Alokasi dan Pedoman Umum Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2010.
Relevan terhadap
Besaran Alokasi DAK masing-masing daerah ditentukan dengan penghitungan indeks Kriteria Umum, Kriteria Khusus, dan Kriteria Teknis.
Kriteria Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah dalam membiayai kebutuhan-kebutuhan pembangunan daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dikurangi belanja pegawai.
Kriteria Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan dan karakteristik daerah. (4) Kriteria Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memperhatikan:
Seluruh daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, dan daerah tertinggal/terpencil diprioritaskan mendapat alokasi DAK; dan
Karakteristik Daerah yang meliputi daerah pesisir dan/atau kepulauan kecil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah rawan bencana, daerah yang masuk dalam kategori ketahanan pangan, dan daerah pariwisata. (5) Kriteria Teknis kegiatan DAK perbidang dirumuskan oleh menteri-menteri atau kepala badan sebagai berikut:
Bidang Pendidikan dirumuskan oleh Menteri Pendidikan Nasional;
Bidang Kesehatan dirumuskan oleh Menteri Kesehatan;
Bidang Jalan, Irigasi, Air Minum, dan Sanitasi dirumuskan oleh Menteri Pekerjaan Umum;
Bidang Prasarana Pemerintahan dirumuskan oleh Menteri Dalam Negeri;
Bidang Kelautan dan Perikanan dirumuskan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan;
Bidang Pertanian dirumuskan oleh Menteri Pertanian;
Bidang Lingkungan Hidup dirumuskan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup;
Bidang Keluarga Berencana dirumuskan oleh Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional;
Bidang Kehutanan dirumuskan oleh Menteri Kehutanan;
Bidang Sarana dan Prasarana Perdesaan dirumuskan oleh Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal; dan
Bidang Perdagangan dirumuskan oleh Menteri Perdagangan. (6) Bagi 14 (empat belas) daerah otonom baru tahun 2008 dan tahun 2009, perhitungan alokasi DAK dilakukan sebagai berikut:
kriteria umum dan kriteria khusus mengikuti daerah induknya; dan
kriteria teknis berdasarkan ketersediaan data teknis. Bagian Kedua Penetapan Alokasi Pasal 4 Alokasi DAK Tahun Anggaran 2010 untuk masing-masing daerah provinsi, kabupaten, dan kota adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini. Bagian Ketiga Arah Kegiatan Pasal 5 (1) DAK Bidang Pendidikan dialokasikan untuk menunjang pelaksanaan Program Wajib Belajar (Wajar) Pendidikan Dasar 9 Tahun yang bermutu dan merata untuk Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebagai berikut:
Untuk Sekolah Dasar (SD) dengan lingkup kegiatan:
pembangunan ruang perpustakaan/pusat sumber belajar SD/SDLB;
perabot pendukung perpustakaan; dan
pengadaan sarana peningkatan mutu pendidikan SD/SDLB, meliputi alat peraga, kit multimedia, buku pengayaan, buku referensi, ICT pendidikan, dan alat elektronik pendidikan. b. Untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan lingkup kegiatan:
pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB) untuk menampung siswa-siswa SMP yang belum tertampung dan rasionalisasi jumlah siswa per kelas;
pembangunan ruang perpustakaan atau pusat sumber belajar untuk SMP beserta perabotnya;
pemenuhan kebutuhan buku referensi, pengayaan dan panduan sesuai standar BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan); dan
pemenuhan kebutuhan alat-alat peraga dan pembelajaran bagi sekolah yang belum mempunyai alat tersebut yaitu alat laboratorium Bahasa, alat laboratorium Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), dan Alat Matematika. (2) DAK Bidang Kesehatan dialokasikan untuk meningkatkan akses dan kualitas kegiatan bidang kesehatan pelayanan dasar dan rujukan terutama dalam rangka percepatan penurunan angka kematian ibu dan anak, perbaikan gizi masyarakat pengendalian penyakit, pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin dan penduduk di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan. (3) Lingkup kegiatan Bidang Kesehatan Pelayanan Dasar dan Rujukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari kegiatan sebagai berikut:
Kegiatan Bidang Kesehatan Pelayanan Dasar terdiri dari kegiatan sebagai berikut:
pembangunan Pos Kesehatan Desa (Poskesdes);
pembangunan puskesmas, puskesmas perawatan; dan
melengkapi puskesmas perawatan mampu PONED minimal 4 (empat) puskesmas perawatan perkabupaten/kota melalui pengadaan alat medis;
pengadaan roda 2 (dua) untuk petugas Puskesmas dan Bidan di desa;
pengadaan pusling perairan dan roda 4 (empat);
pengadaan sarana pendukung penyimpanan vaksin/obat di instansi farmasi; dan
pengadaan obat generik dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan obat generik pada pelayanan kesehatan. b. Kegiatan Bidang Kesehatan Pelayanan Rujukan terdiri dari kegiatan sebagai berikut:
peningkatan fasilitas tempat tidur kelas III rumah sakit yang terdiri dari pembangunan bangsal rawat inap kelas III dan pemenuhan set tempat tidur kelas III dan kelengkapannya;
pemenuhan peralatan UTD RS;
pemenuhan peralatan IGD RS;
pembangunan sarana prasarana dan pemenuhan peralatan PONEK RS; dan
pemenuhan Peralatan Kultur untuk M.Tbc di BLK Propinsi. (4) DAK Bidang Jalan dialokasikan untuk mempertahankan dan meningkatkan tingkat pelayanan prasarana jalan provinsi, kabupaten, dan kota dalam rangka memperlancar distribusi penumpang, barang jasa, serta hasil produksi yang diprioritaskan untuk mendukung sektor pertanian, industri, dan pariwisata sehingga dapat memperlancar pertumbuhan ekonomi regional, serta menunjang percepatan pembangunan sarana dan prasarana jalan. __ (5) Lingkup kegiatan DAK Bidang Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri dari kegiatan pemeliharaan berkala, peningkatan dan pembangunan jalan propinsi, jalan kabupaten/kota yang telah menjadi urusan daerah. __ (6) DAK Bidang Irigasi dialokasikan untuk mempertahankan tingkat layanan, mengoptimalkan fungsi, dan membangun prasarana sistem irigasi, termasuk jaringan reklamasi rawa dan jaringan irigasi desa yang menjadi kewenangan kabupaten/kota dan provinsi khususnya daerah lumbung pangan nasional dalam rangka mendukung program katahanan pangan. (7) Lingkup kegiatan DAK Bidang Irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) terdiri dari __ kegiatan peningkatan, rehabilitasi, dan pembangunan jaringan irigasi.
DAK Bidang Air Minum dialokasikan untuk meningkatkan cakupan dan kehandalan pelayanan air minum untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. (9) Lingkup kegiatan DAK Bidang Air Minum sebagaimana dimaksud pada ayat (8) terdiri dari kegiatan penyempurnaan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) eksisting, pembangunan SPAM baru, dan perluasan jaringan dan peningkatan sambungan rumah untuk masyarakat miskin. (10) DAK Bidang Sanitasi dialokasikan untuk meningkatkan cakupan dan kehandalan pelayanan air minum untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. (11) Lingkup kegiatan DAK Bidang Sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (10) terdiri dari kegiatan sebagai berikut:
penyempurnaan sistem dan pelayanan eksisting (air limbah, persampahan dan drainase);
pengembangan pelayanan sistem dan pelayanan baru (air limbah, persampahan dan drainase);
perluasan jaringan dan peningkatan sambungan pelayanan air limbah untuk masyarakat miskin dan/atau kumuh melalui pengembangan sistem air limbah komunal; dan
dukungan pada kegiatan 3 R ( reduce, reuse, recycle ). (12) DAK Bidang Pertanian dialokasikan untuk meningkatkan sarana dan prasarana pertanian ditingkat usaha tani dan desa dalam rangka peningkatan produksi bahan pangan dalam negeri guna mendukung ketahanan pangan nasional. (13) Lingkup kegiatan DAK Bidang Pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (12) terdiri dari kegiatan sebagai berikut:
penyediaan fisik prasarana penyuluhan yang hanya digunakan untuk pembangunan/rehabilitasi Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) di tingkat kecamatan;
penyediaan fisik sarana dan prasarana pengelolaan lahan yang meliputi pembangunan/rehabilitasi jalan usahatani (JUT), jalan produksi, optimasi lahan, peningkatan kesuburan tanah, sarana/alat pengolah kompos, konservasi lahan, serta reklamasi lahan rawa pasang surut dan rawa lebak;
penyediaan fisik sarana dan prasarana pengelolaan air yang meliputi:
pembangunan/rehabilitasi jaringan irigasi tingkat usahatani (JITUT), jaringan irigasi desa (JIDES), tata air mikro (TAM), irigasi air permukaan, irigasi tanah dangkal, irigasi tanah dalam, pompanisasi, dam parit, dan embung; dan
perluasan areal cetak sawah, pembukaan lahan kering/perluasan areal untuk tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan. d. penyediaan lumbung pangan dalam rangka mendukung kelembagaan distribusi pangan masyarakat yang merupakan bagian dari upaya peningkatan ketahanan pangan nasional. (14) DAK Bidang Kelautan dan Perikanan dialokasikan untuk meningkatkan sarana dan prasarana produksi, pengolahan, peningkatan mutu, pemasaran, dan pengawasan serta penyediaan sarana dan prasarana pemberdayaan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang terkait dengan peningkatan produksi perikanan dan peningkatan kesejahteraan nelayan, pembudidaya, pengolah, pemasar hasil perikanan, dan masyarakat peseisir lainnya yang didukung dengan penyuluhan. (15) Lingkup kegiatan DAK Bidang Kelautan dan Perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (14) terdiri dari kegiatan sebagai berikut:
penyediaan dan rehabilitasi sarpras produksi perikanan tangkap;
penyediaan dan rehabilitasi sarpras produksi perikanan budidaya;
penyediaan dan rehabilitasi sarpras pengolahan, peningkatan mutu dan pemasaran hasil perikanan;
penyediaan dan rehabilitasi sarpras pemberdayaan ekonomi masyarakat di pesisir dan pulau-pulau kecil yang terkait dengan konservasi dan pengembangan perikanan;
penyediaan sarana dan prasarana pengawasan; dan
penyediaan dan pengadaan sarpras penyuluhan perikanan.
DAK Bidang Prasarana Pemerintahan dialokasikan untuk meningkatkan kinerja pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan pelayanan publik di daerah pemekaran dan daerah yang terkena dampak pemekaran sampai dengan tahun 2009 dan daerah lainnya yang prasarana pemerintahannya sudah tidak layak. Prioritas diberikan kepada daerah pemekaran tahun 2008 dan tahun 2009. (17) Lingkup kegiatan DAK Bidang Prasarana Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (16) terdiri dari kegiatan pembangunan/perluasan/rehabilitasi gedung kantor kepala daerah, DPRD, dinas, badan, dan gedung SKPD lainnya, dengan tetap memperhatikan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis dalam penentuan daerah penerima. (18) DAK Bidang Lingkungan Hidup dialokasikan untuk mendorong pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal bidang Lingkungan Hidup serta mendorong penguatan kapasitas kelembagaan di daerah, dengan prioritas meningkatkan sarana dan prasarana lingkungan hidup yang difokuskan pada kegiatan pencegahan pencemaran air, pencegahan pencemaran udara, dan informasi status kerusakan tanah. (19) Lingkup kegiatan DAK Bidang Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (18) terdiri dari kegiatan sebagai berikut:
pembangunan gedung laboratorium, pengadaan sarana dan prasarana pemantauan kualitas air, pengadaan laboratorium lingkungan bergerak;
pembangunan unit pengolahan sampah (3R), pembangunan teknologi biogas, pembangunan IPAL komunal;
penanaman pohon di sekitar sumber air di luar kawasan hutan, pembangunan sumur resapan/biopori, pembangunan taman hijau, pengadaan papan informasi, dan pengadaan alat pencacah gulma;
pengembangan sistem informasi lingkungan untuk memantau kualitas air;
pengadaan alat pemantauan kualitas udara, alat pembuat asap cair, dan alat pembuat briket arang; dan
pengadaan alat pemantau kualitas tanah.
DAK Bidang Keluarga Berencana (KB) dialokasikan untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan keluarga berencana yang terdiri dari:
daya jangkau dan kualitas penyuluhan, penggerakan, dan pembinaan program KB tenaga lini lapangan;
sarana dan prasarana fisik pelayanan KB;
sarana dan prasarana fisik pelayanan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) Program KB; dan
sarana dan prasarana fisik pembinaan tumbuh kembang anak. (21) Lingkup kegiatan DAK Bidang Keluarga Berencana sebagaimana dimaksud pada ayat (20) terdiri dari kegiatan sebagai berikut:
pengadaan sepeda motor bagi PKB/PLKB dan PPLKB;
pengadaan Mobil unit penerangan (Mupen) KB bagi kab/kota;
pengadaan Mobil Pelayanan KB Keliling bagi kab/kota;
pengadaan sarana pelayanan di klinik KB, yaitu Obgyn Bed dan Inplant Kit;
pengadaan Bina Keluarga Balita (BKB) KIT bagi desa/kelurahan;
pengadaan Public adress dan KIE Kit; dan
pembangunan gudang alokon. (22) DAK Bidang Kehutanan dialokasikan untuk meningkatkan fungsi Daerah Aliran Sungai (DAS) terutama di daerah hulu dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan daya dukungnya melalui kebijakan rehabilitasi hutan lindung dan lahan kritis, kawasan mangrove serta meningkatkan pengelolaan Taman Hutan Raya (Tahura) dan Hutan Kota yang menjadi tanggungjawab Pemerintah Daerah. (23) Lingkup kegiatan DAK Bidang Kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (22) terdiri dari kegiatan sebagai berikut:
rehabilitasi hutan lindung dan lahan kritis di luar kawasan hutan, kawasan mangrove, Tahura, dan Hutan Kota;
pengelolaan Tahura dan Hutan Kota termasuk pengamanan hutan;
pemeliharaan tanaman hasil rehabilitasi tahun sebelumnya;
pembangunan dan pemeliharaan bangunan sipil teknis (bangunan konservasi Tanah dan Air/KTA) yang meliputi dam penahanan, dam pengendali, gully plug , sumur resapan, embung dan bangunan konservasi tanah dan air lainnya;
peningkatan penyediaan sarana penyuluhan teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL); dan
Rehabilitasi Lahan Kritis di dalam kawasan Hutan Lindung, Taman Hutan Raya, Hutan Mangrove dan Hutan Pantai. (24) DAK Bidang Sarana dan Prasarana Perdesaan dialokasikan untuk meningkatkan aksesibilitas dan ketersediaan prasarana dan sarana dasar, memperlancar arus angkutan penumpang, bahan pokok, dan produk pertanian lainnya dari daerah pusat-pusat produksi di perdesaan ke daerah pemasaran, serta mendorong peningkatan kualitas produktivitas, dan diversifikasi ekonomi terutama di perdesaaan melalui kegiatan pembangunan infrastruktur yang diutamakan di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah tertinggal/terpencil. (25) Lingkup kegiatan DAK Bidang Sarana dan Prasarana Perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (24) terdiri dari kegiatan pengadaan moda transportasi perintis darat, laut dan air/rawa. (26) DAK Bidang Perdagangan dialokasikan untuk meningkatkan ketersediaan sarana perdagangan yang memadai sebagai upaya untuk memperlancar arus barang antar wilayah serta meningkatkan ketersediaan dan kestabilan harga bahan pokok, terutama di daerah perdesaan, tertinggal, terpencil, perbatasan, pulau-pulau kecil terluar, dan paska bencana dan daerah pemekaran. (27) Lingkup kegiatan DAK Bidang Perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (26) terdiri dari kegiatan pembangunan dan pengembangan pasar tradisional dan pasar penunjang.
Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan. ...
Relevan terhadap
Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) bagi:
Nasabah perorangan paling sedikit terdiri dari:
identitas Nasabah yang memuat: a) nama; b) alamat tinggal tetap; c) tempat dan tanggal lahir; dan d) kewarganegaraan.
keterangan mengenai pekerjaan;
spesimen tanda tangan; dan
keterangan mengenai sumber dan tujuan penggunaan dana.
Nasabah perusahaan paling sedikit terdiri dari:
akte pendirian/anggaran dasar bagi perusahaan yang bentuknya diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku;
izin usaha dari instansi berwenang;
nama, spesimen tanda tangan, dan kuasa kepada pihak- pihak yang ditunjuk mempunyai wewenang bertindak untuk dan atas nama perusahaan dalam melakukan hubungan usaha dengan LPEI;
keterangan sumber dana dan tujuan penggunaan dana;
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); dan
dokumen identitas pengurus yang berwenang mewakili perusahaan.
Nasabah berupa:
bank: terdiri dari dokumen-dokumen yang lazim dalam melakukan hubungan transaksi dengan bank, antara lain: a) akte pendirian / anggaran dasar bank; b) izin usaha dari instansi yang berwenang; dan c) nama, spesimen tanda tangan, dan kuasa kepada pihak- pihak yang ditunjuk mempunyai wewenang bertindak untuk dan atas nama bank dalam melakukan hubungan usaha dengan LPEI.
bank perantara dalam negeri yang merupakan kuasa dari pihak lain (beneficial owner) , terdiri dari dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, atau huruf c angka 1 dan menjadi tanggung jawab bank perantara dimaksud.
bank perantara luar negeri yang menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah, berupa pernyataan tertulis yang menyatakan bahwa kuasa pihak lain ( beneficial owner ) telah diperoleh dan ditatausahakan oleh bank perantara di luar negeri tersebut.
bank perantara luar negeri yang tidak menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah, berupa identitas dan informasi lainnya atas kuasa pihak lain (beneficial owner) , sumber dana dan tujuan penggunaan dana dari calon Nasabah sebagai berikut:
bagi kuasa pihak lain ( beneficial owner ) perorangan:
informasi yang relevan sebagaimana halnya prosedur penerimaan Nasabah perorangan;
hubungan hukum seperti bukti penugasan, surat kuasa atau kewenangan bertindak sebagai perantara; dan
pernyataan dari calon Nasabah bahwa telah dilakukan penelitian kebenaran identitas maupun sumber dana dari kuasa pihak lain ( beneficial owner) perorangan.
bagi kuasa pihak lain ( beneficial owner ) perusahaan:
informasi yang relevan sebagaimana halnya prosedur penerimaan Nasabah perusahaan kecuali lembaga pemerintah, lembaga internasional atau perwakilan negara asing;
hubungan hukum seperti bukti penugasan, surat kuasa atau kewenangan bertindak sebagai perantara;
dokumen identitas pengurus yang berwenang mewakili perusahaan; dan
pernyataan dari calon Nasabah bahwa telah dilakukan penelitian kebenaran identitas maupun sumber dana dari kuasa pihak lain ( beneficial owner ) perusahaan.
Prinsip Mengenal Nasabah Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
Relevan terhadap
Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) bagi:
Nasabah perorangan paling sedikit terdiri dari:
identitas Nasabah yang memuat: a) nama; b) alamat tinggal tetap; c) tempat dan tanggal lahir; dan d) kewarganegaraan.
keterangan mengenai pekerjaan;
spesimen tanda tangan; dan
keterangan mengenai sumber dan tujuan penggunaan dana.
Nasabah perusahaan paling sedikit terdiri dari:
akte pendirian/anggaran dasar bagi perusahaan yang bentuknya diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku;
izin usaha dari instansi berwenang;
nama, spesimen tanda tangan, dan kuasa kepada pihak- pihak yang ditunjuk mempunyai wewenang bertindak untuk dan atas nama perusahaan dalam melakukan hubungan usaha dengan LPEI;
keterangan sumber dana dan tujuan penggunaan dana;
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); dan
dokumen identitas pengurus yang berwenang mewakili perusahaan.
Nasabah berupa:
bank: terdiri dari dokumen-dokumen yang lazim dalam melakukan hubungan transaksi dengan bank, antara lain: a) akte pendirian / anggaran dasar bank; b) izin usaha dari instansi yang berwenang; dan c) nama, spesimen tanda tangan, dan kuasa kepada pihak- pihak yang ditunjuk mempunyai wewenang bertindak untuk dan atas nama bank dalam melakukan hubungan usaha dengan LPEI.
bank perantara dalam negeri yang merupakan kuasa dari pihak lain (beneficial owner) , terdiri dari dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, atau huruf c angka 1 dan menjadi tanggung jawab bank perantara dimaksud.
bank perantara luar negeri yang menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah, berupa pernyataan tertulis yang menyatakan bahwa kuasa pihak lain ( beneficial owner ) telah diperoleh dan ditatausahakan oleh bank perantara di luar negeri tersebut.
bank perantara luar negeri yang tidak menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah, berupa identitas dan informasi lainnya atas kuasa pihak lain (beneficial owner) , sumber dana dan tujuan penggunaan dana dari calon Nasabah sebagai berikut:
bagi kuasa pihak lain ( beneficial owner ) perorangan:
informasi yang relevan sebagaimana halnya prosedur penerimaan Nasabah perorangan;
hubungan hukum seperti bukti penugasan, surat kuasa atau kewenangan bertindak sebagai perantara; dan
pernyataan dari calon Nasabah bahwa telah dilakukan penelitian kebenaran identitas maupun sumber dana dari kuasa pihak lain ( beneficial owner) perorangan.
bagi kuasa pihak lain ( beneficial owner ) perusahaan:
informasi yang relevan sebagaimana halnya prosedur penerimaan Nasabah perusahaan kecuali lembaga pemerintah, lembaga internasional atau perwakilan negara asing;
hubungan hukum seperti bukti penugasan, surat kuasa atau kewenangan bertindak sebagai perantara;
dokumen identitas pengurus yang berwenang mewakili perusahaan; dan
pernyataan dari calon Nasabah bahwa telah dilakukan penelitian kebenaran identitas maupun sumber dana dari kuasa pihak lain ( beneficial owner ) perusahaan.
Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usah Milik Negara.
Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/ Lembaga dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran. ...
Surat Berharga Syariah Negara
Relevan terhadap
Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Kombinasi Akad SBSN antara lain dapat dilakukan antara Mudarabah dengan Ijarah, Musyarakah dengan Ijarah, dan Istishna’ dengan Ijarah. P ^asal 4 Yang dimaksud dengan “membiayai pembangunan proyek” adalah membiayai pembangunan proyek-proyek yang telah mendapatkan alokasi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, termasuk proyek infrastruktur dalam sektor energi, telekomunikasi, perhubungan, pertanian, industri manufaktur, dan perumahan rakyat. P ^asal 5 Cukup jelas. P ^asal 6 Ayat (1) Penerbitan SBSN baik secara langsung oleh Pemerintah maupun melalui Perusahaan Penerbit SBSN dimaksud dilakukan untuk kepentingan Negara Republik Indonesia. Dalam pelaksanaannya, penerbitan SBSN tersebut dapat dilakukan di dalam negeri maupun luar negeri. Penerbitan SBSN oleh Perusahaan Penerbit SBSN dilakukan hanya dalam hal struktur SBSN memerlukan adanya Special Purpose Vehicle (SPV). Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Menteri menetapkan segala hal yang berkaitan dengan kebijakan penerbitan SBSN, antara lain jumlah target indikatif penerbitan, tanggal penerbitan, metode penerbitan, denominasi, struktur Akad, pricing , dan hal-hal lain yang termuat dalam ketentuan dan syarat ( terms and conditions ) SBSN. Dengan demikian, kewenangan Perusahaan Penerbit SBSN hanya terbatas untuk menerbitkan SBSN. P ^asal 7 Ayat (1) Pemerintah mengadakan koordinasi dengan Bank Indonesia pada awal tahun saat merencanakan penerbitan SBSN, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana penerbitan Surat Berharga Negara untuk satu tahun anggaran. Koordinasi ini dimaksudkan untuk mengevaluasi implikasi moneter dari penerbitan Surat Berharga Negara, agar keselarasan antara kebijakan fiskal, termasuk manajemen utang, dan kebijakan moneter dapat tercapai. Pendapat Bank Indonesia tersebut menjadi masukan di dalam pengambilan keputusan oleh Pemerintah agar penerbitan Surat Berharga Negara dimaksud dapat dilakukan tepat waktu dan dilakukan dengan persyaratan yang dapat diterima pasar serta memberikan manfaat bagi Pemerintah dan masyarakat. Ayat (2) Koordinasi dengan menteri yang bertanggung jawab di bidang perencanaan pembangunan nasional antara lain meliputi jenis, nilai, dan waktu pelaksanaan proyek. Proyek yang akan dibiayai merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari program Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. P ^asal 8 Ayat (1) Persetujuan tersebut didahului dengan mengajukan rencana penerbitan dan pelunasan dan/atau pembelian kembali yang disampaikan bersamaan dengan penyampaian Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, kepada Dewan Perwakilan Rakyat yang dalam hal ini adalah alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi keuangan, untuk mendapatkan persetujuan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “hal-hal tertentu”, antara lain, adalah penerbitan SBSN dalam rangka menutup kekurangan pembiayaan anggaran, pembangunan proyek, dan/atau pengelolaan portofolio Surat Berharga Negara menjelang akhir tahun anggaran karena pertimbangan kondisi dan perkembangan pasar keuangan yang tidak dapat diantisipasi sebelumnya sehingga jumlah Nilai Bersih Maksimal Surat Berharga Negara yang telah disetujui terlampaui. P ^asal 9 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Semua kewajiban Imbalan dan Nilai Nominal yang timbul akibat penerbitan SBSN dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara setiap tahun sampai dengan berakhirnya kewajiban tersebut. Perkiraan dana yang perlu dialokasikan untuk pembayaran kewajiban untuk satu tahun anggaran disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk diperhitungkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang bersangkutan. Ayat (4) Pada saat jatuh tempo, pembayaran kewajiban Imbalan dan Nilai Nominal dapat melebihi perkiraan anggaran disebabkan oleh, antara lain, perbedaan perkiraan kurs, dan/atau tingkat Imbalan. Ayat (5) Cukup jelas. P ^asal 10 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan “tanah dan/atau bangunan” termasuk proyek yang akan atau sedang dibangun. Huruf b Yang dimaksud dengan “selain tanah dan/atau bangunan” dapat berupa barang berwujud maupun barang tidak berwujud yang memiliki nilai ekonomis dan/atau memiliki aliran penerimaan kas. Ayat (3) Menteri selaku Pengelola Barang Milik Negara menetapkan secara rinci jenis, nilai, dan spesifikasi Barang Milik Negara yang akan dijadikan sebagai Aset SBSN. Menteri dapat menerbitkan pernyataan mengenai status kepemilikan, penggunaan, dan penguasaan Barang Milik Negara yang telah tercantum dalam Daftar Barang Milik Negara, dalam hal belum tersedia Sertifikat Hak Pakai atau bukti kepemilikan lain atas Barang Milik Negara yang akan dijadikan sebagai Aset SBSN. P ^asal 11 Ayat (1) Pemindahtanganan Barang Milik Negara bersifat khusus dan berbeda dengan pemindahtanganan Barang Milik Negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Sifat pemindahtanganan dimaksud, antara lain: (i) penjualan dan/atau penyewaan dilakukan hanya atas Hak Manfaat Barang Milik Negara; (ii) tidak terjadi pemindahan hak kepemilikan ( legal title ) Barang Milik Negara; dan (iii) tidak dilakukan pengalihan fisik Barang Milik Negara sehingga tidak mengganggu penyelenggaraan tugas Pemerintahan. Penjualan dan penyewaan Hak Manfaat Barang Milik Negara dilakukan dalam struktur SBSN Ijarah. Cara lain yang sesuai dengan Akad yang digunakan dalam rangka penerbitan SBSN antara lain, penggunaan Barang Milik Negara sebagai bagian penyertaan dalam rangka kerja sama usaha dalam struktur SBSN Musyarakah ( partnership ). Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Penggunaan Barang Milik Negara sebagai Aset SBSN tidak mengurangi kewenangan instansi pengguna Barang Milik Negara untuk tetap menggunakan Barang Milik Negara dimaksud sesuai dengan penggunaan awalnya, sehingga tanggung jawab untuk pengelolaan Barang Milik Negara ini tetap melekat pada instansi pengguna Barang Milik Negara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemberitahuan tersebut bukan merupakan permintaan persetujuan atau pertimbangan. Ayat (4) Berdasarkan struktur SBSN Akad Ijarah- Head Lease and Sub Lease , jangka waktu penyewaan Aset SBSN dari Pemerintah __ kepada Perusahaan Penerbit SBSN lebih panjang dari jangka waktu penyewaan Aset SBSN dari Perusahaan Penerbit SBSN kepada Pemerintah. P ^asal 12 Ayat (1) Akad penerbitan SBSN lainnya adalah Akad selain SBSN yang menggunakan Akad Ijarah antara lain SBSN yang menggunakan Akad Musyarakah, Mudarabah, dan Istishna’ . Ayat (2) Kewajiban pembayaran lain sesuai Akad penerbitan SBSN antara lain berupa sisa Nilai Nominal SBSN yang pelunasannya dilakukan dengan cara amortisasi dan Imbalan yang belum dibayarkan. P ^asal 13 Ayat (1) Pemerintah dapat mendirikan lebih dari 1 (satu) Perusahaan Penerbit SBSN sesuai dengan kebutuhan. Ayat (2) Mengingat Perusahaan Penerbit SBSN memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan badan hukum Perseroan Terbatas, Yayasan ataupun bentuk badan hukum lain yang dikenal di Indonesia selama ini, maka perlu dibentuk badan hukum khusus sesuai Undang-Undang ini untuk dapat mengakomodasi karakteristik dan tujuan pembentukan Perusahaan Penerbit SBSN dimaksud. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Pertanggungjawaban dimaksud hanya terkait dengan operasional Perusahaan Penerbit SBSN dan pelaksanaan penerbitan SBSN. Ayat (5) Cukup jelas. P ^asal 14 Ayat (1) Pihak lain yang dapat ditunjuk sebagai Wali Amanat, antara lain, adalah lembaga keuangan yang telah mendapat izin dari otoritas yang berwenang dan lembaga lain yang dapat melakukan fungsi sebagai Wali Amanat. Ayat (2) Perusahaan Penerbit SBSN sebagai Wali Amanat pada dasarnya melaksanakan suatu kewajiban hukum yang timbul akibat adanya pengalihan kepemilikan Hak Manfaat atas suatu aset dari Pemerintah kepada pihak lain yang bertindak sebagai Wali Amanat untuk kepentingan pemegang SBSN selaku penerima manfaat. Ayat (3) Pihak lain yang dapat ditunjuk untuk membantu pelaksanaan fungsi sebagai Wali Amanat, antara lain, adalah lembaga keuangan yang telah mendapat izin dari otoritas yang berwenang dan lembaga lain yang dapat melakukan fungsi sebagai Wali Amanat. P ^asal 15 Cukup jelas. P ^asal 16 Cukup jelas. P ^asal 17 Cukup jelas. P ^asal 18 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Apabila diatur di dalam Akad, Menteri dapat melakukan pembelian kembali SBSN, baik yang diterbitkan secara langsung oleh Pemerintah maupun melalui Perusahaan Penerbit SBSN, sebelum jatuh tempo. Pembelian kembali atas sebagian dari Nilai Nominal SBSN tidak disertai dengan pembatalan Akad penerbitan SBSN. Huruf f Pelunasan sebagian atau seluruh Nilai Nominal SBSN, baik yang diterbitkan secara langsung oleh Pemerintah maupun melalui Perusahaan Penerbit SBSN sebelum jatuh tempo, hanya dapat dilakukan apabila diatur di dalam Akad. Huruf g Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. P ^asal 19 Ayat (1) Menteri membuka rekening yang diperlukan baik untuk menampung hasil penjualan SBSN maupun untuk menyediakan dana bagi pembayaran Imbalan dan Nilai Nominal SBSN. Ayat (2) Tata cara pembukaan dan pengelolaan rekening yang dimaksud dalam ayat ini mengikuti ketentuan perundang-undangan di bidang perbendaharaan negara, sedangkan tata cara pembukaan rekening di Bank Indonesia mengikuti ketentuan Bank Indonesia . P ^asal 20 Cukup jelas. P ^asal 21 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Penunjukan pihak lain oleh Bank Indonesia sebagai agen penata usaha untuk melaksanakan kegiatan penatausahaan, harus terlebih dahulu berkoordinasi dengan Menteri dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan di bidang pasar modal. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Laporan pertanggungjawaban kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat ini disampaikan kepada Menteri. P ^asal 22 Cukup jelas. P ^asal 23 Lelang SBSN dilaksanakan oleh Bank Indonesia sampai pada saat Pemerintah dinilai telah siap serta mampu secara teknis untuk melaksanakan lelang secara sendiri atau bersama Bank Indonesia. P ^asal 24 Dalam ketentuan penerbitan dan penjualan SBSN, antara lain, diatur ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan penerbitan dan penjualan, termasuk kriteria peserta lelang SBSN baik yang diterbitkan secara langsung oleh Pemerintah maupun melalui Perusahaan Penerbit SBSN. P ^asal 25 Yang dimaksud dengan “lembaga yang memiliki kewenangan dalam menetapkan fatwa di bidang syariah” adalah Majelis Ulama Indonesia atau lembaga lain yang ditunjuk Pemerintah. P ^asal 26 Pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan perdagangan SBSN dimaksudkan untuk memberikan perlindungan terhadap kepentingan pemodal dan para pelaku pasar. Kedua hal tersebut diperlukan agar kegiatan perdagangan SBSN dapat dilaksanakan secara efisien dan sehat. Pengaturan dilaksanakan melalui penerbitan berbagai ketentuan, antara lain, mengenai transparansi data dan informasi penerbitan serta mengenai tata cara perdagangan SBSN. Pengaturan dan pengawasan merupakan upaya untuk memperoleh keyakinan akan ketaatan para pelaku pasar terhadap ketentuan yang berlaku. P ^asal 27 Ayat (1) Penatausahaan mencakup kegiatan administrasi dan akuntansi semua transaksi yang berkaitan dengan pengelolaan SBSN. Ayat (2) Cukup jelas. P ^asal 28 Cukup jelas. P ^asal 29 Permintaan data dan informasi mengenai SBSN kepada Bank Indonesia atau pihak lain yang ditunjuk sebagai agen penata usaha SBSN dilakukan secara tertulis.
Sistem Akuntansi Transaksi Khusus.
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Sistem Akuntansi Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat SA-TK adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan untuk seluruh transaksi penerimaan dan pengeluaran serta aset dan kewajiban pemerintah yang terkait dengan fungsi khusus Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara, serta tidak tercakup dalam Sub Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara (SABUN) lainnya.
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah seluruh penerimaan pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan dan hibah.
Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang selanjutnya disingkat KKKS adalah Badan Usaha atau Bentuk Badan Usaha Tetap yang diberikan wewenang untuk melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi pada suatu wilayah kerja berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana.
Kontraktor Perjanjian Kerja Sama/Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara yang selanjutnya disebut Kontraktor PKP2B adalah badan usaha yang melakukan pengusahaan pertambangan batubara, baik dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
Barang Milik Negara yang tidak digunakan untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disebut BMN Idle adalah BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga.
Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat BLBI adalah fasilitas yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada perbankan untuk menjaga kestabilan sistem pembayaran dan sistem perbankan, agar tidak terganggu oleh adanya ketidakseimbangan likuiditas, antara penerimaan dan penarikan dana pada bank-bank.
Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAKPA BUN TK adalah unit akuntansi yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan transaksi khusus pada tingkat satuan kerja di lingkup Bendahara Umum Negara.
Unit Akuntansi Koordinator Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAKKPA BUN TK adalah unit akuntansi yang menjadi koordinator dan bertugas melakukan kegiatan penggabungan laporan keuangan seluruh UAKPA- BUN TK yang berada langsung di bawahnya.
Unit Akuntansi Pembantu Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAP BUN TK adalah unit akuntansi pada Unit Eselon I Kementerian Keuangan yang melakukan penggabungan laporan keuangan seluruh Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus.
Unit Akuntansi Koordinator Pembantu Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAKP BUN TK adalah unit akuntansi pada Unit Eselon I Kementerian Keuangan yang melakukan penggabungan laporan seluruh Unit Akuntansi Pembantu Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus.
Unit Akuntansi Kuasa Pengelola Barang Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat UAKPLB-BUN adalah satuan kerja/unit akuntansi yang diberi kewenangan untuk mengurus/menatausahakan/mengelola Barang Milik Negara yang dalam penguasaan Bendahara Umum Negara Pengelola Barang.
Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang selanjutnya disebut DJPBN adalah Instansi Eselon I pada Kementerian Keuangan yang bertindak sebagai UAP BUN TK dan UAKP BUN TK.
Badan Kebijakan Fiskal yang selanjutnya disingkat BKF adalah Instansi Eselon I pada Kementerian Keuangan.
Direktorat Jenderal Anggaran yang selanjutnya disingkat DJA adalah Instansi Eselon I pada Kementerian Keuangan yang bertugas mengelola PNBP di bawah BA BUN.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang selanjutnya disingkat DJKN adalah Instansi Eselon I pada Kementerian Keuangan yang bertugas mengelola Kekayaan Negara.
Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Barang yang menjadi milik/kekayaan negara yang berasal dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama, yang selanjutnya disebut BMN yang berasal dari KKKS adalah seluruh barang dan peralatan yang diperoleh atau dibeli KKKS dan yang secara langsung digunakan dalam kegiatan usaha hulu.
Barang yang menjadi milik/kekayaan negara yang berasal dari Kontraktor Perjanjian Kerjasama/Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara, yang selanjutnya disebut BMN yang berasal dari Kontraktor PKP2B adalah seluruh barang dan peralatan yang diperoleh Kontraktor dalam rangka kegiatan pengusahaan pertambangan batubara dan/atau barang dan peralatan yang tidak terjual, tidak dipindahkan atau tidak dialihkan oleh Kontraktor setelah pengakhiran perjanjian yang telah melewati jangka waktu yang telah ditetapkan menjadi milik Pemerintah termasuk barang kontraktor yang pada pengakhiran perjanjian akan dipergunakan untuk kepentingan umum.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan/digunakan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran untuk mencairkan alokasi dana yang sumber dananya dari DIPA.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berdasarkan SPM.
Arsip Data Komputer yang selanjutnya disingkat ADK adalah arsip data berupa disket atau media penyimpanan digital lainnya yang berisikan data transaksi, data buku besar, dan/atau data lainnya.
Dokumen Sumber adalah dokumen yang berhubungan dengan transaksi keuangan yang digunakan sebagai sumber atau bukti untuk menghasilkan data akuntansi.
Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berupa Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan.
Laporan Realisasi Anggaran yang selanjutnya disingkat LRA adalah laporan yang menggambarkan realisasi pendapatan, belanja, dan pembiayaan selama suatu periode.
Neraca adalah laporan yang menyajikan informasi posisi keuangan pemerintah yaitu aset, utang, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu.
Catatan atas Laporan Keuangan yang selanjutnya disebut CaLK adalah laporan yang menyajikan informasi tentang penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam LRA, Neraca, dan Laporan Arus Kas dalam rangka pengungkapan yang memadai.
Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disebut PPA BUN adalah unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggungjawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah kuasa yang bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.
Kuasa Pengguna Barang yang selanjutnya disingkat KPB adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh pengguna barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.
Rekonsiliasi adalah proses pencocokan data transaksi keuangan yang diproses dengan beberapa sistem/subsistem yang berbeda berdasarkan Dokumen Sumber yang sama.
Reviu adalah prosedur penelusuran angka-angka dalam Laporan Keuangan, permintaan keterangan dan analitik yang menjadi dasar memadai bagi Aparat Pengawas Intern Pemerintah untuk memberi keyakinan terbatas bahwa tidak ada modifikasi material yang harus dilakukan atas Laporan Keuangan tersebut sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
Aset bekas Milik Asing/China adalah aset yang dikuasai Negara berdasarkan:
Peraturan Penguasa Perang Pusat Nomor Prt/032/PEPERPU/1958 jo. Keputusan Penguasa Perang Pusat Nomor Kpts/Peperpu/0439/1958 jo. Undang-Undang Nomor 50 Prp. Tahun 1960;
Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1962;
Penetapan Presiden Nomor 4 Tahun 1962 jo. Keputusan Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Pemimpin Besar Revolusi Nomor 52/KOTI/1964;
Instruksi Radiogram Kaskogam Nomor T-0403/G-5/5/66.
PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) yang selanjutnya disebut PT PPA adalah Perusahaan Perseroan yang didirikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk melakukan pengelolaan aset Negara yang berasal dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional yang tidak berperkara untuk dan atas nama Menteri Keuangan berdasarkan Perjanjian Pengelolaan Aset.
Aset Eks Kelolaan PT PPA adalah kekayaan Negara yang berasal dari kekayaan eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang sebelumnya diserahkelolakan kepada PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero)/PT PPA (Persero), dan telah dikembalikan pengelolaannya kepada Menteri Keuangan.
Aset yang Diserah kelolakan kepada PT PPA adalah Kekayaan Negara yang berasal dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional yang tidak terkait dengan perkara, berupa Aset Properti, Aset Saham, Aset Reksa Dana, dan/atau Aset Kredit, yang sebelumnya berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.06/2006 tentang Pengelolaan Kekayaan Negara yang berasal dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero), dikelola oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero).
Aset Eks Pertamina adalah aset-aset yang tidak turut dijadikan Penyertaan Modal Negara dalam Neraca Pembukaan PT Pertamina sebagaimana ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.06/2008 tentang Penetapan Neraca Pembukaan Perseroan (Persero) PT Pertamina Per 17 September 2003, serta telah ditetapkan sebagai sebagai Barang Milik Negara yang berasal dari Aset Eks Pertamina berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 92/KK.06/2008 tentang Penetapan Status Aset Eks Pertamina Sebagai Barang Milik Negara.
Dukungan Kelayakan Proyek Kerjasama yang selanjutnya disebut Dukungan Kelayakan adalah dukungan pemerintah berupa kontribusi fiskal dalam bentuk tunai atas sebagian biaya pembangunan proyek yang dilaksanakan melalui skema kerja sama pemerintah dengan Badan Usaha.
Dana Perimbangan
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
Daerah otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kepala daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi atau bupati bagi daerah kabupaten atau walikota bagi daerah kota.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disebut DPRD, adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
Dana Bagi Hasil, selanjutnya disebut DBH, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
DBH Pajak adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri, dan Pajak Penghasilan Pasal 21.
Pajak Bumi dan Bangunan, selanjutnya disebut PBB adalah pajak yang dikenakan atas bumi dan bangunan.
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, selanjutnya disebut BPHTB, adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan 13. Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri, selanjutnya disebut PPh WPOPDN adalah Pajak Penghasilan terutang oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri berdasarkan ketentuan Pasal 25 dan Pasal 29 Undang-undang tentang Pajak Penghasilan yang berlaku kecuali pajak atas penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (8).
Pajak Penghasilan Pasal 21, selanjutnya disebut PPh Pasal 21, adalah Pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lainnya sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi berdasarkan ketentuan Pasal 21 undang-undang tentang Pajak Penghasilan yang berlaku.
DBH Sumber Daya Alam adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan sumber daya alam kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi.
Dana Reboisasi, selanjutnya disebut DR, adalah dana yang dipungut dari pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan dari Hutan Alam yang berupa kayu dalam rangka reboisasi dan rehabilitasi hutan.
Provisi Sumber Daya Hutan, selanjutnya disebut PSDH, adalah pungutan yang dikenakan sebagai pengganti nilai intrinsik dari hasil yang dipungut dari Hutan Negara.
Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan, selanjutnya disebut IIUPH, adalah pungutan yang dikenakan kepada Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hutan atas suatu kawasan hutan tertentu yang dilakukan sekali pada saat izin tersebut diberikan.
Pungutan Pengusahaan Perikanan adalah pungutan hasil perikanan yang dikenakan kepada perusahaan perikanan Indonesia yang memperoleh Izin Usaha Perikanan (IUP), Alokasi Penangkapan Ikan Penanaman Modal (APIPM), dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI), sebagai imbalan atas kesempatan yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia untuk melakukan usaha perikanan dalam wilayah perikanan Republik Indonesia.
Pungutan Hasil Perikanan adalah pungutan hasil perikanan yang dikenakan kepada perusahaan perikanan Indonesia yang melakukan usaha penangkapan ikan sesuai dengan Surat Penangkapan Ikan (SPI) yang diperoleh.
Iuran Tetap ( Land-rent ) adalah iuran yang diterima negara sebagai imbalan atas kesempatan Penyelidikan Umum, Eksplorasi atau Eksploitasi pada suatu wilayah kerja.
Iuran Ekplorasi dan Eksploitasi ( royalty ) adalah iuran produksi pemegang kuasa usaha pertambangan atas hasil dari kesempatan eksplorasi/eksploitasi.
Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
Menteri teknis adalah menteri yang bertugas dan bertanggungjawab di bidang teknis tertentu.
Minyak dan Gas Bumi
Relevan terhadap
Ayat (1) Karena ketentuan yang dimaksud dalam Pasal ini didasarkan atas pengertian bahwa Kegiatan Usaha Hulu yang berupa Eksplorasi dan Eksploitasi adalah kegiatan pengambilan sumber daya alam tak terbarukan yang merupakan kekayaan negara, maka disamping kewajiban membayar pajak, bea masuk, dan kewajiban lainnya, Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap diwajibkan menyerahkan Ppenerimaan Negara Nukan Pajak yang terdiri dari bagian negara, pungutan negara, dan bonus. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Di samping membayar pajak daerah, Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap diwajibkan pula membayar retribusi daerah. Ayat (3) Huruf a Bagian negara merupakan bagian produksi yang diserahkan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap kepada negara sebagai pemilik sumber daya Minyak dan Gas Bumi. Huruf b Ketentuan ini didasarkan pada pengertian bahwa Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap diwajibkan membayar iuran tetap sesuai luas Wilayah Kerja sebagai imbalan atas "kesempatan" untuk melakukan kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi. Iuran Eksplorasi... Iuran Eksplorasi dan Eksploitasi dikenakan pada Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap, sebagai kompensasi atas pengambilan kekayaan alam Minyak dan Gas Bumi yang tak terbarukan. Pungutan negara yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Huruf c Yang dimaksud dengan bonus dalam ketentuan ini adalah bonus data, bonus tanda tangan, dan bonus produksi yang didasarkan pada pencapaian tingkat produksi kumulatif tertentu. Ayat (4) Ketentuan dalam Pasal ini dimaksudkan agar Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dapat memilih alternatif aturan perpajakan yang akan diberlakukan dalam Kontrak Kerja Sama. Dibukanya kesempatan tersebut merupakan keleluasaan bagi Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap untuk memilih ketentuan perpajakan yang sesuai dengan kelayakan usahanya, mengingat kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi sifat usahanya berjangka panjang, memerlukan modal besar dan berisiko tinggi. Ayat (5) Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksanaan dari ketentuan ini antara lain memuat substansi pokok: pengaturan besarnya bagian negara berdasarkan prosentase produksi bersih; dan pungutan negara yang terdiri dari iuran tetap per satuan luas Wilayah Kerja, iuran Eksplorasi dan Eksploitasi per satuan volume produksi; bonus dan pengaturan persyaratan tertentu dalam Kontrak Kerja Sama. Ayat (6) Yang dimaksud dengan "pembagiannya ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku" dalam ketentuan ini adalah sesuai dengan ketentuan Undang-undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Pasal 32...