Peraturan Menteri Keuangan tentang Mekanisme Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban atas Pajak Ditanggung Pemerintah ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pajak Ditanggung Pemerintah yang selanjutnya disebut Pajak DTP adalah pajak terutang yang dibayar oleh pemerintah dengan pagu anggaran yang telah ditetapkan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang mengenai anggaran pendapatan dan belanja negara.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintah negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi BUN.
Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran kementerian/lembaga.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran kementerian/lembaga.
Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada kementerian/lembaga yang bersangkutan.
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing PPA BUN baik di kantor pusat maupun kantor daerah atau satuan kerja di kementerian/lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN.
Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.
Surat Setoran Pajak yang selanjutnya disingkat SSP adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri.
Pajak Penghasilan yang selanjutnya disingkat PPh adalah Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang PPh.
Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disingkat PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disingkat PPnBM adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang digunakan sebagai acuan PA dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN.
Belanja Subsidi Bagian Anggaran 999.07 yang selanjutnya disebut Belanja Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan pemerintah kepada perusahaan negara, lembaga pemerintah atau pihak ketiga lainnya yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan/atau jasa untuk memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh masyarakat.
Kuasa Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Kuasa BUN adalah pejabat yang diangkat oleh BUN untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan APBN dalam wilayah kerja yang ditetapkan.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disebut SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
Laporan Realisasi Anggaran yang selanjutnya disingkat LRA adalah laporan yang menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit, dan pembiayaan, serta sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode.
Laporan Operasional yang selanjutnya disingkat LO adalah laporan yang menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintah dalam 1 (satu) periode pelaporan.
Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran, yang selanjutnya disingkat UAKPA, adalah unit akuntansi instansi yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan tingkat satuan kerja.
Rekonsiliasi adalah proses pencocokan data transaksi keuangan yang diproses dengan beberapa sistem/subsistem yang berbeda berdasarkan dokumen sumber yang sama.
Laporan Keuangan yang selanjutnya disingkat LK adalah bentuk pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan APBN berupa LRA, laporan arus kas, LO, laporan perubahan saldo anggaran lebih, laporan perubahan ekuitas, neraca, dan catatan atas laporan keuangan.
Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak yang selanjutnya disingkat SPTJM adalah pernyataan yang diterbitkan/dibuat oleh KPA BUN yang memuat jaminan atau pernyataan bahwa seluruh pengeluaran telah dihitung dengan benar.
Bea Masuk Ditanggung Pemerintah atas Impor Barang dan Bahan Guna Pembuatan Komponen Kendaraan Bermotor untuk Tahun Anggaran 2013. ...
Relevan terhadap
bahwa dalam rangka memenuhi penyediaan barang dan/atau jasa guna kepentingan umum dan meningkatkan daya saing industri pembuatan komponen kendaraan bermotor di dalam negeri, perlu memberikan insentif fiskal berupa Bea Masuk Ditanggung Pemerintah atas impor barang dan bahan oleh industri pembuatan komponen kendaraan bermotor;
bahwa terhadap impor barang dan bahan untuk industri pembuatan komponen kendaraan bermotor telah memenuhi kriteria penilaian dan ketentuan barang dan bahan untuk dapat diberikan Bea Masuk Ditanggung Pemerintah, sesuai ketentuan Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 7/PMK.011/2013 tentang Bea Masuk Ditanggung Pemerintah Atas Impor Barang Dan Bahan Untuk Memproduksi Barang Dan/Atau Jasa Guna Kepentingan Umum Dan Peningkatan Daya Saing Industri Sektor Tertentu Untuk Tahun Anggaran 2013;
bahwa dalam rangka pemberian Bea Masuk Ditanggung Pemerintah atas impor barang dan bahan untuk industri pembuatan komponen kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam huruf b, telah ditetapkan pagu anggaran untuk pemberian Bea Masuk Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2013;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (5) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 7/PMK.011/2013 tentang Bea Masuk Ditanggung Pemerintah Atas Impor Barang Dan Bahan Untuk Memproduksi Barang Dan/Atau Jasa Guna Kepentingan Umum Dan Peningkatan Daya Saing lndustri Sektor Tertentu Untuk Tahun Anggaran 2013, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Bea Masuk Ditanggung Pemerintah Atas Impor Barang Dan Bahan Guna Pembuatan Komponen Kendaraan Bermotor Untuk Tahun Anggaran 2013;
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG BEA MASUK DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN GUNA PEMBUATAN KOMPONEN KENDARAAN BERMOTOR UNTUK TAHUN ANGGARAN 2013.
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual Nomor 19 Pengaturan Bersama
Relevan terhadap
dan B dengan badan hukum yang terpisah. Namun demikian, setelah 2 menguji klausul pada anggaran dasar yang merupakan pengaturan 3 mengikat, dapat diobservasi bahwa entitas A dan entitas B memiliki 4 hak atas aset dan tanggung jawab atas kewajiban. Jadi walaupun 5 pengaturan bersama dilakukan melalui entitas kendaraan terpisah, 6 pengaturan bersama ini adalah operasi bersama. 7 CI 29. Entitas A menyajikan aset yang dikontribusikan pada kerja sama, 8 yaitu aset berupa tanah dan bangunan eksisting senilai Rp1.000 dan 9 perolehan aset bangunan baru dari pengembangan senilai Rp300. 10 Entitas A juga mengakui beban penyusutan dan akumulasi 11 penyusutan. 12 CI 30. Entitas A mengakui pendapatan LO dan pendapatan LRA sebesar 13 Rp52,25 (55 persen x Rp95) serta beban dan belanja sebesar Rp33 (55 14 persen x Rp60). 15 CI 31. Entitas A mengakui adanya pengeluaran kas untuk uang muka 16 sebesar Rp500 dan penerimaan kas pengembalian uang muka sebesar 17 Rp167 (Rp500 – Rp300 – Rp33) setelah uang muka tersebut 18 dipertanggungjawabkan untuk pengeluaran pengembangan 19 bangunan dan bagian entitas A atas beban operasional. 20 Contoh Ilustrasi 5 – Kerja sama antar daerah untuk pengembangan dan 21 perdagangan komoditi unggulan 22 CI 32. Entitas A, B, C, dan D merupakan entitas pemerintah kabupaten yang 23 saling bertetangga. Untuk memajukan perekonomian daerah, entitas 24 A, B, C, dan D membentuk regional management yang aktivitasnya 25 adalah melakukan pemasaran produk unggulan daerah berupa 26 produk gula kepada pembeli ataupun offtaker . 27 CI 33. Struktur regional management ini terdiri dari komponen forum 28 pimpinan entitas, dewan eksekutif yang berisikan pimpinan satuan 29 kerja perangkat daerah, dan regional manager beserta organ 30 pembantunya yang diisi tenaga profesional. 31 CI 34. Dalam perjanjian diatur bahwa tiap-tiap entitas mengkontribusikan 32 pasokan bahan baku dari daerahnya masing-masing untuk diolah 33 pada pabrik gula milik entitas lain di luar pengaturan. Pemasaran 34 akan menggunakan merk bersama dengan harga yang ditentukan 35 bersama-sama antara entitas A, B, C, dan D. Hasil penjualan akan 36 dibagi secara proporsional setelah dikurangi dengan biaya-biaya. 37 Analisis 38 CI 35. Perjanjian antara entitas A, B, C, dan D merupakan pengaturan yang 39 mengikat dalam bentuk kontrak yang di dalamnya memuat hak dan 40 kewajiban yang bersifat memaksa. Aktivitas yang dilakukan adalah 41 pemasaran produk unggulan daerah berupa produk gula kepada 42 pembeli ataupun offtaker . 43
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangann Nomor 111/PMK.06/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemindahtanganan Barang Milik Negara ...
Relevan terhadap
Penjualan BMN dilakukan secara lelang, kecuali dalam hal tertentu.
Hal tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
BMN yang bersifat khusus, yaitu:
tanah dan bangunan rumah negara golongan III atau bangunan rumah negara golongan III yang dijual kepada penghuninya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
kendaraan perorangan dinas yang dijual kepada pejabat negara, mantan pejabat negara, pegawai aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia, atau anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia atau perorangan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penjualan BMN berupa kendaraan perorangan dinas; atau
BMN lainnya yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dapat dilakukan Penjualan tanpa melalui lelang;
BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang diperuntukkan bagi kepentingan umum;
BMN berupa tanah yang merupakan tanah kavling yang menurut perencanaan awal pengadaannya digunakan untuk pembangunan perumahan pegawai negeri sebagaimana tercantum dalam dokumen penganggaran, antara lain Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL), Kerangka Acuan Kerja, Petunjuk Operasional Kegiatan, atau Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), yang diperuntukkan bagi pegawai negeri;
BMN berupa selain tanah dan/atau bangunan yang jika dijual secara lelang dapat merusak tata niaga berdasarkan pertimbangan dari instansi yang berwenang;
BMN berupa bangunan yang berdiri di atas tanah Pihak Lain atau Pemerintah Daerah/Desa yang dijual kepada Pihak Lain atau Pemerintah Daerah/Desa pemilik tanah tersebut; atau
BMN lainnya yang ditetapkan lebih lanjut oleh Pengelola Barang.
Ketentuan ayat (1) dan ayat (3) Pasal 15 diubah sehingga Pasal 15 berbunyi sebagai berikut:
Harmonisasi Kebijakan Fiskal Nasional
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan:
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan Urrrsan Pemerintahan di bidang keuangan negara. 3. Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah otonom provinsi atau bupati bagi Daerah kabupaten atau wali kota bagi Daerah otonom kota. 4. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah otonom. 5. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Ralryat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas- luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun L945. 6. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan ralryat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
Daerah 7. Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas- batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 8. Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu, baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. 9. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negarayang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Pendapatan Daerah adalah semua hak Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
Belanja Daerah adalah semua kewajiban Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. 14. Peraturan Daerah yang selanjutnya disebut Perda atau yang disebut dengan nama lain adalah Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/ Kota.
Peraturan Kepala Daerah yang selanjutnya disebut Perkada adalah peraturan gubernur dan peraturan bupati/wali kota.
Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban Daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang serta segala bentuk kekayaan yang dapat dijadikan milik Daerah berhubung dengan hak dan kewajiban Daerah tersebut.
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran yang selanjutnya disingkat SiLPA adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama 1 (satu) periode anggaran.
Pembiayaan Utang Daerah adalah setiap penerimaan Daerah yang harus dibayar kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
Pinjaman Daerah adalah Pembiayaan Utang Daerah yang diikat dalam suatu perjanjian pinjaman dan bukan dalam bentuk surat berharga, yang mengakibatkan Daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain, sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali.
Bagan Akun Standar yang selanjutnya disingkat BAS adalah daftar kodefikasi dan klasifikasi terkait transaksi keuangan yang disusun secara sistematis sebagai pedoman dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan pelaporan keuangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah. 21. Sistem lnformasi Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat SIKD adalah suatu sistem yang mendokumentasikan, mengadministrasikan, serta mengolah data pengelolaan Keuangan Daerah, data kinerja Daerah, dan data terkait lainnya menjadi informasi yang disajikan kepada masyarakat dan para pemangku kepentingan, serta sebagai bahan pengambilan keputusan dan kebijakan dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban Pemerintah Daerah.
Informasi Keuangan Daerah adalah segala informasi yang berkaitan dengan Keuangan Daerah yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan SIKD. 23. Transfer ke Daerah yang selanjutnya disingkat TKD adalah dana yang bersumber dari APBN dan merupakan bagian dari belanja negara yang dialokasikan dan disalurkan kepada Daerah untuk dikelola oleh Daerah dalam rangka mendanai penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. 24. Rencana Kerja Pemerintah yang selanjutnya disingkat RKP adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 1 (satu) tahun yang dimulai pada tanggal I Januari dan berakhir pada tanggal 31 Desember.
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal yang selanjutnya disingkat KEM PPKF adalah dokumen negara yang memuat gambaran dan desain arah kebijakan ekonomi makro dan fiskal sebagai bahan pembicaraan pendahuluan bersama Dewan Perwakilan Ralryat dalam rangka pen5rusunan rancangan APBN tahun anggaran berikutnya. 26. Obligasi Daerah adalah surat berharga berupa pengakuan utang yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah.
Sukuk Daerah adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah sebagai bukti atas bagian penyertaan aset Sukuk Daerah yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah.
Sinergi Pendanaan adalah sinergi sumber-sumber pendanaan dari APBD dan selain APBD dalam rangka pelaksanaan program prioritas nasional dan/atau Daerah.
Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah bagian dari TKD yang dialokasikan dengan tujuan mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan dan layanan publik antar-Daerah.
Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya disingkat DAK adalah bagian dari TKD yang dialokasikan dengan tujuan untuk mendanai program, kegiatan, danf atau kebijakan tertentu yang menjadi prioritas nasional dan membantu operasionalisasi layanan publik, yang penggunaannya telah ditentukan oleh Pemerintah. 31. Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BUMD adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Daerah. 32. Lembaga Keuangan Bank yang selanjutnya disingkat LKB adalah lembaga keuangan yang memberikan jasa keuangan dan menarik dana dari masyarakat secara langsung, termasuk LKB yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. 33. Lembaga Keuangan Bukan Bank yang selanjutnya disingkat LKBB adalah lembaga atau badan Pembiayaan yang melakukan kegiatan dalam bidang keuangan yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana dengan cara mengeluarkan surat berharga dan menyalurkan kepada masyarakat terutama untuk membiayai investasi Pemerintah/Pemerintah Daerah atau swasta, termasuk LKBB yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah.
Akad adalah perjanjian tertulis yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hak Manfaat adalah hak untuk memiliki dan mendapatkan hak penuh atas pemanfaatan suatu aset tanpa perlu dilakukan pendaftaran atas kepemilikan dan hak tersebut.
Urusan Pemerintahan adalah kekuasaan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden yang pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian negara dan penyelenggara Pemerintahan Daerah untuk melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat.
Barang Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BMD adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. 38. Infrastruktur adalah fasilitas teknis, fisik, sistem, perangkat keras, dan lunak yang diperlukan untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat dan mendukung jaringan struktur agar pertumbuhan ekonomi dan sosial masyarakat dapat berjalan dengan baik. 39. Kapasitas Fiskal Daerah adalah kemampuan keuangan masing-masing daerah yang dihitung berdasarkan formula yang ditetapkan oleh Menteri untuk berbagai kepentingan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dana Abadi Daerah yang selanjutnya disingkat DAD adalah dana yang bersumber dari APBD yang bersifat abadi dan dana hasil pengelolaannya dapat digunakan untuk Belanja Daerah dengan tidak mengurangi dana pokok.
Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD adalah pendapatan Daerah yang diperoleh dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. 42. Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat KUA adalah dokumen yang memuat kebijakan bidang pendapatan, belanja, dan Pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya untuk periode 1 (satu) tahun. 43. Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara yang selanjutnya disingkat PPAS adalah program prioritas dan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada perangkat Daerah untuk setiap program dan kegiatan sebagai acuan dalam pen5rusunan rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah.
Rencana.
Rencana Pembangunan Tahunan Daerah yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah Daerah dan yang selanjutnya disingkat RKPD adalah dokumen perencanaan Daerah untuk periode 1 (satu) tahun. 45. Belanja Wajib adalah Belanja Daerah untuk mendanai Urusan Pemerintahan Daerah yang besarannya telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 2 Harmonisasi kebijakan fiskal nasional dalam rangka penyelarasan hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi penyelenggaraan:
sinergi kebijakan fiskal nasional;
Pembiayaan Utang Daerah;
Dana Abadi Daerah; dan
Sinergi Pendanaan.
Penyelarasan kebijakan fiskal pusat dan Daerah dilakukan dalam tahap:
perencanaan dan penganggaran; dan
pelaksanaan. Paragraf 1 Perencanaan dan Penganggaran Pasal 5 (1) Menteri dan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional bersama-sama menyampaikan rancangan KEM PPKF, ketersediaan anggaran, rancangan awal RKP, dan rancangan pagu indikatif pada bulan Maret kepada Presiden melalui menteri yang mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian bidang perekonomian. (21 Rancangan awal RKP dan rancangan KEM PPKF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah disetujui oleh Presiden, disampaikan oleh menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional dan Menteri kepada kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah, dan instansi terkait lainnya dalam rangka penyelarasan kebijakan fiskal pusat dan Daerah. (3) Berdasarkan rancangan awal RKP dan rancangan KEM PPKF sebagaimana dimaksud pada ayat (2!., serta pedoman umum pen5rusunan RKPD, Pemerintah Daerah men5rusun RKPD, usulan target kinerja makro Daerah, dan target kinerja program Daerah termasuk pemenuhan target Belanja Wajib. (41 Pemerintah Daerah menyampaikan usulan target kinerja makro Daerah dan target kinerja program Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional, Menteri, dan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri. (5) Berdasarkan rancangan awal RKP, rancangan KEM PPKF, usulan target kinerja makro Daerah, dan usulan target kinerja program Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam rangka menyinergikan program pembangunan, menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional melibatkan Menteri dan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri untuk melaksanakan rapat koordinasi bersama kementerian/ lembaga, Pemerintah Daerah, dan instansi terkait lainnya. Pasal 6 (1) Menteri dan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional secara bersama-sama menyampaikan pemutakhiran KEM PPKF, ketersediaan anggaran, rancangan akhir RKP, dan rancangan pagu anggaran kementerian/lembaga pada bulan Juni kepada Presiden melalui menteri yang mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian bidang perekonomian. (21 Rancangan akhir RKP dan pemutakhiran KEM PPKF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh menteri yang menyelenggarakan Urr.rsan Pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional dan Menteri kepada kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah, dan instansi terkait lainnya. (3) Pemerintah Daerah menetapkan RKPD berpedoman pada RKP sebagaimana dimaksud pada ayat (21. (41 Rancangan akhir RKP dan pemutakhiran KEM PPKF sebagaimana dimaksud pada ayat (21 menjadi dasar dalam perumusan pedoman penyusunan APBD. (5) Pedoman pen5rusunan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri. Pasal 7 (1) Pemerintah Daerah men5rusun rancangan KUA dan rancangan PPAS berdasarkan RKPD dengan mengacu pada pedoman pen5rusunan APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5). (21 Pen5rusunan Rancangan KUA dan rancangan PPAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan minimal sesuai target kinerja makro Daerah dan target kinerja program Daerah yang telah diselaraskan dengan pemutakhiran KEM PPKF sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1).
Kepala Daerah menyampaikan rancangan KUA dan rancangan PPAS kepada DPRD paling lambat minggu kedua bulan Juli. (4) Rancangan KUA dan rancangan PPAS sebagaimana dimaksud pada ayat (3)juga disampaikan oleh:
gubernur kepada Menteri dan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri; dan
bupati/wali kota kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. (5) Rancangan KUA dan rancangan PPAS provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dilakukan penilaian kesesuaian dengan KEM PPKF oleh Menteri berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri. (6) Rancangan KUA dan rancangan PPAS kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dilakukan penilaian kesesuaian dengan KEM PPKF oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat berkoordinasi dengan Menteri dan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri. (7) Hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) disampaikan oleh:
Menteri kepada gubernur; dan
gubernur kepada bupatilwali kota, paling lambat 2 (dua) minggu setelah rancangan KUA dan rancangan PPAS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) diterima. (8) Berdasarkan hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (71 Kepala Daerah dan DPRD melakukan penyempurnaan rancangan KUA dan rancangan PPAS yang sedang dibahas bersama antara Kepala Daerah dan DPRD untuk mendapat kesepakatan bersama paling lambat minggu kedua bulan Agustus.
Dalam hal rancanga.n KUA dan rancangan PPAS telah mendapatkan kesepakatan bersama antara Kepala Daerah dan DPRD sebelum hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (71 disampaikan, hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (71 menjadi dasar penyusunan rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah. (lO)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penilaian kesesuaian rancangan KUA dan rancangan PPAS dengan KEM PPKF sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri. Pasal 8 (1) Pemerintah memastikan tersedianya anggaran atas program prioritas dan pemenuhan Belanja Wajib dalam APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) yang telah ditetapkan dalam RKPD, KUA, dan PPAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan Pasal 7 ayat (8) atau Pasal 7 ayat (91. (21 Belanja Wajib dalam APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk alokasi belanja untuk mendanai Urusan Pemerintahan Daerah tertentu yang besaran penggunaannya telah ditentukan meliputi:
belanja pendidikan paling rendah 2Oo/o (dua puluh persen) dari total Belanja Daerah yang dianggarkan dalam APBD dan/atau perubahan APBD tahun anggaran berkenaan;
belanja pegawai di luar tunjangan guru yang dialokasikan melalui TKD paling tinggi 3Oo/o (tiga puluh persen) dari total Belanja Daerah;
belanja infrastruktur pelayanan publik paling rendah 4Oo/o (empat puluh persen) dari total Belanja Daerah di luar belanja bagi hasil danlatau transfer kepada Daerah dan/atau desa; dan
Belanja Wajib yang didanai dari pendapatan pajak daerah dan retribusi daerah yang telah ditentukan penggunaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundan g-undangan. (3) Dalam rangka memastikan tersedianya anggaran atas program prioritas dan pemenuhan Belanja Wajib dalam APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah men)rusun BAS dan/atau melakukan penandaan Belanja Wajib dalam APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (21. (41 Ketentuan lebih lanjut mengenai Belanja Wajib untuk mendanai Urusan Pemerintahan Daerah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (21, penyusunan BAS dan pelaksanaan penandaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri. (5) Penyelarasan pemenuhan Belanja Wajib pegawai di luar tunjangan guru yang dialokasikan melalui TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf b dan Belanja Wajib infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf c dilaksanakan paling lambat 5 (lima) tahun sejak undang-undang mengenai hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah diundangkan. (6) Penyelarasan pemenuhan Belanja Wajib pegawai di luar tunjangan guru yang dialokasikan melalui TKD dalam masa transisi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan dengan mempertimbangkan minimal: P]TESIDEN REPUBUTK INDONESIA a. standar harga, analisis standar belanja, dan/atau standar teknis; dan/atau
kebijakan manajemen kepegawaian, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (71 Penyelarasan pemenuhan Belanja Wajib infrastruktur dalam masa transisi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan dengan mempertimbangkan minimal:
kondisi infrastruktur Daerah; dan/atau
Kapasitas Fiskal Daerah. (8) Pemastian tersedianya anggaran atas program prioritas dan pemenuhan Belanja Wajib dalam APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan bersamaan dengan evaluasi Rancangan Perda tentang APBD yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan Keuangan Daerah. Paragraf 2 Pelaksanaan Pasal 9 (1) Penyelarasan kebijakan fiskal pusat dan Daerah dalam tahap pelaksanaan dilakukan dalam hal terdapat arahan Presiden atau kesepakatan antara Pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat. l2l ^Dalam ^hal ^terdapat arahan ^Presiden ^atau ^kesepakatan antara Pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri, Menteri, dan/atau menteri/pimpinan lembaga teknis terkait melakukan koordinasi guna men5rusun kebijakan sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Berdasarkan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),, Pemerintah Daerah menindaklanjuti paling sedikit melalui:
perubahan ,A,PBD;
pergeseran anggaran; dan/atau
penyesuaian strategi implementasi. (41 Tindak lanjut kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan mengenai penilaian kesesuaian antara rancangan KUA dan rancangan PPAS dengan KEM PPKF sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dilaksanakan mulai tahun 2024. Pasal 99 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar Agar setiap pengundangan penempatannya Indonesia. orang mengetahuinya, memerintahkan Peraturan Pemerintah ini dengan dalam Lembaran Negara Republik Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Januari 2024 ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada.tan ggaL 2 Januari 2024 MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, PRATIKNO I PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2024 TENTANG HARMONISASI KEBIJAKAN FISKAL NASIONAL UMUM Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Pemerintah telah meletakkan dasar-dasar penyempurnaan dan penguatan tata kelola hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah. Hal ini merupakan upaya untuk menciptakan alokasi sumber daya nasional yang efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan bernegara. Upaya tersebut dimanifestasikan dalam berbagai redesain instrumen utama desentralisasi fiskal yang tidak hanya melalui TKD, pajak daerah, dan retribusi daerah, melainkan juga melalui sinergi kebijakan fiskal nasional, Pembiayaan Utang Daerah, DAD, dan Sinergi Pendanaan. Peraturan Pemerintah ini disusun untuk melaksanakan beberapa amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah khususnya mengenai sinergi kebijakan fiskal nasional, Pembiayaan Utang Daerah, DAD, dan Sinergi Pendanaan. Penggabungan beberapa muatan pengaturan tersebut sebagai upaya simplifikasi dan optimalisasi regulasi dalam suatu harmonisasi kebijakan fiskal nasional. Harmonisasi kebijakan fiskal nasional merupakan proses atau upaya untuk menyelaraskan, menyerasikan, dan/atau menyesuaikan kebijakan fiskal antara Pemerintah dengan Pemerintahan Daerah di dalam pengelolaan dan pengaturan pendapatan, belanja, dan pembiayaan negara dan Daerah untuk menjalankan fungsi alokasi dan distribusi dalam rangka menjaga stabilitas, pertumbuhan ekonomi, pelayanan publik, dan kesejahteraan masyarakat, serta untuk mengoptimalkan pelaksanaan Pembiayaan Utang Daerah, penyelenggaraan DAD, pelaksanaan Sinergi Pendanaan, dan penerapan sinergi kebijakan fiskal nasional dalam kerangka hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah.
Sinergi 1. Sinergi Kebijakan Fiskal Nasional Sinergi kebijakan fiskal nasional dilaksanakan melalui penyelarasan kebijakan fiskal pusat dan Daerah, penetapan batas maksimal defisit APBD dan Pembiayaan Utang Daerah, pengendalian dalam kondisi darurat, serta sinergi BAS. Sinergi kebijakan fiskal nasional tersebut juga didukung dengan penyajian dan konsolidasi Informasi Keuangan Daerah secara nasional dan pemantauan serta evaluasi pendanaan desentralisasi yang dilaksanakan dalam suatu platform digital sinergi kebijakan fiskal nasional. Pengaturan mengenai penyelarasan kebijakan fiskal pusat dan Daerah dalam Peraturan Pemerintah ini menyempurnakan harmonisasi pengaturan perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan anggaran di tingkat pusat dan Daerah. Penyelarasan fiskal tersebut dilakukan antara lain melalui penyelarasan tahap perencanaan dan penganggaran seperti penyelarasan KUA dan PPAS dengan KEM PPKF, dan penyelarasan tahap pelaksanaan APBD. Penyelarasan KUA dan PPAS dengan KEM PPKF merupakan upaya peningkatan kualitas kebijakan fiskal Daerah yang selaras dengan kebijakan fiskal nasional. KEM PPKF yang berisi skenario arah kebijakan ekonomi dan fiskal dijadikan acuan oleh Pemerintah Daerah dalam perumusan KUA dan PPAS. Upaya penyelarasan KUA dan PPAS dengan KEM PPKF tersebut diharapkan dapat meningkatkan sinergisitas kebijakan fiskal nasional yang antara lain berupa keselarasan target kinerja makro dan kinerja program, kepastian pendanaan program prioritas dan pemenuhan Belanja Wajib, serta keselarasan arah pelaksanaan anggaran. Penyelarasan fiskal nasional tersebut tentunya akan mengoptimalkan fungsi utama kebijakan fiskal yaitu alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Pelaksanaan sinergi kebijakan fiskal nasional dalam Peraturan Pemerintah ini selain ditujukan untuk meningkatkan kualitas kebijakan fiskal Daerah, juga diharapkan mampu mendorong peningkatan kualitas Belanja Daerah dalam mendukung perbaikan kualitas keluaran (outputl dan dampak (outcomel layanan publik di Daerah. Peningkatan kualitas Belanja Daerah dalam Peraturan Pemerintah ini dilakukan melalui penguatan belanja produktif di Daerah dan harmonisasi belanja pusat dan Belanja Daerah yang akan didukung melalui sinergi BAS. Dengan adanya sinergi BAS, Pemerintah Pemerintah dapat menyelaraskan program, kegiatan, dan keluaran agar kebijakan fiskal yang diambil lebih terukur dan meningkatkan keselarasan belanja pusat dan Belanja Daerah.
Pembiayaan Utang Daerah dan Sinergi Pendanaan Dalam rangka mendukung Daerah dalam pembangunan dan penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat, Daerah dapat mengakses sumber-sumber Pembiayaan Utang Daerah baik yang berskema konvensional maupun syariah, meliputi Pinjaman Daerah, Obligasi Daerah, dan Sukuk Daerah. Sebagai dasar pelaksanaan Pembiayaan Utang Daerah, Peraturan Pemerintah ini mengatur seluruh aspek mengenai Pembiayaan Utang Daerah, antara lain mulai dari prinsip umum, prosedur dan tahapan, pengelolaan, pertanggungiawaban dan pelaporan, pemantauan dan evaluasi, hingga kewajiban dan sanksi atas pelaksanaan Pembiayaan Utang Daerah. Pengaturan tersebut menjadi dasar bagi Daerah dalam mengembangkan dan memanfaatkan Pembiayaan Utang Daerah. Selain itu, dengan terbatasnya pendanaan pembangunan Infrastruktur Daerah, melalui Peraturan Pemerintah ini, Pemerintah juga mendorong Pemerintah Daerah untuk mewujudkan adanya sinergi antar-sumber pendapatan dan/atau Pembiayaan Utang Daerah, baik dari PAD, TKD, Pembiayaan Utang Daerah, kerja sama antar-Daerah, dan kerja sama antara Pemerintah Daerah dengan badan usaha, sehingga diharapkan setiap program dan kegiatan pembangunan terlaksana secara tersinergi, sehingga alokasi sumber daya dapat dimanfaatkan secara lebih efisien.
DAD Peraturan Pemerintah ini memberikan ruang bagi Daerah yang memiliki kapasitas fiskal memadai dan telah memenuhi Urusan Pemerintahan wajib yang terkait dengan pelayanan dasar publik, untuk dapat membentuk DAD. Pembentukan DAD diharapkan dapat memberikan berbagai manfaatyang bersifat lintas generasi. Selain itu, hasil pengelolaan DAD juga akan menambah penerimaan Daerah. DAD diharapkan dapat membantu Daerah mengoptimalkan kapasitas fiskal yang dimiliki, termasuk SiLPA yang tinggi, untuk mendukung pendanaan penyelenggaraan pelayanan publik dan pembangunan lintas generasi di Daerah dengan tetap menjaga kesinambungan fiskal. REPUBUK INDONESIA -4- Dalam rangka memberikan dasar pelaksanaan pembentukan dan pengelolaan DAD bagi Daerah, Peraturan Pemerintah ini mengatur pokok-pokok pengaturan pembentukan dan pengelolaan DAD, seperti mulai dari persiapan DAD hingga pemilihan instrumen investasi dan pemanfaatan hasil pengelolaan DAD. Dengan mengelola DAD, diharapkan Daerah dapat memperbaiki kualitas perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan anggaran di Daerah sehingga menghasilkan belanja yang berkualitas. IT. PASAL DEMI PASAL
Perencanaan Kas Pemerintah Pusat
Relevan terhadap
Perwakilan Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a menyusun:
Proyeksi Penerimaan terkait penerimaan perpajakan dalam negeri kecuali bea masuk, bea keluar, dan cukai; dan
Proyeksi Pengeluaran terkait restitusi pajak dan imbalan bunga pajak.
Perwakilan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b menyusun:
Proyeksi Penerimaan terkait penerimaan bea masuk, bea keluar, dan cukai; dan
Proyeksi Pengeluaran terkait pengembalian kelebihan pembayaran di bidang kepabeanan dan cukai, serta imbalan bunga.
Perwakilan Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c menyusun:
Proyeksi Penerimaan terkait penerimaan negara bukan pajak; dan
Proyeksi Pengeluaran terkait belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, belanja subsidi, belanja bantuan sosial, belanja hibah, belanja lainnya, dan pengembalian terkait dengan penerimaan negara bukan pajak.
Perwakilan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d menyusun:
Proyeksi Penerimaan terkait penerimaan pembiayaan utang dan hibah yang diregistrasi; dan
Proyeksi Pengeluaran terkait pengeluaran pembiayaan utang dan belanja bunga utang.
Perwakilan Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e menyusun:
Proyeksi Penerimaan pembiayaan saldo anggaran lebih, penerimaan badan layanan umum, penerimaan penerusan pinjaman, dan penerimaan lainnya yang terkait tugas dan fungsinya; dan
Proyeksi Pengeluaran terkait belanja badan layanan umum, penerusan pinjaman, dan transfer ke daerah.
Perwakilan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf f menyusun Proyeksi Pengeluaran transfer ke daerah.
Perwakilan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf g menyusun:
Proyeksi Penerimaan terkait penerimaan pengembalian investasi dan penerimaan pembiayaan lainnya untuk hasil penjualan aset; dan
Proyeksi Pengeluaran terkait pengeluaran pembiayaan investasi dan kewajiban penjaminan.
Bea Masuk Ditanggung Pemerintah atas Impor Barang dan Bahan Guna Pembuatan Komponen Kendaraan Bermotor untuk Tahun Anggaran 2012. ...
Relevan terhadap
bahwa dalam rangka memenuhi penyediaan barang dan/atau jasa guna kepentingan umum dan meningkatkan daya saing industri pembuatan komponen kendaraan bermotor di dalam negeri, perlu memberikan insentif fiskal berupa Bea Masuk Ditanggung Pemerintah atas impor barang dan bahan oleh industri pembuatan komponen kendaraan bermotor;
bahwa terhadap impor barang dan bahan untuk industri pembuatan komponen kendaraan bermotor telah memenuhi kriteria penilaian dan ketentuan barang dan bahan untuk dapat diberikan Bea Masuk Ditanggung Pemerintah, sesuai ketentuan Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.011/2012 tentang Bea Masuk Ditanggung Pemerintah Atas Impor Barang Dan Bahan Untuk Memproduksi Barang Dan/Atau Jasa Guna Kepentingan Umum Dan Peningkatan Daya Saing Industri Sektor Tertentu Untuk Tahun Anggaran 2012;
bahwa dalam rangka pemberian Bea Masuk Ditanggung Pemerintah atas impor barang dan bahan untuk industri pembuatan komponen kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam huruf b, telah ditetapkan pagu anggaran untuk pemberian Bea Masuk Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2012;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.011/2012 tentang Bea Masuk Ditanggung Pemerintah Atas Impor Barang Dan Bahan Untuk Memproduksi Barang Dan/Atau Jasa Guna Kepentingan Umum Dan Peningkatan Daya Saing lndustri Sektor Tertentu Untuk Tahun Anggaran 2012, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Bea Masuk Ditanggung Pemerintah Atas Impor Barang Dan Bahan Guna Pembuatan Komponen Kendaraan Bermotor Untuk Tahun Anggaran 2012;
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG BEA MASUK DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN GUNA PEMBUATAN KOMPONEN KENDARAAN BERMOTOR UNTUK TAHUN ANGGARAN 2012.
Penjualan Barang Milik Negara/Daerah Berupa Kendaraan Perorangan Dinas.
Relevan terhadap
Kendaraan Perorangan Dinas meliputi kendaraan dinas bermotor roda empat angkutan darat milik negara/daerah yang lazimnya digunakan untuk angkutan perorangan, termasuk namun tidak terbatas pada sedan, jeep, dan minibus.
Kendaraan Perorangan Dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kendaraan yang telah ditetapkan dengan keputusan pejabat yang berwenang untuk digunakan dalam rangka pelaksanaan tugas Pejabat Negara, pegawai ASN, anggota TNI, dan anggota Polri.
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Kendaraan Perorangan Dinas adalah Barang Milik Negara/Daerah berupa kendaraan bermotor yang digunakan oleh Pejabat Negara, pegawai Aparatur Sipil Negara, anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI),dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) untuk melaksanakan tugas dan fungsi pada jabatan yang diembannya.
Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan Penggunaan Barang Milik Negara/Daerah.
Pejabat Negara adalah pimpinan dan anggota lembaga tinggi negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia1945 dan Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh undang-undang.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan Barang Milik Negara.
Pegawai Aparatur Sipil Negara, yang selanjutnya disebut pegawai ASN, adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan
Relevan terhadap
Penghasilan berupa beasiswa yang dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan antara lain biaya pendidikan yang dibayarkan ke sekolah atau lembaga pendidikan atau pelatihan, biaya ujian, biaya penelitian yang berkaitan dengan bidang studi yang diambil, biaya buku, biaya transportasi, dan/atau biaya hidup yang wajar sesuai dengan daerah lokasi tempat belajar.
Cukup ^jelas.
Cukup ^jelas.
Yang dimaksud dengan "instansi yang membidanglnya" antara lain kementerian atau lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan. Contoh sarana kegiatan pendidikan danlatau penelitian dan pengembangan antara lain peralatan kelas, peralatan olahraga, komputer, kendaraan sejenis untuk antar ^jemput mahasiswa, kendaraan yang dimiliki atau dipergunakan badan atau lembaga untuk Pegawai tertentu karena ^jabatan atau pekerjaannya. Contoh prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan antara lain pembangunan dan pengadaan prasarana kegiatan pendidikan danlatau penelitian dan pengembangan termasuk, gedung, tanah, laboratorium, perpustakaan, ruang komputer, kantor, asrama mahasiswa, rumah dinas guru, dosen atau karyawan. Ayat Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3)
Dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan atas penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura danlatau kenikmatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) meliputi:
makanan . a, makanan, bahan makanan, bahan minuman, danf atau minuman bagi seluruh Pegawai;
natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu;
natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan;
natura dan/atau kenikmatan yang bersumber atau dibiayai anggaran pendapatan dan belanja negara, angga.ran pendapatan dan belanja daerah, dan/atau anggaran pendapatan dan belanja desa; atau
natura dan/atau kenikmatan dengan ^jenis dan/atau batasan tertentu.
Makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau minuman bagi seluruh Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a meliputi:
makanan dan/atau minuman yang disediakan oleh pemberi kerja di tempat kerja;
kupon makanan dan/atau minuman bagi Pegawai yang karena sifat pekerjaannya tidak dapat memanfaatkan pemberian makanan dan/atau minuman sebagaimana dimaksud dalam huruf a, meliputi Pegawai bagian pemasaran, bagian transportasi, dan dinas luar lainnya; dan/atau
bahan makanan dan/atau bahan minuman bagi seluruh Pegawai dengan batasan nilai tertentu. Pasal 26 (U Natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b meliputi sarana, prasarana, danf atau fasilitas di lokasi kerja untuk Pegawai dan keluarganya berupa:
tempat tinggal, termasuk perumahan;
pelayanan kesehatan;
pendidikan;
peribadatan;
pengangkutan; dan latau f. olahraga tidak termasuk golf, balap perahu bermotor, pacuan kuda, terbang layang, atau olahraga otomotif, sepanjang lokasi usaha pemberi kerja mendapatkan penetapan daerah tertentu dari Direktur Jenderal Pajak. (21 Sarana, prasarana, dan fasilitas di lokasi kerja untuk Pegawai dan keluarganya berupa pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi pengangkutan untuk Pegawai dan keluarga dalam melaksanakan penugasan. (3) Daerah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b meliputi daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang layak dikembangkan tetapi keadaan prasarana ekonomi pada umumnya kurang memadai dan sulit dijangkau oleh transportasi umum, baik melalui darat, laut, maupun udara, sehingga untuk mengubah potensi ekonomi yang tersedia menjadi kekuatan ekonomi yang nyata, penanam modal menanggung risiko yang cukup tinggi dan masa pengembalian yang relatif panjang, termasuk daerah perairan laut yang mempunyai kedalaman lebih dari 5O (lima puluh) meter yang dasar lautnya memiliki cadangan mineral, termasuk daerah terpencil. Pasal 2T (1) Natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf c meliputi natura dan/atau kenikmatan sehubungan dengan persyaratan mengenai keamanan, kesehatan, dan/atau keselamatan Pegawai yang diwajibkan oleh kementerian atau lembaga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. (21 Natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sehubungan dengan persyaratan mengenai keamanan, kesehatan, dan/atau keselamatan Pegawai yang diwajibkan oleh kementerian atau lembaga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
pakaian... SK No 156753 A a. pakaian seragam;
peralatan untuk keselamatan kerja;
sarana antar ^jemput Pegawai;
penginapan untuk awak kapal dan sejenisnya; dan/atau
natura dan/atau kenikmatan yang diterima dalam rangka penanganan endemi, pandemi, atau bencana nasional.
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2023 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor dan Ekspor Barang Kirima ...
Relevan terhadap
Barang Kiriman yang berdasarkan CN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18:
memiliki nilai pabean tidak melebihi FOB USD1,500.00 (seribu lima ratus United States Dollar );
merupakan Barang Kiriman jemaah haji; atau
merupakan Barang Kiriman hadiah perlombaan atau penghargaan, dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS untuk diimpor untuk dipakai setelah Penyelenggara Pos menyampaikan CN kepada Pejabat Bea dan Cukai yang menangani Barang Kiriman.
CN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 yang disampaikan kepada Pejabat Bea dan Cukai, merupakan pemberitahuan pabean impor dan diberikan tanggal pendaftaran.
Jemaah haji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan warga negara Indonesia yang telah terdaftar untuk menunaikan ibadah haji sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penyelenggaraan ibadah haji.
Barang Kiriman jemaah haji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
dikirim oleh jemaah haji yang menunaikan ibadah haji pada musim haji yang bersangkutan;
CN disampaikan paling cepat setelah tanggal keberangkatan kelompok terbang pertama dan paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal kepulangan kelompok terbang terakhir pada musim haji yang bersangkutan;
dikemas dalam kemasan berukuran:
panjang maksimal 60 (enam puluh) sentimeter;
lebar maksimal 60 (enam puluh) sentimeter; dan
tinggi maksimal 80 (delapan puluh) sentimeter; dan
tidak lebih dari 1 (satu) kemasan untuk setiap pengiriman.
Barang Kiriman hadiah perlombaan atau penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
merupakan hadiah dari perlombaan atau penghargaan internasional yang meliputi namun tidak terbatas pada bidang olahraga, ilmu pengetahuan, kesenian, kebudayaan, dan keagamaan;
Pengirim Barang dan/atau Penerima Barang adalah warga negara Indonesia yang menerima hadiah dari perlombaan atau penghargaan internasional sebagaimana dimaksud pada huruf a;
terdapat dokumen atau bukti keikutsertaan dalam perlombaan atau penghargaan internasional yang berasal dari:
kementerian, lembaga, atau institusi di Indonesia;
penyelenggara perlombaan atau penghargaan di luar negeri; dan/atau
media massa nasional atau internasional; dan
bukan merupakan:
kendaraan bermotor;
barang kena cukai; dan/atau
hadiah dari undian atau perjudian.
Penyampaian CN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
menghitung sendiri bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka impor yang terutang ( self assessment ), dalam hal Penerima Barang merupakan badan usaha; atau
memberitahukan tarif dan nilai pabean sebagai pertimbangan penetapan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang menangani Barang Kiriman dan/atau SKP, dalam hal Penerima Barang selain badan usaha.
CN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat elemen data:
nomor identitas Barang Kiriman;
nomor dan tanggal pemberitahuan pabean kedatangan sarana Pengangkut ( inward manifest );
negara asal;
berat kotor ( brutto );
biaya pengangkutan;
asuransi, jika ada;
harga barang dalam cara penyerahan ( incoterm ) Free on Board (FOB);
mata uang;
Nilai Dasar Penghitungan Bea Masuk (NDPBM);
uraian jumlah dan jenis barang;
International Mobile Equipment Identity (IMEI), apabila Barang Kiriman merupakan handphone , komputer genggam, dan/atau tablet;
pos tarif/HS code ;
nomor dan tanggal invoice , jika Barang Kiriman merupakan hasil transaksi perdagangan;
nama dan alamat pengirim/penjual;
nomor identitas pengirim/penjual, jika ada;
nama dan alamat Penerima Barang;
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Penerima Barang, jika tidak ada dapat menggunakan nomor identitas lain berupa nomor induk kependudukan untuk warga negara Indonesia, nomor paspor untuk warga negara asing, atau nomor identitas lainnya untuk selain warga negara Indonesia dan warga negara asing;
nomor telepon Penerima Barang, jika ada;
nama dan nomor identitas PPMSE, jika Barang Kiriman transaksinya melalui PPMSE; dan
kantor penyerahan Barang Kiriman, jika ada.
Penyelenggara Pos yang bertindak sebagai PPJK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (6) harus menyampaikan data CN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara lengkap dan benar.