Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat
Relevan terhadap
Pemasukan barang Pameran ke Tempat Penimbunan dapat dilakukan dari:
luar Daerah Pabean; dan/atau
TPPB lainnya.
Barang Pameran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) yang dapat dimasukkan ke Tempat Penimbunan merupakan barang Pameran milik:
subjek pajak luar negeri;
Pengusaha TPPB; atau
pengusaha kena pajak sebagai subjek pajak dalam negeri selain Pengusaha TPPB.
Pengusaha TPPB wajib mempunyai salinan bukti pengukuhan sebagai pengusaha kena pajak milik subjek pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c.
Barang Pameran milik subjek pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c yang dapat dimasukkan ke Tempat Penimbunan berupa mesin produksi industri dan/atau mesin pertanian.
Dalam dokumen pemberitahuan pabean atas pemasukan barang Pameran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan:
identitas subjek pajak luar negeri, Pengusaha TPPB, atau subjek pajak dalam negeri sebagai pemilik barang; dan
identitas Pengusaha TPPB sebagai importir.
Atas pemasukan barang Pameran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
Barang Pameran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dimasukkan dalam kewajaran jumlah dan jenis tertentu ke Tempat Penimbunan:
diberikan penangguhan bea masuk;
tidak dipungut PDRI; dan/atau
diberikan pembebasan cukai.
Barang yang dimasukkan ke Tempat Pameran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (6) tidak dapat diberikan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (7).
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.03/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Bersama atas Pelaksanaan Kontrak Bagi Hasil den ...
Relevan terhadap
Terhadap pelaksanaan Pemeriksaan Bersama yang sedang berjalan dan belum diselesaikan oleh Satgas Pemeriksaan Bersama pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, penyelesaian Pemeriksaan Bersama dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.03/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Bersama atas Pelaksanaan Kontrak Kerja Sama Berbentuk Kontrak Bagi Hasil dengan Pengembalian Biaya Operasi di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 450).
Terhadap:
pelaksanaan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Bagi Hasil dan PPh Migas; dan/atau
penyelesaian tindak lanjut temuan hasil pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Bagi Hasil dan PPh Migas, yang dilakukan terhadap Kontraktor Kontrak Kerja Sama kegiatan usaha hulu Minyak dan Gas Bumi yang berkontrak dengan BPMA, dan belum diselesaikan sampai dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, diselesaikan berdasarkan ketentuan yang mengatur mengenai pelaksanaan pemeriksaan dan penyelesaian tindak lanjut temuan hasil pemeriksaan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini.
Terhadap penyelesaian tindak lanjut temuan hasil pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Bagi Hasil dan PPh Migas yang belum dilakukan proses pembahasan dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama kegiatan usaha hulu Minyak dan Gas Bumi yang berkontrak dengan BPMA pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, penyelesaiannya mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
Pemeriksaan yang telah dilakukan terhadap tahun buku Kontraktor Kontrak Kerja Sama kegiatan usaha hulu Minyak dan Gas Bumi yang berkontrak dengan BPMA sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini yang dilakukan oleh:
Direktorat Jenderal Pajak;
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan; atau
BPMA, tidak dapat dilakukan Pemeriksaan Bersama oleh Satgas Pemeriksaan Bersama II untuk tahun buku bersangkutan.
Terhadap tahun buku Kontraktor Kontrak Kerja Sama kegiatan usaha hulu Minyak dan Gas Bumi yang berkontrak dengan BPMA, yang telah selesai dilakukan pemeriksaan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dan/atau BPMA sebelum Peraturan Menteri ini berlaku, Direktorat Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan pajak dengan penghitungan PPh Migas terutang sesuai laporan hasil pemeriksaan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dan/atau BPMA.
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Penghasilan kena pajak untuk 1 (satu) tahun pajak bagi Kontraktor untuk Kontrak Bagi Hasil, dihitung berdasarkan penghasilan untuk Kontrak Bagi Hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) Peraturan Pemerintah dikurangi biaya bukan modal tahun berjalan dikurangi penyusutan biaya modal tahun berjalan dikurangi biaya operasi yang belum dapat dikembalikan pada tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) Peraturan Pemerintah.
Besarnya Pajak Penghasilan yang terutang bagi Kontraktor, dihitung berdasarkan penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikalikan dengan tarif pajak yang ditentukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak penghasilan.
Besarnya Pajak Penghasilan yang terutang bagi Kontraktor yang kontraknya ditandatangani sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah, dihitung berdasarkan tarif pajak perseroan atau Pajak Penghasilan pada saat kontrak ditandatangani.
Atas penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah dikurangi Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau ayat (3), terutang Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal Kontraktor berbentuk badan hukum Indonesia, penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah dikurangi Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau ayat (3) diperlakukan sebagai dividen yang disediakan untuk dibayarkan dan terutang Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5a) Kontraktor melaporkan kewajiban Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (5) termasuk perhitungan PPh Migas dalam SPT Tahunan PPh.
(5b) Besaran PPh Migas dalam SPT Tahunan PPh harus sesuai dengan besaran PPh Migas berdasarkan Final FQR Kuartal IV, Final FQR Tahun Buku Terakhir, atau FQR Final Settlement Right and Obligation.
Atas pemenuhan kewajiban Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (5), diterbitkan surat ketetapan pajak PPh Migas setelah dilakukan pemeriksaan pajak.
Pemeriksaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Pajak melalui:
Pemeriksaan Bersama; atau
pemeriksaan pajak untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan selain melalui Pemeriksaan Bersama sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
Dihapus.
Pelaksanaan pemeriksaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dengan perhitungan PPh Migas berdasarkan Final FQR Kuartal IV , Final FQR Tahun Buku Terakhir, atau FQR Final Settlement Right and Obligation .
Dihapus.
Ketentuan Pasal 3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Minyak dan Gas Bumi adalah Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
2a. Kontrak Kerja Sama adalah Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Kontraktor, Operator, Kontrak Bagi Hasil, dan Lifting adalah Kontraktor, Operator, Kontrak Bagi Hasil, dan Lifting sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi di Aceh.
Bagi Hasil adalah penerimaan negara bukan pajak untuk Kontrak Kerja Sama di bidang usaha hulu Minyak dan Gas Bumi.
Pajak Penghasilan Minyak dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut PPh Migas adalah Pajak Penghasilan yang merupakan bagian penerimaan negara yang terutang oleh Kontraktor, yang terdiri atas:
pajak penghasilan atas penghasilan dalam rangka Kontrak Bagi Hasil; dan/atau
pajak penghasilan atas penghasilan kena pajak untuk Kontrak Bagi Hasil setelah dikurangi pajak penghasilan atas penghasilan dalam rangka Kontrak Bagi Hasil, dengan perhitungan sesuai ketentuan Kontrak Kerja Sama kegiatan usaha hulu Minyak dan Gas Bumi.
5a. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut SKK Migas adalah satuan yang dibentuk sesuai Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
5b. Badan Pengelola Migas Aceh yang selanjutnya disingkat BPMA adalah suatu badan Pemerintah yang dibentuk untuk melakukan pengelolaan dan pengendalian bersama kegiatan usaha hulu di bidang Minyak dan Gas Bumi yang berada di darat dan laut di wilayah kewenangan Aceh (0 s.d. 12 mil laut).
Surat Pemberitahuan Tahunan yang selanjutnya disingkat SPT adalah Surat Pemberitahuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang Melakukan Kegiatan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut SPT Tahunan PPh adalah Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama untuk melaporkan kewajiban Pajak Penghasilan termasuk PPh Migas.
Financial Quarterly Report yang selanjutnya disingkat FQR adalah laporan anggaran dan realisasi untuk suatu tahun buku yang mencakup antara lain Lifting , biaya operasi dan perhitungan Bagi Hasil serta perhitungan PPh Migas Kontraktor, yang wajib disampaikan oleh Operator pada suatu wilayah kerja kepada SKK Migas atau BPMA secara kuartalan untuk setiap wilayah kerja.
Final FQR Kuartal IV adalah FQR kuartal IV yang diakui dan digunakan SKK Migas atau BPMA untuk penyelesaian perhitungan Bagi Hasil serta untuk menghitung PPh Migas Kontraktor sesuai dengan ketentuan Kontrak Kerja Sama.
9a. FQR Tahun Buku Terakhir adalah FQR untuk tahun buku terjadinya pengakhiran Kontrak Kerja Sama.
9b. Final FQR Tahun Buku Terakhir adalah FQR Tahun Buku Terakhir yang diakui dan digunakan SKK Migas atau BPMA untuk penyelesaian perhitungan Bagi Hasil serta untuk menghitung PPh Migas Kontraktor sesuai dengan ketentuan Kontrak Kerja Sama di tahun buku terjadinya pengakhiran Kontrak Kerja Sama.
9c. __ FQR Settlement Right and Obligation adalah Final FQR Tahun Buku Terakhir yang disusun dan dilakukan penyesuaian untuk mencakup informasi sebagian perubahan hak dan kewajiban Kontraktor pada tanggal tertentu setelah tahun buku pengakhiran Kontrak Kerja Sama dari suatu penyelesaian pengakhiran wilayah kerja, yang diakui serta digunakan SKK Migas atau BPMA.
9d. FQR Final Settlement Right and Obligation adalah Final FQR Tahun Buku Terakhir yang disusun dan dilakukan penyesuaian untuk mencakup informasi seluruh perubahan hak dan kewajiban Kontraktor pada tanggal tertentu setelah tahun buku pengakhiran Kontrak Kerja Sama dari suatu penyelesaian pengakhiran wilayah kerja, yang diakui serta digunakan SKK Migas atau BPMA.
9e. Auditor Independen adalah auditor yang bertugas untuk melakukan pemeriksaan dalam rangka pengembalian biaya yang telah dikeluarkan untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi sehubungan dengan Kontrak Bagi Hasil yang ditunjuk berdasarkan kesepakatan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh yaitu Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dan Inspektorat Aceh.
Satuan Tugas Pemeriksaan Bersama yang selanjutnya disebut Satgas Pemeriksaan Bersama adalah satuan tugas yang melaksanakan Pemeriksaan Bersama dan pemutakhiran temuan, yang keanggotaannya berasal dari instansi dan lembaga pemerintah yang terkait, atau unsur instansi, lembaga pemerintah yang terkait, dan Auditor Independen.
10a. Satuan Tugas Pemeriksaan Bersama untuk Kontraktor Kontrak Kerja Sama kegiatan usaha hulu Minyak dan Gas Bumi yang berkontrak dengan SKK Migas yang selanjutnya disebut Satgas Pemeriksaan Bersama I adalah Satgas Pemeriksaan Bersama yang keanggotaannya berasal dari Direktorat Jenderal Pajak, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, dan SKK Migas.
10b. Satuan Tugas Pemeriksaan Bersama untuk Kontraktor Kontrak Kerja Sama kegiatan usaha hulu Minyak dan Gas Bumi yang berkontrak dengan BPMA yang selanjutnya disebut Satgas Pemeriksaan Bersama II adalah Satgas Pemeriksaan Bersama yang keanggotaannya berasal dari Direktorat Jenderal Pajak, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, BPMA, dan Inspektorat Aceh.
Pemeriksaan Bersama adalah kegiatan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Bagi Hasil dan PPh Migas yang dilaksanakan terhadap Kontraktor yang bertindak sebagai Operator berdasarkan pelaksanaan Kontrak Kerja Sama berbentuk Kontrak Bagi Hasil dengan pengembalian biaya operasi di bidang usaha hulu Minyak dan Gas Bumi untuk suatu wilayah kerja.
Pemeriksaan Bersama Tahun Berjalan adalah Pemeriksaan Bersama yang dilakukan dalam rangka penerbitan Final FQR Kuartal __ IV __ atau Final FQR Tahun Buku Terakhir dalam hal terjadi pengakhiran Kontrak Kerja Sama, sebagai dasar penyampaian SPT Tahunan PPh.
Pemeriksaan Bersama Setelah Tahun Berjalan adalah Pemeriksaan Bersama yang dilakukan atas suatu tahun buku atau beberapa tahun buku yang telah diterbitkan Final FQR Kuartal __ IV __ atau Final FQR Tahun Buku Terakhir dalam hal terjadi pengakhiran Kontrak Kerja Sama.
Pemeriksa adalah pegawai negeri sipil dan/atau pegawai di instansi, lembaga pemerintah, dan/atau Auditor Independen sebagai anggota Satgas Pemeriksaan Bersama yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan Pemeriksaan Bersama.
Surat Tugas Pemeriksaan Bersama yang selanjutnya disebut Surat Tugas adalah surat perintah untuk melakukan Pemeriksaan Bersama untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Bagi Hasil dan PPh Migas.
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan untuk periode tahun tersebut.
Data yang dikelola secara elektronik yang selanjutnya disebut Data Elektronik adalah data yang bentuknya elektronik, yang dihasilkan oleh komputer dan/atau pengolah data elektronik lainnya dan disimpan dalam disket, compact disk, tape backup, hard disk, atau media penyimpanan elektronik lainnya.
Kertas Kerja Pemeriksaan Bersama yang selanjutnya disingkat KKPB adalah catatan secara rinci dan jelas yang dibuat oleh Pemeriksa mengenai prosedur Pemeriksaan Bersama yang ditempuh, data, keterangan, dan/atau bukti yang dikumpulkan, pengujian yang dilakukan dan simpulan yang diambil sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Bersama.
Notisi Temuan Hasil Pemeriksaan Bersama yang selanjutnya disebut Notisi adalah surat yang berisi tentang temuan Pemeriksaan Bersama yang dapat meliputi pos yang menjadi temuan, nilai temuan, kriteria Pemeriksaan Bersama, serta perhitungan sementara Bagi Hasil dan PPh Migas terutang.
Pembahasan Hasil Pemeriksaan Bersama yang selanjutnya disebut Pembahasan adalah pembahasan antara Kontraktor dan Pemeriksa atas Notisi yang hasilnya dituangkan dalam berita acara pembahasan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dan berisi temuan yang mempengaruhi perhitungan Bagi Hasil dan PPh Migas terutang baik yang disetujui maupun yang tidak disetujui oleh Kontraktor.
Laporan Hasil Pemeriksaan Bersama yang selanjutnya disingkat LHPB adalah laporan secara ringkas dan jelas yang berisi tentang pelaksanaan dan hasil Pemeriksaan Bersama yang disusun oleh Pemeriksa.
Temuan Pemeriksaan yang Masih Perlu Pembahasan Lebih Lanjut yang selanjutnya disebut Pending Items adalah temuan Pemeriksaan Bersama yang tidak disetujui Kontraktor dalam Pembahasan sehingga belum dapat ditentukan status tindak lanjutnya.
Pemutakhiran Tindak Lanjut Temuan Pemeriksaan Bersama yang selanjutnya disebut Pemutakhiran Temuan adalah proses pembahasan untuk menindaklanjuti Pending Items antara Satgas Pemeriksaan Bersama dengan Kontraktor yang dilakukan setelah LHPB diterbitkan.
Pimpinan Kontraktor adalah pegawai yang diangkat atau ditunjuk untuk menjalankan kegiatan usaha untuk pelaksanaan Kontrak Kerja Sama dan secara nyata mempunyai wewenang dalam menentukan kebijakan dan/atau mengambil keputusan dalam menjalankan kegiatan usaha tersebut.
Kuasa Kontraktor adalah orang yang menerima kuasa berdasarkan surat kuasa dari Pimpinan Kontraktor untuk melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban untuk Pemeriksaan Bersama.
Ketentuan ayat (5) dan ayat (9) Pasal 2 diubah, di antara ayat (5) dan ayat (6) Pasal 2 disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (5a) dan ayat (5b), dan Pasal 2 ayat (8) dan ayat (10) dihapus sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:
Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan
Relevan terhadap 3 lainnya
Untuk dapat memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Wajib Pajak badan harus memenuhi kriteria:
merupakan Industri Pionir;
berstatus sebagai badan hukum Indonesia;
melakukan penanaman modal baru yang belum pernah diterbitkan:
keputusan mengenai pemberian atau pemberitahuan mengenai penolakan pengurangan Pajak Penghasilan badan;
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu berdasarkan Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan;
pemberitahuan mengenai pemberian pengurangan penghasilan neto atas penanaman modal baru atau perluasan usaha pada bidang usaha tertentu yang merupakan industri padat karya berdasarkan Pasal 29A Peraturan Pemerintah mengenai penghitungan penghasilan kena pajak dan pelunasan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan; dan
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan pada Kawasan Ekonomi Khusus berdasarkan Peraturan Pemerintah mengenai Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus;
mempunyai nilai rencana penanaman modal baru paling sedikit sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);
memenuhi ketentuan besaran perbandingan antara utang dan modal sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai penentuan besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan Pajak Penghasilan; dan
berkomitmen untuk mulai merealisasikan rencana penanaman modal paling lambat 1 (satu) tahun setelah diterbitkannya keputusan pengurangan Pajak Penghasilan badan.
Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
industri logam dasar hulu:
besi baja; atau
bukan besi baja, tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
industri pemurnian atau pengilangan minyak dan gas bumi tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
industri kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi, gas alam, dan/atau batubara tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
industri kimia dasar organik yang bersumber dari hasil pertanian, perkebunan, atau kehutanan tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
industri kimia dasar anorganik tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
industri bahan baku utama farmasi tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
industri pembuatan peralatan iradiasi, elektromedikal, atau elektroterapi;
industri pembuatan komponen utama peralatan elektronika atau telematika;
industri pembuatan mesin dan komponen utama mesin;
industri pembuatan komponen robotik yang mendukung industri pembuatan mesin-mesin manufaktur;
industri pembuatan komponen utama mesin pembangkit tenaga listrik;
industri pembuatan kendaraan bermotor dan komponen utama kendaraan bermotor;
industri pembuatan komponen utama kapal;
industri pembuatan komponen utama kereta api;
industri pembuatan komponen utama pesawat terbang dan aktivitas penunjang industri dirgantara;
industri pengolahan berbasis hasil pertanian, perkebunan, atau kehutanan yang menghasilkan bubur kertas ( pulp ) tanpa atau beserta turunannya;
infrastruktur ekonomi; atau
ekonomi digital yang mencakup aktivitas pengolahan data, hosting , dan kegiatan yang berhubungan dengan itu.
Rincian bidang usaha dan jenis produksi dari masing- masing cakupan Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimiliki langsung oleh Wajib Pajak dalam negeri, selain memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak harus melampirkan surat keterangan fiskal seluruh pemegang saham yang tercatat dalam akta pendirian atau akta perubahan terakhir.
Dalam hal terjadi perubahan pemegang saham, surat keterangan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus dimiliki oleh pemegang saham yang tercatat dalam akta perubahan terakhir.
Surat keterangan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Dalam hal Wajib Pajak melakukan penanaman modal pada bidang usaha yang tidak tercantum sebagai Industri Pionir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan.
Permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan jika memenuhi:
kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf f;
skor kriteria kuantitatif Industri Pionir mencapai paling sedikit 80 (delapan puluh); dan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4).
Skor kriteria kuantitatif Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dihitung berdasarkan hasil kajian Industri Pionir yang dilakukan oleh Wajib Pajak.
Kriteria kuantitatif Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Wajib Pajak yang melakukan penanaman modal pada bidang usaha yang tidak tercantum sebagai Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat melanjutkan permohonan secara daring melalui sistem OSS.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan dengan mengunggah dokumen yang meliputi:
salinan digital rincian aktiva tetap dalam rencana nilai penanaman modal;
salinan digital atau dokumen elektronik surat keterangan fiskal para pemegang saham;
salinan digital kajian pemenuhan kriteria Industri Pionir; dan
salinan digital penghitungan sendiri kriteria kuantitatif Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Salinan digital penghitungan sendiri kriteria kuantitatif Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf d diperlakukan sebagai pernyataan komitmen kesanggupan pemenuhan kriteria Industri Pionir oleh Wajib Pajak.
Berdasarkan permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal melakukan penilaian atas penghitungan skor pemenuhan kriteria kuantitatif Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak permohonan diterima lengkap.
Dalam hal hasil penilaian Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (8) memperoleh skor paling sedikit 80 (delapan puluh), penanaman modal Wajib Pajak dinyatakan memenuhi kriteria Industri Pionir.
Permohonan penanaman modal Wajib Pajak yang telah dinyatakan memenuhi kriteria Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (9) diproses oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagai usulan pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan.
Kelanjutan proses permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) diberitahukan melalui sistem OSS kepada Wajib Pajak.
Dalam hal hasil penilaian Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak mencapai skor 80 (delapan puluh), penanaman modal Wajib Pajak dinyatakan tidak memenuhi kriteria Industri Pionir.
Penanaman modal Wajib Pajak yang dinyatakan tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (12), diberitahukan melalui sistem OSS kepada Wajib Pajak bahwa permohonan Wajib Pajak tidak memenuhi kriteria Industri Pionir.
Penilaian kriteria kuantitatif Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat dilakukan penilaian kembali saat pemeriksaan lapangan yang dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Pajak berdasarkan permohonan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dari Wajib Pajak.
Kriteria kuantitatif Industri Pionir yang dapat dilakukan penilaian kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (14), tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
bahwa pengaturan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan merupakan upaya pemerintah dalam rangka memberikan kepastian hukum dan membantu pengembangan usaha pada industri pionir;
bahwa untuk mendorong kemudahan berusaha bagi industri pionir perlu dilakukan penyesuaian terhadap mekanisme pemberian dan pengajuan fasilitas bagi industri pionir;
bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.010/2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan sudah tidak sesuai lagi dengan penyederhanaan mekanisme pemberian dan pengajuan fasilitas tersebut, dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemberian Fasiltas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan;
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 218/PMK.04/2019 tentang Pembebasan Bea Masuk dan/atau Tidak Dipungut Pajak dalam rangka Impor atas Imp ...
Relevan terhadap
Atas impor barang untuk kegiatan penyelenggaraan panas bumi dapat diberikan pembebasan bea masuk.
Kegiatan penyelenggaraan panas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pemanfaatan tidak langsung yang meliputi:
Survei Pendahuluan atau Survei Pendahuluan dan Eksplorasi;
Eksplorasi;
Eksploitasi; dan/atau
pemanfaatan.
Bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk:
bea masuk anti dumping;
bea masuk imbalan;
bea masuk tindakan pengamanan; dan/atau
bea masuk pembalasan.
Pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
barang tersebut belum dapat diproduksi di dalam negeri;
barang tersebut sudah diproduksi di dalam negeri namun belum memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan; atau
barang tersebut sudah diproduksi di dalam negeri namun jumlahnya belum mencukupi kebutuhan industri.
Terhadap barang impor yang telah diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan perlakuan perpajakan berupa:
tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah; dan/atau
dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor Barang Kena Pajak tertentu yang digunakan dalam rangka penyelenggaraan panas bumi, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.
Tarif dan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi ...
Relevan terhadap
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Pasal 2 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010 tentang Tarif Pemotongan dan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5174), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 5 Peraturan Pemerintah ini tanggal I Jamtari2024. mulai berlaku pada Agar Agar setiap pengundangan penempatannya Indonesia. orang mengeta , memerintahkan Peraturan Pemerintah ini dengan dalam Lembaran Negara Republik Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 Desemfur 2023 ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 27 Desember 2023 MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd. PRATIKNO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 163 I PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2023 TENTANG TARIF PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKER.IAAN, JASA, ATAU KEGIATAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI I. UMUM Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahurl. 2O2l tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, terdapat perubahan materi khususnya perubahan tarif pajak penghasilan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, Untuk itu, perlu dilakukan penyesuaian tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi. Selanjutnya, dalam rangka mendorong tingkat kepatuhan Wajib Pajak terhadap pemenuhan kewajiban pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21, perlu memberikan kemudahan teknis pcnghitungan dan administrasi pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21, Untuk mewujudkan hal-hal tersebut di atas, perlu diatur penggunaan tarifefektifyang digunakan untuk pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21, selain tarif pajak penghasilan Pasal L7 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan. Berdasarkan ketentuan Pasal 2l ayat (5) Undang- Undang Pajak Penghasilan, tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dapat ditetapkan berbeda dari tarif pajak penghasilan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan, melalui Peraturan Pemerintah. Penetapan tarif efektif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dilakukan dengan telah memperhatikan adanya pengurang penghasilan bruto berupa biaya ^jabatan atau biaya pensiun, iuran pensiun, dan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Penerapan tarif efektif ini akan memberikan kemudahan dan penyederhanaan bagi Wajib Pajak. Pajak Penghasilan Pasal 21 Peraturan Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai tarif ^pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 berupa tarif Pasal 17 ayat ^(1) huruf a dan ^tarif ^efektif yang digunakan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menerima penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, ^jasa, atau kegiatan, termasuk ^pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota tentara nasional Indonesia, ^anggota kepolisian negara Republik Indonesia, dan ^pensiunannya. II. PASALDEMI PASAL
Account Representative pada Kantor Pelayanan Pajak
Relevan terhadap
Account Representative mempunyai tugas:
melaksanakan analisis, penjabaran, dan pengelolaan dalam rangka memastikan wajib pajak mematuhi peraturan perundang-undangan mengenai perpajakan melalui perencanaan, pelaksanaan, dan tindak lanjut intensifikasi dan ekstensifikasi berbasis pendataan serta pemetaan ( mapping ) subjek dan objek pajak;
melaksanakan kegiatan penguasaan wilayah, pengamatan potensi pajak, dan penguasaan informasi;
melaksanakan pencarian, pengumpulan, pengolahan, penelitian, analisis, pemutakhiran, dan tindak lanjut data perpajakan;
melaksanakan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak;
menyusun konsep imbauan dan melaksanakan konseling kepada wajib pajak;
melaksanakan pengawasan dan pemantauan tindak lanjut data dan informasi termasuk namun tidak terbatas pada data surat pemberitahuan, data pihak ketiga, dan data pengampunan pajak; dan
melaksanakan pengelolaan administrasi penetapan dan menyusun konsep penerbitan produk hukum dan produk pengawasan perpajakan.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 226/PMK.03/2021 tentang Pemberian Insentif Pajak terhadap Barang yang Diperlukan dalam Rangka . Penang ...
Relevan terhadap
Pemberian pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (13) kepada Pihak Tertentu, Pihak Ketiga, atau Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat berlaku sejak tanggal surat keterangan bebas diterbitkan sampai dengan tanggal 30 Juni 2022.
Jangka waktu pemberian pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperpanjang sampai dengan tanggal 31 Desember 2022.
Wajib Pajak yang telah mengajukan permohonan surat keterangan bebas pemungutan PPh Pasal 22 berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 226/PMK.03/2021 tentang Pemberian Insentif Pajak terhadap Barang yang Diperlukan dalam Rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 dan Perpanjangan Pemberlakuan Fasilitas Pajak Penghasilan bagi Sumber Daya Manusia di Bidang Kesehatan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2020 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), harus menyampaikan kembali permohonan surat keterangan bebas berdasarkan Peraturan Menteri ini untuk dapat memperoleh pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6) huruf b, ayat (7), ayat (8), dan ayat (10).
Ketentuan Pasal 12 diubah dengan menambahkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (2) dan ayat (3) sehingga Pasal 12 berbunyi sebagai berikut:
Mitra Utama Kepabeanan
Relevan terhadap
Penetapan Importir dan/atau Eksportir sebagai MITA Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dilakukan sepanjang Importir dan/atau Eksportir telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
di bidang kepabeanan, meliputi:
terdapat kegiatan impor dan/atau ekspor dalam periode 6 (enam) bulan terakhir;
memiliki kepatuhan yang meliputi: a) dalam periode 6 (enam) bulan terakhir:
tidak pernah melakukan kesalahan mencantumkan jumlah, jenis barang, dan/atau nilai pabean dalam pemberitahuan pabean;
tidak pernah melakukan pelanggaran fasilitas di bidang kepabeanan; dan
tidak pernah melakukan pelanggaran di bidang kepabeanan lainnya; b) tidak sedang mempunyai tunggakan kewajiban pembayaran bea masuk, bea keluar, cukai, pajak dalam rangka impor, dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang sudah jatuh tempo; dan c) dalam hal telah dilakukan audit kepabeanan, tidak terdapat rekomendasi yang menyatakan bahwa perusahaan tidak dapat dilakukan audit berdasarkan hasil audit terakhir;
di bidang perpajakan, meliputi:
telah mendapatkan Keterangan Status Wajib Pajak yang memuat status valid; dan
tidak sedang memiliki utang pajak yang telah jatuh tempo pembayaran utang pajak;
tidak pernah melakukan pelanggaran pidana di bidang kepabeanan, cukai, dan/atau perpajakan;
berbentuk badan usaha dengan melakukan kegiatan/ aktivitas yang sesuai dengan klasifikasi bidang usaha;
memiliki sistem pengendalian internal yang memadai yang paling sedikit meliputi:
struktur organisasi yang mencerminkan adanya pemisahan fungsi, wewenang, dan tanggung jawab antar bagian dalam pengelolaan kegiatan operasional perusahaan;
prosedur pengurusan perizinan dari kementerian/ lembaga, dalam hal kegiatan kepabeanan mempersyaratkan dokumen perizinan;
prosedur pembuatan dan penyampaian dokumen kepabeanan; dan
prosedur pencatatan, penerimaan, dan/atau pengeluaran barang impor dan/atau ekspor;
memiliki pegawai yang memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang kepabeanan yang dibuktikan dengan memiliki sertifikat yang diterbitkan oleh badan yang mempunyai tugas untuk melaksanakan pendidikan dan pelatihan di bidang keuangan negara;
memiliki laporan keuangan dengan mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian berdasarkan hasil audit akuntan publik terhadap laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir; dan
menyatakan kesediaan untuk ditetapkan sebagai MITA Kepabeanan.
Pembebasan Bea Masuk atas Impor Bibit dan Benih untuk Pembangunan dan Pengembangan Industri Pertanian, Peternakan, atau Perikanan ...
Relevan terhadap
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR/PENGELUARAN ^) BIBIT DAN BENIH UNTUK PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI PERTANIAN, KESATU : Memberikan pembebasan bea masuk atas impor/pengeluaran ^) Bibit dan Benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan, atau perikanan kepada:
Nama :
.........(2)...........
NPWP :
.........(9)...........
Alamat :
.........(10)........... dengan rincian jumlah, harga, negara asal, dan pelabuhan/bandar udara pemasukan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. KEDUA : Pelaksanaan pengimporan/pengeluaran ^*) Bibit dan Benih sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU harus memenuhi ketentuan umum di bidang impor. KETIGA : Dalam hal Bibit dan Benih sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU dikenakan ketentuan larangan, pembatasan, atau tata niaga impor, ketentuan tersebut harus dipenuhi pada saat barang tersebut diimpor. KEEMPAT : Pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
Bibit dan Benih sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU akan dipergunakan untuk pembangunan dan pengembangan serta untuk dikembangbiakkan pada industri pertanian, peternakan, atau perikanan;
apabila syarat tersebut pada huruf a tidak dipenuhi atau terdapat penyalahgunaan dari barang sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU, Keputusan Menteri mengenai pemberian pembebasan bea masuk ini dinyatakan tidak berlaku; dan
terhadap Bibit dan Benih yang telah disalahgunakan dikenakan bea masuk yang terutang serta sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. KELIMA : Menunjuk ..........(11)........... sebagai tempat pemasukan/pengeluaran ^*) , dan menunjuk ..........(12)........... sebagai Kantor Pabean tempat penyelesaian kewajiban pabean atas barang impor sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU. KEENAM : Pemberian pembebasan bea masuk ini sewaktu-waktu dapat dilakukan pemeriksaan kemudian oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. KETUJUH : Jangka waktu pengimporan atas impor Bibit dan Benih yang diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU diberikan selama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal ditetapkannya Keputusan Menteri ini. KEDELAPAN :
.........(2)........... wajib menyampaikan laporan pemanfaatan Bibit dan Benih kepada Kepala ..........(12)........... sebagai Kantor Pabean tempat penyelesaian kewajiban pabean setiap 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean sampai dengan terealisasinya tujuan untuk dikembangbiakkan. KESEMBILAN : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Salinan Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan;
Menteri Keuangan;
..........(13)...........;
..........(2)............ Ditetapkan di ..........(14)............ pada tanggal ..........(15).............
n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA *) Coret yang tidak perlu LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR ..........(1).......... TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR ATAU PENGELUARAN BIBIT DAN BENIH UNTUK PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI PERTANIAN, PETERNAKAN, ATAU PERIKANAN KEPADA ..........(2)........... DAFTAR BIBIT DAN BENIH YANG MENDAPATKAN PEMBEBASAN BEA MASUK Nama :
.........(2)............. NPWP :
.........(9)........... Alamat :
.........(10)........... NO URAIAN BIBIT DAN BENIH JUMLAH DAN SATUAN BIBIT DAN BENIH PERKIRAAN NILAI PABEAN NEGARA ASAL PELABUHAN PEMASUKAN a.n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PETUNJUK PENGISIAN Nomor (1) : diisi nomor Keputusan Menteri mengenai pemberian pembebasan bea masuk atas impor atau pengeluaran Bibit dan Benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan atau perikanan. Nomor (2) : diisi Pelaku Usaha penerima pembebasan bea masuk. Nomor (3) : diisi nomor surat permohonan pembebasan bea masuk. Nomor (4) : diisi tanggal surat permohonan pembebasan bea masuk. Nomor (5) : diisi jabatan pejabat yang menandatangani surat permohonan pembebasan bea masuk. Nomor (6) : diisi kementerian/lembaga penerbit rekomendasi beserta nomor dan tanggal rekomendasi. Nomor (7) : diisi nomor dan tanggal __ invoice atau dokumen yang dipersamakan. Nomor (8) : diisi nomor Peraturan Menteri mengenai pembebasan bea masuk atas impor Bibit dan Benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan atau perikanan. Nomor (9) : diisi Nomor Pokok Wajib Pajak Pelaku Usaha penerima pembebasan bea masuk Bibit dan Benih. Nomor (10) : diisi alamat Pajak Pelaku Usaha penerima pembebasan bea masuk Bibit dan Benih. Nomor (11) : diisi pelabuhan/bandar udara/gudang berikat/kawasan berikat/tempat penyelenggaraan pameran berikat/tempat lelang berikat/kawasan ekonomi khusus/kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas tempat penyelesaian kewajiban pabean Bibit dan Benih. Nomor (12) : diisi nama Kantor Pabean yang ditunjuk sebagai tempat penyelesaian kewajiban pabean atas impor Bibit dan Benih. Nomor (13) : diisi para pihak yang perlu diberikan salinan Keputusan Menteri. Nomor (14) : diisi kota tempat Keputusan Menteri ditetapkan. Nomor (15) : diisi tanggal Keputusan Menteri ditetapkan. Nomor (16) : diisi nama pejabat yang menandatangani Keputusan Menteri. Nomor (17) : diisi nomor urut Bibit dan Benih. Nomor (18) : diisi uraian jenis Bibit dan Benih. Nomor (19) : diisi jumlah dan satuan Bibit dan Benih. Nomor (20) : diisi perkiraan nilai pabean Bibit dan Benih. Nomor (21) : diisi negara asal Bibit dan Benih. Nomor (22) : diisi pelabuhan/bandar udara tempat pemasukan Bibit dan Benih. B. CONTOH FORMAT SURAT PEMBERITAHUAN PENOLAKAN PERMOHONAN UNTUK MENDAPATKAN PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR ATAU PENGELUARAN BIBIT DAN BENIH KOP SURAT __ Nomor :
............ (1).............. ............(2)............. Lampiran :
............ (3) ............. Hal : Pemberitahuan Penolakan Permohonan Pembebasan Bea Masuk atas Impor/Pengeluaran*) Bibit dan Benih Yth............... (4)...................…………………………………….. __ __ Sehubungan dengan surat Saudara Nomor ...............(5)..............., dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:
Melalui surat Nomor...……….(5)……… tersebut, Saudara mengajukan permohonan untuk mendapatkan pembebasan bea masuk atas impor/pengeluaran*) Bibit dan Benih berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor ............... (6)..............., dengan rincian sebagai berikut ............... (7)...............
Sesuai dengan hasil penelitian terhadap berkas permohonan Saudara, dapat disampaikan bahwa:
.........................................................(8)................................................................... .............................................................................................................…………….
Memperhatikan dengan hal tersebut butir 2, permohonan Saudara ditolak/tidak dapat dilakukan pemrosesan lebih lanjut.
Dalam hal Saudara memerlukan informasi lebih lanjut, dapat menghubungi ................(9).................... Demikian disampaikan untuk menjadi perhatian.
n. Menteri Keuangan Republik Indonesia Kepala ...........(10).............., Tembusan : *) Coret yang tidak perlu PETUNJUK PENGISIAN Nomor (1) : diisi nomor surat pemberitahuan penolakan. Nomor (2) : diisi tanggal surat pemberitahuan penolakan. Nomor (3) : diisi jumlah dokumen yang dilampirkan dalam surat pemberitahuan penolakan. Nomor (4) : diisi nama lengkap dan jabatan pejabat yang menandatangani surat permohonan pembebasan bea masuk. Nomor (5) : diisi nomor surat permohonan pembebasan bea masuk. Nomor (6) : diisi nomor Peraturan Menteri mengenai pembebasan bea masuk atas impor Bibit dan Benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan atau perikanan. Nomor (7) : diisi rincian jumlah, jenis, perkiraan harga, dan informasi lainnya mengenai Bibit dan Benih yang diajukan permohonan pembebasan bea masuk. Nomor (8) : diisi hasil penelitian terhadap berkas permohonan. Nomor (9) : diisi contact center Kantor Pabean. Nomor (10) : diisi nama Kantor Pabean yang menerbitkan surat pemberitahuan penolakan. Nomor (11) : diisi nama pejabat yang menandatangani surat pemberitahuan penolakan. Nomor (12) : diisi nama instansi yang diberikan tembusan atas terbitnya surat pemberitahuan penolakan. C. CONTOH FORMAT LAPORAN PEMANFAATAN BIBIT DAN BENIH LAPORAN PEMANFAATAN BIBIT DAN BENIH YANG MENDAPATKAN PEMBEBASAN BEA MASUK Nama Pelaku Usaha/Perusahaan :
.…(1)….. Nomor Surat KMK :
.…(2)….. No. Periode Pelaporan Realisasi Impor Pemanfaatan Bibit/Benih Hasil Pengembangbiakan Keterangan No Pendaftaran PIB Tgl PIB Uraian Barang Jumlah Jumlah Pemanfaatan pada periode pelaporan Akumulasi Pemanfaatan s.d. periode pelaporan Sisa Pemanfaatan Jumlah yang tidak dimanfaatkan Total Pengembangbiakan Akumulasi Pengembangbiakan s.d. periode pelaporan …(3)…...(4)…...(5)…...(6)…...(7)…...(8)…...(9)…...(10)…...(11)…...(12)…...(13)…...(14)…...(15)… ……….(18)………. PETUNJUK PENGISIAN Nomor (1) : diisi nama Pelaku Usaha penerima pembebasan bea masuk. Nomor (2) : diisi nomor Keputusan Menteri mengenai pemberian pembebasan bea masuk atas impor atau pengeluaran Bibit dan Benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan atau perikanan. Nomor (3) : diisi nomor urut Bibit dan Benih. Nomor (4) : diisi dengan urutan angka romawi, tanggal, bulan, dan tahun periode pelaporan. Nomor (5) : diisi nomor pemberitahuan pabean impor dari barang impor yang tercantum dalam Keputusan Menteri mengenai pemberian pembebasan bea masuk atas impor atau pengeluaran Bibit dan Benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan atau perikanan. Nomor (6) : diisi tanggal, bulan, dan tahun pemberitahuan pabean impor dari barang impor yang tercantum dalam Keputusan Menteri mengenai pemberian pembebasan bea masuk atas impor atau pengeluaran Bibit dan Benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan atau perikanan. Nomor (7) : diisi uraian jenis Bibit dan Benih. Nomor (8) : diisi jumlah dan satuan Bibit dan Benih. Nomor (9) : diisi jumlah dan satuan Bibit dan Benih yang sudah dimanfaatkan pada periode pelaporan. Nomor (10) : diisi akumulasi jumlah dan satuan Bibit dan Benih yang sudah dimanfaatkan sampai dengan periode pelaporan. Nomor (11) : diisi jumlah dan satuan Bibit dan Benih yang belum dimanfaatkan sampai dengan periode pelaporan. Nomor (12) : diisi jumlah dan satuan Bibit dan Benih yang tidak dimanfaatkan. Contoh : mati atau rusak. Nomor (13) : diisi jumlah dan satuan tumbuhan atau hewan yang dihasilkan atas hasil pengembangbiakan Bibit dan Benih yang mendapatkan pembebasan bea masuk. Nomor (14) : diisi akumulasi jumlah dan satuan tumbuhan atau hewan yang dihasilkan atas hasil pengembangbiakan Bibit dan Benih yang mendapatkan pembebasan bea masuk. Nomor (15) : diisi keterangan “mati”, “rusak”, atau keterangan lainnya atas Bibit dan Benih yang tidak dimanfaatkan. Nomor (16) : diisi tempat diterbitkannya laporan pemanfaatan Bibit dan Benih yang mendapatkan pembebasan bea masuk. Nomor (17) : diisi tanggal, bulan, dan tahun diterbitkannya laporan pemanfaatan Bibit dan Benih yang mendapatkan pembebasan bea masuk. Nomor (18) : diisi nama dan jabatan pejabat dari Pelaku Usaha yang menandatangani laporan pemanfaatan Bibit dan Benih yang mendapatkan pembebasan bea masuk. D. CONTOH FORMAT KEPUTUSAN MENTERI MENGENAI PEMBERIAN IZIN PEMUSNAHAN BIBIT DAN BENIH KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR ..........(1).......... TENTANG PEMBERIAN IZIN PEMUSNAHAN BIBIT DAN BENIH YANG DIIMPOR/DIKELUARKAN*) DENGAN MEMPEROLEH PEMBEBASAN BEA MASUK UNTUK PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI PERTANIAN, PETERNAKAN, ATAU PERIKANAN KEPADA ..........(2).......... MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menetapkan : PEMBEBASAN DARI KEWAJIBAN PEMBAYARAN BEA MASUK YANG TERUTANG KARENA KEADAAN KAHAR ( FORCE MAJEURE ) ATAS BIBIT DAN BENIH YANG MENDAPAT FASILITAS PEMBEBASAN BEA MASUK KEPADA……….(2)………. KESATU : Memberikan persetujuan pembebasan dari kewajiban membayar bea masuk yang terutang karena keadaan kahar ( force majeure ) atas bibit dan benih yang telah mendapatkan pembebasan bea masuk kepada:
Nama :
..………..…….…..…(2)……………..………………… b. NPWP :
Alamat :
..………..…….….….(10)…..………..………………… dengan rincian jumlah dan jenis barang sebagaimana dimaksud dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. KEDUA : Keputusan Menteri ini berlaku selama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal ditetapkan. KETIGA : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Salinan Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:
...…….(11)……….
...……………….. dst Ditetapkan di...…….(12)………. pada tanggal...….….(13)……….
n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPALA KANTOR...…….(14)………., ……….(15)………. LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR...…….(1)………. TENTANG PEMBEBASAN DARI KEWAJIBAN PEMBAYARAN BEA MASUK YANG TERUTANG KARENA KEADAAN KAHAR ( FORCE MAJEURE ) ATAS BIBIT DAN BENIH YANG MENDAPAT FASILITAS PEMBEBASAN BEA MASUK KEPADA……….(2)………. DAFTAR BIBIT DAN BENIH YANG MENDAPAT PEMBEBASAN DARI KEWAJIBAN PEMBAYARAN BEA MASUK YANG TERUTANG KARENA KEADAAN KAHAR ( FORCE MAJEURE ) ATAS BIBIT DAN BENIH YANG MENDAPAT FASILITAS PEMBEBASAN BEA MASUK KEPADA……….(2)………. NO. URAIAN BARANG JUMLAH BARANG SATUAN BARANG NILAI PABEAN POS TARIF/HS, TARIF BM KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK NEGARA ASAL KANTOR PABEAN TEMPAT PEMASUKAN PEMBERITAHUAN PABEAN NOMOR TANGGAL NO. URUT NOMOR TANGGA L ..(16)..
.(17)..
.(18)..
.(19)..
.(20)..
.(21)..
.(22)..
.(23)..
.(24)..
.(25)..
.(26)..
.(27)..
.(28)..
n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPALA KANTOR...…….(14)………., ……….(15)………. PETUNJUK PENGISIAN Nomor (1) : diisi nomor Keputusan Menteri mengenai pembebasan dari kewajiban membayar bea masuk yang terutang karena keadaan kahar ( force majeure ) atas Bibit dan Benih yang telah mendapatkan pembebasan bea masuk. Nomor (2) : diisi nama penerima pembebasan dari kewajiban membayar bea masuk yang terutang karena keadaan kahar ( force majeure ). Nomor (3) : diisi nomor surat permohonan pembebasan dari kewajiban membayar bea masuk yang terutang karena keadaan kahar ( force majeure ). Nomor (4) : diisi tanggal surat permohonan pembebasan dari kewajiban membayar bea masuk yang terutang karena keadaan kahar ( force majeure ). Nomor (5) : diisi jabatan pejabat yang menandatangani surat permohonan pembebasan dari kewajiban membayar bea masuk yang terutang karena keadaan kahar ( force majeure ). Nomor (6) : diisi dokumen pendukung yang dilampirkan dalam permohonan pembebasan dari kewajiban membayar bea masuk yang terutang karena keadaan kahar ( force majeure ). Nomor (7) : diisi nomor Peraturan Menteri mengenai pembebasan bea masuk atas impor Bibit dan Benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan atau perikanan. Nomor (8) : diisi nomor Keputusan Menteri mengenai pemberian pembebasan bea masuk atas impor Bibit dan Benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan atau perikanan. Nomor (9) : diisi Nomor Pokok Wajib Pajak penerima pembebasan dari kewajiban membayar bea masuk yang terutang karena keadaan kahar ( force majeure ). Nomor (10) : diisi alamat penerima pembebasan dari kewajiban membayar bea masuk yang terutang karena keadaan kahar ( force majeure ). Nomor (11) : diisi para pihak yang perlu diberikan salinan Keputusan Menteri. Nomor (12) : diisi kota tempat Keputusan Menteri ditandatangani. Nomor (13) : diisi tanggal Keputusan Menteri ditandatangani. Nomor (14) : diisi nama Kantor Pabean yang menerbitkan Keputusan Menteri. Nomor (15) : diisi nama pejabat yang menandatangani Keputusan Menteri. Nomor (16) : diisi nomor urut Bibit dan Benih. Nomor (17) : diisi uraian jenis Bibit dan Benih. Nomor (18) : diisi jumlah Bibit dan Benih. Nomor (19) : diisi satuan Bibit dan Benih. Nomor (20) : diisi nilai pabean Bibit dan Benih. Nomor (21) : diisi pos HS dan tarif bea masuk. Nomor (22) : diisi nomor Keputusan Menteri mengenai pemberian pembebasan bea masuk atas impor/pengeluaran*) Bibit dan Benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan atau perikanan. Nomor (23) : diisi tanggal Keputusan Menteri mengenai pemberian pembebasan bea masuk atas impor/pengeluaran*) Bibit dan Benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan atau perikanan. Nomor (24) : diisi nomor urut Bibit dan Benih dalam Keputusan Menteri mengenai pemberian pembebasan bea masuk atas impor/pengeluaran*) bibit dan benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan atau perikanan. Nomor (25) : diisi negara asal barang Bibit dan Benih. Nomor (26) : diisi nama Kantor Pabean tempat pemasukan barang. Nomor (27) : diisi nomor pemberitahuan pabean dari barang impor terkait Bibit dan Benih. Nomor (28) : diisi tanggal, bulan, dan tahun pemberitahuan pabean dari barang impor terkait Bibit dan Benih. I. CONTOH FORMAT SURAT PEMBERITAHUAN PENOLAKAN PEMBEBASAN DARI KEWAJIBAN PEMBAYARAN BEA MASUK YANG TERUTANG KARENA KEADAAN KAHAR ( FORCE __ MAJEURE ) KOP SURAT __ Nomor :
............ (1) ............. ........... (2) ............. Lampiran :
............ (3) ............. Hal : Pemberitahuan Penolakan Permohonan Pembebasan Dari Kewajiban Membayar Bea Masuk yang Terutang Karena Keadaan Kahar ( Force Majeure ) Yth. Pimpinan .......... (4) ..................…………………………………….. __ __ Sehubungan dengan surat Saudara Nomor ...............(5)..............., bersama ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
Melalui surat Nomor...……….(5)……… tersebut, Saudara mengajukan permohonan pembebasan dari kewajiban membayar bea masuk yang terutang karena keadaan kahar ( force majeure ) atas Bibit dan Benih yang pada saat impornya/pengeluaran*) mendapatkan pembebasan bea masuk berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor ...............(6)............... dengan rincian sebagai berikut ...............(7)...............
Sesuai dengan hasil penelitian terhadap berkas permohonan Saudara, dapat disampaikan bahwa:
.........................................................(8)................................................................... .…………….. ............................................................................................................
Memperhatikan hal tersebut butir 2, permohonan Saudara ditolak/tidak dapat diproses lebih lanjut.
Saudara dapat mengajukan kembali permohonan pembebasan dari kewajiban membayar bea masuk yang terutang karena keadaan kahar ( force majeure ) setelah memenuhi alasan penolakan sebagaimana dimaksud pada butir 2.
Dalam hal Saudara memerlukan informasi lebih lanjut, dapat menghubungi ................(9).................... Demikian disampaikan untuk menjadi perhatian.
n. Menteri Keuangan Republik Indonesia Tembusan:
................... (12) .................... *) Coret yang tidak perlu PETUNJUK PENGISIAN Nomor (1) : diisi nomor surat pemberitahuan penolakan. Nomor (2) : diisi tanggal surat pemberitahuan penolakan. Nomor (3) : diisi jumlah dokumen yang dilampirkan dalam surat pemberitahuan penolakan. Nomor (4) : diisi nama lengkap dan jabatan pejabat yang menandatangani surat permohonan persetujuan pembebasan dari kewajiban membayar bea masuk yang terutang karena keadaan kahar ( force majeure ). Nomor (5) : diisi nomor surat permohonan persetujuan pembebasan dari kewajiban membayar bea masuk yang terutang karena keadaan kahar ( force majeure ). Nomor (6) : diisi nomor Peraturan Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk atas impor Bibit dan Benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan atau perikanan. Nomor (7) : diisi rincian jumlah, jenis, perkiraan harga, dan informasi lainnya mengenai Bibit dan Benih yang diajukan permohonan persetujuan pembebasan dari kewajiban membayar bea masuk yang terutang karena keadaan kahar ( force majeure ). Nomor (8) : diisi hasil penelitian terhadap berkas permohonan. Nomor (9) : diisi contact center Kantor Pabean. Nomor (10) : diisi nama Kantor Pabean yang menerbitkan surat pemberitahuan penolakan. Nomor (11) : diisi nama pejabat yang menandatangani surat pemberitahuan penolakan. Nomor (12) : diisi nama instansi yang diberikan tembusan atas terbitnya surat pemberitahuan penolakan. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI
Pemberian Pengurangan Penghasilan Bruto atas Penyelenggaraan Kegiatan Praktik Kerja, Pemagangan, Danjatau Pembelajaran dalam Rangka Pembinaan dan Peng ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Wajib Pajak adalah Wajib Pajak badan dalam negeri yang mengeluarkan biaya untuk kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran dalam rangka pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia yang berbasis kompetensi tertentu.
Penghasilan bruto adalah semua penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh dari kegiatan usaha dan dari luar kegiatan usaha, setelah dikurangi dengan retur dan pengurangan penjualan serta potongan tunai dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.
Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission yang selanjutnya disingkat OSS adalah perizinan berusaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/walikota kepada pelaku usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.
Perjanjian Kerja Sama adalah perjanjian antara Wajib Pajak dengan sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah kejuruan, perguruan tinggi program diploma pada pendidikan vokasi, balai latihan kerja, atau instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan Pusat, Pemerintah Provinsi, atau Pemerintah Kabupaten/Kota bagi perorangan yang tidak terikat hubungan kerja dengan pihak manapun, dalam rangka penyelenggaraan kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran dalam rangka pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi tertentu.
Surat Keterangan Fiskal adalah informasi yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak mengenai kepatuhan Wajib Pajak selama periode tertentu untuk memenuhi persyaratan memperoleh pelayanan atau dalam rangka pelaksanaan kegiatan tertentu.