JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Dokumen Hukum
    • Peraturan
    • Monografi
    • Artikel Hukum
    • Putusan Pengadilan
  • Informasi
    • Regulasi
      • Infografis Regulasi
      • Simplifikasi Regulasi
      • Direktori Regulasi
      • Video Sosialisasi
      • Kamus Hukum
    • Informasi Penunjang
      • Tarif Bunga
      • Kurs Menteri Keuangan
      • Berita
      • Jurnal HKN
      • Statistik
  • Perihal
    • Tentang Kami
    • Struktur Organisasi
    • Anggota JDIHN
    • Prasyarat
    • Kebijakan Privasi
    • FAQ
    • Website Lama
    • Hubungi Kami
  • Situs Lama
JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Situs Lama

Filter

Jenis Dokumen Hukum
Publikasi
Status
Tajuk Entri Utama
Nomor
Tahun
Tema
Label
Tersedia Konsolidasi
Tersedia Terjemahan

FAQ
Prasyarat
Hubungi Kami
Kemenkeu Logo

Hak Cipta Kementerian Keuangan.

  • Gedung Djuanda I Lantai G Jl. Dr. Wahidin Raya No 1 Jakarta 10710
  • Email:jdih@kemenkeu.go.id
  • Situs JDIH Build No. 12824
JDIH Kemenkeu
  • Profil
  • Struktur Organisasi
  • Berita JDIH
  • Statistik
  • Situs Lama
Tautan JDIH
  • JDIH Nasional
  • Sekretariat Negara
  • Sekretariat Kabinet
  • Kemenko Perekonomian
  • Anggota Lainnya
Temukan Kami
Ditemukan 606 hasil yang relevan dengan "analisis risiko TI kementerian keuangan "
Dalam 0.019 detik
Thumbnail
COVID 19 DAN PEN Covid 19 dan PEN | INVESTASI PEMERINTAH | PERUBAHAN
189/PMK.06/2021

Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.06/2020 tentang Investasi Pemerintah dalam rangka Program Pemulihan Ekonomi Nasional ...

  • Ditetapkan: 16 Des 2021
  • Diundangkan: 17 Des 2021

Relevan terhadap

Pasal 24Tutup
(1)

Pelaksana Investasi menyusun laporan pelaksanaan Investasi Pemerintah PEN yang paling sedikit memuat:

a.

kinerja Investasi Pemerintah PEN; dan

b.

analisis kinerja dan risiko pelaksanaan Investasi Pemerintah PEN.

(2)

Laporan pelaksanaan Investasi Pemerintah PEN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Direktur Jenderal secara bulanan.

(3)

Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Direktur Jenderal paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah periode pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir.

(4)

Selain laporan pelaksanaan Investasi Pemerintah PEN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaksana Investasi menyampaikan laporan kepada KPA BUN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 secara semesteran dan tahunan sebagai dasar penyusunan laporan keuangan Pemerintah Pusat.

(5)

Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan laporan terpisah dari laporan keuangan sebagai BUMN atau LPEI sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan.

10.

Ketentuan ayat (2) Pasal 27 diubah sehingga Pasal 27 berbunyi sebagai berikut:

Thumbnail
HUKUM UMUM | BIDANG PERBENDAHARAAN
PMK 12 TAHUN 2024

Pedoman Penggunaan Sistem Informasi Kredit Program

  • Ditetapkan: 26 Feb 2024
  • Diundangkan: 26 Feb 2024

Relevan terhadap

Pasal 7Tutup
(1)

Penyedia SIKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b merupakan unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memiliki tugas di bidang sistem informasi dan teknologi perbendaharaan.

(2)

Penyedia SIKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tugas:

a.

melakukan studi kelayakan terhadap dokumen kebutuhan pengguna yang disampaikan oleh Pengelola SIKP;

b.

mengembangkan dan mendokumentasikan SIKP berdasarkan hasil studi kelayakan;

c.

menyediakan dukungan infrastruktur untuk operasional SIKP bersama unit eselon II Kementerian Keuangan yang memiliki tugas mengoordinasikan dan melaksanakan penyusunan rencana strategis dan kebijakan teknologi informasi dan komunikasi;

d.

melakukan pengujian dan penilaian kelaikan sistem informasi Pengguna SIKP yang menggunakan koneksi langsung antar sistem; dan

e.

melakukan pemeliharaan basis data SIKP.

(3)

Penyedia SIKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b memiliki wewenang:

a.

menentukan spesifikasi jaringan dan perangkat keras yang dipergunakan untuk mendukung SIKP;

b.

memberikan masukan kepada Pengguna SIKP untuk menjamin ketersediaan layanan SIKP;

c.

melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penggunaan jaringan komunikasi data oleh Pengguna SIKP;

d.

memutuskan akses Pengguna SIKP jika terdapat potensi yang menimbulkan risiko kepada SIKP; dan

e.

melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kepatuhan Pengguna SIKP dalam penggunaan jaringan komunikasi data oleh Pengguna SIKP.

Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG BEA CUKAI
155/PMK.04/2022

Ketentuan Kepabeanan di Bidang Ekspor

  • Ditetapkan: 02 Nov 2022
  • Diundangkan: 03 Nov 2022

Relevan terhadap

Pasal 13Tutup
(1)

Terhadap Barang Ekspor dapat dilakukan pemeriksaan fisik.

(2)

Pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan terhadap:

a.

Barang Ekspor yang akan diimpor kembali;

b.

Barang Ekspor yang pada saat impornya ditujukan untuk diekspor kembali;

c.

Barang Ekspor yang mendapat fasilitas:

1.

kemudahan impor tujuan ekspor pembebasan;

2.

kemudahan impor tujuan ekspor pengembalian; dan/atau

3.

kemudahan impor tujuan ekspor industri kecil dan menengah.

d.

Barang Ekspor yang dikenakan Bea Keluar;

e.

Barang Ekspor yang berdasarkan rekomendasi dari kementerian/lembaga terkait atau unit internal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri;

f.

Barang Ekspor yang berdasarkan hasil analisis dari unit pengawasan yang menunjukkan adanya indikasi yang kuat akan terjadi pelanggaran atau telah terjadi pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan; atau

g.

Barang Ekspor selain sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf f yang ditetapkan berdasarkan manajemen risiko.

(3)

Pemeriksaan fisik atas Barang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan huruf e dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko.

(4)

Pemeriksaan fisik atas Barang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan mengenai pemungutan Bea Keluar.

(5)

Dalam hal dilakukan pemeriksaan fisik barang, Eksportir atau PPJK yang dikuasakannya, mendapat pemberitahuan pemeriksaan fisik barang dari Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP.

(6)

Eksportir atau PPJK yang dikuasakannya:

a.

menyiapkan dan menyerahkan Barang Ekspor untuk diperiksa;

b.

membuka setiap bungkusan, kemasan, atau peti kemas yang akan diperiksa; dan

c.

menyaksikan pemeriksaan.

(7)

Pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan di:

a.

Kawasan Pabean di tempat pemuatan, TPS, Tempat Penimbunan Lainnya, tempat penimbunan pabean, atau tempat penimbunan berikat; atau

b.

gudang Eksportir, gudang Konsolidator, atau tempat lain yang digunakan Eksportir untuk menyimpan Barang Ekspor.

Thumbnail
INFRASTRUKTUR Infrastruktur | BADAN USAHA | PEMBERIAN DUKUNGAN
220/PMK.08/2022

Dukungan Pemerintah untuk Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Serta Pembiayaan Kreatif Dalam Rangka Percepatan Penyediaan Infrastruktur di Ibu Ko ...

  • Ditetapkan: 30 Des 2022
  • Diundangkan: 30 Des 2022

Relevan terhadap

Pasal 31Tutup
(1)

Dalam rangka melaksanakan prinsip pengendalian dan pengelolaan risiko keuangan negara, proses Penjaminan Pemerintah untuk Penyediaan Infrastruktur IKN dilakukan melalui mekanisme satu pelaksana oleh BUPI ( single window policy ) dengan mengedepankan keterpaduan penetapan Dukungan Pemerintah lainnya.

(2)

Mekanisme satu pelaksana oleh BUPI ( single window policy ) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui Penetapan Dukungan Pemerintah IKN.

(3)

Mekanisme satu pelaksana oleh BUPI ( single window policy ) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam Penjaminan Pemerintah meliputi:

a.

proses pemberian jaminan; dan/atau

b.

proses pemantauan dan pengelolaan risiko, klaim, serta pembayaran.

(4)

Proses pemberian jaminan dalam mekanisme satu pelaksana dalam Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a paling sedikit:

a.

pelaksanaan analisis terhadap kebutuhan Penjaminan Pemerintah;

b.

penyampaian usulan pembagian risiko dan porsi eksposur atas risiko;

c.

pembuatan, pembahasan, dan penandatanganan perjanjian Regres;

d.

pembuatan dan penyampaian pernyataan kesediaan; dan/atau

e.

pembuatan, pembahasan, dan penandatanganan Perjanjian Penjaminan Pemerintah yang dilaksanakan oleh Menteri bersama-sama dengan BUPI.

(5)

Proses pemantauan dan pengelolaan risiko, klaim, serta pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b paling sedikit:

a.

kegiatan pemantauan dan pengelolaan risiko terhadap setiap:

1.

kemungkinan terjadinya Risiko Infrastruktur yang memperoleh Penjaminan Pemerintah yang dilaksanakan oleh Menteri bersama-sama dengan BUPI;

2.

upaya mitigasi yang dilakukan oleh PJPK untuk mengurangi dampak dalam hal Risiko Infrastruktur yang dijamin tersebut terjadi; dan

3.

dilakukannya pengajuan tagihan oleh Badan Usaha Pelaksana atas kewajiban finansial PJPK yang timbul dari terjadinya Risiko Infrastruktur yang dijamin tersebut;

b.

penerimaan klaim berdasarkan Perjanjian Penjaminan Pemerintah;

c.

pemeriksaan klaim berdasarkan Perjanjian Penjaminan Pemerintah;

d.

pelaksanaan pembayaran berdasarkan Perjanjian Penjaminan Pemerintah;

e.

penyampaian surat pemberitahuan bayar kepada pemerintah berdasarkan Perjanjian Penjaminan Pemerintah yang dilaksanakan oleh Menteri bersama-sama dengan BUPI; dan

f.

pelaksanaan Regres.

(6)

Tata cara pelaksanaan satu pelaksana oleh BUPI ( single window policy ) dalam pemberian Penjaminan Pemerintah atas Penyediaan Infrastruktur IKN melalui KPBU IKN tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(7)

Ketentuan lebih lanjut mengenai petunjuk teknis pengajuan dan penyelesaian klaim penjaminan diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.

Pasal 60Tutup
(1)

Penetapan Dukungan Pemerintah IKN dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam hal ini Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur melalui rapat penetapan.

(2)

Rapat Penetapan Dukungan Pemerintah IKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dengan mengundang unit atau instansi terkait Penyediaan Infrastruktur IKN paling sedikit:

a.

PJPK;

b.

Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan;

c.

Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan;

d.

Inspektorat Jenderal, Kementerian Keuangan;

e.

Biro Hukum, Kementerian Keuangan;

f.

Badan usaha milik negara yang menerima penugasan melaksanakan tugas pelaksana fasilitas penyiapan dan Pelaksanaan transaksi;

g.

BUPI; dan

h.

Penyedia Pembiayaan Infrastruktur.

(3)

Penetapan Dukungan Pemerintah untuk Penyediaan Infrastruktur IKN membahas materi paling sedikit:

a.

usulan penggunaan Dukungan Pemerintah berdasarkan hasil penelahaan dan/atau Hasil Keluaran;

b.

Penetapan Dukungan Pemerintah yang dapat digunakan untuk Penyediaan Infrastruktur IKN; dan

c.

rekomendasi Dukungan Pemerintah kepada Menteri dan/atau unit terkait dalam hal Penyediaan Infrastuktur IKN membutuhkan dukungan yang tidak diatur dalam Peraturan Menteri ini.

Pasal 56Tutup
(1)

Dalam rangka mempercepat Penyediaan Infrastruktur IKN, Menteri dapat menugaskan perusahaan yang bergerak di bidang pembiayaan infrastruktur di bawah pembinaan Kementerian Keuangan selaku Penyedia Pembiayaan Infrastruktur.

(2)

Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui keputusan Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.

(3)

Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat hak dan kewajiban Penyedia Pembiayaan Infrastruktur.

(4)

Selain menugaskan perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat melakukan kerja sama dengan lembaga yang bergerak di bidang pengelolaan investasi selaku Penyedia Pembiayaan Infrastruktur.

Thumbnail
KEMENTERIAN KEUANGAN | PENCABUTAN
101/PMK.01/2019

Pencabutan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.01/2016 tentang Manajemen Risiko di Lingkungan Kementerian Keuangan ...

  • Ditetapkan: 10 Jul 2019
  • Diundangkan: 12 Jul 2019

Relevan terhadap

MemutuskanTutup

PERATURAN MENTER! KEUANGAN TENTANG PENCABUTAN PERATURAN MENTER! KEUANGAN NO MOR 171/PMK.01/2016 TENTANG MANAJEMEN RISIKO DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN.

Pasal 1Tutup

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.01/2016 tentang Manajemen Risiko di Lingkungan Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1724), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA | PENANGGULANGAN BENCANA
PERPRES 75 TAHUN 2021

Dana Bersama Penanggulangan Bencana

  • Ditetapkan: 13 Agu 2021
  • Diundangkan: 13 Agu 2021

Relevan terhadap

Pasal 9Tutup

Penyaluran Dana Bersama pada tahap darurat bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (21 huruf b dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 10 (1) Penyaluran untuk pendanaan transfer risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf d dapat dilakukan melalui mekanisme asuransi dan/atau asuransi syariah. (2) Pembayaran premi asuransi atau kontribusi asuransi syariah dilakukan langsung oleh unit pengelola dana di lingkungan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan kepada perusahaan asuransi dan/atau perusahaan asuransi syariah. (3) Kementerian negara/lembaga, Pemerintah Daerah, atau unit pengelola dana di lingkungan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan dapat menjadi pemegang polis asuransi. (4) Dalam hal terjadi klaim asuransi, pembayaran klaim dari perusahaan asuransi dan/atau perusahaan asuransi syariah disetorkan ke rekening unit pengelola dana di lingkungan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. (5) Dana dari pembayaran klaim asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disalurkan untuk pendanaan:

a.

perbaikan;

b.

pembangunan kembali; dan/atau

Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG ANGGARAN
UU 18 TAHUN 2023

Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2A22;

  • Ditetapkan: 11 Nov 2023
  • Diundangkan: 11 Nov 2023

Relevan terhadap

Pasal 1oTutup

Cukup ^jelas. Pasal 1 1 Opini Wajar Tanpa Pengecualian disertai dengan beberapa temuan kelemahan Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan Terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan, yang tidak memengaruhi kewajaran Laporan Keuangan Pemerintah Pusat, sebagai berikut. 1. Penerapan Sistem SAKTI dalam penyusunan laporan keuangan belum sepenuhnya didukung dengan pengendalian yang memadai. 2. Pengelolaan fasilitas dan insentif perpajakan Tahun 2022 belum memadai sebesar Rp2,73 triliun. 3. Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Terindikasi Kurang Disetorkan Sebesar Rp7,66 triliun dan Terlambat Disetorkan dengan Potensi Sanksi Sebesar Rp616,14 miliar dan USD1,338.OO. 4. Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak pada 39 (tiga puluh sembilan) Kementerian/Lembaga minimal sebesar Rp2,38 triliun serta pengelolaan Piutang Bukan Pajak pada 2L (dua puluh satu) Kementerian/Lembaga sebesar Rp727,11 miliar belum sesuai ketentuan. 5. Pengelolaan Belanja Subsidi Bunga Kredit Usaha Rakyat belum sepenuhnya didukung dengan kebdakan pelaksanaan dan anggaran, serta mekanisme verifikasi yang memadai untuk memastikan pemenuhan kewajiban pemerintah atas Program Subsidi Bunga/Subsidi Margin Reguler dan Tambahan, serta Imbal Jasa Penjaminan Kredit Usaha Rakyat kepada masyarakat dan Badan Usaha Penyalur. 6. Penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban belanja pada 78 (tujuh puluh delapan) Kementerian/Lembaga minimal sebesar Rp16,39 triliun belum sepenuhnya sesuai ketentuan.

7.

Pelaksanaan 7. Pelaksanaan kebijakan penyaluran Dana Bagr Hasil secara nontunai melalui fasilitas Tleasury Deposit Facilitg Tahun 2A22 belum memadai. 8. Komponen cosf ouetrun Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung di luar hasil kesepakatan Indonesia'China belum ditetapkan skema penyelesaiannya dan pendanaan cost ouerntn Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung hasil kesepakatan Indonesia-China dari porsi pinjaman berpotensi membebani keuangan PT Kereta Api Indonesia (Persero). 9. Penyelesaian Piutang Negara Pemberian Pinjaman tidak sepenuhnya optimal. LO. Penatausahaan Piutang Perpajakan pada Kementerian Keuangan belum sepenuhnya memadai.

11.

Penatausahaan barang sitaan dan agunan pada Kementerian Keuangan belum sepenuhnya memadai.

12.

Piutang Pajak Macet dan Piutang Pajak Daluwarsa belum dilakukan tindakan penagihan yang optimal. l3.Tindak lanjut normalisasi Aset Tetap sebesar Rp529,47 miliar, serta pengelolaan Aset Tetap pada 58 KementeianlLembaga sebesar Rp36,53 triliun, Persediaan pada 47 (empat puluh tujuh) Kementerian/Lembaga sebesar Rp11,58 triliun, dan Aset Lainnya pada 23 (dua puluh tiga) Kementerian/Lembaga sebesar Rp2,36 triliun belum memadai.

14.

Pengelolaan Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai, Barang yang Dikuasai Negara dan Barang yang Menjadi Milik Negara belum sepenuhnya memadai.

15.

Pengelolaan kas pada 23 (dua puluh tiga) Kementerianllnmbaga sebesar Rp61,94 miliar belum sepenuhnya memadai.

16.

Penyajian Aset Konsesi Jasa dan Properti Investasi pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2022 belum sepenuhnya memadai. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2022 disusun berdasarkan konsolidasi Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara Tahun 2022 yang telah diaudit dan diberi opini oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Khusus untuk Laporan Keuangan Badan Pemeriksa Keuangan Tahun 2022 diaudit dan diberi opini oleh Kantor Akuntan Publik. Dari ^jumlah Laporan Keuangan KementerianlLembaga tersebut, 81 (delapan puluh satu) Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga mendapat opini "Wajar Tanpa Pengecualian", 1 (satu) Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga mendapat opini "Wajar Dengan Pengecualian", dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara mendapat opini "Wajar Tanpa Pengecualian". Ikhtisar Laporan Keuangan Perusahaan Negara dan Badan Lainnya merupakan bagian dari Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara. Rincian opini Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara Tahun 2021 dan 2022 adalah sebagai berikut: lIo Kementerlan/Lcmbaga Opint Tahun 2o/21 Opini Tahun 20/22 1 Majelis Permusyawaratan Rakyat WTP WTP 2 Dewan Perwakilan Ralryat WTP WTP 3 Badan Pemeriksa Keuangan WTP WTP 4 Mahkamah Agung WTP WTP 5 Kejaksaan Republik Indonesia WTP WTP 6 Kementerian Sekretariat Negara WTP WTP 7 Kementerian Dalam Negeri WTP WTP 8 Kementerian Luar Negeri WTP WTP 9 Kementerian Pertahanan WTP WTP 10. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia WTP WTP 11. Kementerian Keuangan WTP WTP t2. Kementerian Pertanian WTP WTP 13 Kementerian Perindustrian WTP WTP 14. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral WTP WTP 15. Kementerian Perhubungan WTP WTP 16 Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi WTP WTP L7. Kementerian Kesehatan WTP WTP 18 Kementerian Agama WTP WTP 19. Kementerian Ketenagakerj aan WDP WTP 20 Kementerian Sosial WTP WTP 2L Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan WTP WTP No Kementeriau/Iembaga Optni Tahun 2o/2t Opini Tahun 20/22 22. Kementerian Perikanan Kelautan dan WTP WTP 23. Kementerian Pekerjaan Urnum dan Perumahan Ralryat WTP WTP 24. Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan WTP WTP 25. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian WTP WTP 26. Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan WTP WTP 27. Kementerian Ekonomi Kreatif Pariwisata dan WTP WTP 28. Kementerian Badan Usaha Milik Negara WTP WTP 29 Badan Riset dan Inovasi Nasional WDP WTP 30 Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah WTP WTP 31. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak WTP WTP 32 Kementerian Aparatur Negara Birokrasi Pendayagunaan dan Reformasi WTP WTP 33 Badan Intelijen Negara WTP WTP 34 Badan Siber dan Sandi Negara WTP WTP 35. Dewan Ketahanan Nasional WTP WTP 36 Badan Pusat Statistik WTP WTP 37 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional WTP WTP 38 Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional WTP WTP 39. Perpustakaan No Kementeri,an/Lembaga Opiai Tahun 2o/2L Opini Tahun 20/22 39 Perpustakaan Nasional RI WTP WTP 40 Kementerian Informatika Komunikasi dan WTP WDP 41. Kepolisian Indonesia Negara Republik WTP WTP 42. Badan Pengawasan Obat dan Makanan WTP WTP 43 Lembaga Ketahanan Nasional WTP WTP 44 Kementerian Investasi/ Badan Koordinasi Penanaman Modal WTP WTP 45. Badan Narkotika Nasional WTP WTP 46 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi WTP WTP 47. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional WTP WTP 48. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia WTP WTP 49 Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika WTP WTP 50 Komisi Pemilihan Umum WTP WTP 51. Mahkamah Konstitusi WTP WTP 52 Rrsat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan WTP WTP 53 Badan Informasi Geospasial WTP WTP 54 Lembaga lndonesia Ilmu Pengetahuan WDP 1) 55. Badan Tenaga Nuklir Nasional WTP l) 56 Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi WTP 1) 57. Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional dan WTP r) 58 Badan Standardisasi Nasional WTP WTP 59. Badan No Kementerlan/Lembaga Opini Tahun 2o/21 Opini Tahun 20/22 59 Badan Pengawas Tenaga Nuklir WTP WTP 60 Lembaga Administrasi Negara WTP WTP 61. Arsip Nasional Republik Indonesia WTP WTP 62 Badan Kepegawaian Negara WTP WTP 63 Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan WTP WTP 64 Kementerian Perdagangan WDP WTP 65 Kementerian Pemuda dan Olah Raga WTP WTP 66. Komisi Pemberantasan Korupsi WTP WTP 67. Dewan Perwakilan Daerah WTP WTP 68 Komisi Yudisial WTP WTP 69 Badan Nasional Penanggulangan Bencana WTP WTP 70. Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia WTP WTP 71. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah WTP WTP 72 Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan WTP WTP 73 Komisi Pengawas Persaingan Usaha WTP WTP 74. Badan Pengembangan Wilayah Suramadu WTP 2l 75 Ombudsman RI WTP WTP 76. Badan Nasional Perbatasan Pengelola WTP WTP 77. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam WTP WTP 78. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme WTP WTP 79 Sekretariat Kabinet WTP WTP 80. Badan llo Kementedan/Lembaga Opini Tahun 2o/2L Opini Tahun 20/22 80 Badan Pengawas Pemilihan Umum WTP WTP 81 Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia WTP WTP 82. Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia WTP WTP 83. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang WTP WTP 84 Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi WTP WTP 85. Badan Keamanan Laut WTP WTP 86. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban WTP WTP 87. Badan Pembinaan Ideologi Pancasila WTP WTP 88 Bendahara Umum Negara WTP WTP 1)Kementerian/Lembaga yang dilikuidasi pada tahun 2022 2)Kementerianllnmbaga yang dilikuidasi pada tahun 2O2l Pasal 12 Untuk menindaklanjuti rekomendasi ^Badan ^Pemeriksa Keuangan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan ^Keuangan Pemerintah Pusat dan Laporan Hasil Reviu atas Pelaksanaan ^Transparansi ^Fiskal, serta ^dalam rangka menindaklanjuti rekomendasi Dewan ^Perwakilan Ra}ryat ^untuk meningkatkan kualitas ^pengelolaan ^keuangan Pemerintah, ^Pemerintah akan melakukan beberapa langkah antara ^lain:

a.

Melakukan koordinasi dan ^pemantauan ^atas penyelesaian ^tindak ^lanjut rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan ^dalam ^Laporan ^Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan ^Pemerintah ^Rrsat Tahun ^2022 dan hasil reviu transparansi fiskal. b. Memperbaiki tata kelola Anggaran ^Pendapatan ^dan ^Belanja ^Negara Kementerianll*mbaga melalui ^peningkatan kompetensi sumber ^daya manusia dan pendampingan kepada ^Kementerian/Lembaga ^yang laporan keuangannya belum mendapat opini ^audit ^"Wajar ^Tanpa Pengecualian". c. Melanjutkan. . ^.

c.

Melanjutkan penyempurnaan regulasi untuk standardisasi keluaran (outpttt) dan hasil (outcome) dari belanja negara dalam proses perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam rangka mewujudkan kinerja anggaran ^yang lebih tepat guna dan tepat sasaran. d. Menyempurnakan sistem informasi dan basis satu data Indonesia ^yang menjadi dasar pengambilan kebijakan dalam menganggarkan dan merealisasikan pengeluaran negara agar lebih tepat sasaran dan efektif mendukung pencapaian tujuan bernegara dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur. e. Meningkatkan kualitas perencanaan, ^penganggaran, dan ^pelaksanaan anggaran untuk menciptakan efisiensi ^pendanaan anggaran, ^yaDB antara lain ditunjukkan dengan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran ^yang lebih efisien. f. Mengoptimalkan peran Badan Usaha Milik Negara dan badan/lembaga lainnya dalam pengelolaan kekayaan negara ^yang dipisahkan untuk memberikan manfaat bagi perekonomian, kesejahteraan sosial, peningkatan daya saing Indonesia, serta rrrenjamin cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak tetap dikuasai oleh negara. g. Mengoptimalkan penerapan Tingkat Komponen Dalam Negeri ^(TKDN) dalam setiap pengadaan barang dan ^jasa Pemerintah secara lebih optimal sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor ^16 ^Tahun 2Ol8 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana ^telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor ^12 Tahun 2021. h. Menyempurnakan proses penyaluran Transfer Ke Daerah agar dana dapat diserap lebih optimal oleh daerah dan ^meminimalkan ^kendala administrasi dalam pelaksanaannya. i. Melakukan tata kelola perbaikan secara terus menerus dalam ^upaya meningkatkan pendapatan negara berupa PNBP ^pada Kementerian/Lembaga. j. Memperbaiki mekanisme penyaluran subsidi agar lebih tepat sasaran dan tepat waktu khususnya subsidi energi, ^baik ^bahan bakar minyak (BBM), elpiji 3 kg maupun listrik dengan mengintegrasikan ^penerima subsidi dalam satu data yang dapat berasal dari data ^terpadu ke sej ahte raart sosial.

k.

Menyusun k. Menytrsun roadmap kebijakan utang pemerintah sebagai peta ^jalan kebijakan utang ^jangka panjang dengan tujuan untuk mengurangi ketergantungan pembiayaan dari utang, sekaligus sebagai ^jalan mitigasi resiko. 1. Memperbaiki sistem dan tata kelola perpajakan yang lebih efektif, dan sesuai dengan perkembangan ekonomi dan dunia usaha agar mampu mengoptimalkan potensi perpajakan sebagai sumber utama pembiayaan pembangunan nasional. m. Menyusun ukuran dan indikator keberhasilan pelaksanaan spending better. Tujuannya agar setiap belanja negara memiliki dampak dan kontribusi terhadap peningkatan kualitas belanja dan pertumbuhan ekonomi nasional, dan kesejahteraan rakyat secara luas. n. Memperkuat sistem penilaian dalam perencanaan dan pengawasan pelaksanaan efektivitas Penyertaan Modal Negara (PMN), serta risiko fiskal yang menyertainya. Sehingga setiap penempatan PMN terkalkulasi dan termitigasi dengan baik dalam pelaksanaannya. o. Memperkuat kebijakan pembiayaan dalam rangka menutup defisit anggaran melalui pembiayaan utang yang selektif, ^produktif dalam batas yang arnan dart manageable, serta mendorong tingkat bunga SBN lebih kompetitif. p. Meningkatkan kualitas perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan anggaran, serta evaluasi atas mandatory spending ^pendidikan, agar dapat memberikan lompatan kemajuan SDM lebih cepat, dengan memanfaatkan sisa bonus demografi yang akan berakhir ^pada tahun 2036. q. Menyampaikan laporan pelaksanaan APBN yang dapat menjelaskan efektifitas dan efisiensi pengelolaan Ernggaran Belanja Pemerintah Pusat. r. Menyampaikan laporan capaian RPJMN ^pada tahun 2022, ^yang ditunjukkan dengan indikator-indikator RPJMN, ^yaitu baseline RPJMN (2}t9l, capaian 2022, target 2024, danKlL pelaksana. s. Menyampaikan laporan penyelesaian Major hoiect RKP Tahun ^2022, yang ditunjukkan dengan nilai alokasi anggaran, realisasi anggaran, capaian pekerjaan project pada kementerian terkait. t. Menyampaikan laporan rincian ^pelaksanaan lnvestasi ^Permanen Penyertaan Modal Pemerintah ^(PMP) sebesar Rp2.9O9,8 triliun. u. Pemerintah akan melengkapi dokumen ^penjelasan terkait ^rekomendasi- rekomendasi sebagaimana dimaksud pada huruf q s.d. huruf t ^paling lambat tanggal 31 Desember 2023.

Thumbnail
BIDANG BEA CUKAI | HUKUM KEUANGAN NEGARA
81/PMK.04/2021

Penindakan atas Barang yang Diduga Terkait dengan Tindakan Terorisme dan/ atau Kejahatan Lintas Negara ...

  • Ditetapkan: 29 Jun 2021
  • Diundangkan: 30 Jun 2021

Relevan terhadap

Pasal 11Tutup
(1)

Dalam rangka penindakan terhadap barang yang diduga terkait dengan tindakan Terorisme dan/atau Kejahatan Lintas Negara, DJBC melakukan kerja sama dengan:

a.

kementerian/lembaga yang membidangi urusan pertahanan negara;

b.

kementerian/lembaga yang membidangi urusan keamanan negara;

c.

kementerian/lembaga yang membidangi urusan intelijen negara;

d.

kementerian/lembaga yang membidangi urusan penanggulangan terorisme;

e.

kementerian/lembaga yang membidangi urusan keuangan negara;

f.

kementerian/lembaga yang membidangi urusan luar negeri;

g.

kementerian/lembaga yang membidangi urusan dalam negeri;

h.

kementerian/lembaga yang membidangi urusan peradilan;

i.

kementerian/lembaga yang membidangi urusan narkotika, psikotropika dan prekursor narkotika;

j.

kementerian/lembaga yang membidangi urusan hukum dan hak asasi manusia;

k.

kementerian/lembaga yang membidangi urusan analisis transaksi keuangan;

l.

kementerian/lembaga yang membidangi urusan kemaritiman;

m.

kementerian/lembaga yang membidangi urusan kesehatan;

n.

kementerian/lembaga yang membidangi urusan ketenaganukliran;

o.

kementerian/lembaga yang membidangi urusan pertanian;

p.

kementerian/lembaga yang membidangi urusan perhubungan;

q.

kementerian/lembaga yang membidangi urusan lingkungan hidup dan/atau kehutanan;

r.

kementerian/lembaga yang membidangi urusan benda cagar budaya; dan/atau

s.

kementerian/lembaga lain yang diperlukan dalam rangka pengawasan barang yang diduga terkait dengan tindakan Terorisme dan/atau Kejahatan Lintas Negara.

(2)

Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk:

a.

koordinasi;

b.

pertukaran data atau informasi; dan/atau

c.

operasi bersama.

Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA | PENUGASAN KHUSUS
183/PMK.08/2021

Penugasan Khusus kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia

  • Ditetapkan: 14 Des 2021
  • Diundangkan: 14 Des 2021

Relevan terhadap

Pasal 43Tutup
(1)

LPEI menyampaikan laporan bulanan, triwulanan, dan tahunan atas pelaksanaan Penugasan Khusus kepada Menteri c.q. Ketua Komite dan ditembuskan kepada kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian anggota Komite.

(2)

Laporan bulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:

a.

informasi umum:

1.

jenis penugasan;

2.

negara tujuan; dan

3.

komoditas ekspor;

b.

utilitisasi (disbursement);

c.

kolektibilitas (kualitas aset); dan

d.

informasi lain yang dianggap penting.

(3)

Laporan triwulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:

a.

informasi umum:

1.

jenis penugasan;

2.

perkembangan usaha;

3.

strategi; dan

4.

kebijakan terkait Penugasan Khusus;

b.

capaian target aspek finansial, operasional, dan pelanggan ( disbursement , kualitas aset, efisiensi biaya operasional, dan jumlah debitur/pelaku ekspor yang diberikan pembiayaan);

c.

informasi keuangan (laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain, laporan posisi keuangan, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas);

d.

analisis isu dan risiko; dan

e.

informasi lain yang dianggap penting.

(4)

Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:

a.

informasi umum:

1.

jenis penugasan;

2.

perkembangan usaha;

3.

strategi; dan

4.

kebijakan terkait Penugasan Khusus;

b.

capaian target aspek finansial, operasional dan pelanggan ( disbursement , kualitas aset, efisiensi biaya operasional, dan jumlah debitur/Pelaku Ekspor yang diberikan pembiayaan);

c.

informasi keuangan (laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain, laporan posisi keuangan, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas);

d.

analisis isu dan risiko;

e.

progress dampak/kemanfaatan program Penugasan Khusus; dan

f.

informasi lain yang dianggap penting.

(5)

Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat:

a.

tanggal 15 (lima belas) untuk laporan bulanan;

b.

30 (tiga puluh) hari kalender setelah periode pelaporan dimaksud berakhir, untuk laporan triwulanan; dan

c.

pada akhir triwulan pertama setelah periode pelaporan dimaksud berakhir, untuk laporan tahunan.

(6)

Direktur Eksekutif LPEI yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikenakan sanksi berupa peringatan tertulis.

Pasal 1Tutup

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.

Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia yang selanjutnya disingkat LPEI adalah Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.

2.

Pemerintah adalah Pemerintah Negara Republik Indonesia.

3.

Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.

4.

Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan produk berupa barang dan/atau jasa dari wilayah Negara Republik Indonesia.

5.

Pembiayaan Ekspor adalah pemberian fasilitas oleh LPEI berdasarkan prinsip konvensional dan/atau prinsip syariah.

6.

Pembiayaan adalah pemberian fasilitas pinjaman oleh LPEI kepada nasabah.

7.

Penjaminan adalah pemberian fasilitas jaminan untuk menanggung pembayaran kewajiban keuangan pihak terjamin dalam hal pihak terjamin tidak dapat memenuhi kewajiban perikatan kepada penerima jaminan.

8.

Asuransi adalah pemberian fasilitas berupa ganti rugi atas kerugian yang timbul sebagai akibat dari suatu peristiwa yang tidak pasti.

9.

Rencana Strategis adalah perencanaan strategis jangka menengah pelaksanaan penugasan khusus untuk menunjang Ekspor nasional.

10.

Program Ekspor adalah rancangan kegiatan dalam rangka Ekspor yang meliputi kegiatan memproduksi barang, jasa dan/atau kegiatan pendukung lainnya sesuai dengan Rencana Strategis yang disusun dan diusulkan oleh kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian, baik secara tersendiri maupun secara bersama-sama dengan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian lainnya.

11.

Penugasan Khusus adalah penugasan yang diberikan Pemerintah kepada LPEI untuk menyediakan Pembiayaan Ekspor atas transaksi atau proyek yang secara komersial sulit dilaksanakan, tetapi dianggap perlu oleh Pemerintah untuk menunjang kebijakan ekspor nasional.

12.

Pembiayaan Modal Kerja adalah fasilitas pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja nasabah dalam jangka waktu sampai dengan satu tahun dan/atau lebih dari satu tahun __ sesuai siklus usaha.

13.

Pembiayaan Investasi adalah fasilitas pembiayaan yang diberikan untuk membiayai barang-barang modal dengan jangka waktu menengah/panjang.

14.

Pembiayaan Luar Negeri (Overseas Financing) adalah fasilitas pembiayaan luar negeri yang meliputi pembiayaan proyek luar negeri (overseas project financing) dan/atau pembiayaan investasi luar negeri (overseas investment financing) .

15.

Komite Penugasan Khusus Ekspor selanjutnya disebut Komite adalah Komite yang dibentuk oleh Menteri dalam rangka Penugasan Khusus.

16.

Rekening Dana Penugasan Khusus selanjutnya disebut Rekening DPK adalah rekening yang dibuka oleh LPEI sebagai tempat penyimpanan, pembayaran, dan pengembalian dana dalam rangka Penugasan Khusus.

17.

Transaksi adalah perjanjian kerja sama atau perjanjian jual-beli barang dan/atau jasa antara pihak yang berada di dalam negeri dengan pihak yang berada di dalam atau di luar negeri.

18.

Proyek adalah pengadaan barang dan jasa antara pihak yang berada di dalam negeri dengan pihak yang berada di dalam atau di luar negeri.

19.

Pelaku Ekspor adalah perorangan, badan usaha, dan/atau pihak lain sesuai peraturan perundang- undangan yang melakukan Transaksi dan/atau Proyek dalam rangka Ekspor atau pendukung untuk Ekspor.

20.

Selera Risiko (Risk Appetite) adalah jenis dan tingkat risiko yang dapat diterima dalam mencapai tujuan Penugasan Khusus.

21.

Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan yang selanjutnya disingkat RKAT adalah rencana kerja dan anggaran tahunan LPEI sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

22.

Surplus adalah laba dari hasil kegiatan usaha Penugasan Khusus dalam 1 (satu) tahun buku.

23.

Defisit adalah kerugian dari hasil kegiatan usaha Penugasan Khusus dalam 1 (satu) tahun buku.

Thumbnail
SE-13/BC/2024

Pedoman Pembatasan Permohonan Penyediaan Pita Cukai (P3C) Hasil Tembakau (HT) Awal dan Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) Awal ...

  • Ditetapkan: 31 Okt 2024
  • Diundangkan: 01 Jan 1900

Relevan terhadap

Halaman 2Tutup
  1. Jangka Waktu Kriteria dan Pertimbangan Pengusaha Pabrik yang Masuk ke Dalam Daftar Pembatasan P3C; 3. Pedoman Pelaksanaan Pembatasan Jumlah Pemesanan Pita Cukai; 4. Pedoman Pemeriksaan Lapangan dan Penetapan Kapasitas Produksi; 5. Pedoman Evaluasi Daftar Pembatasan P3C; dan 6. Pedoman Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi oleh Kantor Wilayah. D. Dasar Hukum 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan; 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.04/2018 tentang Pelunasan Cukai; 3. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-24/BC/2018 tentang Tata Cara Pelunasan Cukai sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-9/BC/2024 tentang Perubahan Kedua Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-24/BC/2018 tentang Tata Cara Pelunasan Cukai. E. Pokok Pedoman 1. Penetapan Kriteria dan Pertimbangan Pengusaha Pabrik yang Masuk ke Dalam Daftar Pembatasan P3C a. Dalam rangka pelaksanaan manajemen risiko pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai (KPUBC) atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) atas potensi terjadinya penyalahgunaan pita cukai oleh pengusaha pabrik, Kepala KPUBC atau KPPBC memasukkan pengusaha pabrik ke dalam Daftar Pembatasan P3C apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) adanya sanksi administrasi atas pelanggaran Pasal 29 ayat (2a) Undang- Undang tentang Cukai; 2) adanya surat rekomendasi tidak melayani penyediaan pita cukai dan pemesanan pita cukai; 3) adanya data temuan Pejabat Bea dan Cukai atau temuan aparat pemeriksa fungsional terkait pelanggaran penyalahgunaan pita cukai; dan/atau 4) adanya rekomendasi berdasarkan hasil pemeriksaan kepatuhan pengusaha pabrik. b. Kepala KPUBC atau KPPBC dapat memasukkan pengusaha pabrik di luar kriteria pada huruf a ke dalam Daftar Pembatasan P3C berdasarkan pertimbangan sebagai berikut: 1) pengusaha yang baru mendapatkan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC); dan/atau 2) hasil tindak lanjut terkait analisis rasio kewajaran dokumen cukai. c. Dalam rangka pelaksanaan manajemen risiko atas potensi terjadinya penyalahgunaan pita cukai oleh pengusaha pabrik, Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai (TFC), Direktur Penindakan dan Penyidikan (P2), dan Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai (Kantor Wilayah) dapat menyampaikan rekomendasi nama pengusaha pabrik yang akan dimasukkan ke dalam Daftar Pembatasan P3C kepada KPUBC atau KPPBC atas pengusaha pabrik yang memenuhi kriteria pada angka 1 dan/atau berdasarkan pertimbangan pada angka 2 . 2. Jangka Waktu Kriteria dan Pertimbangan Pengusaha Pabrik yang Masuk ke Dalam Daftar Pembatasan P3C
Halaman 1Tutup

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SURAT EDARAN NOMOR SE-13/BC/2024 TENTANG PEDOMAN PEMBATASAN PERMOHONAN PENYEDIAAN PITA CUKAI (P3C) HASIL TEMBAKAU (HT) AWAL DAN MINUMAN MENGANDUNG ETIL ALKOHOL (MMEA) AWAL Yth. 1. Para Pejabat Eselon II di Lingkungan Kantor Pusat DJBC 2. Para Kepala Kantor Wilayah DJBC 3. Para Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai 4. Para Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai A. Umum Dalam rangka optimalisasi pelayanan dan pengawasan pita cukai serta standardisasi pemahaman terkait Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-9/BC/2024 tentang Perubahan Kedua Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-24/BC/2018 tentang Tata Cara Pelunasan Cukai, dipandang perlu untuk memberikan petunjuk teknis mengenai Pedoman Pembatasan Permohonan Penyediaan Pita Cukai (P3C) Awal yang diajukan Pengusaha Pabrik atas Barang Kena Cukai (BKC) berupa Hasil Tembakau (HT) dan Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA). B. Maksud dan Tujuan Surat edaran ini mempunyai: 1. maksud untuk memperjelas norma-norma tertentu dalam implementasi Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-9/BC/2024 tentang Perubahan Kedua Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-24/BC/2018 tentang Tata Cara Pelunasan Cukai, khususnya pada mekanisme manajemen risiko dalam rangka pembatasan jumlah pita cukai yang disediakan pada P3C HT Awal dan P3C MMEA Awal yang diajukan oleh pengusaha pabrik. 2. tujuan untuk memberikan pedoman dalam rangkaian mekanisme penetapan pengusaha pabrik ke dalam Daftar Pengusaha Pabrik yang Akan Dilakukan Pembatasan P3C HT Awal atau P3C MMEA Awal (Daftar Pembatasan P3C). C. Ruang Lingkup Ruang lingkup surat edaran ini meliputi pedoman: 1. Penetapan Kriteria dan Pertimbangan Pengusaha Pabrik yang Masuk ke Dalam Daftar Pembatasan P3C;

  • 1
  • ...
  • 6
  • 7
  • 8
  • ...
  • 61