Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara
Relevan terhadap 16 lainnya
Laporan sebagaimana dimaksud dalam a. Pasal 202 ayat (9); dan
Pasal 208, disampaikan secara elektronik melalui SINSW.
Dalam hal SINSW belum dapat diterapkan atau mengalami gangguan operasional:
laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan secara manual kepada kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau kepala kantor pelayanan utama bea dan cukai yang wilayah kerjanya meliputi Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra dalam bentuk salinan cetak ( hard copy ) atau salinan digital ( soft copy ); dan
laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan secara manual kepada Menteri melalui Kepala Badan Kebijakan Fiskal dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan Direktur Jenderal Pajak dalam bentuk salinan cetak ( hard copy ) atau salinan digital ( soft copy ).
Permohonan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) disampaikan setelah Saat Mulai Beroperasi Komersial.
Permohonan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Wajib Pajak melalui Sistem OSS dengan mengunggah dokumen meliputi:
bukti realisasi pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional di Ibu Kota Nusantara; dan
dokumen yang menunjukkan pemenuhan komitmen substansi ekonomi di Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) huruf b atau ayat (3) huruf a .
Selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib Pajak juga harus memiliki surat keterangan fiskal secara otomasi.
Tata cara untuk memperoleh surat keterangan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pemberian surat keterangan fiskal. Paragraf 5 Prosedur Pemberian Keputusan Pemanfaatan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional
Wajib Pajak yang telah memperoleh pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (5) wajib menyampaikan laporan biaya Penelitian dan Pengembangan untuk setiap Tahun Pajak kepada Direktur Jenderal Pajak, Kepala Badan Kebijakan Fiskal, dan Kepala Otorita.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan untuk setiap Tahun Pajak sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam Rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Diasease 2019 (C ...
Relevan terhadap
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 ayat (7) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional Dalam Rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional;
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM PEMULIHAN EKONOMI NASIONAL DALAM RANGKA MENDUKUNG KEBIJAKAN KEUANGAN NEGARA UNTUK PENANGANAN PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19) DAN/ATAU MENGHADAPI ANCAMAN YANG MEMBAHAYAKAN PEREKONOMIAN NASIONAL DAN/ATAU STABILITAS SISTEM KEUANGAN SERTA PENYELAMATAN EKONOMI NASIONAL.
Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersifat Volatil yang Berlaku pada Kementerian Ketenagakerjaan ...
Relevan terhadap
Dengan pertimbangan tertentu, tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang bersifat volatil yang berlaku pada Kementerian Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dapat dikenakan tarif sampai dengan Rp0,00 (nol rupiah) atau 0% (nol persen).
Pertimbangan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:
penyelenggaraan kegiatan sosial;
kegiatan keagamaan;
kegiatan kenegaraan atau pemerintahan,;
keadaan di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar;
masyarakat tidak mampu;
mahasiswa berprestasi dan/atau tidak mampu;
usaha mikro, kecil dan menengah; dan/atau
kebijakan Pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran, persyaratan, dan tata cara pengenaan tarif sampai dengan Rp0,00 (nol rupiah) atau 0% (nol persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tata Cara Pemberian Pinjaman Dari Pemerintah Kepada Lembaga Penjamin Simpanan
Relevan terhadap 2 lainnya
Penilaian permohonan pinjaman yang diajukan oleh LPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dilakukan setelah dokumen pengajuan pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) diterima secara lengkap.
Penilaian permohonan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Badan Kebijakan Fiskal dengan memerhatikan:
tingkat likuiditas LPS;
kebutuhan likuiditas LPS;
kemampuan membayar kembali LPS;
kapasitas fiskal; dan
kesinambungan APBN.
Dalam melakukan penilaian permohonan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan Kebijakan Fiskal berkoordinasi dengan meminta masukan tertulis kepada:
Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk melakukan penilaian ketersediaan kas negara;
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko untuk melakukan penilaian risiko fiskal;
Direktorat Jenderal Anggaran untuk melakukan penilaian kapasitas fiskal; dan
Unit terkait lainnya dalam hal diperlukan.
Masukan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Badan Kebijakan Fiskal paling lambat 4 (empat) hari kerja sejak permintaan masukan diterima.
Berdasarkan hasil koordinasi penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepala Badan Kebijakan Fiskal mengusulkan penyelenggaraan rapat koordinasi.
Rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dihadiri paling sedikit oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Direktur Jenderal Perbendaharaan, Direktur Jenderal Anggaran, dan Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
Dalam hal pimpinan unit eselon I sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berhalangan hadir, kehadirannya dapat diwakili oleh paling sedikit pejabat satu tingkat di bawahnya.
Rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menghasilkan rekomendasi atas permohonan pemberian pinjaman kepada LPS.
Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal kepada Menteri untuk dimintakan penetapan.
Berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Menteri mempertimbangkan untuk menetapkan persetujuan atas seluruh atau sebagian atau menolak seluruh permohonan pinjaman.
Penetapan permohonan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dituangkan dalam surat Menteri.
Dalam hal Menteri menetapkan persetujuan atas seluruh atau sebagian permohonan pinjaman, surat Menteri paling sedikit memuat informasi mengenai jumlah pinjaman, tingkat bunga, dan jangka waktu pinjaman.
Surat Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (7) disampaikan kepada LPS paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah penetapan.
Dalam hal rapat koordinasi dihadiri Menteri, penetapan atas permohonan pemberian pinjaman kepada LPS dilakukan oleh Menteri dalam rapat dimaksud.
LPS menyampaikan Laporan Tingkat Likuiditas sewaktu- waktu dan informasi tambahan kepada Menteri c.q. Kepala Badan Kebijakan Fiskal dalam hal LPS memperkirakan tingkat likuiditas akan berada di bawah 100% (seratus persen) untuk jangka waktu 6 (enam) bulan kedepan.
Pedoman Pengelolaan Badan Layanan Umum
Relevan terhadap
BLU beroperasi sebagai unit kerja Kementerian Negara/Lembaga untuk tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan.
Kementerian Negara/Lembaga tetap bertanggung jawab atas pelaksanaan kewenangan yang didelegasikannya kepada BLU dan menjalankan peran pengawasan terhadap kinerja BLU dan pelaksanaan kewenangan yang didelegasikan.
BLU merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan Kementerian Negara/Lembaga dan karenanya status hukum BLU tidak terpisah dari Kementerian Negara/Lembaga sebagai instansi induk.
Menteri/Pimpinan Lembaga bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang didelegasikannya kepada BLU dari segi manfaat layanan yang dihasilkan.
Layanan BLU dapat diarahkan untuk menghasilkan manfaat yang mendukung stabilisasi ekonomi dan fiskal.
Pejabat yang ditunjuk mengelola BLU bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan pemberian layanan umum yang didelegasikan kepadanya oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.
BLU menyelenggarakan kegiatannya tanpa mengutamakan pencarian keuntungan.
Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja Kementerian Negara/Lembaga.
BLU mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan Praktik Bisnis yang Sehat.
Dalam rangka mewujudkan konsep bisnis yang sehat, BLU harus senantiasa meningkatkan efisiensi dan produktivitas yang dapat berupa kewenangan merencanakan dan menetapkan kebutuhan sumber daya yang dibutuhkan.
Pencabutan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.04/2020 tentang Insentif Tambahan untuk Perusahaan Penerima Fasilitas Kawasan Berikat dan/atau Kemu ...
Relevan terhadap
bahwa untuk mengantisipasi dampak Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang telah menjadi pandemi global dan menghambat pertumbuhan ekonomi global serta mengakibatkan gangguan rantai pasok di dalam negeri, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.04/2020 tentang Insentif Tambahan untuk Perusahaan Penerima Fasilitas Kawasan Berikat dan/atau Kemudahan Impor Tujuan Ekspor untuk Penanganan Dampak Bencana Penyakit Virus Corona ( Corona Virus Disease 2019/COVID-19);
bahwa berdasarkan hasil evaluasi terhadap penerapan kebijakan pemberian insentif tambahan untuk perusahaan penerima fasilitas kawasan berikat dan/atau kemudahan impor tujuan ekspor untuk penanganan dampak bencana penyakit virus corona ( Corona Virus Disease 2019/COVID-19) yang menunjukkan kondisi pemulihan, kebijakan pemberian insentif tambahan untuk perusahaan penerima fasilitas kawasan berikat dan/atau kemudahan impor tujuan ekspor untuk penanganan dampak bencana penyakit virus corona ( Corona Virus Disease 2019/COVID-19) sebagaimana dimaksud dalam huruf a sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pencabutan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.04/2020 tentang Insentif Tambahan untuk Perusahaan Penerima Fasilitas Kawasan Berikat dan/atau Kemudahan Impor Tujuan Ekspor untuk Penanganan Dampak Bencana Penyakit Virus Corona ( Corona Virus Disease 2019/COVID-19);
Jabatan Fungsional Analis Kebijakan di Lingkungan Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Untuk mendukung objektivitas dalam penilaian dan penetapan Angka Kredit, setiap Analis Kebijakan harus mendokumentasikan seluruh satuan hasil yang diperoleh sesuai dengan SKP yang ditetapkan setiap tahun.
Hasil dokumentasi seluruh satuan hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan oleh Analis Kebijakan ke dalam DUPAK yang disampaikan kepada Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama.
DUPAK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama kepada Sekretaris Badan Kebijakan Fiskal.
Sekretaris Badan Kebijakan Fiskal dibantu TPI melakukan penilaian dan penetapan Angka Kredit bagi Analis Kebijakan Ahli Pertama, pangkat Penata Muda, golongan ruang III/a sampai dengan Analis Kebijakan Ahli Madya, pangkat Pembina, golongan ruang IV/a di lingkungan Kementerian Keuangan.
Sekretaris Badan Kebijakan Fiskal dibantu TPI melakukan pemeriksaan Angka Kredit bagi Analis Kebijakan Ahli Madya, pangkat Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b sampai dengan Analis Kebijakan Ahli Utama, pangkat Pembina Utama, golongan ruang IV/e di lingkungan Kementerian Keuangan.
Apabila hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah memenuhi ketentuan penilaian Angka Kredit JFAK yang berlaku, Sekretaris Badan Kebijakan Fiskal menyampaikan DUPAK dari Analis Kebijakan Ahli Madya, pangkat Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b sampai dengan Analis Kebijakan Ahli Utama, pangkat Pembina Utama, golongan ruang IV/e kepada Tim Penilai Pusat untuk dilakukan penilaian dan kemudian ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menetapkan Angka Kredit pada Instansi Pembina.
TPI dibentuk dan ditetapkan oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal.
Susunan keanggotaan TPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
seorang ketua merangkap anggota yang dijabat oleh Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama di lingkungan Badan Kebijakan Fiskal yang ditunjuk;
seorang sekretaris merangkap anggota yang dijabat oleh pejabat yang membidangi urusan kepegawaian di lingkungan Badan Kebijakan Fiskal; dan
anggota yang jumlahnya paling sedikit 3 (tiga) orang.
Anggota TPI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, paling sedikit 2 (dua) orang berasal dari Analis Kebijakan.
Apabila jumlah anggota TPI sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dipenuhi dari Analis Kebijakan, maka anggota TPI dapat diangkat dari Aparatur Sipil Negara lain yang memiliki kompetensi untuk menilai Prestasi Kerja Analis Kebijakan.
Anggota TPI harus pejabat yang memenuhi syarat berikut:
menduduki jabatan paling rendah Jabatan Fungsional Ahli Madya atau Jabatan Administrator;
mempunyai keahlian serta kemampuan untuk menilai secara objektif Prestasi Kerja Analis Kebijakan;
mempunyai integritas ilmiah yang baik; dan
dapat aktif melakukan penilaian.
Masa jabatan keanggotaan TPI selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk masa jabatan berikutnya berturut-turut paling banyak 2 (dua) kali.
Apabila terdapat anggota TPI yang dinilai maka anggota yang bersangkutan tidak mengikuti Sidang Pleno TPI.
Sekretaris Badan Kebijakan Fiskal ditunjuk sebagai pejabat yang berwenang menetapkan Angka Kredit JFAK di lingkungan Kementerian Keuangan, untuk JFAK Ahli Pertama sampai dengan JFAK Ahli Madya golongan ruang IV/a.
Pengelolaan Insentif Fiskal
Relevan terhadap
Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya kepada Daerah berkinerja baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a digunakan antara lain untuk percepatan pemulihan ekonomi di Daerah.
Insentif Fiskal yang digunakan untuk percepatan pemulihan ekonomi di Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
infrastruktur;
perlindungan sosial;
dukungan dunia usaha terutama usaha mikro kecil dan menengah; dan/atau
penciptaan lapangan kerja.
Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat digunakan untuk mendanai:
gaji, tambahan penghasilan, dan honorarium; dan
perjalanan dinas.
Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pengelolaan Insentif Fiskal.
Pemantauan terhadap pengelolaan Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
laporan rencana penggunaan;
penyaluran dari RKUN ke RKUD; dan
laporan realisasi penyerapan anggaran dan realisasi keluaran.
Evaluasi terhadap pengelolaan Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
kebijakan pengalokasian Insentif Fiskal;
mekanisme penyaluran Insentif Fiskal;
realisasi penyaluran Insentif Fiskal; dan
penggunaan dan hasil keluaran Insentif Fiskal.
Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk penyusunan kebijakan Insentif Fiskal tahun anggaran berikutnya.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penghitungan alokasi Insentif Fiskal berdasarkan pagu indikatif Insentif Fiskal yang ditetapkan oleh Menteri dan kebijakan Pemerintah.
Penghitungan alokasi Insentif Fiskal berdasarkan penilaian kinerja Pemerintah Daerah.
Penghitungan Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya; dan
Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun berjalan.
Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dibagikan kepada:
Daerah berkinerja baik; dan
Daerah Tertinggal berkinerja baik.
Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya kepada Daerah berkinerja baik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a tidak memperhitungkan Daerah Tertinggal yang tercantum dalam Peraturan Presiden tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2020-2024.
Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator)
Relevan terhadap
PERATURAN MENTER! KEUANGAN TENTANG OPERATOR EKONOMI BERSERTIFIKAT (AUTHORIZED ECONOMIC OPERATOR). BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Operator Ekonomi adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pergerakan barang secara internasional dalam fungsi rantai pasokan global. 2. Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operato'f1 yang selanjutnya disebut AEO adalah Operator Ekonomi yang telah mendapat pengakuan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sehingga mendapatkan perlakuan kepabeanan tertentu. 3. Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum. 4. Importir adalah Orang yang melakukan kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean. 5. Eksportir adalah Orang yang melakukan kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean. 6. Pengangkut adalah Orang, kuasanya, atau yang bertanggungjawab atas pengoperasian sarana pengangkut yang mengangkut barang dan/atau orang. 7. Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan yang selanjutnya disingkat PPJK adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengurusan pemenuhan kewajiban pabean untuk dan atas nama Importir atau Eksportir. 8. Manufaktur adalah Orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan untuk memproduksi barang. jdih.kemenkeu.go.id 9. Konsolidator adalah badan usaha yang melaksanakan pengumpulan (konsolidasi) barang ekspor sebelum dimasukkan ke kawasan pabean untuk dimuat ke sarana pengangkut. 10. Validasi adalah serangkaian kegiatan untuk memeriksa, menguji serta mengkonfirmasi berbagai macam data dan/ a tau informasi atas Operator Ekonomi yang dilakukan secara holistik atas risiko terkait dengan kepatuhan dan keamanan rantai pasok perdagangan internasional. 11. Validasi Dokumen adalah serangkaian kegiatan penilaian risiko terkait kondisi dan persyaratan AEO dengan melakukan pemeriksaan dan observasi data dan/atau informasi atas permohonan untuk memperoleh pengakuan sebagai AEO atau dalam rangka monitoring dan evaluasi. 12. Validasi Lapangan adalah serangkaian kegiatan penilaian risiko terkait kondisi dan persyaratan AEO dengan melakukan kunjungan ke lokasi (on-site visit) Operator Ekonomi dengan melakukan pemeriksaan dan o bservasi data dan/atau informasi atas permohonan untuk memperoleh pengakuan sebagai AEO atau dalam rangka monitoring dan evaluasi. 13. Sistem Pengendalian Internal yang selanjutnya disingkat SPI adalah sistem yang digunakan untuk mengkomunikasikan dan mengendalikan bagian-bagian yang terkait dengan kegiatan/ aktivitas bisnis Operator Ekonomi, pergerakan dokumen pemberitahuan, proses akuntansi, dan lain-lain yang bertujuan untuk memastikan kepatuhan pen era pan peraturan kepabeanan dan/atau cukai. 14. Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah sistem integrasi seluruh layanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada semua pengguna jasa yang bersifat publik dan berbasis web. 15. Kesepakatan Pengakuan Timbal Balik (Mutual Recognition Arrangement) adalah kesepakatan antara 2 (dua) atau lebih administrasi kepabeanan yang menjelaskan situasi kondisi dimana program-program AEO diakui dan diterima oleh pihak-pihak administrasi kepabeanan yang melakukan kesepakatan. 16. Audit Internal adalah audit yang dilakukan oleh pihak internal AEO secara mandiri (self audit), dalam rangka menjaga pemenuhan kondisi dan persyaratan yang ditentukan. 17. Forum Panel adalah kegiatan diskusi untuk menyepakati Operator Ekonomi menjadi AEO. 18. Validator adalah pejabat bea dan cukai yang diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab untuk melakukan Validasi terhadap Operator Ekonomi. 19. Manajer Pelayanan Operator Ekonomi (Client Manager) yang selanjutnya disebut Client Manager adalah Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk khusus oleh Kepala Kantor Pabean untuk melakukan tugas memberikan pelayanan komunikasi, konsultasi, bimbingan, dan monitoring terhadap program AEO. jdih.kemenkeu.go.id 20. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya Kewajiban Pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan. 21. Direktur J enderal adalah Direktur J enderal Bea dan Cukai. 22. Direktur adalah direktur di lingkungan Direktorat J enderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas standardisasi dan bimbingan teknis, evaluasi dan pelaksanaan di bidang program kepatuhan AEO, pengguna jasa kepabeanan prioritas, dan asistensi Operator Ekonomi. 23. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan terten tu un tuk melaksanakan tug as terten tu berdasarkan Undang-U ndang Kepabeanan. BAB II OPERATOR EKONOMI Pasal 2 Operator Ekonomi yang dapat diberikan pengakuan sebagai AEO terdiri atas:
Manufaktur;
Eksportir;
Importir;
PPJK;
Pengangkut; clan/ atau f. pihak lainnya yang terkait dengan fungsi rantai pasokan global, meliputi namun tidak terbatas pada Konsolidator, perusahaan yang melakukan kegiatan sebagai tempat penimbunan sementara, tempat penimbunan berikat, dan perusahaan di kawasan bebas. BAB III KONDISI DAN PERSYARATAN SEBAGAI AEO Pasal 3 (1) Untuk memperoleh pengakuan sebagai AEO, Operator Ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus memenuhi persyaratan umum sebagai berikut:
tidak pernah melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan clan/ a tau cukai serta perpajakan; dan
memiliki laporan keuangan yang diaudit oleh kantor akuntan publik dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir. (2) Selain persyaratan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Operator Ekonomi harus memenuhi kondisi dan persyaratan sebagai berikut:
kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait;
sistem pengelolaan data perdagangan; I jdih.kemenkeu.go.id c. kemampuan keuangan;
sistem konsultasi, kerjasama, dan komunikasi;
sistem pendidikan, pelatihan dan kepedulian;
sistem pengelolaan keamanan dan keselamatan; dan
sistem pengukuran, analisis dan peningkatan. (3) Rincian lebih lanjut mengenai pemenuhan kondisi dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (4) Pemenuhan kondisi dan persyaratan se bagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berbeda untuk setiap jenis Operator Ekonomi tergantung pada peran dan tanggung jawab Operator Ekonomi dalam rantai pasok perdagangan internasional. BAB IV PENGAKUANSEBAGAIAEO Bagian Kesatu Pengajuan Permohonan Pengakuan Sebagai AEO Pasal 4 (1) Untuk dapat memperoleh pengakuan sebagai AEO, Operator Ekonomi mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal melalui Direktur. (2) Permohonan yang dilakukan oleh Operator Ekonomi dapat berupa:
permohonan baru; atau
permohonan perubahan. (3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat dan ditandatangani oleh pimpinan Operator Ekonomi dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 5 (1) Permohonan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a disampaikan dengan dilampiri:
daftar pertanyaan mengenai informasi umum tentang Operator Ekonomi dan formulir isian penilaian mandiri kualitatif (self-assessment questionnaire) yang telah diisi lengkap;
surat pernyataan kesediaan untuk menjadi AEO yang telah ditandatangani oleh pimpinan Operator Ekonomi; dan
laporan keuangan yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik periode 2 (dua) tahun terakhir. (2) Daftar pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilengkapi dokumen pendukung berupa:
struktur organisasi dari Operator Ekonomi;
standar prosedur operasional (standard operating procedure) tentang kegiatan Operator Ekonomi yang mencerminkan SPI atas kondisi dan persyaratan AEO; jdih.kemenkeu.go.id c. tata letak kantor/pabrik/gudang;
akta pendirian perusahaan dan/atau akta perubahan terakhir;
surat penunjukan manajer AEO yang telah ditandatangani oleh p1mpman Operator Ekonomi; dan
dokumen pendukung lainnya. (3) Untuk dapat memberikan gambaran positif perusahaan, permohonan yang disampaikan oleh Operator Ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilampiri dengan dokumen lain yang terkait dengan manajemen kepatuhan dan/ a tau keamanan berupa:
keputusan mengenai penetapan fasilitas kepabeanan yang dimiliki;
sertifikat/pengakuan sebagai AEO dari negara lain;
surat keterangan fiskal yang memuat informasi yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak mengenai kepatuhan Wajib Pajak selama periode tertentu untuk memenuhi persyaratan memperoleh pelayanan atau dalam rangka pelaksanaan kegiatan tertentu; dan/atau
dokumen lainnya, seperti profil Operator Ekonomi ( company profile), sertifikat dari orgamsas1 internasional untuk standardisasi, kode internasional keamanan kapal dan fasilitas pelabuhan (International Ship and Port Facility Security Code), dan/atau Regulated Agent/Known Consignor . . (4) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dan lampiran permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) sampai dengan ayat (3), disampaikan secara elektronik melalui Portal Direktorat J enderal Bea dan Cukai. (5) Dalam hal Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai belum dapat diterapkan atau mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan lampiran permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) disampaikan secara tertulis dan/atau melalui media elektronik. (6) Daftar pertanyaan dan formulir isian penilaian mandiri kualitatif (self-assessment questionnaire) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (7) Surat pernyataan kesediaan untuk menjadi AEO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. jdih.kemenkeu.go.id Bagian Kedua Penilaian dan Penelitian atas Permohonan Pengakuan Sebagai AEO Pasal 6 (1) Validator melakukan penilaian dan penelitian terhadap pemenuhan kondisi dan persyaratan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), dengan cara:
penelitian administrasi;
Validasi Lapangan; dan
Forum Panel. (2) Penilaian terhadap pemenuhan kondisi dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi Operator Ekonomi, termasuk industri kecil dan menengah. (3) Dalam proses penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Operator Ekonomi menyiapkan data dan informasi yang dibutuhkan oleh Validator. Pasal 7 Penelitian administrasi atas permohonan AEO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dilakukan dengan:
meneliti berkas permohonan dan kelengkapan dokumen; dan
Validasi Dokumen. Pasal 8 (1) Penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a dilakukan terhadap dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 . . (2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama:
2 (dua) hari kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan diajukan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4); atau
3 (tiga) hari kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan diajukan secara tertulis dan/atau melalui media elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5). (3) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan terdapat kekurangan dokumen yang dipersyaratkan, permohonan dikembalikan kepada Operator Ekonomi untuk dilengkapi. (4) Dalam hal penelitian berkas permohonan melewati jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), permohonan AEO dinyatakan diterima. Pasal 9 (1) Berkas permohonan dan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) atau ayat (4) yang telah dilakukan penelitian dan dinyatakan diterima, dilakukan Validasi Dokumen. I jdih.kemenkeu.go.id (2) Validasi Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan meneliti berkas permohonan dan informasi yang relevan serta menguji kesesuaian informasi, dengan potensi risiko atas pemenuhan kondisi dan persyaratan AEO. (3) Direktur meminta Operator Ekonomi untuk melakukan pemaparan terkait dengan pemenuhan kondisi dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak permohonan diterima. (4) Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara virtual dan/atau fisik. (5) Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat menghasilkan rekomendasi berupa:
Perbaikan atas potensi risiko terkait pemenuhan kondisi dan persyaratan AEO; dan/atau
Validasi Lapangan. (6) Dalam hal hasil pemaparan berupa rekomendasi perbaikan, Direktur menyampaikan kepada Operator Ekonomi untuk ditindaklanjuti. (7) Operator Ekonomi menyampaikan tindak lanjut rekomendasi berupa perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada Direktur, paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal rekomendasi perbaikan diterima. (8) Operator Ekonomi dapat meminta perpanjangan penyampaian tindak lanjut sebelum jatuh tempo sebagaimana dimaksud pada ayat (7) kepada Direktur untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari dengan disertai alasan. (9) Direktur dapat meminta kepada Operator Ekonomi untuk memaparkan kembali tindak lanjut atas rekomendasi yang telah disampaikan. Pasal 10 (1) Operator Ekonomi yang telah dilakukan Validasi Dokumen ditindaklanjuti dengan Validasi Lapangan. (2) Validasi Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tim Validasi berdasarkan surat tugas. (3) Validasi Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara fisik ( on-site) di lokasi Operator Ekonomi atau hybrid berdasarkan manajemen risiko. (4) Dalam pelaksanaan Validasi Lapangan, Direktur dapat melibatkan Kantor Pabean yang terkait dengan kegiatan operasional Operator Ekonomi. (5) Dalam pelaksanaan Validasi Lapangan, Validator dapat melibatkan unit terkait dan/atau kementerian/lembaga lain. Pasal 11 (1) Setelah melakukan Validasi Lapangan, tim Validasi membuat laporan untuk disampaikan kepada Direktur Jenderal melalui Direktur. jdih.kemenkeu.go.id (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit berisi kesimpulan dan/ a tau rekomendasi perbaikan. (3) Dalam hal laporan berupa rekomendasi perbaikan, Direktur menyampaikan rekomendasi perbaikan kepada Operator Ekonomi dengan salinannya disampaikan kepada Kantor Pabean terkait. (4) Operator Ekonomi harus menyelesaikan seluruh rekomendasi perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lambat 6 (enam) bulan sejak tanggal surat penyampaian rekomendasi. (5) Dalam hal Operator Ekonomi memiliki lebih dari 1 (satu) lokasi, jangka waktu penyelesaian seluruh rekomendasi perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dihitung sejak tanggal surat penyampaian rekomendasi Validasi Lapangan atas lokasi terakhir. (6) Dalam hal Operator Ekonomi tidak dapat menyelesaikan seluruh rekomendasi perbaikan sampai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau ayat (5), Operator Ekonomi dapat mengajukan permohonan perpanjangan penyelesaian rekomendasi perbaikan paling banyak 1 ( satu) kali, disertai dengan alasannya. (7) Direktur dapat memberikan persetujuan perpanjangan penyelesaian rekomendasi perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) paling lama 3 (tiga) bulan sejak berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4). Pasal 12 (1) Operator Ekonomi harus memberitahukan hasil perbaikan sebagai tindak lanjut dari rekomendasi perbaikan kepada Direktur. (2) Direktur dapat meminta Operator Ekonomi untuk memberikan pemaparan atas hasil perbaikan sebagai tindak lanjut dari rekomendasi perbaikan. Pasal 13 .(1) Direktur Jenderal atau Direktur melakukan Forum Panel un tuk menetapkan Operator Ekonomi menj adi AEO. (2) Forum Panel dapat dihadiri oleh perwakilan unit di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, unit terkait, dan/atau kementerian/lembaga terkait. (3) Hasil pelaksanaan Forum Panel dapat berupa:
persetujuan pengakuan Operator Ekonomi menjadi AEO; atau
rekomendasi perbaikan. (4) Dalam hal hasil pelaksanaan Forum Panel berupa rekomendasi perbaikan, Direktur menyampaikan rekomendasi perbaikan kepada Operator Ekonomi untuk ditindaklanjuti. (5) Direktur dapat melakukan penilaian lanjutan berdasarkan manajemen risiko atas hasil tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (4). / jdih.kemenkeu.go.id Pasal 14 (1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) tidak ditindaklanjuti dengan Validasi Lapangan dalam hal:
Operator Ekonomi menyampaikan surat pembatalan permohonan pengakuan sebagai AEO; atau
tindak lanjut perbaikan atas hasil Validasi Dokumen yang dilakukan Operator Ekonomi telah melewati batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (7) a tau ayat (8). (2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) tidak ditindaklanjuti dengan proses sertifikasi dalam hal:
Operator Ekonomi menyampaikan surat pembatalan permohonan pengakuan sebagai AEO; atau
tindak lanjut perbaikan atas hasil Validasi Lapangan yang dilakukan Operator Ekonomi telah melewati batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) atau ayat (7). (3) Direktur Jenderal atau Direktur menyampaikan pemberitahuan permohonan yang tidak ditindaklanjuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b atau ayat (2) huruf b dengan menyebutkan alasan. Bagian Ketiga Permohonan Perubahan Pengakuan Sebagai AEO Pasal 15 Operator Ekonomi yang telah memperoleh pengakuan sebagai AEO dapat mengajukan permohonan perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b dalam hal terdapat perubahan:
jenis Operator Ekonomi;
lokasi;
nama entitas; dan / a tau d. lainnya. Pasal 16 (1) Permohonan perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dilampiri:
surat permohonan perubahan yang ditandatangani oleh pimpinan AEO; dan
dokumen pendukung lainnya. (2) Permohonan perubahan dan dokumen pendukung lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik melalui Portal Direktorat J enderal Bea dan Cukai. (3) Dalam hal Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai belum dapat diterapkan atau mengalami gangguan operasional, permohonan dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis dan/ a tau melalui media elektronik. jdih.kemenkeu.go.id (4) Bentuk dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tata cara penyampaian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berpedoman pada contoh format dan tata cara sebagaimana dimaksud dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 17 (1) Tim Validasi melakukan penelitian dan penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) terhadap permohonan perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) berdasarkan manajemen risiko. (2) Jangka waktu pelaksanaan penelitian dan penilaian terhadap permohonan perubahan dilaksanakan sesuai dengan jangka waktu penelitian dan penilaian terhadap permohonan pengakuan sebagai AEO. (3) Dalam hal hasil penelitian dan penilaian menunjukkan permohonan perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) memenuhi kondisi dan persyaratan, permohonan perubahan AEO dapat disetujui. Bagian Keempat Persetujuan Pengakuan dan Sertifikat Pengakuan AEO Pasal 18 (1) Direktur Jenderal memberikan persetujuan atas:
permohonan pengakuan sebagai AEO berdasarkan hasil Forum Panel se bagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) huruf a; atau
permohonan perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3). (2) Atas persetujuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal mengenai pengakuan sebagai AEO dengan jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak pelaksanaan Forum Panel. (3) Atas penerbitan keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diterbitkan sertifikat pengakuan sebagai AEO. (4) Keputusan pengakuan sebagai AEO sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (5) Sertifikat pengakuan sebagai AEO sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. jdih.kemenkeu.go.id (1) (2) (3) Bagian Kelima Masa Berlaku Keputusan Dan Sertifikat AEO Pasal 19 Keputusan pengakuan sebagai AEO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) berlaku selama 5 (lima) tahun. Keputusan pengakuan dimaksud pada ayat (1) (lima) tahun berdasarkan oleh Direktur. se bagai AEO sebagaimana dapat diperpanjang setiap 5 hasil evaluasi yang dilakukan Dalam hal Operator Ekonomi telah diberikan pengakuan se bagai AEO dan dilakukan perubahan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf b, tanggal jatuh tempo masa berlaku atas perubahan mengikuti pengakuan awal. BABV PERLAKUAN TERTENTU TERHADAP AEO Pasal 20 (1) Operator Ekonomi yang telah memperoleh pengakuan sebagai AEO diberikan perlakuan kepabeanan tertentu. (2) Perlakuan kepabeanan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa perlakuan kepabeanan bersifat umum dan/ a tau khusus. (3) Perlakuan kepabeanan bersifat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan kepada semua jenis operator, yang meliputi namun tidak terbatas pada:
diakui sebagai partner Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
mendapat layanan khusus dalam bentuk layanan yang diberikan Client Manager, c. prioritas untuk diikutsertakan dalam program baru yang dirintis oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; dan/atau
mendapatkan layanan konsultasi dan/atau asistensi kepabeanan di luar jam kerja Kantor Pabean. (4) Perlakuan kepabeanan bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan sesuai dengan jenis operator tertentu, yang meliputi namun tidak terbatas pada:
memperoleh predikat sebagai perusahaan berisiko rendah;
penelitian dokumen dan/atau pemeriksaan fisik berdasarkan manajemen risiko sesuai ketentuan yang berlaku;
prioritas untuk mendapatkan penyederhanaan prosedur kepabeanan;
prioritas untuk mendapatkan layanan kepabeanan;
pelayanan khusus di bidang kepabeanan untuk kelancaran pengeluaran dan/atau pemasukan arus barang dari dan/atau ke Kawasan Pabean di pelabuhan bongkar dan/atau muat dengan mempertimbangkan manajemen risiko; dan / a tau I jdih.kemenkeu.go.id (5) f. kemudahan yang diatur berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan ketentuan peraturan perundang- undangan. Selain perlakuan kepabeanan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (4), AEO juga mendapat perlakuan berupa:
kemudahan yang disepakati bersama administrasi kepabeanan negara lain Kesepakatan Pengakuan Timbal Balik Recognition _Arrangement); _ dan/ a tau dengan dalam (Mutual b. kemudahan yang diberikan instansi pemerintah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VI TANGGUNG JAWAB AEO Pasal 21 (1) AEO bertanggungjawab untuk:
mempertahankan dan/ a tau meningkatkan kondisi dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3; dan
mengembangkan dan menjaga nilai-nilai etika dan/atau akuntabilitas dalam praktik perdagangan. (2) Untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan kondisi dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, AEO harus:
menunjuk manajer yang menangani kegiatan AEO;
melakukan monitoring mandiri atas kondisi dan persyaratan AEO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3;
melakukan perbaikan dan menyampaikan laporan dalam hal terdapat perubahan yang berdampak pada atau memengaruhi kondisi dan persyaratan AEO kepada Direktur dan Client Manager, d. melakukan Audit Internal secara periodik;
meningkatkan pemahaman terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan;
menyampaikan hasil Audit Internal kepada Direktur dan Client Manager, g. melakukan komunikasi secara intensif dengan Client Manager, dan h. memasang logo AEO di lokasi yang telah ditetapkan sebagai AEO. Pasal 22 (1) Audit Internal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf d dilakukan sekali dalam 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal Keputusan Direktur Jenderal mengenai pengakuan sebagai AEO. (2) Audit Internal yang dilakukan untuk menguji pemenuhan kondisi dan persyaratan AEO. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 23 (1) AEO menunjuk tim untuk pelaksanaan Audit Internal. (2) Hasil Audit Internal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dituangkan dalam laporan hasil Audit Internal. (3) Laporan hasil Audit Internal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit berisi:
review atas hasil penilaian kondisi dan persyaratan AEO;
umpan balik dari pihak manajemen; dan
rekomendasi yang direncanakan untuk ditingkatkan ke depan. (4) Laporan hasil Audit Internal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan kepada Direktur dan Client Manager dengan menggunakan surat pengantar yang ditandatangani oleh pimpinan AEO. (5) Laporan hasil Audit Internal dapat disampaikan dalam bentuk salinan cetak (hardcopy) atau salinan digital (softcopy). (6) Laporan hasil Audit Internal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan surat pengantar sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. BAB VII MANAJERAEO Pasal 24 (1) Manajer AEO ditunjuk oleh Operator Ekonomi yang sudah memperoleh pengakuan sebagai AEO dengan surat penunjukan dari pimpinan AEO. (2) Manajer AEO yang ditunjuk setidaknya memiliki pengetahuan yang cukup terkait ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan/atau cukai serta pemahaman yang baik terkait pemenuhan kondisi dan persyaratan AEO. (3) Manajer AEO yang ditunjuk dapat lebih dari 1 (satu) orang, menyesuaikan dengan kebutuhan AEO dengan mempertimbangkan jumlah lokasi AEO atau berdasarkan pertimbangan lain. (4) Dalam hal pegawai yang ditunjuk sebagai manajer AEO mengalami perubahan karena tidak lagi bekerja pada AEO atau hal lainnya, pimpinan AEO menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur dan Client Manager. (5) Manajer AEO mempunyai tugas, antara lain:
melakukan komunikasi dengan Client Manager dan Pejabat Bea dan Cukai yang menangani AEO; dan
memastikan tanggung jawab AEO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 terpenuhi. jdih.kemenkeu.go.id BAB VIII MONITORING DAN EVALUASI Pasal 25 (1) AEO dilakukan monitoring dan evaluasi. (2) Pelaksanaan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan:
untuk memastikan kondisi dan persyaratan serta pelaksanaan tanggung jawab sebagai AEO tetap terpenuhi;
sebagai dasar untuk menerbitkan permintaan tindak lanjut perbaikan, menerbitkan pembekuan sebagai AEO, dan/atau menerbitkan pencabutan pengakuan sebagai AEO;
sebagai dasar untuk rekomendasi perubahan atau perpanjangan pengakuan sebagai AEO; dan
sebagai dasar rekomendasi untuk dilakukan pengawasan di bidang kepabeanan dan/ a tau cukai. Pasal 26 (1) Direktur dan/atau Kepala Kantor Pabean melakukan monitoring terhadap AEO. (2) Monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
analisis data dan/ a tau informasi dari pihak internal dan eksternal secara manual dan/atau elektronik;
Validasi Dokumen atas laporan perubahan- perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf c;
Validasi Dokumen atas laporan hasil Audit Internal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2);
Validasi Lapangan; dan/atau
komunikasi dan koordinasi dengan manajer AEO pada Operator Ekonomi. (3) Kepala Kantor Pabean dapat menunjuk Client Manager untuk melakukan monitoring terhadap AEO. (4) Dalam hal monitoring dilakukan oleh Kantor Pabean, hasil monitoring disampaikan kepada Direktur dan/atau AEO. (5) Monitoring yang dilakukan oleh Kantor Pabean dapat dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang belum memiliki kualifikasi sebagai Validator. Pasal 27 (1) Direktur melakukan evaluasi terhadap AEO berdasarkan hasil monitoring. (2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:
analisis mendalam; dan/atau
Validasi Lapangan. (3) Pengakuan sebagai AEO yang akan jatuh tempo dapat diperpanjang apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan kondisi dan persyaratan masih terpenuhi. jdih.kemenkeu.go.id (4) Dalam hal berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyimpulkan bahwa terdapat fakta terjadinya hal yang memengaruhi SPI atas kondisi dan persyaratan AEO, Direktur menyampaikan surat kepada AEO untuk ditindaklanjuti. (5) Tindak lanjut perbaikan atas hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal surat Direktur. Pasal 28 (1) Dalam melakukan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf d dan Pasal 27 ayat (2) huruf b, Validasi Lapangan dapat dilakukan dengan:
virtual/ _remote; _ b. fisik _(on-site); _ atau c. kombinasi (hybrid). (2) AEO menyiapkan data maupun informasi yang dibutuhkan oleh Validator selama proses evaluasi. BAB IX PEMBEKUAN DAN PENCABUTAN PENGAKUAN AEO Pasal 29 (1) Pengakuan sebagai AEO dilakukan pembekuan dalam hal:
tidak memenuhi persyaratan umum sebagai AEO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b;
tidak memenuhi kondisi dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2);
tidak melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1);
tidak menyampaikan tanggapan atas permintaan tindak lanjut perbaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (5);
dalam jangka waktu 6 (enam) bulan tidak melakukan kegiatan di bidang kepabeanan dan/atau cukai untuk jenis AEO yang melakukan proses bisnis di bidang kepabeanan dan/ a tau cukai;
diduga melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan dengan bukti permulaan yang cukup berdasarkan rekomendasi penyidik; dan/atau
terdapat suatu kondisi tertentu dimana barang yang terkait rantai pasokan global dapat membahayakan keamanan, kesehatan masyarakat dan/atau lingkungan. (2) Pada masa pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), AEO tidak mendapatkan perlakuan kepabeanan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, kecuali konsultasi terkait pembekuan. (3) Pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf e dilakukan paling lama 12 (dua belas) bulan. jdih.kemenkeu.go.id (4) Pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dan huruf g dilakukan paling lama sampai dengan masa berlaku keputusan pengakuan sebagai AEO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) berakhir. (5) Pembekuan pengakuan sebagai AEO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal mengenai pembekuan pengakuan sebagai AEO dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 30 (1) Pencabutan pembekuan pengakuan sebagai AEO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dalam hal berdasarkan hasil evaluasi:
telah memenuhi kembali persyaratan umum sebagai AEO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b;
telah memenuhi kembali kondisi dan persyaratan sebagai AEO se bagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2);
telah melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1);
telah menyampaikan tanggapan atas permintaan tindak lanjut perbaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (5);
telah kembali melakukan kegiatan di bidang kepabeanan dan/atau cukai;
tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) huruf f berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap atau penyidikan atas tindak pidana dihentikan; dan / a tau g. telah mengatasi atau menyelesaikan kondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) huruf g. (2) Dalam hal AEO telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal mengenai pencabutan pembekuan pengakuan sebagai AEO. (3) Keputusan Direktur Jenderal mengenai pencabutan pembekuan pengakuan sebagai AEO sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 31 (1) Pengakuan sebagai AEO dicabut dalam hal:
mengajukan permohonan pencabutan pengakuan sebagai AEO;
tidak memenuhi persyaratan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a; jdih.kemenkeu.go.id c. telah dilakukan 3 (tiga) kali pembekuan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir;
dalam jangka waktu pembekuan, AEO tidak melakukan tindak lanjut perbaikan atas hasil evaluasi;
dinyatakan pailit oleh pengadilan; dan/atau
terdapat perubahan legalitas entitas AEO. ยท(2) Direktur Jenderal menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal mengenai pencabutan pengakuan sebagai AEO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (3) Dalam hal pengakuan sebagai AEO telah dicabut, Operator Ekonomi dapat mengajukan permohonan pengakuan sebagai AEO kembali paling cepat 2 (dua) tahun setelah tanggal pencabutan, kecuali pencabutan pengakuan sebagai AEO dilakukan berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf (f). BABX KETENTUAN LAIN-LAIN Bagian Kesatu Kesepakatan Pengakuan Timbal Balik (Mutual Recognition Arrangement) Pasal 32 (1) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat melakukan Kesepakatan Pengakuan Timbal Balik (Mutual Recognition Arrangement) dengan administrasi kepabeanan negara lain dalam rangka pelaksanaan program AEO. (2) Kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mengamankan rantai pasok perdagangan global dan fasilitasi perdagangan. (3) Proses Kesepakatan Pengakuan Timbal Balik (Mutual Recognition Arrangement) dilakukan berdasarkan tahapan yang disepakati dengan administrasi kepabeanan negara lain. (4) Tahapan dalam Kesepakatan Pengakuan Timbal Balik (Mutual Recognition Arrangement) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat meliputi:
persiapan Kesepakatan Pengakuan Timbal Balik (Mutual Recognition _Arrangement); _ dan b. proses Kesepakatan Pengakuan Timbal Balik (Mutual Recognition Arrangement). (5) Proses Kesepakatan Pengakuan Timbal Balik (Mutual Recognition Arrangement) dapat mencakup:
komparasi program;
site validation _observations; _ c. negosiasi teks; dan
implementasi. jdih.kemenkeu.go.id Bagian Kedua Pendampingan ( Coaching Clinic) Pasal 33 (1) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat melakukan pendampingan ( coaching clinic) kepada Operator Ekonomi yang berminat untuk menjadi AEO, sebelum memperoleh pengakuan sebagai AEO. (2) Pendampingan (coaching clinic) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
penjelasan tentang gambaran menyeluruh terkait dengan AEO; dan / a tau b. bimbingan teknis terkait dengan permohonan AEO, termasuk pemeriksaan pendahuluan kelengkapan dokumen dalam proses pengajuan AEO. (3) Dalam hal memerlukan penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, Operator Ekonomi mengajukan permohonan pendampingan ( coaching clinic) kepada Direktur. (4) Pelaksanaan pendampingan (coaching clinic) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara fisik dan/atau virtual. Bagian Ketiga Lain-lain Pasal 34 Direktur Jenderal dapat menetapkan petunjuk teknis dalam memberikan pengakuan Operator Ekonomi sebagai AEO. BAB XI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 35 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
permohonan pengakuan sebagai AEO yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan belum mendapat keputusan, diselesaikan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini; dan
Keputusan Direktur Jenderal mengenai pengakuan sebagai AEO yang telah diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 227 /PMK.04/2014 tentang Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator), dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan berakhirnya masa berlaku keputusan. BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 36 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 227 /PMK.04/2014 tentang Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1922), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 37 Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan. jdih.kemenkeu.go.id
Standar dan Tata Cara Pemenuhan Kompetensi Teknis Penyusun Rencana Kerja dan Anggaran