JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Dokumen Hukum
    • Peraturan
    • Monografi
    • Artikel Hukum
    • Putusan Pengadilan
  • Informasi
    • Regulasi
      • Infografis Regulasi
      • Simplifikasi Regulasi
      • Direktori Regulasi
      • Video Sosialisasi
      • Kamus Hukum
    • Informasi Penunjang
      • Tarif Bunga
      • Kurs Menteri Keuangan
      • Berita
      • Jurnal HKN
      • Statistik
  • Perihal
    • Tentang Kami
    • Struktur Organisasi
    • Anggota JDIHN
    • Prasyarat
    • Kebijakan Privasi
    • FAQ
    • Website Lama
    • Hubungi Kami
  • Situs Lama
JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Situs Lama

Filter

Jenis Dokumen Hukum
Publikasi
Status
Tajuk Entri Utama
Nomor
Tahun
Tema
Label
Tersedia Konsolidasi
Tersedia Terjemahan

FAQ
Prasyarat
Hubungi Kami
Kemenkeu Logo

Hak Cipta Kementerian Keuangan.

  • Gedung Djuanda I Lantai G Jl. Dr. Wahidin Raya No 1 Jakarta 10710
  • Email:jdih@kemenkeu.go.id
  • Situs JDIH Build No. 12763
JDIH Kemenkeu
  • Profil
  • Struktur Organisasi
  • Berita JDIH
  • Statistik
  • Situs Lama
Tautan JDIH
  • JDIH Nasional
  • Sekretariat Negara
  • Sekretariat Kabinet
  • Kemenko Perekonomian
  • Anggota Lainnya
Temukan Kami
Ditemukan 1.217 hasil yang relevan dengan "kebijakan keuangan "
Dalam 0.012 detik
Thumbnail
EKONOMI INTERNASIONAL
Ekonomi Internasional Buku 2 : Teori dan Kebijakan Keuangan Internasional

Hamdy Hady

  • Diterbitkan: 01 Jan 2001
Thumbnail
EKONOMI INTERNASIONAL
Ekonomi Internasional Buku 2 : Teori dan Kebijakan Keuangan Internasional

Hamdy Hady

  • Diterbitkan: 01 Jan 2001
Thumbnail
Tidak Berlaku
BIDANG ANGGARAN | EVALUASI KINERJA
245/PMK.02/2016

Monitoring Kinerja dan Evaluasi Kinerja atas Penggunaan Dana Bendahara Umum Negara

  • Ditetapkan: 30 Des 2016
  • Diundangkan: 30 Des 2016

Relevan terhadap

Pasal 20Tutup
(1)

Berdasarkan hasil analisis sebagaimana dimaksucl dalam Pasal 1 9 disusun rekomendasi.

(2)

Rekomendasi sebagaimana climaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat informasi:

a.

masukan atas kebijakan perencanaan program atau kegiatan tahun anggaran berikutnya; dan / a tau b. solusi yang akan diambil pada tahun anggaran berikutnya untuk mengantisipasi atau mengatasi kendala yang mungkin timbul dalam capaian Kinerja masing-masing indikator. Paragraf 6 La po ran Pasal 2 1 (1) KPA BUN menyampaikan laporan hasil Evaluasi Kinerja atas aspek implementasi untuk setiap kegiatan kepada Pemimpin PPA BUN paling lambat pacla tanggal 1 Februari pada tahun anggaran berikutnya untuk dievaluasi lebih lanjut.

(2)

Dalam hal tanggal 1 Februari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hari libur, laporan Evaluasi Kinerja atas aspek implementasi harus diterima oleh Pemimpin PPA BUN pada hari kerja terakhir sebelum hari libur tersebut.

(3)

Pemimpin PPA BUN menyampaikan laporan hasil Evaluasi Kinerja atas aspek implementasi untuk setiap program kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran paling lambat pada tanggal 1 Maret pacla tahun anggaran berikutnya.

(4)

Dalam hal tanggal 1 Maret sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan hari libur, laporan Evaluasi Kinerja atas aspek implementasi berkenaan harus diterima oleh Menteri Keuangan pada hari kerja terakhir sebelum hari libur tersebut.

(5)

Laporan Evaluasi Kinerja atas aspek implementasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) paling sedikit memuat informasi:

a.

hasil analisis atas pengukuran indikator dalam Evaluasi Kine1ja;

b.

penjelasan atas nilai Kinerja yang diperoleh;

c.

masalah atau kendala yang timbul pada masing­ masing indikator Kinerja;

d.

faktor pendukung dalam capaian Kinerja;

e.

masalah atau kendala dalam proses Evaluasi Kinerja; dan

f.

rekomendasi.

Pasal 1Tutup

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.

Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara.

2.

Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut BA BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran kementerian negara/lembaga. 3 . Rencana Kerja dan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut RKA BUN adalah dokumen perencanaan anggaran BA BUN yang memuat nncian kebutuhan dana baik yang berbentuk anggaran belanja maupun pembiayaan dalam rangka pemenuhan kewajiban pemerintah pusat dan transfer ke daerah dan dana desa tahunan yang disusun oleh kuasa pengguna anggaran BUN.

4.

Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut RDP BUN adalah dokumen perencanaan anggaran BA BUN yang merupakan himpunan RKA BUN.

5.

Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut PPA BUN adalah unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.

6.

Pemimpin Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Pemimpin PPA BUN adalah pejabat eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang bertanggungjawab atas program BA BUN dan bertindak untuk menandatangani daftar 1sian pelaksanaan anggaran BUN.

7.

Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing PPA BUN baik di kantor pusat maupun kantor daerah atau satuan kerja di kementerian negara/lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN. 8 . Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut DIPA BUN adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh KPA BUN.

9.

Kinerja adalah prestasi kerja berupa keluaran dari suatu kegiatan atau hasil dari suatu program dengan kuantitas dan kuali tas terukur.

10.

Monitoring Kinerja atas Penggunaan Dana Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Monitoring Kinerja adalah proses pemantauan yang /Vt-i I berkesinambungan atas perkembangan capaian Kinerja penggunaan dana BUN yang telah ditetapkan dalam dokumen RKA BUN. 1 1. Evaluasi Kinerja atas Penggunaan Dana Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Evaluasi Kinerja adalah proses penilaian yang objektif dan sistematis atas Kinerja penggunaan dana BUN dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam dokumen RKA BUN.

12.

Keluaran (Output) adalah barang atau Jasa yang dihasilkan oleh suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran dan tujuan program dan kebijakan. 13 . Hasil (Outcome) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya Keluaran (Output) dari kegiatan dalam satu program.

Thumbnail
Tidak Berlaku
DANA DESA Dana Desa | DANA DESA | SISTEM AKUNTANSI
216/PMK.05/2016

Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa.

  • Ditetapkan: 30 Des 2016
  • Diundangkan: 30 Des 2016
Thumbnail
Tidak Berlaku
BMN BMN | PERTAMBANGAN BATUBARA | PEDOMAN AKUNTANSI
196/PMK.05/2014

Pedoman Akuntansi dan Pelaporan Aset Berupa Barang Milik Negara yang Berasal Dari Perjanjian Kerjasama/Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara. ...

  • Ditetapkan: 06 Okt 2014
  • Diundangkan: 07 Okt 2014

Relevan terhadap

Pasal 15Tutup
(1)

Kebijakan akuntansi penyusutan Barang Milik Negara yang berasal dari Kontraktor PKP2B diatur sebagai berikut:

a.

Penyusutan Barang Milik Negara yang masih berada dalam penguasaan Kontraktor PKP2B mengacu pada Modul Penyusutan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;

b.

Penyusutan Barang Milik Negara yang telah diserahkan kepada Pemerintah mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penyusutan Barang Milik Negara.

(2)

Penyusutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menjadi beban penyusutan pada Laporan Keuangan Kontraktor PKP2B.

Thumbnail
Tidak Berlaku
ANALIS KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH | JABATAN FUNGSIONAL
96/PMK.07/2015

Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Analis Keuangan Pusat dan Daerah.

  • Ditetapkan: 13 Mei 2015
  • Diundangkan: 13 Mei 2015
Thumbnail
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI | PUTUSAN PENGADILAN
59/PUU-XIV/2016

Pengujuan UU no. 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (Pasal 1 angka 1 dan angka 7, Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 ayat (1), Pasal 4, Pasal 5, Pasal 1 ...

    Relevan terhadap 17 lainnya

    Halaman 147Tutup

    Banyaknya Wajib Pajak yang memarkir hartanya di luar negeri tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga terjadi di banyak negara berkembang maupun negara maju. Hal tersebut terjadi karena adanya praktik negara tax haven yang memberikan fasilitas tarif pajak yang sangat rendah atau bahkan membebaskan pajak. Di samping itu, persaingan kebijakan fiskal antar negara seperti pemberian insentif pajak dan tarif pajak sering kali dimanfaatkan oleh perusahaan- perusahaan multinasional untuk melakukan tax avoidance melalui praktik transfer pricing . Oleh karenanya, dapat dipahami jika banyak negara telah menerapkan kebijakan tax amnesty dengan tujuan untuk menarik harta Wajib Pajaknya yang berada di luar negeri. Setidak-tidaknya terdapat 24 negara telah menjalankan kebijakan tax amnesty , bahkan pada saat ini secara bersamaan terdapat setidaknya 13 negara yang sedang menjalankan kebijakan serupa. Namun demikian tidak seluruh Wajib Pajak yang menempatkan hartanya di luar negeri untuk semata-mata menghindari pajak atau menyembunyikan hartanya. Secara umum terdapat beberapa alasan yang menyebabkan WNI memilih untuk menempatkan hartanya di luar negeri, antara lain karena: a. Untuk kepentingan bisnis, b. Pilihan produk investasi, c. Fasilitas perpajakan, d. Hal-hal keimigrasian, e. Resiko keuangan, dan f. Alasan lain berupa kepentingan pribadi dan rasa aman. Berdasarkan studi oleh satu konsultan internasional menjelaskan bahwa dari USD250 miliar atau sekitar Rp3.250 triliun kekayaan High Net Worth Individual Indonesia di luar negeri. Dalam penelitian tersebut tidak dirinci lebih lanjut sumber dari penghasilan tersebut. Pengampunan Pajak merupakan hak dan berlaku bagi seluruh Wajib Pajak yang masih memiliki hak dan kewajiban perpajakan yang belum sepenuhnya dipenuhi, baik Wajib Pajak orang pribadi maupun badan, Wajib Pajak dalam negeri maupun Wajib Pajak luar negeri. Dalam pelaksanaannya Pemerintah menentukan sasaran-sasaran utama kebijakan. Selaras dengan tujuan Pengampunan Pajak sebagai sarana repatriasi harta Wajib Pajak yang ada di luar negeri, maka sasaran utama kebijakan Pengampunan Pajak adalah High Net Worth Individual Indonesia di luar negeri. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id

    Halaman 284Tutup

    sanksi apa yang akan dijatuhkan pada saat adanya pelanggaran dalam melaksanakan suatu kebijakan tersebut. Tanggung jawab yang diukur berdasar pada derajat kesalahan. Pasal 22 UU Pengampunan Pajak mengatur bahwa 'Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak, tidak dapat dilaporkan, digugat, dilakukan penyelidikan, dilakukan penyidikan, atau dituntut balk secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan". Konsep ini pada dasarnya diberikan kepada pelaksana kebijakan yang diperintahkan di dalam UU sebagai pelaksana dari suatu ketentuan perundangundangan. Hal ini dapat dilihat secara dua hal. Pertama , Pasal 22 itu lama sekall tidak melakukan perlindungan menyeluruh, akan tetapi memberikan perlindungan terbatas terhadap pengambilan pelaksanaan kebijakan hukum yang kompleks tersebut sepanjang ketika diambil tidak berdasar pada itikad buruk dan secara melawan perundang-undangan. Artinya tidak ada imunitas absolut. Kedua , dapat dipahami bahwa perlindungan ini dalam kaitan dengan melaksanakan UU. Maka jika dalam kaitan melaksanakan UU, sudah selayaknya pelaksana yang bersifat hanya sebagai pengeksekusi dari kebijakan yang diperintahkan oleh negara dilindungi dari kemungkinan dipersalahkan dari kesalahan yang diperintahkan negara. Kesimpulan Pada hakikatnya, dalam hal yang telah diterangkan di atas, dapat dikatakan bahwa; Pertama , UU Pengampunan Pajak adalah bagian dari cita- cita besar negara dalam melakukan perbaikan sistem perpajakan dan menguatkan pendanaan bagi keperluan negara sebagai cita-cita yang besar untuk membuat para pembayar pajak menjadi lebih taat. Kedua , UU Pengampunan Pajak adalah merupakan bagian dari open legal policy pembentuk UU dalam hal membuat kebijakan publik yang berkaitan dengan perpajakan. Ketiga , perlindungan hukum yang diberikan terhadap pelaksana UU Pengampunan Pajak adalah hal yang bersifat tidak absolut, karena hanya dilindungi jika sudah melaksanakan dengan itikad yang baik dan benar secara peraturan perundang-undangan. Pada saat yang sama perlindungan yang 7 Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id

    Halaman 44Tutup

    terutama harus dimaknai sebagai bentuk penegakan hukum dibidang administrasi. Karena Undang-undang Pajak adalah Undnag-Undang Administratif yang bersanksi pidana. Tujuan dari penegakan hukum pajak adalah untuk mendapatkan pendapatan negara semaksimal mungkin dari sektor pajak. Sehingga hal ini menjadi berbed dari tujuan penegakan hukum utamanya dalam hukum pidana yaitu menjaga ketertiban umum dan ketentraman dalam masyarakat. Dalam konteks kebijakan tentang Tax Amnesty , maka hal ini dapat dimaklumi manakala adanya pembatasan kewenangan penuntutan oleh Jaksa penuntut umum. Filosofi dalam hukum pidana sebagai “ ultimum remedium ” sesungguhnya memberikan pesan bahwa penggunaan sarana hukum pidana selayaknya digunakan dengan hati-hati. Pasal 8 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Pajak pada dasarnya sudah memberikan jalan adanya mekanisme administratif yang dapat menyebabkan kewenangan penyidikan menjadi hapus manakala dengan itikad baik wajib pajak “dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut dengan disertai pelunasan”, yang artinya tanpa suatu kebijakan tentang Tax Amnesti, sutau penghentian proses peradilan pidana dalam bidnag perpajakan sudah merupakan mekanisme kebijakan yang dipilih dengan mengedepankan filosofi hukum pidana sebagai ultimum remedium . Akan tetapi, kebijakan ini agak menjadi suatu semangat yang “berlebihan, ketika dirumuskan dalam bentuk rumusan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 20 tersebut di atas. Harus dipahami bahwa sesungguhnya ranah penegakan hukum pidana dibidang perpajakan tidak hanya berjalan sendirian. Tindak pidana ini tidak jarang berhubungan juga dengan tindak pidana lainnya misalnya dengan pemalsuan surat atau dokumen (Pasal 263, Pasal 264 atau Pasal 266 KUHP misalnya) atau dengan tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, illegal fishing, illegal loging , tindak pidana pertambangan atau tindak pidana lainnya. Oleh karenanya pembatasan status dimana dinyatakan bahwa status dokumen yang bersumber dari Surat Pernyataan dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan atau pihak lain tidak dapat menjadi dasar dilakukannya penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana, membuat ketentuan ini berimbas pada kualitas dari dokumen yang akan menjadi alat bukti Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id

    Thumbnail
    INDUSTRI SEKTOR TERTENTU | BEA MASUK DITANGGUNG PEMERINTAH
    261/PMK.011/2010

    Bea Masuk Ditanggung Pemerintah atas Impor Barang dan Bahan untuk Memproduksi Barang dan/atau Jasa Guna Kepentingan Umum dan Peningkatan Daya Saing In ...

    • Ditetapkan: 31 Des 2010
    • Diundangkan: 31 Des 2010

    Relevan terhadap

    Pasal 7Tutup
    (1)

    Pembina Sektor Industri menyampaikan Laporan Semester Realisasi Bea Masuk Ditanggung Pemerintah yang terdiri dari laporan pelaksanaan BM DTP dan laporan pemanfaatan BM DTP kepada Menteri Keuangan c.q. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan ini yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.

    (2)

    Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan pada bulan Juni dan Desember 2011.

    (3)

    Direktur Jenderal Bea dan Cukai menyampaikan Laporan Triwulan Realisasi Bea Masuk Ditanggung Pemerintah kepada Menteri Keuangan c.q. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Peraturan Menteri Keuangan ini yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.

    (4)

    Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan pada bulan Maret, Juni, September, dan Desember 2011.

    Pasal 3Tutup
    (1)

    Permohonan untuk mendapatkan BM DTP diajukan oleh Pembina Sektor Industri kepada Menteri Keuangan dilampiri dengan:

    a.

    analisis dan alasan perlunya Industri Sektor Tertentu diberikan BM DTP dengan memperhatikan kriteria penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3);

    b.

    daftar Barang dan Bahan dengan uraian spesifikasi teknis, sesuai ketentuan Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5); dan

    c.

    usulan pagu anggaran BM DTP untuk Tahun Anggaran 2011.

    (2)

    Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan melakukan pengkajian sebagai bahan rekomendasi kepada Menteri Keuangan.

    (3)

    Dalam rangka pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan meminta masukan dari kementerian/lembaga, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Direktorat Jenderal Anggaran, dan/atau Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

    (4)

    Dalam hal permohonan dan jumlah pagu anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan mengenai BM DTP atas impor Barang dan Bahan untuk Industri Sektor Tertentu.

    Pasal 1Tutup

    Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:

    1.

    Bea Masuk Ditanggung Pemerintah yang selanjutnya disebut BM DTP adalah bea masuk terutang yang dibayar oleh pemerintah dengan pagu anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2011 beserta perubahannya.

    2.

    Industri Sektor Tertentu adalah industri yang layak untuk diberikan BM DTP sesuai dengan kebijakan pengembangan industri nasional.

    3.

    Pembina Sektor Industri adalah menteri/kepala lembaga yang membina industri sektor tertentu.

    4.

    Barang dan Bahan adalah barang jadi, barang setengah jadi dan/atau bahan baku termasuk suku cadang dan komponen, yang diolah, dirakit, atau dipasang untuk menghasilkan barang dan/atau jasa.

    5.

    Kuasa Pengguna Anggaran Belanja Subsidi Bea Masuk Ditanggung Pemerintah yang selanjutnya disebut KPA BM DTP adalah pejabat pada kementerian negara/lembaga yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk melakukan pegelolaan anggaran belanja subsidi bea masuk ditanggung pemerintah.

    6.

    Kuasa Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Kuasa BUN adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan/Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.

    Thumbnail
    PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM | HIBAH LUAR NEGERI
    63/PMK.011/2012

    Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Proyek Pemerintah pada Tahun 2010 dalam Rangka Rehabilitasi dan Rekonstru ...

    • Ditetapkan: 30 Apr 2012
    • Diundangkan: 30 Apr 2012
    Thumbnail
    HUKUM KEUANGAN NEGARA | TAHUN ANGGARAN 2011
    123/PMK.02/2010

    Standar Biaya Khusus Tahun Anggaran 2011.

    • Ditetapkan: 23 Jun 2010
    • Diundangkan: 23 Jun 2010
    • 1
    • ...
    • 91
    • 92
    • 93
    • ...
    • 122