bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf j Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang untuk melakukan pinjaman luar negeri;
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 5 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah, salah satu jenis pinjaman luar negeri adalah pinjaman luar negeri tunai;
bahwa untuk pemenuhan pembiayaan melalui utang dan pengelolaan portofolio utang, dapat dilakukan pengadaan pinjaman luar negeri tunai;
bahwa mengingat belum terdapat pengaturan mengenai tata cara pengadaan pinjaman luar negeri tunai, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang menetapkan peraturan mengenai tata cara pengadaan pinjaman luar negeri tunai;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri Tunai;
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5202);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI TUNAI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pinjaman Tunai adalah pinjaman luar negeri dalam bentuk devisa dan/atau rupiah yang digunakan untuk pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan pengelolaan portofolio utang.
Pinjaman Program adalah pinjaman yang diterima dalam bentuk tunai dan penarikannya mensyaratkan dipenuhinya kondisi tertentu yang disepakati kedua belah pihak yaitu Pemerintah dan pemberi pinjaman, seperti matriks kebijakan, dilaksanakannya kegiatan tertentu, atau untuk mengganti kembali pendanaan kegiatan tertentu yang telah dilaksanakan.
Pinjaman Siaga adalah fasilitas pinjaman yang dipersiapkan untuk siap ditarik pada saat diperlukan oleh Pemerintah berdasarkan kesepakatan Pemerintah dan pemberi pinjaman.
Pinjaman Tunai Komersial adalah Pinjaman Tunai yang bersumber dari Kreditor Swasta Asing dengan persyaratan yang berlaku di pasar keuangan internasional.
Kreditor Multilateral adalah lembaga keuangan internasional yang beranggotakan beberapa negara, yang memberikan pinjaman kepada Pemerintah.
Kreditor Bilateral adalah pemerintah negara asing atau lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah negara asing atau lembaga yang bertindak untuk pemerintah negara asing yang memberikan pinjaman kepada Pemerintah.
Kreditor Swasta Asing yang selanjutnya disingkat KSA adalah lembaga keuangan asing, lembaga keuangan nasional, dan lembaga non-keuangan asing yang berdomisili dan melakukan kegiatan usaha di luar wilayah Negara Republik Indonesia yang memberikan pinjaman kepada Pemerintah berdasarkan perjanjian pinjaman tanpa jaminan dari lembaga penjamin kredit ekspor.
Menteri Keuangan yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal adalah pimpinan unit eselon satu di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi urusan pengelolaan pembiayaan dan risiko.
Strategi Pengelolaan Utang Negara adalah strategi pengelolaan utang jangka menengah 3 (tiga) sampai dengan 5 (lima) tahun yang ditetapkan oleh Menteri.
Strategi Pembiayaan Tahunan adalah strategi pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui utang yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Menteri ini mencakup pengadaan Pinjaman Tunai dalam bentuk:
Pinjaman Program;
Pinjaman Siaga; dan
Pinjaman Tunai Komersial.
Pasal 3
Pengadaan Pinjaman Tunai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 bertujuan untuk:
memenuhi pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;dan b. mengelola portofolio utang.
Pasal 4
Pengadaan Pinjaman Tunai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan dengan mengacu pada:
Strategi Pengelolaan Utang Negara; atau
Strategi Pembiayaan Tahunan.
BAB III
SUMBER PINJAMAN TUNAI
Pasal 5
Pinjaman Tunai bersumber dari:
Kreditor Multilateral;
Kreditor Bilateral; dan/atau
KSA.
BAB IV
PENGADAAN PINJAMAN PROGRAM
Pasal 6
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko c.q. Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan melakukan kajian atas potensi Pinjaman Program yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan dengan mempertimbangkan Strategi Pengelolaan Utang Negara.
Pelaksanaan kajian __ atas potensi Pinjaman Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas:
Pinjaman Program yang sudah berjalan; dan
Pinjaman Program baru, sesuai dengan rencana program pemberian pinjaman oleh calon pemberi pinjaman.
Hasil kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam Strategi Pembiayaan Tahunan.
Pasal 7
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko c.q. Direktorat Pinjaman dan Hibah dapat melakukan penjajakan dengan calon pemberi Pinjaman Program untuk mendukung kajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
Pasal 8
Pinjaman Program terdiri atas:
Pinjaman Program dengan basis kegiatan secara tidak langsung; dan
Pinjaman Program dengan basis kebijakan.
Dalam rangka pengadaan Pinjaman Program dengan basis kegiatan secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (a), Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko c.q. Direktorat Pinjaman dan Hibah melakukan:
koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait untuk mengidentifikasi kegiatan yang akan menjadi basis Pinjaman Program; dan/atau
penyusunan konsep persyaratan penarikan Pinjaman Program dengan basis kegiatan secara tidak langsung bersama dengan calon penanggung jawab kegiatan, kementerian/lembaga terkait, dan calon pemberi pinjaman.
Dalam rangka pengadaan Pinjaman Program dengan basis kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko c.q. Direktorat Pinjaman dan Hibah melakukan:
koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait untuk mengidentifikasi kegiatan yang akan menjadi basis Pinjaman Program; dan/atau
penyusunan konsep matriks kebijakan yang menjadi syarat penarikan Pinjaman Program bersama-sama dengan kementerian koordinator yang membidangi urusan terkait dengan substansi pinjaman, kementerian/lembaga terkait, dan calon pemberi pinjaman potensial.
Pasal 9
Pengadaan Pinjaman Program dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
pengajuan usulan Pinjaman Program kepada calon pemberi Pinjaman Program;
perundingan dengan calon pemberi Pinjaman Program; dan c. penandatanganan naskah perjanjian Pinjaman Program.
Pasal 10
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko c.q. Direktorat Pinjaman dan Hibah mengajukan usulan pembiayaan Pinjaman Program kepada calon pemberi pinjaman dengan mengacu pada Strategi Pembiayaan Tahunan dan proses persiapan pengadaan Pinjaman Program.
Pengajuan usulan pembiayaan Pinjaman Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah memperoleh persetujuan Menteri.
Pasal 11
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko c.q. Direktorat Pinjaman dan Hibah melakukan perundingan dengan calon pemberi Pinjaman Program dalam hal usulan pembiayaan Pinjaman Program telah disetujui oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) dan seluruh persyaratan untuk melakukan perundingan Pinjaman Program telah dipenuhi.
Proses perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan mengenai tata cara perundingan perjanjian pinjaman luar negeri.
Pasal 12
Direktur Jenderal menandatangani naskah perjanjian Pinjaman Program setelah perundingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 selesai dilaksanakan.
BAB V
PENGADAAN PINJAMAN SIAGA __
Pasal 13
Direktur Jenderal dapat mengadakan Pinjaman Siaga yang digunakan untuk mengantisipasi terjadinya kekurangan dan/atau sebagai tambahan pembiayaan pada saat keadaan darurat.
Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan keadaan darurat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pengadaan Pinjaman Siaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Menteri.
Pasal 14
Pengadaan Pinjaman Siaga dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
Direktur Jenderal mengajukan usulan Pinjaman Siaga kepada calon pemberi pinjaman.
Dalam hal pengajuan usulan Pinjaman Siaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibutuhkan persyaratan tertentu, Direktur Jenderal dapat melakukan koordinasi dengan pihak terkait untuk memenuhi persyaratan dimaksud.
Dalam hal seluruh persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dipenuhi, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko c.q. Direktorat Pinjaman dan Hibah dapat menindaklanjuti usulan pengadaan Pinjaman Siaga dengan proses perundingan dengan calon pemberi pinjaman.
Proses perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan mengenai tata cara perundingan perjanjian pinjaman luar negeri.
Direktur Jenderal menandatangani naskah perjanjian Pinjaman Siaga setelah perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) selesai dilaksanakan.
BAB VI
PENGADAAN PINJAMAN TUNAI KOMERSIAL
Pasal 15
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko c.q. Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan melakukan kajian untuk pengajuan Pinjaman Tunai Komersial yang memuat:
kebutuhan Pinjaman Tunai Komersial beserta biaya dan risiko; dan
metode perhitungan benchmark .
Hasil kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Strategi Pembiayaan Tahunan.
Pasal 16
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko c.q. Direktorat Pinjaman dan Hibah melaksanakan pengadaan Pinjaman Tunai Komersial dengan mengacu pada Strategi Pembiayaan Tahunan.
Pasal 17
Pengadaan Pinjaman Tunai Komersial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut:
seleksi calon KSA untuk pengadaan Pinjaman Tunai Komersial;
perundingan dengan calon KSA terpilih hasil seleksi; dan
penandatanganan perjanjian Pinjaman Tunai Komersial.
Pasal 18
Seleksi calon KSA dilaksanakan oleh panitia seleksi calon KSA.
Panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
Panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari unsur pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
memiliki integritas, disiplin, dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas;
memahami pekerjaan yang akan dilaksanakan;
memahami isi dokumen persyaratan seleksi;
tidak memiliki konflik kepentingan; dan
menandatangani pakta integritas yang memuat pernyataan yang diperlukan dalam proses seleksi dan tidak melakukan korupsi, kolusi, dan nepotism
Panitia seleksi calon KSA berjumlah gasal dan beranggotakan paling sedikit 3 (tiga) orang.
Pasal 19
Ketentuan mengenai tata cara seleksi calon KSA untuk pengadaan Pinjaman Tunai Komersial diatur lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal.
Peraturan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit: a tahapan seleksi yang akan dilakukan; dan b mekanisme seleksi untuk bentuk penawaran yang akan dilakukan.
Pasal 20
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko c.q. Direktorat Pinjaman dan Hibah menindaklanjuti hasil seleksi calon KSA dengan melakukan perundingan dengan KSA terpilih.
Proses perundingan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan mengenai tata cara perundingan pinjaman luar negeri.
Pasal 21
Direktur Jenderal menandatangani naskah perjanjian Pinjaman Tunai Komersial setelah perundingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 telah selesai dilaksanakan.
Pasal 22
Segala biaya yang timbul untuk seleksi calon KSA untuk pengadaan Pinjaman Tunai Komersial dibebankan pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 23
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 November 2017 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 23 November 2017 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd WIDODO EKATJAHJANA