Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Kompensasi atas Kekurangan Penerimaan Badan Usaha Akibat Kebijakan Penetapan Harga Jual E ...
Relevan terhadap
Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau reviu perhitungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6) terdapat kelebihan penerimaan Badan Usaha akibat selisih antara harga jual eceran jenis bahan bakar minyak tertentu minyak solar ( gas oil ) dan/atau jenis bahan bakar minyak khusus penugasan berdasarkan perhitungan formula dan harga jual eceran jenis bahan bakar minyak tertentu minyak solar ( gas oil ) dan/atau jenis bahan bakar minyak khusus penugasan tidak berdasarkan perhitungan formula yang ditetapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Menteri Keuangan menetapkan kebijakan atas kelebihan penerimaan Badan Usaha setelah berkoordinasi dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan Menteri Badan Usaha Milik Negara.
Kebijakan atas kelebihan penerimaan Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam surat Menteri Keuangan.
Dalam hal Menteri Keuangan menetapkan kebijakan atas kelebihan penerimaan Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Badan Usaha menyampaikan surat pemberitahuan pelaksanaan penyelesaian pajak pertambahan nilai dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor kepada KPA BUN Dana Kompensasi paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah surat Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima oleh Badan Usaha.
Surat pemberitahuan pelaksanaan penyelesaian pajak pertambahan nilai dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Kebijakan penyelesaian atas kelebihan penerimaan Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa:
pengurangan pembayaran utang Dana Kompensasi BBM tahun-tahun sebelumnya; dan/atau
penyetoran kelebihan penerimaan dari harga dasar oleh Badan Usaha ke Kas Negara.
Kebijakan penyelesaian pajak pertambahan nilai atas kelebihan penerimaan Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa:
pengurangan pembayaran utang pajak pertambahan nilai Dana Kompensasi BBM tahun-tahun sebelumnya; dan/atau
pemindahbukuan dari rekening penerimaan pajak ke rekening Kas Negara.
Dalam hal Menteri Keuangan menetapkan kebijakan atas kelebihan penerimaan Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, maka Badan Usaha melakukan penyetoran atas kelebihan penerimaan dari harga dasar paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah surat Menteri Keuangan diterima oleh Badan Usaha pada akun Penerimaan Kembali Belanja Lain-lain Tahun Anggaran yang Lalu (Kode Akun 425918).
Kelebihan penerimaan Badan Usaha tahun-tahun sebelumnya akan diselesaikan pembayarannya dengan mekanisme sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6).
Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau reviu perhitungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6) terdapat kekurangan penerimaan Badan Usaha akibat selisih antara harga jual eceran jenis bahan bakar minyak tertentu minyak solar ( gas oil ) dan/atau jenis bahan bakar minyak khusus penugasan berdasarkan perhitungan formula dan harga jual eceran jenis bahan bakar minyak tertentu minyak solar ( gas oil ) dan/atau jenis bahan bakar minyak khusus penugasan tidak berdasarkan perhitungan formula yang ditetapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Menteri Keuangan menetapkan kebijakan Dana Kompensasi BBM setelah berkoordinasi dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan Menteri Badan Usaha Milik Negara.
Kebijakan Dana Kompensasi BBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam surat Menteri Keuangan.
Dalam hal Menteri Keuangan menetapkan kebijakan penggantian atas kekurangan penerimaan Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka:
harga dasar yang terdapat dalam kekurangan penerimaan Badan Usaha, dibayarkan kepada Badan Usaha;
pajak pertambahan nilai yang terdapat dalam kekurangan penerimaan Badan Usaha diselesaikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai perpajakan, dan tidak dibayarkan kepada Badan Usaha; dan
pajak bahan bakar kendaraan bermotor Dana Kompensasi yang terdapat dalam kekurangan penerimaan Badan Usaha, bukan termasuk objek pajak daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perpajakan dan tidak dibayarkan kepada Badan Usaha.
Kekurangan penerimaan Badan Usaha tahun-tahun sebelumnya akan diselesaikan pembayarannya dengan mekanisme sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Dana Kompensasi BBM terdiri atas:
Dana Kompensasi untuk jenis bahan bakar minyak tertentu minyak solar ( gas oil ); dan
Dana Kompensasi untuk jenis bahan bakar minyak khusus penugasan.
Dana Kompensasi BBM jenis bahan bakar minyak tertentu minyak solar ( gas oil ) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dihitung dengan formula sebagai berikut: DK BBM Solar = SH Solar x V Solar Keterangan: DK BBM Solar = Dana Kompensasi BBM jenis bahan bakar minyak tertentu minyak solar ( gas oil ). SH Solar = selisih antara harga jual eceran jenis bahan bakar minyak tertentu minyak solar ( gas oil ) berdasarkan perhitungan formula dan harga jual eceran jenis bahan bakar minyak tertentu minyak solar ( gas oil ) tidak berdasarkan perhitungan formula yang ditetapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. V Solar = volume bahan bakar minyak jenis bahan bakar minyak tertentu minyak solar ( gas oil ).
Dana Kompensasi BBM jenis bahan bakar minyak khusus penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dihitung dengan formula sebagai berikut: DK BBM JBKP = SH JBKP x V JBKP Keterangan: DK BBM JBKP = Dana Kompensasi BBM jenis bahan bakar minyak khusus penugasan. SH JBKP = selisih antara harga jual eceran jenis bahan bakar minyak khusus penugasan berdasarkan perhitungan formula dan harga jual eceran jenis bahan bakar minyak khusus penugasan tidak berdasarkan perhitungan formula yang ditetapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. V JBKP = volume bahan bakar minyak jenis bahan bakar minyak khusus penugasan.
Harga jual eceran jenis bahan bakar minyak tertentu minyak solar ( gas oil ) dan jenis bahan bakar khusus penugasan yang ditetapkan tidak berdasarkan perhitungan formula oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) sudah termasuk pajak pertambahan nilai dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor.
Volume jenis bahan bakar minyak tertentu minyak solar ( gas oil ) dan jenis bahan bakar khusus penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) mengacu pada hasil verifikasi yang dilakukan oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi.
Perhitungan Dana Kompensasi BBM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan berdasarkan pada hasil pemeriksaan dan/atau reviu perhitungan oleh auditor yang berwenang.
Contoh perhitungan Dana Kompensasi BBM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pengelolaan Piutang Negara pada Kementerian Negara/Lembaga, Bendahara Umum Negara dan Pengurusan Sederhana oleh Panitia Urusan Piutang Negara ...
Relevan terhadap
Dokumen sumber Piutang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a merupakan dokumen yang membuktikan adanya dan besarnya Piutang Negara sehingga memenuhi syarat untuk diakui/dicatat sebagai Piutang Negara meliputi:
perjanjian kredit, akta pengakuan utang, perjanjian ikatan dinas, perjanjian penyaluran dana, surat keputusan/keterangan/penunjukan pejabat yang menimbulkan Piutang Negara, surat kontrak, surat keputusan kerugian negara, perhitungan pungutan ekspor/bea keluar, beserta perubahan/addendum, dokumen pemungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak, surat tagihan berdasarkan laporan hasil verifikasi/monitoring Penerimaan Negara Bukan Pajak, surat tagihan dan surat ketetapan kurang bayar berdasarkan laporan hasil pemeriksaan Penerimaan Negara Bukan Pajak, serta surat tagihan berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap;
rekening koran, prima nota, mutasi Piutang Negara, rincian tagihan/tunggakan/perhitungan, surat ketetapan, bukti pembayaran dan dokumen lain sejenis yang membuktikan besarnya Piutang Negara;
rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan dalam hal Piutang Negara berasal dari Tuntutan Ganti Rugi (TGR); dan/atau
dokumen lain yang dapat membuktikan adanya dan besarnya Piutang Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Dokumen pendukung Piutang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b merupakan dokumen yang memperkuat serta memperjelas status hukum dan administrasi Piutang Negara, meliputi:
surat tagihan, peringatan, somasi, surat himbauan membayar atau surat lain sejenisnya;
dokumen identitas Penanggung Utang atau penjamin utang yang dapat berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM), Kartu Keluarga (KK), Paspor, Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS), Akta Pendirian Perusahaan atau dokumen sejenisnya;
bukti kepemilikan jaminan dapat berupa sertifikat tanah dan/atau bangunan, Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) atau dokumen sejenisnya;
bukti pengikatan jaminan antara lain berupa hak tanggungan, hipotek, fidusia, dan gadai;
surat kuasa untuk menjual/menjaminkan Barang Jaminan atau Harta Kekayaan Lain milik Penanggung Utang;
daftar Harta Kekayaan Lain milik Penanggung Utang yang diinventarisasi;
surat izin usaha, Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), tanda pengenal/pendaftaran perusahaan;
surat bukti asuransi, penjaminan, surety bond , bank garansi, atau surat sejenisnya;
surat keterangan/keputusan dari pejabat atau instansi yang berwenang;
foto, gambar, denah, peta, citra satelit; dan/atau
dokumen lain yang mendukung keberadaan Piutang Negara.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.02/2020 tentang Pelaksanaan Pembayaran Kontribusi Iuran Peserta Penerima Bantuan Iuran Jaminan ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Jaminan Kesehatan adalah jaminan kesehatan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran jaminan kesehatan atau iuran jaminan kesehatannya dibayar oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran Jaminan Kesehatan.
Iuran Jaminan Kesehatan yang selanjutnya disebut Iuran adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh peserta, pemberi kerja, dan/atau pemerintah pusat atau pemerintah daerah untuk program Jaminan Kesehatan.
Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan yang selanjutnya disebut PBI Jaminan Kesehatan adalah fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai peserta program Jaminan Kesehatan.
Pekerja Bukan Penerima Upah yang selanjutnya disingkat PBPU adalah setiap orang yang bekerja atau berusaha atas resiko sendiri.
Bukan Pekerja yang selanjutnya disingkat BP adalah setiap orang yang bukan termasuk kelompok Pekerja Penerima Upah, PBPU, PBI Jaminan Kesehatan, dan penduduk yang didaftarkan oleh pemerintah daerah.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disebut BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan.
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Pusat yang ditetapkan dengan undang-undang.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah.
Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) yang selanjutnya disebut BA 999.08 adalah subbagian anggaran Bendahara Umum Negara yang menampung belanja Pemerintah Pusat untuk keperluan belanja pegawai, belanja bantuan sosial, belanja lain-lain, yang pagu anggarannya tidak dialokasikan dalam bagian anggaran Kementerian Negara / Lembaga.
Pemimpin Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Bagian Anggaran yang selanjutnya disebut Pemimpin PPA BUN adalah Pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang bertanggung jawab atas program bagian anggaran bendahara umum negara dan bertindak untuk menandatangani daftar isian pelaksanaan anggaran bendahara umum negara.
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari Pengguna Anggaran untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran yang berasal dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan Pengguna Anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN.
Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut DIPA BUN adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh KPA BUN.
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah yang selanjutnya disingkat APIP adalah instansi pemerintah yang dibentuk dengan tugas melaksanakan pengawasan intern di lingkungan Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah.
Kontribusi Pemerintah Daerah dalam Membayar Iuran bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan yang selanjutnya disebut Kontribusi Iuran Peserta PBI adalah pembayaran Pemerintah Provinsi kepada BPJS Kesehatan atas sebagian Iuran Peserta PBI Jaminan Kesehatan.
Bantuan Iuran Peserta PBPU dan Peserta BP dengan Manfaat Pelayanan di Ruang Perawatan Kelas III yang selanjutnya disebut Bantuan Iuran adalah pembayaran Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah kepada BPJS Kesehatan atas selisih Iuran Peserta PBPU dan Peserta BP dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden mengenai jaminan kesehatan.
Peserta Aktif adalah Peserta yang telah membayar Iuran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh Pemerintah.
Kapasitas Fiskal Daerah adalah kemampuan keuangan masing-masing daerah yang dicerminkan melalui pendapatan daerah dikurangi dengan pendapatan yang penggunaannya sudah ditentukan dan belanja tertentu.
Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada daerah berdasarkan angka persentase tententu dari pendapatan negara untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Tunggakan Kewajiban Iuran Jaminan Kesehatan yang selanjutnya disebut Tunggakan adalah kewajiban pembayaran Kontribusi Iuran Peserta PBI, Iuran Peserta PBPU dan Peserta BP dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah, dan Bantuan Iuran, yang belum dibayarkan oleh Pemerintah Daerah kepada BPJS Kesehatan.
Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak
Relevan terhadap
Dalam rangka penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak, Menteri menetapkan harga dasar dan harga jual eceran Bahan Bakar Minyak.
Harga dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas biaya perolehan, biaya distribusi, dan biaya penyimpanan serta margin.
Biaya perolehan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan biaya penyediaan Bahan Bakar Minyak dari produksi kilang dalam negeri dan impor sampai dengan terminal bahan bakar minyak/depot dengan dasar perhitungan menggunakan harga indeks pasar.
Harga jual eceran Bahan Bakar Minyak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan harga dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditambah dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB).
Besaran Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) untuk :
harga jual eceran Jenis BBM Tertentu dan harga jual eceran Jenis BBM Khusus Penugasan sebesar 5% (lima persen);
harga jual eceran Jenis BBM Umum sesuai dengan peraturan daerah provinsi setempat.
Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Pendanaan Desentralisasi
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas- batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah adalah kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
Kementerian Keuangan adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat Pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Lembaga adalah organisasi nonkementerian negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Transfer ke Daerah yang selanjutnya disingkat TKD adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan merupakan bagian dari belanja negara yang dialokasikan dan disalurkan kepada Daerah untuk dikelola oleh Daerah dalam rangka mendanai penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Rencana Kerja Pemerintah yang selanjutnya disingkat RKP adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 1 (satu) tahun yang dimulai pada tanggal 1 Januari dan berakhir pada tanggal 31 Desember.
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal yang selanjutnya disingkat KEM PPKF adalah dokumen negara yang memuat gambaran dan desain arah kebijakan ekonomi makro dan fiskal sebagai bahan pembicaraan pendahuluan bersama Dewan Perwakilan Rakyat dalam rangka penyusunan rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara tahun anggaran berikutnya.
Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD adalah pendapatan Daerah yang diperoleh dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Belanja Daerah adalah semua kewajiban Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran yang selanjutnya disingkat SiLPA adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama 1 (satu) periode anggaran.
Pembiayaan Utang Daerah adalah setiap penerimaan Daerah yang harus dibayar kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
Dana Abadi Daerah yang selanjutnya disingkat DAD adalah dana yang bersumber dari APBD yang bersifat abadi dan dana hasil pengelolaannya dapat digunakan untuk belanja Daerah dengan tidak mengurangi dana pokok.
Sistem Informasi Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat SIKD adalah suatu sistem yang mendokumentasikan, mengadministrasikan, serta mengolah data pengelolaan keuangan Daerah, data kinerja Daerah, dan data terkait lainnya menjadi informasi yang disajikan kepada masyarakat dan para pemangku kepentingan, serta sebagai bahan pengambilan keputusan dan kebijakan dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban Pemerintah Daerah.
Sumber Dana adalah referensi bagan akun standar Pemerintah Daerah yang diklasifikasikan berdasarkan referensi akun penerimaan APBD baik pendapatan maupun penerimaan pembiayaan, termasuk sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya, dengan kedalaman informasi sampai dengan level yang memudahkan pelaporan pada APBD.
Walidata adalah unit pada instansi pusat dan instansi daerah yang melaksanakan kegiatan pengumpulan, pemeriksaan, dan pengelolaan data yang disampaikan oleh produsen data, serta menyebarluaskan data.
Keluaran ( output ) yang selanjutnya disebut Keluaran adalah barang atau jasa yang merupakan hasil akhir dari pelaksanaan kegiatan dalam mendukung pencapaian sasaran pembangunan nasional dan/atau merupakan hasil akhir dari pelaksanaan subkegiatan dalam mendukung pencapaian sasaran pembangunan Daerah.
Hasil ( outcome ) yang selanjutnya disebut Hasil adalah ukuran atau indikator atas tercapainya sasaran berupa hasil langsung ( immediate outcome ), hasil antara ( intermediate outcome ), dan dampak/hasil final ( final outcome ) menurut kerangka kerja logis.
Dampak / Hasil Final (Final Outcome) yang selanjutnya disebut Dampak / Hasil Final __ adalah perubahan atau efek yang terjadi sebagai akibat dari pencapaian hasil langsung ( immediate outcome ) dan hasil antara ( intermediate outcome ).
Manfaat adalah nilai positif yang diperoleh dari Dampak/Hasil Final.
Pemantauan adalah kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan rencana kegiatan, mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan yang timbul dan/atau akan timbul untuk dapat diambil tindakan sedini mungkin.
Evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi input, proses, Keluaran, Hasil, Dampak/Hasil Final, dan/atau Manfaat terhadap rencana dan standar.
Platform Digital Sinergi Kebijakan Fiskal Nasional yang selanjutnya disebut Platform Digital SKFN adalah suatu wadah penggunaan teknologi digital terintegrasi untuk meningkatkan layanan publik dan menciptakan nilai publik dalam rangka sinergi kebijakan fiskal nasional.
Pendanaan dan Pengelolaan Anggaran dalam rangka Persiapan, Pembangunan, dan Pemindahan Ibu Kota Negara serta Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusan ...
Relevan terhadap 4 lainnya
Pajak Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf a mengacu pada peraturan perundang- undangan mengenai pajak daerah, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
Objek, yaitu kepemilikan dan/atau penguasaan atas Kendaraan Bermotor yang wajib didaftarkan di wilayah Ibu Kota Nusantara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
Subjek, yaitu orang pribadi atau Badan yang memiliki dan/atau menguasai Kendaraan Bermotor;
Wajib pajak, yaitu orang pribadi atau Badan yang memiliki Kendaraan Bermotor;
Tarif, yaitu:
untuk dan/atau penguasaan Kendaraan Bermotor pertama, ditetapkan paling tinggs 2%o (dua persen); untuk kepemilikan dan/atau penguasaan Kendaraan Bermotor kedua dan seterusnya, dapat ditetapkan secara progresif paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen); dan untuk kepemilikan dan/atau penguasaan Kendaraan Bermotor yang digunakan untuk angkutan umum, angkutan karyawan, angkutan sekolah, ambulans, pemadam kebakaran, sosial keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan, Pemerintah, dan Otorita Ibu Kota Nusantara, ditetapkan paling tinggi O,5% (nol koma lima persen). yang 2 3 Pasal 45 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf b mengacu pada peraturan perundang-undangan mengenai pajak daerah, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
Objek, yaitu penyerahan pertama atas Kendaraan Bermotor yang wajib didaftarkan di wilayah Ibu Kota Nusantara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; Subjek, yaitu orang pribadi atau Badan menerima penyerahan Kendaraan Bermotor; b c. Wajib pajak, yaitu orang pribadi atau Badan yang menerima penyerahan Kendaraan Bermotor; dan
Tarif, yaitu ditetapkan paling tinggi sebesar 2Oo/o (dua puluh persen). Pasal 46 Pajak Alat Berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf c mengacu pada peraturan perundang-undangan mengenai pajak daerah, termasuk tetapi tidak terbatas pada: Objek, yaitu Berat; kepemilikan dan/atau penguasaan Alat a.
Subjek, yaitu orang pribadi atau Badan yang memiliki dan/atau menguasai Alat Berat; Wajib pajak, yaitu orang pribadi atau Badan yang memiliki dan/atau menguasai Alat Berat; dan Tarif, yaitu ditetapkan paling tinggi sebesar O,2Vo (nol koma dua persen). Bahan Bakar Kendaraan Bermotor yang Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; dan Tarif, yaitu:
ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen); dan Pasal 47 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf d mengacu pada peraturan perundang-undangan mengenai pajak daerah, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
Objek, yaitu penyerahan Bahan Bakar Kendaraan Bermotor oleh penyedia Bahan Bakar Kendaraan Bermotor kepada konsumen atau pengguna Kendaraan Bermotor;
Subjek, yaitu konsumen Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
Wajib pajak, yaitu orang pribadi atau Badan penyedia d 2 khusus untuk bahan bakar kendaraan umum, tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dapat ditetapkan paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor untuk kendaraan pribadi. Pasal 48 Pajak Air Permukaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf e mengacu pada peraturan perundang- undangan mengenai pajak daerah, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
Objek, yaitu pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Permukaan;
Subjek, yaitu orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Permukaan;
Wajib pajak, yaitu orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Permukaan; dan
Tarif, yaitu ditetapkan paling tinggi sebesar loyo (sepuluh persen). Pasal 49 Pajak Rokok sebagaimana dimaksud dalam pasal 43 huruf f mengacu pada peraturan perundang-undangan mengenai pajak daerah, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
Objek, yaitu konsumsi rokok. b. Subjek, yaitu konsumen rokok. c. Wajib pajak, yaitu pengusaha pabrik rokok/produsen dan importir rokok yang memiliki izin berupa nomor pokok pengusaha barang kena cukai; dan
larif, Vaitu ditetapkan sebesar lO% (sepuluh persen) dari cukai rokok. Pasal 5O Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sebaqaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf g mengacu pada peraturan perundang-undangan mengenai pajak daerah, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
Objek, yaitu Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan termasuk permukaan Bumi hasil kegiatan reklamasi atau pengurukan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan;
Subjek, yaitu orang pribadi atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan;
Wajib Pajak, yaitu orang pribadi atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan; dan
Tarif, yaitu:
ditetapkan paling tinggi sebesar 0,5yo (nol koma lima persen); dan
untuk lahan yang berupa lahan produksi pangan dan ternak ditetapkan lebih rendah dari tarif untuk lahan lainnya.
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan keuangan negara dan perbendaharaan negErra beserta turunannya dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 19O Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar Agar setiap orang .penempatannya Indonesia. Peraturan Pemerintah ini dengan dalam lembaran Negara Republik memerintahkan Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 18 Api1,2O22 ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 18 April2O22 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR TO1 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2022 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN ANGGARAN DALAM RANGKA PERSIAPAN, PEMBANGUNAN, DAN PEMINDAHAN IBU KOTA NEGARA SERTA PEI{YELENGGARAAN PEMEzuNTAHAN DAERAH KHUSUS IBU KOTA NUSANTARA I. UMUM Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tenl.ang Ibu Kota Negara mengatur mengenai Ibu Kota Negara bernama Nusantara yang memiliki visi sebagai kota dunia untuk semua yang dibangun dan dikelola dengan tujuan untuk menjadi kota berkelanjutan di dunia, penggerak ekonomi Indonesia di masa depan, dan simbol identitas nasional yang merepresentasikan keberagaman bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara dibentuk Ibu Kota Nusantara sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Otorita Ibu Kota Nusantara sebagai lembaga setingkat Kementerian yang menyelenggarakan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara. Otorita Ibu Kota Nusantara berkedudukan sebagai pengguna anggaran/pengguna barang yang mengelola pendapatan dan belanja Ibu Kota Nusantara. Skema pendanaan Ibu Kota Nusantara dapat bersumber dari APBN dan sumber lain yang sah antara lain berupa pemanfaatan BMN dan/atau pemanfaatan ADP, penggunaan skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha, dan keikutsertaan pihak lain termasuk penugasan badan usaha yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh negara, penguatan peran badan hukum milik negara, dan pembiayaan kreatif (creatiue financing). 2 Selain itu skema pendanaan ^juga dapat berasal dari sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan antara lain berupa skema pendanaan yang berasal dari kontribusi swasta, pembiayaan kreatif (creatiue financing), dan Pajak Khusus IKN dan/atau Pungutan Khusus IKN yang ditetapkan dengan Peraturan Otorita Ibu Kota Nusantara setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Untuk mendukung pelaksanaan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara diperlukan pendanaan dengan memperhatikan kesinambungan fiskal. Pendanaan tersebut bersumber dari APBN dan/atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pengalokasian anggaran tersebut dilakukan dengan berpedoman pada Rencana Induk Ibu Kota Nusantara dan Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara dan/atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai APBN dan/atau sumber lain yang sah. Penatausahaan skema pendanaan yang berasal dari APBN dan/atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan, dilakukan dengan memperhatikan tata kelola yang baik (good corporate gouemanel. Berdasarkan pertimbangan di atas dan untuk melaksanakan beberapa amanat dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara, perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pendanaan dan Pengelolaan Anggaran dalam rangka Persiapan, Pembangunan, dan Pemindahan Ibu Kota Negara serta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara. II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Cukup ^jelas. Pasal 2 Cukup ^jelas. 3 Pasal 3 Cukup ^jelas. 4 Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Cukup ^jelas. Ayat (8) Pemberian dukungan untuk pembiayaan kreatif (creatiue financing) ^dilakukan ^secara ^selektif dengan ^memperhatikan antara lain kesinambungan fiskal. Ayat (9) Pemberian dukungan dilakukan antara lain dengan memperhatikan kesehatan keuangan badan usaha yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh negara termasuk badan usaha milik negara. Ayat (10) Cukup ^jelas. Ayat (11) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Otorita Ibu Kota Nusantara bertindak sebagai pihak terjamin dalam hal badan usaha yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh negara termasuk badan usaha milik negara melakukan kerja sama dengan Otorita Ibu Kota Nusantara. Huruf d Cukup ^jelas. Ayat (12) Cukup jelas. Pasal 5 Ayat (1) Cukup ^jelas. 5 Ayat (2) Yang dimaksud dengan "ketentuan peraturan perundang- undangan" termasuk ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan pemerintahan daerah yang berlal<u secara mutati.s mutandi.s antara lain persetujuan nilai bersih maksimal pembiayaan utang Otorita Ibu Kota Nusantara oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada saat pembahasan APBN. Pasal 6 Hurufa Yang dimaksud dengan "memperhatikan kesinambungan fiskal" antara lain adalah memperhatikan keuangan negara. Huruf b Yang dimaksud dengan ^uketentuan peraturan perundang- undangan terkait" antara lain ketentuan peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai APBN. Pasal 7 Cukup ^jelas. Pasal 8 Ayat (1) Yang dimaksud dengan negara bukan pajalC adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manflaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan undangan, yang menjadi penerimaan Pemerintah ^pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme APBN, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (2) Cukup ^jelas. 6 Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Cukup ^jelas. Ayat (8) Cukup ^jelas. Ayat (9) Cukup ^jelas. Ayat (lo) Cukup ^jelas. Pasal 9 Cukup ^jelas. Pasal l0 Ayat (l) Cukup ^jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan permintaan tambahan *proyek/kegiatan baru" proyek/kegiatan yang adalah belum alokasi dalam APBN di tahun anggaran berjalan. Arahan Presiden tersebut dalam hal untuk persiapan, , ^dan ^pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara adalah sepanjang sesuai dengan Rencana Induk Ibu Kota Nusantara. Ketentuan ini berlaku mutatis mutandis untuk sumber dana yang lain. Ayat (3) Cukup ^jelas. 7 Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Pasal l1 Ayat (l) Ayat (2) pemerintahan di bidang keuangan negara. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Yang dimaksud dengan "pendanaan daerah" adalah pendanaan yang dilakukan oleh pemerintah daerah selain Ibu Kota Nusantara. Yang dimaksud dengan ^usumber dana lainnya" adalah seluruh sumber pendanaan yang dimungkinkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penerusan SBSN dapat dilakukan secara langsung oleh Pemerintah kepada pemerintah daerah melalui pinjaman daerah atau melalui pemberian pinjaman kepada badan usaha milik negara, atau melalui investasi Pemerintah yang dilakukan melalui badan usaha milik negara yang ditunjuk oleh Menteri sebagai operator investasi Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penerusan SBSN kepada badan usaha milik negara termasuk kepada badan usaha milik negara yang pem binaannya dilakukan oleh Kementerian yang urusan 8 Pasal 12 Cukup ^jelas. Pasal 13 Cukup ^jelas. Pasal 14 Cukup ^jelas. Pasal 15 Cukup ^jelas. Pasal 16 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (21 Ketentuan dalam ayat ini diperlukan sejalan dengan ^pasal 36 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara yang mengatur terhitung sejak tahun 2023, kegiatan persiapan dan/atau pembangunan Ibu Kota Negara dapat dialihkan kepada Otorita Ibu Kota Nusantara atau tetap dilanjutkan oleh Kementerian dan/atau Lembaga. Ayat (s) Cukup ^jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup ^jelas. 9 Pasal 20 Cukup ^jelas. Pasal 2l Cukup ^jelas. Pasal 22 Cukup ^jelas. Pasal 23 Cukup ^jelas. Pasal 24 Cukup ^jelas. Pasal 25 Cukup ^jelas. Pasal 26 Cukup ^jelas. Pasal 27 Ayat (l) Cukup ^jelas. Ayat l2l Nilai wajar konstruksi Penyediaan Infrastruktur oleh Badan Usaha Pelaksana kepada PJPK merupakan transaksi pertukaran atas biaya konstruksi yang dikeluarkan oleh Badan Usaha Pelaksana dan biaya-biaya keuangan lainnya yang dapat dikapitalisasi selama masa konstruksi. Nilai wajar ini tercermin dari jenis kompensasi yang dipertukarkan antara PJPK dan Badan Usaha Pelaksana. Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasal 28 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "aset' adalah aset dari Penyediaan Infrastruktur oleh Badan Usaha Pelaksana dan jika ada BMN yang digunakan sebelumnya dalam penyediaan Infrastruktur. Pasal 29 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (21 Hurufa Cukup ^jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Bentuk lainnya dilaksanakan sesuai dengan tqjuan dan prinsip-prinsip KPBU IKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 Peraturan Pemerintah ini. Pengembalian investasi melalui skema bentuk lainnya dapat dilakukan dalam jangka panjang. Pasal 3O Cukup ^jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup ^jelas. Pasal 34 Cukup ^jelas. Pasal 35 Cukup ^jelas. Pasal 36 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Studi kelayakan dan dokumen pendukung yang diserahkan oleh Badan Usaha pemrakarsa kepada PJpK sudah menjadi kewenangan PJPK. Dalam hal PJPK akan melakukan perubahan termasuk penambahan terhadap studi kelayakan dan/atau dokumen pendukung, tidak diperlukan persetqjuan dari Badan Usaha pemrakarsa. Pasal 37 Cukup ^jelas. Pasal 38 Cukup ^jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 4O Cukup ^jelas. Pasal 4l Penyediaan pembiayaan infrastruktur dalam ketentuan ini termasuk skema lainnya selain Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha atau KPBU IKN. Pasal 42 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (21 Cukup ^jelas. Ayat (s) Cukup ^jelas. Ayat (a) Yang dimaksud dengan "mendapat persetqiuan Dewan Perwakilan Ralryat Republik Indonesia" adalah mendapat persetqiuan dari alat kelengkapan Dewan Perwakilan Ralryat Republik Indonesia yang ditunjuk dan/atau diberi kewenangan untuk itu. Pasal 43 Hurufa Yang dimaksud dengan "Pajak Kendaraan Bermoto/ adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Yang dimaksud dengan "Kendaraan Bermotor' adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan di semua ^jenis jalan darat atau kendaraan yang dioperasikan di air yang digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan. REPUBUK INDONESIA Hurufb Yang dimaksud dengan "Bea Balik Nama Kendaraan BermotoC adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Huruf c Yang dimaksud dengan "Pajak Alat Berat" adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan alat berat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud dengan "Alat Berat' adalah alat yang diciptakan untuk membantu pekerjaan konstruksi dan pekerjaan teknik sipil lainnya yang sifatnya berat apabila dikerjakan oleh tenaga manusia, beroperasi menggunakan motor dengan atau tanpa roda, tidak melekat secara perrnanen serta beroperasi pada area tertentu, termasuk tetapi tidak terbatas pada area konstruksi, perkebunan, kehutanan, dan pertambangan. Hurufd Yang dimaksud dengan "Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotorp adalah pajak atas penggunaan bahan bakar Kendaraan Bermotor dan Alat Berat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud dengan ^oBahan Balar Kendaraan Bermotor, adalah semua jenis bahan bakar cair atau gas yang digunakan untuk Kendaraan Bermotor dan Alat Berat. Huruf e Yang dimaksud dengan "Pajak Air Permukaan" adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud dengan "Air Permukaan" adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah. Huruf f Yang dimaksud dengan "Pajak Rokok' adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Angka 2 Yang dimaksud dengan "Tenaga ListrilL adalah tenaga atau energi yang dihasilkan oleh suatu pembangkit tenaga listrik yang didistribusikan untuk bermacam peralatan listrik. Angka 3 Yang dimaksud dengan "Jasa Perhotelan" adalah jasa penyediaan akomodasi yang dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan malan dan minum, kegiatan hiburan, dan/atau fasilitas lainnya. Angka 4 Yang dimaksud dengan ^oJasa Parkir" adalah jasa penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir di luar badan ^jalan dan/atau pelayanan memarkirkan kendaraan untuk ditempatkan di area parkir, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan Kendaraan Bermotor. Angka 5 Yang dimaksud dengan "Jasa Kesenian dan Hiburan" adalah ^jasa penyediaan atau penyelenggaraan semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, ketangkasan, rekreasi, dan/atau keramaian untuk dinikmati. Hurufj Yang dimaksud dengan 'Pajak Reklame" adalah pajak atas penyelenggaraan reklame sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud dengan "Reklame' adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak regamnya dirancang untuk tu-juan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau menarik perhatian umum terhadap sesuatu. Hurufk Yang dimaksud dengan "Pajak Air Tanah" adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud dengan "Air Tanah" adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Hurufl Yang dimaksud dengan "Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan" adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud dengan "Mineral Bukan Logam dan Batuan" adalah mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud di dalam peraturan perundang-undangan di bidang mineral dan batubara. Hurufm Yang dimalsud dengan "Pajak Sarang Burung Walef adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud dengan "Burung Walet" adalah satwa yang termasuk marga collocalia, yaitu allocalia fuchliap haga, allocalia maxina, mllocalia esculanta, dan allocalia linchi. Pasal 44 Cukup ^jelas. Pasal 45 Cukup ^jelas. Pasal 46 Cukup ^jelas. Pasal 47 Cukup ^jelas. Pasal 48 Cukup ^jelas. Pasal 49 Cukup ^jelas. Pasal 50 Cukup ^jelas. Pasal 51 Cukup ^jelas. Pasal 52 Cukup ^jelas. Pasal 53 Cukup ^jelas. Pasal 54 Cukup ^jelas. Hurufb Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Pasal 56 Cukup ^jelas. Pasal 57 Ayat (1) Mekanisme reviu oleh Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri sejalan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan pemerintahan daerah yang diberlakukan secara mutatis mutandis. Ayat (21 Cukup ^jelas. Ayat (s) Cukup ^jelas. Ayat (4) Huruf a Yang dimaksud dengan "potensinya kurang memadai" adalah potensi penerimaan dari suatu jenis Pajak yang nilainya terlalu kecil sehingga biaya operasional pemungutannya lebih besar dibandingkan dengan hasil pungutannya. Huruf b Cukup ^jelas. Pasal 58 Ayat (l) Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "pelayanan umum" adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara untuk tqjuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan. Huruf b Yang dimaksud dengan "penyediaan/pelayanan barang dan/atau jasa' adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara yang dapat bersifat mencari keuntungan karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Huruf c Yang dimaksud dengan "penzinan tertentu" adalah kegiatan tertentu Otorita Ibu Kota Nusantara dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasal 59 Cukup ^jelas. Pasal 60 Cukup ^jelas. Pasal 61 Ayat (l) Cukup ^jelas. 20 Ayat (21 Cukup jelas. Ayat (3) Materi pengaturan dalam Peraturan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara memperhatikan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pajak daerah dan retribusi daerah. Pasal 62 Cukup jelas. Pasal 63 Cukup ^jelas. Pasal 64 Cukup jelas. Pasal 65 Ayat (1) Huruf a Penerimaan hibah meliputi penerimaan hibah yang berasal dari dalam negeri dan/atau luar negeri. Hibah dalam ketentuan ini merupakan hibah sebagaimana dimaksud pada peraturan mengenai tata cara pengadaan pinjaman luar negeri dan penerimaan hibah. Huruf b Pengadaan pinjaman meliputi pengadaan pinjaman yang berasal dari luar negeri dan/atau dalam negeri. Pinjaman dalam ketentuan ini merupakan pinjaman sebagaimana'dimaksud pada peraturan -"rrgen"i tat cara pengadaan pinjaman luar negeri dan penerimaan hibah serta tata cara pengadaan dan penerusan pinjaman dalam negeri oleh Pemerintah. Ayat (21 Cukup ^jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "peraturan perundang-undangan" adalah peraturan mengenai tata cara pengadaan pinjaman iuar negeri dan penerimaan hibah serta tata cara pengadaan dan penerusan pinjaman dalam negeri oleh pemerintah. Pasal 66 Cukup ^jelas. Pasal 67 Cukup ^jelas. Pasal 68 Cukup jelas. Pasal 69 Cukup ^jelas. Pasal 70 Cukup ^jelas. Pasal 71 Ayat (l) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (s) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (s) Cukup jelas. 22 Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Keterlibatan aparat pengawas internal antara lain dilakukan untuk melakukan reviu rencana kerja dan anggarzrn Ibu Kota Nusantara dalam rangka meningkatkan kualitas rencana kerja dan anggaran Ibu Kota Nusantara. Pasai 72 Pasal 73 Cukup ^jelas. Pasal T4 Cukup ^jelas. Pasal 75 Cukup ^jelas. Pasal 76 Cukup ^jelas. Pasal TT Cukup jelas. Pasal 78 Ayat (l) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pelaksanaan koordinasi dapat dilakukan melalui penyelenggaraan pertemuan atau musyawarah. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Pelimpahan kewenangan dimaksud ditetapkan sekaligus dalam penunjukan KPA. Pasal 79 Cukup ^jelas. Pasal 80 Cukup ^jelas. Pasal 81 Cukup ^jelas.
Pajak Sarang Burung Walet sebageimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf m mengacu pada peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai pajak daerah, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
Objek, yaitu pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet;
Subjek, yaitu orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau sarang burung walet;
Wajib pajak, yaitu orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan sarang burung walet; dan
Tarif, yaitu ditetapkan paling tinggi sebesar 107o (sepuluh persen). Pasal 57 (l) Dalam rangka pengena.an Pajak Khusus IKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 sampai dengan Pasal 56, Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara menyampaikan Rancangan Peraturan Otorita Ibu Kota Nusantara kepada Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri untuk dilakukan reviu. (2) Rancangan Peraturan Otorita lbu Kota Nusantara yang telah direviu oleh Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri, disampaikan oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk mendapatkan persetujuan. (3) Setelah mendapatkan persetqjuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Otorita lbu Kota Nusantara menetapkan Peraturan Otorita Ibu Kota Nusantara dalam rangka pengenaan Pajak Khusus IKN. (41 Jenis Pajak Khusus IKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 sampai dengan Pasal 56 dapat tidak dipungut, dalam hal:
potensinya kurang memadai; dan/atau
Otorita Ibu Kota Nusantara menetapkan kebijakan untuk tidak memungut. Paragraf 2 Pungutan Khusus IKN Pasal 58 (1) Jenis Pungutan Khusus IKN yang dapat dipungut oleh Otorita Ibu Kota Nusantara mengacu pada peraturan perundang-undangan mengenai retribusi daerah. (21 Pungutan Khusus IKN sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan berdasarkan pelayanan yang diberikan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara, yang terdiri atas:
pelayanan umum;
penyediaan / pelayanan barang dan/atau jasa; dan/atau
pemberian perizinan tertentu. (3) Objek Pungutan Khusus IKN adalah penyediaan dan/atau pelayanan barang dan/atau jasa serta pemberian perizinan tertentu yang diberikan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara kepada Wajib ^pungutan Khusus IKN. Pasal 59 (1) Bentuk pelayanan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (2) huruf a berupa:
pelayanankesehatan;
pelayanankebersihan;
pelayanan parkir di tepi jalan umum;
pelayanan pasar; dan/atau
pengendalian lalu lintas. l2l ^Bentuk ^pelayanan ^sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat tidak dikenakan ^pungutan Khusus IKN dalam hal:
potensi penerimaannya kecil; dan/atau
dalam rangka pelaksanaan kebliakan nasional atau kebljakan Otorita Ibu Kota Nusantara untuk memberikan pelayanan tersebut secara cuma- cuma. (3) Bentuk pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (21 huruf b berupa:
penyediaan tempat kegiatan usaha berupa pasar grosir, pertokoan, dan tempat kegiatan usaha lainnya;
penyediaan tempat pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan hasil hutan termasuk fasilitas lainnya dalam lingkungan tempat pelelangan;
penyediaan tempat khusus parkir di luar badan jalan;
penyediaan tempat penginapan/ pesanggrahanl uilla;
pelayanan rumah pemotongan hewan ternak;
pelayanan jasa kepelabuhanan;
pelayanan tempat rekreasi, pariwisata, dan olahraga;
pelayanan penyeberangan orang atau barang dengan menggunakan kendaraan di air;
penjualan hasil produksi usaha Otorita Ibu Kota Nusantara; dan/atau
pemanfaatan aset dalam penguasaan Otorita Ibu Kota Nusantara yang tidak mengganggu penyelenggaraan tugas dan fungsi Otorita Ibu Kota Nusantara dan/atau optimalisasi aset dalam penguasaan Otorita Ibu Kota Nusantara dengan tidak mengubah status kepemilikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. l4l ^Bentuk ^pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (21 huruf c berupa:
Pungutan Khusus IKN atas persetujuan bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a merupakan pungutan atas penerbitan persetqjuan bangunan gedung oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. (6) Pungutan Khusus IKN atas penggunaan tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud pada ayat (41 huruf b merupakan dana kompensasi penggunaan tenaga kerja asing atas pengesahan rencana pengguneran tenaga ke{a asing perpanjangan sesuai wilayah kerja tenaga kerja asing. (71 Pungutan Khusus IKN atas pengelolaan pertambangan rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c merupakan pungutan berupa iuran pertambangan rakyat kepada pemegang izin pertambangan ralryat yang dapat dipungut oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. (8) Penambahan bentuk layanan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), dan ayat (4), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
persetqjuan bangunan gedung;
penggun€ran tenaga kerja asing; dan/atau
pengelolaanpertambanganrakyat. Paragraf 3 Tarif Pungutan Khusus IKN Pasal 60 (1) Tarif Pungutan Khusus IKN merupakan nilai rupiah yang ditetapkan untuk menghitung besarnya Pungutan Khusus IKN yang terutang. {21 ^Tarif ^Pungutan Khusus IKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditentukan seragam atau bervariasi menurut bentuk layanan sesuai dengan prinsip dan sasaran penetapan tarif ^pungutan Khusus IKN. Paragraf 4 Tata Cara Pemungutan Pajak Khusus IKN dan pungutan Khusus IKN Pasal 61 (1) Ketentuan lain yang terkait dengan pajak Khusus dan Pungutan Khusus IKN yang tidak diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, pengaturannya mengacu pada peraturan perundang-undangan mengenai pajak daerah dan retribusi daerah. (21 Termasuk ketentuan terkait pajak Khusus dan Pungutan Khusus IKN yang mengacu pada peraturan perundang-undangan mengenai pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
dasar pengenaan pajak;
pengecualian objek pajak, subjek pajak, dan wajib pajak;
saat terutangnya pajak;
tempat terutangnya pajak;
tahun pajak dan masa pajak;
prinsip dan sasaran penetapan tarif pungutan khusus; dan C. ^tata ^cara ^penghitungan tarif pungutan khusus. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tat: - cara p€mungutan Pajak Khusus IKN dan/atau pungutan Khusus IKN diatur dengan peraturan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara, Paragraf 5 Pemberian Keringanan, Pengurangan, dan Pembebasan Pasal 62 (1) Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dapat memberikan keringanan, pengurangan, pembebasan, dan penundaan pembayaran atas pokok dan/atau sanksi Pajak Khusus IKN dan/atau Pungutan Khusus IKN. (21 Keringanan, pengurangan, pembebasan, dan penundaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan kondisi Wajib Pajak Khusus IKN, Wajib Pungutan Khusus IKN, dan/atau Objek Pajak Khusus IKN serta bentuk pelayanan Pungutan Khusus IKN. Bagran Kedelapan Skema Pendanaan l,ainnya Pasal 63 Partisipasi badan usaha milik negara dalam mendanai persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara tidak terbatas pada investasi yang dalam swasta. dilakukan termasuk tetapi badan usaha milik negara dapat bekerja sama dengan Pasal 64 Skema swasta murni merupakan investasi murni dari swasta yang dapat diberikan insentif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 65 (1) Skema pendanaan dalam bentuk belanja dan/atau pembiayaan sebagaimana dimalsud dalam pasal 4 dapat berupa:
penerimaan hibah; dan/atau
pengadaan pinjaman. l2l ^Skema ^pendanaan ^sebagaimana ^dimaksud ^pada ayat (l) termasuk dukungan pendanaan/pembiayaan internasional yang merupakan skema untuk mewadahi pemberian dana antara lain dari bilateral/lembaga multilateral yang hendak berpartisipasi dalam pengembangan Ibu Kota Nusantara yang hijau dan cerdas yang dapat melalui hibah dan/atau pemberian dana talangan. (3) Tata cara penerimaan hibah dan pengadaan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB III RENCANA KERJA DAN ANGGARAN OTORITA IBU KOTA NUSANTARA Bagian Kesatu Perencanaan dan Penganggaran Rencana Kerja dan Anggaran Otorita Ibu Kota Nusantara Pasal 66 Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara selaku PA/Pengguna Barang men5rusun rencana kerja dan a.nggaran Otorita Ibu Kota Nusantara. Pasal 67 (1) Dalam rangka pen3rusunan rencana kerja dan anggaran Otorita Ibu Kota Nusantara, Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara berpedoman pada peraturan pemerintah mengenai pen5rusunan rencana ke{a dan anggarErn Kementerian/Lembaga sepanjang tidak diatur lain dalam Peraturan Pemerintah ini. (21 Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara menyusun rencana kerja dan anggaran yang terdiri atas rencana pendapatan dan belanja. (3) Pendapatan Otorita Ibu Kota Nusantara meliputi penerimaan negara bukan pajak d an/atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau Pajak Khusus IKN dan/atau Pungutan Khusus IKN. (41 Rencana pendapatan dalam rencana kerja dan anggaran Ibu Kota Nusantara merupakan perkiraan pendapatan Otorita Ibu Kota Nusantara yang disusun secara realistis dan optimal. (5) Rencana pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayal l2l merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggarErn Otorita Ibu Kota Nusantara yang ditelaah oleh Menteri. Pasal 68 Otorita Ibu Kota Nusantara pengelolaan rencana belanja berdasarkan:
indikator kinerja utama;
fluktuasi pendapatan; dan
penerapan prinsip belanja berkualitas. Pasal 69 (1) Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara selaku PA/ Pengguna Barang menJrusun rencana kerja dan anggar€rn Ibu Kota Nusantara dengan memperhatikan paling sedikit:
Rencana Induk Ibu Kota Nusantara dan perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara;
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional;
rencana kerja pemerintah;
pagu anggaran; dan
standar biaya. l2l ^Penyusunan ^rencana ^kerja dan ^anggaran Otorita Ibu Kota Nusantara harus menggunakan pendekatan:
kerangka pengeluaran jangka menengah;
penganggaran terpadu; dan
penganggaran berbasis kinerja. (3) Penyusunan rencana kerja dan anggaran Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan instrumen:
indikator kinerja;
standar biaya; dan
evaluasi kinerja. Pasal 70 (1) Struktur rencana kerja dan anggaran Otorita Ibu Kota Nusantara memuat:
rincian anggaran; dan
informasi kinerja. (21 Rincian anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit disusun menurut:
program;
kegiatan;
keluaran; dan
sumber pendanaan. (3) Informasi kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b memuat paling sedikit:
hasil;
keluaran; dan
indikator kinerja. Pasal 71 (1) Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara rencana kerja dan anggaran Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) kepada Menteri untuk dilakukan penelaahan. l2l ^Penelaahan ^rencana ^kerja ^dan ^anggaran Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilalsanakan oleh:
menteri yang urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional untuk menelaah kesesuaian pencapaian sasaran rencana kerja dan anggaran Kementerian/Lembaga dengan rencana kerja Kementerian/Lembaga dan Rencana Kerja Pemerintah; dan
Menteri untuk menelaah kesesuaian rencana kerja dan anggaran Kementerian/lembaga dengan kualitas belanja Kementerian/Lembaga. (3) Rencana kerja dan anggarErn Otorita Ibu Kota Nusantara hasil penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihimpun bersama dengan rencana kerja dan anggaran Kementerian/t embaga untuk digunakan sebagai bahan penyusunan Rancangan Undang-Undang mengenai APBN beserta nota keuangan dan dokumen pendukungnya. (4) Berdasarkan hasil kesepakatan pembahasan Rancangan Undang-Undang mengenai APBN beserta nota keuangan dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Menteri menyampaikan alokasi anggaran hasil kesepakatan kepada Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dan pimpinan Kementerian/Lembaga lainnya.
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara melakukan penyesuaian rencana kerja dan anggaran Ibu Kota Nusantara berdasarkan alokasi anggar.Ln hasil kesepakatan pembahasan Rancangan Undang-Undang mengenai APBN beserta nota keuangan dengan Dewan Perwakilan Ralryat Republik Indonesia. (6) Menteri bersama menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaErn pembangunan nasional melakukan penelaahan rencana kerja dan anggaran Otorita Ibu Kota Nusantara berdasarkan alokasi anggaran dengan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara. (71 Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara selaku pengguna Anggaran wajib menyusun dan bertanggung jawab terhadap rencana kerja dan anggaran atas bagian Ernggaran yang dikuasainya. (8) Dalam rangka penJrusunan rencana kerja dan anggaran Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara menugaskan organ Otorita Ibu Kota Nusantara yang menjalankan fungsi sebagai aparat pengawas internal. PasaT 72 Dalam rangka melaksanakan sinkronisasi penyusunan rencana kerja dan anggaran Otorita Ibu Kota Nusantara, Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara:
berkoordinasi dengan Kementerian/kmbaga dan daerah mitra Ibu Kota Nusantara; dan
dapat melibatkan perwakilan masyarakat serta pemangku kepentingan terkait lainnya. Pasal 73 (l) Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara melakukan evaluasi kinerja atas pelaksanaan rencana ke{a dan anggararn Otorita Ibu Kota Nusantara tahun sebelumnya dan tahun anggaran berjalan. (21 Hasil evaluasi kinerja atas pelaksanaan rencana kerja dan anggaran Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (l) disampaikan kepada Kementerian yang urusan pemerintahan di bidang keuangan negara dan Kementerian yang urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional. Bagian Kedua Dokumen Pelalsanaan Anggaran Pasal 74 (1) Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara menyusun dokumen pelaksanaan anggaran Bagian Anggaran Otorita Ibu Kota Nusantara mengacu pada rencana kerja dan anggaran Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7l ayat (6) dan peraturan presiden mengenai rincian APBN. (21 Dokumen pelaksanaan anggaran Otorita Ibu Kota Nusantara 5slagaimana dimaksud pada ayat (l) diuraikan sasaran yang hendak dicapai, fungsi, program dan rincian kegiatan, anggara.n yang disediakan untuk mencapai sasaran tersebut, dan rencana penarikan dana serta pendapatan yang diperkirakan. (3) Menteri mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran Otorita Ibu Kota Nusantara paling lambat tanggal 31 Desember meqielang awal tahun anggaran. Bagian Ketiga Mekanisme Perubahan Anggaran Otorita Ibu Kota Nusantara l4l ^Dokumen ^pelaksanaan anggaran yang telah disahkan oleh Menteri, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi dasar bagi penarikan dana yang bersumber dari APBN oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. Pasal 75 (1) Dalam hal diperlukan perubahan rencana kerja dan anggaran Otorita Ibu Kota Nusantara, perubahan diajukan oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara kepada Menteri untuk mendapatkan pengesahan. (2) Perubahan rencana kerja dan anggara.n sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:
sebagai akibat dari:
perubahan Rencana Induk Ibu Kota Nusantara yang memerlukan penyesuaian kebutuhan pelaksanaan;
penggunaan selisih lebih penerimaan negara bukan pajak pada Otorita Ibu Kota Nusantara;
fluktuasi pendapatan; dan/atau
hasil pengendalian dan pemantauan. b. sebagai akibat selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a. (3) Pengajuan perubahan anggaran rencana ke{a dan anggaran Otorita Ibu Kota Nusantara berpedoman pada peraturan perundang-undangan mengenai tata cara perubahan renca.na kerja dan €rnggaran. BAB tV PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN Bagian Kesatu Umum
Tata Laksana Ekspor Kendaraan Bermotor dalam Bentuk Jadi (Completely Built Up)
Relevan terhadap
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 11 Februari 2019 DIREKTUR JENDERAL, LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER- 1 /BC 12019 TENTANG TATA LAKSANA EKSPOR KENDARAAN BERMOTOR DALAM BENTUK JADI (COMPLETELY BUiLT. UP) A. CONTOH FORMAT SURAT PERSETUJUAN PEMASUKAN KENDARAAN CBU SEBELUM AJU PEB DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI “Lennananennenensanasanaaneasas0enanN (1) ""000yon0noonooroo02000n000n00000nenana “1 01an onngankenesann engan naa uaannenna aan ann sana ana annannn an EN NN NON ADaN Sinonim OT memanen an enno Nomor : S- sa “A.A CO ian Sifat : Biasa Hal : Persetujuan Pemasukan Kendaraan CBU Sebelum Aju PEB NPWP I senen KE) swsonwansnsnn Nama Perusahaan H entmoeesewes (LY annnnnnnnnnnmna, Alamat Hi NAN CS) sinmoovesewwass hasil penelitian 1. Sistem inventory terintegrasi dengan Sistem Komputer TPS. Ol Ya O Tidak 2. Status Eksportir. OI Mitra Utama Kepabeanan D Authorized Economic Operator diberikan persetujuan untuk dapat melaksanakan pemasukan barang ekspor berupa Kendaraan Bermotor Dalam Bentuk Jadi (Completely Built Up) ke kawasan pabean pelabuhan muat sebelum pengajuan dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). Demikian disampaikan. ttd. A No. Petunjuk Pengisian Surat Persetujuan Pemasukan Kendaraan CBU Sebelum Aju PEB Diisi dengan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (3) Nama kantor yang menerbitkan. Nomor surat keluar sesuai dengan kantor yang menerbitkan. Tanggal, bulan dan tahun penerbitan surat keputusan. Nama eksportir. Alamat eksportir. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) eksportir. Nama Jabatan. Nama Pejabat yang menerbitkan. NPwp NN (6) Nama Perusahaan 5 menang, (4) Alamat : MESRA SA Naa Leena engannaa MAINAN Dindhalentaw Mania. MEA nash LAIN Tiiblatatanai Petunjuk Pengisian Surat Penolakan Pemasukan Kendaraan CBU Sebelum Aju PEB No. Diisi dengan (1) : Nama kantor yang menerbitkan.
: Nomor surat keluar sesuai dengan kantor yang menerbitkan.
: Tanggal, bulan dan tahun penerbitan surat keputusan.
: Nama eksportir.
: Alamat eksportir.
: Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) eksportir.
: Alasan penolakan.
: Nama Jabatan.
: Nama Pejabat yang menerbitkan. DIREKTUR JENDERAL, -ttd- HERU PAMBUDI LAMPIRAN II PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER- 1 /BC/2019 TENTANG TATA LAKSANA EKSPOR KENDARAAN BERMOTOR DALAM BENTUK JADI ( COMPLETELY BUILT UP) A. CONTOH FORMAT SURAT PERSETUJUAN PENIMBUNAN KENDARAAN CBU KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI oo. eno reten rena ana asa rananan “00. oco.c.(#c.nanuunanaan ....... Nomor : S- KA (3) Sifat : Biasa Hal : Persetujuan Penimbunan Kendaraan CBU ore Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER- /BC/2019 tentang Tata Laksana Ekspor Kendaraan Bermotor Dalam Bentuk Jadi (Completely Built Up), dengan ini disampaikan bahwa : NPWP | Kg TOT cross Nama Perusahaan nang (LD) anna nnnnnnnnnana Alamat 1 meusaens (BD) roro. hasil penelitian 1. Sistem Komputer TPS. U Ya O Tidak 2. Integrasi dengan sistem inventory Eksportir. O Ya O Tidak 3. Status TPS Online O Aktif O Tidak 4. Autogate System U Ya U Tidak diberikan persetujuan untuk dapat melaksanakan penimbunan barang ekspor berupa Kendaraan Bermotor Dalam Bentuk Jadi (Completely Built Up) ke kawasan pabean pelabuhan muat sebelum pengajuan dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). Demikian disampaikan. ttd. No. Petunjuk Pengisian Surat Persetujuan Penimbunan Kendaraan CBU Diisi dengan (2) (2) (3) (4 (5) (6) (7) (3) Nama kantor yang menerbitkan. Nomor surat keluar sesuai dengan kantor yang menerbitkan. Tanggal, bulan dan tahun penerbitan surat persetujuan. Nama perusahaan pengelola TPS. Alamat perusahaan pengelola TPS. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perusahaan pengelola TPS. Nama Jabatan. Nama Pejabat yang menerbitkan. diberikan penolakan dengan alasan Demikian disampaikan. @.ocomooomocococoooooo. oo. ttd. secococoroncconrcooononuunenasarngoonona No. Petunjuk Pengisian Surat Penolakan Penimbunan Kendaraan CBU Diisi dengan (1) 2 (3) (4 (5) (6) (7) (3) (9) Nama kantor yang menerbitkan. Nomor surat keluar sesuai dengan kantor yang menerbitkan. Tanggal, bulan dan tahun penerbitan surat persetujuan. Nama perusahaan pengelola TPS. Alamat perusahaan pengelola TPS. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perusahaan pengelola TPS. Alasan penolakan. Nama Jabatan. Nama Pejabat yang menerbitkan. DIREKTUR JENDERAL, -ttd- HERU PAMBUDI
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean.
Eksportir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan Ekspor.
Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan yang selanjutnya disingkat dengan PPJK adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengurusan pemenuhan kewajiban pabean untuk dan atas kuasa importir atau Eksportir. 5 10 Ma Barang Ekspor adalah barang yang telah diajukan pemberitahuan ekspor barang dan telah mendapatkan nomor pendaftaran. Kendaraan Bermotor dalam Keadaan Jadi (Completely Built Up) yang selanjutnya “disebut Kendaraan CBU adalah kendaraan bermotor yang bagian-bagian termasuk perlengkapannya dalam keadaan telah terakit secara lengkap. Pemberitahuan Ekspor Barang yang selanjutnya disingkat dengan PEB adalah pemberitahuan pabean yang digunakan untuk memberitahukan ekspor barang dalam bentuk tulisan di atas formulir atau data elektronik. Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Tempat Penimbunan Sementara yang selanjutnya disingkat dengan TPS adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di Kawasan Pabean untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh kantor pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan. Sistem Tempat Penimbunan Sementara Online yang selanjutnya disingkat dengan Sistem TPS Online adalah sistem Pertukaran Data Elektronik antara Kantor Pabean dengan TPS atas data yang berhubungan dengan pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari TPS serta administrasi lainnya. 12, 13.
Li: Sistem Komputer Tempat Penimbunan Sementara yang selanjutnya disingkat dengan Sistem Komputer TPS adalah sistem Pertukaran Data Elektronik antara TPS, Eksportir dan Kantor Pabean yang digunakan untuk menyampaikan permohonan pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari TPS serta sebagai sarana pengawasan oleh Petugas Bea dan Cukai. Pertukaran Data Elektronik yang selanjutnya disingkat dengan PDE adalah alir informasi bisnis antar aplikasi dan organisasi secara elektronik, yang terintegrasi dengan menggunakan standar yang disepakati bersama, termasuk komunikasi atau penyampaian informasi melalui media berbasis laman internet (web based). Nota Pelayanan Ekspor yang selanjutnya disingkat dengan NPE adalah nota yang diterbitkan oleh pejabat pemeriksa dokumen, SKP atau pejabat pemeriksa barang atas PEB yang disampaikan, untuk melindungi pemasukan barang yang akan diekspor ke Kawasan Pabean dan/atau pemuatannya ke sarana pengangkut. Pemberitahuan Pembetulan PEB yang selanjutnya disingkat dengan PP-PEB adalah pemberitahuan yang berisi rincian data PEB yang akan dilakukan pembetulan. Surat Persetujuan Pengeluaran Barang Ekspor yang selanjutnya disingkat SPPBE adalah surat persetujuan pengeluaran Barang Ekspor dari Kawasan Pabean tempat pemuatan ke daerah pabean. Surat Serah Terima Barang yang selanjutnya disingkat SSTB adalah bukti telah diserahkan dan diterimanya suatu barang antara perusahaan pengirim barang dengan perusahaan penerima barang yang ditandatangani oleh kedua belah pihak.
Kantor Pabean adalah kantor pelayanan bea dan cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan.
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
Pejabat Pemeriksa Dokumen adalah Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang untuk melakukan penelitian dan penetapan atas data PEB.
Pengelolaan Transfer ke Daerah
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: Transfer ke Daerah yang selanjutnya disingkat dengan TKD adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan merupakan bagian dari belanja negara yang dialokasikan dan disalurkan kepada daerah untuk dikelola oleh daerah dalam rangka mendanai penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah bagian dari TKD yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan kinerja tertentu, yang dibagikan kepada daerah penghasil dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara pemerintah dan daerah, serta kepada daerah lain nonpenghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan/atau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah. Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah bagian dari TKD yang dialokasikan dengan tujuan mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan dan layanan publik antardaerah. Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya disingkat DAK adalah bagian dari TKD yang dialokasikan dengan tujuan untuk mendanai program, kegiatan, dan/atau kebijakan tertentu yang menjadi prioritas nasional dan membantu operasionalisasi layanan publik, yang penggunaannya telah ditentukan oleh pemerintah. 2 3 4 5. Dana Alokasi Khusus Fisik yang selanjutnya disingkat DAK Fisik adalah bagian dari TKD yang dialokasikan untuk mendukung pembangunan/pengadaan sarana dan prasarana layanan publik daerah dalam rangka mencapai prioritas nasional, mempercepat pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan layanan publik, dan/atau mendorong pertumbuhan perekonomian daerah. 6. Dana Alokasi Khusus Nonfisik yang selanjutnya disingkat DAK Nonfisik adalah DAK yang dialokasikan untuk membantu operasionalisasi layanan publik daerah yang penggunaannya telah ditentukan oleh pemerintah pusat. 7. Dana Otonomi Khusus adalah bagian dari TKD yang dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai pelaksanaan otonomi khusus sebagaimana ditetapkan dalam undang-undang mengenai otonomi khusus. 8. Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yograkarta yang selanjutnya disebut Dana Keistimewaan adalah bagian dari TKD yang dialokasikan untuk mendukung urusan keistimewaan Daerah Istimewa Yoryakarta sebagaimana ditetapkan dalam undang-undang mengenai keistimewaan Yoryakarta. 9. Dana Desa adalah bagian dari TKD yang diperuntukkan bagi desa dengan tujuan untuk mendukung pendanaan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. 10. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. 1 1. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu, baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. 13. Dana Bagi Hasil Pajak yang selanjutnya disebut DBH Pajak adalah dana bagi hasil yang dihitung berdasarkan pendapatan Pajak Penghasilan, Pajak Bumi dan Bangunan, dan cukai hasil tembakau. 14. Dana Bagi Hasil Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut DBH PPh adalah DBH Pajak yang berasal dari Pajak Penghasilan Pasal 2l , Pajak Penghasilan Pasal 25, dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri, termasuk dari Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang pemungutannya bersifat final berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. 15. Dana Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat DBH PBB adalah DBH Pajak yang berasal dari penerimaan pajak atas bumi dan/atau bangunan selain Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan. 16. Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau yang selanjutnya disingkat DBH CHT adalah DBH Pajak yang berasal dari penerimaan cukai hasil tembakau yang dibuat di dalam negeri. 17. Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam yang selanjutnya disingkat DBH SDA adalah dana bagi hasil yang dihitung berdasarkan penerimaan sumber daya alam kehutanan, mineral dan batu bara, minyak bumi dan gas bumi, panas bumi, dan perikanan.
Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 19. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 20. Pemerintah Daerah adalah kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. 21. Kementerian Keuangan yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan pemerintahan di bidang Keuangan Negara. 22. Pendapatan Daerah adalah semua hak Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. 23. Urusan Pemerintahan adalah kekuasaan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden yang pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian negara dan penyelenggara pemerintahan daerah untuk melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyej ahterakan masyarakat. 24. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas- luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Belanja Daerah adalah semua kewajiban Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. 26. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD adalah Pendapatan Daerah yang diperoleh dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli Daerah yang sah sesuai dengan peraturan perundang- undangan. 27. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan peraturan Daerah. 28. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. 29. Daeral:
Istimewa Yoryakarta yang selanjutnya disingkat DIY adalah Daerah provinsi yang mempunyai keistimewaan dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. 30. Dewan Perwakilan Ralqrat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan ra\rat Daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 3 1. Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri selaku bendahara umum negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.
Rekening Kas Umum Daerah yang selanjutnya disingkat RKUD adalah rekening tempat penyimpanan uang Daerah yang ditentukan oleh gubernur, bupati, atau wali kota untuk menampung seluruh penerimaan Daerah dan membayar seluruh pengeluaran Daerah pada bank yang ditetapkan. 33. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban Daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang serta segala bentuk kekayaan yang dapat dijadikan milik Daerah berhubung dengan hak dan kewajiban Daerah tersebut. 34. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, yang selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan ^prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 35. Kepala Daerah adalah gubernur bagi Daerah ^provinsi atau bupati bagi Daerah kabupaten atau wali kota bagi Daerah kota. Pasal 2 (1) Kebijakan TKD mengacu pada rencana pembangunan jangka menengah nasional dan peraturan perundang- undangan terkait, selaras dengan rencana kerja Pemerintah Pusat dan dituangkan dalam nota keuangan dan rancangan APBN tahun anggaran berikutnya. (21 Menteri mengoordinasikan perumusan kebijakan TKD bersama menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang perencanaan ^pembangunan nasional, menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri, dan menteri/ lembaga terkait sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangannya.
Rumusan kebijakan TKD yang telah dikoordinasikan oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat ^(2) dibahas lebih lanjut dalam forum dewan pertimbangan otonomi daerah sebelum penyampaian nota keuangan dan rancangan APBN ke Dewan Perwakilan Ralryat.
Besaran pembagian DBH kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (21, ayal (3), dan ayat (41, DBH mineral dan batu bara, DBH minyak bumi dan gas bumi, DBH panas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, dan DBH Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 sesuai dengan undang-undang yang mengatur mengenai hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Pasal 15 Dalam hal wilayah Ibu Kota Nusantara ditetapkan sebagai daerah penghasil sumber daya alam kehutanan, mineral dan batu bara, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan/atau panas bumi, ketentuan bagi hasil untuk kabupaten/kota yang berbatasan dengan Ibu Kota Nusantara dan/atau pengolah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 16 (l) Selain DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pemerintah Pusat dapat menetapkan ^jenis DBH lainnya. (21 DBH lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari penerimaan negara yang dapat diidentifi kasi Daerah penghasilnya. (3) DBH lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk mendanai kegiatan tertentu sesuai dengan kewenangan Daerah dan/atau prioritas nasional. (4) Penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dibagihasilkan paling sedikit memenuhi kriteria sebagai berikut:
merupakan penerimaan setiap tahun anggaran secara berkelanjutan;
dialokasikan kepada Daerah dengan persentase tertentu mempertimbangkan kemampuan Keuangan Negara;
merupakan penerimaan yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan; dan
pelaksanaan pemungutan oleh Pemerintah Pusat dengan melibatkan Pemerintah Daerah. (5) Menteri melakukan penilaian atas pemenuhan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
Dalam hal berdasarkan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pemerintah Pusat menetapkan jenis DBH lainnya dalam Peraturan Pemerintah setelah berkonsultasi dengan komisi yang membidangi keuangan pada Dewan Perwakilan Ral<yat. Bagian Kedua Pengalokasian Pasal 17 (l) Pagu DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ditetapkan berdasarkan realisasi penerimaan 1 (satu) tahun sebelumnya. (21 Dalam hal realisasi penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersedia, dapat digunakan perkiraan realisasi penerimaan negara sampai dengan akhir tahun anggaran. (3) Data realisasi penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dan/atau perkiraan realisasi penerimaan sampai dengan akhir tahun anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersumber dari Kementerian dan/atau kementerian/ lembaga pemerintah terkait. Pasal 18 (1) Berdasarkan pagu DBH Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, alokasi DBH Pajak per Daerah provinsi/kabupaten/kota dihitung berdasarkan pembobotan sebagai berikut:
9Ooh (sembilan puluh persen) berdasarkan persentase bagi hasil dan penetapan Daerah penghasil; dan
loyo (sepuluh persen) berdasarkan kinerja Pemerintah Daerah. (21 Kinerja Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang menjadi dasar perhitungan DBH Pajak merupakan kineda dalam mendukung optimalisasi penerimaan negara dan dapat didukung kinerja lainnya. (3) Alokasi DBH Pajak berdasarkan kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diberikan kepada Daerah penerima DBH Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 yang mencapai tingkat kine{a tertentu. (4) Menteri menetapkan indikator kine{a sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tingkat kinerja tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (5) Data indikator atas kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersumber dari Kementerian dan/atau kementerian/ lembaga pemerintah terkait. Pasal 19 (1) Berdasarkan pagu DBH SDA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, alokasi DBH SDA per Daerah provinsi/kabupaten/kota dihitung berdasarkan pembobotan sebagai berikut:
9OVo (sembilan puluh persen) berdasarkan persentase bagi hasil dan penetapan Daerah penghasil; dan
lOV. (sepuluh persen) berdasarkan kinerja Pemerintah Daerah. (21 Kinerja Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang menjadi dasar perhitungan DBH SDA merupakan kinerja dalam pemeliharaan lingkungan dan dapat didukung kinerja lainnya. (3) Alokasi DBH SDA berdasarkan kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diberikan kepada Daerah penerima DBH SDA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 yang mencapai tingkat kinerja tertentu.
Menteri menetapkan indikator kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tingkat kine{a tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (5) Data indikator atas kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersumber dari Kementerian dan/atau kementerian/ lembaga pemerintah terkait. (6) Dalam menetapkan indikator kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Menteri dapat berkoordinasi dengan menteri/pimpinan lembaga terkait. Pasal 20 (l) Kementerian melakukan penghitungan rincian alokasi DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ^per Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan ^perundang- undangan. (21 Rincian alokasi DBH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Peraturan Presiden yang mengatur mengenai rincian APBN.
PT SAKAI SALES AND SERVICES ASI
Relevan terhadap 1 lainnya
koreksi Terbanding tetap dipehahankan; Biaya yang tidak seluruhnya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasjlan sebesar Rpl .861.113.824,00 bahwa Terbanding melakukan koreksi atas biaya outsourcing yang dimanfaatkan bersama dengan PT Sakai Indonesia tetapi hanya dibebankan kepada Pemohon Banding; a) bahwa Pasal 18 ayat (3) UU Pph mengatur bahwa Djrektur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besamya penghasilan dan pengurangan seha menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besamya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib pajak lainnya sesuai kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya plus, atau metode lainnya; b) bahwa Pemohon Banding tidak dapat memberikan dokumen yang membuktikan bahwa biaya outsourcing tersebut tidak dimanfaatkan bersama sehingga koreksi Terbanding tetap dipertahankan; Penelitian setelah SPUH: - bahwa berdasarkan surat tanggapan Pemohon Banding nomor 031-V/2023ITAX tanggal 2 Mei 2023, Pemohon Banding tidak setuj.u dengan hasil pene[itian keberatan; - bahwa dalam surat tanggapannya Pemohon Banding hanya memberikan dokumen berupa Purchase Order, Invoice, Delivery Order, Faktur Pajak, Cashreank Disbursement Voucher Joumalizing, kwitansi, bukti serah terima kendaraan, Berita Acara dan Surat Pelepasan Hak, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK), Buku Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB), bukti pembayaran, Application of Remittance, Automobile Policy Spesification, Nota Debet, Endorsement Automobile Insurance, Tagihan Karfu Kredit, Guest Folio; - bahwa Terbanding tetap mempertahankan koreksi Terbanding atas Penyesuaian Fiskal Positif sebesar Rp2.079.633.768 karena dalam surat fl Halaman 46 dart 111 halaman. Putusan Nomor PUT-007161.15/202en'P".XllB Tahun 2024 PT Sakai Sales And Services Asia
pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan sedan atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan dalam tahun pajak yang bersangkutan; d) bahwa Pemohon Banding tidak dapat memberikan dokumen yang membuktikan bahwa atas kendaraan tersebut digunakan untuk seluruh karyawan sebagai kendaraan operasional, sehingga koreksi Terbanding tetap dipertahankan; Taxes, License and Other fee sebesar Rp62.475.000 a) bahwa Terbanding melakukan koreksi sebesar 50% atas biaya pajak, balik nama BPKB kendaraan yang digunakan oleh pegawai tertentu karena jabatannya seha koreksi atas imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan; b) bahwa Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Pph mengatur besamya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha; c) bahwa Pasal 9 ayat (1) huruf e UU Pph menyatakan bahwa untuk menentukan besamya Penghasilan Kena Pal.ak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekeriaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekeriaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; d) bahwa Pasal 3 ayat (2) KEP-220/PJ./2002 mengatur bahwa atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan sedan atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekeriaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 4. Halaman 44 dari 111 halaman. Putusan Nomor PUT-007161.15/2023flp".XIIB Tahun 2024 PT Sakai Sales And Services Asia
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekeriaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; i. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadiwajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya; Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-220/PJ./2002 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Biaya Pemakaian Telepon Seluler dan Kendaraan Perusahaan Pasal 2 1) Atas biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan bus, mini bus, atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk antar jemput para pegawai, dapat dibebankan seluruhnya sebagai biaya perusahaan melalui penyusutan aktiva tetap kelompok 11 sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri keuangan Nomor 520fl<MK.04/2000 Lampiran 11 butir 1 hunrf b sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 138/KMK.03/2002; 2) Atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan bus, mini bus, atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk antar jemput para pegawai, dapat dibebankan seluruhnya sebagai biaya perusahaan dalam tahun pajak yang bersangkutan; Pasal 3 (1) Afas biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan sedan atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% (lima puluh persen) dart jumlah biaya pero[ehan atau pembe]ian atau perbaikan besar melalui penyusutan aktiva tetap kelompok 11 sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 520W(MK.04/2000 Lampiran 11 butir r` Halaman 87 dari 111 halaman. Pufusan Nomor PUT-007161.15/2023fl'P".XllB Tahun 2024 PT Sakai Sales And Services Asia
Perlakuan Pajak Penghasilan atas Penggantian atau Imbalan Sehubungan dengan Pekerjaan atau Jasa yang Diterima atau Diperoleh Dalam Bentuk Natura dan/a ...
Relevan terhadap
Dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan atas penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) meliputi:
makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau minuman bagi seluruh Pegawai;
natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu;
natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan;
natura dan/atau kenikmatan yang bersumber atau dibiayai anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah, dan/atau anggaran pendapatan dan belanja desa; atau
natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu.
Natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b meliputi sarana, prasarana, dan/atau fasilitas di lokasi kerja untuk Pegawai dan keluarganya berupa:
tempat tinggal, termasuk perumahan;
pelayanan kesehatan;
pendidikan;
peribadatan;
pengangkutan; dan/atau
olahraga tidak termasuk golf, balap perahu bermotor, pacuan kuda, terbang layang, atau olahraga otomotif, sepanjang lokasi usaha pemberi kerja mendapatkan penetapan daerah tertentu dari Direktur Jenderal Pajak.
Sarana, prasarana, dan/atau fasilitas untuk Pegawai dan keluarganya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa sarana, prasarana, dan/atau fasilitas yang diselenggarakan oleh:
pemberi kerja secara mandiri; dan/atau
pihak lain yang bekerja sama dengan pemberi kerja dan pemberi kerja menanggung biaya penyelenggaraan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas dimaksud.
Sarana, prasarana, dan/atau fasilitas berupa pelayanan kesehatan dan/atau pendidikan untuk Pegawai dan keluarganya yang diselenggarakan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b termasuk sarana, prasarana, dan/atau fasilitas berupa pelayanan kesehatan dan/atau pendidikan yang terletak di wilayah kabupaten atau kota lokasi usaha pemberi kerja dan/atau wilayah kabupaten atau kota yang berbatasan langsung dengan wilayah kabupaten atau kota lokasi usaha pemberi kerja.
Sarana, prasarana, dan fasilitas di lokasi kerja untuk Pegawai dan keluarganya berupa pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi pengangkutan untuk Pegawai dan keluarga dalam melaksanakan penugasan.