Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan
Relevan terhadap 5 lainnya
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1633, Subdirektorat Peraturan dan Pengembangan Kebijakan Pembiayaan Infrastruktur menyelenggarakan fungsi:
pengkajian, pengembangan, dan perumusan rekomendasi kebijakan pengelolaan dukungan pemerintah dan pembiayaan infastruktur;
pelaksanaan analisis hukum dan penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan dukungan pemerintah dan pembiayaan infrastruktur;
perencanaan dan pelaksanaan kerja sama kelembagaan, dan peningkatan kapasitas di bidang pengelolaan dukungan pemerintah dan pembiayaan infrastruktur;
perencanaan, proyeksi kebutuhan, penganggaran dana dukungan pemerintah, verifikasi tagihan dan penyusunan dokumen pembayaran serta laporan keuangan dana dukungan pemerintah;
pemantauan, evaluasi, dan penyusunan rekomendasi penyelesaian masalah dalam pelaksanaan proyek kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha sesuai dengan ketentuan pemberian dukungan pemerintah;
pelaksanaan identifikasi, analisis, evaluasi dan penyusunan rekomendasi mitigasi risiko dukungan pemerintah dalam pelaksanaan proyek kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha; dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengelolaan dukungan pemerintah dan pembiayaan infrastruktur.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1622, Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur menyelenggarakan fungsi:
penyiapan perumusan kebijakan di bidang pengelolaan dukungan pemerintah dan pembiayaan infrastruktur;
pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan dukungan pemerin tah dan pem biayaan infrastruktur;
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengelolaan dukungan pemerintah dan pembiayaan infrastruktur;
pemberian bimbingan teknis, monitoring dan evaluasi di bidang pengelolaan dukungan pemerintah dan pembiayaan infrastruktur; dan
pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur.
Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur terdiri atas:
Subdirektorat Penyiapan Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha;
Subdirektorat Dukungan Pemerintah;
Subdirektorat Peraturan dan Pengembangan Kebijakan Pembiayaan Infrastruktur;
Subbagian Tata Usaha; dan
Kelompok Jabatan Fungsional.
Prinsip Tata Kelola, Prinsip Manajemen Risiko, dan Prinsip Mengenal Nasabah Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia yang selanjutnya disingkat LPEI adalah Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Kekayaan Negara.
Dewan Direktur adalah Dewan Direktur LPEI sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
Direktur Eksekutif adalah anggota Dewan Direktur yang diangkat oleh Menteri untuk menjalankan kegiatan operasional LPEI.
Direktur Pelaksana adalah direktur yang diangkat oleh Dewan Direktur untuk membantu Direktur Eksekutif dalam menjalankan kegiatan operasional LPEI.
Dewan Pengawas Syariah adalah dewan yang dibentuk oleh LPEI yang mempunyai tugas dan fungsi pengawasan serta memberikan nasihat kepada Direktur Eksekutif terhadap penyelenggaraan kegiatan LPEI yang terkait dengan bidang usaha yang menggunakan prinsip syariah.
Pihak Independen adalah pihak di luar LPEI yang tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham dan/atau hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua baik secara horizontal maupun vertikal dengan anggota Dewan Direktur, Direktur Eksekutif dan Direktur Pelaksana atau hubungan dengan LPEI yang dapat mempengaruhi kemampuan yang bersangkutan untuk bertindak independen.
Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa LPEI.
Pemangku Kepentingan adalah seluruh pihak yang memiliki kepentingan secara langsung atau tidak langsung terhadap kegiatan usaha LPEI.
Tata Kelola adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh LPEI untuk pencapaian tujuan penyelenggaraan kegiatan usaha dengan memperhatikan kepentingan setiap pihak yang terkait dalam penyelenggaraan kegiatan usaha, berlandaskan peraturan perundang-undangan dan praktik yang berlaku umum.
Risiko adalah potensi terjadinya suatu peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian.
Manajemen Risiko adalah serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko yang timbul dari kegiatan usaha.
Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup pada Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Tarif layanan pembiayaan pola konvensional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a merupakan tarif pembiayaan dalam bentuk tingkat suku bunga efektif pertahun.
Tarif layanan pembiayaan pola konvensional dengan penyaluran langsung untuk pembiayaan usaha kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a dikenakan kepada debitur sebesar 0% (nol persen) sampai dengan 8% (delapan persen) dari realisasi penyaluran.
Tarif layanan pembiayaan pola konvensional dengan penyaluran langsung untuk pembiayaan investasi lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a dikenakan kepada debitur sebesar 0%(nol persen) sampai dengan 9% (sembilan persen) dari realisasi penyaluran.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara pengenaan tarif layanan pembiayaan pola konvensional dengan penyaluran langsung untuk pembiayaan usaha kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan untuk pembiayaan investasi lingkungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur oleh Direktur Utama Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup pada Kementerian Keuangan.
Tarif layanan pembiayaan pola konvensional dengan penyaluran tidak langsung untuk pembiayaan usaha kehutanan dan investasi lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b dikenakan kepada penyalur sebesar 1% (satu persen) sampai dengan 4% (empat persen) dari realisasi penyaluran.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara pengenaan tarif layanan pembiayaan pola konvensional dengan penyaluran tidak langsung untuk pembiayaan usaha kehutanan dan investasi lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Direktur Utama Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup pada Kementerian Keuangan.
Tarif layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup pada Kementerian Keuangan merupakan imbalan atas jasa layanan pengelolaan dana lingkungan hidup dan jasa program perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dari Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup pada Kementerian Keuangan kepada pengguna jasa dan/atau kepada penyalur.
Pengguna jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
lembaga atau negara donor yang memercayakan dana lingkungan hidup kepada Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup pada Kementerian Keuangan untuk dikelola, disalurkan,dan perwujudan program perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup kepada pihak tertentu.
Debitur yang merupakan warga negara Indonesia atau badan usaha dalam negeri yang memperoleh pembiayaan usaha kehutanan atau pembiayaan investasi lingkungan dari dana bergulir pembiayaan usaha kehutanan atau dana bergulir pembiayaan investasi lingkungan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup pada Kementerian Keuangan.
Penyalur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga yang ditunjuk dan memperoleh dana pembiayaan dari Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup pada Kementerian Keuangan untuk disalurkan kepada debitur.
Usaha kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berupa:
usaha hutan tanaman industri;
usaha hutan tanaman rakyat;
usaha hutan rakyat;
usaha hutan desa;
usaha hutan kemasyarakatan;
usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu;
usaha pemanfaatan hutan alam dengan teknik pengayaan silvikultur intensif; dan
usaha restorasi ekosistem.
Investasi lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berupa:
peralatan pemanfaatan dan/atau pengolahan limbah;
perbaikan proses produksi dan/atau penggantian peralatan produksi yang ramah lingkungan;
penggantian bahan baku dan bahan pembantu ramah lingkungan; dan
pembangkit energi baru terbarukan.
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang ...
Relevan terhadap 9 lainnya
Pelaku Usaha Mikro perlu diberikan dukungan antara lain melalui pemberian insentif Pajak Penghasilan agar dapat meningkatkan kapasitas dan skala usahanya untuk berkembang. Pemberian dukungan insentif Pajak Penghasilan tersebut juga ditujukan sebagai sarana pembelajaran bagi pelaku usaha mikro agar dapat lebih memahami hak dan kewajiban perpajakan. Insentif Pajak Penghasilan diberikan kepada pelaku Usaha Mikro tertentu berdasarkan basis data tunggal UMK-M agar insentif yang diberikan tepat sasaran. jdih.kemenkeu.go.id
Pengurusan Piutang Negara oleh Panitia Urusan Piutang Negara
Relevan terhadap
Ayat (1) Contoh piutang badan/lembaga khusus/badan hukum publik yang dibentuk dengan peraturan perundang-undangan untuk menjalankan sebagian kewenangan Pemerintah antara lain piutang dari:
Bank Indonesia;
Otoritas Jasa Keuangan;
Lembaga Penjamin Simpanan; atau
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia. Piutang Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah tidak dapat diserahkan pengurusannya kepada PUPN selama piutang tersebut belum dipindahtangankan kepada pemerintah pusat/ pemerintah daerah. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2023
Relevan terhadap 1 lainnya
Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk mengelola anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah untuk:
penugasan Percepatan Pembangunan Infrastruktur Nasional;
dukungan penjaminan pada program Pemulihan Ekonomi Nasional; dan/atau
penugasan penyediaan pembiayaan infrastruktur daerah kepada Badan Usaha Milik Negara.
(3) Penugasan Percepatan Pembangunan Infrastruktur Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
pemberian jaminan Pemerintah dalam percepatan pembangunan pembangkit listrik yang menggunakan batu bara; rangka tenaga b. pemberian jaminan dan subsidi bunga oleh Pemerintah Pusat dalam rangka percepatan penyediaan air minum;
pelaksanaan proyek kerja usaha; penjaminan infrastruktur sama Pemerintah dengan dalam badan d. pemberian dan pelaksanaan jaminan Pemerintah atas pembiayaan infrastruktur melalui pinjaman langsung dari lem baga keuangan in ternasional kepada Badan Usaha Milik Negara;
pemberian jaminan Pemerintah untuk percepatan proyek pembangunan jalan tol;
pemberian percepatan ringan/light perkotaan; jaminan Pemerintah untuk penyelenggaraan kereta api rail transit terintegrasi di wilayah g. pemberian jaminan Pemerintah Pusat untuk percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional; dan/atau
pemberian percepatan Jamman Pemerintah untuk pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan. Dukungan penjaminan pada program Pemulihan Ekonomi Nasional se bagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
penjaminan Pemerintah yang dilakukan secara langsung oleh pemerintah dalam rangka pelaksanaan program Pemulihan Ekonomi Nasional; dan/atau
penjaminan Pemerintah melalui badan usaha penJamman yang ditunjuk dalam rangka pelaksanaan program Pemulihan Ekonomi Nasional.
(5) (6) (7) (8) (9) Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b diakumulasikan ke dalam rekening dana cadangan penjaminan Pemerintah dan Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diakumulasikan ke dalam rekening dana jaminan penugasan pembiayaan infrastruktur daerah yang dibuka di Bank Indonesia. Dana yang telah diakumulasikan dalam rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan untuk pembayaran kewajiban penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada tahun anggaran berjalan dan/atau tahun anggaran berikutnya. Dana dalam rekening dana cadangan penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan untuk pembayaran kewajiban penjaminan Pemerintah antarprogram pemberian penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3). Dalam hal terjadi tagihan pembayaran kewajiban penjaminan dan/atau penggantian biaya yang timbul dari pelaksanaan kewajiban penjaminan untuk dukungan penjaminan program Pemulihan Ekonomi Nasional yang bersumber dari Dana Cadangan Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Pemerintah melakukan pembayaran melalui Bagian Anggaran 999.99 (Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Transaksi Khusus). Pembayaran melalui Bagian Anggaran 999.99 (Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Transaksi Khusus) sebagaimana dimaksud pada ayat (7), merupakan pengeluaran belanja transaksi khusus yang belum dialokasikan dan/atau melebihi alokasi yang telah ditetapkan dalam APBN dan/atau APBN Perubahan pada tahun anggaran berjalan. Dana dalam rekening dana jaminan penugasan pembiayaan infrastruktur daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan untuk pembayaran atas penugasan penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c.
(11) (1) (2) (3) (4) (5) Dana yang telah diakumulasikan ke dalam rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat ditempatkan ke dalam instrumen investasi Pemerintah. Penggunaan anggaran Kewajiban Penjaminan dan penggunaan dana cadangan penjaminan Pemerintah atau dana jaminan penugasan pembiayaan infrastruktur daerah se bagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), ayat (9), dan ayat (10) dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Dalam hal perkiraan realisasi penerimaan negara tidak sesuai dengan target, adanya perkiraan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, pengeluaran melebihi pagu yang ditetapkan dalam APBN Tahun Anggaran 2023, kinerja anggaran telah tercapai, dan/atau untuk menjaga keberlanjutan fiskal, Pemerintah dapat melakukan:
penggunaan dana SAL;
penarikan Pinjaman Tunai;
penambahan penerbitan SBN;
pemanfaatan saldo kas Badan Layanan Umum; dan/atau
penyesuaian Belanja Negara.
Pemerintah dapat melakukan pembelian kembali SBN untuk pengelolaan kas dengan tetap memerhatikan jumlah kebutuhan penerbitan SBN neto untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan yang ditetapkan.
Dalam hal terdapat instrumen pembiayaan dari utang yang lebih menguntungkan dan/atau ketidaktersediaan salah satu instrumen pembiayaan dari utang, Pemerintah dapat melakukan perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang dalam rangka menjaga ketahanan ekonomi dan fiskal.
Dalam hal diperlukan realokasi anggaran bunga utang sebagai dampak perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah dapat melakukan realokasi dari pembayaran bunga utang luar negen ke pembayaran bunga utang dalam negen atau sebaliknya.
(6) (1) (2) (1) (2) (1) Untuk menurunkan biaya penerbitan SBN dan/atau memastikan ketersediaan pembiayaan melalui utang, Pemerintah dapat menerima jaminan penerbitan utang dari lembaga yang dapat menjalankan fungsi penjaminan, dan/atau menerima fasilitas dalam bentuk dukungan pembiayaan. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) dilaporkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2023.
Pemerintah mengalokasikan pembiayaan investasi jangka panjang nonpermanen untuk memulihkan kemampuan ekonomi Badan Usaha Milik Negara dengan membentuk dana cadangan sebagai Investasi Pemerintah dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional. Dana cadangan investasi Pemerintah dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan dengan menggunakan mekanisme pengesahan pembiayaan.
(4) (1) (2) (3) Dalam hal anggaran untuk pengesahan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum tersedia, Pemerintah dapat melakukan penyesuaian anggaran pembiayaan. Pelaksanaan dilaporkan d Pusat. peng alam esahan Laporan pengeluaran Keuangan pembiayaan Pemerintah
Pendanaan dan Pengelolaan Anggaran dalam rangka Persiapan, Pembangunan, dan Pemindahan Ibu Kota Negara serta Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusan ...
Relevan terhadap 4 lainnya
Pendanaan untuk persiapan, Ibu Kota Negara, Daerah Khusus pembangunan, dan serta Ibu Kota Nusantara Pemerintahan bersumber dari:
APBN; dan/atau
sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Skema Pendanaan Pasal 4 (1) Skema pendanaan yang bersumber dari APBN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dapat berbentuk:
belanja; dan/atau
pembiayaan. (21 Skema pendanaan dalam bentuk belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a termasuk pendanaan yang bersumber dari penerimaan negara bukan pajak. (3) Skema pendanaan dalam bentuk pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b termasuk pendanaan yang bersumber dari surat berharga negara. (41 Surat berharga negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
SBSN; dan
suN. (5) Skema pendanaan yang bersumber dari ApBN dan sumber lain yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 terdiri atas:
skema pendanaern yang berasal dari:
pemanfaatan BMN dan/atau pemanfaatan ADP;
penggunaan skema Kerja Sama ^pemerintah dan Badan Usaha atau KpBU IKN; dan
keikutsertaan pihak lain termasuk: a) penugasan badan usaha yang sebagran atau seluruh modalnya dimiliki oleh negara; b) penguatan peran badan hukum milik negara; dan c) pembiayaan kreatif lcreatiue financingl. b. skema pendanaan selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a. (6) Skema pendanaan yang berasal dari sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b terdiri atas:
skema pendanaan yang berasal dari:
kontribusi swasta;
pembiayaan k:
eanf lcreatiue financingl selatn sebagaimana dimalsud pada ayat (5) huruf a angka 3 huruf c); dan
Pajak Khusus IKN dan/atau ^pungutan Khusus IKN yang ditetapkan dengan Peraturan Otorita Ibu Kota Nusantara setelah mendapat persetujuan Dewan Perwalilan Rakyat Republik Indonesia. b. skema pendanaan selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a. l7l ^Pelaksanaan ^skema pendanaan Ibu Kota Nusantara yang bersumber dari APBN dalam bentuk surat berharga negara melalui SUN sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam rangka mendukung pembiayaan kreatif (creatiue financirql sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a angka 3 huruf c) dan ayat (6) huruf a angka 2, Menteri dapat memberikan Dukungan Pemerintah berupa fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi. (9) Dalam hal Ibu Kota Nusantara dilakukan melalui penugasan badan usaha yang seba gian atau seluruh modalnya dimiliki oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a angka 3 huruf a), Pemerintah dapat memberikan:
dukungan dalam bentuk:
penyertaan modal negara; 2, investasiPemerintah;
^jaminan Pemerintah; dan/atau
insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
dukungan dalam bentuk selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a. (10) Sumber pembiayaan kreatif (creatiue financingl sebagaimana dimalsud pada ayat (5) huruf a angka 3 huruf c) dan ayat (6) huruf a angka 2 ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional, Kementerian/Lembaga, dan/atau Otorita Ibu Kota Nusantara. (11) Pemberian jaminan Pemerintah sebagaimana dimalsud pada ayat (9) huruf a angka S dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
pemberian jaminan dilakukan oleh Menteri dengan mempertimbangkan kesinambungan fiskal dan pengelolaan risiko fiskal ApBN;
Menteri dapat memberikan penugasan khusus kepada badan usaha penjaminan infrastruktur untuk memberikan jaminan Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
pihak terjamin yaitu badan usaha milik negara dan pihak sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara pelaksanaan APBN, serta Otorita Ibu Kota Nusantara termasuk badan usaha pelaksana Otorita Ibu Kota Nusantara; dan
dalam hal pihak terjamin merupakan Otorita Ibu Kota Nusantara, dipersamakan dengan Kementerian/Lembaga dan dikecualikan dalam pengenaan regres oleh Pemerintah. (12) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian jaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (11) diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 5 (1) Untuk mendukung pembangunan Ibu Kota Negara yang dilakukan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara sebagai penyelenggara Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, Otorita Ibu Kota Nusantara dapat menerbitkan obligasi dan/atau sukuk Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara. (21 Penerbitan obligasi dan/atau sukuk pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan persetqjuan Menteri dan mendasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat ^(1) dan/atau hasil identifrkasi KPBU IKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4), PJPK menetapkan KPBU IKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat ^(2) huruf b. Pasal 21 (1) Hasil identifrkasi KPBU IKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) dituangkan dalam dokumen identilikasi. (21 Penatausahaan dokumen hasil kegiatan perencanaan KPBU IKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dilakukan berbasis elektronik secara bertahap. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai proses/mekanisme perencanaan KPBU IKN termasuk tetapi tidak terbatas pada penetapan daftar rencana KPBU IKN diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional setelah mendapatkan rekomendasi dari Menteri. Paragraf 5 Penganggaran KPBU IKN Pasal 22 Penganggaran KPBU IKN sslag4imana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (21 huruf c dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
PJPK menganggarkan dana perencanaan, penyiapan, transaksi, dan pelaksanaan perjanjian KPBU IKN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; dan
PJPK menganggarkan dana pengembalian investasi kepada Badan Usaha Pelaksana dalam rangka KpBU IKN dalam APBN dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara, kapasitas liskal nasional dan setelah mendapat pertimbangan dari Menteri. Paragraf 6 Penyiapan KPBU IKN Pasal 23 (1) Penyiapan KPBU IKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf b dilakukan oleh PJPK dengan menrusun dokumen yang memuat antara lain:
prastudi kelayakan;
rencana Dukungan Pemerintah dan jaminan Pemerintah;
penetapan tata cara pengembalian investasi Badan Usaha Pelaksana; dan
ketersediaan tanah untuk KPBU IKN, dalam hal proyek Infrastruktur membutuhkan lahan. (2) Penyiapan KPBU IKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat difasilitasi oleh Menteri atau badan usaha atau lembaga/organisasi internasional berdasarkan kesepakatan dengan Kepala Otorita lbu Kota Nusantara. (3) Penyiapan KPBU IKN yang difasilitasi oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan salah satu bentuk Dukungan Pemerintah. (4) Penyiapan KPBU IKN yang difasilitasi oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (21 perlu memperhatikan kesinambungan fiskal nasional. PasaL24 (1) Penatausahaan dokumen penyiapan KPBU IKN sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (1) dilakukan berbasis elektronik secara bertahap. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai:
b proses/mekanisme penyiapan KPBU IKN, diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaa.n pembangunan nasional; dan tata cara pengadaan badan usaha atau lembaga/organisasi internasional dalam rangka pemberian fasilitas penyiapan KPBU IKN, diatur dalam peraturan Lembaga yang urusan pemerintahan di Pasal 25 (1) Transaksi KPBU IKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf c, dilakukan oleh PJPK dengan kegiatan paling sedikit:
pengadaan Badan Usaha Pelaksana;
penandatanganan perjanjian KpBU IKN; dan
pemenuhan pembiayaan penyediaan Infrastruktur oleh Badan Usaha ^pelaksana. (21 Pengadaan Badan Usaha Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ay.at (l) huruf a, dilaksanakan setelah PJPK menyelesaikan penJrusunan dokumen kegiatan lingkungan hidup, penetapan lokasi dan pengadaan lahan, pengajuan penjaminan serta Duliungan Pemerintah dan izir: pemanfaatan BMN dan/atau BMD, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan. (3) Perjanjian KPBU IKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, ditandatangani oleh pJpK dengan Badan Usaha Pelaksana. bidang kebiiakan pengadaan barang/jasa pemerintah. Paragraf 7 Transaksi KPBU IKN Pasal 26 (1) Pemenuhan pembiayaan Penyediaan Infrastruktur oleh Badan Usaha Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf c, dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
setelah Badan Usaha Pelaksana menandatangani perjanjian KPBU IKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3), Badan Usaha Pelaksana harus memperoleh pembiayaan untuk KPBU IKN paling lama 4 (empat) bulan sejak tanggal ditandatanganinya perjanjian KPBU IKN;
perolehan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dinyatakan terpenuhi apabila: l) perjanjian pinjaman untuk membiayai KPBU IKN telah ditandatangani; dan 2l sebagian pinjaman sslagairnan4 dimaksud pada angka 1), telah dapat dicairkan untuk memulai pekerj aan konstruksi;
dalam hal perolehan pembiayaan untuk KPBU IKN terbagi dalam beberapa tahapan, perolehan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam huruf b dinyatakan terpenuhi apabila: l) perjanjian pinjaman untuk membiayai salah satu tahapan konstruksi Infrastruktur telah ditandangani; dan 2l sebagian pinjaman sebagaimana dimaksud pada angka l) telah dapat dicairkan untuk memulai pekerj aan konstruksi; (2t (3) d. dalam hal terlampauinya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf a Badan Usaha Pelaksana belum memperoleh pembiayaan, Badan Usaha Pelaksana dapat mengajukan permohonan perpanjangan waktu kepada PJPK disertai dengan penambahan nilai jaminan;
perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf d, diberikan paling lama 2 (dua) bulan;
dalam hal perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf e terlampaui dan Badan Usaha Pelalsana tidak memperoleh pembiayaan, perjanjian KPBU IKN dinyatakan berakhir; dan C. ^dalam ^hal ^perjanjian ^KPBU IKN ^berakhir sebagaimana dimaksud dalam huruf f, PJPK dapat melaksanakan pengadaan ulang Badan Usaha Pelaksana. Dalam rangka mempercepat pemenuhan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf c, Badan Usaha Pelaksana dapat menggunakan sumber pembiayaan yang berasal dari perusahaan yang bergerak di bidang pembiayaan infrastruktur dan/atau lembaga yang bergerak di bidang pengelolaan investasi Pemerintah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai:
proses/mekanisme transaksi KPBU IKN diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang perencanaan pembangunan nasional setelah rekomendasi dari Menteri; pengadaan untuk Badan Usaha Pelaksana diatur dalam peraturan Lembaga yang urusErn pemerintahan di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah; dan/atau b c Paragraf 8 Pelaksanaan Perjanjian KPBU IKN berkoordinasi dengan urusan perolehan pembiayaan dalam rangka KPBU IKN diatur dalam peraturan menteri yang urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional setelah berkoordinasi dengan Lembaga yang urusan pemerintahan di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah. Pasal 27 (l) Dalam hal perolehan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf c terpenuhi, Badan Usaha Pelaksana dan PJpK melaksanakan tahapan perjanjian KPBU IKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf d. (21 Pada masa konstruksi Penyediaan Infrastruktur oleh Badan Usaha Pelaksana, Badan Usaha pelaksana menyerahkan laporan hasil konstruksi penyediaan Infrastruktur yang paling sedikit memuat perkembangan dan informasi nilai wajar konstruksi Penyediaan Infrastruktur oleh Badan Usaha pelaksana kepada PJPK setiap semester dan/atau saat diperlukan PJPK. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai proses/mekanisme pelaksanaan perjanjian KPBU IKN sebagaimana dimaksud pada ayat (l), diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional setelah Lembaga pemerintahan yang di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah, dan Menteri. setelah mendapat rekomendasi dari Pasal 28 (1) Dalam hal jangka waktu perjanjian KPBU IKN telah berakhir, Badan Usaha Pelaksana menyerahkan aset KPBU IKN kepada PJPK atau ditentukan lain berdasarkan Peraturan Menteri. (21 Penyerahan aset KPBU IKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam perjanjian KPBU IKN paling sedikit memuat:
kondisi aset yang dialihkan;
tata cara pengalihan aset;
status aset yang bebas dari segala jaminan kebendaan atau pembebanan dalam bentuk apapun pada saat aset diserahkan kepada ^pJpK;
status aset yang bebas dari tuntutan pihak ketiga; dan
pembebasan PJPK dari segala tuntutan hukum yang timbul setelah penyerahan aset sepanjang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan tata kelola yang berlaku. Paragraf 9 Pengembalian Investasi Badan Usaha Pasal 29 (1) PJPK menetapkan bentuk pengembalian investasi yang meliputi penutupan biaya modal, biaya operasional, dan keuntungan yang wajar Badan Usaha pelaksana. (21 Pengembalian investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas Penyediaan Infrastruktur dapat dilakukan melalui skema:
pembayaran oleh pengguna dalam bentuk tarif (user pagmentl;
Auailabilitg Pagment; dan/atau
bentuk lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 30 (1) Untuk pengembalian investasi Badan Usaha Pelaksana yang bersumber dari pembayaran oleh pengguna dalam bentuk tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (21 huruf a, PJPK menetapkan tarif awal atas Penyediaan Infrastruktur. (2) Tarif awal dan penyesuaiannya ditetapkan untuk memastikan pengembalian investasi yang meliputi:
penutupan biaya modal;
biaya operasional; dan
keuntungan yang wajar dalam kurun waktu tertentu. Pasal 31 (1) Dalam hal berdasarkan pertimbangan PJPK, tarif awal dan penyesuaiannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3O ayat (21 belum dapat ditetapkan untuk mengembalikan seluruh investasi Badan Usaha Pelaksana, tarif dapat ditentukan berdasarkan tingkat kemampuan pengguna. (21 Untuk tarif yang ditentukan berdasarkan kemampuan pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Usaha Pelaksana dapat diberikan Dukungan Pemerintah sehingga Badan Usaha Pelaksana dapat memperoleh investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2).
Dalam hal KPBU IKN dengan skema pengembalian investasi bersumber dari pembayaran oleh pengguna dalam bentuk tarif diprakarsai oleh PJPK, dapat diberikan Dukungan Pemerintah yang bersumber dari APBN dalam bentuk dukungan sebagian konstruksi, Dukungan Kelayakan, dan/atau dukungan penjaminan infrastruktur. Pasal 32 (1) Untuk pengembalian investasi Badan Usaha Pelaksana yang bersumber dari Auailabilitg Pagment sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf b, PJPK menganggarkan dana Auailabilitg Pagment urftuk Penyediaan Infrastruktur yang dilakukan oleh Badan Usaha Pelaksana pada masa operasi selama jangka waktu yang diatur dalam Perjanjian Kerja Sama dengan memperhatikan kapasitas fiskal PJPK. (21 Penganggaran dana Auailabilitg Pagment sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan memperhitungkan:
biaya modal;
biaya operasional; dan/atau
keuntungan yang wajar Badan Usaha Pelaksana. Pasal 33 (1) Dalam hal dibutuhkan untuk memastikan kelayakan proyek, proyek KPBU IKN dengan skema pengembalian investasi yang bersumber dari Auailabilitg Pagment, dapat diberikan dukungan yang bersumber dari APBN. (2) Bentuk dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) termasuk tetapi tidak terbatas pada penjaminan infrastruktur, dukungan sebagian konstruksi, dan/atau Dukungan Kelayakan. Paragraf 10 Prakarsa Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN Pasal 34 (1) PJPK melakukan pembayaran AuailabilitA PdAment kepada Badan Usaha Pelaksana apabila telah terpenuhinya kondisi sebagai berikut:
Infrastruktur yang dikerjasamakan telah dibangun dan dinyatakan siap beroperasi; dan
PJPK menyatakan bahwa Infrastruktur telah memenuhi indikator layanan Infrastruktur sebagaimana diatur dalam Perjanjian KPBU IKN. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai Auailability Pagment diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 35 (1) PJPK memprakarsai Penyediaan Infrastruktur yang akan dengan badan usaha melalui (2t skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN. Dikecualikan dari ketentuan pada ayat (1), badan usaha dapat mengajukan prakarsa Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN kepada PJPK. Penyediaan Infrastruktur yang dapat diprakarsai badan usaha yaitu yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
tercantum dalam Rencana Induk Ibu Kota Nusantara dan/atau Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara;
layak secara ekonomi dan finansial; dan
c. badan usaha yang mengajukan prakarsa memiliki kemampuan keuangan yang memadai untuk membiayai pelaksanaan Penyediaan Infrastruktur. (4) Badan usaha pemrakarsa wajib menyusun studi kelayalan atas Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN yang diusulkan. Pasal 36 (l) Badan usaha pemrakarsa Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN dapat diberikan alternatif kompensasi sebagai berikut:
pemberian tambahan nilai sebesar 10% (sepuluh persen);
pemberian hak untuk melakukan penawaran oleh badan usaha pemrakarsa terhadap penawar terbaik {right to matcfi; atau
pembelian prakarsa Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN, antara lain hak kekayaan intelektual yang menyertainya oleh PJPK atau oleh pemenang proses pengadaan. l2l ^Pemberian ^kompensasi ^sebagaimana ^dimaksud ^pada ayat (l), dicantumkan dalam persetqluan PJPK. (3) Dalam hal badan usaha pemrakarsa telah mendapatkan kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seluruh studi kelayakan dan dokumen pendukungnya, termasuk hak kekayaan intelektual yang menyertainya beralih menjadi milik PJPK. (41 PJPK dapat mengubah atau melakukan terhadap studi kelayakan dan pendukungnya. dokumen PRES!OEN REPUELIK INDONES Pasal 37 (1) Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN yang diprakarsai badan usaha dapat diberikan jaminan Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. l2l ^Skema ^pengembalian ^investasi Badan Usaha Pelaksana untuk Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN yang diprakarsai badan usaha dapat bersumber dari pembayaran oleh pengguna dalam bentuk tarif atau bersumber dari Auailabilitg Payment sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 11 Dukungan Pemerintah Pasal 38 Dalam rangka mendukung KPBU IKN, Menteri, menteri, kepala kmbaga, kepala daerah, dan/atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dapat memberi Dukungan Pemerintah sesuai dengan kewenangan dan kebutuhan proyek. Pasal 39 Dukungan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 terdiri atas:
dukungan dari Kementerian, Lembaga, pemerintah daerah, dan/atau Otorita Ibu Kota Nusantara; dan/atau
dukungan dari Menteri dengan tetap memperhatikan kapasitas fiskal nasional, antara lain berupa:
fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi KPBU IKN;
Dukungan Kelayakan;
insentifperpajakan; 4l penjaminan Pemerintah; dan/atau
Pemanfaatan BMN. Pasal 40 (1) Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf b angka 4) dilaksanakan melalui rangkaian proses penjaminan infrastruktur yang dilakukan dengan mekanisme satu pelaksana oleh badan usaha penjaminan infrastruktur (single uindow policAl. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai:
bentuk dan tata cara pemberian Dukungan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf a diatur oleh menteri, kepala Lembaga, kepala daerah, dan/atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
bentuk dan tata cara pemberian Dukungan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf b diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 41 (l) Dalam rangka mempercepat Penyediaan Infrastruktur di Ibu Kota Nusantara, perusahaan yang bergerak di bidang pembiayaan infrastruktur dan lembaga yang bergerak di bidang pengelolaan investasi Pemerintah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang- undangan dapat bertindak sebagai penyedia pembiayaan infrastruktur. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan pembiayaan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan nasional dan kmbaga yang urusan pemerintahan di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah. Bagran EtrEIEtrN REPIIBLIK INDONESIA Bagian Ketujuh Pajak Khusus dan Pungutan Khusus IKN Pasal 42 (1) Dalam rangka pendanaan untuk Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, Otorita Ibu Kota Nusantara dapat melakukan pemungutan Pajak Khusus IKN dan/atau Pungutan Khusus IKN di Ibu Kota Nusantara. (21 Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah pengalihan kedudukan, fungsi, dan peran Ibu Kota Negara dari Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta ke Ibu Kota Nusantara ditetapkan dengan Keputusan Presiden. (3) Pajak daerah dan retribusi daerah yang diatur dalam peraturan perundang-undangan berlaku secara mutatis mutandis sebagai Pajak Khusus IKN dan Pungutan Khusus IKN di Ibu Kota Nusantara. (4) Dasar pelaksanaan pemungutan Pajak Khusus IKN dan/atau Pungutan Khusus IKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Otorita Ibu Kota Nusantara setelah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Ralryat Republik Indonesia. Paragraf 1 Pajak Khusus IKN Pasal 43 Jenis Pajak Khusus IKN yang dapat dipungut oleh Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 terdiri atas:
Pajak Kendaraan Bermotor;
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
Pajak Alat Berat;
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
Pajak Air Permukaan;
Pajak Rokok;
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan;
Pajak Barang dan Jasa Tertentu atas:
Makanan dan/atau Minuman;
Tenaga Listrik;
Jasa Perhotelan;
Jasa Parkir; dan
Jasa Kesenian dan Hiburan. j. Pajak Reklame;
PajakAirTanah; L Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; dan
Pajak Sarang Burung Walet.
Pendanaan yang bersumber dari APBN dan sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan dengan:
memperhatikan kesinambungan fiskal; dan
berdasarkan pada Peraturan Pemerintah ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait. Bagian Ketiga Program Prioritas Nasional Pasal 7 (1) Persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota ditetapkan dalam Rencana Induk Ibu Kota Nusantara. (2) Pendanaan pengadaan tanah untuk persiapan dan pembangunan di Ibu Kota Nusantara dapat dilakukan oleh satuan kerja di lingkungan Kementerian yang Negara ditetapkan sebagai program prioritas nasional paling singkat 10 (sepuluh) tahun dalam rencana kerja pemerintah sejak tahun 2022 atau paling singkat sampai dengan selesainya tahap 3 (tiga) penahapan Ibu Kota Nusantara sebagaimana urusan pemerintahan di bidang keuangan negara yang melaksanakan tugas dan fungsi manajemen aset negara strategis nasional. yang berkaitan dengan proyek Bagran KeemPat Penerimaan Negara Bukan Pajak Pasal 8 (U Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan, Otorita Ibu Kota Nusantara dapat memungut penerimaan negara bukan pajak. (21 Ketentuan mengenai penetapan jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak, perencanazrn, pelaksanaan, pertanggungiawaban, pengawasan dan pemeriksaan penerimaan negara bukan pajak mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penerimaan negara bukan pajak sepanjang tidak diatur secara khusus dalam Peraturan Pemerintah ini. (3) Pelaksanaan penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) metiputi:
penentuan penerimaan negara bukan pajak terutang;
pemungutan penerimaan negara bukan pajak;
pembayaran dan penyetoran penerimaan negara bukan pajak;
pengelolaan piutang penerimaan negara bukan pajak;
penetapan dan penagihan penerimaan negara bukan pajak terutang;
penggunaan dana penerimaan negara bukan pajak; dan C. ^penetapan keberatan, keringanan, dan pengembalian penerimaan negara bukan pajak. (4) Persetqiuan penggunaan dana penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf f dapat diberikan sampai dengan sebesar looyo (seratus persen) dari penerimaan negara bukan pajak yang diterima. (5) Dalam hal terdapat penerimaan negara bukan pajak yang belum digunakan, penerimaan negara bukan pajak dimaksud dapat digunakan pada tahun anggaran berikutnya mengikuti mekanisme APBN. (6) Pengawasan penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Menteri dan organ Otorita lbu Kota Nusantara yang menjalankan fungsi sebagai aparat pengawas internal. l7l ^Dalam rangka pelaksanaan penerimaan ^negara ^bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Otorita Ibu Kota Nusantara dapat menunjuk dan/atau bekerja sama dengan mitra instansi pengelola penerimaan negara bukan pajak. (8) Pengawasan penerimaan negara bukan pajak Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan terhadap pengelolaan penerimaan negara bukan pajak yang dilakukan oleh instansi pengelola penerimaan negara bukan pajak, mitra instansi pengelola penerimaan negara bukan pajak Ibu Kota Nusantara, dan/atau wajib bayar. (9) Menteri dan organ Otorita Ibu Kota Nusantara yang menjalankan fungsi sebagai aparat pengawas internal sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat melibatkan pihak lain dalam melakukan pengawasan penerimaan negara bukan pajak Ibu Kota Nusantara. (10) Ketentuan teknis mengenai pengelolaan penerimaan negara bukan pajak diatur lebih lanjut oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara setelah mendapat pertimbangan dari Menteri. Bagran Kelima Pembiayaan Proyek/ Kegiatan Melalui Penerbitan SBSN Paragraf I Pengaturan Umum Terkait SBSN Proyek untuk Kementerian/ Lembaga Termasuk Otorita Ibu Kota Nusantara Pasal 9 (1) Pemerintah dapat belanja Kementerian/Lembaga atau Otorita Ibu Kota Nusantara untuk pembiayaan proyek/kegiatan APBN yang bersumber dari penerbitan SBSN. (21 Alokasi belaqia Kementerian/Lembaga untuk pembiayaan proyek/kegiatan APBN yang bersumber dari penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (l) termasuk dalam rangka pendanaan untuk persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus lbu Kota Nusantara. (3) Proses pengusulan, pengalokasian, dan pelaksanaan anggaran proyek/kegiatan APBN yang bersumber dari penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembiayaan proyek melalui penerbitan SBSN. Paragral 2 Pengaturan untuk Pengalokasian Proyek/Kegiatan SBSN Baru di Tahun Berjalan Pasal 10 (l) Pengalokasian belanja Kementerian/Lembaga atau Otorita Ibu Kota Nusantara untuk pendanaan proyek/kegiatan APBN yang bersumber dari penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dalam hal untuk proyek/kegiatan baru di tahun anggaran berjalan, dapat dilakukan melalui:
pemanfaatan sisa dana SBSN dan/atau sisa kontraktual SBSN pada Kementerian/Lembaga bersangkutan atau Otorita Ibu Kota Nusantara, tanpa menambah total alokasi SBSN pada tahun anggaran berjalan;
pelaksanaan sebagian alokasi belanja SBSN pada Kementerian/ Lembaga bersangkutan atau Otorita Ibu Kota Nusantara di tahun anggaran berjalan ke tahun anggaran berikutnya, tanpa menambah total alokasi SBSN pada tahun anggaran berjalan; dan/atau
pelal(sanaan sebagran alokasi belaqia rupiah murni pada Kementerian/Lembaga bersangkutan atau Otorita Ibu Kota Nusantara. di tahun anggaran berjalan ke tahun anggaran berikutnya, untuk menambah alokasi SBSN pada Kementerian/ kmbaga bersangkutan atau Otorita Ibu Kota Nusantara pada tahun anggaran berjalan. (21 Proyek/kegiatan baru yang dapat diusulkan alokasinya pada tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
merupakan prioritas proyek sesuai arahan Presiden; dan/atau
diatur atau ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Pelaksanaan belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dapat berupa penundaan atau perpanj angan waktu pelaksanaan proyek/ kegiatan pada Kementerian/Lembaga bersangkutan atau Otorita Ibu Kota Nusantara. (41 Pengalokasian belanja Kementerian/Lembaga atau Otorita Ibu Kota Nusantara untuk proyek/ kegiatan baru di tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan oleh Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara setelah perubahan daftar prioritas proyek SBSN untuk tahun anggaran berkenaan ditetapkan oleh menteri yang urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Dalam rangka pendanaan proyek/kegiatan baru di tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat menyesuaikan nilai batas maksimal penerbitan SBSN untuk pembiayaan proyek pada tahun anggaran bersangkutan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penealokasian dan pelaksanaan anggaran proyek/kegiatan APBN yang bersumber dari SBSN termasuk dalam rangka persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara diatur dalam Peraturan Menteri. Paragraf 3 Dukungan untuk Pengembangan Pembiayaan Kreatif (Creatiue Financhgl dalam Pembangunan Ibu Kota Negara Pasal l1 (1) Pendanaan APBN yang bersumber dari SBSN untuk perslap€u-r, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggarEran Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, dapat diintegrasikan dengan pendanaan daerah, badan usaha milik negara, swasta, KPBU IKN, dan/atau sumber dana lainnya. (21 Menteri dapat melakukan Penerusan SBSN kepada pemerintah daerah atau badan usaha milik negara, dalam rangka dukungan bagi pendanaan untuk persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara. (3) Pengalokasian anggaran proyek/ kegiatan dalam ApBN untuk Penerusan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilakukan oleh Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara setelah terlebih dahulu penilaian atas ke dan penetapan Kementerian yang urusan pemerintahan di bidang perencanaan nasional. siapan pelaksanaan proyek/kegiatan daftar prioritas proyek SBSN oleh (41 Penilaian atas kesiapan pelaksanaan proyek/kegiatan dalam rangka Penerusan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilakukan berdasarkan penyampaian usulan proyek/ kegiatan oleh pemerintah daerah atau badan usaha milik negara kepada menteri ya.ng menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional. (5) Dalam hal Penerusan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan mekanisme investasi Pemerintah melalui badan usaha milik negara yang ditunjuk oleh Menteri, anggaran Bagian Keenam Skema Pendanaan Melalui Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha Paragraf I Umum Pasal 12 (1) Dalam rangka persiapan, pembangunan, Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan sebagai64114 dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan mengikuti ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai investasi Pemerintah. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai integrasi SBSN dengan pendanaan daerah, badan usaha milik negara, swasta, KPBU IKN, dan/atau sumber dana lainnya sebagaimana dimalsud pada ayat (1) dan Penerusan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri. Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, pJpK dapat melakukan kerja sama dengan Badan Usaha dalam rangka Penyediaan Infrastruktur. (21 Kerja sama pemerintah dan Badan Usaha dalam rangka Penyediaan Infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: I a. Skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
KPBU IKN berdasarkan ketentuan dan tata cara sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini. (3) Penyediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilaksanakan dengan ketentuan:
Menteri, kepala Lembaga, dan/atau direksi badan usaha milik negara sebagai pJpK dapat menerapkan skema Kerja Sama ^pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a atau huruf b; dan
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara sebagai pJpK menerapkan skema KPBU IKN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b.
Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.07/2020 tentang Pengelolaan Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional untuk Pemerintah Daerah ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah adalah kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah otonom provinsi atau bupati bagi daerah otonom kabupaten atau wali kota bagi daerah otonom kota.
Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas- batas wilayah berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Perusahaan Perseroan (Persero) PT Sarana Multi Infrastruktur yang selanjutnya disingkat PT SMI adalah Badan Usaha Milik Negara yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2007 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Pembiayaan Infrastruktur sebagaimana terakhir kali diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2007 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Pembiayaan Infrastruktur.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan peraturan Daerah.
Program Pemulihan Ekonomi Nasional yang selanjutnya disebut Program PEN adalah rangkaian kegiatan untuk pemulihan ekonomi nasional yang merupakan bagian dari kebijakan keuangan negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah untuk mempercepat penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 ( COVID -19) dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi nasional.
Pinjaman Daerah adalah pembiayaan utang Daerah yang diikat dalam suatu perjanjian pinjaman dan bukan dalam bentuk surat berharga, yang mengakibatkan Daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain, sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali.
Pinjaman dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional untuk Pemerintah Daerah yang selanjutnya disebut Pinjaman PEN Daerah adalah dukungan pembiayaan yang diberikan oleh Pemerintah kepada Pemerintah Daerah berupa pinjaman untuk digunakan dalam rangka melakukan percepatan pemulihan ekonomi di Daerah sebagai bagian dari Program PEN.
Pinjaman Daerah berbasis Program yang selanjutnya disebut Pinjaman Program adalah Pinjaman Daerah yang penarikannya mensyaratkan dipenuhinya paket kebijakan.
Pinjaman Daerah berbasis Kegiatan yang selanjutnya disebut Pinjaman Kegiatan adalah Pinjaman Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan sarana dan prasarana tertentu yang menjadi kewenangan Daerah.
Paket Kebijakan adalah dokumen yang berisi program dan/atau kebijakan Pemerintah Daerah dalam rangka mendapatkan Pinjaman Program yang berkaitan dengan percepatan penanganan dampak pandemi Corona Virus Disease 2019 ( COVID -19) pada aspek kesehatan, sosial, dan/atau percepatan pemulihan perekonomian di Daerah.
Perjanjian Pengelolaan Pinjaman adalah perjanjian atau nota kesepahaman antara Kementerian Keuangan dan PT SMI yang memuat kesepakatan mengenai pengelolaan Pinjaman PEN Daerah yang dananya bersumber dari Pemerintah dan Pinjaman Daerah dalam rangka mendukung program PEN yang dananya bersumber dari PT SMI.
Perjanjian Pemberian Pinjaman adalah perjanjian antara PT SMI dengan Pemerintah Daerah yang memuat kesepakatan mengenai Pinjaman PEN Daerah.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan pengguna anggaran kementerian negara/lembaga.
Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari Bagian Anggaran BUN.
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing pembantu pengguna anggaran bendahara umum negara baik di kantor pusat maupun kantor daerah atau satuan kerja di kementerian/lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari bagian anggaran bendahara umum negara.
Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat pembuat komitmen, yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari daftar isian pelaksanaan anggaran.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh kantor pelayanan perbendaharaan negara selaku kuasa bendahara umum negara untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.
Rekening Kas Umum Daerah yang selanjutnya disingkat RKUD adalah rekening tempat penyimpanan uang Daerah yang ditentukan oleh gubernur, bupati, atau wali kota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran Daerah pada bank yang ditetapkan.
Subsidi Bunga Pinjaman Daerah dalam rangka mendukung Program PEN yang selanjutnya disebut Subsidi Bunga adalah subsidi yang diberikan oleh Pemerintah terhadap bunga pinjaman yang diberikan oleh PT SMI kepada Pemerintah Daerah dalam rangka mendukung Program PEN.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum
Relevan terhadap
BAB XIV KEBIJAKAN AKUNTANSI KEWAJIBAN BLU A. Definisi dan Jenis Kewajiban BLU Kewajiban BLU merupakan utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi BLU. Kewajiban BLU antara lain dapat berupa:
Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam Rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Diasease 2019 (C ...
Relevan terhadap
Bank Peserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) berfungsi menyediakan dana penyangga likuiditas bagi Bank Pelaksana yang membutuhkan dana penyangga likuiditas setelah melakukan:
restrukturisasi kredit/pembiayaan dan/atau memberikan tambahan kredit/pembiayaan modal kerja; dan/atau
tambahan kredit/pembiayaan bagi Bank Perkreditan Rakyat/Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dan perusahaan pembiayaan yang melakukan restrukturisasi kredit/pembiayaan dan/atau memberikan tambahan kredit/pembiayaan modal kerja.
Bank Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bertindak sebagai Bank Pelaksana menerima dana penyangga likuiditas dari Penempatan Dana Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1).
Bank Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memberikan dukungan restrukturisasi kredit/pembiayaan dan/atau memberikan tambahan kredit/pembiayaan modal kerja kepada Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah, dan Koperasi.
Bank Peserta dapat memberikan dana penyangga likuiditas kepada Bank Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila Bank Pelaksana tersebut:
merupakan bank kategori sehat berdasarkan penilaian tingkat kesehatan bank oleh OJK; dan
memiliki SBN, Sertifikat Deposito Bank Indonesia, Sertifikat Bank Indonesia, Sukuk Bank Indonesia, dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang belum direpokan tidak lebih dari 6% (enam persen) dari dana pihak ketiga.
Transaksi antara Bank Pelaksana dengan Bank Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam suatu perjanjian antara kedua belah pihak.
OJK dan/atau otoritas yang berwenang memberikan informasi yang dibutuhkan oleh Bank Peserta dalam menyediakan dana penyangga likuiditas bagi Bank Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4).
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
Program Pemulihan Ekonomi Nasional yang selanjutnya disebut Program PEN adalah rangkaian kegiatan untuk pemulihan perekonomian nasional yang merupakan bagian dari kebijakan keuangan negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah untuk mempercepat penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi nasional.
Penyertaan Modal Negara yang selanjutnya disingkat PMN adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau penetapan cadangan perusahaan atau sumber lain untuk dijadikan sebagai modal Badan Usaha Milik Negara dan/atau perseroan terbatas lainnya, dan dikelola secara korporasi.
Penempatan Dana adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah dengan menempatkan sejumlah dana pada bank umum tertentu dengan bunga tertentu.
Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau aset keuangan dalam jangka panjang untuk investasi dalam bentuk saham, surat utang, dan/atau investasi langsung guna memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.
Penjaminan adalah kegiatan pemberian jaminan oleh penjamin atas pemenuhan kewajiban finansial terjamin kepada penerima jaminan.
Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Perkoperasian.
Pelaku Usaha adalah pelaku usaha di sektor riil dan sektor keuangan yang meliputi Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah, Usaha Besar, dan Koperasi yang kegiatan usahanya terdampak oleh pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Bank Peserta adalah bank yang menerima Penempatan Dana Pemerintah dan menyediakan dana penyangga likuiditas bagi Bank Pelaksana yang membutuhkan dana penyangga likuiditas setelah melakukan restrukturisasi kredit/pembiayaan dan/atau memberikan tambahan kredit/pembiayaan modal kerja dan/atau tambahan kredit/pembiayaan bagi Bank Perkreditan Rakyat/Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dan perusahaan pembiayaan yang melakukan restrukturisasi kredit/pembiayaan dan/atau memberikan tambahan kredit/pembiayaan modal kerja.
Bank Pelaksana adalah bank umum konvensional dan bank umum syariah yang menerapkan kebijakan restrukturisasi kredit/pembiayaan dan/atau memberikan tambahan kredit/pembiayaan modal kerja dan/atau tambahan kredit/pembiayaan bagi Bank Perkreditan Rakyat/Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dan perusahaan pembiayaan yang melakukan restrukturisasi kredit/pembiayaan dan/atau memberikan tambahan kredit/pembiayaan modal kerja.
Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN adalah surat utang negara (SUN) dan surat berharga syariah negara (SBSN).
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga pengatur dan pengawas sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan.
Dalam melaksanakan Penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf b, Pemerintah dapat menugaskan PT Jaminan Kredit Indonesia dan/atau PT Asuransi Kredit Indonesia untuk melakukan Penjaminan.
Penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Pelaku Usaha dalam bentuk Penjaminan atas kredit modal kerja yang diberikan oleh perbankan.
Dalam hal PT Jaminan Kredit Indonesia dan/atau PT Asuransi Kredit Indonesia membutuhkan peningkatan kapasitas Penjaminan untuk melaksanakan penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dapat memberikan PMN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Atas Penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah dapat memberikan dukungan berupa pembayaran imbal jasa Penjaminan, Penjaminan balik, loss limit , atau dukungan pembagian risiko lainnya yang dibutuhkan.
Atas dukungan Penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pemerintah dapat mengenakan imbal jasa Penjaminan sesuai dengan porsi dukungan yang diberikan.