Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2023 ...
Relevan terhadap
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN RUMAH TAPAK DAN SATUAN RUMAH SUSUN YANG DITANGGUNG PEMERINTAH TAHUN ANGGARAN 2023. Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN adalah Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. 2. Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disingkat PPN adalah pajak pertambahan nilai sebagaimana diatur dalam Undang-Undang PPN. 3. Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahanjasa kena pajak yang dikenai pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang PPN. 4. Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang PPN. jdih.kemenkeu.go.id 5. Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan jasa kena pajak. 6. Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. 7. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan beserta perubahannya. 8. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Pasal 2 (1) PPN yang terutang atas penyerahan:
rumah tapak; dan
satuan rumah susun, yang memenuhi persyaratan, ditanggung oleh Pemerintah untuk Tahun Anggaran 2023. (2) Rumah tapak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan bangunan gedung berupa rumah tinggal atau rumah deret baik bertingkat maupun tidak bertingkat, termasuk bangunan tempat tinggal yang sebagian dipergunakan sebagai toko atau kantor. (3) Satuan rumah susun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan satuan rumah susun yang berfungsi sebagai tempat hunian. Pasal 3 (1) PPN terutang yang ditanggung Pemerintah atas penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, merupakan PPN atas penyerahan yang terjadi pada saat:
ditandatanganinya akta jual beli; atau
ditandatanganinya perjanjian pengikatan jual beli lunas, di hadapan notaris serta dilakukan penyerahan hak secara nyata untuk menggunakan atau menguasai rumah tapak siap huni atau satuan rumah susun siap huni yang dibuktikan dengan berita acara serah terima sejak tanggal 1 November 2023 sampai dengan tanggal 31 Desember 2024. (2) Berita acara serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
nama dan nomor pokok wajib pajak Pengusaha Kena Pajak penjual;
nama dan nomor pokok wajib pajak atau nomor induk kependudukan pembeli;
tanggal serah terima;
kode identitas rumah yang diserahterimakan;
pernyataan bermeterai telah dilakukan serah terima bangunan;dan jdih.kemenkeu.go.id f. nomor berita acara serah terima. (3) Berita acara serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didaftarkan dalam aplikasi di kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat dan/atau Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah bulan dilakukannya serah terima. Pasal 4 (1) Rumah tapak atau satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus memenuhi persyaratan:
Harga Jual paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan
merupakan rumah tapak baru atau satuan rumah susun baru yang diserahkan dalam kondisi siap huni. (2) Rumah tapak baru atau satuan rumah susun baru se bagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan rumah tapak atau satuan rumah susun yang:
telah mendapatkan kode identitas rumah; dan
pertama kali diserahkan oleh Pengusaha Kena Pajak penjual yang menyelenggarakan pembangunan rumah tapak atau satuan rumah susun dan belum pernah dilakukan pemindahtanganan. (3) Kode identitas rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan kode identitas atas rumah tapak dan satuan rumah susun yang disediakan melalui aplikasi di kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat dan/atau Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat. (4) Dalam hal atas rumah tapak atau satuan rumah susun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dilakukan pembayaran uang muka atau cicilan kepada Pengusaha Kena Pajak penjual sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dapat diberikan PPN ditanggung Pemerintah dengan ketentuan:
dimulainya pembayaran uang muka atau cicilan pertama kali kepada Pengusaha Kena Pajak penjual paling cepat tanggal 1 September 2023;
pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan sejak tanggal 1 November 2023 sampai dengan tanggal 31 Desember 2024; dan
PPN ditanggung Pemerintah diberikan hanya atas PPN yang terutang atas pembayaran sisa cicilan dan pelunasan yang dibayarkan selama periode pemberian PPN ditanggung Pemerintah berdasarkan Peraturan Menteri ini. Pasal 5 (1) PPN ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dimanfaatkan untuk setiap 1 (satu) orang pribadi atas perolehan 1 ( satu) rumah tapak a tau 1 ( satu) satuan rumah susun. jdih.kemenkeu.go.id (2) Orang pribadi yang telah memanfaatkan fasilitas PPN ditanggung Pemerintah atas penyerahan rumah sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dapat memanfaatkan fasilitas PPN ditanggung Pemerintah sesuai Peraturan Menteri ini. Pasal 6 Orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 meliputi:
warga negara Indonesia yang memiliki nomor pokok wajib pajak atau nomor identitas kependudukan; dan
warga negara asing yang memiliki nomor pokok wajib pajak sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepemilikan rumah tapak atau satuan rumah susun bagi warga negara asing. Pasal 7 (1) PPN ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 diberikan untuk:
penyerahan yang tanggal berita acara serah terima mulai tanggal 1 November 2023 sampai dengan tanggal 30 Juni 2024, sebesar 100% (seratus persen) dari PPN yang terutang dari bagian dasar pengenaan pajak sampai dengan Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dengan Harga Jual paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); atau
penyerahan yang tanggal berita acara serah terima mulai tanggal 1 Juli 2024 sampai dengan tanggal 31 Desember 2024, sebesar 50% (lima puluh persen) dari PPN yang terutang dari bagian dasar pengenaan pajak sampai dengan Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dengan Harga Jual paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). (2) PPN ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk PPN terutang Masa Pajak November 2023 sampa1 dengan Masa Pajak Desember 2023;
Masa Pajak November 2023 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan PPN terutang mulai tanggal 1 November 2023 sampai dengan tanggal 30 November 2023. Pasal 8 (1) Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan rumah tapak dan/atau satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 wajib membuat:
Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan
laporan realisasi PPN ditanggung Pemerintah. (2) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus diisi secara lengkap dan benar, termasuk identitas pembeli berupa:
nama pembeli; dan jdih.kemenkeu.go.id b. nomor pokok wajib pajak atau nomor induk kependudukan. (3) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilengkapi informasi berupa kode identitas rumah pada pengisian kolom nama barang. (4) Faktur Pajak atas penyerahan rumah tapak atau rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dibuat dengan menerbitkan Faktur Pajak dengan ketentuan:
untuk penyerahan dengan berita acara serah terima sampai dengan tanggal 30 Juni 2024 dan:
Harga Jual sampai dengan Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), membuat 2 (dua) Faktur Pajak dengan kode transaksi 07 (nol tujuh) dengan dasar pengenaan pajak masing-masing 50% (lima puluh persen); atau
Harga Jual lebih dari Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), membuat: a) 2 (dua) Faktur Pajak dengan kode transaksi 07 (nol tujuh) dengan dasar pengenaan pajak masing-masing 50% (lima puluh persen) untuk bagian Harga Jual sampai dengan Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) yang PPN terutangnya ditanggung Pemerintah; dan b) Faktur Pajak dengan kode transaksi 0 1 (nol satu) untuk bagian Harga Jual lebih dari Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) yang PPN terutangnya tidak ditanggung Pemerintah;
untuk penyerahan dengan berita acara serah terima sejak tanggal 1 Juli 2024 sampa1 dengan tanggal 31 Desember 2024 dan:
Harga jual sampai dengan Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), membuat 2 (dua) Faktur Pajak dengan: a) kode transaksi 0 1 (nol satu) untuk bagian 50% (lima puluh persen) Harga Jual yang PPN terutangnya tidak mendapatkan insentif PPN ditanggung Pemerintah; dan b) kode transaksi 07 (nol tujuh) untuk bagian 50% (lima puluh persen) Harga Jual yang PPN terutangnya mendapatkan insentif PPN ditanggung Pemerintah; atau
Harga Jual lebih dari Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) membuat: a) 2 (dua) Faktur Pajak untuk bagian Harga Jual sampai dengan Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), membuat Faktur Pajak dengan:
kode transaksi 01 (nol satu) untuk bagian 50% (lima puluh persen) Harga Jual yang PPN terutangnya tidak jdih.kemenkeu.go.id mendapatkan insentif PPN ditanggung Pemerintah; dan
kode transaksi 07 (nol tujuh) untuk bagian 50% (lima puluh persen) Harga Jual yang PPN terutangnya mendapatkan insentif PPN ditanggung Pemerintah; dan b) Faktur Pajak dengan kode transaksi 01 (nol satu) untuk bagian Harga Jual lebih dari Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) yang PPN terutangnya tidak mendapatkan insentif PPN ditanggung Pemerintah. (5) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus diberikan keterangan "PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKSEKUSI PMK NOMOR ... TAHUN 2023". (6) Dalam hal keterangan "PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKSEKUSI PMK NOMOR ... TAHUN 2023" sebagaimana dimaksud pada ayat (5) belum tersedia dalam aplikasi pembuatan Faktur Pajak, Pengusaha Kena Pajak dapat melakukan pembaharuan atas keterangan yang dapat dicantumkan di Faktur Pajak melalui aplikasi dimaksud. (7) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang dilaporkan dalam surat pemberitahuan PPN oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan rumah tapak dan/atau satuan rumah susun, merupakan laporan realisasi PPN ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b. (8) Pelaporan dan pembetulan surat pemberitahuan PPN Masa Pajak November 2023 sampai dengan Masa Pajak Desember 2023 dapat diperlakukan sebagai laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sepanjang disampaikan paling lambat tanggal 31 Januari 2025. (9) PPN terutang atas penyerahan rumah tapak dan satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak ditanggung Pemerintah dalam hal:
objek yang diserahkan bukan merupakan rumah tapak atau satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pas al 2, Pas al 3, dan Pas al 4;
telah dilakukan pembayaran uang muka atau cicilan pertama sebelum tanggal 1 September 2023;
penyerahannya dilakukan sebelum tanggal 1 November 2023 atau setelah tanggal 31 Desember 2023;
rumah tapak atau satuan rumah susun dipindahtangankan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak penyerahan;
penyerahannya tidak menggunakan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5);
Pengusaha Kena Pajak tidak melaporkan laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b; dan/atau jdih.kemenkeu.go.id g. Pengusaha Kena Pajak tidak mendaftarkan berita acara serah terima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3). (10) Atas penyerahan rumah tapak dan/ a tau satuan rumah susun sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dikenai PPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. (11) Contoh transaksi dan pembuatan Faktur Pajak tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 9 Kepala kantor pelayanan pajak atas nama Direktur J enderal Pajak dapat menagih PPN yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, jika diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan:
objek yang diserahkan bukan merupakan rumah tapak atau satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pas al 2, Pasal 3, dan Pas al 4;
perolehan lebih dari 1 (satu) unit yang mendapatkan insentif PPN ditanggung Pemerintah yang dilakukan oleh 1 (satu) orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan telah memanfaatkan insentif PPN ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2023;
perolehan tidak dilakukan oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6;
Masa Pajak tidak sesuai dengan periode Masa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
penyerahan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), ayat (5), dan/atau ayat (7);
dilakukan pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (9) huruf d; dan/atau
berita acara serah terima untuk penyerahan rumah tapak dan/atau satuan rumah susun yang dilakukan terhitung sejak tanggal 1 November 2023 sampai dengan tanggal 31 Desember 2024 tidak didaftarkan dalam aplikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3). Pasal 10 Rumah tapak dan/atau satuan rumah susun yang telah mendapatkan fasilitas pembebasan PPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak dapat memanfaatkan PPN ditanggung Pemerintah berdasarkan Peraturan Menteri ini. Pasal 11 Pelaksanaan dan pertanggungjawaban subsidi pajak ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2023 atas PPN yang terutang atas penyerahan rumah tapak dan/atau satuan rumah susun dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 12 (1) Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat dan/atau Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat menyampaikan data rumah tapak dan satuan rumah susun, termasuk data berupa berita acara serah terima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan registrasi kode identitas rumah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), ke Direktorat Jenderal Pajak. (2) Penyampaian data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara daring atau luring. (3) Penyampaian keseluruhan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat tanggal 29 Februari 2024. Pasal 13 Peraturan Menteri 1n1 mulai berlaku pada tanggal diundangkan. jdih.kemenkeu.go.id
Tata Cara Investasi Pemerintah
Relevan terhadap
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16, Pasal 21, Pasal 27, Pasal 37, Pasal 39, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 52, dan Pasal 53 Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2019 tentang Investasi Pemerintah, perlu mengatur mengenai operasionalisasi investasi pemerintah;
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 4 huruf c dan Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-I9) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional, untuk melaksanakan Program Pemulihan Ekonomi Nasional, Pemerintah dapat melakukan investasi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 19 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, badan layanan umum dapat melakukan investasi jangka panjang setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Investasi Pemerintah;
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4502) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 171, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5340);
Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2019 tentang Investasi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6385);
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Serta Penyelamatan Ekonomi Nastonal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6514);
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1745);
Bea Masuk Ditanggung Pemerintah atas Impor Barang dan Bahan untuk Memproduksi Barang dan/atau Jasa oleh Industri Sektor Tertentu yang Terdampak Pandem ...
Relevan terhadap
bahwa pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) telah menimbulkan kerugian material yang semakin besar yang berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi, penurunan penerimaan negara, dan mempengaruhi stabilitas ekonomi nasional;
bahwa untuk mengantisipasi dampak dari pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) terhadap produktivitas sektor industri tertentu, ketersediaan bahan baku industri di dalam negeri, serta penyerapan tenaga kerja, perlu memberikan insentif fiskal atas impor barang dan bahan untuk proses produksi barang jadi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penerimaan negara, serta menjaga stabilitas ekonomi;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (2) Undang Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID- 19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi Undang-Undang dan ketentuan Pasal 11 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Bea Masuk Ditanggung Pemerintah atas Impor Barang dan Bahan untuk Memproduksi Barang dan/atau Jasa oleh Industri Sektor Industri Tertentu yang Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.07/2021 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran 2021 dalam rangka M ...
Relevan terhadap
Pemerintah Daerah menyampaikan laporan realisasi dukungan program pemulihan ekonomi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) yang telah ditandatangani oleh Kepala Daerah atau pejabat yang diberi kewenangan untuk menandatangani dan diberi cap dinas kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan setiap bulan.
Penyampaian laporan realisasi dukungan program pemulihan ekonomi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk periode laporan bulan April disertai pernyataan pengalokasian dukungan program pemulihan ekonomi daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2).
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima oleh Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan setiap tanggal 7 untuk realisasi bulan sebelumnya.
Dalam hal tanggal 7 bertepatan dengan hari libur atau hari yang diliburkan, batas waktu penerimaan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pada hari kerja berikutnya.
Dalam hal Pemerintah Daerah tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyaluran DAU bulan berikutnya tidak dapat disalurkan.
Penyaluran DAU sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan setelah Pemerintah Daerah menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Penyaluran kembali DAU yang belum disalurkan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan secara sekaligus sebesar DAU yang ditunda paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum akhir tahun anggaran berjalan.
Ketentuan ayat (5), ayat (10), dan ayat (11) Pasal 9 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Penggunaan DAK Fisik berpedoman pada dokumen rencana kegiatan, petunjuk teknis DAK Fisik, dan/atau petunjuk operasional, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Cadangan DAK Fisik dapat digunakan untuk membiayai kebutuhan mendesak dalam rangka mendukung penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 ( COVID -19), pemulihan ekonomi nasional, penyesuaian belanja negara, dan/atau kegiatan prioritas lainnya.
Penggunaan untuk membiayai kegiatan prioritas lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditunjukkan dengan dokumen termasuk namun tidak terbatas pada risalah rapat.
Cadangan DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dialokasikan menurut Daerah provinsi/kabupaten/kota dilakukan berdasarkan usulan daerah melalui aplikasi sistem informasi perencanaan dan penganggaran yang terintegrasi, dan mempertimbangkan hasil penilaian oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional serta kementerian negara/lembaga terkait dan/atau Kementerian Keuangan.
Rincian alokasi atas penggunaan Cadangan DAK Fisik menurut Daerah provinsi/kabupaten/kota dan tata cara penyaluran ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan.
Dalam hal menu/kegiatan DAK Fisik belum dikontrakkan, pelaksanaan DAK Fisik diutamakan untuk penyerapan tenaga kerja lokal dan/atau penggunaan bahan baku lokal dengan berpedoman pada petunjuk teknis dan petunjuk operasional DAK Fisik.
Penyerapan tenaga kerja lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaporkan dalam aplikasi Online Monitoring Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (OM SPAN).
Penggunaan alokasi DAK Nonfisik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Di antara Pasal 14 dan Pasal 15 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 14A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Transfer ke Daerah adalah bagian dari Belanja Negara yang dialokasikan dalam APBN kepada Daerah dalam rangka mendanai pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa Dana Perimbangan, Dana Insentif Daerah, Dana Otonomi Khusus, dan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada Daerah berdasarkan angka persentase tertentu dari pendapatan negara untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada Daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dana Alokasi Khusus Fisik yang selanjutnya disebut DAK Fisik adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus fisik yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
Dana Alokasi Khusus Nonfisik yang selanjutnya disebut DAK Nonfisik adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada Daerah dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus nonfisik yang merupakan urusan Daerah.
Dana Insentif Daerah yang selanjutnya disingkat DID adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada Daerah tertentu berdasarkan kriteria/kategori tertentu dengan tujuan untuk memberikan penghargaan atas perbaikan dan/atau pencapaian kinerja tertentu di bidang tata kelola keuangan daerah, pelayanan umum pemerintahan, pelayanan dasar publik, dan kesejahteraan masyarakat.
Dana Otonomi Khusus adalah dana yang bersumber dari APBN untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu Daerah, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua menjadi Undang- Undang dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Dana Desa adalah dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi desa yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.
Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta yang selanjutnya disebut Dana Keistimewaan adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan untuk mendanai Kewenangan Istimewa dan merupakan bagian dari Dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa.
Rekening Kas Umum Daerah yang selanjutnya disingkat RKUD adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh gubernur, bupati, atau walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan.
Rekening Kas Desa yang selanjutnya disingkat RKD adalah rekening tempat penyimpanan uang Pemerintahan Desa yang menampung seluruh penerimaan Desa dan untuk membayar seluruh pengeluaran Desa pada bank umum yang ditetapkan.
Bantuan Langsung Tunai Desa yang selanjutnya disebut BLT Desa adalah pemberian uang tunai kepada keluarga miskin atau tidak mampu di Desa yang bersumber dari Dana Desa untuk mengurangi dampak ekonomi akibat adanya pandemi Corona Virus Disease 2019 ( COVID -19).
Ketentuan ayat (3) dan ayat (4) Pasal 8 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara
Relevan terhadap 14 lainnya
Wajib Pajak dalam negeri dan/atau bentuk usaha tetap yang memperoleh pinjaman dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dalam rangka pembiayaan pembangunan, pengembangan, dan kegiatan ekonomi di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra dilarang menggunakan pinjaman dimaksud selain untuk pembangunan, pengembangan, dan kegiatan ekonomi di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra.
Termasuk ke dalam pengertian menggunakan pinjaman selain untuk pembangunan, pengembangan, dan kegiatan ekonomi di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa kegiatan meneruskan kembali pinjaman tersebut kepada Wajib Pajak lainnya.
Dalam hal Wajib Pajak dalam negeri dan/atau bentuk usaha tetap tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, atau ayat (3) dicabut, dalam hal Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap telah diberikan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, atau ayat (3); atau
biaya pinjaman yang timbul akibat pinjaman yang digunakan selain untuk pembangunan, pengembangan, dan kegiatan ekonomi di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang sebenarnya dibayarkan atau terutang kepada Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 tidak dapat dibebankan dalam rangka penghitungan penghasilan kena pajak, dalam hal Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap tidak diberikan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, atau ayat (3). Paragraf 8 Ketentuan Pemotongan atau Pemungutan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang Memperoleh Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara
Pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk bidang usaha infrastruktur dan layanan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a, diberikan selama:
30 (tiga puluh) Tahun Pajak, untuk Penanaman Modal yang dilakukan sejak tahun 2023 sampai dengan tahun 2030;
25 (dua puluh lima) Tahun Pajak, untuk Penanaman Modal yang dilakukan sejak tahun 2031 sampai dengan tahun 2035; dan
20 (dua puluh) Tahun Pajak, untuk Penanaman Modal yang dilakukan sejak tahun 2036 sampai dengan tahun 2045.
Pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk bidang usaha bangkitan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b diberikan selama:
20 (dua puluh) Tahun Pajak, untuk Penanaman Modal yang dilakukan sejak tahun 2023 sampai dengan tahun 2030;
15 (lima belas) Tahun Pajak, untuk Penanaman Modal yang dilakukan sejak tahun 2031 sampai dengan tahun 2035; dan
10 (sepuluh) Tahun Pajak, untuk Penanaman Modal yang dilakukan sejak tahun 2036 sampai dengan tahun 2045.
Pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk bidang usaha lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c diberikan selama:
10 (sepuluh) Tahun Pajak, untuk Penanaman Modal yang dilakukan sejak tahun 2023 sampai dengan tahun 2030; dan
10 (sepuluh) Tahun Pajak, untuk Penanaman Modal yang dilakukan sejak tahun 2031 sampai dengan tahun 2045.
Saat dimulainya Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) terhitung sejak tanggal diterbitkannya Perizinan Berusaha melalui Sistem OSS.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk bidang usaha lainnya yang diberikan selama 10 (sepuluh) Tahun Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b diberikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari persentase pengurangan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1). Paragraf 3 Bidang Usaha dan Jangka Waktu Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan di Daerah Mitra
Subjek pajak luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf a harus memenuhi kriteria:
memiliki minimal 2 (dua) unit afiliasi dan/atau entitas usaha yang terkait di luar Indonesia;
memiliki substansi ekonomi di Ibu Kota Nusantara;
membentuk badan hukum dalam bentuk perseroan terbatas di Indonesia;
memiliki komitmen untuk mulai merealisasikan pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional ke Ibu Kota Nusantara paling lama 1 (satu) tahun setelah diterbitkannya keputusan persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1);
memiliki Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh Sistem OSS; dan
belum pernah diterbitkan keputusan mengenai pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1).
Afiliasi dan/atau entitas usaha yang terkait di luar Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan anak usaha, cabang usaha, joint venture , atau entitas sejenis lainnya.
Wajib Pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf b harus memenuhi kriteria:
memiliki substansi ekonomi di Ibu Kota Nusantara;
membentuk badan hukum dalam bentuk perseroan terbatas di Indonesia;
merupakan kegiatan usaha yang baru dan bukan merupakan hasil pembubaran, likuidasi, penggabungan, peleburan, pemisahan, pengambilalihan usaha, atau pemindahan usaha dari Wajib Pajak dan/atau grup usaha Wajib Pajak yang berada di luar wilayah Ibu Kota Nusantara;
memiliki komitmen untuk mulai merealisasikan pendirian kantor pusat dan/atau kantor regional di Ibu Kota Nusantara paling lama 1 (satu) tahun sejak diterbitkannya keputusan pemberian persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1);
memiliki perizinan usaha yang diterbitkan oleh kementerian atau lembaga yang berwenang; dan
belum pernah diterbitkan keputusan mengenai pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1).
Pemenuhan kriteria memiliki substansi ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (3) huruf a berupa:
memiliki kegiatan usaha di Ibu Kota Nusantara yang dikelola oleh manajemen sendiri dan manajemen tersebut mempunyai kewenangan yang cukup untuk menjalankan kegiatan usahanya;
menjalankan aktivitas strategis bagi perusahaan dan/atau grup usaha, seperti melaksanakan keputusan strategis perusahaan, mengkonsolidasikan pelaksanaan investasi baru, perluasan, merger, akuisisi, pembubaran afiliasi, dan konsolidasi manajemen keuangan dan/atau sumber daya manusia;
memiliki biaya operasional dalam setahun paling sedikit Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah);
mempekerjakan paling sedikit 50 (lima puluh) tenaga kerja Indonesia yang berstatus pegawai tetap yang merupakan tenaga kerja yang dilaporkan dalam surat pemberitahuan Pajak Penghasilan Pasal 21; dan
memiliki pendapatan usaha selain pendapatan yang berupa dividen, bunga, royalti, dan/atau keuntungan atas pengalihan harta.
Dalam hal subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf a atau Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf b sahamnya dimiliki secara langsung oleh Wajib Pajak dalam negeri lainnya, selain harus memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (3), Wajib Pajak dalam negeri lainnya yang menjadi pemegang saham harus memiliki surat keterangan fiskal secara otomasi.
Tata cara untuk memperoleh surat keterangan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pemberian surat keterangan fiskal. Paragraf 2 Prosedur Pengajuan Permohonan Persetujuan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional
Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Menteri Keuangan sebagai Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam Kepemilikan Kekayaan Negara yang Dipisahkan ...
Relevan terhadap
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, ketentuan terkait dengan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) yang diatur dalam:
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 766/KMK.04/1992 tentang Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan Bagian Pemerintah, Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pungutan-Pungutan Lainnya atas Hasil Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi untuk Pembangkitan Energi/Listrik sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.02/2017 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 766/KMK.04/1992 tentang Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan Bagian Pemerintah, Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pungutan- Pungutan Lainnya atas Hasil Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi untuk Pembangkitan Energi/Listrik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 919);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224/PMK.08/2011 tentang Tata Cara Pemantauan dan Evaluasi atas Pinjaman dan Hibah kepada Pemerintah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 853) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 180/PMK.08/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224/PMK.08/2011 tentang Tata Cara Pemantauan dan Evaluasi atas Pinjaman dan Hibah kepada Pemerintah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1122);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 173/PMK.02/2013 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Bidang Angkutan Laut untuk Penumpang Kelas Ekonomi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1419);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.02/2014 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Bidang Pers (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 946);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 260/PMK.05/2014 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Lainnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2044) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 219/PMK.05/2016 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Lainnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 2141);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10/PMK.09/2015 tentang Standar Reviu atas Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 42);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.02/2015 tentang Tata Cara Perhitungan, Penyediaan, Pencairan dan Pertanggungjawaban Dana Belanja Pensiun yang Dilaksanakan PT Taspen (Persero) dan PT Asabri (Persero) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 613);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.02/2015 tentang Tata Cara Penyediaan Anggaran, Perhitungan, Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Dana Subsidi Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 657) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 169/PMK.02/2021 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.02/2015 tentang Tata Cara Penyediaan Anggaran, Perhitungan, Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Dana Subsidi Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1300);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 216/PMK.05/2015 tentang Tata Cara Penyusunan dan Penyampaian Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1816) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 221/PMK.05/2016 tentang Tata Cara Penyusunan dan Penyampaian Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 2157);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.05/2015 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2054) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/PMK.05/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.05/2015 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1347);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.02/2016 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan dan Subsidi Bunga Kredit Perumahan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 340) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10/PMK.02/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.02/2016 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan dan Subsidi Bunga Kredit Perumahan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 110);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.02/2016 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Subsidi Pupuk (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 641);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.02/2016 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Bantuan Operasional Layanan Pos Universal (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 756) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.02/2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.02/2016 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Bantuan Operasional Layanan Pos Universal (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 787);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.02/2016 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Bidang Angkutan Kereta Api Kelas Ekonomi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 758);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 246/PMK.06/2016 tentang Penatausahaan Kekayaan Negara Dipisahkan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 16);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.05/2017 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Utang Pemerintah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1601);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.05/2017 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pengelolaan Pemberian Pinjaman (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1704);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 180/PMK.05/2017 tentang Tata Cara Pelaksanaan Subsidi Bunga/Subsidi Marjin untuk Kredit Usaha Rakyat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1705);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.02/2017 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Ongkos Angkut Beras Pegawai Negeri Sipil Distrik Pedalaman Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1709);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.02/2017 tentang Tata Cara Pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Hasil Pengelolaan Kekayaan Negara yang Dipisahkan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1772);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.02/2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Penelaahan, Penetapan Alokasi Anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1775) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.02/2020 tentang Tata Cara Perencanaan, Penelaahan, Penetapan Alokasi Anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 808);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan Hibah dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1969);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.05/2018 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1008);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 169/PMK.05/2018 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Investasi Pemerintah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1719);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.09/2019 tentang Pedoman Penerapan, Penilaian, dan Reviu Pengendalian Intern atas Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 193);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 88/PMK.02/2019 Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Cadangan Beras Pemerintah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 657) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.02/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 88/PMK.02/2019 Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Cadangan Beras Pemerintah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 867);
aa. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Otonomi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1148) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 233/PMK.07/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Otonomi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1681);
bb. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.07/2020 tentang Pengelolaan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 205);
cc. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 25/PMK.05/2020 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penganggaran, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Kartu PraKerja (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 287);
dd. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 46/PMK.07/2020 tentang Pengelolaan Hibah dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dalam rangka Penanganan Pandemi COVID-19 dan Dampak Akibat Pandemi COVID-19 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 443);
ee. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.07/2020 tentang Pengelolaan Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional untuk Pemerintah Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 880) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.07/2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.07/2020 tentang Pengelolaan Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional untuk Pemerintah Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 482);
ff. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/PMK.02/2020 tentang Tata Cara Penggunaan dan Pergeseran Anggaran pada Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1034) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.02/2021 tentang Tata Cara Penggunaan dan Pergeseran Anggaran pada Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 201);
gg. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.02/2020 tentang Tata Cara Penyediaan, Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Bantuan Pembayaran Tagihan Listrik Perusahaan Negara (Persero) PT PLN bagi Pelanggan Golongan Industri, Bisnis, dan Sosial dalam rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1054);
hh. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 207/PMK.07/2020 tentang Tata Cara Penundaan Penyaluran Dana Transfer Umum atas Pemenuhan Kewajiban Pemerintah Daerah untuk Mengalokasikan Belanja Wajib (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1560);
ii. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 41/PMK.07/2021 tentang Tata Cara Penundaan dan/atau Pemotongan Dana Perimbangan terhadap Daerah yang Tidak Memenuhi Alokasi Dana Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 446);
jj. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 113/PMK.02/2021 tentang Tata Cara Penyusunan Usulan, Evaluasi Usulan, dan Penetapan Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 970);
kk. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.07/2021 tentang Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Non Fisik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1032);
ll. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.05/2021 tentang Tata Cara Pemberian Subsidi Bunga/Subsidi Margin dalam rangka Mendukung Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1198);
mm. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 155/PMK.02/2021 tentang Tata Cara Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1235);
nn. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.02/2021 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Kompensasi atas Kekurangan Penerimaan Badan Usaha Akibat Kebijakan Penetapan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dan Tarif Tenaga Listrik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1277);
oo. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.07/2021 tentang Pengelolaan Dana Insentif Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1282);
pp. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.05/2021 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Belanja Subsidi dan Belanja Lain-lain (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1333);
qq. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.07/2021 tentang Pengelolaan Dana Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1424);
rr. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.07/2021 tentang Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Fisik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1402);
ss. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.05/2021 tentang Sistem Akuntansi Hibah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1454);
tt. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 204/PMK.02/2021 tentang Evaluasi Kinerja Anggaran atas Penggunaan Dana Bendahara Umum Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1468);
uu. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 206/PMK.02/2021 tentang Petunjuk Teknis Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan, Keringanan, dan Pengembalian Penerimaan Negara Bukan Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1470);
vv. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215/PMK.07/2021 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1513); dan
ww. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 216/PMK.07/2021 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan dan Dana Reboisasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1514), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini.
Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Unit Hunian Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2021 ...
Relevan terhadap
bahwa untuk meningkatkan daya beli masyarakat di sektor industri perumahan guna mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, perlu diberikan dukungan Pemerintah terhadap sektor industri perumahan tersebut;
bahwa untuk mewujudkan dukungan Pemerintah bagi sektor industri perumahan dan keberlangsungan dunia usaha sektor industri perumahan yang terdampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), perlu diberikan insentif berupa Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan rumah tapak dan unit hunian rumah susun yang ditanggung Pemerintah;
bahwa belum terdapat pengaturan Pajak Pertambahan Nilai yang ditanggung Pemerintah atas penyerahan rumah tapak dan unit hunian rumah susun sehingga perlu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Unit Hunian Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2021;
Peraturan Menteri Keuangan tentang Mekanisme Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban atas Pajak Ditanggung Pemerintah ...
Relevan terhadap
bahwa untuk memberikan stimulus perekonomian, pemerintah mengalokasikan belanja subsidi dalam rangka pemberian insentif fiskal pajak ditanggung pemerintah sebagai salah satu kebijakan fiskal;
bahwa agar pajak ditanggung pemerintah dapat ditatausahakan dan dikelola secara lebih tertib dan transparan sesuai dengan peraturan perundang- undangan, serta berdasarkan kewenangan Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menetapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, perlu mengganti Peraturan Menteri Keuangan Nomor 228/PMK.05/2010 tentang Mekanisme Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban atas Pajak Ditanggung Pemerintah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.05/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 228/PMK.05/2010 tentang Mekanisme Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban atas Pajak Ditanggung Pemerintah;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Mekanisme Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban atas Pajak Ditanggung Pemerintah;
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pajak Ditanggung Pemerintah yang selanjutnya disebut Pajak DTP adalah pajak terutang yang dibayar oleh pemerintah dengan pagu anggaran yang telah ditetapkan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang mengenai anggaran pendapatan dan belanja negara.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintah negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi BUN.
Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran kementerian/lembaga.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran kementerian/lembaga.
Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada kementerian/lembaga yang bersangkutan.
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing PPA BUN baik di kantor pusat maupun kantor daerah atau satuan kerja di kementerian/lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN.
Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.
Surat Setoran Pajak yang selanjutnya disingkat SSP adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri.
Pajak Penghasilan yang selanjutnya disingkat PPh adalah Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang PPh.
Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disingkat PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disingkat PPnBM adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang digunakan sebagai acuan PA dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN.
Belanja Subsidi Bagian Anggaran 999.07 yang selanjutnya disebut Belanja Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan pemerintah kepada perusahaan negara, lembaga pemerintah atau pihak ketiga lainnya yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan/atau jasa untuk memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh masyarakat.
Kuasa Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Kuasa BUN adalah pejabat yang diangkat oleh BUN untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan APBN dalam wilayah kerja yang ditetapkan.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disebut SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
Laporan Realisasi Anggaran yang selanjutnya disingkat LRA adalah laporan yang menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit, dan pembiayaan, serta sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode.
Laporan Operasional yang selanjutnya disingkat LO adalah laporan yang menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintah dalam 1 (satu) periode pelaporan.
Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran, yang selanjutnya disingkat UAKPA, adalah unit akuntansi instansi yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan tingkat satuan kerja.
Rekonsiliasi adalah proses pencocokan data transaksi keuangan yang diproses dengan beberapa sistem/subsistem yang berbeda berdasarkan dokumen sumber yang sama.
Laporan Keuangan yang selanjutnya disingkat LK adalah bentuk pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan APBN berupa LRA, laporan arus kas, LO, laporan perubahan saldo anggaran lebih, laporan perubahan ekuitas, neraca, dan catatan atas laporan keuangan.
Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak yang selanjutnya disingkat SPTJM adalah pernyataan yang diterbitkan/dibuat oleh KPA BUN yang memuat jaminan atau pernyataan bahwa seluruh pengeluaran telah dihitung dengan benar.
Cipta Kerja
Relevan terhadap
Pelaku Usaha Mikro perlu diberikan dukungan antara lain melalui pemberian insentif Pajak Penghasilan agar dapat meningkatkan kapasitas dan skala usahanya untuk berkembang. Pemberian dukungan insentif Pajak Penghasilan tersebut juga ditujukan sebagai sarana pembelajaran bagi pelaku usaha mikro agar dapat lebih memahami hak dan kewajiban perpajakan. Insentif Pajak Penghasilan diberikan kepada pelaku Usaha Mikro tertentu berdasarkan basis data tunggal UMK-M agar insentif yang diberikan tepat sasaran.
Usaha Mikro dan Kecil diberi kemudahan / penyederhanaan administrasi perpajakan dalam rangka pengajuan fasilitas pembiayaan dari Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Usaha Mikro dan Kecil yang mengajukan Perizinan Berusaha dapat diberi insentif berupa tidak dikenai biaya atau diberi keringanan biaya.
Usaha Mikro dan Kecil yang berorientasi ekspor dapat diberi insentif kepabeanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Usaha Mikro dan Kecil tertentu dapat diberi insentif Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan. Pasal 93 Kegiatan U saha Mikro dan Kecil dapat dijadikan jaminan kredit program. ?asal94 (1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya mempermudah dan menyederhanakan proses untuk Usaha Mikro dan Kecil dalam hal pendaftaran dan pembiayaan hak kekayaan intelektual, kemudahan impor bahan baku dan bahan penolong industri apabila tidak dapat dipenuhi dari dalam negeri, dan/atau fasilitasi ekspor.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kemudahan dan penyederhanaan pendaftaran dan pembiayaan hak kekayaan intelektual, kemudahan impor bahan baku da_n bahan penolong industri apabila tidak dapat dipenuhi dari dalam negeri, dan/atau fasilitasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian Kesembilan Dana Alokasi Khusus, Bantuan dan Pendampingan Hukum, Pengadaan Barang dan Jasa, dan Sistem/ Aplikasi Pembukuan/Pencatatan Keuangan dan Inkubasi Pasal 95 (1) Pemerintah Pusat mengalokasikan Dana Alokasi Khusus untuk mendukung pendanaan bagi Pemerintah Daerah dalam rangka kegiatan pemberdayaan dan pengembangan UMK-M. (2) Pengalokasian Dana Alokasi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 96 Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya wajib menyediakan layanan bantuan dan pendampingan hukum bagi Usaha Mikro dan Kecil. Pasal 97 Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib mengalokasikan paling sedikit 40% (empat puluh persen) produk/jasa Usaha Mikro dan Kecil serta Koperasi dari hasil produksi dalam negeri dalam pengadaan barang/jasa Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan keten tuan pera turan perundang- undangan. Pasal 98 Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya wajib memberikan pelatihan dan pendampingan pemanfaatan sistem/ aplikasi pembukuan/pencatatan keuangan yang memberi kemudahan bagi Usaha Mikro dan Kecil. Pasal 99 Penyelenggaraan inkubasi dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, perguruan tinggi, Dunia Usaha, dan/atau masyarakat. Pasal 100 Inkubasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 bertujuan untuk:
menciptakan usaha baru;
menguatkan dan mengembangkan kualitas UMK-M yang mempunyai nilai ekonomi dan berdaya saing tinggi; dan
mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya manusia terdidik dalam menggerakkan perekonomian dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pasal 101 Sasaran pengembangan inkubasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 meliputi:
penciptaan dan penumbuhan usaha baru serta penguatan kapasitas pelaku usaha pemula yang berdaya saing tinggi;
penciptaan dan penumbuhan usaha baru yang mempunyai nilai ekonomi dan berdaya saing tinggi; dan
peningkatan nilai tambah pengelolaan potensi ekonomi melalui pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pasal 102 Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Dunia Usaha melakukan pendampingan untuk meningkatkan kapasitas UMK-M sehingga mampu mengakses:
pembiayaan alternatif untuk UMK-M pemula;
pembiayaan dari dana kemitraan;
bantuan hibah pemerintah;
dana bergulir; dan
tanggung jawab sosial perusahaan. Bagian Kesepuluh Partisipasi Usaha Mikro, Kecil, dan Koperasi pada Infrastruktur Publik Pasal 103 Di antara Pasal 53 dan Pasal 54 dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6760) disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 53A sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 53A (1) Jalan Tol antarkota harus dilengkapi dengan tern pat istirahat dan pelayanan untuk kepentingan pengguna Jalan Tol, serta menyediakan tempat promosi dan pengembangan Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah.
Penyediaan tempat promosi dan pengembangan Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah pada tempat istirahat dan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengalokasikan lahan pada Jalan Tol paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari total luas lahan area komersial untuk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah, baik untuk Jalan Tol yang telah beroperasi maupun untuk Jalan Tol yang masih dalam tahap perencanaan dan konstruksi. (3) Penyediaan tempat promosi dan pengembangan Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan partisipasi Usaha Mikro dan Kecil melalui pola kemitraan.
Penanaman dan pemeliharaan tanaman di tempat istirahat dan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan U saha Menengah.
Barang yang terkena ketentuan larangan dilarang dimasukkan ke Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Be bas hanya dapat dilakukan oleh pengusaha yang telah memenuhi Perizinan Berusaha dari Sadan Pengusahaan.
Pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat memasukkan barang ke Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang berhubungan dengan kegiatan usahanya.
Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Perdagangan Be bas dan Pelabuhan Bebas melalui pelabuhan dan bandar udara yang ditunjuk dan berada di bawah pengawasan pabean diberi pembebasan bea masuk, pembebasan pajak pertambahan nilai, dan pembebasan pajak penjualan atas barang mewah. (5) Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) termasuk juga pembebasan cukai diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai.
Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Perdagangan Be bas dan Pelabuhan Bebas ke Daerah Pabean diberlakukan tata laksana kepabeanan di bidang impor dan ekspor dan ketentuan di bidang cukai.
Pemasukan barang konsumsi dari luar Daerah Pabean untuk kebutuhan penduduk di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas diberi pembebasan bea masuk, pajak pertambahan nilai, dan pajak penjualan atas barang mewah.
Jumlah dan jenis barang yang diberi fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditetapkan oleh Badan Pengusahaan. Paragraf 3 Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang Pasal 153 Ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000 ten tang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang Menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 252, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4054) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 9 (1) Barang yang terkena ketentuan larangan dilarang dimasukkan ke Kawasan Sabang.
Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Sabang hanya dapat dilakukan oleh pengusaha yang telah mendapat Perizinan Berusaha dari Badan Pengusahaan Kawasan Sabang.
Pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat memasukkan barang ke Kawasan Sabang yang berhubungan dengan kegiatan usahanya. (4) Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Sabang melalui pelabuhan dan bandar udara yang ditunjuk dan berada di bawah pengawasan pabean diberi pembebasan bea masuk, pembebasan pajak pertambahan nilai, dan pembebasan pajak penjualan atas barang mewah.
Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) termasuk juga pembebasan cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai.
Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Sabang ke Daerah Pabean diberlakukan tata laksana kepabeanan di bidang impor dan ekspor dan keten tuan di bi dang cukai.
Pemasukan barang konsumsi dari luar Daerah Pabean untuk kebutuhan penduduk di Kawasan Sabang diberikan pembebasan bea masuk, pajak pertambahan nilai, dan pajak penjualan atas barang mewah.
Jumlah dan jenis barang yang diberi fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditetapkan oleh Badan Pengusahaan Kawasan Sabang. BABX INVESTASI PEMERINTAH PUSAT DAN KEMUDAHAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL Bagian Kesatu Investasi Pemerintah Pusat Paragraf 1 Umum Pasal 154 (1) Investasi Pemerintah Pusat dilakukan dalam rangka meningkatkan investasi dan penguatan perekonomian untuk mendukung kebijakan strategis penciptaan kerja. (2) Maksud dan tujuan investasi Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
memperoleh manfaat ekonomi, manfaat sosial, dan/atau manfaat lainnya yang ditetapkan sebelumnya;
memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya;
memperoleh keuntungan; dan/atau
menyelenggarakan kemanfaatan umum, tetapi tidak terbatas pada penciptaan lapangan kerja.
lnvestasi Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh:
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara selaku bendahara umum negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai investasi Pemerintah Pusat; dan/atau
lembaga yang diberikan kewenangan khusus (sui generis) dalam rangka pengelolaan investasi, yang selanjutnya disebut Lembaga.
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara selaku bendahara umum negara dan lembaga dalam melaksanakan investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berwenang untuk:
melakukan penempatan dana dalam bentuk instrumen keuangan;
melakukan kegiatan pengelolaan aset;
melakukan kerja sama dengan pihak lain termasuk en ti tas dana perwalian ( _trust fund); _ d. menentukan calon mitra investasi;
memberikan dan menerima pinjaman; dan/atau
menatausahakan aset yang dimilikinya. Pasal 155 (1) Dalam melaksanakan investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 ayat (3) huruf a, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara dapat menetapkan dan/atau menunjuk badan layanan umum, badan usaha milik negara, dan/atau badan hukum lainnya.
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara membentuk rekening investasi bendahara umum negara untuk menampung dana investasi Pemerintah Pusat.
Dana yang ditampung dalam rekening investasi bendahara umum negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat digunakan kembali secara langsung untuk mendapatkan manfaat ekonomi, manfaat sosial, dan/atau manfaat lainnya. (4) Tata kelola investasi Pemerintah Pusat oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara selaku bendahara umum negara sepanjang tidak diatur secara khusus berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang ini dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersifat Volatil atas Layanan Modifikasi Cuaca yang Berlaku pada Badan Meteorologi, Klim ...
Relevan terhadap
b. Biaya penginapan At Cost c. Biaya tiket At Cost d. Taksi At Cost e. Jasa konsultasi kegiatan perekayasaan Per Kegiatan 3. Penyusunan laporan a. Uang harian Orang Per Hari b. Biaya penginapan At Cost c. Taksi At Cost B. Sarana prasarana survei lokasi dan commissioning instalasi __ 1. Perolehan data cuaca historis Paket 2. Sistem teleburning Paket __ 3. Gas Paket __ 4. Balon pibal Paket 5. Bahan semai flare untuk commissioning instalasi wahana penyemai awan dari darat Paket __ 6. Perijinan bahan semai flare untuk commissioning instalasi wahana penyemai awan dari darat At Cost 7. Sewa kendaraan At Cost D. Hasil akhir survei lokasi dan commissioning instalasi __ Laporan pelaksanaan hasil survei lokasi dan commissioning instalasi wahana penyemai awan dari darat Paket Keterangan: