Tata Cara Penjaminan Pemerintah Melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam Rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional ...
Relevan terhadap 1 lainnya
Kebijakan Penjaminan Pemerintah berpedoman pada hasil rumusan dan ketetapan kebijakan dan strategi pelaksanaan Program PEN oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Menteri, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenm pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional dalam rangka mendukung kebijakan keuangan negara untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi nasional.
Dalam perumusan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat mengusulkan masukan mengena1:
sektor-sektor yang diprioritaskan untuk diberikan Pinjaman modal kerja;
pagu total penyaluran Pinjaman modal kerja yang akan mendapat Penjaminan Pemerintah;
pagu tertinggi anggaran pelaksanaan Penjaminan Pemerintah;
plafon Pinjaman setiap Pelaku Usaha yang mendapat Penjaminan Pemerintah; dan/atau
porsi Pinjaman modal kerja yang dijamin.
Dalam mengusulkan masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang terkait dengan data perbankan, Menteri melakukan koordinasi dengan OJK.
Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), diberikan terhadap kewajiban finansial atas Pinjaman modal kerja yang diterima oleh Pelaku Usaha.
Kewajiban finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tunggakan pokok pinjaman dan/atau bunga/imbalan sehubungan dengan Pinjaman modal kerja sebagaimana disepakati dalam perjanjian Pinjaman.
Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk Pinjaman modal kerja baru atau tambahan Pinjaman modal kerja dalam rangka restrukturisasi.
Pelaku U saha s. e bagaimana dimaksud pad a ayat (1) merupakan pelaku kategori usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah.
Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam perjanjian kerja sama antara Penjamin dan Penerima Jaminan.
Tata cara pemberian Penjaminan Pemerintah kepada Pelaku Usaha dengan kategori sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Penjaminan Program Pemulihan Ekonomi Nasional yang selanjutnya disebut Penjaminan Program PEN adalah penjaminan yang diberikan dalam rangka melaksanakan Peraturan Pemerintah ten tang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Penjaminan Pemerintah adalah penJamman yang diberikan untuk dan atas nama Pemerintah oleh Menteri melalui badan usaha penjaminan yang ditunjuk sebagai penjamin atas pemenuhan kewajiban finansial terj amin kepada penerima j aminan dalam rangka pelaksanaan Penjaminan Program PEN.
Pinjaman adalah setiap pembiayaan baik secara konvensional maupun syariah dari kreditur atau pemberi fasilitas pembiayaan syariah berupa sejumlah uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu yang menimbulkan kewajiban finansial berdasarkan perjanjian pinjaman atau perjanjian pembiayaan.
Pelaku U saha adalah pelaku us aha di sektor riil dan sektor keuangan yang meliputi usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, usaha besar, dan koperasi yang kegiatan usahanya terdampak oleh pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Penjamin adalah Pemerintah dalam hal ini Menteri yang dilaksanakan melalui penugasan kepada badan usaha penjaminan.
Penerima Jaminan adalah bank yang memberikan fasilitas Pinjaman.
Terjamin adalah Pelaku Usaha penenma Penjaminan Pemerintah.
Otoritas J asa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan.
Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
PT Jaminan Kredit Indonesia yang selanjutnya disebut PT Jamkrindo adalah Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan kegiatan usaha di bidang penjaminan kredit.
PT Asuransi Kredit Indonesia yang selanjutnya disebut PT Askrindo adalah Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan kegiatan usaha di bidang penjaminan kredit dan asuransi umum.
Imbal Jasa Penjaminan yang selanjutnya disingkat IJP adalah sejumlah uang yang diterima oleh Penjamin dari Terjamin dalam rangka kegiatan penjaminan.
Imbal Jasa Penjaminan Loss Limit yang selanjutnya disingkat IJP Loss Limit adalah sejumlah uang yang diterima oleh Pemerintah dari badan usaha yang menerima dukungan loss limit dalam rangka kegiatan dukungan Penjaminan Pemerintah.
PT Reasuransi Indonesia U tama (Persero) yang selanjutnya disebut PT Reasuransi Indonesia adalah Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan kegiatan usaha di bidang reasuransi.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Regres adalah hak Penjamin untuk menagih Terjamin atas apa yang telah dibayarkan oleh Penjamin kepada Penerima Jaminan untuk memenuhi kewajiban Terjamin tersebut.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari Pengguna Anggaran untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangku tan.
Tata Cara Pemberian dan Pelaksanaan Penjaminan Pemerintah serta Penanggungan Risiko dalam rangka Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penye ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Penjaminan Pemerintah adalah penjaminan yang diberikan untuk dan atas nama Pemerintah oleh Menteri Keuangan baik secara langsung, melalui badan usaha penjaminan infrastruktur, atau secara bersama antara Menteri Keuangan dan badan usaha penjaminan infrastruktur sebagai penjamin atas risiko gagal bayar terjamin kepada penerima jaminan dalam rangka percepatan pengembangan energi terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik dan pelaksanaan transisi energi sektor ketenagalistrikan.
Risiko Gagal Bayar adalah peristiwa kegagalan terjamin untuk melaksanakan kewajiban finansialnya terhadap penerima jaminan berdasarkan perjanjian pembiayaan, perjanjian kerja sama pendanaan transisi energi, perjanjian perwaliamanatan, perjanjian penerbitan dan penunjukan agen pemantau, atau perjanjian jual beli tenaga listrik.
Penjamin adalah Pemerintah melalui Menteri Keuangan dan/atau Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur.
Tenaga Listrik adalah suatu bentuk energi sekunder yang dibangkitkan, ditransmisikan, dan didistribusikan untuk segala macam keperluan, tetapi tidak meliputi listrik yang dipakai untuk komunikasi, elektronika, atau isyarat.
Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik yang selanjutnya disebut PJBL adalah perjanjian jual beli Tenaga Listrik antara pemegang izin usaha penyediaan Tenaga Listrik atau pemegang izin operasi dengan PT PLN (Persero).
Energi Terbarukan adalah energi yang berasal dari sumber energi terbarukan.
Platform Transisi Energi adalah salah satu dukungan fiskal pemerintah yang dibentuk oleh Menteri Keuangan dalam rangka mendukung percepatan pengakhiran waktu operasi pembangkit listrik tenaga uap, percepatan pengakhiran waktu kontrak PJBL pembangkit listrik tenaga uap, dan/atau pengembangan pembangkit Energi Terbarukan sebagai pengganti dari percepatan pengakhiran waktu operasi pembangkit listrik tenaga uap dan/atau percepatan pengakhiran waktu kontrak PJBL pembangkit listrik tenaga uap.
Manajer Platform adalah Badan Usaha Milik Negara yang mendapatkan penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan pengelolaan Platform Transisi Energi berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pemberian dukungan fiskal melalui kerangka pendanaan dan pembiayaan dalam rangka percepatan transisi energi di sektor ketenagalistrikan.
Terjamin adalah PT PLN (Persero), Badan Usaha Milik Negara, atau Manajer Platform yang mendapatkan Penjaminan Pemerintah.
Pinjaman adalah setiap pembiayaan baik secara konvensional maupun syariah dari Pemberi Pembiayaan berupa sejumlah uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu yang menimbulkan kewajiban finansial berdasarkan perjanjian.
Perjanjian Pembiayaan adalah perjanjian yang dibuat antara Badan Usaha Milik Negara selaku debitur dan Pemberi Pembiayaan dalam rangka Pinjaman untuk percepatan pengembangan Energi Terbarukan untuk penyediaan Tenaga Listrik.
Pemberi Pembiayaan adalah lembaga atau Lembaga Keuangan Internasional yang menandatangani Perjanjian Pembiayaan dengan Badan Usaha Milik Negara.
Pemberi Dana Transisi Energi adalah Lembaga Keuangan Internasional dan/atau lembaga/badan lainnya yang menandatangani perjanjian kerja sama pendanaan transisi energi dengan Manajer Platform.
Lembaga Keuangan Internasional adalah lembaga keuangan multilateral dan lembaga keuangan negara yang mempunyai hubungan diplomatik dalam rangka kerja sama bilateral yang menyediakan pinjaman langsung kepada Badan Usaha Milik Negara.
Wali Amanat adalah pihak yang mewakili kepentingan pemegang Obligasi/Sukuk atas Obligasi/Sukuk yang diterbitkan melalui penawaran umum.
Agen Pemantau adalah pihak yang mewakili kepentingan pemegang Obligasi/Sukuk atas Obligasi/Sukuk yang diterbitkan tanpa melalui penawaran umum.
Badan Usaha adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang menjalankan jenis usaha bersifat tetap, terus-menerus, dan didirikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, serta bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat berupa badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, koperasi, dan badan usaha swasta yang berbadan hukum Indonesia.
Pengembang Pembangkit Listrik yang selanjutnya disingkat PPL adalah Badan Usaha penyediaan Tenaga Listrik yang bekerja sama dengan PT PLN (Persero) melalui penandatanganan PJBL.
Penerima Jaminan adalah PPL untuk Penjaminan Pemerintah atas PJBL, Pemberi Pembiayaan atau Pemberi Dana Transisi Energi untuk Penjaminan Pemerintah atas Pembiayaan, Wali Amanat atau Agen Pemantau yang bertindak untuk kepentingan pemegang Obligasi/Sukuk untuk Penjaminan Pemerintah atas Obligasi/Sukuk, atau Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur Milik Negara untuk Penjaminan Pemerintah atas Penanggungan Risiko.
Risiko Infrastruktur adalah peristiwa yang mungkin terjadi pada proyek pembangkit listrik yang memanfaatkan Energi Terbarukan selama berlakunya PJBL yang dapat mempengaruhi secara negatif investasi PPL yang meliputi ekuitas dan Pinjaman dari pihak ketiga.
Obligasi adalah surat utang yang diterbitkan oleh Badan Usaha Milik Negara atau Manajer Platform yang memohonkan Penjaminan Pemerintah selaku emiten melalui penawaran umum atau tanpa penawaran umum dan berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan.
Sukuk adalah surat berharga yang diterbitkan oleh Badan Usaha Milik Negara atau Manajer Platform yang memohonkan Penjaminan Pemerintah selaku emiten berdasarkan prinsip syariah melalui penawaran umum atau tanpa penawaran umum dan berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan.
Perjanjian Perwaliamanatan adalah perjanjian yang dibuat antara Badan Usaha Milik Negara atau Manajer Platform selaku emiten dan Wali Amanat yang bertindak untuk kepentingan pemegang Obligasi/Sukuk dalam rangka penerbitan Obligasi/Sukuk.
Perjanjian Penerbitan dan Penunjukan Agen Pemantau adalah perjanjian yang dibuat oleh Badan Usaha Milik Negara atau Manajer Platform selaku emiten dengan Agen Pemantau dan penata usaha ( arranger ).
Perjanjian Kerja Sama Pendanaan Transisi Energi adalah perjanjian kerja sama pendanaan yang dibuat antara Manajer Platform dengan Pemberi Dana Transisi Energi dalam rangka Pendanaan Transisi Energi.
Pendanaan Transisi Energi adalah pendanaan yang diberikan dalam bentuk pembiayaan oleh Pemberi Dana Transisi Energi atau pemegang Obligasi/Sukuk kepada Manajer Platform untuk transisi energi.
Dana Pembiayaan Infrastruktur Sektor Panas Bumi yang selanjutnya disebut Dana PISP adalah kerangka pendanaan yang dibentuk secara khusus oleh Menteri Keuangan sebagai sarana untuk mendukung terselenggaranya penyediaan infrastruktur sektor Panas Bumi.
Penanggungan Risiko adalah penanggungan atas seluruh atau sebagian dari dampak terjadinya risiko terhadap kinerja dan/atau kesinambungan Dana PISP dan/atau Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur Milik Negara, yang berfungsi sebagai sarana pemulihan terhadap Dana PISP yang telah digunakan.
Perjanjian Penanggungan Risiko adalah perjanjian yang dibuat dalam rangka melaksanakan Penanggungan Risiko.
Panas Bumi adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air, serta batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem panas bumi sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang panas bumi.
Dukungan Pengembangan Panas Bumi adalah salah satu bentuk fasilitas yang disediakan oleh Menteri Keuangan untuk memitigasi risiko ( de-risking facility ) yang menghambat partisipasi badan usaha dalam penyediaan infrastruktur sektor Panas Bumi.
Dukungan Eksplorasi adalah Dukungan Pengembangan Panas Bumi yang disediakan dalam rangka mendapatkan data dan informasi Panas Bumi yang diperlukan untuk penyiapan dan pelelangan wilayah kerja.
Proposal Dukungan Eksplorasi adalah usulan penyediaan dan pelaksanaan Dukungan Eksplorasi yang disampaikan kepada Komite Bersama.
Pembiayaan Eksplorasi adalah Dukungan Pengembangan Panas Bumi berupa pemberian Pinjaman dan/atau bentuk pembiayaan lainnya dalam rangka penyiapan studi kelayakan.
Risiko Eksplorasi adalah keadaan terjadinya ketidaklayakan hasil dari kegiatan eksplorasi pada suatu wilayah untuk dilanjutkan ke tahap pengusahaan Panas Bumi berikutnya.
Risiko Politik adalah keadaan yang menyebabkan pelaksanaan kegiatan eksplorasi selanjutnya atau kegiatan tahap pengusahaan Panas Bumi lainnya di wilayah tersebut tidak dapat dan/atau tidak layak untuk dilakukan sebagai akibat dari kebijakan pemerintah.
Kompensasi Penugasan Dukungan Eksplorasi adalah kompensasi untuk pelaksanaan Penugasan Dukungan Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai dukungan pengembangan Panas Bumi melalui penggunaan Dana PISP pada Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur Milik Negara.
Risiko Kesenjangan adalah keadaan ketika jumlah Kompensasi Penugasan Dukungan Eksplorasi untuk Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur Milik Negara yang dibebankan kepada Badan Usaha Penerima Manfaat Dukungan Eksplorasi ditetapkan lebih rendah dari jumlah biaya riil yang dikeluarkan untuk penugasan Dukungan Eksplorasi tersebut.
Badan Usaha Penerima Manfaat Dukungan Eksplorasi adalah pemenang lelang dan/atau Badan Usaha Panas Bumi yang didirikan oleh pemenang lelang, yang mendapatkan manfaat berupa ketersediaan data dan informasi Panas Bumi yang kredibel dari pelaksanaan penyediaan Dukungan Eksplorasi.
Penugasan Dukungan Eksplorasi adalah penugasan khusus sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai Badan Usaha Milik Negara untuk menyediakan dan melaksanakan Dukungan Eksplorasi.
Penugasan Pembiayaan Eksplorasi adalah penugasan khusus sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai Badan Usaha Milik Negara untuk menyediakan Pembiayaan Eksplorasi.
Kompensasi Penugasan Pembiayaan Eksplorasi adalah kompensasi untuk pelaksanaan Penugasan Pembiayaan Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai dukungan pengembangan Panas Bumi melalui penggunaan Dana PISP pada Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur Milik Negara.
Dokumen Penjaminan adalah dokumen yang berbentuk surat jaminan, perjanjian penjaminan, atau Perjanjian Penanggungan Risiko yang memuat ketentuan mengenai penjaminan atas Penanggungan Risiko.
Regres adalah hak Penjamin untuk menagih Terjamin atas apa yang telah dibayarkan oleh Penjamin kepada Penerima Jaminan untuk memenuhi kewajiban Terjamin tersebut, dengan memperhitungkan nilai waktu dari uang ( time value of money ).
Perjanjian Penyelesaian Regres adalah perjanjian yang memuat syarat dan ketentuan pemenuhan Regres Terjamin kepada Penjamin berdasarkan Penjaminan Pemerintah atas Risiko Gagal Bayar.
Imbal Jasa Penjaminan yang selanjutnya disingkat IJP adalah sejumlah uang yang diterima oleh Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur dalam rangka kegiatan penjaminan berdasarkan Peraturan Menteri ini.
Dokumen Rencana Mitigasi Risiko adalah dokumen yang berisi uraian mengenai langkah yang akan dilakukan oleh Terjamin untuk mencegah terjadinya Risiko Gagal Bayar atau untuk mengelola segala peristiwa yang dapat mempengaruhi kemampuan Terjamin yang bersangkutan untuk memenuhi kewajiban finansial yang dijamin berdasarkan perjanjian pokok berupa PJBL, Perjanjian Pembiayaan, Perjanjian Kerja Sama Pendanaan Transisi Energi, Perjanjian Perwaliamanatan, atau Perjanjian Penerbitan dan Penunjukan Agen Pemantau.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Komite Bersama adalah komite yang dibentuk oleh Menteri untuk menunjang kelancaran pengelolaan Dana PISP dan/atau penyediaan Dukungan Pengembangan Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri yang mengatur mengenai dukungan pengembangan Panas Bumi melalui penggunaan Dana PISP pada Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur Milik Negara.
Komite Pengarah adalah komite yang menjalankan fungsi pengarahan dan fungsi teknis serta sebagai pemberi keputusan tertentu terkait dengan penyediaan dukungan fiskal untuk pengelolaan Platform Transisi Energi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri mengenai pemberian dukungan fiskal melalui kerangka pendanaan dan pembiayaan dalam rangka percepatan transisi energi di sektor ketenagalistrikan.
Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai Badan Usaha Milik Negara.
Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur yang selanjutnya disingkat BUPI adalah PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero).
Perseroan Terbatas Perusahaan Listrik Negara (Perusahaan Perseroan) yang selanjutnya disingkat PT PLN (Persero) adalah BUMN yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1994 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Listrik Negara menjadi Perusahaan Perseroan (Persero).
Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur Milik Negara adalah BUMN yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2007 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Pembiayaan Infrastruktur sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2007 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Pembiayaan Infrastruktur.
Badan Usaha Panas Bumi adalah Badan Usaha yang berbentuk perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan hukum Republik Indonesia dengan tujuan untuk melakukan pengusahaan Panas Bumi untuk pemanfaatan tidak langsung.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari pengguna anggaran untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada bendahara umum negara.
Debitur Publik adalah BUMN Panas Bumi, BUMN di bidang energi, dan/atau Badan Usaha Panas Bumi yang seluruh atau mayoritas sahamnya dimiliki oleh BUMN Panas Bumi atau BUMN di bidang energi.
Batas Maksimal Penjaminan adalah nilai maksimal yang diperkenankan dalam penerbitan Penjaminan Pemerintah pada tahun tertentu.
Penyederhanaan Registrasi Kepabeanan
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Perizinan Berusaha Terintegrasi 8ecara Elektronik atau Online Single Submission yang selanjutnya disebut 088 adalah perizinan berusaha yang diterbitkan oleh lembaga 088 untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupatijwali kota kepada pelaku usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disingkat NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Keterangan Status Wajib Pajak adalah informasi yang diberikan oleh Direktur Jenderal Pajak terkait validitas NPWP dan pemenuhan kewajiban Wajib Pajak.
Pelaku Usaha adalah perseorangan atau non perseorangan yang melakukan usaha danjatau kegiatan pada bidang tertentu.
Importir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.
Eksportir adalah orang perseorangan a tau badan hukum yang melakukan kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean.
Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan yang selanjutnya disingkat PPJK adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengurusan pemenuhan kewajiban pabean untuk dan atas kuasa Importir atau Eksportir.
Pengangkut adalah orang a tau kuasanya yang bertanggung jawab atas pengoperasian sarana pengangkut yang mengangkut barang danjatau orang, danjatau yang berwenang melaksanakan kontrak pengangkutan dan menerbitkan dokumen pengangkutan barang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perhubungan.
Pengusaha dalam Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas atau Free Trade Zone yang selanjutnya disebut Pengusaha dalam FTZ adalah badan usaha yang telah memperoleh izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan.
Perusahaan Jasa Titipan yang selanjutnya disingkat PJT adalah badan usaha yang memperoleh ijin dari instansi terkait untuk menyelenggarakan pos berupa layanan surat, dokumen, dan/ a tau paket sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pos.
Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara yang selanjutnya disebut Pengusaha TPS adalah badan usaha yang mengusahakan bangunan danjatau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di kawasan pabean untuk menimbun barang, sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
PenyelenggarajPengusaha Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disebut Penyelenggara/Pengusaha TPB adalah Pelaku U saha yang melakukan kegiatan pengelolaan bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
Perusahaan Penerima Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor yang selanjutnya disebut Perusahaan Penerima Fasilitas KITE adalah Pelaku Usaha yang memperoleh fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor berupa pembebasan danjatau pengembalian bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Ahli Kepabeanan adalah orang yang memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang kepabeanan dan memiliki Sertifikat Ahli Kepabeanan yang dikeluarkan oleh Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Kementerian Keuangan.
Izin Komersial atau Operasional adalah 1zm yang diterbitkan oleh lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupatijwali kota setelah Pelaku U saha mendapatkan izin usaha dan untuk melakukan kegiatan komersial atau operasional dengan memenuhi persyaratan dan/ a tau komitmen. ~I 17. Komitmen adalah pernyataan Pelaku Usaha untuk memenuhi persyaratan Izin Usaha dan/atau Izin Komersial atau Operasional.
Nomor Induk Berusaha yang selanjutnya disingkat NIB adalah identitas Pelaku Usaha yang diterbitkan oleh lembaga OSS setelah Pelaku Usaha melakukan Pendaftaran.
Pengguna J a sa adalah Pelaku U saha yang akan melakukan pemenuhan kewajiban pabean ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Akses Kepabeanan adalah akses yang diberikan kepada Pengguna Jasa untuk berhubungan dengan sistem pelayanan kepabeanan baik yang menggunakan teknologi informasi maupun manual.
Pengguna Jasa Kepabeanan adalah Pengguna Jasa yang telah mendapatkan Akses Kepabeanan.
Registrasi Kepabeanan adalah kegiatan pendaftaran yang dilakukan oleh Pengguna Jasa ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk mendapatkan Akses Kepabeanan.
Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah sistem integrasi seluruh layanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada semua pengguna jasa yang bersifat publik dan berbasis web. 24. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya 25.
kewajiban pabean Kepabeanan. Direktur Jenderal Cukai. Pejabat Be a dan Jenderal Be a dan tertentu untuk sesua1 dengan Undang-Undang adalah Direktur J enderal Be a Dan Cukai adalah pegawm Direktorat Cukai yang ditunjuk dalam jabatan melaksanakan tug as tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
Penyediaan Aset Pada Badan Layanan Umum Dengan Mekanisme Pembelian Melalui Fasilitator
Relevan terhadap
Penyediaan Aset BLU dengan mekanisme pembelian melalui Fasilitator bertujuan untuk:
mewujudkan ketersediaan Aset BLU yang cukup dan memadai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan publik;
mewujudkan Aset BLU yang berkualitas dan berdaya guna;
mewujudkan penyediaan Aset BLU yang efektif, efisien, tepat waktu, tepat guna, dan tepat sasaran;
mendorong kemandirian terhadap dukungan anggaran pendapatan dan belanja negara (rupiah murni); dan/atau
menciptakan iklim investasi yang mendorong keikutsertaan badan usaha dalam penyediaan pendanaan dan/atau Aset BLU berdasarkan prinsip usaha secara sehat.
Setelah anggaran tercantum pada daftar isian pelaksanaan anggaran BLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (6), pemimpin BLU melaksanakan pemilihan Fasilitator melalui beauty contest .
Fasilitator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga keuangan perbankan/nonperbankan dalam negeri yang terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan.
Beauty contest sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan metode pemilihan penyedia jasa lainnya dengan mengundang seseorang/pelaku usaha untuk melakukan peragaan/pemaparan profil perusahaan yang dilakukan karena alasan efektivitas dan efisiensi dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai pedoman pengelolaan BLU.
Pemimpin BLU melakukan pemilihan Penyedia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pedoman pengelolaan BLU.
Proses pemilihan Fasilitator dan Penyedia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (4) dapat dilakukan secara simultan.
Aglomerasi Pabrik Hasil Tembakau
Relevan terhadap
Untuk mendapatkan penetapan sebagai Penyelenggara Aglomerasi Pabrik, Pelaku Usaha harus:
menyampaikan permohonan; dan
melakukan pemaparan proses bisnis, kepada kepala Kantor Wilayah atau kepala Kantor Pelayanan Utama.
Penetapan sebagai Penyelenggara Aglomerasi Pabrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh kepala Kantor Wilayah atau kepala Kantor Pelayanan Utama.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus:
mencantumkan tanggal kesiapan pemeriksaan lokasi; dan
dilengkapi dengan perizinan berusaha atau penetapan dari pemerintah daerah, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang berkaitan dengan pengembangan dan/atau pengelolaan tempat diselenggarakannya Aglomerasi Pabrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3).
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-Undang.
Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai yang selanjutnya disingkat dengan NPPBKC adalah izin untuk menjalankan kegiatan sebagai pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, atau pengusaha tempat penjualan eceran di bidang Cukai.
Orang adalah orang pribadi atau badan hukum.
Pelaku Usaha adalah orang perseorangan atau badan usaha yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu.
Pabrik adalah tempat tertentu termasuk bangunan, halaman, dan lapangan yang merupakan bagian daripadanya, yang dipergunakan untuk menghasilkan barang kena cukai dan/atau untuk mengemas barang kena cukai dalam kemasan untuk penjualan eceran.
Pengusaha Pabrik adalah Orang yang mengusahakan Pabrik.
Aglomerasi Pabrik adalah pengumpulan atau pemusatan Pabrik dalam suatu tempat, lokasi, atau kawasan tertentu.
Penyelenggara adalah badan usaha yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia serta berkedudukan di Indonesia yang menyelenggarakan tempat Aglomerasi Pabrik.
Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean dan cukai sesuai dengan Undang- Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
Kantor Pelayanan Utama adalah Kantor Pelayanan Utama di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean dan cukai sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai yang selanjutnya disebut dengan Kantor Pelayanan adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean dan cukai sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang- Undang Cukai.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
Permohonan untuk mendapatkan penetapan sebagai pengusaha kawasan industri hasil tembakau yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan belum mendapat keputusan, penyelesaiannya dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri ini.
Permohonan pemberlakuan kembali penetapan sebagai pengusaha kawasan industri hasil tembakau yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan belum mendapat keputusan, dapat diberikan keputusan mengenai penetapan sebagai Penyelenggara Aglomerasi Pabrik Hasil Tembakau sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 ayat (3) huruf b dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
Keputusan penetapan sebagai pengusaha kawasan industri hasil tembakau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.04/2020 tentang Kawasan Industri Hasil Tembakau (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 259) masih tetap berlaku sampai dengan diterbitkan keputusan mengenai penetapan sebagai Penyelenggara Aglomerasi Pabrik Hasil Tembakau.
Penerbitan keputusan mengenai penetapan sebagai Penyelenggara Aglomerasi Pabrik Hasil Tembakau sebagaimana dimaksud pada angka 3 dilakukan tanpa didahului permohonan dari Pelaku Usaha paling lama 3 (tiga) bulan sejak Peraturan Menteri ini berlaku.
Cipta Kerja
Relevan terhadap 69 lainnya
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG TENTANG CIPTA KERJA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Pelaku Usaha adalah orang perseorangan atau badan usaha yang melakukan usaha dan/ a tau kegiatan pada bidang tertentu. 9. Badan Usaha adalah badan usaha berbentuk badan hukum atau tidak berbentuk badan hukum yang didirikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu. 10. Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi kabupaten/kota. 11. Persetujuan Bangunan Gedung adalah perizinan yang diberikan kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan standar teknis bangunan gedung. 12. Hari adalah hari kerja sesuai dengan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. BAB II ASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP Pasal 2 (1) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang m1 diselenggarakan berdasarkan asas:
pemerataan hak;
kepastian hukum;
kemudahan berusaha;
kebersamaan; dan
kemandirian. (2) Selain berdasarkan asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggaraan Cipta Kerja dilaksanakan berdasarkan asas lain sesuai dengan bidang hukum yang diatur dalam undang-undang yang bersangkutan. Pasal 3 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang m1 dibentuk dengan tujuan untuk:
menciptakan dan meningkatkan lapangan kerja dengan memberikan kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan terhadap Koperasi dan UMK-M serta industri dan perdagangan nasional sebagai upaya untuk dapat menyerap tenaga kerja Indonesia yang seluas-luasnya dengan tetap memperhatikan keseimbangan dan kemajuan antardaerah dalam kesatuan ekonomi nasional;
menjamin setiap warga negara memperoleh pekerjaan, serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja;
melakukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan keberpihakan, penguatan, dan pelindungan bagi Koperasi dan UMK-M serta industri nasional; dan
melakukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan peningkatan ekosistem investasi, kemudahan dan percepatan proyek strategis nasional yang berorientasi pada kepentingan nasional yang berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi nasional dengan berpedoman pada haluan ideologi Pancasila. Pasal 4 Dalam rangka mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, ruang lingkup Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mengatur kebijakan strategis Cipta Kerja yang meliputi:
peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha;
ketenagakerjaan;
kemudahan, pelindungan, serta pemberdayaan Koperasi dan UMK-M;
kemudahan berusaha;
dukungan riset dan inovasi;
pengadaan tanah;
kawasan ekonomi;
investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional;
pelaksanaan administrasi pemerintahan; dan J. pengenaan sanksi. Pasal 5 Ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait. BAB III PENINGKATAN EKOSISTEM INVESTASI DAN KEGIATAN BERUSAHA Bagian Kesatu Umum Pasal 6 Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a meliputi:
penerapan Perizinan Berusaha berbasis risiko;
penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha;
penyederhanaan Perizinan Berusaha sektor; dan
penyederhanaan persyaratan investasi. Bagian Kedua Penerapan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Paragraf 1 Umum Pasal 7 (1) Perizinan Berusaha berbasis risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a dilakukan berdasarkan penetapan tingkat risiko dan peringkat skala usaha kegiatan usaha.
Penetapan tingkat risiko dan peringkat skala usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh berdasarkan penilaian tingkat bahaya dan potensi terjadinya bahaya. (3) Penilaian tingkat bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan terhadap aspek:
kesehatan;
keselamatan;
lingkungan; dan/atau
pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya. (4) Untuk kegiatan tertentu, penilaian tingkat bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat mencakup aspek lainnya sesuai dengan sifat kegiatan usaha.
Penilaian tingkat bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan dengan memperhitungkan:
jenis kegiatan usaha;
kriteria kegiatan usaha;
lokasi kegiatan usaha;
keterbatasan sumber daya; dan/atau
risiko volatilitas. (6) Penilaian potensi terjadinya bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
hampir tidak mungkin terjadi;
kemungkinan kecil terjadi;
kemungkinan terjadi; atau
hampir pasti terjadi. (7) Berdasarkan penilaian tingkat bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), serta penilaian potensi terjadinya bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (6), tingkat risiko dan peringkat skala usaha kegiatan usaha ditetapkan menjadi:
kegiatan usaha berisiko rendah;
kegiatan usaha berisiko menengah; atau
kegiatan usaha berisiko tinggi. Paragraf 2 Perizinan Berusaha Kegiatan U saha Berisiko Rendah Pasal 8 (1) Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha berisiko rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (7) huruf a berupa pemberian nomor induk berusaha yang merupakan legalitas pelaksanaan kegiatan berusaha.
Nomor induk berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bukti registrasi/pendaftaran Pelaku Usaha untuk melakukan kegiatan usaha dan sebagai identitas bagi Pelaku Usaha dalam pelaksanaan kegiatan usahanya. Paragraf 3 Perizinan Berusaha Kegiatan U saha Berisiko Menengah Pasal 9 (1) Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha berisiko menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (7) huruf b meliputi:
kegiatan usaha berisiko menengah rendah; dan
kegiatan usaha berisiko menengah tinggi. (2) Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha berisiko menengah rendah se bagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa pemberian:
nomor induk berusaha; dan
sertifikat standar. (3) Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha berisiko menengah tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa pemberian:
nomor induk berusaha; dan
sertifikat standar.
Sertifikat standar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan pernyataan Pelaku Usaha untuk memenuhi standar usaha dalam rangka melakukan kegiatan usaha. (5) Sertifikat standar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b merupakan sertifikat standar usaha yang diterbitkan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan hasil verifikasi pemenuhan standar pelaksanaan kegiatan usaha oleh Pelaku U saha. (6) Dalam hal kegiatan usaha berisiko menengah memerlukan standardisasi produk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan ayat (3) huruf b, Pemerintah Pusat menerbitkan sertifikat standar produk berdasarkan hasil verifikasi pemenuhan standar yang wajib dipenuhi oleh Pelaku U saha sebelum melakukan kegiatan komersialisasi produk. Paragraf 4 Perizinan Berusaha Kegiatan U saha Berisiko Tinggi Pasal 10 (1) Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha berisiko tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (7) huruf c berupa pemberian:
nomor induk berusaha; dan
izin. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah untuk pelaksanaan kegiatan usaha yang wajib dipenuhi oleh Pelaku Usaha sebelum melaksanakan kegiatan usahanya. (3) Dalam hal kegiatan usaha berisiko tinggi memerlukan pemenuhan standar usaha dan standar produk, Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah menerbitkan sertifikat standar usaha dan sertifikat standar produk berdasarkan hasil verifikasi pemenuhan standar. ~~ I " .. --~ Paragraf 5 Pengawasan Pasal 11 Pengawasan terhadap setiap kegiatan usaha dilakukan dengan pengaturan frekuensi pelaksanaan berdasarkan tingkat risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (7) dan mempertimbangkan tingkat kepatuhan Pelaku Usaha. Paragraf 6 Peraturan Pelaksanaan Pasal 12 Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha berbasis risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10, serta tata cara pengawasan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 11, diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian Ketiga Penyederhanaan Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha Paragraf 1 Umum Pasal 13 Penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b meliputi:
kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang;
persetujuan lingkungan; dan
Persetujuan Bangunan Gedung dan sertifikat laik fungsi. Paragraf 2 Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Pasal 14 (1) Kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a merupakan kesesuaian rencana lokasi kegiatan dan/atau usahanya dengan RDTR. (2) Pemerintah Daerah wajib menyusun dan menyediakan RDTR dalam bentuk digital dan sesuai standar. (3) Penyediaan RDTR dalam bentuk digital sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan standar dan dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat untuk mendapatkan informasi mengenai kesesuaian rencana lokasi kegiatan dan/atau usahanya dengan RDTR. (4) Pemerintah Pusat wajib mengintegrasikan RDTR dalam bentuk digital sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ke dalam sistem Perizinan Berusaha secara elektronik.
Dalam hal Pelaku Usaha mendapatkan informasi rencana lokasi kegiatan usahanya se bagaimana dimaksud pada ayat (3) telah sesuai dengan RDTR, Pelaku U saha mengajukan permohonan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang untuk kegiatan usahanya melalui sistem Perizinan Berusaha secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan mengisi koordinat lokasi yang diinginkan untuk memperoleh konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang.
Setelah memperoleh konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Pelaku Usaha mengajukan permohonan Perizinan Berusaha. ,: - \ • _. ......... .: : : Pasal 15 (1) Dalam hal Pemerintah Daerah belum menyusun dan menyediakan RDTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), Pelaku Usaha mengajukan permohonan persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang untuk kegiatan usahanya kepada Pemerintah Pusat melalui sistem Perizinan Berusaha secara elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pemerintah Pusat memberikan persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan rencana tata ruang. (3) Rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
rencana tata ruang wilayah nasional;
rencana tata ruang pulau/kepulauan;
rencana tata ruang kawasan strategis nasional;
rencana tata ruang wilayah provinsi; dan / a tau e. rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota. Pasal 16 Dalam rangka penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha serta untuk memberikan kepastian dan kemudahan bagi Pelaku U saha dalam memperoleh kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang m1 mengubah, menghapus, dan/atau menetapkan pengaturan baru beberapa ketentuan yang diatur dalam:
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4 739) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5490);
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 294, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5603); dan
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5214). Pasal 17 Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4 725) diubah sebagai berikut:
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "dalam hal tertentu" adalah dalam hal barang yang dibutuhkan oleh Pelaku Usaha berupa Barang modal bukan baru yang belum dapat dipenuhi dari sumber dalam negeri sehingga perlu diimpor dalam rangka proses produksi industri untuk tujuan pengembangan Ekspor, peningkatan daya saing, efisiensi usaha, investasi dan relokasi industri, pembangunan infrastruktur, dan/atau diekspor kembali. Selain itu, dalam hal terjadi bencana alam dibutuhkan Barang atau peralatan dalam kondisi tidak baru dalam rangka pemulihan dan pembangunan kembali sebagai akibat bencana alam serta Barang bukan baru untuk keperluan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Ayat (3) Cukup jelas. Angka 16
Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara
Relevan terhadap 25 lainnya
Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c diberikan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah Pajak Penghasilan badan yang terutang atas bagian penghasilan yang digunakan untuk investasi atau pembiayaan pembangunan, pengembangan, dan kegiatan ekonomi di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra.
Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf d sampai dengan huruf r, diberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar 85% (delapan puluh lima persen) dari jumlah Pajak Penghasilan badan yang terutang atas:
bagian penghasilan yang berasal dari penanam modal luar negeri, untuk sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf d dan huruf j; atau
bagian penghasilan yang berasal dari Pelaku Usaha dan/atau masyarakat yang berlokasi di wilayah Ibu Kota Nusantara, untuk sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, huruf k, huruf 1, huruf m, huruf n, huruf o, huruf p, huruf q, dan huruf r.
Penerapan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Paragraf 3 Prosedur Pengajuan Permohonan Persetujuan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan di Financial Center __ Ibu Kota Nusantara
Pelaku Usaha yang mendirikan dan/atau memindahkan kantor pusat dan/atau kantor regionalnya ke Ibu Kota Nusantara diberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c.
Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan:
subjek pajak luar negeri yang mendirikan dan/atau memindahkan kantor pusat dan/atau kantor regionalnya ke Ibu Kota Nusantara; atau
Wajib Pajak dalam negeri yang mendirikan kantor pusat dan/atau kantor regionalnya di Ibu Kota Nusantara.
Kantor pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk induk usaha.
Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/kantor regional ke Ibu Kota Nusantara yang dilakukan sampai dengan tanggal 31 Desember 2045.
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBERIAN PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA KESATU : Mencabut keputusan pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara dari: Wajib Pajak :
..……………………….. (3) NPWP :
..……………………….. (4) lokasi U usaha :
..……………………….. (5) Surat Keputusan :
..……………………….. (6) Dengan pertimbangan: Wajib Pajak telah beroperasi komersial pada saat pengajuan permohonan pemberian persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan; ketidaksesuaian perizinan usaha Financial Center dari otoritas sektor keuangan; ketidaksesuaian realisasi Kegiatan Usaha Utama pada sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara; tidak merealisasikan rencana Penanaman Modal paling lama 2 (dua) tahun sejak keputusan pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; tidak menyampaikan laporan realisasi Penanaman Modal atau laporan realisasi kegiatan usaha setelah diberikan 2 (dua) kali teguran tertulis; memindahkan badan usaha atau bentuk usaha tetap yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara yang telah mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan ke luar Financial Center Ibu Kota Nusantara selama jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; dan/atau berhenti melakukan kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. KEDUA : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Apabila di kemudian hari ditemukan kekeliruan dalam Keputusan Menteri ini maka akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya. Salinan Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:
Menteri Keuangan;
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal;
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara;
Kepala Badan Kebijakan Fiskal;
Direktur Jenderal Pajak;
Kepala Kantor Pelayanan Pajak...……….. (7); dan
Wajib Pajak yang bersangkutan. Ditetapkan di Ibu Kota Nusantara pada tanggal...……….. (8) a.n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, KEPALA KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK...……….. (9) ………….. (10) PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT KEPUTUSAN PENCABUTAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA Nomor (1) : Diisi dengan nomor surat keputusan. Nomor (2) : Diisi dengan dasar menimbang pencabutan pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (3) : Diisi dengan nama Wajib Pajak. Nomor (4) : Diisi dengan NPWP Wajib Pajak. Nomor (5) : Diisi dengan lokasi usaha/proyek yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (6) : Diisi dengan surat keputusan pemberian persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan yang dilakukan pencabutan. Nomor (7) : Diisi dengan nama Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak terdaftar. Nomor (8) : Diisi dengan tanggal penetapan surat keputusan. Nomor (9) : Diisi dengan nama Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak terdaftar. Nomor (10) : Diisi dengan nama jelas pejabat penanda tangan surat keputusan. Q. CONTOH FORMAT SURAT PERNYATAAN TANGGAL MULAI PENEMPATAN DANA PADA FINANCIAL CENTER DI IBU KOTA NUSANTARA STATEMENT LETTER COMMENCEMENT DATE OF FUNDS PLACEMENT IN THE IBU KOTA I, the undersigned: Full name :
.................................................... (1) Tax Identification Number/Passport number : ..................................................... (2) Country of residence :
.................................................... (3) Hereby declare that:
I am a non-resident individuals/company not including permanent establishments;
I am a party who ultimately receive benefits of income (beneficial owner); and c. I am placing funds in the Ibu Kota Nusantara Financial Center for the first time with the following information: Investment form :
.............................................. (4) Commencement date of first investment : ............................................... (5) Location of Investment in Ibu Kota Nusantara Financial Center : ............................................... (6) In witness whereof, all the information stated on this form is made truthfully without any constraint and to be used accordingly. In the event of discrepancies, I am willing to take any legal consequences in accordance with prevailing Indonesian Law.
..........., ............... (7) Stamp Duty of IDR10.000 (8) ..………................... (1) INSTRUCTIONS FOR STATEMENT LETTER OF COMMENCEMENT DATE OF FUNDS PLACEMENT IN THE IBU KOTA NUSANTARA FINANCIAL CENTER Number (1) : Please fill in the name of Non-Resident placing funds for the first time at the Nusantara Financial Center. Number (2) : Please fill in the Tax Identification Number/the passport number. Number (3) : Please fill in the country residence of Non-Resident. Number (4) : Please fill in the investment form made by Non-Resident. Number (5) : Please fill in the commencement date of first investment by Non-Resident. Number (6) : Number (7) : Please fill in the place and date of signing. Number (8) : Please fill in the signature of Non-Resident. R. CONTOH FORMAT LAPORAN REALISASI INVESTASI SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI PADA FINANCIAL CENTER DI IBU KOTA NUSANTARA LAPORAN REALISASI INVESTASI SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI PADA FINANCIAL CENTER DI IBU KOTA NUSANTARA YANG MEMPEROLEH PEMBEBASAN DARI PEMOTONGAN ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN Status Laporan: Normal Pembetulan* Nama Wajib Pajak :
..……………………………………….. (1) NPWP :
..……………………………………….. (2) alamat :
..……………………………………….. (3) kegiatan usaha sektor keuangan :
..……………………………………….. (4) Masa Pajak :
..……………………………………….. (5) menyampaikan laporan realisasi investasi subjek pajak luar negeri pada Financial Center di Ibu Kota Nusantara yang memperoleh pembebasan dari pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan dengan informasi sebagai berikut: No. Nama Subjek Pajak Luar Negeri (6) TIN/Paspor (7) Bentuk Investasi (8) Tanggal Investasi (9) Nilai Investasi (10) Jumlah Penghasilan dari Investasi (11) Tarif PPh (12) Jumlah PPh yang Dibebas kan (13) Negara Domisili (14) 1. Subjek Pajak Luar Negeri A 2. Subjek Pajak Luar Negeri B 3.... Jumlah Demikian laporan ini disampaikan dengan sebenarnya. ……….,...……………….... (15) ttd.
...................................... (16) *) Pilih salah satu. PETUNJUK PENGISIAN LAPORAN REALISASI INVESTASI SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI PADA FINANCIAL CENTER DI IBU KOTA NUSANTARA Nomor (1) : Diisi dengan Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan pada Financial Center di Ibu Kota Nusantara. Nomor (2) : Diisi dengan nomor pokok Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan pada Financial Center di Ibu Kota Nusantara. Nomor (3) : Diisi dengan alamat Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan pada Financial Center di Ibu Kota Nusantara. Nomor (4) : Diisi dengan kegiatan usaha sektor keuangan Wajib Pajak pada Financial Center di Ibu Kota Nusantara. Nomor (5) : Diisi dengan Masa Pajak pelaporan (contoh: Masa Pajak Mei 2024). Nomor (6) : Diisi dengan nama Subjek Pajak Luar Negeri yang melakukan investasi pada Financial Center di Ibu Kota Nusantara. Nomor (7) : Diisi dengan nomor Tax Identification Number atau nomor paspor Subjek Pajak Luar Negeri. Nomor (8) : Diisi dengan bentuk/jenis investasi Subjek Pajak Luar Negeri pada Financial Center di Ibu Kota Nusantara (contoh: deposito, tabungan, dan sebagainya). Nomor (9) : Diisi dengan tanggal investasi Subjek Pajak Luar Negeri pada Financial Center di Ibu Kota Nusantara. Nomor (10) : Diisi dengan nilai investasi Subjek Pajak Luar Negeri pada Financial Center di Ibu Kota Nusantara. Nomor (11) : Diisi dengan jumlah penghasilan dari investasi Subjek Pajak Luar Negeri pada Financial Center di Ibu Kota Nusantara. Nomor (12) : Diisi dengan tarif Pajak Penghasilan. Nomor (13) : Diisi dengan nilai Pajak Penghasilan yang dibebaskan. Nomor (14) : Diisi dengan negara domisili Subjek Pajak Luar Negeri. Nomor (15) : Diisi dengan tempat dan tanggal laporan realisasi. Nomor (16) : Diisi dengan nama Wajib Pajak yang membuat laporan. S. CONTOH PEMBERIAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN UNTUK PEMINDAHAN KANTOR PUSAT OLEH SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI PQR, Ltd merupakan subjek pajak luar negeri yang didirikan dan bertempat kedudukan di negara Inggris. PQR, Ltd juga merupakan induk usaha dari grup PQR. Pada tahun 2024, PQR, Ltd. memutuskan untuk memindahkan kantor pusatnya ke Ibu Kota Nusantara dengan cara membubarkan PQR, Ltd. dan mendirikan PT PQR di wilayah Ibu Kota Nusantara. Atas pemindahan kantor pusat grup PQR ke wilayah Ibu Kota Nusantara, PT PQR berhak memperoleh fasilitas berupa pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar 100% (seratus persen) untuk 10 (sepuluh) Tahun Pajak dan 50% (lima puluh persen) untuk 10 (sepuluh) Tahun Pajak berikutnya berdasarkan Peraturan Menteri ini. Namun demikian, fasilitas tersebut hanya diberikan untuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan utamanya sebagai kantor pusat di Ibu Kota Nusantara. Dalam contoh ini, maka penghasilan yang diterima/diperoleh PT PQR dari:
Penjualan barang dan/atau jasa kepada konsumen; dan
Pemberian jasa manajemen dan administrasi bagi unit afiliasi dan/atau entitas usaha yang terkait baik di dalam maupun di luar Indonesia, diberikan fasilitas berupa pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional berdasarkan Peraturan Menteri ini. Adapun penghasilan lain dari PT PQR di luar kegiatan utamanya sebagai kantor pusat dan/atau kantor regional di Ibu Kota Nusantara, seperti pendapatan dividen, bunga dan royalti tidak mendapatkan fasilitas berupa pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional berdasarkan Peraturan Menteri ini. Adapun ilustrasi perhitungan adalah sebagai berikut. Pada Tahun Pajak 2025, PT PQR memperoleh penghasilan dan mengeluarkan biaya sebagai berikut. Penghasilan yang Mendapatkan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan Untuk Pemindahan Kantor Pusat Oleh Subjek Pajak Luar Negeri Penghasilan yang Tidak Mendapatkan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan Untuk Pemindahan Kantor Pusat Oleh Subjek Pajak Luar Negeri Total (A) (B) (C) Penjualan Barang kepada konsumen di Ibu Kota Nusantara (1) 64.000.000.000 0 64.000.000.000 Penjualan Barang kepada konsumen di luar Ibu Kota Nusantara (2) 16.000.000.000 0 16.000.000.000 Penghasilan Jasa Manajemen/Administr asi dari Afiliasi (3) 20.000.000.000 0 20.000.000.000 Total Peredaran Usaha (4) = (1) +(2)+( 3) 100.000.000.000 0 100.000.000.000 Harga Pokok Penjualan (5) 70.000.000.000 0 70.000.000.000 Biaya Usaha Lainnya (6) 10.000.000.000 10.000.000.000 Penghasilan Neto dari Usaha (7) = (4)- (5)-(6) 20.000.000.000 20.000.000.000 Penghasilan dari Luar Usaha Bunga (8) 0 3.000.000.000 3.000.000.000 Biaya dari Luar Usaha (9) 0 0 0 Penghasilan Neto dari Luar Usaha (10) = (8) – (9) 0 3.000.000.000 3.000.000.000 Jumlah Penghasilan Neto Komersial (11) = (7) +(10) 20.000.000.000 3.000.000.000 23.000.000.000 Penyesuaian Fiskal Positif (12) 0 0 0 Penyesuaian Fiskal Negatif (13) 0 0 0 Penghasilan Neto Fiskal (14) = (11)+( 12)- (13) 20.000.000.000 3.000.000.000 23.000.000.000 Kompensasi Kerugian Fiskal (15) 0 0 0 Penghasilan Kena Pajak (16) = (14) – (15) 20.000.000.000 3.000.000.000 23.000.000.000 Pajak Penghasilan Terutang (17) 4.400.000.000 660.000.000 5.060.000.000 Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan 100% (18) 4.400.000.000 0 4.400.000.000 Pajak Penghasilan Terutang yang Harus Dibayar Sendiri atau Dipotong atau Dipungut Pihak Lain (19) = (17) – (18) 0 660.000.000 660.000.000 Dalam hal PT PQR tidak memiliki penyesuaian fiskal dan tidak memiliki kompensasi kerugian, maka Penghasilan Kena Pajak PT PQR adalah sebesar Rp23.000.000.000,00, (dua puluh tiga miliar rupiah) sehingga Pajak Penghasilan terutang PT PQR adalah sebesar Rp5.060.000.000,00 (lima miliar enam puluh juta rupiah). Dalam hal ini, hanya Pajak Penghasilan terutang dari penghasilan yang berasal dari kegiatan utamanya sebagai kantor pusat di Ibu Kota Nusantara, yaitu dari (1) Penjualan barang dan/atau jasa kepada konsumen; dan
Pemberian jasa manajemen dan administrasi bagi unit afiliasi dan/atau entitas usaha yang terkait baik di dalam maupun di luar Indonesia sebesar Rp4.400.000.000,00 (empat miliar empat ratus juta rupiah) yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan sebesar 100% (seratus persen) berdasarkan Peraturan Menteri ini. Adapun, Pajak Penghasilan terutang dari penghasilan yang bukan berasal dari kegiatan utamanya sebagai kantor pusat di Ibu Kota Nusantara, yaitu atas penghasilan bunga, sebesar Rp660.000.000,00 (enam ratus enam puluh juta rupiah) tetap harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dan/atau dilakukan pemotongan atau pemungutan oleh pihak lain. T. CONTOH PEMBERIAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN UNTUK PENDIRIAN KANTOR PUSAT OLEH WAJIB PAJAK DALAM NEGERI PT STU merupakan Wajib Pajak dalam negeri baru yang didirikan dan bertempat kedudukan di Ibu Kota Nusantara pada tahun 2024. PT STU bergerak di bidang distribusi alat kesehatan dan memiliki banyak cabang yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia untuk memudahkan jalur distribusi. Atas pendirian kantor pusat PT STU di wilayah Ibu Kota Nusantara, PT STU berhak memperoleh fasilitas berupa pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar 100% (seratus persen) untuk 10 (sepuluh) Tahun Pajak dan 50% (lima puluh persen) untuk 10 (sepuluh) Tahun Pajak berikutnya berdasarkan Peraturan Menteri ini. Dalam hal ini, walaupun PT STU dapat memanfaatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan bagi Wajib Pajak badan dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a Peraturan Menteri ini, PT STU memilih untuk memanfaatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan atas pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional. Namun demikian, fasilitas tersebut hanya diberikan untuk penghasilan dari kegiatan utamanya sebagai kantor pusat dan/atau kantor regional di Ibu Kota Nusantara dan penghasilan tersebut berasal dari Pelaku Usaha dan/atau masyarakat yang berlokasi di wilayah Ibu Kota Nusantara. Dalam contoh ini, maka penghasilan yang diterima/diperoleh PT STU dari penjualan alat kesehatan kepada konsumen yang berlokasi di wilayah Ibu Kota Nusantara diberikan fasilitas berupa pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional berdasarkan Peraturan Menteri ini. Adapun penghasilan lain dari PT STU di luar kegiatan utamanya sebagai kantor pusat dan/atau kantor regional di Ibu Kota Nusantara atau penghasilan tersebut berasal dari Pelaku Usaha dan/atau masyarakat yang berlokasi di luar wilayah Ibu Kota Nusantara seperti dividen, bunga, dan royalti atau penjualan alat kesehatan ke konsumen di luar wilayah Ibu Kota Nusantara tidak mendapatkan fasilitas berupa pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional berdasarkan Peraturan Menteri ini. Adapun ilustrasi perhitungan adalah sebagai berikut. Pada Tahun Pajak 2025, PT STU memperoleh penghasilan dan mengeluarkan biaya sebagai berikut. Penghasilan yang Mendapatkan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan Untuk Pendirian Kantor Pusat Oleh Wajib Pajak Dalam Negeri Penghasilan yang Tidak Mendapatkan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan Untuk Pendirian Kantor Pusat Oleh Wajib Pajak Dalam Negeri Total (A) (B) (C) Penjualan Barang kepada konsumen di Ibu Kota Nusantara (1) 55.000.000.000 0 55.000.000.000 Penjualan Barang kepada konsumen di luar Ibu Kota Nusantara (2) 0 15.000.000.000 15.000.000.000 Total Peredaran Usaha (3) = (1) +(2 55.000.000.000 0 70.000.000.000 Harga Pokok Penjualan (4) 38.500.000.000 10.500.000.000 49.000.000.000 Biaya Usaha Lainnya (5) 3.500.000.000 500.000.000 4.000.000.000 Penghasilan Neto dari Usaha (6) = (3)- (4)- (5) 35.000.000.000 10.000.000.000 45.000.000.000 Penghasilan dari Luar Usaha Bunga (7) 0 2.000.000.000 2.000.000.000 Biaya dari Luar Usaha (8) 0 0 0 Penghasilan Neto dari Luar Usaha (9) = (7) – (8) 0 2.000.000.000 2.000.000.000 Jumlah Penghasilan Neto Komersial (10) = (6) +(9) 35.000.000.000 12.000.000.000 47.000.000.000 Penyesuaian Fiskal Positif (11) 0 0 0 Penyesuaian Fiskal Negatif (12) 0 0 0 Penghasilan Neto Fiskal (13) = (10)+ (11)- (12) 35.000.000.000 12.000.000.000 47.000.000.000 Kompensasi Kerugian Fiskal (14) 0 0 0 Penghasilan Kena Pajak (15) = (13) – (14) 35.000.000.000 12.000.000.000 47.000.000.000 Pajak Penghasilan Terutang (16) 7.700.000.000 2.640.000.000 10.340.000.000 Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan 100% (17) 7.700.000.000 0 7.700.000.000 Pajak Penghasilan Terutang yang Harus Dibayar Sendiri atau Dipotong atau Dipungut Pihak Lain (18) = (16) – (17) 0 2.640.000.000 2.640.000.000 Dalam hal PT STU tidak memiliki penyesuaian fiskal dan tidak memiliki kompensasi kerugian, maka Penghasilan Kena Pajak PT STU adalah sebesar Rp47.000.000.000,00, (empat puluh tujuh miliar rupiah) sehingga Pajak Penghasilan terutang PT STU adalah sebesar Rp10.340.000.000,00 (sepuluh miliar tiga ratus empat puluh juta rupiah). Dalam hal ini, hanya Pajak Penghasilan terutang atas penghasilan dari kegiatan utamanya sebagai kantor pusat di Ibu Kota Nusantara dan penghasilan tersebut berasal dari Pelaku Usaha dan/atau masyarakat yang berlokasi di wilayah Ibu Kota Nusantara, yaitu dari (1) Penjualan barang kepada konsumen di wilayah Ibu Kota Nusantara sebesar Rp7.700.000.000,00 (tujuh miliar tujuh ratus juta rupiah) yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan sebesar 100% (seratus persen) berdasarkan Peraturan Menteri ini. Adapun, Pajak Penghasilan terutang atas penghasilan yang bukan berasal dari kegiatan utamanya sebagai kantor pusat di Ibu Kota Nusantara atau yang berasal dari selain Pelaku Usaha dan/atau masyarakat yang berlokasi di wilayah Ibu Kota Nusantara, yaitu atas penghasilan dari penjualan barang kepada konsumen di luar wilayah Ibu Kota Nusantara dan atas penghasilan bunga, sebesar Rp2.640.000.000,00 (dua miliar enam ratus empat puluh juta rupiah) tetap harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dan/atau dilakukan pemotongan atau pemungutan oleh pihak lain. U. CONTOH PEMENUHAN SUBSTANSI EKONOMI PEMINDAHAN/PENDIRIAN KANTOR PUSAT DI IBU KOTA NUSANTARA PQR, Ltd merupakan Subjek Pajak luar negeri yang didirikan dan bertempat kedudukan di Negara Singapura. PQR, Ltd juga merupakan induk usaha dari grup PQR. Pada tahun 2024, PQR, Ltd. memutuskan untuk memindahkan kantor pusatnya ke Ibu Kota Nusantara dengan cara membubarkan PQR, Ltd. dan mendirikan PT PQR di wilayah Ibu Kota Nusantara. Atas pemindahan kantor pusat ke wilayah Ibu Kota Nusantara ini, PT PQR telah memperoleh Keputusan Persetujuan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional di __ Ibu Kota Nusantara pada Tahun Pajak 2024 dan Keputusan Pemanfaatan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional di __ Ibu Kota Nusantara pada Tahun Pajak 2025. Berikut merupakan data pemenuhan substansi ekonomi terkait jumlah tenaga kerja Indonesia yang berstatus pegawai tetap dan jumlah biaya operasional dari PT PQR. Tahun Pajak Jumlah Tenaga Kerja Indonesia Berstatus Pegawai Tetap Jumlah Biaya Operasional 2025 50 pegawai Rp25.000.000.000 2026 52 pegawai Rp26.000.000.000 2027 48 pegawai Rp27.000.000.000 2028 50 pegawai Rp26.500.000.000 2029 51 pegawai Rp14.500.000.000 Walaupun pada saat diterbitkannya Keputusan Pemanfaatan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional di __ Ibu Kota Nusantara pada Tahun Pajak 2025 PT PQR telah memenuhi kriteria substansi ekonomi, kriteria substansi ekonomi tetap wajib dipenuhi untuk setiap Tahun Pajak dimanfaatkannya fasilitas dimaksud. Dalam hal pada suatu Tahun Pajak kriteria substansi ekonomi tidak terpenuhi, maka Wajib Pajak tidak berhak memanfaatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional di __ Ibu Kota Nusantara pada Tahun Pajak yang bersangkutan. Dalam contoh ini, mengingat dua dari lima kriteria substansi ekonomi mensyaratkan minimal terdapat 50 (lima puluh) tenaga kerja Indonesia berstatus pegawai tetap dan minimal biaya operasional sejumlah Rp15.000.000.000,00, (lima belas miliar rupiah) maka Wajib Pajak dapat memanfaatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional di __ Ibu Kota Nusantara untuk Tahun Pajak 2025, 2026, dan 2028. Adapun untuk Tahun Pajak 2027 dan 2029, Wajib Pajak tidak dapat memanfaatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dimaksud karena Wajib Pajak tidak memenuhi jumlah minimal tenaga kerja Indonesia yang berstatus pegawai tetap untuk Tahun Pajak 2027, dan Wajib Pajak tidak memenuhi jumlah minimal biaya operasional untuk Tahun Pajak 2029. V. CONTOH PENDIRIAN KANTOR PUSAT OLEH WAJIB PAJAK DALAM NEGERI YANG TIDAK MENDAPATKAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN UNTUK PENDIRIAN KANTOR PUSAT OLEH WAJIB PAJAK DALAM NEGERI PT XYZ merupakan Wajib Pajak dalam negeri dan merupakan induk dari grup usaha XYZ. Grup usaha XYZ bergerak di bidang perkebunan sawit di mana anak perusahaannya tersebar di seluruh Indonesia. PT XYZ sebagai induk grup usaha memiliki fungsi menjadi distributor tunggal dari minyak kelapa sawit yang diproduksi oleh anak-anak perusahaannya untuk pasar internasional. Dengan adanya fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan Badan untuk Pendirian Kantor Pusat di Ibu Kota Nusantara oleh Wajib Pajak Dalam Negeri, PT XYZ berencana membentuk kantor pusat baru di Ibu Kota Nusantara, dengan mendirikan PT PQR dan membubarkan PT XYZ yang ada saat ini. PT PQR nantinya akan menjadi induk grup usaha sekaligus memiliki fungsi menjadi distributor tunggal dari minyak kelapa sawit sebagaimana yang telah dilakukan oleh PT XYZ sebelumnya. Dalam hal ini, atas pendirian kantor pusat oleh PT PQR di Ibu Kota Nusantara tidak mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan Badan untuk Pendirian Kantor Pusat di Ibu Kota Nusantara mengingat PT PQR merupakan hasil pembubaran atau pemindahan usaha dari Wajib Pajak yang berada di luar wilayah Ibu Kota Nusantara, yaitu PT XYZ. W. CONTOH FORMAT KEPUTUSAN PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN UNTUK PENDIRIAN DAN/ATAU PEMINDAHAN KANTOR PUSAT DAN/ATAU KANTOR REGIONAL KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR ....................... (1) TENTANG PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA ..................................................... (2) UNTUK PENDIRIAN DAN/ATAU PEMINDAHAN KANTOR PUSAT DAN/ATAU KANTOR REGIONAL MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Tata Kelola Teknologi Informasi dan Komunikasi di Lingkungan Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
TIK berperan sebagai penggerak bisnis ( business enabler ) dan penopang ( backbone ) untuk memberikan nilai ( value creation ) dalam mendukung transformasi digital di lingkungan Kementerian Keuangan serta mewujudkan pemerintahan digital.
Dalam mengoptimalkan peran TIK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perlu memperhatikan:
enterprise architecture Kementerian Keuangan;
Strategi TIK;
investasi TIK;
manajemen risiko; dan
pengukuran kinerja TIK.
Kajian kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (7) diperlukan sebagai pertimbangan dalam proses seleksi untuk menentukan prioritas investasi TIK.
Penentuan prioritas investasi TIK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselaraskan dengan:
rencana strategis Kementerian Keuangan;
Strategi TIK tingkat Kementerian Keuangan; dan/atau c. rencana strategis tingkat nasional yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan terkait di antaranya mengenai sistem pemerintahan berbasis elektronik dan satu data Indonesia.
Untuk mendukung keselarasan investasi TIK di lingkungan Kementerian Keuangan dan pelaksanaan proses seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Unit TIK Pusat dengan Unit TIK Eselon I dan Unit TIK Non Eselon berkoordinasi melalui Forum TIK Kementerian Keuangan.
Hasil koordinasi Forum TIK Kementerian Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan menjadi dasar pengusulan anggaran sesuai dengan mekanisme yang berlaku di lingkungan Kementerian Keuangan.
Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Ritel di Pasar Perdana Domestik
Relevan terhadap
Untuk dapat menjadi Mitra Distribusi, calon Mitra Distribusi harus:
menyampaikan surat permohonan menjadi Mitra Distribusi sesuai dengan kemampuan layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) kepada Direktur Pembiayaan Syariah.
memenuhi kriteria dan persyaratan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko;
menyediakan Sistem Elektronik yang memenuhi standar, dalam hal calon Mitra Distribusi mengajukan permohonan sebagai Mitra Distribusi dengan kemampuan layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a; dan
lulus seleksi sebagai Mitra Distribusi.
Surat permohonan menjadi Mitra Distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus dilengkapi dengan surat pernyataan mengenai:
kesanggupan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan;
kesediaan untuk dievaluasi oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko;
tidak sedang dalam pengawasan khusus oleh otoritas terkait atau mendapatkan sanksi administratif berupa pembatasan dan/atau pembekuan kegiatan usaha dari otoritas terkait;
kesediaan bekerja sama dengan PPE-EBUS/ Bank/Perusahaan Efek/bank kustodian bagi calon Mitra Distribusi dalam rangka membantu investor untuk pembuatan SID, rekening surat berharga, penatausahaan SBSN Ritel, dan/atau perdagangan SBSN Ritel di pasar sekunder; dan
kesediaan menandatangani perjanjian kerja.
Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani oleh direktur utama calon Mitra Distribusi atau pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku di perusahaan.
Periode pendaftaran dan penyampaian surat permohonan untuk menjadi Mitra Distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditentukan oleh Menteri dan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan terkait penerbitan SBSN Ritel.
Kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit sebagai berikut:
didirikan dan/atau beroperasi di wilayah Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
memiliki izin usaha yang masih berlaku dari otoritas terkait atau izin pelaksanaan kegiatan usaha lainnya dari Pemerintah;
memiliki pengalaman sebagai perantara, penjual, dan/atau distributor produk keuangan ritel;
memiliki layanan yang dapat diakses secara elektronik;
memiliki kemampuan untuk menjangkau Investor Ritel;
memiliki rencana kerja, strategi, dan metodologi penjualan SBSN Ritel; dan
memiliki rekam jejak kegiatan usaha yang baik.
Standar Sistem Elektronik calon Mitra Distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditentukan oleh Direktur Jenderal.
Format surat permohonan dan surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
Perusahaan Penerbit SBSN adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan ketentuan Undang-Undang tentang Surat Berharga Syariah Negara untuk melaksanakan kegiatan penerbitan SBSN.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
SBSN Ritel adalah SBSN yang dijual oleh Pemerintah kepada investor ritel di pasar perdana domestik.
SBSN Ritel yang Dapat Diperdagangkan adalah SBSN Ritel yang dapat diperjualbelikan di pasar sekunder.
SBSN Ritel yang Tidak Dapat Diperdagangkan adalah SBSN Ritel yang tidak dapat diperjualbelikan di pasar sekunder.
Pasar Perdana Domestik adalah kegiatan penawaran dan/atau penjualan SBSN Ritel yang dilakukan untuk pertama kali di wilayah Negara Republik Indonesia.
Investor Ritel adalah individu atau orang perseorangan sebagaimana tertuang dalam memorandum informasi SBSN Ritel maupun dalam ketentuan dan persyaratan SBSN yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal adalah pimpinan unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi urusan pengelolaan pembiayaan dan risiko.
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Anggaran Pengelolaan Utang (BA 999.01) yang selanjutnya disebut KPA adalah pejabat pada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang memperoleh penugasan dari Menteri untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran utang yang berasal dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Utang.
Pejabat Pembuat Komitmen Bagian Anggaran Pengelolaan Utang (BA 999.01) dalam rangka Penjualan SBSN kepada Investor Ritel di Pasar Perdana Domestik yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh KPA untuk mengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara pengelolaan utang atas pelaksanaan penjualan SBSN.
Mitra Distribusi adalah pihak yang membantu Pemerintah dalam pemasaran, penawaran, dan/atau penjualan SBSN Ritel.
Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perbankan.
Perusahaan Efek adalah perusahaan efek sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai pasar modal yang melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin emisi efek, perantara pedagang efek, dan/atau manajer investasi.
Perusahaan Financial Technology yang selanjutnya disebut Perusahaan Fintech adalah badan hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan jasa keuangan berbasis teknologi informasi.
Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang selanjutnya disingkat PPMSE adalah pelaku usaha penyedia sarana komunikasi elektronik yang digunakan untuk transaksi perdagangan.
Perantara Pedagang Efek untuk Efek Bersifat Utang dan Sukuk yang selanjutnya disingkat PPE-EBUS adalah pihak yang melakukan kegiatan usaha jual beli efek bersifat utang dan sukuk untuk kepentingan sendiri dan/atau nasabahnya sebagaimana diatur dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai perantara pedagang efek untuk efek bersifat utang dan sukuk.
Konsultan Hukum adalah pihak yang ditunjuk untuk memberikan pendapat hukum dan membantu penyusunan dokumen hukum maupun dokumen transaksi lainnya dalam rangka penerbitan SBSN Ritel.
Aset SBSN adalah objek pembiayaan SBSN dan/atau barang milik negara yang memiliki nilai ekonomis, berupa tanah dan/atau bangunan maupun selain tanah dan/atau bangunan, yang dalam rangka penerbitan SBSN dijadikan sebagai dasar penerbitan SBSN.
Akad adalah perjanjian tertulis yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Imbalan adalah pembayaran yang dapat berupa sewa, bagi hasil atau margin, atau bentuk pembayaran lainnya sesuai dengan Akad penerbitan SBSN Ritel, yang diberikan kepada pemegang SBSN Ritel sampai dengan berakhirnya periode SBSN Ritel.
Nomor Tunggal Identitas Pemodal ( Single Investor Identification ) yang selanjutnya disebut SID adalah kode tunggal dan khusus yang diterbitkan oleh PT Kustodian Sentral Efek Indonesia selaku lembaga penyimpanan dan penyelesaian.
Pemesanan Pembelian adalah pengajuan pemesanan pembelian SBSN Ritel oleh Investor Ritel di Pasar Perdana Domestik.
Memorandum Informasi adalah informasi tertulis kepada publik mengenai penawaran SBSN Ritel yang ditujukan untuk Investor Ritel.
Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik yang disediakan oleh Kementerian Keuangan dan Mitra Distribusi.
Keadaan Kahar adalah suatu kejadian yang terjadi di luar kemampuan dan kendali manusia, tidak dapat dihindarkan, dapat berupa bencana alam, kebakaran, banjir, pemogokan umum, perang (dinyatakan atau tidak dinyatakan), pemberontakan, revolusi, makar, huru-hara, terorisme, wabah/epidemi, dan diketahui secara luas yang mengakibatkan gangguan atau kerusakan pada perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, maupun sarana pendukung teknologi informasi termasuk sumber daya yang mengoperasikan teknologi informasi.
Setelmen adalah penyelesaian transaksi dalam rangka penjualan SBSN Ritel, yang terdiri dari setelmen dana dan setelmen kepemilikan SBSN.
Hari Kerja adalah hari operasional sistem pembayaran terkait penatausahaan surat berharga negara yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia.
Tata Cara Pengelolaan Iuran dan Pelaporan Penyelenggaraan Program Tabungan Hari Tua, Jaminan Kecelakaan Kerja, dan Jaminan Kematian bagi Pegawai Apara ...
Relevan terhadap
Pembatasan atas Kekayaan Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi untuk program THT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 harus dilakukan dengan ketentuan:
investasi berupa Surat Berharga Negara, paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari jumlah seluruh investasi;
investasi berupa deposito, untuk setiap Bank masing-masing paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari jumlah seluruh investasi;
investasi berupa saham yang emitennya adalah badan hukum Indonesia, untuk setiap emiten masing-masing paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari jumlah seluruh investasi, dan seluruhnya paling tinggi 40% (empat puluh persen) dari jumlah seluruh investasi;
investasi berupa obligasi, untuk setiap emiten masing-masing paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari jumlah seluruh investasi, dan seluruhnya paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari jumlah seluruh investasi;
investasi berupa obligasi dengan mata uang asing yang dikeluarkan oleh badan usaha swasta yang di dalamnya terdapat saham pemerintah paling sedikit 10% (sepuluh persen), untuk setiap emiten masing- masing paling tinggi 2% (dua persen) dari jumlah seluruh investasi, dan seluruhnya paling tinggi 5% (lima persen) dari jumlah seluruh investasi yang merupakan bagian dari investasi berupa obligasi sebagaimana dimaksud dalam huruf d;
investasi berupa sukuk, untuk setiap emiten masing-masing paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari jumlah seluruh investasi, dan seluruhnya paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari jumlah seluruh investasi;
investasi berupa medium term notes , untuk setiap emiten masing-masing paling tinggi 2% (dua persen) dari jumlah seluruh investasi investasi, dan seluruhnya paling tinggi 5% (lima persen) dari jumlah seluruh investasi;
investasi berupa utang subordinasi, untuk setiap emiten masing-masing paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari jumlah utang subordinasi yang diterbitkan oleh emiten, dan seluruhnya paling tinggi 5% (lima persen) dari jumlah seluruh investasi;
investasi berupa unit penyertaan Reksa Dana, untuk setiap Manajer Investasi masing-masing paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari jumlah seluruh investasi, dan seluruhnya paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari jumlah seluruh investasi;
investasi berupa efek beragun aset, untuk setiap Manajer Investasi masing-masing paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari jumlah seluruh investasi, dan seluruhnya paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari jumlah seluruh investasi;
investasi berupa unit penyertaan dana investasi real estat, untuk setiap Manajer Investasi masing-masing paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari jumlah seluruh investasi, dan seluruhnya paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari jumlah seluruh investasi;
investasi berupa dana investasi infrastruktur berbentuk kontrak investasi kolektif pada proyek infrastruktur dari Badan Usaha Milik Negara dan/atau anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara, untuk setiap Manajer Investasi masing- masing paling tinggi 5% (lima persen) dari jumlah seluruh investasi, dan seluruhnya paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari jumlah seluruh investasi;
investasi berupa penyertaan langsung, untuk setiap pihak masing-masing paling tinggi 5% (lima persen) dari jumlah seluruh investasi, dan seluruhnya paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari jumlah seluruh investasi;
investasi berupa pinjaman dana yang diberikan kepada Anak Perusahaan dilakukan dengan ketentuan:
pinjaman dana dapat diberikan paling tinggi sebesar persentase kepemilikan saham Pengelola Program pada Anak Perusahaan;
pinjaman dana kepada setiap Anak Perusahaan masing-masing paling tinggi 1% (satu persen) dari jumlah seluruh investasi; dan
pinjaman dana kepada seluruh Anak Perusahaan paling tinggi 3% (tiga persen) dari jumlah seluruh investasi; dan/atau
investasi berupa tanah, bangunan, dan/atau bangunan dengan hak strata (strata title) paling tinggi 5% (lima persen) dari jumlah seluruh investasi.
Jumlah seluruh investasi dalam bentuk obligasi dan sukuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf f seluruhnya paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari jumlah seluruh investasi. Paragraf 3 Kekayaan Yang Diperkenankan Dalam Bentuk Investasi Untuk Program JKK dan JKM
Kekayaan Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a untuk program THT ditempatkan dalam instrumen investasi, yang meliputi:
Surat Berharga Negara;
deposito pada Bank;
saham yang diperdagangkan di Bursa Efek dengan kriteria:
memiliki fundamental yang positif;
prospek bisnis emiten yang positif; dan
nilai kapitalisasi pasar paling sedikit Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah);
obligasi yang paling rendah memiliki peringkat BBB atau yang setara dari perusahaan pemeringkat efek yang telah memperoleh izin dari lembaga pengawas di bidang pasar modal;
obligasi dengan mata uang asing yang dikeluarkan oleh:
Badan Usaha Milik Negara;
anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara, yang memiliki peringkat paling rendah satu poin di bawah peringkat risiko kredit Negara Republik Indonesia yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat yang diakui secara internasional; dan/atau
badan usaha swasta yang di dalamnya terdapat saham pemerintah paling sedikit 10% (sepuluh persen), yang memiliki peringkat paling rendah sama dengan peringkat risiko kredit Negara Republik Indonesia yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat yang diakui secara internasional;
sukuk yang paling rendah memiliki peringkat BBB atau yang setara dari perusahaan pemeringkat efek yang telah memperoleh izin dari lembaga pengawas di bidang pasar modal;
medium term notes yang diterbitkan oleh:
Badan Usaha Milik Negara;
anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara, yang memiliki peringkat paling rendah BBB atau yang setara dari perusahaan pemeringkat efek yang telah memperoleh izin dari lembaga pengawas di bidang pasar modal; dan/atau
badan usaha swasta yang di dalamnya terdapat saham pemerintah paling sedikit 10% (sepuluh persen), yang memiliki peringkat paling rendah BBB+ atau yang setara dari perusahaan pemeringkat efek yang telah memperoleh izin dari lembaga pengawas di bidang pasar modal;
utang subordinasi __ yang diterbitkan oleh:
Badan Usaha Milik Negara;
anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara, yang memiliki peringkat paling rendah BBB atau yang setara dari perusahaan pemeringkat efek yang telah memperoleh izin dari lembaga pengawas di bidang pasar modal; dan/atau
badan usaha swasta yang di dalamnya terdapat saham pemerintah paling sedikit 10% (sepuluh persen), yang memiliki peringkat paling rendah BBB+ atau yang setara dari perusahaan pemeringkat efek yang telah memperoleh izin dari lembaga pengawas di bidang pasar modal;
Reksa Dana berupa:
Reksa Dana pasar uang, Reksa Dana pendapatan tetap, Reksa Dana campuran, dan Reksa Dana saham;
Reksa Dana terproteksi, Reksa Dana dengan penjaminan, dan Reksa Dana indeks;
Reksa Dana berbentuk kontrak investasi kolektif penyertaan terbatas; dan
Reksa Dana yang saham atau unit penyertaannya diperdagangkan di Bursa Efek, dengan kriteria:
Manajer Investasi yang telah mendapat ijin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan dan memiliki reputasi serta rekam jejak yang baik; dan
dana kelolaan produk Reksa Dana paling sedikit Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), tidak termasuk Reksa Dana yang berasal dari sponsor;
efek beragun aset yang diterbitkan berdasarkan kontrak investasi kolektif dan telah mendapat pernyataan efektif dari lembaga pengawas di bidang pasar modal;
unit penyertaan dana investasi real estat yang telah mendapat pernyataan efektif lembaga pengawas di bidang pasar modal;
dana investasi infrastruktur berbentuk kontrak investasi kolektif pada proyek infrastruktur dari Badan Usaha Milik Negara dan/atau anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara;
penyertaan langsung;
pinjaman dana yang diberikan kepada Anak Perusahaan dengan ketentuan:
digunakan hanya untuk modal kerja dan investasi;
memberikan tingkat bunga paling sedikit 2% (dua persen) di atas tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia; dan
memperhatikan kemampuan Anak Perusahaan untuk mengembalikan pinjaman; dan/atau
tanah, bangunan, dan/atau bangunan dengan hak strata ( strata title ) dengan ketentuan:
dilengkapi dengan bukti kepemilikan atau bukti proses hukum pengalihan kepemilikan atas nama Pengelola Program;
memberikan penghasilan ke program THT; dan
tidak ditempatkan pada tanah, bangunan, atau tanah dengan bangunan yang sedang diagunkan, dalam sengketa, atau diblokir pihak lain.
Penilaian atas Kekayaan Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi untuk program THT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dengan ketentuan:
Surat Berharga Negara, berdasarkan nilai pasar wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang telah memperoleh izin dari lembaga pengawas di bidang pasar modal atau lembaga penilaian harga efek yang telah diakui secara internasional;
deposito, deposito berjangka termasuk deposit on call dan sertifikat deposito yang tidak dapat diperdagangkan ( non negotiable certificate deposit ) pada Bank, berdasarkan nilai nominal;
deposito, berupa sertifikat deposito yang dapat diperdagangkan ( negotiable certificate deposit ) pada Bank pemerintah, berdasarkan nilai diskonto;
saham yang diperdagangkan di Bursa Efek, berdasarkan nilai pasar dengan menggunakan informasi harga penutupan terakhir di Bursa Efek;
obligasi dan sukuk, berdasarkan nilai pasar wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang telah memperoleh izin dari lembaga pengawas di bidang pasar modal;
obligasi dengan mata uang asing, berdasarkan nilai pasar wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang telah diakui secara internasional;
medium term notes , berdasarkan nilai diskonto atau nilai pasar wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang telah memperoleh izin dari lembaga pengawas di bidang pasar modal;
utang subordinasi, berdasarkan nilai pasar wajar yang ditetapkan oleh lembaga penilaian harga efek yang telah memperoleh izin dari lembaga pengawas di bidang pasar modal;
Reksa Dana berupa:
Reksa Dana pasar uang, Reksa Dana pendapatan tetap, Reksa Dana campuran, dan Reksa Dana saham;
Reksa Dana terproteksi, Reksa Dana dengan penjaminan, dan Reksa Dana indeks;
Reksa Dana berbentuk kontrak investasi kolektif penyertaan terbatas; dan
Reksa Dana yang saham atau unit penyertaannya diperdagangkan di Bursa Efek, berdasarkan nilai aktiva bersih;
efek beragun aset yang diterbitkan berdasarkan kontrak investasi kolektif, berdasarkan nilai pasar;
unit penyertaan dana investasi real estat, berdasarkan nilai aktiva bersih;
dana investasi infrastruktur berbentuk kontrak investasi kolektif pada proyek infrastruktur dari Badan Usaha Milik Negara dan/atau anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara, berdasarkan nilai aktiva bersih;
penyertaan langsung, berdasarkan standar akuntansi yang berlaku;
pinjaman dana yang diberikan kepada Anak Perusahaan berdasarkan standar akuntansi yang berlaku; dan/atau
tanah dan bangunan berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) atau nilai yang ditetapkan oleh lembaga penilai yang terdaftar pada instansi yang berwenang.