Pemeringkatan Kesehatan Fiskal dan Pengelolaan Keuangan Daerah.
Relevan terhadap
Indikator kinerja ekonomi dan kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c merupakan indikator yang menggambarkan capaian pemerintah daerah di bidang ekonomi dan kesejahteraan.
Indikator kinerja ekonomi dan kesejahteraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 4 (empat) variabel, yaitu:
tingkat pertumbuhan ekonomi;
penurunan tingkat kemiskinan;
penurunan tingkat pengangguran; dan
pengendalian tingkat inflasi.
Variabel pengendalian tingkat inflasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dihitung menggunakan produk domestik regional bruto deflator .
Harmonisasi Peraturan Perpajakan
Relevan terhadap
Ayat (1) Undang-Undang ini menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut. Pengertian penghasilan dalam Undang-Undang ini tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan. Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menj adi :
penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, dan penghasilan dari praktik dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya;
ii. penghasilan dari usaha dan kegiatan; iii. penghasilan dari modal, yang berupa harta bergerak ataupun harta tak bergerak, seperti bunga, dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha; dan
iv. penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah. Dilihat . Dilihat dari penggunaannya, penghasilan dapat dipakai untuk konsumsi dan dapat pula ditabung untuk menambah kekayaan Wajib Pajak. Karena Undang-Undang ini menganut pengertian penghasilan yang luas maka semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian, apabila dalam satu tahun pajak suatu usaha atau kegiatan menderita kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan lainnya (kompensasi horizontal), kecuali kerugian yang diderita di luar negeri. Namun demikian, apabila suatu jenis penghasilan dikenai pajak dengan tarif yang bersifat final atau dikecualikan dari objek pajak, maka penghasilan tersebut tidak boleh digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenai tarif umum. Contoh penghasilan yang disebut dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk memperjelas pengertian tentang penghasilan yang luas yang tidak terbatas pada contoh dimaksud. Huruf a Semua pembayaran atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan, seperti upah, gaji, premi asuransi jiwa, dan asuransi kesehatan yang dibayar oleh pemberi kerja, atau imbalan dalam bentuk lainnya adalah objek pajak. Pengertian imbalan dalam bentuk lainnya termasuk imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang pada hakikatnya merupakan penghasilan. Selain itu termasuk dalam pengertian penghasilan meliputi gratilikasi yang merupak".r- p.-berian yang wajar karena layanan dan manfaat yang diterima oleh pemberi gratifikasi sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan atau pemberian jasa. Yang dimaksud dengan "imbalan dalam bentuk natura" adalah imbalan dalam bentuk barang selain uang, sedangkan "imbalan dalam bentuk kenikmatan" adalah imbalan dalam bentuk hak atas pemanfaatan suatu fasilitas dan/atau pelayanan. Huruf b Huruf b Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Dalam pengertian hadiah termasuk hadiah dari undian, pekerjaan, serta kegiatan seperti hadiah undian tabungan dan hadiah dari pertandingan olahraga. Yang dimaksud dengan "penghargaan" adalah imbalan yang diberikan sehubungan dengan kegiatan tertentu, misalnya imbalan yang diterima sehubungan dengan penemuan benda-benda purbakala. Apabila Wajib Pajak menjual harta dengan harga yang lebih tinggi dari nilai sisa buku atau lebih tinggi dari harga atau nilai perolehan, selisih harga tersebut merupakan keuntungan. Dalam hal penjualan harta tersebut terjadi antara badan usaha dan pemegang sahamnya, harga jual yang dipakai sebagai dasar untuk penghitungan keuntungan dari penjualan tersebut adalah harga pasar. Misalnya, H S memiliki sebuah mobil yang digunakan dalam kegiatan usahanya dengan nilai sisa buku sebesar Rp40.OOO.O00,00 (empat puluh juta rupiah). Mobil tersebut dijual dengan harga Rp60.000.00O,O0 (enam puluh juta rupiah). Dengan demikian, keuntungan PT S yang diperoleh karena penjualan mobil tersebut adalah Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). Apabila mobil tersebut dijual kepada salah seorang pemegang sahamnya dengan harga Rp55.000.OOO,0O (lima puluh lima juta rupiah), nilai jual mobil tersebut tetap dihitung berdasarkan harga pasar sebesar Rp6O.OO0.000,00 (enam puluh juta rupiah). Selisih sebesar Rp20.000.O00,00 (dua puluh juta rupiah) merupakan keuntungan bagi PT S dan bagi pemegang saham yang membeli mobil tersebut selisih sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) merupakan penghasilan. Apabila Apabila suatu badan dilikuidasi, keuntungan dari penjualan harta, yaitu selisih antara harga jual berdasarkan harga pasar dan nilai sisa buku harta tersebut, merupakan objek pajak. Demikian juga selisih lebih antara harga pasar dan nilai sisa buku dalam hal terjadi penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha merupakan penghasilan. Dalam hal terjadi pengalihan harta sebagai pengganti saham atau penyertaan modal, keuntungan berupa selisih antara harga pasar dari harta yang diserahkan dan nilai bukunya merupakan penghasilan. Keuntungan berupa selisih antara harga pasar dan nilai perolehan atau nilai sisa buku atas pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan merupakan penghasilan bagi pihak yang mengalihkan kecuali harta tersebut dihibahkan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat. Demikian juga, keuntungan berupa selisih antara harga pasar dan nilai perolehan atau nilai sisa buku atas pengalihan harta berupa bantuan atau sumbangan dan hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil bukan merupakan penghasilan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan. Dalam hal Wajib Pajak pemilik hak penambangan mengalihkan sebagian atau seluruh hak tersebut kepada Wajib Pajak lain, keuntungan yang diperoleh merupakan objek pajak. Huruf e Pengembalian pajak yang telah dibebankan sebagai biaya pada saat menghitung Penghasilan Kena Pajak merupakan objek pajak. trRES!DEN REPUBLIK INDONESIA 42 Sebagai contoh, Pajak Bumi dan Bangunan yang sudah dibayar dan dibebankan sebagai biaya, yang karena sesuatu sebab dikembalikan, maka jumlah sebesar pengembalian tersebut merupakan penghasilan. Huruf f Huruf g Dalam pengertian bunga termasuk pula premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang. Premium terjadi apabila misalnya surat obligasi dijual di atas nilai nominalnya sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli di bawah nilai nominalnya. Premium tersebut merupakan penghasilan bagi yang menerbitkan obligasi dan diskonto merupakan penghasilan bagi yang membeli obligasi. Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis asuransi. Termasuk dalam pengertian dividen adalah:
pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun;
pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;
pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham; 4l pembagian laba dalam bentuk saham;
pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan;
pembayaran 7) pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statutef yang dilakukan secara sah;
pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut;
bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;
bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;
pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan. Dalam praktik sering dijumpai pembagian atau pembayaran dividen secara terselubung, misalnya dalam hal pemegang saham yang telah menyetor penuh modalnya dan memberikan pinjaman kepada perseroan dengan imbalan bunga yang melebihi kewajaran. Apabila terjadi hal yang demikian maka selisih lebih antara bunga yang dibayarkan dan tingkat bunga yang berlaku di pasar, diperlakukan sebagai dividen. Bagian bunga yang diperlakukan sebagai dividen tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya oleh perseroan yang bersangkutan. Huruf h Royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau perhitungan apa puh, baik dilakukan secara berkala maupun tidak, sebagai imbalan atas:
penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya;
penggunaan 2. penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah;
pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial;
pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1, penggunaan atau hak menggunakan peralatan / perlengkapan tersebut pada angka 2, atau pemberian pengetahuan atau informasi tersebut pada angka 3, berupa: a) penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui ' satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa; b) penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serulpa; c) penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi;
penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture filmsl, film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio; dan
pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas. Huruf i Huruf i Huruf j Huruf k Huruf I Huruf m Dalam pengertian sewa termasuk imbalan yang diterima atau diperoleh dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan penggunaan harta bergerak atau harta tak bergerak, misalnya sewa mobil, sewa kantor, sewa rumah, dan sewa gudang. Penerimaan berupa pembayaran berkala, misalnya "alimentasi" atau tunjangan seumur hidup yang dibayar secara berulang-ulang dalam waktu tertentu. Pembebasan utang oleh pihak yang berpiutang dianggap sebagai penghasilan bagi pihak yang semula berutang, sedangkan bagi pihak yang berpiutang dapat dibebankan sebagai biaya. Namun, dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan bahwa pembebasan utang debitur kecil misalnya Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Usaha Rakyat (KUR), kredit untuk perumahan sangat sederhana, serta kredit kecil lainnya sampai dengan jumlah tertentu dikecualikan sebagai objek pajak. Keuntungan yang diperoleh karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 merupakan penghasilan. Huruf n Huruf n Huruf o Cukup ^jelas Huruf p Huruf q Huruf r Cukup ^jelas. Huruf s Cukup jelas. Ayat (1a) Cukup ^jelas. Ayat (1b) Cukup ^jelas. Ayat (lc) Cukup ^jelas. Ayat (ld) Dihapus. Dalam pengertian premi asuransi termasuk premi reasuransi. Tambahan kekayaan neto pada hakekatnya merupakan akumulasi penghasilan baik yang telah dikenakan pajak dan yang bukan objek pajak serta yang belum dikenakan pajak. Apabila diketahui adanya tambahan kekayaan neto yang melebihi akumulasi penghasilan yang telah dikenakan pajak dan yang bukan objek pajak, maka tambahan kekayaan neto tersebut merupakan penghasilan. Kegiatan usaha berbasis syariah memiliki landasan filosofi yang berbeda dengan kegiatan usaha yang bersifat konvensional. Namun, penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha berbasis syariah tersebut tetap merupakan objek pajak menurut Undang-Undang ini. Ayat (21 Sesuai dengan ketentuan pada ayat (1), penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat ini merupakan objek pajak. Berdasarkan pertimbangan antara lain: perlu adanya dorongan dalam rangka perkembangan investasi dan tabungan masyarakat; -- kesederhanaan dalam pemungutan pajak; berkurangnya beban administrasi baik bagi Wajib Pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak; pemerataan dalam pengenaan pajaknya; dan memerhatikan perkembangan ekonomi dan moneter, atas penghasilan-penghasilan tersebut perlu diberikan perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajaknya. Perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajak atas jenis penghasilan tersebut termasuk sifat, besarnya, dan tata cara pelaksanaan pembayaran, pemotongan, atau pemungutan diatur dalam Peraturan Pemerintah. Obligasi sebagaimana dimaksud pada ayat ini termasuk surat utang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan, seperti Medium Term Note, Floating Rate Note yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan. Surat Utang Negara yang dimaksud pada ayat ini meliputi Obligasi Negara dan Surat Perbendaharaan Negara. Ayat (3) Huruf a Bantuan atau sumbangan bagi pihak yang menerima bukan merupakan objek pajak sepanjang diterima tidak dalam rangka hubungan kerja, hubungan usaha, hubungan kepemilikan, atau hubungan penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan. Zakat, infak, dan sedekah yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat yang berhak serta serta sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama lainnya yang diakui di Indonesia yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang direrima oleh penerima sumbangan yang berhak diperlakukan sama seperti bantuan atau sumbangan. Yang dimaksud dengan "zakat" adalah zakat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenat zakat. Hubungan usaha antara pihak yang memberi dan yang menerima dapat terjadi, misalnya PT A sebagai produsen suatu jenis barang yang bahan baku utamanya diproduksi oleh PT B. Apabila PT B memberikan sumbangan bahan baku kepada PT A, sumbangan bahan baku yang diterima oleh PT A merupakan objek pajak. Harta hibahan bagi pihak yang menerima bukan merupakan objek pajak apabila diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan, badan pendidikan, atau badan sosial termasuk yayasan atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil termasuk koperasi, sepanjang diterima tidak dalam rangka hubungan kerja, hubungan usaha, hubungan kepemilikan, atau hubungan penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. Huruf b Cukup ^jelas Huruf c Pada prinsipnya harta, termasuk setoran tunai, yang diterima oleh badan merupakan tambahan kemampuan ekonomis bagi badan tersebut. Namun karena harta tersebut diterima sebagai pengganti saham atau penyertaan modal, maka berdasarkan ketentuan ini, harta yang diterima tersebut bukan merupakan objek pajak. Huruf d . Huruf d Daerah tertentu merupakan daerah yang memenuhi kriteria antara lain daerah terpencil, yaitu daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang layak dikembangkan tetapi keadaan prasarana ekonomi pada umumnya kurang memadai dan sulit dijangkau oleh transportasi umum, baik melalui darat, laut maupun udara, sehingga untuk mengubah potensi ekonomi yang tersedia menjadi kekuatan ekonomi yang nyata, penanam modal menanggung risiko yang cukup tinggi dan masa pengembalian yang relatif panjang, termasuk daerah perairan laut yang mempunyai kedalaman lebih dari 50 (lima puluh) meter yang dasar lautnya memiliki cadangan mineral. Huruf e Penggantian atau santunan yang diterima oleh orang pribadi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan polis asuransi kesehatair, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa, bukan merupakan objek pajak. Hal ini selaras dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) hurufl d, yaitu bahwa premi asuransi yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi untuk kepentingan dirinya tidak boleh dikurangkan dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak. Huruf f Cukup ^jelas. Huruf g Pengecualian sebagai objek pajak berdasarkan ketentuan ini hanya berlaku bagi dana pensiun yang pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Otoritas Jasa Keuangan. Yang dikecualikan dari objek pajak adalah iuran yang diterima dari peserta pensiun, baik atas beban sendiri maupun yang ditanggung pemberi kerja. Pada dasarnya iuran yang diterima oleh dana pensiun tersebut merupakan dana milik dari peserta pensiun, yang akan dibayarkan kembali kepada mereka pada waktunya. Pengenaan pajak atas iuran tersebut berarti mengurangi hak para peserta pensiun, dan oleh karena itu iuran tersebut dikecualikan sebagai objek pajak. Huruf h Sebagaimana tersebut dalam huruf g, pengecualian sebagai objek pajak berdasarkan ketentuan ini hanya berlaku bagi dana pensiun yang pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Otoritas Jasa Keuangan. Yang dikecualikan dari objek pajak dalam hal ini adalah penghasilan dari modal yang ditanamkan di bidang-bidang tertentu. Penanaman modal oleh dana pensiun dimaksudkan untuk pengembangan dan merupakan dana untuk pembayaran kembali kepada peserta pensiun di kemudian hari, sehingga penanaman modal tersebut perlu diarahkan pada bidang-bidang yang tidak bersifat spekulatif atau yang berisiko tinggi. Huruf i Untuk kepentingan pengenaan pajak, badan- badan sebagaimana disebut dalam ketentuan ini i-ang ^merupakan ^himpunan ^para ^anggotanya dikenai pajak sebagai satu kesatuan, yaitu pada tingkat badan tersebut. Oleh karena itu, bagian laba atau sisa hasil usaha yang diterima oleh para anggota badan tersebut bukan lagi merupakan objek pajak. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Yang dimaksud dengan "perusahaan modal ventura" adalah suatu perusahaan yang kegiatan irsahanya membiayai badan usaha (sebagai pasangan usaha) dalam bentuk penyertaan modal untuk suatu jangka waktu tertentu. Berdasarkan ketentuan ini, bagian laba yang diterima atau diperoleh dari perusahaan pasangan usaha tidak termasuk sebagai objek pajak, dengan syarat perusahaan pasangan usaha tersebut merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dalam sektor-sektor tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan saham perusahaan tersebut tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia. Apabila Apabila pasangan usaha perusahaan modal ventura memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf f, dividen yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura bukan merupakan objek pajak. Agar kegiatan perusahaan modal ventura dapat diarahkan kepada sektor-sektor kegiatan ekonomi yang memperoleh prioritas untuk dikembangkan, misalnya untuk meningkatkan ekspor nonmigas, usaha atau kegiatan dari perusahaan pasangan usaha tersebut diatur oleh Menteri Keuangan. Mengingat perusahaan modal ventura merupakan alternatif pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal, penyertaan modal yang akan dilakukan oleh perusahaan modal ventura diarahkan pada perusahaan-perusahaan yang belum mempunyai akses ke bursa efek. Huruf I Huruf m Cukup jelas. Bahwa dalam rangka mendukung usaha peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan diperlukan sarana dan prasarana yang memadai. Untuk itu dipandang perlu memberikan fasilitas perpajakan berupa pengecualian pengenaan pajak atas sisa lebih yang diterima atau diperoleh sepanjang sisa lebih tersebut ditanamkan kembali dalam bentuk pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan dimaksud. Penanaman kembali sisa lebih dimaksud harus direalisasikan paling lama dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak sisa lebih tersebut diterima atau diperoleh. Untuk menjamin tercapainya tujuan pemberian fasilitas ini, maka lembaga atau badan yang menyelenggarakan pendidikan harus bersifat nirlaba. Pendidikan serta penelitian dan pengembangan yang diselenggarakan bersifat terbuka kepada siapa saja dan telah mendapat pengesahan dari instansi yang membidanginya. Angka 2 Pasal 6 Huruf n Bantuan atau santunan yang diberikan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kepada Wajib Pajak tertentu adalah bantuan sosial yang diberikan khusus kepada Wajib Pajak atau anggota masyarakat yang tidak mampu atau sedang mendapat bencana alam atau tertimpa musibah. Huruf o Cukup jelas. Huruf p Cukup jelas. Ayat (1) Beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dapat dibagi dalam 2 (dua) golongan, yaitu beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun dan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun. Beban yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan, misalnya gaji, biaya administrasi dan bunga, dan biaya rutin pengolahan limbah, sedangkan pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau melalui amortisasi. Di samping itu, apabila dalam suatu tahun pajak didapat kerugian karena penjualan harta atau karena selisih kurs, kerugian tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Huruf a Biaya yang dimaksud pada ayat ini lazim disebut biaya sehari-hari yang boleh dibebankan pada tahun pengeluaran. Untuk dapat dibebankan sebagai biaya, pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak. Dengan demikian, pergeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Contoh: Dana Pensiun A yang pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Otoritas Jasa Keuangan memperoleh penghasilan bruto yang terdiri dari:
penghasilan yang bukan merupakan objek pajak sesuai dengan Pasal 4 ayat (3) huruf h b. penghasilan bruto lainnya sebesar Jumlah penghasilan bruto Rp1OO.0O0.OOO,00 Ro3OO 000.000.00 (+) Rp400.0O0.000,00 Apabila seluruh biaya adalah sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), biaya yang boleh dikurangkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan adalah sebesar 314 x Rp20O.000.000,00 = Rp150.000.000,00. Demikian pula bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membeli saham tidak dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang dividen yang diterimanya tidak merupakan objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f. Bunga pinjaman yang tidak boleh dibiayakan tersebut dapat dikapitalisasi sebagai penambah harga perolehan saham. Pengeluaran yang tidak ada hubungannya dengan upaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, misalnya pengeluaran untuk keperluan pribadi pemegang saham, pembayaran bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk keperluan pribadi peminjam serta pembayaran premi asuransi untuk kepentingan pribadi, tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Pembayaran premi asuransi oleh pemberi kerja untuk kepentingan pegawainya boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan, tetapi bagi pegawai yang bersangkutan premi tersebut merupakan penghasilan. Pengeluaran yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto harus dilakukan dalam batas yang wajar sesuai dengan adat kebiasaan pedagang yang baik. Dengan demrkian, jika pengeluaran yang melampaui batas kewajaran tersebut dipengaruhi oleh hubungan istimewa, jumlah yang melampaui batas kewajaran tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Selanjutnya lihat ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) huruf f dan Pasal 18 beserta penjelasannya. Pajak yang menjadi beban perusahaan dalam rangka usahanya selain Pajak Penghasilan, misalnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Meterai (BM), Pajak Hotel, dan Pajak Restoran, dapat dibebankan sebagai biaya. Mengenai pengeluaran untuk promosi perlu dibedakan antara biaya yang benar-benar dikeluarkan untuk promosi dan biaya yang pada hakikatnya merupakan sumbangan. Biaya yang benar-benar dikeluarkan untuk promosi boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Huruf b Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan harta tak berwujud serta pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi. Selanjutnya lihat ketentuan Pasal 9 ayat (2), Pasal 1 1, dan Pasal 1 1A beserta penjelasannya. Pengeluaran yang menurut sifatnya merupakan pembayaran di muka, misalnya sewa untuk beberapa tahun yang dibayar sekaligus, pembebanannya dapat dilakukan melalui alokasi. Huruf c Huruf d Huruf e di Indonesia Huruf f Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Otoritas Jasa Keuangan boleh dibebankan sebagai biaya, sedangkan iuran yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya tidak atau belum disahkan oleh Otoritas Jasa Keuangan tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang menurut tujuan semula tidak dimaksudkan untuk dijual atau dialihkan yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki tetapi tidak digunakan dalam perusahaan, atau yang dimiliki tetapi tidak digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Kerugian karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia dalam jumlah yang wajar untuk menemukan teknologi atau sistem baru bagi pengembangan perusahaan boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan. Huruf g Biaya yang dikeluarkan untuk keperluan beasiswa, magang, dan pelatihan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan dengan memperhatikan kewajaran, termasuk beasiswa yang dapat dibebankan sebagai biaya adalah beasiswa yang diberikan kepada pelajar, mahasiswa, dan pihak lain. Huruf h Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang Wajib Pajak telah mengakuinya sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial dan telah melakukan upaya penagihan yang maksimal atau terakhir. Yang dimaksud dengan penerbitan tidak hanya berarti penerbitan berskala nasional, melainkan juga penerbitan internal asosiasi dan sejenisnya. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Yang dimaksud dengan "biaya pembangunan infrastruktur sosial" adalah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan membangun sarana dan prasarana untuk kepentingan umum dan bersifat nirlaba. Contoh dari infrastruktur sosial antara lain rumah ibadah, sanggar seni budaya, dan poliklinik. Huruf I Cukup jelas. Huruf m Cukup jelas. Huruf n Cukup jelas. V 9999I I ^ON YS (+) (+) (+) (+) Fnu (oo'ooo'ooo'oor du) 00'000'000009 (oo'ooo'ooo'oo6 oo-o00T00T0T ^dd (oo'ooo'ooo'ooo'r du) 'IIHIN CId (oo'ooo'ooo'ooo'rdu) (oo'ooo'ooo'oot du) (oo'ooo'ooo'ooo'rdu) 00'000'oo0'ooz ^cl5 (oo'ooo'ooo'ooz'r du) 600Z ^unqel Ie>lsg ^r8n-r ^esrg vloz ^unqBt IB>ISU ^PqB.I 600Z ^unqq IaIsU ^rEru ^esrg tloz ^unqEl lB>lsu ^BqE-I 600Z ^unqel IB>lsU ^r8n; ^esrg zloz ^unqBl lB>lsu ^BqB.I 600Z ^unr.{Bt IE>ISU ^rBn; ^esrg IrcZ ^unr{Bt IDIsU IEnd 600Z ^unqq Ie>lsu ^r8n: ^esrg oloz ^unr.{Bt IB>ISU ^BqB'I 600Z ^unqet IP>lsU IEnd dd du) : ln>IrJeq reteqes ue>ln>lelrp uer8n; e>1 rsesueduroy O0'OOO'OOO'OO8d5 IE{sU ^BqBI ^: VyOZ 00'OO0'OOO'0OIdg ^p>1sg ^BqBI ^: ilOZ 'I I H I N dd IB>lsU BqEI : ZIOZ (OO'OOO'000'00td5) 1e>lsu r8n-r : ItOZ O0'OOO'000'Og6dd Ie>lsu ^Bqel ^: OIOZ : tn>Irreq re8eqes V Jd IB>IsU ^rBnr ^eqel ^eduln>1.raq ^unqe] ^(eufl ^g ^uTBIBC ^'(qerdnr etnl sn]er Bnp rerlnu nles) 00'OOO'000'O0Z'1dg reseqes p>IsU uer8rue>1 Blrrepuaru 600Z unqet r.uelep V Jd : qoluoc ']nqesrel uer8n; e>1 e.(uledeprp unqEl qepnses e.{u1n>1uaq unqp} >1e[es relnurp lnrn]-]nrnpeq unqel (eurl) S EruBIes IB>IsU BqBI nBtp oteu uBlrseq8ued ue8uep ue>Irsesuaduoqrp lnqesJel uerBn: e>1 'uer8n: e>1 ledeprp olruq uepseq8uad r.rep ue>18ue: n>1p qeletres (t ) te.(e eped uentuele>I ue>lrEsppreq uB>IuBue{-redrp Eue,{ ue.renleBuad-ue-renle8ued e>IIf (d rc,rv - L9- vtsSNocNl vt-lEnd3ll NSCrS3dd Angka 3 Pasal 7 Rugi fiskal tahun 2OO9 sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) yang masih tersisa pada akhir tahun 2Ol4 tidak boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun 2015, sedangkan rugi fiskal tahun 2OIl sebesar Rp3O0.000.0OO,00 (tiga ratus juta rupiah) hanya boleh dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2015 dan tahun2016, karena jangka waktu lima tahun yang dimulai sejak tahun 2Ol2 berakhir pada akhir tahun 2016. Ayat (3) Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, kepadanya diberikan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7. Ayat (1) Untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak dari Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, penghasilan netonya dikurangi dengan jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak. Di samping untuk dirinya, kepada Wajib Pajak yang sudah kawin diberikan tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Bagi Wajib Pajak yang isterinya menerima atau memperoleh penghasilan yang digabung dengan penghasilannya, Wajib Pajak tersebut mendapat tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk seorang isteri paling sedikit Rp54.00O.000,00 (lima puluh empat juta rupiah). Wajib Pajak yang mempunyai anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus yang menjadi tanggungan sepenuhnya, misalnya orang tua, mertua, anak kandung, atau anak angkat diberikan tambahan Penghasilan Tidak I(ena Pajak untuk paling banyak 3 (tiga) orang. Yang dimaksud dengan "anggota keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya" adalah anggota keluarga yang tidak mempunyai penghasilan dan seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh Wajib Pajak. Contoh: Contoh: Wajib Pajak A mempunyai seorang isteri dengan tanggungan 4 (empat) orang anak. Apabila isterinya memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja yang sudah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 2l dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha suami atau anggota keluarga lainnya, besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang diberikan kepada Wajib Pajak A adalah sebesar Rp72.000.000,00 {Rp5a.000.000,00 ^+ ^Rp4.500.000,00 ^+ (3 x Rp4.500.0O0,00)), sedangkan untuk isterinya, pada saat pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 oleh pemberi kerja diberikan Penghasilan Tidak Kena Pajak sebesar Rp54.000.000,00 (lima puluh empat juta rupiah). Apabila penghasilan isteri harus digabung dengan penghasilan suami, besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang diberikan kepada Wajib Pajak A adalah sebesar Rp126.000.000,00 (Rp72.000.000,00 + Rp5a.000.000,00). Ayat (2) Ayat (2a) Cukup jelas Ayat (3) Penghitungan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan menurut keadaan Wajib Pajak pada awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak. Misalnya, pada tanggal 1 Januari 2021 Wajib Pajak B berstatus kawin dengan tanggungan 1 (satu) orang anak. Apabila anak yang kedua lahir setelah tanggal 1 Januari 2021, besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang diberikan kepada Wajib Pajak B untuk tahun pajak 2O2l tetap dihitung berdasarkan status kawin dengan 1 (satu) anak. Berdasarkan ketentuan ini Menteri Keuangan diberikan wewenang untuk mengubah besarnya:
Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
batasan peredaran bruto tidak dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a1, setelah berkonsultasi dengan alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang bersifat tetap, yaitu komisi yang tugas dan kewenangannya di bidang keuangan, perbankan, dan perencanaan pembangunan dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi dan moneter serta perkembangan harga kebutuhan pokok setiap tahunnya. Angka 4 Pasal 9 Ayat (1) Pengeluaran yang dilakukan Wajib Pajak dapat dibedakan antara pengeluaran yang boleh dan yang tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Pada prinsipnya biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya yang mempunyai hubungan langsung dan tidak langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak yang pembebanannya dapat dilakukan dalam tahun pengeluaran atau selama masa manfaat dari pengeluaran tersebut. Pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi pengeluaran yang sifatnya pemakaian penghasilan atau yang jumlahnya melebihi kewajaran. Huruf a Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk pembayaran dividen kepada pemilik modal, pembagian sisa hasil usaha koperasi kepada anggotanya, dan pembayaran dividen oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, tidak boleh dikurangkan dari penghasilan badan yang membagikannya karena pembagian laba tersebut merupakan bagian dari penghasilan badan tersebut yang akan dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang ini. Huruf b Huruf b Huruf c Cukup jelas. Huruf d Huruf e Dihapus. Huruf f Tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan adalah biaya-biaya yang dikeluarkan atau dibebankan oleh perusahaan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota, seperti perbaikan rumah pribadi, biaya perjalanan, biaya premi asuransi yang dibayar oleh perusahaan untuk kepentingan pribadi para pemegang saham atau keluarganya. Premi untuk asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayar sendiri oteh Wajib Pajak orang pribadi tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto, dan pada saat orang pribadi dimaksud menerima penggantian atau santunan asuransi, penerimaan tersebut bukan merupakan objek pajak. Apabila premi asuransi tersebut dibayar atau ditanggung oleh pemberi kerja, maka bagi pemberi kerja pembayaran tersebut boleh dibebankan sebagai biaya dan bagi pegawai yang bersangkutan merupakan penghasilan yang merupakan objek pajak. Dalam hubungan pekerjaan, kemungkinan dapat terjadi pembayaran imbalan yang diberikan kepada pegawai yang juga pemegang saham. Karena pada dasarnya pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah pengeluaran yang jumlahnya wajar sesuai dengan kelaziman usaha, berdasarkan ketentuan ini jumlah yang melebihi kewajaran tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Jumlah wajar sebagaimana dimaksud dalam ayat ini merupakan ^jumlah yang tidak melebihi dari jumlah yang seharusnya dikeluarkan oleh pemberi kerja sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan jika dilakukan oleh pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa. Misalnya, seorang tenaga ahli yang merupakan pemegang saham dari suatu badan memberikan jasa kepada badan tersebut dengan memperoleh imbalan sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh ^juta rupiah). Apabila untuk ^jasa yang sama yang diberikan oleh tenaga ahli lain yang setara hanya dibayar sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh ^juta rupiah), ^jumlah sebesar Rp30.000.000,00 (tiga puluh ^juta rupiah) tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Bagi tenaga ahli yang ^juga sebagai pemegang saham tersebut jumlah sebesar Rp3O.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) dimaksud dianggap sebagai dividen. Huruf g Cukup ^jelas. Huruf h Yang dimaksudkan dengan Pajak Penghasilan dalam ketentuan ini adalah Pajak Penghasilan yang terutang oleh Wajib Pajak yang bersangkutan. Huruf i Biaya untuk keperluan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya, pada hakekatnya merupakan penggunaan penghasilan oleh Wajib Pajak yang bersangkutan. Oleh karena itu biaya tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan. Huruf j Anggota firma, persekutuan dan perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham diperlakukan sebagai satu kesatuan, sehingga tidak ada imbalan sebagai gaji. Dengan demikian gaji yang diterima oleh ^anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham, bukan merupakan pembayaran yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto badan tersebut. Huruf k Cukup ^jelas. Ayat (2) Sesuai dengan kelaziman usaha, ^pengeluaran ^yang mempunyai peranan terhadap penghasilan untuk beberapa tahun, pembebanannya dilakukan ^sesuai dengan ^jumlah tahun lamanya ^pengeluaran tersebut berperan terhadap penghasilan. Sejalan dengan prinsip penyelarasan antara pengeluaran dengan penghasilan, dalam ketentuan ini pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai ^masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dapat dikurangkan sebagai biaya perusahaan sekaligus ^pada tahun pengeluaran, melainkan dibebankan ^melalui penyusutan dan amortisasi selama masa manfaatnya sebagaimana diatur dalam Pasal 11 dan Pasal ^11A. Angka 5 Pasal 1 1 Ayat (1) dan ayat (2) Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud ^yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 ^(satu) tahun harus dibebankan sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dengan cara mengalokasikan pengeluaran tersebut selama masa manfaat harta berwujud melalui ^pen5rusutan. Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh tanah hak milik, termasuk tanah berstatus hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai yang ^pertama kali tidak boleh disusutkan, kecuali apabila tanah tersebut dipergunakan dalam perusahaan atau dimiliki untuk memperoleh penghasilan dengan syarat nilai tanah tersebut berkurang karena penggunaannya untuk memperoleh penghasilan, misalnya tanah dipergunakan untuk perusahaan genteng, perusahaan keramik, ^atau perusahaan batu bata. Yang dimaksud dengan "pengeluaran untuk memperoleh tanah hak guna bangunan, hak ^guna usaha, dan hak pakai yang pertama kali" adalah biaya perolehan tanah berstatus hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai dari pihak ketiga dan pengurLrsan hak-hak tersebut dari instansi yang berwenang untuk pertama kalinya, sedangkan biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai diamortisasikan selama ^jangka waktu hak-hak tersebut. Metode penyusutan yang dibolehkan berdasarkan ketentuan ini dilakukan:
dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut (metode garis lurus atau straight-line metho@; atau
dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku (metode saldo menurun atau declining balance methodl. Penggunaan metode pen5rusutan atas harta harus dilakukan secara taat asas. Untuk harta berwujud berupa bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus. Harta berwujud selain bangunan dapat disusutkan dengan metode ^garis lurus atau metode saldo menurun. Dalam hal Wajib Pajak memilih menggunakan metode saldo menurun, nilai sisa buku pada akhir masa manfaat harus disusutkan sekaligus. Sesuai dengan pembukuan Wajib Pajak, alat-alat kecil (small tools) yang sama atau sejenis dapat disusutkan dalam satu golongan. Contoh penggunaan metode garis lurus: Sebuah gedung yang harga perolehannya Rp1.000.000.OOO,O0 (satu miliar rupiah) dan masa manfaatnya 20 (dua puluh) tahun, penyusutannya setiap tahun adalah sebesar Rp50.000.000,00 (Rp1.0O0.OO0.000,00 :
. Contoh penggunaan metode saldo menurun: Sebuah mesin yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Januari 2OO9 dengan harga perolehan sebesar Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). Masa manfaat dari mesin tersebut adalah 4 (empat) tahun. Kalau tarif penyusutan misalnya ditetapkan 50% (lima puluh persen), penghitungan penyusutannya adalah sebagai berikut: Ayat (3) Pen5rusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran atau pada bulan selesainya pengerjaan suatu harta sehingga penyusutan pada tahun pertama dihitung secara pro-rata. Contoh 1: Pengeluaran untuk pembangunan sebuah gedung adalah sebesar Rp1.O00.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pembangunan dimulai pada bulan Oktober 2OO9 dan selesai untuk digunakan pada bulan Maret 2OlO. Pen5rusutan atas harga perolehan bangunan gedung tersebut dimulai pada bulan Maret tahun pajak 2010. Contoh 2: Sebuah mesin yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Juli 2OO9 dengan harga perolehan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Masa manfaat dari mesin tersebut adalah 4 (empat) tahun. Kalau tarif pen5rusutan misalnya ditetapkan 5oo/o (lima puluh persen), maka penghitungan penyusutannya adalah sebagai berikut: Tahun Tarif Penyusutan Nilai Sisa Buku Harga Perolehan 150.000.000,00 2009 50% 75.000.o00,00 75.000.000,00 20to 5Oo/o 37.500.000,00 37.500.000,00 20tt 5Oo/o 18.750.000,00 18.750.O00,00 2012 Disusutkan sekaligus 18.750.000,00 0,00 Tahun Tahun Tarif Pen5rusutan Nilai Sisa Buku Harga Perolehan 100.000.000,00 2009 6l12 x 5Oo/o 25.000.000,00 75.000.000,00 20to 5Oo/o 37.500.000,00 37.500.000,o0 20rI 50% 18.750.000,00 18.750.000,00 2012 5Oo/o 9.375.000,O0 9.375.000,00 20t3 Disusutkan sekaligus 9.375.000,o0 0,00 Ayat (a) Berdasarkan persetujuan Direktur Jenderal pajak, saat mulainya pen5rusutan dapat dilakukan pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta tersebut mulai menghasilkan. Saat mulai menghasilkan dalam ketentuan ini dikaitkan dengan saat mulai berproduksi dan tidak dikaitkan dengan saat diterima atau diperolehnya penghasilan. Contoh: PT X yang bergerak di bidang perkebunan membeli traktor pada tahun 2OO9. Perkebunan tersebut mulai menghasilkan (panen) pada tahun 2OlO. Dengan persetujuan Direktur Jenderal pajak, penyusutan traktor tersebut dapat dilakukan mulai tahun 2OlO. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Untuk memberikan kepastian hukum bagi Wajib pajak dalam melakukan penJrusutan atas pengeluaran harta berwujud, ketentuan ini mengatur kelompok masa manfaat harta dan tarif pen5rusutan baik menurut metode garis lurus maupun saldo menurun. Yang trRES!DEN REPUBLIK INDONESIA -67 - Yang dimaksud dengan "bangunan tidak permanen,, adalah bangunan yang bersifat sementara dan terbuat dari bahan yang tidak tahan lama atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan, yang masa manfaatnya tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun, misalnya barak atau asrama yang dibuat dari kayu untuk karyawan. Ayat (6a) Cukup jelas. Ayat (7) Dalam rangka menyesuaikan dengan karakteristik bidang usaha tertentu, seperti perkebunan tanaman keras, kehutanan, dan peternakan, perlu diberikan pengaturan tersendiri untuk penyusutan harta berwujud yang digunakan dalam bidang usaha tertentu tersebut. Ayat (8) dan ayat (9) Pada dasarnya keuntungan atau kerugian karena pengalihan harta dikenai pajak dalam tahun dilakukannya pengalihan harta tersebut. Apabila harta tersebut dijual atau terbakar, maka penerimaan neto dari penjualan harta tersebut, yaitu selisih antara harga penjualan dan biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan penjualan tersebut dan atau penggantian asuransinya, dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penjualan atau tahun diterimanya penggantian asuransi, dan nilai sisa buku dari harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dalam tahun pajak yang bersangkutan. Dalam hal penggantian asuransi yang diterima jumlahnya baru dapat diketahui dengan pasti pada masa kemudian, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal pajak agar jumlah sebesar kerugian tersebut dapat dibebankan dalam tahun penggantian asuransi tersebut. Ayat (10) Menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8), dalam hal pengalihan harta berwujud yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, nilai sisa bukunya tidak boleh dibebankan sebagai kerugian oteh pihak yang mengalihkan. Ayat ( 1 1) Dihapus. Angka 6 Pasal 1 1A Ayat (1) Harga perolehan harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan muhibah (goodwilt) yang mempunyai masa manfaat tebih dari 1 (satu) tahun diamortisasi dengan metode:
dalam bagian-bagian yang sama setiap tahun selama masa manfaat; atau
dalam bagian-bagian yang menurun setiap tahun dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas nilai sisa buku. Khusus untuk amortisasi harta tak berwujud yang menggunakan metode saldo menurun, pada akhir masa manfaat nilai sisa buku harta tak berwujud atau hak- hak tersebut diamortisasi sekaligus. Ayat (1a) Amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran sehingga amortisasi pada tahun pertama dihitung secara pro-rata. Dalam rangka menyesuaikan dengan karakteristik bidang usaha tertentu perlu diberikan pengaturan tersendiri untuk saat dimulainya amortisasi. Ayat (2) Penentuan masa manfaat dan tarif amortisasi atas pengeluaran harta tak berwujud dimaksudkan untuk memberikan keseragaman bagi Wajib pajak dalam melakukan amortisasi. wajib Wajib Pajak dapat melakukan amortisasi sesuai dengan metode yang dipilihnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan masa manfaat yang sebenarnya dari tiap harta tak berwujud. Tarif amortisasi yang diterapkan didasarkan pada kelompok masa manfaat sebagaimana yang diatur dalam ketentuan ini. Untuk harta tidak berwujud yang masa manfaatnya tidak tercantum pada kelompok masa manfaat yang ada, maka Wajib Pajak menggunakan masa manfaat yang terdekat. Misalnya harta tak berwujud dengan masa manfaat yang sebenarnya 6 (enam) tahun dapat menggunakan kelompok masa manfaat 4 (empat) tahun atau 8 (delapan) tahun. Dalam hal masa manfaat yang sebenarnya 5 (lima) tahun, maka harta tak berwujud tersebut diamortisasi dengan menggunakan kelompok masa manfaat 4 (empat) tahun. Ayat (2al Ayat (3) Ayat (4) Cukup jelas. Cukup jelas. Metode satuan produksi dilakukan dengan menerapkan persentase tarif amortisasi yang besarnya setiap tahun sama dengan persentase perbandingan antara realisasi penambangan minyak dan gas bumi pada tahun yang bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh kandungan minyak dan gas bumi di lokasi tersebut yang dapat diproduksi. Apabila ternyata jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari yang diperkirakan, sehingga masih terdapat sisa pengeluaran untuk memperoleh hak atau pengeluaran lain, maka atas sisa pengeluaran tersebut boleh dibebankan sekaligus dalam tahun pajak yang bersangkutan. Ayat (5) Pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi, hak pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya seperti hak pengusahaan hasil laut diamortisasi berdasarkan metode satuan produksi dengan jumlah paling tinggi 20% (dua puluh persen) setahun. Contoh: Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan hutan, yang mempunyai potensi 10.000.000 (sepuluh juta) ton kayu, sebesar Rp5O0.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) diamortisasi sesuai dengan persentase satuan produksi yang direalisasikan dalam tahun yang bersangkutan. Jika dalam 1 (satu) tahun pajak ternyata jumlah produksi mencapai 3.000.000 (tiga juta) ton yang berarti 30% (tiga puluh persen) dari potensi yang tersedia, walaupun jumlah produksi pada tahun tersebut mencapai 3Oo/o (tiga puluh persen) dari jumlah potensi yang tersedia, besarnya amortisasi yang diperkenankan untuk dikurangkan dari penghasilan bruto pada tahun tersebut adalah 2oo/o (dua puluh persen) dari pengeluaran atau Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Ayat (6) Dalam pengertian pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial, adalah biaya-biaya yang dikeluarkan sebelum operasi komersial, misalnya biaya studi kelayakan dan biaya produksi percobaan tetapi tidak termasuk biaya-biaya operasional yang sifatnya rutin, seperti gaji pegawai, biaya rekening listrik dan telepon, dan biaya kantor lainnya. Untuk pengeluaran operasional yang rutin ini tidak boleh dikapitalisasi tetapi dibebankan sekaligus pada tahun pengeluaran. Ayat (7) . Ayat (7) Contoh: PT X mengeluarkan biaya untuk memperoleh hak penambangan minyak dan gas bumi di suatu lokasi sebesar Rp500.000.OO0,00. Taksiran jumlah kandungan minyak di daerah tersebut adalah sebanyak 20O.00O.OOO (dua ratus juta) barel. Setelah produksi minyak dan gas bumi mencapai 100.000.000 (seratus jutal barel, PT X menjual hak penambangan tersebut kepada pihak lain dengan harga sebesar Rp300.000.000,00. Penghitungan penghasilan dan kerugian dari penjualan hak tersebut adalah sebagai berikut: Harga perolehan Rp 500.00O.O0O,00 Amortisasi yang telah dilakukan: 1 00.0O0. 000/ 200.0O0.000 barel (s0%) Nilai buku harta Harga jual harta Rp 250.000.000,00 Rp 250.00O.000,00 Rp 300.000.000,00 Dengan demikian jumlah nilai sisa buku sebesar Rp250.000.000,00 dibebankan sebagai kerugian dan jumlah sebesar Rp300.000.000,00 dibukukan sebagai penghasilan. Ayat (8) Cukup ^jelas. Angka 7 Pasal 17 Ayat (1) Huruf a Contoh penghitungan pajak yang terutang untuk Wajib Pajak orang pribadi: Jumlah Penghasilan Kena Pajak Rp6.000.0OO.OO0,00 (enam miliar rupiah). Pajak Penghasilan yang terutang: 5o/o l5o/o 25'/o 3Oo/o 35o/o x Rp60.000.0O0,00 = x Rp190.000.000,00 = x Rp25O.000.O00,00 = x Rp4.500.000.000,00 = x Rp1.000.000.000,00 = Rp 3.000.000,00 Rp 28.500.000,00 Rp 62.50O.000,0O Rp1.350.000.000,00 Rp 350.00O.O00,0O (+) Rp1.794.OO0.000,OO Huruf b Contoh penghitungan pajak yang terutang untuk Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap: Penghasilan Kena Pajak PT A pada tahun pajak 2022 sebesar Rp1.500.00O.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah). Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun pajak 2022: 22o/o x Rp1.500.000.000,00 = Rp330.000.000,00. Ayat (2) Perubahan tarif akan diberlakukan secara nasional dimulai per 1 Januari, diumumkan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum tarif baru itu berlaku efektif. Ayat (2a) Dihapus. Ayat (2b) Cukup jelas. Ayat (2c) Cukup jelas. Ayat (2d) Cukup jelas. Ayat (2e) Cukup ^jelas. Ayat (3) Besarnya lapisan Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tersebut akan disesuaikan dengan faktor penyesuaian, antara lain tingkat inflasi, yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan. Ayat (a) Contoh: Penghasilan Kena Pajak sebesar RpS.O5O.900,00 untuk penerapan tarif dibulatkan ke bawah menjadi RpS.050.000,0O. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Contoh: Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak orang pribadi setahun (dihitung sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 16 ayat (4)): Rp584.160.000,00 (lima ratus delapan puluh empat juta seratus enam puluh ribu rupiah). Pajak Penghasilan setahun: Soh x Rp 60.000.00O,00 = Rp 3.000.000,00 15% x Rp19O.OOO.O00,0O = Rp 28.500.000,00 25o/o x Rp250.000.000,00 = Rp 62.500.000,00 30% x Rp 84.160.000,00 = Rp 25.248.000.00 (+) RpL19.248.000,00 Pajak Penghasilan yang terutang dalam bagian tahun pajak (3 bulan) ((3 x 30) :
x Rp119.248.O00,00 = Rp29.812.000,00 Ayat (7) Ketentuan pada ayat ini memberi wewenang kepada Pemerintah untuk menentukan tarif pajak tersendiri yang dapat bersifat final atas jenis penghasilan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (21, sepanjang tidak lebih tinggi dari tarif pajak tertinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Penentuan tarif pajak tersendiri tersebut didasarkan atas pertimbangan kesederhanaan, keadilan, dan pemerataan dalam pengenaan pajak. Angka 8
Permohonan keberatan hak uji materiil terhadap Pasal 1 ayat (1) huruf h dan Pasal 1 ayat (2) huruf h Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81 ...
Relevan terhadap
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 71 dari 93 halaman. Putusan Nomor 36 P/HUM/2020 25. Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut diatas, terlihat bahwa terdapat perbedaan yang mendasar antara asuransi sosial yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan dengan asuransi komersial yang diselenggarakan oleh Swasta yang dapat dibedakan menjadi beberapa bagian, antara lain: a. Dasar Hukum Program Jaminan Kesehatan Nasional diatur melalui Undang- Undang SJSN, Undang-Undang BPJS dan Peraturan Presiden 82 Tahun 2018 beserta perubahan dan peraturan pelaksananya. Sedangkan Asuransi Komersial diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian; b. Hubungan Hukum Program Jaminan Kesehatan Nasional dengan Peserta didasarkan pada perikatan yang lahir karena Peraturan yang dijamin Pemerintah, sedangkan Asuransi Komersial diatur secara keperdataan dalam Perjanjian yang disepakati dengan Peserta; c. Penyelenggara Program Jaminan Kesehatan Nasional diselenggarakan oleh Negara yang diamanatkan lebih lanjut kepada BPJS Kesehatan (sebagai badan hukum yang dibentuk negara untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan/ bersifat publik) sedangkan Asuransi Komersial diselenggarakan oleh perseroran terbatas, koperasi atau usaha bersama (bersifat privat/komersil); d. Penentuan Iuran atau Premi Iuran Program Jaminan Kesehatan Nasional ditetapkan oleh Pemerintah melalui Peraturan Presiden dengan menggunakan standar praktik aktuaria jaminan sosial uang lazim dan berlaku umum dan memperhatikan inflasi, biaya kebutuhan jaminan kesehatan dan kemampuan membayar iuran, sehingga ada bantuan yang dapat diberikan secara selektif) sedangkan Premi Asuransi Komersial disepakati antara Perusahan Asuransi dengan Peserta dengan cakupan pelayanan yang berbeda-beda. Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 71
Permohonan keberatan hak uji materiil terhadap Pasal 1 ayat (1) huruf h dan Pasal 1 ayat (2) huruf h Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81 ...
Relevan terhadap
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 71 dari 93 halaman. Putusan Nomor 36 P/HUM/2020 25. Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut diatas, terlihat bahwa terdapat perbedaan yang mendasar antara asuransi sosial yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan dengan asuransi komersial yang diselenggarakan oleh Swasta yang dapat dibedakan menjadi beberapa bagian, antara lain: a. Dasar Hukum Program Jaminan Kesehatan Nasional diatur melalui Undang- Undang SJSN, Undang-Undang BPJS dan Peraturan Presiden 82 Tahun 2018 beserta perubahan dan peraturan pelaksananya. Sedangkan Asuransi Komersial diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian; b. Hubungan Hukum Program Jaminan Kesehatan Nasional dengan Peserta didasarkan pada perikatan yang lahir karena Peraturan yang dijamin Pemerintah, sedangkan Asuransi Komersial diatur secara keperdataan dalam Perjanjian yang disepakati dengan Peserta; c. Penyelenggara Program Jaminan Kesehatan Nasional diselenggarakan oleh Negara yang diamanatkan lebih lanjut kepada BPJS Kesehatan (sebagai badan hukum yang dibentuk negara untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan/ bersifat publik) sedangkan Asuransi Komersial diselenggarakan oleh perseroran terbatas, koperasi atau usaha bersama (bersifat privat/komersil); d. Penentuan Iuran atau Premi Iuran Program Jaminan Kesehatan Nasional ditetapkan oleh Pemerintah melalui Peraturan Presiden dengan menggunakan standar praktik aktuaria jaminan sosial uang lazim dan berlaku umum dan memperhatikan inflasi, biaya kebutuhan jaminan kesehatan dan kemampuan membayar iuran, sehingga ada bantuan yang dapat diberikan secara selektif) sedangkan Premi Asuransi Komersial disepakati antara Perusahan Asuransi dengan Peserta dengan cakupan pelayanan yang berbeda-beda. Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 71
Permohonan Keberatan Hak Uji Materiil Terhadap Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2020 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presid ...
Relevan terhadap
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 60 dari 81 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2020 bisa pendaharan kapan saja, di mana saja, tanpa ada pemicu apa pun.” Halaman 16. 32. Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut diatas, terlihat bahwa terdapat perbedaan yang mendasar antara asuransi sosial yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan dengan asuransi komersial yang diselenggarakan oleh Swasta yang dapat dibedakan menjadi beberapa bagian, antara lain: a. Dasar Hukum. Program Jaminan Kesehatan Nasional diatur melalui Undang-Undang SJSN, Undang-Undang BPJS dan Peraturan Presiden 82 Tahun 2018 beserta perubahan dan peraturan pelaksananya. Sedangkan Asuransi Komersial diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. b. Hubungan Hukum. Program Jaminan Kesehatan Nasional dengan Peserta didasarkan pada perikatan yang lahir karena Peraturan sedangkan Asuransi Komersial diatur dalam Perjanjian yang disepakati dengan Peserta. c. Penyelenggara Program Jaminan Kesehatan Nasional diselenggarakan oleh Negara yang diamanatkan lebih lanjut kepada BPJS Kesehatan (publik) sedangkan Asuransi Komersial diselenggarakan oleh perseroran terbatas, koperasi atau usaha bersama (bersifat privat/komersil). d. Penentuan Iuran atau Premi Iuran Program Jaminan Kesehatan Nasional ditetapkan oleh Pemerintah melalui Peraturan Presiden dengan menggunakan standar praktik aktuaria jaminan sosial uang lazim dan berlaku umum dan memperhatikan inflasi, biaya kebutuhan jaminan kesehatan dan kemampuan membayar iuran, sehingga ada bantuan yang dapat diberikan secara Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 60
Pengujian UU Nomor 12 Tahun 1985 tentang PBB sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas UU Nomor 12 Tahun 1985 tent ...
Relevan terhadap
a dan huruf b Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan karena tidak sesuai kemampuannya pemilik. Kemampuan Pemilik adalah pada saat Nilai Perolehan Awal Objek Pajak dan pemilik pada tahun 2014 tidak menerima manfaat dan kenikmatan berupa uang yang sebagian bisa diserahkan kepada negara sebagai Pajak Bumi dan Bangunan karena tidak menjual objek pajak. Berdasar pertimbangan hukum huruf a Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan terdapat ketentuan “meningkatkan peran serta masyarakat sesuai dengan kemampuannya “, maka dalam hal ini yang dimaksud sesuai kemampuannya adalah kemampuan wajib pajak membayar harga saat memperoleh/membeli objek pajak, maka seharusnya dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Awal Objek Pajak yang setiap tahun ditinjau dengan tingkat inflasi satu tahun dan sesuai kemampuan wajib pajak . Apabila dDasar pengenaan pajak adalah Nilai Awal Perolehan Objek dan setiap tahun ditinjau dengan berdasar tingkat inflasi yang terjadi selama tahun berjalan maka hak konstitusional wajib pajak sebagai warga negara Indonesia, yaitu yang tercantum dalam Pasal 28H UUD 1945 akan terpenuhi, yaitu Hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang sehat karena sesuai dengan kemampuannya. Selain di Jakarta Pusat rakyat yang merasa berat membayar pajak bumi dan bangunan juga di Jakarta Selatan terdapat rakyat yang merasa berat membayar PBB sesuai bukti P-7. Di luar Provinsi DKI Jakarta juga terdapat rakyat di Provinsi Jawa Tengah yang dikenal sebagai produsen bawang merah yang berkwalitas baik, para petani bawang merah yang Pemohon kunjungi juga merasa berat membayar Pajak Bumi dan Bangunan berdasar Nilai Jual Objek Pajak. Mereka mengharap adanya perubahan dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan yang wajar sesuai kemampuannya sehingga tidak memberatkan (bukti P-7). IV. PETITUM Berdasarkan alas an-alasan tersebut di atas, Pemohon memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk menjatuhkan putusan sebagai berikut: 1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
10 Mellany/ T Dahlia 31730400 02013021 80 Rp720.600,- Rp1.395.241,- Rp674.641,- 93,6% d. Hak Konstitusional Pemohon untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, tidak Pemohon dapatkan karena adanya kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan tahun 2014 yang naik berkisar dari 93,6% sampai 258% jauh di atas kenaikan yang biasanya sekitar 10% sesuai Inflasi yang terjadi selama satu tahun. Kekhawatiran Pemohon bertambah dalam karena ada ketentuan lain juga yang memberatkan, yaitu adanya Denda Administrasi yang tercantum dalam Pasal 11 ayat (3) Pajak yang terutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang dibayar dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan yang dihitung sejak jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. Selain dari pada itu, kalau tidak bayar PBB beberapa tahun akan dipasangi papan bertuliskan ”Belum Membayar Pajak Bumi dan Bangunan” di depan rumah. Rumah Ibu Aminah Jalan Percetakan Negara Raya, No. 16 Kelurahan Paseban, Foto tanggal 21 Maret 2018. Bangunan di Jalan Raya Semplak, Kelurahan Semplak, Kecamatan Bogor Barat, Foto tanggal 20 Maret 2018 Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
Penilaian oleh Penilai Pemerintah di Lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
Relevan terhadap
Penilai Pemerintah mengumpulkan data dan informasi:
yang berkaitan dengan objek Penilaian;
yang berkaitan dengan objek pembanding; dan/atau
lainnya yang diperlukan dalam pelaksanaan Penilaian.
Terhadap Penilaian properti berupa tanah, data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
data dan informasi objek Penilaian, antara lain:
deskripsi fisik;
dokumen kepemilikan; dan/atau
data dan informasi lainnya;
data dan informasi objek pembanding, antara lain:
deskripsi fisik;
data transaksi atau informasi harga transaksi dan/atau penawaran;
informasi ganti rugi atas pengadaan tanah untuk kepentingan umum;
data harga penjualan secara Lelang; dan/atau
data dan informasi lainnya; dan/atau
data dan informasi lain yang diperlukan dalam pelaksanaan Penilaian, antara lain:
rencana tata ruang wilayah;
fasilitas umum;
tingkat diskonto; dan/atau
tingkat inflasi.
Terhadap Penilaian properti berupa bangunan, data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
data dan informasi objek Penilaian, antara lain:
tahun selesai dibangun;
tahun renovasi/ restorasi;
kontruksi dan material;
deskripsi fisik bangunan;
denah konstruksi bangunan ( as built _drawing); _ 6. spesifikasi bangunan;
kondisi bangunan secara umum;
sarana pelengkap;
penggunaan bangunan; dan/atau
data dan informasi lainnya; data dan informasi objek pembanding, antara lain:
data transaksi atau informasi harga transaksi dan/atau penawaran;
data harga penjualan secara Lelang; dan/atau
data dan informasi lainnya; dan/atau
data dan informasi lain yang diperlukan dalam pelaksanaan Penilaian, antara lain:
data standar harga satuan bangunan; dan/atau
rencana tata ruang wilayah.
Terhadap Penilaian properti selain tanah dan/atau bangunan, data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
data dan informasi objek Penilaian, antara lain:
deskripsi objek;
dokumen kepemilikan, jika ada; dan/atau
data dan informasi lainnya;
data dan informasi objek pembanding, antara lain:
data transaksi atau informasi harga transaksi dan/atau penawaran;
data harga penjualan secara Lelang; dan/atau
data dan informasi lainnya; dan/atau
data dan informasi lainnya yang diperlukan dalam pelaksanaan Penilaian. \ www.jdih.kemenkeu.go.id
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1759, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro menyelenggarakan fungsi:
pelaksanaan analisis, proyeksi, perumusan rekomendasi kebijakan, pemantauan, dan evaluasi asumsi dasar ekonomi makro, sektor pemerintah, kesejahteraan, dan ketenagakerj aan;
pelaksanaan analisis, proyeksi, perumusan rekomendasi kebijakan, pemantauan, dan evaluasi perkembangan neraca pendapatan nasional;
pelaksanaan analisis, proyeksi, perumusan rekomendasi kebijakan, pemantauan, dan evaluasi perkembangan sektor moneter dan neraca pembayaran;
pelaksanaan analisis, proyeksi, perumusan rekomendasi kebijakan, pemantauan, dan evaluasi ekonomi internasional;
pelaksanaan hubungan dengan investor, lembaga rating dan lembaga-lembaga internasional lainnya di bidang ekonomi makro;
pelaksanaan koordinasi penetapan sasaran, pemantauan, dan pengendalian inflasi;
penyusunan Kerangka Ekonomi Makro dan penyusunan bahan nota keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, laporan semester I dan prognosa semester II pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan, bahan pidato dan lampiran pidato presiden, jawaban pemerintah atas pertanyaan Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah, jawaban pertanyaan dan bahan konsultasi dengan lembaga internasional dan regional di bidang ekonomi makro;
pelaksanaan pengembangan model secara terpadu (integrated framework) serta pengelolaan data dan statistik ekonomi makro;
pelaksanaan kegiatan penelitian ekonomi makro; J. pelaksanaan pengelolaan kegiatan analisis kebijakan dan pengelolaan pengetahuan; dan
pelaksanaan pengelolaan kinerj a, risiko, urusan keuangan, dan dukungan teknis, serta tata kelola Pusat Kebijakan Ekonomi Makro.
Uji materiil terhadap Pasal 1 ayat (2) huruf B PMK No 252/PMK.011/2012 tanggal 28 Desember 2012 tentang Gas Bumi yang termasuk dalam jenis barang yang ...
Relevan terhadap
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 33 dari 44 halaman. Putusan Nomor 05 P/HUM/2018 Keterangan Gambar: Apabila LNG merupakan BKP, maka atas penyerahan LNG dari perusahaan pengolah LNG kepada PT PLN dikenai PPN. Akibatnya, tarif dasar listrik lebih mahal. Kenaikan tarif dasar listrik ini akan menimbulkan dampak yang luas baik sosial maupun ekonomi. Dampak ekonomi berupa pelemahan daya beli masyarakat akibat pengeluaran biaya listrik yang meningkat. Harga barang-barang kebutuhan pokok pun turut naik sebagai dampak meningkatnya biaya produksi (biaya listrik). Kedua hal tersebut pada akhirnya berimbas pada peningkatan laju inflasi; Seandainya Pemerintah mengambil langkah untuk menekan harga listrik dengan cara menambah subsidi maka hal itu akan menambah beban Negara yang akibatnya mengurangi subsidi di sektor lain; Akan tetapi, mempertimbangkan kapasitas keuangan Negara serta kebijakan pemberian subsidi yang tepat sasaran, Pemerintah tidak dapat serta merta menaikkan subsidi. Oleh karena itu, pengenaan PPN pada LNG akan berdampak pada naiknya tarif dasar listrik yang harus dibayar konsumen; Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 33