Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera
Relevan terhadap
Ayat (1) Tindakan dan langkah guna merangsang dan mendorong upaya perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera dilaksanakan dengan sistem insentif dan pemberian penghargaan. Insentif merupakan rangsangan bagi masyarakat untuk melaksanakan upaya atau perilaku kependudukan yang sesuai dengan arah kebijaksanaan, seraya mencegah perilaku yang tidak sesuai. Rangsangan dapat diberikan dalam berbagai bentuk, termasuk keringanan pajak kemudahan kredit, dan perizinan bagi kegiatan yang menunjang kebijaksanaan pengendalian kuantitas penduduk, pengembangan kualitas penduduk, dan atau pengarahan mobilitas penduduk; misalnya bagi pembukaan usaha baru di daerah yang mempunyai potensi daya dukung yang tinggi, sehingga mendorong mobilitas penduduk dari daerah yang mempunyai daya dukung yang rendah. Tindakan dan langkah sebagaimana tersebut dalam pasal ini dapat pula diarahkan kepada pemberian penghargaan bagi setiap orang yang berjasa dalam perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera. Ayat (2) Cukup jelas
Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan
Relevan terhadap
Sesuai ketentuan yang diatur dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan boleh dikurangkan dari penghasilan bruto untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak. Bertitik tolak dari isi ketentuan tersebut, maka pengeluaran yang dapat dibebankan sebagai biaya harus mempunyai hubungan langsung dengan usaha untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak. Huruf a Berdasarkan prinsip tersebut di atas, pengeluaran-pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto lainnya yang merupakan Objek Pajak. Huruf b dan huruf c Selaras dengan prinsip tersebut di atas, biaya-biaya yang berkenaan dengan penghasilan yang dikenakan pajak tersendiri dan penghasilan yang dikenakan pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan yang bersifat final tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto lainnya yang pengenaan pajaknya dilakukan dengan menggunakan tarif umum. Huruf d… Huruf d Pada dasarnya Pajak Penghasilan atas Wajib Pajak luar negeri yang dipotong berdasarkan Pasal 26 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 tidak dapat dibebankan sebagai biaya oleh Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap yang bersangkutan. Namun karena berdasarkan pertimbangan ekonomi masih diperlukan modal, teknologi, dan jasa dari luar negeri, maka Pajak Penghasilan yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) kecuali dividen, yang ditanggung oleh pemberi penghasilan dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang pajak tersebut ditambahkan pada penghasilan yang dipakai sebagai dasar pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 tersebut. Contoh: PT. ABC membayar bunga kepada Bank di luar negeri sebesar Rp 100.000.000,00 yang Pajak Penghasilannya ditanggung oleh PT. ABC, dengan tarif pemotongan sebesar 20%. - Jumlah yang dijadikan dasar pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 26 = 100 ----- xRp 100.000.000,00 = Rp 125.000.000,00 80 - Pajak Penghasilan Pasal 26 yang terutang = 20% x Rp 125.000.000,00 = Rp 25.000.000,00 - Jumlah biaya bunga yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto PT.ABC. = Rp 125.000.000,00 (Rp 100.000.000,00 + Rp 25.000.000,00)
Kehutanan
Relevan terhadap
Kerja sama dengan koperasi masyarakat setempat dimaksudkan agar masyarakat yang tinggal di dalam dan disekitar hutan merasakan dan mendapatkan manfaat hutan secara langsung, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup mereka, serta sekaligus dapat menumbuhkan rasa ikut memiliki. Dalam kerja sama tersebut kearsipan tradisional dan nilai-nilai keutamaan, yang terkandung dalam budaya masyarakat dan sudah mengakar, dapat dijadikan aturan yang disepakati bersama. Kewajiban BUMN, BUMD, dan BUMS Indonesia bekerja sama dengan koperasi bertujuan untuk memberdayakan koperasi masyarakat setempat agar secara bertahap dapat menjadi koperasi yang tangguh, mandiri, dan profesional. Koperasi masyarakat setempat yang telah menjadi koperasi tangguh, mandiri, dan profesional diperlakukan setara dengan BUMN, BUMD, BUMS Indonesia. Dalam hal koperasi masyarakat setempat belum terbentuk, BUMN, MUMD, dan BUMS Indonesia turut mendorong segera terbentuknya koperasi tersebut. Pasal 31 Ayat (1) Yang dimaksud dengan aspek kelestarian hutan meliputi:
kelestarian lingkungan, b. kelestarian produksi, dan c. terselenggaranya fungsi sosial dan budaya yang adil merata dan transparan. Yang dimaksud dengan aspek kepastian usaha meliputi:
kepastian kawasan, b. kepastian waktu usaha, dan c. kepastian jaminan hukum berusaha. Untuk mewujudkan asas keadilan, pemerataan dan lestari, serta kepastian usaha, perlu diadakan penataan ulang terhadap izin usaha pemanfaatan hutan. Ayat (2) Peraturan Pemerintah memuat aturan antara lain:
pembatasan luas, b. pembatasan jumlah izin usaha, dan c. penataan lokasi usaha. Pasal 32 Khusus bagi pemegang izin usaha pemanfaatan berskala besar, selain diwajibkan untuk menjaga, memelihara, dan melestarikan hutan tempat usahanya, juga mempunyai kewajiban untuk memberdayakan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan tempat usahanya. Pasal 33 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan pengolahan hasil hutan adalah pengolahan hulu hasil hutan. Ayat (3) Untuk menjaga keseimbangan penyediaan bahan baku hasil hutan terhadap permintaan bahan baku industri hulu pengolahan hasil hutan, maka pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri pengolahan hulu hasil hutan diatur oleh Menteri. Pasal 34 Pengelolaan kawasan hutan untuk tujuan khusus adalah pengelolaan dengan tujuan-tujuan khusus seperti penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta untuk kepentingan sosial budaya dan penerapan teknologi tradisional (indigenous technology). Untuk itu dalam pelaksanaannya harus memperhatikan sejarah perkembangan masyarakat dan kelembagaan adat (indigenous institution), serta kelestarian dan terpeliharanya ekosistem. Pasal 35 Ayat (1) Iuran izin usaha pemanfaatan hutan adalah pungutan yang dikenakan kepada pemegang izin usaha pemanfaatan hutan atas suatu kawasan hutan tertentu, yang dilakukan sekali pada saat izin tersebut diberikan. Besarnya iuran tersebut ditentukan dengan tarif progresif sesuai luas areal. Provisi sumber daya hutan adalah pungutan yang dikenakan sebagai pengganti nilai instrinsik dari hasil hutan yang dipungut dari hutan negara. Dana reboisasi adalah dana yang dipungut dari pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan dari hutan alam yang berupa kayu dalam rangka reboisasi dan rehabilitasi hutan. Dana tersebut digunakan hanya untuk membiayai kegiatan reboisasi dan rehabilitasi serta kegiatan pendukungnya. Dana jaminan kinerja adalah dana milik pemegang izin usaha pemanfaatan hutan, sebagai jaminan atas pelaksanaan izin usahanya, yang dapat dicairkan kembali oleh pemegang izin usaha apabila kegiatan usahanya dinilai memenuhi ketentuan usaha pemanfaatan hutan secara lestari. Ayat (2) Dana investasi pelestarian hutan adalah dana yang diarahkan untuk membiayai segala jenis kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka menjamin kelestarian hutan, antara lain biaya konservasi, biaya perlindungan hutan, dan biaya penanganan kebakaran hutan. Dana tersebut dikelola oleh lembaga yang dibentuk oleh dunia usaha bidang kehutanan bersama Menteri. Pengelolaan dana dan operasional lembaga tersebut dibawah koordinasi dan pengawasan Menteri. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Peraturan Pemerintah memuat aturan antara lain:
tata cara pengenaan;
tata cara pembayaran;
tata cara pengelolaan;
tata cara penggunaan; dan
tata cara pengawasan dan pengendalian. Pasal 36 Ayat (1) Pemanfaatan hutan hak yang mempunyai fungsi produksi, dapat dilakukan kegiatan untuk memproduksi hasil hutan sesuai potensi dan daya dukung lahannya. Ayat (2) Pemanfaatan hutan hak yang berfungsi lindung dan konservasi, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26. Pemerintah memberikan kompensasi kepada pemegang hutan hak, apabila hutan hak tersebut diubah menjadi kawasan hutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 37 Ayat (1) Terhadap hutan adat diperlakukan kewajiban-kewajiban sebagaimana dikenakan terhadap hutan negara sepanjang hasil hutan tersebut diperdagangkan. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 38. Ayat (1) Kepentingan pembangunan di luar kehutanan yang dapat dilaksanakan di dalam kawasan hutan lindung dan hutan produksi ditetapkan secara selektif. Kegiatan-kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan serius dan mengakibatkan hilangnya fungsi hutan yang bersangkutan dilarang. Kepentingan pembangunan di luar kehutanan adalah kegiatan untuk tujuan strategis yang tidak dapat dielakan, antara lain kegiatan pertambangan, pembangunan jaringan listrik, telepon, dan instalasi air, kepentingan religi, serta kepentingan pertahanan keamanan. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Pada prinsipnya di kawasan hutan tidak dapat dilakukan pola pertambangan terbuka. Pola pertambangan terbuka dimungkinkan dapat dilakukan di kawasan hutan produksi dengan ketentuan khusus dan secara selektif. Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Pasal 39 Peraturan Pemerintah memuat aturan antara lain:
tata cara pemberian izin, b. pelaksanaan usaha pemanfaatan, c. hak dan kewajiban, dan d. pengendalian dan pengawasan. Pasal 40 Rehabilitasi hutan dan lahan dilakukan secara bertahap, dalam upaya pemulihan serta pengembangan fungsi sumber daya hutan dan lahan baik fungsi produksi maupun fungsi lindung dan konservasi. Upaya meningkatkan daya dukung serta produktivitas hutan dan lahan dimaksudkan agar hutan dan lahan mampu berperan sebagai sistem penyangga kehidupan, termasuk konservasi tanah dan air, dalam rangka pencegahan banjir dan pencegahan erosi. Pasal 41 Ayat (1) Kegiatan reboisasi dan penghijauan merupakan bagian rehabilitasi hutan dan lahan. Kegiatan reboisasi dilaksanakan di dalam kawasan hutan, sedangkan penghijauan dilaksanakan di luar kawasan hutan. Rehabilitasi hutan dan lahan diprioritaskan pada lahan kritis, terutama yang terdapat di bagian hulu daerah aliran sungai, agar fungsi tata air serta pencegahan terhadap banjir dan kekeringan dapat dipertahankan secara maksimal. Rehabilitasi hutan bakau dan hutan rawa perlu mendapat perhatian yang sama sebagaimana pada hutan lainnya. Ayat (2) Pada cagar alam dan zona inti taman nasional tidak boleh dilakukan kegiatan rehabilitasi. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kekhasan, keaslian, keunikan, dan keterwakilan dari jenis flora dan fauna serta ekosistemnya. Pasal 42 Ayat (1) Yang dimaksud dengan kondisi spesifik biofisik adalah keadaan flora yang secara spesifik cocok pada suatu kawasan atau habitat tertentu sehingga keberadaannya mendukung ekosistem kawasan hutan yang akan direhabilitasi. Penerapan teknik rehabilitasi hutan dan lahan harus mempertimbangkan lokasi spesifik, sehingga perubahan ekosistem dapat dicegah sedini mungkin. Pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan dilakukan dengan mengikutsertakan masyarakat. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Peraturan Pemerintah memuat aturan antara lain:
pengaturan daerah aliran sungai prioritas, b. penyusunan rencana, c. koordinasi antarsektor tingkat pusat dan daerah, d. peranan pihak-pihak terkait, dan e. penggunaan dan pemilihan jenis-jenis tanaman dan teknologi. Pasal 43 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Dukungan Pemerintah dapat berupa bantuan teknis, dana, penyuluhan, bibit tanaman, dan lain-lain, sesuai dengan keperluan dan kemampuan Pemerintah. Pasal 44 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Peraturan Pemerintah memuat aturan antara lain:
teknik, b. tata cara, c. pembiayaan, d. organisasi, e. penilaian, dan f. pengendalian dan pengawasan. Pasal 45 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Yang dimaksud dengan perubahan permukaan tanah adalah berubahnya tentang alam pada kawasan hutan. Yang dimaksud dengan perubahan penutupan tanah adalah berubahnya jenis-jenis vegetasi yang semula ada pada kawasan hutan. Ayat (4) Peraturan Pemerintah memuat aturan antara lain:
pola, teknik, dan metode, b. pembiayaan, c. pelaksanaan, dan d. pengendalian dan pengawasan. Pasal 46 Fungsi konservasi alam berkaitan dengan: konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, konservasi tanah, konservasi air, serta konservasi udara, diatur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 47 Cukup jelas Pasal 48 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Kewajiban melindungi hutan oleh pemegang izin meliputi pengamanan hutan dari kerusakan akibat perbuatan manusia, ternak, dan kebakaran. Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Peraturan Pemerintah memuat aturan antara lain:
prinsip-prinsip perlindungan hutan, b. wewenang kepolisian khusus, c. tata usaha peredaran hasil hutan, dan d. pemberian kewenangan operasional kepada daerah. Pasal 49 Cukup jelas Pasal 50 Ayat (1) Yang dimaksud dengan orang adalah subjek hukum baik orang pribadi, badan hukum, maupun badan usaha. Prasarana perlindungan hutan misalnya pagar-pagar batas kawasan hutan, ilaran api, menara pengawas, dan jalan pemeriksaan. Sarana perlindungan hutan misalnya alat pemadam kebakatan, tanda larangan, dan alat angkut. Ayat (2) Yang dimaksud dengan kerusakan hutan adalah terjadinya perubahan fisik, sifat fisik, atau hayatinya, yang menyebabkan hutan tersebut terganggu atau tidak dapat berperan sesuai dengan fungsinya. Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan mengerjakan kawasan hutan, adalah mengolah tanah dalam kawasan hutan tanpa mendapat izin dari pejabat yang berwenang, antara lain untuk perdagangan, untuk pertanian, atau untuk usaha lainnya. Yang dimaksud dengan menggunakan kawasan hutan adalah memanfaatkan kawasan hutan tanpa mendapat izin dari pejabat yang berwenang, antara lain untuk wisata, penggembalaan, perkemahan, atau penggunaan kawasan hutan yang tidak sesuai dengan izin yang diberikan. Yang dimaksud dengan menduduki kawasan hutan adalah menguasai kawasan hutan tanpa membangun tempat permukiman, gedung, dan bangunan lainnya. Huruf b Yang dimaksud dengan merambah adalah melakukan pembukaan kawasan hutan tanpa mendapat izin dari pejabat yang berwenang. Huruf c Secara umum jarak tersebut sudah cukup baik untuk mengamankan kepentingan konservasi tanah dan air. Pengecualian dari ketentuan tersebut dapat diberikan oleh Menteri, dengan memperhatikan kepentingan masyarakat. Huruf d Pada prinsipnya pembakaran hutan dilarang. Pembakaran hutan secara terbatas diperkenankan hanya untuk tujuan khusus atau kondisi yang tidak dapat dielakkan, antara lain pengendalian kebakaran hutan, pembasmian hama dan penyakit, serta pembinaan habitat tumbuhan dan satwa. Pelaksanaan pembakaran secara terbatas tersebut harus mendapat izin dari pejabat yang berwenang. Huruf e Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang adalah pejabat yang berwenang adalah pejabat pusat atau daerah yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk memberikan izin. Huruf f Cukup jelas Huruf g a. Yang dimaksud dengan penyelidikan umum adalah penyelidikan secara geologi umum atau geofisika di daratan, perairan, dan dari udara, dengan maksud untuk membuat peta geologi umum atau untuk menetapkan tanda-tanda adanya bahan galian.
Yang dimaksud dengan eksplorasi adalah segala penyelidikan geologi pertambangan untuk menetapkan lebih teliti dan lebih seksama adanya bahan galian dan sifat letaknya.
Yang dimaksud dengan eksploitasi adalah kegiatan menambang untuk menghasilkan bahan galian dan memanfaatkannya. Huruf h Yang dimaksud dengan "dilengkapi bersama-sama" adalah bahwa pada setiap pengangkutan, penguasaan, atau pemilikan hasil hutan, pada waktu dan tempat yang sama, harus disertai dan dilengkapi surat-surat yang sah sebagai bukti. Apabila antara isi dokumen surat keterangan sahnya hasil hutan tersebut tidak sama dengan keadaan fisik baik jenis, jumlah, maupun volumenya, maka hasil hutan tersebut dinyatakan tidak mempunyai surat-surat yang sah sebagai berikut. Huruf i Pejabat yang berwenang menetapkan tempat-tempat yang khusus untuk kegiatan penggembalaan ternak dan kawasan hutan. Huruf j Yang dimaksud dengan alat-alat berat untuk mengangkut, antara lain berupa traktor, buldozer, truk, logging truck, trailer, crane, tongkang, perahu, klotok, helikopter, jeep, tugboat, dan kapal. Huruf k Tidak termasuk dalam ketentuan ini adalah masyarakat yang membawa alat-alat seperti parang, mandau, golok, atau yang sejenis lainnya, sesuai dengan tradisi budaya serta karakteristik daerah setempat. Huruf l Cukup jelas Huruf m Cukup jelas Ayat (4) Undang-undang yang mengatur tentang ketentuan mengeluarkan, membawa, dan atau mengangkut tumbuhan dan atau satwa yang dilindungi adalah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pasal 51 Cukup jelas Pasal 52 Ayat (1) Kualitas sumber daya manusia (SDM) dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) memiliki peran yang sangat menentukan dalam mewujudkan hutan yang lestari. Ayat (2) Kearifan tradisional yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia merupakan kekayaan kultural, baik berupa seni dan atau teknologi maupun nilai-nilai yang telah menjadi tradisi atau budaya masyarakat. Kekayaan tersebut merupakan modal sosial untuk peningkatan dan pengembangan kualitas SDM dan penguasaan IPTEK kehutanan. Ayat (3) Plasma nutfah adalah substansi pembawa sifat keturunan yang dapat berupa organ utuh atau bagian dari tumbuhan atau hewan serta jasad renik. Plasma nutfah merupakan kekayaan alam yang sangat berharga bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mendukung pembangunan nasional. Pencurian plasma nutfah adalah mengambil atau memanfaatkan plasma nutfah secara tidak sah atau tanpa izin. Pasal 53 Ayat (1) Budaya IPTEK adalah kesadaran akan pentingnya IPTEK yang diartikulasikan dalam sikap dan perilaku masyarakat, yang secara konsisten mau dan mampu memahami, menguasai, menciptakan, menetapkan, dan mengembangkan IPTEK dan kehidupan sehari-hari. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Yang dimaksud dengan Pemerintah adalah lembaga penelitian dan pengembangan (Litbang) departemen yang bertanggung jawab di bidang kehutanan bersama-sama lembaga penelitian nondepartemen. Yang dimaksud dengan perguruan tinggi adalah perguruan tinggi negeri dan swasta. Yang dimaksud dengan dunia usaha adalah unit litbang BUMN, BUMD, dan BUMS Indonesia. Yang dimaksud dengan masyarakat adalah perorangan atau kelompok, antara lain pondok pesantren, lembaga keagamaan lainnya, atau lembaga swadaya masyarakat. Ayat (4) Untuk mendorong dan menciptakan kondisi yang kondusif, Pemerintah melakukan inisiatif dan koordinasi bagi terselenggaranya penelitian dan pengembangan, antara lain melalui kebijakan yang berorientasi pada penciptaan insentif dan desinsentif yang memadai. Pasal 54 Ayat (1) Pemerintah mengembangkan hasil-hasil penelitian dalam bidang kehutanan menjadi paket teknologi tepat guna, untuk dimanfaatkan oleh masyarakat dalam upaya meningkatkan efisiensi dan produktivitas usaha pemanfaatan dan pengelolaan hutan. Ayat (2) Untuk menjamin keberlanjutan inovasi, penemuan, dan pengembangan IPTEK, diperlukan jaminan hukum bagi para penemunya untuk dapat memperoleh manfaat dari hasil temuannya. Yang dimaksud melindungi adalah melindungi dari pencurian terhadap hak paten, hak cipta, merk, atau jenis hak lainnya yang menjadi hak istimewa yang dimiliki oleh peneliti atau lembaga Litbang. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 55 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Semua upaya pemanfaatan dan pengembangan IPTEK hendaknya merupakan manifestasi rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan diarahkan untuk kepentingan manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Ayat (3) Penyelenggaraan pendidikan dan latihan dapat bekerja sama dengan lembaga-lembaga internasional. Yang dimaksud dengan masyarakat adalah perorangan atau kelompok, antara lain pondok pesantren, lembaga keagamaan lainnya, atau lembaga swadaya masyarakat. Ayat (4) Mengingat penyelenggaraan pendidikan dan latihan kehutanan tidak hanya dilaksanakan oleh Pemerintah, maka peran serta dunia usaha dan masyarakat sangat diperlukan. Untuk mewujudkan hal tersebut, Pemerintah harus mengambil inisiatif dan melakukan koordinasi dalam mendorong dan menciptakan situasi yang kondusif. Pasal 56 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Mengingat penyelenggaraan penyuluhan kehutanan tidak dapat dilaksanakan hanya oleh Pemerintah, maka peran serta dunia usaha dan masyarakat sangat diperlukan. Untuk mewujudkan hal tersebut, Pemerintah harus mengambil inisiatif dan melakukan koordinasi dalam mendorong dan menciptakan situasi yang kondusif. Pasal 57 Ayat (1) Untuk penyelenggaraan penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta penyuluhan kehutanan, diperlukan biaya yang cukup besar dan berkelanjutan, guna percepatan pengembangan kualitas SDM dan penguasaan IPTEK untuk mengejar ketinggalan selama ini. Oleh karena itu diperlukan dana investasi yang memadai. Untuk mengelola dana tersebut, dunia usaha bidang kehutanan bersama Menteri membentuk lembaga. Pengelolaan dana dan operasionalisasi lembaga tersebut di bawah koordinasi dan pengawasan Menteri. Ayat (2) Penyediaan kawasan hutan dimaksudkan untuk dijadikan lokasi penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan, penyuluhan, serta pengembangan usaha guna memberdayakan lembaga penelitian, pendidikan dan latihan serta penyuluhan kehutanan. Pasal 58 Peraturan Pemerintah memuat aturan antara lain:
kelembagaan, b. tata cara kerjasama, c. perizinan, d. pengaturan tenaga peneliti asing, e. pendanaan dan pemberdayaan, f. pengaturan, pengelolaan kawasan hutan, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta penyuluhan, g. sistem informasi, dan h. pengawasan dan pengendalian. Pasal 59 Yang dimaksud dengan pengawasan kehutanan adalah pengawasan ketaatan aparat penyelenggara dan pelaksana terhadap semua ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan. Pasal 60 Cukup jelas Pasal 61 Cukup jelas Pasal 62 Cukup jelas Pasal 63 Cukup jelas Pasal 64 Yang dimaksud dengan berdampak nasional adalah kegiatan pengelolaan hutan yang mempunyai dampak terhadap kehidupan bangsa, misalnya penebangan liar, pencurian kayu, penyelundupan kayu, perambahan hutan, dan penambangan dalam hutan tanpa izin. Yang dimaksud dengan berdampak internasional adalah pengelolaan hutan yang mempunyai dampak terhadap hubungan internasional, misalnya kebakaran hutan, labelisasi produk hutan, penelitian dan pengembangan, kegiatan penggundulan hutan, serta berbagai pelanggaran terhadap konvensi internasional. Pasal 65. Peraturan Pemerintah memuat aturan antara lain:
tata cara dan mekanisme pengawasan;
kelembagaan pengawasan;
obyek pengawasan; dan
tindak lanjut pengawasan. Pasal 66 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Kewenangan yang diserahkan adalah pelaksanaan pengurusan hutan yang bersifat operasional. Ayat (3) Peraturan Pemerintah memuat aturan antara lain:
jenis-jenis urusan yang kewenangannya diserahkan, b. tata cara dan tata hubungan kerja, c. mekanisme pertanggungjawaban, dan d. pengawasan dan pengendalian. Pasal 67 Ayat (1) Masyarakat hukum adat diakui keberadaannya, jika menurut kenyataannya memenuhi unsur antara lain:
masyarakatnya masih dalam bentuk paguyuban (rechsgemeenschap);
ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa adatnya;
ada wilayah hukum adat yang jelas;
ada pranata dan perangkat hukum, khususnya peradilan adat, yang masih ditaat; dan
masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Ayat (2) Peraturan Daerah disusun dengan mempertimbangkan hasil penelitian para pakar hukum adat, aspirasi masyarakat setempat, dan tokoh masyarakat adat yang ada di daerah yang bersangkutan, serta instansi atau pihak lain yang terkait. Ayat (3) Peraturan Pemerintah memuat aturan antara lain:
tata cara penelitian, b. pihak-pihak yang diikutsertakan, c. materi penelitian, dan d. kriteria, penilaian keberadaan masyarakat hukum adat. Pasal 68 Ayat (1) Dalam pengertian menikmati kualitas lingkungan, termasuk untuk memperoleh manfaat yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Perubahan status atau fungsi hutan dapat berpengaruh pada putusnya hubungan masyarakat dengan hutan atau bahkan kemungkinan menyebabkan hilangnya mata pencaharian mereka. Agar perubahan status dan fungsi hutan dimaksud tidak menimbulkan kesegaran, maka Pemerintah bersama pihak menerima izin usaha pemanfaatan hutan berkewajiban untuk mengupayakan kompensasi yang memadai, antara lain dalam bentuk mata pencaharian baru dan keterlibatan dalam usaha pemanfaatan hutan di sekitarnya. Ayat (4) Cukup jelas Pasal 69 Ayat (1) Yang dimaksud dengan memelihara dan menjaga, adalah mencegah dan menanggulangi terjadinya pencurian, kebakaran hutan, gangguan ternak, perambahan, penduduk, dan lain sebagainya. Ayat (2) Dalam pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan untuk tujuan perlindungan dan konservasi, masyarakat dapat meminta pendampingan, pelayanan dan dukungan dalam bentuk bantuan teknis, pelatihan, serta bantuan pembiayaan. Pendampingan dimungkinkan karena adanya keuntungan sosial seperti pengendalian banjir dan kekeringan, pencegahan erosi, serta pemantapan kondisi tata air. Keberadaan lembaga swadaya masyarakat dimaksudkan sebagai mitra sehingga terbentuk infrastruktur sosial yang kuat, mandiri, dan dinamis. Pasal 70 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Forum pemerhati kehutanan merupakan mitra Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengurusan hutan dan berfungsi merumuskan dan mengelola persepsi, aspirasi, dan inovasi masyarakat sebagai masukan bagi Pemerintah dalam rangka perumusan kebijakan. Keanggotaan forum antara lain terdiri dari organisasi profesi kehutanan, lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang kehutanan, tokoh-tokoh masyarakat, serta pemerhati kehutanan. Ayat (4) Peraturan Pemerintah memuat aturan antara lain:
kelembagaan, b. bentuk-bentuk peran serta, dan c. tata cara peran serta. Pasal 71 Cukup jelas Pasal 72 Cukup jelas Pasal 73 Cukup jelas Pasal 74 Cukup jelas Pasal 75 Cukup jelas Pasal 76 Ayat (1) Yang dimaksud dengan tindakan tertentu adalah tindakan yang harus dilakukan oleh pihak yang kalah sesuai keputusan pengadilan. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 77 Ayat (1) Yang dimaksud dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana adalah Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Yang dimaksud dengan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu meliputi Pejabat Pegawai Negeri Sipil di tingkat pusat maupun daerah yang mempunyai tugas dan tanggungjawab dalam pengurusan hutan. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f Menangkap dan menahan orang yang diduga atau sepatutnya dapat diduga melakukan tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan. Dalam rangka menjaga kelancaran tugas di wilayah-wilayah kerja tertentu, maka penerapan koordinasi dengan pihak POLRI dilaksanakan dengan tetap mengacu KUHP dan disesuaikan dengan kondisi lapangan. Huruf g Cukup jelas Huruf h Penghentian penyidikan wajib diberitahukan kepada penyidik POLRI dan penuntut umum. Ayat (3) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil memberitahukan dimulainya penyidikan kepada Pejabat Penyidik POLRI, dan hasil penyidikan diserahkan kepada penuntut umum melalui Pejabat Penyidik POLRI. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan bahwa hasil penyidikannya telah memenuhi ketentuan dan persyaratan. Mekanisme hubungan koordinasi antara Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil dengan Pejabat Penyidik POLRI dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 78 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Setiap pidana penjara dan denda kepada terpidana, pelanggaran terhadap Pasal 50 ayat (3) huruf d, juga dapat dikenakan hukuman pidana tambahan. Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Ayat (7) Cukup jelas Ayat (8) Ketentuan pidana yang dikenakan pada ayat ini merupakan pelanggaran terhadap kegiatan yang pada umumnya dilakukan oleh rakyat. Oleh karena itu sanksi pidana yang diberikan relatif ringan dan diarahkan untuk pembinaan. Ayat (9) Cukup jelas Ayat (10) Cukup jelas Ayat (11) Cukup jelas Ayat (12) Cukup jelas Ayat (13) Cukup jelas Ayat (14) Yang termasuk badan hukum dan atau badan usaha, antara lain perseroan terbatas, perseroan komanditer (comanditer venootschaap), firma, koperasi, dan sejenisnya. Ayat (15) Yang termasuk alat angkut, antara lain kapal, tongkang, truk, trailer, ponton, tugboat, perahu layar, helikopter, dan lain-lain. Pasal 79 Cukup jelas Pasal 80 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Sanksi administratif yang dikenakan antara lain berupa denda, pencabutan izin, penghentian kegiatan, dan atau pengurangan areal. Ayat (3) Pengaturan Pemerintah memuat aturan antara lain:
ketentuan-ketentuan ganti rugi dan sanksi administratif.
bentuk-bentuk sanksi, dan c. pengawasan pelaksanaan. Pasal 81 Cukup jelas
Pengertian Daerah Terpencil dan Jenis Imbalan dalam Bentuk Natura dan/atau Kenikmatan dalam Pelaksanaan Uu No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan ...
Relevan terhadap
Dalam pasal ini diatur pengertian daerah terpencil untuk menerapkan ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf d dan Pasal 6 ayat (1) huruf a jo. Pasal 9 ayat (1) huruf d Undang-undang Pajak Penghasilan 1984, yaitu bahwa pemberian penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa di daerah terpencil berupa natura dan/atau kenikmatan tertentu, bagi perusahaan merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan dan bagi karyawan atau penerima jasa bukan merupakan penghasilan yang dikenakan pajak. Di samping itu dalam pasal ini diatur pula pengertian daerah terpencil untuk menerapkan ketentuan Pasal 11 ayat (15) dan ayat (16) Undang-undang Pajak Penghasilan 1984. Ketentuan ini berlaku bagi para penanam modal (investor), baik dalam rangka Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing atau Undang- undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri maupun tidak, yang melakukan investasi di daerah terpencil. Ayat (1) Dalam ayat ini diatur pengertian daerah terpencil yang berlaku baik untuk penerapan ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf d, Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 9 ayat (1) huruf d maupun ketentuan Pasal 11 ayat (15) dan ayat (16) Undang-undang Pajak Penghasilan 1984. Untuk dapat digolongkan sebagai daerah terpencil, harus memenuhi 2 (dua) persyaratan yang bersifat kumulatif, yaitu:
daerah itu sulit dijangkau karena kekurangan atau keterbatasan prasarana dan sarana angkutan umum, baik darat, laut maupun udara, dan 2. prasarana dan sarana sosial dan ekonomi tidak tersedia, atau walaupun tersedia tetapi dalam keadaan yang sangat terbatas, sehingga untuk menjalankan usahanya para penanam modal harus menyediakan sendiri prasarana dan sarana sosial dan ekonomi dimaksud. Yang dimaksud dengan prasarana ekonomi adalah pelabuhan, jalan dari pelabuhan menuju lokasi (access road), jalan lingkungan, penyediaan air bersih, penyediaan tenaga listrik, dan prasarana lain di bidang ekonomi yang diperlukan untuk memungkinkan berjalannya suatu perusahaan. Yang dimaksud dengan prasarana sosial adalah prasarana keagamaan (tempat ibadah), prasarana kesehatan, prasarana pendidikan dan prasarana olah raga yang diperlukan oleh karyawan dan keluarga. Ayat (2) Dalam ayat ini diatur daerah lain yang khusus untuk penerapan Pasal 11 ayat (15) dan ayat (16) Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 diperlakukan sama dengan daerah terpencil. Oleh karena itu terhadap Wajib Pajak yang melakukan penanaman modal di daerah-daerah sebagaimana diatur dalam ayat ini tetapi tidak memenuhi syarat sebagai daerah terpencil menurut ketentuan ayat (1), tidak memperoleh perlakuan Pasal 6 ayat (1) huruf a juncto Pasal 9 ayat (1) huruf d Undang-undang Pajak Penghasilan 1984.
Daerah terpencil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf d , Pasal 6 ayat (1) huruf a, Pasal 9 ayat (1) huruf d dan Pasal 11 ayat (15) dan ayat (16) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 adalah daerah yang memiliki potensi ekonomi berupa sumber daya alam di bidang pertanian, perhutanan, pertambangan, pariwisata dan perindustrian, tetapi keadaan prasarana dan sarana ekonomi yang tersedia masih terbatas, sehingga untuk mengubah potensi ekonomi yang tersedia menjadi kekuatan ekonomi nyata, penanam modal perlu membangun atas beban sendiri prasarana dan sarana yang dibutuhkannya seperti jalan, pelabuhan, tenaga listrik, telekomunikasi, air, perumahan karyawan, pelayanan kesehatan, sekolah, tempat peribadatan, pasar dan kebutuhan sosial lainnya, yang memerlukan biaya yang besar.
Diberikan perlakuan yang sama dengan daerah terpencil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (15) dan ayat (16) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 adalah daerah perairan laut yang dasar lautnya memiliki cadangan mineral dalam kedalaman lebih dari 50 (lima puluh) meter (deep sea deposits).
Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal
Relevan terhadap
Permohonan untuk memperoleh usaha Bursa Efek diajukan kepada Bapepam disertai dengan dokumen dan keterangan sebagai berikut :
akta pendirian Perseroan yang telah disahkan oleh Menteri Kehakiman;
daftar Perusahaan Efek yang menjadi pemegang saham Bursa Efek;
Nomor Pokok Wajib Pajak Perseroan;
pertimbangan ekonomi yang mendasari pendirian Bursa efek termasuk uraian tentang keadaan pasar yang akan dilayaninya;
proyeksi keuangan 3 (tiga) tahun;
rencana kegiatan 3 (tiga) tahun termasuk susunan organisasi, fasilitas komunikasi, dan program-program latihan yang akan diadakan;
daftar calon direktur dan komisaris termasuk pejabat satu tingkat di bawah direksi;
daftar Pihak yang merencanakan untuk mencatatkan Efek di Bursa Efek;
rancangan peraturan mengenai keanggotaan, pencatatan, perdagangan, kesepadanan Efek, kliring dan penyelesaian Transaksi Bursa, termasuk mengenai penetapan biaya dan iuran berkenaan dengan jasa yang diberikan;
neraca pembukaan Perseroan yang telah diperiksa oleh Akuntan yang terdaftar di Bapepam; dan
dokumen dan keterangan pendukung lain yang berhubungan dengan permohonan izin usaha Bursa Efek yang ditetapkan lebih lanjut oleh Bapepam.
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan dengan menggunakan formulir yang bentuk dan isinya ditetapkan oleh Bapepam.
Penataan Ruang.
Relevan terhadap
Ayat (1) Pengertian pola pengelolaan tata guna tanah, pola pengelolaan tata guna air, pola pengelolaan tata guna udara, dan pola pengelolaan tata guna sumber daya alam lainnya adalah sama dengan penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lainnya. Yang dimaksud dengan penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lainnya antara lain adalah penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam lainnya yang berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam lainnya melalui pengaturan kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam lainnya sebagai satu kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil. Dalam pemanfaatan tanah, pemanfaatan air, pemanfaatan udara, dan pemanfaatan sumber daya alam lainnya, perlu diperhatikan faktor yang mempengaruhinya seperti faktor meteorologi klimatologi, dan geofisika. Yang dimaksud dengan perangkat insentif adalah pengaturan yang bertujuan memberikan rangsangan terhadap kegiatan yang seiring dengan tujuan rencana tata ruang. Apabila dengan pengaturan akan diwujudkan insentif dalam rangka pengembangan pemanfaatan ruang, maka melalui pengaturan itu dapat diberikan kemudahan tertentu:
di bidang ekonomi melalui tata cara pemberian kompensasi, imbalan, dan tata cara penyelenggaraan sewa ruang dan urun saham; atau
di bidang fisik melalui pembangunan serta pengadaan sarana dan prasarana seperti jalan, listrik, air minum, telepon dan sebagainya untuk melayani pengembangan kawasan sesuai dengan rencana tata ruang. Yang dimaksud dengan perangkat disinsentif adalah pengaturan yang bertujuan membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana kawasan ruang, misalnya dalam bentuk:
pengenaan pajak yang tinggi; atau
ketidaktersediaan sarana dan prasarana. Pelaksanaan insentif dan disinsentif tidak boleh mengurangi hak penduduk sebagai warganegara. Hak penduduk sebagai warganegara meliputi pengaturan atas harkat dan martabat yang sama, hak memperoleh, dan mempertahankan ruang hidupnya. Ayat (2) Cukup jelas
Sektor-Sektor Usaha Perusahaan Pasangan Usaha Dari Perusahaan Modal Ventura dalam Pelaksanaan Undang-Undang No.7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan ...
Relevan terhadap
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku untuk tahun pajak 1992. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. SOEHARTO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 19 September 1992 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd MOERDIONO PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1992 TENTANG SEKTOR-SEKTOR USAHA PERUSAHAAN PASANGAN USAHA DARI PERUSAHAAN MODAL VENTURA DALAM PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 UMUM Dalam Pasal 4 ayat (3) huruf m Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 ditentukan bahwa atas penghasilan perusahaan Modal Ventura yang diterima atau diperoleh dari perusahaan pasangan usaha yang memenuhi persyaratan tertentu dikecualikan sebagai obyek Pajak Penghasilan. Persyaratan tersebut antara lain adalah bahwa perusahaan pasangan usaha tersebut harus berusaha di sektor-sektor usaha tertentu yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Perusahaan Modal Ventura diberi fasilitas pajak dengan maksud agar perusahaan Modal Ventura melakukan penyertaan modalnya pada perusahaan-perusahaan pasangan usaha yang berusaha pada sektor-sektor usaha tertentu yang mengingat keadaan perekonomian perlu memperoleh prioritas untuk dikembangkan. Sektor-sektor usaha yang diatur dalam pasal ini perlu memperoleh prioritas untuk dikembangkan, mengingat hal-hal:
Ekspor komoditi non migas, terutama komoditi hasil industri, memiliki potensi besar untuk ditingkatkan, dan oleh karena itu peranan perusahaan Modal Ventura untuk mengembangkan perusahaan-perusahaan industri yang menghasilkan barang-barang untuk tujuan ekspor dan perusahaan-perusahaan jasa perdagangan penunjang ekspor perlu ditingkatkan.
Hasil-hasil pertanian, peternakan dan perikanan masih besar potensinya untuk diolah menjadi komoditi yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, bukan hanya untuk tujuan ekspor saja tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan pasar di dalam negeri. Demikian juga sektor usaha pertanian, perkebunan, perhutanan terutama hutan tanaman industri, peternakan dan perikanan masih berpotensi besar untuk dikembangkan.
Sektor angkutan darat antar kota, angkutan laut dan angkutan udara juga perlu dikembangkan terutama untuk membuka daerah-daerah terpencil yang mempunyai potensi ekonomi yang perlu dikembangkan.
Perusahaan-perusahaan bersekala kecil dan menengah seharusnya merupakan pendukung utama kehidupan perekonomian yang sehat, karena perusahaan kecil dan menengah pada umumnya menyerap banyak tenaga kerja dan merupakan sarana pemerataan pembangunan. Peranan perusahaan Modal Ventura terutama diarahkan untuk pengembangan usaha kecil dan menengah ini.
Pembangunan rumah susun (bukan apartemen atau flat) di daerah perkotaan merupakan alternatif yang tepat untuk memecahkan masalah hunian di kota-kota besar yang padat penduduknya, misalnya Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung dan Semarang. Oleh karena itu usaha pembangunan rumah susun di kota-kota besar yang padat penduduknya perlu dikembangkan dengan mengikut sertakan perusahaan Modal Ventura.
Industri yang menghasilkan komponen elektronika selain memerlukan teknologi tinggi (high technology) dan modal besar, juga merupakan titik strategis untuk mengembangkan industri elektronika yang besar peranannya dalam mengembangkan industri informasi. Oleh karena itu peranan perusahaan Modal Ventura juga perlu diarahkan untuk mempercepat pertumbuhan industri yang menghasilkan komponen elektronika tersebut. Perlu ditegaskan, bahwa ketentuan dalam Pasal ini tidak membatasi penyertaan modal dari perusahaan Modal Ventura, akan tetapi hanya mengatur pengecualian dari pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan perusahaan Modal Ventura yang diterima atau diperoleh dari penyertaan modal pada perusahaan pasangan usaha yang berusaha pada sektor-sektor usaha sebagaimana yang diatur dalam Pasal ini. Oleh karena itu, pembukuan perusahaan Modal Ventura yang selain melakukan penyertaan modal pada perusahaan pasangan usaha yang berusaha pada sektor-sektor usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini juga melakukan penyertaan modal pada perusahaan pasangan usaha yang berusaha di sektor usaha lain atau pada perusahaan pasangan usaha yang sahamnya diperdagangkan di Bursa Efek harus secara jelas memisahkan penghasilan yang merupakan obyek Pajak Penghasilan dan penghasilan yang dikecualikan sebagai obyek Pajak Penghasilan. Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas