Peta Kapasitas Fiskal Daerah
Relevan terhadap
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah dan Pasal 26 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Kebijakan Fiskal Nasional, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Peta Kapasitas Fiskal Daerah;
Tata Cara Penilaian Kesesuaian Rancangan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara d ...
Relevan terhadap 2 lainnya
Penilaian kesesuaian arah kebijakan fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c dilakukan dengan:
mengevaluasi penggunaan tagging program kegiatan dan sub-kegiatan pada APBD yang mendukung kebijakan fiskal prioritas tertentu tahun berkenaan;
mengevaluasi besaran dukungan Pemerintah Daerah dan Pemerintah terhadap kebijakan fiskal prioritas tertentu tahun berkenaan; dan
mengevaluasi besaran dukungan anggaran belanja Pemerintah Daerah yang diperlukan untuk mencapai target dari tema prioritas tertentu tahun berkenaan.
Penilaian kesesuaian arah kebijakan fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf c dilakukan dengan:
mengevaluasi penggunaan tagging program kegiatan dan sub-kegiatan pada APBD yang mendukung kebijakan fiskal prioritas tertentu tahun berkenaan;
mengevaluasi besaran dukungan Pemerintah Daerah terhadap kebijakan fiskal prioritas tertentu tahun berkenaan; dan
mengevaluasi besaran dukungan anggaran belanja Pemerintah Daerah yang diperlukan untuk mencapai target dari tema prioritas tertentu tahun berkenaan.
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (10) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Kebijakan Fiskal Nasional, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penilaian Kesesuaian Rancangan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara dengan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal;
Tata Cara Penerbitan dan Pembelian Kembali Obligasi Daerah dan Sukuk Daerah oleh Pemerintah Daerah
Relevan terhadap
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 57 ayat (3) dan Pasal 71 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Kebijakan Fiskal Nasional, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penerbitan dan Pembelian Kembali Obligasi Daerah dan Sukuk Daerah oleh Pemerintah Daerah;
Tata Cara Pengelolaan Dana Cadangan Penjaminan untuk Pelaksanaan Kewajiban Penjaminan Pemerintah
Relevan terhadap
Dana Cadangan Penjaminan digunakan untuk pembayaran klaim penjaminan atas program penjaminan Pemerintah.
Program penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
Jaminan Pemerintah untuk percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan Batubara;
Jaminan dan subsidi bunga oleh Pemerintah untuk percepatan penyediaan air minum;
Penjaminan Infrastruktur dalam proyek Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha yang dilakukan melalui BUPI;
Jaminan Pemerintah atas pembiayaan infrastruktur melalui pinjaman langsung dari lembaga keuangan internasional kepada badan usaha milik negara; jdih.kemenkeu.go.id e. Jaminan Pemerintah untuk percepatan proyek pembangunan jalan tol di Sumatera;
Jaminan Pemerintah untuk percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan;
Jaminan Pemerintah untuk percepatan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional;
Jaminan Pemerintah untuk percepatan penyelenggaraan kereta api ringan/light rail transit terintegrasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi;
Jaminan Pemerintah untuk pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional untuk pelaku usaha usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, usaha besar, dan koperasi, pelaku usaha korporasi, dan badan usaha milik negara;
Jaminan Pemerintah untuk penyelenggaraan cadangan pangan Pemerintah; dan
Jaminan Pemerintah lainnya yang diterbitkan oleh Menteri, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
Penggunaan Dana Cadangan Penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan huruf g, tidak berlaku dalam hal penanggung jawab proyek merupakan kementerian/lembaga.
Pemberian Jaminan Pemerintah untuk percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f dibatasi hanya pada jaminan pinjaman.
Percepatan Pembangunan lbu Kota Nusantara
Relevan terhadap
Menimbang Mengingat NOMOR 75 TAHUN 2024 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN IBU KOTA NUSANTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA a. bahwa untuk mewujudkan pembentukan ekosistem kota layak huni pada kawasan inti pusat pemerintahan di Ibu Kota Nusantara sesuai dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Undang-Undhng Nomor 3 Tahun 2022 tentang lbu Kota Negara diperlukan pemenuhan penyediaan layanan dasar dan/atau sosial serta fasilitas komersial; b. bahwa penyediaan layanan dasar dan/atau sosial serta fasilitas komersial dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan di tbu Kota Nusantara perlu didukung pelaku usaha pelopor; c. bahwa untuk mewujudkan pemenuhan penyediaan layanan dasar dan/atau sosial serta fasilitas komersial, serta mendorong keterlibatan pelaku usaha pelopor dalam rangka percepatan pembangunan Ibu Kota Nusantara diperlukan peran dan kebijakan pemerintah; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Percepatan Pembangunan lbu Kota Nusantara; Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
a. Pelaku Usaha yang telah menyatakan minat dan menandatangani letter of intent dengan Otorita lbu Kota Nusantara; dan b. Pelaku Usaha yang bersedia memulai pelaksanaan pembangunan di Ibu Kota Nusantara paling lama 5 (lima) tahun sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 2l Tahun 2023 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara. Pasal 6 (1) Dalam rangka percepatan pelaksanaan pembangunan Ibu Kota Nusantara, Kepala Otorita menetapkan nilai tanah di lbu Kota Nusantara untuk: a. pengelolaan ADP; dan b. pelaksanaan investasi di Ibu Kota Nusantara, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (21 Nilai tanah yang ditetapkan oleh Kepala Otorita sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan Zona Penilaian Tanah yang mengacu pada perhitungan nilai tanah oleh Penilai Publik. (3) Nilai tanah yang telah ditetapkan oleh Kepala Otorita sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi acuan bagi Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agrarialpertanahan untuk menetapkan Zona Nilai Tanah.
a. daftar masyarakat penerima sesuai hasil inventarisasi dan identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3); dan b. besaran penggantian sesuai hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (5). (10) Pendanaan yang diperlukan dalam rangka penanganan permasalahan penguasaan tanah ADP oleh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara. (11) Tata cara pengalokasian anggaran untuk pendanaan, mekanisme pembayaran, dan pengawasan dalam rangka penanganan permasalahan penguasaan tanah ADP oleh masyarakat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (12) Lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara/daerah dan pembangunan nasional melakukan pengawasan penanganan permasalahan penguasaan tanah ADP oleh masyarakat. Pasal 9 (1) Otorita Ibu Kota Nusantara memberikan ^jaminan kepastian ^jangka waktu hak atas tanah melalui 1 (satu) siklus pertama dan dapat dilakukan pemberian kembali 1 (satu) siklus kedua kepada Pelaku Usaha, yang dimuat dalam perjanjian. (2) Siklus
Pengelolaan Dana Insentif Fiskal atas Pencapaian Kinerja Daerah
Relevan terhadap
Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pengelolaan dana insentif daerah, Insentif Fiskal, dan/atau Dana Insentif Fiskal.
Pemantauan terhadap pengelolaan dana insentif daerah, Insentif Fiskal, dan/atau Dana Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
laporan rencana penggunaan;
penyaluran dari RKUN ke RKUD; dan
laporan realisasi penyerapan anggaran dan realisasi keluaran.
Evaluasi terhadap pengelolaan dana insentif daerah, Insentif Fiskal, dan/atau Dana Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan terhadap:
kebijakan pengalokasian;
mekanisme penyaluran;
realisasi penyaluran; dan/atau
penggunaan dan capaian keluaran.
Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk penyusunan kebijakan Dana Insentif Fiskal tahun anggaran berikutnya.
KPA BUN pengelola dana desa, insentif, otonomi khusus, dan keistimewaan mengusulkan Indikasi Kebutuhan Dana TKD untuk Dana Insentif Fiskal kepada Pemimpin PPA BUN pengelola TKD.
Indikasi Kebutuhan Dana TKD untuk Dana Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan memperhatikan:
evaluasi pelaksanaan tahun sebelumnya;
perkembangan dana insentif daerah, insentif fiskal dan/atau Dana Insentif Fiskal dalam 3 (tiga) tahun terakhir;
kemampuan keuangan negara; dan
arah kebijakan Dana Insentif Fiskal yang sesuai dengan prioritas nasional.
Berdasarkan usulan Indikasi Kebutuhan Dana TKD untuk Dana Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemimpin PPA BUN pengelola TKD menyusun Indikasi Kebutuhan Dana TKD untuk Dana Insentif Fiskal.
Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD menyampaikan Indikasi Kebutuhan Dana TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Direktur Jenderal Anggaran paling lambat bulan Februari tahun anggaran sebelumnya.
Penyusunan Indikasi Kebutuhan Dana TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan penyampaian Indikasi Kebutuhan Dana TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan.
Menteri menetapkan pagu indikatif TKD untuk Dana Insentif Fiskal dengan mempertimbangkan Indikasi Kebutuhan Dana TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pagu indikatif TKD untuk Dana Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan dalam pembahasan nota keuangan dan rancangan Undang- Undang mengenai APBN antara Pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
Berdasarkan hasil pembahasan antara Pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Menteri menetapkan alokasi anggaran Dana Insentif Fiskal.
Penilaian kinerja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dilakukan berdasarkan indikator kinerja yang mencerminkan perbaikan dan/atau pencapaian kinerja pemerintahan Daerah.
Indikator kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
pengelolaan Keuangan Daerah;
pelayanan umum pemerintahan; dan/atau
pelayanan dasar; yang mendukung kebijakan strategis nasional dan/atau pelaksanaan kebijakan fiskal nasional.
Indikator kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan ketentuan sebagai berikut:
memberikan kesempatan yang sama bagi setiap Daerah untuk memperoleh Dana Insentif Fiskal;
menggunakan sistem pengukuran kinerja dan indikator yang sama untuk setiap Daerah;
menggunakan sistem pengukuran kinerja yang tidak menimbulkan penafsiran ganda;
menggunakan data kuantitatif dan/atau kualitatif yang dapat dikuantifikasi dan menggunakan alat ukur kuantitatif;
menggunakan data indikator dari lembaga statistik Pemerintah dan/atau kementerian/lembaga teknis terkait sehingga data yang diterbitkan dapat dipertanggungjawabkan; dan
menggunakan objek penilaian kinerja Daerah yang relevan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah secara umum.
Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.08/2020 Tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah Untuk Pelaku Usaha Korporasi Melalui Bada ...
Relevan terhadap 3 lainnya
Dalam rangka pelaksanaan penugasan Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), LPEI berhak mendapatkan IJP.
IJP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibayarkan oleh Pemerintah melalui Menteri dengan ketentuan sebagai berikut:
untuk Pelaku Usaha dengan Nilai Penjaminan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), IJP yang dibayarkan sebesar 100% (seratus persen);
untuk Pelaku Usaha dengan Nilai Penjaminan lebih dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) sampai dengan Rp300.000.000.000,00 (tiga ratus miliar rupiah), IJP yang dibayarkan sebesar 100% (seratus persen); atau
untuk Pelaku Usaha dengan Nilai Penjaminan lebih dari Rp300.000.000.000,00 (tiga ratus miliar rupiah) sampai dengan Rpl.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah), IJP yang dibayarkan:
sebesar 70% (tujuh puluh persen) dan 30% (tiga puluh persen) dibayarkan oleh Pelaku Usaha untuk penjaminan yang diterbitkan periode 1 Maret 2022 sampai dengan 31 Juli 2022; atau
sebesar 60% (enam puluh persen) dan 40% (empat puluh persen) dibayarkan oleh Pelaku Usaha untuk penjaminan yang diterbitkan periode 1 Agustus 2022 sampai dengan 16 Desember 2022.
IJP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dihitung dengan formula, yaitu besaran IJP = tarif IJP x Nilai Penjaminan.
Tarif IJP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan untuk pertama kali oleh Menteri melalui surat.
Besaran tarif IJP sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat dilakukan evaluasi dan penyesuaian oleh Menteri setiap 3 (tiga) bulan.
Penyesuaian tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ditetapkan melalui surat Menteri.
Tarif IJP dan penyesuaian besaran tarif IJP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), ditetapkan dengan memperhatikan:
keputusan mengenai kebijakan penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1);
laporan keuangan LPEI;
kemampuan Pemerintah melalui Menteri dalam menyediakan alokasi belanja pembayaran IJP; dan/atau d. data dan informasi pendukung lainnya, antara lain proyeksi non performing loan (NPL), besaran porsi penjaminan, batasan loss limit , dan jangka waktu Pinjaman.
Dalam menetapkan besaran tarif IJP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), Menteri dapat meminta masukan dari pihak yang kompeten dan independen, serta pihak yang terkait lainnya.
IJP yang dibayarkan oleh Pemerintah melalui Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan belanja subsidi atas pelaksanaan program PEN.
Ketentuan ayat (6) Pasal 15 diubah, sehingga Pasal 15 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6514) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 186, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6542);
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.08/2020 tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 842) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.08/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.08/2020 tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 254);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031);
Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Batera ...
Relevan terhadap
bahwa untuk menjaga keberlanjutan dalam mendorong kebijakan pemerintah dalam mendukung program kendaraan bermotor emisi karbon rendah dan memberikan dukungan kepada sektor industri yang memiliki multiplier effect tinggi guna mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan, perlu dukungan pemerintah melalui kebijakan pemberian insentif fiskal berupa pajak ditanggung pemerintah;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Bus Tertentu serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor Roda Empat Emisi Karbon Rendah Listrik Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2025;
Pedoman Penggunaan Sistem Informasi Kredit Program
Relevan terhadap
Penggunaan SIKP bertujuan untuk:
meningkatkan validitas basis data pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah sebagai sasaran penerima Kredit Program;
memberikan layanan informasi yang cepat, akurat, dan terintegrasi bagi para pemangku kepentingan Kredit Program; dan
meningkatkan akurasi perhitungan dan kecepatan pembayaran subsidi bunga/margin.
Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Batera ...
Relevan terhadap
bahwa untuk mendorong kebijakan pemerintah dalam melakukan peralihan dari penggunaan energi fosil ke energi listrik dan meningkatkan minat beli masyarakat atas kendaraan bermotor listrik berbasis baterai guna mendukung program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai tahun 2024, perlu dukungan pemerintah berupa kebijakan pemberian insentif fiskal;
bahwa dukungan pemerintah berupa kebijakan insentif fiskal tahun 2023 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38 Tahun 2023 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Bus Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2023 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38 Tahun 2023 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Bus Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2023, perlu dilanjutkan dengan kebijakan pemberian fasilitas berupa pajak pertambahan nilai atas penyerahan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai roda empat tertentu dan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai bus tertentu yang ditanggung pemerintah untuk tahun anggaran 2024;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Bus Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2024;