Pedoman Akuntansi dan Pelaporan Keuangan atas Barang Milik Negara Hulu Minyak dan Gas Bumi
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang selanjutnya disingkat KKKS adalah badan usaha atau bentuk badan usaha tetap yang diberikan kewenangan untuk melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi pada suatu wilayah kerja berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Pemerintah.
Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
BMN Hulu Minyak dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut BMN Hulu Migas adalah semua barang yang berasal dari pelaksanaan Kontrak Kerja Sama antara Kontraktor dengan Pemerintah, termasuk yang berasal dari Kontrak Karya/ Contract of Work ( CoW ) dalam pelaksanaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi.
Pengelola Barang atas BMN Hulu Migas yang selanjutnya disebut Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan BMN Hulu Migas.
Pengguna Barang atas BMN Hulu Migas yang selanjutnya disebut Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan Penggunaan BMN Hulu Migas.
Kuasa Pengguna Barang atas BMN Hulu Migas yang selanjutnya disebut Kuasa Pengguna Barang adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk untuk menyelenggarakan pengelolaan BMN Hulu Migas sesuai dengan kewenangannya.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.
Dokumen Sumber adalah dokumen yang berhubungan dengan transaksi keuangan yang digunakan sebagai sumber atau bukti untuk menghasilkan data akuntansi.
Laporan Realisasi Anggaran adalah laporan yang menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit dan pembiayaan, sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode.
Neraca adalah laporan yang menyajikan informasi posisi keuangan pemerintah yaitu aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu.
Laporan Operasional adalah laporan yang menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dalam satu periode pelaporan.
Laporan Perubahan Ekuitas adalah laporan yang menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Catatan atas Laporan Keuangan yang selanjutnya disingkat CaLK adalah laporan yang menyajikan informasi tentang penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih serta pengungkapan lainnya yang diperlukan dalam rangka penyajian yang wajar.
Placed Into Service yang selanjutnya disingkat PIS adalah kondisi sebuah barang yang diadakan oleh KKKS telah siap/sudah digunakan untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi.
Inventarisasi adalah proses kegiatan untuk pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan BMN.
Penilaian adalah proses kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai atas suatu objek penilaian pada saat tertentu.
Nilai Wajar adalah estimasi harga yang akan diterima dari penjualan aset atau dibayarkan untuk penyelesaian kewajiban antara pelaku pasar yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar pada tanggal Penilaian.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAKPA BUN TK adalah unit yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan atas BMN Hulu Migas pada tingkat satuan kerja.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus pada Pengguna Barang yang selanjutnya disingkat UAKPA PB BUN TK adalah unit yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan atas BMN Hulu Migas yang berada pada Pengguna Barang.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus pada Pengelola Barang yang selanjutnya disingkat UAKPA PL BUN TK adalah unit yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan atas BMN Hulu Migas yang berada pada Pengelola Barang.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAKKPA BUN TK adalah unit akuntansi yang menjadi koordinator dan bertugas melakukan kegiatan penggabungan laporan keuangan seluruh UAKPA BUN TK/UAKPA PB BUN TK yang berada langsung di bawahnya.
Unit Akuntansi Pengguna Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disebut UAPBUN TK adalah unit akuntansi pada unit eselon I Kementerian Keuangan yang melakukan penggabungan Laporan Keuangan seluruh UAKPA BUN TK/UAKPA PB BUN TK/ UAKPA PL BUN TK/UAKKPA BUN TK.
Verifikasi adalah kegiatan memeriksa kelengkapan Dokumen Sumber secara formal yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan pencatatan aset.
Material Persediaan adalah barang/peralatan yang diadakan untuk disimpan, dirawat, dan dicatat menurut aturan pergudangan sebelum digunakan untuk kegiatan operasi KKKS.
Harta Benda Inventaris adalah aset berwujud atau tak berwujud yang diperoleh dan dimaksudkan untuk digunakan dalam operasi KKKS dan nilai perolehannya dimulai dari nilai tertentu sampai dengan nilai maksimal yang ditetapkan oleh Kuasa Pengguna Barang.
Harta Benda Modal adalah aset berwujud atau tak berwujud yang digunakan dalam operasi KKKS yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun, bukan merupakan material habis pakai, dan biaya perolehannya lebih besar dari nilai maksimal Harta Benda Inventaris yang ditetapkan oleh Kuasa Pengguna Barang.
Reviu adalah prosedur penelusuran angka-angka dalam Laporan Keuangan, permintaan keterangan dan analitik yang menjadi dasar memadai bagi Aparat Pengawas Intern Pemerintah dan Satuan Pengawas Internal untuk memberi keyakinan terbatas bahwa tidak ada modifikasi material yang harus dilakukan atas Laporan Keuangan tersebut sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara
Relevan terhadap 2 lainnya
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2006;
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara;
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal Bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara; Memperhatikan :
Keputusan Menteri Keuangan Nomor...……(7)………; M E M U T U S K A N : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBERIAN IZIN PEMINDAHTANGANAN DENGAN CARA ........(2)........ YANG DIIMPOR DENGAN MENGGUNAKAN FASILITAS PEMBEBASAN BEA MASUK DAN/ATAU FASILITAS PDRI UNTUK PEMBANGUNAN/PENGEMBANGAN ^) INDUSTRI DI IBU KOTA NUSANTARA/DAERAH MITRA ^) MILIK ........(3)........ DENGAN ........(4)........ MEMBAYAR BEA MASUK YANG TERUTANG. PERTAMA : Memberikan persetujuan pemindahtanganan barang modal/barang dan bahan dengan cara ........(2)........ yang pada saat impornya mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk dan/atau fasilitas PDRI dengan kewajiban/tanpa kewajiban ^*) membayar bea masuk yang terutang:
.......(9)........ dengan rincian jumlah dan jenis barang modal/barang dan bahan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri Keuangan ini. KEDUA : Dasar yang digunakan untuk menghitung bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor atas barang modal/barang dan bahan, sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri Keuangan ini. KETIGA : Menunjuk ............(10)............ sebagai kantor pengawasan dan penyelesaian proses kepabeanan atas Pemindahtanganan dengan cara ............(2)............ sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA. KEEMPAT : Terhadap barang modal/barang dan bahan sebagaimana dimaksud dalam diktum PERTAMA yang pada saat diimpor telah dibayar bea masuk, tidak dapat diberikan restitusi. KELIMA :
...........(3)............ wajib menyampaikan laporan realisasi pemindahtanganan barang modal/barang dan bahan sebagaimana dimaksud dalam diktum PERTAMA kepada Kepala Kantor .........(11).......... dan menyampaikan salinan laporan kepada:
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal;
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara;
Direktur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tugas dan fungsinya di bidang audit kepabeanan dan cukai; dan
Kepala kantor pelayanan pajak yang mengadministrasikan kewajiban perpajakan Wajib Pajak. KEENAM : Laporan realisasi pemindahtanganan barang modal sebagaimana dimaksud dalam diktum KELIMA harus dilampiri dengan:
laporan hasil pemeriksaan fisik barang yang dipindahtangankan;
berita acara pemindahtanganan atau pemusnahan;
bukti pembayaran, dalam hal dilakukan pembayaran bea masuk yang terutang; dan/atau
surat keterangan yang ditandatangani pihak pemberi hibah dan pihak penerima hibah dan memuat barang dan spesifikasi barang yang dihibahkan, dalam hal pemindahtanganan dalam rangka hibah. KETUJUH : Apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam Keputusan Menteri Keuangan ini akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya. KEDELAPAN : Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Salinan Keputusan Menteri Keuangan ini disampaikan kepada :
...……(12)……….
...……………. dst;
Pimpinan...……(3)………. Ditetapkan di...….…(13)………. pada tanggal...…..…(14)……….
n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPALA...…..…(11)………., ………(15)………. Keterangan: ) Pilih salah satu LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PEMBERIAN IZIN PEMINDAHTANGANAN DENGAN CARA ........(2)........ YANG DIIMPOR DENGAN MENGGUNAKAN FASILITAS PEMBEBASAN BEA MASUK DAN/ATAU FASILITAS PDRI UNTUK PEMBANGUNAN/PENGEMBANGAN) INDUSTRI DI IBU KOTA NUSANTARA/DAERAH MITRA*) MILIK ........(3)........ DENGAN ........(4)........ MEMBAYAR BEA MASUK YANG TERUTANG DAFTAR MESIN/BARANG DAN BAHAN YANG DIBERIKAN PERSETUJUAN PEMINDAHTANGANAN DENGAN CARA ........(2)........
Nama :
..…………….
NPWP :
..…………….
Alamat :
..…………….
n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPALA...…..…(11)………., ………(16)………. NO. NAMA BARANG SPESIFIKASI TEKNIS JUMLAH DAN SATUAN BARANG SURAT KEPUTUSAN PEMBEBASAN BEA MASUK KANTOR BEA DAN CUKAI PEMBERITAHUAN PABEAN IMPOR NILAI PABEAN / HARGA PENYERAHAN KODE HS TARIF BM NOMOR TANGGAL ^NOMOR URUT NOMOR TANGGAL PETUNJUK PENGISIAN Nomor (1) : Diisi nomor Keputusan Menteri Keuangan sesuai dengan pedoman penomoran naskah dinas di lingkungan Kementerian Keuangan. Nomor (2) : Diisi cara pemindahtanganan yaitu “pengalihan hak/alih aset/perubahan penggunaan mesin untuk kegiatan lain di luar kegiatan usaha/diekspor kembali/pemusnahan atas mesin dan/atau barang dan bahan”. Nomor (3) : Diisi nama perusahaan industri yang diberikan persetujuan pemindahtanganan barang modal. Nomor (4) Diisi “KEWAJIBAN” atau “TANPA KEWAJIBAN”. Nomor (5) : Diisi nama jabatan pejabat/pimpinan yang menandatangani surat permohonan dan nama perusahaan industri. Nomor (6) : Diisi nomor dan tanggal surat permohonan pemindahtanganan. Nomor (7) : Diisi nomor dan judul Surat Keputusan Menteri Keuangan tentang Pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI Atas Impor Barang Modal/Barang dan Bahan untuk Pembangunan/Pengembangan Industri di Ibu Kota Nusantara/Daerah Mitra. Nomor (8) : Diisi daftar jenis dokumen, nomor, dan tanggal dokumen yang dilampirkan dalam permohonan persetujuan pemindahtanganan barang modal/barang dan bahan. Nomor (9) : Diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
Nama, NPWP, dan Alamat pemohon serta Nama, NPWP, dan Alamat penerima pemindahtanganan barang modal/barang dan bahan, dalam hal pemindahtanganan berupa pengalihan hak/alih aset/perubahan penggunaan mesin untuk kegiatan lain di luar kegiatan usaha.
Nama, NPWP, dan Alamat pemohon, dalam hal pemindahtanganan berupa diekspor kembali/pemusnahan atas mesin dan/atau barang dan bahan. Nomor (10) : Diisi nama Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai tempat penyelesaian proses kepabeanan atas pemindahtanganan barang modal/barang dan bahan. Nomor (11) : Diisi nama Kantor wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai yang wilayah kerjanya meliputi Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. Nomor (12) : Diisi daftar kementerian/lembaga atau instansi yang perlu diberikan salinan Keputusan Menteri Keuangan antara lain:
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal;
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara;
Direktur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tugas dan fungsinya di bidang audit kepabeanan dan cukai;
Direktur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tugas dan fungsinya di bidang fasilitas kepabeanan; dan
Kepala kantor pelayanan pajak yang mengadministrasikan kewajiban perpajakan Wajib Pajak Nomor (13) : Diisi kota tempat ditandatanganinya Keputusan Menteri Keuangan. Nomor (14) : Diisi tanggal ditandatanganinya Keputusan Menteri Keuangan. Nomor (15) : Diisi nama pejabat yang menandatangani Keputusan Menteri Keuangan. Nomor (16) : Diisi nomor urut barang. Nomor (17) : Diisi nama barang. Nomor (18) : Diisi spesifikasi teknis berupa merk, tipe, dimensi, kapasitas, dll. Nomor (19) : Diisi jumlah dan satuan barang. Nomor (20) : Diisi nomor surat keputusan pembebasan bea masuk . Nomor (21) : Diisi tanggal surat keputusan pembebasan bea masuk. Nomor (22) : Diisi nomor urut barang di dalam surat keputusan pembebasan bea masuk. Nomor (23) : Diisi nomor pendaftaran dokumen pemberitahuan pabean impor. Nomor (24) : Diisi tanggal nomor pendaftaran dokumen pemberitahuan pabean impor. Nomor (25) : Diisi nilai pabean atau harga penyerahan barang. Nomor (26) : Diisi 8 (delapan) digit HS Code barang. Nomor (27) : Diisi tarif bea masuk barang sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara. AAAA. CONTOH FORMAT BERITA ACARA PEMUSNAHAN BERITA ACARA PEMUSNAHAN NOMOR: BA-....................... Pada hari ini ..... (1) ..... tanggal ..... (2) ..... bulan ..... (3) ..... tahun ..... (4) ..... berdasarkan Surat Perintah/Surat Tugas Kepala Kantor .....(5)....... nomor:
........(6)........., kami yang bertandatangan di bawah ini sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor ....Tahun 2024: A. Perwakilan Perusahaan Penerima Fasilitas 1. Nama :
..…………… (7)...…………..
Nomor Identitas :
..…………… (8)...…………..
Unit Kerja :
..…………… (9)...…………..
Jabatan :
..…………… (10)...………….. B. Perwakilan Kementerian Keuangan/DJBC 1. Nama :
..…………… (11)...…………..
NIP :
..…………… (12)...…………..
Unit Kerja :
..…………… (13)...…………..
Jabatan :
..…………… (14)...………….. C. Pihak yang melakukan pemusnahan 1. Nama :
..…………… (15)...…………..
Nomor Identitas :
..…………… (16)...…………..
Unit Kerja :
..…………… (17)...…………..
Jabatan :
..…………… (18)...………….. telah menyaksikan/melakukan pemusnahan terhadap barang modal/barang dan bahan ^*) dengan penjelasan sebagai berikut:
pemusnahan dilakukan di ..... (19) ..... mulai pukul ..... (20) ..... 2. barang-barang yang dimusnahkan terdiri dari: No Jenis Barang Jumlah Satuan Pemberitahuan Pabean Nomor Tanggal 1.
Dst.
foto pemusnahan terlampir, yang berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor ..... (21) ..... telah mendapatkan izin pemindahtanganan dengan cara pemusnahan, untuk diselesaikan kewajiban pabeannya dengan cara dimusnahkan menggunakan metode dihancurkan/dibakar/diledakkan/lainnya ..... (22) ..... ^) Demikian Berita Acara ini dibuat dengan sebenarnya dan ditandatangani bersama. Perwakilan Perusahaan Penerima Fasilitas Perwakilan Kementerian Keuangan (............... (7) ............. ) ( ............ (11) ........... ) Pihak yang melakukan pemusnahan ( ............ (15) ........... ) ^) Coret yang tidak perlu PETUNJUK PELAKSANAAN Nomor (1) : Diisi hari saat pelaksanaan pemusnahan. Nomor (2) : Diisi tanggal saat pelaksanaan pemusnahan. Nomor (3) : Diisi bulan saat pelaksanaan pemusnahan. Nomor (4) : Diisi tahun saat pelaksanaan pemusnahan. Nomor (5) : Diisi nama Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai yang menerbitkan Surat Tugas. Nomor (6) : Diisi nomor Surat Tugas. Nomor (7) : Diisi nama Pejabat atau Pegawai perusahaan penerima fasilitas yang menyaksikan/melakukan pemusnahan. Nomor (8) : Diisi nomor identitas Pejabat atau Pegawai perusahaan penerima fasilitas yang menyaksikan pemusnahan. Nomor (9) : Diisi nama unit kerja Pejabat atau Pegawai perusahaan penerima fasilitas yang menyaksikan pemusnahan. Nomor (10) : Diisi nama jabatan Pejabat atau Pegawai perusahaan penerima fasilitas yang menyaksikan pemusnahan. Nomor (11) : Diisi nama Pejabat atau Pegawai Bea dan Cukai yang mewakili Kementerian Keuangan untuk menyaksikan pemusnahan. Nomor (12) : Diisi Nomor Induk Pegawai (NIP) Pejabat Bea dan Cukai yang mewakili Kementerian Keuangan untuk menyaksikan Pemusnahan. Nomor (13) : Diisi nama unit kerja Pejabat Bea dan Cukai yang mewakili Kementerian Keuangan untuk menyaksikan pemusnahan. Nomor (14) : Diisi nama jabatan Pejabat Bea dan Cukai yang mewakili Kementerian Keuangan untuk menyaksikan pemusnahan. Nomor (15) : Diisi nama pihak yang melakukan pemusnahan. Nomor (16) : Diisi nomor identitas pihak yang melakukan pemusnahan . Nomor (17) : Diisi nama entitas (perusahaan/badan lainnya) yang melakukan pemusnahan. Nomor (18) : Diisi jabatan yang melakukan pemusnahan. : Diisi nama perwakilan pihak ketiga atau Pihak Lain yang menyaksikan/ melakukan pemusnahan. Nomor (19) : Diisi nama tempat atau lokasi pelaksanaan pemusnahan. Nomor (20) : Diisi waktu mulai sampai dengan selesai pelaksanaan pemusnahan. Nomor (21) : Diisi nomor Keputusan Menteri Keuangan mengenai Pemberian Izin Pemindahtanganan Dengan Cara Pemusnahan yang Diimpor Dengan Menggunakan Fasilitas Pembebasan Bea Masuk Dan/Atau Fasilitas PDRI Untuk Pembangunan/Pengembangan Industri Di Ibu Kota Nusantara/Daerah Mitra. Nomor (22) : Diisi metode pemusnahan lainnya (jika ada). BBBB. LAPORAN REALISASI IMPOR LAPORAN REALISASI IMPOR MESIN/PERALATAN DAN/ATAU BARANG DAN BAHAN ^*) Nama Pelaku Usaha/Perusahaan :
.... (1) ..... Nomor Induk Berusaha :
.... (2) ..... No SKMK RI ^**) No dan Tgl Yang Tercantum Dalam KMK Yang Diimpor Pelabuhan Bongkar Jumlah Jenis Spesifikasi Nilai SPPB No dan Tgl Jumlah Jenis Spesifikasi Nilai ..(3).. ..(4).. ..(5).. ..(6).. ..(7).. ..(8).. ..(9).. ..(10).. ..(11).. ..(12).. ..(13).. ..(14)..
dst. Keterangan: *) Pilih salah satu mesin/peralatan atau barang dan bahan. **) Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia (SKMK RI) Laporan dikirim paling lambat 7 hari setelah realisasi impor (terhitung sejak Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai) ... (Nama Kota),… (Tanggal) Nama Jelas dan Jabatan PETUNJUK PELAKSANAAN Nomor (1) : Diisi nama pelaku usaha/perusahaan. Nomor (2) : Diisi Nomor Induk Berusaha (NIB). Nomor (3) : Diisi nomor urut uraian barang sesuai SKMK RI/ masterlist . Nomor (4) : Diisi nomor dan tanggal SKMK RI. Nomor (5) : Diisi jumlah Mesin/Peralatan dan/atau Barang dan Bahan yang tercantum dalam SKMK RI. Nomor (6) : Diisi jenis Mesin/Peralatan dan/atau Barang dan Bahan yang tercantum dalam SKMK RI. Nomor (7) : Diisi spesifikasi Mesin/Peralatan dan/atau Barang dan Bahan yang tercantum dalam SKMK RI. Nomor (8) : Diisi nilai Mesin/Peralatan dan/atau Barang dan Bahan yang tercantum dalam SKMK RI. Nomor (9) : Diisi nomor dan tanggal Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB). Nomor (10) : Diisi jumlah Mesin/Peralatan dan/atau Barang dan Bahan yang diimpor sesuai dengan data yang tercantum dalam dokumen pemberitahuan pabean impor. Nomor (11) : Diisi jenis Mesin/Peralatan dan/atau Barang dan Bahan yang diimpor sesuai dengan data yang tercantum dalam dokumen pemberitahuan pabean impor. Nomor (12) : Diisi spesifikasi Mesin/Peralatan dan/atau Barang dan Bahan yang diimpor sesuai dengan data yang tercantum dalam dokumen pemberitahuan pabean impor. Nomor (13) : Diisi nilai Mesin/Peralatan dan/atau Barang dan Bahan yang diimpor sesuai dengan data yang tercantum dalam dokumen pemberitahuan pabean impor. Nomor (14) : Diisi nama pelabuhan tempat Mesin/Peralatan dan/atau Barang dan Bahan dibongkar. CCCC. LAPORAN PENGGUNAAN BARANG MODAL DAN/ATAU BARANG DAN BAHAN LAPORAN PENGGUNAAN BARANG MODAL/BARANG DAN BAHAN YANG MENDAPATKAN FASILITAS PEMBEBASAN BEA MASUK DAN/ATAU FASILITAS PDRI PERIODE PELAPORAN :
.... (1) ..... Nama Pelaku Usaha/Perusahaan :
.... (2) ..... Nomor Induk Berusaha :
.... (3) ..... No SKMK RI ^**) No dan Tgl Yang Tercantum Dalam KMK Yang Diimpor Pelabuhan Bongkar Realisasi Penggunaan Barang Jumlah Jenis Spesifikasi Nilai SPPB No dan Tgl Jumlah Jenis Spesifikasi Nilai Lokasi Penggunaan Barang Bukti Penerimaan Barang No. Tgl ..(4).. ..(5).. ..(6).. ..(7).. ..(8).. ..(9).. ..(10).. ..(11).. ..(12).. ..(13).. ..(14).. ..(15).. ..(16).. ..(17).. ..(18)..
dst. Laporan ini disusun dengan sebenarnya. Keterangan: *) Pilih salah satu mesin/peralatan atau barang dan bahan. **) Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia (SKMK RI) (tempat), (tanggal dan bulan) 20.. Direksi/Kuasa Direksi Selaku Penanggung Jawab, Nama Jelas : Jabatan : No. Telepon : email : PETUNJUK PELAKSANAAN Nomor (1) : Diisi urutan angka romawi dan tahun pelaporan. Contoh: Jika diimpor pada tahun 2024 maka pelaporan dilakukan paling lambat 31 Januari 2025 dan diisi periode pelaporan: “I/2024” Nomor (2) : Diisi nama pelaku usaha/perusahaan. Nomor (3) : Diisi Nomor Induk Berusaha (NIB). Nomor (4) : Diisi nomor urut. Nomor (5) : Diisi nomor dan tanggal SKMK RI. Nomor (6) : Diisi jumlah Mesin/Peralatan dan/atau Barang dan Bahan yang tercantum dalam SKMK RI. Nomor (7) : Diisi jenis Mesin/Peralatan dan/atau Barang dan Bahan yang tercantum dalam SKMK RI. Nomor (8) : Diisi spesifikasi Mesin/Peralatan dan/atau Barang dan Bahan yang tercantum dalam SKMK RI. Nomor (9) : Diisi nilai Mesin/Peralatan dan/atau Barang dan Bahan yang tercantum dalam SKMK RI. Nomor (10) : Diisi nomor dan tanggal Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB). Nomor (11) : Diisi jumlah Mesin/Peralatan dan/atau Barang dan Bahan yang diimpor sesuai dengan data yang tercantum dalam dokumen pemberitahuan pabean impor. Nomor (12) : Diisi jenis Mesin/Peralatan dan/atau Barang dan Bahan yang diimpor sesuai dengan data yang tercantum dalam dokumen pemberitahuan pabean impor. Nomor (13) : Diisi spesifikasi Mesin/Peralatan dan/atau Barang dan Bahan yang diimpor sesuai dengan data yang tercantum dalam dokumen pemberitahuan pabean impor. Nomor (14) : Diisi nilai Mesin/Peralatan dan/atau Barang dan Bahan yang diimpor sesuai dengan data yang tercantum dalam dokumen pemberitahuan pabean impor. Nomor (15) : Diisi nama pelabuhan tempat Mesin/Peralatan dan/atau Barang dan Bahan dibongkar. Nomor (16) : Diisi lokasi penggunaan barang modal/barang dan bahan Nomor (17) : Diisi nomor dokumen bukti penerimaan barang di wilayah Ibu Kota Nusantara atau Daerah Mitra. Nomor (18) : Diisi tanggal dokumen bukti penerimaan barang di wilayah Ibu Kota Nusantara atau Daerah Mitra. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK DAN/ATAU FASILITAS PDRI ATAS IMPOR BARANG MODAL/BARANG DAN BAHAN ^) UNTUK PEMBANGUNAN/PENGEMBANGAN ^) INDUSTRI ……….(2).......... DI IBU KOTA NUSANTARA/DAERAH MITRA ^*) . PERTAMA : Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atas nama Menteri Keuangan Republik Indonesia memberikan pembebasan bea masuk dan/atau fasilitas PDRI kepada:
Nama Perusahaan :
...................(2)....................
Perizinan Berusaha Nomor Induk Berusaha : ....................(4)....................
KBLI :
...................(5)....................
Bidang Usaha :
...................(6)....................
Nomor Kegiatan Usaha : ....................(7)....................
NPWP :
...................(8)....................
Alamat Kantor :
...................(9)....................
No. Telp/Email :
...................(10)....................
Lokasi Usaha :
...................(11).................... - Alamat :
............................................. - Desa/kelurahan :
............................................. - Kecamatan :
............................................. - Kota/Kabupaten :
............................................. - Provinsi :
.............................................
Masa berlaku fasilitas : ....................(12).................... KEDUA :
Atas rencana impor oleh pelaku usaha sebagaimana pada a. Diktum PERTAMA dengan perkiraan harga sebesar ........(13)........ akan ditetapkan kemudian pada saat pengimporan sebagaimana tercantum dalam pemberitahuan pabean impor.
Dalam pelaksanaan impor berlaku ketentuan larangan dan pembatasan sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku. KETIGA : Pelaksanaan impor barang sebagaimana dimaksud dalam diktum PERTAMA harus memenuhi ketentuan umum di bidang impor. KEEMPAT : Perusahaan wajib menyampaikan Laporan Realisasi Impor paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah realisasi impor melalui sistem OSS. KELIMA :
.......(14)........ KEENAM : Pemberian pembebasan bea masuk dan fasilitas PDRI ini sewaktu-waktu dapat dilakukan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. KETUJUH : Atas penyalahgunaan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024, pembebasan bea masuk dan/atau fasilitas PDRI yang telah diberikan dicabut dan atas impor barang sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA dipungut bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor yang terutang serta dikenakan sanksi administratif berupa denda sesuai perundang-undangan di bidang sanksi administratif di bidang kepabeanan dan perpajakan. KEDELAPAN : Apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam Surat Keputusan ini, maka akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya. KESEMBILAN : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Salinan Keputusan Menteri ini disampaikan kepada :
...……(15)……….
...……………. dst;
Pimpinan...……(2)………. Ditetapkan di...….…(16)………. pada tanggal...…..…(17)……….
n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI INVESTASI/ KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA, ………(18)………. Keterangan: ) Pilih salah satu LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NUSANTARA/DAERAH MITRA ^) KEPADA...…….(2).......... DAFTAR BARANG MODAL/BARANG DAN BAHAN ^) YANG MENDAPATKAN FASILITAS PEMBEBASAN BEA MASUK DAN/ATAU FASILITAS PDRI UNTUK PEMBANGUNAN/PENGEMBANGAN ^ ) INDUSTRI DI IBU KOTA NUSANTARA/DAERAH MITRA ^*) Nama Perusahaan :
...................(2).................... Perizinan Berusaha Nomor Induk Berusaha :
...................(4).................... NO. JENIS BARANG HS CODE NEGARA ASAL SPESIFIKASI TEKNIS JUMLAH BARANG SATUAN BARANG PERKIRAAN HARGA RENCANA PELABUHAN PEMASUKAN a.n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI INVESTASI/ KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA, ………(18)………. PETUNJUK PENGISIAN Nomor (1) : Diisi nomor Keputusan Menteri Keuangan sesuai dengan pedoman penomoran naskah dinas di lingkungan Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Nomor (2) : Diisi nama perusahaan industri yang diberikan pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI. Nomor (3) : Diisi daftar jenis dokumen, nomor, dan tanggal dokumen yang dilampirkan dalam permohonan pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI. Nomor (4) : Diisi Nomor Induk Berusaha perusahaan industri yang diberikan pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI. Nomor (5) : Diisi kode Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia atas perusahaan industri yang diberikan pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI. Nomor (6) : Diisi bidang usaha perusahaan industri yang diberikan pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI. Nomor (7) : Diisi nomor kegiatan usaha yang diberikan pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI. Nomor (8) : Diisi Nomor Pokok Wajib Pajak perusahaan industri yang diberikan pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI. Nomor (9) : Diisi alamat kantor perusahaan industri yang diberikan pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI. Nomor (10) : Diisi nomor telepon/email perusahaan industri yang diberikan pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI. Nomor (11) : Diisi alamat, desa/kelurahan, kecamatan, kota/kabupaten, dan provinsi lokasi usaha sesuai dengan perizinan berusaha berbasis risiko yang dimiliki oleh perusahaan industri yang diberikan pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI. Nomor (12) : Diisi tanggal berakhirnya masa berlaku fasilitas, dengan ketentuan:
jangka waktu pengimporan selama 2 (dua) tahun, dalam hal pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI diberikan kepada impor/pengeluaran berupa barang modal;
jangka waktu pengimporan selama 4 (empat) tahun, dalam hal pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI diberikan kepada impor/pengeluaran berupa barang dan bahan; atau
jangka waktu pengimporan selama 6 (enam) tahun, dalam hal pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI diberikan kepada barang dan bahan yang diimpor oleh perusahaan yang menggunakan mesin produksi dalam negeri paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari total nilai mesin. Nomor (13) : Diisi jumlah perkiraan harga barang modal atau barang dan bahan. Nomor (14) :
Dalam hal permohonan berupa barang modal maka diisi dengan ketentuan sebagai berikut : a) Mesin dalam Lampiran Keputusan ini dapat digunakan pada lokasi yang berbeda sebagaimana pada DIKTUM PERTAMA sepanjang masih di wilayah Ibu Kota Nusantara/Daerah Mitra*) dan dikuasai oleh perusahaan untuk kegiatan usaha yang sama sesuai dengan perizinan berusaha berbasis risiko yang dimiliki oleh perusahaan. b) Perusahaan diwajibkan untuk menyampaikan laporan kepada Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dan Direktorat Jenderal Bea Cukai atas pindah lokasi mesin sebagaimana pada huruf a.
Dalam hal permohonan berupa barang dan bahan, maka diisi dengan ketentuan sebagai berikut : a) Barang dan bahan dalam Lampiran Keputusan ini digunakan sebagai bahan atau komponen untuk menghasilkan barang jadi dan tidak untuk dipindahtangankan dan/atau diperjualbelikan. b) Perubahan penggunaan barang dan bahan dalam Lampiran Keputusan ini dapat dilakukan dengan cara pemindahtanganan dalam hal terjadi keadaan darurat ( force majeure ), ekspor kembali, atau pemusnahan setelah mendapat izin terlebih dahulu dari Menteri Keuangan. Nomor (15) : Diisi daftar kementerian/lembaga atau instansi yang perlu diberikan salinan Keputusan Menteri Keuangan. Nomor (16) : Diisi kota tempat ditandatanganinya Keputusan Menteri Keuangan. Nomor (17) : Diisi tanggal ditandatanganinya Keputusan Menteri Keuangan. Nomor (18) : Diisi nama pejabat yang menandatangani Keputusan Menteri Keuangan. Nomor (19) : Diisi nomor urut barang. Nomor (20) : Diisi jenis barang. Nomor (21) : Diisi 8 (delapan) digit HS Code barang Nomor (22) : Diisi negara asal barang. Nomor (23) : Diisi spesifikasi teknis berupa merk, tipe, dimensi, kapasitas, dan lain-lain. Nomor (24) : Diisi jumlah barang. Nomor (25) : Diisi satuan barang. Nomor (26) : Diisi perkiraan harga barang. Nomor (27) : Diisi nama pelabuhan/bandar udara tempat pemasukan atau pembongkaran barang. WWW. FORMAT KEPUTUSAN MENTERI MENGENAI PERPANJANGAN JANGKA WAKTU PENGIMPORAN MENTERI KEUANGAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:
...........(1)................ TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR .........(2)............. TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK DAN/ATAU FASILITAS PDRI ATAS IMPOR BARANG MODAL/BARANG DAN BAHAN ^) UNTUK PEMBANGUNAN/PENGEMBANGAN ^) INDUSTRI DI IBU KOTA NUSANTARA/DAERAH MITRA ^*) KEPADA...…….(3).......... MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERTAMA : Memberikan persetujuan atas permohonan perubahan ……….(6).......... terhadap Keputusan Menteri Keuangan Nomor .........(2)............ kepada...…….(3).......... dengan rincian .........(8)............ KEDUA : Keputusan Menteri Keuangan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri Keuangan Nomor .........(2)............. KETIGA : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Salinan Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:
...……(9)………. 2....……………. dst;
Pimpinan...……(3)……….
n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI INVESTASI/KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA Keterangan: *) Pilih salah satu PETUNJUK PENGISIAN Nomor (1) : Diisi nomor Keputusan Menteri Keuangan sesuai dengan pedoman penomoran naskah dinas di lingkungan Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Nomor (2) : Diisi nomor Keputusan Menteri Keuangan tentang Pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI Atas Impor Barang Modal/Barang dan Bahan untuk Pembangunan/Pengembangan Industri di Ibu Kota Nusantara/Daerah Mitra yang diajukan perubahan. Nomor (3) : Diisi nama perusahaan industri yang diberikan pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI. Nomor (4) : Diisi nama jabatan pejabat/pimpinan yang menandatangani surat permohonan dan nama perusahaan industri. Nomor (5) : Diisi nomor dan tanggal surat permohonan pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI. Nomor (6) : Diisi jenis perubahan yang diajukan (pelabuhan/kesalahan Administratif). Nomor (7) : Diisi daftar jenis dokumen, nomor, dan tanggal dokumen yang dilampirkan dalam permohonan perubahan Keputusan Menteri Keuangan. Nomor (8) : Diisi data sebagai berikut:
Dalam hal perubahan lampiran keputusan menteri keuangan, maka diisi “sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan ini” dan membuat lampiran perubahan tersendiri.
Dalam hal perubahan batang tubuh keputusan menteri keuangan, maka diisi: a) Sebelumnya :
................................... b) Menjadi :
................................... Nomor (9) : Diisi daftar kementerian/lembaga atau instansi yang perlu diberikan salinan Keputusan Menteri Keuangan. Nomor (10) : Diisi kota tempat ditandatanganinya Keputusan Menteri Keuangan. Nomor (11) : Diisi tanggal ditandatanganinya Keputusan Menteri Keuangan. Nomor (12) : Diisi nama pejabat yang menandatangani Keputusan Menteri Keuangan. YYY. TATA KERJA PEMOTONGAN KUOTA 1) TATA KERJA PEMOTONGAN KUOTA SECARA ELEKTRONIK 1. Importir, pengusaha tempat penimbunan berikat, badan usaha atau pelaku usaha di kawasan ekonomi khusus, atau pengusaha di KPBPB menyampaikan elemen data pada pemberitahuan pabean impor sesuai dengan elemen data yang tercantum dalam Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI melalui sistem komputer pelayanan.
Elemen data sebagaimana dimaksud pada butir 1 berupa:
nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI;
nomor item barang pada Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI;
Kantor Pabean;
jenis barang, termasuk spesifikasi barang (merek, tipe, dan/atau ukuran); dan
jumlah dan satuan barang.
Sistem Komputer Pelayanan menerima dan membandingkan elemen data yang tercantum dalam Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI dengan elemen data yang tercantum dalam pemberitahuan pabean impor.
Pemotongan Kuota secara elektronik dilakukan dengan cara mengurangkan jumlah barang yang tercantum pada Saldo Pemotongan Kuota dengan jumlah barang yang tercantum dalam pemberitahuan pabean impor.
Dalam hal elemen data pada pemberitahuan pabean impor berbeda dengan elemen data dalam Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI, sistem komputer pelayanan melakukan penolakan.
Dalam hal terdapat perbedaan jumlah dan/atau jenis barang impor berdasarkan:
pemberitahuan pembetulan pemberitahuan pabean impor;
pemeriksaan fisik barang; atau
pemeriksaan dokumen pemberitahuan pabean impor, Pejabat Pemeriksa Dokumen melakukan penelitian lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Terhadap perbedaan jumlah dan/atau jenis barang impor sebagaimana dimaksud pada butir 6, Pejabat Pemeriksa Dokumen dan/atau Sistem Aplikasi Pemotongan Kuota melakukan perbaikan terhadap Saldo Pemotongan Kuota.
TATA KERJA PEMOTONGAN KUOTA SECARA MANUAL MELALUI SISTEM TERINTEGRASI 1. Importir, pengusaha tempat penimbunan berikat, badan usaha atau pelaku usaha di kawasan ekonomi khusus, atau pengusaha di KPBPB menyampaikan pemberitahuan pabean impor yang telah mendapatkan nomor pendaftaran dan Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI kepada Pejabat Bea dan Cukai yang menangani fasilitas kepabeanan.
Penyampaian Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI dapat dilakukan secara fisik atau melalui Sistem Indonesia National Single Window (SINSW).
Pejabat Bea dan Cukai yang menangani fasilitas kepabeanan menerima pemberitahuan pabean impor yang telah mendapatkan nomor pendaftaran dan Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI baik secara fisik atau melalui SINSW yang telah di- input oleh pengusaha.
Pejabat Bea dan Cukai yang menangani fasilitas kepabeanan mengakses SINSW dan meneliti kebenaran dan kesesuaian pemberitahuan pabean impor, yang meliputi:
nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI;
nomor item barang pada Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI;
Kantor Pabean;
jenis barang, termasuk spesifikasi barang (merek, tipe, dan/atau ukuran); dan
jumlah dan satuan barang.
Dalam hal hasil pemeriksaan sesuai:
Pejabat Bea dan Cukai yang Menangani Fasilitas Kepabeanan melakukan pemotongan kuota dengan cara meng- input jumlah barang yang diimpor sesuai dengan dokumen pemberitahuan dan sisa kuota sesuai Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI ke dalam SINSW;
Pejabat Bea dan Cukai yang Menangani Fasilitas Kepabeanan memberitahukan hasil pemotongan kuota kepada Pejabat Pemeriksa Dokumen;
Pejabat Pemeriksa Dokumen menerima pemberitahuan pabean impor yang sudah dipotong kuotanya dan melakukan persetujuan pada SINSW.
Dalam hal hasil pemeriksaan tidak sesuai:
Pejabat Bea dan Cukai yang Menangani Fasilitas Kepabeanan tidak melakukan pemotongan kuota dan memberikan catatan dalam SINSW;
Pejabat Bea dan Cukai yang Menangani Fasilitas Kepabeanan memberitahukan catatan kepada Pejabat Pemeriksa Dokumen;
Pejabat Pemeriksa Dokumen melakukan pemeriksaan lebih lanjut sesuai dengan peraturan di bidang kepabeanan; dan
Pejabat Pemeriksa Dokumen melakukan perbaikan terhadap saldo pada SINSW.
TATA KERJA PEMOTONGAN KUOTA SECARA MANUAL 1. Importir, pengusaha tempat penimbunan berikat, badan usaha atau pelaku usaha di kawasan ekonomi khusus, atau pengusaha di KPBPB mengajukan pemotongan kuota kepada Pejabat Bea dan Cukai yang menangani Fasilitas Kepabeanan di Kantor Pabean.
Pengajuan pemotongan kuota dilakukan setelah pemberitahuan pabean impor yang diajukan oleh pengusaha sebagaimana dimaksud pada butir 1 mendapatkan nomor pendaftaran.
Pengajuan pemotongan kuota dilampiri dengan:
Asli Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI; dan
Salinan cetak ( hardcopy ) pemberitahuan pabean impor beserta dokumen pelengkap pabean.
Dalam hal pemberitahuan pabean impor atas barang yang memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI mendapatkan jalur hijau, Pejabat Pemeriksa Dokumen mengirimkan respons kepada pengusaha berupa permintaan dokumen sebagaimana dimaksud pada butir 3.
Pejabat Bea dan Cukai yang menangani fasilitas kepabeanan meneliti kebenaran dan kesesuaian pemberitahuan pabean impor, yang meliputi:
nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI;
nomor item barang pada Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI;
Kantor Pabean;
jenis barang, termasuk spesifikasi barang (merek, tipe, dan/atau ukuran); dan
jumlah dan satuan barang.
Dalam hal hasil pemeriksaan sesuai, Pejabat Bea dan Cukai yang Menangani Fasilitas Kepabeanan melakukan pemotongan kuota dengan:
Mencatat jumlah barang yang diimpor dan sisa kuota yang masih ada;
Mencatat jumlah barang yang diimpor sebagian dan memberi keterangan atau tanda partial shipment (PS) pada Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI, dalam hal barang impor yang mendapatkan fasilitas diimpor secara bertahap ( partial shipment ); dan
Memberi paraf, stempel nama dan Nomor Induk Pegawai (NIP) Pejabat Bea dan Cukai yang Menangani Fasilitas Kepabeanan, pada asli lembar Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI.
Dalam hal lembar Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI tidak mencukupi untuk dilakukan Pemotongan Kuota, Pemotongan Kuota dilakukan pada lembar kontrol dengan terlebih dahulu mencantumkan nomor lembar kontrol Pemotongan Kuota pada kolom dalam lembar lampiran Keputusan Menteri.
Terhadap Pemotongan Kuota, Pejabat Bea dan Cukai yang Menangani Fasilitas Kepabeanan memberitahukan hasil Pemotongan Kuota kepada Pejabat Pemeriksa Dokumen dengan mengisi catatan Pemotongan Kuota.
Dalam hal hasil pemeriksaan tidak sesuai, Pejabat Bea dan Cukai yang Menangani Fasilitas Kepabeanan tidak melakukan Pemotongan Kuota dan memberitahukan hasil penelitian kepada Pejabat Pemeriksa Dokumen dengan mengisi catatan Pemotongan Kuota.
Dalam hal terdapat perbedaan jumlah dan/atau jenis barang impor berdasarkan:
pemberitahuan pembetulan pemberitahuan pabean impor;
pemeriksaan fisik barang; atau
pemeriksaan dokumen pemberitahuan pabean impor, Pejabat Pemeriksa Dokumen melakukan penelitian lebih lanjut sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Terhadap perbedaan jumlah dan/atau jenis barang impor sebagaimana dimaksud pada butir 10, Pejabat Pemeriksa Dokumen memberitahukan kepada Pejabat Bea dan Cukai yang Menangani Fasilitas Kepabeanan untuk dilakukan perbaikan terhadap Saldo Pemotongan Kuota. ZZZ. FORMAT KEPUTUSAN MENTERI MENGENAI PERSETUJUAN PEMINDAHTANGANAN BARANG MODAL YANG DIIMPOR DENGAN MENGGUNAKAN FASILITAS PEMBEBASAN BEA MASUK DAN/ATAU FASILITAS PDRI UNTUK PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI DI IBU KOTA NUSANTARA DAN DAERAH MITRA MENTERI KEUANGAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR...…….(1).......... TENTANG PEMBERIAN IZIN PEMINDAHTANGANAN DENGAN CARA ........(2)........ YANG DIIMPOR DENGAN MENGGUNAKAN FASILITAS PEMBEBASAN BEA MASUK DAN/ATAU FASILITAS PDRI UNTUK PEMBANGUNAN/PENGEMBANGAN ^) INDUSTRI DI IBU KOTA NUSANTARA/DAERAH MITRA ^) MILIK ........(3)........ DENGAN ........(4)........ MEMBAYAR BEA MASUK YANG TERUTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersifat Volatil yang Berlaku pada Kementerian Perdagangan ...
Relevan terhadap
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMMN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERSIFAT VOLATIL YANG BERLAKU PADA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Pasal 1 (1) Jenis penerimaan negara bukan pajak yang bersifat volatil yang berlaku pada Kementerian Perdagangan meliputi penerimaan dari:
jasa pengujian dan pengambilan contoh;
jasa pengujian dalam rangka penerbitan sertifikat evaluasi tipe, dan/atau sertifikat keterangan hasil pengujian alat ukur, alat takar, alat timbang dan alat perlengkapan;
jasa verifikasi;
jasa kalibrasi;
jasa tera dan tera ulang alat ukur, alat takar, alat timbang, dan alat perlengkapan yang memerlukan penanganan khusus;
jasa uji profisiensi kalibrasi; dan
jasa pelatihan teknis. (2) Tarif atas jenis penerimaan negara bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 2 (1) Tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari jasa pelatihan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf g selain tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini, dapat dilaksanakan berdasarkan kontrak kerja sama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar nilai nominal yang tercantum dalam kontrak kerja sama. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 3 (1) Tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari jasa pengujian dan pengambilan contoh se bagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a dan jasa pelatihan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf g, untuk kegiatan di luar kantor Kementerian Perdagangan, tidak termasuk biaya akomodasi, uang harian, dan biaya transportasi untuk petugas. (2) Biaya akomodasi, uang harian, dan biaya transportasi untuk petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan kepada wajib bayar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 4 (1) Tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, untuk kegiatan di luar kantor Kementerian Perdagangan, tidak termasuk biaya akomodasi, uang harian, biaya transportasi, biaya asuransi keselamatan kerja, biaya asuransi peralatan standar, biaya visa, dan biaya tes kesehatan untuk petugas. (2) Biaya akomodasi, uang harian, biaya transportasi, biaya asuransi keselamatan kerja, biaya asuransi peralatan standar, biaya visa, dan biaya tes kesehatan untuk petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan kepada wajib bayar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 5 Tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari j asa verifikasi se bagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf t, dikenakan tarif sebesar Rp0,00 (nol rupiah) kepada unit metrologi legal atau pemerintah kabupaten/kota yang melaksanakan kegiatan metrologi legal. Pasal 6 (1) Dengan pertimbangan tertentu, tarif atas Jen1s penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dapat ditetapkan sampai dengan Rp0,00 (nol rupiah) atau 0% (nol persen). (2) Pertimbangan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di antaranya berupa:
produsen alat ukur, alat takar, alat timbang, dan alat perlengkapan yang berasal dari dalam negeri yang memenuhi persyaratan dan tata cara yang ditetapkan. b. lembaga pendidikan formal yang memiliki peralatan dalam rangka mendukung pendidikan, penelitian, pengembangan, dan pengabdian masyarakat;
mahasiswa yang memiliki surat keterangan tidak mampu; jdih.kemenkeu.go.id d. peserta dari kabupaten/kota dengan kategori terluar, terpencil dan tertinggal (3T); dan/atau
usaha mikro, kecil, dan menengah. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran, persyaratan, dan tata cara pengenaan tarif sampai dengan Rp0,00 (nol rupiah) atau 0% (nol persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 7 Seluruh penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) wajib disetor ke Kas Negara. Pasal 8 Jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak se bagaimana dimaksud dalam Pas al 1 yang telah di pungu t dan telah disetorkan ke Kas Negara sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku, diakui sebagai tarif penerimaan negara bukan pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini. Pasal 9 Peraturan Menteri m1 mulai berlaku pada tanggal diundangkan. jdih.kemenkeu.go.id
Pendanaan dan Pengelolaan Anggaran dalam rangka Persiapan, Pembangunan, dan Pemindahan Ibu Kota Negara serta Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusan ...
Relevan terhadap
Berdasarkan Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat ^(1) dan/atau hasil identifrkasi KPBU IKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4), PJPK menetapkan KPBU IKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat ^(2) huruf b. Pasal 21 (1) Hasil identifrkasi KPBU IKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) dituangkan dalam dokumen identilikasi. (21 Penatausahaan dokumen hasil kegiatan perencanaan KPBU IKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dilakukan berbasis elektronik secara bertahap. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai proses/mekanisme perencanaan KPBU IKN termasuk tetapi tidak terbatas pada penetapan daftar rencana KPBU IKN diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional setelah mendapatkan rekomendasi dari Menteri. Paragraf 5 Penganggaran KPBU IKN Pasal 22 Penganggaran KPBU IKN sslag4imana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (21 huruf c dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
PJPK menganggarkan dana perencanaan, penyiapan, transaksi, dan pelaksanaan perjanjian KPBU IKN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; dan
PJPK menganggarkan dana pengembalian investasi kepada Badan Usaha Pelaksana dalam rangka KpBU IKN dalam APBN dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara, kapasitas liskal nasional dan setelah mendapat pertimbangan dari Menteri. Paragraf 6 Penyiapan KPBU IKN Pasal 23 (1) Penyiapan KPBU IKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf b dilakukan oleh PJPK dengan menrusun dokumen yang memuat antara lain:
prastudi kelayakan;
rencana Dukungan Pemerintah dan jaminan Pemerintah;
penetapan tata cara pengembalian investasi Badan Usaha Pelaksana; dan
ketersediaan tanah untuk KPBU IKN, dalam hal proyek Infrastruktur membutuhkan lahan. (2) Penyiapan KPBU IKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat difasilitasi oleh Menteri atau badan usaha atau lembaga/organisasi internasional berdasarkan kesepakatan dengan Kepala Otorita lbu Kota Nusantara. (3) Penyiapan KPBU IKN yang difasilitasi oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan salah satu bentuk Dukungan Pemerintah. (4) Penyiapan KPBU IKN yang difasilitasi oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (21 perlu memperhatikan kesinambungan fiskal nasional. PasaL24 (1) Penatausahaan dokumen penyiapan KPBU IKN sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (1) dilakukan berbasis elektronik secara bertahap. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai:
b proses/mekanisme penyiapan KPBU IKN, diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaa.n pembangunan nasional; dan tata cara pengadaan badan usaha atau lembaga/organisasi internasional dalam rangka pemberian fasilitas penyiapan KPBU IKN, diatur dalam peraturan Lembaga yang urusan pemerintahan di Pasal 25 (1) Transaksi KPBU IKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf c, dilakukan oleh PJPK dengan kegiatan paling sedikit:
pengadaan Badan Usaha Pelaksana;
penandatanganan perjanjian KpBU IKN; dan
pemenuhan pembiayaan penyediaan Infrastruktur oleh Badan Usaha ^pelaksana. (21 Pengadaan Badan Usaha Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ay.at (l) huruf a, dilaksanakan setelah PJPK menyelesaikan penJrusunan dokumen kegiatan lingkungan hidup, penetapan lokasi dan pengadaan lahan, pengajuan penjaminan serta Duliungan Pemerintah dan izir: pemanfaatan BMN dan/atau BMD, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan. (3) Perjanjian KPBU IKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, ditandatangani oleh pJpK dengan Badan Usaha Pelaksana. bidang kebiiakan pengadaan barang/jasa pemerintah. Paragraf 7 Transaksi KPBU IKN Pasal 26 (1) Pemenuhan pembiayaan Penyediaan Infrastruktur oleh Badan Usaha Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf c, dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
setelah Badan Usaha Pelaksana menandatangani perjanjian KPBU IKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3), Badan Usaha Pelaksana harus memperoleh pembiayaan untuk KPBU IKN paling lama 4 (empat) bulan sejak tanggal ditandatanganinya perjanjian KPBU IKN;
perolehan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dinyatakan terpenuhi apabila: l) perjanjian pinjaman untuk membiayai KPBU IKN telah ditandatangani; dan 2l sebagian pinjaman sslagairnan4 dimaksud pada angka 1), telah dapat dicairkan untuk memulai pekerj aan konstruksi;
dalam hal perolehan pembiayaan untuk KPBU IKN terbagi dalam beberapa tahapan, perolehan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam huruf b dinyatakan terpenuhi apabila: l) perjanjian pinjaman untuk membiayai salah satu tahapan konstruksi Infrastruktur telah ditandangani; dan 2l sebagian pinjaman sebagaimana dimaksud pada angka l) telah dapat dicairkan untuk memulai pekerj aan konstruksi; (2t (3) d. dalam hal terlampauinya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf a Badan Usaha Pelaksana belum memperoleh pembiayaan, Badan Usaha Pelaksana dapat mengajukan permohonan perpanjangan waktu kepada PJPK disertai dengan penambahan nilai jaminan;
perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf d, diberikan paling lama 2 (dua) bulan;
dalam hal perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf e terlampaui dan Badan Usaha Pelalsana tidak memperoleh pembiayaan, perjanjian KPBU IKN dinyatakan berakhir; dan C. ^dalam ^hal ^perjanjian ^KPBU IKN ^berakhir sebagaimana dimaksud dalam huruf f, PJPK dapat melaksanakan pengadaan ulang Badan Usaha Pelaksana. Dalam rangka mempercepat pemenuhan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf c, Badan Usaha Pelaksana dapat menggunakan sumber pembiayaan yang berasal dari perusahaan yang bergerak di bidang pembiayaan infrastruktur dan/atau lembaga yang bergerak di bidang pengelolaan investasi Pemerintah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai:
proses/mekanisme transaksi KPBU IKN diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang perencanaan pembangunan nasional setelah rekomendasi dari Menteri; pengadaan untuk Badan Usaha Pelaksana diatur dalam peraturan Lembaga yang urusErn pemerintahan di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah; dan/atau b c Paragraf 8 Pelaksanaan Perjanjian KPBU IKN berkoordinasi dengan urusan perolehan pembiayaan dalam rangka KPBU IKN diatur dalam peraturan menteri yang urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional setelah berkoordinasi dengan Lembaga yang urusan pemerintahan di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah. Pasal 27 (l) Dalam hal perolehan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf c terpenuhi, Badan Usaha Pelaksana dan PJpK melaksanakan tahapan perjanjian KPBU IKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf d. (21 Pada masa konstruksi Penyediaan Infrastruktur oleh Badan Usaha Pelaksana, Badan Usaha pelaksana menyerahkan laporan hasil konstruksi penyediaan Infrastruktur yang paling sedikit memuat perkembangan dan informasi nilai wajar konstruksi Penyediaan Infrastruktur oleh Badan Usaha pelaksana kepada PJPK setiap semester dan/atau saat diperlukan PJPK. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai proses/mekanisme pelaksanaan perjanjian KPBU IKN sebagaimana dimaksud pada ayat (l), diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional setelah Lembaga pemerintahan yang di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah, dan Menteri. setelah mendapat rekomendasi dari Pasal 28 (1) Dalam hal jangka waktu perjanjian KPBU IKN telah berakhir, Badan Usaha Pelaksana menyerahkan aset KPBU IKN kepada PJPK atau ditentukan lain berdasarkan Peraturan Menteri. (21 Penyerahan aset KPBU IKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam perjanjian KPBU IKN paling sedikit memuat:
kondisi aset yang dialihkan;
tata cara pengalihan aset;
status aset yang bebas dari segala jaminan kebendaan atau pembebanan dalam bentuk apapun pada saat aset diserahkan kepada ^pJpK;
status aset yang bebas dari tuntutan pihak ketiga; dan
pembebasan PJPK dari segala tuntutan hukum yang timbul setelah penyerahan aset sepanjang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan tata kelola yang berlaku. Paragraf 9 Pengembalian Investasi Badan Usaha Pasal 29 (1) PJPK menetapkan bentuk pengembalian investasi yang meliputi penutupan biaya modal, biaya operasional, dan keuntungan yang wajar Badan Usaha pelaksana. (21 Pengembalian investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas Penyediaan Infrastruktur dapat dilakukan melalui skema:
pembayaran oleh pengguna dalam bentuk tarif (user pagmentl;
Auailabilitg Pagment; dan/atau
bentuk lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 30 (1) Untuk pengembalian investasi Badan Usaha Pelaksana yang bersumber dari pembayaran oleh pengguna dalam bentuk tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (21 huruf a, PJPK menetapkan tarif awal atas Penyediaan Infrastruktur. (2) Tarif awal dan penyesuaiannya ditetapkan untuk memastikan pengembalian investasi yang meliputi:
penutupan biaya modal;
biaya operasional; dan
keuntungan yang wajar dalam kurun waktu tertentu. Pasal 31 (1) Dalam hal berdasarkan pertimbangan PJPK, tarif awal dan penyesuaiannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3O ayat (21 belum dapat ditetapkan untuk mengembalikan seluruh investasi Badan Usaha Pelaksana, tarif dapat ditentukan berdasarkan tingkat kemampuan pengguna. (21 Untuk tarif yang ditentukan berdasarkan kemampuan pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Usaha Pelaksana dapat diberikan Dukungan Pemerintah sehingga Badan Usaha Pelaksana dapat memperoleh investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2).
Dalam hal KPBU IKN dengan skema pengembalian investasi bersumber dari pembayaran oleh pengguna dalam bentuk tarif diprakarsai oleh PJPK, dapat diberikan Dukungan Pemerintah yang bersumber dari APBN dalam bentuk dukungan sebagian konstruksi, Dukungan Kelayakan, dan/atau dukungan penjaminan infrastruktur. Pasal 32 (1) Untuk pengembalian investasi Badan Usaha Pelaksana yang bersumber dari Auailabilitg Pagment sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf b, PJPK menganggarkan dana Auailabilitg Pagment urftuk Penyediaan Infrastruktur yang dilakukan oleh Badan Usaha Pelaksana pada masa operasi selama jangka waktu yang diatur dalam Perjanjian Kerja Sama dengan memperhatikan kapasitas fiskal PJPK. (21 Penganggaran dana Auailabilitg Pagment sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan memperhitungkan:
biaya modal;
biaya operasional; dan/atau
keuntungan yang wajar Badan Usaha Pelaksana. Pasal 33 (1) Dalam hal dibutuhkan untuk memastikan kelayakan proyek, proyek KPBU IKN dengan skema pengembalian investasi yang bersumber dari Auailabilitg Pagment, dapat diberikan dukungan yang bersumber dari APBN. (2) Bentuk dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) termasuk tetapi tidak terbatas pada penjaminan infrastruktur, dukungan sebagian konstruksi, dan/atau Dukungan Kelayakan. Paragraf 10 Prakarsa Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN Pasal 34 (1) PJPK melakukan pembayaran AuailabilitA PdAment kepada Badan Usaha Pelaksana apabila telah terpenuhinya kondisi sebagai berikut:
Infrastruktur yang dikerjasamakan telah dibangun dan dinyatakan siap beroperasi; dan
PJPK menyatakan bahwa Infrastruktur telah memenuhi indikator layanan Infrastruktur sebagaimana diatur dalam Perjanjian KPBU IKN. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai Auailability Pagment diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 35 (1) PJPK memprakarsai Penyediaan Infrastruktur yang akan dengan badan usaha melalui (2t skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN. Dikecualikan dari ketentuan pada ayat (1), badan usaha dapat mengajukan prakarsa Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN kepada PJPK. Penyediaan Infrastruktur yang dapat diprakarsai badan usaha yaitu yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
tercantum dalam Rencana Induk Ibu Kota Nusantara dan/atau Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara;
layak secara ekonomi dan finansial; dan
c. badan usaha yang mengajukan prakarsa memiliki kemampuan keuangan yang memadai untuk membiayai pelaksanaan Penyediaan Infrastruktur. (4) Badan usaha pemrakarsa wajib menyusun studi kelayalan atas Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN yang diusulkan. Pasal 36 (l) Badan usaha pemrakarsa Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN dapat diberikan alternatif kompensasi sebagai berikut:
pemberian tambahan nilai sebesar 10% (sepuluh persen);
pemberian hak untuk melakukan penawaran oleh badan usaha pemrakarsa terhadap penawar terbaik {right to matcfi; atau
pembelian prakarsa Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN, antara lain hak kekayaan intelektual yang menyertainya oleh PJPK atau oleh pemenang proses pengadaan. l2l ^Pemberian ^kompensasi ^sebagaimana ^dimaksud ^pada ayat (l), dicantumkan dalam persetqluan PJPK. (3) Dalam hal badan usaha pemrakarsa telah mendapatkan kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seluruh studi kelayakan dan dokumen pendukungnya, termasuk hak kekayaan intelektual yang menyertainya beralih menjadi milik PJPK. (41 PJPK dapat mengubah atau melakukan terhadap studi kelayakan dan pendukungnya. dokumen PRES!OEN REPUELIK INDONES Pasal 37 (1) Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN yang diprakarsai badan usaha dapat diberikan jaminan Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. l2l ^Skema ^pengembalian ^investasi Badan Usaha Pelaksana untuk Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN yang diprakarsai badan usaha dapat bersumber dari pembayaran oleh pengguna dalam bentuk tarif atau bersumber dari Auailabilitg Payment sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 11 Dukungan Pemerintah Pasal 38 Dalam rangka mendukung KPBU IKN, Menteri, menteri, kepala kmbaga, kepala daerah, dan/atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dapat memberi Dukungan Pemerintah sesuai dengan kewenangan dan kebutuhan proyek. Pasal 39 Dukungan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 terdiri atas:
dukungan dari Kementerian, Lembaga, pemerintah daerah, dan/atau Otorita Ibu Kota Nusantara; dan/atau
dukungan dari Menteri dengan tetap memperhatikan kapasitas fiskal nasional, antara lain berupa:
fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi KPBU IKN;
Dukungan Kelayakan;
insentifperpajakan; 4l penjaminan Pemerintah; dan/atau
Pemanfaatan BMN. Pasal 40 (1) Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf b angka 4) dilaksanakan melalui rangkaian proses penjaminan infrastruktur yang dilakukan dengan mekanisme satu pelaksana oleh badan usaha penjaminan infrastruktur (single uindow policAl. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai:
bentuk dan tata cara pemberian Dukungan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf a diatur oleh menteri, kepala Lembaga, kepala daerah, dan/atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
bentuk dan tata cara pemberian Dukungan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf b diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 41 (l) Dalam rangka mempercepat Penyediaan Infrastruktur di Ibu Kota Nusantara, perusahaan yang bergerak di bidang pembiayaan infrastruktur dan lembaga yang bergerak di bidang pengelolaan investasi Pemerintah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang- undangan dapat bertindak sebagai penyedia pembiayaan infrastruktur. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan pembiayaan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan nasional dan kmbaga yang urusan pemerintahan di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah. Bagran EtrEIEtrN REPIIBLIK INDONESIA Bagian Ketujuh Pajak Khusus dan Pungutan Khusus IKN Pasal 42 (1) Dalam rangka pendanaan untuk Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, Otorita Ibu Kota Nusantara dapat melakukan pemungutan Pajak Khusus IKN dan/atau Pungutan Khusus IKN di Ibu Kota Nusantara. (21 Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah pengalihan kedudukan, fungsi, dan peran Ibu Kota Negara dari Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta ke Ibu Kota Nusantara ditetapkan dengan Keputusan Presiden. (3) Pajak daerah dan retribusi daerah yang diatur dalam peraturan perundang-undangan berlaku secara mutatis mutandis sebagai Pajak Khusus IKN dan Pungutan Khusus IKN di Ibu Kota Nusantara. (4) Dasar pelaksanaan pemungutan Pajak Khusus IKN dan/atau Pungutan Khusus IKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Otorita Ibu Kota Nusantara setelah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Ralryat Republik Indonesia. Paragraf 1 Pajak Khusus IKN Pasal 43 Jenis Pajak Khusus IKN yang dapat dipungut oleh Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 terdiri atas:
Pajak Kendaraan Bermotor;
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
Pajak Alat Berat;
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
Pajak Air Permukaan;
Pajak Rokok;
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan;
Pajak Barang dan Jasa Tertentu atas:
Makanan dan/atau Minuman;
Tenaga Listrik;
Jasa Perhotelan;
Jasa Parkir; dan
Jasa Kesenian dan Hiburan. j. Pajak Reklame;
PajakAirTanah; L Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; dan
Pajak Sarang Burung Walet.
Pendanaan yang bersumber dari APBN dan sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan dengan:
memperhatikan kesinambungan fiskal; dan
berdasarkan pada Peraturan Pemerintah ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait. Bagian Ketiga Program Prioritas Nasional Pasal 7 (1) Persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota ditetapkan dalam Rencana Induk Ibu Kota Nusantara. (2) Pendanaan pengadaan tanah untuk persiapan dan pembangunan di Ibu Kota Nusantara dapat dilakukan oleh satuan kerja di lingkungan Kementerian yang Negara ditetapkan sebagai program prioritas nasional paling singkat 10 (sepuluh) tahun dalam rencana kerja pemerintah sejak tahun 2022 atau paling singkat sampai dengan selesainya tahap 3 (tiga) penahapan Ibu Kota Nusantara sebagaimana urusan pemerintahan di bidang keuangan negara yang melaksanakan tugas dan fungsi manajemen aset negara strategis nasional. yang berkaitan dengan proyek Bagran KeemPat Penerimaan Negara Bukan Pajak Pasal 8 (U Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan, Otorita Ibu Kota Nusantara dapat memungut penerimaan negara bukan pajak. (21 Ketentuan mengenai penetapan jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak, perencanazrn, pelaksanaan, pertanggungiawaban, pengawasan dan pemeriksaan penerimaan negara bukan pajak mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penerimaan negara bukan pajak sepanjang tidak diatur secara khusus dalam Peraturan Pemerintah ini. (3) Pelaksanaan penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) metiputi:
penentuan penerimaan negara bukan pajak terutang;
pemungutan penerimaan negara bukan pajak;
pembayaran dan penyetoran penerimaan negara bukan pajak;
pengelolaan piutang penerimaan negara bukan pajak;
penetapan dan penagihan penerimaan negara bukan pajak terutang;
penggunaan dana penerimaan negara bukan pajak; dan C. ^penetapan keberatan, keringanan, dan pengembalian penerimaan negara bukan pajak. (4) Persetqiuan penggunaan dana penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf f dapat diberikan sampai dengan sebesar looyo (seratus persen) dari penerimaan negara bukan pajak yang diterima. (5) Dalam hal terdapat penerimaan negara bukan pajak yang belum digunakan, penerimaan negara bukan pajak dimaksud dapat digunakan pada tahun anggaran berikutnya mengikuti mekanisme APBN. (6) Pengawasan penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Menteri dan organ Otorita lbu Kota Nusantara yang menjalankan fungsi sebagai aparat pengawas internal. l7l ^Dalam rangka pelaksanaan penerimaan ^negara ^bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Otorita Ibu Kota Nusantara dapat menunjuk dan/atau bekerja sama dengan mitra instansi pengelola penerimaan negara bukan pajak. (8) Pengawasan penerimaan negara bukan pajak Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan terhadap pengelolaan penerimaan negara bukan pajak yang dilakukan oleh instansi pengelola penerimaan negara bukan pajak, mitra instansi pengelola penerimaan negara bukan pajak Ibu Kota Nusantara, dan/atau wajib bayar. (9) Menteri dan organ Otorita Ibu Kota Nusantara yang menjalankan fungsi sebagai aparat pengawas internal sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat melibatkan pihak lain dalam melakukan pengawasan penerimaan negara bukan pajak Ibu Kota Nusantara. (10) Ketentuan teknis mengenai pengelolaan penerimaan negara bukan pajak diatur lebih lanjut oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara setelah mendapat pertimbangan dari Menteri. Bagran Kelima Pembiayaan Proyek/ Kegiatan Melalui Penerbitan SBSN Paragraf I Pengaturan Umum Terkait SBSN Proyek untuk Kementerian/ Lembaga Termasuk Otorita Ibu Kota Nusantara Pasal 9 (1) Pemerintah dapat belanja Kementerian/Lembaga atau Otorita Ibu Kota Nusantara untuk pembiayaan proyek/kegiatan APBN yang bersumber dari penerbitan SBSN. (21 Alokasi belaqia Kementerian/Lembaga untuk pembiayaan proyek/kegiatan APBN yang bersumber dari penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (l) termasuk dalam rangka pendanaan untuk persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus lbu Kota Nusantara. (3) Proses pengusulan, pengalokasian, dan pelaksanaan anggaran proyek/kegiatan APBN yang bersumber dari penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembiayaan proyek melalui penerbitan SBSN. Paragral 2 Pengaturan untuk Pengalokasian Proyek/Kegiatan SBSN Baru di Tahun Berjalan Pasal 10 (l) Pengalokasian belanja Kementerian/Lembaga atau Otorita Ibu Kota Nusantara untuk pendanaan proyek/kegiatan APBN yang bersumber dari penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dalam hal untuk proyek/kegiatan baru di tahun anggaran berjalan, dapat dilakukan melalui:
pemanfaatan sisa dana SBSN dan/atau sisa kontraktual SBSN pada Kementerian/Lembaga bersangkutan atau Otorita Ibu Kota Nusantara, tanpa menambah total alokasi SBSN pada tahun anggaran berjalan;
pelaksanaan sebagian alokasi belanja SBSN pada Kementerian/ Lembaga bersangkutan atau Otorita Ibu Kota Nusantara di tahun anggaran berjalan ke tahun anggaran berikutnya, tanpa menambah total alokasi SBSN pada tahun anggaran berjalan; dan/atau
pelal(sanaan sebagran alokasi belaqia rupiah murni pada Kementerian/Lembaga bersangkutan atau Otorita Ibu Kota Nusantara. di tahun anggaran berjalan ke tahun anggaran berikutnya, untuk menambah alokasi SBSN pada Kementerian/ kmbaga bersangkutan atau Otorita Ibu Kota Nusantara pada tahun anggaran berjalan. (21 Proyek/kegiatan baru yang dapat diusulkan alokasinya pada tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
merupakan prioritas proyek sesuai arahan Presiden; dan/atau
diatur atau ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Pelaksanaan belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dapat berupa penundaan atau perpanj angan waktu pelaksanaan proyek/ kegiatan pada Kementerian/Lembaga bersangkutan atau Otorita Ibu Kota Nusantara. (41 Pengalokasian belanja Kementerian/Lembaga atau Otorita Ibu Kota Nusantara untuk proyek/ kegiatan baru di tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan oleh Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara setelah perubahan daftar prioritas proyek SBSN untuk tahun anggaran berkenaan ditetapkan oleh menteri yang urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Dalam rangka pendanaan proyek/kegiatan baru di tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat menyesuaikan nilai batas maksimal penerbitan SBSN untuk pembiayaan proyek pada tahun anggaran bersangkutan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penealokasian dan pelaksanaan anggaran proyek/kegiatan APBN yang bersumber dari SBSN termasuk dalam rangka persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara diatur dalam Peraturan Menteri. Paragraf 3 Dukungan untuk Pengembangan Pembiayaan Kreatif (Creatiue Financhgl dalam Pembangunan Ibu Kota Negara Pasal l1 (1) Pendanaan APBN yang bersumber dari SBSN untuk perslap€u-r, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggarEran Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, dapat diintegrasikan dengan pendanaan daerah, badan usaha milik negara, swasta, KPBU IKN, dan/atau sumber dana lainnya. (21 Menteri dapat melakukan Penerusan SBSN kepada pemerintah daerah atau badan usaha milik negara, dalam rangka dukungan bagi pendanaan untuk persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara. (3) Pengalokasian anggaran proyek/ kegiatan dalam ApBN untuk Penerusan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilakukan oleh Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara setelah terlebih dahulu penilaian atas ke dan penetapan Kementerian yang urusan pemerintahan di bidang perencanaan nasional. siapan pelaksanaan proyek/kegiatan daftar prioritas proyek SBSN oleh (41 Penilaian atas kesiapan pelaksanaan proyek/kegiatan dalam rangka Penerusan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilakukan berdasarkan penyampaian usulan proyek/ kegiatan oleh pemerintah daerah atau badan usaha milik negara kepada menteri ya.ng menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional. (5) Dalam hal Penerusan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan mekanisme investasi Pemerintah melalui badan usaha milik negara yang ditunjuk oleh Menteri, anggaran Bagian Keenam Skema Pendanaan Melalui Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha Paragraf I Umum Pasal 12 (1) Dalam rangka persiapan, pembangunan, Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan sebagai64114 dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan mengikuti ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai investasi Pemerintah. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai integrasi SBSN dengan pendanaan daerah, badan usaha milik negara, swasta, KPBU IKN, dan/atau sumber dana lainnya sebagaimana dimalsud pada ayat (1) dan Penerusan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri. Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, pJpK dapat melakukan kerja sama dengan Badan Usaha dalam rangka Penyediaan Infrastruktur. (21 Kerja sama pemerintah dan Badan Usaha dalam rangka Penyediaan Infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: I a. Skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
KPBU IKN berdasarkan ketentuan dan tata cara sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini. (3) Penyediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilaksanakan dengan ketentuan:
Menteri, kepala Lembaga, dan/atau direksi badan usaha milik negara sebagai pJpK dapat menerapkan skema Kerja Sama ^pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a atau huruf b; dan
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara sebagai pJpK menerapkan skema KPBU IKN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b.
Tata Cara Penerbitan Surat Berharga Negara dalam rangka Penanganan Dampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Surat Berharga Negara Tujuan Tertentu yang selanjutnya disebut SBN Tujuan Tertentu adalah Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara yang diterbitkan oleh pemerintah dalam rangka pembiayaan penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional untuk kegiatan public goods dan non-public good s yang berupa belanja dan pembiayaan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) serta pembiayaan korporasi.
Sisa Dana Penerbitan Surat Berharga Negara dengan Tujuan Tertentu yang Tidak Terserap pada Tahun Anggaran 2020 selanjutnya disebut Sisa Dana adalah sisa dana dari penerbitan SBN Tujuan Tertentu yang dapat digunakan Pemerintah untuk membiayai pelaksanaan lanjutan kegiatan penanganan pandemi COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional tersebut pada Tahun Anggaran 2021.
Pemulihan Ekonomi Nasional yang selanjutnya disebut PEN adalah rangkaian kegiatan untuk pemulihan perekonomian nasional yang merupakan bagian dari kebijakan keuangan negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah untuk mempercepat penanganan pandemi COVID-19 dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi nasional.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disebut DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang digunakan sebagai acuan pengguna anggaran dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN.
Public Goods adalah belanja barang/jasa atau insentif/bantuan sosial untuk kepentingan umum, yang mencakup pembiayaan untuk sektor kesehatan dan perlindungan sosial serta program sektoral pada kementerian negara/lembaga dan pemerintah daerah dalam rangka penanganan dampak pandemi COVID-19 dan PEN.
Non-Public Goods adalah belanja subsidi, pemberian insentif dan stimulus fiskal lainnya, yang mencakup pembiayaan antara lain untuk memberikan insentif usaha, UMKM, pembiayaan korporasi dan kegiatan insentif lainnya dalam rangka penanganan dampak pandemi COVID-19 dan PEN.
Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disebut RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada Bank Indonesia.
Rekening Khusus dalam rangka Pembiayaan Penanganan Dampak Pandemi COVID-19 dan PEN yang selanjutnya disebut Rekening Khusus Penanganan Pandemi COVID- 19 dan PEN adalah rekening lain-lain milik BUN di Bank Indonesia yang digunakan untuk menampung dan mengelola hasil penerbitan SBN Tujuan Tertentu dalam rangka penanganan dampak pandemi COVID-19 dan PEN.
Penempatan Uang Negara pada Bank Umum dalam Rangka Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional
Implementasi Pembelajaran Terintegrasi di Lingkungan Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
KEPUTUSAN MENTER! KEUANGAN TENT ANG IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TERINTEGRASI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN. Menetapkan implementasi pembelajaran terintegrasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang merupakan pelaksanaan pengembangan kompetensi berkelanjutan yang dikelola secara sistematis dan didukung dengan manajemen pengetahuan. Pembelajaran terintegrasi sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU, dilaksanakan untuk:
mewujudkan budaya belajar bagi seluruh pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan;
memberikan peningkatan akses pengembangan kompetensi pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan secara tepat waktu dan selaras dengan pelaksanaan tugas dan fungsinya; dan KETIGA KEEMPAT KELIMA MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA c. menguatkan performa individu, tim, dan organisasi melalui peningkatan efektivitas pengembangan kompetensi pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan. Pembelajaran terintegrasi sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU, dilaksanakan dengan mengombinasikan beberapa model pembelajaran terintegrasi, di antaranya:
model pembelajaran mandiri _(self-learning); _ b. model pembelajaran terstruktur _(structured learning); _ c. model pembelajaran di lingkungan sosial atau model pembelajaran dari orang lain (social learning/learning from _others); _ dan/atau d. model pembelajaran praktik di tempat kerja (learning from experience/learning while working), dengan penjelasan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. Pembelajaran terintegrasi sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU dilakukan dalam hal pelaksanaan pengembangan kompetensi memenuhi kriteria untuk:
menghasilkan output yang mendukung capaian kinerja organ1sas1;
memenuhi kompetensi lintas unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan dan unit organisasi non Eselon yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan atau an tar Kementerian/ Lembaga/ Pemerintah Daerah/ Instansi; dan/atau
mencapai tujuan strategis organisasi, yaitu penugasan berdasarkan antara lain rencana strategis, rencana kerja dan/atau kebutuhan organisasi. Pembelajaran terintegrasi sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU, dilakukan oleh:
Unit Pembina Sumber Daya Manusia, yaitu Sekretariat Jenderal c.q. Biro Sumber Daya Manusia; KEENAM KETUJUH MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA b. Unit Pengelola Pembelajaran Terintegrasi, yaitu unit di lingkungan Kementerian Keuangan yang melaksanakan tugas dan fungsi penyelenggaraan pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi kompetensi di bidang keuangan negara; dan
Unit Pengguna Pembelajaran Terintegrasi, yaitu seluruh unit Eselon I dan unit organisasi non Eselon yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan. Unit Pembina Sumber Daya Manusia sebagaimana dimaksud dalam Diktum KELIMA huruf a mempunyai tugas:
mengoordinasikan dan melaksanakan penyiapan pembinaan dan pengelolaan sumber daya manusia di lingkungan Kementerian Keuangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan
mengoordinasikan kebutuhan organisasi atas pembelajaran terintegrasi yang bersifat strategis dan mandatory di lingkungan Kementerian Keuangan. Unit Pengelola Pembelajaran Terintegrasi sebagaimana dimaksud dalam Diktum KELIMA huruf b mempunyai tugas:
mengelola implementasi pembelajaran terintegrasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang meliputi:
mengoordinasikan analisis kebutuhan, desain, dan pengembangan materi pembelajaran;
menjalankan peran sebagai konsultan pembelajaran (learning consultant) bagi kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan oleh Unit Pengguna Pembelajaran Terintegrasi;
mengembangkan dan menyediakan fasilitas pembelajaran serta akses materi pembelajaran yang diperlukan;
menerbitkan surat keterangan pembelajaran bagi peserta pembelajaran terintegrasi yang diselenggarakan oleh Unit Pengguna Pembelajaran Terintegrasi dan/atau Unit Pengelola Pembelajaran Terintegrasi; dan
melaksanakan tugas dan fungsi lainnya terkait pembelajaran terintegrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
mengimplementasikan pembelajaran terintegrasi di lingkungan Kementerian Keuangan. KEDELAPAN KESEMBILAN MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Unit Pengguna Pembelajaran Terintegrasi sebagaimana dimaksud dalam Diktum KELIMA huruf c, mempunyai tugas:
mengimplementasikan pembelajaran terintegrasi di lingkungan masing-masing unit dengan ketentuan:
untuk pembelajaran dalam rangka pemenuhan kebutuhan individu dan jabatan, masing-masing unit dapat terlebih dahulu berkoordinasi dengan Unit Pengelola Pembelajaran Terintegrasi;
untuk pembelajaran dalam rangka pemenuhan kebutuhan strategis, masing-masing unit harus terlebih dahulu berkoordinasi dengan Unit Pengelola Pembelajaran Terintegrasi;
masing-masing unit dapat mengimplementasikan pembelajaran terintegrasi terhadap selain program pelatihan, kursus, penataran, e-leaming, dan pelatihan jarak jauh; dan
dalam hal diperlukan, dapat menerbitkan surat keterangan melakukan pengembangan kompetensi bagi peserta, mentor, narasumber, fasilitator, dan sebutan lainnya yang terlibat dalam pelaksanaan pembelajaran terintegrasi sesuai ketentuan yang berlaku;
memberikan kesempatan dan memfasilitasi pegawai selama pelaksanaan pembelajaran terintegrasi;
menyediakan sumber daya manusia yang meliputi:
coachdenganjumlah paling sedikit 1 (satu) orang; dan
mentor, learning buddy(s), dan/atau narasumber, dalam hal dibutuhkan; dan
melakukan pemantauan pelaksanaan pembelajaran terintegrasi pada masing-masing unit. Implementasi pembelajaran terintegrasi sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU dilakukan melalui tahap:
analisis;
desain;
pengembangan; KESEPULUH MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA d. pelaksanaan; dan
evaluasi, yang terintegrasi dengan sistem terkait lainnya dengan penjelasan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Salinan Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:
Wakil Menteri Keuangan;
Sekretaris Jenderal, lnspektur Jenderal, para Direktur Jenderal, para Kepala Badan di lingkungan Kementerian Keuangan;
Kepala Lembaga _National Single Window; _ 4. Kepala Biro Umum, para Sekretaris Direktorat Jenderal, Sekretaris Inspektorat Jenderal, para Sekretaris Badan di lingkungan Kernen terian Keuangan;
Sekretaris Lembaga _National Single Window; _ 6. Kepala Biro Sumber Daya Manusia, Sekretariat Jenderal;
Para Kepala Pusat di lingkungan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan;
Direktur Politeknik Keuangan Negara STAN; dan
Para Kepala Balai di lingkungan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 September 2022 MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 350 /KMK.011/2022 TENTANG IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TERINTEGRASI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN MODEL PEMBELAJARAN TERINTEGRASI DAN TAHAP IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TERINTEGRASI A. Model Pembelajaran Terintegrasi 1. Pengertian Model Pembelajaran terintegrasi Model pembelajaran terintegrasi merupakan pelaksanaan pengembangan kompetensi berkelanjutan dengan mengombinasikan model:
belajar mandiri _(self-learning); _ b. pembelajaran terstruktur _(structured learning); _ c. belajar di lingkungan sosial atau belajar dari orang lain (social _learning/learning from others); _ dan/atau d. pembelajaran praktik di tempat kerja (learni ng from experience/Zeari ng while working), yang dikelola secara sistematis dan didukung dengan manajemen pengetahuan.
Model dalam Pembelajaran Terintegrasi Adapun penjelasan dari setiap model dalam pembelajaran terintegrasi, yaitu:
belajar mandiri (self-learning), merupakan proses pemelajar aktif dan berinisiatif, dengan atau tanpa bantuan pihak lain, dalam merencanakan (mengidentifikasi kebutuhan belajar, memformulasi tujuan belajar, dan mengidentifikasi sumber pembelajaran) melaksanakan pembelajaran, dan mengevaluasi hasil belajar, sesuai kebutuhannya dengan tetap melalui persetujuan atasan langsungnya;
pembelajaran terstruktur (structured learning), merupakan pembelajaran yang dilaksanakan melalui metode yang terstruktur dalam berbagai pelatihan di dalam kelas (klasikal) maupun di luar kelas (non klasikal) yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan dan pelatihan;
belajar di lingkungan sosial atau belajar dari orang lain (social learning/learning from others), merupakan aktivitas pembelajaran kolaboratif yang dilakukan pegawai, baik secara individu maupun berkelompok, dalam sebuah komunitas maupun bimbingan di luar kelas, melalui interaksi atau dengan mengobservasi pihak/orang lain, seperti coaching and mentori ng , berbagi pengetahuan (knowledge sharing}, patok banding (benchmarking}, dan keikutsertaan dalam komunitas belajar (CoP); dan
pembelajaran terintegrasi di tempat kerja melalui praktik langsung (learning from experience/learning while working), merupakan aktivitas pembelajaran terintegrasi yang dilakukan pegawai, baik secara individu maupun berkelompok di tempat kerja melalui praktik langsung, seperti MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA magang/praktik kerja, detasering (secondment), action learning, gugus tugas, tugas tambahan, dan pertukaran antara pegawai negeri sipil dengan pegawai swasta/Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah.
Pengelolaan Secara Sistematis Dalam Pembelajaran Terintegrasi Pengelolaan secara sistematis dalam pembelajaran terintegrasi dilakukan melalui:
learning value chains yang merupakan tahap dalam implementasi pembelajaran berupa serangkaian proses analisis, desain, pengembangan, pelaksanaan, dan evaluasi untuk mewujudkan pembelajaran yang relevan, aplikatif, berdampak tinggi, dan mudah diakses sesuai dengan kebutuhan strategis organisasi yang terintegrasi dengan sistem terkait; dan
interkoneksi dengan sistem aplikasi Kementerian Keuangan Office Automation sebagai sumber pengumpulan data kebutuhan pembelajaran individu, tools dokumentasi dan monitoring kegiatan pembelajaran, dan sebagai media penuangan portofolio pegawai hasil pengembangan kompetensi melalui implementasi pembelajaran terintegrasi.
Dukungan Manajemen Pengetahuan Dalam Pembelajaran Terintegrasi a. bentuk dukungan manajemen pengetahuan Bentuk dukungan manajemen pengetahuan dalam Pembelajaran Terintegrasi dilakukan melalui dukungan dalam penyediaan aset intelektual sebagai sumber belajar; dan penyusunan aset intelektual sebagai hasil belajar pegawai pada saat Implementasi Pembelajaran Terintegrasi, yang sejalan dengan kebutuhan pelaksanaan pekerjaan pegawai.
implementasi dukungan manajemen pengetahuan Implementasi Pembelajaran Terintegrasi yang didukung dengan manajemen pengetahuan dapat dilakukan melalui pendekatan intervensi pembelajaran dalam pekerjaan yang meliputi:
penambahan pembelajaran (Adding) Penambahan Pembelajaran merupakan penambahan pembelajaran terstruktur dengan aktivitas pembelajaran di tempat kerja, misalnya menyusun aktivitas di tempat kerja sebagai bagian, atau secara langsung, diikuti, dengan program pengembangan kompetensi manajerial (leadership) serta dapat ditambahkan dengan e-learning dan diskusi (online) sebagai tindak lanjut dari pelatihan tatap muka.
penyematan pembelajaran (Embedding) Penyematan Pembelajaran merupakan penyatuan pembelajaran di tempat kerja (on demmand/ on the go learning) yaitu pegawai sebagai pemelajar tidak perlu meninggalkan tempat bekerja untuk belajar yang dilakukan: MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA a) pada saat pegawai menghadapi permasalahan secara aktual ( real _time); _ b) dengan memanfaatkan rekan kerja sebagai teman belajar (learning buddy), atasan/widyaiswara sebagai pembimbing atau pemberi arahan/ coach yang dapat memberikan pembimbingan/ arahan dalam rangka mengoptimalkan potensi pemelajar, dan pejabat/pegawai yang memiliki keahlian tertentu dan/atau lebih mengerti permasalahan sebagai mentor; c) dengan memanfaatkan petunjuk praktis penyelesaian pekerjaan Uob aids) yang dapat berbentuk manual penyelesaian pekerjaan, kertas kerja, check list, bagan alir, dan lain sebagainya; dan d) dengan memanfaatkan manajemen pengetahuan dalam software knowledge management system untuk memperoleh sumber belajar atau inspirasi penyelesaian permasalahan pegawai dalam bekerja.
Ekstraksi Pembelajaran (Extracting) Ekstraksi Pembelajaran merupakan kegiatan menyarikan pengetahuan yang diperoleh dari pembelajaran: a) yang dilakukan pada saat pegawai memperoleh wawasan (insight) baru pada pemecahan persoalan dalam pekerjaan tertentu; b) untuk dibagikan kepada pegawai lainnya, baik secara langsung maupun melalui proses manajemen pengetahuan; c) sehingga dapat terjadi sinergi dan kolaborasi dalam pembelajaran; d) sehingga dapat meningkatkan perbaikan berkelanjutan dalam penyelesaian pekerjaan; dan e) yang diharapkan dapat menciptakan inovasi dan ide baru dalam mempercepat, mempermudah, serta meningkatkan efektivitas dan efisiensi suatu penyelesaian pekerjaan. B. Tahap Pembelajaran Terintegrasi Tahap pembelajaran terintegrasi terdiri dari:
Analisis Analisis merupakan serangkaian proses penelaahan terhadap kesenjangan kompetensi (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) dalam rangka pengembangan sumber daya manusia dengan program pembelajaran guna mendukung pencapaian target kinerja organisasi melalui:
penggalian informasi untuk menentukan kesepakatan atas:
tujuan program pembelajaran, di antaranya: a) pemenuhan kebutuhan strategis yaitu untuk mendukung pencapaian strategis dan target kinerja Unit Pengguna Pembelajaran Terintegrasi; MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA b) pemenuhan kebutuhan jabatan yaitu untuk mendukung pemenuhan kompetensi pemangku jabatan pada Unit Pengguna Pembelajaran Terintegrasi; dan c) pemenuhan kebutuhan individu yaitu untuk mendukung pengembangan kompetensi individu dan memenuhi kesenjangan kinerja dengan target kinerja jabatan;
bentuk/jalur untuk program Pembelajaran Terintegrasi yang disusun dengan mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai analisis kebutuhan pembelajaran dan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pengembangan sumber daya manusia di lingkungan Kementerian Keuangan;
jumlah dan target peserta;
rincian dukungan Unit Pengguna Pembelajaran Terintegrasi; dan
pihak pelaksana pembelajaran terintegrasi, dengan pilihan: a) dilaksanakan oleh Unit Pengelola Pembelajaran Terintegrasi; b) dilaksanakan oleh Unit Pengguna Pembelajaran Terintegrasi berkoordinasi dengan Unit Pengelola Pembelajaran Terintegrasi; atau c) dilaksanakan oleh Unit Pengguna Pembelajaran Terintegrasi secara mandiri.
Mekanisme yang ditentukan, yaitu:
Analisis Kebutuhan Pembelajaran (AKP) sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai pedoman analisis kebutuhan pembelajaran di lingkungan Kementerian Keuangan yang mencakup seluruh pelaksanaan Analisis Kebutuhan Pembelajaran (AKP), berupa Analisis Kebutuhan Pembelajaran (AKP) Reguler dan Analisis Kebutuhan Pembelajaran (AKP) Insidental, serta Analisis Kebutuhan Pembelajaran (AKP) Strategis, Analisis Kebutuhan Pembelajaran (AKP) Jabatan dan Analisis Kebutuhan Pembelajaran (AKP) Individu, yang dilakukan oleh Unit Pengelola dan Unit Pengguna dengan output berupa Dokumen Analisis Kebutuhan Pembelajaran (AKP) yang memuat informasi hasil penggalian analisis yang dituangkan dalam: a) laporan hasil verifikasi dan prioritas Analisis Kebutuhan Pembelajaran (AKP) strategis; b) laporan akhir Analisis Kebutuhan Pembelajaran (AKP) strategis; c) laporan akhir Analisis Kebutuhan Pembelajaran (AKP) jabatan; d) laporan program pembelajaran individu; dan e) dokumen telaahan Analisis Kebutuhan Pembelajaran (AKP) insidental. MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 2) Proposal Pengembangan Program Pembelajaran Terintegrasi (P4T), yang dilakukan melalui tahapan:
Desain a) penyusunan oleh Unit Pengelola Pembelajaran Terintegrasi yang terkait area kompetensi program pembelajaran yang diusulkan dengan memuat:
latar belakang;
tantangan yang berpotensi memerlukan pembelajaran;
usulan solusi pengembangan program pembelajaran; dan
tujuan pengembangan program pembelajaran; b) penyampaian dan pengoordinasian serta pengajuan persetujuan kepada Unit Pengguna Pembelajaran Terintegrasi yang terkait dengan area kompetensi program pembelajaran yang diusulkan; dan c) dalam hal terdapat persetujuan Unit Pengguna Pembelajaran Terintegrasi yang terkait dengan area kompetensi program pembelajaran yang diusulkan, maka Unit Pengelola Pembelajaran Terintegrasi menerbitkan Dokumen Tindak Lanjut Proposal Pengembangan Program Pembelajaran Terintegrasi (P4T) sebagai landasan pelaksanaan pembelajaran yang memuat paling sedikit:
latar belakang;
tujuan pengembangan program pembelajaran;
identitas pengusul dari Unit Pengelola Pembelajaran Terintegrasi dan Unit Pengguna Pembelajaran Terintegrasi terkait;
rencana penyelenggaraan danjalur pembelajaran yang akan dilaksanakan; dan (5 ^) kesepakatan pihak pelaksana pembelajaran dengan pilihan: {a) dilaksanakan oleh Unit Pengelola Pembelajaran Terintegrasi; {b) dilaksanakan oleh Unit Pengguna Pembelajaran Terintegrasi berkoordinasi dengan Unit Pengelola Pembelajaran Terintegrasi; atau (c) dilaksanakan oleh Unit Pengguna Pembelajaran Terintegrasi secara mandiri. Desain merupakan penyusunan seperangkat rencana dan pengaturan pembelajaran yang berisi tujuan pembelajaran, bentuk pembelajaran, lini masa, standar kompetensi, kebutuhan teknis pembelajaran, bentuk evaluasi, output dan outcome pembelajaran sebagai acuan dalam pelaksanaan pembelajaran terintegrasi melalui tahapan: MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA a. penelaahan Dokumen Analisis Kebutuhan Pembelajaran (AKP} dan Dokumen Tindak Lanjut Proposal Pengembangan Program Pembelajaran Terintegrasi (P4T} untuk menentukan bentuk/jalur serta kombinasi model pembelajaran yang tepat untuk dilakukan serta menyusun pengaturan rencana pelaksanaan pembelajaran;
pengidentifikasian program pembelajaran dengan memperhatikan karakteristik pemenuhan kebutuhan yang meliputi:
program untuk memenuhi kebutuhan strategis yang bertujuan: a} agar peserta dapat mengimplementasikan/menerapkan pengetahuan sehingga memerlukan praktik; b} lebih bersifat bekerja dalam belajar dan bersifat belajar dalam bekerja; c} umumnya dilakukan untuk peserta yang telah menduduki jabatan tertentu agar selaras antara pembelajaran dengan target kinerja; dan d} menemukan solusi atas suatu masalah/tantangan dengan meningkatkan kapabilitas penyelesaian pekerjaan; dan
program untuk memenuhi kebutuhan individu dan/atau jabatan, yaitu program yang bertujuan untuk memenuhi persyaratan menduduki jabatan, inisiatif individu, atau program pembelajaran mandatory agar dapat mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi peserta pembelajaran.
penyusunan Kerangka Acuan Pembelajaran/Rencana Aksi Pembelajaran/ Individual Development Plan 1) Kerangka Acuan Pembelajaran (KAP} Kerangka Acuan Pembelajaran (KAP} merupakan dokumen rencana pembelajaran yang memuat informasi ringkas dan komprehensif atas rencana program pembelajaran yang akan dilaksanakan oleh Unit Pengelola Pembelajaran Terintegrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada Unit Pengelola Pembelajaran Terintegrasi.
Rencana Aksi Pembelajaran (RAP} Rencana Aksi Pembelajaran (RAP} merupakan dokumen rencana pembelajaran untuk pemenuhan kebutuhan strategis yang berisi informasi ringkas dan komprehensif atas rencana program pembelajaran yang disusun dalam hal pelaksanaan pembelajaran terintegrasi dilakukan oleh Unit Pengguna Pembelajaran Terintegrasi melalui koordinasi dengan Unit Pengelola Pembelajaran Terintegrasi atau Unit Pengguna Pembelajaran Terintegrasi secara mandiri dengan memperhatikan: MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA a) substansi yang memuat informasi, di antaranya:
judul program pembelajaran;
tujuan pembelajaran;
latar belakang;
sasaran peserta;
output pembelajaran;
pengukuran pembelajaran;
bentuk pembelajaran; (8 ^) lini masa dan konversi pembelajaran;
outcome pembelajaran; dan
pelaksana kegiatan; b) jam pelajaran disusun dengan mengacu pada ketentuan konversi jam pelajaran sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai manajemen pengembangan sumber daya manusia di lingkungan Kementerian Keuangan; c) bentuk/jalur pembelajaran disusun dengan mengacu pada ketentuan bentuk/jalur pembelajaran sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai analisis kebutuhan pembelajaran di lingkungan Kementerian Keuangan; d) dalam hal diperlukan, penyusunan Rencana Aksi Pembelajaran (RAP) dapat dikonsultasikan dan/atau melalui pendampingan oleh Unit Pengelola Pembelajaran Terintegrasi; dan e) Contoh: Rencana Aksi Pembelajaran Manajemen Pembelajaran Terintegrasi di BPPK Tujuan Mendukung implementasi pembelajaran terintegrasi yang dikelola 61 JP Pembelajaran secara mandiri oleh Unit Pengguna dan dikelola oleh BPPK Latar Belakang Sasaran Peserta a. Strategi Kemenkeu Corpu dan penerapan a. Kepala Bidang Renbangjar BPPK Leaming Organization untuk membangun b. Kepala Bidang PMPS BPPK budaya belajar yang melibatkan seluruh c. Kepala Balai Diklat Keuangan elemen organisasi. d. Kepala Subbid PPPS/Subbid Desain b. Implementasi Pembelajaran Terintegrasi Pembelajaran/Subbid PM sebagai salah satu penerapan Leaming Organization. C. Mendukung pemenuhan kebutuhan strategis BPPK selaku Unit Pengelola Pembelajaran di Kemenkeu dalam memlasilitasi pemenuhan kompetensi di Kemenkeu melalui pembelajaran terintegrasi MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Output Pembelajaran Pengukuran Pembelajaran a. Ketersediaan KAP Program Pembelajaran a. Evaluasi Kepuasan Peserta; clan Terintegrasi yang dikelola BPPK;
Evaluasi Capaian Pembelajaran Peserta b. Ketersediaan RAP /Rencana Pengembangan dalam bentuk: Individu (RPI) di masing-masing Unit Kerja;
Tersedianya KAP Pembelajaran C. Tersusunnya Laporan AAR Pelaksanaan Terintegrasi (minimal l); Pembelajaran Terintegrasi; dan
Tersedianya Rencana Aksi d. Tersedianya Knowledge capture Pembelajaran [RAP] (minimal 2); dan pelaksanaan Pembelajaran Terintegrasi. 3 ^) Tersedianya Lesson Learned dalam bentuk knowledge capture. Bentuk Pembelajaran Lini Masa dan Konversi JP a. Pembelajaran Terstruktur melalui a. FGD, 5 Maret 2022 (4 JP). worksfwp. b. Worksfwp, 7 s.d 11 Maret 2022 (25 JP).
Pembelajaran Kolaboratif melalui FGD, C. Coaching dan Mentoring, sesuai dengan Coaching dan Mentoring. kesepakatan dengan mentor (Maret s.d c. Pembelajaran di Tempat Kerja, melalui November) maks (32 JP). Project Assignment berupa penyusunan d. Project Assignment, dituangkan di dalam program pembelajaran terintegrasi yang rencana kerja, output diharapkan selesai dikelola oleh Unit Pengguna dan BPPK; maksimal di bulan November 2022. (Hari AAR dan pendokumentasian pengetahuan Pelaksanaan x 1 JP). dalam melaksanakan Pembelajaran e. AAR dan knowledge capture, setelah output Terintegrasi. KAP, RAP, Rencana Pengembangan Individu (RPI) disusun dan diselenggarakan ( disetarakan dengan 7 JP). Outcome Pembelajaran Pelaksana Kegiatan a.
Terlaksananya Mini Lab Pengembangan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Pembelajaran Terintegrasi. selaku Unit Pengguna Pembelajaran Implementasi Pengembangan Terintegrasi. Pembelajaran Terintegrasi di BPPK.
Individual Development Plan (IDP) Individual Development Plan (IDP) merupakan penyusunan dokumen rencana pembelajaran oleh pegawai melalui pembahasan dan persetujuan atasan langsung pegawai dalam rangka pemenuhan kebutuhan individu/jabatan yang berisi kegiatan pengembangan pegawai yang disusun dalam hal pelaksanaan pembelajaran terintegrasi dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan individu/jabatan oleh Unit Pengguna Pembelajaran Terintegrasi melalui koordinasi dengan Unit Pengelola Pembelajaran Terintegrasi atau Unit Pengguna Pembelajaran Terintegrasi secara mandiri dengan memperhatikan: a) substansi yang memuat informasi di antaranya:
data diri pegawai;
data diri atasan langsung;
tujuan dan output pembelajaran; MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA (4) kompetensi yang akan dikembangkan;
indikator perilaku;
rencana kegiatan pengembangan kompetensi;
jangka waktu pelaksanaan; dan
bukti aktivitas pembelajaran. b) hal-hal terkait penyusunan Individual Development Plan (IDP), yaitu:
dalam menentukan rencana kegiatan pengembangan kompetensi dapat mempertimbangkan hasil Dialog Kinerja Individu;
seluruh substansi yang telah dilengkapi pada Individual Development Plan (IDP) disampaikan kepada pengelola kepegawaian masing-masing unit eselon I dan unit organisasi non eselon yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan dalam bentuk _softcopy; _ (3) dalam menyusun kompetensi yang akan dikembangkan dan menyusun indikator perilaku mengacu pada: (a) kebutuhan · kompetensi dari dokumen Analisis Kebutuhan Pembelajaran (AKP) individu/jabatan; dan/atau (b) ketentuan standar kompetensi teknis dan/atau jabatan yang berlaku di lingkungan Kementerian Keuangan;
dalam menyusun rencana kegiatan pengembangan kompetensi disusun dengan mencanturnkan paling sedikit 2 (dua) dari 4 (empat) model pembelajaran; dan
bukti aktivitas pembelajaran merupakan . dokumentasi proses pelaksanaan pembelajaran yang dapat berbentuk tangkapan layar kegiatan, resume pembelajaran/ learning journal, dan lainnya yang dapat menunjukkan proses kegiatan belajar; c) dalam hal diperlukan, penyusunan Individual Development Plan (IDP) dapat dikonsultasikan dan/atau melalui pendampingan oleh Unit Pengelola Pembelajaran Terintegrasi. d) Contoh: MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA INDIVIDUAL DEVELOPMENT PLAN PEMBELAJARAN TERINTEGRASI PENINGKATAN KOMPETENSI TEKNIS PENYELENGGARAAN KERJA SAMA Nama Pegawai Nama Atasan Langsung Muslih Mohammad Rifqi Jabatan Jabatan 1 Tujuan: Mampu menyusun rekomendasi kerja sama dengan pihak eksternal pemerintah maupun internal pemerintah Output: Rekomendasi kerja sama dengan pihak eksternal pemerintah maupun internal pemerintah Penyelenggaraan KerjaSama Level 2 Mampu menganalisis efektivitas kerja sama dengan pihak eksternal pemerintah maupun internal pemerintah Mampu melakukan analisis terhadap l. Structured _Leaming: _ e-leaming pelatihan contract penyusunan bahan kerja 2. _drafting; _ dan Self _Leaming: _ membaca sama peraturan terkait tata naskah dinas, contract drafting, dan lainnya. Leaming from others: Coaching dan Mentoring melalui: meminta pendapat dan mendiskusikan rencana penugasan kepada atasan, menyusun rencana implementasi bersama, mendapatkan arahan dan bimbingan selama proses penugasan. Leaming while _working: _ melalui penugasan/ praktik:
Menyiapkan bahan berupa bahan tayang dan pointer dalam rangka penandatanganan MoU Kementerian Keuangan dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi; Pelaksana Kepala Subbagian Hukum dan Kerja Sama 12 Oktober 12 Desember 2021 19 Oktober 19 Desember 2021 26 Oktober - 26 Desember 2021 3. Pengembangan MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 2. Mengoorclinasikan pelaksanaan kerja sama berdasarkan MoU Kementerian Keuangan dengan Kementerian Pendiclikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi;
Menyusun telaah atas pelaksanaan · MoU Kementerian Keuangan dengan Kementerian Pendiclikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi; dan
Menyajikan data hasil analisis efektivitas Mo U Kementerian Keuangan dengan Kementerian Pendiclikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. _·t;
s, ajaran "'' i •,.-,· ; Pengembangan merupakan penyiapan materi yang diperlukan dalam pembelajaran berupa antara lain bahan ajar, bahan tayang, aset intelektual, danjob aids (manual penyelesaian pekerjaan, kertas kerja yang relevan, check list, kerangka pengambilan keputusan, bagan alir, dokumen sumber referensi, dan media/ alat ban tu pekerjaan lainnya) yang dilakukan dengan mekanisme:
pehyiapan materi berupa:
penyusunan materi pembelajaran dengan ketentuan: a) memiliki kriteria:
hanya memuat informasi yang relevan dan dibutuhkan;
informasi disajikan sederhana, ringkas, dan terperinci;
menggunakan kalimat pendek dalam mendeskripsikan langkah/proses, panduan, dan keputusan yang perlu untuk dilakukan; atau f MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA (4) informasi penting diletakkan di halaman utama, dan informasi tambahan mengikuti di bawahnya; b) menggunakan bahasa yang digunakan dalam percakapan sehari hari; c) menggunakan gambar sederhana, diagram untuk memperjelas informasi atau menyajikan hal yang lebih terperinci; dan d) menjaga konsistensi penggunaan elemen visual, seperti dalam hal menggunakan gambar pada langkah pertama kemudian diikuti dengan menggunakan gambar pada langkah berikutnya.
penggunaan materi pembelajaran yang telah tersedia misalnya pada: a) Kemenkeu Leaming Center (KLC) atau media lain yang dikelola oleh Unit Pengelola Pembelajaran Terintegrasi; dan/atau b) media lainnya yang mendukung proses pembelajaran.
penggunaan aset intelektual yang dihasilkan dari proses manajemen pengetahuan; dan
penggunaan/penyusunanjob aids. b. penyusunan materi oleh:
Unit Pengelola Pembelajaran Terintegrasi untuk pembelajaran terintegrasi yang dilaksanakan Unit Pengelola Pembelajaran Terintegrasi; dan
Unit Pengguna Pembelajaran Terintegrasi dengan ketentuan: a) harus melalui koordinasi dan konsultasi terlebih dahulu dengan Unit Pengelola Pembelajaran Terintegrasi untuk pembelajaran dalam rangka pemenuhan kebutuhan strategis; dan b) dapat melalui koordinasi dan konsultasi terlebih dahulu dengan Unit Pengelola Pembelajaran Terintegrasi untuk pembelajaran dalam rangka pemenuhan kebutuhan individu dan jabatan.
Pelaksanaan Pelaksanaan pembelajaran terintegrasi merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan berdasarkan:
Kerangka Acuan Pembelajaran (KAP) sesuai ketentuan yang berlaku pada Unit Pengelola Pembelajaran Terintegrasi; dan
Rencana Aksi Pembelajaran (RAP)/ Individual Development Plan (IDP) melalui tahapan:
persiapan, yaitu pengecekan kesiapan pelaksanaan pembelajaran terintegrasi yang meliputi: a) penyusunan jadwal belajar; b) pengecekan kesiapan akses belajar; MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA c) pengecekan kesesuaian materi pembelajaran; d) pengecekan kesiapan peserta pembelajaran; e) pengecekan kesiapan sumber daya manusia yang diperlukan, di antaranya mentor, coach, learning buddy(s), dan lainnya; f) pengecekan kesiapan fasilitas; dan/atau g) penyiapan dukungan administratif penyelenggaraan pembelajaran, yang meliputi surat tugas, penugasan mentor, coach, learning buddy(s), dan lain sebagainya sesuai kebutuhan;
penyelenggaraan, yang dilakukan melalui kegiatan belajar peserta dan dibuktikan dengan dokumen berupa resume pembelajaran/ learning journal, dengan dukungan berupa: a) fasilitasi dokumentasi kegiatan pembelajaran; b) monitoring kegiatan peserta melalui pengecekan kemajuan belajar dengan jadwal pembelajaran; c) monitoring kegiatan pembelajaran yang meliputi interaksi peserta dengan materi pembelajaran, mentor, coach, serta learning _buddy(s); _ dan d) fasilitasi peserta dalam ha! terdapat kendala/permasalahan dalam kegiatan belajar; dan
pasca penyelenggaraan, yang dilakukan melalui dokumentasi pelaksanaan pembelajaran untuk pembelajaran terintegrasi yang diselenggarakan oleh Unit Pengguna meliputi: a) rencana perbaikan kerja; b) rencana inovasi/ide baru; dan/atau c) lesson learned yang diperoleh pada saat belajar.
Evaluasi Evaluasi merupakan kegiatan pengukuran dan pengakuan hasil pembelajaran terintegrasi dengan ketentuan:
dikategorikan menjadi:
evaluasi berdasarkan KerangkaAcuan Pembelajaran (KAP), dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada Unit Pengelola Pembelajaran Terintegrasi dan dalam ha! peserta berhasil menyelesaikan pembelajaran terintegrasi diberikan surat keterangan pembelajaran;
evaluasi berdasarkan Rencana Aksi Pembelajaran (RAP), penentuan metode dan pelaksanaannya dapat dikonsultasikan dan/atau melalui pendampingan oleh Unit Pengelola Pembelajaran Terintegrasi, terbagi atas: MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA a) evaluasi kepuasan, yaitu jenis evaluasi untuk mengukur reaksi dan/atau kepuasan peserta atas penyelenggaraan pembelajaran dengan ketentuan:
dilakukan paling sedikit terhadap pengajar (mentor, coach, dan lainnya), learning buddy(s), materi pembelajaran, serta pelayanan penyelenggara;
dilakukan dengan cara: (a) kuesioner / survei; (b) wawancara; dan/atau (c) kegiatan sejenis lainnya. b) evaluasi capaian pembelajaran peserta, yaitu jenis evaluasi untuk mengukur capaian pembelajaran peserta sesuai dengan tujuan yang ditetapkan dalam Rencana Aksi Pembelajaran (RAP) dengan cara:
tes;
UJlan;
pemecahan kasus; dan/atau
kegiatan lain yang sejenis. c) evaluasi penerapan kompetensi, yaitu jenis untuk mengukur penerapan kompetensi hasil pembelajaran dan/atau perubahan perilaku peserta dalam lingkungan kerja yang dapat mulai dilakukan paling sedikit 3 (tiga) bulan setelah pembelajaran diselesaikan yang dilakukan dengan cara:
kuesioner;
wawancara;
observasi; dan/atau
cara lainnya sesuai kaidah ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. d) evaluasi dampak pembelajaran, yaitu jenis evaluasi untuk mengukur dampak program pembelajaran terhadap kinerja pegawai dan/atau organisasi dengan ketentuan:
dapat mulai dilakukan paling sedikit 3 (tiga) bulan setelah pembelajaran diselesaikan;
dilakukan dengan cara: (a) kuesioner; (b) wawancara; (c) observasi; dan/atau t MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA (d) cara lainnya sesuai kaidah ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan; dan
evaluasi berdasarkan Individual Development Plan (IDP), dilaksanakan oleh atasan langsung sesuai dengan rencana kegiatan pengembangan individu dan/atau pengakuan hasil pelaksanaan Individual Development Plan (IDP).
terhadap peserta yang berhasil menyelesaikan pembelajaran terintegrasi berdasarkan Kerangka Acuan Pembelajaran (KAP), Rencana Aksi Pembelajaran (RAP), dan Individual Development Plan (IDP) mendapatkan surat keterangan pembelajaran yang diterbitkan oleh Unit Pengelola Pembelajaran Terintegrasi dengan ketentuan:
untuk pembelajaran terintegrasi yang dilaksanakan berdasarkan Kerangka Acuan Pembelajaran (KAP) diterbitkan secara otomatis sesuai ketentuan yang berlaku pada Unit Pengelola Pembelajaran Terintegrasi;
untuk perri.belajaran terintegrasi yang dilaksanakan berdasarkan Rencana Aksi Pembelajaran (RAP) selain mendapatkan pengakuan jam pelajaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku, peserta dapat juga mendapatkan surat keterangan pembelajaran yang dilakukan melalui mekanisme penjaminan mutu, yaitu: a) Unit Pengguna Pembelajaran Terintegrasi mengajukan permohonan penerbitan surat keterangan pembelajaran kepada Unit Pengelola Pembelajaran Terintegrasi disertai dengan dokumen pendukung berupa:
Rencana Aksi Pembelajaran (RAP);
resume pembelajaran/ learning _journal; _ (3) dokumen administratif penunjukan pengajar (mentor, coach, dan lainnya, atau _learning buddy(s); _ (4) hasil evaluasi capaian pembelajaran peserta; dan
lesson learned dalam bentuk aset intelektual dengan ketentuan: (a) telah diajukan untuk publikasi di Kemenkeu Leaming Center (KLC); dan (b) telah dipublikasikan melalui media informasi lainnya. b) Unit Pengelola Pembelajaran Terintegrasi kemudian melakukan validasi dan konfirmasi atas dokumen pendukung dimaksud; dan c) dalam ha! dokumen pendukung dimaksud dapat dinilai sebagai bentuk capaian pelaksanaan pembelajaran terintegrasi, diterbitkan surat keterangan pembelajaran. MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 3 ) untuk pembelajaran terintegrasi yang dilaksanakan berdasarkan Individual Development Plan (IDP), selain mendapatkan pengakuan jam pelajaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku peserta dapat juga mendapatkan surat keterangan pembelajaran yang dilakukan melalui mekanisme penjaminan mutu, yaitu: a) Unit Pengguna Pembelajaran Terintegrasi mengajukan permohonan penerbitan surat keterangan pembelajaran kepada Unit Pengelola Pembelajaran Terintegrasi disertai dengan dokumen pendukung berupa:
Individual Development Plan (IDP);
resume pembelajaran/ learning _journal; _ (3) bukti pelaksanaan Individual Development Plan (IDP); dan
lesson learned dalam bentuk aset intelektual dengan ketentuan: (a) telah diajukan untuk publikasi di Kemenkeu Leaming Center (KLC); atau (b) telah dipublikasikan melalui media informasi lainnya; b) Unit Pengelola Pembelajaran Terintegrasi kemudian melakukan validasi dan konfirmasi atas dokumen pendukung dimaksud; dan c) dalam hal dokumen pendukung dimaksud dapat dinilai sebagai bentuk capaian pelaksanaan pembelajaran terintegrasi, diterbitkan surat keterangan pembelajaran. MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAV/ATI
Tata Cara Pelaksanaan Subsidi Bunga/Subsidi Marjin untuk Kredit Usaha Rakyat
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Kredit Usaha Rakyat yang selanjutnya disingkat KUR adalah kredit/pembiayaan modal kerja dan/atau investasi kepada debitur usaha yang produktif dan layak namun belum memiliki agunan tambahan atau agunan tambahan belum cukup.
Subsidi Bunga adalah bagian bunga yang menjadi beban Pemerintah sebesar selisih antara tingkat bunga yang diterima oleh penyalur KUR dengan tingkat bunga yang dibebankan kepada penerima KUR.
Subsidi Marjin adalah bagian marjin yang menjadi beban Pemerintah sebesar selisih antara marjin yang diterima oleh penyalur KUR dengan marjin yang dibebankan kepada penerima KUR dalam skema pembiayaan syariah.
Menteri Keuangan yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disingkat K/L adalah kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian negara/lembaga negara.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab atas penggunaan anggaran pada K/L yang bersangkutan.
Kuasa Pengguna Anggaran Subsidi Kredit Usaha Rakyat yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kewenangan dan tanggung jawab dari PA untuk menggunakan anggaran untuk pembayaran subsidi atas KUR.
Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang selanjutnya disebut Komite Kebijakan adalah komite yang dibentuk oleh Presiden dengan Keputusan Presiden yang diberi kewenangan dalam memberikan arahan terhadap kebijakan program KUR.
Penerima KUR adalah pihak yang memenuhi kriteria untuk menerima KUR sesuai dengan Pedoman Pelaksanaan KUR.
Penyalur KUR adalah lembaga yang memenuhi persyaratan untuk menyalurkan KUR sesuai dengan Pedoman Pelaksanaan KUR.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi BUN.
Baki Debet adalah sisa pokok pinjaman/sisa pokok pembiayaan yang wajib dibayar kembali oleh Penerima KUR kepada Penyalur KUR.
Sistem Informasi Kredit Program yang selanjutnya disingkat SIKP adalah sistem informasi elektronik yang digunakan untuk menatausahakan dan menyediakan informasi penyaluran kredit program.
Permohonan Keberatan Hak Uji Materiil Terhadap Pasal 2 ayat (4), ayat (7) dan Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 2021 ten ...
Relevan terhadap
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 26 dari 113 halaman. Putusan Nomor 38 P/HUM/2022 menanggung beban beberapa jenis pungutan, baik yang bersifat formil atau informal. Tabel 3 Jenis Pendapatan Negara dari Sektor Perikanan No. Subyek Obyek Target Pungutan 1 Wajib Pajak (Usaha/Pribadi) Penghasilan Pajak untuk Belanja Negara 2 Wajib Pajak (Usaha/Pribadi) Barang (Properti) Pajak untuk Belanja Negara 3 Pribadi/Usaha dengan Kapal >30GT Ijin Usaha Perikanan (SIUP, SIKPI, SIPR) PNBP 4 Pribadi/Usaha dengan Kapal >30GT Produk Perikanan PNBP 5 Pribadi/Usaha dengan Kapal >5GT Retribusi Jasa di Pelabuhan PNBP 6 Pribadi/Usaha dengan Kapal 5-30GT Pungutan atas Ijin Usaha (SIUP, SIPI, SIKPI) Pendapatan Asli Daerah Provinsi 7 Usaha Perikanan dengan Kapal <10GT ^Pungutan atas Ijin Usaha (SIUP, SIPI, SIKPI) Pendapatan Asli Kabupaten/Kota 8 Wajib Pajak (Usaha/Pribadi) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Usaha Perikanan Tangkap Pajak untuk Belanja Negara Sumber: Kementerian Keuangan (2020), Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 20/PJ/2015 9. Bahwa dengan kenaikan PNBP Perikanan sebagaimana dimaksud dalam PP Nomor 85 Tahun 2021 berpotensi mempengaruhi kondisi finansial dari para pelaku usaha perikanan tangkap, termasuk pelaku usaha perikanan artisanal. Dalam PP Nomor 85 Tahun 2021, diatur bahwa kapal penangkap ikan berukuran sampai dengan 60 GT (termasuk perahu dari perikanan artisanal/Nelayan Kecil dengan kapal berukuran 1 s.d. 10 GT) dikenakan tarif 5% dari nilai produksi ikan pada saat didaratkan. Jika ketentuan tersebut tegas dijalankan, maka akan mengurangi pendapatan nelayan, termasuk nelayan artisanal. Tabel 7 di bawah menjelaskan perkembangan nilai NTNP (Nilai Tukar Nelayan dan Pembudidayaan Ikan) di Indonesia. Nilai Tukar Nelayan (NTN) merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengetahui kemampuan tukar ikan hasil tangkapan terhadap barang/jasa yang diperlukan untuk kebutuhan produksi maupun kebutuhan konsumsi Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 26
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 85 dari 113 halaman. Putusan Nomor 38 P/HUM/2022 dikenakan pada proses permohonan izin baru atau perpanjangan, dimana pelaku usaha telah dikenakan pungutan di awal sebelum kapal melakukan operasi penangkapan ikan. Dalam hal ini tidak mempertimbangkan kapal akan beroperasi atau kapal beroperasi namun tidak mendapatkan ikan hasil tangkapan; PP Nomor 85 Tahun 2021 juga tidak memberikan pungutan kepada nelayan kecil karena pengenaan pungutan tersebut hanya dikenakan kepada kapal yang mendapatkan izin dari Menteri Kelautan dan Perikanan; Bahwa perubahan sistem penarikan PNBP dari praproduksi menjadi pascaproduksi selain melalui kajian komprehensif juga merupakan masukan dari pemangku kepentingan di bidang penangkapan ikan. Pelaku usaha/pemilik kapal menginginkan adanya pengenaan tarif PNBP berdasarkan pascaproduksi, sehingga aspirasi tersebut diterima oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Pengenaan PNBP berdasarkan pasca produksi tersebut dinilai merupakan pengenaan PNBP yang objektif berdasarkan kondisi riil hasil tangkapan yang diperoleh; Selain itu, dalam penyusunan rancangan peraturan pemerintah tentang perubahan atas PP Nomor 75 Tahun 2015, Kepala Badan Kajian Fiskal, Kementerian Keuangan, menyampaikan surat Nomor S-87/KF/2021, tanggal 15 Juli 2021, hal Penyampaian Hasil kajian kami dengan judul “PNBP SDA Perikanan: Potensi, Tata Kelola, dan Optimalisasinya” (Bukti T-13). Hasil kajian tersebut sebagai bentuk kontribusi Badan Kajian Fiskal dalam memperluas kajian terkait PNBP pada subsektor perikanan tangkap khususnya yang berbasis sumber daya alam untuk menjadi bahan masukan dan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan terkait dengan kontribusi subsektor kelautan dan perikanan terhadap penerimaan negara; Hasil kajian tersebut antara lain menyebutkan bahwa: Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 85
Penggunaan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi