bahwa untuk mewujudkan aparat pemerintah yang bersih, berwibawa, dan bertanggung jawab, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.01/2007 tentang Pedoman Peningkatan Disiplin Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Departemen Keuangan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 161/PMK.01/2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.01/2007 tentang Pedoman Peningkatan Disiplin Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Departemen Keuangan, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.01/2007 tentang Majelis Kode Etik di Lingkungan Departemen Keuangan;
bahwa sehubungan dengan adanya perubahan teknologi, nilai etika, budaya, dan perilaku yang terjadi di masyarakat, maka untuk mencegah pelanggaran disiplin pegawai Kementerian Keuangan, serta menjaga martabat dan kehormatan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Keuangan sesuai nilai-nilai Kementerian Keuangan dan ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, perlu menyusun kembali ketentuan mengenai Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kementerian Keuangan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kementerian Keuangan;
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
Undang-Undang Nomor 11 Nomor 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494);
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4450);
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135);
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6037);
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 33);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/PMK.01/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1926) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 212/PMK.01/2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/PMK.01/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1981);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG KODE ETIK DAN KODE PERILAKU PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pegawai Negeri Sipil di Kementerian Keuangan, yang selanjutnya disebut Pegawai adalah Calon Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Keuangan, termasuk Pegawai Negeri Sipil dari kementerian/lembaga/instansi lain yang mendapat penugasan di lingkungan Kementerian Keuangan.
Kode Etik dan Kode Perilaku adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan Pegawai dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi serta pergaulan hidup sehari-hari yang bertujuan untuk menjaga martabat dan kehormatan Pegawai, bangsa, dan negara.
Majelis/Komisi Kehormatan Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai, yang selanjutnya disebut Majelis adalah tim yang bersifat tidak tetap (ad hoc) yang dibentuk di lingkungan Kementerian Keuangan dan bertugas melakukan penegakan atas pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku yang dilakukan oleh Pegawai berdasarkan asas kejujuran dan keadilan.
Pelanggaran adalah segala bentuk ucapan, tulisan, gambar dan/atau perbuatan Pegawai yang bertentangan dengan Kode Etik dan Kode Perilaku.
Pejabat yang Berwenang adalah Menteri Keuangan, pejabat yang berwenang membentuk Majelis dan menjatuhkan sanksi, atau pejabat lain yang ditunjuk.
Terlapor adalah Pegawai yang diduga melakukan Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku.
Pelapor adalah pihak yang memberitahukan kepada pejabat yang berwenang terkait adanya Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku yang sedang dan/atau telah terjadi.
Pengaduan adalah pemberitahuan yang disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan untuk dilakukan pemeriksaan terhadap Pegawai yang diduga telah melakukan Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku.
Temuan adalah sekumpulan data dan/atau informasi terkait dugaan Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai yang diperoleh dari hasil pengawasan/monitoring yang dilakukan oleh atasan langsung, unit kepatuhan internal, dan/atau Inspektorat Jenderal.
Alasan yang Sah adalah alasan yang dapat dipertanggungjawabkan yang disampaikan oleh Pegawai secara tertulis dan dituangkan dalam surat permohonan/pemberitahuan serta disetujui oleh atasan langsung.
BAB II
LANDASAN PERILAKU PEGAWAI
Pasal 2
Dalam berperilaku sehari-hari, setiap Pegawai harus berlandaskan pada:
nilai-nilai; dan
Kode Etik dan Kode Perilaku.
Pasal 3
Nilai-nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a meliputi:
nilai dasar Aparatur Sipil Negara; dan
Nilai-Nilai Kementerian Keuangan.
Pasal 4
Nilai dasar Aparatur Sipil Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a meliputi:
memegang teguh ideologi Pancasila;
setia dan mempertahankan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta pemerintahan yang sah;
mengabdi kepada negara dan rakyat Indonesia;
menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak;
membuat keputusan berdasarkan prinsip keahlian;
menciptakan lingkungan kerja yang nondiskriminatif;
memelihara dan menjunjung tinggi standar etika yang luhur;
mempertanggungjawabkan tindakan dan kinerjanya kepada publik;
memiliki kemampuan dalam melaksanakan kebijakan dan program pemerintah;
memberikan layanan kepada publik secara jujur, tanggap, cepat, tepat, akurat, berdaya guna, berhasil guna, dan santun;
mengutamakan kepemimpinan berkualitas tinggi;
menghargai komunikasi, konsultasi, dan kerja sama;
mengutamakan pencapaian hasil dan mendorong kinerja Pegawai;
mendorong kesetaraan dalam pekerjaan; dan
meningkatkan efektivitas sistem pemerintahan yang demokratis sebagai perangkat sistem karier.
Pasal 5
Nilai-Nilai Kementerian Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b meliputi:
Integritas, yang berarti seluruh Pegawai harus berpikir, berkata, berperilaku, dan bertindak dengan baik dan benar serta selalu memegang teguh Kode Etik dan prinsip-prinsip moral;
Profesionalisme, yang berarti seluruh Pegawai harus bekerja dengan tuntas dan akurat berdasarkan kompetensi terbaik dan penuh tanggung jawab serta komitmen yang tinggi;
Sinergi, yang berarti seluruh Pegawai harus berkomitmen untuk membangun dan memastikan hubungan kerjasama internal yang produktif serta kemitraan yang harmonis dengan para pemangku kepentingan, untuk menghasilkan karya yang bermanfaat dan berkualitas;
Pelayanan, yang berarti seluruh Pegawai harus memberikan pelayanan untuk memenuhi kepuasan para pemangku kepentingan dan dilaksanakan dengan sepenuh hati, transparan, cepat, akurat, dan aman; dan
Kesempurnaan, yang berarti seluruh Pegawai harus senantiasa melakukan upaya perbaikan di segala bidang untuk menjadi dan memberikan yang terbaik.
BAB III
KODE ETIK DAN KODE PERILAKU
Pasal 6
Kode Etik dan Kode Perilaku dibangun berdasarkan pada Nilai-Nilai Kementerian Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, yang terdiri atas:
Kode Etik dan Kode Perilaku Nilai Integritas;
Kode Etik dan Kode Perilaku Nilai Profesionalisme;
Kode Etik dan Kode Perilaku Nilai Sinergi;
Kode Etik dan Kode Perilaku Nilai Pelayanan; dan
Kode Etik dan Kode Perilaku Nilai Kesempurnaan.
Pasal 7
Kode Etik dan Kode Perilaku Nilai Integritas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, seperti:
menjaga citra, harkat, dan martabat Kementerian Keuangan di berbagai forum, baik formal maupun informal di dalam maupun di luar negeri;
menjunjung tinggi norma yang berlaku dalam masyarakat serta Kode Etik dan Kode Perilaku profesi;
memegang teguh sumpah jabatan Pegawai Negeri Sipil;
menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok, maupun golongan;
bersikap netral dalam Pemilihan Calon Presiden dan Wakil Presiden, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, serta Anggota Legislatif Pusat dan Daerah;
menggunakan media sosial dengan bijak;
berbicara dan bertindak secara jujur dan pantas sesuai dengan fakta dan kebenaran sesuai ketentuan yang berlaku;
menjadi teladan serta menegakkan Kode Etik dan Kode Perilaku;
mengajukan permohonan izin setiap akan melakukan perjalanan ke luar negeri untuk kepentingan pribadi;
tidak menemui pihak yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, kecuali karena penugasan;
tidak bertindak sewenang-wenang, melakukan perundungan ( bullying ) dan/atau pelecehan terhadap Pegawai atau pihak lain baik di dalam maupun di luar lingkungan kerja;
tidak melakukan perbuatan yang melanggar norma kesopanan dan norma kesusilaan yang dapat menurunkan citra Pegawai dan/atau organisasi;
tidak memasuki tempat yang dipandang tidak pantas secara etika dan moral yang berlaku di masyarakat, seperti tempat prostitusi dan perjudian, kecuali karena penugasan;
tidak menunjukkan gaya hidup hedonisme sebagai bentuk empati kepada masyarakat terutama kepada sesama Pegawai;
tidak dengan sengaja bersikap, berucap, dan berperilaku yang tidak sesuai dengan identitas seksual dan gender yang bersangkutan; dan
tidak dengan sengaja mengarah pada tindakan melanggar kesusilaan dengan lawan jenis atau sesama jenis kelamin.
Pasal 8
Kode Etik dan Kode Perilaku Nilai Profesionalisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b, seperti:
mengutamakan kepentingan bangsa dan organisasi di atas kepentingan pribadi;
bekerja sesuai standar operasional prosedur dan kewenangan jabatan;
menyelesaikan tugas atau pekerjaan secara bertanggung jawab hingga tuntas;
menyusun rencana atau sasaran kinerja yang hendak dicapai;
mengoptimalkan kompetensi yang dimiliki untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan;
menjaga informasi dan data Kementerian Keuangan yang bersifat rahasia;
disiplin dalam pemanfaatan waktu kerja;
berani mengakui kesalahan dan bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya;
bersikap dan bertutur kata secara sopan;
mengindahkan etika berkomunikasi dalam bercakap- cakap, bertelepon, menerima tamu, dan surat-menyurat termasuk surat elektronik ( e-mail ) serta media komunikasi lainnya;
menjaga kebersihan, keamanan, kenyamanan ruang kerja, termasuk tidak merokok di luar area merokok yang telah disediakan;
berpenampilan, berpakaian, dan memakai sepatu kerja sesuai dengan ketentuan dan standar etika yang berlaku;
tidak menyalahgunakan tanda pengenal ( name tag ) Pegawai saat jam kerja atau keperluan dinas;
tidak merespon kritik dan saran dengan negatif secara berlebihan;
tidak memakai tindik ( piercing ), kecuali penggunaan di daun telinga khusus untuk Pegawai perempuan atau karena alasan keagamaan; dan
tidak bertato di bagian tubuh yang terbuka.
Pasal 9
Kode Etik dan Kode Perilaku Nilai Sinergi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, seperti:
mengakui persamaan derajat, hak, dan kewajiban setiap manusia serta mengembangkan sikap tenggang rasa antarsesama manusia;
menghormati dan menghargai perbedaan latar belakang, ras, warna kulit, agama, asal-usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur atau kondisi kecacatan;
tidak memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa;
bersikap kooperatif dengan unit kerja lain yang terkait dalam pelaksanaan tugas;
menghargai masukan, pendapat, dan gagasan orang lain;
menjaga komitmen terhadap keputusan bersama dan implementasinya;
bersedia untuk berbagi solusi, informasi dan/atau data sesuai kewenangan untuk menyelesaikan masalah yang terkait dengan pekerjaan;
memberikan kesempatan untuk menunaikan ibadah ketika rapat kerja atau tugas kedinasan sedang berlangsung;
melaksanakan kegiatan terkait tugas atau jabatannya dengan izin atau sepengetahuan atasan; dan
tidak menyebarkan informasi yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya, menimbulkan rasa kebencian dan/atau permusuhan.
Pasal 10
Kode Etik dan Kode Perilaku Nilai Pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d, seperti:
menunjukkan kepedulian, ramah, dan santun dalam memberikan pelayanan;
berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam melaksanakan tugas;
berupaya memberikan layanan yang tepat waktu, cepat, dan transparan;
memberikan pelayanan sesuai kompetensi dan dalam hal terdapat permasalahan, bekerja sama dengan pihak- pihak terkait dalam penyelesaian permasalahan;
menerima pihak lain yang tidak terkait dengan pekerjaan di luar jam kerja atau pada jam kerja dengan seizin atasan dan/atau sepanjang tidak mengganggu pekerjaan atau layanan; dan
tidak membeda-bedakan dan bersikap adil dalam memberikan pelayanan.
Pasal 11
Kode Etik dan Kode Perilaku Nilai Kesempurnaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, seperti:
terbuka terhadap usulan perbaikan;
terbuka terhadap informasi atau pengetahuan baru;
senantiasa berupaya untuk memberikan kinerja dan/atau layanan yang terbaik;
berupaya menjaga dan melakukan implementasi atas keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
tidak menghalangi kreativitas/gagasan/pendapat yang bernilai tambah bagi kemajuan organisasi; dan
tidak menghalangi upaya inovasi yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
BAB IV
PENCEGAHAN
Pasal 12
Untuk mencegah terjadinya Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku, seluruh pimpinan unit Eselon I harus:
memberdayakan Unit Kepatuhan Internal;
berkoordinasi dengan Inspektorat Jenderal dalam melaksanakan pengawasan internal;
membangun koordinasi dengan penyelenggara pendidikan dan pelatihan serta pembina kepegawaian pusat atau unit di lingkungan Kementerian Keuangan dalam mengupayakan pemahaman Kode Etik dan Kode Perilaku bagi Pegawai; dan
menginternalisasi Nilai-Nilai Kementerian Keuangan dan ketentuan yang berhubungan dengan penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku kepada Pegawai di lingkungan kerjanya.
Sebagai bagian dari pencegahan terjadinya Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atasan langsung agar mengupayakan pemahaman dan penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku dengan melakukan tindakan, seperti memberikan keteladanan, melakukan pengawasan, dan pembinaan terhadap bawahannya.
BAB V
PENEGAKAN
Bagian Kesatu
Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku
Pasal 13
Dugaan terjadinya Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku diperoleh dari Pengaduan dan/atau Temuan.
Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:
Pengaduan yang berasal dari Pegawai; dan/atau
Pengaduan yang berasal dari masyarakat.
Temuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:
Temuan atasan Terlapor;
Temuan Unit Kepatuhan Internal; dan/atau
Temuan Inspektorat Jenderal.
Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara tertulis melalui:
Dokumen atau surat;
Melalui sistem aplikasi pengaduan; dan/atau
Melalui media elektronik.
Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling sedikit memuat:
Waktu dan tempat kejadian;
Bukti dan/atau saksi; dan
Identitas Pelapor dan Terlapor.
Bagian Kedua
Penegakan oleh Atasan Langsung
Pasal 14
Setiap atasan langsung Terlapor yang mengetahui adanya dugaan terjadinya Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku harus melakukan penelitian atas Temuan dan/atau Pengaduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan menjaga kerahasiaan identitas Pelapor.
Dalam melakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atasan langsung Pegawai harus melakukan langkah sebagai berikut:
melakukan penelitian terhadap dugaan Pelanggaran yang disampaikan Pelapor secara mandiri dan dapat didampingi oleh Unit Kepatuhan Internal, dalam hal diperlukan;
meminta keterangan dan tanggapan, termasuk pembelaan diri dari Terlapor disertai dengan bukti atas dugaan Pelanggaran; dan
apabila berdasarkan hasil penelitian atasan langsung Terlapor diketahui adanya dugaan terjadinya Pelanggaran atas ketentuan mengenai disiplin Pegawai Negeri Sipil, atasan langsung memproses pemeriksaan pelanggaran disiplin sesuai ketentuan mengenai Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Dalam hal penelitian atas dugaan Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku tidak didukung dengan bukti yang memadai, atasan langsung Pegawai harus menghentikan penelitian.
Dalam hal penelitian atas dugaan Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku didukung dengan bukti yang memadai, atasan langsung Pegawai harus meneruskan secara hierarki kepada Pejabat yang Berwenang membentuk Majelis apabila dugaan Pelanggaran:
mengandung unsur kesengajaan/berencana dan tanpa paksaan;
mengandung unsur pengulangan, kecuali untuk dugaan Pelanggaran yang mengandung unsur Suku, Agama, Ras dan Antargolongan, tindakan asusila; dan c. berdampak terhadap kinerja, citra, dan/atau merugikan:
Kementerian Keuangan;
pemerintah; dan/atau
negara.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh atasan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) disusun dalam Laporan Hasil Penelitian yang memuat paling sedikit:
identitas Pelapor;
kronologis kejadian;
analisis; dan
simpulan dan rekomendasi, sesuai contoh format yang tercantum dalam Lampiran Huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Dalam hal dugaan pelanggaran tidak mengandung unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, huruf b, dan huruf c, atasan langsung dapat tidak meneruskan secara hierarki kepada Pejabat yang Berwenang membentuk Majelis dan harus melakukan langkah sebagai berikut:
melakukan penegakan terhadap Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku apabila terbukti terjadi Pelanggaran, melalui dialog penguatan Kode Etik dan Kode Perilaku secara mandiri paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak terbuktinya dugaan Pelanggaran atau sesuai ketentuan yang berlaku yang didokumentasikan dalam Berita Acara Dialog Penguatan Kode Etik dan Kode Perilaku secara manual atau elektronik dengan format yang tercantum dalam Lampiran Huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; atau
menerbitkan dan menetapkan surat pernyataan tidak bersalah bagi terlapor, dalam hal dugaan Pelanggaran tidak terbukti sesuai format yang tercantum dalam Lampiran Huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Laporan Hasil Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) menjadi dasar bagi atasan langsung dalam tindak lanjut Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku.
Bagian Ketiga
Pembentukan Majelis
Pasal 15
Menteri Keuangan menetapkan pembentukan Majelis di tingkat Kementerian Keuangan untuk memeriksa para:
Pejabat Pimpinan Tinggi Madya;
Pejabat Fungsional Ahli Utama; dan
pejabat lain yang berkedudukan setara dengan pejabat sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b di lingkungan Kementerian Keuangan.
Pembentukan Majelis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan untuk dan atas nama Menteri Keuangan dengan ketentuan sebagai berikut:
Penetapan Majelis untuk memeriksa para Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Pejabat Fungsional Ahli Madya pejabat lain yang berkedudukan setara, dilakukan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya untuk dan atas nama Menteri Keuangan;
Penetapan Majelis untuk memeriksa para Pejabat Administrator, Pejabat Pengawas, Pejabat Fungsional Ahli Muda, Pejabat Fungsional Keterampilan Penyelia, dan pejabat lain yang berkedudukan setara, dilakukan Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama untuk dan atas nama Menteri Keuangan; dan
Penetapan Majelis untuk memeriksa para Pejabat Pelaksana, Pejabat Fungsional Ahli Pertama, Pejabat Fungsional Keterampilan Mahir, Pejabat Fungsional Keterampilan Terampil, Pejabat Fungsional Keterampilan Pemula, dan pejabat lain yang berkedudukan setara, dilakukan oleh Pejabat Administrator untuk dan atas nama Menteri Keuangan.
Pembentukan Majelis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan melalui surat perintah dengan format yang tercantum dalam Lampiran Huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 16
Keanggotaan Majelis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, terdiri atas:
1 (satu) orang ketua merangkap anggota;
1 (satu) orang sekretaris merangkap anggota; dan
paling kurang 3 (tiga) orang anggota.
Dalam hal anggota Majelis lebih dari 5 (lima) orang, maka jumlahnya harus ganjil.
Jabatan anggota Majelis tidak boleh lebih rendah dari jabatan Terlapor.
Paling kurang salah satu anggota Majelis berasal dari unsur Unit Kepatuhan Internal.
Bagian Keempat
Mekanisme Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku oleh Majelis
Pasal 17
Majelis melakukan pemanggilan pertama secara tertulis kepada Terlapor paling singkat 7 (tujuh) hari kerja sebelum tanggal pemeriksaan oleh Majelis.
Dalam hal Terlapor tidak memenuhi panggilan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pemanggilan kedua dengan jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak Terlapor seharusnya hadir pada panggilan pertama.
Dalam hal Terlapor tidak bersedia memenuhi panggilan kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tanpa Alasan yang Sah, Majelis merekomendasikan sanksi moral berdasarkan alat bukti dan keterangan yang ada tanpa dilakukan pemeriksaan.
Dalam hal Terlapor memenuhi panggilan, Majelis melakukan pemeriksaan terhadap Terlapor.
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dalam sidang tertutup yang dihadiri oleh seluruh anggota Majelis.
Keputusan Majelis diambil secara musyawarah mufakat.
Dalam hal musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak tercapai, keputusan diambil dengan suara terbanyak.
Dalam hal suara terbanyak sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak tercapai, Ketua Majelis harus mengambil keputusan.
Majelis mengambil keputusan setelah memeriksa dan memberi kesempatan kepada Terlapor untuk membela diri.
Keputusan Majelis dituangkan dalam Laporan Hasil Sidang Majelis yang tercantum dalam Lampiran Huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 18
Keputusan Majelis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 berupa rekomendasi yang terdiri atas:
penjatuhan sanksi moral; atau
pernyataan tidak bersalah.
Dalam hal keputusan Majelis berupa penjatuhan sanksi moral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Majelis menyampaikan Laporan Hasil Sidang Majelis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (10) kepada Pejabat yang Berwenang untuk kemudian diterbitkan keputusan Pejabat yang Berwenang memberikan sanksi moral yang tercantum dalam Lampiran Huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pelaksanaan keputusan sanksi moral oleh Pejabat yang Berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya Laporan Hasil Sidang Majelis.
Dalam hal keputusan Majelis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa pernyataan tidak bersalah, Majelis menyampaikan Laporan Hasil Sidang Majelis kepada atasan langsung Pegawai dan atasan langsung harus menyampaikan keputusan sanksi moral sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Terlapor paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal diterimanya keputusan oleh atasan langsung.
Pernyataan tidak bersalah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan dan ditetapkan oleh atasan langsung.
Keputusan Majelis harus disampaikan kepada Pejabat yang Berwenang atau atasan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5) paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal keputusan Majelis.
Keputusan Majelis yang dituangkan dalam Laporan Hasil Sidang Majelis bersifat final.
Bagian Kelima
Sanksi Moral
Pasal 19
Pegawai yang melakukan Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku dikenakan sanksi moral berupa:
pernyataan secara tertutup; atau
pernyataan secara terbuka.
Dalam menentukan jenis sanksi moral sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Majelis agar mempertimbangkan:
nilai dan budaya yang berlaku di masyarakat setempat;
cakupan pihak yang dirugikan akibat Pelanggaran; dan c. dampak Pelanggaran terhadap citra unit atau organisasi.
Penyampaian sanksi moral tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disampaikan oleh Pejabat yang Berwenang menjatuhkan sanksi moral atau pejabat lain di dalam ruang tertutup yang dihadiri oleh Pegawai yang bersangkutan serta pejabat atau pihak lain yang terkait.
Sanksi moral berupa pernyataan secara terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, disampaikan Pejabat yang Berwenang menjatuhkan sanksi moral atau pejabat lain melalui forum resmi Pegawai Kementerian Keuangan.
Penyampaian sanksi moral sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan sebanyak 1 (satu) kali dan wajib dihadiri oleh Pegawai yang bersangkutan.
Dalam hal tempat kedudukan Pejabat yang Berwenang dan tempat Pegawai yang dikenakan sanksi moral berjauhan, Pejabat yang Berwenang dapat menunjuk pejabat lain di lingkungannya atau atasan langsungnya untuk menyampaikan sanksi moral dimaksud, dengan ketentuan jabatan pejabat yang ditunjuk tidak lebih rendah dari Pegawai yang dikenakan sanksi.
Dalam hal Pegawai yang dikenakan sanksi moral tidak hadir pada waktu penyampaian keputusan sanksi moral tanpa disertai Alasan yang Sah, dianggap telah menerima keputusan sanksi moral tersebut.
Pegawai yang dikenakan sanksi moral harus membuat pernyataan permohonan maaf dan/atau penyesalan.
Dalam hal Pegawai yang dikenakan sanksi moral tidak bersedia membuat pernyataan permohonan maaf dan/atau penyesalan, dapat dijatuhi hukuman disiplin dengan tingkat yang paling ringan berdasarkan ketentuan mengenai disiplin Pegawai Negeri Sipil.
BAB VI
PEMANTAUAN DAN EVALUASI
Pasal 20
Seluruh hasil pemrosesan terhadap dugaan Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku, yang meliputi:
Laporan Hasil Penelitian;
Berita Acara Dialog Penguatan Kode Etik dan Kode Perilaku;
Laporan Hasil Sidang Majelis Kode Etik dan Kode Perilaku; dan/atau
Keputusan pengenaan sanksi moral, disampaikan secara berjenjang kepada Sekretariat Unit Eselon I atau unit setara Eselon II yang menangani kepatuhan internal di unit Eselon I masing-masing sebagai bahan penyusunan laporan monitoring dan evaluasi.
Pimpinan Unit Eselon I menyampaikan laporan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Inspektur Jenderal dengan tembusan kepada Sekretaris Jenderal c.q. Kepala Biro Sumber Daya Manusia.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan paling kurang 1 (satu) tahun sekali dan dapat dilakukan secara manual dan/atau elektronik.
Inspektur Jenderal melakukan koordinasi dengan atasan langsung dalam hal:
Atasan langsung belum melakukan penelitian atas dugaan Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku yang dilakukan oleh bawahannya;
terdapat ketidaksesuaian dalam menentukan simpulan dan rekomendasi hasil penelitian oleh atasan langsung; atau
Pejabat yang Berwenang tidak menindaklanjuti hasil rekomendasi dari Majelis Kode Etik.
BAB VII
KODE ETIK DAN KODE PERILAKU BAGI JABATAN FUNGSIONAL DAN PENGATURAN LEBIH LANJUT KODE ETIK DAN KODE PERILAKU PADA UNIT ESELON I
Pasal 21
Penyusunan Kode Etik dan Kode Perilaku profesi Jabatan Fungsional diatur sesuai dengan ketentuan mengenai manajemen Pegawai Negeri Sipil.
Pejabat Fungsional di lingkungan Kementerian Keuangan harus mematuhi ketentuan Kode Etik dan Kode Perilaku sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini dan Kode Etik dan Kode Perilaku profesi Jabatan Fungsional berkenaan.
Setiap Unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan dapat menyusun ketentuan lebih lanjut mengenai Kode Etik dan Kode Perilaku sesuai dengan kondisi dan karakteristik masing-masing yang ditetapkan dalam peraturan Pimpinan Unit Eselon I.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 22
Proses penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku yang sedang berjalan pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, diselesaikan berdasarkan:
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.01/2007 tentang Pedoman Peningkatan Disiplin Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Departemen Keuangan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 161/PMK.01/2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.01/2007 tentang Pedoman Peningkatan Disiplin Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Departemen Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1034); dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.01/2007 tentang Majelis Kode Etik di Lingkungan Departemen Keuangan.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 23
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.01/2007 tentang Pedoman Peningkatan Disiplin Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Departemen Keuangan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 161/PMK.01/2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.01/2007 tentang Pedoman Peningkatan Disiplin Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Departemen Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1034); dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.01/2007 tentang Majelis Kode Etik di Lingkungan Departemen Keuangan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 24
Seluruh ketentuan pelaksanaan mengenai Kode Etik dan Kode Perilaku di lingkungan Kementerian Keuangan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Menteri ini.
Pasal 25
Peraturan Menteri ini mulai berlaku 6 (enam) bulan sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 2018 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 2018 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA ttd WIDODO EKATJAHJANA