bahwa ketentuan mengenai penerbitan dan penjualan Surat Berharga Syariah Negara di pasar perdana dalam negeri dengan cara lelang telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 05/PMK.08/2012 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara di Pasar Perdana dalam Negeri dengan Cara Lelang sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.08/2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 05/PMK.08/2012 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara di Pasar Perdana dalam Negeri dengan Cara Lelang;
bahwa ketentuan mengenai pelaksanaan lelang melalui Dealer Utama Surat Berharga Syariah Negara sebagai upaya untuk mengoptimalkan pelaksanaan lelang Surat Berharga Syariah Negara dalam pasar perdana domestik, belum diatur dalam pengaturan sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Lelang Surat Berharga Syariah Negara di Pasar Perdana Domestik;
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4852);
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1745);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.08/2019 tentang Dealer Utama Surat Berharga Syariah Negara (Berita Negara Republik Indoensia Tahun 2019 Nomor 1713);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG LELANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DI PASAR PERDANA DOMESTIK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN atau dapat disebut Sukuk Negara adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
SBSN Jangka Pendek atau disebut Surat Perbendaharaan Negara Syariah adalah SBSN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto.
SBSN Jangka Panjang adalah SBSN berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto.
Aset SBSN adalah objek pembiayaan SBSN dan/atau Barang Milik Negara (BMN) yang memiliki nilai ekonomis, berupa tanah dan/atau bangunan maupun selain tanah dan/atau bangunan, yang dalam rangka penerbitan SBSN dijadikan sebagai dasar penerbitan SBSN.
Perusahaan Penerbit SBSN adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai SBSN, untuk melaksanakan kegiatan penerbitan SBSN.
Menteri Keuangan, yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Keuangan Negara.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal adalah pimpinan unit eselon satu di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi urusan pengelolaan pembiayaan dan risiko.
Wali Amanat adalah pihak yang mewakili kepentingan pemegang SBSN sesuai dengan yang diperjanjikan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai SBSN.
Pasar Perdana Domestik adalah penjualan SBSN yang dilakukan di wilayah Indonesia untuk pertama kali.
Lelang adalah lelang SBSN dan lelang SBSN tambahan.
Lelang SBSN adalah penjualan SBSN di Pasar Perdana Domestik yang diikuti oleh peserta lelang SBSN dengan cara mengajukan penawaran pembelian kompetitif dan/atau penawaran pembelian non kompetitif dalam suatu periode waktu penawaran yang telah ditentukan dan diumumkan sebelumnya, melalui sistem yang disediakan agen yang melaksanakan Lelang.
Lelang SBSN Tambahan adalah penjualan SBSN di Pasar Perdana Domestik dengan cara lelang yang dilaksanakan pada 1 (satu) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan Lelang SBSN.
Agen Lelang adalah institusi/lembaga yang ditunjuk oleh Menteri untuk melaksanakan Lelang.
Dealer Utama SBSN adalah bank atau perusahaan efek yang ditunjuk oleh Menteri untuk menjalankan kewajiban tertentu dengan hak tertentu sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai dealer utama SBSN.
Bank Indonesia adalah badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009.
Lembaga Penjamin Simpanan, yang selanjutnya disingkat LPS adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009.
Peserta Lelang SBSN Lainnya adalah institusi/lembaga selain Dealer Utama SBSN, Bank Indonesia, dan LPS yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal untuk dan atas nama Menteri sebagai Peserta Lelang SBSN.
Peserta Lelang SBSN adalah Dealer Utama SBSN, Bank Indonesia, LPS, dan/atau Peserta Lelang SBSN Lainnya.
Pihak adalah orang perseorangan warga negara Indonesia maupun warga negara asing di manapun mereka bertempat tinggal, perusahaan, usaha bersama, baik Indonesia maupun asing di manapun mereka berkedudukan, Dealer Utama SBSN, Bank Indonesia, LPS dan/atau Peserta Lelang SBSN Lainnya.
Setelmen adalah penyelesaian transaksi SBSN yang terdiri dari setelmen dana dan setelmen kepemilikan SBSN.
Imbalan ( Coupon ) yang selanjutnya disebut Imbalan adalah pembayaran yang dapat berupa sewa, bagi hasil atau margin atau bentuk pembayaran lainnya sesuai dengan akad penerbitan SBSN, yang diberikan kepada pemegang SBSN sampai dengan berakhirnya periode SBSN.
Imbal Hasil ( Yield ) yang selanjutnya disebut Imbal Hasil adalah keuntungan yang diharapkan oleh investor dalam persentase per tahun.
Penawaran Pembelian Kompetitif ( Competitive Bidding ) yang selanjutnya disebut Penawaran Pembelian Kompetitif adalah pengajuan penawaran pembelian dengan mencantumkan:
volume dan tingkat Imbal Hasil yang diinginkan penawar dalam hal Lelang SBSN dengan pembayaran Imbalan tetap ( fixed coupon ) atau pembayaran Imbalan secara diskonto; atau
volume dan harga yang diinginkan penawar, dalam hal Lelang SBSN dengan Imbalan mengambang ( floating coupon) .
Penawaran Pembelian Non Kompetitif ( Non Competitive Bidding ) yang selanjutnya disebut Penawaran Pembelian Non Kompetitif adalah pengajuan penawaran pembelian dengan mencantumkan:
volume tanpa tingkat Imbal Hasil yang diinginkan penawar, dalam hal Lelang dengan pembayaran Imbalan tetap atau pembayaran Imbalan secara diskonto; atau
volume tanpa harga yang diinginkan penawar, dalam hal Lelang dengan pembayaran Imbalan mengambang.
Harga Beragam ( Multiple Price ) yang selanjutnya disebut Harga Beragam adalah harga yang dibayarkan oleh masing-masing pemenang Lelang SBSN sesuai dengan harga penawaran pembelian yang diajukannya.
Harga Seragam ( Uniform Price ) yang selanjutnya disebut Harga Seragam adalah tingkat harga yang sama yang dibayarkan oleh seluruh pemenang Lelang.
Harga Rata-rata Tertimbang ( Weighted Average Price ) yang selanjutnya disebut Harga Rata-rata Tertimbang adalah harga yang dihitung dari hasil bagi antara jumlah perkalian masing-masing volume SBSN dengan harga yang dimenangkan dan total volume SBSN yang terjual.
Imbal Hasil Rata-rata Tertimbang ( Weighted Average Yeild ) yang selanjutnya disebut Imbal Hasil Rata-rata Tertimbang adalah Imbal Hasil yang dihitung dari hasil bagi antara jumlah dari perkalian masing-masing volume SBSN dengan Imbal Hasil yang dimenangkan dan total volume SBSN yang terjual.
Harga Setelmen adalah harga yang dibayarkan atas Lelang SBSN yang dimenangkan, yaitu:
sebesar harga bersih ( clean price ) atau Imbal Hasil yang telah dikonversi sebagai harga bersih yang diajukan dalam penawaran Lelang pembelian SBSN dengan memperhitungkan Imbalan berjalan ( accrued return) , dalarn hal Lelang dengan Imbalan berupa kupon; atau
sebesar Imbal Hasil yang telah dikonversi sebagai harga bersih yang diajukan dalam penawaran Lelang, dalam hal Lelang dengan pembayaran Imbalan secara diskonto.
Hari Kerja adalah hari dimana operasional sistem pembayaran diselenggarakan oleh Bank Indonesia.
Keadaan Tidak Normal adalah situasi atau kondisi terjadinya gangguan dan/atau kerusakan pada perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, aplikasi maupun sarana pendukung teknologi informasi yang ada pada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Agen Lelang dan/atau Bank Indonesia yang dapat disebabkan oleh alam, manusia, dan/atau teknologi sehingga mempengaruhi kelancaran pelaksanaan Lelang pada tahapan persiapan, tahapan pelaksanaan, dan/atau tahapan Setelmen.
Pasal 2
Penerbitan SBSN dapat dilaksanakan:
secara langsung oleh Pemerintah; atau
melalui Perusahaan Penerbit SBSN.
Kegiatan persiapan dan pelaksanaan penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilaksanakan oleh satuan kerja di lingkungan Kementerian Keuangan yang tugas dan fungsinya menyelenggarakan pengelolaan SBSN.
Kegiatan persiapan dan pelaksanaan penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilaksanakan oleh Perusahaan Penerbit SBSN dengan dibantu oleh satuan kerja di lingkungan Kementerian Keuangan yang tugas dan fungsinya menyelenggarakan pengelolaan SBSN.
Kegiatan persiapan dan pelaksanaan Penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), dikoordinasikan dengan satuan kerja atau pihak lain yang terkait.
BAB II
KETENTUAN DAN PERSYARATAN LELANG
Pasal 3
Menteri menunjuk Bank Indonesia sebagai Agen Lelang.
Tata cara pelaksanaan lelang oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti ketentuan dalam peraturan Bank Indonesia.
Pasal 4
Setiap Pihak dapat membeli SBSN di Pasar Perdana Domestik dengan cara Lelang.
Pembelian SBSN dengan cara Lelang oleh Pihak selain Bank Indonesia, LPS dan Peserta Lelang SBSN Lainnya dilakukan melalui Dealer Utama SBSN.
Pembelian SBSN dengan cara Lelang oleh Dealer Utama SBSN dilakukan untuk dan atas nama dirinya sendiri dan/atau untuk dan atas nama Pihak selain Bank Indonesia, LPS dan Peserta Lelang SBSN Lainnya.
Pembelian SBSN dengan cara Lelang oleh Bank Indonesia, LPS dan Peserta Lelang SBSN Lainnya dilakukan hanya untuk dan atas nama dirinya sendiri.
Pasal 5
Dealer Utama SBSN, LPS, dan Peserta Lelang SBSN Lainnya dapat membeli SBSN dengan cara Lelang untuk SBSN Jangka Pendek dan/atau SBSN Jangka Panjang.
Bank Indonesia hanya dapat membeli SBSN dengan cara Lelang untuk SBSN Jangka Pendek.
BAB III
KETENTUAN PENUNJUKAN PESERTA LELANG
Pasal 6
Tata cara penunjukan Dealer Utama SBSN sebagai Peserta Lelang SBSN mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri mengenai dealer utama SBSN.
Pasal 7
Direktur Jenderal untuk dan atas nama Menteri dapat menunjuk institusi/lembaga selain Bank Indonesia, LPS, dan Dealer Utama SBSN sebagai Peserta Lelang SBSN Lainnya.
Penunjukan institusi/lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai Peserta Lelang SBSN Lainnya, dengan kriteria dan persyaratan sebagai berikut:
memiliki kewenangan untuk mengelola dana di bidang tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan;
memiliki kewenangan untuk membeli surat berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah di Pasar Perdana Domestik berdasarkan peraturan perundang- undangan; dan
menjadi peserta sistem transaksi Bank Indonesia yang terkait surat berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah.
Untuk dapat ditunjuk sebagai Peserta Lelang SBSN Lainnya, institusi/lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyampaikan surat permohonan kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal dengan melampirkan surat pernyataan kesediaan untuk mematuhi ketentuan sebagai Peserta Lelang SBSN.
Pasal 8
Direktur Jenderal untuk dan atas nama Menteri berwenang menyetujui atau menolak permohonan institusi/lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dengan mempertimbangkan:
efektifitas Peserta Lelang SBSN; dan/atau
rekam jejak institusi/lembaga yang mengajukan permohonan sebagai calon Peserta Lelang SBSN Lainnya termasuk pengalaman bekerja sama dengan Kementerian Keuangan.
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam surat penunjukan Direktur Jenderal untuk dan atas nama Menteri.
Pasal 9
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penunjukan Peserta Lelang SBSN Lainnya sebagai Peserta Lelang SBSN, diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal.
BAB IV
PELAKSANAAN LELANG
Bagian Pertama
Pelaksanaan Rencana Lelang SBSN
Pasal 10
Direktur Jenderal untuk dan atas nama Menteri menetapkan rencana Lelang SBSN sebelum tanggal pelaksanaan Lelang SBSN.
Penetapan rencana Lelang SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat informasi:
seri SBSN;
mata uang;
jenis akad;
tanggal jatuh tempo;
tanggal Lelang SBSN;
target indikatif;
metode penetapan harga SBSN;
persentase alokasi bagi Penawaran Pembelian Non Kompetitif untuk SBSN yang akan ditawarkan; dan
Aset SBSN.
Pengumuman rencana Lelang SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum pelaksanaan Lelang SBSN.
Bagian Kedua
Pelaksanaan Lelang SBSN
Pasal 11
Penawaran pembelian dalam Lelang SBSN dapat dilakukan dengan cara Penawaran Pembelian Kompetitif dan/atau Penawaran Pembelian Non Kompetitif.
Dealer Utama SBSN melakukan penawaran pembelian dalam Lelang SBSN dengan cara Penawaran Pembelian Kompetitif dan/atau Penawaran Pembelian Non Kompetitif.
Bank Indonesia, LPS, dan Peserta Lelang SBSN Lainnya melakukan penawaran pembelian dalam Lelang SBSN hanya dengan cara Penawaran Pembelian Non Kompetitif.
Pasal 12
Penetapan harga SBSN bagi pemenang Lelang SBSN dengan Penawaran Pembelian Kompetitif dapat dilakukan dengan menggunakan metode Harga Beragam atau metode Harga Seragam.
Penetapan harga SBSN bagi pemenang Lelang SBSN dengan Penawaran Pembelian Non Kompetitif dilakukan berdasarkan Imbal Hasil Rata-rata Tertimbang atau Harga Rata-rata Tertimbang hasil lelang Penawaran Pembelian Kompetitif dalam hal menggunakan metode Harga Beragam.
Pasal 13
Agen Lelang dalam pelaksanaan Lelang SBSN memiliki tugas sebagai berikut:
mengumumkan rencana Lelang SBSN kepada Peserta Lelang SBSN, yang paling sedikit memuat informasi:
seri SBSN;
tanggal jatuh tempo;
mata uang;
target indikatif SBSN yang ditawarkan;
tanggal dan waktu pelaksanaan Lelang SBSN;
tanggal Setelmen; dan
tanggal pengumuman hasil Lelang SBSN.
menerima penawaran pembelian Lelang SBSN; dan
menyampaikan data penawaran pembelian Lelang SBSN kepada Menteri q Direktur Jenderal.
Pasal 14
Direktur Jenderal untuk dan atas nama Menteri menetapkan hasil Lelang SBSN pada tanggal pelaksanaan Lelang SBSN.
Penetapan hasil Lelang SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didasarkan pada pertimbangan meliputi namun tidak terbatas pada:
Imbal Hasil/harga;
kebutuhan pembiayaan;
jatuh tempo; dan/atau
pengelolaan risiko utang.
Penetapan hasil Lelang SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
menerima seluruh atau sebagian; atau
menolak seluruh penawaran pembelian Lelang SBSN yang masuk.
Penetapan hasil Lelang SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat informasi:
nilai nominal SBSN yang dimenangkan; dan
tingkat Imbalan dan/atau diskonto.
Pasal 15
Direktur Jenderal untuk dan atas nama Menteri mengumumkan hasil Lelang SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat kepada publik setelah rapat penetapan hasil Lelang SBSN.
Pengumuman hasil Lelang SBSN kepada publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat informasi:
seri SBSN;
tanggal jatuh tempo;
mata uang;
nilai nominal yang dimenangkan;
tingkat Imbalan;
rata-rata tertimbang tingkat diskonto/Imbal Hasil/harga;
tanggal Setelmen/penerbitan; dan
tanggal pembayaran imbalan.
Pasal 16
Agen Lelang mengumumkan hasil Lelang SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat kepada Peserta Lelang SBSN pada hari pelaksanaan Lelang SBSN, yang paling sedikit memuat informasi:
kuantitas lelang secara keseluruhan; dan
rata-rata tertimbang tingkat diskonto/Imbal Hasil/harga.
Agen Lelang mengumumkan hasil Lelang SBSN kepada masing-masing pemenang Lelang SBSN pada hari pelaksanaan Lelang SBSN, yang paling sedikit memuat informasi:
nama pemenang Lelang SBSN;
nilai nominal; dan
tingkat diskonto/Imbal Hasil/harga.
Bagian Ketiga
Pelaksanaan Lelang SBSN Tambahan
Pasal 17
Pelaksanaan Lelang SBSN Tambahan dilakukan dengan tujuan antara lain:
pemenuhan kebutuhan pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN); dan/atau
pembentukan dan peningkatan jumlah nominal ( outstanding ) seri benchmark. (2) Pelaksanaan Lelang SBSN Tambahan untuk tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dalam hal realisasi penerbitan SBSN lebih rendah dari target yang ditetapkan.
Pelaksanaan Lelang SBSN Tambahan untuk tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilakukan dalam hal separuh atau lebih penawaran pembelian atas SBSN seri benchmark atau yang akan dipersiapkan untuk menjadi seri benchmark tidak dapat dimenangkan dan/atau tidak memenuhi harga acuan.
Pelaksanaan Lelang SBSN Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada 1 (satu) Hari Kerja setelah tanggal pelaksanaan Lelang SBSN.
Pasal 18
Direktur Jenderal untuk dan atas nama Menteri menetapkan rencana Lelang SBSN Tambahan pada saat penetapan hasil Lelang SBSN.
Penetapan rencana Lelang SBSN Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat informasi:
waktu pelaksanaan Lelang SBSN Tambahan;
seri SBSN dan tanggal jatuh tempo;
Imbal Hasil; dan
Pihak yang dapat mengikuti Lelang SBSN Tambahan.
Pengumuman rencana Lelang SBSN Tambahan dilakukan setelah penetapan Lelang SBSN.
Pasal 19
Lelang SBSN Tambahan hanya dapat diikuti oleh Peserta Lelang SBSN yang menyampaikan penawaran pembelian dalam Lelang SBSN.
Penawaran pembelian dalam Lelang SBSN Tambahan oleh Peserta Lelang SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maksimal sebesar penawaran pembelian masing- masing dalam Lelang SBSN untuk seri SBSN yang ditawarkan dalam Lelang SBSN Tambahan.
Pasal 20
Dalam hal dilaksanakan Lelang SBSN Tambahan, Agen Lelang memiliki tugas sebagai berikut:
mengumumkan rencana Lelang SBSN Tambahan kepada Peserta Lelang SBSN yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), yang paling sedikit memuat informasi:
nama peserta Lelang SBSN Tambahan;
tanggal dan waktu pelaksanaan Lelang SBSN Tambahan;
seri SBSN;
tanggal jatuh tempo;
Imbal Hasil sebagai dasar perhitungan harga SBSN yang akan ditawarkan.
tanggal pengumuman hasil Lelang SBSN Tambahan; dan
tanggal Setelmen.
menerima penawaran pembelian Lelang SBSN Tambahan; dan
menyampaikan data penawaran pembelian Lelang SBSN Tambahan kepada Menteri q. Direktur Jenderal.
Pasal 21
Penawaran pembelian dalam Lelang SBSN Tambahan dilakukan dengan Penawaran Pembelian Non Kompetitif.
Harga Setelmen bagi pemenang Lelang SBSN Tambahan ditetapkan dengan metode Harga Seragam berdasarkan harga bersih yang dikonversi dari Imbal Hasil Rata-rata Tertimbang dari Penawaran Pembelian Kompetitif yang dimenangkan dalam Lelang SBSN.
Pasal 22
Direktur Jenderal untuk dan atas nama Menteri menetapkan hasil Lelang SBSN Tambahan, pada tanggal pelaksanaan Lelang SBSN Tambahan.
Penetapan hasil Lelang SBSN Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didasarkan pada pertimbangan meliputi namun tidak terbatas pada:
volume penawaran pembelian;
kebutuhan pembiayaan APBN; dan
pengelolaan risiko utang.
Penetapan hasil Lelang SBSN Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa menerima seluruh atau sebagian penawaran pembelian yang masuk dalam Lelang SBSN Tambahan.
Penetapan hasil Lelang SBSN Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat informasi:
nilai nominal SBSN yang dimenangkan;
nama pemenang, dan c. rincian hasil penjatahan.
Pasal 23
Direktur Jenderal untuk dan atas nama Menteri mengumumkan hasil Lelang SBSN Tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat kepada publik setelah pelaksanaan Lelang SBSN Tambahan.
Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat informasi:
seri SBSN dan tanggal jatuh tempo;
nilai nominal; dan
Imbal Hasil Rata-rata Tertimbang atau Harga Rata- rata Tertimbang.
Pasal 24
Agen Lelang mengumumkan hasil Lelang SBSN Tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat kepada Peserta Lelang SBSN pada hari pelaksanaan Lelang SBSN Tambahan, yang paling sedikit memuat informasi:
seri SBSN; dan/atau
nilai nominal yang dimenangkan.
Agen Lelang mengumumkan hasil SBSN Tambahan kepada masing-masing pemenang Lelang SBSN pada hari pelaksanaan Lelang SBSN Tambahan, yang paling sedikit memuat informasi:
nama pemenang;
nilai nominal; dan/atau
Imbal Hasil Rata-rata Tertimbang atau Harga Rata- rata Tertimbang.
BAB V
DOKUMEN PENERBITAN DAN PENJUALAN
Pasal 25
Dokumen yang diperlukan dalam penerbitan dan penjualan SBSN dengan cara Lelang meliputi:
dokumen transaksi Aset SBSN;
perjanjian perwaliamanatan;
ketentuan dan persyaratan ( terms and conditions ) SBSN; dan d. fatwa atau pernyataan kesesuaian SBSN dengan prinsip syariah.
Pasal 26
Dokumen transaksi Aset SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a meliputi namun tidak terbatas pada:
perjanjian jual beli atau sewa menyewa BMN untuk digunakan sebagai Aset SBSN;
perjanjian sewa menyewa Aset SBSN;
perjanjian jual beli Aset SBSN, termasuk yang berupa obyek pembiayaan SBSN; dan/atau
perjanjian penyertaan ( partnership ).
Dokumen transaksi Aset SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan akad SBSN yang diterbitkan.
Akad SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari akad ijarah, akad istishna’, akad musyarakah, akad mudarabah, atau akad lain yang sesuai dengan prinsip syariah.
Pasal 27
Dokumen transaksi Aset SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a, ditandatangani oleh:
Direktur Jenderal dan Wali Amanat yang ditunjuk, dalam hal SBSN diterbitkan secara langsung oleh Pemerintah; atau
Direktur Jenderal dan dewan direktur Perusahaan Penerbit SBSN, dalam hal SBSN diterbitkan melalui Perusahaan Penerbit SBSN.
Pasal 28
Perjanjian perwaliamanatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b hanya diperlukan dalam hal:
penerbitan SBSN dilakukan secara langsung oleh Pemerintah; atau
penerbitan SBSN dilakukan melalui Perusahaan Penerbit SBSN, dan selanjutnya Perusahaan Penerbit SBSN menunjuk pihak lain untuk membantu melaksanakan fungsi Wali Amanat.
Perjanjian perwaliamanatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh:
Direktur Jenderal dan Wali Amanat yang ditunjuk, dalam hal SBSN diterbitkan secara langsung oleh Pemerintah; atau
Direktur Jenderal, dewan direktur Perusahaan Penerbit SBSN dan pihak lain yang ditunjuk untuk membantu melaksanakan fungsi Wali Amanat, dalam hal SBSN diterbitkan melalui Perusahaan Penerbit SBSN dan Perusahaan Penerbit SBSN menunjuk pihak lain untuk membantu melaksanakan fungsi Wali Amanat.
Pasal 29
Penunjukan Wali Amanat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28 ayat (2) huruf a, serta pihak lain untuk membantu melaksanakan fungsi sebagai Wali Amanat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) huruf b dilakukan oleh Direktur Jenderal untuk dan atas nama Menteri.
BAB VI
SETELMEN
Pasal 30
Setelmen Lelang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan persyaratan ( terms and conditions ) SBSN.
Setelmen Lelang SBSN dilakukan paling lambat 5 (lima) Hari Kerja setelah tanggal pelaksanaan Lelang SBSN.
Setelmen Lelang SBSN Tambahan dilakukan pada tanggal yang sama dengan pelaksanaan Setelmen Lelang SBSN.
Setelmen Lelang SBSN Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Setelmen Lelang SBSN.
Pasal 31
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan Setelmen diatur dalam peraturan Bank Indonesia.
Pasal 32
Dalam hal Dealer Utama SBSN dinyatakan menang dalam Lelang SBSN dan/atau Lelang SBSN Tambahan, Dealer Utama SBSN dimaksud bertanggung jawab terhadap Setelmen atas seluruh penawaran yang dinyatakan menang, baik untuk dan atas nama dirinya sendiri maupun untuk dan atas nama Pihak selain Bank Indonesia, LPS, dan Peserta Lelang SBSN Lainnya pada tanggal Setelmen.
Dalam hal Bank Indonesia, LPS, dan/atau Peserta Lelang SBSN Lainnya dinyatakan menang dalam Lelang SBSN dan/atau Lelang SBSN Tambahan, masing-masing bertanggung jawab terhadap Setelmen atas seluruh penawaran yang dinyatakan menang pada tanggal Setelmen.
Pasal 33
Perhitungan Setelmen dilaksanakan berdasarkan:
jangka waktu SBSN dinyatakan dalam jumlah hari sebenarnya ( actual per actual ) dan dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal Setelmen sampai dengan tanggal jatuh tempo.
jumlah hari ( day count ) untuk perhitungan Imbalan berjalan ( accrued return ) menggunakan basis jumlah hari sebenarnya.
Formula perhitungan Harga Setelmen per unit SBSN, tata cara penetapan harga SBSN bagi pemenang Lelang, dan hal-hal lain yang belum diatur mengenai teknis pelaksanaan Lelang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal.
Pasal 34
Direktur Jenderal untuk dan atas nama Menteri dapat melakukan pembatalan atas sebagian atau seluruh hasil Lelang SBSN dan/atau Lelang SBSN Tambahan yang setelmennya dilakukan oleh Dealer Utama SBSN yang memenangkan Lelang SBSN dan/atau Lelang SBSN Tambahan.
Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal Dealer Utama SBSN yang memenangkan Lelang SBSN dan/atau Lelang SBSN Tambahan:
tidak melunasi sebagian atau seluruh kewajibannya sampai dengan batas akhir tanggal Setelmen; atau
saldo giro rupiah bank yang ditunjuk sebagai bank pembayar di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk pelaksanaan Setelmen sampai dengan batas akhir tanggal Setelmen.
Dealer Utama SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan sanksi:
tidak diperkenankan mengikuti Lelang SBSN sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut; dan
dilaporkan kepada otoritas terkait.
Pembatalan transaksi Lelang SBSN dan/atau Lelang SBSN Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diumumkan kepada publik, yang paling sedikit memuat informasi:
seri SBSN; dan
perubahan nominal SBSN.
BAB VII
KEADAAN TIDAK NORMAL
Pasal 35
Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal pada Lelang SBSN atau Lelang SBSN Tambahan, Direktur Jenderal untuk dan atas nama Menteri dapat memutuskan langkah untuk menindaklanjuti Keadaan Tidak Normal, meliputi namun tidak terbatas pada:
menunda waktu pelaksanaan Lelang SBSN dan/atau Lelang SBSN Tambahan;
memperpanjang waktu pelaksanaan Lelang SBSN dan/atau Lelang SBSN Tambahan; dan/atau
membatalkan Lelang SBSN dan/atau Lelang SBSN Tambahan.
Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal pada Lelang SBSN Tambahan dan dilakukan pembatalan pelaksanaan Lelang SBSN Tambahan, Setelmen Lelang SBSN tetap dilaksanakan pada tanggal Setelmen sesuai dengan hasil Lelang SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1).
Pengambilan keputusan oleh Direktur Jenderal untuk dan atas nama Menteri dalam rangka menindaklanjuti Keadaan Tidak Normal pada Lelang SBSN atau Lelang SBSN Tambahan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam kesepakatan bersama antara Direktur Jenderal dengan Bank Indonesia.
Pasal 36
Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal yang menyebabkan proses Setelmen tidak dapat dilakukan pada tanggal Setelmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Direktur Jenderal untuk dan atas nama Menteri dapat menyatakan Lelang SBSN dan/atau Lelang SBSN Tambahan gagal seluruh atau sebagian.
Lelang SBSN dan/atau Lelang SBSN Tambahan yang dinyatakan gagal seluruh atau sebagian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan kepada publik.
BAB VIII
BIAYA PENERBITAN
Pasal 37
Segala biaya yang timbul dalam rangka pelaksanaan penerbitan SBSN dengan cara Lelang baik yang diterbitkan secara langsung oleh Pemerintah atau melalui Perusahaan Penerbit SBSN dibebankan pada APBN.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 38
Penyelesaian transaksi Lelang SBSN yang dilakukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, yang meliputi perencanaan lelang sampai dengan setelmen, mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 05/PMK.08/2012 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara di Pasar Perdana dalam Negeri dengan Cara Lelang sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.08/2017.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 39
Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku:
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 05/PMK.08/2012 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara di Pasar Perdana dalam Negeri dengan Cara Lelang (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 36); dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.08/2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 05/PMK.08/2012 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara di Pasar Perdana dalam Negeri dengan Cara Lelang (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 317), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 40
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 10 Desember 2020 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 11 Desember 2020 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd WIDODO EKATJAHJANA