Pelaporan Pengelolaan Akumulasi Iuran Pensiun Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara.
Relevan terhadap
Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a disampaikan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dan tembusannya disampaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara (KPA BUN) dan Kepala Badan Kebijakan Fiskal, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tanggal tutup buku tahun yang bersangkutan.
Laporan semesteran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b disampaikan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dan tembusannya clisampaikan kepacla Direktur Jencleral Perbenclaharaan selaku Kuasa Pengguna Anggaran Benclahara Umum Negara (KPA BUN), paling lambat 2 (clua) bulan setelah tanggal tutup buku semester yang bersangkutan.
Laporan bulanan sebagaimana climaksucl clalam Pasal 4 ayat (2) huruf c clisampaikan kepacla Menteri Keuangan c.q. Direktur Jencleral Anggaran clan tembusannya clisampaikan kepacla Direktur Jencleral . Perbenclaharaan selaku Kuasa Pengguna Anggaran Benclahara Umum Negara (KPA BUN), paling lambat tanggal 1 5 bulan berikutnya clari tanggal tutup buku bulan yang bersangkutan.
Statuta Institut Pertanian Bogor.
Relevan terhadap
MWA memiliki wewenang:
menetapkan kebijakan umum dan rencana jangka panjang 25 (dua puluh lima) tahun yang diusulkan oleh Rektor dan SA;
menetapkan rencana strategis 5 (lima) tahun serta rencana kerja dan anggaran tahunan IPB yang diusulkan oleh Rektor;
melaksanakan pengawasan dan pengendalian umum atas pengelolaan bidang nonakademik IPB;
memperhatikan aspirasi internal IPB antara lain dari Dosen, Mahasiswa, dan Tenaga Kependidikan, serta aspirasi pihak eksternal antara lain dari Masyarakat dan pemerintah daerah dalam rangka pengembangan IPB;
memelihara dan meningkatkan kesehatan keuangan IPB;
memberikan persetujuan atau ratifikasi terhadap perjanjian yang menyangkut pemanfaatan aset strategis IPB yang dibuat oleh Rektor dengan pihak lain;
bersama organ IPB lainnya, menyusun, dan memberikan laporan tahunan kepada Menteri dan pihak lain yang berkepentingan;
memberikan masukan dan pendapat tentang pengelolaan IPB kepada Menteri;
memberi keputusan akhir atas permasalahan IPB yang tidak dapat diselesaikan oleh organ lain sesuai dengan kewenangan masing-masing;
bersama SA, Rektor, dan DGB, menyusun dan menyetujui rancangan perubahan statuta untuk diusulkan kepada Pemerintah melalui Menteri;
mengesahkan pengangkatan dan pemberhentian pimpinan dan anggota SA, serta pimpinan DGB;
menetapkan tata cara pemilihan Rektor berdasarkan usulan SA; dan
mengangkat dan memberhentikan Rektor dan wakil Rektor.
Dalam hal penyelesaian permasalahan IPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i tidak dapat diselesaikan oleh MWA, maka penyelesaian dilakukan oleh Menteri.
Dalam melaksanakan tugasnya, MWA dapat membentuk komisi dan/atau panitia ad hoc.
Uji materiil terhadap Pasal 1 angka 3 dan angka 4, Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2014 berikut dengan Butir I Huruf ...
Relevan terhadap
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 61 dari 78 halaman. Putusan Nomor 68 P/HUM/2015 yang dimaknai bahwa Otoritas Jasa Keuangan tidak menjadi bagian dari kekuasaan Pemerintah. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya unsur-unsur perwakulan Pemerintah karena pada hakikatnya Otoritas Jasa Keuangan merupakan otoritas di sektor jasa keuangan yang memiliki relasi dan keterkaitan yang kuat dengan otoritas lain, dalam hal ini otoritas fiskal dan moneter. Oleh karena itu, lembaga ini melibatkan keterwakilan unsur-unsur daru kedua otoritas tersebut secara Ex-officio Keberadaan Ex-officio ini dimaksudkan dalam rangka koordinasi, kerja sama, dan armonisasi kebijakan di bidang fiskal, moneter, dan sektor jasa keuangan.’ Menurut Mahkamah, penjelasan demikian harus dimaknai tetap ada kaitannya dengan pemerintah, sebab semua urusan yang diberikan kepada OJK tidak dapat dilepaskan dengan urusan penyelenggaraan pemerintahan, sehingga JK bukanlah bagian yang dipisahkan dari negara yang karenanya seakan-akan OJK merupakan negara dalam negara. Hal demikian juga terbukti dari adanya unsur- unsur perwakilan pemerintah di OJK serta koordinasi, kerjasama, dan harmonisasi kebijakan dengan lembaga-lembaga lain. Pasal 10 ayat (4) UU OJK menentukan susunan Dewan Komisioner OJK di antaranya terdiri atas seorang anggota Ex-offisio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia dan seorang anggota Ex-officio dari Kementerian Keuangan yang merupakan pejabat setingkat eselon I Kementerian Keuangan. Demikian juga dalam pembentukan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK), salah satu anggota merangkap koordinator adalah Menteri Keuangan (Pasal 44 ayat (1) UU OJK). Dengan masuknya unsur pemerintah baik dalam Dewan Komisioner OJK maupun FKSSK menunjukkan independensi OJK tidak bersifat mutlak. Selain itu, pembatasan terhadap independensi OJK juga dapat dilihat dari adanya kewajiban OJK menyusun laporan kegiatan secara berkala dan melaporkannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), laporan keuangan OJK diaudit oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) atau Kanor Akuntan Publik yang ditunjuk oleh BPK, serta adanya anggota Dewan Audit dan Komite Etik yang juga berasal dari eksternal OJK. Dengan demikian, pemaknaan ‘independen’ bagi OJK sudah secara jelas dan tegas dinyatakan dalam UU OJK sehingga menurut Mahkamah, frasa ‘dan bebas dari campur tangan pihak lain’ yang mengikuti ‘independen’ dalam Pasal 1 angka 1 UU OJK tidak diperlukan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 61
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 75 dari 78 halaman. Putusan Nomor 68 P/HUM/2015 bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan; Menimbang, bahwa dari alasan keberatan Para Pemohon yang kemudian dibantah oleh Termohon 2 dalam jawabannya, dihubungkan dengan bukti-bukti yang diajukan oleh Para Pemohon dan Termohon 2, Mahkamah Agung berpendapat bahwa alasan keberatan Para Pemohon tidak dapat dibenarkan, dengan pertimbangan sebagai berikut : 1. Bahwa OJK sebagai pemegang kebijakan dalam pelaksanaan Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang secara tegas dituangkan dalam Pasal 9 huruf c Undang-Undang a quo dan secara konstitusi merupakan amanat asimetris dari ketentuan Pasal 23D Undang-Undang Dasar 1945 (Pasca Amandemen) juncto Pasal 34 ayat 1 dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999, oleh karenanya dalam rangka mewujudkan fungsi pengawasan secara komperhensif di bidang sektor jasa keuangan diantaranya melakukan pungutan kepada pihak yang melakukan kegiatan dan melakukan pembayaran maka OJK berkewajiban melakukan pungutan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 37 Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK dan ditentukan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Sedangkan di sisi yang lain pungutan- pungutan lain telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) berikut Peraturan Pemerintahnya. 2. Bahwa pungutan yang dilakukan oleh OJK secara normatif dan parsialistik tidak bertentangan dengan Konstitusi Negara Republik Indonesia (UUD 1945) dan peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga permohonan Hak Uji Materil tidak berdasar karena tidak sesuai dengan Pasal 6 dan Pasal 7 yang merupakan tugas dan wewenang OJK serta Pasal 37 Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK. Oleh karenanya kegiatan Notaris khususnya dalam Pasar Modal sebagaimana diamanatkan Pasal 16 (1) juncto Pasal 55 ayat (5) juncto Pasal 64 (1) huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, sehingga Notaris yang melakukan kegiatan pada Pasar Modal tunduk pada ketentuan undang- undang a quo dan peraturan pelaksananya. Oleh sebab itu, pungutan yang dilakukan oleh OJK cukup berdasar dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Bahwa dengan demikian, keberadaan OJK sebagai regulator dan meletakkan fungsi pengawasan serta perwujudan akuntabilitas di bidang Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 75
Pengawasan Terhadap Pelaksanaan Anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.
Relevan terhadap
Menteri Keuangan selaku Pengguna Anggaran atas BA BUN berwenang melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran BA BUN.
Kewenangan melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.
Dalam melaksanakan kewenangan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan melaksanakan tugas sebagai berikut:
menetapkan kebijakan pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran BA BUN;
melaksanakan evaluasi terhadap rencana pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran BA BUN yang disusun oleh Inspektorat Jenderal;
menyampaikan pemberitahuan kepada pemimpin Inspektorat Jenderal dan/atau menteri/pimpinan lembaga yang belum menyampaikan rencana pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran BA BUN;
melakukan kompilasi dan evaluasi terhadap hasil pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran BA BUN yang disampaikan oleh Inspektorat Jenderal;
melaporkan hasil pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran BA BUN kepada Menteri Keuangan;
melakukan pemantauan dan evaluasi atas tindak lanjut hasil pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran BA BUN; dan
memberikan asistensi dan konsultasi kepada Inspektorat Jenderal dalam rangka pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran BA BUN.
Pedoman Pelaksanaan Lelang dengan Penawaran Secara Tertulis Tanpa Kehadiran Peserta Lelang Melalui Internet. ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Lelang Dengan Penawaran Secara Tertulis Tanpa Kehadiran Peserta Lelang Melalui Internet, yang selanjutnya disebut Lelang Melalui Internet, adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis tanpa kehadiran peserta lelang untuk mencapai harga tertinggi, yang dilakukan melalui aplikasi lelang berbasis internet.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, yang selanjutnya disebut DJKN, adalah unit Eselon I di lingkungan Kernen terian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang barang milik negara, kekayaan negara dipisahkan, kekayaan negara lain-lain, penilaian, piutang negara, dan lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Kekayaan Negara.
Direktur Lelang, yang selanjutnya disebut Direktur, adalah salah satu pejabat unit Eselon II di lingkungan DJKN yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang lelang.
Kantor Wilayah DJKN, yang selanjutnya disebut Kantor Wilayah, adalah instansi vertikal DJKN yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal.
Kan tor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang, yang selanjutnya disingkat KPKNL, adalah instansi vertikal DJKN yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah.
Balai Lelang adalah Badan Hukum Indonesia berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan usaha di bidang lelang.
Penyelenggara Lelang Melalui Internet adalah KPKNL atau Balai Lelang yang menyelenggarakan Lelang Melalui Internet.
Pejabat Lelang adalah orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan diberi wewenang khusus untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang.
Pejabat Lelang Kelas I adalah Pejabat Lelang pegawai DJKN yang berwenang melaksanakan Lelang Eksekusi, Lelang Noneksekusi Wajib, dan Lelang Noneksekusi Sukarela.
Pejabat Lelang Kelas II adalah Pejabat Lelang _ swasta yang berwenang melaksanakan Lelang N oneksekusi Sukarela.
Unit Pengelola Teknologi Informasi dan Komunikasi Kementerian Keuangan yang selanjutnya disebut Unit Pengelola TIK adalah unit yang ditetapkan untuk mengelola teknologi informasi dan komunikasi di lingkungan Kementerian Keuangan mencakup Unit Pengelola TIK Pusat dan Unit Pengelola TIK DJKN.
Penjual adalah orang, badan hukum, badan usaha, atau instansi yang berdasarkan peraturan perundang undangan atau perJanJian berwenang untuk menjual barang secara lelang.
Peserta Lelang adalah orang, badan hukum, atau badan usaha yang telah memenuhi syarat untuk mengikuti lelang.
Pembeli adalah orang, badan hukum, atau badan usaha yang mengajukan penawaran tertinggi dan disahkan sebagai pemenang lelang oleh Pejabat Lelang.
Gangguan Teknis adalah gangguan yang terjadi pada aplikasi dan/atau infrastruktur TIK sehingga Lelang Melalui Internet tidak dapat dilaksanakan oleh Penyelenggara Lelang Melalui Internet.
Jam Kerja adalah waktu kerja yang mengacu pada ketentuan jam kerja KPKNL setempat. ã 18. Risalah Lelang adalah berita acara pelaksanaan lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang merupakan akta otentik dan mempunyai kekuatan pembuktian sempurna.
Minuta Risalah Lelang adalah Asli Risalah Lelang berikut lampirannya, yang merupakan dokumen atau arsip negara.
Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan, dan Cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus.
Relevan terhadap
Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan menerbitkan keputusan persetujuan atau penolakan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 1 ayat (2) s.etelah mendapat rekomendasi dari Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kebijakan Penerimaan Negara.
Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis oleh Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kebijakan Penerimaan Negara kepada Direktur Jenderal Pajak setelah dilakukan rapat yang J www.jdih.kemenkeu.go.id dikoordinasikan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dafam Pasal 28 ayat (1).
Keputusan persetujuan atau penolakan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mendasarkan pada dokumen-dokumen, berupa:
rekomendasi tertulis Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kebijakan Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
usulan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan dari Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dan lampiran dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2).
Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) harus tersedia lengkap pada saat rapat yang dikoordinasikan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dan saat disampaikan kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2).
Keputusan persetujuan atau penolakan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak usulan dari Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal diterima lengkap oleh Direktur Jenderal Pajak.
Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, dilakukan pembahasan dalam rapat yang dikoordinasikan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal untuk memutuskan . dapat tidaknya permohonan dimaksud diusulkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal kepada Menteri Keuangan.
Direktur Jenderal Pajak, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kebijakan Penerimaan Negara, dan/atau pejabat yang ditunjuk dapat hadir dalam rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
KE PUTUSAN MENTER! KEUANGAN TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN. PERSETUJUAN PERI'AMA KEDUA Menyetujui pemberian fasilitas Pajak Penghasilan kepada: Wajib Pajak........ .. (7)........ . . NPWP........ .. (8)........ . . Ala.mat........ .. (9)........ . . Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pacla cliktum PERI'AMA adalah sebagai berikut: 1 . pengurangan penghasilan netto sebesar 30% (tiga puluh persen) clari jumlah Penanaman Modal berupa aktiva tetap berwujucl tennasuk tanah yang digunakan W1tuk kegiatan utama usal1a. dibebankan selama 6 (enam) tahun masing-masing sebesar 5o/ o (lima persen) per tahun yang dihitung sejak saat mulai berproduksi/ beroperasi•) secara komersial;
penyusutan yang clipercepat atas aktiva berwujucl clan amortisasi yang dipercepat atas aktiva tak benvu.jud yang cliperoleh dalam rangka Penanaman Modal ban1 clan/ atau perluasan usaha, dengan masa manfaat clan tarif penyusutan serta tarif amortisasi clitetapkan sebagai berikut:
Untuk penyusutan yang dipercepat atas aktiva berwujucl Tarif Penyusutan Masa Kelompok Aktiva Manfaat Berclasarkan Metode Berwujud Menjacli Garis Saldo Lun1s MentrrW1 I. Bukan Ban1nman 100% Kelompok I 2 tahun 50% (dibebankan sekaligus) Kelompok II 4 talmn 25% 50% Kelompok Ill 8 tahun 12,5% 25% Kelompok IV 10 1 0% 20% tal1U11 II. Ban1 ^n 1nan Pern1anen 10 tahun 10% - Tidak Permanen S tahun 20% - b. Untuk amortisasi yang dipercepat atas aktiva tak berwujud: Tarif Amortisasi Masa Kelompok Harta Manfaat Berdasarkan Metode Tak Berwujud Menjadi Garis Saldo Lun1s Mentrrtu1 1 00% Kelompok I 2 tahW1 SO% (dibebankan sekaligus) Kelompok II 4 tal1tm 2S% SO% Kelon1Pok III 8 tahtm 12,5% 25% Kelompok IV 10 tahtm 1 0 ^° / o 20% 3. Pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepacla Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarifyang lebih rendah menurut perjanjian penghindaran pajak berganda yang berlaku; clan 4. Kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 (lima) tahU11 tetapi tidak lebih clari 10 (sepuluh) tahW1 dengan ketentuan sebagai berikut:
tambahan 1 tahun : apabila melakukan Penanaman Modal clengan nilai lebih dari Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah) ;
tambahan 1 tahun apabila Wajib Pajak yang melakukan Penanaman Modal baru mengeluarkan biaya untuk infrastruktur ekonomi clan/ atau sosial di lokasi usaha paling sedikit sebesar Rpl0.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) ;
tambahan 1 tahun apabila menggunakan balmn baku clan/ a tau komponen hasil produksi dalam negeri paling sedikit 70% (tujuh puluh persen) sejak tahtm ke 4 (empat);
cl. tambahan 1 tal1un atau 2 tal1un tambahan 1 (satu) talmn apabila mempekerjakan paling sedikit SOO (Ii.ma ratus) orang tenaga kerja Indonesia selama 5 (lima) tal1un bertun1t-turut atau tambahan 2 (dua) tahun apabila mempekerjakan paling sedikit 1000 (seribu) orang tenaga kerja Indonesia selama 5 (lima) tahun berturut tun1t; KETIGA KEEMPAT KELIMA KEENAM KETUJUH KEDELAPAN KESEMBILAN Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pacla cliktum KEDUA hanya diberikan untuk aktiva yang diperoleh dalam rangka Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam........ . . (10).......... sesuai dengan Larnpiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana di.rnaksud pada diktum KEDUA butir 1 mulai berlaku sejak saat mulai berproduksi/ beroperasi*) secara komersial yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajal{ tentang Penetapan Saat Dimulainya Berproduksi/Beroperasi*) Secara Komersial. Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pacla cliktum KEDUA butir 2 clan butir 3 mulai berlaku sejak clitetapkannya Keputusan Menteri 101. Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksucl pada diktum KEDUA butir 4 mulai berlal<: u setelah ditetapkan clengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penetapan Penambahan Jangka Waktu Kompensasi Kerugian. Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksucl pada diktum KEDUA butir 4 berlal<: u ketentuan Pasal 26 ayat (6) Peraturan Menteri Keuangan Nomor........ . . /PMK.010/2016 tentang Perlakuan Perpajalran, Kepabeanan Dan Cul<: ai Di Kawasan Ekonomi Khusus. Apabila di kemudian hari ditemukan kekeliruan clalam Keputusan Menteri ini maka akan diaclakan perbaikan sebagaimana mestinya. Keputusan Menteri ini mulai berlaku pacla tanggal ditetapkan. Salinan Keputusan Menteri ini, disampaikan kepacla:
Menteri Keuangan Republik Indonesia;
Kepala Ba clan Koordinasi Penanaman M oclal;
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jencleral Pajak........ . . (1 1 )........ .. ;
Kepala Administrator KEK;
Kepala Kantor Pelayanan Pajak.... . .....(12)........ . . ;
Wajib Pajak yang bersangkutan.
n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREh.. "'TUR JENDERAL PAJAK, PENJELASAN ATAS PERSETUJUAN PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASIIAN 1 . Bidang usaha Wajib Pajak yaitu........ . . ( 1 5).......... merupakan Kegiatan Utama di KE K yang tidak mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana climaksud dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor........ . . tentang Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan, Dan Cukai Pada Kawasan Ekonomi Khusus atau bidang usaha yang merupakan Kegiatan Lainnya di luar Kegiatan Utama KEK dengan KBLI........ . . (16)........ . . dengan cakupan produk........ . . ( 1 7)........ .. . 2 . Berdasarkan Berita Acara Rapat Trilateral persetujuan pemberian fasilitas Pajal< Penghasilan yang dilaksanakan pada tanggal.......... (30)........ . . yang diselenggarakan di Badan Koordinasi Penanaman Modal, yang ditandatangani oleh:
Pejabat Eselon I Kementerian Keuangan yaitu Staf Ahli Bidang Kebijakan Penerimaan Negara;
Pejabat Eselon I Badan Koordinasi Penanaman Modal yaitu Deputi Biclang Pelayanan Penanaman Modal; dan
Pejabat Eselon I Kementerian Perindustrian yaitu Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, telah disepakati bahwa:
........ . . , b......... . . , C...•.... . . • , cl. Dalam Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian fasilitas agar clicantumkan kondisi yang harus dipatuhi oleh........ . . (5)........ . . terkait dengan pemenuhan kepatuhan perpajakan.
Berdasarkan surat Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kebijalran Penerimaan Negara Nomor.... . .....tanggal........ . . hal........ . . (29)........ . . , disampaikan bahwa Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kebijakan Penerimaan Negara merekomendasikan........ . . (5).......... NPWP.... . .....(6).... . .....untuk dapat diberil<an fasilitas T m _: _ Allowance Pajak Penghasilan.
Penanaman modal Wajib Pajak berdasarkan........ . . (18)........ . . Penanaman Modal clari Administrator KE K Nomor........ .. ( 1 9)........ . . tanggal........ .. (20).... . .....jo. No........ . .. (2 1)........ . . tanggal........ .. (22)........... 5 . Lokasi usaha/proyek di........ . . (23)...........
Berdasarkan surat sebagaimana dimaksud dalam butir 4 dan Surat Permohonan Wajib Pajak Nomor........ .. (24)........ . . tanggal........ . . (25)........ . . , Wajib Pajak memiliki rencana Penanaman Modal senilai........ . . (26)........ .. , dengan rincian sebagai berikut:
M odal Tetap: Jumlah 1 . Pembelian clan Pematangan Tanal1.... . .....(27)........ . . 2 . Bangunan/ Gedung . ,........ (27)........ . .
Mesin/Peralatan clan Suku Cadang.... . .....(27)........ . . 4 . Lain-lain........ . . (27)........ . . Sub Jumlah........ . . (27)........ . .
M odal Kerja (untuk 1 kali tum oved.... . .....(27)........ . . Total.... . .....(27)........ . .
Dari rincian Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada butir 6 di atas, nilai Penanaman Modal yang mendapat Fasilitas Pajak Penghasilan adalah sebesar........ . . (28)........ .. , clengan perincian sebagai berikut: Keterangan Jumlah (Rp/US$) Modal Tetap:
Fasilitas Pajak Penghasilan yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Keputusan M enteri Keuangan ini hanya dapat cligunakan untuk Penanaman Modal baru/perluasan usaha. 9 . Wajib Pajak dilarang untuk melakukan pemindahtanganan atau pengalil1an k ep em.ilikan untuk tujuan apapun atas aktiva tetap yang mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan kecuali d.iganti dengan aktiva tetap yang baru, sebelum berakhirnya jangka waktu yang lebih lama antara:
jangka waktu 6 tahun sejalc saat mulai berproduksi/beroperasi*) secara komersial; atau
masa manfaat aktiva yang mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan.
Wajib Pajak cWarang untuk menyalahgunalcan fasilitas Pajak Penghasilan clalam rangka penghindaran atau pengelakan pajak, antara lain melakukan praktik transfer pricing yang tidak sesuai clengan nonna kewajaran. *) coret yang ticlak perlu.
n. MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Nomor ( 1 0) Nomor ( 1 1) Nomor ( 1 2) Nomor ( 1 3) Nomor ( 1 4) Nomor ( 1 5) Nomor ( 1 6) Nomor ( 1 7) Nomor ( 1 8) Nomor ( 1 9) - 1 00 - PETUNJUK PENGISIAN Diisi dengan nomor Keputusan Menteri Keuangan tentang Persetujuan Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan. Diisi dengan nomor surat usulan pemberian fasilitas dari Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal yang disampaikan kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak. Diisi dengan tanggal surat usulan pada Nomor (2) . Diisi dengan hal surat usulan pada Nomor (2) . Diisi dengan nama Wajib Pajak yang diusulkan dalam surat usulan pada Nomor (2) . Diisi dengan NPWP Wajib Pajak yang diusulkan dalam surat usulan pada Nomor (2) . Diisi dengan nama Wajib Pajak yang diberikan fasilitas. Diisi dengan NPWP Wajib Pajak yang diberikan fasilitas. Diisi dengan alamat Wajib Pajak yang diberikan fasilitas. Diisi dengan jenis, nomor, dan tanggal izin Penanaman Modal/ izin perluasan Penanaman Modal yang menjadi dasar pemberian fasilitas. Diisi dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. Diisi dengan Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. Diisi dengan tanggal Keputusan Menteri Keuangan. Diisi dengan nama Direktur Jenderal Pajak. Diisi dengan bidang usaha Wajib Pajak Diisi dengan KBLI yang mendapatkan fasilitas berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan. Diisi dengan cakupan produk yang mendapatkan fasilitas berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan. · Diisi dengan "Izin Prinsip" apabila merupakan Penanaman Modal Baru atau diisi dengan "Izin Prinsip Perluasan" apabila merupakan Perluasan Penanaman Modal. Diisi dengan nomor Izin Prinsip/Izin Prinsip Perluasan dari Administrator KEK yang dijadikan dasar pengajuan fasilitas. f www.jdih.kemenkeu.go.id Nomor (20) Nomor (2 1) Nomor (22) Nomor (23) Nomor (24) Nomor (25) Nomor (26) Nomor (27) Nomor (28) Nomor (29) Nomor (30) - 1 0 1 - Diisi dengan tanggal Izin Prinsip/Izin Prinsip Perluasan dari Administrator KEK yang dijadikan dasar pengajuan fasilitas. Diisi dengan nomor Izin Prinsip dalam hal terdapat Perubahan Izih Prinsip yang terakhir dari Administrator KEK yang dijadikan dasar pengajuan fasilitas. Diisi dengan tanggal Izin Prinsip Perubahan dari Administrator KEK yang dijadikan dasar pengajuan fasilitas. Diisi dengan Lokasi U saha/ Proyek Penanaman Modal yang dimin takan fasili tas. Diisi dengan nomor Surat Permohonan Fasilitas yang diajukan oleh Wajib Pajak kepada Kepala Administrator KEK. Diisi dengan · tanggal Surat Permohonan Fasilitas yang diajukan oleh Wajib Pajak kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal. Diisi dengan Nilai Rencana Investasi/ Penanaman Modal sesuai dengan Izin Prinsip/Izin Prinsip Perluasan/ Izin Prinsip Perubahan yang menjadi dasar pengajuan fasilitas. Diisi sesuai dengan nilai yang tercantum dalam Izin Prinsip/ Izin Prinsip Perluasan/Izin Prinsip Perubahan yang menjadi dasar pengajuan fasilitas. Diisi dengan nilai Penanaman Modal yang mendapatkan fasilitas berdasarkan hasil penelitian. Diisi dengan nomor, tanggal, dan hal surat rekomendasi Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kebijakan Penerimaan Negara. Diisi dengan tanggal dilaksanakannya rapat trilateral. B . FORMAT KEPUTUSAN PENOLAKAN PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN Menimbang Mengingat Menetapkan KEPUTUSAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR........ .. (1).......... . TENTANG PENOLAKAN PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Kepala Baclan Koordinasi Penanaman Modal melalui surat Nomor........ . . (2).... . ...... tanggal........ . . (3)...........hal........ .. (4)........ ... , mengusulkan PT........ . . (5)...........(NPWP:
... . .....(6)...........) untuk clapat diberikan fasilitas Pajak Penghasilan clan diterima di Direktorat Jenderal Pajak pacla tanggal........ . . ;
bahwa Staf Ahli Menteri Keuangan Biclang Kebijakan Penerimaan Negara melalui surat Nomor tanggal hal........ . . (15)..........., memberikan rekomenclasi untuk ticlak memberikan fasilitas Pajak Penghasilan kepada PT........ . . (5)........... (NPWP:
....... . . (6)...........);
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a clan huruf b, serta clalam rangka melaksanakan ketentua.n Pasal 30 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor........ . . /PMK.010/20 1 6 tentang Perlakuan Perpajakan, Kepabea.nan, Dan Cukai Di Kawasan Ekonomi Khusus, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Penolakan Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan;
Undang-Undang No.mar 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum clan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah diubah terakhir clenga.n Unclang Undang Nomor 1 6 Talmn 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 No.mar 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahm1 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Unclang-Undang Nomor 36 Tahm1 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893) ;
Unclang-Unclang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah1.m 2009 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5066) ;
Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 20 15 tentang Fasilitas clan Kemuclahan di Kawasan Ekonomi Khusus (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201 5 Nomor 309, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5783);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor........ . . /PMK.0 10/20 16 tentang Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan Dan Cukai Di Kawasa.n Ekonomi Khusus;
Tata Cara Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan Pembiayaan Proyek/ Kegiatan Melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara. ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap Aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Proyek adalah kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang merupakan bagian dari program yang dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga yang pembiayaannya bersumber dari penerbitan SBSN dalam APBN.
Pemrakarsa Proyek adalah Kementerian Negara/Lembaga yang menyampaikan usulan Proyek.
Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Lembaga adalah organisasi non Kementerian dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan/atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dan digunakan sebagai acuan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN.
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal adalah pimpinan unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi urusan pengelolaan pembiayaan dan risiko.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang selanjutnya disingkat DJPPR adalah unit Eselon I di Kementerian Keuangan yang bertugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan pinjaman, hibah, surat berharga negara, dan risiko keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Rencana Penarikan Dana yang selanjutnya disingkat RPD adalah dokumen yang memuat proyeksi penarikan dana proyek selama masa pelaksanaan proyek yang disusun oleh Pemrakarsa Proyek.
Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasioanal/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang selanjutnya disebut Kementerian PPN/Bappenas adalah unsur pelaksana pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab pada presiden yang bertugas membantu Presiden dalam melaksanakan tugas pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Mekanisme Pengelolaan Dana Operasional Khusus Pengamanan Penerimaan Negara.
Relevan terhadap
bahwa dalam rangka menunjang kegiatan pelaksanaan fungsi pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan kebijakan fiskal yang bersifat mendesak pada lingkungan Kementerian Keuangan, telah diatur ketentuan mengenai dana operasional taktis pengamanan penerimaan negara dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.06/2006;
bahwa sehubungan perluasan cakupan penggunaan dana operasional taktis pengamanan penerimaan negara dalam rangka pelaksanaan anggaran pengeluaran yang bersifat mendesak, penting, dan/atau khusus, yang meliputi pelayanan dan pengamanan kepada pimpinan, jamuan untuk pertemuan yang bersifat strategis dan/atau hal lain yang mendukung kebijakan pimpinan, dipandang perlu mengatur kembali ketentuan mengenai penggunaan dana operasional taktis pengamanan penerimaan negara;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Mekanisme Pengelolaan Dana Operasional Khusus Pengamanan Penerimaan Negara;
KPA menyelenggarakan kegiatan-kegiatan operasional pengamanan penerimaan negara pada unit yang bersangkutan berdasarkan DIPA.
KPA dapat menyerahkan kewenangan dalam menggunakan Dana Operasional Khusus Pengamanan Penerimaan Negara kepada pimpinan unit eselon I dalam rangka mendukung tugas Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal.
Dana Operasional Khusus Pengamanan Penerimaan Negara disediakan untuk menunjang kegiatan lingkup Kementerian Keuangan dalam rangka melaksanakan fungsi pengelolaan APBN dan kebijakan fiskal yang sifatnya mendesak, penting, atau khusus.
Penggunaan Dana Operasional Khusus Pengamanan Penerimaan Negara, dilakukan berdasarkan pertimbangan KPA dalam rangka pelaksanaan anggaran pengeluaran paling sedikit meliputi:
pelayanan dan pengamanan kepada pimpinan;
jamuan untuk pertemuan yang bersifat strategis; dan/atau
hal lain yang mendukung kebijakan pimpinan.
Dana Operasional Khusus Pengamanan Penerimaan Negara yang diserahkan kepada pimpinan unit eselon I digunakan dengan memperhatikan asas manfaat, efisien, kepatutan, dan tidak untuk keperluan pribadi yang tidak berkaitan dengan kebutuhan dinas atau jabatan.
Pimpinan unit eselon I yang diserahi Dana Operasional Khusus Pengamanan Penerimaan Negara bertanggung jawab atas penggunaan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang selanjutnya disingkat APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan Negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Dana Operasional Khusus Pengamanan Penerimaan Negara adalah dana yang disediakan untuk menunjang kegiatan lingkup Kementerian Keuangan dalam rangka melaksanakan fungsi pengelolaan APBN dan kebijakan fiskal yang sifatnya mendesak, penting, atau khusus.
Kuasa Pengguna Anggaran, yang selanjutnya disingkat KPA, adalah Pejabat pada Kementerian Keuangan yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan selaku PA yang bertanggung jawab atas pengelolaan Dana Operasional Khusus Pengamanan Penerimaan Negara.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran, yang selanjutnya disingkat DIPA, adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang dibuat oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga serta disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan dan berfungsi sebagai dasar untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran negara dan pencairan dana atas beban APBN serta dokumen pendukung kegiatan akuntansi pemerintah.
Surat Perintah Membayar Langsung, yang selanjutnya disebut SPM- LS, adalah surat perintah membayar langsung kepada Bendahara Pengeluaran Dana Operasional Khusus Pengamanan Penerimaan Negara yang diterbitkan oleh Pejabat Penanda Tangan SPM.
Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggung- jawabkan untuk keperluan belanja negara dalam rangka pelaksanaan APBN pada kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga.
Surat Perintah Pencairan Dana, yang selanjutnya disebut SP2D, adalah surat perintah yang diterbitkan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara selaku Kuasa Bendahara Umum Negara untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBNberdasarkan SPM.
Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak, yang selanjutnya disingkat SPTJM, adalah pernyataan yang diterbitkan/dibuat oleh KPA yang memuat jaminan atau pernyataan tanggung jawab sepenuhnya atas penggunaan dana dan disertai kesanggupan untuk mengembalikan kepada negara apabila terdapat kelebihan pembayaran.
Kantor Pelayanan Perbendahaaan Negara, yang selanjutnya disingkat KPPN, adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertangung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, yang memperoleh kewenangan sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara.
Tata Cara Pengalokasian dan Penyaluran Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Relevan terhadap
Kementerian Keuangan bersama dertgan Kementerian Perencanaan Pembangunan . Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Dalam Negeri, kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait, dan Pemerintah Daerah DIY melakukan penilaian kelayakan program dan kegiatan atas usulan rencana kebutuhan Dana Keistimewaan.
Penilaian kelayakan program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan:
kesesuaian antara usulan deng ^a n program prioritas nasional;
kesesl]_aian antara usulan dengan Perdais;
kewajaran nilai program dan kegiatan;
asas efisiensi dan efektivitas; dan
hasil pemaptauan dan evaluasi pelaksanaan Dana Keistimewaan.
. Hasil penilaian kelayakan sebagaimana dimaksud pada berita acara penilaian. program dan kegiatan ayat (2) · dituangkan dalam (4) Berdasarkan berita acara penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kementerian Keuangan 'melakukan penelaahan usulan rencana kebutuhan Dana Keistimewaan berdasarkan kebutuhan DIY clan kemampuan keuangan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
Penelaahan usulan rencana kebutuhan Dana Keistimewaan oleh Kementerian Keuangan sebagaimana dimaksud. pada ayat (4) dikoordinasikan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan . bersarha dengan Direktorat Jenderal Anggaran dan Badan Kebijakan Fiskal'.
Berita acara penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan paling lambat minggu kedua bulan Januari. MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 5 -
Tata Cara Pemberian Pinjaman Pemerintah dengan Persyaratan Lunak Kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Melalui Pusat Investasi Pemerintah. ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
Pusat Investasi Pemerintah, yang selanjutnya disingkat PIP, adalah unit pelaksana investasi sebagai satuan kerja yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU) yang mempunyai tugas dan tanggung jawab pelaksanaan Investasi Pemerintah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), yang selanjutnya disingkat PT PLN, adalah badan usaha yang oleh Pemerintah diserahi tugas untuk melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum.
Pembayaran Kembali ( Repayment ) adalah pemenuhan kewajiban oleh PT PLN selaku pihak penerima pinjaman dalam bentuk membayar pokok dan bunga serta biaya lainnya yang sah sesuai Perjanjian Pinjaman.
Perjanjian Pinjaman adalah kesepakatan tertulis dalam rangka pemberian pinjaman Pemerintah dengan persyaratan lunak antara PIP dengan PT PLN.