JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Dokumen Hukum
    • Peraturan
    • Monografi
    • Artikel Hukum
    • Putusan Pengadilan
  • Informasi
    • Regulasi
      • Infografis Regulasi
      • Simplifikasi Regulasi
      • Direktori Regulasi
      • Video Sosialisasi
      • Kamus Hukum
    • Informasi Penunjang
      • Tarif Bunga
      • Kurs Menteri Keuangan
      • Berita
      • Jurnal HKN
      • Statistik
  • Perihal
    • Tentang Kami
    • Struktur Organisasi
    • Anggota JDIHN
    • Prasyarat
    • Kebijakan Privasi
    • FAQ
    • Website Lama
    • Hubungi Kami
  • Situs Lama
JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Situs Lama

Filter

Jenis Dokumen Hukum
Publikasi
Status
Tajuk Entri Utama
Nomor
Tahun
Tema
Label
Tersedia Konsolidasi
Tersedia Terjemahan

FAQ
Prasyarat
Hubungi Kami
Kemenkeu Logo

Hak Cipta Kementerian Keuangan.

  • Gedung Djuanda I Lantai G Jl. Dr. Wahidin Raya No 1 Jakarta 10710
  • Email:jdih@kemenkeu.go.id
  • Situs JDIH Build No. 13088
JDIH Kemenkeu
  • Profil
  • Struktur Organisasi
  • Berita JDIH
  • Statistik
  • Situs Lama
Tautan JDIH
  • JDIH Nasional
  • Sekretariat Negara
  • Sekretariat Kabinet
  • Kemenko Perekonomian
  • Anggota Lainnya
Temukan Kami
Ditemukan 560 hasil yang relevan dengan "kepatuhan pajak dalam industri manufaktur "
Dalam 0.012 detik
Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA
PP 50 TAHUN 2022

Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan

  • Ditetapkan: 12 Des 2022
  • Diundangkan: 12 Des 2022

Relevan terhadap

Pasal 16Tutup

Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dituangkan dalam laporan hasil Pemeriksaan. Berdasarkan laporan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dibuat nota penghitungan. Nota penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat Ketetapan Pajak.

Pasal 13Tutup

Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan W ajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Dalam melakukan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak:

a.

wajib memberitahukan kepada Wajib Pajak mengenai dilakukannya Pemeriksaan dengan menyampaikan surat pemberitahuan Pemeriksaan; clan jdih.kemenkeu.go.id b. dapat memmJam atau meminta buku, catatan, dokumen, data, informasi, dan keterangan lain dengan menyampaikan surat permintaan.

(3)

Berdasarkan permintaan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, Wajib Pajak yang diperiksa wajib:

a.

memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;

b.

memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan; dan / a tau c. memberikan data, informasi, dan keterangan lain yang diperlukan.

(4)

Buku, catatan, dokumen, data, informasi, dan keterangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dipenuhi oleh Wajib Pajak dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak permintaan disampaikan.

Pasal 1Tutup

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1.

Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

2.

Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

3.

Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. jdih.kemenkeu.go.id 4.

5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

Pajak Penghasilan adalah Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Pertam bahan N ilai. Pajak Bumi dan Bangunan adalah Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Pajak Bumi dan Bangunan. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan adalah pembahasan antara Wajib Pajak dan pemeriksa pajak atas temuan Pemeriksaan yang hasilnya dituangkan dalam berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dan berisi koreksi baik yang disetujui maupun yang tidak disetujui. Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan yang selanjutnya disebut Penyidikan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya. jdih.kemenkeu.go.id 12.

13.
14.
15.
16.

1 7.

18.

Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan Penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra untuk mencegah terjadinya pengenaan pajak berganda dan pengelakan pajak. Prosedur Persetujuan Bersama adalah prosedur administratif yang diatur dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda. Persetujuan Bersama adalah hasil yang telah disepakati dalam penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda oleh pejabat yang berwenang dari Pemerintah Indonesia dan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda sehubungan dengan Prosedur Persetujuan Bersama yang telah dilaksanakan. Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan besarnyajumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administratif, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. jdih.kemenkeu.go.id 19. Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

20.

Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.

21.

Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.

22.

Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap Surat Ketetapan Pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.

23.

Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi adalah surat keputusan mengenai pengurangan sanksi administratif.

24.

Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi adalah surat keputusan mengenai penghapusan sanksi administratif.

25.

Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak adalah surat keputusan mengenai pengurangan ketetapan pajak.

26.

Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak adalah surat keputusan mengenai pembatalan ketetapan pajak.

27.

Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.

28.

Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga adalah surat keputusan yang menentukan jumlah imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak. jdih.kemenkeu.go.id 29.

30.
31.
32.
33.
34.
35.

Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, Surat Keputusan Pemberian lmbalan Bunga, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, surat keputusan pemberian pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan, surat keputusan pengurangan denda administrasi Pajak Bumi dan Bangunan, atau surat keputusan persetujuan bersama. Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan adalah surat ketetapan yang menentukan besarnya pokok Pajak Bumi dan Bangunan atau selisih pokok Pajak Bumi dan Bangunan, besarnya denda administratif, dan jumlah Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang. Surat Teguran adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya. Masa Pajak adalahjangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang- Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender. Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/ a tau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. jdih.kemenkeu.go.id 36. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.

37.

Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.

38.

Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri.

39.

Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.

40.

Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak atas gugatan terhadap hal-hal yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat diajukan gugatan.

41.

Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Wajib Pajak atau oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap Putusan Banding atau Putusan Gugatan dari badan peradilan pajak.

42.

Surat Keputusan Persetujuan Bersama adalah surat keputusan yang diterbitkan untuk menindaklanjuti kesepakatan dalam Persetujuan Bersama.

43.

Penduduk adalah Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang bertempat tinggal di Indonesia.

44.

Data Kependudukan adalah data perseorangan dan/atau data agregat yang terstruktur sebagai hasil dari kegiatan pendaftaran Penduduk dan pencatatan sipil.

45.

Data Balikan dari Pengguna adalah data yang bersifat unik dari setiap lembaga pengguna yang telah melakukan akses Data Kependudukan dan telah diadministrasikan dalam sistem administrasi kependudukan.

46.

Nomor Induk Kependudukan adalah nomor identitas Penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal, dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai Penduduk Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai administrasi kependudukan. jdih.kemenkeu.go.id REPUBUK INOONESIA 4 7. Pajak Karbon adalah pajak yang dikenakan atas em1s1 karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup.

48.

Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.

Thumbnail
NERACA KOMODITAS | HUKUM KEUANGAN NEGARA
PERPRES 32 TAHUN 2022

Neraca Komoditas

  • Ditetapkan: 21 Feb 2022
  • Diundangkan: 21 Feb 2022

Relevan terhadap

Pasal 10Tutup
(1)

Setelah menerima usulan kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) atau mengakses usulan kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4), kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas dapat melakukan verifikasi berdasarkan manajemen risiko.

(2)

Hasil dari verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat rincian data dan informasi mengenai:

a.

profil perusahaan;

b.

data produksi untuk Pelaku Usaha manufaktur;

c.

data Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong;

d.

data distribusi;

e.

data dokumen syarat/ data khusus; dan/atau

f.

kesimpulan hasil verifikasi.

(3)

Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi standar SNANK.

(4)

Pelaksanaan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh:

a.

unit kerja pada kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas;

b.

dinas daerah yang menangani komoditas terkait; atau

c.

lem baga pelaksana verifikasi independen. jdih.kemenkeu.go.id (5) Pelaksana verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditunjuk oleh menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(6)

Pelaksanaan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a clan huruf b dibiayai dari:

a.

anggaran pendapatan dan belanja negara; atau

b.

Pelaku Usaha, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

(7)

Pelaksanaan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c dibiayai oleh Pelaku Usaha yang dibayarkan kepada lembaga pelaksana verifikasi independen.

(8)

Biaya verifikasi yang dibebankan kepada Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b yang dibayarkan kepada unit kerja pada kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas merupakan penerimaan negara bukan pajak yang mengacu pada peraturan perundang-undangan mengenai penerimaan negara bukan pajak.

(9)

Dalam hal Pelaku Usaha mengajukan usulan kebutuhan untuk 2 (dua) atau lebih komoditas, verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan oleh 1 (satu) pelaksana verifikasi.

Thumbnail
KEMENTERIAN DESA DAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL | PNBP
PMK 105 TAHUN 2024

Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersifat Volatil yang Berlaku pada Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal ...

  • Ditetapkan: 13 Des 2024
  • Diundangkan: 19 Des 2024

Relevan terhadap

Pasal 1Tutup
(1)

Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang bersifat volatil yang berlaku pada Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal yang berasal dari perolehan atas penjualan hasil kegiatan di bidang pelatihan, pendampingan, dan/atau pengembangan masyarakat desa dan daerah tertinggal.

(2)

Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan kontrak kerja sama.

(3)

Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebesar nilai nominal yang tercantum dalam kontrak kerja sama.

(4)

Penetapan nilai nominal yang tercantum dalam kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan berdasarkan:

a.

lelang harga tertinggi;

b.

harga patokan dari pihak industri; atau

c.

harga pasar sesuai dengan ketentuan perundang- undangan.

(5)

Contoh kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG PAJAK
PMK 94 TAHUN 2023

Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.03/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Bersama atas Pelaksanaan Kontrak Bagi Hasil den ...

  • Ditetapkan: 15 Sep 2023
  • Diundangkan: 18 Sep 2023

Relevan terhadap

Pasal IiTutup
1.

Terhadap pelaksanaan Pemeriksaan Bersama yang sedang berjalan dan belum diselesaikan oleh Satgas Pemeriksaan Bersama pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, penyelesaian Pemeriksaan Bersama dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.03/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Bersama atas Pelaksanaan Kontrak Kerja Sama Berbentuk Kontrak Bagi Hasil dengan Pengembalian Biaya Operasi di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 450).

2.

Terhadap:

a.

pelaksanaan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Bagi Hasil dan PPh Migas; dan/atau

b.

penyelesaian tindak lanjut temuan hasil pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Bagi Hasil dan PPh Migas, yang dilakukan terhadap Kontraktor Kontrak Kerja Sama kegiatan usaha hulu Minyak dan Gas Bumi yang berkontrak dengan BPMA, dan belum diselesaikan sampai dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, diselesaikan berdasarkan ketentuan yang mengatur mengenai pelaksanaan pemeriksaan dan penyelesaian tindak lanjut temuan hasil pemeriksaan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini.

3.

Terhadap penyelesaian tindak lanjut temuan hasil pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Bagi Hasil dan PPh Migas yang belum dilakukan proses pembahasan dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama kegiatan usaha hulu Minyak dan Gas Bumi yang berkontrak dengan BPMA pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, penyelesaiannya mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.

4.

Pemeriksaan yang telah dilakukan terhadap tahun buku Kontraktor Kontrak Kerja Sama kegiatan usaha hulu Minyak dan Gas Bumi yang berkontrak dengan BPMA sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini yang dilakukan oleh:

a.

Direktorat Jenderal Pajak;

b.

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan; atau

c.

BPMA, tidak dapat dilakukan Pemeriksaan Bersama oleh Satgas Pemeriksaan Bersama II untuk tahun buku bersangkutan.

5.

Terhadap tahun buku Kontraktor Kontrak Kerja Sama kegiatan usaha hulu Minyak dan Gas Bumi yang berkontrak dengan BPMA, yang telah selesai dilakukan pemeriksaan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dan/atau BPMA sebelum Peraturan Menteri ini berlaku, Direktorat Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan pajak dengan penghitungan PPh Migas terutang sesuai laporan hasil pemeriksaan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dan/atau BPMA.

6.

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Pasal 2Tutup
(1)

Penghasilan kena pajak untuk 1 (satu) tahun pajak bagi Kontraktor untuk Kontrak Bagi Hasil, dihitung berdasarkan penghasilan untuk Kontrak Bagi Hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) Peraturan Pemerintah dikurangi biaya bukan modal tahun berjalan dikurangi penyusutan biaya modal tahun berjalan dikurangi biaya operasi yang belum dapat dikembalikan pada tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) Peraturan Pemerintah.

(2)

Besarnya Pajak Penghasilan yang terutang bagi Kontraktor, dihitung berdasarkan penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikalikan dengan tarif pajak yang ditentukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak penghasilan.

(3)

Besarnya Pajak Penghasilan yang terutang bagi Kontraktor yang kontraknya ditandatangani sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah, dihitung berdasarkan tarif pajak perseroan atau Pajak Penghasilan pada saat kontrak ditandatangani.

(4)

Atas penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah dikurangi Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau ayat (3), terutang Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5)

Dalam hal Kontraktor berbentuk badan hukum Indonesia, penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah dikurangi Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau ayat (3) diperlakukan sebagai dividen yang disediakan untuk dibayarkan dan terutang Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5a) Kontraktor melaporkan kewajiban Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (5) termasuk perhitungan PPh Migas dalam SPT Tahunan PPh.

(5b) Besaran PPh Migas dalam SPT Tahunan PPh harus sesuai dengan besaran PPh Migas berdasarkan Final FQR Kuartal IV, Final FQR Tahun Buku Terakhir, atau FQR Final Settlement Right and Obligation.

(6)

Atas pemenuhan kewajiban Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (5), diterbitkan surat ketetapan pajak PPh Migas setelah dilakukan pemeriksaan pajak.

(7)

Pemeriksaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Pajak melalui:

a.

Pemeriksaan Bersama; atau

b.

pemeriksaan pajak untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan selain melalui Pemeriksaan Bersama sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

(8)

Dihapus.

(9)

Pelaksanaan pemeriksaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dengan perhitungan PPh Migas berdasarkan Final FQR Kuartal IV , Final FQR Tahun Buku Terakhir, atau FQR Final Settlement Right and Obligation .

(10)

Dihapus.

3.

Ketentuan Pasal 3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1Tutup

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.

Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

2.

Minyak dan Gas Bumi adalah Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

2a. Kontrak Kerja Sama adalah Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

3.

Kontraktor, Operator, Kontrak Bagi Hasil, dan Lifting adalah Kontraktor, Operator, Kontrak Bagi Hasil, dan Lifting sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi di Aceh.

4.

Bagi Hasil adalah penerimaan negara bukan pajak untuk Kontrak Kerja Sama di bidang usaha hulu Minyak dan Gas Bumi.

5.

Pajak Penghasilan Minyak dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut PPh Migas adalah Pajak Penghasilan yang merupakan bagian penerimaan negara yang terutang oleh Kontraktor, yang terdiri atas:

a.

pajak penghasilan atas penghasilan dalam rangka Kontrak Bagi Hasil; dan/atau

b.

pajak penghasilan atas penghasilan kena pajak untuk Kontrak Bagi Hasil setelah dikurangi pajak penghasilan atas penghasilan dalam rangka Kontrak Bagi Hasil, dengan perhitungan sesuai ketentuan Kontrak Kerja Sama kegiatan usaha hulu Minyak dan Gas Bumi.

5a. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut SKK Migas adalah satuan yang dibentuk sesuai Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

5b. Badan Pengelola Migas Aceh yang selanjutnya disingkat BPMA adalah suatu badan Pemerintah yang dibentuk untuk melakukan pengelolaan dan pengendalian bersama kegiatan usaha hulu di bidang Minyak dan Gas Bumi yang berada di darat dan laut di wilayah kewenangan Aceh (0 s.d. 12 mil laut).

6.

Surat Pemberitahuan Tahunan yang selanjutnya disingkat SPT adalah Surat Pemberitahuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

7.

Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang Melakukan Kegiatan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut SPT Tahunan PPh adalah Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama untuk melaporkan kewajiban Pajak Penghasilan termasuk PPh Migas.

8.

Financial Quarterly Report yang selanjutnya disingkat FQR adalah laporan anggaran dan realisasi untuk suatu tahun buku yang mencakup antara lain Lifting , biaya operasi dan perhitungan Bagi Hasil serta perhitungan PPh Migas Kontraktor, yang wajib disampaikan oleh Operator pada suatu wilayah kerja kepada SKK Migas atau BPMA secara kuartalan untuk setiap wilayah kerja.

9.

Final FQR Kuartal IV adalah FQR kuartal IV yang diakui dan digunakan SKK Migas atau BPMA untuk penyelesaian perhitungan Bagi Hasil serta untuk menghitung PPh Migas Kontraktor sesuai dengan ketentuan Kontrak Kerja Sama.

9a. FQR Tahun Buku Terakhir adalah FQR untuk tahun buku terjadinya pengakhiran Kontrak Kerja Sama.

9b. Final FQR Tahun Buku Terakhir adalah FQR Tahun Buku Terakhir yang diakui dan digunakan SKK Migas atau BPMA untuk penyelesaian perhitungan Bagi Hasil serta untuk menghitung PPh Migas Kontraktor sesuai dengan ketentuan Kontrak Kerja Sama di tahun buku terjadinya pengakhiran Kontrak Kerja Sama.

9c. __ FQR Settlement Right and Obligation adalah Final FQR Tahun Buku Terakhir yang disusun dan dilakukan penyesuaian untuk mencakup informasi sebagian perubahan hak dan kewajiban Kontraktor pada tanggal tertentu setelah tahun buku pengakhiran Kontrak Kerja Sama dari suatu penyelesaian pengakhiran wilayah kerja, yang diakui serta digunakan SKK Migas atau BPMA.

9d. FQR Final Settlement Right and Obligation adalah Final FQR Tahun Buku Terakhir yang disusun dan dilakukan penyesuaian untuk mencakup informasi seluruh perubahan hak dan kewajiban Kontraktor pada tanggal tertentu setelah tahun buku pengakhiran Kontrak Kerja Sama dari suatu penyelesaian pengakhiran wilayah kerja, yang diakui serta digunakan SKK Migas atau BPMA.

9e. Auditor Independen adalah auditor yang bertugas untuk melakukan pemeriksaan dalam rangka pengembalian biaya yang telah dikeluarkan untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi sehubungan dengan Kontrak Bagi Hasil yang ditunjuk berdasarkan kesepakatan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh yaitu Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dan Inspektorat Aceh.

10.

Satuan Tugas Pemeriksaan Bersama yang selanjutnya disebut Satgas Pemeriksaan Bersama adalah satuan tugas yang melaksanakan Pemeriksaan Bersama dan pemutakhiran temuan, yang keanggotaannya berasal dari instansi dan lembaga pemerintah yang terkait, atau unsur instansi, lembaga pemerintah yang terkait, dan Auditor Independen.

10a. Satuan Tugas Pemeriksaan Bersama untuk Kontraktor Kontrak Kerja Sama kegiatan usaha hulu Minyak dan Gas Bumi yang berkontrak dengan SKK Migas yang selanjutnya disebut Satgas Pemeriksaan Bersama I adalah Satgas Pemeriksaan Bersama yang keanggotaannya berasal dari Direktorat Jenderal Pajak, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, dan SKK Migas.

10b. Satuan Tugas Pemeriksaan Bersama untuk Kontraktor Kontrak Kerja Sama kegiatan usaha hulu Minyak dan Gas Bumi yang berkontrak dengan BPMA yang selanjutnya disebut Satgas Pemeriksaan Bersama II adalah Satgas Pemeriksaan Bersama yang keanggotaannya berasal dari Direktorat Jenderal Pajak, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, BPMA, dan Inspektorat Aceh.

11.

Pemeriksaan Bersama adalah kegiatan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Bagi Hasil dan PPh Migas yang dilaksanakan terhadap Kontraktor yang bertindak sebagai Operator berdasarkan pelaksanaan Kontrak Kerja Sama berbentuk Kontrak Bagi Hasil dengan pengembalian biaya operasi di bidang usaha hulu Minyak dan Gas Bumi untuk suatu wilayah kerja.

12.

Pemeriksaan Bersama Tahun Berjalan adalah Pemeriksaan Bersama yang dilakukan dalam rangka penerbitan Final FQR Kuartal __ IV __ atau Final FQR Tahun Buku Terakhir dalam hal terjadi pengakhiran Kontrak Kerja Sama, sebagai dasar penyampaian SPT Tahunan PPh.

13.

Pemeriksaan Bersama Setelah Tahun Berjalan adalah Pemeriksaan Bersama yang dilakukan atas suatu tahun buku atau beberapa tahun buku yang telah diterbitkan Final FQR Kuartal __ IV __ atau Final FQR Tahun Buku Terakhir dalam hal terjadi pengakhiran Kontrak Kerja Sama.

14.

Pemeriksa adalah pegawai negeri sipil dan/atau pegawai di instansi, lembaga pemerintah, dan/atau Auditor Independen sebagai anggota Satgas Pemeriksaan Bersama yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan Pemeriksaan Bersama.

15.

Surat Tugas Pemeriksaan Bersama yang selanjutnya disebut Surat Tugas adalah surat perintah untuk melakukan Pemeriksaan Bersama untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Bagi Hasil dan PPh Migas.

16.

Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan untuk periode tahun tersebut.

17.

Data yang dikelola secara elektronik yang selanjutnya disebut Data Elektronik adalah data yang bentuknya elektronik, yang dihasilkan oleh komputer dan/atau pengolah data elektronik lainnya dan disimpan dalam disket, compact disk, tape backup, hard disk, atau media penyimpanan elektronik lainnya.

18.

Kertas Kerja Pemeriksaan Bersama yang selanjutnya disingkat KKPB adalah catatan secara rinci dan jelas yang dibuat oleh Pemeriksa mengenai prosedur Pemeriksaan Bersama yang ditempuh, data, keterangan, dan/atau bukti yang dikumpulkan, pengujian yang dilakukan dan simpulan yang diambil sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Bersama.

19.

Notisi Temuan Hasil Pemeriksaan Bersama yang selanjutnya disebut Notisi adalah surat yang berisi tentang temuan Pemeriksaan Bersama yang dapat meliputi pos yang menjadi temuan, nilai temuan, kriteria Pemeriksaan Bersama, serta perhitungan sementara Bagi Hasil dan PPh Migas terutang.

20.

Pembahasan Hasil Pemeriksaan Bersama yang selanjutnya disebut Pembahasan adalah pembahasan antara Kontraktor dan Pemeriksa atas Notisi yang hasilnya dituangkan dalam berita acara pembahasan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dan berisi temuan yang mempengaruhi perhitungan Bagi Hasil dan PPh Migas terutang baik yang disetujui maupun yang tidak disetujui oleh Kontraktor.

21.

Laporan Hasil Pemeriksaan Bersama yang selanjutnya disingkat LHPB adalah laporan secara ringkas dan jelas yang berisi tentang pelaksanaan dan hasil Pemeriksaan Bersama yang disusun oleh Pemeriksa.

22.

Temuan Pemeriksaan yang Masih Perlu Pembahasan Lebih Lanjut yang selanjutnya disebut Pending Items adalah temuan Pemeriksaan Bersama yang tidak disetujui Kontraktor dalam Pembahasan sehingga belum dapat ditentukan status tindak lanjutnya.

23.

Pemutakhiran Tindak Lanjut Temuan Pemeriksaan Bersama yang selanjutnya disebut Pemutakhiran Temuan adalah proses pembahasan untuk menindaklanjuti Pending Items antara Satgas Pemeriksaan Bersama dengan Kontraktor yang dilakukan setelah LHPB diterbitkan.

24.

Pimpinan Kontraktor adalah pegawai yang diangkat atau ditunjuk untuk menjalankan kegiatan usaha untuk pelaksanaan Kontrak Kerja Sama dan secara nyata mempunyai wewenang dalam menentukan kebijakan dan/atau mengambil keputusan dalam menjalankan kegiatan usaha tersebut.

25.

Kuasa Kontraktor adalah orang yang menerima kuasa berdasarkan surat kuasa dari Pimpinan Kontraktor untuk melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban untuk Pemeriksaan Bersama.

2.

Ketentuan ayat (5) dan ayat (9) Pasal 2 diubah, di antara ayat (5) dan ayat (6) Pasal 2 disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (5a) dan ayat (5b), dan Pasal 2 ayat (8) dan ayat (10) dihapus sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:

Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG BEA CUKAI
174/PMK.04/2022

Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat

  • Ditetapkan: 22 Nov 2022
  • Diundangkan: 02 Des 2022

Relevan terhadap

Pasal 15Tutup
(1)

Pemasukan barang Pameran ke Tempat Penimbunan dapat dilakukan dari:

a.

luar Daerah Pabean; dan/atau

b.

TPPB lainnya.

(2)

Barang Pameran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) yang dapat dimasukkan ke Tempat Penimbunan merupakan barang Pameran milik:

a.

subjek pajak luar negeri;

b.

Pengusaha TPPB; atau

c.

pengusaha kena pajak sebagai subjek pajak dalam negeri selain Pengusaha TPPB.

(3)

Pengusaha TPPB wajib mempunyai salinan bukti pengukuhan sebagai pengusaha kena pajak milik subjek pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c.

(4)

Barang Pameran milik subjek pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c yang dapat dimasukkan ke Tempat Penimbunan berupa mesin produksi industri dan/atau mesin pertanian.

(5)

Dalam dokumen pemberitahuan pabean atas pemasukan barang Pameran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan:

a.

identitas subjek pajak luar negeri, Pengusaha TPPB, atau subjek pajak dalam negeri sebagai pemilik barang; dan

b.

identitas Pengusaha TPPB sebagai importir.

(6)

Atas pemasukan barang Pameran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

(7)

Barang Pameran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dimasukkan dalam kewajaran jumlah dan jenis tertentu ke Tempat Penimbunan:

a.

diberikan penangguhan bea masuk;

b.

tidak dipungut PDRI; dan/atau

c.

diberikan pembebasan cukai.

(8)

Barang yang dimasukkan ke Tempat Pameran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (6) tidak dapat diberikan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (7).

Thumbnail
BIDANG UMUM | HUKUM KEUANGAN NEGARA
45/PMK.01/2021

Account Representative pada Kantor Pelayanan Pajak

  • Ditetapkan: 05 Mei 2021
  • Diundangkan: 05 Mei 2021

Relevan terhadap

Pasal 2Tutup

Account Representative mempunyai tugas:

a.

melaksanakan analisis, penjabaran, dan pengelolaan dalam rangka memastikan wajib pajak mematuhi peraturan perundang-undangan mengenai perpajakan melalui perencanaan, pelaksanaan, dan tindak lanjut intensifikasi dan ekstensifikasi berbasis pendataan serta pemetaan ( mapping ) subjek dan objek pajak;

b.

melaksanakan kegiatan penguasaan wilayah, pengamatan potensi pajak, dan penguasaan informasi;

c.

melaksanakan pencarian, pengumpulan, pengolahan, penelitian, analisis, pemutakhiran, dan tindak lanjut data perpajakan;

d.

melaksanakan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak;

e.

menyusun konsep imbauan dan melaksanakan konseling kepada wajib pajak;

f.

melaksanakan pengawasan dan pemantauan tindak lanjut data dan informasi termasuk namun tidak terbatas pada data surat pemberitahuan, data pihak ketiga, dan data pengampunan pajak; dan

g.

melaksanakan pengelolaan administrasi penetapan dan menyusun konsep penerbitan produk hukum dan produk pengawasan perpajakan.

Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG PAJAK
130/PMK.010/2020

Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan

  • Ditetapkan: 18 Sep 2020
  • Diundangkan: 24 Sep 2020

Relevan terhadap 3 lainnya

Pasal 3Tutup
(1)

Untuk dapat memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Wajib Pajak badan harus memenuhi kriteria:

a.

merupakan Industri Pionir;

b.

berstatus sebagai badan hukum Indonesia;

c.

melakukan penanaman modal baru yang belum pernah diterbitkan:

1.

keputusan mengenai pemberian atau pemberitahuan mengenai penolakan pengurangan Pajak Penghasilan badan;

2.

keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu berdasarkan Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan;

3.

pemberitahuan mengenai pemberian pengurangan penghasilan neto atas penanaman modal baru atau perluasan usaha pada bidang usaha tertentu yang merupakan industri padat karya berdasarkan Pasal 29A Peraturan Pemerintah mengenai penghitungan penghasilan kena pajak dan pelunasan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan; dan

4.

keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan pada Kawasan Ekonomi Khusus berdasarkan Peraturan Pemerintah mengenai Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus;

d.

mempunyai nilai rencana penanaman modal baru paling sedikit sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);

e.

memenuhi ketentuan besaran perbandingan antara utang dan modal sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai penentuan besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan Pajak Penghasilan; dan

f.

berkomitmen untuk mulai merealisasikan rencana penanaman modal paling lambat 1 (satu) tahun setelah diterbitkannya keputusan pengurangan Pajak Penghasilan badan.

(2)

Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a.

industri logam dasar hulu:

1.

besi baja; atau

2.

bukan besi baja, tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;

b.

industri pemurnian atau pengilangan minyak dan gas bumi tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;

c.

industri kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi, gas alam, dan/atau batubara tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;

d.

industri kimia dasar organik yang bersumber dari hasil pertanian, perkebunan, atau kehutanan tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;

e.

industri kimia dasar anorganik tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;

f.

industri bahan baku utama farmasi tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;

g.

industri pembuatan peralatan iradiasi, elektromedikal, atau elektroterapi;

h.

industri pembuatan komponen utama peralatan elektronika atau telematika;

i.

industri pembuatan mesin dan komponen utama mesin;

j.

industri pembuatan komponen robotik yang mendukung industri pembuatan mesin-mesin manufaktur;

k.

industri pembuatan komponen utama mesin pembangkit tenaga listrik;

l.

industri pembuatan kendaraan bermotor dan komponen utama kendaraan bermotor;

m.

industri pembuatan komponen utama kapal;

n.

industri pembuatan komponen utama kereta api;

o.

industri pembuatan komponen utama pesawat terbang dan aktivitas penunjang industri dirgantara;

p.

industri pengolahan berbasis hasil pertanian, perkebunan, atau kehutanan yang menghasilkan bubur kertas ( pulp ) tanpa atau beserta turunannya;

q.

infrastruktur ekonomi; atau

r.

ekonomi digital yang mencakup aktivitas pengolahan data, hosting , dan kegiatan yang berhubungan dengan itu.

(3)

Rincian bidang usaha dan jenis produksi dari masing- masing cakupan Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal.

(4)

Dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimiliki langsung oleh Wajib Pajak dalam negeri, selain memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak harus melampirkan surat keterangan fiskal seluruh pemegang saham yang tercatat dalam akta pendirian atau akta perubahan terakhir.

(5)

Dalam hal terjadi perubahan pemegang saham, surat keterangan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus dimiliki oleh pemegang saham yang tercatat dalam akta perubahan terakhir.

(6)

Surat keterangan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Pasal 5Tutup
(1)

Dalam hal Wajib Pajak melakukan penanaman modal pada bidang usaha yang tidak tercantum sebagai Industri Pionir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan.

(2)

Permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan jika memenuhi:

a.

kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf f;

b.

skor kriteria kuantitatif Industri Pionir mencapai paling sedikit 80 (delapan puluh); dan

c.

persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4).

(3)

Skor kriteria kuantitatif Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dihitung berdasarkan hasil kajian Industri Pionir yang dilakukan oleh Wajib Pajak.

(4)

Kriteria kuantitatif Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(5)

Wajib Pajak yang melakukan penanaman modal pada bidang usaha yang tidak tercantum sebagai Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat melanjutkan permohonan secara daring melalui sistem OSS.

(6)

Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan dengan mengunggah dokumen yang meliputi:

a.

salinan digital rincian aktiva tetap dalam rencana nilai penanaman modal;

b.

salinan digital atau dokumen elektronik surat keterangan fiskal para pemegang saham;

c.

salinan digital kajian pemenuhan kriteria Industri Pionir; dan

d.

salinan digital penghitungan sendiri kriteria kuantitatif Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(7)

Salinan digital penghitungan sendiri kriteria kuantitatif Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf d diperlakukan sebagai pernyataan komitmen kesanggupan pemenuhan kriteria Industri Pionir oleh Wajib Pajak.

(8)

Berdasarkan permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal melakukan penilaian atas penghitungan skor pemenuhan kriteria kuantitatif Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak permohonan diterima lengkap.

(9)

Dalam hal hasil penilaian Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (8) memperoleh skor paling sedikit 80 (delapan puluh), penanaman modal Wajib Pajak dinyatakan memenuhi kriteria Industri Pionir.

(10)

Permohonan penanaman modal Wajib Pajak yang telah dinyatakan memenuhi kriteria Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (9) diproses oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagai usulan pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan.

(11)

Kelanjutan proses permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) diberitahukan melalui sistem OSS kepada Wajib Pajak.

(12)

Dalam hal hasil penilaian Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak mencapai skor 80 (delapan puluh), penanaman modal Wajib Pajak dinyatakan tidak memenuhi kriteria Industri Pionir.

(13)

Penanaman modal Wajib Pajak yang dinyatakan tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (12), diberitahukan melalui sistem OSS kepada Wajib Pajak bahwa permohonan Wajib Pajak tidak memenuhi kriteria Industri Pionir.

(14)

Penilaian kriteria kuantitatif Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat dilakukan penilaian kembali saat pemeriksaan lapangan yang dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Pajak berdasarkan permohonan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dari Wajib Pajak.

(15)

Kriteria kuantitatif Industri Pionir yang dapat dilakukan penilaian kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (14), tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

MenimbangTutup
a.

bahwa pengaturan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan merupakan upaya pemerintah dalam rangka memberikan kepastian hukum dan membantu pengembangan usaha pada industri pionir;

b.

bahwa untuk mendorong kemudahan berusaha bagi industri pionir perlu dilakukan penyesuaian terhadap mekanisme pemberian dan pengajuan fasilitas bagi industri pionir;

c.

bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.010/2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan sudah tidak sesuai lagi dengan penyederhanaan mekanisme pemberian dan pengajuan fasilitas tersebut, dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemberian Fasiltas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan;

Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG PAJAK
PP 58 TAHUN 2023

Tarif dan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi ...

  • Ditetapkan: 27 Des 2023
  • Diundangkan: 27 Des 2023

Relevan terhadap

Pasal 4Tutup

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Pasal 2 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010 tentang Tarif Pemotongan dan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5174), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 5 Peraturan Pemerintah ini tanggal I Jamtari2024. mulai berlaku pada Agar Agar setiap pengundangan penempatannya Indonesia. orang mengeta , memerintahkan Peraturan Pemerintah ini dengan dalam Lembaran Negara Republik Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 Desemfur 2023 ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 27 Desember 2023 MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd. PRATIKNO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 163 I PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2023 TENTANG TARIF PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKER.IAAN, JASA, ATAU KEGIATAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI I. UMUM Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahurl. 2O2l tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, terdapat perubahan materi khususnya perubahan tarif pajak penghasilan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, Untuk itu, perlu dilakukan penyesuaian tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi. Selanjutnya, dalam rangka mendorong tingkat kepatuhan Wajib Pajak terhadap pemenuhan kewajiban pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21, perlu memberikan kemudahan teknis pcnghitungan dan administrasi pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21, Untuk mewujudkan hal-hal tersebut di atas, perlu diatur penggunaan tarifefektifyang digunakan untuk pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21, selain tarif pajak penghasilan Pasal L7 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan. Berdasarkan ketentuan Pasal 2l ayat (5) Undang- Undang Pajak Penghasilan, tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dapat ditetapkan berbeda dari tarif pajak penghasilan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan, melalui Peraturan Pemerintah. Penetapan tarif efektif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dilakukan dengan telah memperhatikan adanya pengurang penghasilan bruto berupa biaya ^jabatan atau biaya pensiun, iuran pensiun, dan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Penerapan tarif efektif ini akan memberikan kemudahan dan penyederhanaan bagi Wajib Pajak. Pajak Penghasilan Pasal 21 Peraturan Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai tarif ^pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 berupa tarif Pasal 17 ayat ^(1) huruf a dan ^tarif ^efektif yang digunakan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menerima penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, ^jasa, atau kegiatan, termasuk ^pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota tentara nasional Indonesia, ^anggota kepolisian negara Republik Indonesia, dan ^pensiunannya. II. PASALDEMI PASAL

Thumbnail
BEA MASUK | BIDANG IMPOR
172/PMK.04/2022

Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 218/PMK.04/2019 tentang Pembebasan Bea Masuk dan/atau Tidak Dipungut Pajak dalam rangka Impor atas Imp ...

  • Ditetapkan: 22 Nov 2022
  • Diundangkan: 23 Nov 2022

Relevan terhadap

Pasal 2Tutup
(1)

Atas impor barang untuk kegiatan penyelenggaraan panas bumi dapat diberikan pembebasan bea masuk.

(2)

Kegiatan penyelenggaraan panas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pemanfaatan tidak langsung yang meliputi:

a.

Survei Pendahuluan atau Survei Pendahuluan dan Eksplorasi;

b.

Eksplorasi;

c.

Eksploitasi; dan/atau

d.

pemanfaatan.

(3)

Bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk:

a.

bea masuk anti dumping;

b.

bea masuk imbalan;

c.

bea masuk tindakan pengamanan; dan/atau

d.

bea masuk pembalasan.

(4)

Pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

barang tersebut belum dapat diproduksi di dalam negeri;

b.

barang tersebut sudah diproduksi di dalam negeri namun belum memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan; atau

c.

barang tersebut sudah diproduksi di dalam negeri namun jumlahnya belum mencukupi kebutuhan industri.

(5)

Terhadap barang impor yang telah diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan perlakuan perpajakan berupa:

a.

tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah; dan/atau

b.

dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor Barang Kena Pajak tertentu yang digunakan dalam rangka penyelenggaraan panas bumi, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.

Thumbnail
KEPABEANAN | MITRA UTAMA
PMK 128 TAHUN 2023

Mitra Utama Kepabeanan

  • Ditetapkan: 28 Nov 2023
  • Diundangkan: 30 Nov 2023

Relevan terhadap

Pasal 3Tutup

Penetapan Importir dan/atau Eksportir sebagai MITA Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dilakukan sepanjang Importir dan/atau Eksportir telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a.

di bidang kepabeanan, meliputi:

1.

terdapat kegiatan impor dan/atau ekspor dalam periode 6 (enam) bulan terakhir;

2.

memiliki kepatuhan yang meliputi: a) dalam periode 6 (enam) bulan terakhir:

1)

tidak pernah melakukan kesalahan mencantumkan jumlah, jenis barang, dan/atau nilai pabean dalam pemberitahuan pabean;

2)

tidak pernah melakukan pelanggaran fasilitas di bidang kepabeanan; dan

3)

tidak pernah melakukan pelanggaran di bidang kepabeanan lainnya; b) tidak sedang mempunyai tunggakan kewajiban pembayaran bea masuk, bea keluar, cukai, pajak dalam rangka impor, dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang sudah jatuh tempo; dan c) dalam hal telah dilakukan audit kepabeanan, tidak terdapat rekomendasi yang menyatakan bahwa perusahaan tidak dapat dilakukan audit berdasarkan hasil audit terakhir;

b.

di bidang perpajakan, meliputi:

1.

telah mendapatkan Keterangan Status Wajib Pajak yang memuat status valid; dan

2.

tidak sedang memiliki utang pajak yang telah jatuh tempo pembayaran utang pajak;

c.

tidak pernah melakukan pelanggaran pidana di bidang kepabeanan, cukai, dan/atau perpajakan;

d.

berbentuk badan usaha dengan melakukan kegiatan/ aktivitas yang sesuai dengan klasifikasi bidang usaha;

e.

memiliki sistem pengendalian internal yang memadai yang paling sedikit meliputi:

1.

struktur organisasi yang mencerminkan adanya pemisahan fungsi, wewenang, dan tanggung jawab antar bagian dalam pengelolaan kegiatan operasional perusahaan;

2.

prosedur pengurusan perizinan dari kementerian/ lembaga, dalam hal kegiatan kepabeanan mempersyaratkan dokumen perizinan;

3.

prosedur pembuatan dan penyampaian dokumen kepabeanan; dan

4.

prosedur pencatatan, penerimaan, dan/atau pengeluaran barang impor dan/atau ekspor;

f.

memiliki pegawai yang memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang kepabeanan yang dibuktikan dengan memiliki sertifikat yang diterbitkan oleh badan yang mempunyai tugas untuk melaksanakan pendidikan dan pelatihan di bidang keuangan negara;

g.

memiliki laporan keuangan dengan mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian berdasarkan hasil audit akuntan publik terhadap laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir; dan

h.

menyatakan kesediaan untuk ditetapkan sebagai MITA Kepabeanan.

  • 1
  • ...
  • 5
  • 6
  • 7
  • ...
  • 56