Impor Sementara.
Relevan terhadap
Barang Impor Sementara yang telah selesai digunakan wajib Diekspor Kembali.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap Barang Impor Sementara yang meliputi:
Barang Impor Sementara tersebut masih diperlukan untuk pengerjaan proyek pemerintah;
Barang Impor Sementara tersebut mengalami kerusakan berat dalam penggunaan;
Barang Impor Sementara tersebut hilang tanpa ada unsur kesengajaan; atau
Barang Impor Sementara tersebut nyata-nyata masih diperlukan penggunaannya atau tidak memungkinkan untuk Diekspor Kembali, berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal.
Terhadap Barang Impor Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Importir wajib:
membayar bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang terutang serta sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar; dan
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dalam hal Barang Impor Sementara tersebut merupakan barang yang dibatasi untuk diimpor termasuk barang dalam kondisi bukan baru.
Uji materi ketentuan Pasal 42 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap UUD 1945 ...
Relevan terhadap
ekonomi tinggi serta bermanfaat untuk kelompok masyarakat yang luas. “ opportunity cost ” penggunaan lahan untuk permainan golf yang cukup tinggi, karena penggunaan lahan untuk selain golf tidak hanya ditinjau dari aspek ekonomis tetapi juga aspek sosialnya. Dalam hal ini, penggunaan lahan untuk permainan golf hanya dapat dinikmati oleh sekelompok kecil masyarakat (golongan kaya), sehingga opportunity pemanfaatan lahan untuk masyarakat luas dan/atau untuk kegiatan produktif lainnya menjadi sangat tinggi. Pemerintah melakukan perbandingan bahwa di dalam UU 28/2009, sarang burung yang dikenakan pajak hanya sarang burung walet, yaitu dengan Pajak Sarang Burung Walet. Kemudian untuk Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), yang dikenakan pajak hanya transaksi di atas Rp 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah). Hal ini dilakukan karena sarang burung walet memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan memenuhi kriteria untuk dijadikan sebagai objek pajak, sedangkan BPHTB yang dikenakan terhadap transaksi yang lebih dari Rp 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah), dilakukan dengan pertimbangan bahwa selain untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat kecil untuk memiliki tempat tinggal, juga untuk memperbaiki sistem administrasi pertanahan di daerah. Dengan demikian, sudah sangat wajar pula apabila untuk Pajak Hiburan dikenakan hanya terhadap permainan golf, biliar dan boling. Hal tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa permainan golf, biliar dan boling memiliki nilai ekonomis yang tinggi, kemampuan membayar pajak bagi penanggung pajak yang memadai, serta telah memenuhi kriteria untuk ditetapkan menjadi objek pajak daerah. Oleh karena itu, sesuai dengan prinsip keadilan pemungutan pajak, yaitu berdasarkan daya pikul/kemampuan untuk membayar ( ability to pay ), maka sudah sangat wajar apabila permainan golf dikenakan pajak. Menurut Pemerintah, hal yang demikian juga merupakan cerminan dari prinsip keadilan substantif, bahwa hal/keadaan yang sama diperlakukan sama, sedangkan hal/keadaan yang berbeda diperlakukan berbeda. Justru akan sangat tidak adil apabila mengasumsikan bahwa dalam hal permainan golf dikenakan pajak, maka jenis permainan lainnya pun serta merta juga harus dikenakan pajak, sedangkan daya pikul/kemampuan untuk membayar ( ability to pay ) dari orang-orang yang bermain golf jelas-jelas sangat berbeda dengan orang-orang yang melakukan permainan lainnya. Orang-orang yang bermain golf memiliki daya pikul/kemampuan untuk membayar ( ability to pay ) yang lebih tinggi, sehingga tidak
Jaminan dalam Rangka Kepabeanan.
Relevan terhadap
Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini:
Jaminan yang digunakan sekali dan telah diterima sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, tetap dapat digunakan sebagai Jaminan dalam rangka kepabeanan sampai dengan jangka waktu Jaminan berakhir; dan
Jaminan yang digunakan terus menerus dan telah diterima sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, tetap dapat digunakan sebagai Jaminan dalam rangka kepabeanan sampai dengan tanggal 30 April 2011. Pasal 36 Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Jaminan diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal. Pasal 37 Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku :
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 585/KMK.05/1996 tentang Penggunaan Jaminan Bank untuk Menjamin Pembayaran Pungutan Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi dan Pajak Dalam Rangka Impor sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 209/KMK.01/1999;
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 457/KMK.05/1997 tentang Penggunaan Jaminan Tunai untuk Menjamin Pembayaran Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi dan Pajak Dalam Rangka Impor;
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 461/KMK.05/1997 tentang Pengunaan Customs Bond sebagai Jaminan untuk Pembayaran Pungutan Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi dan Pajak Dalam Rangka Impor sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 208/KMK.01/1999; dan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 441/KMK.05/1999 tentang Penggunaan Jaminan Tertulis untuk Menjamin Pembayaran Pungutan Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi dan Pajak Dalam Rangka Impor sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 25/KMK.04/2005, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Dalam hal Penjamin atau surety sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) atau Terjamin tidak memenuhi kewajiban sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2), berlaku ketentuan sebagai berikut:
dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak tanggal pengiriman surat pencairan Jaminan, Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk menerbitkan surat teguran atau surat peringatan;
apabila dalam jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak dikeluarkan surat teguran sebagaimana dimaksud pada huruf a, belum melunasi kewajibannya, Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk pada hari kerja berikutnya harus:
menerbitkan surat paksa untuk penagihan piutang bea masuk, cukai, sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga; dan
menyampaikan Surat Pemberitahuan Piutang Pajak Dalam Rangka Impor berupa Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Barang Mewah, dan Pajak Penghasilan Pasal 22 kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak di wilayah Penjamin atau surety sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) atau Terjamin berdomisili;
atas kewajiban pungutan ekspor, apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal diterbitkan surat peringatan sebagaimana dimaksud pada huruf a belum dilunasi kewajibannya, Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk menerbitkan surat penyerahan tagihan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara untuk proses penyelesaian lebih lanjut;
atas penjaminan kewajiban pungutan negara oleh instansi pemerintah dengan menggunakan Jaminan tertulis, apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterbitkan surat teguran sebagaimana dimaksud pada huruf a belum dilunasi kewajibannya, Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melaporkan kepada Menteri guna pemberian teguran.
Surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIX Peraturan Menteri Keuangan ini.
Surat paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 1 sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XX Peraturan Menteri Keuangan ini. Pasal 33 Penyampaian data Jaminan antara Kantor Pabean dengan Terjamin, Penjamin, dan/atau surety sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4), dapat dilakukan melalui sistem Pertukaran Data Elektronik. Pasal 34 Lampiran dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, yaitu:
Lampiran I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3);
Lampiran II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4);
Lampiran III sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5);
Lampiran IV sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (6);
Lampiran V sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2);
Lampiran VI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3);
Lampiran VII sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4);
Lampiran VIII sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5);
Lampiran IX sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3);
Lampiran X sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4);
Lampiran XI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (5);
Lampiran XII sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4);
Lampiran XIII sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (4);
Lampiran XIV sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (5);
Lampiran XV sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (6);
Lampiran XVI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (7);
Lampiran XVII sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (5);
Lampiran XVIII sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2);
Lampiran XIX sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2);
Lampiran XX sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3), merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini. BAB XI KETENTUAN PERALIHAN DAN PENUTUP
Tata Cara Pengurangan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak yang Dikembali ...
Relevan terhadap
Dalam hal terjadi pembatalan penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Penerima Jasa harus membuat dan menyampaikan nota pembatalan kepada Pengusaha Kena Pajak Pemberi Jasa Kena Pajak.
Nota pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit harus mencantumkan:
nomor nota pembatalan;
nomor, kode seri dan tanggal Faktur Pajak dari Jasa Kena Pajak yang dibatalkan;
nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak Penerima Jasa;
nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak Pengusaha Kena Pajak Pemberi Jasa Kena Pajak;
jenis jasa dan jumlah penggantian Jasa Kena Pajak yang dibatalkan;
QPajak Pertambahan Nilai atas Jasa Kena Pajak yang dibatalkan;
tanggal pembuatan nota pembatalan; dan
nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani nota pembatalan.
Nota pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat pada saat Jasa Kena Pajak dibatalkan.
Bentuk dan ukuran nota pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai dengan kebutuhan administrasi Pembeli (5) Contoh bentuk dan ukuran nota pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
Nota pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat paling sedikit dalam rangkap 2 (dua) yaitu:
lembar ke-1: untuk Pengusaha Kena Pajak Pemberi Jasa Kena Pajak;
lembar ke-2: untuk arsip Penerima Jasa.
Dalam hal Penerima Jasa bukan Pengusaha Kena Pajak, nota pembatalan dibuat paling sedikit dalam rangkap 3 (tiga), dan lembar ke-3 harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Penerima Jasa terdaftar.
Pembatalan Jasa Kena Pajak dianggap tidak terjadi dalam hal:
nota pembatalan tidak selengkapnya mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2);
nota pembatalan tidak dibuat pada saat Jasa Kena Pajak dibatalkan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3); atau
nota pembatalan tidak disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (7).
Dalam hal terjadi Pengembalian Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pembeli harus membuat dan menyampaikan nota retur kepada Pengusaha Kena Pajak Penjual.
Nota retur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit harus mencantumkan:
nomor urut nota retur;
nomor, kode seri, dan tanggal Faktur Pajak dari Barang Kena Pajak yang dikembalikan;
nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak Pembeli;
nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak Pengusaha Kena Pajak Penjual;
jenis barang, jumlah harga jual Barang Kena Pajak yang dikembalikan;
Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan, atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dikembalikan;
tanggal pembuatan nota retur; dan
nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani nota retur. (3) Nota retur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat pada saat Barang Kena Pajak dikembalikan. (4) (Bentuk dan ukuran nota retur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai dengan kebutuhan administrasi Pembeli. (5) Contoh bentuk dan ukuran nota retur sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini. (6) Nota retur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat paling sedikit dalam rangkap 2 (dua) yaitu:
lembar ke-1: untuk Pengusaha Kena Pajak Penjual;
lembar ke-2: untuk arsip Pembeli. (7) Dalam hal Pembeli bukan Pengusaha Kena Pajak, nota retur dibuat paling sedikit dalam rangkap 3 (tiga), dan lembar ke-3 harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pembeli terdaftar. (8) Pengembalian Barang Kena Pajak dianggap tidak terjadi dalam hal:
nota retur tidak selengkapnya mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2);
nota retur tidak dibuat pada saat Barang Kena Pajak tersebut dikembalikan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3); atau
nota retur tidak disampaikan sebagaimana dimaksud ayat (7).
Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah.
Relevan terhadap
Penarikan Hibah dalam bentuk uang untuk membiayai kegiatan dilakukan melalui:
transfer ke rekening Kas Umum Negara;
pembayaran langsung;
rekening khusus;
letter of credit (L/C); atau
pembiayaan pendahuluan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penarikan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. BAB IV PENATAUSAHAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN HIBAH Pasal 74 (1) Menteri melaksanakan penatausahaan atas Pinjaman Luar Negeri dan Hibah. depkumham.go.id (2) Penatausahaan Pinjaman Luar Negeri dan Hibah mencakup kegiatan:
administrasi pengelolaan; dan
akuntansi pengelolaan.
Setiap Perjanjian Pinjaman Luar Negeri dan Perjanjian Hibah wajib diregistrasi oleh Kementerian Keuangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penatausahaan Pinjaman Luar Negeri dan Hibah diatur dengan Peraturan Menteri. BAB V PENGADAAN BARANG DAN JASA Pasal 75 (1) Pengadaan barang/jasa kegiatan yang dibiayai Pinjaman Luar Negeri atau Hibah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan barang/jasa.
Dalam hal terdapat perbedaan antara ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan barang/jasa dengan ketentuan pengadaan barang/jasa yang berlaku bagi Pemberi Pinjaman Luar Negeri atau Hibah, para pihak dapat menyepakati ketentuan pengadaan barang/jasa yang akan dipergunakan.
Pengadaan barang/jasa kegiatan yang direncanakan dibiayai dari Pinjaman Luar Negeri dari Kreditor Swasta Asing atau Lembaga Penjamin Kredit Ekspor dilakukan setelah dikeluarkan penetapan sumber pembiayaan oleh Menteri.
Kontrak pengadaan barang/jasa kegiatan yang dibiayai Pinjaman Luar Negeri atau Hibah dilakukan setelah berlakunya perjanjian Pinjaman Luar Negeri atau Hibah atau setelah adanya perjanjian induk Pinjaman Luar Negeri. depkumham.go.id (5) Ketentuan mengenai kontrak pengadaan barang/jasa kegiatan yang dibiayai Pinjaman Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikecualikan untuk pengadaan barang/jasa kegiatan yang direncanakan dibiayai Pinjaman Luar Negeri dari Kreditor Swasta Asing atau Lembaga Penjamin Kredit. BAB VI PEMANTAUAN, EVALUASI, PELAPORAN, DAN PENGAWASAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN HIBAH Pasal 76 Menteri/Pimpinan Lembaga, Gubernur, Bupati/Walikota atau direksi BUMN, selaku pelaksana kegiatan yang dibiayai dari Pinjaman Luar Negeri dan/atau Hibah, masing-masing harus menyampaikan laporan triwulanan kepada Menteri dan Menteri Perencanaan paling sedikit mengenai:
pelaksanaan pengadaan barang/jasa;
kemajuan fisik kegiatan;
realisasi penyerapan;
permasalahan dalam pelaksanaan; dan
rencana tindak lanjut penyelesaian masalah. Pasal 77 (1) Menteri melakukan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan triwulanan mengenai realisasi penyerapan Pinjaman Luar Negeri dan/atau Hibah Luar Negeri dan aspek keuangan lainnya.
Menteri Perencanaan melakukan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan triwulanan mengenai kinerja pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari Pinjaman Luar Negeri dan/atau Hibah Luar Negeri. depkumham.go.id (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemantauan, evaluasi, dan pelaporan realisasi penyerapan Pinjaman Luar Negeri dan/atau Hibah Luar Negeri dan aspek keuangan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemantauan, evaluasi, dan pelaporan kinerja pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari Pinjaman Luar Negeri dan/atau Hibah Luar Negeri sebagaimna dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri Perencanaan. Pasal 78 Menteri dan Menteri Perencanaan dapat melakukan evaluasi bersama secara semesteran mengenai pelaksanaan kegiatan yang dibiayai Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri. Pasal 79 (1) Menteri mengambil langkah penyelesaian pelaksanaan kegiatan yang lambat atau penyerapan yang rendah dan/atau tidak sesuai dengan peruntukannya, termasuk pengusulan pembatalan sebagian atau seluruh Pinjaman Luar Negeri dan/atau Hibah. (2) Langkah penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mendapat pertimbangan Menteri Perencanaan. (3) Menteri mengajukan usulan perubahan dan/atau pembatalan sebagian atau seluruh Pinjaman Luar Negeri dan/atau Hibah dalam rangka penyelesaian pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pemberi Pinjaman Luar Negeri dan/atau Pemberi Hibah. Pasal 80 (1) Dalam hal Pemberi Pinjaman Luar Negeri atau Pemberi Hibah menetapkan pelaksanaan kegiatan tidak sesuai dengan Perjanjian Pinjaman Luar Negeri atau Perjanjian Hibah dan dalam Perjanjian Pinjaman Luar Negeri atau Perjanjian Hibah tersebut mewajibkan Pemerintah mengembalikan sebagian atau seluruh Pinjaman Luar Negeri atau Hibah, Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, atau BUMN pelaksana kegiatan harus menyediakan dana pengembalian. depkumham.go.id (2) Ketentuan mengenai penyediaan dan pengembalian dana diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 81 Pengawasan terhadap pelaksanaan dan penggunaan Pinjaman Luar Negeri atau Hibah dilakukan oleh Instansi pengawas internal dan eksternal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VII PUBLIKASI Pasal 82 (1) Menteri menyelenggarakan publikasi informasi mengenai Pinjaman Luar Negeri dan Hibah secara berkala paling sedikit 6 (enam) bulan sekali.
Publikasi informasi mengenai Pinjaman Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
kebijakan tentang Pinjaman Luar Negeri;
posisi Pinjaman Luar Negeri termasuk struktur jatuh tempo dan komposisi suku bunga;
sumber Pinjaman Luar Negeri;
realisasi penyerapan Pinjaman Luar Negeri; dan
pemenuhan kewajiban Pinjaman Luar Negeri.
Publikasi informasi mengenai Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
kebijakan tentang Hibah;
jumlah, posisi, dan komposisi jenis mata uang Hibah;
sumber dan penerima Hibah; dan
jenis Hibah. depkumham.go.id BAB VIII PERTANGGUNGJAWABAN Pasal 83 Menteri menyusun pertanggungjawaban atas pengelolaan Pinjaman Luar Negeri dan Hibah sebagai bagian dari pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. BAB IX PAJAK DAN BEA MASUK Pasal 84 (1) Perlakuan pajak atas Pinjaman Luar Negeri atau penerimaan Hibah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Perlakuan Bea Masuk atas Pinjaman Luar Negeri atau penerimaan Hibah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 85 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
Pelaksanaan pengadaan Pinjaman Luar Negeri serta penerusan Pinjaman Luar Negeri, yang berasal dari:
Pinjaman Bilateral dan Pinjaman Multilateral yang Daftar Kegiatannya telah disampaikan oleh Menteri Perencanaan kepada Menteri;
Kreditur Swasta Asing atau Lembaga Penjamin Kredit Ekspor yang telah diterbitkan alokasi pinjaman pemerintah atau kredit ekspornya, tetap dilakukan berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah Serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri sampai dengan pengadaan Pinjaman Luar Negeri serta penerusan Pinjaman Luar Negeri selesai dilaksanakan. depkumham.go.id 2. Perjanjian Hibah yang sudah ditandatangani, berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah Serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri tetap berlaku sampai dengan Perjanjian Hibah tersebut berakhir.
Dana Perwalian yang dibentuk sebelum Peraturan Pemerintah ini ditetapkan, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan mandat berakhir. BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 86 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah Serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri (Lembaran Negara Tahun 2006 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4597) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku;
Semua peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah Serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri (Lembaran Negara Tahun 2006 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4597), dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dan belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 87 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. depkumham.go.id depkumham.go.id
Pelaksanaan Pemantauan dan Evaluasi Transfer Ke Daerah yang Penggunaannya Sudah Ditentukan.
Tata Cara Penentuan Jumlah, Pembayaran, dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang.
Relevan terhadap
Dalam hal terjadi kekurangan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang, Wajib Bayar wajib segera melunasi kekurangan pembayaran tersebut.
Dalam hal terjadi keterlambatan pembayaran kekurangan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Bayar dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah kekurangan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh.
Sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. ditjen Peraturan Perundang-undangan (1) Pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang, kekurangan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang, dan/atau sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6 dilakukan secepatnya ke Kas Negara.
Wajib Bayar yang menghitung sendiri Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang harus menyampaikan surat tanda bukti pembayaran yang sah kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal Anggaran.
Wajib Bayar wajib membayar seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang secara tunai paling lambat pada saat jatuh tempo pembayaran sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang melampaui jatuh tempo pembayaran yang ditetapkan, Wajib Bayar dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) per bulan dari bagian yang terutang dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh.
Sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
Terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang yang jumlahnya dihitung sendiri oleh Wajib Bayar, Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan penagihan terhadap Wajib Bayar yang sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran yang ditentukan belum melunasi kewajibannya dan/atau masih terdapat kekurangan pembayaran jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang.
Dalam melaksanakan penagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pimpinan Instansi Pemerintah menerbitkan Surat Tagihan Pertama atas Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang.
Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan Wajib Bayar belum atau tidak melunasi kewajibannya, Instansi Pemerintah menerbitkan Surat Tagihan Kedua.
Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan Wajib Bayar belum atau tidak melunasi kewajibannya, Instansi Pemerintah menerbitkan Surat Tagihan Ketiga.
Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan Wajib Bayar belum atau tidak melunasi kewajibannya, Instansi Pemerintah menerbitkan Surat Penyerahan Tagihan kepada instansi yang berwenang mengurus Piutang Negara untuk diproses lebih lanjut penyelesaiannya. Pasal 14 (1) Dalam hal tertentu, Wajib Bayar dapat mengajukan permohonan kepada Pimpinan Instansi Pemerintah untuk ditinjau kembali dari kewajiban pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang dan/atau sanksi administrasi berupa denda. ditjen Peraturan Perundang-undangan (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis kepada Pimpinan Instansi Pemerintah disertai penjelasan, dokumen, dan data pendukung.
Pimpinan Instansi Pemerintah menyampaikan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Menteri dilengkapi dengan rekomendasi tertulis.
Menteri berdasarkan pertimbangan tertentu dapat menyetujui atau menolak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk sebagian atau seluruhnya.
Menteri menerbitkan surat persetujuan atau surat penolakan atas permohonan untuk ditinjau kembali pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang dan menyampaikannya kepada Pimpinan Instansi Pemerintah.
Pimpinan Instansi Pemerintah memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan Wajib Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah mendapat persetujuan atau penolakan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling lambat 15 (lima belas) hari kerja.
Dalam hal permohonan untuk ditinjau kembali pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang ditolak, Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menagih seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang kepada Wajib Bayar paling lambat 1 (satu) bulan sejak surat penolakan diterbitkan.
Penetapan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersifat final.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara untuk ditinjau kembali dari kewajiban pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang dan/atau sanksi administrasi berupa denda diatur dengan Peraturan Menteri. ditjen Peraturan Perundang-undangan
Pelaksanaan Piloting Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara.
Relevan terhadap
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PELAKSANAAN PILOTING SISTEM PERBENDAHARAAN DAN ANGGARAN NEGARA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Sistem Perbendaharaaan dan Anggaran Negara, yang selanjutnya disingkat SPAN adalah sistem terintegrasi seluruh proses yang terkait dengan pengelolaan APBN yang meliputi modul penganggaran, modul komitmen, modul pembayaran, modul penerimaan, modul kas, dan modul akuntansi dan pelaporan.
Piloting SPAN adalah serangkaian kegiatan untuk menerapkan/mengoperasikan SPAN dengan menggunakan sumber daya manusia, bisnis proses, infrastruktur dan tehnologi SPAN pada unit-unit yang ditunjuk/terbatas untuk memastikan SPAN dapat diterapkan/dioperasikan secara menyeluruh.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari Bendahara Umum Negara (BUN) untuk melaksanakan sebagian fungsi Kuasa BUN.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah Dokumen Pelaksanaan Anggaran yang digunakan sebagai acuan Pengguna Anggaran dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN.
Rencana Kerja Anggaran Kementerian Negara/Lembaga yang selanjutnya disingkat RKA-K/L adalah dokumen keuangan tahunan Kementerian Negara/Lembaga yang disusun menurut Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.
Rencana Dana Pengeluaran BUN yang selanjutnya disingkat RDP-BUN adalah rencara kerja dan anggaran Bagian Anggaran BUN yang memuat rincian kebutuhan dana baik yang berbentuk anggaran belanja maupun pembiayaan dalam rangka pemenuhan kewajiban pemerintah pusat dan transfer kepada daerah yang pengelolaannya dikuasakan oleh Presiden kepada Menteri Keuangan.
Modul Penganggaran adalah bagian dari SPAN yang melaksanakan fungsi-fungsi penganggaran yang meliputi perencanaan anggaran, penyusunan anggaran, pembahasan anggaran dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, penetapan alokasi anggaran, penyusunan Rancangan APBN-Perubahan, revisi anggaran, dan monitoring dan evaluasi kinerja anggaran.
Modul Komitmen adalah bagian dari SPAN yang melaksanakan fungsi- fungsi pengelolaan data supplier dan data kontrak yang meliputi pendaftaran, perekaman, validasi, perubahan, penggunaan, dan pembatalan data supplier /kontrak, termasuk penerbitan dan penyampaian Nomor Register Supplier /Nomor Register Kontrak/informasi penolakan pendaftaran data supplier atau data kontrak.
Modul Pembayaran adalah bagian dari SPAN yang melaksanakan fungsi-fungsi pelaksanaan pembayaran atas beban APBN dan/atau pengesahan pendapatan dan belanja yang meliputi penerbitan SP2D, penerbitan warkat dan bilyet giro, penerbitan surat pengesahan pendapatan dan belanja, penerbitan aplikasi penarikan dana, dan penerbitan Surat Kuasa Pembebanan Letter of Credit (SKP-LC).
Modul Penerimaan adalah bagian dari SPAN yang melaksanakan fungsi-fungsi penatausahaan transaksi penerimaan negara yang diterima melalui Rekening Milik BUN di Bank Indonesia, melalui Bank/Pos Persepsi, serta melalui potongan Surat Perintah Membayar atau pengesahan pendapatan dan belanja oleh KPPN.
Modul Kas adalah bagian dari SPAN yang melaksanakan fungsi-fungsi pengaturan rekening milik BUN, perencanaan kas, pemindahbukuan dana, rekonsiliasi bank, dan pelaporan manajerial.
Modul Akuntansi Dan Pelaporan adalah bagian dari SPAN yang melaksanakan fungsi-fungsi penyusunan laporan keuangan sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan APBN yang meliputi pemutakhiran data Bagan Akun Standar, konversi data transaksi keuangan, koreksi data transaksi keuangan, penyesuaian sisa pagu, jurnal penyesuaian, rekonsiliasi data, dan laporan keuangan.
Satuan Kerja yang selanjutnya disebut Satker adalah unit organisasi lini Kementerian Negara/Lembaga atau unit organisasi Pemerintah Daerah yang melaksanakan kegiatan Kementerian Negara/Lembaga dan memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran.
Kuasa Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Kuasa BUN adalah pejabat yang diangkat oleh BUN untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan APBN dalam wilayah kerja yang ditetapkan.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanaan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN.
Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disebut PP-SPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh PP-SPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA atau dokumen yang dipersamakan.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disebut SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
Retur SP2D adalah penolakan/pengembalian atas pemindahbukuan dan/atau transfer pencairan APBN dari Bank/Kantor Pos Penerima kepada Bank/Kantor Pos Pengirim.
Surat Permintaan Pembayaran Retur yang selanjutnya disebut SPP Retur adalah dokumen yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN di Daerah yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara berdasarkan surat ralat dari Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga 25. Surat Perintah Membayar Retur yang selanjutnya disebut SPM Retur adalah dokumen yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN di Daerah berdasarkan SPP Retur untuk mencairkan dana yang bersumber dari penerimaan Retur SP2D.
Surat Perintah Pencairan Dana Retur yang selanjutnya disebut SP2D Retur adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN di Daerah berdasarkan SPM Retur untuk pengeluaran non anggaran.
Arsip Data Komputer yang selanjutnya disingkat ADK adalah arsip data dalam bentuk softcopy yang disimpan dalam media penyimpanan digital.
Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri yang selanjutnya disebut PHLN, adalah pinjaman dan/atau hibah luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah.
Konversi adalah proses pengubahan format data transaksi keuangan pada ADK menjadi data yang dapat diterima oleh SPAN melalui aplikasi konversi.
Sisa Kredit Anggaran adalah nilai pagu anggaran dikurangi nilai pencadangan kontrak yang telah didaftarkan dan realisasi anggaran. 31. Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disebut NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. 32. Supplier adalah pihak yang berhak menerima pembayaran atas beban APBN. 33. Data Supplier adalah informasi terkait dengan pihak yang berhak menerima pembayaran atas beban APBN yang memuat paling kurang informasi pokok, informasi lokasi, dan informasi rekening. 34. Kontrak adalah perjanjian tertulis antara PPK dengan penyedia barang/jasa atau pelaksana swakelola. 35. Data kontrak adalah informasi terkait dengan perjanjian tertulis antara PPK dengan penyedia barang/jasa atau pelaksana swakelola. 36. Kontrak tahun tunggal adalah kontrak yang pelaksanaan pekerjaannya mengikat dana anggaran selama masa 1 (satu) tahun anggaran. 37. Kontrak tahun jamak adalah kontrak yang pelaksanaan pekerjaannya untuk masa lebih dari 1 (satu) tahun anggaran atas beban anggaran.
Komitmen tahunan kontrak tahun jamak adalah komitmen tahun tunggal sebagai bagian dari kontrak tahun jamak. 39. Bank Indonesia yang selanjutnya disebut BI adalah bank sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang mengenai Bank Indonesia. 40. Bank Operasional I Pusat yang selanjutnya disebut BO I Pusat adalah bank operasional mitra Kuasa BUN Pusat yang merupakan bank pusat dari BO I dan tempat dibuka Rekening Pengeluaran Kuasa BUN Pusat SPAN, Rekening Pengeluaran Kuasa BUN Pusat Non SPAN, Rekening Pengeluaran Kuasa BUN Pusat Gaji, Rekening Retur Bank Operasional I Pusat SPAN, dan Rekening Retur Bank Operasional I Pusat Gaji. 41. Bank Operasional II yang selanjutnya disebut BO II adalah bank operasional mitra Kuasa BUN di Daerah yang menyalurkan dana APBN untuk pengeluaran gaji bulanan. 42. Bank Operasional III yang selanjutnya disebut BO III adalah bank operasional mitra Kuasa BUN di Daerah yang menyalurkan dan/atau memindahbukukan Dana Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan per Kabupaten/Kota berdasarkan SP2D dan Surat Perintah Transfer (SPT).
Badan Layanan Umum yang selanjutnya disingkat BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Surat Perintah Pengesahan Pendapatan dan Belanja BLU yang selanjutnya disebut SP3B BLU adalah surat perintah yang diterbitkan oleh PP-SPM pada Satker BLU untuk dan atas nama KPA, kepada Kuasa BUN untuk mengesahkan pendapatan dan/atau belanja Satker BLU yang sumber dananya berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak yang digunakan langsung.
Surat Pengesahan Pendapatan dan Belanja BLU yang selanjutnya disebut SP2B BLU adalah surat yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk mengesahkan pendapatan dan/atau belanja Satker BLU berdasarkan SP3B BLU.
Surat Perintah Pengesahan Hibah Langsung yang selanjutnya disebut SP2HL adalah surat yang diterbitkan oleh PA/KPA atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mengesahkan pembukuan hibah langsung dan/atau belanja yang bersumber dari hibah langsung.
Surat Pengesahan Hibah Langsung yang selanjutnya disingkat SPHL adalah surat yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk mengesahkan Pendapatan Hibah Langsung dan/atau belanja yang bersumber dari hibah langsung.
Surat Perintah Pengesahan Pengembalian Hibah Langsung yang selanjutnya disingkat SP4HL adalah surat yang diterbitkan oleh PA/KPA atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mengesahkan pembukuan pengembalian saldo Pendapatan Hibah Langsung kepada Pemberi Hibah.
Surat Pengesahan Pengembalian Pendapatan Hibah Langsung yang selanjutnya disingkat SP3HL adalah surat yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk mengesahkan pengembalian hibah langsung kepada Pemberi Hibah.
Persetujuan Memo Pencatatan Hibah Langsung Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga yang selanjutnya disebut Persetujuan MPHL-BJS adalah surat yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN Daerah sebagai persetujuan untuk mencatat Pendapatan Hibah Langsung bentuk barang/jasa/surat berharga dan belanja barang untuk pencatatan persediaan dari hibah, belanja modal untuk pencatatan aset tetap/aset lainnya dari hibah, dan pengeluaran pembiayaan untuk pencatatan surat berharga dari hibah.
Surat Permintaan Penerbitan Aplikasi Penarikan Dana Pembayaran Langsung/Rekening Khusus/Pembiayaan Pendahuluan, yang selanjutnya disingkat SPP APD-PL/Reksus/PP, adalah dokumen yang ditandatangani oleh PA/KPA sebagai dasar bagi Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q Direktorat Pengelolaan Kas Negara atau KPPN dalam mengajukan permintaan pembayaran kepada Pemberi PHLN.
Aplikasi Penarikan Dana Pembayaran Langsung, yang selanjutnya disingkat APD-PL adalah aplikasi penarikan dana yang diterbitkan oleh KPPN kepada Pemberi PHLN untuk membayar langsung kepada rekanan/pihak yang dituju.
Aplikasi Penarikan Dana Rekening Khusus yang selanjutnya disebut APD-Reksus adalah aplikasi penarikan dana yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q Direktorat Pengelolaan Kas Negara kepada Pemberi PHLN untuk menarik Initial Deposit atau penggantian dana yang telah membebani Reksus atau Dana Talangan.
Aplikasi Penarikan Dana Pembiayaan Pendahuluan yang selanjutnya disingkat APD-PP adalah aplikasi penarikan dana yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan/ KPPN untuk mengganti pengeluaran atas kegiatan yang pembiayaannya terlebih dahulu membebani Rekening BUN/Rekening KUN atau rekening yang ditunjuk.
Letter of Credit yang selanjutnya disingkat L/C adalah janji tertulis dari bank penerbit L/C ( issuing bank ) yang bertindak atas permintaan pemohon ( applicant ) atau atas namanya sendiri untuk melakukan pembayaran kepada pihak ketiga atau eksportir atau kuasa eksportir (pihak yang ditunjuk oleh beneficiary/supplier ) sepanjang memenuhi persyaratan L/C.
Surat Pemintaan Penerbitan Surat Kuasa Pembebanan L/C yang selanjutnya disingkat SPP SKP-L/C adalah dokumen yang ditandatangani oleh PA/KPA sebagai dasar bagi KPPN yang ditunjuk untuk menerbitkan Surat Kuasa Pembebanan atas penarikan PHLN melalui mekanisme L/C.
Surat Kuasa Pembebanan L/C yang selanjutnya disingkat SKP-L/C adalah surat kuasa yang diterbitkan oleh KPPN yang ditunjuk atas nama Menteri Keuangan kepada Bank Indonesia atau Bank untuk melaksanakan penarikan PHLN melalui L/C.
Surat Perintah Pembukuan/Pengesahan yang selanjutnya disingkat SP3 adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN, yang fungsinya dipersamakan sebagai SPM/SP2D, kepada BI dan Satker untuk dibukukan/disahkan sebagai penerimaan dan pengeluaran dalam APBN atas realisasi penarikan PHLN melalui tata cara PL, dan/atau L/C.
Surat Perintah Pembukuan Penarikan PHLN yang selanjutnya disingkat SP4HLN adalah dokumen yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang yang memuat informasi mengenai pencairan PHLN dan informasi penganggaran.
Notice of Disbursement atau dokumen yang dipersamakan yang selanjutnya disingkat NoD adalah dokumen yang menunjukkan bahwa Pemberi PHLN telah melakukan pencairan PHLN yang antara lain memuat informasi PHLN, nama proyek, jumlah uang yang telah ditarik ( disbursed ), cara penarikan, dan tanggal transaksi penarikan yang digunakan sebagai dokumen sumber pencatatan penerimaan pembiayaan dan/atau pendapatan hibah.
Executing Agency adalah Kementerian Negara/Lembaga yang menjadi penanggung jawab secara keseluruhan atas pelaksanaan kegiatan.
Rekonsiliasi adalah proses pencocokan data transaksi keuangan yang diproses dengan beberapa sistem/subsistem yang berbeda berdasarkan dokumen sumber yang sama.
Surat Perintah Transfer yang selanjutnya disingkat SPT adalah Surat Perintah yang diterbitkan oleh Direktorat Pengelolaan Kas Negara atau KPPN untuk pemindahbukuan dana antar Rekening Milik BUN.
Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disebut Rekening KUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku BUN untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada Bank Sentral.
Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disebut NTPN adalah nomor yang tertera pada bukti penerimaan negara yang diterbitkan melalui Modul Penerimaan Negara.
Modul Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat MPN adalah modul penerimaan yang memuat serangkaian prosedur mulai dari penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan yang berhubungan dengan penerimaan negara dan ber- interface dengan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara.
Unit Akuntansi Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat UAPA adalah unit akuntansi instansi pada tingkat Kementerian Negara/Lembaga (Pengguna Anggaran) yang melakukan kegiatan penggabungan laporan, baik laporan keuangan maupun barang seluruh UAPPA-E1 yang berada di bawahnya.
Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Eselon 1 yang selanjutnya disebut UAPPA-E1 adalah unit akuntansi instansi yang melakukan kegiatan penggabungan laporan, baik keuangan maupun barang seluruh UAPPA-W yang berada di wilayah kerjanya serta UAKPA yang langsung berada di bawahnya.
Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Wilayah yang selanjutnya disebut UAPPA-W adalah unit akuntansi instansi yang melakukan kegiatan penggabungan laporan, baik keuangan maupun barang seluruh UAKPA yang berada dalam wilayah kerjanya.
Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut UAKPA adalah unit akuntansi instansi yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan tingkat Satker.
Dokumen Elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirim, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektro-magnetik, optikal atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara atau gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Keadaan kahar ( force majeure ) adalah suatu keadaan di luar kehendak, kendali dan kemampuan pengelola sistem elektronik SPAN seperti terjadinya bencana alam, kebakaran, pemogokan umum, perang (dinyatakan atau tidak dinyatakan), pemberontakan, revolusi, makar, huru-hara, terorisme, sabotase, termasuk kebijakan pemerintah yang mengakibatkan sistem elektronik SPAN tidak berfungsi.
Business Continuity Plan adalah pengelolaan proses kelangsungan kegiatan pada saat keadaan darurat dengan tujuan untuk melindungi sistem informasi, memastikan kegiatan dan layanan, dan memastikan pemulihan yang tepat.
Nama Rekening adalah nama yang terdaftar dalam rekening koran bank untuk suatu nomor rekening tertentu.
Bagan Akun Standar yang selanjutnya disebut BAS adalah daftar klasifikasi yang disusun secara sistematis sebagai pedoman dalam perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan anggaran serta pelaporan keuangan pemerintah.
Akun adalah suatu daftar perkiraan buku besar yang ditetapkan dan disusun secara sistematis untuk memudahkan perencanaan, pelaksanaan anggaran, serta pertanggungjawaban dan pelaporan keuangan pemerintah pusat.