Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan Dana Abadi Daerah
Relevan terhadap 2 lainnya
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 82 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Kebijakan Fiskal Nasional, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan Dana Abadi Daerah;
UPD memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:
mengusulkan kebijakan rencana strategis dan rencana kerja pengelolaan DAD, yang merupakan bagian dari dokumen perencanaan dan penganggaran Daerah;
melakukan perjanjian dalam rangka pengelolaan DAD;
mengusulkan rencana kebutuhan DAD;
menempatkan dana dan/atau aset keuangan untuk pengelolaan DAD;
mengusulkan pemanfaatan atas Surplus hasil pengelolaan DAD;
melakukan tata kelola yang baik dan pengendalian risiko atas pengelolaan DAD; dan
menyusun laporan pengelolaan DAD.
Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) disampaikan oleh Kepala Daerah kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan melalui platform digital .
Dalam hal pelaporan belum dapat disampaikan melalui platform digital , laporan disampaikan dalam bentuk ADK atau softcopy dan dokumen hardcopy atau pindai Format Dokumen Portabel melalui media yang disediakan oleh DJPK.
Mekanisme pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai platform digital sinergi kebijakan fiskal nasional.
Risalah Lelang
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan pengumuman Lelang.
Barang adalah tiap benda atau hak yang dapat dijual secara Lelang.
Objek Lelang adalah Barang yang dilelang.
Risalah Lelang adalah berita acara pelaksanaan Lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang merupakan akta autentik dan mempunyai kekuatan pembuktian sempurna.
Risalah Lelang Elektronik adalah Risalah Lelang yang dibuat dalam format elektronik dengan menggunakan sistem elektronik.
Minuta Risalah Lelang adalah asli Risalah Lelang berikut lampirannya, yang merupakan dokumen atau arsip Negara.
Turunan Risalah Lelang adalah dokumen yang dibuat merujuk pada Minuta Risalah Lelang dengan cara menyalin secara lengkap atau mengutip sebagian dengan sebutan tertentu sesuai dengan fungsinya.
Salinan Risalah Lelang adalah salinan kata demi kata dari seluruh Risalah Lelang.
Kutipan Risalah Lelang adalah kutipan kata demi kata dari satu atau beberapa bagian Risalah Lelang.
Grosse Risalah Lelang adalah salinan dari Risalah Lelang yang berkepala “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”.
Aplikasi Lelang Berbasis Internet yang selanjutnya disebut Aplikasi Lelang adalah program komputer berbasis internet yang digunakan untuk menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi Lelang tanpa kehadiran peserta secara fisik yang dikembangkan/ disediakan oleh Kementerian Keuangan/ DJKN atau Balai Lelang.
Meterai adalah label atau carik dalam bentuk tempel, elektronik, atau bentuk lainnya yang memiliki ciri dan mengandung unsur pengaman yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, yang digunakan untuk membayar pajak atas dokumen.
Kertas Sekuriti adalah kertas khusus untuk pembuatan Kutipan Risalah Lelang yang memiliki unsur pengaman untuk menghindari tindakan pemalsuan.
Penyelenggara Lelang adalah instansi pemerintah atau institusi swasta yang menyelenggarakan Lelang.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal adalah pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan negara, penilaian, dan Lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Direktur Lelang yang selanjutnya disebut Direktur adalah pejabat Eselon II di lingkungan DJKN yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang Lelang.
Superintenden Lelang yang selanjutnya disebut Superintenden adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh Menteri untuk melakukan pembinaan dan pengawasan kepada Pejabat Lelang.
Pejabat Lelang adalah pejabat umum yang diberi wewenang khusus untuk melaksanakan Lelang.
Pejabat Lelang Kelas I adalah Pegawai Negeri Sipil pada Kementerian Keuangan yang diangkat sebagai Pejabat Lelang.
Pejabat Lelang Kelas II adalah orang perseorangan yang berasal dari swasta/umum yang diangkat sebagai Pejabat Lelang.
Orang adalah orang perseorangan atau korporasi. 23. Penjual Lelang yang selanjutnya disebut Penjual adalah Orang, instansi, atau lembaga yang dibentuk dengan peraturan perundang-undangan, yang berdasarkan peraturan perundang-undangan atau perjanjian berwenang menjual Barang secara Lelang.
Peserta Lelang adalah Orang, instansi, atau lembaga yang dibentuk dengan peraturan perundang-undangan, yang telah memenuhi syarat untuk mengikuti Lelang.
Pembeli Lelang yang selanjutnya disebut Pembeli adalah Peserta Lelang yang mengajukan penawaran tertinggi dan disahkan sebagai pemenang Lelang oleh Pejabat Lelang.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang selanjutnya disingkat DJKN adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan negara, penilaian dan Lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Kantor Wilayah DJKN yang selanjutnya disebut Kantor Wilayah adalah instansi vertikal DJKN yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal.
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang yang selanjutnya disingkat KPKNL adalah instansi vertikal DJKN yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah.
Balai Lelang adalah Badan Hukum Indonesia berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan usaha di bidang lelang.
Kantor Pejabat Lelang Kelas II adalah kantor swasta tempat kedudukan Pejabat Lelang Kelas II.
Tata Cara Penyelesaian Barang Kena Cukai dan Barang Lain yang Dirampas untuk Negara, yang Dikuasai Negara, dan yang Menjadi Milik Negara ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Undang-Undang Cukai adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Barang Lain adalah barang selain barang kena cukai yang tersangkut dalam tindak pidana di bidang cukai yang terjadi, seperti sarana pengangkut, peralatan komunikasi, media atau tempat penyimpanan, dokumen, surat, dan benda lain yang tersangkut tindak pidana di bidang cukai.
Tempat Penimbunan Pabean adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu, yang disediakan oleh pemerintah di kantor pabean, yang berada di bawah pengelolaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk menyimpan barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai negara, dan barang yang menjadi milik negara berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
Pelanggar Tidak Dikenal adalah orang yang tidak diketahui yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan cukai, baik ketentuan administrasi maupun ketentuan pidana.
Pemusnahan adalah kegiatan untuk menghilangkan wujud awal dan/atau sifat hakiki barang kena cukai dan/atau Barang Lain.
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disingkat DJBC adalah satuan kerja unit eselon I di bawah Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan, penegakan hukum, pelayanan, dan fasilitasi, serta optimalisasi penerimaan negara di bidang kepabeanan dan cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang selanjutnya disingkat DJKN adalah satuan kerja unit eselon I di bawah Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan negara, penilaian, dan lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai adalah Direktur Jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang memiliki kewenangan, tugas, dan fungsi di bidang kepabeanan dan cukai.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara adalah Direktur Jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang memiliki kewenangan, tugas, dan fungsi di bidang pengelolaan kekayaan negara.
Direktur adalah Direktur di lingkungan DJBC yang melaksanakan tugas dan fungsi Penyidikan di bidang kepabeanan dan cukai.
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai DJBC yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Cukai.
Kantor Wilayah DJBC adalah Kantor Wilayah atau Kantor Wilayah Khusus di lingkungan DJBC.
Kantor Bea Cukai adalah Kantor Wilayah DJBC, Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai, atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di lingkungan DJBC.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2025
Relevan terhadap 3 lainnya
Pasal 29 (1) Pemerintah dapat menempuh langkah kebijakan yang berkaitan dengan Pendapatan Negara, Belanja Negara, dan/atau Pembiayaan Anggaran untuk menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan. (21 Langkah kebijakan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2025. Pasal 3O (1) Dalam rangka memenuhi pembiayaan APBN Tahun Anggaran 2025, Pemerintah dapat melakukan penerbitan SBN pada triwulan keempat Tahun 2024. (21 Penerbitan SBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan Pemerintah dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2025 dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2025. Pasal 31 (1) Dalam rangka pembayaran gaji, tunjangan, DAU, dan kewajiban pemerintah lainnya bulan Januari 2025 yang dananya harus disediakan pada akhir Tahun Anggaran 2a24, Pemerintah dapat melakukan pinjaman SAL dan/atau menggunakan dana dari hasil penerbitan SBN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) pada a.khir Tahun 2O24. (21 Dal,am rangka mendukung kebijakan Pemerintah dan menjaga keberlanjutan fiskal, Bendahara Umum Negara dapat mengelola dana SAL melalui penempatan dana SAL selain di Bank Indonesia.
DONESIA Dalam hal ^jangka waktu persetqluan tersebut di atas terlampaui dan Dewan Perwalilan Rakyat belum memberikan persetujuan, Pemerintah dapat melaksanakan penerbitan SBN dimaksud. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang meliputi perubahan SBN neto, penarikan Pinjaman Dalam Negeri, dan/atau penarikan Pinjaman Luar Negeri. Penarikan Pinjaman Luar Negeri meliputi penarikan Pinjaman T\rnai dan Pinjaman Kegiatan. Dalam hal Pinjaman Luar Negeri dan/atau Pinjaman Dalam Negeri tidak tersedia dapat digantikan dengan penerbitan SBN atau sebaliknya dalam rangka menjaga ketahanan ekonomi dan liskal. Ayat ^(5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Cukup ^jelas. Pasal 29 Ayat (1) Ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan termasuk kondisi geopolitik yang berdampak terhadap perekonomian global dan domestik. Termasuk langkah kebijakan yang dapat ditempuh untuk ancaman perekonomian dan/atau stabilitas sistem keuangan tersebut antara lain melakukan penyesuaian besaran Pendapatan Negara, Belanja Negara dan/atau Pembiayaan Anggaran. Ayat (2) Cukup ^jelas.
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual Nomor 19 Pengaturan Bersama
Relevan terhadap
tentang Kebijakan Akuntansi, Perubahan Kebijakan Akuntansi, 2 Kesalahan, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Operasi yang 3 Dihentikan, entitas pemerintah menerapkan perlakuan akuntansi 4 atas pengaturan bersama sesuai dengan Pernyataan Standar ini 5 secara retrospektif tanpa melakukan penyajian kembali laporan 6 keuangan untuk penerapan pertama kali Pernyataan Standar ini. 7 Dampak kumulatif yang disebabkan oleh penerapan pertama kali 8 Pernyataan Standar ini yang berdampak pada laporan keuangan 9 periode sebelumnya disajikan pada Laporan Perubahan Ekuitas dan 10 diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 11 DK 19. Penerapan pertama kali Pernyataan Standar ini terhadap pengaturan 12 bersama yang sudah berlangsung sebelum Pernyataan Standar ini 13 diterbitkan memerlukan panduan dalam hal penerapan retrospektif 14 tidak dapat diterapkan mulai dari perolehan awal pertama kali. 15 Dengan mempertimbangkan ketersediaan informasi pengaturan 16 bersama di masa lalu yang mengakibatkan penerapan secara 17 retrospektif penuh tidak memungkinkan untuk dilakukan, maka 18 dipandang perlu Pernyataan Standar ini memperbolehkan penerapan 19 awal pertama kali dilakukan secara retrospektif untuk periode awal 20 yang paling memungkinkan. Apabila entitas pemerintah tidak dapat 21 menentukan dampak kumulatif penerapan pertama kali Pernyataan 22 Standar ini untuk seluruh periode sebelumnya, entitas pemerintah 23 dapat menentukan dampak kumulatif mulai periode yang paling 24 memungkinkan pada masing-masing perjanjian dalam menerapkan 25 Pernyataan Standar ini. 26
Accounting Standars (IPSAS) 37 – Joint Arrangements , yang direvisi dan 2 efektif per 01 Januari 2017 sangat memadai untuk diadopsi. Namun 3 demikian, terdapat hal-hal perbedaan yang membutuhkan 4 penyesuaian untuk dapat diterapkan dalam penyusunan laporan 5 keuangan pemerintah pusat/daerah misalnya pengaturan yang 6 mengikat yang perlu dituangkan secara tertulis, peraturan 7 perundang-undangan yang tidak memungkinkan entitas pelaporan 8 melakukan penyajian kembali laporan keuangan ( restatement 9 financial reports ) untuk menyajikan dampak penerapan pengaturan 10 bersama sejak tahun perolehan awal, dan beberapa penekanan 11 penjelasan frasa dan nomenklatur untuk harmonisasi dalam 12 menyikapi pelaksanaannya ke dalam sistem dan kebijakan akuntansi. 13 DK 14. Pernyataan Standar ini tidak mengatur perlakuan akuntansi bagi 14 mitra yang merupakan badan usaha di luar entitas pemerintah 15 pusat/daerah. Dalam banyak praktik, mitra adalah entitas badan 16 usaha sektor swasta, dalam hal ini juga Badan Usaha Milik 17 Negara/Daerah (BUMN/D) berpartisipasi sebagai mitra kerja sama 18 entitas pemerintah. Namun demikian, Standar Akuntansi 19 Pemerintahan tidak dimaksudkan untuk entitas di luar pemerintah 20 pusat/daerah, termasuk entitas kekayaan pemerintah pusat/daerah 21 yang dipisahkan seperti BUMN/D, karena secara prinsip 22 akuntansinya berpedoman pada Standar Akuntansi Keuangan yang 23 berlaku. Dalam hal ini, entitas pemerintah dan mitra yang terikat 24 dalam perjanjian yang sama menerapkan prinsip akuntansi masing- 25 masing sesuai dengan standar akuntansi yang digunakan. 26 Pengaturan yang mengikat 27 DK 15. Pengaturan yang mengikat yang diatur dalam Pernyataan Standar ini 28 berbeda dengan IPSAS 37. Paragraf 8 IPSAS 37 mengatur bahwa 29 pengaturan yang meningkat seringkali namun tidak selalu dituangkan 30 secara tertulis, dalam bentuk kontrak atau kesepakatan para pihak 31 yang didokumentasikan. 32 DK 16. Pengaturan yang mengikat dan bersifat memaksa yang melibatkan 33 entitas pemerintah sebagai salah satu pihak dalam pengaturan 34 bersama dituangkan secara tertulis, dalam bentuk kontrak atau 35 kesepakatan para pihak yang didokumentasikan, yang akan 36 memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang terlibat dalam 37 pengaturan yang mengikat. 38 Peralihan 39 DK 17. Dalam praktiknya sebelum Pernyataan Standar ini efektif berlaku, 40 entitas pemerintah telah mengakui dan mencatat aset yang 41 dikerjasamakan dalam operasi bersama, termasuk reklasifikasi atas 42 aset kemitraan, jika ada, sebagaimana pengaturan dalam PSAP 01 43 berdasarkan nilai tercatat aset. 44
Pelaporan Pengelolaan Akumulasi Iuran Pensiun Pegawai Negeri Sipil, Pejabat Negara, Prajurit Tentara Nasional Indonesia, dan Anggota Kepolisian Negara ...
Relevan terhadap
Menteri Keuangan melakukan pemantauan dan evaluasi atas pengelolaan Akumulasi Iuran Pensiun.
Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Anggaran.
Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dalam rangka memberikan rekomendasi atau masukan sebagai bahan pertimbangan kebijakan terkait pengelolaan Akumulasi Iuran Pensiun.
bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf a dan huruf c Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang menetapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan anggaran negara dan melakukan pengendalian pelaksanaan anggaran negara;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan untuk simplifikasi pengaturan mengenai pelaporan pengelolaan akumulasi iuran pensiun Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara, serta Prajurit Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Republik Indonesia, dan Pegawai Aparatur Sipil Negara di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pelaporan Pengelolaan Akumulasi Iuran Pensiun Pegawai Negeri Sipil, Pejabat Negara, Prajurit Tentara Nasional Indonesia, dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;
Standar Barang dan Standar Kebutuhan Barang Milik Negara
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Standar Barang adalah spesifikasi barang yang ditetapkan sebagai acuan perhitungan pengadaan dan penggunaan barang milik negara dalam perencanaan kebutuhan kementerian/lembaga.
Standar Kebutuhan adalah satuan jumlah barang yang dibutuhkan sebagai acuan perhitungan pengadaan dan penggunaan barang milik negara dalam perencanaan kebutuhan kementerian/lembaga.
Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Perencanaan Kebutuhan adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan BMN untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang.
Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan BMN.
Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan Penggunaan BMN.
Kuasa Pengguna Barang adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh Pengguna Barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.
Bangunan Gedung Negara adalah bangunan gedung untuk keperluan dinas yang menjadi BMN dan diadakan dengan sumber pendanaan yang berasal dari dana anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau perolehan lainnya yang sah.
Rumah Negara adalah bangunan yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta menunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri.
Alat Angkutan Darat Bermotor Dinas Operasional Jabatan yang selanjutnya disebut Kendaraan Jabatan adalah kendaraan bermotor yang digunakan oleh pejabat pemerintah untuk kepentingan operasional satuan kerja dalam rangka menunjang pelaksanaan tugas dan fungsinya.
Alat Angkutan Darat Bermotor Dinas Operasional Kantor yang selanjutnya disebut Kendaraan Operasional adalah kendaraan bermotor yang digunakan untuk mendukung operasional kantor/satuan kerja dalam melaksanakan tugas dan fungsi pemerintahan.
Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat Pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Lembaga adalah organisasi non Kementerian dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Menteri Keuangan adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman pengelolaan BMN serta melakukan pengelolaan BMN.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan BMN.
Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan BMN.
Pengurusan Piutang Macet pada Badan/Lembaga Khusus/Badan Hukum Publik oleh Panitia Urusan Piutang Negara ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada negara berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun.
Badan/Lembaga Khusus/Badan Hukum Publik adalah badan/lembaga khusus/badan hukum publik yang dibentuk dengan peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan sebagian tugas dan kewenangan pemerintah.
Piutang Badan/Lembaga Khusus/Badan Hukum Publik adalah jumlah uang yang wajib dibayarkan dan merupakan hak Badan/Lembaga Khusus/Badan Hukum Publik berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun.
Panitia Urusan Piutang Negara yang selanjutnya disingkat PUPN adalah panitia yang bersifat interdepartemental yang meliputi PUPN pusat dan PUPN cabang.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal adalah pejabat unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan negara, penilaian, dan lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang yang selanjutnya disingkat KPKNL adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal yang mempunyai tugas dan fungsi pelayanan kekayaan negara, penilaian, Piutang Negara dan lelang.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum
Relevan terhadap 40 lainnya
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 12 BAB II SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN BLU...….. 16 BAB III KEBIJAKAN AKUNTANSI PENDAPATAN BLU...….................... 50 BAB IV KEBIJAKAN AKUNTANSI BEBAN DAN BELANJA BLU............. 63 BAB V KEBIJAKAN AKUNTANSI KAS DAN SETARA KAS YANG DIKELOLA BLU...…................................................................ 77 BAB VI KEBIJAKAN AKUNTANSI PERSEDIAAN BLU...…..................... 87 BAB VII KEBIJAKAN AKUNTANSI PIUTANG BLU...…............................ 93 BAB VIII KEBIJAKAN AKUNTANSI ASET TETAP BLU ............................. 104 BAB IX KEBIJAKAN AKUNTANSI PROPERTI INVESTASI BLU...……… 116 BAB X KEBIJAKAN AKUNTANSI INVESTASI JANGKA PENDEK BLU ... 125 BAB XI KEBIJAKAN AKUNTANSI INVESTASI JANGKA PANJANG BLU 129 BAB XII KEBIJAKAN AKUNTANSI ASET LAINNYA BLU...…................... 137 BAB XIII KEBIJAKAN AKUNTANSI HIBAH BLU ..................................... 149 BAB XIV KEBIJAKAN AKUNTANSI KEWAJIBAN BLU ............................. 155 BAB XV KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERUBAHAN STATUS BLU .…. 164 BAB XVI KEBIJAKAN KONSOLIDASIAN LAPORAN KEUANGAN BLU UNTUK PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN TINGKAT 168
BAB XI KEBIJAKAN AKUNTANSI INVESTASI JANGKA PANJANG BLU Bab XI meliputi definisi dan jenis investasi jangka panjang BLU, pengakuan investasi jangka panjang BLU, pengukuran investasi jangka panjang BLU, pengesahan pendapatan hasil investasi jangka panjang BLU, pelepasan (divestasi) investasi jangka panjang BLU, penyajian investasi jangka panjang BLU, penugasan pengelolaan investasi BUN pada BLU, jurnal transaksi investasi jangka panjang BLU, dan Dokumen Sumber investasi jangka panjang BLU. BAB XII KEBIJAKAN AKUNTANSI ASET LAINNYA BLU Bab XII meliputi definisi dan jenis aset lainnya BLU, pengakuan aset lainnya BLU, pengukuran aset lainnya BLU, perlakuan aset lainnya BLU setelah tanggal perolehan, penyajian aset lainnya BLU, jurnal transaksi aset lainnya BLU, dan Dokumen Sumber aset lainnya BLU. BAB XIII KEBIJAKAN AKUNTANSI HIBAH BLU Bab XIII meliputi definisi dan jenis hibah BLU, pengakuan hibah BLU, pengukuran hibah BLU, pengesahan pendapatan hibah BLU bentuk uang, penyajian pendapatan hibah BLU, jurnal transaksi hibah BLU, dan Dokumen Sumber hibah BLU. BAB XIV KEBIJAKAN AKUNTANSI KEWAJIBAN BLU Bab XIV meliputi definisi dan jenis kewajiban BLU, pengakuan kewajiban BLU, pengukuran kewajiban BLU, penyesuaian nilai kewajiban BLU secara periodik, penyajian kewajiban BLU, jurnal transaksi kewajiban BLU, dan Dokumen Sumber kewajiban BLU. BAB XV KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERUBAHAN STATUS BLU Bab XV meliputi perubahan status BLU, kebijakan akuntansi pada Satker yang baru menerapkan PPK-BLU, kebijakan akuntansi pada Satker yang tidak lagi menerapkan PPK-BLU, jurnal transaksi perubahan status BLU, dan Dokumen Sumber perubahan status BLU. BAB XVI KEBIJAKAN KONSOLIDASIAN LAPORAN KEUANGAN BLU UNTUK PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN TINGKAT KEMENTERIAN/LEMBAGA Bab XVI meliputi penggabungan Laporan Keuangan BLU ke dalam Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga, transaksi resiprokal antara Satker BLU dan Satker entitas pemerintah pusat, penyajian dana/aset kelolaan BLU yang berasal dari realisasi pengeluaran pembiayaan bagian anggaran bendahara umum negara, jurnal eliminasi dalam rangka penyusunan laporan keuangan konsolidasian kementerian/lembaga, kertas kerja konsolidasi, ilustrasi format laporan keuangan konsolidasian, ilustrasi format laporan keuangan BLU bentuk ringkas dalam Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga, dan Dokumen Sumber konsolidasian laporan keuangan.
Penyusunan Laporan Keuangan BLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) dilakukan berdasarkan kebijakan akuntansi BLU sesuai dengan SAP berbasis akrual dan kebijakan akuntansi pemerintah pusat.
Kebijakan akuntansi BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
pengakuan;
pengukuran;
pencatatan;
penyajian; dan
jurnal transaksi.
Penyusunan Laporan Keuangan BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti ketentuan dalam Modul Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan BLU sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Tata Cara Pengelolaan Barang Milik Negara yang Tidak Digunakan untuk Penyelenggaraan Tugas dan Fungsi Kementerian/Lembaga ...
Relevan terhadap 4 lainnya
Penjelasan/jawaban tertulis beserta dokumen dimaksud, kiranya dapat kami terima paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak terbitnya surat ini. Demikian kami sampaikan. Atas perhatian dan kerja sama Saudara/Saudari, disampaikan terima kasih.