) 33 cadangan. Penambahan / peru bahan Pasal Rumusan Kinerja. 34 Perubahan komposisi Pasal in strum en pembiayaan 35 utang. Pergeseran anggaran dari Pasal BA BUN Pengelolaan 36 Belanja Lainnya (BA 999'.08) ke BA K/L. Pengesahan --J pengesahan --J pengesahan --J pengesahan --J ../ pengesahan --J --J --J --J --J --J 18.
2 1.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 37 - Pergeseran anggaran Pasal an tar .. subbagian 37 anggaran dalam Bagi an Anggaran 999 (BA BUN). Pergeseran anggaran Pas al an tar Program dalam 38 rangka memenuhi kebutuhan Bia ya Operasional. Pergeseran anggaran dari Pas al BA K/L ke BA BUN. 39 Pergeseran anggaran Pasal an tar Program dalam 39A rangka penyediaan dana untuk penyelesaian likuidasi Satker yang sudah mendapat persetujuan DPR. Pergeseran anggaran Pas al antara Program lama dan 39B Program baru dalam rangka penyelesaian administrasi DIPA baru dalam satu Satker. Pergeseran anggaran Pasal antara Program lama dan 39B Program baru dalam rangka penyelesaian administrasi DIPA baru antar bagian anggaran. " " " " " " B. Persyaratan Umum Perubahan atau Pergeseran Rincian Anggaran Dalam Hal Pagu Anggaran Tetap 1. Surat Usulan Revisi Anggaran dilampiri Matriks Perubahan ( semula-menjadi);
SPTJM;
Usulan revisi DIPA; dan
ADK RKA-K/L DIPA 31. Angka Romawi III mengenai Daftar Revisi Anggaran Karena Kesalahan Administrasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI Peraturan Menteri Keuangan Nomor 257 /PMK.02/2014 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2015 diubah sehingga menjadi sebagai berikut: MENTERI KEUANGAN III. DAFTAR REVISI ANGGARAN KARENA KESALAHAN ADMINISTRASI/REVISI ADMINISTRASI A. Lingkup dan Kewenangan Revisi Anggaran 1. Ralat kode akun sesuai kaidah Pasal 6 akuntansi sepanjang dalam hurufa " peruntukan dan sasaran yang sama.
Ralat kode Kantor Pelayanan Pasal 6 Perbendaharaan Negara (KPPN) hurufb dalam 1 (satu) wilayah kerja " Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Ralat kode KPPN dalam wilayah Pasal 6 kerja Kantor Wilayah Direktorat hurufc " Jenderal Perbendaharaan yang berbeda.
Perubahan nomenklatur bagian Pasal 6 " anggaran dan/atau Satker hurufd sepanjang kode tetap.
Ralat kode kewenangan. Pasal 6 " huruf e 6. Ralat kode lokasi dan lokasi Pasal 6 " KPPN dalam 1 (satu) wilayah huruf f kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Ralat kode lokasi dalam Pasal 6 wilayah kerja Kantor Wilayah hurufg Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda dan lokasi KPPN dalam 1 (satu) " wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Ralat kode lokasi dan lokasi Pasal 6 " KPPN dalam wilayah kerja hurufh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda.
Ralat kode Satker. Pasal 6 " huruf i 10. Ralat car a penarikan Pasal 6 PHLN/PHDN termasuk hurufj penerusan pinjaman. " 11.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 39 - Ralat pencantuman volume, jenis, dan satuan Keluaran (output) yang berbeda antara RKA-K/L dan RKP atau hasil kesepakatan DPR-RI dengan Pemerintah. Ralat rencana penarikan dana a tau rencana penerimaan dalam halaman III DIPA. Perubahan Pejabat Perbendaharaan. Ralat karena kesalahan aplikasi.
Pengujian Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 194 ...
Relevan terhadap
www.mahkamahkonstitusi.go.id penyederhanaan penentuan basis dan utang pajak serta kemampuan memungut pajak. Dalam mencapai kebersamaan dal keadilan, terdapat dimensi sosial politik yang melekat pada perluasan basis pajak seperti bagaimana memungut pajak dari para hartawan, ( wealthy ) yg berpengaruh kuat (powerfull) (Lessons, 1991). Richard Goode (Bird, 1992) menyatakan bahwa salah satu penyebab kurang suksesnya pemajakan di negara berkembang adalah adanya ' political power-full wealthy groups ' (yang berhasrat) menghalangi bekerjanya sistem pajak; Perumusan objek pajak, dan DPP dalam UU PDRD amat strategis. Makin luas rumusannya, untuk merealisir sejumlah penerimaan tertentu cukup dengan tarif rendah. Secara teoretis, dalam kurva Laffer (2004) dinyatakan bahwa makin rendah tarif pajak makin tinggi kepatuhan pembayar pajak karena makin rendah rente ekonomi menghindar pajak sehingga meningkatkan penerimaan pajak. Walaupun diundangkan tahun 2009, namun Pasal 181 UU PDRD mnyebut bahwa pajak rokok mulai berlaku tahun 2014. Davey (1983) menyebut 3 pendekatan daerah untuk memperoleh penerimaan pajak: (i) tax/revenue sharing (bagi hasil pajak yang dipungut Pusat); (ii) surcharge/opsenten (pungutan tambahan atas pajak - misalnya, opsen 10% atas Pajak Kekayaan yang berlaku di Indonesia th 1970an); dan (iii) tax empowering (pemungutan dan pengelolaan sendiri pajak daerah). Dari ketiga pendekatan tersebut, dengan memperhatikan rumusan Pasal 1 angka 19, yang menyebut bahwa pajak rokok merupakan pungutan atas Cukai, nampaknya pajak rokok adalah jenis opsenten/surcharge atau pungutan tambahan atas cukai rokok. Karena itu, berbeda dengan pendefinisian beberapa pajak yang lain, seperti Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar, dan Pajak Air Permukaan yang dimulai dengan 'pajak atas', definisi pajak rokok dimulai dengan 'pungutan'. Walaupun ditentukan objek, subjek dan WPnya, esensinya pajak rokok adalah pungutan tambahan atas cukai rokok. Penjelasan Pasal 29 menyebut bahwa besaran pajak rokok diperhitungkan dalam penetapan tarif cukai nasional sehingga terdapat keseimbangan antara beban cukai yang harus dipikul industri rokok dengan kebutuhan penerimaan nasional dan daerah. Demi kepastian hukum jumlah pajak, Pasal 28 menyatakan bahwa DPP pajak rokok adalah cukai yang ditetapkan Pemerintah. Selanjutnya, Pasal 29 UU PDRD menyebu: tarif pajak 10%. Dengan pertimbangan efisiensi pemungutan, Pasal 27 ayat (3) menyatakan bahwa pajak Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
www.mahkamahkonstitusi.go.id dan (2) perluasan basis pajak yang ada. Kebijakan memperluas basis pajak juga memerlukan reformasi administrasi penyederhanaan penentuan basis dan utang pajak serta kemampuan memungut pajak. Perumusan objek pajak, dan DPP dalam UU 28/2009 amat strategis. Makin luas rumusannya, untuk merealisir sejumlah penerimaan tertentu cukup dengan tarif rendah. Secara teoretis, dalam kurva Laffer (2004) dinyatakan bahwa makin rendah tarif pajak makin tinggi kepatuhan pembayar pajak karena makin rendah rente ekonomi menghindar pajak sehingga meningkatkan penerimaan pajak. Walaupun diundangkan tahun 2009, namun Pasal 181 UU 28/2009 mnyebut bahwa PR mulai berlaku tahun 2014. Davey (1983) menyebut 3 pendekatan daerah untuk memperoleh penerimaan pajak: (i) tax/revenue sharing (bagi hasil pajak yang dipungut Pusat), (ii) surcharge/opsenten (pungutan tambahan atas pajak – misalnya, opsen 10% atas Pajak Kekayaan yang berlaku di Indonesia tahun 1970an), dan (iii) tax empowering (pemungutan dan pengelolaan sendiri pajak daerah). Dari ketiga pendekatan tersebut, dengan memperhatikan rumusan Pasal 1 angka 19, yang menyebut bahwa PR merupakan pungutan atas Cukai, nampaknya PR adalah jenis opsenten / surcharge atau pungutan tambahan atas cukai rokok. Karena itu, berbeda dengan pendefinisian beberapa pajak yang lain, seperti Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar, dan Pajak Air Permukaan yang dimulai dengan ‘pajak atas’, definisi PR dimulai dengan ‘pungutan’. Walaupun ditentukan objek, subjek dan WPnya, esensinya PR adalah pungutan tambahan atas cukai rokok. Penjelasan Pasal 29 menyebut bahwa besaran PR diperhitungkan dalam penetapan tarif cukai nasional sehingga terdapat keseimbangan antara beban cukai yang harus dipikul industri rokok dengan kebutuhan penerimaan nasional dan daerah. Demi kepastian hukum jumlah pajak, Pasal 28 menyatakan bahwa DPP PR adalah cukai yang ditetapkan Pemerintah. Selanjutnya, Pasal 29 UU 28/2009 menyebut tarif pajak 10%. Dengan pertimbangan efisiensi pemungutan, Pasal 27(3) menyatakan bahwa PR dipungut oleh instansi Pemerintah yang berwenang memungut cukai bersamaan dengan cukai Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id