bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 28 ayat (9), Pasal 29 ayat (6), Pasal 31 ayat (3), Pasal 32 ayat (8), Pasal 33 ayat (2), Pasal 36 ayat (4), Pasal 42 ayat (7), Pasal 44 ayat (6), Pasal 49 ayat (3), Pasal 55, Pasal 56 ayat (9), Pasal 57 ayat (7), Pasal 59 ayat (8), Pasal 60 ayat (3), Pasal 62 ayat (4), Pasal 65 ayat (9), dan Pasal 66 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara;
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6766) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6898);
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6854);
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 977);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG FASILITAS PERPAJAKAN DAN KEPABEANAN DI IBU KOTA NUSANTARA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Ibu Kota Negara bernama Nusantara yang selanjutnya disebut Ibu Kota Nusantara adalah satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus setingkat provinsi yang wilayahnya menjadi tempat kedudukan Ibu Kota Negara.
Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara yang selanjutnya disebut Otorita Ibu Kota Nusantara adalah pelaksana kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggara Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara yang selanjutnya disebut Kepala Otorita adalah kepala Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
Daerah Mitra adalah kawasan tertentu di Pulau Kalimantan yang dibentuk untuk pembangunan dan pengembangan superhub ekonomi Ibu Kota Nusantara, yang bekerja sama dengan Otorita Ibu Kota Nusantara, dan ditetapkan melalui Keputusan Kepala Otorita.
Pelaku Usaha adalah orang perseorangan atau badan usaha yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu.
Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Pajak Penghasilan adalah Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah Pajak Penghasilan yang dipotong berdasarkan ketentuan Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pusat Keuangan yang selanjutnya disebut Financial Center adalah area yang ditetapkan sebagai konsentrasi layanan jasa keuangan serta pusat pengembangan teknologi dan layanan pendukung bidang jasa keuangan.
Kegiatan Usaha Utama adalah rincian bidang usaha sebagaimana tercantum dalam perizinan usaha Wajib Pajak pada saat pengajuan permohonan fasilitas Pajak Penghasilan di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra.
Saat Mulai Beroperasi Komersial adalah saat pertama kali hasil produksi atau jasa dari Kegiatan Usaha Utama dijual atau diserahkan ke pasaran dan/atau digunakan sendiri untuk proses lebih lanjut.
Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.
Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik (o nline single submission ) yang selanjutnya disebut Sistem OSS adalah sistem elektronik terintegrasi yang dikelola dan diselenggarakan oleh lembaga OSS untuk penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko.
Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Penghasilan Bruto adalah semua penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh dari kegiatan usaha dan dari luar kegiatan usaha, setelah dikurangi dengan retur dan pengurangan penjualan serta potongan tunai dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.
Perjanjian Kerja Sama adalah perjanjian antara Wajib Pajak dengan sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah kejuruan, perguruan tinggi program diploma pada pendidikan vokasi, balai latihan kerja, atau kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan, Otorita Ibu Kota Nusantara, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota bagi perorangan yang tidak terikat hubungan kerja dengan pihak manapun, dalam rangka penyelenggaraan kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran dalam rangka pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi tertentu.
Penelitian adalah kegiatan yang dilakukan menurut metodologi ilmiah untuk memperoleh data dan informasi yang berkaitan dengan pemahaman tentang fenomena alam dan/atau sosial, pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis, dan penarikan kesimpulan ilmiah.
Pengembangan adalah kegiatan untuk peningkatan manfaat dan daya dukung ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah terbukti kebenaran dan keamanannya untuk meningkatkan fungsi dan manfaat ilmu pengetahuan dan teknologi.
Komersialisasi adalah kegiatan produksi di Indonesia dan penjualan atas barang dan/atau jasa hasil Penelitian dan Pengembangan.
Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya .
Hak Perlindungan Varietas Tanaman yang selanjutnya disebut Hak PVT adalah hak khusus yang diberikan negara kepada pemulia dan/atau pemegang hak Perlindungan Varietas Tanaman untuk menggunakan sendiri varietas hasil pemuliaannya atau memberi persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakannya selama waktu tertentu.
Kekayaan Intelektual adalah kekayaan yang timbul karena hasil olah pikir manusia yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna bagi kehidupan manusia.
Pemberi Kerja adalah orang pribadi atau badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan, atau unit, termasuk instansi pemerintah, yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan/atau pembayaran lain dengan nama atau dalam bentuk apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai.
Pegawai adalah orang pribadi yang bekerja pada Pemberi Kerja, baik sebagai pegawai tetap atau pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik secara tertulis maupun tidak tertulis, untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam jabatan atau kegiatan tertentu dengan memperoleh imbalan yang dibayarkan berdasarkan periode tertentu, penyelesaian pekerjaan, atau ketentuan lain yang ditetapkan Pemberi Kerja, termasuk orang pribadi yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah.
Pegawai Tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu sepanjang pegawai yang bersangkutan bekerja penuh ( full time ) dalam pekerjaan tersebut.
Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas yang selanjutnya disebut Pegawai Tidak Tetap adalah Pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila Pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh Pemberi Kerja.
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak pertambahan nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pajak penjualan atas barang mewah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang- Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Pembeli adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan Barang Kena Pajak dan yang membayar atau seharusnya membayar harga Barang Kena Pajak tersebut.
Penerima Jasa adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan Jasa Kena Pajak dan yang membayar atau seharusnya membayar penggantian Jasa Kena Pajak tersebut.
Surat Keterangan Tidak Dipungut yang selanjutnya disingkat SKTD adalah surat keterangan yang menyatakan bahwa Wajib Pajak memperoleh fasilitas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atas impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak strategis tertentu berdasarkan Peraturan Menteri ini.
Surat Keterangan Bebas Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disebut SKB PPnBM adalah surat keterangan yang menyatakan bahwa Wajib Pajak diberikan pengecualian melalui pembebasan dari pengenaan PPnBM atas impor atau perolehan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor.
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang- Undang Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.
Kepentingan Umum adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat yang tidak mengutamakan kepentingan di bidang keuangan.
Hibah adalah pemberian/bantuan barang secara cuma- cuma tanpa syarat pembayaran dari pemberi dan/atau pengirim tertentu kepada pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
Pihak Ketiga adalah badan usaha yang melakukan kontrak kerja sama dengan pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
Pihak Lain adalah pihak yang melakukan importasi atas penerimaan hibah kepada pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang tidak melalui pencatatan dalam anggaran pendapatan belanja negara.
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disingkat KPBPB adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan Bea Masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah dan cukai.
Sistem Indonesia National Single Window yang selanjutnya disingkat SINSW adalah sistem elektronik yang mengintegrasikan sistem dan/atau informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan, dokumen kekarantinaan, dokumen perizinan, dokumen kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan dokumen lain, yang terkait dengan ekspor dan/atau impor, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis.
Perusahaan adalah perusahaan yang melaksanakan pembangunan industri atau pengembangan industri dalam rangka Penanaman Modal dan khusus untuk Penanaman Modal Asing harus berbentuk perseroan terbatas.
Pembangunan adalah pembangunan industri berupa pendirian Perusahaan atau pabrik baru untuk menghasilkan barang dan/atau jasa.
Pengembangan Industri adalah pengembangan Perusahaan atau pabrik yang telah ada meliputi penambahan, modernisasi, rehabilitasi, dan/atau restrukturisasi dari alat-alat produksi termasuk mesin untuk tujuan peningkatan jumlah, jenis, dan/atau kualitas hasil produksi.
Fasilitas Pajak Dalam Rangka Impor yang selanjutnya disebut Fasilitas PDRI adalah kemudahan pajak berupa Pajak Pertambahan Nilai impor tidak dipungut dan pembebasan pemungutan Pajak Penghasilan dalam rangka impor.
Produk Dalam Negeri adalah barang dan jasa, termasuk rancang bangun dan perekayasaan, yang diproduksi atau dikerjakan oleh perusahaan yang berinvestasi dan berproduksi di Indonesia, menggunakan seluruh atau sebagian tenaga kerja warga negara Indonesia, dan prosesnya menggunakan bahan baku atau komponen yang seluruh atau sebagian berasal dari dalam negeri.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
BAB II
JENIS FASILITAS
Pasal 2
Fasilitas yang diberikan di Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra meliputi:
Pajak Penghasilan;
Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah; dan/atau
kepabeanan.
Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang diberikan di Ibu Kota Nusantara berupa fasilitas:
pengurangan Pajak Penghasilan badan bagi Wajib Pajak badan dalam negeri;
Pajak Penghasilan atas kegiatan sektor keuangan di Financial Center ;
pengurangan Pajak Penghasilan badan atas pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional;
pengurangan Penghasilan Bruto atas penyelenggaraan kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran dalam rangka pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi tertentu;
pengurangan Penghasilan Bruto atas kegiatan Penelitian dan Pengembangan tertentu;
pengurangan Penghasilan Bruto atas sumbangan dan/atau biaya pembangunan fasilitas umum, fasilitas sosial, dan/atau fasilitas lainnya yang bersifat nirlaba;
Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final;
Pajak Penghasilan final 0% (nol persen) atas penghasilan dari peredaran bruto usaha tertentu pada usaha mikro, kecil, dan menengah; dan
pengurangan Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang diberikan di Daerah Mitra berupa fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan bagi Wajib Pajak badan dalam negeri.
Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang diberikan di Ibu Kota Nusantara berupa kemudahan perpajakan:
Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut; dan
pengecualian Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak.
Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang diberikan di Daerah Mitra berupa kemudahan perpajakan Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut.
Fasilitas kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berupa pengaturan kepabeanan meliputi:
pembebasan Bea Masuk dan Fasilitas PDRI atas impor barang oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditujukan untuk Kepentingan Umum di wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra;
pembebasan Bea Masuk dan Fasilitas PDRI atas impor barang modal untuk Pembangunan dan Pengembangan Industri di wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra; dan
pembebasan Bea Masuk atas impor barang dan bahan untuk Pembangunan dan Pengembangan Industri di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra.
Fasilitas Pajak Penghasilan atas kegiatan sektor keuangan di Financial Center sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:
pengurangan Pajak Penghasilan badan bagi Wajib Pajak badan yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center di Ibu Kota Nusantara; dan
fasilitas pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan atas penghasilan yang berasal dari investasi pada Financial Center di Ibu Kota Nusantara yang diterima atau diperoleh subjek pajak luar negeri.
BAB III
FASILITAS PAJAK PENGHASILAN
Bagian Kesatu
Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri Paragraf 1 Subjek, Bentuk Fasilitas, dan Kriteria untuk Memperoleh Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan
Pasal 3
Wajib Pajak yang melakukan Penanaman Modal di:
Ibu Kota Nusantara diberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a; dan/atau
Daerah Mitra diberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3).
Pasal 4
Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 diberikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah Pajak Penghasilan badan yang terutang.
Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai dimanfaatkan sejak Tahun Pajak Saat Mulai Beroperasi Komersial.
Pasal 5
Untuk memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Wajib Pajak harus memenuhi kriteria:
merupakan Wajib Pajak badan dalam negeri;
melakukan kegiatan usaha melalui kantor pusat dan/atau unit usaha yang berada di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra;
berstatus sebagai badan hukum Indonesia;
melakukan Penanaman Modal dengan nilai paling sedikit Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah); dan
melakukan Penanaman Modal:
di bidang usaha yang memiliki nilai strategis untuk mempercepat pembangunan dan pengembangan Ibu Kota Nusantara; atau
di bidang usaha infrastruktur dan layanan umum di Daerah Mitra.
Dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sahamnya dimiliki secara langsung oleh Wajib Pajak dalam negeri lainnya, selain harus memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak dalam negeri lainnya yang menjadi pemegang saham harus memiliki surat keterangan fiskal secara otomasi.
Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan Penanaman Modal berupa aktiva tetap berwujud yang memenuhi kriteria:
diperoleh Wajib Pajak dalam keadaan baru, kecuali merupakan bagian mesin peralatan yang diperlukan bagi pelaksanaan investasi pada sektor kesehatan, riset dan inovasi, dan konstruksi di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra;
diperoleh sejak tanggal Perizinan Berusaha diterbitkan oleh lembaga OSS;
diperoleh sebelum Saat Mulai Beroperasi Komersial; dan
belum pernah memperoleh:
fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3;
fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu;
fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai penghitungan penghasilan kena pajak dan pelunasan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan;
fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai penyelenggaraan kawasan ekonomi khusus; atau
fasilitas pengurangan penghasilan neto atas penanaman modal baru atau perluasan usaha pada bidang usaha tertentu yang merupakan industri padat karya sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai penghitungan penghasilan kena pajak dan pelunasan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan.
Tata cara untuk memperoleh surat keterangan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pemberian surat keterangan fiskal. Paragraf 2 Bidang Usaha dan Jangka Waktu Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan di Ibu Kota Nusantara
Pasal 6
Penanaman Modal yang mendapat fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan Penanaman Modal pada bidang usaha yang memiliki nilai strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat huruf e angka 1, meliputi:
infrastruktur dan layanan umum;
bangkitan ekonomi; dan
bidang usaha lainnya.
Infrastruktur dan layanan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa:
pembangkit tenaga listrik termasuk energi baru dan terbarukan;
pembangunan dan pengoperasian jalan tol;
pembangunan dan pengoperasian pelabuhan laut;
pembangunan dan pengoperasian bandar udara;
pembangunan dan penyediaan air bersih;
pembangunan dan pengoperasian fasilitas kesehatan;
pembangunan dan penyelenggaraan satuan pendidikan;
pembangunan dan penyediaan infrastruktur telekomunikasi dan informatika;
pembangunan dan pengelolaan hutan taman kota;
pembangunan perumahan, kawasan pemukiman, dan perkantoran;
pembangunan dan pengelolaan air limbah;
pembangunan dan pengelolaan sistem jaringan utilitas bawah tanah;
pembangunan dan pengoperasian kawasan industri serta pusat riset dan inovasi ( industrial and science park );
pembangunan dan pengoperasian pasar rakyat;
penyediaan transportasi umum;
pembangunan dan pengoperasian terminal kendaraan angkutan penumpang atau barang; dan
pembangunan dan pengoperasian stadion/sarana olahraga.
Bangkitan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa:
pembangunan dan pengoperasian pusat perbelanjaan ( mall );
penyediaan sarana wisata dan jasa akomodasi/hotel berbintang;
penyediaan fasilitas Meeting , Incentive , Convention , and Exhibition (MICE); dan
stasiun pengisian bahan bakar dan/atau pengisian daya untuk kendaraan listrik ( battery charging ).
Bidang usaha lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berupa:
budidaya pertanian dan/atau perikanan perkotaan;
industri dan/atau rekayasa industri bernilai tambah;
industri perangkat keras ( hardware ) dan/atau perangkat lunak ( software );
jasa perdagangan;
jasa konstruksi;
jasa perantara real estat; dan
jasa pariwisata dan ekonomi kreatif.
Pasal 7
Jasa perdagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf d merupakan jasa yang berlokasi dan mendapatkan penghasilan dari kegiatan usaha di Ibu Kota Nusantara, yang memenuhi kriteria:
bersumber dari gudang di wilayah Ibu Kota Nusantara;
dilakukan melalui toko di wilayah Ibu Kota Nusantara; dan/atau
barang yang diperdagangkan dijual kepada konsumen yang bertempat tinggal di wilayah Ibu Kota Nusantara.
Jasa konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf e berupa layanan:
konsultansi konstruksi;
pekerjaan konstruksi; dan/atau
pekerjaan konstruksi terintegrasi.
Konsultansi konstruksi, pekerjaan konstruksi, dan pekerjaan konstruksi terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan jasa yang berlokasi dan mendapatkan penghasilan yang:
dilaksanakan melalui tempat kegiatan usaha yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara; dan
atas proyek jasa konstruksi yang dilaksanakan di wilayah Ibu Kota Nusantara.
Jasa perantara real estat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat huruf f merupakan kegiatan jasa yang dilakukan oleh perusahaan perantara perdagangan properti yang berlokasi dan mendapatkan penghasilan dari kegiatan usaha di Ibu Kota Nusantara, yang memenuhi kriteria:
properti atau real estat yang menjadi objek perantara berada di wilayah Ibu Kota Nusantara; dan
pengguna jasa merupakan konsumen yang bertempat tinggal atau bermaksud untuk bertempat tinggal, bertempat kedudukan, dan/atau bertempat kegiatan usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara berdasarkan fakta dan kondisi yang sesungguhnya.
Jasa pariwisata dan ekonomi kreatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf g merupakan jasa yang berlokasi dan mendapatkan penghasilan dari kegiatan usaha berupa pariwisata dan ekonomi kreatif yang berlokasi di wilayah Ibu Kota Nusantara.
Pasal 8
Pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk bidang usaha infrastruktur dan layanan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat huruf a, diberikan selama:
30 (tiga puluh) Tahun Pajak, untuk Penanaman Modal yang dilakukan sejak tahun 2023 sampai dengan tahun 2030;
25 (dua puluh lima) Tahun Pajak, untuk Penanaman Modal yang dilakukan sejak tahun 2031 sampai dengan tahun 2035; dan
20 (dua puluh) Tahun Pajak, untuk Penanaman Modal yang dilakukan sejak tahun 2036 sampai dengan tahun 2045.
Pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk bidang usaha bangkitan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b diberikan selama:
20 (dua puluh) Tahun Pajak, untuk Penanaman Modal yang dilakukan sejak tahun 2023 sampai dengan tahun 2030;
15 (lima belas) Tahun Pajak, untuk Penanaman Modal yang dilakukan sejak tahun 2031 sampai dengan tahun 2035; dan
10 (sepuluh) Tahun Pajak, untuk Penanaman Modal yang dilakukan sejak tahun 2036 sampai dengan tahun 2045.
Pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk bidang usaha lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c diberikan selama:
10 (sepuluh) Tahun Pajak, untuk Penanaman Modal yang dilakukan sejak tahun 2023 sampai dengan tahun 2030; dan
10 (sepuluh) Tahun Pajak, untuk Penanaman Modal yang dilakukan sejak tahun 2031 sampai dengan tahun 2045.
Saat dimulainya Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) terhitung sejak tanggal diterbitkannya Perizinan Berusaha melalui Sistem OSS.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk bidang usaha lainnya yang diberikan selama 10 (sepuluh) Tahun Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b diberikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari persentase pengurangan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1). Paragraf 3 Bidang Usaha dan Jangka Waktu Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan di Daerah Mitra
Pasal 9
Penanaman Modal yang mendapat fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b merupakan Penanaman Modal pada bidang usaha infrastruktur dan layanan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat huruf e angka 2.
Bidang usaha infrastruktur dan layanan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
pembangkit tenaga listrik termasuk energi baru dan terbarukan;
pembangunan dan pengoperasian jalan tol;
pembangunan dan pengoperasian pelabuhan laut;
pembangunan dan pengoperasian bandar udara; dan
pembangunan dan penyediaan air bersih.
Pasal 10
Pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk bidang usaha infrastruktur dan layanan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), diberikan selama:
25 (dua puluh lima) Tahun Pajak, untuk Penanaman Modal yang dilakukan sejak tahun 2023 sampai dengan tahun 2030;
20 (dua puluh) Tahun Pajak, untuk Penanaman Modal yang dilakukan sejak tahun 2031 sampai dengan tahun 2035; dan
15 (lima belas) Tahun Pajak, untuk Penanaman Modal yang dilakukan sejak tahun 2036 sampai dengan tahun 2045.
Saat dimulainya Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhitung sejak tanggal diterbitkannya Perizinan Berusaha melalui Sistem OSS. Paragraf 4 Prosedur Pengajuan Permohonan Persetujuan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan
Pasal 11
Untuk dapat mengajukan permohonan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a dan ayat (3), Wajib Pajak harus mendapatkan Perizinan Berusaha dari Sistem OSS.
Setelah Wajib Pajak memperoleh Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Sistem OSS meneliti kesesuaian pemenuhan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat .
Sistem OSS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan pemberitahuan kepada Wajib Pajak bahwa:
Penanaman Modal memenuhi kriteria untuk memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a atau ayat (3), dalam hal Wajib Pajak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2); atau
Penanaman Modal tidak memenuhi kriteria untuk memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a atau ayat (3), dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2).
Pasal 12
Wajib Pajak yang telah memperoleh pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf a, dapat mengajukan permohonan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat dengan mengunggah dokumen berupa salinan digital rincian aktiva tetap berwujud dalam rencana nilai Penanaman Modal.
Permohonan yang telah dilengkapi dengan pengunggahan salinan digital rincian aktiva tetap berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Sistem OSS kepada Menteri sebagai usulan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat huruf a dan ayat (3).
Berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Sistem OSS mengirimkan pemberitahuan kepada Wajib Pajak bahwa permohonan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sedang dalam proses.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:
sebelum Saat Mulai Beroperasi Komersial; dan
paling lambat 1 (satu) tahun setelah tanggal diterbitkannya Perizinan Berusaha melalui Sistem OSS. Paragraf 5 Prosedur Pemberian Keputusan Persetujuan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan
Pasal 13
Atas usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dilakukan penelitian kebenaran untuk memastikan kesesuaian antara data dalam salinan digital daftar aktiva tetap yang disampaikan dengan data kegiatan usaha pada Sistem OSS.
Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah usulan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat diterima.
Dalam hal berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) salinan digital daftar aktiva tetap telah sesuai dengan data kegiatan usaha, Sistem OSS menyampaikan pemberitahuan kepada Wajib Pajak bahwa usulan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dinyatakan lengkap dan benar.
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan adanya ketidaksesuaian antara salinan digital daftar aktiva tetap dan data kegiatan usaha, Sistem OSS menyampaikan pemberitahuan kepada Wajib Pajak untuk menyampaikan pembetulan.
Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus disampaikan oleh Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterima.
Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan pembetulan sampai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berakhir, permohonan dikembalikan kepada Wajib Pajak.
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat mengajukan kembali sepanjang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2).
Pasal 14
Persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a dan ayat (3) ditetapkan dengan keputusan Menteri.
Menteri mendelegasikan kewenangan penetapan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk mandat kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal.
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal melaporkan pelaksanaan pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Menteri setiap 3 (tiga) bulan sekali.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan melalui Sistem OSS.
Pasal 15
Keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat diterbitkan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah usulan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dinyatakan lengkap dan benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3).
Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Tata cara penerbitan keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal. Paragraf 6 Prosedur Pengajuan Permohonan Pemanfaatan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan Pasal 16 __ (1) Permohonan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a dan ayat disampaikan oleh Wajib Pajak setelah Saat Mulai Beroperasi Komersial.
Permohonan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui Sistem OSS dengan mengunggah dokumen meliputi:
daftar realisasi Penanaman Modal berupa aktiva tetap berwujud beserta gambar tata letak; dan
dokumen yang berkaitan dengan:
transaksi penjualan barang atau penyerahan jasa dari Kegiatan Usaha Utama ke pasaran pertama kali, dapat berupa faktur pajak atau bukti tagihan; atau
hasil produksi atau jasa dari Kegiatan Usaha Utama pertama kali digunakan sendiri untuk proses produksi lebih lanjut, dapat berupa laporan pemakaian sendiri.
Selain harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Wajib Pajak juga harus memiliki surat keterangan fiskal secara otomasi.
Tata cara untuk memperoleh surat keterangan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pemberian surat keterangan fiskal. Paragraf 7 Prosedur Pemberian Keputusan Pemanfaatan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan
Pasal 17
Pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a dan ayat (3) ditetapkan oleh Menteri berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pemeriksaan yang dilakukan di tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha, dan/atau tempat lain yang dianggap perlu.
Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah menerima permohonan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dari Wajib Pajak.
Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara pemeriksaan pajak.
Menteri melimpahkan kewenangan untuk menetapkan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk delegasi kepada kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra.
Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan untuk:
menerima permohonan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; dan
melakukan pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam bentuk delegasi kepada kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra.
Pasal 18
Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak surat pemberitahuan pemeriksaan disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil dari Wajib Pajak, kuasa dari Wajib Pajak, atau pegawai dari Wajib Pajak.
Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan:
penentuan mengenai Saat Mulai Beroperasi Komersial;
penghitungan nilai realisasi Penanaman Modal pada Saat Mulai Beroperasi Komersial;
pengujian mengenai kesesuaian realisasi Kegiatan Usaha Utama pada bidang usaha yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; dan
pengujian mengenai saat pengajuan permohonan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan.
Pemeriksaan lapangan untuk kegiatan penghitungan nilai realisasi Penanaman Modal pada Saat Mulai Beroperasi Komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terhadap Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf j, huruf m, huruf n, dan ayat huruf a termasuk memperhitungkan nilai realisasi tanah dan/atau bangunan yang diperuntukkan untuk dijual kembali.
Dalam rangka pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra dapat meminta keterangan dan/atau melibatkan tenaga ahli, Otorita Ibu Kota Nusantara, kementerian pembina sektor dan/atau kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal.
Pasal 19
Hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dapat berupa:
Saat Mulai Beroperasi Komersial; __ b. Wajib Pajak belum mulai beroperasi komersial pada saat pengajuan permohonan pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan badan;
Wajib Pajak telah beroperasi komersial pada saat pengajuan permohonan pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan badan;
Wajib Pajak telah beroperasi komersial pada saat pengajuan permohonan persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan;
jumlah nilai realisasi Penanaman Modal pada Saat Mulai Beroperasi Komersial paling sedikit Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
jumlah nilai realisasi Penanaman Modal pada Saat Mulai Beroperasi Komersial kurang dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
kesesuaian antara realisasi dengan rencana Kegiatan Usaha Utama; __ h. ketidaksesuaian antara realisasi dengan rencana Kegiatan Usaha Utama; dan/atau
Wajib Pajak, wakil dari Wajib Pajak, atau kuasa dari Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan menyatakan menolak untuk dilakukan pemeriksaan.
Pasal 20
Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a, huruf c, huruf e, dan huruf g terpenuhi, kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra menetapkan keputusan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan.
Keputusan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b terpenuhi, kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra menerbitkan surat yang menyatakan bahwa Wajib Pajak belum beroperasi komersial dan Wajib Pajak dapat mengajukan kembali permohonan penetapan Saat Mulai Beroperasi Komersial.
Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf i terpenuhi, kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra menerbitkan surat yang menyatakan bahwa permohonan Wajib Pajak tidak dapat diproses.
Keputusan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), surat yang menyatakan bahwa Wajib Pajak belum beroperasi komersial dan Wajib Pajak dapat mengajukan kembali permohonan penetapan Saat Mulai Beroperasi Komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan surat yang menyatakan bahwa permohonan Wajib Pajak tidak dapat diproses sebagaimana dimaksud pada ayat (4), diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah pemeriksaan lapangan selesai dilaksanakan dan dituangkan dalam hasil pemeriksaan lapangan. Paragraf 8 Kewajiban dan Larangan bagi Wajib Pajak yang Memperoleh Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan
Pasal 21
Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a dan ayat (3) wajib:
merealisasikan rencana Penanaman Modal paling lama 2 (dua) tahun sejak keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) diterbitkan;
menyampaikan laporan realisasi Penanaman Modal dan laporan realisasi kegiatan usaha;
melakukan pembukuan terpisah antara Penanaman Modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dan yang tidak memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; dan
melakukan pemotongan dan pemungutan pajak kepada pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.
Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Wajib Pajak yang telah memperoleh keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14.
Kewajiban untuk merealisasikan rencana Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu melakukan Penanaman Modal paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari rencana Penanaman Modal.
Laporan realisasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan laporan realisasi Penanaman Modal sejak keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) diterbitkan sampai dengan Saat Mulai Beroperasi Komersial.
Laporan realisasi kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan laporan realisasi kegiatan usaha sejak Tahun Pajak Saat Mulai Beroperasi Komersial sampai dengan jangka waktu pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan badan berakhir.
Kewajiban untuk melakukan pembukuan terpisah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan menyelenggarakan pembukuan terpisah atas penghasilan dari Penanaman Modal yang telah mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dan penghasilan dari Penanaman Modal yang tidak memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan.
Dalam hal pada saat melakukan pembukuan terpisah sebagaimana dimaksud pada ayat (6) terdapat biaya bersama yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka penghitungan besarnya penghasilan kena pajak, pembebanan biaya bersama dialokasikan secara proporsional.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) wajib disusun sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 22
Dalam rangka pengujian kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Direktur Jenderal Pajak melakukan pengawasan kepatuhan terhadap Wajib Pajak yang diberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a dan ayat (3).
Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan untuk melakukan pengawasan kepatuhan terhadap Wajib Pajak yang memanfaatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk delegasi kepada kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
Pengawasan kepatuhan terhadap Wajib Pajak yang memanfaatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan atas laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf b.
Pasal 23
Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat huruf b wajib disampaikan setiap 1 (satu) tahun kepada kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan ditembuskan kepada Direktur Jenderal Pajak, Kepala Badan Kebijakan Fiskal, dan Kepala Otorita.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan melalui Sistem OSS paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan.
Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau menyampaikan laporan namun tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (8), kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak terdaftar menerbitkan surat teguran tertulis kepada Wajib Pajak.
Dalam hal setelah jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil dari Wajib Pajak, atau kuasa dari Wajib Pajak, Wajib Pajak tetap tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau menyampaikan laporan namun tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (8), kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak terdaftar menerbitkan surat teguran kedua.
Berdasarkan surat teguran tertulis kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Wajib Pajak harus menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf b paling lambat 14 (empat belas) hari.
Pasal 24
Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilarang:
mengimpor, membeli, atau memperoleh barang modal bukan baru, untuk realisasi Penanaman Modal yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan, kecuali barang modal bukan baru dimaksud merupakan bagian mesin peralatan yang diperlukan bagi pelaksanaan investasi pada sektor kesehatan, riset dan inovasi, dan konstruksi di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra;
menggunakan barang modal yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan selain untuk tujuan pemberian fasilitas selama jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan bagi pelaksanaan investasi di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra;
memindahtangankan barang modal yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan selama jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan, kecuali pemindahtanganan tersebut tidak menyebabkan nilai realisasi Penanaman Modal kurang dari batas nilai Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d dan:
dilakukan untuk tujuan peningkatan efisiensi; dan/atau
merupakan kewajiban yang harus dipenuhi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; atau
melakukan relokasi Penanaman Modal ke luar Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra.
Ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tidak berlaku bagi Wajib Pajak yang Kegiatan Usaha Utama melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
Cakupan larangan relokasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi relokasi dari:
Ibu Kota Nusantara ke luar Ibu Kota Nusantara;
Daerah Mitra ke Daerah Mitra Lainnya; dan
Daerah Mitra ke luar Daerah Mitra. Paragraf 9 Ketentuan Pemotongan atau Pemungutan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang Memperoleh Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra
Pasal 25
Terhadap Wajib Pajak yang telah memperoleh keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat diberikan pembebasan dari pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain atas:
penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak dari Kegiatan Usaha Utama; dan
pembelian atau impor atas barang atau bahan yang dilakukan oleh Wajib Pajak terkait Kegiatan Usaha Utama, pada bidang usaha yang memiliki nilai strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan pada bidang usaha infrastruktur dan layanan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1).
Pembebasan dari pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu:
pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22;
pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23; dan
pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari:
usaha jasa konstruksi; dan
persewaan tanah dan/atau bangunan.
Selain diberikan pembebasan dari pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak yang telah memperoleh keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) yang termasuk dalam sektor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf j, huruf m, huruf n, dan ayat huruf a diberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan di Ibu Kota Nusantara sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah Pajak Penghasilan terutang selama jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2).
Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) termasuk pengalihan melalui perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan.
Pasal 26
Pembebasan dari pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat diberikan dengan surat keterangan bebas.
Keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) diperlakukan sebagai surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat .
Pembebasan dari pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan mulai tanggal diterbitkannya keputusan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) sampai dengan berakhirnya jangka waktu pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana tercantum dalam surat keputusan pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1).
Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) dilakukan dengan penerbitan surat keterangan bebas Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
Terhadap Wajib Pajak yang diberikan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar 50% (lima puluh persen) dari persentase pengurangan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat berdasarkan keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), atas penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak dari Kegiatan Usaha Utama dan pembelian atau impor atas barang atau bahan terkait Kegiatan Usaha Utama berlaku ketentuan sebagai berikut:
Pajak Penghasilan Pasal 22 selain atas impor barang, Pajak Penghasilan Pasal 23, atau Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari transaksi usaha jasa konstruksi, dan persewaan tanah dan/atau bangunan wajib dipotong atau dipungut oleh lawan transaksi sebesar 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang terutang, dalam hal lawan transaksi merupakan pemotong dan/atau pemungut Pajak Penghasilan;
Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang wajib dipungut oleh bank devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebesar 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang terutang; atau
Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari transaksi usaha jasa konstruksi, dan persewaan tanah dan/atau bangunan wajib disetor sendiri oleh Wajib Pajak sebesar 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang terutang, dalam hal lawan transaksi bukan merupakan pemotong atau pemungut Pajak Penghasilan.
Selain penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), tetap dilakukan pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.
Pasal 27
Direktur Jenderal Pajak berwenang menerbitkan surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4).
Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan dalam bentuk delegasi kepada kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak berstatus pusat terdaftar untuk menerbitkan surat keterangan bebas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Untuk memperoleh surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak badan dalam negeri harus menyampaikan permohonan surat keterangan bebas Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan yang berlokasi di Ibu Kota Nusantara melalui saluran tertentu pada laman Direktorat Jenderal Pajak.
Permohonan surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus diajukan oleh Wajib Pajak badan dalam negeri untuk setiap pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilengkapi dengan dokumen berupa surat pernyataan yang menyatakan bahwa tanah dan/atau bangunan yang dialihkan berlokasi di Ibu Kota Nusantara.
Bentuk permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 28
Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3), kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak berstatus pusat terdaftar:
menerbitkan surat keterangan bebas, dalam hal memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (5); atau
tidak menindaklanjuti permohonan dimaksud disertai informasi mengenai alasan permohonan tidak dapat ditindaklanjuti, dalam hal tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (5), dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja sejak permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) diterima.
Dalam hal permohonan Wajib Pajak tidak dapat ditindaklanjuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Wajib Pajak dapat mengajukan kembali permohonan.
Surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Paragraf 10 Kriteria Pencabutan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan
Pasal 29
Keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat yang diperoleh Wajib Pajak dilakukan pencabutan, dalam hal:
hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf d, huruf f, atau huruf h terpenuhi;
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3);
tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf b setelah diberikan 2 (dua) kali teguran tertulis oleh Direktur Jenderal Pajak;
melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24; dan/atau
tidak lagi melakukan kegiatan usaha di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra.
Pencabutan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
Pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara pemeriksaan pajak.
Menteri melimpahkan kewenangan untuk menetapkan keputusan pencabutan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk mandat kepada kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra.
Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam bentuk delegasi kepada kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra.
Keputusan pencabutan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Terhadap Wajib Pajak yang telah dilakukan pencabutan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
pengurangan Pajak Penghasilan badan yang telah dimanfaatkan wajib dibayar kembali dan dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan terhitung sejak saat Wajib Pajak melakukan pelanggaran;
dilakukan pencabutan surat keterangan bebas; dan
tidak dapat lagi diberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra.
Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang telah diberikan pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) wajib dibayar kembali dan dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dalam hal:
tanah dan/atau bangunan yang dialihkan Wajib Pajak dalam negeri tidak berlokasi di Ibu Kota Nusantara; atau
Wajib Pajak dilakukan pencabutan keputusan Menteri mengenai pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan.
Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang telah diberikan pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) wajib dibayar kembali oleh Wajib Pajak terhitung sejak saat Wajib Pajak melakukan pelanggaran.
Bagian Kedua
Fasilitas Pajak Penghasilan atas Kegiatan Sektor Keuangan di _Financial Center_ Paragraf 1 Subjek, Bentuk Fasilitas, dan Kriteria untuk Memperoleh Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan di _Financial_ _Center_ Ibu Kota Nusantara
Pasal 30
Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara, diberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (7) huruf a.
Pasal 31
Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 diberikan sebesar:
100% (seratus persen); dan/atau
85% (delapan puluh lima persen), dari jumlah Pajak Penghasilan badan yang terutang atas bagian tertentu dari penghasilan.
Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan selama:
25 (dua puluh lima) Tahun Pajak, untuk Penanaman Modal yang dilakukan sejak tahun 2023 sampai dengan tahun 2035; dan
20 (dua puluh) Tahun Pajak, untuk Penanaman Modal yang dilakukan sejak tahun 2036 sampai dengan tahun 2045.
Saat dimulainya Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhitung sejak tanggal diterbitkannya Perizinan Berusaha melalui Sistem OSS untuk kegiatan Penanaman Modal sektor keuangan yang berlokasi di Financial Center Ibu Kota Nusantara.
Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai dimanfaatkan sejak Tahun Pajak Saat Mulai Beroperasi Komersial.
Pasal 32
Untuk mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Wajib Pajak harus memenuhi kriteria:
merupakan Wajib Pajak badan dalam negeri atau Wajib Pajak badan luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap;
melakukan Penanaman Modal dan melakukan kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara; dan
melakukan Penanaman Modal yang belum pernah diterbitkan keputusan mengenai pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30.
Dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sahamnya dimiliki secara langsung oleh Wajib Pajak dalam negeri lainnya, selain harus memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak dalam negeri lainnya yang menjadi pemegang saham harus memiliki surat keterangan fiskal secara otomasi.
Tata cara untuk memperoleh surat keterangan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pemberian surat keterangan fiskal. Paragraf 2 Kegiatan Usaha Sektor Keuangan yang Memperoleh Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara
Pasal 33
Kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 mencakup kegiatan usaha:
perbankan;
perasuransian;
keuangan syariah;
pasar modal, keuangan derivatif dan bursa karbon;
dana pensiun;
pembiayaan;
modal ventura;
inovasi teknologi sektor keuangan;
penjaminan;
perdagangan/bursa komoditas internasional _(international commodity trading); _ k. bullion ;
pengelola dana perwalian ( trust );
pengelolaan instrumen keuangan ( special purpose vehicle );
perusahaan induk konglomerasi keuangan ( financial holding company );
infrastruktur pasar keuangan;
pasar uang, pasar valuta asing, dan transaksi derivatifnya;
penyelenggaraan jasa sistem pembayaran; dan
jasa keuangan lainnya.
Kegiatan usaha sektor keuangan syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi kegiatan usaha perbankan dan perasuransian.
Kegiatan usaha sektor keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d sampai dengan huruf r termasuk kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
Kegiatan usaha sektor jasa keuangan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf r meliputi:
pergadaian;
perusahaan pembiayaan sekunder perumahan;
penyelenggara layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi;
lembaga keuangan mikro;
kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank;
penyelenggara jasa pengolahan uang rupiah;
aset keuangan digital, termasuk aset kripto;
koperasi yang berkegiatan di sektor jasa keuangan;
badan penyelenggara jaminan sosial di bidang kesehatan;
badan penyelenggara jaminan sosial di bidang ketenagakerjaan;
perusahaan perseroan dalam bidang pengembangan usaha swasta nasional;
lembaga pembiayaan ekspor indonesia;
perusahaan perseroan dalam bidang pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;
perusahaan pembiayaan sekunder perumahan;
perusahaan pembiayaan infrastruktur; dan
badan pengelola tabungan perumahan rakyat.
Pasal 34
Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat huruf a, huruf b, dan huruf c diberikan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah Pajak Penghasilan badan yang terutang atas bagian penghasilan yang digunakan untuk investasi atau pembiayaan pembangunan, pengembangan, dan kegiatan ekonomi di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra.
Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf d sampai dengan huruf r, diberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar 85% (delapan puluh lima persen) dari jumlah Pajak Penghasilan badan yang terutang atas:
bagian penghasilan yang berasal dari penanam modal luar negeri, untuk sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf d dan huruf j; atau
bagian penghasilan yang berasal dari Pelaku Usaha dan/atau masyarakat yang berlokasi di wilayah Ibu Kota Nusantara, untuk sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, huruf k, huruf 1, huruf m, huruf n, huruf o, huruf p, huruf q, dan huruf r.
Penerapan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Paragraf 3 Prosedur Pengajuan Permohonan Persetujuan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan di Financial Center __ Ibu Kota Nusantara
Pasal 35
Untuk dapat mengajukan permohonan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Wajib Pajak harus mendapatkan Perizinan Berusaha dari Sistem OSS.
Setelah Wajib Pajak memperoleh Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Sistem OSS meneliti kesesuaian pemenuhan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32.
Sistem OSS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan pemberitahuan kepada Wajib Pajak bahwa:
Penanaman Modal memenuhi kriteria untuk memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, dalam hal Wajib Pajak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32; atau
Penanaman Modal tidak memenuhi kriteria untuk memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32.
Pasal 36
Wajib Pajak yang telah memperoleh pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) huruf a, dapat mengajukan permohonan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dengan mengunggah salinan digital dokumen berupa dokumen rencana Penanaman Modal dan rencana kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara .
Permohonan yang telah dilengkapi dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Sistem OSS kepada Menteri sebagai usulan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30.
Berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Sistem OSS mengirimkan pemberitahuan kepada Wajib Pajak bahwa permohonan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sedang dalam proses.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:
sebelum Saat Mulai Beroperasi Komersial; dan
paling lambat 1 (satu) tahun setelah tanggal diterbitkannya Perizinan Berusaha melalui Sistem OSS. Paragraf 4 Prosedur Pemberian Keputusan Persetujuan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara
Pasal 37
Atas usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) dilakukan penelitian kebenaran untuk memastikan kesesuaian antara data dalam dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat dan data kegiatan usaha pada Sistem OSS.
Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah usulan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat diterima.
Dalam hal berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) telah sesuai dengan data kegiatan usaha, Sistem OSS menyampaikan pemberitahuan kepada Wajib Pajak bahwa usulan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) dinyatakan lengkap dan benar.
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan adanya ketidaksesuaian antara dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) dan data kegiatan usaha, Sistem OSS menyampaikan pemberitahuan kepada Wajib Pajak untuk menyampaikan pembetulan.
Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus disampaikan oleh Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterima.
Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan pembetulan sampai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berakhir, permohonan dikembalikan kepada Wajib Pajak.
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat mengajukan kembali sepanjang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32.
Pasal 38
Persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ditetapkan dengan keputusan Menteri.
Menteri mendelegasikan kewenangan penetapan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk mandat kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal .
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal melaporkan pelaksanaan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Menteri setiap 3 (tiga) bulan sekali.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan melalui Sistem OSS.
Pasal 39
Keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat diterbitkan setelah usulan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) dinyatakan lengkap dan benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3).
Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Tata cara penerbitan keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal. Paragraf 5 Prosedur Pengajuan Permohonan Pemanfaatan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara
Pasal 40
Permohonan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 disampaikan oleh Wajib Pajak setelah Saat Mulai Beroperasi Komersial.
Permohonan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui Sistem OSS dengan mengunggah dokumen meliputi:
daftar realisasi Penanaman Modal di Financial Center Ibu Kota Nusantara; dan
dokumen yang menunjukkan bahwa kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara telah beroperasi komersial antara lain berupa tagihan atas penghasilan pertama kali.
Selain harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Wajib Pajak juga harus memiliki surat keterangan fiskal secara otomasi.
Tata cara untuk memperoleh surat keterangan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pemberian surat keterangan fiskal. Paragraf 6 Prosedur Pemberian Keputusan Pemanfaatan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara
Pasal 41
Pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ditetapkan oleh Menteri berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pemeriksaan yang dilakukan di tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha, dan/atau tempat lain yang dianggap perlu.
Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah menerima permohonan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dari Wajib Pajak.
Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara pemeriksaan pajak.
Menteri melimpahkan kewenangan untuk menetapkan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk delegasi kepada kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi wilayah Ibu Kota Nusantara.
Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan untuk:
menerima permohonan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; dan
melakukan pemeriksaan lapangan, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam bentuk delegasi kepada kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi wilayah Ibu Kota Nusantara.
Pasal 42
Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak surat pemberitahuan pemeriksaan disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil dari Wajib Pajak, kuasa dari Wajib Pajak, atau pegawai dari Wajib Pajak.
Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan:
penentuan mengenai Saat Mulai Beroperasi Komersial;
pengujian kesesuaian realisasi dengan rencana Kegiatan Usaha Utama pada sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara; dan
pengujian mengenai saat pengajuan permohonan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan.
Dalam rangka pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi Ibu Kota Nusantara dapat meminta keterangan dan/atau melibatkan tenaga ahli, Otorita Ibu Kota Nusantara, otoritas di sektor keuangan, dan/atau kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal.
Pasal 43
Hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) dapat berupa:
Saat Mulai Beroperasi Komersial;
Wajib Pajak belum mulai beroperasi komersial pada saat pengajuan permohonan pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan badan;
Wajib Pajak telah beroperasi komersial pada saat pengajuan permohonan pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan badan;
Wajib Pajak telah beroperasi komersial pada saat pengajuan permohonan persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan;
kesesuaian realisasi Kegiatan Usaha Utama pada sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara;
ketidaksesuaian realisasi Kegiatan Usaha Utama pada sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara; dan/atau
Wajib Pajak, wakil dari Wajib Pajak, atau kuasa dari Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan menyatakan menolak untuk dilakukan pemeriksaan.
Pasal 44
Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf a, huruf c, dan huruf e terpenuhi, kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi Ibu Kota Nusantara menetapkan keputusan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan.
Keputusan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf b terpenuhi, kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi Ibu Kota Nusantara menerbitkan surat yang menyatakan bahwa Wajib Pajak belum beroperasi komersial dan Wajib Pajak dapat mengajukan kembali permohonan penetapan Saat Mulai Beroperasi Komersial.
Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf g terpenuhi, kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi Ibu Kota Nusantara menerbitkan surat yang menyatakan bahwa permohonan Wajib Pajak tidak dapat diproses.
Keputusan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), surat yang menyatakan bahwa Wajib Pajak belum beroperasi komersial dan Wajib Pajak dapat mengajukan kembali permohonan penetapan Saat Mulai Beroperasi Komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan surat yang menyatakan bahwa permohonan Wajib Pajak tidak dapat diproses sebagaimana dimaksud pada ayat (4), diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah pemeriksaan lapangan selesai dilaksanakan dan dituangkan dalam hasil pemeriksaan lapangan. Paragraf 7 Kewajiban dan Larangan bagi Wajib Pajak yang Memperoleh Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara
Pasal 45
Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 wajib:
merealisasikan rencana Penanaman Modal paling lama 2 (dua) tahun sejak keputusan pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) diterbitkan;
menyampaikan laporan realisasi Penanaman Modal dan laporan realisasi kegiatan usaha;
melakukan pembukuan terpisah antara Penanaman Modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dan yang tidak memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; dan
melakukan pemotongan dan pemungutan pajak kepada pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.
Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Wajib Pajak yang telah memperoleh keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38.
Laporan realisasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan laporan realisasi Penanaman Modal sejak keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan diterbitkan sampai dengan Saat Mulai Beroperasi Komersial.
Laporan realisasi kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan laporan realisasi kegiatan usaha sejak Tahun Pajak Saat Mulai Beroperasi Komersial sampai dengan jangka waktu pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan badan berakhir.
Kewajiban untuk melakukan pembukuan terpisah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan menyelenggarakan pembukuan terpisah atas:
penghasilan dari Penanaman Modal yang telah mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf a;
penghasilan dari Penanaman Modal yang telah mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf b; dan
penghasilan dari Penanaman Modal yang tidak memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan.
Dalam hal pada saat melakukan pembukuan terpisah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) terdapat biaya bersama yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka penghitungan besarnya penghasilan kena pajak, pembebanan biaya bersama dialokasikan secara proporsional.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) wajib disusun sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 46
Dalam rangka pengujian kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Direktur Jenderal Pajak melakukan pengawasan kepatuhan terhadap Wajib Pajak yang diberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30.
Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan untuk melakukan pengawasan kepatuhan terhadap Wajib Pajak yang memanfaatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk delegasi kepada kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
Pengawasan kepatuhan terhadap Wajib Pajak yang memanfaatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan atas laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) huruf b.
Pasal 47
Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat huruf b disampaikan setiap 1 (satu) tahun kepada kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan ditembuskan kepada Direktur Jenderal Pajak, Kepala Badan Kebijakan Fiskal, dan Kepala Otorita.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan melalui Sistem OSS paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan.
Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau menyampaikan laporan namun tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (7), kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak terdaftar menerbitkan surat teguran tertulis kepada Wajib Pajak.
Dalam hal setelah jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil dari Wajib Pajak, atau kuasa dari Wajib Pajak, Wajib Pajak tetap tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau menyampaikan laporan namun tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (7), kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak terdaftar menerbitkan surat teguran tertulis kedua.
Berdasarkan surat teguran tertulis kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Wajib Pajak harus menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) huruf b paling lambat 14 (empat belas) hari.
Pasal 48
Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dilarang memindahkan badan usaha atau bentuk usaha tetap yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara yang telah mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan ke luar Financial Center Ibu Kota Nusantara selama jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan.
Pasal 49
Wajib Pajak dalam negeri dan/atau bentuk usaha tetap yang memperoleh pinjaman dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dalam rangka pembiayaan pembangunan, pengembangan, dan kegiatan ekonomi di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra dilarang menggunakan pinjaman dimaksud selain untuk pembangunan, pengembangan, dan kegiatan ekonomi di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra.
Termasuk ke dalam pengertian menggunakan pinjaman selain untuk pembangunan, pengembangan, dan kegiatan ekonomi di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa kegiatan meneruskan kembali pinjaman tersebut kepada Wajib Pajak lainnya.
Dalam hal Wajib Pajak dalam negeri dan/atau bentuk usaha tetap tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, atau ayat (3) dicabut, dalam hal Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap telah diberikan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, atau ayat (3); atau
biaya pinjaman yang timbul akibat pinjaman yang digunakan selain untuk pembangunan, pengembangan, dan kegiatan ekonomi di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang sebenarnya dibayarkan atau terutang kepada Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 tidak dapat dibebankan dalam rangka penghitungan penghasilan kena pajak, dalam hal Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap tidak diberikan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, atau ayat (3). Paragraf 8 Ketentuan Pemotongan atau Pemungutan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang Memperoleh Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara
Pasal 50
Terhadap Wajib Pajak yang telah memperoleh keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat diberikan pembebasan dari pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain atas:
penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak dari Kegiatan Usaha Utama; dan
pembelian atau impor atas barang atau bahan yang dilakukan oleh Wajib Pajak terkait Kegiatan Usaha Utama.
Pembebasan dari pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu:
pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22;
pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23; dan
pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari bunga deposito dan tabungan lainnya, transaksi saham di bursa, bunga obligasi dan surat utang negara, bunga atau diskonto surat berharga jangka pendek yang diperdagangkan di pasar uang.
Pembebasan dari pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan surat keterangan bebas.
Keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) diperlakukan sebagai surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Pembebasan dari pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan mulai tanggal diterbitkannya keputusan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) sampai dengan berakhirnya jangka waktu pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana tercantum dalam surat keputusan pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1).
Dalam hal berdasarkan keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) Wajib Pajak diberikan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar 85% (delapan puluh lima persen) dari persentase pengurangan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2), atas penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak dari Kegiatan Usaha Utama dan pembelian atau impor atas barang atau bahan terkait Kegiatan Usaha Utama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
Pajak Penghasilan Pasal 22 selain atas impor barang, Pajak Penghasilan Pasal 23, dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari bunga deposito dan tabungan lainnya, transaksi saham di bursa, bunga obligasi dan surat utang negara, bunga atau diskonto surat berharga jangka pendek yang diperdagangkan di pasar uang wajib dipotong dan/atau dipungut oleh lawan transaksi sebesar 15% (lima belas persen) dari Pajak Penghasilan yang terutang, dalam hal lawan transaksi merupakan pemotong dan/atau pemungut Pajak Penghasilan; atau
Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang wajib dipungut oleh bank devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebesar 15% (lima belas persen) dari Pajak Penghasilan yang terutang.
Selain penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap dilakukan pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan. Paragraf 9 Kriteria Pencabutan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara
Pasal 51
Keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat yang diperoleh Wajib Pajak dilakukan pencabutan, dalam hal:
hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf d dan/atau huruf f terpenuhi;
Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) huruf a;
Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) huruf b;
Wajib Pajak melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48; dan/atau
Wajib Pajak berhenti melakukan kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara.
Pencabutan keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
Pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara pemeriksaan pajak.
Menteri melimpahkan kewenangan untuk menetapkan keputusan pencabutan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk mandat kepada kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi Ibu Kota Nusantara.
Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam bentuk delegasi kepada kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi Ibu Kota Nusantara.
Keputusan pencabutan fasilitas pengurangan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Terhadap Wajib Pajak yang telah dilakukan pencabutan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
pengurangan Pajak Penghasilan badan yang telah dimanfaatkan sejak Tahun Pajak terjadinya pelanggaran wajib dibayar kembali ditambah sanksi administratif sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan; dan
tidak dapat lagi diberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Paragraf 10 Fasilitas Pembebasan dari Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penghasilan yang Berasal dari Investasi pada Financial Center di Ibu Kota Nusantara yang Diterima atau Diperoleh Subjek Pajak Luar Negeri
Pasal 52
Penghasilan yang berasal dari investasi pada sektor keuangan di Financial Center di Ibu Kota Nusantara yang diterima atau diperoleh subjek pajak luar negeri dibebaskan dari pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan selama jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung mulai pertama kali penempatan dana di Financial Center di Ibu Kota Nusantara.
Subjek pajak luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan:
subjek pajak luar negeri badan atau orang pribadi tidak termasuk bentuk usaha tetap; dan
pihak yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan ( beneficial owner ).
Subjek pajak luar negeri memenuhi ketentuan sebagai pihak yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan ( beneficial owner ) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dalam hal:
bagi subjek pajak luar negeri orang pribadi, tidak bertindak sebagai agen atau nominee ; atau
bagi subjek pajak luar negeri badan:
tidak bertindak sebagai agen, nominee , atau conduit ;
mempunyai kendali untuk menggunakan atau menikmati dana, aset, atau hak yang mendatangkan penghasilan dari Indonesia;
tidak lebih dari 50% (lima puluh persen) penghasilan badan digunakan untuk memenuhi kewajiban kepada pihak lain;
menanggung risiko atas aset, modal, atau kewajiban yang dimiliki; dan
tidak mempunyai kewajiban tertulis maupun tidak tertulis untuk meneruskan sebagian atau seluruh penghasilan yang diterima dari Indonesia.
Agen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b angka 1 merupakan orang pribadi atau badan yang bertindak sebagai perantara dan melakukan tindakan untuk dan/atau atas nama pihak lain.
Nominee sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b angka 1 merupakan orang pribadi atau badan yang secara hukum memiliki suatu harta dan/atau penghasilan ( legal owner ) untuk kepentingan atau berdasarkan amanat pihak yang sebenarnya menjadi pemilik harta dan/atau pihak yang sebenarnya menikmati manfaat atas penghasilan.
Conduit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b angka 1 merupakan suatu perusahaan yang memperoleh pembebasan dari pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sehubungan dengan penghasilan yang berasal dari investasi pada sektor keuangan di Financial Center di Ibu Kota Nusantara, sementara manfaat ekonomi dari penghasilan tersebut dimiliki oleh orang pribadi atau badan yang tidak akan dapat memperoleh pembebasan dimaksud jika penghasilan tersebut diterima langsung.
Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b angka 3 merupakan seluruh penghasilan subjek pajak luar negeri dengan nama dan dalam bentuk apapun serta dari sumber manapun, sesuai dengan laporan keuangan nonkonsolidasi subjek pajak luar negeri.
Tidak termasuk kewajiban kepada pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b angka 3 meliputi pemberian imbalan kepada:
karyawan yang diberikan secara wajar dalam hubungan pekerjaan; dan
pihak lain atas biaya lain yang lazim dikeluarkan oleh subjek pajak luar negeri dalam menjalankan kegiatan usahanya.
Pasal 53
Untuk dapat memanfaatkan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat :
subjek pajak luar negeri harus:
menyediakan data tax identification number atau nomor paspor subjek pajak luar negeri; dan
menyampaikan pernyataan tanggal mulai penempatan dana di Financial Center Ibu Kota Nusantara; dan
Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara harus menyampaikan laporan realisasi investasi subjek pajak luar negeri pada Financial Center di Ibu Kota Nusantara melalui Sistem OSS paling lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 2 dan laporan realisasi investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat menyampaikan pembetulan atas laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat akhir bulan berikutnya setelah batas waktu pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berakhir.
Pasal 54
Dalam hal subjek pajak luar negeri tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf a, subjek pajak luar negeri tidak dapat diberikan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1).
Pasal 55
Dalam rangka pengujian kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Direktur Jenderal Pajak melakukan pengawasan kepatuhan terhadap subjek pajak luar negeri yang dibebaskan dari pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat .
Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan untuk melakukan pengawasan kepatuhan terhadap subjek pajak luar negeri yang dibebaskan dari pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk delegasi kepada kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara berstatus pusat terdaftar.
Pasal 56
Dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat huruf b tidak menyampaikan laporan realisasi investasi sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf b dan/atau menyampaikan laporan tetapi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2), kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara berstatus pusat terdaftar menerbitkan surat teguran tertulis kepada Wajib Pajak.
Dalam hal setelah jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Wajib Pajak, Wajib Pajak tetap tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf b atau menyampaikan laporan namun tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat , kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara berstatus pusat terdaftar menerbitkan surat teguran tertulis kedua.
Wajib Pajak harus menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf b paling lambat 14 (empat belas) hari sejak surat teguran tertulis kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Wajib Pajak.
Dalam hal Wajib Pajak tetap tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf b atau menyampaikan laporan namun tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Wajib Pajak wajib menyetorkan Pajak Penghasilan yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) untuk masa pajak yang bersangkutan sesuai ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Wajib Pajak yang memperoleh surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dapat menyampaikan pembetulan atas laporan realisasi paling lambat akhir bulan berikutnya setelah batas waktu pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau ayat (3) berakhir.
Bagian Ketiga
Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional Paragraf 1 Subjek, Bentuk Fasilitas, dan Kriteria untuk Memperoleh Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional
Pasal 57
Pelaku Usaha yang mendirikan dan/atau memindahkan kantor pusat dan/atau kantor regionalnya ke Ibu Kota Nusantara diberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c.
Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan:
subjek pajak luar negeri yang mendirikan dan/atau memindahkan kantor pusat dan/atau kantor regionalnya ke Ibu Kota Nusantara; atau
Wajib Pajak dalam negeri yang mendirikan kantor pusat dan/atau kantor regionalnya di Ibu Kota Nusantara.
Kantor pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk induk usaha.
Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/kantor regional ke Ibu Kota Nusantara yang dilakukan sampai dengan tanggal 31 Desember 2045.
Pasal 58
Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat diberikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah Pajak Penghasilan badan yang terutang selama 10 (sepuluh) Tahun Pajak.
Setelah jangka waktu pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan diberikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah Pajak Penghasilan badan yang terutang selama 10 (sepuluh) Tahun Pajak berikutnya.
Pasal 59
Subjek pajak luar negeri yang mendirikan dan/atau memindahkan kantor pusat dan/atau kantor regional ke Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf a diberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat atas seluruh penghasilan dari kegiatan utamanya sebagai kantor pusat dan/atau kantor regional di Ibu Kota Nusantara.
Wajib Pajak dalam negeri yang mendirikan kantor pusat dan/atau kantor regional di Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat huruf b diberikan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) atas:
penghasilan dari kegiatan utamanya sebagai kantor pusat dan/atau kantor regional di Ibu Kota Nusantara; dan
penghasilan sebagaimana dimaksud dalam huruf a berasal dari Pelaku Usaha dan/atau masyarakat yang berlokasi di wilayah Ibu Kota Nusantara.
Pasal 60
Subjek pajak luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf a harus memenuhi kriteria:
memiliki minimal 2 (dua) unit afiliasi dan/atau entitas usaha yang terkait di luar Indonesia;
memiliki substansi ekonomi di Ibu Kota Nusantara;
membentuk badan hukum dalam bentuk perseroan terbatas di Indonesia;
memiliki komitmen untuk mulai merealisasikan pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional ke Ibu Kota Nusantara paling lama 1 (satu) tahun setelah diterbitkannya keputusan persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1);
memiliki Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh Sistem OSS; dan
belum pernah diterbitkan keputusan mengenai pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1).
Afiliasi dan/atau entitas usaha yang terkait di luar Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan anak usaha, cabang usaha, joint venture , atau entitas sejenis lainnya.
Wajib Pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf b harus memenuhi kriteria:
memiliki substansi ekonomi di Ibu Kota Nusantara;
membentuk badan hukum dalam bentuk perseroan terbatas di Indonesia;
merupakan kegiatan usaha yang baru dan bukan merupakan hasil pembubaran, likuidasi, penggabungan, peleburan, pemisahan, pengambilalihan usaha, atau pemindahan usaha dari Wajib Pajak dan/atau grup usaha Wajib Pajak yang berada di luar wilayah Ibu Kota Nusantara;
memiliki komitmen untuk mulai merealisasikan pendirian kantor pusat dan/atau kantor regional di Ibu Kota Nusantara paling lama 1 (satu) tahun sejak diterbitkannya keputusan pemberian persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1);
memiliki perizinan usaha yang diterbitkan oleh kementerian atau lembaga yang berwenang; dan
belum pernah diterbitkan keputusan mengenai pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1).
Pemenuhan kriteria memiliki substansi ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (3) huruf a berupa:
memiliki kegiatan usaha di Ibu Kota Nusantara yang dikelola oleh manajemen sendiri dan manajemen tersebut mempunyai kewenangan yang cukup untuk menjalankan kegiatan usahanya;
menjalankan aktivitas strategis bagi perusahaan dan/atau grup usaha, seperti melaksanakan keputusan strategis perusahaan, mengkonsolidasikan pelaksanaan investasi baru, perluasan, merger, akuisisi, pembubaran afiliasi, dan konsolidasi manajemen keuangan dan/atau sumber daya manusia;
memiliki biaya operasional dalam setahun paling sedikit Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah);
mempekerjakan paling sedikit 50 (lima puluh) tenaga kerja Indonesia yang berstatus pegawai tetap yang merupakan tenaga kerja yang dilaporkan dalam surat pemberitahuan Pajak Penghasilan Pasal 21; dan
memiliki pendapatan usaha selain pendapatan yang berupa dividen, bunga, royalti, dan/atau keuntungan atas pengalihan harta.
Dalam hal subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf a atau Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf b sahamnya dimiliki secara langsung oleh Wajib Pajak dalam negeri lainnya, selain harus memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (3), Wajib Pajak dalam negeri lainnya yang menjadi pemegang saham harus memiliki surat keterangan fiskal secara otomasi.
Tata cara untuk memperoleh surat keterangan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pemberian surat keterangan fiskal. Paragraf 2 Prosedur Pengajuan Permohonan Persetujuan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional
Pasal 61
Untuk dapat mengajukan permohonan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat , subjek pajak atau Wajib Pajak harus mendapatkan Perizinan Berusaha dari Sistem OSS.
Setelah subjek pajak atau Wajib Pajak memperoleh Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Sistem OSS meneliti:
kesesuaian pemenuhan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) atau ayat (3); dan
kesesuaian pemenuhan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (5).
Sistem OSS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan pemberitahuan bahwa:
subjek pajak memenuhi kriteria untuk memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1), dalam hal subjek pajak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) dan ayat (5);
Wajib Pajak memenuhi kriteria untuk memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1), dalam hal Wajib Pajak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (3) dan ayat (5);
subjek pajak tidak memenuhi kriteria untuk memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1), dalam hal subjek pajak tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) atau ayat (5); atau
Wajib Pajak tidak memenuhi kriteria untuk memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1), dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (3) atau ayat (5).
Pasal 62
Subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf a yang telah memperoleh pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (3) huruf a, dapat mengajukan permohonan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat dengan mengunggah salinan digital dokumen yang meliputi:
surat pernyataan komitmen pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional ke Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) huruf d;
dokumen yang menunjukkan telah memiliki minimal 2 (dua) unit afiliasi dan/atau entitas usaha yang terkait di luar Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) huruf a; dan
surat pernyataan komitmen memenuhi substansi ekonomi di Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) huruf b.
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud Pasal 57 ayat huruf b yang telah memperoleh pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (3) huruf b, dapat mengajukan permohonan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) dengan mengunggah salinan digital dokumen yang meliputi:
surat pernyataan komitmen pendirian kantor pusat dan/atau kantor regional di Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (3) huruf d;
surat pernyataan komitmen memenuhi substansi ekonomi di Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (3) huruf a; dan
surat pernyataan pemenuhan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (3) huruf
Permohonan yang telah dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) disampaikan oleh Sistem OSS kepada Menteri sebagai usulan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1).
Berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Sistem OSS mengirimkan pemberitahuan kepada Wajib Pajak bahwa permohonan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sedang dalam proses.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dilakukan:
sebelum Saat Mulai Beroperasi Komersial; dan
paling lambat 1 (satu) tahun setelah tanggal diterbitkannya Perizinan Berusaha melalui Sistem OSS. Paragraf 3 Prosedur Pemberian Keputusan Persetujuan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional
Pasal 63
Atas usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (3) dilakukan penelitian kebenaran untuk memastikan kesesuaian data dalam dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat atau ayat (2) dan data kegiatan usaha pada Sistem OSS.
Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah usulan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) atau ayat diterima secara lengkap.
Dalam hal berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) data dalam dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) atau ayat (2) telah sesuai dengan data kegiatan usaha pada Sistem OSS, Sistem OSS menyampaikan pemberitahuan bahwa usulan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat dinyatakan lengkap dan benar.
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan adanya ketidaksesuaian antara data dalam dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) atau ayat (2) dan data kegiatan usaha pada Sistem OSS, Sistem OSS menyampaikan pemberitahuan kepada subjek pajak atau Wajib Pajak untuk menyampaikan pembetulan.
Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus disampaikan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterima.
Dalam hal subjek pajak atau Wajib Pajak tidak menyampaikan pembetulan sampai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berakhir, permohonan dikembalikan kepada Wajib Pajak.
Subjek pajak atau Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat mengajukan kembali sepanjang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada Pasal 60 ayat (1) atau ayat (3).
Pasal 64
Persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat ditetapkan dengan keputusan Menteri.
Menteri mendelegasikan kewenangan penetapan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk mandat kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal .
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal melaporkan pelaksanaan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Menteri setiap 3 (tiga) bulan sekali .
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan melalui Sistem OSS.
Pasal 65
Keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat diterbitkan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah usulan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (3) dinyatakan lengkap dan benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (3).
Keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Tata cara penerbitan keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal. Paragraf 4 Prosedur Pengajuan Permohonan Pemanfaatan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional
Pasal 66
Permohonan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat disampaikan setelah Saat Mulai Beroperasi Komersial.
Permohonan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Wajib Pajak melalui Sistem OSS dengan mengunggah dokumen meliputi:
bukti realisasi pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional di Ibu Kota Nusantara; dan
dokumen yang menunjukkan pemenuhan komitmen substansi ekonomi di Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) huruf b atau ayat (3) huruf a .
Selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib Pajak juga harus memiliki surat keterangan fiskal secara otomasi.
Tata cara untuk memperoleh surat keterangan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pemberian surat keterangan fiskal. Paragraf 5 Prosedur Pemberian Keputusan Pemanfaatan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional
Pasal 67
Pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat ditetapkan oleh Menteri berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah menerima permohonan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dari Wajib Pajak.
Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara pemeriksaan pajak.
Menteri melimpahkan kewenangan untuk menetapkan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk delegasi kepada kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi wilayah Ibu Kota Nusantara.
Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan untuk:
menerima permohonan pemanfaatan fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan; dan
melakukan pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam bentuk delegasi kepada kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi wilayah Ibu Kota Nusantara.
Pasal 68
Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak surat pemberitahuan pemeriksaan disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil dari Wajib Pajak, kuasa dari Wajib Pajak, atau pegawai dari Wajib Pajak.
Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan:
penentuan mengenai Saat Mulai Beroperasi Komersial; dan
pengujian pemenuhan kriteria sebagaimana dimaksud pada Pasal 60 ayat (1) atau ayat (3).
Dalam rangka pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi Ibu Kota Nusantara dapat meminta keterangan dan/atau melibatkan tenaga ahli, Otorita Ibu Kota Nusantara, dan/atau kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal.
Pasal 69
Hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1) dapat berupa:
Wajib Pajak telah beroperasi komersial saat pengajuan permohonan pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan badan;
Wajib Pajak belum beroperasi komersial saat pengajuan permohonan pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan badan;
Wajib Pajak mulai merealisasikan pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional di Ibu Kota Nusantara paling lama 1 (satu) tahun sejak diterbitkannya keputusan persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan;
Wajib Pajak mulai merealisasikan pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional di Ibu Kota Nusantara melewati jangka waktu 1 (satu) tahun sejak diterbitkannya keputusan persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan;
Wajib Pajak memiliki minimal 2 (dua) unit afiliasi dan/atau entitas usaha yang terkait di luar Indonesia bagi subjek pajak luar negeri;
Wajib Pajak tidak memiliki minimal 2 (dua) unit afiliasi dan/atau entitas usaha yang terkait di luar Indonesia bagi subjek pajak luar negeri;
Wajib Pajak memenuhi:
kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1), bagi subjek pajak luar negeri; atau
kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (3), bagi Wajib Pajak badan dalam negeri;
Wajib Pajak tidak memenuhi:
kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1), bagi subjek pajak luar negeri; atau
kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (3), bagi Wajib Pajak badan dalam negeri; dan
Wajib Pajak, wakil dari Wajib Pajak, atau kuasa dari Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan menyatakan menolak untuk dilakukan pemeriksaan.
Pasal 70
Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam:
Pasal 69 huruf a, huruf c, huruf e, dan huruf g; atau
Pasal 69 huruf a, huruf c, huruf e, dan huruf h, terpenuhi, Menteri menetapkan keputusan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan.
Keputusan pemanfaatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf b terpenuhi, kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi Ibu Kota Nusantara menerbitkan surat yang menyatakan bahwa Wajib Pajak belum beroperasi komersial dan Wajib Pajak dapat mengajukan kembali permohonan penetapan Saat Mulai Beroperasi Komersial.
Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf i terpenuhi, kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi Ibu Kota Nusantara menerbitkan surat yang menyatakan bahwa permohonan Wajib Pajak tidak dapat diproses.
Pasal 71
Atas hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat huruf b berlaku ketentuan:
fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan tidak dapat diberikan untuk Tahun Pajak bersangkutan; dan
Pajak Penghasilan yang seharusnya terutang wajib dibayarkan kembali oleh Wajib Pajak.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal Wajib Pajak telah memperoleh keputusan pemanfaatan yang diterbitkan sebelum berakhirnya Tahun Pajak Saat Mulai Beroperasi Komersial.
Terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sepanjang Wajib Pajak telah memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) huruf b atau Pasal 60 ayat huruf a sebelum berakhirnya Tahun Pajak Saat Mulai Beroperasi Komersial.
Terhadap Wajib Pajak yang telah mendapatkan keputusan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) namun atas kesadaran sendiri Wajib Pajak menyatakan tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) huruf b atau Pasal 60 ayat (3) huruf a dalam masa pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan, berlaku ketentuan:
fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan tidak dapat diberikan untuk Tahun Pajak bersangkutan; dan
Pajak Penghasilan yang seharusnya terutang wajib dibayarkan oleh Wajib Pajak.
Dalam hal Direktur Jenderal Pajak menemukan Wajib Pajak yang telah memanfaatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) huruf b atau Pasal 60 ayat (3) huruf a dalam masa pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan, berlaku ketentuan:
fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan tidak dapat diberikan untuk Tahun Pajak bersangkutan;
Pajak Penghasilan yang seharusnya terutang wajib dibayarkan kembali oleh Wajib Pajak; dan
dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan (6) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat memanfaatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan pada Tahun Pajak-Tahun Pajak berikutnya sepanjang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) huruf b atau Pasal 60 ayat (3) huruf a, sampai dengan berakhirnya jangka waktu fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana tercantum dalam surat keputusan pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70.
Penerapan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) dilakukan sesuai dengan contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Paragraf 6 Kewajiban dan Larangan bagi Wajib Pajak yang Memperoleh Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional
Pasal 72
Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat wajib:
memulai realisasi pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional paling lama 1 (satu) tahun sejak persetujuan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) diterbitkan;
menyampaikan laporan realisasi pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional;
melakukan pembukuan terpisah antara Penanaman Modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dan yang tidak memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; dan
melakukan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan kepada pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Kewajiban untuk melakukan pembukuan terpisah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan menyelenggarakan pembukuan secara terpisah atas penghasilan yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dan yang tidak mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan.
Dalam hal pada saat melakukan pembukuan terpisah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdapat biaya bersama yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka penghitungan besarnya penghasilan kena pajak, pembebanan biaya bersama dialokasikan secara proporsional.
Pasal 73
Dalam rangka pengujian kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Direktur Jenderal Pajak melakukan pengawasan kepatuhan terhadap Wajib Pajak yang diberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat .
Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan untuk melakukan pengawasan kepatuhan terhadap Wajib Pajak yang memanfaatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk delegasi kepada kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
Pengawasan kepatuhan terhadap Wajib Pajak yang memanfaatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan atas laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1) huruf b.
Pasal 74
Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat huruf b wajib disampaikan setiap 1 (satu) tahun kepada kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan ditembuskan kepada Direktur Jenderal Pajak, Kepala Badan Kebijakan Fiskal, dan Kepala Otorita.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan melalui Sistem OSS paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan.
Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau menyampaikan laporan namun tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (2), kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak terdaftar menerbitkan surat teguran tertulis kepada Wajib Pajak.
Dalam hal setelah jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil dari Wajib Pajak, atau kuasa dari Wajib Pajak, Wajib Pajak tetap tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau menyampaikan laporan namun tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (2), kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak terdaftar menerbitkan surat teguran tertulis kedua.
Berdasarkan surat teguran tertulis kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Wajib Pajak harus menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1) huruf b paling lambat 14 (empat belas) hari.
Pasal 75
Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) dilarang:
memindahkan kantor pusat dan/atau kantor regional ke luar Ibu Kota Nusantara; atau
membubarkan atau memindahkan kegiatan usaha dari Wajib Pajak dan/atau grup usaha Wajib Pajak yang berada di luar Ibu Kota Nusantara ke Ibu Kota Nusantara, selama jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Paragraf 7 Ketentuan Pemotongan atau Pemungutan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang Memperoleh Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional
Pasal 76
Terhadap Wajib Pajak yang telah memperoleh keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat diberikan pembebasan dari pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain atas:
penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak dari Kegiatan Usaha Utama; dan
pembelian atau impor atas barang atau bahan yang dilakukan oleh Wajib Pajak terkait Kegiatan Usaha Utama.
Pembebasan dari pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu:
pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22; dan
pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23.
Pasal 77
Pembebasan dari pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat diberikan dengan surat keterangan bebas.
Keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) diperlakukan sebagai surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pembebasan dari pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan mulai tanggal diterbitkannya keputusan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) sampai dengan berakhirnya jangka waktu pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana tercantum dalam surat keputusan pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1).
Terhadap Wajib Pajak yang diberikan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar 50% (lima puluh persen) dari persentase pengurangan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (2) berdasarkan keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1), atas penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak dari Kegiatan Usaha Utama dan pembelian atau impor atas barang atau bahan terkait Kegiatan Usaha Utama berlaku ketentuan sebagai berikut:
Pajak Penghasilan Pasal 22 selain atas impor barang, dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 23 wajib dipotong dan/atau dipungut oleh lawan transaksi sebesar 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang terutang, dalam hal lawan transaksi merupakan pemotong dan/atau pemungut Pajak Penghasilan; atau
Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang wajib dipungut oleh bank devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebesar 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang terutang.
Selain penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) tetap dilakukan pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan. Paragraf 8 Kriteria Pencabutan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional
Pasal 78
Keputusan persetujuan fasilitas Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat yang diperoleh Wajib Pajak dilakukan pencabutan, dalam hal:
hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf d dan/atau huruf f terpenuhi;
tidak lagi melakukan kegiatan sebagai kantor pusat dan/atau kantor regional di Ibu Kota Nusantara;
tidak memenuhi ketentuan pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1) huruf b;
melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75; dan/atau
tidak memenuhi ketentuan jumlah minimal afiliasi di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) huruf a.
Pencabutan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
Pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara pemeriksaan pajak.
Menteri melimpahkan kewenangan untuk menetapkan keputusan pencabutan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam bentuk mandat kepada kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi Ibu Kota Nusantara.
Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam bentuk delegasi kepada kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi Ibu Kota Nusantara.
Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Terhadap Wajib Pajak yang telah dilakukan pencabutan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
pengurangan Pajak Penghasilan badan yang telah dimanfaatkan wajib dibayar kembali dan dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan terhitung sejak saat Wajib Pajak melakukan pelanggaran; dan
tidak dapat lagi diberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional.
Bagian Keempat
Fasilitas Pengurangan Penghasilan Bruto atas Penyelenggaraan Kegiatan Praktik Kerja, Pemagangan, dan/atau Pembelajaran untuk Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi Tertentu Paragraf 1 Subjek, Bentuk Fasilitas, dan Kriteria untuk Memperoleh Fasilitas Pengurangan Penghasilan Bruto
Pasal 79
Wajib Pajak yang menyelenggarakan dan/atau mengikutsertakan sumber daya manusia pada kegiatan pendidikan dan/atau pelatihan di Ibu Kota Nusantara untuk kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran dalam rangka pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi tertentu diberikan fasilitas pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d.
Pasal 80
Fasilitas pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 diberikan paling tinggi 250% (dua ratus lima puluh persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran.
Pengurangan Penghasilan Bruto paling tinggi 250% (dua ratus lima puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
pengurangan Penghasilan Bruto sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran; dan
tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebesar paling tinggi 150% (seratus lima puluh persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran sebagaimana dimaksud pada huruf a.
Pasal 81
Wajib Pajak dapat memanfaatkan tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2) huruf b dengan memenuhi kriteria:
merupakan Wajib Pajak badan dalam negeri;
telah melakukan kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran dalam rangka pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia yang berbasis kompetensi tertentu;
memiliki Perjanjian Kerja Sama; dan
memiliki surat keterangan fiskal secara otomasi.
Kompetensi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kompetensi yang diajarkan pada:
sekolah menengah kejuruan dan/atau madrasah aliyah kejuruan untuk siswa, pendidik, dan/atau tenaga kependidikan;
perguruan tinggi program diploma pada pendidikan vokasi untuk mahasiswa, pendidik, dan/atau tenaga kependidikan; dan/atau
balai latihan kerja untuk peserta latih, instruktur, tenaga kepelatihan, dan/atau perseorangan yang tidak memiliki hubungan kerja dengan pihak manapun, yang berada di Ibu Kota Nusantara.
Daftar kompetensi tertentu yang dapat diberikan fasilitas pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Kepala Otorita berdasarkan peraturan pemerintah mengenai pemberian perizinan berusaha, kemudahan berusaha, dan fasilitas penanaman modal bagi pelaku usaha di Ibu Kota Nusantara.
Tata cara untuk memperoleh surat keterangan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pemberian surat keterangan fiskal. Paragraf 2 Bentuk Kegiatan Praktik Kerja dan/atau Pemagangan serta Pembelajaran yang Memperoleh Fasilitas Pengurangan Penghasilan Bruto
Pasal 82
Kegiatan praktik kerja dan/atau pemagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 merupakan kegiatan yang dapat diikuti oleh:
siswa, pendidik, dan/atau tenaga kependidikan di sekolah menengah kejuruan atau madrasah aliyah kejuruan;
mahasiswa, pendidik, dan/atau tenaga kependidikan di perguruan tinggi program diploma pada pendidikan vokasi;
peserta latih, instruktur, dan/atau tenaga kepelatihan di balai latihan kerja; dan/atau
perseorangan yang tidak memiliki hubungan kerja dengan pihak manapun yang dikoordinasikan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan, Otorita Ibu Kota Nusantara, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota, sebagai bagian dari kurikulum pendidikan kejuruan atau vokasi dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian di bidang tertentu.
Kegiatan pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 merupakan kegiatan pengajaran yang dilakukan oleh pihak yang ditugaskan oleh Wajib Pajak untuk mengajar di sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah kejuruan, perguruan tinggi program diploma pada pendidikan vokasi, dan/atau balai latihan kerja yang berlokasi di wilayah Ibu Kota Nusantara. Paragraf 3 Jenis Biaya Kegiatan Praktik Kerja, Pemagangan, dan/atau Pembelajaran yang Memperoleh Fasilitas Pengurangan Penghasilan Bruto
Pasal 83
Biaya untuk kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran dalam rangka pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia yang mendapatkan tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2) huruf b, meliputi biaya:
penyediaan fasilitas fisik khusus berupa tempat pelatihan;
biaya penunjang fasilitas fisik khusus meliputi listrik, air, bahan bakar, biaya pemeliharaan, dan biaya terkait lainnya untuk keperluan pelaksanaan praktik kerja dan/atau kegiatan pemagangan;
instruktur atau pengajar sebagai tenaga pembimbing praktik kerja, pemagangan, dan/atau kegiatan pembelajaran;
barang dan/atau bahan untuk keperluan pelaksanaan kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran;
honorarium, penggantian biaya, dan/atau pembayaran sejenis yang diberikan kepada siswa, mahasiswa, peserta latih, pendidik/pelatih, tenaga kependidikan/kepelatihan, perseorangan yang tidak memiliki hubungan kerja dengan pihak manapun dan/atau instruktur yang merupakan peserta praktik kerja dan/atau pemagangan; dan/atau
biaya sertifikasi kompetensi bagi siswa, mahasiswa, peserta latih, pendidik/pelatih, tenaga kependidikan/kepelatihan, perseorangan yang tidak memiliki hubungan kerja dengan pihak manapun dan/atau instruktur yang merupakan peserta praktik kerja dan/atau pemagangan oleh lembaga yang memiliki kewenangan melakukan sertifikasi kompetensi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 84
Tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2) huruf b berlaku ketentuan sebagai berikut:
untuk biaya perolehan barang berwujud dan tidak berwujud terkait penyediaan fasilitas fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 huruf a yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, tambahan pengurangan Penghasilan Bruto dihitung dari biaya penyusutan atau amortisasi barang berwujud dan tidak berwujud bersangkutan yang dibebankan pada saat bulan dilakukannya kegiatan praktik kerja dan/atau pemagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79;
untuk biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, tambahan pengurangan Penghasilan Bruto dihitung dari biaya yang sesungguhnya dikeluarkan yang dibebankan pada Tahun Pajak bersangkutan;
dalam hal biaya penyediaan fasilitas fisik khusus berupa tempat pelatihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 huruf a merupakan barang berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dan tidak digunakan penuh selama satu Tahun Pajak untuk kegiatan praktik kerja dan/atau pemagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, tambahan pengurangan Penghasilan Bruto dibebankan secara proporsional berdasarkan waktu pemanfaatan dalam satu Tahun Pajak;
dalam hal biaya penunjang fasilitas fisik khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 huruf b tidak dapat dipisahkan antara biaya untuk tujuan produksi komersial dan biaya terkait pelaksanaan praktik kerja dan/atau pemagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, tambahan pengurangan Penghasilan Bruto dibebankan secara proporsional berdasarkan pemanfaatan yang terkait dengan kegiatan praktik kerja dan/atau pemagangan;
biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 huruf e yang diberikan kepada peserta praktik kerja dan/atau pemagangan yang mempunyai hubungan:
keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat;
usaha; dan/atau
kepemilikan atau penguasaan, dengan pemilik, komisaris, direksi, dan/atau pengurus dari Wajib Pajak, tidak dapat diberikan tambahan pengurangan Penghasilan Bruto;
dalam hal praktik kerja dan/atau pemagangan dilakukan dengan menggunakan fasilitas fisik, bahan, dan/atau barang yang digunakan dalam produksi komersial, tambahan pengurangan Penghasilan Bruto hanya dapat diberikan atas biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 huruf c, huruf e, dan huruf f;
tambahan pengurangan Penghasilan Bruto atas biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 huruf a tidak dapat diberikan dalam hal fasilitas fisik yang digunakan merupakan bagian dari Penamanan Modal yang telah mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan berupa:
fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3;
fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu;
fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai penghitungan penghasilan kena pajak dan pelunasan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan;
fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai penyelenggaraan kawasan ekonomi khusus; atau
fasilitas pengurangan penghasilan neto atas penanaman modal baru atau perluasan usaha pada bidang usaha tertentu yang merupakan industri padat karya berdasarkan Peraturan Pemerintah mengenai penghitungan penghasilan kena pajak dan pelunasan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan.
Penghitungan besaran tambahan pengurangan Penghasilan Bruto yang dapat dikurangkan pada tahun berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 dilakukan sesuai dengan contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Paragraf 4 Prosedur Penyampaian Pemberitahuan Fasilitas Pengurangan Penghasilan Bruto
Pasal 85
Untuk memperoleh tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2) huruf b, Wajib Pajak harus menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Sistem OSS.
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan melampirkan Perjanjian Kerja Sama.
Perjanjian Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
nomor dan tanggal Perjanjian Kerja Sama;
nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak;
jenis kompetensi yang diajarkan;
nama sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah kejuruan, perguruan tinggi program diploma pada pendidikan vokasi, balai latihan kerja, dan/atau instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang tenaga kerja, Otorita Ibu Kota Nusantara, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota;
tanggal efektif dan masa berlakunya kerja sama;
perkiraan jumlah peserta praktik kerja, pemagangan dan/atau pembelajaran;
perkiraan jumlah pegawai dan/atau pihak lain yang ditugaskan dalam kegiatan pembelajaran; dan
perkiraan jumlah biaya.
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat sebelum dilakukannya kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran dalam rangka pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia yang berbasis kompetensi tertentu dimulai.
Pasal 86
Terhadap pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat , Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja.
Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan meneliti kesesuaian pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (1) dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1) dan kriteria Perjanjian Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam 85 ayat (3).
Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan untuk melakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk delegasi kepada kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa:
kesesuaian dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1);
ketidaksesuaian dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1);
kesesuaian dengan kriteria Perjanjian Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam 85 ayat (3); atau
ketidaksesuaian dengan kriteria Perjanjian Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam 85 ayat (3).
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan huruf c terpenuhi, kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar menyampaikan notifikasi persetujuan pemberitahuan kepada Wajib Pajak melalui Sistem OSS.
Notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima lengkap dan benar.
Notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditembuskan kepada Kepala Otorita, Direktur Jenderal Pajak, dan Kepala Badan Kebijakan Fiskal.
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan huruf d terpenuhi, kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak menyampaikan permintaan perbaikan pemberitahuan kepada Wajib Pajak melalui Sistem OSS.
Wajib Pajak harus menyampaikan perbaikan pemberitahuan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah hasil penelitian diterima oleh Wajib Pajak.
Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (9), pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (1) dikembalikan kepada Wajib Pajak.
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dan huruf c atau huruf b dan huruf d terpenuhi, kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak menyampaikan pemberitahuan melalui Sistem OSS bahwa atas pemberitahuan sebagaimana dimaksud Pasal 85 ayat (1) tersebut tidak dapat diproses lebih lanjut.
Atas pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dan ayat (11), Wajib Pajak dapat mengajukan pemberitahuan kembali sepanjang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1) dan kriteria Perjanjian Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam 85 ayat (3). Paragraf 5 Kewajiban Wajib Pajak yang Memanfaatkan Fasilitas Pengurangan Penghasilan Bruto
Pasal 87
Wajib Pajak yang telah memanfaatkan tambahan pengurangan Penghasilan Bruto, wajib menyampaikan laporan biaya kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran dalam rangka pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia yang berbasis kompetensi tertentu setiap tahun kepada Direktur Jenderal Pajak, Kepala Badan Kebijakan Fiskal, dan Kepala Otorita.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 88
Dalam rangka pengujian kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Direktur Jenderal Pajak melakukan pengawasan kepatuhan terhadap Wajib Pajak yang diberikan tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79.
Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan untuk melakukan pengawasan kepatuhan terhadap Wajib Pajak yang memanfaatkan tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk delegasi kepada kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
Pengawasan kepatuhan terhadap Wajib Pajak yang memanfaatkan tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan atas laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1).
Pasal 89
Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat disampaikan melalui Sistem OSS paling lambat:
pada batas akhir penyampaian surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan badan Tahun Pajak yang bersangkutan; atau
bersamaan dengan penyampaian surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan badan Tahun Pajak yang bersangkutan dalam hal Wajib Pajak menyampaikan surat pemberitahuan sebelum batas akhir penyampaian surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan badan.
Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1) atau menyampaikan laporan namun tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat , kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak terdaftar menerbitkan surat teguran tertulis kepada Wajib Pajak, wakil dari Wajib Pajak, atau kuasa dari Wajib Pajak.
Dalam hal setelah jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil dari Wajib Pajak, atau kuasa dari Wajib Pajak, Wajib Pajak tetap tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1) atau menyampaikan laporan namun tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (2), kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak terdaftar menerbitkan surat teguran tertulis kedua.
Berdasarkan surat teguran tertulis kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Wajib Pajak harus menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1) paling lambat 14 (empat belas) hari. Paragraf 6 Kewenangan Direktur Jenderal Pajak atas Pemanfaatan Tambahan Pengurangan Penghasilan Bruto
Pasal 90
Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan bahwa tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2) huruf b tidak diberikan, dalam hal Wajib Pajak:
tidak menyampaikan pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (1);
melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan rencana kompetensi yang diajarkan sebagaimana tercantum dalam Perjanjian Kerja Sama; atau
tidak memenuhi ketentuan pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1).
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
wajib membayar Pajak Penghasilan yang terutang terhitung sejak Wajib Pajak melakukan pelanggaran; dan
dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Paragraf 7 Jangka Waktu Pemberian Fasilitas Pengurangan Penghasilan Bruto
Pasal 91
Fasilitas pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 diberikan atas biaya yang dibebankan sampai dengan tahun 2035.
Bagian Kelima
Fasilitas Pengurangan Penghasilan Bruto atas Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Tertentu Paragraf 1 Subjek, Bentuk Fasilitas dan Kriteria untuk Memperoleh Fasilitas Pengurangan Penghasilan Bruto
Pasal 92
Wajib Pajak badan dalam negeri yang mempunyai tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha yang melakukan kegiatan Penelitian dan Pengembangan tertentu di Ibu Kota Nusantara, diberikan tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf e.
Pasal 93
Fasilitas pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 diberikan paling tinggi 350% (tiga ratus lima puluh persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan Penelitian dan Pengembangan tertentu yang dibebankan dalam jangka waktu tertentu.
Biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan Penelitian dan Pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan biaya Penelitian dan Pengembangan yang dilakukan di Ibu Kota Nusantara.
Pengurangan Penghasilan Bruto paling tinggi 350% (tiga ratus lima puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
pengurangan Penghasilan Bruto sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan Penelitian dan Pengembangan; dan
tambahan pengurangan Penghasilan Bruto paling tinggi 250% (dua ratus lima puluh persen) dari akumulasi biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan Penelitian dan Pengembangan tertentu dalam jangka waktu tertentu.
Besaran tambahan pengurangan Penghasilan Bruto paling tinggi 250% (dua ratus lima puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b meliputi:
50% (lima puluh persen) jika Penelitian dan Pengembangan menghasilkan hak Kekayaan Intelektual berupa Paten atau Hak PVT yang didaftarkan di kantor Paten atau kantor PVT dalam negeri;
25% (dua puluh lima persen) jika Penelitian dan Pengembangan menghasilkan hak Kekayaan Intelektual berupa Paten atau Hak PVT yang selain didaftarkan di kantor Paten atau kantor PVT dalam negeri sebagaimana dimaksud pada huruf a, juga didaftarkan di kantor Paten atau kantor PVT luar negeri;
125% (seratus dua puluh lima persen) jika Penelitian dan Pengembangan mencapai tahap Komersialisasi; dan/atau
50% (lima puluh persen) jika Penelitian dan Pengembangan yang menghasilkan hak Kekayaan Intelektual berupa Paten atau Hak PVT sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan/atau mencapai tahap Komersialisasi sebagaimana dimaksud pada huruf c, dilakukan melalui kerja sama dengan lembaga Penelitian dan Pengembangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dan/atau lembaga pendidikan tinggi yang berada di Indonesia.
Pasal 94
Untuk dapat memanfaatkan tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf b, Wajib Pajak harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
merupakan Wajib Pajak badan dalam negeri;
telah melakukan kegiatan Penelitian dan Pengembangan tertentu di Ibu Kota Nusantara;
memiliki proposal kegiatan Penelitian dan Pengembangan; dan
memiliki surat keterangan fiskal secara otomasi.
Tata cara untuk memperoleh surat keterangan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pemberian surat keterangan fiskal.
Pasal 95
Komersialisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (4) huruf c dan huruf d dapat dilakukan oleh:
Wajib Pajak yang melakukan kegiatan Penelitian dan Pengembangan tertentu; dan/atau
Wajib Pajak dalam negeri lainnya.
Dalam hal Komersialisasi dilakukan oleh Wajib Pajak dalam negeri lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (4) huruf c dan/atau huruf d diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan kegiatan Penelitian dan Pengembangan tertentu.
Komersialisasi oleh Wajib Pajak dalam negeri lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilakukan jika Wajib Pajak yang melakukan kegiatan Penelitian dan Pengembangan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92:
telah mendapatkan hak Kekayaan Intelektual berupa Paten atau Hak PVT; dan
harus mendapatkan penghasilan dengan nilai yang sebenarnya atau seharusnya diterima atas pemanfaatan hak Kekayaan Intelektual berupa Paten atau Hak PVT, dari Wajib Pajak lainnya yang melakukan Komersialisasi. Paragraf 2 Bentuk Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Tertentu yang Memperoleh Fasilitas Pengurangan Penghasilan Bruto
Pasal 96
Kegiatan Penelitian dan Pengembangan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 merupakan kegiatan Penelitian dan Pengembangan yang dilakukan di Ibu Kota Nusantara untuk menghasilkan invensi, mengembangkan inovasi, penguasaan teknologi baru, dan/atau alih teknologi bagi pengembangan industri untuk peningkatan daya saing industri nasional.
Penelitian dan Pengembangan yang dilakukan di Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diberikan tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf b meliputi Penelitian dan Pengembangan yang merupakan Penelitian dan Pengembangan prioritas dengan fokus dan tema tertentu yang dilakukan di Ibu Kota Nusantara, sepanjang memenuhi kriteria:
bertujuan untuk memperoleh penemuan baru;
berdasarkan konsep atau hipotesis orisinal;
memiliki ketidakpastian atas hasil akhirnya;
terencana dan memiliki anggaran; dan
bertujuan untuk menciptakan sesuatu yang bisa ditransfer secara bebas atau diperdagangkan di pasar.
Fokus dan tema tertentu dari Penelitian dan Pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur oleh Kepala Otorita, setelah mendapatkan pertimbangan dari:
kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi, penyelenggaraan ketenaganukliran, dan penyelenggaraan keantariksaan yang terintegrasi; dan
Menteri.
Kegiatan yang tidak diberikan tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf b meliputi:
penerapan rekayasa sepenuhnya dalam kegiatan produksi pada tahap awal produksi komersial;
kendali mutu selama produksi komersial, termasuk pengujian rutin terhadap hasil produksi;
perbaikan terhadap kerusakan yang terjadi selama produksi komersial;
perbaikan, penambahan, pengayaan atau peningkatan kualitas lainnya yang bersifat rutin dari produk yang telah ada;
penyesuaian dari kemampuan yang ada terhadap permintaan khusus atau kebutuhan pelanggan sebagai bagian dari kegiatan komersial yang berkesinambungan;
perubahan rancangan secara musiman ataupun periodik dari produk yang telah ada;
rancangan rutin dari peralatan dan cetakan;
rekayasa konstruksi dan rancang bangun sehubungan dengan konstruksi, relokasi, pengaturan kembali, atau fasilitas permulaan yang digunakan ( start-up of facilities ) dan peralatan;
riset pemasaran; dan/atau
kegiatan lain yang tidak termasuk dalam Penelitian dan Pengembangan. Paragraf 3 Jenis Biaya Penelitian dan Pengembangan Tertentu yang Memperoleh Fasilitas Pengurangan Penghasilan Bruto
Pasal 97
Biaya Penelitian dan Pengembangan tertentu yang dapat diberikan tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf b meliputi biaya yang berkaitan dengan:
aktiva termasuk bangunan, berupa:
biaya penyusutan aktiva tetap berwujud dan/atau biaya amortisasi aktiva tidak berwujud; dan
biaya penunjang aktiva tetap berwujud yang meliputi listrik, air, bahan bakar dan biaya pemeliharaan;
barang dan/atau bahan;
gaji, honor, atau pembayaran sejenis yang dibayarkan kepada pegawai, peneliti, dan/atau perekayasa yang dipekerjakan;
pengurusan untuk mendapatkan hak Kekayaan Intelektual berupa Paten atau Hak PVT; dan/atau
imbalan yang dibayarkan kepada:
lembaga Penelitian dan Pengembangan; dan/atau
lembaga pendidikan tinggi, yang berada di Indonesia dan dikontrak oleh Wajib Pajak untuk melakukan kegiatan Penelitian dan Pengembangan tanpa memiliki hak atas hasil dari Penelitian dan Pengembangan yang dilakukan.
Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan berdasarkan masing-masing proposal kegiatan Penelitian dan Pengembangan.
Dalam hal biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipisahkan untuk masing-masing proposal Penelitian dan Pengembangan, pembebanan biaya tersebut berdasarkan masing-masing proposal yang dilakukan secara proporsional berdasarkan waktu pemanfaatan atau penugasan.
Tambahan pengurangan Penghasilan Bruto atas biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak dapat diberikan dalam hal aktiva yang digunakan merupakan bagian dari Penanaman Modal yang telah mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan berupa:
fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3;
fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah- daerah tertentu sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu;
fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Pemerintah mengenai penghitungan penghasilan kena pajak dan pelunasan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan;
fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai penyelenggaraan kawasan ekonomi khusus; atau
fasilitas pengurangan penghasilan neto atas penanaman modal baru atau perluasan usaha pada bidang usaha tertentu yang merupakan industri padat karya berdasarkan Peraturan Pemerintah mengenai penghitungan penghasilan kena pajak dan pelunasan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan. Paragraf 4 Mekanisme Penghitungan Besaran Fasilitas Pengurangan Penghasilan Bruto
Pasal 98
Besaran tambahan pengurangan Penghasilan Bruto yang dapat dimanfaatkan sebesar persentase tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf b dikalikan dengan akumulasi biaya Penelitian dan Pengembangan terkait untuk 5 (lima) Tahun Pajak terakhir sejak saat yang terjadi terlebih dahulu antara saat:
pendaftaran hak Kekayaan Intelektual berupa Paten atau Hak PVT; atau
mencapai tahap Komersialisasi.
Tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai dibebankan pada saat Wajib Pajak memperoleh hak Kekayaan Intelektual berupa Paten atau Hak PVT, dan/atau mencapai tahap Komersialisasi.
Besarnya tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dapat dibebankan di setiap Tahun Pajak paling tinggi sebesar 50% (lima puluh persen) dari penghasilan kena pajak sebelum dikurangi dengan tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat huruf b.
Dalam hal tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih tinggi dari 50% (lima puluh persen) dari penghasilan kena pajak sebelum dikurangi dengan tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (3), selisih lebih tambahan pengurangan Penghasilan Bruto yang belum termanfaatkan dapat diperhitungkan untuk Tahun Pajak- Tahun Pajak berikutnya.
Penghitungan besaran tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pembebanan tambahan pengurangan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dilakukan sesuai dengan contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 99
Wajib Pajak yang melakukan Penelitian dan Pengembangan tertentu untuk memperoleh tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (4) huruf a, huruf b, dan/atau huruf d wajib mendaftarkan hak Kekayaan Intelektual berupa Paten atau Hak PVT:
atas nama Wajib Pajak yang menerima tambahan pengurangan Penghasilan Bruto; atau
atas nama bersama Wajib Pajak yang melakukan kerja sama kegiatan Penelitian dan Pengembangan di Ibu Kota Nusantara.
Hak Kekayaan Intelektual berupa Paten dan/atau Hak PVT yang dihasilkan dari kegiatan Penelitian dan Pengembangan yang mendapatkan tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dialihkan kepada pihak lain.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam hal pengalihan dilakukan setelah jangka waktu perlindungan hak Kekayaan Intelektual berupa Paten dan/atau Hak PVT tidak lagi dimiliki oleh Wajib Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal Wajib Pajak mengalihkan hak Kekayaan Intelektual berupa Paten dan/atau Hak PVT yang dihasilkan dari kegiatan Penelitian dan Pengembangan yang mendapatkan tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (2), atas tambahan pengurangan Penghasilan Bruto yang telah dimanfaatkan diperhitungkan sebagai penghasilan Wajib Pajak dan terutang Pajak Penghasilan pada saat dilakukannya pengalihan Kekayaan Intelektual tersebut. Paragraf 5 Prosedur Pengajuan Permohonan Persetujuan Fasilitas Pengurangan Penghasilan Bruto
Pasal 100
Untuk memperoleh tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf b, Wajib Pajak harus menyampaikan permohonan kepada kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi, penyelenggaraan ketenaganukliran, dan penyelenggaraan keantariksaan yang terintegrasi melalui Sistem OSS.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan melampirkan proposal kegiatan Penelitian dan Pengembangan.
Proposal kegiatan Penelitian dan Pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
nomor dan tanggal proposal kegiatan Penelitian dan Pengembangan;
nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak;
fokus, tema, dan topik Penelitian dan Pengembangan;
rencana output Penelitian dan Pengembangan yang meliputi:
pendaftaran paten dalam negeri;
pendaftaran paten di luar negeri; dan/atau
komersialisasi.
nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak dari rekanan kerja sama, jika Penelitian dan Pengembangan dilakukan melalui kerja sama;
perkiraan waktu yang dibutuhkan sampai mencapai hasil akhir yang diharapkan dari kegiatan Penelitian dan Pengembangan;
perkiraan jumlah pegawai dan/atau pihak lain yang terlibat dalam kegiatan Penelitian dan Pengembangan; dan
perkiraan jumlah biaya.
Pasal 101
Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat , lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi, penyelenggaraan ketenaganukliran, dan penyelenggaraan keantariksaan yang terintegrasi melakukan penelitian dalam jangka waktu paling lama 40 (empat puluh) hari kerja.
Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan meneliti kesesuaian permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (1) dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat dan kriteria proposal kegiatan Penelitian dan Pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (3).
Dalam melakukan penelitian kesesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi, penyelenggaraan ketenaganukliran, dan penyelenggaraan keantariksaan yang terintegrasi, berkoordinasi dengan Otorita Ibu Kota Nusantara dan kementerian dan/atau lembaga pemerintah yang menangani bidang terkait tema Penelitian dan Pengembangan yang dimohonkan.
Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
kesesuaian dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (2);
ketidaksesuaian dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (2);
kesesuaian dengan kriteria proposal kegiatan Penelitian dan Pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (3); atau
ketidaksesuaian dengan kriteria proposal kegiatan Penelitian dan Pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (3).
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan huruf c terpenuhi, kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi, penyelenggaraan ketenaganukliran, dan penyelenggaraan keantariksaan yang terintegrasi memberitahukan persetujuan permohonan kepada Wajib Pajak melalui Sistem OSS.
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditembuskan kepada Kepala Otorita, Direktur Jenderal Pajak, Kepala Badan Kebijakan Fiskal, dan menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah yang menangani bidang terkait tema Penelitian dan Pengembangan.
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan huruf d terpenuhi, kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi, penyelenggaraan ketenaganukliran, dan penyelenggaraan keantariksaan yang terintegrasi menyampaikan permintaan perbaikan permohonan kepada Wajib Pajak melalui Sistem OSS.
Wajib Pajak harus menyampaikan perbaikan permohonan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah hasil penelitian diterima oleh Wajib Pajak.
Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (1) dikembalikan kepada Wajib Pajak.
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dan huruf c atau huruf b dan huruf d terpenuhi, kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi, penyelenggaraan ketenaganukliran, dan penyelenggaraan keantariksaan yang terintegrasi menyampaikan pemberitahuan melalui Sistem OSS bahwa atas permohonan tersebut tidak dapat diproses lebih lanjut.
Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dan ayat (10), Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kembali sepanjang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (2) dan kriteria proposal kegiatan Penelitian dan Pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (3).
Pasal 102
Dalam hal kegiatan Penelitian dan Pengembangan dilakukan melalui kerja sama antara satu atau lebih Wajib Pajak, dan masing-masing Wajib Pajak menanggung sebagian atau seluruh biaya Penelitian dan Pengembangan, Wajib Pajak yang melakukan kerja sama harus membuat 1 (satu) proposal kegiatan Penelitian dan Pengembangan bersama.
Proposal kegiatan Penelitian dan Pengembangan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain memuat kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (3) juga harus mencantumkan rencana kegiatan dan biaya yang ditanggung oleh masing-masing Wajib Pajak yang bekerja sama.
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (1) harus disampaikan oleh masing-masing Wajib Pajak yang melakukan kerja sama kepada kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi, penyelenggaraan ketenaganukliran, dan penyelenggaraan keantariksaan yang terintegrasi melalui Sistem OSS.
Besarnya tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (1) untuk masing-masing Wajib Pajak ditentukan berdasarkan:
akumulasi biaya Penelitian dan Pengembangan yang ditanggung oleh masing-masing Wajib Pajak; dan
persentase tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf b, sesuai kepemilikan hak Kekayaan Intelektual berupa Paten atau Hak PVT dan/atau kondisi mencapai tahap Komersialisasi dari masing- masing Wajib Pajak.
Tata cara penyampaian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100. Paragraf 6 Prosedur Pemanfaatan Fasilitas Pengurangan Penghasilan Bruto
Pasal 103
Untuk dapat memanfaatkan tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf b, Wajib Pajak menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan kepada kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi, penyelenggaraan ketenaganukliran dan penyelenggaraan keantariksaan yang terintegrasi melalui Sistem OSS.
Penyampaian pemberitahuan pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri bukti dukung berupa:
bukti bahwa Penelitian dan Pengembangan telah memperoleh hak Kekayaan Intelektual berupa Paten atau Hak PVT; dan/atau
bukti mencapai tahap Komersialisasi dapat berupa surat izin edar, invois, dan foto produk hasil penelitian dan pengembangan.
Atas pemberitahuan pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi, penyelenggaraan ketenaganukliran dan penyelenggaraan keantariksaan yang terintegrasi melakukan penelitian kesesuaian antara fokus dan tema dalam permohonan yang telah disetujui dan realisasi kegiatan Penelitian dan Pengembangan dalam jangka waktu paling lama 40 (empat puluh) hari kerja.
Dalam melakukan penelitian kesesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi, penyelenggaraan ketenaganukliran, dan penyelenggaraan keantariksaan yang terintegrasi, berkoordinasi dengan Kepala Otorita dan menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah yang menangani bidang terkait tema Penelitian dan Pengembangan yang dimohonkan.
Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berupa:
Wajib Pajak dapat memanfaatkan tambahan pengurangan Penghasilan Bruto; atau
Wajib Pajak tidak dapat memanfaatkan tambahan pengurangan Penghasilan Bruto.
Hasil penelitian berupa Wajib Pajak dapat memanfaatkan tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a paling sedikit memuat:
besaran persentase tambahan pengurangan Penghasilan Bruto yang dapat dimanfaatkan Wajib Pajak; dan
Tahun Pajak saat Wajib Pajak dapat mulai memanfaatkan tambahan pengurangan Penghasilan Bruto.
Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi, penyelenggaraan ketenaganukliran dan penyelenggaraan keantariksaan yang terintegrasi kepada Wajib Pajak dengan ditembuskan kepada Direktur Jenderal Pajak, Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kepala Otorita, dan menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah yang menangani bidang terkait tema Penelitian dan Pengembangan yang dimohonkan melalui Sistem OSS.
Dalam hal hasil penelitian berupa Wajib Pajak dapat memanfaatkan tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi, penyelenggaraan ketenaganukliran, dan penyelenggaraan keantariksaan yang terintegrasi memberitahukan pemanfaatan disetujui kepada Wajib Pajak melalui Sistem OSS.
Dalam hal hasil penelitian berupa Wajib Pajak tidak dapat memanfaatkan tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, pemberitahuan pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak. Paragraf 7 Kewajiban bagi Wajib Pajak yang Memanfaatkan Fasilitas Pengurangan Penghasilan Bruto
Pasal 104
Wajib Pajak yang telah memperoleh pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (5) wajib menyampaikan laporan biaya Penelitian dan Pengembangan untuk setiap Tahun Pajak kepada Direktur Jenderal Pajak, Kepala Badan Kebijakan Fiskal, dan Kepala Otorita.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan untuk setiap Tahun Pajak sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 105
Wajib Pajak yang telah memperoleh pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (8) wajib menyampaikan laporan penghitungan pemanfaatan pengurangan Penghasilan Bruto untuk setiap Tahun Pajak kepada Direktur Jenderal Pajak, Kepala Badan Kebijakan Fiskal, dan Kepala Otorita.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 106
Dalam rangka pengujian kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Direktur Jenderal Pajak melakukan pengawasan kepatuhan terhadap Wajib Pajak yang diberikan tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf b.
Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan untuk melakukan pengawasan kepatuhan terhadap Wajib Pajak yang memanfaatkan tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk delegasi kepada kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
Pengawasan kepatuhan terhadap Wajib Pajak yang memanfaatkan tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan atas laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (1) dan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (1).
Pasal 107
Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat wajib disampaikan paling lambat:
pada batas akhir penyampaian surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan badan Tahun Pajak yang bersangkutan; atau
bersamaan dengan penyampaian surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan badan Tahun Pajak yang bersangkutan dalam hal Wajib Pajak menyampaikan surat pemberitahuan sebelum batas akhir penyampaian surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan badan.
Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (1) wajib disampaikan paling lambat:
pada batas akhir penyampaian surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan badan Tahun Pajak pemanfaatan tambahan pengurangan Penghasilan Bruto; atau
bersamaan dengan penyampaian surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan badan Tahun Pajak pemanfaatan tambahan pengurangan Penghasilan Bruto dalam hal Wajib Pajak menyampaikan surat pemberitahuan sebelum batas akhir penyampaian surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan badan Tahun Pajak pemanfaatan tambahan pengurangan Penghasilan Bruto.
Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan:
laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (1) atau menyampaikan laporan namun tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (2); atau
laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (1) atau menyampaikan laporan namun tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (2), kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak terdaftar menerbitkan surat teguran tertulis kepada Wajib Pajak, wakil dari Wajib Pajak, atau kuasa dari Wajib Pajak.
Dalam hal setelah jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil dari Wajib Pajak, atau kuasa dari Wajib Pajak, Wajib Pajak tetap tidak menyampaikan:
laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (1) atau menyampaikan laporan namun tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (2); atau
laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (1) atau menyampaikan laporan namun tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (2), kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak terdaftar menerbitkan surat teguran tertulis kedua.
Berdasarkan surat teguran tertulis kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Wajib Pajak wajib menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (1) atau Pasal 105 ayat (1) paling lambat 14 (empat belas) hari. Paragraf 8 Kewenangan Direktur Jenderal Pajak untuk Melakukan Koreksi Tambahan Pengurangan Penghasilan
Pasal 108
Dalam hal Wajib Pajak:
tidak memperoleh pemberitahuan persetujuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (5);
tidak memperoleh pemberitahuan dapat memanfaatkan tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (8);
tidak menyampaikan laporan kegiatan dan biaya Penelitian dan Pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (1) setelah dilakukan teguran tertulis kedua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (4);
tidak menyampaikan laporan penghitungan pemanfaatan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (1) setelah dilakukan teguran kedua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (4); dan/atau
tidak melaporkan besaran dan jenis biaya Penelitian dan Pengembangan dengan benar, namun membebankan tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf b, Direktur Jenderal Pajak melakukan koreksi atas tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf b yang telah dibebankan oleh Wajib Pajak.
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
wajib membayar Pajak Penghasilan yang terutang terhitung mulai saat Wajib Pajak melakukan pelanggaran; dan
dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Paragraf 9 Jangka Waktu Pemberian Fasilitas Pengurangan Penghasilan Bruto
Pasal 109
Tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf b diberikan atas biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu di Ibu Kota Nusantara sampai dengan tahun 2035.
Penerapan pemanfaatan tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf b dilakukan sesuai dengan contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Bagian Keenam
Fasilitas Pengurangan Penghasilan Bruto atas Sumbangan dan/atau Biaya Pembangunan Fasilitas Umum, Fasilitas Sosial, dan/atau Fasilitas Lainnya yang Bersifat Nirlaba Paragraf 1 Subjek, Bentuk Fasilitas, dan Kriteria untuk Memperoleh Fasilitas Pengurangan Penghasilan Bruto
Pasal 110
Wajib Pajak dalam negeri yang memberikan sumbangan dan/atau biaya pembangunan fasilitas umum, fasilitas sosial, dan/atau fasilitas lainnya yang bersifat nirlaba di wilayah Ibu Kota Nusantara diberikan fasilitas pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf f.
Pasal 111
Fasilitas pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 diberikan paling tinggi 200% (dua ratus persen) dari jumlah sumbangan dan/atau biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan fasilitas umum, fasilitas sosial, dan/atau fasilitas lainnya yang bersifat nirlaba.
Pengurangan Penghasilan Bruto paling tinggi 200% (dua ratus persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
pengurangan Penghasilan Bruto sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah sumbangan dan/atau biaya yang diberikan; dan
tambahan pengurangan Penghasilan Bruto paling tinggi 100% (seratus persen) dari jumlah sumbangan dan/atau biaya yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
Pasal 112
Sumbangan dan/atau biaya pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 dikurangkan dari Penghasilan Bruto dengan syarat:
Wajib Pajak mempunyai penghasilan neto fiskal berdasarkan surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak sebelumnya;
pemberian sumbangan dan/atau biaya tidak menyebabkan rugi pada Tahun Pajak sumbangan dan/atau biaya diberikan;
didukung dengan bukti yang sah; dan
mendapat persetujuan teknis dan spesifikasi dari Otorita Ibu Kota Nusantara, dalam hal sumbangan diberikan dalam bentuk barang dan/atau biaya pembangunan fasilitas umum, fasilitas sosial dan/atau fasilitas lainnya yang bersifat nirlaba.
Bukti yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat berupa:
bukti transfer perbankan;
bukti penerimaan barang yang diterbitkan oleh Kepala Otorita;
berita acara serah terima penyelesaian proyek yang diterbitkan oleh Kepala Otorita; atau
dokumen lain yang terkait dengan pemberian sumbangan dan/atau biaya yang diterbitkan oleh Kepala Otorita.
Selain memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak harus memiliki surat keterangan fiskal secara otomasi.
Tata cara untuk memperoleh surat keterangan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pemberian surat keterangan fiskal.
Sumbangan dan/atau biaya pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 tidak dapat dikurangkan dari Penghasilan Bruto bagi pihak pemberi dalam hal sumbangan dan/atau biaya pembangunan digunakan untuk membangun fasilitas umum, fasilitas sosial, dan/atau fasilitas lainnya yang bersifat nirlaba merupakan kewajiban dari kegiatan usaha pemberi sumbangan dan/atau biaya di wilayah Ibu Kota Nusantara. Paragraf 2 Bentuk Sumbangan dan/atau Biaya Pembangunan Fasilitas Umum, Fasilitas Sosial, dan/atau Fasilitas Lainnya yang Bersifat Nirlaba yang Memperoleh Fasilitas Pengurangan Penghasilan Bruto
Pasal 113
Sumbangan dan/atau biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 diberikan dalam bentuk:
uang;
barang; dan/atau
biaya, untuk pembangunan fasilitas umum, fasilitas sosial, dan/atau fasilitas lainnya yang bersifat nirlaba.
Nilai sumbangan dan/atau biaya dalam bentuk uang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditentukan berdasarkan jumlah nominal uang yang diberikan.
Nilai sumbangan dan/atau biaya dalam bentuk barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditentukan berdasarkan:
nilai perolehan, untuk barang yang disumbangkan belum disusutkan;
nilai buku fiskal, untuk barang yang disumbangkan sudah disusutkan; atau
harga pokok penjualan, untuk barang yang disumbangkan merupakan barang produksi sendiri.
Nilai sumbangan dan/atau biaya dalam bentuk biaya pembangunan fasilitas umum, fasilitas sosial, dan/atau fasilitas lainnya yang bersifat nirlaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditentukan berdasarkan jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan untuk membangun fasilitas umum, fasilitas sosial, dan/atau fasilitas lainnya yang bersifat nirlaba. Paragraf 3 Prosedur Pengajuan Permohonan Persetujuan Fasilitas Pengurangan Penghasilan Bruto
Pasal 114
Untuk memperoleh fasilitas pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat , Wajib Pajak harus menyampaikan permohonan kepada Kepala Otorita melalui Sistem OSS.
Dalam hal Sistem OSS belum tersedia, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara luring kepada Kepala Otorita dengan ditembuskan kepada Direktur Jenderal Pajak dan Kepala Badan Kebijakan Fiskal.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dilakukan paling lambat sebelum sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (1) diserahkan.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) paling sedikit memuat:
nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pemberi sumbangan dan/atau biaya;
bentuk sumbangan dan/atau biaya;
perkiraan nilai sumbangan dan/atau biaya; dan
rencana jenis dan perkiraan waktu pemberian sumbangan dan/atau biaya.
Pasal 115
Pemberian sumbangan dalam bentuk biaya pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat huruf c dapat dilakukan melalui kerja sama antara satu atau lebih Wajib Pajak.
Dalam hal pemberian sumbangan dalam bentuk biaya pembangunan dilakukan melalui kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masing-masing Wajib Pajak menanggung nilai sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (4) berdasarkan kesepakatan kerja sama.
Masing-masing Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyampaikan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (1) atau ayat (2).
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) selain memuat hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat juga harus dilengkapi dengan dokumen kesepakatan kerja sama.
Dokumen kesepakatan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling sedikit memuat:
nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak masing- masing Wajib Pajak;
perkiraan nilai keseluruhan sumbangan dan/atau biaya; dan
perkiraan nilai sumbangan dan/atau biaya yang menjadi bagian masing-masing Wajib Pajak.
Pasal 116
Kepala Otorita menerbitkan pemberitahuan kepada Wajib Pajak:
yang menyatakan bahwa Wajib Pajak dapat memberikan sumbangan dalam bentuk uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (1) huruf a, dalam hal sesuai dengan kebutuhan pengembangan Ibu Kota Nusantara; dan/atau
yang menyatakan bahwa Wajib Pajak dapat memberikan sumbangan dan/atau biaya pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (1) huruf b atau huruf c atas penerimaan sumbangan dalam bentuk barang dan/atau biaya pembangunan fasilitas umum, fasilitas sosial, dan/atau fasilitas lainnya yang bersifat nirlaba, setelah melakukan verifikasi kesesuaian antara rencana pemberian sumbangan dengan kebutuhan pengembangan Ibu Kota Nusantara, dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (1) atau ayat (2) memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (3) dan ayat (4).
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (1) atau ayat :
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (3) dan ayat (4);
rencana sumbangan dalam bentuk uang tidak sesuai dengan kebutuhan pengembangan Ibu Kota Nusantara; atau
rencana sumbangan dalam bentuk barang dan/atau biaya pembangunan fasilitas umum, fasilitas sosial, dan/atau fasilitas lainnya yang bersifat nirlaba tidak sesuai dengan kebutuhan pengembangan Ibu Kota Nusantara, Kepala Otorita memberikan pemberitahuan bahwa permohonan tidak dapat diproses lebih lanjut.
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (1) atau ayat (2) diterima.
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kepada Wajib Pajak:
melalui Sistem OSS untuk permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (1); atau
secara luring yang ditentukan oleh Kepala Otorita dengan ditembuskan kepada kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak, untuk permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (2). Paragraf 4 Pemanfaatan Fasilitas Pengurangan Penghasilan Bruto
Pasal 117
Wajib Pajak yang telah memperoleh pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat dapat memanfaatkan fasilitas atas sumbangan dan/atau biaya pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 sepanjang telah merealisasikan:
pemberian sumbangan dalam bentuk uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (1) huruf a;
pemberian sumbangan dalam bentuk barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (1) huruf b; atau
pembangunan fasilitas umum, fasilitas sosial, dan/atau fasilitas lainnya yang bersifat nirlaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (1) huruf
Bukti realisasi pemberian sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
bukti transfer perbankan; atau
berita acara serah terima:
sumbangan dalam bentuk barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (1) huruf b; dan/atau
sumbangan dalam bentuk biaya pembangunan fasilitas umum, fasilitas sosial, dan/atau fasilitas lainnya dalam hal bentuk sumbangan dan/atau biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (1) huruf c, yang dikeluarkan oleh Kepala Otorita setelah Kepala Otorita melakukan verifikasi kesesuaian antara realisasi sumbangan dengan rencana pemberian sumbangan serta menentukan kewajaran nilai sumbangan.
Dalam melakukan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Otorita dapat meminta bantuan tenaga ahli dan/atau pihak lainnya.
Bukti realisasi pemberian sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampirkan dalam surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak pemanfaatan fasilitas atas sumbangan dan/atau biaya pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110.
Pasal 118
Sumbangan dan/atau biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 dapat dikurangkan dari Penghasilan Bruto dengan ketentuan sebagai berikut:
pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (2) huruf a dilakukan pada Tahun Pajak sumbangan dan/atau biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 dikeluarkan; dan
tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (2) huruf b dilakukan pada Tahun Pajak sumbangan dan/atau biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 diserahkan kepada Kepala Otorita.
Tahun Pajak sumbangan dan/atau biaya pembangunan diserahkan kepada Kepala Otorita sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditentukan berdasarkan:
tanggal transfer dana melalui perbankan, dalam hal sumbangan dan/atau biaya pembangunan diberikan dalam bentuk uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (1) huruf a;
tanggal penerimaan barang, dalam hal sumbangan dan/atau biaya pembangunan diberikan dalam bentuk barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (1) huruf b; dan/atau
tanggal serah terima fasilitas umum, fasilitas sosial, dan/atau fasilitas lainnya yang bersifat nirlaba, dalam hal sumbangan dan/atau biaya pembangunan diberikan dalam bentuk biaya pembangunan fasilitas umum, fasilitas sosial, dan/atau fasilitas lainnya yang bersifat nirlaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (1) huruf
Pasal 119
Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan bahwa tambahan pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (2) huruf b tidak dapat diberikan dalam hal Wajib Pajak:
tidak menyampaikan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (1) atau ayat (2); atau
tidak melaporkan bentuk dan nilai sumbangan dan/atau biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 dengan benar. Paragraf 5 Kewajiban Otorita Ibu Kota Nusantara
Pasal 120
Kepala Otorita harus menyampaikan laporan penerimaan sumbangan dan/atau biaya kepada Direktur Jenderal Pajak dan Kepala Badan Kebijakan Fiskal melalui Sistem OSS paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah akhir tahun diterimanya sumbangan dan/atau biaya.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, dan alamat pemberi sumbangan dan/atau biaya;
nomor dan tanggal pemberitahuan persetujuan fasilitas;
nomor dan tanggal bukti penerimaan sumbangan dan/atau biaya;
bentuk dan nilai sumbangan dan/atau biaya;
tanggal penyerahan sumbangan dan/atau biaya; dan
penggunaan sumbangan dan/atau biaya.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 121
Kepala Otorita harus melakukan pencatatan penerimaan sumbangan dan/atau pencatatan menjadi barang milik negara/daerah atas sumbangan yang diterima.
Tata cara pencatatan penerimaan sumbangan dan/atau pencatatan menjadi barang milik negara/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Kepala Otorita dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengelolaan barang milik negara/daerah. Paragraf 6 Jangka Waktu Pemberian Fasilitas Pengurangan Penghasilan Bruto
Pasal 122
Fasilitas pengurangan Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 diberikan sampai dengan tahun 2035.
Batas waktu sampai dengan tahun 2035 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan:
tanggal transfer dana melalui perbankan untuk sumbangan dalam bentuk uang;
tanggal berita acara serah terima barang dari Otorita Ibu Kota Nusantara untuk sumbangan dan/atau biaya dalam bentuk barang; atau
tanggal berita acara serah terima proyek pembangunan dan penyerahan kepada Otorita Ibu Kota Nusantara untuk sumbangan dan/atau biaya dalam bentuk biaya pembangunan.
Bagian Ketujuh
Fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah dan Bersifat Final Paragraf 1 Fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Pegawai Tertentu
Pasal 123
Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai sehubungan dengan pekerjaan wajib dipotong Pajak Penghasilan oleh Pemberi Kerja sesuai ketentuan dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas penghasilan yang diterima Pegawai tertentu diberikan fasilitas berupa Pajak Penghasilan ditanggung Pemerintah dan bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat huruf g.
Pegawai tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Pegawai yang:
menerima atau memperoleh penghasilan dari Pemberi Kerja tertentu;
bertempat tinggal di wilayah Ibu Kota Nusantara; dan
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak yang terdaftar di kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi wilayah Ibu Kota Nusantara.
Pegawai tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
Pegawai Tetap; dan/atau
Pegawai Tidak Tetap. Paragraf 2 Fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Tentara Nasional Indonesia, dan Anggota Kepolisian Republik Indonesia
Pasal 124
Penghasilan selain penghasilan tetap dan teratur yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah yang:
diterima oleh pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Republik Indonesia; dan
telah dikenai Pajak Penghasilan Pasal 21 bersifat final, diberikan fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (2).
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sepanjang pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Republik Indonesia, memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (3).
Dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (2) dalam hal:
penerima penghasilan merupakan pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Republik Indonesia;
penghasilan berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan
Pajak Penghasilan Pasal 21 telah ditanggung Pemerintah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Paragraf 3 Kewajiban Pegawai Tertentu yang Memperoleh Fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 di Ibu Kota Nusantara
Pasal 125
Pegawai tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (3) wajib menyampaikan surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pegawai tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaporkan penghasilan yang diberikan fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat dalam surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi sebagai penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan final dan/atau bersifat final.
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tertentu:
selain penghasilan yang diterima sehubungan dengan pekerjaan; dan/atau
penghasilan yang berasal dari luar wilayah Ibu Kota Nusantara, tetap dikenakan Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan. Paragraf 4 Kriteria Pemberi Kerja Tertentu
Pasal 126
Pemberi Kerja tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (3) huruf a merupakan Pemberi Kerja yang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
bertempat tinggal, bertempat kedudukan, atau bertempat kegiatan usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara;
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak yang terdaftar di kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi wilayah Ibu Kota Nusantara atau memiliki identitas perpajakan di tempat kegiatan usaha yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara;
telah menyampaikan surat pemberitahuan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final kepada Direktur Jenderal Pajak dan telah mendapatkan validasi oleh Direktur Jenderal Pajak; dan
telah menyampaikan laporan realisasi pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final kepada Direktur Jenderal Pajak. Paragraf 5 Tata Cara Permohonan Pemberitahuan Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah dan Bersifat Final
Pasal 127
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 huruf c dilakukan oleh Pemberi Kerja dengan status Wajib Pajak pusat, untuk:
pusat yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan; dan/atau
cabang yang bertempat kegiatan usaha, di Ibu Kota Nusantara.
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 huruf c paling sedikit memuat keterangan berupa:
Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau identitas perpajakan di tempat kegiatan usaha Pemberi Kerja; dan
nomor Perizinan Berusaha di wilayah Ibu Kota Nusantara yang diterbitkan oleh Sistem OSS, dalam hal Pemberi Kerja merupakan Pelaku Usaha.
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 huruf c disampaikan oleh Pemberi Kerja melalui saluran tertentu pada laman Direktorat Jenderal Pajak.
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 huruf c harus diisi dengan data yang lengkap dan valid sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 huruf c dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 128
Direktur Jenderal Pajak berwenang menerbitkan surat:
persetujuan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final dalam hal Pemberi Kerja memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 huruf a sampai dengan huruf c; atau
penolakan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final dalam hal Pemberi Kerja tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 huruf a sampai dengan huruf c.
Surat persetujuan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final dan surat penolakan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 huruf c disampaikan secara lengkap dan benar.
Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan untuk menerbitkan surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk delegasi kepada kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak berstatus pusat terdaftar.
Fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (2), mulai dimanfaatkan Wajib Pajak sejak masa pajak surat persetujuan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diterbitkan.
Surat persetujuan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final dan surat penolakan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Paragraf 6 Penerapan Pemotongan Fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah dan Bersifat Final
Pasal 129
Penghasilan Pegawai tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (3) dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (2) yang dipotong oleh Pemberi Kerja.
Penghasilan Pegawai tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa:
penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur; atau
penghasilan Pegawai Tidak Tetap termasuk tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan.
Ketentuan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.
Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (2) harus dibayarkan secara tunai oleh Pemberi Kerja pada saat pembayaran penghasilan kepada Pegawai.
Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final yang diterima oleh Pegawai dari Pemberi Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak diperhitungkan sebagai penghasilan yang dikenakan pajak.
Pasal 130
Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (2) wajib dibuat bukti pemotongan oleh Pemberi Kerja.
Bukti pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan mencantumkan fasilitas ditanggung Pemerintah.
Pemberi Kerja wajib memberikan bukti pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pegawai tertentu penerima penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat .
Dalam hal Pegawai tertentu:
memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (3); dan
pindah bekerja atau dipindahtugaskan ke Pemberi Kerja yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126, bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Pegawai tertentu dari Pemberi Kerja sebelumnya yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 harus diberikan paling lama 1 (satu) bulan setelah Pegawai yang bersangkutan berhenti bekerja atau dipindahtugaskan.
Jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dipotong sebagaimana tercantum dalam bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dari Pemberi Kerja yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak ditanggung Pemerintah dan pengenaannya tidak bersifat final.
Dalam hal Pegawai tertentu:
memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (3); dan
pindah atau dipindahtugaskan dari Pemberi Kerja yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ke Pemberi Kerja yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126, bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Pegawai tertentu dari Pemberi Kerja yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 harus diberikan paling lama 1 (satu) bulan setelah Pegawai yang bersangkutan berhenti bekerja atau dipindahtugaskan ke Pemberi Kerja yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126.
Jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dipotong sebagaimana tercantum dalam bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dari Pemberi Kerja yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditanggung Pemerintah dan bersifat final.
Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 harus memberikan bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 kepada Pegawai Tidak Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (4) huruf b setiap kali melakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21.
Apabila dalam 1 (satu) bulan kalender, kepada satu penerima penghasilan dilakukan lebih dari 1 (satu) kali pembayaran penghasilan dari 1 (satu) Pemberi Kerja, bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuat sekali untuk 1 (satu) bulan kalender.
Dalam hal Pemberi Kerja yang memanfaatkan fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final menyampaikan surat pemberitahuan masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan menyatakan kelebihan pembayaran, kelebihan pembayaran yang berasal dari Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final tidak dapat dikembalikan dan tidak dapat dikompensasikan.
Dalam hal jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final untuk Pegawai Tetap yang telah dipotong dan diberikan fasilitas dalam tahun kalender yang bersangkutan lebih besar dari Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang untuk 1 (satu) Tahun Pajak, maka kelebihan Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final tidak dikembalikan kepada Pegawai Tetap bersangkutan.
Pasal 131
Pemberi Kerja wajib melaporkan pemotongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 ayat (1) dalam surat pemberitahuan masa Pajak Penghasilan Pasal 21 sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Paragraf 7 Kewajiban bagi Wajib Pajak yang Memanfaatkan Fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah dan Bersifat Final
Pasal 132
Pemberi Kerja wajib menyampaikan laporan realisasi Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 huruf d melalui saluran tertentu pada laman Direktorat Jenderal Pajak.
Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan data yang lengkap dan valid sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, paling sedikit memuat:
Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau identitas perpajakan di tempat kegiatan usaha dan nama Pemberi Kerja;
Nomor Pokok Wajib Pajak dan nama Pegawai yang menerima fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final;
jumlah Penghasilan Bruto yang diterima Pegawai; dan
jumlah pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final.
Penyampaian laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemberi Kerja yang telah mendapatkan persetujuan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (1) huruf a.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 133
Pemberi Kerja wajib menyampaikan laporan realisasi Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat paling lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
Pemberi Kerja yang tidak menyampaikan laporan realisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat (1) sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dapat memanfaatkan fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat untuk masa pajak yang bersangkutan.
Pemberi Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menyetorkan Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang untuk masa pajak yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yang diterima atau diperoleh Pegawai yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (3), bersifat final.
Pasal 134
Pemberi Kerja dapat menyampaikan 1 (satu) kali pembetulan atas laporan realisasi Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat paling lambat akhir bulan berikutnya setelah batas waktu pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133 ayat (1).
Pembetulan laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 135
Dalam rangka pengujian kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Direktur Jenderal Pajak melakukan pengawasan kepatuhan terhadap Wajib Pajak yang diberikan fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (2).
Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan untuk melakukan pengawasan kepatuhan terhadap Wajib Pajak yang memanfaatkan fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat dalam bentuk delegasi kepada kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak berstatus pusat terdaftar.
Pengawasan kepatuhan terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan atas laporan realisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 huruf d.
Pasal 136
Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan laporan realisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 huruf d namun tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat (2) dan ayat (4), kepala kantor pelayanan pajak menerbitkan surat teguran tertulis kepada Wajib Pajak.
Dalam hal setelah jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil dari Wajib Pajak, atau kuasa dari Wajib Pajak, Wajib Pajak tetap tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dalam Pasal 132 ayat dan ayat (4), kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak berstatus pusat terdaftar menerbitkan surat teguran tertulis kedua.
Dalam hal Wajib Pajak tidak menindaklanjuti surat teguran tertulis kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak diterbitkan surat teguran tertulis kedua, kepala kantor pelayanan pajak melakukan pengawasan dan/atau pengujian kepatuhan terhadap Wajib Pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Paragraf 8 Tata Cara Pengawasan, Pembatalan, dan Pencabutan Fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah dan Bersifat Final
Pasal 137
Direktur Jenderal Pajak berwenang:
melakukan pembinaan, penelitian, pengawasan, dan/atau pengujian kepatuhan terhadap Wajib Pajak yang memanfaatkan fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan; dan
menerbitkan surat pembatalan atau surat pencabutan atas surat persetujuan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (1) huruf a setelah melakukan penelitian sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk delegasi kepada kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak berstatus pusat terdaftar.
Penerbitan surat pembatalan atau surat pencabutan atas surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan secara jabatan oleh kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak berstatus pusat terdaftar setelah melakukan penelitian atas:
surat pemberitahuan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 huruf c yang diisi dengan data yang tidak lengkap, tidak valid, dan/atau tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya; dan/atau
Pemberi Kerja yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 huruf a dan huruf
Dalam hal Wajib Pajak berstatus pusat terdaftar pada kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya selain meliputi wilayah Ibu Kota Nusantara, namun memiliki cabang atau tempat kegiatan usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara, kegiatan pembinaan, penelitian, pengawasan dan/atau pengujian kepatuhan terhadap Wajib Pajak dimaksud, dilakukan sebagai berikut:
kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak berstatus pusat terdaftar dapat menyampaikan permintaan bantuan kepada kepala kantor pelayanan pajak yang wilayahnya meliputi cabang atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak di wilayah Ibu Kota Nusantara untuk melakukan pembinaan, penelitian, pengawasan; dan/atau
kepala kantor pelayanan pajak yang wilayahnya meliputi cabang atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak di wilayah Ibu Kota Nusantara dapat mengusulkan untuk menerbitkan surat pembatalan atau pencabutan atas surat persetujuan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (2) kepada kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak berstatus pusat terdaftar berdasarkan hasil penelitian dan/atau pengawasan.
Surat pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diterbitkan dalam hal berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat kekeliruan dalam penerbitan surat persetujuan.
Kekeliruan dalam penerbitan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) terjadi dalam hal diketahui bahwa tidak seharusnya diterbitkan surat persetujuan karena Wajib Pajak:
mengisi pemberitahuan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 huruf c dengan data yang tidak lengkap, tidak valid, dan/atau tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya; dan/atau
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 huruf a dan huruf
Surat pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diterbitkan dalam hal di kemudian hari diketahui bahwa berdasarkan hasil penelitian Wajib Pajak yang semula memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 huruf a dan huruf b menjadi tidak lagi memenuhi kriteria dimaksud.
Surat pembatalan dan surat pencabutan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berlaku sejak Wajib Pajak:
mengisi pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 huruf c dengan data yang tidak lengkap, tidak valid, dan/atau tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya; dan/atau
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 huruf a dan huruf
Wajib Pajak yang telah diterbitkan surat pembatalan atau surat pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib menyetorkan Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang untuk masa pajak yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan, sejak Wajib Pajak:
mengisi pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 huruf c dengan data yang tidak lengkap, tidak valid, dan/atau tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya; dan/atau
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 huruf a dan huruf
Surat pembatalan dan surat pencabutan atas surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Paragraf 9 Jangka Waktu Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah dan Bersifat Final
Pasal 138
Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (2) berlaku sampai dengan masa pajak Desember tahun 2035. Paragraf 10 Pertanggungjawaban Fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah dan Bersifat Final
Pasal 139
Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (2) merupakan belanja subsidi Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai mekanisme pelaksanaan dan pertanggungjawaban atas pajak ditanggung Pemerintah.
Menteri sebagai pengguna anggaran bagian anggaran bendahara umum negara menetapkan pimpinan pada unit di Direktorat Jenderal Pajak yang memiliki tugas dan fungsi penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang potensi, kepatuhan, dan penerimaan selaku kuasa pengguna anggaran untuk melaksanakan pembayaran subsidi Pajak Penghasilan ditanggung Pemerintah.
Pimpinan pada unit di Direktorat Jenderal Pajak yang memiliki tugas dan fungsi penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang potensi, kepatuhan, dan penerimaan selaku kuasa pengguna anggaran memerintahkan kepada pejabat pembuat komitmen dan pejabat penanda tangan surat perintah membayar untuk:
membuat surat permintaan pembayaran atas realisasi belanja subsidi Pajak Penghasilan ditanggung Pemerintah;
membuat surat perintah membayar; dan
menyampaikan surat perintah membayar kepada kantor pelayanan perbendaharaan negara, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, untuk mendapatkan surat perintah pencairan dana sebagai pelaksanaan pengeluaran anggaran pendapatan dan belanja negara untuk subsidi Pajak Penghasilan ditanggung Pemerintah.
Pelaporan dan pertanggungjawaban Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final atas penghasilan yang diterima sehubungan dengan pekerjaan yang diterima atau diperoleh Pegawai tertentu di wilayah Ibu Kota Nusantara dilaksanakan oleh pimpinan pada unit di Direktorat Jenderal Pajak yang memiliki tugas dan fungsi penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang potensi, kepatuhan, dan penerimaan selaku unit akuntansi kuasa pengguna anggaran atas belanja subsidi pajak ditanggung Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai mekanisme pelaksanaan dan pertanggungjawaban atas pajak ditanggung Pemerintah.
Bagian Kedelapan
Fasilitas Pajak Penghasilan Final 0% (Nol Persen) atas Penghasilan dari Peredaran Bruto Usaha Tertentu pada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Paragraf 1 Persyaratan Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan Final 0% (Nol Persen)
Pasal 140
Wajib Pajak dalam negeri tidak termasuk bentuk usaha tetap yang melakukan Penanaman Modal di Ibu Kota Nusantara dengan nilai kurang dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan memenuhi persyaratan tertentu dapat dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif sebesar 0% (nol persen) dalam jangka waktu tertentu.
Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai atas penghasilan dari peredaran bruto usaha sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak yang diterima atau diperoleh pada lokasi usaha yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara.
Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk penghasilan:
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan berbentuk persekutuan komanditer atau firma yang dibentuk oleh beberapa Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki keahlian khusus menyerahkan jasa sejenis dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;
dari jasa yang dilakukan selain di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau dimanfaatkan oleh pengguna jasa yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan selain di wilayah Ibu Kota Nusantara;
yang telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan tersendiri, kecuali penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan final sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu; dan
yang dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan.
Penghasilan dari peredaran bruto usaha yang diterima atau diperoleh pada lokasi usaha yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi penghasilan dari kegiatan industri dan/atau penyerahan barang dan/atau jasa yang dilakukan di wilayah Ibu Kota Nusantara.
Persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
bertempat tinggal atau bertempat kedudukan, dan/atau memiliki cabang di wilayah Ibu Kota Nusantara;
melakukan kegiatan usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara;
terdaftar sebagai Wajib Pajak di kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi wilayah Ibu Kota Nusantara atau memiliki identitas perpajakan di tempat kegiatan usaha yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara;
telah melakukan Penanaman Modal di wilayah Ibu Kota Nusantara, serta memiliki kualifikasi usaha mikro, kecil, dan menengah yang diterbitkan oleh instansi berwenang; dan
telah mengajukan permohonan untuk memanfaatkan fasilitas Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 3 (tiga) bulan sejak Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada huruf d dan mendapatkan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Dalam hal Wajib Pajak memiliki lebih dari 1 (satu) tempat usaha atau cabang yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara, penentuan batasan:
nilai Penanaman Modal di Ibu Kota Nusantara kurang dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
bagian peredaran bruto usaha sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditentukan berdasarkan gunggungan dari seluruh lokasi tempat kegiatan usaha atau cabang Wajib Pajak yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara.
Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sejak tanggal persetujuan pemberian fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf e sampai dengan tahun 2035.
Wajib Pajak yang memanfaatkan fasilitas Pajak Penghasilan bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib:
menyelenggarakan pembukuan secara terpisah, bagi Wajib Pajak yang diwajibkan menyelenggarakan pembukuan; atau
melakukan pencatatan secara terpisah, bagi Wajib Pajak yang tidak diwajibkan menyelenggarakan pembukuan, antara penghasilan yang mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penghasilan yang tidak mendapatkan fasilitas dimaksud.
Dalam hal pada saat melakukan pembukuan terpisah sebagaimana dimaksud pada ayat (8) terdapat biaya bersama yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka penghitungan besarnya penghasilan kena pajak, pembebanan biaya bersama dialokasikan secara proporsional. Paragraf 2 Tata Cara Penerapan, Permohonan, dan Penerbitan Surat Persetujuan
Pasal 141
Direktur Jenderal Pajak berwenang:
melakukan penelitian terhadap permohonan untuk memanfaatkan fasilitas Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat (1); dan
menerbitkan surat persetujuan atau surat penolakan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat (1).
Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk delegasi kepada kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak berstatus pusat terdaftar.
Pasal 142
Untuk dapat memanfaatkan fasilitas Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat Wajib Pajak berstatus pusat harus menyampaikan permohonan kepada kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak berstatus pusat terdaftar melalui saluran tertentu pada laman Direktorat Jenderal Pajak.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan sejak Penanaman Modal di wilayah Ibu Kota Nusantara.
Penanaman Modal di wilayah Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terhitung sejak tanggal diterbitkannya Perizinan Berusaha oleh Sistem OSS.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat keterangan berupa:
Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau identitas perpajakan di tempat kegiatan usaha Wajib Pajak;
alamat tempat kegiatan usaha yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara; dan
nomor dan tanggal Perizinan Berusaha di wilayah Ibu Kota Nusantara yang diterbitkan oleh Sistem OSS.
Atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak berstatus pusat terdaftar melakukan penelitian atas pemenuhan persyaratan:
pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat (1) dan ayat (5); dan
telah menyampaikan surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan untuk 2 (dua) Tahun Pajak terakhir yang sudah menjadi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5), kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak berstatus pusat terdaftar menerbitkan:
surat persetujuan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan yang bersifat final, dalam hal Wajib Pajak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5); atau
surat penolakan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan yang bersifat final, dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), paling lama 1 (satu) hari kerja sejak permohonan diterima lengkap.
Dokumen berupa:
surat permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
surat persetujuan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan final sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a; dan
surat penolakan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan final sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b, dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 143
Pemotong atau pemungut pajak melakukan pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif sebesar 0% (nol persen) terhadap Wajib Pajak yang telah mendapatkan persetujuan untuk memanfaatkan fasilitas Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat untuk setiap transaksi penjualan barang atau penyerahan jasa yang merupakan objek pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan.
Pemotong atau pemungut pajak tidak melakukan pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan terhadap Wajib Pajak yang telah mendapatkan persetujuan untuk memanfaatkan fasilitas Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat (1) atas transaksi:
impor; dan/atau
pembelian barang.
Pemotong atau pemungut pajak menerbitkan:
bukti pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif sebesar 0% (nol persen) dan nilai Pajak Penghasilan terutang nihil atas transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1); atau
bukti pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan dengan nilai Pajak Penghasilan nihil atas transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, terhadap Wajib Pajak yang menyerahkan salinan surat persetujuan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142 ayat (6) huruf a.
Pemotong atau pemungut pajak harus memastikan kebenaran surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak.
Contoh penerapan fasilitas Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif sebesar 0% (nol persen) sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 144
Atas penghasilan dari usaha yang:
dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat (3);
diterima atau diperoleh pada lokasi usaha selain yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara; dan/atau
diterima atau diperoleh pada lokasi usaha yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara yang berasal dari bagian peredaran bruto yang melebihi batasan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Terhadap Wajib Pajak yang telah mendapatkan persetujuan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142 ayat (6) huruf a, atas penghasilan dari peredaran bruto usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada lokasi usaha yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara yang tidak mendapat fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c:
dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan penghasilan kena pajak dikalikan dengan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak orang pribadi atau tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak badan; dan
tidak diperhitungkan untuk menentukan besarnya peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu dalam hal Wajib Pajak menerima atau memperoleh penghasilan pada lokasi usaha selain yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara.
Contoh penghitungan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Paragraf 3 Tata Cara Pelaporan
Pasal 145
Wajib Pajak yang memanfaatkan fasilitas Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat wajib melaporkan peredaran bruto usaha dan Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan dari kegiatan usaha yang dilakukan di wilayah Ibu Kota Nusantara dalam:
surat pemberitahuan masa Pajak Penghasilan unifikasi; dan
surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Wajib Pajak yang memanfaatkan fasilitas Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat (1) harus menyampaikan laporan realisasi pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan yang bersifat final melalui saluran tertentu pada laman Direktorat Jenderal Pajak.
Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi seluruh Pajak Penghasilan yang bersifat final yang terutang atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada lokasi usaha yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat (2) termasuk dari transaksi dengan pemotong atau pemungut Pajak.
Wajib Pajak harus menyampaikan laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
Wajib Pajak yang telah menyampaikan laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dianggap telah melaporkan surat pemberitahuan masa Pajak Penghasilan unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dalam hal Wajib Pajak tidak memiliki kewajiban untuk melakukan pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan dan/atau tidak memiliki kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan pada masa pajak yang bersangkutan.
Wajib Pajak dapat menyampaikan pembetulan atas laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lambat sebelum surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak yang bersangkutan disampaikan.
Laporan:
peredaran bruto usaha dan Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan dari kegiatan usaha yang dilakukan di wilayah Ibu Kota Nusantara dalam surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b; dan
realisasi pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 146
Dalam rangka pengujian kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Direktur Jenderal Pajak melakukan pengawasan kepatuhan terhadap Wajib Pajak yang diberikan fasilitas Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat .
Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan untuk melakukan pengawasan kepatuhan terhadap Wajib Pajak yang memanfaatkan fasilitas Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat (1) dalam bentuk delegasi kepada kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak berstatus pusat terdaftar.
Pengawasan kepatuhan terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat (2).
Pasal 147
Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat (2) atau menyampaikan laporan namun tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat (7) huruf b, kepala kantor pelayanan pajak menerbitkan surat teguran tertulis kepada Wajib Pajak.
Dalam hal setelah jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil dari Wajib Pajak, atau kuasa dari Wajib Pajak, Wajib Pajak tetap tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat atau menyampaikan laporan namun tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dalam Pasal 145 ayat (7) huruf b, kepala kantor pelayanan pajak menerbitkan surat teguran tertulis kedua.
Dalam hal Wajib Pajak tidak menindaklanjuti surat teguran tertulis kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak diterbitkan surat teguran tertulis kedua, kepala kantor pelayanan pajak melakukan pengawasan dan/atau pengujian kepatuhan terhadap Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Paragraf 4 Tata Cara Pembatalan atau Pencabutan Surat Persetujuan
Pasal 148
Direktur Jenderal Pajak berwenang:
melakukan pembinaan, penelitian, pengawasan dan/atau pengujian kepatuhan terhadap Wajib Pajak yang memanfaatkan fasilitas Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan
menerbitkan surat pembatalan atau pencabutan atas surat persetujuan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142 ayat (6) huruf a setelah melakukan penelitian sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk delegasi kepada kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak berstatus pusat terdaftar.
Dalam hal Wajib Pajak berstatus pusat terdaftar pada kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya selain meliputi wilayah Ibu Kota Nusantara, namun memiliki cabang atau tempat kegiatan usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara, kegiatan pembinaan, penelitian, pengawasan dan/atau pengujian kepatuhan terhadap Wajib Pajak dimaksud, dilakukan sebagai berikut:
kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak berstatus pusat terdaftar dapat menyampaikan permintaan bantuan kepada kepala kantor pelayanan pajak yang wilayahnya meliputi cabang atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak di wilayah Ibu Kota Nusantara untuk melakukan pembinaan, penelitian, pengawasan; dan/atau
kepala kantor pelayanan pajak yang wilayahnya meliputi cabang atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak di wilayah Ibu Kota Nusantara dapat mengusulkan untuk menerbitkan surat pembatalan atau pencabutan atas surat persetujuan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b kepada kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak berstatus pusat terdaftar berdasarkan hasil penelitian dan/atau pengawasan.
Pasal 149
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 ayat huruf a diketahui bahwa terdapat data yang menunjukkan Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat (1) dan/atau ayat (5), kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak berstatus pusat terdaftar dapat menerbitkan surat pembatalan atau surat pencabutan atas surat persetujuan yang telah diterbitkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 ayat (1) huruf b.
Surat pembatalan atas surat persetujuan yang telah diterbitkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 ayat (1) huruf b diterbitkan dalam hal berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat kekeliruan dalam penerbitan surat persetujuan.
Kekeliruan dalam penerbitan surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terjadi dalam hal diketahui bahwa Wajib Pajak tidak seharusnya diterbitkan surat persetujuan karena tidak memenuhi persyaratan sebagai Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat (1) dan/atau ayat (5).
Surat pencabutan atas surat persetujuan yang telah diterbitkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 ayat (1) huruf b diterbitkan dalam hal berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Wajib Pajak yang semula memenuhi persyaratan untuk dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat (1) dan/atau ayat (5) menjadi tidak lagi memenuhi kriteria dimaksud.
Surat pembatalan atau pencabutan atas surat persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 ayat (1) huruf b berlaku sejak saat tidak terpenuhinya persyaratan untuk dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat (1) dan/atau ayat .
Wajib Pajak yang telah diterbitkan surat pembatalan atau pencabutan atas surat persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 ayat (1) huruf b dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan terhitung sejak saat tidak terpenuhinya persyaratan sebagai Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat (1) dan/atau ayat (5).
Surat pembatalan atau pencabutan atas surat persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 ayat (1) huruf b dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Bagian Kesembilan
Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan kepada Pembeli yang Merupakan Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan di Ibu Kota Nusantara yang Kesatu
Pasal 150
Wajib Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan di Ibu Kota Nusantara diberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk pengalihan melalui perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya.
Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang terutang (4) Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam hal terdapat pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pembeli yang merupakan perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan di Ibu Kota Nusantara yang kesatu.
Dalam hal tanah dan/atau bangunan dialihkan kembali oleh pihak pembeli sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada pihak lain, atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pihak lain tersebut tidak diberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan dengan penerbitan surat keterangan bebas.
Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sampai dengan tahun 2035.
Contoh penerapan pengurangan Pajak Penghasilan atas penghasilan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (7) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 151
Direktur Jenderal Pajak berwenang:
menerbitkan surat keterangan bebas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150 ayat (6); dan
menerbitkan surat pencabutan atas surat keterangan bebas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang telah diterbitkan; dan
melakukan pembinaan, pengawasan, penelitian, dan/atau pengujian kepatuhan terhadap Wajib Pajak yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150 ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan .
Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk delegasi kepada:
kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak berstatus pusat terdaftar; atau
kepala kantor pelayanan pajak badan dan orang asing, untuk subjek pajak luar negeri.
Pasal 152
Untuk dapat memanfaatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150 ayat , Wajib Pajak harus menyampaikan permohonan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan kepada kepala kantor pelayanan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (2) secara elektronik melalui saluran tertentu pada laman Direktorat Jenderal Pajak.
Permohonan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diajukan oleh Wajib Pajak untuk setiap pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan.
Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepala kantor pelayanan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan penelitian atas pemenuhan persyaratan:
pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150 ayat (4);
pelaksanaan kewajiban penyampaian:
surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan untuk 2 (dua) Tahun Pajak terakhir; dan
surat pemberitahuan masa Pajak Pertambahan Nilai untuk 3 (tiga) masa pajak terakhir, yang sudah menjadi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan
dilengkapi dengan dokumen berupa:
surat pernyataan yang menyatakan bahwa Wajib Pajak mengalihkan tanah dan/atau bangunan kepada pembeli yang merupakan perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan di Ibu Kota Nusantara yang kesatu; dan
salinan paspor, untuk subjek pajak luar negeri.
Dokumen berupa:
surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c angka 1, dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 153
Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 ayat (3), kepala kantor pelayanan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (2):
menerbitkan surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150 ayat (6), dalam hal permohonan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 ayat (3); atau
tidak menindaklanjuti permohonan dimaksud disertai informasi mengenai alasan permohonan tidak dapat ditindaklanjuti, dalam hal permohonan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 ayat (3), dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) hari kerja sejak tanggal permohonan diterima lengkap.
Dokumen berupa surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 154
Kepala kantor pelayanan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (2) dapat menerbitkan surat pencabutan atas surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150 ayat (6) yang telah diterbitkan, secara jabatan dengan kriteria pencabutan sebagai berikut:
tanah dan/atau bangunan yang dialihkan Wajib Pajak tidak berlokasi di Ibu Kota Nusantara; dan/atau
tanah dan/atau bangunan dialihkan kembali oleh pihak pembeli namun:
pihak pembeli telah memperoleh surat keterangan bebas; dan
seharusnya tidak diberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150 ayat (5).
Dalam hal Wajib Pajak berstatus pusat terdaftar pada kantor pelayanan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat yang wilayah kerjanya selain meliputi wilayah Ibu Kota Nusantara, namun memiliki cabang atau tempat kegiatan usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara, kegiatan pembinaan, penelitian, pengawasan dan/atau pengujian kepatuhan terhadap Wajib Pajak dimaksud, dilakukan sebagai berikut:
kepala kantor pelayanan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (2) dapat menyampaikan permintaan bantuan kepada kepala kantor pelayanan pajak yang wilayahnya meliputi cabang atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak di wilayah Ibu Kota Nusantara untuk melakukan pembinaan, penelitian, pengawasan; dan/atau
kepala kantor pelayanan pajak yang wilayahnya meliputi cabang atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak di wilayah Ibu Kota Nusantara dapat mengusulkan untuk menerbitkan surat pencabutan atas surat keterangan bebas kepada kepala kantor pelayanan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (2) berdasarkan hasil penelitian dan/atau pengawasan .
Terhadap Wajib Pajak yang telah diterbitkan surat pencabutan atas surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan terutang Pajak Penghasilan; dan
Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang telah diberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150 ayat (1) wajib dibayar kembali dan dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan terhitung sejak saat Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan Pasal 152 ayat (3).
Surat pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB IV
FASILITAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
Bagian Kesatu
Skema Fasilitas Perpajakan Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Pasal 155
Fasilitas perpajakan Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah diberikan di wilayah Ibu Kota Nusantara berupa:
Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut; dan
pengecualian Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak.
Fasilitas perpajakan Pajak Pertambahan Nilai diberikan di Daerah Mitra berupa Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut.
Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang diberikan pengecualian Pajak Penjualan atas Barang Mewah merupakan kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.
Pasal 156
Fasilitas perpajakan berupa Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat huruf a di wilayah Ibu Kota Nusantara, diberikan atas:
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis; dan/atau
impor Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis.
Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
bangunan baru berupa rumah tapak, satuan rumah susun, kantor, toko/pusat perbelanjaan, dan/atau gudang yang diserahkan kepada orang pribadi tertentu, badan tertentu, dan/atau kementerian/lembaga tertentu;
kendaraan bermotor yang bernomor polisi terdaftar di wilayah Ibu Kota Nusantara, yang menggunakan teknologi battery electric vehicles yang diproduksi di dalam negeri yang diserahkan kepada orang pribadi, badan, dan/atau kementerian/lembaga; dan
Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis lainnya yang dibutuhkan dalam rangka persiapan, pembangunan, pemindahan, dan pengembangan di Ibu Kota Nusantara.
Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis lainnya yang dibutuhkan dalam rangka persiapan, pembangunan, pemindahan, dan pengembangan di Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c merupakan Barang Kena Pajak yang diterima oleh Otorita Ibukota Nusantara yang:
bersumber dari hibah berupa barang;
berlokasi di wilayah Ibu Kota Nusantara; dan
atas barang telah dilakukan register hibah sebelum dilakukannya penyerahan barang berdasarkan peraturan perundangan yang mengatur tentang administrasi hibah.
Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
jasa sewa rumah tapak, satuan rumah susun, kantor, toko/pusat perbelanjaan, dan/atau gudang yang diserahkan kepada orang pribadi, badan, dan/atau kementerian/lembaga, yang berkegiatan usaha, bertugas, atau berkedudukan di Ibu Kota Nusantara;
jasa konstruksi untuk pembangunan:
infrastruktur/prasarana berupa: a) jalan, jembatan, bendungan, instalasi pengolahan air bersih; b) pembangkit listrik tenaga energi baru dan terbarukan; c) sistem penyediaan air minum; d) jaringan telekomunikasi; e) jaringan air/irigasi; f) jaringan energi; g) instalasi pengolahan sampah dan/atau limbah; h) gedung penitipan anak, gedung prasekolah, gedung pendidikan dan/atau pelatihan, termasuk gedung sekolah dan/atau gedung perguruan tinggi, berikut bangunan pendukungnya yang berada di dalam satu kompleks; i) gedung pemerintahan/lembaga, gedung kedutaan besar maupun perwakilan negara asing, dan/atau gedung yang didirikan oleh organisasi internasional, berikut bangunan pendukungnya yang berada di dalam satu kompleks; j) bandar udara, pelabuhan, terminal, jaringan kereta api; k) rumah sakit/klinik dan laboratorium kesehatan termasuk tempat pengobatan alternatif; l) bangunan infrastruktur lainnya dapat berupa:
rumah/tempat peribadatan;
tempat pemakaman umum, rumah duka, dan krematorium;
panti sosial;
tempat olah raga dan pendukung olah raga lainnya;
pengolahan gas alam;
fasilitas/instalasi pengaturan banjir, drainase, dan irigasi;
fasilitas/instalasi navigasi dan lalu lintas/jalan air;
perpustakaan;
fasilitas pendukung transportasi, termasuk tempat parkir bersama dan stasiun pengisian daya untuk kendaraan listrik;
taman, tempat bermain, dan fasilitas rekreasi keluarga;
prasarana untuk meeting, incentives, conventions and exhibitions (MICE);
pusat penelitian _; _ 13) pusat perbelanjaan, termasuk pasar tradisional dan pasar modern; __ 14) bangunan permanen atau tidak permanen pendukung kegiatan konstruksi, termasuk tempat tinggal pekerja konstruksi; dan
bangunan publik yang diperuntukkan kepentingan umum non komersial; dan
rumah tapak, rumah susun, kantor, toko, dan/atau gudang; dan
jasa pengolahan sampah dan/atau limbah atas sampah dan/atau limbah yang dihasilkan di wilayah Ibu Kota Nusantara yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha pada klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia:
pengelolaan dan pembuangan air limbah tidak berbahaya;
pengelolaan dan pembuangan air limbah berbahaya;
pengelolaan dan pembuangan limbah dan sampah tidak berbahaya;
pengelolaan dan pembuangan limbah berbahaya; dan/atau
aktivitas remediasi dan pengelolaan limbah dan sampah lainnya.
Fasilitas perpajakan berupa Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b juga diberikan atas:
impor oleh; dan/atau
penyerahan kepada, Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan listrik tenaga energi baru dan terbarukan di wilayah Ibu Kota Nusantara berupa mesin dan peralatan pabrik, baik mesin/peralatan utama maupun mesin/peralatan pendukung untuk menghasilkan listrik tenaga energi baru dan terbarukan di wilayah Ibu Kota Nusantara.
Fasilitas perpajakan berupa pengecualian pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (1) huruf b diberikan atas penyerahan kelompok hunian mewah kepada orang pribadi, badan, dan/atau kementerian/lembaga, yang berkegiatan usaha, bertugas, atau berkedudukan di Ibu Kota Nusantara.
Fasilitas perpajakan berupa Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (2) diberikan atas penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis berupa jasa konstruksi sehubungan dengan pembangunan di Daerah Mitra kepada Wajib Pajak yang:
mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan berupa Pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3); dan
bergerak di bidang usaha:
pembangkit tenaga listrik termasuk energi baru dan terbarukan;
pembangunan dan pengoperasian jalan tol;
pembangunan dan pengoperasian pelabuhan laut;
pembangunan dan pengoperasian bandar udara; dan/atau
pembangunan dan penyediaan air bersih.
Pemberian fasilitas perpajakan berupa Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diberikan atas penyerahan jasa konstruksi untuk pembangunan prasarana fisik/instalasi bangunan berupa:
bangunan untuk pembangkit tenaga listrik termasuk energi baru dan terbarukan dan bangunan untuk pengoperasiannya;
bangunan jalan tol dan bangunan untuk pengoperasiannya;
bangunan pelabuhan laut dan bangunan untuk pengoperasiannya;
bangunan bandar udara dan bangunan untuk pengoperasiannya; dan
bangunan penyediaan air bersih dan bangunan untuk pengoperasiannya.
Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (7) dapat diberikan sampai dengan masa pajak Desember tahun 2035.
Pengecualian pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat diberikan sampai dengan masa pajak Desember tahun 2035.
Bagian Kedua
Ketentuan Penerima Fasilitas Perpajakan Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Pasal 157
Orang pribadi tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2) huruf a dan orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2) huruf b yaitu orang pribadi yang merupakan:
warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan nomor induk kependudukan; atau
warga negara asing yang dibuktikan dengan tax identification number atau national identification number yang dikeluarkan oleh otoritas negara asing atau paspor.
Badan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat huruf a dan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2) huruf b merupakan badan yang didirikan dan/atau berkedudukan di Indonesia yang dibuktikan dengan Nomor Pokok Wajib Pajak.
Bukti Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan dalam hal badan tertentu bukan merupakan subjek pajak.
Kementerian/lembaga tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2) huruf a dan kementerian/lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2) huruf b merupakan kementerian/lembaga pemerintah yang berkedudukan di Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Orang pribadi yang berkegiatan usaha, dan/atau bertugas di wilayah Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (4) huruf a dan ayat (6) merupakan orang pribadi yang memiliki:
Nomor Pokok Wajib Pajak yang terdaftar di kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi Ibu Kota Nusantara;
surat keterangan dari Pemberi Kerja yang menyatakan bahwa orang pribadi bertugas di wilayah Ibu Kota Nusantara;
Perizinan Berusaha dari Sistem OSS yang menunjukkan kegiatan usaha orang pribadi di wilayah Ibu Kota Nusantara;
kartu tanda penduduk, kartu keluarga, atau surat izin mengemudi yang menunjukkan alamat yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara;
kartu mahasiswa atau kartu pelajar yang menunjukkan bahwa pihak penyewa merupakan mahasiswa atau pelajar aktif pada institusi pendidikan yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara; atau
surat pernyataan akan melakukan kegiatan usaha yang akan dilakukan orang pribadi di wilayah Ibu Kota Nusantara yang paling sedikit memuat informasi mengenai:
rencana lokasi usaha;
rencana nilai/kegiatan usaha; dan
bidang usaha.
Badan dan/atau kementerian/lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (4) huruf a dan ayat merupakan badan yang berkegiatan usaha atau berkedudukan maupun kementerian/lembaga, yang berkedudukan di wilayah Ibu Kota Nusantara, yang dibuktikan dengan:
Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau nomor identitas tempat kegiatan usaha yang terdaftar di kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi Ibu Kota Nusantara;
Perizinan Berusaha dari Sistem OSS yang menunjukkan pendirian, keberadaan, dan/atau kedudukan atas badan di wilayah Ibu Kota Nusantara;
surat kontrak yang menunjukkan pelaksanaan kegiatan usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara;
akta pendirian yang ditandatangani notaris yang menunjukkan pendirian badan di wilayah Ibu Kota Nusantara; atau
surat keterangan yang menunjukkan rencana pendirian, keberadaan, dan/atau kedudukan atas badan di wilayah Ibu Kota Nusantara yang ditandatangani oleh pimpinan perusahaan.
Bagian Ketiga
Kriteria Objek yang Diberikan Fasilitas Perpajakan Pajak Pertambahan Nilai
Pasal 158
Rumah tapak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2) huruf a dan ayat (4) huruf a merupakan bangunan gedung berupa rumah tunggal atau rumah deret baik bertingkat maupun tidak bertingkat yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, tidak termasuk bangunan tempat tinggal yang sebagian atau seluruhnya dipergunakan sebagai toko atau kantor.
Satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat huruf a dan ayat (4) huruf a merupakan satuan rumah susun yang berfungsi sebagai tempat hunian, tidak termasuk bangunan tempat tinggal yang sebagian atau seluruhnya dipergunakan sebagai toko atau kantor.
Bangunan berupa rumah tapak atau satuan rumah susun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus:
telah mendapatkan kode identitas rumah; dan
diserahkan dalam kondisi siap huni:
paling lama 2 (dua) tahun sejak diterima uang muka, dalam hal bangunan merupakan rumah tapak; atau
paling lama 4 (empat) tahun sejak diterima uang muka, dalam hal bangunan merupakan satuan rumah susun.
Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang diberikan fasilitas perpajakan berupa Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut atas penyerahan rumah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2) huruf a bagi warga negara asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 ayat (1) huruf b merupakan bangunan yang memiliki harga jual paling rendah Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Kepemilikan bangunan bagi warga negara asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 ayat (1) huruf b mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepemilikan bangunan bagi warga negara asing.
Kode identitas rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a merupakan kode identitas atas rumah tapak dan satuan rumah susun yang disediakan melalui aplikasi di kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perumahan dan kawasan permukiman dan/atau badan yang mengelola tabungan perumahan rakyat.
Penyerahan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dibuktikan dengan berita acara serah terima yang ditandatangani oleh pembeli dan Pengusaha Kena Pajak penjual.
Fasilitas perpajakan berupa Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut atas penyerahan bangunan berupa rumah tapak dan/atau satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2) huruf a berlaku ketentuan:
pemanfaatan fasilitas bagi satu orang pribadi hanya berlaku atas penyerahan 1 (satu) rumah tapak atau 1 (satu) satuan rumah susun;
pemanfaatan fasilitas bagi badan/kementerian/lembaga hanya berlaku atas penyerahan rumah tapak atau satuan rumah susun sehubungan dengan penyediaan rumah dinas/ tempat tinggal pegawai/karyawan, direksi, komisaris, tenaga ahli, tenaga kerja lepas dan/atau tenaga kerja lainnya; dan
jumlah paling banyak penyerahan rumah tapak atau satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam huruf b sebesar jumlah paling banyak pegawai/karyawan, direksi, komisaris, tenaga ahli, tenaga kerja lepas, dan/atau tenaga kerja lainnya dalam satu tahun, yang dipekerjakan di wilayah Ibu Kota Nusantara dan mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf g.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak berlaku untuk penyerahan Barang Kena Pajak berupa rumah toko atau rumah kantor.
Pasal 159
Kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2) huruf b merupakan kendaraan yang:
digerakkan dengan motor listrik dan mendapatkan pasokan sumber daya tenaga listrik dari baterai secara langsung di kendaraan maupun dari luar;
meliputi kendaraan angkutan pribadi maupun kendaraan angkutan umum;
meliputi kendaraan roda dua, roda tiga, roda empat atau lebih dari empat;
digunakan di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau wilayah lain di luar Ibu Kota Nusantara yang berada di Pulau Kalimantan; dan
diserahkan oleh agen penjualan resmi kendaraan yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara.
Kendaraan angkutan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kendaraan yang diperuntukkan sebagai angkutan transportasi publik yang mendapat izin operasi di wilayah Ibu Kota Nusantara maupun yang mendapat izin operasi menghubungkan wilayah Ibu Kota Nusantara dengan wilayah di sekitarnya.
Agen penjualan resmi kendaraan yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e merupakan Pengusaha Kena Pajak di wilayah Ibu Kota Nusantara.
Kendaraan yang diproduksi di dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2) huruf b yaitu kendaraan yang memenuhi kriteria tingkat komponen dalam negeri dengan ketentuan:
untuk kendaraan bermotor roda dua, roda tiga, dan roda empat penumpang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perindustrian yang mengatur mengenai peta jalan pengembangan dan ketentuan penghitungan nilai tingkat komponen dalam negeri kendaraan bermotor listrik berbasis baterai; atau
untuk kendaraan bermotor selain roda dua, roda tiga, dan roda empat penumpang sebagaimana dimaksud pada huruf a, memenuhi nilai tingkat komponen dalam negeri minimum 20% (dua puluh persen).
Kendaraan bermotor yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan huruf b ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian.
Dalam hal belum terdapat agen penjualan resmi kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e di Ibu Kota Nusantara, atas penyerahan kendaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2) huruf b sampai dengan tahun 2030 dapat dilakukan oleh agen penjualan resmi kendaraan yang berada di luar wilayah Ibu Kota Nusantara.
Dalam hal kendaraan diperoleh dari agen penjualan resmi di luar wilayah Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (6), kendaraan harus sudah berada di Ibu Kota Nusantara paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak dilakukannya penyerahan yang dibuktikan dengan bukti pengiriman dan penerimaan kendaraan di Ibu Kota Nusantara.
Rekapitulasi dan salinan digital __ bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (7) disampaikan oleh Pengusaha Kena Pajak penjual kepada kepala kantor pelayanan pajak tempat Pengusaha Kena Pajak penjual terdaftar paling lama 4 (empat) bulan sejak dilakukannya penyerahan melalui saluran tertentu pada laman Direktorat Jenderal Pajak.
Dalam hal saluran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (8) belum tersedia, penyampaian dilakukan dengan penyampaian salinan kertas bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (7) kepada kepala kantor pelayanan pajak tempat Pengusaha Kena Pajak terdaftar.
Rekapitulasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum pada Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 160
Jasa pengolahan sampah dan/atau limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (4) huruf c merupakan jasa pengolahan sampah dan/atau limbah:
yang dihasilkan di wilayah Ibu Kota Nusantara; dan
pada instalasi pengolahan sampah dan/atau limbah yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku untuk klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia aktivitas remediasi dan pengelolaan limbah dan sampah lainnya.
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan penyerahan Barang Kena Pajak hasil pengolahan sampah dan/atau limbah, atas penyerahan tersebut dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Bagian Keempat
Tata Cara Pemberian Fasilitas Perpajakan Pajak Pertambahan Nilai
Pasal 161
Fasilitas perpajakan berupa Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut diberikan atas:
penyerahan Barang Kena Pajak berupa bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2) huruf a;
penyerahan Barang Kena Pajak berupa kendaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2) huruf b;
penyerahan Jasa Kena Pajak berupa jasa sewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (4) huruf a;
penyerahan Jasa Kena Pajak berupa jasa konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (4) huruf b;
impor dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak berupa mesin dan/atau peralatan pabrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (5);
penyerahan Jasa Kena Pajak berupa jasa konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (7); dan
penyerahan Barang Kena Pajak bersumber dari hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (3), dengan menggunakan SKTD.
Fasilitas perpajakan berupa Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut atas penyerahan Jasa Kena Pajak berupa pengolahan sampah dan/atau limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (4) huruf c diberikan tanpa menggunakan SKTD.
Dikecualikan dari ketentuan penggunaan SKTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e atas impor mesin dan/atau peralatan yang telah mendapatkan pembebasan Bea Masuk dan Fasilitas PDRI sesuai dengan Peraturan Menteri ini, diberikan tanpa menggunakan SKTD.
Untuk memanfaatkan fasilitas berupa Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SKTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dimiliki oleh Pembeli dan/atau Penerima Jasa sebelum saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas impor dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
Dalam hal terdapat penerimaan pembayaran kepada Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi jasa yang terjadi sebelum penerbitan SKTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut diberikan atas bagian Pajak Pertambahan Nilai yang belum dipungut.
Barang modal yang atas perolehannya diberikan fasilitas berupa Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (1), dicatat di dalam lampiran surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan pada daftar harta atau bagian penyusutan dan amortisasi fiskal oleh Wajib Pajak.
Atas barang modal sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diberikan keterangan “Barang Modal diberikan Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai Tidak Dipungut” pada kolom catatan.
Pasal 162
SKTD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161 ayat diberikan kepada Pembeli Barang Kena Pajak dan/atau Penerima Jasa Kena Pajak.
Dalam hal Otorita Ibu Kota Nusantara menerima Barang Kena Pajak yang bersumber dari hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (3), SKTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Otorita Ibu Kota Nusantara.
SKTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan permohonan oleh:
badan dan/atau orang pribadi sebagai Pembeli Barang Kena Pajak dan/atau Penerima Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2) atau ayat (4);
Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan listrik tenaga energi baru dan terbarukan di wilayah Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (5); atau
Pengusaha Kena Pajak di Daerah Mitra yang menerima jasa konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (7).
Dalam hal Pembeli Barang dan/atau Penerima Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a merupakan:
subjek pajak luar negeri;
Pembeli atau Penerima Jasa yang tidak memenuhi syarat subjektif dan syarat objektif sebagai Wajib Pajak sesuai ketentuan sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan; atau
Pembeli atau Penerima Jasa lainnya yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, permohonan SKTD dapat dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak penjual dan/atau pemberi jasa berdasarkan surat kuasa.
Surat kuasa penunjukan Pengusaha Kena Pajak penjual dan/atau pemberi jasa sebagai pihak pemohon SKTD sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Permohonan SKTD yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak penjual dan/atau pemberi jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan sampai dengan pembaruan sistem inti administrasi perpajakan telah tersedia.
SKTD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan berdasarkan permohonan oleh:
pengguna anggaran;
kuasa pengguna anggaran; atau
pejabat lain yang ditunjuk oleh pengguna anggaran dan/atau kuasa pengguna anggaran dalam melaksanakan administrasi hibah dalam rangka proyek pemerintah di Otorita Ibu Kota Nusantara.
Pemohon SKTD sebagaimana dimaksud pada ayat (7) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai administrasi hibah.
Pasal 163
Permohonan SKTD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 162 ayat (3) disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak secara elektronik melalui saluran tertentu pada laman Direktorat Jenderal Pajak.
Permohonan SKTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memuat informasi berupa:
nama Pembeli, Penerima Jasa, atau Otorita Ibu Kota Nusantara penerima hibah;
Nomor Pokok Wajib Pajak atau nomor identitas kependudukan Pembeli, Penerima Jasa, atau Otorita Ibu Kota Nusantara penerima hibah;
alamat Pembeli, Penerima Jasa, atau Otorita Ibu Kota Nusantara penerima hibah;
nama Pengusaha Kena Pajak penjual, Pengusaha Kena Pajak pemberi jasa, atau pemberi hibah kepada Otorita Ibu Kota Nusantara;
Nomor Pokok Wajib Pajak Pengusaha Kena Pajak penjual, Pengusaha Kena Pajak pemberi jasa, atau pemberi hibah kepada Otorita Ibu Kota Nusantara; dan
informasi tambahan lain:
untuk permohonan SKTD atas penyerahan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2) huruf a dapat berupa: a) titik koordinat lokasi bangunan; b) jenis bangunan; c) nilai transaksi pengalihan; dan d) tanggal rencana serah terima;
untuk permohonan SKTD atas penyerahan kendaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2) huruf b dapat berupa: a) merek dan tipe dari kendaraan; b) nilai transaksi; dan c) tanggal transaksi atas perikatan;
untuk permohonan SKTD atas penyerahan jasa sewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (4) huruf a dapat berupa: a) alamat bangunan yang akan disewa; b) titik koordinat bangunan; c) nilai estimasi transaksi atau nilai yang akan dibayarkan dalam satu tahun; dan d) periode sewa;
untuk permohonan SKTD atas penyerahan Barang Kena Pajak yang diterima oleh Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (3) dapat berupa: a) nama dan jenis barang; b) titik koordinat lokasi dan jenis bangunan; c) nilai transaksi pengalihan; d) tanggal rencana serah terima; e) nomor register hibah; dan f) tanggal register hibah.
untuk permohonan SKTD atas penyerahan jasa konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (4) huruf b dan ayat (7) dapat berupa: a) jenis jasa; b) titik koordinat bangunan atau salah satu bangunan dari pelaksanaan jasa konstruksi; c) nilai estimasi transaksi atau nilai yang akan dibayarkan dalam satu tahun; d) nomor transaksi; dan e) tanggal transaksi atas perikatan;
untuk permohonan SKTD atas impor dan/atau penyerahan mesin dan/atau peralatan pabrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (5) dapat berupa: a) jenis mesin dan/atau peralatan pabrik; b) nilai transaksi; dan c) tanggal transaksi atas perikatan.
Ketentuan mengenai syarat permohonan SKTD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga dalam hal permohonan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 162 ayat (4).
Dalam hal Pembeli atau Penerima Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan subjek pajak luar negeri atau warga negara asing, informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b wajib diisi dengan nomor identitas pembayar pajak ( taxpayer identification number), nomor induk kependudukan ( national identification number) atau nomor paspor.
Permohonan SKTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan salinan digital dokumen/surat keterangan pendukung:
untuk permohonan SKTD yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak penjual dan/atau Pemberi Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 162 ayat (3), berupa salinan digital yang memuat surat kuasa bermeterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 162 ayat (5);
untuk permohonan SKTD yang Pembeli atau Penerima Jasa merupakan subjek pajak luar negeri atau warga negara asing, berupa salinan digital yang memuat informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4);
untuk permohonan SKTD atas impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (5), berupa dokumen pemesanan/pembayaran sehubungan impor mesin/peralatan pendukung;
untuk permohonan SKTD atas penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (7), berupa dokumen pemesanan/perikatan/kontrak sehubungan dengan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
untuk permohonan SKTD atas impor dan/atau penyerahan mesin dan/atau peralatan pabrik bagi Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan listrik tenaga energi baru dan terbarukan di wilayah Ibu Kota Nusantara, berupa dokumen jual beli tenaga listrik; dan
untuk permohonan SKTD atas penyerahan jasa sewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (4), berupa dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 ayat (5) dan ayat (6), kecuali bagi orang pribadi dan/atau badan yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau nomor identitas tempat kegiatan usaha yang terdaftar di kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi wilayah Ibu Kota Nusantara.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum pada Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 164
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan SKTD yang berlaku untuk setiap impor dan/atau penyerahan melalui laman tertentu pada Direktorat Jenderal Pajak, dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 162 ayat (3) atau ayat (4) diisi secara lengkap.
SKTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
berlaku sejak tanggal diterbitkan sampai dengan tanggal 31 Desember dari tahun kalender diterbitkannya SKTD, dalam hal permohonan SKTD diajukan pada bulan Januari sampai dengan November; dan
berlaku sejak tanggal diterbitkan sampai dengan tanggal 31 Desember dari satu tahun kalender setelah diajukannya permohonan SKTD, namun tidak melebihi jangka waktu pemberian fasilitas Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (9), dalam hal permohonan SKTD diajukan pada bulan Desember. __ (3) SKTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum pada Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. __ __
Pasal 165
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan pembuatan Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang memanfaatkan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut.
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus:
memuat informasi uraian jenis barang sesuai dengan SKTD; dan
mencantumkan:
"PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TIDAK DIPUNGUT BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 12 TAHUN 2023"; dan
nomor SKTD dalam hal fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut diberikan dengan SKTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pada kolom keterangan.
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan impor mesin dan/atau peralatan pabrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (5), yang telah mendapatkan SKTD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161 ayat (1) huruf e harus mencantumkan:
informasi nomor SKTD; dan
uraian jenis barang sesuai dengan SKTD, yang menjadi dasar pemberian fasilitas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai pada dokumen pemberitahuan pabean di bidang impor.
1 (satu) nomor SKTD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 163 ayat (1) berlaku untuk pembuatan 1 (satu) faktur.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), 1 (satu) nomor SKTD dapat digunakan untuk beberapa faktur sehubungan pembuatan Faktur Pajak dalam rangka pembayaran uang muka maupun Faktur Pajak dalam rangka pelunasan atas Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dimuat dalam 1 (satu) nomor SKTD. __
Pasal 166
Dalam hal terdapat kesalahan penerbitan SKTD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 164 ayat , Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKTD pengganti.
Penerbitan SKTD pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebabkan oleh kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penerbitan SKTD pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan.
Permohonan penerbitan SKTD pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh Wajib Pajak kepada Direktur Jenderal Pajak secara elektronik melalui saluran tertentu pada laman Direktorat Jenderal Pajak, dengan disertai alasan penggantian.
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan berupa:
SKTD pengganti, dalam hal Wajib Pajak telah memenuhi ketentuan penyebab penggantian sebagaimana dimaksud pada ayat (2); atau
surat penolakan penerbitan SKTD pengganti, dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan penyebab penggantian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah permohonan SKTD pengganti diterima.
Masa berlaku SKTD pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama dengan masa berlaku SKTD yang dilakukan penggantian.
Atas penerbitan SKTD pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan Pajak Pertambahan Nilai terutang tidak atau kurang dibayar, Wajib Pajak wajib membayar Pajak Pertambahan Nilai terutang yang tidak atau kurang dibayar jika terdapat kekeliruan penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan pada saat penerbitan SKTD semula.
Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (7) terutang pada saat dilakukannya impor atau saat terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (7) disetorkan ke kas negara dengan menggunakan surat setoran pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak berupa bukti penerimaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Atas kewajiban pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (7) yang tidak dilaksanakan oleh Wajib Pajak, kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak terdaftar menagih jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang terutang disertai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Atas keterlambatan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dikenai sanksi administratif berupa bunga terhitung sejak saat terutang hingga dilakukannya pembayaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (7) yang telah dibayar dapat dikreditkan sebesar jumlah pokok Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan, pada masa pajak dilakukannya impor atau penyerahan.
Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan oleh:
Pembeli Barang Kena Pajak dan/atau Penerima Jasa Kena Pajak dalam hal permohonan SKTD diajukan oleh Pembeli Barang Kena Pajak dan/atau Penerima Jasa Kena Pajak; atau
Pengusaha Kena Pajak penjual dan/atau pemberi jasa dalam hal permohonan SKTD diajukan oleh Pengusaha Kena Pajak penjual dan/atau pemberi jasa.
Permohonan penerbitan SKTD pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (4), SKTD pengganti dan surat penolakan penerbitan SKTD pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 167
Direktur Jenderal Pajak dapat membatalkan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 dengan menerbitkan surat pembatalan SKTD dalam hal:
diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa pemohon SKTD bukan merupakan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157;
diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak bukan merupakan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156; dan/atau
Wajib Pajak tidak memberikan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 163 ayat (2) dan/atau menyampaikan tetapi tidak benar atau sesuai dengan keadaan sebenarnya berdasarkan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 163 ayat (5).
Atas pembatalan SKTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak wajib membayar Pajak Pertambahan Nilai terutang.
Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terutang pada saat dilakukannya impor atau saat terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetorkan ke kas negara dengan menggunakan surat setoran pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak berupa bukti penerimaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Atas keterlambatan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa bunga terhitung sejak saat terutang hingga dilakukannya pembayaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. __ (6) Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah dibayar dapat dikreditkan sebesar jumlah pokok Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan, pada masa pajak dilakukannya impor atau penyerahan.
Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh:
Pembeli Barang Kena Pajak dan/atau Penerima Jasa Kena Pajak dalam hal permohonan SKTD diajukan oleh Pembeli Barang Kena Pajak dan/atau Penerima Jasa Kena Pajak; atau
Pengusaha Kena Pajak penjual dan/atau pemberi jasa dalam hal permohonan SKTD diajukan oleh Pengusaha Kena Pajak penjual dan/atau pemberi jasa.
Atas kewajiban pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang tidak dilaksanakan oleh Wajib Pajak, kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak terdaftar menagih jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang terutang disertai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Surat pembatalan SKTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Bagian Kelima
Ketentuan Pemanfaatan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang Diberikan Fasilitas Perpajakan Pajak Pertambahan Nilai
Pasal 168
Atas Barang Kena Pajak yang diberikan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2):
dapat disewakan kepada pihak lain; dan
dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak saat dilakukannya penyerahan Barang Kena Pajak:
harus dipergunakan sesuai tujuan semula;
tidak dipindahtangankan kepada pihak lain; dan
harus diregistrasikan dengan nomor polisi di wilayah Ibu Kota Nusantara dalam hal Barang Kena Pajak berupa kendaraan bermotor.
Atas Barang Kena Pajak yang diberikan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (5) dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak saat dilakukannya penyerahan Barang Kena Pajak:
harus dipergunakan sesuai tujuan semula; dan
tidak dipindahtangankan kepada pihak lain.
Atas bangunan yang atas penyerahan jasa sewa diberikan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (4) huruf a tidak dapat disewakan kepada pihak lain oleh pihak penyewa selama periode sewa.
Atas bangunan/konstruksi yang atas penyerahan jasa konstruksi diberikan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat huruf b dan Pasal 156 ayat (7) harus digunakan sesuai tujuan semula dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak saat bangunan/konstruksi selesai dibangun dan diserahkan kepada Penerima Jasa.
Termasuk tidak dipergunakan sesuai tujuan semula sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yaitu pengalihan kepada pihak lain atas bangunan/konstruksi yang siap untuk diserahkan maupun masih dalam tahap penyelesaian konstruksi.
Tidak termasuk tidak dipergunakan sesuai tujuan semula sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yaitu Barang Kena Pajak yang tidak dipergunakan untuk memperoleh penghasilan atau menjadi menganggur ( idle ) yang dilakukan penyusutan secara fiskal sebagaimana diatur di dalam peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.
Bagian Keenam
Sanksi atas Ketidaksesuaian Pemanfaatan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang Diberikan Fasilitas Perpajakan Pajak Pertambahan Nilai
Pasal 169
Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang semula telah mendapatkan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut wajib dibayar kembali dalam hal:
Barang Kena Pajak yang diberikan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2) dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak saat dilakukannya penyerahan Barang Kena Pajak yang diberikan fasilitas:
digunakan tidak sesuai tujuan semula;
dipindahtangankan kepada pihak lain baik sebagian atau seluruhnya; atau
diregistrasikan dengan nomor polisi di luar wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau digunakan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 ayat (1) huruf d dalam hal Barang Kena Pajak berupa kendaraan;
Barang Kena Pajak yang diberikan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (5) dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak saat dilakukannya penyerahan Barang Kena Pajak yang diberikan fasilitas:
digunakan tidak sesuai tujuan semula; atau
dipindahtangankan kepada pihak lain baik sebagian atau seluruhnya.
bangunan yang atas penyerahan jasa sewa diberikan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (4) huruf a disewakan kepada pihak lain oleh pihak penyewa selama periode sewa; atau
bangunan/konstruksi yang atas penyerahan jasa konstruksi diberikan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (4) huruf b dan ayat (7) tidak digunakan sesuai tujuan semula dalam jangka waktu 4 (empat) tahun.
Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dibayar oleh Pembeli dan/atau Penerima Jasa yang telah diberikan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155.
Dalam hal Pembeli sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan warga negara asing, kewajiban pembayaran dilakukan oleh pihak yang menerima penyerahan dari Pembeli.
Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terutang pada saat dilakukannya impor atau saat terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar nilai yang menjadi dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai yang semula diberi fasilitas berupa Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut.
Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetorkan ke kas negara dengan menggunakan surat setoran pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak berupa bukti penerimaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah dibayar dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan pada masa pajak dilakukannya impor atau penyerahan .
Atas keterlambatan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa bunga terhitung sejak saat terutang hingga dilakukannya pembayaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pasal 170
Dikecualikan dari kewajiban pembayaran kembali Pajak Pertambahan Nilai sehubungan pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat dalam hal pemindahtanganan dilakukan dalam rangka:
dihibahkan ke pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah; atau
dihibahkan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah sepanjang sudah ditetapkan sebagai barang milik negara atau barang milik daerah.
Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hibah yang dapat dibuktikan dengan berita acara serah terima hibah yang ditandatangani pihak pemberi hibah dan pihak penerima hibah dan memuat nama barang, spesifikasi barang, dan nilai perolehan barang yang dihibahkan.
Pihak yang melakukan penyerahan dalam rangka hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan salinan digital berita acara serah terima hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada kepala kantor pelayanan pajak tempat pihak pemberi hibah terdaftar melalui saluran tertentu pada laman Direktorat Jenderal Pajak paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah dilakukan pemindahtanganan dalam rangka hibah.
Dalam hal saluran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum tersedia, penyampaian dilakukan dengan penyampaian hard copy berita acara serah terima hibah kepada kepala kantor pelayanan pajak tempat pihak pemberi hibah terdaftar.
Berita acara serah terima hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum pada Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 171
Kepala kantor pelayanan pajak tempat Pengusaha Kena Pajak penjual dan/atau pemberi jasa diadministrasikan menagih Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya tidak mendapatkan fasilitas tidak dipungut kepada Pengusaha Kena Pajak, jika diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan:
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak tidak memenuhi ketentuan dan/atau kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 sampai dengan Pasal 160;
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak tidak berdasarkan SKTD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161 ayat (1);
saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebelum diperolehnya SKTD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161 ayat (4) dan ayat (5); dan/atau
Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak tidak membuat faktur pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 165 ayat (2).
Kepala kantor pelayanan pajak tempat Pembeli dan/atau Penerima Jasa diadministrasikan menagih Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya tidak mendapatkan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut kepada pihak yang memperoleh Barang Kena Pajak atau pihak yang menerima Jasa Kena Pajak dalam hal:
pihak yang memperoleh Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 ayat (1), ayat (2), ayat (5), atau ayat (6);
penerima fasilitas Pajak Pertambahan Nilai:
menggunakan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak tidak sesuai dengan tujuan semula;
memindahtangankan Barang Kena Pajak kepada pihak lain baik sebagian atau seluruhnya;
meregistrasikan Barang Kena Pajak dengan nomor polisi di luar wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau digunakan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 ayat (1) huruf d dalam hal Barang Kena Pajak berupa kendaraan; atau
menyewakan kembali bangunan yang mendapatkan fasilitas atas jasa sewa; sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169.
Dalam hal pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, Pajak Pertambahan Nilai ditagih oleh kepala kantor pelayanan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang wilayah kerjanya:
meliputi tempat tinggal pihak yang memperoleh fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak; atau
meliputi tempat tinggal pihak yang menerima penyerahan dari Pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat (3).
Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terutang pada saat dilakukannya impor atau saat terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar nilai yang menjadi dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai yang semula diberi fasilitas berupa Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut.
Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disetorkan ke kas negara dengan menggunakan surat setoran pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak berupa bukti penerimaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang telah dibayar dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan- undangan pada masa pajak dilakukannya impor atau penyerahan.
Atas keterlambatan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa bunga terhitung sejak saat terutang hingga dilakukannya pembayaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pasal 172
Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan untuk menerbitkan:
SKTD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 164;
SKTD pengganti dan surat penolakan penerbitan SKTD pengganti sebagaimana dimaksud dalam 166; dan
surat pembatalan SKTD sebagaimana dimaksud dalam 167, dalam bentuk delegasi kepada kepala kantor pelayanan pajak tempat pihak pemohon SKTD terdaftar.
Bagian Ketujuh
Tata Cara Pemberian Fasilitas Perpajakan Berupa Pengecualian Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Pasal 173
Pemberian pengecualian pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat huruf b diberikan dengan menggunakan SKB PPnBM.
Untuk mendapatkan fasilitas berupa Pajak Penjualan atas Barang Mewah, pihak penerima Barang Kena Pajak tergolong mewah menyampaikan permohonan SKB PPnBM secara elektronik melalui saluran tertentu pada laman Direktorat Jenderal Pajak.
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan SKB PPnBM yang berlaku untuk setiap penyerahan melalui saluran tertentu pada laman Direktorat Jenderal Pajak, segera setelah permohonan disampaikan.
Ketentuan dan/atau tata cara mengenai:
pihak yang mengajukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 162;
permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 163;
penerbitan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 164;
kewajiban pembuatan faktur pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 165 ayat (1);
penggantian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 166;
pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167;
penggunaan, larangan pemindahtanganan dan jangka waktu tidak memindahtangankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 168;
kewajiban pembayaran kembali dalam hal dilakukan pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169;
pengecualian kewajiban pembayaran kembali dalam hal dilakukan pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170, dan j. kewenangan kepala kantor pelayanan pajak untuk menagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 171, berlaku secara mutatis mutandis terhadap ketentuan dan/atau tata cara dalam pemberian fasilitas perpajakan berupa pengecualian pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan untuk menerbitkan:
SKB PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (3);
SKB PPnBM pengganti; dan
surat pembatalan SKB PPnBM, dalam bentuk delegasi kepada kepala kantor pelayanan pajak tempat pihak pemohon SKB PPnBM terdaftar.
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d harus:
memuat informasi uraian jenis barang sesuai dengan SKB PPnBM; dan
mencantumkan:
informasi berupa "PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH DIKECUALIKAN BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 12 TAHUN 2023"; dan
nomor dan tanggal SKB PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Permohonan SKB PPnBM, SKB PPnBM, permohonan penerbitan SKB PPnBM pengganti, SKB PPnBM pengganti, surat penolakan penerbitan SKB PPnBM pengganti dan surat pembatalan SKB PPnBM dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB V
KETENTUAN PEMBEBASAN BEA MASUK DAN FASILITAS PDRI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 174
Fasilitas perpajakan dan kepabeanan atas impor barang yang ditujukan untuk pembangunan wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra meliputi:
pembebasan Bea Masuk dan Fasilitas PDRI atas impor barang oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditujukan untuk Kepentingan Umum;
pembebasan Bea Masuk dan Fasilitas PDRI atas impor barang modal untuk Pembangunan dan Pengembangan Industri; dan
pembebasan Bea Masuk atas impor barang dan bahan untuk Pembangunan dan Pengembangan Industri.
Pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI untuk Daerah Mitra sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c diberikan kepada Wajib Pajak yang mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) untuk bidang usaha yang mendukung pembangunan dan pengembangan Ibu Kota Nusantara meliputi:
pembangunan pembangkit tenaga listrik termasuk energi baru dan terbarukan;
pembangunan dan pengoperasian jalan tol;
pembangunan dan pengoperasian pelabuhan laut;
pembangunan dan pengoperasian bandar udara; dan
pembangunan dan penyediaan air bersih.
Pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat diberikan sampai dengan tahun 2045.
Bagian Kedua
Pembebasan Bea Masuk dan Fasilitas PDRI atas Impor Barang oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang Ditujukan untuk Kepentingan Umum di Wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra
Pasal 175
Pembebasan bea masuk dan Fasilitas PDRI diberikan terhadap:
impor barang dari luar daerah pabean; dan
impor barang melalui pusat logistik berikat, oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditujukan untuk Kepentingan Umum di wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra.
Pembebasan Bea Masuk dan Fasilitas PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga diberikan terhadap penyelesaian barang impor sementara dengan dihibahkan kepada pemerintah pusat untuk Kepentingan Umum di wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra.
Pembebasan Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat diberikan atas:
pengeluaran barang dari tempat penimbunan berikat selain pusat logistik berikat, kawasan ekonomi khusus, atau KPBPB; atau
pemindahtanganan barang impor yang telah mendapatkan pembebasan Bea Masuk dari penerima pembebasan Bea Masuk.
Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) termasuk bea masuk antidumping, bea masuk antidumping sementara, bea masuk imbalan, bea masuk imbalan sementara, bea masuk tindakan pengamanan, bea masuk tindakan pengamanan sementara, bea masuk pembalasan dan/atau bea masuk pembalasan sementara.
Pasal 176
Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 175, wajib memenuhi ketentuan yang mengatur mengenai larangan dan/atau pembatasan impor dari kementerian/lembaga terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Tata cara impor barang sebagaimana dimaksud pada Pasal 175 ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai.
Tata cara penyelesaian barang impor sementara dengan tujuan dihibahkan kepada pemerintah pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 175 ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai impor sementara.
Tata cara pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 175 ayat (3) huruf a, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengeluaran barang dari tempat penimbunan berikat, kawasan ekonomi khusus, atau KPBPB.
Tata cara pemindahtanganan barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 175 ayat (3) huruf b, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemberian pembebasan Bea Masuk.
Pasal 177
Impor barang dapat dilakukan oleh:
pemerintah pusat atau pemerintah daerah;
Pihak Ketiga berdasarkan kontrak atau perjanjian kerja; dan/atau
Pihak Lain.
Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan Otorita Ibu Kota Nusantara atau pemerintah daerah dari Daerah Mitra.
Impor barang oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari:
anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah;
hibah atau pinjaman luar negeri; dan/atau
sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 178
Pelaksanaan hibah dari barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 175 ayat (1) yang merupakan hibah yang ditujukan kepada pemerintah pusat atau pemerintah daerah, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai hibah.
Pasal 179
Untuk mendapatkan pembebasan Bea Masuk dan Fasilitas PDRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 174 ayat huruf a, pemerintah pusat, pemerintah daerah, Pihak Ketiga, atau Pihak Lain mengajukan permohonan kepada Menteri melalui:
kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; atau
kepala kantor pelayanan utama bea dan cukai, yang wilayah kerjanya meliputi Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra.
Terhadap barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 175 yang merupakan pembelian yang dibiayai dengan anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, hibah atau pinjaman luar negeri, dan/atau sumber lain yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit harus dilampiri dengan:
salinan daftar isian pelaksanaan anggaran pada tahun anggaran berjalan atau dokumen yang sejenis dengan daftar isian pelaksanaan anggaran pada tahun anggaran berjalan;
surat pernyataan yang menyatakan bahwa pembiayaan dalam daftar isian pelaksanaan anggaran atau dokumen yang sejenis dengan daftar isian pelaksanaan anggaran atas barang yang dimintakan pembebasan Bea Masuk, tidak meliputi unsur Bea Masuk dan/atau pajak dalam rangka impor; dan/atau
salinan perjanjian atau kontrak pengadaan barang yang menyebutkan bahwa harga dalam perjanjian atau kontrak pengadaan barang tidak meliputi pembayaran Bea Masuk dan/atau pajak dalam rangka impor, dalam hal pengadaan barang menggunakan Pihak Ketiga.
Terhadap barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 175 yang merupakan hibah berupa barang, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit harus dilampiri dengan:
salinan surat keterangan dari pemberi hibah berupa gift certificate atau memorandum of understanding , yang menyatakan bahwa barang untuk Kepentingan Umum tersebut merupakan hibah yang diberikan langsung kepada pemerintah pusat atau pemerintah daerah;
salinan dokumen persetujuan hibah dari pemerintah pusat, dalam hal barang asal impor merupakan hibah yang ditujukan kepada pemerintah daerah; dan
surat pernyataan dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah dalam hal importasi dilakukan oleh Pihak Lain.
Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan ayat (3) huruf c ditandatangani oleh:
pimpinan satuan kerja selaku kuasa pengguna anggaran; atau
pejabat paling rendah setingkat Eselon II atau pimpinan tinggi pratama, dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diajukan oleh:
Pihak Ketiga, ditandatangani oleh pimpinan dari Pihak Ketiga; atau
Pihak Lain, ditandatangani oleh pimpinan dari Pihak Lain dan/atau dilampiri dengan surat keterangan atau pernyataan yang mencantumkan Pihak Lain merupakan kuasa dari pemberi hibah.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 180
Persetujuan pembebasan Bea Masuk dan Fasilitas PDRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 174 ayat huruf a, ditetapkan dengan keputusan Menteri.
Menteri mendelegasikan kewenangan penetapan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk mandat kepada kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau kepala kantor pelayanan utama bea dan cukai yang wilayah kerjanya meliputi Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra .
Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 179 ayat (1), kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau kepala kantor pelayanan utama bea dan cukai melakukan penelitian terhadap:
pemenuhan persyaratan untuk mendapatkan pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177 dan Pasal 179 ayat (2); atau
pemenuhan persyaratan untuk mendapatkan pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177 dan Pasal 179 ayat (3).
Dalam hal hasil penelitian atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lengkap dan benar, kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau kepala kantor pelayanan utama bea dan cukai yang wilayah kerjanya meliputi Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra atas nama Menteri menerbitkan keputusan Menteri mengenai pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI atas impor barang yang ditujukan untuk Kepentingan Umum.
Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Jangka waktu realisasi impor barang yang diberikan pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (4), paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal ditetapkannya keputusan Menteri.
Dalam hal impor barang yang diberikan pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan berdasarkan perjanjian atau kontrak pengadaan dengan Pihak Ketiga yang memiliki periode lebih dari 1 (satu) tahun, jangka waktu impor barang dapat diberikan sampai dengan tanggal berakhirnya masa berlaku perjanjian atau kontrak pengadaan.
Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) atau ayat (7) melewati tahun 2045, fasilitas pembebasan Bea Masuk diberikan sampai dengan 31 Desember 2045.
Dalam hal hasil penelitian atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 179 ayat (1) tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 177 atau Pasal 179, kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau kepala kantor pelayanan utama bea dan cukai atas nama Menteri menerbitkan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
Pasal 181
Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat dapat dilakukan perubahan dalam hal:
terjadi kesalahan tulis atau kesalahan ketik; dan/atau b. terdapat perubahan data dari yang bersangkutan.
Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan dengan ketentuan:
pemberitahuan pabean atas impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 174 ayat (1) huruf a belum mendapatkan nomor pendaftaran pada kantor pabean tempat penyelesaian kewajiban pabean; dan
masih dalam jangka waktu impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (6) dan ayat (7).
Untuk dapat melakukan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah pusat, pemerintah daerah, Pihak Ketiga, atau Pihak Lain mengajukan permohonan perubahan keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (1) kepada Menteri melalui kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau kepala kantor pelayanan utama bea dan cukai dengan menyebutkan alasan dilakukan perubahan dan melampirkan dokumen pendukung alasan perubahan.
Pemberian persetujuan perubahan keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilimpahkan kewenangannya oleh Menteri dalam bentuk mandat kepada kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau kepala kantor pelayanan utama bea dan cukai yang wilayah kerjanya meliputi Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra untuk dan atas nama Menteri.
Atas permohonan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau kepala kantor pelayanan utama bea dan cukai melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan untuk dapat melakukan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Dalam hal hasil penelitian atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah lengkap dan benar, kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau kepala kantor pelayanan utama bea dan cukai atas nama Menteri menerbitkan keputusan Menteri mengenai perubahan atas keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (1).
Dalam hal hasil penelitian atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau kepala kantor pelayanan utama bea dan cukai atas nama Menteri menerbitkan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
Pasal 182
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 179 ayat dan Pasal 181 ayat (3), serta hasil pindaian dari dokumen asli lampiran permohonan, disampaikan secara elektronik ke laman Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui SINSW.
Dalam hal laman Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau SINSW belum dapat diterapkan atau mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara manual disertai dengan:
lampiran permohonan dalam bentuk salinan cetak ( hard copy ); dan
salinan digital ( soft copy ) hasil pindaian dari dokumen asli dalam media penyimpan data elektronik.
Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (1) dan Pasal 181 ayat (6), atau penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (9) dan Pasal 181 ayat (7), dilakukan paling lambat:
5 (lima) jam kerja terhitung setelah permohonan dilakukan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (3) dan Pasal 181 ayat (5), dalam hal permohonan diajukan secara elektronik; atau
3 (tiga) hari kerja terhitung setelah permohonan dilakukan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (3) dan Pasal 181 ayat (5), dalam hal permohonan diajukan secara manual.
Pasal 183
Pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang mendapatkan fasilitas pembebasan Bea Masuk dan Fasilitas PDRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 175 melaksanakan pencatatan barang sesuai dengan ketentuan perundang- undangan di bidang pengelolaan barang milik negara, barang milik daerah atau barang milik Otorita Ibu Kota Nusantara.
Pasal 184
Terhadap barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 175 yang dalam pengadaannya tidak sesuai dengan isi perjanjian/kontrak pengadaan, atau atas barang yang merupakan hibah dilakukan pembatalan hibah, pemerintah pusat, pemerintah daerah, Pihak Ketiga, atau Pihak Lain wajib menyampaikan pemberitahuan atas pemutusan perjanjian/kontrak atau pembatalan hibah tersebut kepada kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau kepala kantor pelayanan utama bea dan cukai paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal pemutusan perjanjian/kontrak atau pembatalan hibah.
Dalam hal penerima fasilitas pembebasan Bea Masuk tidak menyampaikan pemberitahuan atas pemutusan perjanjian/kontrak atau pembatalan hibah dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penerima fasilitas pembebasan Bea Masuk dikenakan sanksi administratif berupa penundaan pelayanan pemberian pembebasan Bea Masuk sampai dengan diserahkannya pemberitahuan atas pemutusan perjanjian atau kontrak tersebut.
Penyampaian pemberitahuan atas pemutusan perjanjian/kontrak atau pembatalan hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Atas penyampaian pemberitahuan pemutusan perjanjian/kontrak atau pembatalan hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau kepala kantor pelayanan utama bea dan cukai atas nama Menteri menerbitkan keputusan Menteri mengenai pencabutan atas keputusan Menteri mengenai pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI atas Pemasukan Barang yang ditujukan untuk Kepentingan Umum.
Atas pencabutan keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4), terhadap barang yang mengalami pemutusan perjanjian/kontrak atau pembatalan hibah terutang Bea Masuk dan/atau pajak dalam rangka impor.
Penyelesaian kewajiban pabean atas barang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, pemerintah daerah, Pihak Ketiga atau Pihak Lain.
Penyelesaian kewajiban pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat diselesaikan dengan cara:
diekspor;
dimusnahkan menggunakan metode dihancurkan, dibakar, diledakkan, atau metode lainnya untuk menghilangkan fungsi dari barang tersebut; atau
melunasi Bea Masuk dan/atau pajak dalam rangka impor yang terutang.
Penyelesaian kewajiban pabean atas barang sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan paling lambat 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal keputusan Menteri mengenai pencabutan atas keputusan Menteri mengenai pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI atas Pemasukan Barang yang ditujukan untuk Kepentingan Umum.
Ketentuan penyelesaian kewajiban pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak berlaku dalam hal terjadi keadaan darurat ( force majeure ).
Keadaan darurat ( force majeure ) sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dibuktikan dengan surat keterangan dari instansi terkait dan terhadap barang dimaksud dibebaskan dari pengenaan Bea Masuk dan/atau pajak dalam rangka impor yang terutang.
Kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau kepala kantor pelayanan utama bea dan cukai melakukan penelitian terkait barang yang terjadi keadaan darurat ( force majeure). (12) Penyampaian pemberitahuan atas pemutusan perjanjian atau kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik ke laman Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui SINSW.
Dalam hal laman Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau SINSW belum dapat diterapkan atau mengalami gangguan operasional, pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (12) dilakukan secara manual dengan menyampaikan pemberitahuan atas pemutusan perjanjian atau kontrak atau pembatalan hibah dalam bentuk salinan cetak ( hard copy ) atau salinan digital ( soft copy ) kepada kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau kepala kantor pelayanan utama bea dan cukai.
Pasal 185
Penyelesaian kewajiban pabean atas barang dengan cara diekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 ayat (7) huruf a, dilakukan dengan menggunakan pemberitahuan pabean ekspor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ekspor.
Penyelesaian kewajiban pabean atas barang dengan cara dimusnahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 ayat (7) huruf b dilengkapi dengan berita acara yang dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pemerintah pusat, pemerintah daerah, Pihak Ketiga, atau Pihak Lain yang sudah menyelesaikan kewajiban pabean atas barang dengan cara diekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau dengan cara dimusnahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) , dibebaskan dari kewajiban untuk membayar Bea Masuk dan/atau pajak dalam rangka impor.
Penyelesaian kewajiban pabean atas barang dengan cara melunasi Bea Masuk dan/atau pajak dalam rangka impor yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 ayat (7) huruf c dilaksanakan berdasarkan klasifikasi, pembebanan, dan nilai pabean dalam pemberitahuan pabean pada saat impor barang.
Pasal 186
Pemerintah pusat, pemerintah daerah, Pihak Ketiga, atau Pihak Lain yang menggunakan barang tidak sesuai dengan tujuan pemberian:
pembebasan Bea Masuk dan Fasilitas PDRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 175 ayat (1) atau ayat (2); atau
pembebasan Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 175 ayat (3), wajib membayar Bea Masuk dan/atau pajak dalam rangka impor yang terutang dan dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai sanksi administratif di bidang kepabeanan dan/atau di bidang perpajakan.
Pasal 187
Monitoring dan evaluasi atas pembebasan Bea Masuk dan Fasilitas PDRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 175 dilakukan oleh:
Menteri melalui Direktur Jenderal Pajak, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Direktur Jenderal Kekayaan Negara; dan
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara, secara sendiri-sendiri atau bersama-sama sesuai dengan kewenangannya melakukan monitoring dan evaluasi atas pembebasan Bea Masuk dan Fasilitas PDRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 175.
Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setiap 1 (satu) tahun sekali atau sewaktu-waktu jika diperlukan.
Bagian Ketiga
Pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI atas Impor Barang untuk Pembangunan dan Pengembangan Industri di Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra
Pasal 188
Atas impor barang modal oleh Perusahaan yang merupakan industri yang menghasilkan barang dan/atau industri yang menghasilkan jasa yang dimasukkan ke Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra untuk pembangunan dan pengembangan di Ibu Kota Nusantara diberikan pembebasan Bea Masuk dan Fasilitas PDRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 174 ayat huruf b.
Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk bea masuk antidumping, bea masuk antidumping sementara, bea masuk imbalan, bea masuk imbalan sementara, bea masuk tindakan pengamanan, bea masuk tindakan pengamanan sementara, bea masuk pembalasan dan/atau bea masuk pembalasan sementara.
Jenis industri yang menghasilkan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dapat diberikan pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Atas impor barang berupa barang dan bahan untuk industri yang menghasilkan barang yang dimasukkan ke wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra untuk Pembangunan dan Pengembangan Industri di Ibu Kota Nusantara diberikan pembebasan bea masuk.
Barang modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi mesin, permesinan, alat perlengkapan instalasi pabrik, peralatan, atau perkakas yang digunakan untuk Pembangunan dan Pengembangan Industri sektor industri termasuk industri yang menghasilkan jasa.
Peralatan dan perkakas sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang digunakan untuk industri yang menghasilkan jasa merupakan komponen peralatan atau perkakas yang digunakan untuk mendukung berjalannya kegiatan industri jasa dapat berupa komponen radiologi pada layanan kesehatan atau komponen yang diperlukan untuk keperluan riset dan inovasi.
Barang dan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi semua barang atau bahan, tidak melihat jenis dan komposisinya, yang digunakan sebagai bahan atau komponen untuk menghasilkan barang jadi.
Pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI diberikan sepanjang barang modal serta barang dan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4):
belum diproduksi di dalam negeri;
sudah diproduksi di dalam negeri namun belum memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan; atau
sudah diproduksi di dalam negeri namun jumlahnya belum mencukupi kebutuhan industri, berdasarkan daftar barang yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian.
Dalam hal atas impor barang dan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan fasilitas perpajakan, fasilitas perpajakan diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Atas barang modal atau barang dan bahan yang diimpor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4), wajib memenuhi ketentuan mengenai larangan dan/atau pembatasan impor dari kementerian/lembaga terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pasal 189
Pembebasan Bea Masuk dan Fasilitas PDRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat diberikan terhadap:
impor barang modal dari luar daerah pabean; dan
impor barang modal melalui pusat logistik berikat.
Pembebasan Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (4) diberikan terhadap:
impor barang dan bahan dari luar daerah pabean; dan
impor barang dan bahan melalui pusat logistik berikat.
Pembebasan Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (1) dan ayat (4) dapat diberikan terhadap barang modal serta barang dan bahan yang berasal dari KPBPB, kawasan ekonomi khusus, dan/atau tempat penimbunan berikat.
Tata cara impor barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai.
Tata cara pengeluaran barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, ayat (2) huruf b, dan ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tempat penimbunan berikat, kawasan ekonomi khusus, dan KPBPB.
Barang modal yang atas impornya diberikan Fasilitas PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dicatat di dalam lampiran surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan pada daftar harta atau bagian penyusutan dan amortisasi fiskal oleh Wajib Pajak.
Atas barang modal sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diberikan keterangan “Barang Modal diberikan Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai Tidak Dipungut” pada kolom catatan.
Pasal 190
Pembebasan Bea Masuk dan Fasilitas PDRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat dapat diberikan untuk jangka waktu pengimporan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal berlakunya keputusan pembebasan Bea Masuk dan Fasilitas PDRI.
Jangka waktu pengimporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang sesuai dengan jangka waktu penyelesaian Pembangunan dan Pengembangan Industri.
Perusahaan yang telah menyelesaikan Pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (1) serta siap berproduksi, diberikan pembebasan Bea Masuk atas pemasukan barang berupa barang dan bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (4) dengan jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun, sesuai dengan kapasitas terpasang, terhitung sejak tanggal berlakunya keputusan pembebasan Bea Masuk.
Perusahaan yang telah menyelesaikan pengembangan sektor usaha sepanjang menambah kapasitas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari kapasitas terpasang, dapat diberikan pembebasan Bea Masuk atas impor barang dan bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat paling lama 4 (empat) tahun, sesuai kapasitas terpasang, terhitung sejak tanggal berlakunya keputusan pembebasan Bea Masuk.
Jangka waktu pengimporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dapat diperpanjang selama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal berakhirnya fasilitas pembebasan Bea Masuk.
Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (5) merupakan jangka waktu pemberian pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI.
Perusahaan yang telah menyelesaikan Pembangunan dan/atau Pengembangan Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (1), sepanjang menggunakan mesin produksi dalam negeri paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari total nilai mesin, dapat diberikan pembebasan Bea Masuk atas impor barang berupa barang dan bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (4) selama 6 (enam) tahun sesuai dengan kapasitas terpasang terhitung sejak tanggal berlakunya keputusan pembebasan Bea Masuk.
Bagi industri yang menghasilkan jasa dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (7).
Perusahaan yang memenuhi persyaratan menggunakan mesin produksi dalam negeri paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari total nilai mesin sebagaimana dimaksud pada ayat (7), ditetapkan berdasarkan rekomendasi dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian.
Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (7) melewati tahun 2045, fasilitas pembebasan Bea Masuk diberikan sampai dengan 31 Desember 2045 .
Pasal 191
Terhadap Perusahaan yang telah menyelesaikan Pembangunan dengan menggunakan mesin produksi asal impor yang dibeli di dalam negeri untuk industri yang menghasilkan barang, dapat diberikan pembebasan Bea Masuk atas impor barang dan bahan.
Barang dan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pembebasan Bea Masuk sesuai dengan kapasitas terpasang dengan jangka waktu pengimporan paling lama 4 (empat) tahun terhitung sejak tanggal berlakunya keputusan pembebasan Bea Masuk.
Terhadap Perusahaan yang telah menyelesaikan Pengembangan Industri dengan menggunakan mesin produksi asal impor yang dibeli di dalam negeri untuk industri yang menghasilkan barang, sepanjang menambah kapasitas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari kapasitas terpasang, dapat diberikan pembebasan Bea Masuk atas impor barang berupa barang dan bahan untuk keperluan tambahan produksi selama 4 (empat) tahun sesuai dengan kapasitas terpasang, dengan jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun terhitung sejak berlakunya keputusan pembebasan Bea Masuk.
Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) melewati tahun 2045, fasilitas pembebasan Bea Masuk diberikan sampai dengan 31 Desember 2045.
Bagian Keempat
Tata Cara Pengajuan Permohonan Pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI
Pasal 192
Untuk mendapatkan pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat dan ayat (4), Perusahaan mengajukan permohonan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal, melalui Sistem OSS.
Untuk mendapatkan pembebasan Bea Masuk dan Fasilitas PDRI atas impor barang berupa barang modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (1), permohonan paling sedikit harus dilampiri dengan:
identitas perusahaan;
daftar barang modal;
salinan Perizinan Berusaha; dan
surat penetapan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan, dalam hal Perusahaan melakukan Pembangunan atau Pengembangan Industri di Daerah Mitra.
Untuk mendapatkan pembebasan Bea Masuk atas impor barang berupa barang dan bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (4), permohonan paling sedikit harus memuat:
identitas perusahaan;
salinan Perizinan Berusaha;
daftar barang dan bahan;
surat penetapan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan, dalam hal Perusahaan melakukan Pembangunan atau Pengembangan di Daerah Mitra; dan/atau
rekomendasi dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (9), dalam hal Perusahaan menggunakan mesin produksi buatan dalam negeri.
Identitas perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan ayat (3) huruf a, paling sedikit memuat keterangan berupa:
nama perusahaan;
Nomor Pokok Wajib Pajak;
alamat perusahaan; dan
nama dan jabatan penanggung jawab perusahaan.
Daftar barang modal, barang dan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dan ayat (3) huruf c paling sedikit memuat keterangan berupa:
kantor pabean tempat penyelesaian kewajiban pabean;
pelabuhan dan/atau bandar udara tempat pemasukan;
uraian jenis dan spesifikasi teknis barang;
pos tarif;
jumlah dan satuan barang;
perkiraan nilai impor; dan
negara asal atau negara muat.
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Perusahaan pembangkit listrik termasuk pembangkit listrik energi baru dan terbarukan, selain harus melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), permohonan juga harus dilampiri paling sedikit dengan:
rekomendasi berupa rencana impor barang yang telah disetujui dan ditandasahkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral; dan
salinan perjanjian jual beli tenaga listrik bagi pemegang izin usaha dalam penyediaan tenaga listrik.
Pasal 193
Persetujuan pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat dan ayat (4), ditetapkan dengan keputusan Menteri.
Menteri mendelegasikan kewenangan penetapan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk mandat kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal dalam memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar.
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 192 ayat (1) disetujui, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal menerbitkan keputusan mengenai pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI atas impor barang berupa barang modal, serta barang dan bahan dalam rangka Pembangunan atau Pengembangan Industri di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra.
Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Keputusan mengenai pembebasan Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku surut.
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 192 ayat (1) ditolak, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal menerbitkan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
Pasal 194
Untuk mendapatkan perpanjangan jangka waktu pengimporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (2) dan ayat (5), Perusahaan mengajukan permohonan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal.
Perpanjangan jangka waktu pengimporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan dengan ketentuan:
barang modal dan/atau barang dan bahan belum diimpor; dan
masih dalam jangka waktu pembebasan.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit dilampiri dengan:
salinan Perizinan Berusaha;
salinan keputusan mengenai pembebasan Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 193 ayat (1); dan
laporan realisasi impor berdasarkan keputusan mengenai pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 193 ayat (1).
Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar.
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal atas nama Menteri menerbitkan keputusan mengenai perpanjangan jangka waktu pengimporan pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI, barang modal, serta barang dan bahan dalam rangka Pembangunan atau Pengembangan Industri di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra.
Keputusan mengenai perpanjangan jangka waktu pengimporan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal atas nama Menteri menerbitkan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
Pasal 195
Perusahaan dapat mengajukan permohonan perubahan keputusan mengenai pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 193 ayat dan Pasal 194 ayat (5).
Perubahan keputusan mengenai pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan ketentuan:
barang modal dan/atau barang dan bahan belum diimpor; dan
masih dalam jangka waktu pembebasan.
Perusahaan mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal.
Permohonan yang diajukan oleh Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit dilampiri dengan:
salinan Perizinan Berusaha;
salinan keputusan mengenai pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 193 ayat (1) dan Pasal 194 ayat (5); dan
data pendukung perubahan.
Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar.
Dalam hal permohonan perubahan keputusan pembebasan Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Perusahaan pembangkit listrik termasuk pembangkit listrik energi baru dan terbarukan selain harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), permohonan harus dilampiri dengan rencana impor barang perubahan yang telah disetujui dan ditandasahkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral.
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal atas nama Menteri menerbitkan keputusan mengenai perubahan keputusan mengenai pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI, barang modal, serta barang dan bahan dalam rangka Pembangunan atau Pengembangan Industri di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra.
Keputusan Menteri mengenai perubahan keputusan mengenai pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal atas nama Menteri menerbitkan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
Pasal 196
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 192 ayat , Pasal 194 ayat (1), atau Pasal 195 ayat (1) serta hasil pindaian dari dokumen asli lampiran permohonan, disampaikan melalui Sistem OSS . (2) Dalam hal data telah tersedia dalam Sistem OSS, Perusahaan tidak diwajibkan menyampaikan data hasil pindaian dari dokumen asli lampiran permohonan.
Dalam hal Sistem OSS belum dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis disertai dengan:
lampiran permohonan dalam bentuk salinan cetak ( hard copy ); dan
hasil pindaian dari dokumen asli dalam media penyimpan data elektronik dalam bentuk salinan digital ( soft copy ).
Pasal 197
Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal menyampaikan keputusan pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 193 ayat , Pasal 194 ayat (5), dan Pasal 195 ayat (7) kepada Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Penyampaian keputusan pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan melalui SINSW.
Dalam hal SINSW sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal menyampaikan data elektronik keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 193 ayat (1), Pasal 194 ayat (5), dan Pasal 195 ayat (7) kepada Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Bagian Kelima
Pemotongan Kuota Impor
Pasal 198
Terhadap pelaksanaan impor dan/atau pengeluaran barang modal serta barang dan bahan dilakukan pemotongan kuota secara elektronik pada SINSW.
Pemotongan kuota secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara self assessment dengan membandingkan elemen data meliputi jenis, spesifikasi, jumlah, satuan barang yang akan diimpor, dan kantor pabean sesuai dengan keputusan pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI.
Dalam hal pemotongan kuota tidak dapat dilakukan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pejabat bea dan cukai melakukan penelitian dan pemotongan kuota secara manual melalui sistem terintegrasi.
Dalam hal pemotongan kuota tidak dapat dilakukan secara manual melalui sistem terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pejabat bea dan cukai melakukan penelitian dan pemotongan kuota secara manual.
Pemotongan kuota melalui elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemotongan kuota secara manual melalui sistem terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), atau pemotongan kuota secara manual sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilakukan sesuai dengan tata kerja sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 199
Dalam hal terdapat ketidaksesuaian antara informasi mengenai barang impor dengan keputusan mengenai pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 193 ayat (1), Pasal 194 ayat (5), dan Pasal 195 ayat (7), Perusahaan wajib membayar:
Bea Masuk;
sanksi administratif di bidang kepabeanan;
pajak dalam rangka impor yang terutang; dan/atau
sanksi administratif di bidang perpajakan.
Bagian Keenam
Pemindahtanganan Paragraf 1 Pemindahtanganan Barang Modal dan Barang dan Bahan
Pasal 200
Pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI atas barang modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat tidak diberikan dalam hal barang modal dilakukan pemindahtanganan dalam jangka waktu 4 (empat) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor.
Barang modal yang telah mendapatkan pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (1), dapat dilakukan pemindahtanganan setelah 2 (dua) tahun sejak tanggal pemberitahuan pabean impor.
Ketentuan jangka waktu pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal:
terjadi keadaan darurat ( force majeure );
barang modal diekspor kembali;
barang modal dimusnahkan; atau
barang modal dilakukan pemindahtanganan kepada penerima fasilitas pembebasan Bea Masuk di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra.
Pemindahtanganan barang modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) setelah mendapatkan izin dari Menteri.
Dalam hal pemindahtanganan barang modal dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Perusahaan wajib:
membayar Bea Masuk dan/atau membayar pajak dalam rangka impor yang semula memanfaatkan fasilitas;
membayar sanksi administratif berupa denda di bidang kepabeanan; dan
membayar sanksi administratif berupa bunga di bidang perpajakan .
Barang modal yang dilakukan pemindahtanganan sebelum 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor, Perusahaan wajib:
membayar Bea Masuk dan/atau membayar pajak dalam rangka impor yang semula memanfaatkan fasilitas;
membayar sanksi administratif berupa denda di bidang kepabeanan; dan
membayar sanksi administratif berupa bunga di bidang perpajakan.
Barang modal yang dilakukan pemindahtanganan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sampai dengan 4 (empat) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor, Perusahaan wajib:
memiliki izin dan membayar Bea Masuk;
membayar pajak dalam rangka impor yang semula memanfaatkan fasilitas; dan
membayar sanksi administratif berupa bunga di bidang perpajakan.
Pelaksanaan kewajiban pembayaran pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b tidak memerlukan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a.
Dibebaskan dari kewajiban membayar Bea Masuk dan/atau sanksi administratif berupa denda di bidang kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7) dalam hal:
pemindahtanganan barang modal dilakukan setelah jangka waktu 4 (empat) tahun sejak tanggal pemberitahuan pabean impor; atau
pemindahtanganan barang modal dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Pengecualian dari kewajiban membayar Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf c tidak berlaku untuk barang modal yang masih mempunyai nilai ekonomis.
Kewajiban membayar Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (10), dihitung berdasarkan harga penyerahan dengan tarif, apabila:
tarif bea masuknya sebesar 5% (lima persen) atau lebih, dikenakan tarif sebesar 5% (lima persen); atau
tarif bea masuknya di bawah 5% (lima persen), dikenakan tarif sesuai jenis barang.
Dalam hal barang modal berupa kendaraan bermotor, pemindahtanganan yang dilakukan setelah 4 (empat) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor disertai dengan kewajiban membayar Bea Masuk yang terutang.
Kewajiban membayar Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (12), dihitung berdasarkan harga penyerahan dengan tarif yang berlaku pada tanggal pemberitahuan pabean impor.
Dikecualikan dari membayar pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal pemindahtanganan dilakukan:
dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau antar cabang yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara;
oleh badan usaha milik negara untuk tujuan setoran modal pengganti saham dalam rangka holdingisasi, dengan cara penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan/atau pengambilalihan usaha, jika digunakan sesuai dengan tujuan semula;
untuk tujuan Hibah kepada:
pemerintah pusat atau pemerintah daerah; atau
lembaga pendidikan, penelitian, dan/atau vokasi yang: a) terdaftar pada instansi yang menaungi; dan b) tidak memiliki hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan terhadap pihak pemberi Hibah; atau
barang modal diekspor kembali keluar daerah pabean.
Holdingisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (14) huruf b merupakan pembentukan perusahaan induk badan usaha milik negara melalui upaya restrukturisasi perusahaan dengan pengalihan saham dari 1 (satu) badan usaha milik negara ke badan usaha milik negara lain dan membentuk satu grup badan usaha milik negara dengan menginduk pada salah satu badan usaha milik negara setelah mendapat persetujuan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara.
Pasal 201
Barang dan bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (4) dapat dilakukan:
pemindahtanganan dalam hal terjadi keadaan darurat ( force majeure );
ekspor kembali; atau
pemusnahan.
Barang dan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibebaskan dari kewajiban untuk membayar Bea Masuk yang terutang.
Pengecualian dari kewajiban membayar Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c tidak berlaku untuk barang dan bahan yang masih mempunyai nilai ekonomis.
Kewajiban membayar Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dihitung berdasarkan harga penyerahan dengan tarif, apabila:
tarif bea masuknya sebesar 5% (lima persen) atau lebih, dikenakan tarif sebesar 5% (lima persen); atau
tarif bea masuknya di bawah 5% (lima persen), dikenakan tarif sesuai jenis barang. Paragraf 2 Permohonan Pemindahtanganan Barang Modal dan Barang dan Bahan
Pasal 202
Pemindahtanganan barang modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 200 ayat (2), ayat (3), dan ayat (12) serta barang dan bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 201 ayat dilakukan setelah mendapatkan izin dari Menteri.
Menteri melimpahkan kewenangan untuk menyetujui/menolak permohonan izin pemindahtanganan barang modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 200 ayat , ayat (3), dan ayat (12) serta barang dan bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 201 ayat (1) dalam bentuk mandat kepada kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau kepala kantor pelayanan utama bea dan cukai yang wilayah kerjanya meliputi Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra.
Untuk mendapatkan izin pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan mengajukan permohonan kepada kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau kepala kantor pelayanan utama bea dan cukai dan paling sedikit dilampiri dengan:
Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh instansi atau lembaga sesuai dengan kewenangannya;
daftar barang modal atau barang dan bahan yang akan dipindahtangankan;
foto atau bukti pendukung lainnya terkait barang modal atau barang dan bahan yang akan dipindahtangankan;
nilai ekonomis perkiraan atas barang modal atau barang dan bahan dalam hal terjadi keadaan darurat (force majeure) atau pemusnahan;
keputusan tentang pemberian fasilitas pembebasan bea masuk barang modal atas nama penerima pemindahtanganan dari penerima fasilitas sebelumnya; dan
rekomendasi dari instansi terkait dalam hal terjadi keadaan darurat ( force majeure ), barang modal dipindahtangankan dengan tujuan diekspor kembali, dan barang modal dimusnahkan.
Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau kepala kantor pelayanan utama bea dan cukai melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan pemindahtanganan.
Dalam hal hasil penelitian atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah lengkap dan benar, kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau kepala kantor pelayanan utama bea dan cukai atas nama Menteri menerbitkan keputusan Menteri mengenai pemberian izin pemindahtanganan yang berlaku sejak tanggal ditetapkan sampai dengan 60 (enam puluh) hari sejak tanggal ditetapkan.
Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Dalam hal hasil penelitian atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak memenuhi ketentuan pemindahtanganan barang modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 200 atau ketentuan pemindahtanganan barang dan bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 201, serta pada ayat (3), kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau kepala kantor pelayanan utama bea dan cukai atas nama Menteri menerbitkan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
Atas pemindahtanganan yang dilakukan tanpa disertai izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan wajib membayar:
Bea Masuk yang terutang; dan
sanksi administratif berupa denda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Perusahaan yang telah melakukan pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), membuat laporan realisasi pemindahtanganan dan menyampaikannya kepada:
kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Bea danri Cukai; atau
kepala kantor pelayanan utama bea dan cukai, yang wilayah kerjanya meliputi Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah dilakukan pemindahtanganan.
Laporan pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilampiri dokumen minimal sebagai berikut:
laporan hasil pemeriksaan fisik barang yang dipindahtangankan;
berita acara pemindahtanganan atau pemusnahan;
bukti pembayaran, dalam hal dilakukan pembayaran Bea Masuk yang terutang; dan/atau
surat keterangan yang ditandatangani pihak pemberi hibah dan pihak penerima hibah dan memuat barang dan spesifikasi barang yang dihibahkan, dalam hal pemindahtanganan dalam rangka hibah.
Salinan atas laporan pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) disampaikan Perusahaan kepada:
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal;
Kepala Otorita;
Direktur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tugas dan fungsinya di bidang audit kepabeanan dan cukai; dan
kepala kantor pelayanan pajak yang mengadministrasikan kewajiban perpajakan Perusahaan selaku Wajib Pajak.
Pasal 203
Permohonan pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 202 ayat (3) serta hasil pindaian dari dokumen asli lampiran permohonan, disampaikan secara elektronik ke laman Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui SINSW.
Dalam hal laman Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau SINSW belum dapat diterapkan atau mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara manual disertai dengan:
lampiran permohonan dalam bentuk salinan cetak ( hard copy ); dan
salinan digital ( soft copy ) hasil pindaian dari dokumen asli dalam media penyimpan data elektronik.
Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 202 ayat (5) atau penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 202 ayat (7), diberikan paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung setelah permohonan dilakukan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 202 ayat (4).
Pasal 204
Pajak dalam rangka impor yang semula memanfaatkan Fasilitas PDRI wajib dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 200 ayat (6) dan ayat (7) berupa Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, tidak termasuk Pajak Penghasilan Pasal 22.
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dibayar oleh Perusahaan yang telah diberikan Fasilitas PDRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188.
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terutang pada saat dilakukannya impor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar nilai yang menjadi dasar pengenaan pajak dalam rangka impor yang semula diberikan Fasilitas PDRI.
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetorkan ke kas negara dengan menggunakan surat setoran pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak berupa bukti penerimaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah dibayar dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan pada masa pajak dilakukannya impor.
Atas keterlambatan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa bunga terhitung sejak saat terutang hingga dilakukannya pembayaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Atas kewajiban pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang tidak dilaksanakan oleh Wajib Pajak, kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak terdaftar menagih jumlah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang disertai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pasal 205
Barang modal dan/atau barang dan bahan yang telah mendapatkan fasilitas pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 193 ayat , Pasal 194 ayat (5), dan/atau Pasal 195 ayat (7), wajib digunakan sesuai dengan tujuan pemasukannya oleh Perusahaan yang bersangkutan.
Atas penyalahgunaan pemanfaatan barang modal dan/atau barang dan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan:
wajib membayar Bea Masuk yang terutang dan/atau pajak dalam rangka impor yang semula memanfaatkan fasilitas; dan
dikenakan sanksi administratif, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan/atau perpajakan.
Pajak dalam rangka impor yang semula memanfaatkan fasilitas yang wajib dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berupa Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, tidak termasuk Pajak Penghasilan Pasal 22.
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dibayar oleh Perusahaan yang telah diberikan Fasilitas PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terutang pada saat dilakukannya impor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebesar nilai yang menjadi dasar pengenaan pajak dalam rangka impor yang semula diberikan Fasilitas PDRI.
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetorkan ke kas negara dengan menggunakan surat setoran pajak atau sarana administratif lain yang disamakan dengan surat setoran pajak berupa bukti penerimaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang telah dibayar dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan pada masa pajak dilakukannya impor.
Atas keterlambatan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa bunga terhitung sejak saat terutang hingga dilakukannya pembayaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Atas kewajiban pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang tidak dilaksanakan oleh Wajib Pajak, kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak terdaftar menagih jumlah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang disertai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Paragraf 3 Tata Cara Penyelesaian Kewajiban Pabean Barang Modal atau Barang dan Bahan
Pasal 206
Penyelesaian kewajiban pabean dengan cara barang modal diekspor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 200 ayat (3) huruf b dan barang dan bahan diekspor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 201 ayat huruf b, dilakukan:
dengan menggunakan pemberitahuan pabean ekspor; dan
pemeriksaan fisik, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ekspor.
Penyelesaian kewajiban pabean barang modal yang dimusnahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 200 ayat (3) huruf c dan barang dan bahan dengan cara dimusnahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 201 ayat (1) huruf c, dilakukan dengan melengkapi berita acara sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Penyelesaian kewajiban pabean atas barang modal dan/atau barang dan bahan dengan cara pelunasan Bea Masuk dan/atau pajak dalam rangka impor yang terutang dilaksanakan berdasarkan keputusan Menteri mengenai pemberian izin pemindahtanganan.
Pemenuhan kewajiban kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan di kantor pabean tempat penyelesaian kewajiban pabean.
Bagian Ketujuh
Penyampaian Laporan
Pasal 207
Perusahaan yang mendapatkan pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat dan ayat (4) harus menyampaikan:
laporan realisasi impor paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah realisasi impor; dan
laporan penggunaan barang modal dan/atau barang dan bahan setiap tahun paling lambat pada bulan Januari tahun berikutnya selama 4 (empat) tahun pertama terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor, kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan melalui Sistem OSS.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 208
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal menyampaikan laporan mengenai:
persetujuan pemberian fasilitas pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI;
realisasi impor barang modal dan/atau barang dan bahan; dan
penggunaan barang modal dan/atau barang dan bahan, kepada Menteri melalui Kepala Badan Kebijakan Fiskal dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan Direktur Jenderal Pajak.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan setiap 6 (enam) bulan, yaitu untuk semester pertama pada bulan Juli tahun berjalan dan untuk semester kedua pada bulan Januari tahun berikutnya.
Pasal 209
Laporan sebagaimana dimaksud dalam a. Pasal 202 ayat (9); dan
Pasal 208, disampaikan secara elektronik melalui SINSW.
Dalam hal SINSW belum dapat diterapkan atau mengalami gangguan operasional:
laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan secara manual kepada kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau kepala kantor pelayanan utama bea dan cukai yang wilayah kerjanya meliputi Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra dalam bentuk salinan cetak ( hard copy ) atau salinan digital ( soft copy ); dan
laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan secara manual kepada Menteri melalui Kepala Badan Kebijakan Fiskal dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan Direktur Jenderal Pajak dalam bentuk salinan cetak ( hard copy ) atau salinan digital ( soft copy ).
Bagian Kedelapan
Pengawasan
Pasal 210
Pengawasan atas pembebasan Bea Masuk dan Fasilitas PDRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 dilakukan oleh:
Menteri melalui Direktur Jenderal Pajak, Direktur Jenderal Bea dan Cukai;
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal; dan
Kepala Otorita, secara sendiri-sendiri atau bersama-sama sesuai dengan kewenangannya.
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setiap 1 (satu) tahun sekali atau sewaktu-waktu jika diperlukan.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 211
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Ditandatangani secara elektronik
bahwa berdasarkan permohonan untuk memperoleh pemberian persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan oleh Wajib Pajak...……….. (2)...……….. (3), Sistem OSS telah melakukan penelitian untuk menilai pemenuhan kriteria sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara;
bahwa berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Wajib Pajak...……….. (2) diberikan pengurangan Pajak Penghasilan badan...……….. (3) sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Persetujuan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan kepada...……….. (2)...……….. (3);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara;
MEMUTUSKAN:
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA...……. (2)...……….. (3) KESATU : Menetapkan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan...……….. (3) kepada: Wajib Pajak :
....................................... (2) NPWP :
....................................... (4) Alamat :
....................................... (5) KEDUA : Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU berupa:
pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar ………….. (6) % (………….. (7) persen) untuk jangka waktu...……….. (8) (………….. (9)) Tahun Pajak terhitung sejak Tahun Pajak Saat Mulai Beroperasi Komersial berdasarkan rencana nilai penanaman modal sebesar Rp...……….. (10) (………….. (11)); dan
pembebasan dari pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak ketiga atas:
penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari Kegiatan Usaha Utama; dan
pembelian atau impor atas barang atau bahan terkait Kegiatan Usaha Utama, untuk jangka waktu sejak Keputusan Menteri ini ditetapkan sampai dengan berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a. KETIGA : Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada Diktum KEDUA hanya diberikan untuk Kegiatan Usaha Utama dalam rangka Penanaman Modal...………... (3) sebagaimana dimaksud dalam Nomor Induk Berusaha (NIB) Nomor...………... (12) tertanggal...………... (13), dan Perizinan Berusaha...………... (14) yang diterbitkan oleh Lembaga OSS pada tanggal...………... (15) dengan Nomor Proyek...………... (16) sesuai dengan Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. KEEMPAT : Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada Diktum KEDUA mulai berlaku sejak Saat Mulai Beroperasi Komersial yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan tentang pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan, setelah dilakukan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak. KELIMA : Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada Diktum KEDUA dapat dicabut dalam hal:
Wajib Pajak telah beroperasi komersial pada saat pengajuan permohonan pemberian persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan;
jumlah nilai realisasi Penanaman pada Saat Mulai Beroperasi Komersial kurang dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
ketidaksesuaian antara realisasi dengan rencana Kegiatan Usaha Utama;
tidak merealisasikan rencana Penanaman Modal paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari rencana Penanaman Modal dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak keputusan pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
tidak menyampaikan laporan realisasi Penanaman Modal atau laporan realisasi kegiatan usaha setelah diberikan 2 (dua) kali teguran tertulis;
mengimpor, membeli, atau memperoleh barang modal bukan baru, untuk realisasi Penanaman Modal yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan, kecuali barang modal bukan baru dimaksud merupakan bagian mesin peralatan yang diperlukan bagi pelaksanaan investasi pada sektor kesehatan, riset dan inovasi, dan konstruksi di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra;
menggunakan barang modal yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan selain untuk tujuan pemberian fasilitas selama jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan bagi pelaksanaan investasi di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra;
memindahtangankan barang modal yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan selama jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan, kecuali pemindahtanganan tersebut tidak menyebabkan nilai realisasi Penanaman Modal kurang dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan:
dilakukan untuk tujuan peningkatan efisiensi; dan/atau 2. merupakan kewajiban yang harus dipenuhi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
melakukan relokasi Penanaman Modal ke luar Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra; dan/atau
tidak lagi melakukan kegiatan usaha di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. KEENAM : Keputusan Menteri ini dipersamakan sebagai surat keterangan pembebasan dari pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA huruf b. KETUJUH : Surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEENAM berlaku sejak ditetapkannya Keputusan Menteri ini sampai dengan berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA huruf a. KEDELAPAN Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:
Menteri Keuangan;
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal;
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara;
Kepala Badan Kebijakan Fiskal;
Direktur Jenderal Pajak;
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak …………... (17) 7. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak ………..(18) 8. Kepala Kantor Pelayanan Pajak...………... (19); dan
Wajib Pajak yang bersangkutan. Ditetapkan di...…………... (20) pada tanggal...…………... (21) a.n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI INVESTASI/KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL ……………... (22) LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR...……… (1) TENTANG PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA...……… (2)...……… (3) PENJELASAN ATAS PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA...……… (2)...……… (3) 1. Wajib Pajak memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) Nomor...……… (12) tanggal...……… (13), dan Perizinan Berusaha...……… (14) yang diterbitkan oleh Lembaga OSS pada tanggal...……… (15) dengan Nomor Proyek...………(16).
Lokasi usaha/proyek di...……… (23). 3. Berdasarkan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam angka 1:
Kegiatan Usaha Utama Wajib Pajak berupa Bidang Usaha...……… (24), KBLI...……… (25) Uraian KBLI...……… (26) dengan cakupan produk/jasa yang dihasilkan...……… (27).
rencana penanaman modal senilai Rp...……… (10) (………… (11) rupiah) dengan rincian sebagai berikut: Modal Tetap: Jumlah 1. Pembelian dan Pematangan Tanah Rp...……… (28) 2. Bangunan/Gedung Rp...……… (29) 3. Mesin Peralatan Rp...……… (30) 4. Lain-lain Rp...……… (31) Total Rp...……… (10) 4. Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan badan dimanfaatkan hanya atas penghasilan yang diperoleh dari Kegiatan Usaha Utama sebagaimana dimaksud pada angka 3. Penghasilan selain dari Kegiatan Usaha Utama dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan...……… (3) wajib:
merealisasikan rencana Penanaman Modal paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari rencana Penanaman Modal dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
menyampaikan:
laporan realisasi Penanaman Modal sejak keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan diterbitkan sampai dengan Saat Mulai Beroperasi Komersial; dan
laporan realisasi kegiatan usaha sejak Tahun Pajak Saat Mulai Beroperasi Komersial sampai dengan jangka waktu pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan badan berakhir;
melakukan pembukuan terpisah antara Penanaman Modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dan yang tidak memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; dan
melakukan pemotongan atau pemungutan pajak kepada pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.
Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan...……… (3) dilarang:
mengimpor, membeli, atau memperoleh barang modal bukan baru, untuk realisasi Penanaman Modal yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan, kecuali barang modal bukan baru dimaksud merupakan bagian mesin peralatan yang diperlukan bagi pelaksanaan investasi pada sektor kesehatan, riset dan inovasi, dan konstruksi di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra;
menggunakan barang modal yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan selain untuk tujuan pemberian fasilitas selama jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan bagi pelaksanaan investasi di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra;
memindahtangankan barang modal yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan selama jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan, kecuali pemindahtanganan tersebut tidak menyebabkan nilai realisasi Penanaman Modal kurang dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan:
dilakukan untuk tujuan peningkatan efisiensi; dan/atau
merupakan kewajiban yang harus dipenuhi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
melakukan relokasi Penanaman Modal ke luar Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra.
Pemanfaatan seluruh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA Keputusan Menteri ini mengacu pada ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI INVESTASI/KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL,...…………... (22) . PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT KEPUTUSAN PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN BAGI WAJIB PAJAK BADAN DALAM NEGERI DI IBU KOTA NUSANTARA DAN/ATAU DAERAH MITRA Nomor (1) : Diisi dengan nomor surat keputusan. Nomor (2) : Diisi dengan nama Wajib Pajak yang memperoleh pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (3) : Diisi dengan:
Di Ibu Kota Nusantara; atau
Di Daerah Mitra. Nomor (4) : Diisi dengan NPWP Wajib Pajak yang memperoleh keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (5) : Diisi dengan alamat Wajib Pajak yang memperoleh keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (6) : Diisi dengan besaran persentase fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (7) : Diisi dengan terbilang besaran persentase fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (8) : Diisi dengan jangka waktu fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (9) : Diisi dengan terbilang jangka waktu fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (10) : Diisi dengan nilai rencana penanaman modal berupa aktiva tetap berwujud yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. Nomor (11) : Diisi dengan terbilang nilai rencana penanaman modal berupa aktiva tetap berwujud yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. Nomor (12) : Diisi dengan NIB Wajib Pajak. Nomor (13) : Diisi dengan tanggal NIB Wajib Pajak. Nomor (14) : Diisi dengan Perizinan Berusaha Wajib Pajak, yaitu bisa berupa Sertifikat Standar, Sertifikat Standar Terverifikasi, Izin Usaha, ataupun jika merupakan perluasan usaha. Nomor (15) : Diisi dengan tanggal penerbitan Perizinan Berusaha Wajib Pajak. Nomor (16) : Diisi dengan nomor proyek Wajib Pajak (jika ada). Nomor (17) : Diisi dengan nama Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak terdaftar. Nomor (18) : Diisi dengan nama Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi Ibu Kota Nusantara/Daerah Mitra. Nomor (19) : Diisi dengan nama Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak terdaftar. Nomor (20) : Diisi dengan tempat penetapan surat keputusan. Nomor (21) : Diisi dengan tanggal penetapan surat keputusan. Nomor (22) : Diisi dengan nama jelas pejabat penanda tangan surat keputusan. Nomor (23) : Diisi dengan lokasi usaha/proyek yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (24) : Diisi dengan bidang usaha yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (25) : Diisi dengan KBLI yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (26) : Diisi dengan uraian KBLI yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (27) : Diisi dengan cakupan produk/jasa yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (28) : Diisi dengan nilai rencana penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berupa pembelian dan pematangan tanah di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. Nomor (29) : Diisi dengan nilai rencana penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berupa bangunan/gedung di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. Nomor (30) : Diisi dengan nilai rencana penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berupa mesin peralatan di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. Nomor (31) : Diisi dengan nilai rencana penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berupa lain-lain di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. C. CONTOH FORMAT KEPUTUSAN PEMANFAATAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN BAGI WAJIB PAJAK BADAN DALAM NEGERI DI IBU KOTA NUSANTARA DAN/ATAU DAERAH MITRA KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR ....................... (1) TENTANG PENETAPAN PEMANFAATAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA...................................................... (2) .......................................................... (3) MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
bahwa Wajib Pajak...……….. (2) telah mengajukan permohonan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan...……….. (3) melalui Online Single Submission (OSS) pada tanggal...……….. (4) yang diterima lengkap pada tanggal...……….. (5);
bahwa berdasarkan Diktum KEEMPAT Keputusan Menteri Keuangan nomor...……(6) tanggal………(7) tentang Persetujuan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan badan kepada...……….. (2)...……….. (3), fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan mulai berlaku sejak Saat Mulai Beroperasi Komersial;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Nomor...……….. (8) tanggal...……….. (9), perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Penetapan Pemanfaatan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan kepada...……….. (2)...……….. (3);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor.... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara;
MEMUTUSKAN:
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENETAPAN PEMANFAATAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA………….. (2)...……….. (3) KESATU : Menetapkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan...……….. (3): Wajib Pajak :
....................................... (2) NPWP :
....................................... (10) Alamat :
....................................... (11) dapat dimanfaatkan Wajib Pajak sejak Tahun Pajak...……….. (12) KEDUA : Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU berupa:
pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar ………….. (13) % (………….. (14) persen) untuk jangka waktu...……….. (15) (………….. (16)) Tahun Pajak terhitung sejak Tahun Pajak sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU; dan
pembebasan dari pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak ketiga atas:
penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari Kegiatan Usaha Utama; dan
pembelian atau impor atas barang atau bahan terkait Kegiatan Usaha Utama, untuk jangka waktu sejak Keputusan Menteri Keuangan Nomor...……….. (6) ditetapkan sampai dengan berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a. KETIGA : Penetapan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU berdasarkan pertimbangan:
saat pertama kali hasil produksi atau jasa dari Kegiatan Usaha Utama dijual atau diserahkan ke pasaran dan/atau digunakan sendiri untuk proses lebih lanjut (Saat Mulai Beroperasi Komersial) dilakukan pada tanggal………….(17) b. pada Saat Mulai Beroperasi Komersial, jumlah nilai realisasi penanaman modal baru Wajib Pajak berdasarkan hasil pemeriksaan adalah sebesar Rp…………. (18) (…………. (19) rupiah).
realisasi Kegiatan Usaha Utama telah sesuai dengan rencana cakupan bidang usaha sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor...………. (6) dengan penjelasan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. KEEMPAT : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:
Menteri Keuangan;
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal;
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara;
Kepala Badan Kebijakan Fiskal;
Direktur Jenderal Pajak;
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak …………... (20) 7. Kepala Kantor Pelayanan Pajak...………. (21); dan
Wajib Pajak yang bersangkutan. Ditetapkan di...………. (22) pada tanggal...………. (23) KEPALA KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK...………. (24) …………. (25) LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR...……… (1) TENTANG PENETAPAN PEMANFAATAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA...……… (2)...……… (3) PENJELASAN ATAS PENETAPAN PEMANFAATAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA...……… (2)...……… (3) 1. Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan hanya diberikan untuk Kegiatan Usaha Utama dalam rangka Penanaman Modal...………. (3) sebagaimana dimaksud dalam Nomor Induk Berusaha (NIB) Nomor...……… (26) tanggal...……… (27) dan Perizinan Berusaha yang diterbitkan Lembaga OSS pada tanggal...……… (29), dengan Nomor Proyek...……… (30).
Lokasi usaha/proyek di...……… (31). 3. Nilai rencana Penanaman Modal berdasarkan Lampiran Keputusan Menteri Keuangan nomor...……(6) sebesar Rp...……… (32) (………… (33) rupiah) dengan rincian sebagai berikut: Modal Tetap: Jumlah 1. Pembelian dan Pematangan Tanah Rp………… (34) 2. Bangunan/Gedung Rp………… (35) 3. Mesin Peralatan Rp………… (36) 4. Lain-lain Rp………… (37) Total Rp………… (32) 4. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Nomor...………(8), tanggal …………(9):
kegiatan usaha utama Wajib Pajak berupa Bidang Usaha...……… (38), KBLI...……… (39) Uraian KBLI...……… (40) dengan cakupan produk/jasa yang dihasilkan...……… (41).
realisasi Penanaman Modal senilai Rp...……… (18) (………… (19) rupiah) dengan rincian sebagai berikut: Modal Tetap: Jumlah 1. Pembelian dan Pematangan Tanah Rp………… (42) 2. Bangunan/Gedung Rp………… (43) 3. Mesin Peralatan Rp………… (44) 4. Lain-lain Rp………… (45) Total Rp………… (18) 5. Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan badan dimanfaatkan hanya atas penghasilan yang diperoleh dari Kegiatan Usaha Utama sebagaimana dimaksud pada angka 4. Penghasilan selain dari Kegiatan Usaha Utama dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan harus memperhatikan kewajiban dan larangan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan Menteri Keuangan nomor…………(6), tanggal...………(7). KEPALA KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK...………. (24)...………. (25) PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT KEPUTUSAN PEMANFAATAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN Nomor (1) : Diisi dengan nomor surat keputusan. Nomor (2) : Diisi dengan nama Wajib Pajak yang memperoleh penetapan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (3) : Diisi dengan:
Di Ibu Kota Nusantara; atau
Di Daerah Mitra. Nomor (4) : Diisi dengan tanggal penyampaian permohonan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (5) : Diisi dengan tanggal permohonan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan diterima secara lengkap. Nomor (6) : Diisi dengan nomor Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan kepada Wajib Pajak. Nomor (7) : Diisi dengan tanggal Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan kepada Wajib Pajak. Nomor (8) : Diisi dengan nomor Laporan Hasil Pemeriksaan. Nomor (9) : Diisi dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. Nomor (10) : Diisi dengan NPWP Wajib Pajak yang memperoleh penetapan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (11) : Diisi dengan alamat Wajib Pajak yang memperoleh penetapan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (12) : Diisi dengan Tahun Pajak mulai pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan/Saat Mulai Beroperasi Komersial. Nomor (13) : Diisi dengan besaran persentase fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (14) : Diisi dengan terbilang besaran persentase fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (15) : Diisi dengan jangka waktu fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (16) : Diisi dengan terbilang jangka waktu fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (17) : Diisi dengan tanggal saat pertama kali hasil produksi atau jasa dari Kegiatan Usaha Utama dijual atau diserahkan ke pasaran dan/atau digunakan sendiri untuk proses lebih lanjut (Saat Mulai Beroperasi Komersial). Nomor (18) : Diisi dengan nilai penanaman modal berupa aktiva tetap berwujud berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. Nomor (19) : Diisi dengan terbilang nilai penanaman modal berupa aktiva tetap berwujud berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. Nomor (20) : Diisi dengan nama Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak terdaftar. Nomor (21) : Diisi dengan nama Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak terdaftar. Nomor (22) : Diisi dengan tempat penetapan surat keputusan. Nomor (23) : Diisi dengan tanggal penetapan surat keputusan. Nomor (24) : Diisi dengan nama Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Ibu Kota Nusantara. Nomor (25) : Diisi dengan nama jelas pejabat penanda tangan surat keputusan. Nomor (26) : Diisi dengan NIB Wajib Pajak. Nomor (27) : Diisi dengan tanggal NIB Wajib Pajak. Nomor (28) : Diisi dengan Perizinan Berusaha Wajib Pajak, yaitu dapat berupa Sertifikat Standar, Sertifikat Standar Terverifikasi, Izin Usaha, ataupun jika merupakan perluasan usaha. Nomor (29) : Diisi dengan tanggal penerbitan perizinan berusaha Wajib Pajak. Nomor (30) : Diisi dengan nomor proyek Wajib Pajak (jika ada). Nomor (31) : Diisi dengan lokasi usaha/proyek yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (32) : Diisi dengan nilai rencana penanaman modal berupa aktiva tetap berwujud yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. Nomor (33) : Diisi dengan terbilang nilai rencana penanaman modal berupa aktiva tetap berwujud yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. Nomor (34) : Diisi dengan nilai realisasi penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berupa pembelian dan pematangan tanah di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. Nomor (35) : Diisi dengan nilai realisasi penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berupa bangunan/gedung di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. Nomor (36) : Diisi dengan nilai realisasi penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berupa mesin peralatan di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. Nomor (37) : Diisi dengan nilai realisasi penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berupa lain-lain di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. Nomor (38) : Diisi dengan bidang usaha yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (39) : Diisi dengan KBLI yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (40) : Diisi dengan uraian KBLI yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (41) : Diisi dengan cakupan produk/jasa yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (42) : Diisi dengan nilai realisasi penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berupa pembelian dan pematangan tanah di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. Nomor (43) : Diisi dengan nilai realisasi penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berupa bangunan/gedung di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. Nomor (44) : Diisi dengan nilai realisasi penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berupa mesin peralatan di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. Nomor (45) : Diisi dengan nilai realisasi penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berupa lain-lain di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. D. CONTOH FORMAT LAPORAN REALISASI PENANAMAN MODAL LAPORAN REALISASI PENANAMAN MODAL BAGI WAJIB PAJAK BADAN DALAM NEGERI YANG MEMPEROLEH PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN .......................................................... (1) TAHUN PAJAK ......... (2) I. KETERANGAN WAJIB PAJAK 1. Nama Wajib Pajak :
..................... (3) 2. NPWP :
..................... (4) 3. Keputusan Persetujuan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan badan a. Nomor Keputusan :
..................... (5) b. Tanggal Keputusan :
..................... (6) c. Nilai Rencana Penanaman Modal : Rp/USD ......... (7) d. Bidang Usaha :
..................... (8) II. REALISASI PENANAMAN MODAL Penanaman Modal (rupiah/US Dollar) Saldo Awal Tambahan Realisasi/ Perolehan (Rp/USD) Tanggal Perolehan Akumulasi Perolehan Pada Akhir Periode Pelaporan...
(10) (11) (12) 1. Modal Tetap a. Pembelian dan Pematangan Tanah 1)... 2)... : ……....…....…....….
Bangunan / Gedung 1)... 2)... : ……....…....…....….
Mesin / Peralatan & Suku Cadang 1)... 2)... : ……....…....…....….
Lain-lain 1)... 2)... : ……....…....…....…. Sub jumlah :
Modal Kerja : Jumlah :
..…. (13)...…. (14) III. JUMLAH PENGGUNAAN TENAGA KERJA INDONESIA DALAM RANGKA REALISASI PENANAMAN MODAL Jumlah Tenaga Kerja di Awal Tahun Penambahan/(Pengurangan) Tenaga Kerja di Tahun Berjalan Jumlah Tenaga Kerja di Akhir Tahun PPh Pasal 21 yang dilakukan pemotongan (15) (16) (17) (18) Pegawai Tetap ……....…....…....…. Pegawai Tidak Tetap ……....…....…....…. Jumlah ……....….
…………………….. (19) Pengurus / Kuasa, Cap Perusahaan dan Tandatangan .…………………….. (20) PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT LAPORAN REALISASI PENANAMAN MODAL Nomor (1) : Diisi dengan:
Di Ibu Kota Nusantara; atau
Di Daerah Mitra. Nomor (2) : Diisi dengan Tahun Pajak periode pelaporan. Nomor (3) : Diisi dengan Nama Wajib Pajak. Nomor (4) : Diisi dengan NPWP Wajib Pajak. Nomor (5) : Diisi dengan nomor keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. Nomor (6) : Diisi dengan tanggal keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. Nomor (7) : Diisi dengan nilai rencana penanaman modal. Nomor (8) : Diisi dengan bidang usaha yang memperoleh pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. Nomor (9) : Diisi dengan nilai saldo awal penanaman modal di awal tahun periode pelaporan di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. Nomor (10) : Diisi dengan nilai tambahan realisasi/perolehan penanaman modal di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. Nomor (11) : Diisi dengan tanggal perolehan penanaman modal di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. Nomor (12) : Diisi dengan nilai akumulasi perolehan penanaman modal pada akhir tahun periode pelaporan di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. Nomor (13) : Diisi dengan tambahan realisasi penanaman modal selama periode pelaporan. Nomor (14) : Diisi dengan nilai total realisasi penanaman modal di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. Nomor (15) : Diisi dengan jumlah tenaga kerja Indonesia pada awal tahun periode pelaporan. Nomor (16) : Diisi dengan jumlah penambahan atau pengurangan tenaga kerja Indonesia pada tahun berjalan periode pelaporan. Nomor (17) : Diisi dengan jumlah tenaga kerja Indonesia pada akhir tahun periode pelaporan. Nomor (18) : Diisi dengan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dilakukan pemotongan atas penghasilan yang diterima tenaga kerja Indonesia. Nomor (19) : Diisi dengan tempat dan tanggal surat laporan realisasi penanaman modal. Nomor (20) : Diisi dengan nama jelas dan jabatan penanda tangan surat laporan realisasi penanaman modal. REALISASI PENANAMAN MODAL Nilai realisasi untuk penanaman modal dalam negeri dalam mata uang rupiah (Rp) dan penanaman modal asing dalam mata uang Dollar Amerika Serikat (U$). 1. Realisasi modal tetap dihitung atas nilai perolehannya:
Bagi perusahaan yang baru pertama kali menyampaikan laporan realisasi penanaman modal, kolom tambahan dikosongkan, sedangkan nilai realisasi penanaman modal selama periode laporan diisi pada kolom total;
Tambahan realisasi penanaman modal yang dicantumkan adalah tambahan selama periode laporan;
Total adalah kumulatif realisasi penanaman modal sampai dengan periode pelaporan;
Komponen realisasi modal tetap terdiri dari:
Pembelian tanah sebagai biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan termasuk biaya pematangan tanah.
Bangunan/gedung termasuk bangunan pabrik, gudang dan prasarana yang ada dalam lokasi proyek.
Mesin/peralatan termasuk suku cadang ( spare parts ), baik yang diimpor maupun pembelian lokal termasuk peralatan pencegahan pencemaran lingkungan.
Lain-lain termasuk alat angkutan, peralatan kantor, inventaris kantor dan biaya studi kelayakan.
Realisasi modal kerja diisi dengan nilai realisasi pengeluaran untuk bahan baku/penolong, gaji/upah karyawan dan biaya overhead oleh perusahaan yang melakukan produksi percobaan ( trial production ). E. CONTOH FORMAT LAPORAN REALISASI KEGIATAN USAHA LAPORAN REALISASI KEGIATAN USAHA BAGI WAJIB PAJAK BADAN DALAM NEGERI YANG MENDAPATKAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN .......................................................... (1) TAHUN PAJAK...……. (2) I. KETERANGAN WAJIB PAJAK II. REALISASI KEGIATAN USAHA YANG MENDAPATKAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN ........... (1) No CAKUPAN PRODUK/JASA LOKASI USAHA / PROYEK JUMLAH PENGHASILAN BRUTO YANG MENDAPATKAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KET.
(11) (12) (13) (14) ……....…....…....…....…. JUMLAH...….
............ ,................ . . (15) Pengurus/Kuasa, Cap Perusahaan dan Tanda tangan .…………………….. (16) 1. Nama Wajib Pajak :
.............................. (3) 2. NPWP :
.............................. (4) 3. Keputusan Persetujuan Fasilitas Pajak Penghasilan Badan a. Nomor Keputusan :
.............................. (5) b. Tanggal Keputusan :
.............................. (6) c. Bidang Usaha :
.............................. (7) 4. Keputusan Penetapan Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan Badan a. Nomor Keputusan :
.............................. (8) b. Tanggal Keputusan :
.............................. (9) c. Bidang Usaha :
.............................. (7) PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT LAPORAN REALISASI KEGIATAN USAHA Nomor (1) : Diisi dengan:
Di Ibu Kota Nusantara; atau
Di Daerah Mitra. Nomor (2) : Diisi dengan Tahun Pajak periode pelaporan. Nomor (3) : Diisi dengan nama Wajib Pajak. Nomor (4) : Diisi dengan NPWP Wajib Pajak. Nomor (5) : Diisi dengan nomor keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. Nomor (6) : Diisi dengan tanggal keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. Nomor (7) : Diisi dengan bidang usaha yang memperoleh pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. Nomor (8) : Diisi dengan nomor keputusan penetapan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. Nomor (9) : Diisi dengan tanggal keputusan penetapan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. Nomor (10) : Diisi dengan nomor urut. Nomor (11) : Diisi dengan cakupan produk atau jasa yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (12) : Diisi dengan lokasi penanaman modal yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. Nomor (13) : Diisi dengan jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh. Nomor (14) : Diisi dengan keterangan jika dibutuhkan. Nomor (15) : Diisi dengan tempat dan tanggal surat laporan realisasi kegiatan usaha. Nomor (16) : Diisi dengan nama jelas dan jabatan penanda tangan surat laporan realisasi kegiatan usaha. F. CONTOH FORMAT KEPUTUSAN PENCABUTAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN BAGI WAJIB PAJAK DALAM NEGERI DI IBU KOTA NUSANTARA DAN/ATAU DAERAH MITRA KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR ....................... (1) TENTANG PENCABUTAN PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA.......................................................... (2) .......................................................... (3) MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
bahwa berdasarkan permohonan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan/hasil pengawasan kepatuhan terhadap Wajib Pajak………….. (2);
bahwa berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Nomor …………(4) tanggal...………(5), Wajib Pajak...………(6), sebagaimana dimaksud dalam Diktum KELIMA Keputusan Menteri Keuangan nomor………(7) tanggal...……(8) tentang Persetujuan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan kepada...……(2)………(3);
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 29 Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Pencabutan Persetujuan Fasilitas Pajak Penghasilan Badan kepada Wajib Pajak ………(2)………(3);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara;
MEMUTUSKAN:
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENCABUTAN PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA………….. (2) ………….. (3) KESATU : Mencabut keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dari: Wajib Pajak :
..……………………….. (2) NPWP :
..……………………….. (9) lokasi usaha :
..……………………….. (10) Surat Keputusan : Keputusan Menteri Keuangan nomor……(7) tanggal...… (8) dengan pertimbangan:
Wajib Pajak telah beroperasi komersial pada saat pengajuan permohonan pemberian persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan; jumlah nilai realisasi Penanaman pada Saat Mulai Beroperasi Komersial kurang dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah); ketidaksesuaian antara realisasi dengan rencana Kegiatan Usaha Utama; tidak merealisasikan rencana Penanaman Modal paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari rencana Penanaman Modal dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak keputusan pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; tidak menyampaikan laporan realisasi Penanaman Modal atau laporan realisasi kegiatan usaha setelah diberikan 2 (dua) kali teguran tertulis; mengimpor, membeli, atau memperoleh barang modal bukan baru, untuk realisasi Penanaman Modal yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan, kecuali barang modal bukan baru dimaksud merupakan bagian mesin peralatan yang diperlukan bagi pelaksanaan investasi pada sektor kesehatan, riset dan inovasi, dan konstruksi di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra; menggunakan barang modal yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan selain untuk tujuan pemberian fasilitas selama jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan bagi pelaksanaan investasi di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra; memindahtangankan barang modal yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan selama jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan, kecuali pemindahtanganan tersebut tidak menyebabkan nilai realisasi Penanaman Modal kurang dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan:
dilakukan untuk tujuan peningkatan efisiensi; dan/atau
merupakan kewajiban yang harus dipenuhi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; melakukan relokasi Penanaman Modal ke luar Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra; dan/atau tidak lagi melakukan kegiatan usaha di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. KEDUA : Terhadap Wajib Pajak yang telah dilakukan pencabutan sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU:
pengurangan Pajak Penghasilan badan yang telah dimanfaatkan wajib dibayar kembali dan dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan terhitung sejak saat Wajib Pajak melakukan pelanggaran;
dilakukan pencabutan surat keterangan bebas; dan
tidak dapat lagi diberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. KETIGA : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:
Menteri Keuangan;
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal;
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara;
Kepala Badan Kebijakan Fiskal;
Direktur Jenderal Pajak;
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak …………... (12) 7. Kepala Kantor Pelayanan Pajak...……….. (13); dan
Wajib Pajak yang bersangkutan. Ditetapkan di...……….. (14) pada tanggal...……….. (15) a.n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, KEPALA KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK...……….. (16) ………….. (17) PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT KEPUTUSAN PENCABUTAN PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN BAGI WAJIB PAJAK DALAM NEGERI DI IBU KOTA NUSANTARA DAN/ATAU DAERAH MITRA Nomor (1) : Diisi dengan nomor surat keputusan. Nomor (2) : Diisi dengan nama Wajib Pajak. Nomor (3) : Diisi dengan:
Di Ibu Kota Nusantara; atau
Di Daerah Mitra. Nomor (4) : Diisi dengan nomor Laporan Hasil Pemeriksaan. Nomor (5) : Diisi dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. Nomor (6) : Diisi dengan alasan dicabutnya persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan kepada Wajib Pajak. Nomor (7) : Diisi dengan nomor Keputusan Menteri Keuangan mengenai persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan kepada Wajib Pajak. Nomor (8) : Diisi dengan tanggal Keputusan Menteri Keuangan mengenai persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan kepada Wajib Pajak. Nomor (9) : Diisi dengan NPWP Wajib Pajak. Nomor (10) : Diisi dengan lokasi usaha/proyek yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (11) : Diisi dengan pertimbangan alasan dicabutnya pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan kepada Wajib Pajak. Nomor (12) : Diisi dengan nama Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak terdaftar. Nomor (13) : Diisi dengan nama Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak terdaftar. Nomor (14) Diisi dengan tempat penetapan surat keputusan. Nomor (15) Diisi dengan tanggal penetapan surat keputusan. Nomor (16) : Diisi dengan nama Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Ibu Kota Nusantara/Daerah Mitra. Nomor (17) : Diisi dengan nama jelas pejabat penanda tangan surat keputusan. G. CONTOH FORMAT PERMOHONAN SURAT KETERANGAN BEBAS PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN ATAU PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN YANG BERLOKASI DI IBU KOTA NUSANTARA Nomor :
........................... (1) .........,................. (3) Lampiran :
........................... (2) Hal : Permohonan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas Tanah dan/atau Bangunan yang Berlokasi di Ibu Kota Nusantara Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak ................................................... (4) ................................................... (5) Sehubungan dengan ketentuan Pasal 26 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara, dengan ini: Nama :
.................................................... (6) Jabatan :
.................................................... (7) sebagai kuasa/pengurus ^*) dari Wajib Pajak badan dalam negeri dan bertindak atas nama Wajib Pajak badan dalam negeri: Nama :
.................................................... (8) NPWP :
.................................................... (9) Alamat :
.................................................... (10) mengajukan permohonan surat keterangan bebas Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan yang berlokasi di Ibu Kota Nusantara, dengan data objek pajak sebagai berikut: Nomor Objek Pajak :
................................................... (11) Nomor Identifikasi Bidang Tanah : .................................................... (12) alamat tanah dan/atau bangunan : .................................................... (13) luas tanah (m ^2 ) :
................................................... (14) luas bangunan (m ^2 ) :
................................................... (15) nilai pengalihan (Rp) :
................................................... (16) Nilai Pajak Penghasilan yang dibebaskan (Rp) : .................................................... (17) dengan data pihak penerima pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagai berikut: Nama :
..................................................... (18) NPWP/NIK/No. Paspor :
..................................................... (19) Alamat :
..................................................... (20) dengan alasan melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan di Ibu Kota Nusantara dan telah memperoleh keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan: nomor Keputusan Menteri :
.................................................... (21) tanggal Keputusan Menteri :
.................................................... (22) sektor :
.................................................... (23) KBLI :
.................................................... (24) tahun penanaman modal :
..………………………………………… (25) Saat Mulai Beroperasi Komersial : ...………………………………………… (26) Untuk kelengkapan permohonan dimaksud, bersama ini kami sampaikan dokumen berupa surat pernyataan yang menyatakan bahwa tanah dan/atau bangunan yang dialihkan berlokasi di Ibu Kota Nusantara. Demikian permohonan ini kami sampaikan. Pemohon, (27) ……………………….(28) *) coret yang tidak perlu PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT PERMOHONAN SURAT KETERANGAN BEBAS PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN ATAU PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN YANG BERLOKASI DI IBU KOTA NUSANTARA Nomor (1) : Diisi dengan nomor surat permohonan. Nomor (2) : Diisi dengan jumlah lampiran surat permohonan. Nomor (3) : Diisi dengan tempat dan tanggal surat permohonan. Nomor (4) : Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak berstatus pusat terdaftar. Nomor (5) : Diisi dengan alamat kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak berstatus pusat terdaftar. Nomor (6) : Diisi dengan nama pengurus Wajib Pajak badan dalam negeri atau kuasa dalam hal Wajib Pajak badan dalam negeri menunjuk kuasa dengan surat kuasa khusus. Nomor (7) : Diisi dengan jabatan pengurus Wajib Pajak badan dalam negeri atau kuasa dalam hal Wajib Pajak badan dalam negeri menunjuk kuasa dengan surat kuasa khusus. Nomor (8) : Diisi dengan nama Wajib Pajak badan dalam negeri. Nomor (9) : diisi dengan nomor pokok Wajib Pajak badan dalam negeri. Nomor (10) : Diisi dengan alamat Wajib Pajak badan dalam negeri. Nomor (11) : Diisi dengan nomor objek pajak tanah dan/atau bangunan yang dialihkan. Nomor (12) : Diisi dengan nomor identifikasi bidang tanah yang dialihkan. Nomor (13) : Diisi dengan alamat tanah dan/atau bangunan yang dialihkan. Nomor (14) : Diisi dengan luas tanah yang dialihkan. Nomor (15) : Diisi dengan luas bangunan yang dialihkan. Nomor (16) : Diisi dengan nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dialihkan. Nomor (17) : Diisi dengan nilai Pajak Penghasilan yang memperoleh persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (18) : Diisi dengan nama pihak yang menerima pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Nomor (19) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak /nomor induk kependudukan/nomor paspor pihak yang menerima pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Nomor (20) : Diisi dengan alamat pihak yang menerima pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Nomor (21) : Diisi dengan nomor keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (22) : Diisi dengan tanggal keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (23) : Diisi dengan sektor yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (24) Diisi dengan nomor/kode Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (25) Diisi dengan tahun Penanaman Modal di Ibu Kota Nusantara. Nomor (26) : Diisi dengan Tahun Pajak mulai pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan/Saat Mulai Beroperasi Komersial berdasarkan keputusan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (27) : Diisi dengan tanda tangan pengurus Wajib Pajak badan dalam negeri atau kuasa dalam hal Wajib Pajak badan dalam negeri menunjuk kuasa dengan surat kuasa khusus. Nomor (28) : Diisi dengan nama lengkap pengurus Wajib Pajak badan dalam negeri atau kuasa dalam hal Wajib Pajak badan dalam negeri menunjuk kuasa dengan surat kuasa khusus. H. CONTOH SURAT PERNYATAAN TANAH DAN/ATAU BANGUNAN YANG DIALIHKAN BERLOKASI DI IBU KOTA NUSANTARA SURAT PERNYATAAN TANAH DAN/ATAU BANGUNAN YANG DIALIHKAN BERLOKASI DI IBU KOTA NUSANTARA Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama :
.................................................... (1) Jabatan :
.................................................... (2) sebagai pengurus Wajib Pajak badan dalam negeri dan bertindak atas nama Wajib Pajak badan dalam negeri: Nama :
.................................................... (3) NPWP :
.................................................... (4) Alamat :
.................................................... (5) dengan ini menyatakan bahwa Wajib Pajak badan dalam negeri dimaksud melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang berlokasi di Ibu Kota Nusantara dengan data objek pajak sebagai berikut: Nomor Objek Pajak :
................................................... (6) Nomor Identifikasi Bidang Tanah : .................................................... (7) alamat tanah dan/atau bangunan : .................................................... (8) luas tanah (m ^2 ) :
................................................... (9) luas bangunan (m ^2 ) :
................................................... (10) nilai pengalihan (Rp) :
................................................... (11) dengan data pihak penerima pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagai berikut: Nama :
..................................................... (12) NPWP/NIK/No. Paspor :
..................................................... (13) Alamat :
..................................................... (14) Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya. Saya bersedia menerima konsekuensi hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dalam hal ditemukan ketidaksesuaian dengan keadaan sebenarnya.
.............., ............ (15) (16) ..………..................(17) PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT SURAT PERNYATAAN TANAH DAN/ATAU BANGUNAN YANG DIALIHKAN BERLOKASI DI IBU KOTA NUSANTARA Nomor (1) : Diisi dengan nama pengurus Wajib Pajak badan dalam negeri. Nomor (2) : Diisi dengan jabatan pengurus Wajib Pajak badan dalam negeri. Nomor (3) : Diisi dengan nama Wajib Pajak badan dalam negeri. Nomor (4) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak badan dalam negeri. Nomor (5) : Diisi dengan alamat Wajib Pajak badan dalam negeri. Nomor (6) : Diisi dengan nomor objek pajak tanah dan/atau bangunan yang dialihkan. Nomor (7) : Diisi dengan nomor identifikasi bidang tanah yang dialihkan. Nomor (8) : Diisi dengan alamat tanah dan/atau bangunan yang dialihkan. Nomor (9) : Diisi dengan luas tanah yang dialihkan. Nomor (10) : Diisi dengan luas bangunan yang dialihkan. Nomor (11) : Diisi dengan nilai pengalihan tanah dan/atau bangunan. Nomor (12) : Diisi dengan nama pihak yang menerima pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Nomor (13) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak/nomor induk kependudukan/nomor paspor pihak yang menerima pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Nomor (14) : Diisi dengan alamat pihak yang menerima pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Nomor (15) : Diisi dengan tempat dan tanggal surat pernyataan. Nomor (16) : Diisi dengan tanda tangan pengurus Wajib Pajak badan dalam negeri. Nomor (17) : Diisi dengan nama lengkap pengurus Wajib Pajak badan dalam negeri. I. CONTOH FORMAT SURAT KETERANGAN BEBAS PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN ATAU PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN YANG BERLOKASI DI IBU KOTA NUSANTARA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR PELAYANAN PAJAK........................................ (1) SURAT KETERANGAN BEBAS PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN ATAU PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN YANG BERLOKASI DI IBU KOTA NUSANTARA NOMOR : ………………………………. (2) TANGGAL : ………………………………. (3) Berdasarkan permohonan Wajib Pajak badan dalam negeri nomor ……………..(4) tanggal...……………(5), Kepala Kantor Pelayanan Pajak...………………….(1) menerangkan bahwa Wajib Pajak badan dalam negeri tersebut di bawah ini: Nama :
.................................................... (6) NPWP :
.................................................... (7) Alamat :
.................................................... (8) dengan data objek pajak sebagai berikut: Nomor Objek Pajak :
................................................... (9) Nomor Identifikasi Bidang Tanah : .................................................... (10) alamat tanah dan/atau bangunan : .................................................... (11) luas tanah (m ^2 ) :
................................................... (12) luas bangunan (m ^2 ) :
................................................... (13) nilai pengalihan (Rp) :
................................................... (14) dengan data pihak penerima pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagai berikut: Nama :
.................................................... (15) NPWP/NIK/No. Paspor :
.................................................... (16) Alamat :
.................................................... (17) memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya di Ibu Kota Nusantara dengan nilai Pajak Penghasilan sebesar Rp………………(18) (………………………… (19)), dengan alasan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan di Ibu Kota Nusantara dan telah memperoleh keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan: nomor Keputusan Menteri :
.................................................... (20) tanggal Keputusan Menteri :
.................................................... (21) sektor :
.................................................... (22) KBLI :
.................................................... (23) tahun penanaman modal :
..………………………………………… (24) Dalam hal di kemudian hari terbukti bahwa surat keterangan bebas ini seharusnya tidak diterbitkan, Wajib Pajak badan dalam negeri wajib membayar kembali Pajak Penghasilan yang terutang ditambah sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Kepala Kantor, (25) …………………… (26) Kode Verifikasi: Untuk memastikan keaslian dokumen, silahkan masukkan kode verifikasi melalui laman djponline.pajak.go.id. PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT SURAT KETERANGAN BEBAS PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN ATAU PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN YANG BERLOKASI DI IBU KOTA NUSANTARA Nomor (1) : Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak penerbit surat keterangan bebas. Nomor (2) : Diisi dengan nomor surat keterangan bebas. Nomor (3) : Diisi dengan tanggal surat keterangan bebas. Nomor (4) : Diisi dengan nomor surat permohonan Wajib Pajak badan dalam negeri. Nomor (5) : Diisi dengan tanggal surat permohonan Wajib Pajak badan dalam negeri. Nomor (6) : Diisi dengan nama Wajib Pajak badan dalam negeri. Nomor (7) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak badan dalam negeri atau nomor identitas perpajakan. Nomor (8) : Diisi dengan alamat Wajib Pajak badan dalam negeri. Nomor (9) : Diisi dengan nomor objek pajak tanah dan/atau bangunan yang dialihkan. Nomor (10) : Diisi dengan nomor identifikasi bidang tanah yang dialihkan. Nomor (11) : Diisi dengan alamat tanah dan/atau bangunan yang dialihkan. Nomor (12) : Diisi dengan luas tanah yang dialihkan. Nomor (13) : Diisi dengan luas bangunan yang dialihkan. Nomor (14) : Diisi dengan nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dialihkan. Nomor (15) : Diisi dengan nama pihak yang menerima pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Nomor (16) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak/Nomor Induk Kependudukan/nomor paspor pihak yang menerima pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Nomor (17) : Diisi dengan alamat pihak yang menerima pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Nomor (18) : Diisi dengan nilai Pajak Penghasilan yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (19) : Diisi dengan terbilang nilai Pajak Penghasilan yang memperoleh fasilitas pengurangan. Nomor (20) : Diisi dengan nomor keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (21) : Diisi dengan tanggal keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (22) : Diisi dengan sektor yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (23) : Diisi dengan nomor/kode Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (24) : Diisi dengan tahun Penanaman Modal di Ibu Kota Nusantara. Nomor (25) : diisi dengan tanda tangan kepala kantor pelayanan pajak penerbit surat keterangan bebas. Nomor (26) : Diisi dengan nama lengkap kepala kantor pelayanan pajak penerbit surat keterangan bebas. J. CONTOH PEMBERIAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA SEBESAR 100% Bank XYZ, Ltd merupakan bank yang didirikan dan bertempat kedudukan di Negara Inggris. Dalam rangka memperluas pasar di wilayah Asia Pasifik, Bank XYZ memutuskan untuk melakukan penanaman modal di Financial Center Ibu Kota Nusantara dengan mendirikan badan usaha baru di Indonesia, yaitu PT Bank XYZ. Dalam menjalankan kegiatan usahanya di bidang perbankan, PT Bank XYZ memperoleh dana baik dari dalam maupun luar negeri. PT Bank XYZ kemudian menyalurkan dana tersebut untuk memberikan pinjaman kepada para debitur. Atas penanaman modal dan kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara, PT Bank XYZ berhak memperoleh fasilitas berupa pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar 100% (seratus persen) berdasarkan Peraturan Menteri ini. Namun demikian, fasilitas tersebut hanya diberikan untuk bagian penghasilan yang digunakan untuk investasi atau membiayai pembangunan, pengembangan, dan kegiatan ekonomi di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra berupa:
penyaluran kredit kepada orang pribadi dan/atau perusahaan yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra baik untuk pengadaan gedung kantor maupun pembelian barang modal dalam rangka kegiatan usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra;
penyaluran kredit kepada orang pribadi dan/atau perusahaan yang didirikan dan bertempat kedudukan di luar wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra dalam rangka ekspansi kegiatan usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra dengan mendirikan badan usaha baru atau cabang usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. Dalam hal PT Bank XYZ juga memperoleh penghasilan yang diterima atau diperoleh dari penyaluran kredit kepada orang pribadi dan/atau perusahaan yang berada di luar wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra dalam rangka ekspansi kegiatan usaha di luar wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra, maka atas penghasilan tersebut tidak mendapat fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri ini. Adapun ilustrasi perhitungan adalah sebagai berikut. Atas penanaman modal dan kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara, PT Bank XYZ memperoleh penghasilan dan mengeluarkan biaya sebagai berikut. Penyaluran Kredit kepada Orang Pribadi dan/atau Perusahaan di wilayah Ibu Kota Nusantara untuk kegiatan Usaha di Ibu Kota Nusantara Penyaluran Kredit kepada Orang Pribadi dan/atau Perusahaan di luar wilayah Ibu Kota Nusantara untuk kegiatan usaha di luar Ibu Kota Nusantara Total (A) (B) (C) Peredaran Usaha (1) 80.000.000.000 20.000.000.000 100.000.000.000 Harga Pokok Penjualan (2) 12.000.000.000 3.000.000.000 15.000.000.000 Biaya Usaha Lainnya (3) 36.000.000.000 9.000.000.000 45.000.000.000 Penghasilan Neto dari Usaha (4) = (1)-(2)- (3) 32.000.000.000 8.000.000.000 40.000.000.000 Penyesuaian Fiskal Positif (5) 0 0 0 Penyesuaian Fiskal Negatif (6) 0 0 0 Penghasilan Neto Fiskal (7) = (4)+(5)- (6) 32.000.000.000 8.000.000.000 40.000.000.000 Kompensasi Kerugian Fiskal (8) 0 0 0 Penghasilan Kena Pajak (9) = (7) – (8) 32.000.000.000 8.000.000.000 40.000.000.000 Pajak Penghasilan Terutang (10) = 22% x (9) 7.040.000.000 1.760.000.000 8.800.000.000 Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan 100% (10) 7.040.000.000 0 7.040.000.000 Pajak Penghasilan Terutang yang Harus Dibayar Sendiri (11) 0 1.760.000.000 1.760.000.000 Dalam hal PT Bank XYZ tidak memiliki penghasilan dari luar usaha dan biaya dari luar usaha, tidak terdapat penyesuaian fiskal, dan tidak memiliki kompensasi kerugian, maka Penghasilan Kena Pajak PT Bank XYZ adalah sebesar Rp40.000.000.000,00 (empat puluh miliar) sehingga Pajak Penghasilan terutang PT Bank XYZ adalah sebesar Rp8.800.000.000,00 (delapan miliar delapan ratus juta rupiah). Dalam hal ini, hanya Pajak Penghasilan terutang dari penghasilan yang berasal penyaluran kredit kepada orang pribadi dan/atau perusahaan di wilayah Ibu Kota Nusantara untuk kegiatan usaha di Ibu Kota Nusantara (sebesar Rp7.040.000.000,00 (tujuh miliar empat puluh juta rupiah)) yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan sebesar 100% (seratus persen) berdasarkan Peraturan Menteri ini. Adapun, Pajak Penghasilan terutang dari penghasilan yang berasal dari penyaluran kredit kepada orang pribadi dan/atau perusahaan di luar wilayah Ibu Kota Nusantara untuk kegiatan usaha di luar Ibu Kota Nusantara (sebesar Rp1.760.000.000,00 (satu miliar tujuh ratus enam puluh juta rupiah)) tetap harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak. K. CONTOH PEMBERIAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA SEBESAR 85% 1. PT DEF merupakan penyelenggara pasar modal yang didirikan dan bertempat kedudukan di wilayah Financial Center Ibu Kota Nusantara. Dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya sebagai penyelenggara pasar modal, PT DEF memperoleh penghasilan berupa pendapatan dari transaksi bursa, seperti jasa transaksi efek, jasa kliring, dan jasa pencatatan. Atas penanaman modal dan kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara, PT DEF berhak memperoleh fasilitas berupa pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar 85% (delapan puluh lima persen) berdasarkan Peraturan Menteri ini. Namun demikian, fasilitas tersebut hanya diberikan untuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari penanam modal luar negeri, misalnya pendapatan jasa transaksi efek yang diterima dan/atau diperoleh dari penanam modal luar negeri. Adapun pendapatan jasa transaksi efek yang diterima dan/atau diperoleh dari penanam modal dalam negeri tidak mendapat fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri ini.
ABC Corp merupakan lembaga keuangan yang didirikan dan bertempat kedudukan di negara Amerika Serikat dengan kegiatan usaha utama berupa pemberian jasa pembiayaan konsumen. Dalam rangka memperluas pasar di wilayah Asia Pasifik, ABC Corp memutuskan untuk melakukan penanaman modal di Financial Center Ibu Kota Nusantara dengan mendirikan badan usaha baru, yaitu PT ABC. Dalam menjalankan kegiatan usahanya di bidang pembiayaan konsumen, PT ABC memperoleh dana baik dari dalam maupun luar negeri. PT ABC kemudian menyalurkan dana tersebut untuk memberikan pembiayaan kepada konsumen. Atas penanaman modal dan kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara, PT ABC berhak memperoleh fasilitas berupa pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar 85% (delapan puluh lima persen) berdasarkan Peraturan Menteri ini. Namun demikian, fasilitas tersebut hanya diberikan untuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Pelaku Usaha dan/atau masyarakat yang berlokasi di wilayah Ibu Kota Nusantara, misalnya pembiayaan kredit mobil bagi masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah Ibu Kota Nusantara. Dalam hal PT ABC juga memperoleh penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pembiayaan kredit mobil bagi masyarakat yang bertempat tinggal di luar Ibu Kota Nusantara, maka atas penghasilan tersebut tidak mendapat fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri ini. Adapun ilustrasi perhitungan adalah sebagai berikut. Atas penanaman modal dan kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara, PT ABC memperoleh penghasilan dan mengeluarkan biaya sebagai berikut. Pembiayaan Kredit Mobil bagi Masyarakat yang Bertempat Tinggal di wilayah Ibu Kota Nusantara Pembiayaan Kredit Mobil bagi Masyarakat yang Bertempat Tinggal di luar Ibu Kota Nusantara Total (A) (B) (C) Peredaran Usaha (1) 64.000.000.000 16.000.000.000 80.000.000.000 Harga Pokok Penjualan (2) 0 0 0 Biaya Usaha Lainnya (3) 48.000.000.000 12.000.000.000 60.000.000.000 Penghasilan Neto dari Usaha (4) = (1)-(2)- (3) 16.000.000.000 4.000.000.000 20.000.000.000 Penyesuaian Fiskal Positif (5) 0 0 0 Penyesuaian Fiskal Negatif (6) 0 0 0 Penghasilan Neto Fiskal (7) = (4)+(5)- (6) 16.000.000.000 4.000.000.000 20.000.000.000 Kompensasi Kerugian Fiskal (8) 0 0 0 Penghasilan Kena Pajak (9) = (7) – (8) 16.000.000.000 4.000.000.000 20.000.000.000 Pajak Penghasilan Terutang (10) 3.520.000.000 880.000.000 4.400.000.000 Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan 85% (11) 2.992.000.000 0 2.992.000.000 Pajak Penghasilan Terutang yang Harus Dibayar Sendiri (12) = (10) – (11) 528.000.000 880.000.000 1.408.000.000 Dalam hal PT ABC tidak memiliki penghasilan dari luar usaha dan biaya dari luar usaha, tidak terdapat penyesuaian fiskal, dan tidak memiliki kompensasi kerugian, maka Penghasilan Kena Pajak PT Bank XYZ adalah sebesar Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) sehingga Pajak Penghasilan terutang PT ABC adalah sebesar Rp4.400.000.000,00 (empat miliar empat ratus juta rupiah). Dalam hal ini, hanya Pajak Penghasilan terutang dari penghasilan yang berasal dari pembiayaan kredit mobil bagi masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah Ibu Kota Nusantara (sebesar Rp3.520.000.000,00 (tiga miliar lima ratus dua puluh juta rupiah)) yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan sebesar 85% (delapan puluh lima persen) berdasarkan Peraturan Menteri ini. Oleh karena itu, PT ABC akan mendapatkan pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebesar Rp2.992.000.000,00 (dua miliar sembilan ratus sembilan puluh dua juta rupiah) dan selisih sebesar Rp528.000.000,00 (lima ratus dua puluh delapan juta rupiah) harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dan/atau dilakukan pemotongan atau pemungutan oleh pihak lain. Adapun, Pajak Penghasilan terutang dari penghasilan yang berasal dari pembiayaan kredit mobil bagi masyarakat yang bertempat tinggal di luar Ibu Kota Nusantara (sebesar Rp880.000.000,00 (delapan ratus delapan puluh juta rupiah)) tidak mendapatkan pengurangan Pajak Penghasilan Badan, sehingga tetap harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak.
PQR Bhd merupakan lembaga keuangan syariah yang didirikan dan bertempat kedudukan di negara Malaysia dengan kegiatan usaha utama berupa pemberian jasa pembiayaan konsumen berbasis syariah. Dalam rangka memperluas pasar di Indonesia, PQR Bhd memutuskan untuk melakukan penanaman modal di Financial Center Ibu Kota Nusantara dengan mendirikan badan usaha baru, yaitu PT PQR. Dalam menjalankan kegiatan usahanya di bidang pembiayaan konsumen berbasis syariah, PT PQR memperoleh dana baik dari dalam maupun luar negeri. PT PQR kemudian menyalurkan dana tersebut untuk memberikan pembiayaan kepada konsumen. Atas penanaman modal dan kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara berupa pembiayaan konsumen berbasis syariah, PT PQR berhak memperoleh fasilitas berupa pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar 85% (delapan puluh lima persen) berdasarkan Peraturan Menteri ini. Namun demikian, fasilitas tersebut hanya diberikan untuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Pelaku Usaha dan/atau masyarakat yang berlokasi di wilayah Ibu Kota Nusantara, misalnya pembiayaan kredit mobil dengan prinsip akad syariah bagi masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah Ibu Kota Nusantara.
Mr.X merupakan subjek pajak luar negeri dari Negara Singapura. Untuk memperkaya portofolio investasinya, Mr.X memutuskan untuk berinvestasi di Financial Center Ibu Kota Nusantara dengan cara membeli saham dari PT Bank ABC yang didirikan di Financial Center Ibu Kota Nusantara pada tanggal 1 Januari 2026. Pada tanggal 20 Mei 2026, Mr.X juga memutuskan untuk membuka rekening deposito di PT Bank PQR yang juga didirikan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Atas investasi yang dilakukan oleh Mr.X berupa saham PT Bank ABC, Mr.X memperoleh dividen. Sedangkan atas rekening deposito yang dibuka di PT Bank PQR, Mr.X memperoleh imbal hasil berupa bunga. Mr.X bukan merupakan agen atau nominee , sehingga Mr.X memiliki hak dan kendali penuh atas penghasilan berupa dividen dan bunga tersebut tanpa memiliki kewajiban untuk meneruskan penghasilan tersebut kepada pihak lain. Dalam hal ini, penghasilan berupa dividen dan bunga tersebut yang diperoleh oleh Mr.X dibebaskan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan selama 10 (sepuluh) tahun terhitung mulai penempatan pertama kali penempatan dana di Financial Center di Ibu Kota Nusantara, yaitu pada tanggal 1 Januari 2026. Mr.X berhak atas fasilitas dimaksud mengingat Mr.X merupakan subjek pajak luar negeri dan merupakan pihak yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan berupa dividen dan bunga. Untuk dapat memanfaatkan fasilitas pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan tersebut, Mr. X harus:
menyediakan data tax identification number atau nomor paspor subjek pajak luar negeri; dan
menyampaikan pernyataan tanggal mulai penempatan dana di Financial Center Ibu Kota Nusantara, yaitu tanggal 1 Januari 2026. Adapun PT Bank ABC dan PT Bank PQR harus menyampaikan laporan realisasi investasi Mr.X pada Financial Center di Ibu Kota Nusantara melalui Sistem OSS paling lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
PT DEF merupakan Wajib Pajak dalam negeri yang didirikan dan bertempat kedudukan di Financial Center Ibu Kota Nusantara dengan kegiatan usaha sebagai penyedia jasa pembiayaan. Pada periode awal berdirinya, PT DEF membutuhkan dana segar sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus juta rupiah) dalam bentuk pinjaman untuk kegiatan usahanya. PT DEF berhasil menemukan calon kreditur potensial, yaitu PT KLM, Wajib Pajak dalam negeri yang didirikan dan bertempat kedudukan di Jakarta. Atas pinjaman ini, PT KLM mensyaratkan adanya pembayaran bunga per tahun sebesar 8% (delapan persen). Untuk menghindari pengenaan Pajak Penghasilan atas bunga, PT KLM mendirikan KLM Ltd di Negara Singapura dengan penyertaan modal sebesar Rp100.500.000.000,00 (seratus miliar lima ratus juta rupiah). KLM Ltd tidak memiliki aset lain selain kas yang diperoleh dari penyertaan modal PT KLM. Selanjutnya, kas sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dipinjamkan oleh KLM Ltd kepada PT DEF. KLM Ltd setiap tahun memperoleh penghasilan bunga dari PT DEF sebesar Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah) dan penghasilan bunga tersebut merupakan satu-satunya penghasilan KLM Ltd. KLM Ltd memiliki kewajiban tidak tertulis untuk membagikan dividen kepada PT KLM sebesar Rp7.900.000.000,00 (tujuh miliar sembilan ratus juta rupiah) setiap tahunnya. Adapun dividen yang diperoleh oleh PT KLM memenuhi ruang lingkup dividen yang dikecualikan dari objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f Undang-Undang Pajak Penghasilan. Dalam hal ini, penghasilan berupa bunga tersebut yang diperoleh oleh KLM Ltd dari PT DEF tidak mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri ini, mengingat KLM Ltd bukan merupakan pihak yang sebenarnya menerima manfaat ( beneficial owner ) dari penghasilan bunga tersebut. KLM Ltd bukan merupakan pihak yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan bunga tersebut karena:
KLM Ltd merupakan perusahaan conduit sebab manfaat ekonomi dari penghasilan bunga tersebut dimiliki oleh PT KLM yang tidak akan dapat memperoleh pembebasan jika penghasilan tersebut diterima langsung oleh PT KLM;
KLM Ltd tidak mempunyai kendali untuk menggunakan kas yang diperoleh dari PT KLM sebagai setoran modal selain itu memberikan pinjaman kepada PT DEF; dan
KLM Ltd mempunyai kewajiban tidak tertulis untuk meneruskan penghasilan bunga tersebut kepada PT KLM dalam bentuk pembayaran dividen.
PT PQR merupakan Wajib Pajak yang didirikan dan bertempat kedudukan di Ibu Kota Nusantara yang kegiatan usaha utamanya adalah menjadi pusat pendanaan bagi grup usaha PQR. PT PQR memperoleh pinjaman sebesar Rp120.000.000.000,00 (seratus dua puluh miliar rupiah) dari PT Bank ABC di Financial Center Ibu Kota Nusantara yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan atas Kegiatan Usaha Sektor Keuangan di Financial Center, dengan bunga sebesar 7% (tujuh persen) setiap tahunnya. Saat awal melakukan pinjaman, PT PQR menyampaikan ke PT Bank ABC bahwa PT PQR akan menggunakan pinjaman dimaksud untuk membangun gedung kantor baru PT PQR di wilayah Ibu Kota Nusantara. Namun demikian, diketahui PT PQR kemudian meneruskan dana pinjaman tersebut kepada PT STU yang berada di Jakarta sebesar Rp10.000.000.000,00, (sepuluh miliar rupiah) dan kepada PT VWX yang berada di Surabaya sebesar Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Adapun Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) sisanya digunakan sendiri oleh PT PQR untuk membangun gedung kantor baru yang direncanakan. Sebagai informasi, PT PQR tidak mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Menteri ini. Di dalam laporan keuangan komersialnya, PT PQR membebankan biaya bunga sebesar Rp8.400.000.000,00 (7% x Rp120.000.000.000,00). Atas beban bunga ini, hanya beban bunga yang terutang atas bagian pinjaman yang digunakan untuk pembangunan, pengembangan, dan kegiatan ekonomi di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Dalam konteks ini, beban bunga dimaksud merujuk pada beban bunga atas bagian pinjaman yang digunakan untuk membangun gedung kantor baru PT PQR di wilayah Ibu Kota Nusantara, yaitu sebesar Rp7.000.000.000,00 (7% x Rp100.000.000.000,00). Adapun beban bunga sisanya sebesar Rp1.400.000.000,00 (7% x Rp20.000.000.000,00) tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebab bunga tersebut terutang atas pinjaman yang digunakan selain untuk pembangunan, pengembangan, dan kegiatan ekonomi di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. Dalam hal ini, bagian pinjaman sebesar Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) tersebut diteruskan kembali kepada Wajib Pajak lainnya.
PT JKL merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa perdagangan elektronik yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak dalam negeri di Ibu Kota Nusantara. Dalam melakukan kegiatan usahanya, PT JKL memerlukan tambahan dana untuk memperbanyak portofolio produk elektronik yang dijualnya. Untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut, PT JKL memperoleh pinjaman dari PT Bank ABC yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan atas Kegiatan Usaha Sektor Keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Saat awal melakukan pinjaman, PT JKL menyampaikan ke PT Bank ABC bahwa PT JKL akan menggunakan pinjaman dimaksud untuk memperluas cakupan bisnisnya yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara. Namun demikian, diketahui PT JKL kemudian meneruskan sebagian dana pinjaman tersebut kepada PT MNO, anak usaha PT JKL yang berada di Jakarta, untuk ekspansi usaha PT MNO di wilayah Jabodetabek. Mengingat terdapat bagian pinjaman yang diperoleh PT JKL dari PT Bank ABC, yang digunakan selain untuk pembangunan, pengembangan, dan kegiatan ekonomi di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra, yaitu diteruskan kepada anak perusahaannya yang berada di Jakarta, maka pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak dalam negeri di Ibu Kota Nusantara yang diperoleh oleh PT JKL dilakukan pencabutan berdasarkan Peraturan Menteri ini. L. CONTOH FORMAT KEPUTUSAN PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR ....................... (1) TENTANG PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA ....................................................(2) DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
bahwa berdasarkan permohonan untuk memperoleh persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan oleh Wajib Pajak...……….. (2) di Financial Center Ibu Kota Nusantara, Sistem OSS telah melakukan penelitian pemenuhan kriteria sebagaimana diatur dalam Pasal 32 Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara;
bahwa berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Wajib Pajak...……….. (2) diberikan pengurangan Pajak Penghasilan badan di __ Financial Center Ibu __ Kota Nusantara __ sebagaimana diatur dalam Pasal 30 Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 38 Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Persetujuan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan kepada...……….. (2) di Financial Center Ibu __ Kota Nusantara;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara;
MEMUTUSKAN:
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA...……….. (2) DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA KESATU : Menetapkan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara kepada: Wajib Pajak :
....................................... (2) NPWP :
....................................... (3) Alamat :
....................................... (4) KEDUA : Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU berupa:
pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar ………….. (5) % (………….. (6) persen) atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari...……….. (7); dan
pembebasan dari pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak ketiga atas:
penghasilan yang diterima dan diperoleh Wajib Pajak dari Kegiatan Usaha Utama; dan
pembelian atau impor atas barang atau bahan terkait Kegiatan Usaha Utama, yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar...……….. (5) % (………….. (6) persen), untuk jangka waktu...……….. (8) (………….. (9)) Tahun Pajak, terhitung sejak Tahun Pajak Saat Mulai Beroperasi Komersial dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara. KETIGA : Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada Diktum KEDUA hanya diberikan untuk Kegiatan Usaha Utama dalam rangka...………... (10) sebagaimana dimaksud dalam Perizinan Berusaha Nomor...………... (11) tertanggal...………... (12) dengan Nomor Proyek...………... (13) sesuai dengan Lampiran Keputusan Menteri ini yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. KEEMPAT : Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada Diktum KEDUA mulai berlaku sejak Saat Mulai Beroperasi Komersial yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan setelah dilakukan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak. KELIMA : Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada Diktum KEDUA dapat dicabut dalam hal:
Wajib Pajak telah beroperasi komersial pada saat pengajuan permohonan pemberian persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan;
ketidaksesuaian realisasi Kegiatan Usaha Utama pada sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara;
tidak merealisasikan rencana Penanaman Modal paling lama 2 (dua) tahun sejak keputusan pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
tidak menyampaikan laporan realisasi Penanaman Modal atau laporan realisasi kegiatan usaha setelah diberikan 2 (dua) kali teguran tertulis;
memindahkan badan usaha atau bentuk usaha tetap yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara yang telah mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan ke luar Financial Center Ibu Kota Nusantara selama jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
berhenti melakukan kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. KEENAM : Keputusan Menteri ini dipersamakan sebagai surat keterangan pembebasan dari pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA. KETUJUH : Surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEENAM berlaku sejak ditetapkannya Keputusan Menteri ini sampai dengan berakhirnya jangka waktu pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA. KEDELAPAN : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Salinan Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:
Menteri Keuangan;
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal;
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara;
Kepala Badan Kebijakan Fiskal;
Direktur Jenderal Pajak;
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Ibu Kota Nusantara/Daerah Mitra………(14);
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak …………... (15);
Kepala Kantor Pelayanan Pajak...………... (16); dan
Wajib Pajak yang bersangkutan. Ditetapkan di Ibu Kota Nusantara pada tanggal...…………... (17) a.n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI INVESTASI/KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL ……………... (18) LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR...……… (1) TENTANG PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA...…(2) DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA PENJELASAN ATAS PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA...……… (2) DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA 1. Wajib Pajak memiliki Perizinan Berusaha Nomor...……… (11) tanggal ………… (12), dengan Nomor Proyek...……… (13).
Lokasi usaha/proyek di...……… (19). 3. Berdasarkan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam angka 1:
kegiatan usaha utama Wajib Pajak berupa Bidang Usaha...……… (20), KBLI...……… (21) Uraian KBLI...……… (22) dengan cakupan produk/jasa yang dihasilkan...……… (23).
rencana penanaman modal senilai Rp...……… (24) (………… (25) rupiah) dengan rincian sebagai berikut: Modal Tetap: Jumlah 1. Pembelian dan Pematangan Tanah Rp...……… (26) 2. Bangunan/Gedung Rp...……… (27) 3. Mesin Peralatan Rp...……… (28) 4. Lain-lain Rp...……… (29) Total Rp...……… (24) 4. Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara dimanfaatkan hanya atas penghasilan yang diperoleh dari Kegiatan Usaha Utama sebagaimana dimaksud pada angka 3, dan penghasilan dimaksud diterima atau diperoleh dari...……… (7).
Penghasilan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 4 dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara wajib:
merealisasikan rencana Penanaman Modal paling lama 2 (dua) tahun sejak keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) diterbitkan;
menyampaikan:
laporan realisasi Penanaman Modal sejak keputusan pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan diterbitkan sampai dengan Saat Mulai Beroperasi Komersial; dan
ii. laporan realisasi kegiatan usaha sejak Tahun Pajak Saat Mulai Beroperasi Komersial sampai dengan jangka waktu pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan badan berakhir;
melakukan pembukuan terpisah antara Penanaman Modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dan yang tidak memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; dan
melakukan pemotongan dan pemungutan pajak kepada pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.
Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara dilarang:
memindahkan badan usaha atau bentuk usaha tetap yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara yang telah mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan ke luar Financial Center Ibu Kota Nusantara selama jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
menggunakan pinjaman dalam rangka pembiayaan pembangunan, pengembangan, dan kegiatan ekonomi di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra yang diperoleh dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024, selain untuk pembangunan, pengembangan, dan kegiatan ekonomi di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra.
Pemanfaatan seluruh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA Keputusan Menteri ini mengacu pada ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI INVESTASI/KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL,...…………... (18) . PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT KEPUTUSAN PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA Nomor (1) : Diisi dengan nomor surat keputusan. Nomor (2) : Diisi dengan nama Wajib Pajak yang memperoleh persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (3) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak yang memperoleh persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (4) : Diisi dengan alamat Wajib Pajak yang memperoleh persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (5) : Diisi dengan besaran persentase fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara, yaitu:
100%, dalam hal Wajib Pajak melakukan kegiatan usaha sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara; atau
85%, dalam hal Wajib Pajak melakukan kegiatan usaha sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf d sampai dengan huruf r Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara. Nomor (6) : Diisi dengan terbilang besaran persentase fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (7) : Diisi dengan:
kegiatan investasi atau pembiayaan pembangunan, pengembangan, dan kegiatan ekonomi di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra, dalam hal persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara; atau
penanam modal luar negeri, dalam hal persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf d dan huruf j Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara; atau
Pelaku Usaha dan/atau masyarakat yang berlokasi di wilayah Ibu Kota Nusantara, dalam hal persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf I, huruf k, huruf l, huruf m, huruf n, huruf o, huruf p, huruf q, dan huruf r Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara. Nomor (8) : Diisi dengan jangka waktu fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara, yaitu:
25 Tahun Pajak, untuk Penanaman Modal yang dilakukan sejak tahun 2023 sampai dengan tahun 2035; atau
20 Tahun Pajak, untuk Penanaman modal yang dilakukan sejak tahun 2036 sampai dengan tahun 2045. Nomor (9) : Diisi dengan terbilang jangka waktu fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. Nomor (10) : Diisi dengan kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara, dalam hal dalam hal pemberian persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (11) : Diisi dengan nomor Perizinan Berusaha Wajib Pajak. Nomor (12) : Diisi dengan tanggal Perizinan Berusaha Wajib Pajak. Nomor (13) : Diisi dengan nomor proyek Wajib Pajak (jika ada). Nomor (14) Diisi dengan nama kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak Ibu Kota Nusantara Nomor (15) : Diisi dengan nama kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak terdaftar. Nomor (16) : Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak Wajib Pajak terdaftar. Nomor (17) : Diisi dengan tanggal penetapan surat keputusan. Nomor (18) : Diisi dengan nama jelas pejabat penanda tangan surat keputusan. Nomor (19) : Diisi dengan lokasi usaha/proyek yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (20) : Diisi dengan bidang usaha yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (21) : Diisi dengan KBLI yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (22) : Diisi dengan uraian KBLI yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (23) : Diisi dengan cakupan produk/jasa yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (24) : Diisi dengan nilai rencana Penanaman Modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (25) : Diisi dengan terbilang nilai rencana Penanaman Modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (26) : Diisi dengan nilai rencana Penanaman Modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara berupa pembelian dan pematangan tanah. Nomor (27) : Diisi dengan nilai rencana Penanaman Modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara berupa bangunan/gedung. Nomor (28) : Diisi dengan nilai rencana Penanaman Modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara berupa mesin peralatan. Nomor (29) : Diisi dengan nilai rencana Penanaman Modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara berupa lain-lain. M. CONTOH FORMAT KEPUTUSAN PEMANFAATAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR ....................... (1) TENTANG PENETAPAN PEMANFAATAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA .................................................(2) DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
bahwa Wajib Pajak...……….. (2) telah mengajukan permohonan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara melalui Online Single Submission (OSS) pada tanggal...……….. (3) yang diterima lengkap pada tanggal...….. (4);
bahwa berdasarkan DIKTUM KEEMPAT Keputusan Menteri Keuangan nomor...……(5) tanggal………(6) tentang Persetujuan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan badan kepada...……….. (2) di Financial Center Ibu Kota Nusantara, fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan mulai berlaku sejak Saat Mulai Beroperasi Komersial;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Nomor...……….. (7) tanggal...……….. (8), perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Penetapan Pemanfaatan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan kepada...……….. (2) di Financial Center Ibu Kota Nusantara;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara;
MEMUTUSKAN:
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENETAPAN PEMANFAATAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA...……….. (2) DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA KESATU : Menetapkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara: Wajib Pajak :
....................................... (2) NPWP :
....................................... (9) Alamat :
....................................... (10) dapat dimanfaatkan Wajib Pajak sejak Tahun Pajak...(11) ^ KEDUA : Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU berupa:
% (………….. (13) persen) atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari...……….. (14)); dan
pembebasan dari pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga atas:
penghasilan yang diterima dan diperoleh Wajib Pajak dari Kegiatan Usaha Utama; dan
pembelian atau impor atas barang atau bahan terkait Kegiatan Usaha Utama, yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar...……….. (12) % (………….. (13) persen) untuk jangka waktu...……….. (15) (………….. (16)) Tahun Pajak terhitung sejak Tahun Pajak Saat Mulai Beroperasi Komersial, dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara. KETIGA : Penetapan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU berdasarkan pertimbangan:
saat pertama kali kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara telah beroperasi komersial (Saat Mulai Beroperasi Komersial) dilakukan pada tanggal...………. (17);
Perizinan Berusaha sebagaimana tercantum dalam dokumen nomor…………. (18) tanggal...………. (19);
realisasi Kegiatan Usaha Utama telah sesuai dengan rencana cakupan bidang usaha sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor...………. (5). KEEMPAT : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:
Menteri Keuangan;
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal;
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara;
Kepala Badan Kebijakan Fiskal;
Direktur Jenderal Pajak;
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak……….(20);
Kepala Kantor Pelayanan Pajak...………. (21); dan
Wajib Pajak yang bersangkutan. Ditetapkan di Ibu Kota Nusantara pada tanggal...………. (22) KEPALA KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK...………. (23) …………. (24) LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR...……… (1) TENTANG PENETAPAN PEMANFAATAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA...……… (2) DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA PENJELASAN ATAS PENETAPAN PEMANFAATAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA...……… (2) DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA 1. Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan hanya diberikan untuk Kegiatan Usaha Utama dalam rangka Penanaman Modal di Financial Center Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Perizinan Berusaha Nomor...……… (18) tanggal...……… (19), dengan Nomor Proyek...……… (25).
Lokasi usaha/proyek di...……… (26). 3. Nilai rencana Penanaman Modal berdasarkan Lampiran Keputusan Menteri Keuangan nomor...……(5) sebesar Rp...……… (27) (………… (28) rupiah) dengan rincian sebagai berikut: Modal Tetap: Jumlah 1. Pembelian dan Pematangan Tanah Rp………… (29) 2. Bangunan/Gedung Rp………… (30) 3. Mesin Peralatan Rp………… (31) 4. Lain-lain Rp………… (32) Total Rp………… (27) 4. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan nomor………(7) tanggal………(8) kegiatan usaha utama Wajib Pajak berupa Bidang Usaha...……… (33), KBLI...……… (34) Uraian KBLI...……… (35) dengan cakupan produk/jasa yang dihasilkan...……… (36). Modal Tetap: Jumlah 1. Pembelian dan Pematangan Tanah Rp………… (37) 2. Bangunan/Gedung Rp………… (38) 3. Mesin Peralatan Rp………… (39) 4. Lain-lain Rp………… (40) Total Rp………… (41) 5. Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara dimanfaatkan hanya atas penghasilan yang diperoleh dari Kegiatan Usaha Utama sebagaimana dimaksud pada angka 4, dan penghasilan dimaksud diterima atau diperoleh dari...……… (14).
Penghasilan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 4 dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara wajib:
menyampaikan:
laporan realisasi Penanaman Modal sejak keputusan pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan diterbitkan sampai dengan Saat Mulai Beroperasi Komersial; dan
ii. laporan realisasi kegiatan usaha sejak Tahun Pajak Saat Mulai Beroperasi Komersial sampai dengan jangka waktu pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan badan berakhir;
melakukan pembukuan terpisah antara Penanaman Modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dan yang tidak memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; dan
melakukan pemotongan dan pemungutan pajak kepada pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.
Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara dilarang:
memindahkan badan usaha atau bentuk usaha tetap yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara yang telah mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan ke luar Financial Center Ibu Kota Nusantara selama jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; dan
menggunakan pinjaman dalam rangka pembiayaan pembangunan, pengembangan, dan kegiatan ekonomi di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra yang diperoleh dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 Peraturan Menteri Keuangan Nomor..... Tahun 2024, selain untuk pembangunan, pengembangan, dan kegiatan ekonomi di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. KEPALA KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK...………. (23)...………. (24) PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT KEPUTUSAN PEMANFAATAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA Nomor (1) : Diisi dengan nomor surat keputusan. Nomor (2) : Diisi dengan nama Wajib Pajak yang memperoleh penetapan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (3) : Diisi dengan tanggal penyampaian permohonan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (4) : Diisi dengan tanggal permohonan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara diterima secara lengkap. Nomor (5) Diisi dengan nomor Keputusan Menteri Keuangan mengenai persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara kepada Wajib Pajak. Nomor (6) Diisi dengan tanggal Keputusan Menteri Keuangan mengenai persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara kepada Wajib Pajak. Nomor (7) : Diisi dengan nomor Laporan Hasil Pemeriksaan. Nomor (8) : Diisi dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. Nomor (9) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak yang memperoleh penetapan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (10) : Diisi dengan alamat Wajib Pajak yang memperoleh penetapan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (11) Diisi dengan Tahun Pajak mulai pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara/Saat Mulai Beroperasi Komersial. Nomor (12) : Diisi dengan besaran persentase fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara, yaitu:
100%, dalam hal Wajib Pajak melakukan kegiatan usaha sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara; atau
85%, dalam hal Wajib Pajak melakukan kegiatan usaha sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf d sampai dengan huruf r Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara. Nomor (13) : Diisi dengan terbilang besaran persentase fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (14) : Diisi dengan:
kegiatan investasi atau pembiayaan pembangunan, pengembangan, dan kegiatan ekonomi di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra, dalam hal persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat 1 huruf a, huruf b, dan huruf c Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara; atau
penanam modal luar negeri, dalam hal persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat 1 huruf d dan huruf j Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara; atau
Pelaku Usaha dan/atau masyarakat yang berlokasi di wilayah Ibu Kota Nusantara, dalam hal persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat 1 huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf I, huruf k, huruf l, huruf m, huruf n, huruf o, huruf p, huruf q, dan huruf r Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara. Nomor (15) : Diisi dengan jangka waktu fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara, yaitu:
25 Tahun Pajak, untuk Penanaman Modal yang dilakukan sejak tahun 2023 sampai dengan tahun 2035; atau
20 Tahun Pajak, untuk Penanaman modal yang dilakukan sejak tahun 2036 sampai dengan tahun 2045. Nomor (16) Diisi dengan terbilang jangka waktu fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (17) : Diisi dengan tanggal saat pertama kali kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara telah beroperasi komersial (Saat Mulai Beroperasi Komersial). Nomor (18) : Diisi dengan nomor dokumen Perizinan Berusaha. Nomor (19) : Diisi dengan tanggal dokumen Perizinan Berusaha. Nomor (20) : Diisi dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Terdaftar. Nomor (21) : Diisi dengan nama Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak terdaftar. Nomor (22) : Diisi dengan tanggal penetapan surat keputusan. Nomor (23) : Diisi dengan nama Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Ibu Kota Nusantara. Nomor (24) : Diisi dengan nama jelas pejabat penanda tangan surat keputusan. Nomor (25) : Diisi dengan nomor proyek Wajib Pajak (jika ada). Nomor (26) : Diisi dengan lokasi usaha/proyek yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (27) : Diisi dengan rencana Penanaman Modal berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara kepada Wajib Pajak. Nomor (28) : Diisi dengan jumlah terbilang rencana Penanaman Modal berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara kepada Wajib Pajak. Nomor (29) : Diisi dengan nilai rencana penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara berupa pembelian dan pematangan tanah. Nomor (30) : Diisi dengan nilai rencana penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara berupa bangunan/gedung. Nomor (31) : Diisi dengan nilai rencana penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara berupa mesin peralatan. Nomor (32) : Diisi dengan nilai rencana penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara berupa lain-lain. Nomor (33) : Diisi dengan bidang usaha yang memperoleh fasilitas. Nomor (34) : Diisi dengan KBLI yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (35) : Diisi dengan uraian KBLI yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (36) : Diisi dengan cakupan produk/jasa yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (37) : Diisi dengan nilai realisasi penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara berupa pembelian dan pematangan tanah sesuai hasil pemeriksaan. Nomor (38) : Diisi dengan nilai realisasi penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara berupa bangunan/gedung sesuai hasil pemeriksaan. Nomor (39) : Diisi dengan nilai realisasi penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara berupa mesin peralatan sesuai hasil pemeriksaan. Nomor (40) : Diisi dengan nilai realisasi penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara berupa lain-lain sesuai hasil pemeriksaan. Nomor (41) : Diisi dengan realisasi Penanaman Modal berdasarkan hasil pemeriksaan. N. CONTOH FORMAT LAPORAN REALISASI PENANAMAN MODAL BAGI WAJIB PAJAK BADAN YANG MEMPEROLEH FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA LAPORAN REALISASI PENANAMAN MODAL BAGI WAJIB PAJAK BADAN YANG MEMPEROLEH FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA TAHUN PAJAK ......... (1) I. KETERANGAN WAJIB PAJAK 1. Nama Wajib Pajak :
........ (2) 2. NPWP :
........ (3) 3. Keputusan Pemberian Persetujuan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara a. Nomor Keputusan :
........ (4) b. Tanggal Keputusan :
........ (5) c. Total Rencana Penanaman Modal : Rp/USD ......... (6) d. Bidang Usaha :
........ (7) II. REALISASI PENANAMAN MODAL A. Penanaman Modal (rupiah/US Dollar) Saldo Awal Tambahan Realisasi/ Perolehan (Rp/USD) Tanggal Perolehan Akumulasi Perolehan Pada Akhir Periode Pelaporan...
(9) (10) (11) 1. Modal Tetap a. Pembelian dan Pematangan Tanah 1)... 2)... : ……....…....…....….
Bangunan / Gedung 1)... 2)... : ……....…....…....….
Mesin / Peralatan & Suku Cadang 1)... 2)... : ……....…....…....….
Lain-lain 1)... 2)... : ……....…....…....…. Sub jumlah :
..…....…....…....….
Modal Kerja :
..…....…....…....…. Jumlah :
..…....…....…....…. Catatan: Apabila Wajib Pajak memiliki lebih dari satu bidang usaha, penanaman modal agar dirinci untuk masing-masing bidang usaha III. JUMLAH PENGGUNAAN TENAGA KERJA INDONESIA DALAM RANGKA REALISASI PENANAMAN MODAL Jumlah Tenaga Kerja di Awal Tahun Penambahan/(Pengurangan) Tenaga Kerja di Tahun Berjalan Jumlah Tenaga Kerja di Akhir Tahun PPh Pasal 21 yang dilakukan pemotongan (12) (13) (14) (15) Pegawai Tetap ……....…....…....…. Pegawai Tidak Tetap ……....…....…....…. Jumlah ……....….
…………………….. (16) Pengurus / Kuasa, Cap Perusahaan dan Tandatangan .…………………….. (17) PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT LAPORAN REALISASI PENANAMAN MODAL Nomor (1) : Diisi dengan Tahun Pajak periode pelaporan. Nomor (2) : Diisi dengan Nama Wajib Pajak. Nomor (3) : Diisi dengan NPWP Wajib Pajak. Nomor (4) : Diisi dengan nomor keputusan pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (5) : Diisi dengan tanggal keputusan pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (6) : Diisi dengan nilai rencana penanaman modal. Nomor (7) : Diisi dengan bidang usaha yang memperoleh pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (8) : Diisi dengan nilai saldo awal penanaman modal di awal tahun periode pelaporan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (9) : Diisi dengan nilai tambahan realisasi/perolehan penanaman modal di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (10) : Diisi dengan tanggal perolehan penanaman modal di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (11) : Diisi dengan nilai akumulasi perolehan penanaman modal pada akhir tahun periode pelaporan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (12) : Diisi dengan jumlah tenaga kerja Indonesia pada awal tahun periode pelaporan. Nomor (13) : Diisi dengan jumlah penambahan atau pengurangan tenaga kerja Indonesia pada tahun berjalan periode pelaporan. Nomor (14) : Diisi dengan jumlah tenaga kerja Indonesia pada akhir tahun periode pelaporan. Nomor (15) : Diisi dengan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dilakukan pemotongan atas penghasilan yang diterima tenaga kerja Indonesia. Nomor (16) : Diisi dengan tempat dan tanggal surat laporan realisasi penanaman modal. Nomor (17) : Diisi dengan nama jelas dan jabatan penanda tangan surat laporan realisasi penanaman modal. REALISASI PENANAMAN MODAL Nilai realisasi untuk penanaman modal dalam negeri dalam mata uang rupiah (Rp) dan penanaman modal asing dalam mata uang Dollar Amerika Serikat (USD) A. Penanaman Modal 1. Realisasi modal tetap dihitung atas nilai perolehannya:
Bagi perusahaan yang baru pertama kali menyampaikan laporan realisasi penanaman modal, kolom tambahan dikosongkan, sedangkan nilai realisasi penanaman modal selama periode laporan diisi pada kolom total;
Tambahan realisasi penanaman modal yang dicantumkan adalah tambahan selama periode laporan;
Total adalah kumulatif realisasi penanaman modal sampai dengan periode pelaporan;
Komponen realisasi modal tetap terdiri dari:
Pembelian tanah sebagai biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan termasuk biaya pematangan tanah.
Bangunan/gedung termasuk bangunan pabrik, gudang dan prasarana yang ada dalam lokasi proyek.
Mesin/peralatan termasuk suku cadang ( spare parts ), baik yang diimpor maupun pembelian lokal termasuk peralatan pencegahan pencemaran lingkungan.
Lain-lain termasuk alat angkutan, peralatan kantor, inventaris kantor dan biaya studi kelayakan.
Realisasi modal kerja diisi dengan nilai realisasi pengeluaran untuk bahan baku/penolong, gaji/upah karyawan dan biaya overhead oleh perusahaan yang melakukan produksi percobaan ( trial production ). O. CONTOH FORMAT LAPORAN REALISASI KEGIATAN USAHA LAPORAN REALISASI KEGIATAN USAHA BAGI WAJIB PAJAK BADAN YANG MENDAPATKAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA TAHUN PAJAK...……. (1) I. KETERANGAN WAJIB PAJAK II. REALISASI KEGIATAN USAHA No. Jenis Produk/Jasa Sektor Keuangan Jumlah Penghasilan (Rp/USD) Ket 1. Cakupan Produk/Jasa Sektor Keuangan Yang Mendapatkan Fasilitas SK Pemberian Fasilitas Nomor ... (4) tanggal ... (5) a.........…...… b.........…...… Jumlah Produk/Jasa Sektor Keuangan yang Mendapatkan Fasilitas ……...… 2. Cakupan Produk/Jasa Sektor Keuangan Yang Tidak Mendapatkan Fasilitas a.........…...… b.........…...… Jumlah Produk/Jasa Sektor Keuangan yang Tidak Mendapatkan Fasilitas ……...… ............. ,................ . . (10) Pengurus/Kuasa, Cap Perusahaan dan Tanda tangan .…………………….. (11) 1. Nama Wajib Pajak :
.............................. (2) 2. NPWP :
.............................. (3) 3. Keputusan Pemberian Persetujuan Fasilitas Pajak Penghasilan Badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara a. Nomor Keputusan :
.............................. (4) b. Tanggal Keputusan :
.............................. (5) c. Bidang Usaha :
.............................. (6) 4. Keputusan Penetapan Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan Badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara a. Nomor Keputusan :
.............................. (7) b. Tanggal Keputusan :
.............................. (8) c. Bidang Usaha :
.............................. (9) PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT LAPORAN REALISASI KEGIATAN USAHA Nomor (1) : Diisi dengan Tahun Pajak periode pelaporan. Nomor (2) : Diisi dengan nama Wajib Pajak. Nomor (3) : Diisi dengan NPWP Wajib Pajak. Nomor (4) : Diisi dengan nomor keputusan pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (5) : Diisi dengan tanggal keputusan pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (6) : Diisi dengan bidang usaha yang memperoleh pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (7) : Diisi dengan nomor keputusan penetapan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (8) : Diisi dengan tanggal keputusan penetapan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (9) : Diisi dengan bidang usaha yang memperoleh pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (10) : Diisi dengan tempat dan tanggal surat laporan realisasi kegiatan usaha. Nomor (11) : Diisi dengan nama jelas dan jabatan penanda tangan surat laporan realisasi kegiatan usaha. P. CONTOH FORMAT KEPUTUSAN PENCABUTAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR ....................... (1) TENTANG PENCABUTAN PEMBERIAN PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
bahwa...……….. (2)
Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara;
MEMUTUSKAN:
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBERIAN PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA KESATU : Mencabut keputusan pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara dari: Wajib Pajak :
..……………………….. (3) NPWP :
..……………………….. (4) lokasi U usaha :
..……………………….. (5) Surat Keputusan :
..……………………….. (6) Dengan pertimbangan: Wajib Pajak telah beroperasi komersial pada saat pengajuan permohonan pemberian persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan; ketidaksesuaian perizinan usaha Financial Center dari otoritas sektor keuangan; ketidaksesuaian realisasi Kegiatan Usaha Utama pada sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara; tidak merealisasikan rencana Penanaman Modal paling lama 2 (dua) tahun sejak keputusan pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; tidak menyampaikan laporan realisasi Penanaman Modal atau laporan realisasi kegiatan usaha setelah diberikan 2 (dua) kali teguran tertulis; memindahkan badan usaha atau bentuk usaha tetap yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara yang telah mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan ke luar Financial Center Ibu Kota Nusantara selama jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; dan/atau berhenti melakukan kegiatan usaha sektor keuangan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. KEDUA : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Apabila di kemudian hari ditemukan kekeliruan dalam Keputusan Menteri ini maka akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya. Salinan Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:
Menteri Keuangan;
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal;
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara;
Kepala Badan Kebijakan Fiskal;
Direktur Jenderal Pajak;
Kepala Kantor Pelayanan Pajak...……….. (7); dan
Wajib Pajak yang bersangkutan. Ditetapkan di Ibu Kota Nusantara pada tanggal...……….. (8) a.n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, KEPALA KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK...……….. (9) ………….. (10) PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT KEPUTUSAN PENCABUTAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DI FINANCIAL CENTER IBU KOTA NUSANTARA Nomor (1) : Diisi dengan nomor surat keputusan. Nomor (2) : Diisi dengan dasar menimbang pencabutan pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (3) : Diisi dengan nama Wajib Pajak. Nomor (4) : Diisi dengan NPWP Wajib Pajak. Nomor (5) : Diisi dengan lokasi usaha/proyek yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Financial Center Ibu Kota Nusantara. Nomor (6) : Diisi dengan surat keputusan pemberian persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan yang dilakukan pencabutan. Nomor (7) : Diisi dengan nama Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak terdaftar. Nomor (8) : Diisi dengan tanggal penetapan surat keputusan. Nomor (9) : Diisi dengan nama Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak terdaftar. Nomor (10) : Diisi dengan nama jelas pejabat penanda tangan surat keputusan. Q. CONTOH FORMAT SURAT PERNYATAAN TANGGAL MULAI PENEMPATAN DANA PADA FINANCIAL CENTER DI IBU KOTA NUSANTARA STATEMENT LETTER COMMENCEMENT DATE OF FUNDS PLACEMENT IN THE IBU KOTA I, the undersigned: Full name :
.................................................... (1) Tax Identification Number/Passport number : ..................................................... (2) Country of residence :
.................................................... (3) Hereby declare that:
I am a non-resident individuals/company not including permanent establishments;
I am a party who ultimately receive benefits of income (beneficial owner); and c. I am placing funds in the Ibu Kota Nusantara Financial Center for the first time with the following information: Investment form :
.............................................. (4) Commencement date of first investment : ............................................... (5) Location of Investment in Ibu Kota Nusantara Financial Center : ............................................... (6) In witness whereof, all the information stated on this form is made truthfully without any constraint and to be used accordingly. In the event of discrepancies, I am willing to take any legal consequences in accordance with prevailing Indonesian Law.
..........., ............... (7) Stamp Duty of IDR10.000 (8) ..………................... (1) INSTRUCTIONS FOR STATEMENT LETTER OF COMMENCEMENT DATE OF FUNDS PLACEMENT IN THE IBU KOTA NUSANTARA FINANCIAL CENTER Number (1) : Please fill in the name of Non-Resident placing funds for the first time at the Nusantara Financial Center. Number (2) : Please fill in the Tax Identification Number/the passport number. Number (3) : Please fill in the country residence of Non-Resident. Number (4) : Please fill in the investment form made by Non-Resident. Number (5) : Please fill in the commencement date of first investment by Non-Resident. Number (6) : Number (7) : Please fill in the place and date of signing. Number (8) : Please fill in the signature of Non-Resident. R. CONTOH FORMAT LAPORAN REALISASI INVESTASI SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI PADA FINANCIAL CENTER DI IBU KOTA NUSANTARA LAPORAN REALISASI INVESTASI SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI PADA FINANCIAL CENTER DI IBU KOTA NUSANTARA YANG MEMPEROLEH PEMBEBASAN DARI PEMOTONGAN ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN Status Laporan: Normal Pembetulan* Nama Wajib Pajak :
..……………………………………….. (1) NPWP :
..……………………………………….. (2) alamat :
..……………………………………….. (3) kegiatan usaha sektor keuangan :
..……………………………………….. (4) Masa Pajak :
..……………………………………….. (5) menyampaikan laporan realisasi investasi subjek pajak luar negeri pada Financial Center di Ibu Kota Nusantara yang memperoleh pembebasan dari pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan dengan informasi sebagai berikut: No. Nama Subjek Pajak Luar Negeri (6) TIN/Paspor (7) Bentuk Investasi (8) Tanggal Investasi (9) Nilai Investasi (10) Jumlah Penghasilan dari Investasi (11) Tarif PPh (12) Jumlah PPh yang Dibebas kan (13) Negara Domisili (14) 1. Subjek Pajak Luar Negeri A 2. Subjek Pajak Luar Negeri B 3.... Jumlah Demikian laporan ini disampaikan dengan sebenarnya. ……….,...……………….... (15) ttd.
...................................... (16) *) Pilih salah satu. PETUNJUK PENGISIAN LAPORAN REALISASI INVESTASI SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI PADA FINANCIAL CENTER DI IBU KOTA NUSANTARA Nomor (1) : Diisi dengan Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan pada Financial Center di Ibu Kota Nusantara. Nomor (2) : Diisi dengan nomor pokok Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan pada Financial Center di Ibu Kota Nusantara. Nomor (3) : Diisi dengan alamat Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan pada Financial Center di Ibu Kota Nusantara. Nomor (4) : Diisi dengan kegiatan usaha sektor keuangan Wajib Pajak pada Financial Center di Ibu Kota Nusantara. Nomor (5) : Diisi dengan Masa Pajak pelaporan (contoh: Masa Pajak Mei 2024). Nomor (6) : Diisi dengan nama Subjek Pajak Luar Negeri yang melakukan investasi pada Financial Center di Ibu Kota Nusantara. Nomor (7) : Diisi dengan nomor Tax Identification Number atau nomor paspor Subjek Pajak Luar Negeri. Nomor (8) : Diisi dengan bentuk/jenis investasi Subjek Pajak Luar Negeri pada Financial Center di Ibu Kota Nusantara (contoh: deposito, tabungan, dan sebagainya). Nomor (9) : Diisi dengan tanggal investasi Subjek Pajak Luar Negeri pada Financial Center di Ibu Kota Nusantara. Nomor (10) : Diisi dengan nilai investasi Subjek Pajak Luar Negeri pada Financial Center di Ibu Kota Nusantara. Nomor (11) : Diisi dengan jumlah penghasilan dari investasi Subjek Pajak Luar Negeri pada Financial Center di Ibu Kota Nusantara. Nomor (12) : Diisi dengan tarif Pajak Penghasilan. Nomor (13) : Diisi dengan nilai Pajak Penghasilan yang dibebaskan. Nomor (14) : Diisi dengan negara domisili Subjek Pajak Luar Negeri. Nomor (15) : Diisi dengan tempat dan tanggal laporan realisasi. Nomor (16) : Diisi dengan nama Wajib Pajak yang membuat laporan. S. CONTOH PEMBERIAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN UNTUK PEMINDAHAN KANTOR PUSAT OLEH SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI PQR, Ltd merupakan subjek pajak luar negeri yang didirikan dan bertempat kedudukan di negara Inggris. PQR, Ltd juga merupakan induk usaha dari grup PQR. Pada tahun 2024, PQR, Ltd. memutuskan untuk memindahkan kantor pusatnya ke Ibu Kota Nusantara dengan cara membubarkan PQR, Ltd. dan mendirikan PT PQR di wilayah Ibu Kota Nusantara. Atas pemindahan kantor pusat grup PQR ke wilayah Ibu Kota Nusantara, PT PQR berhak memperoleh fasilitas berupa pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar 100% (seratus persen) untuk 10 (sepuluh) Tahun Pajak dan 50% (lima puluh persen) untuk 10 (sepuluh) Tahun Pajak berikutnya berdasarkan Peraturan Menteri ini. Namun demikian, fasilitas tersebut hanya diberikan untuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan utamanya sebagai kantor pusat di Ibu Kota Nusantara. Dalam contoh ini, maka penghasilan yang diterima/diperoleh PT PQR dari:
Penjualan barang dan/atau jasa kepada konsumen; dan
Pemberian jasa manajemen dan administrasi bagi unit afiliasi dan/atau entitas usaha yang terkait baik di dalam maupun di luar Indonesia, diberikan fasilitas berupa pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional berdasarkan Peraturan Menteri ini. Adapun penghasilan lain dari PT PQR di luar kegiatan utamanya sebagai kantor pusat dan/atau kantor regional di Ibu Kota Nusantara, seperti pendapatan dividen, bunga dan royalti tidak mendapatkan fasilitas berupa pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional berdasarkan Peraturan Menteri ini. Adapun ilustrasi perhitungan adalah sebagai berikut. Pada Tahun Pajak 2025, PT PQR memperoleh penghasilan dan mengeluarkan biaya sebagai berikut. Penghasilan yang Mendapatkan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan Untuk Pemindahan Kantor Pusat Oleh Subjek Pajak Luar Negeri Penghasilan yang Tidak Mendapatkan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan Untuk Pemindahan Kantor Pusat Oleh Subjek Pajak Luar Negeri Total (A) (B) (C) Penjualan Barang kepada konsumen di Ibu Kota Nusantara (1) 64.000.000.000 0 64.000.000.000 Penjualan Barang kepada konsumen di luar Ibu Kota Nusantara (2) 16.000.000.000 0 16.000.000.000 Penghasilan Jasa Manajemen/Administr asi dari Afiliasi (3) 20.000.000.000 0 20.000.000.000 Total Peredaran Usaha (4) = (1) +(2)+( 3) 100.000.000.000 0 100.000.000.000 Harga Pokok Penjualan (5) 70.000.000.000 0 70.000.000.000 Biaya Usaha Lainnya (6) 10.000.000.000 10.000.000.000 Penghasilan Neto dari Usaha (7) = (4)- (5)-(6) 20.000.000.000 20.000.000.000 Penghasilan dari Luar Usaha Bunga (8) 0 3.000.000.000 3.000.000.000 Biaya dari Luar Usaha (9) 0 0 0 Penghasilan Neto dari Luar Usaha (10) = (8) – (9) 0 3.000.000.000 3.000.000.000 Jumlah Penghasilan Neto Komersial (11) = (7) +(10) 20.000.000.000 3.000.000.000 23.000.000.000 Penyesuaian Fiskal Positif (12) 0 0 0 Penyesuaian Fiskal Negatif (13) 0 0 0 Penghasilan Neto Fiskal (14) = (11)+( 12)- (13) 20.000.000.000 3.000.000.000 23.000.000.000 Kompensasi Kerugian Fiskal (15) 0 0 0 Penghasilan Kena Pajak (16) = (14) – (15) 20.000.000.000 3.000.000.000 23.000.000.000 Pajak Penghasilan Terutang (17) 4.400.000.000 660.000.000 5.060.000.000 Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan 100% (18) 4.400.000.000 0 4.400.000.000 Pajak Penghasilan Terutang yang Harus Dibayar Sendiri atau Dipotong atau Dipungut Pihak Lain (19) = (17) – (18) 0 660.000.000 660.000.000 Dalam hal PT PQR tidak memiliki penyesuaian fiskal dan tidak memiliki kompensasi kerugian, maka Penghasilan Kena Pajak PT PQR adalah sebesar Rp23.000.000.000,00, (dua puluh tiga miliar rupiah) sehingga Pajak Penghasilan terutang PT PQR adalah sebesar Rp5.060.000.000,00 (lima miliar enam puluh juta rupiah). Dalam hal ini, hanya Pajak Penghasilan terutang dari penghasilan yang berasal dari kegiatan utamanya sebagai kantor pusat di Ibu Kota Nusantara, yaitu dari (1) Penjualan barang dan/atau jasa kepada konsumen; dan
Pemberian jasa manajemen dan administrasi bagi unit afiliasi dan/atau entitas usaha yang terkait baik di dalam maupun di luar Indonesia sebesar Rp4.400.000.000,00 (empat miliar empat ratus juta rupiah) yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan sebesar 100% (seratus persen) berdasarkan Peraturan Menteri ini. Adapun, Pajak Penghasilan terutang dari penghasilan yang bukan berasal dari kegiatan utamanya sebagai kantor pusat di Ibu Kota Nusantara, yaitu atas penghasilan bunga, sebesar Rp660.000.000,00 (enam ratus enam puluh juta rupiah) tetap harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dan/atau dilakukan pemotongan atau pemungutan oleh pihak lain. T. CONTOH PEMBERIAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN UNTUK PENDIRIAN KANTOR PUSAT OLEH WAJIB PAJAK DALAM NEGERI PT STU merupakan Wajib Pajak dalam negeri baru yang didirikan dan bertempat kedudukan di Ibu Kota Nusantara pada tahun 2024. PT STU bergerak di bidang distribusi alat kesehatan dan memiliki banyak cabang yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia untuk memudahkan jalur distribusi. Atas pendirian kantor pusat PT STU di wilayah Ibu Kota Nusantara, PT STU berhak memperoleh fasilitas berupa pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar 100% (seratus persen) untuk 10 (sepuluh) Tahun Pajak dan 50% (lima puluh persen) untuk 10 (sepuluh) Tahun Pajak berikutnya berdasarkan Peraturan Menteri ini. Dalam hal ini, walaupun PT STU dapat memanfaatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan bagi Wajib Pajak badan dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a Peraturan Menteri ini, PT STU memilih untuk memanfaatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan atas pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional. Namun demikian, fasilitas tersebut hanya diberikan untuk penghasilan dari kegiatan utamanya sebagai kantor pusat dan/atau kantor regional di Ibu Kota Nusantara dan penghasilan tersebut berasal dari Pelaku Usaha dan/atau masyarakat yang berlokasi di wilayah Ibu Kota Nusantara. Dalam contoh ini, maka penghasilan yang diterima/diperoleh PT STU dari penjualan alat kesehatan kepada konsumen yang berlokasi di wilayah Ibu Kota Nusantara diberikan fasilitas berupa pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional berdasarkan Peraturan Menteri ini. Adapun penghasilan lain dari PT STU di luar kegiatan utamanya sebagai kantor pusat dan/atau kantor regional di Ibu Kota Nusantara atau penghasilan tersebut berasal dari Pelaku Usaha dan/atau masyarakat yang berlokasi di luar wilayah Ibu Kota Nusantara seperti dividen, bunga, dan royalti atau penjualan alat kesehatan ke konsumen di luar wilayah Ibu Kota Nusantara tidak mendapatkan fasilitas berupa pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional berdasarkan Peraturan Menteri ini. Adapun ilustrasi perhitungan adalah sebagai berikut. Pada Tahun Pajak 2025, PT STU memperoleh penghasilan dan mengeluarkan biaya sebagai berikut. Penghasilan yang Mendapatkan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan Untuk Pendirian Kantor Pusat Oleh Wajib Pajak Dalam Negeri Penghasilan yang Tidak Mendapatkan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan Untuk Pendirian Kantor Pusat Oleh Wajib Pajak Dalam Negeri Total (A) (B) (C) Penjualan Barang kepada konsumen di Ibu Kota Nusantara (1) 55.000.000.000 0 55.000.000.000 Penjualan Barang kepada konsumen di luar Ibu Kota Nusantara (2) 0 15.000.000.000 15.000.000.000 Total Peredaran Usaha (3) = (1) +(2 55.000.000.000 0 70.000.000.000 Harga Pokok Penjualan (4) 38.500.000.000 10.500.000.000 49.000.000.000 Biaya Usaha Lainnya (5) 3.500.000.000 500.000.000 4.000.000.000 Penghasilan Neto dari Usaha (6) = (3)- (4)- (5) 35.000.000.000 10.000.000.000 45.000.000.000 Penghasilan dari Luar Usaha Bunga (7) 0 2.000.000.000 2.000.000.000 Biaya dari Luar Usaha (8) 0 0 0 Penghasilan Neto dari Luar Usaha (9) = (7) – (8) 0 2.000.000.000 2.000.000.000 Jumlah Penghasilan Neto Komersial (10) = (6) +(9) 35.000.000.000 12.000.000.000 47.000.000.000 Penyesuaian Fiskal Positif (11) 0 0 0 Penyesuaian Fiskal Negatif (12) 0 0 0 Penghasilan Neto Fiskal (13) = (10)+ (11)- (12) 35.000.000.000 12.000.000.000 47.000.000.000 Kompensasi Kerugian Fiskal (14) 0 0 0 Penghasilan Kena Pajak (15) = (13) – (14) 35.000.000.000 12.000.000.000 47.000.000.000 Pajak Penghasilan Terutang (16) 7.700.000.000 2.640.000.000 10.340.000.000 Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan 100% (17) 7.700.000.000 0 7.700.000.000 Pajak Penghasilan Terutang yang Harus Dibayar Sendiri atau Dipotong atau Dipungut Pihak Lain (18) = (16) – (17) 0 2.640.000.000 2.640.000.000 Dalam hal PT STU tidak memiliki penyesuaian fiskal dan tidak memiliki kompensasi kerugian, maka Penghasilan Kena Pajak PT STU adalah sebesar Rp47.000.000.000,00, (empat puluh tujuh miliar rupiah) sehingga Pajak Penghasilan terutang PT STU adalah sebesar Rp10.340.000.000,00 (sepuluh miliar tiga ratus empat puluh juta rupiah). Dalam hal ini, hanya Pajak Penghasilan terutang atas penghasilan dari kegiatan utamanya sebagai kantor pusat di Ibu Kota Nusantara dan penghasilan tersebut berasal dari Pelaku Usaha dan/atau masyarakat yang berlokasi di wilayah Ibu Kota Nusantara, yaitu dari (1) Penjualan barang kepada konsumen di wilayah Ibu Kota Nusantara sebesar Rp7.700.000.000,00 (tujuh miliar tujuh ratus juta rupiah) yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan sebesar 100% (seratus persen) berdasarkan Peraturan Menteri ini. Adapun, Pajak Penghasilan terutang atas penghasilan yang bukan berasal dari kegiatan utamanya sebagai kantor pusat di Ibu Kota Nusantara atau yang berasal dari selain Pelaku Usaha dan/atau masyarakat yang berlokasi di wilayah Ibu Kota Nusantara, yaitu atas penghasilan dari penjualan barang kepada konsumen di luar wilayah Ibu Kota Nusantara dan atas penghasilan bunga, sebesar Rp2.640.000.000,00 (dua miliar enam ratus empat puluh juta rupiah) tetap harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dan/atau dilakukan pemotongan atau pemungutan oleh pihak lain. U. CONTOH PEMENUHAN SUBSTANSI EKONOMI PEMINDAHAN/PENDIRIAN KANTOR PUSAT DI IBU KOTA NUSANTARA PQR, Ltd merupakan Subjek Pajak luar negeri yang didirikan dan bertempat kedudukan di Negara Singapura. PQR, Ltd juga merupakan induk usaha dari grup PQR. Pada tahun 2024, PQR, Ltd. memutuskan untuk memindahkan kantor pusatnya ke Ibu Kota Nusantara dengan cara membubarkan PQR, Ltd. dan mendirikan PT PQR di wilayah Ibu Kota Nusantara. Atas pemindahan kantor pusat ke wilayah Ibu Kota Nusantara ini, PT PQR telah memperoleh Keputusan Persetujuan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional di __ Ibu Kota Nusantara pada Tahun Pajak 2024 dan Keputusan Pemanfaatan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional di __ Ibu Kota Nusantara pada Tahun Pajak 2025. Berikut merupakan data pemenuhan substansi ekonomi terkait jumlah tenaga kerja Indonesia yang berstatus pegawai tetap dan jumlah biaya operasional dari PT PQR. Tahun Pajak Jumlah Tenaga Kerja Indonesia Berstatus Pegawai Tetap Jumlah Biaya Operasional 2025 50 pegawai Rp25.000.000.000 2026 52 pegawai Rp26.000.000.000 2027 48 pegawai Rp27.000.000.000 2028 50 pegawai Rp26.500.000.000 2029 51 pegawai Rp14.500.000.000 Walaupun pada saat diterbitkannya Keputusan Pemanfaatan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional di __ Ibu Kota Nusantara pada Tahun Pajak 2025 PT PQR telah memenuhi kriteria substansi ekonomi, kriteria substansi ekonomi tetap wajib dipenuhi untuk setiap Tahun Pajak dimanfaatkannya fasilitas dimaksud. Dalam hal pada suatu Tahun Pajak kriteria substansi ekonomi tidak terpenuhi, maka Wajib Pajak tidak berhak memanfaatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional di __ Ibu Kota Nusantara pada Tahun Pajak yang bersangkutan. Dalam contoh ini, mengingat dua dari lima kriteria substansi ekonomi mensyaratkan minimal terdapat 50 (lima puluh) tenaga kerja Indonesia berstatus pegawai tetap dan minimal biaya operasional sejumlah Rp15.000.000.000,00, (lima belas miliar rupiah) maka Wajib Pajak dapat memanfaatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional di __ Ibu Kota Nusantara untuk Tahun Pajak 2025, 2026, dan 2028. Adapun untuk Tahun Pajak 2027 dan 2029, Wajib Pajak tidak dapat memanfaatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dimaksud karena Wajib Pajak tidak memenuhi jumlah minimal tenaga kerja Indonesia yang berstatus pegawai tetap untuk Tahun Pajak 2027, dan Wajib Pajak tidak memenuhi jumlah minimal biaya operasional untuk Tahun Pajak 2029. V. CONTOH PENDIRIAN KANTOR PUSAT OLEH WAJIB PAJAK DALAM NEGERI YANG TIDAK MENDAPATKAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN UNTUK PENDIRIAN KANTOR PUSAT OLEH WAJIB PAJAK DALAM NEGERI PT XYZ merupakan Wajib Pajak dalam negeri dan merupakan induk dari grup usaha XYZ. Grup usaha XYZ bergerak di bidang perkebunan sawit di mana anak perusahaannya tersebar di seluruh Indonesia. PT XYZ sebagai induk grup usaha memiliki fungsi menjadi distributor tunggal dari minyak kelapa sawit yang diproduksi oleh anak-anak perusahaannya untuk pasar internasional. Dengan adanya fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan Badan untuk Pendirian Kantor Pusat di Ibu Kota Nusantara oleh Wajib Pajak Dalam Negeri, PT XYZ berencana membentuk kantor pusat baru di Ibu Kota Nusantara, dengan mendirikan PT PQR dan membubarkan PT XYZ yang ada saat ini. PT PQR nantinya akan menjadi induk grup usaha sekaligus memiliki fungsi menjadi distributor tunggal dari minyak kelapa sawit sebagaimana yang telah dilakukan oleh PT XYZ sebelumnya. Dalam hal ini, atas pendirian kantor pusat oleh PT PQR di Ibu Kota Nusantara tidak mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan Badan untuk Pendirian Kantor Pusat di Ibu Kota Nusantara mengingat PT PQR merupakan hasil pembubaran atau pemindahan usaha dari Wajib Pajak yang berada di luar wilayah Ibu Kota Nusantara, yaitu PT XYZ. W. CONTOH FORMAT KEPUTUSAN PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN UNTUK PENDIRIAN DAN/ATAU PEMINDAHAN KANTOR PUSAT DAN/ATAU KANTOR REGIONAL KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR ....................... (1) TENTANG PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA ..................................................... (2) UNTUK PENDIRIAN DAN/ATAU PEMINDAHAN KANTOR PUSAT DAN/ATAU KANTOR REGIONAL MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
bahwa berdasarkan permohonan untuk memperoleh pemberian persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional oleh Wajib Pajak...……….. (2), Sistem OSS telah melakukan penelitian pemenuhan kriteria sebagaimana diatur dalam...……….. (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara;
bahwa berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Wajib Pajak...……….. (2) diberikan pengurangan Pajak Penghasilan badan Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional sebagaimana diatur dalam Pasal 57 Peraturan Menteri Keuangan Nomor .... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 64 Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Persetujuan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional kepada...……….. (2);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara;
MEMUTUSKAN:
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PENDIRIAN DAN/ATAU PEMINDAHAN KANTOR PUSAT DAN/ATAU KANTOR REGIONAL KEPADA...……….. (2) UNTUK PENDIRIAN DAN/ATAU PEMINDAHAN KANTOR PUSAT DAN/ATAU KANTOR REGIONAL. KESATU : Menetapkan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional kepada: Wajib Pajak :
....................................... (2) NPWP :
....................................... (4) Alamat :
....................................... (5) KEDUA : Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU berupa:
pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar 100% (seratus persen) atas...……….. (6) untuk jangka waktu 10 (sepuluh) Tahun Pajak terhitung sejak Tahun Pajak Saat Mulai Beroperasi Komersial;
pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar 50% (lima puluh persen) atas...……….. (6) untuk jangka waktu 10 (sepuluh) Tahun Pajak terhitung sejak Tahun Pajak setelah selesainya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan
pembebasan dari pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak ketiga atas:
penghasilan yang diterima dan diperoleh Wajib Pajak dari Kegiatan Usaha Utama; dan
pembelian atau impor atas barang atau bahan terkait Kegiatan Usaha Utama, untuk jangka waktu sejak Keputusan Menteri ini ditetapkan sampai dengan berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 Peraturan Menteri Keuangan Nomor..... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara. KETIGA : Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional sebagaimana dimaksud pada Diktum KEDUA hanya diberikan untuk Kegiatan Usaha Utama dalam rangka pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional di Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Nomor Induk Berusaha (NIB) Nomor...………... (7) tanggal...………... (8), dan Perizinan Berusaha...………... (9) yang diterbitkan oleh Lembaga OSS pada tanggal...………... (10) sesuai dengan Lampiran Keputusan Menteri ini yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. KEEMPAT : Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional sebagaimana dimaksud pada Diktum KEDUA mulai berlaku sejak Saat Mulai Beroperasi Komersial yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan setelah dilakukan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak. KELIMA : Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada Diktum KEDUA dapat dicabut dalam hal:
Wajib Pajak mulai merealisasikan pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional di Ibu Kota Nusantara melewati jangka waktu 1 (satu) tahun sejak diterbitkannya keputusan persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan;
tidak memiliki minimal 2 (dua) unit afiliasi dan/atau entitas usaha yang terkait di luar Indonesia bagi subjek pajak luar negeri;
tidak lagi melakukan kegiatan sebagai kantor pusat dan/atau kantor regional di Ibu Kota Nusantara;
tidak menyampaikan laporan realisasi Penanaman Modal atau laporan realisasi kegiatan usaha setelah diberikan 2 (dua) kali teguran tertulis;
memindahkan kantor pusat dan/atau kantor regional ke luar Ibu Kota Nusantara selama jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; dan/atau
membubarkan atau memindahkan kegiatan usaha dari Wajib Pajak dan/atau grup usaha Wajib Pajak yang berada di luar Ibu Kota Nusantara ke Ibu Kota Nusantara. KEENAM : Keputusan Menteri ini dipersamakan sebagai surat keterangan pembebasan dari pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA. KETUJUH : Surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEENAM berlaku sejak ditetapkannya Keputusan Menteri ini sampai dengan berakhirnya jangka waktu pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA. KEDELAPAN : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:
Menteri Keuangan;
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal;
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara;
Kepala Badan Kebijakan Fiskal;
Direktur Jenderal Pajak;
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak …………... (11) 7. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak …………... (12) 8. Kepala Kantor Pelayanan Pajak...………... (13); dan
Wajib Pajak yang bersangkutan. Ditetapkan di...………… (14) pada tanggal...…………... (15) a.n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI INVESTASI/KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL ……………... (16) LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR...……… (1) TENTANG PEMBERIAN PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA...……… (2) UNTUK PENDIRIAN DAN/ATAU PEMINDAHAN KANTOR PUSAT DAN/ATAU KANTOR REGIONAL PENJELASAN ATAS PEMBERIAN PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA...…………(2) UNTUK PENDIRIAN DAN/ATAU PEMINDAHAN KANTOR PUSAT DAN/ATAU KANTOR REGIONAL 1. Wajib Pajak memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) Nomor...……… (7) tanggal...……… (8) dan Perizinan Berusaha...……… (9) yang diterbitkan oleh Lembaga OSS pada tanggal...……… (10).
Lokasi usaha/proyek di...……… (17). 3. Berdasarkan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam angka 1:
kegiatan usaha utama Wajib Pajak berupa Bidang Usaha...……… (18), KBLI...……… (19) Uraian KBLI...……… (20) dengan cakupan produk/jasa yang dihasilkan...……… (21).
rencana pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional senilai Rp...……… (22) (………… (23) rupiah) dengan rincian sebagai berikut: Modal Tetap Jumlah 1. Pembelian dan Pematangan Tanah Rp...……… (24) 2. Bangunan/Gedung Rp...……… (25) 3. Mesin Peralatan Rp...……… (26) 4. Lain-lain Rp...……… (27) Total Rp...……… (22) 4. Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional dimanfaatkan hanya atas...………..(6).
Penghasilan selain yang dimaksud pada angka 4, dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional wajib:
memulai realisasi pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional paling lama 1 (satu) tahun sejak persetujuan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan diterbitkan;
menyampaikan laporan realisasi pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional;
melakukan pembukuan terpisah antara Penanaman Modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dan yang tidak memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; dan
melakukan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan kepada pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.
Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional dilarang:
memindahkan kantor pusat dan/atau kantor regional ke luar Ibu Kota Nusantara; atau
membubarkan atau memindahkan kegiatan usaha dari Wajib Pajak dan/atau grup usaha Wajib Pajak yang berada di luar Ibu Kota Nusantara ke Ibu Kota Nusantara; selama jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan.
Pemanfaatan seluruh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA Keputusan Menteri ini mengacu pada ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL,...…………... (16) . PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT KEPUTUSAN PEMBERIAN PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN UNTUK PENDIRIAN DAN/ATAU PEMINDAHAN KANTOR PUSAT DAN/ATAU KANTOR REGIONAL Nomor (1) : Diisi dengan nomor surat keputusan. Nomor (2) : Diisi dengan nama Wajib Pajak yang memperoleh pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional. Nomor (3) : Diisi dengan:
Pasal 60 ayat (1), dalam hal Pelaku Usaha merupakan subjek pajak luar negeri yang mendirikan dan/atau memindahkan kantor pusat dan/atau kantor regionalnya ke Ibu Kota Nusantara; atau
Pasal 60 ayat (3), dalam hal Pelaku Usaha merupakan Wajib Pajak dalam negeri yang mendirikan kantor pusat dan/atau kantor regionalnya di Ibu Kota Nusantara. Nomor (4) : Diisi dengan NPWP Wajib Pajak yang memperoleh pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional. Nomor (5) : Diisi dengan alamat Wajib Pajak yang memperoleh pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional. Nomor (6) : Diisi dengan:
seluruh penghasilan dari kegiatan utamanya sebagai kantor pusat dan/atau kantor regional di Ibu Kota Nusantara, dalam hal Pelaku Usaha merupakan Subjek pajak luar negeri yang mendirikan dan/atau memindahkan kantor pusat dan/atau kantor regional ke Ibu Kota Nusantara; atau
penghasilan dari kegiatan utamanya sebagai kantor pusat dan/atau kantor regional di Ibu Kota Nusantara, dan penghasilan dimaksud berasal dari Pelaku Usaha dan/atau masyarakat yang berlokasi di wilayah Ibu Kota Nusantara, dalam hal Pelaku Usaha merupakan Wajib Pajak dalam negeri yang mendirikan kantor pusat dan/atau kantor regional di Ibu Kota Nusantara. Nomor (7) : Diisi dengan NIB Wajib Pajak. Nomor (8) : Diisi dengan tanggal NIB Wajib Pajak. Nomor (9) : Diisi dengan Perizinan Berusaha Wajib Pajak. Nomor (10) : Diisi dengan tanggal penerbitan Perizinan Berusaha Wajib Pajak. Nomor (11) : Diisi dengan nama Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi Ibu Kota Nusantara. Nomor (12) : Diisi dengan nama Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak terdaftar. Nomor (13) : Diisi dengan nama Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak terdaftar. Nomor (14) : Diisi dengan tempat penetapan surat keputusan. Nomor (15) : Diisi dengan tanggal penetapan surat keputusan. Nomor (16) : Diisi dengan nama jelas pejabat penanda tangan surat keputusan. Nomor (17) : Diisi dengan lokasi usaha/proyek yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional. Nomor (18) : Diisi dengan bidang usaha yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional. Nomor (19) : Diisi dengan KBLI yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional. Nomor (20) : Diisi dengan uraian KBLI yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional. Nomor (21) : Diisi dengan cakupan produk/jasa yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional. Nomor (22) : Diisi dengan nilai rencana pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional. Nomor (23) : Diisi dengan terbilang nilai rencana pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional. Nomor (24) : Diisi dengan nilai rencana pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional berupa pembelian dan pematangan tanah di Ibu Kota Nusantara. Nomor (25) : Diisi dengan nilai rencana pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional berupa bangunan/gedung di Ibu Kota Nusantara. Nomor (26) : Diisi dengan nilai rencana pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional berupa mesin peralatan di Ibu Kota Nusantara. Nomor (27) : Diisi dengan nilai rencana pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional berupa lain-lain di Ibu Kota Nusantara. X. CONTOH FORMAT KEPUTUSAN PENETAPAN PEMANFAATAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN UNTUK PENDIRIAN DAN/ATAU PEMINDAHAN KANTOR PUSAT DAN/ATAU KANTOR REGIONAL KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR ....................... (1) TENTANG PENETAPAN PEMANFAATAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA ...................................................... (2) UNTUK PENDIRIAN DAN/ATAU PEMINDAHAN KANTOR PUSAT DAN/ATAU KANTOR REGIONAL MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
bahwa Wajib Pajak………….. (2) telah mengajukan permohonan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional melalui Online Single Submission (OSS) pada tanggal...……….. (3) yang diterima lengkap pada tanggal...……….. (4);
bahwa berdasarkan Diktum KEEMPAT Keputusan Menteri Keuangan nomor...……(5) tanggal………(6) tentang Persetujuan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan badan kepada...……….. (2) untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional, fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan mulai berlaku sejak Saat Mulai Beroperasi Komersial;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Nomor...……….. (7) tertanggal...……….. (8), perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Penetapan Pemanfaatan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan kepada...……….. (2) untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara;
MEMUTUSKAN:
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENETAPAN PEMANFAATAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA...……….. (2) UNTUK PENDIRIAN DAN/ATAU PEMINDAHAN KANTOR PUSAT DAN/ATAU KANTOR REGIONAL. KESATU : Menetapkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional: Wajib Pajak :
....................................... (2) NPWP :
....................................... (9) Alamat :
........................................... (10) dapat dimanfaatkan Wajib Pajak sejak Tahun Pajak...……….. (11) KEDUA : Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU berupa:
pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar 100% (seratus persen) atas...……….. (12) untuk jangka waktu 10 (sepuluh) Tahun Pajak terhitung sejak Tahun Pajak sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU;
pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar 50% (lima puluh persen) atas...……….. (12) untuk jangka waktu 10 (sepuluh) Tahun Pajak terhitung sejak Tahun Pajak setelah selesainya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a;
pembebasan dari pemotongan dan pemungutan pajak oleh pihak ketiga atas:
penghasilan yang diterima dan diperoleh Wajib Pajak dari Kegiatan Usaha Utama; dan
pembelian atau impor atas barang atau bahan terkait Kegiatan Usaha Utama, untuk jangka waktu sejak Keputusan Menteri ini ditetapkan sampai dengan berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor..... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara. KETIGA : Penetapan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU berdasarkan pertimbangan:
Saat Mulai Beroperasi Komersial pada tanggal …………. (13);
mulai merealisasikan pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional di Ibu Kota Nusantara paling lama 1 (satu) tahun sejak diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor...………. (5);
pemenuhan/tidak dipenuhinya kriteria sebagaimana dimaksud dalam...………(14) Peraturan Menteri Keuangan Nomor…….Tahun 2024. KEEMPAT : Pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional sebagaimana dimaksud pada Diktum KEDUA harus tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 Peraturan Menteri Keuangan Nomor...…. Tahun 2024. KELIMA : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:
Menteri Keuangan;
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal;
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara;
Kepala Badan Kebijakan Fiskal;
Direktur Jenderal Pajak;
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak ………(15) 7. Kepala Kantor Pelayanan Pajak...………. (16); dan
Wajib Pajak yang bersangkutan. Ditetapkan di...……(17) pada tanggal...………. (18) KEPALA KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK...………. (19) …………. (20) LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR...……… (1) TENTANG PENETAPAN PEMANFAATAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA...……… (2) UNTUK PENDIRIAN DAN/ATAU PEMINDAHAN KANTOR PUSAT DAN/ATAU KANTOR REGIONAL PENJELASAN ATAS PENETAPAN PEMANFAATAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA...……… (2) UNTUK PENDIRIAN DAN/ATAU PEMINDAHAN KANTOR PUSAT DAN/ATAU KANTOR REGIONAL 1. Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan hanya diberikan untuk Kegiatan Usaha Utama dalam rangka Penanaman Modal untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional sebagaimana dimaksud dalam Nomor Induk Berusaha (NIB) Nomor...……… (21) tanggal...……… (22) dan Perizinan Berusaha yang diterbitkan Lembaga OSS pada tanggal...……… (23).
Lokasi usaha/proyek di...……… (24).
Nilai rencana pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional berdasarkan Lampiran Keputusan Menteri Keuangan nomor...……(5) sebesar Rp...……… (25) (………… (26) rupiah) dengan rincian sebagai berikut: Modal Tetap: Jumlah 1. Pembelian dan Pematangan Tanah Rp………… (27) 2. Bangunan/Gedung Rp………… (28) 3. Mesin Peralatan Rp………… (29) 4. Lain-lain Rp………… (30) Total Rp………… (25) 4. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan nomor………(7) Kegiatan Usaha Utama Wajib Pajak berupa Bidang Usaha...……… (31), KBLI...……… (32) Uraian KBLI...……… (33) dengan cakupan produk/jasa yang dihasilkan...……… (34). Modal Tetap Jumlah 1. Pembelian dan Pematangan Tanah Rp………… (35) 2. Bangunan/Gedung Rp………… (36) 3. Mesin Peralatan Rp………… (37) 4. Lain-lain Rp………… (38) Total Rp………… (39) 5. Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional dimanfaatkan hanya atas...………..(12).
Penghasilan selain yang dimaksud pada angka 4, dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional harus memperhatikan kewajiban dan larangan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan Menteri Keuangan nomor…………(5), tanggal...………(6). KEPALA KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK...………. (19)...………. (20) PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT KEPUTUSAN PEMANFAATAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN UNTUK PENDIRIAN DAN/ATAU PEMINDAHAN KANTOR PUSAT DAN/ATAU KANTOR REGIONAL Nomor (1) : Diisi dengan nomor surat keputusan. Nomor (2) : Diisi dengan nama Wajib Pajak yang memperoleh penetapan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional. Nomor (3) : Diisi dengan tanggal penyampaian permohonan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional. Nomor (4) : Diisi dengan tanggal permohonan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional diterima secara lengkap. Nomor (5) : Diisi dengan nomor Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional kepada Wajib Pajak. Nomor (6) : Diisi dengan tanggal Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional kepada Wajib Pajak. Nomor (7) : Diisi dengan nomor Laporan Hasil Pemeriksaan. Nomor (8) : Diisi dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. Nomor (9) Diisi dengan NPWP Wajib Pajak yang memperoleh penetapan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional. Nomor (10) : Diisi dengan alamat Wajib Pajak yang memperoleh penetapan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional. Nomor (11) : Diisi dengan Tahun Pajak mulai pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan/Saat Mulai Beroperasi Komersial. Nomor (12) : Diisi dengan:
seluruh penghasilan dari kegiatan utamanya sebagai kantor pusat dan/atau kantor regional di Ibu Kota Nusantara, dalam hal Pelaku Usaha merupakan Subjek pajak luar negeri yang mendirikan dan/atau memindahkan kantor pusat dan/atau kantor regional ke Ibu Kota Nusantara; atau
penghasilan dari kegiatan utamanya sebagai kantor pusat dan/atau kantor regional di Ibu Kota Nusantara, dan penghasilan dimaksud berasal dari Pelaku Usaha dan/atau masyarakat yang berlokasi di wilayah Ibu Kota Nusantara, dalam hal Pelaku Usaha merupakan Wajib Pajak dalam negeri yang mendirikan kantor pusat dan/atau kantor regional di Ibu Kota Nusantara. Nomor (13) : Diisi dengan tanggal Saat Mulai Beroperasi Komersial Nomor (14) : Diisi dengan pemenuhan/tidak dipenuhinya kriteria sesuai dengan:
Pasal 60 ayat (1), bagi subjek pajak luar negeri; atau
Pasal 60 ayat (3), bagi Wajib Pajak badan dalam negeri Nomor (15) : Diisi dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak terdaftar. Nomor (16) : Diisi dengan nama Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak terdaftar. Nomor (17) : Diisi dengan tempat penetapan surat keputusan. Nomor (18) : Diisi dengan tanggal penetapan surat keputusan. Nomor (19) : Diisi dengan nama Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi Ibu Kota Nusantara. Nomor (20) : Diisi dengan nama jelas pejabat penanda tangan surat keputusan. Nomor (21) : Diisi dengan NIB Wajib Pajak. Nomor (22) : Diisi dengan tanggal NIB Wajib Pajak. Nomor (23) : Diisi dengan tanggal penerbitan Perizinan Berusaha Wajib Pajak, yaitu dapat berupa Sertifikat Standar, Sertifikat Standar Terverifikasi, Izin Usaha, ataupun jika merupakan perluasan usaha. Nomor (24) : Diisi dengan lokasi usaha/proyek yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional. Nomor (25) : Diisi dengan nilai rencana pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional. Nomor (26) : Diisi dengan terbilang nilai rencana pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional. Nomor (27) : Diisi dengan nilai rencana pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional berupa pembelian dan pematangan tanah di Ibu Kota Nusantara. Nomor (28) : Diisi dengan nilai realisasi pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional berupa bangunan/gedung di Ibu Kota Nusantara. Nomor (29) : Diisi dengan nilai realisasi pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional berupa mesin peralatan di Ibu Kota Nusantara. Nomor (30) : Diisi dengan nilai realisasi pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional berupa lain-lain di Ibu Kota Nusantara. Nomor (31) : Diisi dengan bidang usaha yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional. Nomor (32) : Diisi dengan KBLI yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional. Nomor (33) : Diisi dengan uraian KBLI yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional. Nomor (34) : Diisi dengan cakupan produk/jasa yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional. Nomor (35) : Diisi dengan nilai realisasi penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional berupa pembelian dan pematangan tanah sesuai hasil pemeriksaan. Nomor (36) : Diisi dengan nilai realisasi penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional berupa bangunan/gedung sesuai hasil pemeriksaan. Nomor (37) : Diisi dengan nilai realisasi penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional berupa mesin peralatan sesuai hasil pemeriksaan. Nomor (38) : Diisi dengan nilai realisasi penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional berupa lain-lain sesuai hasil pemeriksaan. Nomor (39) : Diisi dengan realisasi Penanaman Modal berdasarkan hasil pemeriksaan. Y. CONTOH FORMAT LAPORAN REALISASI PENDIRIAN DAN/ATAU PEMINDAHAN KANTOR PUSAT DAN/ATAU KANTOR REGIONAL LAPORAN REALISASI PENDIRIAN DAN/ATAU PEMINDAHAN KANTOR PUSAT DAN/ATAU KANTOR REGIONAL TAHUN PAJAK ......... (1) I. KETERANGAN WAJIB PAJAK 1. Nama Wajib Pajak :
........ (2) 2. NPWP :
........ (3) 3. Keputusan Persetujuan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional a. Nomor Keputusan :
........ (4) b. Tanggal Keputusan :
........ (5) II. REALISASI PENDIRIAN DAN/ATAU PEMINDAHAN KANTOR PUSAT DAN/ATAU KANTOR REGIONAL A. Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional (rupiah/US Dollar) Saldo Awal Tambahan Realisasi/ Perolehan (Rp/USD) Tanggal Realisasi/ Perolehan Akumulasi Realisasi/Perolehan Pada Akhir Periode Pelaporan...
(7) (8) (9) 1. Modal Tetap a. Pembelian dan Pematangan Tanah 1)... 2)... : ……....…....…....….
Bangunan / Gedung 1)... 2)... : ……....…....…....….
Mesin / Peralatan & Suku Cadang 1)... 2)... : ……....…....…....….
Lain-lain 1)... 2)... : ……....…....…....…. Sub jumlah :
..…....…....…....….
Modal Kerja :
..…....…....…....…. Jumlah :
..…....…....…....…. B. Biaya Operasional (10) Total (Rp/USD) (11) a..... b.... c.... …......... III. JUMLAH PENGGUNAAN TENAGA KERJA INDONESIA DALAM RANGKA REALISASI PENDIRIAN DAN/ATAU PEMINDAHAN KANTOR PUSAT DAN/ATAU KANTOR REGIONAL Jumlah Tenaga Kerja di Awal Tahun Penambahan/(Pengurangan) Tenaga Kerja di Tahun Berjalan Jumlah Tenaga Kerja di Akhir Tahun PPh Pasal 21 yang dilakukan pemotongan (12) (13) (14) (15) Pegawai Tetap ……....…....…....…. Pegawai Tidak Tetap ……....…....…....…. Jumlah ……....….
…………………….. (16) Pengurus / Kuasa, Cap Perusahaan dan Tandatangan .…………………….. (17) PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT LAPORAN REALISASI PENDIRIAN DAN/ATAU PEMINDAHAN KANTOR PUSAT DAN/ATAU KANTOR REGIONAL Nomor (1) : Diisi dengan Tahun Pajak periode pelaporan. Nomor (2) : Diisi dengan Nama Wajib Pajak. Nomor (3) : Diisi dengan NPWP Wajib Pajak. Nomor (4) : Diisi dengan nomor keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional. Nomor (5) : Diisi dengan tanggal keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional. Nomor (6) : Diisi dengan nilai saldo awal nilai realisasi pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional di awal tahun periode pelaporan di Ibu Kota Nusantara. Nomor (7) : Diisi dengan nilai tambahan realisasi pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional pada tahun berjalan periode pelaporan. Nomor (8) : Diisi dengan tanggal perolehan tambahan realisasi pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional pada tahun berjalan periode pelaporan. Nomor (9) : Diisi dengan nilai akumulasi perolehan/realisasi pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional pada akhir tahun periode pelaporan. Nomor (10) : Diisi dengan rincian biaya operasional pada tahun berjalan periode pelaporan. Nomor (11) : Diisi dengan nilai dari biaya operasional pada tahun berjalan periode pelaporan. Nomor (12) : Diisi dengan jumlah tenaga kerja Indonesia pada awal tahun periode pelaporan. Nomor (13) : Diisi dengan jumlah penambahan atau pengurangan tenaga kerja Indonesia pada tahun berjalan periode pelaporan. Nomor (14) : Diisi dengan jumlah tenaga kerja Indonesia pada akhir tahun periode pelaporan. Nomor (15) : Diisi dengan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dilakukan pemotongan atas penghasilan yang diterima tenaga kerja Indonesia. Nomor (16) : Diisi dengan tempat dan tanggal surat laporan realisasi pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional. Nomor (17) : Diisi dengan nama jelas dan jabatan penanda tangan surat laporan realisasi realisasi pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional. REALISASI PENDIRIAN DAN/ATAU PEMINDAHAN KANTOR PUSAT DAN/ATAU KANTOR REGIONAL Nilai realisasi pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional yang berasal dari penanaman modal dalam negeri dalam mata uang rupiah (Rp) dan yang berasal dari penanaman modal asing dalam mata uang Dollar Amerika Serikat (USD). A. Realisasi Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional 1. Realisasi modal tetap dihitung atas nilai perolehannya:
Bagi Wajib Pajak yang baru pertama kali menyampaikan laporan realisasi pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional, kolom tambahan dikosongkan, sedangkan nilai realisasi pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional selama periode laporan diisi pada kolom total;
Tambahan realisasi pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional yang dicantumkan adalah tambahan selama periode laporan;
Total adalah kumulatif realisasi pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional sampai dengan periode pelaporan;
Komponen realisasi modal tetap terdiri dari:
Pembelian tanah sebagai biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan termasuk biaya pematangan tanah.
Bangunan/gedung termasuk bangunan pabrik, gudang dan prasarana yang ada dalam lokasi proyek.
Mesin/peralatan termasuk suku cadang ( spare parts ), baik yang diimpor maupun pembelian lokal termasuk peralatan pencegahan pencemaran lingkungan.
Lain-lain termasuk alat angkutan, peralatan kantor, inventaris kantor dan biaya studi kelayakan.
Realisasi modal kerja diisi dengan nilai realisasi pengeluaran untuk bahan baku/penolong, gaji/upah karyawan dan biaya overhead oleh perusahaan yang melakukan produksi percobaan ( trial production ). B. Biaya Operasional Diisi dengan seluruh jenis biaya operasional yang dibebankan oleh Wajib Pajak sebagai kantor pusat atau kantor regional selama periode pelaporan. Z. CONTOH FORMAT KEPUTUSAN PENCABUTAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN UNTUK PENDIRIAN DAN/ATAU PEMINDAHAN KANTOR PUSAT DAN/ATAU KANTOR REGIONAL KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR ....................... (1) TENTANG PENCABUTAN PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA………..(3) UNTUK PENDIRIAN DAN/ATAU PEMINDAHAN KANTOR PUSAT DAN/ATAU KANTOR REGIONAL MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
bahwa berdasarkan...…..……(2) terhadap Wajib Pajak………….. (3);
bahwa berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Nomor...………(4) tanggal...………(5), Wajib Pajak...………(3), sebagaimana dimaksud dalam Diktum KELIMA Keputusan Menteri Keuangan nomor………(6) tanggal...……(7) tentang Persetujuan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan kepada...……(3) untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 78 Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Pencabutan Persetujuan Fasilitas Pajak Penghasilan Badan kepada Wajib Pajak...……(3) untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara;
MEMUTUSKAN:
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENCABUTAN PERSETUJUAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN KEPADA………(3) UNTUK PENDIRIAN DAN/ATAU PEMINDAHAN KANTOR PUSAT DAN/ATAU KANTOR REGIONAL KESATU : Mencabut keputusan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional dari: Wajib Pajak :
..……………………….. (3) NPWP :
..……………………….. (8) lokasi U usaha :
..……………………….. (9) Surat Keputusan : Keputusan Menteri Keuangan nomor………… (6) tanggal...…….. (7) Dengan pertimbangan: mulai merealisasikan pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional di Ibu Kota Nusantara melewati jangka waktu 1 (satu) tahun sejak diterbitkannya keputusan persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan; tidak memiliki minimal 2 (dua) unit afiliasi dan/atau entitas usaha yang terkait di luar Indonesia bagi subjek pajak luar negeri; tidak lagi melakukan kegiatan sebagai kantor pusat dan/atau kantor regional di Ibu Kota Nusantara; tidak menyampaikan laporan realisasi Penanaman Modal atau laporan realisasi kegiatan usaha setelah diberikan 2 (dua) kali teguran tertulis; memindahkan kantor pusat dan/atau kantor regional ke luar Ibu Kota Nusantara selama jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; dan/atau membubarkan atau memindahkan kegiatan usaha dari Wajib Pajak dan/atau grup usaha Wajib Pajak yang berada di luar Ibu Kota Nusantara ke Ibu Kota Nusantara. KEDUA : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:
Menteri Keuangan;
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal;
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara;
Kepala Badan Kebijakan Fiskal;
Direktur Jenderal Pajak;
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak………(10) 7. Kepala Kantor Pelayanan Pajak...……….. (11); dan
Wajib Pajak yang bersangkutan. Ditetapkan di...……….. (12) pada tanggal...……….. (13) a.n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, KEPALA KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK...……….. (14) ………….. (15) PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT KEPUTUSAN PENCABUTAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN UNTUK PENDIRIAN DAN/ATAU PEMINDAHAN KANTOR PUSAT DAN/ATAU KANTOR REGIONAL Nomor (1) : Diisi dengan nomor surat keputusan. Nomor (2) : Diisi dengan dasar menimbang pencabutan persetujuan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional berupa:
permohonan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; atau
hasil pengawasan kepatuhan. Nomor (3) : Diisi dengan nama Wajib Pajak. Nomor (4) : Diisi dengan nomor Laporan Hasil Pemeriksaan. Nomor (5) : Diisi dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. Nomor (6) : Diisi dengan nomor surat keputusan Persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan yang dilakukan pencabutan. Nomor (7) : Diisi dengan tanggal surat keputusan persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan badan yang dilakukan pencabutan. Nomor (8) : Diisi dengan NPWP Wajib Pajak. Nomor (9) : Diisi dengan lokasi usaha/proyek yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk Pendirian dan/atau Pemindahan Kantor Pusat dan/atau Kantor Regional. Nomor (10) : Diisi dengan nama Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak terdaftar. Nomor (11) : Diisi dengan nama Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak terdaftar. Nomor (12) Diisi dengan tempat penetapan surat keputusan. Nomor (13) : Diisi dengan tanggal penetapan surat keputusan. Nomor (14) : Diisi dengan nama Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Ibu Kota Nusantara. Nomor (15) : Diisi dengan nama jelas pejabat penanda tangan surat keputusan. AA. CONTOH PENGHITUNGAN TAMBAHAN PENGURANGAN PENGHASILAN BRUTO ATAS KEGIATAN PRAKTIK KERJA, PEMAGANGAN, DAN/ATAU PEMBELAJARAN 1. PT DEF merupakan Wajib Pajak yang bertempat kedudukan di Ibu Kota Nusantara, melakukan kegiatan praktik kerja dan pemagangan di tempat kegiatan usaha Wajib Pajak yang berada di Ibu Kota Nusantara dengan peserta siswa-siswi dari Sekolah Menengah Kejuruan OPQ di Ibu Kota Nusantara. Kegiatan praktik kerja dan pemagangan telah dilakukan. Adapun laporan keuangan fiskal Wajib Pajak sebagai berikut: Penghasilan bruto : Rp 500.000.000,00 Biaya non-praktik kerja dan pemagangan : Rp (400.000.000,00) Biaya praktik kerja dan pemagangan : Rp (20.000.000,00) Penghasilan (rugi) neto sebelum fasilitas : Rp 80.000.000,00 Tambahan pengurangan penghasilan bruto : Rp (30.000.000,00) Penghasilan Kena Pajak : Rp 50.000.000,00 Dari laporan keuangan PT DEF diketahui biaya praktik kerja dan pemagangan yang dapat dibebankan berdasarkan penghitungan Wajib Pajak sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). Setelah dikurangkan dengan biaya praktik kerja dan pemagangan PT DEF masih memiliki penghasilan neto. Dengan demikian, tambahan pengurangan penghasilan bruto yang dapat dimanfaatkan PT DEF adalah sebesar Rp30.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) (150% x biaya praktik kerja dan pemagangan).
PT XYZ merupakan Wajib Pajak yang bertempat kedudukan di Surabaya mendapatkan fasilitas tax allowance . Pada tahun 2024, besaran fasilitas pengurangan penghasilan neto sebagai salah satu bentuk fasilitas tax allowance adalah sebesar Rp50.000.000,00. Selain mendapatkan fasilitas tax allowance , pada tahun 2024 PT XYZ melakukan kegiatan praktik kerja di tempat kegiatan usaha Wajib Pajak yang berada di Ibu Kota Nusantara dengan peserta siswa-siswi dari Sekolah Menengah Kejuruan OPQ di Ibu Kota Nusantara dan memenuhi ketentuan untuk mendapatkan fasilitas ini. Rincian penghasilan bruto, biaya, dan pemanfaatan fasilitas tax allowance adalah sebagai berikut: Penghasilan bruto : Rp 500.000.000,00) Biaya non-praktik kerja : Rp (370.000.000,00) Biaya praktik kerja : Rp (20.000.000,00) Penghasilan (rugi) neto sebelum fasilitas : Rp 110.000.000,00 Tax Allowance : Rp (50.000.000,00) Tambahan pengurangan penghasilan bruto : Rp (30.000.000,00) Penghasilan Kena Pajak : Rp 30.000.000,00) Dari laporan keuangan PT XYZ diketahui biaya praktik kerja yang dapat dibebankan berdasarkan penghitungan Wajib Pajak sebesar Rp20.000.000,00. Dengan demikian, tambahan pengurangan penghasilan bruto yang dapat dimanfaatkan PT XYZ adalah sebesar Rp30.000.000,00 (150% x biaya praktik kerja). BB. FORMAT SURAT PENYAMPAIAN LAPORAN BIAYA DAN LAPORAN RINCIAN BIAYA KEGIATAN PRAKTIK KERJA, PEMAGANGAN, DAN/ ATAU PEMBELAJARAN UNTUK PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA BERBASIS KOMPETENSI TERTENTU I. CONTOH FORMAT SURAT PENYAMPAIAN LAPORAN BIAYA Nomor :
..……. (1) Perihal : Laporan biaya kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran untuk pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi tertentu Tahun Pajak.... (2) Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak... (3) Memenuhi ketentuan dalam Pasal 87 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara, terlampir kami sampaikan laporan biaya kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran untuk pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi tertentu untuk Tahun Pajak... (2). Demikian disampaikan. ………….………….. (4) Pengurus/Kuasa, Cap Perusahaan dan Tandatangan Nama Jelas :
..……… (5) Jabatan :
..……… (6) PETUNJUK PENGISIAN SURAT PENYAMPAIAN LAPORAN BIAYA KEGIATAN PRAKTIK KERJA, PEMAGANGAN, DAN/ATAU PEMBELAJARAN UNTUK PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA BERBASIS KOMPETENSI TERTENTU Nomor (1) : Diisi dengan nomor surat penyampaian laporan biaya. Nomor (2) : Diisi dengan Tahun Pajak dilaksanakannya kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran untuk pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi tertentu. Nomor (3) : Diisi dengan nama Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. Nomor (4) : Diisi dengan tempat dan tanggal surat. Nomor (5) : Diisi dengan nama lengkap pengurus yang menandatangani surat. Nomor (6) : Diisi dengan jabatan pengurus yang menandatangani surat. II. CONTOH FORMAT LAPORAN RINCIAN BIAYA 1. Biaya Penyediaan Fasilitas Fisik Khusus Berupa Tempat Pelatihan untuk Keperluan Pelaksanaan Praktik Kerja dan/atau Pemagangan. Komersial Fiskal (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) I HARTA BERWUJUD I.1 Kelompok 1 I.1.a...…………….. I.1.a...…………….. I.2 Kelompok 2 I.2.a...…………….. I.2.b...…………….. I.3 Kelompok 3 I.4 Kelompok 4 II KELOMPOK BANGUNAN II.1 Permanen...……………. II.2 Tidak Permanen...……………. … (12)... (13) III HARTA TAK BERWUJUD III.1 Kelompok 1 III.2 Kelompok 2 III.3 Kelompok 3 III.4 Kelompok 4 III.5 Kelompok Lain-Lain … (14)... (15) … (16)... (17) TOTAL Sub Total Sub Total Kode Bulan/Tahun Perolehan Harga Perolehan (Rp) Nilai Sisa Buku Fiskal Awal Tahun (Rp) Penyusutan/ Amortisasi Fiskal Tahun ini Metode Penyusutan/ Amortisasi Jumlah Hari Pemakaian dalam Setahun Tambahan Penyusutan/Amortisasi Fiskal Tahun Ini setelah diproporsionalkan Biaya Tambahan Pengurangan Penghasilan Bruto Nomor Perjanjian Kerjasama Kelompok/Jenis Harta 2. Biaya Instruktur atau Pengajar sebagai Tenaga Pembimbing Praktik Kerja, Pemagangan, dan/atau Pembelajaran. No Nama Instruktur atau pengajar sebagai tenaga pembimbing NPWP Biaya (Rp) Nomor Perjanjian Kerja Sama (18) (19) (20) (21) (22) 1 2 … Total biaya instruktur atau pengajar sebagai tenaga pembimbing praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran … (23) 3. Biaya Honorarium, Penggantian Biaya atau Pembayaran Sejenis yang Diberikan kepada Peserta Praktik Kerja dan/atau Pemagangan. No Nama penerima honorarium, penggantian biaya, atau sejenisnya NPWP Biaya (Rp) Nomor Perjanjian Kerja Sama (24) (25) (26) (27) (28) 1 2 … Total biaya honorarium, penggantian biaya, atau pembayaran sejenis yang diberikan kepada peserta praktik kerja dan/atau pemagangan … (29) 4. Biaya Barang dan/atau Bahan untuk Keperluan Pelaksanaan Praktik Kerja, Pemagangan, dan/atau Pembelajaran. No. Uraian bahan dan/atau barang untuk keperluan pelaksanaan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran Jumlah Biaya Jumlah Biaya yang dapat dikurangkan Nomor Perjanjian Kerja Sama (30) (31) (32) (33) (34) 1 2 … Total Biaya... (35) (36) 5. Biaya Sertifikasi serta Biaya Listrik, Air, Bahan Bakar, Biaya Pemeliharaan, dan Biaya terkait lainnya untuk Keperluan Pelaksanaan Praktik Kerja dan/atau Pemagangan. No. Jenis Biaya Biaya sertifikasi serta biaya listrik, air, bahan bakar, dan biaya pemeliharaan Proporsional Pemakaian Biaya sertifikasi serta biaya listrik, air, bahan bakar (setelah diproporsionalkan) dan biaya pemeliharaan Nomor Perjanjian Kerja Sama (37) (38) (39) (40) 1. Biaya Sertifikasi 2. Listrik 3. Air 4. Bahan Bakar 5. Biaya Pemeliharaan 6. Biaya Lain-lain Total Biaya... (41)... (42) 6. Rekapitulasi Biaya dalam Penghitungan Pajak Penghasilan Badan yang Menyelenggarakan Kegiatan Praktik Kerja, Pemagangan, dan/atau Pembelajaran untuk Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi Tertentu No. Uraian Biaya yang sesungguhnya dikeluarkan Tambahan Pengurangan Penghasilan Bruto 1. Biaya penyediaan fasilitas fisik khusus berupa workshop atau tempat pelatihan sejenis lainnya terkait praktik kerja dan/atau pemagangan … (43)... (44) 2. Biaya instruktur atau pengajar sebagai tenaga pembimbing pelaksanaan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran... (45)... (46) 3. Barang dan/atau bahan untuk keperluan pelaksanaan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran... (47)... (48) 4. Honorarium, penggantian biaya, atau pembayaran sejenis yang diberikan kepada peserta praktik kerja dan/atau pemagangan... (49)... (50) 5. Biaya sertifikasi serta biaya listrik, air, dan bahan bakar untuk keperluan pelaksanaan praktik kerja dan/atau pemagangan... (51)... (52) Total... (53)... (54) PETUNJUK PENGISIAN LAPORAN BIAYA KEGIATAN PRAKTIK KERJA, PEMAGANGAN, DAN/ATAU PEMBELAJARAN UNTUK PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA BERBASIS KOMPETENSI TERTENTU Nomor 1 : Diisi dengan kode sesuai dengan urutan. Nomor 2 : Diisi per jenis harta berwujud/tidak berwujud yang dimiliki dan dipergunakan Wajib Pajak untuk kegiatan pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi yang dapat disusutkan/diamortisasi. Nomor 3 : Diisi dengan bulan dan tahun perolehan harta berwujud/tidak berwujud yang dimiliki dan dipergunakan Wajib Pajak untuk kegiatan pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi yang dapat disusutkan/diamortisasi. Nomor 4 : Diisi dengan harga perolehan harta berwujud/tidak berwujud yang dimiliki dan dipergunakan Wajib Pajak untuk kegiatan pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi yang dapat disusutkan/diamortisasi. Nomor 5 : Diisi dengan nilai sisa buku fiskal pada awal Tahun Pajak harta berwujud/tidak berwujud yang dimiliki dan dipergunakan Wajib Pajak untuk kegiatan pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi yang dapat disusutkan/diamortisasi. Nomor 6 : Diisi dengan kode metode penyusutan/amortisasi komersial harta berwujud/tidak berwujud sebagai berikut: GL : Garis Lurus JAT : Jumlah Angka Tahun SM : Saldo Menurun SMG : Saldo Menurun Ganda JJJ : Jumlah Jam Jasa JSP : Jumlah Satuan Produksi ML : Metode Lainnya Nomor 7 : Diisi dengan kode metode penyusutan/amortisasi fiskal harta berwujud/tidak berwujud sebagai berikut: GL : Garis Lurus SM : Saldo Menurun JSP : Jumlah Satuan Produksi (Amortisasi Fiskal) Nomor 8 : Diisi dengan biaya penyusutan/amortisasi fiskal Tahun Pajak pelaporan atas harta berwujud/tidak berwujud yang dimiliki dan dipergunakan Wajib Pajak untuk kegiatan pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi yang dapat disusutkan/diamortisasi. Nomor 9 : Diisi dengan jumlah pemakaian hari harta berwujud/tidak berwujud dalam setahun. Contoh : Mesin A ( teaching factory ) dalam setahun digunakan untuk kegiatan praktik kerja selama 200 (dua ratus) hari. Penulisan dalam laporan : 200/365. Nomor 10 : Diisi dengan tambahan pengurangan penghasilan bruto atas biaya penyusutan/amortisasi harta berwujud/tidak berwujud Tahun Pajak pelaporan setelah diproporsionalkan dengan jumlah hari pemakaian dalam setahun. Contoh : Mesin A (sebagaimana dimaksud dalam angka 9), biaya penyusutan Tahun Pajak pelaporan adalah Rp1.000.000,00. Proporsional biaya penyusutan (Tambahan pengurangan penghasilan bruto) : (200/365)xRp1.000.000 = Rp547.945 Nomor 11 : Diisi dengan nomor Perjanjian Kerja Sama yang berkaitan dengan penggunaan harta berwujud/tidak berwujud dimaksud. Nomor 12 : Diisi dengan jumlah total biaya penyusutan fiskal Tahun Pajak pelaporan atas harta berwujud sebagaimana dimaksud dalam angka 8. Nomor 13 : Diisi dengan jumlah total tambahan pengurangan penghasilan bruto atas biaya penyusutan harta berwujud sebagaimana dimaksud dalam Angka 10. Nomor 14 : Diisi dengan jumlah total biaya amortisasi fiskal Tahun Pajak pelaporan atas harta tidak berwujud sebagaimana dimaksud dalam angka 8. Nomor 15 : Diisi dengan jumlah total tambahan pengurangan penghasilan bruto atas biaya amortisasi harta tidak berwujud sebagaimana dimaksud dalam angka 10. Nomor 16 : Diisi dengan jumlah sebagaimana dimaksud dalam angka 12 dan angka 14. Nomor 17 : Diisi dengan jumlah sebagaimana dimaksud dalam angka 13 dan angka 15. Nomor 18 : Diisi dengan nomor sesuai dengan urutan nama instruktur atau pengajar sebagai tenaga pembimbing. Nomor 19 : Diisi dengan nama lengkap instruktur atau pengajar sebagai tenaga pembimbing praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran. Nomor 20 : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak instruktur atau pengajar sebagai tenaga pembimbing praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran. Nomor 21 : Diisi dengan jumlah penghasilan bruto yang diterima instruktur atau pengajar. Nomor 22 : Diisi dengan nomor Perjanjian Kerja Sama atas kegiatan pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi yang melibatkan tenaga pembimbing sebagaimana dimaksud. Nomor 23 : Diisi dengan jumlah total penghasilan bruto yang diterima instruktur atau pengajar sebagaimana dimaksud pada angka 21. Nomor 24 : Diisi dengan nomor sesuai dengan urutan nama penerima honorarium atau sejenisnya. Nomor 25 : Diisi dengan nama lengkap penerima honorarium, penggantian biaya, atau pembayaran sejenis. Nomor 26 : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak penerima honorarium, penggantian biaya, atau pembayaran sejenis. Nomor 27 : Diisi dengan jumlah penghasilan bruto (honorarium, penggantian biaya, atau pembayaran sejenis) yang diterima peserta praktik kerja dan/atau pemagangan atas kegiatan dimaksud. Nomor 28 : Diisi dengan nomor Perjanjian Kerja Sama atas kegiatan pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi yang melibatkan peserta praktik kerja dan/atau pemagangan atas kegiatan dimaksud. Nomor 29 : Diisi dengan jumlah total penghasilan bruto yang diterima peserta praktik kerja dan/atau pemagangan sebagaimana dimaksud pada angka 27. Nomor 30 : Diisi dengan nomor sesuai dengan urutan bahan atau barang untuk keperluan pelaksanaan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran. Nomor 31 : Diisi dengan uraian bahan atau barang untuk keperluan pelaksanaan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran. Nomor 32 : Diisi dengan jumlah biaya riil atas barang dan/atau bahan untuk keperluan pelaksanaan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran. Nomor 33 Diisi dengan tambahan pengurangan penghasilan bruto atas biaya barang dan/atau bahan untuk keperluan pelaksanaan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran. Nomor 34 : Diisi dengan nomor Perjanjian Kerja Sama atas kegiatan pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi yang terkait dengan penggunaan barang dan/atau bahan dimaksud. Nomor 35 : Diisi dengan jumlah total biaya riil atas barang dan/atau bahan untuk keperluan pelaksanaan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran sebagaimana dimaksud pada angka 32. Nomor 36 Diisi dengan jumlah total tambahan pengurangan penghasilan bruto atas biaya barang dan/atau bahan untuk keperluan pelaksanaan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran sebagaimana dimaksud pada angka 33. Nomor 37 : Diisi dengan jumlah biaya yang dikeluarkan untuk biaya sertifikasi serta biaya listrik, air, bahan bakar, dan biaya pemeliharaan untuk keperluan pelaksanaan praktik kerja dan/atau pemagangan. Nomor 38 : Diisi dengan nilai proporsional pemakaian (untuk biaya listrik, air dan bahan bakar) dalam hal tidak dapat dipisahkan antara biaya keperluan kegiatan komersial dengan kegiatan praktik kerja dan/atau pemagangan. Contoh: Biaya listrik yang dikeluarkan Wajib Pajak (untuk produksi komersial dan teaching factory ) dalam setahun sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah); nilai proporsional pemakaian listrik untuk teaching factory berdasarkan pemakaian sebesar 20% (dua puluh persen). Nomor 39 : Diisi dengan biaya listrik, air, dan bahan bakar setelah diproporsionalkan. Contoh: Biaya listrik yang dikeluarkan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 37. Biaya listrik setelah diproporsionalkan sebesar: 20% x Rp100.000.000 = Rp20.000.000. Jika biaya dapat dipisahkan maka diisi sebagaimana dimaksud pada angka 37. Untuk biaya sertifikasi dan biaya pemeliharaan tidak diproporsionalkan. Nomor 40 : Diisi dengan nomor Perjanjian Kerja Sama atas kegiatan pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi. Nomor 41 : Diisi dengan jumlah total biaya sertifikasi serta biaya listrik, air, bahan bakar, dan biaya pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada angka 37. Nomor 42 : Diisi dengan jumlah total biaya sertifikasi serta biaya listrik, air, bahan bakar, dan biaya pemeliharaan setelah diproporsionalkan sebagaimana dimaksud pada angka 39. Nomor 43 : Diisi dengan nilai sebagaimana dimaksud pada Nomor 16. Nomor 44 : Diisi dengan nilai sebagaimana dimaksud pada Nomor 17. Nomor 45 : Diisi dengan nilai sebagaimana dimaksud pada Nomor 23. Nomor 46 : Diisi dengan nilai sebagaimana dimaksud pada Nomor 23. Nomor 47 : Diisi dengan nilai sebagaimana dimaksud pada Nomor 35. Nomor 48 : Diisi dengan nilai sebagaimana dimaksud pada Nomor 36. Nomor 49 : Diisi dengan nilai sebagaimana dimaksud pada Nomor 29. Nomor 50 : Diisi dengan nilai sebagaimana dimaksud pada Nomor 29. Nomor 51 : Diisi dengan nilai sebagaimana dimaksud pada Nomor 41. Nomor 52 : Diisi dengan nilai sebagaimana dimaksud pada Nomor 42. Nomor 53 : Diisi dengan jumlah nilai Nomor 43, 45, 47, 49, dan 51. Nomor 54 : Diisi dengan jumlah nilai Nomor 44, 46, 48, 50, dan 52. CC. CONTOH PENGHITUNGAN PENGURANGAN PENGHASILAN BRUTO ATAS KEGIATAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1. PT XYZ merupakan Wajib Pajak yang bertempat kedudukan di Ibu Kota Nusantara dan memiliki pusat Penelitian dan Pengembangan (litbang) di Ibu Kota Nusantara telah menyampaikan permohonan dan telah mendapatkan pemberitahuan kesesuaian melalui Sistem OSS. PT XYZ kemudian melakukan kegiatan litbang selama 4 tahun mulai dari tahun 2024 hingga tahun 2027. Biaya kegiatan litbang di tiap tahunnya sebesar Rp100.000.000,00. Selama tahun 2024 hingga tahun 2027 PT XYZ berhak membebankan biaya litbangnya sebesar 100% dari biaya sebenarnya, yaitu sebesar Rp100.000.000,00 tiap tahunnya. Di tahun 2027, kegiatan litbang telah diselesaikan dan didaftarkan untuk memperoleh paten di kantor paten Indonesia, dengan tambahan biaya pendaftaran paten sebesar Rp20.000.000,00. Di tahun 2028, PT XYZ memperoleh paten dari kantor paten Indonesia. Dengan diperolehnya paten tersebut, PT XYZ berhak mendapat tambahan pengurangan penghasilan bruto sebesar 50% dari akumulasi biaya litbang yang telah dikeluarkan selama 4 Tahun Pajak terakhir (Tahun Pajak 2024 sampai dengan saat pendaftaran paten Tahun Pajak 2027), dengan rincian sebagai berikut: Biaya litbang tahun 2024 : Rp 100.000.000,00 Biaya litbang tahun 2025 : Rp 100.000.000,00 Biaya litbang tahun 2026 : Rp 100.000.000,00 Biaya litbang tahun 2027 : Rp 100.000.000,00 Biaya pengurusan paten tahun 2027 : Rp 20.000.000,00 Akumulasi biaya litbang yang berhak mendapat fasilitas atas pendaftaran paten : Rp 420.000.000,00 Tambahan pengurangan penghasilan bruto (50% x Rp420.000.000,00) : Rp 210.000.000,00 Tambahan pengurangan penghasilan bruto sebesar Rp210.000.000,00 dapat dibebankan sejak Tahun Pajak diperolehnya paten (Tahun Pajak 2028). PT XYZ di Tahun Pajak 2028 memiliki laporan fiskal sebagai berikut: Penghasilan bruto : Rp 1.000.000.000,00 Biaya non-penelitian dan pengembangan : Rp (400.000.000,00) Penghasilan (rugi) neto sebelum fasilitas : Rp 600.000.000,00 Tambahan pengurangan penghasilan bruto : Rp (210.000.000,00) Penghasilan Kena Pajak : Rp 390.000.000,00 Karena total tambahan pengurangan penghasilan bruto sebesar Rp210.000.000,00 lebih kecil daripada 50% dari Penghasilan Kena Pajak sebelum mendapat fasilitas (50% x Rp600.000.000,00), maka di Tahun Pajak 2028 PT XYZ berhak memanfaatkan seluruh tambahan pengurangan penghasilan bruto sebesar Rp210.000.000,00.
PT ABD merupakan Wajib Pajak yang bertempat kedudukan di Jakarta, memiliki tempat kegiatan usaha dan tempat penelitian dan pengembangan (litbang) di Ibu Kota Nusantara, telah menyampaikan permohonan dan telah mendapatkan pemberitahuan kesesuaian melalui Sistem OSS. PT ABD melakukan kegiatan litbang selama 5 tahun mulai dari tahun 2024 hingga tahun 2028. Biaya kegiatan litbang di tiap tahunnya sebesar Rp100.000.000,00. Sejak tahun 2024 sampai dengan tahun 2028 PT ABD berhak membebankan biaya litbangnya sebesar 100% dari biaya sebenarnya, yaitu sebesar Rp100.000.000,00 setiap tahunnya. Di tahun 2029, kegiatan litbang didaftarkan melalui kantor paten Indonesia dengan mengeluarkan biaya pendaftaran paten sebesar Rp20.000.000,00. Di tahun 2030, PT ABD memperoleh paten dari kantor paten Indonesia. Dengan diperolehnya paten tersebut, PT ABD berhak mendapat tambahan pengurangan penghasilan bruto sebesar 50% dari akumulasi biaya litbang yang telah dikeluarkan selama 5 Tahun Pajak terakhir (Tahun Pajak 2025 sampai dengan saat pendaftaran paten Tahun Pajak 2029), dengan rincian sebagai berikut: Biaya litbang tahun 2025 : Rp 100.000.000,00 Biaya litbang tahun 2026 : Rp 100.000.000,00 Biaya litbang tahun 2027 : Rp 100.000.000,00 Biaya litbang tahun 2028 : Rp 100.000.000,00 Biaya pengurusan paten tahun 2029 : Rp 20.000.000,00 Akumulasi biaya litbang yang berhak mendapat fasilitas atas pendaftaran paten : Rp 420.000.000,00 Tambahan pengurangan penghasilan bruto (50% x Rp420.000.000,00) : Rp 210.000.000,00 Tambahan pengurangan penghasilan bruto sebesar Rp210.000.000,00 dapat dibebankan sejak Tahun Pajak diperolehnya paten (Tahun Pajak 2029). PT. ABD di Tahun Pajak 2030 memiliki laporan fiskal sebagai berikut: Penghasilan bruto : Rp 1.000.000.000,00 Biaya non-penelitian dan pengembangan : Rp (700.000.000,00) Penghasilan (rugi) neto sebelum fasilitas : Rp 300.000.000,00 Tambahan pengurangan penghasilan bruto maksimal (50% x Rp300.000.000,00) : Rp (150.000.000,00) Penghasilan Kena Pajak : Rp 150.000.000,00 Di tahun 2030, PT ABD tidak dapat menggunakan seluruh tambahan pengurangan penghasilan bruto karena harus memenuhi ketentuan batasan pemanfaatan tambahan pengurangan paling tinggi sebesar 50% dari Penghasilan Kena Pajak sebelum mendapatkan fasilitas. PT ABD hanya berhak memanfaatkan tambahan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi sebesar Rp150.000.000,00 (50% x Rp300.000.000,00). Selisih lebih tambahan pengurangan penghasilan bruto yang tidak termanfaatkan sebesar Rp60.000.000,00 (Rp210.000.000,00- Rp150.000.000,00) dapat diperhitungkan sebagai pengurang penghasilan bruto di Tahun Pajak-Tahun Pajak berikutnya.
PT HKM merupakan Wajib Pajak yang bertempat kedudukan di Ibu Kota Nusantara dan memiliki tempat Penelitian dan Pengembangan (litbang) di Ibu Kota Nusantara, telah menyampaikan permohonan dan telah mendapatkan pemberitahuan kesesuaian melalui Sistem OSS. PT HKM melakukan kegiatan litbang selama 5 tahun sejak tahun 2024 sampai dengan tahun 2028. Biaya kegiatan litbang di setiap tahunnya sebesar Rp100.000.000,00. Sejak tahun 2024 sampai dengan tahun 2028 PT HKM berhak membebankan biaya litbangnya sebesar 100% dari biaya sebenarnya, yaitu sebesar Rp100.000.000,00 setiap tahunnya. Pada tahun 2028, kegiatan litbang telah diselesaikan dan di tahun yang sama PT HKM mulai melakukan komersialisasi atas hasil kegiatan litbangnya. Maka pada Tahun Pajak dilakukannya komersialisasi atas produk baru hasil litbang tersebut, PT HKM berhak mendapatkan tambahan pengurangan penghasilan bruto di Tahun Pajak 2028 sebesar 100% dari akumulasi biaya litbang 5 Tahun Pajak terakhir (Tahun Pajak 2024 sampai dengan saat dilakukannnya komersialisasi Tahun Pajak 2028), dengan rincian sebagai berikut: Biaya litbang tahun 2024 : Rp 100.000.000,00 Biaya litbang tahun 2025 : Rp 100.000.000,00 Biaya litbang tahun 2026 : Rp 100.000.000,00 Biaya litbang tahun 2027 : Rp 100.000.000,00 Biaya litbang tahun 2028 : Rp 100.000.000,00 Biaya litbang yang mendapat fasilitas : Rp 500.000.000,00 Tambahan pengurangan penghasilan bruto 100% x Rp500.000.000,00 : Rp 500.000.000,00 PT HKM di Tahun Pajak 2028 memiliki laporan fiskal sebagai berikut: Penghasilan bruto : Rp 1.000.000.000,00 Biaya non-penelitian dan pengembangan : Rp (400.000.000,00) Penghasilan (rugi) neto sebelum fasilitas : Rp 600.000.000,00 Tambahan pengurangan penghasilan bruto maksimal (50% x Rp600.000.000,00) : Rp (300.000.000,00) Penghasilan Kena Pajak : Rp 300.000.000,00 Di Tahun Pajak 2028, PT HKM tidak dapat menggunakan seluruh tambahan pengurangan penghasilan bruto karena harus memenuhi ketentuan batasan pemanfaatan tambahan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi sebesar 50% dari Penghasilan Kena Pajak sebelum mendapat fasilitas. PT HKM hanya berhak memanfaatkan tambahan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi sebesar Rp300.000.000,00 (50% x Rp600.000.000,00). Selisih lebih tambahan pengurangan penghasilan bruto yang belum termanfaatkan sebesar Rp200.000.000,00 (Rp500.000.000,00 – Rp300.000.000,00) dapat menjadi pengurang penghasilan bruto di Tahun Pajak-Tahun Pajak berikutnya. Di tahun 2029 PT HKM mendaftarkan litbangnya ke kantor paten Indonesia, dan mendapatkan paten di tahun 2029 dengan mengeluarkan biaya pengurusan pendaftaran paten sebesar Rp20.000.000,00 di tahun 2029. Dengan diperolehnya paten di tahun 2029, PT. HKM berhak mendapat tambahan pengurangan penghasilan bruto di Tahun Pajak 2029 sebesar 50% dari akumulasi biaya litbang selama 5 Tahun Pajak terakhir sejak komersialisasi (karena komersialisasi terjadi lebih dahulu, maka akumulasi biaya litbang dihitung untuk 5 Tahun Pajak terakhir sejak komersialisasi dilakukan) yaitu sebagai berikut: Biaya litbang tahun 2024 : Rp 100.000.000,00 Biaya litbang tahun 2025 : Rp 100.000.000,00 Biaya litbang tahun 2026 : Rp 100.000.000,00 Biaya litbang tahun 2027 : Rp 100.000.000,00 Biaya litbang tahun 2028 : Rp 100.000.000,00 Akumulasi biaya litbang yang berhak mendapat fasilitas atas pendaftaran paten : Rp 500.000.000,00 Tambahan pengurangan penghasilan bruto atas perolehan hak paten (50% x Rp500.000.000,00) : Rp 250.000.000,00 Dengan diperolehnya hak paten tersebut, maka hak tambahan pengurangan penghasilan bruto di Tahun Pajak 2029 sebesar: Tambahan pengurangan penghasilan bruto karena komersialisasi (100% x Rp500.000.000,00) : Rp 500.000.000,00 Tambahan pengurangan penghasilan bruto karena hak paten (50% x Rp500.000.000,00) : Rp 250.000.000,00 Total tambahan pengurangan penghasilan bruto : Rp 750.000.000,00 Tambahan pengurangan penghasilan bruto telah dimanfaatkan di Tahun Pajak 2028 : Rp (300.000.000,00) Sisa tambahan pengurangan penghasilan bruto dapat dimanfaatkan mulai Tahun Pajak 2029 : Rp 450.000.000,00 PT HKM di Tahun Pajak 2029 memiliki laporan fiskal sebagai berikut: Penghasilan bruto : Rp 1.200.000.000,00 Biaya non-penelitian dan pengembangan : Rp (400.000.000,00) Penghasilan (rugi) neto sebelum fasilitas : Rp 800.000.000,00 Tambahan pengurangan penghasilan bruto maksimal (50% x Rp800.000.000,00) : Rp (400.000.000,00) Penghasilan Kena Pajak : Rp 400.000.000,00 PT HKM tidak dapat menggunakan seluruh tambahan pengurangan penghasilan bruto karena harus memenuhi ketentuan batasan pemanfaatan tambahan pengurangan paling tinggi sebesar 50% dari Penghasilan Kena Pajak sebelum mendapat fasilitas. PT HKM hanya berhak memanfaatkan tambahan pengurangan penghasilan bruto sebesar Rp400.000.000,00 (50% x Rp800.000.000,00). Selisih lebih tambahan pengurangan penghasilan bruto yang belum termanfaatkan di Tahun Pajak 2029 sebesar Rp50.000.000,00 (Rp450.000.000,00 – Rp400.000.000,00) dapat dimanfaatkan sebagai pengurang penghasilan bruto di Tahun Pajak-Tahun Pajak berikutnya. DD. FORMAT PENYAMPAIAN LAPORAN BIAYA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SETIAP TAHUN PAJAK I. CONTOH FORMAT SURAT PENYAMPAIAN LAPORAN BIAYA Nomor :
..……. (1) Perihal : Laporan Biaya Penelitian dan Pengembangan Tahun Pajak.... (2) Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak... (3) Memenuhi ketentuan dalam Pasal 104 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara, terlampir kami sampaikan laporan biaya kegiatan Penelitian dan Pengembangan untuk Tahun Pajak...(2) . Demikian disampaikan. ………….………….. (4) Pengurus/Kuasa, Cap Perusahaan dan Tandatangan Nama Jelas :
..……….. (5) Jabatan :
..……….. (6) Tembusan:
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional 2. Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara PETUNJUK PENGISIAN SURAT PENYAMPAIAN LAPORAN BIAYA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Nomor (1) : Diisi dengan nomor surat pernyampaian laporan biaya. Nomor (2) : Diisi dengan tahun pajak pelaporan biaya penelitian dan pengembangan. Nomor (3) : Diisi dengan nama Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. Nomor (4) : Diisi dengan tempat dan tanggal surat. Nomor (5) : Diisi dengan nama lengkap pengurus yang menandatangani surat. Nomor (6) : Diisi dengan jabatan pengurus yang menandatangani surat. II. CONTOH FORMAT LAPORAN RINCIAN BIAYA ATAS KEGIATAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1. Biaya Aktiva Tetap a. Biaya Penyusutan dan Amortisasi atas Aktiva Tetap Untuk Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Nama Aktiva Tetap Bulan/ Tahun Perolehan Harga Perolehan (Rp) Nilai Sisa Buku Fiskal Awal Tahun (Rp) Metode Penyusutan/ Amortisasi Kelompok Harta Penyusutan/ Amortisasi Fiskal Tahun ini Pembebanan Biaya Komersial Fiskal Proposal Litbang No.:
.. (10) Proposal Litbang No.: …. Proposal Litbang No.: …. dst.
(2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (11) (11) (11) I. HARTA BERWUJUD I.1 I.2 I.3 dst. Total Depresiasi ... (12) ... (13) ... (13) ... (13) II. HARTA TIDAK BERWUJUD II.1 II.2 II.3 dst. Total Amortisasi ... (12) ... (13) ... (13) ... (13) Total Depresiasi dan Amortisasi ... (14) ... (15) ... (15) ... (15) b. Biaya Penunjang Aktiva Tetap Uraian Biaya Penunjang Aktiva Tetap Jumlah Biaya (Rp) Pembebanan Biaya Proposal Litbang No.: … (19) Proposal Litbang No.: …. Proposal Litbang No.: … dst.
(17) (18) (20) (20) (20) 1 2 3 dst. TOTAL BIAYA PERALATAN, BAHAN, DAN/ATAU BAHAN TAHUN PAJAK BERJALAN ... (21) ... (22) ... (22) ... (22) 2. Biaya Bahan dan/atau Barang Untuk Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Uraian Bahan dan/atau Barang Jumlah Biaya (Rp) Pembebanan Biaya Proposal Litbang No.: … (26) Proposal Litbang No.: …. Proposal Litbang No.: … dst.
(24) (25) (27) (27) (27) 1 2 3 dst. TOTAL BIAYA PERALATAN, BAHAN, DAN/ATAU BAHAN TAHUN PAJAK BERJALAN ... (28) ... (29) ... (29) ... (29) 3. Biaya Gaji, Honor, atau Pembayaran Sejenis yang Dibayarkan Kepada Pegawai atau Peneliti yang Dipekerjakan. Gaji, Honor, atau Pembayaran Sejenis yang dibayarkan kepada pegawai atau peneliti yang dipekerjakan Jumlah Dibebankan (Rp) Pembebanan Biaya Proposal Litbang No.: … (34) Proposal Litbang No.: …. Proposal Litbang No.: … dst. Nama Penerima NPWP Penerima (30) (31) (32) (33) (35) (35) (35) 1 2 3 dst. TOTAL BIAYA GAJI/HONOR TAHUN PAJAK BERJALAN ... (36) ... (37) ... (37) ... (37) 4. Biaya/Imbalan yang Dibayarkan terkait Kerja Sama Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Tahun Pajak Berjalan. Jenis Biaya Partner Kerja Sama Pembebanan Biaya Nama NPWP Proposal Litbang No.: … (42) Proposal Litbang No.: …. Proposal Litbang No.: … dst.
(39) (40) (41) (43) (43) (43) 1 2 3 4 dst. TOTAL BIAYA KERJA SAMA LITBANG TAHUN PAJAK BERJALAN ... (44) ... (44) ... (44) 5. Biaya Pengurusan Hak Kekayaan Intelektual Tahun Pajak Berjalan. Jenis Biaya Nama Penerima Pembayaran NPWP Penerima Pembayaran Pembebanan Biaya Proposal Litbang No.: … (49) Proposal Litbang No.: …. Proposal Litbang No.: … dst.
(46) (47) (48) (50) (50) (50) 1 2 3 dst. TOTAL BIAYA PENGURUSAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL TAHUN PAJAK BERJALAN ... (51) ... (51) ... (51) 6. Rekapitulasi Pembebanan Biaya Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Jenis Biaya Prosoposal Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Jumlah No:
.. (52) No:
.. No:
.. dst. Biaya Penyusutan dan Amortisasi ... (53) ... (54) Biaya Penunjang Aktiva Tetap... (55) … (56) Biaya Barang dan/atau Bahan ... (57) ... (58) Gaji, Honor, atau Pembayaran Sejenis yang dibayarkan kepada pegawai atau peneliti yang dipekerjakan ... (59) ... (60) Biaya atau Imbalan yang Dibayarkan terkait Kerja Sama Kegiatan Penelitian dan Pengembangan ... (61) ... (62) Biaya untuk Memperoleh Hak Kekayaan Intelektual ... (63) ... (64) Jumlah ... (65) ... (66) PETUNJUK PENGISIAN LAPORAN BIAYA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SETIAP TAHUN PAJAK Nomor (1) : Diisi dengan nomor urut. Nomor (2) : Diisi nama per jenis harta berwujud/tidak berwujud yang dimiliki dan dipergunakan Wajib Pajak untuk kegiatan penelitian dan pengembangan yang dapat disusutkan/diamortisasi. Nomor (3) : Diisi dengan bulan dan tahun perolehan harta berwujud/tidak berwujud yang dimiliki dan dipergunakan Wajib Pajak untuk kegiatan penelitian dan pengembangan yang dapat disusutkan/diamortisasi. Nomor (4) : Diisi dengan harga perolehan harta berwujud/tidak berwujud yang dimiliki dan dipergunakan Wajib Pajak untuk kegiatan penelitian dan pengembangan yang dapat disusutkan/diamortisasi. Nomor (5) : Diisi dengan nilai sisa buku fiskal pada awal Tahun Pajak harta berwujud/tidak berwujud yang dimiliki dan dipergunakan Wajib Pajak untuk penelitian dan pengembangan yang dapat disusutkan/diamortisasi. Nomor (6) : Diisi dengan kode metode penyusutan/amortisasi komersial harta berwujud/tidak berwujud sebagai berikut: GL : Garis Lurus JAT : Jumlah Angka Tahun SM : Saldo Menurun SMG : Saldo Menurun Ganda JJJ : Jumlah Jam Jasa JSP : Jumlah Satuan Produksi ML : Metode Lainnya Nomor (7) : Diisi dengan kode metode penyusutan/amortisasi fiskal harta berwujud/tidak berwujud sebagai berikut: GL : Garis Lurus SM : Saldo Menurun JSP : Jumlah Satuan Produksi (Amortisasi Fiskal) Nomor (8) : Diisi dengan kelompok harta sesuai dengan umur manfaat fiskal. Nomor (9) : Diisi dengan biaya penyusutan/amortisasi fiskal Tahun Pajak pelaporan atas harta berwujud/tidak berwujud yang dimiliki dan dipergunakan Wajib Pajak untuk penelitian dan pengembangan yang dapat disusutkan/diamortisasi. Nomor (10) : Diisi dengan nomor proposal kegiatan penelitian dan pengembangan yang berkaitan dengan penggunaan harta berwujud/tidak berwujud dimaksud. Nomor (11) : Diisi dengan nilai biaya penyusutan atau amortisasi fiskal Tahun Pajak pelaporan atas harta berwujud atau tidak berwujud yang dialokasikan ke dalam proposal sebagaimana dimaksud dalam angka 10. Dalam hal proposal lebih dari tiga, jumlah kolom disesuaikan (ditambah) ke sisi sebelah kanan. Dalam hal aktiva tetap digunakan hanya untuk satu proposal litbang, nilai di angka 11 sama dengan angka 9. Dalam hal aktiva tetap digunakan untuk beberapa proposal litbang dan tidak bisa dipisahkan, nilai sebagaimana pada angka 9 dibagi secara proporsional. Contoh: Total biaya penyusutan Mesin A yang digunakan untuk kegiatan seluruh litbang pada suatu Tahun Pajak sebesar Rp100.000.00,00, dan dalam satu tahun digunakan selama 200 hari. Penggunaan mesin A dalam satu Tahun Pajak untuk masing-masing proposal ialah: 150 hari digunakan untuk kegiatan litbang dalam Proposal-I, 25 hari untuk kegiatan litbang dalam Proposal-II, dan 25 hari untuk kegiatan litbang dalam Proposal-III. Maka dalam kolom distribusi pembebanan biaya: • Proposal-I: (150/200) x Rp100.000.000,00 = Rp75.000.000,00; • Proposal-II: (25/200) x Rp100.000.000,00 = Rp12.500.000,00; • Proposal-III: (25/200) x Rp100.000.000,00 = Rp12.500.000,00. Nomor (12) : Diisi dengan akumulasi nilai biaya penyusutan atau amortisasi fiskal Tahun Pajak pelaporan atas harta berwujud atau tidak berwujud sebagaimana dimaksud dalam angka 9. Nomor (13) : Diisi dengan akumulasi nilai biaya penyusutan atau amortisasi fiskal Tahun Pajak pelaporan atas harta berwujud atau tidak berwujud yang dialokasikan ke dalam proposal sebagaimana dimaksud dalam angka 10. Nomor (14) : Diisi dengan akumulasi sebagaimana dimaksud dalam angka 12. Nomor (15) : Diisi dengan akumulasi biaya penyusutan atau amortisasi fiskal Tahun Pajak pelaporan atas harta berwujud atau tidak berwujud yang didistribusikan ke dalam proposal sebagaimana dimaksud dalam angka 13. Nomor (16) : Diisi dengan nomor sesuai dengan urutan biaya penunjang aktiva tetap untuk keperluan pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan. Nomor (17) : Diisi dengan uraian biaya penunjang aktiva tetap untuk keperluan pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan. Nomor (18) : Diisi dengan jumlah total masing-masing uraian biaya penunjang aktiva tetap untuk keperluan pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan. Nomor (19) : Diisi dengan nomor proposal kegiatan penelitian dan pengembangan yang berkaitan dengan biaya penunjang aktiva tetap dimaksud. Nomor (20) : Diisi dengan biaya penunjang aktiva tetap yang didistribusikan ke dalam proposal sebagaimana dimaksud dalam angka 19. Dalam hal proposal lebih dari tiga, jumlah kolom disesuaikan (ditambah) ke sisi sebelah kanan. Dalam hal biaya penunjang aktiva tetap digunakan hanya untuk satu proposal litbang, nilai di angka 20 sama dengan angka 18. Dalam hal biaya penunjang aktiva tetap digunakan untuk beberapa proposal litbang, nilai sebagaimana pada angka 18 dibagi secara proporsional. Contoh: Total biaya listrik dan pemeliharaan Mesin A yang digunakan untuk kegiatan litbang pada suatu Tahun Pajak sebesar Rp100.000.00,00, dan setahun digunakan: 40% untuk kegiatan litbang dalam Proposal-I, 30% untuk kegiatan litbang dalam Proposal-II, dan 30% untuk kegiatan litbang dalam Proposal-III. Maka dalam kolom pembebanan biaya: • Proposal-I: 40% x Rp100.000.000,00 = Rp40.000.000,00; • Proposal-II: 30% x Rp100.000.000,00 = Rp30.000.000,00; • Proposal-III: 30% x Rp100.000.000,00 = Rp30.000.000,00. Nomor (21) : Diisi dengan akumulasi nilai biaya penunjang aktiva tetap sebagaimana dimaksud dalam angka 18. Nomor (22) : Diisi dengan akumulasi nilai biaya penunjang aktiva tetap yang didistribusikan ke dalam proposal sebagaimana dimaksud dalam angka 19. Nomor (23) : Diisi dengan nomor sesuai dengan urutan bahan dan/atau barang untuk keperluan pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan Nomor (24) : Diisi dengan uraian bahan dan/atau barang untuk keperluan pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan. Nomor (25) : Diisi dengan total biaya bahan dan/atau barang untuk keperluan pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan. Nomor (26) : Diisi dengan nomor proposal kegiatan penelitian dan pengembangan yang berkaitan dengan penggunaan bahan dan/atau barang dimaksud. Nomor (27) : Diisi dengan biaya bahan dan/atau barang yang didistribusikan ke dalam proposal sebagaimana dimaksud dalam angka 26. Dalam hal proposal lebih dari tiga, jumlah kolom disesuaikan (ditambah) ke sisi sebelah kanan. Dalam hal bahan dan/atau barang digunakan hanya untuk satu proposal litbang, nilai di angka 27 sama dengan angka 25. Dalam hal bahan dan/atau barang digunakan untuk beberapa proposal litbang, nilai sebagaimana pada angka 25 dibagi secara proporsional. Contoh: Total biaya bahan dan/atau barang yang digunakan untuk kegiatan litbang pada suatu Tahun Pajak sebesar Rp100.000.00,00 dan setahun digunakan: 40% untuk kegiatan litbang dalam Proposal-I, 30% untuk kegiatan litbang dalam Proposal-II, dan 30% untuk kegiatan litbang dalam Proposal-III. Maka dalam kolom pembebanan biaya: • Proposal-I: 40% x Rp100.000.000,00 = Rp40.000.000,00; • Proposal-II: 30% x Rp100.000.000,00 = Rp30.000.000,00; • Proposal-III: 30% x Rp100.000.000,00 = Rp30.000.000,00. Nomor (28) : Diisi dengan akumulasi nilai bahan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam angka 25. Nomor (29) : Diisi dengan akumulasi nilai bahan dan/atau barang yang didistribusikan ke dalam proposal sebagaimana dimaksud dalam angka 26. Nomor (30) : Diisi dengan nomor urut. Nomor (31) : Diisi dengan nama lengkap pegawai atau peneliti yang menerima gaji, honor, atau pembayaran sejenis terkait kegiatan penelitian dan pengembangan. Nomor (32) : Diisi dengan NPWP pegawai atau peneliti yang menerima gaji, honor, atau pembayaran sejenis terkait kegiatan penelitian dan pengembangan. Nomor (33) : Diisi dengan jumlah penghasilan bruto yang diterima pegawai atau peneliti. Nomor (34) : Diisi dengan nomor proposal kegiatan penelitian dan pengembangan yang berkaitan dengan pembayaran gaji, honor, atau pembayaran sejenis. Nomor (35) : Diisi dengan jumlah penghasilan bruto yang diterima pegawai atau peneliti yang didistribusikan ke dalam proposal sebagaimana dimaksud dalam angka 34. Dalam hal proposal lebih dari tiga, jumlah kolom disesuaikan (ditambah) ke sisi sebelah kanan. Dalam hal pegawai atau peneliti digunakan hanya untuk satu proposal litbang, nilai di angka 35 sama dengan angka 33. Dalam hal pegawai atau peneliti digunakan untuk beberapa proposal litbang, nilai sebagaimana pada angka 33 diatribusikan ke masing-masing proposal. Contoh: PT X menggunakan jasa Tn. A sebagai peneliti dalam kegiatan litbang PT X. Atas jasanya, Tn. A diberikan honor masing-masing untuk kegiatan litbang dalam Proposal-I sebesar Rp50.000.000,00, kegiatan litbang dalam Proposal-II sebesar Rp30.000.000,00, dan kegiatan litbang dalam Proposal-III sebesar Rp20.000.000,00. Maka dalam kolom pembebanan biaya: • Proposal-I: Rp50.000.000,00; • Proposal-II: Rp30.000.000,00; Proposal-III: Rp20.000.000,00. Nomor (36) : Diisi dengan akumulasi nilai biaya pegawai atau peneliti sebagaimana dimaksud dalam angka 33. Nomor (37) : Diisi dengan akumulasi nilai biaya pegawai atau peneliti yang didistribusikan ke dalam proposal sebagaimana dimaksud dalam angka 34. Nomor (38) : Diisi dengan nomor urut. Nomor (39) : Diisi dengan uraian jenis biaya/imbalan yang dibayarkan terkait kerja sama yang dilakukan Wajib Pajak untuk keperluan pelaksanaan penelitian dan pengembangan. Biaya yang dicantumkan merupakan imbalan yang dibayarkan kepada lembaga Penelitian dan Pengembangan dan/atau lembaga pendidikan tinggi, di Indonesia, yang dikontrak oleh Wajib Pajak untuk melakukan kegiatan Penelitian dan Pengembangan tanpa memiliki hak atas hasil dari Penelitian dan Pengembangan yang dilakukan. Nomor (40) : Diisi dengan nama lengkap nama lembaga atau institusi sebagai rekan kerja sama untuk keperluan pelaksanaan Penelitian dan Pengembangan. Nomor (41) : Diisi dengan NPWP lembaga atau institusi sebagai rekan kerja sama untuk keperluan pelaksanaan Penelitian dan Pengembangan. Nomor (42) : Diisi dengan nomor proposal kegiatan penelitian dan pengembangan yang berkaitan dengan pembayaran biaya kerja sama litbang dimaksud. Nomor (43) : Diisi dengan jumlah biaya kerja sama litbang yang dikeluarkan Wajib Pajak untuk keperluan pelaksanaan penelitian dan pengembangan untuk masing-masing proposal kegiatan. Dalam hal proposal lebih dari tiga, jumlah kolom disesuaikan (ditambah) ke sisi sebelah kanan. Nomor (44) : Diisi dengan akumulasi nilai imbalan yang dibayarkan kepada lembaga Penelitian dan Pengembangan dan/atau lembaga pendidikan tinggi, di Indonesia dalam rangka kerjasama penelitian dan pengembangan, untuk masing- masing proposal sebagaimana dimaksud dalam angka 42. Nomor (45) : Diisi dengan nomor urut. Nomor (46) : Diisi dengan uraian biaya untuk keperluan pengurusan hak kekayaan intelektual hasil kegiatan penelitian dan pengembangan. Nomor (47) : Diisi dengan nama lengkap lembaga atau institusi penerima pembayaran pengurusan hak kekayaan intelektual hasil kegiatan penelitian dan pengembangan. Nomor (48) : Diisi dengan NPWP lembaga atau institusi penerima pembayaran pengurusan hak kekayaan intelektual hasil kegiatan penelitian dan pengembangan. Nomor (49) : Diisi dengan nomor proposal kegiatan penelitian dan pengembangan. Nomor (50) : Diisi dengan jumlah biaya pengurusan hak kekayaan intelektual hasil kegiatan penelitian dan pengembangan yang dialokasikan masing-masing proposal sebagaimana dimaksud dalam angka 49. Dalam hal proposal lebih dari tiga, jumlah kolom disesuaikan (ditambah) ke sisi sebelah kanan. Nomor (51) : Diisi dengan akumulasi biaya pengurusan hak kekayaan intelektual yang dikeluarkan Wajib Pajak untuk keperluan pengurusan hak kekayaan intelektual untuk masing- masing proposal sebagaimana dimaksud dalam angka 50. Nomor (52) : Diisi dengan nomor proposal kegiatan penelitian dan pengembangan yang berkaitan dengan pembayaran biaya pengurusan hak kekayaan intelektual. Nomor (53) : Diisi dengan nilai sebagaimana dimaksud pada angka 15. Nomor (54) : Diisi dengan nilai jumlah biaya penyusutan dan amortisasi seluruh proposal. Nomor (55) : Diisi dengan nilai sebagaimana dimaksud pada angka 22. Nomor (56) : Diisi dengan nilai jumlah biaya penunjang aktiva tetap seluruh proposal. Nomor (57) : Diisi dengan nilai sebagaimana dimaksud pada angka 29. Nomor (58) : Diisi dengan nilai jumlah biaya barang dan bahan seluruh proposal. Nomor (59) : Diisi dengan nilai sebagaimana dimaksud pada angka 37. Nomor (60) : Diisi dengan nilai jumlah biaya pegawai atau peneliti seluruh proposal. Nomor (61) : Diisi dengan nilai sebagaimana dimaksud pada angka 44. Nomor (62) : Diisi dengan nilai jumlah biaya kerjasama seluruh proposal. Nomor (63) : Diisi dengan jumlah nilai sebagaimana dimaksud pada angka 51. Nomor (64) : Diisi dengan jumlah biaya pengurusan Hak Kekayaan Intelektual seluruh proposal. Nomor (65) : Diisi hasil penjumlahan nilai pada angka 53,55,57,59,61, dan 63. Nomor (66) : Diisi hasil penjumlahan nilai pada angka 54,56,58,60,62, dan 64. EE. CONTOH FORMAT SURAT PENYAMPAIAN LAPORAN PEMANFAATAN PENGURANGAN PENGHASILAN BRUTO ATAS KEGIATAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN I. CONTOH FORMAT SURAT PENYAMPAIAN LAPORAN PEMANFAATAN PENGURANGAN PENGHASILAN BRUTO Nomor :
..…….(1) Perihal : Laporan Pemanfaatan Tambahan Pengurangan Penghasilan Bruto Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Tahun Pajak....(2) Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak...(3) Memenuhi ketentuan dalam Pasal 105 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara, terlampir kami sampaikan laporan Pemanfaatan Tambahan Pengurangan Penghasilan Bruto Kegiatan Penelitian dan Pengembangan untuk Tahun Pajak....(2). Demikian disampaikan. ………….………….. 20………..(4) Pengurus/Kuasa, Cap Perusahaan dan Tanda tangan Nama Jelas :
..……(5) Jabatan :
..……(6) Tembusan: Direktur Peraturan Perpajakan II, Direktorat Jenderal Pajak PETUNJUK PENGISIAN SURAT PENYAMPAIAN LAPORAN PEMANFAATAN TAMBAHAN PENGURANGAN PENGHASILAN BRUTO KEGIATAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Nomor (1) : Diisi dengan nomor surat pernyampaian laporan biaya. Nomor (2) : Diisi dengan Tahun Pajak pelaporan biaya penelitian dan pengembangan. Nomor (3) : Diisi dengan nama Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. Nomor (4) : Diisi dengan tempat dan tanggal surat. Nomor (5) : Diisi dengan nama lengkap pengurus yang menandatangani surat. Nomor (6) : Diisi dengan jabatan pengurus yang menandatangani surat. II. CONTOH FORMAT LAPORAN PEMANFAATAN TAMBAHAN PENGURANGAN PENGHASILAN BRUTO a. Rincian Akumulasi Biaya Litbang yang Diperhitungkan Sebagai Dasar Tambahan Pengurangan Penghasilan Bruto No. Proposal Litbang Jenis Biaya Tahun Pajak Jumlah Biaya (2) (2) (2) (2) (2) (1) (3) (3) (3) (3) (3) (4) Proposal Litbang No: … Biaya Penyusutan dan Amortisasi Biaya Penunjang Aktiva Tetap Biaya Peralatan, Barang, atau Bahan Gaji, Honor, atau Pembayaran Sejenis yang dibayarkan kepada pegawai atau peneliti yang dipekerjakan Imbalan yang dibayarkan dalam rangka Kerjasama Litbang dengan Perguruan Tinggi atau Lembaga Litbang Pemerintah Biaya untuk Memperoleh Hak Kekayaan Intelektual Jumlah (5) (5) (5) (5) (5) (6) b. Rincian Perhitungan Pemanfaatan Tambahan Pengurangan Penghasilan Bruto No. Nomor Proposal Jangka Waktu Pengakuan Biaya Litbang Total Biaya (Rp) Tambahan Pengurangan Penghasilan Bruto Tahun perolehan HAKI/ Komersialisasi Persentase Tambahan Pengurangan Penghasilan Bruto Tambahan Pengurangan Penghasilan Bruto (Rp) Dari Tahun Sampai Tahun (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) 1 Proposal Litbang No: … □ Perolehan HAKI DN 50% □ Perolehan HAKI LN 50% □ Komersialisasi 100% □ Kerjasama 50% Jumlah Tambahan Pengurang Penghasilan Bruto Proposal No:
.. (15) 2 Proposal Litbang No:
.. □ Perolehan HAKI DN 50% □ Perolehan HAKI LN 50% □ Komersialisasi 100% □ Kerjasama 50% dst. Total Tambahan Pengurangan Penghasilan Bruto (16) Pemanfaatan Tambahan Pengurangan Penghasilan Bruto a. Pemanfaatan Tahun-Tahun Sebelumnya :
Tahun... (17) (18) 2) Tahun... (17) (18) 3) Tahun... (17) (18) 4) dst Total Tambahan Pengurangan Penghasilan Bruto Tahun-Tahun Sebelumnya:
b. Pemanfaatan Tahun Berjalan (20) Total Tambahan Pengurangan Penghasilan Bruto yang dimanfaatkan (21) Sisa Tambahan Pengurangan Penghasilan Bruto belum termanfaatkan (22) PETUNJUK PENGISIAN LAPORAN PEMANFAATAN PENGURANGAN PENGHASILAN BRUTO ATAS KEGIATAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Nomor (1) : Diisi dengan nomor proposal kegiatan penelitian dan pengembangan. Nomor (2) : Diisi paling lama dengan 5 (lima) Tahun Pajak terakhir sejak saat yang lebih dahulu terjadi antara pendaftaran hasil litbang ke kantor paten/kantor PVT dengan saat dilakukannya komersialisasi hasil litbang. Nomor (3) : Diisi dengan jumlah masing-masing jenis biaya yang dibebankan pada Tahun Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 2. Nomor (4) : Diisi dengan jumlah akumulasi masing-masing biaya, selama paling lama 5 (lima) Tahun Pajak terakhir. Nomor (5) : Diisi dengan jumlah akumulasi seluruh jenis biaya untuk masing-masing Tahun Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 2. Nomor (6) : Diisi dengan nilai sebagaimana dimaksud pada angka 5. Nomor (7) : Diisi dengan nomor urut. Nomor (8) : Diisi dengan nomor proposal kegiatan penelitian dan pengembangan. Nomor (9) : Diisi dengan Tahun sebagaimana dimaksud pada angka 2 kolom (tahun) pertama. Nomor (10) : Diisi dengan Tahun sebagaimana dimaksud pada angka 2 kolom (tahun) ke lima. Nomor (11) : Diisi dengan nilai sebagaimana dimaksud pada angka 6. Nomor (12) : Diisi dengan memberikan tanda checklist (√) pada kolom kotak di sebelah kiri pilihan jenis keterangan tambahan pengurangan penghasilan bruto. Tanda checklist (√) dibubuhkan di sebelah kiri jenis keterangan kegiatan yang telah dipenuhi Wajib Pajak guna mendapatkan tambahan pengurangan penghasilan bruto. Tanda checklist (√) dapat diisi lebih dari satu kotak dalam hal Wajib Pajak memanfaatkan lebih dari jenis tambahan pengurangan penghasilan bruto. Contoh: Di tahun 2025 diperoleh paten dimana litbang dilakukan dengan kerja sama dengan lembaga litbang Pemerintah, maka pada laporan Tahun Pajak 2025: − diberi checklist pada Perolehan HAKI DN dan pada kolom sebelahnya (angka 13) ditulis tahun 2025. − diberi checklist pada Kerjasama, dan kolom sebelahnya (angka 13) ditulis tahun 2025. Selanjutnya di tahun 2026 memperoleh HAKI LN dan dilakukan Komersialisasi, maka pada laporan Tahun Pajak 2026: − diberi checklist pada HAKI DN, dan pada kolom sebelahnya (Angka 13) ditulis tahun 2025. − diberi checklist pada HAKI LN, dan pada kolom sebelahnya (Angka 13) ditulis tahun 2026. − diberi checklist pada Komersialisasi, dan pada kolom sebelahnya (angka 13) ditulis tahun 2026. diberi checklist pada kerja sama, dan pada kolom sebelahnya (angka 13) ditulis tahun 2025. Nomor (13) : Diisi dengan Tahun Pajak diperolehanya hak kekayaan intelektual di dalam negeri, diperolehnya hak kekayaan intelektual di luar negeri, atau tahap komersialisasi dimulai. Nomor (14) : Diisi dengan hasil perkalian antara nilai sebagaimana dimaksud pada angka 11 dengan Persentase Tambahan Pengurangan Penghasilan Bruto. Nomor (15) : Diisi dengan hasil penjumlahan nilai sebagaimana dimaksud pada angka 14 untuk masing-masing proposal. Nomor (16) : Diisi dengan hasil penjumlahan nilai sebagaimana dimaksud pada angka 15 untuk seluruh proposal. Nomor (17) : Diisi dengan Tahun Pajak di mana Wajib Pajak telah memanfaatkan tambahan pengurangan penghasilan bruto di Tahun Pajak-Tahun Pajak sebelumnya. Dalam hal Tahun Pajak pelaporan bersangkutan merupakan Tahun Pajak pertama pemanfaatan, maka angka 17 dikosongkan. Nomor (18) : Diisi dengan nilai tambahan pengurangan penghasilan bruto yang telah dimanfaatkan Wajib Pajak untuk masing-masing Tahun Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 17. Dalam hal Tahun Pajak pelaporan bersangkutan merupakan Tahun Pajak pertama pemanfaatan, maka angka 18 dikosongkan. Nomor (19) : Diisi dengan hasil penjumlahan nilai sebagaimana dimaksud pada angka 18. Nomor (20) : Diisi dengan nilai pemanfaatan tambahan pengurangan penghasilan bruto yang dimanfaatkan Wajib Pajak pada saat Tahun Pajak Berjalan. Nilai yang diisi pada kolom ini adalah nilai yang lebih kecil antara nilai pada angka 19 dengan nilai 50% dari Penghasilan Kena Pajak sebelum fasilitas, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b. Nomor (21) : Diisi dengan hasil penjumlahan nilai sebagaimana dimaksud pada angka 19 dan angka 20. Nomor (22) : Diisi dengan hasil pengurangan nilai sebagaimana dimaksud pada angka 16 dengan angka 21. FF. CONTOH PEMBERIAN FASILITAS PENGURANGAN PENGHASILAN BRUTO ATAS PEMBERIAN SUMBANGAN DAN/ATAU BIAYA PEMBANGUNAN FASILITAS UMUM, FASILITAS SOSIAL, DAN/ATAU FASILITAS LAINNYA YANG BERSIFAT NIRLABA DI IBU KOTA NUSANTARA 1. PT A memberikan sumbangan berupa uang sebesar Rp1.000.000.000,00 untuk digunakan membangun fasilitas umum di Ibu Kota Nusantara. PT A memberikan sumbangan tersebut melalui transfer perbankan pada tanggal 4 September 2024. PT A memiliki laporan keuangan fiskal sebagai berikut: Atas sumbangan yang diberikan, PT A membebankan nilai sumbangan sebesar Rp1.000.000.000,00 dan tambahan pengurangan penghasilan bruto sebesar Rp1.000.000.000,00 (100% x nilai sumbangan) pada Tahun Pajak 2024.
PT Y ingin memberikan sumbangan di Ibu Kota Nusantara berupa pembangunan sekolah di Desa Z. Pembangunan sekolah dimulai pada 1 Agustus 2024 dan diselesaikan pada Oktober 2025. Sekolah tersebut diserahkan kepada Otorita Ibu Kota Nusantara dengan BAST tanggal 15 November 2025. PT X memiliki laporan keuangan fiskal sebagai berikut: 2024 2025 Penghasilan bruto 53.000.000.000,00 60.000.000.000,00 Biaya Non Sumbangan di IKN (42.000.000.000,00) (48.000.000.000,00) Penghasilan (rugi) neto sebelum Sumbangan di IKN 11.000.000.000,00 12.000.000.000,00 Biaya Sumbangan di IKN (2.000.000.000,00) (3.000.000.000,00) Penghasilan (rugi) neto setelah Sumbangan di IKN 9.000.000.000,00 9.000.000.000,00 Tambahan Pengurangan penghasilan bruto - (5.000.000.000,00) Penghasilan Kena Pajak 9.000.000.000,00 4.000.000.000,00 Pada tahun 2024, PT Y membebankan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan sekolah sepanjang tahun 2024 sebesar Rp2.000.000.000,00. Namun, tambahan pengurangan penghasilan bruto belum bisa dimanfaatkan karena pembangunan sekolah belum selesai dan belum ada BAST dari Otorita IKN. Pada tahun 2025, pembangunan sekolah sudah selesai dan PT Y mendapatkan BAST dari Otorita IKN. PT Y membebankan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan sekolah yang timbul pada tahun 2025 sebesar Rp3.000.000.000,00 serta memanfaatkan tambahan pengurangan penghasilan bruto atas seluruh biaya pembangunan yang telah dikeluarkan sebesar Rp5.000.000.000,00 (100% dari biaya aktual). Penghasilan bruto 53.000.000.000,00 Biaya selain sumbangan di IKN (48.000.000.000,00) Penghasilan (rugi) neto sebelum sumbangan di IKN 5.000.000.000,00 Biaya sumbangan di IKN (1.000.000.000),00 Penghasilan (rugi) neto setelah sumbangan di IKN 4.000.000.000,00 Tambahan Pengurangan penghasilan bruto (1.000.000.000),00 Penghasilan Kena Pajak 3.000.000.000,00 GG. CONTOH FORMAT SURAT PERMOHONAN FASILITAS PENGURANGAN PENGHASILAN BRUTO ATAS PEMBERIAN SUMBANGAN DAN/ATAU BIAYA PEMBANGUNAN FASILITAS UMUM, FASILITAS SOSIAL, DAN/ATAU FASILITAS LAINNYA YANG BERSIFAT NIRLABA DI IBU KOTA NUSANTARA Nomor :
.............................(1) Tanggal :
.............................(2) Lampiran :
.............................(3) Hal : Permohonan Fasilitas Pengurangan Penghasilan Bruto atas Pemberian Sumbangan dan/atau Biaya Pembangunan Fasilitas Umum, Fasilitas Sosial, dan/atau Fasilitas Lainnya yang Bersifat Nirlaba di Ibu Kota Nusantara Yth. Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 114 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara, yang bertanda tangan di bawah ini: Nama :
................................................... (4) NPWP :
................................................... (5) Alamat :
................................................... (6) Jabatan :
................................................... (7) bertindak untuk kepentingan dan atas nama: Nama Wajib Pajak :
................................................... (8) NPWP :
................................................... (9) Alamat :
................................................... (10) mengajukan permohonan untuk memperoleh dan memanfaatkan fasilitas pengurangan penghasilan bruto atas pemberian sumbangan dan/atau biaya pembangunan fasilitas umum, fasilitas sosial, dan/atau fasilitas lainnya yang bersifat nirlaba di Ibu Kota Nusantara, dengan rincian sebagai berikut: bentuk sumbangan :
...................................... (11) jenis sumbangan :
...................................... (12) nilai sumbangan :
...................................... (13) perkiraan tanggal pemberian sumbangan :
...................................... (14) Demikian permohonan ini kami sampaikan. ………….………….. (15) Pengurus/Kuasa, Cap Perusahaan dan Tanda tangan Nama Jelas :
..……….. (16) Jabatan :
..……….. (17) Tembusan:
Direktur Jenderal Pajak 2. Kepala Badan Kebijakan Fiskal PETUNJUK PENGISIAN SURAT PERMOHONAN FASILITAS PENGURANGAN PENGHASILAN BRUTO ATAS PEMBERIAN SUMBANGAN DAN/ATAU BIAYA PEMBANGUNAN FASILITAS UMUM, FASILITAS SOSIAL, DAN/ATAU FASILITAS LAINNYA YANG BERSIFAT NIRLABA DI IBU KOTA NUSANTARA Nomor 1 : Diisi dengan nomor surat permohonan. Nomor 2 : Diisi dengan tanggal permohonan. Nomor 3 : Diisi dengan jumlah lampiran yang disertakan pada Surat Permohonan menurut Wajib Pajak. Nomor 4 : Diisi dengan nama pengurus/kuasa Wajib Pajak. Nomor 5 : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak pengurus/kuasa Wajib Pajak. Nomor 6 : Diisi dengan alamat pengurus/kuasa Wajib Pajak. Nomor 7 : Diisi dengan jabatan pengurus/kuasa Wajib Pajak. Nomor 8 : Diisi dengan nama Wajib Pajak. Nomor 9 : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak. Nomor 10 : Diisi dengan alamat Wajib Pajak. Nomor 11 : Diisi dengan bentuk sumbangan yang diberikan (uang, barang, atau biaya pembangunan). Nomor 12 : Diisi dengan jenis sumbangan yang diberikan (sebutkan nama barang atau nama fasilitas umum/sosial/lainnya yang dibangun). Nomor 13 : Diisi dengan nilai sumbangan yang diberikan. Nomor 14 : Diisi dengan perkiraan tanggal pemberian sumbangan. Nomor 15 : Diisi dengan kota tempat pembuatan permohonan beserta tanggal, bulan, dan tahun pembuatan permohonan. Nomor 16 : Diisi dengan nama jelas pengurus/kuasa Wajib Pajak yang menandatangani surat. Nomor 17 : Diisi dengan jabatan pengurus/kuasa Wajib Pajak yang menandatangani surat. HH. CONTOH FORMAT PEMBERITAHUAN FASILITAS PENGURANGAN PENGHASILAN BRUTO ATAS PEMBERIAN SUMBANGAN DAN/ATAU BIAYA PEMBANGUNAN FASILITAS UMUM, FASILITAS SOSIAL, DAN/ATAU FASILITAS LAINNYA YANG BERSIFAT NIRLABA DI IBU KOTA NUSANTARA PEMBERITAHUAN FASILITAS PENGURANGAN PENGHASILAN BRUTO ATAS PEMBERIAN SUMBANGAN DAN/ATAU BIAYA PEMBANGUNAN FASILITAS UMUM, FASILITAS SOSIAL, DAN/ATAU FASILITAS LAINNYA YANG BERSIFAT NIRLABA DI IBU KOTA NUSANTARA Nomor :
.....................(1) Tanggal :
.....................(2) Pemerintah Republik Indonesia c.q. Otorita Ibu Kota Nusantara berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara jo. Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara, menyampaikan bahwa:
Wajib Pajak berikut: nama Wajib Pajak :
............................ (3) Nomor Pokok Wajib Pajak :
............................ (4) alamat :
............................ (5) telah mengajukan permohonan fasilitas pengurangan penghasilan bruto atas pemberian sumbangan dan/atau biaya pembangunan fasilitas umum, fasilitas sosial, dan/atau fasilitas lainnya yang bersifat nirlaba di Ibu Kota Nusantara dengan rincian sebagai berikut: nomor permohonan :
............................ (6) tanggal permohonan :
............................ (7) bentuk sumbangan :
............................ (8) jenis sumbangan :
............................ (9) nilai sumbangan :
............................ (10) perkiraan tanggal pemberian sumbangan :
............................ (11) 2. atas permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1, telah dilakukan penelitian dan verifikasi kesesuaian sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 117 Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024;
berdasarkan hasil penelitian dan verifikasi kesesuaian sebagaimana dimaksud pada angka 2, disampaikan bahwa permohonan Wajib Pajak dinyatakan memenuhi/tidak memenuhi: ) Persyaratan dalam Pasal 112 ayat (1) dan ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024 bbb Jangka waktu penyampaian permohonan dalam Pasal 114 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024 bb Ketentuan muatan informasi dalam Pasal 114 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024 bb Kebutuhan pengembangan Ibu Kota Nusantara 4. berdasarkan pertimbangan yang telah disampaikan pada angka 3, disampaikan bahwa Wajib Pajak dapat/tidak dapat) memberikan sumbangan sebagaimana dimaksud dalam angka 1;
Fasilitas pengurangan penghasilan bruto atas pemberian sumbangan dan/atau biaya pembangunan fasilitas umum, fasilitas sosial, dan/atau fasilitas lainnya yang bersifat nirlaba di Ibu Kota Nusantara dapat dimanfaatkan sepanjang pemberian sumbangan telah direalisasikan dan dapat dibuktikan dengan bukti realisasi pemberian sumbangan sebagaimana diatur dalam Pasal 113 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024**) Demikian disampaikan. ………..……………. (12) Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara Nama Jelas:
..…………………. (13) Tembusan: Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak...……………….. (14) Keterangan: *) coret yang tidak perlu; **) ditambahkan dalam hal Wajib Pajak dapat memberikan sumbangan sebagaimana dimaksud dalam angka 3. PETUNJUK PENGISIAN PEMBERITAHUAN FASILITAS PENGURANGAN PENGHASILAN BRUTO ATAS PEMBERIAN SUMBANGAN DAN/ATAU BIAYA PEMBANGUNAN FASILITAS UMUM, FASILITAS SOSIAL, DAN/ATAU FASILITAS LAINNYA YANG BERSIFAT NIRLABA DI IBU KOTA NUSANTARA Nomor 1 : Diisi dengan nomor pemberitahuan. Nomor 2 : Diisi dengan tanggal pemberitahuan. Nomor 3 : Diisi dengan nama Wajib Pajak. Nomor 4 : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak. Nomor 5 : Diisi dengan alamat Wajib Pajak. Nomor 6 : Diisi dengan nomor permohonan. Nomor 7 : Diisi dengan tanggal permohonan. Nomor 8 : Diisi dengan bentuk sumbangan yang diberikan (uang, barang, atau biaya pembangunan). Nomor 9 : Diisi dengan jenis sumbangan yang diberikan (sebutkan nama barang atau nama fasilitas umum/sosial/lainnya yang dibangun). Nomor 10 : Diisi dengan nilai sumbangan yang diberikan. Nomor 11 : Diisi dengan perkiraan tanggal pemberian sumbangan. Nomor 12 : Diisi dengan kota tempat pembuatan permohonan beserta tanggal, bulan, dan tahun pembuatan permohonan. Nomor 13 : Diisi dengan nama jelas Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara. Nomor 14 : Diisi dengan nama kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi wilayah Ibu Kota Nusantara. II. CONTOH SURAT PENYAMPAIAN LAPORAN PENERIMAAN SUMBANGAN DAN/ATAU BIAYA PEMBANGUNAN FASILITAS UMUM, FASILITAS SOSIAL, DAN/ATAU FASILITAS LAINNYA YANG BERSIFAT NIRLABA DI IBU KOTA NUSANTARA I. CONTOH FORMAT SURAT PENYAMPAIAN LAPORAN PENERIMAAN SUMBANGAN DAN/ATAU BIAYA PEMBANGUNAN FASILITAS UMUM, FASILITAS SOSIAL, DAN/ATAU FASILITAS LAINNYA YANG BERSIFAT NIRLABA DI IBU KOTA NUSANTARA Nomor :
..……. (1) Perihal : Laporan penerimaan sumbangan dan/atau biaya pembangunan fasilitas umum, fasilitas sosial, dan/atau fasilitas lainnya yang bersifat nirlaba di Ibu Kota Nusantara Tahun Pajak.... (2) Yth. Direktur Jenderal Pajak Memenuhi ketentuan dalam Pasal 120 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara, terlampir kami sampaikan laporan penerimaan sumbangan dan/atau biaya pembangunan fasilitas umum, fasilitas sosial, dan/atau fasilitas lainnya yang bersifat nirlaba di Ibu Kota Nusantara untuk Tahun Pajak.... (3) Demikian disampaikan. ………….………….. (4) Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara, Cap dan Tanda tangan Nama Jelas :
..……… (5) PETUNJUK PENGISIAN SURAT PENYAMPAIAN LAPORAN PENERIMAAN SUMBANGAN DAN/ATAU BIAYA PEMBANGUNAN FASILITAS UMUM, FASILITAS SOSIAL, DAN/ATAU FASILITAS LAINNYA YANG BERSIFAT NIRLABA DI IBU KOTA NUSANTARA Nomor (1) : Diisi dengan nomor surat penyampaian laporan penerimaan sumbangan dan/atau biaya pembangunan. Nomor (2) : Diisi dengan Tahun Pajak sumbangan dan/atau biaya pembangunan diserahkan. Nomor (3) : Diisi dengan Tahun Pajak sumbangan dan/atau biaya pembangunan diserahkan. Nomor (4) : Diisi dengan tempat dan tanggal surat. Nomor (5) : Diisi dengan nama jelas Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara. II. CONTOH FORMAT LAPORAN PENERIMAAN SUMBANGAN DAN/ATAU BIAYA PEMBANGUNAN FASILITAS UMUM, FASILITAS SOSIAL, DAN/ATAU FASILITAS LAINNYA YANG BERSIFAT NIRLABA DI IBU KOTA NUSANTARA LAPORAN PENERIMAAN SUMBANGAN DAN/ATAU BIAYA PEMBANGUNAN FASILITAS UMUM, FASILITAS SOSIAL, DAN/ATAU FASILITAS LAINNYA YANG BERSIFAT NIRLABA DI IBU KOTA NUSANTARA TAHUN PAJAK ... (1) No Nama dan NPWP Pemberi Sumbangan Alamat Pemberi Sumbangan Pemberitahuan Persetujuan Fasilitas Bukti Realisasi Pemberian Sumbangan Bentuk Sumbangan Nilai Sumbangan Tanggal Pemberian Sumbangan Penggunaan Sumbangan Nomor Tanggal Nomor Tanggal (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) ………….………….. (13) Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara, Cap dan Tanda tangan Nama Jelas :
..……… (14) PETUNJUK PENGISIAN LAPORAN PENERIMAAN SUMBANGAN DAN/ATAU BIAYA PEMBANGUNAN FASILITAS UMUM, FASILITAS SOSIAL, DAN/ATAU FASILITAS LAINNYA YANG BERSIFAT NIRLABA DI IBU KOTA NUSANTARA Nomor (1) : Diisi dengan Tahun Pajak sumbangan dan/atau biaya pembangunan diserahkan. Nomor (2) : Diisi dengan nomor sesuai dengan urutan. Nomor (3) : Diisi dengan nama dan NPWP pemberi sumbangan. Nomor (4) : Diisi dengan alamat pemberi sumbangan. Nomor (5) : Diisi dengan nomor pemberitahuan fasilitas pengurangan penghasilan bruto atas pemberian sumbangan dan/atau biaya pembangunan fasilitas umum, fasilitas sosial, dan/atau fasilitas lainnya yang bersifat nirlaba di Ibu Kota Nusantara Nomor (6) : Diisi dengan tanggal pemberitahuan fasilitas pengurangan penghasilan bruto atas pemberian sumbangan dan/atau biaya pembangunan fasilitas umum, fasilitas sosial, dan/atau fasilitas lainnya yang bersifat nirlaba di Ibu Kota Nusantara Nomor (7) : Diisi dengan nomor bukti transfer perbankan atau nomor berita acara serah terima yang dikeluarkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara Nomor (8) : Diisi dengan tanggal bukti transfer perbankan atau tanggal berita acara serah terima yang dikeluarkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara Nomor (9) : Diisi dengan bentuk sumbangan yang diterima. Nomor (10) : Diisi dengan nilai sumbangan yang diterima. Nomor (11) : Diisi dengan tanggal pemberian sumbangan dan/atau biaya pembangunan Nomor (12) : Diisi dengan penggunaan sumbangan dan/atau biaya pembangunan yang diberikan. Nomor (13) : Diisi dengan tempat dan tanggal surat. Nomor (14) : Diisi dengan nama jelas Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara. JJ. CONTOH SURAT PEMBERITAHUAN PEMANFAATAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH DAN BERSIFAT FINAL Nomor :
............................................................... (1) Hal : Pemberitahuan Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah dan Bersifat Final Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak ......................................... (2) Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama :
..……………………………….. (3) NPWP :
..……………………………….. (4) Jabatan :
..……………………………….. (5) bertindak selaku pengurus dari Wajib Pajak: Nama :
..……………………………….. (6) NPWP :
..……………………………….. (7) memberitahukan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024 untuk Pemberi Kerja sebagai berikut: No.
Nama (9) NPWP/NITKU (10) NIB (11) Alamat (12) 1.
Demikian disampaikan.
........., ...................20.... (13) (14) ................................ (15) PETUNJUK PENGISIAN SURAT PEMBERITAHUAN PEMANFAATAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH DAN BERSIFAT FINAL Nomor (1) : Diisi dengan nomor Surat Pemberitahuan Pemanfaatan Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah dan Bersifat Final. Nomor (2) : Diisi dengan kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak pusat terdaftar. Nomor (3) : Diisi dengan nama Wajib Pajak pusat atau pengurus dari Wajib Pajak pusat (bagi Wajib Pajak badan). Nomor (4) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak pusat atau pengurus dari Wajib Pajak pusat (bagi Wajib Pajak badan). Nomor (5) : Diisi dengan jabatan pengurus dari Wajib Pajak pusat (bagi Wajib Pajak badan). Nomor (6) : Diisi dengan nama Wajib Pajak pusat. Nomor (7) : Diisi dengan NPWP Wajib Pajak pusat. Nomor (8) : Diisi dengan nomor urut. Nomor (9) : Diisi dengan nama Pemberi Kerja. Nomor (10) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU) Pemberi Kerja. Nomor (11) : Diisi dengan Nomor Induk Berusaha Pemberi Kerja. Nomor (12) : Diisi dengan alamat Pemberi Kerja. Nomor (13) : Diisi dengan tempat dan tanggal Surat Pemberitahuan Pemanfaatan Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah dan Bersifat Final. Nomor (14) : Diisi dengan tanda tangan dan cap Wajib Pajak/ Wakil Wajib Pajak/ Kuasa Wajib Pajak. Nomor (15) : Diisi dengan nama Wajib Pajak atau pengurus dari Wajib Pajak pusat (bagi Wajib Pajak badan). KK. CONTOH SURAT PERSETUJUAN/PENOLAKAN PEMANFAATAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH DAN BERSIFAT FINAL KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR PELAYANAN PAJAK ................................................... (1) Nomor :
..………………………………………..(2) Perihal : Persetujuan/Penolakan Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah dan Bersifat Final Kepada Yth. .............................................. (3) Berkenaan dengan surat pemberitahuan yang Saudara ajukan Nomor .................... (4) tanggal ...................... (5) dengan ini diberitahukan bahwa berdasarkan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024, Pemberi Kerja sebagaimana tercantum dalam tabel berikut berhak/tidak berhak untuk memanfaatkan Fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final. No.
Nama (7) NPWP/NITKU (8) NIB (9) Alamat (10) 1.
Surat keterangan ini berlaku sampai dengan tanggal… (11) Demikian kami sampaikan.
.............., ..................... 20.... (12) a.n. Direktur Jenderal Pajak Kepala Kantor ................................................ (13) Tanda Tangan ................................................ (14) Kode Verifikasi: Untuk memastikan keaslian dokumen, silahkan masukkan kode verifikasi melalui laman djponline.pajak.go.id PETUNJUK PENGISIAN SURAT PERSETUJUAN/PENOLAKAN PEMANFAATAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH DAN BERSIFAT FINAL Nomor (1) : Diisi dengan kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak berstatus pusat terdaftar. Nomor (2) : Diisi dengan nomor Surat Persetujuan Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah dan Bersifat Final. Nomor (3) : Diisi dengan nama Wajib Pajak. Nomor (4) : Diisi dengan nomor surat permohonan Surat Pemberitahuan Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah dan Bersifat Final. Nomor (5) : Diisi dengan tanggal surat pemberitahuan. Nomor (6) : Diisi dengan nomor urut. Nomor (7) : Diisi dengan nama Pemberi Kerja. Nomor (8) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU) Pemberi Kerja. Nomor (9) : Diisi dengan Nomor Induk Berusaha Pemberi Kerja. Nomor (10) : Diisi dengan alamat Pemberi Kerja. Nomor (11) : Diisi dengan tanggal akhir Tahun Pajak berakhirnya fasilitas PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan Bersifat Final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 PP 12 Tahun 2023. Nomor (12) : Diisi dengan tempat dan tanggal penerbitan Surat Persetujuan/Penolakan Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah dan Bersifat Final. Nomor (13) : Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak yang menerbitkan Surat Persetujuan/Penolakan Pemanfaatan Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah dan Bersifat Final. Nomor (14) : Diisi dengan nama kepala kantor pelayanan pajak yang menerbitkan Surat Persetujuan/Penolakn Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah dan Bersifat Final. LL. CONTOH LAPORAN REALISASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH DAN BERSIFAT FINAL LAPORAN REALISASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH DAN BERSIFAT FINAL Status Laporan Realisasi : Normal Pembetulan *) Nama Wajib Pajak Pusat :
..…………………………………….......….. (1) NPWP :
..…………………………………….......….. (2) Masa Pajak :
..………………………………………......... (3) No.
Nama Pemberi Kerja (5) NPWP/ NITKU (6) NIB (7) Alamat (8) Jumlah Pegawai (9) Jumlah Penghasilan Bruto (10) Jumlah Pajak Penghasilan
Pasal 21
Daftar Pegawai yang telah menerima Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah dan Bersifat Final: No.
Nama Pegawai (13) NPWP (14) Alamat (15) Jumlah (Rp) (16) NPWP/ NITKU Pemberi Kerja (17) Penghasilan Bruto Pajak Penghasilan
Pasal 21
Jumlah ................. (18) .................(19) Demikian laporan disampaikan. ……….,...………..…. 20.... (20) __ __ __ __ __ __ __ __ __ (21) ....................................... (22) NPWP:
......................... (23) *) pilih salah satu PETUNJUK PENGISIAN LAPORAN REALISASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH DAN BERSIFAT FINAL Nomor (1) : Diisi dengan nama Wajib Pajak. Nomor (2) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak. Nomor (3) : Diisi dengan masa pajak sesuai periode pelaporan. Nomor (4) : Diisi dengan nomor urut. Nomor (5) : Diisi dengan nama Pemberi Kerja. Nomor (6) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak atau Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha Pemberi Kerja. Nomor (7) : Diisi dengan Nomor Induk Berusaha Pemberi Kerja. Nomor (8) : Diisi dengan alamat Pemberi Kerja. Nomor (9) : Diisi dengan jumlah pegawai yang berhak menerima Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah dan Bersifat Final dalam Masa Pajak periode pelaporan. Nomor (10) : Diisi dengan jumlah rupiah Penghasilan Bruto yang diterima pegawai yang berhak menerima Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah dan Bersifat Final dalam masa pajak periode pelaporan. Nomor (11) : Diisi dengan jumlah rupiah Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah dan Bersifat Final dalam masa pajak periode pelaporan yang diberikan secara tunai kepada masing- masing pegawai yang berhak. Nomor (12) : Diisi dengan nomor urut. Nomor (13) : Diisi dengan nama pegawai yang berhak menerima Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah dan Bersifat Final dalam setiap Masa Pajak periode pelaporan. Nomor (14) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak yang lengkap dan valid dari pegawai yang berhak menerima Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final dalam setiap masa pajak periode pelaporan. Nomor (15) : Diisi dengan alamat dari pegawai yang berhak menerima Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah dan Bersifat Final dalam setiap masa pajak periode pelaporan. Nomor (16) : Diisi dengan jumlah rupiah Penghasilan Bruto dan Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final hasil perhitungan yang benar tiap pegawai dalam setiap masa pajak periode pelaporan. Nomor (17) Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak atau Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha Pemberi Kerja. Nomor (18) Diisi dengan jumlah rupiah Penghasilan Bruto yang diterima pegawai yang berhak menerima Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final dalam masa pajak periode pelaporan. Nomor (19) Diisi dengan jumlah rupiah Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan bersifat final dalam masa pajak periode pelaporan yang diberikan secara tunai kepada masing- masing pegawai yang berhak. Nomor (20) : Diisi dengan tempat dan tanggal laporan. Nomor (21) : Diisi dengan tanda tangan dan cap Wajib Pajak /Wakil Wajib Pajak/ Kuasa Wajib Pajak . Nomor (22) : Diisi dengan nama Wajib Pajak atau Pengurus (bagi Wajib Pajak Badan). Nomor (23) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak atau Pengurus (bagi Wajib Pajak Badan). MM. CONTOH SURAT PEMBATALAN/PENCABUTAN SURAT PERSETUJUAN PEMANFAATAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH DAN BERSIFAT FINAL KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR WILAYAH DJP...……. (1) KANTOR PELAYANAN PAJAK...…… (2) SURAT PEMBATALAN/PENCABUTAN SURAT PERSETUJUAN Nomor :
.……………………………. ^ (3) ^ Berdasarkan Laporan Hasil Penelitian Nomor:
............ (4) tanggal...............(5) dengan ini Surat Persetujan Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah dan Bersifat Final: Nama Wajib Pajak Pusat :
.…………………………….(6) NPWP Wajib Pajak Pusat :
.…………………………….(7) ^ Nama Pemberi Kerja :
.…………………………….(8) NPWP/NITKU Pemberi Kerja :
.…………………………….(9) NIB Pemberi Kerja :
.…………………………….(10) Alamat Pemberi Kerja :
.…………………………….(11) ^ No. Surat Persetujuan :
.…………………………….(12) ^ Tanggal Surat Persetujuan :
.…………………………….(13) dinyatakan dibatalkan/dicabut terhitung sejak tanggal .............. (14) Wajib Pajak wajib melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
.................,...….20….(15) Kepala Kantor ………………………….(16) Untuk memastikan keaslian tanda tangan elektronik, silakan pindai QR Code PETUNJUK PENGISIAN SURAT PEMBATALAN/PENCABUTAN SURAT PERSETUJUAN PEMANFAATAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH DAN BERSIFAT FINAL Nomor (1) : Diisi dengan nama kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak. Nomor (2) : Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak berstatus pusat terdaftar. Nomor (3) : Diisi dengan nomor Surat Pembatalan/Pencabutan Surat Persetujuan. Nomor (4) : Diisi dengan nomor Laporan Hasil Penelitian. Nomor (5) : Diisi dengan tanggal Laporan Hasil Penelitian. Nomor (6) : Diisi dengan nama Wajib Pajak Berstatus Pusat. Nomor (7) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak berstatus pusat. Nomor (8) : Diisi dengan nama Pemberi Kerja. Nomor (9) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak atau Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha Pemberi Kerja. Nomor (10) : Diisi dengan Nomor Induk Berusaha Pemberi Kerja (Jika Ada). Nomor (11) : Diisi dengan alamat Pemberi Kerja. Nomor (12) : Diisi dengan nomor Surat Persetujuan. Nomor (13) : Diisi dengan tanggal Surat Persetujuan. Nomor (14) : Diisi dengan tanggal Surat Pembatalan/Pencabutan Surat Persetujuan diterbitkan. Nomor (15) : Diisi dengan tempat dan tanggal dibuatnya Surat Pembatalan/Pencabutan Surat Persetujuan. Nomor (16) : Diisi dengan nama kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak berstatus pusat terdaftar. NN. CONTOH PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN FINAL DENGAN TARIF 0% ATAS PENGHASILAN DARI USAHA DI WILAYAH IBU KOTA NUSANTARA 1. Tuan N membuka usaha rumah makan di wilayah Ibu Kota Nusantara dengan penanaman modal sebesar Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Tuan N terdaftar sebagai Wajib Pajak pada tanggal 1 Januari 2025. Tuan N telah menyampaikan permohonan untuk memanfaatkan fasilitas Pajak Penghasilan final 0% (nol persen) berdasarkan Peraturan Menteri ini dan telah memperoleh surat persetujuan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan final 0% (nol persen) dari Direktorat Jenderal Pajak pada tanggal 15 Januari 2025. Pada Februari 2025, Tuan N memperoleh peredaran bruto dari usaha rumah makan sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Tuan N berhak memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif sebesar 0% (nol persen) dan harus menyampaikan laporan realisasi pemanfaatan fasilitas melalui saluran tertentu paling lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan berikutnya untuk setiap Masa Pajak.
PT XYZ memiliki usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara dengan nilai Penanaman Modal di wilayah Ibu Kota Nusantara sebesar Rp9.000.000.000,00 (sembilan miliar rupiah) dan terdaftar sebagai Wajib Pajak pada tanggal 1 Juli 2027. PT XYZ telah menyampaikan permohonan untuk memanfaatkan fasilitas Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif 0% berdasarkan Peraturan Menteri ini dan telah memperoleh surat persetujuan pemanfaatan fasilitas dari Direktorat Jenderal Pajak pada tanggal 15 Juli 2027. PT XYZ harus menyampaikan laporan realisasi pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif 0% melalui saluran tertentu paling lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan berikutnya untuk setiap Masa Pajak. Pada Tahun Pajak 2028 PT XYZ memiliki penghasilan bruto dari usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara sebesar Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah). Atas penghasilan tersebut dikenai PPh final dengan tarif 0%. Pada tanggal 17 September 2028 PT XYZ melakukan transaksi penyerahan jasa kepada pemotong atau pemungut pajak yang merupakan Wajib Pajak yang bertempat kedudukan di wilayah Ibu Kota Nusantara dan penyerahan jasa dilakukan di wilayah Ibu Kota Nusantara, yang merupakan objek pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan. Untuk dapat menerapkan tarif Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif 0% PT XYZ harus menyerahkan salinan surat persetujuan untuk kemudian dapat dikonfirmasi oleh pemotong atau pemungut Pajak Penghasilan melalui sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak. Pada Tahun Pajak 2029 PT XYZ mengembangkan usahanya dengan membuka cabang usaha di luar wilayah Ibu Kota Nusantara dengan rincian penghasilan bruto dari usaha sebagai berikut:
di wilayah Ibu Kota Nusantara : Rp52.000.000.000,00 2. di luar wilayah Ibu Kota Nusantara : Rp 3.000.000.000,00 Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh PT XYZ pada Tahun Pajak 2029 berlaku sebagai berikut:
Penghasilan dari usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara:
atas penghasilan bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) dikenai Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif 0%; dan
atas bagian penghasilan bruto di atas Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) yaitu sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dikenai Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penghasilan kena pajak dikalikan tarif Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Penghasilan dari usaha di luar wilayah Ibu Kota Nusantara: Dalam hal Wajib Pajak masih memenuhi kriteria untuk dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, atas penghasilan dari usaha di luar wilayah Ibu Kota Nusantara sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dimaksud dikenai Pajak Penghasilan dengan tarif 0,5% (no koma lima persen) dari peredaran usaha dan bersifat final. OO. CONTOH FORMAT SURAT PERMOHONAN PEMANFAATAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN FINAL 0% ATAS PENGHASILAN DARI PEREDARAN BRUTO USAHA TERTENTU DI WILAYAH IBU KOTA NUSANTARA Nomor :
................................................................... (1) Lampiran :
................................................................... (2) Hal : Permohonan Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan Final 0% (nol persen) atas Penghasilan dari Peredaran Bruto Usaha Tertentu di Wilayah Ibu Kota Nusantara Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak ......................................... (3) Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama :
.………………………………..(4) NPWP :
.………………………………..(5) Alamat :
.………………………………..(6) Nomor telepon :
.………………………………..(7) Jabatan :
.………………………………..(8) Bertindak selaku: Nama :
.…………………..(9) NPWP :
.…………………..(10) Alamat :
.…………………..(11) Nomor telepon :
.……………….….(12) mengajukan permohonan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif 0% (nol persen) atas Penghasilan dari Peredaran Bruto Usaha Tertentu di Wilayah Ibu Kota Nusantara dan telah:
melakukan Penanaman Modal di wilayah Ibu Kota Nusantara dengan nilai kurang dari Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah), memiliki Izin Usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara Nomor ... tanggal ... dengan kualifikasi usaha mikro, kecil dan menengah, melakukan kegiatan usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara dan memiliki NPWP atau nomor identitas tempat kegiatan usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara sebagai berikut: No(14) NPWP/ID TKU(15) Alamat lokasi usaha(16) memenuhi persyaratan tertentu lainnya, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara. Demikian disampaikan.
........, ...................20.... (17) (18) ............................... (19) Wajib Pajak wakil/kuasa*) dari Wajib Pajak PETUNJUK PENGISIAN SURAT PERMOHONAN PEMANFAATAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN FINAL 0% ATAS PENGHASILAN DARI PEREDARAN BRUTO USAHA TERTENTU DI WILAYAH IBU KOTA NUSANTARA Nomor (1) : Diisi dengan nomor Surat Permohonan Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan Final dengan Tarif sebesar 0% atas Penghasilan dari Peredaran Bruto Usaha Tertentu di Wilayah Ibu Kota Nusantara (surat permohoan pemanfaatan fasilitas). Nomor (2) : Diisi dengan jumlah lampiran. Nomor (3) : Diisi dengan Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak berstatus pusat terdaftar. Nomor (4) : Diisi dengan nama penanda tangan surat permohonan. Nomor (5) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak penanda tangan surat permohonan. Nomor (6) : Diisi dengan alamat penanda tangan surat permohonan. Nomor (7) : Diisi dengan nomor telepon penanda tangan surat permohonan. Nomor (8) : Diisi dengan jabatan pengurus dari Wajib Pajak (bagi Wajib Pajak badan). Nomor (9) : Diisi dengan Nama Wajib Pajak jika penanda tangan adalah wakil/kuasa Wajib Pajak. Nomor (10) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak Wajib Pajak jika penanda tangan adalah wakil/kuasa Wajib Pajak. Nomor (11) : Diisi dengan alamat Wajib Pajak jika penanda tangan adalah wakil/kuasa Wajib Pajak. Nomor (12) : Diisi dengan nomor telepon Wajib Pajak jika penanda tangan adalah wakil/kuasa Wajib Pajak. Nomor (13) : Diisi dengan menandai kotak dengan tanda centang ( ✓ ) sesuai permohonan yang diajukan. Nomor (14) : Diisi dengan nomor urut pengisian. Nomor (15) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak atau Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha pada setiap lokasi usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara. Nomor (16) : Diisi dengan alamat pada setiap lokasi usaha Wajib Pajak di wilayah Ibu Kota Nusantara (nama jalan jika ada, desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota). Nomor (17) : Diisi dengan tempat dan tanggal surat permohonan. Nomor (18) : Diisi dengan tanda tangan Wajib Pajak/Wakil Wajib Pajak/Kuasa Wajib Pajak. Nomor (19) : Diisi dengan nama Wajib Pajak/Wakil Wajib Pajak/Kuasa Wajib Pajak. PP. CONTOH FORMAT SURAT PERSETUJUAN BERHAK MEMANFAATKAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN FINAL 0% ATAS PENGHASILAN DARI PEREDARAN BRUTO USAHA TERTENTU DI WILAYAH IBU KOTA NUSANTARA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR WILAYAH DJP...……………………… (1) KANTOR PELAYANAN PAJAK ............................. (2) Nomor :
.………………………………………..(3) Perihal : Persetujuan Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan Final 0% (nol persen) atas Penghasilan dari Peredaran Bruto Usaha Tertentu di Wilayah Ibu Kota Nusantara Kepada Yth. .............................................. (4) Berkenaan dengan surat permohonan yang Saudara ajukan Nomor .......................................(5) tanggal ........................................(6) dengan ini ditetapkan bahwa berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor…. Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara, Wajib Pajak: Nama :
.…………………….. (7) NPWP :
.…………………….. (8) Alamat :
.…………………….. (9) NIB :
.…………………….. (10), memiliki tempat kegiatan usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara sebagai berikut : No (11) NPWP/ID TKU (12) Alamat lokasi usaha (13) berhak untuk memanfaatkan Fasilitas Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif sebesar 0% (nol persen) atas Penghasilan dari Peredaran Bruto Usaha Tertentu di Wilayah Ibu Kota Nusantara terhitung sejak tanggal persetujuan sampai dengan tahun 2035. Surat Persetujuan ini dapat berlaku sebagai Surat Keterangan Bebas Pemotongan atau Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dalam hal Wajib Pajak melakukan transaksi:
impor; dan/atau
pembelian, untuk kegiatan usaha yang dilakukan di wilayah Ibu Kota Nusantara. Demikian kami sampaikan.
............., ..................... 20.... (14) Kepala Kantor ................................................ (15) Untuk memastikan keaslian tanda tangan elektronik, silakan pindai QR Code pada laman https: //office.kemenkeu.go.id atau unggah dokumen pada laman https: //tte.kominfo.go.id/verifyPDF PETUNJUK PENGISIAN SURAT PERSETUJUAN BERHAK MEMANFAATKAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN FINAL 0% ATAS PENGHASILAN DARI PEREDARAN BRUTO USAHA TERTENTU DI WILAYAH IBU KOTA NUSANTARA Nomor (1) : Diisi dengan nama kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak. Nomor (2) : Diisi dengan kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak berstatus pusat terdaftar. Nomor (3) : Diisi dengan nomor Surat Persetujuan Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan Final 0% (nol persen) atas Penghasilan dari Peredaran Bruto Usaha Tertentu di Wilayah Ibu Kota Nusantara (surat persetujuan pemanfaatan fasilitas). Nomor (4) : Diisi dengan nama Wajib Pajak. Nomor (5) : Diisi dengan nomor surat permohonan pemanfaatan fasilitas. Nomor (6) : Diisi dengan tanggal surat permohonan pemanfaatan fasilitas. Nomor (7) : Diisi dengan nama Wajib Pajak. Nomor (8) : Diisi dengan Nomor Pajak Wajib Pajak dari Wajib Pajak. Nomor (9) : Diisi dengan alamat Wajib Pajak. Nomor (10) : Diisi dengan nomor Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh OSS. Nomor (11) : Diisi dengan nomor urut pengisian. Nomor (12) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak atau Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha pada setiap lokasi usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara. Nomor (13) : Diisi dengan alamat pada setiap lokasi usaha Wajib Pajak di wilayah Ibu Kota Nusantara. Nomor (14) : Diisi dengan tempat dan tanggal surat persetujuan pemanfaatan fasilitas. Nomor (15) : Diisi dengan nama kepala kantor pelayanan pajak yang menerbitkan surat persetujuan pemanfaatan fasilitas. QQ. CONTOH FORMAT SURAT PENOLAKAN PEMANFAATAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN FINAL 0% ATAS PENGHASILAN DARI PEREDARAN BRUTO USAHA TERTENTU DI WILAYAH IBU KOTA NUSANTARA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR WILAYAH DJP...…………………. (1) KANTOR PELAYANAN PAJAK .............................. (2) Nomor :
.………………………………………..(3) Perihal : Surat Penolakan Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan Final 0% (nol persen) atas Penghasilan dari Peredaran Bruto Usaha Tertentu di Wilayah Ibu Kota Nusantara Kepada Yth. .................................................... (4) Berkenaan dengan surat permohonan yang Saudara ajukan nomor ...... (5) tanggal ...... (6) dengan ini diberitahukan bahwa berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara, Saudara tidak berhak untuk memanfaatkan Fasilitas Pajak Penghasilan yang Bersifat Final dengan tarif sebesar 0% (nol persen) atas Penghasilan dari Peredaran Bruto Usaha Tertentu di Wilayah Ibu Kota Nusantara, dengan alasan (7): Penanaman Modal sebesar Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) atau lebih. Tidak bertempat tinggal atau bertempat kedudukan, dan/atau tidak memiliki cabang di wilayah Ibu Kota Nusantara. Tidak berkegiatan usaha/memiliki izin usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara. Tidak terdaftar sebagai Wajib Pajak di kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi wilayah Ibu Kota Nusantara atau tidak memiliki identitas perpajakan di tempat kegiatan usaha yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara. Penanaman Modal tidak dilakukan di wilayah Ibu Kota Nusantara. Tidak memiliki kualifikasi usaha mikro, kecil, dan menengah yang diterbitkan oleh instansi berwenang. Permohonan diajukan melebihi 3 (tiga) bulan sejak Penanaman Modal. Demikian disampaikan.
............., ...................... 20.... (8) Kepala Kantor ................................................ (9) Untuk memastikan keaslian tanda tangan elektronik, silakan pindai QR Code pada laman https: //office.kemenkeu.go.id atau unggah dokumen pada laman https: //tte.kominfo.go.id/verifyPDF PETUNJUK PENGISIAN SURAT PENOLAKAN PEMANFAATAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN FINAL 0% ATAS PENGHASILAN DARI PEREDARAN BRUTO USAHA TERTENTU DI WILAYAH IBU KOTA NUSANTARA Nomor (1) : Diisi dengan nama kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak. Nomor (2) : Diisi dengan kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak berstatus pusat terdaftar. Nomor (3) : Diisi dengan nomor Surat Penolakan Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan Final 0% (nol persen) atas Penghasilan dari Peredaran Bruto Usaha Tertentu di Wilayah Ibu Kota Nusantara. Nomor (4) : Diisi dengan nama Wajib Pajak. Nomor (5) : Diisi dengan nomor surat permohonan pemanfaatan fasilitas. Nomor (6) : Diisi dengan tanggal surat permohonan pemanfaatan fasilitas. Nomor (7) : Diisi dengan menandai kotak dengan tanda centang ( ✓ ) sesuai persyaratan yang tidak terpenuhi. Nomor (8) : Diisi dengan tanggal penerbitan surat penolakan pemanfaatan fasilitas. Nomor (9) : Diisi dengan nama kepala kantor pelayanan pajak yang menerbitkan Surat Penolakan Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan Final 0%. RR. FORMULIR LAPORAN PEMANFAATAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN FINAL DENGAN TARIF 0% ATAS PENGHASILAN DARI PEREDARAN BRUTO USAHA TERTENTU DI WILAYAH IBU KOTA NUSANTARA LAPORAN REALISASI PEMANFAATAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN FINAL 0% (NOL PERSEN) ATAS PENGHASILAN DARI PEREDARAN BRUTO USAHA TERTENTU DI WILAYAH IBU KOTA NUSANTARA Status Laporan Realisasi: Normal Pembetulan *) Wajib Pajak :
.……………………………………….. (1) NPWP :
.……………………………………….. (2) Masa Pajak :
.…………..….……………………….. (3) 1. Rekapitulasi Peredaran Bruto atas transaksi dengan Pemotong atau Pemungut Pajak No. Lokasi Usaha (4) NPWP/ID TKU (5) NPWP Pemotong atau Pemungut (6) Peredaran Bruto (7) PPh Final (8) 1. 0 2. 0 3. 0 Dst 0 Jumlah 0 2. Rekapitulasi Peredaran Bruto atas transaksi selain dengan Pemotong atau Pemungut Pajak No. Lokasi Usaha (4) NPWP/ID TKU (5) Peredaran Bruto (9) PPh Final (10) 1. 0 2. 0 3. 0 Dst 0 Jumlah 0 Demikian kami sampaikan dengan sebenarnya. ……….,...…………….…. 20…. (11) __ __ __ __ __ __ __ __ __ (12) ......................................... (13) NPWP:
........................... (14) *) pilih salah satu PETUNJUK PENGISIAN LAPORAN PEMANFAATAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN FINAL DENGAN TARIF 0% ATAS PENGHASILAN DARI PEREDARAN BRUTO USAHA TERTENTU DI WILAYAH IBU KOTA NUSANTARA Nomor (1) : Diisi dengan nama Wajib Pajak. Nomor (2) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak. Nomor (3) : Diisi dengan Masa Pajak sesuai periode pelaporan. Nomor (4) : Diisi dengan alamat lokasi usaha. Nomor (5) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak atau Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha. Nomor (6) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Pemotong atau Pemungut Pajak. Nomor (7) : Diisi dengan jumlah rupiah Peredaran Bruto dari transaksi dengan Pemotong atau Pemungut Pajak dalam Masa Pajak periode pelaporan. Nomor (8) : Diisi dengan jumlah rupiah Pajak Penghasilan yang bersifat final dalam Masa Pajak periode pelaporan yang tidak dilakukan pemotongan dan/atau pemungutan oleh Pemotong atau Pemungut Pajak. Nomor (9) : Diisi dengan jumlah rupiah seluruh Peredaran Bruto dari transaksi selain dengan Pemotong atau Pemungut Pajak dalam Masa Pajak periode pelaporan. Nomor (10) : Diisi dengan jumlah rupiah Pajak Penghasilan yang bersifat final dalam Masa Pajak periode pelaporan. Nomor (11) : Diisi dengan tempat dan tanggal laporan. Nomor (12) : Diisi dengan tanda tangan Wajib Pajak. Nomor (13) : Diisi dengan nama terang Wajib Pajak atau nama Pengurus bagi Wajib Pajak Badan. Nomor (14) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak atau Nomor Pokok Wajib Pajak dari Pengurus bagi Wajib Pajak Badan. SS. FORMULIR LAPORAN PEREDARAN BRUTO DARI USAHA DAN PEMANFAATAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN FINAL 0% (NOL PERSEN) ATAS PENGHASILAN DARI PEREDARAN BRUTO USAHA TERTENTU DI WILAYAH IBU KOTA NUSANTARA DALAM LAMPIRAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN LAPORAN PEREDARAN BRUTO DARI USAHA DAN PEMANFAATAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN FINAL 0% ATAS PENGHASILAN DARI PEREDARAN BRUTO USAHA TERTENTU DI WILAYAH IBU KOTA NUSANTARA Wajib Pajak :
.……………………………………….. (1) NPWP :
.……………………………………….. (2) Tahun Pajak :
.…………..….……………………….. (3) No NPWP/ ID TKU Alamat lokasi usaha Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des Jumlah (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) 1.
…. Jumlah ……….,...…………….…. 20….(20) __ __ __ __ __ __ __ __ __ (21) ......................................... (22) NPWP:
........................... (23) PETUNJUK PENGISIAN LAPORAN PEREDARAN BRUTO DARI USAHA DAN PEMANFAATAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN FINAL 0% ATAS PENGHASILAN DARI PEREDARAN BRUTO USAHA TERTENTU DI WILAYAH IBU KOTA NUSANTARA Nomor (1) : Diisi dengan nama Wajib Pajak. Nomor (2) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak Wajib Pajak. Nomor (3) : Diisi dengan Tahun Pajak sesuai periode pelaporan. Nomor (4) Diisi dengan nomor urut pengisian. Nomor (5) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak atau Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha. Dirinci sesuai dengan identitas yang digunakan. Nomor (6) : Diisi dengan alamat lokasi usaha. Nomor (7) s.d. (18) : Diisi dengan nilai peredaran bruto pada tiap-tiap tempat kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada angka (5) untuk bulan yang bersangkutan. Nomor (19) : Diisi dengan penjumlahan dari nilai pada nomor (7) s.d. (18) untuk tiap- tiap tempat kegiatan usaha sebagaimana dimaksud angka (5). Nomor (20) : Diisi dengan tempat dan tanggal laporan. Nomor (21) : Diisi dengan tanda tangan Wajib Pajak. Nomor (22) : Diisi dengan nama terang Wajib Pajak atau nama Pengurus bagi Wajib Pajak Badan. Nomor (23) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak atau Nomor Pokok Wajib Pajak dari Pengurus bagi Wajib Pajak Badan. TT. CONTOH FORMAT SURAT PEMBATALAN ATAS SURAT PERSETUJUAN PEMANFAATAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN FINAL 0% ATAS PENGHASILAN DARI PEREDARAN BRUTO USAHA TERTENTU DI WILAYAH IBU KOTA NUSANTARA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR WILAYAH DJP...……. (1) KANTOR PELAYANAN PAJAK...………………………………(2) SURAT PEMBATALAN ATAS SURAT PERSETUJUAN Nomor :
.……………………………. (3) Berdasarkan Laporan Hasil Penelitian Nomor:
............ (4) tanggal...............(5) dengan ini Surat Persetujuan Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan 0% (nol persen) atas Penghasilan dari Peredaran Bruto Usaha Tertentu di Wilayah Ibu Kota Nusantara atas: Nama :
.…………………………….(6) NPWP :
.…………………………….(7) Alamat :
.…………………………….(8) No. Surat Persetujuan :
.…………………………….(9) Tanggal Surat Persetujuan :
.…………………………….(10) dinyatakan dibatalkan. Wajib Pajak wajib melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan sejak tidak terpenuhinya kriteria sebagai Wajib Pajak yang berhak memanfaatkan fasilitas pajak penghasilan yang bersifat final dengan tarif sebesar 0% atas penghasilan dari peredaran bruto usaha tertentu di wilayah Ibu Kota Nusantara.
.................,...….20….(11) Kepala Kantor...……………………….(12) Untuk memastikan keaslian tanda tangan elektronik, silakan pindai QR Code pada laman https: //office.kemenkeu.go.id atau unggah dokumen pada laman https: //tte.kominfo.go.id/verifyPDF PETUNJUK PENGISIAN SURAT PEMBATALAN ATAS SURAT PERSETUJUAN Nomor (1) : Diisi dengan nama Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak. Nomor (2) : Diisi dengan nama Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak berstatus pusat terdaftar. Nomor (3) : Diisi dengan nomor Surat Pembatalan atas Surat Persetujuan. Nomor (4) : Diisi dengan nomor Laporan Hasil Penelitian. Nomor (5) : Diisi dengan tanggal Laporan Hasil Penelitian. Nomor (6) : Diisi dengan nama Wajib Pajak. Nomor (7) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak. Nomor (8) : Diisi dengan alamat Wajib Pajak. Nomor (9) : Diisi dengan nomor Surat Persetujuan. Nomor (10) : Diisi dengan tanggal Surat Persetujuan. Nomor (11) : Diisi dengan tempat dan tanggal dibuatnya Surat Pembatalan atas Surat Persetujuan. Nomor (12) : Diisi dengan nama Kepala Kantor Pelayanan Pajak. UU. CONTOH FORMAT SURAT PENCABUTAN ATAS SURAT PERSETUJUAN PEMANFAATAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN FINAL 0% ATAS PENGHASILAN DARI PEREDARAN BRUTO USAHA TERTENTU DI WILAYAH IBU KOTA NUSANTARA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR WILAYAH DJP...……. (1) KANTOR PELAYANAN PAJAK…………………………. (2) SURAT PENCABUTAN ATAS SURAT PERSETUJUAN Nomor :
.……………………………. (3) Berdasarkan Laporan Hasil Penelitian Nomor:
............ (4) tanggal...............(5) dengan ini Surat Persetujuan Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan Final 0% (nol persen) atas Penghasilan dari Peredaran Bruto Usaha Tertentu di Wilayah Ibu Kota Nusantara atas: Nama :
.…………………………….(6) NPWP :
.…………………………….(7) Alamat :
.…………………………….(8) No. Surat Persetujuan :
.…………………………….(9) Tanggal Surat Persetujuan :
.…………………………….(10) dinyatakan dicabut. Wajib Pajak wajib melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan terhitung sejak tidak lagi terpenuhinya kriteria sebagai Wajib Pajak yang berhak memanfaatkan fasilitas pajak penghasilan yang bersifat final dengan tarif sebesar 0% atas penghasilan dari peredaran bruto usaha tertentu di wilayah Ibu Kota Nusantara..
.................,...….20….(11) Kepala Kantor...……………………….(12) Untuk memastikan keaslian tanda tangan elektronik, silakan pindai QR Code pada laman https: //office.kemenkeu.go.id atau unggah dokumen pada laman https: //tte.kominfo.go.id/verifyPDF PETUNJUK PENGISIAN Nomor (1) : Diisi dengan nama kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak. Nomor (2) : Diisi dengan alamat kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak berstatus pusat terdaftar. Nomor (3) : Diisi dengan nomor Surat Pencabutan atas Surat Persetujuan. Nomor (4) : Diisi dengan nomor Laporan Hasil Penelitian. Nomor (5) : Diisi dengan tanggal Laporan Hasil Penelitian. Nomor (6) : Diisi dengan nama Wajib Pajak. Nomor (7) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak. Nomor (8) : Diisi dengan alamat Wajib Pajak. Nomor (9) : Diisi dengan nomor Surat Persetujuan. Nomor (10) : Diisi dengan tanggal Surat Persetujuan. Nomor (11) : Diisi dengan tempat dan tanggal dibuatnya Surat Pencabutan atas Surat Persetujuan. Nomor (12) : Diisi dengan nama kepala kantor pelayanan pajak. VV. CONTOH PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN YANG MENDAPATKAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN KEPADA PEMBELI YANG MERUPAKAN PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN DI IBU KOTA NUSANTARA YANG KESATU Pada bulan Mei 2024 PT A melakukan transaksi penjualan tanah dan/atau bangunan sebagai berikut:
Tanggal 3 Mei 2024, menjual 1 (satu) unit rumah yang berlokasi di Ibu Kota Nusantara kepada Tuan B seharga Rp000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Tanggal 10 Mei 2024, menjual 1 (satu) unit rumah yang berlokasi di Ibu Kota Nusantara kepada PT C seharga Rp000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Kemudian pada tanggal 5 Desember 2024 Tuan B melakukan penjualan 1 (satu) unit rumah (yang sebelumnya dibeli dari PT A) kepada Tuan D dengan nilai Rp1.350.000.000 (satu miliar tiga ratus lima puluh juta rupiah). Pemenuhan kewajiban perpajakan atas transaksi dimaksud adalah sebagai berikut:
Atas transaksi yang dilakukan oleh PT A:
Tanggal 3 Mei 2024, PT A dapat memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena Tuan B merupakan pembeli yang merupakan perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yang kesatu. PT A harus mengajukan surat keterangan bebas untuk dapat memanfaatkan fasilitas tersebut.
Tanggal 10 Mei 2024, PT A dapat memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena PT C merupakan pembeli yang merupakan perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yang kesatu. PT A harus mengajukan surat keterangan bebas untuk dapat memanfaatkan fasilitas tersebut.
Atas transaksi pada tanggal 5 Desember 2024, Tuan B tidak dapat memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena tidak termasuk pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pembeli yang merupakan perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan di Ibu Kota Nusantara yang kesatu yang diberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebesar 100%. WW. CONTOH FORMAT PERMOHONAN SURAT KETERANGAN BEBAS PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN ATAU PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN BESERTA PERUBAHANNYA KEPADA PEMBELI YANG MERUPAKAN PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN DI IBU KOTA NUSANTARA YANG KESATU Nomor :
.......................... (1) ..........,................ (3) Lampiran :
.......................... (2) Hal : Permohonan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas Tanah dan/atau Bangunan beserta Perubahannya kepada Pembeli yang Merupakan Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan di Ibu Kota Nusantara yang Kesatu Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak ................................................... (4) ................................................... (5) Sehubungan dengan ketentuan Pasal 152 Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara, dengan ini: nama :
................................................. (6) jabatan :
................................................. (7) sebagai Wajib Pajak/pengurus/kuasa ^*) dan bertindak atas nama Wajib Pajak: nama :
................................................... (8) NPWP/NIK/No.Paspor :
................................................... (9) alamat :
................................................... (10) mengajukan permohonan untuk memperoleh surat keterangan bebas Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya kepada pembeli yang merupakan perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan di Ibu Kota Nusantara yang kesatu, dengan data objek pajak sebagai berikut: Nomor Objek Pajak :
................................................... (11) Nomor Identifikasi Bidang Tanah : ..................................................... (12) Alamat tanah dan/atau bangunan : ..................................................... (13) luas tanah (m ^2 ) :
................................................... (14) luas bangunan (m ^2 ) :
................................................... (15) nilai pengalihan (Rp) :
................................................... (16) Nilai Pajak Penghasilan yang dibebaskan (Rp) : ..................................................... (17) dengan data pihak penerima pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagai berikut: Nama :
................................................... (18) NPWP/NIK/No. Paspor :
................................................... (19) alamat :
................................................... (20) dengan alasan melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya di Ibu Kota Nusantara kepada pembeli yang merupakan perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan di Ibu Kota Nusantara yang kesatu. Untuk kelengkapan permohonan dimaksud, bersama ini kami sampaikan dokumen surat pernyataan yang menyatakan bahwa Wajib Pajak mengalihkan tanah dan/atau bangunan kepada pembeli yang merupakan perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan di Ibu Kota Nusantara yang kesatu. Demikian permohonan ini kami sampaikan. Pemohon, (21) ……………………… (22) PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT PERMOHONAN SURAT KETERANGAN BEBAS PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN ATAU PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN BESERTA PERUBAHANNYA KEPADA PEMBELI YANG MERUPAKAN PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN DI IBU KOTA NUSANTARA YANG KESATU Nomor (1) : Diisi dengan nomor surat permohonan. Nomor (2) : Diisi dengan jumlah lampiran surat permohonan. Nomor (3) : Diisi dengan tempat dan tanggal surat permohonan. Nomor (4) : Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak tempat pengajuan permohonan surat keterangan bebas. Nomor (5) : Diisi dengan alamat kantor pelayanan pajak tempat pengajuan permohonan surat keterangan bebas. Nomor (6) : Diisi dengan nama Wajib Pajak atau pengurus Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak badan atau kuasa dalam hal Wajib Pajak menunjuk kuasa dengan surat kuasa khusus. Nomor (7) : Diisi dengan jabatan pengurus Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak badan atau kuasa dalam hal Wajib Pajak menunjuk kuasa dengan surat kuasa khusus. Nomor (8) : Diisi dengan nama pihak yang mengalihkan tanah dan/atau bangunan. Nomor (9) : Diisi dengan Nomor Induk Kependudukan/Nomor Pokok Wajib Pajak orang pribadi atau badan/nomor paspor pihak yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan. Nomor (10) : Diisi dengan alamat pihak yang mengalihkan tanah dan/atau bangunan. Nomor (11) : Diisi dengan nomor objek pajak tanah dan/atau bangunan yang dialihkan. Nomor (12) : Diisi dengan nomor identifikasi bidang tanah yang dialihkan. Nomor (13) : Diisi dengan alamat tanah dan/atau bangunan yang dialihkan. Nomor (14) : Diisi dengan luas tanah yang dialihkan. Nomor (15) : Diisi dengan luas bangunan yang dialihkan. Nomor (16) : Diisi dengan nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dialihkan. Nomor (17) : Diisi dengan nilai Pajak Penghasilan yang diberikan fasilitas pengurangan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang merupakan perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan di Ibu Kota Nusantara yang kesatu. Nomor (18) : Diisi dengan nama pihak yang menerima pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Nomor (19) : Diisi dengan Nomor Induk Kependudukan/Nomor Pokok Wajib Pajak orang pribadi atau badan/nomor paspor pihak yang menerima hak atas pengalihan tanah dan/atau bangunan. Nomor (20) : Diisi dengan alamat pihak yang menerima pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Nomor (21) : Diisi dengan tanda tangan Wajib Pajak atau pengurus Wajib Pajak atau kuasa dalam hal Wajib Pajak menunjuk kuasa dengan surat kuasa khusus. Nomor (22) : Diisi dengan nama lengkap Wajib Pajak atau pengurus Wajib Pajak atau kuasa dalam hal Wajib Pajak menunjuk kuasa dengan surat kuasa khusus. XX. CONTOH FORMAT SURAT PERNYATAAN WAJIB PAJAK MENGALIHKAN TANAH DAN/ATAU BANGUNAN KEPADA PEMBELI YANG MERUPAKAN PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN DI IBU KOTA NUSANTARA YANG KESATU SURAT PERNYATAAN WAJIB PAJAK MENGALIHKAN TANAH DAN/ATAU BANGUNAN KEPADA PEMBELI YANG MERUPAKAN PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN DI IBU KOTA NUSANTARA YANG KESATU Saya yang bertanda tangan di bawah ini: nama :
................................................... (1) jabatan :
................................................... (2) sebagai Wajib Pajak/pengurus/kuasa Wajib Pajak dan bertindak atas nama Wajib Pajak: nama :
................................................... (3) NPWP/NIK/No. Paspor :
................................................... (4) alamat :
................................................... (5) dengan ini menyatakan bahwa saya/Wajib Pajak dimaksud* melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pembeli yang merupakan perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan di Ibu Kota Nusantara yang kesatu dengan data objek pajak sebagai berikut: Nomor Objek Pajak :
................................................... (6) Nomor Identifikasi Bidang Tanah : ..................................................... (7) alamat tanah dan/atau bangunan : ..................................................... (8) luas tanah (m ^2 ) :
................................................... (9) luas bangunan (m ^2 ) :
................................................... (10) nilai pengalihan (Rp) :
................................................... (11) kepada pembeli yang merupakan perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan di Ibu Kota Nusantara yang kesatu sebagai berikut: nama :
................................................... (12) NPWP/NIK/No.Paspor :
................................................... (13) alamat :
................................................... (14) Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya. Saya bersedia menerima konsekuensi hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dalam hal ditemukan ketidaksesuaian dengan keadaan sebenarnya.
............., .............. (15) Pihak yang mengalihkan, Meterai Rp10.000,00 (16) ..………................... (1) PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT SURAT PERNYATAAN WAJIB PAJAK MENGALIHKAN TANAH DAN/ATAU BANGUNAN KEPADA PEMBELI YANG MERUPAKAN PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN DI IBU KOTA NUSANTARA YANG KESATU Nomor (1) : Diisi dengan nama Wajib Pajak atau pengurus Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak badan. Nomor (2) : Diisi dengan jabatan Wajib Pajak atau pengurus Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak badan. Nomor (3) : Diisi dengan nama pihak yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan. Nomor (4) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak/Nomor Induk Kependudukan/nomor paspor pihak yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan. Nomor (5) : Diisi dengan alamat pihak yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan. Nomor (6) : Diisi dengan nomor objek pajak tanah dan/atau bangunan yang dialihkan. Nomor (7) : Diisi dengan nomor identifikasi bidang tanah yang dialihkan. Nomor (8) : Diisi dengan alamat tanah dan/atau bangunan yang dialihkan. Nomor (9) : Diisi dengan luas tanah yang dialihkan. Nomor (10) : Diisi dengan luas bangunan yang dialihkan. Nomor (11) : Diisi dengan nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dialihkan. Nomor (12) : Diisi dengan nama pihak yang menerima pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Nomor (13) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak/nomor induk kependudukan/nomor paspor pihak yang menerima pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Nomor (14) : Diisi dengan alamat pihak yang menerima pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Nomor (15) : Diisi dengan tempat dan tanggal surat pernyataan. Nomor (16) : Diisi dengan tanda tangan pihak yang mengalihkan tanah dan/atau bangunan. YY. CONTOH FORMAT SURAT KETERANGAN BEBAS PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN ATAU PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN BESERTA PERUBAHANNYA KEPADA PEMBELI YANG MERUPAKAN PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN DI IBU KOTA NUSANTARA YANG KESATU KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR PELAYANAN PAJAK ............................................ (1) SURAT KETERANGAN BEBAS PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN ATAU PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN BESERTA PERUBAHANNYA KEPADA PEMBELI YANG MERUPAKAN PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN DI IBU KOTA NUSANTARA YANG KESATU NOMOR : ………………………………. (2) TANGGAL : ………………………………. (3) Berdasarkan permohonan Wajib Pajak nomor...…………..(4) tanggal ………………(5), Kepala Kantor Pelayanan Pajak...………………….(1) menerangkan bahwa Wajib Pajak tersebut di bawah ini: nama :
................................................... (6) NPWP/NIK/No. Paspor :
................................................... (7) alamat :
................................................... (8) dengan data objek pajak sebagai berikut: Nomor Objek Pajak :
.................................................. (9) Nomor Identifikasi Bidang Tanah : .................................................... (10) alamat tanah dan/atau bangunan : .................................................... (11) luas tanah (m ^2 ) :
.................................................. (12) luas bangunan (m ^2 ) :
.................................................. (13) nilai pengalihan (Rp) :
.................................................. (14) dengan data pembeli sebagai berikut: nama :
................................................... (15) NPWP/NIK/No. Paspor :
................................................... (16) alamat :
................................................... (17) memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan sebesar ^ 100% (seratus persen) dari jumlah Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya sebesar Rp…………………(18) (…………………(19)) dengan alasan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan kepada pembeli yang merupakan perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan di Ibu Kota Nusantara yang kesatu. Dalam hal di kemudian hari terbukti bahwa surat keterangan bebas ini seharusnya tidak diterbitkan, Wajib Pajak wajib membayar kembali Pajak Penghasilan yang terutang ditambah sanksi administratif sesuai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Kepala Kantor, (20) ……………………(21) Kode Verifikasi: Untuk memastikan keaslian dokumen, silahkan masukkan kode verifikasi melalui laman djponline.pajak.go.id PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT SURAT KETERANGAN BEBAS PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN ATAU PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN BESERTA PERUBAHANNYA KEPADA PEMBELI YANG MERUPAKAN PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN DI IBU KOTA NUSANTARA YANG KESATU Nomor (1) : Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak penerbit Surat Keterangan Bebas. Nomor (2) : Diisi dengan nomor Surat Keterangan Bebas. Nomor (3) : Diisi dengan tanggal Surat Keterangan Bebas. Nomor (4) : Diisi dengan nomor surat permohonan pihak yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan. Nomor (5) : Diisi dengan tanggal surat permohonan pihak yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan. Nomor (6) : Diisi dengan nama pihak yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan. Nomor (7) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak/nomor induk kependudukan/nomor paspor pihak yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan. Nomor (8) : Diisi dengan alamat pihak yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan. Nomor (9) : Diisi dengan nomor objek pajak tanah dan/atau bangunan yang dialihkan. Nomor (10) : Diisi dengan Nomor Identifikasi Bidang Tanah yang dialihkan. Nomor (11) : Diisi dengan alamat tanah dan/atau bangunan yang dialihkan. Nomor (12) : Diisi dengan luas tanah yang dialihkan. Nomor (13) : Diisi dengan luas bangunan yang dialihkan. Nomor (14) : Diisi dengan nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dialihkan. Nomor (15) : Diisi dengan nama pihak yang menerima pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Nomor (16) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak/nomor induk kependudukan/nomor paspor pihak yang menerima pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Nomor (17) : Diisi dengan alamat pihak yang menerima pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Nomor (18) : Diisi dengan nilai Pajak Penghasilan yang memperoleh fasilitas pengurangan. Nomor (19) : Diisi dengan terbilang nilai Pajak Penghasilan yang memperoleh fasilitas pengurangan. Nomor (20) : diisi dengan tanda tangan kepala kantor pelayanan pajak penerbit surat keterangan bebas. Nomor (21) : diisi dengan nama lengkap kepala kantor pelayanan pajak penerbit surat keterangan bebas. ZZ. CONTOH FORMAT SURAT PENCABUTAN ATAS SURAT KETERANGAN BEBAS PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN ATAU PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN BESERTA PERUBAHANNYA KEPADA PEMBELI YANG MERUPAKAN PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN DI IBU KOTA NUSANTARA YANG KESATU KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR PELAYANAN PAJAK...……. (1) SURAT PENCABUTAN ATAS SURAT KETERANGAN BEBAS PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN ATAU PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN BESERTA PERUBAHANNYA KEPADA PEMBELI YANG MERUPAKAN PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN DI IBU KOTA NUSANTARA YANG KESATU NOMOR :
.……………………………. (2) TANGGAL :
.……………………………..(3) Sehubungan dengan diperolehnya data/informasi yang menunjukkan bahwa orang pribadi atau badan: nama :
................................................... (4) NPWP/NIK/No.Paspor :
................................................... (5) alamat :
................................................... (6) tidak berhak mendapatkan surat keterangan bebas Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya kepada pembeli yang merupakan perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan di Ibu Kota Nusantara yang kesatu, dengan alasan...…………………..(7), sehingga surat keterangan bebas dengan nomor ............................ (8) tanggal ..................... (9) yang diberikan kepada orang pribadi atau badan dicabut. Wajib Pajak wajib membayar kembali Pajak Penghasilan yang terutang ditambah sanksi administratif sesuai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku. Kepala Kantor, (10) ………………………….(11) Untuk memastikan keaslian tanda tangan elektronik, silakan pindai QR Code. PETUNJUK PENGISIAN CONTOH SURAT PENCABUTAN SURAT KETERANGAN BEBAS PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN ATAU PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN BESERTA PERUBAHANNYA KEPADA PEMBELI YANG MERUPAKAN PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN DI IBU KOTA NUSANTARA YANG KESATU Nomor (1) : diisi dengan nama kantor pelayanan pajak penerbit surat keterangan bebas. Nomor (2) : diisi dengan nomor surat pencabutan surat keterangan bebas. Nomor (3) : diisi dengan tanggal dibuatnya surat pencabutan surat keterangan bebas. Nomor (4) : diisi dengan nama pihak yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan. Nomor (5) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak/nomor induk kependudukan/nomor paspor pihak yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan. Nomor (6) : Diisi dengan alamat pihak yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan. Nomor (7) : Diisi dengan alasan pencabutan surat keterangan bebas. Nomor (8) : Diisi dengan nomor surat keterangan bebas. Nomor (9) : Diisi dengan tanggal surat keterangan bebas. Nomor (10) : Diisi dengan tanda tangan kepala kantor pelayanan pajak penerbit surat pencabutan. Nomor (11) : Diisi dengan nama lengkap kepala kantor pelayanan pajak penerbit surat pencabutan. AAA. CONTOH FORMAT PERMOHONAN SURAT KETERANGAN TIDAK DIPUNGUT (SKTD) PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DAN/ATAU JASA KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS YANG DIBERIKAN DI IBU KOTA NUSANTARA ATAU DAERAH MITRA Nomor :
.… (1) Lampiran :
.… (2) Hal : Permohonan Surat Keterangan Tidak Dipungut (SKTD) Pajak Pertambahan Nilai atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Diberikan di Ibu Kota Nusantara atau Daerah Mitra Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak ...... (3) Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara, dengan ini: Nama :
.… (4) Alamat :
.… (5) Nomor Identitas :
.… (6) yang merupakan:
Pembeli Barang Kena Pajak dan/atau Penerima Jasa Kena Pajak di Ibu Kota Nusantara selain Pengusaha Kena Pajak energi baru dan terbarukan Pengusaha Kena Pajak energi baru dan terbarukan di Ibu Kota Nusantara Pengusaha Kena Pajak Penerima Jasa Kena Pajak konstruksi di Daerah Mitra mengajukan permohonan Surat Keterangan Tidak Dipungut (SKTD) Pajak Pertambahan Nilai atas impor dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang diberikan di Ibu Kota Nusantara atau Daerah Mitra dengan rincian sebagai berikut:
No. Nama/Jenis BKP atau JKP Kuantitas Nilai Transaksi (Rp) PPN yang Terutang (Rp) Keterangan -1- -2- -3- -4- -5- -6- yang akan diserahkan oleh Pengusaha Kena Pajak, yaitu: Nama :
.… (9) Alamat :
.… (10) Nomor Identitas :
.… (11) Dengan ini kami lampirkan dokumen pendukung sebagai berikut:
1....……………………….;
...……………………….;
dst. Demikian permohonan ini kami sampaikan. Apabila data dan/atau informasi yang kami sampaikan dalam permohonan ini tidak benar, kami bersedia menanggung segala risiko dan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
...................……....... (13) Pemohon ...…............................ (14) Permohonan SKTD ini diajukan oleh:
Pembeli dan/atau Penerima Jasa yang bersangkutan PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT PERMOHONAN SURAT KETERANGAN TIDAK DIPUNGUT (SKTD) PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DAN/ATAU JASA KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS YANG DIBERIKAN DI IBU KOTA NUSANTARA ATAU DAERAH MITRA (1) Diisi dengan nomor permohonan SKTD.
Diisi dengan banyaknya lampiran pada permohonan SKTD, contoh: Satu Lembar, Dua Lembar.
Diisi dengan kantor pelayanan pajak tempat permohonan SKTD diajukan.
Diisi dengan nama Pembeli dan/atau Penerima Jasa.
Diisi dengan alamat Pembeli dan/atau Penerima Jasa.
Diisi dengan nomor identitas Pembeli dan/atau Penerima Jasa (diisi Nomor Pokok Wajib Pajak bagi yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau diisi dengan Nomor Induk Kependudukan, nomor paspor, atau tax identification number dalam hal belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau merupakan subjek pajak luar negeri).
Diisi dengan tipe Pembeli dan/atau Penerima Jasa, dengan memberikan tanda centang ( ✓) pada kotak yang relevan.
Diisi dengan daftar Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan rincian sebagai berikut: Kolom 1 : diisi dengan nomor urut; Kolom 2 : diisi dengan nama/jenis Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak; Kolom 3 : diisi dengan jumlah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak; Kolom 4 : diisi dengan nilai transaksi; Kolom 5 : diisi dengan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang; dan Kolom 6 : diisi dengan keterangan (nomor invois, alamat bangunan dalam hal penyerahan bangunan, dan lain- lain).
Diisi dengan nama Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak (atau pihak yang menjual barang ke importir dalam hal impor).
Diisi dengan alamat Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak (atau pihak yang menjual barang ke importir dalam hal impor).
Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak (atau tax identification number yang menjual barang ke importir dalam hal impor).
Diisi dengan rincian dokumen pendukung yang dilampirkan. (13) Diisi dengan tempat dan tanggal pengajuan permohonan SKTD. (14) Diisi dengan tanda tangan dan nama pihak yang mengajukan permohonan penerbitan SKTD.
Diisi dengan pihak yang mengajukan permohonan SKTD, dengan memberikan tanda centang ( ✓) pada kotak yang relevan. BBB. CONTOH FORMAT SURAT KETERANGAN TIDAK DIPUNGUT (SKTD) PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DAN/ATAU JASA KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS YANG DIBERIKAN DI IBU KOTA NUSANTARA ATAU DAERAH MITRA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR PELAYANAN PAJAK...……………….. (1) SURAT KETERANGAN TIDAK DIPUNGUT (SKTD) PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DAN/ATAU JASA KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS YANG DIBERIKAN DI IBU KOTA NUSANTARA ATAU DAERAH MITRA Nomor :
.… (2) Masa berlaku SKTD :
.… (3) Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara, dengan ini Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak menerangkan bahwa: Nama :
.… (4) Alamat :
.… (5) Nomor Identitas :
.… (6) sesuai dengan surat permohonan nomor...… (7) tanggal...… (8) yang merupakan:
Pembeli Barang Kena Pajak dan/atau Penerima Jasa Kena Pajak di Ibu Kota Nusantara selain Pengusaha Kena Pajak energi baru dan terbarukan Pengusaha Kena Pajak energi baru dan terbarukan di Ibu Kota Nusantara Pengusaha Kena Pajak Penerima Jasa Kena Pajak konstruksi di Daerah Mitra diberikan fasilitas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas (impor/penyerahan) (10) Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagai berikut:
No. Nama/Jenis BKP atau JKP Kuantitas Nilai Transaksi (Rp) PPN yang Terutang (Rp) Keterangan -1- -2- -3- -4- -5- -6- yang akan diserahkan oleh Pengusaha Kena Pajak, yaitu Nama :
.… (12) Alamat :
.… (13) Nomor Identitas :
.… (14) Demikian untuk dipergunakan seperlunya.
………………………………. (15) Kepala Kantor Pelayanan Pajak .………..…………..…….…… (16) Keterangan: Permohonan SKTD diajukan oleh:
Pembeli dan/atau Penerima Jasa yang bersangkutan. PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT SURAT KETERANGAN TIDAK DIPUNGUT (SKTD) PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DAN/ATAU JASA KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS YANG DIBERIKAN DI IBU KOTA NUSANTARA ATAU DAERAH MITRA (1) Diisi dengan dengan nama kantor pelayanan pajak yang menerbitkan SKTD.
Diisi dengan nomor SKTD sesuai dengan tata cara penomoran yang berlaku.
Diisi dengan masa berlaku SKTD.
Diisi dengan nama Pembeli dan/atau Penerima Jasa.
Diisi dengan alamat Pembeli dan/atau Penerima Jasa.
Diisi dengan nomor identitas Pembeli dan/atau Penerima Jasa (diisi Nomor Pokok Wajib Pajak bagi yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau diisi dengan Nomor Induk Kependudukan, nomor paspor, atau tax identification number dalam hal belum memiliki NPWP atau merupakan subjek pajak luar negeri).
Diisi dengan nomor permohonan SKTD.
Diisi dengan tanggal permohonan SKTD.
Diisi dengan tipe Pembeli dan/atau Penerima Jasa dengan memberikan tanda centang ( ✓) pada kotak yang relevan.
Dipilih sesuai dengan transaksi impor atau perolehan, dicoret yang tidak perlu.
Diisi dengan rincian Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang diberikan fasilitas tidak dipungut PPN: Kolom 1 : diisi dengan nomor urut; Kolom 2 : diisi dengan nama nama/jenis Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak; Kolom 3 : diisi dengan jumlah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak; Kolom 4 : diisi dengan nilai transaksi; Kolom 5 : diisi dengan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang; dan Kolom 6 : diisi dengan keterangan (nomor invois, alamat bangunan dalam hal penyerahan bangunan, dan lain-lain).
Diisi dengan nama Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak (atau pihak yang menjual barang ke importir dalam hal impor).
Diisi dengan alamat Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak (atau pihak yang menjual barang ke importir dalam hal impor).
Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak (atau tax identification number pihak yang menjual barang ke importir dalam hal impor).
Diisi dengan kota dan tanggal penerbitan SKTD.
Diisi dengan tanda tangan dan nama kepala kantor pelayanan pajak tempat SKTD diterbitkan.
Diisi dengan pihak yang mengajukan permohonan SKTD dengan memberikan tanda centang ( ✓) pada kotak yang relevan. CCC. CONTOH FORMAT PERMOHONAN SURAT KETERANGAN TIDAK DIPUNGUT (SKTD) PENGGANTI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DAN/ATAU JASA KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS YANG DIBERIKAN DI IBU KOTA NUSANTARA ATAU DAERAH MITRA Nomor :
.… (1) Lampiran :
.… (2) Hal : Permohonan Surat Keterangan Tidak Dipungut (SKTD) Pengganti Pajak Pertambahan Nilai atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Diberikan di Ibu Kota Nusantara atau Daerah Mitra Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak ...... (3) Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara, dengan ini: Nama :
.… (4) Alamat :
.… (5) Nomor Identitas :
.… (6) yang merupakan:
Pembeli Barang Kena Pajak dan/atau Penerima Jasa Kena Pajak di Ibu Kota Nusantara selain Pengusaha Kena Pajak energi baru dan terbarukan Pengusaha Kena Pajak energi baru dan terbarukan di Ibu Kota Nusantara Pengusaha Kena Pajak Penerima Jasa Kena Pajak konstruksi di Daerah Mitra mengajukan permohonan Surat Keterangan Tidak Dipungut (SKTD) pengganti Pajak Pertambahan Nilai atas impor dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang diberikan di Ibu Kota Nusantara atau Daerah Mitra nomor...… (8), tanggal...… (9) karena:
salah hitung; dan/atau
kekeliruan penerapan ketentuan peraturan perundang- undangan, dengan rincian sebagai berikut:
Semula:
No. Nama/Jenis BKP atau JKP Kuantitas Nilai Transaksi (Rp) PPN yang Terutang (Rp) Keterangan -1- -2- -3- -4- -5- -6- 2. Menjadi:
No. Nama/Jenis BKP atau JKP Kuantitas Nilai Transaksi (Rp) PPN yang Terutang (Rp) Keterangan -1- -2- -3- -4- -5- -6- yang akan diserahkan oleh Pengusaha Kena Pajak, yaitu Nama :
.… (13) Alamat :
.… (14) Nomor Identitas :
.… (15) Dengan ini kami lampirkan dokumen pendukung sebagai berikut:
1....……………………….;
...……………………….;
dst. Demikian permohonan ini kami sampaikan. Apabila data dan/atau informasi yang kami sampaikan dalam permohonan ini tidak benar, kami bersedia menanggung segala risiko dan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
...................……....... (17) Pemohon ...…............................ (18) Permohonan SKTD pengganti ini diajukan oleh:
Pembeli dan/atau Penerima Jasa yang bersangkutan Pihak lain yang berhak berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024 PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT PERMOHONAN SURAT KETERANGAN TIDAK DIPUNGUT (SKTD) PENGGANTI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DAN/ATAU JASA KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS YANG DIBERIKAN DI IBU KOTA NUSANTARA ATAU DAERAH MITRA (1) Diisi dengan nomor permohonan SKTD pengganti.
Diisi dengan banyaknya lampiran pada permohonan SKTD pengganti, contoh: Satu Lembar, Dua Lembar.
Diisi dengan kantor pelayanan pajak tempat permohonan SKTD pengganti diajukan.
Diisi dengan nama Pembeli dan/atau Penerima Jasa.
Diisi dengan alamat Pembeli dan/atau Penerima Jasa.
Diisi dengan nomor identitas Pembeli dan/atau Penerima Jasa (diisi Nomor Pokok Wajib Pajak bagi yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau diisi dengan Nomor Induk Kependudukan, nomor paspor, atau tax identification number dalam hal belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau merupakan subjek pajak luar negeri).
Diisi dengan tipe Pembeli dan/atau Penerima Jasa, dengan memberikan tanda centang ( ✓) pada kotak yang relevan.
Diisi dengan nomor SKTD yang diajukan penggantian.
Diisi dengan tanggal SKTD yang diajukan penggantian.
Diisi dengan alasan penggantian SKTD, dengan memberikan tanda centang ( ✓) pada kotak yang relevan.
Diisi dengan rincian Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak semula yang akan diganti: Kolom 1 : diisi dengan nomor urut; Kolom 2 : diisi dengan nama/jenis Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak; Kolom 3 : diisi dengan jumlah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak; Kolom 4 : diisi dengan nilai transaksi; Kolom 5 : diisi dengan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang; dan Kolom 6 : diisi dengan keterangan (nomor invois, alamat bangunan dalam hal penyerahan bangunan, dan lain- lain). Contoh, semula: No. Nama/Jenis BKP atau JKP Kuantitas Nilai Transaksi (Rp) PPN yang Terutang (Rp) Keterangan -1- -2- -3- -4- -5- -6- 1 Rumah Tapak A 1 unit 500.000.000 55.000.000 Nomor Invois: 045 Lokasi: IKN (12) Diisi dengan rincian Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak pengganti: Kolom 1 : diisi dengan nomor urut; Kolom 2 : diisi dengan nama nama/jenis Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak; Kolom 3 : diisi dengan jumlah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak; Kolom 4 : diisi dengan nilai transaksi; Kolom 5 : diisi dengan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang; dan Kolom 6 : diisi dengan keterangan (nomor invois, alamat bangunan dalam hal penyerahan bangunan, dan lain- lain). Contoh, menjadi: No. Nama/Jenis BKP atau JKP Kuantitas Nilai Transaksi (Rp) PPN yang Terutang (Rp) Keterangan -1- -2- -3- -4- -5- -6- 1 Rumah Susun B 1 unit 500.000.000 55.000.000 Nomor Invois: 045 Lokasi: IKN (13) Diisi dengan nama Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak (atau pihak yang menjual barang ke importir dalam hal impor).
Diisi dengan alamat Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak (atau pihak yang menjual barang ke importir dalam hal impor).
Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak (atau tax identification number pihak yang menjual barang ke importir dalam hal impor).
Diisi dengan rincian dokumen pendukung yang dilampirkan. (17) Diisi dengan tempat dan tanggal pengajuan permohonan SKTD pengganti.
Diisi dengan tanda tangan dan nama pihak yang mengajukan permohonan penerbitan SKTD pengganti.
Diisi dengan pihak yang mengajukan permohonan SKTD pengganti dengan memberikan tanda ✓ pada kotak yang relevan. DDD. CONTOH FORMAT SURAT KETERANGAN TIDAK DIPUNGUT (SKTD) PENGGANTI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DAN/ATAU JASA KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS YANG DIBERIKAN DI IBU KOTA NUSANTARA ATAU DAERAH MITRA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR PELAYANAN PAJAK...……………….. (1) SURAT KETERANGAN TIDAK DIPUNGUT (SKTD) PENGGANTI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DAN/ATAU JASA KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS YANG DIBERIKAN DI IBU KOTA NUSANTARA ATAU DAERAH MITRA Nomor :
.… (2) Masa berlaku SKTD :
.… (3) Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara, dengan ini Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak menerangkan bahwa: Nama :
.… (4) Alamat :
.… (5) Nomor Identitas :
.… (6) yang merupakan:
Pembeli Barang Kena Pajak dan/atau Penerima Jasa Kena Pajak di Ibu Kota Nusantara selain Pengusaha Kena Pajak energi baru dan terbarukan Pengusaha Kena Pajak energi baru dan terbarukan di Ibu Kota Nusantara Pengusaha Kena Pajak Penerima Jasa Kena Pajak konstruksi di Daerah Mitra dan (sesuai dengan permohonan Surat Keterangan Tidak Dipungut (SKTD) pengganti nomor...… (8) tanggal ...... (9)/secara jabatan) (10) diberikan fasilitas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas (impor/penyerahan) (11) Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak menjadi sebagai berikut:
No. Nama/Jenis BKP dan/atau JKP Kuantitas Nilai Transaksi (Rp) PPN yang Terutang (Rp) Keterangan -1- -2- -3- -4- -5- -6- yang akan diserahkan oleh Pengusaha Kena Pajak, yaitu Nama :
.… (13) Alamat :
.… (14) Nomor Identitas :
.… (15) Surat Keterangan Tidak Dipungut (SKTD) Pajak Pertambahan Nilai nomor ...... (16) tanggal...… (17) dinyatakan tidak berlaku lagi dan diganti. Demikian untuk dipergunakan seperlunya.
………….……………………. (18) Kepala Kantor Pelayanan Pajak .………...…………..…….…… (19) Keterangan: Permohonan SKTD pengganti diajukan oleh:
Pembeli dan/atau Penerima Jasa yang bersangkutan Pihak lain yang berhak berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024 PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT SURAT KETERANGAN TIDAK DIPUNGUT (SKTD) PENGGANTI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DAN /ATAU JASA KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS YANG DIBERIKAN DI IBU KOTA NUSANTARA ATAU DAERAH MITRA (1) Diisi dengan dengan nama kantor pelayanan pajak yang menerbitkan SKTD pengganti.
Diisi dengan nomor SKTD pengganti sesuai dengan tata cara penomoran yang berlaku.
Diisi dengan masa berlaku SKTD pengganti.
Diisi dengan nama Pembeli dan/atau Penerima Jasa.
Diisi dengan alamat Pembeli dan/atau Penerima Jasa.
Diisi dengan nomor identitas Pembeli dan/atau Penerima Jasa (diisi Nomor Pokok Wajib Pajak bagi yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau diisi dengan NIK, nomor paspor, atau tax identification number dalam hal belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau merupakan subjek pajak luar negeri).
Diisi dengan tipe Pembeli dan/atau Penerima Jasa, dengan memberikan tanda ✓ pada kotak yang relevan.
Diisi dengan nomor permohonan SKTD pengganti.
Diisi dengan tanggal permohonan SKTD pengganti.
Dipilih yang menjadi dasar penggantian SKTD sesuai dengan permohonan SKTD pengganti atau secara jabatan, dicoret yang tidak perlu.
Dipilih sesuai dengan transaksi impor atau perolehan, dicoret yang tidak perlu.
Diisi dengan rincian Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang diberikan fasilitas tidak dipungut PPN: Kolom 1 : diisi dengan nomor urut; Kolom 2 : diisi dengan nama Nama/Jenis Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak; Kolom 3 : diisi dengan jumlah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak; Kolom 4 : diisi dengan nilai transaksi; Kolom 5 : diisi dengan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang; Kolom 6 : diisi dengan keterangan.
Diisi dengan nama Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak (atau pihak yang menjual barang ke importir dalam hal impor).
Diisi dengan alamat Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak (atau pihak yang menjual barang ke importir dalam hal impor).
Diisi dengan NPWP Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak (atau tax identification number pihak yang menjual barang ke importir dalam hal impor).
Diisi dengan nomor SKTD semula.
Diisi dengan tanggal SKTD semula.
Diisi dengan kota dan tanggal SKTD pengganti diterbitkan.
Diisi dengan tanda tangan dan nama kepala kantor pelayanan pajak tempat SKTD pengganti diterbitkan.
Diisi dengan pihak yang mengajukan SKTD pengganti dengan memberikan tanda ✓ pada kotak yang relevan. EEE. CONTOH FORMAT SURAT PENOLAKAN PENERBITAN SURAT KETERANGAN TIDAK DIPUNGUT (SKTD) PENGGANTI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DAN/ATAU JASA KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS YANG DIBERIKAN DI IBU KOTA NUSANTARA ATAU DAERAH MITRA. KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR PELAYANAN PAJAK...……………….. (1) SURAT PENOLAKAN PENERBITAN SURAT KETERANGAN TIDAK DIPUNGUT (SKTD) PENGGANTI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DAN/ATAU JASA KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS YANG DIBERIKAN DI IBU KOTA NUSANTARA ATAU DAERAH MITRA Nomor :
............................................ (2) Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara, dengan ini Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak menerangkan bahwa atas permohonan Surat Keterangan Tidak Dipungut (SKTD) pengganti nomor...… (3) tanggal...… (4), yang diajukan oleh: Nama :
.… (5) Alamat :
.… (6) Nomor Identitas :
.… (7) yang merupakan:
Pembeli Barang Kena Pajak dan/atau Penerima Jasa Kena Pajak di Ibu Kota Nusantara selain Pengusaha Kena Pajak energi baru dan terbarukan Pengusaha Kena Pajak energi baru dan terbarukan di Ibu Kota Nusantara Pengusaha Kena Pajak Penerima Jasa Kena Pajak konstruksi di Daerah Mitra tidak dapat diterbitkan Surat Keterangan Tidak Dipungut (SKTD) pengganti karena:
tidak terdapat kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung pada Surat Keterangan Tidak Dipungut (SKTD) tidak terdapat kekeliruan penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak dilengkapi dokumen pendukung sebagai berikut:
1....………………;
...………………;
dst. lainnya,……… Demikian untuk dimaklumi.
............................................ (11) Kepala Kantor Pelayanan Pajak, ............................................. (12) Keterangan: Permohonan SKTD pengganti diajukan oleh:
Pembeli dan/atau Penerima Jasa yang bersangkutan Pihak lain yang berhak berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024 PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT SURAT PENOLAKAN PENERBITAN SURAT KETERANGAN TIDAK DIPUNGUT (SKTD) PENGGANTI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DAN/ATAU JASA KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS YANG DIBERIKAN DI IBU KOTA NUSANTARA ATAU DAERAH MITRA (1) Diisi dengan dengan nama kantor pelayanan pajak yang menerbitkan surat penolakan SKTD pengganti.
Diisi dengan nomor surat penolakan penerbitan SKTD pengganti sesuai dengan tata cara penomoran yang berlaku.
Diisi dengan nomor permohonan SKTD pengganti.
Diisi dengan tanggal permohonan SKTD pengganti.
Diisi dengan nama Pembeli dan/atau Penerima Jasa.
Diisi dengan alamat Pembeli dan/atau Penerima Jasa.
Diisi dengan nomor identitas Pembeli dan/atau Penerima Jasa (diisi Nomor Pokok Wajib Pajak bagi yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau diisi dengan NIK, nomor paspor, atau tax identification number dalam hal belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau merupakan subjek pajak luar negeri).
Diisi dengan tipe Pembeli dan/atau Penerima Jasa, dengan memberikan tanda ✓ pada kotak yang relevan.
Diisi dengan alasan permohonan SKTD pengganti tidak dapat diterbitkan, dengan memberikan tanda ✓ pada kotak yang relevan.
Diisi dengan dokumen pendukung yang tidak dilengkapi. (11) Diisi dengan kota dan tanggal surat penolakan penerbitan SKTD pengganti diterbitkan.
Diisi dengan tanda tangan dan nama kepala kantor pelayanan pajak tempat surat penolakan penerbitan SKTD pengganti diterbitkan.
Diisi dengan pihak yang mengajukan permohonan SKTD pengganti dengan memberikan tanda ✓ pada kotak yang relevan. FFF. CONTOH FORMAT PEMBATALAN SURAT KETERANGAN TIDAK DIPUNGUT (SKTD) PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DAN/ATAU JASA KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS YANG DIBERIKAN DI IBU KOTA NUSANTARA ATAU DAERAH MITRA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR PELAYANAN PAJAK...……………….. (1) PEMBATALAN SURAT KETERANGAN TIDAK DIPUNGUT (SKTD) PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DAN /ATAU JASA KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS YANG DIBERIKAN DI IBU KOTA NUSANTARA ATAU DAERAH MITRA Nomor :
.... (2) Sehubungan diperolehnya data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa:
Pemohon tidak berhak untuk memperoleh Surat Keterangan Tidak Dipungut (SKTD) Pajak Pertambahan Nilai;
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak bukan merupakan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dapat diberikan fasilitas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai; dan/atau
Pemohon tidak memberikan informasi dengan benar atau sesuai dengan keadaan sebenarnya dan/atau menyampaikan tetapi tidak benar atau tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya berdasarkan dokumen pendukung, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Nomor…. Tahun 2024, maka atas Surat Keterangan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai nomor...… (3) tanggal ...... (4) yang diberikan kepada: Nama :
.… (5) Alamat :
.… (6) Nomor Identitas :
.… (7) dibatalkan dan dinyatakan tidak berlaku. Wajib Pajak wajib membayar Pajak Pertambahan Nilai terutang ditambah sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Demikian disampaikan.
.......................................... (8) Kepala Kantor Pelayanan Pajak, ............................................. (9) Pembatalan Surat Keterangan Bebas ini ditujukan kepada:
Pembeli dan/atau Penerima Jasa Pihak lain yang berhak berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024 PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT PEMBATALAN SURAT KETERANGAN TIDAK DIPUNGUT (SKTD) PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DAN/ATAU JASA KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS YANG DIBERIKAN DI IBU KOTA NUSANTARA ATAU DAERAH MITRA (1) Diisi dengan dengan nama kantor pelayanan pajak yang menerbitkan pembatalan SKTD.
Diisi dengan nomor pembatalan SKTD.
Diisi dengan nomor SKTD yang dibatalkan.
Diisi dengan tanggal SKTD yang dibatalkan.
Diisi dengan nama Pembeli dan/atau Penerima Jasa.
Diisi dengan alamat Pembeli dan/atau Penerima Jasa.
Diisi dengan nomor identitas Pembeli dan/atau Penerima Jasa (diisi Nomor Pokok Wajib Pajak bagi yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau diisi dengan NIK, nomor paspor, atau tax identification number dalam hal belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau merupakan subjek pajak luar negeri).
Diisi dengan kota dan tanggal penerbitan pembatalan SKTD.
Diisi dengan tanda tangan dan nama kepala kantor pelayanan pajak tempat pembatalan SKTD diterbitkan.
Diisi dengan tujuan surat pembatalan SKTD dengan memberikan tanda ✓ pada kotak yang relevan. GGG. CONTOH FORMAT PERMOHONAN SURAT KETERANGAN BEBAS (SKB) PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH TERTENTU YANG DIBERIKAN DI IBU KOTA NUSANTARA Nomor :
.… (1) Lampiran :
.… (2) Hal : Permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Tertentu yang Diberikan di Ibu Kota Nusantara Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak ...... (3) Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023 tentang tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara, dengan ini: Nama :
.… (4) Alamat :
.… (5) Nomor Identitas :
.… (6) mengajukan permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tertentu yang diberikan di Ibu Kota Nusantara dengan rincian sebagai berikut:
No. Nama/Jenis BKP Kuantitas Nilai Transaksi (Rp) PPnBM yang Terutang (Rp) Keterangan -1- -2- -3- -4- -5- -6- yang akan diserahkan oleh Pengusaha Kena Pajak, yaitu Nama :
.… (8) Alamat :
.… (9) NPWP :
.… (10) Dengan ini kami lampirkan dokumen pendukung sebagai berikut:
1....……………………….;
...……………………….;
dst. Demikian permohonan ini kami sampaikan. Apabila data dan/atau informasi yang kami sampaikan dalam permohonan ini tidak benar, kami bersedia menanggung segala risiko dan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
...................……....... (12) Pemohon ...…............................ (13) Permohonan SKB diajukan oleh:
Pembeli yang bersangkutan Pihak lain yang berhak berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024 PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT PERMOHONAN SURAT KETERANGAN BEBAS (SKB) PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH TERTENTU YANG DIBERIKAN DI IBU KOTA NUSANTARA (1) Diisi dengan nomor permohonan SKB.
Diisi dengan banyaknya lampiran pada permohonan SKB, contoh: Satu Lembar, Dua Lembar.
Diisi dengan kantor pelayanan pajak tempat permohonan SKB pengganti diajukan.
Diisi dengan nama Pembeli.
Diisi dengan alamat Pembeli.
Diisi dengan nomor identitas Pembeli (diisi Nomor Pokok Wajib Pajak bagi yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau diisi dengan NIK, nomor paspor, atau tax identification number dalam hal Pembeli belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau merupakan subjek pajak luar negeri).
Diisi dengan rincian Barang Kena Pajak yang diajukan fasilitas sebagai berikut: Kolom 1 : diisi dengan nomor urut; Kolom 2 : diisi dengan nama nama/jenis Barang Kena Pajak; Kolom 3 : diisi dengan jumlah Barang Kena Pajak; Kolom 4 : diisi dengan nilai transaksi; Kolom 5 : diisi dengan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang; dan Kolom 6 : diisi dengan keterangan (nomor invois, alamat bangunan, dan lain-lain).
Diisi dengan nama Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak.
Diisi dengan alamat Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak.
Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak.
Diisi dengan rincian dokumen pendukung yang dilampirkan. (12) Diisi dengan kota dan tanggal pengajuan permohonan SKB. (13) Diisi dengan tanda tangan dan nama pihak yang mengajukan permohonan penerbitan SKB.
Diisi dengan pihak yang mengajukan permohonan SKB, dengan memberikan tanda ✓ pada kotak yang relevan. HHH. CONTOH FORMAT SURAT KETERANGAN BEBAS (SKB) PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH TERTENTU YANG DIBERIKAN DI IBU KOTA NUSANTARA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR PELAYANAN PAJAK...……………….. (1) SURAT KETERANGAN BEBAS (SKB) PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH TERTENTU YANG DIBERIKAN DI IBU KOTA NUSANTARA Nomor :
.... (2) Masa Berlaku SKB :
.... (3) Berdasarkan: a) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara; dan b) Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2020 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan peraturan perubahannya, dengan ini Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak menerangkan bahwa: Nama :
.… (4) Alamat :
.… (5) Nomor Identitas :
.… (6) sesuai dengan surat permohonan nomor...… (7) tanggal...... (8) diberikan pembebasan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berupa:
No. Nama/Jenis BKP Kuantitas Nilai Transaksi (Rp) PPnBM yang Terutang (Rp) Keterangan -1- -2- -3- -4- -5- -6- yang diserahkan oleh: Nama :
.… (10) Alamat :
.… (11) NPWP :
.… (12) Demikian untuk dipergunakan seperlunya....……..……………………..... (13) Kepala Kantor Pelayanan Pajak .……….…………………..…… (14) Permohonan SKB diajukan oleh (15) Pembeli yang bersangkutan Pihak lain yang berhak berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor… Tahun 2024 PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT SURAT KETERANGAN BEBAS PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH TERTENTU YANG DIBERIKAN DI IBU KOTA NUSANTARA (1) Diisi dengan dengan nama kantor pelayanan pajak yang menerbitkan SKB.
Diisi dengan nomor SKB sesuai dengan tata cara penomoran yang berlaku.
Diisi dengan masa berlaku SKB.
Diisi dengan nama Pembeli.
Diisi dengan alamat Pembeli.
Diisi dengan nomor identitas Pembeli (diisi Nomor Pokok Wajib Pajak bagi yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau diisi dengan NIK, nomor paspor, atau tax identification number dalam hal belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau merupakan subjek pajak luar negeri).
Diisi dengan nomor permohonan SKB.
Diisi dengan tanggal permohonan SKB.
Diisi dengan rincian Barang Kena Pajak yang diberikan fasilitas pembebasan PPnBM sebagai berikut: Kolom 1 : diisi dengan nomor urut; Kolom 2 : diisi dengan nama nama/jenis Barang Kena Pajak; Kolom 3 : diisi dengan jumlah Barang Kena Pajak; Kolom 4 : diisi dengan nilai transaksi; Kolom 5 : diisi dengan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang; dan Kolom 6 : diisi dengan keterangan (nomor invois, alamat bangunan, luas tanah dan bangunan, dan lain-lain).
Diisi dengan nama Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak.
Diisi dengan alamat Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak.
Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak.
Diisi dengan kota dan tanggal penerbitan SKB.
Diisi dengan tanda tangan dan nama kepala kantor pelayanan pajak tempat SKB diterbitkan.
Diisi dengan pihak yang mengajukan permohonan SKB. III. CONTOH FORMAT PERMOHONAN SURAT KETERANGAN BEBAS (SKB) PENGGANTI PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH TERTENTU YANG DIBERIKAN DI IBU KOTA NUSANTARA Nomor :
.… (1) Lampiran :
.… (2) Hal : Permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pengganti Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Tertentu yang diberikan di Ibu Kota Nusantara Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak ...... (3) Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023 tentang tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara, dengan ini: Nama :
.… (4) Alamat :
.… (5) Nomor Identitas :
.… (6) mengajukan permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) pengganti Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tertentu yang diberikan di Ibu Kota Nusantara Nomor...… (7), tanggal...… (8) karena:
salah hitung; dan/atau
kekeliruan penerapan ketentuan peraturan perundang- undangan, dengan rincian sebagai berikut:
Semula:
No. ^Nama/Jenis BKP Kuantitas Nilai Transaksi (Rp) PPnBM yang Terutang (Rp) Keterangan -1- -2- -3- -4- -5- -6- 2. Menjadi:
No. ^Nama/Jenis BKP Kuantitas Nilai Transaksi (Rp) PPNnBM yang Terutang (Rp) Keterangan -1- -2- -3- -4- -5- -6- yang akan diserahkan oleh Pengusaha Kena Pajak, yaitu Nama :
.… (12) Alamat :
.… (13) NPWP :
.… (14) Dengan ini kami lampirkan dokumen pendukung sebagai berikut:
1....……………………….;
...……………………….;
dst. Demikian permohonan ini kami sampaikan. Apabila data yang kami sampaikan dalam permohonan ini tidak benar, kami bersedia menanggung segala risiko dan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
...................……....... (16) Pemohon ...…............................ (17) Permohonan SKB pengganti ini diajukan oleh:
Pembeli yang bersangkutan PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT PERMOHONAN SURAT KETERANGAN BEBAS (SKB) PENGGANTI PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH TERTENTU YANG DIBERIKAN DI IBU KOTA NUSANTARA (1) Diisi dengan nomor permohonan SKB pengganti.
Diisi dengan banyaknya lampiran pada permohonan SKB pengganti, contoh: Satu Lembar, Dua Lembar.
Diisi dengan kantor pelayanan pajak tempat permohonan SKB pengganti diajukan.
Diisi dengan nama Pembeli.
Diisi dengan alamat Pembeli.
Diisi dengan nomor identitas Pembeli (diisi Nomor Pokok Wajib Pajak bagi yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau diisi dengan NIK, nomor paspor, atau tax identification number dalam hal Pembeli belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau merupakan subjek pajak luar negeri).
Diisi dengan nomor SKB yang diajukan penggantian.
Diisi dengan tanggal SKB yang diajukan penggantian.
Diisi dengan alasan penggantian SKB, dengan memberikan tanda ✓ pada kotak yang relevan.
Diisi dengan rincian Barang Kena Pajak semula yang diajukan fasilitas yang akan diganti sebagai berikut: Kolom 1 : diisi dengan nomor urut; Kolom 2 : diisi dengan nama nama/jenis Barang Kena Pajak; Kolom 3 : diisi dengan jumlah Barang Kena Pajak; Kolom 4 : diisi dengan nilai transaksi; Kolom 5 : diisi dengan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang; dan Kolom 6 : diisi dengan keterangan (nomor invois, alamat bangunan, dan lain-lain). Contoh, semula: No . Nama/ Jenis BKP Kuantitas Nilai Transaksi (Rp) PPnBM yang Terutang (Rp) Keterangan -1- -2- -3- -4- -5- -6- 1 Rumah Tapak A 1 unit 50.000.000.000 10.000.000.000 Nomor Invois: 088 Alamat: Blok A IKN (11) Diisi dengan rincian Barang Kena Pajak pengganti yang diajukan fasilitas sebagai berikut: Kolom 1 : diisi dengan nomor urut; Kolom 2 : diisi dengan nama nama/jenis Barang Kena Pajak; Kolom 3 : diisi dengan jumlah Barang Kena Pajak; Kolom 4 : diisi dengan nilai transaksi; Kolom 5 : diisi dengan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang; Kolom 6 : diisi dengan keterangan (nomor invois, alamat bangunan, dan lain-lain). Contoh, menjadi: No. Nama/ Kuantitas Nilai Transaksi (Rp) PPnBM yang Terutang Keterangan Jenis BKP (Rp) 1 Rumah Tapak B 1 unit 55.000.000.000 11.000.000.000 Nomor Invois: 000 Alamat: Blok A IKN (12) Diisi dengan nama Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak.
Diisi dengan alamat Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak.
Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak.
Diisi dengan rincian dokumen pendukung yang dilampirkan. (16) Diisi dengan kota dan tanggal pengajuan permohonan SKB pengganti. (17) Diisi dengan tanda tangan dan nama pihak yang mengajukan permohonan penerbitan SKB pengganti.
Diisi dengan pihak yang mengajukan permohonan SKB pengganti, dengan memberikan tanda ✓ pada kotak yang relevan. JJJ. CONTOH FORMAT SURAT KETERANGAN BEBAS (SKB) PENGGANTI PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH TERTENTU YANG DIBERIKAN DI IBU KOTA NUSANTARA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR PELAYANAN PAJAK...……………….. (1) SURAT KETERANGAN BEBAS (SKB) PENGGANTI PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH TERTENTU YANG DIBERIKAN DI IBU KOTA NUSANTARA Nomor :
.... (2) Masa Berlaku SKB pengganti :
.... (3) Berdasarkan: a) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara dan b) Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2020 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan peraturan perubahannya, dengan ini Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak menerangkan bahwa: Nama :
.… (4) Alamat :
.… (5) Nomor Identitas :
.… (6) dan (sesuai dengan permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) pengganti nomor...… (7) tanggal ......(8)/secara jabatan) (9) diberikan pembebasan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah menjadi sebagai berikut:
No. Nama/Jenis BKP Kuantitas Nilai Transaksi (Rp) PPnBM yang Terutang (Rp) Keterangan -1- -2- -3- -4- -5- -6- yang diserahkan oleh: Nama :
.… (11) Alamat :
.… (12) NPWP :
.… (13) Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Penjualan atas Barang Mewah nomor ...... (14) tanggal...… (15) dinyatakan tidak berlaku lagi dan diganti. Demikian untuk dipergunakan seperlunya. ……………………………..... (16) Kepala Kantor Pelayanan Pajak .……..…………………….…… (17) Surat Keterangan Bebas pengganti ini diajukan oleh (18) Pembeli Sendiri Pihak lain yang berhak berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor…… Tahun 2024 PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT SURAT KETERANGAN BEBAS (SKB) PENGGANTI PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH TERTENTU YANG DIBERIKAN DI IBU KOTA NUSANTARA (1) Diisi dengan dengan nama kantor pelayanan pajak yang menerbitkan SKB pengganti.
Diisi dengan nomor SKB pengganti sesuai dengan tata cara penomoran yang berlaku.
Diisi dengan masa berlaku SKB pengganti.
Diisi dengan nama Pembeli.
Diisi dengan alamat Pembeli.
Diisi dengan nomor identitas Pembeli (diisi Nomor Pokok Wajib Pajak bagi yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau diisi dengan NIK, nomor paspor, atau tax identification number dalam hal belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau merupakan Subjek Pajak Luar Negeri).
Diisi dengan nomor permohonan SKB pengganti.
Diisi dengan tanggal permohonan SKB pengganti.
Dipilih yang menjadi dasar penggantian SKB sesuai dengan permohonan SKB pengganti atau secara jabatan, dicoret yang tidak perlu.
Diisi dengan rincian Barang Kena Pajak yang diberikan fasilitas pembebasan PPnBM sebagai berikut: Kolom 1 : diisi dengan nomor urut; Kolom 2 : diisi dengan nama/jenis Barang Kena Pajak; Kolom 3 : diisi dengan jumlah Barang Kena Pajak; Kolom 4 : diisi dengan nilai transaksi; Kolom 5 : diisi dengan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang; dan Kolom 6 : diisi dengan keterangan (nomor invois, alamat bangunan, dan lain-lain).
Diisi dengan nama Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak.
Diisi dengan alamat Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak.
Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak.
Diisi dengan nomor SKB semula.
Diisi dengan tanggal SKB semula.
Diisi dengan kota dan tanggal penerbitan SKB pengganti.
Diisi dengan tanda tangan dan nama kepala kantor pelayanan pajak tempat SKB pengganti diterbitkan. KKK. CONTOH FORMAT SURAT PENOLAKAN PENERBITAN SURAT KETERANGAN BEBAS (SKB) PENGGANTI PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH TERTENTU YANG DIBERIKAN DI IBU KOTA NUSANTARA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR PELAYANAN PAJAK...……………….. (1) SURAT PENOLAKAN PENERBITAN SURAT KETERANGAN BEBAS (SKB) PENGGANTI PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH TERTENTU YANG DIBERIKAN DI IBU KOTA NUSANTARA Nomor :
............................................ (2) Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara, dengan ini Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak menerangkan bahwa atas permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) pengganti nomor...… (3) tanggal...… (4), yang diajukan oleh: Nama :
.… (5) Alamat :
.… (6) Nomor Identitas :
.… (7) tidak dapat diterbitkan Surat Keterangan Bebas (SKB) pengganti karena:
tidak terdapat kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung pada Surat Keterangan Bebas (SKB) tidak terdapat kekeliruan penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak dilengkapi dokumen pendukung sebagai berikut:
1....………………;
...………………;
dst. lainnya,……… Demikian untuk dimaklumi.
............................................ (10) Kepala Kantor Pelayanan Pajak, ............................................. (11) Keterangan: Permohonan SKB pengganti diajukan oleh:
Pembeli dan/atau Penerima Jasa yang bersangkutan Pihak lain yang berhak berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024 PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT SURAT PENOLAKAN PENERBITAN SURAT KETERANGAN BEBAS (SKB) PENGGANTI PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH TERTENTU YANG DIBERIKAN DI IBU KOTA NUSANTARA (1) Diisi dengan dengan nama kantor pelayanan pajak yang menerbitkan surat penolakan penerbitan SKB pengganti.
Diisi dengan nomor surat penolakan penerbitan SKB pengganti sesuai dengan tata cara penomoran yang berlaku.
Diisi dengan nomor permohonan SKB pengganti.
Diisi dengan tanggal permohonan SKB pengganti.
Diisi dengan nama Pembeli.
Diisi dengan alamat Pembeli.
Diisi dengan nomor identitas Pembeli (diisi Nomor Pokok Wajib Pajak bagi yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau diisi dengan NIK, nomor paspor, atau tax identification number dalam hal belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau merupakan subjek pajak luar negeri).
Diisi dengan alasan permohonan SKB pengganti tidak dapat diterbitkan, dengan memberikan tanda ✓ pada kotak yang relevan.
Diisi dengan dokumen pendukung yang tidak dilengkapi.
Diisi dengan kota dan tanggal surat penolakan penerbitan SKB pengganti diterbitkan.
Diisi dengan tanda tangan dan nama kepala kantor pelayanan pajak tempat surat penolakan penerbitan SKB pengganti diterbitkan.
Diisi dengan pihak yang mengajukan permohonan SKB pengganti dengan memberikan tanda ✓ pada kotak yang relevan. LLL. CONTOH FORMAT PEMBATALAN SURAT KETERANGAN BEBAS (SKB) PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH TERTENTU YANG DIBERIKAN DI IBU KOTA NUSANTARA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR PELAYANAN PAJAK...……………….. (1) PEMBATALAN SURAT KETERANGAN BEBAS (SKB) PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH TERTENTU YANG DIBERIKAN DI IBU KOTA NUSANTARA Nomor :
............................... (2) Sehubungan diperolehnya data/informasi yang menunjukkan bahwa:
Pemohon tidak berhak untuk memperoleh Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
Barang Kena Pajak bukan merupakan Barang Kena Pajak yang dapat diberikan fasilitas pembebasan Pajak Penjualan atas Barang Mewah; dan/atau
Pemohon tidak memberikan informasi dengan benar atau sesuai dengan keadaan sebenarnya dan/atau menyampaikan tetapi tidak benar atau tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya berdasarkan dokumen pendukung, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Nomor… Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara, maka atas Surat Keterangan Bebas Pajak Penjualan atas Barang Mewah Nilai nomor ...... (3) tanggal ...... (4) yang diberikan kepada: Nama :
.… (5) Alamat :
.… (6) Nomor Identitas :
.… (7) dibatalkan dan dinyatakan tidak berlaku. Wajib Pajak wajib membayar Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang ditambahkan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Demikian disampaikan.
.......................................... (8) Kepala Kantor Pelayanan Pajak ........................................... (9) Pembatalan Surat Keterangan Bebas ini ditujukan kepada:
Pembeli Pihak lain yang berhak berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor… PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT PEMBATALAN SURAT KETERANGAN BEBAS (SKB) PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH TERTENTU YANG DIBERIKAN DI IBU KOTA NUSANTARA (1) Diisi dengan dengan nama kantor pelayanan pajak yang menerbitkan pembatalan SKB.
Diisi dengan nomor surat pembatalan SKB.
Diisi dengan nomor SKB yang dibatalkan.
Diisi dengan tanggal SKB yang dibatalkan.
Diisi dengan nama Pembeli.
Diisi dengan alamat Pembeli.
Diisi dengan nomor identitas Pembeli (diisi Nomor Pokok Wajib Pajak bagi yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau diisi dengan NIK, nomor paspor, atau tax identification number dalam hal belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau merupakan subjek pajak luar negeri).
Diisi dengan kota dan tanggal penerbitan pembatalan SKB.
Diisi dengan tanda tangan dan nama kepala kantor pelayanan pajak tempat pembatalan SKB diterbitkan.
Diisi dengan tujuan surat pembatalan SKB dengan memberikan tanda ✓ pada kotak yang relevan. MMM. CONTOH FORMAT SURAT KUASA PENUNJUKAN PENGUSAHA KENA PAJAK PENJUAL DAN/ATAU PEMBERI JASA SEBAGAI PIHAK PEMOHON SURAT KETERANGAN TIDAK DIPUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU SURAT KETERANGAN BEBAS PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH SURAT KUASA Penunjukkan Pengusaha Kena Pajak Penjual sebagai Pihak Pemohon (Surat Keterangan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai/Surat Keterangan Bebas Pajak Penjualan atas Barang Mewah) (1) Dengan ini: Nama :
.… (2) Alamat :
.… (3) Nomor identitas :
.… (4) sebagai pihak Pembeli dan/atau Penerima Jasa, menunjuk Pengusaha Kena Pajak penjual dan/atau pemberi jasa berikut: Nama :
.… (5) Alamat :
.… (6) NPWP :
.… (7) sebagai pihak yang mengajukan Permohonan (Surat Keterangan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai/Surat Keterangan Bebas Pajak Penjualan atas Barang Mewah) (8) melalui saluran yang disiapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk pembelian barang dan/atau penerimaan jasa sebagai berikut:
No. Nama/Jenis Barang atau Jasa Kuantitas Nilai Barang atau Jasa (Rp) Keterangan -1- -2- -3- -4- -5- dengan alasan bahwa pihak Pembeli dan/atau Penerima Jasa __ merupakan (10): __ subjek pajak luar negeri __ Pembeli dan/atau Penerima Jasa yang tidak memenuhi syarat subjektif dan syarat objektif sebagai Wajib Pajak sesuai ketentuan sebagaimana diatur di dalam Undang Undang Pajak Penghasilan __ belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak. Demikian Surat Kuasa ini dibuat, untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya....……………………………… (11) Pengusaha Kena Pajak/Kuasa Pembeli/Penerima Jasa/Kuasa (meterai) ……………………………….. (12)...……………………………… (13) PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT SURAT KUASA PENUNJUKKAN PENGUSAHA KENA PAJAK PENJUAL SEBAGAI PIHAK PEMOHON (1) Dipilih berdasarkan jenis permohonan yang akan diajukan, Surat Keterangan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Surat Keterangan Bebas Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dicoret yang tidak perlu.
Diisi dengan nama pihak Pembeli dan/atau Penerima Jasa.
Diisi dengan alamat Pembeli dan/atau Penerima Jasa.
Diisi dengan nomor identitas Pembeli dan/atau Penerima Jasa (diisi Nomor Pokok Wajib Pajak bagi yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau diisi dengan NIK, nomor paspor, atau tax identification number dalam hal belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau merupakan subjek pajak luar negeri).
Diisi dengan nama Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
Diisi dengan alamat Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
Dipilih berdasarkan jenis permohonan, Surat Keterangan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Surat Keterangan Bebas Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dicoret yang tidak perlu.
Diisi dengan daftar Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dengan rincian sebagai berikut: Kolom 1 : diisi dengan nomor urut; Kolom 2 : diisi dengan nama nama/jenis barang atau jasa; Kolom 3 : diisi dengan kuantitas barang atau jasa; Kolom 4 : diisi dengan nilai barang atau jasa tanpa PPN dan PPnBM; Kolom 5 : diisi dengan keterangan yang diperlukan (alamat bangunan, luas tanah dan bangunan, dan lain-lain).
Diisi dengan alasan pembuatan surat kuasa, dengan memberikan tanda ✓ pada kotak yang relevan.
Diisi dengan kota dan tanggal surat kuasa dibuat.
Diisi tanda tangan dan nama Pengusaha Kena Pajak atau kuasa dalam hal Pengusaha Kena Pajak merupakan subjek pajak badan.
Diisi dengan tanda tangan dan nama pihak Pembeli/Penerima Jasa (atau kuasa dalam hal pihak pembeli barang/penerima jasa bukan subjek pajak orang pribadi). NNN. CONTOH FORMAT BERITA ACARA SERAH TERIMA HIBAH ATAS BARANG DAN/ATAU JASA DI IBU KOTA NUSANTARA BERITA ACARA SERAH TERIMA HIBAH ATAS BARANG DAN/ATAU JASA DI IBU KOTA NUSANTARA Pada hari...… (1), tanggal...… (2), bulan...… (3), tahun...… (4), yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama :
.… (5) NIP :
.… (6) Jabatan :
.… (7) Alamat :
.… (8) Selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA bertindak sebagai dan atas nama...… (9) nomor identitas perpajakan...… (10) (Pemberi Hibah).
Nama :
.… (11) NIP :
.… (12) Jabatan :
.… (13) Alamat :
.… (14) Selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA bertindak sebagai dan atas nama...… (15) nomor identitas perpajakan...… (16) (Penerima Hibah). PIHAK PERTAMA menghibahkan barang dan/atau jasa di Ibu Kota Nusantara sebagaimana terlampir kepada PIHAK KEDUA. PIHAK KEDUA menerima hibah atas barang dan/atau jasa di Ibu Kota Nusantara sebagaimana terlampir dari PIHAK PERTAMA. PARA PIHAK bersepakat untuk menandatangani berita acara ini sebagai kelengkapan serah terima barang dan/atau jasa di Ibu Kota Nusantara yang dibubuhi materai cukup dan mempunyai kekuatan hukum yang sama. PIHAK KEDUA PIHAK PERTAMA (Penerima Hibah), (Pemberi Hibah), ………………….. (17)...………….….. (18) Lampiran: Berita Acara Serah Terima Hibah Atas Barang dan/atau Jasa di Ibu Kota Nusantara dari...… (19) Kepada...… (20) Daftar Hibah Atas Barang dan/atau Jasa di Ibu Kota Nusantara:
No. Barang dan/atau Jasa Perolehan Keterangan Nama/ Jenis Merk, Tipe, dan Spesifikasi Nomor Register* Tahun Kuantitas Nilai (Rp) -1- -2- -3- -4- -5- -6- -7- -8- dst. Terbilang: Rp……………… (22), (…………………….……………………………) (23) PIHAK KEDUA PIHAK PERTAMA (PENERIMA HIBAH), (PEMBERI HIBAH), ………………….. (24)...………………. (25) * diisi jika pemberi hibah adalah pemerintah pusat atau pemerintah daerah PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT BERITA ACARA SERAH TERIMA HIBAH ATAS BARANG DAN/ATAU JASA DI IBU KOTA NUSANTARA (1) Diisi dengan dengan nama hari berita acara dibuat.
Diisi dengan dengan tanggal berita acara dibuat.
Diisi dengan dengan bulan berita acara dibuat.
Diisi dengan dengan tahun berita acara dibuat.
Diisi dengan nama pihak yang mewakili pemberi hibah.
Diisi dengan NIP (nomor induk pegawai) pihak yang mewakili pemberi hibah, dalam hal pemberi hibah merupakan pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
Diisi dengan jabatan pihak yang mewakili pemberi hibah.
Diisi dengan alamat pihak yang mewakili pemberi hibah.
Diisi dengan nama pemberi hibah.
Diisi dengan nomor identitas perpajakan pemberi hibah (diisi Nomor Pokok Wajib Pajak bagi pemberi hibah yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau diisi dengan NIK, Nomor Paspor, atau Tax Identification Number dalam hal pemberi hibah belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau merupakan Subjek Pajak Luar Negeri).
Diisi dengan nama pihak yang mewakili penerima hibah.
Diisi dengan NIP (nomor induk pegawai) pihak yang mewakili penerima hibah, dalam hal penerima hibah merupakan pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
Diisi dengan jabatan pihak yang mewakili penerima hibah.
Diisi dengan alamat pihak yang mewakili penerima hibah.
Diisi dengan nama penerima hibah.
Diisi dengan nomor identitas perpajakan penerima hibah (diisi Nomor Pokok Wajib Pajak bagi penerima hibah yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau diisi dengan NIK, Nomor Paspor, atau Tax Identification Number dalam hal penerima hibah belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau merupakan Subjek Pajak Luar Negeri).
Diisi dengan nama dan tanda tangan pihak yang mewakili penerima hibah.
Diisi dengan nama dan tanda tangan pihak yang mewakili pemberi hibah.
Diisi dengan pemberi hibah.
Diisi dengan penerima hibah.
Diisi dengan daftar hibah atas barang dan/atau jasa di Ibu Kota Nusantara sebagai berikut: Kolom 1 : diisi dengan nomor urut; Kolom 2 : diisi dengan nama Barang Kena Pajak dan/atau jenis Jasa Kena Pajak; Kolom 3 : diisi dengan merk, tipe, dan spesifikasi Barang Kena Pajak; Kolom 4 : diisi dengan nomor register barang milik negara atau barang milik daerah dalam hal pemberi hibah adalah pemerintah pusat atau pemerintah daerah; Kolom 5 : diisi dengan tahun perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak pemberi hibah; Kolom 6 : diisi dengan jumlah Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak; Kolom 7 : diisi dengan nilai Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak; dan Kolom 8 : diisi dengan keterangan yang perlu ditambahkan. Dalam hal barang berupa bangunan harus mencantumkan alamat bangunan, luas tanah dan bangunan, izin mendirikan bangunan (IMB), dan nomor sertifikat.
Diisi dengan nilai seluruh hibah dalam angka.
Diisi dengan nilai seluruh hibah dalam huruf.
Diisi dengan nama dan tanda tangan pihak yang mewakili penerima hibah.
Diisi dengan nama dan tanda tangan pihak yang mewakili pemberi hibah. OOO. CONTOH FORMAT REKAPITULASI PENGIRIMAN KENDARAAN YANG DIJUAL KE IBU KOTA NUSANTARA OLEH AGEN PENJUALAN RESMI DI LUAR WILAYAH IBU KOTA NUSANTARA REKAPITULASI PENGIRIMAN KENDARAAN YANG DIJUAL KE IBU KOTA NUSANTARA OLEH AGEN PENJUALAN RESMI DI LUAR WILAYAH IBU KOTA NUSANTARA Nama PKP Penjual :
.……………………………………….. (1) NPWP :
.……………………………………….. (2) Alamat :
.…………..….……………………….. (3) Daftar Rekapitulasi Kendaraan:
No. Nama Pembeli Nomor SKTD Nomor Rangka Nomor Bukti Pengiriman Tanggal Bukti Pengiriman Nama Perusahaan Jasa Pengiriman -1- -2- -3- -4- -5- -6- -7- 1.
Dst Dengan ini kami juga lampirkan dokumen pendukung berupa salinan bukti pengiriman. Demikian kami sampaikan dengan sebenarnya. ………………………….……. (5) Pengusaha Kena Pajak/Kuasa ......................................... (6) PETUNJUK PENGISIAN CONTOH FORMAT REKAPITULASI PENGIRIMAN KENDARAAN YANG DIJUAL KE IBU KOTA NUSANTARA OLEH AGEN PENJUALAN RESMI DI LUAR WILAYAH IBU KOTA NUSANTARA (1) Diisi dengan dengan nama Pengusaha Kena Pajak penjual.
Diisi dengan dengan Nomor Pokok Wajib Pajak Pengusaha Kena Pajak penjual.
Diisi dengan dengan alamat Pengusaha Kena Pajak penjual.
Diisi dengan daftar rekapitulasi kendaraan yang dijual ke Ibu Kota Nusantara sebagai berikut: Kolom 1 : diisi dengan nomor urut; Kolom 2 : diisi dengan nama Pembeli kendaraan; Kolom 3 : diisi dengan nomor SKTD yang dimiliki Pembeli; Kolom 4 : diisi dengan nomor rangka kendaraan; Kolom 5 : diisi dengan nomor bukti pengiriman kendaraan; Kolom 6 : diisi dengan tanggal bukti pengiriman kendaraan; dan Kolom 7 : diisi dengan nama perusahaan jasa pengiriman.
Diisi dengan nama kota dan tanggal rekapitulasi pengiriman dibuat.
Diisi dengan nama dan tanda tangan Pengusaha Kena Pajak penjual atau kuasa dalam hal Pengusaha Kena Pajak merupakan subjek pajak badan. PPP. CONTOH FORMAT PERMOHONAN PEMBEBASAN BEA MASUK DAN FASILITAS PDRI ATAS IMPOR BARANG OLEH PEMERINTAH PUSAT ATAU PEMERINTAH DAERAH YANG DITUJUKAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DI WILAYAH IBU KOTA NUSANTARA DAN DAERAH MITRA KOP SURAT PEMOHON Nomor : …....(1).............…...(2)..........,…....(3).......... Lampiran :
.…....(4).......... Hal : Permohonan Pembebasan Bea Masuk dan Fasilitas PDRI atas Impor Barang yang Ditujukan untuk Kepentingan Umum di Wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra Yth. Menteri Keuangan melalui...…....(5).......... Dengan hormat, Bersama ini disampaikan permohonan untuk dapat diberikan pembebasan bea masuk dan fasilitas PDRI atas impor barang yang ditujukan untuk kepentingan umum di Wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra, dengan data sebagai berikut:
Nama Instansi :
…......(6).............................
NPWP Instansi :
.….....(7).............................
Alamat Instansi :
.….....(8).............................
Nama Importir :
……...(9).............................
NPWP Importir :
.…....(10)............................
Alamat Importir :
.…....(11)............................
Pihak yang dapat dihubungi :
.…....(12)............................
Nama program/proyek/kegiatan :
.…....(13)............................
Sumber perolehan barang :
.…....(14)............................
Asal Impor Barang :
.…....(15)............................
Tujuan penggunaan barang :
........(16)............................
Rincian barang : ----------------terlampir---------------- Dengan ini kami menyatakan bersedia untuk memenuhi segala ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024. Sebagai kelengkapan permohonan, bersama ini kami lampirkan:
Rincian barang yang ditujukan untuk kepentingan umum di Wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra yang dimintakan pembebasan bea masuk dan Fasilitas PDRI;
...…..................... dst. Demikian permohonan ini kami buat dengan sebenar-benarnya untuk dapat dipertimbangkan. __ Tembusan: Cap/stempel KOP SURAT PERMOHONAN Lampiran Surat Nomor :
.…....(1).......... Tanggal :
.…....(3).......... RINCIAN BARANG DITUJUKAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DI WILAYAH IBU KOTA NUSANTARA DAN DAERAH MITRA YANG DIMINTAKAN PEMBEBASAN BEA MASUK DAN FASILITAS PDRI NO. URAIAN BARANG JUMLAH BARANG SATUAN BARANG PERKIRAAN HARGA BARANG NEGARA ASAL/ NEGARA MUAT PELABUHAN BONGKAR PERUNTUK KAN BARANG (21) (22) (23) (24) (25) (26) (27) (28) Cap/stempel PETUNJUK PENGISIAN Nomor (1) : Diisi nomor surat permohonan. Nomor (2) : Diisi nama kota tempat surat permohonan dibuat. Nomor (3) : Diisi tanggal, bulan, dan tahun surat permohonan dibuat. Nomor (4) : Diisi jumlah lampiran surat permohonan. Nomor (5) : Diisi kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau kepala kantor pelayanan utama bea dan cukai yang wilayah kerjanya meliputi Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. Nomor (6) : Diisi nama instansi pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Nomor (7) : Diisi Nomor Pokok Wajib Pajak instansi pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Nomor (8) : Diisi alamat instansi pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Nomor (9) : Diisi nama importir, instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, Pihak Ketiga atau Pihak Lain dalam hal Impor Barang oleh Pihak Ketiga atau Pihak Lain. Nomor (10) : Diisi Nomor Pokok Wajib Pajak pihak tersebut pada Nomor (9). Nomor (11) : Diisi alamat pihak tersebut pada Nomor (9). Nomor (12) : Diisi nama, nomor telepon, dan alamat surel/ email dari pejabat/pegawai/pihak yang dapat dihubungi ( contact person ) dari instansi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Pihak Ketiga berdasarkan kontrak atau perjanjian kerja atau Pihak Lain. Nomor (13) : Diisi nama program/proyek/kegiatan berkaitan dengan barang impor yang ditujukan untuk Kepentingan Umum di Wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra yang dimohonkan pembebasan bea masuk. Nomor (14) :
Diisi “Pembelian yang dibiayai dengan anggaran pendapatan dan belanja negara tahun anggaran....” dalam hal barang bersumber dari pembelian yang dibiayai dengan anggaran pendapatan dan belanja negara;
Diisi “Pembelian yang dibiayai dengan anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun anggaran....” dalam hal barang bersumber dari pembelian yang dibiayai dengan anggaran pendapatan dan belanja daerah; atau
Diisi “Hibah dari...…..” atau ”pinjaman dari...…..” atau ”sumber lain dari...…..” dalam hal barang bersumber dari hibah atau pinjaman atau sumber lain dengan menyebutkan nama pemberi hibah atau pinjaman atau sumber lain. Nomor (15) : Diisi asal pengiriman barang sesuai Pasal 2 Peraturan Menteri ini, sebagai berikut:
Diisi “Impor barang dari luar daerah pabean”, apabila impor barang dari luar daerah pabean.
Diisi “Impor barang melalui pusat logistik berikat”, apabila impor barang melalui pusat logistic berikat.
Diisi “Penyelesaian barang impor sementara dengan dihibahkan kepada pemerintah pusat untuk kepentingan umum di wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra”, apabila barang berasal dari penyelesaian barang impor sementara dengan dihibahkan kepada pemerintah pusat untuk kepentingan umum di wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra.
Diisi “pengeluaran barang dari tempat penimbunan berikat selain pusat logistik berikat”. apabila barang berasal dari tempat penimbunan berikat selain pusat logistik berikat.
Diisi “pengeluaran barang dari kawasan ekonomi khusus”, apabila barang berasal dari kawasan ekonomi khusus.
Diisi “pengeluaran barang dari KPBPB”, apabila barang berasal dari KPBPB.
Diisi “pemindahtanganan barang impor yang telah mendapatkan pembebasan bea masuk dari penerima pembebasan bea masuk”, apabila barang berasal dari pemindahtanganan barang impor yang telah mendapatkan pembebasan bea masuk dari penerima pembebasan bea masuk. Nomor (16) : Diisi penjelasan mengenai tujuan penggunaan barang yang ditujukan untuk Kepentingan Umum di Wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra. Nomor (17) : Diisi daftar rincian nama, nomor, dan tanggal dokumen yang dilampirkan sesuai dengan ketentuan Pasal 178 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Menteri ini. Nomor (18) : Diisi jabatan penanda tangan surat permohonan. Nomor (19) : Diisi nama yang menandatangani surat permohonan. Nomor (20) : Diisi para pihak yang diberikan tembusan surat permohonan, apabila pemohon adalah Pihak Ketiga atau Pihak Lain surat permohonan ditembuskan kepada instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah. Nomor (21) : Diisi nomor urut. Nomor (22) : a Diisi uraian jenis barang dan spesifikasi teknis barang (merk, tipe, dimensi, kapasitas, dll), dalam hal barang selain kendaraan bermotor; atau
Diisi jenis, tipe, merek, tahun pembuatan, nomor rangka, nomor mesin, dan kapasitas mesin/daya listrik, dalam hal barang berupa kendaraan bermotor. Nomor (23) : Diisi jumlah barang. Nomor (24) : Diisi satuan barang sesuai ketentuan. Nomor (25) : Diisi perkiraan harga barang dalam mata uang asing atau rupiah beserta incoterm . Nomor (26) : Diisi nama negara tempat barang berasal/dimuat. Nomor (27) : Diisi sebagai berikut:
nama pelabuhan/bandar udara tempat impor barang, atau b. tempat pengeluaran barang dari tempat penimbunan berikat selain pusat logistik berikat, kawasan ekonomi khusus, atau KPBPB. Nomor (28) : Diisi peruntukan barang bagi Kepentingan Umum di Wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitr QQQ. SURAT PERNYATAAN YANG MENYATAKAN BAHWA PEMBIAYAAN DALAM DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN ATAU DOKUMEN YANG SEJENIS DENGAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN ATAS BARANG YANG DIMINTAKAN PEMBEBASAN BEA MASUK, TIDAK MELIPUTI UNSUR BEA MASUK KOP SURAT PEMOHON SURAT PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : ………………....…...(1)……………..……..……..... NIP : …….………………...(2)………..…..……..……...... Jabatan : ………………....…...(3)……..……..……..……...... Alamat :
………………….....(4)……..……..……..……...... dengan ini menyatakan bahwa pembiayaan dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)/ dokumen yang sejenis dengan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)* satuan kerja...…....(5)……....., nomor...…....(6)……...., tanggal...…....(7)…….... untuk program/kegiatan*...…....(8)…….... yang dimintakan pembebasan...…....(9)……...., tidak meliputi unsur ……....(10)……..... Demikian Surat Pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya dan untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. *) dipilih yang sesuai Meterai Cap/stempel PETUNJUK PENGISIAN Nomor (1) : diisi nama pimpinan satuan kerja selaku kuasa pengguna anggaran atau pejabat paling rendah setingkat Eselon II atau pimpinan tinggi pratama dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Nomor (2) : diisi NIP pimpinan satuan kerja selaku kuasa pengguna anggaran atau pejabat paling rendah setingkat Eselon II atau pimpinan tinggi pratama dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Nomor (3) : diisi jabatan pimpinan satuan kerja selaku kuasa pengguna anggaran atau pejabat paling rendah setingkat Eselon II atau pimpinan tinggi pratama dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Nomor (4) : diisi alamat satuan kerja dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Nomor (5) : diisi nama satuan kerja dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Nomor (6) : diisi nomor Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)/ dokumen yang sejenis dengan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Nomor (7) : diisi tanggal Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)/ dokumen yang sejenis dengan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Nomor (8) : diisi uraian program/kegiatan yang terncatum dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)/ dokumen yang sejenis dengan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang dimintakan pembebasan bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor. Nomor (9) : diisi:
“bea masuk”, dalam hal yang dimintakan pembebasan bea masuk; atau
“bea masuk dan pajak dalam rangka impor”, dalam hal yang dimintakan pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Nomor (10) : diisi:
“bea masuk”, dalam hal pembiayaan tidak meliputi unsur bea masuk; atau
“bea masuk dan pajak dalam rangka impor”, dalam hal pembiayaan tidak meliputi unsur bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Nomor (11) : diisi tempat dan tanggal penanda tanganan surat pernyataan. Nomor (12) : diisi jabatan penanda tangan surat pernyataan. Nomor (13) : diisi nama pejabat yang menandatangani surat pernyataan. RRR. FORMAT KEPUTUSAN MENTERI MENGENAI PEMBERIAN PEMBEBASAN BEA MASUK DAN FASILITAS PDRI ATAS IMPOR BARANG OLEH PEMERINTAH PUSAT, PEMERINTAH DAERAH, PIHAK KETIGA, ATAU PIHAK LAIN YANG DITUJUKAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DI WILAYAH IBU KOTA NUSANTARA DAN DAERAH MITRA. MENTERI KEUANGAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR...…….(1).......... TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK DAN FASILITAS PDRI ATAS IMPOR BARANG YANG DITUJUKAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DI WILAYAH IBU KOTA NUSANTARA DAN DAERAH MITRA KEPADA...……(2).......... MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
bahwa sesuai dengan hasil penelitian terhadap surat permohonan...…….(3).......... Nomor...…….(4).........., diperoleh kesimpulan bahwa permohonan pembebasan bea masuk dan fasilitas PDRI atas Impor Barang yang ditujukan untuk kepentingan umum di Wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra telah memenuhi syarat untuk dapat diberikan persetujuan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Pembebasan Bea Masuk dan Fasilitas PDRI atas Impor Barang yang Ditujukan untuk Kepentingan Umum di Wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra kepada...…….(2)..........;
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2006;
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara;
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor...…….(5)..........; Memperhatikan :
...……(6)………;
...……(7)………;
...……(8)………;
MEMUTUSKAN:
PEMBEBASAN BEA MASUK DAN FASILITAS PDRI ATAS IMPOR BARANG YANG DITUJUKAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DI WILAYAH IBU KOTA NUSANTARA DAN DAERAH MITRA KEPADA...……(2)……… PERTAMA : Memberikan pembebasan bea masuk dan fasilitas PDRI atas Impor Barang yang ditujukan untuk kepentingan umum di Wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra yang bersumber dari...……(9)………, kepada...……(2)………, yang diimpor/dimasukkan oleh:
Nama :
..……(10)……… b. NPWP :
..……(11)……… c. Alamat :
..……(12)……… dengan rincian uraian barang, jumlah barang, satuan barang, perkiraan harga, negara asal/muat, dan pelabuhan/bandar udara/tempat pengeluaran sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. KEDUA : Pelaksanaan impor barang sebagaimana dimaksud dalam diktum PERTAMA harus memenuhi ketentuan umum di bidang impor. KETIGA : Pembebasan bea masuk dan fasilitas PDRI sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA diberikan dengan ketentuan barang sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA akan digunakan untuk...……(13)……… KEEMPAT : Menunjuk pelabuhan/bandar udara/tempat pengeluaran ………(14)……… sebagai pelabuhan/bandar udara/tempat pengeluaran serta...……(15)……… sebagai kantor pabean tempat penyelesaian kewajiban pabean atas barang sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA. KELIMA : Pemberian pembebasan bea masuk dan fasilitas PDRI ini sewaktu-waktu dapat dilakukan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. KEENAM : Jangka waktu impor atas barang yang ditujukan untuk kepentingan umum di wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra sebagaimana dimaksud dalam DIKTUM PERTAMA diberikan sampai dengan...……(16)……… terhitung sejak tanggal ditetapkannya Keputusan Menteri ini. KETUJUH : Atas barang sebagaimana dimaksud Diktum PERTAMA, berlaku ketentuan sebagai berikut a. Barang dicatatkan sebagai barang milik negara/barang milik daerah/barang milik OIKN.
Penggunaan, pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan, pemindahtanganan, pemusnahan, penghapusan, dan penatausahaan barang impor sebagaimana dimaksud pada DIKTUM PERTAMA dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang pengelolaan barang milik negara/barang milik daerah/barang milik OIKN. KEDELAPAN : Atas penyalahgunaan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor...……(5)………., atas impor barang sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA dipungut bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor yang terutang serta dikenakan sanksi administratif berupa denda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai sanksi administratif di bidang kepabeanan dan/atau di bidang perpajakan. KESEMBILAN : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Salinan Keputusan Menteri ini disampaikan kepada :
.………(17)……….;
...……………………..; dst 3. Pimpinan...……(2)………. Ditetapkan di...….…(18)………. pada tanggal...…..…(19)……….
n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPALA KANTOR...……(20)………., ………(21)………. KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK DAN FASILITAS PDRI ATAS IMPOR BARANG YANG DITUJUKAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DI WILAYAH IBU KOTA NUSANTARA DAN DAERAH MITRA KEPADA...…….(2).......... DAFTAR BARANG YANG MENDAPATKAN FASILITAS PEMBEBASAN BEA MASUK DAN FASILITAS PDRI ATAS IMPOR BARANG YANG DITUJUKAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DI WILAYAH IBU KOTA NUSANTARA DAN DAERAH MITRA KEPADA...…….(2).......... Importir:
Nama :
..……(10)……… b. NPWP :
..……(11)……… c. Alamat :
..……(12)……… NO. URAIAN BARANG JUMLAH BARANG SATUAN BARANG PERKIRAAN HARGA BARANG NEGARA ASAL/ MUAT PELABUHAN/BAND AR UDARA TEMPAT PEMASUKAN/ PEMBONGKARAN PERUNTUKKAN BARANG ..(22) ..
.(23)..
.(24)..
.(25)..
.(26)..
.(27)..
.(14)..
.(28)..
n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPALA KANTOR...……(20)………., ………(21)………. PETUNJUK PENGISIAN Nomor (1) : Diisi nomor Keputusan Menteri Keuangan mengenai Pembebasan bea masuk dan Fasilitas PDRI atas Impor Barang yang Ditujukan untuk Kepentingan Umum di Wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra. Nomor (2) : Diisi nama instansi pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang diberikan pembebasan bea masuk dan fasilitas PDRI. Nomor (3) : Diisi nama jabatan pejabat/pimpinan yang menandatangani surat permohonan dan nama instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, pihak ketiga berdasarkan kontrak atau perjanjian kerja atau pihak lain. Nomor (4) : Diisi nomor dan tanggal surat permohonan pembebasan bea masuk dan fasilitas PDRI. Nomor (5) : Diisi nomor dan perihal Peraturan Menteri Keuangan mengenai Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara Nomor (6) : Diisi sebagai berikut:
nomor dan tanggal dokumen daftar isian pelaksanaan anggaran pada tahun anggaran berjalan atau dokumen yang sejenis dengan daftar isian pelaksanaan anggaran pada tahun anggaran berjalan, dalam hal barang bersumber dari pembelian yang dibiayai dengan anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, hibah atau pinjaman luar negeri, dan/atau sumber lain yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
nomor dan tanggal dokumen surat keterangan dari pemberi hibah berupa gift certificate atau memorandum of understanding yang menyatakan bahwa barang untuk Kepentingan Umum tersebut merupakan hibah yang diberikan langsung kepada pemerintah pusat atau pemerintah daerah, dalam hal barang merupakan hibah berupa barang. Nomor (7) : Diisi sebagai berikut:
nomor dan tanggal dokumen surat pernyataan yang menyatakan bahwa pembiayaan dalam daftar isian pelaksanaan anggaran atau dokumen yang sejenis dengan daftar isian pelaksanaan anggaran atas barang yang dimintakan pembebasan bea masuk, tidak meliputi unsur bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor, dalam hal barang bersumber dari pembelian yang dibiayai dengan anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, hibah atau pinjaman luar negeri, dan/atau sumber lain yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
nomor dan tanggal dokumen persetujuan hibah dari pemerintah pusat, dalam hal barang impor merupakan hibah yang ditujukan kepada pemerintah daerah, dalam hal barang merupakan hibah berupa barang. Nomor (8) : Diisi sebagai berikut:
nomor dan tanggal dokumen perjanjian atau kontrak pengadaan barang yang menyebutkan bahwa harga dalam perjanjian atau kontrak pengadaan barang tidak meliputi pembayaran bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor, dalam hal pengadaan barang menggunakan Pihak Ketiga, dalam hal barang bersumber dari pembelian yang dibiayai dengan anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, hibah atau pinjaman luar negeri, dan/atau sumber lain yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
nomor dan tanggal dokumen surat pernyataan dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang importasinya dilakukan oleh Pihak Lain, dalam hal barang merupakan hibah berupa barang. Nomor (9) : Diisi sebagai berikut:
“Pembelian yang dibiayai dengan anggaran pendapatan dan belanja negara”, dalam hal barang berasal dari pembelian yang dibiayai dengan anggaran pendapatan dan belanja negara;
“Pembelian yang dibiayai dengan anggaran pendapatan dan belanja daerah”, dalam hal barang bersumber dari pembelian yang dibiayai dengan anggaran pendapatan dan belanja daerah;
“hibah atau pinjaman luar negeri”, dalam hal barang bersumber dari hibah atau pinjaman luar negeri; atau
“sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”, dalam hal barang bersumber dari sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Nomor (10) : Diisi nama importir, instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, pihak ketiga, atau pihak lain dalam hal barang diimpor oleh pihak ketiga atau pihak lain. Nomor (11) : Diisi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pihak tersebut pada Nomor (10). Nomor (12) : Diisi alamat pihak tersebut pada Nomor (10). Nomor (13) : Diisi uraian mengenai nama program/proyek/kegiatan yang menggunakan barang yang diberikan pembebasan bea masuk dan fasilitas PDRI. Nomor (14) : Diisi nama pelabuhan/bandar udara tempat pemasukan atau tempat pengeluaran barang dalam hal barang dikeluarkan dari tempat penimbunan berikat selain pusat logistik berikat, kawasan ekonomi khusus, atau KPBPB. Nomor (15) : Diisi nama Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai tempat penyelesaian kewajiban pabean. Nomor (16) : Diisi jangka waktu Impor Barang sebagai berikut:
paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal ditetapkannya Keputusan Menteri atau sampai dengan tanggal berakhirnya masa berlaku DIPA tahun berjalan;
sampai dengan tanggal berakhirnya masa berlaku perjanjian atau kontrak pengadaan, dalam hal Impor Barang dilakukan berdasarkan perjanjian atau kontrak pengadaan dengan pihak ketiga yang memiliki periode lebih dari 1 (satu) tahun; atau
“31 Desember 2045”, dalam hal jangka waktu Impor Barang melewati tahun 2045. Nomor (17) : Diisi daftar kementerian/lembaga atau instansi yang perlu diberikan salinan Keputusan Menteri Keuangan serta Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tempat penyelesaian kewajiban pabean. Nomor (18) : Diisi kota tempat ditandatanganinya Keputusan Menteri Keuangan. Nomor (19) : Diisi tanggal ditandatanganinya Keputusan Menteri Keuangan. Nomor (20) : Diisi nama Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai yang menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan. Nomor (21) : Diisi nama pejabat yang menandatangani Keputusan Menteri Keuangan. Nomor (22) : Diisi nomor urut barang. Nomor (23) : Diisi sebagai berikut:
Diisi uraian jenis barang dan spesifikasi teknis barang (merk, tipe, dimensi, kapasitas, dll), dalam hal barang selain kendaraan bermotor; atau
Diisi jenis, merek, tipe, nomor mesin, nomor rangka, kapasitas mesin, dan tahun pembuatan, dalam hal barang berupa kendaraan bermotor. Nomor (24) : Diisi jumlah barang. Nomor (25) : Diisi satuan barang. Nomor (26) : Diisi perkiraan harga barang. Nomor (27) : Diisi negara asal/negara muat barang. Nomor (28) : Diisi peruntukan barang bagi Kepentingan Umum di Wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra. SSS. CONTOH FORMAT PEMBERITAHUAN ATAS PEMUTUSAN PERJANJIAN/KONTRAK ATAU PEMBATALAN HIBAH KOP SURAT PEMOHON Nomor :
.......... (1) ........... .......... (2) ........... Lampiran :
.......... (3) ........... Hal : Pemberitahuan Pemutusan Perjanjian/Kontrak atau Pembatalan Hibah*) Kepada Yth. : Kepala Kantor ........... (4) ........... Yang bertanda tangan dibawah ini, kami selaku pimpinan dari: Nama :
.......... (5) ........... NPWP :
.......... (6) ........... Alamat :
.......... (7) ........... Pihak yang bisa dihubungi :
.......... (8) ........... dengan ini memberitahukan bahwa atas pengadaan/Hibah*) barang impor sesuai dengan Perjanjian atau Kontrak/Surat Keterangan Hibah/Surat Pernyataan*) Nomor ............ (9) ......... , dengan data sebagai berikut: Nama :
............. (10) ............. NPWP :
............. (11) ............. Alamat :
............. (12) ............. Pihak yang dapat dihubungi :
............. (13) ............. diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... Tahun 2024, dinyatakan telah dilakukan pemutusan perjanjian/kontrak atau pembatalan hibah*). Sehubungan dengan hal tersebut di atas, kiranya terhadap Keputusan Menteri Keuangan Nomor .......... (14) .......... agar dapat dilakukan pencabutan, dan terhadap barang impor yang fasilitas pembebasannya telah dicabut tersebut akan diselesaikan kewajiban pabeannya oleh pihak ketiga atau pihak lain dengan cara diekspor/dimusnahkan/ melunasi bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor yang terutang/dibebaskan karena keadaan darurat ( force majeure )*). Sebagai kelengkapan laporan, bersama ini kami lampirkan:
rincian barang yang dilakukan pemutusan kontrak;
......... (15) .......... dst. Demikian kami sampaikan dengan sebenar-benarnya. Tembusan: Direktur Fasilitas Kepabeanan, DJBC *) dipilih yang sesuai Cap/Stempel KOP SURAT PEMOHON Lampiran Surat Nomor :
......... (1) .......... Tanggal :
......... (2) .......... RINCIAN BARANG YANG DILAKUKAN PEMUTUSAN PERJANJIAN/KONTRAK ATAU PEMBATALAN HIBAH*) NO URAIAN BARAN G JUMLA H & SATUAN KEP PEMBERIAN PEMBEBASAN BM DAN FASILITAS PDRI KPUBC/KPPBC TEMPAT PEMASUKAN/PENGELUARA N BARANG PEMBERITAHUA N PABEAN NO TANGGA L NO URU T NO TANGGAL (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26) Cap/Stempel PETUNJUK PENGISIAN Nomor (1) : diisi dengan nomor surat dari instansi yang menyampaikan pemberitahuan pemutusan kontrak. Nomor (2) : diisi tempat, tanggal, bulan, dan tahun surat pemberitahuan pemutusan kontrak. Nomor (3) : diisi dengan jumlah dokumen yang dilampirkan dalam pemberitahuan pemutusan kontrak. Nomor (4) : diisi Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai tempat pengajuan permohonan pembebasan bea masuk, beserta alamat. Nomor (5) : diisi nama instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, Pihak Ketiga, atau Pihak Lain yang menyampaikan pemberitahuan pemutusan perjanjian atau kontrak/pembatalan Hibah. Nomor (6) : diisi Nomor Pokok Wajib Pajak pihak tersebut pada Nomor (5). Nomor (7) : diisi alamat pihak tersebut pada Nomor (5). Nomor (8) : diisi nama, nomor telepon, dan/atau alamat email pejabat/ pegawai yang dapat dihubungi ( contact person ) dari pihak tersebut pada Nomor (5). Nomor (9) : diisi nomor Perjanjian atau kontrak /Surat Keterangan Hibah/Surat Pernyataan. Nomor (10) : diisi nama instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, Pihak Ketiga, atau Pihak Lain Nomor (11) : diisi Nomor Pokok Wajib Pajak pihak tersebut pada Nomor (10). Nomor (12) : diisi alamat pihak tersebut pada Nomor (10). Nomor (13) : diisi nama, nomor telepon, dan/atau alamat email pejabat/ pegawai yang dapat dihubungi ( contact person ) dari pihak tersebut pada Nomor (10). Nomor (14) : Diisi nomor Keputusan Menteri Keuangan terhadap barang yang dilakukan pemutusan perjanjian/kontrak atau pembatalan Hibah. Nomor (15) : diisi daftar jenis dokumen, nomor, dan tanggal dokumen yang perlu dicantumkan apabila diperlukan, misalnya berita acara pemutusan kontrak/surat pernyataan pembatalan hibah. Nomor (16) : diisi jabatan pimpinan instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, Pihak Ketiga, atau Pihak Lain yang menandatangani pemberitahuan pemutusan perjanjian/kontrak atau pembatalan Hibah. Nomor (17) : diisi nama pimpinan instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, Pihak Ketiga, atau Pihak Lain yang menandatangani pemberitahuan pemutusan perjanjian/kontrak atau pembatalan Hibah. Nomor (18) : diisi nomor urut. Nomor (19) : diisi uraian jenis barang secara lengkap meliputi jenis, merek, tipe, ukuran dan spesifikasi lainnya. Nomor (20) : diisi jumlah dan jenis satuan barang yang dipergunakan dalam nilai satuan barang. Nomor (21) : diisi nomor Keputusan Menteri mengenai Pemberian Pembebasan Bea Masuk dan Fasilitas PDRI atas Impor Barang oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang Ditujukan untuk Kepentingan Umum di Wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra. Nomor (22) : diisi tanggal, bulan, dan tahun Keputusan Menteri mengenai Pemberian Pembebasan Bea Masuk dan Fasilitas PDRI atas Impor Barang oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang Ditujukan untuk Kepentingan Umum di Wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra. Nomor (23) : diisi nomor urut barang pada Keputusan Menteri mengenai Pemberian Pembebasan Bea Masuk dan Fasilitas PDRI atas Impor Barang oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang Ditujukan untuk Kepentingan Umum di Wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra. Nomor (24) : diisi nama Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai/Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai yang membawahi pelabuhan pemasukan atau tempat pengeluaran. Nomor (25) : diisi nomor pemberitahuan pabean impor dari barang impor yang tercantum dalam Keputusan Menteri mengenai pemberian pembebasan bea masuk dan fasilitas PDRI. Nomor (26) : diisi tanggal, bulan dan tahun pemberitahuan pabean impor dari barang impor yang tercantum dalam Keputusan Menteri mengenai pemberian pembebasan bea masuk dan fasilitas PDRI. TTT. CONTOH FORMAT BERITA ACARA PEMUSNAHAN BERITA ACARA PEMUSNAHAN Pada hari ini ..... (1) ..... tanggal ..... (2) ..... bulan ..... (3) ..... tahun ..... (4) ..... , kami yang bertandatangan di bawah ini sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor ..... Tahun 2024: A. Perwakilan Instansi Penerima Fasilitas 1. Nama :
..…………… (5)...…………..
NIP :
..…………… (6)...…………..
Unit Kerja :
..…………… (7)...…………..
Jabatan :
..…………… (8)...………….. B. Perwakilan Kementerian Keuangan 1. Nama :
..…………… (9)...…………..
NIP :
..…………… (10)...…………..
Unit Kerja :
..…………… (11)...…………..
Jabatan :
..…………… (12)...………….. C. Perwakilan Pihak Ketiga atau Pihak Lain 1. Nama :
..…………… (13)...…………..
Nomor Identitas :
..…………… (14)...…………..
Nama Entitas :
..…………… (15)...…………..
Jabatan :
..…………… (16)...………….. telah menyaksikan/melakukan pemusnahan terhadap barang pengadaan/Hibah*) dengan Pihak Ketiga atau Pihak Lain yang telah dilakukan pemutusan perjanjian atau kontrak pengadaan/pembatalan Hibah*) dengan penjelasan sebagai berikut:
pemusnahan dilakukan di ..... (17) ..... mulai pukul ..... (18) ..... 2. barang-barang yang dimusnahkan terdiri dari: No Jenis Barang Jumlah Satuan Pemberitahuan Pabean Nomor Tanggal 1.
Dst.
foto pemusnahan terlampir, yang berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor ..... (19) ..... telah dilakukan pencabutan terhadap Pembebasan Bea Masuk dan Fasilitas PDRI atas Impor Barang oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang Ditujukan untuk Kepentingan Umum di Wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra, untuk diselesaikan kewajiban pabeannya dengan cara dimusnahkan menggunakan metode dihancurkan/dibakar/diledakkan/lainnya ..... (20) ..... ) Demikian Berita Acara ini dibuat dengan sebenarnya dan ditandatangani Bersama. Perwakilan Penerima Fasilitas Perwakilan Kementerian Keuangan (............... (5) ............. ) ( ............ (9) ........... ) Perwakilan Pihak Ketiga/Pihak Lain ( .............. (13) .............. ) ) Coret yang tidak perlu PETUNJUK PENGISIAN Nomor (1) : diisi hari saat pelaksanaan pemusnahan. Nomor (2) : diisi tanggal saat pelaksanaan pemusnahan. Nomor (3) : diisi bulan saat pelaksanaan pemusnahan. Nomor (4) : diisi tahun saat pelaksanaan pemusnahan. Nomor (5) : diisi nama Pejabat atau Pegawai instansi penerima fasilitas yang menyaksikan/melakukan pemusnahan. Nomor (6) : diisi Nomor Induk Pegawai (NIP) Pejabat atau Pegawai instansi penerima fasilitas yang menyaksikan pemusnahan. Nomor (7) : diisi nama unit kerja Pejabat atau Pegawai instansi penerima fasilitas yang menyaksikan pemusnahan. Nomor (8) : diisi nama jabatan Pejabat atau Pegawai instansi penerima fasilitas yang menyaksikan pemusnahan. Nomor (9) : diisi nama Pejabat atau Pegawai Bea dan Cukai yang mewakili Kementerian Keuangan untuk menyaksikan pemusnahan. Nomor (10) : diisi Nomor Induk Pegawai (NIP) Pejabat Bea dan Cukai yang mewakili Kementerian Keuangan untuk menyaksikan pemusnahan. Nomor (11) : diisi nama unit kerja Pejabat Bea dan Cukai yang mewakili Kementerian Keuangan untuk menyaksikan pemusnahan. Nomor (12) : diisi nama jabatan Pejabat Bea dan Cukai yang mewakili Kementerian Keuangan untuk menyaksikan pemusnahan. Nomor (13) : diisi nama perwakilan pihak ketiga atau Pihak Lain yang menyaksikan/ melakukan pemusnahan. Nomor (14) : diisi nomor identitas perwakilan pihak ketiga atau Pihak Lain yang menyaksikan/ melakukan pemusnahan. Nomor (15) : diisi nama entitas pihak ketiga atau Pihak Lain yang menyaksikan/melakukan pemusnahan. Nomor (16) : diisi jabatan perwakilan pihak ketiga atau Pihak Lain yang menyaksikan/ melakukan pemusnahan. Nomor (17) : diisi nama tempat atau lokasi pelaksanaan pemusnahan. Nomor (18) : diisi waktu mulai sampai dengan selesai pelaksanaan pemusnahan. Nomor (19) : diisi nomor Keputusan Menteri Keuangan mengenai pencabutan fasilitas Pembebasan Bea Masuk dan Fasilitas PDRI atas Impor Barang oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang Ditujukan untuk Kepentingan Umum di Wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra. Nomor (20) : diisi metode pemusnahan lainnya (jika ada). UUU. DAFTAR INDUSTRI YANG MENGHASILKAN JASA YANG DAPAT MEMPEROLEH PEMBEBASAN BEA MASUK NO. INDUSTRI JASA 1. Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 2. Pendidikan dan Kebudayaan 3. Transportasi untuk Publik 4. Pelayanan Kesehatan Publik 5. Penelitian dan Pengembangan 6. Konstruksi 7. Industri Telekomunikasi 8. Kepelabuhan 9. Keuangan VVV. FORMAT KEPUTUSAN MENTERI MENGENAI PEMBEBASAN BEA MASUK DAN/ATAU FASILITAS PDRI ATAS IMPOR BARANG UNTUK PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI DI IBU KOTA NUSANTARA DAN DAERAH MITRA MENTERI KEUANGAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR...…….(1).......... TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK DAN/ATAU FASILITAS PDRI ATAS IMPOR BARANG MODAL/BARANG DAN BAHAN ^) UNTUK PEMBANGUNAN/PENGEMBANGAN ^) INDUSTRI...…….(2).......... DI IBU KOTA NUSANTARA/DAERAH MITRA ^*) MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
bahwa perusahaan telah memenuhi persyaratan sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI atas Impor Barang Modal/Barang dan Bahan ^) Untuk Pembangunan/Pengembangan Industri Di Ibu Kota Nusantara/Daerah Mitra ^) kepada ……….(2)..........;
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2006;
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara;
Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara;
...……………dst Memperhatikan :
...……(3)………;
...……………dst;
MEMUTUSKAN:
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK DAN/ATAU FASILITAS PDRI ATAS IMPOR BARANG MODAL/BARANG DAN BAHAN ^) UNTUK PEMBANGUNAN/PENGEMBANGAN ^) INDUSTRI ……….(2).......... DI IBU KOTA NUSANTARA/DAERAH MITRA ^*) . PERTAMA : Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atas nama Menteri Keuangan Republik Indonesia memberikan pembebasan bea masuk dan/atau fasilitas PDRI kepada:
Nama Perusahaan :
...................(2)....................
Perizinan Berusaha Nomor Induk Berusaha : ....................(4)....................
KBLI :
...................(5)....................
Bidang Usaha :
...................(6)....................
Nomor Kegiatan Usaha : ....................(7)....................
NPWP :
...................(8)....................
Alamat Kantor :
...................(9)....................
No. Telp/Email :
...................(10)....................
Lokasi Usaha :
...................(11).................... - Alamat :
............................................. - Desa/kelurahan :
............................................. - Kecamatan :
............................................. - Kota/Kabupaten :
............................................. - Provinsi :
.............................................
Masa berlaku fasilitas : ....................(12).................... KEDUA :
Atas rencana impor oleh pelaku usaha sebagaimana pada a. Diktum PERTAMA dengan perkiraan harga sebesar ........(13)........ akan ditetapkan kemudian pada saat pengimporan sebagaimana tercantum dalam pemberitahuan pabean impor.
Dalam pelaksanaan impor berlaku ketentuan larangan dan pembatasan sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku. KETIGA : Pelaksanaan impor barang sebagaimana dimaksud dalam diktum PERTAMA harus memenuhi ketentuan umum di bidang impor. KEEMPAT : Perusahaan wajib menyampaikan Laporan Realisasi Impor paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah realisasi impor melalui sistem OSS. KELIMA :
.......(14)........ KEENAM : Pemberian pembebasan bea masuk dan fasilitas PDRI ini sewaktu-waktu dapat dilakukan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. KETUJUH : Atas penyalahgunaan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024, pembebasan bea masuk dan/atau fasilitas PDRI yang telah diberikan dicabut dan atas impor barang sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA dipungut bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor yang terutang serta dikenakan sanksi administratif berupa denda sesuai perundang-undangan di bidang sanksi administratif di bidang kepabeanan dan perpajakan. KEDELAPAN : Apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam Surat Keputusan ini, maka akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya. KESEMBILAN : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Salinan Keputusan Menteri ini disampaikan kepada :
...……(15)……….
...……………. dst;
Pimpinan...……(2)………. Ditetapkan di...….…(16)………. pada tanggal...…..…(17)……….
n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI INVESTASI/ KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA, ………(18)………. Keterangan: ) Pilih salah satu LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NUSANTARA/DAERAH MITRA ^) KEPADA...…….(2).......... DAFTAR BARANG MODAL/BARANG DAN BAHAN ^) YANG MENDAPATKAN FASILITAS PEMBEBASAN BEA MASUK DAN/ATAU FASILITAS PDRI UNTUK PEMBANGUNAN/PENGEMBANGAN ^ ) INDUSTRI DI IBU KOTA NUSANTARA/DAERAH MITRA ^*) Nama Perusahaan :
...................(2).................... Perizinan Berusaha Nomor Induk Berusaha :
...................(4).................... NO. JENIS BARANG HS CODE NEGARA ASAL SPESIFIKASI TEKNIS JUMLAH BARANG SATUAN BARANG PERKIRAAN HARGA RENCANA PELABUHAN PEMASUKAN a.n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI INVESTASI/ KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA, ………(18)………. PETUNJUK PENGISIAN Nomor (1) : Diisi nomor Keputusan Menteri Keuangan sesuai dengan pedoman penomoran naskah dinas di lingkungan Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Nomor (2) : Diisi nama perusahaan industri yang diberikan pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI. Nomor (3) : Diisi daftar jenis dokumen, nomor, dan tanggal dokumen yang dilampirkan dalam permohonan pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI. Nomor (4) : Diisi Nomor Induk Berusaha perusahaan industri yang diberikan pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI. Nomor (5) : Diisi kode Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia atas perusahaan industri yang diberikan pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI. Nomor (6) : Diisi bidang usaha perusahaan industri yang diberikan pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI. Nomor (7) : Diisi nomor kegiatan usaha yang diberikan pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI. Nomor (8) : Diisi Nomor Pokok Wajib Pajak perusahaan industri yang diberikan pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI. Nomor (9) : Diisi alamat kantor perusahaan industri yang diberikan pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI. Nomor (10) : Diisi nomor telepon/email perusahaan industri yang diberikan pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI. Nomor (11) : Diisi alamat, desa/kelurahan, kecamatan, kota/kabupaten, dan provinsi lokasi usaha sesuai dengan perizinan berusaha berbasis risiko yang dimiliki oleh perusahaan industri yang diberikan pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI. Nomor (12) : Diisi tanggal berakhirnya masa berlaku fasilitas, dengan ketentuan:
jangka waktu pengimporan selama 2 (dua) tahun, dalam hal pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI diberikan kepada impor/pengeluaran berupa barang modal;
jangka waktu pengimporan selama 4 (empat) tahun, dalam hal pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI diberikan kepada impor/pengeluaran berupa barang dan bahan; atau
jangka waktu pengimporan selama 6 (enam) tahun, dalam hal pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI diberikan kepada barang dan bahan yang diimpor oleh perusahaan yang menggunakan mesin produksi dalam negeri paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari total nilai mesin. Nomor (13) : Diisi jumlah perkiraan harga barang modal atau barang dan bahan. Nomor (14) :
Dalam hal permohonan berupa barang modal maka diisi dengan ketentuan sebagai berikut : a) Mesin dalam Lampiran Keputusan ini dapat digunakan pada lokasi yang berbeda sebagaimana pada DIKTUM PERTAMA sepanjang masih di wilayah Ibu Kota Nusantara/Daerah Mitra*) dan dikuasai oleh perusahaan untuk kegiatan usaha yang sama sesuai dengan perizinan berusaha berbasis risiko yang dimiliki oleh perusahaan. b) Perusahaan diwajibkan untuk menyampaikan laporan kepada Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dan Direktorat Jenderal Bea Cukai atas pindah lokasi mesin sebagaimana pada huruf a.
Dalam hal permohonan berupa barang dan bahan, maka diisi dengan ketentuan sebagai berikut : a) Barang dan bahan dalam Lampiran Keputusan ini digunakan sebagai bahan atau komponen untuk menghasilkan barang jadi dan tidak untuk dipindahtangankan dan/atau diperjualbelikan. b) Perubahan penggunaan barang dan bahan dalam Lampiran Keputusan ini dapat dilakukan dengan cara pemindahtanganan dalam hal terjadi keadaan darurat ( force majeure ), ekspor kembali, atau pemusnahan setelah mendapat izin terlebih dahulu dari Menteri Keuangan. Nomor (15) : Diisi daftar kementerian/lembaga atau instansi yang perlu diberikan salinan Keputusan Menteri Keuangan. Nomor (16) : Diisi kota tempat ditandatanganinya Keputusan Menteri Keuangan. Nomor (17) : Diisi tanggal ditandatanganinya Keputusan Menteri Keuangan. Nomor (18) : Diisi nama pejabat yang menandatangani Keputusan Menteri Keuangan. Nomor (19) : Diisi nomor urut barang. Nomor (20) : Diisi jenis barang. Nomor (21) : Diisi 8 (delapan) digit HS Code barang Nomor (22) : Diisi negara asal barang. Nomor (23) : Diisi spesifikasi teknis berupa merk, tipe, dimensi, kapasitas, dan lain-lain. Nomor (24) : Diisi jumlah barang. Nomor (25) : Diisi satuan barang. Nomor (26) : Diisi perkiraan harga barang. Nomor (27) : Diisi nama pelabuhan/bandar udara tempat pemasukan atau pembongkaran barang. WWW. FORMAT KEPUTUSAN MENTERI MENGENAI PERPANJANGAN JANGKA WAKTU PENGIMPORAN MENTERI KEUANGAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:
...........(1)................ TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR .........(2)............. TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK DAN/ATAU FASILITAS PDRI ATAS IMPOR BARANG MODAL/BARANG DAN BAHAN ^) UNTUK PEMBANGUNAN/PENGEMBANGAN ^) INDUSTRI DI IBU KOTA NUSANTARA/DAERAH MITRA ^*) KEPADA...…….(3).......... MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
bahwa sesuai dengan hasil penelitian terhadap surat permohonan....….(4)..…… Nomor:
.......(5)............,, permohonan perpanjangan jangka waktu pengimporan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor .........(2)............., telah memenuhi syarat untuk dapat disetujui;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor .........(2)............. tentang Pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI Atas Impor Barang Modal/Barang Dan Bahan ^) Untuk Pembangunan/Pengembangan ^) Industri Di Ibu Kota Nusantara/Daerah Mitra ^*) Kepada...…….(3)..........
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006;
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara;
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal Bagi Pelaku Usaha Di Ibu Kota Nusantara;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor.... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara;
...……………dst; Memperhatikan :
...……(6)………;
...……………dst;
MEMUTUSKAN:
PERTAMA : Mengubah Diktum Pertama Keputusan Menteri Keuangan Nomor .........(2)............ pada angka “10” menjadi sebagai berikut: “Masa Berlaku Fasilitas :
..……………(7)…………….” KEDUA : Keputusan Menteri Keuangan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri Keuangan Nomor .........(2)............. KETIGA : Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Salinan Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:
...……(8)………. 2....……………. dst;
Pimpinan...……(3)……….
n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI INVESTASI/KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA Keterangan: *) Pilih salah satu PETUNJUK PENGISIAN Nomor (1) : diisi nomor Keputusan Menteri Keuangan sesuai dengan pedoman penomoran naskah dinas di lingkungan Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Nomor (2) : diisi nomor Keputusan Menteri Keuangan tentang Pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI Atas Impor Barang Modal/Barang dan Bahan untuk Pembangunan/Pengembangan Industri di Ibu Kota Nusantara/Daerah Mitra yang diajukan perpanjangan. Nomor (3) : diisi nama perusahaan industri yang diberikan perpanjangan jangka waktu pengimporan barang modal/barang dan bahan yang mendapatkan pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI. Nomor (4) : diisi nama jabatan pejabat/pimpinan yang menandatangani surat permohonan dan nama perusahaan industri. Nomor (5) : diisi nomor dan tanggal surat permohonan pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI. Nomor (6) : diisi daftar jenis dokumen, nomor, dan tanggal dokumen yang dilampirkan dalam permohonan pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI. Nomor (7) : diisi tanggal berakhirnya masa berlaku perpanjangan fasilitas. Nomor (8) : diisi daftar kementerian/lembaga atau instansi yang perlu diberikan salinan Keputusan Menteri Keuangan. Nomor (9) : diisi kota tempat ditandatanganinya Keputusan Menteri Keuangan. Nomor (10) : diisi tanggal ditandatanganinya Keputusan Menteri Keuangan. Nomor (11) : diisi nama pejabat yang menandatangani Keputusan Menteri Keuangan. XXX. FORMAT KEPUTUSAN MENTERI MENGENAI PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI MENGENAI PEMBEBASAN BEA MASUK DAN/ATAU FASILITAS PDRI ATAS IMPOR BARANG UNTUK PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI DI IBU KOTA NUSANTARA DAN DAERAH MITRA MENTERI KEUANGAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:
...........(1)................ TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR .........(2)............. TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK DAN/ATAU FASILITAS PDRI ATAS IMPOR BARANG MODAL/BARANG DAN BAHAN ^) UNTUK PEMBANGUNAN/PENGEMBANGAN) INDUSTRI DI IBU KOTA NUSANTARA/DAERAH MITRA ^*) KEPADA...…….(3).......... MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
bahwa sesuai dengan hasil penelitian terhadap surat permohonan....….(4)..…… Nomor:
.......(5)............,, permohonan perubahan .........(6)............ dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor .........(2)............., telah memenuhi syarat untuk dapat disetujui;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor .........(2)............. tentang Pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI Atas Impor Barang Modal/Barang Dan Bahan Untuk Pembangunan/Pengembangan*) Industri Di Ibu Kota Nusantara/Daerah Mitra*) Kepada...…….(3)..........
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006;
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 tentang Perubagan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara;
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor..... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara;
...……………dst; Memperhatikan :
...……(7)………;
...……………dst;
MEMUTUSKAN:
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERTAMA : Memberikan persetujuan atas permohonan perubahan ……….(6).......... terhadap Keputusan Menteri Keuangan Nomor .........(2)............ kepada...…….(3).......... dengan rincian .........(8)............ KEDUA : Keputusan Menteri Keuangan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri Keuangan Nomor .........(2)............. KETIGA : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Salinan Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:
...……(9)………. 2....……………. dst;
Pimpinan...……(3)……….
n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI INVESTASI/KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA Keterangan: *) Pilih salah satu PETUNJUK PENGISIAN Nomor (1) : Diisi nomor Keputusan Menteri Keuangan sesuai dengan pedoman penomoran naskah dinas di lingkungan Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Nomor (2) : Diisi nomor Keputusan Menteri Keuangan tentang Pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI Atas Impor Barang Modal/Barang dan Bahan untuk Pembangunan/Pengembangan Industri di Ibu Kota Nusantara/Daerah Mitra yang diajukan perubahan. Nomor (3) : Diisi nama perusahaan industri yang diberikan pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI. Nomor (4) : Diisi nama jabatan pejabat/pimpinan yang menandatangani surat permohonan dan nama perusahaan industri. Nomor (5) : Diisi nomor dan tanggal surat permohonan pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI. Nomor (6) : Diisi jenis perubahan yang diajukan (pelabuhan/kesalahan Administratif). Nomor (7) : Diisi daftar jenis dokumen, nomor, dan tanggal dokumen yang dilampirkan dalam permohonan perubahan Keputusan Menteri Keuangan. Nomor (8) : Diisi data sebagai berikut:
Dalam hal perubahan lampiran keputusan menteri keuangan, maka diisi “sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan ini” dan membuat lampiran perubahan tersendiri.
Dalam hal perubahan batang tubuh keputusan menteri keuangan, maka diisi: a) Sebelumnya :
................................... b) Menjadi :
................................... Nomor (9) : Diisi daftar kementerian/lembaga atau instansi yang perlu diberikan salinan Keputusan Menteri Keuangan. Nomor (10) : Diisi kota tempat ditandatanganinya Keputusan Menteri Keuangan. Nomor (11) : Diisi tanggal ditandatanganinya Keputusan Menteri Keuangan. Nomor (12) : Diisi nama pejabat yang menandatangani Keputusan Menteri Keuangan. YYY. TATA KERJA PEMOTONGAN KUOTA 1) TATA KERJA PEMOTONGAN KUOTA SECARA ELEKTRONIK 1. Importir, pengusaha tempat penimbunan berikat, badan usaha atau pelaku usaha di kawasan ekonomi khusus, atau pengusaha di KPBPB menyampaikan elemen data pada pemberitahuan pabean impor sesuai dengan elemen data yang tercantum dalam Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI melalui sistem komputer pelayanan.
Elemen data sebagaimana dimaksud pada butir 1 berupa:
nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI;
nomor item barang pada Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI;
Kantor Pabean;
jenis barang, termasuk spesifikasi barang (merek, tipe, dan/atau ukuran); dan
jumlah dan satuan barang.
Sistem Komputer Pelayanan menerima dan membandingkan elemen data yang tercantum dalam Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI dengan elemen data yang tercantum dalam pemberitahuan pabean impor.
Pemotongan Kuota secara elektronik dilakukan dengan cara mengurangkan jumlah barang yang tercantum pada Saldo Pemotongan Kuota dengan jumlah barang yang tercantum dalam pemberitahuan pabean impor.
Dalam hal elemen data pada pemberitahuan pabean impor berbeda dengan elemen data dalam Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI, sistem komputer pelayanan melakukan penolakan.
Dalam hal terdapat perbedaan jumlah dan/atau jenis barang impor berdasarkan:
pemberitahuan pembetulan pemberitahuan pabean impor;
pemeriksaan fisik barang; atau
pemeriksaan dokumen pemberitahuan pabean impor, Pejabat Pemeriksa Dokumen melakukan penelitian lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Terhadap perbedaan jumlah dan/atau jenis barang impor sebagaimana dimaksud pada butir 6, Pejabat Pemeriksa Dokumen dan/atau Sistem Aplikasi Pemotongan Kuota melakukan perbaikan terhadap Saldo Pemotongan Kuota.
TATA KERJA PEMOTONGAN KUOTA SECARA MANUAL MELALUI SISTEM TERINTEGRASI 1. Importir, pengusaha tempat penimbunan berikat, badan usaha atau pelaku usaha di kawasan ekonomi khusus, atau pengusaha di KPBPB menyampaikan pemberitahuan pabean impor yang telah mendapatkan nomor pendaftaran dan Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI kepada Pejabat Bea dan Cukai yang menangani fasilitas kepabeanan.
Penyampaian Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI dapat dilakukan secara fisik atau melalui Sistem Indonesia National Single Window (SINSW).
Pejabat Bea dan Cukai yang menangani fasilitas kepabeanan menerima pemberitahuan pabean impor yang telah mendapatkan nomor pendaftaran dan Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI baik secara fisik atau melalui SINSW yang telah di- input oleh pengusaha.
Pejabat Bea dan Cukai yang menangani fasilitas kepabeanan mengakses SINSW dan meneliti kebenaran dan kesesuaian pemberitahuan pabean impor, yang meliputi:
nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI;
nomor item barang pada Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI;
Kantor Pabean;
jenis barang, termasuk spesifikasi barang (merek, tipe, dan/atau ukuran); dan
jumlah dan satuan barang.
Dalam hal hasil pemeriksaan sesuai:
Pejabat Bea dan Cukai yang Menangani Fasilitas Kepabeanan melakukan pemotongan kuota dengan cara meng- input jumlah barang yang diimpor sesuai dengan dokumen pemberitahuan dan sisa kuota sesuai Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI ke dalam SINSW;
Pejabat Bea dan Cukai yang Menangani Fasilitas Kepabeanan memberitahukan hasil pemotongan kuota kepada Pejabat Pemeriksa Dokumen;
Pejabat Pemeriksa Dokumen menerima pemberitahuan pabean impor yang sudah dipotong kuotanya dan melakukan persetujuan pada SINSW.
Dalam hal hasil pemeriksaan tidak sesuai:
Pejabat Bea dan Cukai yang Menangani Fasilitas Kepabeanan tidak melakukan pemotongan kuota dan memberikan catatan dalam SINSW;
Pejabat Bea dan Cukai yang Menangani Fasilitas Kepabeanan memberitahukan catatan kepada Pejabat Pemeriksa Dokumen;
Pejabat Pemeriksa Dokumen melakukan pemeriksaan lebih lanjut sesuai dengan peraturan di bidang kepabeanan; dan
Pejabat Pemeriksa Dokumen melakukan perbaikan terhadap saldo pada SINSW.
TATA KERJA PEMOTONGAN KUOTA SECARA MANUAL 1. Importir, pengusaha tempat penimbunan berikat, badan usaha atau pelaku usaha di kawasan ekonomi khusus, atau pengusaha di KPBPB mengajukan pemotongan kuota kepada Pejabat Bea dan Cukai yang menangani Fasilitas Kepabeanan di Kantor Pabean.
Pengajuan pemotongan kuota dilakukan setelah pemberitahuan pabean impor yang diajukan oleh pengusaha sebagaimana dimaksud pada butir 1 mendapatkan nomor pendaftaran.
Pengajuan pemotongan kuota dilampiri dengan:
Asli Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI; dan
Salinan cetak ( hardcopy ) pemberitahuan pabean impor beserta dokumen pelengkap pabean.
Dalam hal pemberitahuan pabean impor atas barang yang memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI mendapatkan jalur hijau, Pejabat Pemeriksa Dokumen mengirimkan respons kepada pengusaha berupa permintaan dokumen sebagaimana dimaksud pada butir 3.
Pejabat Bea dan Cukai yang menangani fasilitas kepabeanan meneliti kebenaran dan kesesuaian pemberitahuan pabean impor, yang meliputi:
nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI;
nomor item barang pada Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI;
Kantor Pabean;
jenis barang, termasuk spesifikasi barang (merek, tipe, dan/atau ukuran); dan
jumlah dan satuan barang.
Dalam hal hasil pemeriksaan sesuai, Pejabat Bea dan Cukai yang Menangani Fasilitas Kepabeanan melakukan pemotongan kuota dengan:
Mencatat jumlah barang yang diimpor dan sisa kuota yang masih ada;
Mencatat jumlah barang yang diimpor sebagian dan memberi keterangan atau tanda partial shipment (PS) pada Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI, dalam hal barang impor yang mendapatkan fasilitas diimpor secara bertahap ( partial shipment ); dan
Memberi paraf, stempel nama dan Nomor Induk Pegawai (NIP) Pejabat Bea dan Cukai yang Menangani Fasilitas Kepabeanan, pada asli lembar Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI.
Dalam hal lembar Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI tidak mencukupi untuk dilakukan Pemotongan Kuota, Pemotongan Kuota dilakukan pada lembar kontrol dengan terlebih dahulu mencantumkan nomor lembar kontrol Pemotongan Kuota pada kolom dalam lembar lampiran Keputusan Menteri.
Terhadap Pemotongan Kuota, Pejabat Bea dan Cukai yang Menangani Fasilitas Kepabeanan memberitahukan hasil Pemotongan Kuota kepada Pejabat Pemeriksa Dokumen dengan mengisi catatan Pemotongan Kuota.
Dalam hal hasil pemeriksaan tidak sesuai, Pejabat Bea dan Cukai yang Menangani Fasilitas Kepabeanan tidak melakukan Pemotongan Kuota dan memberitahukan hasil penelitian kepada Pejabat Pemeriksa Dokumen dengan mengisi catatan Pemotongan Kuota.
Dalam hal terdapat perbedaan jumlah dan/atau jenis barang impor berdasarkan:
pemberitahuan pembetulan pemberitahuan pabean impor;
pemeriksaan fisik barang; atau
pemeriksaan dokumen pemberitahuan pabean impor, Pejabat Pemeriksa Dokumen melakukan penelitian lebih lanjut sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Terhadap perbedaan jumlah dan/atau jenis barang impor sebagaimana dimaksud pada butir 10, Pejabat Pemeriksa Dokumen memberitahukan kepada Pejabat Bea dan Cukai yang Menangani Fasilitas Kepabeanan untuk dilakukan perbaikan terhadap Saldo Pemotongan Kuota. ZZZ. FORMAT KEPUTUSAN MENTERI MENGENAI PERSETUJUAN PEMINDAHTANGANAN BARANG MODAL YANG DIIMPOR DENGAN MENGGUNAKAN FASILITAS PEMBEBASAN BEA MASUK DAN/ATAU FASILITAS PDRI UNTUK PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI DI IBU KOTA NUSANTARA DAN DAERAH MITRA MENTERI KEUANGAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR...…….(1).......... TENTANG PEMBERIAN IZIN PEMINDAHTANGANAN DENGAN CARA ........(2)........ YANG DIIMPOR DENGAN MENGGUNAKAN FASILITAS PEMBEBASAN BEA MASUK DAN/ATAU FASILITAS PDRI UNTUK PEMBANGUNAN/PENGEMBANGAN ^) INDUSTRI DI IBU KOTA NUSANTARA/DAERAH MITRA ^) MILIK ........(3)........ DENGAN ........(4)........ MEMBAYAR BEA MASUK YANG TERUTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
bahwa setelah dilakukan penelitian terhadap surat permohonan...…….(5).......... Nomor...…….(6).........., diperoleh kesimpulan bahwa barang modal milik ........(3)........ yang dimintakan untuk dipindahtangankan, yang pada saat impornya mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk telah memenuhi persyaratan untuk diberikan persetujuan pemindahtanganan dengan kewajiban/tanpa kewajiban ^*) membayar bea masuk yang terutang;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Pemberian Izin Pemindahtanganan Dengan Cara ........(2)........ yang Diimpor Dengan Menggunakan Fasilitas Pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI untuk Pembangunan/Pengembangan*) Industri di Ibu Kota Nusantara/Daerah Mitra*) Milik ........(3)........ Dengan ........(4)........ Membayar Bea Masuk yang Terutang;
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2006;
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara;
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal Bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara; Memperhatikan :
Keputusan Menteri Keuangan Nomor...……(7)………; M E M U T U S K A N : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBERIAN IZIN PEMINDAHTANGANAN DENGAN CARA ........(2)........ YANG DIIMPOR DENGAN MENGGUNAKAN FASILITAS PEMBEBASAN BEA MASUK DAN/ATAU FASILITAS PDRI UNTUK PEMBANGUNAN/PENGEMBANGAN ^) INDUSTRI DI IBU KOTA NUSANTARA/DAERAH MITRA ^) MILIK ........(3)........ DENGAN ........(4)........ MEMBAYAR BEA MASUK YANG TERUTANG. PERTAMA : Memberikan persetujuan pemindahtanganan barang modal/barang dan bahan dengan cara ........(2)........ yang pada saat impornya mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk dan/atau fasilitas PDRI dengan kewajiban/tanpa kewajiban ^*) membayar bea masuk yang terutang:
......(9)........ dengan rincian jumlah dan jenis barang modal/barang dan bahan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri Keuangan ini. KEDUA : Dasar yang digunakan untuk menghitung bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor atas barang modal/barang dan bahan, sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri Keuangan ini. KETIGA : Menunjuk ............(10)............ sebagai kantor pengawasan dan penyelesaian proses kepabeanan atas Pemindahtanganan dengan cara ............(2)............ sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA. KEEMPAT : Terhadap barang modal/barang dan bahan sebagaimana dimaksud dalam diktum PERTAMA yang pada saat diimpor telah dibayar bea masuk, tidak dapat diberikan restitusi. KELIMA :
..........(3)............ wajib menyampaikan laporan realisasi pemindahtanganan barang modal/barang dan bahan sebagaimana dimaksud dalam diktum PERTAMA kepada Kepala Kantor .........(11).......... dan menyampaikan salinan laporan kepada:
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal;
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara;
Direktur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tugas dan fungsinya di bidang audit kepabeanan dan cukai; dan
Kepala kantor pelayanan pajak yang mengadministrasikan kewajiban perpajakan Wajib Pajak. KEENAM : Laporan realisasi pemindahtanganan barang modal sebagaimana dimaksud dalam diktum KELIMA harus dilampiri dengan:
laporan hasil pemeriksaan fisik barang yang dipindahtangankan;
berita acara pemindahtanganan atau pemusnahan;
bukti pembayaran, dalam hal dilakukan pembayaran bea masuk yang terutang; dan/atau
surat keterangan yang ditandatangani pihak pemberi hibah dan pihak penerima hibah dan memuat barang dan spesifikasi barang yang dihibahkan, dalam hal pemindahtanganan dalam rangka hibah. KETUJUH : Apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam Keputusan Menteri Keuangan ini akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya. KEDELAPAN : Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Salinan Keputusan Menteri Keuangan ini disampaikan kepada :
...……(12)……….
...……………. dst;
Pimpinan...……(3)………. Ditetapkan di...….…(13)………. pada tanggal...…..…(14)……….
n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPALA...…..…(11)………., ………(15)………. Keterangan: ) Pilih salah satu LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PEMBERIAN IZIN PEMINDAHTANGANAN DENGAN CARA ........(2)........ YANG DIIMPOR DENGAN MENGGUNAKAN FASILITAS PEMBEBASAN BEA MASUK DAN/ATAU FASILITAS PDRI UNTUK PEMBANGUNAN/PENGEMBANGAN) INDUSTRI DI IBU KOTA NUSANTARA/DAERAH MITRA*) MILIK ........(3)........ DENGAN ........(4)........ MEMBAYAR BEA MASUK YANG TERUTANG DAFTAR MESIN/BARANG DAN BAHAN YANG DIBERIKAN PERSETUJUAN PEMINDAHTANGANAN DENGAN CARA ........(2)........
Nama :
.…………….
NPWP :
.…………….
Alamat :
.…………….
n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPALA...…..…(11)………., ………(16)………. NO. NAMA BARANG SPESIFIKASI TEKNIS JUMLAH DAN SATUAN BARANG SURAT KEPUTUSAN PEMBEBASAN BEA MASUK KANTOR BEA DAN CUKAI PEMBERITAHUAN PABEAN IMPOR NILAI PABEAN / HARGA PENYERAHAN KODE HS TARIF BM NOMOR TANGGAL ^NOMOR URUT NOMOR TANGGAL PETUNJUK PENGISIAN Nomor (1) : Diisi nomor Keputusan Menteri Keuangan sesuai dengan pedoman penomoran naskah dinas di lingkungan Kementerian Keuangan. Nomor (2) : Diisi cara pemindahtanganan yaitu “pengalihan hak/alih aset/perubahan penggunaan mesin untuk kegiatan lain di luar kegiatan usaha/diekspor kembali/pemusnahan atas mesin dan/atau barang dan bahan”. Nomor (3) : Diisi nama perusahaan industri yang diberikan persetujuan pemindahtanganan barang modal. Nomor (4) Diisi “KEWAJIBAN” atau “TANPA KEWAJIBAN”. Nomor (5) : Diisi nama jabatan pejabat/pimpinan yang menandatangani surat permohonan dan nama perusahaan industri. Nomor (6) : Diisi nomor dan tanggal surat permohonan pemindahtanganan. Nomor (7) : Diisi nomor dan judul Surat Keputusan Menteri Keuangan tentang Pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI Atas Impor Barang Modal/Barang dan Bahan untuk Pembangunan/Pengembangan Industri di Ibu Kota Nusantara/Daerah Mitr Nomor (8) : Diisi daftar jenis dokumen, nomor, dan tanggal dokumen yang dilampirkan dalam permohonan persetujuan pemindahtanganan barang modal/barang dan bahan. Nomor (9) : Diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
Nama, NPWP, dan Alamat pemohon serta Nama, NPWP, dan Alamat penerima pemindahtanganan barang modal/barang dan bahan, dalam hal pemindahtanganan berupa pengalihan hak/alih aset/perubahan penggunaan mesin untuk kegiatan lain di luar kegiatan usah
Nama, NPWP, dan Alamat pemohon, dalam hal pemindahtanganan berupa diekspor kembali/pemusnahan atas mesin dan/atau barang dan bahan. Nomor (10) : Diisi nama Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai tempat penyelesaian proses kepabeanan atas pemindahtanganan barang modal/barang dan bahan. Nomor (11) : Diisi nama Kantor wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai yang wilayah kerjanya meliputi Ibu Kota Nusantara dan/atau Daerah Mitra. Nomor (12) : Diisi daftar kementerian/lembaga atau instansi yang perlu diberikan salinan Keputusan Menteri Keuangan antara lain:
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal;
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara;
Direktur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tugas dan fungsinya di bidang audit kepabeanan dan cukai;
Direktur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tugas dan fungsinya di bidang fasilitas kepabeanan; dan
Kepala kantor pelayanan pajak yang mengadministrasikan kewajiban perpajakan Wajib Pajak Nomor (13) : Diisi kota tempat ditandatanganinya Keputusan Menteri Keuangan. Nomor (14) : Diisi tanggal ditandatanganinya Keputusan Menteri Keuangan. Nomor (15) : Diisi nama pejabat yang menandatangani Keputusan Menteri Keuangan. Nomor (16) : Diisi nomor urut barang. Nomor (17) : Diisi nama barang. Nomor (18) : Diisi spesifikasi teknis berupa merk, tipe, dimensi, kapasitas, dll. Nomor (19) : Diisi jumlah dan satuan barang. Nomor (20) : Diisi nomor surat keputusan pembebasan bea masuk . Nomor (21) : Diisi tanggal surat keputusan pembebasan bea masuk. Nomor (22) : Diisi nomor urut barang di dalam surat keputusan pembebasan bea masuk. Nomor (23) : Diisi nomor pendaftaran dokumen pemberitahuan pabean impor. Nomor (24) : Diisi tanggal nomor pendaftaran dokumen pemberitahuan pabean impor. Nomor (25) : Diisi nilai pabean atau harga penyerahan barang. Nomor (26) : Diisi 8 (delapan) digit HS Code barang. Nomor (27) : Diisi tarif bea masuk barang sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara. AAAA. CONTOH FORMAT BERITA ACARA PEMUSNAHAN BERITA ACARA PEMUSNAHAN NOMOR: BA-....................... Pada hari ini ..... (1) ..... tanggal ..... (2) ..... bulan ..... (3) ..... tahun ..... (4) ..... berdasarkan Surat Perintah/Surat Tugas Kepala Kantor .....(5)....... nomor:
.......(6)........., kami yang bertandatangan di bawah ini sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor ....Tahun 2024: A. Perwakilan Perusahaan Penerima Fasilitas 1. Nama :
.…………… (7)...…………..
Nomor Identitas :
.…………… (8)...…………..
Unit Kerja :
.…………… (9)...…………..
Jabatan :
.…………… (10)...………….. B. Perwakilan Kementerian Keuangan/DJBC 1. Nama :
.…………… (11)...…………..
NIP :
.…………… (12)...…………..
Unit Kerja :
.…………… (13)...…………..
Jabatan :
.…………… (14)...………….. C. Pihak yang melakukan pemusnahan 1. Nama :
.…………… (15)...…………..
Nomor Identitas :
.…………… (16)...…………..
Unit Kerja :
.…………… (17)...…………..
Jabatan :
.…………… (18)...………….. telah menyaksikan/melakukan pemusnahan terhadap barang modal/barang dan bahan ^*) dengan penjelasan sebagai berikut:
pemusnahan dilakukan di ..... (19) ..... mulai pukul ..... (20) ..... 2. barang-barang yang dimusnahkan terdiri dari: No Jenis Barang Jumlah Satuan Pemberitahuan Pabean Nomor Tanggal
Dst.
foto pemusnahan terlampir, yang berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor ..... (21) ..... telah mendapatkan izin pemindahtanganan dengan cara pemusnahan, untuk diselesaikan kewajiban pabeannya dengan cara dimusnahkan menggunakan metode dihancurkan/dibakar/diledakkan/lainnya ..... (22) ..... ^) Demikian Berita Acara ini dibuat dengan sebenarnya dan ditandatangani bersama. Perwakilan Perusahaan Penerima Fasilitas Perwakilan Kementerian Keuangan (............... (7) ............. ) ( ............ (11) ........... ) Pihak yang melakukan pemusnahan ( ............ (15) ........... ) ^) Coret yang tidak perlu PETUNJUK PELAKSANAAN Nomor (1) : Diisi hari saat pelaksanaan pemusnahan. Nomor (2) : Diisi tanggal saat pelaksanaan pemusnahan. Nomor (3) : Diisi bulan saat pelaksanaan pemusnahan. Nomor (4) : Diisi tahun saat pelaksanaan pemusnahan. Nomor (5) : Diisi nama Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai yang menerbitkan Surat Tugas. Nomor (6) : Diisi nomor Surat Tugas. Nomor (7) : Diisi nama Pejabat atau Pegawai perusahaan penerima fasilitas yang menyaksikan/melakukan pemusnahan. Nomor (8) : Diisi nomor identitas Pejabat atau Pegawai perusahaan penerima fasilitas yang menyaksikan pemusnahan. Nomor (9) : Diisi nama unit kerja Pejabat atau Pegawai perusahaan penerima fasilitas yang menyaksikan pemusnahan. Nomor (10) : Diisi nama jabatan Pejabat atau Pegawai perusahaan penerima fasilitas yang menyaksikan pemusnahan. Nomor (11) : Diisi nama Pejabat atau Pegawai Bea dan Cukai yang mewakili Kementerian Keuangan untuk menyaksikan pemusnahan. Nomor (12) : Diisi Nomor Induk Pegawai (NIP) Pejabat Bea dan Cukai yang mewakili Kementerian Keuangan untuk menyaksikan Pemusnahan. Nomor (13) : Diisi nama unit kerja Pejabat Bea dan Cukai yang mewakili Kementerian Keuangan untuk menyaksikan pemusnahan. Nomor (14) : Diisi nama jabatan Pejabat Bea dan Cukai yang mewakili Kementerian Keuangan untuk menyaksikan pemusnahan. Nomor (15) : Diisi nama pihak yang melakukan pemusnahan. Nomor (16) : Diisi nomor identitas pihak yang melakukan pemusnahan . Nomor (17) : Diisi nama entitas (perusahaan/badan lainnya) yang melakukan pemusnahan. Nomor (18) : Diisi jabatan yang melakukan pemusnahan. : Diisi nama perwakilan pihak ketiga atau Pihak Lain yang menyaksikan/ melakukan pemusnahan. Nomor (19) : Diisi nama tempat atau lokasi pelaksanaan pemusnahan. Nomor (20) : Diisi waktu mulai sampai dengan selesai pelaksanaan pemusnahan. Nomor (21) : Diisi nomor Keputusan Menteri Keuangan mengenai Pemberian Izin Pemindahtanganan Dengan Cara Pemusnahan yang Diimpor Dengan Menggunakan Fasilitas Pembebasan Bea Masuk Dan/Atau Fasilitas PDRI Untuk Pembangunan/Pengembangan Industri Di Ibu Kota Nusantara/Daerah Mitra. Nomor (22) : Diisi metode pemusnahan lainnya (jika ada). BBBB. LAPORAN REALISASI IMPOR LAPORAN REALISASI IMPOR MESIN/PERALATAN DAN/ATAU BARANG DAN BAHAN ^*) Nama Pelaku Usaha/Perusahaan :
... (1) ..... Nomor Induk Berusaha :
... (2) ..... No SKMK RI ^**) No dan Tgl Yang Tercantum Dalam KMK Yang Diimpor Pelabuhan Bongkar Jumlah Jenis Spesifikasi Nilai SPPB No dan Tgl Jumlah Jenis Spesifikasi Nilai ..(3).. ..(4).. ..(5).. ..(6).. ..(7).. ..(8).. ..(9).. ..(10).. ..(11).. ..(12).. ..(13).. ..(14)..
dst. Keterangan: *) Pilih salah satu mesin/peralatan atau barang dan bahan. **) Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia (SKMK RI) Laporan dikirim paling lambat 7 hari setelah realisasi impor (terhitung sejak Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai) ... (Nama Kota),… (Tanggal) Nama Jelas dan Jabatan PETUNJUK PELAKSANAAN Nomor (1) : Diisi nama pelaku usaha/perusahaan. Nomor (2) : Diisi Nomor Induk Berusaha (NIB). Nomor (3) : Diisi nomor urut uraian barang sesuai SKMK RI/ masterlist . Nomor (4) : Diisi nomor dan tanggal SKMK RI. Nomor (5) : Diisi jumlah Mesin/Peralatan dan/atau Barang dan Bahan yang tercantum dalam SKMK RI. Nomor (6) : Diisi jenis Mesin/Peralatan dan/atau Barang dan Bahan yang tercantum dalam SKMK RI. Nomor (7) : Diisi spesifikasi Mesin/Peralatan dan/atau Barang dan Bahan yang tercantum dalam SKMK RI. Nomor (8) : Diisi nilai Mesin/Peralatan dan/atau Barang dan Bahan yang tercantum dalam SKMK RI. Nomor (9) : Diisi nomor dan tanggal Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB). Nomor (10) : Diisi jumlah Mesin/Peralatan dan/atau Barang dan Bahan yang diimpor sesuai dengan data yang tercantum dalam dokumen pemberitahuan pabean impor. Nomor (11) : Diisi jenis Mesin/Peralatan dan/atau Barang dan Bahan yang diimpor sesuai dengan data yang tercantum dalam dokumen pemberitahuan pabean impor. Nomor (12) : Diisi spesifikasi Mesin/Peralatan dan/atau Barang dan Bahan yang diimpor sesuai dengan data yang tercantum dalam dokumen pemberitahuan pabean impor. Nomor (13) : Diisi nilai Mesin/Peralatan dan/atau Barang dan Bahan yang diimpor sesuai dengan data yang tercantum dalam dokumen pemberitahuan pabean impor. Nomor (14) : Diisi nama pelabuhan tempat Mesin/Peralatan dan/atau Barang dan Bahan dibongkar. CCCC. LAPORAN PENGGUNAAN BARANG MODAL DAN/ATAU BARANG DAN BAHAN LAPORAN PENGGUNAAN BARANG MODAL/BARANG DAN BAHAN YANG MENDAPATKAN FASILITAS PEMBEBASAN BEA MASUK DAN/ATAU FASILITAS PDRI PERIODE PELAPORAN :
... (1) ..... Nama Pelaku Usaha/Perusahaan :
... (2) ..... Nomor Induk Berusaha :
... (3) ..... No SKMK RI ^**) No dan Tgl Yang Tercantum Dalam KMK Yang Diimpor Pelabuhan Bongkar Realisasi Penggunaan Barang Jumlah Jenis Spesifikasi Nilai SPPB No dan Tgl Jumlah Jenis Spesifikasi Nilai Lokasi Penggunaan Barang Bukti Penerimaan Barang No. Tgl ..(4).. ..(5).. ..(6).. ..(7).. ..(8).. ..(9).. ..(10).. ..(11).. ..(12).. ..(13).. ..(14).. ..(15).. ..(16).. ..(17).. ..(18)..
dst. Laporan ini disusun dengan sebenarnya. Keterangan: *) Pilih salah satu mesin/peralatan atau barang dan bahan. **) Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia (SKMK RI) (tempat), (tanggal dan bulan) 20.. Direksi/Kuasa Direksi Selaku Penanggung Jawab, Nama Jelas : Jabatan : No. Telepon : email : PETUNJUK PELAKSANAAN Nomor (1) : Diisi urutan angka romawi dan tahun pelaporan. Contoh: Jika diimpor pada tahun 2024 maka pelaporan dilakukan paling lambat 31 Januari 2025 dan diisi periode pelaporan: “I/2024” Nomor (2) : Diisi nama pelaku usaha/perusahaan. Nomor (3) : Diisi Nomor Induk Berusaha (NIB). Nomor (4) : Diisi nomor urut. Nomor (5) : Diisi nomor dan tanggal SKMK RI. Nomor (6) : Diisi jumlah Mesin/Peralatan dan/atau Barang dan Bahan yang tercantum dalam SKMK RI. Nomor (7) : Diisi jenis Mesin/Peralatan dan/atau Barang dan Bahan yang tercantum dalam SKMK RI. Nomor (8) : Diisi spesifikasi Mesin/Peralatan dan/atau Barang dan Bahan yang tercantum dalam SKMK RI. Nomor (9) : Diisi nilai Mesin/Peralatan dan/atau Barang dan Bahan yang tercantum dalam SKMK RI. Nomor (10) : Diisi nomor dan tanggal Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB). Nomor (11) : Diisi jumlah Mesin/Peralatan dan/atau Barang dan Bahan yang diimpor sesuai dengan data yang tercantum dalam dokumen pemberitahuan pabean impor. Nomor (12) : Diisi jenis Mesin/Peralatan dan/atau Barang dan Bahan yang diimpor sesuai dengan data yang tercantum dalam dokumen pemberitahuan pabean impor. Nomor (13) : Diisi spesifikasi Mesin/Peralatan dan/atau Barang dan Bahan yang diimpor sesuai dengan data yang tercantum dalam dokumen pemberitahuan pabean impor. Nomor (14) : Diisi nilai Mesin/Peralatan dan/atau Barang dan Bahan yang diimpor sesuai dengan data yang tercantum dalam dokumen pemberitahuan pabean impor. Nomor (15) : Diisi nama pelabuhan tempat Mesin/Peralatan dan/atau Barang dan Bahan dibongkar. Nomor (16) : Diisi lokasi penggunaan barang modal/barang dan bahan Nomor (17) : Diisi nomor dokumen bukti penerimaan barang di wilayah Ibu Kota Nusantara atau Daerah Mitra. Nomor (18) : Diisi tanggal dokumen bukti penerimaan barang di wilayah Ibu Kota Nusantara atau Daerah Mitra. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI