Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 260/PMK.011/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerjasama Pemerint ...
Relevan terhadap
Dalam hal Menteri/Kepala Lembaga selaku PJPK tidak memenuhi Perjanjian Penyelesaian Regres sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2), BUPI menyelesaikan penyelesaian Regres tersebut dengan mekanisme penyelesaian sengketa pada Perjanjian Penyelesaian Regres.
Dihapus.
Di antara Pasal 31 dan Pasal 32 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 3 lA, sehingga Pasal 3 lA berbunyi sebagai berikut: Pasal 3 1A (1) Dalam rangka penyelesaian pembayaran regres kepada BUPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) atau Pasal 27 ayat (2) atau atas putusan lembaga penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) a tau Pasal 29, maka dapat dilakukan mekanisme sebagai berikut:
Menteri/Kepala Lembaga selaku PJPK menyampaikan permohonan pengalokasian dana pembayaran regres kepacla Menteri Keuangan c.q Direktur Jencleral Pengelolaan Pembiayaan clan Risiko setelah menerima Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Regres clari Penjamin;
Direktorat Jencleral Pengelolaan Pembiayaan clan Risiko c.q Direktorat Strategi Portofolio clan Pembiayaan clan Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur melakukan evaluasi terhaclap permohonan pembayaran regres clari PJPK sebagaimana climaksucl clalam huruf a;
Direktorat Jencleral Pengelolaan Pembiayaan clan Risiko dan Pembiayaan mengirimkan dokumen hasil evaluasi yang dilakukan sebagaimana dimaksud dalam huruf b kepada Direktorat Jenderal Anggaran;
Berdasarkan dokumen hasil evaluasi tersebut, Direktorat Jenderal Anggaran akan mengalokasikan anggaran regres kepada alokasi anggaran Kernen terian /Lem bag a selaku PJPK yang bersangkutan untuk pembayaran regres kepada BUPI dengan mekanisme penambahan anggaran (on-top);
Penambahan anggaran sebagaimana dimaksud dalam huruf (d) dapat bersumber dari Dana Cadangan Penjaminan;
Dalam hal pembayaran regres PJPK bersumber dari Dana Cadangan Penjaminan, maka berlaku prinsip-prinsip sebagai berikut:
dalam hal penjaminan telah efektif maka BUPI diwajibkan untuk memberikan laporan secara berkala kepada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko c.q Direktorat Strategi Portofolio dan Pembiayaan terkait potensi besaran klaim penjaminan;
untuk menJaga kecukupan clan sustainability dari Dana Cadangan Penjaminan, maka Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko akan mengalokasikan anggaran Dana Cadangan Penjaminan melalui APBN tahun berikutnya untuk mengganti sejumlah Dana Cadangan Penjaminan yang dikeluarkan dalam rangka pembayaran regres; dan
apabila terjadi kl aim pembayaran Penjaminan Pemerintah dan pembayaran regres pada saat yang bersamaan maka memprioritaskan pembayaran Penjaminan Pemerintah.
Penambahan anggaran climaksucl clalam huruf se bagaimana cl hanya cliperuntukkan untuk pembayaran regres clari Kementerian/ Lembaga bersangkutan sehingga mekanisme climaksucl ticlak menambah base line pagu anggaran Kementerian/Lembaga pacla tahun berikutnya; clan h. Dalam hal mekanisme penambahan anggaran sebagaimana climaksucl clalam huruf cl telah clilakukan, Kernen terian /Lem bag a selaku PJPK wajib membayar regres kepacla BUPI pacla tahun yang sama.
Mekanisme pengalokasian anggaran sebagaimana climaksucl pacla ayat (1) hanya berlaku terhaclap Menteri/Kepala Lembaga selaku PJPK.
Dalam hal Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD selaku PJPK, mekanisme pengalokasian anggaran pembayaran regres merujuk kepacla ketentuan perunclang-unclangan yang berlaku.
Ketentuan Pasal 35 ayat (3) cliubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Dalam hal penJamman multilateral
Fasilitas untuk Penyiapan dan Pelaksanaan Transaksi Pemanfaatan Barang Milik Negara dan/atau Pemindahtanganan Barang Milik Negara dalam Rangka Persiap ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Fasilitas adalah fasilitas fiskal yang disediakan oleh Menteri kepada PJPBMN yang dibiayai dari sumber- sumber sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN, adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Pemanfaatan Barang Milik Negara yang selanjutnya disebut Pemanfaatan BMN adalah pendayagunaan BMN yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga dan/atau optimalisasi BMN dengan tidak mengubah status kepemilikan.
Pemindahtanganan Barang Milik Negara yang selanjutnya disebut Pemindahtanganan BMN adalah pengalihan kepemilikan BMN.
Dana Fasilitas adalah dana yang digunakan untuk membiayai pelaksanaan Fasilitas.
Penanggung Jawab Pengelolaan Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat PJPBMN adalah Direktur Jenderal Kekayaan Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Permohonan Fasilitas adalah surat atau nota dinas yang berisi permohonan mengenai penyediaan Fasilitas yang diajukan oleh PJPBMN kepada Menteri.
Data Aset BMN adalah data yang memuat antara lain informasi dan penggunaan aset BMN berupa tanah dan bangunan berikut BMN berupa selain tanah dan/atau bangunan yang melekat di atas/pada tanah dan/atau bangunan yang akan dikelola atau telah dikelola oleh PJPBMN untuk disampaikan dalam rangka penyampaian permohonan Fasilitas kepada Menteri.
Surat Persetujuan Fasilitas adalah surat yang ditandatangani oleh Menteri yang berisi persetujuan atas pemberian Fasilitas penyiapan dan pelaksanaan untuk Pemanfaatan BMN dan/atau Pemindahtanganan BMN dalam rangka persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara.
Keputusan Penugasan adalah Keputusan Menteri yang berisi mengenai penugasan khusus kepada badan usaha milik negara tertentu untuk melaksanakan Fasilitas yang ditetapkan oleh Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
Perjanjian untuk Penugasan Khusus yang selanjutnya disebut Perjanjian Penugasan adalah perjanjian antara Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dengan direktur utama dari badan usaha milik negara yang ditugaskan untuk melaksanakan Fasilitas, yang mengatur secara rinci mengenai antara lain ruang lingkup Fasilitas, hak dan kewajiban, jangka waktu, dan biaya dari badan usaha milik negara tersebut sehubungan dengan pelaksanaan penugasan.
Perjanjian Pelaksanaan Fasilitas adalah perjanjian antara Direktur Jenderal Kekayaan Negara dengan direktur utama dari badan usaha milik negara yang ditugaskan untuk melaksanakan Fasilitas.
Tahap Penyiapan adalah tahap kegiatan yang memuat antara lain penyusunan dokumen Kajian Awal Data Aset BMN, Kajian Penataan Ulang Penggunaan BMN, Kajian Potensi Aset, Kajian Peningkatan Nilai Aset dan Skema Kerja Sama, Kajian Rekomendasi Transaksi, daftar BMN untuk digunakan sebagai dukungan pemerintah untuk pelaksanaan proyek KPBU IKN dalam hal diminta oleh PJPBMN, dan/atau dokumen pendukung lainnya untuk pelaksanaan transaksi, pelaksanaan Penjajakan Minat Pasar, bahan masukan terhadap perubahan rencana tata ruang wilayah dan/atau dokumen perencanaan lainnya mengenai Daerah Khusus Ibukota Jakarta sehingga dapat selaras dengan rencana Pemanfaatan BMN dan/atau Pemindahtanganan BMN dan/atau segala kajian dokumen pendukung lainnya.
Tahap Pelaksanaan Transaksi adalah tahap setelah diselesaikannya Tahap Penyiapan untuk pelaksanaan tender Pemanfaatan BMN dan/atau Pemindahtanganan BMN.
Penasihat Transaksi adalah pihak yang terdiri atas penasihat/konsultan di bidang teknis, penasihat/konsultan di bidang keuangan, penasihat/konsultan hukum dan/atau regulasi, penasihat/konsultan di bidang lingkungan, penasihat/konsutan di bidang properti dan/atau penasihat/konsultan lainnya, baik berupa perorangan atau badan usaha atau lembaga nasional atau internasional yang bertugas untuk membantu pelaksanaan Fasilitas.
Hasil Keluaran adalah segala kajian dan/atau dokumen dan/atau bentuk lainnya yang disiapkan dan dipergunakan untuk mendukung proses penyiapan dan pelaksanaan transaksi Pemanfaatan BMN dan/atau Pemindahtanganan BMN.
Kajian Awal Data Aset BMN adalah kajian terhadap Data Aset BMN dalam rangka mengidentifikasi kelengkapan dokumen dan konsolidasi Data Aset BMN.
Kajian Penataan Ulang Penggunaan BMN adalah kajian yang memuat rencana Pemanfaatan BMN dan/atau Pemindahtanganan BMN sesuai dengan dokumen antara lain Rencana Induk Ibu Kota Nusantara dan Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara.
Kajian Potensi Aset adalah kajian atas pemetaan dan penilaian aset BMN yang dikelola.
Kajian Peningkatan Nilai Aset dan Skema Kerja Sama adalah kajian atas upaya peningkatan nilai aset BMN dan pilihan skema pengelolaan BMN yang akan digunakan, strategi komunikasi yang tepat, kerangka waktu kerja, rencana keterlibatan pemangku kepentingan (stakeholder engagement) termasuk dukungan dari pemerintah daerah untuk setiap skema pengelolaan BMN.
Kajian Rekomendasi Transaksi adalah kajian yang mencakup rekomendasi transaksi untuk setiap aset BMN, mekanisme pengumpulan dana atas hasil pengelolaan BMN, serta pengawasan dan evaluasi.
Penjajakan Minat Pasar atau Market Sounding yang selanjutnya disebut Penjajakan Minat Pasar adalah proses interaksi untuk mengetahui masukan maupun minat badan usaha atas BMN yang akan dimanfaatkan dan/atau dipindahtangankan.
Rencana Induk Ibu Kota Nusantara adalah dokumen perencanaan terpadu dalam melaksanakan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara adalah dokumen perencanaan terpadu yang merupakan uraian lebih lanjut dari Rencana Induk Ibu Kota Nusantara.
Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dalam rangka pendanaan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara yang selanjutnya disebut KPBU IKN adalah kerja sama antara pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum dalam rangka pendanaan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus dengan mengacu pada spesifikasi layanan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Kepala Otorita, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya badan usaha dengan memperhatikan pembagian risiko di antara para pihak.
Menteri adalah Menteri Keuangan.
Pengujian Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ...
Relevan terhadap
melibatkan warga negara Indonesia dan badan hukum Indonesia melainkan juga melibatkan warga negara asing dan badan hukum asing. Apabila kata “umum“ dihapus sebagaimana didalilkan Pemohon, larangan kepemilikan oleh warga negara asing dan badan hukum asing sebagaimana ditentukan Pasal 9 ayat (2) UU 21/2008 tidak dapat dipenuhi. Padahal kehadiran dan tujuan pembentukan BPRS dalam melayani transaksi keuangan masyarakat dan UMKM serta ketentuan mengenai kepemilikan BPRS oleh WNI dan badan hukum Indonesia yang sepenuhnya dimiliki oleh WNI. Karena itu, sumber permodalan BPRS sengaja dirancang berasal dari pemegang saham pendiri, investor lokal lain di luar pasar modal, dan penguatan konsolidasi melalui proses penggabungan dan peleburan. Jika dana hasil penawaran umum efek di pasar modal digunakan untuk memperkuat modal BPRS sebagaimana keinginan Pemohon, maka penerbitan efek yang bersifat utang dan/atau sukuk tersebut justru tidak diperbolehkan sebagaimana telah diatur dalam Pasal 5 ayat (2) huruf d Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 66/POJK.03/2016 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dan Pemenuhan Modal Inti Minimum Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Berkenaan dengan keterbatasan penyediaan modal BPRS tidaklah serta merta menyebabkan usaha BPRS perlahan menjadi hilang. Merujuk fakta empiris sebagaimana dijelaskan OJK, sampai dengan Mei 2022, aset industri BPR dan BPRS tumbuh sebesar 9.5% (sembilan koma lima persen) dengan rasio kecukupan modal ( Capital Adequaty Ratio, CAR ) BPR sebesar 32.47% (tiga puluh dua koma empat puluh tujuh persen) dan CAR BPRS sebesar 23.35% (dua puluh tiga koma tiga puluh lima persen). Selain itu, secara year-on-year, terdapat peningkatan jumlah dana pihak ketiga BPR dan BPRS sebesar 10.7% (sepuluh koma tujuh persen) dan penyaluran kredit/pembiayaan sebesar 8.6% (delapan koma enam persen). Begitu pula, sebagai community bank , penyaluran kredit dan pembiayaan oleh BPR dan BPRS kepada sektor UMKM mencapai 50.6% (lima puluh koma enam persen) [vide Keterangan OJK, hlm. 14 sampai dengan hlm. 15]. Dari fakta tersebut, rasio permodalan BPR dan BPRS menunjukkan ketahanan yang cukup baik dan mampu menopang risiko kredit dan pembiayaan yang menunjukkan kecenderungan meningkat. Sejalan dengan hal tersebut, rasio likuiditas dan profitabilitas BPR dan BPRS juga mencatatkan kinerja yang masih relatif terjaga. Lebih lanjut, sebagaimana keterangan OJK dalam persidangan, selama periode tahun 2016 hingga 2022, justru semakin banyak BPR/BPRS dengan modal yang lebih besar
minimal 12% (dua belas persen) sejak akhir 2019 dan modal inti minimum sebesar Rp6 Miliar pada akhir tahun 2024 untuk BPR, dan pada akhir tahun 2025 untuk BPRS. Berdasarkan data per Mei 2022, masih terdapat 421 (empat ratus dua puluh satu) BPR dari 1.454 (seribu empat ratus lima puluh empat) BPR (28,9%) serta 51 (lima puluh satu) BPRS dari 165 BPRS (31%) yang belum memenuhi modal inti minimum sebesar Rp6 Miliar. d. Dalam rangka mendukung Pilar II Roadmap BPR dan BPRS, OJK akan menerapkan beberapa strategi, yaitu mendorong digitalisasi pada industri BPR dan BPRS, optimalisasi transfer dana melalui pemanfaatan sarana teknologi informasi, serta mendorong penggunaan teknologi informasi terkini pada industri BPR dan BPRS. Tidak dapat dipungkiri bahwa digitalisasi juga membawa potensi risiko baru yang perlu diantisipasi oleh BPR dan BPRS. Oleh karena itu, diperlukan suatu arah pengembangan bagi industri BPR dan BPRS di era digitalisasi ini sehingga BPR dan BPRS dapat memanfaatkan peluang pengembangan bisnis secara optimal, namun tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian. e. Untuk mendukung kebijakan teknologi informasi BPR dan BPRS, melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 75/POJK.03/ 2016 tentang Standar Penyelenggaraan Teknologi Informasi Bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (untuk selanjutnya disebut POJK TI BPR-BPRS), BPR dan BPRS diharapkan dapat memiliki infrastruktur teknologi informasi yang memadai sehingga terjadi efisiensi operasional dan peningkatan daya saing industri BPR dan BPRS. Selain itu, OJK akan mendorong implementasi kerja sama BPR dan BPRS antara lain dengan fintech lending dan penyedia jasa pembayaran dalam rangka meningkatkan penyaluran kredit terutama bagi Usaha Menengah dan Kecil (UMK) sebagaimana maksud dari ditetapkannya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 25/POJK.03/2021 Penyelenggaraan Produk Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (untuk selanjutnya disebut POJK Produk BPR-BPRS).
(BUS, UUS, dan BPRS) merupakan solusi atas kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan layanan transaksi syariah. d. Berdasarkan data yang kami miliki, perkembangan industri BPR dan BPRS hingga saat ini tetap menunjukkan pertumbuhan positif meski menghadapi tingginya persaingan dan perlambatan kondisi ekonomi terutama akibat Covid-19. Sampai dengan Mei 2022, aset industri BPR dan BPRS tumbuh sebesar 9.5% (sembilan koma lima persen) dengan rasio CAR BPR sebesar 32.47% (tiga puluh dua koma empat puluh tujuh persen) dan BPRS sebesar 23.35% (dua puluh tiga koma tiga puluh lima persen). e. Fungsi intermediasi perbankan juga berjalan baik dilihat dari peningkatan jumlah dana pihak ketiga BPR dan BPRS sebesar 10.7% (sepuluh koma tujuh persen) dan penyaluran kredit/pembiayaan sebesar 8.6% (delapan koma enam persen) secara year-on-year . Sebagai community bank , penyaluran kredit dan pembiayaan oleh BPR dan BPRS kepada sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mencapai 50.6% (lima puluh koma enam persen). Dari sisi rasio keuangan BPR dan BPRS, Rasio permodalan menunjukkan ketahanan yang baik dan mampu menopang risiko kredit yang menunjukkan tren peningkatan. Sejalan dengan hal tersebut, rasio likuiditas dan profitabilitas BPR dan BPRS juga mencatatkan kinerja yang masih relatif terjaga. f. Seiring dengan dinamika perkembangan industri perbankan, penguatan industri BPR dan BPRS melalui konsolidasi yang intensif melalui mekanisme (yang dalam hal ini diartikan) Penggabungan dan Peleburan, telah mengakibatkan cukup banyak memberikan pengurangan jumlah BPR, namun di sisi lain menunjukkan skala usaha yang meningkat. Meskipun jumlah BPR menurun sebanyak 120 BPR dalam periode tahun 2016 s.d. 2022 karena alasan penggabungan dan peleburan, pada kurun waktu yang sama, terdapat penambahan Bank Perkreditan Rakyat Kegiatan Usaha (BPRKU) 3 sebanyak 36 (tiga puluh enam) BPR, BPRKU 2 sebanyak 96 (sembilan puluh enam) BPR, dan penurunan jumlah BPRKU 1 sebanyak 311 (tiga ratus sebelas) BPR. Dengan demikian
Tata Cara Penyusunan, Penyampaian, dan Perubahan Rencana Jangka Panjang Serta Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia. ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri i ni , yang di maksud dengan:
Lembaga Pembi ayaan Ekspor Indonesi a yang selanjutnya di si ngkat L PEI adalah Lembaga Pembi ayaan Ekspor Indonesi a sebagai mana di maksud dalam U ndang - U ndang tentang Lembaga Pembi ayaan Ekspor Indonesi a.
Menteri adalah Menteri Keuangan Republi k Indonesi a.
Rencana Jangka Panjang yang selanjutnya di si ngkat RJ P adalah rencana strategi s yang mencakup rumusan mengenai tujuan dan sasaran yang hendak di capai dalam jangka waktu 5 (li ma) tahun.
Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan yang selanjutnya di si ngkat RKAT adalah penjabaran tahunan dari RJ P yang menggambarkan rencana kerja dan anggaran L PEI mulai 1 Januari sampai dengan 3 1 Desember, termasuk strategi untuk mereali sasi kan rencana tersebut. 5 . Laporan Reali sasi Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan yang selanjutnya di sebut Laporan Reali sasi RKAT adalah laporan dari Di rektur Eksekuti f L PEI kepada Menteri mengenai reali sasi RKAT pada peri ode tertentu. 6 . Laporan Pengawasan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan yang selanjutnya di sebut Laporan Pengawasan RKA T adalah laporan dari Dewan Di rektur L PEI kepada Menteri mengena1 hasi l pengawasan terhadap pelaksanaan RKAT pada peri ode tertentu.
Tujuan adalah sesuatu yang hendak di capai secara gari s besar oleh L PEI melalui berbagai upaya pencapai an. 8 . Sasaran adalah penjabaran dari Tujuan yang lebih spesifik, terukur, dan rinci dalam jangka waktu tertentu. 9 . Strategi adalah garis - garis besar cara yang akan ditempuh L PEI dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh Dewan Direktur yang menjadi pegangan manajemen dalam melaksanakan kegiatan usaha.
Kebijakan adalah ketentuan-ketentuan atau arahan arahan yang ditetapkan oleh Dewan Direktur yang menjadi pegangan bagi Direktur Eksekutif dalam melaksanakan kegiatan usaha. 1 1. Program Kerja adalah langkah-langkah yang akan dilaksanakan oleh L PEI pada setiap tahun anggaran dan merupakan rencana kerja untuk mencapai sasaran setiap tahun.
Pembiayaan Ekspor Nasional yang selanjutnya disingkat PEN adalah Pembiayaan Ekspor Nasional sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
Indikator Kinerja Utama yang selanjutnya disingkat IKU adalah tolok ukur keberhasilan pencapaian kinerja.
Pasal 57 huruf e dan Pasal 65 ayat (1) UU BPJS, menimbulkan ketidakpastian hukum dan potensi penurunan manfaat ...
Relevan terhadap
masing-masing negara seharusnya menentukan strategi nasional tersendiri guna mewujudkan jaminan sosial bagi seluruh rakyatnya. Hal ini berhubungan erat dengan strategi ketenagakerjaan dan kebijakan sosial lainnya. Program bantuan sosial dengan golongan sasaran yang jelas dapat menjadi salah satu upaya untuk memperkenalkan jaminan sosial pada golongan yang sebelumnya tidak terlibat. Sesuai keterbatasan sumber daya pemerintah di negara berkembang, mungkin dibutuhkan perluasan sumber pembiayan jaminan sosial, misalnya melalui pembiayaan tripartit. Apabila memungkinkan, dukungan pemerintah dapat diberikan melalui biaya awal, penyediaan fasilitas dan perlengkapan, atau dukungan bagi golongan berpendapatan rendah. ( Organisasi Perburuhan Internasional “Jaminan Sosial: Konsensus Baru” Jakarta, Kantor Perburuhan Internasional, 2008); 19. Bahwa beberapa negara memiliki strategi dan karakteristik tersendiri dalam mengembangkan sistem jaminan sosialnya bagi seluruh rakyatnya diantaranya: (Hasbullah Thabrany, Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional: Sebuah Policy Paper dalam Analisis Kesesuaian Tujuan dan Struktur BPJS , Jakarta, Maret 2009) a. Malaysia Pada tahun 1951 sudah memulai program tabungan wajib pegawai untuk menjamin hari tua ( employee provident fund , EPF) melalui Ordonansi EPF. Seluruh pegawai swasta dan pegawai negeri yang tidak berhak atas pensiun wajib mengikuti program EPF yang dikelola terpusat, meskipun Malaysia merupakan negara federasi. Ordonansi EPF kemudian diperbaharui menjadi UU EPF pada tahun 1991. Pegawai pemerintah mendapatkan pensiun yang merupakan tunjangan karyawan pemerintah. Selain itu, Malaysia juga memiliki sistem jaminan kecelakaan kerja dan pensiun cacat yang dikelola oleh Social Security Organization (SOCSO) (bukan Bhd atau PT di Indonesia) yang dalam bahasa Malaysia disebut Pertubuhan Keselamatan Sosial (PERKESO), yang juga dikelola terpusat oleh pemerintah federal.
menjatuhkan pPengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indon ...
Relevan terhadap
masing-masing negara seharusnya menentukan strategi nasional tersendiri guna mewujudkan jaminan sosial bagi seluruh rakyatnya. Hal ini berhubungan erat dengan strategi ketenagakerjaan dan kebijakan sosial lainnya. Program bantuan sosial dengan golongan sasaran yang jelas dapat menjadi salah satu upaya untuk memperkenalkan jaminan sosial pada golongan yang sebelumnya tidak terlibat. Sesuai keterbatasan sumber daya pemerintah di negara berkembang, mungkin dibutuhkan perluasan sumber pembiayan jaminan sosial, misalnya melalui pembiayaan tripartit. Apabila memungkinkan, dukungan pemerintah dapat diberikan melalui biaya awal, penyediaan fasilitas dan perlengkapan, atau dukungan bagi golongan berpendapatan rendah. ( Organisasi Perburuhan Internasional “Jaminan Sosial: Konsensus Baru” Jakarta, Kantor Perburuhan Internasional, 2008); 19. Bahwa beberapa negara memiliki strategi dan karakteristik tersendiri dalam mengembangkan sistem jaminan sosialnya bagi seluruh rakyatnya diantaranya: (Hasbullah Thabrany, Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional: Sebuah Policy Paper dalam Analisis Kesesuaian Tujuan dan Struktur BPJS , Jakarta, Maret 2009) a. Malaysia Pada tahun 1951 sudah memulai program tabungan wajib pegawai untuk menjamin hari tua ( employee provident fund , EPF) melalui Ordonansi EPF. Seluruh pegawai swasta dan pegawai negeri yang tidak berhak atas pensiun wajib mengikuti program EPF yang dikelola terpusat, meskipun Malaysia merupakan negara federasi. Ordonansi EPF kemudian diperbaharui menjadi UU EPF pada tahun 1991. Pegawai pemerintah mendapatkan pensiun yang merupakan tunjangan karyawan pemerintah. Selain itu, Malaysia juga memiliki sistem jaminan kecelakaan kerja dan pensiun cacat yang dikelola oleh Social Security Organization (SOCSO) (bukan Bhd atau PT di Indonesia) yang dalam bahasa Malaysia disebut Pertubuhan Keselamatan Sosial (PERKESO), yang juga dikelola terpusat oleh pemerintah federal.
Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional di Bidang Keuangan Negara
Pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ...
Relevan terhadap
d. Pemerintah juga melakukan rangkaian Focus Group Discussion (FGD) dan Diskusi Terbatas Lingkup Akademisi terkait Kajian Konsep Pemindahan IKN yang sebagai berikut: - Forum Guru Besar Institut Teknologi Bandung terkait Kajian Konsep Pemindahan IKN (25 Agustus 2017) - FGD Kajian Konsep Pemindahan IKN dengan Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada (30 Agustus 2017). - FGD Terbatas Lingkup Akademisi dengan Universitas Gadjah Mada (18 Desember 2017). - FGD Terbatas Lingkup Akademisi dengan Institut Teknologi Surabaya (19 Desember 2017). - Diskusi Terbatas Lingkup Akademisi Universitas Indonesia (9 Februari 2018). - Rangkaian Dialog Nasional dengan berbagai pemangku kepentingan sesuai dengan tema/isu yang diangkat: 1) Dialog Nasional I “Pemindahan Ibu Kota Negara” (16 Mei 2019) 2) Dialog Nasional II “Dampak Ekonomi, Lingkungan Hidup, dan Pertahanan Keamanan” (26 Juni 2019) 3) Dialog Nasional III “Konsep Master Plan dan Urban Design ” (1 Agustus 2019) 4) Dialog Nasional IV “Investasi dan Strategi Pembiayaan Pemindahan Ibu Kota Negara” (16 September 2019) 5) Dialog Nasional V “Rancang Bangun dan Kesiapan Kalimantan Timur sebagai Ibu Kota Negara” (2 Oktober 2019) - Rangkaian Dialog Nasional Pemindahan IKN: Kalimantan untuk Indonesia yang mengundang Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur serta akademisi dari universitas di Kalimantan 1) Dialog Nasional Pemindahan IKN: Kalimantan untuk Indonesia (Banjarmasin, 15 Juli 2019). 2) Dialog Nasional Pemindahan IKN: Kalimantan untuk Indonesia (Palangkaraya, 19 Juli 2019). 3) Dialog Nasional Pemindahan IKN: Kalimantan untuk Indonesia (Balikpapan, 21 Juli 2019).
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015.
Relevan terhadap
Dalam hal realisasi penerimaan negara tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran negara pada saat tertentu, kekurangannya dapat dipenuhi dari dana SAL, penerbitan SBN, atau penyesuaian Belanja Negara.
Pemerintah dapat menerbitkan SBN untuk membiayai kebutuhan pengelolaan kas bagi pelaksanaan APBN, apabila dana tunai pengelolaan kas tidak cukup tersedia untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran negara di awal tahun.
Pemerintah dapat melakukan pembelian kembali SBN untuk kepentingan stabilisasi pasar dan pengelolaan kas dengan tetap memperhatikan jumlah kebutuhan penerbitan SBN neto untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan yang ditetapkan.
Pemerintah dapat melakukan percepatan pembayaran cicilan pokok utang dalam rangka pengelolaan portofolio utang melalui penerbitan SBN.
Dalam hal terdapat instrumen pembiayaan dari utang yang lebih menguntungkan, dan/atau ketidaktersediaan salah satu instrumen pembiayaan dari utang, Pemerintah dapat melakukan perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang dalam rangka menjaga ketahanan ekonomi dan fiskal.
Perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau diperlukannya realokasi anggaran bunga utang, Pemerintah dapat melakukan perubahan komposisi (realokasi) dari pembayaran bunga utang luar negeri ke pembayaran bunga utang dalam negeri atau sebaliknya tanpa menyebabkan perubahan pada total pembayaran bunga utang.
Untuk menurunkan biaya penerbitan SBN dan memastikan ketersediaan pembiayaan melalui utang, Pemerintah dapat menerima jaminan penerbitan utang dari lembaga yang dapat menjalankan fungsi penjaminan, dan/atau menerima fasilitas dalam bentuk dukungan pembiayaan.
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (6) ditetapkan oleh Pemerintah dan dilaporkan dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2015 dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2015.