bahwa untuk memperluas cakupan investor surat berharga syariah negara yang dijual kepada warga negara Indonesia di pasar perdana domestik dan memberikan kepastian hukum terkait kinerja mitra distribusi, perlu dilakukan pengaturan kembali mengenai ketentuan penerbitan dan penjualan surat berharga syariah negara di pasar perdana domestik;
bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 125/PMK.08/2018 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Ritel di Pasar Perdana Domestik sudah tidak sesuai lagi dengan dinamika dan/atau perkembangan dalam pelaksanaan penerbitan dan penjualan surat berharga syariah negara ritel di pasar perdana domestik, sehingga perlu diganti;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Ritel di Pasar Perdana Domestik;
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4852);
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 225, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6994);
Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2008 tentang Perusahaan Penerbit Surat Berharga Syariah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4887) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2008 tentang Perusahaan Penerbit Surat Berharga Syariah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 168);
Peraturan Presiden Nomor 158 Tahun 2024 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 354);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124 Tahun 2024 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 1063);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENERBITAN DAN PENJUALAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA RITEL DI PASAR PERDANA DOMESTIK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
Perusahaan Penerbit SBSN adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan ketentuan Undang-Undang tentang Surat Berharga Syariah Negara untuk melaksanakan kegiatan penerbitan SBSN.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
SBSN Ritel adalah SBSN yang dijual oleh Pemerintah kepada investor ritel di pasar perdana domestik.
SBSN Ritel yang Dapat Diperdagangkan adalah SBSN Ritel yang dapat diperjualbelikan di pasar sekunder.
SBSN Ritel yang Tidak Dapat Diperdagangkan adalah SBSN Ritel yang tidak dapat diperjualbelikan di pasar sekunder.
Pasar Perdana Domestik adalah kegiatan penawaran dan/atau penjualan SBSN Ritel yang dilakukan untuk pertama kali di wilayah Negara Republik Indonesia.
Investor Ritel adalah individu atau orang perseorangan sebagaimana tertuang dalam memorandum informasi SBSN Ritel maupun dalam ketentuan dan persyaratan SBSN yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal adalah pimpinan unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi urusan pengelolaan pembiayaan dan risiko.
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Anggaran Pengelolaan Utang (BA 999.01) yang selanjutnya disebut KPA adalah pejabat pada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang memperoleh penugasan dari Menteri untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran utang yang berasal dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Utang.
Pejabat Pembuat Komitmen Bagian Anggaran Pengelolaan Utang (BA 999.01) dalam rangka Penjualan SBSN kepada Investor Ritel di Pasar Perdana Domestik yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh KPA untuk mengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara pengelolaan utang atas pelaksanaan penjualan SBSN.
Mitra Distribusi adalah pihak yang membantu Pemerintah dalam pemasaran, penawaran, dan/atau penjualan SBSN Ritel.
Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perbankan.
Perusahaan Efek adalah perusahaan efek sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai pasar modal yang melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin emisi efek, perantara pedagang efek, dan/atau manajer investasi.
Perusahaan Financial Technology yang selanjutnya disebut Perusahaan Fintech adalah badan hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan jasa keuangan berbasis teknologi informasi.
Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang selanjutnya disingkat PPMSE adalah pelaku usaha penyedia sarana komunikasi elektronik yang digunakan untuk transaksi perdagangan.
Perantara Pedagang Efek untuk Efek Bersifat Utang dan Sukuk yang selanjutnya disingkat PPE-EBUS adalah pihak yang melakukan kegiatan usaha jual beli efek bersifat utang dan sukuk untuk kepentingan sendiri dan/atau nasabahnya sebagaimana diatur dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai perantara pedagang efek untuk efek bersifat utang dan sukuk.
Konsultan Hukum adalah pihak yang ditunjuk untuk memberikan pendapat hukum dan membantu penyusunan dokumen hukum maupun dokumen transaksi lainnya dalam rangka penerbitan SBSN Ritel.
Aset SBSN adalah objek pembiayaan SBSN dan/atau barang milik negara yang memiliki nilai ekonomis, berupa tanah dan/atau bangunan maupun selain tanah dan/atau bangunan, yang dalam rangka penerbitan SBSN dijadikan sebagai dasar penerbitan SBSN.
Akad adalah perjanjian tertulis yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Imbalan adalah pembayaran yang dapat berupa sewa, bagi hasil atau margin, atau bentuk pembayaran lainnya sesuai dengan Akad penerbitan SBSN Ritel, yang diberikan kepada pemegang SBSN Ritel sampai dengan berakhirnya periode SBSN Ritel.
Nomor Tunggal Identitas Pemodal ( Single Investor Identification ) yang selanjutnya disebut SID adalah kode tunggal dan khusus yang diterbitkan oleh PT Kustodian Sentral Efek Indonesia selaku lembaga penyimpanan dan penyelesaian.
Pemesanan Pembelian adalah pengajuan pemesanan pembelian SBSN Ritel oleh Investor Ritel di Pasar Perdana Domestik.
Memorandum Informasi adalah informasi tertulis kepada publik mengenai penawaran SBSN Ritel yang ditujukan untuk Investor Ritel.
Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik yang disediakan oleh Kementerian Keuangan dan Mitra Distribusi.
Keadaan Kahar adalah suatu kejadian yang terjadi di luar kemampuan dan kendali manusia, tidak dapat dihindarkan, dapat berupa bencana alam, kebakaran, banjir, pemogokan umum, perang (dinyatakan atau tidak dinyatakan), pemberontakan, revolusi, makar, huru-hara, terorisme, wabah/epidemi, dan diketahui secara luas yang mengakibatkan gangguan atau kerusakan pada perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, maupun sarana pendukung teknologi informasi termasuk sumber daya yang mengoperasikan teknologi informasi.
Setelmen adalah penyelesaian transaksi dalam rangka penjualan SBSN Ritel, yang terdiri dari setelmen dana dan setelmen kepemilikan SBSN.
Hari Kerja adalah hari operasional sistem pembayaran terkait penatausahaan surat berharga negara yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia.
Pasal 2
Penerbitan SBSN Ritel dapat dilakukan:
secara langsung oleh Pemerintah; atau
melalui Perusahaan Penerbit SBSN.
Kegiatan persiapan dan pelaksanaan dalam rangka penerbitan SBSN Ritel secara langsung oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diselenggarakan oleh Menteri.
Penyelenggaraan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko c.q. Direktorat Pembiayaan Syariah.
Kegiatan persiapan dan pelaksanaan dalam rangka penerbitan SBSN Ritel melalui Perusahaan Penerbit SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dibantu oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko c.q. Direktorat Pembiayaan Syariah.
Dalam melaksanakan penerbitan SBSN Ritel sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko c.q. Direktorat Pembiayaan Syariah berkoordinasi dengan satuan kerja di lingkungan Kementerian Keuangan, Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan/atau kementerian/lembaga terkait lainnya.
Pasal 3
Pemerintah dapat menerbitkan SBSN Ritel di Pasar Perdana Domestik.
Direktur Jenderal atas nama Menteri berwenang menentukan bentuk SBSN Ritel, struktur produk SBSN Ritel, serta ketentuan dan persyaratan SBSN Ritel yang diterbitkan.
SBSN Ritel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterbitkan dalam bentuk:
SBSN Ritel yang Dapat Diperdagangkan; atau
SBSN Ritel yang Tidak Dapat Diperdagangkan.
Pasal 4
Penjualan SBSN Ritel diselenggarakan oleh Menteri.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko c.q. Direktorat Pembiayaan Syariah melaksanakan penjualan SBSN Ritel sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Dalam rangka penjualan SBSN Ritel sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko c.q. Direktorat Pembiayaan Syariah dibantu oleh Mitra Distribusi.
Pasal 5
Pemerintah menetapkan Mitra Distribusi untuk membantu penjualan SBSN Ritel.
BAB II
MITRA DISTRIBUSI
Bagian Kesatu
Ketentuan dan Persyaratan
Pasal 6
Mitra Distribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) terdiri atas:
Bank;
Perusahaan Efek;
Perusahaan Fintech ; dan/atau
PPMSE, yang berada di bawah pengawasan otoritas terkait.
Mitra Distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki kemampuan untuk melayani Pemesanan Pembelian SBSN Ritel sebagai berikut:
Pemesanan Pembelian secara langsung melalui Sistem Elektronik yang disediakan oleh Mitra Distribusi; dan/atau
Pemesanan Pembelian secara tidak langsung melalui Mitra Distribusi.
Menteri berwenang menentukan kualifikasi kemampuan layanan Mitra Distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 7
Untuk dapat menjadi Mitra Distribusi, calon Mitra Distribusi harus:
menyampaikan surat permohonan menjadi Mitra Distribusi sesuai dengan kemampuan layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) kepada Direktur Pembiayaan Syariah.
memenuhi kriteria dan persyaratan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko;
menyediakan Sistem Elektronik yang memenuhi standar, dalam hal calon Mitra Distribusi mengajukan permohonan sebagai Mitra Distribusi dengan kemampuan layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a; dan
lulus seleksi sebagai Mitra Distribusi.
Surat permohonan menjadi Mitra Distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus dilengkapi dengan surat pernyataan mengenai:
kesanggupan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan;
kesediaan untuk dievaluasi oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko;
tidak sedang dalam pengawasan khusus oleh otoritas terkait atau mendapatkan sanksi administratif berupa pembatasan dan/atau pembekuan kegiatan usaha dari otoritas terkait;
kesediaan bekerja sama dengan PPE-EBUS/ Bank/Perusahaan Efek/bank kustodian bagi calon Mitra Distribusi dalam rangka membantu investor untuk pembuatan SID, rekening surat berharga, penatausahaan SBSN Ritel, dan/atau perdagangan SBSN Ritel di pasar sekunder; dan
kesediaan menandatangani perjanjian kerja.
Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani oleh direktur utama calon Mitra Distribusi atau pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku di perusahaan.
Periode pendaftaran dan penyampaian surat permohonan untuk menjadi Mitra Distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditentukan oleh Menteri dan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan terkait penerbitan SBSN Ritel.
Kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit sebagai berikut:
didirikan dan/atau beroperasi di wilayah Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
memiliki izin usaha yang masih berlaku dari otoritas terkait atau izin pelaksanaan kegiatan usaha lainnya dari Pemerintah;
memiliki pengalaman sebagai perantara, penjual, dan/atau distributor produk keuangan ritel;
memiliki layanan yang dapat diakses secara elektronik;
memiliki kemampuan untuk menjangkau Investor Ritel;
memiliki rencana kerja, strategi, dan metodologi penjualan SBSN Ritel; dan
memiliki rekam jejak kegiatan usaha yang baik.
Standar Sistem Elektronik calon Mitra Distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditentukan oleh Direktur Jenderal.
Format surat permohonan dan surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Bagian Kedua
Penetapan Mitra Distribusi
Pasal 8
Seleksi Mitra Distribusi dengan kemampuan melayani Pemesanan Pembelian secara langsung melalui Sistem Elektronik dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
pengumuman pendaftaran calon Mitra Distribusi;
penyampaian surat permohonan dari calon Mitra Distribusi kepada Direktur Pembiayaan Syariah disertai dengan surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5);
pelaksanaan evaluasi atas pemenuhan kriteria dan persyaratan serta kelengkapan dokumen;
penyampaian rekomendasi pembangunan sistem elektronik kepada calon Mitra Distribusi;
pembangunan Sistem Elektronik oleh calon Mitra Distribusi;
pengujian Sistem Elektronik;
penyusunan rekomendasi oleh Direktur Pembiayaan Syariah kepada KPA berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada huruf c dan pengujian sebagaimana dimaksud pada huruf f;
penetapan dan penunjukan Mitra Distribusi; dan
penandatanganan perjanjian kerja.
Penyampaian rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d berupa:
pemberian persetujuan pendahuluan oleh Direktur Pembiayaan Syariah kepada calon Mitra Distribusi untuk pembangunan Sistem Elektronik sesuai dengan standar yang ditentukan oleh Direktur Jenderal; atau
penolakan yang disampaikan oleh Direktur Pembiayaan Syariah kepada KPA.
Pengujian Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dapat melibatkan unit terkait di lingkungan Kementerian Keuangan dan/atau kementerian/lembaga terkait lainnya.
Seleksi Mitra Distribusi dengan kemampuan melayani Pemesanan Pembelian secara tidak langsung kepada Pemerintah melalui Mitra Distribusi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
pengumuman pendaftaran calon Mitra Distribusi;
penyampaian surat permohonan dari calon Mitra Distribusi kepada Direktur Pembiayaan Syariah disertai dengan surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5);
pelaksanaan evaluasi atas pemenuhan kriteria dan persyaratan serta kelengkapan dokumen;
penyusunan rekomendasi oleh Direktur Pembiayaan Syariah kepada KPA berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada huruf c;
penetapan dan penunjukan Mitra Distribusi; dan
penandatanganan perjanjian kerja.
Pasal 9
KPA berwenang untuk menyetujui atau menolak permohonan calon Mitra Distribusi.
Dalam hal KPA menyetujui permohonan calon Mitra Distribusi berdasarkan rekomendasi dari Direktur Pembiayaan Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf g dan ayat (4) huruf d, KPA melakukan penetapan Mitra Distribusi.
Penetapan Mitra Distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan sesuai dengan lingkup kemampuan layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) yang diajukan oleh calon Mitra Distribusi.
Dalam hal dilakukan penolakan atas permohonan calon Mitra Distribusi berdasarkan rekomendasi dari Direktur Pembiayaan Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf g, ayat (2) huruf b, dan ayat huruf d, KPA menyampaikan penolakan secara tertulis kepada calon Mitra Distribusi.
Rekomendasi penolakan dari Direktur Pembiayaan Syariah atas permohonan calon Mitra Distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilakukan dengan mempertimbangkan:
tidak terpenuhinya kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) serta kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5);
kebutuhan jumlah Mitra Distribusi Pemerintah;
efektivitas pemenuhan target penerbitan SBSN Ritel;
rekam jejak calon Mitra Distribusi termasuk pengalaman bekerja sama dengan Kementerian Keuangan; dan/atau
indikasi melakukan perbuatan melawan hukum selama proses penetapan.
Bagian Ketiga
Perjanjian Kerja Mitra Distribusi
Pasal 10
PPK menindaklanjuti penetapan Mitra Distribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dengan menyampaikan surat penunjukan kepada Mitra Distribusi.
Penyampaian surat penunjukan kepada Mitra Distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditindaklanjuti dengan penandatanganan perjanjian kerja antara PPK dengan direktur utama Mitra Distribusi atau pejabat yang berwenang menandatangani perjanjian kerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku di perusahaan.
Pasal 11
Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) minimal memuat:
hak dan kewajiban;
jangka waktu perjanjian;
besaran imbalan jasa;
Keadaan Kahar; dan
sanksi.
Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember setiap tahun anggaran berjalan dan dapat dilakukan perpanjangan sesuai dengan kebutuhan Pemerintah.
Perpanjangan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lambat pada tanggal 31 Desember setiap tahun anggaran berjalan.
Pasal 12
Mitra Distribusi memiliki hak:
memasarkan, menawarkan, dan/atau menjual SBSN Ritel sesuai dengan kewenangan yang tercantum dalam surat penetapan; dan
memperoleh imbalan jasa.
Besaran imbalan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direkomendasikan oleh Direktur Pembiayaan Syariah untuk selanjutnya ditetapkan oleh KPA.
Perhitungan besaran imbalan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempertimbangkan:
ruang lingkup pekerjaan;
imbalan jasa dalam penetapan besaran imbalan jasa sebelumnya; dan/atau
kebijakan Pemerintah.
Besaran imbalan jasa yang ditetapkan oleh KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan kepada Mitra Distribusi melalui surat Direktur Pembiayaan Syariah.
Besaran imbalan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan penyesuaian oleh KPA berdasarkan rekomendasi dari Direktur Pembiayaan Syariah.
Pasal 13
Mitra Distribusi memiliki kewajiban:
membantu Investor Ritel dalam pembuatan SID dan/atau rekening surat berharga dalam hal Investor Ritel belum memiliki SID dan/atau rekening surat berharga;
membantu Pemerintah dalam penyusunan Memorandum Informasi;
melakukan pemasaran SBSN Ritel sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan Memorandum Informasi;
melakukan penawaran dan/atau penjualan SBSN Ritel sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan dan Memorandum Informasi;
memastikan kebenaran data, informasi, dan/atau dokumen yang disampaikan oleh Investor Ritel;
melayani pembelian SBSN Ritel;
memenuhi target penjualan yang ditentukan oleh Pemerintah;
melaporkan hasil penjualan SBSN Ritel kepada Direktur Pembiayaan Syariah;
membantu Investor Ritel dalam hal terdapat pencairan sebelum jatuh tempo ( early redemption ), untuk SBSN Ritel yang Tidak Dapat Diperdagangkan;
membantu Investor Ritel dalam melakukan penjualan SBSN Ritel yang Dapat Diperdagangkan sampai dengan masa jatuh temponya;
memastikan Investor Ritel menerima pembayaran Imbalan dan pokok SBSN Ritel pada saat jatuh tempo sesuai dengan yang tercantum dalam ketentuan dan persyaratan SBSN Ritel;
melaksanakan pemutakhiran Sistem Elektronik, termasuk keamanan sistem dan jaringan Sistem Elektronik Mitra Distribusi, untuk penjualan SBSN Ritel dengan Pemesanan Pembelian secara langsung kepada Pemerintah melalui Sistem Elektronik yang disediakan oleh Mitra Distribusi;
menjaga hubungan kemitraan dengan Kementerian Keuangan yang mengedepankan prinsip kerja sama yang produktif, profesional, terpercaya, dan menghindari benturan kepentingan;
tidak melakukan tindakan baik langsung maupun tidak langsung yang dapat menurunkan nilai jual SBSN; dan
kewajiban lainnya yang diatur dalam perjanjian kerja.
Untuk melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf j, dan huruf k, Mitra Distribusi dapat melakukan kerja sama dengan PPE-EBUS, Bank, Perusahaan Efek, dan/atau bank kustodian.
KPA dapat membebaskan Mitra Distribusi dalam pelaksanaan kewajiban yang terkait dengan penjualan SBSN Ritel setelah mempertimbangkan rekomendasi dari Direktur Pembiayaan Syariah.
Bagian Keempat
Evaluasi Mitra Distribusi
Pasal 14
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko c.q. Direktorat Pembiayaan Syariah melaksanakan evaluasi terhadap Mitra Distribusi yang mencakup evaluasi atas:
kinerja pemenuhan kewajiban Mitra Distribusi dalam rangka pelaksanaan penjualan SBSN Ritel; dan
kelayakan sebagai Mitra Distribusi.
Evaluasi kinerja Mitra Distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a didasarkan pada pemenuhan kewajiban Mitra Distribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 yang dilaksanakan pada setiap penjualan SBSN Ritel.
Evaluasi kelayakan sebagai Mitra Distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b didasarkan pada pemenuhan:
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5); dan
hasil evaluasi kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 15
Pelaksanaan evaluasi kinerja Mitra Distribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) dilakukan setelah penerbitan SBSN Ritel.
Pelaksanaan evaluasi kelayakan sebagai Mitra Distribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) dilakukan setelah tahun anggaran berkenaan berakhir.
Dalam hal diperlukan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko c.q. Direktorat Pembiayaan Syariah sewaktu-waktu dapat melakukan evaluasi kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan evaluasi kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Direktur Pembiayaan Syariah menyampaikan rekomendasi berdasarkan hasil evaluasi kinerja Mitra Distribusi dan evaluasi kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) kepada KPA dan PPK.
Bagian Kelima
Pencabutan Mitra Distribusi
Pasal 16
Pencabutan terhadap Mitra Distribusi disebabkan oleh:
sanksi; atau
pengunduran diri.
Pencabutan terhadap Mitra Distribusi yang disebabkan oleh pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan terhadap Mitra Distribusi yang mengajukan surat pengunduran diri kepada Direktur Pembiayaan Syariah.
Pencabutan Mitra Distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penetapan oleh KPA.
Pencabutan penetapan Mitra Distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditindaklanjuti dengan pengakhiran perjanjian kerja sebelum jangka waktu berakhirnya perjanjian.
Mitra Distribusi yang telah dicabut penetapannya dapat mengajukan permohonan untuk menjadi Mitra Distribusi pada periode pendaftaran selanjutnya setelah 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pencabutan penetapan sebagai Mitra Distribusi.
Bagian Keenam
Sanksi Kepada Mitra Distribusi
Pasal 17
KPA berwenang untuk memberikan sanksi kepada Mitra Distribusi berdasarkan rekomendasi Direktur Pembiayaan Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4).
Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
surat peringatan, dalam hal Mitra Distribusi tidak melakukan pemenuhan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13; dan/atau
pencabutan penetapan sebagai Mitra Distribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a, dalam hal Mitra Distribusi:
menerima surat peringatan sebanyak 3 (tiga) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran berdasarkan hasil evaluasi kinerja Mitra Distribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a;
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
menempati peringkat terbawah atas: a) realisasi rata-rata penjualan SBSN Ritel melalui Sistem Elektronik Mitra Distribusi dalam 1 (satu) tahun anggaran selama 3 (tiga) tahun berturut-turut, untuk Mitra Distribusi dengan kemampuan melayani Pemesanan Pembelian secara langsung kepada Pemerintah melalui Sistem Elektronik; atau b) kewajiban pemenuhan target penjualan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf g dalam 1 (satu) tahun anggaran selama 3 (tiga) tahun berturut-turut;
tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf m;
melakukan tindakan yang berpotensi mengganggu stabilitas pasar SBSN;
dinyatakan pailit oleh pengadilan atau institusi yang berwenang; atau
melakukan tindakan/aktivitas yang menyebabkan Mitra Distribusi mendapatkan sanksi administratif berupa pembatasan dan/atau pembekuan kegiatan usaha dari otoritas terkait.
Penetapan sanksi oleh KPA berupa surat peringatan dan/atau pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Mitra Distribusi melalui surat Direktur Pembiayaan Syariah dan ditembuskan kepada Direktur Jenderal, KPA, dan PPK.
Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaporkan kepada otoritas terkait dan/atau diumumkan kepada publik.
BAB III
KONSULTAN HUKUM SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA RITEL
Bagian Kesatu
Persyaratan Konsultan Hukum
Pasal 18
Dalam rangka penerbitan dan penjualan SBSN Ritel, dapat ditunjuk Konsultan Hukum.
Penunjukan Konsultan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan kriteria dan persyaratan yang ditentukan oleh Direktur Jenderal c.q. Direktur Pembiayaan Syariah.
Kriteria dan persyaratan calon Konsultan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) minimal memiliki:
rekan ( partner ) yang terdaftar sebagai profesi penunjang pasar modal pada otoritas di bidang pasar modal;
pengalaman dalam penyusunan dokumen hukum untuk penerbitan SBSN atau obligasi syariah dan/atau memiliki anggota tim yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam penyusunan dokumen hukum untuk penerbitan SBSN dan/atau obligasi syariah;
komitmen terhadap Pemerintah dalam pengembangan pasar SBSN;
tidak sedang menangani atau menjadi wakil dari pihak yang sedang berperkara atau bersengketa dengan Pemerintah; dan
tidak sedang mendapatkan sanksi administratif berupa pembatasan dan/atau pembekuan kegiatan usaha dari otoritas terkait.
Konsultan Hukum SBSN Ritel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk dari:
Konsultan Hukum yang telah ditetapkan oleh KPA untuk membantu penerbitan dan penjualan SBSN pada tahun anggaran yang berkenaan; atau
hasil penetapan dari calon Konsultan Hukum yang mengajukan permohonan kepada Direktur Pembiayaan Syariah untuk menjadi Konsultan Hukum SBSN Ritel.
Bagian Kedua
Penetapan Konsultan Hukum
Pasal 19
Seleksi Konsultan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) huruf a dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
penyampaian surat yang berisi ruang lingkup pekerjaan oleh Direktur Pembiayaan Syariah kepada calon Konsultan Hukum;
penyampaian surat permohonan yang berisi rencana ruang lingkup pekerjaan atas ruang lingkup sebagaimana dimaksud pada huruf a oleh calon Konsultan Hukum kepada Direktur Pembiayaan Syariah;
negosiasi imbalan jasa;
penyampaian rekomendasi calon Konsultan Hukum oleh Direktur Pembiayaan Syariah ke KPA;
penetapan Konsultan Hukum; dan
penandatanganan perjanjian kerja.
Seleksi Konsultan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) huruf b dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
pengumuman pendaftaran calon Konsultan Hukum oleh Direktur Pembiayaan Syariah;
penyampaian surat permohonan dari calon Konsultan Hukum kepada Direktur Pembiayaan Syariah disertai dengan dokumen pendukung pemenuhan kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3);
pelaksanaan evaluasi atas pemenuhan kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3);
pemeringkatan berdasarkan hasil evaluasi untuk mengikuti tahap negosiasi imbalan jasa;
negosiasi imbalan jasa;
penyampaian rekomendasi berdasarkan hasil evaluasi;
penetapan Konsultan Hukum; dan
penandatanganan perjanjian kerja.
Dalam hal berdasarkan hasil pemeringkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d terdapat 2 (dua) atau lebih calon Konsultan Hukum yang mendapatkan hasil evaluasi dengan nilai tertinggi, Direktorat Pembiayaan Syariah dapat melakukan klarifikasi teknis terhadap calon Konsultan Hukum.
Direktur Pembiayaan Syariah menyampaikan rekomendasi calon Konsultan Hukum kepada KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d atau berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f.
Pasal 20
Dalam hal jumlah calon Konsultan Hukum yang menyampaikan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf b kurang dari 2 (dua) calon, Direktur Pembiayaan Syariah menyampaikan pengumuman kembali pendaftaran calon Konsultan Hukum.
Pengumuman kembali pendaftaran calon Konsultan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menggugurkan keikutsertaan calon Konsultan Hukum yang telah menyampaikan surat permohonan untuk ikut dalam proses seleksi Konsultan Hukum.
Dalam hal setelah dilakukan pengumuman kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2), jumlah calon Konsultan Hukum yang menyampaikan surat permohonan tetap kurang dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seleksi calon Konsultan Hukum tetap dilanjutkan terhadap calon Konsultan Hukum yang telah menyampaikan surat permohonan.
Pasal 21
Direktorat Pembiayaan Syariah melakukan negosiasi imbalan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat huruf c dan ayat (2) huruf e.
Negosiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan berpedoman pada harga perkiraan sendiri yang ditetapkan oleh PPK.
Penetapan kriteria penyusunan harga perkiraan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan minimal mempertimbangkan:
ruang lingkup pekerjaan;
imbalan jasa dalam penerbitan sebelumnya; dan/atau c. kebijakan Pemerintah.
Pasal 22
KPA berwenang untuk menyetujui atau menolak permohonan calon Konsultan Hukum.
Dalam hal KPA menyetujui permohonan calon Konsultan Hukum berdasarkan rekomendasi dari Direktur Pembiayaan Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4), KPA melakukan penetapan Konsultan Hukum.
Dalam hal dilakukan penolakan atas permohonan calon Konsultan Hukum berdasarkan rekomendasi dari Direktur Pembiayaan Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4), KPA menyampaikan penolakan secara tertulis kepada calon Konsultan Hukum.
Rekomendasi penolakan atas permohonan calon Konsultan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan dengan mempertimbangkan:
tidak terpenuhinya kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) serta kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf b; dan/atau
rekam jejak calon Konsultan Hukum, termasuk pengalaman bekerja sama dengan Kementerian Keuangan.
Bagian Ketiga
Perjanjian Kerja Konsultan Hukum
Pasal 23
PPK menindaklanjuti penetapan Konsultan Hukum oleh KPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) dengan menyampaikan surat penunjukan kepada Konsultan Hukum.
Penyampaian surat penunjukan kepada Konsultan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditindaklanjuti dengan penandatanganan perjanjian kerja antara PPK dan pejabat yang berwenang menandatangani perjanjian kerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) minimal memuat:
hak dan kewajiban;
jangka waktu perjanjian;
besaran imbalan jasa;
Keadaan Kahar; dan
sanksi.
BAB IV
DOKUMEN PENERBITAN DAN PENJUALAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA RITEL
Pasal 24
Dokumen dalam penerbitan dan penjualan SBSN Ritel minimal berupa:
ketentuan dan persyaratan SBSN Ritel;
Memorandum Informasi;
dokumen transaksi Aset SBSN;
fatwa atau pernyataan kesesuaian SBSN Ritel dengan prinsip syariah; dan
perjanjian perwaliamanatan, jika diperlukan.
Pasal 25
Ketentuan dan persyaratan SBSN Ritel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a, minimal memuat informasi mengenai:
seri dan nominal SBSN Ritel yang diterbitkan; dan
struktur produk SBSN Ritel.
Memorandum Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b, minimal memuat informasi mengenai:
struktur produk SBSN Ritel; dan
tata cara pelaksanaan Pemesanan Pembelian.
Pasal 26
Dokumen transaksi Aset SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf c berupa:
perjanjian jual beli atau sewa menyewa barang milik negara untuk digunakan sebagai Aset SBSN;
perjanjian sewa menyewa Aset SBSN;
perjanjian jual beli Aset SBSN, termasuk yang berupa objek pembiayaan SBSN Ritel;
perjanjian penyertaan untuk Akad musyarakah ( partnership ); dan
perjanjian atau Akad lain yang sesuai dengan kaidah/prinsip syariah.
Dokumen transaksi Aset SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan Akad SBSN yang diterbitkan, yang terdiri atas:
Akad ijarah;
Akad istishna';
Akad musyarakah;
Akad mudarabah; atau
Akad lain yang diperlukan untuk memenuhi kesesuaian prinsip syariah.
Pasal 27
Dalam hal SBSN Ritel diterbitkan secara langsung oleh Pemerintah, dokumen transaksi Aset SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf c ditandatangani oleh Direktur Jenderal dan pihak yang ditunjuk sebagai wali amanat.
Penunjukkan wali amanat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
Pasal 28
Dalam hal SBSN Ritel diterbitkan melalui Perusahaan Penerbit SBSN, dokumen transaksi Aset SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf c ditandatangani oleh Direktur Jenderal dan dewan direktur Perusahaan Penerbit SBSN.
Pasal 29
Fatwa atau pernyataan kesesuaian SBSN Ritel dengan prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf d ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
Pasal 30
Perjanjian perwaliamanatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf e diperlukan dalam hal:
penerbitan SBSN Ritel dilakukan secara langsung oleh Pemerintah; atau
Perusahaan Penerbit SBSN menunjuk pihak lain untuk membantu melaksanakan fungsi wali amanat.
Dalam hal SBSN Ritel diterbitkan secara langsung oleh Pemerintah, perjanjian perwaliamanatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf e ditandatangani oleh Direktur Jenderal dan pihak yang ditunjuk sebagai wali amanat.
Dalam hal SBSN Ritel diterbitkan melalui Perusahaan Penerbit SBSN dan ditunjuk pihak lain untuk membantu melaksanakan fungsi wali amanat, perjanjian perwaliamanatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf e ditandatangani oleh Direktur Jenderal, dewan direktur Perusahaan Penerbit SBSN, dan pihak lain yang ditunjuk untuk membantu melaksanakan fungsi wali amanat.
Penunjukan pihak lain untuk membantu melaksanakan fungsi sebagai wali amanat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
BAB V
PEMESANAN PEMBELIAN DAN PENETAPAN PENJUALAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA RITEL
Pasal 31
Menteri berwenang untuk menentukan metode Pemesanan Pembelian SBSN Ritel.
Penentuan metode Pemesanan Pembelian SBSN Ritel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Direktur Jenderal.
Metode Pemesanan Pembelian SBSN Ritel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara:
langsung melalui Sistem Elektronik yang disediakan oleh Mitra Distribusi; atau
tidak langsung melalui Mitra Distribusi.
Metode Pemesanan Pembelian SBSN Ritel sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dilakukan oleh Investor Ritel melalui media elektronik yang terhubung dengan jaringan internet.
Pasal 32
Direktur Jenderal atas nama Menteri berhak menerima seluruh, menerima sebagian, atau menolak Pemesanan Pembelian SBSN Ritel.
Pasal 33
Dalam rangka Penerbitan dan Penjualan SBSN Ritel, Direktur Jenderal atas nama Menteri menetapkan:
jenis dan tingkat imbalan, tingkat diskonto, dan/atau tingkat imbal hasil SBSN Ritel;
jumlah nominal SBSN Ritel yang akan diterbitkan kepada Investor Ritel di Pasar Perdana Domestik;
ketentuan dan persyaratan SBSN Ritel; dan
hasil penjualan SBSN Ritel.
Direktur Jenderal menyampaikan informasi terkait penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf d kepada Menteri.
Pasal 34
Penetapan tingkat Imbalan, tingkat diskonto, dan/atau tingkat imbal hasil SBSN Ritel yang akan diterbitkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat huruf a, dapat dilakukan sebelum masa penawaran dan disampaikan kepada publik.
Penetapan hasil penjualan SBSN Ritel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf d dilakukan paling lama 3 (tiga) Hari Kerja setelah akhir masa penawaran.
Pasal 35
Direktur Jenderal dapat mengambil langkah yang diperlukan dalam rangka menangani Keadaan Kahar yang terjadi ketika pelaksanaan penjualan SBSN Ritel.
BAB VI
SETELMEN
Pasal 36
Setelmen SBSN Ritel dilakukan paling lama 2 (dua) Hari Kerja setelah tanggal penetapan hasil penjualan SBSN Ritel.
Teknis pelaksanaan Setelmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Bank Indonesia.
Pasal 37
Hasil penjualan SBSN Ritel dicatat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Segala biaya yang timbul dalam pelaksanaan penjualan SBSN Ritel dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
BAB VII
PENGUMUMAN HASIL PENJUALAN
Pasal 38
Hasil penjualan SBSN Ritel diumumkan kepada publik setelah penetapan hasil penjualan.
Pengumuman hasil penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat informasi mengenai:
bentuk SBSN Ritel;
seri dan nilai nominal SBSN Ritel;
tingkat imbalan, tingkat diskonto, dan/atau tingkat imbal hasil SBSN Ritel; dan
tanggal jatuh tempo.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 39
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
penetapan Mitra Distribusi, persetujuan pendahuluan calon Mitra Distribusi, penetapan imbalan jasa oleh Direktur Jenderal, perjanjian kerja antara Direktur Jenderal dan wakil dari Mitra Distribusi berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 125/PMK.08/2018 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Ritel di Pasar Perdana Domestik, dinyatakan tetap berlaku untuk selanjutnya dilakukan penetapan kembali oleh KPA setelah dilakukan evaluasi kelayakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3);
proses penetapan calon Mitra Distribusi yang masih dalam proses serta pelaksanaannya dimulai sebelum Peraturan Menteri ini diundangkan, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di dalam Peraturan Menteri ini;
bagi Perusahaan Fintech yang telah ditetapkan sebagai Mitra Distribusi wajib melengkapi kriteria dan persyaratan sebagai Mitra Distribusi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini paling lama 3 (tiga) bulan sejak Peraturan Menteri ini diundangkan; dan
evaluasi kelayakan Mitra Distribusi untuk tahun 2024 dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 125/PMK.08/2018 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Ritel di Pasar Perdana Domestik.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 40
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 125/PMK.08/2018 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Ritel Ditandatangani secara elektronik di Pasar Perdana Domestik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1345), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 41
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 2024 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal Д DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM REPUBLIK INDONESIA, Ѽ DHAHANA PUTRA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR Ж