Pelaksanaan Sistem Sakti
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Sistem SAKTI yang selanjutnya disebut SAKTI adalah sistem yang mengintegrasikan proses perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan, serta pertanggungjawaban anggaran pendapatan dan belanja negara pada instansi pemerintah, yang merupakan bagian dari sistem pengelolaan keuangan negara.
Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara yang selanjutnya disebut SPAN adalah sistem terintegrasi seluruh proses yang terkait dengan pengelolaan anggaran yang meliputi penyusunan anggaran, manajemen dokumen anggaran, manajemen supplier , manajemen komitmen pengadaan barang dan jasa, manajemen pembayaran, manajemen penerimaan negara, manajemen kas, akuntansi, dan pelaporan.
Arsip Data Komputer yang selanjutnya disingkat ADK adalah arsip data dalam bentuk softcopy yang disimpan dalam media penyimpanan digital.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi BUN.
Pembantu Pengguna Anggaran BUN yang selanjutnya disebut PPA BUN adalah unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari Bagian Anggaran (BA) BUN.
Kuasa BUN adalah pejabat yang diangkat oleh BUN untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan APBN dalam wilayah kerja yang ditetapkan.
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang selanjutnya disebut Kanwil DJPb merupakan instansi vertikal yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) yang memperoleh kuasa dari BUN untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi BUN.
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga yang selanjutnya disingkat RKA-K/L adalah dokumen rencana keuangan tahunan Kementerian Negara/Lembaga yang disusun menurut BA Kementerian Negara/Lembaga.
Rencana Kerja dan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut RKA BUN adalah dokumen perencanaan anggaran BA BUN yang memuat rincian kebutuhan dana baik yang berbentuk anggaran belanja maupun pembiayaan dalam rangka pemenuhan kewajiban pemerintah pusat dan transfer ke daerah dan dana desa tahunan yang disusun oleh kuasa pengguna anggaran BUN.
Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut RDP BUN adalah dokumen perencanaan anggaran BA BUN yang merupakan himpunan RKA BUN.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disebut DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang digunakan sebagai acuan Pengguna Anggaran dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN.
Modul Administrasi adalah bagian dari SAKTI yang berfungsi untuk mengelola data referensi dan data user SAKTI.
Modul Penganggaran adalah bagian dari SAKTI yang berfungsi untuk penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) sampai dengan penyusunan dokumen pelaksanaan anggaran termasuk didalamnya proses perencanaan penyerapan anggaran dan penerimaan/pendapatan dalam periode satu tahun anggaran.
Modul Komitmen adalah bagian dari SAKTI yang berfungsi untuk pengelolaan aktivitas terkait pencatatan data supplier , kontrak, dan Berita Acara Serah Terima (BAST) dalam rangka pelaksanaan APBN untuk mendukung pengelolaan data pagu, perencanaan kas dan referensi dalam pelaksanaan pembayaran.
Modul Bendahara adalah bagian dari SAKTI yang berfungsi untuk penatausahaan penerimaan dan pengeluaran negara melalui bendahara.
Modul Pembayaran adalah bagian dari SAKTI yang berfungsi untuk pengajuan pembayaran atas beban APBN, pengesahan pendapatan dan belanja, dan pencatatan surat perintah pencairan dana.
Modul Persediaan adalah bagian dari SAKTI yang berfungsi untuk penatausahaan, pengakuntansian, dan pelaporan barang persediaan.
Modul Aset Tetap adalah bagian dari SAKTI yang berfungsi untuk penatausahaan, pengakuntansian dan pelaporan barang milik negara berupa aset tetap dan aset tak berwujud.
Modul Piutang adalah bagian dari SAKTI yang berfungsi untuk melakukan penatausahaan dan pengakuntansian piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Modul Akuntansi dan Pelaporan adalah bagian dari SAKTI yang berfungsi untuk pengintegrasian data jurnal dari semua modul SAKTI dalam rangka penyusunan laporan keuangan.
Sistem Mitra adalah sistem yang dimiliki oleh Kementerian Negara/Lembaga dan pihak lainnya dengan lingkup penggunaan sistem secara nasional yang akan diinterkoneksikan dengan SAKTI.
Pihak Mitra adalah Kementerian Negara/Lembaga dan pihak lainnya sebagai pemilik Sistem Mitra.
Entitas Akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran/pengguna barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan.
Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih Entitas Akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan.
Instansi adalah sebutan kolektif bagi entitas yang meliputi satuan kerja, kantor wilayah atau yang setingkat, unit eselon I dan Kementerian Negara/Lembaga.
Satuan Kerja yang selanjutnya disebut Satker adalah unit organisasi lini Kementerian Negara/Lembaga atau unit organisasi Pemerintah Daerah yang melaksanakan kegiatan Kementerian Negara/Lembaga dan memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran.
Chief of Information Officer yang selanjutnya disingkat CIO adalah suatu jabatan strategis yang memadukan sistem informasi dan teknologi informasi dengan aspek manajemen agar memberikan dukungan maksimal terhadap pencapaian tujuan.
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Kementerian Negara/Lembaga yang selanjutnya disebut APIP K/L adalah Inspektorat Jenderal/Inspektorat Utama/ Inspektorat atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri/Pimpinan Lembaga.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.
Kuasa Pengguna Barang yang selanjutnya disingkat KPB adalah kepala Satker atau pejabat yang ditunjuk oleh pengguna barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN.
Pejabat Penandatangan SPM yang selanjutnya disingkat PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk melakukan pengujian surat permintaan pembayaran yang diterima dari PPK sebagai dasar untuk menerbitkan/menandatangani SPM.
Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja negara dalam pelaksanaan APBN pada kantor/Satker Kementerian Negara/Lembaga.
Bendahara Penerimaan adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan negara dalam rangka pelaksanaan APBN pada kantor/Satker Kementerian Negara/Lembaga.
Bendahara Pengeluaran Pembantu adalah orang yang ditunjuk sebagai pembantu Bendahara Pengeluaran untuk melaksanakan pembayaran kepada yang berhak guna kelancaran pelaksanaan kegiatan tertentu.
Surat Perintah Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPBy adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK atas nama KPA yang berguna untuk mengeluarkan uang persediaan yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran kepada pihak yang dituju.
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA.
Surat Perintah Pengesahan Pendapatan dan Belanja Badan Layanan Umum yang selanjutnya disingkat SP3B BLU adalah surat perintah yang diterbitkan oleh PPSPM untuk dan atas nama KPA kepada Kuasa BUN untuk mengesahkan pendapatan dan/atau belanja Badan Layanan Umum (BLU) yang sumber dananya berasal dari PNBP yang digunakan langsung.
Surat Perintah Pengesahan Hibah Langsung yang selanjutnya disingkat SP2HL adalah surat yang diterbitkan oleh PA/KPA atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mengesahkan pembukuan pendapatan hibah yang pencairannya tidak melalui Kuasa BUN dan/atau belanja yang bersumber dari hibah yang pencairannya tidak melalui Kuasa BUN.
Surat Perintah Pengesahan Pengembalian Pendapatan Hibah Langsung yang selanjutnya disingkat SP4HL adalah surat yang diterbitkan oleh PA/KPA atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mengesahkan pembukuan pengembalian saldo pendapatan hibah langsung kepada pemberi hibah.
Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak yang selanjutnya disingkat SPMKP adalah surat perintah dari kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) kepada KPPN untuk menerbitkan surat perintah pencairan dana yang ditujukan kepada bank operasional mitra kerja KPPN, sebagai dasar kompensasi utang pajak dan/atau dasar pembayaran kembali kelebihan pembayaran pajak kepada wajib pajak.
Surat Perintah Membayar Kembali Bea Masuk, Denda Administrasi, dan/atau Bunga yang selanjutnya disingkat SPM P-BMDAB adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai atas nama Menteri Keuangan mengenai pengembalian Bea Masuk, Denda Administrasi, dan/atau Bunga sebagai dasar penerbitan surat perintah pencairan dana.
Surat Perintah Membayar Kembali Bea Masuk dan/atau Cukai yang selanjutnya disingkat SPM P-BMC adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai atas nama Menteri Keuangan mengenai pengembalian Bea Masuk dan/atau Cukai.
Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga yang selanjutnya disingkat SPMIB adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak untuk membayar imbalan bunga kepada wajib pajak.
Surat Permintaan Penerbitan Aplikasi Penarikan Dana Pembayaran Langsung/Pembiayaan Pendahuluan selanjutnya disingkat SPP APD-PL/PP adalah dokumen yang ditandatangani oleh PA/KPA sebagai dasar bagi Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara atau KPPN dalam mengajukan permintaan pembayaran kepada Pemberi PHLN.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
Dana Titipan adalah dana yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran selain Uang Persediaan (UP) dalam rangka pelaksanaan APBN.
Dana Pihak Ketiga adalah dana yang masuk ke pengelolaan rekening yang dikelola oleh bendahara yang belum dapat ditentukan menjadi milik negara atau tidak.
Surat Bukti Setor yang selanjutnya disingkat SBS adalah tanda bukti penerimaan yang diberikan oleh bendahara pada penyetor.
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari pajak.
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah yang selanjutnya disingkat KPJM adalah pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut dilakukan dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran, dengan mempertimbangkan implikasi biaya akibat keputusan yang bersangkutan pada tahun berikutnya yang dituangkan dalam prakiraan maju.
Rencana Penarikan Dana yang selanjutnya disingkat RPD adalah rencana penarikan kebutuhan dana yang ditetapkan oleh KPA untuk pelaksanaan kegiatan Satker dalam periode 1 (satu) tahun yang dituangkan dalam DIPA.
Rencana Penarikan Dana Harian yang selanjutnya disebut RPD Harian adalah rencana penarikan kebutuhan dana harian yang memuat tanggal penarikan dana, jenis belanja, dan jumlah nominal penarikan.
Rencana Penerimaan Dana adalah rencana penyetoran penerimaan dalam periode 1 (satu) tahun yang dituangkan dalam DIPA.
Pengguna ( User ) SAKTI yang selanjutnya disebut Pengguna adalah para pihak pada instansi yang berdasarkan kewenangannya diberikan hak untuk mengoperasikan SAKTI dan tindakannya dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Administrator adalah pegawai yang diberi kewenangan oleh PA/KPA/Pejabat yang ditetapkan untuk melaksanakan fungsi teknis administrasi SAKTI.
Hak Akses adalah hak yang diberikan untuk melakukan interaksi dengan sistem elektronik.
Kode Akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi diantaranya, yang merupakan kunci untuk dapat mengakses komputer dan/atau sistem elektronik lainnya.
Nomor Register Supplier yang selanjutnya disingkat NRS adalah nomor referensi yang diterbitkan oleh SPAN dalam rangka pendaftaran data supplier yang diajukan oleh Satker yang akan dijadikan sebagai identitas bagi supplier SPAN.
Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan APBN berupa laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, laporan operasional, laporan perubahan ekuitas, laporan perubahan saldo anggaran lebih, dan catatan atas Laporan Keuangan.
Rekonsiliasi adalah proses pencocokan data transaksi keuangan yang diproses dengan beberapa sistem/subsistem yang berbeda berdasarkan dokumen sumber yang sama.
E-Rekon dan LK adalah sistem berbasis web yang digunakan dalam pelaksanaan Rekonsiliasi, penyusunan Laporan Keuangan, serta penyatuan data Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga.
Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Unit Akuntansi KPB yang selanjutnya disingkat UAKPB adalah unit akuntansi BMN pada tingkat Satker/KPB yang memiliki wewenang mengurus dan/atau menggunakan BMN.
Unit Akuntansi Pembantu Kuasa Pengguna Barang, yang selanjutnya disingkat UAPKPB, adalah unit yang dapat dibentuk oleh UAKPB untuk membantu UAKPB melakukan penatausahaan BMN.
Keadaan Kahar ( Force Majeure ) adalah suatu keadaan di luar kehendak, kendali dan kemampuan pengelola sistem SAKTI seperti terjadinya bencana alam, kebakaran, pemogokan umum, perang (dinyatakan atau tidak dinyatakan), pemberontakan, revolusi, makar, huru- hara, terorisme, sabotase, termasuk kebijakan pemerintah yang mengakibatkan sistem SAKTI tidak berfungsi.
Business Continuity Plan yang selanjutnya disingkat BCP adalah pengelolaan proses kelangsungan kegiatan pada saat keadaan darurat dengan tujuan untuk melindungi sistem informasi, memastikan kegiatan dan layanan, dan memastikan pemulihan yang tepat.
Help, Answer, Improve DJPb yang selanjutnya disebut HAI-DJPb adalah layanan resmi Direktorat Jenderal Perbendaharaan dalam melayani penerimaan dan penyampaian informasi serta permasalahan terkait tugas pokok dan fungsi DJPb.
Dokumen Pendukung adalah semua dokumen yang secara peraturan perundang-undangan menjadi pendukung dan wajib ada sebagai bagian pengajuan sebuah surat, dokumen, formulir, dan segala dokumen resmi lainnya yang diterbitkan oleh Kementerian Negara/Lembaga.
Teknologi Informasi dan Komunikasi yang selanjutnya disebut dengan TIK adalah segala kegiatan yang terkait dengan pemrosesan, manipulasi, pengelolaan, dan pemindahan informasi antar media.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10/PMK.02/2017 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2017. ...
Relevan terhadap
Perubahan Anggaran Belanja yang Bersumber dari PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a merupakan penambahan atau pengurangan alokasi . anggaran yang dapat digunakan oleh Kementerian/ Lembaga, termasuk Satker Badan Layanan Umum.
Perubahan Anggaran Belanja yang Bersumber dari PNBP yang bersifat menambah alokasi anggaran yang dapat digunakan oleh Kementerian/ Lembaga termasuk Satker Badan Layanan Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sebagai akibat dari:
kelebihan realisasi atas target PNBP fungsional (PNBP yang dapat digunakan kembali) yang direncanakan dalam APBN atau APBN Perubahan;
adanya PNBP yang berasal kontrakjkerjasamajnota kesepahaman; dari c. adanya Peraturan Pemerintah mengena1 Jenls dan tarif atas jenis PNBP baru;
adanya Satker PNBP baru;
adanya persetujuan penggunaan sebagian dana PNBP baru atau peningkatan persetujuan penggunaan sebagian dana PNBP berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan mengena1 persetujuan penggunaan sebagian dana PNBP;
adanya penetapan status pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum pada suatu Satker;
penggunaan anggaran belanja yang bersumber dari PNBP di atas pagu APBN untuk Satker Badan Layanan Umum dan/ a tau penggunaan saldo Badan Layanan Umum dari tahun sebelumnya; dan / a tau h. adanya perkiraan PNBP dari kegiatan:
pendidikan dan pelatihan berdasarkan surat pernyataan KPA; dan
pelayanan kesehatan berdasarkan surat pernyataan Kepala Rumah Sakit, untuk menambah volume Keluaran (Output).
Perubahan Anggaran Belanja yang Bersumber dari PNBP yang bersifat mengurangi alokasi anggaran yang dapat digunakan oleh KementerianjLembaga termasuk Satker Badan Layanan Umurn sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sebagai akibat dari:
penurunan atas target PNBP fungsional (PNBP yang dapat digunakan kembali) yang tercanturn. dalam APBN atau APBN Perubahan sebagai akibat dari adanya perubahan kebijakan Pemerintah atau Keadaan Kahar;
penurunan besaran persetujuan penggunaan sebagian dana PNBP berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan tentang persetujuan penggunaan sebagian dana PNBP; dan j atau c. pencabutan status pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum pada suatu Satker.
Perubahan Anggaran Belanja yang Bersumber dari PNBP dapat diikuti dengan perubahan rincian.
Usul revisi terkait dengan perubahan anggaran belanja K/L yang bersumber dari PNBP ditelaah bersama-sama an tara Kernen terian j Lem bag a dengan Direktorat teknis mitra Kementerianj Lembaga dan Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak, Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan;
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Revisi Anggaran untuk penggunaan anggaran belanj a yang bersumber dari PNBP di atas pagu APBN untuk Satker Badan Layanan Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Ketentuan ayat (3) Pasal 16 diubah, sehingga Pasal 1 6 berbunyi sebagai berikut:
Penggunaan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersifat Volatil dan Kebutuhan Mendesak pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Ra ...
Pengalokasian Dana Desa Setiap Desa, Penggunaan, dan Penyaluran Dana Desa Tahun Anggaran 2025
Relevan terhadap
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGALOKASIAN DANA DESA SETIAP DESA, PENGGUNAAN, DAN PENYALURAN DANA DESA TAHUN ANGGARAN 2025. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menteri Keuangan yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. 3. Badan Pemeriksa Keuangan yang selanjutnya disingkat BPK adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 4. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 5. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, yang selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 6. Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Desa. 7. Dana Desa adalah bagian dari transfer ke daerah yang diperuntukkan bagi Desa dengan tujuan untuk mendukung pendanaan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. 8. Alokasi Dasar adalah alokasi yang dibagi secara proporsional kepada setiap Desa. 9. Alokasi Afirmasi adalah adalah alokasi yang dibagi secara proporsional kepada Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal dan dapat mempertimbangkan jumlah penduduk miskin tinggi di Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal. 10. Alokasi Kinerja adalah alokasi yang dibagi kepada Desa dengan kinerja terbaik. 11. Alokasi Formula adalah alokasi yang dihitung dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis. 12. Indeks Kesulitan Geografis Desa yang selanjutnya disebut IKG Desa adalah angka yang mencerminkan tingkat kesulitan geografis suatu Desa berdasarkan variabel ketersediaan pelayanan dasar, kondisi infrastruktur, transportasi, dan komunikasi. 13. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa selanjutnya disebut APBDes adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan Desa. 14. Bantuan Langsung Tunai Desa yang selanjutnya disebut BLT Desa adalah pemberian uang tunai kepada keluarga penerima manfaat di Desa yang bersumber dari Dana Desa. 15. Aplikasi Online Monitoring Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara Transfer ke Daerah yang selanjutnya disebut Aplikasi OM-SPAN TKD adalah aplikasi yang digunakan untuk penyaluran belanja transfer dan menyediakan informasi untuk monitoring transaksi dan kebutuhan lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan diakses melalui jaringan berbasis web. Pasal 2 Peraturan Menteri ini mengatur mengenai:
pengalokasian Dana Desa setiap Desa tahun anggaran 2025;
penggunaan Dana Desa tahun anggaran 2025; dan
penyaluran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya tahun anggaran 2025. BAB II PENGALOKASIAN DANA DESA SETIAP DESA Pasal 3 (1) Dana Desa tahun anggaran 2025 ditetapkan sebesar Rp71.000.000.000.000,00 (tujuh puluh satu triliun rupiah), yang terdiri atas:
sebesar Rp69.000.000.000.000,00 (enam puluh sembilan triliun rupiah) pengalokasiannya dihitung pada tahun anggaran sebelum tahun anggaran berjalan berdasarkan formula; dan
sebesar Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah) pengalokasiannya dihitung pada tahun anggaran berjalan sebagai insentif Desa dan/atau melaksanakan kebijakan Pemerintah. (2) Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dialokasikan kepada setiap Desa dengan ketentuan sebagai berikut:
Alokasi Dasar sebesar 65% (enam puluh lima persen) dari anggaran Dana Desa atau sebesar Rp44.849.889.580.000,00 (empat puluh empat triliun delapan ratus empat puluh sembilan miliar delapan ratus delapan puluh sembilan juta lima ratus delapan puluh ribu rupiah);
Alokasi Afirmasi sebesar 1% (satu persen) dari anggaran Dana Desa atau sebesar Rp689.991.928.000,00 (enam ratus delapan puluh sembilan miliar sembilan ratus sembilan puluh satu juta sembilan ratus dua puluh delapan ribu rupiah);
Alokasi Kinerja sebesar 4% (empat persen) dari anggaran Dana Desa atau sebesar Rp2.759.904.462.000,00 (dua triliun tujuh ratus lima puluh sembilan miliar sembilan ratus empat juta empat ratus enam puluh dua ribu rupiah); dan
Alokasi Formula sebesar 30% (tiga puluh persen) dari anggaran Dana Desa dan ditambahkan dengan selisih lebih hasil penghitungan Alokasi Dasar, Alokasi Afirmasi, dan Alokasi Kinerja yang tidak terbagi habis untuk setiap Desa atau sebesar Rp20.700.214.030.000,00 (dua puluh triliun tujuh ratus miliar dua ratus empat belas juta tiga puluh ribu rupiah).
Insentif Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dialokasikan berdasarkan kriteria tertentu. Pasal 4 (1) Alokasi Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a dibagikan secara proporsional kepada setiap Desa berdasarkan klaster Desa. (2) Klaster Desa dalam Alokasi Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagi menjadi 7 (tujuh) klaster berdasarkan jumlah penduduk. Pasal 5 (1) Alokasi Afirmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b dibagikan kepada Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal yang memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak. (2) Alokasi Afirmasi untuk setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan formula penghitungan Alokasi Afirmasi untuk setiap Desa. (3) Besaran Alokasi Afirmasi untuk Desa tertinggal yang memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak dihitung sebesar 1 (satu) kali Alokasi Afirmasi setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Besaran Alokasi Afirmasi untuk Desa sangat tertinggal yang memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak dihitung sebesar 1,1 (satu koma satu) kali Alokasi Afirmasi setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (5) Alokasi Afirmasi setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) terdiri atas:
Alokasi Afirmasi untuk Desa tertinggal sebesar Rp113.830.000,00 (seratus tiga belas juta delapan ratus tiga puluh ribu rupiah); dan
Alokasi Afirmasi untuk Desa sangat tertinggal sebesar Rp125.213.000,00 (seratus dua puluh lima juta dua ratus tiga belas ribu rupiah). (6) Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Desa yang berada pada kelompok Desa di desil 3 (tiga) sampai dengan desil 10 (sepuluh) dari jumlah penduduk miskin ekstrem berdasarkan penghitungan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Pasal 6 (1) Alokasi Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf c dibagikan kepada Desa dengan kinerja terbaik. (2) Penetapan jumlah Desa penerima Alokasi Kinerja pada setiap kabupaten/kota dilakukan berdasarkan proporsi jumlah Desa pada kabupaten/kota. (3) Penetapan Desa dengan kinerja terbaik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinilai berdasarkan:
kriteria utama; dan
kriteria kinerja. Pasal 7 Kriteria utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a merupakan kriteria untuk Desa yang:
telah menerima penyaluran Dana Desa tahap I yang ditentukan penggunaannya pada tahun anggaran 2024;
memiliki rasio sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran 2023 terhadap pagu Dana Desa tahun anggaran 2023 tidak melebihi 30% (tiga puluh persen); dan
tidak terdapat penyalahgunaan keuangan Desa tahun anggaran 2024 sampai dengan batas waktu penghitungan rincian Dana Desa tahun anggaran 2025. Pasal 8 (1) Kriteria kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf b terdiri atas:
indikator wajib; dan/atau
indikator tambahan. (2) Indikator wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikelompokkan dalam 4 (empat) kategori dengan bobot, yaitu:
pengelolaan keuangan Desa tahun anggaran 2024 dengan bobot 20% (dua puluh persen), terdiri atas:
perubahan rasio pendapatan asli Desa terhadap total pendapatan APBDes dengan bobot 50% (lima puluh persen); dan
status operasional badan usaha milik Desa dengan bobot 50% (lima puluh persen);
pengelolaan Dana Desa tahun anggaran 2024 dengan bobot 20% (dua puluh persen), terdiri atas:
persentase anggaran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya terhadap total Dana Desa dengan bobot 60% (enam puluh persen); dan
persentase pelaksanaan kegiatan Dana Desa secara swakelola dengan bobot 40% (empat puluh persen);
capaian keluaran Dana Desa tahun anggaran 2023 dengan bobot 25% (dua puluh lima persen), terdiri atas:
persentase realisasi penyerapan Dana Desa dengan bobot 50% (lima puluh persen); dan
persentase capaian keluaran Dana Desa dengan bobot 50% (lima puluh persen); dan
capaian hasil pembangunan Desa tahun anggaran 2024 dengan bobot 35% (tiga puluh lima persen), terdiri atas:
status Desa indeks Desa membangun terakhir dengan bobot 65% (enam puluh lima persen); dan
perbaikan jumlah penduduk miskin ekstrem Desa dengan bobot 35% (tiga puluh lima persen). (3) Indikator tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikelompokkan menjadi:
indikator tambahan minimal; dan
indikator tambahan opsional. (4) Indikator tambahan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a terdiri atas:
pengiriman data APBDes tahun anggaran 2024;
keberadaan peraturan Desa mengenai rencana pembangunan jangka menengah Desa terakhir; dan
keberadaan peraturan Desa mengenai rencana kerja Pemerintah Desa dan perubahannya tahun anggaran 2024. (5) Indikator tambahan opsional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, terdiri atas:
pengiriman data laporan realisasi APBDes bulan Desember tahun anggaran 2023;
pengiriman laporan daftar transaksi harian belanja Desa dan rekapitulasi transaksi harian belanja Desa bulan Desember tahun anggaran 2023;
keberadaan dokumen rencana anggaran kas Desa pada tahun anggaran 2024;
ketersediaan infografis atau media informasi lainnya mengenai APBDes tahun anggaran 2024;
ketersediaan data dan/atau dokumen barang milik Desa;
implementasi cash management system pada sistem pengelolaan keuangan Desa;
implementasi sistem keuangan Desa secara online pada pengelolaan keuangan Desa;
ketersediaan kartu skor Desa konvergensi layanan stunting tahun anggaran 2023 melalui aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan Desa dan perdesaan, pemberdayaan masyarakat Desa, dan percepatan pembangunan daerah tertinggal;
persentase anak tidak sekolah untuk tingkat dasar/setara tahun anggaran 2023;
Desa memiliki program pengelolaan sampah yang aktif;
persentase perangkat Desa perempuan terhadap total perangkat Desa;
keterwakilan perempuan di badan permusyawaratan Desa;
omset badan usaha milik Desa tahun anggaran 2023; dan/atau
Pemerintah Desa memiliki website atau media sosial yang dimutakhirkan minimal 3 (tiga) bulan terakhir. Pasal 9 (1) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penilaian kinerja Desa berdasarkan kriteria utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan kriteria kinerja berupa indikator wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2). (2) Kabupaten/kota dapat melakukan penilaian kinerja Desa berdasarkan kriteria utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c dan kriteria kinerja berupa indikator tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) pada aplikasi yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. (3) Kabupaten/kota wajib melakukan penilaian indikator tambahan minimal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) dalam hal kabupaten/kota melakukan penilaian kinerja Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Bobot hasil penilaian kinerja Desa oleh kabupaten/kota dalam penilaian indikator tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) ditetapkan paling tinggi sebesar 30% (tiga puluh persen) dari total penilaian kinerja Desa, dengan ketentuan sebagai berikut:
kabupaten/kota yang tidak memenuhi indikator tambahan minimal sebanyak 3 (tiga) indikator, tidak diberikan bobot penilaian;
kabupaten/kota yang hanya memenuhi indikator tambahan minimal sebanyak 3 (tiga) indikator, diberikan bobot penilaian sebesar 10% (sepuluh persen); dan
kabupaten/kota yang memenuhi indikator tambahan minimal sebanyak 3 (tiga) indikator dan indikator tambahan opsional sebanyak 1 (satu) sampai dengan 14 (empat belas) indikator, diberikan bobot penilaian sebesar 10% (sepuluh persen) ditambah 20% (dua puluh persen) yang dibagi secara proporsional menyesuaikan dengan jumlah indikator tambahan opsional yang memenuhi. (5) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penggabungan atas hasil penilaian kinerja Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). (6) Dalam hal sampai dengan batas waktu yang ditentukan dalam Peraturan Menteri mengenai pengelolaan Dana Desa kabupaten/kota tidak melakukan penilaian kinerja Desa atau tidak menyampaikan hasil penilaian kinerja Desa pada aplikasi yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, penilaian kinerja Desa dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (7) Besaran Alokasi Kinerja setiap Desa untuk kabupaten/kota yang melakukan penilaian indikator tambahan kinerja Desa ditetapkan sebesar 1,25 (satu koma dua lima) kali dari besaran Alokasi Kinerja setiap Desa untuk kabupaten/kota yang tidak melakukan penilaian indikator tambahan kinerja Desa. (8) Alokasi Kinerja setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (7), terdiri atas:
Alokasi Kinerja setiap Desa untuk kabupaten/kota yang melakukan penilaian indikator tambahan kinerja Desa sebesar Rp258.510.000,00 (dua ratus lima puluh delapan juta lima ratus sepuluh ribu rupiah); dan
Alokasi Kinerja setiap Desa untuk kabupaten/kota yang tidak melakukan penilaian indikator tambahan kinerja Desa sebesar Rp206.808.000,00 (dua ratus enam juta delapan ratus delapan ribu rupiah). Pasal 10 (1) Alokasi Formula sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf d dibagikan kepada setiap Desa berdasarkan indikator sebagai berikut:
jumlah penduduk dengan bobot 31% (tiga puluh satu persen);
angka kemiskinan Desa dengan bobot 20% (dua puluh persen);
luas wilayah Desa dengan bobot 10% (sepuluh persen); dan
tingkat kesulitan geografis dengan bobot 39% (tiga puluh sembilan persen). (2) Besaran Alokasi Formula sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan menggunakan formula penghitungan Alokasi Formula. (3) Dalam hal hasil penghitungan Alokasi Formula setiap Desa tidak terbagi habis, sisa penghitungan Alokasi Formula diberikan kepada Desa yang mendapat Dana Desa terkecil. Pasal 11 (1) Hasil penghitungan alokasi Dana Desa setiap Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 10, menjadi dasar penetapan rincian Dana Desa setiap Desa tahun anggaran 2025. (2) Rincian Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar bagi Pemerintah Desa untuk menganggarkan Dana Desa dalam APBDes, penjabaran APBDes, perubahan APBDes, dan/atau perubahan penjabaran APBDes tahun anggaran 2025 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 12 Sumber data dalam pengalokasian Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 10, sebagai berikut:
data jumlah Desa, data nama, kode Desa, dan data jumlah penduduk menggunakan data yang bersumber dari Kementerian Dalam Negeri;
data status Desa menggunakan data indeks Desa membangun bersumber dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan Desa dan perdesaan, pemberdayaan masyarakat Desa, dan percepatan pembangunan daerah tertinggal;
data angka kemiskinan Desa menggunakan data jumlah penduduk miskin Desa berdasarkan data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem yang ditetapkan oleh kementerian koordinator yang menangani urusan pemerintahan di bidang pembangunan manusia dan kebudayaan;
data tingkat kesulitan geografis Desa menggunakan data IKG Desa bersumber dari badan yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang kegiatan statistik;
data luas wilayah Desa menggunakan data yang bersumber dari badan yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang informasi geospasial;
data APBDes menggunakan data yang bersumber dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan Desa dan perdesaan, pemberdayaan masyarakat Desa, dan percepatan pembangunan daerah tertinggal dan aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara; dan
data kinerja penyerapan dan capaian keluaran __ Dana Desa menggunakan data yang bersumber dari aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Pasal 13 (1) Data jumlah Desa, data nama, dan kode Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a yakni sebanyak 75.265 (tujuh puluh lima ribu dua ratus enam puluh lima) Desa di 434 (empat ratus tiga puluh empat) kabupaten/kota. (2) Dana Desa dialokasikan kepada 75.259 (tujuh puluh lima ribu dua ratus lima puluh sembilan) Desa di 434 (empat ratus tiga puluh empat) kabupaten/kota. (3) Berdasarkan jumlah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), terdapat selisih sebanyak 6 (enam) Desa yang merupakan Desa:
terindikasi tidak memenuhi kriteria Desa berdasarkan laporan hasil pemeriksaan BPK; atau
tidak bersedia menerima Dana Desa. (4) Kriteria Desa berdasarkan laporan hasil BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi:
eksistensi wilayah Desa sudah tidak ada;
Desa tidak berpenghuni;
tidak terdapat kegiatan pemerintahan Desa; dan/atau
tidak terdapat penyaluran Dana Desa minimal 3 (tiga) tahun berturut-turut. Pasal 14 (1) Kriteria tertentu untuk insentif Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) berupa:
kriteria utama; dan
kriteria kinerja. (2) Kriteria utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
Desa bebas dari korupsi pada semester I tahun anggaran 2025;
Desa telah menerima penyaluran Dana Desa tahap I tahun anggaran 2025; dan
Desa menganggarkan Dana Desa yang ditentukan penggunaannya tahun anggaran 2025. (3) Pemenuhan anggaran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya tahun anggaran 2025 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c minimal sebesar 40% (empat puluh persen) dari anggaran Dana Desa. (4) Kriteria kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
kinerja Pemerintah Desa, meliputi:
kinerja keuangan dan pembangunan Desa; dan
tata kelola keuangan dan akuntabilitas keuangan Desa; dan/atau
penghargaan Desa dari kementerian/lembaga. (5) Kriteria kinerja keuangan dan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a angka 1 terdiri atas dan memiliki bobot sebagai berikut:
peningkatan nilai indeks Desa membangun atau indeks Desa lainnya dari tahun 2024 ke tahun 2025 dengan bobot 15% (lima belas persen);
kinerja penyaluran Dana Desa tahap I tahun anggaran 2025 dengan bobot 20% (dua puluh persen); dan
kinerja realisasi konsolidasi belanja APBDes semester II terhadap anggaran tahun anggaran 2024 dengan bobot 15% (lima belas persen). (6) Kriteria tata kelola keuangan dan akuntabilitas keuangan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a angka 2 terdiri atas dan memiliki bobot sebagai berikut:
ketersediaan laporan konsolidasi realisasi APBDes semester II tahun anggaran 2024 dengan bobot 10% (sepuluh persen);
ketersediaan APBDes tahun anggaran 2025 dengan bobot 25% (dua puluh lima persen);
kelengkapan penyampaian laporan realisasi APBDes tahun anggaran 2025 untuk bulan Januari sampai dengan bulan Mei dengan bobot 5% (lima persen);
kelengkapan penyampaian laporan daftar transaksi harian belanja Desa dan rekapitulasi transaksi harian belanja Desa tahun anggaran 2024 untuk bulan Juni sampai dengan bulan Desember dengan bobot 5% (lima persen); dan
kelengkapan penyampaian laporan daftar transaksi harian belanja Desa dan rekapitulasi transaksi harian belanja Desa tahun anggaran 2025 untuk bulan Januari sampai dengan bulan Mei dengan bobot 5% (lima persen). Pasal 15 (1) Sumber data dalam pengalokasian insentif Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) sampai dengan ayat (6), sebagai berikut:
data nama dan kode Desa menggunakan data yang bersumber dari Kementerian Dalam Negeri;
surat permohonan penghentian penyaluran Dana Desa atas penetapan kepala Desa dan/atau Bendahara Desa sebagai tersangka penyalahgunaan keuangan Desa kepada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara melalui Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan pada semester I tahun anggaran 2025 dari bupati/wali kota;
data Desa sudah salur Dana Desa tahap I tahun anggaran 2025 menggunakan data yang bersumber dari aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara;
data Desa yang menganggarkan Dana Desa yang ditentukan penggunaannya tahun anggaran 2025 menggunakan data yang bersumber dari aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara;
data nilai indeks Desa membangun atau indeks Desa lainnya tahun 2024 dan tahun 2025 menggunakan data yang bersumber dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan Desa dan perdesaan, pemberdayaan masyarakat Desa, dan percepatan pembangunan daerah tertinggal atau kementerian/lembaga terkait;
data kinerja penyaluran Dana Desa tahun anggaran 2025 menggunakan data yang bersumber dari aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara;
data laporan konsolidasi realisasi APBDes semester II tahun anggaran 2024 menggunakan data yang bersumber dari Kementerian Dalam Negeri;
data perubahan APBDes tahun anggaran 2024 dan APBDes tahun anggaran 2025 menggunakan data yang bersumber dari aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara;
data kelengkapan penyampaian laporan realisasi APBDes untuk bulan Januari sampai dengan bulan Mei tahun anggaran 2025 menggunakan data yang bersumber dari aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara;
data kelengkapan penyampaian laporan daftar transaksi harian belanja Desa dan rekapitulasi transaksi harian belanja Desa untuk bulan Juni sampai dengan bulan Desember tahun anggaran 2024 menggunakan data yang bersumber dari aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara;
data kelengkapan penyampaian laporan daftar transaksi harian belanja Desa dan rekapitulasi transaksi harian belanja Desa untuk bulan Januari sampai dengan bulan Mei tahun anggaran 2025 menggunakan data yang bersumber dari aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara;
data kinerja realisasi belanja terhadap anggaran APBDes semester II tahun anggaran 2024 pada laporan konsolidasi realisasi APBDes menggunakan data yang bersumber dari Kementerian Dalam Negeri; dan
data penghargaan dari kementerian/lembaga bersumber dari kementerian/lembaga terkait. (2) Dalam hal periode tahun data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tersedia, digunakan data periode tahun sebelumnya. Pasal 16 (1) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penghitungan insentif Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) berdasarkan kriteria utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) dan kriteria kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4). (2) Insentif Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagikan kepada Desa yang memiliki kinerja terbaik. (3) Penetapan jumlah Desa per kabupaten/kota penerima insentif Desa ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah Desa per kabupaten/kota. (4) Peringkat Desa per kabupaten/kota dihitung berdasarkan jumlah hasil perkalian antara nilai indikator dengan bobot masing-masing indikator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (5) dan ayat (6). (5) Desa penerima insentif Desa untuk kategori kinerja Pemerintah Desa merupakan Desa yang mendapatkan peringkat tertinggi sesuai dengan jumlah penerima alokasi untuk setiap kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (6) Insentif Desa untuk kategori kinerja Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dibagikan kepada setiap Desa berdasarkan kelengkapan data APBDes tahun anggaran 2025 yang disampaikan kepada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dan/atau laporan konsolidasi realisasi APBDes semester II tahun anggaran 2024 yang disampaikan kepada Kementerian Dalam Negeri. (7) Besaran alokasi insentif Desa setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditentukan berdasarkan kelengkapan data APBDes dan/atau laporan konsolidasi realisasi APBDes dengan perhitungan bobot sebagai berikut:
Desa yang tidak mengirimkan APBDes dan laporan konsolidasi mendapatkan bobot 1,00 (satu koma nol nol);
Desa yang hanya mengirimkan laporan konsolidasi mendapatkan bobot 1,10 (satu koma satu nol);
Desa yang hanya mengirimkan data APBDes mendapatkan bobot 1,15 (satu koma satu lima); dan
Desa yang mengirimkan data APBDes dan laporan konsolidasi mendapatkan bobot 1,20 (satu koma dua nol). (8) Besaran alokasi insentif Desa setiap Desa untuk kategori penghargaan kementerian/lembaga ditetapkan dengan besaran alokasi tertentu. (9) Dalam hal penghitungan insentif Desa berdasarkan besaran alokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8) terdapat sisa hasil penghitungan, sisa hasil penghitungan tersebut dibagikan kepada seluruh Desa penerima insentif Desa pada kabupaten/kota yang mendapatkan alokasi insentif Desa terkecil. BAB III PENGGUNAAN Pasal 17 (1) Dana Desa diutamakan penggunaannya untuk mendukung:
penanganan kemiskinan ekstrem dengan penggunaan Dana Desa paling tinggi 15% (lima belas persen) dari anggaran Dana Desa untuk BLT Desa dengan target keluarga penerima manfaat dapat menggunakan data Pemerintah sebagai acuan;
penguatan Desa yang adaptif terhadap perubahan iklim;
peningkatan promosi dan penyediaan layanan dasar kesehatan skala Desa termasuk stunting ;
dukungan program ketahanan pangan;
pengembangan potensi dan keunggulan Desa;
pemanfaatan teknologi dan informasi untuk percepatan implementasi Desa digital;
pembangunan berbasis padat karya tunai dan penggunaan bahan baku lokal; dan/atau
program sektor prioritas lainnya di Desa. (2) Penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf g merupakan fokus penggunaan Dana Desa sesuai dengan prioritas nasional dan bersifat ditentukan penggunaannya. (3) Penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h bersifat tidak ditentukan penggunaannya. (4) Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan untuk mendanai program sektor prioritas lainnya di Desa sesuai dengan potensi dan karakteristik Desa. (5) Dana Desa dapat digunakan untuk dana operasional Pemerintah Desa paling banyak 3% (tiga persen) dari pagu Dana Desa setiap Desa. (6) Dalam hal Pemerintah Desa menerima insentif Desa yang dihitung pada tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b, Pemerintah Desa menganggarkan dan melaksanakan program sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 18 (1) Calon keluarga penerima manfaat BLT Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a diprioritaskan untuk keluarga miskin yang berdomisili di Desa bersangkutan berdasarkan data yang ditetapkan oleh Pemerintah. (2) Data yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan keluarga desil 1 (satu) data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem. (3) Dalam hal Desa tidak memiliki data keluarga miskin yang terdaftar dalam keluarga desil 1 (satu) sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala Desa dapat menetapkan calon keluarga penerima manfaat BLT Desa dari keluarga yang terdaftar dalam keluarga desil 2 (dua) sampai dengan desil 4 (empat) data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem. (4) Dalam hal Desa tidak memiliki data keluarga miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), kepala Desa dapat menetapkan calon keluarga penerima manfaat BLT Desa berdasarkan kriteria sebagai berikut:
kehilangan mata pencaharian;
mempunyai anggota keluarga yang rentan sakit menahun/kronis dan/atau difabel;
tidak menerima bantuan sosial program keluarga harapan;
rumah tangga dengan anggota tunggal lanjut usia; dan/atau
perempuan kepala keluarga dari keluarga miskin. (5) Keluarga penerima manfaat bantuan sosial program keluarga harapan yang terdaftar dalam keluarga desil 1 (satu) sampai dengan desil 4 (empat) data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem dapat diusulkan untuk ditetapkan menjadi keluarga penerima manfaat BLT Desa. (6) Dalam hal Pemerintah Daerah tidak memiliki data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bupati/wali kota dapat menyampaikan surat permintaan data tersebut kepada kementerian koordinator yang menangani urusan pemerintahan di bidang pembangunan manusia dan kebudayaan. Pasal 19 (1) Bupati/wali kota menyampaikan data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem setiap Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dan ayat (6) dan data kemiskinan lainnya kepada kepala Desa. (2) Dalam hal terdapat keluarga miskin yang tidak terdaftar dalam desil 1 (satu) sampai dengan desil 4 (empat) data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem, kepala Desa dapat menetapkan tambahan keluarga penerima manfaat BLT Desa di luar desil 1 (satu) sampai dengan desil 4 (empat) data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem. (3) Dalam hal data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dan ayat (3) tidak tersedia, kepala Desa dapat menggunakan data kemiskinan ekstrem lainnya yang bersumber dari kementerian/lembaga/Pemerintah Daerah. (4) Dalam hal data keluarga miskin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dan ayat (3) dianggap sudah mampu, kepala Desa dapat mengeluarkan keluarga miskin tersebut dari calon keluarga penerima manfaat BLT Desa. (5) Daftar keluarga penerima manfaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) sampai dengan ayat (5) dan Pasal 19 ayat (1) sampai dengan ayat (4) ditetapkan dengan keputusan kepala Desa berdasarkan hasil musyawarah Desa.
Keputusan kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) minimal memuat:
nama dan alamat keluarga penerima manfaat;
rincian keluarga penerima manfaat berdasarkan jenis kelompok pekerjaan;
jumlah keluarga penerima manfaat; dan
sumber data yang dijadikan acuan keluarga penerima manfaat. Pasal 20 (1) Besaran BLT Desa ditetapkan sebesar Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) per bulan untuk bulan pertama sampai dengan bulan kedua belas per keluarga penerima manfaat. (2) Pembayaran BLT Desa kepada keluarga penerima manfaat dilaksanakan setiap bulan mulai bulan Januari atau dapat dibayarkan paling banyak untuk 3 (tiga) bulan secara sekaligus. (3) Kepala Desa menyampaikan laporan realisasi pembayaran BLT Desa kepada keluarga penerima manfaat yang telah menerima pembayaran BLT Desa untuk setiap bulan kepada bupati/wali kota. (4) Bupati/wali kota melakukan perekaman realisasi pembayaran BLT Desa kepada keluarga penerima manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pada Aplikasi OM- SPAN TKD. (5) Dalam hal kebutuhan pembayaran BLT Desa lebih besar dari kebutuhan BLT Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a, pembayaran atas selisih kekurangan BLT Desa menggunakan Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya. (6) Pembayaran atas selisih kekurangan BLT Desa menggunakan Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak melebihi batas maksimal sebesar 15% (lima belas persen) dari anggaran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a. (7) Dalam hal terdapat penurunan dan/atau penambahan jumlah keluarga penerima manfaat BLT Desa dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), penurunan dan/atau penambahan tersebut ditetapkan dalam keputusan kepala Desa berdasarkan hasil musyawarah Desa. Pasal 21 (1) Kepala Desa melakukan pembayaran BLT Desa sesuai dengan perubahan daftar jumlah keluarga penerima manfaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (7). (2) Dana Desa yang ditentukan penggunaannya untuk BLT Desa yang tidak dibayarkan kepada keluarga penerima manfaat akibat perubahan daftar jumlah keluarga penerima manfaat BLT Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (7), dapat digunakan untuk mendanai kegiatan prioritas Desa lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf h.
Kepala Desa menyampaikan laporan penggunaan atas pendanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada bupati/wali kota. (4) Dalam hal perekaman realisasi jumlah keluarga penerima manfaat BLT Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4) berbeda dengan perekaman awal jumlah keluarga penerima manfaat BLT Desa, bupati/wali kota memberikan penjelasan perbedaan dimaksud pada Aplikasi OM-SPAN TKD. (5) Bupati/wali kota mengunggah dokumen perubahan keputusan kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (7) pada Aplikasi OM-SPAN TKD. Pasal 22 (1) Dalam hal terjadi penurunan pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya dalam perubahan APBDes untuk program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), selisih lebih Dana Desa tersebut dapat digunakan untuk mendanai kegiatan prioritas Desa lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3). (2) Dalam hal terjadi kenaikan pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya dalam perubahan APBDes untuk program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), selisih kekurangan tersebut dapat menggunakan Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3). (3) Kepala Desa menyampaikan perubahan APBDes sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada bupati/wali kota. (4) Bupati/wali kota mengunggah perubahan APBDes sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pada Aplikasi OM-SPAN TKD. BAB IV PENYALURAN Pasal 23 (1) Penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a terdiri atas penyaluran:
Dana Desa yang ditentukan penggunaannya; dan
Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya. (2) Penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 24 (1) Penyaluran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a dilakukan dalam 2 (dua) tahap, dengan ketentuan sebagai berikut:
tahap I, sebesar 60% (enam puluh persen) dari pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya setiap Desa, dilakukan paling lambat bulan Juni; dan
tahap II, sebesar 40% (empat puluh persen) dari pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya setiap Desa, dilakukan paling cepat bulan April.
Penyaluran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah kuasa pengguna anggaran bendahara umum negara penyaluran dana desa, insentif, otonomi khusus, dan keistimewaan menerima persyaratan penyaluran dari bupati/wali kota secara lengkap dan benar. (3) Persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur sesuai dengan ketentuan sebagai berikut:
tahap I berupa:
APBDes;
surat kuasa pemindahbukuan Dana Desa; dan
keputusan kepala Desa mengenai penetapan keluarga penerima manfaat BLT Desa, dalam hal Desa menganggarkan BLT Desa; dan
tahap II berupa:
laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa tahun anggaran sebelumnya; dan
laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa tahap I menunjukkan realisasi penyerapan paling rendah sebesar 60% (enam puluh persen) dan rata-rata capaian keluaran menunjukkan paling rendah sebesar 40% (empat puluh persen). Pasal 25 (1) APBDes sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf a angka 1 terdiri atas:
peraturan Desa mengenai APBDes yang disampaikan dalam bentuk pindai format dokumen portabel; dan
arsip data komputer yang dihasilkan dari aplikasi pengelolaan keuangan desa berbasis elektronik. (2) APBDes sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan melalui aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. (3) Dalam hal Desa belum menggunakan aplikasi pengelolaan keuangan desa berbasis elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, APBDes direkam secara manual melalui aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. (4) Dalam hal Desa tidak menganggarkan Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), Desa tetap menyampaikan APBDes sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (5) Persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf b diolah dan dihasilkan melalui Aplikasi OM-SPAN TKD. (6) Selain persyaratan penyaluran tahap I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf a, bupati/wali kota melakukan:
perekaman pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) termasuk perekaman jumlah keluarga penerima manfaat BLT Desa dalam hal Desa menganggarkan BLT Desa;
perekaman realisasi Dana Desa yang ditentukan penggunaannya tahun anggaran 2024; dan
penandaan pengajuan penyaluran atas Desa layak salur yang disertai dengan daftar rincian Desa, melalui Aplikasi OM-SPAN TKD. (7) Perekaman realisasi Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b meliputi:
perekaman realisasi Dana Desa untuk ketahanan pangan dan hewani tahun anggaran 2024 dalam hal Desa menganggarkan program ketahanan pangan dan hewani tahun anggaran 2024;
perekaman realisasi Dana Desa untuk stunting tahun anggaran 2024 dalam hal Desa menganggarkan program pencegahan dan penurunan stunting tahun anggaran 2024; dan
perekaman realisasi jumlah keluarga penerima manfaat bulan kesatu sampai dengan bulan kedua belas dalam hal Desa menganggarkan BLT Desa tahun anggaran 2024. (8) Desa dapat melakukan perekaman keluarga penerima manfaat kurang dari 12 (dua belas) bulan sesuai dengan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf c disebabkan:
hanya menerima penyaluran Dana Desa tahap I tahun anggaran 2024, Desa wajib menyampaikan laporan realisasi jumlah keluarga penerima manfaat minimal 3 (tiga) bulan kepada bupati/wali kota; dan/atau
terdapat pengurangan keluarga penerima manfaat, Desa menyampaikan laporan realisasi jumlah keluarga penerima manfaat bulan kesatu sampai dengan bulan yang telah disalurkan kepada bupati/wali kota. (9) Selain persyaratan penyaluran tahap II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf b, bupati/wali kota melakukan:
perekaman realisasi jumlah keluarga penerima manfaat BLT Desa tahun anggaran 2025 minimal 3 (tiga) bulan dalam hal Desa menganggarkan BLT Desa tahun anggaran 2025; dan
penandaan pengajuan penyaluran atas Desa layak salur yang disertai dengan daftar rincian Desa, melalui Aplikasi OM-SPAN TKD. Pasal 26 (1) Penerimaan dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) dan perekaman dan penandaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (6) dan ayat (9) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
tahap I paling lambat tanggal 15 Juni 2025; dan
batas waktu untuk tahap II mengikuti ketentuan mengenai langkah-langkah akhir tahun.
Bupati/wali kota bertanggungjawab untuk menerbitkan surat kuasa pemindahbukuan Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf a angka 2 untuk seluruh Desa, dan wajib menyampaikan surat kuasa dimaksud pada saat penyampaian dokumen persyaratan penyaluran tahap I pertama kali disertai dengan daftar RKD. (3) Dalam hal tanggal 15 Juni 2025 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a bertepatan dengan hari libur atau hari yang diliburkan, dokumen persyaratan penyaluran diterima paling lambat pada hari kerja berikutnya. Pasal 27 (1) Penyampaian persyaratan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) disampaikan oleh bupati/wali kota kepada kuasa pengguna anggaran bendahara umum negara penyaluran dana desa, insentif, otonomi khusus, dan keistimewaan dengan surat pengantar yang ditandatangani paling rendah oleh pimpinan organisasi perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pengelolaan keuangan Daerah atau pimpinan organisasi perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemberdayaan masyarakat Desa. (2) Kewenangan penandatanganan surat pengantar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh bupati/wali kota. (3) Persyaratan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf a angka 2 dan angka 3, dan huruf b, serta surat pengantar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam bentuk dokumen digital ( softcopy ). (4) Penyaluran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya tahap I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf a dapat disalurkan bersamaan dengan penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya tahap I sepanjang telah memenuhi dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf a dan perekaman dan penandaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (6). (5) Penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya tahap I sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengelolaan Dana Desa. Pasal 28 (1) Untuk penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2), kepala Desa menyampaikan persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf a angka 1 dan angka 3, dan huruf b kepada bupati/wali kota secara lengkap dan benar. (2) Kepala Desa bertanggung jawab atas kebenaran dokumen persyaratan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1). BAB V KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 29 Ketentuan mengenai:
klaster Desa dalam Alokasi Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2);
formula penghitungan Alokasi Afirmasi untuk setiap Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2);
proporsi jumlah Desa penerima Alokasi Kinerja pada setiap Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2);
formula penghitungan Alokasi Formula sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2);
rincian Dana Desa setiap Desa tahun anggaran 2025 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1);
format laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf b; dan
format surat pengantar penyampaian dokumen persyaratan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan klaster, proporsi, formula, dan ketentuan teknis penghitungan Dana Desa sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 30 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) mulai berlaku pada tanggal Peraturan Menteri ini diundangkan. Pasal 31 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2025. Ditandatangani secara elektronik
Pengadaan Barang/Jasa di Lingkungan Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Pengadaan Barang/ Jasa adalah kegiatan Pengadaan Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang prosesnya sejak identifikasi kebutuhan, sampa1 dengan serah terima hasil pekerjaan.
Pengadaan Barang/Jasa Secara Elektronik yang selanjutnya disebut Pengadaan Secara Elektronik adalah Pengadaan Barang/ J asa yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Biro Manajemen Barang Milik Negara dan Pengadaan yang selanjutnya disebut Biro Manajemen BMN dan Pengadaan adalah unit struktural di lingkungan Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan yang mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan administrasi barang milik negara dan Pengadaan Barang/ J asa, dan layanan Pengadaan Barang/ J asa di lingkungan Kementerian Keuangan selaku unit kerja Pengadaan Barang/Jasa Kementerian Keuangan.
Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa Kementerian Keuangan yang selanjutnya disingkat UKPBJ adalah unit kerja yang menjadi pusat keunggulan Pengadaan Barang/ J asa.
Layanan Pengadaan Barang/ Jasa secara Elektronik Kementerian Keuangan yang selanjutnya disingkat LPSE adalah layanan yang dilaksanakan oleh UKPBJ dalam mengelola teknologi informasi untuk memfasilitasi pelaksanaan Pengadaan Secara Elektronik.
Kernen terian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Lembaga adalah organisasi non-Kementerian dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang- Undang Dasar Negara Republiklndonesia Tahun 1945 atau peraturan perundangan-undangan lainnya. y www.jdih.kemenkeu.go.id 8. Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan tanggung jawab penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga yang bersangkutan. dan pada 10. Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara.
Pejabat Pengadaan adalah pejabat administrasi/pejabat fungsional/personel yang bertugas melaksanakan pengadaan langsung, penunjukan langsung, dan/atau e-purchasing. 12. Kelompok Kerja Pemilihan yang selanjutnya disebut Pokja Pemilihan adalah sumber daya manusia yang ditetapkan oleh pimpinan unit kerja Pengadaan Barang/ Jasa untuk mengelola pemilihan penyedia.
Pelaku Usaha adalah badan usaha atau perseorangan yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu.
Penyedia Barang/ Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Penyedia adalah Pelaku Usaha yang menyediakan barang/ jasa berdasarkan kontrak.
Penilaian adalah proses pekerjaan untuk memberikan opini tertulis atas nilai ekonomi suatu objek Penilaian sesuai dengan standar penilaian Indonesia.
Penilai adalah seseorang yang memiliki kompetensi dalam melakukan kegiatan Penilaian, yang sekurang- kurangnya telah lulus pendidikan awal Penilaian.
Rencana Umum Pengadaan Barang/ Jasa selanjutnya disebut RUP adalah daftar rencana Pengadaan V www.jdih.kemenkeu.go.id Barang/ J asa yang akan dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga.
Tender adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia barang/ pekerj aan konstruksi / j asa lainnya.
Seleksi adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyediajasa konsultansi.
Penunjukan Langsung adalah metode pemilihan untuk mendapatkan konstruksi/jasa keadaan terten tu.
Pengadaan Penyedia barang/ pekerj aan konsultansi/jasa lainnya dalam Langsung Barang/ Pekerjaan Konstruksi/ Jasa Lainnya adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pengadaan Langsung Jasa Konsultansi adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia jasa konsultansi yang bernilai paling banyak Rpl00.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Katalog Elektronik adalah sis tern informasi elektronik yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis, Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), produk dalam negeri, produk standar nasional Indonesia, produk industri hijau, negara asal, harga, Penyedia, dan informasi lainnya terkait barang/jasa.
Pembelian Secara Elektronik yang selanjutnya disebut E-purchasing adalah tata cara pembelian barang/jasa melalui sistem Katalog Elektronik atau toko daring.
Pengadaan Langsung Secara Elektronik adalah pengadaan langsung yang dilaksanakan melalui sistem aplikasi.
Sistem Informasi Manajemen Pengadaan Langsung yang selanjutnya disebut SIMPeL adalah aplikasi yang digunakan untuk mendukung penyelenggaraan Pengadaan Langsung Secara Elektronik. ✓ www.jdih.kemenkeu.go.id 27. Toko dalam Jaringan yang selanjutnya disebut Toko Daring adalah sistem informasi yang memfasilitasi Pengadaan Barang/ J asa melalui penyelenggaraan perdagangan melalui sistem elektronik dan retail daring.
Sistem Pengadaan Secara Elektronik yang selanjutnya disingkat SPSE adalah aplikasi yang digunakan untuk mendukung penyelenggaraan Pengadaan Secara Elektronik.
Sistem Informasi Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disingkat SI-UKPBJ adalah sistem pengelolaan UKPBJ yang terintegrasi.
Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan yang selanjutnya disebut SIRUP adalah aplikasi yang digunakan untuk penyusunan dan pengumuman RUP.
Verifikator adalah pegawai yang ditunjuk untuk menenma dan memeriksa dokumen pendaftaran, memberikan persetujuan pendaftaran, serta mengelola data Pelaku U saha.
Helpdesk adalah pegawai yang ditunjuk uri.tuk memberikan dukungan teknis dan pelayanan informasi terkait Pengadaan Barang/ Jasa.
Admin Agency adalah pegawai yang ditunjuk sebagai pengelola SPSE yang berkedudukan di UKPBJ.
Admin Pelaku U saha adalah seseorang yang bertindak untuk dan atas nama Pelaku U saha dalam rangka mengikuti proses Pengadaan Langsung Secara Elektronik melalui SIMPeL, dan belum terdaftar sebagai admin dari Pelaku Usaha lain.
Admin Pusat Pengadaan Secara Elektronik SIRUP Kementerian Keuangan yang selanjutnya disebut Admin PPE SIRUP Kementerian Keuangan adalah pegawai yang ditunjuk sebagai pengelola SIRUP di lingkungan Kementerian Keuangan.
Admin Pusat Pengadaan Secara Elektronik yang selanjutnya disebut Admin PPE SPSE adalah petugas ✓ www.jdih.kemenkeu.go.id yang diberi wewenang untuk memberikan identitas pengguna dan kata sandi kepada Admin Agency, Verifikator, Helpdesk, PPK, Pejabat Pengadaan, dan Auditor pada SPSE yang berkedudukan di UKPBJ.
Super Admin SIMPeL adalah pegawai yang ditunjuk sebagai pengelola basis data referensi dan/ a tau log access SIMPeL yang berkedudukan di UKPBJ.
Admin Kementerian/Lembaga SIMPeLyang selanjutnya disebut Admin K/L SIMPeL adalah pegawai yang ditunjuk sebagai pengelola SIMPeL di tingkat Kementerian/Lembaga yang berkedudukan di UKPBJ atau Kementerian/Lembaga.
Admin Wilayah SIMPeL adalah pegawai yang ditunjuk sebagai pengelola SIMPeL di tingkat provinsi atau satuan kerja Kementerian/Lembaga yang bekerja sama.
Admin Satuan Kerja SIMPeL yang selanjutnya disebut Admin Satker SIMPeL adalah pegawai yang ditunjuk sebagai pengelola SIMPeL pada tingkat satuan kerja di lingkungan Kementerian Keuangan atau satuan kerja Kementerian/Lembaga yang bekerja sama.
Sub Admin Satuan Kerja SIMPeL yang selanjutnya disebut Sub Admin Satker SIMPeL adalah pegawai yang ditunjuk untuk membantu tugas Admin Satker SIMPeL pada tingkat satuan kerja di lingkungan Kementerian Keuangan atau satuan kerja Kementerian/Lembaga yang bekerja sama.
Admin Sistem SI-UKPBJ adalah pegawai yang ditunjuk sebagai pengelola modul-modul aplikasi yang terdapat pada SI-UKPBJ yang berkedudukan di UKPBJ.
User Monitoring Pusat SI-UKPBJ adalah pegawai yang ditunjuk untuk melakukan monitoring pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa pada tingkat pusat melalui SI- UKPBJ.
User Monitoring Unit Eselon I SI-UKPBJ adalah pegawai yang ditunjuk untuk melakukan monitoring pelaksanaan Pengadaan Barang/ J asa pada tingkat Unit Eselon I melalui SI-UKPBJ.
Auditor adalah tim atau perorangan yang diberi tugas dan kewenangan untuk melaksanakan pengawasan atau pemeriksaan pada instansi pemerintah.
Identitas Pengguna yang selanjutnya disebut User ID adalah nama atau pengenal unik sebagai identitas diri yang digunakan untuk beroperasi di dalam suatu sistem elektronik.
Kata Sandi yang selanjutnya disebut Password adalah kumpulan karakter atau string yang digunakan oleh pengguna jaringan atau sebuah sistem operasi banyak pengguna (multi user) untuk memverifikasi User ID kepada sistem keamanan yang dimiliki oleh jaringan atau sistem tersebut.
Procurement Budget Review adalah kegiatan reviu atas rencana belanja barang dan belanja modal dari anggaran satuan kerja di lingkungan Kementerian Keuangan.
Konsolidasi Pengadaan Barang/ J asa adalah strategi Pengadaan Barang/ Jasa yang menggabungkan beberapa paket Pengadaan Barang/Jasa sejenis.
Total Cost of Ownership yang selanjutnya disingkat TCO adalah metode untuk mengidentifikasi biaya-biaya yang dikeluarkan baik selama proses pengadaan maupun sepanjang umur ekonomis barang.
Katalog Elektronik Nasional adalah Katalog Elektronik yang disusun dan dikelola oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/ J asa Pemerintah.
Katalog Elektronik Sektoral adalah Katalog Elektronik yang disusun dan dikelola oleh Kementerian/Lembaga.
Katalog Elektronik Lokal adalah Katalog Elektronik yang disusun dan dikelola oleh Pemerintah Daerah.
E-audit adalah modul dalam SPSE dan SIMPeL yang digunakan sebagai alat bantu bagi Auditor untuk mengakses SPSE atau SIMPeL dalam rangka ✓ www.jdih.kemenkeu.go.id pengawasan atau pemeriksaan terhadap pelaksanaan Pengadaan Secara Elektronik.
Manajemen Kontrak adalah kegiatan mengelola data kontrak mulai dari penandatanganan kontrak sampai dengan serah terima pekerjaan.
Manajemen Penyedia adalah kegiatan mengelola · data Penyedia yang terdaftar pada LPSE beserta rekam jejak aktivitasnya dalam proses Pengadaan Barang/Jasa.
Verifikasi Lapangan adalah monitoring dan evaluasi terhadap Pelaku Usaha yang terdaftar pada basis data ( database) LPSE.
Rumah Negara adalah bangunan yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta menunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/ a tau pegawai negeri.
Pembelian Rumah Negara adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh satuan kerja untuk mendapatkan Rumah Negara dengan cara pembelian rum.ah yang berdiri sendiri dan/atau berupa satuan rumah susun beserta atau tidak beserta tanahnya.
Penyedia Rumah Negara yang selanjutnya disebut Penyedia Rumah adalah badan usaha dan/atau perorangan yang menjual rumah dari./ atau satuan rumah susun.
Tim Survei Rumah Negara adalah tim yang ditetapkan oleh KPA untuk melaksanakan survei terhadap rumah dan Penyedia Rumah dalam Pembelian Rumah Negara.
Survei adalah kegiatan pengumpulan data melalui peninjauan lokasi dan/atau kondisi rumah, legalitas dan perizinan pembangunan rumah dalam rangka Pembelian Rumah Negara.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2022
Relevan terhadap
Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) . Ayat (3) Dana Desa dialokasikan kepada 74.960 (tujuh puluh empat ribu sembilan ratus enam puluh) desa di 434 (empat ratus tiga puluh empat) kabupaten/kota berdasarkan data ^jumlah desa dari Kementerian Dalam Negeri. Ayat (a) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "desa tertinggal dan desa sangat tertinggal" adalah status desa yang ditetapkan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Yang dimaksud dengan "desa tertinggal dan desa sangat tertinggal dengan jumlah penduduk miskin tinggi" adalah desa tertinggal dan desa sangat tertinggal yang memiliki jumlah penduduk miskin atau persentase penduduk miskin terbanyak yang berada pada kelompok desa desil ke 7 (tujuh), 8 (delapan), 9 (sembilan), dan 10 (sepuluh) berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Huruf c Yang dimaksud dengan "desa dengan kinerja terbaik" adalah desa yang memiliki hasil penilaian kinerja terbaik di masing- masing kabupaten/kota. Penilaian kinerja berdasarkan kriteria utama dan kriteria kinerja antara lain:
pengelolaan keuangan desa;
pengelolaan Dana Desa;
capaian keluaran {outputl Dana Desa; dan
capaian hasil (outcomel pembangunan desa. Huruf d , Data ^jumlah desa, ^jumlah penduduk desa, angka kemiskinan desa, luas wilayah desa, dan tingkat kesulitan geografis desa bersumber dari Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Sosial, dan/atau lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang statistik. Dalam hal data tidak tersedia, terdapat anomali data, atau data tidak memadai, penghitungan Dana Desa dilakukan berdasarkan:
data yang digunakan dalam penghitungan Dana Desa tahun sebelumnya;
menggunakan rata-rata data desa dalam satu kecamatan dimana desa tersebut berada;
menggunakan data hasil pembahasan dengan kementerian negara/lembaga penyedia data, dan/atau d. melakukan penyesuaian data dengan menggunakan data yang digunakan pada penghitungan Dana Desa tahun sebelumnya dan/atau data yang dirilis pada laman kementerian negara/lembaga penyedia data terkait. Cukup ^jelas. Ayat (5) Ayat (6) Ayat (7) Yang dimaksud dengan "penyaluran dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Desa melalui Rekening Kas Umum Daerah" adalah penyaluran Dana Desa dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah dan dari Rekening Kas Umum Daerah ke Rekening Kas Desa yang dilakukan pada tanggal yang sama. Dalam hal terdapat permasalahan desa yang mendapat Dana Desa atau kepala desa menyalahgunakan Dana Desa, Menteri Keuangan dapat melakukan penghentian penyaluran Dana Desa. Yang dimaksud dengan "sektor prioritas di desa" antara lain mendukung program ketahanan pangan dan hewani serta penanganan peningkatan kesehatan masyarakat termasuk penurunan stunting dan penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di desa, program pembangunan infrastruktur desa dengan mengutamakan penggunaan tenaga kerja dan bahan baku lokal, program Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk peningkatan kualitas pelayanan desa, dan program pengembangan desa sesuai dengan potensi dan karakteristik desa. Ayat (8) Ayat (8) Pasal 10 Huruf a Huruf b Materi muatan Peraturan Menteri Keuangan antara lain penganggaran, pengalokasian, penyaluran, penggunaan, penatausahaan, pertanggungjawaban dan pelaporan, pemantauan dan evaluasi, dan sanksi administrasi, serta penetapan rincian Dana Desa setiap desa. Yang dimaksud dengan "dana transfer umum" adalah dana yang bersumber dari APBN kepada daerah untuk digunakan sesuai dengan kewenangan daerah guna mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Yang dimaksud dengan "dana transfer khusus" adalah dana yang bersumber dari APBN kepada daerah dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus, baik fisik maupun nonfisik yang merupakan urusan daerah. Pasal 1 1 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (21 Cukup ^jelas. Ayat (3) Huruf a Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan bagian Pusat sebesar 10% (sepuluh persen) dibagi secara merata kepada seluruh kabupaten/kota. Bagian daerah yang berasal dari biaya pemungutan, digunakan untuk mendanai kegiatan sesuai kebutuhan dan prioritas daerah, tidak termasuk untuk pembayaran insentif pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah. Pajak Bumi dan Bangunan mencakup sektor pertambangan, perkebunan, perhutanan, dan sektor lainnya yang meliputi Pajak Bumi dan Bangunan perikanan dan Pajak Bumi dan Bangunan atas kabel bawah laut. Huruf b Huruf c Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Cukup ^jelas. Ayat (8) DBH ini termasuk DBH dari Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang pemungutannya bersifat linal berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto tertentu dan tidak termasuk Pajak Penghasilan ditanggung Pemerintah. Kebijakan ini merupakan konsekuensi dari perubahan kebijakan berupa pengalihan kewenangan di bidang kehutanan dari kabupaten/kota menjadi kewenangan provinsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2Ol4 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2Ol4 tentang Pemerintahan Daerah. Pengalokasian DBH Kehutanan Dana Reboisasi kepada provinsi penghasil dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta dapat mempertimbangkan kinerja atas pengelolaan hutan. Ayat (9) Ayat (9) Huruf a Cukup ^jelas Huruf b Huruf c Ayat (10) Cukup ^jelas. Ayat (1 1) Cukup ^jelas. Ayat (12) Cukup ^jelas. Dengan ketentuan ini daerah tidak lagi diwajibkan untuk mengalokasikan DBH Minyak Bumi dan Gas Bumi sebesar O,5o/o (nol koma lima persen) untuk tambahan anggaran pendidikan dasar. Kebijakan penggunaan DBH Minyak Bumi dan Gas Bumi untuk Provinsi Papua Barat dan Provinsi Aceh dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2OOl tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2O2l tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Kebijakan ini merupakan konsekuensi dari perubahan kebijakan berupa pengalihan kewenangan di bidang kehutanan dari kabupaten/kota menjadi kewenangan provinsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2Ol4 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2Ol4 tentang Pemerintahan Daerah. Ayat (13) _ 15_ Ayat (13) Cukup jelas. Ayat (la) Ayat Ayat Ayat Ayat Ayat Ayat Ayat Gaji pegawai Aparatur Sipil Negara pada instansi Daerah meliputi gaji pokok dan tunjangan melekat sedangkan gaji untuk formasi Aparatur Sipil Negara pada instansi Daerah metiputi gaji pokok sebagaimana diatur dalam peraturan kepegawaian, tidak termasuk didalamnya tunjangan perbaikan penghasilan atau yang disebut dengan nama lainnya.
(1s) Pendapatan Dalam Negeri Neto yang digunakan sebagai dasar perhitungan pagu DAU Nasional dihitung berdasarkan pendapatan dalam negeri tahun berjalan/berkenaan.
Cukup jelas. (t7l Penyesuaian dilakukan dalam rangka perbaikan kemampuan fiskal antardaerah. Ayat (18) Penggunaan dana transfer umum paling sedikit 2so/o (dua puluh lima persen) yang terkait dengan program pemulihan ekonomi daerah termasuk program perlindungan sosial dan pemberdayaan masyarakat, sedangkan yang terkait dengan pembangunan sumber daya manusia bidang pendidikan termasuk untuk pembayaran gaji guru Pegawai Pemerintah dengan perjanjian Kerja (PPPK).
(1e) Cukup jelas.
Cukup jelas. (2r) Cukup jelas.
Cukup jelas. pemerataan
Anggaran Belanja Negara Tahun Anggaran 2022 direncanakan sebesar Rp2.7 14.155.7 19.841.000,00 (dua kuadriliun tujuh ratus empat belas triliun seratus lima puluh lima miliar tujuh ratus sembilan belas juta delapan ratus empat puluh satu ribu rupiah), terdiri atas:
anggaran Belanja Pemerintah Pusa! dan b. anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa Pasal 8 (1) Anggaran Belanja Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a direncanakan sebesar Rpl.944.542.254.71 1.000,00 (satu kuadriliun sembilan ratus empat puluh empat triliun lima ratus empat puluh dua miliar dua ratus lima puluh empat juta tujuh ratus sebelas ribu rupiah).
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk ^program ^pengelolaan hibah negara yang dialokasikan kepada daerah sebesar Rp4.823.992.124.000,00 (empat triliun delapan ratus dua puluh tiga miliar sembilan ratus sembilan puluh dua ^juta seratus dua puluh empat ribu rupiah). (3) Anggaran Belanja Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelompokkan atas:
Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi;
Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi; dan
Belanja Pemerintah Pusat Menurut Program. (41 Pelaksanaan Belanja Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat ^(21, dan ayat ^(3), berorientasi pada keluaran (outputl dan hasil (outcomel, untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian anggaran Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi, Organisasi, dan Program sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diatur dalam Peraturan Presiden. Pasal 9 (1) Anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b direncanakan sebesar Rp769.613.465.130.000,00 (tujuh ratus enam puluh sembilan triliun enam ratus tiga belas miliar empat ratus enam puluh lima ^juta seratus tiga puluh ribu rupiah), terdiri atas:
Transfer ke Daerah; dan
Dana Desa. (21 Transfer ke Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) huruf a direncanakan sebesar Rp70 1.6 ^1 3.465. 130.000,00 (tutuh ratus satu triliun enam ratus tiga belas miliar empat ratus enam puluh lima ^juta seratus tiga puluh ribu rupiah), terdiri atas:
Dana a. Dana Perimbangan;
DID; dan
Dana Otonomi Khusus dan Dana Keistimewaan Daerah I stimewa Yograkarta. (3) Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp68.0O0.00O.OOO.OOO,OO (enam puluh delapan triliun rupiah). (41 Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dialokasikan kepada setiap desa dengan ketentuan:
Alokasi Dasar sebesar 65% (enam puluh lima persen) dibagi secara merata kepada setiap desa berdasarkan klaster jumlah penduduk;
Alokasi Afirmasi sebesar 1% (satu persen) dibagi secara proporsional kepada desa tertinggal dan desa sangat tertinggal yang mempunyai jumlah penduduk miskin tinggi;
Alokasi Kinerja sebesar 4o/o (empat persen) dibagi kepada desa dengan kinerja terbaik; dan
Alokasi Formula sebesar 30% (tiga puluh persen) dibagi berdasarkan jumlah penduduk desa, angka kemiskinan desa, luas wilayah desa, dan tingkat kesulitan geografis desa. (5) Berdasarkan hasil penghitungan alokasi Dana Desa setiap desa sebagaimana dimaksud pada ayat (41, pemerintah menetapkan alokasi Dana Desa per kabupaten/kota. (6) Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disalurkan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Desa melalui Rekening Kas Umum Daerah. (71 Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diutamakan penggunaannya untuk program perlindungan sosial berupa bantuan langsung tunai Desa dan dukungan program sektor prioritas di desa serta program atau kegiatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (8) Ketentuan mengenai pengelolaan Dana Desa dan penetapan rincian Dana Desa sedap desa diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Pasal l0 lana ^Perimbangan ^sebagaimana ^dimaksud ^dalam pasal ^9 ^ayat (2) huruf a direncanakan sebesar Rp672.g5T.2o1 560.000,00 (elaT ratus tujuh puluh dua triliun delapan ratus lima puiuh tujuh miliar dua ratus satu juta lima raius enam puluh ribu rupiah), terdiri atas:
dana transfer umum; dan
dana transfer khusus. Pasal 1 1 (1) Dana transfer umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a direncanakan sebesar Rp483.263.358.494.000,00 (empat ratus delapan puluh tiga triliun dua ratus enam puluh tiga miliar tigaratu. tirn" puluh delapan juta empat ratus sembilan puluh empat ribu rupiah), terdiri atas:
DBH; dan
DAU. (2) D,BH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp105.263.359.494.000,00 (seratus lima triliun dua ratus enam puluh tiga miliar tiga ratus lima puluh delapan juta empat ratus sembilan puturr empat ribu rupiah), terdiri atas: DBH Tahun Anggaran berjalan sebesar Rp97.363.358.494.000,00 (sembilan puluh tujuh triliun tiga ratus enam puluh tiga miliar tiga ratus lima p.uluh delapan juta empat ratus sembilan puluh empat ribu rupiah), terdiri atas:
DBH Pajak sebesar Rp53.857 .O4T .T2O.0OO,OO (lima puluh tiga triliun delapan ratus lima puluh tujuh miliar empat puluh tujuh juta tujuli ratus dua puluh ribu rupiah); dan a b. Kurang Bayar DBH sebesar Rp7.9OO.OOO.OOO.OO0,O0 (tujuh triliun sembilan ratus miliar rupiah), terdiri atas:
DBH Pajak sebesar Rp5.398.T5O.499.000,00 (lima triliun tiga ratus sembilan puluh delapan miliar tujuh ratus lima puluh juta empat ratus sembilan puluh sembilan ribu rupiah); dan
DBH Sumber Daya Alam sebesar Rp2.501.249.5O1.000,00 (dua triliun lima ratus satu miliar dua ratus empat puluh sembilan juta lima ratus satu ribu rupiah). (3) DBH Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (21huruf a angka 1 terdiri atas:
Pajak Bumi dan Bangunan;
Pajak Penghasilan ^pasal 2I, pasal 25, dan pasal 29 Wajib Pajak Orang ^pribadi Dalam Negeri; dan
Cukai Hasil Tembakau. (41 DBH sumber Daya Alam sebagaimana dimaksud pada ayat (21huruf a angka 2 terdiri atas:
minyak bumi dan gas bumi;
mineral dan batubara;
kehutanan;
perikanan; dan
panas bumi. (5) Dalam rangka mengurangi potensi lebih bayar DBH, rincian rencana DBH untuk tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disesuaikan dengan memerhatikan proyeksi DBH berdasarkan realisasi DBH setiap daerah paling kurang 3 (tiga) tahun terakhir. (6) Kurang Bayar dan Lebih Bayar DBH Tahun Anggaran 2o2l ditetapkan berdasarkan realisasi penerimaan negara yang dibagihasilkan pada Tahun Anggaran 2o2r aari taptran hasil pemeriksaan atas Laporan Keuangan pemerintah Pusat tahun 2o2l yang diketuarkan oleh Badan pemeriksa Keuangan.
Dalam (7) Dalam rangka mempercepat penyelesaian Kurang Bayar DBH sampai dengan Tahun Anggaran 2O2L, Menteri Keuangan dapat menetapkan alokasi sementara Kurang Bayar DBH sampai dengan Tahun Anggaran 2O2l dan/atau dapat menggunakan alokasi DBH tahun anggaran berjalan. (8) DBH Kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c, khusus Dana Reboisasi yang sebelumnya disalurkan ke kabupaten/kota penghasil, disalurkan ke provinsi penghasil dan digunakan untuk membiayai kegiatan, terdiri atas:
rehabilitasi di luar kawasan sesuai kewenangan provinsi;
rehabilitasi hutan dan lahan sesuai kewenangan provinsi;
pembangunan dan pengelolaan hasil hutan ka5ru, hasil hutan bukan kayu dan/atau jasa lingkungan dalam kawasan; , d. pemberdayaan masyarakat dan perhutanan sosial;
operasionalisasi Kesatuan Perrgelolaan Hutan;
pengendalian kebakaran hutan dan lahan;
perlindungan dan pengamanan hutan;
pengembangan perbenihan tanaman hutan;
penyuluhan kehutanan; dan/atau
strategis lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah. (9) Penggunaan DBH Cukai Hasil Tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, DBH Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan DBH Kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c, diatur sebagai berikut:
Penerimaan DBH Cukai Hasil Tembakau, baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota dialokasikan untuk mendanai program sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai cukai, dengan prioritas pada bidang kesehatan untuk mendukung program jaminan kesehatan nasional terutama peningkatan kuantitas dan kualitas layanan kesehatan dan pemulihan perekonomian di daerah.
Penerimaan b. Penerimaan DBH Minyak Bumi dan Gas Bumi, baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota digunakan sesuai kebutuhan dan prioritas daerah, kecuali tambahan DBH Minyak Bumi dan Gas Bumi untuk Provinsi Papua Barat dan Provinsi Aceh digunakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. c. DBH Kehutanan dari Dana Reboisasi yang merupakan bagian kabupaten/kota, baik yang disalurkan pada tahun 2016 maupun tahun-tahun sebelumnya yang masih terdapat di kas daerah dapat digunakan oleh organisasi perangkat daerah yang ditunjuk oleh bupati/wali kota untuk:
pembangunan dan pengelolaan taman hutan raya;
pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan;
penanganan pasca kebakaran hutan dan lahan di taman hutan raya;
penanaman daerah aliran sungai kritis, penanaman pada kawasan perlindungan setempat, dan pembuatan bangunan konservasi tanah dan air;
pembangunan dan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau;
penyuluhan lingkungan hidup;
konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
pengelolaan keanekaragaman hayati; dan/atau
strategis lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah. (10) Dalam hal realisasi penerimaan negara ^'r"rr* dibagihasilkan melebihi pagu penerimaan yang dianggarkan dalam tahun 2022, Pemerintah menyalurkan DBH berdasarkan realisasi penerimaan tersebut sesuai dengan kemampuan keuangan negara.
DAU (11) DAU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dialokasikan sebesar 28,so/o (dua puluh delapan koma lima persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Neto atau direncanakan _sebesar Rp37g.o00.ooo.ooo.oo0,o0 (tiga ratus tujuh puluh delapan triliun rupiah).
Pagu DAU Nasional dalam APBN dapat disesuaikan mengikuti perubahan pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan oleh Pemerintah atau sesuai dengan t<eui.lat<ai yang ditetapkan oleh pemerintah. (13) DAU sebagaimana dimaksud pada ayat (11) dialokasikan berdasarkan formula Alokasi Dasar dan celah Fiskal. (14) Perhitungan Alokasi Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (13) mempertimbangkan jumlah gaji pegawai Aparatur sipil Negara pada instansi Daeiah, i.rr1".r" formasi Aparatur Sipil Negara pada instansi Daerah, kebijakan tunjangan hari raya serta kebijakan gaji ketiga belas. (15) Pendapatan Dalam Negeri Neto sebagaimana dimaksud pada ayat (12) dihitung berdasarkan penjumlahan antara Penerimaan Perpajakan dan pNBp, dikurangi dengan pendapatan negara yang di-earmark dan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa selain DAU. (16) Proporsi DAU antara provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan dengan imbangan l4,lo/o (empat belas koma satu persen) dan 8s,gyo (delapan puruh lima koma sembilan persen). (17) Dalam rangka memperbaiki pemerataan kemampuan fiskal atau keuangan antardaerah, dilakukan penyesuaian secara proporsional alokasi DAU per daerah untuk provinsi dan kabupaten/kota dengan memerhatikan alokasi tahun sebelumnya sehingga alokasi antardaerah lebih merata. (18) Dana transfer umum diarahkan penggunaannya paling sedikit 25o/o (dua puluh lima persen; untuk mendukun[ program pemulihan ekonomi daerah yang terkait dengan percepatan penyediaan sarana dan prasarana layanan publik dan ekonomi dalam .angka meningliatkan kesempatan kerja, mengurangi kemiJkinan, mengurangi kesenj angan penyediaan layanan publik antardaer.h, d"-r, mendukung pembangunan sumber daya manusia bidang Pendidikan.
Tata (19) Tata cara percepatan penyelesaian Kurang Bayar DBH sebagaimana dimaksud pada ayat (71dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (20) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman teknis atas penggunaan DBH Kehutanan dari Dana Reboisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan penggunaan sisa DBH Kehutanan dari Dana Reboisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf c diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah berkoordinasi dengan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan. (21) Ketentuan lebih lanjut mengenai DBH Cukai Hasil Tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf a diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. (221 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan dana transfer umum paling sedikit 25o/o (dua puluh lima persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (18) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Pasal 12 (1) Dana transfer khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b direncanakan sebesar Rp189.593.843.066.O00,00 (seratus delapan puluh sembilan triliun lima ratus sembilan puluh tiga miliar delapan ratus empat puluh tiga juta enam puluh enam ribu rupiah), terdiri atas:
DAK fisik; dan
DAK nonfisik. (2) Pengalokasian DAK fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan berdasarkan usulan pemerintah daerah dan/atau aspirasi anggota Dewan Perwakilan Ralryat Republik Indonesia dalam memperjuangkan program pembangunan daerah dengan memerhatikan prioritas nasional, kemampuan keuangan negara, kapasitas fiskal daerah dan kinerja daerah, serta tata kelola keuangan negara yang baik.
DAK f,rsik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp6o.874.o0o.ooo.0oo,0o (elnam puluh triliun delapan ratus tujuh puluh empat miliar rupiah), mencakup DAK fisik reguler dan DAK fisik penugasan, terdiri atas:
bidang pendidikan sebesar Rp18.34g.532.g16.000,00 (delapan belas triliun tiga ratus empat puluh delapan miliar lima ratus tiga puluh dua juta delapan r"t.," tujuh puluh enam ribu rupiah);
bidang kesehatan dan keluarga berencana sebesar Rp15.774.280.058.000,00 (lima belas triliun tujuh ratus tujuh puluh empat miliar dua ratus delapan puluh juta lima puluh delapan ribu rupiah);
bidang perumahan dan permukiman sebesar Rp 1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah);
bidang industri kecil dan menengah sebesar Rp753.233.579.000,00 (tujuh ratus lima puluh tiga miliar dua ratus tiga puluh tiga juta lima ratus tujuh puluh sembilan ribu rupiah);
bidang usaha mikro, kecil, dan menengah sebesar Rp135.323.340.000,00 (seratus tiga puluh lima miliar tiga ratus dua puluh tiga juta tiga ratus empat puluh ribu rupiah);
bidang pertanian sebesar Rp2.2O0.O0O.OOO.0OO,O0 (dua triliun dua ratus miliar rupiah);
bidang kelautan dan perikanan sebesar Rp1. 134.884.349.000,00 (satu triliun seratus tiga puluh empat miliar delapan ratus delapan puturr empat juta tiga ratus empat puluh sembilan ribu rupiah);
bidang pariwisata sebesar Rpa31.9g1.642.000,00 (empat ratus tiga puluh satu miliar derapan ratus delapan puluh satu juta enam ratus empat puluh dua ribu rupiah);
bidang jalan sebesar Rp12.165.166.g17.000,00 ,(dua belas triliun seratus enam puluh lima miliar seratus enam puluh enam juta delapan ratus tujuh belas ribu rupiah);
bidang air minum sebesar Rp3.000.000.000.000,00 (tiga triliun rupiah);
bidang sanitasi sebesar Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah);
bidang irigasi sebesar Rpl.500.000.000.000,00 (satu triliun lima ratus miliar rupiah);
bidang lingkungan hidup sebesar Rp350.000.000.000,00 (tiga ratus lima puluh miliar rupiah);
bidang kehutanan sebesar Rp350.000.000.000,00 (tiga ratus lima puluh miliar rupiah);
bidang perdagangan sebesar Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah);
bidang transportasi perdesaan sebesar Rp 1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah); dan
bidang transportasi perairan sebesar Rp530.697.339.000,00 (lima ratus tiga puluh miliar enam ratus sembilan puluh tujuh juta tiga ratus tiga puluh sembilan ribu rupiah). (41 DAK fisik penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat lintas sektor dalam mendukung pencapaian sasaran major project dan prioritas nasional tertentu serta mendukung pemulihan ekonomi nasional, terdiri atas:
tema penguatan destinasi pariwisata prioritas dan sentra industri kecil dan menengah;
tema pengembangan food estate dan penguatan kawasan sentra produksi pertanian, perikanan, dan hewani; dan
tema peningkatan koriektivitas kawasan untuk pembangunan inklusif di wilayah Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. (5) Dalam rangka menjaga capaian keluaran (output) DAK fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pemerintah daerah menyampaikan rencana kegiatan untuk mendapat persetujuan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai petunjuk teknis DAK fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Presiden. (71 Daerah penerima DAK fisik tidak diwajibkan menyediakan dana pendamping. (8) DAK nonfisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp128.719.843.066.000,00 (seratus dua puluh delapan triliun tujuh ratus sembilan belas miliar delapan ratus empat puluh tiga juta enam puluh enam ribu rupiah), terdiri atas:
dana bantuan operasional sekolah sebesar Rp54.108.304.830.000,00 (lima puluh empat triliun seratus delapan miliar tiga ratus empat juta delapan ratus tiga puluh ribu rupiah);
dana bantuan operasional penyelenggaraan pendidikan anak usia dini sebesar Rp4.254.851.290.000,00 (empat triliun dua ratus lima puluh empat miliar delapan ratus lima puluh satu juta dua ratus sembilan puluh ribu rupiah);
dana tunjangan profesi guru aparatur sipil negara (ASN) daerah sebesar RpS1 .99O.474.366.000,00 (lima puluh satu triliun sembilan ratus sembilan puluh miliar empat ratus tujuh putuh empat juta tiga ratus enam puluh enam ribu rupiah);
dana tambahan penghasilan guru aparatur sipil negara (ASN) daerah sebesar Rp1.684.280.000.000,00 (satu triliun enam ratus delapan puluh empat miliar dua ratus delapan puluh juta rupiah); , e. dana bantuan operasional kesehatan dan bantuan operasional keluarga berencana sebesar Rp12.692.9OO.000.000,O0 (dua belas triliun enam ratus sembilan puluh dua miliar sembilan ratus juta rupiah);
dana peningkatan kapasitas koperasi, usaha mikro dan kecil, sebesar Rp225.000.000.000,00 (dua ratus dua puluh lima miliar rupiah);
dana g. dana tunjangan khusus guru aparatur sipil negara (ASN) daerah di daerah khusus sebesar Rp1.651.287.600.000,00 (satu triliun enam ratus lima puluh satu miliar dua ratus delapan puluh tujuh juta enam ratus ribu rupiah);
dana bantuan operasional penyelenggaraan pendidikan kesetaraan sebesar Rpl.022.244.980.000,00 (satu triliun dua puluh dua miliar dua ratus empat puluh empat juta sembilan ratus delapan puluh ribu rupiah);
dana bantuan operasional penyelenggaraan museum dan taman budaya sebesar Rp167.600.000.000,00 (seratus enam puluh tujuh miliar enam ratus juta rupiah);
dana pelayanan kepariwisataan sebesar Rp127.9O0.000.000,00 (seratus dua puluh tujuh miliar sembilan ratus juta rupiah);
dana bantuan biaya layanan pengolahan sampah sebesar Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);
dana pelayanan perlindungan perempuan dan anak sebesar Rp120.000.000.000,00 (seratus dua puluh miliar rupiah);
dana fasilitasi penanaman modal sebesar Rp225.000.000.000,00 (dua ratus dua puluh lima miliar rupiah);
dana ketahanan pangan dan pertanian sebesar Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah); dan
dana penguatan kapasitas kelembagaan sentra industri kecil dan menengah sebesar Rp150.000.0OO.000,00 (seratus lima puluh miliar rupiah). Pasal 13 (1) DID sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf b direncanakan sebesar Rp7.000.000.000.000,00 (tujuh triliun rupiah). (21 DID sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatokasikan untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya dan penghargaan kinerja tahun berjalan berdasarkan penilaian kinerja pemerintah daerah. (3) DID untuk penghargaan kinerja tahun berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 pengalokasian per daerahnya dilakukan pada Tahun Anggaran 2022. (41 DID sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk mendanai kebutuhan daerah dalam meningkatkan kinerja pelayanan publik dan mendukung program prioritas nasional. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai DID diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Pasal 14 (1) Dana Otonomi Khusus dan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yograkarta sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (21 huruf c direncanakan sebesar Rp21.756.263.570.000,00 (dua puluh satu triliun tujuh ratus lima puluh enam miliar dua ratus enam puluh tiga juta lima ratus tujuh puluh ribu rupiah), terdiri atas:
Dana Otonomi Khusus; dan
Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yoryakarta. (21 Dana Otonomi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp20.436.263.570.000,00 (dua puluh triliun empat ratus tiga puluh enam miliar dua ratus enam puluh tiga juta lima ratus tujuh puluh ribu rupiah), terdiri atas:
Alokasi Dana Otonomi Khusus Provinsi papua dan Provinsi Papua Barat sebesar Rp8.505.000.000.000,00 (delapan triliun lima ratus lima miliar rupiah), yang pembagian besarannya kepada masing-masing provinsi ditetapkan dalam Peraturan Presiden. b. Alokasi Dana Otonomi Khusus Provinsi Aceh sebesar Rp7.560.000.000.000,00 (tujuh triliun lima ratus enam puluh miliar rupiah); dan
DTI c. DTI sebesar Rp4.371.263.570.000,00 (empat triliun tiga ratus tujuh puluh satu miliar dua ratus enam puluh tiga juta lima ratus tujuh puluh ribu rupiah), yang dibagi untuk Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat yang pembagian besarannya kepada masing- masing Provinsi ditetapkan dalam Peraturan Presiden. (3) Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yograkarta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp1.320.000.000.000,00 (satu triliun tiga ratus dua puluh miliar rupiah) yang digunakan untuk mendanai kewenangan keistimewaan Daerah Istimewa Yograkarta serta dapat mendanai kegiatan prioritas nasional yang diatur lebih lanjut dalam peraturan Menteri Keuangan. (41 Pembagian Alokasi Dana Otonomi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf a dan pembagian DTI sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf c antara Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat dilakukan sebagai berikut:
pembagian antarprovinsi dilakukan oleh Pemerintah;
pembagian antara provinsi dan kabupaten/kota dalam 1 (satu) wilayah provinsi dilakukan oleh Pemerintah atas usulan pemerintah daerah provinsi; dan
pembagian antarkabupaten/kota dalam 1 (satu) wilayah provinsi dilakukan oleh Pemerintah atas usulan pemerintah daerah provinsi. (5) Pembagian Dana Otonomi Khusus antarprovinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (41 huruf a dan pembagian antarkabupaten I kota sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c berdasarkan variabel:
jumlah Orang Asli Papua;
^jumlah penduduk;
luas wilayah darat dan lau! d. jumlah kabupaten/kota, distrik dan kampung/desa/ kelurahan;
Indeks Kesulitan Geograhs;
Indeks Kemahalan Konstruksi;
Indeks g. Indeks Pembangunan Manusia; dan
Indikator lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (6) Dalam hal salah satu data variabel sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak tersedia, pembagian antarprovinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan pembagian antarkabupaten I kota sebagaimana dimaksud pada ayat (41 huruf c menggunakan data variabel yang tersedia. (7) Pembagian Dana Otonomi Khusus antara provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (41 huruf b berdasarkan belanja urusan dan kewenangan tertentu antara provinsi dan kabupaten/kota, dengan bagian provinsi sebesar persentase tertentu dari pagu dalam 1 (satu) wilayah provinsi yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden. (8) Pembagian DTI sebagaimana dimaksud pada ayat (41 dilakukan sebagai berikut:
pembagian antarprovinsi yang dilakukan pemerintah berdasarkan persentase pembagian yang dihitung secara proporsional dengan mempertimbangkan prioritas dan kebutuhan pembangunan infrastruktur dan memperhatian proporsi pembagian tahun sebelumnya;
pembagian antara provinsi dan kabupaten/kota dalam satu provinsi berdasarkan usulan provinsi yang mempertimbangkan kewenangan, prioritas dan kebutuhan pembangunan infrastruktur di daerah; dan
pembagian antarkabupaten/kota dalam satu provinsi berdasarkan usulan Provinsi yang mempertimbangkan prioritas dan kebutuhan pembangunan infrastruktur. (9) Dana otonomi Khusus Provinsi Papua dan provinsi papua Barat sebesar 2,25o/o (dua koma dua puluh lima persen) dari pagu DAU Nasional, terdiri atas:
sebesar lo/o (satu persen) penggunaannya bersifat umum; dan
sebesar 1,25o/o (satu koma dua puluh lima persen) penggunaan sudah ditentukan berdasarkan kinerja yang diarahkan untuk mendanai pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. (10) Pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat wajib men5rusun rencana penggunaan Dana Otonomi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dan rencana penggunaan DTI sesuai dengan peruntukan. (11) Rencana penggunaan Dana Otonomi Khusus dan DTI sebagaimana dimaksud pada ayat (10) disampaikan kepada Pemerintah paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal kebijakan Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran 2022 disetujui oleh Dewan Perwakilan Ralryat. (12) Rencana penggunaan Dana Otonomi Khusus dan DTI sebagaimana dimaksud pada ayat (11) dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah mendapat pertimbangan dari Pemerintah. (13) Ketentuan lebih lanjut mengenai Dana Otonomi Khusus diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Pasal 15 (1) Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebagairnana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal L2, Pasal 13, dan Pasal 14 diatur dalam Peraturan Presiden. (21 Ketentuan mengenai penyaluran anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa diatur sebagai berikut:
dapat dilakukan dalam bentuk tunai dan nontunai;
bagi daerah yang memiliki uang kas dan/atau simpanan di bank dalam jumlah tidak wajar, dilakukan konversi penyaluran DBH dan/atau DAU dalam bentuk nontunai;
dilakukan c. dilakukan berdasarkan kinerja ^pelaksanaan; dan
dapat dilakukan penundaan dan/atau ^pemotongan dalam hal daerah tidak memenuhi ^paling sedikit anggaran untuk mendukung ^pembangunan ^sumber daya manusia dan pendanaan ^program ^pemulihan ekonomi daerah sebagaimana dimaksud dalam ^Pasal 11 ayat (18), anggaran yang diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan atau menunggak membayar iuran yang diwajibkan dalam ^peraturan perundang-undangan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebagaimana dimaksud ^pada ayat (21diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Pasal 16 (1) Program Pengelolaan Subsidi dalam Tahun Anggaran 2022 direncanakan sebesar Rp206.963.748.116.000,00 ^(dua ratus enam triliun sembilan ratus enam puluh tiga miliar tujuh ratus empat puluh delapan ^juta seratus enam belas ribu rupiah). (21 Anggaran untuk Program Pengelolaan Subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Anggaran untuk Program Pengelolaan Subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disesuaikan dengan kebutuhan realisasi pada tahun anggaran berjalan berdasarkan asumsi dasar ekonomi makro, ^perubahan parameter, perubahan kebijakan, danlatau pembayaran kekurangan subsidi tahun-tahun sebelumnya. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian Program Pengelolaan Subsidi dalam Tahun Anggaran 2022 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden. Pasal 17 (1) Dalam hal realisasi PNBP Migas yang dibagihasilkan melampaui target penerimaan dalam APBN yang diikuti dengan kebijakan peningkatan belanja subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Liquifted Petroleum Gas (LPG), Pemerintah dapat memperhitungkan persentase tertentu atas peningkatan belanja subsidi BBM dan LPG terhadap kenaikan PNBP Migas yang dibagihasilkan. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perhitungan persentase tertentu atas peningkatan belanja subsidi BBM dan LPG terhadap kenaikan PNBP Migas yang dibagihasilkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator)
Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Industri Pionir adalah industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional.
Kegiatan Usaha Utama adalah bidang usaha dan jenis produksi sebagaimana tercantum dalam izin prinsip, izin investasi, pendaftaran penanaman modal, atau izin usaha Wajib Pajak pada saat pengajuan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan, termasuk perluasan dan perubahannya sepanjang termasuk dalam kriteria Industri Pionir.
Saat Mulai Berproduksi Komersial adalah saat pertama kali hasil produksi dari Kegiatan Usaha Utama dijual ke pasaran dan/atau digunakan sendiri untuk proses produksi lebih lanjut.
Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission yang selanjutnya disingkat OSS adalah perizinan berusaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/walikota kepada pelaku usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.
Lembaga Pengelola dan Penyelenggara OSS yang selanjutnya disebut Lembaga OSS adalah lembaga pemerintah non kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koordinasi penanaman modal.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus