Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020
Relevan terhadap
Cukup ^jelas Ayat (1) Yang dimaksud dengan "Lembaga Penjamin Simpanan mengalami kesulitan likuiditas" adalah dalam hal perkiraan kas yang dapat diperoleh dari sumber daya keuangan Lembaga Penjamin Simpanan tidak mencukupi pada saat kebutuhan dana harus dipenuhi oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Ayat (2) Penambahan utang antara lain bersumber dari penerbitan SBN. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (5) Yang dimaksud "karena suatu dan lain hal belum dapat ditetapkan" adalah apabila Badan Anggaran belum dapat melakukan rapat kerja dan/atau mengambil kesimpulan di dalam rapat kerja, dalam waktu lx24 (satu kali dua puluh empat) ^jam setelah usulan disampaikan Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Ralryat. Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Cukup ^jelas. Pasal 45 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Dalam hal sumber dana berasal dari pinjaman luar negeri, pemerintah dapat mengadakan pinjaman siaga. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Pasal 46 Huruf a Penetapan tingkat kemiskinan sesuai dengan metodologi penghitungan Garis Kemiskinan Nasional yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Pasal 47 Cukup ^jelas Pasal 48 Cukup ^jelas TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6410 LAMPIRAN I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2079 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2O2O RINCIAN PEMBIAYAAN ANGGARAN DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2O2O I 1.1 t.2 t.2.r t.2.t.t t.2.r.2 t.2.2 t.2.2.r t.2.2.t.t t.2.2.t.2 r.2.2.t.2.r t.2.2.t.2.t.1 1.2.2.t.2.L.2 t .2.2.t .2.2 t.2.2.2 2 2.r ALOI{ASI PEMBIAYAAN ANGGARAN Pembiayaan Utang Surat Berharga Negara (Neto) Pinjaman (Neto) Pinjaman Dalam Negeri (Neto) Penarikan Pinjaman Dalam Negeri (Bruto) Pembayaran Cicilan Pokok Pinjaman Dalam Negeri Pinjaman Luar Negeri (Neto) Penarikan Pinjaman Luar Negeri (Bruto) Pinjaman Tunai Pinjaman Kegiatan Pinjaman Kegiatan Pemerintah Pusat Pinjaman Kegiatan Kementerian Negara/Lembaga Pinjaman Kegiatan Diterushibahkan Pinjaman Kegiatan kepada Badan Usaha Milik Negara/ Pemerintah Daerah Pembayaran Cicilan Pokok Pinjaman Luar Negeri Pembiayaan Investasi Investasi kepada Badan Usaha Milik Negara (Ribuan Rupiah) 3,07.225.798.499 351.8s3.256.250 389.322.045.700 -37.468.789.450 r.296.006.236 2.974.130.000 -t.678.r23.764 -38.764.795.686 48.350.415.817 21.600.000.000 26.750.415.817 22.584.409.2t2 22.t82.7 39 .212 401.670.000 4.166.006.605 -87 .tr5.2t 1.503 -74.229.A74.207 -t7.730.801.073 2.t.1 2.t.2 2.t.3 2.r.5 2.t.6 2.t.7 2.r.8 2.t.9 2.2 2.2.t 2.3 2.3.1 2.3.1.r 2.3.1.2 2.3.2 2.3.3 2.3.4 2.3.5 2.3.6 2.3.7 Penyertaan Modal Negara kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Penyertaan Modal Negara kepada PT Hutama Karya (Persero) Penyertaan Modal Negara kepada PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) Penyertaan Modal Negara kepada PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) Penyertaan Modal Negara kepada PT Geo Dipa Energi (Persero) Penyertaan Modal Negara kepada PT Permodalan Nasional Madani (Persero) Penyertaan Modal Negara kepada PT Pengembangan Armada Niaga Nasional (Persero) Penyertaan Modal Negara Untuk Penguatan Neraca Transaksi Berjalan Investasi kepada Lembaga/Badan Lainnya Penyertaan Modal Negara kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) Investasi kepada Badan Layanan Umum Dana Bergulir Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) Pusat Investasi Pemerintah (PIP) Dana Pengembangan Pendidikan Nasional (DPPN) Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) Lembaga Dana Kerja Sama Pembangunan Internasional (LDKPI) Dana Abadi Penelitian Dana Abadi Kebudayaan Dana Abadi Perguruan Tinggi -5.000.000.000 -3.500.000.000 -2.500.000.000 -268.O 17.000 -700.000.000 - 1.000.000.000 -3.762.784.O73 - 1.000.000.000 -5.000.000.000 -5.000.000.o00 -52.5t4.582.699 -10.000.000.000 -9.000.ooo.000 -1.000.000.000 - 18.000.000.000 -10.500.000.000 - 1.000.ooo.o00 -5.000.000.000 - 1.000.000.000 -5.000.000.000 2.3.8 Badan 2.3.8 2.4 2.4.r 2.4.2 2.4.3 2.4.4 2.4.5 2.4.6 2.4.7 2.4.8 2.5 2.5.t 3 3.1 3.1.1 3.1.1.1 3.1.t.2 4 4.1 4.t.t PRESIDEN REPUBLIK INDONESlA -3- Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) Investasi kepada Organisasi/ Lembaga Keuangan Internasional/ Badan Usaha Internasional Islamic Development Bank (lDB) The Islamic Corporation for the Development of Private Sector (lCD) International Fund for Agricultural Development (IFAD) International Development Association (lDA) International Finance Corporation (IFC) International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) Credit Guarantee and Investment Facility (cGrF) Islamic Corporation for the Insurance of Investment and Export Credit (ICIEC) Penerimaan Kembali Investasi Dana Bergulir BLU Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan Pemberian Pinjaman Pinjaman kepada Badan Usaha Milik Negara/ Pemerintah Daerah I Lembaga I Badan Lainnya Pinjaman kepada Badan Usaha Milik Negara/Pemerintah Daerah (Neto) Pinjaman kepada Badan Usaha Milik Negara/ Pemerintah Daerah (Bruto) Penerimaan Cicilan Pengembalian Pinjaman dari Badan Usaha Milik Negara/Pemerintah Daerah Kewajiban Penjaminan Penjaminan Pemerintah Penugasan Percepatan Pembangunan Infrastruktur Nasional -2.Ot4.582.699 -999.O73.t34 -83.767.003 -42.744.O28 -43.200.000 -2t7.384.OOO -328.O94.400 -238.t62.443 -43.200.000 -2.52r.260 2.Ot4.582.699 2.OL4.582.699 s.L92.999.856 5.t92.999.856 5.r92.999.856 -4.166.006.605 9.359.OO6.46t -590.583.OOO -590.583.000 -42t.066.OOO 4.1.1.1 4.t.2 5 5.1 Penjaminan Pemerintah Untuk Percepatan Penyelenggaraan Light Rail Transit/ LRT Jabodebek Penugasan Penyediaan Pembiayaan Infrastruktur Daerah kepada BUMN Pembiayaan Lainnya Saldo Anggaran Lebih 25.OOO.OOO.OOO 25.000.000.000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, JOKO WIDODO ttd LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2OI9 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2O2O POSTUR APBN TAHUN ANGGARAN 2O2O A. B.
D. E. PENDAPATATT NEGARA I. PENERIMAAN DALAM NEGERI 1. PENERIMAAN PERPAJAKAN 2. PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK II. PENEzuMAAN HIBAH BELAT{JA NDGARA I. BELANJA PEMERINTAH PUSAT II. TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA KESEIMBAI{GATT PRIMER SURPLUS/ (DEFrSrTl ALGGARAN (A - Bl o/o Defrsit Anggaran terhadap PDB PEMBIAYAAI{ ANGGARAN (r ^+ rI ^+ rII ^+ w ^+ V) I. PEMBIAYAAN UTANG II. PEMBIAYAANINVESTASI (Ribuan Rupiah) 2.233.L96.701.660 2.232.697 .96r.660 t.865.702.816.382 366.995.145.278 498.740.O0O 2.540.422.500.559 r.683.477. 179.135 856.945.32t.424 -L2.OL2.458.899 -307.225.794.899 '1,76 307.225.798.899 351.853.256.250 -74.229.874.207 ilI. PEMBERIAN ilI. PEMBERIAN PINJAMAN IV. KEWAJIBAN PENJAMINAN V. PEMBIAYAAN I.AINT.IYA 5.192.999.856 25.000.000.000 JOKO WIDODO ttd.
Petunjuk Teknis Penetapan Maksimum Pencairan Penerimaan Negara Bukan Pajak Secara Elektronik
Relevan terhadap
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENETAPAN MAKSIMUM PENCAIRAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SECARA ELEKTRONIK. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah Dokumen Pelaksanaan Anggaran yang digunakan sebagai acuan PA dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN.
Kementerian Negara/Lembaga yang selanjutnya disingkat K/L adalah kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian negara/lembaga negara.
Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah.
Satuan Kerja Penghasil PNBP yang selanjutnya disebut Satker adalah unit organisasi lini Kementerian Negara/Lembaga yang melaksanakan kegiatan Kementerian Negara/Lembaga dan memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran yang dananya bersumber dari PNBP.
Maksimum Pencairan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disebut MP PNBP adalah batas tertinggi pencairan anggaran belanja negara yang sumber dananya berasal dari PNBP pada DIPA yang dapat digunakan, ditetapkan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Modul Maksimum Pencairan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disebut Modul MP PNBP adalah sistem yang dibangun oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk memproses usulan Maksimum Pencairan PNBP yang diajukan oleh Satuan Kerja dan/atau Kementerian / Lembaga. / 9. Direktur Jenderal Perbendaharaan yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal adalah pejabat Eselon I di bawah Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pelaksanaan anggaran, pengelolaan kas dan investasi, pembinaan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum, dan akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Direktur Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disebut Direktur adalah pejabat Eselon II di bawah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pelaksanaan anggaran.
Kepala Subdirektorat Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disebut Kepala Subdirektorat adalah pejabat eselon III atau yang disetarakan di bawah Direktorat Pelaksanaan Anggaran yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pelaksanaan angggaran.
Kepala Seksi Direktorat Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disebut Kepala Seksi PA adalah pejabat Eselon IV atau yang disetarakan di bawah Subdirektorat Pelaksanaan Anggaran yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dari standardisasi teknis di bidang pelaksanaan anggaran.
Kepala Kan tor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang selanjutnya disebut Kepala Kantor Wilayah adalah pejabat Eselon II di bawah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang mempunyai tugas melaksanakan koordinasi, pembinaan, supervisi, asistensi, bimbingan teknis, dukungan teknis, monitoring, evaluasi, analisis, kajian, penyusunan laporan, dan pertanggungjawaban di bidang perbendaharaan berdasarkan peraturan perundang- undangan.
Kepala Bidang Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang selanjutnya disebut Kepala Bidang adalah pejabat Eselon III atau yang disetarakan di bawah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang mempunyai tugas melaksanakan pembinaan, bimbingan teknis, monitoring dan evaluasi di bidang pelaksanaan anggaran pemerintah pusat, penganggaran, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), serta melaksanakan penyusunan reviu atas pelaksanaan dan analisis kinerja anggaran belanja pemerintah pusat.
Kepala Seksi Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang selanjutnya disebut Kepala Seksi Kanwil adalah pejabat Eselon IV atau yang disetarakan di bawah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Operator Direktorat Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disebut Operator PA adalah pegawai pada Direktorat Pelaksanaan Anggaran ditunjuk untuk melakukan proses mengunduh, meneliti, dan menyampaikan permohonan pengesahan MP PNBP pada Modul MP PNBP. Wilayah Direktorat Jenderal 17. Operator Perbendaharaan yang selanjutnya disebut Operator Kanwil adalah pegawai pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan ditunjuk untuk melakukan proses mengunduh, meneliti, dan menyampaikan permohonan Kantor pengesahan MP PNBP pada Modul MP PNBP.
Administrator Direktorat Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disebut Administrator PA adalah pejabat/pegawai pada Direktorat Pelaksanaan Anggaran yang bertugas untuk melakukan pengelolaan referensi pada Modul MP PNBP.
Administrator Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang selanjutnya disebut Administrator Kanwil adalah pegawai pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang bertugas untuk melakukan pengelolaan referensi pada Modul MP PNBP. / 20. Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/ Lembaga yang bersangkutan.
Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam
Relevan terhadap
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal I Agustus 2023. Agar orang mengetahuinya, memerintahkan Peraturan Pemerintah ini dengan dalam kmbaran Negara Republik Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 12 Juli 2023 JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 Jtuli 2023 MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, PRATIKNO PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2023 TENTANG DEVISA HASIL EKSPOR DARI KEGTATAN PENGUSAHAAN, PENGELOI,AAN, Dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan kewajiban pemasukan DHE SDA dalam sistem keuangan Indonesia untuk mendorong iumber pembiayaan pembangunan ekonomi, mendorong pembiayaan investasi d"t mod"l kerja untuk percepatan hilirisasi sumber daya alam, meningkatkan investasi dan kinerja Ekspor dari kegiatan pengusahaan, pengelolaan dan/atau pengolahan sumber daya alam, serta mendukung p.r*rr3ra"tt stabilitas makroekonomi dan pasar keuangan domestik, perlu aiUfrt rI1 penyempurnaan regutasi DHE SDA melalui pengaturan kembali DHE SDA. Peraturan Pemerintah ini merupakan penyempurnaan atas pengaturan DHE SDA dalam Peraturan Pemerintah Nomor I Tahun 2019 yaitu antara lain:
penambahan penempatan DHE SDA pada kmbaga Pembiayaan Ekspor indonesia selain pada Bank yang Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing. Hal ini sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Unding Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan;
pengaturan mengenai batasan nilai Ekspor pada PPE yang dikenakan k"*".jiU.t DHE SDA yaitu paling sedikit USD250.O00 (dua ratus lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya;
pengaturan kewajiban menempatkan DHE SDA paling sedikit sebesar SOZ" 6ig" puluh persen) dari DHE yang diterima dalam sistem keuangan Indonesia- dengan jangka waktu paling singkat 3 (tiga) bulan sejak penempatan dalam Rekening Khusus DHE SDA;
pengaturan penempatan DHE SDA yang mencakup pada Rekening khusus DHE SDA, instrumen perbankan, instrumen keuangan yang diterbitkan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, dan/atau instrumen yang diterbitkan oleh Bank Indonesia;
pengaturan mengenai DHE SDA dapat dilakukan konversi dalam i"rr[t, penanganan permasalahan stabilitas makroekonomi dan/atau stau-ititas sistem keuangan sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh Bank Indonesia;
pemberian insentif atas DHE SDA yang ditempatkan berupa fasilitas perpajakan atas penghasilan dari penempatan DHE SDA termasuk p"nlt"pa, sebagai Eksportir bereputasi baik bagi Eksportir yang menempatkan DHE SDA pada Rekening Khusus DHE SDA;
penambahan pengaturan pemberian insentif bagi Lembaga Pembiayaan bk"pot Indon-esia dan Bank yang Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing, yang mengelola Rekening Khusus DHE SDA' serta pengaturan insentif bagi Eksportir yang menempatkan DHE SDA pada instrumen yang diterbitkan oleh Bank Indonesia; 8 penambahan pengaturan ^pembuatan escrou) ^account ^pada ^Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia selain ^pada ^Bank yang ^Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta ^Asing; Pasal 4 Pada dasarnya Penduduk dapat ^dengan bebas ^memiliki ^dan menggunakan Devisa dengan ^tetap ^memperhatikan ^kepentingan perekonomian nasional dan kesejahteraan ^masyarakat' 9. ^pelaksanaan ^pengawasan ^yang ^menggunakan sistem ^informasi ^yang terintegrasi yang disediakan dan/atau digunakan bersama ^oleh kementerian ^yang urusan pemerintahan di bidang keuangan negara, Bank ^Indonesia, ^Otoritas Jasa ^Keuangan, dan/ ^atau instansi lain terkait ^yang ^dipandang perlu; 1O. pengaturan kembali ^pengen€ran ^sanksi ^berupa ^penangguhan ^atas pelayanan Ekspor sesuai dengan ketentuan ^peraturan ^perundang- undangan di bidang kepabeanan;
penambahan ^pengaturan kegiatan ^Ekspor ^yang ^dikecualikan ^dari ketentuan antara lain atas ^Ekspor yang ^dilakukan tidak ^dalam rangka untuk kegiatan usaha sesuai ^dengan ^ketentuan peraturan ^perundang- undangan di bidang ^perdagangan, ^yang ^tidak ^terdapat ^lalu ^lintas Devisa, dan imbal dagang ^berupa ^barter ^sesuai ^ketentuan ^peraturan perundang-undangan; dan
kebijakan terhadap ^Eksportir ^yang ^sedang ^dalam ^proses ^pengawasan oleh Bank Indonesia dan/atau ^Otoritas ^Jasa ^Keuangan ^atas pemenuhan kewajibannya berdasarkan ^Peraturan Pemerintah Nomor ^1 tahun 2019 tentang Devisa ^Hasil Ekspor ^dari ^Kegiatan ^Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan ^Sumber ^Daya AIam. II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Cukup ^jelas. Pasal 2 Cukup ^jelas. Pasal 3 Cukup ^jelas. Pasa1 5 Ayat (1) Dalam rangka kesinambungan pembangunan serta peningkatan dan ketahanan ekonomi nasional, Eksportir wajib memasukkan DHE SDA ke dalam sistem keuangan Indonesia. Sistem keuangan Indonesia adalah sistem yang terdiri atas lembaga ^jasa keuangan, pasar keuangan, dan infrastruktur keuangan, termasuk sistem pembayaran, yang berinteraksi dalam memfasilitasi pengumpulan dana masyarakat di dalam perekonomian Indonesia yang untuk mendukung aktivitas perekonomian nasional. Ayat (2) Hasil barang Ekspor pada sektor pertambangan merupakan sumber daya alam sebagaimana diatur dalam ^peraturan perundang-undangan di bidang mineral dan batubara serta minyak dan gas bumi. Hasil barang Ekspor pada sektor perkebunan merupakan sumber daya alam sebagaimana diatur dalam peraturan ^perundang- undangan di bidang ^perkebunan. Hasil barang Ekspor pada sektor kehutanan merupakan sumber daya alam sebagaimana diatur dalam peraturan ^perundang- undangan di bidang kehutanan. Hasil barang Ekspor pada sektor perikanan merupakan sumber daya alam sebagaimana diatur dalam peraturan ^perundang- undangan di bidang perikanan. Hasil barang Ekspor termasuk ^juga barang hasil ^pengolahan ^yang menggunakan bahan baku dari sumber daya alam ^pada sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan sebagaimana diatur dalam peraturan ^perundang-undangan di bidang perindustrian, Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasal 6 Cukup ^jelas. Pasal 7 Ayat (1) Kewajiban penempatan DHE SDA dihitung berdasarkan DHE ^SDA yang diterima pada Rekening Khusus DHE SDA sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini. Contoh: Contoh: Eksportir A menerima DHE SDA pada Rekening Khusus DHE SDA sebagai berikut:
DHE SDA sebesar USDI.0OO.OOO (satu ^juta dolar Amerika Serikat) pada tanggal I November 2023 atas PPE tanggal 1 Agustus 2023. b. DHE SDA sebesar USDSOO.OOO (lima ratus ribu dolar Amerika Serikat) pada tanggal 2 November 2023 atas PPE tanggal 1 September 2O23. Dengan demikian, kewajiban penempatan DHE SDA sebesar 3oo/o (tiga puluh persen) oleh Eksportir A pada bulan November 2023 adalah sebesar USD4SO.OOO (empat ratus lima puluh ribu dolar Amerika Serikat). Ayat (2) Contoh penempatan DHE SDA paling singkat 3 (tiga) bulan sejak penempatan dalam Rekening Khusus DHE SDA sebagai berikut: Eksportir A menerima DHE SDA ^pada Rekening Khusus DHE SDA sebagai berikut:
DHE SDA sebesar USDI.OOO.OOO ^(satu ^juta dolar Amerika Serikat) pada tanggal 1 November 2023 atas PPE tanggal 1 Agustus 2023. b. DHE SDA sebesar USD5O0.O00 (lima ratus ribu dolar Amerika Serikat) pada tanggal 2 November 2Q23 atas PPE tanggal I September 2023. Dengan demikian, Eksportir A wajib tetap menempatkan DHE SDA sebesar USD45O.0O0 (empat ratus lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) dalam sistem keuangan Indonesia sejak bulan November 2023 paling cepat sampai akhir Januari 2024. Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasal 8 Ayat (1) Hurufa Cukup ^jelas. Hunrf b Cukup ^jelas. Huruf c Instrumen keuangan yang diterbitkan oleh ^lrmbaga Pembiayaan Ekspor Indonesia tidak dapat dialihkan ^dan dikuasakan kepada ^pihak manapun ^(non ^negotiablel. Huruf d Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Pasal 9 Cukup ^jelas. Pasal 10 Cukup ^jelas. Pasal 11 Ayat (1) Ketentuan Pasal 8 Undang-Undang ^Nomor ^25 ^Tahun ^2007 tentang Penanaman Modal ^mengatur bahwa penanam ^modal diberi hak untuk melakukan transfer ^dan ^repatriasi ^dalam ^valuta asing, antara lain terhadaP:
modal;
keuntungan, bunga bank, ^deviden, ^dan pendapatan ^lain;
dana yang diPerlukan untuk:
pembelian bahan baku dan ^penolong, ^barang ^setengah jadi, atau barang jadi; atau
penggantian barang modal dalam ^rangka ^melindungi kelangsungan hidup ^penanaman ^modal;
tambahan dana ^yang diperlukan ^bagi ^pembiayaan ^penanaman modal;
dana untuk ^pembayaran kembali ^pinjaman;
royalti atau biaya ^yang ^harus ^dibayar;
pendapatan dari perseorangan warga ^negara ^asing ^yang bekerja dalam ^perusahaan penanaman ^modal;
hasil penjualan atau likuidasi ^penanaman ^modal;
kompensasi atas kemgian;
kompensasi atas pengambilalihan;
hasil penjualan aset. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasal 12 Ayat (1) Yang dimaksud dengan ^" escrow aeounf adalah rekening ^yang dibuka untuk menampung dana tertentu yang ^penarikannya hanya dapat dilakukan dengan syarat khusus sesuai dengan perjanjian tertulis antara penyetor dengan pihak yang berkepentingan dengan escrou) account. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasal 13 Cukup ^jelas. Pasal 14 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (s) Yang dimaksud dengan "kementerian dan/atau lembaga teknis terkait" antara lain:
Kementerian Perindustrian;
Kementerian Pertanian;
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;
Kementerian Kelautan dan Perikanan; dan
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Hasil pengawasan yang disampaikan kepada kementerian dan/atau lembaga teknis terkait, sesuai dengan kebutuhan masing-masing kementerian dan/atau lembaga teknis terkait. Pasal 15 Cukup ^jelas. Pasal 16 Cukup ^jelas. Pasal 17 Ayat (1) Eksportir B menerima DHE SDA pada Rekening Khusus DHE SDA sebagai berikut:
DHE SDA sebesar USDTOO.O0O (tujuh ratus ribu dolar Amerika Serikat) pada tanggal 2 November 2023 atas PPE tanggal 3 Agustus 2O23 senilai USETOO.OOO {tujuh ratus ribu dolar Amerika Serikat). b. DHE SDA sebesar USDISO.OOO (seratus lima ^puluh ribu dolar Amerika Serikat) pada tanggal 3 November 2O23 atas PPE tanggal 1 September 2023 senilai USD2OO.OOO ^(dua ratus ribu dolar Amerika Serikat) secara sukarela. Dengan demikian, Eksportir B wajib menempatkan 3O% ^(tiga puluh persen) dari DHE SDA-nya pada bulan November 2023 sebesar USD255.OO0 (dua ratus lima puluh lima ribu dolar Amerika Serikat) ^yang merupakan ^penjumlahan dari USD2I0.OOO (dua ratus sepuluh ribu dolar Amerika Serikat) dan USD4S.OOO (empat puluh lima ribu dolar Amerika Serikat). Ayat (2) Cukup ^jelas. Pasal 18 Cukup ^jelas. Pasal 19 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (21 Kewajiban penempatan DHE SDA dihitung berdasarkan DHE SDA yang diterima pada Rekening Khusus DHE SDA sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini, termasuk DHE SDA atas PPE ^yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ^ini. Contoh: tIrId{FIiIl K INDO -9- Contoh: Eksportir A menerima DHE SDA pada Rekening Khusus DHE SDA sebagai berikut:
DHE SDA sebesar USD1.O00.00O ^(satu ^juta dolar Amerika Serikat) pada tanggal 1 Oktober 2O23 atas PPE tanggal I Juli 2O23. b. DHE SDA sebesar USDSOO.OOO (lima ratus ribu dolar Amerika Serikat) pada tanggal 2 Oktober 2O23 atas PPE tanggal I Agustus 2023. Dengan demikian, kewajiban penempatan DHE SDA sebesar 3O7o (tiga puluh persen) oleh Eksportir A pada bulan Oktober 2023 adalah sebesar USD450.0OO (empat ratus lima puluh ribu dolar Amerika Serikat). Pasal 2O Yang dimaksud dengan "Eksportir yang sedang dalam ^proses pengawasan" adalah Eksportir yang memiliki tanggal pendaftaran PPE sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku dan hasil pengawasannya belum disampaikan kepada kementerian ^yang urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Eksportir tersebut dinyatakan telah memenuhi seluruh kewajibannya dengan pertimbangan:
pentingnya upaya untuk memastikan kesinambungan pertumbuhan ekonomi dalam rangka percepatan pemulihan ekonomi nasional; dan
kebijakan kewajiban pemasukan dan ^penempatan DHE SDA serta penerapan sanksi yang berbeda dengan pengaturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2O19 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam. Pasal 21 Cukup ^jelas. Pasal 22 Cukup ^jelas. Pasal 23 Cukup ^jelas.
Tata Cara Pertukaran Informasi Berdasarkan Perjanjian Internasional.
Relevan terhadap
Pertukaran Informasi berdasarkan permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dilakukan dengan cara Pejabat yang Berwenang di Indonesia menyampaikan permintaan Informasi kepada Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra atau sebaliknya.
Pertukaran Informasi berdasarkan permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan terhadap wajib pajak yang diduga:
melakukan transaksi dan/atau kegiatan penghindaran pajak;
melakukan transaksi dan/atau kegiatan pengelakan pajak;
menggunakan struktur dan/atau skema transaksi sedemikian rupa yang mengakibatkan diperolehnya manfaat P3B; dan/atau
belum memenuhi kewajiban perpajakannya.
Pertukaran Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sepanjang terhadap wajib pajak tersebut sedang:
dilakukan kegiatan pengawasan kepatuhan perpajakan, pengembangan dan analisis atas informasi, data, laporan, dan pengaduan, pemeriksaan, penagihan, pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan terhadap kewajiban perpajakannya; atau
dalam proses upaya hukum perpajakan, antara lain pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar, pengurangan atau pembatalan surat tagihan pajak yang tidak benar, keberatan, banding, peninjauan kembali, prosedur persetujuan bersama, dan/atau kesepakatan harga transfer terhadap kewajiban perpajakannya.
Informasi yang diminta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
telah dilakukan segala upaya untuk mencari Informasi di negara atau yurisdiksi tempat Pejabat yang Berwenang meminta Informasi, dan Informasi dimaksud tidak tersedia;
tidak spekulatif dan memiliki hubungan yang jelas dengan dasar permintaan Informasi;
didasari atas kecurigaan dan dugaan yang memadai;
diyakini terdapat di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, atau di Indonesia;
tidak mengakibatkan terungkapnya rahasia perdagangan, usaha, industri, perniagaan atau keahlian; dan
tidak berhubungan dengan rahasia negara, kebijakan publik, kedaulatan, keamanan negara, atau kepentingan nasional.
Permintaan Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis dan ditandatangani oleh Pejabat yang Berwenang.
Pengujian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Berharga Negara terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahu ...
Relevan terhadap
“Adapun terkait dengan akad dalam perbankan syariah, seperti ijarah, sesuai prinsip syariah sebagaimana diatur dalam fatwa DSN MUI, pihak pemberi sewa bertindak sebagai pemilik barang yang memberikan hak penggunaan atau pengambilan manfaat atas barang kepada penyewa. Dan dalam akad tersebut, tidak diperlukan konsep beneficial ownership .”.... “Konsep pembiayaan ijarah sebagaimana prinsip syariah yang ditetapkan dalam Fatwa DSN-MUI dan diadopsi dalam POJK 13/2021, menempatkan Bank Syariah harus bertindak sebagai pemilik dan/atau pihak yang mempunyai hak penguasaan dan hak menyewakan atas barang sewa.” …. “Dalam transaksi perbankan syariah (fasilitas pembiayaan ijarah atau akad lainnya), tidak dimungkinkan adanya pembebanan hak tanggungan kepada bank yang memunculkan kewenangan bank untuk memberikan hak manfaat atas objek tanah yang dibiayai kepada pihak lain. Dalam hal ini, hak tanggungan tidak mungkin memberikan wewenang bank untuk menyewakan hak manfaat kepada nasabahnya.” 3.36. Bahwa padahal konsep dalam POJK Nomor 13/POJK.03/2021 sendiri yang membolehkan peralihan tanpa bukti kepemilikan mempunyai implikasi akan adanya dual ownership atau beneficial ownership , sehingga perbedaan antara keterangan yang disampaikan oleh OJK dengan kebijakan yang dibuatnya sendiri saling kontradiksi. Hal ini tentu sangat membingungkan masyarakat karena OJK merupakan regulator yang diberikan kepercayaan untuk mengatur transaksi perbankan syariah yang dituangkan dari Fatwa MUI; 3.37. Bahwa bukti-bukti di atas menunjukkan sesungguhnya ada permasalahan dalam pola hubungan pengaturan terkait dengan ekonomi syariah yang ada pada sistem hukum di Indonesia. Konsep pemisahan otoritas negara dan otoritas agama in casu MUI atau organisasi kemasyarakatan lainnya menyebabkan saling lempar tanggung jawab baik antar lembaga negara maupun dengan otoritas agama. Negara dalam hal ini “seolah” tidak ingin bertanggung jawab terhadap kebenaran materiil atas hukum Islam yang diserap, sehingga ketika materi hukum Islam tersebut bersinggungan dengan hukum positif (negara) kekacauan regulasi terjadi karena adanya ketidakjelasan kewenangan siapa yang sebenarnya bertanggung jawab atas objek permasalahan yang ada. Hal ini menyebabkan hingga saat ini Pemohon tidak mengetahui apakah praktik umum perbankan syariah yang telah terlaksana adalah sah secara hukum atau tidak. Andaipun ternyata
Pajak Pertambahan Nilai Dibebaskan dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Tidak Dipungut atas ...
Standar dan Tata Cara Pemenuhan Kompetensi Teknis Penyusun Rencana Kerja dan Anggaran
Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator)
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus
Relevan terhadap
Menetapkan PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN TRANSAKSI KHUSUS. BABI KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara. 2. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat SATK adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan untuk seluruh transaksi penerimaan dan pengeluaran serta aset dan kewajiban pemerintah yang terkait dengan fungsi khusus Menteri Keuangan selaku BUN, serta tidak tercakup dalam sub sistem akuntansi BUN lainnya. 3. Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA I jdih.kemenkeu.go.id untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada kementerian/ lembaga yang bersangkutan. 4. Kuasa Pengguna Barang yang selanjutnya disingkat KPB adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh pengguna barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan se baik-baiknya. 5. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAKPA BUN TK adalah unit akuntansi yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan transaksi khusus pada tingkat satuan kerja di lingkup BUN. 6. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAKKPA BUN TK adalah unit akuntansi yang menjadi koordinator dan bertugas melakukan kegiatan penggabungan laporan keuangan seluruh UAKPA BUN TK yang berada langsung di bawahnya. 7. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAP BUN TK adalah unit akuntansi pada unit eselon I Kementerian Keuangan yang melakukan penggabungan laporan keuangan seluruh UAKPA BUN TK dan/atau UAKKPA BUN TK. 8. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Pembantu Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAKP BUN TK adalah unit akuntansi pada unit eselon I Kementerian Keuangan yang melakukan penggabungan laporan seluruh UAP BUNTK. 9. Direktorat Jenderal Anggaran yang selanjutnya disingkat DJA adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang penganggaran. 10. Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang selanjutnya disingkat DJPb adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perbendaharaan negara. 11. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang selanjutnya disingkat DJKN adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang. 12. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan yang selanjutnya disingkat DJPK adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perimbangan keuangan. 13. Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang selanjutnya disingkat DJPPR adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang bertugas f jdih.kemenkeu.go.id merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pengelolaan pembiayaan dan risiko. 14. Badan Kebijakan Fiskal yang selanjutnya disingkat BKF adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas melaksanakan analisis di bidang kebijakan fiskal. 15. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal DJPb yang bertugas untuk melaksanakan kewenangan perbendaharaan dan BUN, penyaluran pembiayaan atas beban anggaran, serta penatausahaan penerimaan dan pengeluaran anggaran melalui dan dari kas negara. 16. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara. 17. PNBP BUN Pengelolaan Kas Negara yang selanjutnya disingkat PNBP BUN PKN adalah PNBP yang berasal dari pelaksanaan kewenangan Menteri Keuangan selaku BUN yang dikelola oleh DJPb. 18. Fasilitas Penyiapan Proyek adalah fasilitas fiskal yang disediakan oleh Menteri Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 19. Dukungan Kelayakan adalah dukungan pemerintah dalam bentuk kontribusi fiskal yang bersifat finansial yang diberikan terhadap proyek kerja sama pemerintah dan badan usaha oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang keuangan dan kekayaan negara. 20. Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. 21. BMN Idle adalah BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian/ lembaga. 22. BMN Eks BMN Idle adalah BMN Idle yang telah diserahkan kepada Pengelola Barang berdasarkan berita acara serah terima. 23. Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa adalah aset yang dikuasai Negara berdasarkan:
Peraturan Penguasa Perang Pusat Nomor Prt/032/PEPERPU/ 1958 tentang Larangan Adanya Organisasi yang Didirikan oleh dan/ a tau untuk Orang-Orang Warga Negara dari Negara Asing yang Tidak Mempunyai Hubungan Diplomatik dengan Negara Republik Indonesia jo. Keputusan Penguasa Perang Pusat Nomor Kpts/Peperpu/0439 / 1958 tentang Penempatan jdih.kemenkeu.go.id Semua Sekolah/Kursus yang Sebagian atau Seluruhnya Milik dan/atau Diusahakan oleh Organisasi yang Didirikan oleh dan/ a tau Orang- Orang Tionghoa Perantauan (Hoa Kiauw) yang Bukan Warga Negara dari Negara Asing, yang Telah Mempunyai Hubungan Diplomatik dengan Republik Indonesia dan/atau Telah Memperoleh Pengakuan dari Negara Republik Indonesia di Bawah Pengawasan Pemerintah Republik Indonesia jo. Undang-Undang Nomor 50 Prp. Tahun 1960 tentang Larangan Organisasi- organisasi dan Pengawasan Terhadap Perusahaan- Perusahaan Orang Asing Tertentu;
Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1962 tentang Larangan Adanya Organisasi yang Tidak sesuai dengan Kepribadian Indonesia, Menghambat Penyelesaian Revolusi atau Bertentangan dengan Cita-Cita Sosialisme Indonesia;
Penetapan Presiden Nomor 4 Tahun 1962 tentang Keadaan Tertib Nasional jo. Keputusan Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Pemimpin Besar Revolusi Nomor 52/KOTI/ 1964; dan
Instruksi Radiogram Kaskogam Nomor T-0403/G- 5/5/66 tentang Pengawasan PEPELRADA terhadap Pengambilalihan Sekolah-Sekolah Tionghoa oleh Mahasiswa-Mahasiswa dan Pelajar- Pelajar Setempat. 24. Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang selanjutnya disingkat KKKS adalah badan usaha atau bentuk badan usaha tetap yang diberikan kewenangan untuk melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi pada suatu wilayah kerja berdasarkan kontrak kerja sama dengan Pemerintah. 25. Kontraktor Perjanjian Kerja Sama/Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara yang selanjutnya disebut Kontraktor adalah badan usaha yang melakukan kegiatan usaha pertambangan batubara, baik untuk penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri. 26. BMN Hulu Minyak dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut BMN Hulu Migas adalah semua barang yang berasal dari pelaksanaan kontrak kerja sama antara Kontraktor dengan pemerintah, termasuk yang berasal dari kontrak karya/ contract of work (CoW) dalam pelaksanaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi. 27. BMN yang berasal dari Perjanjian Kerja Sama/Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara yang selanjutnya disingkat BMN PKP2B adalah seluruh barang dan peralatan yang diperoleh dan/atau dibeli Kontraktor untuk kegiatan usaha pertambangan batubara dan/atau barang dan peralatan yang tidak terjual, tidak dipindahkan atau tidak dialihkan oleh Kontraktor setelah pengakhiran perjanjian yang telah melewati jangka waktu yang telah ditetapkan menjadi milik pemerintah, termasuk barang kontraktor yang jdih.kemenkeu.go.id pada pengakhiran perjanjian akan dipergunakan untuk kepentingan umum. 28. Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat BLBI adalah fasilitas yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada perbankan untuk menjaga kestabilan sistem pembayaran dan sistem perbankan, agar tidak terganggu oleh adanya ketidakseimbangan likuiditas, antara penerimaan dan penarikan dana pada bank-bank. 29. Aset Eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional yang selanjutnya disebut Aset Eks BPPN adalah kekayaan negara yang dikelola oleh Menteri Keuangan yang berasal dari kekayaan eks BPPN. 30. Aset Eks Pertamina adalah aset-aset yang tidak turut dijadikan penyertaan modal negara dalam Neraca Pembukaan PT. Pertamina sebagaimana ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.06/2008 tentang Penetapan Neraca Pembukaan Perseroan (Persero) PT. Pertamina Per 17 September 2003, serta telah ditetapkan sebagai BMN yang berasal dari Aset Eks Pertamina berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 92/KK.06/2008 tentang Penetapan Status Aset Eks Pertamina Sebagai Barang Milik Negara. 31. Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah pusat. 32. Perusahaan Umum Bulog yang selanjutnya disebut dengan Perum Bulog adalah badan usaha milik negara yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pendirian Perusahaan Umum (Perum) Bulog sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2003. 33. Selisih Kurs adalah selisih yang dihasilkan dari pelaporan jumlah unit mata uang asing yang sama dalam mata uang pelaporan pada kurs yang berbeda. 34. Dokumen Sumber adalah dokumen yang berhubungan dengan transaksi keuangan yang digunakan sebagai sumber atau bukti untuk menghasilkan data akuntansi. 35. Buku Besar Kas adalah kumpulan akun-akun yang digunakan untuk meringkas transaksi yang telah dicatat dalam jurnal akuntansi berdasarkan basis kas. 36. Buku Besar Akrual adalah kumpulan akun-akun yang digunakan untuk meringkas transaksi yang telah dicatat dalam jurnal akuntansi berdasarkan basis akrual. 37. Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara berupa laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, laporan operasional, laporan perubahan ekuitas, laporan perubahan saldo anggaran lebih, dan catatan atas laporan keuangan. 38. Laporan Realisasi Anggaran yang selanjutnya disingkat LRA adalah laporan yang menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit dan pembiayaan, s1sa lebih/kurang pembiayaan jdih.kemenkeu.go.id anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam 1 (satu) periode. 39. Neraca adalah laporan yang menyajikan informasi posisi keuangan pemerintah yaitu aset, utang, dan ekuitas pada tanggal tertentu. 40. Laporan Operasional yang selanjutnya disingkat LO adalah laporan yang menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah pusat/ daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintah dalam 1 (satu) periode pelaporan. 41. Laporan Perubahan Ekuitas yang selanjutnya disingkat LPE adalah laporan yang menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. 42. Catatan atas Laporan Keuangan yang selanjutnya disingkat CaLK adalah laporan yang menyajikan informasi tentang penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam LRA, Neraca, laporan arus kas, LO, LPE, dan laporan perubahan saldo anggaran lebih untuk pengungkapan yang memadai. 43. Reviu adalah prosedur penelusuran angka-angka dalam Laporan Keuangan, permintaan keterangan, dan analitik yang menjadi dasar memadai bagi aparat pengawas intern pemerintah untuk memberi keyakinan terbatas bahwa tidak ada modifikasi material yang harus dilakukan atas Laporan Keuangan tersebut sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. 44. Transaksi Dalam Konfirmasi Penerimaan yang selanjutnya disingkat TDK Penerimaan adalah transaksi penerimaan yang diterima kasnya di kas negara tetapi tidak teridentifikasi dan/atau tidak diakui oleh satuan kerja pada kementerian/lembaga dan bagian anggaran BUN. Pasal 2 Peraturan Menteri m1 mengatur mengenai SATK yang meliputi:
belanja/beban pengeluaran untuk keperluan hubungan internasional;
belanja/beban Fasilitas Penyiapan Proyek;
belanja/beban Dukungan Kelayakan;
PNBP yang dikelola oleh DJA;
transaksi aset dan belanja/beban yang berada dalam pengelolaan DJKN;
belanja/beban jaminan sosial, belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog, dan pelaporan akumulasi iuran pensiun;
pendapatan dan belanja/beban pengelolaan kas negara;
transaksi penggunaan PNBP BUN PKN;
utang perhitungan fihak ketiga pegawai; J. utang perhitungan fihak ketiga Pajak Rokok;
pendapatan dan beban untuk pengelolaan penerimaan negara; jdih.kemenkeu.go.id 1. belanja/beban pengeluaran untuk keperluan layanan perbankan; dan
pendapatan dan beban untuk pengelolaan rekening valuta asing pada kuasa BUN daerah. Pasal 3 (1) Belanja/beban pengeluaran untuk keperluan hubungan internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a meliputi:
pengeluaran kerja sama internasional yang mencakup pembayaran iuran keikutsertaan pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi internasional dan tidak menimbulkan hak suara di luar ketentuan Keputusan Presiden Nomor 64 Tahun 1999 tentang Keanggotaan Indonesia dan Kontribusi Pemerintah Republik Indonesia pada Organisasi-Organisasi Internasional, yang dibiayai dari bagian anggaran BUN seperti trust fund dan kontribusi;
pengeluaran perjanjian internasional yang mencakup transaksi yang timbul sebagai akibat dari perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan pihak lain di dunia internasional dan dibiayai dari bagian anggaran BUN; dan
pendapatan dan belanja/beban selisih kurs dan biaya transfer atas pengeluaran untuk keperluan hubungan in ternasional. (2) Belanja/beban Fasilitas Penyiapan Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b meliputi:
fasilitas untuk penyiapan dan pelaksanaan transaksi kerja sama pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur;
fasilitas untuk penyiapan proyek, pelaksanaan transaksi, proyek dan/atau pelaksanaan perjanjian untuk penyediaan infrastruktur ibu kota negara melalui skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha dan/atau pembiayaan kreatif;
fasilitas untuk penyusunan dokumen penyiapan penyediaan infrastruktur pada kawasan di ibu kota nusantara;
fasilitas untuk penyiapan dan pelaksanaan transaksi pemanfaatan BMN dan/atau pemindahtanganan BMN untuk persiapan, pembangunan, dan pemindahan ibu kota negara; dan
fasilitas terkait penyiapan proyek atau pengembangan skema pembiayaan lainnya yang mendapat penugasan dari pemerintah. (3) Belanja/beban Dukungan Kelayakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c merupakan kontribusi fiskal dalam bentuk finansial atas sebagian biaya pembangunan proyek yang dilaksanakan melalui skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha untuk penyediaan layanan infrastruktur yang terjangkau bagi masyarakat. t jdih.kemenkeu.go.id (4) PNBP yang dikelola oleh DJA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d meliputi:
pendapatan minyak bumi dan gas bumi;
pendapatan panas bumi; dan
setoran lainnya, meliputi setoran sisa surplus dari basil kegiatan Bank Indonesia, surplus, dan/atau bagian dari surplus lembaga. (5) Transaksi aset dan belanja/beban yang berada dalam pengelolaan DJKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf e meliputi:
Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa;
BMN yang berasal dari pertambangan meliputi:
BMN Hulu Migas; dan
BMN PKP2B;
Aset Eks Pertamina;
BMN Eks BMN _Idle; _ e. Aset yang timbul dari pemberian BLBI meliputi:
piutang pada bank dalam likuidasi; dan
Aset Eks BPPN;
Aset lainnya dalam pengelolaan DJKN meliputi:
barang gratifikasi;
BMN yang diperoleh dari pelaksanaan perjanjian kerja sama antara pemerintah Republik Indonesia dengan badan internasional dan/atau negara asing;
BMN yang diperoleh dari pembubaran badan yang dibentuk kementerian/lembaga, seperti unit pelaksana teknis yang dibentuk oleh kemen terian/ lembaga;
BMN yang diperoleh dari pembubaran badan- badan ad _hoc; _ atau 5. BMN yang diperoleh dari pembubaran yayasan sebagai tindak lanjut temuan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan;
piutang untuk dana antisipasi penanggulangan lumpur Sidoarjo;
piutang kepada yayasan supersemar; dan
penggantian biaya dan margin yang wajar atas investasi pemerintah untuk program pemulihan ekonomi nasional. (6) Belanja/beban jaminan sosial, belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog, dan pelaporan akumulasi iuran pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf f meliputi:
belanja/beban pensiun;
belanja/beban jaminan layanan kesehatan;
belanja/beban jaminan kesehatan menteri dan pejabat tertentu;
belanja/beban jaminan kesehatan utama;
belanja/bebanjaminan kesehatan lainnya;
belanja/bebanjaminan kecelakaan kerja;
belanja/bebanjaminan kematian;
belanja/beban program tunjangan hari tua;
belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog; dan J. pelaporan akumulasi iuran pensiun. jdih.kemenkeu.go.id (7) Pendapatan dan belanja/beban untuk pengelolaan kas negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf g meliputi:
pendapatan berupa selisih lebih dalam pengelolaan kele bihan / kekurangan kas;
pendapatan selisih kurs terealisasi dalam pengelolaan rekening milik BUN;
pendapatan lainnya dalam pengelolaan kas negara;
belanja/beban berupa selisih kurang dalam pengelolaan kelebihan/kekurangan kas;
belanja/beban selisih kurs terealisasi dalam pengelolaan rekening milik BUN; dan
belanja/beban transaksi pengelolaan kas negara. (8) Transaksi penggunaan PNBP BUN PKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf h meliputi:
belanja/beban penggunaan PNBP BUN PKN;
perolehan BMN dari belanja/beban penggunaan PNBP BUN PKN; dan
penetapan status penggunaan BMN. (9) Utang perhitungan fihak ketiga pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf i merupakan selisih le bih / kurang an tara penerimaan setoran / potongan perhitungan fihak ketiga pegawai dan pembayaran pengembalian penerimaan perhitungan fihak ketiga pegawru.
Utang perhitungan fihak ketiga Pajak Rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf j merupakan selisih lebih/kurang antara penerimaan setoran perhitungan fihak ketiga Pajak Rokok dan pembayaran pengembalian penerimaan perhitungan fihak ketiga Pajak Rokok. (11) Pendapatan dan beban untuk pengelolaan penerimaan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf k meliputi:
hasil koreksi atas terjadinya TDK Penerimaan; dan
pendapatan dan beban selisih kurs belum terealisasi atas pengelolaan rekening penerimaan negara dalam valuta asing pada KPPN yang menangani pengelolaan penerimaan negara. (12) Belanja/beban pengeluaran untuk keperluan layanan perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf 1 meliputi:
belanja/beban pajak pertambahan nilai real time gross settlement Bank Indonesia;
pembayaran bunga negatif;
pembayaran imbalan jasa pelayanan bank/ pos perseps1;
pembayaran pajak pertambahan nilai atas transaksi real time gross settlement bank operasional; dan
fee bank kustodian. (13) Pendapatan dan beban untuk pengelolaan rekening valuta asing pada kuasa BUN daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf m merupakan pendapatan dan beban selisih kurs belum terealisasi dalam pengelolaan rekening valuta asing milik kuasa BUN daerah. jdih.kemenkeu.go.id BAB II UNIT AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN Bagian Kesatu Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus Pasal 4 (1) SATK merupakan subsistem dari sistem akuntansi BUN. (2) SATK menghasilkan Laporan Keuangan yang terdiri atas:
LRA;
LO; C. LPE;
Neraca; dan
CaLK. (3) Untuk pelaksanaan SATK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibentuk unit akuntansi yang terdiri atas:
UAKPA BUN TK;
UAKKPA BUN TK;
UAP BUN TK; dan
UAKP BUN TK. (4) SATK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan bagian anggaran BUN Transaksi Khusus dengan menggunakan sistem aplikasi terin tegrasi. (5) Sistem aplikasi terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan sistem aplikasi yang mengintegrasikan seluruh proses yang terkait dengan pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja negara dimulai dari proses penganggaran, pelaksanaan, dan pelaporan pada BUN dan kementerian/lembaga. Bagian Kedua Tingkat Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus Pasal 5 UAKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
UAKPA BUN TK pengelola pengeluaran keperluan kerja sama internasional dan perjanjian internasional dilaksanakan oleh pusat di BKF yang ditunjuk oleh Kepala BKF;
UAKPA BUN TK pengelola pembayaran Fasilitas Penyiapan Proyek dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
dilaksanakan oleh direktorat di DJPPR yang menangani pengelolaan dukungan pemerintah dan pembiayaan infrastruktur dalam hal Fasilitas Penyiapan Proyek dilaksanakan melalui penugasan khusus kepada Badan Usaha Milik Negara; dan/atau t jdih.kemenkeu.go.id 2. dilaksanakan oleh unit kerja di kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral yang ditunjuk sebagai KPA dalam hal Fasilitas Penyiapan Proyek dilaksanakan melalui kerja sama penyediaan infrastruktur dengan lembaga internasional dalam pembangunan dan/atau pengembangan kilang minyak di dalam negeri;
UAKPA BUN TK pengelola pembayaran Dukungan Kelayakan dilaksanakan oleh unit kerja KPA BUN yang ditunjuk di kementerian/lembaga;
UAKPA BUN TK pengelola PNBP minyak bumi dan gas bumi dilaksanakan oleh direktorat di DJA yang menangani pengelolaan PNBP sumber daya alam dan kekayaan negara dipisahkan;
UAKPA BUN TK pengelola PNBP panas bumi dilaksanakan oleh direktorat di DJA yang menangani pengelolaan PNBP sumber daya alam dan kekayaan negara dipisahkan;
UAKPA BUN TK pengelola setoran lainnya dilaksanakan oleh direktorat di DJA yang menangani pengelolaan PNBP sumber daya alam dan kekayaan negara dipisahkan;
UAKPA BUN TK pengelola Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa dilaksanakan oleh direktorat di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
UAKPA BUN TK pengelola BMN Hulu Migas dilaksanakan oleh unit sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pedoman akuntansi dan pelaporan keuangan atas BMN Hulu Migas;
UAKPA BUN TK pengelola BMN PKP2B dilaksanakan oleh unit sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai pedoman akuntansi dan pelaporan aset berupa BMN PKP2B; J. UAKPA BUN TK pengelola Aset Eks Pertamina dilaksanakan oleh direktorat di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
UAKPA BUN TK pengelola BMN Eks BMN Idle dilaksanakan oleh direktorat di DJKN yang menangani perumusan kebijakan kekayaan negara; I. UAKPA BUN TK pengelola aset yang timbul dari pemberian BLBI dilaksanakan oleh direktorat di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
UAKPA BUN TK pengelola aset lainnya dalam pengelolaan DJKN dilaksanakan oleh direktorat di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
UAKPA BUN TK pengelola piutang untuk dana antisipasi penanganan lumpur Sidoarjo dilaksanakan oleh unit kerja KPA BUN yang ditunjuk di kementerian/lembaga;
UAKPA BUN TK pengelola piutang kepada yayasan supersemar dilaksanakan oleh direktorat di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
UAKPA BUN TK pengelola penggantian biaya dan margin yang wajar atas investasi pemerintah untuk t jdih.kemenkeu.go.id program pemulihan ekonomi nasional dilaksanakan oleh direktorat di DJKN yang menangani kekayaan negara yang dipisahkan;
UAKPA BUN TK pengelola belanja/beban jaminan sosial, belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog, dan pelaporan akumulasi iuran pensiun dilaksanakan oleh direktorat di DJPb yang menangani pengelolaan belanja/beban jaminan sosial, belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog, dan pelaporan akumulasi . . 1uran pens1un;
UAKPA BUN TK pengelola pendapatan dan belanja/beban untuk pengelolaan kas negara dilaksanakan oleh direktorat di DJPb yang menangani pengelolaan kas negara;
UAKPA BUN TK transaksi penggunaan PNBP BUN PKN dilaksanakan oleh satuan kerja pengelolaan, pengembangan, dan pengawasan BUN;
UAKPA BUN TK pengelola utang perhitungan fihak ketiga pegawai dilaksanakan oleh direktorat di DJPb yang menangani pengelolaan perhitungan fihak ketiga pegawru;
UAKPA BUN TK pengelola utang perhitungan fihak ketiga Pajak Rokok dilaksanakan oleh direktorat di DJPK yang menangani penyusunan laporan keuangan atas penerimaan dan penyetoran Pajak Rokok;
UAKPA BUN TK pengelola penerimaan negara dilaksanakan oleh KPPN yang menangani pengelolaan penerimaan negara;
UAKPA BUN TK pengelola belanja/beban pengeluaran untuk keperluan layanan perbankan dilaksanakan oleh direktorat di DJPb yang menangani pengelolaan pengeluaran keperluan layanan perbankan; dan
UAKPA BUN TK pengelola pendapatan dan belanja/beban untuk pengelolaan rekening valuta asing pada kuasa BUN daerah dilaksanakan oleh KPPN yang memiliki rekening valuta asing. Bagian Ketiga Tingkat Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus Pasal 6 (1) UAKKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf b merupakan UAKKPA BUN TK Pengelola BMN Hulu Migas. (2) UAKKPA BUN TK Pengelola BMN Hulu Migas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas untuk menggabungkan Laporan Keuangan UAKPA BUN TK BMN Hulu Migas. (3) UAKKPA BUN TK Pengelola BMN Hulu Migas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh unit sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pedoman akuntansi dan pelaporan keuangan atas BMN Hulu Migas. jdih.kemenkeu.go.id Bagian Keempat Tingkat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus Pasal 7 (1) UAP BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf c dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
UAP BUN TK atas pengelola pengeluaran keperluan hubungan internasional dilaksanakan oleh BKF;
UAP BUN TK atas:
pengelola pembayaran Fasilitas Penyiapan Proyek; dan
pengelola pembayaran Dukungan Kelayakan, dilaksanakan oleh DJPPR;
UAP BUN TK atas pengelola PNBP yang dikelola DJA dilaksanakan oleh DJA;
UAP BUN TK atas pengelola transaksi aset dan belanja/beban yang berada dalam pengelolaan DJKN dilaksanakan oleh DJKN;
UAP BUN TK atas:
pengelola belanja/beban jaminan sosial, belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog, dan pelaporan akumulasi iuran pensiun;
pengelola pendapatan dan belanja/beban untuk pengelolaan kas negara;
transaksi penggunaan PNBP BUN PKN;
pengelola utang perhitungan fihak ketiga pegawai;
pengelola penerimaan negara;
pengelola belanja/beban pengeluaran untuk keperluan layanan perbankan; dan
pengelola pendapatan dan beban untuk pengelolaan rekening valuta asing pada kuasa BUN daerah, dilaksanakan oleh DJPb; dan
UAP BUN TK atas pengelola utang perhitungan fihak ketiga Pajak Rokok dilaksanakan oleh DJPK. (2) UAP BUN TK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas untuk menggabungkan Laporan Keuangan seluruh UAKPA BUN TK dan UAKKPA BUN TK yang berada langsung di bawahnya. Bagian Kelima Tingkat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Pembantu Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus Pasal 8 (1) UAKP BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf d dilaksanakan oleh DJPb. (2) UAKP BUN TK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas untuk menggabungkan Laporan Keuangan seluruh UAP BUN TK. jdih.kemenkeu.go.id BAB III AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN Bagian Kesatu Tingkat Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus Pasal 9 (1) UAKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 menyelenggarakan akuntansi yang meliputi proses pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan atas transaksi khusus. (2) Penyelenggaraan akuntansi untuk UAKPA BUN TK pengelola PNBP minyak bumi dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d, UAKPA BUN TK pengelola PNBP panas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf e, UAKPA BUN TK pengelola BMN Hulu Migas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf h, dan UAKPA BUN TK pengelola BMN PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf i diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri. (3) Penyelenggaraan akuntansi selain UAKPA BUN TK pada ayat (2) berpedoman pada Modul SATK sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 10 (1) Untuk penyusunan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), UAKPA BUN TK memproses dokumen sumber transaksi keuangan atas penerimaan dan/atau pengeluaran transaksi khusus. (2) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun setiap bulanan, semesteran, dan tahunan. (3) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun setelah dilakukan verifikasi data sistem aplikasi terintegrasi dengan dokumen sumber milik UAKPA BUN TK. (4) Apabila terdapat perbedaan data atas hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), UAKPA BUN TK dapat melakukan konfirmasi kepada KPPN mitra kerja dan/ a tau dengan pihak terkait. Pasal 11 (1) UAKPA BUN TK menyampaikan Laporan Keuangan dengan ketentuan sebagai berikut:
UAKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf j, huruf k, huruf 1, huruf m, hurufn,hurufo,hurufp,hurufq,hurufr,hurufs, huruf t, huruf u, huruf v, huruf w, dan huruf x menyampaikan Laporan Keuangan kepada UAP BUNTK; dan jdih.kemenkeu.go.id b. UAKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf h dan huruf i menyampaikan Laporan Keuangan kepada UAKKPA BUN TK. (2) Periode penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanak: an dengan ketentuan sebagai berikut:
LRA dan Neraca disampaikan setiap bulan; dan
LRA, LO, LPE, Neraca, dan CaLK disampaikan setiap semesteran dan tahunan. (3) Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan jadwal penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan BUN. Bagian Kedua Tingkat Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus Pasal 12 (1) Berdasarkan Laporan Keuangan yang disampaikan oleh UAKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2), UAKKPA BUN TK menyusun Laporan Keuangan bulanan, semesteran, dan tahunan. (2) Dalam hal UAKKPA BUN TK belum menggunakan sistem aplikasi terintegrasi, penyusunan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara manual. Pasal 13 (1) UAKKPA BUN TK menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) kepada UAP BUN TK dengan ketentuan sebagai berikut:
LRA dan Neraca disampaikan setiap bulan; dan
LRA, LO, LPE, Neraca, dan CaLK disampaikan setiap semesteran dan tahunan. (2) Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan jadwal penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan BUN. Bagian Ketiga Tingkat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus Pasal 14 (1) Berdasarkan Laporan Keuangan yang disampaikan UAKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b dan/atau UAKKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b, UAP BUN TK menyusun Laporan Keuangan semesteran dan tahunan. jdih.kemenkeu.go.id (2) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun setelah dilakukan verifikasi data sis tern aplikasi terintegrasi dengan dokumen sumber milik UAPBUNTK. (3) Apabila terdapat perbedaan data atas hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), UAP BUN TK dapat melakukan konfirmasi kepada KPPN mitra kerja dan/ a tau dengan pihak terkait. (4) Dalam hal Laporan Keuangan yang disampaikan oleh UAKKPA BUN TK masih disusun secara manual, UAP BUN TK pengelola transaksi aset dan belanja/beban yang berada dalam Pengelolaan DJKN menyusun Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan Laporan Keuangan seluruh UAKPA BUN TK yang berada di bawahnya. Pasal 15 (1) UAP BUN TK menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) kepada UAKPBUNTK. (2) Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan jadwal penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan BUN. Bagian Keempat Tingkat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Pembantu Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus Pasal 16 Berdasarkan Laporan Keuangan yang disampaikan oleh UAP BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), UAKP BUN TK menyusun Laporan Keuangan semesteran dan tahunan. Pasal 17 (1) UAKP BUN TK menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 kepada UA BUN. (2) Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan jadwal penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan BUN. BAB IV PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB Bagian Kesatu Pernyataan Tanggung Jawab jdih.kemenkeu.go.id Pasal 18 (1) Setiap unit akuntansi pada SATK membuat pernyataan tanggung jawab atas Laporan Keuangan yang disusunnya dan dilampirkan pada Laporan Keuangan semesteran dan tahunan. (2) Pernyataan tanggung jawab yang dibuat oleh UAKPA BUN TK, UAKKPA BUN TK, dan UAP BUN TK memuat pernyataan bahwa penyusunan Laporan Keuangan merupakan tanggung jawabnya, telah disusun berdasarkan sistem pengendalian internal yang memadai, dan isinya telah menyajikan informasi secara layak sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. (3) Pernyataan tanggung jawab yang dibuat oleh UAKP BUN TK memuat pernyataan bahwa penggabungan Laporan Keuangan merupakan tanggung jawabnya, sedangkan substansi Laporan Keuangan dari masing- masing unit di bawahnya merupakan tanggung jawab UAP BUN TK, telah disusun berdasarkan sistem pengendalian internal yang memadai, dan isinya telah menyajikan informasi secara layak sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. (4) Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dapat diberikan paragraf penjelasan atas suatu kejadian yang belum termuat dalam Laporan Keuangan. Pasal 19 (1) Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) untuk tingkat UAKPA BUN TK ditandatangani dengan ketentuan sebagai berikut:
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola pengeluaran kerja sama internasional dan perjanjian internasional ditandatangani oleh kepala pusat di BKF yang ditunjuk sebagai KPA;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola pembayaran Fasilitas Penyiapan Proyek penugasan khusus kepada Badan Usaha Milik Negara ditandatangani oleh direktur di DJPPR yang ditunjuk sebagai KPA;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola pembayaran Fasilitas Penyiapan Proyek penyediaan infrastruktur dengan lembaga internasional dalam pembangunan dan/atau pengembangan kilang minyak di dalam negeri ditandatangani oleh pejabat yang ditunjuk sebagai KPA di kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang energ1 dan sumber daya mineral;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola pembayaran Dukungan Kelayakan ditandatangani oleh pejabat di kementerian/lembaga yang ditunjuk sebagai KPA;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola PNBP minyak bumi dan gas bumi ditandatangani oleh direktur di DJA yang mengelola i jdih.kemenkeu.go.id PNBP sumber daya alam dan kekayaan negara dipisahkan;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola PNBP panas bumi ditandatangani oleh direktur di DJA yang mengelola PNBP sumber daya alam dan kekayaan negara dipisahkan;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola setoran lainnya ditandatangani oleh direktur di DJA yang mengelola PNBP sumber daya alam dan kekayaan negara dipisahkan;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa ditandatangani oleh direktur di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola BMN Hulu Migas ditandatangani oleh kepala pusat atau deputi yang menangani pengelolaan BMN Hulu Migas; J. Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola BMN PKP2B ditandatangani oleh kepala pusat yang menangani pengelolaan BMN PKP2B pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola Aset Eks Pertamina ditandatangani oleh direktur di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara; I. Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola BMN Eks BMN Idle ditandatangani oleh direktur di DJKN yang menangani perumusan kebijakan kekayaan negara;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola aset yang timbul dari pemberian BLBI ditandatangani oleh direktur di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola aset lainnya dalam pengelolaan DJKN ditandatangani oleh direktur di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola piutang untuk dana antisipasi penanggulangan lumpur Sidoarjo ditandatangani oleh pejabat di unit kerja pada kementerian/lembaga yang ditunjuk selaku KPA;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola piutang kepada yayasan supersemar ditandatangani oleh direktur di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK penggantian biaya dan margin yang wajar atas investasi pemerintah untuk program pemulihan ekonomi nasional ditandatangani oleh direktur di DJKN yang menangani kekayaan negara yang dipisahkan; jdih.kemenkeu.go.id r. Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola belanja/beban jaminan sosial, belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog, dan pelaporan akumulasi iuran pensiun ditandatangani oleh direktur di DJPb yang ditunjuk sebagai KPA;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola pendapatan dan belanja/beban untuk pengelolaan kas negara ditandatangani oleh direktur di DJPb yang menangani pengelolaan kas negara;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK transaksi penggunaan PNBP BUN PKN ditandatangani oleh KPA satuan kerja pengelolaan, pengembangan, dan pengawasan BUN;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola utang perhitungan fihak ketiga ditandatangani oleh direktur di DJPb yang ditunjuk sebagai KPA;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK Pengelola utang perhitungan fihak ketiga Pajak Rokok ditandatangani oleh direktur di DJPK yang menangani penyusunan laporan keuangan atas penerimaan dan penyetoran pajak rokok;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola pendapatan dan be ban untuk pengelolaan penerimaan negara ditandatangani oleh kepala KPPN yang menangani pengelolaan penerimaan negara selaku kuasa BUN daerah;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola belanja/beban pengeluaran untuk keperluan layanan perbankan ditandatangani oleh direktur di DJPb yang ditunjuk sebagai KPA; dan
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola pendapatan dan be ban untuk pengelolaan rekening valuta asing pada kuasa BUN daerah ditandatangani oleh kepala KPPN selaku kuasa BUN daerah yang memiliki rekening valuta asing. (2) Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) untuk UAKKPA BUN TK pengelola BMN Hulu Migas ditandatangani oleh kepala biro yang menangani keuangan pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral. (3) Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) untuk tingkat UAP BUN TK ditandatangani dengan ketentuan sebagai berikut:
Pernyataan tanggung jawab UAP BUN TK pengelola pengeluaran keperluan hubungan internasional ditandatangani oleh kepala BKF;
Pernyataan tanggung jawab UAP BUN TK pengelola:
pembayaran Fasilitas Penyiapan Proyek; dan
pembayaran Dukungan Kelayakan, ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko; jdih.kemenkeu.go.id c. Pernyataan tanggung jawab UAP BUN TK pengelola PNBP yang dikelola oleh DJA ditandatangani oleh Direktur J enderal Anggaran;
Pernyataan tanggung jawab UAP BUN TK pengelola transaksi aset dan belanja/beban yang berada dalam pengelolaan DJKN ditandatangani oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara;
Pernyataan tanggung jawab UAP BUN TK Pengelola:
belanja/beban jaminan sosial, belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog, dan pelaporan akumulasi iuran pensiun;
pendapatan dan belanja/beban pengelolaan kas negara;
transaksi penggunaan PNBP BUN PKN;
utang perhitungan fihak ketiga pegawai;
pendapatan dan beban untuk pengelolaan penerimaan negara;
belanja/beban pengeluaran untuk keperluan layanan perbankan; dan
pendapatan dan beban untuk pengelolaan rekening valuta asing pada kuasa BUN daerah, ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan; dan
Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) untuk tingkat UAKP BUN TK ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan. BABV MODUL SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN TRANSAKSI KHUSUS Pasal 20 Tata cara penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan pada SATK dilaksanakan dengan berpedoman pada Modul SATK sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri 1n1. BAB VI PERNYATAAN TELAH DIREVIU Pasal 21 (1) Untuk meyakinkan keandalan informasi yang disajikan dalam Laporan Keuangan, dilakukan Reviu atas Laporan Keuangan bagian anggaran BUN pengelolaan transaksi khusus. (2) Reviu atas Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai Reviu atas Laporan Keuangan BUN. BAB VII KETENTUAN LAIN-LAIN jdih.kemenkeu.go.id Pasal 22 Dalam hal transaksi layanan perbankan belum memiliki daftar isian pelaksanaan anggaran tersendiri, akuntansi dan pelaporan keuangan atas transaksi tersebut dilaksanakan oleh UAKPA BUN TK pengelola belanja/beban jaminan sosial, belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog, dan pelaporan akumulasi iuran pensiun. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 23 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.05/2015 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2054) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127 /PMK.05/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.05/2015 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1347), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 24 Peraturan Menteri 1n1 mulai berlaku pada tanggal diundangkan. jdih.kemenkeu.go.id