Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2019
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.06/2017 tentang Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kembali Barang Milik Negara ...
Tata Cara Pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak Dari Hasil Pengelolaan Kekayaan Negara yang Dipisahkan. ...
Relevan terhadap
Wajib Bayar dapat mengajukan permohonan peninjauan kembali atas penetapan penjadwalan pembayaran PNBP dari hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan yc.ng terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3).
Permohonan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada a_yat (1) diterima oleh Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran paling lambat 20 ( dua puluh) hari sebelum tanggal jatuh tempo PNBP dari hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan yang terutang yang dimintakan untuk ditinjau kembali.
Permohonan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh Wajib Bayar dengan kondisi ketidakmampuan kas yang disebabkan oleh dampak inflasi, regulasi, dan penugasan pemerintah.
Peninjauan kembali jatuh tempo penjadwalan pembayaran PNBP dari hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan 1 ( satu) kali.
Permohonan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan melampirkan dokumen:
realisasi dan proyeksi arus kas tahun berjalan;
penjelasan penyebab kesulitan kas; dan
surat pernyataan tanggung jawab mutlak mengenai kebenaran data pendukung dari direksi, dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I I I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pengujian UU Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan P ...
Relevan terhadap
time value of money adalah nilai waktu dari uang, dimana nilai uang sekarang akan berbeda dengan nilai yang akan datang karena akan mengikuti panjangnya waktu dan tingkat pengembaliannya. Perubahan nilai uang menurut waktu dipengaruhi banyak faktor antara lain tingkat inflasi, perubahan suku bunga, perubahan kebijakan dll. Konsep time value of money dikaitkan dengan penyelesaian kredit bermasalah yaitu bank mendapat pengembalian atau pelunasan kredit dengan cepat akan lebih menguntungkan karena pengembalian uang tersebut dapat digunakan bank dalam menjalankan usaha dan mengembangkan bisnis bank Karenanya bank kerap memberikan potongan/ hair cut / discount (baik terhadap bunga, denda maupun pokok utang) terhadap kredit bermasalah dibandingkan bank hanya mencatat sejumlah besaran utang (pokok, bunga dan denda) dalam neraca bank dengan terus melakukan pengelolaan dan penagihan kredit bermasalah tersebut. Dengan demikian bank tidak berlarut-larut dalam mengurus penyelesaian kredit bermasalah dan dapat lebih berkonsentrasi dalam menjalankan usahanya untuk mengembangkan produk dan ekspansi bisnis bank. Hal ini secara tidak langsung memberikan dampak yang baik dalam membangun sistem perbankan yang sehat dan ekonomi nasional yang stabil. Sedangkan prinsip prompt action adalah bahwa penanganan piutang bermasalah harus dilakukan dengan segera. Hapus buku dan hapus tagih dilakukan terhadap kredit bermasalah sehingga harus ditangani dengan segera/cepat untuk menjaga kesehatan bank, apabila pelaksanaannya tidak segera dilakukan akan menimbulkan biaya penanganan yang terus bertambah ( handling cost ). Upaya tersebut antara lain dengan melakukan hapus buku dan hapus tagih termasuk memberikan potongan/ hair cut / discount (baik terhadap bunga, denda maupun pokok utang). Sebagai contoh sederhana ibarat dokter mengambil langkah medis melakukan amputasi terhadap anggota tubuh pasien untuk dapat bertahan hidup. Berdasarkan pengalaman saya bekerja di dunia perbankan adalah lebih baik bank menerima pembayaran dari kredit macet dengan melakukan hapus buku dan hapus tagih yaitu dengan memberikan potongan/ hair cut / discount sampai dengan 40% daripada bank tetap mencatat dalam neraca bank dan
Penilaian Barang Sitaan dalam Rangka Penjualan Secara Lelang.
Relevan terhadap
Perbedaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) antara lain:
jenis dokumen legalitas, yaitu perbedaan hak kepemilikan seperti Sertipikat Hak Milik, Sertifikat Hak Guna Usaha, Sertifikat Hak Guna Bangunan, Sertipikat Hak Pakai, dan hak kepemilikan lainnya;
syarat dan jangka waktu pembiayaan, yaitu perbedaan berupa kemudahan pembiayaan, yang meliputi syarat dan jangka waktu pembiayaan seperti adanya subsidi atau bantuan pemerintah untuk pembelian properti tertentu;
kondisi pasar, dicerminkan berdasarkan data historis transaksi, seperti perbedaan waktu transaksi objek pembanding dengan tanggal Penilaian, dan informasi data tingkat inflasi/deflasi;
lokasi dan lingkungan, yaitu perbedaan letak, kondisi masyarakat sekitar, dan/atau jarak ke pusat bisnis/ Central Business District (CBD);
karakteristik fisik, yaitu perbedaan bentuk, dimensi, elevasi, luas, kondisi, umur, desain, dan/atau spesifikasi;
peruntukan, yaitu perbedaan terkait tata ruang dan/atau peruntukan area ( zoning );
aksesibilitas, yaitu perbedaan dalam kemudahan untuk mencapai lokasi objek; dan/atau
fasilitas, yaitu perbedaan dalam ketersediaan jaringan listrik, jaringan air, jaringan telepon, dan fasilitas sosial.
Tata Cara Penghitungan, Pengalokasian, Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Subsidi Listrik.
Relevan terhadap
Nilai dari masing-masing Parameter Terkendali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dan ayat (3), berlaku untuk periode 3 (tiga) tahun.
Nilai dari masing-masing parameter Terkendali yang berupa biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) disesuaikan secara tahunan pada tahun kedua dan tahun ketiga dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
faktor nilai tukar;
faktor inflasi;
faktor pertumbuhan; dan
faktor penghematan.
Faktor nilai tukar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan perbandingan antara nilai tukar (Rp/USD) dalam penyusunan APBN dan/atau APBN- Perubahan tahun berjalan dengan nilai tukar (Rp/USD) dalam penyusunan APBN dan/atau APBN-Perubahan tahun sebelumnya.
Faktor nilai tukar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya diberlakukan untuk biaya yang menggunakan valuta asing.
Faktor inflasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan nilai inflasi dalam APBN dan/atau APBN- Perubahan tahun anggaran berjalan.
Faktor pertumbuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c merupakan faktor pertumbuhan sistem ketenagalistrikan tertentu yang terdapat dalam fungsi operasi.
Faktor penghematan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, merupakan Faktor Penghematan yang diatur dalam Pasal 11 ayat (7).
Uji materiil terhadap Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 116/PMK.010/2017, tentang Barang Kebutuhan Pokok Yang Tidak Dikenai Pajak Pe ...
Relevan terhadap
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 45 dari 56 halaman. Putusan Nomor. 32 P/HUM/2018 rakyat banyak, termasuk di dalamnya kriteria dan/atau rincian barang kebutuhan pokok yang tidak dikenai PPN; 6. Implikasi dicabutnya Pasal 1 ayat (2) PMK 116/2017 adalah barang kebutuhan pokok yang telah ditetapkan dalam PMK 116/2017 yang semula tidak dikenai PPN justru berubah menjadi dikenai PPN , sehingga atas impor dan/atau penyerahannya dikenai PPN tarif 10% dan atas ekspornya dikenai PPN tarif 0%, dengan contoh sebagai berikut: a. Gula yang merupakan barang kebutuhan pokok hasil industri berdasarkan Perpres 71/2015 dan tidak dikenai PPN berdasarkan PMK 116/2017, berubah menjadi BKP yang dikenai PPN 10%. Mengingat harga gula di tingkat konsumen akhir telah ditetapkan pemerintah dan biaya produksi tebu yang semakin naik, maka ada kekhawatiran pedagang terhadap pengenaan PPN atas gula dari olahan tebu petani mengakibatkan gula tersebut tidak laku ketika dijual. Petani tebu akan menderita kerugian ketika PPN terutang atas gula yang seharusnya ditanggung oleh pedagang dibebankan kepada petani tebu; b. Garam yang merupakan barang hasil pengolahan/industri yang semula tidak dikenai PPN berdasarkan UU PPN dan PMK 116/2017 berubah menjadi BKP yang dikenai PPN 10%. Hal ini akan berdampak pada naiknya harga garam yang dipatok kepada konsumen akhir sebagai penanggung beban PPN. Kenaikan harga garam memicu adanya inflasi mengingat tingginya kebutuhan garam nasional dan pentingnya manfaat garam bagi konsumen maupun industri. Pemerintah dapat mengambil langkah untuk menekan harga garam dengan cara memberikan subsidi, namun hal itu akan menambah beban Negara yang akibatnya mengurangi subsidi di sektor lain; c. Barang hasil pertanian, baik yang merupakan barang kebutuhan pokok hasil pertanian berdasarkan Perpres 71/2015 Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 45
Pelaksanaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Menteri dan Pejabat Tertentu.
Relevan terhadap
Dalam rangka pelaksanaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, Menteri Keuangan setiap tahun membayar Iuran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Menteri dan Pejabat Tertentu kepada PT Askes (Persero).
Iuran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan biaya pelayanan kesehatan per orang dan biaya operasional.
Biaya pelayanan kesehatan per orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan biaya klaim dengan memperhitungkan tingkat deviasi dan inflasi.
Biaya operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan biaya yang diperlukan dalam rangka menunjang pelaksanaan kegiatan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan yang besarnya paling tinggi sebesar 10% (sepuluh per seratus) dari total Iuran.
Besaran Iuran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditinjau ulang secara periodik setiap tahunnya.
Tata Cara Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak Dari Dividen.
Relevan terhadap
Permohonan penetapan jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), disampaikan oleh Wajib Bayar yang kesulitan arus kas.
Kesulitan arus kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kondisi ketidakmampuan kas perusahaan memenuhi kewajiban lancar tahun berjalan.
Ketidakmampuan kas perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain disebabkan oleh dampak inflasi, regulasi, dan penugasan pemerintah.