JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Dokumen Hukum
    • Peraturan
    • Monografi
    • Artikel Hukum
    • Putusan Pengadilan
  • Informasi
    • Regulasi
      • Infografis Regulasi
      • Simplifikasi Regulasi
      • Direktori Regulasi
      • Video Sosialisasi
      • Kamus Hukum
    • Informasi Penunjang
      • Tarif Bunga
      • Kurs Menteri Keuangan
      • Berita
      • Jurnal HKN
      • Statistik
  • Perihal
    • Tentang Kami
    • Struktur Organisasi
    • Anggota JDIHN
    • Prasyarat
    • Kebijakan Privasi
    • FAQ
    • Website Lama
    • Hubungi Kami
  • Situs Lama
JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Situs Lama

Filter

Jenis Dokumen Hukum
Publikasi
Status
Tajuk Entri Utama
Nomor
Tahun
Tema
Label
Tersedia Konsolidasi
Tersedia Terjemahan

FAQ
Prasyarat
Hubungi Kami
Kemenkeu Logo

Hak Cipta Kementerian Keuangan.

  • Gedung Djuanda I Lantai G Jl. Dr. Wahidin Raya No 1 Jakarta 10710
  • Email:jdih@kemenkeu.go.id
  • Situs JDIH Build No. 12763
JDIH Kemenkeu
  • Profil
  • Struktur Organisasi
  • Berita JDIH
  • Statistik
  • Situs Lama
Tautan JDIH
  • JDIH Nasional
  • Sekretariat Negara
  • Sekretariat Kabinet
  • Kemenko Perekonomian
  • Anggota Lainnya
Temukan Kami
Ditemukan 223 hasil yang relevan dengan "investasi publik "
Dalam 0.02 detik
Thumbnail
DANA BAGI HASIL | DANA ALOKASI UMUM
PMK 19 TAHUN 2023

Pengelolaan Dana Bagi Hasil dan/atau Dana Alokasi Umum yang Disalurkan Secara Nontunai Melalui Fasilitas Treasury Deposit Facility ...

  • Ditetapkan: 03 Mar 2023
  • Diundangkan: 03 Mar 2023

Relevan terhadap

MemutuskanTutup

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGELOLAAN DANA BAGI HASIL DAN/ATAU DANA ALOKASI UMUM YANG DISALURKAN SECARA NONTUNAI MELALUI FASILITAS TREASURY DEPOSIT FACILITY . Pasal 1 __ Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.

Daerah Otonom yang selanjutnya disingkat Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

3.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan peraturan Daerah.

4.

Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut dengan Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

5.

Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.

6.

Kepala Daerah adalah gubernur bagi Daerah provinsi atau bupati bagi daerah kabupaten atau walikota bagi Daerah kota.

7.

Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.

8.

Belanja Daerah adalah semua kewajiban Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.

9.

Treasury Deposit Facility yang selanjutnya disingkat TDF adalah fasilitas yang disediakan oleh bendahara umum negara bagi Pemerintah Daerah untuk menyimpan uang di bendahara umum negara sebagai bentuk penyaluran transfer ke daerah nontunai berupa penyimpanan di Bank Indonesia.

10.

Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah bagian dari transfer ke daerah yang dialokasikan berdasarkan presentase atas pendapatan tertentu dalam APBN dan kinerja tertentu, yang dibagikan kepada daerah penghasil dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara Pemerintah dan Daerah, serta kepada Daerah lain nonpenghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan/atau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah.

11.

Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah bagian dari transfer ke daerah yang dialokasikan dengan tujuan mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan dan layanan publik antar-Daerah.

12.

Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi BUN.

13.

Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing pembantu pengguna anggaran BUN baik di kantor pusat maupun kantor daerah atau satuan kerja di kementerian negara/lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari bagian anggaran BUN.

14.

Rekening Kas Umum Daerah yang selanjutnya disingkat RKUD adalah rekening tempat penyimpanan uang Daerah yang ditentukan oleh gubernur, bupati, atau walikota untuk menampung seluruh penerimaan Daerah dan membayar seluruh pengeluaran Daerah pada bank yang ditetapkan.

15.

Operator Investasi Pemerintah yang selanjutnya disingkat OIP adalah pelaksana fungsi operasional yang ditunjuk atau ditetapkan oleh Menteri.

16.

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Pasal 2 __ (1) Penyaluran DBH dan/atau DAU secara nontunai melalui fasilitas TDF dilakukan dalam rangka kebijakan pengelolaan keuangan negara.

(2)

DBH dan/atau DAU yang disalurkan secara nontunai melalui fasilitas TDF merupakan DBH dan/atau DAU yang tidak ditentukan penggunaannya.

(3)

DBH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk kurang bayar. Pasal 3 __ Penyaluran DBH dan/atau DAU secara nontunai melalui fasilitas TDF dilakukan paling lambat bulan Desember tahun anggaran berkenaan. Pasal 4 __ (1) Dalam rangka penyaluran DBH dan/atau DAU secara nontunai melalui fasilitas TDF sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penghitungan perkiraan saldo kas untuk menentukan Daerah, besaran DBH dan/atau DAU yang akan disalurkan secara nontunai melalui fasilitas TDF, dan batas saldo kas.

(2)

Perkiraan saldo kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan menggunakan data yang dapat bersumber dari:

a.

pemerintah daerah yang disampaikan melalui sistem informasi keuangan Daerah;

b.

Kementerian Keuangan; dan/atau

c.

kementerian/lembaga terkait lainnya.

(3)

Penentuan Daerah, besaran DBH dan/atau DAU yang akan disalurkan secara nontunai melalui fasilitas TDF, dan batas saldo kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Keputusan Menteri yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri.

(4)

Dalam hal terdapat kebijakan lain yang perlu disusun dalam rangka penyaluran DBH dan/atau DAU secara nontunai melalui fasilitas TDF, penentuan Daerah dan besaran DBH dan/atau DAU yang akan disalurkan secara nontunai melalui fasilitas TDF ditetapkan dalam Keputusan Menteri. Pasal 5 __ (1) Dalam rangka penyaluran DBH dan/atau DAU secara nontunai melalui fasilitas TDF sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Direktur Dana Transfer Umum selaku KPA BUN Pengelolaan Dana Transfer Umum mengajukan permintaan pembentukan fasilitas TDF kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara.

(2)

Tata cara pembentukan dan pengelolaan TDF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri.

(3)

Berdasarkan Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan yang ditunjuk selaku KPA BUN Penyaluran Dana Transfer Umum memproses penyaluran DBH dan/atau DAU secara nontunai melalui fasilitas TDF sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 6 __ (1) Dana TDF sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 diberikan remunerasi terhitung mulai tanggal penyimpanan dalam TDF pada Bank Indonesia.

(2)

Persentase remunerasi atas dana TDF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebesar persentase remunerasi yang diterima Pemerintah dari Bank Indonesia.

(3)

Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara dan Direktur Dana Transfer Umum selaku KPA BUN Pengelolaan Dana Transfer Umum melakukan rekonsiliasi paling kurang atas saldo dana TDF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan besaran remunerasi atas pengelolaan TDF sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk tiap-tiap Daerah.

(4)

Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan.

(5)

Hasil rekonsiliasi atas saldo dan besaran remunerasi atas pengelolaan TDF tiap-tiap Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dalam berita acara rekonsiliasi yang ditandatangani oleh Direktur Pengelolaan Kas Negara atas nama Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat dan Direktur Dana Transfer Umum selaku KPA BUN Pengelolaan Dana Transfer Umum.

(6)

Berdasarkan berita acara rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), remunerasi atas pengelolaan TDF disalurkan melalui pemindahbukuan ke RKUD pada:

a.

paling cepat bulan April untuk remunerasi bulan Desember sampai dengan bulan Maret;

b.

paling cepat bulan Juli untuk remunerasi bulan April sampai dengan bulan Juni;

c.

paling cepat bulan Oktober untuk remunerasi bulan Juli sampai dengan bulan September; dan/atau

d.

paling cepat bulan Desember untuk remunerasi bulan Oktober sampai dengan bulan November.

(7)

Pemindahbukuan remunerasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ke RKUD dilakukan oleh Direktur Sistem Informasi dan Pelaksanaan Transfer selaku KPA BUN TDF sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 7 __ (1) Penyaluran DBH dan/atau DAU secara nontunai melalui fasilitas TDF memiliki holding period. (2) Holding period sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan selama 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal penempatan DBH dan/atau DAU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 di fasilitas TDF.

(3)

Setelah holding period sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir, DBH dan/atau DAU yang disalurkan secara nontunai melalui fasilitas TDF:

a.

tetap disimpan pada fasilitas TDF sampai dengan dilakukan penyaluran ke RKUD;

b.

dapat ditempatkan dalam dana abadi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau

c.

dapat ditempatkan dalam investasi, termasuk yang dikelola oleh OIP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 8 __ (1) Penarikan dana TDF sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapat dilaksanakan berdasarkan pengajuan oleh Kepala Daerah kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dalam masa holding period atau setelah masa holding period .

(2)

Penarikan dana TDF oleh Daerah dalam masa holding period sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam hal:

a.

terdapat kebutuhan kas Daerah yang mendesak akibat bencana; dan/atau

b.

saldo pada kas Daerah diperkirakan kurang dari 20 (dua puluh) persen dari kebutuhan belanja daerah selama 1 (satu) bulan.

(3)

Penarikan dana TDF oleh Daerah setelah masa holding period sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam hal:

a.

terdapat kebutuhan kas Daerah yang mendesak akibat bencana;

b.

saldo pada kas Daerah diperkirakan kurang dari 20 (dua puluh) persen dari kebutuhan belanja Daerah selama satu bulan; dan/atau

c.

kondisi lain yang ditetapkan oleh Menteri.

(4)

Perkiraan saldo kas Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan ayat (3) huruf b dihitung dengan formula sebagai berikut:

(5)

Perkiraan saldo kas daerah = (saldo kas awal bulan + perkiraan pendapatan daerah) – (perkiraan belanja daerah + perkiraan pembiayaan neto) selama 1 (satu) bulan.

(6)

Saldo kas Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak termasuk dana abadi daerah.

(7)

Penarikan dana TDF karena kebutuhan kas Daerah yang mendesak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan ayat (3) huruf a dilengkapi dengan:

a.

surat/keputusan Kepala Daerah terkait penetapan bencana dengan melampirkan surat pernyataan hasil verifikasi bencana dari organisasi perangkat daerah yang memiliki tugas dan fungsi penanganan bencana di Daerah; dan/atau

b.

dokumen lainnya yang ditetapkan oleh kementerian/lembaga yang berwenang yang menyatakan terjadinya bencana.

(8)

Penarikan dana TDF karena kebutuhan belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan kondisi saldo kas Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dilengkapi dengan:

a.

perkiraan penerimaan, belanja, dan posisi kas Daerah pada bulan berkenaan dan bulan berikutnya; dan

b.

salinan rekening koran RKUD yang menunjukkan mutasi rekening selama bulan berkenaan.

(9)

Kepala Daerah bertanggung jawab atas kebenaran data yang disampaikan untuk penarikan dana TDF sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7).

(10)

Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan analisis untuk memberikan persetujuan atau penolakan atas pengajuan penarikan dana TDF.

(11)

Dalam hal pengajuan penarikan dana TDF sebagaimana dimaksud pada ayat (9) disetujui, Direktur Dana Transfer Umum selaku KPA BUN Pengelolaan Dana Transfer Umum memberikan rekomendasi penarikan dana TDF sebagaimana dimaksud pada ayat (11) kepada Direktur Sistem Informasi dan Pelaksanaan Transfer selaku KPA BUN TDF untuk melakukan pemindahbukuan ke RKUD.

(12)

Dalam hal pengajuan penarikan dana TDF yang disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (10) merupakan penarikan dana karena kebutuhan kas Daerah yang mendesak akibat bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan/atau ayat (3) huruf a, penyaluran dana dari fasilitas TDF ke RKUD dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja setelah penerbitan rekomendasi penarikan dana TDF sebagaimana dimaksud pada ayat (12).

(13)

Pemindahbukuan remunerasi atas penarikan dana TDF sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan pada periode penyaluran remunerasi berikutnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6).

(14)

Dalam hal pengajuan penarikan dana TDF sebagaimana dimaksud pada ayat (9) ditolak, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menyampaikan informasi penolakan kepada Daerah bersangkutan. Pasal 9 __ Pengelolaan atas DBH dan/atau DAU yang disalurkan secara nontunai melalui fasilitas TDF di APBD dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau ketentuan teknis yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri. Pasal 10 __ Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

a.

Dalam hal pejabat definitif Direktur Sistem Informasi dan Pelaksanaan Transfer belum dilantik, Direktur Kapasitas dan Pelaksanaan Transfer bertindak selaku KPA BUN TDF sampai dengan telah dilantiknya pejabat definitif Direktur Sistem Informasi dan Pelaksanaan Transfer;

b.

DBH yang telah disalurkan secara nontunai melalui fasilitas TDF pada bulan Desember 2022 diakui sebagai bagian dari pengelolaan DBH dalam TDF berdasarkan Peraturan Menteri ini;

c.

Holding period untuk DBH yang telah disalurkan secara nontunai melalui fasilitas TDF pada bulan Desember 2022 sebagaimana dimaksud dalam huruf b berakhir pada tanggal 31 Maret 2023;

d.

Remunerasi atas DBH yang telah disalurkan secara nontunai melalui fasilitas TDF pada bulan Desember 2022 sebagaimana dimaksud dalam huruf b mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini;

e.

DBH cukai hasil tembakau, DBH sumber daya alam kehutanan dana reboisasi, serta DBH tambahan minyak bumi dan gas bumi dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus yang telah disalurkan secara nontunai melalui fasilitas TDF pada bulan Desember 2022 akan disalurkan ke RKUD setelah masa holding period berakhir; dan

f.

tata cara pembentukan dan pengelolaan fasilitas TDF atas penyaluran DBH dan/atau DAU yang telah dilaksanakan sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku, diakui dan dinyatakan tetap berlaku sebagai pelaksanaan dari ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. Pasal 11 __ Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA
UU 28 TAHUN 2022

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2023

  • Ditetapkan: 27 Okt 2022
  • Diundangkan: 27 Okt 2022

Relevan terhadap

Pasal 1Tutup

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

2.

Pendapatan Negara adalah hak Pemerintah Pusat yang diakui sebagai penambah kekayaan bersih yang terdiri atas Penerimaan Perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan Penerimaan Hibah.

3.

Penerimaan Perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri atas pendapatan pajak dalam negen dan pendapatan pajak perdagangan in ternasional.

4.

Pendapatan Pajak Dalam Negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan pajak penghasilan, pendapatan pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, pendapatan pajak bumi dan bangunan, pendapatan cukai, dan pendapatan pajak lainnya.

5.

Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan bea masuk dan pendapatan bea keluar.

6.
7.
8.
9.
10.
11.

Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh Negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara. Penerimaan Hi bah adalah semua penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, jasa, dan/atau surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali dan yang tidak mengikat, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Belanja Negara adalah kewajiban Pemerintah Pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih yang terdiri atas belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah. Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk menjalankan fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan, fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi perlindungan lingkungan hidup, fungsi perumahan dan fasilitas umum, fungsi kesehatan, fungsi pariwisata, fungsi agama, fungsi pendidikan, dan fungsi perlindungan sosial. Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi adalah belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan kepada kementerian negara/lembaga dan Bendahara Umum Negara. Belanja Pemerintah Pusat Menurut Program adalah belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan untuk mencapai basil (outcome) tertentu pada Bagian Anggaran kementerian negara/lembaga dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.

12.
13.
14.
15.
16.

1 7. Program Pengelolaan Subsidi adalah pemberian dukungan dalam bentuk pengalokasian anggaran kepada perusahaan negara, lembaga pemerintah, atau pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku untuk menyediakan barang atau jasa yang bersifat strategis atau menguasai hajat hidup orang banyak, dan/atau disalurkan langsung kepada penerima manfaat, sesuai kemampuan keuangan negara. Transfer ke Daerah yang selanjutnya disingkat TKD adalah dana yang bersumber dari APBN dan merupakan bagian dari belanja negara yang dialokasikan dan disalurkan kepada daerah untuk dikelola oleh daerah dalam rangka mendanai penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah bagian dari TKD yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam APBN dan kinerja tertentu, yang dibagikan kepada daerah penghasil dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara Pemerintah dan daerah, serta kepada daerah lain non penghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan/atau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah. Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah bagian dari TKD yang dialokasikan dengan tujuan mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan dan layanan publik antardaerah. Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya disingkat DAK adalah bagian dari TKD yang dialokasikan dengan tujuan untuk mendanai program, kegiatan, dan/atau kebijakan tertentu yang menjadi prioritas nasional dan membantu operasionalisasi layanan publik, yang penggunaannya telah ditentukan oleh Pemerintah. Dana Otonomi Khusus adalah bagian dari TKD yang dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai pelaksanaan otonomi khusus sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang mengenai otonomi khusus.

18.
19.
20.
21.
22.

Dana Tambahan Infrastruktur Dalam Rangka Otonomi Khusus bagi provinsi-provinsi di wilayah Papua yang selanjutnya disingkat DTI adalah dana tambahan dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus yang besarnya ditetapkan antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan berdasarkan usulan Provinsi pada setiap tahun anggaran yang ditujukan untuk pendanaan pembangunan infrastruktur perhubungan, energi listrik, air bersih, telekomunikasi, dan sanitasi lingkungan. Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta yang selanjutnya disebut Dana Keistimewaan adalah bagian dari TKD yang dialokasikan untuk mendukung urusan keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagaimana ditetapkan dalam Undang- Undang mengenai keistimewaan Yogyakarta. Dana Desa adalah bagian dari TKD yang diperuntukkan bagi desa dengan tujuan untuk mendukung pendanaan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. In sen tif Fiskal adalah dana yang bersum ber dari APBN yang diberikan kepada daerah berdasarkan kriteria tertentu berupa perbaikan dan/atau pencapaian kinerja di bidang dapat berupa tata kelola keuangan daerah, pelayanan umum pemerintahan, dan pelayanan dasar yang mendukung kebijakan strategis nasional dan/atau pelaksanaan kebijakan fiskal nasional. Pembiayaan Anggaran adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali, penerimaan kembali atas pengeluaran pembiayaan tahun-tahun anggaran sebelumnya, pengeluaran kembali atas penerimaan pembiayaan tahun-tahun anggaran sebelumnya, penggunaan saldo anggaran lebih, dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun- tahun anggaran berikutnya.

23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.

Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran yang selanjutnya disebut SiLPA adalah selisih lebih antara realisasi pendapatan dan belanja, serta penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dalam APBN selama satu periode pelaporan. Saldo Anggaran Lebih yang selanjutnya disingkat SAL adalah akumulasi neto dari SiLPA dan Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran tahun-tahun anggaran yang lalu dan tahun anggaran yang bersangkutan setelah ditutup, ditambah/dikurangi dengan koreksi pembukuan. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN meliputi surat utang negara dan surat berharga syariah negara. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN atau dapat disebut sukuk negara adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditetapkan Statusnya yang selanjutnya disingkat BPYBDS adalah bantuan Pemerintah berupa BMN yang berasal dari APBN, yang telah dioperasikan dan/atau digunakan oleh Badan Usaha Milik Negara berdasarkan Berita Acara Serah Terima dan sampai saat ini tercatat pada laporan keuangan kementerian negara/lembaga atau pada Badan Usaha Milik Negara.

30.
31.
32.
33.
34.
35.

Penyertaan Modal Negara yang selanjutnya disingkat PMN adalah pemisahan kekayaan negara dari APSN untuk dijadikan sebagai modal Perusahaan Negara dan/atau Perseroan Terbatas lainnya serta Lembaga/Sadan Lainnya, yang pengelolaannya dilakukan secara korporasi. Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau aset keuangan dalam jangka panjang untuk investasi dalam bentuk saham, surat utang, dan/atau investasi langsung guna memperoleh manfaat ekonomi, dan/atau sosial, dan/atau manfaat lainnya bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dana Sergulir adalah dana yang dikelola oleh Sadan Layanan Umum tertentu untuk dipinjamkan dan digulirkan kepada masyarakat/lembaga dengan tujuan untuk meningkatkan ekonomi rakyat dan tujuan lainnya. Pinjaman Dalam Negeri adalah setiap pinjaman oleh Pemerintah yang diperoleh dari pemberi pinjaman dalam negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu, sesuai dengan masa berlakunya. Kewajiban Penjaminan adalah kewajiban yang menjadi beban Pemerintah akibat pemberian jaminan kepada kementerian negara/lembaga, pemerintah daerah, Sadan Usaha Milik Negara, Sadan Usaha Milik Daerah, dan pelaku usaha dalam program pemulihan ekonomi nasional, dalam hal kementerian negara/lembaga, pemerintah daerah, Sadan Usaha Milik Negara, Sadan Usaha Milik Daerah, dan pelaku usaha dalam program pemulihan ekonomi nasional, dimaksud tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada kreditur dan/atau badan usaha sesuai perjanjian pinjaman atau perjanjian kerja sama. Pinjaman Luar Negeri Neto adalah semua pembiayaan yang berasal dari penarikan pinjaman luar negeri yang terdiri atas pinjaman tunai dan pinjaman kegiatan dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri.

36.

Pinjaman Tunai adalah pmJaman luar negeri dalam bentuk devisa dan/atau rupiah yang digunakan untuk pembiayaan defisit APBN dan pengelolaan portofolio utang.

37.

Pinjaman Kegiatan adalah pinjaman luar negeri yang digunakan untuk pembiayaan kegiatan tertentu kementerian negara/lembaga, pmJaman yang diteruspinjamkan kepada pemerintah daerah dan/atau Badan Usaha Milik Negara, dan pinjaman yang diterushibahkan kepada pemerintah daerah.

38.

Pemberian Pinjaman adalah pinjaman Pemerintah Pusat kepada pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara, Lembaga, dan/atau badan lainnya yang harus dibayar kembali dengan ketentuan dan persyaratan tertentu.

39.

Anggaran Pendidikan adalah alokasi anggaran pendidikan melalui kementerian negara/lembaga dan nonkementerian negara/lembaga, alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah, dan alokasi anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan, termasuk gaji pendidik, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah, tetapi tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan.

40.

Persentase Anggaran Pendidikan adalah perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja negara pada saat Undang- Undang mengenai APBN ditetapkan.

41.

Tahun Anggaran 2023 adalah masa 1 (satu) tahun terhitung mulai dari tanggal 1 Januari 2023 sampa1 dengan tanggal 31 Desember 2023.

Thumbnail
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA | IBU KOTA NUSANTARA
PERPRES 62 TAHUN 2022

Otorita Ibu Kota Nusantara

  • Ditetapkan: 18 Apr 2022
  • Diundangkan: 18 Apr 2022
Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA | PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
25/PUU-XX/2022

Pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ...

    Relevan terhadap 1 lainnya

    Halaman 51Tutup
    1. Dr. Master P. Tumangor, perspektif Ekonomi, Investasi Pendanaan dan Pengalihan Aset Pansus B 3. Dr. Mukti Ali, Dosen FT Univ Hasanuddin Perspektif Perencanaan Wilayah dan GIS Virtual 4. M. Djailani, AORDA Kalteng (Audiensi) Pansus B 5. Suharyono, IMPI (Audiensi) Virtual. f. Tanggal 11 Desember 2021: Pembicaraan Tingkat I Rapat Dengar Pendapat Umum Pansus RUU tentang IKN dengan Pakar (4 orang Pakar) 1. Prof. Satya Arinanto, SH.MH Pakar Hukum HTN FHUI IKN dalam peespektif Hukum Tata Negara Hadir/Virtual 2. Dr. Chazali H. Situmorang Pakar Kebijakan Publik Unas IKN dalam perspektif Kebijakan Publik Hadir 3. Dr. Aminuddin Kasim, SH.MH Pakar HTN Univ Tadulako Sulteng IKN perspektif Kelembagaan Negara Virtual 4. Dr. Pratama Dahlian Persadha Chairman Lembaga Riset Keamanan Si dan dan Komunikasi CISSReC (Communication and Information System Security Research Center Virtual g. Tanggal 12 Desember 2021: Pembicaraan Tingkat I Rapat Dengar Pendapat Umum Pansus RUU tentang IKN dengan Pakar (7 orang Pakar) 1. Prof. Maria S.W. Soemardjono SH, MCL., MPA Pakar Hukum Pertanahan UGM IKN dalam perspektif Hukum Pertanahan Virtual 2. Ananda B. Kusuma Pakar Sejarah Ketatanegaraan IKN dalam perspektif sejarah ketatamegaraan Virtual 3. Dr. Yayat Supriatna Pakar Tata Ruang Univ Trisakti IKN dalam perspektif Tata Ruang, Tata Kota dan Tata Bangunan Hadir 4. Dr. Arief Anshory Yusuf Pakar Ekonomi Perspektif Ilmu Ekonomi Hadir/Virtual 5. Prof Haryo Winarso Pakar Planologi ITB IKN dalam perspektif Perencanaan Kota dan Wilayah Virtual 6. Siti Jamaliah Lubis Presiden Kongres Advokat Indonesia 7. Juniver Girsang Ketua perhimpunan Advokat Indonesia -Suara Advokat Indonesia (Peradi SAI). h. Tanggal 13 Desember 2021: Pembicaraan Tingkat I 1) Rapat Kerja Pansus RUU tentang IKN dengan agenda Persetujuan dan Penetapan Pimpinan dan Anggota Panja RUU
    Halaman 132Tutup

    Berkelanjutan); Erasmus Cahyadi Terre (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara); Dr. Fadhil Hasan (Perspektif Ekonomi dan Governance); dan Avianto Amri (Masyarakat Peduli Bencana Indonesia yang diselenggarakan tanggal 9 Desember 2021 ( vide Lampiran 17). 3) Rapat Dengar Pendapat Umum Pansus RUU tentang Ibu Kota Negara dengan Pakar (5 orang Pakar), yakni Robert Endi Jaweng (ex KPPOD), perspektif Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal serta Kelembagaan Daerah Virtual; Dr. Master P. Tumangor, perspektif Ekonomi, Investasi Pendanaan dan Pengalihan Aset Pansus B; Dr. Mukti Ali, Dosen FT Univ Hasanuddin Perspektif Perencanaan Wilayah dan GIS Virtual; M. Djailani, AORDA Kalteng (Audiensi) Pansus B; dan Suharyono, IMPI (Audiensi) Virtual yang diselenggarakan pada tanggal 10 Desember 2021 ( vide Lampiran 23). 4) RDPU Pansus RUU tentang Ibu Kota Negara dengan Pakar (4 orang Pakar), yakni Prof. Satya Arinanto, SH.MH Pakar Hukum HTN FHUI IKN dalam perspektif Hukum Tata Negara Hadir/Virtual; Dr. Chazali H. Situmorang Pakar Kebijakan Publik Unas IKN dalam perspektif Kebijakan Publik Hadir; Dr. Aminuddin Kasim, SH.MH Pakar HTN Univ Tadulako Sulteng IKN perspektif Kelembagaan Negara Virtual; dan Dr. Pratama Dahlian Persadha Chairman Lembaga Riset Keamanan Si dan Komunikasi CISSReC ( Communication and Information System Security Research Center Virtual ), yang diselenggarakan tanggal 11 Desember 2021 ( vide Lampiran 29). 5) RDPU tentang Ibu Kota Negara dengan 7 orang pakar, yakni Prof. Maria S.W. Soemardjono, S.H., MCL, MPA selaku Pakar Hukum Pertanahan UGM; Ananda B. Kusuma selaku Pakar Sejarah Ketatanegaraan IKN; Dr. Yayat Supriatna selaku Pakar Tata Ruang Univ. Trisakti; Dr. Arief Anshory Yusuf selaku Pakar Ekonomi; Prof. Haryo Winarso selaku Pakar Planologi ITB; Siti Jamaliah Lubis selaku Presiden Kongres Advokat Indonesia; Juniver Girsang selaku Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia-Suara Advokat Indonesia yang diselenggarakan pada tanggal 12 Desember 2021 ( vide Lampiran 34);

    Halaman 194Tutup

    20 Bahan Paparan Pakar atas nama Fadhil Hasan Masukan pakar atas RUU IKN dari perspektif Ilmu Ekonomi, Investasi, BMN, Pengalihan Aset, dan Pendanaan Berkeianjutan 9 Desember 2021 21 Bahan Paparan Pakar atas nama Erasmus Cahyadi Terre Masukan pakar atas RUU IKN dari perspektif Masyarakat Adat dan Humaniora 9 Desember 2021 22 Bahan Paparan Pakar atas nama Avianto Amari Masukan pakar alas RUU IKN dari perspektif Ibu Kota Negara dan Kebencanaan 9 Desember 2021 23 Risalah Rapat Panitia Khusus RUU IKN dengan Agenda Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Pakar dan Aliansi Masyarakat daIam rangka mendapatkan masukan RUU IKN (Terbuka) Rapat dengar pendapat umum Pansus RUU tentang IKN dengan 3 prang pakar dan 2 aliansi masyarkat yang memberikan perspektif perencanaan wilayah dan GIS, perspektif ekonomi, perihal tugas dan fungsi badan otorita IKN, desentralisasi fiskal serta pengalihan asset 10 Desember 2021 24 Bahan Paparan Pakar atas nama Mukti Ali Masukan pakar atas RUU IKN dari perspektif Perencanaan WiIayah dan GIS 10 Desember 2021 25 Bahan Paparan Pakar atas nama Master P. Tumanggor Masukan pakar atas RUU IKN dari perspektif Ekonomi 10 Desember 2021 26 Bahan Paparan atas nama Robert Endi Jaweng Masukan Pakar atas RUU IKN dari perspektif Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal serta Pengalihan Aset 10 Desember 2021 27 Bahan Paparan atas nama Suharyono S. Hadiningrat Masukan pakar atas RUU lKN dari perspektif Inspirasi Merah Putih Indonesia. 10 Desember 2021 28 Bahan Paparan Pakar atas nama Mohammad Djailani Ketua Umum Aliansi Pimpinan Ormas Daerah AORDA Kalimantan Timur. 10 Desember 2021 29 Risalah Rapat Panitia Khusus RUU IKN dengan Agenda Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Pakar dalam rangka mendapatkan masukan RUU IKN (Terbuka) Rapat Dengar Pendapat Umum Pansus RUU tentang lKN dengan 4 orang pakar yang memberikan perspektif hukum Tata Negara, kebijakan publik, kelembagaan negara, dan teknologi informasi. 11 Desember 2021 30 Bahan Paparan Pakar atas nama Satya Arinanto Masukan pakar atas RUU IKN dari perspektif Hukum Tata Negara. 11 Desember 2021 31 Bahan Paparan Pakar alas nama Chazali H. Situmorang Masukan pakar atas RUU lKN dari perspektif Kebijakan Publik 11 Desember 2021

    Thumbnail
    PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI | HUKUM KEUANGAN NEGARA
    69/PUU-XX/2022

    Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perund ...

      Relevan terhadap

      Halaman 31Tutup

      Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) FIELD Indonesia Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KRuHA) Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Aliansi Organis Indonesia (AOI) Jaringan Masyarakat Tani Indonesia (JAMTANI) Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dengan rilis dan pernyataan lengkap sebagai berikut: Jakarta, 25 Mei 2022- Rapat DPR pada 24 Mei 2022 telah memutuskan pembahasan RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3) agar segera disahkan pada rapat paripurna. Dalam rapat itu, terdapat delapan fraksi partai yang mendukung, yakni: PDIP, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, Demokrat, PAN, dan PPP, fraksi PKS menolak RUU ini disahkan. RUU ini menuai kontroversi karena sekedar melegalkan metode Omnibus Law dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Sebelumnya berbagai organisasi masyarakat sipil dan akademisi menolak omnibus law sebagai metode pembentukan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Menanggapi lahirnya UU baru yang melegalkan metode omnibus law ini Koordinator Advokasi Indonesia for Global Justice , Muslim Silaen memandang ada beberapa hal yang patut diperhatikan. Pertama , pembahasan dan pengesahan RUU yang minim dari partisipasi publik seperti yang tersedia dalam laman website DPR-RI. Cepatnya pembahasan sejak Februari 2022 mengindikasikan pengabaian hak rakyat karena minimnya partisipasi publik. Hal ini mengabaikan Putusan MK atas UU Cipta Kerja yang mewajibkan adanya partisipasi publik dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Kedua , perubahan UU ini akan melegalkan banyak investasi yang melanggar prinsip- prinsip keberlanjutan dan kedaulatan ekonomi rakyat yang sebelumnya menjadi dasar untuk mengajukan uji formil UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi. Ketiga , UU Cipta Kerja harus direvisi dari NOL mulai dari penyusunan Naskah Akademik hingga melibatkan partisipasi masyarakat secara luas. Kalau keinginan Pemerintah membentuk UU Cipta Kerja untuk menciptakan kemudahan berinvestasi, dengan alasan apapun tidak dapat membentuk undang-undang yang melanggar hak-hak rakyat karena bertentangan dengan UUD 1945. Perubahan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tidak dapat dikategorikan sebagai perbaikan UU Cipta Kerja, jika hanya sebatas mencari legitimasi pemberlakuan metode omnibus law dan mereduksi partisipasi secara bermakna sebagai hak konstitusional rakyat dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Sementara itu, Penasehat Senior IHCS (I ndonesian Human Rights Committee for Social Justice ) Gunawan memandang bahwa pelanggaran formil pembentukan RUU Perubahan UU P3 potensial cacat formil sehingga inkonstitusional. Selain itu putusan MK dalam perkara pengujian formil UU Cipta Kerja mempersyaratkan bahwa perbaikan UU Cipta Kerja tidak hanya sebatas

      Halaman 32Tutup

      metode omnibus dalam pembentukan UU Cipta Kerja, tetapi juga pada aspek formil, yaitu keberadaan naskah akademik, tahapan pembentukan UU, dan partisipasi publik secara bermakna, serta aspek materiil, yaitu isi dari UU Cipta Kerja. Metode omnibus law sendiri memerlukan kajian yang mendalam, agar penerapannya tidak berbenturan dengan bentuk undang-undang yang telah ada, sehinggal malah memperlebar jurang ketidakpastian hukum, tegas Gunawan. Selain masalah RUU Perubahan UU P3 sebagai dampak Putusan MK dalam pengujian formil UU Cipta Kerja adalah permasalahan aturan turunan dari UU Cipta Kerja, berdasarkan putusan tersebut seharusnya seluruh turunan UU Cipta Kerja tidak berlaku dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, demikian tambah Gunawan. Langkah legislasi untuk menyambut investasi dan perbaikan ekonomi ini memperlihatkan upaya pemerintah untuk melakukan deregulasi secara serampangan. Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 telah menegaskan UU Cipta Kerja Inkonstitusional Secara Bersyarat sehingga UU Cipta Kerja inkonstitusional dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Karena itu, UU Cipta Kerja layak disebut sebagai undang-undang yang lahir dari proses yang tidak demokratis dan melanggar hak-hak konstitusional rakyat. Respon dengan mengesahkan UU P3 ini telah mengkhianati amanat rakyat yang membutuhkan peraturan yang melindungi dan memastikan kedaulatan rakyat. 90. Bahwa selain itu penolakan juga sebenarnya muncul di internal DPR sendiri, misalnya sebagaimana sikap yang ditunjukkan oleh Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) yang secara resmi menolak revisi UU PPP a quo [bukti P-6]. Dalam pendapat Fraksi PKS yang menolak pengesahan revisi UU PPP a quo salah satu poinnya adalah kurangnya partisipasi publik, oleh karena itu, Fraksi PKS meminta agar melibatkan pihak-pihak baik yang pro maupun kontra secara proporsional dan benar-benar mengimplementasikan partisipasi masyarakat yang bermakna dengan melibatkan unsur akademisi perguruan tinggi, organisasi masyarakat, maupun masyarakat umum. Serta mendorong agar rancangan PUU yang akan dibahas mudah diakses oleh masyarakat [bukti P-7]; 91. Bahwa kritik terhadap proses pembentukan revisi UU PPP ini juga pernah disampaikan oleh Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) sebagai berikut [bukti P-8]: Dewan Perwakilan Rakyat telah mengesahkan perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP). Revisi ini dilakukan sebagai tindak lanjut atas Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menyatakan Undang-Undang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.

      Thumbnail
      PENERUSAN PINJAMAN | PEMERINTAH DAERAH
      108/PMK.05/2016

      Tata Cara Penerusan Pinjaman dalam Negeri dan Penerusan Pinjaman Luar Negeri Kepada Badan Usaha Milik Negara dan Pemerintah Daerah. ...

      • Ditetapkan: 01 Jul 2016
      • Diundangkan: 01 Jul 2016

      Relevan terhadap

      Pasal 8Tutup
      (1)

      Pinjaman jangka panjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b merupakan PPDN dengan jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun anggaran, yang seluruh kewajibannya harus dilunasi sesuai dengan persyaratan Perjanjian PPDN.

      (2)

      Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk membiayai kegiatan investasi sarana dan/atau prasarana dalam rangka penyediaan pelayanan publik yang:

      a.

      menghasilkan penerimaan langsung berupa pendapatan bagi APBD;

      b.

      menghasilkan penerimaan tidak langsung berupa penghematan terhadap belanja APBD yang apabila kegiatan tersebut tidak dilaksanakan, Pemda harus mengeluarkan biaya dari APBD; dan/atau

      c.

      memberikan manfaat ekonomi dan sosial. Paragraf 3 Pengajuan Usulan Pembiayaan Kegiatan Yang Dibiayai Melalui PPDN

      Pasal 21Tutup
      (1)

      Pinjaman jangka panjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b merupakan PPLN dengan jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun anggaran, yang seluruh kewajibannya harus dilunasi sesuai dengan persyaratan dan Perjanjian PPLN.

      (2)

      Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), digunakan untuk membiayai kegiatan investasi sarana dan/atau prasarana dalam rangka penyediaan pelayanan publik yang:

      a.

      menghasilkan penerimaan langsung berupa pendapatan bagi APBD;

      b.

      menghasilkan penerimaan tidak langsung berupa penghematan terhadap belanja APBD yang apabila kegiatan tersebut tidak dilaksanakan, Pemda harus mengeluarkan biaya dari APBD; dan/atau

      c.

      memberikan manfaat ekonomi dan sosial. Paragraf 3 Pengajuan Usulan Pembiayaan Kegiatan Yang Dibiayai Melalui PPLN

      Thumbnail
      PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI | HUKUM KEUANGAN NEGARA
      34/PUU-XX/2022

      Pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ...

        Relevan terhadap

        Halaman 62Tutup

        Endi Jaweng (ex KPPOD), perspektif Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal serta Kelembagaan Daerah Virtual; Dr. Master P. Tumangor, perspektif Ekonomi, Investasi Pendanaan dan Pengalihan Aset Pansus B; Dr. Mukti Ali, Dosen FT Univ Hasanuddin Perspektif Perencanaan Wilayah dan GIS Virtual; M. Djailani, AORDA Kalteng (Audiensi) Pansus B; dan Suharyono, IMPI (Audiensi) Virtual yang diselenggarakan pada tanggal 10 Desember 2021 ( vide Lampiran 23). 4) RDPU Pansus RUU tentang Ibu Kota Negara dengan Pakar (4 orang Pakar), yakni Prof. Satya Arinanto, SH.MH Pakar Hukum HTN FHUI IKN dalam perspektif Hukum Tata Negara Hadir/Virtual; Dr. Chazali H. Situmorang Pakar Kebijakan Publik Unas IKN dalam perspektif Kebijakan Publik Hadir; Dr. Aminuddin Kasim, SH.MH Pakar HTN Univ Tadulako Sulteng IKN perspektif Kelembagaan Negara Virtual; dan Dr. Pratama Dahlian Persadha Chairman Lembaga Riset Keamanan Si dan Komunikasi CISSReC ( Communication and Information System Security Research Center Virtual ), yang diselenggarakan tanggal 11 Desember 2021 ( vide Lampiran 29). 5) RDPU tentang Ibu Kota Negara dengan 7 orang pakar, yakni Prof. Maria S.W. Soemardjono, S.H., MCL, MPA selaku Pakar Hukum Pertanahan UGM; Ananda B. Kusuma selaku Pakar Sejarah Ketatanegaraan IKN; Dr. Yayat Supriatna selaku Pakar Tata Ruang Univ. Trisakti; Dr. Arief Anshory Yusuf selaku Pakar Ekonomi; Prof. Haryo Winarso selaku Pakar Planologi ITB; Siti Jamaliah Lubis selaku Presiden Kongres Advokat Indonesia; Juniver Girsang selaku Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia-Suara Advokat Indonesia yang diselenggarakan pada tanggal 12 Desember 2021 ( vide Lampiran 34); 6) Audiensi dengan Forum Dayak Bersatu tanggal 17 Desember 2021 ( vide Lampiran 47);

        Halaman 19Tutup

        Kemasyarakatan) 2. Anggito Abimanyu (Perspektif Ekonomi dan Pendanaan Berkelanjutan) 3. Erasmus Cahyadi Terre (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) 4. Dr. Fadhil Hasan (Perspektif Ekonomi dan Governance) 5. Avianto Amri (Masyarakat Peduli Bencana Indonesia) 8 Pembicaraan Tingkat I Rapat Dengar Pendapat Umum Pansus RUU tentang Ibu Kota Negara dengan Pakar (5 orang Pakar) 1. Robert Endi Jaweng (ex KPPOD), perspektif Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal serta Kelembagaan Daerah Virtual 2. Dr. Master P. Tumangor, perspektif Ekonomi, Investasi Pendanaan dan Pengalihan Aset Pansus B 3. Dr. Mukti Ali, Dosen FT Univ Hasanuddin Perspektif Perencanaan Wilayah dan GIS Virtual 4. M. Djailani, AORDA Kalteng (Audiensi) Pansus B 5. Suharyono, IMPI (Audiensi) Virtual 10 Desember 2021 9 Pembicaraan Tingkat I Rapat Dengar Pendapat Umum Pansus RUU tentang Ibu Kota Negara dengan Pakar (4 orang Pakar) 1. Prof. Satya Arinanto, SH.MH Pakar Hukum HTN FHUI IKN dalam peespektif Hukum Tata Negara Hadir/Virtual 2. Dr. Chazali H. Situmorang Pakar Kebijakan Publik Unas IKN dalam perspektif Kebijakan Publik Hadir 3. Dr. Aminuddin Kasim, SH.MH Pakar HTN Univ Tadulako Sulteng IKN perspektif Kelembagaan Negara Virtual 4. Dr. Pratama Dahlian Persadha Chairman Lembaga Riset Keamanan Si dan dan Komunikasi CISSReC (Communication and Information System Security Research Center Virtual) 11 Desember 2021 10 Pembicaraan Tingkat I Rapat Dengar Pendapat Umum Pansus RUU tentang Ibu Kota Negara dengan Pakar (7 orang Pakar) 1. Prof Maria S.W. Soemardjono SH, MCL., MPA Pakar Hukum Pertanahan UGM IKN dalam perspektif Hukum Pertanahan Virtual 2. Ananda B. Kusuma Pakar Sejarah Ketatanegaraan IKN dalam perspektif sejarah ketatamegaraan Virtual 3. Dr. Yayat Supriatna Pakar Tata Ruang Univ Trisakti IKN dalam perspektif Tata Ruang, Tata Kota dan Tata Bangunan Hadir 4. Dr. Arief Anshory Yusuf Pakar Ekonomi Perspektif Ilmu Ekonomi Hadir/Virtual 5. Prof Haryo Winarso Pakar Planologi ITB IKN dalam perspektif Perencanaan Kota dan Wilayah Virtual 6. Siti 12 Desember 2021

        Halaman 195Tutup

        2017 dengan memperdalam temuan-temuan yang diperoleh dari kajian- kajian tersebut terdahulu. Dari penilaian ketiga lokasi di tiga wilayah Kalimantan Timu, Kaliamntan Tengah dan Kalimantan Selatan, menunjukkan bahwa lokasi yang memenuhi kriteria adalah Kalimantan Timur yaitu di sebagian wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara. Justifikasi dari wilayah yang dipilih adalah: 1) Kepemilikan lahan yang luas; 2) Lokasinya strategis untuk dibangun sebagai wilayah perkotaan (metropolitan) di sekitar tersebut terdapat dua Kota Balikpapan dan Samarinda, pembangunan IKN akan semakin menguatkan pembangunan WM di Indonesia dengan kualitas yang bagus dan menjadi bentuk ideal. 3) Lokasi yang berada di tengah Indonesia akan memberikan dampak secara nasional, regional, dan terutama di kawasan luar Pulau Jawa ● Kemudian, kajian dilengkapi dengan “ Studi Kelayakan Teknis Calon Pemindahan Ibu Kota Negara ( Pra Master Plan Ibu Kota Negara)” yang memuat kelayakan teknis yang lebih mendalam di sebagian wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara tersebut. ● Secara bersamaan Bappenas mengadakan berbagai focus group discussion , forum, seminar, dan konferensi pers untuk menjaring aspirasi publik terhadap rencana pemindahan IKN. Adapun contoh dialog, seminar, dan forum yang dilaksanakan. a. Dialog Nasional yang diadakan sebanyak delapan kali dengan pembahasan berbagai bidang yaitu ekonomi, keamanan, urban design, investasi dan strategi pembiayaan, lingkungan, dan sosial budaya. Dialog dilakukan dengan mengundang para pihak dari kementerian lain dan para ahli di masing-masing pembahasan bidang untuk semakin menguatkan substansi dalam multi aspek di dokumen perencanaan. b. Seminar Nasional " Kebudayaan Dayak dan Kontribusinya terhadap Pemindahan Ibu Kota Baru ke Kalimantan Timur " - 17 Oktober 2019. Seminar ini melibatkan langsung Masyarakat Adat Dayak untuk memberikan pandangan terhadap pemindahan IKN ke Kalimantan Timur. Hal ini menjadi inisiasi awal untuk mengajak masyarakat berpartisipasi sejak awal dalam

        Thumbnail
        IBU KOTA NEGARA Ibu Kota Negara | BIDANG LAIN-LAIN | HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
        PP 27 TAHUN 2023

        Kewenangan Khusus Otorita Ibu Kota Nusantara

        • Ditetapkan: 15 Mei 2023
        • Diundangkan: 15 Mei 2023

        Relevan terhadap

        Pasal 13Tutup

        Cukup ^jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6876 LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2023 TENTANG KEWENANGAN KHUSUS OTORITA IBU KOTA NUSANTARA KEUIENANGAN KIIUSUS OTORITA IBU KOTA NUSANTARA A. BIDANG PENDIDIKAN 1 Manajemen Pendidikan a. Pengelolaan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan khusus, dan pendidikan nonformal. b. Fasilitasi pendidikan tinggi. 2 Kurikulum Penetapan kurikulum muatan lokal pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan khusus, dan pendidikan nonformal. 3 Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pemindahan pendidik dan tenaga kependidikan. 4 Penzinan Pendidikan Perizinan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan khusus, dan pendidikan nonformal serta program studi di luar kampus utama perguruan tinggi Indonesia dan perguruan tinggi asing peringkat 100 (seratus) terbaik dunia. 5 Bahasa dan Sastra Pembinaan bahasa dan sastra yang penuturnya dalam wilayah Ibu Kota Nusantara B. BIDANG KESEHATAN 1 Upaya Kesehatan a. Pengelolaan upaya kesehatan perseor€rngan (UKP) rujukan secara terintegrasi. b. Pengelolaan upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan rujukan secara terintegrasi. c. Penyelenggaraan standardisasi khusus fasilitas pelayanan kesehatan publik dan swasta. d. Penerbitan perizinan berusaha untuk fasilitas pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit kelas A, B, C, dan D serta penanaman modal asing (PMA). 2 Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan termasuk Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing a. Perencanaan dan pengembangan tenaga kesehatan dan tenaga pendukung/penunjang kesehatan untuk UKM dan UKP. b. Penyelenggaraan skema penghargaan dan pemberian insentif bagi tenaga kesehatan dan tenaga pendukung/penunjang kesehatan untuk UKM dan UKP. c. Penempatan dan pendayagunaan tenaga kesehatan dan tenaga pendukung/ penunj ang kesehatan. d. Penerbitan izin praktik tenaga kesehatan.

        3.

        Sediaan Farmasi, Alat, Kesehatan, dan Makanan Minuman a. Pengawasan dan pemantauan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan. b. Pengawasan post-markef produk makanan minuman industri rumah tangga dan pangan olahan siap saji. c. Penyediaan obat pelayanan kesehatan dasar. d. Penerbitan perizinan berusaha usaha kecil obat tradisional (UKOT). e. Penerbitan perizinan berrrsaha apotek, toko obat, dan toko alat kesehatan. f. Penerbitan pedzinan berusaha usaha mikro obat tradisional (UMOT). g. Penerbitan perizinan berusaha produksi makanan dan minuman pada industri rumah tangga.

        h.

        Penerbitan izin pedagang besar farmasi (PBF) cabang dan cabang distributor alat kesehatan (DAK). i. Penerbitan sertifikat produksi alat kesehatan dan alat kesehatan diagnostic in uitro (DIY) kelas A/ 1 (satu) tertentu serta perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) kelas 1 (satu) tertentu perusahaan rumah tangga.

        4.

        Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat Bidang Pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan dilakukan dengan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam mengenali dan mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi dengan pendekatan edukatif partisipatif dengan memperhatikan potensi dan sosial budaya setempat. C. BIDANG PEKER.IAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG 1 Perencanaan Tata Ruang Men5rusun dan menetapkan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Ibu Kota Nusantara. 2 Pemanfaatan Ruang Penzinan terkait penataan ruang yang meliputi:

        a.

        Persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan rurang (PKKPR) untuk kegiatan berusaha;

        b.

        Konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (KKKPR) untuk kegiatan nonberusaha; dan

        c.

        Persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (PKKPR) untuk kegiatan nonberusaha.

        3.

        Pengendalian Pemanfaatan Ruang Pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang. 4 Pengawasan Penataan Ruang Pelaksanaan pengawasan penataan ruzrng.

        5.

        Air Minum a. Penetapan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). b. Pengelolaan dan pengembangan SPAM.

        6.

        Persampahan a. Penetapan pengembangan sistem pengelolaan persampahan. b. Pengelolaan dan pengembangan sistem pengelolaarl pers€rmpahan. 7 Air Limbah a. Penetapan pengembangan sistem pengelolaan air limbah domestik. b. Pengelolaan dan pengembangan sistem pengelolaan air limbah domestik. 8 Drainase a. Penetapan pengembangan sistem drainase. b. Pengelolaan dan pengembangan sistem drainase. 9 Infrastruktur Hijau Kota Spons a. Pengembangan kota spons. b. Pengelolaan dan pengembangan infrastruktur konservasi air kota spons. c. Penetapan dan penegakan peraturan kota spons. 10 Permukiman a. Penetapan sistem pengembangan infrastruktur permukiman. b. Penyelenggaraan infrastruktur pada permukiman.

        11.

        Bangunan Gedung a. Penetapan bangunan gedung untuk kepentingan strategis nasional. b. Penyelenggaraan bangunan gedung untuk kepentingan strategis nasional dan penyelenggaraan bangunan gedung fungsi khusus. c. Penerbitan persetujuan bangunan gedung (PBG) dan sertifikat laik fungsi bangunan gedung. t2. Penataan Bangunan dan Lingkungannya a. Penetapan pengembangan sistem penataan bangunan dan lingkungannya. b. Penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungannya.

        13.

        Jalan a. Pengembangan sistem jaringan jalan. b. Penyelenggaraan jalan. l4 Jasa Konstruksi a. Penyelenggaraan pelatihan tenaga kerja konstruksi strategis dan percontohan, tenaga ahli konstruksi, dan tenaga terampil konstruksi. b. Pengembangan dan penyelenggaraan sistem informasi jasa konstruksi cakupan. c. Pengawasan tertib usaha, tertib penyelenggaraan, dan tertib pemanfaatan jasa konstruksi. d. Pengembangan standar kompetensi kerja dan pelatihan jasa konstruksi. e. Pengembangan kontrak kerja konstrr.rksi yang menjamin kesetaraan hak dan kewajiban antara pengguna jasa dan penyedia jasa konstruksi. f. Pengemb€rngan standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan dalam penyelenggaraan jasa konstruksi. g. Penyelenggaraan pengawasan penerapan standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan dalam penyelenggaraan dan pemanfaatan jasa konstruksi oleh badan usaha jasa konstruksi. h. Pengembangan standar material dan peralatan konstruksi, serta inovasi teknologi konstruksi.

        15.

        Irigasi Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi sebagai satu kesatuan sistem pada daerah irigasi. D. BIDANG PERUMAIIAN DAN I(AWASAN PERIUUKIMAN 1 Perumahan a. Pengembangan sistem penyelengg€rraan perumahan secara terpadu. b. Penyediaan perumahan bagi Aparatur Sipil Negara, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia. c. Fasilitasi dan/atau penyediaan pemmahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). d. Fasilitasi penyediaan perumahan bagi masyarakat yang terkena relokasi sebagai dampak kebijakan pemerintah. e. Penyediaan dan rehabilitasi perumahan korban bencana. f. Pengembangan sistem pembiayaan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. g. Penerbitan sertifikat kepemilikan bangunan gedung (SKBG).

        h.

        Perizinan terkait pembangunan dan pengembangan perumahan. i. Penetapan pelaksanaan pemenuhan kewajiban hunian berimbang sesuai prioritas pembangunan perumahan dan kawasan permukiman di wilayah Ibu Kota Nusantara. 2 Kawasan Permukiman dan Kawasan Permukiman Kumuh a. Penetapan sistem kawasan permukiman. b. Penataan dan peningkatan kualitas kawasan pennukiman kumuh. c. Pencegahan perumahan dan kawasan permukiman kumuh. d. Perizinan terkait pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman. 3 Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum (PSU) Penetapan kebijakan dan penyelenggaraan prasarana sarana umum di lingkungan hunian, kawasan permukiman, dan perumahan. E. BIDANG KETENTERAMAN DAN KETERTIBAN UMUM SERTA PERLINDUNGAN MASYARAKAT 1 Ketenteraman dan Ketertiban Umum a. Penegakan produk hukum Otorita Ibu Kota Nusantara. b. Pembinaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Ibu Kota Nusantara. c. Penanganan gangguan ketenteraman dan ketertiban umum. 2 Bencana a. Penyelenggaraan penanggulangan bencana. b. Penyelenggaraan pencegahan, tanggap darurat, dan pascabencana alam dan nonalam.

        3.

        Kebakaran a. Standardisasi sarana dan prasarana pemadam kebakaran. b. Standardisasi kompetensi dan sertifikasi pemadam kebakaran. c. Penyelenggaraan sistem informasi kebakaran. d. Penyelenggaraan pemetaan rawan kebakaran. e. Pencegahan, pengendalian, pemadaman, penyelamatan, dan penanganan bahan berbahaya dan beracun kebakaran. f. Inspeksi peralatan proteksi kebakaran. g. Investigasi kejadian kebakaran. h. Pemberdayaan masyarakat dalam pencegahan kebakaran. F. BIDANG SOSIAL 1 Pemberd ayaar: Sosial a. Penetapan lokasi dan pemberdayaan sosial komunitas adat terpencil (KAT). b. Pembinaan sumber kesejahteraan sosial. c. Pembinaan lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga (LK3). d. Pengembangan potensi sumber kesejahteraan sosial. e. Penerbitan izin pengumpulan sumbangan. 2 Penanganan Warga Negara Migran Korban Tindak Kekerasan Penanganan warga negara migran korban tindak kekerasan dari titik debarkasi untuk dipulangkan hingga daerah asal. 3 Rehabilitasi Sosial Rehabilitasi sosial bukan/tidak termasuk bekas korban penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA), orzrng dengan Human Immunodeficiencg Vints / Acquire d Immuno Deficiencg Sg ndrome y ar: g memerlukan rehabilitasi pada panti dan tidak memerlukan rehabilitasi pada panti, dan rehabilitasi anak yang berhadapan dengan hukum. 4 Perlindungan dan Jaminan Sosial a. Pengelolaan data fakir miskin. b. Pemeliharaan anak-anak telantar. c. Penerbitan izin orang tua angkat untuk pengangkatan anak antar warga negara Indonesia dan pengangkatan anak oleh orang tua tunggal warga negara Indonesia. 5 Penanganan Bencana a. Penyediaan kebutuhan dasar dan pemulihan trauma bagi korban bencana. b. Penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat terhadap kesiapsiagaan bencana. c. Penyelenggaraan penanganan bencana berdasarkan Rencana Induk Ibu Kota Nusantara, Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara, dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional Ibu Kota Nusantara. 6 Taman Makam Pahlawan Pembangunan dan pemeliharaan taman makam pahlawan nasional. 7 Penanganan Konflik Sosial Penanganan konflik sosial yang meliputi:

        a.

        pencegahan konflik;

        b.

        penghentian konflik; dan

        c.

        pemulihan pascakonflik. G. BIDANG TENAGA KER.IA 1 Perencanaan Tenaga Kerja (Manpower Ptanning) dan Penyediaan Layanan Informasi Pasar Kerja a. Pen5rusunan perencanaan tenaga kerja (manpower planning). b. Penyediaan informasi ketenagakerjaan meliputi penduduk dan tenaga kerja, kesempatan kerja, pelatihan kerja termasuk kompetensi keda, produktivitas tenaga kerja, hubungan industrial, kondisi lingkungan kerja, pengupahan dan kesejahteraan tenaga kerja, jaminan sosial tenaga kerja. 2 Pelatihan Kerja dan Produktivitas Tenaga Kerja a. Pelaksanaan pelatihan untuk kejuruan yang bersifat strategis. b. Pelaksanaan pelatihan kerja. c. Pelaksanaan akreditasi lembaga pelatihan kerja. d. Konsultansi peningkatan produktivitas tenaga kerja pada perusahaan menengah dan kecil. e. Pembinaan lembaga pelatihan kerja swasta. f. Pengukuran produktivitas tenaga keda dan perusahaan. g. Penyediaan instruktur dan tenaga pelatihan yang kompeten serta sarana dan prasarana pelatihan. 3 Penempatan Tenaga Kerja a. Pelayanan antarkerja. b. Pengelolaan informasi pasar kerja. c. Pelindungan pekerja migran Indonesia sebelum bekerja dan setelah bekerja. d. Pelaksanaan perluasan kesempatan kerja. e. Pengesahan rencana penggunaan tenaga kerl'a asing melalui dashboard khusus pada sistem online pelayanan penggunaan tenaga kerja asing. f. Penetapan jangka waktu tertentu untuk pembebasan dari kewajiban pembayaran dana kompensasi penggunaan tenaga kerja asing. 4 Hubungan Industrial a. Pengesahan peraturan perusahaan dan pendaftaran perjanjian kerja bersama untuk perusahaan yang hanya beroperasi di wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra. b. Pencegahan dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial, mogok kerja, dan penutupan perrrsahaan yang berakibat/berdampak pada kepentingan di Ibu Kota Nusantara. c. Penetapan upah minimum. d. Pencatatan perjanjian kerja untuk perusahaan yang beroperasi di Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra.

        e.

        Pencatatan serikat pekerja/serikat buruh yang berdomisili di wilayah Ibu Kota Nusantara.

        5.

        Pengawasan Ketenagakerj aan Penyelenggaraan pen gawasan ke tenagakerj aan. H. BIDANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PELINDUNGAN ANAK 1 Kualitas Hidup Perempuan a. Pelembagaan pengarusutamaan gender (PUG) pada lembaga pemerintah. b. Pemberdayaan perempuan bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi pada organisasi kemasyarakatan. c. Standardisasi lembaga penyedia layanan pemberdayaan perempuan. d. Penguatan dan pengembangan lembaga penyedia layanan pemberdayaan perempuan.

        2.

        Perlindungan Perempuan a. Pencegahan kekerasan terhadap perempuan yang melibatkan para pihak. b. Penyediaan layanan rujukan lanjutan bagi perempuan korban kekerasan yang memerlukan koordinasi. c. Standardisasi lembaga penyedia layanan perlindungan perempuan. d. Penguatan dan pengembangan lembaga penyedia layanan perlindungan perempuan.

        3.

        Kualitas Keluarga a. Peningkatan kualitas keluarga dalam mewujudkan kesetaraan gender (KG) dan hak anak. b. Penguatan dan pengembangan lembaga penyedia layanan peningkatan kualitas keluarga dalam mewujudkan KG dan hak anak. c. Standardisasi lembaga penyediaan layanan peningkatan kualitas keluarga dalam mewujudkan KG dan hak anak. d. Penyediaan layanan bagi keluarga dalam mewujudkan KG dan hak anak. 4 Sistem Data Gender dan Anak Pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data gender dan anak dalam kelembagaan data.

        5.

        Pemenuhan Hak Anak (PHA) a. Pelembagaan PHA pada lembaga pemerintah, nonpemerintah, dan dunia usaha. b. Standardisasi lembaga penyediaan layanan peningkatan kualitas hidup anak. c. Penguatan dan pengembangan lembaga penyedia layanan peningkatan kualitas hidup anak.

        6.

        Perlindungan Khusus Anak a. Pencegahan kekerasan, eksploitasi, penelantaran, dan perlakuan salah lainnya terhadap anak yang melibatkan para pihak. b. Penyediaan layanan bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus yang memerlukan koordinasi. c. Standardisasi lembaga penyediaan layanan bagi anak yang memerlukan perlindunga.n khusus. d. Penguatan dan pengembangan lembaga penyedia layanan bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus. I. BIDANG PANGAN 1 Penyelenggaraan Pangan Berdasarkan Kedaulatan dan Kemandirian a. Pen5rusunan strategi kedaulatan pangan di Ibu Kota Nusantara. b. Penyediaan infrastruktur dan seluruh pendukung kemandirian pangan pada berbagai sektor. 2 Penyelenggaraan Ketahanan Pangan a. Penyediaan dan penyaluran pangan pokok dan/atau pangan lainnya sesuai dengan kebutuhan dalam rangka stabilisasi pasokan dan harga pangan. b. Pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran cadangan pangan dan menjaga keseimbangan cadangan pangan. c. Penentuan harga minimum untuk pangan lokal yang tidak ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. d. Promosi dan edukasi penganekaraganlran konsumsi pangan dalam pencapaian target konsumsi pangan per kapita/tahun sesuai dengan angka kecukupan gizi. e. Pelaksanaan pencapaian target konsumsi pangan per kapita/tahun sesuai dengan angka kecukupan gizi. f. Pelaksanaan kerl'a sama dengan Daerah Mitra untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan. 3 Penanganan Kerawanan Pangan a. Penetapan kriteria dan status krisis pangan. b. Penyusunan peta ketahanan dan kerentanan pangan. c. Pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran cadangan pangan pada kerawanan pangan. d. Penanganan kerawanan pangan. e. Fasilitasi pengembangan cadangan pangErn masyarakat. 4 Keamanan Pangan a. Pelaksanaan pengawasan keamanan panga.n segar. b. Registrasi pangan segar produksi dalam negeri dari pelaku usaha menengah dan besar, baik dengan klaim maupun tidak, serta pelaku usaha mikro dan kecil. c. Pembinaan keamanan pangan bagi pelaku usaha kecil pangan seg€rr. J. BIDANG PERTANAIIAN 1 Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum a. Pelaksanaan tahap perencanaan dalam proses pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. b. Pelaksanaan tahap persiapan dalam proses pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. 2 Perencanaan Penggunaan Tanah Penetapan perencanaan penggunaan tanah. 3 Penatagunaan Tanah (Land Use Planning) a. Pelaksanaan pendataan tata guna tanah. b. Pembuatan sistem informasi tata guna tanah. c. Penetapan kebijakan pengawasan, pemantauan, dan pengendalian neraca persediaan, peruntukan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah. d. Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penatagunaan tanah. e. Penerbitan surat izin penunjukan penggunaan tanah (SIPPT). 4 Ganti Kerrrgian dan Santunan Tanah untuk Pembangunan Penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan. 5 Sengketa Tanah Garapan Penyelesaian sengketa tanah garapan. 6 Izin Membuka Tanah Penerbitan izin membuka tanah. 7 Tanah Kosong a. Penyelesaian masalah tanah kosong. b. Inventarisasi dan pemanfaatan tanah kosong. 8 Pemanfaatan Tanah di atas Tanah Hak Pengelolaan a. Pen5rusunan rencana peramtukan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah sesuai dengan Rencana Tata Ruang dan Rencana Induk Ibu Kota Nusantara serta Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara. b. Penggunaan dan pemanfaatan seluruh atau sebagian tanah hak pengelolaan untuk digunakan sendiri atau dikerjasamakan dengan pihak lain. c. Melakukan perjanjian pemanfaatan tanah di atas hak pengelolaan. d. Kewenangan lainnya terkait pemanfaatan tanah di atas tanah hak pengelolaan. 9 Penetapan Tarif Pemanfaatan Hak Pengelolaan Penetapan tarif dan latau uang wajib tahunan pemanfaatan tanah di atas hak pengelolaan. K. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1 Pelindungan dan Lingkungan Hidup Pengelolaan Pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup termasuk:

        a.

        penetapan kawasan hijau yang mendukung keseimbangan lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati;

        b.

        penerapan energi terbarukan dan efisiensi energi;

        c.

        pengelolaan wilayah fungsional perkotaan yang berorientasi pada lingkungan hidup; dan

        d.

        penerapan pengolahan sampah dan limbah dengan prinsip ekonomi sirkuler. 2 Perencanaan Lingkungan Hidup Pen5rusunan dan penetapan rencana pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (RPPLH). 3 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Pen5rusunan dan penjaminan kualitas KLHS untuk kebijakan, rencana, dan/atau program Ibu Kota Nusantara. 4 Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup Pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan pencemaran danfatau kerusakan lingkungan hidup. 5 Keanekaragaman Hayati (Kehati) Pengelolaan Keanekaragaman Hayati (Kehati) 6. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), dan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah E}3) a. Pengelolaan 83. b. Pengelolaan Limbah 83. 7 Pembinaan dan Pengawasan terhadap lzin Lingkungan dart lzin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) a. Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang persetujuan lingkungan dan izin PPLH yang diterbitkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. b. Perizinan terkait lingkungan hidup dan PPLH. 8 Pengakuan Keberadaan Masyarakat Hukum Adat (MHA), Kearifan Lokal dan Hak MHA yang terkait dengan PPLH a. Penetapan pengakuan MHA, kearifan lokal, atau pengetahuan tradisional yang terkait dengan PPLH. b. Peningkatan kapasitas MHA yang terkait dengan PPLH. 9 Pendidikan, Pelatihan, dan Pen5ruluhan Lingkungan Hidup untuk Masyarakat Penyelenggaraan pendidikan, pelatihan, dan pen5ruluhan lingkungan hidup untuk lembaga kemasyarakatan.

        10.

        Penghargaan Lingkungan Hidup untuk Masyarakat Pemberian penghargaan lingkungan hidup untuk masyarakat.

        11.

        Pengaduan Lingkungzrn Hidup Penyelesaian pengaduan masyarakat di bidang PPLH terhadap:

        a.

        usaha dan/atau kegiatan yang persetujuan lingkungan dan/atau izin PPLH yang diterbitkan oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara; dan

        b.

        usaha dan/atau kegiatan yang lokasi dan/atau dampaknya di wilayah Ibu Kota Nusantara. t2. Persampahan a. Perizinan insinerator pengolah sampah menjadi energi listrik. b. Pengelolaan dan penanganan sampah. c. Perizinan terkait pengolahan sampah, pengangkutan sampah, dan pemrosesan akhir sampah yang diselenggarakan oleh swasta. d. Pembinaan dan pengawasan pengelolaan sampah oleh pihak swasta. e. Penetapan, pembinaan, dan pengawasan tanggung ^jawab produsen dalam pengurangan sampah. L. BIDANG ADMINISTRASI KEPENDUDUI(AN DAN PENCATATAN SIPIL 1 Pendaftaran Penduduk Pelayanan pendaftaran penduduk. 2 Pencatatan Sipil Pelayanan pencatatan sipil. 3 Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Pengumpulan data kependudukan dan pemanfaatan dan penyajian database kependudukan. 4 Profil Kependudukan Pen5rusunan profil kependudukan. M. BIDANG PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KELUARGA BERENCANA 1 Pengendalian Penduduk a. Pemaduan dan sinkronisasi kebdakan pengendalian kuantitas penduduk. b. Pemetaan perkiraan pengendalian penduduk. 2 Keluarga Berencana (KB) a. Pengembangan desain program, pengelolaan dan pelaksanaan advokasi dan komunikasi, informasi, dan edukasi pengendalian penduduk dan KB sesuai dengan kearifan lokal. b. Pendayagunaan tenaga penyuluh KB/petugas lapangan KB (PKB/PLKB). c. Pengendalian dan pendistribusian kebutuhan alat dan obat kontrasepsi serta pelaksanaan pelayanan KB. d. Pemberdayaan dan peningkatan peran serta organisasi kemasyarakatan dalam pengelolaan, pelayanan, dan pembinaan kesertaan ber-KB. 3 Keluarga Sejahtera a. Pengelolaan desain program dan pelaksanaan pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga. b. Pemberdayaan peran serta organisasi kemasyarakatan dalam pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga. c. Pelaksanaan pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan keseiahteraan keluarga. N. BIDANG PERHUBUNGAN 1 Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) a. Penetapan rencana induk jaringan LLAJ. b. Penyediaan perlengkapan jalan. c. Pengelolaan terminal penumpang tipe A, B, dan C. d. Penyelenggaraan terminal barang untuk umum. e. Pelaksanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas untuk jaringan jalan. f. Persetujuan hasil analisis dampak lalu lintas untuk jalan. g. Audit dan inspeksi keselamatan LLAJ di jalan yang berlokasi di Ibu Kota Nusantara. h. Penyediaan angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang. i. Penetapan kawasan perkotaan untuk pelayanan angkutan perkotaan. j. Penetapan rencana umum jaringan trayek. k. Penetapan tarif kelas ekonomi untuk angkutan orang yang melayani trayek. 1. Pengujian berkala kendaraan bermotor. m. Penerbitan izin penyelenggaraan dan pembangunan fasilitas parkir. n. Penerbitan izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek, angkutan pariwisata, dan angkutan barang khusus. o. Persetujuan penyelenggaraan terminal barang untuk kepentingan sendiri. 2 Pelayaran a. Penetapan lintas penyeberangan dan persetujuan pengoperasian kapal antardaerah yang terletak pada jaringan jalan Ibu Kota Nusantara dan/atau jaringan jalur kereta api. b. Penetapan lintas penyeberangan dan persetujuan pengoperasian untuk kapal yang melayani penyeberangan lintas pelabuhan antardaerah. c. Penetapan tarif angkutan penyeberangan penumpang kelas ekonomi dan kendaraan beserta muatannya pada lintas penyeberangan antardaerah di Ibu Kota Nusantara. d. Penetapan lokasi pelabuhan. e. Penetapan rencana induk dan daerah lingkungan kerja (DlKr)/daerah lingkungan kepentingan (DLKp) pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan pelabuhan pengumpan. f. Penetapan rencana induk dan DKLr IDKLp pelabuhan sungai dan danau regional. g. Pembangunan, penerbitan izin pembangunan dan pengoperasian pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul dan/atau pelabuhan pengumpan. h. Pembangunan dan penerbitan izin pelabuhan sungai dan danau yang melayani trayek. i. Penerbitan izin usaha angkutan laut bagi badan usaha yang berdomisili di Ibu Kota Nusantara dan beroperasi pada lintas pelabuhan.

        j.

        Penerbitan izin usaha angkutan laut pelayaran ralryat bagi orang perorangan atau badan usaha yang berdomisili di Ibu Kota Nusantara dan yang beroperasi pada lintas pelabuhan. k. Penerbitan izin trayek penyelenggaraan angkutan sungai dan danau untuk kapal yang melayani trayek dalam wilayah Ibu Kota Nusantara. l. Penerbitanizinusahajasa terkait berupa bongkar muat barang, jasa pengukuran transportasi, angkutan, perairan pelabuhan, penyewaan peralatan angkutan laut atau peralatan jasa terkait dengan angkutan laut, tally mandiri, dan depo peti kemas. m. Penerbitan izin usaha badan usaha pelabuhan di pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, danf atau pelabuhan pengumpan. n. Penerbitan izin pengembangan pelabuhan untuk pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan/atau pelabuhan pengumpan. o. Penerbitan izin pekerjaan pengukuran di wilayah perairan pelabuhan untuk pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan pelabuhan pengumpan. p. Penerbitan izin pengoperasian pelabuhan selama 24 jam untuk semua pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan/atau pelabuhan pengumpan. q. Penerbitan izin pekerjaan pengerrrkan di wilayah perairan pelabuhan utama, pelabuhan penzumpul, dan/atau pelabuhan pengumpan.

        r.

        Penerbitan izin pekerjaan reklamasi di wilayah perairan pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan/atau pelabuhan pengumpan. s. Penerbitan izin pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri (TUKS) di dalam DLKr/DLKp pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan/atau pelabuhan pengumpan. t. Penerbitan izin usaha penyelenggaraan angkutan sungai dan danau sesuai dengan domisili orang perseorangan warga negara Indonesia atau badan usaha. u. Penerbitan izin usaha penyelenggaraan angkutan penyeberangan sesuai dengan domisili badan usaha. v. Penerbitan izin usaha penyelenggaraan angkutan sungai dan danau sesuai dengan domisili orang perseorangan warga negara Indonesia atau badan usaha. w. Penerbitan izin usaha jasa terkait dengan perawatan dan perbaikan kapal. x. Penerbitan izin usaha angkutan laut bagi badan usaha yang berdomisili dalam wilayah Ibu Kota Nusantara dan beroperasi pada lintas pelabuhan antardaerah dalam wilayah Ibu Kota Nusantara. 3 Penerbangan a. Pengelolaan tempat pendaratan dan lepas landas helikopter. b. Pengendalian daerah lingkungan kepentingan pada bandar udara. c. Menjamin tersedianya aksesibilitas dan utilitas untuk menunjang pelayanan pada bandar udara. 4 Perkeretaapian a. Penetapan rencana induk perkeretaapian. b. Penetapan ^jaringan jalur kereta api. c. Penetapan kelas stasiun pada jaringan jalur kereta api. d. Penetapan jaringan pelayanan perkeretaapian pada jaringan jalur perkeretaapian. e. Penerbitan izin operasi sarana perkeretaapian umum yang jaringan jalurnya melintas di wilayah Ibu Kota Nusantara. f. Penerbitan izin usaha, izin pembangunan, dan izin operasi prasarana perkeretaapian umum yang jaringan jalurnya melintas dalam wilayah Ibu Kota Nusantara. g. Penerbitan izin pengadaan atau pembangunan perkeretaapian khusus, izin operasi, dan penetapan jalur kereta api khusus yang jaringannya di dalam Ibu Kota Nusantara. h. Penerbitan izin trase kereta api. O. BIDANG KOMUNIKASI DAN INFORIIIATIKA 1 Penyelenggaraan, Sumber Daya, dan Perangkat Pos, serta Informatika a. Penyediaan danf atau pengelolaan infrastruktur pasif telekomunikasi (gorong- gorongl duct, menara, tiang, lubang kabel/ manhole, dan/atau infrastruktur lainnya) yang dapat digunakan .secara bersama oleh penyelenggara telekomunikasi dan/atau penyelenggara penyiaran. b. Pemberian fasilitasi dan latau kemudahan kepada penyelenggara telekomunikasi untuk melakukan pembangunan dan/atau penyediaan infrastruktur telekomunikasi. c. Penyediaan dan penggunaan infrastruktur pos (smart locker, autonomous uehicle, drone, dan infrastruktur lainnya) yang dapat digunakan secara bersama oleh penyelenggara pos komersial.

        2.

        Informasi dan Komunikasi Publik Pengelolaan konten dan diseminasi informasi dan komunikasi publik di lingkup Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.

        3.

        Aplikasi Informatika a. Pengelolaan aplikasi informatika dalam rangka mewujudkan smart city dan smart gouerrlance Ibu Kota Nusantara dengan memanfaatkan Nert Generation Network (NGN) dan berbasis Internet of Things (IoT). b. Pengelolaan e-qouentment.

        c.

        Pengelolaan narna domain yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan subdomain di lingkup Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara. P. BIDANG KOPERASI, USAHA KECIL, DAN MENENGAII 1 Izin Usaha Simpan Pinjam a. Penerbitan izin usaha simpan pinjam untuk koperasi. b. Penerbitan izin pernbukaan kantor cabang, cabang pembantu, dan kantor kas koperasi simpan pinjam untuk koperasi dengan wilayah keanggotaan di Ibu Kota Nusantara. 2 Pengawasan dan Pemeriksaan a. Pemeriksaan dan pengawasan koperasi yang wilayah keanggotaannya di Ibu Kota Nusantara. b. Pemeriksaan dan pengawasan koperasi simpan pinjam/unit simpan pinjam koperasi yang wilayah keanggotaannya di Ibu Kota Nusantara. 3 Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam (KSP)/Unit Simpan Pinjam (USP) Koperasi Penilaian kesehatan KSP/USP koperasi yang wilayah keanggotaannya di Ibu Kota Nusantara. 4 Pendidikan dan Latihan Perkoperasian Pendidikan dan latihan perkoperasian bagi koperasi yang wilayah keanggotaannya di Ibu Kota Nusantara. 5 Pemberdayaan dan Perlindungan Koperasi Pemberdayaan dan pelindungan koperasi yang keanggotaannya di Ibu Kota Nusantara.

        6.

        Pemberdayaan Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah (UMKM) Pemberdayaan usaha mikro dan usaha kecil melalui pendataan, kemitraan, kemudahan perizinan, penguatan kelembagaan, dan koordinasi dengan para pemangku kepentingan. 7 Pengembangan UMKM Pengembangan usaha mikro dan usaha kecil dengan orientasi peningkatan skala usaha menjadi usaha kecil dan menengah. A. BIDANG PENANAI}IAN MODAL 1 Pengembangan Iklim Penanaman Modal a. Penetapan pemberian fasilitas/insentif di bidang penanzunan modal secara berdampingan dan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi. b. Pembuatan peta potensi investasi Ibu Kota Nusantara secara berdampingan dan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi. c. Kewenangan lainnya sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai pemberian perizinan berusaha, kemudahan berusaha, dan fasilitas penanaman modal bagi pelaku usaha di Ibu Kota Nusantara. 2 Promosi Penanaman Modal Penyelenggaraan promosi penanaman modal secara berdampingan dan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi dan kementerian/lembaga terkait. 3 Pelayanan Penanaman Modal a. Pelayanan peizinan dan nonper2inan secara terpadu satu pintu melalui sistem Online Singte Submission Rfsk Qased Approach (OSS RBA). b. Penerbitan rekomendasi alih status izin tinggal kunjungan menjadi izin tinggal terbatas.

        c.

        Penerbitan rekomendasi alih status izin tetap. tinggal terbatas menjadi izin tinggal 4 Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Pengendalian pelaksanaan terhadap kegiatan penanaman modal yang berlokasi dalam wilayah Ibu Kota Nusantara secara berdampingan dan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi. 5 Data dan Sistem Informasi Penanaman Modal Pengelolaan data dan informasi perizinan dan nonperizinan penanaman modal yang terintegrasi secara berdampingan dan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi. R. BIDANG KEPEMUDAAN DAN OLAHRAGA 1 Kepemudaan a. Penyadaran, pemberdayaan, dan pengembangan pemuda terhadap pemuda pelopor, wirausaha muda, dan pemuda kader. b. Pemberdayaan dan ^pengembangan organisasi kepemudaan.

        c.

        Kerja sama internasional untuk penyadaran, pemberdayaarl, dan pengembangan pemuda. 2 Keolahragaan a. Pembinaan dan pengembangan olahraga pendidikan, olahraga masyarakat, dan olahraga prestasi. b. Penyelenggaraan kejuaraan olahraga dan/atau festival olahraga internasional. c. Penyelenggaraan pekan olahraga, kejuaraan olahraga, danf atau festival olahraga nasional. d. Pembinaan dan pengembangan organisasi olahraga. e. Perencanaan, penyediaan, pemanfaatan, pemeliharaan, dan pengawasan prasa.rana olahraga dan sararla olahraga. f. Kerja sama internasional untuk pembinaan dan pengembangan olahraga. 3 Kepramukaan a. Pembinaan dan pengembangan organisasi kepramukaan. b. Kerja sama internasional untuk pembinaan dan pengembangan organisasi kepramukaan. S. BIDANG PERSANDIAN T. BIDANG KEBUDAYAAN 1 Persandian Informasi untuk Pengamanan a. Penyelenggaraan persandian untuk pengamanan informasi Otorita Ibu Kota Nusantara. b. Penetapan pola hubungan komunikasi sandi antarbagian dari strrrktur organisasi Otorita Ibu Kota Nusantara.

        2.

        Analisis Sinyal Pengamanan sinyal. 1 Pemajuan Kebudayaan a. Pengusulan objek pemajuan kebudayaan untuk ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda Indonesia. b. Pengelolaan objek pemajuan kebudayaan sebagai warisan budaya takbenda Indonesia.

        c.

        Pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan objek pemajuan kebudayaan. d. Pembinaan sumber daya manusia kebudayaan, lembaga adat, lembaga kebudayaan, dan pranata kebudayaan. e. Penyediaan sarana dan prasarana kebudayaan. f. Penyelenggaraan kegiatan promosi objek pemajuan kebudayaan di tingkat lokal, nasional, dan internasional. g. Pen5rusunan, penetapan, dan pemutakhiran pokok pikiran kebudayaan. h. Pemberian penghargaan kebudayaan. 2 Cagar Budaya a. Pembentukan tim ahli cagar budaya. b. Penetapan dan pemeringkatan cagar budaya. c. Pengelolaan cagar budaya yang dimiliki danf atau dikuasai Otorita Ibu Kota Nusantara. d. Pelestarian cagar budaya yang dimiliki dan/atau dikuasai Otorita Ibu Kota Nusantara. e. Pengelolaan warisan dunia yang dimiliki dan/atau dikuasai Otorita Ibu Kota Nusantara.

        f.

        Penempatan juru pelihara untuk melakukan perawatan cagar budaya yang dimiliki dan/atau dikuasai Otorita Ibu Kota Nusantara. g. Penempatan polisi khusus cagar budaya untuk melakukan pengamanan cagar budaya dimiliki dan/atau dikuasai Otorita Ibu Kota Nusantara. h. Penempatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang cagar budaya untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana cagar budaya yang dimiliki atau dikuasai Otorita Ibu Kota Nusantara. i. Penerbitan izin membawa cagar budaya ke luar daerah Ibu Kota Nusantara. j. Penerbitan izin pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya. k. Penyelenggara€rn kegiatan promosi cagar budaya di tingkat lokal, nasional, dan internasional. 3 Sejarah Pembinaan sejarah lokal 4 Permuseuman a. Pengelolaan museum. b. Penerbitan Surat Keterangan Pendaftaran Museum. U. BIDANG PERPUSTAKAAN a. Pengelolaan perpustakaan. b. Pembudayaan gemar membaca dan pengembangan literasi masyarakat. 1 Pembinaan Perpustakaan 2 Pelestarian Koleksi Nasional dan Naskah Kuno a. Pelestarian karya cetak dan karya rekam koleksi perpustakaan. b. Penerbitan katalog induk dan bibliografi khusus. c. Pelestarian naskah kuno. d. Pengembangan koleksi budaya etnis nusantara yang ditemukan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. V. BIDANG KEARSIPAN 1 Pengelolaan Arsip a. Pengelolaan arsip dinamis Otorita Ibu Kota Nusantara dan badan usaha dan/atau badan layanan Otorita Ibu Kota Nusantara. b. Pengelolaan arsip statis yang diciptakan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara dan badan usaha dan/atau badan layanan Otorita Ibu Kota Nusantara, perusahaan swasta yarrg kantor pusat usahanya di Ibu Kota Nusantara, organisasi kemasyarakatan, dan tokoh masyarakat di Ibu Kota Nusantara. c. Pengelolaan Ibu Kota Nusantara sebagai simpul jaringan dalam sistem informasi kearsipan nasional (SIKN) melalui jaringan informasi kearsipan nasional (JIKN). 2 Pelindungan dan Penyelamatan Arsip a. Pemusnahan arsip di lingkungan Otorita Ibu Kota Nusantara yang memiliki retensi di bawah 10 (sepuluh) tahun. b. Pelindungan dan penyelamatan arsip akibat bencana. c. Penyelamatan arsip bagian dari struktur organisasi Otorita Ibu Kota Nusantara yang digabung dan/atau dibubarkan, serta perubahan satuan wilayah di Ibu Kota Nusantara. d. Autentikasi arsip statis dan arsip hasil alih media.

        e.

        Melakukan pencarian arsip statis yang pengelolaannya menjadi kewenangan Otorita Ibu Kota Nusantara yang dinyatakan hilang dalam bentuk daftar pencarian arsip. 3 Perizinan Penerbitan izin penggunaan arsip yang bersifat tertutup. W. BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN 1 Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil a. Pengelolaan sumber daya laut di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara di luar minyak dan gas bumi. b. Pemberdayaan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. c. Penerbitan perizinan berusaha di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara di luar minyak dan gas bumi. d. Penzusulan calon kawasan konservasi di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara.

        e.

        Pembentukan satuan unit organisasi pengelola kawasan konservasi di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. f. Pengelolaan kawasan konservasi yang telah ditetapkan di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. 2 Perikanan Tangkap a. Pengelolaan penangkapan ikan di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. b. Penetapan lokasi pembangunan dan pengelolaan pelabuhan perikanan di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. c. Pengelolaan dan penyelenggaraan tempat pelelangan ikan (TPI). d. Pendaftaran kapal perikanan berukuran sampai dengan 30 (tiga puluh) GT yang beroperasi di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. e. Pelindungan dan pemberdayaan nelayan kecil. f. Penerbitan perizinan berrrsaha subsektor penangkapan ikan dan perizinarr berusaha subsektor pengangkutan ikan untuk kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan berukuran sampai dengan 30 (tiga puluh) GT di wilayah perairan laut Ibu Kota Nusantara. g. Penerbitan persetujuan pengadaan kapal perikanan untuk kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan berukuran sampai dengan 30 (tiga puluh) GT di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. 3 Perikanan Budidaya a. Pemberdayaan usaha kecil pembudidaya ikan. b. Pengelolaan pembudidayaan ikan. 4 Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan a. Pengawasan perizinan berusaha berbasis risiko sektor kelautan dan perikanan di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. b. Pengawasan perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan berusaha sektor kelautan dan perikanan di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. c. Pengawasan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara.

        5.

        Pengolahan dan Pemasaran Penerbitan izin usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan untuk penana.man modal dalam negeri (PMDN).

        6.

        Pengemb€rngan SDM Kelautan dan Perikanan Masyarakat a. Penyelenggaraan pelatihan untuk masyarakat kelautan dan perikanan. b. Penyelenggaraan pendidikan menengah sektor kelautan dan perikanan X. BIDANG PARTUISATA DAN EKONOMI KREATIF 1 Destinasi Pariwisata a. Penetapan destinasi pariwisata. b. Penetapan daya tarik wisata dan kawasan strategis/klaster pariwisata. c. Penyiapan dan fasilitasi pengembangan daya tarik wisata, kawasan strategis/ klaster pariwisata serta amenitas pariwisata. d. Penyelenggaraan pembangunan aksesibilitas pariwisata yang meliputi penyediaan dan pengembangErn sarana, prasarErna, dan sistem transportasi angkutan jalan, sungai, danau dan penyeberangan, angkutan laut, angkutan udara, dan angkutan kereta api. e. Pemeliharaan dan pelestarian aset yang menjadi daya tarik wisata. f. Pengelolaan kawasan strategis/klaster pariwisata melalui pembentukan badan usaha dan/atau keda sama usaha kesehatan/kebugaran yang ditunjang oleh pariwisata kota, meetings, incentiues, conferencing, exhibitions (MICE), wisata kesehatan, dan wisata kebugaran. g. Penyiapan daya tarik wisata, fasilitas umlrm, fasilitas pariwisata dan aksesibilitas pada kawasan strategis/klaster pariwisata baru lainnya. 2 Pemasaran Pariwisata Fasilitasi promosi destinasi pariwisata dan produk pariwisata. 3 Pengembangan Sumber Daya Pariwisata dan Ekonomi Kreatif a. Pengembangarr, penyelenggaraan, dan pelaksanaan peningkatan kapasitas sumber daya manusia pariwisata dan ekonomi kreatif tingkat ahli, lanjutan, dan dasar. b. Penyelenggaraan bimbingan masyarakat sadar wisata. 4 Perencanaan Kepariwisataan Pen5rusunan dan penetapan rencana induk pembangunan kepariwisataan. 5 Penyelenggaraan Kepariwisataan a. Pengoordinasian penyelenggaraan kepariwisataan. b. Penyelenggaraan kerja sama internasional di bidang kepariwisataan. c. Pelaksanaan pendaftaran, pencatatan, dan pendataan pendaftaran usaha pariwisata. d. Pemberian kemudahan yang mendukung kunjungan wisatawan. e. Penyediaan, pengelolaan, dan penyebarluasan informasi kepariwisataan. f. Pemberian informasi dan/atau peringatan dini yang berhubungan dengan keamanan dan keselamatan wisatawan. g. Peningkatan pemberdayaan masyarakat dan potensi wisata yang dimiliki masyarakat. h. Pengawasan, pemantauan, dan evaluasi penyelenggaraan kepariwisataan. i. Pengalokasian anggaran kepariwisataan.

        j.

        Penerapan prinsip pariwisata berkelaniutan. 6. Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi dalam Bidang Usaha Pariwisata Pemberian kemudahan/fasilitas, perlindungan, dan pemberdayaan bagi koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah dalam bidang usaha pariwisata. 7 Badan Promosi Pariwisata Fasilitasi pembentukan Badan Promosi Pariwisata Otorita Ibu Kota Nusantara. 8 Pelaku Ekonomi Kreatif Pengembangan kapasitas pelaku ekonomi kreatif melalui:

        a.

        pelatihan, pembimbingan teknis, dan pendampingan untuk meningkatkan kemampuan teknis dan manajerial;

        b.

        dukungan fasilitasi untuk menghadapi perkembang€rn teknologi di dunia usaha; dan

        c.

        standardisasi usaha dan sertifikasi profesi bidang ekonomi kreatif. 9 Pengembangan Ekosistem Ekonomi Kreatif Pengembanga.n ekosistem ekonomi kreatif melalui:

        a.

        pengembangErn pendidikan;

        b.

        fasilitasi pendanaan dan pembiayaan;

        c.

        penyediaan infrastruktur;

        d.

        pengembangan sistem pemasaran;

        e.

        pemberian insentif;

        f.

        fasilitasi kekayaan intelektual; dan

        g.

        perlindungan hasil kreativitas.

        10.

        Pariwisata Alam a. Pemberian izin pengusahaan pariwisata alam untuk pengusahaan pariwisata alam yang dilakukan di dalam blok pemanfaatan taman hutan raya. b. Pembinaan dan pengawasan usaha penyediaan jasa dan sarana wisata alam. c. Penetapan pungutan bagi setiap wisatawan yang memasuki kawasan pengusahaan pariwisata alam. Y. BIDANG PERTANIAN 1 Sarana Pertanian a. Pengawasan peredaran, mutu/formula, dan penetapan kebutuhan sarana pertanian. b. Pengelolaan, pengawasan mutu, dan peredaran benih/bibit, sumber daya genetik (SDG) hewan.

        c.

        Pengawasan benih ternak, pakan, hijauan pakan ternak (HPT), dan obat hewan di tingkat pengecer. d. Pengawasan peredaran obat hewan di tingkat distributor. e. Penyediaan benih bibit ternak dan HPT. f. Pengendalian penyediaan dan peredaran benih/bibit ternak dan HPT. g. Penyediaan benih/bibit ternak dan HPT. h. Penetapan calon penerima sarana pertanian. 2 Prasarana Pertanian a. Penentuan, penataan, dan pengembangan kebutuhan prasarana pertanian. b. Penetapan dan pengelolaan wilayah sumber bibit ternak dan rumpun/galur ternak. c. Penetapan kawasan peternakan. d. Pengembangan lahan penggembalaan umum. e. Penetapan calon penerima prasarana perkebunan.

        3.

        Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Penjaminan kesehatan hewan, penutupan, dan pembukaan daerah wabah penyakit hewan menular.

        4.

        Pengendalian dan Penanggulangan Bencana Pertanian Pengendalian dan penanggulangan bencana pertanian.

        5.

        Perizinan Usaha Pertanian a. Penerbitan izin pernbangunan laboratorium kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner. b. Penerbitan izin usaha peternakan distributor obat hewan. c. Penerbitan izin usaha pertanian. d. Penerbitan izin usaha produksi benih/bibit ternak dan pakan, fasilitas pemeliharaan hewan, rumah sakit hewan/pasar hewan, rumah potong hewan. e. Penerbitan izin usaha pengecer (toko, retail, subdistributor) obat hewan. f. Perizinan budi daya tanaman perkebunan dengan luasan tertentu. g. Perla; inan usaha produksi benih tanaman perkebunan. h. Sertifikasi benih tanaman perkebunan. Z. BIDANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR 1 Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) Pelaksanaan pendelegasian sebagian kewenangan pengelolaan SDA dalam satu kesatuan pengelolaan wilayah Sungai Mahakam yang meliputi:

        a.

        konservasi SDA di daerah aliran sungai (DAS) dalam wilayah Ibu Kota Nusantara, termasuk pengendalian kualitas air;

        b.

        pendayagunaan SDA di dalam dan lintas wilayah Ibu Kota Nusantara yang langsung terkait kepentingan Ibu Kota Nusantara; dan

        c.

        pengendalian daya rusak air di DAS dalam wilayah Ibu Kota Nusantara. AA. BIDANG KEHUTANAN 1 Perencanaan Kehutanan a. Inventarisasi hutan meliputi:

        1)

        inventarisasi hutan di Ibu Kota Nusantara; 2l inventarisasi hutan tingkat DAS yang wilayahnya di dalam Ibu Kota Nusantara; dan

        3)

        inventarisasi hutan tingkat unit pengelolaan hutan. b. Penyelenggaraan pengukuhan kawasan hutan. c. Penyelenggaraan penatagunaan kawasan hutan. d. Pembentukan kesatuan pengelolaan hutan yang meliputi:

        1)

        pen5rusunan rancang bangun unit pengelolaan hutan lindung;

        2)

        pen5rusunan rancang bangun unit pengelolaan hutan produksi;

        3)

        pembentukan unit pengelolaan hutan lindung; 4l pembentukan unit pengelolaan hutan produksi; dan

        5)

        pembentukan organisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dan wilayah pengelolaan KPH pada hutan produksi. e. Pen5rusunan rencana kehutanan tingkat Ibu Kota Nusantara.

        f.

        Evaluasi dan pengendalian pelaksanaan rencana kehutanan yang meliputi:

        1)

        evaluasi dan pengendalian pelaksanaan rencana kehutanan;

        2)

        evaluasi dan pengendalian pelaksanaan rencana kehutanan KPH lindung; dan

        3)

        evaluasi dan pengendalian pelaksanaan rencana kehutanan KPH produksi. g. Penyelenggaraan perubahan peruntukan kawasan hutan dan perrrbahan fungsi hutan. h. Persetujuan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan. i. Persetujuan penggunaan kawasan hutan. j. Penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan. 2 Penggunaan Kawasan Hutan a. Persetujuan penggunaan kawasan hutan. b. Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi terhadap pemegang persetujuan kawasan hutan.

        3.

        Tata Hutan dan Pen5rusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan a. Pen5rusunan rencana pengelolaan hutan yaitu penetapan rencana pengelolaan hutan ^jangka pendek. b. Pemanfaatan hutan. c. Pengolahan hasil hutan yang meliputi:

        1)

        pemberian pengolahan hasil hutan skala menengah dan perubahannya; dan

        2)

        pemberian pengolahan hasil hutan skala kecil dan perubahannya.

        4.

        Perlindungan Hutan a. Pelaksanaan perlindungan hutan produksi. b. Pelaksarlaan perlindungan hutan lindung. c. Pelaksanaan perlindungan hutan pada areal di luar kawasan hutan yang tidak dibebani perizinan berusaha.

        5.

        Pengelolaan Hutan a. Penyelenggaraan tata hutan. b. Penyelenggaraan rencana pengelolaan hutan. c. Penyelenggaraan pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan. d. Penyelenggaraan rehabilitasi dan reklamasi hutan. e. Penyelenggaraan perlindungan hutan. f. Penyelenggaraan pengolahan dan penatausahaan hasil hutan. g. Penyelenggaraan pengelolaan kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK). h. Pelaksanaan tata hutan kesatuan pengelolaan hutan Ibu Kota Nusantara. i. Pelaksanaan rencana pengelolaan kesatuan pengelolaan hutan Ibu Kota Nusantara. j. Pelaksanaan pemanfaatan hutan di kawasan hutan produksi dan hutan lindung yang meliputi:

        1)

        pemanfaatan kawasan hutan;

        2)

        pemanfaatan hasil hutan bukan kayu;

        3)

        pemungutan hasil hutan; dan

        4)

        pemanfaatan jasa lingkungan kecuali pemanfaatan penyimpanan dan/atau penyerapan karbon. k. Pelaksanaan perlindungan hutan di hutan lindung dan hutan produksi. 1. Pelaksanaan pengolahan hasil hutan bukan kayu. m. Pelaksanaan pengolahan hasil hutan kayu. n. Pelaksanaan pengelolaan KHDTK untuk kepentingan religi. o. Pemberian perizinan berusaha pemanfaatan hutan. p. Pemberian perizinan berusaha pengolahan hasil hutan. q. Pengelolaan perhutanan sosial. r. Penyelenggara€rn penegakan hukum kehutanan. s. Penyidikan tindak pidana kehutanan. t. Persetujuan pengelolaan perhutanan sosial. u. Pengenaan sanksi administratif. 6 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya a. Penyelenggaraan pengelolaan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. b. Penyelenggaraan konsenrasi tumbuhan dan satwa liar. c. Penyelenggaraan pemanfaatan secara lestari kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam.

        d.

        Penyelenggaraan pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar (lembaga konservasi, penangkaran, dan peredaran). e. Pelaksanaan perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan secara lestari kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. f. Pelaksanaan perlindungan tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi dan/atau tidak masuk dalam Appendix of Conuention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES). g. Pelaksanaan pengelolaan kawasan bernilai ekosistem penting dan daerah penyangga kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. h. Penyelenggaraan perencanaan kawasan konservasi. i. Penetapan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. j. Pemberian perizinan pemanfaatan jasa lingkungan hutan konservasi. k. Pemberian perizinan pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar. 1. Pemberian peruinan/persetujuan konservasi eksitu. m. Penyelenggaraan kerja sama konservasi. n. Pengelolaan taman hutan raya. o. Pemberian perizinan berusaha pada taman hutan raya. 7 Pendidikan dan Pelatihan, Pen5ruluhan dan Pemberdayaan Masyarakat a. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan serta kehutanan. b. Penyelenggaraan penyuluhan kehutanan. c. PemberdayaarL masyarakat di bidang kehutanan. pendidikan menengah 8 Pengelolaan DAS Pelaksanaan pengelolaan DAS. 9 Pengawasan Kehutanan Penyelenggaraan pengawasan penataan terhadap pelaksanaan kegiatan yang izinlpersetujuannya diterbitkan oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara.

        10.

        Perbenihan Tanaman Hutan Pemberian perizinan berusaha pengadaan dan pengedaran benih dan bibit yang dimohon oleh pelaku usaha perorangan atau nonperorangan. BB. BIDANG ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 1 Geologi a. Inventarisasi dan pemantauan kondisi air tanah. b. Penerbitan perizinan berrrsaha atau persetujuan penggunaan sumber daya air berupa air tanah. c. Pengendalian, pengawasan, dan pembinaan kegiatan penggunaan dan pengusahaan air tanah. d. Inventarisasi keragaman geologi (geodiuersitg), pengasulan penetapan warisan geologi (geolrcitage), dan pemanfaatan situs warisan geologi (geolrcritage). e. Pengusulan penetapan dan pengelolaan taman bumi (geoparkl nasional. f. Penyelidikan geologi lingkungan untuk kawasan lindung geologi. g. Peringatan dini potensi gerakan tanah. h. Penyiapan data geologi dan pen5rusunan peta kawasan rawan bencana detail (skala >25.000) untuk penetapan kawasan rawan bencana geologi. 2 Energi Baru Terbarukan a. Penerbitan izin pemanfaatan langsung panas bumi. b. Pengelolaan penyediaan biomassa dan/atau biogas. c. Pengelolaan pemanfaatan biomassa dan/atau biogas sebagai bahan bakar.

        d.

        Pengelolaan aneka energi baru terbarukan berupa sinar matahari, angin, aliran dan terjunan air, gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut, dan hidrogen sebagai energi listrik dan bahan bakar. e. Penerbitan izin usaha niaga bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lain dengan kapasitas penyediaan sampai dengan 10.000 (sepuluh ribu) ton/tahun. f. Pembinaan dan pengawasan usaha niaga bahan bakar nabati (biofuet) sebagai bahan bakar lain dengan kapasitas penyediaan sampai dengan 10.000 (sepuluh ribu) ton/tahun. g. Pengelolaan konservasi energi terhadap kegiatan yang izin usahanya dikeluarkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. h. Pelaksanaan konservasi energi pada fasilitas yang dikelola oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. i. Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan konservasi energi yang dilakukan oleh pemangku kepentingan. 3 Ketenagalistrikan a. Persetujuan harga jual tenaga listrik dan sewa ^jaringan tenaga listrik, rencana usaha penyediaan tenaga listrik, penjualan kelebihan tenaga listrik dari pemegangizin yang ditetapkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. b. Pelayanan perizinan berrrsaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum yang:

        1)

        usaha penyediaan tenaga listriknya memiliki wilayah usaha namun tidak memiliki usaha pembangkitan tenaga listrik;

        2)

        memiliki fasilitas instalasi dalam Ibu Kota Nusantara; dan f atau 3) menjual tenaga listrik dan/atau menyewakan ^jaringan tenaga listrik kepada pemegang pefizinan berusaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum yang ditetapkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. c. Pelayanan perizinan berusaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri yang:

        1)

        memiliki fasilitas instalasi dalam lbu Kota Nusantara; 2l berada di wilayah sampai dengan 12 (dua belas) mil laut; dan/atau

        3)

        pembangkitan dengan kapasitas sampai dengan 10 (sepul: uhl Mega Watt.

        d.

        Pelayanan perizinan berusaha usaha jasa penunjang tenaga listrik yang dilakukan oleh BUMN, penanam modal dalam negeri, koperasi atau badan usaha di Ibu Kota Nusantara, dan badan usaha jasa konsultasi dalam bidang instalasi tenaga listrik, pembangunan dan pemasangErn instalasi tenaga listrik, pengoperasian instalasi tenaga listrik, pemeliharaan instalasi tenaga listrik, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan. e. Penyediaan dana untuk kelompok masyarakat tidak mampu, pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik belum berkembang, daerah terpencil, dan perdesaan. CC. BIDANG PERDAGANGAN 1 Penzinan dan Pendaftaran Perusahaan a. Pemeriksaan fasilitas penyimpanan bahan berbahaya dan pengawasan distribusi, pengemasan, dan pelabelan bahan. b. Penerbitan surat keterangan asal (apabila telah ditetapkan sebagai instansi penerbit surat keterangan asal).

        c.

        Penerbitan izin usaha untuk:

        1)

        perantara perdagangan properti;

        2)

        penjualan langsung;

        3)

        penvakilan perulsahaan perdagangan asing;

        4)

        usaha perdagangan yang di dalamnya terdapat modal asing;

        5)

        ^jasa survei dan ^jasa lainnya di bidang perdagangan tertentu; dan

        6)

        pendaftaran agen dan/atau distributor. d. Penerbitan surat izin usaha perdagangan minuman beralkohol (SIUP-MB) toko bebas bea dan penerbitan SIUP-MB bagi distributor, pengecer, dan penjual langsung minum di tempat. e. Penerbitan surat izin usaha perdagangan bahan berbahaya distributor terdaftar, pembinaan terhadap importir produsen bahan berbahaya, importir terdaftar bahan berbahaya, distributor terdaftar bahan berbahaya, dan produsen terdaftar bahan berbahaya, dan pengawasan distribusi pengemasan dan pelabelan bahan berbahaya. f. Penerbitan surat izin usaha perdagangan bahan berbahaya pengecer terdaftar, pemeriksaan sarana distribusi bahan berbahaya, dan pengawasan distribusi, pengemasan, dan pelabelan bahan berbahaya.

        g.

        Penerbitan izin pengelolaan pasar ralgrat, pusat perbelanjaan, dan izin usaha toko swalayan. h. Penerbitan tanda daftar gudang dan surat keterangan penyimpanan barang (SKPB). i. Penerbitan surat tanda pendaftaran waralaba (STPW) untuk kegiatan waralaba. 2 Sarana Distribusi Perdagangan a. Pembangunan dan pengelolaan pusat distribusi perdagangan. b. Pembangunan dan pengelolaan sarana distribusi perdagangan. c. Pembinaan terhadap pengelola sarana distribusi perdagangan masyarakat. d. Pemasaran produk hasil industri di dalam negeri. 3 Stabilisasi Harga Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting a. Menjamin ketersediaan barang kebutuhan pokok dan barang penting. b. Pemantauan harga dan informasi ketersediaan stok barang kebutuhan pokok dan barang penting. c. Melakukan operasi pasar dalam rangka stabilisasi harga pangzrn pokok. d. Pengawasan pupuk dan pestisida dalam melakukan pelaksanaan pengadaan, penyaluran, dan penggunaan pupuk bersubsidi. 4 Pengembangan Ekspor a. Penyelenggarazrn promosi dagang melalui pameran dagang internasional, pameran dagang nasional, dan pameran dagang lokal, serta misi dagang bagi produk ekspor unggulan.

        b.

        Penyelenggaraan kampanye pencitraan produk ekspor skala nasional dan internasional.

        5.

        Standardisasi, Perlindungan Konsumen, dan Pengawasan Kegiatan Perdagangan a. Pengujian mutu barang dan pemantauan mutu produk potensial. b. Pelaksanaan perlindungan konsumen dan pengawasan barang beredar dan/atau jasa. c. Pelaksanaan metrologi legal berupa tera, tera ulang, dan pengawasan, serta edukasi di bidang metrologi legal. d. Pelaksanaan pengawasan kegiatan perdagangan. DD. BIDANGPERINDUSTRIAN 1 Penyelenggaraan Bidang Perindustrian a. Penyelenggara€rn urusan pemerintahan di bidang perindustrian. b. Pemberian kemudahan untuk mendapatkan bahan baku dan/atau bahan penolong, dan jaminan penyaluran bahan baku dan/atau bahan penolong bagi perusahaan industri. 2 Perencanaan Industri Pen5rusunan dan penetapan rencana pembangunan industri Ibu Kota Nusantara. 3 Perwilayahan Industri a. Pen5rusunan dan penetapan kawasan peruntukan industri. b. Perencanaan, penyediaan infrastruktur, kemudahan dalam perolehan/ pembebasan lahan, pelayanan terpadu satu pintu, pemberian insentif dan kemudahan lainnya, penataan industri dan pengawasan pembangunan kawasan industri. c. Pelaksanaan pengelolaan kawasan industri. 4 Penerbita n P erizinan Berusaha Penerbitan izin usaha industri dan bin usaha kawasan industri.

        5.

        Pembangunan Sumber Daya Industri a. Sumber daya manusia (SDM) industri, meliputi:

        1)

        pelaksanaan pembangunan wirausaha industri;

        2)

        pelaksanaan pembangunan tenaga kerja industri;

        3)

        pelaksanaan pembangunan pembina industri; dan

        4)

        pelaksanaan penyediaan konsultan industri. b. Sumber daya alam (SDA) industri, yaitu pelaksanaan penjaminan dan penyaluran sumber daya alam untuk industri.

        c.

        Teknologi industri meliputi:

        1)

        peningkatan penguasaan dan pengoptimalan pemanfaatan teknologi industri; 2l promosi alih teknologi; dan

        3)

        fasilitasi pemanfaatan kreativitas dan inovasi masyarakat dalam pembangunan industri.

        6.

        Pembiayaan Industri Fasilitasi ketersediaan pembiayaan yang kompetitif untuk pembangunan industri yang diberikan kepada perusahaan industri yang berbentuk BUMN atau perusahaan industri swasta. 7 Pembangunan Sarana dan Prasarana Industri a. Pemberian fasilitasi nonfiskal untuk industri kecil dan menengah (IKM) yang menerapkan standar nasional Indonesia (SNI), spesifikasi teknis (ST) dan/atau pedoman tata cara (PTC) yang diberlakukan secara wajib. b. Penyediaan, peningkatan, dan pengembangan sarana prasarana laboratorium pengujian standardisasi industri di wilayah pusat pertumbuhan industri untuk kelancaran pemberlakuan SNI, ST dan/atau PTC. c. Terkait Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) yang meliputi:

        1)

        memperoleh akses data industri, data kawasan industri, dan data lainnya Yans terdapat di dalam SIINas: dan asistensi kewajiban pelaporan perusahaan industri dan perrrsahaan kawasan industri melalui SIINas; dan

        3)

        melaporkan informasi industri dan informasi lain. 2l melaksanakan sosialisasi 8. Pemberdayaan Industri a. Pembangunan dan pemberdayaan industri kecil dan industri menengah melalui pelaksana€rn penguatan kapasitas kelembagaan dan pemberian fasilitas. b. Pengawasan pelaksanaan industri hijau. c. Pelaksanaan pengawasan penggunaan produk dalam negeri. 9 Keda Sama Internasional Pelaksanaan kerja sama internasional di bidang industri 10 Tindakan Pengamanan Penyelamatan Industri dan Pengusulan kebdakan pengamanan industri kepada Presiden akibat adanya kebijakan dan regulasi yang merugikan. 11 Penanaman Modal Bidang Industri Pelaksanaan kebijakan penanarnan modal di bidang industri. t2. Pengawasan dan Pengendalian Kegiatan Usaha Industri dan Kegiatan Usaha Kawasan Industri Keterlibatan dalam pelaksanaan pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha industri dan kegiatan usaha kawasan industri. EE. BIDANGTRANSMIGRASI . irl. rl i., : t{,-o; i, 1 Pembinaan Kawasan Transmigrasi Pembinaan satuan pennukiman pada tahap pemantapan dan tahap kemandirian kawasan transmigrasi.

        Thumbnail
        PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK | JENIS PENERIMAAN
        PP 69 TAHUN 2020

        Tata Cara Penetapan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak

        • Ditetapkan: 07 Des 2020
        • Diundangkan: 07 Des 2020

        Relevan terhadap

        Pasal 7Tutup

        Ayat(l) Huruf a Sumber daya alam yang terbarukan merupakan sumber daya alam yang jika persediaannya telah · berkurang atau habis, akan dapat diproduksi kembali, baik secara alami maupun dengan bantuan atau rekayasa manusia. Contoh: Pemanfaatan Sumber Daya Alam yang terbarukan, antara lain pemanfaatan panas bumi. Huruf b Sumber daya alam yang tak terbarukan merupakan sumber daya alam yang jika dipakai terus menerus akan habis dan tidak dapat diproduksi kembali oleh manusia. Contoh: Pemanfaatan Sumber Daya Alam yang tak terbarukan, antara lain pemanfaatan minyak dan gas bumi. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "Pelayanan dasar" adalah Pelayanan Pemerintah dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar warga negara antara lain Pelayanan di bidang pendidikan, kesehatan, dan keamanan. REPUBUK INDONESIA Dengan mempertimbangkan bahwa Pelayanan dasar sangat penting dalam meningkatkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, Pemerintah dalam penetapan tarif Pelayanan dasar perlu memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar warga negara. Huruf b Yang dimaksud dengan "Pelayanan nondasar" adalah Pelayanan Pemerintah dalam rangka pemenuhan kebutuhan nondasar warga negara antara lain Pelayanan di bidang perhubungan, perdagangan, perindustrian, dan pariwisata. Ayat (3) Huruf a Surplus Badan bagian Pemerintah antara lain berasal dari surplus Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan. Huruf b Bagian laba Pemerintah pada Badan antara lain berasal dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia. Huruf c Bagian Pemerintah · dari kelebihan akumulasi cadangan umum dan cadangan tujuan pada Badan antara lain kelebihan akumulasi cadangan umum dan cadangan tujuan pada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia. Huruf d Dividen bagian Pemerintah pada perusahaan umum merupakan bagian Pemerintah atas laba badan usaha milik negara yang berbentuk perusahaan umum. Yang dimaksud dengan "perusahaan umum" adalah badan usaha milik negara yang seluruh modalnya dimiliki oleh negara dan tidak terbagi atas saham. Yang dimaksud dengan "dividen bagian Pemerintah pada perusahaan perseroan" adalah bagian Pemerintah atas laba badan usaha milik negara yang berbe.ntuk perusahaan perseroan. REPUBUK. INDONESIA Yang dimaksud dengan "perusahaan perseroan" adalah badan usaha milik negara yang berbentuk Perseroan Terbatas yang modalnya terbagi atas saham yang seluruh at&u paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dir.1iliki oleh Negara Kesatuan Rr-publik Indonesia. Yang dimaksud dengan "perseroan terbatas lainnya" adalah perseroan terbatas yang sahamnya dimiliki Negara Kesatuan Republik Indonesia kurang dari 51 % (lima puluh satu persen). Huruf e Pengelolaan Kekayaan Negara Dipisahkan lainnya sesua1 dengan ketentuan peraturan perundang-undangan antara lain dividen interim bagian pemerintah pada perusahaan perseroan dan perseroan terbatas lainnya. Ayat (4) Huruf a Yang dim: : tksud dengan "penggunaan barang milik negara" adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengguna barang dalam mengelola dan menatausahakan barang milik negara yang sesuai dengan tugas dan fungsi instansi yang bersangkutan. Huruf b Yang dimaksud dengan "pemanfaatan barang milik .negara" adalah pendayagunaan barang milik negara yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi yang bersangkutan dan/atau ··optimalisasi barang milik negara dengan tidak mengubah status kepemilikan. Huruf c Yang dimaksud dengan "pemindahtanganan barang miiik negara" adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara yang antara lain penjualan dan tukar-menukar. Ayat (5) Huruf a Yang dimaksud dengan "konsolidasi rekening bendahara satua; : i ke1ja . secara virtual (Treasury Notional Pooling)" adabh sistem yang digunakan untuk mengetahui posisi saldo konsolidasi dari seluruh rekening bendahara penerimaan yang terdapat pada 8eluruh Kantor Cabang Bank Umum yang bersangkutan tanpa harus melakukan perpindahan dana an tarrekening. REPUBUK INDONESIA - 7 - Yang dimaksud dengan "rckening tunggal perbendaharaan (Treasury Single Account!' adalah suatu rekening yang digunakan untuk melakukan pengelolaan penerimaan dan pengeluaran negara, di mana saldo kas penerimaan dan pengeluaran tersebut dikonsolidasikan dalam rangka transaksi keuangan pemerintah. Huruf b Imbaljasa atas pelaksanaan investasi Pemerintah antara lain bunga ataujasa giro atas penempatan uang Pemerintah pada rekening dana investasi. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan "dana perolehan lainnya yang sah" adalah dana yang berhak dikelola oleh Pemerintah di luar yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara. Ayat (6) Huruf a SK No051814A Cukup jelas. Huruf b Pungutan sebagai akibat putusan atau ketetapan pengadilan atau Badan yang memiliki kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan masuk ke dalam PNBP yang berasal dari Hak Negara Lainnya sepanjang putusan atau ketetapan dimaksud tidak menyatakan pungutan sebagai PNBP yang berasal dari Pemanfaatan Surnber Daya Alam, Pelayanan, Pengelolaan Kekayaan Negara Dipisahkan, Pengelolaan Barang Milik Negara, atau Pengelolaan Dana. Contoh: Pungutan sebagai akibat putusan atau ketetapan pengadilan atau Badan yang memiliki kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan antara lain uang rarripasan, denda tilang, sidang komisi pengawas persaingan usaha, atau putusan sidang arbitrase internasional.

        Thumbnail
        COVID-19 Covid-19 | COVID 19 DAN PEN Covid 19 dan PEN | HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG PAJAK
        UU 7 TAHUN 2021

        Harmonisasi Peraturan Perpajakan

        • Ditetapkan: 29 Okt 2021
        • Diundangkan: 29 Okt 2021
        • 1
        • ...
        • 5
        • 6
        • 7
        • ...
        • 23